155
HUKUM MANAKAH YANG HARUS DJPAKAI DALAM PERKARA ARBITRASE DAGANG JNTERNASIONAL*) _ _ _ _ _ _ _ Oleh: Prof. Mr. Dr. S. Gautama _ _ _ _ _ __ Arbitrase banyak dipergunakan daJam perdagangan intemasionaL Menuru t kenyataan kontrak-kontrak Dagang Internasional hampir seIUlUhnya memuat suatu Clausula Arbitrase. Dengan adanya Clausula Arbitrase ini maka hakim bisa sehari-hari mcnjadi tidak berwenang untuk mengadili perkara-perkara yang mungkin tim bul dari kontrak-kon trak bersangku tan itu. Kekhawatiran terhadap sis tim hukum negara berkem bang
pat ke luar dalam kegelapan ". Atau dengan orang yang sedang "kesasar dalam rim ba". Mereka menganggap hukum daripada negara-negara berkem bang ini sebagai rim ba yang sukar untuk ditem bus. Bukan saja pedagang-pedagang dan penasehat hukum dari negara-negara maju ini yang menalUh syak prangsaka terhadap sis tim peradilan dan sis tim hukum dari negara-negara berkem bang •
•
1m. .
Juga terhadap sistim hukum di Indo• neSla.
Arbitrase atau pcnyeksaian melalui Tapi juga dari para sarjana hukum "/iakim par! ike/ir" memang sengaja negara-negara yang sedang berkem b.ang telah dipilih okh para pedagang, oleh sendiri ini pernah kita saksikan adanya karena merckaa yang berkecimpung dalam perdagangan internasional ini . suara yang tidak sedapterhadap sistim umumnya ··kurallg memper('ayai" peradilan yang berlaku di negara berBadan-badan l'eradilan daripada nega- kembang itu. Tidak perlu kita melihat ra-negara berkclIl bang (d(']'c/opping jauh-jauh. Disekitar kita sendiri ada COUll tries). Kalangan usahawan negarakantor-kantor konsultan hukum di negara maju ummnya mencurigai ba- Jakarta yang tidak . segan-segan untuk dan-badan peradilan daripada negara- memberikan advis hukum kepada negara yang sedang berkem bang. Bu- pengacara-pengacara di luar negeri dekan saja dianggap mereka ini lebih ngan membeberkan keadaan yang dicondong untuk memihak kepada para anggap kurang memadai dari sistim usahawan se-negara mereka sendiri. hukum dan ' peradilan di Indonesia. Tetapi juga 11ll1Umnya usahawan dari Ada yang mengatakan sistim lIukum negara luar ncgcri ini kurang mengerti dan kllrang dapat mengetahui 0) Artikel ini telah dimuatdalam "Sin a, Haiapan" tanggal 3 Maret 1983 den.an Hukum daripatla negara-negara bersedikit perubahan dan dengan judul: kembang ini' Mereka menganggap sc"Permainan Perusahaan-Perusah ..n MuJ. olah-olah "berada dalam keadaan linusional. Agen Tunegal Sebagai Kedok. serbil gelap." Ada upaya Peme,intah melindungi partQ..C.r Indonesia Diibaratkan seperti "orang melom-
•
•
II
•
0(22:2$
J
LJ
,
1
1
41'
1.2
4 2i
156
_ bh1j$1U
1
2.
1 i!i 1
1 1
1
1
;
"'" : 2i ; ;31 11]
L:S
)2$1>
lIU;
1 .
Hukum dan Pembangunan
Indonesia kolot dan lebih baik berperkara di luar negeri ! Ada juga yang mengatakan bahwa sistim hukum di Indonesia ini dapat diklasifikasi sebagai kurang '!Conve: nient" untuk forum peradilan daripada usahawan-usahawan berkebangsaan Amerika Serikat_ Walaupun mereka ini sebenarnya berkantor di Hlok M, Kebayoran Baru, katanya adalah "lebih convenient" apabila persoalannya dapat diajukan dihadapan peradilan di negara bagian Amerika Serikat sendiri dan tidak dihadapan Badan Peradilan Indonesia (Forum non convenience). Ada juga kantor Konsultan Hukum yang mengatatakan bila mana telah dipilih forum Indonesia dalam Konosemen-konosemen dari Maskapai Pelayaran Indonesia, maka hal ini tidak boleh dipandang . sebagai mengikat. Oleh karena di Indonesia fihak asing tidak akan mendapatkanperadilan yang baik. Pilihan Jurisdiksi daripada petadilan di Pengadilan Negeri Jakarta dianggap sebagai kurang memberikan kepastian bagi fihak luar negeri yang telah mengangkut barang-barang mereka dengan kapal-kapal dari Maskapai Pelayaran Indonesia itu. Bila kapalkapal Indonesia tiba di Hongkong langsung diajukan perkara dihadapan Pengadilan di Hongkong dan kapal diminta untuk disita! Walaupun dalam Bill of Lading secara tegas dikatakan apabila tim bul perselisihan mengenai kontrak pengangkutan, maka perkaranya harus diajukan dihadapan Pengadilan Negeri di Jakarta. • <• Semua ini gejala-gejala yang menunjukan bahwa ada kekhawatiran terhadap sis tim hukum yang berlaku di negara-negara berkembangpada umumnya, tidak terkecuali Indonesia. Kiranya kurang menggembirakan bahwa ada pula kantor-kantor Konsultan Hu•
kum Indonesia yang tidak merasa segan untuk menyatakan sebagai pendapat mereka, bahwa fihak asing tidak akan memperoleh peradilan yang baik apabila perkaranya diajukan dihadapan Peradilan di Indonesia! Memang tak dapat disangkal keadaan peradilan di negara kita ini belum memuaskan. Tetapi di lain fihak perlu juga kiranya dipertimbangkan bahwa ada usitha-usaha yang positif dan nampak kemajuan yang nyata dalam bidang ini. Sesuai dengan apa yang menjadi program dari Pemerintith diperhatikan pula pem binaan hukum dalam suasana pembangunan yang berlaku di negara kita. . Arbitrase di luar negeri
.
•
Demikian menurut kenyataan kita saksikan bahwa orang lebih suka memilih arbitrase sebagai jalan keluar dan arbitrase ini umumnya ditentukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan daripada Lem baga-Iem baga Arbitrase Internasional yang berpusat di luar ne• gen. Seringkali dipakai "Rules of Conciliation and Arbitration" daripada International Chamber of Commerce (LC.C.) di Paris. iKamar Dagang Internasional yang berkedudukan di Paris ini memang sudith lama menyediakan suatu "Set of Rules" di samping suatu pusat arbitrase yang dapat dipergunakan oleh para usahawan yang membuat kontrak-kontrak internasional dan memerlukan suatu cara penyelesaian daripada perselisihan yang timbulantara mereka itu. Dengan tidak perlu mengajukan masalah ini dihadapan forum daripada peradilan dari salah satu negara dapat dipilih suatu forum yang "Netral". Arbitrase dapat berlangsung dengan cepat. Tidak terikat pada acara pengadilan biasa yang umumnya memakan waktu bertahun-tahun. Karena keputusan dari hakim tingkat per-
•
1
I
Arbitrase Dagang
tama lazimnya dapat dibanding dan kemudian dikasasi pula. Jadi seperti dalam keadaan di negara kita harus berperkara bertahun-tahun dalam 3 (tiga) instansi, total bisa memakan 5 sampai 6 tahun, sebelum keputusan ini dapat kekuatan yang pasti dan dapat dilaksanakan (enforceable). J angka waktu demikian ini memang dirasakan terlalu lama bagi para pedagang. Mereka menghendaki suatu sistim penyelesaian sengketa mereka ini yang lebih efektif dan tidak terlalu lama, juga tidak memakan biaya demikian besar (antara lain karena lamanya). Dan juga tidak demikian terpengaruh oleh pu blisitas. Tidak ada reporter dan wartawan yang memberitakan perkara mereka ini . dalam surat-surat kabar. Semua ini, penye1esaian-penyelesaian secara cepat dan murah serta "private" memang mereka harapkan dapat diperoleh dengan jalan arbitrase melalui Badanbadan Arbitrase. Akhir-akhir ini disarankan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, agar supaya diterima "Incitral Arbitration Rules", yaitu kaidahkaidah arbitrase yang telah disediakan dan disusun oleh UNCITRAL (United Nations Commission on International Trade Law), darimana Republik Indonesia juga sejak be berapa tahun menjadi anggotanya. Jadi menurut kenyataan diharapkan arbitrase ini akan bertam bah. Pelaksanaan keputusan arbitrase Iuar negeri di Indonesia Sejalan dengan ini perlu kita perhatikan pula adanya keputusan Presiden Republik Indonesia dan tanggal 5 Agustus 1981 (No. 34 tahun 1981) (Lembaran Negara 1981 No. 40), yang telah mensahkan Konvensi tentang pengakuan-pengakuan dan pelaksanaan daripada keputusan-kyputusan arbitrase luar negeri (Conven tion on Recognition and Enforcement of Fo-
157 reign Arbitral Awards) dari PBB tahun 1958. Dengan demikian maka keputusan Arbitrase yang telah diucapkan di luar negeri, tidak dapat diragukan lagi, dapat juga dijalankan di Indonesia sepanjang telah diucapkan dalam suatu negara yang juga peserta Konvensi PBB ini. Dengan demikian maka tam bah luaslah lapangan untuk pengakuan dan pelaksanaan keputusan-keputusan arbitrase luar negeri ini di dalam wilayah negara kita sendiri. Dimana dahulu masih dapat disangsikan apakah masih berlaku atau tidak Konvensi Jenewa tahun 1927 yang waktu itu diperlakukan untuk• Hindia Belanda yakni Staatsblad ten tang "Pengakuan dan Pelaksanaan daripada keputusan-keputusan arbitrase luar negeri". Kini sudah tidak ada keragu-raguan lagi. Hal ini berarti bahwa apbila sekarang suatu pedagang Indonesia ditarik dihadapan Dewan Arbitrase di London, misalnya mengenai karet yang tidak memenuhi kwalitas atau mengenai persoalan perkapalan yang tidak dibayar dem urrageny a. Kepu tusan-kepu tusan arb it rase demikian ini dijatuhkan di London dalam beberapa hari atau beberapa minggu. Keputusan-keputusan itu sekarang langsung bisa dilaksanakan di Indonesia. Dengandemikian akan bertam bahlah masalah-masalah yang berkenaan dengan arbitrase untuk negara kita sekarang ini. Hukum yang berlaku untuk arbitrase Hukum manakah yang dipakai da• lam menyelesaikan masalah-masalah arbitrase internasional? Seperti diketahui arbitrase adalah badan yang berperanan sebagai "Hakim Partikelir". Mereka bukan pegawai negara yang menjabat atau diangkat sebagai hakim. Tetapi mereka melakukan tugas hakim, yaitu mengadili dan memutuskan perkara. Bahkan putusan mereka ini seringkali adalah dalarn Maret 1983
I I i
,I
I
!
•
j,
•
,
•
"
I I
l3'
1222
)2' ,
.22XO
':C"
.$' .
Clil$l!Ai LJi24.. kJii Ji j,:;:;[ . , 11(
l!k'
158 instansi terakhir dan mengikat para fihak. Tanpa ada kemungkinan untuk minta peradilan lebih jauh. Keputusan dari para arbiter ini mengikat dalam tingkat pertama dan terakhir (final and binding). Segera setelah keputusan hakim dalam instansi yang terakhir dan sudah mempunyai kekuatan yang pasti. -.. .. -- '
. " "
""
•••
.,
"
.. . '
..
. ...
"
l
. " .' "
"
., .. .. .. '
2$ •
•"
Hukilm dan Pembangunan
kan apa-apa mengenai hukum yang harus dipakai itu. Hal ini seringkali tetiadi jika kontrak-kontrak yang telah dibuat tidak terlebih dahulu dipersiapkan oleh konsultan-konsultan atau penasehat-penasehat hukum dari para fihak. Jika misalnya hanya para pedagang sendiri yang membuat kontrak an tara mereka tanpa terlebih dahulu meminta advis daripada penasehat hukum mereka, maka biasanya tidak akan ada clausula dalam kontrak bersangkutan mengenai hukum yang harus dipakai. Para fihak umumnya tidak memikirkan mengenai hukum yang harus dipakai itu. Mereka hanya pedagang biasa dan tidak sampai pada memikirkan apa yang akan terjadi jika kelak tim bul perkara. Bukan perkara yang mereka harapkan tetapi berdagang biasa !
Hukum yangdipilih para pihak Pertama-tama hukum yang telah dipilih oleh para fihak adalah yang harus dipakai oleh para arbiter. Jadi apa yang ditentukan oleh para fihak itulah juga yang berlaku sebagai hukum untuk para arbiter yang mengadili perkara ini. Para arbiter ini tidak bebas untuk menentukan sendiri hukum mana yang mereka pakai. Tetapi apa yang dip ilih oleh paxa fihak waktu mereka mengadakan kontrak dan persetujuan untuk menyelesaikan segal a perselisihan mereka dengan melalui arbiUntuk kontrak-kontrak "rutin" umumtrase, adalah yang harus dihonnati! Para arbiter terikat pada pilihan nya tidak ada pilihan hukum oleh para daripada fihak ini. Mereka tidak boleh pihak menyimpang dan memakai sendiri Umumnya jika memang kontrak hukum yang mereka kehendaki. bersangkutan mengenai jumlah yang Tetapi apa yang para fihak telah keeil atau tidak seberapa besarnya dan mufakati sebagai hukum yang harus juga tidak mengenai pengleveran dalam berlaku adalah yang harus dipakai. jangka waktu lama serta memerlukan Misalnya dalam kontrak antara pengubanyak persiapan dari kedua fihak, saha Jepang dan pedagang Indonesia maka seringkali dibuat kontrak antara telah ditentukan bahwa untlik kontrak para usahawan' tanpa terle bih dahulu ini hukum Indonesia-lah yang akan diminta nasehat hukum. Dalam hal deberlaku. Dalam hal demikian maka mikian maka lazimnya tidak ada perapabila timbul. sengketll dan diadili masalahan mengenai hukum yang hamelalui jalan arbitrase, para arbiter rus dipilih ini. Umumnya para fihak tidak bisa lain daripada mempergunatidak memikirkan soal pilihan hukum kan hukum Indonesia yang telah diitu. Lain halnya jika . berkenaan depilih oleh para fihak itu. ngan jumlah yang besar atau kontrakkontrak yang memakan waktu implcJika tidak ada pilihan hukum oleh para mentasi yang lama. Lazimnya dalam pihak hal demikian para fihak minta nasehat Persoalan akan menjadi agak berbe- lebih dahulu dari konsultan-konsultan da, apabila para fihak tidak menentu- hukum mereka. Dan yang belakangan •
.
.
••
•
• ,
159
Arbitrase Dagang
inilah umumnya akan memberikan nasehat untuk memakai hukum tertentu, Con toh sikap lawyer Seperti halnya dengan lawyer Inggris yang kenamaan, Di dalam Autobiografinya ia telah menjelaskan bahwa ia selalu tidak lupa untuk menasehatkan kepada para clinetnya supaya memilih hukum Inggris sebagai yang berlaku. Dengan demikian, maka jika akan tim bul dispute dikemudian hari, sudah terangiah bahwa hukum Inggris-Iah yang akan dipakai. Dengan itu maka akan terhindarlah pekerjaan lama untuk berjam-jam dalam perpustakaan hanya untuk mencari tahu apakah yang sebenarnya merupakan hukum yang harus dipakai untuk perselisihan yang telah tim bul an tara clien tnya dan pedagang dari luar negeri itu. Maka ia telah mengutarakan kekesalannya pada waktu ternyata salah seorang clientnya tidak menuruti nasehatnya untuk memilih hukum Inggris, Ia telah naik pit am dan mengatakan "1 cursed my client" (Saya kutuk client~ayaitu) ! Sikap pedagang Jerman Lain halnya lagi dengan para pedagang Jerman yang apabila menghadapi para pembeli 'daripada negara-negara berkembang memang ternyata dengan sengaja tidak menyinggung soal hukum yang harus dipakai ini. Mereka "melupakan" saja hal ini. Karena mereka mengetahui bahwa para usahawan dari negara berkembang ini biasanya mudah tersinggung jika soal ini dimasalahkan. Para usahawan dari negara-negara berkem bang umumnya tidak dapat menerima jika dipandang hukum mereka ini sebagai lebih rendah dan hendak .dipaksakan berlakunya hukum Jelman.
Arbitrase yang sengaja dipilih Sebagai jalan keluar dan jalan tengah mereka biasanya usulkan arbirase saja oleh suatu Badan di luar negeri. Atau ditempat luar negeri, yang bukan merupakan tempat di dalam negara usahawan negara berkembang atau Jerman sendiri. Misalnya dimufakati "arbitrase menurut ketentuan daripada Rules of Conciliation and Arbitration of the International Chamber of Commerce Paris" dan sebagai "place of Arbitration" (tempat untuk arbitrase) dipilih misalnya Zurich atau London. Dengan demikian maka akan tertariklah juga sengketa yang mungkin akan tim bul ini dari badan peradilan klausula Arbitrase maka Badan Peradilan ini terikat pada pilihan itu dan tidak boleh memeriksa perkara ini. Ketentuan terse but adalah sesuai dengan apa yang ditentukan juga dalam Konvensi tentang pengakuan dan peiaksanaan keputusan negeri dari PBB tahun 1958 yang baru saja dalam bulan Agustus 1981 telah menjadi berlaku pula sebagai Undang-Undang bagi Repu blik Indonesia dengan adanya keputusan Presiden 1981 no. 34 terse but diatas. Pasal II dari Konvensi tersebut menentukan bahwa tiap negara peserta akan mengakui suatu Perjanjian yang akan diadakan secara . tertulis dengan mana para fihak telah mufakat agar supaya perselisihan yang mungkin tirribul antara mereka berdasarkan kontrak itu akan diselesaikan melalui arbitrase. Kemudian ditentukan dalam ayat 3 dari pasal II bersangkutan itu bahwa Badan-badan Peradilan daripada negara peserta Konvensi inijika diminta mengadili suatu perkara dim ana para fihak telah membuat suatu perjanjian untuk mengadakan arbitrase, harus mempersilahkan para fihak untuk memilih jalan arbitrase ini. Dengan lain perkataan, Badan Peradilan biasa harus Maret 1983
•
2; 1!i LIS At
1L
3! .
L1L!
.
11 1" _ ; 1 2 j
"
1 iL 51;: Z; 1
$1
160
2 2. _.2 .
2 ."
Hukum dan Pembangunan •
serta ketentuan-ketentuan mengenru hukum ten tang arbitrase.
menyatakan dirinya tidak berwenang untuk mengadili perkara bersangkutan jika para fihak sudah menyetujui penyelesaian melalui arbitrase itu. Ketentuan yang serupa dapat disaksikan pula dalam Rancangan Undang-undang ten tang Arbitrase baru· bagi Indonesia, yang telah kami persiapkan atas permintaan dari Badan Pembinaan Hukum Nasional. Ketentuan yang serupa ini adalah sejalan pula dengan ketentuan yang berlaku dalam Hukum Perdata kita ini dimana perjanjian-perjanjian yang telah diadakan oleh para fihak, mengikat mereka sebagai Undangundang. Jadi merupakan hukum bagi mereka ini jika mereka telah mufakati penyelesaian sesuatu sengketa melalui arbitrase. Hal mana berarti bahwa hakim biasa sehari-hari harus menyatakan diri tidak berwenang. Hal ini memang adalah sesuai dengan jurisprudensi yang tetap di negara kita. Baru-baru ini oleh Mahkamah Agung telah dikuatkan pula hal yang serupa. Mahkamah Agung telah memutuskan baru"baru ini bahwa para fihak , luar negeri dan Indonesia, yang telah membuat suatu clausula Arbitrase dalam perjanjian mereka berkenaan dengan eksploitasi hutan di Kalimantan, terikat pada clausula arbitrase itu. Walaupun Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan Pengadilan Tinggi telah menyatakan dirinya berwenang untuk memeriksa perkara ini, Mahkamah Agung tidak sependapat dan menyatakan . bah wa Badan Peradilan rendahan harus menyatakan diri ' tidak berwenang. Karena adanya clausula arbitrase ini maka sengketa bersangkutan harus disesuaikan menurut ketentuan-ketentuan ten tang arbitrase itu. Dan Pengadilan biasaharus menyatakan dirinya tidak berwenang untuk mengadili perkara ini. Kami sependapat dengan pendirian Mahkamah Agung itu yang sesuai pula dengan ketentuan yang berlaku
Tempat arbitrase diadakan menentukan hukum yang dipakai Apabila para fihak tidak menyatakan apa-apa ten tang hukum yang harus dipakai itu, maka para arbiter yang harus menentukan hal ini. Dalam hal demikian maka yang penting diperhatikan adalah tempat dim ana arbitrase itu dimufakati harus berlangsung oleh para fihak sendiri. Jika mereka misalnya menentukan "Place of Arbitration is Zurich" atau "Place of Arbitration is Tokyo", maka hal ' ini berarti bahwa para fihak secara diamdiam telah menghendaki bahwa hu• kum yang berlaku di Zurich, yaitu hukum Swiss, atau hukum yang berlaku di Tokyo, yaitu hukum Jepang, adalah yang berlaku untuk arb it rase ini. Demikian pula adalah keten tuan yang dapat kita saksikan dalam Rules of Conciliation and Arbitration daripada International Chamber of Commerce. Disitu ditentukan bahwa jika para fihak tidak menentukan sendiri hukum yang harus berlaku, tetapi telah menentukan tempat dimana arbitrase diadakan, maka hukum daripada tempat itulah yang akan dipakai. Dengan lain perkataan, pemilihan tempat berlangsungnya arbitrase ini diibaratkan seolah-olan para fihak memang telah menghendaki hukum dari tempat• itulah sebagai yang berla-ku bagi arbitrase mereka . •
Cara mengutarakan pilihan hukum
,
J adi suatu cara pilihan hukum yang dilakukan "diam-diam". Seperti diketahui memang ada berbagai cara untuk menyatakan pilihan hukum itu . Dapat secara tegas (expressis · verbis, uit drukkelijk, met zovele wourden) atau bisa juga secara diam-diam (stilzwijgend, implicite) .
•
•
, .
2
;;
1
Arbitrase Dagang
161
•
Di samping itu juga dapat dikemu-
memilih arbitrase yang mereka anggap kakan - adanya pilihan hukum secara sebagai suatu "senjata terselubung" dianggap (verondersteld). Ada pula untuk ke luar daripada kancah ketidak suatu cara pilihan hukum yang melalui pastian bilamana suatu persoalan hu"Hipotese" (Hypotetische Parteiwil!e) kum harus diadili oleh forum peradilyang terutama di kedepankan di an daripada hakim negara berkemJerman. Para fihak menurut kenyataan bang itu! memang tidak memilih hukum. Tetapi Pikiran-pikiran inilah telah dikemu~ seandainya mereka telah memikirkan kakan para pedagang Jellllan sebagai soal ini '(soal piiihan hukum ini), maka reaksi mereka terhadap ketentuan dahukum manakah yang seyogyanya lam Konvensi Hukum JUal Beli Intermereka telah pilih? Hukum ini juga nasional yang dilangsungkan di Den yang hendak diperlakukan oleh Hakim Haag pada tahun 1955 berkenaan di Jelman yang menganut teori ten- dengan usaha untuk mempersatukan tang Hypotetische Partei wille ini. Bagi kaidah-kaidah Hukum Perdata Internakami sendiri tidak diikuti pilihan hu- sional di bidang ini. Pedagang-pedakum, jadi harus faktor-faktor lainlah gang Jennan menolak oleh karena yang dipakai oleh hakim sendiri untuk menurut mereka Konvensi bersangkutmenyatakan hukum yang berlaku an lebih banyak membawa kemungmengingat justru para fihak tidak me- kfnan dipakainya hukum dari negara milih hukum itu. berkembang walaupun telah ditentuPitihan arbitrase dan tempat arbitrase kan "Hukum dari fihak Penjual" (umumnya dari penjual mesin-mesin di luar negeri sebagai jalan keluar Jerman kepada pembeli-pembeli dari J adi dengan demikian "Place of negara berkembang) sebagai hukum Arbitration" tempat dimana arbitrase yang harus berlaku. Tapi oleh karena diadakan, akan penting pula jika di- adanya pen am bah an dalam ayat bertinjau daripada segi hukum yang sangkutan bahwajikajual beli bersangharus diperlakukan oleh para arbiter. kutan telah berlangsung melalui suatu Oleh karena itu juga, maka para peda- Agen atau Perwakilan daripada fihak gang J ennan tidak terlalu menghirau- penjual di negara si pembeli, makan pilihan hukum oleh para fihak . ka hukum daripada si pem beli inilah secara tegas-tegas di dalam kontrak- yang akan berlaku. Suatu cara berpikontI'ak mereka dengan pedagang-pe- kir yang tidak asing dalam iklim perdagang dari negara berkembang. Tetapi kembangan Hukum Antar Golongan di mereka nyatakan sudah cukup apabila negara kita. · Yaitu bahwa apbila sedipilih saja arbitrase di luar negeri dan orang pelepas uang waktu sebelum juga tempat arbitrase ini di luar Perang Dunia ke-II telah masuk di negeri pula. Maka hukum dari negara dalam desa dan menawarkan jasa-jasadimana arbitrase diadakan, adalah nya dan meminjamkan uang kepada yang menentukan hukum yang harus para petani, maka hukum adat dari berlaku. pihak petani pribumilah yang akan Dengan demikian maka secara "di- . berlaku oleh karena dapat dianggap am-diam" persoalannya sudah tidak si-pelepas uang dari golongan rakyat dapat diadili oleh Badan Hukum dari- lain ini telah masuk "ke dalam suasana pada negara plhak di negara Desa dimana sehari-hari berlaku huberkembang itu. kum adat". fnilah suaru contoh betapa pedagang Jelman \:ondong pula ke arah
, I
,
•
I