HUBUNGAN ANTARA PELATIHAN DAN MOTIVASI DENGAN KINERJA PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP RSUD LIUNKENDAGE TAHUNA Angraeni Kasenda*,Franckie R R Maramis*,Reiny Tumbol* *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado
ABSTRAK Latar Belakang: Rumah Sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri dan dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau,oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi–tingginya (Depkes RI, 2009).Menghadapi era globalisasi saat ini, Rumah sakit dituntut memiliki kinerja dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat terutama pasien sebagai objek layanan.Dalam rangka meningkatkan kinerja dibutuhkan pelatihan guna meningkatkan kompetensi, dimana pelatihan diharapkan dapat mendukung tujuan organisasi (Mangkunegara 2003). Berdasarkan latar belakang di atas maka diadakanlah penelitian tentang hubungan antara pelatihan dan motivasi terhadap kinerja perawat di ruang rawat inap RSUD Liunkendage Tahuna. Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan jenis metode penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua tenaga perawat di ruang rawat inap yang berjumlah 120 orang perawat. Hasil: Untuk melihat hubungan antara Pelatihan dan Kinerja digunakan analisa bivariat dengan menggunakan fisher’s exact diperoleh hasil p = 0,748 (p > 0,05) dan Untuk melihat hubungan antara Hubungan Antara Motivasi dengan Kinerja digunakan analisa bivariat dengan menggunakan chiscuare maka diperoleh hasil p 0,021 (p < 0,05) Kesimpulan:Tidak terdapat hubungan antara pelatihan dengan kinerja perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Liunkendage Tahuna, diperoleh nilai p-value = 0,748 lebih besar dari 0,05.Terdapat hubungan antara motivasi dengan kinerja perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Liunkendage Tahuna, diperoleh nilai p- value = 0,021 lebih kecil dari 0,05. Kata Kunci: Pelatihan, Motivasi dan Kinerja ABSTRACT Background: Hospitals is public health service institution with its own characteristic and influenced by the developing of health sciene, technology, and socio-economic life of the people who should still be able to improve the quality and service that is more affordable for the people, in order to realize the degree of highest health (Depkes RI, 2009). Facing the globalization era, hospitals are required to have performance in providing services to the community, especially for the patient as object of the service. In order to improve the performance, required training to improve competence, where the training’s expected to support the goals of organization (Mangkunegara, 2003). Based on the background, and then conductedresearch about the relationship between training and motivation to the performance of nurses in the Liunkendage Tahuna Hospital. Research Methods: This study’sobservational analytic study with cross sectional approach. Population on this study’s 120 nurses. The sampel in this study is total population of 66 people. Result: To see relationship between traning and performance, used bivariate analysis with fisher exact test that show the result’s p=0,748 (p>0,05) and the relationship between motivation and performance, used bivariate analysis with chi-square test that show the result’s p=0,021 (p<0,05). Conclusion: There was no relationship between traning and performance at Liunkendage Tahuna Hospital, because the p value’s 0,748 that more than 0,05. There was relationship between motivation and performance at Liunkendage Tahuna Hospital, because the p value’s 0,021 that less than 0,05. Keyword: Training, Motivation and Performance.
1
melakukan tugas – tugas kebersihan, 47,4% perawat dan tidak memiliki uraian tugas dan belum dikembangkan monitoring dan evaluasi khususnya kinerja perawat mengenai keterampilan, sikap, kedisiplinan dan motivasi kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Pranata (2010) tentang Hubungan antara pelatihan dan motivasi dengan kinerja perawat di ruang rawat inap RSU Prof. dr. H Aloei Saboe Kota Gorontalo dimana terdapat hubungan antara pelatihan dan motivasi dengan kinerja perawat di ruang rawat inap RSU Prof. dr. H. Aloei Saboe. Berdasarkan penelitian oleh Dai (2009) mengenai hubungan pelatihan dan motivasi terhadap kinerja perawat di RSU Pancaran Kasih Manado terdapat hubungan yang signifikan antara pelatihan dan motivasi terhadap kinerja perawat di RSU Pancaran Kasih Manado. Penelitian oleh Siregar (2009) tentang pengaruh motivasi terhadap kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RSUD Swadana tarutung Tapanuli utara dengan kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara motivasi terhadap kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RSUD Swadana Tarutung Tapanuli. Dunia Keperawatan saat ini telah memperlihatkan paradigma keperawatan dimana profesi perawat dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang professional dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Rumah Sakit Umum LiunKendage Tahuna merupakan Rumah Sakit Umum Tipe C yang tertuang melalui SK Menteri Kesehatan Nomor 188 pada tahun 1993, dimana terdiri dari 120 orang tenaga perawat yang tersebar pada 6 ruang rawat inap dan satu orang kepala Keperawatan. Persentase pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah Liunkendage Tahuna melalui BOR 77 %, TOI 4, ALOS 5, BTO 45, NDR 14,50, GDR 28. Nilai tersebut menunjukkan bahwa nilai BOR pada RSUD Liunkendage Tahuna sesuai dengan standar Departemen Kesehatan yaitu sebesar 60-85 %. Rumah sakit umum Daerah Liunkendage Tahuna sampai saat ini belum mempunyai data tentang motivasi yang berhubungan dengan kinerja perawat, sedangkan data mengenai pelatihan pegawai di RSUD Liunkendage Tahuna memperlihatkan bahwa kegiatan dalam mengikuti pelatihan sangat kurang. Berdasarkan data pada bagian Keperawatan pada tahun 2012 tenaga perawat yang mengikuti pelatihan hanya 6 orang perawat. Pelatihan yang diikuti adalah sebagai berikut
PENDAHULUAN Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang, sehingga dapat terwujud derajat kesehatan. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia, yang mempunyai peranan besar bagi kesuksesan suatu organisasi. Banyak organisasi menyadari bahwa unsur manusia dalam suatu organisasi dapat memberikan keunggulan tersendiri dalam bersaing, untuk itu pendidikan diharapkan mampu menghasilkan sumber daya manusia yang professional terutama dalam menghadapi persaingan global. Rumah Sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri dan dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau,oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi–tingginya (Depkes RI, 2009).Oleh karena itu Rumah Sakit menjadi bagian integral dari keseluruhan sistem kesehatan yang dikembangkan melalui rencana pembangunankesehatan (Alamsyah2011).Dalam rencana pembangunan kesehatan suatu institusi atau organisasi perlu melibatkan sumber daya manusia didalamnnya termasuk tenaga kesehatan.Tenaga kesehatan dalam hal ini yang bertugas menyelenggarakan asuhan keperawatan yang sesuai kewenangannya. Profesi perawat sebagai pemberi pelayanan jasa berada di garis terdepan terutama dalam mempertahankan serta meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Menghadapi era globalisasi saat ini, Rumah sakit dituntut memiliki kinerja dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat terutama pasien sebagai objek layanan.Dalam rangka meningkatkan kinerja dibutuhkan pelatihan guna meningkatkan kompetensi, dimana pelatihan diharapkan dapat mendukung tujuan organisasi (Mangkunegara 2003). Penelitian yang dilakukan oleh Direktorat Keperawatan Departemen Kesehatan RI bekerjasama dengan WHO (World Health Organization) di provinsi Kalimantan Timur, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, Jawa Barat dan DKI Jakarta menemukan bahwa 70% perawat dan bidan selama 3 tahun berturut-turut tidak pernah mengikuti pelatihan, 39,8% masih 2
pelatihan manajemen keperawatan 3 orang dan pelatihan perawatan luka modern 3 orang. Selain itu berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan pihak Rumah Sakit Umum Daerah Liunkendage Tahuna bahwa penelitian ini sebelumnya belum pernah dilakukan. Berdasarkan latar belakang di atas maka diadakanlah penelitian tentang hubungan antara pelatihan dan motivasi terhadap kinerja perawat di ruang rawat inap RSUD Liunkendage Tahuna. METODE Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik dengan menggunakan pendekatan crosssectional atau potong lintang Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Liunkendage Tahuna. Waktu pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-April 2013. Populasi dalam penelitian ini adalah semua tenaga perawat yang bekerja dalam pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Liunkendage Tahuna khususnya di ruang rawat inap yang berjumlah 120 orang perawat. Sampel dalam penelitian ini yaitu total populasi yang berjumlah 66 orang yang telah memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Kriteria sampel: a. Kriteria inklusi 1. Bersedia menjadi responden 2. Perawat dengan latar belakang pendidikan (SPK, D III Keperawatan dan S1 Ners). b. Kriteria eksklusi 1. Tugas belajar/ijin belajar 2. Sakit/cuti Variabel Penelitian: 1. Variabel independent: Pelatihan dan Motivasi 2. Variabel dependent : Kinerja Perawat Cara Pengumpulan Data: 1. Data primer diperoleh langsung dari responden yang dibagikan kuesioner untuk diisi. 2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum Daerah LiunKendage Tahuna, berupa gambaran umum lokasi penelitian dan data kepegawaian. Instrumen Penelitian: Instrumen penelitian dengan menggunakan kuesioner yang pernah di pakai oleh peneliti sebelumnya. Analisis data:
a. Analisis Univariat dilakukan untuk mendeskripsikan setiap variabel penelitian dalam bentuk frekwensi maupun presentasi. b. Analisis Bivariat dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat yang diuji dalam penelitian ini, dengan menggunakan chi square. HASIL Rumah Sakit Umum “Liunkendage” Tahuna dibangun oleh Pemerintah Belanda tahun 1928 dengan satu ruangan poliklinik dan satu bangsal perawatan. Kemudian rumah sakit diperluas dan diberi nama Rumah Sakit “Liunkendage” Tahuna yang artinya “Kasih Yang Tak Berkesudahan”yang dijabarkan dalam pelayanan berdasarkan kasih. Sebagian besar responden masuk kategori tidak pernah mengikuti pelatihan yaitu berjumlah 60 orang (90,9%) dan responden yang masuk pada kategori pernah mengikuti pelatihan berjumlah 6 orang (9,1%). Selanjutnya, motivasi sebagian besar masuk pada kategori baik yaitu berjumlah 48 orang (72,7%) dan sisanya masuk pada kategori kurang baik berjumlah 18 orang (27,3%). Ditribusi resppnden menurut kinerja, sebagian besar masuk pada kategori baik yaitu berjumlah 46 orang atau sebesar 69,7% dan sisanya masuk pada kategori kurang baik berjumlah 20 orang atau sebesar 30,3%. Hasil analisis hubungan antara pelatihan dan kinerja perawat dapat dilihat pada Tabel 1 beriku. Tabel 1. Hubungan Antara Pelatihan Dan Kinerja Perawat Kinerja Kurang Pelatihan Baik Total p* Baik n % n % 4 6,1 8 12,1 12 0,748 Pernah Tidak 23 34,8 31 47 54 Pernah 27 40,9 39 59,1 66 Total Dari hasil analisis dengan menggunakan uji fisher’s exact diperoleh hasil p = 0,748 (p> 0,05). Jadi tidak terdapat hubungan antara pelatihan dengan kinerja perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Liunkendage Tahuna.
3
diri sendiri. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang diperlukan untuk pengembangan diri. Jadi semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin muda bagi mereka untuk dapat menerima serta mengembangkan pengetahuan serta mampu menerapkan tekhnologi yang ada, dan pada akhirnya peningkatan produktivitas dapat dimiliki. Pendidikan dan pelatihan adalah salah satu wadah untuk dapat menggali dan meningkatkan potensi yang dimiliki oleh para perawat yang ada. Objek penelitian dalam hal ini perawat yang berada di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Liunkendage Tahuna berada pada golongan umur yang terbanyak yaitu 21 – 30 tahun (71,2%), hal ini menunjukkan bahwa karakteristik pribadi termasuk umur dapat mempengaruhi seseorang di dalam suatu lingkungan pekerjaan, maka semakin muda usia seseorang secara fisik akan dapat meningkatkan kinerja yang ada dalam dirinnya, bahkan hal ini dapat di tunjukan dalam kestabilan kepribadiannya (Adisasmito, 2005). Salah satu faktor dalam hal ini fisik dapat pula menjadi salah satu alasan sehingga mempengaruhi kinerja, namun dilain sisi perawat dengan usia muda masih perlu banyak belajar untuk menjadi matang dalam berbagai hal termasuk dalam tugas sesuai keahliannya, sehingga dibutuhkan banyak pengalaman dan latihan yang intensif untuk dapat menjadi expert di bidangnya. Masa kerja perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Liunkendage Tahuna yang terbanyak dapat ditunjukkan melalui prosentasi sebesar (80,3%), dalam hal ini masa kerja mempunyai pengaruh dalam seringnya kita melakukan pekerjaan sehingga seberapa besar total hari yang hilang dalam bekerja, hal ini mengandung arti semakin lama seseorang itu melakukan pekerjaan maka tentunya usiapun dapat terus bertambah. Sebagian besar perawat yang bertugas di ruang rawat inap sudah cukup lama menjalankan profesinya sebagai seorang perawat. Semakin lama perawat bekerja, secara otomatis semakin banyak kasus yang ditanganinya sehingga semakin meningkat pengalamannya yang di dapat, Sebaliknya, semakin singkat orang bekerja maka semakin sedikit kasus yang ditangani. Pengalaman bekerja banyak memberikan keahlian dan keterampilan kerja sehingga dapat meningkatkan kinerja perawat. Dalam menilai kinerja seseorang terkadang dipakai pengukuran karakteristik
Analisis hubungan antara motivasi dan kinerja dapat dilihat pada Tabel 2 berikut Tabel 2. Hubungan Antara Motivasi dan Kinerja Perawat Kinerja Kurang Motivasi Baik Total p* Baik n % n % 33 50 16 24,2 49 0,021 Baik Kurang 6 9 11 16,7 17 Baik 27 40,9 39 59 66 Total Dari hasil analisis data dengan menggunakan chiscuare maka diperoleh hasil p 0,021 (p < 0,05) ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara motivasi dengan kinerja perawat di ruang Rawat inap RSUD Liunkendage Tahuna. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan sebanyak 66 jumlah responden. Responden terbanyak yaitu perempuan 89,4 % atau 59 orang dan laki – laki 10,6 % atau berjumlah 7 orang. Selama ini memang tidak ada batas ideal perbandingan antara perawat laki-laki dan perempuan. Namun mengenai pengaturan jadwal dinas, dianjurkan dalam satu shift ada perawat laki-laki dan perempuan, sehingga apabila melakukan tindakan yang bersifat privacy bisa dilakukan oleh perawat yang sama jenis kelaminnya misalnya personal hygine, eliminasi, perekaman EKG, pemasangan asesoris bed side monitor, dan lain-lain. Hasil penelitian mengenai pendidikan responden, diperoleh bahwa tingkat pendidikan dari perawat yang ada di Rumah Sakit Umum Liunkendage Tahuna sebagian besar didominasi oleh perawat dengan latar belakang pendidikan DIII Keperawatan yaitu sebanyak 50 orang (75,8%), perawat dengan latar pendidikan Sarjana Keperawatan 4 orang (6,1%), dan SPK sebanyak 12 orang (18,2%). Dari hasil ini menunjukkan bahwa yang paling banyak adalah perawat yang mempunyai latar belakang pendidikan DIII. Semakin tinggi tingkat pendidikan akan lebih rasional dan kreatif serta terbuka dalam menerima adanya bermacam usaha dan dapat meningkatkan kinerja untuk 4
individu atau perseorangan dimana hal ini menyangkut kesenioritasan dan junioritas. Ketika peneliti melihat secara langsung bahwa setiap senior di ruangan rawat inap menjadi mentor dalam melaksanakan tindakan asukan keperawatan, sehingga dalam pelaksanaan tugas setiap shift jaga di setiap ruangan rawat inap dalam kelompok jaga menyertakan satu orang senior. Dilain sisi para senior memiliki jumlah yang sedikit dibandingkan dengan junior. Banyak pegawai di tempat kerja mengetahui bahwa seorang mentor dapat membantu dalam pengembangan karier, seorang mentor adalah seseorang yang memberikan petunjuk karier secara informal (Moekijat, 2010). Para junior dalam hal ini harus lebih banyak belajar kepada yang lebih senior, mengenai hal – hal tekhnis dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien di ruangan rawat inap. Perawat dengan usia lebih tua akan lebih menunjukan kematangan dalam bekerja baik secara emosi maupun secara psikologi, dalam arti dapat semakin bijaksana dan mampu berpikir rasional. Dengan demikian dalam hal ini terjadi proses transfer ilmu dan pengalaman kerja dan tentunya juga dibarengi dengan evaluasi dan pengawasan kerja dari perawat yang senior kepada perawat yang junior. Penelitian yang dilakukan oleh Muljono (2010) tentang hubungan karakteristik individu dengan kinerja, yang menjadi salah satu variabel dalam penelitian ini adalah masa kerja dari hasil diperoleh terdapat hubungan antara masa kerja dengan kinerja perawat di Rumah Sakit Tk.III Robert Wolter Monginsidi Manado. Hasil penelitian dengan menggunakan chi square menunjukan bahwa pelatihan dengan kinerja perawat ditunjukan nilai sebesar p = 0,748 (p>0,05) maka tidak terdapat hubungan antara pelatihan dengan kinerja perawat. Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dai (2007) di ruang rawat inap Rumah Sakit Pancaran Kasih Manado dimana tidak terdapat hubungan antara pelatihan dengan kinerja perawat. Penelitian yang dilakukan oleh Mukhlis dan Kristiani (2006) tentang hubungan faktor – faktor individu dan organisasi dengan kinerja petugas vaksinasi di Kabupaten Aceh timur dimana hasil yang sama diperoleh tidak terdapat hubungan antara pelatihan dengan kinerja petugas vaksinasi. Hal diatas dapat membuktikan bahwa tidak selamanya pelatihan ataupun diklat yang dilaksanakan oleh suatu instansi dapat merubah
kinerja dari pegawai atau petugas. Penelitian diatas berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Lubis (2008) dimana hasil penilitian menunjukan bahwa antara pelatihan dan kinerja karyawan terdapat hubungan, ini ditunjukan dengan nilai koefisisien determinasi di peroleh sebesar 8,81%. Berdasarkan teori Hasibuan (2009) pengembangan karyawan mutlak diperlukan dalam tujuan peningkatan produktivitas kerja karyawan. Perawat di rumah Sakit Umum LiunKendage Tahuna masih kurang mengikuti pelatihan padahal dengan mengikuti pelatihan dapat membantu meningkatkan keterampilan mereka, sehingga tugas yang diberikan tidak akan menjadi suatu beban bagi mereka. Menurut realita yang ada di lapangan pada saat peneliti melakukan wawancara dengan bagian keperawatan dimana, ada begitu banyak pelatihan yang seharusnya diikuti oleh perawat yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah LiunKendage Tahuna namun ada beberapa faktor yang menghambat salah satunya ketersediaan dana yang ada sehingga menjadi penghambat untuk mengirim para perawat di Rumah Sakit Umum Daerah LiunKendage Tahuna dalam mengikuti pelatihan. Kepala Rumah Sakit selaku pimpinan harus lebih kreatif dalam memotivasi perawat untuk dapat mengikuti pelatihan guna peningkatan kompetensi yang dimiliki, agar dalam dalam memberikan pelayanan kepada pasien dapat memberikan pelayanan berkualitas. Selain minimnya dana di rumah sakit daerah dalam hal ini kurang memberikan dana kepada pihak rumah sakit untuk diplot. Daerah Kabupaten Kepulauan Sangihe adalah salah satu daerah kepulauan terluar yang sementara berkembang lewat otonomisasi daerah, untuk itu masih perlu banyak pengembangan serta pendanaan yang dibutuhkan dalam pembangunan, Pimpinan daerah dalam hal ini harus memberikan perhatian ekstra terutama dalam pengembangan sumber daya manusia yang ada di Kabupaten Kepulauan Sangihe. Pelatihan pegawai merupakan prosedur yang penting dalam membentuk suatu team kerja yang efektif, hal ini berarti bahwa pelatihan merupakan suatu yang penting untuk diberikan kepada sumber daya manusia yang ada disuatu organisasi seperti di Rumah Sakit guna tercapainya kinerja yang baik, sehingga tercapai sasaran sesuai yang diinginkan. Setelah menganalisis hasil penelitian tentang pelatihan di Rumah Sakit Umum 5
Daerah Liunkendage Tahuna terlebih khusus para perawat di ruang rawat inap menunjukan 90,1% tidak pernah mengikuti pelatihan. Bila dilihat secara angka hal ini sungguh dramatis, dimana hampir keseluruhan perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Liunkendage Tahuna belum pernah mengikuti pelatihan. disisi lain pelatihan sangat dibutuhkan dalam meningkatkan pengetahuan dan kemampuan yang mereka miliki. Fakta lain yang didapat melalui penelitian ini yaitu lebih dari delapan puluh persen tenaga perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Liunkendage Tahuna memiliki tahun lulus l0 tahun yang lalu, secara otomatis mereka hanya mempunyai kecakapan teoritis pada saat duduk di bangku kuliah, jadi sudah waktunya bagi mereka harus meng-upgrade apa yang didapat sehingga dapat menyesuaikan dengan ilmu yang berkembang saat ini sesuai dengan kompetensi yang mereka miliki. Kembali lagi dibutuhkan kepekaan dari pimpinan dimana harus dapat memperhatikan hal tersebut agar supaya tenaga perawat dengan tahun lulus maksimal sepuluh tahun dapat diberi perhatian untuk diupayakan mengikuti pelatihan. Hasibuan (2011) menjelaskan bahwa pengembangan merupakan suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan tekhnis ,teoritis, konseptual dan moral karyawan. Untuk itu pengembangan dalam suatu organisasi atau instansi sangatlah di perlukan seperti bagi institusi seperti Rumah Sakit Umum Daerah Liunkendage Tahuna pengembangan para tenaga yang ada merupakan investasi jangka panjang apabila para tenaga paramedis dapat bekerja secara cakap dan terampil dalam melakukan asuhan keperawatan terhadap pasien. Berdasarkan Sastrohadiwiryo pelatihan merupakan bagian dari pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan diluar sistem pendidikan yang berlaku dalam waktu yang relatif singkat, dan dengan metode yang lebih mengutamakan praktek dari pada teori. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan terdapat hubungan antara motivasi kerja dengan kinerja perawat yang ditunjukkan oleh nilai p=0,021. Kategori baik dari perawat yang menyatakan motivasi kerja berjumlah 48 responden (72,7%) dimana 33 responden (50,0%) mempunyai kinerja baik. Melalui hasil pencapaian ini dapat dikatakan bahwa motivasi memberi energi dalam meningkatkan kinerja perawat. Melalui hasil yang didapatkan 17
reponden (25,8%) merupakan motivasi yang kurang baik berjumlah 11 responden (16,7%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan Siregar (2009) di instalasi rawat inap Rumah Sakit Daerah Swadana Tarutung Tapanuli Utara dimana berdasarkan hasil penelitian pada 60 orang perawat pelaksana menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara motivasi terhadap kinerja perawat di ruang rawat inap dengan nilai p= 0,000<0,5. Hasibuan (2011), menyatakan bahwa motivasi merupakan pemberian daya untuk menggerakan dan menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mau bekerjasama, efektif, dan terintegrasi dengan segala upaya untuk dapat menciptakan kepuasan. Adapun penelitian yang dilakukan oleh Zuhrina (2012) menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara motivasi dengan kinerja perawat di unit rawat inap RSUD Bula dengan nilai p 0,019 (<0,05). Penelitian lainnya yang pernah dilakukan oleh Mudayana (2010) menunjukkan bahwa ada hubungan antara motivasi kerja dengan kinerja karyawan di Rumah Sakit Nur Hidayah Bantul nilai p=0,00 (<0,05). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Liunkendage Tahuna memiliki motivasi kerja yang baik. Hal ini ditunjukkan atas kecenderungan dari hasil motivasi yang diperoleh berada pada kategori baik. Berdasarkan teori Soeroso, (2003) menyatakan bahwa motivasi adalah sesuatu yang kompleks, sedangkan situasi lingkungan kerja yang berpengaruh memiliki hubungan yang kompleks serta dinamis sehingga selalu ada kemungkinan mengalami perubahan. Motivasi merupakan suatu energi yang mendorong satu individu dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab. Penting bagi perawat untuk dapat mempertahankan motivasi dalam organisasi rumah sakit. Motivasi berkaitan erat dengan dorongan yang kuat untuk melakukan setiap pekerjaan dengan hasil yang optimal. Jika ini diabaikan maka akan mempengaruhi kinerja perawat sendiri, dan ujung-ujungnya sikap kerja perawat kepada pasien tidak maksimal, sehingga dapat juga mempengaruhi kepuasan pasien. Perawat di rumah sakit tidak hanya memberikan pelayanan kepada pasien, tetapi mereka juga tentunya mengharapkan haknya dapat diberikan dengan baik oleh pengelola manajemen rumah sakit. Perawat yang puas dengan apa yang diperolehnya dari 6
manajemen akan memberikan lebih dari apa yang diharapkan dan ia akan terus berusaha memperbaiki dan meningkatkan kinerjanya. Sebaliknya perawat yang kepuasan kerjanya rendah, motivasi kerjanya juga akan rendah maka ia tidak memiliki hasrat untuk bekerja semaksimal mungkin, ia cenderung melihat pekerjaan sebagai hal yang menjemukan dan membosankan, sehingga ia bekerja dengan terpaksa dan asal-asalan yang mengakibat kinerjanya kurang baik dan tidak adanya kepuasan kerja. Hal ini dikaitkan dengan teori Tosi dan Carol (1976) dalam Wijono (2010) menyatakan bahwa motivasi dengan prestasi kerja merupakan suatu hubungan yang kompleks, dan motivasi kerja berkaitan dengan kepuasan karyawan.
3.
Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk dapat mengetahui faktor – faktor yang lain yang berhubungan dengan kinerja perawat
DAFTAR PUSTAKA Dai, K.2008. Hubungan pelatihan dan motivasi terhadap kinerja perawat di Rumah Sakit Pancaran Kasih Gmim Manado. Skripsi. Fakultas Kesehatan Manado. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1978. Peraturan Menteri Kesehatannomor 134/Menkes/SK/IV/1978 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum di Indonesia. (Online) (www.Depkes.go.id) Diakses pada tanggal 12 februari 2013. Hasibuan, M.S.P.2002. Manajemen Sumber daya Manusia. Jakarta :Bumi Aksara Lubis, K. H. 2008. Pengaruh pelatihan dan motivasi kerja terhadap kinerja karyawanP.T Perkebunan Nusantara IV Medan. Tesis. Pasca Sarjana. Universitas Sumatera Utara. Medan. (Online) (http//repository.usu.ac.id/bitstream/ 123456789/6642/1b9201779.pdf) Diakses pada tanggal 12 april 2013. Moekijat. 2010. Manajemen sumber daya manusia. Mandar maju. Bandung. Mangkunegara. 2003. Perencanaan dan pengembangan sumber daya manusia. Refika Aditama. Bandung. Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Online. http: // www. Ppl. Depkes. Go.id/ asset/ regulasi/UU 36 tahun 2009{1}.pdf. Diakses 12 februari 2013. Soeroso, S. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia di Rumah Sakit: Suatu Pendekatan Sistem. Jakarta: EGC. Wijono, S. 2010. Psikologi Industri dan Organisasi dalam Suatu Bidang GerakPsikologi Sumber Daya Manusia. Kencana. Jakarta.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian serta hasil pembahasan yang telah dipaparkan sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa : 1. Perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Liunkendage Tahuna yang bertugas di bagian rawat inap 90,9% tidak pernah mengikuti pelatihan. 2. Perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Liunkendage Tahuna dalam motivasi kerja baik 72,7%. 3. Perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Liunkendage Tahuna memiliki kinerja baik 69,7%. 4. Tidak terdapat hubungan antara pelatihan dengan kinerja perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Liunkendage Tahuna, diperoleh nilai p-value = 0,748 lebih besar dari 0,05. 5. Terdapat hubungan antara motivasi dengan kinerja perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Liunkendage Tahuna, diperoleh nilai p- value = 0,021 lebih kecil dari 0,05. SARAN Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, maka saran yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut : 1. Kepada pihak pimpinan rumah sakit dalam rangka meningkatkan kinerja para perawat disarankan agar dapat memberikan kesempatan kepada seluruh perawat untuk dapat mengikuti pelatihan 2. Bagi perawat disarankan agar tetap meningkatkan motivasi dalam rangka peningkatan kinerja. 7
8