Alamat Redaksi : Lembaga Penelitian Kepada Masyarakat (LPM) IAIN SYEKH NURJATI Cirebon, Jl. Perjuangan By Pass, Sunyaragi Cirebon 45132 Jawa Barat Indonesia Phone 0231-481264, ext 109, Fax 0231-489926,
Journal for Islamic Social Sciences Vol 13 Nomor 01, Desember 2012/1434 H ISSN : 1412-3564
ISSN : 1412-3564 Redaksi Ahli
Maksum Mukhtar
Pemimpin Redaksi
Saefudin Zuhri
Redaktur Pelaksana
Iwan Ahenda
Dewan Redaksi
Mahrus el-Mawa Ahmad Yani Toto Syatori Nasehudin Mohammad Hanafi
Publikasi dan Distribusi
Kayati
Penerbit Nurjati Press Gedung Rektorat lt. 1 IAIN-SNJ Cirebon Jl. Perjuangan Sunyaragi Kota Cirebon 45132 Telp.: (0231) 481264 Fax.: (0231) 489926 e-mail:
[email protected] dicetak oleh : CV. PANGGER Jl. Mayor Sastraatmdja no. 72 Gambirlaya Utara Kasepuhan Cirebon Telp. 0231-223254 email :
[email protected],id
DAFTAR ISI Editorial
Wakhit Hasim, M. Hum
MEMERIKSA ARAH PERUBAHAN SOSIAL PADA ARAS PRAKTIK PENDIDIKAN KITA
v
Slamet Firdaus
ORIENTASI DAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM Kajian Ihsan: Relevansi Konsep Khosyah dan Musyahadah dengan Peak Experience dalam Psikologi Humanistik Maslow
1
Sri Rokhlinasari
PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP PERUBAHAN NOMENKLATUR SURAT KEPUTUSAN (SK) IZIN 41 PELAKSANAAN PROGRAM STUDI MUAMALAH/ EDKONOMI PERBANGKAN ISLAM KE MUAMALAH A. R. Idhamkholid
PASCASARJANA IAIN SYEKH NURJATI CIREBON; 55 GENEALOGI DAN PENGEMBANGANNYA Ina Rosdiana Lesmanawati
ANALISA RONA LINGKUNGAN KAMPUS IAIN 75 SYEKH NURJATI CIREBON DALAM MEWUJUDKAN KAMPUS BERBASIS KONSEP GREEN CAMPUS Rodliyah Zaenuddin
PEMBELAJARAN NAHWU/SHARAF DAN IMPLIKASINYA TERHADAP MEMBACA DAN MEMAHAMI LITERATUR BAHASA ARAB KONTEMPORER PADA 95 SANTRI PESANTREN MAJLIS TARBIYATUL MUBTADIIEN (MTM) DESA KEMPEK KECAMATAN GEMPOL KABUPATEN CIREBON Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-iii-
DAFTAR ISI
-iv-
Johar Maknun
EVALUASI KETERAMPILAN LABORATORIUM MAHASISWA MENGGUNAKAN ASESMEN KEGIATAN 121 LABORATORIUM BERBASIS KOMPETENSI PADA PELAKSANAAN PRAKTEK PENGALAMAN LAPANGAN (PPL) Yayat Suryatna
MODEL PENGEMBANGAN NILAI BUDAYA ORGANISASI ORGANISASI PADA SEKOLAH 145 BERPRESTASI (STUDI DESKRIPTIF ANALISIS DI MADRASAH ALIYAH NEGERI 3 KOTA CIREBON ) Rina Rindanah
EVALUASI MODEL PEMBINAAN KEAGAMAAN 159 DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP NEGERI 4 KOTA CIREBON
Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Editorial MEMERIKSA ARAH PERUBAHAN SOSIAL PADA ARAS PRAKTIK PENDIDIKAN KITA Wakhit Hasim, M. Hum Apa gunanya pendidikan jika tidak membuat kita memahami lebih jernih tentang kondisi diri kita sendiri di tengah kehidupan? Pertanyaan ini kiranya yang akan kita jadikan refleksi dalam memeriksa praktik pendidikan kita melalui tulisan-tulisan yang tersaji pada jurnal edisi ini. Memahami kondisi diri sendiri di tengah kehidupan adalah syarat untuk menentukan ke mana arah pendidikan kita. Apakah kita ingin merumuskan keadaan, ataukah hanya mengikuti saja apa yang telah terjadi? Merumuskan keadaan, baik keadaan yang sedang kita alami, maupun keadaan yang kita harapkan, tentulah membutuhkan suatu norma. Keadilan sosial dan kondisi bebas dari penindasan adalah salah satu norma itu. Merumuskan kondisi kita, apakah telah sampai pada keadilan sosial dan bebas dari penindasan tentulah membutuhkan seperangkat analisis tentang ketimpangan sosial. Sedangkan merumuskan keadaan yang kita inginkan memerlukan analisis ideologi, yaitu seperangkat cita-cita yang kita rumuskan untuk mengubah keadaan tidak adil menjadi adil. Tulisan-tulisan di bawah ini tidak semuanya sampai pada rumusan keadaan dan tujuan pendidikan seperti di atas. Namun paling tidak kita bisa memetakan peluang-pelaung ke arah sana. Peluang-peluang itu dimungkinkkan oleh pertama, arah perubahan yang kita inginkan. Tulisan Slamet Firdaus mengenai ihsan yang disandingkan dengan peak experience (pengalaman puncak) pada psikologi humanistik Maslow dapat mengisi ranah ini. Konsep manusia sempurna, insan kamil, dielaborasi untuk menjelaskan konsep ihsan ini. Tulisan ini telah memberikan gambaran manusia sempurna secara individual, hal yang masih perlu dikembangkan kea rah kondisi manusia secara structural, atau manusia di tengah struktur kehidupan bersama. Kedua, peluang lainnya adalah kebijakan kelembagaan yang memungkinkan perubahan terjadi. Beberapa tulisan mengisi ranah ini, antara lain karya Sri Rochlinasari mengenai perubahan Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-v-
EDITORIAL MEMERIKSA ARAH PERUBAHAN SOSIAL PADA ARAS PRAKTIK PENDIDIKAN KITA
-vi-
nomenklatur nama program studi dari Program Studi MuamalahEkonomi Perbangkan Islam menjadi Pogram Studi Muamalah, tulisan Idhamkholid mengenai pengembangan Program Studi Pasca Sarjana IAIN Syekh Nurjati, dan tulisan menarik mengenai upaya memeriksa perspektif lingkungan pada manajemen tata ruang kampus karya Ina Rosdiana Lesmanawati. Ketiga, selain ideologi dan kebijakan kelembagaan, pengembangan program dan pengendalian kegaitan pendidikan merupakan syarat bagi lahirnya peluang perubahan. Rodliyah Zaenuddin memeriksa persoalan ini pada tema efektifitas pembelajaran bahasa Arab terhadap kepenguasaan membaca literatur Arab kontemporer, studi kasus Pondok Pesantren Majlis Tarbiyatul Mubtadi-ien (MTM) Desa Kempek Kecamatan Gempol Kabupaten Cirebon. Jauhar Maknun memeriksa kemampuan mahasiswa dalam praktik laboratorium untuk kepentingan Praktek Pengalaman Lapangan (PPL). Nilai budaya organisasi juga dapat dijadikan peluang untuk pengembangan motivasi pembelajaran untuk warga sekolah, tidak saja bagi para pengelola tapi juga para peserta didik. Hal ini diperiksa oleh Yayat Suryatna dengan studi kasus Madrasah Aliyah Negeri 3 Kota Cirebon. Terakhir tulisan Rina Rindanah, memeriksa model pembinaan keagamaan dalam meningkatkan mutu pendidikan agama Islam. Studi evaluatif ini dilakukan di SMP Negeri 4 Kota Cirebon. Ditilik dari tulisan-tulisan di atas, persoalan-persoalan pendidikan kita masih membentang luas. Namun tulisan-tulisan ini mengingatkan kita, paling tidak untuk aspek spesifik praktik pendidikan Islam, di tengah kehidupan yang tunggang langgang ini. Selamat membaca. Cirebon, awal Desember 2012
Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
ORIENTASI DAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
Kajian Ihsan: Relevansi Konsep Khosyah dan Musyahadah dengan Peak Experience dalam Psikologi Humanistik Maslow vv Dr. Slamet Firdaus Abstrak
This research is a textual research, aimed to describe the linkage between concepts khosyah (fear of Allah) and musyahadah (behavior witnessed the divine secret) in a study of the concept of ihsan and its relation with peak experience (experience crowning achievement of human needs) in the study of humanistic psychology. The method used is the thematic approach interpretation (maudlu’i) and the scientific approach interpretation (‘ilmi), and ppsychological analysis. The results showed that the demands and requirements to implement ihsan, a quality indicator of closeness to God with worship, fear (khosyah) and witnessing (musyahadah), have relevance to the findings of the study of human psychology of peak demand (peak experience) that needs toactaalization. In khosyah aspect (fear), the peak performance of human needs is to be a mature character in accordance with the core teachings of religion, fear of losing favor and always done with quality. In musyahadah aspects (see behavioral), performance peak (peak experience) lies in the spiritual sense of happiness and enjoyment, and having them ecstatic and transcendental councciousness. Keywors: ihsan, khasyah, musyahadah, humanistic psychology, peak experience, human need.
A. LATAR BELAKANG MASALAH Kajian normatif tentang ihsan menyebutkan bahwa rukun ihsan ada tiga, yaitu ibadah, khasyah dan musyahadah.1 Ihsan, mengacu
1Pada dasarnya ketiga dimensi tersebut merupakan subtansi dari sabda Nabi saw An ta’bud Allah kaannaka tarâh, fain lam takun tarâh fainnahu yarâk (Beribadah kepada Allah seolah-olah kamu melihat-Nya, jika kamu tidak melihat-Nya, sesungguhnya Allah Maha Melihat kamu). Redaksinya yang diriwayatkan Bukhâriy sebagai berikut:
َ َ ْ َّ َ َّ َ ُ َ َ َ ََ َّ َ َ ُ َ َّ ٌ َ َ َ َّ َ َ ْ َ ُ ْ ُ ْ َ َ َ ْ ر َ َ َ ُ َ َ َ ُّ ِحدثنا مسدد قال حدثنا ِإسما ِعيل بن ِإبرا ِهيم أخبنا أبو حيان اتلي ي م ع ْن أ يِب ُز ْر َعة ع ْن أ يِب ه َريْ َرة قال َ َ ُ َ ُْ ْ َ ُ َ َّ ً ْ َ ً َ َ َّ َ َ ْ َ َ ُ َّاَ َ َّ ُّ َ ى َ َ َ َ ُ لناس فَأَتَ ُاه ج َ َِّاليمان أن تؤ ِمن بِالله ِ ِ ارزا يوما ل ِْاليمان قال إ ِْبيل فقال ما إ ِ كن انل يِب صل الل هَّ علي ِه وسلم ب ِِْ ر Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-1-
ORIENTASI DAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM. Kajian Ihsan: Relevansi Konsep Khosyah Dan Musyahadah Dengan Peak Experience Dalam Psikologi Humanistik Maslow
-2-
pada kualitas puncak dalam aktifitas spiritual mendekat kepada Allah. Baik proses maupun dampak dari aktifitas ini berdimensi psikologis dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks ini, kajian ihsan dapat dipertemukan dengan kajian psikologis, salah satunya yang relevan adalah konsep peak experience (pengalaman puncak) pada kajian psikologi humanistik Maslow. Pakar psikologi Humanisme, seperti Maslow mengkaji tentang spiritual ini dengan memposisikannya sebagai aspek penentu kualitas manusia, apabila dikembangkannya secara maksimal hingga merasakan peak experience (pengalaman puncak)2 yang diakuinya sebagai inti agama.3 Hal ini berawal dari pra-anggapan yang menurutnya bahwa manusia pada dasarnya adalah baik, atau setidak-tidaknya netral, tidak jahat yang memungkinkan menjadi pendorong ke arah pertumbuhan dan aktualisasi diri (self actualitation).4
َ َ َا َ َ ْ َ َْ َ اَ َ َ ُ ُ َ َ َ ُ ُ َ ُ ْ َ ب ُ َْ اَ ُ َ ْ َ ْ ُ َ َ َ ا ش َ َك بِ ِه السلم أن تعبد الل هَّ ول ت ال ْسل ُم قال ث قال َما ِ وملئِك ِت ِه وكت ِب ِه وبِ ِلقائِ ِه ورس ِل ِه وتؤ ِمن بِالع ِْإ ِْإ ِْر َ َ َّ َ َ َ ُ ْ َ ْ َ َ ُ َ ْ َ َ َ َ َ ُ َ َ َ َ ُ ْ َ ْ َ ََ ْ ً َ ُ َ َّ اَ َ َ ُ َ ِّ َ َّ ا َ ان قَ َال الل هَّ كأنك ال َحسان قال أن تعبد ا م ض م ر وم ص شيئا وت ِقيم الصلة وتؤدي الزكة المفروضة وت َ ْ َِْ َ ُ َ ْ َ ْ َ ُ ْ َ َ ُ َ َّ ُ َ َ َ َ َ َ ىَ َّ َ ُ َ َ َ ْ َ ْ ُ ُ َ ْ َ إ ْ ََُ ْب َك َعن َّ ْ ُ خ َ تراه فإِن لم تكن تراه فإِنه يراك قال مت الساعة قال ما المسئول عنها بأعلم ِمن السائِل وسأ َِ مَ ْ اَ َ ْ َ ُ ُ ِ َّ اَّ رُِ ُ َ ا َ َ َ َ َ َ َ َّ َ ُ َ َ َْ رْ َ َ َ َ دَ َ ْ أ ُ َ ْ ُ ْب ُ ْ ُ ْب الل هَّ ث َّم تل ان يِف خ ٍس ل يعلمهن ِإل اول ُر اَعة اطها إذا ولت المة ربها وإذا تط ِ أش ِ البِ ِل ال آْهم يِف ال َني ِْإ ْ ُ َ ْ َ ِ َّ َ َّ َ َ ْ َ َ ُ ِ ََّّ ُّ َ ى َ َ َ َ َ ً ْ َ ْ َ َ ْ َ َ ُ ُّ ُ َ َ َ َ َ ْ َّ ُ َ َ َ َّ ُ انل يِب صل الل هَّ علي ِه وسلم إِن الل هَّ ِعنده ِعلم الساع ِة الية ثم أدبر فقال ردوه فلم يروا شيئا فقال هذا ُ َ انل َّ اء ُي َعلِّ ُم َ يل َج ب ) (رواه ابلخاري.اس ِدينَ ُه ْم ِِْج ر
Ahmad ibn Ali ibn Hajar Al-‘Asqalâniy (773-852H), Fath Al-Bâriy Syarh Shahîh AlBukhâriy (Beirut, Dâr Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah, 1997), Juz 1, h. 153. Selanjutnya disebut Al-‘Asqalâniy, Fath Al-Bâriy. Tiga diimensi yang terdapat dalam ihsan merupakan pesan dan subtansi dari makna ihsan yang digagas oleh Nabi saw dalam sabdanya An ta’bud Allah kaannaka tarâh, fain lam takun tarâh fainnahu yarâk (Beribadah kepada Allah seolah-olah kamu melihat-Nya, jika kamu tidak melihat-Nya, sesungguhnya Allah Maha Melihat kamu). 2Peak experience merupakan salah satu teori yang digagas oleh Maslow dari tiga teorinya. Dua teori lainnya adalah tentang motivasi dan aktualisasi diri (self actualization). Abraham Harold Maslow, Motivation and Personality (New York, Revised by Robert Froger, James Fadiman, Cynthia McReynolds, Ruth Cox, Third Edition, Longman, 1987), h. 125 dan 137. Edisi Bahasa Indonesia berjudul Motivasi Dan Kepribadian (Bandung, Remaja Rosdakarya, 1993). Selanjutnya disebut, Maslow, Motivation. 3Robert W Crapps, An Introduction to Psychology of Religion, Terjemahan AM. Harjana, Dialog Psikologi dan Agama, (Yogyakarta, Kanisius, 1993), h. 165. Selanjutnya disebut Crapps, Dialog. 4 Rita L. Atkinson, Richard C. Atkinson, Ernest R. Hilgard, Introduction To Psychology, (Sandiego, 8 th ed, Harcourt Brace Jovanovich Internasional Edition, 1983), Jilid 2, h. 399. Selanjutnya disebut Atkinson, Introduction, dan Sarlito Wirawan Sarwono, Berkenalan dengan Aliran-aliran dan Tokoh-tokoh Psikologi, (Jakarta, Bulan Bintang, 2000), h. 169-171. Selanjutnya disebut Sarwono, Berkenalan. Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Dr. Slamet Firdaus
Para pakar muslim yang menekuni studinya tentang manusia telah melakukan kajian mendalam tentang spiritual manusia yang dipandangnya sebagai akibat dari manusia memiliki dhamîr (hati nurani) yang jika diasah semaksimal mungkin, maka akan selalu waspada dan berfungsi melindunginya dari perbuatan tercela.5 Hati nurani adalah tempat bersemayamnya kesadaran alami manusia tentang kejahatan dan kebaikan, sesuai dengan ilham Tuhan kepada masing-masing pribadi.6. Kedua hal yang saling bertentangan tersebut (unsur kejahatan dan kebaikan) yang mempengaruhi spiritualnya menjadikan manusia dapat disebut sebagai makhluk yang paradoksal.7 Dalam dirinya terdapat dua karakter yang saling berbeda, yaitu karakter insâniy yang bermuara pada unsur ruhani (immaterial) dan karakter basyariy yang bermuara pada fisikal dan material. Kedua unsur tersebut dituntut untuk dipadukan secara integral dan seimbang.8 Dengan kata lain manusia terdiri dari dua elemen, yaitu jasad (fisik dan materi) dan ruh (immateri), artinya manusia merupakan makhluk jasadiah dan ruhaniah sekaligus. Akan tetapi hakekatnya disebut sebagai manusia 5 Hamzah Al-Nushratiy ‘Abd al-Hafîzh Furaghliy, dan Abd al-Hamîd Mushthafâ, al-Mu’jam al-Maudhû’iy li Ma’ânî al-Ayât al-Qur’âniyyah, (Mesir, Maktabat al-Nusyratiy, t.t), Jilid 5, h. 116. Al-Nushratiy dkk, Al-Mu’jam Al-Maudhû’iy. 6 Ini adalah pernyataan Nurcholis Majid yang merujuk kepada firman Allah surah AlShams/91 : 8. Selanjutnya ia menyatakan “Justeru disebut nurani (nūrāniy, bersifat cahaya) karena hati kecil merupakan modal primordial yang diperoleh dari Tuhan sejak sebelum lahir ke dunia, untuk menerangi jalan hidup karena kemampuan alaminya untuk membedakan yang baik, yang dikenal olehnya (al-ma’rûf) dari yang buruk, yang ditolak olehnya (al-munkar)”. Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban “Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemoderenan,” (Jakarta, Paramadina, 2005), h. xviii. 7 Meski demikian, dua hal yang bertolakbelakang tersebut berjalan dalam lingkup kaidah umum tentang penciptaan Tuhan yang berpasang-pasangan sebagaimana termuat dalam pesan dan tema utama surah Al-Dzâriyât/51:49; " Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (QS. Al-Dzâriyât /51:49). Dewan Penterjemah, Departemen Agama, Al-Qur`ân dan Terjemahnya, (Madinah Munawwarah, Mujamma’ Al-Malik Fahd li Thibâ’at AlMushhaf Al-Syarîf, t.t), h. 862. Selanjutnya disebut Penterjemah, Al-Qur`ân. Oleh karena itu keduanya yang paradok tersebut merupakan pasangan yang dipastikan mempunyai hikmah yang terahasia, yang sebagiannya dapat dan telah dijangkau oleh akal manusia, dan sebagian lainnya belum dan akan ditemukannya. 8 ‘Abbâs Mahmud al-‘Aqad, Al-Insân fî Al-Qur`ân, dalam Al-A’mâl al-Kâmilah (Beirut, Dȃr al-Kutub al-Lubnâniy, 1974), h. 381. Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-3-
ORIENTASI DAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM. Kajian Ihsan: Relevansi Konsep Khosyah Dan Musyahadah Dengan Peak Experience Dalam Psikologi Humanistik Maslow
-4-
karena perubahan ruhaniahnya, bukan jasadnya.9 Oleh karenanya para pakar tasawuf tidak ketinggalan mengambil bagian membahas sisi ruhaniahnya (spiritual) secara mendalam. Al-Jî�liy (767-826 H/1365-1422 M) sebagai seorang sufi memandang manusia memiliki nilai-nilai ke-Tuhan-an (Al-Haqq), dalam arti ia mempunyai sifat-sifat sebagaimana sifat-sifat Tuhan seperti Al-Hayy (Maha Hidup), Al-‘Alîm (Maha Mengetahui), Al-Qadîr (Maha Kuasa), Al-Murîd (Maha Berkehendak), Al-Samî’ (Maha Mendengar), Al-Bashîr (Maha Melihat), dan Al-Mutakallim (Maha Berbicara).10 Lebih jauh menurutnya, dengan memiliki nilai-nilai ke-Tuhan-an tersebut manusia dapat mencapai kedudukan sebagai al-Insân alkâmil (manusia sempurna) yang memiliki tiga barzakh (tingkatan), yaitu al-Bidâyah (permulaan) al-Tawassuth (pertengahan), dan alKhitâm (puncak). Menurutnya pada tingkat permulaan seseorang sudah memulai pada dirinya merealisasikan nama-nama (al-asmâ`) dan sifat-sifat (al-shifât) Tuhan, sedangkan pada tingkat pertengahan seseorang sudah memiliki kemampuan mengaktualisasikan diri menjadi pusat kelembutan kemanusiaan sebagai perwujudan dari eksistensi kasih sayang Tuhan yang telah terpatri pada dirinya sejak tingkat pertama, dan pada tingkat puncak seorang hamba telah mampu mewujudkan citra Tuhan secara utuh hingga layak disifati dengan Al-Jalâl (keagungan) wa Al-Ikrâm (kemuliaan)11 mengingat tingkat ini merupakan puncak pengalaman spiritual. Pandangannya tersebut menunjukkan bahwa manusia mempunyai potensi spiritual yang dapat melintasi sekat-sekat alam yang dirasakan manusia pada umumnya, ini terjadi, manakala sifat-sifat ke-Tuhan-annya diberdayakan secara maksimal. Berkenaan dengan pemberdayaan sifat-sifat ke-Tuhan-an, sesungguhnya dapat dilakukan dengan musyâhadah (menyaksikan atau melihat-Nya), dan khasyyah (takut kepada-Nya) yang merupakan dimensi spiritual yang termuat salam ihsan dari tiga dimensi spiritualnya, yaitu; ‘ibâdah (menyembah semata-mata kepada Allah 9 Wan Mohd Nor Wan Daud, The Educational Philosophy and Practice of Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Filsafat dan Praktek Pendidikan Islam Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Penerjemah Hamid Fahmy, M. Arifin Ismail, dan Iskandar Amel (Bandung, Mizan Media Utama, 2003), h. 94. Selanjutnya disebut Daud, Filsafat. 10 ‘Abd Al-Karîm ibn Ibrâhîm al-Jîliy, Al-Insân Al-Kâmil fî Ma‘rifat al-Awâkhir wa alAwâ`il, (Mesir, Maktabah Zahrân, 1999), Juz 2, h. 96. Selanjutnya disebut Al-Jîliy, Al-Insân Al-Kâmil. 11 Al-Jîliy, Al-Insân Al-Kâmil, Juz 2, h. 98. Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Dr. Slamet Firdaus
swt), musyâhadah (menyaksikan atau melihat-Nya), dan khasyyah (takut kepada-Nya).12 Agaknya faktor inilah yang melatarbelakangi Allah memerintahkan manusia, khususnya orang-orang yang beriman dalam Al-Qur`an agar berbuat ihsan yang menjadi faktor strategis dalam mewujudkan manusia yang berkualitas (dekat dengan-Nya), baik perintah itu dengan menggunakan kata perintah (amar) seperti ya`mur atau dengan kata kerja perintah dari kata ihsan itu sendiri (fi’il amar), smisal ahsin. Surat al-Nahl/16 : 90,13 misalnya, sebagai firman-Nya yang berbentuk kalâm khabariy14 (kalimat berita) tampak jelas mengkafer 12 Tiga diimensi spiritual yang terdapat dalam ihsan merupakan pesan dan subtansi dari makna ihsan yang digagas oleh Nabi saw dalam sabdanya An ta’bud Allah kaannaka tarâh, fain lam takun tarâh fainnahu yarâk (Beribadah kepada Allah seolah-olah kamu melihat-Nya, jika kamu tidak melihat-Nya, sesungguhnya Allah Maha Melihat kamu). Selain sabdanya yang diriwayatkan oleh Bukhariy terdapat teks sabdanya yang diriwayatkan oleh Muslim sebagai berikut:
ُ َ ْ َ َ َّ َ ٌ ًْ َ ْ ْ ُ َ َّ َ َ َ ُ َ ر ْ َ ُ َ َ َ َّ َ َ ْ ُ ْكر ْب ُن أَب َشيْبَ َة َو ُز َه ر َ يل ْب ُن إب ْ َرا ِه يم جيعا عن اب ِن علية قال زهي حدثنا ِإسم ِع و حدثنا أبو ب َِي ب ُن ح ْر ٍب م ِ ِي ِ َ َ ُ ُ َ َ َُ َ ْ َ َ َ َ ا َ َ ْ ََ ُْ َ َ َّ َ َ ْ َ ْ َ ْ ْ ْ ُ ول اللهَِّ َص ىَّل َالل هَّ َعلَيْ ِه َو َسلَّم ير عن أ يِب هريرة قال كن رس ٍ عن أ يِب حيان عن َأَ يِب زرع ٌة ب َ ِن َعم ِرو ب ِن َ ج ِر َ َ ُْ ْ َ َ َ ُ َ َ َّ ً َ ً ْ َ َ َا َ َِّول الله اس فأت ُاه َر ُجل فقال يَا َر ُس ال ا م يمان قال أن تؤ ِم َن بِاللهَِّ َو َملئِك ِت ِه َو ِكتَابِ ِه َو ِلقائِ ِه ِ ارزا لِلن ِْإ ِ يوما ب َ ْآ ْب َا َا َ َ َ َ َ ْ َُْ َُُ َ ْ ْ َ ْ ْ ًالل هَّ َو اَل تُش َك به َشيْئا َ َ العث الخر قال يَا َر ُسول اللهَِّ ما السل ُم قال السل ُم أن تعبُد َ َ ورس ِل ِه وتؤ ِمن ب ِ ِ ِ ِْر ِ َ ُ َ َ َ َ َِْ ُ َ َّ اَ َ ِ ْ َ ْ ُ َ َ َ ُ َ ِ ِّ َ َّ اَ َ ْ َ ْ ُ َ َ َ َإِْ ُ َ َ َ َ َإ َْ َ َ ُ ْ َ َِّول الله س ر ا ي ال ق ان ض م ر وم ص ت و ة وض ر ف م ال ة ك الز ي د ؤ ت و ة وب ت ك م ال وت ِقيم الصلة الح َسان ق َال أن ا م َ ُ َ َ َ َ َ َ َ ُ َّ َ ُ َ َ ََ ْ ُ َ َ َ َ َّ َ َ َ ُ َ َّ َ ْ ا ُ َِْ ىَ َّ َ ُ َ َ َ ْ َ ْ ُإ َول َعنْ َها بأ ْعلَم تعبد الل هَّ كأنك تراه فإِنك إِن ل تراه فإِنه يراك قال يا رسول اللهَِّ مت الساعة قال ما المسئ ِ ُ ْ ْ َ ََ َ ْ َ ُ َ ِّ ُ َ َ ْ َ رْ َ َ َ َ دَ َ ْ أْ َ َ ُ َ َّ َ َ َ َ ْ َ رْ َ َ َ َ ا َّ ْ ت ال ُع َراة اطها وإِذا كن ِ اطها ِإذا ولت المة ربها فذاك ِمن أش ِ كن سأحدثك عن أش ِ ِمن السائِ ِل ول ْح َمَ ْ ا ْبْ ُ ْ َ َ َ َ ْ َ َر ْ َ َْ َ َ ْ َ رْ َ َ َ َ َ َ َ َ اَ ُ ب َ َ َّ ال ُ َف ُاة ُر ُءوس اطها يِف خ ٍس ل ِ انل ِ ان فذاك ِمن أش ِ اس فذاك ِمن أش ِ اطها وإِذا تطاول ِرعء ال ْه ِم يِف الني َ ْأ َّا ْ َا َّ َ َ َ ْ َ ْ َ ُ ِّ َُ ُ َّ َ َ ىَّ ُ َ ْ َ َ َ َّ َ ْ َ ُ ُ َّ َ َ ُ ز َْ يعل ُم ُه َّن ِإل الل هَّ ثم تل صل الل هَّ علي ِه وسلم ِإن الل هَّ ِعند َه ِعلم الساع ِة وي ِنل الغيث َو َيعل ُم َما يِف ال ْر َ َحام َ َ َ َ ْ ْ ُ َ ْ َ ْ َ َّ َ ْ ْ َ َ َ َ ُ ً َ َ َ َ ُ َوما تدري نف ٌس ماذا تكس ٌ يم خ ٌ الل هَّ عل َ ب غدا َوما تدري نف ٌس بأ ِّي أ ْر ٍض ت ُموت إن بِري قال ث َّم أدبَ َر ِ ِ ِ َ ِ ُ ُ ُ َ َ َ َ ً ْ َ ْ َ َ ْ َ َ ُ ُّ ُ ََ ىَّ ُ َ َ ْ َ َ َّ َ ِ ُ ُّ َ يَ ِ َّ ُ َ َ َ َ ُ ر َّ َّ الر ُج ُل َف َقال َر ُسول اللهَِّ صل الل هَّ علي ِه وسلم ردوا ع ل الرجل فأخذوا لِيدوه فلم يروا شيئا فقال رسول ِّ َّ َ َّى ُ َ َ ْ َاس دينَ ُه ْم َح َّد َثنَا حُمَ َّم ُد ْب ُن َعبْد اللهَِّ بْن ُن َم رْي َح َّد َثنا َ انل َ َ ُ اللهَِّ َصل َّ اء يِلُ َعل َم َ الل هَّ علي ِه َو َسل َم هذا جبيل ج ِ ِ ِ ٍ ِ َ َ ُّ ْ ِْحُ َ َّ ُ ْ ُ رْ َ َّ َ َ َ ُ َ َّ َ َّر َّ َ َ ْْ َ ُ َ ر ْ َ َ َ ْ َ ُ َ َ َْ َ َ َ دَ َ ْ أ َ ْ السنا ِد ِمثله غي أن يِف ِرواي ِت ِه ِإذا ولت المة بعلها يع يِن ِْش حدثنا أبو حيان اتلي يِم بِهذا إ ٍ ِ ممد بن ب َ َّر ) (رواه مسلم.ار َّي ِ الس
Muhyi Al-Dîn Yahya bin Syaraf Abî Zakariyyâ Al-Damsyiqiy Al-Nawawiy Al-Syâfi’iy, Shahîh Muslim bi Syarh Al-Nawawiy (Al-Minhâj), (Beirut, Dâr Al-Ihyâ` Al-Turâts Al-‘Arabiy, 2000), Jilid 2, h. 5-17. Selanjutnya disebut Al-Nawawiy, Al-Minhâj. 13 Redaksi ayatnya sebagai berikut “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberikan pengajaran kepadamu agar kamu dapat mnengambil pelajaran. (QS. al-Nahl/16 : 90). Penterjemah, Al-Qur`ân. h. 415. 14 Al-Sayyid Ahmad Al-Hâsyimiy, Jawâhir Al-Balâghah fî Al-Ma’ânî wa Al-Bayân wa AlHolistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-5-
ORIENTASI DAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM. Kajian Ihsan: Relevansi Konsep Khosyah Dan Musyahadah Dengan Peak Experience Dalam Psikologi Humanistik Maslow
-6-
perintah berihsan dengan kosakata ya`mur di samping berisi perintah berlaku adil kepada siapa-pun termasuk kepada diri sendiri dan perintah memberikan sesuatu yang dibutuhkan karib kerabat dengan tulus selama berada dalam kemampuan untuk melakukannya serta memuat larangan berbuat al-fakhsyâ` (keji) yang amat dicela oleh agama dan akal sehat seperti zina dan larangan berbuat munkar dan al-baghy semisal al-kibr (sombong) dan al-zhulm (aniaya).15 Demikian pula surah Al-Qashash/28 : 7716 yang tersusun dalam bentuk kalâm insyâ`iy17 (kalimat tuntutan, semisal kalimat perintah) memesankan kepada manusia agar berbuat ihsan dengan fi’il amar (kata kerja perintah) berupa ahsin (berbuat baiklah) sebagaiman Allah telah berbuat baik kepada kamu dengan tidak disebutkan maf’ûl bih-nya18 (objek perintah), selain memesankan kepadanya supaya
Badî’, (Indonesia, Maktabah Dâr Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah, 1960), h. 53-54. Selanjutnya disebut Al-Hâshimiy, Jawâhir Al-Balâghah. 15 Ja’far Muhammad bin Jarir Al-Thabariy, Tafsîr Al-Tabariy, Jâmi’ Al-Bayân fî Ta`wîl AlQur`ân, (Beirut, Dâr Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah, 1999), Jilid 7, h. 634. Selanjutnya disebut Al-Thabariy, Jâmi’ Al-Bayân. 16 Redaksinya sebagai berikut: “ Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepada kamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan jangan kamu lupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi, dan berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepada kamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. al-Qashash/28 : 77). Penterjemah, Al-Qur`ân, h. 623. 17 Al-Hâsyimiy, Jawâhir Al-Balâghah, h. 75-77. 18 Pola kalimat ini disebut hadzf al-maf’ûl bih. Tidak dicantumkan maf’ûl bih (objek) pada kata kerja transitif atau fi’il muta’addiy (kata kerja yang memerlukan maf’ûl bih) yang biasa disebut dengan kaidah hadhf al-maf’ûl (membuang objek dalam kalimat) menjadikan kata kerja tersebut memuat pengertian yang umum dan mutlak. Apabila dicantumkan maf’ûl bih-nya, maka pengertian kata kerja tersebut menjadi terbatas hanya berkaitan dengan kata yang menjadi objeknya. Jalâl Al-Dîn ‘Abd Al-Rahmân Al-Suyûthiy (849-911 H), Al-Itqân fî ‘Ulûm Al-Qur`ân (Beirut, Dâr Ibn Katsîr, 1996), Juz 2,h. 821. Selanjutnya disebut Al-Suyûthiy, Al-Itqân. Ibn ‘Âsyûr menyebutnya dengan hadhf muta’alliq al-ihsân yang menunjukan keumuman cakupan makna ihsan. Muhammad Thâhir Ibn ‘Âsyûr, Tafsîr Al-Tahrîr wa Al-Tanwîr, (Tunis, Dâr Suhnûn li al-Nasyr wa al-Tauzî’, t.t), Jilid 8, Juz 20, h. 179. Selamjutnya disebut Ibn ‘Âsyûr, Al-Tahrîr wa Al-Tanwîr, serta Abî Al-Fadhal Syihâb Al-Dîn Al-Sayyid Mahmud Al-Alûsiy Al-Baghdadiy, Rûh Al-Ma’ânâ fî Tafsîr Al-Qur`ân Al-Azhîm wa Al-Sab’ Al-Matsâniy, (Beirut, Dâr Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah, 1994), Jilid 10, h. 318. Selanjutnya disebut Al-Alûsiy, Rûh Al-Ma’ânî. Kaidah hadhf al-Muta’alliq dalam tinjauan ilmu Ma’ânî termasuk kategori al-Îjâz (mengumpulkan makna yang banyak dalam kata yang sedikit, tetapi jelas) yang dapat menberikan kesan di hati. Al-Hâsyimiy, Jawâhir Al-Balâghah, h. 222 – 226. Dengan demikian perintah berbuat ihsan tersebut meliputi kepada siapa dan apa saja. Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Dr. Slamet Firdaus
mencari kebahagiaan akhirat pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadanya serta melarang melupakan jatah dari kenikmatan duniawi dan berbuat kerusakan di muka bumi. B. PERUMUSAN MASALAH DAN TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana relevansi dimensi khasyyah dan musyâhadah yang menjadi rukun ihsan yang bernuansa spiritual yang tersirat dalam tafsir ayat-ayat ihsan dengan peak experience Maslow? Tujuan dari penelitian ini adalah mendiskripsikan relevansi dimensi khasyyah dan musyâhadah yang menjadi rukun ihsan yang berdimensi spiritual yang tersirat dalam tafsir ayat-ayat ihsan dengan peak experience dalam psikologi humanisme Maslow. C. KEGUNAAN PENELITIAN
Dari sisi aksiologis penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat sebagai berikut: 1.Bertambah wawasan Qur`ani mengenai ihsan yang selama ini belum didapatkan rumusan rukunnya berupa dimensi khasyyah dan musyâhadah, padahal eksistensinya tidak berbeda dengan islam dan iman yang rukun keduanya telah dirumuskan dengan jelas dalam hadis Nabi saw yang diriwayatkan oleh imam Bukhâriy, Muslim, Abû Dâwud, Turmudziy, Nasâ`iy, Ibn Mâjah, dan Ahmad ibn Hanbal. Oleh karenanya hal ini membutuhkan analisis yang sistematik dan holistik. 2.Memberikan kontribusi bahan bacaan menyangkut ihsan yang berdimensi khasyyah dan musyâhadah dalam perspektif AlQur`an, terutama tafsir ayat-ayat ihsan yang dikaitkan dengan peak experience-nya Maslow, yang pada gilirannya dapat dijadikan motivasi bagi lahirnya penelitian lebih lanjut. D. TINJAUAN PUSTAKA
Ihsan yang menjadi salah satu kosakata dalam Al-Qur`am layak untuk diteliti dengan seksama melalui metode maudhû’iy19 dengan
19 Keberadaan tafsir Maudhû’iy sebagai metode yang berdiri sendiri dan memiliki ciri sendiri berbeda dengan metode lainnya, baru muncul beberapa dasawarsa terakir, dipelopori oleh para dosen juruan Tafsîr pada Fakults Ushuluddin Universitas al-Azhar di bawah prakarsa Prof. Dr. Ahmad Sayyid al-Kumiy. Abû Wisam Abd al-Hayy Al-FarHolistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-7-
ORIENTASI DAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM. Kajian Ihsan: Relevansi Konsep Khosyah Dan Musyahadah Dengan Peak Experience Dalam Psikologi Humanistik Maslow
-8-
corak ‘ilmiy.20 Sepanjang upaya penelitian tentang materi Al-Quir`an, pengkajian mengenai ihsan dalam Al-Qur`an, terytama berkenaan dengan tafsir ayat-ayat ihsan dengan metode maudhû’iy belum ada yang melakukan. Kebanyakan mufassir membahasnya dengan metode tahlîliy dalam kitab tafsir mereka. Al-Jî�liy, misalnya, telah membahasnya tidak dalam konteks Al-Qur`an dan tidak dalam kerangka metode maudhû’iy, melainkan dalam koridor tasawwuf dengan memposisikannya sebagai martabat keempat dari tujuh martabat (islam, iman, shalat, ihsan, syahadah, shiddiqiyyah, dan qurbah) yang sepatutnya ditempuh oleh ummat Islam yang berupaya mencapai insan kamil.21 Buku karya Toshihiko Izutsu yang bertajuk Ethico-Religious Concept in the Qur`an sekelumit membahas term ihsan dalam konteks etika, akan tetapi tidak dalam tema tersendiri, melainkan tetuang pada sub kecil dari kajian tentang hasanah (kebaikan) dan sayyi`ah.(keburukan)22 Selain itu analisisnya tidak memakai metode tafsir maudhû’iy. Penggunaan metode maudhû’iy dalam menafsirkan suatu tema dari Al-Qur`an dinilai oleh Al-Farmawiy bahwa dengan metode maudhû’iy, seseorang dapat mengetahui masalah-masalah Al-Qur`an dengan segala aspeknya secara sempurna, sehingga ia akan mampu menyajikan argumen yang jelas dan memadai. Begitu pula, dengan metode ini seseorang akan terbantu menemukan dan mengungkap berbagai rahasia dan kedalaman kandungan Al-Qur`an yang pada gilirannya sanggup membawa akal manusia kepada pengakuan akan ke-mahasucian dan kasih sayang Allah yang terdapat di dalam syari’at mawiy, Al-Bidâyah fî al-Tafsîr al-Maudhû’iy Dirâsah al-Manhajiyyah al-Maudhû’iyyah, terjemah Suryan A. Jamroh, Metode Tafsîr Maudhu’iy, Suatu Pengantar, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 19960), h. viii dan 45. Selanjutnya disebut Al-Farmawiy, Metode Tafsîr Maudhu’iy, dan M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur`an¸ (Bandung, Mizan, 1997), h. 114. Selanjutya disebut Shihab, Membumikan. 20 Thanthâwiy Jauhariy menilai pentingnya penafsiran dengan corak keilmuan, karena menurutnya ayat-ayat yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan tidak kurang dari 750 ayat, sedangkan ayat-ayat yang sharîh (jelas) berhubungan dengan fiqih hanya mencapai 150 ayat. Thanthâwiy Jauhariy, Al-Jawâhir fî Tafsîr Al-Qur`ân Al-Karîm Al-Musytamil ‘alâ ‘Ajâ`ib badâ`i’ Al-Mukawwanât wa Gharâ`ib Al-Âyât Al-Bâhirât (Beirut, Dâr Ihyâ` Al-Turâts Al-‘Arabiyyah, 1991), Juz 1, 3. Selanjutnya disebut Jauhariy, Al-Jawâhir. 21 Al-Jîliy, Al-Insân Al-Kâmil, Juz 2, h. 105. 22 Thashihiko Izutsu, Ethico Religius Concept in the Qur`an, terjemah Mansuruddin Djaely, Etika Beragama dalam Al-Qur`ân, (Pustaka Firdaus, 1995), h. 223. Selanjutnya disebut Izutsu, Ethico Religius. Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Dr. Slamet Firdaus
yang telah ditetapkan bagi hamba-Nya.23 Dengan demikian kajian tentang ihsan yang berdimensi khasyyah dan musyâhadah dengan metode maudhû’iy dan bercorak ‘ilmiy semakin urgen, terlebih keterkaitannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia begitu melekat, baik yang dikemukakan dalam Al-Qur`an, terutama tafsir ayat-ayat ihsan maupun yang dapatkan dalam hadis Nabi saw. E. METODELOGI PENELITIAN
1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini digunakan pendekatan normatif mengingat masalahnya tergolong pada wilayah kajian tafsir Al-Qur`an, terutama ayat-ayat ihsan dengan melibatkan metode maudhû’iy dan bacaan psikologi Humanistime Maslow, terutama tentang teori peak experiencenya. Pendekatan ini merupakan upaya untuk mengenali dan menggali data-data teoritik, dan tidak melibatkan data-data empirik.
2. Metode Penelitian Penelitian ini termasuk ke dalam macam penelitian kepustakaan, sehubungan data-data primer dan sekunder yang diperlukan, dikumpulkan, dianalisis, dan ditafsirkan. Semuanya berasal dari sumber-sumber informasi tertulis berupa ayat-ayat Al-Qur`an, terutama ayat-ayat tentang ihsan dan kitab-kitab tafsir dengan melibatkan bacaan psikologi Humanisme, khususnya peak experoencenya Maslow. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Data yang terkumpul mula-mula disusun, dijelaskan, dan kemudian dianalisa (karena itu metode ini sering pula disebut metode analitik). Pada tahap yang terakhir, metode ini harus sampai kepada kesimpulankesimpulan atas dasar penelitian data.24 Sedangkan terknik analisanya berupa analisis isi (content analisys). Dengan metode dan teknik ini dilakukan upaya menggambarkan secara utuh mengenai ihsan yang berdimensi musyâhadah dan khasyyah yang terdapat di dalam Al-Qur`an, terutama ayat-ayat ihsan dan ayat-ayat pendukungnya melalui analisis data dan informasi yang digali dari sumber-sumbernya berupa kitab-kitab tafsir yang disertai dengan 23 Al-Farmawiy, Metode Tafsîr Maudhu’iy, h. xiv-xv. 24 Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, Dasar, Metode dan tehnik, (Bandung, Penerbit Tarsito, 1998), h. 139-140. Selanjutnya disebut Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah. Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-9-
ORIENTASI DAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM. Kajian Ihsan: Relevansi Konsep Khosyah Dan Musyahadah Dengan Peak Experience Dalam Psikologi Humanistik Maslow
-10-
bacaan psikologi Humanisme Maslow dengan teliti dan hati-hati serta mendalam, agar kandungan yang sebenarnya dapat mengemuka. Hal ini berarti tujuan penelitian diusahakan dengan maksimal agar dapat dicapai dengan cara tersebut. Sehubungan materi bahasannya menyangkut tafsir yang mengikutsertakan bacaan psikologi Humanisme Maslow, maka metode maudhû’iy (tematik) dilibatkan sepenuhnya dalam menafsirkan ayat-ayat ihsan dan ayat-ayat pendukungnya berikut hadis-hadis yang berkaitan dengannya, khususnya metode maudhû’iy li al-ayât aw al-qur`ân.25 Dengan demikian penafsiran model ini tergolong ke dalam corak tafsir ‘ilmiy26 yang dalam kaitannya dengan penelitian ini memiliki relevansi yang signifikan sehubungan kajian tentang ihsan yang berdimensi spiritual kental sekali nuansa psikologisnya.27 Selain itu dalam aplikasinya metode maudhû’iy tidak berarti sama sekali terasing dari metode tafsir yang lainnya. Penerapan tafsir maudhû’iy tidak berarti menjadikan seorang yang menafsirkan AlQur`an mengabaikan tafsir tahlîliy, bahkan rincian dan uraian-uraian 25 Metode Maudhû’iy terbagi menjadi dua macam, yaitu: Pertama, pembahasan mengenai satu surat secara menyeluruh dan utuh dengan menjelaskan maksudnya yang bersifat umum dan khusus dan menerangkan korelasi antara berbagai masalah yang dikandungnya, sehingga surat itu tampak dalam bentuknya yang benar-benar utuh dan cermat. Kedua, menghimpun sejumlah ayat dari berbagai surat yang sama-sama membicarakan satu masalah tertentu. Ayat-ayat tersebut disusun sedemikian rupa diletakkan di bawah satu tema bahasan dan selanjutnya ditafsirkan secara Maudhû’iy. Al-Farmawiy, Metode Tafsîr Maudhu’iy, h. 35-36. Masalah yang diteliti tergolong ke dalam metode Maudhû’iy macam kedua karena berada dalam koridor dan karakteristik metode tersebut yaitu menghimpun ayat-ayat ihsan yang tersebar dalam berbagai surat dan kemudian ditempatkan di bawah naungan sebuah tema “Dimensi Khasyyah dan Musyahadah dalam Ihsan menurut Tafsîr Ayat-ayat Ihsan” yang akan dikaji secara tematis. 26 Realita menunjukkan bahwa semakin berkembang maju dan meningkat akal fikir manusia, maka semakin banyak bidang ilmu yang dikuasainya. Demikian pula semakin kuatnya kebutuhan manusia untuk menemukan hal-hal yang baru dan semakin lengkapnya perlengkapan yang dihajatkan dalam pengkajian dan penelaahan, maka isyarat dan pesan Al-Qur`ân semakin tampak kebenarannya. Al-Syirbâshiy, Qishshat, h. 123. 27 Al-Qur`ân mencantumkan ayat-ayat yang menunjukkan berbagai kenyataan ilmiah dalam berbagai bidang, kendati tidak disebutnya nama ilmu pengetahuan itu atau diuraikannya secara rinci. Berbagai jenis ilmu pengetahuan membantu penafsiran sebagian makna Al-Qur`ân, dan besar manfaatnya untuk mengungkapkan kenyataankenyataan yang terdapat dalam kandungan ayat-ayatnya. Pengungkapan berbagai kenyataan ilmiah itu perlu keberanian untuk menggali dan menyelami maknanya yang signifikan jumlahnya. Al-Syirbâshiy, Qishshat, h. 123. Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Dr. Slamet Firdaus
yang tersaji dalam tafsir tahlîliy sangat diperlukan dalam uraian yang bersifat maudhû’iy.28 Begitu juga rumusan-rumusan munâsabah29 (korelasi) dan asbâb al-nuzûl30 (sebab-sebab turun ayat) yang berlaku dalam metode tahlîliy berlaku pula dalam penerapan metode mudhû’iy sehubungan rumusan-rumusan tersebut bersifat umum. 3. Langkah-langkah Penelitian
a. Tehnik Pengumpulan Data Sesuai dengan pendekatan teoritik dalam penelitian ini, maka data teoritik yang dikumpulkan menggunakan tehnik book survey yang difokuskan kepada mengkaji Al-Qur`an terutama ayat-ayat ihsan dan ayat-ayat lain yang berkaitan dengannya, serta hadis-hadis tentang ihsan dan hadis-hadis lain yang relevan, berikut pendapat-pendapat para pakar tafsir yang tersebar dalam kitab-kitab tafsir, dan gagasan Maslow tentang peak experience yang memberikan warna tersendiri dalam psikologi humanisme. Oleh karena itu hal tersebut diselaraskan dengan karakteristik metode maudhû’iy yang memiliki langkah-langkah dan cara kerja yang spesifik. Menurut al-Farmawiy dan al-Khâlidiy, langkah-langkah tersebut sebagai berikut: (1) memilih atau menetapkan masalah al-
28 M. Quraish Shihab, Tafsîr Al-Qur’an Al-Karim, Tafsîr Atas Surat-surat Pendek Berdasarkan urutan turunnya Wahyu, (Bandung, Pustaka Hidayah, 1997), h. vi. Shihab, Tafsîr Al-Qur’an Al-Karîm. 29 Bagian yang memiliki hubungan antara satu kata dengan kata yang lain dalam satu ayat dan antara satu ayat dengan ayat yang lain, serta antara saru surat dengan surat yang lainnya. Mannâ’ Khalîl al-Qaththân, Mabâhits fî ‘Ulûm Al-Qur`ân, (Riyâdh, Maktabah al-Ma’ârif, 1988), h. 97. Selanjutnya disebut al-Qaththân, Mabâhits. Pada prinsipnya, Munâsabah dapat berperan “menggantikan” Asbâb al-Nuzûl, apabila seorang mufassir tidak mengetahui atau tidak menjumpai sebab turunnya suatu ayat, tetapi mengetahui korelasinya dengan ayat yang lain. Masjfuk Zuhdi, Pengantar Ulumul Qur`an, (Suranaya, PT. Bina Ilmu, 1980), h. 167. Selanjutnya disebut Zuhdi, Pengantar. 30 Al-Zarqȃniy menyatakan bahwa Asbâb al-Nuzûl ialah Sesuatu yang menjelaskan latar belakang turunnya suatu ayat atau rangkaian ayat atau menerangkan hukum suatu kasus pada waktu kejadiannya. Muhammad ‘Abd Al-‘Azhîm Al-Zarqâniy, Manâhil al-‘Irfân fî ‘Ulûm Al-Qur`ân, (Beirut, Dâr Al-Turâts Al-‘Arabiy, 1991), Juz 1, h. 99. Selanjutnya disebut Al-Zarqâniy, Manâhil al-‘Irfân. Berkenaan dengan hal tersebut, al-Qaththân mengutarakan bahwa sebab turun suatu ayat diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu; Pertama, suatu ayat turun di saat terjadi suatu peristiwa. Kedua, suatu ayat turun ketika Nabi saw ditanya mengenai sesuatu hal. Al-Qaththân, Mabâhits, h. 77. Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-11-
ORIENTASI DAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM. Kajian Ihsan: Relevansi Konsep Khosyah Dan Musyahadah Dengan Peak Experience Dalam Psikologi Humanistik Maslow
-12-
Qur`an yang akan dikaji secara maudhû’iy (tematik), (2) melacak dan menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah yang telah ditetapkan, ayat makkiyah dan madaniyyah, (3) menyusun ayat-ayat tersebut secara runtut menurut kronologi masa turunnya, disertai pengetahuan mengenai latar belakang turunnya ayat atau asbâb alnuzûl, (4) mengetahui korelasi (munâsabah) ayat-ayat tesebut di dalam masing-masing surah, (5) menyusun tema bahasan di dalam kerangka yang pas, sistematis, sempurna dan utuh (out line), (6) melengkapi pembahasan dan uraian dengan hadis, bila dipandang perlu, sehingga pembahasan semakin sempurna, (7) mempelajari ayat-ayat tersebut secara tematik dan menyeluruh dengan cara mengumpulkan ayat-ayat yang memuat pengertian serupa, mengkompromikan antara pengertian yang ‘âm (umum) dan yang khâs (khusus), antara yang muthlaq dan yang muqayyad, mensingkronkan ayat-ayat yang lahirnya kontradiktif, menjelaskan ayat nâsikh dan mansûkh, sehingga semua ayat tersebut bertemu pada satu muara, tanpa perbedaan dan kontradiksi atau tindakan pemaksaan terhadap sebagian ayat kepada makna-makna yang sebenarnya tidak tepat, 31 dan (8) melibatkan kitab-kitab tafsir yang representatif.32 b. Sumber Data Sumber data primer dalam penelitian ini adalah ayat-ayat AlQur`an, terutama ayat- ayat yang di dalamnya tedapat penyebutan term ihsan dan yang terkait dengannya. Sedangkan mushhaf yang dipelajari sebagai rujukan utama ialah mushhaf al-Madinah al-Munawwarah, penerbit Mujamma’ al-Mâlik Fahd li thibâ’at al-Mushhaf al-Syarîf, alMadînah al-Munawwarah, Saudi Arabia. Sehubungan masalah pokok penelitian ini tercakup ke dalam wilayah kajian tafsir, maka sumber-sumber data primer lainnya yang relevan dan urgen serta dapat mengantarkan penelitian ini ke tataran representatif ialah kitab-kitab tafsir, baik yang tergolong bi al-ma`tsûr33 atau bi al-ra`yi.34 Diantaranya adalah Tafsîr Al-Thabariy, 31 Al-Farmawiy, Metode Tafsîr Maudhû’iy, h. 45-46 32 Al-Khâlidiy, Al-Tafsîr Al-Maudhû’iy, h. 68-75. 33 Al-Tafsîr bi al-ma’tsûr ialah penafsiran ayat dengan ayat, penafsiran ayat dengan hadits Nabi Saw, penafsiran ayat dengan pendapat shahabat dan penafsiran ayat dengan pendapat Tabi’in. Al-Dzahabiy, Al-Tafsîr wa Al-Mufassirûn, juz 1, h. 152. 34 Al-Tafsîr bi al-ra’yi ialah penafsiran ayat Al-Qur`ân dengan ijtihad setelah seorang mufassir benar-benar menguasai seluk beluk bahasa Arab, asbâb al-nuzûl, nasikh mansukh dan hal-hal lain yang dihajatkan oleh seorang mufassir. Al-Dzahabiy, Al-Tafsîr Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Dr. Slamet Firdaus
Jâmi’ Al-Bayân fî Ta`wîl Al-Qur`ân yang dijuluki Tafsî�r Al-Thabariy buah pena Ja’far Muhammad bin Jarî�r Al-Thabariy (224-310 H) yang tergolong tafsîr bi al-ma`tsûr,35 Tafsîr al-Kasysyâf ‘an Haqâ`iq al-Tanzîl wa ‘Uyûn al-Aqâwîl fî wujûh al-Ta`wîl- yang terkenal dengan sebutan Tafsîr al-Kasysyâf karya Abî� al-Qâsim Jâr Allah Mahmud ibn Umar alZamakhsyariy al-Khawârizmiy (467-538 H) yang kondang dipanggil dengan Jamakhsyariy sebagai representasi literatur dari tafsîr bi al-ra`yi. Tafsîr al-Baghawiy disebut Ma’âlim al-Tanzîl, disusun oleh Abi Muhammad al-Husain ibn Mas’ud al-Farrâ (w. 516 H), macam tafsîr bi al-ma`tsûr.36 Tafsîr Mafâtih al-Ghaib yang terkenal dengan nama al-Tafsîr al-Kabîr karangan Imam Fakhr al-Dî�n Muhammad ibn ‘Umar ibn al-Husain ibn al-Hasan ibn ‘Ali al-Taimiy al-Bakri al-Râziy al-Syâfi’iy (544-604 H) sebagai tafsîr bi al-ra`yi.37 Tafsîr Al-Qur`ân al-‘Azhîm karya ‘Imâd al-Dî�n Abu al-Fidâ’ Ismail ibn Amr ibn Katsî�r ibn Dhau’ ibn Katsî�r ibn Zar’ al-Basyriy al-dimasyqiy al-Syâfi’iy yang terkenal dengan sebutan ibn Katsî�r ( w. 774 H ), sebagai tafsîr bi alMa`tsûr.38 Tafsîr Rûh al-Ma’âniy yang dikenal dengan nama Tafsîr al-Alûsiy karya Abi al-Fadhal Syihâb al-Dî�n al-Sayyid al-Mahmud Afandi al-Alusiy al-Baghdadiy (1217-1270 H) merupakan tafsîr bi al-ra`yi39 yang terpuji dijadikan referensi. Tafsîr al-Qur`ân al-Karîm yang masyhur disebut dengan Tafsîr al-Manâr disusun oleh Muhammad Rasyid Ridha (12821354 H /1865-1935 M) sebagai tafsir bercorak adabiy ijtima’iy40 dari pemikiran Muhammad Abduh (1849-1905 M) dirujuk pula dengan sebaik-baiknya. Al-Jawâhir fî Tafsîr Al-Qur`ân al-Karîm al-Musytamil ‘alâ ‘Ajâ`ibi Badâ`i’ al-Mukawwanât wa Gharâib al-Âyât al-Bâhirât terkenal dengan Tafsîr al-Jawâhir dikarang oleh al-Thanthâwî� Jauhariy wa Al-Mufassirûn, juz 1, h. 255. 35 Al-Dzahabiy, Al-Tafsîr wa Al-Mufassirûn, Juz 1, 205, dan Shalâh ‘Abd al-Fatâh AlKhâlidiy, Ta’rîf Al-Dârisîn bi Manâhij Al-Mufassirîn, (Damaskus, Dâr Al-Qalam, tahun 2006), h. 342. Selanjutnya disebut Al-Khâlidiy, Ta’rîf Al-Dârisîn. 36 Al-Dzahabiy, Al-Tafsîr wa Al-Mufassirûn, juz 1, h. 234. 37 Al-Dzahabiy, Al-Tafsîr wa Al-Mufassirûn, juz 1, h. 290-294. 38 Al-Dzahabiy, Al-Tafsîr wa Al-Mufassirûn, juz 1, h. 242. 39 Al-Dzahabiy, Al-Tafsîr wa Al-Mufassirûn, juz 2, h. 630 40 Tafsîr adabiy ijtimâ’iy adalah corak tafsir yang berusaha memahami nash-nash AlQur`ân dengan cara mengemukakan ungkapan-ungkapan Al-Qur`ân secara teliti, kemudian menjelaskan makna-makna yang dimaksud oleh Al-Qur`ân dengan gaya bahasa yang indah dan menarik. Selanjutnya penafsir menghubungkan nash-nash dengan kenyataan sosial dan sistem budaya yang ada, Al-Dzahabiy, Al-Tafsîr wa AlMufassirûn, juz 2, h. 547. Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-13-
ORIENTASI DAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM. Kajian Ihsan: Relevansi Konsep Khosyah Dan Musyahadah Dengan Peak Experience Dalam Psikologi Humanistik Maslow
-14-
(1287-1358 H/1870-1940 M) yang merupakan tafsir bercorak ‘ilmiy41 dijadikan sumber informasi penting. Rujukan berikutnya adalah Tafsîr al-Jâmi’ li Ahkâm Al-Qur`ân terkenal dengan sebutan Al-Tafsî�r al-Qurthubiy yang dikarang oleh Abû ‘Abd Allah Muhammad ibn Ahmad ibn Abî� Bakr ibn Farh al-Anshâriy al-Khazraziy al-Andalûsiy al-Qurthubiy (w. 671 H) dengan corak fiqhiy, Al-Tafsîr al-Qâshimiy yang disebut Mahâsin al-Ta`wîl yang disusun oleh Muhammad Jamâl al-Dî�n al-Qâshimiy (1283-1332 H/1866-1914 M), Tafsîr al-Marâghiy karya Ahmad Mushthâfâ al-Marâgiy yang bercorak adab ijtimâ’iy, Tafsîr fî Zhilâl Al-Qur`ân ditulis oleh Sayyid Muhammad Quthub dan Shafwat al-Tafâsîr dikarang oleh Muhammad Ali al-Shâbûniy. Adapun sumber data dan informasi pendukung dan sekunder, semacam kitab-kitab kamus bahasa Arab terutama Lisân al-‘Arab karya Ibn Manzhûr al-Anshâriy (1232-1311 M) dipakai untuk menyempurnakan kajian term-term yang ada dalam Al-Qur`ân, serta kitab-kitab mu’jam, khususnya al-Mu’jam al-Mufahras li alfâzh AlQur`ân Al-Karîm karangan Muhammad Fu’ad ‘Abd al-Bâqi’ digunakan untuk memudahkan penelusuran ayat-ayat Al-Qur`ân yang berkaitan dengan penelitian ini. Kitab-kitab lainnya yang memiliki relevansi dengan penelitian ini diikutsertakan untuk dijadikan literatur.
A. PENGALAMAN PUNCAK AKTUALISASI DIRI MANUSIA (PEAK EXPERIENCE) DAN IHSAN 1. Makna Peak Experience dalam Perspektif Maslow Suatu hal yang digagas oleh Maslow (1908-1970 M) tentang keunggulan manusia sebagai makhluk unik dalam perspektif psikologi Humanisme adalah peak experience. Gagasannya tersebut telah berhasil mendudukkan keberadaan psikologi Humanisme sebagai psikologi madzhab ke tiga42 atau madzhab alternatif di tengah-tengah dominasi 41 Tafsîr ‘Ilmiy merupakan upaya ijtihad menciptakan hubungan seerat-eratnya antara Al-Qur`ân dengan ilmu pengetahuan dan menggalinya dari kedalaman makna ayatayatnya serta berbagai jenis ilmu pengetahuan dijadikan alat bantu dalam menafsirkan sebagian makna-maknanya. Al-Syirbâshiy, Qishshat al-tafsîr, h. 122 dan 127, dan Al-Dzahabiy, Al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, Juz 2, h. 497. 42 Maslow sendiri menyebut psikologi Humanistik sebagai The Third Force Psychology (Psikologi Madzhab ke Tiga). Abraham Harold Maslow, Foreword, dalam Frank G. Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Dr. Slamet Firdaus
Psikoanalisa sebagai madzhab pertama dan Behaviurisme sebagai madzhab kedua. Hal ini berangkat dari pijakan pra-anggapan tentang sosok manusia pada hakekatnya baik atau sehat, setidak-tidaknya tidak jahat atau sakit,43 bahkan manusia dinilainya memiliki kualitas yang unik yang membedakannya dari hewan, khususnya terkait dengan free will (kemauan bebas) dan potensi untuk mengembangkan dirinya, serta konsep self yang menyangkut pengalaman internal dan subjektif yang menjadi makna keberadaan seseorang,44 sekaligus memiliki kecenderungan bawaan individu tumbuh dan berkembang ke arah pertumbuhan positif dan kematangan.45 Artinya manusia akan memenuhi potensinya selama tidak mengalami rintangan.46 Pandangannya menunjukkan kepada aspek internal yang bersifat subjektif. Selain itu, paradigma psikologi Humanisme dalam mempersepsikan sosok manusia menekankan pada nilai pribadi individu dan sentralitas nilai manusia pada umumnya, sehingga dalam mendekati kepribadiannya perlu memperhatikan persoalan etika dan nilai pribadi. Cara pandang tersebut berbeda dengan psikoanalisa yang melihat manusia sebagai makhluk yang dikuasai oleh dorongan id, dan behaviurisme yang memandang manusia sebagai makhluk yang diatur oleh kejadian-kejadian di lingkungannya.47 Kesan yang kentara
Goble, The Third Force, The Psychology of Abraham Maslow (New York, N.Y, Washington Square Press, 1971), h. x. Selanjutnya disebut Goble, The Third Force. 43 C. George Boeree, Personality Theories, Edisi Indonesia, Melacak Kepribadian Anda Bersama Psikolog Dunia, Penerjemah Inyiak Ridwan Muzir (Jogjakarta, Prismasophie, 2009), h. 288. Selanjutnya disebut Boeree, Personality. 44 Atkinson, Introduction, Jilid 2, h. 399, dan Syamsu Yusuf dan A. Juntika Nurihsan, Teori Kepribadian (Bandung Rosda Karya, 2007), h. 142. Selanjutnya disebut Yusuf, Teori. 45 Demikian kesan Carl Rogers (1902-1987 M) yang dihasilkan dari penelitiannya tentang orang-orang yang mengalami gangguan emosional. Atkinson, Introduction, Jilid 2, h. 399. Berangkat dari pandangannya tersebut bangunan teorinya didasarkan pada satu “daya hidup” yang disebutnya dengan kecenderungan aktualisasi. Ini dapat diartikan sebagai motivasi yang menyatu dalam setiap diri makhluk hidup yang bertujuan mengembangkan seluruh potensi-potensinya sebaik mungkin. Boeree, Personality, h. 288. Carl Rogers ialah tokoh dan pakar psikologi Humanisme yang terkenal dan berpengaruh, di samping Maslow. Yusuf, Teori, h. 142. 46 S. Friedman and Miriam W. Schustack, Personality, Classic Theories and Modern Research, Terjemahan Fransiska Dian Ikarini, S.Psi, Maria Hany, dan Andreas Provita Prima, Kepribadian, Teori Klasik dan Riset Modern (Jakarta, Erlangga, 2006), Jilid 1, h. 343. Selanjutnya disebut Friedman, Kepribadian. 47 Friedman, Kepribadian, Jilid 1, h. 336. Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-15-
ORIENTASI DAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM. Kajian Ihsan: Relevansi Konsep Khosyah Dan Musyahadah Dengan Peak Experience Dalam Psikologi Humanistik Maslow
-16-
adalah paradigmanya merupakan hasil upaya pemaduan dari kedua aliran psikologi yang bertolak belakang. Peak experience (pengalaman puncak) dicetuskan oleh Maslow bersamaan dengan dua teori lainnya, yakni teori motivasi dan aktualisasi diri (self actualization). Khusus mengenai self actualization (aktualisasi diri), Maslow meletakkannya sebagai meta-motivation (motivasi tertinggi) dan di tengah orang-orang yang meraih self actualization (aktualisasi diri) terdapat orang yang mengalami pengalaman puncak (peak experience).48 Oleh karenanya dapat dikatakan bahwa peak experience merupakan ciri khusus bagi sebagian orang yang mencapai aktualisasi diri (self actualization). Orang-orang yang meraih self actualization (aktualisasi diri) terbagi ke dalam dua tingkatan, yakni mereka yang benar-benar sehat tetapi tidak memiliki pengalaman transendensi, dan mereka yang mengalami pengalaman transendensi yang kuat pengaruhnya dalam kehidupan.49 Dengan kata lain mereka terdiri dari orang-orang yang “tanpa mencapai puncak” (nonpeaking self actualizers) yang tampak cenderung bersifat praktis, efektif, dan bekerja baik sekali, serta orang-orang yang mencapai puncak (peakers) yang mengalami hidup dalam alam kehidupan, dunia puisi, dunia estetika, dunia simbol, alam transenden, dunia agama yang mistik dan pribadi, dan alam pengalaman sebagai tujuan. Keadaan ini menunjukkan adanya perbedaan kelas yang berperan penting bagi kehidupan sosial. Mereka yang mewujudkan diri tetapi tidak memuncak (nonpeking) yang mungkin memiliki peran sosial memperbaiki dunia, menjadi politisi, pekerja sosial, pembaharu, atau pejuang, sedangkan yang mencapai puncak (peakers) yang sukar dimengerti cenderung menulis syair, musik, falsafah, atau agama,50 dan memelihara indera yang kuat akan misteri dan pesona, serta mudah 48 Maslow mengemukakan suatu cara yang menarik dalam mengklasifikasikan motif manusia, yakni dengan mencetuskan hierarki kebutuhan, mulai dari kebutuhan biologis dasar (basic needs) sampai motif psikologis yang lebih kompleks, yang hanya menjadi penting setelah kebutuhan dasar dipenuhinya. Berkaitan dengan aktualisasi diri telah dikaji oleh beberapa tokoh psikologi humastik, seperti Carl Rogers (19021987 M) yang menyatakan bahwa kekuatan dasar yang memotivasi organisme manusia adalah aktualisasi diri, sedangkan Maslow meletakkan aktualisasi diri sebagai meta-motivasi (motivasi tertinggi) dan orang yang meraih aktualisasi diri mengalami pengalaman puncak (peak experience). Atkinson, Introdaction, Jilid 2, h. 318 dan 401 dan Sarwono, Berkenalan, h. 169-171. 49 Wilcox, Personality, h. 298. 50 Maslow, Motivation, h. 138. Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Dr. Slamet Firdaus
untuk melampaui ego dan tidak mementingkan diri sendiri.51
Pengalaman puncak adalah saat dalam kehidupan seseorang merasa berfungsi penuh, kuat, yakin pada dirinya, dan sepenuhnya menguasai dirinya, artinya pengalaman puncak dapat disebut sebagai saat seseorang merasa berada dalam kondisi terbaik, saat diliputi perasaan khidmat, kebahagiaan yang mendalam, kegembiraan, ketentraman atau ekstase. 52 Namun dari sisi kualitasnya Peak experiences dirasakan secara berbeda oleh setiap individu sejalan dengan kadar dan bidang yang dialami. Dari sudut pandang ini Peak experiences dapat dipahami sebagai pengalaman nyata (being) yang ditandai dengan kebahagiaan dan kepuasan -suatu keadaan sempurna dan pencapaian tujuan sementara, tanpa usaha keras dan tidak egosentris. Pengalaman puncak dapat terjadi dengan intensitas yang berbeda-beda dan dalam konteks yang bermacam-macam: aktivitas kreatif, apresiasi alam, hubungan akrab dengan orang lain, pengalaman menjadi orang tua, persepsi estetik, atau partisipasi keolahragaan.53 Seorang individu yang telah mengalami pengalaman puncak sebagai self actualizer, sesungguhnya tidak lagi memiliki motivasi ataupun keinginan apapun dari luar dirinya. Ia telah mampu meneratas segala kebutuhan yang membelenggunya, mulai dari kebutuhan tingkat rendah (basic needs) hingga menembus kebutuhan tingkat tinggi (psychologis needs) atau meta-motivasi. Pengalaman puncak meninggalkan bekas pada orang yang mengalaminya, yang dapat mengubahnya ke tingkat yang lebih tinggi.54 Apabila seseorang selama atau sesudah mengalami pengalaman puncak sebagai saat-saat yang membahagiakan, maka merasa beruntung (fortunate) dan bersyukur (grateful), kemudian akibatnya merasa diliputi perasaan cinta terhadap sesama dan dunia, bahkan merasa dipenuhi hasrat untuk berbuat kebajikan di dunia ini sebagai imbalan (repayment).55 Terlebih pengalaman tersebut merupakan saat ekstasi di mana orang itu merasa bersatu dengan alam raya – saatsaat di mana keterbukaan, kreativitas (creativity), dan spontanitas 51 Wilcox, Personality, h. 301. 52 Goble, The Third Force, h. 56. 53 Atkinson, Introdaction, Jilid 2, h. 401. 54 Boeree, Personality, h. 260. 55 Goble, The Third Force, h. 58. Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-17-
ORIENTASI DAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM. Kajian Ihsan: Relevansi Konsep Khosyah Dan Musyahadah Dengan Peak Experience Dalam Psikologi Humanistik Maslow
-18-
meningkat, serta seluruh pribadinya seperti menyatu,56 sehingga selama mengalami pengalaman tersebut seseorang memperoleh persepsi yang lebih baik tentang realitas itu sendiri. Dalam saatsaat seperti itu dirinya mendapatkan pengertian yang sama seperti yang diperoleh filusuf dan para teolog tentang aspek-aspek realitas yang mempersatukan.57 Ini merupakan perwujudan dari makna penghargaan internal. Orang yang merasakan pengalaman puncak telah menaburkan benih kebaikan dan manfaat bagi orang lain.58 Keadaan ini mendatangkan apresiasi positif dari pihak lain, yang mengalir kepadanya sebagai konsekuensi dari wujud tanda jasa (balasan) atas segala komitmen dan kebajikannya, kendati penghargaan tidak menjadi tumpuan harapannya. Akan tetapi komitmen moralnya menyebabkan ia ingin menyaksikan kebajikan diberi pahala. Sedangkan kekejaman, pemerasan, dan kejahatan diberi hukuman.59 b. Makna Ihsan Ihsan adalah lawan kata dari isâ`ah,60 sebagai mashdarَ (kata ْ ُح َ ْ َ ْ benda jadian) yang berasal dari lafazh ِإحسان-ُ أحس َن – ي ِسنyang tergolong sebagai alfi’l al-muta’addiy (kata kerja transitif) bi nafsih (secara mandiri)61 atau melibatkan unsur lain (bi ghairih), yang berarti mengokohkan, menguatkan, merapihkan (itqȃn) dan memberi manfaat (awshala al-naf’a),62 serta berarti pula memperindah, membaguskan, dan berbuat baik,63 meski ketika dihubungkan dengan huruf jarr ilâ atau huruf jarr bi.64
56 Crapps, Dialog, h. 164. 57 Goble, The Third Force, h. 58. 58 Di antara orang-orang yang mencapai aktualisasi diri dengan pengalaman mistik atau pengalaman puncak ada yang cuek dan pelupa, bahkan ada yang terlalu baik kepada orang lain. Boeree, Personality, h. 260. 59 Goble, The Third Force, h. 36. 60 Ibn al-Manzhûr. Lisân al-Lisân Tahdzîb lisân al-‘Arab, (Beirut, Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah, 1993), Juz 1, h. 258. Selanjutnya disebut Ibn al-Manzhûr. Lisân. 61 Fi’il Muta’addiy ialah kata kerja yang memerlukan maf’ûl bih (objek). Ibn ‘Aqîl, Syarh Alfiyah Jamâl al-Dîn Muhammad ibn Abd Allah ibn Mâlik, (Indonesia, Bandung, Syirkat al-Ma’ârif, t.t, h. 75. Selanjutnya disebut Ibn ‘Aqîl, Syarh Alfiyah 62 Al-Asqalâniy, Fath al-Bârî, Juz 1, h. 160. 63 Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab-Indonesia, (Jakarta, Yayasan penyelenggara penterjemah dan penafsir Al-Qur`ân, 1972), h. 103. Selanjutnya disebut Yunus, Kamus. 64 Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdhar, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, (Yogyakarta, Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak, t.t), h. 43. Selanjutnya disebut Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Dr. Slamet Firdaus
Al-Qurthtubiy65 mengutip pendapat ulama yang mengatakan bahwa ihsan mempunyai dua arti. Pertama, ketika muta’addiy dengan sendirinya bermakna merapihkan dan menyempurnakan. Kedua, di saat muta’addiy dengan huruf jarr berarti memberikan manfaat.66 AlRâghib al-Asfahâniy berpendapat kata ihsan digunakan untuk dua hal. Pertama, memberi nikmat kepada orang lain. Kedua, memperindah perbuatan, ini dapat direalisasikan, jika mengetahui ilmunya dengan baik, dan mengerjakannya dengan baik pula. Karena itu kata ihsan lebih luas cakupan maknanya dari sekedar memberi nikmat atau nafkah.67 Ini berarti ihsan memiliki beragam makna.68 Akan tetapi makna generiknya ialah berbuat baik.69 Secara terminologis makna ihsan tergambar pada hadis Nabi saw,70 yaitu:
َ
َ ُ َّ َ
َ ْ ُ َ َْ ْ َ
َ َ َّ َ َ
ََُْ َْ ُ َ ْ
َ ا حسان أن تعبد ُ اهلل كأنك ت َر ُاه فإن لم تكن ت َر ) (رواه ابلخاري.اه ف ِإنه ي َراك ِ ِإل
Artinya: Ihsan ialah kamu menyembah Allah seolah-olah melihatNya, apabila kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Allah melihat kamu. (HR. Bukhari)
Definisi ini dapat diartikan, ihsan adalah berbuat baik di segala hal secara maksimal hingga mencapai tingkat kesempurnaan yang tertinggi, yaitu melihat Allah swt dengan mata hati (musyâhadat AlHaq) atau terpatrinya keyakinan yang mendalam terhadap Allah Maha Melihat atau Mengawasi (khasyyah atau murâqabah). Berbuat baik apa saja dan kepada siapa-pun belum termasuk ihsan selama tidak dilakukan dengan maksimal dan mencapai kesempurnaan Ali, Kamus Kontemporer. 65 Nama lengkapnya Abu Abd Allah Muhammad ibn Ahmad ibn Abi Bakar ibn Farh alAnshâriy al-Qurthubiy al-Khazrajiy al-Andalusiy (w. 671 H). Al-Dzahabiy, Al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, Juz 2, h. 457. 66 Abû ‘Abd Allah Muhammad ibn Ahmad ibn Abî Bakr ibn Farh Al-Anshâriy Al-Qurthubiy Al-Khazraziy Al-Andalusiy, Al-Jâmi’ li Ahkâm Al-Qur`ân (Tafsîr Al-Qurthubiy), (Kairo, Maktabah Riyadh Al-Hadîtsah, t.t), Juz 10, h. 166. Selanjutnya disebut Al-Qurthubiy, al-Jâmi’. 67 Abû al-Qâsim Al-Husen bin Muhammad bin Al-Mufadhdhal Al-Râghib Al-Ashfahâniy, Mu’jam Mufradât al-Alfâzh al-Qur`ân, (Beirut, Dâr al-Fikr, t.t.), h. 118. Selanjutnya disebut, Al-Ashfahâniy, Mu’jam,. 68 Al-Nushratiy dkk, Al-Mu’jam Al-Maudhû’iy, Jilid 5, 116. 69 Yunus, Kamus, h. 103. 70 Al-‘Asqalâniy, Fath Al-Bâriy, Juz 1, h. 153, dan Al-Nawawiy Al-Minhâj, Jilid 2, h. 5-17. Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-19-
ORIENTASI DAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM. Kajian Ihsan: Relevansi Konsep Khosyah Dan Musyahadah Dengan Peak Experience Dalam Psikologi Humanistik Maslow
-20-
yang optimal dengan dapat melihat Allah melalui mata hatinya, merasakan kehadiran-Nya atau menyadari sepenuh keyakinan akan perbuatan baik itu dilihat, diawasi dan diperhitungkan oleh-Nya. Dengan demikian ihsan menjadi salah satu pilar agama yang setrategis dan urgensial bagi terwujudnya sosok muslim yang bermutu dan kaya kebajikan, sebab seorang yang berihsan selalu melaksanakan kebaikan dengan jumlah yang maksimal dan kualitas yang optimal. Artinya kuantitas dan kualitas suatu perbuatan baik diupayakan secara simultan untuk mencapai kesempurnaan diri. Makna ihsan seperti ini terlihat pada pernyataan Al-Marâghiy (1881-1945 M)71 yang melukiskan ihsan sebagai perbuatan baik seseorang yang dilakukan sesempurna mungkin,72 serta komentar Thanthâwiy Jauhariy (1870-1940 M) yang mendudukkan ihsan sebagai salah satu pilar agama mencakup segenap cabang iman, karena dalam persepsinya, ibadah kepada Allah tidak akan sampai melihat-Nya dengan sempurna kecuali melibatkan cabang-cabang iman yang jumlahnya lebih dari 60 macam, yang tertinggi kalimat thayyibat (kalimat yang baik/tauhid) dan paling rendah menjauhkan sesuatu yang membahayakan (semacam duri) dari jalan.73 Artinya ihsan meliputi berbagai aspek kehidupan manusia, baik lahiriah maupun batiniah serta berhubungan dengan duniawiah dan ukhrawiah yang tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya. Pada tataran operasional ihsan berhajat kepada pemaduan yang serasi dan simultan antar cabang-cabang iman tersebut agar tercapai tingkat kesempurnaan mutu diri. Dalam kaitan ini agaknya Thanthâwiy Jauhariy lebih menjadikan ihsan sebagai ruh bagi setiap kebajikan, sehingga kebajikan yang tidak disertai dengannya ibarat badan tanpa nyawa, karena inti ihsan terletak pada kaannaka tarâh fain lam takun tarâh fainnahu yarâk.74 Jadi ihsan merupakan puncak kebajikan suatu amal.75 Potensi sepiritual ini ada pada setiap manusia mengingat pada diri manusia terdapat dhamîr (hati nurani) yang jika diasah dengan maksimal, 71 Nama lengkapnya ialah Ahmad Mushthafa al-Marâghiy. Lahir pada tahun 1881 M dan wafat pada tahun 1945 M. Al-Dzahabiy, Al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, Juz 2, h. 590. 72 Ahmad Mushthafa al-Marâghiy, Tafsîr al-Marâghiy, (Beirut, Dâr Ihyâ` al-Turâts al‘Arabiy, t.t) Juz 4, h. 131. Selanjutnya disebut Al-Marâghiy, Tafsîr al-Marâghiy. 73 Jauhariy, Al-Jawâhir, Juz 8, h. 187. 74 Jauhariy, Al-Jawâhir, Juz 8, h. 187. 75 Ia menyatakan ihsan merupakan al-bulûgh ilâ al-ghâyat fî husn al-‘amal. Al-Biqâ’iy, Nazhm Al-Durar, Jilid 1, 142. Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Dr. Slamet Firdaus
maka akan selalu waspada dan berfungsi melindunginya dari perbuatan tercela.76 Hati nurani adalah tempat bersemayamnya kesadaran alami manusia tentang kejahatan dan kebaikan, sesuai dengan ilham Tuhan kepada masing-masing pribadi.77 Lebih jauh potensi tersebut merupakan energi yang melahirkan semangat melakukan perbuatan baik dan memperindahnya secara terus menerus serta membentengi diri dari perbuatan buruk yang berpotensi merusak eksistensinya, baik dalam dimensi hubungan vertikal dengan-Nya maupun dalam dimensi hubungan horizontal dengan sesama makhluk. Dengan ihsan seseorang tidak berkeinginan melakukan perbuatan salah dan dosa, sebagaimana dilambangkan dalam takbîrat al-ihrâm, mengucapkan Allahu Akbar di permulaan salat yang merepresentasikan dimensi hubungan vertikal, dan mengucapkan salâm sebagai wujud memohon keselamatan dan kedamaian kepada Allah di akhir salat yang menjadi simbol dimensi hubungan horizontal. Ini menunjukkan keadaan khusus pada seorang yang berihsan yang seolah-seolah bertentangan dengan logika umum yang berlaku. Akan tetapi dengan kondisi seperti ini sebenarnya seorang yang berihsan mampu menangkap subtansi kehidupan yang sebenarnya, karena ia berhasil menempatkan dirinya pada posisi yang tepat, tenggelam dalam keMahaagung-an Allah hingga konsisten menerima dan memihak kepada yang baik dan benar, serta menolak yang buruk dan salah. Al-‘Asqlâniy memahami ihsan tersebut bertalian dengan ibadah yang subtansinya adalah ikhlas dan khusyu’ serta konsentrasi penuh di saat melaksanakannya dengan menyadari sepenuh hati atas dirinya selalu dimonitor oleh Allah swt. Selanjutnya dalam pandangan Al‘Asqalâniy ihsan mempunyai dua keadaan. Pertama, Paling tinggi adalah di kala seseorang tengah didominasi oleh musyâhadat al-Haqq (menyaksikan Allah) dengan batin hingga seolah-olah ia melihatNya melalui kedua matanya, ini merupakan makna hadis kaannaka tarâhu (seakan-akan kamu melaihat-Nya). Kedua, Kesadaran tinggi seseorang atas eksistensi Allah selalu melihat setiap perbuatan yang dilakukannya. Ini-lah yang dimaksud dengan matan hadis fainnahu 76 Al-Nusyratiy dkk, Al-Mu’jam Al-Maudhû’iy, Jilid 5, 116. 77 Ini adalah pernyataan Nurcholis Majid yang merujuk kepada firman Allah surah AlSyams/91 : 8. Selanjutnya ia menyatakan “Justeru disebut nurani (nûrâniy, bersifat cahaya) karena hati kecil merupakan modal primordial yang diperoleh dari Tuhan sejak sebelum lahir ke dunia, untuk menerangi jalan hidup karena kemampuan alaminya untuk membedakan yang baik, yang dikenal olehnya (al-ma’rûf) dari yang buruk, yang ditolak olehnya (al-munkar)”. Madjid, Islam Doktrin, xviii. Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-21-
ORIENTASI DAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM. Kajian Ihsan: Relevansi Konsep Khosyah Dan Musyahadah Dengan Peak Experience Dalam Psikologi Humanistik Maslow
-22-
yarâka (sesungguhnya Dia melihat kamu). Kedua hal tersebut melahirkan ma’rifat Allah (pengetahuan tentang Allah swt) dan khasyyat Allah (takut kepada Allah swt).78 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ihsan memiliki rukun yang berdimensi spiritual yang dapat dijadikan barometer bagi kualitas diri seseorang sehubungan aspek ruhaniah merupakan esensi manusia yang diaktualisasikan dalam kemampuannya melakukan ibadah hingga melihat Allah swt atau merasa senantiasa diawasi-Nya. Keduanya disebut sebagai rukun ihsan, yaitu musyâhadah (ma’rifat Allah) dan khasyyah Allah. Pencapaian seseorang dalam beribadah hingga musyâhadah mengindikasikan kesuksesannya berada pada puncak pengalaman spiritual yang paling tinggi, dan bagi seseorang yang pencapaiannya hanya pada derajat khasyyah menunjukkan keberhasilannya meraih martabat pengalaman spiritual lebih rendah setingkat di bawah musyâhadah. Meski berada pada tingkat yang lebih rendah, khasyyah dapat dicapai dan dirasakan seseorang, jika ia memperindah ibadah yang menjadi simbol kualitas spiritualnya. Situasi ruhaniah seperti ini menunjukkan kepada orientasi pengasahan spiritual secara maksimal melalui pengabdian yang etis dan estetis. A. HUBUNGAN KHASYYAT DENGAN PEAK EXPERIENCE
Khasyyah yang secara leksikal berarti takut79 atau rasa takut yang layak mendapatkan pahala besar80 merupakan salah satu term yang terulang dalam Al-Qur`an sebanyak 48 kali, termaktub dalam 45 ayat, dan tersebar dalam 24 surah.81 Adapun yang dimaksud dengan term ini ialah khasyyat Allah (takut kepada Allah) yang menjadi salah satu dimensi penting dalam ihsan sekaligus sebagai rukunnya yang tersirat dari penggalan definisi ihsan “fain lam takun tarâh fainnahu yarâk” (jika kamu tidak melihatnya, maka sesungguhnya Dia melihat kamu). Suatu hal yang melekat pada khasyyat Allah sebagai rukun ihsan ialah dimensi spiritualnya yang sedemikian kental dan menguat, yang memiliki hubungan erat dengan peak experience yang menurut Maslow merupakan ciri utama bagi self actualitation (pribadi aktual).82 78 Al-‘Asqalâniy, Fath al-Bâriy, Juz 1, h. 160. 79 Yunus, Kamus, h. 117. 80 Al-Ashfahâniy, Mu’jam, h. 149. 81 ‘Abd al-Bâqiy, Al-Mu’jam, h. 296-297. 82 Maslow mengemukakan suatu cara yang menarik dalam mengklasifikasikan motif Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Dr. Slamet Firdaus
Keterpautan antara keduanya dapat dilihat, setidak-tidaknya pada tiga hal.
1. Inti Agama Peak experience (pengalaman puncak) dalam pandangan Maslow sebagai inti agama,83 mengingat peak experiences memiliki hampir seluruh ciri yang secara tradisional disebut pengalaman religius oleh hampir semua penganut agama dan kepercayaan,84 dan pengalaman ini disebut juga sebagai pengalaman mistik dan menjadi salah satu bagian terpenting dalam sebagian besar tradisi agama dan filsafat.85 Konsep ini dalam konteks makna spiritualitas secara umum memiliki kesamaan dengan khasyyat Allah yang menjadi bagian dari rukun ihsan yang berkedudukan sebagai salah satu rukun agama Islam. Jika seseorang yang mencapai peak experience menjadi self ectualizer (pribadi yang teraktualisasi atau pribadi yang matang secara psikologis),86 maka seseorang yang merasakan khasyyat Allah akan memperindah kepribadian dengan mempercantik ibadah87 yang menjadi lambang kualitas spiritualnya, meskipun pada tingkat ini masih berada pada jenjang ke dua di bawah musyâhadah.88 manusia, yakni dengan mencetuskan hierarki kebutuhan, mulai dari kebutuhan biologis dasar (basic needs) sampai motif psikologis yang lebih kompleks hingga berada pada urutan tertinggi self ectualitation (aktualisasi diri), yang hanya menjadi penting setelah kebutuhan dasar dipenuhinya. Berkaitan dengan aktualisasi diri telah dikaji oleh beberapa tokoh psikologi humastik, seperti Carl Rogers (1902-1987 M) yang menyatakan bahwa kekuatan dasar yang memotivasi organisme manusia adalah aktualisasi diri, sedangkan Maslow meletakkan aktualisasi diri sebagai meta-motivasi (motivasi tertinggi) dan orang yang meraih aktualisasi diri mengalami pengalaman puncak (peak experience). Atkinson, Introdaction, Jilid 2, h. 318 dan 401 dan Sarwono, Berkenalan, h. 169-171. 83 Crapps, Dialog, h. 165. 84 Goble, The Third Force, h. 58. 85 Boeree, Personality, h. 260. 86 Peak experiences merupakan karakteristik respon seseorang terhadap pengalaman spiritual yang biasanya sering terjadi pada para self actualizer. Hal ini merupakan keinginan Maslow kepada setiap orang. Wilcox, Personality, h. 298. 87 Al-Nawawiy menyatakan bahwa sesungguhnya kamu akan senantiasa menjaga etika, apabila kamu merasa melihat-Nya dan Dia melihat kamu. Dalam keadaan Dia pasti melihatmu selamanya dan kamu tidak melihat-Nya, maka kamu harus mempercantik ibadah kepada-Nya. Al-‘Asqalâniy, Fath al-Bâriy, Juz 1, h. 160. 88 Al-‘Asqalâniy menilai ihsan mempunyai dua keadaan. Pertama, Paling tinggi adalah di kala seseorang tengah didominasi oleh musyâhadat al-Haqq (menyaksikan Allah) dengan batin hingga seolah-olah ia melihat-Nya melalui kedua matanya, ini Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-23-
ORIENTASI DAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM. Kajian Ihsan: Relevansi Konsep Khosyah Dan Musyahadah Dengan Peak Experience Dalam Psikologi Humanistik Maslow
-24-
Kedua kategori tersebut berangkat dari perspektif mutu kepribadian dalam melaksanakan ihsan, sehingga dapat dikatakan bahwa pelaku ihsan digolongkan ke dalam dua kualitas subjek yang mengandung makna berjenjang. Al-Qusyairiy melabelinya dengan golongan awam dan kelompok khusus.89 Predikat awam yang digunakannya tidak berarti mengindikasikan rendahnya mutu kepribadian sebagaimana kebanyakan orang beribadah, melainkan memberikan makna bahwa pelaku ihsan dengan konsisten akan mencapai salah satu dari dua martabat, yaitu setidak-tidaknya martabat tinggi berupa khasyyat Allah, kendati tidak memperoleh yang tertinggi, yakni musyâhadat Allah (musyâhadat al-Haqq). Oleh karenanya golongan awam menunjukan kepada kualitas perangai yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok khusus. Terkait dengan itu semua Maslow memiliki kepercayaan besar pada kodrat yang lebih luhur yang ada pada manusia, yang bersifat alamiah dan mencakup kemampuan spiritual. Kodrat itu dapat mengatasi keadaan dan sifat biologisnya, dan ia meyakini pengalaman puncak merupakan sesuatu dari “kodrat yang lebih tinggi” dan datang dengan kejutan dan pewahyuan,90 yang berarti akan dapat dirasakan oleh manusia sebagai sesuatu yang superanatural seperti pengakuannya bahwa semua orang pada dasarnya dapat menjadi peaker yang mampu mengalami pengalaman puncak. 91 Hanya persoalannya adalah meskipun uraiannya tentang pengalaman puncak spiritual tersebut mirip dengan yang superanatural, tetapi dia mengambil sikap untuk mempertanggungjawabkan saat-saat istimewa itu atas dasar pendirian humanistisnya.92 Sikapnya tersebut menegaskan bahwa pengalaman puncak spiritual seseorang terbatas pada hal-hal yang bukan metafisik. Dengan demikian, dimensi spiritual yang terdapat pada peak experience dan khasyyat Allah memiliki kedekatan hubungan yang
merupakan makna hadis kaannaka tarâhu (seakan-akan kamu melaihat-Nya). Kedua, Kesadaran tinggi seseorang atas eksistensi Allah selalu melihat setiap perbuatan yang dilakukannya. Ini-lah yang dimaksud dengan matan hadis fainnahu yarâka (sesungguhnya Dia melihat kamu). Kedua hal tersebut melahirkan ma’rifat Allah (pengetahuan tentang Allah swt) dan khasyyat Allah (takut kepada Allah swt). Al‘Asqalâniy, Fath al-Bâriy, Juz 1, h. 160. 89 Al-Qusyairiy, Lathâ`if Al-Isyârât, Jilid 2, h. 134. 90 Crapps, Dialog, h. 168-169. 91 Crapps, Dialog, h. 171. 92 Crapps, Dialog, h. 168-169. Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Dr. Slamet Firdaus
keduanya sama-sama terbatas pada yang bukan metafisik mengingat khasyyat Allah jangkauan kekuatan psihisnya hanya sebatas pada perasaan diri yang tidak dapat melampaui bagian-bagian yang metafisik. Hal ini berbeda dengan musyâhadat Al-Haq yang memiliki ketajaman dan potensi untuk menembus unsur-unsur yang metafisik. Meski lebih rendah khasyyat Allah mempunyai peranan yang signifikan dalam kehidupan keagamaan seseorang sehubungan islam dan iman saja, tanpa khasyyat Allah yang menjadi salah satu rukun ihsan tidak berpengaruh besar dalam mewujudkan kepribadian yang utuh dan sempurna. Keutuhan dan kesempurnaan kepribadian itu tercipta dan tercapai, jika islam, iman, dan ihsan menyatu dalam diri seseorang.
2. Takut tidak melakukan kebaikan Berpijak pada keyakinan atas pengawasan Tuhan (murâqabah) dapat mendorong lahirnya kesadaran tinggi seseorang atas eksistensi Allah swt yang selalu melihat setiap perbuatan yang dilakukannya. Kondisi spiritual semacam ini memicu lahirnya perasaan takut tidak melakukan kebaikan, termasuk kepada mereka yang berbuat jahat kepadanya,93 walaupun sebatas termotivasi oleh khasyyat Allah. Hal ini dikarenakan dalam dirinya terpateri sifat senantiasa memperhatikan kepentingan yang berada di luar dirinya, khususnya yang berhubungan dengan manusia.94 93 Shihab menyatakan bahwa Allah swt mencintai orang yang berbuat ihsan, yakni bukan yang sekedar menahan amarah atau memaafkan, tetapi justeru yang berbuat baik kepada yang pernah melakukan kesalahan. Pernyataannya ini berkaitan dengan penafsirannya atas Ali ‘Imrân/3 : 134. Shihab, Tafsir al-Mishbâh, Volume 2, h. 208. Redaksi ayatnya sebagai berikut: “(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat ihsan. (QS. Ali ‘Imrân/3 : 134)” Pendapatnya ini sejalan dengan penafsiran Al-Râziy atas surah Al-Nisâ`/4 : 128, meskipun interpratasinya lebih spesifik pada relasi antara suami isteri, tetapi subtansinya bersifat umum, yaitu suami yang berihsan ialah yang bertanggung jawab sepenuh hati terhadap isterinya dan tidak menyakitinya, kendati isteri melakukan se3suatu yang tidak disukainya, seperti tidak peduli dan berpaling. Al-Râziy, Mafâtif Al-Ghayb, Jilid 6, Juz 11, h. 54. Bunyi ayatnya sebagai berikut:
“dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuzatau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir, dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyûz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Nisâ`/4 : 128)” 94 Al-Biqâ’iy, Nazhm Al-Durar, Jilid 1, h. 142. Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-25-
ORIENTASI DAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM. Kajian Ihsan: Relevansi Konsep Khosyah Dan Musyahadah Dengan Peak Experience Dalam Psikologi Humanistik Maslow
-26-
Berkaitan dengan hal tersebut, Maslow mengemukakan bahwa apabila seseorang selama atau sesudah mengalami pengalaman puncak sebagai saat-saat yang membahagiakan, maka merasa beruntung (fortunate) dan bersyukur (grateful), kemudian akibatnya merasa diliputi perasaan cinta terhadap sesama dan dunia, bahkan merasa dipenuhi hasrat untuk berbuat kebajikan di dunia ini sebagai imbalan (repayment).95 Inilah wujud kesamaan antara rasa khasyyah dengan peak experience, yakni selalu berkehendak berbuat baik, dan takut tidak berbuat baik, termasuk mengemban amanat profesi dalam rangka memberikan pengabdian bagi kepentingan pihak lain. Seorang ahli ihsan dengan khasyyat Allah-nya mengetahui persis berbagai hal yang seharusnya dikerjakan, mampu melaksanakannya, dan selalu berpegang teguh pada amanat yang diembannya.96 Dengan kata lain keunggulan seorang yang khasyyat Allah dalam menjalankan profesinya adalah kemampuan meramu secara terpadu antara sisi kesempurnaan lahir dan ketulusan batin yang memiliki relasi langsung dengan Allah swt secara berkesinambungan. Kedua faktor ini menyatu dengan utuh, mengingat pencitraan Al-Qur`an terhadap sosok peribadi yang khasyyat Allah, pada dasarnya, karena terkandung kualitas moral yang menuntut realisasi dalam kiprahnya, sehingga mendorong tanggungjawabnya untuk melakukan aktivitas yang berguna bagi kepentingan umum sejalan dengan norma-norma tertinggi dan terbaik, yang terbuka bagi umat manusia. Kemampuan demikian ini merupakan perwujudan dari kreativita (creativeneers), keaslian (originality), atau daya temunya (inventiveness).97 3. Berbuat yang berkualitas Berangkat dari konsep peribadi yang berihsan dengan khasyyat Allah-nya mengedepankan kualitas amal di tengah-tengah komunitas 95 Goble, The Third Force, h. 58. 96 Ibn ‘Âsyûr menyebutkan bahwa profesi atau keahlian (al-Makânah) mencakup ilmu (al-‘ilm) dan kemampuan (al-qudrah). Menurutnya seseorang dengan faktor ilmu dapat mengetahui kebaikan dan mengorientasikan diri kepadanya, dan dengan faktor kemampuan seseorang mampu melaksanakan sesuatu yang benar-benar baik. Sedangkan sifat amanat meliputi hikmah dan keadilan. Seseorang dengan faktor hikmah selalu berpegang teguh kepada perbuatan baik dan meninggalkan secara total dorongan kebatilan, dan dengan perilaku adil seseorang akan menyampaikan hak kepada pemiliknya. Ibn ‘Âsyûr, Al-Tahrîr wa Al-Tanwîr, Jilid 6, Juz 13, 8. 97 Maslow, Motivation, 134. Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Dr. Slamet Firdaus
sosialnya dengan meleburkan diri ke dalam kepentingan pihak lain, kendati tidak mendapatkan imbalan dan kontribusi apapun yang diterimanya, dikarenakan yang terlihat olehnya adalah sesuatu yang berada di luar dirinya, baik Allah atau sesama manusia,98 maka figur seperti ini memiliki tanggung jawab yang konstruktif bagi terwujudnya tata kehidupan yang harmoni. Maslow memandang bahwa orang yang matang secara psikologis dengan pengalaman puncak spiritualnya penuh tanggung jawab (responsibility) sebab diyakininya sikap bertanggung jawab mempunyai dan mendatangkan penghargaan99 dan melakukan sesuatu dengan berorientasi kepada kualitas. Penekanan pada aspek kualitas, tidak berarti seorang yang khasyyat Allah menyisihkan kuantitas. Akan tetapi sebanyak mungkin amal yang diaplikasikan, baik berdimensi vertical, horizontal, atau berkaitan dengan lingkungan alam adalah yang berkualitas unggul. Amal yang berdimensi vertikal memantul kepada hal-hal yang bersifat horisontal, dan amal yang berdimensi horizontal berintegrasi dengan yang berdimensi vertikal.100 Kombinasi keduanya merupakan wujud dari kesatuan secara utuh antara ketiga aspek agama Islam, yaitu ‘aqîdah, syarî’ah, dan akhlâq yang melekat pada dirinya, dan diaplikasikan secara berkesinambungan mengingat eksistensi dirinya sebagai insan yang mendapatkan hidayah di dunia dan akhirat hingga merasa bahagia dan selamat dari siksa.101 Integrasi seperti ini merupakan hakekat B-Velue yang dalam gagasan Maslow menjadi karakter penting bagi seseorang yang diindikasikan memiliki kematangan psikologis yang terbebas dari 98 Al-Harâliy menyatakan bahwa seorang ahli ihsan dengan ihsannya telah sampai pada puncak kebaikan amal. Perbuatan ihsannya terhadap sesama hamba tercapai di kala ia memandang dirinya pada diri orang lain, sehingga ia memberikan sesuatu kepadanya yang seharusnya untuk dirinya sendiri. Sedangkan dalam hubungannya dengan Allah, ia meniadakan dirinya hingga yang terlihat hanya Allah. Lebih jauh disebutkan bahwa perbuatan ihsan seseorang terhadap sesamanya ialah dia tidak melihat lagi dirinya, dan hanya melihat orang lain. Secara definitif al-Harâliy menyatakan bahwa ahli ihsan adalah figur yang melihat dirinya pada posisi kebutuhan orang lain dan tidak melihat dirinya ketika beribadah kepada Allah swt. Oleh karena itu menurutnya muhsin adalah sosok yang telah mencapai dua sisi sekaligus, yaitu di satu sisi ia telah mencapai puncak kebaikan dalam amal, dan di sisi lain ia telah memposisikan profil atau citra dirinya. Al-Biqâ’iy, Nazhm Al-Durar, Jilid 1, 142. 99 Goble, The Third Force, 32. 100 Majid menyebutnya kemanusiaan yang memancar dari Ketuhanan (habl min al-nâs yang memancar dari habl min Allah). Majid, Islam Doktrin, h. xv. 101 Al-Qusyairiy, Lathâ`if Al-Isyârât, Jilid 5, h. 129. Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-27-
ORIENTASI DAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM. Kajian Ihsan: Relevansi Konsep Khosyah Dan Musyahadah Dengan Peak Experience Dalam Psikologi Humanistik Maslow
-28-
tradisi dikotomi,102 Sehingga seorang yang khasyyat Allah terbebas dari pemikiran yang mempertentangkan antara syarî�’ah dan akhlak, meski sering terjadi pemikiran yang mempertentangkan antara keduanya. Syarî�’ah yang diwakili oleh para pakar fikih dan akhlak yang diwakili kaum sufi di masa lalu sering didikotomikan, yang memunculkan konflik antara kaum zhâhiriy dan bâthiny. Kondisi ini tidak terjadi pada pribadi seorang yang khasyyat Allah mengingat orientasinya lebih kepada kualitas amal yang dapat mendatangkan manfaat dan penghargaan. Suasana spiritual semacam itu sepadan dedngan orang yang merasakan pengalaman puncak yang telah menaburkan benih kebaikan dan manfaat bagi orang lain.103 Keadaan ini mendatangkan apresiasi positif dari pihak lain, yang mengalir kepadanya sebagai konsekuensi dari wujud tanda jasa (balasan) atas segala komitmen dan kebajikannya, kendati penghargaan tidak menjadi tumpuan harapannya. Akan tetapi komitmen moralnya menyebabkan ia ingin menyaksikan kebajikan diberi pahala. Sedangkan kekejaman, pemerasan, dan kejahatan diberi hukuman.104 Akan tetapi, dalam konteks ini, yang membedakan antara seorang yang khasyyat Allah dengan seorang yang mengalami peak experience (pengalaman puncak spiritual) adalah di antara orangorang yang mencapai aktualisasi diri dengan pengalaman mistik atau pengalaman puncak terdapat orang yang cuek dan pelupa, bahkan ada yang terlalu baik kepada orang lain.105
4. Hubungan Musyâhadah dengan Peak Experience Musyâhadah berasal dari kosakata شاهد- يشاهد- مشاهدةberarti melihat atau memandang.106 Sebagai fi’l tsulâtsi mazîd (kata kerja yang mendapatkan huruf tambahan) huruf alif pada fa fi’l-nya, kosakata tersebut mempunyai fi’l tsulâtsi mujarrad-nya (kata kerja yang tidak mendapatkan huruf tambahan) berupa kata شهودا-شهد –يشهد yang bermakna menghadiri, melihat, menengok, mengetahui, dan menyaksikan.107 Al-Qur`an banyak menyebutkan kosakata tersbut berupa fi’l 102 Maslow, Motivation, h. 149. 103 Boeree, Personality, h. 260. 104 Goble, The Third Force, h. 36. 105 Boeree, Personality, h. 260. 106 Yunus, Kamus, h. 206. 107 Yunus, Kamus, h. 206.
Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Dr. Slamet Firdaus
tsulâtsi mujarrad berikut derivasinya sebanyak 160 kali,108 sementara fi’l mazîd tidak disebut sama sekali. Adapun yang berkenaan dengan terjadinya penglihatan manusia atau potensi yang memungkinnya melihat Allah terdapat pada satu ayat, yaitu termaktub pada surah Al-A’râf/7 : 172.109 Ayat ini merupakan dialog (muhâwarah) antara manusia dengan Allah swt yang berisikan pengambilan janji tentang keesaan-Nya yang menjadi fitrah bagi mereka agar mereka tidak memungkirinya atau mengkambinghitamkan orang-orang tua mereka yang tidak bertauhid (musyrik).110 Dialog ini terjadi dikarenakan manusia dalam keadaan suci (fitrah), peluang terjadinya musyâhadat Allah ada pada setiap mereka, selama kesucian diri senantiasa melekat dalam kehidupan mereka, kesucian diri merupakan faktor strategis dan menentukan bagi terjadinya musyâhadat Allah yang merupakan pengalaman spiritual tertinggi (peak Experience). Kedekatan konsep antara musyâhadah dengan peak Experience terletak pada seseorang yang sedang berada dalam kondisi spiritual yang terbaik karena mampu menikmati kebahagiaan dan ketentraman yang optimal, kendati dari sisi kualitasnya keduanya dirasakan secara berbeda oleh setiap individu sejalan dengan kadar dan bidang yang dialami. Maslow mempersepsikan pengalaman puncak adalah saat dalam kehidupan seseorang merasa berfungsi penuh, kuat, yakin pada dirinya, dan sepenuhnya menguasai diri, artinya pengalaman puncak dapat disebut sebagai saat seseorang merasa berada dalam kondisi terbaik, saat diliputi perasaan khidmat, kebahagiaan yang mendalam, kegembiraan, dan ketentraman atau ekstase,111 Dari sudut pandang ini Peak experiences dapat dipahami sebagai pengalaman nyata (being) yang ditandai dengan kebahagiaan dan kepuasan -suatu keadaan sempurna dan pencapaian tujuan sementara, tanpa usaha keras dan tidak egosentris.112 108 ‘Abd al-Bâqiy, Al-Mu’jam, h. 492-495. 109 Teks ayatnya sebagai berikut: “ dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)". (QS. Al-A’râf/7 : 172) 110 Ibn Âsyȗr, Al-Tahrîr wa al-Tanwîr, Jilid 4, Juz 9, h. 166-168 111 Goble, The Third Force, h. 56. 112 Atkinson, Introdaction, Jilid 2, h. 401. Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-29-
ORIENTASI DAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM. Kajian Ihsan: Relevansi Konsep Khosyah Dan Musyahadah Dengan Peak Experience Dalam Psikologi Humanistik Maslow
-30-
A. KEMAMPUAN BEREKSTASI Kebanyakan orang paling tidak memiliki satu atau lebih pengalaman spiritual, sehingga penting bagi seseorang untuk berpikir tentang pengalaman-pengalaman hidup yang paling menyenangkan, saat-saat ekstase, momen-momen kegembiraan, dan sebagainya. Peak experiences merupakan karakteristik respon seseorang terhadap pengalaman tersebut yang biasanya sering terjadi pada para pribadi yang mengalami kematangan psikoligis.113 Para nabi merupakan figur yang tidak diragukan lagi mengalami dan merasakan ekstasi114 (kegembiraan yang meluap-luap) sebagai pengalaman puncak spiritualnya dan musyâhadat Al-Haq. Nabi Muhammad saw adalah salah satu dari mereka yang berdialog dengan mlaikat Jibril as di gua Hira dan di luarnya bertalian dengan pertama kali turun wahyu dari Allah kepadanya merupakan kegembiraan batin tersendiri yang luar biasa, hingga Khadijah as dan Waraqah bin Naufal mengharapkannya menjadi nabi bagi umat ini dan menganjurkannya untuk bergembira.115 113 Hal ini merupakan seruan Maslow kepada setiap orang. Wilcox, Personality, h. 298. 114 Berasal dari kata ecstacy yang berarti kegembiraan yang luar biasa, kegembiraannya meluap-luap, dan luar biasa kegembiraannya. John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (An English-Indonesia Dictionary), (Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1995), h. 206. 115 Setibanya Nabi saw di rumah Khadijah ra setelah menerima wahyu surah al-‘Alaq/96 : 1-5 dari Allah melalui malaikat Jibril as bercerita kepada isterinya Khadijah ra sebagaimana yang dialami dan dilihatnya di Gua Hira. Jibril di saat itu membawa secarik kain Dibaj yang terdapat tulisan, Jibril berdialog dengannya dengan mengatakan “bacalah”, Nabi menjawab “Aku tidak bisa membaca”, Jibril mencekik lehernya dengan kain Dibaj, kemudian ia melepasnya dan berkata “bacalah”, Nabi menjawab “Apa yang harus aku baca?”, Jibril mencekiknya kembali, lalu melepasnya dan berkata ”bacalah”, Nabi menjawab “Apa yang harus aku baca?”, Jibril me3ncekiknya kembali, lalu melepaskannya dan berkata “bacalah”, Nabi menjawab “Apa yang harus aku baca?”, kemudian Jibril mengutarakan surah Al-‘Alaq/96 : 1-5, aku-pun membacanya. Setibanya aku di luar gua Hira, di tengah-tengah gunung, terdengar suara dari langit, “Hai Muhammad, engkau utusan Allah dan aku Jibril” hingga dua kali. Cerita itu direspon oleh Khadijah, seraya berkata kepadanya; Wahai anak pamanku bergembiralah, dan aku berharap engkau menjadi nabi bagi umat ini. Demikian pula Waraqah ibn Naufal mengutarakan perkataan yang senada dengan Khadijah di kala bertemu dengannya di Masjid al-Haram sedang melaksanakan tawaf. Abî Muhammad ‘Abd al-Mâlik ibn Hisyâm al-Mu’âfiriy (w. 212 H), Al-Sîrah al-Nabawiyyah, (Kairo, Al-Maktabah al-Tawfîqiyyah, t.t), Jilid 1, Juz 1, h. 171-174. Selanjutnya disebut Ibn Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Dr. Slamet Firdaus
Nabi Musa as yang mengalami nikmat dan kebahagiaan yang luar biasa sampai lupa akan tugas kerasulannya berdakwah kepada umatnya ketika berdekatan dengan Allah swt melalui munajat dan beribadah kepada-Nya hingga yang semula jatahnya 30 malam ditambah oleh-Nya 10 malam hingga menjadi 40 malam yang dijadikan sebagai mîqât rabbih (kadar waktu tertentu untuk melaksanakan dan menyelesaikan suatu pekerjaan tertentu pula yang ditentukan Allah).116 Keistimewaannya tersebut terjadi melewati sejarah panjang, dimulai dari keterpisahan Nabi Musa as dari kedua orang tua kandung, kemudian berada pada asuhan keluarga Fir’aun sejak usia bayi yang dilaluinya dengan akhlak mulia hingga dirinya menjadi insan pilihan Allah yang di usia dewasa (usia 40 tahun) sebelum ditetapkan sebagai seorang nabi telah mendapatkan penghargaan luhur berupa hikmah (kecerdasan dan pemahaman) dan ilmu seperti tercantum dalam surah Al-Qashash /28 : 14.117 Demikian ini menjadi bagian melekat dari pengalaman puncak yang sampai transendensi yang merupakan saat seseorang sedang merasakan ekstase, perasaan bersatunya diri seseorang dengan apa yang ada di luar dirinya, baik yang fisikal atau non fisikal (metafisik), dalam terminologi tasawuf ekstase tersebut merupakan tujuan utama bagi seseorang dalam pencarian kebenaran, yaitu penyatuan antara tiga realitas kosmos (mikrokosmos, makrokosmos, dan metakosmos) yang diistilahkan dengan tauhid (penyatuan)118 atau musyâhadat Al-
Hisyâm, Al-Sîrah. 116 Essey ini merupakan penafsiran Ibn Âsyûr atas surah Al-A’râf/7 : 142, ia menyatakan bahwa penambahan waktu sebanyak 10 malam bukan menjadi pemberian sangsi dari Allah kepada Nabi Musa as, melainkan anugerah-Nya yang diberikan kepadanya, karena ia menikmati dan merasakan kebahagiaan yang meluap-luap dan kegembiraan yang luar biasa. Redaksi ayatnya sebagai berikut: “Dan telah Kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam, dan berkata Musa kepada saudaranya yaitu Harun: "Gantikanlah Aku dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah mereka, dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan". (QS. Al-A’râf/7 : 142) 117 Pendapat tersebut merupakan penafsiran Al-Wâhidiy terhadap ayat tersebut. Al-Wâhidiy, Al-Wajîz, Jilid 1, 814. Teks ayatnya sebagai berikut "Dan setelah Musa cukup umur dan dempurna akalnya, Kami berikan kepadanya hikmah (kenabian) dan pengetahuan, demikianlah Kami memberikan balasan kepada orang-orang yang berbuat ihsan. (QS. Al-Qashash /28 : 14) 118 Murata, The Tao of Islam, h. 299. Selanjutnya disebut Murata, The Tao of Islam. Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-31-
ORIENTASI DAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM. Kajian Ihsan: Relevansi Konsep Khosyah Dan Musyahadah Dengan Peak Experience Dalam Psikologi Humanistik Maslow
-32-
Haq, walaupun dalam tinjauan kaum sufi, musyâhadat Al-Haq bukan penjelmaan makna an ta’bud Allah kaannaka tarâh (kamu beribadah kepada Allah seolah-olah kamu melihat-Nya) melainkan isi makna dari fain lam takun, tarâh119 (jika kamu tidak ada, maka kamu dapat melihat-Nya). Pendapat sufi tersebut dibantah oleh Al-Asqalâniy yang menilainya sebagai orang yang tidak mengerti struktur bahasa Arab.120 Di luar perdebatan tersebut, jika dibaca dengan perspektif Maslow, keadaan spiritual seperti itu bisa terjadi mengingat pengalaman puncak merupakan intensifikasi luar biasa dari setiap pengalaman di mana orang lupa diri atau melampaui (transcendence) dirinya sendiri.121 Peristiwa Isra` dan mi’rajnya Nabi saw merupakan fakta sejarah yang bertalian dengan pengalaman puncak spiritualnya yang menjadi bukti berikutnya akan keberadaan musyâhadat Al-Haq. Beliau bersama malaikat Jibril as berdialog aktif dengan para nabi, dan beliau sendiri mampu berkomunikasi dengan Allah swt yang mengisra`kan dan memi’rajkannya di Sidrat al-Muntaha` yang menghasilkan syareat shalat fardhu lima waktu.122 Dalam dialog tersebut terjadi suasana larutnya beliau dengan keadaan metafisik atau beliau tenggelam dalam kepentingan pihak lain, baik eksistensinya berdimensi yang sepadan maupun berbeda dimensi, dikarenakan yang terlihat oleh seorang yang mencapai musyâhadat Al-Haq sebagai ahli ihsan adalah sesuatu yang berada di luar dirinya, baik Allah atau sesama manusia.123 Secara umum 119 Al-‘Asqalâniy, Fath al-Bâriy, Juz 1, h. 160. 120 Al-‘Asqalâniy menjuluki kelompok sufi tersebut dengan predikat kaum sufi yang berlebih-lebihan, karena mereka mentakwilkan hadis ihsan dengan pendekatan al-Mahw wa al-Fanâ` (peniadaan diri), sehingga makna hadis tersebut ialah jika kalian meniadakan sesuatu dari diri kalian dan meniadakan diri kalian sendiri sampai seolah-olah kalian tidak ada (kaannaka laysa bi maujûd), maka dalam kondisi demikian kalian akan melihat Allah (fainnaka hîna`idz tarâh). Menurut Al-‘Asqalâniy seharusnya mereka membaca dan menulis penggalan hadis tersebut tarah (kamu melihat-Nya) tanpa huruf alif , sebab struktur seperti itu termasuk jumlah syarthiyyah yang kedudukannya sebagai jawâb al-syarth yang majzûm dari fi’l al-syarth fain lam takun (jika kamu meniadakan dirimu). Al-‘Asqalâniy, Fath al-Bâriy, Juz 1, h. 160. 121 Maslow mencontohkannya seperti pemusatan pada persoalan (problem centering), pemusatan pemikiran yang sangat kuat (intense concentration), pengalaman keinderaan yang kuat (intense sensuous experience), lupa diri (self-forgetful), dan keasikan yang mendalam (intense enjoyment) dalam mengikuti musik dan kesenian. Maslow, Motivation, h. 138. 122 Al-‘Asqalâniy, Fath al-Bâriy, Juz 1, h. 605. 123 Al-Harâliy menyatakan bahwa seorang yang berihsan telah sampai pada puncak kebaikan amal. Perbuatan ihsannya terhadap sesama hamba tercapai di kala ia memandang dirinya pada diri orang lain, sehingga ia memberikan sesuatu kepadanya Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Dr. Slamet Firdaus
dapat dinyatakan bahwa pengalaman ini membuat seseorang merasa menjadi bagian “yang tidak terbatas” dan “yang abadi”.124 A. LINTAS ALAM
Pengalaman puncak dalam wujud musyâhadat Al-Haq menyebabkan seseorang yang merasakannya mampu menembus alam lain baik yang fisikal ataupun yang metafisikal. Kekuatannya yang bersifat lintas alam merupakan bentuk potensi spiritual yang menjadikannya melebihi daripada dirinya sendiri, lebih mewujudkan kemampuan dengan sempurna, lebih dekat dengan inti keberadaannya, dan lebih penuh kebermaknaannya sebagai manusia,125 yang melahirkan perasaan bahagia yang tidak terkira, sekaligus menjadikannya memiliki keistimewaan yang berbeda dengan umumnya manusia. Mukjizat para nabi mampu berkomunikasi dengan sesama makhluk selain manusia, setidak-tidaknya bisa mendengar suara dan mengerti bahasanya merupakan fakta sejarah yang menunjukkan akan adanya kemampuan dan pengalaman tersebut. Demikian pula kejadian yang dialami oleh mereka dalam mimpi yang kemudian menjadi bagian yang tidak dapat dilepaskan dari perjalanan hidup mereka. Kisah ru`yat shâdiqat (mimpi yang benar) yang dialami Nabi Ibrahim as, berisikan pesan agar menyembelih puteranya (Ismail as) tersayang yang diyakininya sebagai ibadah kurban126 menjadi contoh historis adanya kemampuan manusia yang menembus lintas batas alam. Padahal kisah tersebut menjadi ujian yang nyata berat baginya, antara kasih sayang terhadap anak kandungnya dan kepasrahan total kepada Allah swt hingga ia merasa bahagia tidak terhingga setelah yang seharusnya untuk dirinya sendiri. Sedangkan dalam hubungannya dengan Allah, ia meniadakan dirinya hingga yang terlihat hanya Allah. Lebih jauh disebutkan bahwa perbuatan ihsan seseorang terhadap sesamanya ialah dia tidak melihat lagi dirinya, dan hanya melihat orang lain. Secara definitif al-Ḥarāliy menyatakan bahwa muḥsin adalah figur yang melihat dirinya pada posisi kebutuhan orang lain dan tidak melihat dirinya ketika beribadah kepada Allah swt. Oleh karena itu menurutnya muḥsin adalah sosok yang telah mencapai dua sisi sekaligus, yaitu di satu sisi ia telah mencapai puncak kebaikan dalam amal, dan di sisi lain ia telah memposisikan profil atau citra dirinya. Al-Biqâ’iy, Nazhm Al-Durar, Jilid 1, 142. 124 Boeree, Personality, h. 260. 125 Crapps, Dialog, h. 165. 126 Hal ini merupakan subtansi makna dari tafsir Ibn ‘Athiyyah terhadap QS. Al-Shaffât/37 : 105. Ibn ‘Athiyyah, Al-Muharrar, 1583. Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-33-
ORIENTASI DAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM. Kajian Ihsan: Relevansi Konsep Khosyah Dan Musyahadah Dengan Peak Experience Dalam Psikologi Humanistik Maslow
-34-
terbelenggu perasaan yang dilematis dan sukses mencapai cita-cita sesudah terperangkap rasa putus asa,127 serta memperoleh sanjungan yang abadi, menjadi orang yang terpuji sepanjang masa dengan predikat ahli ihsan (muhsin) yang disebabkan oleh perbuatan ihsannya128 yang berdimensi musyâhadat Al-Haq. Pilihannya membuktikan ia sebagai pribadi yang teraktualisasikan, karena transendensi atas motivasimotivasi yang bersifat pribadi dan tulus mengorbankan hasrat-hasrat rendah untuk kepentingan hasrat-hasrat luhur.129
127 Abî Hayyân, Al-Bahr Al-Muhîth, Jilid 7, 356. 128 Al-Baydhâwiy, Anwâr Al-Tanzîl, Jilid 2, 299. 129 Goble, The Third Force, 31. Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Dr. Slamet Firdaus
DAFTAR PUSTAKA Al-Qur`ân Al-Karî�m ‘Abbâs, ‘Abbâs ‘Iwadh Allah, Muhâdharât fî al-Tafsîr al-Maudhû’iy, Damaskus, Dâr al-Fikr, 2007. Abî� Al-Su’ûd, Muhammad bin Muhammad bin Mushthafâ Al-‘Amâdiy, Irsyâd Al-‘Aql Al-Salîm ilâ Mazây Al-Kitâb Al-Karîm - Tafsîr Abî AlSu’ûd-, Beirut, Dâr Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah, 2002. Abî� Hâtim, Abd Al-Rahman bin Muhammad bin Idrî�s al-Râziy ibn, Tafsîr Al-Qur`ân Al-‘Azhîm Musnadan ‘an Rasul Allah saw wa Al-Shahâbat wa Al-Tâbi’în, Makkah, Maktabat Nazâr Musthafâ Al-Bâz, 2003. Abû Hayyân, Muhammad ibn Yusuf Al-Andalusiy, Tafsîr Al-Bahr AlMuhîth, Beirut, Dâr Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah, 200. Agama, Departemen, Al-Qur`ân dan Terjemahnya, Madinah Munawwarah, Mujamma’ Al-Malik Fahd li Thibâ’at Al-Mushhaf Al-Syarî�f, Tanpa Tahun. Ali, Atabik dan Ahmad Zuhdi Muhdhar, Kamus Kontemporer ArabIndonesia, Yogyakarta, Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak, Tanpa Tahun. Alûsiy, Al-, Abî� Al-Fadhal Syihâb Al-Dî�n Al-Sayyid Mahmud Al-Baghdadiy, Rûh Al-Ma’ânâ fî Tafsîr Al-Qur`ân Al-Azhîm wa Al-Sab’ Al-Matsâniy, Beirut, Dâr Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah, 1994. ‘Aqad, al-, Abbâs Mahmud, Al-Insân fî Al-Qur`ân, dalam Al-A’mâl alKâmilah, Beirut, Dâr al-Kutub al-Lubnâniy, 1974. Ashfahâniy, Al-, Abû al-Qâsim Al-Husen bin Muhammad bin AlMufadhdhal Al-Râghib, Mu’jam Mufradât al-Alfâzh al-Qur`ân, Beirut, Dâr al-Fikr, Tanpa Tahun. ‘Asqalâniy, Al-, Ahmad ibn Ali ibn Hajar, Fath Al-Bâriy Syarh Shahîh AlBukhâriy, Beirut, Dâr Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah, 1997. Atkinson, Rita L, Richard C. Atkinson, Ernest R. Hilgard, Introduction To Psychology, Sandiego, 8 th ed, Harcourt Brace Jovanovich Internasional Edition, 1983. ‘Awwâ, Al-, Salwa Muhammad, Al-Wujûh wa al-Nazhâ`ir fî al-Qur`ân, Mesir, Dâr al-Syurûq, 1998. Bâqi’, Al-, Muhammad Fu`âd ‘Abd, Al-Mu’jam al-Mufahras li alfâzh alQur`ân al-Karîm, Indonesia, Maktabah Dahlan, Tanpa Tahun. Bastaman, Hanna Djumhana, Dari Anthropo-sentris ke AnthropoReligius-Sentris -Telaah Kritis Atas Psikologi Humanistik- dalam Membangun Paradigma Psikologi Islami, Yogyakarta, penerbit Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-35-
ORIENTASI DAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM. Kajian Ihsan: Relevansi Konsep Khosyah Dan Musyahadah Dengan Peak Experience Dalam Psikologi Humanistik Maslow
-36-
Sipress, 1994. Baydhâwiy, Al-, Nâshir Al-Dî�n Abî� Sa’î�d Abd Allah bin ‘Umar bin Muhammad Al-Syî�râziy, Anwâr Al-Tanzîl wa Asrâr Al-Ta`wîl, Tafsîr Al-Baydhâwiy, Beirut, Dâr Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah, 1999. Bint Syâthi,`Aisyah Abd al-Rahman, Al-Qur`ân wa Qadhâyâ Al-Insân, Mesir, Dâr al-Ma’ârif, Tanpa Tahun. Biqâ’iy, Al-, Burhân Al-Dî�n Abî� Al-Hasan Ibrahim bin Umar, Nazhm Al-Durar fî Tanâsub Al-Âyât wa Al-Suwar, Beirut, Dâr Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah, 2003. Boeree, C. George, Personality Theories, Edisi Indonesia, Melacak Kepribadian Anda Bersama Psikolog Dunia, Penerjemah Inyiak Ridwan Muzir, Jogjakarta, Prismasophie, 2009. Capriles, E, Beyond Mind; Steps to a Metatranspersonal Psychology, Honolulu, HI, The International Journal of Transpersonal Studies, 19, 2000. Crapps, Robert W, An Introduction to Psychology of Religion, Macon, Georgia, Mercer Univercity Prees, 1986. Terjemahan AM. Harjana, Dialog Psikologi dan Agama,Yogyakarta, Kanisius, 1993. Daud, Wan Mohd Nor Wan, The Educational Philosophy and Practice of Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Filsafat dan Praktek Pendidikan Islam Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Penerjemah Hamid Fahmy, M. Arifin Ismail, dan Iskandar Amel, Bandung, Mizan Media Utama, 2003. Dzahabiy, Al-, Muhammad Husein, Al-Tafsîr wa Al-Mufassirûn, Beirut, Dâr al-Turâts al-‘Arabiy, 1976. Farmawiy, Al-, Abû Wisam Abd al-Hayy, Al-Bidâyah fî al-Tafsîr alMaudhû’iy Dirâsah al-Manhajiyyah al-Maudhû’iyyah, terjemah Suryan A. Jamroh, Metode Tafsîr Maudhu’iy, Suatu Pengantar, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 19960. Friedman, S and Miriam W. Schustack, Personality, Classic Theories and Modern Research, Terjemahan Fransiska Dian Ikarini, S.Psi, Maria Hany, dan Andreas Provita Prima, Kepribadian, Teori Klasik dan Riset Modern, Jakarta, Erlangga, 2006. Fontana, David, Psycology, Religion, and Spirituality, Victoria, Black Well Publishing, 2005. Goble, Frank G, The Third Force, The Psychology of Abraham Maslow, New York, N.Y, Washington Square Press, 1971. Hanafi, Hasan, Al-Dîn wa al-Tsawrah fî Mishr 1952-1981, Kairo, Markaz Al-Kitâb li Al-Nashr Kairo, Markaz Al-Kitâb li Al-Nasyr, Tanpa Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Dr. Slamet Firdaus
Tahun. Hâsyimiy, Al-, Al-Sayyid Ahmad Jawâhir Al-Balâghah fî Al-Ma’ânî wa Al-Bayân wa Al-Badî’, Indonesia, Maktabah Dâr Al-Kutub Al‘Ilmiyyah, 1960. Ibn ‘Aqî�l, Syarh Alfiyah Jamâl al-Dîn Muhammad ibn Abd Allah ibn Mâlik, Indonesia, Bandung, Syirkat al-Ma’ârif, Tanpa Tahun. Ibn ‘Arabiy, Abî� Bakar Muhyi Al-Dî�n Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad Al-Hâtimiy, Tafsîr Ibn ‘Arabiy, Beirut, Dâr Al-Kutub Al‘Ilmiyyah, Tanpa Tahun. Ibn ‘Â�syûr, Muhammad Thâhir, Tafsîr Al-Tahrîr wa Al-Tanwîr, Tunis, Dâr Suhnûn li al-Nasyr wa al-Tauzî�’, Tanpa Tahun. Ibn Fâris, Abî� Al-Husain Ahmad bin Zakariyyâ, Mu’jam Al-Maqâyîs fî Al-Lughah, Beirut, Dâr Al-Fikr, 1998. Ibn Katsî�r, ‘Imâd Al-Dî�n Abû Al-Fidâ` Ismail bin Al-Khathî�b Abî� Hafash Umar Al-Qurasyiy Al-Dimasyqiy Al-Syâfi’iy, Tafsīr Al-Qur’ân AlAzhîm (Tafsîr ibn Katsîr), Makkah Al-Mukarramah, Al-Maktabah Al-Tijāriyyah, 1987. ___________________, Qashash Al-Anbiyâ`, Takhrî�j Al-Albâniy, Tahqî�q wa Ta’lî�q Abdurrahman Adil bin Sa’ad, Beirut, Dâr Al-Kutub ‘Ilmiyyah 2006. Ibn al-Manzhûr, Lisân al-Lisân Tahdzîb lisân al-‘Arab, Beirut, Dâr alKutub al-Ilmiyyah, 1993. Ibn Hisyâm, Abî� Muhammad ‘Abd al-Mâlik al-Mu’âfiriy, Al-Sîrah alNabawiyyah, Kairo, Al-Maktabah al-Tawfî�qiyyah, Tanpa tahun. Ibn Taimiyyah, Taqy Al-Dî�n Abî� Al-‘Abbâs Ahmad bin ‘Abd Al-Halî�m bin ‘Abd Al-Salâm Al-Harrâniy Al-Damsyiqiy, Al-Tafsîr Al-Kâmil, Beirut, Dâr al-Fikr, 2002. ___________________, Al- Îmân, Kairo, Dâr Al-Hadî�ts, 1994. Izutsu, Thashihiko, Ethico Religius Concept in the Qur`an, terjemah Mansuruddin Djaely, Etika Beragama dalam Al-Qur`ân, Pustaka Firdaus, 1995. Jauhariy, Thanthâwiy, Al-Jawâhir fî Tafsîr Al-Qur`ân Al-Karîm AlMusytamil ‘alâ ‘Ajâ`ib badâ`i’ Al-Mukawwanât wa Gharâ`ib Al-Âyât Al-Bâhirât, Beirut, Dâr Ihyâ` Al-Turâts Al-‘Arabiyyah, 1991. Jauziy, Al-. Abî� Al-Faraj Jamâl Al-Dî�n Abd Al-Rahmân bin Ali bin Muhammad, Zâd Al-Masîr fî ‘Ilm al-Tafsîr, Beirut, Maktabah Dâr Ibn Hazm, 2002. Jî�liy, Al-, Abd Al-Karî�m ibn Ibrâhî�m, Al-Insân Al-Kâmil fî Ma‘rifat alAwâkhir wa al-Awâ`il, Mesir, Maktabah Zahrân, 1999. Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-37-
ORIENTASI DAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM. Kajian Ihsan: Relevansi Konsep Khosyah Dan Musyahadah Dengan Peak Experience Dalam Psikologi Humanistik Maslow
-38-
Khâlidiy, Al-, Shalâh ‘Abd alFattâh, Al-Tafsîr al-Maudhû’iy baina alNazhriyyah wa al-Tathbîq, Yordan, Dâr al-Nafâ`is li al-Nasyr wa al-Tauzî�’, 1997. Khâlidiy Al-, Shalâh ‘Abd al-Fatâh, Ta’rîf Al-Dârisîn bi Manâhij AlMufassirîn, (Damaskus, Dâr Al-Qalam, tahun 2006. Lughagh, Al-, Majma’, Mu’jam Alfâzh Al-Qur`ân Al-Karîm, Al-Qâhirah, Al-Mathba’ah Al-Amî�riyyah, 1953. Madjid, Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaban “Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemoderenan,” Jakarta, Paramadina, 2005. Marâghiy, Al-, Ahmad Mushthafa, Tafsîr al-Marâghiy, Beirut, Dâr Ihyâ` al-Turâts al-‘Arabiy, Tanpa tahun. Maslow, Abraham Harold, Motivation and Personality, New York, Revised by Robert Froger, James Fadiman, Cynthia McReynolds, Ruth Cox, Third Edition, Longman, tanpa tahun. ___________________, The Farther Reaches of Human Nature, New York, The Viking Press, Published by Penguin Books Limited, 1971. Murata, Sachiko The Tao of Islam: A Saurcebook on Gender Relationship in Islamic Tought, terjemahan Rahmani Astuti & M. Nasrullah, The Tao of Islam, Kitab rujukan Tentang Relasi Gender Dalam Kosmologi dan Teologi Islam, Bandung, Mizan, 1998. Nasution, Harun, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1990. Nawawiy, Al-, Muhyi Al-Dî�n Yahya bin Syaraf Abî� Zakariyyâ Al-Damsyiqiy Al-Syâfi’iy, Shahîh Muslim bi Syarh Al-Nawawiy (Al-Minhâj), Beirut, Dâr Al-Ihyâ` Al-Turâts Al-‘Arabiy, 2000. Nawawiy, Al-, Imam Abî� Zakariyyâ Muhyi Al-Dî�n ibn Sharaf, Al-Majmû’ Syarh Al-Muhadzdzab, Beirut, Dâr al-Fikr, Tanpa tahun. Nushratiy, Al-, Hamzah ‘Abd al-Hafî�zh Furaghliy, dan Abd al-Hamî�d Mushthafâ, al-Mu’jam al-Maudhû’iy li Ma’ânî al-Ayât al-Qur’âniyyah, Mesir, Maktabat al-Nusyratiy, Tanpa Tahun. Qâsimiy, Al-, Muhammad Jamâl al-Dî�n, Al- Tafsîr al-Qâshimiy (Mahâsin al-Ta’wîl), Beirut, Dâr al-Fikr, 1978. Qaththân, al-, Mannâ’ Khalî�l, Mabâhits fî ‘Ulûm Al-Qur`ân, Riyâdh, Maktabah al-Ma’ârif, 1988. Qurthubiy, Al-, Abû ‘Abd Allah Muhammad ibn Ahmad ibn Abî� Bakr ibn Farh Al-Anshâriy Al-Khazraziy Al-Andalusiy, Al-Jâmi’ li Ahkâm AlQur`ân (Tafsîr Al-Qurthubiy), Kairo, Maktabah Riyâdh Al-Hadî�tsah, Tanpa Tahun. Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Dr. Slamet Firdaus
Qusyairiy, Al-, ‘Abd al-Karî�m bin Hawâzin bin ‘Abd al-Mâlik bin Thalhah bin Muhammad al-Naisâbûriy Abû al-Qâsim, Lathâ`if al-Isyârât, Tahqî�q Said Qathî�fat, (Mesir, Al-Maktabah al-Taufî�qiyyah, Tanpa Tahun. Râziy, Al-, Fakhr al-Dî�n Muhammad ibn Umar ibn al-Husain ibn al-Hasan ibn ‘Alî� al-Tamî�miy al-Bakriy al-Syâfi’iy, Mafâtih al-Ghayb (Al-Tafsîr al-Kabîr), Beirut, Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah, 1990. Samarqandiy, Al-, Abî� Al-Laits Nashr bin Muhammad bin Ahmad bin Ibrahim, Bahr Al-‘Ulûm - Tafsîr Al-Samarqandiy, Beirut, Dâr AlKutub Al-‘Ilmiyyah, 1993. Samî�n, Al-, Ahmad bin Yusuf bin Al-Dâ`im Al-Halabiy, Tahqî�q Muhammad Bâsil ‘Uyûn Al-Sâdiy, ‘Umdat Al-Huffâzh fî Tafsîr Asyraf Al-Alfâzh, Mu’jam Lughawiy li Alfâzh Al-Qur`ân Al-Karîm, Beirut, Dâr Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah, 1996. Shihab, M. Quraish, Membumikan al-Qur`an¸ Bandung, Mizan, 1997. ___________________, Tafsîr Al-Qur’an Al-Karim, Tafsîr Atas Surat-surat Pendek Berdasarkan urutan turunnya Wahyu, Bandung, Pustaka Hidayah, 1997. Surakhmad, Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah, Dasar, Metode dan tehnik, Bandung, Penerbit Tarsito, 1998. Suyûthiy, Al-, Jalâl al-Dî�n Abû al-Fadhal ‘Abd al-Rahmân bin Abî� Bakr bin Muhammad, al-Syâfi’iy, Al-Durr al-Mantsûr fî al-Tafsîr al-Ma’tsûr, Beirut, Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2000. ___________________, Al-Itqân fî ‘Ulûm Al-Qur`ân, Beirut, Dâr Ibn Katsî�r, 1996. ___________________, Asbâb Al-Nuzûl (Mesir, Maktabah Nâshir, Tanpa Tahun. Syaukâniy, Al-, Muhammad bin Ali bin Muhammad, Fath Al-Qadîr AlJâmi’ bayna Fannay Al-Riwâyah wa Al-Dirâyah min ‘Ilm Mafâtih, Beirut, Dâr Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah, Tanpa Tahun. Syirbâshiy, Al-, Ahmad, Qishshat al-Tafsîr, Mesir, Dâr Al-Qalam, 1962. Thabariy, Al-, Ja’far Muhammad bin Jarir Tafsîr Al-Tabariy, Jâmi’ Al-Bayân fî Ta`wîl Al-Qur`ân, Beirut, Dâr Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah, 1999. Tharâbulsiy, Al-, Husen bin Muhammad Al-Jasr, Al-Hushûn AlHamîdiyyah li Al-Muhâfazhat ‘alâ Al-‘Aqâ’id Al-Islâmiyyah, Bandung, Penerbit al-Ma’ârif, Tanpa tahun. Thouless, Robert H, An Introduction to the Psychology Religion. Pengantar Psikologi Agama, Penerjemah Machnun Husein. Jakarta, Raja Grafindo, 1992. Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-39-
ORIENTASI DAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM. Kajian Ihsan: Relevansi Konsep Khosyah Dan Musyahadah Dengan Peak Experience Dalam Psikologi Humanistik Maslow
-40-
Wâhidiy, Al-, Abî� Al-Hasan Ali bin Ahmad al-Naysâbûriy, Al-Wajîz fî Tafsîr Al-Kitâb Al-‘Azîz, Tahqî�q Shafwân ‘Adnân Dâwudiy, Beirut, Dâr Al-Qalam, 1995. Wilcox, Lynn, Sufism and Psychology, Chicago, Abjad, 1995. Yunus, Mahmud, Kamus Bahasa Arab-Indonesia, Jakarta, Yayasan penyelenggara penterjemah dan penafsir Al-Qur`ân, 1972. Yusuf, Syamsu dan A. Juntika Nurihsan, Teori Kepribadian, Bandung Rosda Karya, 2007. Zamakhshariy, Al-, Abî� al-Qâsim Jâr Allah Mahmûd ibn ‘Umar alKhawarizmiy, Al-Kasysyâf ‘an Haqâ`iq al-Tanzîl wa ‘Uyûn alAqâwil fî Wujûh al-Ta`wîl, Mesir, Syirkah Maktabah wa Mathba’ah Mushthafâ al-Bâb al-Halabiy, 1972. Zarkashiy, Al-, Badr al-Dî�n Muhammad bin ‘Abd Allah, Al-Burhân fî ‘Ulûm Al-Qur`ân, Beirut, Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2001. Zarqâniy, Al-, Muhammad ‘Abd Al-‘Azhî�m, Manâhil al-‘Irfân fî ‘Ulûm Al-Qur`ân, Beirut, Dâr Al-Turâts Al-‘Arabiy, 1991.
Zuhdi, Masjfuk, Pengantar Ulumul Qur`an, Suranaya, PT. Bina Ilmu, 1980.
Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP PERUBAHAN NOMENKLATUR SURAT KEPUTUSAN (SK) IZIN PELAKSANAAN DARI PROGRAM STUDI MUAMALAH/ EKONOMI PERBANKAN ISLAM KE MUAMALAH vv Sri Rokhlinasari, SE, M.Si Abstrak This study aims to determine the perceptions and expectations of students about changing the nomenclature of the course name from Departement of Muamalah-Islamic Banking System to Departement of Muamalah at IAIN Syekh Nurjati Cirebon. This study uses a quantitative approach involving a student population of faculty of Sharia on related subjects. The aspects under research are student perception on the nomenclature name change of department, the impacts nomenclature on learning motivation of student and the impacts of the nomenclature name on curriculum. The results of this research are first, the overall attitude of the majority of respondents indicated that students chose the name, Muamalah-Islamic Banking System with a motivation of (1) needing to know the Islam-based economic activities, (2) needing to focus more on the banking / Islamic banking, (3) needing to implement Islamic economics and (4) needing to graduate from the department which has a bright prospect. Second, despite the nomenclature change of the name of the department, this does not affect to the declining motivation of students to learn. Third, yet, the curriculum developed in the course is still seen as inadequate. Keywords: perception, expectation, changing the nomenclature, Muamalah, Muamalah-Islamic Banking System
A. PENDAHULUAN Salah satu jurusan di bawah naungan fakultas syariah IAIN Syekh Nurjati adalah jurusan muamalah yang saat ini memiliki satu program studi yaitu muamalah. Munculnya nama program studi muamalah sesuai izin perpanjangan program studi yang sebelumnya adalah program studi muamalat/Ekonomi Perbankan Islam. Harapan ke depan jurusan muamalah ini akan membuka program- program studi baru. Hal ini berpijak pada logika bahwa lembaga pendidikan adalah seperti sebuah perusahaan jasa. Secara umum sebuah perusahaan Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-41-
PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP PERUBAHAN NOMENKLATUR SURAT KEPUTUSAN (SK) IZIN PELAKSANAAN DARI PROGRAM STUDI MUAMALAH/EKONOMI PERBANKAN ISLAM KE MUAMALAH
-42-
dalam konteks manajemen akan terus menerus melakukan peningkatan diri melalui diversifikasi produk. Dalam difersifikasi produk, kualitas merupakan kekuatan produk agar dapat bersaing dengan program studi lain yang sejenis. Hal inilah yang melandasi mengapa jurusan muamalah menghendaki adanya pembukaan prodi baru selain untuk tujuan peningkatan pangsa pasar, hingga menghadapi situasi kompetisi global. Upaya-upaya yang mengarahkan pendidikan yang berorientasi pada suatu kualitas (mutu) tertentu. Seperti yang dikemukan Edward Sallis (2006) pengelolaan model seperti ini mengandaikan adanya upaya pihak pengelola institusi pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan berdasarkan manajemen perusahaan, yang menghendaki adanya perbaikan yang berkelanjutan dengan tujuan kepuasan pelanggan (customer saticfation)). Kualitas sebuah program studi, dapat dilihat dari sisi tangible/ fisik berupa sarana/prasarana juga adanya bukti fisik legalitas dalam operasional pelaksanaan nya, harus dapat dibuktikan secara legal yang dicerminkan oleh adanya SK izin pelaksanaan program studi. Demikian halnya dengan program studi Muamalah, telah memiliki legalitas operasional berupa Surat Keputusan (SK) izin operasional. Namun sebenarnya SK izin tersebut merupakan izin perpanjangan program studi yang sebelumnya yaitu izin pelaksanaan program studi Muamalah/Ekonomi Perbankan Islam. Jadi, dalam hal ini permasalahannyaadalah adanya perubahan nomenklatur SK Program studi dari Muamalah/Ekonomi Perbankan Islam menjadi SK Program studi Muamalah. Sementara selama ini mahasiswa hanya mengetahui program studi mereka adalah Muamalah-Ekonomi Perbankan Islam padahal program studi muamalah (keduanya merupakan sesuatu yang berbeda). Perlu diketahui program studi (prodi) Muamalah-Ekonomi Perbankan Islam merupakan salah satu prodi yang paling diminati, dibanding prodi al ahwal sakhsiyah (aas) yang sama-sama di bawah fakultas syariah, prodi Muamalah ini memiliki jumlah mahasiswa terbanyak. Peminatnya, selain lulusan MAN/MA adalah lulusan dari SMA/SMK yang sangat mendominasi. Mengapa? karena ketertarikan mereka adalah pada ekonomi perbankan islam yang dipromosikan lewat baligo, terpampangnya giant baner serta tersebarnya poster dan brosur di sekolah mereka. Bagaimanapun, saat ini seolah-olah pelaksanaan program studi Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Sri Rokhlinasari, SE, M.Si
masih mengikuti sk izin pelaksanaan program studi Muamalah ekonomi perbankan islam yang lama (SK yang terdahulu). Apakah hal yang seperti ini akan terus berlanjut? Sebenarnya ada juga beberapa pihak internal institusi yang mengemukakan sebuah sinyal kekawatiran. Bagaimana jika alumni program studi ini akhirnya mengetahui bahwa program studi yang mereka jalani adalah bukan seperti yang mereka harapkan ? Mungkin begitu yang ada dalam benak mereka. Sementara internal program studi, sangat menghendaki bahwa permasalah ini harus dapat segera diselesaikan, maksudnya supaya fairly, transparan tentang kemasan yang sesuai dengan isi yang dijual. Dari hasil pembicaraan secara pribadi dengan pembantu ketua I fakultas syariah dengan Dirjen, bahwa sk izin program studi itu tidak bisa dirubah lagi. Kemudian, rektor juga mengemukakan bahwa pembukaan program studi baru ekonomi perbankan islam strongly recomended. Sementara, dekan fakultas syariah akan mencari sendiri solusinya. Mungkin mahasiswa tidak mengetahui permasalahan SK izin ini, mereka hanya mengetahui produk apa yang dipromosikan selama ini (yaitu Ekonomi Perbaikan islam). Persepsi mahasiswa tentang perubahan nomenklatur sk ini sangat diperlukan, juga apa harapan mereka terhadap program studi yang dipilih. Hal ini penting untuk diketahui oleh pihak jurusan untuk mengambil keputusan yang tepat dalam menyikapi perubahan nomenklatur SK tersebut. Bagaimanapun, SK izin pelaksanan program studi adalah upaya untuk menguatkan prodi muamalah /ekonomi perbankan islam. Status yang kuat dan jelas akan semakin memberi semangat untuk segera mempersiapkan diri dengan jalan peningkatan mutu melalui jalur akreditasi bagi semua program studinya. Hal ini sangat berkaitan dengan kesiapan program studi dalam hal manajemen, seperti, perumusan visi dan misi, tujuan program studi yang pada gilirannya akan mewarnai kompetensi profesi lulusan. Kompetensi lulusan merupakan sesuatu yang penting dan sangat ditekankan dalam SK. Mendiknas nomor 232/U/2000 dan 045/ U/2002. Hal ini pun menunjukkan bukti keseriusan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan di perguruan tinggi. Di dalam kedua surat keputusan tersebut, meskipun tak dinyatakan secara spesifik, ada petunjuk bahwa kurikulum yang berlaku di perguruan tinggi perlu mengacu pada seperangkat kompetensi tertentu sesuai visi dan misi program studi. Konsekuensinya, program studi diharapkan mampu Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-43-
PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP PERUBAHAN NOMENKLATUR SURAT KEPUTUSAN (SK) IZIN PELAKSANAAN DARI PROGRAM STUDI MUAMALAH/EKONOMI PERBANKAN ISLAM KE MUAMALAH
-44-
merancang, mengimplementasikan, dan mengevaluasi kurikulum sesuai tuntutan kedua surat keputusan tersebut. Pogram studi Muamalah/Ekonomi Perbankan Islam dalam memenangkan kompetisi sebenarnya telah menciptakan lulusan yang diminati pasar (bank dan lembaga keuangan non bank) serta peluang kewirausahaan dalam penciptaan lapangan kerja baru. Alumni sebagai output dari program studi ini ada yang telah diserap oleh dunia kerja adapula yang dapat mencipkan usaha terdiri melalui kewirausahaan. Perumusan penelitian dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut: (1) Bagaimana persepsi mahasiswa terhadapa perubahan nomenklatur surat keputusan izin pelaksanaan program studi dari Muamalah/Ekonomi Perbankan Islam ke program studi Muamalah? (2) Bagaimana harapan mahasiswa terhadap Jurusan Muamalah? Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi mahasiswa terhadap perubahan nomenklatur surat keputusan izin pelaksanaan program studi dari Muamalah/Ekonomi Perbankan Islam ke program studi Muamalah.Untuk mengetahui harapan mahasiswa terhadap Jurusan Muamalah. Ruang lingkup penelitian ini dibatasi hanya pada masalah persepsi mahasiswa terhadap perubahan nomenklatur surat keputusan izin pelaksanaan program studi dari Muamalah/Ekonomi Perbankan Islam ke program studi Muamalah serta harapan mahasiswa terhadap Jurusan Muamalah. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan pihak fakultas syariah dan jurusan muamalah dalam menyikapi perubahan status surat keputusan izin program studi (dari Muamalah/Ekonomi Perbankan Islam ke program studi Muamalah) dan berkaitan dengan rencana strategis dan kebijakan pengembangan kelembagaan dan pengembangan ilmu. B. METODOLOGI PENELITIAN 1. Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Muamalah aktif tahun ini (2011) berjumlah 800. Penentuan jumlah minimal sampel dengan menggunakan rumus berikut (Rao, 1996): mengasumsikan m o e sebesar 10%. Maka jumlah sampel untuk penelitian ini dengan margin of error maximum sebesar 10 % adalah: 99. Pemilihan sampel dengan teknik judgement sampling yang merupakan salah satu jenis purposive sampling, dalam hal ini adalah mahasiswa semester 1, 3, 5 Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Sri Rokhlinasari, SE, M.Si
dan 7 dengan alasan mereka aktif dalam perkuliahan semester gasal dalam tahun ini. 2. Sumber dan Metode Pengumpulan data Data penelitian bersumber pada data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan menyebarkan angket dan wawancara. 3. Teknik Skala Prosentase Untuk memberikan gambaran respon mahasiswa terhadap masing-masing item pernyataan tentang motivasi dan kurikulum digunakan rumus sebagai berikut:
P=
F X100% N
Keterangan : P N F 100%
= Prosentase yang ingin diketahui. = Jumlah sample penelitian. = Frekuensi ( jumlah yang di inginkan ) = Bilangan konstanta ( Tetap )
D. TEMUAN 1. Gambaran Umum Responden Responden dalam penelitian ini adalah mahasiswa muamalah ekonomi perbankan Islam semester 1, 3, 5 dan 7 dengan gambaran prosentase responden terdiri dari: 9 mahasiswa (semester 1), 7 mahasiswa (semester 3), 22 mahasiswa (semester 5 ) dan 12 mahasiswa (semester 7) sehingga total responden adalah 50 mahasiswa. Berdasarkan jumlah angket sebanyak 99 yang disebar, hanya 50 yang kembali. Selanjutnya jika disajikan dalam sebuah diagram, hasilnya sebagai berikut: SEMESTER
Valid
1 3 5 7 Total
Frequency 9 7 22 12 50
Percent 18.0 14.0 44.0 24.0 100.0
Valid Percent 18.0 14.0 44.0 24.0 100.0
Cumulative Percent 18.0 32.0 76.0 100.0
Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-45-
PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP PERUBAHAN NOMENKLATUR SURAT KEPUTUSAN (SK) IZIN PELAKSANAAN DARI PROGRAM STUDI MUAMALAH/EKONOMI PERBANKAN ISLAM KE MUAMALAH
-46-
Responden sebelum menjadi mahasiswa memiliki latarbelakang pendidikan sebagai berikut : a. SMU-IPA sebanyak 19 orang b. SMU-IPS sebanyak 3 orang c. SMK-Ekonomi/akuntansi sebanyak 10 orang d. MA/MAN-IPA sebanyak 6 orang e. MA/MAN-IPS sebanyak 8 orang f. Lainnya sebanyak 4 orang masing-masing adalah lulusan pesantren, SMK Otomotif, SMK-permesinan dan D1 komputer akuntansi (lihat tabel EDU). EDU Valid
1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 Total
Frequency 19 3 10 6 8 4 50
Percent 38.0 6.0 20.0 12.0 16.0 8.0 100.0
Valid Percent 38.0 6.0 20.0 12.0 16.0 8.0 100.0
Cumulative Percent 38.0 44.0 64.0 76.0 92.0 100.0
Responden terbanyak adalah lulusan SMU–IPA, diikuti berturutturut lulusan SMK-Ekonomi /akuntansi, lulusan MA/MAN-IPS, lulusan MA/MAN-IPA, SMU-IPS dan lainnya beragam. Reponden memiliki latar belakang sosial yang dilihat dari bidang pekerjaan orangtuanya sebagai berikut (lihat tabel: kerja) KERJA
Valid
a. b. c. d.
1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 Total
Frequency 8 2 9 3 26 2 50
Percent 16.0 4.0 18.0 6.0 52.0 4.0 100.0
Valid Percent 16.0 4.0 18.0 6.0 52.0 4.0 100.0
Pendidikan sebanyak 8 orang Hukum/Syariah sebanyak 2 orang Ekonomi/Keuangan/Perbankan sebanyak 9 orang Pertanian/Peternakan sebanyak 3 orang
Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Cumulative Percent 16.0 20.0 38.0 44.0 96.0 100.0
Sri Rokhlinasari, SE, M.Si
e. Kewirausahaan sebanyak 26 orang f. Lainnya (ABRI) sebanyak 2 orang Responden kebanyakan memiliki latar belakang sosial bidang kewirausahaan, kemudian disusul bidang ekonomi/keuangan / perbankan dan pendidikan.
2. Persepsi Mahasiswa Terhadap Perubahan Nomenklatur SK Program Studi Untuk menggambarkan persepsi mahasiswa terhadap perubahan SK, akan dilihat persepsi mereka dalam hal sikap, motif, kepentingan, target, pengharapan, pengalaman masa lalu, dan faktor situasional (latar belakang kemiripan, keadaan/tempat kerja dan keadaan sosial). Program studi muamalah–ekonomi perbankan Islam telah memperoleh perpanjangan pelaksanaan. Namun terjadi suatu kekeliruan nomenklatur, yang awalnya Muamalah-Ekonomi Perbankan Islam yang berfokus pada Islamic banking, saat ini hanya tertera PILIHAN nomenklatur muamalah saja tanpa tambahan ekonomi perbankan Cumulative Islam. Apakah perubahan ini akan mempengaruhi persepsi dan sikap Frequency Percent Valid Percent Percent mahasiswa? Ketika mahasiswa dihadapkan pada suatu pilihan tersebut 1.00 Valid 3 6.0 6.0 6.0 maka, hasilnya sebagai berikut: 2.00 Total
47 50
94.0 100.0
94.0 100.0
100.0
Dari keseluruhan responden menunjukkan lebih banyak memilih pilihan 1 yaitu sebanyak 47 orang sedangkan yang memilih pilihan 2 yaitu sebanyak 3 orang. Pilihan 1- adalah program studi muamalahekonomi perbankan Islam. Gambaran sikap terhadap program studi yang dipilih mahasiswa berdasarkan hasil wawancara dengan para responden tentang motivasi yang melandasi pemilihan program studi Muamalah –Ekonomi Perbankan Islam antara lain adalah : a. Ingin mengetahui kegiatan perekonomian yang berbasis islam b. Karena lebih fokus pada perbankan/perbankan syariah c. Ingin menerapkan ekonomi syariah d. Program studi ini memiliki prospek yang cerah Selain itu ketika diwawancarai tentang kepentingan apa yang mendorong mereka memilih program studi Muamalah-Ekonomi perbankan Islam, hasilnya adalah sebagai berikut: a. Ingin menjawab tantangan globalisasi b. Program studi ini sangat dibutuhkan berkaitan dengan ketersediaan sumber daya manusia bagi perekonomian islam saat ini. Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-47-
PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP PERUBAHAN NOMENKLATUR SURAT KEPUTUSAN (SK) IZIN PELAKSANAAN DARI PROGRAM STUDI MUAMALAH/EKONOMI PERBANKAN ISLAM KE MUAMALAH
-48-
c. Ingin mengimplementasikan di masa depan d. Ingin mengetahui praktik perbankan Hasil wawancara point kedua, sangat menarik bahwa program studi ini sangat dibutuhkan berkaitan dengan ketersediaan sumber daya manusia bagi perekonomian islam saat ini. Berkaitan dengan itu, karena faktanya bank syariah dituntut memiliki tenaga profesional yang memahami aspek teknis operasional bank syariah dan kaidah syariah (sharia complain) dalam sistem keuangan. Hasil wawancara tentang harapan responden yang memilih program studi muamalah –Ekonomi perbankan islam adalah sebagai berikut: a. Setelah lulus program ini dapat menjadi sumber daya manusia yang dapat ikut serta dalam perekonomian saat ini. b. Agar bisa bersaing dengan lulusan kampus lain c. Menjadi orang yang berilmu dan beramal d. Setelah lulus bisa langsung bekerja a. Ingin menjadi direktur/pengusaha Pilihan 2- adalah program studi Muamalah. Hasil wawancara dengan para responden yang memilih program studi Muamalah tentang motivasi yang melandasi adalah ingin mempelajari muamalah/ hukum bisnis. Mereka merasa tidak memiliki kepentingan dengan program studi muamalah ekonomi perbankan islam karena tidak tertarik perbankan. Harapan memilih program studi muamalah adalah ingin fokus bidang muamalah/kewirausahaan Selanjutnya persepsi yang berkaitan dengan kemiripan (kesamaan), sebutan dan tempat bekerja. Apakah program studi muamalah sama dengan program studi Muamalah ekonomi perbankan islam? Ketika hal ini ditanyakan kepada responden, hasilnya adalah sebagai berikut: KESAMAAN
Valid
1.00 2.00 3.00 Total
Frequency 3 37 10 50
Percent 6.0 74.0 20.0 100.0
Valid Percent 6.0 74.0 20.0 100.0
Cumulative Percent 6.0 80.0 100.0
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa responden sebagian besar memilih tidak sama sebesar 74%, memilih sama sebesar 6% dan Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Sri Rokhlinasari, SE, M.Si
memilih tidak tahu sebesar 10%. Selanjutnya responden ditanya mengenai program studi saat ini disebut dengan sebutan apa? Hasilnya sebagai berikut: Sebagian besar responden lebih suka dengan sebutan MEPI (Pilihan 1) sebesar 80%, sebutan MUAMALAH (Pilihan 2) 4% dan sebutan lainnya (pilihan 3) EPI 16%. Selanjutnya ditanyakan kepada responden tentang tempat apa yang terlintas di benak responden berkaitan dengan program studi yang tengah dijalani. Hasilnya adalah sebagai berikut: Sebagian besar responden menjawab bank dan lembaga keuangan sebesar 88%, tidak ada yang menjawab kantor pengadilan/kantor hukum, yang menjawab lainnya (tempat wirausaha) sebesar 6%. 3. Dampak Perubahan Nomenklatur SK Prodi Terhadap Motivasi Belajar Perubahan nomenklatur diduga akan berdampak pada motivasi mahasiswa dalam belajar. Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik). Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya. Penelitian ini menggunakan konteks studi psikologi, untuk memahami motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya: (1) durasi kegiatan; (2) frekuensi kegiatan; (3) persistensi pada kegiatan; (4) ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan; (5) devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan; (6) tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan; (7) tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan; (8) arah sikap terhadap sasaran kegiatan. Dalam penelitian ini responden diberikan pertanyaan mengenai kondisi program studi muamalah-ekonomi perbankan islam yang telah berganti nama program studi muamalah. Kemudian dilihat bagaimana motivasi mereka dengan kondisi seperti itu. Pertama, mengenai durasi kegiatan belajar, apakah responden akan mengikuti kegiatan belajar sesuai sks yang telah ditetapkan? misal 3 SKS =150 menit., hasilnya adalah sebagai berikut: Sebagian besar (76%) responden menjawab mengikuti perkuliahan selama 150 menit, sebesar 22% menjawab Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-49-
PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP PERUBAHAN NOMENKLATUR SURAT KEPUTUSAN (SK) IZIN PELAKSANAAN DARI PROGRAM STUDI MUAMALAH/EKONOMI PERBANKAN ISLAM KE MUAMALAH
-50-
mengikuti perkuliahan hanya 1 jam saja, sisanya sebesar 2 % menjawab tidak mengikuti kuliah. Kedua, mengenai frekuensi kegiatan belajar, apakah responden akan mengikuti kegiatan belajar 14 tatap muka dalam 1 semester? Hasilnya adalah sebagai berikut: Sebagian besar responden 66% menjawab mengikuti 14 tatap muka, 34% responden menjawab 7-13 tatap muka. Artinya sebagian besar responden tidak terpengaruh kondisi tersebut. Ketiga, mengenai dengan kondisi tersebut, bagaimana dengan pencapaian cita-cita/aspirasi? Hasilnya adalah sebagai berikut: ASPIRASI
Valid
1.00 2.00 3.00 Total
Frequency 29 20 1 50
Percent 58.0 40.0 2.0 100.0
Valid Percent 58.0 40.0 2.0 100.0
Cumulative Percent 58.0 98.0 100.0
Sebagian besar responden (58%) menjawab pencapaian cita-cita tinggi, sebanyak 40% menjawab pencapaian cita-cita sedang, sebanyak pencapaian cita-cita rendah. Keempat, mengenai sikap terhadap semua sasaran kegiatan dalam perkuliahan? Hasilnya adalah sebagai berikut: Sebagian besar (54%) responden menjawab sangat berarti, 44% responden menjawab biasa saja, sisanya menjawab sangat tidak berarti (lihat tabel SISAR). SISAR
Valid
1.00 2.00 3.00 Total
Frequency 27 22 1 50
Percent 54.0 44.0 2.0 100.0
Valid Percent 54.0 44.0 2.0 100.0
Cumulative Percent 54.0 98.0 100.0
Kelima, mengenai ketekunan dalam belajar. Hasilnya adalah sebagai berikut: Sebagian besar responden (66%) menjawab tetap belajar dengan tekun, sebanyak 8% menjawabs belajar karena tidak sesuai harapan, 26 menjawab lainnya bahwa tetap belajar dengan tekun asalkan program studi diganti (lihat tabel PERSISTE) PERSISTE
Frequency Valid 1.00 33 2.00 4 3.00 13 Holistik VolTotal 13 Nomor 01, Juni 50
Percent 66.0 8.0 26.0 2012/1434 H 100.0
Valid Percent 66.0 8.0 26.0 100.0
Cumulative Percent 66.0 74.0 100.0
Sri Rokhlinasari, SE, M.Si
Keenam, bagaimana tujuan belajar setelah mengetahui kondisi tesebut? Hasilnya adalah sebagai berikut: DEVOSI
Valid
1.00 2.00 3.00 Total
Frequency 15 32 3 50
Percent 30.0 64.0 6.0 100.0
Valid Percent 30.0 64.0 6.0 100.0
Cumulative Percent 30.0 94.0 100.0
Sebagian besar responden (64%) menjawab tujuan belajar tetap, sebanyak 30% menjawab tujuan belajar berubah, 3% menjawab lainnya (biasa –biasa saja) Ketujuh, bahwa kondisi tersebut rintangan maka harus tabah dan ulet dan mampu untuk bertahan. Hasilnya adalah sebagai berikut: TABAH
Valid
1.00 2.00 3.00 4.00 Total
Frequency 38 1 8 3 50
Percent 76.0 2.0 16.0 6.0 100.0
Valid Percent 76.0 2.0 16.0 6.0 100.0
Cumulative Percent 76.0 78.0 94.0 100.0
Sebagian besar (76%) responden menjawab tetap bertahan, 2% responden menjawab tidak bertahan, 16% menjawab merubah prodi dan sisanya 6% menjawab lainnya (bertahan kalau sesuai harapan). Kedelapan, mengenai tingkat IPK yang dimiliki sebagai hasil kegiatan dalam perkuliahan ? Hasilnya adalah sebagai berikut: KUALIF
Valid
1.00 2.00 3.00 Total
Frequency 40 8 2 50
Percent 80.0 16.0 4.0 100.0
Valid Percent 80.0 16.0 4.0 100.0
Cumulative Percent 80.0 96.0 100.0
Sebagian besar (80%) responden menjawab tinggi, 16% responden menjawab sedang, sisanya menjawab rendah. 4. Dampak Perubahan Nomenklatur SK terhadap Kurikulum Perubahan kurikulum akan berdampak pada kurikulum yang ditawarkan pada mahasiswa. Responden yang sebagian besar menginginkan nama prodi muamalah ekonomi perbankan diwawancara Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-51-
PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP PERUBAHAN NOMENKLATUR SURAT KEPUTUSAN (SK) IZIN PELAKSANAAN DARI PROGRAM STUDI MUAMALAH/EKONOMI PERBANKAN ISLAM KE MUAMALAH
-52-
hasilnya bahwa : ”matakuliah yang ditawarkan belum sesuai dengan nama program studi (MEPI), angkatan kami (semester7) terlalu banyak matakuliah islam, perbankan syariah (ekonomi syariah).” Penguasaan materi terkait program studi yang diinginkan antara lain : 1. Fiqh muamalah/fiqh 2. Bank dan lembaga keuangan syariah 3. Mikro dan makro ekonomi islam 4. Bisnis, pemasaran dan manajemen 5. Akuntansi/keuangan 6. Ekonomi syariah 7. Studi kasus lapangan/pembekalan usaha Selain itu responden menginginkan adanya praktikum seperti: 1. Praktikum saham syariah 2. Praktikum perbankan syariah 3. Praktikum pegadaian syariah 4. Praktikum asuransi syariah 5. Praktikum komputer akuntansi 6. Praktikum BMT 7. PPL/ kunjungan ke bank Responden mengharapkan profesi lulusan program studi , antara lain sebagai: 1. Bankir syariah/ direktur bank/ manajer 2. Dewan Pengawas Syariah 3. Guru , Dosen, Tenaga pendidik ekonomi Islam 4. Pengusaha/ /karyawan/ praktisi perbankan 5. Wirausaha Dalam mencapai keunggulan dalam berkompetisi, responden menyarankan hal-hal yang perlu dimiliki lulusan adalah : 1. Hukum ekonomi syariah 2. Teknik bisnis/pemasaran 3. Ekonomi/perbankan/manajemen 4. Teknologi 5. Agama
E. KESIMPULAN Persepsi mahasiswa terhadap perubahan nomenklatur surat keputusan izin pelaksanaan program studi dari Muamalah/Ekonomi Perbankan Islam ke program studi Muamalah. Persepsi dalam hal ini dilihat dari sikap, motif, kepentingan, pengalaman masa lalu dan Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Sri Rokhlinasari, SE, M.Si
pengharapan. Sikap dari keseluruhan responden menunjukkan lebih banyak memilih program studi muamalah-ekonomi perbankan Islam yaitu sebanyak 47 orang. Sebagian besar dari mereka memiliki motif antara lain adalah (1) ingin mengetahui kegiatan perekonomian yang berbasis islam, (2) ingin lebih fokus pada perbankan/perbankan syariah, (3) ingin menerapkan ekonomi syariah dan (4) program studi ini memiliki prospek yang cerah. Mereka memiliki kepentingan sebagai berikut: ( 1) ingin menjawab tantangan globalisasi, (2) program studi ini sangat dibutuhkan berkaitan dengan ketersediaan sumber daya manusia bagi perekonomian islam saat ini, (3) ingin mengimplementasikan di masa depan dan (5) ingin mengetahui praktik perbankan. Sementara harapan mereka adalah sebagai berikut: (1) setelah lulus program ini dapat menjadi sumber daya manusia yang dapat ikut serta dalam perekonomian saat ini, (2) agar bisa bersaing dengan lulusan kampus lain, (3) menjadi orang yang berilmu dan beramal, (4) setelah lulus bisa langsung bekerja dan (5) ingin menjadi direktur/pengusaha. Untuk pengalaman masa lalu dikaitkan dengan latarbelakang pendidikan yang bervariasi, kondisi sosial dikaitkan dengan latarbelakang pekerjaan orangtua mereka paling banyak bidang kewirausahaan, tempat bekerja yang mereka inginkan adalah bank/lembaga keuangan, kantor pengadilan/kantor hukum, wirausaha dan mereka lebih suka dengan sebutan MEPI atau EPI. Sebagian besar responden menganggap Jurusan Muamalah tetap sebagimana sebelumnya yaitu jurusan Muamalah/Ekonomi Perbankan Islam. Oleh karena itu harapan mereka dituangkan dalam beberapa hal seperti (1) Penguasaan materi terkait program studi , yang diinginkan antara lain :fiqh muamalah/fiqh, bank dan lembaga keuangan syariah, mikro dan makro ekonomi islam, bisnis, pemasaran dan manajemen, akuntansi/keuangan, ekonomi syariah, studi kasus lapangan/Pembekalan usaha. Selain itu responden mengharapkan atau menginginkan adanya praktikum seperti: Praktikum saham syariah, Praktikum perbankan syariah, Praktikum pegadaian syariah, Praktikum asuransi syariah, Praktikum komputer akuntansi, Praktikum BMT, dan Pengalaman Praktik lapangan / kunjungan ke bank. Selanjutnya, responden mengharapkan profesi lulusan program studi , antara lain sebagai: Bankir syariah/ direktur bank/ manajer, Dewan Pengawas Syariah, Guru/ Dosen/tenaga pendidik ekonomi Islam, pengusaha/ /karyawan/ Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-53-
PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP PERUBAHAN NOMENKLATUR SURAT KEPUTUSAN (SK) IZIN PELAKSANAAN DARI PROGRAM STUDI MUAMALAH/EKONOMI PERBANKAN ISLAM KE MUAMALAH
-54-
praktisi perbankan dan wirausaha. Terakhir, dalam mencapai keunggulan dalam berkompetisi, responden menyarankan hal-hal yang perlu dimiliki lulusan adalah : hukum ekonomi syariah, teknik bisnis/ pemasaran, ekonomi/perbankan/manajemen, teknologi dan agama. DAFTAR PUSTAKA
Achmad Room Fitrianto, 2011, Diskursus Kompetensi Jurusan Muamalah, Apakah masuk ranah hukum atau ekonomi, atau malahan masuk dalam ranah Filsafat? Agustianto, 2011, Standarisasi Kurikulum Ekonomi Islam, Jakarta Edward Sallis 2006, Total Quality Management in Education, Yogyakarta, Ircisod. Endrotomo, 2007, Perubahan paradigma ke arah kurikulum berbasis kompetensi, Makalah disampaikan pada cara lokakarya nasional pengembangan kurikulum 30-31 Agustus STIE Perbanas Surabaya. Euis Amalia, 2009, Keadilan distributife dalam ekonomi IslamJakarta, PT. Raja Grafindo Persada Heri Sudarsono, 2002, Konsep Ekonomi Islam: Suatu Pengantar, Yogyakarta, Ekonisia Heri Sudarsono, 2011, Sebuah Pengantar: Kurikulum Ekonomi Islam yang Berbasis Kompetensi Kompasiana, 04 January 2010, Bank Syariah Dalam Pendidikan Formal Latifa, dkk, 2004, Perbankan Syariah, Prinsip, Praktik dan Konsep, Jakarta, Serambi SK Mendiknas Nomor 045/U/2002. Stephen Robin, 2000, Perilaku organisasi, Jakarta,, Prenhalindo
Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
PASCASARJANA IAIN SYEKH NURJATI CIREBON GENEALOGI DAN PENGEMBANGANNYA vv DR. A. R. Idham Kholid, S. Ag. M.Ag.
Abstrak This study aimed to describe the Graduate Program IAIN Sheikh Nurjati Cirebon, the dynamic development of programs and institutions. This study used a qualitative approach, data gathering methods such as depth interviews, observation and document study. Sources of primary data in this study is the program staff, program development documents and institutions of Graduate Program IAIN Sheikh Nurjati Cirebon. Secondary data sources are other documents that are not directly associated with developing Masters IAIN Sheikh Nurjati Cirebon. The results of this study are: 1) Graduate Program IAIN Sheikh Nurjati formally established in 2004 and started college in the academic year 2005/2006. The inauguration was done after efforts include planning (1994), a feasibility study (1998), and cooperation with the Graduate Program IAIN Sunan Gunungjati Bandung and University of Muhammadiah Yogyakarta eshtablished during that time. 2) Scientific program development efforts in the Graduate IAIN Sheikh Nurjati Cirebon which include facilitation lecturer in post-doctoral programs, short courses to some countries, training of students, providing lecturers from outside the campus, and the cooperation with other Graduate Program agencies. 3) Institutional development efforts through enhancing the proposal and plans the status of IAIN to UIN Sheikh Sheikh Nurjati Cirebon and establishing Doctoral Program (S3). Keyword: development strategi, graduate program, IAIN Syekh Nurjati Cirebon
A. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar, dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.1 1 Lihat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) No. 20 Tahun 2003
Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-55-
PASCASARJANA IAIN SYEKH NURJATI CIREBON GENEALOGI DAN PENGEMBANGANNYA
-56-
Kelemahan terbesar dari lembaga-lembaga pendidikan dan pembelajaran kita menurut Purwasasmita,2 adalah karena pendidikan tidak memiliki basis pengembangan budaya yang jelas. Lembaga pendidikan kita hanya dikembangkan berdasarkan model ekonomik untuk menghasilkan/membudaya manusia pekerja (abdi dalem) yang sudah disetel menurut tata nilai ekonomi yang berlatar (kapitalistik), sehingga tidak mengherankan bila keluaran pendidikan kita menjadi manusia pencari kerja dan tidak berdaya, bukan manusia kreatif pencipta keterkaitan kesejahteraan dalam siklus rangkaian manfaat yang seharusnya menjadi hal yang paling esensial dalam pendidikan dan pembelajaran. Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon merupakan alih status dari Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Cirebon, berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia no. 48 tertanggal 10 Nopember tahun 2009. IAIN sebagai lembaga pendidikan tinggi Islam, telah lama berkiprah dalam melahirkan sarjana dan intelektual muslim yang memiliki kompetensi dalam penguasaan ilmu-ilmu agama Islam. Sejak lembaga perguruan tinggi ini didirikan pada tahun 1965, berbasis Fakultas Tarbiyah filial dari IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, kemudian menjadi Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Gunung Jati Bandung cabang Cirebon pada tahun 1976, dan berubah menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) pada tahun 1997, telah menjadi pusat pengembangan ilmu agama yang melahirkan para sarjana pendidikan Islam.3 Pendirian Program Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon tidak dapat dipisahkan dari sejarah panjang yang mengalami proses perubahan selaras dengan perkembangan zaman dan rasionalisasi Kementrian Agama, mengikuti tuntutan kebutuhan pendidikan strata lanjut. Keharusan para pendidik yang bergelar sarjana strata satu (S-1) untuk menjadi magister strata dua (S-2), bahkan mungkin bagi para dosen yang harus mengejar strata tiga (S-3) untuk mencapai gelar doktor, maka gagasan dan motivasi membuka program pascasarjana semakin kuat. Dengan potensi para dosen IAIN yang telah menjadi guru besar dan para dosen yang telah mencapai gelar doktor, motivasi 2 Baca Yatim Riyanto. Paradigma Baru Pembelajaran sebagai Reverensi bagi Pendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas. Jakarta : Kencana Prenada Media Group. 2002., hlm. 132. 3 Tim Penyusun. Pedoman Akademik Program Pascasarjana STAIN Cirebon. Cetakan Ke- 2. Cirebon : Program Pascasarjana STAIN Cirebon. 2009. Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
DR. A. R. Idham Kholid, S. Ag. M.Ag.
untuk merealisasikan gagasan berdirinya program pascasarjana semakin dekat.4 B. PEMBATASAN ISTILAH DAN PERUMUSAN MASALAH.
1. Pembatasan Istilah. Untuk menghindari kesalahpahaman dalam menangkap isi dari penelitian ini, peneliti perlu melakukan pembatasan atas istilah yang digunakan dalam penelitian ini, yakni: (1) IAIN, (2) Syekh Nurjati. (3). Genealogi. Dan (4). Pengembangan. Keempat istilah ini lebih banyak mendominasi gagasan yang tertuang dalam penelitian ini. Kata “IAIN” merupakan singkatan dari Institut Agama Islam Negeri. IAIN yang dimaksud dalam penelitian ini adalah IAIN yang berada di Cirebon yaitu IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Syekh Nurjati merupakan nama seorang wali yang berada di Cirebon yang merupakan guru dari Sunan Gunung Jati. Nama Syekh Nurjati ini kemudian dipakai sebagai nama IAIN yang berada di Cirebon. Genealogi. Kata Genealogi berasal dari bahasa Inggris “genealogy”. Kata “genealogy” ini merupakan kata sifat yang artinya adalah asal usul.5 Pengembangan. Kata pengembangan ini lebih ditekankan pada pengembangan bidang keilmuan dan bidang kelembagaan Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon 2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah pokok yang dikaji dalam penelitian ini adalah Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Permasalahan pokok tersebut kemudian dijabarkan dalam pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut: a. Bagaimana genealogi Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon ? b. Bagaimana pengembangan keilmuan di Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon? c. Bagaimana pengembangan kelembagaan di Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon ? C. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN
4 Ibid., 5 Desi Anwar. Kamus Lengkap 1 Milliard Inggris Indonesia Indonesia –Inggris. Surabaya : Amelia 2003., hlm. 155 Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-57-
PASCASARJANA IAIN SYEKH NURJATI CIREBON GENEALOGI DAN PENGEMBANGANNYA
-58-
1. Tujuan Penelitian Penulisan ini bertujuan untuk memperoleh data yang sejalan dengan pertanyaan penelitian, yaitu: a. Menjelaskan genealogi Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon. b. Menjelaskan pengembangan keilmuan di Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon. c. Menjelaskan pengembangan kelembagaan di Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon. 2. Kegunaan Penelitian Penulisan ini berupaya menambah informasi tentang perkembangan keilmuan dan kelembagaan Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon sekaligus sebagai data based yang dapat digunakan sebagai salah satu sumber informasi bagi para dosen dan peneliti yang berminat meneliti dalam mengembangkan kelembagaan dan keilmuan Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon atau pengembanga Pascasarjana-Pascasarjana di Lembaga-Lembaga pendidikan yang lainnya.
D. KAJIAN-KAJIAN TERDAHULU Untuk melihat signifikansi dan posisi penelitian ini, maka perlu dilakukan kajian-kajian terhadap tulisan para peneliti yang melakukan penelitian di bidang dan ruang lingkup yang mempunyai maenstrim ke-Pascasarjana-an. Sepanjang pengamatan penulis penelitian tentang Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon belun pernah dilakukan oleh peneliti. Berdasarkan realitas ini, penulis melihat bahwa penelitian tentang Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon Genealogi dan Perkembangannya adalah urgen untuk dilakukan.
E. METODE PENELITIAN. 1. Jenis Penelitian. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif. Penelitian ini merupakan salah satu jenis penelitian Pengembangan Keilmuan dan Kelembagaan. Pendekatan penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. 2. Data dan Sumber Data. Data. Data yang hendak diperoleh dari penelitian ini ada dua macam, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui penelitian lapangan (wawancara) dan dokumen yang sangat Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
DR. A. R. Idham Kholid, S. Ag. M.Ag.
erat hubungannya dengan masalah yang diteliti. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui kepustakaan. Sumber Data. Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian ini adalah subyek darimana data dapat diperoeh, baik berupa manusia maupun non manusia. Sumber data dalam penelitian ini ada dua macam yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer penelitian ini adalah orang-orang, anggota tarekat yang ada di Cirebon. Sedangkan sumber data sekunder penulis peroleh dari buku-buku, jurnal, penelitian, artikel, surat kabar, dan sumber-sumber lain yang relevan dan menunjang terhadap penelitian ini. 3. Teknik Pengumpulan Data Untuk mendapatkan data penelitian, sesuai dengan metode yang dipakai, maka pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan beberapa teknik, yaitu teknik wawancara mendalam, observasi partisipatif, dan dokumentasi. Ketiga teknik tersebut digunakan secara berulang-ulang sesuai dengan keperluan pada saat penelitian dilakukan dan akan dijelaskan sebagai berikut: a. Wawancara Mendalam. b. Observasi Partisipatif c. Dokumentasi 4. Pengolahan dan Analisis Data a. Pengolahan Data Di dalam pengolahan data yang pertama kali dilakukan adalah mengecek kelengkapan data sesuai dengan fokus penelitian. Data yang terkumpul berupa hasil wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, catatan lapangan, dokumen, biografis, artikel, karya-karya ilmiah, bukubuku, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan yang diteliti akan diatur, dikelompokan, diberi kode dan mengkategorikannya. Setelah itu diuraikan dalam bentuk deskriptif dan selanjutnya dianalisis sesuai dengan pendekatan-pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini. b. Analisis Data Analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis catatan hasil observasi wawancara dan lainnya untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya sebagai temuan bagi orang lain. Untuk meningkatkan pemahaman tersebut analisis perlu dilanjutkan dengan berupaya secara makna (meaning). Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-59-
PASCASARJANA IAIN SYEKH NURJATI CIREBON GENEALOGI DAN PENGEMBANGANNYA
-60-
F. SISTEMATIKA PENULISAN. Pembahasan dalam proposal penelitian ini dibagi dalam beberapa bab pembahasan yang penulis sistematisasikan sebagai berikut: Bab pertama, merupakan bab pendahuluan yang menguraikan tentang: latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teori dan konsep, kajian-kajian terdahulu, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab kedua, membahas tentang genealogi Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon.yang meliputi Sejarah Singkat, Visi dan Misi, Dasar dan Tujuan, Kedudukan, Tugas dan Fungsi, Struktur Organisasi Dan Tata Kelola Program Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Uraian Tugas Pengelola Program Pascasarjana Iain Syekh Nurjati Cirebon Bab ketiga, pembahasan dalam bab ini adalah tentang Kegiatan Akademik dan Sistem Perkuliahan Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon yang meliputi Proses Kegiatan Akademik, Perkuliahan, Program Pendidikan dan Sistem Perkuliahan. Bab keempat, pada bab ini akan dibahas tentang Pengembangan Keilmuan dan Kelembagaan Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Yang terdiri dari Pengembangan Keilmuan dan Kelembagaan Bab kelima, Penutup. Bab ini merupakan pembahasan pamungkas yang meliputi kesimpulan dan saran. G. GENEALOGI PASCASARJANA IAIN SYEKH NURJATI CIREBON 1. Sejarah Singkat Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati. Sejarah berdirinya STAIN Cirebon tidak dapat dipisahkan dari perjuangan Umat Islam Indonesia, khususnya yang berada di wilayah Cirebon pasca kemerdekaan. Perkembangan situasi sosial politik bangsa Indonesia pada awal tahun 1960-an yang diwarnai oleh munculnya faham komunis (PKI), telah mendorong Umat Islam untuk memperkokoh barisan perjuangan mereka melalui pendirian lembaga pendidikan Islam. Dalam kaitan tersebut, kehadiran perguruan tinggi Islam menjadi kebutuhan yang sangat realistis ketika ummat berhadapan dengan pertaruangan politis yang ditumpangi dengan varian ideologi yang bisa bersemai secara pelan-pelan di Indonesia. Terutama karena lulusan sekolah-sekolah Islam tradisional seperti madrasah dan pesantren dirasakan belum memadai dalam menghadapi tantangan itu. Hal ini disebabkan karena kebersahajaan pola pemikiran lembaga pendidikan tradisional serta kekokohan bangunan epistemologis dari Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
DR. A. R. Idham Kholid, S. Ag. M.Ag.
ideologi perjuangan ummat Islam belum tercipta secara sistematik di lembaga-lembaga pendidikan tradisional Islam. Sehingga untuk menandinginya diperlukan perguruan tinggi yang membangun tradisi ilmiah yang kokoh dan pada saat yang sama memiliki kadar militan yang tangguh. Dilandasi oleh semangat untuk mencetak Sarjana Muslim Pejuang, maka pada awal tahun 1960-an para aktivis Muslim yang tergabung dalam forum Islamic Study Club (ISC) Cirebon mendirikan Lembaga Pendidikan Islam Tingkat Tinggi yang kemudian diberi nama Universitas Islam Syarif Hidayatullah (UNISHA) dibawah binaan Yayasan Pendidikan Tinggi Islam Syarif Hidayatullah. Pada tanggal 12 Agustus 1965, salah satu dari tiga fakultas di lingkungan UNISHA, yaitu Fakultas Agama dinegerikan dan diresmikan menjadi Fakultas Tarbiyah IAIN “Al-Jamiah” Syarif Hidayatullah Jakarta Cabang Cirebon. Sedangkan dua fakultas lainnya, yakni Fakultas Hukum dan Ekonomi menjadi cabang dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Atas dasar itulah maka tanggal 12 Agustus 1965 dijadikan sebagai hari jadi IAIN Cirebon. Dalam perkembangan berikutnya, IAIN sempat membuka Fakultas Ushuluddin yang diresmikan pada tahun 1967, namun karena kebijakan pemerintah menghendaki adanya rasionalisasi, pada tahun 1974 fakultas tersebut ditutup kembali. Kemudian sejalan dengan kebijakan itu pula, pada tanggal 15 Maret 1976 Fakultas Tarbiyah IAIN Cirebon dialihkan pembinaannya ke IAIN Sunan Gunung Djati Bandung sampai akhirnya beralih status menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Cirebon pada tahun 1997, sesuai dengan keputusan Presiden Nomor : 11/1997 tanggal 21 Maret 1997. Meskipun alih status dari Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Gunung Djati Bandung Cirebon terjadi pada tanggal 21 Maret 1997, tetapi kelahiran STAIN Cirebon ditetapkan tanggal 12 Agustus 1965, dihitung sejak diresmikannya Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta Cabang Cirebon. Sepanjang sejarah STAIN Cirebon, tokoh-tokoh yang pernah memimpin Lembaga Pendidikan Tinggi ini adalah : 1. Prof. Abdul Kahar Mudzakir : Rektor UNISHA (1962-1963); 2. Brigjen Sudirman : Rektor UNISHA (1964); 3. Prof. M.T.T. Abdul Muin : Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN (19651972); 4. Prof. H. Zaini Dahlan, MA : Dekan Fakultas Ushuluddin (1967Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-61-
PASCASARJANA IAIN SYEKH NURJATI CIREBON GENEALOGI DAN PENGEMBANGANNYA
-62-
1974); 5. Drs. H. O. Djauharuddin AR : Dekan Fakultas Tarbiyah (19721975); 6. Drs. H. Salim Umar, MA : Dekan Fakultas Tarbiyah (1975-1977); 7. Drs. H. Marzuki Dimyati : Dekan Fakultas Tarbiyah (1977-1980 dan 1990-1994); 8. Drs. H. Muhaimin, MA : Dekan Fakultas Tarbiyah (1980-1987); 9. Drs. H. Syafiyuddin : Dekan Fakultas Tarbiyah (1987-1990); 10. Drs. H. Tauhid : Dekan/Pjs Ketua STAIN (1994-1998); 11. Drs. H. Djono : Ketua STAIN Cirebon (1998-2002); 12. Dr. HM. Imron Abdullah, M.Ag : Ketua STAIN Cirebon (2002Sekarang)
Kini posisi STAIN Cirebon yang telah berubah menjadi IAIN Syekh Nurjati Cirebon dengan Prof. Dr. H. Maksum Mukhtar sebagai Rektornya, semakin bermakna di tengah krisis kebangsaan dan kemasyarakatan yang semakin kompleks, yang menunggu peran perguruan tingg Islam dalam mencari solusi yang akseleratif dalam menghadapinya. Harapan masyarakat terhadap peran maksimal IAIN Syekh Nurjati Cirebon terutama untuk wilayah Timur Jawa Barat, memerlukan jangkauan kelembagaan yang lebih luas, dan pada akhirnya mensyaratkan perubahan sistemik kelembagaan. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Cirebon, sebagai lembaga pendidikan tinggi Islam, telah lama berkiprah dalam melahirkan sarjana dan intelektual Muslim yang memiliki kompetensi dalam penguasaan ilmu-ilmu agama Islam, yakni sejak lembaga pendidikan ini didirikan pada tahun 1965. Pendirian Program Pascasarjana tidak dapat dipisahkan dari sejarah panjang IAIN Cirebon itu, untuk selalu berusaha mewujudkan komitmen dan mengembangkan kiprahnya dalam melahirkan sumber daya manusia (SDM) berkualitas sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman, dan selalu berpartisipasi dalam memberikan konstribusi bagi pemecahan persoalan-persoalan bangsa, khususnya yang berkaitan dengan problema pendidikan, dakwah, dan keilmuan Islam. Dilihat dari latar belakang dan prosesnya, pendirian program pascasarjana merupakan obsesi seluruh sivitas akademika IAIN Cirebon, yang sudah tertuang dalam Rencana Induk Pengembangan (RIP) dan Master Plan STAIN Cirebon Tahun 1994/ 1995 - 2018/ 2019, dan mendapat dukungan penuh dari Senat dan segenap sivitas akademika IAIN Cirebon. Dalam rentang waktu yang panjang, berbagai Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
DR. A. R. Idham Kholid, S. Ag. M.Ag.
upaya telah dilakukan untuk dapat memenuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi pendirian program pascasarjana. Upaya-upaya rintisan telah pula dilakukan, di antaranya dengan mengadakan bimbingan calon mahasiswa program pascasarjana pada tahun 1998-2001, yang diselenggarakan oleh Panitia Persiapan Pendirian Program Pascasarjana STAIN Cirebon. Bersamaan dengan itu, Panitia tersebut melakukan studi kelayakan atas berbagai potensi yang dimiliki STAIN Cirebon, mempelajari kekuatan dan kelemahan, peluang dan tantangannya, serta kondisi-kondisi strategis Cirebon, bahkan Jawa Barat dan sekitarnya. Hasil kajian itu dituangkan dalam Proposal Pendirian Program Pascasarjana STAIN Cirebon, selanjutnya disampaikan kepada Menteri Agama Republik Indonesia. Selain itu, dalam rangka memenuhi tuntutan objektif terhadap kebutuhan pendidikan program pascasarjana (S-2) di kalangan dosen, guru, dan karyawan di wilayah III Cirebon, maka dijalin kerjasama dengan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Gunung Djati Bandung pada tahun 2001-2003, dan dengan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pada tahun 2004-2005 untuk dapat menyelenggarakan perkuliahan program pascasarjana di kampus STAIN Cirebon. Akhirnya, ikhtiar panjang itu berbuah hasil, dengan lahirnya Keputusan Dirjen Kelembagaan Agama Islam Nomor 476 Tahun 2004 tanggal 28 Desember 2004 tentang Pendirian Program Pascasarjana IAIN Cirebon. Atas dasar keputusan itu, maka pada Tahun Akademik 2005/ 2006 STAIN Cirebon secara resmi mulai membuka Program Pascasajana, dengan Program Studi Pendidikan Islam, konsentrasi Manajemen Pendidikan Islam, Psikologi Pendidikan Islam, dan Pendidikan Agama Islam. * Personalia Pengelola Pimpinan Rektor : Prof. Dr. H. Maksum Mukhtar, MA. Direktur : Prof. Dr. H. Jamali Sahrodi, M.Ag. Asisten Direktur : Dr. H. Ahmad Asmuni, MA. Ketua Prodi PI : Dr. AR. Idham Kholid, M.Ag. Ketua Prodi HI : Dr. H. Atabik Luthfi, MA * Badan Pengembangan Akademik Kordinator : Prof. Dr. Wahidin, MPd. Anggota : Prof. Dr. H. Abdus Salam, DZ. MM
Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-63-
PASCASARJANA IAIN SYEKH NURJATI CIREBON GENEALOGI DAN PENGEMBANGANNYA
-64-
: Dr. Ilman Nafia, M.Ag. : Dr. Adib, M.Ag. : Didin Nurul Rosidin, MA., Ph.D
* Sekretariat Sekretaris Program/ Kasubag TU : Hj. Iwah Siti Marwah, BA Staf Adm. Akademik/Kemahasiswaan : Agus Setiana, SPd.I/ Sugeng Rawuh Staf Administrasi Keuangan : Sri Rahayu, S.Sos.
2. Visi dan Misi a. Visi : Mewujudkan pusat ilmu pengetahuan, keislaman, keindonesiaan dan peradaban manusia. b. Misi : 1. Menyelenggarakan pendidikan dengan menekankan pada kajian dan riset ilmiah dan mengembangkan tradisi keilmuan Islam dan keindonesiaan. 2. Mengembangkan kemampuan metodologi dan ilmu sosial untuk penguatan nilai-nilai keislaman dan keimanan, baik secara epistimologis, ontologis maupun aksiologis. 3. Melakukan transformasi ilmu-ilmu keislaman sesuai dengan realitas kemanusia-an dan prinsip kemaslahatan. 4. Menciptakan ruang dialogis bersama komunitas umat beragama dalam rangka persaudaraan manusia, budaya berbangsa, dan tradisi masyarakat.
3. Dasar dan Tujuan a. Dasar Program Pascasarjana STAIN Cirebon didirikan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI Nomor 476 Tahun 2004 Tanggal 28 Desember 2004. b. Tujuan 1. Untuk melahirkan lulusan yang berkepribadian Muslim, memiliki penguasaan dan pemahaman yang terpadu antara sains dan agama, informasi dan teknologi, berwawasan global dan berkepribadian Indonesia. 2. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dalam bidang pendidikan Islam, kemampuan memecahkan permasalahan Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
DR. A. R. Idham Kholid, S. Ag. M.Ag.
berdasarkan kaidah-kaidah ilmiah, dan keterampilan berkarya dan bermasyarakat secara profesional dalam masyarakat modern dan majemuk.
4. Kedudukan, Tugas dan Fungsi a Program Pascasarjana adalah unsur pelaksana akademik yang melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Institut Agama Islam Negeri [IAIN] Cirebon yang berada di bawah Ketua IAIN. b Program Pascasarjana mempunyai tugas menyelenggarakan pendidikan program magister dan program doktor. c Program Pascasarjana menyelenggarakan fungsi pelaksanaan pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat, pembinaan sivitas akademika, dan kerjasama dengan lembagalembaga lain, dalam dan luar negeri. H. PENGEMBANGAN BIDANG KEILMUAN DAN BIDANG KELEMBAGAAN PASCASARJANA IAIN SYEKH NURJATI CIREBON
1. Pengembangan Bidang Keilmuan. IAIN Syekh Nurjati 6 Cirebon sebagai satu-satunya lembaga pendidikan tinggi Islam Negeri di Cirebon telah menunjukkan kiprah dan perannya dalam mengembangkan potensi sumber daya manusia, khususnya dalam melahirkan lulusan yang memiliki kemampuan akademik/profesional, yang diharapkan dapat menerapkan, mengembangkan dan atau menciptakan ilmu pengetahuan agama Islam, teknologi serta seni yang bernapaskan Islam, sesuai dengan program studi dan konsentrasinya masing-masing. Tuntutan Masyarakat terhadap kiprah dan peran IAIN Syekh Nurjati Cirebon pada saat ini dan pada masa yang akan datang dirasakan semakin besar lagi, terutama dalam upaya melahirkan sumber daya manusia yang unggul, yang memiliki kemampuan kompetitif baik di tingkat lokal maupun global. Untuk itu, secara internal IAIN Syekh Nurjati Cirebon dituntut untuk senantiasa melakukan pengembangan dan pemberdayaan diri, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. 6 IAIN Syekh Nurjati ini semula bernama Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Cirebon yang merupakan hasil pengembangan alih status dari Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Gunung Djati Bandung di Cirebon, yang terjadi pada tanggal 21 Maret l997. Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-65-
PASCASARJANA IAIN SYEKH NURJATI CIREBON GENEALOGI DAN PENGEMBANGANNYA
-66-
Dalam konteks itulah, maka pendirian Program Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon dapat dipandang sebagai pilihan rasional dalam memberikan jawaban atas tuntutan dinamika masyarakat, selain untuk memelihara keberlanjutan (sustainibility) eksistensi dan pengabdian IAIN Syekh Nurjati Cirebon sendiri. Program pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon dibuka mulai Tahun Akademik 2002/ 2003.7 Dalam kaitan dengan pendirian dan rencana pengembangannya, dipandang perlu untuk dibuat Rencana Strategis (Renstra) Program Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati 8 Cirebon untuk jangka waktu tertentu: lima, sepuluh atau dua puluh tahun ke depan. Renstra ini diharapkan dapat menjadi acuan dasar bagi pelaksanaan pengelolaan program pendidikan akademik yang diselenggarakan, juga dapat memberikan gambaran tentang arah dan strategi pengembangan, serta langkah dan program-program strategis yang akan dilakukan dalam kurun waktu tersebut secara terencana, terpadu dan berkesinambungan. Karena secara kelembagaan Program Pascasarjana merupakan bagian integral dari IAIN Syekh Nurjati Cirebon, maka pengembangannya pun tidak dapat dipisahkan dari pengembangan IAIN Syekh Nurjati Cirebon itu sendiri. Oleh karena itu, pada beberapa aspek yang relevan, renstra ini merupakan pengembangan dan penyesuaian dari Rencana Induk Pengembangan (RIP) IAIN Syekh Nurjati.9 setelah mempertimbangkan berbagai potensi dan kekuatan yang dimiliki STAIN saat ini, serta dinamika sosiobudaya dan tuntutan kebutuhan masyarakat, baik secara lokal, regional, maupun global. Paradigma pengembangan disiplin keilmuan dan penyelenggaraan pendidikan tinggi UIN Cirebon berintikan paradigma tauhid. Semangat paradigma ini adalah sinergis (menyatukan) semua wilayah keilmuan yang bisa di jangkau oleh manusia. Dengan paradigma ini isu dikotomis yang sering muncul dalam setiap penyelenggaraan pendidikan tinggi antara ilmu agama dan ilmu umum (science) akan hilang. Sehingga dalam konteks pengembangannya nanti, basis epistemologis, ontologis dan axiologis keilmuan yang dikembangkan di UIN Cirebon lahir dari 7 Waktu itu diberi nama Program Pascasarjana Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Cirebon Yakni pada masa kepemimpinan Almarhum Prof. Dr. HM. Imron Abdullah. M.Ag 8 Pascasarjana yang didirikan pada saat itu bernama Pascasarjana Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri ( STAIN) Cirebon 9 Pascasarjana yang dimaksud disini adalah Pascasarjana STAIN Cirebon (waktu itu masih menginduk pada IAIN Bandung) Tahun 1996. Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
DR. A. R. Idham Kholid, S. Ag. M.Ag.
semangat sinergi disiplin keilmuan (tauhid). Walaupun demikian secara teknis usaha untuk mengklasifikasikan berbagai disiplin ilmu, adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari. Terutama berkait dengan fokus kajian serta orientasi keahlian yang akan dikembangkan, memerlukan nomenklatur keilmuan yang mampu memberikan distingsi di antara berbagai disiplin ilmu. Tetapi yang paling penting adalah semangat epistemologis, ontologis dan axiologis yang dikembangkannya tetap berakar kepada tauhid. Dengan dua pilar pertama diasumsikan bahwa proses penyelenggaraan pendidikan diarahkan kepada pembentukan karakter; yang memadukan antara karakter keislaman dan karakter keindonesiaan. Dengan terbentuknya kepribadian yang berkarakter terutama yang ditandai dengan kemantapan aqidah dan kebersihan hati (tazkiyah nafs), maka sosok lulusan yang diharapkan adalah lulusan yang memiliki kadar militansi dan integritas moral maupun intelektual. Sementara dengan pilar ketiga diharapkan bahwa lulusan UIN benarbenar memiliki kompetensi dalam bidangnya, menjunjung tinggi profesionalisme sesuai dengan pilihan keahlian yang ditekuninya. IAIN Syekh Nurjati Cirebon memberi kesempatan kepada para dosen di lingkungan IAIN Syekh Nurjati Cirebon baik yang mengajar di tingkat S.1 maupun S.2 untuk mengembangkan kapasitas keilmuannya. Demikian pula hal yang sama diberikan kepada para mahasiswa di lingkungan inklusif di dalamnya IAIN Syekh Nurjati Cirebon. 1. Dosen. Para dosen di lingkungan Program Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon diberi kesempatan untuk meningkatkan kapasitas dan mutu keilmuannya dengan berbagai cara, diantaranya: mengikuti kuliah post doktor dan short course ke beberapa negara. 2. Pelatihan Mahasiswa. Mutu keilmuan mahasiswa Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon selalu menjadi prioritas. Oleh karena itu, mahasiswa selalu dibekali berbagai keahlian baik yang bersifat teoritis maupun yang bersifat prakktis diantaranya dengan kegiatan: a. Pelatihan Penulisan Tesis dan Karya ilmiah yang bertempat di Guci Tegal Jawa Tengah bagi para mahasiswa semester III. b. Penelitian lapangan dengan cara terjun langsung ke lokasi penelitian sebagai bekal dan upaya meningkatkan kapsitas mahasiswa dalam bidang keilmuan penelitian. 3. Mendatangkan dosen-dosen luar. Pelayanan edukasi yang maksimal terhadap para mahasiswa pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-67-
PASCASARJANA IAIN SYEKH NURJATI CIREBON GENEALOGI DAN PENGEMBANGANNYA
-68-
merupakan hal yang tidak bisa ditawar-tawar terutama dalam hal penyediaan dosen-dosen yang sesuai dengan bidang keilmuannya. Untuk kepentingan ini, Rektor IAIN Syekh Nurjati Cirebon dan direktur Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon berusaha mendatangkan dosen-dosen dari luar IAIN Syekh Nurjati Cirebon sebagai bentuk keseriusan dan komitmen dalam meningkatkan mutu dan pengembangan keilmuan di Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon. 4. Kerjasama dengan Lembaga dan Instansi lain. Demi untuk menambah wawasan keilmuan Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga dan instansi-instansi terkait lainnya, seperti dengan Bank Syari’ah, Bank Indonesia, Mahkamah Agung, Direktur Madrasah, Direktur Sekolah dan lain sebagainya. 5. Kerjasama dengan Pascasarjana lain. Kerjasama dengan Pascasarjana lain ini dilakukan dalam bentuk Studi Banding, Tukar menukar informasi baik secara langsung maupun melalui dunia maya (email, blog, internet, teamviewer, skype dan sebagainya). Bahkan kerjasama ini terwujud dengan adanya Forum Direktur Pascasarjana (Fordipas), yang selalu mengadakan pertemuan tahunan dalam rangka tukar menukar informasi secara langsung. Bahkan untuk ke depan diharapkan akan ada pertukaran Dosen antar Pascasarjana baik yang bersifat regional, nasional bahkan internasional. 2. Pengembangan Bidang Kelembagaan. IAIN Syekh Nurjati Cirebon adalah perguruan tinggi Islam yang berada di wilayah bagian Timur Jawa Barat. Perguruan tinggi ini sudah berdiri sejak lama sekitar tahun 1965 dengan nama IAIN Sunan Gunung Djati, dan kemudian berubah STAIN Cirebon Gagasan pendiriannya terutama muncul ketika ummat Islam secara politik dan ideologi merasa terancam oleh bersemainya faham komunisme di Indonesia. Faham ini menjadi ancaman karena secara aktif melakukan pembodohan dan manipulasi terhadap doktrin-doktrin keagaamaan yang telah mapan dipeluk masyarakat Indonesia. Pada perkembangannya, STAIN ini mengalami sejumlah kemajuan, terutama jika dilihat dari perjalanan historisnya sejak ia di dirikan. Sampai kemudian puncaknya mendapatkan status IAIN yang mandiri melalui Keputusan Presiden tahun 1997, setelah sebelumnya sejak Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
DR. A. R. Idham Kholid, S. Ag. M.Ag.
ia didirikan berafiliasi ke IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan IAIN Sunan Gunung Djati Bandung. Ketika pemerintah dalam hal ini Departemen Agama mengeluarkan kebijakan melalui pemberian status otonomi bagi fakultas daerah yang dikelola oleh IAIN, IAIN Syekh Nurjati Cirebon sebagai salah satunya secara proaktif melakukan penyesuaian. Penyesuaian itu terutama di titik beratkan pada sisi pengelolaan dan pengembangan. Penyesuaian tersebut selain karena ada jaminan kebijakan otonomi perguruan tinggi tetapi juga tuntutan kebutuhan stakeholder IAIN Syekh Nurjati Cirebon yang semakin meluas. Jika memperhatikan potensi yang saat ini berkembang maka di harapkan IAIN Syekh Nurjati Cirebon ke depan akan menjadi perguruan tinggi unggul di wilayah bagian Timur Jawa Barat. Terutama berkait dengan semakin strategisnya penyediaan sumber daya manusia sebagai investasi jangka panjang bagi penyelesaian problem kebangsaan dan kemasyarakatan. 3. Pengembangan IAIN Ke UIN Arah umum pengembangan IAIN ke UIN adalah rumusan strategis dan bersipat umum yang harus diterjemahkan oleh pengambil kebijakan dalam memproyeksikan pengembangan IAIN. Rumusan tersebut merupakan hasil dari pembacaan, analisis dan strategi yang dibangun atas pertimbangan rasionalitas dan objektifitas posisi IAIN saat ini. Adapun arah umum proyeksi pengembangan IAIN Cirebon menuju terwujudnya UIN Cirebon adalah: a. Penataan dan pengembangan lembaga yang diarahkan untuk meng-akomodasi keragaman kebutuhan dan diversifikasi minat mahasiswa. b. Penyediaan dan pengembangan sumberdaya manusia (human capital resources) yang terencana dan berkesinambungan dengan kualifikasi yang ditetapkan. c. Pengembangan dan peningkatan relevansi kurikulum, mutu pembelajaran dan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan akademik. d. Pembentukan integritas, profesionalisme, budaya kepakaran (expertise) dosen, karyawan dan serta mahasiswa. e. Penyediaan SDM peneliti dan pengembangan Pusat Kajian Islam dan Kebudayaan, yang menunjang pengembangan lembaga serta pengembangan diversifikasi produk. Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-69-
PASCASARJANA IAIN SYEKH NURJATI CIREBON GENEALOGI DAN PENGEMBANGANNYA
-70-
f. Peningkatan ketersediaan sarana dan prasarana akademik dan lembaga sesuai dengan diversifikasi dan orientasi produk. g. Pengembangan kampus unggulan yang mendukung terhadap pengejawantahan ajaran Islam, dinamika intelektual, tradisi kepakaran (expertise) dan profesionalisme. 4. Mendirikan Program Doktor (S.3). Rektor IAIN Syekh Nurjati Cirebon dengan segenap jajarannya selalu melakukan upaya untuk meningkatkan status IAIN Syekh Nurjati Cirebon dari IAIN menjadi UIN. Untuk mencapai hal tersebut beberapa terobosan telah dilakukan. Disamping upaya peningkatan status dari IANI ke UIN, ada pula upaya yang tak kalah pentingnya berkaitan dengan pengembangan lembaga IAIN Syekh Nurjati Cirebon yakni upaya untuk membuka program Doktor (S.3). Berkaitan dengan rencana pembukaan program Doktor (S.3) ini banyak sudah upaya yang ditempuh, diantaranya: a. Melakukan studi banding ke berbagai perguruan tinggi yang telah memiliki program Doktor (S.3) seperti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, UIN Malang. b. Menyusun proposal pendirian program Doktor (S.3) c. Mengadakan whorkshop dan Lokakarya tentang pendirian program Doktor (S.3). d. Menyiapkan tenaga dosen untuk program Doktor (S.3) dengan cara mendorong dan memotivasi para dosen yang sudah Doktor untuk memperbanyak menulis jurnal ilmiah baik tingkat regional, nasional maupun tingkat internasional agar bisa cepat naik pangkat dan segera mengajukan proses profesor (Guru Besar). I. PENUTUP 1. Kesimpulan. Berdasarkan pada penelitian yang telah penulis lakukan tentang Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon: Genealogi dan Pengembangannya dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: a). Pendirian program pascasarjana merupakan obsesi seluruh sivitas akademika STAIN Cirebon, yang sudah tertuang dalam Rencana Induk Pengembangan (RIP) dan Master Plan STAIN Cirebon Tahun 1994/ 1995 - 2018/ 2019, dan mendapat dukungan penuh dari Senat dan segenap sivitas akademika IAIN Cirebon.Dalam rentang waktu yang panjang, berbagai upaya telah dilakukan untuk dapat Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
DR. A. R. Idham Kholid, S. Ag. M.Ag.
memenuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi pendirian program pascasarjana. Upaya-upaya rintisan telah pula dilakukan, di antaranya dengan mengadakan bimbingan calon mahasiswa program pascasarjana pada tahun 1998-2001, yang diselenggarakan oleh Panitia Persiapan Pendirian Program Pascasarjana STAIN Cirebon. Bersamaan dengan itu, Panitia tersebut melakukan studi kelayakan atas berbagai potensi yang dimiliki STAIN Cirebon, mempelajari kekuatan dan kelemahan, peluang dan tantangannya, serta kondisi-kondisi strategis Cirebon, bahkan Jawa Barat dan sekitarnya. Hasil kajian itu dituangkan dalam Proposal Pendirian Program Pascasarjana STAIN Cirebon, selanjutnya disampaikan kepada Menteri Agama Republik Indonesia. Selain itu, dalam rangka memenuhi tuntutan objektif terhadap kebutuhan pendidikan program pascasarjana (S-2) di kalangan dosen, guru, dan karyawan di wilayah III Cirebon, maka dijalin kerjasama dengan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Gunung Djati Bandung pada tahun 20012003, dan dengan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pada tahun 2004-2005 untuk dapat menyelenggarakan perkuliahan program pascasarjana di kampus STAIN Cirebon. Akhirnya, ikhtiar panjang itu berbuah hasil, dengan lahirnya Keputusan Dirjen Kelembagaan Agama Islam Nomor 476 Tahun 2004 tanggal 28 Desember 2004 tentang Pendirian Program Pascasarjana IAIN Cirebon. Atas dasar keputusan itu, maka pada Tahun Akademik 2005/ 2006 STAIN Cirebon secara resmi mulai membuka Program Pascasajana, dengan Program Studi Pendidikan Islam, konsentrasi Manajemen Pendidikan Islam, Psikologi Pendidikan Islam, dan Pendidikan Agama Islam. b). Upaya-Upaya Pengembangan Bidang Keilmuan di IAIN Syekh Nurjati Cirebon dilakukan denga cara memberi kesempatan kepada para dosen di lingkungan IAIN Syekh Nurjati Cirebon baik yang mengajar di tingkat S.1 maupun S.2 untuk mengembangkan kapasitas keilmuannya dengan mengikuti program post doktor dan short course ke beberapa negara.Pelatihan Mahasiswa. Mendatangkan dosen-dosen luar. Kerjasama dengan Lembaga dan Instansi lain. Kerjasama dengan Pascasarjana lain. c). Upaya-upaya pengembangan dalam bidang kelembagaan diantaranya adalah berusaha meningkatkan status IAIN Syekh Nurjati Cirebon menjadi UIN Syekh Nujati Cirebon. Selain itu upaya yang tak kalah penting adalah pendirian program Doktor (S.3). Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-71-
PASCASARJANA IAIN SYEKH NURJATI CIREBON GENEALOGI DAN PENGEMBANGANNYA
-72-
2. Saran-Saran. Untuk pengembangan penelitian sejenis atau perluasan kajian keislaman di masa yang akan datang, maka dapat disampaikan saransaran sebagai berikut: a. Bagi kalangan akademisi yang akan melakukan penelitian bidang kajian keislaman terutama yang berkaitan dengan tasawuf/tarekat hendaknya bisa mengeksplorasi design penelitian yang dapat secara integral mendeskripsikan bidang-bidang penelitian secara integral dan utuh. b. Bagi masyarakat luas yang selama ini memiliki komitmen yang tinggi terhadap kajian-kajian keislaman, khususnya kajian tentang tasawuf/tarekat bisa melaku-kan penelitian yang lebih komprehensif dan elaboratif. c. Bagi para praktisi pendidikan hendaknya menyikapi segala dinamika yang terjadi secara arif dan bijaksana agar dapat meningkatkan mutu pendidikan dengan berbasis keilmuan yang bersifat teoritika ataupun realita secara optimal. DAFTAR PUSTAKA
C.R. Bogdan & S.J. Taylor, Introduction in Qualitative Research Mthods, New York: John Wiley & Son Inc., 1993. C.R. Bogdan & S.K. Biklen, Qualitative Research for Education: An Introduction to Theory and Methods, terj. Munandir, Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1990. Desi Anwar. Kamus Lengkap 1 Milliard Inggris Indonesia Indonesia –Inggris. Surabaya : Amelia 2003. Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998. Masri Singarimbun, Metode dan Proses Penelitian, dalam Masri Singarimbun dan Sopian Effendi (ed), Metode Penelitian Survey, Jakarta : LP3S, 1989. Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, (terj. Tjetjep Rohandi Rahidi), Analisis Data Kualitatif, Yakarta : UI-Press, 1992. S. Nasution, Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif, Bandung : Tarsito, 1998. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002, Edisi V. Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
DR. A. R. Idham Kholid, S. Ag. M.Ag.
Tim Penyusun. Album Wisuda Ke-IV. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon. 2011. Tim Penyusun. Directory Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Cirebon Tahun Akademik 2005/2006. 2005. Tim Penyusun. Proposal Usulan Pendirian Program Doktor (S.3). Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon. 2011. Tim Penyusun., Lampiran-Lampiran Program Studi Pendidikan Islam. Lampiran 1-7. Program Pascasarjana Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Cirebon Tahun Akademik 2009. 2009. Tim Penyusun., Lampiran-Lampiran Program Studi Pendidikan Islam. Lampiran 8-22. Program Pascasarjana Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Cirebon Tahun Akademik 2009. 2009. Tim Penyusun., Pedoman Akademik. Program Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon. 2011. Tim Penyusun., Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Program Pascasarjana STAIN Cirebon. 2009. Tim Penyusun., Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Program Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon. 2011. Tim Penyususn., Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Program Pascasarjana STAIN Cirebon. 2009. Tim Penyususn., Rencana Strategis Pengembangan Program Pascasarjana STAIN Cirebon. Persyaratan Pendirian Program Pascasarjana Strata Dua (S2) Dan Untuk Acuan Dasar Bagi Pengembangannya. Departemen Agama RI Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Cirebon STAIN. 2002. Tim Penyusun Akreditasi Program Studi Magister Buku Iiia Borang Program Studi Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi Jakarta 2009. 201. Tim Penyusun. Buku 3a-Borang Akreditasi Ps S2 (AAS) (Studi Hukum & Peradilan Islam). Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon. 2011.2011 Tim Penyusun. Buku 3a-Borang Akreditasi Ps S2 (ES) (Ekonomi Syari’ah). Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon. 2011.2011 Tim Penyusun. Buku 3a-Borang Akreditasi Ps S2 (MPI) (Manajemen Pendidikan Islam) Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon. 2011.2011 Tim Penyusun. Buku 3a-Borang Akreditasi Ps S2 (Unit Pengelola Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon. 2011.2011 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) No. 20 Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-73-
PASCASARJANA IAIN SYEKH NURJATI CIREBON GENEALOGI DAN PENGEMBANGANNYA
-74-
Tahun 2003. Waras Kamdi. Paradigma Baru Pendidikan. Tersedia, online: http:// www. unisosdem.org. Y.B. Liccoln & E.G. Guba, Naturalistic Inquiry, California : Beverly Hills, 1985. Yatim Riyanto. Paradigma Baru Pembelajaran sebagai Reverensi bagi Pendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas. Jakarta : Kencana Prenada Media Group. 2002.
Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
ANALISIS RONA LINGKUNGAN KAMPUS IAIN SYEKH NURJATI CIREBON DALAM MEWUJUDKAN KAMPUS BERBASIS KONSEP GREEN CAMPUS vv Ina Rosdiana Lesmanawati Abstrak This study aims to determine the quality of the campus environment IAIN Sheikh Nurjati Cirebon for realizing the campus based on the concept of green campus. This study uses a quantitative approach using a survey method. Samples taken from 5200 was 260 academicians campus. Aspects investigated are the perception of the campus community to the concept of green campus, campus map building, and diversity of plants in the green belt around the campus. The results of this study indicate that: first, community college still think IAIN Sheikh Nurjati is not categorized as the green campus yet. Second, the balance between building size with a green open space (RTH) is not in accordance with existing regulations and still more land sleep. Third, the number of plant species is quite a lot, but the species is still not sufficient, and campus area is still hot. Keywords: green campus, IAIN Syekh Nurjati
A. PENDAHULUAN Bumi merupakan tempat hidup bagi seluruh makhluk hidup termasuk manusia. Kelangsungan hidup kita tergantung oleh kelestarian bumi itu sendiri. Secara langsung maupun tidak langsung, kita bertanggung jawab atas kerusakan yang terjadi selama perkembangan sejarah manusia. Perkembangan sejarah manusia mempunyai efek terbalik dengan lingkungannya, seperti adanya global warming, el nino, dan berbagai bencana yang berawal dari gerak sejarah manusia. Isu Pemanasan Global dan Perubahan Iklim (Climate Change) bukan lagi sekedar isapan jempol belaka, tapi sudah menunjukkan bentuk & wujud yang sebenarnya kehadapan umat manusia di bumi dengan semakin tidak nyamannya bumi sebagai tempat tinggal ataupun hunian makhluk hidup. Berbagai fenomena alam yang cenderung mengalami penyimpangan (anomali) akhir-akhir ini seperti iklim yang kacau, panas yang ekstrim berkepanjangan, intensitas curah hujan yang kelewat tinggi diluar normal, banjir, angin ribut, puting beliung, Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-75-
ANALISIS RONA LINGKUNGAN KAMPUS IAIN SYEKH NURJATI CIREBON DALAM MEWUJUDKAN KAMPUS BERBASIS KONSEP GREEN CAMPUS
-76-
banyak dikaitkan dengan isu pemanasan global tersebut. Perguruan tinggi sebagai garda terdepan dalam menghasilkan generasi pemimpin masa depan, memiliki tanggung jawab khusus untuk memimpin jalan dalam menangani masalah yang sangat nyata terkait krisis energi dan pemanasan global, seperti perubahan iklim dan cuaca ekstrim, peningkatan permukaan air laut, kekurangan air, tekanan pada produksi pertanian dan perpindahan penduduk. Lingkungan kampus sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari ekosistem perkotaan tidak sedikit peranannya dalam hal mengurangi pemanasan global. Konsep green campus memiliki peranan penting dalam mewujudkan kampus yang ramah lingkungan sesuai dengan kondisi bumi saat ini Konsep green campus (Kampus Hijau) bertujuan untuk meningkatkan kesadaran serta kepedulian masyarakat kampus( sivitas academika) sebagai kumpulan masyarakat ilmiah untuk turut serta berpartisipasi dan bertanggungjawab dalam mengurangi pemanasan global. Green campus dapat disosialisasikan dalam tindakan-tindakan kecil seperti membuang sampah pada tempatnya, adanya tempat sampah organik dan anorganik, menanam lebih banyak pohon dilingkungan kampus atau bahkan menciptakan arsitektur bangunan kampus yang ramah bagi lingkungan. Selain menciptakan kampus yang sejuk, kita juga menciptakan suatu kampus yang kondusif sebagai tempat belajarmengajar. Di dalam kawasan kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon terdapat sejumlah lahan terbuka yang hanya ditanami pepohonan tanpa diolah secara baik. Padahal apabila lahan tersebut diolah dengan baik, misalnya saja digunakan sebagai ruang terbuka hijau, taman, open space dengan ditanami vegetasi secara terencana, selain menghasilkan udara segar juga menciptakan nilai estetika lansekap kampus. Hal ini tentu saja akan lebih enak untuk dipandang juga dapat menghilangkan rasa jenuh di dalam akitivitas kampus. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan diatas,terdapat rumusan masalah yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini,yaitu: 1. Bagaimana persepsi masyarakat kampus (sivitas akademika) terhadap lingkungan kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon? Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Ina Rosdiana Lesmanawati
2. Bagaimana pemetaan (mapping) tata ruang terbuka luar/ lingkungan kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon? 3. Bagaimana keanekaragaman vegetasi/tumbuhan di ruang terbuka hijau (RTH) di lingkungan kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon?
C. PEMBATASAN MASALAH Pada penelitian ini, permasalahan dibatasi pada hal-hal sebagai berikut : 1. Lokasi site adalah lingkungan kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon di jalan Perjuangan, By Pass Sunyaragi Cirebon. 2. Pemahaman masyarakat kampus (sivitas akademika) terhadap konsep green campus. 3. Pembahasan meliputi pemetaan(mapping) tata ruang terbuka luar/lingkungan kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon. 4. Penataan jalur hijau di lingkungan kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon yang ramah lingkungan dengan penggunaan vegetasi yang dapat mengurangi pemanasan global (global warming).
D. SIGNIFIKANSI PENELITIAN Signifikansi penelitian ini antara lain : 1. Memberikan gambaran tentang rona lingkungan sekitar kampus yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran serta kepedulian masyarakat kampus (sivitas akademika) dalam upaya turut serta berpartisipasi dan bertanggungjawab dalam mengurangi pemanasan global melalui konsep green campus. 2. Memperoleh gambaran mengenai tata letak bangunan dan ruang terbuka hijau (RTH) kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon. 3. Memperoleh data keanekaragaman vegetasi di kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon untuk menciptakan kampus hijau ramah lingkungan. A. METODOLOGI PENELITIAN
1. Metode penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey. Peneliti berusaha untuk memahami situasi kondisi penelitian secara mendalam.
2. Populasi dan sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat kampus Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-77-
ANALISIS RONA LINGKUNGAN KAMPUS IAIN SYEKH NURJATI CIREBON DALAM MEWUJUDKAN KAMPUS BERBASIS KONSEP GREEN CAMPUS
-78-
(sivitas akademika) IAIN Syekh Nurjati Cirebon sebanyak 5200 orang. Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 260 orang.Teknik pengambilan sampelnya adalah teknik proporsional sampling.
3. Tempat Penelitian Adapun yang menjadi tempat penelitian adalah lingkungan kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon.Jl. Perjuangan,By Pass, Sunyaragi, Cirebon.
4. Prosedur Penelitian Ada tiga tahapan di dalam prosedur penelitian ini, yaitu: Tahap persiapan Sebelum melakukan penelitian, ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan oleh peneliti, yaitu : peneliti melakukan studi pendahuluan menganalisis tentang rona lingkungan (sivitas akademika, tata ruang/mapping kampus dan vegetasi). Peneliti kemudian melanjutkan dengan menyusun proposal dan penelitian sekaligus membuat instrumen. Tahap pelaksanaan Peneliti melakukan penelitian ini terhadap rona lingkungan (sivitas akademika,tata ruang/mapping kampus dan vegetasi) di kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Tahap analisis data dan penyusunan laporan Setelah pelaksanaan penelitian terhadap rona lingkungan kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon, maka tahapan selanjutnya adalah melakukan pengolahan data hasil penelitian dan sekaligus menyusun laporan penelitian. 5. Teknik Pengumpulan Data Penelitian Teknik pengumpulan data disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut : Tabel 1. Teknik Pengumpulan Data Sumber Data
Jenis Data
Teknik Pengumpulan Data
Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Instrumen
Ina Rosdiana Lesmanawati
Dosen, Staff Karyawan, dan Mahasiswa
Persepsi terhadap lingkungan IAIN Syekh Nurjati Cirebon
Pengisian angket
Tata letak Mapping kampus Observasi bangunan/ IAIN Syekh Mapping kampus Nurjati Cirebon IAIN Syekh Nurjati Cirebon Keanekaragaman Sebaran Observasi Vegetasi di keanekaragaman Lingkungan vegetasi Kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon
A n g ke t p e r s e p s i terhadap lingkungan kampus dengan menggunakan skala likert sebanyak 20 pernyataan Lembar observasi identifikasi tata letak bangunan/ Mapping Kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon Lembar observasi identifikasi keanekaragaman vegetasi / tumbuhan
Contoh lembar observasi yang digunakan untuk identifikasi keanekaragaman vegetasi/tumbuhan dibuat dalam bentuk tabel sebagai berikut : Tabel 2. Keanekaragaman jenis Vegetasi Tumbuhan Lokasi : .................................................................... Jenis Ekosistem : .................................................................... No 1
Nama jenis (nama lokal)
Nama jenis (nama ilmiah)
Jumlah
2 3
dst
6. Analisis Data Penelitian Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis secara kualitatif pada penelitian ini dilihat dari hasil angket persepsi seluruh masyarakat kampus (sivitas akademika) baik pimpinan institusi, dosen, staff karyawan, dan mahasiswa IAIN Syekh Nurjati Cirebon tehadap lingkungan Kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Data hasil Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-79-
ANALISIS RONA LINGKUNGAN KAMPUS IAIN SYEKH NURJATI CIREBON DALAM MEWUJUDKAN KAMPUS BERBASIS KONSEP GREEN CAMPUS
-80-
pengisian angket secara kuantitatif diolah dalam bentuk rata-rata score per indikator, kemudian dianalisis secara kualitatif berdasarkan indikatornya, data disajikan dalam bentuk grafik. Data hasil observasi pemetaan/mapping tata letak bangunan dan ruang terbuka hijau (RTH) Kampus disajikan dalam bentuk gambar dan dianalisis secara naratif. Kemudian dibandingkan dengan standar ideal kampus hijau (green campus) berdasarkan peraturan yang ada. Sedangkan data hasil observasi terhadap sebaran keanekaragaman vegetasi/tumbuhan di lingkungan kampus disajikan dalam bentuk tabel, kemudian dikelompokan berdasarkan habitusnya untuk dianalisis. Data hasil studi dokumentasi diolah dan dianalisis berdasarkan hasil temuan dan disajikan dalam bentuk naratif. Tabel. 3 KISI-KISI INSTRUMEN ANGKET
NO INDIKATOR 1
Efisiensi penggunaan kertas sebagai kebutuhan pokok pengajaran
3
Efisiensi penggunaan lahan sebagai ruang terbuka hijau dan estetika (landscape)
2 4 5 6 7
Efisiensi pengelolaan sampah dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran Efisiensi penggunaan listrik Efisiensi penggunaan Air
Efisiensi pemakaian sumber daya alam
Upaya kontribusi pengurangan pemanasan Global
NO ITEM 1,2
3,4,5,6
7,8,9,10 11,12 13,14 15,16
17,18,19,20
B. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Persepsi masyarakat kampus (sivitas akademika) IAIN Syekh Nurjati Cirebon terhadap konsep green campus. Berdasarkan hasil total secara keseluruhan angket yang disebarkan, masyarakat kampus (sivitas akademika) IAIN Syekh Nurjati Cirebon baik dari kalangan mahasiswa, karyawan, dosen, dan pimpinan memiliki persepsi yang relative sama terhadap kampus, yaitu menganggap bahwa kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon belum dapat dimasukkan ke dalam kategori kampus hijau (green campus). Hal ini dapat dilihat dari hasil rekapitulasi total rata-rata hasil angket, yaitu 1,47 ( sedang menuju ke kategori rendah) (Lampiran). Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Ina Rosdiana Lesmanawati
Rekapitulasi hasil angket tentang persepsi masyarakat kampus (sivitas akademika) terhadap lingkungan Kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Rekapitulasi hasil angket tentang persepsi masyarakat kampus (sivitas akademika) terhadap lingkungan Kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon Berdasarkan gambar diatas, dapat dilihat bahwa persepsi masyarakat kampus (sivitas akademika) terhadap lingkungan kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon masuk kategori sedang menuju ke kategori rendah ,dapat dilihat dari rata-rata pencapaian score per indicator green campus. Apabila data dilihat per indicator, hasil rata-rata pada indicator 3 menunjukkan rata-rata pencapaian score yang relative lebih rendah dibandingkan dengan indicator yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi masyarakat kampus(sivitas akademika) IAIN Syekh Nurjati Cirebon terhadap penggunaan lahan kampus sebagai ruang terbuka hijau (RTH) masih rendah. Banyak lahan di lingkungan kampus yang belum dimanfaatkan optimal, bahkan cenderung dibiarkan sebagai lahan tidur (sleeping land) (Lampiran). Artinya masyarakat kampus menganggap bahwa lahan di lingkungan kampus IAIN Syekh Nurjati belum memiliki perimbangan antara luas bangunan dengan ruang terbuka hijau (RTH) yang membawa dampak terhadap kondisi lingkungan kampus yang saat ini terlihat panas dan gersang. 2. Pemetaan(mapping) tata letak bangunan dan lingkungan kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon Pemetaan (mapping) tata letak bangunan kampus dan tata ruang terbuka luar/lingkungan kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon dilakukan dengan melihat foto udara/Citra Satelit. Berdasarkan hasil observasi Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-81-
ANALISIS RONA LINGKUNGAN KAMPUS IAIN SYEKH NURJATI CIREBON DALAM MEWUJUDKAN KAMPUS BERBASIS KONSEP GREEN CAMPUS
-82-
terhadap mapping/tata letak bangunan kampus IAIN Syekh Nurjati didapat hasil sebagai berikut : 1. Peta Lokasi Kampus Pusat IAIN Syekh Nurjati Cirebon 2. Peta Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kampus Pusat IAIN Syekh Nurjati Cirebon 3. Peta Lokasi Gedung ICC dan Perpustakaan IAIN Syekh Nurjati Cirebon 4. Peta Ruang Terbuka Hijau (RTH) Gedung ICC dan Perpustakaan IAIN Syekh Nurjati Cirebon 5. Peta Lokasi Kampus Pasca Sarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon 6. Peta Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kampus Pasca Sarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Hasil pemetaan (mapping) terhadap kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon dapat dilihat pada Gambar 2-7.
Gambar 2. Peta lokasi kampus pusat IAIN Syekh Nurjati Cirebon
KETERANGAN : 1 : Masjid 2 : Ruang Kuliah Syariah 3 : Ruang Kuliah dan Jurusan Bahasa Inggeris 4 : Ruang PPTQ 5 : Ruang Kuliah Fakultas Adadin 6 : Fakultas Adadin Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Ina Rosdiana Lesmanawati
7 : Ruang Kuliah dan Jurusan PGMI Fakultas Tarbiyah , dan Ruang Pusat Laboratorium 8 : Fakultas Tarbiyah 9 : Ruang Kuliah dan Jurusan PBA Fakultas Tarbiyah 10 : Ruang Kuliah dan Jurusan Tadris IPS 11 : Ruang Kuliah dan Jurusan Tadris Matematika 12 : Ruang Kuliah dan Jurusan Tadris IPA Biologi 13 : Ruang Laboratorium Jurusan Tadris IPA Biologi 14 : Ruang Kuliah dan Jurusan PAI 15 : Ruang Rektorat Kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon Gambar 3. Peta Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kampus Pusat IAIN Syekh Nurjati Cirebon
Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-83-
ANALISIS RONA LINGKUNGAN KAMPUS IAIN SYEKH NURJATI CIREBON DALAM MEWUJUDKAN KAMPUS BERBASIS KONSEP GREEN CAMPUS
-84-
Gambar 4. Peta Lokasi Gedung ICC dan Perpustakaan IAIN Syekh Nurjati Cirebon
Gambar 5. Peta Ruang Terbuka Hijau (RTH) Gedung ICC dan Perpustakaan IAIN Syekh Nurjati Cirebon
Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Ina Rosdiana Lesmanawati
Keterangan : 1. Perpustakaan IAIN Syekh Nurjati Cirebon 2. Gedung ICC 3. Ruang Himpunan Mahasiswa IAIN Syekh Nurjati Cirebon 4. Ruang Fakultas Syariah 5. Ruang Himpunan Mahasiswa IAIN Syekh Nurjati Cirebon 6. Ruang LPM 7. Lapangan Tenis Gambar 6. Peta Lokasi (maket) Kampus Pasca Sarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon
Gambar 7. Peta Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kampus Pasca Sarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon.
Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-85-
ANALISIS RONA LINGKUNGAN KAMPUS IAIN SYEKH NURJATI CIREBON DALAM MEWUJUDKAN KAMPUS BERBASIS KONSEP GREEN CAMPUS
-86-
Ketrangan : 1. Gedung Pasca Sarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon 2. Masjid Gedung Sarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon
Pemanfaatan ruang dalam kampus atau yang disebut sebagai tata ruang kampus diatur secara khusus dalam undang ± undang, sehingga diperlukan pemikiran khusus oleh kampus masing ± masing agar penataan ruang kampus sesuai dengan aspek lingkungan yang baik dan memadai ( Soekisno, 1975 ). Secara fisik, suatu kampus terdiri atas kompleksitas bangunan yang disusun berdasarkan atas kebutuhan untuk mendukung aktivitas kampus dan beberapa pertimbangan estetika atau keindahan. Konsep ini lebih banyak didasarkan atas konsep tata ruang dengan pendekatan fungsional. Kampus dengan segala aktivitas di dalamnya adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem lingkungannya. Dengan demikian maka komponen ± komponen kampus akan mengalami hubungan interaktif dengan komponen ± komponen lingkungannya. Adanya suatu hubungan antara sub system lingkungan dengan subsistem pendidikan yang dapat dihitung dan digunakan sebagai gambaran tentang dukungan terhadap pendidikan. Dalam hal ini sebagai rintisan untuk mencoba eksistensi pendidikan dalam sistemnya secara terpadu, dimana pendidikan tidak hanya diletakkan sebagai suatu bagian yang terpisah dalam suatu kampus, namun dianggap sebagai suatu subsistem yang justru ada dalam system yang lebih besar yaitu sistem masyarakat dengan segala aktivitas dan fungsinya ( Soekisno,1975 ). Berdasarkan Undang-Undang RI nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau kawasan Perkotaan; Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Idealnya memiliki proporsi/perimbangan antara luas bangunan dengan ruang terbuka hijau (RTH) paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah/areal. Berdasarkan hasil pemetaan(mapping) ketiga Lokasi kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon (Kampus Pusat, Gedung ICC dan Kampus Pasca Sarjana), dapat dilihat belum adanya proporsi/perimbangan antara luas bangunan dengan ruang terbuka hijau (RTH). Selain itu, banyak lahan di lingkungan kampus yang belum dimanfaatkan optimal, bahkan cenderung dibiarkan sbagai lahan tidur (sleeping land). Hal ini dapat Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Ina Rosdiana Lesmanawati
dilihat pada beberapa lokasi areal kampus, baik pada areal Kampus Pusat, Gedung ICC dan perpustakaan maupun Kampus Pasca Sarjana ( Lampiran). Berdasarkan hasil observasi terdapat beberapa lahan kampus yang tidak dimanfaatkan sama sekali, hanya sebagai tumpukan pasir yang tak berarti. Diharapkan di areal tersebut di kondisikan disamping dapat di tambahkannya beberapa tanaman yang nanti dapat tumbuh dengan rindang dan subur. Hanya pada areal kampus Pasca Sarjana, areal tersebut masih banyak terdapat ruang terbuka hijau (RTH), namun belum tertata banyak ditanami vegetasi. Sehingga kondisi lingkungan masih terlihat panas dan gersang. Hal ini dikarenakan areal tersebut masih dalam proses pengembangan,sehingga masih dapat dikembangkan sesuai dengan konsep green campus. 1. Keanekaragaman vegetasi/tumbuhan di jalur hijau di lingkungan kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon.
Di lingkungan sekitar kampus IAIN Syekh Nurjati, kita dapat menemui berbagai jenis tumbuhan misalnya mangga, rerumputan, ketapang dan masih banyak lagi jenis tumbuhan di sekitar kita. Masing-masing makhluk hidup memiliki ciri tersendiri sehingga terbentuklah keanekaragaman makhluk hidup yang disebut dengan keanekaragaman hayati atau biodiversitas. Keanekaragaman hayati menunjukkan adanya berbagai macam variasi bentuk, penampilan, jumlah dan sifat yang terlihat pada berbagai tingkat gen, tingkat jenis dan tingkat ekosistem. Manusia dalam mengenal adanya keanekaragaman makhluk hidup berdasarkan ciri-ciri yang dapat diamati dan juga mungkin tingkah laku, penampilannya, makanannya dan cara perkembangbiakannya, habitatnya serta interaksinya dengan makhluk lain. Untuk memahami konsep keseragaman dan keberagaman makhluk hidup, misalnya pada tumbuhan. Ada tumbuhan yang berbatang tinggi, misalnya: palem, mangga, beringin, kelapa. Terdapat pula tumbuhan yang berbatang rendah, misalnya: cabe, tomat, melati, mawar dan lainlainnya. Ada tumbuhan yang berbatang keras, dan berbatang lunak. Ada yang berdaun lebar, tetapi ada pula yang berdaun kecil, serta bunga yang berwarna-warni. Ada juga tumbuhan yang memiliki kesamaan ciri seperti: tulang daun menyirip atau sejajar, sistem perakaran tunggang atau serabut, berbiji tertutup atau terbuka, mahkota bunga berkelipatan 3 atau 5 dan lain-lain. Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-87-
ANALISIS RONA LINGKUNGAN KAMPUS IAIN SYEKH NURJATI CIREBON DALAM MEWUJUDKAN KAMPUS BERBASIS KONSEP GREEN CAMPUS
-88-
Adanya vegetasi/tanaman dapat mendaur ulang gas-gas CO2 di udara, sekaligus menghasilkan udara segar (oksigen) yang memberikan kenyamanan bagi lingkungan sekitarnya, yang berarti juga akan mengurangi pemanasan global. Selain itu, lahan kampus yang ada dapat dimanfaatkan bagi berbagai macam tanaman, termasuk tanaman produktif misalnya buah-buahan yang akan memberikan manfaat ganda. Adanya vegetasi/tanaman juga dapat memberikan nilai estetika/keindahan tersendiri bagi lingkungan kampus. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengamatan keanekaragaman hayati(vegetasi/tumbuhan) pada beberapa areal kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Lokasi yang diamati antara lain adalah : 1. Areal Parkir Depan Rektorat Areal kampus IAIN Syekh Nurjati tepatnya, areal taman parkir/ taman depan, kondisinya sudah mengkhawatirkan dengan fakta suhu di sekitar areal parkir yang tinggi, sehingga memberi dampak kepada unsur keidupan yang ada di sekitarnya. Keanekaragaman hayati di areal/taman depan ini untuk spesies tumbuhan yang ditemukan sangat sedikit, karena adanya beberapa faktor diantaranya suhu yang panas, tanah tertutup dengan paping blok, dan tanah kering. Dari beberapa faktor di atas sangat mempengaruhi tumbuhan dan hewan bisa hidup pada areal parkir dengan suhu yang panas, sehingga tumbuhan dan hewan yang bisa bertahan hidup di areal parkir sangat terbatas. Hasil pengamatan keanekaragaman hayati(vegetasi) yang didapat dari Areal parkir depan rektorat dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Tingkat keanekaragaman Jenis Areal Parkir IAIN Syekh Nurjati Cirebon.
Tabel : Keanekaragaman Jenis Vegetasi/Tumbuhan Lokasi : Areal Parkir Kampus IAIN Syekh Nurjati Jenis Ekosistem : Ekosistem darat NO 1 2 3 4 5
Nama Palem Pohon Mangga Ixora Euphorbia Ketapang
Nama Ilmiah Palma sp Mangipera indica Ixora sp Euphorbia sp Terminalia katapa sp
Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Jumlah 13 3 35 6 9
Ina Rosdiana Lesmanawati
Sansiviera sp Ficus benjamina sp Impecerata cylindrica Rhodiscolour Aloevera sp Begonia sp Bamboo sp
6 7 8 9 10 11 12
Lidah mertua Beringin Alang-alang Rhodiscolour Lidah Buaya Begonia Bambu
No
Nama Jenis (Lokal)
8 1 banyak 10 1 3 2
2. Areal Taman Samping/ Sekitar Gedung Fakultad Adadin dan Masjid Aljami’ah Pada areal taman samping/sekitar gedung Fakultas ADDIN, PPTQ dan Masjid Aljami’ah, taman telah tersedia dengan penataan yang jauh lebih baik dibandingkan dengan areal ruang terbuka hijau (RTH) lainnya yang ada di kampus IAIN Syekh NUrjati Cirebon. Namun, tidak cukup menampung untuk menumbuhkan tumbuh-tumbuhan di taman ini, karena luas areal ini sangat sedikit/sempit. Kondisi lokasi Areal Taman Samping/ Sekitar Gedung Fakultas ADDIN dan Mesjid Aljami’ah terlihat adanya tanaman tertata rapih dari berbagai jenis spesies tanaman, tetapi banyak sampah yang berserakan. Areal masjid lebih rapih, bersih, terdapat berbagai jenis tanaman hias tetapi banyak kendaraan bermotor yang tidak rapih karena disekelilingnya digunakan untuk areal parkir. Berdasarkan hasil pengamatan/observasi keanekaragaman hayati (vegetasi) di sekitar Taman Samping/ Sekitar Gedung Fakultad Adadin dan Mesjid Aljami’ah, dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Tingkat keanekaragaman Jenis Areal Taman Taman Samping/ Sekitar Gedung Fakultad Adadin dan Mesjid Aljami’ah Tabel : Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Lokasi : Area Taman Taman Samping/ Sekitar Gedung FakultaS ADDIN dan Mesjid Aljami’ah Jenis Ekosistem : Ekosistem darat 1 2 3 4 5
Mangga Pepaya Paku-pakuan Ketapang Bunga mawar
Nama Jenis (Ilmiah)
Mangifera indica Carica papaya Phalaenopsis sp Catava sp Rosa hibrida
Jumlah 1 2 13 2 2
Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-89-
ANALISIS RONA LINGKUNGAN KAMPUS IAIN SYEKH NURJATI CIREBON DALAM MEWUJUDKAN KAMPUS BERBASIS KONSEP GREEN CAMPUS
-90-
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Sosongkokan Nangka Cabai Alang-alang Bunga jago Bunga soka Bunga Euphorbia Petai cina Palem Bunga kertas
Rhoeo discolor Artocarpus heterophyllus Capsicum frutescens Imperata cylindrica Codiaeum variegatum Ixora sp Euporbia sp Leucaena leucocephala Palma sp Bougenvillea sp
58 2 2 banyak 1 5 3 3 17 4
3. Areal Taman Belakang/Sekitar Gedung Fakultas Tarbiyah,PPB dan Laboratorium Jurusan Tadris IPA Biologi Lingkungan sekitar laboratorium Jurusan Tadris IPA-Biologi lumayan lebih terawat dan banyak ditanami tumbuhan yang beraneka ragam. Pada taman belakang/sekitar gedung Fakultas Tarbiyah, tata taman sudah baik dan spesies yang hidup pun beragam (variatif) serta cukup rimbun tetapi masih perlu perawatan agar keadaan lingkungan di areal ini dapat lebih baik dan lebih indah. Berdasarkan hasil pengamatan/observasi keanekaragaman hayati (vegetasi) di sekitar Taman Belakang/Sekitar Gedung Fak. Tarbiyah,PBB LAB-BIO, dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6. Tingkat keanekaragaman Jenis Areal Taman Belakang/ Sekitar Gedung Fak.Tarbiyah,PPB dan LAB-BIO Tabel : Keanekaragaman Jenis Vegetasi/Tumbuhan Lokasi : Areal Taman Belakang/Sekitar Gedung Fak. Tarbiyah,PBB LAB-BIO Jenis Ekosistem : Ekosistem dara NO. NAMA LOKAL NAMA ILMIAH JUMLAH Zamia culcas 1. Daun dolar 2 Mangifera indica 2. Pohon Mangga 5 Palaeonopsis sp 3. Anggrek 3 Euphorbia sp 4. Euphorbia 8 Heliconia sp 5. Pisang-pisangan 30 Sansiviera sp 6. Lidah mertua 6 Rhoediscolor sp 7. Daun adam dan hawa 25 Aloe vera 8. Lidah buaya 3 Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Ina Rosdiana Lesmanawati
9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Kaktus Pohon sukun Palem Melati air Jarak merah Begonia Cocok bebek
Ferocactus pilosus Artocarpus communis Palma sp Echinodorus palaefolius Jatropha gossypifolia Begonia sp Kalanchoe pinnata
2 1 12 1 1 1 1
-91-
4. Areal ICC dan Perpustakaan IAIN Syekh Nurjati Cirebon Sedangkan pada lokasi lain, seperti di areal ICC dan perpustakaan, areal taman sudah tersedia namun sempit sehingga sedikit spesies yang hidup disana. Pada areal taman parkir/taman depan gedung ICC pun sudah memiliki tata taman tetapi keanekaragaman jenis sedikit, sehingga masih diperlukan penanaman vegetasi lagi agar terlihat lebih rimbun. Berdasarkan hasil pengamatan/observasi keanekaragaman hayati (vegetasi) di sekitar areal ICC dan perpustakaan, dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7. Tingkat keanekaragaman Jenis Areal Gedung ICC dan Perpustakaan Tabel : Keanekaragaman Jenis Vegetasi/Tumbuhan Lokasi :Areal Gedung ICC dan Perpustakaan Jenis Ekosistem : Ekosistem darat NO
Nama dan Gambar
Nama Ilmiah
1
Palem
Palma sp
4
Pohon Takokak
Solanumtorvum Terminalia catapa Citrus sp Bambuseae Cyperus rotudus Cycas rumpii Sansiviera sp
2 3 5 6 7 8 9
10
Pohon Mangga Ixora
Pohon Ketapang
Pohon Jeruk nipis Bambu
Rumpu teki
Daun Jarum
Lidah mertua
Mangipera indica Ixora sp
Jumlah 13 3
35 1 4 2 2
Banyak 2 6
Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
ANALISIS RONA LINGKUNGAN KAMPUS IAIN SYEKH NURJATI CIREBON DALAM MEWUJUDKAN KAMPUS BERBASIS KONSEP GREEN CAMPUS
-92-
11
Daun adam dan hawa Rhoediscolor sp
25
14
Pohon sukun
1
12 13
Lidah buaya Kaktus
Aloe vera Ferocactus pilosus Artocarpus communis
3 2
5. Areal Kampus Pasca Sarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon Dalam penelitian ini, saya juga melakukan observasi tingkat keanerakagaman (biodiversity) jenis yang terdapat di areal Pasca Sarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Areal yang saya amati ini masih dalam tahap pembangunan sehingga tata taman yang ada pun belum merata, kondisi areal ini pun sangat panas karena vegetasi/pohon yang ada masih sedikit dan kecil-kecil. Areal yang diamati adalah seluruh bagian Pasca Sarjana yang luasnya sekitar 250x500 m, dari mulai bagian depan gerbang, halaman depan gedung, dan halaman belakang gedung Pasca Sarjana. Alangkah lebih baiknya untuk areal Pasca Sarjana di tanami tanaman yang tumbuh taunan namun masuk kategori tanaman cepat tumbuh (fast growing spesies) seperti pohon palem,jati, akasia, atau semamcamnya yang apabila dalam jangka panjang akan tumbuh dengan teduh dan rindangnya. Karena ekologi di daerah tersebut sangat mendukung dan terdapat kemungkinan sebagai areal kampus hijau yang asri. Kondisi tanah di Areal Pasca Sarjana sebenarnya sangat subur karena berwarna merah seperti tipe tanah daerah pegunungan. Untuk menjaga kelestarian lingkungan, seluruh mahasiswa pun diharapkan saling mendukung satu sama lain dengan pihak kampus. Hal ini dimaksudkan untuk mewujudkan nilai-nilai lingkungan tersebut baik di dalam kampus maupun dalam kehiupan sehari-hari di luar kampus. Data keanekaragaman jenis vegetasi yang ada di areal Kampus Pasca Sarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon,dapat dilihat pada tabel 8. Tabel 8. Tingkat keanekaragaman Jenis Areal Kampus Pasca Sarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon.
Tabel : Keanekaragaman Jenis Vegetasi/Tumbuhan Lokasi : Area Kampus IAIN Syekh Nurjati Jenis Ekosistem : Ekosistem darat Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Ina Rosdiana Lesmanawati
NO
NAMA JENIS (LOKAL) NAMA JENIS (ILMIAH)
JUMLAH
3
Pohon Palem Raja
7
1 2 4 5 6 7 8 9
10 11 12 13 14 15
Pohon Mangga Pohon Kersem
Alang alang (Ilalang) Pohon Pisang
Pohon Srikaya Pohon Pinus Talas
Petai Cina
Kemboja merah Glodokan
Lidah Mertua Pohon Dolar Putri Malu
Rumput Teki
Mangifera indica Muntingia calabura Roystone regia Imperata cylindrica Musa paradisiaca Anonna squamosa Pinus mercusii Colocasia esculenta Leucaena leucocephala Plumeria rubra Polyalthia longifolia .Sansevieria sp Zamia culcas Mimosa pudica Cyperus rotundus
6 5
Banyak 18 1 1
Banyak 8 2 4
Banyak 3 5
Banyak
C. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Berdasarkan hasil angket persepsi terhadap seluruh masyarakat kampus (sivitas akademika) kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon baik dari unsur mahasiswa, karyawan, dosen, dan pimpinan,dilihat dari beberapa indicator Green Campus menunjukkan persepsi yang relative rendah.artinya menganggap bahwa Kampus IAIN Syekh NUrjati Cirebon belum dapat dimasukkan dalam kategori kampus hijau (Green Campus) 2. Hasil pemetaan (mapping) ketiga Lokasi kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon (Kampus Pusat, Gedung ICC dan Perpustakaan ,dan Kampus Pasca Sarjana), dapat dilihat belum adanya proporsi/ perimbangan antara luas bangunan dengan ruang terbuka hijau (RTH) sesuai dengan peraturan yang ada. Selain itu, banyak lahan di lingkungan kampus yang belum dimanfaatkan secara optimal, bahkan cenderung dibiarkan sebagai lahan tidur (sleeping land). 3. Hasil observasi keanekaragaman hayati/vegetasi pada lima lokasi areal kampus (Kampus Pusat,Kampus II, dan Kampus Pasca Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-93-
ANALISIS RONA LINGKUNGAN KAMPUS IAIN SYEKH NURJATI CIREBON DALAM MEWUJUDKAN KAMPUS BERBASIS KONSEP GREEN CAMPUS
-94-
Sarjana) menunjukkan cukup banyak jumlah spesies yang terdapat di areal kampus, hanya untuk jenis pohon (fast growing spesies) masih sedikit. Sehingga kondisi lingkungan kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon masih terasa panas dan gersang.
DAFTAR PUSTAKA
Hakim,R.2002. Persepsi Masyarakat terhadap Aspek Perencanaan Ruang Terbuka Hijau Kota Jakarta.PS. Arsitektur Landscap.Trisakti. Jakarta. Hakim, R dan H.Utomo.2008. Komponen Perancangan Arsitektur Landscap. Prinsip Unsur dan Aplikasi Desain. PT. Bumi Aksara. Jakarta. Johansen,Bruce E.2009. Global Warming,Science and Technology. Greenwood Press.Santa Barbara.California Kustiawan, W dan H. Unger. 1991. Growth of young dipterocarps in combinations with fast growing species. Faculty of Forestry. Mulawarman University. Samarinda. Indonesia Lopulisa. 1995. Penggunaan lahan dalam perspektif pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Kongres VI HITI, Serpong, Jakarta 1215 Desember 1995. ---------- 2007. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan ---------- 2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang UI Green Metric. 2010. Pemeringkatan UI Green Metric untuk Perguruan Tinggi berbasis Green Campus.Jakarta.
Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
PEMBELAJARAN NAHWU / SHARAF DAN IMPLIKASINYA TERHADAP MEMBACA DAN MEMAHAMI LITERATUR BAHASA ARAB KONTEMPORER PADA SANTRI PESANTREN MAJLIS TARBIYATUL MUBTADI-IEN (MTM) DESA KEMPEK KECAMATAN GEMPOL KABUPATEN CIREBON vv Rodliyah Zaenuddin
Abstrak Kemampuan membaca dan memahami literatur berbahasa Arab diyakini sebagai syarat mutlak bagi setiap individu yang akan melakukan kajian keilmuan secara umum dan kajian Islam secara khusus. Karena dengan memiliki keterampilan tersebut orang dapat terus berinteraksi dengan bahasa Arab melalui surat kabar, majalah, jurnal dan buku-buku ilmiah. serta dapat mengakses program bahasa Arab di Internet. Terlebih lagi bagi orang Islam, keterampilan ini dapat memudahkannya untuk memahami ajaran Islam dari sumber aslinya ya’ni Al-Qur’an dan al-Sunnah serta hasil karya ilmuwan muslim yang berbahasa Arab. Untuk dapat memiliki kemampuan membaca dan memahami teks bahasa Arab yang tidak bersyakl, membutuhkan perangkat ilmu yang mendukung, setidaknya ilmu Nahwu, ilmu Sharaf dan penguasaan Mufradat (Kosa kata). Di Desa Kempek kecamatan Gempol Kabupaten Cirebon terdapat sebuah pesantren salaf dengan nama Majlis Tarbiyatul Mubtadi-ien (MTM). Di pesantren ini sangat mengedepankan pentingnya pembelajaran Ilmu Nahwu dan Sharaf, sehingga ada 5 kitab nahwu klasik secara berturut-turut dipelajari dan menjadikannya sebagai nama kelas dari 7 jenjang kelas yang ada. Hal di atas dipertegas oleh pandangan masyayikh pesantren ini, dengan menjuluki kedua ilmu sebagai ilmu alat untuk dapat menguasai kitab kuning, sehingga jika ada seorang alim yang membaca literatur berbahasa Arab, kemudian keliru membaca syaklnya maka kepakaran beliau dalam ilmu agama sangat diragukan. Penelitian ini merupakan upaya investigasi terhadap pembelajaran Nahwu dan Sharaf di Pesantren Majlis Tarbiyatul Mubtadi-ien (MTM) Kempek Gempol Cirebon dalam rangka menemukan pola pembelajarannya serta implikasinya terhadap kemampuan santri dalam membaca literatur berbahasa Arab kontemporer. Hal ini karena penggunaan kedua ilmu tersebut sudah disepakati oleh para ahli bahasa Arab berfungsi sebagai alat untuk membantu agar dapat membaca literatur berbahasa Arab yang tidak bersyakl, baik kitab klasik maupun wacana kontemporer. Oleh karenanya kedua ilmu tersebut Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-95-
PEMBELAJARAN NAHWU / SHARAF DAN IMPLIKASINYA TERHADAP MEMBACA DAN MEMAHAMI LITERATUR BAHASA ARAB KONTEMPORER PADA SANTRI
-96-
sering dikenal dengan sebutan ilmu alat. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan adanya hal-hal lain yang turut serta mendukung keberhasilan pembelajaran keterampilan membaca (Qira’ah) tersebut. Dari hasil tes yang sudah dilakukan diketahui bahwa tidak seluruh santri kelas Alfiyah Tsaniyah dapat memberikan syakl secara tepat pada kata yang sesuai dengan jenis kata dalam konteks (penerapan ilmu sharaf). Selain itu tidak semua dari mereka membubuhi harokat akhir dengan benar, yaitu sesuai dengan kedudukan kata (I’rab) dalam kalimat tersebut (penerapan ilmu nahwu), Bahkan dapat dikatakan bahwa dari sejumlah responden tersebut tidak ada seorangpun yang tidak membuat kekeliruan dalam memberikan syakl. Terlebih lagi ketika mereka menjelaskan fahm al-maqru dengan menterjemahkan teks. Mereka dapat menterjemahkan hanya beberapa baris saja dan kurang mengena pada yang dimaksud oleh teks tersebut, terlebih lagi ada di antara mereka yang sama sekali tidak menterjemahkannya. Penelitian ini merekomendasikan untuk menyederhanakan gramatika bahasa Arab dalam bentuk yang lebih simple dan lebih mudah difahami sehingga menjadi fungsional, yaitu dapat membantu untuk dapat memberi syakl pada teks gundul .dan mampu memahami teks tersebut. Hal tersebut dilakukan dengan cara memasukkan gramatika yang menjadi target ke dalam teks dialog atau teks wacana. Dalam mengenalkan istilah yang terdapat dalam nahwu, juga melalui konteks susunan bahasa. Artinya bukan mengajarkan kaidah dulu baru contoh, tapi terlebih dahulu memberikan teks yang didalamnya ada gramatika yang menjadi target. Keywords: arabic language, learning Arabic language, learning method, nahwu, sharaf.
A. PENDAHULUAN Bahasa Arab memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan bangsa Indonesia sejak agama Islam masuk ke negeri ini. Bahasa Arab digunakan untuk berdoa, beribadah dan memperdalam pengetahuan mereka tentang Islam. Terlebih lagi ketika mereka membaca Al-Qur’an, tidak ada bahasa lain yang dapat digunakan melainkan hanya satusatunya yaitu bahasa Arab. Pengaruh bahasa Arab demikian kentalnya dengan bangsa Indonesia, ia digunakan untuk dapat memahami dan menguasai ajaran Agama Islam, mengingat bahasa Arab adalah bahasa yang digunakan dalam teks-teks primer umat Islam yaitu Alqur'an dan hadits maupun teks-teks skunder seperti fiqh, akhlaq dan sebagainya serta ilmu pengetahuan lainnya. Oleh karena itu mempelajari bahasa Arab dan Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Rodliyah Zaenuddin
mengajarkannya di berbagai lembaga pendidikan di Indonesia tetap terus dipertahankan keberadaannya. Namun sangat disayangkan, kendala yang relatif berat dihadapi pembelajar bahasa Arab adalah dari sisi bahwa bahasa Arab hanya memiliki huruf konsonan saja, sedang huruf vocal tidak berupa huruf tetapi berupa syakl. Untuk dapat membaca teks-teks bahasa Arab dengan baik, si pembaca harus menentukan syakl (fathah, kasroh, dhomah atau sukun). Hal ini membutuhkan kemampuan untuk mengetahui kedudukan kata dalam kalimat tersebut (Ilmu Nahwu) dan kemampuan untuk dapat menentukan bentuk kata tersebut (Ilmu Sharf). Untuk dapat menentukan bentuk kata tersebut juga harus dibantu dengan pemahaman terhadap teks yang dibaca (fahm almaqru’) dan ia tidak dapat diperoleh tanpa penguasaan mufrodat. Dengan demikian untuk dapat membaca dan memahami literatur bahasa Arab setidaknya harus menguasai ilmu-ilmu yang mendukung yaitu Ilmu Nahwu dan Sharaf, dan juga menguasai mufrodat sehingga ada sedikit gambaran tentang isi teks yang sedang dibacanya. Hal ini agaknya selaras dengan ungkapan orang Barat yang mengatakan bahwa” orang Eropa, dengan membaca dapat memahami teks tetapi orang Arab harus faham dulu baru dapat membaca teks dengan benar”1 Di Desa Kempek kecamatan Gempol Kabupaten Cirebon terdapat sebuah pesantren salaf dengan nama Majlis Tarbiyatul Mubtadiien (MTM). Di pesantren ini sangat mengedepankan pentingnya pembelajaran Ilmu Nahwu dan Sharaf. Dalam pandangan mereka kedudukan Ilmu ini demikian tingginya dan keduanya begitu sangat istimewa, sehingga menjadikan nama-nama kitab Nahwu yang dipelajari menjadi nama kelas dari 7 jenjang kelas yang ada, yaitu kelas al-Tamhidiyah, kelas al-Awamil, kelas al-Ajurumiyah, kelas al-Imrithi, kelas Mutammimah, kelas Alfiyah Ula dan kelas Alfiyah Tsaniyah. Bahkan merupakan suatu keunikan tersendiri dari pesantren ini adalah apabila santri telah menamatkan kitab yang jenjangnya paling tinggi yaitu kitab Alfiyah dan menghafal 1000 bait nadham yang ada di dalamnya, maka akan diadakan Khataman besar-besaran dengan mengundang Pejabat Negara setingkat Menteri. Namun berdasarkan pengamatan terhadap beberapa orang alumni 1 Taufiq Burj, Musykilat Ta’lim al-Arabiyyah Li Ghairi an-Nathiqina biha, dalam as-Sijl al-Ilm Li-Nadwah al-Alamiyah Li Ta’lim al-Arabiyyah Li Ghairi an-Nathiqina biha, 1980. (Riyad : Imadat Syu’un al-Maktabat, Kairo: Dar al-Ma’arif) h. 129 Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-97-
PEMBELAJARAN NAHWU / SHARAF DAN IMPLIKASINYA TERHADAP MEMBACA DAN MEMAHAMI LITERATUR BAHASA ARAB KONTEMPORER PADA SANTRI
-98-
pesantren Kempek yang menjadi mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa Arab IAIN Syekh Nurjati Cirebon ketika peneliti mengajar mata kuliah Qiro’ah 1, diketahui bahwa tidak seluruh alumni pesantren tersebut mampu untuk membaca dan memahami teks-teks berbahasa Arab dengan baik. Terutama bila mereka dihadapkan pada literatur kontemporer seperti majalah Alo Indonesia, jurnal dan bukubuku ilmiah lainnya yang berbahasa Arab, mereka kesulitan untuk memahaminya. Dari paparan di atas dapat difahami bahwa menguasai ilmu nahwu dan sharaf bukanlah satu-satunya ilmu yang menjadi prasyarat untuk mampu membaca dan memahami literatur berbahasa Arab, baik klasik (Kitab Kuning) atau pun kontemporer (majalah, jurnal dan buku ilmiah lainnya). Untuk itu perlu ada kajian lebih jauh bagaimana sebetulnya proses pembelajaran ilmu Nahwu dan Sharaf di pesantren tersebut, apa problematika yang dihadapi para santri untuk dapat memiliki kemampuan membaca dan memahami teks berbahasa Arab khususnya teks kontemporer, untuk kemudian dicarikan solusinya. Pada akhirnya diharapkan pada para pembelajar bahasa Arab dengan semua perangkat keilmuannya, bukan hanya mampu memahami kitab klasik semata tetapi juga mampu memahami literatur berbahasa Arab kontemporer sehingga mereka dapat mengakses berbagai perkembangan ilmu pengetahuan dan informasi melalui berbagai media, baik media cetak ataupun elektronik. Penelitian ini difokuskan pada proses pembelajaran Nahwu dan Sharaf di Pesantren Majlis Tarbiyatul Mubtadi-ien (MTM) Kempek, serta implikasinya terhadap kemampuan membaca dan memahami literatur berbahasa Arab kontemporer. Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana metode pembelajaran ilmu Nahwu dan Sharaf di Pesantren Majlis Tarbiyatul Mubtadi-ien (MTM) ? Apakah ada kaitannya dengan penerapan fungsinya sebagai ilmu alat untuk dapat membaca dan memahami literatur berbahasa Arab ? 2. Apakah para santri yang kuat nahwu sharafnya, secara serta merta mampu juga membaca dan memahami serta menjelaskan isi kandungan literatur kontemporer tanpa syakl ? 3. Apa problematika yang dihadapi oleh para santri agar dapat menerapkan nahwu sharafnya sehingga mampu membaca dan memahami serta menjelaskan isi kandungan literatur kontemporer? Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Rodliyah Zaenuddin
B. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini merupakan upaya investigasi terhadap pembelajaran Nahwu dan Sharaf di Pesantren Majlis Tarbiyatul Mubtadi-ien (MTM) Kempek Gempol Cirebon dalam rangka menemukan pola pembelajarannya serta implikasinya terhadap kemampuan santri dalam membaca literatur berbahasa Arab kontemporer. Hal ini karena penggunaan kedua ilmu tersebut sudah disepakati oleh para ahli bahasa Arab berfungsi sebagai alat untuk membantu agar dapat membaca literatur berbahasa Arab yang tidak bersyakl, baik kitab klasik maupun wacana kontemporer. Oleh karenanya kedua ilmu tersebut sering dikenal dengan sebutan ilmu alat. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan adanya hal-hal lain yang turut serta mendukung keberhasilan pembelajaran keterampilan membaca (Qira’ah) tersebut. Untuk dapat memecahkan masalah yang telah dirumuskan dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif berakar pada latar alamiah sebagai keutuhan, mengandalkan manusia sebagai alat penelitian, memanfaatkan metode kualitatif, mengadakan analisis data secara induktif, mengarahkan sasaran penelitiannya pada usaha menemukan teori dari dasar, bersifat deskriptif, lebih mementingkan proses dari pada hasil, membatasi studi dengan fokus, memiliki seperangkat kriteria untuk memeriksa keabsahan data, rancangan penelitiaannya bersifat sementara, dan hasil penelitiannya disepakati oleh kedua belah fihak; peneliti dan subyek penelitian. 2 Pendapat Lexy J. Moleong di atas, dapat dijabarkan lebih lanjut bahwa karakteristik penelitian kualitatif yaitu: Pertama, peneliti sendiri sebagai instrumen pertama mendatangi secara langsung sumber datanya. Kedua, implikasi data yang dikumpulkan dalam penelitian ini lebih cenderung dalam bentuk kata-kata daripada angka-angka, jadi hasil analisanya berupa suatu uraian. Ketiga, menjelaskan bahwa hasil penelitian kualitatif lebih menekankan perhatian kepada proses daripada kepada hasil. Keempat, melalui analisis induktif. peneliti mengungkapkan makna dari keadaan yang diamati. Untuk sampai kepada sasaran, maka penelitian ini mengikuti langkah-langkah sebagai berikut : (1) Menelusuri dokumen-dokumen tentang kondisi obyektif pesantren Majlis Tarbiyatul Mubtadi-ien 2 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosda Karya, 2000), Cet. ke- 13 h. 27. Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-99-
PEMBELAJARAN NAHWU / SHARAF DAN IMPLIKASINYA TERHADAP MEMBACA DAN MEMAHAMI LITERATUR BAHASA ARAB KONTEMPORER PADA SANTRI
-100-
(MTM) Kempek Gempol Cirebon yang ada keterkaitannya dengan pembelajaran Nahwu dan Sharaf. (2) Mengadakan observasi terhadap pembelajaran Nahwu dan Sharaf di Pesantren tersebut. (2) Mengadakan wawancara mendalam dengan para pengasuh, guru-guru dan para santri untuk mengetahui hal-hal yang tidak dapat diamati (3) mengadakan tes pada para santri untuk mengetahui kemampuan membaca dan memahami literatur berbahasa Arab kontemporer. Adapun yang dijadikan sumber data dalam penelitian ini adalah Para pengasuh pesantren, guru-guru Nahwu dan Sharaf, para santri, dan kurikulum dalam arti luas (GBPP, Materi ajar, metode dan media). Sedang lokasi penelitian adalah Pesantren Majlis Tarbiyatul Mutadi-ien (MTM) di desa Kempek Kecamatan Gempol Kabupaten Cirebon. Sedangkan yang menjadi Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Dengan kata lain, pengumpulan data tergantung pada peneliti sebagai alat pengumpul data. Sebagaimana dikemukakan oleh Moleong di atas, bahwa instrumen dalam penelitian kualitatif merujuk kepada diri peneliti sebagai alat pengumpul data. Dalam mengumpulkan data, peneliti menggunakan kartu data untuk membuat catatan lapangan. Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan empat teknik; teknik dokumentasi, observasi, interview dan mengadakan tes. Teknik pertama (dokumentasi) dilakukan dalam rangka menemukan data tentang kurikulum, GBPP dan materi ajar Nahwu Sharaf. Teknik kedua (observasi partisipan) dilakukan guna mengumpulkan data tentang proses belajar mengajar Nahwu dan Sharaf, penggunaan metode dan media pembelajaran dan sikap guru sebagai pelaksana kurikulum. Teknik ketiga (interview) dilakukan dalam rangka mengidentifikasi dan mengklarifikasi temuan yang terkait dengan pembelajaran Nahwu dan Sharaf sebagai hasil rekonstruksi PBM. Sedang teknik keempat (Tes) dilakukan dalam rangka mengetahui kemampuan para santri membaca dan memahami literatur kontemporer yaitu majalah Alo Indonesia sebagai implikasi dari pembelajaran Nahwu dan Sharaf. Selama mengumpulkan data penelitian dengan keempat teknik tersebut, penulis selalu membuat catatan lapangan yang meliputi catatan deskriptif dan reflektif. Dengan demikian setiap data yang diperoleh, selalu diiringi analisis terhadap data tersebut. Kegiatan ini merupakan kegiatan sentral dalam seluruh siklus penelitian. Secara konseptual, Grand Theory yang digunakan dalam rangka Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Rodliyah Zaenuddin
investigasi Pembelajaran Nahwu / Sharaf dan Implikasinya terhadap Membaca dan Memahami Literatur Berbahasa Arab Kontemporer pada Santri Pesantren Majlis Tarbiyatul Mubtadi-ien (MTM) Desa Kempek Kecamatan Gempol Kabupaten Cirebon adalah teori yang menyatakan bahwa keterampilan membaca adalah keterampilan yang sangat penting untuk dikuasai bahkan merupakan salah satu keterampilan yang sangat dibutuhkan dari pembelajaran bahasa Arab di Indonesia.3 Hal ini disebabkan karena dengan keterampilan ini seorang yang belajar bahasa Arab akan tetap memiliki keterampilan yang fungsional meskipun situasi di lingkungannya tidak kondusif untuk mempergunakan bahasa Arab. Dengan memiliki keterampilan membaca bahasa Arab orang dapat terus berinteraksi dengan bahasa tersebut melalui surat kabar, majalah, jurnal dan buku-buku ilmiah berbahasa Arab serta dapat mengakses program bahasa Arab di Internet. Terlebih lagi bagi orang Islam, keterampilan ini dapat memudahkannya untuk memahami ajaran Islam dari sumber aslinya ya’ni Al-Qur’an dan alSunnah serta hasil karya ilmuwan muslim yang berbahasa Arab.4 Untuk dapat memiliki kemampuan membaca dan memahami teks bahasa Arab yang tidak bersyakl, membutuhkan perangkat ilmu yang mendukung, setidaknya ilmu Nahwu, ilmu Sharaf dan penguasaan Mufradat (Kosa kata). Sebagaimana yang disampaikan oleh Drs. Abdul Haris MA, bahwa untuk dapat menguasai keterampilan membaca teks bahasa Arab dan memahaminya diperlukan pemahaman terhadap 2 hal yaitu pemahaman kosa kata bahasa Arab serta pemahaman kata dan struktur kalimat bahasa Arab. Namun beliau lebih menekankan pada yang kedua, bahkan menuntut perhatian yang besar agar sampai pada tataran penerapan struktur-struktur tersebut. Sedang yang pertama bisa diatasi dengan merujuk pada kamus. 5 Pendapat tersebut di atas nampaknya tidak sepenuhnya sejalan dengan hasil kajian Thonthowi MA dalam makalah yang disampaikan pada Seminar bahasa Arab Internasional tahun 2008 di Malang, beliau menyatakan bahwa di antara penyebab kegagalan pembelajaran bahasa Arab di Indonesia adalah guru melalaikan pentingnya hafalan kosa kata. Sebagai modal dasar belajar bahasa Arab siswa seharusnya sudah 3 Drs. Abdul Haris MA, 2003, Cara Mudah Membaca dan Memahami teks-teks Bahasa Arab. H. vi-vii 4 Ibid 5 Ibid Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-101-
PEMBELAJARAN NAHWU / SHARAF DAN IMPLIKASINYA TERHADAP MEMBACA DAN MEMAHAMI LITERATUR BAHASA ARAB KONTEMPORER PADA SANTRI
-102-
memiliki antara 300 – 600 kosa kata, karena menurut beliau orang yang sedang belajar bahasa Arab adalah sama halnya seperti orang membangun rumah, mereka harus sudah memiliki material bahan bangunannya dan mengenal karakternya masing-masing sehingga tinggal memasang dan menyusunnya saja.6 Adapun Dr. Abdul Rahman bin Ibrahim al-Fauzan dalam kajiannya mengingatkan bahwa orang yang menguasai ilmu-ilmu dimaksud tidak dengan serta merta kemudian mampu membaca dan memahami semua teks berbahasa Arab baik klasik maupun kontemporer tanpa adanya latihan yang intensif dan pembiasaan yang kontinyu sampai kemudian terbentuk menjadi seperti orang membaca bahasanya sendiri (bahasa ibu). Hal ini nampaknya sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Rusydi Ahmad Thu’aimah yaitu bahwa pembiasaan (Mumarasah) dalam mempraktekkan bahasa adalah sesuatu yang mutlak diperlukan, karena pada dasarnya bahasa adalah kebiasaan. Penguasaan suatu bahasa harus menjadikan bahasa sebagai suatu kebiasaan. 7 C. HASIL PENELITIAN
1. Kondisi Obyektif Pondok Pesantren Majlis Tarbiyatul Mubtadi-ien (MTM) terletak di desa Kempek Kecamatan Gempol Kabupaten Cirebon. Desa ini terletak kurang lebih 18 km ke arah barat dari kota Cirebon, berdampingan dengan kecamatan Palimanan. Jalan masuk menuju ke pesantren tersebut dapat ditempuh melalui jalur yang menuju ke Jakarta atau jalur yang menuju ke Bandung. Cikal bakal pesantren MTM berawal dari sebuah Pondok Pesantren yang didirikan pada tahun 1908 oleh KH. Harun putra pasangan KH. Abdul Jalil yang berasal dari Pekalongan dengan Nyai Hj. Kamali yang berasal dari desa Kedondong kecamatan Susukan kabupaten Cirebon. Beliau adalah seorang ulama kharismatis yang disegani keilmuannya terutama dalam penguasan Ilmu alat yaitu Ilmu Nahwu dan Ilmu Sharaf 6 Thonthowi, 2008, Kegagalan Pembelajaran Bahasa Arab, Penyebabnya dan Saransaran Dionysius Thrax Makalah disampaikan pada Seminar Internasional, pada 23-25 Nopember 2008 di Malang, diselenggarakan oleh Fakultas Sastra Universitas Malang bekerja sama dengan Ittihad al-Mudarisin li al-Lughah al-Arabiyah (IMLA).h.2 7 Tho’imah, Rusydi Ahmad. 1985. Dalil ‘Amal fi I’dad al-Mawad al-Ta’limiyah li Barnamaj Ta’lim al-Lughah al-Arabiyah. KSA: Jami’ah Umm al-Qurra’ Ma’had al-Lughah al-Arabiyah. H.75 Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Rodliyah Zaenuddin
(Gramatika Bahasa Arab). Sepanjang hidupnya beliau membaktikan seluruh waktu dan tenaganya untuk mengajarkan kedua ilmu tersebut dan juga kutub at-turats (kitab kuning) lainnya secara langsung kepada para santrinya. Sistem pembelajaran kedua ilmu tersebut kelak kemudian menjadi ciri khas Pondok Pesantren Kempek yang diwariskan secara turun menurun. Pada tahun 1960 KH. Aqiel Siroj, salah seorang menantu KH. Harun, suami dari Nyai Hj. Afifah dan putra pasangan KH. Siroj dengan Ny. Hj. Fatimah pendiri Pesantren Gedongan ini, mendirikan sebuah majlis yang kemudian diberi nama dengan Majlis Tarbiyatul Mubtadiien (MTM). Didirikannya majlis ini bertujuan agar sistem pembelajaran di lingkungan Pondok pesantren Kempek menjadi lebih efektif. Hal ini dilakukan dengan mengadopsi sistem madrasah. Dengan sistem madrasah, pengajian diprogram dalam bentuk berjenjang. Mulai tahun 1975, ketika putra sulung KH. Aqiel Siroj yang bernama KH. Ja’far Aqiel pulang dari beberapa pesantren di Jawa Timur tepatnya pesantren Lirboyo Kediri, Sarang dan Tanggir, beliau membuat terobosan baru dan pembenahan dalam Majlis Tarbiyatul Mubtadi-ien ini. Pembenahan yang pertama kali beliau lakukan adalah memberi nama pada setiap jenjang pengajian kitab kuning tersebut dengan nama kitab Nahwu yang dipelajari pada jenjang tersebut. Terdapat 7 jenjang kelas yaitu kelas al-Tamhidiyah, kelas al-Awamil, kelas al-Jurumiyah, kelas al-Imrithi, kelas Mutammimah, kelas Alfiyah Ula dan kelas Alfiyah Tsaniyah. Bahkan merupakan suatu keunikan tersendiri dari pesantren ini adalah apabila santri telah menamatkan kitab yang jenjangnya paling tinggi yaitu kitab Alfiyah dan menghafal 1000 bait nadham yang ada di dalamnya, maka akan diadakan Khataman besar-besaran pada bulan Desember setiap tahunnya. Seiring berjalannya waktu, kiprah pondok pesantren dalam mencerdaskan bangsa terus dituntut untuk melakukan inovasi, terlebih lagi ketika arus informasi begitu pesatnya yang sudah barang tentu membawa dampak yang cukup besar, baik positif maupun negatif. Untuk dapat mengawal perkembangan ini, tak ketinggalan Pondok Pesantren Kempek juga mengambil langkah-langkah kongkrit dengan memperbaharui sistem pendidikannya, namun masih tetap mempertahankan ciri-ciri khas salafinya. Seperti Pondok Pesantren salaf pada umumnya, motto yang selalu diusung adalah “al-Muhafadhah ‘ala al-qadimi al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadidi al-ashlah” yaitu Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-103-
PEMBELAJARAN NAHWU / SHARAF DAN IMPLIKASINYA TERHADAP MEMBACA DAN MEMAHAMI LITERATUR BAHASA ARAB KONTEMPORER PADA SANTRI
-104-
mempertahankan nilai-nilai lama yang baik dan mengambil nilai-nilai baru yang lebih baik. Perubahan yang sangat mendasar pada Pondok Pesantren Kempek ini terjadi ketika pesantren di bawah tampuk kepemimpinan generasi ketiga yaitu putra-putra dari pasangan KH. Aqiel Siroj dan Nyai Hj. Afifah. Generasi ketiga dari KH. Harun ini adalah KH. Ja’far Aqiel Siroj, Prof. DR. KH. Said Aqiel Siroj, MA, KH. Moh. Musthofa Aqiel Siroj, KH. Ahsin Syifa Aqiel siroj, dan KH. Ni>amillah Aqiel Siroj, S.PdI. Kelima putra dari KH.Aqiel Siroj ini bekerja sama secara terpadu dalam kapasitasnya masing-masing untuk mengembangkan Majlis Tarbiyatul Mubtadi-ien (MTM). Usaha pengembangan dan pembaharuan Pondok Pesantren Kempek ini diawali dengan memperkenalkan sistem pendidikan formal ke dalam lingkungan Pesantren. Usaha mengadopsi pendidikan formal ini dimulai sejak Pondok Pesantren Kempek diproyeksikan oleh Departemen Agama RI sebagai salah satu Pesantren Salaf di Jawa Barat yang menjadi model dari pola penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun melalui Pondok Pesantren, yaitu, dengan didirikannya Madrasah Tsanawiyah Terbuka ( MTs T ) pada tahun ajaran 1995/1996. Seiring dengan akan didirikannya MTs T saat itu, maka pada bulan Mei 1995 dibentuklah sebuah yayasan yang kemudian diberi nama Yayasan Kyai Haji Aqiel Siroj (KHAS) Kempek. Pada mulanya, gagasan mengadopsi pendidikan formal di pondok pesantren ini menuai silang pendapat, antara pro dan kontra, baik dari para alumni ataupun dari para simpatisan. Mereka mengkhawatirkan akan terjadi pergeseran nilai-nilai salafi yang diusung selama ini dan merupakan ciri khas dari pesantren tersebut. Namun dengan berjalannya waktu, kehadiran lembaga formal telah membuktikan dirinya bahwa ia tidak menggeser ciri khas salafy Pondok Pesantren Kempek ini. Bahkan keberadaannya dapat mendongkak minat masyarakat untuk menyekolahkan anakanak mereka di Pondok Pesantren Kempek ini. Mereka mesantren sambil sekolah bukan sekolah sambil mesantren. begitu ungkapan Buya Ja’far yang selalu disampaikan pada para santrinya. Makin bertambahnya dukungan masyarakat yang ditandai dengan makin bertambahnya jumlah santri yang masuk ke pesantren ini, mendorong yayasan KHAS untuk lebih meningkatkan lagi kualitas pendidikan yang dikelolanya. Terlebih lagi karena kebijakan Departemen Agama RI yang tidak melanjutkan lagi Program Madrasah Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Rodliyah Zaenuddin
Tsanawiyah Terbuka. Maka upaya yang dilakukan pada tahun 2002 adalah merubah status Madrasah Tsanawiyah Terbuka menjadi Madrasah Tsanawiyah Reguler dengan nama Madrasah Tsanawiyah Kyai Haji Aqiel Siroj (MTs KHAS). Setahun kemudian yakni tahun 2003 didirikan Madrasah Aliyah KHAS, kedua madrasah tersebut menggunakan kurikulum Kementerian Agama. Pada tahun 2009 sistem pendidikan pesantren kempek ini diperluas dan diperkaya lagi dengan berdirinya sebuah SMP KHAS dengan menggunakan kurikulum Kementerian Pendidikan Nasional. Adapun penjelasan lebih lanjut tentang lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh yayasan KHAS adalah sebagai berikut: 1) Pendidikan Formal (Kurikulum Kemenag dan Kemendiknas)
a. Madrasah Tsanawiyah KHAS Madrasah Tsanawiyah Kyai Haji Aqiel Siroj, yang selanjutnya disebut MTs KHAS adalah salah satu lembaga penting yang ikut berpartisipasi dalam proses pemberdayaan masyarakat khususnya melalui perannya dalam menyediakan lembaga pendidikan. MTs KHAS memulai kiprahnya sejak tahun 2002 dengan NSM : 121.2.32.09.0047. Berdasarkan SK Kanwil Depag Jawa Barat No.Wi/I/ PP.00.5/1995/2002 MTs KHAS ini berdiri secara resmi dan merupakan alih fungsi dari MTs Terbuka yang beralamat di di Desa Pegagan Kecamatan Palimanan Kabupten Cirebon. Madrasah ini berdiri pada tanah seluas 5000 M2 yang diperoleh murni dari wakaf dan terbagi dalam 2500 M2 bangunan dan 2500 M2 adalah lahan kosong dengan terakreditasi B. MTs KHAS yang saat ini dipimpin oleh H. Ni’amillah Aqiel Siroj,S. PdI memiliki peserta didik berjumlah 924 siswa, yang terbagi dalam 17 rombel yaitu kelas VII sejumlah 409 siswa, kelas VIII 289 siswa dan kelas IX 230 siswa. Madrasah ini dibina oleh guru-guru yang berjumlah 44 orang, terdiri dari 4 orang guru PNS dan 40 orang guru honor, diantara para guru tersebut terdapat guru yang sudah lulus sertifikasi berjumlah 6 orang. Adapun tenaga kependidikan berjumlah 8 orang, kesemuanya adalah tenaga honorer. Lembaga pendidikan ini memiliki fasilitas yang cukup memadai yaitu ruang perpustakaan, Laboratorium Komputer yang berisi 40 unit computer, ruang guru dan TU serta memiliki 17 ruang belajar. Untuk merealisasikan cita-cita luhur lembaga ini, para stakeholder Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-105-
PEMBELAJARAN NAHWU / SHARAF DAN IMPLIKASINYA TERHADAP MEMBACA DAN MEMAHAMI LITERATUR BAHASA ARAB KONTEMPORER PADA SANTRI
-106-
berusaha untuk melaksanakan missinya secara serius yaitu dengan menyelenggarakan pendidikan secara professional, mengembangkan potensi akademik dan non akademik, mewujudkan akhlakul karimah serta mengimplementasikan ajaran Islam dalam kehidupan civitas madrasah. b. Madrasah Aliyah KHAS Madrasah Aliyah Kyai Haji Aqiel Siroj selanjutnya disebut MA KHAS adalah salah satu MA yang berdiri secara resmi berdasarkan SK Kanwil Depag Jawa Barat nomor Wi/I/PP.00.6/5999/2003 tertanggal 30 September 2003. Madrasah ini berdiri disebabkan adanya tuntutan masyarakat agar lulusan MTs KHAS dapat melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi di pesantren Kempek ini. Tuntutan ini dilatar belakangi oleh mayoritas dari mereka yang masih berkeinginan melanjutkan mengaji di Pondok Pesantren ini. Madrasah yang beralamat di desa Pegagan Kecamatan Palimanan Kabupaten Cirebon, ini dibangun di atas tanah seluas 7540 M2 yang diperoleh murni dari wakaf, terbagi dalam 1460 M2 bangunan dan sisanya adalah lahan kosong. Madrasah yang dipimpin oleh H.Ahmad Zaeni Dahlan, Lc, M.Phil, seorang lulusan Universitas Al-Azhar Cairo dan Magister dari salah satu Universitas di Australia ini, memiliki peserta didik berjumlah 752 siswa, yang terbagi dalam 17 rombel yaitu kelas X sejumlah 333 siswa, kelas XI 252 siswa dan kelas XII 167 siswa. Sejumlah siswa kelas XI dan XII ini terbagi dalam 2 program pilihan yaitu IPA, IPS. Madrasah ini dibina oleh guru-guru yang berjumlah 50 orang dari berbagai bidang disiplin ilmu , dengan perincian 6 orang guru tetap yayasan dan 38 orang guru honorer, dengan 5 orang guru yang sudah tersertifikasi. Untuk menunjang tercapainya tujuan pendidikan, lembaga ini juga dibantu oleh 7 orang tenaga administrasi.
c. Sekolah Menengah Pertama KHAS Sekolah Menengah Pertama KHAS selanjutnya disebut SMP KHAS memulai kiprahnya pada tahun 2009, dengan SK no 422.2/1198.1/ Diksar tertanggal 20 April 2009. Sekolah yang berlokasi di desa Pegagan kec. Palimanan Kab. Cirebon ini berdiri diatas lahan sebanyak 5200 M2, terbagi dalam 900 M2 bangunan dan sisanya adalah lahan kosong. Sekolah yang dipimpin oleh H.Muhammad bin Ja’far, Lc, Seorang Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Rodliyah Zaenuddin
alumni dari salah satu Universitas di Yaman ini, memiliki peserta didik berjumlah 339 siswa, yang terbagi dalam 7 rombel yaitu kelas VII sejumlah 140 siswa, kelas VIII 105 siswa dan kelas IX 94 siswa. Lembaga pendidikan ini dibina oleh guru-guru yang berjumlah 25 orang dari berbagai bidang disiplin ilmu , dengan perincian 3 orang guru tetap yayasan dan 25 orang guru honorer. Untuk menunjang tercapainya tujuan pendidikan, lembaga ini juga dibantu oleh 4 orang tenaga administrasi. 2) Pendidikan Pondok Pesantren (Kurikulum Lokal) Dalam kapasitasnya sebagai pesantren salaf, Pondok Pesantren Kempek tetap menyelenggarakan pendidikan sebagai ciri khasnya yang berorientasi pada materi keagamaan dengan kajian kitab-kitab kuning. Sistem pembelajaran yang digunakan adalah Bandongan, Sorogan, Musyawarah dan Klasikal. Adapun sistem klasikal yang dimaksud adalah sistem yang mengacu pada sekelompok kitab-kitab kajian tertentu, yang kemudian dikenal dengan istilah Muhadhoroh. Pelaksanaan muhadhoroh ini dibagi menjadi 2 yaitu; Muhadhoroh MTM Putra dan Muhadhoroh MTM Putri. Waktu belajar Muhadhoroh MTM Putra maupun Putri dengan materi yang telah ditetapkan oleh kurikulum lokal Pesantren dilaksanakan di pagi hari yaitu mulai jam 07.30 sd 10.15. Sedangkan waktu belajar pendidikan formal ditetapkan pada siang hari mulai jam 12.45 setelah Dhuhur sampai jam 17.30 sore hari. Hal dilakukan sebagai pengejawantahan komitmen para Pengasuh Pondok Pesantren Kempek untuk tetap menomorsatukan pengajian yang merupakan ciri keunggulan Pondok Pesantren Kempek.
2. Metode Pembelajaran Ilmu Nahwu dan Sharaf di Pesantren Kempek Sejak pesantren ini didirikan oleh KH. Harun, beliau memprioritaskan pembelajaran Bahasa Arab dari segi unsur-unsur bahasanya (al-anashir al-lughawiyah) bukan pada keterampilan berbahasanya (al-maharat al-lughawiyah). Unsur bahasa Arab yang sangat menjadi perhatian para pengasuh pesantren ini adalah Ilmu Nahwu dan Sharaf. Bila diperhatikan dari kitab-kitab yang dipelajari mulai dari Awamil, Al-Ajurumiyah, AlImrithi, Mutammimah dan Alfiyah, maka dapat dikatakan bahwa pembahasan kitab-kitab tersebut tidak terlalu jauh berbeda antara Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-107-
PEMBELAJARAN NAHWU / SHARAF DAN IMPLIKASINYA TERHADAP MEMBACA DAN MEMAHAMI LITERATUR BAHASA ARAB KONTEMPORER PADA SANTRI
-108-
kitab satu dengan lainnya. Namun mempelajari semua jenjang kitabkitab tersebut secara istiqomah, sebagaimana yang disampaikan oleh Buya Ja’far lebih pada adanya harapan untuk mendapatkan berkah dari Allah Swt. Adapun metode pembelajaran kitab Nahwu dan sharaf dengan berbagai jenjangnya ini, menurut Buya Ja’far 8 diadopsi dari pondok pesantren Rembang Jawa Tengah. Hal ini berawal dari ketika KH. Aqil Siroj menjadi santri pada pesantren tersebut dan menimba ilmu dari KH.Kholil Harun (ayah mertua KH. Musthofa Bisri). Berdasarkan pengamatan pada pembelajaran Nahwu dan Sharaf di berbagai kelas 9, kemudian dikomfirmasi melalui wawancara dengan para ustadz pengajarnya, maka dapat difahami bahwa pembelajaran Nahwu dalam berbagai jenjangnya terdapat kesamaan dalam penggunaan metode mengajarnya, sedang pembelajaran sharaf antara jenjang satu dengan lainnya ada sedikit perbedaan. Metode mengajarkan ilmu Nahwu, meliputi 5 tahapan yaitu: a. Ma’nani/ Ngapsai Kyai atau ustadz memberikan ma’na dengan bahasa Jawa kata demi kata terhadap kitab kuning yang sedang dikaji sekaligus dengan ciri-ciri kedudukan kata (I’rab) dalam kalimat. Misalnya jika mubtada’ maka ma’na dari kata tersebut diawali dengan kata “utawi” sedang jika mema’nai I’rab khobar maka diawali dengan kata “iku” dan seterusnya. Materi pada setiap kali pertemuan biasanya sekitar 1 bait nadhom beserta syarahnya. b. Murodi Setelah dima’nani kata demi kata dengan bahasa Jawa, kyai atau ustadz menterjemahkan teks yang dibaca tersebut dengan bahasa Indonesia. Pada saat menterjemahkan juga diawali dengan terjemah kata perkata baru terjemah kalimat. c. Penjelasan Gramatika Setelah kedua tahap di atas sudah dilakukan maka kyai atau ustadz memberikan penjelasan poin-poin gramatika yang ada pada bait nadhom yang sedang diajarkan beserta contoh-contohnya.
8 KH.Ja’far Aqiel Siroj, Pengasuh Pondok Pesantren Kempek, Wawancara Mendalam, Kempek 8 Oktoberr 2011 9 Pengamatan pada tanggal 8 Oktober dan 2 November 2011 Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Rodliyah Zaenuddin
d. Penguatan Untuk menguatkan pemahaman yang ada pada bait-bait nadhom beserta syarahnya dalam kitab yang sedang dikaji tersebut, maka pada pertemuan berikutnya (sebelum belajar materi baru) beberapa santri diminta untuk maju ke depan kelas untuk menjelaskan kembali/ mengulang semua hal-hal yang diajarkan gurunya. Untuk dapat melakukan hal itu secara baik, ada beberapa hal yang dilakukan santri dalam rangka mempersiapkan diri, yaitu; (1) Setelah mengaji Al-Qur’an ba’da maghrib santri berkumpul dengan teman sekelasnya di teras kamar pondok untuk mengisi “Jam Wajib Belajar” dengan mengulang pelajaran yang diajarkan pagi harinya. Tujuannya adalah untuk melengkapi jika ada kata-kata yang tertinggal belum diafsai atau belum dima’nani. Jam wajib belajar ini berahir pada pukul 20.00, saat dilaksanakan shalat Isya’ berjamaah. (2) Sekitar pukul 20.45 sd 23.00 para santri secara berkelompok yang terdiri dari 5-6 orang, dipimpin oleh seorang rois melaksanakan sebuah program yang diberi nama “musyawarah”. Tujuannya adalah memusyawarahkan mata pelajaran yang sudah diajarkan sebelumnya agar dapat menjelaskan kembali pelajaran tersebut ketika ustadz memberi tugas keesokan harinya.
e. Hafalan Para santri diwajibkan menghafal bait-bait nadhom pada kitab yang sedang dikajinya, pada waktu-waktu yang sudah ditentukan oleh pengampunya. Ada ustadz yang menerima setoran hafalan per minggu, ada yang 2 minggu, ada yang 2 kali dalam 1 semester dan sebagainya tergantung kebijakan ustadznya. Yang pasti hafalan materi tersebut menjadi persyaratan untuk mengikuti ujian semester pada Muhadloroh MTM. Misalnya, di kelas Al-Imrithi, pada semester ganjil santri wajib menyetor hafalan sebanyak 150 bait nadhom imrithi dan pada semester genap santri wajib menghafal seluruhnya. Sedang hafalan kitab Alfiyah langsung di bawah asuhan Buya Ja’far, jika santri mengaku hafal 300 bait, maka Buya meminta untuk menyetorkan hafalan sejak bait ke 285 sd 300. Semua perkembangan hafalan para santri itu ada dalam catatan beliau. Untuk menghafal bait-bait nadhom ini, biasanya santri melakukannya secara berkelompok pada waktu setelah shalat Isya’ berjamaah di masjid. Dalam rangka menambah semangat dalam menghafal dan mempermudah mengingat bait-bait nadhom ini biasanya disertai dengan langgam (dibuat lagu) dengan diiringi musik Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-109-
PEMBELAJARAN NAHWU / SHARAF DAN IMPLIKASINYA TERHADAP MEMBACA DAN MEMAHAMI LITERATUR BAHASA ARAB KONTEMPORER PADA SANTRI
-110-
dari ember plastik atau meja yang dipukul.10 Untuk memperjelas proses pembelajaran di atas, dapat digambarkan bahwa di dalam kelas Muhadloroh MTM, terdapat 2 buah meja (meja besar dan meja kecil) serta 1 buah kursi. Pada saat seorang ustadz melakukan pembelajaran tahap 1,2 dan 3 seperti disebutkan di atas, ustadz duduk di atas sebuah kursi di belakang meja besar, sementara para santri duduk di lantai tanpa beralaskan apapun. Kemudian setelah proses di atas berakhir, tiba giliran para santri menyetorkan hafalan, ustadz berpindah duduknya ke lantai tanpa kursi di belakang meja kecil. Di tangan santri terdapat buku saku yang berisi bait-bait nadhom yang sedang dihafal. Jika mereka selesai setor hafalan maka buku saku itu diserahkan pada ustadz untuk ditandai sampai pada batas nadhom yang sudah dihafal. Untuk penilaian katagori santri terbaik dalam mempresen-tasikan materi yang sudah diajarkan, menurut penjelasan Kang Ahmad 11 pada masa lalu adalah santri yang mampu untuk menjelaskan materi tersebut persis seperti ustadz mengajarkannya, sampai pada tahap meniru gaya dan gerak gerik ustadznya. Namun sekarang sudah terjadi pergeseran nilai bahwa presentasi yang bagus adalah yang lebih mampu menjelaskan dengan tambahan wawasan dan contohcontoh yang lebih variatif. Adapun pembelajaran sharaf di pesantren Kempek memiliki ciri khas tersendiri yang berbeda dengan pesantren lainnya. Perbedaan itu diantaranya ada pada kitab yang dipelajari. Pesantren ini mempelajari kitab sharaf yang ditulis langsung oleh masyayikh pesantren tersebut. Kitab Sharaf ala Kempekan ini berbeda dengan kitab tashrifan karangan KH. Ali Ma’shum Jombang yang sudah lazim digunakan oleh sebagian besar pesantren di Jawa. Perbedaan dari kedua kitab tersebut diantaranya terletak pada urutan antara tashrif istilahy dan tashrif lughawy nya saja. Jika metode pembelajaran ilmu Nahwu tidak ada perbedaan antara jenjang satu dengan lainnya atau antara kitab satu dengan kitab lainnya, namun pembelajaran ilmu sharaf, ada sedikit perbedaan dalam metodenya. Ilmu ini hanya diajarkan mulai kelas At-tamhidiyah sampai dengan kelas Al-Imrithi saja, sedang kelas Mutammimah dan Alfiyah sudah tidak lagi mempelajari ilmu ini. 10 Pengamatan pada tanggal 2 November 2011 11 Ahmad Zaeni Dahlan,Lc, M.Phil, Kepala MA KHAS dan salah seorang pengasuh Pesantren Kempek, Wawancara mendalam, Kempek 9 November 2011 Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Rodliyah Zaenuddin
Secara umum ada 2 metode pembelajaran sharaf 12 : 1) Sorogan Sistem ini berlaku untuk semua jenjang yang mempelajari ilmu sharaf. Para santri menyorog ( menyetorkan ) hafalan tashrifan dari kitab sharaf ala kempekan pada sekitar pukul 6.00 setiap pagi. Untuk kelas at-tamhidiyah, para santri hanya setor hafalan tanpa ada pertanyaan lebih lanjut dari sang ustadz. Kitab sharaf ala kempekan ini biasanya sudah selesai dihafalkan dan sudah tamat disetorkan dalam jangka waktu 1 tahun. Sedang untuk kelas awamil, setoran hafalan itu ditindak lanjuti dengan pertanyaan-pertanyaan dari sang ustadz, misalnya ketika santri setor tashrif ishtilahy dari fiil tertentu, maka ustadz menanyakan tentang tashrif lughawynya, bagaimana jika dimasuki oleh dhomir dan seterusnya. Adapun untuk kelas Al-Ajurumiyah dan Al-Imrithi pertanyaannya lebih detail lagi, santri menyetorkan 1 baris saja, ustadz menanyakan seluruh hal yang berkaitan dengan baris tersebut. 2) Penerapan hafalan tasrifan pada kitab Kailani dan Nadhom Maqshud Pada fase penerapan ini, wazan-wazan yang sudah dipelajari dari kitab tashrif ala kempekan itu diterapkan atau ditanyakan seluk beluknya ketika mempelajari kedua kitab tersebut. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengintegrasikan antara hafalan tashrifan tersebut dengan kitab Kailani dan Nadhom Maqshud yang berfungsi sebagai syahid nya. Kitab Kailani dipelajari oleh santri kelas al-Ajurumiyah sedang kitab nadhom maqshud dipelajari oleh santri kelas al-Imrithi. Dari paparan di atas dapat diketahui bahwa metode pembelajaran ilmu nahwu pada pondok pesantren MTM lebih mengarah pada pemberian kemampuan kepada para santrinya untuk dapat mengajarkan kembali kitab-kitab nahwu tersebut, jika kelak mereka kembali ke kampung halamannya atau ketika mereka dituntut untuk mengamalkan ilmunya di mana saja mereka berada. Hal ini dapat dilihat dari beberapa hal yaitu; (1). Aktifitas para santri pada “jam wajib belajar” adalah melengkapi afsahan dan ma’na 12 Hasil pengamatan pada tanggal 16 Oktober 2011 dan 2 November 2011 serta wawancara mendalam dengan ustadz Ahmad Nahdli BJ dan Ustadz Mujazi pada tanggal tsb. Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-111-
PEMBELAJARAN NAHWU / SHARAF DAN IMPLIKASINYA TERHADAP MEMBACA DAN MEMAHAMI LITERATUR BAHASA ARAB KONTEMPORER PADA SANTRI
-112-
yang terlewat ketika belajar di pagi harinya (2). Tagihan tugas tugas dari para ustadz yang berkisar pada hafalan bait-bait nadhom dan mampu menjelaskan kembali apa yang telah diajarkan. Tugas dimaksud adalah mampu ma’nani/ ngapsai, murodi dan menjelaskan gramatika yang ada pada nadhom dan syarah kitab nahwu yang menjadi target, seperti yang dijelaskan oleh para ustadznya, bahkan sampai meniru gaya dan gerak gerik ustadznya ketika beliau mengajar. Hal yang perlu digaris bawahi adalah bahwa tidak ada satu tagihan tugaspun yang mengarah pada kegiatan penerapan gramatika yang sudah dipelajari dan dihafal tersebut. Apakah dalam bentuk tugas membaca atau memberi syakl dan berusaha memahami literatur baru yang belum pernah mereka pelajari, baik literatur klasik maupun kontemporer. Latihan ma’nani, murodi dan seterusnya hanya berlaku untuk kitab yang sudah dipelajari saja. Bila kita memperhatikan hal-hal yang disebutkan di atas, maka rasanya tidak berlebihan jika kita mengatakan bahwa pembelajaran kitab-kitab nahwu dan sharaf di pesantren tersebut tidak menitik beratkan pada penerapan ilmu yang nota bene sebagai ilmu alat tersebut untuk dapat membaca literatur berbahasa Arab, baik klasik maupun kontemporer serta memahami isi kandungannya (fahm almaqru’). Hal ini diperkuat juga oleh hasil tes membaca yang di luar dugaan dan tidak begitu menggembirakan. Dari hasil tes yang sudah dilakukan diketahui bahwa tidak seluruh santri kelas Alfiyah Tsaniyah dapat memberikan syakl secara tepat pada kata yang sesuai dengan jenis kata dalam konteks (penerapan ilmu sharaf). Selain itu mereka juga tidak semuanya dapat memberi harakat akhir yang sesuai dengan kedudukan kata (I’rab) dalam kalimat tersebut (penerapan ilmu nahwu). Bahkan dapat dikatakan bahwa dari sejumlah responden tersebut tidak ada seorangpun yang tidak membuat kekeliruan dalam memberikan syakl. Terlebih lagi ketika mereka menjelaskan fahm al-maqru dengan menterjemahkan teks. Mereka dapat menterjemahkan hanya beberapa baris saja dan itupun kurang mengarah pada yang dimaksud teks, bahkan ada yang sama sekali tidak menterjemahkannya. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan penguasaan tentang gramatika bahasa tidak serta merta menjadikan seseorang mampu berbahasa secara optimal, artinya mampu menerapkan kaidah-kaidah bahasa yang dikuasainya dalam berbagai keterampilan bahasa yaitu keterampilan mendengar (maharah alHolistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Rodliyah Zaenuddin
istima’), berbicara (maharah al-kalam), membaca (maharah al-qira’ah) dan menulis (maharah al-kitabah). Oleh karenanya pakar bahasa Arab sering menyampaikan bahwa “ Sebaiknya kita belajar berbahasa, bukan belajar tentang bahasa”, karena jika belajar tentang bahasa maka betapapun pintarnya orang tersebut dalam gramatika suatu bahasa, namun belum tentu mereka dapat untuk menerapkannya secara optimal ke dalam berbagai keterampilan berbahasa. Hal ini agaknya selaras dengan himbauan para pakar bahasa Arab yang menyatakan bahwa gramatika bahasa Arab; yaitu ilmu nahwu dan sharaf, yang diyakini sangat penting untuk dipelajari, harus diperhatikan juga bagaimana mengajarkannya. Hal ini dilakukan agar menjadikan ilmu tersebut fungsional, yaitu berfungsi untuk dapat memberikan tanda baca (syakl) pada teks gundul, terlepas dari apakah ia masuk katagori klasik atau kontemporer, sehingga teks tersebut dapat dibaca. Selain itu berfungsi juga untuk membantu dalam memahami teks tersebut.
3. Problematika yang dihadapi Santri dalam Membaca dan Memahami literatur Kontemporer dan Upaya Mengatasinya. Kegiatan membaca jika dikatagorikan sebagai Jendela Ilmu Pengetahuan maka tidak ada seorangpun yang menafikannya. Kegiatan ini banyak memiliki kelebihan, setidaknya mudah dilakukan kapan pun dan di mana pun tanpa harus terkait dengan tempat dan waktu. Keadaan yang demikian berlaku untuk semua bahasa yang ada di dunia ini, terlebih lagi terhadap literatur berbahasa Arab. Bahasa Arab diyakini sebagai bahasa ilmu pengetahuan. Ia sebagai kunci utama untuk membuka dan dan menelusuri ilmu pengetahuan dan peradaban Arab Islam. Terlebih lagi keunggulan bahasa Arab ini ditopang oleh masih tetap terpeliharanya kemurnian bahasa Arab Alqur’an. Keindahan bahasanya yang tiada bandingan dan tiada yang mampu membuat semisalnya memiliki nilai tersendiri. Dalam membaca literatur Bahasa Arab diperlukan seperangkat kaidah-kaidah atau gramatika (Qawa’id al-lughah al-arabiyah). Qawa’id yang terdiri dari Qawa’id an-Nahwi dan Qawa’id as-sharfi ini sangat berperan dalam menentukan syakl pada susunan kalimat yang gundul tidak bersyakl. misalnya suatu kata dalam sebuah kalimat terdiri dari 5 huruf, maka syakl dari 4 huruf pertama adalah tugas dari ilmu sharf, sedangkan syakl huruf terakhir adalah tugas ilmu nahwu. Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-113-
PEMBELAJARAN NAHWU / SHARAF DAN IMPLIKASINYA TERHADAP MEMBACA DAN MEMAHAMI LITERATUR BAHASA ARAB KONTEMPORER PADA SANTRI
-114-
Oleh karenanya kedua ilmu tersebut dapat dijadikan acuan agar dapat menggunakan bahasa Arab secara baik, sehingga hal ini memiliki implikasi dalam memahami isi kandungan dari literatur berbahasa Arab tanpa kekeliruan. Misalnya ketika memberi syakl pada ‘Subyek’ dengan harokat fathah, maka pemahamannya menjadi keliru sebagai ‘Obyek’. Selain itu dalam memahami isi kandungan teks (fahm al-maqru)’ juga sangat memerlukan penguasaan kosa kata (mufradat). Ke 3 unsur di atas yaitu penguasaan ilmu nahwu, ilmu sharaf dan mufrodat ditambah dengan melakukan latihan yang konsisten dapat mengantar pembelajar untuk dapat memberi syakl pada teks berbahasa Arab dengan benar dan juga dapat memahami isi kandungannya. Hal ini agaknya selaras dengan ungkapan orang Barat yang mengatakan bahwa ‘orang Eropa, dengan membaca dapat memahami teks tetapi orang Arab harus faham dulu baru dapat membaca teks dengan benar’.13 Empat pra syarat di atas agaknya tidak dapat dipenuhi oleh para santri kelas Alfiyah Tsaniyah. Mereka dibekali dengan penguasaan dua ilmu alat tersebut tanpa dibarengi dengan pembekalan mufradat dan latihan/ tugas-tugas membaca atau memberi syakl yang memadai. Hal ini nampak ketika dilakukan tes membaca oleh peneliti. Tes ini diberikan dalam bentuk tugas memberi syakl, dengan pertimbangan bahwa para santri mempunyai jadwal yang padat sehingga jika dilakukan tes membaca secara lisan satu persatu dihawatirkan mereka tidak memiliki waktu untuk kegiatan tersebut. Terlebih lagi mereka sedang mempersiapkan acara khataman yang akan digelar bulan Desember mendatang. Selain itu dengan membubuhi syakl pada teks yang sudah disediakan, peneliti dapat menganalisis rekam jejak hasil tes responden yang dilakukan sebanyak 2 kali. Adapun materi tes yang diberikan adalah diambil dari majalah Alo Indonesia Vol 8 No.9 bulan Juli-Agustus 2009 halaman 26 yang berjudulمرأةقصورالتعليم,(البطالةبينالمتعلمينPengangguranTerdidik, Cermin Dilematis Pendidikan ?). Tes dilakukan 2 kali yaitu pada tanggal 2 dan 13 November 2011. Tes pertama hanya diikuti oleh 9 orang santri kelas Alfiyah Tsaniyah karena sebagian dari mereka sedang pulang kampung untuk merayakan Ied al-adha. Materi tes adalah foto copi dari majalah dengan tulisan normal tanpa diperbesar. Dengan perintah memberi syakl pada 13 Dr. Taufiq Burj, Loc Cit
Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Rodliyah Zaenuddin
teks sebanyak 5 alinea dari sejumlah alinea yang ada pada halaman tersebut kemudian mereka diminta untuk menterjemahkannya sebagai tes fahm al-maqru’ dengan alokasi waktu 1 jam (60 menit). Berdasarkan pertimbangan adanya keluhan dari responden dengan tulisan yang terlalu kecil dan dilakukan di malam hari serta dari fihak peneliti sendiri tidak merasa puas karena jumlah responden yang terlalu sedikit dan tidak mewakili populasi yang ada, maka tes tersebut diulang. Tes kedua diikuti oleh seluruh santri kelas Alfiyah Tsaniyah (Alfiyah Tua) yang berjumlah 21 orang. Mereka insyaallah akan mengikuti khataman kitab Nahwu tertinggi yaitu Alfiyah Ibn Malik pada bulan Desember 2011. Materi tes adalah sama dengan judul tes pertama dengan bobot yang sama yaitu 5 alinea, serta perintah dan alokasi waktu yang sama. Yang berbeda adalah foto copi materinya sudah diperbesar dan hanya berisi 5 alinea tersebut (tidak bersama alinea yang lainnya) serta waktu pelaksanaan di pagi hari yaitu pk 06.30 sd 07.30. Dari hasil tes yang sudah dilakukan diketahui bahwa tidak seluruh santri kelas Alfiyah Tsaniyah dapat memberikan syakl secara tepat pada kata yang sesuai dengan jenis kata dalam konteks (penerapan ilmu sharaf). Seperti kata ( لتزايدmereka memberi syakl dengan bacaan lituzaayida), agaknya mereka menganggap lam ta’lil dan fi’il mudhari’. Padahal yang benar adalah dibaca Litazaayudi yang terdiri dari lam harfu jar dan masdar Selain itu tidak semua dari mereka membubuhi harokat akhir dengan benar, yaitu sesuai dengan kedudukan kata (I’rab) dalam kalimat tersebut (penerapan ilmu nahwu), misalnya kata al-musykilatu ar-raisiyyatu mereka membubuhi syakl dengan al-musykilatu arraisiyyati padahal berkedudukan sebagai sifat. Bahkan dapat dikatakan bahwa dari sejumlah responden tersebut tidak ada seorangpun yang tidak membuat kekeliruan dalam memberikan syakl. Terlebih lagi ketika mereka menjelaskan fahm almaqru dengan menterjemahkan teks. Mereka dapat menterjemahkan hanya beberapa baris saja dan kurang mengena pada yang dimaksud teks tersebut, terlebih lagi ada di antara mereka yang sama sekali tidak menterjemahkannya. Dari kesalahan yang banyak ditemukan pada syakl mereka (AlAkhtho’ asy-Syaai’ah/ Common Mistakes) dapat diketahui agaknya kesalahan mereka disebabkan oleh kekeliruan dalam menentukan Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-115-
PEMBELAJARAN NAHWU / SHARAF DAN IMPLIKASINYA TERHADAP MEMBACA DAN MEMAHAMI LITERATUR BAHASA ARAB KONTEMPORER PADA SANTRI
-116-
antara hal-hal yang dapat dirangkum sebagai berikut: (1) Susunan Idhofah dengan Sifat Mausuf (2) Isim Inna Wa Akhowatuha dan Kana Wa Akhowatuha dengan Khobarnya (3) Masdar (Isim) dengan Fiil Mudhori’ (4) Lam Harfu Jar dengan Lam Ta’lil (5) Bentuk Jama’ Taksir. Adapun yang berkaitan dengan fahm al-maqru’ mereka kesulitan untuk mentransfer pengertian kosa kata yang baku pada penggunaan arti yang dimaksud dalam konteks. Seperti ungkapan Al-Musykilah ArRaisiyyah, mereka menterjemahkan dengan kemusykilan pemimpin, padahal yang dimaksud adalah problematika pokok/ utama. Ketika mereka ditanyakan tentang kesulitan mereka ketika membubuhi syakl dan menterjemahkannya, hampir dari seluruh santri menjawab 14 bahwa kata-kata yang ada dalam majalah tersebut asing bagi mereka. Mereka hanya terbiasa bergaul dengan kata dan kalimat dalam kitab kuning (klasik), mereka hanya membaca apa yang sudah mereka pelajari tanpa pernah mencoba untuk membaca teks baru, yang belum mereka pelajari. Dalam menghadapi fenomena yang demikian, agaknya beberapa pondok pesantren salaf yang lebih memprioritaskan pembelajaran nahwu dan sharaf serta meyakini kedua ilmu itu sebagai ilmu alat yang dianggap merupakan cara yang efektif untuk dapat membaca dan memahami literatur berbahasa Arab, agaknya perlu ditinjau ulang. Karena terkesan sangat berlebihan dan lebih menitik beratkan pada unsur-unsur bahasa (al-anashir al-lughawiyah) sehingga mengarah pada “ belajar tentang bahasa ” تعلم عن اللغةbukan “belajar berbahasa ”تعلم اللغة. Hal ini tentu sangat berdampak pada kurang membisakan pembelajarnya dalam berbagai keterampilan berbahasa (al-maharat al-lughawiyah). Selain itu, kita harus juga memberikan motivasi pada para santri dan memperbaharui kesadaran mereka agar melihat bahasa Arab bukan hanya sebagai media yang dapat membantu pemahaman mereka terhadap ajaran Islam yang termaktub dalam kitab kuning, melainkan juga penting untuk didayagunakan dalam berbagai bidang kehidupan. Dengan demikian akan muncul motivasi yang tinggi dari dalam diri mereka untuk mempelajari bahasa Arab secara umum dan menjadi fungsional dalam berbagai al-maharah al-lughawiyah bukan hanya belajar mema’nai kitab kuning serta mampu mema’nai kembali kitab 14 Hasil wawancara dengan para santri kelas Alfiyah Tsaniyah di Kempek pada tanggal 2 dan 13 November 2011 Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Rodliyah Zaenuddin
yang mereka pelajari. Dengan demikian kesulitan apapun yang mereka hadapi, mereka akan berusaha mengatasinya secara optimal. Oleh karenanya diharapkan pada para pengajar bahasa Arab untuk terus mengupayakan agar dalam diri peserta didiknya tumbuh motivasi yang kuat untuk mempelajari bahasa Arab baik untuk kepentingan agamanya maupun untuk keperluan dalam berbagai bidang kehidupan dunianya. Selain itu, gramatika bahasa Arab; yaitu ilmu nahwu dan sharaf, yang diyakini sangat penting untuk dipelajari juga harus diperhatikan bagaimana mengajarkannya sehingga menjadikannya fungsional. Yaitu berfungsi untuk dapat memberikan tanda baca (syakl) pada teks gundul sehingga dapat dibaca dan juga dapat membantu untuk memahami teks tersebut . Namun yang masih menjadi permasalahan yang krusial adalah bagaimana menyuguhkan sesuatu yang sulit dan kompleks ini menjadi sesuatu yang menyenangkan dan mudah difahami?. Bagaimana cara mengajarkannya sehingga memiliki manfaat yqng fungsional bagi para pembelajarnya terutama dalam menguasai keterampilan berbahasa? Topik-topik gramatika apa saja yang diperlukan oleh pembelajar untuk dapat menguasai keterampilan berbahasa tersebut, khususnya keterampilan membaca?. Pertanyaan-pertanyaan inilah yang harus segera dicarikan jawabannya sehingga mengarah pada upaya untuk mencari solusi terhadap kesulitan yang dihadapi selama ini. Ada beberapa himbauan dari sekelompok pakar bahasa yang dihimpun dalam materi pelatihan dosen-dosen bahasa Arab dalam Asy-Syamil 15 untuk menyederhanakan gramatika bahasa Arab dalam bentuk yang lebih simple dan lebih mudah difahami. Hal tersebut dilakukan dengan cara memasukkan gramatika yang menjadi target ke dalam teks dialog atau teks wacana, bukan melalui pelajaran nahwu yang terpisah dengan menganalisis kaidah-kaidahnya. Begitu juga, perlu disederhanakan dalam penyajiannya dengan cara disampaikan melalui tahapan-tahapan, yaitu dimulai dari yang paling mudah, beranjak kepada yang sedang, baru menuju kepada yang sulit dan terakhir yang paling sulit. Dalam mengenalkan istilah yang terdapat dalam nahwu, juga melalui konteks susunan bahasa. Artinya bukan mengajarkan kaidah dulu baru contoh, tapi terlebih 15 Majmu’ah min Ulama’ al-lughah asy-Syamil fi tadrib al-muallimin(Bairut : Dar alMuallif 2003) h.233 Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-117-
PEMBELAJARAN NAHWU / SHARAF DAN IMPLIKASINYA TERHADAP MEMBACA DAN MEMAHAMI LITERATUR BAHASA ARAB KONTEMPORER PADA SANTRI
-118-
dahulu memberikan teks yang didalamnya ada gramatika yang menjadi target. 16 Jika dengan berbagai pertimbangan, hal tersebut tidak memungkinkan untuk dapat dilaksanakan, maka pembelajaran Nahwu dan Sharaf diharapkan untuk dapat diintegrasikan dengan pembelajaran Bahasa Arab di madrasah-madrasah yang dikelola oleh yayasan KHAS terutama yang berkaitan dengan al-maharat allughawiyah. Wa Allahu A’lam bi As-Shawab.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman Mas’ud, 2004, Intelektual Pesantren Perhelatan Agama dan Tradisi, Yogyakarta, LKiS Abdul Haris, 2003. Cara Mudah Membaca dan Memahami Teks-Teks Bahasa Arab (Sistem 12 Jam), Malang, Bayumedia Publishing. Ahmad, Muhammad Abd al-Qadir. 1979. Thuruq Ta’lim al-Lughah al‘Arabiyah. Kairo: Maktabah al-Nahdhah al-Mishriyah. Al-Fauzan, Abdul Rahman bin Ibrahim. 2004. Mudzakkirah al-Daurah al-Tadribiyah Li Muallimi al-Lughah al-Arabiyah Fi al-Jamiat alIslamiyah al-Hukumiyah bi Indonesia. Malang : Muassasah al-Waqfu al-Islamy Al-Khuli, Muhammad Ali. 1986. Asalib Tadris al-Lughat al-‘Arabiyyah. Riyadh : al-Mamlakah al- al-‘Arabiyah al-Su’udiyah, Cet. 2. Al-Murad, Ibrahim. 1990. Makanat al-Lughah al-‘Arabiyyah baina alLughaat al-‘Alam al-Wus’ah al-Intisyar dalam buku Min qadhaaya al-Lughah al-‘Arabiyyah al-Mu’ashirah. Tunisia: Departemen Pendidikan, Kebudayaan dan ilmu Pengetahuan. Al-Naqah, Mahmud Kamil. 1985. Ta’lim al-Lughah al-‘Arabiyah li alNathiqin bi Lughat Ukhra: Asasuhu, Madakhiluhu, Thuruq Tadrisihi. Jami’ah Umm al-Qura: al-Mamlakah al- al-‘Arabiyah al-Su’udiyah. Al-Qasimiy, Ali Muhammad. 1979. Ittijahat Haditsah fi Ta’lim al-Lughah al-‘Arabiyah li al-Nathiqin bi Lughat Ukhra. Jami’ah Riyadh: alMamlakah al- al-‘Arabiyah al-Su’udiyah. Azwar, Saifuddin. 1998. Metode Penelitian.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Badri, Kamal Ibrahim. 1407 H, Mudhakkirah Tadris al-Qira’ah dalam al-Mudhakarat al-Daurah al-Tarbawiyah (KSA , Ma’had al-Ulum al-Islamiyah wa al-Arabiyah) 16 Ibid
Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Rodliyah Zaenuddin
Dawam Rahardjo, 1983. Pergulatan Dunia Pesantren Membangun Dari Bawah, Jakarta, Perhimpuna n Pengembangan Pesantren dan Masyarakat. Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, 1995 (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press), Cet ke 7, Hamdan, Yahya Hamid. 1980. al-Manahij: Ususuha, Takhthithuha, Taqwimuha. Dar al-Nahdhah al-Arabiyah: Mesir. Ibrahim, ‘Abd al-‘Alim. 1973. al-Muwajjih al-Fanny Li Mudarris alLughah al-‘Arabiyah. Ibrahim, Hamadah. 1987. al-Ittijahat al-Mu’ashirah fi Tadris al-Lughah al-Arabiyah wa al-Lughat al-Hayyat al-Ukhra li Ghaer al-Nathiqin biha. Jamil Isa, Min qadhaya al-lughah al-arabiyah al-muashirah (Tunis : Idarah al-tsaqafah,) John W. Best, Metodologi Penelitian Pendidikan, 1982 disunting oleh Sanapiah Faisal dan Guntur Waseso, (Surabaya: Usaha Nasional), Karrel A Steenbrink, 1974, Pesantren Madrasah Sekolah Pendidikan Islam dalam Kurun Modern, Jakarta, LP3ES Lexy J. Moleong, 2000, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosda Karya), Cet. ke- 13 Madkur A.A, 1987, Taqwim Baramij I’dad Muallim al-Lughah alArabiyyah Li Ghair al-Nathiqin Biha, (Rabat: Isesco) Mahmud, Ma’ruf Nayif. 1985. Khashaish ‘Arabiyah wa Tharaiq Tadrisiha. Dar al-Nafais. Majid, Abdul Aziz Andul. 1961. al-Lughat al-Arabiyyah wa ushuluha al-Nafsiyyah wa thuruq tadrisiha. Mesir : Dar al-Ma’arif. Mustafa, ‘Abdul ‘Aziz Nasif dan Sulaiman Ahmad Mustafa. 1982. al’Arabiyah Aswatuha wa Hurufuha Li Ghairi al-Nathiqina Biha. Riyad : Jami’at al-Malik Sa’ud. Nashr, Roja Taufiq, 1980, I’dad Mua’llim al-Lughah al-Arabiyyah li Ghair al-Nathiqin biha’ , Riyad: Jamiat al-Riyad, Rafidah, Ibrahim Abd al-Rahman. 1990. al-Lughat al-Arabiyyah Lughat al-Qur’an wa al-‘Ilmi wa al-Muslimin, dalam Min Qadhaya al-Lughat al-‘Arabiyyah al-Mu’ashirah. Tunisia : Idarat al-Tsaqafah Ronald Alan Lukens-Bul, 2004, Jihad ala Pesantren Di Mata antropolog Amerika, Yogyakarta, Gama Media. Slamet Effendi Yusuf dkk, 1983, Dinamika Kaum Santri, Jakarta, Rajawali Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-119-
PEMBELAJARAN NAHWU / SHARAF DAN IMPLIKASINYA TERHADAP MEMBACA DAN MEMAHAMI LITERATUR BAHASA ARAB KONTEMPORER PADA SANTRI
-120-
Sumardi, Mulyanto. 1974. Pengajaran bahasa Asing: Sebuah Pendekatan dari segi Metodologi. Jakarta: Bulan Bintang. Syamsuddin AR dkk. 2007. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. Bandung : Remaja Rosdakarya Tarigan, Henry Guntur. 1990. Tehnik Pengajaran Keterampilan Bahasa. Bandung: Angkasa. Taufiq Burj, 1980, Musykilat Ta’lim al-Arabiyyah Li Ghairi an-Nathiqina biha, dalam as-Sijl al-Ilm Li-Nadwah al-Alamiyah Li Ta’lim alArabiyyah Li Ghairi an-Nathiqina biha, Riyad : Imadat Syu’un al-Maktabat Kairo: Dar al-Ma’arif. Tho’imah, Rusydi Ahmad. 1985. «Dalil
dad al-Mawad alTa>limiyah li Barnamaj Ta>lim al-Lughah al-Arabiyah». Jami>ah Umm al-Qurra>: Ma>had al-Lughah al-Arabiyah. Thonthowi, 2008 Kegagalan Pembelajaran Bahasa Arab, Penyebabnya dan Saran-saran Dionysius Thrax Makalah disampaikan pada Seminar Internasional, pada 23-25 Nopember 2008 di Malang, diselenggarakan oleh Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang bekerja sama dengan Ittihad al-Mudarisin li al-Lughah al-Arabiyah (IMLA). Winarno Surakhmad, 1998, Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar, Metode dan Teknik, Bandung: Tarsito, Edisi ke 8 Yusuf, Thoyar dan Saeful Anwar. 1997. Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Yunus, Fathi ‘Ali. 1986. Min al-Ittijahat al-haditsah fi Ta’lim al-Lughah al-Ajnabiyah ma’a al-Tathbiq ‘ala Ta’lim al-Lughah al-‘Arabiyah, dalam Buhuts Tarbawiyah wa Nafsiyah. Jami’ah Umm al-Qura: alMamlakah al- al-‘Arabiyah al-Su’udiyah. Zaid, Abdul Hafidz, 2007 Musykilat Ta’lim al-Lughah al-Arabiyah fi alMadaaris al-Tsanawiyah Bi Indonesia Makalah disampaikan pada Seminar Internasional di Bandung, diselenggarakan oleh Ittihad al-Mudarisin li al-Lughah al-Arabiyah (IMLA).
Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
EVALUASI KETERAMPILAN LABORATORIUM MAHASISWA MENGGUNAKAN ASESMEN KEGIATAN LABORATORIUM BERBASIS KOMPETENSI PADA PELAKSANAAN PRAKTEK PENGALAMAN LAPANGAN (PPL) vv Djohar Maknun, S.Si., M.Si
Abstrak This research is evaluative, aims to measure students’ skills in conducting credible form of science labs in science learning experiences at the practice field (PPL). This research is the development of a quasi-experimental approach to science majors Tadris Biology IAIN Shekh Nurjati Cirebon. The method used is a preliminary survey and assessment of competency-based laboratory credible form. The results of this study are: first, the lab’s skills for the competence of calibration, maintain, record and process data are lacking. Second, the factors supporting the development of student’s skills in operating lab such as the lab, instrument, materials lab and lab guides, and currently inhibiting factor is the lack of practice time, limited equipment and damage to equipment. Keywords: science, practice skill, lab skill, biology, natural science.
A. LATAR BELAKANG MASALAH Pelayanan kegiatan laboratorium/praktikum merupakan salah satu unsur dan upaya yang tidak dapat dipisahkan dari pembelajaran sains IPA secara menyeluruh. Untuk memenuhi kebutuhan pendidikan terhadap kegiatan laboratroium yang semakin meningkat baik jumlah maupun mutunya, maka peranan laboratorium sains (biologi) baik dalam bentuk rujukan kegiatan lab sains maupun bentuk lainnya perlu dikembangkan dan ditingkatkan. Sementara itu, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin meningkat dengan peralatan yang canggih khususnya di bidang laboratorium sains IPA memerlukan pengelolaan atau manajemen dan penanganan operasional yang memadai. Untuk itu harus disiapkan tenaga yang memiliki dasar ilmu pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan masalah yang dihadapi. Dalam usaha meningkatkan dan mengembangkan kemampuan, supaya mahasiswa calon guru biologi dapat mengantisipasi perkembangan IPTEK, maka kurikulum yang ada perlu disesuaikan dengan perkembangan ilmu dan teknologi yang terjadi. Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-121-
EVALUASI KETERAMPILAN LABORATORIUM MAHASISWA MENGGUNAKAN ASESMEN KEGIATAN LABORATORIUM BERBASIS KOMPETENSI PADA PELAKSANAAN PPL
-122-
Untuk menyiapkan sumberdaya manusia (SDM) yang bermutu sesuai dengan tuntutan kebutuhan pasar kerja dalam bidang pendidikan di era globalisasi ini, perlu adanya hubungan timbal balik antara Pemerintah Daerah atau Dinas Pendidikan dengan lembaga pendidikan. Pelatihan pendidikan formal atau informal yang dikelola oleh Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) dan atau sekolah-sekolah itu sendiri perlu terus ditingkatkan. Salah satu bentuk hubungan timbal balik tersebut adalah pihak Dinas Pendidikan harus dapat merumuskan standar kebutuhan kualifikasi SDM yang diinginkan, untuk menjamin kualitas pendidikan tersebut, sedangkan lembaga pendidikan dan pelatihan akan menggunakan standar tersebut sebagai acuan dalam mengembangkan program dan kurikulum, dan pihak stake holder akan menggunakannya sebagai acuan dalam merumuskan kebijakan dalam pengembangan SDM secara makro (Depdiknas, 2003). Penyiapan Standar kebutuhan kualifikasi SDM tersebut diwujudkan ke dalam Standar Kompetensi Bidang Keahlian yang merupakan refleksi atas kompetensi yang diharapkan dimiliki seseorang calon guru yang akan bekerja atau berprofesi sebagai guru. Di samping itu standar tersebut harus memiliki ekivalensi dan kesetaraan dengan standar-standar relevan yang berlaku pada sektor pendidikan di negara lain yang bahkan berlaku secara internasional sebagai acuan (bench marking). Meskipun minat akan penilaian berbasis kompetensi berkembang pesat, tetapi masih sedikit sekali penelitian yang terkait dengan sistem penilaian yang dirancang untuk suatu kurikulum berbasis kompetensi. Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan disain suatu penilaian yang menyeluruh, berbasis kompetensi yang secara penuh terintegrasi dengan kurikulum untuk membantu perkembangan suatu lingkungan pendidikan yang memfokuskan pada pembelajaran. Sasaran disain penelitian untuk menciptakan satu asesmen berbasis kompetensi bidang kegiatan laboratorium pada IAIN Syekh Nurjati Cirebon, yang terintegrasi dengan metode-metode instruksional, proses-proses penilaian kompetensi, dan lingkungan belajar untuk mempersiapkan mahasiswa sukses dalam profesinya sebagai guru biologi. Untuk dapat berhasil, seorang mahasiswa harus menunjukkan penguasaan dari empat dimensi kompetensi: task skills, contingency management skills, task management skills, role/job environment skills. Asesmen menyediakan suatu alat untuk mengumpulkan dan mengelola multiple types bukti penilaian dari konteks-konteks dan Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Djohar Maknun, S.Si., M.Si
sumber ganda di dalam kurikulum itu untuk mendokumentasikan kompetensi dan mempromosikan refleksi ketrampilan-ketrampilan praktis. Penelitian ini menguraikan bagaimana asesmen itu dikembangkan untuk mengevaluasi hasil belajar mahasiswa dalam hubungan dengan keempat aspek dimensi kompetensi tersebut. Evaluasi pada pendidikan profesi guru pada saat ini umumnya masih menggunakan istilah Ujian Akhir Semester (UAS). UAS masih belum terarah pada bidang kompetensi tertentu sesuai dengan tuntutan pasar kerja saat ini. Di lapangan ditemukan sejumlah kesulitan mahasiswa ketika mengikuti kegiatan laboratorium/ praktikum pada saat melakukan Praktek Pengalaman Lapangan. Hal itu diperoleh melalui angket yang diisi oleh sejumlah mahasiswa, sebanyak 85% mahasiswa menyatakan belum mengetahui dan memahami kompetensi dasar kegiatan lab. Dengan demikian perlu sangat segera dilakukan inovasi dalam asesmen kegiatan lab tersebut. B. RUMUSAN MASALAH DAN PERTANYAAN PENELITIAN
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:”Bagaimanakah keterampilan laboratorium mahasiswa dalam pelaksanaan Praktek Pengalaman Lapangan (PPL)?”. Pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kondisi riil kegiatan praktikum mahasiswa di Jurusan Tadris IPA Biologi IAIN Syekh Nurjati Cirebon? 2. Bagaimanakah keterampilan laboratorium mahasiswa dalam pelaksanaan PPL? 3. Bagaimanakah efektifitas asesmen kegiatan laboratorium berbasis kompetensi dalam mengevaluasi keterampilan laboratorium mahasiswa PPL? 4. Apakah keunggulan dan kelemahan dari asesmen yang dikembangkan sesuai kompetensi kegiatan laboratorium? 5. Apakah faktor pendukung dan penghambat keterampilan laboratorium mahasiswa dalam pelaksanaan PPL? C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini yaitu: 1. Menkaji kondisi riil kegiatan praktikum di Jurusan Tadris IPA Biologi IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-123-
EVALUASI KETERAMPILAN LABORATORIUM MAHASISWA MENGGUNAKAN ASESMEN KEGIATAN LABORATORIUM BERBASIS KOMPETENSI PADA PELAKSANAAN PPL
-124-
2. Mengkaji keterampilan laboratorium mahasiswa dalam pelaksanaan PPL. 3. Mengkaji efektifitas asesmen kegiatan laboratorium berbasis kompetensi dalam mengevaluasi keterampilan laboratorium mahasiswa PPL. 4. Mengkaji keunggulan dan kelemahan dari asesmen yang dikembangkan sesuai kompetensi kegiatan laboratorium. 5. Mengkaji faktor pendukung dan penghambat keterampilan laboratorium mahasiswa dalam pelaksanaan PPL. D. KERANGKA TEORI
Berdasarkan berbagai hasil penelitian dan kajian teori yang telah diungkapkan di atas, maka dapat disusun kerangka berpikir sebagai berikut:
Gambar 1: Kerangka Berpikir E. TINJAUAN PUSTAKA 1. Asesmen (Penilaian) Dalam bidang pendidikan, yang dimaksud dengan penilaian adalah cara untuk mengetahui keberhasilan seseorang mencapai suatu tujuan melalui performance. Penilaian terdiri dari dua komponen yaitu: pengumpulan informasi tentang kinerja seseorang dan pembuatan suatu kesimpulan penilaian berdasarkan informasi yang telah terkumpul (Hall & Saunders, 2004: 3). Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Djohar Maknun, S.Si., M.Si
Oleh karena itu, penilaian berdasarkan kompetensi menekankan penilaian tentang penerapan keterampilan serta pengetahuan dalam situasi praktis, atau lebih pada situasi kerja yang sebenarnya (asesmen otentik), sedangkan penilaian secara tradisional, menekankan penilaian dengan cara diadakannya tes tertulis atau lisan di dalam sebuah ruangan. Meskipun demikian, tempat penilaian dalam suatu kurikulum, teknik penilaian, kegunaan penilaian, serta pentingnya ‘keberlakuan’ dan ‘kebenaran’ tetap sama. Dalam sistem penilaian berbasis kompetensi, maksud dari penilaian adalah mengumpulkan bukti yang memadai bahwa individu dapat melakukan atau berperilaku sesuai standar yang ditetapkan dalam peran tertentu. Apabila penilaian ini juga dihubungkan dengan system imbalan, maka maksudnya adalah pengakuan formal terhadap keberhasilan kinerja (Fletcher, 2005: 19). 2. Pengertian Kompetensi Pada saat ini belum ada kesepakatan mengenai arti “kompetensi” dalam institusi. Oleh karena itu perencanaan dan pengelolaan pelatihan dalam skala nasional menjadi semakin penting. Suatu pemahaman umum mengenai kompetensi dan penilaian menjadi suatu yang sangat penting. Tanpa pemahaman ini, seseorang atau kelompok akan menempuh berbagai jalan berbeda sementara mereka mengira bahwa setiap orang sedang berusaha mencapai tujuan yang sama. Untuk mengimplementasikan penilaian berbasis kompetensi, harus ada kesepakatan mengenai jenis kompetensi dan ukuran yang digunakan. Suatu pernyataan yang berguna mengenai “kompetensi” harus mengandung bukti dari tiga unsur, yaitu (1) Keterangan rinci mengenai ragam keterampilan yang dilakukan dalam kompetensi. Hal ini perlu dinyatakan secara tepat dan ringkas dan akan mengacu pada dua macam keterampilan, yakni (a) Keterampilan rutin, yang biasanya membuahkan hasil yang jelas (misalnya seorang guru yang mengajar siswanya). (b) Keterampilan non-rutin, yang membutuhkan kemampuan untuk menangani hal-hal yang bersifat tidak tetap serta perubahan dalam lingkungan kerja seperti mengelola waktu dan stres. (2) Standar kinerja dalam bentuk tingkat produktivitas, tingkat kesalahan, tingkat mutu. (3) Keadaan di mana kinerja yang baik dituntut, seperti lingkungan kerja, keterbatasan waktu, keterbatasan peralatan (Foyster, 2004). Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-125-
EVALUASI KETERAMPILAN LABORATORIUM MAHASISWA MENGGUNAKAN ASESMEN KEGIATAN LABORATORIUM BERBASIS KOMPETENSI PADA PELAKSANAAN PPL
-126-
3. Kegiatan Laboratorium Perlu adanya perhatian mengenai efektivitas kegiatan laboratorium untuk membantu siswa memahami berbagai aspek inkuiri ilmiah (Lazarowiz dan Tamir, 1994; Schwartz, Lederman dan Crawford, 2004). Seringkali guru-guru berkeinginan mengembangkan kemampuan berpikir pada siswanya, misalnya kemampuan berpikir kritis; prakteknya dalam penilaian mereka tidak mencerminkan tujuan prestasi dimaksud (Bol dan Strage, 1996). Model penilaian tersebut mempengaruhi bagaimana siswa belajar dan apa yang dipelajari siswa (Boud, 1995). Masih sedikit publikasi tentang contoh-contoh pendekatan pembelajaran berbasis kasus dalam perkuliahan dan kegiatan laboratorium (Howard dan Miskowski, 2005; Regassa dan MorrisonShetlar, 2007). Kegiatan lab dapat membantu siswa dalam mempelajari sains melalui penajaman konsep/teori pengetahuan, dan membantu pula untuk mengembangkan pemahaman mereka mengenai hakekat sains dan metode-metodenya, serta tahu bagaimana cara mengaplikasikan sains. Kegiatan lab dapat pula merangsang dalam mengembangkan kemampuan analisis dan kritis, serta menimbulkan daya tarik terhadap sains. 4. Keterampilan Laboratorium Keterampilan laboratorium merupakan bagian terpenting ketika melakukan penilaian dalam keterampilan psikomotorik. Menurut Australian Science Teachers Association, ASTA (Beasley W, 1987) keterampilan laboratorium mencakup : a) bekerja dengan peralatan dan bahan kimia, meliputi : menangani prosedur, pemakaian dan pemeliharaan, dan sikap sadar untuk keselamatan, b) bekerjasama dengan spesimen hidup, c) lingkungan kerja, mengembangkan bidang keterampilan. Selanjutnya Beasley menyatakan bahwa ragam keterampilan laboratorium yang harus dimiliki siswa adalah : (1) Memilih, memasang, mengoperasikan, membuka, membersihkan dan mengembalikan peralatan; (2) Mencocokan peralatan; (3) Membaca alat ukur dengan teliti; (4) Menangani, menyiapkan dan menyadari bahaya bahan kimia; (5) Mendeteksi, mengkalibrasi dan memperbaiki kesalahan dalam mengatur peralatan; (6) Menggambar peralatan dengan akurat. Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Djohar Maknun, S.Si., M.Si
Sund & Trowbridge (1973) menyebutkan bahwa ada lima keterampilan yang dapat diperoleh siswa setelah belajar sains melalui praktikum, yaitu keterampilan memperoleh, keterampilan mengorganisasi, keterampilan kreatif, keterampilan manipulasi, dan keterampilan komunikasi.
5. Sekolah dan Praktek Pengalaman Lapangan Pendidikan berdasarkan kompetensi tidak melakukan apa yang dilakukan oleh sekolah dan pada dasarnya penggunaan ‘model sekolah’ untuk Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) tidak efisien. Selama tahun-tahun wajib belajar, sekolah-sekolah dan guru-guru biasanya memberikan pendidikan umum yang non-spesifik. Pendidikan berdasarkan kompetensi adalah pencapaian target keterampilan spesifik dan mengikuti perkembangannya untuk sejumlah keadaan tertentu. Sekolah-sekolah tidak mempersiapkan pelajar untuk menghadapi keadaan-keadaan tertentu. Dalam lingkungan yang lebih umum, dan dengan sekelompok peserta PPL yang tidak semuanya berusaha untuk mencapai tujuan keguruan spesifik yang sama. Pengajar menggunakan teknik dan praktek yang tidak sesuai dengan penjelasan ini. Sebagai catatan, kata-kata yang dipakai - “Instruktur” dan “Peserta PPL”, bukannya “dosen” atau “pembimbing” atau “pengawas” dan “siswa” atau “pemagang”. Dimana pun kegiatan PPL dan belajar akan diadakan, kedua kata itu lebih umum dan lebih mudah digunakan. Untuk memasuki dunia kerja yang sangat kompetitif, mahasiswa dituntut mempunyai kecerdasan intelektual dan juga kemampuan dasar. Tiga kemampuan dasar yang harus dimiliki adalah knowledge (pengetahuan), skill (keterampilan), dan attitude (sikap). Ketiga hal tersebut, tidak semua dapat dicapai di bangku perkuliahan. Oleh karena itu, mahasiswa perlu mengaplikasikan ilmu pengetahuannya di dunia kerja yang sesungguhnya. Hal inilah yang menjadi latar belakang diadakannya praktek pengalaman lapangan. Tujuan pelaksanaan PPL juga agar kemampuan dasar mahasiswa meningkat. Mahasiswa mampu menghadapi tantangan dunia kerja dan mampu menganalisis gejala yang timbul dalam kegiatan profesinya. F. METODE PENELITIAN
1. Metodologi Penelitian ini menggunakan metode riset dan pengembangan (Research and Development). Dalam pelaksanaannya langkah penelitian Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-127-
EVALUASI KETERAMPILAN LABORATORIUM MAHASISWA MENGGUNAKAN ASESMEN KEGIATAN LABORATORIUM BERBASIS KOMPETENSI PADA PELAKSANAAN PPL
-128-
ini akan membentuk suatu siklus yang diawali dengan melakukan studi pendahuluan untuk menemukan suatu produk asesmen sebagai embryo, kemudian dikembangkan secara bertahap. direvisi, dan diuji kembali sampai pada akhirnya ditemukan asesmen sebagai produk akhir yang dianggap sempurna dan selanjutnya diuji validitasnya. Setelah teruji validitasnya, asesmen ini diharapkan dapat memperbaiki layanan bimbingan praktikum dalam upaya menghasilkan calon guru biologi yang profesional. Langkah awal yang ditempuh dalam kegiatan penelitian ini adalah melakukan pra-survei untuk memahami model dan kondisi layanan bimbingan praktikum di IAIN Syekh Nurjati Cirebon selama ini. Kajian lapangan diarahkan pada tiga hal meliputi: (1) layanan bimbingan yang diberikan pembimbing praktikum dan pembimbing PPL, (2) penguasaan keterampilan mahasiswa calon guru dalam praktikum sains biologi; dan (3) evaluasi hasil praktikum kerja di lapangan. Dalam studi pendahuluan dilakukan studi tentang kondisi pembimbing PPL meliputi tiga hal: (1) latar belakang pendidikan; (2) pengalaman membimbing PPL; dan (3) pengalaman di laboratorium. Evaluasi hasil praktek kerja di lapangan merupakan refleksi keberhasilan mahasiswa calon guru biologi dalam praktikum biologi. Oleh karena itu pada studi pendahuluan dilakukan studi dokumen berkaitan dengan perolehan nilai ujian dalam praktikum biologi. Berdasarkan hasil studi pendahuluan tersebut selanjutnya dirancang Asesmen Berbasis Kompetensi (ABK) beserta instrumen yang diperlukan. Rancangan ABK terdiri atas tiga aspek yaitu: (1) merencanakan penilaian, (2) melaksanaan penilaian, dan (3) meninjau ulang penilaian. 2. Desain Penelitian Desain yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Pre Experimen Design (Quasi experiment). Sesuai dengan tujuannya, penelitian tentang pengembangan asesmen kegiatan laboratorium berbasis kompetensi diarahkan pada empat hal utama: a) merancang asesmen yang dapat meningkatkan kemampuan sesuai dengan kompetensi dasar kegiatan lab, b) mengembangkan rancangan asesmen melalui uji coba secara bertahap berdasarkan kategori penguasaan keterampilan praktis, pengetahuan dan sikap sesuai kompetensi dasar dalam kegiatan lab, c) menentukan efektifitas penggunaan asesmen sebagai asesmen hasil pengembangan Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Djohar Maknun, S.Si., M.Si
dibandingkan dengan asesmen yang digunakan selama ini, berdasarkan kategori pembimbing ditinjau dari layanan bimbingan praktek yang diberikan dosen dalam meningkatkan kompetensi dasar, penguasaan materi serta pengembangan sikap positif terhadap sains, serta faktorfaktor yang menjadi pendukung dan penghambat bagi penggunaannya, d) menemukan karakteristik asesmen yang menunjukkan keunggulan dan kelemahan asesmen hasil pengembangan dalam penelitian ini dengan kegiatan Praktek Pengalaman Lapangan (PPL). 3. Subjek Penelitian, Waktu dan Lama Penelitian Subjek penelitian ini adalah mahasiswa calon guru biologi pada mata kuliah PPL II. Waktu pelaksanaan penelitian direncanakan akan berlangsung selama 5 bulan, mulai dari persiapan, pelaksanaan program penelitian, evaluasi pengembangan asesmen, hingga pelaporan. 4. Prosedur Penelitian Sesuai dengan fokusnya, penelitian ini meliputi empat tahapan yaitu : (1) Tahap Studi Pendahuluan, (2) Tahap Perancangan Asesmen, (3) Tahap Pengembangan Asesmen, dan (5) Tahap Implementasi Evaluasi
5. Alat dan Teknik Pengumpulan data Instrumen dalam penelitian ini selain format untuk mendukung perolehan data selama proses kegiatan asesmen dengan menggunakan standar kompetensi seperti: SKKNI, form konsultasi pra-asesmen, form indikator unjuk kerja, aspek kritis kompetensi, daftar cek observasi, bank pertanyaan (lisan dan tulis), rekomendasi keputusan penilaian, angket umpan balik, form pencatatan assessmen. Prosedur pengembangan asesmen berbasis kompetensi ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-129-
EVALUASI KETERAMPILAN LABORATORIUM MAHASISWA MENGGUNAKAN ASESMEN KEGIATAN LABORATORIUM BERBASIS KOMPETENSI PADA PELAKSANAAN PPL
-130-
6. Analisis Data Penelitian ini menggunakan pengolahan dan analisis data secara kualitatif dan kuantitatif (mixed-method). Pengolahan dan analisis data secara kualitatif menggunakan statistik deskriptif, dilakukan terhadap data hasil observasi, kuesioner, wawancara, dokumentasi dan catatan lapangan yang diperoleh pada masing-masing bagian. Bagian data yang diolah dan dianalisis menggunakan metode kualitatif adalah pada: hasil studi lapangan tahap I, hasil need assessmen tahap II, serta hasil validasi ahli dan uji lapangan pada tahap IV. TAHAP I. STUDI PENDAHULUAN
STUDI LAPANGAN: mengidentifikasi pelaksanaan bimbingan praktikum sains biologi sesuai dengan kondisi nyata dilapangan
TAHAP II TAHAP III TAHAP IV PERENCANAAN PENGEMBANGAN IMPLEMENTASI
STUDI LITERATUR: Landasan teoritis dan landasan filosofis dari asesmen kegiatan lab bagi calon guru sains yang sudah ada sebelumnya dan yang dikembangkan
Penyusunan desain asesmen kegiatan lab berbasis kompetensi berdasarkan hasil studi pendahuluan.
Evaluasi untuk memantau keterlaksanaan respon dan hambatan yang dialami oleh Jurusan Biologi IAIN Syekh Nurjati Uji coba terbatas Cirebon selama penggunaan asesmen
Gambar 2: Prosedur Peneleitian Evaluasi Keterampilan Laboratorium G. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Riil Praktikum di Lab IPA Biologi IAIN Syekh Nurjati Cirebon a. Kegiatan Praktikum Berdasarkan hasil studi pendahuluan, kegiatan praktikum dilaboratorium Jurusan Tadris IPA Biologi, dapat ditinjau dari tiga komponen pokok yaitu panduan praktikum, instrumen evaluasi, dan prosedur pembelajaran Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Djohar Maknun, S.Si., M.Si
Kegiatan praktikum yang ada menggunakan panduan-panduan praktikum seperti pada umumnya (biologi umum, kimia dasar, fisika dasar, taksonomi tumbuhan, zoologi, anatomi tumbuhan, fisiologi hewan, fisiologi tumbuhan, mikrobiologi, genetika dan ekologi). Panduan tersebut terdiri atas 8-12 topik praktikum. Tiap topik tersusun atas: judul, tujuan, teori, alat dan bahan, prosedur kerja dan pertanyaan. Panduan ini pun ada yang memuat jurnal praktikum yang harus diisi ketika melakukan kegiatan praktikum. Instrumen evaluasi yang digunakan umumnya adalah tes (pretest, posttest, UTS, dan UAS). Instrumen tersebut dari semester ke semester diperbaharui dan umumnya bentuk tes uraian, kalau pun ada tes obyektif hanya sebagian kecil materi saja. Evaluasi praktikum tidak banyak mencakup soal perencanaan dan pelaporan praktikum. Belum dikembangkan teknik penilaian atau tes individu terhadap kemampuan membuat perencanaan dan pelaporan praktikum, berdasarkan indikator-indikator penilaian, demikan juga tes performace dan lab skill-nya. Tes yang ada umumnya berkenaan dengan konsep, pelaksanaan, dan hasil praktikum secara tertulis. Kegiatan praktikum yang dilakukan berupa pembelajaran praktikum regular, yang meliputi: (a) penjelasan panduan praktikum dari dosen pembimbing/asisten pada awal setiap praktikum; (b) praktikum kelompok mahasiswa yang dibimbing oleh dosen/asisten; (c) presentasi dan diskusi kelas dipimpin kelompok mahasiswa jarang dilaksanakan; (d) ulangan praktikum dari dosen kadang-kadang tidak kontinu; dan (e) laporan praktikum dikumpulkan satu minggu kemudian. Kegiatan praktikum ditangani oleh satu sampai dua orang dosen pembimbing praktikum, yang berpengalaman dalam bidangnya dan dua orang asisten mahasiswa hasil seleksi, baik dari semester V maupun semester VII. Tiap kali praktikum di lab, dihadiri oleh satu orang dosen, dua orang asisten, dan satu orang laboran. Jumlah praktikan 30-40 orang setiap kali praktikum. Kegiatan praktikum ini di bawah tanggung jawab Jurusan Tadris IPA Biologi yang berkoordinasi dengan Pusat Laboratorium (Puslab). Praktikum yang dilakukan masih kurang menuntut kemampuan merumuskan judul, variabel, masalah, hipotesis, prosedur percobaan, pengumpulan dan analisis data, merumuskan kesimpulan dan saran, bekerja aman sesuai prosedur, sampai kompetensi skill laboratoriumnya. Praktikum yang ada kurang mengembangkan Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-131-
EVALUASI KETERAMPILAN LABORATORIUM MAHASISWA MENGGUNAKAN ASESMEN KEGIATAN LABORATORIUM BERBASIS KOMPETENSI PADA PELAKSANAAN PPL
-132-
keterampilan lab-nya. Panduan praktikum berupa panduan model resep, kurang mengembangkan kemampuan merancang praktikum. Pembelajaran praktikum lebih ke arah verifikasi, dan kurang ke arah investigasi. b. Sarana dan Prasarana Laboratorium IPA Biologi Hasil observasi kondisi riil laboratorium Jurusan Tadris IPA Biologi IAIN Syekh Nurjati Cirebon dicatat pada Tabel 2. NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11 12 13 14 15
Tabel 2. Sarana dan prasarana lab IPA biologi
KONDISI RIIL LAB YANG ADA DI IAIN SYEKH NURJATI CIREBON IAIN Syekh Nurjati Cirbeon memiliki laboratorium IPA biologi Kapasitas laboratorium ≥ 30 mahasiswa Terdapat ruang persiapan bahan dan alat praktik Terdapat ruang penyimpanan bahan dan alat Terdapat rak penyimpanan tas dan buku mahasiswa Kondisi ruang memadai (penerangan, ventilasi, kebersihan, penataan, keamanan) Tersedia jaringan air dan listrik yang memadai Tersedia tempat pengolahan limbah praktik Tersedia alat pemadam kebakaran Tersedia alat-alat keselamatan kerja (PPPK, jas, masker, dll) Tersedia bahan praktik untuk 20 mahasiswa Tersedia alat praktik untuk 20 mahasiswa Ada penanggung jawab laboratorium Ada tenaga laboran Tersedia petunjuk pemakaian alat praktikum dan bahan kimia
Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
YA TIDAK √ √ √ √ √
KONDISI
Kurang memadai Kurang memadai
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Tersimpan baik Dua orang Satu orang Kurang tersosialisasi
Djohar Maknun, S.Si., M.Si
16 Tersedia kartu alat
Kurang terawat Baik Baik Cukup memadai
√
17 Ada buku daftar inventaris 18 Ada buku daftar pemakaian alat Tersedia modul/paket materi praktik 19 yang dikembangkan oleh Puslab Ada alokasi dana khusus untuk 20 laboratorium Ada tata tertib penggunaan dan 21 kegiatan laboratorium 22 Ada jadwal pemakaian laboratorium Ada fasilitas penunjang kegiatan lab 23 (seperti : rumah kaca, kebun botani, kolam percobaan, kandang hewan, dll)
√ √ √ √ √
Baik, terawatt
√ √
Baik
Tidak memadai
Berdasarkan tabel tersebut di atas, masih terdapat kondisi-kondisi lab yang tidak terpenuhi dengan baik. Kalau pun ada kondisinya masih kurang memadai untuk sebuah laboratorium. Kapasitas ruangan, keamanan dan keselamatan kerja, ketersediaan alat praktikum dan fasilitas penunjang (rumah kaca, kebun botani, kandang hewan) tidak terpenuhi secara layak sebagai sebuah laboratorium yang berada di perguruan tinggi. Beberapa faktor penyebab semua ini, bisa disebutkan di antaranya adalah anggaran lab yang belum memadai, mekanisme pengadaan alat dan bahan kurang transparan dan perencanaan pembangunan gedung lab yang asal jadi. Dampak dari hal-hal tersebut di atas adalah dapat menyebabkan kurang terampilnya mahasiswa dalam kegiatan lab. Apalagi dalam pembelajaran keterampilan lab ini, tidak secara khusus dan rutin diajarkan, sehingga perlu adanya cara/metoda untuk meningkatkan kompetensi mahasiswa dalam keterampilan lab tersebut. Penguasaan kompetensi keterampilan laboratorium mahasiswa terindikasi ketika melakukan Praktek Pengalaman Lapangan (PPL), sebanyak 10-15% calon guru biologi ini kurang percaya diri ketika melakukan kegiatan praktikum. Artinya hal ini perlu diukur secara riil bagaimana kompetensi keterampilan lab mahasiswa tersebut dengan asesmen berbasis kompetensi. Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-133-
EVALUASI KETERAMPILAN LABORATORIUM MAHASISWA MENGGUNAKAN ASESMEN KEGIATAN LABORATORIUM BERBASIS KOMPETENSI PADA PELAKSANAAN PPL
-134-
c. Dosen Pembimbing Praktikum Berdasarkan evaluasi mahasiswa terhadap kinerja dosen pembimbing praktikum dapat dilihat pada Tabel 3. Secara umum kinerja dosen pembimbing praktikum mendapatkan respon positif, tetapi ada beberapa komponen kinerja dosen praktikum yang menurut mereka belum optimal dilaksanakan. Kegiatan dosen pembimbing praktikum, terutama dalam menjelaskan kompetensi yang harus dicapai oleh mahasiswa pada awal pembelajaran praktikum mendapat pernyataan 13% mengatakan ya, sedangkan 87% menyatakan tidak. Dalam hal variasi model mengajar dosen pembimbing praktikum, 64% menyatakan ya, dan 36% tidak. Kompetensi mahasiswa yang dicapai setelah praktikum, yang menyatakan diinformasikan hanya 10%, sedangkan 90% lainnya menyatakan bahwa kompetensi tersebut tidak diinformasikan. Mahasiswa sebanyak 99% menyatakan bahwa dosen tidak melakukan pengayaan setelah tuntas melaksanakan praktikum, selebihnya 1% menyatakan ya. Pemberian materi praktikum terkait dengan keterampilan lab, mahasiswa menyatakan 32% ya diberikan, sedangkan 68% menyatakan tidak. Mengkaji data-data pada Tabel 3 tersebut, menunjukkan bahwa mengenai kompetensi yang harus dicapai dalam kegiatan praktikum tidak secara optimal disampaikan, bahkan tidak diinformasikan. Hal ini jelas berakibat pada penguasaan kemampuan skill lab mahasiswa yang tidak maksimal. Oleh karena itu, terkait dengan kompetensi keterampilan-keterampilan lab tersebut perlu segera dibenahi dan ditata ulang proses pembelajaran praktikum di Jurusan Tadris IPA Biologi, yaitu dengan menggunakan asesmen berbasis kompetensi yang mengarah pada aspek psikomotorik mahasiswa. Dengan demikian keterampilan lab mahasiswa dapat ditingkatkan dan jauh lebih baik. Tabel 3. Respons mahasiswa terhadap dosen pembimbing praktikum KEGIATAN
1 2
KRITERIA YA TIDAK
Apakah dosen menjelaskan kompetensi yang harus dicapai oleh mahasiswa pada awal pembelajaran 13% praktikum? Apakah dosen pernah menjelaskan sistem penilaian 85% yang akan digunakan?
Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
87% 15%
Djohar Maknun, S.Si., M.Si
3 4 5 6 7 8 9
10 11 12 13 14 15 16 17 18
Apakah dosen mengawali dan mengakhiri praktikum tepat waktu? Apakah dosen menyiapkan alat dan bahan dalam melakukan kegiatan lab/ praktikum? Apakah dosen menggunakan berbagai model pembelajaran yang bervariasi? Apakah dosen menguasai materi yang diajarkan? Apakah cara mengajar dosen memudahkan Anda melakukan praktikum? Apakah dosen menggunakan berbagai alat bantu/ media ketika mengajar? Apakah dosen sering mengajak Anda untuk melakukan praktikum? Apakah dosen lebih banyak memberikan Anda untuk melakukan aktivitas dalam praktikum? Apakah dosen melakukan penilaian/evaluasi setelah menyelesaikan satu kompetensi praktikum? Apakah dosen melakukan penilaian ketika praktikum berlangsung? Apakah dosen menginformasikan kompetensi yang telah dicapai mahasiswa setelah melakukan praktikum? Apakah dosen mengumumkan mahasiswa yang telah tuntas dan yang belum tuntas mengikuti praktikum? Apakah dosen melaksanakan pembelajaran remedial untuk mahasiswa yang belum tuntas mengikuti praktikum? Apakah dosen melalukan pengayaan untuk para mahasiswa yang telah tuntas melaksanakan praktikum? Apakah Anda menyukai mata kuliah praktikum? Apakah dosen memberikan pengarahan materi mengenai keterampilan-keterampilan lab pada saat melaksanakan praktikum?
98%
2%
90%
10%
100%
0%
64%
36%
82%
18%
100%
0%
91% 95% 94%
9% 5% 6%
90%
10%
100%
0%
10% 98%
90% 2%
1%
99%
32%
68%
85%
15%
Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-135-
EVALUASI KETERAMPILAN LABORATORIUM MAHASISWA MENGGUNAKAN ASESMEN KEGIATAN LABORATORIUM BERBASIS KOMPETENSI PADA PELAKSANAAN PPL
-136-
B. KETERAMPILAN LABORATORIUM MAHASISWA CALON GURU BIOLOGI 1. Pencapaian Kompetensi
Gambar 3. Pencapaian kompetensi “mempersiapkan bahan dan peralatan yang representatif sesuai rencana praktikum”
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 90% mahasiswa calon guru biologi memiliki kompetensi dalam mempersiapkan bahan dan peralatan yang representatif sesuai rencana praktikum, sedangkan 10% tidak memiliki kompetensi tersebut. (Gambar 3). Tingginya nilai persentase 90% yang menyatakan kompeten, menunjukkan bahwa kegiatan praktikum di Jurusan Tadris IPA Biologi memberikan pembekalan yang cukup terhadap jenis kompetensi ini. Adanya 10% yang tidak kompeten, terutama terkait dengan subkompetensi menyusun petunjuk praktikum (percobaan) dalam format LKS berbasis keterampilan lab dan implementasinya, dan merancang alat evaluasi kegiatan praktikum, umumnya mereka masih rendah.
Gambar 4. Pencapaian kompetensi “ mengkalibrasi dan memelihara peralatan laboratorium”
Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Djohar Maknun, S.Si., M.Si
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 85% mahasiswa calon guru biologi memiliki kompetensi dalam mengkalibrasi dan memelihara peralatan laboratorium sedangkan 15% tidak memiliki kompetensi tersebut (Gambar 4). Subkompetensi yang masih cukup rendah yaitu pada memelihara buku catatan peralatan dan memelihara peralatan.
Gambar 5. Pencapaian kompetensi “ mengoperasikan pipet”
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 95% mahasiswa calon guru biologi memiliki kompetensi dalam mengoperasikan pipet, sedangkan 5% tidak memiliki kompetensi tersebut (Gambar 5). Pada subkompetensi mengoperasikan pipet, rata-rata mahasiswa menunjukkan kompetensinya, walaupun masih ada dalam melakukan pipetasi masih salah.
Gambar 6. Pencapaian kompetensi “ mengoperasikan mikroskop”
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 90% mahasiswa calon guru biologi memiliki kompetensi dalam mengoperasikan mikroskop, sedangkan 10% tidak memiliki kompetensi tersebut (Gambar 6). Pada Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-137-
EVALUASI KETERAMPILAN LABORATORIUM MAHASISWA MENGGUNAKAN ASESMEN KEGIATAN LABORATORIUM BERBASIS KOMPETENSI PADA PELAKSANAAN PPL
-138-
subkompetensi mengoperasikan mikroskop ini yang sebagian besar belum dikuasai adalah melakukan langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan kerusakan pada mikroskop.
Gambar 7. Pencapaian kompetensi “ mencatat dan memproses data”
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 85% mahasiswa calon guru biologi memiliki kompetensi dalam mencatat dan memproses data, sedangkan 15% tidak memiliki kompetensi tersebut (Gambar 7). Jenis subkompetensi yang terlihat cukup rendah yaitu pada melakukan komputasi lab, menampilkan data dalam bentuk grafik, tabel, dan diagram, serta interpretasi tabel, grafik dan diagram. Hal ini disebabkan ketersediaan komputer di lab untuk simulasi masih sangat terbatas.
Gambar 8 . Pencapaian kompetensi “ bekerja aman sesuai prosedur kesehatan dan keselamatan kerja di laboratorium”
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 95% mahasiswa calon guru biologi memiliki kompetensi dalam bekerja aman sesuai prosedur kesehatan dan keselamatan kerja di laboratorium, sedangkan 5% tidak Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Djohar Maknun, S.Si., M.Si
memiliki kompetensi tersebut (Gambar 8). Kompetensi pada jenis ini sudah menujukkan hal yang positif, walalupun pada subkompetensi membersihkan alat dan bahan praktikum setelah selesai pekerjaan masih diabaikan. 2. Tingkat Kinerja
Gambar 9. Persentase penilaian diri tingkat kinerja mahasiswa dalam keterampilan laboratorium
Gambar 9 memperlihatkan bahwa tingkat kinerja mahasiswa calon guru biologi dalam kompetensi “mempersiapkan bahan dan peralatan yang representatif sesuai rencana praktikum” menyatakan 61% memberikan penilaian tinggi dan kompetensi “ mengkalibrasi dan memelihara peralatan lab” menyatakan 61% penilaian dirinya mencapai tingkat menengah (sedang). Sebanyak 33% mahasiswa menyatakan tingkat kinerjanya tinggi untuk kompetensi mengoperasikan pipet. Secara umum tingkat kinerja mahasiswa calon guru biologi dalam penguasaan 6 kompetensi tersebut dalam kategori menengah (34,26%) dan tinggi (46,30%), sedangkan tingkat kinerja yang termasuk dalam kategori sangat rendah hanya 1,85% dan kategori sangat tinggi 12,96%. Pada kompetensi mengkalibrasi dan memelihara peralatan lab, serta mencatat dan memproses data menunjukkan persentase Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-139-
EVALUASI KETERAMPILAN LABORATORIUM MAHASISWA MENGGUNAKAN ASESMEN KEGIATAN LABORATORIUM BERBASIS KOMPETENSI PADA PELAKSANAAN PPL
-140-
tinggi respons mahasiswa yang menyatakan kompetensinya sedang/ menengah. Hal ini dapat dimaklumi karena faktor ketersediaan alat lab yang terbatas, sehingga mahasiswa belum sepenuhnya mengenal baik seluruh alat yang digunakan ketika praktikum. Adanya keterbatasan jumlah komputer juga menyebabkan kompetensi mahasiswa dalam pencatatan dan pemrosesan data menjadi hambatan, sehingga kompetensinya terbatas.
C. EFEKTIFITAS ASESMEN KEGIATAN LABORATORIUM BERBASIS KOMPETENSI DALAM MENGEVALUASI KETERAMPILAN LAB MAHASISWA PPL Asesmen berbasis kompetensi yang digunakan untuk mengevaluasi keterampilan lab mahasiswa cukup efektif untuk mengukur hal tersebut. Walaupun memang evaluasi ini dilakukan sebatas menggunakan instrumen tes tertulis, lisan, dan angket yang dijawab oleh mahasiswa. Kompetensi keterampilan lab yang dievaluasi meliputi: 1. Mempersiapkan bahan dan peralatan yang sesuai rencana praktikum 2. Mengkalibrasi dan memelihara perlatan lab 3. Mengoperasikan pipet 4. mengoperasikan mikroskop 5. Mencatat dan memproses data 6. Bekerja aman sesuai prosedur kesehatan dan keselamatn kerja di lab. Ke depan dengan waktu yang lebih tersedia, evaluasi keterampilan lab menggunakan asesmen berbasis kompetensi ini dapat diimplementasikan untuk penilaian psikomotorik mahasiswa, yaitu melalui demonstrasi kompetensi yang diujikan. Metode penilaian dengan cara eksperimental, observasi, studi kasus, dan memberikan umpan balik dalam evaluasi keterampilan lab akan dapat memberikan gambaran secara utuh, seberapa besar keterampilan lab dikuasai oleh mahasiswa calon guru biologi. Gambaran hasil evaluasi keterampilan lab ini dapat dikaji pada pembahasan sebelumnya. Efektifitas asesmen ini dapat ditinjau pula dari aspek sebagai berikut: lebih melatihkan keterampilan lab atau strategi kognitif, berdampak positif pada aktivitas praktikum, penguasaan konsep dan praktik, melatihkan kemandirian melaksanakan tugas, dapat menilai performance praktik, penilaian berpusat pada motorik mahasiswa, meningkatkan kualitas panduan praktikum berupa resep menjadi panduan bentuk pemecahan masalah; dinilai baik oleh praktikan. Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Djohar Maknun, S.Si., M.Si
D. KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN DARI ASESMEN KEGIATAN LAB YANG DIGUNAKAN Asesmen kegiatan lab yang digunakan memiliki keunggulan dari instrumen tes yang regular, antara lain meliputi sebagai berikut: 1. Dapat digunakan untuk melatih dan menilai kompetensi keterampilan lab. 2. Berisi keterampilan lab untuk mengembangkan metode ilmiah. 3. Berpusat pada mahasiswa. 4. Memiliki kriteria indikator kerja yang jelas dan terukur. 4. Dapat meningkatkan kompetensi keterampilan lab mahasiswa. Kelemahan dari asesmen kegiatan lab dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Diperlukan koordinasi dosen, asisten, dan laboran. 2. Asesmen ini cenderung untuk eksperimental. 3. Diperlukan penjelasan saat penggunaan alat yang rumit. 4. Diperlukan waktu ekstra untuk diujikan. 5. Diperlukan metode penilaian yang komprehensif (observasi, tertulis, lisan, demosntrasi, umpan balik). 6. Diperlukan pengetahuan dasar yang terkait dengan keterampilan lab 7. Diperlukan apsek kritis kompetensi kunci. Dipilihnya keterampilan lab dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Pertama, perlu dikembangkannya keterampilan lab mahasiswa dalam praktikum. Kedua, belum dirumuskannya ragam keterampilan lab dalam praktikum biologi oleh para ahli, sehingga perlu dilakukan rintisan dengan menganalisisnya pada materi-materi biologi. Ketiga, perlu dikembangkannya model praktikum untuk mengembangkan kompetensi keterampilan lab, khususnya dalam pembelajaran biologi. Keempat, tuntutan kebutuhan profesi guru sains yang harus memiliki kompetensi profesional dan kompetensi paedagogik di bidang laboratorium. E. FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT KETERAMPILAN LAB MAHASISWA Pengembangan keterampilan lab mahasiswa dapat berjalan dengan baik dan lancar jika didukung oleh beberapa faktor, di antaranya adalah: Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-141-
EVALUASI KETERAMPILAN LABORATORIUM MAHASISWA MENGGUNAKAN ASESMEN KEGIATAN LABORATORIUM BERBASIS KOMPETENSI PADA PELAKSANAAN PPL
-142-
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Ketersediaan dan Kejelasan Kegiatan Praktikum Kesiapan Dosen Kesiapan Asisten Kesiapan Laboran Kesiapan Mahasiswa Ketersediaan Lab, Alat dan Bahan Praktikum
Ada beberapa faktor yang dianggap sebagai penghambat/kendala terhadap pengembangan keterampilan lab mahasiswa, yaitu: 1. Keragaman Kemampuan Mahasiswa 2. Keterbatasan Waktu 3. Kerusakan dan Keterbatasan Alat Praktikum 4. Keterbatasan Sarana Penunjang Lab (rumah kaca, kebun botani, dll) 5. Gedung lab dengan kapasitas ruang yang terbatas 6. Praktikum masih banyak bersifat verifikasi, tidak investigasi 7. Panduan praktikum masih berupa model resep F. KESIMPULAN
1. Seacara umum kegiatan praktikum di Jurusan Tadris IPA Biologi IAIN Syekh Nurjati Cirebon kurang mengembangkan keterampilan laboratorium, terutama dengan kompetensi mengkalibrasi dan memelihara peralatan lab; serta mencatat dan memproses data. 2. Kompetensi keterampilan lab mahasiswa secara umum sudah termasuk ketegori sedang sampai tinggi. 3. Efektivitas asesmen yang digunakan untuk mengevaluasi keterampilan lab mahasiswa sudah cukup tinggi, karena dapat mengukur dengan jelas subkompetensi keterampilan lab yang dinilai. 4. Keunggulan asesmen yang digunakan, dapat secara rinci mengevaluasi keterampilan lab mahasiswa berdasarkan kriteria/ indikator kerja yang jelas, sedangkan kelemahannya memerlukan waktu yang ekstra dan metode penilaian yang komprehensif untuk mendapatkan data hasil evaluasi yang lebih valid. 5. Faktor-faktor pendukung untuk mengembangkan keterampilan lab mahasiswa, antara lain keberadaan lab, alat, dan bahan praktikum, dan adanya panduan praktikum, sedangkan faktor penghambat adalah keterbatasan waktu praktikum, serta kerusakan dan keterbatasan alat. Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Djohar Maknun, S.Si., M.Si
DAFTAR PUSTAKA Biemans, H., Nieuwenhuis, L., Poell, R., Mulder, M . and Wesselink, R. (2005). “Competence - based VET in the Netherlands : background and pitfalls”. Journal of Vocational Education and Training, 56 (4): 523 - 538. Burke, J.W. (1995). Competency Based Education and Training. London, New York: The Palmer Press. Callaghan, K., Hunt, G. and Windsor, J. (2006). “Issues in implementing a real competency-based training and assessment system”. Departement of Surgery, The University of Auckland, Auckland. Cheng, M.H. and Francis Cheung, W.M. (2005). “Science and Biology Assessment in Hongkong - Progress and Developments”. Journal of Biologycal Education. 40 (1): 170-177 Creswell, J.W. (2008). Educational Research: Planning, Conducting, and Evaluating Quantitative and Qualitative Research. New Jersey: Pearson Education. Deen, D. (2006). “How can nutrition education contribute to competency - based resident evaluation?”. Am. J. Clinical Nutrition: 83(4): 933S - 935S. Departemen Pendidikan Nasional (2003). Standar Kompetensi Nasional Bidang Keahlian Analis Kesehatan, Jakarta: Depdiknas. Fletcher, S. (1997). Competence - Based Assessment Techniques. London : Kogan Page Foyster, J. (1999). Getting to Grips with Competency - Based Training and Assessment, National Centre for Research and Development, Adelaide. Gibb, J. (2002). The Collection of Research Reading on Generic Skill in VET [online]. Tersedia: http://www.ncvr.edu.au.hotm. [ 17 Nopember 2008]. Hall, W. dan Saunders, J. (2004). Memahami Penilaian. Jakarta : Badan Nasional Sertifikasi Profesi. Imhanlahimi, E.O. and Aguele, L.I. (2006). “Comparing Three Instruments for Assessing Biology Teachers’ Effectiveness in the Instructional Process In Edo State, Nigeria” Journal of Social Science. 13 (1): 67-70. Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-143-
EVALUASI KETERAMPILAN LABORATORIUM MAHASISWA MENGGUNAKAN ASESMEN KEGIATAN LABORATORIUM BERBASIS KOMPETENSI PADA PELAKSANAAN PPL
-144-
NRC. (1996). National Science Education Standars. Washington, DC: National Academy Press. NSTA. (1998). Standards for Science Teacher preparation. NSTA in Collaboration with the Association for the Education of Teachers in Science. VEETAC (1993), Framework for the Implementation of Competency - Based Vocational Education and Training System, VEETAC, Canberra. Yap Yip, D. and Cheung, D. (2005). ”Teachers’ Concerns on School Based Assessment Of Practical Work”. Journal of Biological Education. 39 (4): 364-371
Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
MODEL PENGEMBANGAN NILAI-NILAI BUDAYA ORGANISASI PADA SEKOLAH BERPRESTASI ( Studi Deskriptif Analisis di MAN 3 Kota Cirebon )
v Drs Yayat Suryatna, M.A. Abstrak Dari sudut anggota secara kelompok, nilai-nilai budaya organisasi akan memberikan arah (direction) dalam menemukan cara-cara untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam hal ini budaya organisasi dapat memberikan pengaruh positif atau negatif, tergantung kecocokan (compatible) atau tidaknya budaya tersebut dengan perkembangan lingkungan internal maupun eksternal. Selain itu, budaya organisasi yang tersebar merata pada semua anggota organisasi, akan memberikan citra mengenai lembaga tersebut di mata customer. Secara individual, nilai-nilai budaya organisasi yang meresap dengan kuat pada masing-masing anggota, akan menumbuhkan komitmen, sebagaimana dicontohkan suatu sekte keagamaan dapat mempengaruhi pengikutnya untuk melakukan bunuh diri secara suka rela. Komitmen di sini diartikan sebagai suatu kondisi di mana anggota organisasi memberikan kemampuan dan loyalitas tertingginya kepada organisasi, yang dengan itu mereka mendapatkan kepuasan. (Hodge and Anthony, 1988:484). Berdasarkan pengaruh nilai budaya organisasi, baik terhadap individu maupun kelompok, maka dapat diprediksi bahwa sekolah-sekolah yang berprestasi memiliki nilai-nilai budaya yang mendukung terhadap prestasi sekolahnya. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Tujuan penggunaan pendekatan ini adalah ingin memotret nilai-nilai budaya organisasi yang dikembangkan oleh MAN 3 Cirebon dalam upaya mencapai prestasi sekolah secara baik. Hasil penelitian menemukan bahwa sekolah berprestasi dikembangkan dengan nilai perjuangan dimana motivasi para penyelenggara dari mulai kepala sekolah, guru-guru, staf sampai penjaga sekolah, bekerja tidak semata-mata calculatif –remunerative, sehingga mendorong kinerja yang tinggi. Di samping itu, sekolah berprestasi menghargai setiap warga sekolah yang berprestasi, yang didukung oleh semangat kompetisi sehingga semua fihak terdorong untuk menunjukkan performansi kerja yang tinggi. Kesimpulan hasil penelitian menyatakan bahwa prestasi yang diraih oleh MAN 3 Cirebon merupakan hasil perpaduan antara kemampuan profesional dengan pengembangan nilai-nilai budaya organisasi yang mendorong semangat mengejar prestasi. Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-145-
MODEL PENGEMBANGAN NILAI-NILAI BUDAYA ORGANISASI PADA SEKOLAH BERPRESTASI ( STUDI DESKRIPTIF ANALISIS DI MAN 3 KOTA CIREBON )
-146-
Keywods: organizational culture, cultural values, developing motivation, prestation achievement
A. LATAR BELAKANG Proses pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu proses pemberdayaan yaitu proses mengungkapkan potensi yang ada pada manusia sebagai individu, yang selanjutnya dapat memberikan sumbangan kepada masyarakat lokal sampai kepada masyarakat global. Fungsi pendidikan demikian bukan hanya menggali potensi pendidikan yang ada di dalam diri manusia, tetapi juga manusia itu dapat mengontrol potensi yang telah dikembangkannya agar dapat bermanfaat bagi peningkatan kualitas hidup manusia sendiri. Pendidikan merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Melalui tujuan pendidikan nasional yang terdapat dalam Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional, pemerintah berupaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia yang seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kepada masyarakat dan bangsa. Untuk mencapai tujuan tersebut, banyak hal yang saling berkaitan selain komponen-komponen yang memang terdapat dalam sistem pendidikan itu sendiri. Salah satu komponen penting untuk mencapai tujuan pendidikan nasional adalah peran kepala sekolah. Keberhasilan dalam upaya mewujudkan sekolah berprestasi merupakan tanggungjawab bersama seluruh warga sekolah dengan dikomandani oleh kepala sekolah. Pengembangan kinerja guru, staf, sampai penjaga dan pemberian motivasi berprestasi kepada siswa harus senantiasa ditumbuhkembangkan hingga menjadi budaya organisasi pada sekolah tersebut. Dengan demikian penciptaan iklim yang kondusif pada tataran pembelajaran bukan hanya mengedepankan aspek profesionalisme tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah menanamkan nilai-nilai budaya oeganisasi sekolah yang kondusif bagi terwujudnya tujuan pendidikan dan sekolah berprestasi. Kondisi itulah yang tampaknya dikembangakan pada MAN 3 Cirebon sehingga menarik untuk diteliti. Dengan judul penelitian” MODEL PENGEMBANGAN NILAI-NILAI BUDAYA ORGANISASI PADA SEKOLAH Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Drs Yayat Suryatna, M.A.
BERPRESTASI ( Studi Deskriptif Analisis di Madrasah Aliyah Negeri 3 Kota Cirebon )
B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka secara operasional lingkup masalah penelitian ini dapat dirumuskan ke dalam pertanyaan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah profil Madrasah Aliyah Negeri 3 Cirebon? 2. Bagaimanakah gambaran keadaan fisik, lingkungan dan fasilitas sekolah tersebut? 3. Bagaimanakah gambaran perilaku warga sekolah yang mencerminkan nilai-nilai budaya organisasi sekolah berprestasi?
C. TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui Profil MAN 3 Cirebon 2. Mengetahui gambaran keadaan fisik, lingkungan dan fasilitas sekolah tersebut 3. Mengetahui gambaran perilaku warga sekolah yang mencerminkan nilai-nilai budaya organisasi sekolah berprestasi D. MANFAAT PENELITIAN Manfaat penelitian ini dapat bersifat teoritis dan praktis. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan yang didukung data empirik tentang peran penting nilai-nilai budaya organisasi bagi pencapaian prestasi sekolah.. Sedangkan manfaat praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat ; 1) memberikan gambaran dan informasi secara faktual tentang prestasi MAN 3 Cirebon; 2) memberikan gambaran dan informasi secara faktual tentang model pengembangan nilai-nilai budaya organisasi yang dikembangkan oleh MAN 3 Cirebon dalam meraih prestasi sekolah.
E. SIGNIFIKANSI ( KEUTAMAAN ) PENELITIAN Penelitian ini dianggap penting sebab pendidikan berbasis nilai budaya oprganisasi merupakan salah satu domain atau kawasan dari tiga domain pendidikan yaitu afektif (nilai, sikap,moral,akhlak, Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-147-
MODEL PENGEMBANGAN NILAI-NILAI BUDAYA ORGANISASI PADA SEKOLAH BERPRESTASI ( STUDI DESKRIPTIF ANALISIS DI MAN 3 KOTA CIREBON )
-148-
motivasi, kompetisi,prestasi). Pentingnya pendidikan pada domain afektif ini semakin menguat dan semakin disadari oleh para pakar pendidikan, praktisi pendidikan, masyarakat dan pemerintah. Salah satu sebab mengapa domain pendidikan ini penting, karena diduga rendahnya prestasi akademik yang dicapai peserta didik salah satu penyebabnya adalah rendahnya budaya kompetisi dan prestasi. Berkaitan dengan hal tersebut, maka pengembangan dan penelitian dalam aspek nilai-nilai budaya organisasi bagi pencapaian prestasi menjadi penting.
F. KERANGKA TEORI DAN PREMIS PENELITIAN Penelitian ini dilandasi oleh kerangka berfikir sebagai berikut. Budaya organisasi merupakan faktor penting yang mempengaruhi prestasi sekolah disamping faktor-faktor lainnya yang bersifat kuantitatif (hard). Budaya organisasi sekolah yang bersifat soft terdiri atas dua unsur, yaitu hal-hal yang tidak nampak(intangible), dan hal-hal yang teramati (tangible). Unsur yang tidak tampak berupa filosofi, ideologi, keyakinan dan nilai-nilai. Sedangkan unsur yang teramati berwujud hal-hal yang bersifat konseptual,behavioral dan fisik material. Budaya organisasi itu sendiri , tidak dapat dilepaskan dari pengaruh agama, budaya masyarakat, serta birokrasi pendidikan dimana sekolah itu berada. Selain kerangka pemikiran di atas, penelitian ini juga didasarkan premis-premis sebagai berikut: 1. Premis Tentang Sekolah meliputi : a. Sekolah sebagai organisasi, adalah sebuah sistem yang melakukan transformasi terhadap raw input(peserta didik), instrumental input (kurikulim,guru,guru, biaya,saran,dan sebagainya), dan environmental input (lingkungan), melalui proses pengajaran,bimbingan dan latihan, untuk menghasilkan output(lulusan),yang memiliki seperangkat pengetahuan,sikap dan keterampilan tertentu yang dirumuskan sebagai tujuan sdekolah. oleh karena itu semua kegiatan yang dilakuakan oleh warga sekolah semestinya terarah pada pencapaian tujuan tersebut. b. Sekolah dapat dipandang sebagai sebuah”industri jasa”, berupa layanan pendidikan (pengajaran ,bimbingan dan latihan) terhadap peserta didik, yang dibutuhkan oleh peserta didik itu sendiri, orang tua mereka, pengguna lulusan,dan pemerintah atau masyarakat Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Drs Yayat Suryatna, M.A.
dalam arti luas,sehingga sekolah dituntut untuk dapat memenuhi standar dan memberikan kepuasan kepada para customers tersebut. c. Sekolah merupakan bagian dari sitem sosial-budaya yang lebih luas,dengan tugas dialektikal,yaitu di satu sisi sebagai media pewarisan budaya, dan di sisi lain sebagai pembaharu terhadap budaya yang ada ( agent of change). d. Penilaian terhadap pencapaian yang dihasilkan sekolah, tidak hanya dilihat dari segi kualitas, yang berarti pencapaian standar. Tujuan dan kepuasan customers, namun juga dari sisi kompetitif dan komperatif dengan sekolah lain, yang secara kumulatif disebut dengan prestasi sekolah. 2. Premis Tentang Budaya Organisasi Sekolah: a. sebagai sebuah orgaynisasi, setiap sekolah memiliki budaya yang unik, ang terbangun atas interaksi atas nilai –nilai yang dibawa oleh masing-masing individu, terutama para tokoh atau pemimpinnya(individual values), dengan niali-nilai masyarakat (societal values)' yang pada akhirnya membentuk nilai organisasi(organizational values) sebagai inti dari budaya sekolah. b. Filosofi dan nilai budaya organisasi sebagai dimensi manusiawi(the human side of organization) dalam budaya organisasi sekolah yang tidak dapat ditangkap secara langsung melalui panca indera(intangible),adalah merupakan faktor determinatif terhadap kinerja individu warga sekolah. c. Sekolah sebagi suatu instansi, memiliki fisi dan misi,tujuan, kurikulum,kebijakan,aturan dan berbagai kerangka konseptual lainnya, yang dirumuskan atas dasar filosofi dan nilai-nilai yang diyakini. d. Perilaku warga sekolah, baik dalam bersikap, bertutur kata, bekerja maupun berinteraksi dengan orang lain, tidak terlepas darifilosofi dan nilai-nilai yang dikembangkan sekolah,serta berbagi konsepsi yang dirumuskan. G. SISTEMATIKA LAPORAN PENELITIAN Laporan penelitian ini disusun dalam 5 bab dengan sistimatika sebagai berikut : Bab satu, merupakan bagian pendahuluan yang Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-149-
MODEL PENGEMBANGAN NILAI-NILAI BUDAYA ORGANISASI PADA SEKOLAH BERPRESTASI ( STUDI DESKRIPTIF ANALISIS DI MAN 3 KOTA CIREBON )
-150-
memuat latar belakang masalah, okus permasalahan,tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka penelitian, serta sistimatika laporan. Bab dua, kajian pustaka, menguraikan tentang budaya organisasi,sekolah sebagai organisasi,budaya organisasi sekolah, dan sekolah berprestasi, serta hubungan unsur-unsur budaya organisasi dengan prestasi sekolah. Bab tiga, memaparkan metode dan prosedur penelitian, berisi: pendekatan, rancangan dan metode penelitian, tahap-tahap penelitian: tehnik pengumpulan data; analsis data; dan kredibilitas; dependabilitas serta konfirmabilitas data. Bab empat, paparan data penelitian mengenai profil madrasah berprestasi dan budaya organisasi yang ada di dalamnya.pemaparan dilakukan pada setiap kasus secara individu. Di bab empat pula paparan hasil penelitian, berupa analisis dan pembahasan yang meliputi dua hal pokok yaitu profil Madrasah Aliyah 3 berprestasi,dan budaya organisasi Madrasah Aliyah yang berkembang pada Madrasah tersebut. Selanjutnya bab lima (terakhir) memuat kesimpulan dari penelitian ini, implikasi dari temuan tersebut, dilanjutkan dengan saran-saran. H. METODE PENELITIAN
1. Pendekatan Penelitian yang Digunakan Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yang sering disebut juga pendekatan penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting) dan data yang terkumpul dianalisis lebih bersifat kualitatif. Menurut Nasution (1996 : 67) pendekatan kualitatif naturalistik diarahkan untuk mengamati manusia dan kelompoknya dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi, berusaha untuk memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya. Oleh karena itu, peneliti berperan juga sebagai instrumen penelitian artinya peneliti menjadikan diri sendiri sebagai alat atau sarana penelitian. Dengan pendekatan tersebut diharapkan dapat mengungkap secara mendalam mengenai fenomena-fenomena yang terjadi dan ditemukan berdasarkan perspektif partisipan yaitu perspektif individu-individu di MAN 3 Kota Cirebon, sehingga dapat diketahui secara menyeluruh peningkatan mutu hasil belajar melalui proses pengembangan pembelajaran mata pelajaran berbasis nilai keagamaan dan kemampuan profesional guru. Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Drs Yayat Suryatna, M.A.
Penelitian ini lebih menitikberatkan pada pengkajian suatu proses dan fenomena yang saling berhubungan. Karenanya pendekatan utama yang digunakan adalah pendekatan kualitatif naturalistik. gasumsikan realitas sebagai berlapis-lapis, interaktif dan suatu pengalaman sosial bersama sebagaimana ditafsirkan individu. Penelitian kualitatif percaya bahwa realitas adalah suatu konstruksi sosial, yaitu bahwa individu atau kelompok memperoleh atau memberi makna pada entitas tertentu, seperti peristiwa, orang, proses atau objek. Orang membentuk konstruksi agar memahami semua entitas tersebut dan mereorganisasi konstruksi sebagai sudut pandang persepsi dan system kepercayaan. Dengan kata lain persepsi orang adalah apa yang mereka anggap ril dan yang mengarahkan tindakan, pikiran dan perasaan mereka. Penelitian ini lebih di arahkan pada desain penelitian studi kasus, karena analisis datanya dipusatkan pada satu fenomena guna memahaminya secara mendalam dengan tidak menghubungkan pada angka-angka. (MicMillan dan Schumacher, 2001: 398). Dalam penelitian ini, semua data yang secara langsung atau tidak langsung relevan dengan kasus tersebut dikumpulkan dan data yang telah diperoleh itu disusun sedemikian rupa sehingga mencerminkan corak sebagai sebuah kasus.
2. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini terbagi dalam dua katagori yaitu sumber data primer dan sumber data skunder. Sudjana (2006: 174) mengatakan bahwa: Berdasarkan sumbernya, data dapat diklasifikasi menjadi data berupa manusia, flora dan fauna, benda, dan perbuatan atau kegiatan. Data yang terdiri atas manusia meliputi seseorang, kelompok, atau komunitas. Data flora dan fauna mencakup tumbuh-tumbuhan dan hewan. Data berupa benda dapat meliputi benda alam (mineral, sungai, tanah, sinar matahari), benda buatan manusia (social artifacts) seperti buku, alat, fasilitas, benda seni, alam buatan (bendungan, pemukiman, jalan, pasar), dan sebagainya. Data yang berupa perbuatan adalah aktivitas atau kegiatan, performansi, perilaku, proses pembelajaran, dampak program bagi masyarakat, dan sebagainya. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah guru sebagai pendidik di MAN 3 Kota Cirebon dan siswa sebagai subjek didik. Informasi yang digali berupa kegiatan pengembangan pembelajaran Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-151-
MODEL PENGEMBANGAN NILAI-NILAI BUDAYA ORGANISASI PADA SEKOLAH BERPRESTASI ( STUDI DESKRIPTIF ANALISIS DI MAN 3 KOTA CIREBON )
-152-
mata pelajaran berbasis nilai keagamaan dan kemampuan profesional guru dalam proses pembelajaran, dan objek penelitian meliputi seluruh tahapan kegiatan proses pembelajaran. Aktivitas pendidikan ini dalam situasi dan kondisi yang wajar dan apa adanya. Subjek penelitian ini adalah guru dan siswa. Guru sebagai subjek karena kedudukannya di sekolah sebagai penanggung jawab terhadap pendidikan anak/ siswa. siswa sebagai subjek karena ia yang dikenai pendidikan atau penerima pendidikan. Di samping itu orang tua dan anak dalam situasi pendidikan mengadakan jalinan interaksi timbal balik. Sumber data sekunder berupa dokumen-dokumen yang mendukung terhadap tujuan penelitian, baik itu berupa dokumen resmi maupun dokumen yang tidak resmi. Data sekunder ini digunakan untuk mendukung dan menguji keabsahan data yang diperoleh dari subjek utama. 3. Teknik Pengumpulan Data Tehnik pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengamatan dan wawancara dengan memperhatikan pokok masalah penelitian. Observasi dilakukan sebelum wawancara dan juga selama wawancara berlangsung. Data kualitatif diperoleh melalui wawancara bebas sejumlah informan, informan pangkal, informan kunci maupun informan tambahan. Wawancara kepada informan dimaksudkan untuk memperoleh atau mendapatkan keterangan data dari para individu tertentu untuk keperluan informasi (Koentjaraningrat, 1992: 130). Wawancara mendalam (in depth interview) dilakukan dengan informan, dan menggunakan pedoman wawancara semi struktur agar pengumpulan data itu bisa terarah. Berdasarkan masalah dan tujuan ini, maka dalam pengumpulan data digunakan tiga teknik berikut: 1.) Pengamatan, digunakan untuk mengamati dan mencatat gejala dari peristiwa yang berhubungan dengan masalah penelitian. Tehnik ini digunakan untuk mengamati perilaku guru dan siswa, dalam upaya pengembangan pembelajaran mata pelajaran berbasis nilai keagamaan dan kemampuan profesional guru dalam proses pembelajaran. 2.) Wawancara mendalam, yaitu suatu cara yang digunakan untuk menggali dan mengumpulkan data yang berhubungan dengan masalah dan tujuan penelitian dari informasi yang telah ditentukan (informan pangkal, informan pokok dan informan biasa). Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Drs Yayat Suryatna, M.A.
Dalam melakukan wawancara, peneliti menggunakan pedoman wawancara agar masalah yang ingin diperoleh dari wawancara atau berkaitan dengan fokus penelitian ini. Dalam melakukan wawancara dengan informan, peneliti menggunakan alat perekam (radio kaset), agar informasi yang diperoleh bisa diterangkan semua dan menghindari data tidak ada yang terlupakan. 3.) Dokumentasi, yaitu suatu teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data sekunder dari sekolah, dinas pendidikan, hasil penelitian sebelumnya, dan sumber lainnya yang mendukung tujuan penelitian, serta berupa gambar atau photo kegiatan proses pembelajaran di sekolah.
4. Teknik Analisis Data. Data hasil penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif ini, dianalisis secara langsung setelah data diperoleh dari hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan, sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian. Menurut Usman (2000: 86) : “Ada berbagai cara untuk menganalisis data, tetapi secara garis besarnya dengan langkah-langkah sebagai berikut : (1) reduksi data, (2) display data, (3) pengambilan kesimpulan dan verifikasi”. Reduksi data diartikan sebagai pemilihan, pemusatan perhatian pada proses penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar dari catatan-catatan lapangan. Data yang sudah direduksi tersusun dalam kategori-kategori. Kategorisasi adalah pengelompokkan ke dalam kategori yang disusun atas dasar pikiran, intuisi, pendapat, atau criteria tertentu. Dalam proses kategorisasi dilakukan pengelompokkan (satuan-satuan) ke dalam bagian isi yang secara jelas berkaitan. Untuk menghindari tumpang tindih dan ambiguitas maka dilakukan pemeriksaan setiap kategori. Ketika peneliti menelaah data-data, baik data mentah yang terdiri atas catatan lapangan, transkrip wawancara, dokumen tertulis,dokumen foto, dan lainnya maupun data yang sudah dihaluskan dalam bentuk satuan-satuan, kategorisasi, sudah dikoding, peneliti menangkap dan menemukan tema-tema dan hipotesis-hipotesis. Peneliti membuat rumusan-rumusan hipotesis yang melukiskan kaitan-kaitan antara kategori/tema/varibel satu dengan kategori/ tema/variabel lainnya. Display data adalah proses setelah hipotesis-hipotesis diformulasikan, dilanjutkan dengan analisis berdasarkan hipotesis. Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-153-
MODEL PENGEMBANGAN NILAI-NILAI BUDAYA ORGANISASI PADA SEKOLAH BERPRESTASI ( STUDI DESKRIPTIF ANALISIS DI MAN 3 KOTA CIREBON )
-154-
Peneliti memasukkan data yang sudah di kategorikan dan dikode, ke dalam rumusan hipotesis-hipotesis. Proses pemasukkan/ pemasangan data dalam hipotesis-hipotesis ini untuk menemukan apakah hipotesis-hipotesis tersebut didukung atau tidak didukung oleh data. Ada kalanya, dalam analisis berdasarkan hipotesis ini, peneliti mengubah, menggabungkan, bakhan membuang hipotesis. Di samping itu, peneliti berupaya mencari dan mencermati, kemudian memasukkan kasus-kasus yang menyimpang ke dalam rumusan hipotesisi tertentu. Meskipun kasus yang menyimpang ini tampaknya tidak mendukung hipotesis, namun sangat berguna untuk memberikan penjelasan tandingan, dan menunjukkan kelemahan dari apa yang dianggap benar. Proses analisis data dilakukan secara bertahap dan senantiasa terbuka untuk penyempurnaan berdasarkan data baru. Proses analisis data dilakukan secara terus menerus sejak peneliti memauki lapangan (termasuk ketika studi pendahuluan) pada semester pertama tahun akademik 2009-2010 sampai kegiatan penelitian berakhir. Kegiatan analisis dan pengumpulan data itu sendiri merupakan proses siklius dan interaktif. Peneliti terus bergerak di antara empat tahap, yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penyimpulan /verifikasi. Penyajian data merupakan sekumpulan informasi yang tersusun dan memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data ditampilkan dalam bentuk teks naratif. Penyimpulan mengacu kepada pencarian arti dan pemaknaan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat, dan proposisi. Kesimpulan sementara itu kemudian diverifikasi selama peneliti berlangsung. Makna-makna yang muncul diuji kebenarannya, kekokohannya, kecocokannya sehingga kredibel/valid. 5. Pengecekan Keabsahan Data Untuk mendapatkan keabsahan data lapangan diperlukan pengujian data. Tahap ini dilakukan untuk mengecek kembali kredibilitas infomasi atau data yang telah dikumpulkan. Baik dari hasil observasi maupun hasil wawancara yang telah dikumpulkan pada tahap eksplorasi terpusat. Seluruh data atau informasi yang menggambarkan kegiatan pembinaan kemampuan profesionalisme guru MAN 2 Cirebon sesuai dengan aspek-aspek yang diteliti Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Drs Yayat Suryatna, M.A.
kemudian dipelajari kembali, selanjutnya dikomunikasikan kepada responden penelitian. Tahap eksplorasi dan memberchek ini bersifat siklus, yakni informasi atau data yang dikumpulkan selalu diperbaiki, disempurnakan dan dimantapkan sehingga kebenarannya dapat ditingkatkan. Kriteria yang digunakan dalam pengecekan data adalah, (1) kekredibilitasan data dengan jalan; perpanjangan waktu di lapangan, strategi multi metode, catatan ucapan partisipan, pengamatan yang cermat, melakukan triangulasi, pemeriksaan dengan teman sejawat, mengumpulkan referensi dari bebagai sumber, (2) keteralihan, (3) ketergantungan dan kepastian hasil penelitian (Djuwita, 2005: 98). Lebih lanjut untuk memantau pengaruh kuat subjektivitas adalah dengan memelihara, ”peer debriefer, field long, field journal, ethical consideration recorded, audibility, formal corraboration of initial findings” (McMillan: 2001: 412-413). Untuk mengetahui keabsahan data, menurut Muhajir (1990: 186) digunakan dua konsep, yaitu (1) indeksikalitas, yaitu adanya keterkaitan makna kata dan perilaku pada konteksnya, (2) refleksikalitas yaitu adanya tata hubungan atau tata susunan sesuatu dengan atau dalam sesuatu yang lain. Setelah tahap ini dilakukan, kemudian disusun hasil penelitian dalam bentuk final.
I. HASIL PENELITIAN Berdasarkan penelitiann yang telah dilakukan peneliti, maka ditemukan data-data sebagai berikut: 1. Adanya semangat di kalangan warga Madrasah Aliyah Negeri 3 Cirebon untuk menghilangkan stigma sekolah Islam itu kumuh, ketinggalan zaman dan mutunya di bawah sekolah yang dikelola Kemendikbud. 2. Pendirian MAN 3 Cirebon disemangati juga oleh julukan kota Cirebon sebagai kota wali. Hal itu menumbuhkan semangat berjuang pada diri para guru dan pengelola sekolah. 3. Kesadaran dan niat pengabdian demi syiar Islam yang dimiliki oleh para guru MAN 3 Cirebon sangat kuat sehingga membuat mereka bekerja menjadi lebih baik karena mereka bukan hanya bertujuan mencari imbalan material semata tetapi juga semangat dakwah Islam bagi generasi muda muslim. 4. Eksistensi sekolah Islam yang pada awalnya banyak “diragukan”, menumbuhkan motivasi para guru untuk menunjukkan eksistensi dan Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-155-
MODEL PENGEMBANGAN NILAI-NILAI BUDAYA ORGANISASI PADA SEKOLAH BERPRESTASI ( STUDI DESKRIPTIF ANALISIS DI MAN 3 KOTA CIREBON )
-156-
prestasi sehingga mereka terdorong untuk bekerja keras. 5. Semangat untuk “berlomba dalam kebaikan” dengan sekolah milik agama lain, mendorong semangat para guru untuk bekerja keras sehingga prestasi sekolah tidak tertinggal jauh dengan sekolah lain. 6. Tingginya minat umat Islam untuk memasukkan anaknya ke sekolah ini, memungkinkan sekolah untuk menyeleksi calon siswa yang memiliki potensi dan kesiapan belajar yang tinggi, sehingga out put yang dihasilkan juga berkualitas. 7. Komunikasi yang baik antara Madrasah dengan orang tua dan pengurus Komite Sekolah memungkinkan sekolah tetap berjalan dengan baik dan dapat memperoleh dukungan serta sumber daya yang dibutuhkan. 8. Model pembelajaran agama yang melibatkan orang tua di dalam keluarga, menjadikan penguasaan keagamaan siswa lebih baik dibanding dengan siswa sekolah lainnya. 9. Kuatnya iman dan penghayatan agama yang dimiliki oleh para pengelola sekolah, menebarkan cinta kasih kepada segenap warga dan lingkungan sekolah, sehingga memunculkan ketulusan dalam berkarya dan menghadapi siapa saja yang datang di sekolah ini. 10. Perhatian terhadap masing-masing individu siswa, yang diwujudkan dalam bentuk perlakuan sesuai dengan kemampuan belajarnya, menimbulkan kenyamanan pada siswa sehingga mereka sama-sama merasakan mendapatkan pelayanan dari para guru. 11. Ketersediaan fasilitas dan kemudahani akses penggunaannya oleh siswa, meliputi: PPPK di setiap kelas, layanan perpustakaan, konsultasi, komputer, sampai penggunaan telepon di ruang kepala sekolah dan sebagainya, menimbulkan kesan bahwa kepentingan siswa merupakan hal yang diprioritaskan oleh sekolah. 12. Siswa dengan berbagai latar belakang mendapatkan perlakuan yang sama, sehingga potensi semua siswa dapat berkembang dan memberikan kontribusi terhadap prestasi sekolah. 13. Kepala sekolah selalu berprasangka baik kepada para guru, sehingga para guru tidak merasa selalu diawasi dalam bekerja, sehingga menumbuhkan keikhlasan yang muncul dari dalam, dan bukan keterpaksaan. 14. Komunikasi yang baik antara sekolah dengan orang tua, menjadikan orang tua memiliki kesadaran akan tanggung jawabnya membimbing anak belajar selama di rumah. 15. Eksistensi sebagai madrasah berprestasi disadari sepenuhnya Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Drs Yayat Suryatna, M.A.
oleh seluruh warga sekolah: kepala sekolah, guru, siswa, dan orang tua siswa dan senantiasa disampaikan pada berbagai kesempatan, sehingga membentuk citra diri pada setiap individu sebagai yang terbaik. 16. Citra diri sebagai yang terbaik atau unggul yang senantiasa dikomunikasikan, pada akhirnya tertanam dalam kesadaran warga madrasah sehingga menumbuhkan semangat dan motivasi yang tinggi. Demikianlah proposisi-proposisi yang dapat dirumuskan melalui proses induksi-konseptual berdasarkan temuan data empiris di MAN 3 Cirebon. Dalam rumusan proposisi di atas, dapat ditemukan enam nilai inti (core values) dalam budaya organisasi sekolah ini, yaitu: nilai cinta kasih, nilai pelayanan, nilai keadilan, nilai pemberdayaan, nilai kualitas, nilai kedisiplinan, : nilai keunggulan (excellence), nilai prestasi dan persaingan, nilai efektivitas, dan nilai kebersamaan,. Kelima nilai tersebut akan dianalisis lebih lanjut pada bab berikut. DAFTAR PUSTAKA
Abdullah,Taufik,1982). Agama, Etos Kerja dan Pembangunan, Jakarta: LP3ES Bagdan R.C. & Biklen,S.K.(1998), Qualitative Research for Education:An Introduction to Theory and Methods, London : Allyn and Bacon,Inc. McPherson,R.B, Crowson,R.L, & Pitner, N.J.(1986), ManagingUncertaint y:Administartive Theory and Practice in education,Columbus,Ohio: Charles E,Merrill Pub.Co. Caldwell and Spinks (1993), Leading The Self-managing School: London : The Falmer. Press. Cruickshank, D.R. (1980). Teaching is Tough, Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall,Inc. Depdiknas, (2001). Manajemen Peningkatan Mutu berbasis Sekolah : Buku 1 Konsep dan Pelaksanaan. Jakarta : Dirjen Dikdasmen. Guba, E.G.& Lincoln, Y.S. (1981),Effective Evaluation : Improving the Usefulness of Evaluation Result Trough Responsive and naturalistic Approaches, San Francisco,California: Jossey-Bass Inc..,Publishers. John, Morphet and Alexander,(1984), The Economic and Financing Of Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-157-
MODEL PENGEMBANGAN NILAI-NILAI BUDAYA ORGANISASI PADA SEKOLAH BERPRESTASI ( STUDI DESKRIPTIF ANALISIS DI MAN 3 KOTA CIREBON )
-158-
Education, New Jersey :Prentice Hall. Mifflen, F.J.& Mifflen, S.C.(1986), Sosiologi Pendidikan, Bandung: Tarsito Meleong, L. J. (1986), Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya. Madjid,Nurcohlish(1992), Islam Doktrin dan Peradaban, Jakarta:Paramadina. Madjid,Nurcohlish (1997), Tradisi Islam: Peran dan Fungsinya dalam Pembangunan di Indonesia, Jakarta : Paramadina. Owen,R.G.(1995), Organizational Behavior in Eduagion, Boston: Allyn and Bacon. Sallis, Edward (1993), Total Quality Management in education, London : Kogan Page Lmt. Suryadi, Ace.(1998), Permasalahan dan Tantangan Pembangunan Pendidikan, Jurnal Pendidikan No.4 Th.XVII. IKIP Bandung. Suryadi, Ace dan Tilaar, HAR.(1998), Analis kebijakan Pendidikan: Suatu Pengantar, Bandung Rosda Karya. Wahab, Abdul Azis dan Dedi Supriadi, (Ed). (1998), On Public and Private School: Which One Is Better ?, Bandung : PPS IKIP Bandung. Wahab, Abdul Azis.(Ed). (1997), Educational Manajement, Bandung: PPS IKIP Bandung Wahab, Abdul Azis. (1999), Sistem Sekolah Unggul, Makalah disajikan pada Semiloka Studi Sekolah Unggulan di Lingkungan Paguyuban Pasundan, tanggal 8 Mei 1999.
Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
EVALUASI MODEL PEMBINAAN KEAGAMAAN DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP NEGERI 4 KOTA CIREBON v Rina Rindanah, M.Pd
Abstrak This research is a case study of SMP Negeri 4 Cirebon, aims to determine the model of religious guidance in improving the quality of Islamic education. The methods used were interviews, observation and document study. The data source consists of primary sources that PAI teachers, principals and guidance counselor of religious activities, while the secondary source is literature. The results of this research are first, a model of religious formation at the sites using regular activities include: wearing muslim/muslimah wear, before learning to read the Koran, prayer dluha at rest, pray noon prayers, Friday prayers in school, study womenhood on Friday, practice between habituation shake hand of friends and kiss the hands of the teachers, the practice of greeting each other everywhere they passed, reading Yasin every Friday morning, held a contest on religious holy days of Islam, practice Islam preaching activities (Rohis), pesantren lightning activity in the month of Ramadan and credible form of social service on the anniversary of Eid Adlha. Second, these activities can be carried out routinely by the supporting factors, among others: the mosque as a religious practice of good space, 4 teachers who are highly motivated religious counselors, the implementation of reward and punishment system, support all teachers to encourage students to actively religious activism, collaboration between teacher guidance and teachers of Islamic education, the rule duty of every student to participate in religious activities, parent involvement cares in receipt of reports on the activities, support for parents, schools and care to underprivileged children for religious activities. Inhibiting factors, among others: the material has not been packaged in the form of adequate modules, instructional media still modest, the number of teachers are not proportional to the number of students, the lack of a firm figure, and there are some parents who still misunderstand religious activities in the school. Third, the response of the parents as a credible form of religious support group at the school include: asking religious activities, fun with religious activities, want their children to follow all credible form of religious support and provide facilities for religious activities, and remind her to always pray and courteous toward others . Keyfactors: islamic education, islamic religious guidance, religious guidance Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-159-
EVALUASI MODEL PEMBINAAN KEAGAMAAN DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP NEGERI 4 KOTA CIREBON
-160-
A. PENDAHULUAN Sistem Pendidikan Nasional Indonesia merumuskan bahwa pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa. Peradaban yang hendak dibangun atas pelaksanaan pendidikan dimaksud diwujudkan melalui pembentukan bangsa yang bermartabat. Hal ini tercermin dari tujuan pendidikan nasional yang menyebut bahwa pendidikan di Indonesia dimaksudkan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.1 Fungsi dan tujuan pendidikan nasional di atas tampak sudah memenuhi persyaratan ideal. Pendidikan nasional Indonesia memiliki karakter khusus untuk membentuk peserta didik agar memiliki kepribadian yang utuh.2 Kepribadian yang utuh itu akan menjadi modal dasar bagi keberlangsungan hidup bangsa. Namun tujuan ideal di atas, tampaknya berbeda dalam tataran realitas di lapangan. Banyak fakta bahwa pendidikan di Indonesia justru sering menunjukkan kegagalannya, dibandingkan dengan keberhasilannya, khususnya dalam konteks pembentukan kepribadian siswa. 3 Fakta di lapangan menunjukkan bahwa dekadensi moral di kalangan remaja dan anak didik, justru semakin marak. Misalnya, penggunaan narkoba dan penyalagunaan obat-obat terlarang, pornografi yang diiringi dengan kebiasaan pergaulan bebas sangat gampang ditemukan kasusnya di kalangan siswa. Belum lagi kalau berbicara tentang rentannya tawuran dan perkelahian yang dilakukan para pelajar dan mahasiswa yang notabenenya mereka memikul tanggung jawab kebangsaan sebagai generasi pelanjut. 4 Para pengamat sosial dan pengamat pendidikan, sebagaimana 1 Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sitem Pendidikan Nasional, Pasal 3 2 Kepribadian yang utuh sebagaimana disebutkan Imam Suprayogo dengan istilah manusia utuh adalah manusia yang dapat mengembangkan berbagai potensi positif yang ada pada dirinya. Imam Suprayogo, Pendidikan Berparadigma Al Qur’an Pergulatan Membangun Tradisi dan Aksi Pendidikan Islam. Malang: Aditiya Media bekerja sama dengan UIN Malang Press, 2004. Cet, ke-1. h 15. 3 A. Sanusi. Pendidikan Alternatif: Menyentuh Aras Dasar Persoalan Pendidikan dan Kemasyarakatan. Bandung: PPS IKIP, 1998. h 39 4 Syamsu Yusuf LN. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000. h 57. Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Rina Rindanah, M.Pd
dikemukakan Zubaedi,5 menjelaskan bahwa terjadinya krisis moral seperti sekarang ini terjadi bersumber dari kesalahan lembaga pendidikan Nasional yang dianggap belum optimal dalam membentuk kepribadian peserta didik. Lembaga pendidikan di Indonesia dinilai menerapkan paradigma partialistik karena memberikan porsi sangat besar untuk transmisi pengetahuan, namun melupakan pengembangan sikap, nilai dan perilaku dalam pembelajarannya. Dimensi sikap juga tidak menjadi komponen penting dari proses evaluasi pendidikan. Hal ini terjadi karena model penilaian yang berlaku untuk beberapa mata pelajaran yang berkaitan dengan pendidikan nilai selama ini hanya mengukur kemampuan kongnitif peserta didik. Perilaku yang digambarkan di atas sangat rentan terutama pada kalangan remaja. Masa remaja sebagaimana pendapat para pakar psikologi adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa kematangan (dewasa). Karena kerentanannya, maka pada masa ini membutuhkan pegangan dan filsafat hidup dan yang sangat efektif adalah dengan agama. Alokasi waktu pembelajaran agama di sekolah yang hanya 2 jam pelajaran, tidak cukup untuk memberikan pemahaman yang utuh tentang agama. Karena itu dibutuhkan upaya yang strategis agar siswa dapat memahami nilai-nilai agama segaligus dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu strategi yang lebih mungkin untuk diterapkan adalah dengan menambah kegiatan keagamaan melalui kegiatan ektrakurikuler dengan pembinaan secara khusus melalui mentoring, yakni : dengan membimbing mereka dengan materi keagamaan, pemahaman Al Quran dan kontrol perilaku di sekolah dengan kegiatan yang bisa mengasah ketaatan, disiplin dan penanaman nilai-nilai etika dan moral. Pembinaan keagamaan sebagaimana dimaksud, telah banyak dilakukan di beberapa sekolah dengan berbagai variasinya yang orientasinya dalam rangka mengantisipasi dekadensi moral yang dinilai semakin memprihatinkan. Strategi yang dilaksanakan di SMP Negeri 4 Kota Cirebon adalah dengan tambahan pelajaran jam 0 yang diisi dengan tadarus Al Quran pada masing-masing kelas yang dibimbing oleh masing-masing guru yang sudah ditetapkan dengan dilanjutkan shalat dluha berjamaah, mengadakan shalat jumat di sekolah, siswa perempuan diwajibkan 5 Zubaedi, Pendidikan Berbasis Masyarakat Upaya Menawarkan Solusi terhadap Berbagai Problem Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005. Cet ke-1, h 2.
Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-161-
EVALUASI MODEL PEMBINAAN KEAGAMAAN DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP NEGERI 4 KOTA CIREBON
-162-
memakai kerudung setiap harinya. Dengan model pembinaan tersebut sejauh yang dapat penulis amati kegiatan ini menjadi icon tersendiri dalam rangka mendongkrak image positif (“popularitas’) sekolah. Hasilnya cukup membanggakan bagi pihak sekolah maupun bagi orang tua yang menyekolahkan anaknya dimana anak cenderung taat terhadap amalan keagamaan pada setiap harinya. Untuk mengawali program sebagaimana dideskripsikan di atas, ketika tes penyaringan siswa baru tidak hanya didasarkan pada nilai NEM dengan passinggreat tertentu, tetapi dengan tes menghafal minimal 7 Surat Alquran dari juz terakhir. Program inilah yang dapat meningkatkan minat masyarakat untuk menyekolahkan putra-putrinya di sekolah ini. Bagaimana hal tersebut bisa terjadi dan pola pembinaan seperti apa yang dilakukan dalam pembinaan keagamaan serta sejauhmana pengaruhnya terhadap prestasi belajar bidang studi PAI? Hal tersebut perlu untuk dianalisis dan dikaji melalui penelitian. Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah bagaimana proses pembinaan pendidikan agama Islam pada Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMP) 4 Kota Cirebon dan faktor apa saja yang mendukung dan menghambat terhadap pelaksanaan pembinaan keagamaan serta bagaimana respon orang tua terhadap pola pembinaan keagamaan tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa data primer maupun data sekunder yang berkaitan dengan pembinaan pendidikan agama Islam pada lembaga pendidikan yakni di SMP Negeri 4 Kota Cirebon. B. METHODOLOGI
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap tentang efektivitas pola pembinaan keagamaan yang dilakukan di SMP Negeri 4 Kota Cirebon. Secara singkat melalui kajian ini akan terdeskripsi tentang: Pelaksanaan pembinaan keagamaan, faktor pendukung dan penghambat dari proses pembinaan keagamaan, serta respon orang tua siswa terhadap pola pembinaan keagamaan yang diterapkan di SMPN 4 Kota Cirebon. Untuk mendeskripsikan masalah tersebut, langkah penelitian dilakukan dengan melakukan observasi lapangan, wawancara dan studi dokumentasi. Rumusan data yang berhasil dikumpulkan peneliti, kemudian dianalisis dengan cara mengkaji ulang, mendiskusikan dengan pakar-pakar di bidang pendidikan dan tentu melakukan Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Rina Rindanah, M.Pd
cros check dengan situasi di lapangan termasuk dengan nara sumber penelitian. Data yang digunakan adalah data primer, yang berasal dari hasil wawancara dengan Guru PAI, Kepala Sekolah, Guru Pembimbing kegiatan keagamaan dan data hasil penelitian melalui mengamatan mendalam terhadap proses pembinaan keagamaan di lapangan. Sementara data sekunder diperoleh dari sumber kepustakaan/ literature yang relevan dengan masalah penelitian. Untuk analisa data menggunakan metode analisis kualitatif yang dilengkapi daan didukung dengan analisis kuantitatif. C. TEMUAN PENELITIAN
Sesuai dengan tujuan penelitian yakni untuk mengungkap tentang pola pembinaan keagamaan dan pengaruhnya terhadap prestasi belajar bidang studi PAI, faktor pendukung dan penghambat terhadap pembinaan keagamaan serta bagaimana respon orang tua siswa terhadap pembinaan keagamaan siswa di SMPN 4 Cirebon, maka ditemukan beberapa hal yang dapat peneliti deskripsikan berikut ini. 1. Model Pembinaan Secara konseptual model pembinaan keagamaan bisa dilakukan melalui beberapa pendekatan. Ada yang menggunakan model mata pelajaran sendiri yang terintegrasi dengan semua mata pelajaran, model di luar pengajaran melalui kegiatan ekstrakurikuler atau pembiasaan serta dengan model gabungan dari semua pendekatan. pembinaan keagamaan di SMP Negeri 4 Kota Cirebon pada fase awal sebelum tahun 1997 belum memiliki bentuk dan arah. Pola pembinaan berjalan secara natural oleh guru-guru sebagai tugas pokok dan fungsinya sebagai pendidik dan pengajar dalam mengawasi akhlak/ perilaku anak. Pemberian materi pengetahuan etika dan akhlak diserahkan kepada mata pelajaran yang relevan seperti Pendidikan Agama Islam sehingga nuansa materinya lebih kepada akhlak Islam. Sementara pembiasaan terhadap akhlak dalam kehidupan sehari-hari di sekolah belum nampak. Pada periode setelah tahun 1997, model pendidikan budi pekerti melalui pembiasaan keagamaan di sekolah mulai diintensifkan. Pola ini terus dipertahankan dan ditingkatkan dari tahun ke tahun, baik kuantitas maupun kualitasnya. Berdasarkan penjelasan sejumlah nara sumber dan hasil observasi peneliti, implementasi nilai-nilai Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-163-
EVALUASI MODEL PEMBINAAN KEAGAMAAN DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP NEGERI 4 KOTA CIREBON
-164-
keagamaan dilakukan melalui pembiasaan sehari-hari di sekolah dengan nuansa religius yakni: 1) Berpakaian muslim dan muslimah. Putera mengenakan celana panjang, dan siswa puteri memakai pakaian jilbab. Cara berpakaian seragam siswa SMP Negeri 4 Kota Cirebon sejak tahun 1998 sudah tampil beda dengan sekolah lainnva di kota ini. Untuk pakaian siswa putra mengenakan seragam atasan pendek dan celana biru panjang, sementara siswa putri berpakaian jilbab bagi siswi yang muslim. 2) Sebelum belajar dan sesudah belajar membaca lima ayat al Quran Setiap pagi siswa sekolah ini membaca Al Quran lima ayat. Ayat yang dibaca diurut dari surat terdepan, Al Fatihah hingga juz ke- 30 terakhir dipandu oleh guru dan beberapa siswa di ruang guru dengan pengeras suara. Sementara siswa lainnya berada di kelas masingmasing, satu siswa satu kitab suci Al Quran. Siswa setiap harinya diwajibkan untuk membawa mushaf Al Quran. 3) Saat istirahat melakukan sholat dluha di masjid sekolah Sholat dluha merupakan sholat sunnah yang biasa dikerjakan oleh siswa sekolah ini pada jam istirahat sekitar pukul 10.00. Kendati tidak semua siswa mengerjakan tetapi pihak sekolah tetap mengabsen siswa yang melaksanakan shalat dluha untuk mengukur kerajinan siswa dalam beribadah terutama shalat dluha. Setiap hari Masjid Sekolah Darul Muttaqin selalu dipadati siswa-siswi melakukan sholat sunah dluha tersebut. Usai sholat para siswa melanjutkan istirahat belajar untuk makan dan minum di kantin sekolah. Aman, M.Ag selaku guru PAI menjelaskan secara teknis pelaksanaan keagamaan telah diatur waktunya agar tidak mengganggu kegiatan belajar. Pada masa kepala sekolah Karnadi S.Pd M.Hum kegiatan membaca al-Quran sebelum belajar harus memotong jam pelajaran pertama. Kendati masuk sekolah pukul 07.00 maka mulai jam pelajaran pada jam 07.20. Untuk menyeragamkan, pembacaan al-Quran dipandu langsung dari ruang guru oleh siswa yang ditunjuk sesuai jadwal. Dengan pengeras suara di luar sekolah dan di dalam setiap kelas, kemudian pembacaan al-Quran diikuti oleh siswa lainnya pada tiap-tiap kelas. Sebelum baca al-Quran, didahului dengan pembacaan Asmaul Husna dan diakhiri dengan pembacaan doa penutup al-Quran secara bersama-sama serta doa belajar. Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Rina Rindanah, M.Pd
4) Siang hari sholat dzuhur berjamaah Memasuki siang hari sekitar pukul 12.00 kegiatan belajar siswa diistirahatkan sesaat untuk melaksanakan sholat dzuhur berjamaah di masjid sekolah. Pelaksanaan sholat berjamaah terpaksa harus dilakukan secara bergelombang, melihat keterbatasan luas masjid untuk menampung seluruh siswa yang mencapai seribu orang lebih. Selaku imam masjid biasanya bapak guru sekaligus sebagai pembimbing kegiatan tersebut. 5) Khusus hari jum’at sholat jum’at di sekolah Sholat jum’at di sekolah ini merupakan kegiatan rutin yang diprogramkan sekolah. Namun karena keterbatasan daya tampung masjid, sholat jum’at dilakukan secara bergilir beberapa kelas setiap minggunya. Selaku khotib setiap jum’at adalah bapak guru di sekolah ini yang dianggap memiliki pengetahuan cukup dalam masalah agama. Dan sebagai petugas muadzin dijadwal dari siswa tiap kelas. 6) Pengajian keputrian setiap jum’at siang Kegiatan keputerian diikuti khusus siswa puteri yang tidak mengikuti sholat jum’at. Sebagai pemateri kegiatan keputrian adalah ibu guru PAI secara bergilir, seperti Ade Rolinah, S.Pd.1, Efi Sofiah, S.Pd.1 dan Ayi Nining, S.Ag. Materi keputerian membahas masalah seputar perempuan baik terkait urusan ibadah maupun mu’amalah. Sumber materi diambil dari beberapa referensi seperti buku Fiqih Wanita karya Syaikh Kamil Muhammad Uwaidal terbitan Pustaka Al Kautsar dan tematema kontemporer lainnya. Materi itu diberikan sekitar setengah jam di dalam ruang kelas, menunggu waktu sholat jum’at berjamaah selesai. Metode yang digunakan dalam menyampaikan materi keputrian yaitu ceramah, tanya jawab dan curhat atau diskusi. 7) Membiasakan bersalaman sesama teman dan cium tangan pada guru Bersalaman setiap kali bertemu sesama teman dan atau cium tangan terhadap guru merupakan kebiasaan yang khas di sekolah ini. Hal yang jarang ditemukan di sekolah lain di Kota Cirebon. Setiap kali siswa berpapasan dengan guru-guru mereka selalu menyempatkan untuk bersalaman dan cium tangan. 8) Mengucap salam saat bertemu/berpapasan Tidak hanya bersalaman dan cium tangan, anak-anak pun dibiasakan menyampaikan salam assalamu>alaikum, khususnya Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-165-
EVALUASI MODEL PEMBINAAN KEAGAMAAN DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP NEGERI 4 KOTA CIREBON
-166-
kepada guru-guru yang mereka jumpai. Aman, M.Ag guru PAI mengatakan, mengucapkan salam merupakan bagian dari perintah dalam agama Islam demi keselamatan bersama. 9) Membaca Surat Yaasin setiap hari Jum’at pagi. Kebiasaan yang baik bagi warga sekolah ini adalah membaca Surat Yaasin pada hari Jum’at pagi sebelum belajar. Sedangkan pada hari-hari biasa, siswa membaca ayat Al-Quran sesuai urutan surat dalam kitab suci. Kesamaannya, baik hari Jum’at atau hari biasa, sebelum membaca Al-Quran didahului dengan pembacaan Asmaul Husna. 10) Mengadakan lomba keagamaan pada peringatan Hari Besar Islam Lomba-lomba keagamaan ini sebagai media aktualisasi siswa dalam bidang keagamaan. Biasanya agenda rutin lomba dilakukan pada bulan Muharram atau dalam rangka tahun baru Islam. Kategori yang dilombakan diantaranya kaligrafi, lomba adzan, hafalan juz amma, MTQ, sarhil quran dan sebagainya. Bahkan pada Muharram tahun sebelumnya guru PAI mengadakan lomba menghafal Asmaul Husna berkelompok antar kelas. Lomba keagamaan tidak hanya dilakukan di dalam sekolah. Sejumlah siswa sekolah ini sering mengikuti berbagai lomba keagamaan, termasuk sapta lomba PAI Berkat prestasinya dalam setiap lomba ini, ditambah praktek keberagamaan di sekolah, maka SMP Negeri 4 Kota Cirebon menyandang predikat sekolah berbasis agama. 11) Menggiatkan kegiatan kerohanian Islam (Rohis) Pembinaan kegiatan kerohanian Islam dilakukan setiap hari Minggu pagi di masjid sekolah. Kegiatan yang bersamaan dengan kegiatan Remaja Masjid ini diisi pemateri baik dari dalam maupun luar sekolah. Nara sumber dari dalam terdiri dari guru-guru PAI Sementara dari luar dari organisasi Bina Siswa Islami yang konsen dalam pembinaan keislaman remaja. Dalam kegiatan setiap minggu ini dibentuk formasi seperti mentoring (berkelompok) dengan dipandu satu mentor/pembimbing. 12) Pesantren kilat Ramadhan Pesantren kilat Ramadhan merupakan kegiatan rutin setiap tahun yang wajib diikuti oleh seluruh siswa. Secara teknis dalam mengikuti kegiatan ini dilakukan penjadwalan sesuai dengan siswa tingkatannya yang dibagi setiap pekannya. Misalnya kelas tujuh atau kelas satu pada minggu pertama, kelas delapan minggu kedua dan kelas sembilan minggu ketiga. Tingkatan kelas yang digilir jadwal Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Rina Rindanah, M.Pd
pesantren kilat, siswa tingkatan lainnya belajar seperti biasa sesuai jadwal. Sebagai pemateri pesantren kilat dalam dua tahun terakhir ini diisi oleh tutor dari Bina Siswa Islami namun tetap melibatkan guruguru PAI sekolah setempat dan guru lainnya yang memiliki wawasan keislaman yang memadai. Pada tahun-tahun sebelumnya, pesantren kilat dikelola sendiri oleh guru PAI, sementara keterlibatan pihak luar mengelola pesantren kilat untuk memberikan suasana baru bagi siswa dalam mempelajari Islam, karena akan diajarkan materi dan metode yang berbeda. 13) Bakti sosial Idul Adha Siswa sekolah ini setiap tahun rutin mengadakan kegiatan bakti sosial dalam bentuk penyembelihan dan pembagian hewan qurban. Sumber dana dan hewan qurban biasanya swadaya warga sekolah, entah dari siswa, guru, orangtua siswa maupun dari donatur. Penyembelihan sendiri dilakukan sehari kemudian setelah sholat Idul Adha di sekolah. Daging hewan qurban dibagikan kepada yang berhak, mulai dari siswa sekolah ini yang dianggap kurang mampu, masyarakat terdekat hingga tetangga guru-guru yang dinilai miskin. Dari beberapa pola pembinaan sebagaimana tergambar di atas dan dilakukan secara terus menerus dengan terus melakukan berbagai peningkatan, maka sekolah ini dikenal masyarakat sebagai sekolah berbasis agama karena mengaplikasikan nilai-nilai religius dalam kesehariaanya. Mulai dari cara berpakaian siswa siswinya berbusana muslim/muslimah, membaca al-Quran sebelum dan sesudah belajar, sholat dluha, dzuhur dan shalat Jum’at di sekolah, pembiasaan cium tangan dan bersalaman ketika bertemu guru serta pembinaan keagamaan lainnya. Pemandangan yang belum pernah terlihat sebelumnya pada masa awal berdirinya sekolah ini, bahkan di tingkat Kota Cirebon pada awalnya hanya sekolah ini yang menerapkan pola pembiasaan seperti ini. Perubahan kondisi sekolah bernuansa religius tersebut memang bukan tanpa proses dan upaya yang intens. Proses islamisasi kultur sekolah, dari hasil penelusuran peneliti menunjukkan perubahan tersebut dimulai pada tahun 1997. Hal itu diakui Sukandi dan Tugiran, guru senior di sekolah itu bahwa sebelum tahun 1997, suasana SMP Negeri 4 Kota Cirebon masih seperti sekolah negeri lain pada umumnya. Baik dari pola pembiasaan sekolah, cara berpakaian siswa puteri maupun ibu gurunya yang belum berbusana muslimah (jilbab). Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-167-
EVALUASI MODEL PEMBINAAN KEAGAMAAN DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP NEGERI 4 KOTA CIREBON
-168-
Kondisi tersebut mulai berangsur mengalami perubahan setelah tahun 1997 hingga kini. Aman, M.Ag menceritakan, pada awalnya ibu guru di sekolanya belum berjilbab semua, hanya sebagian kecil namun lama kelamaan, seiiring dengan tingkat pemahaman keagamaan mereka secara bertahap mereka mau mengenakan jilbab hingga seluruh ibu guru mengenakannya. 2. Faktor Pendukung dan Penghambat Proses Pembinaan Keagamaan Dari hasil pengamatan di lapangan, faktor pendukung dan penghambat terhadap pelaksanaan pembinaan keagamaan dapat disarikan dalam beberapa hal. Faktor Pendukung untuk terciptanya tujuan kegiatan keagamaan. a. Tempat kegiatan yaitu berupa mesjid sekolah yang representative. Awalnya hanya mushola yang tidak bisa menampung siswa SMP Negeri 4 yang jumlahnya banyak, sehingga siswa-siswi sholat di luar mushola menggelar tenda untuk siswa-siswi yang tidak dapat tempat di mushola. Dengan kegigihan, keikhlasan dan teladan dari guru-guru PAI terutama ustad Arif Syarifuddin, S.Ag diadakan program infaq dari siswa untuk siswa untuk pembangunan mesjid sekolah. Siswa diminta untuk berinfaq seikhlasnya, kemudian setiap minggunya diumumkan perolehan infaq tersebut. Selain dari siswa ada juga orang tua siswa yang datang langsung untuk memberikan infaqnya baik berupa barang maupun uang. Saat ini sudah terlihat mesjid yang megah dengan ukuran 16x25 M2 dan sedang pembangunan lantai 2. b. Guru mata pelajaran PAI yang berjumlah 4 orang sebagai pemateri sekaligus pembimbing kegiatan keagamaan yang memiliki motivasi yang tinggi untuk mengeksiskan kegiatan keagamaan, terutama ustad Arif Syarifuddin, S.Ag sebagai penggagas dan tokoh yang menjadi figur keberhasilan pendidikan agama di SMP Negeri 4 Cirebon. c. Pemberian nilai tambah berupa hadiah (reward) langsung bagi siswa yang mengikuti kegiatan dengan baik dan hukuman (punishment) yang mendidik bagi siswa yang melanggar atau tidak melaksanakan kegiatan sehingga menjadi motivasi tersendiri untuk mengikuti kegiatan keagamaan yang merupakan program wajib sekolah d. Semua guru mata pelajaran yang selalu mengingatkan siswanya untuk mengikuti kegiatan keagamaan. Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Rina Rindanah, M.Pd
e. Guru Bimbingan Konseling yang selalu bekerja sama dengan guru PAI dalam menyelesaikan permasalahan siswa. f. Pihak sekolah yang mewajibkan siswanya untuk mengikuti semua kegiatan keagamaan di sekolah. g. Pihak sekolah memberikan buku laporan kegiatan keagamaan anak yang dilakukan di rumah atau luar sekolah yang diketahui dan ditandatangani oleh orang tua atau guru/pembimbing aktivitas yang ada di luar sekolah. h. Dukungan orang tua siswa dalam bentuk kepercayaan terhadap pihak sekolah yang berhasil melakukan pembinaan keagamaan terhadap anaknya sebagai pondasi bagi kehidupannya dan dalam bentuk sumbangan material untuk melengkapi fasilitas ibadah di sekolah. i. Kepedulian sekolah terhadap anak-anak yang kurang mampu/anak yatim tetapi mereka memiliki prestasi yang baik.
Adapun faktor penghambat dalam kegiatan keagamaan ini adalah; a. Materi yang disajikan dalam bentuk fasilitas modul belum memadai, materi masih lebih mengarah pada pelaksanaan, perintah dan contoh teladan lansung dari guru-guru PAI sebagai figure siswa. b. Media pembelajaran yang disajikan belum optimal karena tidak banyak didukung dengan penggunaan audio visual dalam menyajikan materi. c. Jumlah guru Pembina keagamaan yang dibutuhkan tidak sebanding dengan jumlah siswa yang terlalu banyak. d. Kurangnya figur yang tegas, disiplin dan konsisten yang melaksanakan semua kegiatan keagamaan di SMP Negeri 4 Kota Cirebon setelah pensiunnya Bapak Arif Syarifuddin, S.Ag sebagai pengagas sekaligus koordinator program. e. Ada pihak orang tua yang mispersepsi terhadap intensitas kegiatan pembinaan keagamaan dimana mereka berasumsi bahwa sekolah ini sama dengan madrasah. 3. Respon Orangtua Siswa terhadap Pembinaan Keagamaan Peran orang tua dalam dunia pendidikan sangatlah penting. Keberadaan orang tua yang terorganisir dalam wadah komite sekolah atau persatuan orangtua siswa tidak hanya sebatas pelengkap organisasi penunjang atau pendukung sekolah, tapi mempunyai peran penting sebagai supporting idea untuk kemajuan sekolah. Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-169-
EVALUASI MODEL PEMBINAAN KEAGAMAAN DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP NEGERI 4 KOTA CIREBON
-170-
Berikut beberapa respon positif orangtua siswa terhadap kegiatan keagamaan yang diselenggarakan sekolah sebagai bentuk dukungan yang real terhadap anaknya. a. Orangtua selalu menanyakan tentang kegiatan keagamaan b. Orangtua merasa senang dengan kegiatan keagamaan c. Orangtua selalu mengingatkan anaknya untuk mengikuti seluruh kegiatan keagamaan di sekolah d. Orangtua mendukung dengan memberikan fasilitas yang dibutuhkan dalam kegiatan keagamaan e. Orangtua selalu mengingatkan anaknya untuk selalu beribadah dan mengingatkan anaknya untuk selalu sopan terhadap sesama D. KESIMPULAN
Berdasarkan data hasil penelitian secara langsung baik menggunakan angket ataupun wawancara mendalam mengenai model pembinaan keagamaan dalam meningkatkan mutu PAI di SMPN 4 Kota Cirebon, peneliti menganalisanya dan membuat kesimpulan sebagai berikut: 1. Pembinaan keagamaan yang dilakukan pihak sekolah merupakan kegiatan unggulan yang bisa menjadi daya tarik tersendiri. Kepercayaan masyarakat untuk menitipkan putra-putrinya di sekolah ini semakin meningkat. Terbukti dengan peningkatan minat siswa tiap tahunnya. Pelaksanaan pembinaan keagamaan di SMP N 4 lebih menekankan pada pola pembiasaan amalan keagamaan siswa dalam kehidupan sehari-hari siswa dan penciptaan lingkungan yang kondusip dalam suasana yang religious. 2. Target dari sebuah program tentunya mempunyai pendukung dan penghambat dalam pelaksanaanya. Faktor pendukung yang cukup membanggakan muncul dari intern sekolah, dengan dukungan guru PAI yang mau terlibat langsung untuk membimbing, mengarahkan dalam kegiatan keagamaan, bahkan tidak sampai disitu saja mereka sering mengingatkan anak didiknya untuk selalu mengikuti kegiatan keagamaan dan sebagai bentuk motivasi lain dengan memberikan reward dan punishment bagi peserta didiknya. Terlebih lagi ditunjang oleh fasilitas tempat yang representative yaitu masjid sekolah yang dapat menampung banyak siswa dalam pelaksanaan kegiatan. Selain faktor pendukung tentunya masih ada faktor penghambat dalam pengguliran program kegiatan Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Rina Rindanah, M.Pd
keagamaan ini, diantaranya; penyampaian materi kegiatan yang belum maksimal menggunakan audio visul sebagai bentuk daya tarik bagi siswa, masih kurangnya modul yang bisa dipelajari bagi siswa, dan belum adanya sanksi yang jelas bagi siswa yang tidak mengikuti kegiatan keagamaan. Pendukung dalam sebuah kegiatan keagamaan bukan hanya datang dari intern siswa sendiri ataupun pihak sekolah sebagai penyelenggara kegiatan tetapi dukungan orangtuapun memberikan peran yang penting demi lancarnya kegiatan. Dukungan yang diberikan orangtua berbentuk motivasi terhadap anaknya untuk mengikuti kegiatan, mengingatkan, memantau, memberikan fasilitas pendukung, memperhatikan hasil dari kegiatan yang bisa diterapkan di lingkungan dimana siswa tinggal lebih jauh mengetes/ menguji hasil dari kegiatan keagamaan yang diikutinya di sekolah. 3. Kegiatan keagamaan yang diselenggarakan oleh pihak sekolah mendapat respon yang positif dari orang tua siswa. Mereka cukup perhatian terhadap anaknya dengan terus membimbing ketika anaka pulang sekolah memantau setiap aktifitas anaknya. Respon positif juga terlihat dari siswa, mereka merasa senang mengikuti kegiatan dan telah merasakan manfaat akan pentingnya kegiatan keagamaan, untuk menambah wawasan keagamaan, penambahan pengetahuan terhadap mata pelajaran Pendidikan Agama Islam serta menambah pengalaman dalam kepengurusan atau kepanitian keagamaan. Ditambah lagi dengan intensitas kegiatan yang rutin dan berpariatif.
Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-171-
EVALUASI MODEL PEMBINAAN KEAGAMAAN DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP NEGERI 4 KOTA CIREBON
-172-
DAFTAR PUSTAKA Al Ghazali, tt. “Ihya ‘Ulumuddin, Jilid I” Beirut, Daar Al Qalam Al Syaibany. Omar Mohammad Al Toumy, 1975. “Falsafah Pendidikan Islam” Terjemahan Hasan Langgulung, Bulan Bintang, Jakarta. An Nahlawi, Abdurrahman, 1996.Tarbiyah Islamiyah Wa Asalibuha, terj. Heri Nur Ali, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam, CV Diponegoro, Bandung Arifin M, 1996. Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum, Bumi Aksara, Jakarta Ayyub, 1994. Etika Islam, Menuju Kehidupan yang Hakiki. terj. Tarmana Ahmad Qasim,: Trigeda Karya, Bandung Azra Azyumardi, 2004. Menuju Masyarakat Madani: Gagasan Fakta dan Tantangan.: Rosdakarya, Bandung Daradjat Zakiyah Dkk., 1984. Dasar-dasar Agama Islam: Buku Teks Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum.: Bulan Bintang, Jakarta ----------------, 1976, Ilmu Jiwa Agama, : Bulan Bintang, Jakarta Depdiknas, 2004. Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sitem Pendidikan Nasional, Jakarta Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 2000. “Antolog Pendidikan Islam; Problem dan Prospek IAIN” Editor Komaruddin Hidayat dan Hendro Prasetyo Fadjar Malik, 1998. “Visi Pembaharuan Pendidikan Islam”, Penerbit LP3NI, Jakarta Maarif M. Syafi’I, 1993. Peta Bumi Intelektualisme Islam di Indonesia. Mizan, Bandung Marimba Ahmad D, 1989. Pengantar Psikologi Pendidikan, Al-Makirus, Bandung Maududi Abul A’la, 1975. Fundamentals of Islam. Pakistan: Islamic Publication Ltd Muthahhari Murtadha, 2002. Man and Universe. Terj. Ilyas Hasan. Manusia dan Alam Semesta. Lentera Basritama, Jakarta Nurcholish Madjid, 1992. Islam Doktrin dan Peradaban. Paramadina, Jakarta --------------, 1991. Islam Kemoderenan dan Keindonesiaan.: Mizan, Bandung Platingga Alvin dan Wolterstorff Nicholas, 1984. Faith and Rationality: Reason and Belief in God. London: University of Notre Dame Press, Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
Rina Rindanah, M.Pd
1983. h. 16. lihat juga Zakiah Daradjat, Dasar-dasar Agama Islam: Buku Teks Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum.: Bulan Bintang, Jakarta Rahardjo M. Dawwam, 1991. Ensiklopedi al Qur’an: Tafsir al Qur’an berdasarkan Konsep-konsep Kunci.: Wakaf Paramadina, Jakarta Rahman, Fazlur, 1980. Al Islam.: Chicago Universitu Press, USA Rifa`i Moh, 1984.vAdministrasi dan Supervisi Pendidikan, Jenmars, Bandung Rochman, Deny. 2011. Pelaksanaan Pendidikan Budi Pekerti dalam Membentuk Karakter Islami siswa di SMP Negeri 4 Kota Cirebon (Tesis), Program Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon Sanusi A, 1998.Pendidikan Alternatif: Menyentuh Aras Dasar Persoalan Pendidikan dan Kemasyarakatan.: PPS IKIP, Bandung Saefudin M., 1993. Psikologi Agama, Mandar Maju, Bandung Sarwono Sarlito Wirawan, 2002. Pengantar Umum Psikologi, Bulan Bintang, Jakarta Suprayogo Imam, 2004. Pendidikan Berparadigma Al Qur’an Pergulatan Membangun Tradisi dan Aksi Pendidikan Islam. Malang: Aditiya Media bekerja sama dengan UIN Malang Press, Malang Sukmadinata Nana Syaodih, 2002. “Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek”, Remaja Rosydakarya, Bandung. Undang- undang RI. Nomor 20 Tahun 2003 tentang; “Sistem Pendidikan Nasional”, Fokus Media, Bandung Wiles Jon and Bondi Joseph, 1989. “Curriculum Development A Guide to Practice”, Third Eddition, University of South Florida, Merrill Piblishing Company, Columbus Toronto London Melbourne Yusuf Syamsu LN, 2000. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.: Remaja Rosdakarya, Bandung Zubaedi, 2005. Pendidikan Berbasis Masyarakat Upaya Menawarkan Solusi terhadap Berbagai Problem Sosial.: Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Holistik Vol 13 Nomor 01, Juni 2012/1434 H
-173-