HUBUNGAN SARANA SANITASI AIR BERSIH DAN PERILAKU IBU TERHADAP KEJADIAN DIARE PADA BALITA UMUR 10-59 BULAN DI WILAYAH PUSKESMAS KERANGGAN KECAMATAN SETU KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2013
Skripsi
Disusun Oleh: ROYA SELARAS CITA 109101000049
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/2014 M
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT KESEHATAN LINGKUNGAN Skripsi, Juli 2014 Roya Selaras Cita, NIM: 109101000049 HUBUNGAN SARANA SANITASI AIR BERSIH DAN PERILAKU IBU TERHADAP KEJADIAN DIARE PADA BALITA UMUR 10-59 BULAN DI WILAYAH PUSKESMAS KERANGGAN KECAMATAN SETU KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2013 (xxi + 106 halaman, 4 bagan, 2 gambar, 18 tabel, 5 lampiran) ABSTRAK Penyakit diare sampai saat ini masih merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian, terutama pada balita. Beberapa faktor yang paling dominan menyebabkan diare adalah sarana penyediaan air bersih dan pembuangan tinja, dimana kedua faktor ini dapat berinteraksi dengan perilaku manusia. Dari rekapan data mengenai 30 besar penyakit per puskesmas se-Tangerang Selatan, wilayah Puskesmas Keranggan merupakan wilayah yang memiliki kasus diare tertinggi sepanjang tahun 2012 dengan jumlah kasus sebanyak 2.298 kasus diare. Dari hal ini peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan sarana sanitasi air bersih dan perilaku ibu terhadap kejadian diare pada balita di Wilayah Puskesmas Keranggan. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan rancangan studi cross sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah balita umur 10-59 bulan yang berjumlah 90 responden. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari instansi terkait dan data primer yang diperoleh melalui wawancara dan observasi. Dari hasil penelitian diperoleh sebesar 35,6% mengalami diare dan 64,4% tidak mengalami diare. Kemudian dari hasil bivariat dengan α 5% diperoleh dua variabel yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita, yaitu penggunaan jamban dengan pvalue 0,024 dan kebiasaan cuci tangan p-value 0,050. Sedangkan variabel sarana sanitasi air bersih (pv 0,082) dan memasak air (pv 1,000) tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan diare. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka saran yang dapat diberikan adalah meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai penyakit diare dengan cara melakukan penyuluhan terkait diare dan PHBS, serta meningkatkan kerjasama dan komunikasi antara pihak puskesmas dengan masyarakat sehingga masyarakat lebih mudah mendapatkan informasi mengenai pentingnya kesehatan. Kata Kunci
: Sarana Sanitasi Air Bersih, Perilaku Ibu, Diare, Balita, Cross Sectional
Daftar Bacaan : 65 (1993-2013) ii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH MAJOR OF ENVIRONMENTAL HEALTH Paper, July 2014 Roya Selaras Cita, NIM: 109101000049 THE RELATIONSHIP BETWEEN CLEAN WATER SANITATION AND MATERNAL BEHAVIOR WITH DIARRHEA IN CHILDREN AGED 10 UNTIL 59 MONTHS IN THE REGION OF KERANGGAN HEALTH CENTER SETU SUBDISTRICT SOUTH TANGERANG CITY IN 2013 ABSTRACT Diarrheal disease is still one of the leading causes of morbidity and mortality, especially in children under five years. The most dominant factors that cause diarrhea are clean water sanitation and fecal disposal. Both of these factors will interact with human behavior. From database about 30 major of diseases in all of health center in South Tangerang, the region of Keranggan health center has the highest incidence of diarrhea during the year of 2012 with the number of cases is 2.298 cases of diarrhea. From that, the researcher interested to know about the relationship between clean water sanitation and maternal behavior with diarrhea in children aged 10 until 59 months in the region of Keranggan health center. The type of research is quantitative approach with cross sectional study design. Samples in this research were all children aged 10 until 59 months amount of 90 respondents. The data used in this research is secondary data from relevant instation and primary data from interviews and observations. The results were obtained by 35,6% have diarrhea and 64,4% haven’t diarrhea. Then from bivariate results with α 5% obtained two variables associated with incidence of diarrhea in child under five years old are fecal disposal with p-value 0,024 and hand washing habit with p-value 0,050. While clean water sanitation (pv 0,082) and boiling water (pv 1,000) variables doesn’t have a significant relation with diarrhea. Based on results of these research, the advice that can be given is to increase public knowledge about diarrheal disease with giving counseling about diarrhea and PHBS, as well as increase cooperation and communication between health center and public, so the people easily find information about the importance of health. Keyword
: Clean Water Sanitation, Maternal Behavior, Diarrhea, Child Under Five Years, Cross Sectional
References
: 65 (1993-2013)
iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama
: Roya Selaras Cita
Jenis Kelamin
: Perempuan
Tempat dan Tanggal Lahir
: Jakarta, 14 Juni 1991
Agama
: Islam
Golongan Darah
:O
Alamat
: JL. Dayung IV E No. 44 RT.004 RW.05 Kelapa Dua, Tangerang, 15810
Hp
: 085694871959
E-mail
:
[email protected]
Pendidikan Tahun 1996 – 1997 1997 – 2003 2003 – 2006 2006 – 2009 2009 – sekarang
Pendidikan TK Nurul Islam Tangerang SDSI Nurul Islam Tangerang SMP Negeri 9 Tangerang SMA Negeri 8 Tangerang S1 – Peminatan Kesehatan Lingkungan, Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Organisasi 2011 – 2013
: Anggota ENVIHSA (Environmental Health Student Association) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengalaman Kerja Oktober 2011
: PBL (Pengalaman Belajar Lapangan) I di Puskesmas Pamulang, Tangerang Selatan
Februari 2012
: PBL (Pengalaman Belajar Lapangan) II di Puskesmas Pamulang, Tangerang Selatan
Februari – Maret 2013
: Kerja Praktek di OE/HES PT. Chevron Pacific Indonesia, Riau vi
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan nikmat-Nya yang tak terbatas bagi penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam teruntuk Nabi Muhammad SAW semoga kelak kita mendapat syafa’at nya. Skripsi dengan judul “Hubungan Sarana Sanitasi Air Bersih dan Perilaku Ibu Terhadap Kejadian Diare Pada Balita Umur 10-59 Bulan di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013” ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM). Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini banyak kesulitan yang dihadapi, tapi dengan bantuan dari berbagai pihak, penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Maka dari itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, nikmat, dan karunia-Nya sehingga penulis diberikan kemudahan dan kelancaran dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. Untuk Papa dan Mama serta adik-adikku, Reva dan Echa yang selalu mendoakan, selalu sabar dalam memberikan semangat serta dukungan moril dan materi kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. 3. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. MK. Tadjudin, Sp. And, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
vii
4. Ibu Fajar Ariyanti, SKM, M.Kes., Ph.D, selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Ibu Catur Rosidati, SKM, MKM, selaku dosen penasehat akademik. Terima kasih atas bimbingan dan nasehat serta ilmu yang ibu berikan kepada saya. 6. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes, selaku dosen pembimbing pertama sekaligus penanggung jawab peminatan kesehatan lingkungan. Terima kasih atas bimbingan, nasihat, ilmu, motivasi, serta doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Selain itu, terima kasih juga atas kesempatan dan pengalaman yang penulis dapatkan bersama teman-teman di luar kompetensi akademik melalui kegiatan yang bapak berikan. 7. Ibu Ela Laelasari, SKM, M.Kes, selaku dosen pembimbing kedua. Terima kasih atas bimbingan, dorongan semangat yang tiada henti, saran-saran, arahan serta doa yang selalu ada selama penyusunan skripsi ini. 8. Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Terima kasih atas perizinan untuk melakukan penelitian di daerah Keranggan. 9. Kepala Puskesmas Keranggan beserta para staf, Ibu Fitri, Bidan Wiwi, Bidan Lia, dan staf lainnya. Terima kasih atas perizinan untuk melakukan penelitian dan kesediannya dalam memberikan informasi dan data yang penulis butuhkan. 10. Ibu-ibu Kader dari Posyandu Dahlia, Cempaka, Beringin, Anggrek, Mawar, dan Kenanga. Terima kasih atas kesediaannya untuk membantu penulis dalam memberikan informasi dan data yang dibutuhkan untuk penelitian ini.
viii
11. Terima kasih kepada sahabat-sahabat seperjuangan, Reni, Maya, Dilla, dan Ami yang selalu mendukung, memotivasi, memberikan semangat yang tiada henti, memberikan arahan, dan bantuannya untuk turun lapangan. Terima kasih untuk kerjasama kalian dan sukses untuk kita kedepannya. 12. Untuk Keslingers 2009, The First ENVIHSA UIN (Maya, Reni, Dilla, Ami, Ziah, Imah, Risma, Nita, Yeni, Ratna, Nisa, Tari, Yudhi, Aan, Ersa, Morrys, Udin, Rudi, dan Agung) yang sama-sama berjuang dari awal masuk kesling sampai selesai, terima kasih untuk perjuangannya, kekompakannya, kebersamaannya, canda tawa, dan semangatnya saat di dalam maupun di luar kelas. 13. Untuk Dio dan Arifah, terima kasih juga atas kebersamaannya, dorongan semangat, doa, dan canda tawanya selama kuliah sampai saat ini. 14. Teman-teman Kesmas angkatan 2009 FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Terima kasih untuk semuanya dan sukses kedepannya untuk kalian. 15. Untuk sepupu tersayang, Icha dan tanteku yang paling baik, Tante Eli. Terima kasih untuk dukungan, doa, canda tawa, kebersamaan, dan motivasinya selama ini. 16. Untuk sahabat-sahabat seperjuangan dari SMA, Ical, Nuny, Madha, Hani, Ace, Afni, Jajul, Bella, Babel, Idha, Dhea, Bani, Macum, Muty, Buchan, dan Bekep. Terima kasih untuk kebersamaannya selama ini, semangat, canda tawa, serta dukungannya. 17. Kepada PT. Mudamas Intan Samudera dan CV. Gaees Indonesia, Pak Darmawan, Ibu Yetti, Pak Ayok, Mba Rini, Pak Nur, Bu Suadah, Pak Sobirin, Pak Katiman, Mas Bryan, Pak Udin, Eda, dan karyawan lainnya. Terima kasih untuk kesediaannya menerima saya, mengajarkan hal-hal baru di dunia kerja, berbagi ilmu, pengalaman, dan kebersamaannya selama ini. ix
18. Segenap pihak yang telah berperan aktif membantu penulis dalam menyelesaikan laporan ini yang tidak dapat penulis sebutkan dalam laporan ini. Akhir kata, kesempurnaan hanya milik Allah SWT dan kesalahan datangnya dari penulis selaku manusia biasa, sehingga saran dan kritik dari pembaca sangat penulis harapkan demi terciptanya perbaikan di masa yang akan datang.
Tangerang, September 2014
Penulis
x
DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN…………………...…………………………..…….…..i ABSTRAK………………………………….……………………………..………...ii LEMBAR PERSETUJUAN………..………………………………………………iv DAFTAR RIWAYAT HIDUP……………………………………………………..vi KATA PENGANTAR……………………………………………………………..vii DAFTAR ISI……………………………...…………………………………………xi DAFTAR BAGAN………………………...…………………………………….…xvi DAFTAR GAMBAR…………………………...…………………………………xvii DAFTAR TABEL……………………………...……………………..…………..xviii DAFTAR SINGKATAN……………………………………………………...…....xx BAB I: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang………………………………………………………………...1 1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………..4 1.3 Pertanyaan Penelitian………………………………………………………….4 1.4 Tujuan Penelitian…………………………………………………………...…5 1.4.1
Umum………………………………………………………………....5
1.4.2
Khusus……………………………………………………………..….6
1.5 Manfaat Penelitian………………………………………………….…...…....7 1.5.1
Bagi Peneliti………………………………………………….…….…7
1.5.2
Bagi Masyarakat………………………………………………………7
1.5.3
Bagi Instansi Terkait………………………………………….……....7
1.5.4
Bagi Peneliti Lain………………………………………..….…..…….7
1.6 Ruang Lingkup Penelitian……………………………………...….………….8
xi
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diare…………………………………………………………………...……..9 A. Pengertian…………………………………………………………...……9 B. Klasifikasi……………………………………………………………….10 C. Etiologi………………………………………………………………….11 D. Gejala…………………………………………………………………...12 E. Epidemiologi…………………………………………………………....13 F. Distribusi…………………………………………………………...…...14 G. Penularan………………………………………………………………..14 H. Penanggulangan…………..…………………………………………..…16 I. Pencegahan……………………………………………………………...17 J. Pemberantasan Penyakit Diare (P2D)………………………………..…20 2.2 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita...…23 a) Sarana Air Bersih…….………………………………………………....23 Sumur Gali…………………………………………………………..24 Sumur Pompa Tangan……………………………………………….25 Perpipaan…………………………………………………………….25 Penampungan Air Hujan…………………………………………….27 b) Perilaku Ibu……………………………………………………….….....28 1. Memasak Air………………………………………………………..29 2. Penggunaan Jamban………………………………………………...30 3. Kebiasaan Cuci Tangan……………………………………………..33 4. Pemberian ASI Eksklusif……………………………………………34 5. Pemberian Imunisasi Campak……………………………………….35 6. Penggunaan Botol Susu……………………………………………..36 2.3 Kerangka Teori……………………………………………………….……..37
xii
BAB
III:
KERANGKA
KONSEP,
DEFINISI
OPERASIONAL,
DAN
HIPOTESIS 3.1 Kerangka Konsep……………………………………………………………38 3.2 Definisi Operasional…………………………………………………………40 3.3 Hipotesis Penelitian………………………………………………………….43 BAB IV: METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian………………………..……………………………….44 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian………………………………………………..44 4.3 Populasi dan Sampel Penelitian…………………………………………..….44 4.3.1
Populasi……………………………………………………………...44
4.3.2
Sampel………………………………………………………….……45
4.3.3
Teknik Sampling…………………………………………………….46
4.4 Instrumen Penelitian dan Pengumpulan Data………………………….…….48 4.4.1
Instrumen Penelitian…………………………………………………48 a. Uji Coba Kuesioner……………………………………………...48 b. Kuesioner………………………………………………………...49
4.4.2
Pengumpulan Data………………………………………………...…49 a. Data Primer………………………………………………………49 b. Data Sekunder……………………………………………………49
4.5 Pengolahan Data……………………………………………………………..50 1. Editing…………………………………………………………………...50 2. Coding…………………………………………………………………...50 3. Processing……………………………………………………………….51 4. Cleaning…………………………………………………………………51 5. Manajemen Data………………………………………………………...51 6. Analisis Data…………………………………………………………….51 4.6 Analisis Data…………………………………………………………………51 1. Analisis Univariat………………………………………………………..51
xiii
2. Analisis Bivariat…………………………………………………………52 BAB V: HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian………………………………………..53 5.2 Analisis Univariat……………………………………………………………54 5.2.1
Gambaran Karakteristik Responden…………………………………54 a. Distribusi Umur Responden……………………………………..54 b. Distribusi Pendidikan Responden……………………………….54 c. Distribusi Pekerjaan Responden………………………………...55
5.2.2
Gambaran Kejadian Diare Pada Balita……………………………...55
5.2.3
Gambaran Sarana Sanitasi Air Bersih………………………………56
5.2.4
Gambaran Memasak Air………………………………….…………57
5.2.5
Gambaran Penggunaan Jamban…………………………….……….59
5.2.6
Gambaran Kebiasaan Cuci Tangan……………………………….…60
5.3 Analisis Bivariat……………………………………………………………..60 5.3.1
Hubungan Sarana Sanitasi Air Bersih dengan Kejadian Diare pada Balita………………………………………………………………...61
5.3.2
Hubungan Memasak Air dengan Kejadian Diare pada Balita………62
5.3.3
Hubungan Penggunaan Jamban dengan Kejadian Diare pada Balita.62
5.3.4
Hubungan Kebiasaan Cuci Tangan dengan Kejadian Diare pada Balita …………………………………………………………………….…63
BAB VI: PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian……………………………………………………...65 6.2 Kejadian Diare………………….……………………………………………66 6.3 Hubungan antara Sarana Sanitasi Air Bersih yang Digunakan dengan Kejadian Diare pada Balita. ……………………………………………........68 6.4 Hubungan antara Memasak Air dengan Kejadian Diare pada Balita……..…70 6.5 Hubungan antara Penggunaan Jamban dengan Kejadian Diare pada Balita...72
xiv
6.6 Hubungan antara Kebiasaan Cuci Tangan dengan Kejadian Diare pada Balita……………………………………………………………………...….75 BAB VII: KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan……………………………………………………………….….78 7.2 Saran…………………………………………………………………………80 A. Bagi Pihak Puskesmas Keranggan………………………………………80 B. Bagi Penelitian Selanjutnya……………………………………………..80 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xv
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Teori………………………………………………………...…37 Bagan 3.1 Kerangka Konsep………………………………………………………...39 Bagan 4.1 Sampling Frame Posyandu Dalam Penentuan Posyandu Sebagai Lokasi Penelitian…………………………………………………………………………….48 Bagan 4.2 Sampling Frame Sampel Dalam Penentuan Sampel Penelitian…...…….48
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Proses Penularan Penyakit Diare I……………………………………...15 Gambar 2.2 Proses Penularan Penyakit Diare II…………………………………….16
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi Operasional………………………………………………………40 Tabel 4.1 Hasil Penghitungan Sampel Berdasarkan Uji Hipotesis Beda Dua Proporsi Terhadap Hasil Penelitian Terdahulu………………………………………………..46 Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013……………………………...54 Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013…………………54 Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013…………………55 Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Kejadian Diare Pada Balita Umur 10-59 Bulan di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013………………………………………………………………………………….56 Tabel 5.5 Distribusi Balita Menurut Sarana Sanitasi Air Bersih yang Digunakan di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013………………………………………………………………………………….56 Tabel 5.6 Distribusi Balita Menurut Kondisi Sarana Sanitasi Air Bersih di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013…….57 Tabel 5.7 Distribusi Balita Menurut Sumber Air Minum di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013…………………57 Tabel 5.8 Distribusi Sumber Air Minum Sumur Pompa dan Air Isi Ulang (Galon) di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013…………………………………………………………………………………58
xviii
Tabel 5.9 Distribusi Balita Menurut Pengolahan Memasak Air di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013………………….58 Tabel 5.10 Distribusi Jenis Jamban yang Digunakan Responden di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013……..59 Tabel 5.11 Distribusi Balita Menurut Penggunaan Jamban di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013………………….59 Tabel 5.12 Distribusi Balita Menurut Kebiasaan Cuci Tangan di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013………………….60 Tabel 5.13 Analisis Hubungan antara Sarana Sanitasi Air Bersih dengan Kejadian Diare Pada Balita di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013……………………………………………………...61 Tabel 5.14 Analisis Hubungan antara Perilaku Memasak Air dengan Kejadian Diare Pada Balita di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013……………………………………………………………….…62 Tabel 5.15 Analisis Hubungan antara Perilaku Penggunaan Jamban dengan Kejadian Diare Pada Balita di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013………………………………………………..…….63 Tabel 5.16 Analisis Hubungan antara Perilaku Kebiasaan Cuci Tangan dengan Kejadian Diare Pada Balita di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013……………………………………………………...64
xix
DAFTAR SINGKATAN
ASI
: Air Susu Ibu
CFR
: Case Fatality Rate / Angka Kefatalan Kasus
Depkes RI
: Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Dinkes
: Dinas Kesehatan
KepMenKes RI
: Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
MDGs
: Millenium Development Goals
OR
: Odd Ratio
PHBS
: Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
PPM & PLP
: Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Puskesmas
: Pusat Kesehatan Masyarakat
PVC
: Polyvinyl chloride
P2PL
: Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
UNICEF
: United Nations International Children’s Emergency Fund Lingkungan Pemukiman
WHO
: World Health Organization / Organisasi Kesehatan Dunia
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
: Lembar Kesediaan Menjadi Responden
Lampiran 2
: Kuesioner Penelitian
Lampiran 3
: Lembar Observasi
Lampiran 4
: Dokumentasi Foto
Lampiran 5
: Output Analisis Data
xxi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penyakit diare sampai saat ini masih merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian. Hampir di seluruh daerah di dunia dan semua kelompok usia diserang oleh diare, tetapi kebanyakan yang menjadi sasaran penyakit ini adalah bayi dan anak balita, dimana mereka mengalami rata-rata 3-4 kali kejadian diare per tahun, akan tetapi di beberapa tempat terjadi lebih dari 9 kali kejadian diare per tahun atau hampir 15-20% waktu hidup anak dihabiskan untuk diare (Soebagyo, 2008). Menurut World Health Organization (WHO), tidak kurang dari satu milyar episode diare terjadi setiap tahun di seluruh dunia, 25-35 juta diantaranya terjadi di Indonesia (Zein, 2001). Di Indonesia, penyakit diare merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama, hal ini disebabkan karena masih tingginya angka kesakitan diare yang menimbulkan banyak kematian terutama pada balita. Angka kesakitan diare di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Hal ini dilaporkan terdapat 1,6 sampai 2 kejadian diare per tahun pada balita, sehingga secara keseluruhan diperkirakan kejadian diare pada balita berkisar antara 40 juta setahun dengan kematian sebanyak 200.000 - 400.000 balita (Soebagyo, 2008). Menurut Widoyono (2008), pada tahun 2008 jumlah penderita diare pun meningkat menjadi 8.443 kasus dengan kematian 184 orang dengan CFR sebesar 2,94%. Lebih tinggi dengan target CFR saat Kejadian Luar Biasa (KLB) yang diharapkan < 1%.
1
Penyakit diare bisa diakibatkan dari beberapa faktor. Menurut Sander (2005), penyebab terjadinya diare bisa dari kurang memadainya ketersediaan air bersih, airnya tercemar oleh tinja, kekurangan sarana kebersihan, pembuangan tinja yang tidak higienis, kebersihan perorangan dan lingkungan yang jelek, serta penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak semestinya. Dari beberapa faktor yang ada, penyakit ini berhubungan langsung dengan lingkungan dan perilaku perorangan, dimana keduanya saling berinteraksi. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, maka penularan diare dengan mudah dapat terjadi (Depkes RI, 2005). Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu dari 8 kota atau kabupaten di Provinsi Banten. Penderita diare di Kota Tangerang Selatan sampai pada pertengahan tahun 2012 mengalami peningkatan 30% dari tahun sebelumnya dengan jumlah yang tercatat sebanyak 1.861 penderita sepanjang tahun tersebut (Dinkes Tangsel, 2013). Hal ini dibuktikan dengan adanya rekapan data mengenai 30 besar penyakit per puskesmas se-Tangerang Selatan tahun 2012 (Dinkes Tangsel, 2013). Dari data tersebut didapatkan kasus penyakit diare tertinggi terdapat di wilayah Puskesmas Keranggan dengan jumlah kasus sebesar 2.298 kasus diare sepanjang tahun 2012. Puskesmas Keranggan merupakan salah satu puskesmas yang ada di wilayah Muncul, Tangerang Selatan. Wilayah puskesmas ini mencakup 2 kelurahan, yaitu Kelurahan Keranggan dan Kademangan. Berdasarkan data Puskesmas Keranggan, kasus diare pada balita sepanjang tahun 2012 sebanyak 206 penderita, sedangkan di tahun 2013, mulai dari bulan Januari sampai Maret, sudah terdapat 33 balita yang terkena 2
diare. Daerah dengan penderita diare paling banyak adalah Kelurahan Keranggan dengan jumlah kasus diare pada balita pada tahun 2012 sebanyak 143 penderita. (Profil Puskesmas Kranggan, 2012) Sementara dari hasil pemeriksaan kepemilikan sarana sanitasi dasar dan laporan PHBS Puskesmas Keranggan tahun 2012 mengenai akses penggunaan air bersih sebanyak 84,2% (belum diketahui apakah sudah sesuai dengan syarat yang telah ditetapkan) dan untuk penggunaan jamban, dari 20 kepala keluarga (kk) yang diperiksa, hanya 15 kepala keluarga yang memiliki jamban dan hanya 5 kepala keluarga yang memiliki jamban yang sehat. Hal ini menggambarkan bahwa masih banyak penduduk di wilayah Puskesmas Keranggan yang belum memiliki sarana jamban yang sehat dan penggunaan air bersih yang memenuhi syarat. Padahal berdasarkan hasil penelitian Ratnawati, dkk (2009), penggunaan sarana air bersih yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan risiko balitanya untuk terkena diare akut 1,310 lebih besar dibandingkan dengan penggunaan sarana air bersih yang memenuhi syarat. Kemudian, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2006 juga mengeluarkan data yang menunjukkan bahwa berbagai intervensi perilaku melalui modifikasi lingkungan dapat mengurangi angka kejadian diare sampai dengan 94%. Pengolahan air yang aman dan penyimpanannya di tingkat rumah tangga dapat mengurangi angka kejadian diare sebesar 32% dan upaya meningkatkan penyediaan air bersih dapat menurunkan angka kejadian diare sebesar 25%. Selain itu, melakukan praktek mencuci tangan yang efektif dapat menurunkan angka kejadian diare sebesar 45%. 3
Untuk itulah peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai hubungan sarana sanitasi air bersih dan perilaku ibu terhadap kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013.
1.2 Rumusan Masalah Diare masih merupakan masalah kesehatan utama pada anak balita, khusunya di negara berkembang seperti Indonesia. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kejadiannya, dimana salah satunya adalah faktor lingkungan dan perilaku. Faktor lingkungan yang berperan penting salah satunya adalah sarana sanitasi air bersih. Air bersih merupakan salah satu media penularan diare, dimana jika sanitasi yang tersedia dan metode pengolahan yang tidak tepat maka potensi menularkan penyakit diare sangatlah besar. Tidak terkecuali di wilayah Puskesmas Keranggan yang memiliki kasus diare tertinggi tahun 2012 di Kota Tangerang Selatan. Maka dari uraian tersebut dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan antara sarana sanitasi air bersih dan perilaku ibu terhadap kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013.
1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, yang menjadi pertanyaan penelitian diantaranya adalah: 1. Bagaimana gambaran kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan tahun 2013 4
2. Bagaimana gambaran sarana sanitasi air bersih di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan tahun 2013 3. Bagaimana gambaran perilaku ibu (memasak air, penggunaan jamban, dan perilaku cuci tangan) di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan tahun 2013 4. Apakah ada hubungan antara sarana sanitasi air bersih dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan tahun 2013 5. Apakah ada hubungan antara perilaku memasak air dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan tahun 2013 6. Apakah ada hubungan antara perilaku penggunaan jamban dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan tahun 2013 7. Apakah ada hubungan antara perilaku cuci tangan dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan tahun 2013
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Umum Untuk mengetahui hubungan antara sarana sanitasi air bersih dan perilaku ibu terhadap kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan tahun 2013. 5
1.4.2 Khusus a. Mengetahui gambaran kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan tahun 2013 b. Mengetahui gambaran sarana sanitasi air bersih di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan tahun 2013 c. Mengetahui gambaran perilaku ibu (memasak air, penggunaan jamban, dan perilaku cuci tangan) di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan tahun 2013 d. Mengetahui hubungan antara sarana sanitasi air bersih dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan tahun 2013 e. Mengetahui hubungan antara perilaku memasak air dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan tahun 2013 f. Mengetahui hubungan antara perilaku penggunaan jamban dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan tahun 2013 g. Mengetahui hubungan antara perilaku cuci tangan dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan tahun 2013
6
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Peneliti Memberikan pengalaman dalam melaksanakan penelitian di masyarakat umum dan menambah wawasan serta pengetahuan mengenai penyakit diare, terutama pada balita mengenai hubungan antara sarana sanitasi air bersih dan perilaku ibu terhadap kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan. 1.5.2 Bagi Masyarakat Memberikan informasi kepada masyarakat, terutama kepada orang tua mengenai sarana sanitasi air bersih dan perilaku ibu yang dapat mempengaruhi kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan, sehingga masyarakat, terutama orang tua dapat melakukan tindakan preventif/pencegahan dan adanya upaya perlindungan anak dari serangan penyakit diare. 1.5.3 Bagi Instansi Terkait Sebagai bahan masukan dalam upaya peningkatan penanganan terhadap penyakit diare pada balita, khususnya mengenai hubungan antara sarana sanitasi air bersih dan perilaku ibu terhadap kejadian diare pada balita umur 1059 bulan di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan. 1.5.4 Bagi Peneliti Lain Menjadi sumber referensi bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti pada bidang kajian sejenis sehingga hasilnya nanti diharapkan dapat memperbaharui dan menyempurnakan penelitian ini. 7
1.6 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Januari – Februari 2014 dengan populasi penelitian adalah balita umur 10-59 bulan yang tinggal di wilayah Puskesmas Kranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional, dimana membahas hubungan sarana sanitasi air bersih dan perilaku ibu (memasak air, penggunaan jamban, dan perilaku cuci tangan) terhadap kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan yang diukur secara bersamaan. Pengukuran dalam penelitian ini menggunakan data primer dari hasil wawancara terhadap responden dengan menggunakan alat bantu kuesioner dan lembar observasi, serta melakukan observasi lapangan.
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diare A. Pengertian Diarrhea berasal dari bahasa Greek, yaitu Dia berarti melalui dan rhien berarti mengalir, istilah diarrhea digunakan untuk menyatakan buang kotoran yang frekuensi dan jumlah cairannya abnormal. Untuk pengertian diare sendiri adalah penyakit yang ditandai bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan atau tanpa darah atau lendir (Suraatmaja, 2007). Menurut Depkes RI (2000), diare adalah buang air besar lembek atau cair dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari). Berdasarkan waktu serangannya terbagi menjadi dua, yaitu diare akut (< 2 minggu) dan diare kronik (≥ 2 minggu) (Widoyono, 2008). Sedangkan menurut Widjaja (2002), diare diartikan sebagai buang air encer lebih dari empat kali sehari, baik disertai lendir dan darah maupun tidak. Hingga kini diare masih menjadi child killer (pembunuh anak-anak) peringkat pertama di Indonesia. Semua kelompok usia diserang oleh diare, baik balita, anak-anak, dan orang dewasa. Tetapi penyakit diare berat dengan kematian yang tinggi terutama terjadi pada bayi dan anak balita (Zubir, 2006).
9
B. Klasifikasi Menurut Depkes RI (2000), jenis diare dibagi menjadi 4, yaitu: 1. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang dari 7 hari). Akibat diare akut adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi penderita diare. 2. Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, dan kemungkinan terjadinya komplikasi pada mukosa. 3. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan metabolisme. 4. Diare dengan masalah lain, yaitu anak yang menderita diare (diare akut dan diare persisten), mungkin juga disertai dengan penyakit lain, seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya. Menurut Suraatmaja (2007), jenis diare dibagi menjadi 2, yaitu: a. Diare akut, yaitu diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat. b. Diare kronik, yaitu diare yang berlanjut sampai dua minggu atau lebih dengan kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah selama masa diare tersebut.
10
C. Etiologi Menurut Widjaja (2002), diare disebabkan oleh faktor infeksi, malabsorpsi (gangguan penyerapan zat gizi), makanan, dan faktor psikologis. Faktor infeksi Infeksi pada saluran pencernaan merupakan penyebab utama diare pada anak. Jenis-jenis infeksi yang umumnya menyerang, antara lain: 1) Infeksi oleh bakteri: Escherichia coli, Salmonella thyposa, Vibrio cholerae (kolera), dan serangan bakteri lain yang jumlahnya berlebihan dan patogenik, seperti pseudomonas. 2) Infeksi basil (disentri) 3) Infeksi virus rotavirus 4) Infeksi parasit oleh cacing (Ascaris lumbricoides) 5) Infeksi jamur (Candida albicans) 6) Infeksi akibat organ lain, seperti radang tonsil, bronchitis, dan radang tenggorokan, dan 7) Keracunan makanan. Faktor malabsorpsi Faktor malabsorpsi dibagi menjadi 2, yaitu malabsorpsi karbohidrat dan lemak. Malabsorpsi karbohidrat, biasanya pada bayi memiliki kepekaan terhadap lactoglobulis dalam susu formula sehingga dapat menyebabkan diare. Gejalanya berupa diare berat, tinja berbau sangat asam, dan sakit di daerah perut. Sedangkan malabsorpsi lemak, terjadi bila dalam makanan terdapat lemak yang disebut triglyserida. Triglyserida dengan bantuan kelenjar lipase mengubah 11
lemak menjadi micelles yang siap diabsorpsi usus. Jika tidak ada lipase dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat muncul karena lemak tidak terserap dengan baik. Faktor makanan Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan yang tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak, mentah (seperti sayuran), dan kurang matang. Makanan yang terkontaminasi jauh lebih mudah mengakibatkan diare pada anakanak dan balita. Faktor psikologis Rasa takut, cemas, dan tegang, jika terjadi pada anak dapat menyebabkan diare kronis. Tetapi jarang terjadi pada anak balita, umumnya terjadi pada anak yang lebih besar.
D. Gejala Menurut Widjaja (2002), gejala diare pada balita, yaitu: 1) Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah. Suhu badannya pun meninggi 2) Tinja bayi encer, berlendir atau berdarah 3) Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu 4) Anusnya lecet 5) Gangguan gizi akibat asupan makanan yang kurang 6) Muntah sebelum atau sesudah diare 7) Hipoglikemia (penurunan kadar gula darah) 8) Dehidrasi 12
Dehidarsi dibagi menjadi 3 macam, yaitu dehidrasi ringan, dehidrasi sedang dan dehidarsi berat. Disebut dehidrasi ringan jika cairan tubuh yang hilang 5%. Jika cairan yang hilang lebih dari 10% disebut dehidrasi berat. Pada dehidrasi berat, volume darah berkurang, denyut nadi dan jantung bertambah cepat tetapi melemah, tekanan darah merendah, penderita lemah, kesadaran menurun, dan penderita sangat pucat.
E. Epidemiologi Epidemiologi penyakit diare, adalah sebagai berikut (Depkes RI, 2005): 1) Penyebaran kuman yang menyebabkan diare biasanya menyebar melalui fecal oral, antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku yang dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare, antara lain tidak memberikan ASI secara penuh 4 atau 6 bulan pada pertama kehidupan, menggunakan botol susu, menyimpan makanan masak pada suhu kamar, menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci tangan dengan sabun sesudah buang air besar atau sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan atau menyuapi anak, dan tidak membuang tinja dengan benar. 2) Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare. Beberapa faktor pada penjamu yang dapat meningkatkan beberapa penyakit dan lamanya diare, yaitu tidak memberikan ASI sampai dua tahun, kurang gizi, campak, immunodefisiensi, dan secara proporsional diare lebih banyak terjadi pada golongan balita. 13
3) Faktor lingkungan dan perilaku. Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian diare.
F. Distribusi Distribusi penyakit diare berdasarkan orang (umur) sekitar 80% kematian diare tersebut terjadi pada anak di bawah usia 2 tahun. Data tahun 2004 menunjukkan bahwa dari sekitar 125 juta anak usia 0-11 bulan dan 450 juta anak usia 1-4 tahun yang tinggal di negara berkembang, total episode diare pada balita sekitar 1,4 milyar kali per tahun. Dari jumlah tersebut total episode diare pada bayi usia di bawah 0-11 bulan sebanyak 475 juta dan anakusia 1-4 tahun sekitar 925 juta kali per tahun (Amiruddin, 2007).
G. Penularan Penularan penyakit diare disebabkan oleh infeksi dari agen penyebab dimana akan terjadi bila memakan makanan/air minum yang terkontaminasi tinja/muntahan penderita diare. Akan tetapi, penularan penyakit diare adalah kontak dengan tinja yang terinfeksi secara langsung, seperti: Makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi, baik yang sudah dicemari oleh serangga atau terkontaminasi oleh tangan yang kotor. 14
Bermain dengan mainan yang terkontaminasi, apalagi pada bayi sering memasukan tangan/mainan apapun ke dalam mulut. Hal ini dikarenakan virus ini dapat bertahan di permukaan udara sampai beberapa hari. Penggunaan sumber air yang sudah tercemar dan tidak memasak air dengan benar. Pencucian dan pemakaian botol susu yang tidak bersih. Tidak mencuci tangan dengan bersih setelah selesai buang air besar atau membersihkan tinja anak yang terinfeksi, sehingga mengkontaminasi perabotan dan alat-alat yang dipegang. Seperti gambar yang ada di bawah ini:
Gambar 2.1 Proses Penularan Penyakit Diare I (WHO, 2006)
15
Gambar 2.2 Proses Penularan Penyakit Diare II (WHO, 2006)
H. Penanggulangan Menurut Depkes RI (2005), penanggulangan diare, antara lain: 1) Pengamatan intensif dan pelaksanaan SKD (Sistem Kewaspadaan Dini) Pengamatan yang dilakukan untuk memperoleh data tentang jumlah penderita dan kematian serta penderita baru yang belum dilaporkan dengan melakukan pengumpulan data secara harian pada daerah fokus dan daerah sekitarnya yang diperkirakan mempunyai risiko tinggi terjangkitnya penyakit diare. Sedangkan pelaksanaan SKD merupakan salah satu kegiatan dari surveilance epidemiologi yang kegunaanya untuk mewaspadai gejala akan timbulnya KLB (Kejadian Luar Biasa) diare. 2) Penemuan kasus secara aktif Tindakan untuk menghindari terjadinya kematian di lapangan karena diare pada saat KLB di mana sebagian besar penderita berada di masyarakat. 3) Pembentukan pusat rehidrasi
16
Tempat untuk menampung penderita diare yang memerlukan perawatan dan pengobatan pada keadaan tertentu misalnya lokasi KLB jauh dari puskesmas atau rumah sakit. 4) Penyediaan logistik saat KLB Tersedianya segala sesuatu yang dibutuhkan oleh penderita pada saat terjadinya KLB diare. 5) Penyelidikan terjadinya KLB Kegiatan yang bertujuan untuk pemutusan mata rantai penularan dan pengamatan intensif baik terhadap penderita maupun terhadap faktor risiko. 6) Pemutusan rantai penularan penyebab KLB Upaya pemutusan rantai penularan penyakit diare pada saat KLB diare meliputi peningkatan kualitas kesehatan lingkungan dan penyuluhan kesehatan.
I. Pencegahan Diare termasuk penyakit yang dapat sembuh dengan sendirinya (self limiting disease). Meskipun demikian, jangan remehkan diare karena dapat mengancam jiwa. Dua pembunuh terbesar anak-anak balita adalah diare dan radang paru-paru. Diare umumnya ditularkan melalui 4F, yaitu Food, Feces, Fly, dan Finger. Oleh karena itu, upaya pencegahan diare yang praktis adalah dengan memutus rantai penularan tersebut. Beberapa upaya pencegahan yang mudah diterapkan adalah: 1) Penyiapan makanan yang higienis dan air minum yang bersih Penyebab utama diare pada manusia adalah bakteri yang mengkontaminasi makanan dan minuman, sehingga mencegah diare adalah dengan memperhatikan 17
kebersihan makanan dan minuman. Jadi pilihlah makanan yang tetap dalam keadaan baik dan meminum air yang bersih dan matang. 2) Kesadaran pada perorangan akan pentingnya kebersihan Berkembangnya perilaku pencegahan ini sangat tergantung pada kondisi pribadi masing-masing individu, termasuk persepsi individu bersangkutan dalam memandang diare. Dengan kata lain, jika seseorang mempersepsikan diare adalah penyakit yang membahayakan maka yang bersangkutan dapat diproyeksikan akan semakin berusaha keras untuk melakukan pencegahan agar tidak terserang diare. Sebab, upaya pencegahan penyakit ini bersumber pada seluruh aktivitas manusia yang berkaitan dengan upaya preventif. 3) Biasakan cuci tangan Ada cara yang mudah untuk mencegah terkena diare, yaitu mencuci tangan dengan sabun. Kebiasaan sederhana mencuci tangan dengan sabun, jika diterapkan secara luas akan menyelamatkan lebih dari satu juta orang di seluruh dunia, khususnya balita. 4) Pemberian ASI eksklusif Tak kalah penting adalah pemberian ASI minimal 6 bulan. Sebab, di dalam ASI terdapat antirotavirus, yaitu imunoglobulin. Makanya, anak-anak yang minum ASI eksklusif jarang menderita diare. Selain ASI, imunisasi campak ternyata bisa mencegah diare. 5) Buang air besar pada tempatnya (WC atau toilet) Apabila penderita diare buang air besar tidak pada tempatnya atau di sembarang tempat, maka kuman-kuman diare akan masuk ke dalam tubuh orang yang 18
kebetulan lewat dan menghirup udara sekitarnya ataupun membuang kotoran di jamban-jamban di tepi sungai, dimana orang sekitarnya akan menggunakan air tersebut untuk keperluan rumah tangganya. 6) Tempat buang sampah yang memadai Sampah adalah semua zat atau benda yang sudah tidak terpakai baik yang berasal dari rumah tangga atau hasil proses industri. Sampah-sampah itu dapat menularkan berbagai penyakit, jika tempatnya tidak diatur dengan baik. 7) Berantas lalat agar tidak menghinggapi makanan Makanan hendaknya ditutup agar serangga seperti lalat, kecoa atau vektor pembawa penyakit lainnya tidak hinggap di makanan kita. 8) Lingkungan hidup yang sehat Pemukiman kumuh merupakan kawasan yang menjadi tempat berkembangnya diare. Padahal di perkotaan seperti Jakarta, kawasan kumuh terus berkembang, karena semakin mahal dan terbatasnya lahan yang tersedia untuk pemukiman. Kerapatan, bangunannya sangat tinggi (walaupun bangunannya permanen), tidak teratur, kondisi ventilasinya buruk, dan sanitasi lingkungan tidak terlalu baik merupakan ciri pemukiman kumuh. Lingkungan yang buruk disertai rendahnya tingkat kesadaran masyarakat untuk berperilaku sehat menjadikan kawasan kumuh sebagai kawasan yang rawan akan penyebaran penyakit. Lingkungan yang buruk menjadi penyebab berkembangbiaknya berbagai virus penyakit menular. Karena itu, berbagai infeksi penyakit sering terjadi pada para penghuni kawasan kumuh. 9) Mencuci botol susu anak hingga bersih 19
Pada anak dan bayi yang menggunakan susu botol, diare dapat disebabkan karena botol susu yang kurang bersih dan mengandung bakteri yang menyebabkan sakit perut dan diare atau karena air susu yang sudah tidak layak lagi dikonsumsi (basi) diberikan oleh ibu atau pengasuh yang kurang teliti. Maka, hendaklah berhati-hati dalam memberikan makanan kepada bayi dan anak balita, karena pada bayi dan anak balita keadaan fisiknya belum begitu kuat untuk mempertahankan keadaan penyakit, sehingga mereka masih sangat rentan terhadap berbagai penyakit.
J. Pemberantasan Penyakit Diare (P2D) Ada 3 tahapan dalam program pemberantasan penyakit diare pada anak, yaitu perencanaan dan penyusunan target, tatalaksana penderita diare dan pencegahan diare. 1. Perencanaan adalah tersusunnya rencana kegiatan program pemberantasan penyakit diare secara kuantitatif di wilayah kerja, yang meliputi target kebutuhan logistik rutin dan saat Kejadian Luar Biasa (KLB). 2. Target adalah sesuatu yang ditetapkan sebelumnya dalam bentuk kuantitatif. Hendaknya diperhitungkan secara rasional sehingga dapat dikerjakan dan dicapai dalam waktu yang sudah direncanakan. 3. Tatalaksana penderita diare. Prinsip tatalaksana penderita diare adalah LINTAS Diare (Lima Langkah Tuntaskan Diare) yang terdiri dari: a. Oralit dengan osmolaritas rendah 20
Mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah dengan memberikan oralit. Bila tidak bersedia, berikan minuman lebih banyak cairan rumah tangga yang mempunyai osmolaritas rendah yang dianjurkan, seperti air tajin, kuah sayur, dan air matang. Macam-macam cairan yang digunakan bergantung pada kebiasaan setempat dalam mengobati diare, tersedianya cairan sari makanan yang cocok, dan jangkauan pelayanan kesehatan. Bila terjadi dehidrasi (terutama pada anak), penderita harus segera dibawa ke petugas kesehatan atau sarana kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang cepat dan tepat dengan oralit. b. Zinc Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Lebih dari 300 macam enzim dalam tubuh memerlukan zinc sebagai kofaktornya, termasuk enzim superoksida dismutase. Enzim ini berfungsi untuk metabolisme radikal bebas superoksida sehingga kadar radikal bebas ini dalam tubuh berkurang. Pada proses inflamasi, kadar radikal bebas superoksida meningkat, sehingga dapat merusak berbagai jenis jaringan, termasuk jaringan epitel dalam usus (Cousins et al, 2006). Pemberian zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya (Black, 2003). Zinc diberikan pada setiap diare dengan dosis untuk anak berumur kurang dari 6 bulan diberikan 10 mg (1/2 tablet zinc per hari), sedangkan 21
untuk anak berumur lebih dari 6 bulan diberikan 20 mg (1 tablet) zinc per hari. Pemberian zinc diteruskan sampai 10 hari walaupun sudah membaik. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kejadian diare selanjutnya selama 3 bulan ke depan. Cara pemberian tablet zinc adalah dengan melarutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang ataupun ASI. c. Pemberian ASI/makanan Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada penderita, terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh, serta mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering diberi ASI. Anak yang minum susu formula diberikan lebih sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapat makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna sedikit demi sedikit tetapi sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan anak. d. Pemberian antibiotik hanya atas indikasi Antibiotik tidak boleh digunakan secara rutin karena kejadian diare yang memerlukan antibiotik kurang lebih 8,4%. Antibiotik hanya bermanfaat pada anak dengan diare berdarah (sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera, dan infeksi-infeksi di luar saluran pencernaan yang berat, seperti pneumonia. Walaupun demikian pemberian antibiotik yang irasional masih banyak ditemukan.
22
e. Pemberian nasihat Ibu atau keluarga yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasihat tentang: Cara memberikan cairan dan obat di rumah. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan, seperti diare lebih sering, muntah berulang, sangat haus, makan atau minum sedikit, timbul demam, tinja berdarah, dan tidak membaik dalam 3 hari. Tujuan tercapainya tata laksana penderita diare yang tepat dan efektif adalah mencegah terjadinya dehidrasi, mengobati dehidrasi, memberi makanan/minuman, mengobati masalah lain.
2.2 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita adalah sebagai berikut: a) Sarana Air Bersih Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari akan menjadi air minum setelah dimasak terlebih dahulu. Sebagai batasannya, air bersih adalah air yang memenuhi persyaratan bagi sistem penyediaan air minum. Adapun persyaratan yang dimaksud adalah persyaratan dari segi kualitas air yang meliputi kualitas fisik, kimia, biologi, dan radiologis, sehingga apabila dikonsumsi tidak menimbulkan efek samping (Kep.Men.Kes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990). Sarana air bersih adalah bangunan beserta peralatan dan perlengkapannya yang menyediakan dan mendistribusikan air tersebut kepada masyarakat. Sarana air bersih harus memenuhi persyaratan kesehatan, agar tidak mengalami pencemaran sehingga 23
dapat diperoleh kualitas air yang baik sesuai dengan standar kesehatan. Ada berbagai jenis sarana air bersih yang digunakan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, seperti sumur gali (SGL), sumur pompa tangan (SPT), perpipaan, dan penampungan air hujan (PAH). (Depkes RI, 1977 dalam Marjuki, 2008) Sumur Gali (SGL) Pengertian dari sumur gali adalah salah satu jenis sarana penyediaan air bersih yang dibuat dengan cara menggali tanah sampai pada kedalaman tertentu sampai keluar mata airnya. Pernyataan teknis sumur gali dari segi kesehatan (Depkes RI Dirjen PPM & PLP, 1995) adalah: 1) Apabila letak sumber pencemaran lebih tinggi dari sumur gali, maka jarak minimal sumur gali terhadap sumber pencemaran adalah 11 meter, jika letak sumber pencemaran sama atau lebih rendah dari sumur gali maka jarak minimal sumur gali tersebut adalah 9 meter, yang termasuk sumber pencemaran adalah: jamban, air kotor atau comberan, tempat pembuangan sampah, kandang ternak, dan sumur saluran resapan. 2) Lantai harus kedap air minimal 1 meter dari sumur, tidak retak atau bocor mudah dibersihkan, dan tidak tergenang air (kemiringan 1-5%). 3) Saluran pembuangan air limbah harus kedap air, tidak menimbulkan genangan, dan kemiringan minimal 2%. 4) Tinggi bibir sumur minimal 80 cm dari lantai terbuat dari bahan yang kuat dan rapat air. 5) Dinding sumur minimal sedalam 3 meter dari permukaan tanah, dibuat dari bahan kedap air dan kuat. 24
6) Jika pengambilan air dengan timba harus ada timba khusus. Untuk mencegah pencemaran, timba harus selalu digantung dan tidak boleh diletakkan di lantai. Sumur Pompa Tangan (SPT) Sumur pompa tangan terdiri dari sumur pompa tangan dangkal, sedang, dan dalam. Adapun persyaratannya adalah sebagai berikut: 1. Jarak SPT minimal 11 meter dari sumber pencemar, seperti jamban, air kotor/comberan, tempat pembuangan sampah, kandang ternak, dan lain-lain. 2. Lantai harus kedap air, minimal 1 meter dari sumur, tidak retak/bocor, mudah dibersihkan, dan tidak tergenang air dengan kemiringan antara 1% sampai 5%. 3. Saluran pembuangan air limbah (SPAL) harus kedap air, tidak menimbulkan genangan. Panjang SPAL dengan sumur resapan minimal 11 meter dengan kemiringan minimal 2%. 4. Pipa penghisap dilindungi dengan casing atau coran rapat air sekurangkurangnya 3 meter dari permukaan tanah. 5. Ujung pipa bawah saringan dipasang dop, bagian luar saringan diberi kerikil sebesar biji jagung yang berukuran kurang lebih 2,5 meter. Pada bagian pompa, klep, dan karet penghisap harus bekerja dengan baik agar tidak memerlukan air pancingan, serta dudukan pompa harus kuat, rapat air, dan tidak retak. Perpipaan Adapun syarat perpipaan yang baik adalah sebagai berikut: 25
1) Sumber air baku harus diolah terlebih dahulu sebelum didistribusikan. 2) Pipa yang baik harus tidak melarut dalam air atau tidak mengandung bahan kimia yang dapat membahayakan kesehatan dan angka kebocoran pipa tidak lebih dari 5%. Pemasangan pipa tidak boleh terendam dalam air kotor atau air sungai. Bak penampungan harus rapat air dan tidak dapat dicemari oleh sumber pencemar serta pengambilan air melalui sarana perpipaan harus melalui kran. Sedangkan untuk kran umum, lantai mudah dibersihkan dan harus kedap air, luas lantai minimal 1m2, tidak tergenang air, dan kemiringan lantai 1-5%. Tinggi kran minimal 50-70 cm dari lantai. Kran umum dilengkapi dengan saluran pembuangan air limbah (SPAL) rapat air, kemiringan minimal 2%, air buangan disalurkan ke sumur/saluran resapan atau saluran sumur lainnya. Menurut Mann, H.T (1993), bahan pipa yang biasa digunakan untuk pendistribusian air adalah: a. Pipa Baja Sekarang ini banyak terdapat pipa baja, baik pipa baja hitam maupun yang disepuh dengan diameternya berkisar antara 10 sampai 150 mm (1/2 sampai 6 inchi). Pipa yang disepuh kualitasnya lebih baik, karena tahan terhadap karat. b. Pipa Besi Terdapat pipa besi berukuran antara 75 sampai dengan 150 mm (3 sampai 6 inchi), tetapi pipa besi ini lebih tahan karat dibandingkan dengan baja. c. Pipa Asbes 26
Pipa ini mempunyai ukuran yang hampir sama dengan pipa besi, tetapi pipa asbes lebih tahan karat dibandingkan dengan pipa besi. d. Pipa PVC Biasanya berdiameter antara 50 sampai 150 mm (2 sampai 6 inchi) atau lebih. Pipa ini ringan dan tahan karat. e. Pipa Polythene Biasanya berdiameter antara 10 sampai 75 mm (1/2 sampai 3 inchi), merupakan pipa yang paling baik digunakan untuk pipa bor. Mempunyai beberapa keunggulan, yaitu murah, ringan, dan jarang terjadi kebocoran. Kelemahannya adalah tidak tahan terhadap gigitan tikus. Penampungan Air Hujan (PAH) Persyaratan sarana air bersih berupa penampungan air hujan adalah sebagai berikut: a. Talang air yang masuk ke bak PAH harus dapat diatur posisinya agar air hujan pada 5 menit pertama tidak masuk ke dalam bak. b. Tinggi bak saringan minimal 40 cm, terbuat dari bahan yang kuat dan rapat nyamuk, susunan saringan terdiri dari pasir dan ijuk. c. Pipa peluap (over flow) harus dipasang kawat kassa rapat nyamuk. d. Tinggi kran dari lantai 50-60 cm, lantai bak pengambilan berfungsi sebagai resapan dengan susunan batu, pasir setebal minimal 0,6 dari lantai (volume 0,6 x 0,6 x 0,6 m3). e. Kemiringan lantai bak PAH mengarah ke pipa penguras dan mudah dibersihkan (tidak terdapat sudut mati). 27
f. Untuk meningkatkan mineral, air hujan dialirkan pada saringan pasir, dan untuk meningkatkan pH ditambahkan kapur. Hasil penelitian Septian Bumulo (2012) menunjukkan bahwa responden yang sarana penyediaan air bersih tidak memenuhi syarat dan tidak diare yaitu sebanyak 79 responden (52,7%), hal ini dikarenakan walaupun air yang dikonsumsi tidak memenuhi syarat penyediaan air bersih namun untuk keperluan minum, responden terlebih dahulu memasak airnya hingga mendidih dan sebagian besar responden selalu menampung air untuk keperluan minum dan memasak dalam wadah tertutup sehinga sedikit kemungkinan untuk terkontaminasi dengan bakteri penyebab kejadian diare. Di samping itu diperoleh sebanyak 32 responden (29,4%) yang sarana penyediaan air bersih memenuhi syarat namun menyebabkan diare. Hal ini dikarenakan sebagian responden masih ada yang menampung air untuk keperluan minum dan memasak dalam wadah terbuka dan masih banyak pula yang jarak jamban keluarga dengan sumber air bersihnya kurang dari 10 meter sehingga besar kemungkinan untuk terkontaminasi dengan bakteri penyebab kejadian diare.
b) Perilaku Ibu Perilaku merupakan cerminan dari sikap, hasil distribusi frekuensi sikap yang baik atau positif, sikap yang positif maka perilaku yang dilaksanakan kearah positif atau baik. Menurut teori Green et al (1999) dalam Notoatmodjo (2003), kesehatan individu dan masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor perilaku dan 28
faktor-faktor di luar perilaku (non-perilaku). Faktor perilaku ditentukan oleh tiga faktor; yaitu faktor predisposisi adalah faktor yang mencakup pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai, dan persepsi seseorang atau kelompok untuk bertindak; lalu faktor pemungkin (enabling factor) yaitu berbagai keterampilan dan sumber daya yang diperlukan untuk melakukan perilaku kesehatan; dan faktor perilaku yang terakhir adalah faktor penguat (reinforcing factor) adalah faktor yang menentukan tindakan kesehatan memperoleh dukungan atau tidak. Menurut Becker (1979) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), perilaku kesehatan yaitu hal-hal yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya, termasuk tindakan-tindakan untuk mencegah penyakit, kebersihan perorangan, memilih makanan, sanitasi, dan sebagainya. Menurut Depkes RI (2005), perilaku yang dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare adalah sebagai berikut: 1. Memasak Air Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum (Kep.Men.Kes RI No. 907/Menkes/SK/VII/2002). Air untuk minum harus diolah terlebih dahulu dan wadah air harus bersih dan tertutup. Air yang tidak dikelola dengan standar pengelolaan air minum rumah tangga (PAM-RT) dapat menimbulkan penyakit (Dirjend P2PL, 2008). Salah satu bentuk pengolahan air minum rumah tangga yang sederhana dan sering digunakan adalah dengan cara memasak. Memasak merupakan proses 29
mematikan mikroorganisme (virus, bakteri, spora bakteri, jamur protozoa) penyebab penyakit dengan cara pemanasan (Depkes RI, 2008).
2. Penggunaan Jamban Penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penularan risiko terhadap penyakit diare. Jamban adalah tempat pembuangan kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh dan yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh (Notoatmodjo, 2007). Menurut Notoatmodjo (2003), suatu jamban disebut sehat untuk daerah pedesaan, apabila memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut: Tidak mengotori permukaan tanah disekeliling jamban tersebut Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya Tidak mengotori air tanah di sekitarnya Tidak dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat, kecoak, dan binatangbinatang lainnya Tidak menimbulkan bau Mudah digunakan dan dipelihara Sederhana desainnya Murah Dapat diterima oleh pemakainya Tempat pembuangan tinja adalah sarana yang digunakan untuk buang air besar dan tempat pembuangan akhir tinja yang digunakan keluarga sehari-hari
30
(MDGs, 2010). Menurut Entjang (2000), macam-macam kakus atau tempat pembuangan tinja, yaitu: Pit-privy (Cubluk/Jamban Cemplung) Kakus ini dibuat dengan jalan membuat lubang ke dalam tanah dengan diameter 80-120 cm sedalam 2,5-8 meter. Dindingnya diperkuat dengan batu atau bata, dan dapat ditembok ataupun tidak agar tidak mudah ambruk. Lama pemakaiannya antara 5-15 tahun. Bila permukaan penampungan tinja sudah mencapai kurang lebih 50 cm dari permukaan tanah, dianggap cubluk sudah penuh. Cubluk yang penuh ditimbun dengan tanah. Ditunggu 9-12 bulan. Isinya digali kembali untuk pupuk, sedangkan lubangnya dapat dipergunakan kembali. Jamban air (Water latrine) Jamban ini terdiri dari bak yang kedap air, diisi air di dalam tanah sebagai tempat pembuangan tinja. Proses pembusukkannya sama seperti pembusukan tinja dalam air kali. Untuk kakus ini, agar berfungsi dengan baik, perlu pemasukan air setiap hari, baik sedang dipergunakan atau tidak. Jamban leher angsa (Angsa latrine) Jamban jenis ini merupakan jamban yang paling memenuhi persyaratan. Oleh sebab itu cara pembuangan tinja semacam ini yang dianjurkan. Pada kakus ini closetnya berbentuk leher angsa, sehingga akan selalu terisi air. Fungsi air ini gunanya sebagai sumbat, sehingga bau busuk dari cubluk tidak tercium di ruangan rumah kakus. Jamban bor (Bored hole latrine) 31
Tipe ini sama dengan jamban cemplung hanya ukurannya lebih kecil karena untuk pemakaian yang tidak lama, misalnya untuk perkampungan sementara. Kerugiannya bila air permukaan banyak mudah terjadi pengotoran tanah permukaan (meluap). Jamban keranjang (Bucket latrine) Tinja ditampung dalam ember atau bejana lain dan kemudian dibuang di tempat lain, misalnya untuk penderita yang tak dapat meninggalkan tempat tidur. Sistem jamban keranjang biasanya menarik lalat dalam jumlah besar, tidak di lokasi jambannya, tetapi di sepanjang perjalanan ke tempat pembuangan. Penggunaan jenis jamban ini biasanya menimbulkan bau. Jamban parit (Trench latrine) Dibuat lubang dalam tanah sedalam 30-40 cm untuk tempat defaecatie. Tanah galiannya dipakai untuk menimbunnya. Penggunaan jamban parit sering mengakibatkan pelanggaran standar dasar sanitasi, terutama yang berhubungan dengan pencegahan pencemaran tanah, pemberantasan lalat, dan pencegahan pencapaian tinja oleh hewan. Jamban empang / gantung (Overhung latrine) Jamban ini semacam rumah-rumahan dibuat di atas kolam, selokan, kali, rawa dan sebagainya. Kerugiannya mengotori air permukaan sehingga bibit penyakit yang terdapat di dalamnya dapat tersebar kemana-mana dengan air yang dapat menimbulkan wabah Chemical toilet (Chemical closet)
32
Tinja ditampung dalam suatu bejana yang berisi kaustik soda sehingga dihancurkan sekalian didesinfeksi. Biasanya dipergunakan dalam kendaraan umum, misalnya pesawat udara atau kereta api. Dapat pula digunakan dalam rumah sebagai pembersih tidak dipergunakan air, tetapi dengan kertas (toilet paper). Berdasarkan hasil penelitian Wibowo (2004), jenis tempat pembuangan tinja yang terbanyak digunakan pada kelompok kasus adalah jenis leher angsa (68,3%), sedangkan 7,9% menggunakan jenis plengsengan dan 23,8% tidak memiliki jamban. Lalu Wibowo (dalam Wulandari 2009:19) menjelaskan bahwa tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan risiko terjadinya diare pada anak balita sebesar dua kali lipat dibandingkan dengan keluarga yang mempunyai kebiasaan membuang tinjanya yang memenuhi syarat sanitasi. Hasil penelitian ini juga mendukung hasil penelitian Zubir (2006) tentang faktor-faktor risiko kejadian diare akut pada anak 0-35 bulan (Batita) di Kabupaten Bantul, dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis tempat pembuangan tinja mempengaruhi terjadinya diare akut dengan nilai p < 0,05, (OR) = 1,24. 3. Kebiasaan Cuci Tangan Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum
33
menyuapi makan anak, dan sesudah makan mempunyai dampak dalam kejadian diare (Depkes, 2005). Hal ini didukung oleh hasil penelitian Riki N.P (2013) yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara mencuci tangan dengan sabun sebelum menyuapi anak makan dengan kejadian diare pada balita dimana nilai p.value = 0,015. Hasil penelitian Anup K.C. (2012) juga menyatakan bahwa ada hubungan antara mencuci tangan dengan sabun sebelum/sesudah melakukan kegiatan (menyiapkan makanan, pada saat makan, menyuapi anak, selesai bekerja, dan selesai memandikan anak) dimana hanya 2% anak-anak ditemukan terinfeksi diare yang orang tuanya mencuci tangan dengan sabun sebelum/sesudah melakukan kegiatan sedangkan 26 (20,5%) anak-anak ditemukan terinfeksi diare karena orang tuanya tidak mencuci tangan dengan sabun sebelum/sesudah melakukan kegiatan.
4. Pemberian ASI Eksklusif Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2012, ASI (Air Susu Ibu) eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain. Menurut Depkes (2005), ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare. ASI Eksklusif harus diberikan secara penuh selama 4 sampai 6 bulan. Pada bayi yang tidak diberi ASI risiko untuk menderita diare lebih besar dari pada bayi yang diberi ASI penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih 34
besar. Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu formula. Hal ini didukung pula dengan hasil penelitian Karki T, dkk (2010) bahwa balita yang mengkonsumsi susu formula selama 6 bulan
di awal kelahiran
memiliki 26,32% terkena diare dengan resiko terkena diare 1,95 kali dibandingkan dengan balita yang mengkonsumsi ASI eksklusif.
5. Pemberian Imunisasi Campak Diare sering timbul menyertai campak, sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu segera memberikan anak imunisasi campak setelah berumur 9 bulan. Imunisasi campak adalah suatu keadaan tindakan untuk memberikan kekebalan dengan cara memasukkan vaksin campak dalam tubuh bayi usia antara 9 sampai 11 bulan dan pada usia 6 sampai 7 tahun. Diare sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak yang sedang menderita campak, hal ini sebagai akibat dari penurunan kekebalan tubuh penderita (Depkes, 2005). Hal penelitian Olyfta A. (2010) menyebutkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara imunisasi campak dengan kejadian diare pada balita yang tidak mendapatkan imunisasi campak akan beresiko 5,4 kali terkena diare daripada balita yang mendapatkan imunisasi campak.
35
6. Penggunaan Botol Susu Penggunaan botol susu memudahkan pencemaran oleh kuman, karena botol susu susah dibersihkan. Penggunaan botol untuk susu formula, biasanya menyebabkan risiko tinggi terkena diare sehingga mengakibatkan terjadinya gizi buruk. (Depkes, 2005) Hasil penelitian Wibowo, dkk (2004) menyebutan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara proses pencucian botol susu dengan kejadian diare pada balita yang mengkonsumsi susu formula. Hal ini dikarenakan dari hasil pengamatan selama satu bulan, proses pencucian botol susu yang dilakukan oleh para ibu hanya sebesar 43% yang memenuhi syarat, sedangkan sisanya masih kurang benar.
36
2.3 Kerangka Teori Berdasarkan teori dan penelitian di atas, maka diperoleh kerangka teori sebagai berikut: Sarana Sanitasi Air Bersih
Perilaku Ibu
Kejadian Diare Pada
Memasak Air
Balita
Penggunaan Jamban Kebiasaan Cuci Tangan Pemberian ASI Eksklusif Pemberian Imunisasi Campak Penggunaan Botol Susu
Bagan 2.1. Kerangka Teori Modifikasi teori dan penelitian dari Septian Bumolo (2012), Notoatmodjo (2003), Depkes RI (2005), Depkes RI (2008), Zubir (2006), Karti T (2010), Riki N.P (2013), Anup K.C (2012), dan Olyfta A. (2010)
37
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep Kerangka konsep pada penelitian ini mengacu pada modifikasi teori dan penelitian dari Septian Bumolo (2012), Notoatmodjo (2003), Depkes RI (2005), Depkes RI (2008), Zubir (2006), Karti T (2010), Riki N.P (2013), Anup K.C (2012), dan Olyfta A. (2010). Berdasarkan teori dan penelitian yang ada, faktor yang dapat menyebabkan terjadinya diare pada balita, yaitu sarana air bersih dan perilaku ibu seperti memasak air, penggunaan jamban, kebiasaan cuci tangan, pemberian ASI eksklusif, pemberian imunisasi campak, dan penggunaan botol susu. Pada penelitian ini terdapat beberapa variabel yang tidak diteliti, yaitu variabel penggunaan botol susu, variabel pemberian ASI eksklusif dan variabel pemberian imunisasi campak. Hal ini dikarenakan peneliti hanya ingin meneliti variabel-variabel lingkungan yang mempengaruhi kejadian diare. Kerangka konsep terdiri dari variabel terikat (dependen) dan variabel bebas (independen). Pada penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah sarana sanitasi air bersih dan perilaku pengguna ibu, yaitu memasak air, penggunaan jamban, dan kebiasaan cuci tangan, sedangkan variabel dependen yaitu kejadian diare pada balita.
38
Hubungan antara variabel dependen dan variabel independen tersebut dapat dilihat pada bagan 3.1 sebagai berikut:
Variabel Independen
Variabel Dependen
Sarana Sanitasi Air Bersih Kejadian Diare Pada Balita
Memasak Air Penggunaan Jamban Kebiasaan Cuci Tangan
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
39
3.2 Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional
Variabel
Definisi
Cara
Dependent Diare Pada Balita
Alat Ukur
Hasil
Skala
Ukur Suatu keadaan dimana balita pada umur 10-59
Wawancara
Kuesioner
1. Diare, jika:
Ordinal
bulan mengalami buang air besar lembek dan
Balita
cair
yang
mencret-mencret, > 3 kali
biasanya
sehari, dan bentuk kotoran
atau
frekuensinya
dapat
berupa
lebih
air
sering
saja
dari
(biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari)
lembek
mengalami
atau
cair
atau
berupa air saja 2. Tidak diare, jika: Balita
tidak
mengalami
mencret-mencret,
3 kali
sehari, dan bentuk kotoran seperti biasa Variabel
Definisi
Cara
Alat Ukur
Hasil
Skala
dan Wawancara &
Wawancara
1. Tidak memenuhi syarat
Ordinal
dan
& Lembar
kesehatan, jika skor yang
Independent
Ukur
Sarana Sanitasi Air Bangunan Bersih
beserta
perlengkapannya
yang
peralatan menyediakan
Observasi 40
mendistribusikan air bersih yang memenuhi
Observasi
syarat kesehatan
didapatkan
dari
hasil
observasi pada masingmasing SAB adalah: SGL: SP:
6 6
PDAM:
2
2. Memenuhi
syarat
kesehatan, jika skor yang didapatkan
dari
hasil
observasi pada masingmasing SAB adalah: SGL: SP:
5 5
PDAM:
1
Perilaku Pengguna Air Bersih Memasak Air
Proses mematikan mikroorganisme (virus, bakteri,
spora
bakteri,
jamur
Wawancara
protozoa)
Kuesioner
1. Tidak, jika tidak memasak air
penyebab penyakit dengan cara pemanasan
sampai
mendidih
sebelum dikonsumsi
sampai mendidih
2. Ya,
jika
memasak
air
sampai mendidih sebelum dikonsumsi 41
Ordinal
Penggunaan Jamban
Sarana atau tempat untuk buang air besar dan Wawancara &
Wawancara
1. Tidak memenuhi syarat
tempat
& Lembar
jamban sehat, jika skor
Obsservasi
yang didapatkan dari hasil
pembuangan
akhir
tinja
yang
Observasi
memenuhi syarat jamban sehat, contohnya jamban leher angsa
observasi adalah
Ordinal
1
2. Memenuhi syarat jamban sehat, jika menggunakan jamban leher angsa dan skor yang didapatkan dari hasil observasi adalah 0 Kebiasaan Tangan
Cuci Kebiasaan
yang
berhubungan
dengan
Wawancara
Kuesioner
1. Tidak, jika tidak mencuci
kebersihan perorangan untuk mencuci tangan
tangan
dengan
sebelum/sesudah
sabun
sebelum
atau
sesudah
melakukan kegiatan
dengan
sabun
melakukan kegiatan 2. Ya, jika mencuci tangan dengan sebelum/sesudah melakukan kegiatan
42
sabun
Ordinal
3.3 Hipotesis Penelitian 1. Ada hubungan antara sarana sanitasi air bersih dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan tahun 2013. 2. Ada hubungan antara perilaku memasak air dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan tahun 2013. 3. Ada hubungan antara perilaku penggunaan jamban dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan tahun 2013. 4. Ada hubungan antara perilaku kebiasaan cuci tangan dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan tahun 2013.
43
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan bentuk desain studi cross sectional, dimana variabel independen dan variabel dependen diamati pada waktu yang bersamaan (satu waktu). Desain ini digunakan karena mudah dilaksanakan, sederhana, menghemat waktu, dan hasilnya dapat diperoleh dengan cepat (Notoatmodjo, 2010). Variabel Independen dalam penelitian ini adalah sarana sanitasi air bersih dan perilaku ibu yang terdiri dari memasak air, penggunaan jamban, dan kebiasaan cuci tangan. Sedangkan variabel dependen yaitu kejadian diare pada balita.
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan dan untuk waktu penelitiannya dilaksanakan pada bulan Januari - Februari 2014.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh balita usia 10–59 bulan yang berada di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan. 44
4.3.2 Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah balita umur 10-59 bulan, sedangkan untuk respondennya adalah ibu dari balita. Dalam pengambilan sampel digunakan rumus uji hipotesis beda dua proporsi karena untuk mengetahui suatu hubungan di setiap variabelnya. Rumus ujinya adalah: (Ariawan, 1998)
Keterangan: n
: Jumlah sampel minimal yang diperlukan
P1
: Proporsi kejadian pada salah satu partisipasi pada kelompok
tertentu P2
: Proporsi kejadian pada salah satu partisipasi pada kelompok
tertentu P
: Rata-rata proporsi ((P1+P2)/2)
Z1-α/2 : derajat kemaknaan, α pada dua sisi (two tail) yaitu sebesar 5 % = 1.96 Z1-β
: Kekuatan uji 1-β, yaitu sebesar 95%
Perhitungan sampel dilakukan berdasarkan beberapa hasil penelitian terdahulu dengan menggunakan rumus uji hipotesis dua proporsi yang kemudian diperoleh hasil seperti pada tabel 4.1 berikut:
45
Tabel 4.1 Hasil Penghitungan Sampel Berdasarkan Uji Hipotesis Beda Dua Proporsi Terhadap Hasil Penelitian Terdahulu Variabel
Diketahui
Sarana Penyediaan Air Bersih P1 = 0,473 (Septian B., 2012)
P2 = 0,294
Penggunaan Jamban
P1 = 0,511
(Septian B., 2012)
P2 = 0,270
Kebiasaan Cuci Tangan
P1 = 0,205
(Anup K.C, 2012)
P2 = 0,02
p
Sampel Total
0,3835
115 x 2 = 230
0,3905
64 x 2 = 128
0,1125
45 x 2 = 90
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus di atas didapatkan jumlah sampel minimal sebanyak 45 responden, karena besar sampel yang digunakan adalah uji hipotesis beda dua proporsi, sehingga jumlah sampel dikalikan dua menjadi 90 responden (P1 = proporsi hubungan kebiasaan cuci tangan tidak memenuhi syarat dengan kejadian diare dan P2 = proporsi hubungan kebiasaan cuci tangan yang memenuhi syarat dengan kejadian diare). Penentuan besar sampel yang berjumlah 90 responden didasarkan pada penyesuaian terhadap waktu, tenaga, dan biaya.
4.3.3 Teknik Sampling Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik cluster random sampling, sehingga perlu memperhatikan efek desain. Efek desain umum yang digunakan dalam cluster random sampling berkisar 2 dan 4 (Ariawan, 1998). Untuk menentukan lokasi dan elemen sampel terpilih 46
digunakan cluster random sampling pada tingkat Kelurahan dengan sampling frame Kelurahan dan sampling frame sampel, berikut langkah-langkahnya: 1. Wilayah Puskesmas Keranggan terdiri dari 2 Kelurahan, yaitu Kelurahan Keranggan dan Kademangan. Dari 2 Kelurahan, ditentukan ada berapa banyak posyandu pada masing-masing Kelurahan. Kemudian dari posyandu tersebut dibuat sampling frame posyandu. 2. Sampling frame posyandu dari masing-masing Kelurahan tersebut kemudian dibagi secara proporsional, dimana tiap Kelurahan masingmasing memilih 3 posyandu secara acak. (Gambar 4.1) 3. Setelah terpilih 3 posyandu secara acak di masing-masing Kelurahan, maka dibagi lagi secara proporsional, dimana tiap posyandu menentukan 15 sampel secara acak. (Gambar 4.2) 4. Setelah diperoleh jumlah sampel pada masing-masing posyandu, kemudian secara acak sederhana terpilihlah sampel yang akan diambil.
Wilayah Puskesmas Keranggan
Kademangan
Keranggan
M a w a r
M a t a h a r i
K e n a r i
F l a m b o y a n
D a h l i a
M e l a t i
C e m p a k a
B e r i n g i n
T e r a t a i
A s t e r
47
P r o t o n i t a
S a k u r a
A n g g r e k
T e r a t a i
M a w a r
K e n a n g a
M e l a t i
C e m p a k a
A s o k a
Bagan 4.1 Sampling Frame Posyandu Dalam Penentuan Posyandu Sebagai Lokasi Penelitian
Keranggan
Kademangan
Dahlia
Cempaka
Beringin
Anggrek
Mawar
15
15
15
15
15
Kenanga
15
Bagan 4.2 Sampling Frame Sampel Dalam Penentuan Sampel Penelitian
4.4 Instrumen Penelitian dan Pengumpulan Data 4.4.1 Instrumen Penelitian a. Uji Coba Kuesioner Kuesioner yang akan digunakan, terlebih dahulu dilakukan uji coba. Dari hasil uji coba, kemudian dilakukan uji validitas dan reliabilitas pada pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner hasil uji coba tersebut. Selanjutnya dilakukan revisi terhadap kuesioner tersebut. Uji coba kuesioner tersebut dilakukan kepada 10 responden dengan karakteristik sama, namun di lokasi yang berbeda dengan lokasi penelitian untuk menghindari terpilihnya kembali responden sebagai responden penelitian.
48
b. Kuesioner Kuesioner dalam penelitian ini mencakup beberapa item pertanyaan mengenai perilaku memasak air, kebiasaan cuci tangan, pemberian ASI eksklusif, dan pemberian imunisasi campak, serta lembar observasi mengenai sarana sanitasi air bersih yang digunakan dan penggunaan jamban.
4.4.2 Pengumpulan Data Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data primer dan data sekunder: a. Data Primer Data
primer
diperoleh
langsung
dari
hasil
wawancara
menggunakan kuesioner dan observasi langsung kepada responden mengenai sarana sanitasi air bersih dan perilaku ibu terhadap kejadian diare. Variabel yang terdapat di kuesioner adalah variabel memasak air, kebiasaan cuci tangan, pemberian ASI eksklusif, dan pemberian imunisasi campak. Sedangkan, variabel yang dilakukan dengan observasi adalah variabel sarana sanitasi air bersih dan penggunaan jamban. b. Data Sekunder Data yang diperoleh dari berbagai sumber, seperti hasil penelitian terdahulu, hasil studi pustaka, laporan serta dokumen dari berbagai 49
instansi yang berhubungan dengan topik yang dikaji, seperti Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, Puskesmas Keranggan, Kecamatan Setu dan beberapa Kelurahan di wilayah Puskesmas Keranggan. .
4.5 Pengolahan Data Dalam proses pengolahan data, ada beberapa kegiatan yang dilakukan peneliti, yaitu: 1. Editing, merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian formulir atau kuesioner apakah jawaban yang ada di kuesioner sudah lengkap, jelas, relevan, dan konsekuen. 2. Coding, merupakan kegiatan untuk merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka/bilangan. Diare pada balita
Sarana
Sanitasi
Diare
[1]
Tidak diare
[2]
Air Tidak
Bersih
Memasak Air
Penggunaan Jamban
memenuhi
syarat
[1]
kesehatan Memenuhi syarat kesehatan
[2]
Tidak
[1]
Ya,
[2]
Tidak
memenuhi
syarat
[1]
jamban
[2]
jamban sehat Memenuhi sehat 50
syarat
Kebiasaan
Cuci Tidak
Tangan
[1]
Ya
[2]
3. Processing, pemprosesan dilakukan dengan cara mengentri data dari kuesioner ke komputer dengan paket program komputer. 4. Cleaning, merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di entri, apakah ada kesalahan atau tidak. 5. Manajemen data, proses memanipulasi atau merubah bentuk data dari bentuk numerik ke bentuk kategorik. 6. Analisis data, proses pengolahan data serta menyusun hasil yang akan dilaporkan. (Depkes, 2004)
4.6 Analisis Data Data yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan program SPSS. Analisis data meliputi: 1. Analisis Univariat Analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan distribusi frekuensi masingmasing variabel, baik variabel bebas (sarana sanitasi air bersih dan perilaku ibu), variable terikat (kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan) maupun deskripsi karakteristik responden. Fungsi analisis univariat sebenarnya adalah menyederhanakan atau meringkas kumpulan data hasil pengukuran sedemikian rupa sehingga kumpulan data tersebut berubah menjadi informasi yang berguna. Peringkasan tersebut berupa ukuranukuran statistik, tabel dan juga grafik. (Hastono, 2007)
51
2. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji chi square. Syarat uji chi square antara lain jumlah sampel harus cukup besar, pengamatan harus bersifat independen, dan hanya dapat digunakan pada data deskrit atau data kontinyu yang telah dikelompokkan menjadi kategori (Budiarto, 2001). Dasar pengambilan keputusan penerimaan hipotesis berdasarkan tingkat signifikan (nilai α) sebesar 95%: a) Jika nilai P-value > α (0,05), maka hipotesis penelitian (Ha) ditolak. b) Jika nilai P-value ≤ α (0,05), maka hipotesis penelitian (Ha) diterima.
52
BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian Puskesmas Keranggan masuk di wilayah Kecamatan Setu, adapun Kecamatan Setu memiliki 3 Puskesmas, yaitu Puskesmas Setu, Puskesmas Bakti Jaya, dan Puskesmas Keranggan. Binaan Puskesmas Keranggan terdiri dari 2 Kelurahan, yaitu Kelurahan Keranggan dan Kelurahan Kademangan. Luas wilayah Kelurahan Keranggan adalah 217 Ha dengan jumlah penduduk sebesar 6.229 jiwa dengan 17 RT dan 6 RW. Sedangkan luas wilayah Kelurahan Kademangan adalah 322 Ha dengan jumlah penduduk sebesar 20.759 jiwa dengan 55 RT dan 7 RW. Jadi, luas wilayah Puskesmas Keranggan secara keseluruhan adalah 539 Ha, sedangkan bangunan Puskesmas berada di atas tanah seluas 1.000 m 2 dan jumlah penduduk keseluruhan di wilayah Puskesmas Keranggan sebanyak 26.988 jiwa. Puskesmas Keranggan terletak di Jalan Baru Lingkar Selatan, Desa Keranggan, Kecamatan Setu, bagian barat Kota Tangerang Selatan. Adapun batas wilayah kerja Puskesmas Keranggan adalah: a. Utara
: Wilayah kerja Puskesmas Serpong
b. Selatan
: Wilayah kerja Puskesmas Gunung Sindur Bogor
c. Barat
: Wilayah kerja Puskesmas Cisauk dan Suradita Kabupaten Tangerang
d. Timur
: Wilayah kerja Puskesmas Setu
53
5.2 Analisis Univariat Analisis univariat mendiskripsikan karakteristik responden, kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan, sarana air bersih, memasak air, penggunaan jamban, dan kebiasaan cuci tangan. 5.2.1 Gambaran Karakteristik Responden Deskripsi karakteristik responden mencakup umur, pendidikan dan pekerjaan ibu yang dijelaskan sebagai berikut: a. Distribusi Umur Responden Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013 Variabel Umur
Mean 29,39
SD 6,11
Min-Max 18-42
Berdasarkan tabel 5.1, diperoleh hasil analisis bahwa dari 90 responden rata-rata umur responden adalah 29 tahun dengan standar deviasi 6,11. Umur responden termuda adalah 18 tahun sedangkan umur ibu tertua adalah 42 tahun. b. Distribusi Pendidikan Responden Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013 Kategori Tidak Sekolah SD SMP SMA Perguruan Tinggi Jumlah
Frekuensi 0 18 21 40 11 90 54
Persentase (%) 0,0 20,0 23,3 44,4 12,2 100
Berdasarkan tabel 5.2 diperoleh distribusi tingkat pendidikan responden, paling banyak responden memiliki pendidikan SMA yaitu 40 responden (44,4%) sedangkan untuk responden yang memiliki latar belakang pendidikan tidak sekolah, SD, SMP, dan perguruan tinggi masing-masing adalah 0 responden (0%), 18 responden (20%), 21 responden (23,3%), dan 11 responden (12,2%). c. Distribusi Pekerjaan Responden Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013 Kategori Ibu Rumah Tangga Karyawan Bidan/Petugas Kesehatan Wiraswasta Lain-lain Jumlah
Frekuensi 69 11 4 6 0 90
Persentase (%) 76,7 12,2 4,4 6,7 0,0 100
Berdasarkan tabel 5.3 diperoleh distribusi jenis pekerjaan ibu, paling banyak ibu memiliki pekerjaan sebagai ibu rumah tangga yaitu sebanyak 69 orang (76,7%) sedangkan ibu yang bekerja sebagai karyawan, bidan/petugas kesehatan, wiraswasta, dan lain-lain masing-masing sebanyak 11 orang (12,2%), 4 orang (4,4%), 6 orang (6,7%), dan lain-lain 0 orang (0%).
5.2.2 Gambaran Kejadian Diare Pada Balita Hasil penelitian mengenai kejadian diare pada balita diperoleh dari wawancara kepada responden. Variabel kejadian diare pada balita dikategorikan menjadi dua,
55
yaitu diare dan tidak diare. Adapun hasil yang diperoleh mengenai kejadian diare pada balita dapat dilihat dari tabel 5.4 berikut: Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Kejadian Diare Pada Balita Umur 10-59 Bulan di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013 Kejadian Diare Diare Tidak Diare Jumlah
Frekuensi 32 58 90
Persentase (%) 35,6 64,4 100
Berdasarkan tabel 5.4, dari hasil analisis gambaran kejadian diare pada balita diperoleh bahwa dari 90 balita, 32 balita (35,6%) mengalami diare dan 58 balita (64,4%) tidak mengalami diare. Dari tabel tersebut terlihat bahwa lebih banyak responden yang balitanya tidak mengalami diare.
5.2.3 Gambaran Sarana Sanitasi Air Bersih Variabel sarana sanitasi air bersih merupakan salah satu variabel yang dapat mempengaruhi kejadian diare pada balita. Di bawah ini akan dijelaskan gambaran distribusi sarana sanitasi air bersih yang digunakan responden untuk keperluan masak, mencuci, dan lain-lain. Tabel 5.5 Distribusi Balita Menurut Sarana Sanitasi Air Bersih yang Digunakan di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013 Sarana Sanitasi Air Bersih Sumur Gali Sumur Pompa PDAM Lain-lain Jumlah
Frekuensi 6 81 3 0 90 56
Persentase (%) 6,7 90,0 3,3 0,0 100
Dari tabel 5.5 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden menggunakan sarana sumur pompa. Berdasarkan tabel di atas, dari 90 responden, 6 responden menggunakan sarana air bersih sumur gali (6,7%) dan 3 responden menggunakan sarana PDAM (3,3%). Sedangkan, kondisi sarana air bersih dalam penelitian ini merupakan kondisi fisik sarana air bersih di rumah tempat tinggal balita. Tabel 5.6 Distribusi Balita Menurut Kondisi Sarana Sanitasi Air Bersih di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013 Kondisi Sarana Sanitasi Air Bersih Tidak Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat Jumlah
Frekuensi 42 48 90
Persentase (%) 46,7 53,3 100
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.6, diketahui bahwa kondisi sarana sanitasi air bersih di Wilayah Puskesmas Keranggan sebanyak 42 sarana (46,7%) yang tidak memenuhi syarat, sedangkan 48 (53,3%) sarana yang memenuhi syarat.
5.2.4 Gambaran Memasak Air Variabel memasak air merupakan salah satu bentuk pengolahan air minum yang umum dilakukan oleh masyarakat. Di bawah ini akan dijelaskan sumber air minum yang digunakan responden untuk dikonsumsi. Tabel 5.7 Distribusi Balita Menurut Sumber Air Minum di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013 Sumber Air Minum Sumur Gali Sumur Pompa PDAM
Frekuensi 3 46 3 57
Persentase (%) 3,3 51,1 3,3
Air Isi Ulang (Galon) Jumlah
38 90
42,2 100
Berdasarkan tabel 5.7, sumber air minum yang paling banyak digunakan responden adalah air dari sumur pompa sebanyak 46 (51,1%). Selain itu, dapat diketahui bahwa dari 90 responden, terdapat masing-masing 3 responden yang menggunakan air minum yang bersumber dari sumur gali (3,3%) dan PDAM (3,3%), dan 38 responden yang menggunakan air minum yang bersumber dari air isi ulang (galon) (42,2%). Tabel 5.8 Distribusi Sumber Air Minum Sumur Pompa dan Air Isi Ulang (Galon) di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013 Kejadian Diare pada Balita Sumber Air Minum Sumur Pompa Air Isi Ulang (Galon)
Diare n % 14 30,4 15
39,5
Tidak Diare n % 32 69,6 23
60,5
Berdasarkan tabel 5.8 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden yang balitanya mengalami diare adalah yang menggunakan air isi ulang (galon). Dari 29 responden, 15 responden (39,5%) yang menggunakan air isi ulang mengalami kejadian diare pada balitanya, sedangkan 14 responden (30,4%) lainnya yang menggunakan air sumur pompa mengalami kejadian diare pada balitanya.
58
Tabel 5.9 Distribusi Balita Menurut Pengolahan Memasak Air di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013 Memasak Air Tidak Ya Jumlah
Frekuensi 34 56 90
Persentase (%) 37,8 62,2 100
Berdasarkan tabel 5.9, dapat diketahui bahwa dari 90 responden, sebanyak 56 responden (62,2%) memasak air sampai mendidih sebelum dikonsumsi, sedangkan 34 responden (37,8%) tidak memasak airnya sampai mendidih sebelum dikonsumsi.
5.2.5 Gambaran Penggunaan Jamban Hasil penelitian mengenai penggunaan jamban diperoleh dari wawancara dan observasi ke tempat responden. Adapun hasil yang diperoleh mengenai penggunaan jamban dapat dilihat dari tabel 5.10 berikut: Tabel 5.10 Distribusi Jenis Jamban yang Digunakan Responden di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013 Jenis Jamban Jamban Empang Jamban Leher Angsa Jumlah
Frekuensi 6 84 90
Persentase (%) 6,7 93,3 100
Berdasarkan tabel 5.10, dapat diketahui bahwa dari 90 responden, sebanyak 6 responden (6,7%) masih menggunakan jenis jamban empang, sedangkan 84 responden (93,3%) sudah menggunakan jenis jamban leher angsa.
59
Tabel 5.11 Distribusi Balita Menurut Penggunaan Jamban di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013 Penggunaan Jamban Tidak Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat Jumlah
Frekuensi 56 34 90
Persentase (%) 62,2 37,8 100
Berdasarkan tabel 5.11, pada variabel di atas, jamban yang tidak memenuhi syarat sebanyak 56 (62,2%) jamban sedangkan jamban yang memenuhi syarat sebanyak 34 jamban (37,8%).
5.2.6 Gambaran Kebiasaan Cuci Tangan Variabel kebiasaan cuci tangan merupakan salah satu variabel yang dapat mempengaruhi kejadian diare pada balita. Adapun hasil yang diperoleh mengenai perilaku kebiasaan cuci tangan dapat dilihat dari tabel 5.12 berikut ini: Tabel 5.12 Distribusi Balita Menurut Kebiasaan Cuci Tangan di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013 Kebiasaan Cuci Tangan Tidak Ya Jumlah
Frekuensi 49 41 90
Persentase (%) 54,4 45,6 100
Berdasarkan hasil dari tabel di atas didapatkan sebanyak 49 responden (54,4%) yang tidak mencuci tangannya menggunakan sabun sebelum/sesudah melakukan kegiatan, sedangkan 41 responden (45,6%) mencuci tangannya menggunakan sabun sebelum/sesudah melakukan kegiatan.
60
5.3 Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui uji hipotesis antara variabel independen dengan variabel dependen dengan uji statistik berupa chi-square (X2). sehingga dapat diketahui nilai P-value dimana untuk penelitian cross sectional, nilai Pvalue menunjukkan hubungan variabel independen (sarana sanitasi air bersih, memasak air, penggunaan jamban, dan kebiasaan cuci tangan) terhadap variabel dependen (kejadian diare pada balita). 5.3.1 Hubungan Sarana Sanitasi Air Bersih dengan Kejadian Diare pada Balita Hasil pengujian statistik antara variabel sarana sanitasi air bersih dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013 sebagai berikut: Tabel 5.13 Analisis Hubungan antara Sarana Sanitasi Air Bersih dengan Kejadian Diare Pada Balita Umur 10-59 Bulan di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013
Sarana Sanitasi Air Bersih
Kejadian Diare pada Balita Diare
Tidak Diare n % 23 54,8
Tidak Memenuhi Syarat
n 19
% 45,2
Memenuhi Syarat
13
27,1
35
Total
32
35,6
58
Jumlah n 42
% 100
72,9
48
100
64,4
90
100
P-value
0,082
Dari tabel 5.15 diketahui responden dengan kondisi sarana sanitasi air bersih yang tidak memenuhi syarat dan mengalami kejadian diare pada balitanya sebanyak 19 responden (45,2%), sedangkan responden dengan kondisi sarana
61
sanitasi air bersih yang memenuhi syarat dan mengalami kejadian diare pada balitanya sebanyak 13 responden (27,1%). Hasil uji chi square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara sarana sanitasi air bersih dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013, karena nilai P-value sebesar 0,082 pada
5%.
5.3.2 Hubungan Perilaku Memasak Air dengan Kejadian Diare Pada Balita Hasil uji statistik antara variabel memasak air dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013 sebagai berikut: Tabel 5.14 Analisis Hubungan antara Perilaku Memasak Air dengan Kejadian Diare Pada Balita Umur 10-59 Bulan di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013 Perilaku Memasak Air Tidak Ya Total
Kejadian Diare pada Balita Diare Tidak Diare N % n % 12 35,3 22 64,7 20 35,7 36 64,3 32 35,6 58 64,4
Jumlah n 34 56 90
% 100 100 100
P-value 1,000
Berdasarkan tabel 5.16 diketahui bahwa responden yang tidak memasak airnya dan mengalami kejadian diare pada balitanya sebanyak 12 responden (35,3%), sedangkan responden yang memasak airnya dan mengalami kejadian diare pada balitanya sebanyak 20 responden (35,7%).
62
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa nilai P-value sebesar 1,000, yang artinya pada
5% tidak ada hubungan antara perilaku memasak air dengan
kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013.
5.3.3 Hubungan Perilaku Penggunaan Jamban dengan Kejadian Diare Pada Balita Hasil pengujian statistik antara variabel penggunaan jamban dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013 sebagai berikut: Tabel 5.15 Analisis Hubungan antara Perilaku Penggunaan Jamban dengan Kejadian Diare Pada Balita Umur 10-59 Bulan di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013 Perilaku Penggunaan Jamban
Kejadian Diare pada Balita Diare Tidak Diare n % n %
n
%
Tidak Memenuhi Syarat
25
44,6
31
55,4
56
100
Memenuhi Syarat
7
20,6
27
79,4
34
100
Total
32
35,6
58
64,4
90
100
Jumlah
P-value
0,024
Dari tabel 5.17 diketahui responden dengan kondisi jamban yang tidak memenuhi syarat dan mengalami kejadian diare pada balitanya sebanyak 25 responden (44,6%), sedangkan responden dengan kondisi jamban yang memenuhi syarat dan mengalami kejadian diare pada balitanya sebanyak 7 responden (20,6%). Hasil uji chi square menunjukkan bahwa ada hubungan antara penggunaan jamban dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Wilayah Puskesmas 63
Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013, karena nilai Pvalue sebesar 0,024 pada
5%.
5.3.4 Hubungan Perilaku Kebiasaan Cuci Tangan dengan Kejadian Diare Pada Balita Hasil uji statistik antara variabel kebiasaan cuci tangan dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013 sebagai berikut: Tabel 5.16 Analisis Hubungan antara Perilaku Kebiasaan Cuci Tangan dengan Kejadian Diare Pada Balita Umur 10-59 Bulan di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013 Kejadian Diare pada Balita Diare Tidak Diare n % n %
n
%
Tidak
22
44,9
27
55,1
49
100
Ya
10
24,4
31
75,6
41
100
Total
32
35,6
58
64,4
90
100
Perilaku Kebiasaan Cuci Tangan
Jumlah
P-value
0,050
Berdasarkan tabel 5.18 diketahui bahwa responden yang tidak melakukan kebiasaan cuci tangan dengan sabun sebelum/sesudah melakukan kegiatannya dan mengalami kejadian diare pada balitanya sebanyak 22 responden (44,9%), sedangkan responden yang melakukan kebiasaan cuci tangan dengan sabun sebelum/sesudah melakukan kegiatannya dan mengalami kejadian diare pada balitanya sebanyak 10 responden (24,4%).
64
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa nilai P-value sebesar 0,050, yang artinya pada
5% ada hubungan antara perilaku kebiasaan cuci tangan dengan
sabun sebelum/sesudah melakukan kegiatan dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013.
65
BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian Dalam pelaksanaan penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan penelitian, diantaranya sebagai berikut: 1. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain studi cross sectional. Dalam desain ini hanya menjelaskan hubungan keterkaitan, tidak menjelaskan hubungan sebab akibat. Meskipun demikian, desain ini dipilih karena paling sesuai dengan tujuan penelitian dan efektif dari segi waktu. 2. Secara teoritis terdapat banyak faktor yang berhubungan dengan kejadian diare. Namun, karena keterbatasan yang dimiliki oleh peneliti, maka peneliti hanya meneliti beberapa variabel lingkungan saja yang diduga berhubungan dengan kejadian diare, yaitu sarana sanitasi air bersih, perilaku memasak air, perilaku penggunaan jamban, kebiasaan cuci tangan. 3. Kerangka konsep yang digunakan pada penelitian ini hanya menghubungkan variabel-variabel yang diperkirakan memiliki hubungan dengan variabel dependen dari sisi lingkungan, sehingga masih terdapat variabel-variabel lain yang belum masuk dalam kerangka konsep, seperti pemberian ASI eksklusif, pemberian imunisasi campak, dan penggunaan botol susu. 4. Variabel dependen dalam penelitian ini, yaitu kejadian diare hanya diukur melalui wawancara menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan sesuai dengan definisi diare. Menurut Widoyono (2008), terdapat beberapa gejala dan tanda untuk 66
menentukan penyakit diare, sehingga memerlukan diagnosa dari dokter. Namun dikarenakan keterbatasan biaya dan waktu penelitian, akhirnya penelitian ini hanya menggunakan wawancara dengan kuesioner yang berisi pertanyaan dari definisi penyakit diare menurut Departemen Kesehatan RI. Walaupun begitu, kuesioner ini telah digunakan pada penelitian sebelumnya yang telah diuji secara statistik. 5. Adanya kebiasan terdapat pada saat observasi sarana air bersih dan keadaan jamban yang digunakan responden dikarenakan peneliti tidak didampingi oleh orang yang ahli di bidang kesehatan lingkungan, sehingga saat observasi, peneliti hanya berlandaskan dari formulir inspeksi sanitasi dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mengenai pengawasan kualitas air bersih dan jamban.
6.2 Kejadian Diare Definisi diare adalah penyakit yang ditandai bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan atau tanpa darah atau lendir (Suraatmaja, 2007). Sedangkan menurut Depkes RI (2000), diare adalah buang air besar lembek atau cair dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari). Berdasarkan waktu serangannya terbagi menjadi dua, yaitu diare akut (< 2 minggu) dan diare kronik (≥ 2 minggu) (Widoyono, 2008). Kejadian diare dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan definisi penyakit diare. Oleh karena itu, bias informasi mungkin terjadi pada saat dilakukan wawancara. Bias pada saat menjawab pertanyaan dari pewawancara dikarenakan responden pada penelitian ini 67
sulit mengingat dengan tepat kapan terjadi diare pada balitanya. Selain itu, kejadian diare hanya diukur menggunakan instrumen dari kuesioner berdasarkan pengertian diare. Padahal terdapat gejala-gejala klinis untuk penentuan penyakit diare yang didiagnosa oleh dokter. Dari hasil penelitian yang terdapat pada tabel 5.4 diketahui bahwa sebagian besar balita umur 10-59 bulan di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan tidak mengalami diare, yaitu sebesar 64,4% dari 90 responden. Hal ini sejalan dengan penelitian Wulandari (2009) yang mendapatkan hasil penelitian bahwa balita yang tidak mengalami kejadian diare lebih banyak dibandingkan dengan balita yang mengalami kejadian diare sebesar 54,3%. Selain itu, hasil penelitian Karki (2010) sebesar 78,77% responden yang diteliti tidak mengalami kejadian diare. Meskipun sebagian besar balita responden di Wilayah Puskesmas Keranggan tidak mengalami kejadian diare, apabila tidak ditangani secara serius oleh petugas kesehatan maka dapat menimbulkan keparahan bagi penderitanya dan penularan penyakati diare ke daerah lain. Untuk itu petugas kesehatan setempat dalam menanggulangi kejadian diare dapat dengan meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat mengenai tatalaksana diare pada anak yang direkomendasikan oleh Kemernterian Kesehatan. Prinsip tatalaksana diare adalah LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan diare) yang ditujukan bagi penderita diare yang bertujuan utuk mencegah dan mengobati dehidrasi, mencegah gangguan nutrisi dengan memberikan makanan selama dan sesudah diare serta memperpendek lamanya sakit dan mencegah diare menjadi berat.
68
Selain itu, harus dilakukan pula tindakan pencegahan untuk memutus rantai penularan melalui penyuluhan mengenai air bersih, cara mencuci tangan yang benar, penggunaan jamban, dan cara membuang tinja bayi yang benar.
6.3 Hubungan antara Sarana Sanitasi Air Bersih yang Digunakan dengan Kejadian Diare pada Balita Umur 10-59 Bulan di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Sarana sanitasi air bersih merupakan bangunan beserta peralatan dan perlengkapannya yang menyediakan dan mendistribusikan air tersebut kepada masyarakat. Sarana air bersih harus memenuhi persyaratan kesehatan, agar tidak mengalami pencemaran sehingga dapat diperoleh kualitas air yang baik sesuai dengan standar kesehatan. Sarana sanitasi air bersih meliputi sarana yang digunakan, persyaratan konstruksi, dan jarak minimal dengan sumber pencemar. Hasil penelitian pada tabel 5.6 menunjukkan sebagian besar responden memiliki kondisi sarana sanitasi air bersih yang memenuhi syarat yaitu sebanyak 48 responden (53,3%) dan responden dengan kondisi sarana sanitasi air bersih yang tidak memenuhi syarat sebanyak 42 responden (46,7%). Berdasarkan hasil analisis hubungan diketahui responden yang lebih banyak mengalami kejadian diare pada balitanya adalah balita dengan presentase kondisi sarana sanitasi air bersih yang tidak memenuhi syarat, yaitu sebanyak 19 responden (45,2%). Sedangkan balita dengan presentase kondisi sarana sanitasi air bersih yang memenuhi syarat dan menderita diare hanya sebanyak 13 responden (27,1%). Hasil analisis bivariat menunjukkan nilai P-value sebesar 0,082 artinya pada α 5% tidak ada hubungan yang 69
signifikan antara sarana sanitasi air bersih dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Riki N.P (2013) pada balita di Kelurahan Sumurejo Kecamatan Gunungpati Kota Semarang yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara sarana sanitasi air bersih dengan kejadian diare pada balita. Selain itu, hasil penelitian Septian Bumulo (2012) juga menunjukkan bahwa responden yang sarana penyediaan air bersih tidak memenuhi syarat dan tidak diare yaitu sebanyak 79 responden (52,7%), hal ini dikarenakan walaupun air yang dikonsumsi tidak memenuhi syarat penyediaan air bersih namun untuk keperluan minum, responden terlebih dahulu memasak airnya hingga mendidih dan sebagian besar responden selalu menampung air untuk keperluan minum dan memasak dalam wadah tertutup sehinga sedikit kemungkinan untuk terkontaminasi dengan bakteri penyebab kejadian diare. Sarana sanitasi air bersih harus memenuhi persyaratan kesehatan, agar tidak mengalami pencemaran sehingga dapat diperoleh kualitas air yang baik sesuai dengan standar kesehatan. Menurut Depkes RI (1977) dalam Marjuki (2008), setiap sarana sanitasi air bersih memiliki masing-masing persyaratan yang berbeda-beda, tetapi dari setiap persyaratan yang ada, syarat utama yang harus diperhatikan adalah jarak antara sumber air bersih dengan tempat pembuangan tinja (septic tank) tidak boleh kurang dari 10 meter. Hal ini agar sumber air bersih yang digunakan tidak terkontaminasi oleh kotoran tinja yang mengandung banyak bakteri dan cacing yang dapat menyebabkan penyakit diare. 70
Menurut Depkes RI (1995), salah satu upaya untuk mengetahui kualitas sarana penyediaan air bersih diantaranya dengan cara melakukan pengawasan atau inspeksi terhadap kualitas sumber air. Tujuan inspeksi ini adalah untuk mengidentifikasi sumbersumber yang berpotensi menyebabkan terjadinya pencemaran.
6.4 Hubungan antara Memasak Air dengan Kejadian Diare pada Balita Umur 1059 Bulan di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Memasak air dalam penelitian ini merupakan salah satu perilaku pengolahan air minum yang paling banyak dilakukan oleh masyarakat umum. Berdasarkan hasil penelitian ini, diketahui bahwa hampir sebagian responden (62,2%) memasak airnya sampai mendidih sebelum dikonsumsi sedangkan 34 responden (37,8) tidak memasak airnya sampai mendidih sebelum dikonsumsi. Dari hasil analisis chi square menunjukkan bahwa 35,3% responden yang tidak memasak airnya sampai mendidih memiliki balita yang mengalami kejadian diare, sedangkan 64,3% responden yang memasak airnya sampai mendidih. Berdasarkan hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara perilaku memasak air dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan dengan nilai P-value sebesar 1,000. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rosa (2011) pada balita di Puskesmas Cipayung Kota Depok yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pengolahan air minum rumah tangga dengan kejadian diare pada balita.
71
Menurut Direktur Jenderal P2PL (2008), Air untuk minum harus diolah terlebih dahulu dan wadah air harus bersih dan tertutup. Air yang tidak dikelola dengan standar pengelolaan air minum rumah tangga (PAM-RT) dapat menimbulkan penyakit. Salah satu bentuk pengolahan air minum rumah tangga yang sederhana dan sering digunakan adalah dengan cara memasak. Memasak merupakan proses mematikan mikroorganisme (virus, bakteri, spora bakteri, jamur protozoa) penyebab penyakit dengan cara pemanasan (Depkes RI, 2008). Memasak air merupakan cara paling baik untuk proses purifikasi air di rumah. Agar proses purifikasi menjadi lebih efektif, maka air dibiarkan mendidih antara 5-10 menit. Hal tersebut bertujuan agar semua kuman, spora, kista, dan telur mati sehingga air bersifat steril. Selain itu, proses pendidihan juga dapat mengurangi kesadahan karena dalam proses pendidihan terjadi penguapan CO2 dan pengendapan CaCO3 (Chandra, 2007). Tidak adanya hubungan yang bermakna antara pengolahan air minum dengan kejadian diare dapat disebabkan karena sebagian besar responden yang tidak mengolah air minumnya dengan cara memasaknya sampai mendidih adalah responden yang mengonsumsi air jenis air minum isi ulang (galon). Walaupun masyarakat yang menggunakan air isi ulang (galon) tidak memasak airnya terlebih dahulu, pada depot air minum isi ulang (galon) telah dilakukan proses pengolahan air minum menggunakan sinar ultraviolet dan filtrasi (Sandra, 2007). Walaupun demikian, pada tabel silang 5.8 mengenai persentase kejadian diare pada responden yang menggunakan sumber air dari sumur pompa dan air isi ulang (galon) didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden yang menggunakan air isi 72
ulang (galon) mengalami kejadian diare pada balitanya. Terdapat 15 responden (39,5%) yang menggunakan air minum isi ulang (galon) dan balitanya mengalami kejadian diare meskipun air isi ulang (galon) sebelum dikonsumsi oleh masyarakat telah melewati berbagai proses di depot AMIU (Air Minum Isi Ulang), masyarakat juga perlu melakukan pencegahan dengan memasak air terlebih dahulu. Menurut Titik Wahyudjati, mengkonsumsi air minum isi ulang yang berumur lebih dari 2 jam harus dimasak terlebih dahulu, hal tersebut merupakan salah satu upaya pencegahan terhadap penyakit yang mungkin timbul akibat air yang tidak sehat (Sandra, 2007).
6.5 Hubungan antara Penggunaan Jamban dengan Kejadian Diare pada Balita Umur 10-59 Bulan di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penularan risiko terhadap penyakit diare. Jamban adalah tempat pembuangan kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh dan yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh (Notoatmodjo, 2007). Jenis jamban yang banyak digunakan oleh masyarakat adalah jamban leher angsa, karena jamban jenis ini merupakan jamban yang paling memenuhi syarat (Entjang, 2000). Berdasarkan hasil penelitian ini, diketahui bahwa hampir sebagian responden tidak memiliki jamban yang memenuhi syarat (62,2%), sedangkan 34 responden (37,8%) memiliki jamban yang memenuhi syarat. Dari hasil analisis chi square menunjukkan bahwa 44,6% responden yang jambannya tidak memenuhi syarat memiliki balita yang diare, sedangkan 79,4% 73
responden yang jambannya memenuhi syarat. Berdasarkan hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara perilaku penggunaan jamban dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan dengan nilai P-value sebesar 0,024. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Septian Bumolo (2012) pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pilolodaa Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara penggunaan jamban keluarga dengan kejadian diare pada balita dengan P-value sebesar 0,000. Wibowo (dalam Wulandari, 2009:19) juga menjelaskan bahwa tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan risiko terjadinya diare pada anak balita sebesar dua kali lipat dibandingkan dengan keluarga yang mempunyai kebiasaan membuang tinjanya yang memenuhi syarat sanitasi. Menurut Entjang (2000), jenis-jenis jamban (tempat pembuangan tinja) ada 8, yaitu jamban cemplung, jamban air, jamban leher angsa, jamban bor, jamban keranjang, jamban parit, jamban empang, dan chemical toilet. Tetapi, hanya jenis jamban leher angsa yang sesuai dengan jenis jamban sehat dan memenuhi persyaratan. Dan saat ini kebanyakan jenis jamban yang digunakan oleh masyarakat adalah jamban leher angsa. Pada penelitian ini, jenis jamban dibedakan menjadi jenis jamban empang dan jenis jamban leher angsa. Jenis jamban empang adalah jenis jamban seperti rumahrumahan yang dibuat di atas kolam, selokan, kali, rawa dan sebagainya. Kerugiannya mengotori air permukaan sehingga bibit penyakit yang terdapat di dalamnya dapat tersebar kemana-mana dengan air yang dapat menimbulkan wabah. Sedangkan jamban leher angsa merupakan jamban yang paling memenuhi persyaratan. Oleh sebab itu cara pembuangan tinja semacam ini yang dianjurkan. Pada kakus ini closetnya berbentuk 74
leher angsa, sehingga akan selalu terisi air. Fungsi air ini gunanya sebagai sumbat, sehingga bau busuk dari cubluk tidak tercium di ruangan rumah kakus. Menurut Sukarni (2003) jamban leher angsa memiliki keuntungan antara lain aman untuk anak-anak dan dapat dibuat di dalam rumah karena tidak menimbulkan bau. Hal ini dikarenakan hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa masyarakat di wilayah Puskesmas Keranggan, terutama di sekitar Posyandu Mawar masih ada yang menggunakan jenis jamban empang, karena di sekitar rumah mereka masih terdapat empang dan juga sungai, serta hampir semua responden juga sudah menggunakan jamban leher angsa. Jadi dari 15 responden di sekitar Posyandu Mawar terdapat 6 responden yang masih menggunakan jamban empang. Jenis jamban empang ini letaknya ada yang disamping rumah, di belakang rumah warga, dan sungai. kebanyakan dari mereka biasanya menggunakannya pada malam hari. Bila dilihat dari perilaku responden, masih ada sebagian responden yang tidak membuang tinja balita dengan benar (kotoran dibuang ke jamban). Kebanyakan dari mereka membuang tinja balitanya ke kebun dan tempat sampah. Hal ini dikarenakan tinja balita dibuang bersamaan dengan pampers yang dipakai, tapi ada sebagian responden yang membuang kotoran balitanya ke jamban, lalu mencuci pampersnya, baru kemudian dibuang. Mereka juga beranggapan bahwa tinja balita tidak berbahaya. Padahal menurut Depkes (2000), tinja balita juga berbahaya karena mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar. Tinja balita juga dapat menularkan penyakit pada balita itu sendiri dan juga pada orang tuanya. Tinja yang dibuang di tempat terbuka dapat digunakan oleh lalat untuk bertelur dan berkembang biak. Lalu, berperan dalam penularan penyakit melalui tinja (faecal 75
borne disease), lalat senang menempatkan telurnya pada kotoran manusia yang terbuka, kemudian lalat tersebut hinggap di kotoran manusia dan hinggap pada makanan manusia.
6.6 Hubungan antara Kebiasaan Cuci Tangan dengan Kejadian Diare pada Balita Umur 10-59 Bulan di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyuapi makan anak, dan sesudah makan mempunyai dampak dalam kejadian diare (Depkes, 2005). Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa 49 responden (54,4%) tidak mencuci tangan sebelum/sesudah melakukan kegiatan, sedangkan 41 responden (45,6%) mencuci tangannya menggunakan sebelum/sesudah melakukan kegiatan. Dari hasil analisis chi square menunjukkan bahwa 44,9% responden yang tidak mencuci tangannya dengan sabun sebelum/sesudah melakukan kegiatan memiliki balita yang mengalami kejadian diare, sedangkan 75,6% responden yang mencuci tangannya dengan sabun sebelum/sesudah melakukan kegiatan memiliki balita yang tidak mengalami kejadian diare. Berdasarkan hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara perilaku kebiasaan cuci tangan dengan sabun sebelum/sesudah melakukan kegiatannya kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan dengan nilai P-value sebesar 0,050. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Anup (2012) di Wilayah Nawalparasi (Nepal) yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara 76
perilaku mencuci tangan dengan sabun sebelum/sesudah melakukan kegiatan dengan kejadian diare pada balita dimana nilai P-value yang didapat sebesar 0,002. Kebiasaan cuci tangan merupakan salah satu perilaku yang berhubungan dengan kebersihan dan berperan penting dalam pemindahan kuman diare. Kurangnya kesadaran akan kebersihan pada setiap orang menyebabkan kasus diare meluas. Budaya cuci tangan dengan sabun sebelum atau sesudah melakukan kegiatan merupakan sarana penghindar penyakit diare. Tangan yang mengandung kuman penyakit jika tidak dibersihkan dengan benar dapat menjadi media masuknya kuman penyakit ke dalam tubuh manusia, baik melalui kontak langsung dengan mulut ataupun kontak dengan makanan dan minuman. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini. Kebiasaan mencuci tangan sudah banyak diterapkan oleh responden. Mereka juga mengaku membiasakan anak mereka untuk mencuci tangan sebelum makan. Namun, banyak dari para responden yang jarang mencuci tangan dan hanya mengelap tangan mereka ke pakaian mereka atau lap jika dirasa kotor dan adapun mereka mencuci tangan tetapi jarang yang menggunakan sabun. Karena para responden merasa jika sudah mencuci atau membilas tangan menggunakan air dirasa sudah bersih. Salah satu pencegahan diare yang dibuat pemerintah salah satunya adalah PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) dimana didalamnya terdapat perilaku mencuci tangan menggunakan sabun. Upaya mudah dan murah ini akan menghindarkan manusia dari sejumlah penyakit menular yang dapat secara langsung terpapar pada tubuh manusia, seperti diare, kolera, tifus, hingga flu burung (Nugraheni, 2012).
77
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Hasil penelitian tentang kejadian diare pada balita seperti yang sudah diuraikan pada Bab Hasil dan Pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Distribusi responden berdasarkan umur memiliki rata-rata umur responden adalah 29 tahun, dimana umur yang termuda adalah 18 tahun sedangkan umur ibu tertua adalah 42 tahun. 2) Distribusi tingkat pendidikan responden terbanyak adalah SMA sebanyak 40 responden (44,4%). 3) Distribusi jenis pekerjaan responden terbanyak adalah sebagai ibu rumah tangga sebanyak 69 orang (76,7%). 4) Gambaran kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan diperoleh bahwa 32 balita (35,6%) mengalami diare dan 58 balita (64,4%) tidak mengalami diare, maka disimpulkan bahwa lebih banyak responden yang balitanya tidak mengalami diare. 5) Gambaran sarana sanitasi air bersih di Wilayah Puskesmas Keranggan diketahui bahwa sebagian besar responden menggunakan sarana sumur pompa (81 orang atau 90%). Kemudian kondisi sarana sanitasi air bersihnya sebanyak 42 sarana (46,7%) yang tidak memenuhi syarat, sedangkan ada 48 (53,3%) sarana yang memenuhi syarat. 6) Gambaran perilaku pengguna air bersih diketahui bahwa:
78
Sumber air minum yang paling banyak digunakan responden adalah air dari sumur pompa sebanyak 46 orang (51,1%) dan yang menggunakan air isi ulang (galon) sebanyak 38 orang (42,2%). Dari kedua sumber air minum, pengguna air isi ulang (galon) lah yang sebagian besar balitanya mengalami diare. Kemudian sebanyak 56 responden (62,2%) memasak air sampai mendidih sebelum dikonsumsi, sedangkan 34 responden (37,8%) tidak memasak airnya sampai mendidih sebelum dikonsumsi. Jenis jamban yang paling banyak digunakan responden adalah jenis jamban leher angsa sebanyak 84 orang (93,3%). Dan kondisi jamban yang tidak memenuhi syarat sebanyak 56 (62,2%) jamban sedangkan jamban yang memenuhi syarat sebanyak 34 jamban (37,8%). Perilaku kebiasaan cuci tangan di Wilayah Puskesmas Keranggan sebanyak 49 responden (54,4%) yang tidak mencuci tangannya menggunakan sabun sebelum/sesudah melakukan kegiatan, sedangkan 41 responden (45,6%) mencuci tangannya menggunakan sabun sebelum/sesudah melakukan kegiatan. 7) Tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel sarana sanitasi air bersih dan perilaku memasak air terhadap kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013. 8) Ada hubungan yang bermakna antara variabel penggunaan jamban dan kebiasaan cuci tangan terhadap kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013.
79
7.2 Saran A. Bagi Pihak Puskesmas Keranggan 1) Petugas puskesmas harus selalu memberikan penyuluhan kesehatan, terutama kesehatan lingkungan dan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) kepada masyarakat di Wilayah Puskesmas Keranggan, terutama kepada para kader. 2) Perlu dilakukan perbaikan sistem pengolahan dan penyimpanan data di Puskesmas Keranggan agar tidak terjadi data hilang ataupun rusak. 3) Perlu adanya kerjasama dan komunikasi yang kuat antara pihak puskesmas dengan masyarakat sehingga masyarakat mudah mendapatkan informasi mengenai pentingnya kesehatan, terutama kesehatan lingkungan dan perilaku untuk hidup bersih dan sehat.
B. Bagi Penelitian Selanjutnya 1) Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan dapat menambah variabel-variabel lingkungan lainnya yang diduga berhubungan dengan kejadian diare pada balita yang tidak diteliti pada penelitian ini. 2) Diperlukan penelitian lebih lanjut agar menjawab seluruh permasalahan diare pada balita dengan perhitungan sampel yang sesuai dengan desain penelitian, agar kekuatan tes lebih baik sebagai validasi kebutuhan analisis bivariat. 3) Diharapkan penelitian selanjutnya mulai banyak yang menganalisis sampai tahap analisis multivariat agar dapat mengetahui faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian diare pada balita sehingga dapat dilakukan langkah preventif yang tepat. 80
DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin R. 2007. Current Issue Kematian Anak Karena Penyakit Diare (Skripsi). Universitas Hasanuddin Makassar Anup K.C. 2012. A Descriptive Study On Water Sanitation Hygiene and Diarrhoeal Morbidity Among Under Five Years Children at Community LED Total Sanitation Elicited Area In Nawalparasi. Department of Public Health, School of Health and Allied Sciences, Pokhara University, Kaski, Nepal 2012 Anwar, Athena & Anwar Musadad. 2009. Pengaruh Akses Penyediaan Air Bersih Terhadap Kejadian Diare Pada Balita. Jurnal Ekologi Kesehatan. Vol. 8, No. 2, Juni 2009: 953-963 Ariawan, Iwan. 1998. Besar dan Metode Sampel Penelitian Kesehatan. Depok: Jurusan Biostatistika dan Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Basyir, M. 2007. Hubungan Penyediaan Air Bersih dan Sarana Sanitasi Dengan Kejadian Diare Tahun 2006. Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat. Skripsi. Depok: UI Bintoro, Bhakti Rochman Tri. 2010. Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Kecamatan Jatipuro Kabupaten Karanganyar. Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta Black MM. 2003. The Evidence Linking Zinc Deficiency With Children’s Cognitive and Motor Functioning. J Nutr. 133 (5 Suppl 1) 14735-65 Budiarto, E. 2001. Biostatistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC Bumulo, Septian. 2012. Hubungan Sarana Penyediaan Air Bersih dan Jenis Jamban Keluarga Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pilolodaa Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo Tahun 2012. Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan Universitas Negeri Gorontalo 81
Chandra, Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta Cousins, R.J., Liuzzi, J.P. & Lichten, L.A. 2006. Mammalian Zinc Transport, Trafficking, and Signals, J Biol Chem, Vol. 281, No. 34. Aug 25, pp. 2408524089, Issn 0021-9258 (Print) 0021-9258 (Linking) Depkes RI. 1995. Pelatihan Penyehatan Air, Ditjen PPM & PLP, Jakarta: Depkes RI Depkes RI. 2000. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare. Jakarta: Depkes RI Depkes RI. 2004. Masalah Diare dan Penanggulangannya. Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Depkes RI. Jakarta Depkes RI. 2005. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare. Jakarta: Depkes RI Depkes RI. 2008. Pedoman Pengelolaan Promosi Kesehatan Dalam Pencapaian Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Jakarta: Depkes RI Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. 2013. Profil Kesehatan Kota Tangerang Selatan Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2008 Tentang Pedoman Pelaksanaan Penyelenggaraan Hygiene Sanitasi Depot Air Minum Dr. Suririnah. 2011. Diare Mendadak dan Penanganannya. Diakses pada 20 Maret 2011 dari http://www.infoibu.com/tipsinfosehat/diare.htm Entjang, I. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Cetakan Ke XIII. Bandung: PT Citra Aditya Bakti Feliciana V.S.C.W. 2004. Hubungan Sarana Air Bersih, Jamban, dan Sarana Pembuangan Air Limbah Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Kabupaten Tangerang Tahun 2003. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Skripsi. Depok: UI Hardi, Amin Rahman, Masni, Rahma. 2012. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare Pada Batita di Wilayah Kerja Puskesmas Baranglompo Kecamatan Ujung Tanah Tahun 2012. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Penelitian. Makassar: Universitas Hasanudin. Hastono, Susanto. 2007. Statistik Kesehatan. Rajawali Press: Jakarta Iskandar, Komar. 2005. Hubungan Kejadian Diare Pada Balita Dengan Perilaku Hidup Bersih, Sarana Air Bersih, dan Jamban di Wilayah Puskesmas Kasomalang 82
Kecamatan Jalan Cagak Kabupaten Subang Bulan Maret – Juni Tahun 2005. Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat. Skripsi. Depok: UI. Isnaini, Ustad Ari. 2011. Hubungan Sanitasi Lingkungan dan Praktik Kesehatan Ibu Dengan Kejadian Diare Pada Anak Toddler di Desa Jatirejo Kecamatan Sawit Kabupaten Boyolali. Fakultas Ilmu Kesehatan. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta Johar. 2004. Hubungan Jenis Sarana Sumber Air Penduduk dengan Kejadian Diare Pada Balita di Sekitar TPA SAmpah Kecamatan Bantar Gebang Kota Bekasi. Skripsi. Universitas Indonesia Karki T, Srivanichakom S, Chompikul J. 2010. Factors Related To The Occurrence of Diarrheal Disease Among Under-Five Children in Lalitpur District of Nepal. Journal of Public Health and Development. Vol. 8 No. 3: 237-51 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 Tentang Syarat –Syarat Kualitas Air Bersih Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/Menkes/SK/VII/2002 Tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum _______________________.
2010.
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Nomor
492/MENKES/PER/IV/2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Kurniati, Siti Istiana. 2010. Hubungan Antara Faktor Lingkungan dan Perilaku Ibu Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita di Desa Penusupan Kecamatan Pejawaran Banjarnegara. Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta Mann, H.T & Williamson, D. 1993. Water Treatment and Sanitation. Nottingham Russel Press Ltd Marjuki, Adikuri Dini. 2008. Hubungan Kualitas Sumber Air Bersih (Inspeksi Sanitasi) Serta Faktor Risiko Lain Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Puskesmas Plumbon Kabupaten Cirebon Tahun 2008. Skripsi. Universitas Indonesia The Millenium Development Goals (MDGs) Report 2010. 2010. United Nations. New York
83
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta: PT. Rineka Cipta Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: PT. Rineka Cipta Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta Nugraheni, Devi. 2012. Hubungan Kondisi Fasilitas Sanitasi Dasar dan Personal Hygiene Dengan Kejadian Diare di Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol. 1, No. 2, Tahun 2012: 922-933. Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm Olyfta, Asny. 2010. Analisis Kejadian Diare Pada Anak Balita di Kelurahan Tanjungsari Kecamatan Medan Selayang Tahun 2010. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan. Peraturan Menteri Kesehatan No. 416 Tahun 1990 Tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2012 Tentang Pemberian ASI Eksklusif Pratama, Riki Nur. 2013. Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan dan Personal Hygiene Ibu Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Kelurahan Sumurejo Kecamatan Gunung Pati Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol. 2, No. 1, Tahun 2013. Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm Primadani, Winda, dkk. 2012. Hubungan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Diare Diduga Akibat Infeksi di Desa Gondosuli Kecamatan Bulu Kabupaten Temanggung. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol. 1, No. 2, Tahun 2012: 535-541. Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm Purbasari, Endah. 2009. Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Ibu Dalam Penanganan Awal Diare Pada Balita di Puskesmas Kecamatan Ciputat, Tangerang Selatan, Banten Pada Bulan September Tahun 2009. Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Laporan Penelitian. Jakarta: UIN Jakarta Puskesmas Keranggan. 2012. Profil Pusksesmas Keranggan 2012. Tangerang Selatan: Puskesmas Keranggan 84
Ratnawati D, Trisno A.W, Solikhah. 2009. Faktor-Faktor Risiko Kejadian Akut Pada Balita di Kabupaten Kulonprogo. Penelitian Skripsi. UNS. Surakarta Rosa, Syaefty Dewi. 2011. Hubungan Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga dan Perilaku Sehat Ibu Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Puskesmas Cipayung Kota Depok Tahun 2011. Fakultas Kesehatan Masyarakat Peminatan Kebidanan Komunitas. Skripsi. Depok: UI Sander, M. A. 2005. Hubungan Faktor Sosio Budaya Dengan Kejadian Diare di Desa Candinegoro Kecamatan Wonayu Sidoarjo. Jurnal Medika. Vol 2. No 2. JuliDesember 2005 : 163-193 Sandra, Christyana. 2007. Hubungan Pengetahuan dan Kebiasaan Konsumen Air Minum Isi Ulang dengan Penyakit Diare. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol 3, No.2 Santoso. Metode Pengambilan Sampel dan
Pengumpulan Data. Diakses pada 21
Januari 2013 dari http://ssantoso.umpo.ac.id/wp-content/uploads/2012/03/BABIII.-METODE-PENGAMBILAN-SAMPEL-DAN-PENGUMPULANDATA.pdf Soebagyo. 2008. Diare Akut Pada Anak. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press Soemirat, S.J. 2000. Kesehatan Lingkungan. Gajah Mada University Press. Bulaksumur. Yogyakarta Suraatmaja S. 2007. Kapita Selekta Gastroentrologi. Jakarta: CV. Sagung Seto Sukarni, Mariati. 2003. Kesehatan Keluarga dan Lingkungan. Bogor Umarotuzuhro. 2011. Studi Deskriptif Upaya Keluarga dalam Pencegahan Terjadinya Penyakit Diare pada Balita di Desa Brambang RW 01 Kecamatan Karangawen Kabupaten Demak. Skripsi: Universitas Muhammadiyah Semarang Umiati, Badar Kirwono, Dwi Astuti. 2010. Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita. Jurnal Kesehatan. ISSN 1979-7621, Vol. 3, No.1, Juni 2010: 41-47 WHO & UNICEF. 2006. Joint Monitoring Programme for Water Supply & Sanitation. Wibowo T, Soenarto S & Pramono D. 2004. Faktor-Faktor Resiko Kejadian Diare Berdarah Pada Balita di Kabupaten Sleman. Berita Kedokteran Masyarakat. Vol.20, No.1, Maret 2004: 41-48 85
Widjaja. 2002. Mengatasi Diare dan Keracunan Pada Balita. Jakarta: Kawan Pustaka Widoyono. 2008. Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan Pemberantasan Penyakit Tropis. Jakarta: Erlangga Wulandari, Anjar Purwidiana. 2009. Hubungan Antara Faktor Lingkungan dan Faktor Sosiodemografi Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Desa Blimbing Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen Tahun 2009. Program Studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas
Ilmu
Kesehatan.
Skripsi.
Surakarta:
Universitas
Muhammadiyah Surakarta Yusuf, Muhammad AM. Naufal, 2003. Analisis Data Multivariat: Konsep dan Aplikasi Regresi Linear Ganda. Modul Terapan. Depok Zein T.M. 2001. Faktor Yang Berhubungan Dengan Pengetahuan Ibu Dalam Penanggulangan Dini Diare Pada Balita di Kecamatan Baiturrahman Tahun 2000. Jurnal Kesehatan. Vol. 1 No. 1 Agustus 2001: 11-17 Zubir, Juffrie M, dan Wibowo T. 2006. Faktor-Faktor Resiko Kejadian Diare Akut Pada Anak 0-35 Bulan (BATITA) di Kabupaten Bantul. Sains Kesehatan. Vol 19. No 3. Juli 2006. ISSN 1411-6197 : 319-332.
86
Lampiran 1
PENELITIAN HUBUNGAN SARANA SANITASI AIR BERSIH DAN PERILAKU IBU TERHADAP KEJADIAN DIARE PADA BALITA UMUR 10-59 BULAN DI WILAYAH PUSKESMAS KERANGGAN KECAMATAN SETU KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2013
PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
:
Alamat
: Dengan ini menyatakan kesediaannya menjadi responden penelitian yang dilakukan oleh Roya
Selaras Cita, mahasiswi S1 dari Program Studi Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan Lingkungan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Demikianlah pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya-benarnya agar dapat digunakan sebagaimana mestinya. Tangerang Selatan,
Januari 2014
Responden
(_________________________)
87
Lampiran 2 Kode Responden
KUESIONER SARANA SANITASI AIR BERSIH DAN PERILAKU IBU TERHADAP KEJADIAN DIARE PADA BALITA UMUR 10-59 BULAN
A. Identitas Anak No. 1. 2. 3.
Pertanyaan Nama Anak Umur Jenis Kelamin
Jawaban
Kode A1 A2 A3
Jawaban
Kode B1 B2 B3 B4
B. Identitas Responden No. 4. 5. 6. 7.
8.
Pertanyaan Nama Ibu Umur RT – RW – No. rumah Pendidikan
Pekerjaan
0. 1. 2. 3. 4. 0. 1. 2. 3. 4.
Tidak sekolah SD SMP SMA Perguruan tinggi Ibu rumah tangga Karyawan Bidan / Petugas kesehatan Wiraswasta Lain-lain _________________
B5
C. Kejadian Diare No. 9.
10.
Pertanyaan Apakah anak balita anda pernah menderita diare dalam kurun waktu tiga bulan terakhir? Apakah anak balita anda dalam satu hari menderita diare lebih
Jawaban 1. Ya 2. Tidak (Lanjut ke pertanyaan no. 13) 1. Ya 2. Tidak 88
Kode C1
C2
11.
12.
dari tiga kali? Apakah tinja anak balita anda cair (lembek) dengan atau tanpa lendir dan darah? Apa yang anda lakukan bila balita anda terkena diare?
1. Ya 2. Tidak
C3
1. Dibiarkan saja 2. Diobati sendiri 3. Dibawa ke Puskesmas/Dokter/Bidan
C4
D. Sarana Air Bersih No. 13.
Pertanyaan Darimanakah anda memperoleh air bersih untuk kebutuhan sehari-hari?
14.
Milik siapakah sarana air bersih tersebut?
15.
Darimana sumber air minum yang digunakan keluarga sehari-hari?
16.
Untuk keperluan minum apakah Ibu memasak air sampai mendidih?
17. 18.
19.
20.
Apakah Ibu menampung air yang telah dimasak di wadah tertutup? Apakah Ibu menguras tempat penampungan air yang digunakan untuk keperluan minum? Bila ya, berapa kali Ibu menguras tempat penampungan air yang digunakan untuk keperluan minum? Berapa jarak antara sumur dengan tempat pembuangan tinja?
Jawaban 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. 1.
Sumur gali Sumur pompa PDAM Dan lain-lain, sebutkan _______ Milik sendiri Milik saudara Milik tetangga Sarana air bersih umum Sumur gali Sumur pompa PDAM Air isi ulang (galon)
Kode D1
D2
D3
D5
Tidak
(Lanjut ke pertanyaan no. 20) 2. Ya 1. Tidak 2. Ya 1. Tidak (Lanjut ke pertanyaan no. 20) 2. Ya (Lanjut ke pertanyaan no. 19) 1. 1-2 kali dalam seminggu 2. > 2 kali dalam seminggu 1. < 10 m 2. 10 m
D6 D7
D8
D9
E. Penggunaan Jamban No. 21.
Pertanyaan Apakah di rumah
Jawaban Ibu
1. Tidak 89
Kode E1
mempunyai jamban? 2. 22.
Bila ya, apa jenis jamban di rumah Ibu?
1. 2.
(Lanjut ke pertanyaan no. 23) Ya (Lanjut ke pertanyaan no. 22) Jamban Cemplung / jamban tanpa tangki septic Leher Angsa / jamban dengan tangki septic Sungai/kali Kebun/pekarangan Lain-lain, Sebutkan ______________
E2
23.
Bila tidak, kemana Ibu dan keluarga buang air besar (BAB)?
1. 2. 3.
24.
Apakah Ibu membuang tinja balita ke jamban?
E4
25.
Bila tidak, kemana membuang tinja balita?
1. Tidak (Lanjut ke pertanyaan no. 25) 2. Ya (Lanjut ke pertanyaan no 26) 1. Sungai/kali 2. Kebun/pekarangan 3. Lain-lain, Sebutkan ______________
26.
Apakah kondisi jamban selalu bersih dan bebas vektor (lalat)? Apakah anda membersihkan jamban?
1. 2. 1. 2.
E5
27.
Ibu
Tidak Ya Tidak Ya Berapa kali dalam seminggu? ______
E3
E6
F. Pemberian ASI Eksklusif No. 28.
29. 30.
31. 32.
Pertanyaan Apakah anda memberikan ASI eksklusif kepada anak anda selama 6 bulan? Seberapa sering anda menyusui anak anda dalam sehari? Bagaimana anda memberikan ASI kepada anak anda saat anda jauh dari rumah? Pada umur berapa anak anda berhenti menyusui? Makanan apa yang anda berikan kepada anak anda saat mereka sudah tidak menyusui?
Jawaban 1. Tidak (Lanjut ke pertanyaan no. 31)
Kode F1
2. Ya
1. 3-5 kali 2. > 5 kali 1. Membawa anak anda bersama anda 2. ASI yang sudah disimpan 3. Lain-lain __________________
F2
1. 2. 1. 2. 3.
F4
6 bulan > 6 bulan Nasi Bubur bayi Lain-lain __________________
90
F3
F5
G. Imunisasi Campak No. 33.
Pertanyaan Apakah ada KMS (Kartu Menuju Sehat)?
34.
Apakah anak ibu sudah diimunisasi campak?
1. 2. 1. 2.
Jawaban Tidak ada Ya Belum Sudah
Kode G1
Jawaban
Kode H1
G2
H. Kebiasaan Cuci Tangan No. 35. 36.
Pertanyaan Apakah Anda selalu cuci tangan dengan sabun setelah BAB (Buang Air Besar)? Apakah Anda selalu cuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah melakukan kegiatan?
91
1. 2. 1. 2.
Tidak Ya Tidak Ya
H2
Lampiran 3 LEMBAR OBSERVASI
Beri tanda cheklist (√) pada kolom sesuai hasil pengamatan dan isi dengan lengkap, bila perlu pewawancara dapat bertanya kepada responden.
A. OBSERVASI SARANA AIR BERSIH SUMUR GALI No. 1. 2.
Diagnosa Khusus Apakah ada jamban pada radius 10 m di sekitar sumur ? Apakah ada sumur pencemar lain pada radius 10 m di sekitar sumur, misalnya kotoran hewan, sampah, genangan air, dll ? 3. Apakah ada/sewaktu-waktu ada genangan air pada jarak 2 m di sekitar sumur ? 4. Apakah saluran pembuangan air limbah rusak/tidak ada? 5. Apakah lantai semen yang mengitari sumur mempunyai radius kurang dari 1 m ? 6. Apakah ada/sewaktu-waktu ada genangan air di atas lantai semen di sekeliling sumur ? 7. Apakah bibir sumur (cincin) tidak sempurna sehingga memungkinkan air merembes ke dalam sumur ? 8. Apakah dinding semen sedalam 3 m dari atas permukaan tanah tidak diplester cukup rapat/tidak sempurna ? 9. Apakah kualitas fisik air kotor, berwarna, berbau, dan berasa? JUMLAH Skor resiko pencemaran: 8–9 : Amat Tinggi (AT) 6–7 : Tinggi (T) 3–5 : Sedang (S) 0–2 : Rendah (R)
Ya
Tidak
B. OBSERVASI SARANA AIR BERSIH SUMUR POMPA No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Diagnosa Khusus Apakah ada jamban pada radius 10 m di sekitar sumur ? Apakah ada sumur pencemar lain pada radius 10 m di sekitar sumur pompa, misalnya kotoran hewan, sampah, genangan air, dll ? Apakah ada/sewaktu-waktu ada genangan air pada jarak 2 m di sekitar sumur ? Apakah saluran pembuangan air limbah rusak/tidak ada? Apakah lantai semen yang mengitari sumur pompa mempunyai radius kurang dari 1m? Apakah ada/sewaktu-waktu ada genangan air di atas lantai semen di sekeliling 92
Ya
Tidak
sumur ? 7. Apakah ada keretakan pada lantai semen di sekeliling sumur pompa? 8. Apakah kualitas fisik air kotor, berwarna, berbau, dan berasa? 9. Apakah pada pipa distribusi ada kebocoran? 10. Apakah kran air kotor dan tidak terawat? JUMLAH Skor resiko pencemaran: 8 – 10 : Amat Tinggi (AT) 6–7 : Tinggi (T) 3–5 : Sedang (S) 0–2 : Rendah (R)
C. OBSERVASI SARANA AIR BERSIH PDAM No. 1. 2. 3.
Diagnosa Khusus Apakah kualitas fisik air kotor, berwarna, berbau, dan berasa? Apakah pada pipa distribusi ada kebocoran? Apakah kran air kotor dan tidak terawat? JUMLAH Skor resiko pencemaran: 3 : Tinggi (T) 2 : Sedang (S) 0–1 : Rendah (R)
Ya
Tidak
D. OBSERVASI PENGGUNAAN JAMBAN No. Diagnosa Khusus 1. Apakah jamban yang digunakan adalah jamban cemplung? 2. Apakah jarak antara sumber air minum dengan lubang penampungan kurang dari 10 m? (Pertanyaan hanya untuk responden yang menggunakan sumber air minum dari sumur) 3. Apakah kondisi jamban yang digunakan berbau dan kotor? 4. Apakah lantai jamban tidak diplester dengan rapat? Skor tidak memenuhi syarat:
1–4
:
Tidak memenuhi syarat jamban sehat
0
:
Memenuhi syarat jamban sehat
93
Ya
Tidak
Lampiran 4
DOKUMENTASI PENELITIAN 1. Sarana Sanitasi Air Bersih yang digunakan warga
94
2. Jenis Jamban yang digunakan warga
95
3. Wawancara dengan responden
4. Sungai di Wilayah Posyandu Beringin
5. Keadaan Sekeliling Sarana Sanitasi Air Bersih dan Jamban
96
97
HASIL ANALISIS SPSS
Output Analisis Univariat 1. Umur Responden Statistics UmurIbu N
Valid
90
Missing
0
Mean
29.39
Std. Deviation
6.111
Minimum
18
Maximum
42
2. Pendidikan Responden Didik Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
SD
18
20.0
20.0
20.0
SMP
21
23.3
23.3
43.3
SMA
40
44.4
44.4
87.8
Perguruan Tinggi
11
12.2
12.2
100.0
Total
90
100.0
100.0
98
3. Pekerjaan Responden Pekerjaan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Ibu Rumah Tangga
69
76.7
76.7
76.7
Karyawan
11
12.2
12.2
88.9
Bidan/Petugas Kesehatan
4
4.4
4.4
93.3
Wiraswasta
6
6.7
6.7
100.0
90
100.0
100.0
Total
4. Kejadian Diare Pada Balita Diare Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Diare
32
35.6
35.6
35.6
Tidak Diare
58
64.4
64.4
100.0
Total
90
100.0
100.0
5. Sarana Sanitasi Air Bersih SAB Cumulative Frequency Valid
Sumur Gali Sumur Pompa PDAM Total
Percent
Valid Percent
Percent
6
6.7
6.7
6.7
81
90.0
90.0
96.7
3
3.3
3.3
100.0
90
100.0
100.0
99
6. Kondisi Sarana Sanitasi Air Bersih Sarana Sanitasi Air Bersih Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak Memenuhi Syarat
42
46.7
46.7
46.7
Memenuhi Syarat
48
53.3
53.3
100.0
Total
90
100.0
100.0
7. Sumber Air Minum Yang Digunakan SAM Cumulative Frequency Valid
Sumur Gali
Percent
Valid Percent
Percent
3
3.3
3.3
3.3
46
51.1
51.1
54.4
3
3.3
3.3
57.8
Air Isi Ulang (Galon)
38
42.2
42.2
100.0
Total
90
100.0
100.0
Sumur Pompa PDAM
SAM * Diare Crosstabulation Diare Diare SAM
Sumur Gali
Count % within SAM
Sumur Pompa
Count % within SAM
PDAM
Count % within SAM
Air Isi Ulang (Galon)
Count % within SAM
Total
Count % within SAM
100
Tidak Diare
Total
3
0
3
100.0%
.0%
100.0%
14
32
46
30.4%
69.6%
100.0%
0
3
3
.0%
100.0%
100.0%
15
23
38
39.5%
60.5%
100.0%
32
58
90
35.6%
64.4%
100.0%
8. Memasak Air Memasak Air Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak
34
37.8
37.8
37.8
Ya
56
62.2
62.2
100.0
Total
90
100.0
100.0
9. Jenis Jamban JnisJmban Cumulative Frequency Valid
Jamban Empang
Percent
Valid Percent
Percent
6
6.7
6.7
6.7
Jamban Leher Angsa
84
93.3
93.3
100.0
Total
90
100.0
100.0
10. Kondisi Jamban Penggunaan Jamban Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak Memenuhi Syarat
56
62.2
62.2
62.2
Memenuhi Syarat
34
37.8
37.8
100.0
Total
90
100.0
100.0
11. Kebiasaan Cuci Tangan Kebiasaan Cuci Tangan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak
49
54.4
54.4
54.4
Ya
41
45.6
45.6
100.0
Total
90
100.0
100.0
101
Output Analisis Bivariat 1. Sarana Sanitasi Air Bersih * Kejadian Diare Pada Balita Sarana Sanitasi Air Bersih * Diare Crosstabulation Diare Diare Sarana Sanitasi Tidak Memenuhi Syarat Air Bersih
Count % within Sarana Sanitasi Air Bersih
Memenuhi Syarat
Count % within Sarana Sanitasi Air Bersih
Total
Count % within Sarana Sanitasi Air Bersih
Tidak Diare
19
23
42
45.2%
54.8%
100.0%
13
35
48
27.1%
72.9%
100.0%
32
58
90
35.6%
64.4%
100.0%
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
df
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig.
Exact Sig.
Exact Sig.
(2-sided)
(2-sided)
(1-sided)
a
1
.073
2.478
1
.115
3.232
1
.072
3.222
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
.082 3.186
1
.058
.074
90
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.93. b. Computed only for a 2x2 table
102
Total
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value
Lower
Upper
Odds Ratio for Sarana Sanitasi Air Bersih (Tidak Memenuhi Syarat /
2.224
.922
5.362
1.670
.944
2.957
.751
.543
1.039
Memenuhi Syarat) For cohort Diare = Diare For cohort Diare = Tidak Diare N of Valid Cases
90
2. Memasak Air * Kejadian Diare Pada Balita Memasak Air * Diare Crosstabulation Diare Diare Memasak Air
Tidak
Count % within Memasak Air
Ya
Total
22
34
35.3%
64.7%
100.0%
20
36
56
35.7%
64.3%
100.0%
32
58
90
35.6%
64.4%
100.0%
Count % within Memasak Air
Total
12
Count % within Memasak Air
Tidak Diare
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig.
Exact Sig.
(2-sided)
(2-sided)
(1-sided)
a
1
.968
.000
1
1.000
.002
1
.968
.002 b
df
Asymp. Sig.
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
1.000 .002
1
90
103
.968
.576
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12.09. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Memasak Air (Tidak / Ya) For cohort Diare = Diare For cohort Diare = Tidak Diare
Lower
Upper
.982
.403
2.393
.988
.556
1.756
1.007
.734
1.380
N of Valid Cases
90
3. Penggunaan Jamban * Kejadian Diare Pada Balita Penggunaan Jamban * Diare Crosstabulation Diare Diare Penggunaan Tidak Memenuhi Syarat Jamban
Count % within Penggunaan Jamban
Memenuhi Syarat
Count % within Penggunaan Jamban
Total
Count % within Penggunaan Jamban
104
Tidak Diare
Total
25
31
56
44.6%
55.4%
100.0%
7
27
34
20.6%
79.4%
100.0%
32
58
90
35.6%
64.4%
100.0%
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig.
Exact Sig.
(2-sided)
(2-sided)
(1-sided)
df a
1
.021
4.344
1
.037
5.584
1
.018
5.342 b
Asymp. Sig.
Fisher's Exact Test
.024
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
5.283
b
1
.017
.022
90
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12.09. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value
Lower
Upper
Odds Ratio for Penggunaan Jamban (Tidak Memenuhi
3.111
1.163
8.323
2.168
1.054
4.462
.697
.521
.932
Syarat / Memenuhi Syarat) For cohort Diare = Diare For cohort Diare = Tidak Diare N of Valid Cases
90
4. Kebiasaan Cuci Tangan * Kejadian Diare Pada Balita Kebiasaan Cuci Tangan * Diare Crosstabulation Diare Diare Kebiasaan Cuci Tangan Tidak
Count % within Kebiasaan Cuci Tangan
Ya
Count % within Kebiasaan Cuci Tangan
105
Tidak Diare
Total
22
27
49
44.9%
55.1%
100.0%
10
31
41
24.4%
75.6%
100.0%
Total
Count % within Kebiasaan Cuci Tangan
32
58
90
35.6%
64.4%
100.0%
Chi-Square Tests Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
df a
1
.043
3.251
1
.071
4.176
1
.041
4.097 b
Likelihood Ratio
(2-sided)
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
(2-sided)
.050 4.052
b
1
(1-sided)
.035
.044
90
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.58. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Kebiasaan Cuci Tangan (Tidak / Ya) For cohort Diare = Diare For cohort Diare = Tidak Diare
Lower
Upper
2.526
1.019
6.264
1.841
.988
3.428
.729
.536
.990
N of Valid Cases
90
106