I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kalsium merupakan kation dengan fosfat sebagai anionnya, absorbsi keduanya tergantung pada konsentrasi dalam plasma darah. Metabolisme ion kalsium dan fosfat dalam tubuh dipengaruhi oleh hormon paratiroid. Hormon paratiroid merangsang penyimpanan ion kalsium dan mendorong eliminasi fosfat oleh ginjal selama pembentukan urin, sehingga terjadi peningkatan reabsorbsi kalsium dan ekskresi kalsium melalui urin menjadi lebih sedikit. Pada kondisi normal, peningkatan ekskresi ion kalsium dalam urin tidak selalu disebabkan oleh reabsorbsi yang tidak sesuai oleh ginjal, akan tetapi dapat terjadi karena jumlah asupan kalsium yang tinggi melebihi kebutuhan ion kalsium yang perlu disimpan dalam tubuh serta peningkatan aktivitas tubuh (Sherwood, 2011). Ganong, dkk (2008) menyatakan bahwa faktor lain yang mempengaruhi reabsorbsi ion kalsium adalah konsentrasi ion fosfat dalam plasma darah, sebab peningkatan ion fosfat plasma darah akan merangsang hormon paratiroid dalam peningkatan reabsorbsi ion kalsium oleh tubulus ginjal sehingga ekskresi ion kalsium melalui urin akan menurun dan ekskresi ion fosfat melalui urin akan meningkat. Foley, dkk (2010) menambahkan bahwa kadar ion kalsium dan fosfat dalam urin merupakan gambaran dari kadar ion kalsium dan fosfat yang ada di dalam dalam plasma darah. Jumlah kadar ion kalsium dan fosfat dalam urin adalah 70% dari jumlah kadar ion kalsium dan fosfat dalam plasma darah. Sejumlah 30% yang tidak diekskresikan melalui urin, diabsorbsi kembali dalam
tubuh dan terlibat dalam metabolisme pembentukan tulang dan gigi serta mengatur sejumlah proses fisiologik dan biokimia dalam tubuh (Murray, 2003). Fong, dkk (2009) melalui hasil penelitiannya menyatakan bahwa proses sementogenesis dipengaruhi oleh kadar fosfat plasma darah. Penyimpangan fenotip sementum berhubungan dengan hipofosfatasia, penurunan kadar ion kalsium plasma darah dapat menyebabkan kelainan dalam proses pembentukan sementum dan penutupan apikal gigi. Jekl, dkk (2011) menyatakan dalam hasil penelitiannya bahwa kadar ion kalsium dan fosfat dalam plasma darah berpengaruh terhadap proses dentinogenesis gigi, baik pada gigi desidui maupun pada gigi permanen. Kadar ion kalsium dan fosfat dalam plasma darah yang rendah akan menyebabkan enamel hipolasia dan depigmentasi pada mahkota, serta keterlambatan penutupan apikal pada apeks gigi. Bertolakbelakang dengan pernyataan dan hasil penelitian tersebut diatas, Ranggard (1994) dalam hasil penelitiannya mengenai hubungan enamel gigi dengan kalsium terionisasi dalam plasma darah dan hormon paratiroid: penelitian pada gigi desidui manusia dan insisivus maksila pada tikus menyatakan bahwa kadar kalsium plasma yang rendah tidak berhubungan dengan penyimpangan pada proses pembentukan gigi. Hasil penelitian pada sampel tikus serupa dengan hasil penelitian pada sampel manusia. Ogawa, dkk (2005) menambahkan bahwa kegagalan proses dentinogenesis pada gigi tidak dipengaruhi oleh kadar kalsium dan fosfat dalam plasma darah tetapi diakibatkan karena kelainan pada odontoblas.
Menurut Suri, dkk (2004) pembentukan gigi merupakan proses yang dinamis yang melibatkan pembentukan mahkota, pembentukan akar sampai dengan terjadinya penutupan apikal gigi. Aldred, dkk (2003) menambahkan bahwa proses pembentukan akar dimulai sesaat setelah mahkota gigi terbentuk, selanjutnya berkembang seiring dengan proses erupsi gigi. Berkovitz, dkk (2009) menyatakan bahwa saat gigi permanen pertama kali erupsi yaitu molar pertama permanen pada usia 6 tahun, panjang akar yang terbentuk baru mencapai dua pertiga panjang akar dan apikal gigi akan menutup sempurna 3 tahun kemudian, atau sekitar usia 9 – 10 tahun. Penambahan panjang akar sampai terjadi penutupan akar sejak gigi erupsi adalah sebesar 5 – 10 μm per hari, proses ini melibatkan tiga komponen utama yaitu dental folikel, lapisan epitel akar gigi, dan papila dentalis. Guyton dan Hall (2006) menambahkan bahwa pada proses pembentukan gigi, terdapat invaginasi internal epitel rongga mulut ke dalam dental lamina yang diikuti oleh pertumbuhan organ yang memproduksi gigi. Sel-sel epitel dibagian atas membentuk ameloblas menjadi enamel disisi luar gigi, dan mengaktifkan odontoblas sehingga terjadi sekresi alkali fosfat yang berfungsi sebagai aktivator serat kolagen. Serat kolagen tersebut menyebabkan timbulnya pengendapan garam-garam kalsium pembentuk gigi. Odontoblas berperan secara aktif dalam proses pertukaran ion kalsium dan fosfat dengan mengontrol pertukaran dan pelepasan ion kalsium dan fosfat. Menurut Berkovitz, dkk (2009) prinsip proses dentinogenesis pada akar gigi tidak berbeda dengan yang terjadi pada mahkota gigi. Pada pembentukan akar, proses dentinogenesis berlangsung lebih lambat dibanding dengan pembentukan
mahkota. Epitel enamel internal pembentuk akar tidak mengalami diferensiasi lebih lanjut setelah dimulainya proses dentinogenesis tetapi terpisah menjadi beberapa fragmen. Pembentukan serat kolagen pada akar gigi terpisah dengan lamina basal sel epitel pembentuk sementum. Peritubular dentin membentuk bagian apikal gigi dengan komposisi kalsium fosfat. Bagian ujung apikal gigi tidak terisi dengan endapan garam kalsium fosfat (zona transparan), membentuk foramen apikal menghubungkan pulpa dengan sementum. Zona transparan semakin menyempit (penutupan apikal) seiring dengan pertambahan usia, hal ini tidak dipengaruhi oleh fungsi ataupun iritasi eksternal. Demirjian, dkk (1976) menyatakan bahwa penutupan apikal gigi merupakan hasil akhir dari proses kalsifikasi (pembentukan) gigi. Penilaian tahapan pembentukan gigi pertama kali diperkenalkan oleh Demirjian pada tahun 1973 dengan menggunakan analisa radiografik pada tujuh gigi regio kiri rahang bawah yang dianggap dapat mewakili seluruh gigi rahang bawah. Willems (2001) menyatakan bahwa teknik penilaian tahapan pembentukan gigi dengan menggunakan teknik radiologi lebih sering digunakan dalam melakukan penilaian tahapan pembentukan gigi sebab dengan teknik ini kondisi gigi tidak bisa direkayasa atau diubah. Malina, dkk (2004) menyatakan bahwa suhu udara dan ketinggian tempat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan maturasi skeletal. Hastuti (2005) menambahkan bahwa lingkungan tempat tinggal seseorang akan dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain dalam komposisi dan kelembaban udara, suhu udara, tekanan oksigen, cuaca, topografi, jenis dan
komposisi tanah, habitat dan sebagainya yang kesemuanya menuntut jenis dan aktivitas fisik yang berbeda sehingga akan mempengaruhi bentuk badan dan antropometri seseorang. Salah satu kondisi geografis yang mewakili adalah Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman, yaitu suatu daerah yang berada didataran tinggi dengan rentang suhu udara 18°-32°C, bercuaca sejuk karena berada pada ketinggian 400 meter diatas permukaan air laut. (Wikipedia, 2013).
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan suatu permasalahan, sebagai berikut: bagaimana pengaruh kadar ion kalsium dan fosfat dalam urin pada penutupan apikal gigi molar pertama permanen pada anak usia 9-10 tahun.
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kadar ion kalsium dan fosfat dalam
urin pada penutupan apikal gigi molar permanen pertama
melalui pendekatan penilaian radiologis.
D. Manfaat Penelitian 1.
Untuk Ilmu Pengetahuan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan sumbangan pengetahuan khususnya dalam bidang kedokteran gigi anak terutama dalam bidang preventif dan interseptik ortodontik mengenai pengaruh kadar ion
kalsium dan fosfat dalam urin sebagai refleksi kadar ion kalsium dan fosfat dalam plasma darah terhadap penutupan apikal gigi molar pertama permanen pada anak usia 9-10 tahun. 2.
Untuk Masyarakat Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar aplikasi bagi masyarakat tentang pentingnya kalsium dan fosfat khususnya pada masa pembentukan gigi dan kelainan yang mungkin timbul akibat kekurangan asupan makanan yang mengandung kalsium dan fosfat tersebut pada gigi.
E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai pengaruh kadar ion kalsium dan fosfat dalam plasma terhadap proses pembentukan gigi pada berbagai etnis sudah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti lain, antara lain yaitu: 1. Foley, dkk (2010) menyatakan bahwa kadar ion kalsium dan fosfat dalam urin menggambarkan kadar ion kalsium dan fosfat dalam darah. Kadar ion kalsium dan fosfat dalam urin adalah 70% dari kadar ion kalsium dan fosfat dalam darah. 2. Fong, dkk (2009) melalui hasil penelitiannya menyatakan bahwa proses sementogenesis dipengaruhi oleh kadar fosfat plasma. Penyimpangan fenotip sementum berhubungan dengan hipofosfatasia, penurunan kadar kalsium plasma dan menyebabkan kelainan dalam proses pembentukan sementum dan penutupan apikal gigi.
3. Jekl, dkk (2011) menyatakan dalam hasil penelitiannya bahwa kadar kalsium dan fosfat dalam darah berpengaruh terhadap proses dentinogenesis gigi, baik pada gigi desidui maupun pada gigi permanen. 4. Ranggard (1994) dalam hasil penelitiannya mengenai hubungan enamel gigi dengan kalsium terionisasi dalam plasma dan hormon paratiroid: penelitian pada gigi desidui manusia dan insisif maksila pada tikus menyatakan bahwa kadar kalsium plasma yang rendah tidak berhubungan dengan penyimpangan pada proses pembentukan gigi. Hasil penelitian pada sampel tikus serupa dengan hasil penelitian pada sampel manusia. 5. Ogawa, dkk (2005) menambahkan bahwa kegagalan proses dentinogenesis pada gigi tidak dipengaruhi oleh kadar kalsium dan fosfat dalam plasma tetapi diakibatkan karena kelainan pada odontoblas. Sepengetahuan penulis, para peneliti sebelumnya melakukan penelitian mengenai kadar ion kalsium dan fosfat dalam plasma darah terhadap proses dentinogenesis dan penutupan apikal gigi. Penulis belum menemukan penelitian mengenai penentuan pengaruh kadar kalsium dan fosfat dalam urin pada penutupan apikal gigi molar pertama permanen.