Farmaka, Vol.2 No. 2, Agustus 2004, 12-20 FORMULASI TABLET LEPAS LAMBAT KUININ SULFAT MENGGUNAKAN BERBAGAI KONSENTRASI MATRIKS ETILSELULOSA N10 DENGAN METODE GRANULASI BASAH Taofik Rusdiana1 Yudi Padmadisastra1, T.P. Simorangkir2, Mahirsyah W.T.W.H.1 1. Jurusan Farmasi FMIPA UNPAD, Jatinangor-Sumedang 2. Lafi-Ditkesad Bandung ABSTRAK Telah dilakukan penelitian terhadap lima formula tablet lepas lambat dengan zat aktif Kuinin Sulfat menggunakan lima konsentrasi berbeda matriks etilselulosa N10. Tablet dibuat dengan cara granulasi basah; formula I mengandung satu persen matriks etilselulosa N10, formula II mengandung tujuh persen matriks etilselulosa N10, formula III mengandung tiga belas persen matriks etilselulosa N10, formula IV mengandung sembilan belas persen matriks etilselulosa N10, dan formula V mengandung 25 % matriks etilselulosa N10. Etilselulosa N10 yang digunakan sebagai matriks pada sediaan lepas lambat Kuinin Sulfat dapat memberikan perbedaan terhadap laju pelepasan zat aktif, namun laju pelepasan zat aktifnya masih terlalu cepat. Percobaan diulang menggunakan dua formula, yaitu formula VI dan formula VII yang masing-masingnya mengandung matriks etilselulosa N10 sebesar 35% dan 45%. Laju pelepasan formula VI dan VII sama dengan kriteria United States Pharmacopoeia edisi XXVI untuk tablet extended release Kuinidin Sulfat. Kata kunci: Lepas lambat, Kuinin sulfat, Etilselulosa N10, Granulasi basah ABSTRACT A study on five sustained release tablets with Quinin sulfat as active ingredient using five different concentration of Ethylcelulose N10 had been carried out. Tablets were made by wet granulation method; forluma I contains 1% of ethylcellulose N10 matrix, Formula II contains 7% of ethylcellulose N10 matrix, Formula III contains 13% of ethylcellulose N10 matrix, Formula IV contains 19% of ethylcellulose N10 matrix while Formula V contains 25% of ethylcellulose N10 matrix. The ethylcellilose used as matrix in sustained release quinin sulfat tablet gave different release of its active ingredients, but the release were still too fast. The study then were repeated using another two formula to which Forula VI and VII Which was contain 35 and 45% ethylcellulose as matrix. The release of the two formulas were fulfill the criteria of United States Pharmacopoeia XXVI edition for quinin sulfat extended release tablets. Keywords: Sustained release, Quinin sulfat, Ethylcellulose N10, Wet granulation PENDAHULUAN
Kuinin Sulfat adalah garam sulfat alkaloid yang diperoleh dari kulit kayu tanaman Cinchona. Berbentuk hablur putih, biasanya tidak bercahaya, massa ringan dan mudah memadat; tidak berbau dan memiliki rasa pahit yang ama. l 12
Menjadi berwarna bila terpapar cahaya. Sukar larut dalam air, dalam etanol, dalam kloroform, dan dalam eter, mudah larut dalam etanol pada suhu 80°C, adlam campuran kloroform-etanol mutlak (2:1), agak sukar larut dalam air pada suhu 100°C (Farmakope Indonesia edisi IV, 1995).
Farmaka, Vol.2 No. 2, Agustus 2004, 12-20 Formularium Nasional II (1978) mendefinisikan tablet sebagai sediaan padat kompak, dibuat dengan cara kempa cetak dalam bentuk umumnya tabung pipih yang kedua permukaannya rata tau a cembung mengandung obat dengan atau tanpa zat pengisi. Sediaan pelepasan terkendali memungkinkan untuk mempertahankan kadar obat terapetik dalam dar ah, memberikan respons klinik yang diperpanjang dan konsisten pada penderita. (Shargel dan Yu, 1988). Etilselulosa merupakan polimer hidrofobik inert, tak berasa, tak berbau, tak berwarna, serta inert secara isiologis. f Etilselulosa telah banyak digu nakan sebagai bahan tambahan pada berbagai sediaan farmasi. Penggunaannya antara lain sebagai bahan pelapis tablet dan granul, sebagai bahan mikrokapsul, sebagai pengikat, dan sebagai pelapis serta matriks pada sediaan lepas lambat. (Donbrow dan
Friedman, 1974; Chowzhan, 1980 ; Jalsenjak, 1976; Bodmeier dan Chen 1989). METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini terdiri dari tahapan kerja sebagai berikut : 1. Penelitian karakteristik tablet inovator. 2. Orientasi dengan tiga formula tablet konvensional untuk mencari konsentrasi zat pengikat (PVP) yang terbaik 3. Penyusunan formula tablet lepas lambat menggunakan modifikasi formula tablet konvensional yang terbaik. 4. Pembuatan massa cetak. 5. Evaluasi massa cetak. 6. Pembuatan tablet 7. Evaluasi tablet jadi. 8. Analisis data secara statistik.
HASIL DAN PEMBAHASAN Evaluasi Massa Cetak Parameter Kadar air (%) Sudut istirahat (°) Kadar air (%) Sudut istirahat (°) Kecepatan alir (g/det) Kompresibilitas (%)
Tabel 4.1 Hasil Evaluasi Massa Cetak Formula I II III IV 2,04 ±0,16 2,37±0,03 2,04±0,05 2,50 ±0,05 19,61±0,08 19,22±0,02 19,05±0,04 19,46±0,03 2,04 ±0,16 2,37±0,03 2,04±0,05 2,50 ±0,05 19,61±0,08 19,22±0,02 19,05±0,04 19,46±0,03 16,87±0,33 22,08±0,144 16,32±0,82 10,26±0,22 30,15±0,53 15,31±0,50 15,81±0,28 18,36±0,32
Uji Anava untuk kadar air dilakukan dengan derajat kepercayaan 95 %, F hitung (13,704) > F tabel (3,480), maka disimpulkan terdapat perbedaan nilai kadar air diantara kelima formula. kadar air tertinggi dimiliki oleh formul a IV (2,500,05 %), kemudian disusul oleh formula II (2,37±0,03 %), formula V (2,32±0,10 %), formula I (2,04 ±0,16 %), serta kadar air paling rendah dimiliki oleh formula III (2,04±0,05 %). Ter dapat perbedaan kadar air yang sifatnya tidak nyata terlihat antara formula I dengan formula III, demikian pula antara formula 13
V 2,32±0,10 19,43±0,01 2,32±0,10 19,43±0,01 14,19±0,44 17,53±0,20
V, II, dan IV. Terdapat perbedaan kadar air yang nyata terlihat antara formula I dan formula III dengan formula V, II, dan IV. Kompresibilitas antar formula sangat bervariasi. Formula yang sifat alirnya cukup baik adalah formula IV (18,36±0,32 %) dan formula V (17,53±0,20 %); sedangkan formula II (15,31±0,50 %) dan formula III (15,81±0,28 %) memiliki sifat alir yang baik. Formula I memiliki kompresibilitas yang buruk (30,15±0,53 %). Uji Anava untuk kompresibilitas dengan derajat kepercayaan sebesar 95 %
Farmaka, Vol.2 No. 2, Agustus 2004, 12-20 menunjukkan F hitung (728,459) > F tabel (3,48), maka disimpulkan terda pat perbedaan nilai kompresibilitas diantara kelima formula. Terlihat bahwa formula I memiliki nilai kompresibilitas tertinggi (30,15±0,53 %), kemudian disusul oleh formula IV (18,36±0,32 %), formula V (17,53±0,20 %), formula III (15,81±0,28 %), serta nilai kompresibilitas paling rendah dimiliki oleh formula II (15,31±0,50 %). Nil ai kompresibilitas formula II dan formula III memiliki perbedaan yang tidak nyata, namun akan berbeda nyata bila dibandingkan dengan formula V, IV, dan I. Antar formula I, IV, dan V, ap abila dibandingkan masing-masingnya memiliki nilai kompresibilitas yang berbeda secara nyata. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa formula I memiliki sudut istirahat sebesar 19,61±0,08°, formula I adalah 19,22±0,025°, formula III adal ah 19,05±0,04°, formula IV adalah 19,46±0,03°, dan formula V ada lah 19,43±0,01°. Dapat disimpulkan bahwa semua formula memiliki aliran yang sangat baik. Uji Anava untuk sudut istirahat dengan derajat kepercayaan sebesar 95 % menunjukkan bahwa F hitung (66,769) > F tabel (3,480), maka disimpulkan terdapat perbedaan nilai sudut istirahat diantara kelima formula. Terlihat bahwa sudut istirahat yang terbesar di miliki oleh formula I (19,61±0,08), disusul oleh formula V (19,43±0,01), formula IV (19,43±0,03), formula II (19,22±0,02).
Formula III (19,05±0,04) memiliki nilai sudut istirahat terkecil. Formula IV dan V memiliki perbedaan yang tidak nyata dalam hal nilai sudut istirahat, namun akan berbeda secara nyata apabila formula IV dan V dibandingkan dengan formula III, II, dan I. Terdapat perbedaan nyata antara formula I, II, dan III dalam hal nilai sudut istirahatnya. Pemeriksaan kecepatan alir menunjukkan bahwa formula I memiliki kecepatan aliran sebesar 16,87 ±0,33 g/detik, formula II adalah 22,08±0,144 g/detik, formula III adalah 16,32±0,82, formula IV adalah 10,26±0,22 g/detik, sedangkan formula V adalah 14,19±0,44 g/detik. Dapat disimpulkan bahwa semua formula memiliki aliran massa cetak yang sangat baik. Uji Anava untuk kecepatan alir dengan derajat kepercayaan sebesar 95 % menunjukkan F hitung (259,959) > F tabel (3,480), maka disimpulkan terdapat perbedaan nilai kecepatan alir diantara kelima formula. Formula II (22,08±0,144 g/detik) memiliki kecepatan alir tertinggi, disusul oleh formula I (16,87± 0,33 g/detik), formula III (16,32±0,82 g/detik), dan formula V (14,19±0,44 g/de tik). Formula IV (10,26±0,22 g/detik) memiliki kecepatan alir yang paling rendah. Formula III dan formula I memiliki perbedaan yang tidak nyata dalam hal kecepatan alirnya, namun akan berbeda secara nyata apabila formula III dan formula I dibandingkan dengan formula II, V, dan IV. Terdapat perbedaan kecepatan alir yang nyata antara formula II, V, dan IV
Evaluasi Tablet Tabel 4.13 Hasil Evaluasi Tablet Lepas Lambat Parameter Diameter (mm)
Tebal (mm) Bobot (mg) Kekerasan (N)
Keregasan (%) Kadar zat aktif (%)
14
I
II
Formula III
IV
V
10,04±0,01 10,04±0,01 10,04±0,01 10,04±0,01 10,04±0,01 4,46±0,03 4,90±0,10 5,50±0,20 5,33±0,07 5,40±0,14 355,90±5,50 372,50±5,05 390,80±0,01 412,40±4,70 436,09±7,50 114,25±14,70 103,30±10,00 57,60±16,30 96,15±11,30 99,00±2,40 0,33±0,03 0,14±0,01 0,25±0,04 0,19±0,06 0,29±0,02 104,37±0,19 112,50±0,25 114,40±0,01 103,32±2,56 116,13±5,81
Farmaka, Vol.2 No. 2, Agustus 2004, 12-20
Evaluasi yang dilakukan pada tablet meliputi pemeriksaan keseragaman ukuran yaitu diameter dan tebal table t, keseragaman bobot, kekerasan, keregasan dan pemeriksaan keseragaman kadar zat aktif, serta dilakukan uji disolusi. Pemeriksaan keseragaman ukuran menunjukkan bahwa formula I memiliki diameter rata-rata sebesar 10,04±0,01mm, dengan ketebalan rata-rata 4,46±0,03 mm, formula II diameter rata-ratanya adalah 10,04±0,01 mm dengan tebal rata-rata 4,9±0,1 mm, formula III diameter rataratanya 10,04±0,01 mm dengan ketebalan rata-rata sebesar 5,50±0,20 mm, formula IV diameter rata -ratanya adalah 10,04±0,01 mm dengan tebal rata-rata sebesar 5,33±0,07 mm, formula V diameter rata-ratanya adalah 10,04±0,01 mm dengan tebal rata-rata 5,40±0,14 mm. Hal ini sesuai dengan persyaratan Farmakope Indonesia III tahun 1979, yaitu diameter tablet tidak boleh lebih dari tiga kali dan tidak boleh kurang dari empat pertiga tebal tablet. Uji Anava untuk keseragaman diameter dengan derajat kepercayaan sebesar 95 % menunjukkan F hitung (4,948) > F tabel (2,470), mak a disimpulkan terdapat perbedaan diameter diantara kelima formula. Diameter tablet formula IV (10,0530±0,01 mm) adalah yang terbesar diantara semua ormula, f disusul oleh formula V (10,0470±0,01 mm), formula III (10,0435±0,01 mm), dan formula I (10,0410±0,01 mm). Formula II memiliki diameter tablet terke cil (10,0400±0,01 mm). Terdapat perbedaan diameter tablet yang tidak nyata antar formula V dan formula IV; juga antar formula V, III, I, dan II. Pemeriksaan keseragaman bobot menunjukkan bahwa formula I memiliki bobot rata-rata sebesar 355,90±5,50 mg, formula II sebesar 372,50±5,05 mg, formula III sebesar 390,80±0.01 mg, formula IV sebesar 412,40±4,70 mg, dan formula V sebesar 436,09±7,50 mg. Hasil pengukuran keseragaman bobot tablet dari 15
masing-masing formula telah memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia Edisi III tahun 1979 yaitu untuk bobot arta-rata tablet lebih dari 300 mg, dari dua puluh tablet yang ditimbang satu persatu tidak boleh lebih dari dua tablet yang masingmasing bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari lima persen, dan tidak satupun tablet yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari sepuluh persen. Uji Anava untuk keseragaman bobot dengan derajat kepercayaan sebesar 95 % menunjukkan F hitung (570,914) > F tabel (2,470), maka disimpulkan terdapat perbedaan bobot diantara kelima formula. Formula V memiliki bobot terbe rat (436,09±7,50 mg), disusul oleh formula IV (412,40±4,70 mg), formula III (390,80±0,01 mg), dan formula II (372,50±5,05 mg). Formula I (355,90±5,50 mg) memiliki bobot paling ringan. Semua formula memiliki perbedaan yang terlihat nyata dalam hal bobotnya. Pemeriksaan kekerasan dan kerapuhan tablet menunjukkan bahwa formula I memiliki kekerasan ar ta-rata 114,25±14,70 N dengan kerapuhan ratarata sebesar 0,33±0,03 %, formula II memiliki kekerasan rata-rata 103,30±10,00 N dengan kerapuhan rata-rata 0,14±0,01 %, formula III memiliki kekerasan rata-rata 57,60±16,30 N dengan kerapuhan rata-rata 0,25±0,04 %, formula IV memili ki kekerasan rata-rata 96,15±11,30 N dengan kerapuhan rata-rata 0,19±0,06 %, sedangkan formula V memiliki kekerasan rata-rata 99,00±21,40 N dengan kerapuhan rata-rata adalah 0,29±0,02 %. Uji Anava untuk kerapuhan/ friabilitas dengan derajat kepercayaan sebesar 95 % menunjukkan F hitung (10,485) > F tabel (3,480), ma ka disimpulkan terdapat perbedaan nilai friabilitas diantara kelima fo rmula. Formula I ( 0,330,03 %) memiliki nilai friabilitas tertinggi, disusul oleh formula V (0,29±0,06 %), formula III (0,25±0,04 %), dan formula IV (0,19±0,06 %). Formula II
Farmaka, Vol.2 No. 2, Agustus 2004, 12-20 (0,14±0,01 %) adalah formula ang y memiliki nilai friabilitas paling rendah. Terdapat perbedaan nilai friabilitas yang tidak nyata antara formula II, formula IV, dan formula; antara formula III dan IV, serta antara formula II dan IV. Terdapat perbedaan nilai friabilitas yang nyata antara formula II dengan formula III, dengan formula V dan formula I. Uji Anava untuk uji kekerasan tablet dengan derajat kepercayaan sebesar 95 % menunjukkan F hitung (39,426) > F tabel (2,470), maka disimpulkan terdapat perbedaan nilai kekerasan diantara kelima formula. Formula I (114,25±14,70 N) memiliki kekerasan yang tertinggi diantara semua formula, disusul oleh formula II (103,30±10,00 N), formula V (99,00±2,40 N), dan formula IV (96,15±11,30 N). Formula III (57,60±16,30 N) ad alah formula yang memiliki kekerasan paling rendah. Antar formula III dan formula I memiliki perbedaan kekerasan yang nyata. Antar formula IV, V, dan II memiliki perbedaan kekerasan yang tidak nyata. Pada pemeriksaan kandungan zat aktif, terlihat bahwa formula I memiliki kandungan sebesar 104,37±0,19 %, formula II sebesar 112,50±0,25 %, formula III sebesar 114,40±0,01 %, formula IV sebesar 103,32±2,56 %, dan formula V
sebesar 116,13±5,81 %. Keseragaman zat aktif untuk masing-masing formula tidak memenuhi persyaratan United States of Pharmacopoeia XXIII (USP 23), dimana kandungan zat aktifnya terletak antara 90,0 % sampai 110 %, kecuali formula I yang kandungan zat aktifnya sebesar 104,37±0,19 %, dan formula IV sebesar 103,32±2,56 %. Uji Anava untuk keseragaman kandungan zat aktif dengan der ajat kepercayaan sebesar 95 % menunjukkan F hitung (8,608) > F tabel (5,190), maka disimpulkan terdapat perbedaan keseragaman kandungan zat aktif diantara kelima formula. Kadar zat aktif tertinggi dimiliki oleh formula V (116,13±5,81 %), disusul oleh formula III (114,40±0,01 %), formula II (112,50±0,25 5), dan formul a I (104,37±0,19 %). Formula IV memiliki kadar zat aktif paling rendah (103,32±2,56 5). Terdapat perbedaan nyata kadar zat aktif antara formula V dan III dibandingkan dengan formula IV dan I. Terdapat perbedaan tidak nyata kadar zat aktif antar formula III dan V, antar formula IV dan I. Formula II memiliki perbedaan kadar zat aktif yang tidak nya ta bila dibandingkan dengan semua formula.
Uji Disolusi Gambar 4.1 Kurva Disolusi Tablet Lepas Lambat Kuinin Sulfat Kurva Disolusi 120 100 80
P ersenzatterlarut
60 40 20 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Waktu (jam)
16
Formula I
Formula II
Formula III
Formula V
Formula VI
Formula VII
Formula IV
Farmaka, Vol.2 No. 2, Agustus 2004, 12-20 Hasil pengukuran kadar dengan spektrofotometer menunjukkan bahwa Kuinin SO4 dalam larutan HCl 0,1 N memberikan panjang gelombang maksimum 250,40 nm. Berdasarkan kriteria USP edisi XXVI (general chapter <724> Drug release) untuk Kuinidin Sulfat disyaratkan bahwa dalam waktu satu jam jumlah zat aktif yang terlarut berada pada kisaran 20%-50%, dalam waktu empat jam pada kisaran 43%-73%, dan pada waktu dua belas jam jumlah zat aktif yang terlarut harus tidak kurang dari 70%. Bila dibandingkan dengan formula tablet konvensionalnya, terlihat jelas bahwa terdapat pengaruh penambahan matriks etilselulosa terhadap laju disolusi. Pada waktu 45 menit formula ta blet konvensional (tanpa etilselulo sa) melepaskan sebesar 94.34 % zat aktif, sedangkan dalam waktu satu jam, kelima formula tablet lepas lambat (mengandung etilselulosa) melepaskan zat aktif sebesar 73,82±13,25 % pada formula I; 55,45±2,59 % pada formula II; 55,36±6,41 % pada formula III; 69,58±1,53 % pada formula IV; dan 35,36±4,63 % apda formula V. Disimpulkan bahwa pada jam pertama konsentrasi matriks etilselulosa N 10 berbanding lurus dengan lambatnya pelepasan zat aktif (kecuali formula IV), namun konsentrasinya masih kurang untuk mencapai waktu pelepasan zat aktif yang dikehendaki. Untuk memastikan kesimpulan ini maka dibuat lagi dua formula, yaitu formula VI dan formula VII yang mengandung matriks etilselulosa N 10 sebesar 35 % dan 45 % masing-masingnya. Analisis Anava pada Jam Pertama Dengan derajat kepercayaan sebesar 95%, terlihat bahwa F hitung (229,692) > F tabel (2,370). Disimpulkan terdapat perbedaan laju pelepasan zat aktif pada tujuh formula yang dibuat. Pada jam pertama, zat aktif yang paling banyak melarut dimiliki oleh formula I (73,82±13,25 %), disusul oleh formula IV 17
(69,58±1,53 %), formula II (55,45±2,59 %), formula III (55,36±6,41 %), formula VI (37,44±2,83 %), dan formula V (35,36±4,63 5). Zat aktif yang paling sedikit melarut dimiliki oleh formula VII (34,00±4,13 %). Terdapat perbe daan pelepasan zat aktif yang tidak nyata antar formula VII, V, dan VI; juga ntara a formula III dan II. Terdapat perbedaan pelepasan zat aktif yang terlihat nyata antara formula I dengan formula IV. Analisis Anava pada Jam Keempat Dengan derajat kepercayaan sebesar 95%, terlihat bahwa F hitung (80,599) > F tabel (2,370), berarti terdapat perbedaan laju pelepasan zat aktif pada tujuh formula yang dibuat. Pada jam keempat, zat aktif yang paling banyak melarut dimiliki oleh formula II (97,23±1,61%), formula (93,56±2,54 %), formula III (91,94±0,94 %), formula V (88,60±6,11 %), formula I (86,31±13,35 %), dan formula VI (68,59±4,77 %). Zat aktif yang paling sedikit melarut dimiliki oleh formula VII (68,78±9,25 5). Formula dikelompokkan atas lima kelomp ok. Terdapat perbedaan nyata laju pelepasan zat aktif antara kelompok satu (formula VI dan formula VII), dengan formula I, dengan formula III, dan dengan formula IV. Formula IV memiliki perbedaan laju pelepasan zat aktif yang tidak nyata dengan formula III. Formula V memiliki laju pelepasan zat aktif yang tidak nyata dengan formula III dan formula I. Analisis Anava pada Jam Keduabelas Dengan derajat kepercayaan sebesar 95%, terlihat bahwa F hitung (15,361) > F tabel (2,370), disimpulkan terdapat perbedaan laju pelepasan zat aktif pada tujuh formula yang dibuat. Pada jam keduabelas, zat aktif yang paling banyak melarut dimiliki oleh formula II (97,33±6,21 %), disusul oleh formula VI (93,28±3,50 %), formula IV (93,17±3,86 %), formula VII (92,86±4,86 %), formula III (88,29±3,20 5), dan formul a V (87,48±3,18 %). Formula I (87,46±10,14
Farmaka, Vol.2 No. 2, Agustus 2004, 12-20 %) adalah formula yang zat aktifnya paling sedikit melarut. Laju pelepasan zat aktif yang tidak memiliki perbedaan secara nyata terlihat antar formula I, V, dan III, yang dikelompokkan pada satu kolom. Perbedaan yang tidak nyata ini juga terlihat antar formula VII, IV, dan VI. Akan tetapi terdapat perbedaan laju pelepasan yang terlihat nyata antar formula ,I V, III, dengan formula VII, IV, dan VI. Formula II memiliki laju pelepasan zat aktif yang terlihat nyata bila dibandingkan dengan semua formula.
namun pelepasan zat aktifnya belum sama dengan kriteria USP XXVI tentang tablet extended release Kuinidin Sulfat. Pada konsentrasi etilselulosa N10 sebesar 35% (formula VI) dan 45% (formula VII), profil pelepasan Zat aktif yang sama dengan kriteria USP XXVI tentang tablet extended release Kuinidin Sulfat sudah mulai terlihat. Disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi etilselulosa N10 maka semakin lambat pelepasan zat aktifnya. Saran
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan uji Anava, terlihat bahwa Etilselulosa N10 yang digunakan sebagai matriks pada sediaan lepas lambat Kuinin Sulfat dapat memberikan perbedaan terhadap laju pelepasan zat aktif pada lima formula dengan konsentrasi etilselulosa N10 antara satu persen hingga 25 persen,
Penelitian lanjut mengenai topik yang sama perlu dilakukan, dan dilanjutkan dengan uji secara in vivo untuk melihat pengaruh mekanisme farmakodinamik dan farmakokinetik tubuh pada profil pelepasan zat aktif. Selain itu metode pembuatan tablet menggunakan cetak langsung dan granulasi kering perlu dilakukan untuk melihat pengaruh proses produksi pada profil pelepasan zat aktif.
DAFTAR PUSTAKA
Agrawal AM, Neau SH, Bonate PL. 2003. Wet granulation fine particle ethylcellulose tablets: effect of production variables and mathematical modeling of drug release. AAPS PharmSci; 5(2): artikel 13. Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Penerjemah : Farida Ibrahim. Penerbit Universitas Indonesia : Jakarta. Halaman 287-291. Bodmeier R, Chen H. 1989. Preparation and characterization of microspheres containing the antiinflammatory agents, indomethacin, ibuprofen, and ketoprofen. J Control Release. 10: 167-175. Chambin, Odile. 2003. Effects of different cellulose derivatives on drug release mechanism studied at a preformulation stage. Journal of Controlled Release at http:// www.ChemWeb.com. Akses tanggal 23 Maret 2004 Choulis, Nicolas H. Harry Papadopoulos. 1975. Timed-Release Tablets Containing Quinine Sulfate. J Pharmaceutical Sciences. 64: 1033-1034. Chowhan ZT. 1980. Role of binders in moisture-induced hardness increase in compressed tablets and its effect on in vitro disintegration and dissolution. J Pharmaceutical Sciences. 69:1-4.
18
Farmaka, Vol.2 No. 2, Agustus 2004, 12-20 Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta.
IV.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.1978. Formularium Nasional.Edisi II. Deshpande, A.A., etc. 1996. Controlled Release Drug Delivery System for Prolonged Gastric Residence: An Overview. Drug Development and Industrial Pharmacy. 22 (6): 531-537 Donbrow M, Friedman M. 1974. Permeability of films of ethylcellulose and PEG to caffeine. J Pharm Pharmacol 26: 148-150. Fukui A, Fujii R, Yonezawa Y, Sunada H. 2002. Analysis of the release process of phenylpropanolamine hydrochloride from ethylcellulose matrix granules. Chem Pharm Bull . 50 (11). 1439-42. Hofmann FF, Pressman JH, et all.1983. Controlled entry of orally administerd drugs: Phisiological considerations. Drug Devel Indust Pharm 9: 1077-1199. Jalsenjak I, Nicoladiou CF, Nixon Jr. 1976. In vitro dissolution of phenobarbitone sodium from ethylcellulose microcapsules. J Pharm Pharmacol. 28:912-914. Katikaneni PR, Upadrastha SM, Neau SH, Mitra AK. 1995. Ethylcellulose matrix controlled release tablets of a water soluble drug. Int. J. Pharm. 123:119-125. Lachman, Leon. et all. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi II. Penerjemah: Siti Suyatmi. UI Press: Jakarta. Mutschler, Ernst.1999. Dinamika Obat. Edisi V. Penerjemah: Dr. Matilda B. Widianto, Dr. Anna Setiadi Ranti. Penerbit ITB : Bandung. Halaman 673-676. Pelczar, Michael J Jr. ECS Chan.1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Edisi II. Penerjemah: Ratna S.H. dkk. Penerbit Universitas Indonesia: Jakarta. Halaman 777-779. Roy, Louise. et all. 2002. Quinine pharmacokinetics in chronic haemodialysis patients. British Journal of Clinical Pharmacology. 54 : 604. Shargel, Leon. Andrew B.C. Yu. 1988. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Penerjemah : Siti Sjamsiah. Airlangga University Press: Surabaya. Halaman 446459. Shlieout G, Zessin G. 1996. Investigation of ethylcellulose as a matrix former and a new method to regard and evaluate the compaction data. Drug. Dev. Ind. Pharm. 22: 313-319. Tabandeh H, Seyed AM, Tina BG. 2003. Preparation of sustained release matrix tablets of aspirin with ethylcellulose, eudragit RS100 and eudragit S100 and studying the 19
Farmaka, Vol.2 No. 2, Agustus 2004, 12-20 release profiles and their sensitivity to tablet hardness. Iranian Journal of Pharmaceutical Research. 201-206. United States Pharmacopeial Convention. 2002. The United States Pharmacopeia 26. Twinbrook Parkway, Rockville, MD: United States Pharmacopeia Convention, Inc. Wade Ainley. Paul J Weller. 1994. Handbooks of Pharmaceutical Exipients. Edisi II. The Pharmaceutical Press: London. p 237-238.
20