HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEJADIAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA DI SMP III BAWEN KECAMATAN BANDUNGAN KABUPATEN SEMARANG
JURNAL PENELITIAN
Oleh : M. FAIZAN ISMAIL NIM : 01.07.01.072
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN STIKES NGUDI WALUYO UNGARAN 2014
HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEJADIAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA SMPN III BAWEN KECAMATAN BANDUNGAN KABUPATEN SEMARANG
ABSTRAK Perilaku agresif merupakan tindakan kekerasan secara fisik, verbal, dan destruktif. Agresivitas remaja bisa merugikan diri sendiri bahkan orang lain. Salah satu faktor yang mempengaruhi agresivitas remaja adalah pola asuh orang tua. Setiap orang tua berada didalam menerapkan pola sikap dan perilaku mereka terhadap anak seperti secara otoriter, permisif maupun demokratis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pola asuh orang tua dengan kejadian perilaku agresif pada remaja SMPN III Bawen Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasional dengan pendekatan crossectional. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah remaja kelas 1 SMPN III Bawen Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang yang berjumlah 195 Siswa. Pengambilan sampel di lakukan menggunakan teknik Accidental Sampling, uji statistik penelitian ini menggunakan uji Chi Square dan Regresi Logistik. Dari pengambilan sampel didapatkan hasil 67 siswa dan hasil uji statistik didapatkan nilai p value 0,040 hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan pola asuh orang tua dengan perilaku agresif, dari hasil Regresi Logistik terdapat hasil otoriter 1,000 dan demokratis 0,444 hal ini menunjukkan tidak dapat mengetahui tipe pola asuh orang tua yang paling berhubungan dengan perilaku agresif. Mengingat pentingnya pola asuh orang tua terhadap perilaku anak, diharapkan keluarga khususnya orang tua dapat memahamio kondisi anaknya karena berbagai tuntutan baik mental, moral, maupun sosial. Selanjutnya orang tua dapat memberikan pola asuh yang efektif bagi anaknya, dan pada akhirnya anak dapat tumbuh dengan baik, tidak nakal, dan berprilaku positif. Kata Kunci : Perilaku Agresif, Pola Asuh Orang Tua. Pustaka : 32 (2001-2009)
PARENTS PARENTING RELATIONSHIP WITH AGGRESSIVE BEHAVIOR IN TEENS GEN III SMP BAWEN BANDUNGAN DISTRICT OF SEMARANG DISTRICT ABSTRACT Aggressive behavior is an act of physical violence , verbal , and destructive . Aggressiveness teens can hurt themselves or others . One of the factors that influence the aggressiveness of parenting teens is parents . Every parent was in applying their attitudes and behavior patterns of children as authoritarian , permissive and democratic . The purpose of this study was to determine the relationship between parenting parents with the incidence of aggressive behavior in adolescents SMP III Bawen Bandungan District of Semarang District . This study is a descriptive correlational study with cross sectional approach . Total population in this study were young class III Bawen 1 SMP Bandungan District of Semarang District totaling 195 students . Sampling was done using accidental sampling techniques and statistical tests of this study using Chi Square test . Sampling results obtained from 67 students and the results of statistical tests obtained p value of 0.040 this indicates that there is a parenting parents with aggressive behavior .
Given the importance of parents' parenting on children's behavior , parents are expected to families, especially their children can memahamio conditions for various demands both mental , moral , and social . Furthermore, parents can provide effective parenting for their children , and in the end the child may grow well , not naughty , and behave positively . Keywords : Aggressive Behavior , Parenting Parents . Bibliography : 32 (2001-2009)
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja pada umumnya memiliki rasa ingin tahu yang tinggi sehingga remaja ingin mencoba-coba, mengkhayal dan merasa gelisah, serta berani melakukan pertentangan jika dirinya merasa disepelekan atau tidak dianggap. Mereka sangat perlu keteladanan, konsistensi, serta komunikasi yang tulus dan empatik dari orang dewasa. Seringkali remaja melakukan perbuatan-perbuatan menurut normanya sendiri karena terlalu banyak menyaksikan ketidakkonsistenan di masyarakat yang dilakukan oleh orang dewasa atau orang tua (Ali & Asroli, 2009). Remaja yang mampu memikul sendiri juga masalah tersendiri bagi remaja madya. Tuntutan peningkatan tanggung jawab tidak hanya datang dari orang tua atau anggota keluarganya tetapi juga dari masyarakat sekitarnya. Tidak jarang masyarakat juga menjadi masalah bagi remaja, karena remaja bisa membuat onar, meresahkan masyarakat dan akibatnya masyarakat merasa terganggu karena tingkah lakunya sering melakukan tawuran, merusak, berkata kotor dan perbuatan lainnya yang mengganggu masyarakat, dan tidak jarang remaja mulai meragukan tentang apa yang disebut baik atau buruk. Akibatnya, remaja ingin sering kali ingin membentuk nilai-nilai mereka sendiri yang mereka anggap benar, baik, dan pantas untuk dikembangkan di kalangan mereka sendiri. Lebih-lebih jika orang tua atau orang dewasa di sekitarnya ingin memaksakan nilai-nilainya agar dipatuhi oleh remaja tanpa disertai dengan alasan
yang masuk akal menurut mereka (Ali & Asroli, 2009). Jika para remaja bertumbuh di tengah-tengah lingkungan yang tidak sehat, dapat dipastikan mereka juga akan bertumbuh menjadi pribadi yang tidak sehat yang selalu menciptakan kekacauan. Sebaliknya, jika mereka bertumbuh di tengah-tengah lingkungan sosial yang sehat, mereka juga akan bertumbuh menjadi pribadi yang sehat yang menciptakan kedamaian (Surbakti, 2008). Perilaku agresif merupakan salah satu bentuk respon yang timbul akibat tidak efektifnya coping yang digunakan, perilaku agresif yang sering terjadi pada remaja di antaranya agresif fisik, verbal dan destruktif. Ketidakefektifan remaja didalam mengambil atau menerapkan strategi pemecahan masalah justru akan terlihat dari berbagai respon yang akan dimunculkan oleh remaja tersebut, salah satunya adalah perilaku agresif remaja, yang perilakunya dapat termanifestasi dalam bentuk perkelahian, penganiayaan dan Iain-lain. Dampak perilakunya tersebut dimungkinkan dapat merugikan berbagai pihak termasuk dirinya sendiri ataupun orang lain. Perilaku agresif ini secara umum diartikan sebagai suatu bentuk pelampiasan yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain, karena pelampiasan ini bersifat mengganggu dan merusak (Dayaksini & Hudaniah, 2003). Perilaku agresif sering terjadi pada kalangan remaja dengan rentang usia 1318 tahun, pada tahap perkembangan remaja ini sangat membutuhkan kawankawan. Ia senang kalau banyak teman yang menyukainya. Ada kecenderungan "narcistic", yaitu mencintai diri sendiri,
dengan menyukai teman-teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Selain itu, ia berada dalam kondisi kebinggungan karena ia tidak tahu harus memilih yang peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimistis atau pesimistis, idealis atau materialis, dan sebagainya (Sarwono, 2010). Keluarga merupakan sebuah sistem yang digerakkan oleh anggota berdasarkan asas saling menghormati, menghargai, dan mendukung peran masing-masing sehingga tercipta sinergi dan keteraturan. Keluarga sebagai sebuah sistem merupakan tempat seorang remaja membentuk dan mengembangkan kepribadian dalam karakter (Surbakti, 2008). Orang tua sebagai pengasuh dan pembimbing dalam keluarga sangat berperan dalam meletakkan dasar-dasar perilaku bagi anak-anaknya. Sikap, perilaku dan perasaan orang tua selalu dilihat, dinilai dan ditiru oleh anaknya yang kemudian secara sadar dan tidak sadar diresapi dan menjadi kebiasaan bagi anak-anaknya, hal ini disebabkan karena anak mengidentifikasikan dirinya pada orang tua sebelum mengadakan identifikasi dengan orang lain (Tarmudji, 2004). Orang tua dalam menjalankan perannya tersebut menerapkan jenis pola asuh yang dirasakan sesuai untuk diterapkan kepada anak-anaknya. Orang tua dapat menerapkan pola asuh yang berbeda-beda, ada orang tua yang keras, orang tua yang menggunakan prioritasnya, sangat mengontrol anaknya, tetapi sebaliknya ada juga orang tua yang bersikap serba boleh terhadap anaknya, semua diserahkan sepenuhnya kepada anaknya, disamping itu ada orang tua yang dialog dengan anaknya, mendengarkan apa yang dikemukakan oleh anaknya. Anak diberi kesempatan untuk bertukar pikiran dan orang tua menganggapnya sebagai anak yang punya arti. Sikap orang tua yang berbeda kepada anaknya akan mempunyai pengaruh
dalam pembentukan pribadi (Nugroho, 2004). Sikap orang tua ini meliputi cara orang tua memberikan aturan-aturan, hadiah maupun hukuman, cara orang tua menunjukkan otoritasnya, dan cara orang tua memberikan perhatian serta tanggapan terhadap anaknya. Pola asuh itu menurut Tarmujdi (2001) terdiri dari tiga kecenderungan pola asuh orang tua yaitu : Pola asuh demokartis, pola asuh otoriter, dan pola asuh permisif. Pola asuh demokratis merupakan pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Berbeda dengan pola asuh permisif atau pemanja yang biasanya memberikan pengawasan yang sangat longgar. Orang tua tipe ini biasanya bersifat hangat, sehingga seringkali disukai oleh anak. Pola asuh otoriter sebaliknya cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Orangtua tipe ini juga tidak mengenal kompromi, dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah. Orang tua tipe ini tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti mengenal anaknya. Fenomena yang terjadi pada masyarakat kita sangat beraneka ragam yang mempunyai pola hidup yang berbeda dan pola asuh yang berbeda. Karena setiap individu mempunyai karakter yang berbeda, seperti dalam kasus yang diakibatkan remaja saat ini banyak seperti yang kita tahu adalah tawuran, menghina orang, tidak hormat lagi pada orang dewasa, dan melakukan tindak pidana yang merugikan orang lain, khususnya di masyarakat bandungan. Remaja yang baru mengenal jati dirinya sangat mrmbutuhkan teman yang banyak untuk melakukan hal-hal yang mungkin bisa merugikan orang lain seperti tindakan yang membuat orang lain merasa dirugikan, dan juga banyak remaja yang mempunyai agresivitas tinggi. Tindakan aroganisme juga di gambarkan oleh remaja dengan berkendara yang selalu ribut dan kebut-kebutan di jalanan, selain
itu juga sebagian remaja tersebut masih bersekolah, akan tetapi masih belum bisa menilai apa yang menjadi tanggung jawabnya sebagai pelajar. Kasus lain juga terjadi di masyarakat seperti remaja yang sering berkata kasar, membuat ribut, tawuran dan lain sebagainya yang di perbuat remaja dengan perilaku yang agresif tersebut. Hal ini disebabkan oleh salah salah satu faktornya akibat pola asuh orang tua yang salah. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan pada tanggal 22 Februari 2012 terhadap 20 remaja SMP III BAWEN, 3 orang diantaranya termasuk dalam perilaku agresif fisik, 5 orang remaja termasuk dalam perilaku agresif verbal, dan 2 orang termasuk dalam agresif destruktif, sedangkan 10 orang remaja lainnya tidak termasuk dalam perilaku agresif manapun. Perilaku agresif yang dilakukan 10 Remaja tersebut seperti melakukan tindakan yang bisa merupakan diri sendiri, teman sekolahnya, guru bahkan orang lain yang di sekitarnya dan akibat yang dilakukan oleh 10 remaja tersebut akan membuat orang lain terganggu dan merasa tidak nyaman. Hal-Hal yang dilakukan oleh 10 remaja tersebut seperti, penyerangan, berkata kata kasar, menghina, berkelahi, tindak kekerasan, suka merusak barang dan fasilitas umum, mencoret-coret, dan lainnya, dan 10 remaja yang lainnya berperilaku biasabiasa saja tanpa merugikan orang lain dan selalu peduli terhadap kepentingan bersama dan umum. 10 remaja yang berperilaku agresif tersebut terdapat pola asuh orang tua yang berbeda seperti 3 orang tua remaja memberikan pola asuh orang tua yang selalu mendorong anaknya untuk mandiri namun masih menerapkan batas dan kendali pada tindakan mereka, 2 pola asuh orang tua yang tidak terlalu menuntut atau mengontrol anaknya, dan 5 pola asuh orang tua yang membatasi dan menghukum, dimana orang tua mendesak anak untuk mengikuti arahan mereka dan menghormati pekerjaan dan upaya mereka, dan sebagian orang tua juga selalu mendukung keinginan anaknya
untuk membuatnya senang, namun hal ini tidak dihiraukan oleh anak, dan masih tetap melakukan perilaku agresif namun sebagian anak juga menuruti apa yang diajarkan oleh orang tuanya. Berdasarkan fenomena dan permasalahan di atas peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Kejadian Perilaku Agresif pada Remaja di SMP III Bawen Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang”. B. Perumusan Masalah Rumusan masalah penelitian ini adalah, “Adakah hubungan pola asuh orang tua dengan kejadian perilaku agresif pada remaja di SMP 3 Bawen Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang?”. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan pola asuh orang tua dengan kejadian perilaku agresif pada remaja SMP III Bawen Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui pola asuh, demokratis, permisif, dan otoriter pada orang tua remaja SMP III Bawen Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. b. Mengetahui kejadian perilaku agresif pada remaja SMP III Bawen Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. c. Mengetahui hubungan antara pola asuh orang tua dengan kejadian perilaku agresif remaja SMP III Bawen Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. d. Mengetahui tipe pola asuh orang tua yang paling berhubungan dengan perilaku agresif pada remaja SMP III Bawen Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang.
HASIL PENELITIAN
A. Hasil Analisa Univariat Analisis univariat ini digunakan untuk memberikan gambaran tiap variabel secara tersendiri, yaitu gambaran tentang pola asuh orang tua dan kejadian perilaku agresif pada remaja SMPN III Bawen Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang.
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui hubungan pola asuh orang tua dengan kejadian perilaku agresif pada remaja SMP N III Bawen Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang dengan jumlah responden 67 orang. 1. Pola Asuh Orang Tua Tabel 1 Distribusi Frekuensi Pola Asuh Orang Tua Remaja SMP III Bawen Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang Pola asuh orang tua Otoriter Permisif Demokratis Jumlah
Frekuensi 35 16 16 67
Berdasarkan Tabel 5.1 Hasil Analisis univariat menunjukkan bahwa pola asuh orang tua yang otoriter, yaitu sejumlah 35 orang (52,2%). Pola asuh orang tua permisif
Persentase 52,2 23,9 23,9 100,0 , yaitu sejumlah 16 orang (23,9%). Sedangkan pola asuh orang tua demokratis, yaitu sejumlah 16 orang (23,9%).
2. Perilaku Agresif Tabel 2 Distribusi Frekuensi Kejadian Perilaku Agresif pada Remaja SMP III Bawen Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang Perilaku Tidak agresif Agresif Jumlah
Frekuensi 30 37 67
Persentase 44,8 55,2 100,0
Berdasarkan Tabel 5.2 menunjukkan bahwa sebagian besar perilaku responden dalam kategori agresif, yaitu sejumlah 37 orang (55,2%). Sedangkan responden yang tidak berperilaku tidak agresif, yaitu sejumlah 30 orang (44,8%) Tabel 3
B. Hasil Analisa Bivariat Analisis bivariat ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara pola asuh orang tua dengan kejadian perilaku agresif Remaja SMP III Bawen Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang, dimana hasilnya disajikan pada tabel berikut ini. Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua dengan Kejadian Perilaku Agresif Remaja SMP III Bawen Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang
Kejadian Perilaku Agresif Pola asuh Tidak agresif Agresif orang tua f % f % Otoriter 11 36,7 24 64,9 Permisif 8 26,7 8 21,6 Demokratis 11 36,7 5 13,5 Total 30 100,0 37 100,0
Total F % 35 52,2 16 23,9 16 23,9 67 100,0
X2
p-value
6,417
0,040
Berdasarkan hasil analisis hubungan pola asuh orang tua dengan kejadian perilaku agresif diperoleh hasil bahwa ada sebanyak 24 orang (64,9%) responden yang mendapatkan pola asuh otoriter mempunyai perilaku agresif dan 11 orang responden (36,7%) yang tidak agresif, pola asuh orang tua yang permisif mendapatkan hasil sebanyak 8 orang (21,6%) responden yang mempunyai perilaku agresif dan 8 orang (26,7%) responden, yang mempunyai perilaku tidak agresif sedangkan ada sebanyak 5 orang (13,5%) responden yang mendapatkan pola asuh demokratis mempunyai perilaku agresif dan 11 0rang (36,7%) responden yang mempunyai poerilaku tidak agresif. Hasil uji statistik menggunakan chi square didapatkan nilai p value sebesar 0,040 ≤ 0,05 maka dapat Tabel 4
disimpulkan ada hubungan pola asuh orang tua dengan kejadian perilaku agresif pada remaja SMP III Bawen Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. C. Hasil Analisa Multivariat Analisis multivariat dilakukan terhadap dua variable, biasanya hubungan antara satu variabel terikat (dependen variabel) dengan beberapa variabel bebas (independen) (Notoatmodjo, 2002). Uji statistik yang di gunakan dalam analisis ini adalah regresi logistik. Regresi logistik adalah sebuah pendekatan model matematik yang dapat digunakan untuk menggambarkan hubungan beberapa variabel X dengan variabel dependen yang dikotomus/politomus (Kleinbaum & Klein, 2002).
Mengetahui tipe pola asuh orang tua yang paling berhubungan dengan perilaku agresif pada remaja SMP III Bawen Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang.
Variables in the Equation B S.E. Wald df Step otoriter 21.397 4.019E4 .000 1 a 1 demokratis -.904 1.183 .585 1 Constant -40.791 8.039E4 .000 1 a. Variable(s) entered on step 1: otoriter,demokratis. Dari hasil di ketahui bahwa semua variable di masukkan dalam hasil analisis metode enter menunjukkan bahwa tidak ada yang signifikan yang dapat dilihat dari hasil otoriter (1.000) dan demokratis (0.444), dan hasil untuk mengetahui variable yang berpengaruh maka dilanjutkan dengan metode porward di mana memasukkan variable yang signifikan tetapi dari hasil metode enter yang tidak ada yang signifikan maka peneliti tidak bisa melankutkan ke analisis dengan metode porward (Handoko Riwidikdo, S.Kp,. 2010).
Sig. 1.000 .444 1.000
Exp(B) 1.962E9 .405 .000
PEMBAHASAN A. Hasil Analisa Univariat 1. Gambaran Pola Asuh Orang tua pada Remaja SMP 3 Bawen Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa orangtua remaja SMPN III Bawen Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang yang menerapkan pola asuh otoriter sejumlah 35 orang (52,2%), sedangkan yang menerapkan pola asuh demokratis sejumlah 16 orang (23,9%), dan yang menerapkan pola asuh permisif sejumlah 16 orang (23,9%).
Persentase terbesar pertanyaan otoriter ada pada pertanyaan orang tua yang mengontrol semua yang anak kerjakan setiap hari (84,6%), orang tua memarahi anak jika tidak mau menuruti perintahnya (84%), orang tua tidak menjelaskan pada anak mengapa anak di hukum apabila tidak menuruti perintahnya (83,6%). Hal ini disebabkan karena responden yang selalu melanggar peraturan orang tua yang sudah di tetapkan dan responden selalu membantah apa yang menjadi kewajibannya dan pola asuh ini suka melakukan penghukuman pada anaknya apabila tidak menuruti peraturannya sehingga bisa menyebabkan anak akan berprilaku agresif. Persentase terbesar pertanyaan permisif ada pada pertanyaan orang tua anak membiarkan anak mengambil keputusan menurut kehendak anak (82,1%), orang tua memberikan kebebasan pada anak untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya (79,6%), orang tua membiarkan anak menyelesaikan masalah anak sendiri (78,6%). Hal ini disebabkan karena responden banyak yang mau menyelesaikan suatu masalahnya tanpa memberitahukan orang tua, dan merasa bisa menyelesaikan masalahnya tanpa campur tangan orang tua. Pola asuh ini memberikan pengasuhan yang sangat bebas pada anaknya sehingga anak akan melakukan hal-hal yang membuat dia senang sampai di luar batas sehingga melakukan hal yang membuat anak melakukan perilaku agresif. Persenatase terbesar pertanyaan demokrtatis ada ada pada pertanyaan orang tua memberikan pujian kepada anak apabila anak dapat menyelesaikan tugas anak (78,6%), orang tua mengajarkan kepada anak untuk bertutur kata yang sopan dan baik pada teman anak dan orang lain (75,6%), orang tua memberikan anak bermain bersama teman-teman saya, tetapi anak harus tahu waktu. Pola
asuh sangat baik tetapi responden tidak sepenuhnya mendapatkan pengawasan dari orang tua sehingga bisa menyebakan responden melakukan prilaku agresif. Menurut Mullifah (2009), pola asuh otoriter diterapkan oleh orang tua yang menjunjung tinggi kepatuhan dan kenyamanan. Orangtua juga suka memaksakan anak-anaknya untuk patuh terhadap aturan-aturan yang sudah ditetapkannya, berusaha membentuk tingkah laku, sikap, serta cenderung mengekang keinginan anak-anaknya, tidak mendorong anak untuk mandiri, jarang memberikan pujian ketika anak sudah mendapatkan prestasi atau melakukan sesuatu yang baik, hak anak sangat dibatasi tetapi dituntut untuk mempunyai tanggung jawab sebagaimana halnya dengan orang dewasa, dan yang sering terjadi adalah anak harus tunduk dan patuh terhadap orang tua yang sering memaksakan kehendaknya, pengontrolan tingkah laku anak sangat ketat, sering menghukum anak dengan hukuman fisik, serta terlalu banyak mengatur kehidupan anak, sehingga anak tidak dibiarkan untuk mengembangkan segala potensi yang dimilikinya termasuk kreativitasnya. Hasil penerapan pola asuh otoriter menyebabkan anak-anak mengalami tekanan secara psikis dan fisik, kehilangan dorongan semangat juang, cenderung bersifat pasif dan menunggu, mudah putus asa, tidak memiliki inisiatif, lamban mengambil keputusan, dan tidak berani mengemukakan pendapatnya (Hurlock, 2004). Dari hasil penelitian tabel 5.1 diperoleh orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis sejumlah 16 orang (23,9%). Orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis karena menginginkan anaknya untuk membuat keputusan secara bebas dan dapat berkomunikasi dengan baik, sehingga orang tua dan anak dapat saling berdiskusi jika ada masalah.
Menurut Shochib (dalam Yuniyati, 2003), orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis akan banyak memberikan kesempatan kepada anak untuk berbuat keputusan secara bebas, berkomunikasi dengan lebih baik, mendukung anak untuk memiliki kebebasan sehingga anak mempunyai kepuasan sedikit menggunakan hukuman badan untuk mengembangkan disiplin. Pola asuh demokratis dihubungkan dengan tingkah laku anak-anak yang memperlihatkan emosional positif, sosial, dan pengembangan kognitif. Hasil penerapan pola asuh demokratis membuat anak akan tumbuh menjadi anak yang mandiri, tegas terhadap diri sendiri, ramah dengan teman sebaya, dan mau bekerjasama dengan orang tua (Baumrind 1991 dalam Muallifah, 2009). Hasil penelitian tabel 5.1 juga ditemukan bahwa orang tua yang menerapkan pola asuh permisif sejumlah 16 orang (23,9%). Pola asuh ini ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas pada anaknya untuk berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri. Orang tua tidak pernah memberi aturan dan pengarahan kepada anak. Semua keputusan diserahkan kepada anak tanpa pertimbangan dari orang tua. Anak tidak tahu apakah perilakunya benar atau salah karena orang tua tidak pernah membenarkan atau menyalahkan anak. Akibatnya anak akan berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri, tidak peduli apakah hal itu sesuai dengan norma masyarakat atau tidak. Dengan pola asuh seperti ini, anak mendapatkan kebebasan sebanyak mungkin dari orang tua. Pola asuh permisif membuat hubungan antara anak-anak dan orang tua penuh dengan kasih sayang, tapi menjadikan anak agresif dan suka menurutkan kata hatinya. Dengan pola asuh seperti ini, akan menimbulkan serangkaian dampak
buruk. Salah satunya adalah kelemahan orang tua dan tidak konsistennya disiplin yang diterapkan membuat anak-anak tidak terkendali, tidak patuh, dan tingkah laku agresif di luar lingkungan keluarga. Pada dasarnya tujuan utama pengasuhan orang tua adalah untuk mempertahankan kehidupan fisik anak dan meningkatkan kesehatannya, memfasilitasi anak untuk mengembangkan kemampuan sejalan dengan tahapan perkembangannya dan mendorong peningkatan kemampuan berperilaku sesuai dengan nilai agama dan budaya yang diyakininya. Oleh karena itu, selain berpengaruh terhadap perilaku kenakalan anak, pola asuh juga dapat mempengaruhi tumbuh kembang dan kehidupan fisik anak (Supartini, 2002). Kemampuan orang tua atau keluarga menjalankan peran pengasuhan ini tidak dipelajari secara formal melainkan berdasarkan pengalaman dalam menjalankan psran tersebut secara trial dan error atau mempengaruhi orang tua/ keluarga lain terdahulu. Selain itu, pola asuh juga dapat mempengaruhi kepribadian anak. Yusuf (2004) menyebutkan bahwa pola pengasuhan diawal kehidupan seseorang akan melandasi kepribadian yang akan terus berkembang pada fase-fase berikutnya. Proses pengasuhan di masa bayi, akan mendasari kepribadian di masa remaja, dan seterusnya. Proses tersebut akan berlanjut seumur hidupnya. Dengan demikian tampaklah bahwa kepribadian seseorang tidak dapat lepas begitu saja dari proses pengasuhan di fase-fase sebelumnya. 2. Gambaran Perilaku Agresif pada Remaja SMPN III Bawen Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa remaja SMPN III Bawen Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang didapatkan sebagian besar perilaku responden
dalam kategori agresif, yaitu sejumlah 37 orang (55,2%). Sedangkan sebagian besar perilaku responden dalam kategori tidak agresif, yaitu sejumlah 30 orang (44,8%) karena dilihat dari hasil uji analisa univariat. Persentase terbesar jawaban perilaku agresif secara fisik ada pada pertanyaan apakah anda suka menampar temanya apabila tidak di kasih sesuatu yang mau di pinjam (61,2%). Hal ini di sebabkan karena responden merasa sakit hati karena temannya tidak mau di pinjam barangnya sehingga melakukan perlakuan tersebut. Persentase terbesar jawaban perilaku agresif secara verbal ada pada pertanyaan Apakah anda suka berteriak- teriak saat berbicara dengan temanya (59,7%). Hal ini di sebakan karena temannya yang tidak menghiraukan panggilan dari responden dan membuat emosi responden sehingga melakukan hal tersebut. Persentase terbesar jawaban perilaku agresif secara dekstruktif ada pada pertanyaan apakah anda suka membakar atau merusak barang temannya (59,7%). Hal ini disebabkan karena rasa benci dan merasa kecewa sehingga barang pemberian temannya menjadi pelampiasan sampai responden membakar dan merusaknya untuk menghilangkan emosinya. Remaja pada umumnya memiliki rasa ingin tahu yang tinggi sehingga remaja ingin mencoba-coba, mengkhayal dan merasa gelisah, serta berani melakukan pertentangan jika dirinya merasa disepelekan atau tidak dianggap. Mereka sangat perlu keteladanan, konsistensi, serta komunikasi yang tulus empatik dari orang dewasa dan Jika para remaja bertumbuh di tengah-tengah lingkungan yang tidak sehat, dapat dipastikan mereka juga akan bertumbuh menjadi pribadi yang tidak sehat yang selalu menciptakan kekacauan. Sebaliknya, jika mereka bertumbuh di tengah-tengah
lingkungan sosial yang sehat, mereka juga akan bertumbuh menjadi pribadi yang sehat yang menciptakan kedamaian (Surbakti, 2008). Seringkali remaja melakukan perbuatan-perbuatan menurut normanya sendiri karena terlalu banyak menyaksikan ketidakkonsistenan di masyarakat yang dilakukan oleh orang dewasa atau orang tua (Ali & Asroli, 2009). Hal tersebut dikarenakan peran remaja yang tidak terlalu berpengaruh terhadap berpendapat dan masih dalam mengenal jati dirinya selain itu ada beberapa yang menyebabkan remaja berprilaku agresif seperti faktor peran belajar model kekerasan juga bisa mempengaruhi acara-acara yang menampilan adegan kekerasan hampir setiap saat dapat ditemui dalam tontonan yang disajikan di televisi mulai dari film kartun, sinetron, sampai film laga. Selain itu ada pula acara-acara TV yang menyajikan acara khusus perkelahian yang sangat populer dikalangan remaja seperti Smack Down, (UFC) Ultimate Fighting Championship atau sejenisnya dan dampak perilaku agresif menurut Anantasari (2006) menambahkan bahwa dampak buruk bagi korban perilaku agresif diantaranya: (1) perasaan tidak berdaya, (2) kemarahan setelah menjadi korban perilaku agresif, (3) perasaan bahwa dirinya sendiri mengalami kerusakan permanent, (4) ketidakmampuan mempercayai orang lain, (5) terpaku pada tindakan agresif atau kriminal, (6) hilangnya keyakinan bahwa dunia bisa berada dalam tatanan yang adil. B. Hasil Analisa Bivariat Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2002). Analisa bivariat menggunakan chi square karena data penelitian ini adalah kategorik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada
sebanyak 24 orang (64,9%) responden yang mendapatkan pola asuh otoriter mempunyai perilaku agresif. Hal tersebut dikarenakan karena pola asuh orang tua yang selalu membuat aturan yang mutlak dan haras di hokum apabila anak melanggar aturan yang sudah ditetapkan orang tua, orang tua juga sangat tegas dalam mendidik anaknya. Pendidikan disiplin yang otoriter dengan penerapan yang keras terutama dilakukan dengan memberikan hukuman fisik, dapat menimbulkan berbagai pengaruh yang buruk bagi remaja Pendidikan disiplin seperti itu akan membuat remaja menjadi seorang penakut, tidak ramah dengan orang lain, dan membenci orang yang memberi hukuman, kehilangan spontanitas serta inisiatif dan pada akhirnya melampiaskan kemarahannya dalam bentuk agresi kepada orang lain. Sebanyak 11 orang (15,7%) responden yang mendapatkan pola asuh otoriter mempunyai perilaku tidak agresif. Hal tersebut menurut Baumrind dalam Muallifah (2009) dikarenakan faktor personal dari anak sendiri. Pengaruh dari tipe kepribadian A yang berkarakteristikkan berjiwa kompetitif, orientasi pada waktu dan bersifat hostility (bermusuhan) lebih agresif dibandingkan dengan individu dengan tipe kepribadian B dengan karakteristik yang berlawanan dengan tipe kepribadian B. Selain itu, keinginan personal individu untuk menjadi sosok yang memiliki kekuasaan menjadi determinan penting dalam perilaku agresif karena hasrat tersebut mendorong individu untuk menghalalkan segala cara untuk menggapai keinginannya. Sebanyak 8 orang (26,7%) responden yang mendapatkan pola asuh permisif mempunyai perilaku agresif. Hal tersebut dikarenakan faktor pengaruh pola asuh orang tua yang permisif, dalam pola asuh ini orang tua sangat memanjkan anaknya sehingga anak bebas untuk berbuat apa-apa seperti menonton televisi sering menampilkan program yang acaranya sebagian besar berupa penayangan film yang bertemakan
kekerasan, perkelahian, pemukulan, pembunuhan, kekerasan dan orang tua tidak melarangnya, media massa semacam ini dianggap dapat merangsang untuk berperilaku agresif. Sebanyak 8 orang (26,7%) responden yang mendapatkan pola asuh permisif mempunyai perilaku tidak agresif. Hal tersebut dikarenakan pengaruh kondisi lingkungan dari anak. Kondisi lingkungan sering kali mempengaruhi mood seseorang. Donnerstein dan Wilson berdasarkan hasil penelitiannya menemukan bahwa tingkat tingkat keributan dapat menambah tingkat agresif. Kondisi udara yang tidak menyenangkan seperti asap, kabut, juga mempengaruhi sikap agresi. Banyak orang juga mempengaruhi sugesti dalam hubungan antara temperatur dan kekerasan. Robert Baron dan mahasiswanya menemukan bahwa dalam beberapa kondisi, cuaca panas menambah kecenderungan sikap agresi, bahkan pada subjek yang tidak sedang marah. Sebanyak 11 orang (36,7%) responden yang mendapatkan pola asuh demokratis mempunyai perilaku tidak agresif. Hal tersebut dikarenakan faktor dari orang tua. Tujuan pasangan melakukan ikatan perkawinan untuk siap secara fisik maupun psikososial dalam membentuk rumah tangga dan menjadi orang tua. Usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kesiapan pasangan dalam menjalankan peran pengasuhan. Apabila terlalu muda atau terlalu tua, mungkin tidak dapat menjalankan peran tersebut secara optimal karena diperlukan kekuatan fisik dan psikososial. Sebanyak 5 orang (13,5%) responden yang mendapatkan pola asuh demokratis mempunyai perilaku agresif. Hal tersebut dikarenakan faktor spiritual (kesadaran beragama) dari anak. Kepercayaan, nilai, dan moral mempengaruhi ungkapan marah seseorang. Aspek ini mampengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal ini bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan
yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa. Individu yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, selalu meminta kebutuhan dan bimbingan kepada-Nya (Yosep, 2007). Kenyataan sehari-hari menunjukkan bahwa anak-anak remaja yang melakukan kejahatan sebagian besar kurang memahami norma-norma agama bahkan mungkin lalai menunaikan perintah perintah agama antara lain mengikuti acara kebaktian, acara missa, puasa dan shalat (Sudarsono, 2008). Hasil uji statistik didapatkan nilai p value sebesar 0,040 maka dapat disimpulkan Ada Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Kejadian Perilaku Agresif pada Remaja SMP III Bawen Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. Keluarga merupakan “Training Center “ bagi penanaman nilainilai, karena keluarga merupakan pembina pribadi yang pertama bagi anak, dan tokoh yang di identifikasi atau di tiru anak. Kepribadian orang tua, baik yang menyangkut sikap, kebiasaan berperilaku atau tata cara hidupnya merupakan unsurunsur pendidikan yang tidak langsung memberikan pengaruh terhadap perkembangan anak. Orang tua hendaknya memperlakukan anak dengan baik. Menurut Wrightsman & Deaux, prinsip dasar teori belajar adalah apabila suatu tingkah laku termasuk tingkah laku agresif diberi reinforcement (penguatan) atau reward (hadiah), maka tingkah laku tersebut akan cenderung diulang pada saat yang lain. Psikolog Bandung, menyatakan pola asuh anak itu berhubungan erat dengan “perjalanan” hidup anak. Dalam proses perkembangan anak tentu tidak terlepas dari peran orang tua sebagai pihak yang paling berarti dalam kehidupan seorang anak. Bagaimana kepribadian anak kelak, apakah menyenangkan atau tidak menyenangkan semua tergantung bagaimana cara orang tua mendidik anaknya. Karenanya, peran orang tua secara efektif bisa dilihat dari pola asuh orang tua terhadap anaknya.
Salah satu hal yang mempengaruhi terbentuknya perilaku agresif adalah pola asuh orang tua. Pola asuh orang tua yang salah bukannya mengurangj agresivitas anak justru membuat anak makin agresif. Dalam pola asuh otoriter, aturan ditegakkan secara kaku,bila tingkah laku anak tidak sesuai aturan akan dihukum, sebaliknya jika mematuhi aturan hanya sedikit bahkan tidak ada pujian. Pola asuh otoriter dapat membuat anak sulit menyesuaikan diri, ketakutan terhadap hukuman membuat anak menjadi tidak jujur dan licik. Untuk pola asuh demokratis, dilatarbelakangi bahwa perilaku anak perlu dikendalikan secara baik sehingga anak mampu melakukan hal yang benar tanpa harus diawasi. Ada hukuman dan ganjaran untuk perilaku yang tidak sesuai dan sesuai dengan aturan masyarakat. Hukuman yang diberikanpun tidak keras hanya mendidik, oleh karena itu biasanya anak dapat diajak bekerja sama,kreatif, mandiri, percaya diri dan ramah.Sedangkan pola asuh yang terakhir pola permisif, anak tidak diarahkan sesuai harapan masyarakat. Anak bebas melakukan apa saja yang justru membuat anak sulit untuk memutuskan sesuatu karena anak tidak ada pegangan sama sekali, pengalamannyapun terbatas. Sehingga membuat anak cemas, takut dan agresif, terkadang menjadi pemarah karena menganggap orang tua kurang memberi perhatian. Di lingkungannya anak yang terlalu dibebaskan biasanya di cap dengan anak yang manja. Disini orang tua sebagai role model bagi anak merupakan faktor yang memicu agresifitas anak seperti ketika orang tua mengatakan kata-kata kasar didepan anak, anak akan meniru perilaku tersebut dengan mengatakan kata-kata kasar kepada temanya terutama kepada anak yang lebih kecil. Sehingga dapat di simpulkan bahwa pola asuh orangtua sangat berpengaruh terhadap perilaku agresif anak.
DAFTAR PUSTAKA Anggoro, H. (2008). Pola Asuh Anak. Retrieved Juli 26, 2011, from =P http://dwpptrijenewa.isuisse.com/bulletin/?cat =5 Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian. Jakarta : JKPKKR. Asroli, M. & Ali, M. (2009). Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Cetakan 5. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Baron, R.A., & Byrne, D. (2005) psikologi social. Edisi 10. Jakarta: penerbit erlangga. Baumrind (1997). Pengaruh Pola Asuh Terhadap Karakteristik Anak. http://www.google.com (tanggal akses 28 feb 2012)
Muhammad Ali, (2004). Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara Notoadmodjo, S. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta. PT. Rineka Cipta. Notoatmodjo, Soekidjo. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Nursalam.(2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian 11mu Keperawatan Jakarta : Salemba Medika. Ragun M (2002). Psikologi Keluarga. PT Rineka Cipta Rahmat (2009). 11mu Perilaku Manusia. CV Trans Info Media Shansi, TI. (2006). Pola asuh efeklif, Pola asuh penuh cinta. Des 12,2011 http://www. Tabloid Nakita.comikhasanah06279.04
Bina Anak edisi (2007). Pengertian Tentang Anak Agresif. Saturday 8 March.2008. http://www.pepak.sabda.org/pustaka
Sheila L. videbeck (2008). therapetic comunication tecniques in psyciatric nursing responsible, assertive and caring interactions in practice.
Dariyo, A. (2007). Psikologi perkembangan anak tiga tahun pertama. Bandung: PT Refika Aditama
Sarwono, S. W. (2010). Psikologi Remaja, Edisi Revisi., Jakarta: PT Raja Grafindo.
Desmita, (2007). A si keeil punya kebiasaan buruk. Retrieved agustus 11, 2011, from : http//:www.ibudananak.com
Schocib Moh, (2002). Pola Asuh Orang Tua Dalam Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Anak. Jakarta : Rineka Cipta
Gunarsih, singgih D (2009). Anak Sampai Usia Lanjut : bunga rampai psikologi perkembangan. PT BPK Gunung Mulia.
Sobur, A. (2003). Psikologi umum. CV Pustaka Setia. Bandung
Hurlock, E. B. (2004). Psikologi Perkembangan. Alih bahasa: Dra. Istiwidayanti dan Drs Soedjarwo, Msc. Jakarta: Erlangga.
Stanrock, J. W. (2003). Adolesence, 6th Edition. Alih bahasa: Dra. Shinto. B. Adelar, Msc; Sherly Saragih, S. Psi. Jakarta : Erlangga.
Indrawati, M. (2006). Keefektifan Layanan Konseling Kelompok dalam Mengurangi Tingkat Perilaku Agresif pada siswa kelas I SMP Muhamadiyah Sapuran Wonosobo. Fakultas Ilmu Pendidikan. UNM. Malang.
Suherman. (2000). Buku,5aku Perkembangan Anak. Jakarta: EGC.
Monks, F.J & Siti Rahayu Haditomo. (2004). Psikologi perkembangan. Yogyakarta: Gadjah Mada Unniversity press
Surbakti, E. B. (2008). Kenakalan Orang Tua Penyebab Kenakalan Remaja. Jakarta. PT. Elekmedia Komputindo. Surbakti, E.B. 2009. Kenalilah Anak Remaja Anda. Jakarta: PT.Elex Media Komputindo
Tarmudji, T. 2001. Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Agresivitas Remaja. Retrieve 28 oktober. 2011.
Yusuf H (2005). Perkembangan Anak dan Remaja. PT. Remaja Rosdakarya. Wong. (2003). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta : Erlangga