P2I
JUDUL ANALISIS HAMBATAN HIDROULIK PADA ALIRAN DUA FASE (CAIR-GAS) TERSTRATIFIKASI
NASKAH PUBLIKASI
Disusun oleh : Ir. Mulyono, MT. NIP-UMM : 108 9109 0248
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG LEMBAGA PENELITIAN TAHUN 2007/2008
ABSTRAKSI
Aliran dua fase merupakan aliran multi fase . Aliran dua fase banyak dijumpai dalam kahidupan sehari- hari maupun dalam proses industri. Dalam kehidupan seharihari, banyak digunakan pada sistem pengangkutan batubara, pasir besi, maupun pengangkutan dalam industri. Selain itu gejala perpindahan kalor dalam media dengan aliran dua fase sangat banyak dijumpai dalam praktek, misalnya dalam komponenkomponen sistem konversi energi, seperti penukar kalor, evaporator dan siklus- siklus pendingin. Komponen- komponen di atas merupakan komponen yang lazim digunakan dalam proses industri dan instalai pembangkit daya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan besarnya hambatan hidroilk (R) pada aliran dua fase (udara-Air) yang tersratifikasi yang mendapatkan perlakuan perubahan penampang aliran dan tekanan masuk pada bidang pengujian. Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah sebagai dasar acuan dalam perancangan komponen-komponen pembangkit daya. Misalnya ketel uap, Pembangkit nuklir dan lainnya. Dari hasil perhitungan diperoleh kesimpulan bahwa perubahan centerline dari titik BGE(udara mulai masuk) menuju titik BLE (air mulai masuk) akan terjadi resistensi hidrolik (R ) semakin besar. Ini memberikan arti bahwa aliran terstratifikasi ( aliran diantara BGE dengan BLE) ke arah BLE akan mengakibatakan lajua aliran air semakin besar sehingga resistensi hidtolik (di saluran belokan) akan semakin besar karena terlalu tingginya gesekan fluida dengan saluran dibelokan dan akibatnya terjadi olakan di belokan tersebut. Kata Kunci : Tekanan Masuk (Po), Elevasi (E), Aliran Dua Fase, Stratifikasi.
I. PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Aliran dua fase merupakan bagian dari aliran multi fase. Aliran yang
terdiri dari dua fase dan masing–masing fase berbeda ini banyak dijumpai dalam kehidupan sehari–hari maupun dalam proses–proses industri. Dalam kehidupan sehari–hari dapat dilihat pada aliran saluran pembuangan, pembangkit daya uap, aliran semen pasir di pipa dan lain–lain (Raldi, 1998). Selain itu gejala perpindahan kalor dalam media dengan aliran dua-fase sangat banyak dijumpai dalam praktek, misalnya dalam komponen-komponen sistem konversi energi seperti penukar kalor,
evaporator, dan siklus–siklus
pendingin. Komponen–komponen diatas merupakan komponen yang lazim digunakan dalam proses industri dan instalasi tenaga nuklir (Hasan I.G, 1998). Sampai saat ini penelitian mengenai aliran dua–fase masih terus dikembangkan, studi-studi mengenai aliran dua fase juga terus dikembangkan dikarenakan hal tersebut sangat terkait dengan banyak aplikasi perekayasaan sehingga
diharapkan
nantinya
diperoleh
suatu
petunjuk
praktis
dalam
merencanakan komponen-komponen sistem konversi energi (Sumarli, 2001). Perubahan tekanan masuk (Po) dan variasi posisi Centerline (h) akan mempengaruhi besarnya fraksi muatan (X) dalam suatu saluran pada aliran dua fase terstratifikasi. Bila Centerline berada pada tiik BLE (beginning liquid entrance) maka kondisi aliran menjadi aliran satu fase yaitu fase gas. Begitu juga jika centerline berada pada titik BGE (beginning gas entrance) maka aliran menjadi aliran satu fase yaitu cairan. Perubahan posisi dari BLE ke BGE akan menimbulkan aliran dua fase (cairan-udara) yang mana besarnya muatan dipengaruhi oleh besarnya tekanan tiap-tiap fluida masuk ke ruang uji (Po). Semakin besar Po maka laju aliran masa dua fase semakin besar (mulyono, 2005). Berkaitan dengan hal–hal diatas maka penulis melakukan penelitian (eksperimen) lanjutan tentang aliran dua fase terstratifikasi dengan melakukan perubahan saluran penampang pada belokan ketika aliran dua fase mengalir menuju separator. Dari sini dapat kita ketahui besarnya hambatan hidroulik (R) aliran dua fase yang terjadi.
1.2.
Rumusan Masalah Hambatan hiroulik merupakan suatu variabel yang penting dalam rekayasa
pembangkita daya uap atau lainnya, khususnya tentang pemilihan bentuk saluran penampang komponen-komponen pembangkit daya. Dampak hambatan hidroulik akan mengakibatkan aliran menjadi tidak kontinu atau stabil. Bila terjadi pada pipa evaporator akan berdampak terhadap kontinuitas uap yang dihasilkan. Untuk dari itu saluran penampang yang mempunyai hambatan hidroulik tinggi cenderung di hindari. 1.3.
Tujuan Dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut: Untuk mendapatkan besaran hambatan hidroulik (R) pada aliran dua fase terstratifikasi yang mendapatkan perlakuan berupa perubahan diameter saluran penampang (d) dan Tekanan fluida (air-gas) masuk (Po). Dengan Sedangkan manfaat hasil penelitian ini, khususnya dalam dunia industri bisa menjadi acuan dalam merancang alat atau komponen yang memakai aliran dua-fase terutama industri yang berhubungan dengan sistem konversi energi
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Aliran fluida dalam pipa Aliran fluida nyata lebih kompleks dibandingkan dengan aliran fluida
ideal. Gaya-gaya geser antara antara partikel-partikel fluida dan dinding batasnya dan antara partikel-partikel fluida itu sendiri dihasilkan dari kekentalan fluida nyata tersebut. Ada dua buah tipe aliran fluida nyata yang mudah dan dapat dipahami. Kedua aliran itu adalah aliran Laminer dan aliran Turbulen. Kedua jenis aliran tersebut diatur oleh hukum-hukum yang berbeda. 2.1.1
Aliran Laminer Didalam aliran laminer partikel fluida bergerak lurus memanjang dan
searah, sejajar kecil-kecil. Besarnya kecepatan-kecepatan aliran laminer tidak
sama. Aliran laminer diatur oleh hukum yang berhubungan dengan tegangan geser yang disebabkan oleh perubahan sudut, yaitu hasil kali dari viskositas fluida dan gradien kecepatan atau τ = μ .
dv . Viskositas (kekentalan) fluida yang dominan dy
dapat mencegah kecenderungan-kecenderungan kondisi-kondisi turbulen. 2.1.2
Kecepatan kritis kecepatan kritis yang mempunyai arti penting praktis bagi insinyur adalah
kecepatan dimana semua turbulensi diredam oleh kekentalan fluidanya. Telah ditemuka bahwa batas atas laminar yang mempunyai arti penting dinyatakan oleh suatu bilangan Reynold sebesar kira-kira 2300. Bilangan reynold yang tak berdimensi, menyatakan perbandinganperbandingan gaya-gaya inersia terhadap gaya-gaya viskositas (kekentalan). Untuk pipa bundar dengan aliran penuh, bilangan reynold :
Re =
Vdρ
μ
atau
Vd V (2r0 ) = v v
Dimana : V = kekentalan kinematik fluida (m2 /det) D = diameter pipa (m) ; r0 = jari-jari pipa (m)
υ = kecepatan rata-rata (m/det) μ = kekentalan absolut (Pa . s)
ρ = kerapatan massa jenis fluida (kg/m3) 2.1.3
Aliran Turbulen
Dalam aliran turbulen partikel-partikel fluida bergerak dengan bentuk tidak beraturan kesemua arah. Tegangan geser pada aliran turbulen dapat dituliskan sebagai berikut :
μ = ( μ + η ).
dv …………………….……….(Giles; 1986 : 100) dy
Dimana : η= sebuah faktor yang bergantung pada kerapatan dan gerakan fluida μ = efek-efek dari gerakan kekentalan 2.1.4
Kerugian energi untuk aliran laminer
Kerugian energi untuk aliran laminer dinyatakan oleh rumus Hagen poiseulle. Pernyataannya adalah :
Energi yang hilang = =
32.(kekentalanμ ).( panjang ).(kecepa tan rata − rata ) (beratsatuan).(diameter ) 2 32μ .L.V …………………………...(Giles; 1986 :101) ρ .g.d 2
Dalam suku-suku kekentalan kinematik, memberlakukan dimana
μ w
=
v , g
sehingga dieroleh : Energi yang hilang (m) =
32.v.L.V ………………………(Giles; 1986 :102) gd 2
Rumus DARCY-WEISBACH Rumus Darcy-weisbach merupakan dasar untuk menghitung energi yang hilang untuk aliran fluida dalam pipa dan saluran. Persamaannya adalah : Energi yang hilang = faktor gesekan x
= f
V2 Panjang xhead kecepatan diameter 2g
L.V 2 ……………………………(Giles; 1986 : 102) d .2 g
Head kecepatan pada suatu irisan penampang diperoleh dengan mengalikan kuadrat kecepatan rata-rata (Q/A)2 dengan sebuah koefisien α dan dibagi engan 2g. untuk aliran turbulen dalam pipa dan saluran, α = 1, tanpa menyebabkan kesalahan yang berarti dalam hasil-hasil perhitungannya. 2.1.5
Faktor Gesekan
Faktor gesekan f dapatditurunkan secara matematis untuk aliran laminer, teapi tidak ada hubngan matematis ayng sederhana dengan aliran turbulen. a. Untuk aliran laminer v L V 2 64 L V 2 Energi yang hilang = 64 − = …(Giles; 1986:102) V .d d 2 g RE d 2 g Jadi, untuk aliran laminer disemua pipa untuk semua fluida, harga f adalah :
f =
64 ………………………………(Giles; 1986 :102) RE
b. Untuk aliran turbulen
1. Untuk aliran turbulen pada pipa halus dan kasar secara umum rumusnya sebagai berikut : f =
8τ 0 8.v = 2 2 V ρ .V
2. Untuk pipa halus Blasius menerangka untuk angka RE antara 3000 sampai 100.000 f =
0.3164 RE
0.25
3. Untuk pipa kasar menggunakan rumus : 1 f
= 1,8 log
RE k RE + 7 d
Dimana : f = koefisien gesek pipa kasar pada aliran turbulen k= kekasaran absolut (mm) d = diameter saluran (mm) RE = Reynold Number 4. Untuk semua pipa, pada beberapa institut hidraulika dan engeneer mempertimbangkan rumus dari celebrook yang dapat dipercaya dimana f dapat dicari dengan rumus : i
2.2
⎛ ε 2,51 = −2 log⎜ + ⎜ 3,7.d R f f E ⎝
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
Aliran Dua-Fase
Aliran dua fase merupakan bagian dari aliran multi–fase. Aliran dari fase yang berbeda ini banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam proses-proses industri. Dalam kehidupan sehari-hari dapat dilihat pada alirn pembuangan, aliran semen dan pasir dalam pipadan lain-lain. 2.2.1 Sejarah Aliran Dua-Fase
Sejarah aliran dua-fase adalah dimulai dari Heron – direktur sekolah mekanik Alexandria. Dia memakai sistem dua-fase yang diikuti dengan perubahan fase untuk merubah energi termik menjadi energi kinetik. Heron menggunakn bola metal seperti yang terlihat pada gambar.
Gambar 3.4: Bola metal heron (Sumber: Raldi Artono koestoer; 1994 2) Air yang berada dalam sungkup dipanaskan dan uap yang dihasilkan naik ke bola dan memeisah melalui aliran yang berlekuk-lekuk . Heron belum puas dengan hasil percobaan ini. Ia menemukan sisitem yang lebih baik untuk membuka dan menutup pintu kuil secara otomatis. Api yang menyala di altar akan memanaskan air di drum, uap akan masuk ke bejana. Semakin banyak uap maka bejana akan semakin berat sehingga bejana turun dan akan memeutar poros untuk membuka pintun kuil. Jadi pintu kuil akan terbuka dan tertutup secara otomatis tergantung pada ada atau tidaknya api di altar. Leonardo da Vinci tidak lagi mempraktekan pemakaian uap air untuk mengubah energi termik menjadi energi kinetik. Pada tahun 1945 ia menceritkan pengalamannya dengan meriam uapnya yang bernama I’architonnerre. Meriam tersebut (gambar 3.5)
Gambar 3.5 Meriam uap leonerdo davinci (Sumber: Raldi Artono koestoer; 1994: 3) dapat melempar peluru berbobot 45 kg sejauh 1080 m. sepertiga bagian dari meriam dipanaskan diatas anglo. Penguapan mengakibatkan pelepasan peluru. Meriam uap ini telah digunakan pada saat perang saudara di Amerika dan pada perang dunia I.
Heron dan Leonardo da Vinci dianggap sebagai penemu aliran dua-fase.
2.2.2
Pengertia umum aliran dua–fase
Aliran dua fase merupakan bagian dari aliran multi fase. Aliran yang terdiri dari dua fase dan masing-masing fase berbeda ini banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari maupundalam proses industri. 2.3
Sistem likuid-Gas
Dalam sistem aliran dua fase yang terdiri dari fase likuid-gas masalah yang perlu diketahui adalah : konfigurasi aliran, penurunan tekanan (pressure drop) dan fraksi hampa (void fraction). 2.3.1 Konfigurasi aliran
Aliran likuid-gas dapat mengambil berbagi konfigurasi geometris yang dikenal sebagi pola aliran. Parameter yang penting dalam menentukan pola aliran adalah : a. pegangan permukaan, yang menjaga dinding saluran tetap basah dan cenderung untuk membuat tetes-tetes likuid dan gelembung gas kecil. b. gravitasi, yang cenderung mendorong likuid pada dasar saluran. 2.3.2
Tube Vertikal
Pola aliran yang berlaku pada tube vertikal dengan arah aliran ke atas, dapat dilihat pada gambar a. Aliran gelembung (buble), dimana gelembung uap mempunyai ukuran uniform. b. Aliran kantung gas atau sumbat likuid (plug/slug), dimana gas yang mengalir membentuk elembung besar (kadang-kadang gelembung gas kecil terdistribusi di cairan. c. Aliran acak (churn), dimana terjadi gerakan osilasi sehingga cairan menjadi tidak stabil d. Aliran cincin (annular), dimana sebagian fase likuid berlaku sebagai film di dinding tibe dan sebagian lagi berupa tetesan ang terdistribusi dalam as yang mengalir pada bagian tengah tube.
e. Aliran cincin kabut tetes likuid (wispy annular), dimana konsentrasi tetesan dalam gas bertambah dan akhirnya bergabung membentuk gumpalan
Gambar 3.6 Pola aliran tube vertkal (Sumber: Raldi Artono koestoer; 1994: 29) Penentuan Konfigurasi Aliran
Diagam Hewitt-Robert (gambar) merupakan diagram yang paling sering dipakai untuk meramalkan konfigurasi aliran . Sistem koordinat yang digunakan adalah sebagai berikut : Absis : ρ l .U l
2 [ G (1 − X )] =
ρl
Ordinat : ρ g .U g = 2
[Gx]2 ρg
=
=
Gl
2
ρl
Gg
ρg
............................(Raldi A. Koestoer 30. 1994)
................................(Raldi A. Koestoer 30. 1994)
Dengan : ρ = berat jenis (kg/m) U = kecepatan superficial (m/s) G = fluks massa (kg/ms) X = kualitas uap
Gambar 3.7 Diagram aliran Hewitt-Robert untuk tube vertikal (Sumber: Raldi Artono koestoer; 1994: 30) 2.3.4 Tube Horizontal
Pola aliran ang berlaku pada tube horizontal diperlihatkan pada gambar :
a. Aliran gelembung (bubble), dimana gelembung gas cenderung untuk mengalir pada bagian atas tube. b. aliran kantung gas (plug) dimana gelembung gas kecil ergabung membentuk kantung gas c. Aliran strata licin ( stratified), dimana permukan bidang sentuh likuidgas sangat halus. Tetapi pola aliran seperti ini biasanya tidak terjadi, batas fase hampir selalu bergelombang d.
Aliran strata gelombang (stratified wavy), dimana amplitudo gelombang meningkat karena kenaikan kecepata gas
e. Aliran sumbat likuid (slug), dimana amplitudo gelombang sangat besar hingga menyentuh bagian atas tube f. Aliran cincin (annular), sama dengan pada tube vertikal hanya likuid film slebih tebal di dasar tube daripada dibagian atas.
Gambar 3.8 Pola aliran tube horizontal (Sumber: Raldi Artono koestoer; 1994: 29) Penentuan Konfigurasi Aliran
Taitel dan Dukler membagi aliran horizontal menjadi enam tipe seperti yang terlhat pada gambar: berdasarkan analisa mekanisme transisi dan mengusulkan diagram pada gambar: dengan observasi sebagai berikut
Transisi A, antara alian strata dengan cincin atau peralihan (intermitten). Transisi ini timbul bila terjadi gelombang pada permukaan bebas dimana likuid menjadi tidak stabil. Ini merupakan efek pengisapan diatas gelombang tehadap efek gravitasi. Formasi dan gelombang akan membawa formasi dari pola aliran lain dengan mekanisme:
~ 1. Pada nilai h rendah, gelombang akan menyapu dan engelilingi
tube membentuk cincin (gambar) ~ 2. Pada nilai h yang besar, gelombang terbentuk pada batas fase dan disapu oleh fase gas atau enyentuh permukaan atas tube yang membawana keregim peralihan. Modelisasi dlakukan dengan sisitem koordinat : ⎛ ρg F =⎜ ⎜ρ −ρ g ⎝ l
1 2
⎞ Ug ⎟ 1 ⎟ ⎠ (dg ) 2
⎛ (dp / dz )l X =⎜ ⎜ (dp / dz ) g ⎝
1
⎞2 ⎟ ⎟ ⎠
dengan d, diameter tube dan (dp/dz)l dan (dp/dz)g penurunan tekanan
akibat gesekan likuid dan gas yang diukur bila likuid atau gas sendiri yang mengalr dalam saluran.
Transisi B, antara aliran peralihan dengan cincin. Mulai dari aliran strata kita dapatka aliran peralihan. Bila level permukaan bebas berada diatas tube. Bila tidak maka akan kita dapatkan aliran cincin. Ide ini memungkinkan kriteria transisi yang berbentuk garis lurus dengan x = 1,6
Transisi C, antara aliran strata licin dengan strata gelombang. Tansisi ini menggunakan teori jefrey relatif terhadap timbulnya gelombang permukaan bebas. Transisi ini dinyatakan dengan koordinat : ⎛ ρ gU g 2U l K =⎜ ⎜ ( ρ l − ρ g ).g .υl ⎝
1/ 2
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
dan X berasal dari persamaan (3.4) pada persamaan (3.5) vl adalah viskositas kinematik.
Transisi D, antara aliran peralihan dengan aliran gelembung timbul pada saat
agitasi
turbulen
menghalangi
gas
untuk
mempertahankan
ketinggiannya dalam tube kaena efek mampu ambang. Taitel dan dukler sampai pada sebuah transisi dengan koordinat sebagai berikut:
1/ 2
⎛ (dp / dz )l ⎞ ⎟ T =⎜ ⎜ ( ρ − ρ ).g ⎟ l g ⎝ ⎠
Gambar 3.9 DiagramTaitel dan dukler untuk tube vertikal (Sumber: Raldi Artono koestoer; 1994: 34) 2.4
Penurunan tekanan (pressure drop)
Penurunan tekanan adalah perubahan tekanan karena aliran duafase melalui suatu sistem yang merupakan parameter penting dalam perncangan, baik untuk sistem adiabatik maupun sistem dengan perubahan fase seperti ketel dan kondensor. Tidak ada korelasi umum untuk penurunan aliran dua-fase yang akurat, hal ini mungkin disebabkan karena korelasi yang ada digunakan untuk mewakili berbagai situasi fisik. Walaupun demikian, untuk menhitungpenurunan tekanan diadakan pendekatan seperti aliran dianggap homogen atau terpisah. Pada aliran dua-fase gas-cair, Collier (1977) dalam penelitianya yang menggunakan uap basah sebagai fluida kerjanya menyimpulkan bahwa penurunan tekanan hasil perhitungan teori yang menggunakan model persamaan aliran homogen yang diterapkan untuk aliran dua-fase hanya akurat untuk koefisien kontraksi tertentu. Schmidt dan Friedel (1997) melakukan pengukuran penurunan tekanan sepanjang sumbu saluran dan penurunan tekanan sebelum dan sesudah dinding kontraksi. Disimpulkan bahwa semakin besar fluks massa dan kualitas aliran semakin besar pula penurunan tekanan. King dan Piar (1999) dalam penelitianya menghasilkan profil distribusi tekanan pada sumbu nosel.
Gambar3: Perbandingan penurunan tekanan hasil eksperimen dan teori (Sumber: Jurnal Media Teknik No.2 Tahun XXIII Edisi Mei 2001)
2.5
Fraksi Hampa (Void Fraction)
Fraksi hampa didefinisikan sebagai : 1. Fraksi dari volume saluran yang ditempati oleh fase gas 2. Fraksi dari luas penampang saluran yang ditempati oleh fase gas. Fraksi hampa ini dapat dinyatakan dengan α dan dapat dinyatakan berkenaan dengan dirinya sendiri atau berkenaan dengan rasio kecepatan, S seperti : S=
Ug
S=
ug
S=
ug
Ul
ul
ul
Qg / A.α
= = =
Ql / A(1 − α ) U g /α U l /(1 − α )
=
=
Qg (1 − α )
U g (1 − α ) U lα
Gx / Aαρ g G (1 − x) / A(1 − α ) ρ l
atau
α=
Qα
Qg SQl + Qg
=
Ug SU l + U g
=
ρ l (1 − α ) ρ g (1 − x)α
α= 2.5
ρl x
Sρ g (1 − x) + ρ l x
Aliran terpisah (terstratifikasi)
Dalam aliran terpisah (separated), fase-fase secara fisik mengalir terpisah dengan kecepatan berbeda seperti ditunjukan dalam gambar. Rasio kecepatan (S) untuk aliran homogen sama engan satu sedangkan untuk aliran terpisah S biasanya lebih besar dari satu, jadi fase gas bergerak lebih cepat dari likuid.
Gambar 3.10 aliran dua fase tepisah (Sumber: Raldi Artono koestoer; 1994: 40)
III.
METODE PENELITIAN
3.1. Parameter Penelitian, Instalasi Penelitian Dan Posisi Centerline
Gambar 3-1 : Instalasi Penelitian
BGE 0,5 1 1,5 2 2,5 BLE Elevasi
Penampang Pipa Akrilit
Gambar 3-2 : Posisi Centerline (elevasi)
Parameter penelitian ini sesuai gambar 5.1, Yaitu, suatu cabang berdiameter d yang mensimulasikan suatu break kecil yang ditempatkan disamping suatu kotak test-section dari kaca yang berisi lapisan udara dan air dengan kondisi terstratifikasi pada suatu tekanan masuk (Pin) sama. Pemisah antara air-udara pada kotak test-section disebut centerline. Ketinggian atau elevasi bidang penghubung datar antara udara dan air diatas centerline pada cabang tersebut adalah h. Ketinggian (elevasi) diatur berdasarkan besarnya diameter pipa akrilit (D=3cm) yaitu dalam 5 elevasi. Arus pelepasan campuran dua-fase melalui cabang itu
diarahkan melalui suatu pipa akrilik yang dihubungkan dengan pipa penghubung menuju separator dimana terjadi perubahan tekanan (Pout). Untuk kondisi tekanan input (Pin) yang tetap, maka pelepasan campuran dua-fase akan tergantung pada tinggi h. Pada nilai elevasi 0 (h0), pelepasan muatan muatan arus itu akan berupa cairan saja. Sedangkan pada elevasi 3 (h3cm) pelepasan muatan akan berupa gas. Penurunan tekanan yang terjadi dihitung untuk nilai ΔP dimana rumus :
ΔP = Pin - Pout …………………………………………………(1) Ketika menurunkan h, suatu nilai kritis tercapai dimana gas mulai menjadi ter-ENTRAINED dalam arus cairan dominan. Kondisi ini disebut permulaan atau .
.
awal ENTRAINMENT gas dimana h = hBGE dan m L = m L,BGE untuk h ≥ hBGE, nilai mL pada hakekatnya konstan sama dengan nilai mL,BGE . Dalam eksperimen .
ini nilai m L,BGE tergantung pada ΔP dan resistansi hidrolik pipa penghubung R. Dimana rumus: ΔP
R=
.
…………………………………………….(2)
m L , BGE
Suatu penurunan lebih lanjut akan menimbulkan suatu pelepasan muatan .
dua-fase, m TP, yang dapat terbagi dalam separator tersebut menjadi komponen.
.
komponen cairan dan gas dengan kecepatan arus m L dan m G, dimana: .
.
.
m TP = m L + m G ………………………………………………(3) Besar pelepasan muatan x ditunjukkan pada rumus: .
.
x = m G/ m TP ……………………………………………………(4) Tren ini berlanjut hingga suatu nilai kritis lain tercapai (permulaan .
.
entrainment cairan), dimana h = hBLE, m G = m G,BLE, dan kualitas pelepasan muatan sama dengan satu (meskipun pada penurunan level bidang penghubung, pada titik ini, merupakan perubahan arus karena adanya cairan tersebut menjadi cairan yang terentrained dalam cabang tersebut. Untuk h ≤ hBLE, pelepasan muatan .
tersebut akan berbentuk gas satu fasa dan kecepatan arus, m G yang tetap pada
.
.
hakekatnya konstan dan sama dengan kecepatan m G,BLE. Nilai m G,BLE tergantung pada Pin, ΔP, dan R. Tujuan studi ini adalah untuk berfokus pada daerah pelepasan muatan fasa yang sesuai dengan hBLE ≤ h ≤ hBGE , dan untuk meneliti adanya perilaku .
.
kecepatan m , m TP, dan kualitas x dalam daerah tersebut. Kedua, parameterparameter tersebut diperkirakan menjadi suatu fungsi parameter independen Pin, .
ΔP, R, dan h. ΔP dan R akan tampak memberikan kontribusi pada m L,BGE dan .
m G,BLE pada sistem tersebut bersama dengan V0 dan h. Keterangan:
d
= diameter branch (cm)
P = tekanan (kg/ cm2)
g
= gaya gravitasi (kg/ dt2)
R = resistansi hidrolik (kg.m)-1/2
h
= tinggi likuid (cm)
x = kualitas muatan
.
m = laju massa (kg/ dt) Subscripts BGE
= Beginning of Gas Entrainment
BLE
= Beginning of Likuid Entrainment
G
= fase udara
L
= fase cair
TP
3.2
= Two phase
Instrumen Penelitian Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain: 1. Kompressor Kompressor berfungsi untuk menyuplai udara bertekanan menuju test section.
Data-data kompressor: - Model
: DH-20
- Tekanan : 8 Kg/cm2 - Power
: 2 HP
- Kapasitas
: 335 l/menit
Data-data motor : 3 Phase Induction - Type
: 90 LA
- Tegangan
: 3,6 A
- Putaran
: 1400 rpm/menit
- Volt
: 220/380 V
- Frekuensi
: 50 Hz
- Daya
: 2 HP
2. Pompa air Pompa air berfungsi untuk menyuplai fluida cair bertekanan menuju test sectio Data-data pompa: - Power
: 125 W
- Voltage : 220 V - Rpm
:9m
- Discharge Head : 24 m - Kapasitas
: 42 L/H
3. Test section (reservoir) Test section berbentuk kotak tertutup dimana terdapat lubang suplai udara dan air dengan tekanan yang sama (input), lubang pipa akrilik (output) dan terdapat centerline didalamnya. 4. Pipa akrilik Pipa akrilik berfungsi sebagai keluarnya campuran dua fase udara dan air dari test section menuju connecting line, kemudian menuju separator. 5. Separator Separator berfungsi untuk memisahkan campuran dua fase yang meninggalkan bagian test dimana udara dan air terbagi oleh aksi sentrifugal dan perbedaan berat jenis. 6. Pipa PVC Pipa PVC berfungsi sebagai connecting line (R). 7. Water flowmeter dan Air flowmeter
Berfungsi untuk mengukur
udara dan air didalam separator pada
masing-masing meteran yang terletak pada separator. 8. Manometer Manometer berfungsi untuk mengukur tekanan udara dan air dari kompressor dan pompa air. 9. Regulator Regulator berfungsi untuk mengatur tekanan input udara dan air dari kompressor dan pompa air, diharapkan tekanan udara dan air masinmasing sama. 3.3.
Pengambilan Data Prosedur pengambilan data pada penelitian ini adalah: 1. Mempersiapkan alat-alat yang akan digunakan. 2. Mengatur centerline sesuai dengan tinggi (h) yang sudah ditentukan. 3. Menjalankan kompressor dan pompa air. 4. Mengatur tekanan udara yang keluar dari kompresor dan tekanan air yang keluar dari pompa air melalui regulator untuk mendapatkan tekanan yang sama antara udara dan air dan membiarkan aliran beberapa detik untuk memperoleh aliran yang kontinyu. 5. Mencatat laju aliran massa gas dan air pada air flow metre dan water flow meter yang terdapat pada separator ketika aliran sudah berjalan kontinyu selama 10 detik sebanyak 5 kali. 6. Menshutdown kompresor dan pompa air setealah pencatatan dilakukan 7. Mungulang langkah 3, 4, 5, 6 sesuai dengan tinggi (h) dan tekanan yang sudah ditentukan .
IV.
PEMBAHASAN
4.1. Data Resistensi Hidrolik (R) Dari hasil perhitungan diperoleh data resistansi hidrolik (R ) sebagai berikut: Tabel 4.1: Data resistansi hidrolik (R)
Elevasi Pipa 0.5 Dim
∑ ⎯∑ 1 Dim
∑ ⎯∑ 1.25 Dim
∑ ⎯∑
0.5 R 0.2258812 0.2459084 0.2129629 0.2608252 0.2608252 1.2064029 0.2412806 0.3117457 0.3688625 0.3415004 0.2608252 0.2916114 1.5745453 0.3149091 0.4364440 0.4364440 0.4364440 0.3688625 0.4040687 2.0822633 0.4164527
1 R 0.2129629 0.2129629 0.2258812 0.1971653 0.1971653 1.0461377 0.2092275 0.2788339 0.3367239 0.3011750 0.3688625 0.3367239 1.6223192 0.3244638 0.3688625 0.3688625 0.4517625 0.4517625 0.4040687 2.0453187 0.4090637
1.5 R 0.2414772 0.1971653 0.1844313 0.1971653 0.2414772 1.0617163 0.2123433 0.2608252 0.2857197 0.2332892 0.2857197 0.2129629 1.2785166 0.2557033 0.3688625 0.4124009 0.3688625 0.3688625 0.3299207 1.8489091 0.3697818
2 R 0.1971653 0.2129629 0.2608252 0.2129629 0.1971653 1.0810816 0.2162163 0.2857197 0.2857197 0.2857197 0.2129629 0.1844313 1.2545532 0.2509106 0.3688625 0.3194443 0.4259258 0.3688625 0.3688625 1.8519577 0.3703915
2.5 R 0.2129629 0.2129629 0.1505875 0.1649603 0.2332892 0.9747628 0.1949526 0.2608252 0.2608252 0.2332892 0.2332892 0.1844313 1.1726600 0.2345320 0.3194443 0.2608252 0.3688625 0.3688625 0.3688625 1.6868571 0.3373714
4.2 Analisa Statistik Dengan SPSS
Untuk mempermudah dalam menganalisis data digunakan software SPSS Versi 10.0. banyaknya perlakuan dari masing-masing variabel. Tabel 4.2: Hasil analisa varian (SPSS) Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: KOMBINAS Source Corrected Model Intercept KELOMPOK DIAMETER ELEVASI DIAMETER * ELEVASI Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares .412a 1.210 8.923E-04 .351 4.758E-02 1.214E-02 7.050E-02 6.812 .483
df 15 1 1 2 4 8 59 75 74
Mean Square 2.747E-02 1.210 8.923E-04 .176 1.189E-02 1.518E-03 1.195E-03
F 22.989 1012.233 .747 147.054 9.954 1.270
Sig. .000 .000 .391 .000 .000 .277
a. R Squared = .854 (Adjusted R Squared = .817)
Pada kolom source (perlakuan), untuk perlakuan diameter dan elevasi menyatakan berpengaruh nyata. Hal ini didasarkan dengan melihat besarnya nilai probabilitas yang dihasilkan (pada kolom Sig.) < 0,05 (5%). Sehingga hasilnya baik untuk pengaruh utama elevasi dan diameter maupun interaksi dwi faktor mempunyai hubungan nyata. Dari hasil Koefisien Determinasi (R square = 0,854) secara total dapat disimpulkan bahwa 85,4% resistansi hidrolik dipengaruhi variabel diatas, dan sisanya ditentukan oleh variabel lain.
4.3 Uji Lanjut BNT
Uji lanjut BNT ini dilakukan apabila terdapat pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat. Uji lanjut BNT ini bertujuan untuk mengetahui level-level perlakuan mana yang pengaruhnya berbeda dan level-level mana yang pengaruhnya sama.
1. Uji Lanjut BNT Diameter
Tabel 4.3: Hasil uji BNT perbandingan diameter Multiple Comparisons Dependent Variable: ALIRAN LSD Mean Difference (I) DIAMETER(J) DIAMETER (I-J) Std. Error .50 1.00 -6.130E-02* ******** 1.25 -.16580818* ******** 1.00 .50 6.130E-02* ******** 1.25 -.10450844* ******** 1.25 .50 165808176* ******** 1.00 104508444* ********
Sig. .000 .000 .000 .000 .000 .000
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -8.5360E-02 -3.7239E-02 -.189868637 -.141747715 3.7239E-02 8.5360E-02 -.128568905 -8.0448E-02 .141747715 .189868637 8.0448E-02 .128568905
*. The mean difference is significant at the .05 level.
2. Uji Lanjut BNT Elevasi
Tabel 4.4: Hasil uji BNT perbandingan elevasi Multiple Comparisons Dependent Variable: ALIRAN LSD
(I) ELEVASI .50
1.00
1.50
2.00
2.50
(J) ELEVASI 1.00 1.50 2.00 2.50 .50 1.50 2.00 2.50 .50 1.00 2.00 2.50 .50 1.00 1.50 2.50 .50 1.00 1.50 2.00
Mean Difference Std. Error (I-J) 9.962E-03 ******** 4.494E-02 ******** 4.504E-02 ******** 6.860E-02* ******** -9.962E-03 ******** 3.498E-02 ******** 3.508E-02 ******** 5.863E-02* ******** -4.494E-02 ******** -3.498E-02 ******** 1.033E-04 ******** 2.366E-02 ******** -4.504E-02 ******** -3.508E-02 ******** -1.033E-04 ******** 2.355E-02 ******** -6.860E-02* ******** -5.863E-02* ******** -2.366E-02 ******** -2.355E-02 ********
*. The mean difference is significant at the .05 level.
Sig. .730 .123 .122 .020 .730 .228 .227 .045 .123 .228 .997 .414 .122 .227 .997 .416 .020 .045 .414 .416
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -4.7445E-02 6.7370E-02 -1.2470E-02 .102345433 -1.2366E-02 .102448739 1.1188E-02 .126002913 -6.7370E-02 4.7445E-02 -2.2432E-02 9.2383E-02 -2.2329E-02 9.2486E-02 1.2256E-03 .116040526 -.102345433 1.2470E-02 -9.2383E-02 2.2432E-02 -5.7304E-02 5.7511E-02 -3.3750E-02 8.1065E-02 -.102448739 1.2366E-02 -9.2486E-02 2.2329E-02 -5.7511E-02 5.7304E-02 -3.3853E-02 8.0962E-02 -.126002913 -1.1188E-02 -.116040526 -1.2256E-03 -8.1065E-02 3.3750E-02 -8.0962E-02 3.3853E-02
Dari hasil uji BNT diameter (Tabel 4.3) diperoleh untuk semua level perlakuan perubahan diameter memberikan perbedaan yang nyata pada resistansi hidroliknya. Pada level perlakuan perubahan diameter ½ Dim dibandingkan dengan level perlakuan perubahan diameter 1 Dim memberikan perbedaan yang nyata, begitu juga jika dibandingkan dengan level perlakuan perubahan diameter 1¼ Dim hasilnya memberikan perbedaan yang nyata. Dari hasil uji BNT elevasi (Tabel 4.4) diperoleh untuk level perlakuan perubahan elevasi 0,5 dibandingkan dengan level perlakuan perubahan elevasi 1; elevasi 1,5 dan elevasi 2 hasilnya relatif sama, artinya tidak memberikan perbedaan
yang
nyata
pada
resistansi
hidroliknya,
sedangkan
apabila
dibandingkan dengan level perlakuan perubahan elevasi 2,5 memberikan perbedaan yang nyata.
4.4 Pembahasan Grafik
Dari tabel data resistansi hidrolik diperoleh grafik hubungan antara lain: 1. Grafik hubungan antara elevasi dengan resistansi hidrolik Grafik hubungan antara elevasi dengan resistansi hidrolik 0.300000 Resistansi hidrolik
mL,BG 0.250000
0.241281 0.2092280.2123430.216216 0.194953 mG,BLE
0.200000 0.150000
Pipa 0,5Dim
0.100000 0.050000 0.000000 0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
Elevasi
Grafik hubungan antara elevasi dengan resistansi hidrolik
Resistansi Hidrolik
0.350000
0.3149090.324464
0.300000
mL,BG
0.250000
0.2557030.250911 0.234532
0.200000
mG,BL
0.150000
Pipa 1Dim
0.100000 0.050000 0.000000 0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
Elevasi
Resistansi Hidrolik
Grafik hubungan antara elevasi dengan reistansi hidrolik 0.450000 0.400000 0.350000 0.300000 0.250000 0.200000 0.150000 0.100000 0.050000 0.000000
mL,BG
0.416453 0.409064 0.370392 0.369782 0.337371 mG,BL
0
0.5
1
1.5 Elevasi
2
2.5
Pipa 1,25Dim
3
Dari grafik hubungan antara perubahan elevasi dengan resistansi hidrolik diperoleh, bahwa semakin besar elevasi maka reistansi hidrolik semakin kecil. Maksudnya pada elevasi 0,5 aliran dua-fase yang keluar lebih banyak cairan dibandingkan dengan gas sedangkan pada elevasi 2,5 aliran dua-fase yang keluar lebih banyak gas. Apabila elevasinya semakin besar laju cairan akan semakin kecil dan resistansi hidroliknya semakin kecil (menurun). Nilai resistansi hidrolik tertinggi pada elevasi 0,5 yaitu 0,416453 (kg.m)-1/2dan terendah pada elevasi 2,5 yaitu 0,194953 (kg.m)-1/2. 2. Grafik hubungan antara diameter pipa dengan resistansi hidrolik Grafik hubungan antara diameter pipa dengan resistansi hidrolik 0.450000
mG,BL
0.416453
0.400000 Resistansi Hidrolik
0.350000 0.314909
0.300000 0.250000
mL,BG
0.241281
Elev 0,5
0.200000 0.150000 0.100000 0.050000 0.000000 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
Diameter pipa
Grafik hubungan antara diameter pipa dengan resistansi hidrolik 0.450000
mG,BL
Resistansi Hidrolik
0.400000
0.409064
0.350000 0.324464
0.300000 0.250000
mL,BG
0.200000
Elev 1
0.209228
0.150000 0.100000 0.050000 0.000000 0
0.2
0.4
0.6
0.8
Diameter Pipa
1
1.2
1.4
Grafik hubungan antara diameter pipa dengan resistansi hidrolik 0.400000 mG,BL
0.369782
Resistansi hidrolik
0.350000 0.300000 0.255703
0.250000
mL,BG
0.200000
0.212343
Elev 1,5
0.150000 0.100000 0.050000 0.000000 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
Diameter Pipa
Grafik hubungan antara diameter pipa dengan resistansi hidrolik 0.400000
mG,BL
0.370392
Resistansi Hidrolik
0.350000 0.300000 0.250911
0.250000
mL,BG
0.200000
0.216216
Elev 2
0.150000 0.100000 0.050000 0.000000 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
Diameter Pipa
Grafik hubungan antara diameter pipa dengan resistansi hidrolik 0.400000
mG,BL E
Resistansi Hidrolik
0.350000
0.337371
0.300000 0.250000
0.234532
0.200000
mL,BG E
0.150000
Elev 2,5
0.194953
0.100000 0.050000 0.000000 0
0.2
0.4
0.6
0.8
Diameter Pipa
1
1.2
1.4
Dari grafik hubungan pengaruh perubahan diameter pipa terhadap resistansi hidrolik, diperoleh bahwa semakin besar diameter pipa maka reistansi hidrolik juga semakin besar. Maksudnya, diameter pipa penghubung semakin besar, penurunan tekanan (ΔP) akan semakin besar dan resistansi hidroliknya semakin besar. Nilai resistansi hidrolik tertinggi pada diameter 1¼Dim yaitu 0,41653 (kg.m)-1/2 dan terendah pada diameter ½ Dim yaitu 0,194953 (kg.m)-1/2.
V. Kesimpulan Dan Saran 5.1 Kesimpulan
Dari hasil analisa data diperoleh beberapa kesimpulan antara lain: a. Dari korelasi antar variabel terhadap resistansi hidrolik 1. Dari korelasi antara elevasi terhadap resistansi hidrolik diperoleh bahwa semakin besar elevasinya maka resistansi hidroliknya semakin kecil. Maksudnya, ketika elevasinya diturunkan dari BGE menuju BLE, maka laju aliran massa cairan akan semakin kecil sedangkan laju massa gas akan semakin besar, penurunan tekanan yang terjadi juga semakin kecil, sehingga resistansi hidroliknya semakin kecil. 2. Dari korelasi antara diameter pipa terhadap resistansi hidrolik diperoleh bahwa semakin besar diameter pipa maka resistansi hidroliknya akan semakin besar. Maksudnya, ketika diameter pipa penghubung diubah dari diameter 0,5 Dim, 1 Dim dan 1,25 Dim (semakin besar), akan berpengaruh terhadap penurunan tekanan yang semakin besar, sehingga resistansi hidroliknya semakin besar. b.
Dari pengaruh antar variabel terhadap resistansi hidrolik 1. Dari hasil analisa varian dwi faktor dengan menggunakan software SPSS V.10.0, diperoleh adanya pengaruh nyata dari perubahan elevasi dan perubahan diameter pipa terhadap resistansi hidrolik, maksudnya perubahan elevasi dan diameter pipa penghubung pada penelitian ini memberikan adanya perbedaan yang nyata pada resistansi hidroliknya.
5.2 Saran
Dalam penyusunan tugas akhir ini penulis menyadari adanya kekurangankekurangan, oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca akan sangat bermanfaat untuk kebaikan bersama. Penulis mengharapkan agar studi penelitian ini terus dikembangkan dan dilanjutkan oleh peneliti lain, agar diperoleh suatu petunjuk teknis dan desain praktis dalam merencanakan komponen-komponen sistem konversi energi.
DAFTAR PUSTAKA
1. HarijonoDjoyodiharjo,”MekanikaFluida”, Erlangga, Jakarta,1983 2. Ronald V Giles, “ Mekanika Fluida dan Hidraulika”, Seri buku Schaum, Edisi ke 2, Erlangga , Jakarta 1984. 3. Robert W Fox and Alan T Mc Donald, “ Introduction to Fluid Mechanics”, Edisi ke 3 Jhon Wiley & Sons, USA, 1985
4. Raldi Artoeno Koestoer, Susanti Proborini, “ Aliran Dua Fase dan Fluks Kalor Kritis”,Pradnya Paramita, Jakarta, 1992
5. I.G. Hassan, H.M. Soliman, G.E. Sims and J.E.Kowalkski, “TwoPhase Flow From a Stratified Region Trough a Small Side Branch”, Journal of Fluids Engineering, Vol. 120, September 1998.
6.
Ronald E. Walpole and Raymond H. Myers, “Ilmu peluang dan statistika untuk insinyur dan ilmuwan”, Edisi ke empat, ITB,
Bandung, 1998 7.
E sugandi dan Sugiarto, “Rancangan percobaan Teori dan Aplikasi”, Andi Offset, Yogyakarta, 1994
8. Sumarli, Indarto, 2001, Penurunan Tekanan Aliran Dua Fase Gas-Cair
melewati sudden Contraction, Media Teknik, No. 2 , Tahun Ke XXIII, edisi Mei 2001.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Ketua Pelaksana :
Nama
:
Ir. Mulyono, MT.
Tempat/Tgl. Lahir
:
Magetan, 1 Agustus 1966
Jenis Kelamin
:
Laki-laki
Alamat
:
Jl. Tirto Mulyo VI/9 Landungsari, Kec. Dau, Kab. Malang. Telp. 0341-463917
Pendidikan
:
Sarjana (S-1)
:
Teknik Mesin , Univ. Muhamadiyah Malang Tahun 1990.
Pasca Sarjana (S-2)
:
Teknik Mesin, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS), Th. 2004.
Penelitian Yang Sudah dilakukan :
1.
Pengaruh Pembebanan dan Kekentalan Minyak Pelumas terhadap daya effektif, Konsumsi Bahan Bakar, Effisisnsi Thermal dan Torsi pada Motor Honda GL-100. Tahun 1998. Biaya DPP-UMM.
2.
Analisa Karakteristik Geometrik Produk Pengerjaan dengan Mesin Frais. Tahun 1998. Biaya DPP-UMM.
3.
Pengaruh Pendinginan Cepat dengan Minyak Pelumas SAE-50 terhadap Pertumbuhan Karbida pad Baja Tahan Karat yang di Las. Tahun 1999. Biaya DPP-UMM.
4.
Pengaruh Perubahan temperatur Pemanasan Terhadap Kekerasan dan kekuatan Tarik Baja Bohler EMS-45. Tahun 1999. Biaya DPP-UMM.
5.
Pengaruh Diameter Saluran By Pass pada Intake Manifold Terhadap Performamance Sepeda Motor Suzuki. Tahun 2000. Biaya DPP-UMM.
6.
Studi Eksperimental Dan Analisis Perpindahan Panas Konveksi Alamiah Pada Suatu Rongga ( L = 11.8) Dengan Variasi Derajat Kevakuman ,
δ
Genap 2004/2005, DPP-UMM.
7.
Analisis Perpindahan Panas Konveksi Alamiah Pada Aspek Ratio Rongga Yang Berbeda Dengan Variasi Derajat Kevakuman, Ganjil 2005/2006, DPP-UMM
8.
Analisis Perpindahan Panas Konveksi Alamiah Pada Aspek Ratio Rongga Yang Berbeda Dengan Variasi Derajat Kevakuman, Tahun 2006, Dosen Muda, Ditjen Dikti-Depdiknas.
9.
Pengaruh Variasi Tekanan Masuk (Po) Dan Elevasi (H) Terhadap Kualitas Pelepasan Muatan (X) Pada Aliran Dua Fase (Cair-Gas) Terstratifikasi, Genap 2005/2006, DPP-UMM.
10.
Analisis Perpindahan Panas
Konveksi Alamiah Dengan Variasi
Kevakuman Dan Temperatur Permukaan Pada Aspek Ratio Rongga ( L = 5.9), Ganjil 2006/2007, DPP-UMM.
δ
11.
Analisis Performansi Pemasangan Mixer (Fan) Di Intake Manifold Pada Sepeda Motor , Genap 2006/2007, DPP-UMM.