JURNAL STIE SEMARANG, VOL 6, NO 1, Edisi Februari 2014 (ISSN : 2252 – 7826) PENERAPAN E - AUDIT PADA AUDIT SEKTOR PUBLIK SESUAI UNDANG UNDANG PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA Sutrisno Dosen PNS DPK STIE Semarang Abstraksi Keberhasilan e-audit dapat tercapai apabila: (1) Data dari Auditee dapat Link dengan e-BPK dan telah diverifikasi secara elektronik sesuai dengan tanda tangan digital dan sertifikat digital dan telah dikonfirmasi sehingga benar benar aman dari hacker atau orang berbuat jahat. (2) Data yang diterima auditor tetap dilakukan pengujian karena Audit adalah Fungsi Pengujian dan merupakan Kertas Kerja Pemeriksaan dan dapat dijadikan Alat Bukti di Pengadilan apabila diperlukan sebagai saksi ahli. (3) Keahlian Sumber Daya Manusia sebagai Kunci keberhasilan e-audit dengan paradigma dari suatu keharusan menjadi kebutuhan sehingga baik Auditor maupun Auditee harus bersinergi dengan baik dalam mengelola dan mempertanggung jawabkan keuangan negara, sehingga tingkat tindak pidana korupsi dapat dikurangi atau dicegah dengan early warning system. Kata Kunci: E – Audit, Sektor Publik
PENDAHULUAN Sesuai Undang Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan Pasal 6 (1) BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah dan Lembaga atau Badan Lain yang mengelola keuangan negara. (2) Pelaksanaan pemeriksaan BPK sebagaimana dimaksud pada ayat [1] , dilakukan berdasarkan undang-undang tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. (3) Pemeriksaan BPK mencakup pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. (4) Dalam hal pemeriksaan dilaksanakan oleh akuntan publikberdasarkan ketentuan undang-undang laporan hasil pemeriksaan tersebut wajib disampaikankepada BPK dan diplikasikan.
51
JURNAL STIE SEMARANG, VOL 6, NO 1, Edisi Februari 2014 (ISSN : 2252 – 7826) BPK RI menargetkan audit menggunakan sistem komputer berjaringan atau e-audit melalui pengembangan pengelolaan sistem informasi untuk akses data dalam pemeriksaan keuangan negara dapat dilaksanakan secara menyeluruh . Pemanfaatan teknologi informasi [ TI ]
telah menjadi suatu kebutuhan dalam
pengelolaan dan pelaksanaan pelayanan di sektor publik. Hal tersebut dapat dilihat dari semakin luasnya penggunaan teknologi informasi pada unit-unit baik di Kementrian maupun Lembaga Negara non Departemen BUMN/BUMD. Penerapan teknologi informasi di sektor publik diwujudkan antara lain dengan penggunaan dan pengelolaan database dalam pengelolaan data keuangan maupun data non keuangan. BPK RI telah mengembangkan e-BPK dengan data base terkait pemeriksaan pengelolaan keuangan negara. Untuk lebih mengefektifkan database tersebut perlu di-linkkan dengan database yang ada pada pihak auditee [ institusi sektor publik / obyek yang diperiksa ]. Link antara BPK RI dengan auditee dapat digunakan setidaknya untuk pengambilan data [ data sharing ] maupun reviu atas aplikasi yang dimiliki auditee. Mengacu pada kebijakan BPK RI pembangunan sebuah sistem yang akan mengubah paradigma terkait pemeriksaan [ audit sektor
publik ] dari suatu keharusan menjadi
kebutuhan dimana untuk e-audit harus link and match antara entitas / obyek yang diperiksa dengan database
BPK RI
sehingga peran BPK RI akan semakin
nyata sebagai
pendorong/sinergi tata kelola pemerintahan yang baik. Konsep e- Audit telah mendapaat dukungan kuat dari Pemerintah RI dimana dalam pertemuan antara Presiden RI dengan Pimpinan Lembaga Negara/ Pimpinan Kementrian di Bogor 21 Januari 2010 , telah dinyatakan oleh Presiden RI bahwa dengan tersedianya Sistem e-Audit maka sejak dini data dari Auditee yang sudah masuk ke data base BPK RI dapat dilakukan pengecekan awal, ditelusuri , pengujian awal , Analisis transaksi terhadap anggaran apakah terdapat penyimpangan transaksi atau temuan awal hal hal yang tidak wajar dalam penggunaan anggaran ataupun pelanggaran terhadap kepatuhan pertanggung jawaban keuangan yang menjadi tanggung jawab mutlak bagi pengguna anggaran di sektor publik. PERMASALAHAN
52
JURNAL STIE SEMARANG, VOL 6, NO 1, Edisi Februari 2014 (ISSN : 2252 – 7826) 1.
Penerapan e-Audit Otentifikasi data dari Auditee harus bisa benar – benar dipastikan sebab penggunaan media Internet memungkinkan hacker atau orang yang berbuat jahat.
2.
Apakah data elektronik yang ada bisa digunakan barang bukti di pengadilan.
3.
BPK RI harus memastikan dan menjamin bahwa yang mengirim dan yang menerima data harus orang yang berwenang ini masalah sumber daya manusia.
PEMBAHASAN Data yang dikirimkan ini asli atau tidak, kunci keberhasilan e-audit ini terletak pada sember daya manusia di segala lini mulai dari proses penganggaran proses pelaksanaan anggaran sampai proses pertanggung jawaban secara mutlak oleh pengguna anggaran. 1.
OTENTIFIKASI DATA BPK RI bersama Auditee harus memastikan tidak ada peluang hacker untuk masuk ke sistem dalam teknologi informasi [ TI ] untuk menjamin otentitas data dan keamanan dalam proses e-audit diperlukan tanda tangan digital dan sertifikat digital yang memastikan bahwa transaksi elektronik memang berasal dari obyek yang diperiksa dan memastikan hanya masuk ke data base sistem yang ada di BPK RI. Pelaksanaan pemeriksaan oleh BPK RI selama ini pada dasarnya tidak terkendala dengan adanya pembatasan atau akses terhadap data pihak auditee. Namun dengan konsep e- audit ini diharapkan dapat memberikan nilai tambah [ value added ] bagi BPK RI maupun pihak yang diperiksa [ auditee ]. Bagi BPK RI, implementasi e-audit akan mengefektifkan proses pemeriksaan dari perencanaanpemeriksaan/program pemeriksaan [ audit program ] , pekerjaan lapangan [ field work ] dan penyusunan temuan audit [ audit finding ] sampai penyusunan laporan hasil pemeriksaan [audit report] oleh BPK RI. Dengan tersedianya data bagi BPK RI sebelum tim pemeriksa melakukan pengujian di lapangan / obyek yang diperiksa, maka tim pemeriksa BPK RI dapat melakukan analisis lebih awal untuk perencanaan audit yang dapat digunakan untuk menyusun audit program lebih tepat sasaran dan lebih effeektif dan effisien dalam melaksanakan pekerjaan lapangan dan melakukan pengujian atas data transaksi yang 53
JURNAL STIE SEMARANG, VOL 6, NO 1, Edisi Februari 2014 (ISSN : 2252 – 7826) memang harus dilakukan pengujian karena materiil sehingga berpengaruh terhadap opini / pendapat akuntan atas laporan keuangan yang diperiksa. Implementasi e-audit juga menjadi early warning system [ sistem peringatan dini ] jika terjadi penyimpangan dalam pengelolaan keuangan di sektor publik sehingga dapat lebih efektif mendorong akuntabilitas pengelolaan keuangan pada institusi pemerintah, keuangan yang bersumber APBN/APBD dan BUMN/BUMD. Selain itu BPK RI juga dapat memantau dan mereviu pemanfaatan dan kesiapan auditee dalam pengembangan teknologi informasi [ TI ] agar data base untuk pertanggung jawaban pengelolaan keuangan di sektor publik azas taat dan patuh sesuai peraturan perundangan di bidang keuangan sektor publik sehingga Accountable dan siap Auditable dengan predikat opini Unqualified sehingga bernilai tambah bagi Auditee. 2.
BUKTI AUDIT Dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara yang dimuat Peraturan BPK RI no 1 Tahun 2007 : Standar Pemeriksaan memuat persyaratan profesional pemeriksa, mutu pelaksanaan
pemeriksaan,
dan
persyaratan
laporan
pemeriksaan
yang
profesional.Pelaksanaan pemeriksaan yang didasarkan pada Standar Pemeriksaan akan meningkatkan kredibilitas informasi yang dilaporkan atau diperoleh dari entitas yang diperiksa melalui pengumpulan dan pengujian bukti yang obyektif. Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara juga
merupakan salah satu unsur penting dalam rangka terciptanya akuntabilitas publik. Pemeriksaan
keuangan
adalah
pemeriksaan
atas
laporan
keuangan.
Pemeriksaan keuangan tersebut bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai [ reasonable assurance ] apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau basis akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Pemeriksa harus obyektif dan bebas dari benturan kepentingan [ conflict of interest ] dalam menjalankan tanggung jawab profesionalnya. Pemeriksa juga 54
JURNAL STIE SEMARANG, VOL 6, NO 1, Edisi Februari 2014 (ISSN : 2252 – 7826) bertanggung jawab untuk mempertahankan independensi dalam sikap mental [ independent in fact ] dan independensi dalam penampilan perilaku [ independent in appearance ] pada saat melaksanakan pemeriksaan.Bersikap obyektif merupakancara berpikir yang tidak memihak , jujur secara intelektual, dan bebas dari
benturan
kepentingan. Bukti audit yang kompeten harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan pertanyaan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit. Pernyataan standar pelaksanaan tambahan ketiga adalah: a. Pemeriksa harus merancang pemeriksaan untuk memberikan keyakinan yang memadai guna mendeteksi salah saji material yang disebabkan oleh ketidakpatutan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berpengaruh langsung dan material terhadap penyajian laporan keuangan. Jika informasi tertentu menjadi perhatian pemeriksa, diantaranya informasi tersebut
memberikan bukti yang
berkaitan dengan penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang berpengaruh material tetapi tidak langsung berpengaruh terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan, pemeriksa harus menerapkan prosedur pemeriksaan tambahan untuk memastikan bahwa penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan telah atau akan terjadi. b. Pemeriksa harus waspada pada kemungkinan adanya situasi dan / atau peristiwa yang merupakan indikasi kecurangan dan / atau ketidakpatutan dan apabila timbul indikasi tersebut serta berpengaruh signifikan terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan, pemeriksa harus menerapkan prosedur pemeriksaan tambahan untuk memastikan bahwa kecurangan dan / atau ketidakpatutan telah terjadi dan menentukan dampaknya terhadap kewajaran penyajian keuangan.
BUKTI DI PENGADILAN Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan RI Pasal 8 ayat ; 55
JURNAL STIE SEMARANG, VOL 6, NO 1, Edisi Februari 2014 (ISSN : 2252 – 7826) [3] Apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan paling lama 1 [satu] bulan sejak diketahui adanya unsur pidana tersebut. [4] Laporan BPK sebagaimana dimaksud pada ayat [3] dijadikan dasar penyidikan oleh pejabat penyidik yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Atas hasil pemeriksaan BPK tersebut yang terindikasi tindak pidana Korupsi ditindak lanjuti oleh Aparat Penegak Hukum baik oleh KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI [ KPK ] , Kejaksaan , maupun Kepolisian .
BPK RI dalam menyampaikan hasil pemeriksaan yang terindikasi tindak pidana korupsi ditelaah dan diadakan gelar perkara apakah memenuhi unsur tindak pidana korupsi yaitu: 1. Apakah ada unsur merugikan negara. 2. Apakah ada indikasi menguntungkan diri sendiri, golongan , atau pihak tertentu. 3. Apakah ada unsur melawan hukum. BPK RI dalam gelar perkara harus menunjukkan Kertas Kerja Pemeriksaan [ Audit Working Paper ] secara Obyektif dan apabila sampai di persidangan oleh Majelis Hakim dihadirkan sebagai saksi Ahli dapat menunjukkan unsur kerugian negara yang ada di Kertas Kerja Pemeriksaan. MASALAH SUMBER DAYA MANUSIA Kunci keberhasilan e- audit terletak pada Sumber Daya Manusia [ SDM ] di segala lini. Hal ini dikarenakan mekanisme teknologi yang masuk dalam instrumen operasional
dan aturan yang
berlaku dalam instrumen manajemen. Alat, hardware,
software merupakan hal mudah dibeli, namun yang sulit adalah begaimana manusianya [ SDM ] bisa menjalankan itu semua dengan profesiona dan memperhatikan unsur kerahasiaan data pada Auditee.
Sumber Daya Manusia yang harus dipenuhi dalam e- audit terdiri 2 hal : 1. Dari keahlian Auditor 2. Dari segi Auditee 56
JURNAL STIE SEMARANG, VOL 6, NO 1, Edisi Februari 2014 (ISSN : 2252 – 7826)
KEAHLIAN AUDITOR Keahlian Auditor untuk Audit Konvensional berbeda dengan Audit pada e- audit, perbedaan terletak pada keahlian mengaudit tidak saja pada Pengujian transaksi pada Laporan Keuangan yang disajikan Obyek yang diperiksa tetapi secara Elektronik untuk Teknologi Informasi [ TI ] Auditor harus dibekali keahlian mengaudit secara Elektronik dan kerahasiaan data Auditee harus dijaga dan Password harus extra aman . Tim audit dari awal mendapat data dari Auditee harus konfirmasi secara elektronik bahwa data yang dikirim oleh auditee telah benar sesuai tanda tangan digital dan sertifikat digital yang ada pada data base e-BPK data yang masuk dari auditee.
DARI SEGI AUDITEE Teknologi Informasi dari Auditee harus dapat link dengan e-BPK ibaratnya ATM data dari auditee tidak bisa dibuka kalau nomor PIN tidak diketahui maka kerahasiaan dari auditee harus dijaga keduanya yaitu dengan auditor tim yang akan mengaudit dan early warning / peringatan dini dari pemeriksa apabila dari data tersebut ada indikasi penyimpangan.
PENUTUP Keberhasilan e-audit dapat tercapai apabila: 1. Data dari Auditee dapat Link dengan e-BPK dan telah diverifikasi secara elektronik sesuai dengan tanda tangan digital dan sertifikat digital dan telah dikonfirmasi sehingga benar benar aman dari hacker atau orang berbuat jahat. 2. Data yang diterima auditor tetap dilakukan pengujian karena Audit adalah Fungsi Pengujian dan merupakan Kertas Kerja Pemeriksaan dan dapat dijadikan Alat Bukti di Pengadilan apabila diperlukan sebagai saksi ahli. 3. Keahlian Sumber Daya Manusia sebagai Kunci keberhasilan e-audit
dengan
paradigma dari suatu keharusan menjadi kebutuhan sehingga baik Auditor maupun Auditee harus bersinergi dengan baik dalam mengelola dan mempertanggung jawabkan keuangan negara, sehingga tingkat tindak pidana korupsi dapat dikurangi atau dicegah dengan early warning system. DAFTAR PUSTAKA
57
JURNAL STIE SEMARANG, VOL 6, NO 1, Edisi Februari 2014 (ISSN : 2252 – 7826) BP. Cipta Jaya,Jakarta 2004 Undang –Undang RI Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara. BP. Panca Usaha ,Jakarta 2003 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara. Fokusmedia , Bandung 2007 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keruangan RI dan Standar Pemeriksa Keuangan Negara. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan, Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan N egara. Theodorus M. Tuanakotta, Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif Edisi 2 Salemba Empat Jakarta 2010.
58