KAJIAN ATAS DASAR HUKUM PENGADAAN TANAH BANJIR KANAL TIMUR TA 2008 DAN 2009
1. Latar Belakang Landasan hukum pelaksanaan pengadaan tanah Banjir Kanal Timur (BKT) yaitu Peraturan Kepala BPN No.3 Tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2006. Namun sebagai dasar penetapan ganti rugi tanah dan/atau bangunan dan/atau tanaman diatasnya mengacu pada Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No.1 Tahun 1994 tentang Ketentuan Pelaksanaan Keppres No.55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
2. Permasalahan a. Apa saja perbedaan Peraturan Kepala BPN No.3 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No.1 Tahun 1994? b. Bagaimana daya laku Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No.1 Tahun 1994 setelah terbitnya Peraturan Kepala BPN No.3 Tahun 2007? c. Peraturan apakah yang menjadi dasar hukum pelaksanaan Banjir Kanal Timur 2008 dan 2009?
3. Perpres No.36 Tahun 2005 jo. Perpres No.65 Tahun 2006 Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No.1 Tahun 1994 yang dikeluarkan pada tanggal 14 Juni 1994 merupakan peraturan pelaksanaan dari Keppres No.55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum.
Seiring
dengan
meningkatnya
pembangunan
untuk
kepentingan umum yang memerlukan tanah, maka pengadaannya perlu dilakukan dengan cepat dan transparan sedangkan ketentuan yang dimuat dalam Keppres
No.55 Tahun 1993 sudah tidak sesuai dijadikan sebagai landasan hukum. Kemudian baru pada tahun 2005 ditetapkan Perpres No.36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Ketentuan yang diatur dalam Perpres No.36 Tahun 2005 antara lain sebagai berikut: Obyek yang diatur Pengadaan tanah
Lingkup kepentingan umum
Uraian Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum dilaksanakan dengan cara: a. pelepasan atau penyerahan hak atas tanah b. pencabutan hak atas tanah Meliputi: a. jalan umum, jalan tol, rel kereta api (di atas tanah, di ruang atas tanah, ataupun di ruang bawah tanah), saluran air minum/air bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi; b. waduk, bendungan, bendung, irigasi, dan bangunan pengairan lainnya; c. rumah sakit umum dan pusat kesehatan masyarakat; d. pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api dan terminal; e. peribadatan; f. pendidikan atau sekolah; g. pasar umum; h. fasilitas pemakaman umum; i. fasilitas keselamatan umum; j. pos dan telekomunikasi; k. sarana olah raga; l. stasiun penyiaran radio, televisi dan sarana pendukungnya; m. kantor Pemerintah, pemerintah daerah, perwakilan negara asing, Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan atau lembaga-lembaga internasional di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa; n. fasilitas Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya; o. lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan; p. rumah susun sederhana; q. tempat pembuangan sampah; r. cagar alam dan cagar budaya; s. pertamanan; t. panti sosial; u. pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik.
Pasal Pasal 2 ayat (1)
Pasal 5
Panitia Pengadaan Tanah Keanggotaan Panitia Pengadaan Tanah Tugas Panitia Pengadaan Tanah
Panitia pengadaan tanah Provinsi DKI Jakarta dibentuk oleh Gubernur Susunan keanggotaan panitia pengadaan tanah terdiri atas unsur perangkat daerah terkait
Pasal 6 ayat (2) Pasal 6 ayat (2)
a. mengadakan penelitian dan inventarisasi atas tanah b. mengadakan penelitian mengenai status hukum tanah dan dokumen yg mendukungnya c. menaksir dan mengusulkan besarnya ganti rugi atas tanah d. memberikan penjelasan dan penyuluhan kpd masyarakat e. mengadakan musyawarah f. menyaksikan pelaksanaan penyerahan ganti rugi g. membuat berita acara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah h. mengadministrasikan dan mendokumentasikan semua berkas pengadaan tanah
Pasal 7
Musyawarah
Musyawarah dilakukan dalam rangka memperoleh kesepakatan mengenai: a. pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum dilokasi tersebut b. bentuk dan besarnya ganti rugi
Pasal 9
Jangka waktu musyawarah
Dalam hal lokasi kegiatan tidak dapat dialihkan atau dipindahkan secara teknis tata ruang ke tempat atau lokasi lain, musyawarah dilakukan dalam jangka waktu paling lama 90 hari kalender a. Apabila musyawarah tidak tercapai kesepakatan, P2T menetapkan bentuk dan besarnya ganti rugi dan menitipkan ganti rugi kepada pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi lokasi tanah ybs b. Apabila terjadi sengketa kepemilikan setelah penetapan ganti rugi
Pasal 10 ayat (1)
Apabila musyawarah telah tercapai kesepakatan, P2T mengeluarkan keputusan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi sesuai dengan kesepakatan tersebut
Pasal 11
Diberikan untuk: a. hak atas tanah b. bangunan c. tanaman d. benda-benda lain yg berkaitan dengan tanah Dapat berupa: a. uang; dan/atau
Pasal 12
Penitipan ganti rugi di Pengadilan Negeri
Keputusan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi Ganti rugi
Bentuk ganti rugi
Pasal 10 ayat (2) dan (3)
Pasal 13
Dasar perhitungan ganti rugi
Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah Keberatan
Usul Hak
Pencabutan
b. tanah pengganti; dan/atau c. pemukiman kembali a. NJOP Atau Nilai Nyata/Sebenarnya Dengan Memperhatikan NJOP Tahun Berjalan Berdasarkan Penetapan Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah b. Nilai jual bangunan yang ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggungjawab di bidang bangunan c. Nilai jual tanaman yang ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggungjawab di bidang pertanian Dalam rangka menetapkan dasar perhitungan ganti rugi, Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah ditetapkan oleh Bupati/Walikota atau Gubernur bagi Provinsi DKI Jakarta Pemegang hak atas tanah yang tidak menerima keputusan panitia pengadaan tanah dapat mengajukan keberatan kepada Bupati/Walikota atau Gubernur atau Menteri Dalam Negeri sesuai kewenangan disertai dengan penjelasan mengenai sebab dan alasan keberatan tersebut Apabila upaya penyelesaian yang ditempuh Bupati/Walikota atau Gubernur atau Menteri Dalam Negeri tetap tidak diterima oleh pemegang hak atas tanah dan lokasi pembangunan yang bersangkutan tidak dapat dipindahkan, maka sesuai kewenangannya mengajukan usul penyelesaian dengan cara pencabutan hak atas tanah berdasarkan UU No.20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-hak Atas Tanah dan Benda-benda yang ada di atasnya.
Pasal 15 ayat (1)
Pasal 15 ayat (2) Pasal 17
Pasal 18
Perpres No.36 Tahun 2005 ini mencabut dan menyatakan tidak berlaku Keppres No.55 Tahun 1993, sebagaimana dimuat dalam Pasal 23: ”Pada saat berlakunya Peraturan Presiden ini, Keputusan Presiden No.55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dicabut dan dinyatakan tidak berlaku”. Berdasarkan Pasal 21 disebutkan bahwa peraturan pelaksanaan dari Keppres No.55 Tahun 1993 tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Perpres No.36 Tahun 2005. Dengan demikian Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No.1 Tahun 1994 masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Perpres No.36 Tahun 2005, sambil menunggu ditetapkan ketentuan pelaksanaan lebih lanjut dari Perpres No.36 Tahun 2005. Ketentuan pelaksanaan lebih lanjut belum terbit, Perpres No.36 Tahun 2005 mengalami perubahan dengan Perpres No.65 Tahun 2006 yang ditetapkan pada
tanggal 5 Juni 2006. Perbedaan yang mendasar antara Perpres No.36 Tahun 2005 dan Perpres No.65 Tahun 2006 adalah sebagai berikut: Obyek yang diatur Pengadaan tanah
Lingkup kepentingan umum
Perpres No.36 Tahun 2005 Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum dilaksanakan dengan cara: a. pelepasan atau penyerahan hak atas tanah b. pencabutan hak atas tanah Meliputi: a. jalan umum, jalan tol, rel kereta api (di atas tanah, di ruang atas tanah, ataupun di ruang bawah tanah), saluran air minum/air bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi; b. waduk, bendungan, bendung, irigasi, dan bangunan pengairan lainnya; c. rumah sakit umum dan pusat kesehatan masyarakat; d. pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api dan terminal; e. peribadatan; f. pendidikan atau sekolah; g. pasar umum; h. fasilitas pemakaman umum; i. fasilitas keselamatan umum; j. pos dan telekomunikasi; k. sarana olah raga; l. stasiun penyiaran radio, televisi dan sarana pendukungnya; m. kantor Pemerintah, pemerintah daerah, perwakilan negara asing, Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan atau lembaga-lembaga internasional di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa; n. fasilitas Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya; o. lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan; p. rumah susun sederhana; q. tempat pembuangan sampah; r. cagar alam dan cagar budaya; s. pertamanan;
Perpres No.65 Tahun 2006 Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah Meliputi: a. Jalan umum, jalan tol, rel kereta api (di atas tanah, di ruang atas tanah, ataupun di ruang bawah tanah), saluran air minum/air bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi; b. waduk, bendungan, bendung, irigasi, dan bangunan pengairan lainnya; c. pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api dan terminal; d. fasilitas keselamatan umum, seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar, dan lain-lain bencana; e. tempat pembuangan sampah f. cagar alam dan cagar budaya g. pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik
t. panti sosial; u. pembangkit, tenaga listrik.
transmisi,
distribusi
Keanggotaan Panitia Pengadaan Tanah
Susunan keanggotaan panitia pengadaan tanah terdiri atas unsur perangkat daerah terkait
Tugas Panitia Pengadaan Tanah
a. mengadakan penelitian dan inventarisasi atas tanah b. mengadakan penelitian mengenai status hukum tanah dan dokumen yg mendukungnya c. menaksir dan mengusulkan besarnya ganti rugi atas tanah d. memberikan penjelasan dan penyuluhan kpd masyarakat e. mengadakan musyawarah f. menyaksikan pelaksanaan penyerahan ganti rugi g. membuat berita acara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah h. mengadministrasikan dan mendokumentasikan semua berkas pengadaan tanah
Biaya Panitia Pengadaan Tanah
-
Jangka waktu musyawarah
Dalam hal lokasi kegiatan tidak dapat dialihkan atau dipindahkan secara teknis tata ruang ke tempat atau lokasi lain, musyawarah dilakukan dalam jangka waktu paling lama 90 hari kalender
Bentuk ganti rugi
Dapat berupa: a. uang; dan/atau b. tanah pengganti; dan/atau c. pemukiman kembali
Susunan keanggotaan panitia pengadaan tanah terdiri atas unsur perangkat daerah terkait dan unsur Badan Pertanahan Nasional Poin c berubah menjadi: c. Menetapkan besarnya ganti rugi atas tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan
Menambah Pasal 7A: Biaya Panitia Pengadaan Tanah diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan setelah berkonsultasi dengan Kepala BPN Dalam hal lokasi kegiatan tidak dapat dialihkan atau dipindahkan secara teknis tata ruang ke tempat atau lokasi lain, musyawarah dilakukan dalam jangka waktu paling lama 120 hari kalender terhitung sejak tanggal undangan pertama Dapat berupa: a. uang; dan/atau b. tanah pengganti; dan/atau c. pemukiman kembali d. gabungan dari dua atau lebih bentuk ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam
Dasar perhitungan ganti rugi
a. NJOP atau nilai nyata/sebenarnya dengan memperhatikan NJOP tahun berjalan berdasarkan penetapan Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah b. Nilai jual bangunan yang ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggungjawab di bidang bangunan c. Nilai jual tanaman yang ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggungjawab di bidang pertanian
Pencabutan atas Tanah
-
Hak
huruf a, b, dan c e. bentuk lain yang disetujui oleh pihak-pihak ybs Merubah huruf a, menjadi: a. NJOP Atau Nilai Nyata/Sebenarnya dengan memperhatikan NJOP tahun berjalan berdasarkan penilaian Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah yang ditunjuk oleh panitia
Menambah Pasal 18A: Apabila yang berhak atas tanah atau benda-benda yang ada diatasnya yang haknya divabut tidak bersedia menerima ganti rugi sebagaimana ditetapkan dalam Keppres, karena dianggap jumlahnya kurang layak, maka ybs dapat meminta banding kepada Pengadilan Tinggi agar menetapkan ganti rugi sesuai UU No.20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-hak atas Tanah dan Benda-benda yang ada diatasnya.
4. Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No.1 Tahun 1994 dan Peraturan Kepala BPN No.3 Tahun 2007 Kemudian baru pada tanggal 21 Mei 2007 ditetapkan ketentuan pelaksanaan dari Perpres No.36 Tahun 2006 jo. Perpres No.65 Tahun 2006, yaitu Peraturan Kepala BPN No.3 Tahun 2007. Dalam Peraturan Kepala BPN No.3 Tahun 2007 ini diatur mengenai tahapan pengadaan tanah, tata cara pengadaan tanah, penunjukan Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah, penilaian, pembayaran ganti rugi, dengan rincian pada lampiran 1.
Secara substansi Peraturan Kepala BPN No.3 Tahun 2007 mengalami banyak perubahan dengan peraturan terdahulunya yaitu Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No.1 Tahun 1994. Selain dasar hukum yang digunakan pun berbeda, yaitu Perpres No.36 Tahun 2006 jo. Perpres No.65 Tahun 2006 dengan Keppres No.55 Tahun 1993, Peraturan Kepala BPN No.3 Tahun 2007 memberikan ketentuan lebih lanjut dan terinci mengenai tahapan dalam proses pengadaan tanah yang dijadikan acuan bagi pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Perbedaan antara materi yang diatur dalam Peraturan Kepala BPN No.3 Tahun 2007 dengan Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No.1 Tahun 1994 dimuat dalam lampiran 2.
5. Kekuatan hukum dan daya laku Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No.1 Tahun 1994 setelah terbitnya Peraturan Kepala BPN No.3 Tahun 2007 Asas Lex Posteriori Derogat Lex Priori menyatakan bahwa peraturan perundang-undangan yang baru mengenyampingkan peraturan perundangundangan yang lama. Apabila suatu hal yang diatur dalam undang-undang lama, diatur pula dalam undang-undang yang baru, maka ketentuan undang-undang yang baru yang berlaku. Dengan demikian Peraturan Kepala BPN No.3 Tahun 2007 sebagai peraturan baru mengenyampingkan Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No.1 Tahun 1994 yang merupakan peraturan sebelumnya/lama. Selaras dengan asas hukum diatas, Pasal 74 Peraturan Kepala BPN No.3 Tahun 2007 menetapkan “Dengan berlakunya peraturan ini, maka Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No.1 Tahun 1994 tentang Ketentuan Pelaksanaan Keppres No.55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum, dinyatakan tidak berlaku”. Dengan ditetapkannya Peraturan Kepala BPN No.3 Tahun 2007 pada tanggal 21 Mei 2007, maka Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No.1 Tahun 1994 dinyatakan tidak berlaku.
6. Pelaksanaan Pengadaan Tanah Banjir Kanal Timur TA 2008 dan 2009 Pelaksanaan pengadaan tanah untuk proyek BKT merupakan proyek berkelanjutan yang dikerjakan setiap tahun sampai dengan tercapainya target pembebasan lahan sesuai Master Plan Pembangunan dan SK Penetapan Lokasi. Terhadap pengadaan tanah untuk proyek BKT yang dilaksanakan sebelum berlakunya Perpres No.65 Tahun 2006, tetap dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No.1 Tahun 1994, sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 71
ayat (1) Peraturan Kepala BPN No.3 Tahun 2007: “Pengadaan tanah bagi
pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005 yang dilaksanakan sebelum berlakunya Peraturan Presiden No.65 Tahun 2006, tetap dilaksanakan berdasarkan peraturan yang lama.” Lebih lanjut dalam ayat (2) disebutkan: “Pengadaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum diperoleh kesepakatan mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti rugi, dapat dilanjutkan sesuai dengan peraturan ini”. Dengan demikian, untuk pengadaan tanah BKT sebelum tahun 2006 yaitu sebelum terbitnya Perpres No.65 Tahun 2006 dan belum mencapai kesepakatan harga, dilaksanakan dengan Peraturan Kepala BPN No.3 Tahun 2007. Untuk pengadaan tahun selanjutnya, tahun 2007 dan seterusnya dilaksanakan berdasarkan Peraturan Kepala BPN No.3 Tahun 2007 karena Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No.1 Tahun 1994 sudah dinyatakan tidak berlaku.
7. Kesimpulan a. Perbedaan mendasar dari Peraturan Kepala BPN No.3 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No.1 Tahun 1994 adalah dalam hal penilaian ganti rugi tanah yang dilakukan oleh Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah. Dengan tidak adanya Lembaga/Tim Penilai Harga tanah dapat mempengaruhi penilaian atas ganti rugi tanah yang dibayarkan kepada pemilik hak atas tanah. b. Dengan ditetapkannya Peraturan Kepala BPN No.3 Tahun 2007 pada tanggal 21 Mei 2007, maka Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No.1 Tahun 1994
dinyatakan tidak berlaku. Hal ini membawa konsekuensi terhadap perubahan aturan yang menjadi dasar hukum pelaksanaan pengadaan tanah. c. Landasan hukum sebagai dasar pelaksanaan Pengadaan tanah BKT TA 2008 dan 2009 adalah Perpres No.36 Tahun 2005 jo. Perpres No.65 Tahun 2006 serta peraturan pelaksanaanya yaitu Peraturan Kepala BPN No.3 Tahun 2007.