Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
20
TINJAUAN PUSTAKA Titik Panas Menurut Brown dan Davis (1973), kebakaran hutan adalah pembakaran yang tidak terkendali dan terjadi dengan tidak sengaja pada areal tertentu yang kemudian menyebar secara bebas serta mengkonsumsi bahan bakar yang tersedia dihutan seperti serasah, rumput, cabang kayu yang sudah mati, patahan kayu, tunggul, daun-daunan dan pohon-pohon yang masih hidup. Syufina (2008) mendefinisikan kebakaran hutan sebagai suatu kejadian dimana api melahap bahan bakar bervegetasi, yang terjadi dalam kawasan hutan yang menjalar secara bebas dan tidak terkendali. Konsep kebakaran hutan dilukiskan sebagai segitiga api yang (the fire triangle). Sisi-sisi segitiga api tersebut adalah bahan bakar, oksigen dan sumber panas atau api. Jika salah satu atau lebih dari ketiga komponen pada sisi-sisi segitiga api tersebut tidak ada, maka kebakaran tidak akan pernah terjadi. Ketiga komponen yang mempengaruhi kebakaran hutan sangat tidak mungkin untuk mengatur jumlah oksigen karena oksigen selalu tersedia di alam namun bahan bakar dan sumber api dapat dikontrol, sehingga upaya pencegahan dapat dilakukan. Berdasarkan pemahaman ini maka usaha pencegahan dapat dilakukan dengan cara membatasi ketersediaan dari komponen segitiga api yaitu bahan bakar dan sumber api. Titik panas (hotspot) adalah terminology dari satu piksel yang memiliki suhu lebih tinggi dibandingkan dengan daerah/lokasi sekitar yang tertangkap oleh sensor satelit data digital. Indikasi kebakaran hutan dan lahan dapat diketahui melalui titik panas yang terdeteksi di suatu lokasi tertentu pada saat tertentu dengan
memanfaatkan
satelit
NOAA
(National
Oceanic
Atmospheric
Administration). Menurut Liew (2002) besaran batas ambang untuk penetapan titik api adalah sebesar 3160K. Sementara itu dalam proyek kerjasama DEPHUT-JICA (Japan International Cooperation Agency) penetapan batas ambang titik api untuk wilayah Sumatra dan Kalimantan adalah sebesar 3150 K (420C) untuk hasil siaman sensor siang hari dan 3100K (370) untuk malam hari (Sihaloho 2004). Penetapan batas ambang tersebut bersifat arbitrer berdasarkan suatu pendugaan
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
21
nilai suhu yang menyebabkan terjadinya api aktif. Perbedaan berbagai penyedia data (provider) dalam penetapan batas ambang suhu untuk penetapan data titik api ini menunjukkan ketidak pastian informasi titik api. Pemanfaatan data titik api sebagai informasi awal kejadian kebakaran tercatat digunakan pada berbagai kajian. Informasi tentang titik api di Indonesia dapat
diperoleh dari beberapa sumber antara lain dari LAPAN, Kementrian
Lingkungan Hidup (KLH) dan Departemen Kehutanan-JICA. Suatu wilayah yang beriklim tropis seperti Indonesia kejadian kebakaran hutan umumnya semakin meningkat dengan semakin bergesernya musim kearah musim kemarau dimana hujan semakin jarang terjadi. Tingkat kekeringan berdampak pada semakin tingginya suhu pada iklim mikro yang memperbesar peluang keberhasilan meluasnya kebakaran/pembakaran. Deret Waktu Peubah Tunggal Deret waktu (Time Series) adalah proses stokastik
( ),
∈
, dengan
indeks parameter waktu misalnya T = {0,1,…}. Waktu bisa saja merupakan parameter yang kontinu atau pun parameter diskret. Tetapi biasanya waktu yang digunakan merupakan indeks parameter diskret. Unit dari waktu bisa saja tahun, bulan, hari, atau tiap detik, bergantung pada situasi yang kita modelkan. Masalah yang sering muncul dalam data deret waktu, jika kita mempunyai observasi x(1), … ,x(n), besar x(n+1) bisa ditaksir dengan menentukan : 1. Model dari x(t), dan 2. Prakiraan untuk x(t+1) untuk suatu l yang kita tentukan, dimana l merupakan beda waktu. Salah satu konsep dasar dalam analisis deret waktu sebagai alat pendeteksi utama mengetahui besar ketergantungan diri sendiri pada waktu-waktu sebelumnya merupakan hal yang cukup penting, yaitu fungsi korelasi diri sampel dan fungsi korelasi diri parsial sampel. Dari sini kita bisa menentukan model yang akan kita gunakan untuk menaksir data ke depan. Berdasarkan jumlah peubah yang diteliti, deret waktu dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu deret waktu secara peubah tunggal dan secara peubah
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
22
ganda. Pemodelan deret waktu dengan satu peubah tanpa mempertimbangkan peubah lain biasa disebut dengan deret waktu peubah tunggal. Model regeresi diri (autoregressive) merupakan model regresi pada diri sendiri. Lebih spesifik lagi proses regresi diri (x(t)) orde ke p, dilambangkan dengan AR(p), memenuhi nilai sekarang dari deret X(t) adalah kombinasi linear dari p nilai sebelumnya ( yang terakhir ) dari dirinya sendiri ditambah galat a(t), yang tidak dijelaskan oleh nilai-nilai sebelumnya. Bentuk umum regresi diri dengan ordo p atau dapat ditulis dengan AR (p) mempunyai persamaan sebagai beriukut : x(t) = ϕ x dengan,
+ϕ x
+⋯+ ϕ x
+a
adalah parameter regresi diri dan
adalah nilai galat waktu t.
Regresi diri juga dapat diartikan sebagai korelasi linear deret waktu itu sendiri dengan selisih waktu (lag) 0,1,2 periode atau lebih. Deret Waktu Peubah Ganda Deret waktu peubah ganda (multivariate time series)
merupakan deret
waktu yang terdiri dari beberapa peubah. Hal ini sering terjadi pada beberapa studi empirik. Contohnya dalam studi penjualan, beberapa peubah yang mungkin terlibat adalah volume penjualan, harga barang, dan biaya iklan. Identifikasi pada model deret waktu peubah ganda hampir sama dengan dengan model deret waktu peubah tunggal. Identifikasi tersebut dapat dilakukan berdasarkan pola atau struktur matriks fungsi korelasi diri (MAFC) dan matriks fungsi korelasi diri parsial (PAFC) setelah data stasioner. Secara visual kestasioneran data pada model deret waktu paubah ganda juga dapat dilihat dari plot MACF dan MPACF serta plot Box-Cox. Plot MACF yang turun secara lambat mengindikasikan bahwa data belum stasioner dalam rataan sehingga perlu dilakukan pembedaan (differencing) untuk menstasionerkan data. Demikian juga dengan kestasioneran dalam ragam. Agar data stasioner dalam ragam, maka perlu dilakukan transformasi. a.
Kestasioneran Uji yang sangat sederhana untuk melihat kestasioneran data adalah dengan
analisis grafik, yang dilakukan dengan membuat plot antara nilai observasi dan
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
23
waktu. Berdasarkan plot tersebut dapat dilihat pola data. Jika diperkirakan mempunyai nilai tengah dan ragam yang konstan, maka data tersebut dapat disimpulkan stasioner. Dalam menentukan kestasioneran sebaran data dengan menggunakan grafik tidak mudah, untuk itu dibutuhkan uji formal dalam menentukan kestasioneran data. Ada dua macam pengujian formal yang dapat dilakukan yaitu korelogram dan unit root test. Serupa dengan model deret waktu peubah tunggal secara visual kestasioneran data pada model deret waktu peubah ganda juga dapat dilihat dari plot MACF dan PACF serta plot Box-Cox. Plot MCF dan MPACF yang turun secara lambat mengindikasikan bahwa data belum stasioner dalam rataan sehinga perlu dilakukan
pembedaan untuk menstasionerkan data. Selain korelogram,
kestasioneran juga dapat dilihat dengan menggunakan sebuah uji formal yaitu Augmented Dickey-Fuller (ADF) Test. Kestasioneran dalam ragam, dikatakan belum stasisioner jika batas atas dan batas bawah dari nilai lambda pada plot BoxCox kurang dari nol. Agar data stasioner dalam ragam, maka transformasi perlu dilakukan. Model GSTAR , terutama model GSTAR(11), adalah satu bentuk khusus dari model VAR (Borovkova dkk, 2002 dan Ruchjana, 2002). Oleh karena itu, stasioneriatas dari model GSTAR dapat diperoleh dari kestasioneran model VAR. Model GSTAR (11),
( ) = [Φ
direpresentasikan sebagai model VAR(1) : Φ = [Φ
+Φ
] ( − 1) + ( ) dapat
+Φ
( ) = Φ Z(t − 1) + e(t) dimana
]. Jadi secara umum model GSTAR dikatakan stasioner jika
semua akar dari akar ciri pada matiks [Φ
+Φ
]
berada diluar lingkaran
satuan atau | | < 1 (Suhartono dan Subanar 2006). b.
Matriks Fungsi Korelasi Diri Diberikan suatu vektor deret waktu sebanyak n pengamatan Z1, Z2, …, Zn
matriks korelasi sampel dinyatakan sebagai : ( )=[ dengan yaitu :
( )]
( ) adalah korelasi silang sampel dari komponen deret ke-i dan ke-j
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
24
= [∑
∑
( , ( ,
,
) ∑
( ,
) ) ] /
dengan ̅ dan ̅ adalah mean sampel dari komponen deret yang bersesuaian. Fungsi matriks korelasi (matrix autocorrelation function) sampel sangat diperlukan dalam model MA, bila matriks korelasinya bernilai nol setelah lag ke-q maka model yang bersesuaian adalah MA(q). bentuk matriks dan grafik semakin kompleks apabila dimensi dan vektornya semakin besar, sehingga menyulitkan dalam hal pengidentifikasian. c.
Matriks Fungsi Korelasi Diri Parsial Fungsi matriks parsial korelasi (matrix partial autocorrelation function)
sampel sangat diperlukan dalam model AR. Korelasi antara Zt dengan Zt+k bisa ,
diketahui setelah ketergantunga linear pada peubah
,…,
dihilangkan. Persamaan matriks fungsi korelasi diri parsial (MPACF) dirumuskan sebagai berikut (Wei, 2006) : Φ
=
[ (
− −
, )
−
] −
Tiao dan Box (1981) dalam Wei (2006) mendefinisikan matriks fungsi korelasi parsial pada lag ke-k dinotasikan dengan ℘( ) sebagai koefisien matriks terakhir jika data diterapkan untuk suatu proses vektor regresi diri pada orde ke-k. hal ini merupakan pengembangan definisi fungsi parsial sampel untuk deret waktu peubah tunggal yang dikemukakan oleh Box dan Jenkins (1976). Sehingga ℘( ) sama dengan Φ
dalam regresi liniear peubah ganda. Seperti fungsi korelasi
parsial (PACF) untuk kasus deret waktu peubah tunggal, MPACF juga bersifat terputus setelah lag p pada model VAR(p). Model Regresi Diri Ruang-Waktu Segala sesuatu saling berhubungan satu dengan yang lainnya, tetapi sesuatu yang dekat lebih mempunyai pengaruh dari pada sesuatu yang jauh (Tobler dalam Anselin 1988). Adanya efek spasial merupakan hal yang lazim terjadi antara satu wilayah dengan wilayah yang lain. Model yang dapat
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
25
menjelaskan hubungan antara suatu wilayah dengan wilayah sekitarnya adalah model spasial. Salah satu permasalahan dalam model spasial adalah pemilihan atau penentuan bobot lokasi. Matriks ketergantungan spasial adalah matriks yang menggambarkan hubungan antar daerah. Model ruang-waktu (space time) adalah salah satu model yang dapat menggabungkan unsur ketergantungan waktu dan lokasi pada suatu data deret waktu peubah ganda. Model ini merupakan pemodelan dari sejumlah pengamatan Zi(t) yang terdapat pada tiap N lokasi dalam dalam suatu ruang (i=1,2, …, N) terhadap T periode waktu. N lokasi dalam suatu ruang disebut sites dan dapat mewakili berbagai situasi. Data deret waktu dalam beberapa studi empirik seringkali terdiri atas pengamatan dari beberapa peubah, atau dikenal dengan deret waktu peubah ganda. Seringkali dalam kehidupan sehari-hari kita jumpai data yang tidak hanya mengandung keterkaitan dengan kejadian pada waktu-waktu sebelumnya, tetapi juga mempunyai keterkaitan dengan lokasi atau tempat yang lain. Data semacam ini seringkali disebut dengan data deret waktu dan lokasi. Efek waktu dirumuskan sebagai model deret waktu, dan efek lokasi dirumuskan sebagai matriks bobot spasial. Penelitian deret waktu mencakup segi teori dan praktis dalam rangka penerapan pada data titik api kebakaran hutan. Model regresi diri ruang-waktu (space time autoregressive) adalah model yang dikategorikan berdasarkan lag yang berpengaruh secara linear baik dalam lokasi maupun waktu (Pfeiper and Deutsch, 1980). Seperti metode deret waktu pada umumnya, model ruang-waktu ini juga membutuhkan suatu sistem yang tidak berubah. Model regresi diri ruang-waktu orde p1 atau STAR(p1) dirumuskan sebagai berikut (Pfeifer and Deutsch, 1980) : ( )=∑
Φ
( )
( − )+Φ
( )
( − ) + ( )
(1)
dengan : : parameter STAR pada lag waktu k dan lag spasial l,
Φ ()
: matriks bobot ukuran (n x n) pada lag spasial l (dimana l = 0,1) dengan ( )
adalah matriks identitas ukuran (n x n)
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
26
( )
: vektor noise ukuran (n x 1) berdistribusi normal peubah ganda dengan rataan 0 dan matriks ragam-peragam
Z(t)
: vektor acak ukuran (n x 1) pada waktu t, yaitu : ( ) = [ ( ) …
n
: jumlah lokasi.
( )]
Model Regresi Diri Ruang-Waktu Terampat Dalam kehidupan sehari-hari sering digunakan data ruang-waktu yang merupakan gabungan data spasial dan data model deret waktu, misalnya dalam bidang ekologi, pertanian, ekonomi, geologi dan bidang aplikasi lainnya. Model regresi diri ruang-waktu terampat (generalized space time autoregressive) merupakan perluasan model STAR dari Pfeifer (1979). Model STAR merupakan model regresi diri deret waktu dari Box-Jenkins yang dikembangkan di beberapa lokasi secara simultan dan mempunyai karakteristik adanya keterantungan lokasi dan waktu. Dari segi aplikasi, model STAR dari Pfefer lebih sesuai untuk lokasilokasi dengan karakteristik serba sama, karena model tersebut mengasumsikan parameter regresi diri dan parameter ruang-waktu bernilai sama untuk semua lokasi. Dalam praktek lebih sering ditemukan fenomena lokasi dengan sifat heterogen. Oleh karena itu, model GSTAR diusulkan sebagai perluasan model STAR dengan asumsi parameter-parameter model berubah untuk setiap lokasi. Model GSTAR merupakan pengembangan dari model STAR model ini cendrung lebih fleksibel dibandingkan model STAR. Secara matematis, notasi dari model GSTAR(p1) adalah sama dengan model STAR(p1). Perbedaan utama dari model GSTAR(p1) ini terletak pada nilai-nilai parameter pada lag spasial yang sama diperbolehkan berlainan. Pada model STAR adalah pada parameter regeresi dirinya yang diasumsikan sama pada seluruh lokasi. Dalam notasi matriks, model GSTAR(p1) dapat ditulis sebagai berikut : =∑
[
(
,…,
+
]
+
(2)
dengan : =
) dan
=
W = matriks pembobot (n x n) ∑
=1
(
,…,
)
diplih sedemikian sehingga
= 0 dan
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
27
e(t) = vektor noise ukuran (n x 1) Z(t) = vektor acak ukuran (n x 1) untuk model GSTAR orde 1: diagonal (
,…,
) = matriks diagonal parameter regresi diri lag waktu 1
diagonal (
,…,
) = matriks diagonal parameter ruang-waktu lag spasial 1
dan lag waktu 1 ( )~ (0,
) untuk i = 1, 2, …, n
jadi persamaan (1) dapat ditulis : )(
(
=
)=Φ Φ
( )
,…,Φ
( )
( )
( − 1) +
⋯ ⋱ ⋯
Φ ( ) = ⋮ ⋮ () 0
0 ⋮ ( ) Φ
( )
Φ + ⋮ 0 a.
− 1) + Φ
)(
) (
(
(
Φ
) ( )
( ) ) ( (
,…,Φ
− 1) +
)(
( )
( )
(
)(
)(3)
( − 1) + ( )
( − 1) ⋮ ( − 1)
⋯ ⋱ ⋯
( )
0 ⋮ ( ) Φ
⋯ ⋱ ⋯
⋮ ( )
( )
() ⋮ ( )
( − 1) + ⋮ ( − 1)
⋮ ( )
Pendugaan Metode Kuadrat Terkecil pada Model GSTAR Orde 1 Penaksir parameter model GSTAR dapat dilakukan dengan menggunakan
metode
kuadrat
terkecil
dengan
cara
meminimumkan
jumlah
kuadrat
simpangannya. Jika jumlah pengamatan Zi(t), t = 0, 1, …, T, untuk lokasi i = 1, 2, …, n dengan ( )=
( )
maka model untuk lokasi ke-i dapat ditulis dengan : = dimana
=
=( (1) (2) , ⋮ ( )
,
=
+
)′ (0) (1) ⋮ ( − 1)
(0) (1) , ⋮ ( − 1)
=
(1) (2) ⋮ ( )
Sehingga persamaan model untuk semua lokasi secara serentak mengikuti struktur model linear
=
+
dengan
= ( ′, … ,
′
),
=
(
,…,
),
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
28
= ( ′,…
′ ′
=
parsialnya
′
=(
),
′
,…,
+
)′. Untuk setiap i = 1, 2, …, n, maka model liniear
dengan kuadrat terkecil parameter
untuk masing-
masing lokasi dapat dihitung secara terpisah. Nilai dari penduga tergantung pada ( )=∑
nilai-nilai Zt pada lokasi yang lain, karena
( ).
Untuk tujuan teoritis selanjutnya akan dibawa kedalam struktur tambahan dari variabel random Zi(t). untuk setiap i = 1, 2, …,n
untuk memisahkan bobot didapatkan :
… …
0
=
0 ,
… …
0
1 0
,
0
kemudian Xi dapat ditulis dengan : ′
[ (0)
=
(1) …
( − 1)]
(4)
demikian juga dengan : ′
( ⨂ [ (0)
=
⨂
dimana M = diag (Mi, …, Mn). dapat
disimpulkan
=( ′
, =
, ′
,
bahwa ,…,
(1)
( − 1)])
menandakan matriks blok dengan aijB.
penduga ,
…
kuadrat
terkecil
untuk
)′ Cukup baik pada persamaan umum
dengan X dan u yang diuraikan diatas. Selain itu dapat ditentukan
sendiri bahwa matriks X’X adalah nonsingular, sehingga persamaan (4) mengikuti hal tersebut, yaitu : ′
=
′
=
( ⨂
( − 1) ( − 1)′ )
(
( ( − 1) ( )′ ))
dimana vec(.) merupakan tumpukan kolom dari matriks. Hal ini dibatasi oleh prilaku dari ∑
yang sepenuhnya dipengaruhi oleh ( − 1) ( − 1)′ dan ∑
( − 1) ( ) ′ )
Struktur data yang diguakan untuk penelitian ini adalah : ( ) = Φ Z(t − 1) + Φ W ( ) Z(t − 1) + e(t) Misalkan terdapat 3 lokasi, maka :
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
29
( ) () = ()
0 0 0
( − 1) ( − 1) ( − 1)
0 0
0
0 0
0 +
( )=∑
0 +
Sehingga : Y =
( ) ( ) , ( )
⎡ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣
+ .
b.
=
{ { {
( − 1) + ( − 1) + ( − 1) +
( − 1) ( − 1) ( − 1)
() + ( ) ( )
( − 1)} ( − 1)} ( − 1)}
( ) + () ()
( ), maka unsur data tersebut menjadi :
( − 1) 0 0 () () = 0 ( − 1) 0 () ( − 1) 0 0
⎤ ⎥ ⎥ dan ⎥ ⎥ ⎦
0
0
( − 1) ( − 1) ( − 1)
= dengan
0 0
0
⎡ ( − 1) 0 0 ⎢ ( − 1) 0 ⎢ 0 ( − 1) ⎢ 0 0 ⎢ ⎣
⎤ ⎥ ⎥+ ⎥ ⎥ ⎦
() ( ) ( )
( − 1) 0 0 ( − 1) 0 0 ( − 1) 0 , ( − 1) 0 0 X = 0 ( − 1) ( − 1) 0 0 0 0
=
Pemilihan Bobot Lokasi pada Model GSTAR Salah satu permasalahan utama pada pemodelan GSTAR adalah pemilihan
atau penentuan bobot lokasi. Terdapat beberapa cara penentuan bobot lokasi yang sering digunakan dalam aplikasi model GSTAR yaitu :
Bobot Inverse Jarak Nilai dari bobot invers jarak yang didapatkan dari perhitungan berdasarkan
jarak sebenarnya antar lokasi. Lokasi yang berdekatan mendapatkan nilai bobot yang lebih besar. Bobot invers jarak memberikan koefisien bobot yang lebih kecil untuk jarak yang lebih jauh, demikian pula sebaliknya. Hal ini disebabkan oleh untuk lokasi
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
30
dengan jarak yang jauh diduga memiliki keterkaitan antar lokasi yang kecil. Sebaliknya, untuk lokasi dengan.
Bobot Korelasi Silang Suhartono dan Subanar (2006) memperkenalkan suatu metode penentuan
bobot baru yaitu dengan menggunakan hasil normalisaasi korelasi silang antar lokasi pada lag waktu yang bersesuaian. Penggunaan bobot ini pertama kali diperkenalkan oleh Suhartono dan Atok (2006). Secara umum korelasi silang antar dua variabel atau antara lokasi ke-i dan ke-j pada lag waktu ke-k , ( ),
( − ) didefinisikan sebagai : ( )
( )= Dengan
,
= 0, ±1, ±2, …
adalah kovarians silang antara kejadian di lokasi ke-i dan ke-j
pada lag waktu ke-k,
dan
adalah standar deviasi dari kejadian di lokasi ke-i
dan ke-j. Taksiran dari korelasi silang ini pada data sampel adalah : ( )=
∑ (∑
[ ( )− [ ( )−
][ ( − ) − ] )(∑
[ ( )−
] ] )
Nilai-nilai korelasi silang pada sampel ini dapat diuji, nilainya sama atau berbeda dengan 0 (nol). Uji hipotesis atau inferensia statistik itu dapat dilakukan dengan taksiran interval
( ) ±[
,
√
]. Selanjutnya penentuan bobot
lokasi dapat ditentukan dengan normalisasi dari hasil inferensia korelasi silang antar lokasi pada waktu yang bersesuaian tersebut. Proses ini secara umum menghasilkan bobot lokasi untuk model GSTAR (11) sebagai berikut : =∑
( ) |
( )|
, dengan ≠ dan bobot ini memenuhi ∑
= 1.
Kriteria Pemilihan Model Terbaik Akaike’s Information Criterion (AIC) dan nilai Root Mean Squared Error (RMSE) akan digunakan dalam proses pemilihan model terbaik. Berikut ini dijelaskan masing-masing kriteria pemilihan model terbaik. Salah satu kriteria pemilihan dalam penentuan model terbaik pada training adalah Akaike’s Information Criterion (AIC). Model terbaik adalah model dengan nilai AIC paling kecil. Berikut cara perhitungan nilai AIC :
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
31
~
( ) = log det (
( )) +
2
Log adalah notasi logaritma natural, det (.) merupakan notasi determinan , dan ∑~( ) =
∑
′
adalah matriks taksiran kovarian residual dari model
VAR(p), T merupakan banyak observasi dan K merupakan jumlah parameter dalam model. Root Mean Squared Error ( RMSE ) adalah ukuran perbedaan antara nilai prediksi dari model atau penaksir dengan nilai sebenarnya dari observasi. RMSE digunakan untuk memperoleh gambaran keseluruhan standar deviasi yang muncul saat menunjukkan perbedaan antara model, atau hubungan yang dimilki. Untuk mengetahui besarnya nilai RMSE, dapat digunakan rumus sebagai berikut :
=√
=
1
(
−
)
Dengan M merupakan banyak data ramalan yang digunakan.