ISTRI-ISTRI PENGHUNI SURGA I.
PENDAHULUAN Allah melebihkan kaum laki-laki dibanding para wanita dalam firman-Nya :
. /-0 "! # - ! + ,! - () *!+ ' & % $! "! # $! [ 34 : ] { 9 )- 4 5 6! 7 8 - . 1 3- 4 . 1 2* “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)”. (QS. An Nisaa’ (4) : 34) Imam Ibnu Katsir menerangkan tafsirnya untuk kita sebagai berikut : “Firman Allah : {Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita}, maksudnya laki-laki adalah pemimpin kaum wanita, pembesarnya, hakim yang menghukumi perkara mereka dan yang mendidik mereka ketika menyimpang. Lalu Firman-Nya : {oleh karena Allah telah melebihkan
sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita)} yakni, karena laki-laki lebih unggul dan lebih baik dari kaum wanita, sehingga kenabian hanya khusus diberikan kaum laki-laki, begitu juga masalah kepemimpinan suatu negeri. Hal ini berdasarkan sabda Nabi :
E+ "D ! + C' B1 @-)A , “selamanya tidak akan beruntung suatu kaum seandainya dipimpin oleh wanita”. (HR. Bukhori dari haditsnya Abdur Rokhman bin Abi Bakrah dari Bapaknya ). Permasalahan ini juga diterapkan didalam pengangkatan seorang hakim dan yang semisalnya. Kemudian Firman-Nya : {dan karena
mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka} yaitu memberikan harta berupa mahar, nafkah-nafkah dan tanggungan yang telah Allah wajibkan untuk mereka para wanita dalam Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya . Oleh karenanya laki-laki lebih utama dari wanita karena memiliki keutamaan, sehingga lebih layak untuk menjadi pemimpin baginya, sebagaimana firman-Nya :
[228 :E(L ] HAK { HG I J ,# 6! -' } “Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya” (QS. Al Baqoroh (2) : 228) Firmannya : {Sebab itu maka wanita yang saleh} yang {ialah yang taat kepada Allah}, Ibnu Abbas dan selainnya menafsirkan yaitu wanita yang taat kepada suaminya sedangkan firman-Nya : {lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada}, Imam As Sudiy dan selainnya berkata, yaitu yang menjaga dirinya dan harta suaminya. Kemudian Firman-Nya : {oleh karena Allah telah memelihara (mereka)} yakni Allah menjaganya karena wanita tersebut menjaga dirinya. Dalam riwayat dua Imam besar dalam Hadits Imam Bukhori dan Imam Muslim dalam kedua kitab shahihnya, Nabi bersabda :
E +!Y ' S V- 2-6 D! + R % I ' S R % I W - X ' : V- 2-6- I ,! G 'U ! "! P TQ ' S R % I "PQ )) V- 6 _1 ) 2 (( V- 2-6- I ,! G 'U ! "! P TQ ' S R % I "! P TP S \- ]' ' #!'[ Z - 6! HG 6- I “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawabannya, penguasa adalah pemimpin, seorang suami adalah pemimpin bagi keluarganya. Wanita pemimpin bagi rumah suami dan anak-anaknya, makanya setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggung jawabannya”. II.
BANYAKNYA PENGHUNI NERAKA DARI KALANGAN WANITA Pada suatu hari Nabi pernah bersabda :
! ) P8 A' S W f - $ 8 ! ) P8 A » V- C ! ) P8 A+ 6- . « ! ) P8 A #- D! + cQ8 + ab I Z AI+ » p T n6! o j ! - Z A!+I Z ! kl6! m j ! - . ! +I "i D! ] ,D ]4! h h Z ! 4! + ! S 4! g “aku diperlihatkan neraka, kebanyakan penduduknya adalah wanita, karena mereka melakukan kekufuran”. Para sahabat bertanya, apakah mereka kufur kepada Allah? Jawab Nabi : “mereka kufur Al ‘Asyiir yaitu, mengkufuri kebaikan (suaminya). Sekiranya kalian (para suami) melakukan kebaikan kepada mereka (para istri) sepanjang masa, lalu sang istri merasakan sebuah kejelekkan dari suaminya, maka si istri akan berkomentar, saya tidak pernah mendapatkan kebaikan (dari suaminya) sedikitpun”. (Lafadz dalam riwayat Imam Bukhori)
Dalam ungkapan lain berarti wanita adalah penduduk surga yang paling sedikit sebagaimana sabda Beliau juga :
H- r 8 Q- q C + C h “Sesungguhnya penduduk Jannah yang paling sedikit adalah wanita” (HR. Muslim no. 7118 dari Imron bin Hushoin ). Alasan terbesar sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah diatas, bahwa para wanita menjadi penghuni neraka adalah karena mereka mengingkari suaminya. Yakni manakala seorang wanita mendapatkan suaminya yang sebenarnya sebelumnya banyak melakukan kebaikan kepada dirinya, namun ketika ada satu hal yang dilakukan oleh suaminya yang tidak menyenangkan dirinya, maka ia pun kufur (membangkang) kepada suaminya. Pantas saja wanita yang memiliki akhlak seperti ini, layak mendapatkan siksa dari Rabb-Nya dengan diadzab didalam api neraka yang membakar –Naudzu billah min dzalik-. Nabi bersabda :
t P f ! A s ,! V C P f ! A s “Tidak bersyukur kepada Allah , orang yang tidak berterimakasih kepada orang lain”. (HR. Bukhori dalam Adabul Mufrod, Abu Dawud, Tirmidzi dan selainnya, dishahihkan oleh Imam Al Albani) Sedangkan seorang hamba yang tidak bersyukur terhadap nikmat yang diberikan kepada Allah diantaranya kebaikan suaminya, sama saja ia kufur kepada Allah , sehingga adzab yang pedih akan menantinya. Firman-Nya :
]1 A-]f x y C h "! v! ) Q ,! l-' "! P *] A[u "! v! P m ,! l- "! P wI Cauv a8 h' “{Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (QS. Ibrohim (14) : 7).
Begitu besarnya kedudukan seorang suami bagi sang istri, sampai-sampai seandainya seseorang diijinkan untuk bersujud kepada sesama manusia, maka Nabi akan memerintahkan wanita untuk sujud kepada suaminya. Beliau bersabda :
# '! { - ]r ! v 8 + E+! 8 .! u % f L- ]r ! A 8 + % f L- @ z ! ' S % f L- ]r ! A 8 + % f L- @0 ! A #6! V|(4 "3- ,! “Tidak pantas seseorang sujud kepada orang lain, seandainya diperbolehkan seseorang bersujud kepada orang lain, niscaya aku akan perintahkan seorang istri sujud kepada suaminya, karena begitu besarnya hak seorang suami kepada istrinya”. (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’I dan ini lafadznya serta selainnya, dishahihkan juga oleh Imam Al Albani) III. JALAN PINTAS MENUJU JANNAH : WANITA TAAT KEPADA SUAMI Istri yang taat kepada suaminya sampai ketika sang istri meninggal dunia dalam keadaan suaminya ridho kepadanya, maka Nabi menjaminnya akan masuk surga. Nabi bersabda :
H r 8 Z - o J ~ % I #! # '! [ ' Z ! v E} + ! wA+ “wanita mana saja yang meninggal dunia dalam keadaan suaminya ridho kepadanya, maka ia akan masuk Jannah”. (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan selainnya serta dishahihkan juga oleh Imam Al Hakim dan disetujui oleh Imam Adz-Dzahabi, namun didalamnya terdapat perowi yang majhul, sehingga Imam Al Albani mendhoifkannya) Istri-istri yang seperti ini adalah wanita-wanita sholihah yang akan menjadi istri-istri penghuni surga. Allah berfirman :
nW(- * 38 A ' H r 8 o ]! A j l-'u ,1 - U! D ' c*!+ '! + % Q a ,! - . - /-0 , - 8 $! A ,! ' “Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun”. (QS. An Nisaa (4) : 124).
Diantara bentuk ketaatan kepada suaminya adalah ketika istri diminta suaminya untuk memenuhi kebutuhannya, maka istri tersebut wajib melaksanakannya, sekalipun sedang melakukan aktivitasnya. Nabi bersabda :
I 2 Z ! *Q 8 h' V- v-u28 V- 2- V 2'! [ J ah “Jika seorang suami meminta istrinya untuk memenuhi kebutuhanya, hendaknya sang istri memenuhinya sekalipun ia sedang berada di dapur”. (HR. Tirmidzi, Nasa’I dan selainnya, dishahihkan oleh Imam Tirmidzi dan Imam Al Albani) Namun hadits ini mendapatkan dukungan yang kuat dalam riwayat Imam Bukhori dan Muslim dalam kitab shahih mereka berdua, dengan lafadz :
@ L0 ! v 24 H P - 8 #2! $ S #6! L ! . L S Z ! u V- m- - h V v+ ! J ah “Jika seorang suami meminta istrinya untuk menuju ke tempat tidur, namun ia menolak, maka semalaman ia akan mendapatkan kemurkaan, Malaikat akan melaknatnya sampai pagi”. Seorang istri yang menyakiti suaminya, maka istrinya nanti dari kalangan bidadari akan melaknat istri yang durhaka tersebut. Nabi bersabda :
- ] ! - D *b ! j - v V- A-aUv s
$- I , - V 2 '! [ Z ! Csh 6*!w] # '! [ EG +! -aU! v s 6! h j - I )A 8 + j m- A G 6-oJ “Janganlah seorang istri menyakiti suaminya didunia, melainkan akan berkata istrinya dari kalangan bidadari : ‘janganlah engkau menyakitinya, semoga Allah membinasakanmu! Karena ia hanyalah sekarang sebagai tamu disisimu yang sebentar lagi akan kembali kepada kami”. (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan selainnya dihasankan oleh Imam Tirmidzi dan Diantara bentuk ketaatan istri kepada suaminya adalah tidak berpuasa sunnah tanpa ijin suaminya, tidak memasukan seseorang tanpa ijinnya dan tidak menggunakan harta suaminya tanpa seijinnya. Namun boleh bagi seorang wanita manginfakkan harta yang sudah menjadi bagian dari nafkah wajib yang harus diberikan oleh suami kepadanya dan suaminya akan mendapatkan setengah pahalanya. Nabi bersabda :
H} ( ) * ,! - Z ! ( ) *!+ ' S V- *a8 b Csh V- 2-6! - a u8 v s ' S V- *a8 b Csh ]1 D- m # '! [ ' B 0v 8 + E- +! 8 - T / - A s » « \ 8 m V- 6! h JU A V *b \- ! + 6! ,! “Tidak halal bagi seorang istri untuk berpuasa tanpa seijin suaminya yang ada disampingnya. Tidak boleh juga mengijinkan seseorang masuk kedalam rumahnya tanpa seijin suaminya dan sesuatu yang diinfakkan oleh istri dari bagian jatah nafkahnya tanpa perintah suaminya, maka suaminya akan mendapatkan setengah pahalanya”. (Muttafaqun Alaih) Karena dalam sebuah hadits dikatakan :
I [! 8 #6! ' ! X V Q j -a Z ! $ 8 b V- *a8 b Csh kl6! m V- 2-6! ,! - -$! v s ' “Janganlah seorang istri memberikan sesuatu dari rumah suaminya tanpa seijinnya, jika ia tetap melakukannya, maka sang suami akan mendapatkan pahala, sedangkan sang istri akan mendapatkan dosa”. (HR. Baihaqi) Dalam riwayat Imam Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonafnya dengan lafadz :
4 57 HP' H HP' HP #2$ Z$ b V*ab sh V26 , f ]0v s v '+ 2v “Janganlah menyedekahkan sesuatupun dari rumah suaminya, kecuali dengan ijinnya, jika ia tetap melakukannya, maka ia akan mendapatkan laknat Malaikat Allah , Malaikat Murka dan Malaikat Rahmat, higga ia bertaubat atau mengembalikannya”. Namun kedua riwayat diatas sanadnya berporos kepada seorang perowi yang bernama Laits bin Abi Sulaim (w. 148 H), dinilai oleh Al Hafidz :
“jujur, sangat bercampur hapalannya dan tidak bisa dipilah-pilah haditsnya, sehingga ditinggalkan haditsnya”. Sedangkan Imam Adz-Dzahabi menilainya : ! " !
“ia sedikit lemah karena jelek hapalannya, sebagian ulama hadits berhujjah dengannya”.