HUBUNGAN KONSUMSI SUSU DAN KALSIUM DENGAN DENSITAS TULANG DAN TINGGI BADAN REMAJA (Correlation between Milk and Calcium Intake with Bone Density and Body Height of Adolescent) HARDINSYAH ' ,
EvY DAMAYANTHI 1 dan WIRNA
ZULIAN 12
'Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) IPB, Bogor 2Alumni PS. Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga-Faperta-IPB, Bogor
ABSTRACT The objective of this study was to analyze the relationship between milk and calcium intake with body height and bone density of adolescent . The study applied a cross sectional design to 246 senior high school students in Bogor, 2007 . The subject aged 16-17 years old were selected purposively . Bone density (stiffness index) was measured by densitometer of achilles insight . The results of the study showed that the mean intake of milk was 170.7±136 .3 ml/day with average frequency 6 times/week, and mean intake of calcium was 250 .0±212.6 mg/day with contribution of milk was 44 .0%. The mean stiffness index of subjects was 97.5±18.3 ; and the mean stiffness index of boys (104 .4±18 .9) was significantly higher than girls (92 .9±16.3) . The calcium intake of milk and calcium intake of calcium-rich foods of non milk did not correlated with the bone density and body height ; but milk intake, frequency and length of milk intake correlated with body height and bone density . This implies the importance of milk intake in bone density and linear growth of adolescent. Keywords : Calcium, bone density, body height, milk ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara konsumsi susu dan pangan sumber kalsium dengan tinggi badan dan densitas tulang remaja. Penelitian ini menggunakan desain crossectional pada 246 siswa SMA di Bogor tahun 2007 . Responden yang diteliti berusia 16-17 tahun yang dipilih secara purposive . Densitas tulang (stiffness index) diukur dengan densitometer jenis achilles insight. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi susu contoh adalah 170,7 ± 136,3 ml/hari dengan rata-rata frekuensi 6 kali/minggu dan rata-rata konsumsi kalsium sebesar 250,0 ± 212,6 mg/hari dengan kontribusi dari susu sebesar 44,0%. Rata-rata stiffness index contoh adalah 97,5 ± 18,3 ; dan rata-rata stiffness index remaja lakilaki (104,4 ± 18,9) lebih tinggi secara nyata dibanding remaja perempuan (92,9 ± 16,3). Konsumsi kalsium dari susu dan pangan sumber kalsium tidak menunjukkan hubungan yang nyata dengan densitas tulang dan tinggi badan, tetapi konsumsi dan frekuensi minum susu menunjukkan hubungan yang nyata dengan konsumsi kalsium dan tinggi badan . Hal ini menunjukkan pentingnya konsumsi susu bagi pertumbuhan linear remaja Kata kunci : Kalsium, densitas tulang, tinggi badan, susu PENDAHULUAN Hasil penelitian yang dilakukan pada penduduk usia dewasa di beberapa kota oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan Depkes RI dan PT Fonterra Brands menunjukkan bahwa prevalensi osteoporosis penduduk Indonesia tahun 2005 adalah 10,3 persen . Sementara itu, penderita osteopenia
atau penurunan massa tulang dini (preosteoporosis) mencapai 41,8 persen . Penelitian terbatas menunjukkan bahwa Osteopenia juga telah menyerang kaum muda yang berumur kurang dari 25 tahun dengan prevalensi 37,1 persen (RACHMAWATI, 2006) . Remaja menjelang usia 20 tahun mengalami pembentukan tulang yang pesat yang merupakan masa persiapan untuk
247
Semiloka Nasional Prospek Indusiri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas - 2020
mencapai puncak pertumbuhan massa tulangpeak bone mass (MANN dan TRUSWELL, 2002) . Pembentukan tulang selama remaja dan peak bone mass menentukan densitas tulang seseorang di masa dewasa yang berkaitan dengan status osteopenia atau osteoporosis. Selama remaja, kebutuhan mineral utama pembentuk tulang seperti kalsium akan meningkat sejalan dengan berlangsungnya proses pertumbuhan tulang . Kalsium bersamasama dengan fosfor merupakan elemen penyusun utama dari tulang . Kekurangan kalsium di masa remaja dan dewasa awal akan meningkatkan resiko osteoporosis (SPEAR, 2004). Susu dan hasil olahannya merupakan sumber kalsium yang utama . Kalsium juga dapat berasal dari pangan non-susu seperti ikan teri, tulang ikan sarden kaleng, sayuran hijau, tahu, kedele, kerang dan tiram (ANDERSON, 2004) . Kebiasaan mengonsumsi pangan sumber kalsium dapat memberikan cadangan kalsium yang cukup yang diperlukan dalam pertumbuhan dan pembentukan tulang yang tercermin pada densitas tulang dan ukuran tulang termasuk tinggi badan . Penelitian tentang densitas tulang dan faktor risikonya pada remaja belum pernah dilakukan, sementara kejadian osteopenia pada usia dewasa awal dan dewasa menunjukkan angka yang tinggi, dan ini perlu dicegah lebih dini terutama sejak usia remaja, saat pertumbuhan tulang yang pesat. Berdasarkan pertimbangan ini perlu dilakukan penelitian densitas tulang pada remaja dan hubungannya dengan konsumsi kalsium dan susu . Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis konsumsi kalsium baik dari susu mapun non-susu, konsumsi susu, densitas tulang dan tinggi badan remaja, serta hubungan antara konsumsi susu dan kalsium dengan densitas tulang dan tinggi badan remaja . MATERI DAN METODE Penelitian ini menggunakan desain cross sectional pada siswa SMA Negeri 3 dan SMA Negeri 5 Bogor tahun 2007 yang berusia 16-17 tahun . Sekolah dipilih secara sengaja mempertimbangkan keberadaan di kota sehingga besar kemungkinan memperoleh siswa atau remaja yang mempunyai kebiasaan
24 8
minum susu. Subjek dipilih secara purposif berdasarkan umur dan kesediaan untuk diukur dan diwawancara . Jumlah sampel terpilih adalah 246 siswa yang terdiri dari 97 laki-laki dan 149 perempuan . Data yang dikumpulkan meliputi data identitas subjek, keadaan sosial ekonomi keluarga, berat dan tinggi badan yang diukur secara langsung, frekuensi dan konsumsi pangan sumber kalsium (termasuk susu) selama satu bulan terakhir yang diperoleh dengan menggunakan food frequency questioner. Densitas tulang (stiffness index) diukur dengan densitometer jenis Achilles Insight yang disediakan oleh PT Fontera Indonesia (Anlene) . Pengumpulan data dilakukan oleh mahasiswa gizi tingkat akhir IPB dan pengukuran densitas tulang oleh tenaga terlatih dari PT Fontera Indonesia . Data yang telah dikumpulkan diverifikasi dan dimasukkan ; kemudian diolah secara deskriptif dan disajikan berupa tabel . Analisis hubungan dilakukan dengan menerapkan analisis korelasi sederhana, yaitu pearson analisis . HASIL DAN PEMBAHASAN Kebiasaan konsumsi susu Hasil penelitian ini menunjukkan sebagian besar subjek (89,7% remaja laki-laki dan 85,2% remaja perempuan) terbiasa minum susu. Hanya 13% dari keseluruhan subjek yang tidak terbiasa minum susu . Sejumlah 78,2% remaja laki-laki dan 75,6% remaja perempuan yang biasa mengonsumsi susu mulai terbiasa minum susu sejak balita . Sisanya sekitar 24% dari seluruh subjek yang biasa mengonsumsi susu, mulai terbiasa minum susu sejak SD, SUP, maupun SMA (baru-baru ini) . Lebih dari separuh subjek yang biasa minum susu, mengkonsumsi susu pada pagi hari (73,8%) dan malam hari (53,7%) . Susu yang dikonsumsi di pagi hari akan memberikan tambahan kalori bagi remaja untuk melakukan aktivitas hariannya. Kebiasaan minum susu di pagi hari dilakukan oleh 78,2% remaja lakilaki dan 72,4% remaja perempuan . Minum susu di siang hari dilakukan oleh 8% remaja laki-laki dan 18,1% remaja perempuan . Minum susu di malam hari sebelum tidur dilakukan
Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas - 2020
oleh 60,9% remaja laki-laki dan 48,8% remaja perempuan . Menurut KHOMSAN (2004) budaya minum susu yang masih rendah di Indonesia kemungkinan disebabkan karena masalah ekonomi dan masalah lactose intolerance . Tabel 1 menunjukkan masalah ekonomi bukan menjadi alasan untuk tidak minum susu . Masalah lactose intolerance merupakan alasan dari 9,1% remaja perempuan untuk tidak
minum susu. Sebesar 20% remaja laki-laki yang tidak biasa minum susu mengungkapkan alasan lain, yaitu karena tidak adanya persediaan air hangat untuk membuat susu di rumah. Susu adalah sumber pangan yang kaya mineral penting (SUBAR et a!., 1998 ; MILLER dan ANDERSON, 1999), dan menghindari susu dapat berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan tulang.
Tabel 1 . Sebaran subjek yang tidak minum susu berdasarkan alasannya Alasan tidak minum susu Mual Diare Alergi Tidaksuka Tidak mampu beli Takut gemuk Lainnya Total
Laki-laki
Perempuan
N 1 0
% 10,0 0,0
1 5
Total
n 1
4,5
10,0 50,0
2 0 15
9,1 0,0 68,2
1 20
0
0,0
0
0,0
0
0,0
1 2
10,0 20,0
4 0
18,2 0,0
5 2
15,6 6,3
10
100,0
22
100,0
32
100,0
Rata-rata frekuensi minum susu subjek sebesar 5,95 kali/minggu. Tabel 2 berikut menunjukkan frekuensi konsumsi susu subjek per minggunya . WISEMAN (2002) menyarankan untuk mengonsumsi susu secara rutin guna memenuhi angka kecukupan kalsium harian karena susu memiliki kandungan kaisium yang tinggi. Jenis susu dapat mempengaruhi jumlah kalsium yang masuk ke dalam tubuh. Menurut Daftar Komposisi Bahan Makanan, setiap jenis susu memiliki kandungan kalsium yang
n 2 2
6,2 6,2 3,1 62,5
berbeda setiap 100 gramnya. Klaim susu bubuk tinggi kalsium dapat diberikan pada suatu produk bila mengandung kalsium sedikitnya 20% dari AKG yang dianjurkan per saji (KARMINI dan BRIAWAN, 2004) . Tabel 3 menunjukkan jenis susu yang biasa dikonsumsi subjek. Susu bubuk biasa dan susu cair dalam kemasan berlabel dipilih lebih dari 35% subjek karena mudah didapat dan praktis dalam penyajian .
Tabel 2 . Sebaran subjek berdasarkan frekuensi konsumsi susu/minggu Frekuensi (kali/minggu) <1 1-7 8-14 15-21 > 21
Total Rata-rata ± SD
minum
susu n
Laki-laki %
Perempuan n %
Total n
10
10,3
22
14,8
32
13,1
67 19
69,0 19,6
66,6 17,9
0,1 0,0
65,1 16,7 2,7
164 44
1 0
97 25 4 1
0,7
5 1
2,0 0,4
100,0
246
97
100,0
6,31±4,35
149
5,70±4,99
100,0
5,95±4,75
249
Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas - 2020
Tabel 3. Sebaran subjek yang biasa minum susu berdasarkan jenis susu yang dikonsumsi Frekuensi minum (kali/minggu)
susu
Laki-laki (n =
Perempuan (n =
87)
127)
n Cair dalam kemasan tidak berlabel Cair dalam kemasan berlabel Susu kental manis Susu bubuk biasa Susu skim Susu bubuk tinggi Ca Lainnya
%
Total (n = 214)
n
n
9
10,3
4
3,1
13
6,1
31
35,6
46
36,2
77
36,0
29
33,3
41
32,3
70
32,7
43
49,4
74
58,3
117
54,7
5
5,7
6
4,7
11
5,1
18
20,7
17
13,4
35
16,4
2
2,3
0
0
2
0,9
Keterangan : subjek dapat memilih lebih dari satu jenis susu
KONSUMSI PANGAN SUMBER KALSIUM Menurut HOLMAN (1987) remaja yang berusia kurang dari 19 tahun membutuhkan sekitar empat cangkir (0,9 liter) susu sehari untuk memenuhi kebutuhan kalsiumnya . Konsumsi susu subjek memberikan kontribusi kalsium terbesar (250,04 f 212,60 mg) dibandingkan dengan kelompok pangan lain, namun angka tersebut masih jauh dari angka kecukupan kalsium yang dianjurkan . Hal ini sejalan dengan pendapat MANN dan TRUSWELL (2002) susu merupakan sumber kalsium yang paling baik dan merupakan penyumbang kalsium terbesar dari konsumsi kalsium harian . Selain susu, kalsium juga terdapat pada pangan nabati seperti serealia, kacangkacangan beserta olahannya, sayuran, buah-
buahan dan pangan hewani . Pada pangan nabati absorpsi kalsium kurang baik karena adanya oksalat dan fitat (MILLER, 1996). Kontribusi kalsium dari kacang-kacangan dan olahan hampir sama banyaknya kontribusi dari pangan hewani bukan susu (Tabel 4) . Hal ini dikarenakan pangan sumber kalsium dari kacang-kacangan dan olahan seperti tahu dan tempe, meskipun kandungan Ca lebih rendah daripada pangan hewani bukan susu namun lebih sering dikonsumsi . Namun perlu diperhatikan adalah adanya inhibitor pangan seperti oksalat pada bayam dan fitat pada serealia sehingga ketersediaan biologis kalsium dari pangan nabati umumnya lebih rendah dibandingkan pangan hewani (ANDERSON, 2004; ALMATSIER, 2003 ; dan MILLER, 1996) .
Tabel 4. Rata-rata konsumsi pangan sumber kalsium subjek Kelompok pangan sumber kalsium Susu Produk olahan susu (keju, yogurt, es krim) Pangan hewani bukan susu Kacang-kacangan dan olahan Sayuran
Total konsumsi (g/hari)
Ca (mg)
170,73 t 136,25* 25,95 f 38,53
250,04 ± 212,60
77,22 f 50,95
90,35 ± 72,01 92,27 ± 65,94
71,22 f 51,16 55,37 t 50,85
57,91 ± 87,60
71,00 ± 76,47
Keterangan : *ml/hari
Konsumsi kalsium dari jenis pangan tahu, tempe dan keju secara beni utan merupakan konsumsi kalsium tertinggi setelah susu. Ratarata konsumsi kalsium subjek dari tahu sebesar 39,13 mg dan rata-rata konsumsi kalsium dari tempe sebesar 38,80 mg. Pada keju, meski pun rata-rata konsumsi keju subjek hanya sekitar 4 gram/hari, namun dapat memberikan kontribusi kalsium sebesar 31,11 mg. Pada
250
produk keju, terdapat sekitar 700 mg kalsium dalam 100 gram (WISEMAN, 2002) . Sumbangan kalsium dari pangan sumber kalsium Konsumsi kalsium subjek berasal dari susu dan olahan susu serta pangan sumber kalsium dari kelompok pangan hewani bukan susu,
Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas - 2020
kacang-kacangan dan olahan, sayuran serta suplemen. Konsumsi kalsium subjek dalam jumlah kecil juga berasal dari suplemen . Sebesar 72% subjek yang mengonsumsi suplemen, mengkonsumsi suplemen kurang dari satu kali per minggu . Ini berarti kecil pengaruhnya pada pemenuhan kebutuhan gizi . Sebesar 29% subjek mengkonsumsi suplemen berupa tablet Vitamin C . Vitamin C berkaitan dengan pembentukan kolagen, senyawa protein yang mempengaruhi integritas sel di semua jaringan ikat termasuk matriks tulang, dan berguna dalam membantu absorpsi kalsium (ALMATSIER, 2003) .
Rata-rata konsumsi kalsium/hari subjek adalah 568,54 ± 288,06 mg. Jumlah ini masih terbilang kurang bila dibandingkan dengan angka kecukupan kalsium menurut AKG yang ditetapkan WNPG 2004 yaitu 1000 mg untuk remaja laki-laki dan perempuan (SOEKATRI dan KARTONO, 2007). Tidak terdapat perbedaan yang nyata terhadap konsumsi kalsium pada remaja laki-laki dan perempuan (P>0,05) . Tabel 5 berikut menunjukkan rata-rata konsumsi dan sumbangan kalsium pada remaja laki-laki dan perempuan .
Tabel 5 . Rata-rata konsumsi dan sumbangan kalsium pada remaja laki-laki dan perempuan Kelompok pangan sumber kalsium
Ca (mg)/hari Putri
Putra
Susu 251,08 ± 234,99 Olahan susu 54,12 :k 91,98 Non susu : Pangan hewani 91,59 ± 61,10 Kacang-kacangan dan olahan 98,64 ± 67,13 Sayuran 58,70 f 61,06 Suplemen Ca 6,99 ± 39,81 Total 561,12 ± 279,26
Total
% Sumbangan Ca Putra Putri Total
24937 ± 197,48 250,04 t 212,60 44,75 60,38 ± 84,86 57,91 ± 87,60 9,64 16,32 17,58 10,46 1,25 573,381294,57 568,54 :k 288,06 100,00
Tinggi badan dan densitas tulang Tinggi badan merupakan ukuran antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Rata-rata tinggi badan subjek secara keseluruhan adalah 160,4 ± 8,3 cm. Tinggi badan minimum subjek secara keseluruhan adalah 135,9 cm, sedangkan tinggi badan maksimum adalah 179,9 cm. Rata-rata tinggi badan remaja laki-laki (168,0 ± 6,0 cm) lebih tinggi secara nyata (P<0,01) dibandingkan remaja perempuan (155,4 ± 5,2 cm). Menurut WHO (1995) velositas tinggi badan pada remaja laki-laki setelah melewati masa pubertas (sekitar usia 14 tahun) lebih tinggi daripada velositas tinggi badan remaja perempuan . Hasil pengukuran menggunakan alat Achilles insight jenis quantitative ultrasound pada seseorang yang berusia kurang dari 20 tahun menghasilkan output berupa nilai stiffness index (SI) . SI merupakan suatu gambaran dari kualitas tulang berkaitan dengan kepadatan, struktur dan kekuatannya (HEALTH
89,55 :k 78,49 88,12 ± 65,05 79,01 ± 84,25 6,95 ± 40,61
90,35 f 72,01 92,27 t 65,94 71,00 f 76,47 6,97 ± 40,21
43,49 10,53
43,98 10,19
15,62 15,37 13,78 1,21 100,00
15,89 16,23 12,49 1,23 100,00
WATCH CENTRAL, 2006) . Nilai SI minimum
pada subjek secara keseluruhan adalah 60, sedangkan nilai SI maksimum adalah 182 . Rata-rata stiffness index subjek adalah 97,5 ± 18,3 ; pada remaja laki-laki 104,41 ± 18,93 yang lebih tinggi secara nyata dibandingkan pada remaja perempuan 92,93 f 16,34 (P<0,01). Pada penelitian ini belum bisa dianalisis prevalensi subjek yang ostopenia karena sampai saat ini belum ada cut ofpoint bagi penentuan osteopenia bagi remaja . Menurut OLSON et al. (1988) massa tulang rangka perempuan lebih kecil dibandingkan dengan laki-laki, sehingga absorpsi Ca pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan . Selain itu, densitas tulang yang lebih besar pada remaja laki-laki diduga karena remaja laki-laki lebih sering melakukan olahraga secara teratur dibandingkan remaja perempuan . MANN dan TRUSWELL (2002) menyatakan bahwa olahraga dengan tingkat sedang secara teratur yang diterapkan sejak dini, baik untuk pertumbuhan massa tulang .
25 1
Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas - 2020
Hubungan konsumsi susu dengan tinggi badan Uji hubungan menjelaskan bahwa terdapat hubungan positif antara tinggi badan dengan frekuensi minum . usu (P<0,05) dan tinggi badan dengan ml susu yang dikonsumsi (P<0,05) . Susu mengandung zat gizi yang diperlukan bagi pertumbuhan tulang dan pertumbuhan tinggi badan diantaranya kalsium, protein dan insulin-like growthfactor1 (IGF-1) (ANDERSON, 2004) . Uji korelasi menjelaskan bahwa terdapat hubungan positif yang nyata antara lamanya kebiasaan minum susu dengan tinggi badan subjek (P<0,05) . Kebiasaan minum susu yang dimulai sejak waktu yang lalu, misalnya balita, berkorelasi dengan tinggi badan yang lebih baik dibandingkan dengan kebiasaan minum susu yang baru dimulai subjek beberapa tahun terakhir. Uji korelasi menunjukkan tidak ada hubungan yang nyata antara konsumsi kalsium dari susu dengan tinggi badan . Selain kalsium, faktor yang mempengaruhi tinggi badan yaitu hormon pertumbuhan, IGF-1, faktor genetik, aktivitas harian dan olahraga . Hubungan konsumsi susu dan konsumsi kalsium susu dengan densitas tulang Uji korelasi menunjukkan adanya hubungan positif yang nyata antara lamanya kebiasaan minum susu dengan densitas tulang . Lamanya subjek mulai terbiasa mengkonsumsi susu berkorelasi positif dengan nilai SI (P<0,1) . Semakin awal subjek mulai terbiasa minum susu, semakin baik nilai SI-nya berdasarkan hasil pengukuran . Hasil penelitian DU (2002), menemukan bahwa remaja wanita yang mengkonsumsi susu mempunyai kepadatan tulang yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak atau hanya sedikit mengkonsumsi susu . Konsumsi kalsium dari susu yang semakin tinggi tidak diikuti dengan nilai S,I yang semakin baik . Densitas tulang bukan hanya ditentukan oleh konsumsi kalsium, tetapi juga faktor genetik, ketersediaan vitamin D, gaya hidup, serta aktivitas fisik dan olahraga (IOM 1997) . ANDERSON (2004) menyatakan bahwa faktor genetik menentukan sekitar 60%
252
perkembangan massa tulang, sehingga sekitar 40% ditentukan oleh faktor lingkungan . Susu merupakan produk hewani yang memiliki kandungan fosfor yang tinggi . Fosfor dari susu dan jenis pangan lain dapat menyebabkan terganggunya keseimbangan kalsium dan fosfor sehingga dapat mengganggu absorpsi dan ekskresi kalsium . Rasio vital antara Ca :P untuk pertumbuhan tulang yang ideal adalah 1 :1 hingga 2 :1 (IOM, 1997 ; dan KHOMSAN, 2002) . ATTwOOD (2003) mengemukakan bahwa susu mengandung protein yang tinggi . Pada jumlah tertentu konsumsi protein yang diikuti dengan konsumsi kalsium yang baik terbukti memberi pengaruh nyata terhadap terbentuknya kepadatan tulang yang baik, namun konsumsi protein yang tinggi yang tidak diikuti dengan konsumsi kalsium yang cukup dapat memberikan pengaruh pada menurunnya kepadatan tulang . Hal ini dikarenakan konsumsi protein dapat meningkatkan hilangnya kalsium melalui urin . Hubungan konsumsi kalsium non-susu dengan tinggi badan dan densitas tulang Uji korelasi menunjukkan tidak terdapat hubungan yang nyata antara konsumsi kalsium dari pangan non-susu dengan tinggi badan dan densitas tulang subjek . Hal ini dapat terjadi karena konsumsi kalsium dari non-suu hanya merupakan sebagian dari asupan total kalsium harian. Pangan sumber kalsium seperti tahu, tempe, kacang-kacangan dan sayuran hijau mengandung serat dan oksalat yang akan membentuk garam tidak larut, sehingga menghambat absorpsi kalsium dalam tubuh (ALMATSIER, 2003) . Uji korelasi menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara tingkat kecukupan konsumsi kalsium total dengan tinggi badan subjek. Tingkat kecukupan konsumsi kalsium total yang semakin tinggi tidak selalu diikuti oleh tinggi badan yang semakin tinggi pula. Uji beda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0,1) antara rata-rata densitas tulang pada subjek yang tingkat kecukupan konsumsi kalsium total bila subjek dikelompokkan pada kelompok defisien kalsium (<66% tingkat kecukupan kalsium) dibandingkan kelompok cukup kalsium (>_66%
Semiloka Nasional Prospek Industri Sap! Perah Menuju Perdagangan Bebas - 2020
tingkat kecukupan) . Hal ini menunjukan ada kecenderungan subjek yang defisiensi kalsium juga mempunyai densitas tulang yang rendah .
KESIMPULAN DAN SARAN 1.
Rata-rata konsumsi
susu subjek adalah
170,7 ± 136,3 ml/hari dengan rata-rata frekuensi 6 kali/minggu dan rata-rata konsumsi kalsium sebesar 250,0 ± 212,6 mg/hari dengan kontribusi dari susu sebesar 44,0%. 2. Rata-rata stiffness index subjek adalah 97,5 ± 18,3 ; dan rata-rata stiffness index remaja laki-laki (104,4 ± 18,9) lebih tinggi secara nyata dibanding remaja perempuan (92,9 ± 16,3) . Konsumsi kalsium dari susu dan konsumsi kalsium dari non-susu tidak
4.
Du XQ . 2002 . Milk consumption and bone mineral conten in chinese adolescent girl . Bone; 30 : 521-528 . HEALTH WATCH CENTRAL. 2006 . Bone density testing .
Maret 2007] . HOLMAN SR. 1987 . Essentials of nutrition for the health professions . Philadelphia : JB Lipincott Company . INSTITUTE of MEDICINE [IOM] . 1997. Dietary reference intakes for Ca, phosphorus, magnesium, vitamin D, fluoride . Washington : National Academy Press .
densitas tulang dan tinggi badan Jumlah konsumsi susu dan frekuensi minum susu menunjukkan hubungan yang
KARm NI M and BRIAWAN D . 2007 . Acuan label gizi. Di dalam Prosiding Angka Kecukupan Gizi dan Acuan Label Gizi . Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (him . 177-199) . Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Jakarta.
nyata dengan tinggi badan dan densitas tulang . Hal ini mengindikasikan perlunya konsumsi susu bagi peningkatan densitas tulang dan pertumbuhan linear remaja . Zat-
KHOMSAN A . 2002 . Pangan dan gizi untuk kesehatan . Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, IPB .
zat selain kalsium dalam susu yang turut menentukan densitas tulang perlu dikaji lebih lanjut, termasuk mekanismenya
KHOMSAN A. 2004. Peranan pangan dan gizi untuk kualitas hidup . Jakarta : Gramedia.
menunjukkan hubungan yang nyata dengan 3.
ATTWOOD CR. 2003 . Milk, calcium and bone Desember 2006] .
Meskipun penelitian ini dilakukan di kota tetapi hanya sekitar 20%, subjek yang mempunyai frekuensi minum susu lebih dari satu kali sehari, sehingga belum dapat disimpulkan bahwa tingkat kecukupan
MANN J and TRUSWELL As. 2002 . Essentials of Human Nutrition. New York : Oxford University Press .
konsumsi
MILLER DD. 1996 . Minerals . Di dalam food chemistry. FENNEMA OR . Ed. Marcel Dekker, Inc. New York. Him . 617-631 .
cakupan dan jumlah subjek yang lebih luas .
MILLER GD and ANDERSON JIB . 1999 . The role of calcium in prevention of chronic diseases. J Am Coll . ;1183-4 N&
kalsium yang baik akan meningkatkan tinggi badan dan densitas tulang . Masih diperlukan penelitian dengan
DAFTAR PUSTAKA ALMATSIER S . 2003 . Prinsip-prinsip dasar ilmu gizi . Jakarta : Gramedia.
OLSON RE, BROQUIST HP, DARBY Wi, KOLBYE AC, and STALVEY RM . 1988 . Pengetahuan gizi mutakhir mineral (Buku 2). Jakarta: Gramedia.
ANDERSON JJB . 2004 . Minerals . di dalam food, nutrition and diet therapy . K. MAHAN and S .E . STUMP. Ed . I1" ed . Saunders . Pennsylvania. Him 120-163 .
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN Gizi DAN MAKANAN DEPKES RI and PT FONTERRA BRANDS INDONESIA. 2005 . Prevalensi osteoporosis dan osteopenia . Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan Depkes RI dan PT Fonterra Brands Indonesia. Bogor.
ANDERSON JJB . 2004 . Nutrition and bone health . Di dalam food, nutrition and diet therapy . K . MAHAN and S .E . STUMP. Ed . 11th ed . Saunders. Pennsylvania . Him 642-666 .
RACHMAWATI E . 2006 . Saat pencuri tulang mengintai. http://kompas .com/verl/Kesehatan / 0609/15 .[27> Maret 2007] .
253
Semiloka Nasional Prospek Indusiri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas - 2020
SAMroERNO dan FARD Az D. 2001 . Kebijakan dan pengembangan pangan fungsional dan suplemen di Indonesia . Di dalam Prosiding Pangan Tradisional basis bagi industri pangan fungsional dan suplemen . Bogor: PKMT (Pusat Kajian Makanan Tradisional), Teknologi Pangan dan Gizi, Pusat Studi Pangan dan Gizi, IPB . SPEAR BA. 2004 . Nutrition in adolescence . Di dalam Food, nutrition and diet therapy. K. MAHAN and S .E. STUMP . Ed . 11th ed. Saunders . Pennsylvania. Him 284-301 . SUBAR AF, KREBS-SMITH SM, COOK A, and KAHLE LL. 1998. Dietary sources of nutrients among US children, 1989-1991 . Pediatrics ; 102 : 91323 .
DISKUSI
Pertanyaan : 1 . Bagaimana
pengamatan yang dilakukan? Yang mempengaruhi tinggi badan itu apa?
2.
bagaimana dengan aktivitas?
Jawaban : 1.
SOEKATRI M dan KARTONo D . 2007. Angka kecukupan mineral : Kalsium, fosfor, magnesium, fluor. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (him . 101-125) . Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Jakarta.
Pada saat pembentukan tulang terdapat proses : pertama pembuatan matriks, kedua penempatan mineral ke dalam matriks . Oleh karena itu pembentukan tulang bukan hanya kalsium tetapi harus ada protein, vitamin D, phospor dan IGF-1 (insulin like growth factor-1),
WISEMAN G. 2002 . Nutrition and health . London : Taylor and Francis. WORLD HEALTH ORGANIZATION [WHO] . 1995 . Physical status : The use and interpretation of antropometry . Geneva : WHO .
Semakin tinggi frekuensi minum susu akan mempengaruhi tinggi badan,
2.
laktosa, dll. Susu yang mengandung protein dan gizi lainnnya berperan dalam pembentukan tulang. Kaitannya dengan aktivitas yaitu olah raga merupakan hubungan positif dengan tinggi badan . Makin sering berolah raga, makin tinggi badan karena akan mengaktifkan hormon kalsitonin yang dapat menghambat aktivitas osteoclast yang berperan dalam peningkatan absorpsi Ca, disamping itu juga mengaktifkan osteoblas pada tulang akan memacu pertumbuhan lebih tinggi .
254