ANALISA PERBANDINGAN PELAKSANAAN PEMBANGUNAN MENGGUNAKAN BETON KONVENSIONAL DENGAN ELEMEN BETON PRACETAK PADA BANGUNAN TINGKAT TINGGI Jojok Widodo Soetjipto 1 Abstrak Kebutuhan investasi yang tinggi menuntut penyediaan sarana dan prasarana dengan cepat. Oleh karena itu membutuhkan teknologi konstruksi dengan waktu penyelesaian cepat, akurat, konsisten terhadap mutu. Salah satu metode pelaksanaan konstruksi bangunan tingkat tinggi adalah menggunakan sistem pracetak. Permasalahannya adalah berapa besar besar tingkat efisiensi penggunaan teknologi sistem konvensional dibandingkan dengan sistem pracetak baik dari waktu maupun biaya. Pada penelitian ini menggunakan kasus Proyek Graha Cempaka Mas yang mempunyai bentuk typical 26 lantai yang dianalisa dengan metode teknik analisa deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode sistem pracetak mampu menekan tingkat efisiensi biaya sebesar Rp. 9,600,465,095,00 (9.85%) sedangkan waktu pelaksanaan bisa dipercepat 6 bulan (28.57%). Sehingga pemilik proyek dapat memperoleh cash in sebesar Rp. 35.520.000.000,00. dalam waktu 6 bulan lebih awal.
Abstract Increasing of investment needing caused supplying structure and infrastructure faster. Therefore, need construction technology that completion on time, accurate, and quality consistence. Others high-rise building construction method is pre-cast system. The problem is how many efficiency’s rate of conventional system technology than pre-cast system in both time and cost. In this research, a use Graha Cempaka Mas Project has typical floors 26 that analyzed with descriptive analyzing technique method. Result of this research are shown pre-cast system method can press cost efficiency is 9,600,465,095,00 rupiahs (9.85%) where-as construction time can been faster 6 month (28.57%). So that owner can get cash in is 35.520.000.000,00 rupiahs in 6 month initially. Keywords: Pre-cast Concrete Element
`
Kata Kunci: Elemen Beton Pracetak
PENDAHULUAN Semakin cepat pertumbuhan investasi dalam menunjang perekonomian nasional akan menuntut
pembangunan prasarana fisik, antara lain pembangunan gedung tinggi (high rise
building), jalan, jembatan, saluran irigasi dan lain-lain yang semakin cepat pula. Keadaan ini mendorong untuk berfikir bagaimana menciptakan teknologi konstruksi yang menjanjikan waktu pembangunan yang lebih cepat, akurat dan konsisten dalam mutu. Agar dapat meraih keuntungan dan sasaran secara optimal dalam pemilihan suatu metode konstruksi, maka diperlukan landasan filosofi dalam menerapkan metode konstruksi tersebut. Adapun landasan filosofi tersebut terbentuk dari hasil studi yang merangkum ilmu dan seni yang meliputi: •
Rasional
•
Tanggap melihat bagian-bagian yang krusial
•
Sistematik
•
Pragmatis/berwawasan luas
1
Jojok Widodo Soetjipto adalah staf pengajar Jurusan Teknik Sipil Program Studi Teknik Universitas Jember
1
•
Praktis
•
Berkemampuan menilai
•
Dapat melihat tingkat prioritas
•
Mengantisipasi permasalahan dan konsukuensi
•
Berorientasi pada tingkat dan variasi resiko
•
Berlandaskan pengusaaan variasi sistem struktur dan metode konstruksi dengan persyaratan dan limitasinya. Metode konstruksi yang terpilih, harus dapat mewujudkan suatu sistem struktur sesuai
dengan yang direncanakan. Konsekuensi dari urutan pelaksanaan metode konstruksi akan menimbulkan karakter detail. Kelakuan struktur yang terjadi setiap tahapan dalam metode pelaksanaan tersebut akan berbeda dengan kelakuan struktur pada struktur akhir. Bisa saja terjadi struktur yang sifatnya crusial atau kritis justru terjadi pada saat sementara dalam pelaksanaan (temporary stage). Desain perlu mengakomodasi aspek-aspek ini. Sketsa berikut dapat memberikan penjelasan adanya saling pengaruh antara metode konstruksi dengan proses desain. Metode Konstruksi
Gambar Kerja & Spesifikasi Teknis
Metode Konstruksi
Analisa Rangka Utama, Rangka Sekunder, dan detail utama
Dokumen Konstruksi
Prinsip Detail Tahapan
Analisa Rangka Utama, Rangka Sekunder, dan detail utama
Review
PELAKSANAAN
Idealisasi & Modelling
Konsep Struktur
Kreteria Desain
Proses Desain
Gambar 1. Pengaruh Metode Konstruksi Pada Proses Desain Dengan adanya perkembangan teknologi beton dewasa ini, telah memungkinkan membuat beton dengan mutu tinggi. Dinegara lain yang lebih maju, bangunan konstruksi telah dilaksanakan dengan mutu beton >K-1000, dan bangunan di Indonesia saat ini mutu tertinggi adalah K-800. Walaupun umumnya yang digunakan untuk produk-produk industri konstruksi 2
baru sampai dengan K-600. Dengan adanya kemajuan dibidang teknologi beton ini, maka dapat dikembangkan berbagai konstruksi yang lebih efisien khususnya yang berkenaan dengan struktur beton. Salah satu metode konstruksi yang dapat dipertimbangkan untuk dipakai dalam pelaksaan proyek yang cepat dengan kualitas/mutu pekerjaan yang lebih baik dan konsisten adalah dengan menggunakan sistem pre-cast/pracetak. Perumusan Masalah Saat ini metode konstruksi untuk bangunan tingkat tinggi yang umum dipakai adalah dengan menggunakan beton konvensional yaitu dengan mengecor beton pada tempat struktur secara langsung. Dalam penelitian ini akan dibandingkan dengan metode konstruksi yang menggunakan elemen beton pracetak. Yang menjadi permasalahan adalah berapa besar tingkat efisiensi waktu dan biaya pelaksanaan pembangunan gedung tingkat tinggi jika dibandingkan penggunaan beton konvensional dengan beton pracetak? Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui tingkat efisiensi waktu pelaksanaan pembangunan gedung tingkat tinggi 2. Untuk mengetahui tingkat efisiensi biaya pelaksanaan pembangunan gedung tingkat tinggi Manfaat Penelitian 1. Memberikan model analisa perhitungan perbandingan beberapa metode pelaksanaan pembangunan 2. Untuk memberikan alternatif metode konstruksi pembangunan gedung tingkat tinggi yang lebih efisien terhadap waktu dan biaya pelaksanaan.
MATERI DAN METODE PENELITIAN Kajian Pustaka Sistem pracetak merupakan salah satu metode konstruksi dengan menggunakan seluruh atau sebagian besar bangunan beton dibuat di tempat lain yang khusus dirancang untuk produksi elemen struktur pracetak (pre-fabricated). Adapun pemanfaatan lokasi produksi elemen pracetak tersebut dapat dikerjakan di lokasi proyek atau dapat juga di luar lokasi proyek tergantung seberapa besar kawasan proyek tersebut. Keunggulan menggunakan sistem elemen pracetak dibandingkan dengan sistem cor di tempat (sistem konventional) adalah sebagai berikut: 1. Bangunan dapat segera dimanfaatkan/dioperasikan, sebab dengan sistem pracetak tersebut ternyata dapat mempercepat proses waktu penyelesaian proyek. 2. Sistem ini akan sangat bermanfaat jika lokasi proyek (site) sangat sempit. 3
3. Tuntutan terhadap mutu/kualitas pekerjaan proyek dapat ditingkatkan sebab sebagian besar QC (Quality Control) sudah dilakukan di pabrik yang ternyata jauh lebih mudah pengawasannya. 4. Dapat menghemat anggaran biaya pelaksanaan proyek. 5. Penggunaan tenaga manusia dapat dikurangi secara significant/drastis sebab metode ini mensyaratkan lebih banyak menggunakan peralatan, sehingga pelaksanaan proyek dapat lebih terkendali tanpa banyak terpengaruh oleh kebutuhan tenaga manusia. 6. Keselamatan dan kesehatan kerja dapat ditingkatkan karena sebagian besar yang bekerja pada proyek ini menggunakan peralatan. 7. Penggunaan bekisting (formwork) sangat sedikit sebab sebagian besar elemen struktur beton dibuat pracetak di pabrik. Kerugian menggunakan sistem elemen pracetak adalah sebagai berikut: 1. Membutuhkan perencanan yang matang/final sebelum melaksanakan pembuatan elemen pracetak. 2. Perubahan struktur baik saat pelaksanaan maupun di masa yang akan datang tidak mungkin dilaksanakan. 3. Kerusakan pada salah satu elemen pracetak dapat mengacaukan jadwal pelaksanaan pemasangan di lapangan (Erection Programmed). 4.
Perencana (arsitek) perlu dibatasi imajinasinya agar tidak diperoleh bentuk komponen yang sulit dan terlalu bervariasi.
5. Untuk mencapai sasaran optimasi diperlukan koordinasi yang baik antara perencana, pabrikan beton pracetak, dan kontraktor sejak awal. 6. Berat dan ukuran komponen pracetak di lapangan sangat dibatasi oleh jumlah dan kapasitas alat angkat (crane). Adapun perbedaan metode pelaksanaan antara sistem konvensional (cor di tempat) dengan sistem pracetak dapat dilihat pada tebel 1. Tabel 1. Perbedaan Sistem Pelaksanaan Antara Sistem Konvensional (Cor di Tempat) dengan Sistem Pracetak. Uraian Konvensional Pracetak 1 2 3
Perencanaan Bentuk dan ukuran gedung Pelaksanaan 3.1 Waktu 3.2 Biaya 3.3 3.4 3.5
Teknologi Tenaga kerja di lapangan Koordinasi
Lebih sederhana Lebih bervariasi
Scope perencanaan lebih luas Typical/repetitif
Lebih lama Relatif lebih mahal jika dalam volume yang besar Konvensional Banyak Kompleks
Lebih singkat Lebih murah jika sesuai kondisinya Perlu keahlian khusus Lebih sedikit sebagaian di pabrik Sederhana
4
3.6 3.7 3.8 3.9 3.10 4
Pengawasan/pengendalia n Sarana Kerja Kondisi lapangan Pengaruh cuaca Finishing
Hasil Kerja 4.1 Dimensi 4.2 Mutu 4.3
Finishing
Kompleks
Sederhana
Kompleks Harus cukup luas Relatif besar Menunggu lebih lama dan perlu banyak perbaikan
Sederhana Site yang sempit bisa Relatif kecil Relatif lebih sedikit perbaikan
Kurang presisi Kurang terjamin
Lebih presisi Lebih terjamin, QC dilakukan di pabrik Penyempurnaan relatif lebih sedikit, Resiko biaya tak terduga rendah
Perlu banyak penyempurnaan, Resiko biaya tak terduga tinggi
Berdasarkan pengalaman dan hasil pengamatan dilapangan maka hubungan antara biaya dengan volume pekerjaan sitem pracetak dengan sitem konvensional dapat dibuat grafik seperti pada gambar 2. BIAYA
(Rp./m3) PRACETAK
KONVENSIONAL
(m3)
2.200
VOLUME KOMPONEN PRACETAK
Gambar 2 Hubungan Antara Biaya dan Volume Komponen Pracetak untuk Sistem Konvensional dan Sistem Pracetak Dari grafik tersebut menunjukan bahwa biaya pelaksanaan untuk sistem pracetak akan lebih hemat jika volume pekerjaan komponen pracetak lebih besar ± 2200 m3 dibandingkan dengan sistem konvensional. Sedangkan jika volume pekerjaan beton kurang dari ± 2200 m3 maka disarankan lebih efektif jika menggunakan konvensional saja. Hasil optimasi yang diperoleh melalui penggunaan sistem elemen pracetak adalah sebagai berikut: 1. Biaya Pelaksanaan
5
a. Biaya beton lebih rendah untuk volume dan jumlah yang ekonomis. Menurut gambar 2 batas minimal penggunaan beton sistem pracetak agar optimal adalah sebesar ±2.200 m3. b. Biaya finishing menjadi lebih rendah sebab sudah hampir tidak ada pekerjaan re-work akibat QC dilaksanakan secara ketat pada saat produksi elemen pracetak. c. Biaya pengawasan (supervisi) dapat ditekan lebih rendah sebab sebagian besar pengawasan sudah dilaksanakan di pabrik. 2. Waktu pelaksanaan a. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan proyek jauh lebih singkat sebab dikerjakan di 2 tempat yaitu pengecoran pracetak di pabrik sedangkan di lapangan hanya erection/pemasangan saja b. Dengan
waktu
penyelesaian
yang
singkat
maka
gedung
dapat
segera
dimanfaatkan/dioperasionalkan lebih awal. Dengan demikian secara ekonomi teknik akan diperoleh back periods dari investasi yang ditanam lebih cepat akibat percepatan cash in sehingga akan dapat menghemat biaya bunga. 3. Mutu/kualitas pekerjaan Secara umum akan diperoleh mutu/kualitas yang jauh lebih baik dan konsisten. Hal ini disebabkan produksi dikerjakan di pabrik sehingga dapat dengan mudah dilakukan kontrol terhadap hasil produksinya. Tahapan pelaksanaan metode konstruksi dengan menggunakan sistem elemen pracetak adalah sebagai berikut: 1. Tahap produksi 2. Tahap transportasi 3. Tahap pemasangan Pada tahap produksi meliputi pemilihan material penyusun elemen beton pracetak serta proses pembuatan mix desain dan pengecoran elemen pracetak serta penyimpanan elemen pracetak yang sudah jadi. Pada setiap tahapan produksi sudah dilakukan kontrol kualitas (QC), hal ini untuk mengurangi resiko kegagalan produksi. Setelah elemen beton pracetak diproduksi, maka diperlukan pengangkutan/transportasi ke lokasi pemasangan. Idealnya komponen pracetak dapat dikirim dan tiba di lokasi proyek tepat waktu saat diperlukan (akan dipasang) baik dalam jumlah maupun tipenya. Namun umumnya di proyek menyediakan stok untuk kegiatan 2-3 hari, hal ini disebabkan untuk berjaga-jaga seandainya ada hambatan pada saat pengangkutan. Dalam tahap transportasi ini harus mempertimbangkan faktor-faktor utama berikut ini: 6
1. Jadwal kegiatan pengangkutan sangat diperlukan oleh kecepatan pemasangan di lapangan. Semakin cepat tingkat pemasangan di proyek maka dibutuhkan pengangkutan yang cepat pula. 2. Kondisi lahan stockyard di site proyek. Jika lahan stockyard semakin besar maka pelaksanaan pengangkutan dapat dipercepat dengan menyetok di lokasi proyek. 3. Ijin pengangkutan/penggunaan jalan, ijin ini sangat tergantung pada: a. Jenis dan ukuran alat angkut, semakin besar kapasitas alat angkut maka jalan yang dapat dilalui juga semakin terbatas sebab hanya jalan-jalan kelas tertentu yang dapat diperbolehkan dilewati. b. Waktu pengangkutan, sangat tergantung pada keadaan lalu lintas antara pabrik dengan lokasi proyek. Jika kondisi lalu lintas yang akan dilewati relatif sepi maka elemen beton pracetak kapan saja bisa diangkut, namun jika kondisi lalu lintasnya sangat padat maka perlu mengangkut jadwal pengangkutan agar tidak menggangu lalu lintas yang ada. 4. Alat angkut (crane) di pabrik. Dalam menentukan pilihan alat angkut (crane) sangat tergantung dari jenis kebutuhan angkutan dan sistem penyimpangan di pabrik tersebut. Dalam pengangkutan beton pracetak harus mempertimbangkan perilaku beton tersebut akibat beban sendiri saat diangkat. Oleh karena itu pada saat mendesain produksi hendaknya sudah memasukkan pertimbangan ini dengan jalan: 1. Memberikan tempat yang tepat untuk sling pengankutan 2. Jika secara mekanika pengangkutan dapat menimbulkan kerusakan, maka pada saat desain harus memberikan perkuatan tambahan. Pada tahap pemasangan, untuk memudahkan pelaksanaan pemasangan elemen beton pracetak di proyek maka harus mengatur faktor-faktor berikut ini: 1. Site Plan Site plan untuk pekerjaan dengan menggunakan elemen sistem pracetak. Dalam mengatur site plan membutuhkan keahlian khusus untuk mengatur lahan proyek menjadi sedemikian rupa agar dapat diperoleh kenyamanan dalam melakukan koordinasi semua kegiatan proyek. Untuk itu harus mengatur: a. Posisi tower crane yang paling sesuai sehingga setiap sudut bangunan dapat dijangkau oleh tower crane tersebut sesuai dengan kebutuhan. b. Stockyard untuk komponen pracetak agar masih dapat dijangkau oleh tower crane baik berat maupun radiusnya. c. Unloading area, terutama untuk material pareto dan elemen beton pracetak sehingga tidak mengganggu aktivitas pekerjaan di proyek tersebut. 7
d. Jalan kerja yang paling baik agar tidak mengganggu kegiatan pekerjaan dan memberikan kemanan (safety). e. Lokasi penunjang lainnya, seperti kantor kontraktor/pemilik/pengawas, gudang, bengkel alat berat, akses keluar-masuk proyek, pos petugas keamanan, barak pekerja, fasilitas umum lainnya dan lain-lain. 2. Peralatan Dalam mengatur tipe peralatan yang diperlukan harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: a. Luas area dan ketinggian gedung b. Berat material terbesar yang akan diangkat dan radius yang dikehendaki c. Bentuk material yang akan diangkat apakah berbentuk curah/padat/cair dan lainlain. Bentuk material akan sangat mempengaruhi bucket alat angkut bahkan bisa mempengaruhi jenis alat angkut yang dipakai. d. Model pengangkutan yang dominan terjadi di lokasi proyek apakah vertikal atau horisontal. e. Cara pelaksanaan pemasangan elemen struktur, apakah perlu menggunakan temporary equipment (peralatan sementara) atau cukup dengan menggunakan permanent equipment (peralatan permanen) yang akan dipasang di gedung tersebut terutama untuk item pekerjaan finishing. Misalnya cukup dengan menggunakan gondola permanen di atas gedung atau masih tetap membutuhkan peralatan dari luar. Dari pertimbangan di atas maka dapat ditentukan tipe dan kapasitas serta jumlah perlaatan yang diperlukan. 3. Siklus pemasangan Dalam pemasangan elemen-elemen pracetak harus direncanakan siklus/urutan pemasangan serta dianalisa perilaku beban-beban yang terjadi selama erection. Seringkali terjadi kerusakan/failure akibat tidak diperhitungkannya perilaku struktur
selama proses
pelaksanaan/erection.
8
Secara umum proses erection elemen-elemen pracetak pada pelaksanaan pembangunan gedung tingkat tinggi merupakan suatu perulangan/repetitif dari proses erection tiap lantai. Adapun proses erection dapat dilihat pada gambar 3. Uitzet (Pengukuran)
Pemasangan kolom pracetak
Pemasangan tulangan memanjang dan tulangan geser bagian atas balok pracetak
Cek posisi kolom
Pemasangan tulangan plat overtopping
Pemasangan perancah balok pracetak
Pengecoran overtopping (balok/kolom/plat)
Pemasangan plat double/single tee pracetak
Pembongkaran perancah balok pracetak
Dilanjutkan ke siklus selanjutnya
Gambar 3. Siklus Proses Erection Elemen Pracetak pada Struktur Gedung Tingkat Tinggi Dari pengalaman menunjukkan bahwa perkiraan waktu yang dibutuhkan untuk erection dalam satu siklus per lantai dengan ukuran 40 m x 40 m (=1.600 m2) sebesar ± 6-9 hari per lantai. Pemasangan elemen-elemen pracetak gedung tingkat tinggi membutuhkan peralatan tower crane atau mobile crane untuk memasang sesuai dengan posisinya. Hal-hal yang harus mendapat perhatian secara serius dalam pelaksanaan sistem pracetak adalah sistem sambungan dan batas toleransi yang diijinkan dalam pelaksanaan. Salah satu faktor teknis yang sangat penting dalam pelaksanaan sistem pracetak adalah desain sambungan (connection design). Dalam sistem pracetak sambungan dilakukan di lokasi proyek sehingga akan terjadi perbedaan kekuatan dan mutu material. Dengan demikian akan mengakibatkan adanya perlemahan di daerah sambungan antar elemen pracetak. Kegunaan dari sambungan adalah untuk meneruskan beban yang bekerja pada struktur dengan memberikan stabilitas yang memadai. Suatu sambungan seringkali harus meneruskan 9
berbagai macam beban yang bekerja secara simultan. Sambungan yang baik harus dapat mengkombinasikan
antara
kepentingan
praktis
dan
ekonomis.
Untuk
itu
perlu
mempertimbangkan faktor-faktor berikut yaitu: kekuatan (strength), pelayanan (service ability), produksi (production), pemasangan (erection), dan ekonomis. Jika ditinjau dari segi teknis sambungan pracetak harus memenuhi kreteria teknis sebagai berikut: kekuatan (strength), duktilitas (ductility), ketahanan (durability), tahan kebakaran (fire resistance), stabil dan seimbang (stability and equilibrium). Dengan adanya keterbatasan dalam pelaksanaan di lapangan tidak mungkin bisa dilaksanakan suatu desain secara tepat. Oleh karena itu diperlukan batas toleransi yang diijinkan dalam pamasangan. Adapun batas tolerensi yang diijinkan harus memenuhi kreteria yang disyaratkan dalam peraturan. Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Proyek Graha Cempaka Mas yang sudah dikerjakan dengan menggunakan beton bertulang dengan sistem cor ditempat (sistem konvesional). Adapun data Proyek Graha Cempaka Mas sebagai berikut: Nama Proyek
: Garaha Cempaka Mas
Pemilik Proyek
: PT. Duta Pertiwi
Konsultan Perencanaan
:
Arsitektur
: PT. Paraga Arga Mida
Struktur
: PT. Paraga Arga Mida
M/E
: PT. Policipta Multi Desain
Konsultan Pengawas
: PT. Lend Lease Graha Indonesia
Waktu Pelaksanaan
:
Shop houses
: 01 Oktober 1994 s/d 03 Januari 1996
Appartement
:
Scope pekerjaan
: Struktur bawah (kecuali tiang pancang)
s/d 2 Juni 1996
Struktur
atas,
finishing,
M/E
(Mechanical/Electrical),
eksternal/halaman. Luas Bangunan
: 184.000 m2
Jumlah Lantai
: Basement + 24 Lantai + Atap
Pada penelitian ini akan dievaluasi dan direncanakan ulang dengan menggunakan metode pelaksanaan pracetak. Namun sehubungan dengan keterbatasan data, maka pembahasan perencanaan pelaksanaan proyek ini hanya berdasarkan item pekerjaan yang mempunyai pengaruh dominan jika metode pelaksanaan dirubah. 10
Site plan proyek direncanakan tidak mengalami perubahan, namun yang harus mendapat perhatian khusus adalah area untuk unloading truck yang mengangkut elemen struktur pracetak. Sedangkan bentuk gedung merupakan typical dari 24 lantai dengan 1 basement dan 1 lantai roof. Data yang diperoleh diolah dengan metode teknik analisa deskriptif yaitu mendeskripsikan pelaksanaan pembangunan gedung tingkat tinggi dengan menggunakan metode konvensional dan sistem pracetak untuk mengukur tingkat efisiensi biaya dan waktu pelaksanaan.
PEMBAHASAN Pada pembahasan penelitian ini akan dievaluasi hasil perencanaan ulang metode pelaksanaan sistem konvensional dibandingkan dengan sistem elemen pracetak pada pembangunan Gedung Graha Cempaka Mas. Oleh karena itu dalam evaluasi penelitian ini akan dibahas: 1. Hasil rencana anggaran biaya proyek 2. Total biaya berdasarkan kelompok biaya 3. Jumlah dan biaya peralatan yang dipakai 4. Time schedule dan kurva “S” proyek. Hasil Rencana Anggaran Belanja Proyek Pada rencana anggaran biaya proyek hanya pada item pekerjaan struktur yang mempunyai perbedaan nilai cukup tinggi, sedangkan pekerjaan finishing hanya pada pekerjaan dinding, lantai dan atap. Adapun pekerjaan lain meliputi pekerjaan persiapan, pekerjaan tanah, pekerjaan eksternal, dan pekerjaan M/E diasumsikan tidak mengalami perubahan. Pada pekerjaan struktur pengurangan biaya paling besar adalah pada pengadaan material untuk bekisting dan upah pekerja pemasangan dan pembongkaran bekisting. Hal ini disebabkan karena sistem elemen pracetak produksinya dilaksanakan di pabrik. Sehingga kebutuhan bekisting sangat sedikit yaitu hanya dipakai untuk pelaksanaan pengecoran sambungan antar elemen saja. Pada pekerjaan finishing khususnya pekerjaan dinding terjadi perubahan dari pasangan bata menjadi elemen dinding pracetak. Sehingga diperoleh penghematan biaya dan waktu penyelesaian yang cukup banyak. Sedangkan pada pekerjaan finishing lantai dan atap diperoleh dari efisiensi biaya defect list yang terjadi selama pekerjaan berlangsung. Adapun rekapitulasi rencana anggaran biaya proyek dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Perbandingan Rekapitulasi Rencana Anggaran Biaya Proyek No
Uraian Pekerjaan
Biaya
Prosentase
11
Konvensional (Rp.) 1 2 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 2.9 2.10 2.11 3
Preliminaries Apartement Work Earth Work Structure work Wall Finishing Floor Finishing Roof Finishing Ceilling Wood Door Aluminium Door Painting Sanitary Railling External Work Mechanical & 4 Electrical T O T A L
Pracetak (Rp.)
Selisih Biaya (Rp.)
efisiensi
5,337,247,500
4,425,487,537
911,759,963
17.08%
679,770,000 31,201,365,000 9,815,032,500 5,689,417,500 535,665,000 1,278,420,000 4,886,700,000 5,528,835,000 1,869,270,000 2,520,570,000 2,024,295,000 2,581,605,000
679,770,000 25,319,679,993 8,097,401,813 4,693,769,438 441,923,625 1,278,420,000 4,886,700,000 5,528,835,000 1,869,270,000 2,520,570,000 2,024,295,000 2,581,605,000
5,881,685,008 1,717,630,688 995,648,062 93,741,375 -
0.00% 18.85% 17.50% 17.50% 17.50% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
23,551,807,500 97,500,000,000
23,551,807,500 87,899,534,905
9,600,465,095
0.00% 9.85%
Total Biaya Berdasarkan Kelompok Biaya Proyek Untuk mengetahui perincian efisiensi berdasarkan kelompok pembiayaan, maka perlu disusun rencana pembiayaan berdasarkan kelompok biaya. Adapun hasil pengelompokkan biaya antara metode konvensional dan sistem pracetak dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Perbandingan Rekapitulasi Biaya Berdasarkan Kelompok Biaya Proyek Biaya No 1 2 3 4 5
Uraian Pekerjaan Bahan (Material) Upah Pekerja Sub Kontraktor Peralatan Biaya Tak Langsung T O T A L
Konvensional (Rp.) 37,682,547,220 15,622,034,480 33,435,607,680 7,568,649,850 3,191,159,870 97,499,999,100
Pracetak (Rp.) 33,900,703,806 13,168,965,975 33,435,607,680 5,492,892,750 1,901,364,694 87,899,534,905
Selisih Biaya (Rp.) 3,781,843,414 2,453,068,505 2,075,757,100 1,289,795,176 9,600,464,195
Prosentase efisiensi 10.04% 15.70% 0.00% 27.43% 40.42% 9.85%
Berdasarkan tabel 5 di atas dapat dilihat bahwa item prosentase biaya yang paling banyak berkurang adalah biaya tak langsung (40.42%). Hal ini disebabkan karena biaya tak langsung ini sangat berkaitan dengan waktu pelaksanaan sehingga dengan menggunakan sistem pracetak yang mampu menekan waktu pelaksanaan secara otomatis mampu menekan biaya yang cukup besar pula. Sedangkan berdasarkan nilai uang yang paling besar adalah dari kelompok biaya bahan/material hal ini disebabkan karena hampir 25% saja bekisting yang dipakai untuk mengecor sambungan antar elemen pracetak. 12
Jumlah dan biaya peralatan yang dipakai Perbedaan yang paling dominan pada perubahan metode pelaksanaan dari konvensional ke sistem pracetak adalah penggunaan peralatan untuk membantu penyelesaian proyek. Oleh karena itu maka perlu dibahas jumlah dan biaya peralatan yang dipakai dengan menggunakan 2 metode konstruksi tersebut. Adapun jumlah dan biaya peralatan yang dipakai pada metode konvensional dan sistem pracetak dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Perbandingan Jumlah dan Biaya Peralatan yang Dipakai Jumlah Peralatan Nama Peralatan
Tower Crane Passanger Hoist Vibrator Compresor Genset Bar Bender Bar Cutter Concrete Mixer Concrete Pump Mobile Crane TOTAL
Jumlah Waktu (unit) (bln) 6 14 12 18 14 14 9 14 11 21 10 14 9 14 19 14 2 14 0 14
Konvensional Harga Satuan (Rp.) 17,850,000 15,000,000 950,000 2,500,000 6,199,350 1,500,000 1,500,000 1,500,000 3,500,000 16,500,000
Pracetak Total Biaya Jumlah Waktu Harga Satuan Total Biaya (Rp.) (unit) (bln) (Rp.) (Rp.) 1,499,400,000 6 8 17,850,000 856,800,000 3,240,000,000 12 10 15,000,000 1,800,000,000 186,200,000 12 8 950,000 91,200,000 315,000,000 6 8 2,500,000 120,000,000 1,432,049,850 11 15 6,199,350 1,022,892,750 210,000,000 6 8 1,500,000 72,000,000 189,000,000 6 8 1,500,000 72,000,000 399,000,000 6 8 1,500,000 72,000,000 98,000,000 0 8 3,500,000 6 14 16,500,000 1,386,000,000 7,568,649,850 5,492,892,750
Time schedule dan Kurva “S” Proyek Untuk mengukur kinerja waktu peleksanaan proyek antara 2 metode yaitu metode konvensional dan sistem pracetak adalah menggunakan time schedule dan kurva “S” proyek. Hal ini dapat diukur secara mudah total selisih waktu penyelesaian. Adapun time schedule dan kurva “S” proyek dapat dilihat pada gambar 4. Alt. 1 Alt. 2
5,337,247,500 4,425,487,537
Years Month Nilai 5.4741 5.0347
Alt. 1 Alt. 2 Alt. 1 Alt. 2 2.3 Wall Finishing Alt. 1 Alt. 2 2.4 Floor Finishing Alt. 1 Alt. 2 2.5 Roof Finishing Alt. 1 Alt. 2 2.6 Ceilling Alt. 1 Alt. 2 2.7 Wood Door Alt. 1 Alt. 2 2.8 Aluminium Door Alt. 1 Alt. 2 2.9 Painting Alt. 1 Alt. 2 2.10 Sanitary Alt. 1 Alt. 2 2.11 Railling Alt. 1 Alt. 2 3 Alt. 1 External Work Alt. 2 4 Mechanical & ElectricalAlt. 1 Alt. 2
679,770,000 679,770,000 31,201,365,000 25,319,679,993 9,815,032,500 8,097,401,813 5,689,417,500 4,693,769,438 535,665,000 441,923,625 1,278,420,000 1,278,420,000 4,886,700,000 4,886,700,000 5,528,835,000 5,528,835,000 1,869,270,000 1,869,270,000 2,520,570,000 2,520,570,000 2,024,295,000 2,024,295,000 2,581,605,000 2,581,605,000 23,551,807,500 23,551,807,500
0.6972 0.7733 32.0014 28.8052 10.0667 9.2121 5.8353 5.3399 0.5494 0.5028 1.3112 1.4544 5.0120 5.5594 5.6706 6.2899 1.9172 2.1266 2.5852 2.8676 2.0762 2.3030 2.6478 2.9370 24.1557 26.7940
No 1
Uraian Pekerjaan Preliminaries
2 2.1
Apartement Work Earth Work
2.2
Structure Work
Total Akumulatif Total Akumulatif
Biaya
Alt. 1 Alt. 1 Alt. 2 Alt. 2
97,500,000,000 97,500,000,000 87,899,534,905 87,899,534,905
100 100 -
Oct 1
1994 Nov 2
Dec 3
Jan 4
Feb 5
Mar 6
Apr 7
May 8
1995 Jun Jul 9 10
Aug 11
Sep 12
Oct 13
Nov 14
Dec 15
Jan 16
Feb 17
1996 Mar Apr 18 19
May 20
Jun Remark 21
0.3102
0.3102
0.3102
0.3102
0.3102
0.3102
0.3102
0.3102
0.3102
0.3102
0.3102
0.3102
0.3102
0.3102
0.3102
0.1368
0.1368
0.1368
0.1368
0.1368
0.1368
0.3356
0.3356
0.3356
0.3356
0.3356
0.3356
0.3356
0.3356
0.3356
0.3356
0.3356
0.3356
0.3356
0.3356
0.3356
0.0367
0.0367
0.0367
0.0367
0.0367
0.0367
0.0367
0.0367
0.0367
0.0367
0.0367
0.0367
0.0367
0.0367
0.0367
0.0367
0.0367
0.0367
0.0367
0.0595
0.0595
0.0595
0.0595
0.0595
0.0595
0.0595
0.0595
0.0595
0.0595
0.0595
0.0595
0.0595
2.2858
2.2858
2.2858
2.2858
2.2858
2.2858
2.2858
2.2858
2.2858
2.2858
2.2858
2.2858
2.2858
2.2858
3.6007
3.6007
3.6007
3.6007
3.6007
3.6007
3.6007
3.6007
0.9212
0.9212
0.9212
0.9212
0.9212
0.9212
0.9212
0.9212
0.9212
0.9212
0.3433
0.3433
0.3433
0.3433
0.3433
0.3433
0.3433
0.3433
0.3433
0.3433
0.3433
0.5340
0.5340
0.5340
0.5340
0.5340
0.5340
0.5340
0.5340
0.5340
0.5340 0.0785
0.0785
0.0785
0.0785
0.0785
0.0785
0.1257
0.1257
0.1257
0.1257
0.1311
0.1311
0.1311
0.1311
0.1311
0.1311
0.1311
0.1311
0.1311
0.1616
0.1616
0.1616
0.1616
0.5569
0.5569
0.5569
0.5569
0.5569
0.5569
0.5569
0.5569
0.5569
0.7942
0.7942
0.7744
0.7744
0.7744
0.7744
0.7744
0.7744
0.0785
0.1616
0.1616
0.1616
0.1616
0.1616
0.7744
0.7744
0.7744
0.7744
0.7744
0.7744
0.7744
0.3433
0.3433
0.3433
0.3433
0.3433
0.3433
0.1311
0.7942
0.7942
0.7942
0.7942
0.7942 0.6301
0.6301
0.6301
0.6301
0.6301
0.6301
0.6301
0.6301
0.6301
0.8986
0.8986
0.8986
0.8986
0.8986
0.8986
0.8986
0.1917
0.1917
0.1917
0.1917
0.1917
0.1917
0.1917
0.1917
0.1917
0.1917
0.2658
0.2658
0.2658
0.2658
0.2585
0.2585
0.2585
0.2585
0.2585
0.2585
0.2585
0.2585
0.2585
0.2585
0.3584
0.3584
0.3584
0.3584
0.3584
0.2076
0.2076
0.2076
0.2076
0.2076
0.2076
0.2076
0.2076
0.2076
0.2076
0.2658 0.3584
0.2658 0.3584
0.2658 0.3584
0.2658
0.3290
0.3290
0.3290
0.3290
0.3290
0.3290
0.3290
0.1558
0.1558
0.1558
0.1558
0.1558
0.1558
0.1558
0.1558
0.1558
0.1558
0.1558
0.1558
0.1558
0.1558
0.1558
0.1558
0.1558
0.2670
0.2670
0.2670
0.2670
0.2670
0.2670
0.2670
0.2670
0.2670
0.2670
0.2670
1.8581
1.8581
1.8581
1.8581
1.8581
1.8581
1.8581
1.8581
1.8581
1.8581
1.8581
1.8581
1.8581
2.4358
2.4358
2.4358
2.4358
2.4358
2.4358
2.4358
2.4358
2.4358
2.4358
2.4358
0.310
0.347
2.633
3.132
3.132
3.132
3.132
3.906
5.764
5.764
5.972
7.740
7.819
7.819
7.819
7.645
5.359
5.359
5.359
5.281
2.576
0.310
0.657
3.290
6.422
9.553
12.685
15.817
19.723
25.487
31.251
37.223
44.963
52.782
60.601
68.419
76.065
81.424
86.783
92.143
97.424
100.000
0.336
0.395
3.996
4.797
8.154
8.154
8.315
10.961
10.961
11.087
7.486
7.486
7.486
6.827
3.557
-
-
-
-
-
0.336
0.731
4.727
9.523
17.677
25.831
34.146
45.108
56.069
67.156
74.643
82.129
89.616
96.443
100.000
100.000
100.000
100.000
100.000
100.000
100.000
Gambar 4. Perbandingan Time Schedule dan Kurva “S” Proyek Dari kurva “S” dan time schedule di atas dapat dilihat bahwa dengan sistem pracetak ternyata mampu mereduksi waktu penyelesaian dari 21 bulan menjadi 15 bulan atau terjadi 13
efisiensi waktu sebesar 28.57%. Hal ini dikarenakan bahwa siklus per lantai untuk pekerjaan sistem pracetak mampu dikerjakan selama 6-9 hari untuk pekerjaan struktur. Sehingga total waktu yang dibutuhkan untuk pekerjaan struktur dengan sistem pracetak sebesar 7.8 bulan. Sedangkan pelaksanaan dengan sistem konvensional membutuhkan waktu 14 bulan.
KESIMPULAN Dari hasil evaluasi dan perencanaan ulang pelaksanaan pembangunan gedung tingkat tinggi pada kasus di atas dapat diperoleh: 1. Biaya
pelaksanaan
dapat
ditekan
dari
Rp.
97.500.000.000,00
menjadi
Rp.
87,899,534,905,00 sehingga bisa menghemat biaya sebesar Rp. 9,600,465,095,00 (9.85%). Adapun pengehematan tersebut diperoleh dari: a. Biaya pembelian material sebesar Rp. 3.781.843.414,00 (10.04%) b. Biaya pembayaran upah pekerja sebesar Rp. 2.453.068.505,00 (15.70%) c. Biaya Peralatan sebesar Rp. 2.075.757.100,00 (27.43%) d. Biaya tidak langsung (meliputi pembayaran gaji pegawai, alat tulis, telepon, listrik dan lain-lain) sebesar Rp. 1,289,795,176,00 (40.42%) 2. Waktu penyelesaian proyek dapat diperpendek sebesar 6 bulan yaitu dari 21 bulan menjadi 15 bulan ( tingkat efisiensi 28.57%). Terutama pada saat pelaksanaan pekerjaan struktur pracetak. 3. Dari percepatan penyelesaian ini maka pemilik proyek dapat memperoleh keuntungan akibat percepatan cash in sebesar 888 unit x Rp. 200.000.00,00 x 20% (perkiraan down payment rata-rata tiap unit pembelian apartemen) atau sebesar Rp. 35.520.000.000,00. dalam waktu 6 bulan. 4. Perbaikan defect list sangat sedikit sebab sejak awal pelaksanaan struktur sudah dilakukan QC (Quality Control) yang ketat terutama pada saat produksi elemen pracetak. Agar diperoleh keuntungan yang optimal dalam penggunaan metode pelaksanaan sistem pracetak ini harus: 1. Desain struktur tersebut harus sudah final, sebab dalam pelaksanaan dengan menggunakan metode pracetak tidak memungkinkan melakukan perubahan desain pada saat pelaksanaan atau di masa yang akan datang. 2. Harus dapat menganalisa secara ekonomi teknis keuntungan dan kerugian menggunakan metode pracetak ini. 3. Mengetahui urutan-urutan pelaksanaan/erection dan cara penyambungan elemen pracetak dengan benar. 14
4. Setiap aktivitas erection harus senantiasa dianaliasa perilaku struktur agar tidak terjadi kegagalan yang dapat mengakibatkan kerugian yang justru akan lebih besar. 5. Senantiasa melakukan koordinasi antara pengawas, kontraktor dan pabrikan terutama berhubungan dengan jadwal/schedule pengiriman dan produksi elemen pracetak.
DAFTAR RUJUKAN 1.
Edward R. Sturm, et al., Design and Typical Detail of Connection for Precast and Prestressed Concrete, 1988, PCI, Chicago
2.
PT Wijaya Karya, Aplikasi Beton Mutu Tinggi pada Produk Beton Pracetak WIKA, 1991, Jakarta.
3.
Brosur Produk, WIKA Double Tee, PT Wijaya Karya, 1991, Jakarta.
4.
Dokumen Kontrak Proyek Graha Cempaka Mas, PT Jaya Konstruksi Manggala Pratama, 1996, Jakarta.
5.
Dokumen Mutu (Quality Plan) Proyek Graha Cempaka Mas, PT Jaya Konstruksi Manggala Pratama, 1996, Jakarta.
6.
Harold Kerzner, Ph.D., Project Management: A System Approach to Planning, Schedulling, and Controlling, 1995, Edisi 5, Van Nostrand Reinhold.
7.
Rencana Anggaran dan Pelaksanaan Proyek Graha Cempaka Mas, PT Jaya Konstruksi Manggala Pratama, 1996, Jakarta.
15