1
Faktor-Faktor Penghambat Perumusan Rancangan Undang Undang Perdagangan di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Esty Kartika Zahriyah dan Afiati Indri Wardani Program Studi Administrasi Negara. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ABSTRAK Setiap Undang-Undang yang menyangkut kepentingan publik haruslah mendapatkan persetujuan dari lembaga legislatif, dalam hal ini DPR, karena DPR memiliki tugas penting dalam mengemban aspirasi masyarakat. DPR memiliki tugas dan wewenang untuk membentuk Undang-Undang yang dibahas dengan Presiden. Perdagangan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kegiatan perekonomian suatu negara, dan menjadi indikasi tingkat kemakmuran masyarakatnya, serta menjadi tolok ukur tingkat perekonomian negara itu sendiri. Namun hingga saat ini Indonesia belum memiliki Undang-Undang yang mengatur perdagangan. Produk hukum yang setara dengan undang-undang yang ada masih mengacu pada hukum kolonial belanda. Saat ini DPR-RI bersama Pemerintah sedang menyusun Undang-Undang yang mengatur perdagangan agar dapat menguatkan sektor perdagangan Indonesia dan memberikan perlindungan hukum terhadap pelaku usaha perdagangan namun dalam penyusunan RUU ini terdapat banyak permasalahan dan hambatan yang membuat perumusan Undang Undang menjadi tidak mudah. Kata Kunci: Fungsi Legislasi DPR; Kebijakan Publik; Perumusan Kebijakan; Rancangan Undang-Undang Perdagangan. ABSTRACT Every Law or regulation which related to public interest must have been approved by the legislative, in this case is DPR-RI (the house of Representatives), it’s because DPR-RI has important duties to represented aspirations of the Indonesian people. The DPR-RI has three main functions, legislative, budgeting and controlling. For the legislative function It draws up and passes laws of own as well discussing and approving government regulations in lieu of law. Trade is the one most important things in economy activity of a country, it’s becomes an indicator of a country's standard of living. But from the proclamation till now, 2013, Indonesia haven’t had a law or regulation which regulate trade activities. Indonesia still using a trade regulation from Dutch colonial period. Recently, DPR and the government formulating a trade of law to increase and strengthen domestic trade and protecting the local trader. But in this policy formulation process, DPR-RI met some problems and obstacles, and it’s not a simple process to have a law that can regulate the trade sectors in Indonesia. Key words: Legislative Functions; Policy Formulation; Public Policy; Trade of Law. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah menghasilkan perubahan struktur ketatanegaraan di Indonesia. Hal ini terlihat dari adanya
Faktor-faktor..., Esty Kartika Zahriyah, FISIP UI, 2013.
2 perubahan kedudukan lembaga-lembaga tinggi negara dimana sebelumnya Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai lembaga tertinggi negara. Sedangkan Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK) dan Komisi yudisial (KY) sebagai lembaga tinggi negara. Sekarang kedudukan lembaga-lembaga tersebut menjadi sejajar dan disebut sebagai lembaga negara. Di antara lembaga-lembaga negara tersebut, lembaga negara yang memiliki fungsi representasi rakyat hanyalah lembaga legislatif, dalam hal ini DPR dan DPD. DPR dan DPD merupakan lembaga perwakilan yang langsung dipilih oleh rakyat, DPR sebagai lembaga representasi politik sedangkan DPD merupakan lembaga representasi daerah setingkat provinsi. Kedudukan DPR setelah perubahan UUD 1945 sangatlah kuat dalam hal pembentukan Undang-Undang. Sebelum adanya amandemen UUD 1945, kekuasaan membentuk Undang-Undang berada di tangan Presiden, saat ini kekuasaan tersebut berada di tangan DPR dan merupakan representasi dari rakyat. Setiap Undang-Undang yang menyangkut kepentingan publik harus mendapatkan persetujuan dari lembaga legislatif dalam hal ini DPR, karena DPR memiliki tugas penting serta strategis dalam mengemban aspirasi masyarakat. Hal ini secara jelas dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 27 tahun 2009, yang menyatakan bahwa DPR memiliki tugas dan wewenang untuk menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat. DPR memiliki fungsi legislasi. Fungsi legislasi ini dilaksanakan sebagai perwujudan DPR selaku pemegang kekuasaan membentuk undang-undang. Terkait dengan pembentukan kebijakan tersebut, DPR berperan sebagai salah satu aktor pembentuk kebijakan, yakni memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang. Setiap Rancangan Undang-Undang (RUU) dibahas oleh DPR bersama dengan Presiden beserta Menteri-Menterinya untuk mendapat persetujuan bersama.
Adapun usul inisiatif sebuah
Undang-Undang dapat berasal dari Presiden, DPR RI dan DPD. Terkait dengan fungsi legislasi DPR, maka pada sidang paripurna tanggal 13 Desember 2012 ditetapkan 70 Rancangan Undang-Undang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) periode 2013, dan Rancangan Undang-Undang perdagangan masuk kedalam Rancangan Undang-Undang prioritas Prolegnas tersebut (http://www.merdeka.com). Dari ke 70 Rancangan Undang-Undang yang tercantum di Prolegnas, Rancangan Undang-Undang Perdagangan merupakan salah satu Rancangan Undang-Undang yang dapat berimplikasi langsung terhadap peningkatan perekonomian di Indonesia dan hajat hidup masyarakat
Faktor-faktor..., Esty Kartika Zahriyah, FISIP UI, 2013.
3 Indonesia. Telah diketahui bahwa perdagangan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kegiatan perekonomian suatu negara karena aktivitas perdagangan menjadi indikasi tingkat kemakmuran masyarakat, menjadi tolok ukur tingkat perekonomian negara itu sendiri. Selain itu, sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 45, praktis tidak ada Undang-Undang yang mengatur perdagangan, produk hukum setara Undang-undang di bidang perdagangan masih mengacu pada hukum kolonial Belanda BRO tahun 1934 yang lebih banyak mengatur tentang perizinan usaha. Pentingnya Undang-Undang tentang perdagangan ini juga berangkat dari berbagai persoalan yang muncul di sektor perdagangan, seperti distorsi pasar, ketidakadilan aspek distribusi barang dan jasa, informasi yang asimetris yang menyebabkan ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran, dan berbagai gejolak harga yang terjadi yang berdampak pada kenaikan inflasi. Karena itu diperlukan adanya regulasi yang menjamin mekanisme pasar dapat bekerja dengan lebih baik, dan memperbaiki berbagai sarana dan prasarana perdagangan untuk memperlancar arus distribusi barang dan jasa. Tak hanya itu, Rancangan Undang-Undang tentang Perdagangan ini juga ditujukan untuk melindungi pasar domestik dan produk ekspor Indonesia, memperkuat daya saing dan nilai tambah produk dalam negeri, membuat regulasi perdagangan dalam Negeri dan memberikan perlindungan terhadap konsumen. Hingga saat ini Rancangan Undang-Undang Perdagangan masih dibahas di komisi VI DPR –RI dan telah menyelesaikan tahap Public Hearing yaitu meminta masukan dari stakeholder
yang terdiri dari pakar pakar perdagangan dan asosiasi yang berhubungan
langsung dengan aktifitas perdagangan dan masih dalam proses penyusuna Daftar Inventarisasi Masalah di tiap Fraksi. Masyarakat luas juga sangat menyambut baik hadirnya Undang-Undang Perdagangan yang dapat menciptakan sistem perdagangan yang berpihak pada kepentingan nasional serta tidak menimbulkan birokrasi yang panjang dan mahal. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Sekertaris Jenderal Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI), Achmad Ridwan, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi VI. Dengan banyaknya dukungan dan harapan hadirnya Undang-Undang yang mengatur perdagangan ini, muncul juga hambatan-hambatan dalam proses perumusannya. Salah satunya berasal dari masyarakat maupun pakar yang memberikan masukan-masukan selama masa public hearing dalam rapat dengar pendapat yang dilaksanakan baik itu di dalam kompleks gedung Dewan, maupun diluar gedung Dewan. Salah satu contoh penghambat dari perumusan Rancangan Undang-Undang ini adalah adanya masukan dari Pakar Ekonomi
Faktor-faktor..., Esty Kartika Zahriyah, FISIP UI, 2013.
4 Hendri Saparini yang menilai Rancangan Undang-Undang Perdagangan terkesan liberal (http://www.hukumonline.com). Hendri Saparini menyatakan semangat liberalisasi secara eksplisit tertulis dalam draf akademik Rancangan Undang-Undang Perdagangan yang menyatakan bahwa Rancangan Undang-Undang disusun dengan meyakini bahwa mekanisme pasar adalah sistem yang terbaik.
Hal ini bertentangan dengan tujuan ekonomi yang
mengarah pada kepentingan nasional dan berseberangan dengan amanah konstitusi UUD 1945. Untuk itu, Hendri Saparini berpendapat draf Rancangan Undang-Undang Perdagangan harus diperbaiki secara total dengan mengembalikan draf tersebut kepada Pemerintah. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, pokok permasalahan dapat diidentifikasikan dalam bentuk
pertanyaan sebagai berikut: Faktor-faktor apa saja yang menghambat
perumusan Rancangan Undang-Undang Perdagangan di DPR – RI? Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan faktor-faktor penghambat perumusan Rancangan Undang-Undang Perdagangan di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia di tahap awal perumusan, yaitu tahap perumusan masalah. TINJAUAN TEORITIS 1) Tahap Proses Kebijakan Publik Budi winarno (2012:123) menyatakan ada 4 tahap dalam perumusan kebijakan: Tahap Petama: Perumusan Masalah Tahap ini merupakan tahap mengenali dan merumuskan masalah dan merupakan langkah yang paling fundamental dalam perumusan kebijakan. Untuk dapat merumuskan kebijakan dengan baik, maka masalah-masalah publik harus dikenali dan didefenisikan dengan baik pula. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk memecahkan masalah yang ada dalam masyarakat. Tahap Kedua : Agenda kebijakan Tidak semua masalah publik akan masuk kedalam agenda kebijakan. Masalahmasalah tersebut saling berkompetisi antara satu dengan yang lain. Hanya masalahmasalah tertentu yang pada akhirnya akan masuk kedalam agenda kebijakan. Tahap Ketiga : Pemilihan Alternatif Kebijakan untuk Memecahkan Masalah Setelah masalah-masalah publik didefinisikan dengan baik dan para perumus kebijakan sepakat untuk memasukkan masalah tersebut kedalam agenda kebijakan, maka langkah selanjutnya adalah membuat pemecahan masalah. Disini para perumus kebijakan
Faktor-faktor..., Esty Kartika Zahriyah, FISIP UI, 2013.
5 akan berhadapan dengan alternatif-alternatif pilihan kebijakan yang dapat diambil untuk memecahkan masalah tersebut. Tahap Keempat : Tahap Penetapan Kebijakan Tahap paling akhir dalam pembentukan kebijakan adalah menetapkan kebijakan yang dipilih tersebut sehingga mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Alternatif kebijakan yang diambil pada dasarnya merupakan kompromi dari berbagai kelompok kepentingan yang terlibat dalam pembentukan kebijakan. 2) Faktor Yang Mempengaruhi Perumusan Menurut Ali dkk. (2012: 58) Variabel yang dipandang dominan mempengaruhi dan mengakibatkan kebijakan publik berada dalam kegiatan dan tindakan yang berubah-ubah sesuai dengan pengaruh yang berlangsung, setidaknya dapat di bagi kedalam 3 sub variabel dominan, yaitu: 1. Lingkungan Kebijakan Pembuatan kebijakan tidak mempunyai waktu, dan pengetahuan yang cukup untuk memahami, mengetahui dan mempelajari bagian-bagian tertentu dari lingkungan atau konteks yang terjadi. Lingkungan membatasi ruang gerak sekaligus memberikan instruksi apa yang pembuat kebijakan dapat dilakukan dengan efektif. Lingkungan, dalam pengertian luas mencakup faktor geografis seperti iklim, alam, sumber daya, dan topografi; faktor kependudukan seperti ukuran populasi, persebaran berdasarkan usia, dan lokasi pemukiman; faktor budaya politik; faktor struktur sosial atau sistem sosial; dan sistem ekonomi. Di negara lain kebijakan luar negeri dan pertahanan adalah juga sebagai sub variabel lingkungan kebijakan. 2. Budaya Politik Setiap masyarakat mempunyai budaya yang membedakan nilai dan gaya hidup anggotanya dengan masyarakat lainnya. Budaya yang umum dari masyarakat dapat diwujudkan sebagai budaya politik dengan menunjukkan nilai kepercayaan, dan sikap perhatian terhadap apa yang Pemerintah harus lakukan dan bagaimana Pemerintah harus mengoperasikannya, serta hubungan Masyarakat dengan Pemerintah. Budaya Politik berkembang dari satu generasi ke generasi lainnya melalui proses sosialisasi yang mana seseorang, lewat pengalaman yang banyak dari orang tua, teman, guru, pemimpin politik, dan lainnya, mempelajari nilai-nilai politik yang relevan, kepercayaan dan sikap hidup. Budaya politik kemudian didapatkan seseorang menjadi bagian pembentuk mentalnya, dan terwujud dalam perilakunya.
Faktor-faktor..., Esty Kartika Zahriyah, FISIP UI, 2013.
6 3. Kondisi Sosial-Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi masyarakat akan menentukan batas yang dapat dilakukan oleh
Pemerintah dalam penyediaan barang dan jasa bagi masyarakatnya.
Namun kenyataan ini kadang-kadang disalahkan oleh asumsi bahwa kegagalan Pemerintah mengatasi masalah merupakan pengecualian dari ketidakmampuan atau ketidakmampuan bertanggung jawab atas terbatasnya sumber daya. Kekurangan sumber ekonomi tentu akan lebih membatasi sebagian besar negara untuk berkembang memakmurkan masyarakatnya. 3) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembuatan Kebijaksanaan Sedangkan menurut Irfan Islamy (2009: 25) Beberapa faktor yang mempengaruhi pembuatan kebijaksanaan adalah sebagai berikut: a. Adanya pengaruh tekanan-tekanan dari luar Seringkali administrator harus membuat keputusan karena adanya tekanantekanan dari luar. Walaupun ada pendekatan pembuatan keputusan “rational comperehensive” yang berarti administrator sebagai pembuat keputusan harus mempertimbangkan alternatif-alternatif yang akan dipilih berdasarkan penilaian rasional semata, tetapi proses dan prosedur pembuatan keputusan itu tidak dapat dipisahkan dari dunia nyata. Sehingga adanya tekanan-tekanan dari luar itu ikut berpengaruh terhadap proses pembuatan keputusannya. b. Adanya pengaruh kebiasaan lama (Konservatisme) Kebiasaan lama organisasi cenderung akan selalu diikuti oleh para administrator kendatipun misalnya keputusan-keputusan yang berkenaan dengan itu telah dikritik sebagai salah dan perlu diubah. Kebiasaan lama itu akan terus diikuti, terlebih lagi kalau suatu kebijaksanaan yang telah ada dipandang memuaskan. Kebiasaan-kebiasaan lama tersebut seringkali diwarisi oleh para administrator yang baru dan mereka seringkali mengkritik atau menyalahkan kebiasaan-kebiasaan lama yang telah berlaku atau yang dijalankan oleh para pendahulunya. c. Adanya pengaruh sifat-sifat pribadi Berbagai macam keputusan yang dibuat oleh pembuat keputusan banyak dipengaruhi oleh sifat-sifat pribadinya. Seperti misalnya dalam proses penerimaan atau pengangkatan pegawai baru, seringkali faktor sifat-sifat pribadi pembuat keputusan berperan besar sekali.
Faktor-faktor..., Esty Kartika Zahriyah, FISIP UI, 2013.
7 d. Adanya pengaruh dari kelompok luar Lingkungan sosial dan para pembuat keputusan juga berpengaruh terhadap pembuatan keputusan. Seringkali juga pembuatan keputusan dilakukan dengan mempertimbangkan pengalaman-pengalaman dari orang lain yang sebelumnya berada diluar bidang Pemerintahan. e. Adanya pengaruh keadaan masa lalu Pengalaman latihan dan pengalaman pekerjaan yang terdahulu berpengaruh pada pembuatan keputusan. Seperti misalnya orang sering membuat keputusan untuk tidak melimpahkan sebagian dari wewenang dan tanggung jawabnya kepada orang lain karena khawatir kalau wewenang dan tanggung jawab yang dilimpahkan itu disalahgunakan. Atau juga orang-orang yang bekerja di kantor pusat sering membuat keputusan yang tidak sesuai dengan keadaan di lapangan dan sebagainya. 4) Nilai-Nilai yang Berpengaruh dalam Pembuatan Keputusan Anderson dalam Winarno (2012: 136) meringkas nilai-nilai yang dapat membantu dalam mengarahkan perilaku para pembuat keputusan kedalam 4 kategori, yaitu, Nilai-Nilai Politik Pembuat Keputusan (decision maker) mungkin menilai alternatif-alternatif kebijakan berdasarkan pada kepentingan partai politiknya beserta kelompoknya. Keputusan yang dibuat didasarkan pada keuntungan politik dengan dipandang sebagai sarana untuk mencapai tujuan-tujuan partai atau tujuan-tujuan kelompok kepentingan. Para ilmuwan politik sering menggunakan perspektif ini dalam mempelajari dan menilai pembentukan kebijakan. Persepektif lain mungkin berangkat dari keputusan-keputusan khusus yang dibuat dalam rangka memenuhi kepentingan-kepentingan. Nilai-Nilai Organisasi Para pembuat keputusan, khususnya para birokrat mungkin dipengaruhi pula oleh nilai-nilai
organisasi.
menggunakan
banyak
organisasi-organisasi, imbalan
(reward)
seperti dan
badan-badan
sanksi
dalam
administratif
usahanya
untuk
mempengaruhi anggota-anggotanya menerima dan bertindak atas dasar nilai-nilai organisasi yang telah ditentukan. Seberapa jauh hal ini terjadi, keputusan-keputusan individu mungkin diarahkan oleh pertimbangan-pertimbangan dan keinginan-keinginan untuk melihat apakah organisasi dapat hidup terus, untuk memperbesar atau memperluas program-program dan kegiatan-kegiatannya atau mempertahankan kekuasaan dan hakhak istimewanya.
Faktor-faktor..., Esty Kartika Zahriyah, FISIP UI, 2013.
8 Nilai-Nilai Pribadi Usaha untuk melindungi dan mengembangkan kepentingan ekonomi, reputasi atau kedudukan sejarah seseorang mungkin pula merupakan kriteria keputusan. Nilai-Nilai Kebijakan Para pembuat keputusan politik tidak hanya dipengaruhi oleh perhitunganperhitungan keuntungan, organisasi-organisasi atau pribadi, namun para pembuat keputusan mungkin bertindak dengan baik atas dasar persepsi mereka tentang kepentingan masyarakat atau kepercayaan-kepercayaan mengenai apa yang merupakan kebijakan publik secara moral benar atau pantas. Nilai-Nilai Ideologi Ideologi merupakan seperangkat nilai-nilai dan kepercayaan-kepercayaan yang berhubungan secara logis yang memberikan gambaran dunia yang disederhanakan dan merupakan pedoman bagi rakyat untuk melakukan tindakan. 5) Partai Politik Pembahasan perumusan Rancangan Undang-Undang di DPR-RI tentu tidak lepas dari peranan Partai Politik pada kader-kadernya yang kini duduk di kursi Anggota Dewan sebagai aktor perumus Rancangan Undang-Undang Perdagangan, karena itu menurut Abdul Bari Azed dan Makmur Amir (2005: 19) dalam bukunya ‘Pemilu dan Partai Politik’ dinyatakan bahwa partai politik merupakan wadah organisasi yang penting untuk menyalurkan aspirasi politik seorang warga negara. Partai politik merupakan suatu wadah yang secara konstitusional diakui dibanyak negara-negara saat ini sebagai organisasi yang mewakili dan menjadi penghubung antara Pemerintah dan rakyatnya. Terkait dengan kaderisasi dalam partai politik, Markus Gunawan (2008 : 13) menyatakan bahwa menjadi kader terbaik partai merupakan suatu tantangan yang perlu diwujudkan. Kader terbaik partai harus melengkapi dirinya dengan sejumlah kemampuan baik kemampuan intelektual maupun kemampuan berpolitik. Kemampuan intelektual meliputi sejumlah kemampuan yang berhubungan dengan kepengurusan partai secara manajerial, serta memahami arah kebijakan partai sesuai dengan visi dan misi yang hendak diwujudkan suatu partai. Kemampuan berpolitik meliputi bagaimana berhubungan dengan konstituen, meraih simpati massa, kecakapan dalam melakukan lobi, dan menyelesaikan persoalan-persoalan secara lintas partai.
Faktor-faktor..., Esty Kartika Zahriyah, FISIP UI, 2013.
9 6) Urgensi Naskah Akademik Dalam sebuah proses perumusan Rancangan Undang-Undang tentu tak lepas dari Naskah Akademik yang menyertainya. Apakah urgensi dari adanya naskah akademik dalam suatu perumusan Undang-Undang atau peraturan perundang-undangan? Menurut Hestu Cipto Handoyo (2008: 176) Pentingnya Naskah akademik dalam menyertai suatu Rancangan Undang-Undang adalah; 1. Di dalam naskah akademik itulah paradigma kehidupan kemasyarakatan yang hendak dituju oleh peraturan atau Undang-Undang yang dibentuk dirumuskan secara terperinci melalui pendekatan ilmiah. 2. Sebagai sumber inspirasi bagi Rancangan Undang-Undang atau Peraturan PerundangUndangan yang akan diperjuangkan oleh pihak pemrakarsa agar memenuhi kriteria akademik, sehingga perdebatan mengenai materi muatan yang nantinya akan dituangkan kedalam sebuah Rancangan Peraturan Perundang-Undangan dapat dieliminir seminimal mungkin. METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat perumusan Rancangan Undang-Undang Perdagangan berdasarkan kenyataan yang terjadi di lapangan penelitian, yaitu di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif. Yaitu mendeskripsikan secara mendalam mengenai potret kondisi proses perumusan Rancangan Undang-Undang Perdagangn di DPR-RI dan faktor-faktor apa yang dapat menghambat perumusan tersebut dengan menggunakan temuan data-data dari hasil wawancara dan catatan-catatan rapat serta pengamatan langsung di lapangan. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam dan dokumentasi. Data Primer: 1. Wawancara dengan Para Anggota Komisi VI DPR-RI: a)
Aria Bima : Wakil Ketua Komisi VI dari Fraksi PDIP / Ketua Panitia Kerja RUU Perdagangan.
Faktor-faktor..., Esty Kartika Zahriyah, FISIP UI, 2013.
10 b)
Erik Satrya Wardhana : Wakil Ketua Komisi VI dari Fraksi Partai Hanura
c)
Hendrawan Supratikno : Anggota Komisi VI dari Fraksi PDIP
2. Wawancara dengan Staff ahli : a)
Staff ahli Pusat Pengkajian dan Pengolahan Data Informasi (P3DI) Sekertariat Jenderal DPR-RI : Lisnawati
b) 3.
Staff Ahli Biro Hukum Kementrian Perdagangan : Harmono Supandi
Wawancara dengan Kepala Bagian Peraturan Perundang-Undangan Perdagangan Dalam Negeri Kementrian Perdagangan: Sihar Hadjopan Pohan, SH., MM
4.
Wawancara dengan Ketua Umum IKAPPI ( Ikatan Pedagang Pasar Indonesia): Abdullah Mansuri
Data Sekunder: literatur-literatur baik dari buku, media massa
(cetak ataupun elektronik) ataupun
jurnal-jurnal ilmiah yang relevan dengan tujuan penelitian. Data dari arsip yang dimiliki Sekertariat Komisi VI dan Staff Ahli berupa catatan rapat dan dokumen-dokumen pemaparan dari para pakar yang ikut dalam Public Hearing Rapat Dengar Pendapat Umum dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Perdagangan. Rapat Dengar Pendapat Umum yang dijadikan sumber data oleh penulis adalah: 1.
Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi VI pada saat kunjungan spesifik ke Universitas Diponegoro, Semarang Jawa Tengah. Pada tanggal 21 Maret 2013
2.
Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi VI dengan Kamar Dagang Indonesia pada tanggal 26 Maret 2013 di Ruang Rapat Komisi VI, Gedung MPR DPR senayan.
3.
Diskusi Publik ‘Urgensi Rancangan Undang Undang tentang Perdagangan dalam mendorong pembangunan ekonomi di Indonesia’ yang diselenggarakan oleh Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa pada tanggal 23 Mei 2013.
Proses Penelitian Penelitian terdiri dari lima lima frase yaitu, penentuan fokus masalah, pengembangan kerangka teori, penentuan metodologi, analisis temuan, dan pengambilan kesimpulan. Penentuan Site Penelitian dan Batasan Penelitian Site Penelitian ini dilakukan di 1 (satu) lokasi penelitian, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI). Lingkup penelitian ini dibatasi hanya pada penelitian mengenai perumusan Rancangan Undang-Undang tentang Perdagangan di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dalam masa persidangan II tahun Sidang 2012 – 2013 (25 November s/d 1 Desember 2012) Sampai dengan pertengahan masa persidangan IV Tahun
Faktor-faktor..., Esty Kartika Zahriyah, FISIP UI, 2013.
11 Sidang 2012-2013, yaitu hingga tanggal 13 Juni 2013 (Masa persidangan IV tahun Sidang 2012-2013 dimulai tanggal 13 Mei dan berakhir pada 12 Juli 2013). Perumusan dibatasi hingga tahap awal perumusan, yaitu tahap perumusan masalah, dari masuknya Rancangan Undang-Undang Perdagangan ke DPR-RI sampai dengan tahap penyusunan Daftar Inventarisasi Masalah. HASIL PENELITIAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka ditemukan 4 faktor penghambat perumusan Rancangan Undang-Undang Perdagangan di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, yaitu: 1. Faktor Teknis: Faktor teknis terdiri dari: 1) Tugas pokok dan fungsi Komisi VI sebagai Alat Kelengkapan DPR-RI A. Fungsi legislasi Komisi VI sebagai Alat Kelengkapan DPR-RI B. Fungsi pengawasan dan anggaran Komisi VI terhadap mitra-mitranya 2) Akan berakhirnya masa jabatan Anggota DPR-RI Periode 2009-2014 2. Faktor Politis Faktor politis terdiri dari: 1) Bertepatan Dengan Tahun politik Pemilu 2014 2) Perbedaan Cara Pandang dan Ideologi Tiap Fraksi 3. Faktor Subtantif 1) Ketidaksesuaian Substantif Naskah Akademik dengan Draft Rancangan UndangUndang Perdagangan. 2) Cakupan Pembahasan Rancangan Undang-Undang Perdagangan Terlalu Luas 3) Draf dan Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Perdagangan yang Tidak Sejalan Dengan Konstitusi Negara, dan Ideologi Bangsa. 4. Faktor Eksternal: Belum adanya Rencana Kebijakan Industri Indonesia (Industrial Policy) PEMBAHASAN Faktor-Faktor Penghambat Perumusan Rancangan Undang-Undang Perdagangan di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia 1. Faktor Teknis 1) Tugas Pokok dan Fungsi Komisi VI sebagai Alat Kelengkapan DPR-RI a. Fungsi Legislasi Komisi VI Sebagai Alat Kelengkapan DPR-RI
Faktor-faktor..., Esty Kartika Zahriyah, FISIP UI, 2013.
12 Banyaknya tugas yang harus diselesaikan oleh Komisi VI Di tahun 2013 membuat Komisi VI tidak hanya berfokus pada pembahasan Rancangan UndangUndang Perdagangan saja. Sesuai dengan fungsi legislasi DPR-RI, Selain membahas Rancangan Undang-Undang Perdagangan Komisi VI juga mendapatkan tugas dari pimpinan DPR untuk menyelesaikan; (1)Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara dimana Rancangan Undang-Undang dan Naskah Akademiknya
menjadi
tanggung jawab dari komisi VI sendiri karena Rancangan Undang-Undang ini merupakan Rancangan Undang-Undang atas inisiatif dari DPR. (2) Rancangan Undang-Undang Perindustrian, yang sama dengan Rancangan Undang-Undang Perdagangan dimana usul inisiatif Rancangan Undang-Undang datang dari Pemerintah. Begitu banyaknya tugas legislasi yang diemban oleh komisi VI membuat pembahasan Rancangan Undang-Undang Perdagangan sendiri menjadi tidak maksimal dan terhambat perumusannya meskipun para Anggota Dewan di komisi VI sudah bekerja keras. b. Fungsi Pengawasan dan Anggaran Komisi VI Terhadap Mitra-Mitranya Selain Fungsi legislasi, komisi VI juga harus menjalankan fungsi Pengawasan dan anggaran terhadap mitra-mitranya yang membidangi masalah Perdagangan, Perindustrian, Investasi, Koperasi, UKM dan BUMN, dan Standarisasi Nasional. Komisi VI melakukan pengawasan terhadap mitra-mitra kerjanya yaitu Kementrian Perindustrian, Kementrian Perdagangan, Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Kementrian Negara BUMN, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Badan Standarisasi Nasional (BSN), Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang tak pernah sepi dari permasalahannya masing-masing. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Wakil Ketua Komisi VI, Aria Bima yang mengatakan salah satu sebab mundurnya jadwal pembahasan RUU Perdagangan di Komisi VI adalah karena adanya Surat Edaran dari Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 1949/M.PPN/04/2013 dan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor S279/MK.02/2013 yang meminta Komisi VI DPR-RI untuk melakukan pembahasan RAPBN Perubahan 2013 dengan kementrian-kementrian yang menjadi mitranya dalam rangka melakukan penghematan dan pemotongan anggaran karena adanya
Faktor-faktor..., Esty Kartika Zahriyah, FISIP UI, 2013.
13 rencana Pemerintah untuk menaikkan harga BBM dimana rapat kerja tersebut harus diselesaikan oleh Komisi VI dalam waktu 30 (tigapuluh hari). 2) Akan Berakhirnya masa Jabatan Anggota DPR-RI Periode 2009-2014 Masuknya
Naskah
Akademik
dan
draft
Rancangan
Undang-Undang
Perdagangan di tahun 2012 dan melihat proses pembahasannya yang cukup lambat membuat anggota komisi VI, Hendrawan Supratikno ragu Rancangan UndangUndang ini dapat disahkan menjadi Undang-undang pada Anggota dewan periode 2009-2014. Jika Rancangan Undang-Undang Perdagangan tidak disahkan mejadi Undang-Undang pada DPR periode ini maka Rancangan Undang-Undang tersebut harus mengulang proses perumusannya dari RDP/RDPU karena akan terjadinya pergantian Anggota DPR di Komisi VI, dimana Anggota Komisis VI yang baru belum memahami Rancangan Undang-Undang Perdagangan ini, Hal ini akan menghambat terciptanya sebuah UU tentang Perdagangan ini. Hal ini seperti yang dikatakan oleh seorang Staff Ahli P3DI Sekertariat Jenderal DPR-RI, bahwa apabila Undang-Undang Perdagangan ini tidak dapat disahkan pada DPR Periode 2009-2014 ini maka proses perumusan akan mengulang dari tahap Public Hearing karena pembahasan RUU Perdagangan ini akan diteruskan dengan Anggota DPR baru yang belum memahami isi dari RUU Perdagangan ini. 2. Faktor Politis 1) Bertepatan Dengan Tahun politik Pemilu 2014 Mulainya tahun politik 2014 ditandai dengan dimulainya pendaftaran calon legislatif, verifikasi, penyusunan dan penetapan daftar calon anggota DPR-RI baik itu Daftar Calon Sementara maupun Daftar Calon Tetap dari tanggal 9 April 2013 sampai 22 Agustus 2013. Proses pendaftaran calon legislatif untuk periode mendatang tersebut banyak diikuti oleh Anggota Dewan yang kini telah duduk di kursi Anggota Dewan periode 2009-2014. Bertepatan masuknya Naskah Akademik dan draf Rancangan Undang-Undang Perdagangan dan penetapan Rancangan Undang-Undang ini kedalam Prolegnas prioritas yang perdekatan dengan masuknya tahun politik, menyebabkan para Anggota Dewan lebih memprioritaskan kepentingan politiknya dibandingkan dengan amanah konstitusi. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Anggota Komisi VI dari Fraksi PDIP, Hendrawan Supratikno yang mengatakan saat ini rekan-rekannya sesama Anggota Dewan sedang sibuk dengan urusan politik karena kampanye, ataupun sibuk di daerah pemilihannya yang berimplikasi pada sering kosongnya rapat-rapat di DPR.
Faktor-faktor..., Esty Kartika Zahriyah, FISIP UI, 2013.
14 2) Perbedaan Cara Pandang dan Ideologi Tiap Fraksi DPR RI yang terdiri dari 9 Fraksi dari 9 partai politik yang berbeda pemenang pemilu 2009. Yaitu Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya, dan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat. Kesembilan fraksi tersebut
memiliki sembilan cara pandang dan ideologi yang
berbeda-beda termasuk cara memandang aktifitas perdagangan di Indonesia, cara pandang masing-masing fraksi terhadap kebijakan yang dibentuk untuk menyikapi globalisasi, menyikapi pasar bebas, kebijakan impor dan bagaimana kebijakan yang terbaik yang harus diambil untuk dapat mensejahterakan masyarakat Indonesia dan menyelesaiakan permasalahan-permasalahan yang dihadapi masyarakat Indonesia di sektor perdagangan. Hal ini akan menjadi kendala dalam menyatukan pendapat dalam pembahasan dan pembuatan DIM komisi VI. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Wakil Ketua Komisi VI dari Fraksi PDIP, Aria bima yang menyatakan salah satu penghambat dari pembahasan Rancangan Undang-Undang Perdagangan ini adalah cara pandang masing-masing Poksi (Kelompok Kerja Fraksi) yang membawa ideologi masing-masing partai. 3.Faktor Substantif 1) Ketidaksesuaian Substantif Naskah Akademik dengan Draft Rancangan UndangUndang Perdagangan. Sejalan
dengan
dimulainya
pembahasan
Rancangan
Undang-Undang
Perdagangan, banyak pakar yang menemukan adanya ketidak sesuaian substansi dari naskah akademik dengan draf Rancangan Undang-Undang, ketidaksesuaian Naskah Akademik dengan Draf Rancangan Undang-Undang Perdagangan membuat perlu adanya perubahan atau perbaikan dari Naskah Akademik tersebut. Karena sejatinya Kedudukan Naskah Akademik terhadap suatu Rancangan Undang-Undang sangatlah penting, sehingga bila terjadi ketidaksesuaian maka Naskah Akademik tersebut harus diperbaiki dan disesuaikan dengan draf Rancangan Undang-Undang nya, maka Naskah Akademik tersebut harus dikembalikan kepada Pemerintah, Pemerintah harus menyiapkan perbaikan dari Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Perdagangan. Ketidak sesuaian Naskah Akademik dengan Draf Rancangan Undang-Undang Perdagangan ini juga dinyatakan oleh Ahmad Syakier Kurnia, Dosen Fakultas Ekonomi
Faktor-faktor..., Esty Kartika Zahriyah, FISIP UI, 2013.
15 dan Bisnis dari Universitas Diponegoro yang mengatakan bahwa ia melihat adanya ketidaksesuaian, yaitu didalam Naskah Akademiknya dinyatakan bahwa cakupan RUU ini begitu luas sehingga yang ingin diatur didalam Rancangan Undang-Undang Perdagangan ini adalah hal-hal yang sifatnya umum atau prinsip-prinsip umum, tetapi nampak ketidakseimbangan didalam bab-bab draf RUU Perdagangan ini, seperti pada pembahasan perdagangan dalam negeri yang dibahas secara sangat detil dan terperinci. 2) Cakupan Pembahasan Rancangan Undang-Undang Perdagangan Terlalu Luas
Salah satu faktor yang membuat pembahasan Rancangan Undang-Undang perdagangan ini, khususnya pada saat penyusunan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) adalah cakupan dari pembahasan Rancangan Undang-Undang yang terlalu luas. Rancangan Undang-Undang Perdagangan tidak hanya melihat perdagangan sebagai pembentukan nilai tambah PDB (Pendapatan Domestik Bruto) namun dua kategori sekaligus, yaitu sebagai sektor dan kebijakan. Pemisahan perdagangan sebagai sektor dan kebijakan merupakan syarat penting untuk mengatur aktifitas ini dalam sebuah produk perundang-undangan. Sebagai sebuah sektor perdagangan membawahi perdagangan barang, jasa dan derivasi (berjangka). Sebagai sebuah kebijakan, perdagangan dapat bersifat lintas intuisi. Kebijakan yang paling umum ditemukan terkait perdagangan adalah : standarisasi produk, izin usaha dagang, pemasaran dalam arti luas (termasuk promosi) dan pengaturan distribusi baik domestik maupun lintas batas negara. Seringkali kebijakan menyangkut kegiatan perdagangan diatur sendirisendiri oleh sektor-sektor lainnya mengingat kegiatan perdagangan itu sendiri merupakan ‘alat’ dalam menunjang kegiatan di sektor lainnya. Seperti yang dikatakan oleh Ahmad Syakier Kurnia, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro yang menyatakan bahwa keluasan dari cakupan pembahasan Rancangan Undang-Undang Perdagangan dapat berpotensi menimbulkan benturan dengan UndangUndang yang lain, seperti adanya pengaturan mengenai UKM, dimana pengaturan pemberdayaan UKM ini sudah berada dibawah kewenangan Kementerian Koperasi dan UKM. Hal-hal seperti inilah yang akan menyulitkan dalam menyusun Daftar Inventarisasi Masalah. 3) Draf dan Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Perdagangan yang Tidak Sejalan Dengan Konstitusi Negara, dan Ideologi Bangsa. Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Perdagangan
merupakan
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Perdagangan yang disusun pada tahun
Faktor-faktor..., Esty Kartika Zahriyah, FISIP UI, 2013.
16 2008 oleh Departemen Perdagangan berkerjasama dengan Universitas Indonesia dalam hal ini LPEM-UI dibentuk mengikuti paradigma yang sesuai dengan jaman yang ada pada waktu itu, yaitu paradigma yang berpihak kepada pasar, dimana mekanisme pasar dianggap sistem yang terbaik. Seorang Pakar Ekonomi, Hendri Saparini pada Rapat Dengar Pendapat Umum Rancangan
Undang-Undang
Perindustrian
dan
Rancangan
Undang-Undang
Perdagangan yang bertempat di Ruang Rapat Komisi VI – DPRRI tanggal 19 Februari 2013 menyampaikan bahwa “Semangat Rancangan Undang-Undang Perindustrian dan Rancangan Undang-Undang Perdagangan, cenderung liberal tanpa mengedepankan national interest. Semangat liberalisasi tertulis eksplisit dalam draft akademik Rancangan Undang-Undang Perdagangan yang menyatakan bahwa Rancangan UndangUndang disusun dengan meyakini bahwa mekanisme pasar adalah sistem terbaik. Ditambah penegasan bahwa Pemerintah tidak akan terlibat. Kedua Rancangan UndangUndang ini sejalan dengan berbagai undang-undang yang memiliki semangat liberal dan melawan konstitusi, sehingga MK membatalkan sebagian atau keseluruhan UU karena dinilai bertentangan dengan amanah konstitusi UUD 1945. Untuk itu, ia berpendapat draf Rancangan Undang-Undang Perdagangan harus diperbaiki secara total dengan mengembalikan draf tersebut kepada Pemerintah. Dengan adanya perbaikan yang begitu mendasar, maka dapat dipastikan akan menjadi faktor yang dapat menghambat proses perumusan Rancangan Undang-Undang Perdagangan ini. 4. Faktor Eksternal : Belum adanya Rencana Kebijakan Industri Indonesia Belum dimilikinya grand design atau rencana kebijakan industri di Indonesia membuat para Anggota Dewan di komisi VI kesulitan untuk menyusun DIM, hal ini dikarenakan Indonesia sendiri belum tahu arah dan tujuan utama dari Industri di Indonesia, perindustrian yang merupakan hulu dari perdagangan Indonesia tentu berpengaruh langsung terhadap arah kebijakan dari perdagangan Indonesia. diperlukan adanya tujuan yang jelas untuk kebijakan Industri di Indonesia, apakah industri berat, Industri Kecil, Industri Kreatif atau Industri Manufaktur yang kemudian perkembangan industri tersebut berimplikasi langsung pada komoditi utama perdagangan Indonesia, sehingga dapat memudahkan penyusunan kebijakan bagi sektor perdagangannya, yaitu sektor hilir dari industri di Indonesia. hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Wakil Ketua Komisi VI dari Fraksi PDIP, Aria Bima. Seperti yang dikatakan oleh ketua tim RUU Perindustrian dari Kamar Dagang
Faktor-faktor..., Esty Kartika Zahriyah, FISIP UI, 2013.
17 Indonesia (KADIN), Rauf Purnama, bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, namun pendapatan perkapitanya jauh lebih kecil dibandingkan dengan negara-negara lain yang ironisnya tidak memiliki sumber daya alam. Hal ini tentu disebabkan oleh kesalahan pengolahan sumber daya alam, atau tujuan industri Indonesia itu sendiri. Tidak adanya rencana kebijakan industri yang dimiliki oleh Indonesia menyebabkan tidak majunya Industri di Indonesia, dan secara langsung dapat menyebabkan melemahnya daya saing perdagangan domestik di dunia perdagangan Internasional, hal ini pulalah yang menyebabkan sulitnya proses perumusan UndangUndang yang akan memayunginya, dimana dengan adanya Undang-Undang Perdagangan diharapkan dapat memajukan perdagangan Indonesia serta meningkatkan daya saing perdagangan Indonesia di dunia global, sehingga Indonesia tidak tenggelam di dalam arus globalisasi. Dengan tidak adanya rencana kebijakan Industri yang jelas bagi aktivitas Industri di Indonesia
ini akan menjadi salah satu faktor yang
menghambat perumusan Rancangan Undang-Undang Perdagangan. SIMPULAN Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya yang membahas mengenai faktorfaktor penghambat perumusan Rancangan Undang-Undang Perdagangan di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dapat ditarik simpulan bahwa yang menjadi penghambat dalam perumusan Rancangan Undang-Undang Perdagangan ada 3 faktor, yaitu: Pertama adalah faktor teknis terkait dengan Fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan dan juga akan berakhirnya periode DPR-RI tahun 2009-2014. Kedua, adalah Faktor Politis dimana pembahasan Rancangan Undang-Undang Perdagangan ini berdekatan dengan datangnya tahun Politik 2014 dan adanya perbedaan sudut pandang dan ideologi tiap fraksi yang menyebabkan sulitnya menyatukan pendapat dalam pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah Rancangan Undang-Undang Perdagangan. Faktor ketiga adalah faktor isi atau substansi dari Rancangan Undang-Undang dan Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Perdagangan yang masih perlu banyak perbaikan. Dan faktor keempat adalah belum adanya industrial policy atau rencana kebijakan industri di Indonesia sehingga sulit pula menentukan arah kebijakan Rancangan Undang-Undang Perdagangan. SARAN 1. Untuk menyikapi faktor teknis yang dapat menghambat perumusan Rancangan UndangUndang Perdagangan sebaiknya anggota DPR-RI perlu bekerja ekstra keras dan meningkatkan komitmennya sebagai anggota dewan yang mengemban aspirasi
Faktor-faktor..., Esty Kartika Zahriyah, FISIP UI, 2013.
18 masyarakat dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diembannya sebagai anggota dewan. Misalnya dengan melakukan kerja lembur atau memperbanyak kuantitas rapat internal fraksi. 2. Dalam menyikapi faktor politis yang dapat menghambat perumusan Rancangan Undang-Undang Perdagangan sebaiknya Fraksi melakukan penguatan kewenang Badan Kehormatan DPR serta mempertegas sanksi-sanksi dari Badan Kehormatan DPR-RI kepada Anggota Dewan yang melanggar kode etik Dewan 3. Dalam menyikapi faktor substantif yang dapat menghambat perumusan Rancangan Undang-Undang Perdagangan, sebaiknya anggota dewan menyampaikan masukan dari para pakar dan stakeholder mengenai hambatan yang ditemui karena faktor substantif dan terus mendorong Pemerintah untuk segera melakukan perbaikan dan perubahan pada Naskah Akademik maupun draf Rancangan Undang-Undang. 4. Dalam menyikapi faktor belum adanya Industrial policy atau rencana kebijakan industri yang dapat menghambat perumusan Rancangan Undang-Undang Perdagangan sebaiknya DPR mendesak Pemerintah untuk segera mulai menentukan dan menyusun rencana kebijakan industri indonesia. KEPUSTAKAAN Ali, Faried, Dkk. (2012). Study Analisa Kebijakan: Konsep, Teori dan Aplikasi Sampel Teknik Analisa Kebijakan Pemerintah. Bandung: Refika Aditama. Bari Azed, Abdul dan Amir, Makmur. (2005). Pemilu dan Partai Politik di Indonesia. Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Handoyo, B.Hestu Cipto. (2008). Prinsip-Prinsip Legal Drafting dan Desain Naskah Akademik. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Islamy, Irfan. (2009). Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara. Winarno, Budi. (2012). Kebijakan Publik, Teori dan Proses: Edisi Revisi. Media Pressindo. Yogyakarta.
Faktor-faktor..., Esty Kartika Zahriyah, FISIP UI, 2013.