ISLAM LOKAL” PERSPEKTIF HISTORIS DAN POLITIK” Memahami Narasi Islam Maluku dalam Konstruksi Poskolonial1 Abdul Manaf Tubaka2 dan Sittin Masawoy3 ABSTRACT
This research seeks to reveal how local Muslims in Maluku historically and politically dominated by traditional Sufic Islam. In that context, this study also want to describe the local Muslim in their religious relations in space tersimbolkan Moluccan culture in the local wisdom Pela (PG) and Gandong, Larwul Ngabal (LN), Aini Ain (AA), and others. Local Muslims with the typology that Sufic Traditional forming character akomudatif against local kearfian. But at the same time also resistant to mengendepankan attitude of religious fanaticism. In such form, Islam is like a local in Maluku two coins which Idenitas Islam and cultural identity can not be separated from each other, but at the same time, tensions Identity religion also occur as forms of currency pieces back to back with each other. Historically, local Islamic formed in power between the competing power of the power system of the Islamic empire in the Moluccas by colonial powers which also carries a religious mission and then gave birth to self-identification between "deng Kamong Katong" in the house the same ethnic identity. This tension produced by a long past as a result of the colonization process. The history of the new order with discretion helped produce tension in the room greeting and Sarane bureaucracy. Tensions are continuously throughout the history of human conflict terakomulasi be heartbreaking because it occurs in all regions of the Moluccas. The post-conflict, occurred a new consciousness to create a new identity that is more inclusive and open and not repeat the mistakes of the past are full of dominating and missionaries as postcolonial default. Key Word: Local Islam (Islamic Sufic-Traditional Students Islamic Modernists), view-Political History, Identity Local Wisdom. A. Pendahuluan
ajaran
Islam
itu
sendiri.
Realitas
Dinamika keagamaan Islam menjadi
keberagamaan semacam ini membentuk suatu
sesuatu yang tidak terelakan lagi di mana
keniscayaan bagi ruang artikulasi lokalitas
masyarakat dengan keunikan budaya dan
Islam dengan seluruh pengalaman histori
tradisi melakukan adaptasi dan negasi dengan
yang mengitarinya. Islam lokal hadir dengan pengalaman
1
Makalah ini dipresentasikan pada Majelis Diskusi Dosen dan Mahasiswa (MADDEWA) Fakultas Ushuluddin dan Dakwah IAIN Ambon pada hari Senin tanggal 20 Oktober 2014 2
Dosen pada Jurusan Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin dan Dakwah IAIN Ambon Dosen pada Jurusan Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin dan Dakwah IAIN Ambon
historis
menandakan
suatu
bentuk nilai identitas keislaman yang unik sebagai penanda bagi politik identitasnya. Politik identitas meniscayakan artikulasi diri secara lokalitas di mana Islam dengan segenap doktrin memberikan warna bagi kehidupan masyarakat lokal tanpa menghapus
3
Mahasiswa Jurusan Jurnalistik Fakultas Ushuluddin dan Dakwah IAIN Ambon sebagai Asisten Peneliti
secara total unsur-unsur budaya yang terdapat dalam masyarakat lokal tersebut. Dalam
Jurnal Fakultas Ushuluddin Dan Dakwah IAIN Ambon |1
konteks demikian, Islam menjadi kesadaran
keagamaan, tetapi segaligus juga memiliki
budaya atau menjadi kebudayaan Islam
perbedaan
berwajah lokal. Berwajah lokal dimaksudkan
keunikan dari praktek keagamaan masing-
sebagai
(collectif
masing. Budaya Islam yang dimaksudkan
consiuosness) yang disadari oleh masyarakat
adalah artikulasi ajaran Islam sebagai wahyu
lokal melalaui proses internalisasi. Islam
yang dikonstruksi oleh masyarakat. Seperti
Maluku dengan segenap baju kebudayaannya
perintah sholat, tetapi cara melakukan sholat
tidak terlepas dari unsur-unsur budaya luar
menjadi berbeda antara budaya Islam yang
(baca:
satu dengan yang lain.5
kesadaran
glokalitas
pengaruh
kolektif
kebudayaan).
yang
Islam
yang
menjadi
mendudukan
Islam lokal dengan berbagai identitas
kesadaran sebagai milik tanpa disadari atau
yang dimiliki memberikan warna tersendiri
pun disadari telah menjadi pembeda sekaligus
bagi dinamika Islam di Maluku. Dengan
persamaan dari segenap unsur budaya yang
demikian, Islam lokal di Maluku memiliki
mempengaruhi sejarah lokalitas Islam itu
dinamika tersendiri dengan Islam lokal di
sendiri.
daerah-daerah lain di nusantara. Memahami Lokalitas
demikian
Tetapi
budaya
konteks
narasi Islam di Maluku dalam konstruksi
Maluku dipenuhi oleh dinamika sejarah yang
poskolonial mensyaratkan ketegangan yang
cukup unik dan menarik. Sebab identitas
menghawatirkan
Islam
poskolonial. Islam Lokal dengan model
dan
Islam
budaya
dalam
Maluku
merupakan
sebagai
akomudatif,
rembesan dari unsur-unsur Islam dan budaya
sensitif terhadap agama Kristen di Maluku.
dari
di
Dalam konteks itu, Lokalitas Islam Maluku
dalamnya. Dalam konteks Maluku, Islam
dipilih dengan asumsi bahwa Islam Maluku
Maluku dipetakan ke dalam Islam Maluku
dengan simbol negeri raja-raja mau dijelaskan
Utara, Islam Maluku Tengah dan Islam
secara lebih khusus bagaimana lokalitas Islam
Maluku
melalui
Tenggara.4
dinamika
Tiga
sejarah
Kategori
ini
sebetulnya memiliki kesamaan dalam tradisi 4
Mengkategorikan Islam ke dalam tiga wilayah semacam ini hanyalah upaya untuk menyederhanakan kajian dalam memahami Lokalitas Islam di Maluku. Islam Maluku Utara merupakan unsur pertama bagaimana Islam dan kekuasaan merembeskan nilai dan normanya ke dalam Islam Maluku Tengah dan Maluku Tenggara. Maluku Utara disimbolkan dengan negeri kesultanan, Maluku Tengah disimbolkan dengan negeri Raja-Raja, dan Maluku Tenggara disimbolkan dengan negeri kebangsawanan.
skaligus
warisan
identitas yang unik sekaligus mengalami
luar
tetapi
hasil
juga
sangat
Maluku itu eksis dan bagaimana ruang historis
yang
mendudukan
kesadaran
poskolonial atas eksistensi Islam lokal itu sendiri. Sejarah
kolonial
memberikan
semacam habitus yang direpresentasikan ke
5
Model ini bisa dilihat pada cara takbiratul ihram dan cara meletakan tangan.
Jurnal Fakultas Ushuluddin Dan Dakwah IAIN Ambon |2
dalam ketegangan identitas. Dalam lokus
Penelitian
dilakukan
di
Maluku
keagamaan, masyarakat Maluku mengalami
Tengah dan Maluku Tenggara. Maluku
ketegangan yang luar biasa. Tetapi pada aras
Tengah
budaya,
Ambon, Leasa, Haruku, Banda dan Buru.
masyarakat
Maluku
memahami
terdiri
dari
masyarakat
dirinya sebagai identitas yang tunggal dan
Sedangkan
menyatu sebagai identitas orang Maluku
praktek
dalam jargon ‘Orang basudara”. Dualisme ini
masyarakat Kei. Pengumpulan data dilakukan
atau juga dualitas identitas ini selalu menjadi
pada bulan Agustus hingga bulan Oktober
medan dialektika antara disintegrasi dan
2014. Penelitian ini menggunakan pendekatan
integrasi identitas di Maluku. Sebab orang
kualitatif deskriptif, yakni mendeskripsikan
Maluku dalam kesadaran kolonialnya, selalu
atau
menghadirkan ketegangan masa lalu yang
model keberagamaan orang Maluku dengan
terepresentasi dalam interaksi sosial yang
atribut kebudayaan yang dimiliki. 6 Masalah
saling curiga dan tidak menyatu. Hal ini
ini akan didekati dengan analisis sejarah dan
diperparah
politik
dengan
seting
sosial
yang
Maluku
keagamaan
Tenggara
Seram,
Islam
menggambarkan
dalam
meliputi
lokal
fenomena
konstrusi
poskolonial
pada
tentang
Poskolonial.
segregatif secara sosiologis. Masalah inilah
Konstruksi
Islam
Lokal
di
yang menjadi lokus kajian dalam konteks
Maluku dapat dijelaskan secara holistik dan
penelitian ini.
tidak parsial dalam perspektif historis dan Politik. Subjek penelitian ialah Masyarakat
B. Rumusan Masalah Dengan berdasar pada latar belakang di
atas,
maka
penulis
merumuskan
Maluku yang tereprentasi ke dalam Maluku Tengah dan Maluku Tenggara. Maluku
permasalahan penelitian ini adalah:
Tengah
1. Bagaimana Konstruksi Islam di Maluku ?
Ambon, Leasa, Haruku, Banda dan Buru.
2. Apakah
Sedangkan
Faktor
sejarah
kolonial
terdiri
dari
Maluku
keagamaan
masyarakat
Tenggara Islam
Seram,
meliputi
membentuk karakter identitas Islam lokal
praktek
lokal
pada
di Maluku ?
masyarakat Kei. Penentuan subjek penelitian
3. Bagaimana dampak yang ditimbulkan
juga dilakukan dengan model seleksi dengan
dari Interaksi Islam Lokal di Maluku
perbandingan antar kasus. Model ini dipilih
dalam seting kolonial?
untuk mendapatkan data perbandingan dari informan yang dikategorikan berada dalam
C. Metode Penelitian 6
Emy Susanti, et.al., Penelitian Kualitatif Suatu Pengantar, (Jakarta, Kencana: 2005).h. 166-168
Jurnal Fakultas Ushuluddin Dan Dakwah IAIN Ambon |3
masalah lokalitas Islam pada Masyarakat
selesai, kegiatan dilanjutkan dengan analisa
Maluku. Berkaitan dengan model ini, peneliti
data yang dilakukan dengan menggunakan
mencari informan berdasarkan lima tema
model interaktif. Dalam penjelasan Matthew
budaya di atas. Model ini bisa dilakukan juga
B. Miles dan A. Michael Hubarman, analisis
dengan teknik snow ball sampling.7
data dalam penelitian kualitatif merupakan
Teknik
pengumpulan
yang
sebuah proses yang berlangsung selama
digunakan terdiri atas studi kepustakaan,
proses penelitian tersebut, baik sebelum, pada
pengamatan
(partisipant
saat dan sesudah penelitian lapangan selesai.
Observation), dan wawancara mendalam
Jadi ada empat tahap yang harus dilakukan
(indeepth interview). Untuk mendapatkan data
dalam melakukan penelitian Kualitatif, yaitu:
sesuai dengan persoalan penelitian, maka
Pengumpulan Data, Reduksi Data, Penyajian
pengumpulan
Data (Interpretasi) dan Kesimpulan atau
terlibat
data
data
dilakukan
dengan
menentukan informan kunci. Data diperoleh
Verifikasi.8
dari pengamatan (observasi) di lapangan dan wawancara mendalam dengan tokoh agama,
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
ahli
sejarah,
menggali
data
akademisi, mengenai
budayawan, realitas
Islam
Maluku yang dipahami dan dipraktekan. Untuk
membantu
sejumlah
pertanyaan
wawancara, sebagai
Islam dan Multikultural di Maluku: Antara Kearifan Lokal dan Ideologi Agama
disusun pedoman
Multikultur bukan sesuatu yang asing bagi
masyarakat
Maluku.
Perjumpaan
wawancara, kemudian menggunakan tape
masyarakat
recorder untuk merekam setiap pembicaraan,
kelompok dari luar sudah terjadi sejak dulu.
disamping itu membuat catatan harian (self
Maluku sejak awal mula islamisasi dengan
Monitory) dan pengambilan dokumentasi
cara
yang dianggap penting untuk mendukung
memberikan struktur relasi yang baik oleh
hasil penelitian.
berbagai kelompok di masa kerajaan-kerajaan
damai
Maluku
oleh
dengan
para
berbagai
muballig
telah
Tekhnik analisis data yang digunakan
Islam. Di Maluku kita mengenal kerajaan
dalam penelitian ini adalah analisis data
Islam Iha, Kerajaan Islam Hitu, Kerajaan
kulitatif, mengikuti konsep yang diberikan
Islam Huamual, Kerajaan Islam Banda, dan
Miles dan Hubarman. Proses dalam analisis
Kerajaan Islam Sahulau. Gejala multikultur
data, setelah tahapan pengumpulan data
ini terjadi ketika Maluku dikenal sebagi
7
Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif edisi kedua, (Jakarta, Airlangga: 2002).h. 92
8
Matthew B. Miles dan Michel Hubarman, Analisis Kualitatif, (Jakarta, UI Press: 1992).h. 15-20
Jurnal Fakultas Ushuluddin Dan Dakwah IAIN Ambon |4
daerah rempah-rempah yang diburuh oleh
ini
pedagang nusantara, maupun Asia dan Eropa.
Maluku tidak memiliki akar tipologis yang
Kedatangan
sama,
berbagai
macam
etnis
dari
jika
disandingkan
meski
kerangka
dengan
konteks
epistemologinya
nusantara maupun Asia dan Eropa tersebut
hampir sama. Kelompok keagamaan di
terjadi cukup lama hingga masa peperangan,
Maluku tidak memiliki basis Priyayi yang
yang
dari
kuat sehingga afiliasi keagamaan hanya
nusantara maupun Asia dan Eropa yang
tergolong ke dalam Islam santri dan abangan.
menikah dan menetap di Maluku.
Untuk tipologi yang hampir sama dengan
menyebabkan
banyak
etnis
Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa multikultur
bukan
suatu
pola keagamaan Priyayi masih terasa pada
belakangan,
tetapi
Kesultanan Ternate. Memang Maluku juga
telah berkembang sejak Maluku berdiri, tidak
pernah memiliki sebutan kerajaan Islam,
saja pada sisi-sisi keagamaan, tetapi juga pada
tetapi pasca penjajahan, penetrasi kerajaan
tingkat
yang
tidak terlihat dalam struktur sosial budayanya.
cukup beragam. Dalam literatur keislaman
Untuk itu, dua kelompok yang disebutkan tadi
Maluku
pandangan
memiliki basis basis ideologi keagamaan yang
keislaman Maluku juga selain memiliki
didasarkan pada kelompok Santri, dan juga
kesamaan dengan tempat-tempat lain seperti
yang didasarkan pada kelompok abangan.
gejala
yang
Maluku
jawa adalah Maluku Utara sebab penetrasi
muncul
etnis
dan
juga
misalnya,
identitas
bahwa
Jawa, tetapi juga dalam sisi tipologis hampir
Hanya
yang
membedakan
antara
menyerupai varian-varian yang ada di Jawa.
polarisasi keberagamaan di Maluku dan Jawa
Teapi konteks Islam Lokal di Maluku
adalah
memiliki keunikan tersendiri dimana Islam
yang sangat dinamis dan cair. Tidak seperti
yang dipahami dan Islam yang dipraktekan
Islam di Aceh sebagaimana dijelaskan oleh
tidak seiring sejalan.
Mujib10 yang dikutip dari Fahri Ali misalnya
Penggambaran politik aliran yang
yang
bahwa Islam Maluku adalah Islam
menjadikan
Islam
sebagai
ditunjukkan oleh Clifford Geertz9 di Jawa
ideologis kerakyatan (populer
melalui
tiga
Santri,
Priyayi,
tipologi dan
basis
ideology)
besarnya,
yaitu:
yang belum tertandingi oleh ideologi lain.11
Abangan
adalah
Oleh karena itu, polarisasi yang berbasis
merupakan
penggambaran
kelompok
sosial
pembagian
keagamaan melalui
identitas politik aliran. Pola yang demikian
10
Ibnu Mujib, Islam Lokal: Perspektif Historis dan Politik Memahami Narasi Islam Aceh dalam Konstruksi Kebudayaan Global, (Banjarmasin, Laporan ACIS ke 10).h. 177 11
9
Clifford Gerrtz, Abangan, Santri, Priyayi, (Jakarta, Psutaka Utama: 1981).h. 7
Fachri Ali, Interiorisasi dan Eksteriorisasi: Refleksi Sejarah Sosial Politik Aceh, (Banda Aceh, Fakultas Hukum Universitas Syah Kuala).h.10
Jurnal Fakultas Ushuluddin Dan Dakwah IAIN Ambon |5
politik aliran di Maluku tidak terlalu tampak.
Pola keberagamaan di Maluku dapat
Representasi keislaman Maluku yang dinamis
dikategorikan ke dalam Islam Abangan dan
dan cair itu membuat sedikit kesulitan dalam
Islam Santri yang merujuk pada praktek
membuat
keagamaan yang dimiliki oleh setiap orang
kategorisasi
keagamaan
yang
menjadi basis ideologi.
atau kelompok. Islam Abangan di Maluku
Dalam konteks polarisasi berdasarkan
merupakan penanda bagi mereka yang tidak
ideologi agama belum terlalu kuat di Maluku.
mengikuti perintah sholat secara baik, zakat,
Sebagian mengatakan bahwa Islam di Maluku
maupun puasa. Kalau kita melihat fenomena
ini terjadi campuran praktek kearifan lokal
keberagamaan di setiap negeri-negeri di
sehingga kesadaran itu lebih dominan dari
Maluku, ketaatan beriabadah itu didominasi
pada afiliasi ideologi agama. Agama memang
oleh kalangan Tua. Anak-anak muda yang
menjadi identitas yang terepresentasi dalam
sampai berusia empat puluh sampai lima
praktek-praktek keagamaan, tetapi hal itu
puluh tahun kebanyakan dari mereka tidak
tidak lantas praktek keagamaan mengikuti
terlihat di Mesjid. Kesolehan seseorang
pola ideologi keagamaan yang menjadi
diukur dengan tingkat beribadahnya yang
kerangka acuan dari tindakan, sebagaimana
sesuai denga perintah Allah dan Rasulnya.
dijelaskan oleh seorang akademisi dari IAIN
Identitas Islam Maluku dalam varian Abangan
Ambon:
memiliki keunikan tersendiri dalam konteks
“Saya belum melihat fenomena itu dalam kehidupan keseharian masyarakat Maluku karena Ideologi agama masih dikalahkan oleh dominasi kearifan lokal. Namun demikian, tidak bisa diabaikan bahwa ada gejala gejala kecil yang menunjukan adanya perubahan dan kecenderungan ke sana utamanya karena pengaruh transnasional yang semakin gencar pascakonflik meskipun skalanya masih kecil. Muhammadiyah dan NU di Maluku tidak menempatkan diri sebagai ideologi dan ini saya kira menarik. Saya adalah MuNU jadi saya selalu hadir pada setiap undangan tahlilan”.12
penelitian
Wawancara tanggal 28 September 2014 dengan Dr. Basman, M.Ag, Kepala Biro AUAK IAIN Ambon
Sebab
walaupun
tingkat
ketaatann yang demikian rendah, tetapi idenitas keislaman tidak perlu diragukan. Relasi keberagamaan keislamannya sering menjadi simbol keMalukuan yang tidak bisa ditawar lagi, hal itu terjadi selain karena Islam
telah
masyarakat
menjadi Maluku,
bagian
integral
Islam juga menjadi
dasar keberagamaan yang paling prinsipil (principle of live). Kelompok ini di dalam
konteks
penelitian Maluku adalah orang Maluku asli
12
ini.
yang
juga
menganut
dasar-dasar
aqidah dan kepercayaan Islam. Islam bagi kelompok ini juga dimaknai sebagaimana
Jurnal Fakultas Ushuluddin Dan Dakwah IAIN Ambon |6
orang Maluku pada umumnya meyakininya.
tempat-tempat angker, seperti hutan, laut,
Hanya yang membedakan dengan praktik
pohon besar seperti beringin, dan pohon
keislaman garis modern (yang menolak
ketapang. Kelompok ini juga percaya bahwa
khurafat, bid’ah, dan takhayul), selain karena
kuburan ulama yang alim juga memiliki
perbedaan prinsip
pengaruh bagi hidup mereka. Makam Penyiar
keberagamaan,
praktik
ritusnya pun juga berbeda. Dalam
literatur
agama di setiap negeri di Maluku selalu di
kebudayaan, oleh
Woodward sebagaimana dikutip oleh Wally dan Usman,13 kelompok
ini
jadikan sebagai tempat ziarah ketika ingin pergi haji.
disebut
Kedua, kelompok santri. Di Maluku,
kelompok sinkritis. Praktik ritus kelompok
kelompok
ini memadukan Islam dengan praktik ritus
dalam konteks penelitian ini tidak memiliki
lokal-tradisional yang pernah berkembang
kaitan kultural dengan Islam Santri yang ada
sejak masa awal keberagamaan Maluku.
di Jawa, dimana kesantrian seseorang karena
Seperti ritual masuk rumah baru, tempat
memiliki
keramat,
Kelompok santri di Maluku memang sejarah
ritual
kematian,
dan
praktek
meminta pertolongan ke dukun.
ini
baisi
merupakan kelompok yang
pesantren
yang
kuat.
historis, memiliki hubungan penyiaran Islam
Selain itu, kelompok ini juga memiliki
dengan ulama di Jawa, tetapi sampai pada
kepercayaan terhadap hal-hal gaib seperti roh
penetrasi kultur santri secara kelembagaan
halus, kekuatan alam, bahkan kekuatan
tidak terjadi di Maluku. Di Maluku memang
sakti.
Allah
ada beberapa pesantren yang didirikan, tetapi
menciptakan makhluk halus yang mendiami
digunakan sebagai tempat belajar agama.
alam berzah (alam gaib), seperti pueglah
Tetapi referensi keagamaan tidak terlalu kuat
ka’oy (tafaul) pada kuburan-kuburan
yang
sebagaimana di Jawa. Kesantrian orang
dianggab keramat, dengan kata lain, ada
Maluku hanyalah upaya memperkenalkan
makhluk
kepada
ajaran agama Islam, tetapi relasi keislaman
melakukan
selalu merujuk pada Islam abangan yang
Mereka
Alllah
halus dan
ada
percaya
bahwa
yang mengabdi juga
yang
kejahatan untuk mengganggu manusia atau
tradisional mistik sufistik.
hewan lainya. Dalam
Praktik kepercayaan
mereka,
makhluk halus yang jahat telah mendiami
ditunjukkan terjalin
tersebut melalui
relasi
dapat yang
dapat terus
dengan ilmu-ilmu tarekat yang di
dapatkan dari tuan-tuan guru ngaji yang ada 13
Muhammad Rasyidah Waly dan Usman, Fanatisme Beragama Sebagai Penghambat Kemajuan Masyarakat Aceh, Laporan Hasil Penelitian, Banda Aceh, The Aceh Institute: 2006).h.26
di setiap negeri di Maluku. Banyak anak-anak Maluku yang dimasukan di pesantren di
Jurnal Fakultas Ushuluddin Dan Dakwah IAIN Ambon |7
Maluku tidak terlalu membawa dampak
dipadukan antara agama dan umum. Dulunya
referensial ajaran atau praktek keagamaan
Tempat
dari pesantren ke dalam aktivitas sehari-hari.
kemudian berubah nama menjadi Pesantren.
Pengajian
Al-qur’an
(TPA),
Ada beberapa Pesantren di Maluku
Model ajaran yang dijadikan landasan adalah
yang didirakan oleh orang luar Maluku
pemikiran modern yang berafiliasi dengan
maupun yang didirakan oleh orang Maluku
paham Muhammadiyah. Ori terbagi dua
sendiri antara lain Pesantren Nurul Tsaqalain
paham yang terdiri dari Ori atas Filatanama
di
keagamaannya
dan Ori bawah Tunimahu. Konflik perebutan
cenderung ke ajaran Syiah. Misalnya acara
siswa pernah terjadi antara Nadil Ulum
sepuluh Muharam selalu dirayakan. Tetapi
dengan Yayasan Al-khairiyah yang memiliki
tahlilan orang meninggal juga diadakan dan
sekolah-sekolah umum.15 Di dusun Ori juga
setiap malam jumat diadakan doa kumail
terdapat Aliran Mawar Merah yang targetnya
secara bersama dengan santri. Malam Rabu
adalah generasi mudah. Cara beribadah lebih
Tawasul bersama. Perayaan sepuluh muharan
banyak zikir dari pada sholat.
Hila
yang
praktek
sudah mulai mengundang orang dari luar
Sementera pesantren Hidayatullah di
pesantren. Mesjid selalu dipenuhi oleh orang
Liang Salahutu16 yang berpusat di Gunung
tua,
Pondak
Tembak dan kantor pusatnya di Jakarta yang
Pesantren ini di pimpin Zamaluddin Bugis
secara hirarki langsung pesantren di Liang
seorang ustat asal Hila Maluku. Kemudian
adalah
pesantren Suffa Hizbullah di dusun Oli negeri
Bontang Balik Papan yang sekarang di
Hitu
pimpin oleh Ustat. Muhammad Erwin Gatta.
dan
yang
minim
juga
anak
mudah.
berada
dalam
Jazirah
Leihitu.14
perpanjangan
dari
Hidatullah
di
Pesantern Hidatullah di Liang didirikan pada
Kemudian Pesantren Nadil Ulumi
tahun 1993. Kategori keagamaan adalah
Diniyah di dusun Ori yang sudah ada sejak
sistematika
Nuzulul
dulu dan memiliki alumni yang cukup sukses
kurikulum
pendidikan
di luar. Pendiri Pesantren Kiyai H. Husain
menggunakan sistem Halokah bertingkat
Tuasikal yang juga adalah orang Ori sendiri.
yakni marhalah u’la, marahalah wusto, dan
Pesantren ini sekarang dipimpin oleh Kepala
marhalah ulya. untuk membahas suatu temah.
Pondok Pesantren Kiyai H. Tahir Tuanaya.
Pengajian Mushidayah untuk wanita. Mereka
Pesantren ini memiliki asrama utuk putra
tidak kunut dan tahlilan. Santri berasal dari
putri.
Sistem
pendidikan
di
Wahyu. di
Sistem Pesantren
Pesantren 15
Wawancara tanggal 25 September 2014 dengan santri Pesantren Nadil Ulum 14
Wawancara tanggal 25 September 2014 dengan santri Pesantren Sittin Masawoi.
16
Wawancara tanggal 25 September 2014 dengan santri Pesantren Hidayatullah Zulkarnain
Jurnal Fakultas Ushuluddin Dan Dakwah IAIN Ambon |8
berbagai daerah di Maluku dan juga luar
Abangan, sedangkan Hanunu masyarakatnya
Maluku yakni dari Seram, dari Batumerah,
taat beragama (santri). Pola beragama seperti
Orang
Liang.
ini karena ada Jamaah Salafi. Tetapi awalnya
kegiatan
mereka juga dapat dikategori sebagai abangan
Seminar kewirausahaan di Natsepa yang
yang sama dengan negeri Waisala. Beberapa
menghadirkan peserta dari Jamaa. Strategi
keluarga di Waisala punya hubungan keluarga
dakwah
dengan yang ada di Hanunu. Raja dan
Buton,
Pesantren
dan
pernah
pesantren
juga
orang
melakukan
Hidayatullah
untuk
masyarakat di luar pesanren terumatama
Sekretaris
negeri-negeri di wilayah pesantren tidak
keluarganya untuk masuk ke dalam jama
terlalu banyak. Hanya secara Inernal yakni
Salafi. Sistem pengajian adalah mempelajari
diadakan pengajian halakoh dan pembinaan
bahasa arab dan hadis yang berbeda dengan
Muallaf. Target dakwah hidayatullah lebih
yang diajarkan di TPA-TPA di Waisala.
dipentingkan
Faktor masuknya orang Waisala adalah
bagaimana
menegakkan sholat.
orang
Islam
Sekola formal di
Pesantren hanya ada Mts (SMP).
karena
desa
intensitas
hadirnya
melibatkan
orang-orang
anggota jama Salafi sudah ada yang menika di
Pesantren Khoiru Ummah di Kobisonta.
Waisala
Pesantren
Kasturian).17
peneliti
ikut
Waisala ke pengajian Salafi. Beberapa dari
Di bagian Seram Utara juga terdapat
ini
telah
tidak
sempat
dengan
anak
Raja
(Marga
mewawancarai informan terkait, sehingga
Keberadaan berbagai macam aliran
belum dapat menggambarkan dan menganasis
keagamaan pascakonflik di Maluku turut
pola pemahaman keagamaan di sana. Tetapi
mempengaruhi relasi sosial keagamaan antara
sebagaimana di ceritakan bahwa Pesantren
masyarakat Islam lokal dengan aliran-aliran
Khoira Ummah memiliki ikatan ideologi
keagaman tersebut. Sebagaian beranggapan
keagamaan dengan praktek NU.
bahwa kehadiran aliran-aliran garis keras itu
Maluku pascakonflik juga dibanjiri
justru akan merusak pola hubungan kultral
oleh kelompok-kelompok Islam garis keras di
sebagai orang basudara di Maluku. Sebagian
Ambon seperti Jama Tablik, Salafi di
yang lain menanggapi kehadiran aliran ini
kampung kisar, Mujahidin dan LDII di
sebagai tugas amar ma’ruf yang baik di
Galunggung dan juga jaringan Salafi di
Maluku.
Waisala kabupaten Seram Bagian Barat.
Namun yang menarik adalah bahwa
Salafi di negeri Waisala pengikut tersebar di
polarisasi ini tidak terlalu menjadi kesadaran
dusun Hanunu. Raja Waisala ikut belajar di
umum
Dusun
Hanunu.
Waisala
yang
menarik
batas
identitas
mayoritasnya 17
Wawancara tanggal 27 September 2014
Jurnal Fakultas Ushuluddin Dan Dakwah IAIN Ambon |9
keagamaan yang menuai ketegangan yang
mistik magis yang dalam konteks varian
berarti.
Geertz berada dalam kategori abangan. Tetapi
Konteks
keagamaan
Maluku
yang
plural
dalam
varian ini
menariknya, identitas ini tidak bersifat statis,
memberikan beragam tanggapan terhadap
sebab kategori santri di Maluku juga memiliki
berbagai macam ancaman yang sewaktu-
praktek mistik dan magis dalam praktek ritual
waktu
pemahan
keagmaanya. Persebaran etnis di Maluku
keagamaan yang radikal, sehingga anggapan
yang plural terdiri dari etnis Maluku yakni
bahwa hanya Islam yang paling benar dan
orang Ambon, Seram, Buru Tenggara, Leasae
yang lain salah adalah satu hal dari dampak
dan Haruku, juga terdapat non Maluku yakni
pluralitas paham keagamaan di Maluku.
etnis Jawa, Buton, Bugis, Makasar, Madano
Untuk memahami Aliran-aliran keagamaan
dan
dalam konteks penelitian Islam di Maluku,
keagamaan,
perlu
bagaiamana
Maluku menjadi plural dan bisa menjadi basis
Aliran-aliran dalam Islam. Islam mengenal
ketegangan jika tidak dikelola secara baik.
tiga kategori paham keagamaan. Pertama,
Kesadaran Multukultural menjadi penting
Islam Formal Fiqh yang seluruh tindakan
dimana saling mengharga dan memahami
ritual harus sesuai dengan rumusan hukum
menjadi inti dari semangat multikultural
Islam (Fiqh). Kedua, Islam Mistik, yakni
tersebut (respect and understanding each
Islam
dibarengi
other culture). Sebab, tarikan identitas etnis
dengan praktek-praktek lokal yang hidup di
dapat mengalahkan identitas daerah yang di
tengah
lebih
dalamnya terdapat kesamaan agama. Dengan
mendudukan kelompoknya ke dalam Islam
demikian, identitas agama menjadi dapat
Sufi. Ketiga, Islam Puritan, yakni Islam yang
terkalahkan oleh kesadaran identitas etnis
seluruh
harus
sebagai orang Maluku yang saling “Baku
berdasarkan pada perintah Al-qur’an dan
Sayang” yang termanipestasi dalam kearifan
Sunnah Nabi. Kelompok ini sangat melarang
lokal Pela dan Gandong, Bongso Ade Kaka,
keras
Larwul Ngabal, dan Aini Ain.
muncul.
mengenal
yang
Misalnya,
lebih
praktek
masyarakat.
pelaksanaan
praktek
semacam
ritual
jelas
ritualnya
Islam
ini
ritualnya
yang
tidak
ada
referensinya dengan tindakan Mahammad SAW.
Sumatra.
Dalam
konteks
kategorisasi
varian
keagamaan
di
Tetapi identitas kelokalan sebagai etnis Maluku sewaktu-waktu juga digunakan
Dalam konteks pluralitas etnis di
sebagai strategi bertahan ketika identitas
Maluku yang tersebar dari Pulau Ambon,
agama berada dalam ancaman politik dan
Seram, Buru, Tenggara, Lease dan Haruku,
budaya. Dalam konteks itu, maka apa yang
dominannya menganut varian keagamaan
dijelaskan oleh Bhabha tentang “identitas
Jurnal Fakultas Ushuluddin Dan Dakwah IAIN Ambon |10
antara”
atau
teori
liminalitas
mampu
menjelaskan fenomena tersebut. Identitas bukan
bawaan
terlahir
dari
kampong (baca: negeri).
semata,
tetapi
Uniknya, keberislaman orang Maluku
hubungan-hubungan
yang
pada aras tertentu mengalamai ketegangan
melahirkan
yang sewaktu-waktu diaktifkan. Jadi Islam
identitas ganda. Untuk itu, identitas etnsi,
Lokal dalam aras tertentu adalah Islam yang
identitas Islam, dan identitas daerah bisa saja
berdiri pada referensi Islam leluhur yang
dimiliki oleh seseorang sebagai identitas
tipologinya sama dengan Islam abang yang
ganda. Islam lokal adalah varian tersendiri
sufistik tradisional. Pengetahuan seperti ini
bagi representasi identitas agama, tetapi pada
dapat kita pahami dalam tiga kategori
aras yang lain identitas etnis menjadi dominan
perkembangan manusia dari tahap theologis,
untuk ditonjolkan dalam medan sosial budaya
tahap mistisisme, dan tahap positivisme.
dan politik.
Islam Lokal dibangun di atas kesadaran
kompleks
ontologis
narasi Islam yang di bawah dari kampong-
yang
kemudian
Islam Maluku: antara Identitas Lokal
masyarakat yang masih dalam tahap theologis
dan Ideologisasi Agama
dan mistik, sehingga tipologis Islam abangan
Identitas Islam Lokal di Maluku menjadi
kata
kunci
untuk
memahami
yang
mistik
dan
magis
menemukan
bentuknya.
bagaimana orang Islam merepresentasikan
Identitas Islam Lokal tidak serta merta
identitas etnisnya yang lebih kepada aspek
berada dalam lokus homogenisasi varian
budaya lokal. Keislaman sesorang sudah
keagamaan.
menjadi turun temurun dari leluhur mereka
masyarakat Maluku nampak seperti identitas
dan dianggap sebagai ajaran yang lebih
etnis yang homogen, tetapi sebetulnya berada
membatin bagi kehidupan sosial budaya
dalam pluralitas yang cukup kuat antara Islam
mereka. Keunikan Islam lokal di Maluku
lokal yang disebut anak negeri dan pendatang
terepresentasi
(orang dagang).
berelasi
secara
dari
basis
kultural
keislamannya dengan
Pada
konteks
etnisitas,
Pluralitas identitas varian keagamaan
negeri-
negerinya masing-masing. Bahkan pada aras
dan
juga
etnis
di
Maluku
tertentu, identifikasi keislaman berada pada
menimbulkan
ketegangan identitas kampong-kampong.18
kecurigaan antara satu sama lain menjadi
Jadi identitas agama sudah dibangun dengan
penanda relasi konfliktual yang terus terawat
ketegangan.
seringkali Tepatnya,
sebagai bawaan poskolonial. Semua orang 18
Istilah Identitas kampong-kampong digunakan sebagai istilah yang dianggap lebih mewakili sosiologi pengetahuan masyarakat Maluku.
Maluku ketika ditanya tentang budaya Pela Gandong, meraka sangat kenal dan senang
Jurnal Fakultas Ushuluddin Dan Dakwah IAIN Ambon |11
untuk
menonjolkan
cerita
bagaimana
dalam seting sosial masyarakat Maluku di
hubungan pela gandong itu terjadi. Hal ini
dominasi oleh seluruh praktek keagamaan
dapat dilihat dari ungkapan Drs. Mahdi
yang ada di setiap negeri-negeri Islam yang
Malawat seorang dosen IAIN Ambon bahwa
ada di Maluku. Bahkan fenomena menarik
“Dulu hubungan Islam dan Kristen dalam
dan unik dari karaktek Islam Maluku adalah
ikatan Pela Gandong tidak
terlalu kuat,
penonjolan heroisme berperang atas nama
sekarang paska konflik ikatan itu semakin
agama yang sangat kuat di Maluku. Islam
kuat lagi.”
sebagai identitas tidak dijalankan secara baik
Berbagai pendapat mengenai karakter
sebagaimana diperintahkan dalam Al-qur’an
Islam di Maluku, mulai dari Islam yang
dan Sunnah, tetapi panggilan untuk berperang
fanatik hingga Islam yang moderat. Islam
dengan berbagai mistik dan magis yang
yang moderat sebagaimana dipersepsikan
dimiliki oleh setiap negeri. Fenomena seperti
oleh Husen Maswara, dosen IAIN Ambon
ini di Maluku bukan sesuatu yang baru dan
sebagai berikut:
asing dan boleh jadi fenomena ini tidak di
“Ciri Islam Maluku ini adalah Islam
dapat di daerah lain di Indonesia.
moderat, sebab walaupun ada kelompok-
Afiliasi Islam lokal dalam kategori
kelompok garis keras hadir di Maluku,
abangan ini biasanya terlihat dalam praktek-
tetapi itu tidak mempengaruhi tokoh-tokoh
praktek keagamaan. Misalnya kelompok ini
Islam
hanya
selalu melakukan ziarah ke makam wali yang
mempengaruhi akar rumput yang itu juga
ada di setiap negeri, ritual kambing maaf,
kebanyakan bukan dari orang Maluku
upacara cuci kuburan, dan lain-lain. Praktek
Asli”19
keagamaan selalu disertai dengan praktek
di
Maluku.
Paling
budaya lokal yang berdimensi sinkretis. E. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Intinya dari semua ritual yang dilakukan
adalah upaya memohon perkenaan Tuhan
Kesimpulan Islam Lokal yang dalam konteks
penelitian ini adalah bagaimana memahami
Allah dan Leluhur dan terhindar dari segala musibah.
konstruksi
Sementara varian keagamaan dalam
poskolonial. Hasil kajian ini menunjukan
kategori Islam Santri merujuk pada kelompok
bahwa Islam Lokal terepresentasi ke dalam
yang
dua kategori varian keagamaan, yakni Islam
sebagaimana yang dijabarkankan dalam Al-
abangan dan Islam Santri. Islam abangan
qur’an dan Sunnah. Tetapi dalam kelompok
narasi
Islam
Maluku
dalam
menjalankan
perintah
Tuhan
ini terdapat beberapa aliran keagamaan yang 19
Wawancara pada tanggal 23 September 2014.
Jurnal Fakultas Ushuluddin Dan Dakwah IAIN Ambon |12
dapat dikategori menjadi dua aliran yakni
penjajah,
aliran pertama disebut kelompok santri formal
kekuasaan
yakni kelompok yang menjalankan ajaran
sehingga menjadi bom waktu bagi konflik-
Islam sebagaimana referensi hukum-hukum
konflik sosial di Maluku. Konflik legitimasi
Islam (fiqh). Seluruh ibadah yang dijalankan
kekuasaan atas hak Ulayat di setiap negeri di
didasarkan pada rumusan-rumusan hukum
Maluku. Klaim-klaim atas hak kekuasaan
Islam yang merupakan ijtihad para ulama.
Ulayat sering terjadi di Maluku dan menjadi
Sedangkan
adalah
konflik yang sulit untuk diselesaikan. Sebab
kelompok Santri Puritan yang pendekatan
konflik tersebut berkaitan dengan nilai hidup
ibadahnya berdasarkan apa yang diwahyukan
dari masyarakat di setiap negeri di Maluku.
dan
Bahkan hal tersebut dibuat dalam hukum adat
aliran
dipraktekan
yang
oleh
kedua
Muhamad
SAW.
Kelompok ini sangat menentang keras praktek ibadah yang tidak sesuai dengan Al-qur’an
untuk
di
bunuh.
Kelompok
ini
dinamakan kelompok fundamentalis.
adat
melahirkan
terhadap
dominasi
yang
lainnya
sebagaimana terdapat pada masyarakat Key
Rekomendasi
dan Sunnah, bahkan kadar tertentu, darah halal
sehingga
Islam lokal dengan ciri khasnya yang akomudatif terhadap kearifan lokal harus dilihat sebagai modal sosial yang kuat bagi
Dalam konteks relasi Islam Lokal
kelangsungan suatu tatanan sosial yang baik.
dengan agama Kristen di Maluku mengalami
Sebab Islam lokal adalah hasil dari negosiasi
kekakuan
warisan
kultural yang cerdas dari peradaban suatu
poskolonial dimana faktor penjajahan di
masyarakat. Lokalitas tidak bisa bertahan
Maluku sangat mempengaruhi karakter orang
dalam
Islam Maluku dalam membangun relasi
berkembang
keagamaan. Aspek kecurigaan satu sama lain
kelokalan dirinya sendiri.
masih
sebagai
terlihat
akibat
dalam
dirinya jika
sendiri,
bahkan
tidak
hanya
berkutat
dalam
kesadaran
Untuk itu, Islam lokal sebagai modal
masyarakat Islam lokal. Faktor penjajahan di
sosial harus dirawat secara holistik. Tuntutan
Maluku
globalisasi meniscayakan perubahan pada
juga
hidup
dari
membawa
akibat
bagi
disintegrasi sosial keagamaan di Maluku di
struktur
mana segregasi pemukiman menjadi strategi
mengikis tatanan sosial budaya yang ada.
politik penjajah dalam memetakan wilayah
Pemerintah dan masyarakat di Maluku harus
yang ditaklukan ke dalam misi suci mereka.
menyadari
Selain
suci
kepentingan di Maluku dalam kerangka
penginjilan, segregasi juga tercipta karena
Maluku yang lebih baik. Pemerintah daerah
apiliasi politik masyarakat Maluku dengan
baik Kabupaten Kota maupun Provinsi harus
untuk
kepentingan
misi
sosio-religius
akan
sehingga
pentingnya
dapat
berbagai
Jurnal Fakultas Ushuluddin Dan Dakwah IAIN Ambon |13
mengambil
peran
dalam
mengelola
permasalahan ini secara cerdas. Narasi Islam di Maluku memiliki sejarah sosial budaya dan politik
yang
memberikan
dampak
bagi
representasi identitas diri yang kuat dari hasil proses panjang kehidupan masa lalu mereka. Segregasi harus dikelola sehingga menghilangkan imajinasi poskolonial yang penuh kecurigaan. Dengan demikian, logika pembangunan Maluku dengan logo Siwalima menandakan
keharmonisan
hidup
dua
kekuatan yang saling merebut dominasi, sehingga menjadi hidup secara harmonis dalam
seting
kehidupan
sosial
budaya
Maluku. Pembangunan harus merepresentasi narasi kebudayaan orang Maluku, sehingga masyarakat
Maluku
tidak
tergeser
dari
identitas etnis orang Maluku. Masyarakat Maluku dan Pemerintah harus sama-sama bersinergi membangun Maluku dalam Aras kehidupan keagamaan yang berbudaya orang Maluku.
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Amin M. 2004, Studi Agama: Normativitas atau Historisitas, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Abdullah, Irwan. 2006. Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Berger, Peter L. dan Thomas Luckmann. 1990. Social Construction of Reality: A Treatise in the Sociology of Knowledge, New York: Penguin Books.
E. Tiezzi, N. March Ettini & M. Rossini, Extending The environmental wisdom beyond Gandhi, Lelaa. 2006. Teori Psokolonial Upaya Meruntuhkan Hegemoni Barat, Yogyakarta: Qalam. Geertz, Cliffort. 1981. Islam Jawa, Santri, Abangan, dan Priyayi, Jakarta: Pustaka Geertz, Cliffort. 1982. Islam Yang Saya Amati, Perkembangan di Maroko dan Indonesia, Jakarta: Yayasan Ilmu Sosial Idrus, Muhammad. 2002. Metode Penelitian Ilmu Sosial Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif edisi kedua, Jakarta: Airlangga Latif, Yudi. 2005. Intelegensia Muslim dan Kuasa. Genealogi Intelegensia Muslim Indonesia Abad ke-20. Bandung: Mizan Leirissa, R.Z. dkk. 1982. Maluku Tengah di Masa Lampau, Gambaran Sekilas Lewat Arsip Abad Sembilan Belas, Jakarta: Penerbitan Sumber-Sumber Sejarah No.13 Lestaluhu, Maryam .1988. Sejarah Perlawanan Masyarakat Islam terhadap Imperialisme di daerah Maluku, Bandung: Al-Ma’ruf Ma’ruf, Jamhari. 2014. Pendekatan Antropologi dalam kajian Islam. Sumber www. Dikpertais.com Miles, Matthew B. dan Michel Hubarman.1992. Analisis Kualitatif, Jakarta: UI Pres Mujib, Ibnu. 2010. Islam Lokal: Perspektif Historis dan Politik Memahami Narasi Islam Aceh dalam Konstruksi Kebudayaan Global, Banjarmasin: Laporan ACIS ke 10. Pranowo, M. Bambang. 2009. Memahami Islam Jawa, Jakarta: IKAPI Putuhena, M. Saleh. 2006. Interaksi Islam dan Budaya di Maluku, dalam Kamarudin Jurnal Fakultas Ushuluddin Dan Dakwah IAIN Ambon |14
(ed). Menjadi Indonesia dan Lokal Islam Nusantara: 13 Abad Eksistensi Islam di Bumi Nusantara, Bandung: Mizan Said, Edward W. 2010. Orientalisme Menggugat Hegemoni Barat dan Mendudukan Timur Sebagi Subjek, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sitorus, Fitzgerald K. 2004. Identitas Dekonstruksi Permanan, dalam Mudji Sutrisno dan Hendar Putrananto. (ed)., Hermeneutika Pascakolonial Soal Identitas, Yogyakarta: Kanisius Supriyono, J. 2004. Mencari Identitas Kultur Indonesia Upaya Memahami Teori Liminalitas Homi K. Bhabha, dalam Mudji Sutrisno dan Hendar Putrananto (ed)., Hermeneutika Pascakolonial Soal Identitas, Yogyakarta: Kanisius Susanti, Emy et.al. 2005. Penelitian Kualitatif Suatu Pengantar, Jakarta: Kencana Tjahyadi, Simon Petrus L. 2007. AgamaAgama dan Perdamaian: Filsafat Eksistensi K. Jaspers. Medan: Persetia Waly, Muhammad Rasyidah, dan Usman, 2006. Fanatisme Beragama Sebagai Penghambat Kemajuan Masyarakat Aceh, Laporan Hasil Penelitian, Banda Aceh: The Aceh Institute.
Jurnal Fakultas Ushuluddin Dan Dakwah IAIN Ambon |15