8
II KAJIAN KEPUSTAKAAN
2.1 Pengetahuan Peternak Pengetahuan merupakan keseluruhan gagasan, ide, konsep, pemahaman dan pemikiran manusia setelah melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan diperoleh melalui kelima panca indera manusia yaitu indera pendengaran, penglihatan, penciuman, peraba, dan perasa. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui pendengaran dam pengelihatan. Pengetahuan mencakup penalaran, penjelasan, dan pemahaman manusia tentang segala sesuatu dan juga praktik atau kemampuan teknis dalam memecahkan berbagai persoalan hidup (Sonni, 2001). Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). (Wawan dan Dewi, 2010) Pengetahuan yang diperoleh secara turun menurun banyak yang sudah tidak sesuai dengan keadaan di lapangan dan terkadang banyak yang salah menerapkan cara beternaknya dalam memelihara sapi perah, sehingga hasilnya tidak maksimal, pengetahuan yang diperoleh secara turun temurun biasanya dilakukan peternak dari keluarganya yang sudah dahulu memelihara sapi perah (Kurniadi, 2009). 2.1.1 Tingkat Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Pengetahuan dibagi menjadi 6 (enam) tingkatan yaitu :
9
1. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam tingkatan ini adalah mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh badan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah. 2. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui yang dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. 3. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau pada kondisi yang sebenarnya. 4. Analisis (Analysis) Analisis yaitu suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi. 5. Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjukkan pada suatu komponen atau meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. 6. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. (Notoatmodjo, 2007)
10
2.1.2 Cara memperoleh Pengetahuan Cara memperoleh pengetahuan dibagi menjadi 2 yaitu A. Cara Kuno/ Tradisional 1. Cara Coba Salah (Trial and Error) Cara ini telah dipakai orang sebelum kebudayaan bahkan mungkin sebelum peradaban. Cara coba salah ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila kemungkinan itu tidak berhasil maka dicoba. Kemungkinan yang lain sampai masalah tersebut dapat dipecahkan. 2. Cara Kekuasaan atau Otoritas Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pemimpin masyarakat baik formal atau informal, ahli agama, pelaku pemerintah dan berbagai prinsip orang lain yang menerima mempunyai yang dikemukakan oleh orang yang memepunyai otoritas, tanpa menguji terlebih dahulu atau membuktikan kebenarannya baik berdasarkan fakta empiris maupun penalaran sendiri. 3.
Cara Berdasarkan Pengalaman Pribadi Pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh
pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang pernah diperoleh dalam memecahkan pemasalahan yang dihadapi masa lalu (Notoatmodjo, 2007). B. Cara Modern Cara ini disebut dengan metode ilmiah atau lebih popular disebut Metodologi Penelitian. Cara ini mula-mula dikembangkan oleh Francis Bacon (1561-1626), kemudian dikembangkan oleh Deobold Van Daven. Akhirnya lahir suatu cara untuk
11
melakukan penelitian yang dewasa ini kita kenal dengan penelitian ilmiah (Notoatmodjo, 2007).
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan peternak 1. Faktor Internal A. Pendidikan Pendidikan
merupakan
bimbingan
yang
diberikan
seseorang
terhadap
perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya untuk memelihara sapi perah dan memakai prosedur pemerahan yang benar. Menurut Notoatmodjo (2007), pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan (Nursalam, 2003) pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi. B. Pekerjaan Pekerjaan adalah kebutuhan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang berulang dan banyak tantangan. Sedangkan bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempengaruhi kehidupan keluarganya.
12
C. Usia Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari orang yang belum tinggi kedewasaannya. Hal ini akan sebagai dari pengalaman dan kematangan jiwa.
2. Faktor Eksternal A. Faktor Lingkungan Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok. B. Sosial budaya Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari sikap mendalam menerima informasi. C. Informasi Pengetahuan diperoleh melalui informasi yaitu kenyataan fakta dan melihat serta mendengar sendiri. Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas.
2.2 Sikap Peternak Sikap peternak merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari peternak terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku tertutup.
13
Menurut Notoatmodjo (2003), sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap masih merupakan perilaku tertutup bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk beraksi terhadap objek dari lingkungannya tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. 2.2.1 Ciri-ciri sikap Ciri-ciri sikap pada intinya sama yaitu : a. Sikap tidak dibawa sejak lahir tetapi dipelajari (learnability) dan dibentuk berdasarkan pengetahuan dan latihan sepanjang perkembangan individu dalam hubungan dengan objek. b. Sikap dapat berubah-ubah dalam situasi yang memenuhi syarat untuk itu sehingga dapat dipelajari. c. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi selalu berhubungan dengan objek sikap. d. Sikap dapat tertuju pada saat objek ataupun dapat tertuju pada sekumpulan atau banyak objek. e. Sikap dapat berlangsung lama atau sebentar (Sunaryo, 2004)
2.2.2 Komponen pokok sikap Menurut Notoatmodjo (2007), sikap itu mempunyai tiga komponen pokok : 1.) Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek 2.) Kehidupan emosional dan evaluasi terhadap suatu objek 3.) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).
14
Ketiga komponen ini secara bersamaan membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan yang penting. 2.2.3 Tingkatan sikap peternak Sikap terdiri dari berbagai tingkatan yaitu : a. Menerima (Receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek) b. Merespon (Responding) Memberi jawaban apabila ditanya mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab suatu pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah berarti orang menerima ide tersebut. c. Menghargai (valving) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi tingkat tiga. d. Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. 2.3. Penerapan prosedur pemerahan Penerapan adalah proses, cara, perbuatan menerapkan. Dapat disimpulkan bahwa penerapan adalah suatu perbuatan mempraktikkan teori, metode, dan hal lain untuk mencapai tujuan tertentu dan untuk suatu kepentingan yang diinginkan oleh
15
kelompok atau golongan yang telah terencana dan tersusun sebelumnya (KBBI, 2016) Penerapan adalah hal, cara atau hasil (Badudu dan Zain, 1996). Penerapan adalah mempraktikkan, memasangkan (Ali, 1995). Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan merupakan sebuah tindakan yang dilakukan baik secara individu maupun kelompok dengan maksud untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Adapun unsur-unsur penerapan meliputi : 1. Adanya program yang dilaksanakan 2. Adanya kelompok target yaitu masyarakat yang menjadi sasaran dan diharapkan akan menerima manfaat dari program tersebut. 3. Adanya pelaksanaan, baik organisasi atau perorangan yang bertanggung jawab dalam pebgelolaan, pelaksanaan maupun pengawasan dari proses penerapan tersebut. (Wahab, 1990)
2.4. Pemerahan sapi perah pada peternakan tradisional 2.4.1. Pemerahan Pemerahan adalah tindakan mengeluarkan susu dari ambing. Pemerahan bertujuan untuk mendapatkan produksi susu yang maksimal. Terdapat tiga tahap pemerahan yaitu pra pemerahan, pelaksanaan pemerahan dan pasca pemerahan (Syarief dan Sumoprastowo, 1990). Tujuan dari pemerahan adalah untuk mendapatkan jumlah susu yang maksimal dari ambingnya, apabila pemerahan tidak sempurna sapi induk akan
16
cenderung untuk menjadi kering terlalu cepat dan produksi total menjadi menurun (Putra, 2009).
2.4.2 Syarat-syarat pemerahan A.) Pemeriksaan Sapi yang akan Diperah
Semua sapi yang akan diperah harus diperiksa kemungkinan adanya penyakit menular yang berbahaya bagi para konsumen. Penyakit-penyakit tersebut antara lain : TBC, Brucellosis, mastitis. TBC dan Brucellosis penyakit berbahaya bagi konsumen karena termasuk penyakit zoonosis sedangkan mastitis membahayakan konsumen karena toxinnya yang terkandung di dalam susu yang terinfeksi. Oleh karena itu air susu yang terinfeksi mastitis tidak boleh dikonsumsi. B.) Kesehatan Petugas Setiap petugas pemerah ataupun yang akan berhubungan dengan proses pengolahan susu harus dalam kondisi sehat dan bersih. Oleh karena itu setiap petugas yang akan terjun kelapangan perlu : 1). Mencuci tangan dengan deterjen atau air sabun yang hangat hingga bersih, kemudian tangan dikeringkan dengan kain lap. 2). Kuku-kuku tangan yang panjang harus dipotong sehingga tangan menjadi bersih dan tidak melukai puting. C.) Kebersihan tempat dan peralatan yang akan dipakai Kebersihan tempat dan peralatan yang dipakai sangat mempengaruhi kebersihan dan kesehatan air susu. Tempat dan peralatan yang kotor dan berbau busuk akan mencemari air susu sehingga mempercepat proses pembusukan, air susu menjadi asam dan rusak.
17
D.) Kebersihan Sapi Sapi yang akan diperah harus dalam keadaan bersih. Semua sapi yang akan diperah harus dimandikan terlebih dahulu seperti pada bagian tubuh tertentu seperti pada lipatan paha, ambing dan puting. E) Kebersihan kamar susu Kamar tempat penampungan susu harus bersih, sebab didalam kamar ini susu akan diproses lebih lanjut dan akan disimpan beberapa waktu. Kamar susu yang baik harus terletak disuatu tempat yang terpisah dengan kandang. Oleh karena itu kamar susu harus dalam keadaan bersih, terhindar dari lalat, jauh dari timbunan sampah, ventilasi sempurna dan drainase disekitar yang baik. F.) Pemerahan dilakukan dalam waktu tertentu
Berdasarkan kemampuan produksi susunya ternak perah di Indonesia harus diperah dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari. Produksi susu pada pemerahan pagi lebih tinggi daripada pemerahan sore. Jarak pemerahan pagi dan sore idealnya 12 jam atau dengan cara lain jarak pemerahannya (a) 13 dan 11 jam atau (b) 9 dan 15 jam. Dengan contoh jarak ideal pemerahan 12 jam yaitu pemerahan pagi pukul 05.00 WIB dan pemerahan sore pukul 17.00 WIB dan batas waktu 9 jam dan 15 jam yaitu pemerahan pagi pukul 05.00 WIB kemudian pemerahan sore pukul 14.00 WIB. Walaupun sapi bisa diperah lebih dari dua kali sehari pada setiap saat namun pemerahan yang baik adalah sesuai dengan jadwal pemerahan secara teratur sehingga tidak menimbulkan stres pada sapi (Arif dkk, 2013) Jarak pemerahan dapat menentukan jumlah susu yang dihasilkan. Jika jaraknya sama, yakni 12 jam maka jumlah susu yang dihasilkan pada waktu pagi dan sore hari
18
akan sama. Namun jika jarak pemerahan tidak sama, jumlah susu yang dihasilkan pada sore hari lebih sedikit daripada susu yang dihasilkan pada pagi hari (Sudono dkk, 2011). Pemerahan dilakukan dua kali sehari dengan interval 12 jam untuk memberi kesempatan kelenjar mammae memproduksi susu selanjutnya (Soeharsono, 2008). 2.4.3 Teknik Pemerahan Teknik pemerahan dibedakan menjadi 3 macam yaitu : A. Whole hand (tangan penuh) Cara ini adalah yang terbaik, karena puting tidak akan menjadi panjang. Cara ini dilakukan pada puting yang agak panjang sehingga dapat dipegang dangan penuh tangan. Caranya tangan memegang puting dengan ibu jari dan telunjuk pada pangkalnya. Tekanan dimulai dari atas puting diremas dengan ibu jari dan telunjuk, diikuti dengan jari tengah, jari manis, dan kelingking, sehingga air dalam puting susu terdesak ke bawah dan memancar ke luar. Setelah air susu itu keluar, seluruh jari dikendorkan agar rongga puting terisi lagi dengan air susu. Remasan diulangi lagi berkali-kali. Jika ibu jari dan telunjuk kurang menutupi rongga puting, air susu tidak akan memancar keluar, tetapi masuk lagi ke dalam ambing dan sapi akan kesakitan. Sedapat mungkin semua pemerahan dilakukan dengan sepenuh tangan. Teknik ini dilakukan dengan cara menggunakan kelima jari. Puting dipegang antara ibu dari dan keempat jari lainnya, lalu ditekan dengan keempat jari tadi (Syarief dan Harianto, 2011).
19
B. Stripping (perah jepit) Puting diletakkan diantara ibu jari dan telunjuk yang digeserkan dari pangkal puting ke bawah sambil memijat. Dengan demikian air susu tertekan ke luar melalui lubang puting. Pijatan dikendorkan lagi sambil menyodok ambing sedikit ke atas, agar air susu di dalam cistern (rongga susu) keluar. Pijatan dan geseran ke bawah diulangi lagi. Cara ini dilakukan hanya untuk pemerahan penghabisan dan untuk puting yang kecil atau pendek yang sukar dikerjakan dengan cara lain (Syarief dan Harianto, 2011). C. Knevelen (perah pijit) Cara ini sama dengan cara penuh tangan, tetapi dengan membengkokan ibu jari, cara ini sering dilakukan jika pemerah merasa lelah. Teknik ini hanya dilakukan pada sapi yang memiliki puting pendek (Syarief dan Harianto, 2011).
2.4.4
Hal-hal yang perlu dipersiapkan dalam pemerahan
A. Menenangkan sapi
Usaha untuk menenangkan sapi dapat ditempuh dengan cara : 1). Memberikan makanan penguat terlebih dahulu pada sapi yang akan diperah, 2). Peternak mengadakan pendekatan dengan cara memegang-megang bagian tubuh sapi, 3). Menghindarkan lingkungan kandang terjadi kegaduhan. Sapi yang akan diperah diikat dengan tali. Tujuan pengikatan adalah agar sapi tidak berontak sewaktu pemerahan berlangsung. B. Membersihkan Kandang dan Bagian Tubuh Sapi Usaha membersihkan kandang dan bagian tubuh sapi yang dapat mengotori hasil pemerahan dapat dilakukan dengan cara : 1). Mencuci lantai kandang dengan
20
menyemprotkan air bertekanan tinggi, 2). Mencuci ambing dengan air hangat dan desinfektan, ambing digosok dengan spon kemudian dikeringkan dengan kain lap yang lunak, 3). Apabila menjelang pemerahan sapi belum sempat dimandikan, maka kotoran yang melekat pada bagian-bagian tubuh tertentu seperti pada lipatan paha, ambing dan puting dicuci terlebih dahulu. C. Melicinkan puting Puting sapi yang akan diperah perlu diolesi minyak kelapa atau vaselin agar menjadi licin sehingga memudahkan proses pemerahan dan sapi tidak merasakan sakit. D. Merangsang keluarnya air susu melalui pedet dan pemerahan bertahap. Merangsang keluarnya air susu melalui pedet dan pemerahan bertahap dapat ditempuh dengan cara : 1). Menyusukan pedet pada induk yang akan diperah sebagai langkah awal pemerahan sehingga proses pemerahan selanjutnya lancar. 2). Melakukan pemerahan bertahap E. Perlengkapan dan Peralatan Sebelum pemerahan dimulai petugas harus mempersiapkan perlengkapan dan peralatan yang diperlukan terlebih dahulu. Perlengkapan tersebut antara lain : ember tempat pemerahan, tali pengikat ekor, milk-can untuk menampung susu dan kain bersih untuk menyaring susu terhadap kotoran dan bulu sapi pada saat susu dituangkan ke dalam milk-can. Semua peralatan yang digunakan sebelum dan sesudah dipakai harus selalu dalam keadaan bersih.
21
2.4.5
Tahapan Pemerahan
Pemerahan susu dapat dibagi menjadi 3 tahap yaitu : 1. Tahapan persiapan a. Pengeluaran kotoran dari kandang, sebelum pemerahan dimulai hendaknya semua kotoran sapi disingkirkan dari kandang agar bau kotoran tidak masuk dalam susu. Untuk menjaga kebersihan susu dari debu maka sebaiknya rumput diberikan setelah pemerahan selesai. b. Mempersiapkan sapi yang akan diperah, sesudah pemerah mencuci tangan dengan sabun dan membawa alat pemerahan yang bersih (bangku pemerahan, ember pemerahan, ember air hangat, tempolong kecil berisi vaselin, kain lap yang bersih), maka petugas mendekati sapi yang akan diperah dan menenangkan sapi. Kedua ember yang dibawa diletakkan kira-kira dipertengahan sapi berdiri supaya jauh dari kotoran yang mungkin dikeluarkan sapi. c. Pengikatan ekor sapi, pengikatan ekor sapi hendaknya diikatkan pada kaki belakang diatas tumitnya, untuk menghindarkan kotoran dikipas-kipaskan ekor masuk mengotori susu di ember. d. Pembersihan ambing dan putingnya, ambing dan puting yang kotor sebaiknya dicuci dengan air hangat kemudian dikeringkan dengan lap. Rangsangan yang paling baik sewaktu sapi akan diperah, ialah mengusap puting dengan kain halus dan hangat sehingga rangsangan dari ambing atau puting tersebut akan dilanjutkan ke otak, hyphotalamus terangsang dan keluar oksitosin. Bila rangsangan tersebut tidak halus atau bahkan menyebabkan kesakitan pada sapi maka yang keluar adalah hormon adrenalin yang justru akan menyebabkan pembuluh darah
22
menyempit. Akibatnya darah ke ambing tidak banyak, sehingga dengan sendirinya produksi susu juga akan sedikit. Sistem syaraf ke ambing sejalan dengan sistem pembuluh darah dan limfe, berjalan bersama-sama. Pada saat diperah terdapat koordinasi yang baik antara kegiatan syaraf, pembuluh darah dan limfe. Begitu puting dirangsang, rangsangan dibawa melalui sumsum tulang belakang menuju susunan syaraf pusat dan sampai di hypothalamus bagian posterior. Rangsangan ini menyebabkan keluarnya hormon oksitosin, masuk ke dalam darah arteri dibawa ke seluruh tubuh dan diantaranya masuk ke dalam ambing. Oksitosin menyebabkan adanya pemompaan air susu dari alveoli (Soeharsono, 2008). e. Pemeriksaan susu dari masing-masing puting, hal ini perlu sekali dilakukan untuk segera mengetahui adanya hal-hal abnormal atau penyakit radang ambing. Tiaptiap penyakit yang disertai sakit atau demam selalu mempengaruhi kuantitas susu, rasa, bau, dan konsistensinya berubah dan lebih mudah pecah. f. Massage dari ambing, jika ambing nampak tidak begitu penuh berisi maka ambing perlu diraba dengan kedua tangan masing-masing kuartir ambing depan dan belakang, sebelah kanan kemudian sebelah kiri, diraba dengan ibu jari dua-duanya disebelah luar sedang empat jari masing-masing lainnya memegang perempatan ambing dari dalam. Gerakan massage itu dilakukan dari atas rongga ambing kebawah sampai pada pangkal puting. Sesudah rabaan dan massage ambing akan terlihat makin lama akan makin mengencang, begitu pula puting akan makin terlihat mengencang. Hal ini tidak hanya mempermudah pembentukan susu namun juga mempermudah pelepasan susu (Sindoredjo, 1995).
23
Pada persiapan pemerahan alat-alat pemerahan susu dibersihkan, konsentrat diberikan sebelum pemerahan agar sapi tenang, sapi dibersihkan dan tangan petugas dicuci menggunakan sabun (Sudono dkk, 2011). 2. Tahapan pelaksanaan Pemerahan dilakukan dengan memerah dua puting, depan dan belakang bersamasama dan pemerahan puting itu dilakukan berganti-ganti sehingga keluarnya susu dapat terus menerus. Pada permulaan pemerahan dilakukan dengan tekanan yang ringan kemudian setelah susu keluar dengan lancar maka pemerahan dengan berangsur-angsur dapat dipercepat temponya. Pemerahan tidak boleh dihentikan sebelum susu benar-benar habis. Bila kedua kuartir ambing yang pertama sudah habis susunya maka pindah ke kuartir ambing lainnya (Sindoredjo, 1995). Pemerahan dapat dilakukan dengan 3 macam cara yaitu : 1). Pemerahan dengan seluruh tangan (whole hand), merupakan cara pemerahan yang terbaik, puting dipegang antara ibu jari dan keempat jari lainnya. Penekanan dengan keempat jari diawali dari jari yang paling atas kemudian diikuti oleh jari yang ada dibawahnya, begitu seterusnya berulangulang. Pemerahan dengan teknik whole hand merupakan pemerahan yang terbaik karena tidak menimbulkan rasa sakit pada sapi dan menimbulkan rasa sama seperti pada waktu anak sapi menyusu induknya. Selain itu metode ini juga mempunyai keuntungan karena produksi susu yang dihasilkan akan lebih banyak (Sindoredjo, 1995). 2). Pemerahan dengan memijat puting antara ibu jari (knevelen), cara pemerahan ini kurang baik karena dapat menimbulkan rasa sakit pada ambing dan dapat merusak bentuk puting maupun ambingnnya sendiri. Umumnya cara ini dipergunakan pada puting yang kecil dan pada sapi baru beranak pertama kali
24
(Sindoredjo, 1995). 3) Pemerahan dengan menarik puting antara ibu jari dan jari telunjuk (strippen), cara pemerahan ini dilakukan hanya pada puting yang kecil dan pendek. Pemerahan dengan cara ini dapat merusak ambing, juga tidak akan banyak hasilnya karena bertentangan dengan arah penyusuan anaknya. Caranya kedua jari ditekankan serta sedikit ditarik kebawah sampai air susu keluar. Teknik ini tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan puting turun (Sindoredjo, 1995). 3
Tahapan penyelesaian Sesudah pemerahan selesai, ambing susu diulangi lagi pemerahannya sehingga
tidak ada susu yang tertinggal. Hal ini dilakukan karena : 1). Susu yang tertinggal didalam ambing dapat menjadi asam dan dapat menimbulkan kuman-kuman masuk kedalam ambing. 2). Susu yang terakhir paling banyak mengandung lemak oleh karena itu jika tidak dikeluarkan akan berakibat merendahkan kadar lemak susu selanjutnya (Sindoredjo, 1995). Setelah pemerahan selesai, ambing dicuci bersih dan dilap menggunakan kain yang dibasahi desinfektan, lalu ambing dilap hingga kering. Peralatan yang digunakan juga dicuci dengan deterjen atau tipol (sabun pelarut lemak) kemudian dibilas hingga bersih dan dikeringkan (Syarif dan Harianto, 2011). Setelah sapi selesai diperah, rumput hijauan diberikan untuk meminimalkan kontak langsung ambing pada lantai karena bakteri akan mudah masuk kedalam puting yang masih terbuka. Sebaiknya bagian puting dicelupkan ke dalam desinfektan sekitar empat detik untuk menghindari terjadinya mastitis (Syarief dan Sumoprastowo, 1990).