FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI BAYI USIA 6-12 BULAN DI POSYANDU KELURAHAN “B” KOTA SURAKARTA
OLEH : DITYA YANKUSUMA SETIANI
ARTIKEL ILMIAH
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN STIK SINT CAROLUS, JAKARTA BULAN JANUARI, TAHUN 2013
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Bayi Usia 6-12 Bulan di Posyandu Kelurahan “B” Kota Surakarta, Jakarta 2012 Ditya Yankusuma Setiani ABSTRAK Survei Demografi Kesehatan Indonesia didapatkan prevalensi gizi buruk dan gizi kurang bayi usia 6-11 bulan sebesar 20,4% pada tahun 2000 dan 20,2% pada tahun 2005. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi bayi usia 6-12 bulan di Posyandu Kelurahan “B” Kota Surakarta.Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelatif dengan desain cross sectional yang dilakukan mulai bulan April 2012bulan Januari 2013. Sampel penelitian adalah seluruh ibu-ibu yang mempunyai bayi usia 612 bulan di Posyandu Kelurahan “B” Kota Surakarta berjumlah 47 responden. Analisis data penelitian ini dilakukan dengan Uji Chi-Square dan Kruskal-Walls. Hasil penelitian menunjukkan status gizi bayi usia 6-12 bulan di Posyandu Kelurahan “B” Kota Surakarta pada bulan September yang normal 87,2 % dan gizi kurang ada 12,8 % Gambaran ibu yang datang di posyandu mayoritas usia yang optimal 91,5%(usia antara 20-35 tahun), pendidikan tinggi 89,4% (SMA dan PT), tidak bekerja 55,3%, tingkat pengetahuan ibu baik 93,6% , ibu yang memberikan ASI eksklusif ada 87,2 % , ibu yang memberikan MP-ASI yang sesuai ada 53,2% , dan bayi yang pernah terkena penyakit infeksi ada 17 % . Hasil dari uji bivariat menyatakan bahwa ada hubungan antara pekerjaan ibu dan status gizi bayi usia 6-12 bulan dengan P value 0,021 . Ada hubungan tingkat pengetahuan ibu dan status gizi bayi usia 6-12 bulan dengan P value 0,004 Ada hubungan pemberian ASI eksklusif dan status gizi bayi usia 6-12 bulan dengan P value 0,001. Ada hubungan penyakit infeksi dan status gizi bayi usia 612 bulan dengan P value 0,005 .Dari hasil penelitian tersebut maka sangat penting meningkatkan pengetahuan ibu-ibu tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif dan pentingnya menjaga kesehatan bayi supaya terhindar dari penyakit infeksi.
Kata kunci : Status gizi, bayi usia 6-12 bulan, Posyandu
1
Factors Associated With Nutritional Status of Infants Age 6-12 Months in IHC Village “B” Surakarta City, Jakarta 2012 ABSTRACT Indonesia Demographic Health Survey found the prevalence of malnutrition and malnutrition of infants aged 6-11 months by 20.4% in 2000 and 20.2% in 2005. The purpose of this research was to determine the factors associated with the nutritional status of infants aged 612 months in IHC Village "B" city of Surakarta.This research is a descriptive correlative with the cross-sectional design conducted from April 2012 - January 2013. The samples were all mothers who have infants aged 6-12 months in IHC Village "B" Surakarta City totaled 47 respondents. Data analysis was conducted by Chi-Square test and Kruskal-Walls.The results indicate the nutritional status of infants aged 6-12 months in IHC Village "B" Surakarta City in September, 87.2% were normal and there was a 12.8% malnutrition Preview mothers come in posyandu optimal age of majority 91.5% (aged between 20-35 years), 89.4% higher education (high school and PT), 55.3% did not work, the level of knowledge of either 93.6% mothers, mothers who exclusively breastfed was 87.2%, mothers providing appropriate complementary feeding was 53.2%, and baby ever to infectious diseases was 17%. There is a relationship between maternal employment and nutritional status of infants aged 6-12 months in IHC Village "B" city of Surakarta with P value 0.021. There is a relationship with the mother's level of knowledge of the nutritional status of infants aged 6-12 months in IHC Village "B" city of Surakarta with P value 0.004 There is a relationship of exclusive breastfeeding and nutritional status of infants aged 6-12 months in IHC Village "B" City of Surakarta with P value 0.001. There is a relationship of infectious diseases and nutritional status of infants aged 6-12 months in IHC Village "B" city of Surakarta with P value 0.005. From this research it is important that mothers increase their knowledge about the importance of exclusive breastfeeding and the importance of maintaining the health of the baby in order to avoid infectious diseases.
Keywords : nutritional status, infants aged 6-12 months, IHC
2
A. PENDAHULUAN Status gizi adalah bagian penting dari status kesehatan seseorang. Status gizi dapat dibedakan menjadi status gizi buruk, kurang, baik dan lebih. (Suhardjo, 2003) Sedangkan zat gizi itu sendiri adalah zat penyusun bahan makanan yang dibutuhkan tubuh untuk metabolisme. Zat penyusun itu meliputi air, protein, lemak, hidrat arang, vitamin dan mineral. (Widjaja, 2002) Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi menurut Wiku Adisasmito (2010) adalah karakteristik orang tua (umur, pendidikan, pekerjaan), tingkat pengetahuan, pemberian ASI Eksklusif, pemberian MP-ASI dan penyakit infeksi. Pola pemberian makanan yang terkesan mudah dan seringkali dianggap sepele oleh beberapa kaum ibu, ternyata memberikan dampak yang luar biasa terhadap tingginya angka kematian bayi. Cara pemberian makanan yang salah disebabkan antara lain oleh pemberian Air Susu Ibu (ASI) yang kurang optimal. Praktek pemberian makanan bayi yang berkontribusi terhadap kematian bayi meliputi pemberian ASI tidak eksklusif serta kualitas dan kuantitas makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang tidak sesuai. Selain itu keadaan gizi bayi dipengaruhi oleh masuknya zat makanan dan kemampuan tubuh bayi untuk menggunakan zat makanan tersebut. Sedangkan masuknya zat makanan ke dalam tubuh ditentukan oleh perilaku berupa sikap seseorang (ibu atau pengasuh) dalam memilih makanan, daya atau kemampuan orang untuk memperoleh makanan yang ada. Perilaku yang terbentuk dari seseorang karena adanya suatu pengetahuan, karena perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih awet dari pada perilaku tanpa adanya pengetahuan (Soekidjo Notoatmojo, 2003). Sedangkan kemampuan tubuh untuk menggunakan zat makanan ditentukan oleh status kesehatan seseorang. Status kesehatan bayi di Indonesia masih rendah ditandai dengan angka kematian bayi yang masih tinggi yang diakibatkan oleh penyakit infeksi yang meliputi infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), diare dan demam. ( Bappenas, 2008) Data World Health Organization/WHO tahun 2002 menunjukkan 60 persen kematian bayi itu terkait dengan kasus gizi kurang. Pada tahun 2002, angka kejadian gizi buruk dan kurang yang pada bayi masing-masing 8 persen dan 27,3 persen, pada 2002 masing-masing meningkat menjadi 8,3 persen dan 27,5 persen serta pada 2005 naik lagi menjadi masing-masing 8,8 persen dan 28,0 persen. (http://www.antaranews.com/Jakarta/2007) Sebuah penelitian dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2003 mengungkapkan bahwa status kesehatan dan gizi bayi di Indonesia masih rendah seperti ditunjukkan oleh masih tingginya angka kematian dan kesakitan akibat penyakit infeksi dan kekurangan gizi. 3
Angka kematian bayi tergolong sangat tinggi, yaitu 34 bayi meninggal dari 1000 kelahiran. Hal ini berarti dalam waktu 6 menit 1 bayi meninggal di Indonesia. Dalam penelitian tersebut terungkap prevalensi gizi buruk dan gizi kurang bayi usia 6-11 bulan sebesar 20,4 % pada tahun 2000 dan 20,2 % pada tahun 2005. (Bappenas, 2008) Berdasarkan pemantauan status gizi (PSG) di posyandu didapatkan hasil bahwa prevalensi gizi kurang di Jawa Tengah 12,76% tahun 2003 dan meningkat menjadi 15,43% pada tahun 2004. Begitu juga dengan kejadian gizi buruk, tahun 2003 sebesar 1,36% meningkat menjadi 1,87% pada tahun 2004. Tingkat pencapaian dalam pemberian ASI eksklusif juga relatif rendah yaitu sebesar 20,18%. Tingkat pencapaian ini masih sangat rendah bila dibandingkan dengan target yang diharapkan yaitu 80% bayi yang ada mendapatkan ASI eksklusif. Menurut profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah 2004 dan 2005, angka kematian bayi 6,62 per 1000 kelahiran hidup dan angka kematian balita sebesar 8,58 per 1000 kelahiran hidup. Angka kejadian diare terjadi peningkatan dari tahun ketahun. Tahun 2003 sebanyak 424 209 meningkat menjadi 427 107 pada tahun 2004. Menurut penelitian yang dilakukan tahun 1980, 22,1% sebab kematian bayi di Jawa Tengah adalah akibat ISPA. Sedangkan data tahun 1983 menunjukkan bahwa hampir 40% kematian anak berumur 2 bulan sampai 12 bulan adalah disebabkan oleh ISPA. Banyaknya masalah gizi dan kesehatan akibat banyak hal.,di antaranya adalah kemiskinan, yang berdampak pada menurunnya daya beli dan akses terhadap kesehatan. Rendahnya tingkat pengetahuan gizi dan kesehatan di masyarakat, rendahnya tingkat pendidikan
dan
kurang
berfungsinya
fasilitas
kesehatan
(http://www.suaramerdeka.com/Jawa Tengah/ 2007) Sedangkan di daerah
. “B”
didapatkan data bahwa dari 380 balita yang ada di sembilan Posyandu yang rutin dibawa ke Posyandu hanya kurang lebih 168 balita, yang mendapatkan ASI eksklusif hanya 76 balita. (Data laporan bulan April Posyandu Baluwarti, 2012) Data yang didapatkan dari Posyandu Baluwarti dari bulan Januari sampai dengan April Tahun 2012 bahwa bayi usia 6-12 bulan ada 71 bayi, dari 71 bayi tersebut yang mengalami gizi buruk ada 1 orang dan gizi kurang ada 14 orang. Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah “faktor apa saja yang berhubungan dengan status gizi bayi usia 6-12 bulan di Posyandu Kelurahan “B” Kota Surakarta ?” Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi bayi di Posyandu Kelurahan “B” Kota Surakarta. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah diketahui gambaran status gizi bayi usia 6-12 bulan, 4
diketahui gambaran karakteristik Ibu bayi (umur, pendidikan, pekerjaan), tingkat pengetahuan ibu bayi, pemberian ASI Eksklusif oleh ibu bayi, pemberian MP-ASI dan penyakit infeksi pada bayi usia 6-12 bulan, diketahui hubungan antara karakteristik ibu bayi (umur, pendidikan, pekerjaan) dan status gizi bayi usia 6-12 bulan, diketahui hubungan antara pengetahuan Ibu bayi dan status gizi bayi usia 6-12 bulan, diketahui hubungan antara pemberian ASI Eksklusif dan status gizi bayi usia 6-12 bulan, diketahui hubungan antara pemberian MP-ASI dan status gizi bayi usia 6-12 bulan, diketahui hubungan antara penyakit infeksi dan status gizi bayi usia 6-12 bulan.
B. METODE PENELITIAN Populasi penelitian disini adalah seluruh Ibu-ibu yang membawa bayi usia 6-12 bulan datang di Posyandu Kelurahan “B” Kota Surakarta. Sedangkan sampel penelitian ini dengan menggunakan total sampling yaitu mencakup semua ibu
yang membawa bayi nya untuk ditimbang berat badannya di Posyandu
Kelurahan “B” Kota Surakarta yaitu ada 47 responden, dengan kriteria sebagai berikut : 1) Bisa membaca dan menulis 2) Sehat mental 3) Ibu dan bayi yang datang dalam penimbangan di Posyandu 4) Usia bayi antara 6-12 bulan Penelitian ini dilakukan di Posyandu Kelurahan “B” Kota Surakarta dan dilakukan antara bulan April 2012 – Januari 2013 sedangkan pengumpulan data dilakukan pada tanggal 15 September- 22 September 2012. Adapun tahap-tahap pengumpulan data yang dilakukan peneliti adalah sebagai berikut : 1. Peneliti meminta ijin kepada Kepala Lurah Kelurahan “B” Kota Surakarta dan ketua Posyandu untuk mengadakan penelitian di Posyandu Kelurahan “B” Kota Surakarta. 2. Peneliti datang ke Posyandu Kelurahan “B” Kota Surakarta 3. Karena peneliti tidak bisa hadir di semua Posyandu, maka peneliti mengundang perwakilan kader untuk mensosialisasikan cara penggunaan kuesioner 4. Peneliti memberikan penjelasan terlebih dahulu mengenai cara pengisian kuesioner dan penggunaan alat ukur (timbangan jarum dan pita ukur LILA) yang akan digunakan dalam pengambilan data kepada kader-kader posyandu yang akan membantu peneliti dalam pengumpulan data.
5
5. Peneliti dibantu oleh kader Posyandu membagikan kuesioner kepada Ibu yang mengantar bayi nya yang berusia 6-12 bulan ke Posyandu 6. Peneliti dibantu kader dalam menimbang BB bayi serta mengukur LILA bayi, kemudian mencatat berat badan bayi serta hasil ukur LILA dan hasilnya peneliti masukkan ke dalam suatu tabel. Begitu juga dengan kuesioner yang peneliti bagikan kepada Ibu-ibu, peneliti mengambil kembali kuesioner tersebut ketika ibu sudah selesai mengisinya. 7. Setelah semua data terkumpul, maka langkah selanjutnya peneliti melakukan pengolahan data. Peneliti menggunakan kuesioner angket sebagai instrument yang digunakan dalam pengumpulan data primer dimana peneliti membagikan kuesioner tersebut kepada Ibu-ibu pada saat bayi nya ditimbang dan diukur LILA nya. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sesuai dengan variable-variabel yang akan diteliti. Sebelum pengambilan data dilakukan, kuesioner diuji cobakan terlebih dahulu pada responden diluar area penelitian, dimana peneliti melakukan uji kuesioner pada 20 ibu di Posyandu Kelurahan Setabelan Surakarta. Uji coba kuesioner ini juga bertujuan untuk memperbaiki pertanyaanpertanyaan yang sulit dijawab serta mengukur validitas dan reabilitas kuesioner sebelum pengumpulan data penelitian di lakukan. Dari hasil uji coba kuesioner tersebut dimasukkan kedalam program komputer dan dilakukan tes validitas terlebih dahulu, setelah itu dilanjutkan tes reabilitas. Didapatkan hasil uji reabilitas nya dengan nilai Cronbach’s Alpha 0,8248 yang menunjukkan bahwa kuesioner ini reliable. Sedangkan dari uji validitas dengan tingkat signifikan 0,05 dan r table 0,468 didapatkan dari 20 pertanyaan yang dinyatakan valid ada 18 pertanyaan dengan r hitung > 0,468 sedangkan 2 pertanyaan yang tidak valid tetap peneliti ikutkan karena nila r hitung mendekati nilai r table yaitu 0,4603 dan 0,4632 sehingga peneliti tetap menggunakan 20 pertanyaan untuk kuesioner. Untuk pengumpulan data tentang status gizi, peneliti menimbang BB bayi dengan menggunakan timbangan bayi jarum, mengukur LILA dengan pita ukur LILA dan akan melihat status gizi bayi berdasarkan baku rujukan WHO-NCHS indeks Berat badan menurut Umur (terlampir) serta melihat KMS. Adapun analisis data yang peneliti gunakan untuk menguji hipotesa adalah analisa bivariat yaitu untuk mengetahui hubungan dari kedua variable tersebut. Uji statistik yang digunakan disesuaikan dengan skala variabelnya, bila hubungan antara variable skala nominal dengan ordinal digunakan uji Kruskal-Walls dengan tingkat kemaknaan 5%.
6
Apabila hubungan antara variable skala nominal dengan nominal maka digunakan uji Chi square dengan tingkat kemaknaan 5%.
C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berikut adalah table-tabel distribusi frekuensi dan tabel-tabel hasil uji bivariat : 1. Distribusi Frekuensi Status gizi Bayi, karakteristik Ibu (Umur, pendidikan, pekerjaan), pengetahuan, pemberian ASI Eksklusif, MP-ASI dan Penyakit Infeksi Tabel 1. Distribusi responden berdasarkan Status Gizi Bayi, karakteristik Ibu, tingkat pengetahuan, pemberian ASI-Eksklusif, MP-ASI dan Penyakit Infeksi di Posyandu Kelurahan “B” Kota Surakarta, September 2012. Status Gizi Bayi Kurang Buruk Lebih Baik Total Karakteristik Ibu Usia - Tidak Optimal - Optimal
Frekuensi 6 0 0 41 47 Frekuensi
Presentasi 12,8 0 0 87,2 100 Presentasi
4 43
8,5 91,5
2 3 32 10
4,3 6,4 78,7 10,6
26 21 47 Frekuensi 3 44 47
55,3 44,7 100 Presentase 6,4 93,6 100
Frekuensi
Presentase
6 41 47 Frekuensi 22 25 47
12,8 87,2 100 Presentase 46,8 53,2 100
Pendidikan - SD - SMP - SMA - PT Pekerjaan - Tidak Bekerja - Bekerja Total Pengetahuan Tidak Baik Baik Total Pemberian ASI Eksklusif Tidak ASI eksklusif ASI Eksklusif Total Pemberian MP-ASI Tidak Sesuai Sesuai Total
7
Penyakit Infeksi Tidak pernah
Frekuensi 39
Presentase 83,0
Pernah Total
8 47
17,0 100
Tabel diatas menunjukkan bahwa Status gizi bayi di Posyandu Kelurahan “B” Kota Surakarta presentasi terbesar bayi dengan status gizi baik 87,2%, usia responden dengan presentasi terbesar antara 20-35 tahun (91,5%), tingkat pendidikan tinggi 89,4 % (SMA 6.4% dan PT 10.6 %) dan status pekerjaan responden yang tidak bekerja 55,3 %, presentasi terbesar ibu di kelurahan “B” memiliki tingkat pengetahuan baik yaitu jumlah skor benar lebih dari 15 (≥75%) ada 93,6%, presentasi terbesar responden di Poyandu kelurahan “B” Kota Surakarta memberikan ASI eksklusif yaitu 87,2 %, responden yang pemberian MP-ASI tidak sesuai ada 46,8 % lebih rendah dari pada ibu yang pemberian MP-ASI sesuai, presentasi terbesar bayi di Posyandu Kelurahan “B” Kota Surakarta tidak pernah terkena penyakit infeksi yaitu ada 83,0 %. 2. Hubungan karakteristik Ibu dengan status gizi bayi usia 6-12 bulan di Posyandu Kelurahan “B” Kota Surakarta Tabel 2. Hubungan antara karakteristik Ibu dengan status gizi bayi usia 6-12 bulan di Posyandu Kelurahan “B” Kota Surakarta, September 2012 Status Gizi NO
Umur Ibu
Tidak Baik
Total
Nilai
Baik
P
N
%
N
%
N
%
2
50
2
50
4
100
4
9,3
39
90,7
43
100
Umur 1
Tidak
0,074
optimal 2
Optimal Pendidikan
1
Rendah
2
40
3
60
5
100
2
Tinggi
4
9,5
38
90,5
42
100
6
23,1
20
76,9
26
100
0
0
21
100
21
100
6
12,8
41
87,2
47
100
0,056
Pekerjaan 1
Tidak Bekerja
2
Bekerja Total
8
0,021
Tabel diatas menunjukkan pada kelompok umur ibu yang tidak optimal yaitu umur < 20 th dan > 35 th proporsi antara status gizi tidak baik 50%, sedangkan pada kelompok umur ibu yang optimal yaitu umur antara 20-35 tahun yang mempunyai bayi dengan status gizi tidak baik ada 9,3 % . Uji Chi Square menunjukkan bahwa P. Value adalah 0.074 (p> 0,05) yang berarti tidak ada hubungan antara umur ibu dengan status gizi bayi usia 6-12 bulan di Posyandu Kelurahan “B” Surakarta. Pembahasan : Dari hasil uji statistik penelitian ini dihasilkan bahwa tidak ada hubungan antara umur ibu dengan status gizi bayi usia 6-12 bulan. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian yang dikemukakan oleh Dewi Riama (2006). Hasil dari penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang sudah ada yaitu teori yang diambil dari Bappenas tahun 2009, dimana diungkapkan bahwa umur seorang wanita sangat menentukan dalam kehamilan dan kesehatan bayi, dimana usia optimal untuk menikah dan hamil dilihat dari sudut kesehatan dan kesejahteraan keluarga adalah usia 20-35 tahun dan umur ibu dijadikan indikator taraf kesehatan bayinya. Ibu yang berumur muda mungkin kurang berpengalaman dalam mengasuh dan merawat kesehatan bayinya sedangkan ibu berumur tua mungkin sudah lelah mengasuh bayinya sehingga berpengaruh terhadap status gizi bayinya. Variabel ini tidak berhubungan bisa disebabkan karena beberapa hal diantaranya adalah seorang ibu yang dalam usia optimal jika tidak disertai dengan pendidikan, pengetahuan dan keterampilan yang baik maka ada kemungkinan pemberian gizi pada bayi kurang optimal yang akan menyebabkan status gizi bayi tidak baik. Begitu juga sebaliknya, jika seorang ibu dalam usia tidak optimal tetapi mempunyai pendidikan, pengetahuan dan keterampilan dalam mengasuh bayi nya maka ada kemungkinan status gizi bayi nya akan baik. Faktor lain yang telah diungkapkan dalam penelitian Kusmayanti (2005) bahwa pengetahuan semakin baik karena disebabkan oleh akses informasi dan wawasan yang semakin luas. Table diatas menunjukkan bahwa pada kelompok ibu dengan tingkat pendidikan rendah yang memiliki bayi dengan status gizi tidak baik ada 40% Sedangkan pada kelompok ibu dengan tingkat pendidikan tinggi yang mempunyai bayi dengan status gizi tidak baik ada 9,5 % .Uji Kruskal Wallis, menunjukkan bahwa P. Value adalah 0.056 (p> 0,05) yang berarti tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi bayi usia 6-12 bulan di Posyandu Kelurahan “B” Surakarta.
9
Pembahasan : Sedangkan dari hasil uji statistik juga dihasilkan bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan ibu dengan status gizi bayi usia 6-12 bulan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Eny Susyanti (2005). Hasil ini sangat berbeda dari teori yang sudah ada dimana semakin tinggi pendidikan maka semakin baik pula
tingkat
ketahanan pangan keluarga yang dapat mempengaruhui status gizi bayi. (Wiku Adisasmito, 2010). Sesuai yang telah dikemukakan pada penelitian Kusmayanti (2005), bahwa pengetahuan semakin baik karena disebabkan oleh akses informasi dan wawasan yang semakin luas. Hal ini terjadi pada ibu-ibu di Posyandu Kelurahan “B” Kota Surakarta, walaupun masih ada beberapa ibu dengan tingkat pendidikan rendah, akan tetapi ibu-ibu ini selalu rajin dalam mencari informasi tentang kesehatan bayinya kepada ibu-ibu lain atau bahkan kepada kader-kader posyandu. Hal inilah yang menyebabkan tidak ada hubungan antara pendidikan dengan status gizi bayi usia 6-12 bulan di Posyandu Kelurahan “B” Kota Surakarta. Tabel diatas menunjukkan bahwa pada kelompok ibu yang tidak bekerja yang mempunyai bayi dengan status gizi tidak baik ada 23,1% . Sedangkan pada kelompok ibu yang bekerja semua mempunyai bayi dengan status gizi baik yaitu 100 % . Uji Chi Square, menunjukkan P. Value adalah 0.021 (p< 0,05) yang berarti ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan status gizi bayi usia 6-12 bulan di Posyandu Kelurahan “B” Surakarta. Pembahasan : Hasil uji statistik ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara status pekerjaan dengan status gizi bayi usia 6-12 bulan. Walaupun hasil uji statistik ini bermakna, tetapi hal ini tidak sesuai dengan teori yang di kutip dari Bappenas (2008), orang tua yang bekerja, dengan kesibukannya mereka akan kekurangan waktu untuk mengasuh bayinya. Salah satu dampak negative dikhawatirkan timbul sebagai akibat dari keikutsertaan ibu-ibu pada kegiatan diluar rumah adalah terlantarnya anak terutama bayi, padahal masa depan anak dipengaruhi oleh pola asuh dan keadaan gizi sejak usia bayi, karena pada usia tersebut, bayi belum dapat melayani kebutuhan sendiri dan masih bergantung pada pengasuhnya. Dimana perhatian terhadap pemberian makan pada bayi yang kurang, sehingga dapat menyebabkan bayi kurang gizi. Sedangkan pada hasil uji statistik didapat bahwa responden di Posyandu Kelurahan “B” dengan status tidak bekerja lebih banyak dari pada yang mempunyai status pekerjaan. Dan semua bayi usia 6-12 bulan yang mempunyai status gizi tidak baik itu terdapat pada 10
ibu yang tidak bekerja. Menurut Depkes RI tahun 1999 dalam buku yang dikutip oleh Arini H tahun 2012 hal ini disebabkan karena ibu yang bekerja memiliki akses lebih baik terhadap berbagai informasi, pengalaman dan pengetahuan yang luas serta ibu yang bekerja akan mempunyai pendapatan sehingga dapat memenuhi kebutuhan keluarganya. 3. Hubungan pengetahuan Ibu dengan status gizi bayi usia 6-12 bulan di Posyandu Kelurahan “B” Kota Surakarta Tabel V.9. Hubungan antara tingkat pengetahuan Ibu dan status gizi bayi usia 6-12 bulan di Posyandu Kelurahan “B” Kota Surakarta, September 2012 Status Gizi NO
Pengetahuan
Tidak Baik
Total
Baik
Nilai P
N
%
N
%
N
%
1
Tidak baik
2
66,7
1
33,3
3
100
2
Baik
4
9,1
40
90,9
44
100
Jumlah
6
12,8
41
87,2
47
100
0,004
Tabel diatas menunjukkan bahwa kelompok ibu dengan tingkat pengetahuan tidak baik (jumlah skor benar < 15 atau <75%) mempunyai bayi dengan status gizi tidak baik ada 66,7%, sedangkan kelompok ibu dengan tingkat pengetahuan baik (skor benar ≥15 atau ≥75%) yang mempunyai bayi dengan status gizi tidak baik 9,1 % dan bayi dengan status gizi baik ada 90,9 %. Uji Kruskal Wallis, menunjukkan bahwa P. Value adalah 0.004 yang berarti lebih kecil dari 0.05, maka Ho ditolak. Hal ini berarti ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan status gizi bayi usia 6-12 bulan di Posyandu Kelurahan “B”Surakarta. Pembahasan : Hasil uji statistik penelitian ini dihasilkan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan status gizi bayi usia 6-12 bulan di Posyandu Kelurahan “B” Kota Surakarta. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang dikutip oleh Suhardjo (2003) bahwa kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari adalah penyebab penting dari gangguan gizi. Sedangkan teori yang dikutip oleh Soekidjo (2003) mengungkapkan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih bertahan lama dari pada perilaku yang tidak didasari pengetahuan. Jadi walaupun Ibu-ibu di Posyandu Kelurahan “B” Kota Surakarta banyak mendapatkan informasi mengenai gizi dari luar 11
akan tetapi jika tidak bisa menerapkan informasi tersebut maka akan mendapatkan hasil yang tidak optimal. 4. Hubungan pemberian ASI eksklusif dengan status gizi bayi usia 6-12 bulan di Posyandu Kelurahan Baluwarti Kota Surakarta Tabel V.10. Hubungan antara pemberian ASI eksklusif dan status gizi bayi usia 6-12 bulan di Posyandu Kelurahan “B” Kota Surakarta, September 2012
1
Pemberian ASI eksklusif Tidak ASI
2
ASI
NO
Jumlah
Status Gizi Tidak Baik Baik N % N % 4 66,7 2 33,3
Total N 6
% 100
2
4,9
39
95,1
41
100
6
12,8
41
87,2
47
100
Nilai P 0,001
Tabel diatas menunjukkan bahwa kelompok ibu yang tidak memberikan asi eksklusif mempunyai bayi dengan status gizi kurang paling besar yaitu 66,7 % (4 orang). Sedangkan kelompok ibu yang memberikan asi eksklusif yang mempunyai bayi dengan status gizi kurang ada 4,9 % (2 orang). Uji Chi Square menunjukkan bahwa P. Value adalah 0.001 (p< 0.05) yang berarti ada hubungan antara pemberian asi eksklusif dengan status gizi bayi usia 6-12 bulan di Posyandu Kelurahan “B” Surakarta. Pembahasan : Hasil uji statistik penelitian ini dihasilkan bahwa ada hubungan pemberian ASI eksklusif dengan status gizi bayi usia 6-12 bulan di Posyandu Kelurahan “B” Kota Surakarta. Hal ini sesuai dengan teori bahwa rendahnya proporsi bayi terutama sampai usia 6 bulan yang mendapatkan ASI eksklusif berpengaruh terhadap status gizi bayi. (Bappenas, 2008). Dalam penelitian ini didapatkan hasil bahwa ibu-ibu di Posyandu Kelurahan “B” Kota Surakarta yang tidak memberikan ASI Eksklusif mempunyai bayi dengan status gizi tidak baik lebih besar dari pada ibu yang memberikan ASI eskklusif.
12
5. Hubungan pemberian MP-ASI dengan status gizi bayi usia 6-12 bulan di Posyandu Kelurahan “B” Kota Surakarta Tabel V.11. Hubungan antara pemberian MP-ASI dan status gizi bayi usia 6-12 bulan di Posyandu Kelurahan “B” Kota Surakarta, September 2012 Status Gizi
Total
Pemberian NO
Nilai Tidak Baik
Baik
MP-ASI
1
P N
%
N
%
N
%
4
18,2
18
81,8
22
100
Sesuai
2
8,0
23
92,0
25
100
Jumlah
6
12,8
41
87,2
47
100
Tidak
0,273
Sesuai 2
Tabel diatas menunjukkan bahwa kelompok ibu yang memberikan MP-ASI tidak sesuai mempunyai bayi dengan status gizi tidak baik ada 18,2 % . Sedangkan kelompok ibu yang memberikan MP-ASI sesuai yang mempunyai bayi dengan status gizi tidak baik ada 8,0% . Uji Chi Square menunjukkan bahwa P. Value adalah 0.273 (p> 0,05) yang berarti tidak ada hubungan antara pemberian MP-ASI dengan status gizi bayi usia 6-12 bulan di Posyandu Kelurahan “B” Surakarta. Pembahasan : Dari hasil uji statistik penelitian ini dihasilkan bahwa tidak ada hubungan pemberian MP-ASI dengan status gizi bayi usia 6-12 bulan di Posyandu Kelurahan “B” Kota Surakarta. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian dari Eny Susyanti (2005). Akan tetapi hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang sudah di ungkapkan oleh Solihin Pudjiadi (1990) walaupun ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi, dengan bertambahnya umur pada suatu saat bayi yang sedang bertumbuh cepat memerlukan sehari-harinya energy dan zat-zat gizi yang melebihi jumlah yang didapati dari ASI saja. Untuk memenuhi zat-zat gizi tersebut maka bayi memerlukan makanan pendamping ASI. Makanan pendamping ASI adalah makanan tambahan yang diberikan kepada bayi setelah usia 6 bulan, yang bahannya dari berbagai dasar yang ada dilingkungan sekitar yang memiliki kandungan yang mencukupi kebutuhan gizi bayi. Disebut makanan pendamping ASI karena di usia ini diharapkan bayi masih tetap diberikan ASI selain makanan lain. 13
Berdasarkan kuesioner yang sudah dibagikan, mayoritas ibu-ibu di Posyandu Kelurahan “B” memberikan MP-ASI tetapi tidak sesuai dengan syarat-syarat pemberian makanan pendamping ASI berdasarkan usia serta bayi diberikan MP-ASI tetapi tidak mendapatkan ASI secara eksklusif karena walaupun MP-ASI penting akan tetapi ASI lebih penting karena ASI mencukupi kebutuhan 60% gizi bayi dan selebihnya didapatkan dari MP-ASI. (Utami Rusli, 2001) 6. Hubungan penyakit infeksi dengan status gizi bayi usia 6-12 bulan di Posyandu Kelurahan “B” Kota Surakarta Tabel V.12. Hubungan antara penyakit infeksi dan status gizi bayi usia 6-12 bulan di Posyandu Kelurahan “B” Kota Surakarta, September 2012 Status Gizi NO
Penyakit Infeksi
Tidak Baik
Total
Nilai
Baik
P
N
%
N
%
N
%
1
Tidak
2
5,1
37
94,9
39
100
2
pernah
4
50
4
50
8
100
6
12,8
41
87,2
47
100
0,005
Pernah Jumlah
Tabel diatas menunjukkan kelompok bayi yang tidak pernah terkena penyakit infeksi dengan status gizi tidak baik ada 5,1 % sedangkan bayi yang pernah terkena penyakit infeksi dengan status gizi tidak baik ada 50% . Uji Chi Square menunjukkan bahwa P. Value adalah 0.005 (p<0,05) yang berarti ada hubungan antara penyakit infeksi dengan status gizi bayi usia 6-12 bulan di Posyandu Kelurahan “B” Surakarta. Pembahasan : Dari hasil uji penelitian ini dihasilkan bahwa ada hubungan penyakit infeksi dengan status gizi bayi usia 6-12 bulan di Posyandu Kelurahan “B” Kota Surakarta. Dimana di dapatkan hasil di Posyandu Kelurahan “B” Kota Surakarta bahwa bayi yang pernah terkena penyakit infeksi dengan status gizi tidak baik ada 4 bayi dan itu dua kali lebih besar dari pada bayi yang tidak pernah terkena penyakit infeksi. Hasil ini sesuai dengan teori bahwa status gizi merupakan bagian penting dari status kesehatan. Keadaan gizi yang buruk akan mempermudah seseorang untuk terkena penyakit terutama penyakit infeksi. Penyakit infeksi meliputi infeksi saluran pernafasan akut, demam dan diare. Penyebab-penyebab tersebut terkait erat dengan kekurangan gizi pada bayi . (Bappenas, 2008) Sesuai juga dengan teori yang dikutip 14
oleh Wiku Adisasmito tahun 2010 bahwa penyebab langsung kurang gizi adalah makanan dan penyakit infeksi yang mungkin diderita bayi. Timbulnya gizi kurang tidak hanya karena makanan kurang tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapatkan makanan yang cukup baik tetapi sering diserang diare atau demam akhirnya dapat menderita kurang gizi.
D. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan analisis dan pembahasan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa status gizi bayi usia 6-12 bulan di Posyandu Kelurahan “B” Kota Surakarta pada bulan September yang normal 87,2 % dan gizi kurang ada 12,8 % , gambaran ibu yang datang di posyandu adalah mayoritas usia yang optimal (usia antara 20-35 tahun), pendidikan tinggi SMA dan PT, tidak bekerja, tingkat pengetahuan ibu baik, kecuali dalam hal makanan sumber pembangun dan KEP, Ibu yang memberikan ASI eksklusif ada 87,2 % , ibu yang memberikan MP-ASI yang sesuai ada 53,2% , dan bayi yang pernah terkena penyakit infeksi ada 17 % , tidak ada hubungan antara umur dan status gizi bayi usia 6-12 bulan di Posyandu Kelurahan “B” Kota Surakarta dengan P value 0,074, tidak ada hubungan antara pendidikan ibu dan status gizi bayi usia 6-12 bulan di Posyandu Kelurahan “B” Kota Surakarta dengan P value 0,056, ada hubungan antara pekerjaan ibu dan status gizi bayi usia 6-12 bulan di Posyandu Kelurahan “B” Kota Surakarta dengan P value 0,021, ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dan status gizi bayi usia 6-12 bulan di Posyandu Kelurahan “B” Kota Surakarta dengan P value 0,004, ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dan status gizi bayi usia 6-12 bulan di Posyandu Kelurahan “B” Kota Surakarta dengan P value 0,001, tidak ada hubungan antara pemberian MP-ASI dan status gizi bayi usia 6-12 bulan di Posyandu Kelurahan “B” Kota Surakarta dengan P value 0,273, ada hubungan antara penyakit infeksi dan status gizi bayi usia 6-12 bulan di Posyandu Kelurahan “B” Kota Surakarta dengan P value 0,005 Saran yang dapat penulis berikan adalah sebagai berikut : 1. Bagi Posyandu a. Warga di Posyandu Kelurahan “B” Karena ada hubungan yang bermakna antara pemberian ASI eksklusif terhadap status gizi bayi maka saran bagi warga khususnya pasangan usia subur diharapkan jika memiliki bayi dengan usia 0-6 bulan dapat memberikan ASI eksklusif serta selalu rutin membawa bayi nya ke Posyandu. 15
b. Bagi Kader posyandu Karena ada hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan ibu dengan status gizi bayi usia 6-12 bulan di Posyandu Kelurahan “B” Kota Surakarta, disarankan agar diadakan penyuluhan kepada ibu bayi terutama pada pasangan usia subur di posyandu tentang masalah yang terjadi jika kekurangan gizi, makanan apa saja yang diperlukan oleh bayi dan fungsi dari setiap zat gizi dan ikut serta menggalakkan pemberian ASI Eksklusif. 2. Bagi peneliti selanjutnya Semoga penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi peneliti selanjutnya dan diharapkan agar peneliti selanjutnya melanjutkan penelitian yang belum sempat penulis lakukan untuk faktor-faktor lain yang berhubungan dengan
16
DAFTAR PUSTAKA
Andarwati, Dewi. (2007). Skripsi Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat: Faktor-faktor yang Behubungan Dengan Status Gizi Balita Pada Keluarga Petani di Desa Purwojati Kecamatan Kertek Kabupaten Kertek Kabupaten Wonosobo. Universitas Negeri Semarang. Anggraeni, Adisty Cynthia. (2012). Asuhan Gizi Nutrisional Care Process. Yogyakarta : Graha Ilmu. Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat. (2010). Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rajawali Pers. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. (2000). Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional. Handajani, S & Ishartani, D. (2006). Pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Lokal. Surakarta : CakraBooks. Hidayat, A.Aziz Alimul.(2009). Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data. Jakarta : Salemba Medika. http ://www.antaranews.com/Angka Kejadian Gizi Buruk/Jakarta/2007/26-4-2012/20.35 http
://www.suaramerdeka.com/Prevalensi
Gizi
Kurang
di
Jawa
Tengah/Jawa
Tengah/2007/26-4-2012/20.45 Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional. (2008). Strategi Nasional Pengembangan Anak Usia Dini Holistik-Integratif. Jakarta : Bappenas. .
(2009).
Studi
Kebijakan
Pengembangan Anak Usia Dini yang Holistik dan Terintegrasi. Jakarta : Bappenas. Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Promosi Kesehatan dan Aplikasinya. Jakarta : Rineka Cipta. . (2007). Kesehatan Masyarakat : Ilmu dan Seni. Jakarta : Rineka Cipta. Nursalam & Pariani, Siti. (2001). Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto. Nur M, Wafi. (2010). Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta : Fitramaya. Pudjiadi, Solohin. (2003). Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Jakarta : FKUI. Riama, Dewi. (2006). Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita di Posyandu RW 06 Kelurahan Paseban. Jakarta . Skripsi : STIK Sint Carolus Jakarta. 17
Richard E.B & Robert M. K. (1999). Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Jakarta : EGC. Roesli, Utami. (2001). Bayi Sehat Berkat Asi Eksklusif, Makanan Pendamping Tepat dan Imunisasi Lengkap. Jakarta : IKAPI. Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC. Supariasa, I Dewa Nyoman. (2001). Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC. Supartini, Yupi. (2004). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC. Sugiyono. (2001). Stattistik Nonparametris. Bandung : Alfabeta. Suhardjo. (2003). Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta : Bumi Aksara. Sunaryo. (2004). Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC. Wahit Iqbal, M dan Nurul, C. (2007). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan Aplikasi Dalam Praktek. Jakarta : EGC. Wahyuningsih, Siti Endah. (2003) .Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Anak Balita Umur 24 - 59 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Manyaran Kota Semarang. Tesis, Universitas Diponegoro. Wijaya, MC. (2002). Gizi Tepat Untuk Perkembangan Otak dan Kesehatan Balita. Jakarta : Kawan Pustaka. Wiku, Adisasmito. (2010). Sistem Kesehatan. Jakarta : Rajawali Pers. Winarno, F.G. (1990). Gizi dan Makanan Bagi Bayi dan Anak Sapihan. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. Wise, Petra. (2003). Panduan Kesehatan Masyarakat Untuk Kader Kesehatan. Surakarta : Yayasan Indonesia Sejahtera.
18