e-Journal Kimia Visvitalis Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Kimia (Volume 2 Nomor 1 Tahun 2014)
ISOTERM ADSORPSI Cu2+ OLEH BIOMASSA RUMPUT LAUT Eucheuma Spinosum I Dewa Gede Dwi Prabhasastra Kusuma, Ni Made Wiratini, I Gusti Lanang Wiratma Jurusan Pendidikan Kimia Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak 2+ Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pola isoterm adsorpsi Cu oleh biomassa rumput laut Eucheuma spinosum. Penelitian dilakukan dengan menggunakan 2+ variabel konsentrasi. Dalam penelitian ini digunakan 50 mL larutan Cu yang divariasikan konsentrasinya yaitu 1, 10, 50, 100, dan 200 ppm. Pada saat dikontakkan dengan biomassa rumput laut Eucheuma spinosum, kondisi adsorpsi dikondisikan pada kondisi pH dan waktu kontak optimum yaitu pada pH 2,13 dan 2+ waktu kontak selama 60 menit. Pengujian konsentrasi Cu setelah adsorpsi atau filtrat dilakukan dengan menggunakan AAS Varian SpectrAA-30. Data konsentrasi 2+ filtrat digunakan untuk memperoleh data massa Cu yang teradsorpsi per gram 2+ adsorben, sehingga dengan diperolehnya data massa Cu yang teradsorpsi per gram adsorben dan data konsentrasi pada saat setimbang maka dapat diperoleh 2+ isoterm adsorpsi ion Cu oleh biomassa Eucheuma spinosum. Berdasarkan hasil 2+ yang diperoleh pada penelitian ini, adsorpsi ion Cu oleh biomassa rumput laut Eucheuma spinosum sesuai dengan isoterm adsorpsi Freundlich dengan nilai Kf sebesar 6,949 dan nilai 1/n sebesar 0,7956. Kata kunci: isoterm adsorpsi Freundlich, biomassa Eucheuma spinosum, ion Cu
2+
Abstract 2+ This research aims to determine the isothermal adsorption of Cu ion by seaweeds Eucheuma spinosum. It was conducted by using an independent variable namely 2+ concentration. This research used 50 mL of Cu solution which had variance concentrations such as, 1, 10, 50, 100, and 200 ppm, then contacted with Eucheuma spinosium in optimum pH about 2 and optimum time about 60. Examining of filtrate concentration was conducted by using Varian AAS SpectrAA-30, and then the data of 2+ concentration of Cu which were not adsorbed could be obtained. This data was 2+ used for obtaining the mass of Cu ion which was absorbed for each gram of 2+ sample, and then the isothermal adsorption of Cu ion by Eucheuma spinosium. 2+ This research proved that isothermal adsorption of Cu ion by Eucheuma spinosium was suitable with Freundlich isothermal adsorption, and the Kf value was 6,949 and the 1/n value was 0,7956. 2+
Keywords : Freundlich isotherm adsorption, Eucheuma spinosum biomass, Cu ions
1
1
PENDAHULUAN Perkembangan teknologi dewasa ini mendorong pembangunan yang pesat di berbagai bidang kehidupan. Pembangunan yang pesat tidak hanya berdampak positif bagi kehidupan, tetapi juga dapat menimbulkan dampak negatif. Dampak negatif dapat timbul akibat pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan. Pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan dapat menyebabkan rusaknya lingkungan dan terganggunya ekosistem, baik ekosistem darat, udara maupun perairan. Rusaknya lingkungan perairan salah satunya disebabkan oleh adanya pencemaran. Pencemaran di perairan dapat terjadi karena limbah industri maupun limbah domestik dibuang ke perairan tanpa diolah terlebih dahulu, atau diolah tetapi kadar polutannya masih di atas baku mutu yang ditetapkan. Sesuai Undang-Undang RI No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pada pasal 1 ayat 14 disebutkan bahwa pencemaran lingkungan adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia, sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Salah satu bentuk pencemaran lingkungan adalah adanya limbah logam berat pada perairan. Hal ini disebabkan karena banyak pabrik mengalirkan limbah cair industrinya langsung ke sungai ataupun melalui saluran air menuju ke sungai. Logam-logam yang digolongkan sebagai logam berat adalah merkuri (Hg), timbal (Pb), arsen (As), kadmium (Cd), krom (Cr), tembaga (Cu) dan nikel (Ni) (Petersen, F, Aldrich, Esau, dan Qi, 2005). Salah satu logam berat yang mencemari lingkungan adalah logam tembaga. Keberadaan ion tembaga (II) dalam lingkungan dapat bersumber dari pembuangan air limbah yang berasal dari industri penyamakan kulit, pelapisan logam, tekstil, maupun industri cat. Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 2011, air limbah yang dapat dialirkan ke lingkungan maksimal mengandung 1 ppm ion tembaga. Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001
jumlah maksimum ion tembaga yang diperbolehkan terdapat dalam air minum adalah sebesar 1 ppm. Konsentrasi tembaga yang melebihi 1 ppm dalam air minum yang dikonsumsi dapat menyebabkan keracunan bagi manusia. Menurut Darmono (1995), adanya jumlah tembaga yang melebihi kapasitas yang diijinkan di dalam tubuh manusia dapat menyebabkan gangguan pencernaan seperti sakit perut, mual, muntah, diare, dan gangguan pada peredaran darah, serta beberapa kasus yang parah dapat menyebabkan gagal ginjal dan kematian. Mengingat bahaya limbah tembaga bagi kesehatan maka perlu dilakukan penanganan untuk mengatasi pencemaran akibat ion logam tembaga. Cabuk, dkk (dalam Sunarya 2006), menyatakan bahwa untuk mengatasi pencemaran logam berat telah dilakukan berbagai usaha, diantaranya presipitasi kimia,osmosis balik, pertukaran ion, dan bioreduksi. Tetapi, penggunaan metode tersebut membutuhkan biaya yang mahal dan memiliki kekurangan karena tidak efektif terutama pada konsentrasi 1-100 ppm. Sebagai alternatif dari kendala biaya dalam mengatasi pencemaran logam berat dengan skala 1-100 ppm maka dapat digunakan metode adsorpsi. Adsorpsi merupakan suatu gejala permukaan dimana terjadi penyerapan atau penarikan molekul-molekul gas atau cairan pada permukaan adsorben. Adsorben merupakan suatu bahan (padatan) yang dapat mengadsorpsi adsorbat. Beberapa adsorben yang dapat digunakan dalam penanganan limbah adalah serbuk gergaji, hasil samping pertanian, limbah industri makanan, bakteri, miroalga, kitosan, dan rumput laut (Ramadan dan Hamdajani, dalam Linda, 2011). Salah satu adsorben yang potensial dikembangkan adalah rumput laut. Secara umum, keuntungan pemanfaatan rumput laut sebagai adsorben adalah (1) Rumput laut mempunyai kemampuan yang cukup tinggi dalam mengadsorpsi karena di dalam rumput laut terdapat gugus fungsi yang dapat melakukan pengikatan dengan ion. Gugus fungsi tersebut terutama gugus karboksil, hidroksil, amina, sulfudril imadazol, sulfat dan sulfonat yang terdapat
2
e-Journal Kimia Visvitalis Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Kimia (Volume 2 Nomor 1 Tahun 2014) dalam dinding sel dalam sitoplasma, (2) bahan bakunya mudah didapat dan tersedia dalam jumlah banyak, (3) biaya operasional yang rendah, (4) Sludge yang dihasilkan sangat minim, dan (5) Tidak perlu nutrisi tambahan (Bachtiar 2007, dalam Linda 2011). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan,kapasitas adsorpsi maksimum ion Cu2+ oleh rumput laut Sargassum sp. sebesar 61,473 (Agus, 2012). Kapasitas adsorpsi Cu2+ oleh rumput laut Sargassum sp. paling besar dibandingkan dengan kapasitas adsorpsi karbon aktif dari sekam padi sebesar 1,0464 mg/g (Zakir,2011), kapasitas maksimum adsorpsi abu sekam padi sebesar 1,3376 mg/g (Mochtar, 2008), kapasitas adsorpsi limbah serbuk kayu gergaji dengan sebesar 15,43 mg/g (Lelifajri, 2010). Berdasarkan dari kapasitas adsorpsi tersebut rumput laut Sargassum sp. merupakan adsorben yang lebih baik. Adsorben dari bahan alam yang ramah lingkungan merupakan bahan yang potensial untuk digunakan. Adapun syarat sebagai adsorben yaitu memiliki luas permukaan yang besar dan memiliki porositas yang tinggi sehingga memiliki kapasitas adsorpsi yang besar. Kekuatan mekanis yang baik serta ketahanan terhadap abrasi sangat penting, mengingat adsorben akan mengalami proses regenerasi berulang-ulang pada saat digunakan. Agar dapat memisahkan bahan dengan baik, maka adsorben harus memiliki kemampuan transfer massa yang baik (Yang, dalam Kusmiyati dkk, 2009). Salah satu jenis rumput laut yang potensial dikembangkan sebagai adsorben adalah Eucheuma spinosum. Ciri-ciri rumput laut jenis Eucheuma spinosum yaitu thallus silindris, percabangan thallus berujung runcing atau tumpul, dan ditumbuhi nodulus (tonjolan-tonjolan), berupa duri lunak yang tersusun berputar teratur mengelilingi cabang, jumlah duri lebih banyak dari yang terdapat pada Eucheuma cottonii (Hastiatin, 2006). Rumput laut jenis Eucheuma spinosum, memiliki kandungan protein, karbohidrat, dan lemak yang lebih tinggi dibandingkan dengan Sargassum sp. yaitu kadar protein, karbohidrat, dan lemak di dalam Eucheuma spinosum berturut-turut yaitu 5,4 %, 33,22
%, 8,62 %. Sedangkan kadar protein, karbohidrat, dan lemak rumput laut Sargassum sp. yaitu berturut-turut 5,53 %, 19,06 %, 0,74 %. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Agustina (2010), dari hasil analisis rumput laut dengan menggunakan FTIR, didapatkan bahwa gugus fungsi yang berperan di dalam adsorpsi ion logam berat adalah gugus OH, C-H, C=O, C-O-H, NH3, dan C-O. Semakin besar kandungan karbohidrat, protein, dan lemak dalam rumput laut maka kemungkinan akan menyebabkan daya serap tehadap ion logam berat akan meningkat. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya bahwa kapasitas adsorpsi rumput laut Eucheuma spinosum terhadap ion Cu2+ mencapai 86,324 mg ion Cu2+/gram adsorben (Kusuma, 2014). Proses adsorpsi digambarkan dengan persamaan isoterm adsorpsi. Isoterm adsorpsi menggambarkan proses disribusi adsorbat di antara fase cair dan fase padat. Dalam isoterm adsorpsi proses tersebut digambarkan dengan sebuah persamaan atau rumus. Isoterm adsorpsi yang umum digunakan adalah isoterm Freundlich dan isoterm Langmuir (Nwabanne, J.T. & P.K. Igbokwe, 2008). Isoterm Freundlich didasarkan pada terbentuknya lapisan tunggal molekul (monolayer) dari molekul adsorbat di permukaan adsorben.Selain itu, persamaan isoterm Freundlich menjelaskan bahwa permukaan adsorben bersifat heterogen yang memiliki makna bahwa setiap gugus aktif di permukaan adsorben memiliki kemampuan mengadsorpsi yang berbedabeda. Dari persamaan isoterm Freundlich maka dapat diperoleh nilai Kf dan nilai n. Kf adalah indicator kapasitas adsorpsi, dan n adalah intensitas adsorpsi (Bird, 1985). Sedangkan isoterm adsorpsi Langmuir menggambarkan bahwa suatu adsorpsi mengikuti asumsi sebagai berikut (a) adsorben dan adsorbat membentuk lapis tunggal (monolayer), (b) adsorpsi terlokalisir, (c) kalor adsorpsi tidak tergantung pada penutupan permukaan, (d) semua situs bersifat sama dan permukaan adsorben bersifat homogen, dan (e) kemampuan adsorpsi molekul pada suatu
32
e-Journal Kimia Visvitalis Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Kimia (Volume 2 Nomor 1 Tahun 2014) situs tidak tergantung pada situs yang lainnya. Persamaan Langmuir dapat diturunkan secara teoritis dengan menganggap terjadinya kesetimbangan antara molekul-molekul zat yang diadsorpsi (adsorbat) dengan molekul-molekul zat yang masih bebas. Berdasarkan persamaan isoterm Langmuir dapat diperoleh informasi mengenai Q0, yang menunjukkan nilai dari kapasitas adsorpsi maksimum dari adsorben (Bird, 1985). Melalui isoterm adsorpsi dapat diketahui sifat dari gugus aktif pada adsorben. Dalam menentukan isoterm adsorpsi pada proses adsorpsi ion Cu2+ oleh rumput laut Eucheuma spinosum, maka dilakukan penelitian dengan menentukan kesesuaian adsorpsi dengan isoterm adsorpsi Freundlich dan isoterm adsorpsi Langmuir.
METODE Cara Kerja Penyiapan Adsorben Rumput Laut Eucheuma spinosum Rumput Laut Eucheuma spinosum yang diperoleh dari tempat pembudidayaan di daerah Nusa Penida dibersihkan dengan menggunakan aquades agar tidak terdapat kotoran pada rumput laut. Setelah dibilas, rumput laut di hancurkan dengan blender lalu dikeringkan hingga benar-benar kering.Setelah rumput laut kering, rumput laut diayak dengan saringan 100 mesh dan selanjutnya adsorben yang tersaring diayak dengan menggunakan ayakan 200 mesh, adsorben yang tidak lolos ayakan 200 meshlah yang digunakan. Setelah di ayak, rumput laut di keringkan kembali pada suhu 600C dengan oven hingga massa yang tertimbang konstan. Penyiapan Larutan Induk, Larutan Kerja, dan Larutan Standar Larutan induk dibuat dengan cara melarutkan 0,3929 gram kristal Tembaga (II) sulfat (CuSO4.5H2O) dalam aquades hingga 100 mL. Setelah pembuatan larutan induk, lalu diencerkan menjadi larutan kerja hingga konsentrasi 200 ppm, 100 ppm, 50
ppm, 20 ppm,10 ppm, 8 ppm, 4 ppm, 2 ppm, dan 1 ppm. Larutan kerja 1, 2, 4, 8, dan 10 ppm digunakan sebagai larutan standar Adsorpsi dengan Variasi Konsentrasi Cu2+ Ke dalam 5 erlenmeyer 100 mL dimasukkan sebanyak 25 mL larutan Cu2+ dengan variasi konsentrasi 1, 10, 50, 100, dan 200 mg/L dan diatur pH larutannya dengan cara menambahkan ke masingmasing erlenmeyer sebanyak 5 mL larutan penyangga dengan pH 2 sehingga diperoleh kondisi pH optimum. Ke dalam 5 erlenmeyer yang telah terisi larutan Cu2+ dengan pH optimum dimasukkan 0,1 g rumput laut Eucheuma spinosum. Campuran dikocok dengan shaker selama 60 menit. Setelah dikocok larutan dan adsorben disaring dengan menggunakan kertas saring hingga diperoleh filtratnya. Filtrat diukur konsentrasinya menggunakan AAS Varian SpectrAA-30. Konsentrasi filtrat yang terukur digunakan untuk menghitung konsentrasi tembaga yang teradsorpsi dengan cara mengurangkan konsentrasi awal dengan konsentrasi filtrat. Setelah diperoleh konsentrasi yang teradsorpsi ditentukan massa logam yang teradsorpsi per gram adsorben. Penentuan Pola Isoterm Adsorpsi Penentuan isoterm adsorpsi dilakukan dengan menganalisis linearitas kurva hubungan sesuai dengan persamaan isoterm Freudlich dan Langmuir. Langkah pertama dalam penentuan isoterm adsorpsi adalah dengan merubah persamaan Langmuir dan Freundlich menjadi persamaan garis lurus. Dalam menentukan pola adsorpsi Freundlich dari data adsorpsi dapat dibuat kurva log Qe terhadap log Ce maka akan diperoleh persamaan linear dengan intersep log Kf dan kemiringan 1/n, (Mulyana, L., Pradiko, H. dan Nasution, K., 2003). Begitu juga dalam penentuan pola adsorpsi Langmuir dari suatu data adsorpsi maka persamaan Langmuir disusun dalam bentuk persamaan linier yaitu = + C (1)
34
e-Journal Kimia Visvitalis Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Kimia (Volume 2 Nomor 1 Tahun 2014)
1985). Data Penelitian Dalam penentuan isoterm adsorpsi data yang harus terkumpul berupa data variasi konsentrasi Cu2+ yang digunakan, massa Cu2+ yang terserap (mg Cu2+/gram adsorben), dan harga konsentrasi Cu2+ per jumlah Cu2+ yang terserap (mg Cu2+/gram adsorben). Data-data tersebut dimasukkan dalam kurva yaitu kurva hubungan antara log konsentrasi Cu2+ pada kesetimbangan terhadap massa Cu2+ yang terserap (mg Cu2+/gram adsorben) dan kurva hubungan antara konsentrasi Cu2+ pada kesetimbangan terhadap harga konsentrasi Cu2+ saat kesetimbangan per jumlah Cu2+ yang terserap (mg Cu2+/L adsorben). Analisis Data Penentuan isoterm adsorpsi Langmuir dilakukan dengan menganalisis nilai R2 kurva hubungan antara Ce (konsentrasi Cu2+ saat kesetimbangan) terhadap . Penentuan isoterm adsorpsi Freundlich ditentukan dari analisis nilai R2 kurva hubungan antara log Ce terhadap log . 2 Kurva yang menunjukkan harga R yang paling mendekati 1, maka isotermal adsorpsi Cu2+ oleh adsorben rumput laut Eucheuma spinosum sesuai dengan kurva tersebut yang mewakili setiap pola isotermal adsorpsi.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Adsorben yang diperoleh memiliki ukuran 100 mesh hingga 200 mesh. Dari 200,34 gram rumput laut segar yang ditimbang, massa adsorben yang diperoleh adalah 5,13 gram. Pengkondisian adsorben pada ukuran 100 hingga 200 mesh, Dalam penggunaan instrumen spektrofotometer serapan atom (SSA), dilakukan pengukuran kurva kalibrasi larutan standar, sehingga dihasilkan data konsentrasi dan absorbansi pada Tabel 1. Berdasarkan data dalam Tabel 1. dapat dibuat kurva kalibrasi untuk larutan standar seperti dilihat pada Gambar 1. 1 y = 0.0886x + 0.0245 0.9 R² = 0.9982 0.8 0.7 Absorbansi
pola isoterm adsorpsi Langmuir dapat ditentukan dengan membuat kurva hubungan antara dengan Ce (Bird,
0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0
0
5 10 15 2+ Konsentrasi Larutan Cu
Gambar 1. Kurva Kalibrasi Larutan Standar Tabel 1. Data Absorbansi Setiap Konsentrasi Larutan Standar Konsentrasi Larutan Standar
Absorbansi
1 2 5 8 10
0.1 0.202 0.491 0.731 0.901
45
Penentuan isoterm adsorpsi dilakukan dengan mengolah data yang diperoleh dari penelitian dengan konsentrasi larutan ion Cu2+ yang bervariasi. Setelah masingmasing larutan dikondisikan pH-nya, maka konsentrasi larutan menjadi 0,962; 9,615; 48,077; 96,154; dan 192,308. Waktu kontak adsorpsi dikondisikan sesuai dengan waktu
kontak optimum yang telah diketahui yaitu selama 60 menit. Berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh hasil yang ditunjukkan pada Tabel 2. Berdasarkan data pada Tabel 2, maka dapat ditentukan isoterm adsorpsi ion Cu2+ oleh rumput laut E.spinosum. Data-data yang dibutuhkan dirangkum dalam Tabel 3.
Tabel 2. Data Adsorpsi pada Variasi Konsentrasi Cu2+ [Cu2+] awal (ppm)
[Cu2+] setimbang (ppm)
[Cu2+] teradsorpsi (ppm)
[Cu2+] teradsorpsi (%)
Qe (mg Cu2+ /gram adsorben
0.962
0.360
0.602
62.6%
0.3128
9.615
0.705
8.910
92.7%
4.6334
48.077
3.780
44.297
92.1%
23.0344
96.154
10.000
86.154
89.6%
44.8
192.308
26.300
166.008
86.3%
86.324
Tabel 3. Data dalam Penentuan Isoterm Adsorpsi Freundlich
Ca(ppm)
Ce(ppm)
C ads(ppm)
%C Ads
Qe (mg/g)
log Ce
log Qe
Ce/Qe
0.962
0.360
0.602
62.6%
0.3128
-0.4437
(0.5047)
1.15
9.615
0.705
8.910
92.7%
4.6334
-0.1518
0.6659
0.15
48.077
3.780
44.297
92.1%
23.0344
0.57749
1.3624
0.16
96.154
10.000
86.154
89.6%
44.8
1
1.6513
0.22
192.308
26.300
166.008
86.3%
86.324
1.41996
1.9361
0.30
Dimana, pada Tabel 3. Ca adalah konsentrasi larutan mula-mula, Ce adalah Konsentrasi larutan setelah setimbang, C ads adalah Konsentrasi larutan yang teradsorpsi, % C Ads merupakan persentase konsentrasi larutan yang teradsorpsi, Qe adalah massa Cu2+ yang terserap per gram rumput laut E.spinosum, Log Ce adalah log konsentrasi setelah setimbang, dan Log Qe adalah log massa adsorbat yang terserap per gram adsorben. Berdasarkan data pada Tabel 05, dapat
dibuat kurva untuk menentukan isoterm adsorpsi Freundlich dan isotherm Langmuir seperti pada Gambar 2 dan Gambar 3. Kurva isoterm adsorpsi Freundlich merupakan kurva hubungan antara log Qe dan log Ce, dari kurva yang diperoleh maka dapat dilihat bahwa hasil analisis regresi linier (R2) menunjukkan nilai 0,994. Sedangkan kurva isoterm Langmuir diperoleh dari hubungan Ce dan Ce/Qe.
26
e-Journal Kimia Visvitalis Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Kimia (Volume 2 Nomor 1 Tahun 2014) Sedangkan dari penentuan isoterm adsorpsi Langmuir diperoleh persamaan garis yaitu y = -0.010x + 0.485.
2.5 2y = 0.7956x + 0.8419 R² = 0.9945
log qe
1.5
1
0.5
0 -1
0
1
2
log Ce
Gambar 2. Kurva Isoterm Adsorpsi Freundlich Pada kurva isoterm Langmuir dapat dilihat nilai dari analisis regresi linier (R2) adalah 0,076. 1.4 1.2
Ce/qe
1 0.8 0.6 0.4 y = -0.0109x + 0.4853 R² = 0.076
0.2 0 0
10
20
30
Ce
Gambar 3 Kurva Isoterm Adsorpsi Langmuir Dari persamaan garis yang diperoleh pada penentuan isoterm Freundlich yaitu y = 0.795x + 0.841 diperoleh nilai dari nilai Kf yang menunjukkan kemampuan adsorpsi dari adsorben sebesar 6,949 dan nilai 1/n yang menunjukkan kuat interaksi antara adsorben dan adsorbat sebesar 0,7956.
Pembahasan Penyiapan adsorben diawali dengan memastikan terlebih dahulu rumput laut yang diperoleh merupakan rumput laut Eucheuma spinosum. Hal ini dilakukan dengan cara membandingkan bentuk fisik rumput laut yang diperoleh dengan awetan basah yang tersedia. Bentuk fisik rumput laut yang diperoleh sesuai dengan bentuk fisik awetan rumput laut Eucheuma spinosum yaitu memiliki duri-duri yang banyak dan thallus silindris yang berujung runcing, sehingga dapat dipastikan rumput laut tersebut merupakan Eucheuma spinosum. Pengeringan pada suhu 600C dilakukan agar tidak terjadi kerusakan pada komponen-komponen rumput laut yang berperan dalam adsorpsi seperti protein. Rumput laut kemudian dihaluskan kembali dengan mesin penghalus tepung, sehingga diperoleh rumput laut yang berukuran sangat kecil (tepung). Rumput laut yang digunakan sebagai adsorben adalah rumput laut Eucheuma spinosum yang berukuran dari 100 mesh hingga 200 mesh. Ukuran adsorben yang sangat kecil ini bertujuan untuk memperluas permukaan adsorben yang dapat berinteraksi dengan adsorbat, sehingga memperbesar jumlah adsorbat yang teradsorpsi oleh adsorben. Data yang diperoleh pada penelitian dengan variasi konsentrasi larutan dapat digunakan dalam menentukan pola isoterm adsorpsi. Data yang diperoleh digunakan untuk membuat kurva yang terlihat pada Gambar 2 dan Gambar 3. Diperoleh persamaan garis pada penentuan isoterm adsorpsi Freundlich yaitu y = 0.795x + 0.841 (2) persamaan garis pada penentuan isotherm adsorpsi Langmuir yaitu y = -0.010x + 0.485 (3) Dari kedua kurva isoterm adsorpsi yang ditunjukkan pada Gambar 2 dan Gambar 3 dapat ditentukan pola adsorpsi ion Cu2+ oleh rumput laut Eucheuma spinosum dengan membandingkan nilai koefisien regresi linier (R2) dari kurva isoterm adsorpsi tersebut yaitu 0,994 untuk
27
e-Journal Kimia Visvitalis Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Kimia (Volume 2 Nomor 1 Tahun 2014) isoterm adsorpsi Freundlich dan 0,076 untuk isoterm adsorpsi Langmuir. Ditinjau dari nilai R2, model adsorpsi ion Cu2+ oleh rumput laut Eucheuma spinosum lebih sesuai dengan Isoterm Freundlich dibandingkan dengan Isoterm Langmuir. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Oon Lee Kang, Nazaruddin Ramli, dan Musa Ahmad, 2012 bahwa adsorpsi kadmium dengan menggunakan rumput laut (Kappaphycus alvarezii dan Eucheuma ddenticulatum) mengikui pola isoterm Freundlich. Kesesuaian pola isoterm adsorpsi ion Cu2+ oleh rumput laut E.spinosum dengan pola isoterm adsorpsi logam lain yang di adsorpsi dengan menggunakan rumput laut jenis lainnya kemungkinan disebabkan oleh kesamaan gugus-gugus aktif pada rumput laut. Adsorpsi ion Cu2+ oleh rumput laut Eucheuma spinosum yang sesuai dengan pola isoterm adsorpsi Freundlich mengindikasikan bahwa adsorpsi di permukaan adsorben terjadi pada situssitus aktif yang bersifat heterogen. Jika dilihat dari gugus-gugus fungsi pada rumput laut yang berperan dalam proses adsorpsi yaitu gugus hidroksil, karboksil, dan karbonil, maka dalam isoterm adsorpsi freundlich diasumsikan gugus-gugus tersebut memiliki potensi penyerapan yang berbeda-beda. Dilihat dari persamaan garis dari kurva isoterm Freundlich yaitu y = 0.795x + 0.841, dapat ditentukan kemampuan relatif dari rumput laut E.spinosum dalam mengadsorpsi ion Cu2+, dan dapat ditentukan kekuatan interaksi antara ion Cu2+ dengan permukaan rumput laut Eucheuma spinosum. Persamaan linier isoterm Freundlich yaitu log Qe = log Kf + 1/n log Ce, yang mana kemampuan relatif dari suatu adsorben dalam mengadsorpsi adsorbat dapat dilihat dari nilai Kf, semakin besar nilai Kf maka semakin besar kemampuan suatu adsorben dalam mengadsorpsi, begitu juga untuk kekuatan interaksi antara adsorben dan adsorbat dapat dilihat dari nilai 1/n, semakin kecil nilai 1/n maka semakin kuat interaksi antara adsorben dengan adsorbat (Delle Site, 2001). Dapat diketahui bahwa kemampuan adsorpsi relatif dari rumput laut E.spinosum
dalam mengadsorpsi ion Cu2+ ditunjukkan oleh nilai Kf, yang besarnya 6,934.Kekuatan interaksi antara ion Cu2+ dengan rumput laut E.spinosum ditunjukkan dengan nilai 1/n yang besarnya 0,795. Perbandingan kemampuan rumput laut E.spinosum dalam mengadsorpsi ion Cu2+ dengan adsorben lainnya, dapat dilihat dari nilai Kf dan 1/n. Adsorben Eucheuma spinosum memiliki nilai Kf dan 1/n berturutturut 6,934 dan 0,795. Adsorben dari sekam padi memiliki nilai Kf sebesar 0,108 dan nilai 1/n sebesar 0,358, sedangkan adsorben ampas teh memiliki nilai Kf sebesar 0,45 dan nilai 1/n sebesar 0,847 (Y.Ning, 2011). Nilai Kf dari E.spinosum lebih besar dibandingkan dengan nilai Kf dari sekam padi dan adsorben dari ampas teh, ini menandakan bahwa kemampuan rumput laut E.spinosum dalam mengadsorpsi ion Cu2+ lebih besar dibandingkan dengan sekam padi dan ampas teh. Dari nilai 1/n setiap adsorben diperoleh bahwa nilai 1/n dari rumput laut E.spinosum lebih besar dibandingkan nilai 1/n sekam padi dan lebih kecil dibandingkan nilai 1/n ampas teh, ini menunjukkan bahwa kekuatan interaksi (ikatan) yang terjadi antara ion Cu2+ dengan permukaan rumput laut E,spinosum lebih lemah dibandingkan dengan interaksi (ikatan) antara ion Cu2+ dengan permukaan sekam padi dan lebih kuat dibandingkan dengan kekuatan interaksi antara ion Cu2+ dengan permukaan ampas teh. Kekuatan interaksi (ikatan) antara adsorben dengan adsorbat diperhitungkan untuk suatu proses recovery. Kekuatan interaksi yang lemah antara adsorben dengan adsorbat menyebabkan adsorben dapat di recovery lebih mudah. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan, maka dapat disimpulkan bahwa isoterm adsorpsi ion Cu2+ oleh rumput laut Eucheuma spinosum sesuai dengan isoterm adsorpsi Freundlich dengan persamaan y = 0.795x + 0.841 dimana nilai Kf sebesar 6,949 dan nilai 1/n sebesar 0,7956, serta memiliki nilai kelinieran garis (R2) sebesar 0,994. Saran yang dapat diberikan peneliti adalah bagi
38
e-Journal Kimia Visvitalis Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Kimia (Volume 2 Nomor 1 Tahun 2014) peneliti lain diharapkan dapat melanjutkan penelitian ini dengan meneliti mengenai kemampuan recovery adsorben rumput laut Eucheuma spinosum terhadap Cu2+ dan dapat dilakukan penelitian mengenai kemampuan rumput laut Eucheuma spinosum dalam mengadsorpsi logam berat lainnya. DAFTAR PUSTAKA Agus, A. P. 2012. Pengembangan Biosorben dari Rumput Laut Sargassum sp. Untuk Remediasi Tembaga. Sains dan Terapan Kimia, Vol.6, No. 2 (Juli 2012), 101-111. Agustina, M. M. 2012.Studi Ekstraksi Alginat dari Biomassa Rumput Laut Coklat (Sargassum crassifolium) sebagai Adsorben dalam Biosorpsi Ion Logam Cadmium (II). Skripsi (tidak diterbitkan).Depok : Program Studi Kimia, Universitas Indonesia. Bird, T. 1985. Physical Chemistry. Jakarta : Gramedia. Delle, A. S. 2001. Factors affecting sorption of organic compounds in natural sorbent/watersystemsand sorption coefficients for selected pollutants.Journal of Physical and Chemical. Hastiatin, I. Y. 2006. Karakteristik Fisika Kimia Permen Jelly dari Rumput Laut Eucheuma spinosum dan Eucheuma cottonni. Tesis (tidak diterbitkan). Bogor: IPB. Kusuma, D. 2014. Optimalisasi Penggunaan Rumput Laut Eucheuma spinosum sebagai Adsorben Ion Tembaga (Cu2+). Skripsi (tidak diterbitkan). Singaraja: Jurusan Pendidikan Kimia Undiksha. Lelifajri. 2010. Adsorpsi Ion Logam Cu (II) Menggunakan Lignin dari Limbah Serbuk Kayu Gergaji. Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan, Vol. 7, No. 3, Hal. 126-129.
Linda, A. 2011. Pemanfaatan Rumput Laut Sargassum sp. sebagai Adsorben Limbah Cair Industri Rumah Tangga Perikanan. Skripsi (tidak diterbitkan). Bogor: Departemen Teknologi Hasil Perairan, Institut Pertanian Bogor. Mochtar, H. 2008. Penggunaan Abu Sekam Padi sebagai Adsorben dalam Pengolahan Air Limbah yang Mengandung Logam Cu. TEKNIK, Vol. 29 No. 1 Tahun 2008. Mulyana, L., Pradiko, H., & Nasution, K. 2003. Pemilihan Persamaan Adsorpsi Isoterm Pada Penentuan Kapasitas Adsorpsi Kulit Kacang Tanah Terhadap ZatWarna Remazol Golden Yellow 6. InfomatekTeknik Lingkungan. Nwabanne, J.T. & Igbokwe P.K, 2008. Kinetics And Equilibrium Modeling Of Nickel Adsorption By Cassava Peel. J. of Engineering and Applied Sciences, 3 (11): 829-834. Oon, L.K., Nazaruddin, R., & Musa, A. 2012. Cadmium (II) Biosorption onto Seaweed (Kappaphycus alvarezii and Eucheuma ddenticulatum) Waste Biomass: Equilibrium and Mechanism Studies. Middle-East Journal of Scientific Research. Undang-Undang Republik Indonesia No.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Y. Ning, Robert. 2011. Expanding Issues in Desalination. Intech. Kusmiyati, Virgita, D., Denny V., & Ahmad M. 2009. Kinetika dan Thermodinamika Adsorbsi Orange DNA 13 Dengan Adsorben Karbon Aktif Arang Batu Bara. Makalah Disajikan dalam Simposium Nasional RAPI VIII 2009. Zakir,
M. 2012. Pemanfaatan Energi Gelombang Ultrasonik dalam Adsorpsi Ion Logam Berat Cu (II) pada Bioadsorben Karbon Aktif dari
94
e-Journal Kimia Visvitalis Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Kimia (Volume 2 Nomor 1 Tahun 2014)
Sekam Padi. Indonesia Chemica Acta, Vol. 5, No. 2. Petersen, F, Aldrich, C, Esau, A., & Qi, BC. 2005. Biosorptions of Heavy Metals from Aqueous Solutions. Cape Peninsula University of Technology. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan atau Kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi Gas Metana Batubara.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001.Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Mahkluk Hidup. UI press. Jakarta. Sunarya, A. I. 2006.Biosorpsi Logam Berat Pb (II) dan Cd (II) Menggunakan Kulit JerukSiam (Citrus reticulata).Skripsi (tidak diterbitkan).Bogor: Institut Pertanian Bogor.
5 10