Kolokium Puslitbang Jalan dan Jembatan
GELAGAR JEMBATAN BETON MUTU TINGGI DENGAN SISTEM PRACETAK SEGMENTAL
Lanneke Tristanto Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia
ABSTRAK Gelagar beton mutu tinggi dengan sistem pracetak segmental meningkatkan efisiensi bangunan atas dan bangunan bawah jembatan. Perampingan dimensi dalam berat gelagar beton mutu tinggi (fc’ 65MPa) memberikan penghematan berat sendiri ~20% terhadap gelagar beton standar (fc’ 40 MPa). Selain ini, kemudahan transportasi dari komponen jembatan dengan panjang segmen 5-7m mengurangi biaya transportasi suatu gelagar segmental, sebesar ~50% terhadap gelagar monolitik dengan bentang identik.
Gelagar beton mutu tinggi (fc’ 65 MPa) berbentuk profil I di-pracetak secara segmental, yang digabung dengan pelapisan epoksi dan cara pasca prategangan di lapangan menjadi bentang penuh, dan menjadi gelagar T komposit dengan lantai beton bertulang (fc’ 30 MPa) yang di-cor di tempat. Gelagar sederhana dengan variasi bentang 22 – 40 m dapat dibuat gelagar menerus dengan penyatuan lantai pada diafragma di kepala pilar. Peningkatan kapasitas daya pikul di potongan tengah bentang menjadi ~20 % bila beberapa gelagar sederhana digabung menjadi gelagar menerus. Penyatuan gelagar merupakan suatu cara perkuatan gelagar sederhana pada jembatan lama. Keutuhan gelagar segmental dicapai dengan merencanakan sambungan segmen diluar lokasi momen dan geser maksimum. Penggunaan cara prategang penuh menjaga agar seluruh penampang gelagar tertekan, sehingga sambungan tidak mengalami tegangan tarik dan tetap utuh dalam keadaan batas layan. Pada penyambungan segmen secara prategangan dan akibat beban lebih/ultimit terdapat kemungkinan bahwa sambungan tertarik dan terbuka. Gelagar segmental sederhana harus dibagi dalam jumlah segmen ganjil (3 atau 5) untuk menghindari sambungan di tengah bentang. Hasil penelitian ini mendukung industri beton mutu tinggi, dengan pengendalian kekuatan dan keawetan gelagar sistem pracetak “segmental” sehingga menjadi setaraf dengan gelagar ”monolitik” bersatu.
Kolokium Puslitbang Jalan dan Jembatan
Kata-kata kunci : segmental, monolitik, pracetak, beton mutu tinggi, gelagar sederhana, gelagar menerus, diafragma, prategang penuh, keadaan batas layan, keadaan batas ultimit
ABSTRACT High performance concrete beams in prefabricated segmental system, improve efficiency aspects for bridge super and substructures. Dimension slenderness of high performance concrete beams (fc’ 65 MPa) induce ~ 20% self weight saving against standard concrete (fc’ 40 MPa) beams. Thereby ease of transportation of a beam in segmental components of 5-7 meter, reduces transportation costs by ~50% compared to a monolithic beam with identical span length.
High performance concrete (fc’ 65 MPa) I beams are prefabricated in segmental system, interconnected with epoxy resin jointing and post tensioning to full beam length at site, and becoming composite T beams with the cast-in-place reinforced concrete (fc’ 30 MPa) deck slab. Simple beams with a span variation between 22-40m can be made continuous by implementing deck slab continuity across the diaphragms at pier heads. The increase of load carrying capacity at mid-span is round 20%, if several simple beams are made continuous. Beam continuity is one method to strengthen simple beams in existing bridges. Segmental beam integrity is ensured if jointing does not coincide with critical moment and shear locations. The principal of full pre-stressing maintains compression throughout the beam cross section. Zero tensional stress in segmental joints, enhances joint integrity for serviceability limit state conditions. The probability of mid span joint opening due to tensile stresses during jointingstressing operations and overload-ultimate conditions, is overcome by using an odd number of segments (3 or 5) in connecting one simple beam. This research study supports the high performance concrete industry, in the production of prefabricated segmental beams with equalized quality of monolithic beams. Key words : segmental, monolithic, prefabricated, high performance concrete, simple beam, continuous beam, diaphragm, full prestress method, serviceability limit state, ultimate limit state
Kolokium Puslitbang Jalan dan Jembatan
1.
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang beton mutu tinggi
Beton mutu tinggi memiliki dua aspek penting yaitu kuat tekan tinggi dari beton yang telah mengeras dan kemudahan pengerjaan dari beton segar. Perencanaan menuntut kekuatan tinggi sedangkan pelaksanaan memerlukan kemudahan pengerjaan dalam penempatan beton di lapangan. Abu terbang sebagai bahan tambahan pozolanik digunakan untuk meningkatkan kemudahan pengerjaan untuk beton segar, serta kekuatan dan keawetan untuk beton yang telah mengeras. Peningkatan kekuatan optimal mencapai 30% setelah proses pengerasan dua bulan. Kemudahan pemadatan meningkatkan densitas dan aksi pozolanik membentuk batu semen dalam pengisian pori-pori dalam beton. Penambahan serbuk silika meningkatkan kuat tekan dalam proses pengerasan normal 28 hari. Butir-butir silika yang halus sering di-kombinasi dengan abu terbang untuk memperbaiki kemudahan pengerjaan dan/atau gap grading agregat. Abu terbang asli yang diambil langsung dari tanur memiliki butir-butir bulat yang menguntungkan dalam peningkatan kemudahan pengerjaan. Abu terbang blended memiliki butir lebih halus, yang agak mengurangi kemudahan pengerjaan. Suatu kombinasi antara abu terbang asli dan blended merupakan saran. Penggunaan bahan tambah superplasticizer sebagai pengurang air dan peningkat kemudahan pengerjaan sangat diperlukan dalam pencapaian kekuatan dan kemudahan pengerjaan dari campuran beton. Komposisi campuran beton mutu tinggi tipikal dengan agregat jenuh kering permukaan adalah 3 sebagai berikut untuk 1m campuran : kadar air bebas 140 kg, kadar semen Portlan 447 kg, kadar abu terbang 149 kg, kadar agregat halus 705 kg (modulus kehalusan 3), kadar agregat kasar 953 kg (ukuran nominal 20mm), superplasticizer (polycarboxylate) 1,2% terhadap kadar semen = 5,36 kg, slump 200mm, berat isi beton segar 2400 kg, kuat tekan silinder 36,9 MPa (1 hari) – 57,7 MPa (3 hari) – 69,1 MPa (7 hari) – 75 MPa (28 hari). 1.2
Ruang lingkup prototipe gelagar
Dalam tahun 2002 telah dilaksanakan prototipe gelagar I monolitik dengan lantai komposit untuk bentang tunggal 22m. Prategangan internal digunakan dalam kombinasi pra dan pasca penegangan untuk gelagar tipe monolitik. Kemudian dilanjutkan dengan prototipe gelagar I segmental dengan lantai komposit untuk bentang tunggal 22m dalam tahun 2005-2006 dengan prategangan internal berupa pasca penegangan. Mutu beton dibuat relatif sama untuk gelagar monolitik dan segmental dengan rata-rata fc’ 65 MPa. Dari kedua penelitian tersebut diperoleh perbandingan kapasitas gelagar monolitik terhadap gelagar segmental.
Kolokium Puslitbang Jalan dan Jembatan
1.3
Maksud dan tujuan gelagar beton mutu tinggi
Gelagar beton pracetak untuk jembatan umumnya dibuat dengan mutu fc’ 35-45 MPa. Penggunaan beton mutu tinggi dengan peningkatan ~50% kuat tekan silinder sampai mencapai 65-75 MPa, akan memberikan keuntungan dan efisiensi terhadap penggunaan beton biasa yang diuraikan sebagai berikut: • Pengurangan penampang dan berat sendiri gelagar ~ 20% • Peningkatan panjang bentang ~ 15% • Fleksibilitas lendutan total dalam batas ijin, ≤ 1/1000 panjang bentang • Alternatif terhadap butir a dan b adalah pengurangan jumlah gelagar sampai ~ 50% dimana dimensi penampang gelagar dipertahankan - lihat Gambar 1 cl
40 MPa 9 gelagar
70 MPa vs
5 gelagar
Gambar 1. Pengurangan jumlah gelagar Studi ini berfokus pada pengurangan dimensi penampang gelagar (butir a) untuk peningkatan panjang bentang (butir b) dengan fleksibilitas yang memenuhi batas ijin (butir c).
2.
METODOLOGI
2.1
Metode penelitian gelagar segmental vs monolitik
Model gelagar segmental terdiri dari 4 segmen dengan sambungan di seperempat dan tengah bentang, yang diuji dan diperbandingkan dengan model gelagar monolitik (1 segmen) tanpa sambungan. Pengujian beban pada kedua model tersebut diharapkan dapat mengungkapkan hal berikut : • Beton mutu tinggi dapat diproduksi dengan bahan setempat • Kapasitas aktual gelagar dalam keadaan batas daya layan SLS dan batas ultimit ULS adalah identik untuk kedua model • Retakan sambungan pada gelagar segmental ditahan oleh gaya prategang yang bekerja melalui sambungan • Sambungan segmental yang retak dan terbuka akan menutup kembali setelah pembebanan hilang
Kolokium Puslitbang Jalan dan Jembatan
•
Kapasitas gelagar segmental sama dengan gelagar monolitik (hipotesa yang perlu dibuktikan)
Gambar 2. Pembuatan model gelagar skala penuh
Beban uji
sumbu netral 0,59M
sambungan
5,3M
sambungan pengukuran regangan
5,8M
CL 0.2M
6,2M
sambungan
5,3M
Gambar 3. Uji beban statis pada prototipe gelagar segmental
2.2
Hipotesa penelitian
Gelagar segmental adalah monolitik secara teoritis bila lokasi sambungan bebas dari retakan. 0,5 Retakan pada sambungan akan terjadi bila tegangan tarik melampaui 0,33 (fc’) (Pustaka 4 dan 13). Sebagai contoh numerik, tegangan tarik 2,8 MPa untuk mutu beton fc’ 70 MPa merupakan batas keutuhan, sebagai pegangan dalam pengendalian mutu produksi gelagar segmental. 2.3
Pengkajian pustaka
2.3.1
Integritas gelagar segmental
Kolokium Puslitbang Jalan dan Jembatan
Tegangan tarik dalam serat atas gelagar dapat terjadi selama penegangan tendon dalam prosedur penyambungan segmen. Tegangan tarik dilawan oleh berat sendiri gelagar, yang dalam kasus segmental tidak bekerja secara penuh karena segmen berada masing-masing pada dudukan sementara selama penyambungan berlangsung. Pada beban rencana dimana beban mati dan hidup bekerja penuh, serat atas berada dalam tekanan dan serat bawah dalam tegangan tarik ijin atau nol. Titik kritis untuk gelagar segmental dengan bentang sederhana adalah di tengah bentang untuk tahap penegangan awal tendon dan tahap pembebanan rencana SLS – ULS. Dengan demikian sambungan yang berdekatan dengan lokasi kritis perlu dihindari. Integritas sambungan dalam keadaan batas daya layan SLS dapat dijamin dengan beton prategang penuh fully prestressed concrete dimana tegangan tarik adalah nol dalam seluruh penampang gelagar. Prosedur penyambungan dan pelaksanaan sering memerlukan tegangan tekan minimum sebagai cadangan seperti dalam beton prategang penuh-lebih over-fully prestressed concrete (Pustaka 13). Mengingat kemungkinan terjadinya retakan sambungan dalam keadaan beban lebih overload atau ultimit ULS, disarankan agar menggunakan jumlah segmen yang ganjil (3 atau 5 segmen) untuk produksi gelagar segmental dengan bentang sederhana dan menerus. 2.3.2
Gelagar segmental bentang sederhana dalam sistem bentang menerus
Keuntungan utama dalam menghubungkan gelagar-gelagar sederhana menjadi gelagar menerus adalah bahwa beban hidup dan beban mati tambahan dipikul oleh penampang komposit dalam struktur menerus (Pustaka 3). Gelagar direncanakan sebagai gelagar sederhana dalam memikul beban mati, dan penulangan lantai/diafragma diatas pilar memikul momen negatif. Momen negatif akibat beban hidup dan beban mati tambahan dapat diberi tulangan dengan dua cara : penulangan arah memanjang dalam lantai beton komposit dan/atau penulangan diafragma diatas pilar. Penampang melintang diafragma mempunyai tinggi sama dengan tinggi gelagar komposit, dan lebar sama dengan flens bawah dari gelagar – Gambar 4. Selain terjadi momen negatif diatas puncak pilar, juga terjadi momen positif parasitik yang disebabkan oleh kehilangan prategang jangka panjang akibat rangkak, susut dan perpendekan elastis. Retakan akibat momen positif ditahan oleh penulangan batang atau strand dalam gelagar yang diperpanjang kedalam diafragma (seperti jembatan Jagorawi). Diafragma di kepala jembatan dibuat serupa dengan diafragma di puncak pilar (cross head).
Kolokium Puslitbang Jalan dan Jembatan
b 1M
1M
penulangan momen
negatif ….
.. ……
….
…..
…..
penulangan momen positif b
Gambar 4. Diafragma di pilar, gelagar berada pada 2 perletakan atau 1 perletakan di tengah Diafragma dan lantai beton komposit diberi penulangan untuk menahan terjadinya retakan dengan cara berikut : • Penulangan momen positif dalam flens bawah gelagar diperhitungkan terhadap kehilangan prategang jangka panjang dengan anggapan kapasitas momen lentur tarik sebesar 1,2 Mcr ( = 1,2 fr x momen penahan W, untuk modulus lentur putus rata-rata atau mean modulus of rupture fr=0,75√fc’ dalam MPa) • Penulangan momen negatif dalam lantai beton, diperhitungkan untuk pengaruh beban hidup dan beban mati tambahan pada penampang gelagar komposit • Penulangan horisontal dan sengkang untuk menahan susut dan pengaruh temperatur Momen positif dan negatif dalam diafragma di pilar akan saling meniadakan, bila dapat terjadi secara bersamaan. Mengingat dalam praktek telah diketemukan retak momen positif dalam struktur gelagar sederhana yang dibuat bentang menerus, maka kontinuitas diafragma perlu didukung dengan penulangan dalam kedua arah momen. 2
Kasus dengan dua bentang menerus mewakili momen negatif maksimum (0,125 pl +0,333 Pl) akibat beban merata dan terpusat, berdasarkan perbandingan pengaruh beban hidup pada 2-5 bentang menerus tipikal (Gambar 5).
Kolokium Puslitbang Jalan dan Jembatan
l/3
P
P
P
B
1 2
2
Mb=- (0,125pl + 0,333 Pl) untuk 2 bentang menerus
M1= (0,096 pl + 0,203Pl)
2
2
2
2
2
2
Mb=-0,117pl untuk 3 bentang menerus <-0,125 pl
Mb=-0,121pl untuk 4 bentang menerus <-0,125 pl
Mb=-0,120pl untuk 5 bentang menerus <-0,125 pl
Gambar 5. Perbandingan 2-5 bentang menerus
2
Untuk gelagar sederhana, momen positif maksimum di tengah bentang adalah (0,125 pl +¼ Pl) akibat beban merata dan terpusat. Momen positif maksimum dalam kasus 2 bentang menerus 2 adalah (0,096 pl + 0,203 Pl). Ini berarti reduksi momen akibat bentang menerus sebesar ~80%, dengan kata lain ~20 % peningkatan dalam kapasitas daya pikul beban sebagai keuntungan struktural.
Kolokium Puslitbang Jalan dan Jembatan
3.
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
3.1
Hasil uji gelagar segmental vs monolitik
Kapasitas daya layan SLS dan ultimit ULS adalah identik untuk model gelagar segmental dan monolitik (Tabel 1, Grafik 1). Retakan dalam sambungan segmental ditahan oleh tendon prategang yang memelihara kapasitas dalam jangka pendek. Dalam jangka panjang, beban lebih dan ultimit menyebabkan retakan dan konsentrasi tegangan pada sambungan, yang akan mempercepat kelelahan/fatik tendon prategang. Letak sambungan dalam gelagar segmental harus direncanakan di luar daerah kritis untuk momen dan geser, agar tercapai kekuatan dan keawetan seperti dalam gelagar monolitik. Keuntungan dan kerugian gelagar segmental yang di-desain berdasarkan prinsip gelagar monolitik ditunjukkan dalam Tabel 2. Diagram beban uji statik terhadap lendutan (P - ∆) menunjukkan kapasitas uji sama untuk model gelagar segmental dan monolitik (Tabel 1, Grafik 1). Kapasitas beban di-interpretasi dari beban uji P di tengah bentang, lendutan bersangkutan ∆ dan pengukuran regangan ε - Gambar 3. Retak pertama/awal terjadi dalam daerah paling lemah, yaitu dalam kasus ini pada sambungan berdekatan dengan titik tengah bentang. Dalam pengujian beban statis jangka pendek, mikro retakan terjadi pada 130% beban tarik teoritis. Kekuatan tarik jangka panjang adalah 60% dari beban tarik teoritis (Pustaka 12 dan 13). Dalam studi kasus ini, setiap tahapan beban uji dipertahankan selama 15 menit untuk men-simulasi-kan kondisi pembebanan sesungguhnya. Tabel 1. Kesamaan antara gelagar monolitik dan segmental Tipe gelagar Monolitik
Penegangan tendon -100% SLS Utuh,tegangan tarik tepi atas gelagar
Beban daya layan 100% SLS Gelagar utuh
segmental Utuh,tegangan Gelagar tarik tepi atas utuh sambungan
Beban retak 150% SLS
Beban ultimit ≤175% SLS
Retak awal Beban tepi bawah lendutan gelagar Linier/elastis
Beban runtuh 175-200% SLS vs P-∆ Tidak P-∆ linier/ plastis
Retak awal Beban vs P-∆ Tidak tepi bawah lendutan P-∆ linier/ plastis sambungan Linier/elastis
Kolokium Puslitbang Jalan dan Jembatan
Tabel 2. Keuntungan dan kerugian gelagar segmental dan monolitik Butir pembanding
Gelagar monolitik
Gelagar segmental
1.Biaya transportasi
~ biaya beton
~1/3 biaya beton
2.Prategang parsial,
OK
OK, letak sambungan diluar titik kritis, jumlah segmen ganjil
OK
OK, letak sambungan tidak masalah pada keadaan daya layan, jumlah segmen ganjil untuk mendukung keadaan ultimit
hemat tendon 3.Prategang penuh, tambah tendon 4.Integritas struktur
OK
OK , sesuai butir 2 dan 3
5.Umur pelayanan
OK
OK, sesuai butir 2 dan 3
3.2
Prototipe gelagar segmental I komposit
Prototipe adalah gelagar I yang dengan lantai komposit menjadi penampang T, bentang 22,6 M dibagi dalam 4 segmen – Gambar 3. Sambungan yang berdekatan dengan titik tengah bentang berada pada jarak 0,20 M terhadap tengah bentang, yang serupa dengan gelagar segmental standar dengan mutu beton 40 MPa yang selama ini dilaksanakan dengan kinerja yang baik. Masalah dalam penggunaan beton mutu tinggi menjadi lebih nyata karena terpengaruh oleh perampingan penampang, sehingga terjadi tegangan lebih besar, juga karena lebih banyak tendon yang diperlukan. Tegangan serat atas pada sambungan berdekatan tengah bentang adalah teoritis tertekan pada saat transfer prategangan, dengan anggapan berat sendiri gelagar bekerja penuh. Bagaimanapun, pengukuran eksperimental pada model prototipe menunjukkan tegangan tarik pada serat atas sebesar 5,1 MPa untuk sambungan tengah bentang, selama tahap penyambungan dan penegangan tendon. Ini mengungkapkan terjadinya retakan sesaat selama proses penyambungan dengan epoksi dan penegangan tendon dilaksanakan. Demikian sambungan yang berdekatan tengah bentang merupakan titik lemah dan harus di-relokasi. Regangan lentur putus rata-rata dari beton adalah 120 microstrain dalam kapasitas elongasi (Pustaka 13). Regangan yang lebih besar akan ditahan oleh penulangan dan tendon dalam gelagar monolitik, atau oleh sambungan epoxy dan tendon dalam gelagar segmental. Retak lentur awal terjadi pada beban retak yang sama 45 ton untuk gelagar monolitik (regangan tarik tengah -6 bentang 63x10 ekuivalen tegangan tarik 2 MPa) dan gelagar segmental (pada sambungan 0,2M -6 terhadap tengah bentang, regangan tarik 130x10 ekuivalen tegangan tarik 4,8MPa, yang menyebabkan sambungan terbuka). Batas untuk keutuhan sambungan adalah 0,33√fc’ atau 2,8 -6 MPa, ekuivalen regangan tarik 77x10 . Sambungan epoksi menjadi serupa dengan sambungan kering bila tegangan tarik melampui 0,33√fc’. Hal ini berarti pengurangan kekuatan ultimit ~ 10% terhadap keadaan monolitik (Pustaka 10). Sambungan epoksi setelah terbuka akan bersifat sebagai sambungan kering/tanpa epoksi yang
Kolokium Puslitbang Jalan dan Jembatan
hanya terikat oleh gerigi beton dan tendon prategang. Dengan kata lain, faktor reduksi kekuatan ultimit dari 0,95 (sambungan epoksi) menurun menjadi 0,90 (sambungan kering). Integritas semu terpelihara oleh gaya prategang melalui sambungan yang menutup kembali sambungan setelah beban dihilangkan, dengan regangan tekan sisa terukur (-21,5 microstrain) – Grafik 2. Grafik 1. Beban uji P ton terhadap lendutan (∆) mm untuk model gelagar segmental dan monolitik, lendutan sisa masing-masing adalah ∆ = 9,6 mm dan 7,6 mm, kondisi linier/elastis terpelihara sampai beban uji P=53 ton untuk kedua model, yang memenuhi dan melebihi nilai ultimit rencana lendutan1
beban uji1
lendutan 2
beban uji2
0
0
0
5
5
9,17
0 5
10,3
10
14,4
10
14,4
15
19,5
15
19,4
20
24,7
20
50
24,3
25
29,6
25
27,4
28
34,4
28,5
40
29,6
30
35,7
30
30
34,6
35
41,4
35
20
40
40
47,1
40
45,4
45
53,5
45
50,4
49
58,9
49
52
50
60,3
50
56,1
53
65,3
53
60
55
70,05
55
74
60
71,3
56
89,3
64
75
56,5
85,3
60
70,5
50
77,9
55
64,1
45
68,4
50
58,5
40
61,1
45
53,7
35
54,9
40
48,5
30
48,8
35
42,1
25
43,3
30
36,9
20
37,9
25
30,9
15
33
20
25,8
10
27,7
15
20,4
5
22,7
10
7,6
0
17
5
70 60
1=model segmental
10 0 0
50
100
60 50 40 30 2=model monolitik
20 10 0 0
20
40
60
80
Grafik 2. Integritas semu pada sambungan tengah bentang, menurut pengukuran beban P terhadap regangan pada model gelagar segmental, dengan regangan tekan sisa –21,5 microstrain setelah beban dihilangkan (P=0 ton)
Kolokium Puslitbang Jalan dan Jembatan beban P ton Microstrain
3.3
0
0
5
4,6
900
10
9,9
800
15
14,9
20
20,58
25
26,3
600
32
35,2
500
35
38,9
40
46,4
400
45
130
50
256
200
55
384
100
60
557
64
774
0
60
701
55
587
50
440
45
311
40
200
35
124
30
77
25
43
20
23
15
8,6
10
-2,2
5
-12,5
0
-21,5
700
Microstrain
300
-100 0
50
100
Penempatan tendon dalam arah horisontal
Penerapan beton mutu tinggi menghemat dimensi penampang gelagar, dan di segi lain mempersempit penempatan tendon yang jumlahnya bertambah. Letak tendon yang berjauhan dalam arah horisontal (eksentris) terhadap titik pusat penampang menyebabkan lendutan ke samping yang sulit di-nolkan selama tahapan penegangan tendon. Hal ini disebabkan karena jumlah jack hanya satu, sehingga tendon tidak dapat ditarik secara simetris, tetapi gaya tendon dinaikkan secara bertahap dari sisi kiri dan kanan secara bergantian. Eksentrisitas tendon dalam proses penarikan dengan demikian perlu dibatasi dengan meletakkan maksimum dua tendon dalam satu baris. Penggunaan tipe tendon yang lebih besar akan bermanfaat untuk mengurangi jumlah tendon. Pada pembuatan prototipe gelagar segmental telah digunakan satu tipe tendon dengan 7 strand, sedangkan di luar standar tersebut masih terdapat tipe dengan jumlah strand lebih besar.
Kolokium Puslitbang Jalan dan Jembatan
-∆
+∆
sulit di-nolkan
∆ mudah di-nolkan Gambar 6. Contoh penempatan tendon
4. PENGENDALIAN MUTU PRODUKSI BETON DALAM PROSES PENYAMBUNGAN Lawan lendut selama proses penyambungan dan penegangan tendon merupakan parameter aktual dalam analisis kualitas/mutu beton dalam gelagar. Kenaikan lawan lendut adalah ekuivalen dengan penurunan mutu/kekuatan beton. Pendekatan mutu dalam gelagar prototipe didasarkan pada pengukuran lawan lendut dan regangan yang bersangkutan – Gambar 7. Kuat tekan karakteristik 28 hari dari beton yang diproduksi adalah 71 MPa menurut data uji tekan silinder (kuat tekan target = 81 MPa). Penyambungan segmen dilakukan dengan lendutan aktual 4,04 cm di tengah bentang ( f’c actual 71 MPa) vs 4,46 cm lendutan teoritis (f c’ 65 MPa). Perbedaan lawan lendut sebesar minus 10 % berasal dari mutu beton yang lebih tinggi dalam pelaksanaan. Verifikasi dengan pengukuran regangan di tengah bentang menunjukkan kekuatan beton aktual 70 MPa, yang mendekati 71 MPa dalam pendekatan besarnya lawan lendut. Analisis ini berdasarkan anggapan bahwa berat sendiri gelagar selama prosedur penyambungan segmen tidak sepenuhnya mengimbangi beban prategang yang diberikan. Hal ini disebabkan karena segmensegmen berada diatas dudukan sementara selama pelaksanaan penyambungan berlangsung.
Kolokium Puslitbang Jalan dan Jembatan
Dengan anggapan tersebut, hasil perhitungan tegangan tarik pada serat atas +2,128 MPa dan tegangan tekan pada serat bawah -23,3 MPa untuk potongan tengah bentang. Regangan terukur ε -6 dalam serat bawah adalah –594 microstrain, sehingga –594 x 10 x E modulus Young beton sama dengan –23,3 MPa. Modulus Young hasil evaluasi adalah 39225 MPa yang identik dengan 0,5 4700 (fc’) , berarti kekuatan tekan aktual dari beton adalah fc’ 70 MPa. Keutuhan sambungan pada jarak 0,2 M terhadap tengah bentang di-evaluasi berdasarkan pengukuran regangan 131,8 microstrain yang ekuivalen dengan tegangan tarik 5,16 MPa, yang melampaui batas keutuhan retak tarik 2,8 MPa sehingga sambungan terbuka sementara.
(1) pelapisan epoksi
(2) penegangan 1 tendon, pengerasan epoksi 24 jam
(3) penegangan penuh setelah epoksi mengeras
(4) pengukuran lawan lendut/regangan
Gambar 7. Prosedur penyambungan segmen menjadi bentang gelagar penuh
5.
JUMLAH SEGMEN DALAM GELAGAR
Tegangan tarik sambungan pertama-tama terjadi di serat atas gelagar pada saat penegangan tendon. Bentang prototipe 22,6m telah dibuat dalam 4 segmen (Gambar 8.1) : 5,3m +5,8m +6,2m +5,3m. Dengan cara pembagian segmen tersebut terdapat sambungan pada 20 cm terhadap tengah bentang, dimana terjadi tegangan tarik teoritis serat atas gelagar sebesar 2 MPa. Dengan membagi bentang 22,6m dalam 5 bagian : 4,3m+4m+6m+4m+4,3m akan terjadi tegangan tarik teoritis serat atas di sambungan sebesar 1,1 MPa, yang masih dapat diperkecil menjadi 0,13 MPa dengan membagi gelagar dalam 3 bagian : 7,3 m+ 8 m+7,3 m (Gambar 8.2). Makin sedikit jumlah segmen, makin baik kinerja dari sambungan.
Kolokium Puslitbang Jalan dan Jembatan
Serat atas tertarik pada penegangan tendon Segmen 4
Segmen 3
11,3m
Segmen 2
CL
Segmen 1
11,3m 0,2m (jarak sambungan–CL)
Gambar 8.1 Prototipe gelagar segmental Segmen 1
Segmen 2
7,3m
8m
Segmen 3
7,3m
Gambar 8.2 Rencana sambungan segmen untuk menghindari tegangan tarik
6.
DARI GELAGAR BETON STANDAR SAMPAI GELAGAR BETON MUTU TINGGI
Pengurangan dimensi untuk gelagar beton mutu tinggi 65 MPa dibanding gelagar standar 40 MPa dijelaskan dalam Tabel 3. Penghematan ditinjau dari pengurangan tinggi gelagar, yang menyebabkan kenaikan panjang bentang. Kerampingan penampang, kenaikan fleksibilitas struktural, dan kenaikan jumlah tendon dalam ruang tersedia yang terbatas, merupakan alasan untuk memilih suatu mutu beton yang optimal untuk kemungkinan pelaksanaan dalam praktek.
Kolokium Puslitbang Jalan dan Jembatan
Tabel 3. Pengurangan volume beton dan penambahan tendon dalam gelagar beton mutu tinggi Bentang Reduksi volume beton Kenaikan tendon Pengurangan tinggi Kenaikan panjang bentang Penampang melintang Lebar flens
22 M 23% 36% 350mm 19 → 22M 19M tipe 1,85M
31 M 20% 28,5% 350mm 25→ 31M 25M tipe 1,85M
35 M 18% 21% 100mm 31→ 35M 31M tipe 1,85M
40 M 14% 6,5% 100mm 31→ 40M 31M tipe 1,44M Penampang melintang tipikal
7.
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1
Keuntungan sistem segmental untuk gelagar beton mutu tinggi 1. Keuntungan beton mutu tinggi terhadap beton biasa pada peningkatan kekuatan beton sebesar 62,5% adalah ekuivalen dengan kenaikan panjang bentang 15% dan penghematan berat beton 20 % (+ 62,5% kekuatan beton ≡ +15% panjang bentang ≡ - 20% berat beton) 2. Keuntungan dari gelagar segmental terhadap gelagar bentang penuh adalah 50 % pengurangan biaya transportasi (segmental ≡ – 50% biaya transportasi) 3. Keuntungan susunan bentang sederhana majemuk terhadap bentang sederhana sistem menerus adalah 20% kenaikan dalam kapasitas daya pikul beban dan pengurangan dalam jumlah sambungan dilatasi. (kontinuitas ≡+20% kapasitas daya pikul beban – jumlah sambungan dilatasi)
7.2
Kerugian gelagar segmental beton mutu tinggi
1. Kerugian beton mutu tinggi terhadap beton normal adalah keperluan tendon yang meningkat dalam gelagar yang ramping sehingga tegangan dan fleksibilitas naik. (peningkatan tendon + gelagar ramping ≡ kenaikan tegangan + kenaikan fleksibilitas) 2. Kerugian kenaikan tegangan adalah penurunan keutuhan/integritas sambungan 0,5 (integritas sambungan ≡ terlampauinya batas tarik 0,33(fc’) + tata letak sambungan) 3. Kerugian dimensi ramping adalah ruang tersedia yang terbatas untuk penempatan tendon dan angkur. (gelagar ramping ≡ tendon terbatas + angkur terbatas) 4. Aksi berat sendiri gelagar selama penyambungan segmen bekerja secara efektif sebagian
Kolokium Puslitbang Jalan dan Jembatan
dan dengan demikian akan terjadi tegangan tarik lebih tinggi (- berat sendiri ≡ + tegangan tarik) 7.3
Saran untuk pra-fabrikasi komponen gelagar segemental 1. Rentang kekuatan optimal untuk beton mutu tinggi adalah 65-75 MPa dalam pelaksanaan secara umum 2. Rentang bentang ekonomis untuk sistem sambungan segmental adalah 30-45M mengingat keterbatasan dalam transportasi 3. Integritas sambungan dalam sistem segmental adalah faktor kunci untuk mencapai kinerja struktur yang mendekati monolitik 4. Unit prategang adalah peka terhadap posisi yang berlainan dari posisi terpasang akhir, dan tegangan tarik sementara harus di-evaluasi untuk semua posisi yang mungkin terjadi selama pelaksanaan penegangan tendon, proses penyimpanan dan prosedur pemasangan
5. Tegangan tekan minimum melalui sambungan harus dipelihara untuk semua kondisi pembebanan layan, seperti dalam beton prategang lebih atau over-fully prestressed concrete
6. Tindak lanjut dari studi ini adalah re-lokasi letak sambungan tengah bentang dalam produksi gelagar segmental standar dengan mutu beton fc’ 40 MPa, jumlah segmen dari genap (4) menjadi ganjil (5)
8. DAFTAR PUSTAKA 1. Laporan Penelitian Beton Mutu Tinggi untuk Jaringan Prasarana Jalan Wilayah – Lanneke Tristanto, 2002 2. Laporan Penelitian Pengembangan Gelagar Pracetak Segmental Beton Mutu Tinggi – Lanneke Tristanto, 2005 3. Study Report “Survey and Design of Simple Span Precast Concrete Girders made Continuous” – C.C. Fu, T. Kusdi, The Bridge Engineering Software and Technology (Best) Centre – Department of Civil and Environmental Engineering – University of Maryland – 2000 4. Seismic Performance of Precast Segmental Bridge Superstructures – The University of California – Report no. SSRP – 2001/24 – Sami Hanna Megally, Manu Garg, Frieder Seible, Robert K. Dowell 5. Finite Element Analysis of Externally Prestressed Segmental Bridges – G. Rombach, A. Specker – Department of Concrete Structures – Technical University of Hamburg Germany 6. Creep dan Shrinkage Effects in Segmental Bridges – Lionel Bellevue P.E. , Paul J. Towell P.E., Parsons Brinckerhoff Quade & Douglas, Inc. 7. External Prestressing, Bavarian Examples – Konrad Zilch, Richard Buba 8. Balanced Cantilever Segmental Bridge System Test – Kelly Burnell, Jose Restrepo, Frieder Seible – University of California – San Diego
Kolokium Puslitbang Jalan dan Jembatan
9. Precast Bridge Deck Design Systems – Mrinmay Biswas – Research Center Duke University – Durham – North Carolina – PCI Journal March-April 1986 10. Precast Segmental Construction With External Tendons and Dry joints – R.L. Taylor, Acer Consultants Ltd, United Kingdom 11. Prestressed Concrete Bridges – Indonesian Australian Concrete Bridge Project – Construction Drawings and Details 12. ACI Manual of Concrete Practice, Part 4, Bridges 13. Structural Concrete, Theory and its Application, A.S.G. Bruggeling, A.A. Balkema, Rotterdam, Brookfield, 1991