BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Tomat (Licopersicum esculentum Mill) Tomat ini dikenal dengan nama ilmiah (Licopersicum esculentu Mill) banyak dipromosikan sebagai bahan pangan yang banyak bermanfaat serta mengandung antioksidan seperti vitamin C, dapat digunakan dalam makanan dan minuman, tomat juga biasa digunakan dalam dunia kecantikan seperti menghilangkan jerawat pada wajah. Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) merupakan salah satu buah yang sering digunakan sebagai sayuran dalam masakan, bumbu masak, bahan baku industri pangan maupun obat-obatan dan kosmetik. Tomat hampir selalu ada dalam makanan karena mempunyai rasa yang khas yaitu agak masam dan mengandung gizi dan vitamin. Selain itu tomat juga dapat mempercantik penampilan makanan dengan adanya pigmen yang terkandung di dalamnya (Tugiyono, Herry, 2001)
Gambar 2.1 Gambar Buah Tomat Tomat tergolong sayuran buah yang bervariasi baik dalam ukuran, bentuk, warna, tekstur, rasa, maupun kandungan bahan padatnya, semua komponen tersebut dapat mempengaruhi mutu buah. Umumnya ukuran buah tomat berdiameter sekitar 310 cm, bentuknya ada yang gepeng, agak bulat, bulat dan ada pula yang lonjong. Warna kulit buah masakpun beragam mulai dari merah, merah keunguan dan kuning (Musaddad dan Hartuti, 2003)
Tomat tergolong sayuran multiguna dan multifungsi, didayagunakan terutama untuk bumbuh masakan sehari-hari, juga bahan baku industri saos tomat, dimakan segar, diawetkan dalam kaleng (canning) dan berbagai bahan makanan bergizi tinggi lainnya. Warna jingga pada buah tomat merupakan kandungan karoten yang berperan sebagai provitamin A sedangkan warna merah menunjukan kandungan likopen yang juga sangat sangat baik untuk mencega penyakit kekurangan vitamin A (xeropthalmia) sementara rasa asam disebabkan oleh kandungan asam sitrat dapat berfungsi sebagai penggumpal (Rukmana, 1994) Jenis tomat ada bermacam-macam, tetapi yang dikenal diantaranya adalah sup sepsies tomat apel (Lycopersicum pyriformae) yang bentuk buahnya bulat, kompak dan sedikit keras. Tomat biasa (Lycopersicum commune) yang bentuk buahnya pipih, lunak bentuknya tidak teratur dan sedikit beralur-alur didekat tangkainya. Tomat kentang (Lycopersicum glandifolium) bentuknya bulat besar, kompak, hanya lebih kecil daripada tomat apel. Tomat keriting (Lycopersicum validin) bentuk buahnya agak lonjong keras, daunnya rimbun berkeriting dan berwarna hijau kelam (Sigit, 2007). Menurut Pracaya, (1998) dalam Nur Laily Fitriana, (2012) tanaman tomat diklasifikasikan sebagai berikut: Dunia Divisi Anak divisi Kelas Ordo Familia Genus Species Sinonim
: Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledonae : Solonales : Solanaceae : Lycopersicon (Lycopersicum) : Lycopersicon esculentum Mill : Salanum Lycopersicum L.
Tomat adalah tanaman yang paling mudah dijumpai, kaya akan vitamin C dan A serta digunakan untuk pengobatan dan kosmetik, manfaat tomat yaitu:
mengkonsumsi tomat atau saos tomat 2 x seminggu dapat mengurangi resiko kanker prostat 21 – 43%, buah tomat mengandung vitamin A, vitamin C, kalcium dan Potassium yang baik untuk kesehatan, buah tomat juga mengandung beta carotene yang sangat bagus untuk kesehatan mata, mencegah penggumpalan darah, mencegah diare, menambah nafsu makan, menghilangkan kelelahan, menghilangkan jerawat dan meningkatkan jumlah sperma pada pria. Dalam tanaman tomat terdapat cukup banyak kandungan protein, mineral, kalsium, zat besi dan vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh manuasia. Pada table 2.1 menunjukan komposisi gizi yang terkandung tiap 100 gram pada tanaman tomat. Tabel 2.1 Kandungan Gizi Tomat Komposisi Gizi Banyak kandungan Gizi Energi (kJ) 80 Air (mg) 94,00 Protein (g) 1,00 Lemak (g) 0,2 Karbohidrat (g) 3,6 Kalsium (mg) 10 Besi Fe (mg) 0,6 Magnesium (mg) 10 Posfor P (mg) 10 Vitamin A (SI) 1700 IU Vitamin B1 (mg) 0,1 Vitamin B2 (mg) 0,02 Niacin (mg) 0,6 Vitamin C (mg) 21 Sumber: Siemonsma, 1999 dalam Nur Laily Fitriana, 2012 Indonesia kaya akan tanaman tomat sehingga dengan adanya kemajuan ilmu teknologi maka tomat dapat diolah menjadi saus tomat. 2.2 Saos Tomat Kata “saos” berasal dari bahasa Perancis (sauce) yang diambil dari bahasa latin salsus yang berarti “digarami”. Sedangkan saus dalam istilah masak-memasak berarti cairan kental yang digunakan sewaktu memasak atau dihidangkan bersamasama makanan sebagai penyedap agar makanan kelihatan bagus.
Saos merupakan salah satu produk olahan pangan yang sangat populer. Saos tidak saja hadir dalam sajian seperti mie bakso atau mie ayam, tetapi juga dijadikan bahan pelengkap nasi goreng, mie goreng dan aneka makanan fast food (Anonimus, 2008). Saos adalah produk berbentuk pasta yang dibuat dari bahan baku buah atau sayuran yang mempunyai aroma serta rasa yang merangsang. Saos yang biasa diperjualbelikan di Indonesia adalah saos tomat dan saos cabai, dan ada pula yang membuat saos pepaya, tetapi biasanya pepaya hanya digunakan sebagai bahan campuran. Rasa saos cabai biasanya bervariasi tergantung bumbuh yang ditambahkan, adapun warna merah saos cabai sesuai dengan warna merah bahan bakunya. Saos cabai dapat disimpan dalam waktu yang cukup lama, hal tersebut disebabkan selain mengandung asam, gula, dan garam pada saos tomat juga ditambahkan bahan pengawet (Hambali, et al.; 2006) Saos tomat adalah cairan kental atau pasta yang terbuat dari bubur buah berwarna menarik (biasanya merah), mempunyai aroma dan rasa yang meransang. Walaupun mengandung air dalam jumlah yang besar, saos mempunyai daya simpan panjang karena asam, gula, garam dan seringkali diberi pengawet. Saos tomat dibuat dari campuran bubur buah tomat dan bumbu-bumbu. Pasta ini berwarna merah mudah sesuai warna tomat yang digunakan (Rukmana, 1994)
Gambar 2.2 Gambar Saos Tomat
2.3 Pembuatan Saos Tomat Bahan yang digunakan antara lain: buah tomat (standar 1 kg), cuka 25% bumbu-bumbu seperti bawang putih, bunga pala, merica dipecahkan, kayu manis bubuk, gula pasir, cabai besar dibuang bijinya dan garam halus. Peralatan yang digunakan: pisau, panci dan pengaduk, kantong bumbu, botol jam steril, lab tangan, saringan dan komopor (Rukmana, 1994) Menurut Rukmana (1994) cara pembuatan saos tomat adalah sebagai berikut: Memilih dan mmebersihkan bahan 1 kg tomat yang sehat dan cukup tua dan cuci sampai bersih, memasukan tomat kedalam air mendidih selama ± 20 menit, menghancurkan buah tomat dalam blender dan tampung sari buah tomat dalam panci sambil disaring, masak sari buah tomat sampai menjadi setengah dari volume semula (awal), masukan bumbuh-bumbu kedalam kantong, yang terdiri atas: bunga pala 0,5 g/L, cabai besar 0,5 g/L, merica secukupnya, cengkek 0,25 g/L, irisan bawang putih 1 g/L dan kayu manis 1 g/L, celupkan bumbu kedalam sari buah tomat sampai terasa cita rasa bumbunya, tambahkan gula pasir 125 g/L, sari buah tomat, juga cuka 25% sebanyak 12 cc/L sari buah tomat dan angkat sari buah tomat yang telah diberi bumbu, masukan sari buah tomat berbumbu ke dalam botol steril, kukus selama ± 15 menit (15 menit setelah air mendidih), leher botol ditutup rapat dan biarkan dingin pada suhu udara terbuka (suhu kamar), pasang etiket yang menarik bertuliskan “saos tomat” 2.4 Pengawet (Antimicrobial Agent) Bahan pengawet umumnya untuk mengawetkan pangan yang mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses fermentasi, pengasaman atau penguraian yang disebabkan oleh mikroba. Penggunaan pengawet dalam bahan pangan harus tepat, baik jenis dan dosisnya. (Cahyadi, 2008). Menurut FDA, bahan tambahan pangan (BTP) adalah zat yang secara sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk menghasilkan sifat fungsional tertentu pada makanan baik secara langsung atau tidak langsung dan menjadi bagian dari makanan tersebut (termasuk zat yang digunakan selama produksi, pengemasan, pengolahan,
transportasi, penyimpanan). Kegunaan BTP adalah untuk meningkatkan nilai nutrisi, nilai sensori, dan umur simpan makanan (Belitz dan Grosch 1999). BTP tidak boleh digunakan bila bertujuan untuk menyembunyikan kerusakan atau kebusukan makanan atau untuk menipu konsumen (Vennema, 1996) Salah satu bahan pengawet yang sering digunakan dalam makanan adalah asam benzoat. Pengawet ini sangat cocok digunakan untuk bahan makanan yang bersifat asam seperti saos tomat. Bahan ini bekerja sangat efektif pada pH 2,5 – 4,0 untuk mencegah pertumbuhan khamir dan bakteri. Mekanisme penghambatan mikroba oleh benzoat yaitu mengganggu permeabilitas membran sel, struktur sistem genetik mikroba, dan mengganggu enzim intraseluler (Branen, et. al.,1990 dalam Siaka, 2009). Menurut Cahyadi (2006) Sifat antimikroba bahan pengawet kimia mempunyai pengaruh terhadap aktivitas mikroba. Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas mikroba oleh bahan pengawet kimia meliputi beberapa hal antara lain: jenis bahan kimia dan konsentrasinya, banyaknya mikroorganisme, komposisi bahan pangan, keasaman bahan pangan, dan suhu penyimpanan. Mekanisme kerja senyawa antimikroba berbeda-beda antara senyawa yang satu dengan yang lain, meskipun tujuan akhirnya sama yaitu menghambat atau menghentikan pertumbuhan mikroba. Larutan garam NaCl dan gula digunakan sebagai bahan pengawet seharusnya lebih pekat daripada sitoplasma dalam sel mikroorganisme. Oleh sebab itu, air akan keluar dalam sel dan sel menjadi kering atau mengalami dehidrasi (Cahyadi, 2006) Kerja sama sebagai bahan pengawet tergantung pada pengaruhnya terhadap pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri, khamir, dan kapang yang tumbuh pada bahan pangan. Penambahan asam berarti menurunkan pH dan naiknya konsentrasi ion hidrogen (H+) pH rendah mengakibatkan penghambatan pada pertumbuhan mikroorganisme. Asam digunakan sebagai pengatur pH sampai pada harga yang bersifat toksik untuk mikroorganisme dalam bahan pangan (Cahyadi, 2006)
Menurut Cahyadi (2008), Secara umum tujuan penambahan bahan pengawet pada pangan bertujuan untuk menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang berifat patogen maupun tidak pathogen, memperpanjang umur simpan pangan, tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa, dan bauh bahan pangan yang diawetkan tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah, tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah satu tidak memenuhi persyaratan dan tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan. Benzoat merupakan unsur alami yang terdapat dalam beberapa tumbuhan. Dan sering digunakan sebagai anti bakteri atau anti jamur untuk mengawetkan makanan. Penambahan ini menghasilkan dalam penurunan kapasitas buffer diet (tingkat keasaman), dan setelah itu akan meningkatkan keasaman dari urin. Benzoat yang umum digunakan adalah benzoat dalam bentuk garamnya karena lebih mudah larut dibanding asamnya. Dalam bahan pangan, garam benzoat terurai menjadi bentuk efektif yaitu bentuk asam benzoat yang tidak terdisosiasi. Bentuk ini mempunyai efek racun pada pemakaian berlebih terhadap konsumen, sehingga pemberian bahan pengawet ini tidak melebihi 0,1% dalam bahan makanan (Winarno, 1992) Batas benzoat yang diijinkan dalam makanan 0,1% di Amerika Serikat, sedangkan untuk negara-negara lain berkisar antara 0,15-0,25%. Untuk negara-negara Eropa batas benzoat berkisar antara 0,015-0,5%. Sedang di Indonesia, berdasarkan Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 dan No. 1168/ Menkes/Per/X/1999 batas maksimal penggunaan asam benzoat dan natrium benzoat adalah 0,1% atau 1 gram asam benzoat setiap 1 kg bahan makanan. Natrium benzoat merupakan garam atau ester dari asam benzoat secara komersial yang dibuat dengan sintesis kimia. Rumus kimia natrium benzoat yaitu (C6H5COONa) termasuk zat pengawet organik yang berwarna putih, tanpa bau, bubuk kristal atau serpihan. Sifat fisiknya adalah lebih larut dalam air dan juga dapat larut dalam alkohol. Natrium Benzoat memiliki fungsi sebagai anti mikroba yang
dapat menghambat pertumbuhan kapang dan khamir (pengawet). Aturan pemakaian 0.05%-0.10% (400-1000 ppm). (Siaka IM, 2009) Menurut (Vogel, 1985) Asam benzoat sangat sedikit larut dalam air dingin tetapi larut dalam air panas, dimana ia akan mengkristal setelah didinginkan, asam benzoat larut dalam alkohol dan eter dan jika direaksikan dengan larutan besi (III) klorida akan membentuk endapan besi (III) benzoat basa berwarna jingga kekuningan dari larutan-larutan netral. C6H5COOH + FeCl3 → Fe(C6H5COO)3 + 3HCl Fungsi benzoat dalam bahan makanan yaitu untuk mengawetkan berbagai produk pangan dan minuman seperti sari buah, minuman ringan, saos tomat, saos sambal, selai, jeli, manisan, kecap serta makanan. Menurut Winarno (1992), asam benzoat merupakan bahan pengawet yang sering digunakan pada bahan makanan yang bersifat asam, karena kelarutannya lebih besar maka biasa digunakan dalam bentuk garam. Menurut
Tranggono
(1990)
menyatakan
benzoat
berfungsi
untuk
memperpanjang umur simpan suatu makanan dengan cara menghambat pertumbuhan mikroba oleh karena itu benzoat sering juga disebut sebagai senyawa anti mikroba. Asam benzoat 100 kali efektif dalam larutan asam dan hanya asam yang tidak terdisosiasi yang mempunyai aktivitas antimikroba. Toksisitas natrium benzoat dalam larutan adalah hasil dari molekul asam benzoat yang tidak terdisosiasi (Chipley 2005). Mekanisme penghambatan mikroba dari asam yang tidak terdisosiasi disebabkan bentuk yang tidak terdisosiasi tidak memiliki muatan. Oleh karena itu, asam yang tidak terdisosiasi dapat larut dalam bagian lipid dari membran sel. Menurut Chipley (2005), asam benzoat menghambat atau membunuh mikroba dengan mengganggu permeabilitas membran sel mikroba dan menyebabkan gangguan pada system transpor elektron. Sifat fisik dan kimia asam benzoat (C6H5COOH) dan natrium benzoat (C6H5COONa) memiliki kelarutan asam benzoat dalam air sangat rendah (0.18, 0.27, dan 2.2 g larut dalam 100 mL air pada 4oC, 18oC, dan 75oC ) (Chipley 2005). Asam
benzoat termasuk asam lemah (konstanta disosiasi pada 25 oC adalah 6.335 x 10-5 dan pKa 4.19), sangat larut dalam etanol dan sangat sedikit larut dalam benzen dan Menurut Chiplay (2005), Rumus kimia asam benzoat yaitu C6H5COOOH, dan struktur bangunnya sebagai berikut:
O
OH
Asam Benzoat
O
ONa
Natrium Benzoat
Gambar 2.3 Struktur Asam Benzoat dan Natrium Benzoat 2.4.1 Mekanisme Detoksifikasi Benzoat memiliki toksisitas yang rendah terhadap manusia dan hewan karena mempunyai mekanisme detoksifikasi terhadap senyawanya. Benzoat diabsorbsi dari usus halus dan diaktivasi melalui ikatan dengan CoA untuk menghasilkan benzoyl coenzyme A. Selanjutnya benzoyl coenzyme A berkonjugasi dengan glisin dalam hati untuk membentuk asam hipurat yang kemudian dikeluarkan melalui urin (Chipley, 2005). Tahap pertama dikatalis oleh enzim synthetase; tahap kedua dikatalis oleh enzim acyltransferase. Keseluruhan reaksi. Mekanisme ini mampu mengeluarkan sekitar 66-95% asam benzoat. Sisa benzoat yang tidak dikeluarkan sebagai asam hipurat dapat didetoksifikasi melalui konjugasi dengan asam glukuronat dan dapat dikeluarkan melalui urin.
Menurut Chipley (2005), reaksi detoksifiksi asam benzoat adalah sebagai berikut: O
O OH + ATP + HS
CoA
Benzoic Acid
S CoA + AMP +PPI Benzoyl CoA
O
O S-CoA + H2N
COOH
NHCH2COOH
Glicine Benzoyl CoA
+ HS-CoA Hippurit Acid
Gambar 2.4 Proses detoksifikasi Asam Benzoat. Menurut (WHO, 2000) Faktor pembatas dalam
biosintesis asam hipurat
adalah ketersediaan glisin. Penggunaan glisin dalam detoksifikasi menyebabkan penurunan kadar glisin dalam tubuh. Oleh karena itu konsumsi asam benzoat atau garamnya mempengaruhi fungsi tubuh atau proses metabolik yang melibatkan glisin sebagai contoh penurunan kreatinin, glutamin, urea dan asam urat. Dampak dari pengkonsumsian natrium benzoat secara berlebihan dapat menyebabkan keram perut, rasa kebas dimulut bagi orang yang lelah. Pengawet ini memperburuk keadaan juga bersifat akumulatif yang dapat menimbulkan penyakit kanker dalam jangka waktu panjang dan ada juga laporan yang menunjukkan bahwa pengawet ini dapat merusak sistem syaraf Bagi penderita asma dan orang yang menderita urticaria sangat sensitif terhadap asam benzoat sehingga konsumsi dalam jumlah berlebihan sampai saat ini asam benzoat tidak mempunyai efek teratogenetik (menyebabkan cacat bawaan) jika dikonsumsi melalui mulut juga tidak mempunyai efek karsiogenetik.(WHO, 2000). 2.5 Metode Volumetri Mengukur volume larutan adalah jauh lebih cepat dibandingkan dengan menimbang berat suatu zat dengan suatu metode gravimetri. Akurasinya sama dengan metode gravimetri. Analisis volumetri juga dikenal sebagai titrimetri, dimana zat
yang akan dianalisis dibiarkan bereaksi dengan zat lain yang konsentrasinya diketahui dan dialirkan dari buret dalam bentuk larutan. Konsentrasi larutan yang tidak diketahui (analit) kemudian dihitung. Syaratnya adalah reaksi harus berlangsung secara cepat, reaksi berlangsung kuantitatif dan tidak ada reaksi samping. Selain itu juga reagen penitrasi yang diberikan berlabih, maka harus dapat diketahui dengan suatu indikator. (H2SO4(aq) + 2NaOH(aq) → Na2SO4(aq) + 2H2O(l)) (M Khopkar, 2003) Volume pada jumlah reagen yang ditambahkan tepat sama dengan yang diperlukan untuk bereaksi sempurna oleh zat yang dianalisis sebagai titik ekivalen. Misalnya dalam titrasi AgNO3 dengan NaCl, titik ekivalen tercapai bila 1 mol AgNO3 bereaksi dengan 1 mol NaCl. Sebagai berikut: Ag+ + Cl-
AgCl
Konsentrasi Ag+, Cl-
yang tidak terendapakan harus sama dengan titik
ekivalen dan dari data hasil kali kelarutan AgCl besarnya konsentrasi ini 1,2 x 10 -5 molar pada 25oC. Sedangkan volume dimana perubahan warna indikator nampak oleh pengamat merupakan titik akhir. (M. Khopkar, 2003) Penetapan kadar secara kimia atas metode analisis Volumetri dan gravimetri adalah sebagai berikut: Ac + Br
Ca Rb
Metode volumetrik secara garis besar dapat diklasifikasikan dalam empat kategori yaitu salah satunya adalah: 1. Analisis Volumetri Titrasi asam basa merupakan teknik yang banyak digunakan untuk menetapkan secara tepat konsentrasi asam atau basa dari suatu larutan, sebagai informasi yang banyak dibutuhkan. Misalnya kita memilki 50,0 mL larutan HCl 0,1 M, sehingga jumlah mol HCl adalah 0,005 mol. Berdasarkan stoikiometri reaksi antara HCl dengan basa, NaOH HCl(aq) + NaOH(aq) → NaCl(aq) + H2O(aq) Bila ditambahkan tepat 0,005 mol NaOH kedalam larutan yang mengandung 0,005 mol HCl, maka semua asam tepat bereaksi dengan basa. Keadaan ini dikenal sebagai titik ekivalen suatu titik atau keadaan dimana tercapai keadaan ekivalen
antara reaktan dan saling bereaksi. Bila kita mulai dengan 50 mL larutan HCl 0,1 M, maka titik ekivalen akan tercapai bila kita tambahkan 50 mL larutan NaOH 0,1 M atau 25 mL larutan NaOH 0,2 M atau 100 mL larutan NaOH 0,05 M atau kombinasi volume dan konsentrasi NaOH lainnya yang mengandung 0,005 mol NaOH. (Ibnu Sodiq, et.al., 2004). Titrasi adalah pengukuran volume suatu larutan dari suatu reaktan yang dibutukan untuk bereaksi sempurna dengan sejumlah tertentu reaktan lainnya. Seringkali titrasi digunakan untuk mengukur volume larutan yang ditambahkan pada suatu larutan yang telah duketahui volumenya. Biasanya konsentrasi dari salah satu larutan, dikenal sebagai larutan standar, telah diketahui dengan tepat. Misalnya suatu larutan HCl yang tidak diketahui konsentrasinya, dengan volume tepat 50,0 mL dititrasi dengan larutan standar NaOH 0,1 M sampai tercapai titik ekivalen. (Ibnu Sodiq, et.al., 2004). Dalam titrasi asam basa, jumlah relatif asam dan basa yang diperlukan untuk mencapai titik ekivalen ditentukan oleh perbandingan mol asam (H+) dan basa (OH-) yang bereaksi.Untuk reaksi antara HCl dengan NaOH titik ekivalen tercapai pada perbandingan mol 1:1 tetapi untuk reaksi antara H2SO4 dengan NaOH diperlukan perbandingan mol 1:2 untuk mencapai titik ekivalen (Ibnu Sodiq, et.al., 2004). 2.6 Indikator Fenolftalein (PP) Dalam titrasi asam-basa, sangat diperlukan adanya indikator untuk menentukan titik akhir titrasi. Salah satu indikator yang lazim digunakan dalam titrasi asam-basa adalah fenolftalein. Fenolftalein merupakan indikator sistetis (buatan) yang dapat dibuat didalam laboratorium dengan menggunakan bahan fenol dan ftalat anhidrida melalui reaksi kondensasi. Fenolftalein termasuk senyawa golongan ftalein yang bersifat asam lemah. Fenolftalein umumnya dipakai sebagai indikator dalam menentukan titik akhir titrasi asam kuat dengan basa kuat. Fenolftalein mempunyai trayek pH 8,3-10,0 (Bassett, 1994). Dalam titrasi asam kuat dan basa kuat yang menggunakan larutan asam seperti HCl sebagai titran dan larutan basa seperti NaOH sebagai titrat, maka
akan terjadi perubahan warna indikator fenolftalein dari tak berwarna, yaitu dalam rentangan pH larutan dibawah 8,3. Fenolftalein mulai berubah warna menjadi merah muda pada rentangan pH 8,3-10,0 , jika penambahan titrat dilanjutkan sehingga memiliki rentangan pH diatas 10,0 , maka warna larutan akan menjadi merah. Dalam larutan yang bersifat asam dan pada rentangan pH < 8,3 indikator fenolftalein tidak akan memberikan perubahan warna, dimana warna larutan tetap tidak berwarna. Sedangkan pada larutan yang bersifat basa pada rentangan pH 8,310,0 indikator fenolftalein akan memberikan perubahan warna menjadi merah muda, dan pada rentangan pH >10,0 indikator fenolftalein akan memberikan perubahan warna menjadi merah (Bassett, 1994). Fungsi penambahan indikator fenoftalein untuk mengetahui terjadinya suatu titik ekivalen dalam proses penitrasian dengan terjadinya perubahan warna pada larutan. Indikator PP dengan range pH 8,0 ± 9,6 merupakan indikator yang baik untuk larutan basa dimana indikator ini akan merubah warna larutan dari bening menjadi merah muda akibat dari perubahan pH larutan pada saat penitrasian. 2.7 Ekstraksi Sampel Ekstraksi adalah jenis pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan atau cairan. Proses ekstraksi bermula dari penggumpalan ekstrak dengan pelarut kemudian terjadi kontak antara bahan dan pelarut sehingga pada bidang datar antarmuka bahan ekstraksi dan pelarut terjadi pengendapan massa dengan cara difusi. Ekstraksi pelarut adalah teknik pemisahan dimana larutan konstituen dalam air (umumnya), dibiarkan berhubungan dengan pelarut lain. (Umumnya pelarut organik) dengan syarat bahwa pelarut kedua ini tidak bercampur dengan pelarut yang pertama. Dapat pula dikatakan bahwa ekstraksi pelarut adalah teknik pemisahan menyangkut distribusi suatu zat terlarut (solut) diantara dua fasa cair yang tidak saling bercampur. Cara ini akan mengakibatkan bahwa beberapa konstituen akan pindah dari pelarut pertama kepelarut kedua (Lukum, 2006)
2.8 Uji Kualitatif Analisa kualitatif merupakan suatu proses dalam mendeteksi keberadaan suatu unsur kimia dalam cuplikan yang tidak diketahui. Analisa kualitatif merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk mempelajari kimia dan unsur-unsur serta ionionnya dalam larutan. Dalam analisa kualitatif menggunakan dua macam uji yaitu reaksi kering dan reaksi basah. Reaksi kering digunakan untuk zat padat dan reaksi basah digunakan untuk zat-zat dalam larutan. Pada umumnya analisa kualitatif dilakukan dalam bentuk larutan (Apriyantono, 1989) Beberapa logam mempunyai warna nyala yang spesifik sehingga dapat dilakukan uji warna nyala sebagai salah satu cara identifikasi kation dengan reaksi kering. Terkadang uji nyala juga dapat menjadi satu-satunya indikator pemastian suatu unsur tanpa memerlukan analisis yang lebih lanjut dalam mengidentifikasinya. Seperti unsur Astatin (At) yang hanya berwarna putih pada saat uji warna nyalanya. (Anonimus, 2008). Sedangkan reaksi basah merupakan jenis identifikasi zat secara kualitatif yang sering digunakan pada umumnya senyawa NO3- hanya membentuk cincin coklat jika direaksikan dengan senyawa Fero sulfat dan H2SO4. Lain halnya dengan senyawa berat yang jika ditambahkan metanol kemudian dipanaskan dengan nyala api, maka menghasilkan uap atau asap berwarna hijau Menurut Apriyantono (1989) Uji kualitatif dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya benzoat pada saos tomat tersebut. Pereaksi yang digunakan pada uji kualitatif ini adalah FeCl3 yang dapat membentuk endapan berwarna kecolatan bila bereaksi dengan benzoat. Endapan yang terbentuk tersebut adalah Besi(III)benzoat, [Fe(C6H5COOH)3]. 2.9 Uji Penentuan Kadar Benzoat Penetapan natrium benzoat Dilakukan dengan cara titrasi pada sampel yang terlebih dahulu sudah diekstrak dengan bahan-bahan kimia yang setelahnya dititrasi dengan NaOH yang sesudah dibakukan dengan asam oksalat