Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
KRITERIA PEMILIHAN MATERI AJAR TEKS MORAL/FABEL PELAJARAN BAHASA INDONESIA DALAM KURIKULUM 2013 Dwi Sulistyorini Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang
[email protected] Abstrak: Teks moral/fabel dipelajari di kelas VIII karena sesuai dengan kurikulum 2013. Teks moral/fabel dalam pelajaran Bahasa Indonesia kelas VIII digunakan teks cerita yang bermuatan moral. Teks ialah ungkapan bahasa yang menurut isi, sintaksis, dan pragmatik merupakan suatu kesatuan. Moral sebagai ajaran tentang baik dan buruk perbuatan dan kelakuan (akhlak, kewajiban dan sebagainya). Fabel yaitu cerita yang menggambarkan watak dan budi manusia yang pelakunya diperankan oleh binatang (berisi pendidikan moral dan budi pekerti). Fabel sering digunakan sebagai cerita dalam rangka mendidik masyarakat. Oleh karena itu, teks moral/ fabel tentunya dalam teks mengandung nilai-nilai moral maupun etika yang dapat ditauladani. Sikap, tutur kata, maupun perilaku tokoh dalam cerita fabel tersebut dapat diambil nilai-nilai moral yang dapat diajarkan kepada siswa. Pemilihan materi ajar perlu memperhatikan kesesuaian materi dengan tujuan pembelajaran, memberikan motivasi kepada siswa agar siswa lebih aktif, dan mengandung unsur didaktik. Dengan memerhatikan acuan pemilihan materi tersebut, maka criteria pemilihan materi ajar teks moral/fabel, antara lain mengandung nilai-nilai edukatif, tokoh cerita memiliki etika atau moral dalam bersikap dan bertingkah laku, dan sesuai dengan minat, tingkat perkembangan, dan kemampuan siswa. Tampilan penyajian materi juga dibuat semenarik mungkin untuk memotivasi siswa dan memudahkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari. Kata Kunci: kriteria pemilihan, materi ajar, teks moral/fabel
Pelajaran Bahasa Indonesia dalam kurikulum 2013 membahas berbagai macam teks. Salah satu teks yang dibahas di kelas VIII adalah teks moral/fabel. Teks ialah ungkapan bahasa yang menurut isi, sintaksis, dan pragmatik merupakan suatu kesatuan. Dalam praktek ilmu sastra, kita membatasi diri pada teks-teks tertulis. Alasannya semata-mata karena praktis saja: secara teori ungkapan bahasa lisan pun, asal merupakan suatu kesatuan, termasuk teks (Luxemburg, dalam Hartoko, 1984: 86). Kesatuan yang dituntut oleh definisi di atas masih harus dibatasi lebih lanjut menurut tiga aspek pragmatik, sintaktik, dan semantik. Teks moral/fabel dalam pelajaran Bahasa Indonesia di kelas VIII ini digunakan teks cerita yang bermuatan moral. Apabila berbicara tentang teks moral/fabel tentunya dalam teks mengandung nilai-nilai moral maupun etika yang dapat ditauladani. Dalam cerita fabel tersebut tentunya sikap, tutur kata, maupun perilaku tokoh dapat diambil nilai-nilai moral yang dapat diajarkan kepada siswa. Moral berkaitan dengan pemberian nilai atau penilaian terhadap baik buruknya manusia. Penilaian ini menyangkut perbuatan yang dilakukan, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Secara etimologi kata “moral” berasal dari bahasa Latin Mores. Mores berasal dari kata mos yang berarti kesusilaan, tabiat atau kelakuan. Moral yang demikian dapat diartikan ajaran kesusilaan (Salam, 2000:2). Sedangkan Poerwadarminta (1986:654) mengartikan moral sebagai ajaran tentang baik dan buruk perbuatan dan kelakuan (akhlak, kewajiban dan sebagainya). Pendapat Poerdarminta tersebut pengertian moral mengarah pada ajaran baik maupun buruk dalam suatu tindakan maupun perbuatan. Hal itu tentunya juga tercermin pada tokoh cerita dalam teks fabel yang diperankan oleh binatang tetapi berperilaku seperti manusia. Fabel yaitu cerita yang menggambarkan watak dan budi manusia yang pelakunya diperankan oleh binatang (berisi pendidikan moral dan budi pekerti). Fabel sering digunakan sebagai cerita dalam rangka mendidik masyarakat. Cerita fabel ini terutama ditujukan untuk mendidik anak-anak yang berada dalam masa emas sehingga, sangat berperan penting untuk menanamkan karakter melalui bacaan yang berisi moral dan budi pekerti. Cerita fabel ini termasuk cerita rakyat kategori dongeng. Dongeng adalah cerita prosa rakyat yang tidak
627
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita dan tidak terikat oleh waktu maupun tempat. Dongeng diceritakan terutama untuk hiburan walaupun banyak juga yang melukiskan kebenaran, berisikan pelajaran (moral) atau bahkan sindiran (Danandjaja, 2000:83). Hal itu menunjukkan bahwa dongeng merupakan cerita yang tidak benar-benar terjadi atau fiktif, tetapi mengandung ajaran. Aarne dan Thompson (dalam Danandjaja, 2000:86) menyatakan “Jenis dongeng dapat dibagi dalam empat kelompok besar, yaitu dongeng binatang (fabel), dongeng biasa, lelucon dan anekdot, dan dongeng-dongeng berumus”. Fabel sebagai dongeng binatang adalah dongeng yang ditokohi oleh binatang piaraan atau binatang liar, seperti binatang menyusui, burung, binatang melata, ikan dan serangga. Binatang-binatang itu dalam cerita dapat berbicara dan berakal budi seperti manusia. Dongeng binatang atau fabel tersebut, meliputi binatang liar (wild animals), binatang liar dan peliharaan (wild animals and domestic animals), manusia dan binatang” liar (man and wild animals), binatang-binatang peliharaan (domestic animals), burung-burung, ikan-ikan, dan binatang-binatang lainnya dan benda-benda (other animals and objects). Oleh karena itu, dalam teks cerita fabel umumnya tokoh-tokoh yang ditampilkan ada binatang liar, binatang peliharaan, maupun binatang lainnya seperti semut, kepompong, lebah, maupun kupu-kupu. Adanya sikap, sifat, maupun perilaku tokoh binatang dalam cerita yang bermuatan moral, maka teks cerita fabel cocok digunakan untuk mengajarkan moral. Untuk mengetahui sikap, sifat, maupun perilaku tokoh binatang dalam cerita dapat melalui unsur intrinsik sebagai pembangun cerita. Unsur-unsur intrinsik dalam teks moral/ fabel juga dipelajari pada materi memahami teks cerita moral/fabel dan menangkap makna teks ceriat moral/fabel. Dalam pelajaran Bahasa Indonesia kelas VIII pada teks moral/fabel, kompetensi dasar 3.1 Memahami teks cerita moral/fabel, ulasan, diskusi, cerita prosedur, dan cerita biografi baik melalui lisan maupun tulisan dan 4.1 Menangkap makna teks cerita moral/fabel, ulasan, diskusi, cerita prosedur, dancerita biografi baik secara lisan maupun tulisan. Sedangkan kompetensi dasar pada 3.2 Membedakan teks cerita moral/fabel, ulasan, diskusi, cerita prosedur, dan cerita biografi baik melalui lisan maupun tulisan dan 4.2 Menyusun teks cerita moral/fabel, ulasan, diskusi, cerita prosedur, dan cerita biografi sesuai dengan karakteristik teks yang akan dibuat baik secara lisan maupun tulisan. Untuk kompetensi dasar 3.3 Mengklasifikasi teks cerita moral/fabel, ulasan, diskusi, cerita prosedur, dan cerita biografi baik melalui lisan maupun tulisan dan 4.3 Menelaah dan merevisi teks cerita moral/fabel, ulasan, diskusi, cerita prosedur, dan cerita biografi sesuai dengan struktur dan kaidah teks baik secara lisan maupun tulisan. Adapun kompetensi dasar 3.4 Mengidentifikasi kekurangan teks cerita moral/fabel, ulasan, diskusi, cerita prosedur, dan cerita biografi berdasarkan kaidah-kaidah teks baik melalui lisan mupun tulisan dan 4.4 Meringkas teks cerita moral/fabel, ulasan, diskusi, cerita prosedur, dan cerita biografi baik secara lisan maupun tulisan. Moral dalam Teks Cerita Penciptaan suatu cerita diilhami adanya fenomena yang ada di alam nyata. Pengarang ingin menyampaikan pesan dalam cerita melalui tokoh cerita. Moral dalam cerita merupakan saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu bersifat praktis, yang dapat diambil dan ditafsirkan lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca. Ia merupakan petunjuk yang ingin diberikan pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan, seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan. Ia bersifat praktis sebab petunjuk itu dapat ditampilkan atau ditemukan modelnya dalam kehidupan nyata sebagaimana model yang ditampilkan dalam cerita lewat tokoh-tokohnya (Kenny, dalam Nurgiyantoro, 2000:321). Pendapat Kenny tersebut menunjukkan ajaran moral dapat diketahui melalui sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan tokoh dalam cerita. Pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dari ajaran-ajaran moral yang disampaikan pengarang melalui cerita, sikap, dan tingkah laku tokoh. Jenis nilai moral yang terdapat dalam karya sastra akan bergantung pada keyakinan, keinginan, dan interes pengarang yang bersangkutan. Nilai moral dalam karya sastra dapat dipandang sebagai amanat, pesan atau message. Unsur amanat itu sebenarnya merupakan gagasan yang mendasari karya itu, gagasan yang mendasari diciptakannya karya sastra sebagai pendukung pesan. Hal itu didasarkan pada pertimbangan bahwa nilai moral yang disampaikan melalui cerita tentulah berbeda efeknya dibandingkan melalui tulisan non fiksi. 628
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Teks moral yang sarat dengan nilai-nilai moral tersebut perlu dijelaskan kepada siswa. Adanya moral yang tercermin pada perilaku tokoh tidak terlepas dari kehidupan sehari-hari. Bertens (2004:143) mengemukakan bahwa walaupun nilai moral biasanya menumpang pada nilai-nilai lain, namun ia tampak sebagai suatu nilai baru, bahkan nilai yang paling tinggi. Adapun ciri nilai moral, antara lain berkaitan dengan tanggung jawab kita, berkaitan dengan hati nurani, mewajibkan, dan bersifat formal. Pengembangan Bahan Ajar Teks Moral/ Fabel Teks moral/fabel yang digunakan dalam pembelajaran sebaiknya dapat dikembangkan oleh guru, sehingga tidak hanya teks yang ada dalam buku paket saja. Pengembangan teks moral/fable sebagai bahan ajar perlu memperhatikan karakteristik siswa dan kompetensi dasar yang akan dicapai. Hal ini perlu ditekankan karena pada dasarnya, aktivitas belajar menurut Pratiwi (1990:3) adalah suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai-sikap. Pendapat tersebut disinyalir oleh Pribadi (2011:6) yang menyatakan bahwa proses belajar adalah kegiatan yang dilakukan seseorang agar memiliki kompetensi berupa keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan. Sesuai dengan pernyataanpernyataan tersebut, penempatan materi teks moral/fabel untuk jenjang SMP berdasarkan Kurikulum 2013 adalah pada kompetensi dasar memahami teks cerita moral/fabel baik melalui lisan maupun tulisan dan menangkap makna teks cerita moral/fabel baik secara lisan maupun tulisan, membedakan teks cerita moral/fabel, baik melalui lisan maupun tulisan dan menyusun teks cerita moral/fabel, baik secara lisan maupun tulisan, mengklasifikasi teks cerita moral/fabel, baik melalui lisan maupun tulisan dan menelaah dan merevisi teks cerita moral/fabel, baik secara lisan maupun tulisan, mengidentifikasi kekurangan teks cerita moral/fabel, baik melalui lisan mupun tulisan dan meringkas teks cerita moral/fabel, baik secara lisan maupun tulisan. Untuk penyiapan materi teks moral/fabel yang akan diajarkan kepada siswa hendaknya dipilih secara tepat. Pemilihan materi secara tepat tersebut perlu diperhatikan adanya kriteria pemilihan materi pelajaran. Menurut Winkel (dalam Pratiwi, 1990:19), kriteria pemilihan materi pelajaran, meliputi (1) materi pelajaran harus relevan dengan tujuan instruksional yang harus dicapai, (2) taraf kesulitan materi pelajaran harus sesuai dengan tingkat kemampuan siswa yang mempelajari materi itu, (3) materi pelajaran harus dapat membangkitkan motivasi belajar siswa, (4) materi pelajaran harus dapat membantu dan melibatkan siswa secara aktif, baik dalam aktivitas berpikir maupun dalam menguasai keterampilan motorik, (5) materi pelajaran harus sesuai dengan prosedur didaktik yang telah disepakati, dan (6) materi pelajaran harus sesuai dengan media yang tersedia. Pendapat Winkel tersebut menunjukkan dalam pemilihan materi pelajaran sebaiknya sesuai dengan tujuan pembelajaran, memberikan motivasi kepada siswa agar siswa lebih aktif, dan mengandung unsur didaktik. Pemilihan materi pelajaran juga perlu memperhatikan minat peserta didik dalam belajar dan tingkat perkembangan peserta didik. Minat dan perkembangan peserta didik setiap sekolah dalam suatu daerah berbeda. Hal ini tentunya guru lebih memahami minat dan perkembangan peserta didiknya, sehingga materi pelajaran yang digunakan disesuaikan dengan kondisi yang ada. Dengan memerhatikan acuan pemilihan materi tersebut, teks moral/fabel yang digunakan dalam pembelajaran memahami teks cerita moral/fabel baik melalui lisan maupun tulisan dan menangkap makna teks cerita moral/fabel baik secara lisan maupun tulisan sebaiknya memenuhi kriteria sebagai berikut. a. Mengandung nilai-nilai edukatif. b. Tokoh cerita memiliki etika atau moral dalam bersikap dan bertingkah laku. c. Sesuai dengan minat, tingkat perkembangan, dan kemampuan siswa. Kriteria di atas tercermin dalam semua teks cerita moral/fabel yang akan dijarkan kepada siswa. Nilai-nilai edukatif dalam cerita bermuatan mendidik yang dapat dipetik ajarannya. Sedangkan etika dan moral yang digambarkan melalui tokoh binatang tetapi berperilaku seperti manusia dapat dilihat dari sikap, tutur kata, maupun kesantunannya dalam kehidupan. Minat, tingkat perkembangan, dan kemauan siswa dapat dimotivasi dengan pemberian cerita-cerita yang menarik dan dekat dengan lingkungan siswa. Berikut ini contoh cerita moral/fabel.
629
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Kelinci dan Kura-Kura Di sebuah hutan kecil di pinggir desa ada seekor kelinci yang sombong. Dia suka mengejek hewan-hewan lain yang lebih lemah. Hewan-hewan lain seperti kura-kura, siput, semut, dan hewan-hewan kecil lain tidak ada yang suka pada kelinci yang sombong itu. Suatu hari, si kelinci berjalan dengan angkuhnya mencari lawan yang lemah untuk diejeknya. Kebetulan dia bertemu dengan kura-kura. “Hei, kura-kura, si lambat, kamu jangan jalan aja dong, lari begitu, biar cepat sampai.” “Biarlah kelinci, memang jalanku lambat. Yang penting aku sampai dengan selamat ke tempat tujuanku, daripada cepat-cepat nanti jatuh dan terluka.” “Hei kura – kura, bagaimana kalau kita adu lari? Kalau kau bisa menang, aku akan beri hadiah apapun yang kau minta!” Padahal di dalam hati kelinci berkata, “Mana mungkin dia akan bisa mengalahkanku?” Kura-kura menjawab, “Wah, kelinci mana mungkin aku bertanding adu cepat denganmu, kamu bisa lari dan loncat dengan cepat, sedangkan aku berjalan selangkah demi selangkah sambil membawa rumahku yang berat ini.” Kelinci menjawab lagi, “Nggak bisa, kamu nggak boleh menolak tantanganku ini! Pokoknya besok pagi aku tunggu kau di bawah pohon beringin. Aku akan menghubungi Serigala untuk menjadi wasitnya.” Kura-kura hanya bisa diam melongo. Di dalam hatinya berkata, “Mana mungkin aku bisa mengalahkan kelinci?” Keesokan harinya si Kelinci menunggu dengan sombongnya di bawah pohon beringin. Serigala juga sudah datang untuk menjadi wasit. Setelah Kura-kura datang Serigala berkata. “Peraturannya begini, kalian mulai dari pohon garis di sebelah sana yang di bawah pohon mangga itu. Kalian bisa lihat?” Kelinci dan kura-kura menjawab, “Bisa!” “Nah siapa yang bisa datang duluan di bawah pohon beringin ini, itulah yang menang.” Oke, satu, dua, tiga, mulai!” Kelinci segera meloncat mendahului kura-kura, yang mulai melangkah pelan karena dia tidak bisa meninggalkan rumahnya. “Ayo kura-kura, lari dong!” Baiklah aku tunggu disini ya.” Kelinci duduk sambil bernyanyi. Angin waktu itu berhembus pelan dan sejuk, sehingga membuat kelinci mengantuk dan tak lama kemudian kelinci pun tertidur. Dengan pelan tapi pasti kura-kura melangkah sekuat tenaga. Dengan diam-diam dia melewati kelinci yang tertidur pulas. Beberapa langkah lagi dia akan mencapai garis finish. Ketika itulah kelinci bangun. Betapa terkejutnya dia melihat kura-kura sudah hampir mencapai finish sekuat tenaga dia berlari dan meloncat untuk mengejar kura-kura. Namun sudah terlambat, kaki kura-kura telah menyentuh garis finish dan pak serigala telah memutuskan bahwa pemenangnya adalah kurakura. Si kelinci sombong terdiam terhenyak, seolah tak percaya bahwa dia bisa tertidur. Jadi siapa pemenangnya tentu saja kura-kura. (sumber:http://ceritaanakblog.wordpress.com). Contoh cerita Kelinci dan Kura-Kura di atas dapat dilihat adanya sikap dan tutur kata Kelinci yang sombong dan Kura-Kura yang merendah, Serigala yang bijaksana. Hal itu mengajarkan bahwa seseorang itu tidak boleh sombong dan tidak boleh merendahkan teman yang lain. Hal itu dapat dilihat pada akhir cerita diceritakan yang memenangkan perlombaan lari adalah Kura-Kura. Amanat yang dapat dipetik bahwa orang yang sombong akan hancur dengan kesombongannya. Selain itu, ia terlena dengan kekuatan yang dimilikinya. Adapun unsur intrinsik sebagai pembangun cerita pada teks cerita Kelinci dan KuraKura, meliputi tema, tokoh, penokohan, alur, latar, sudut pandang, dan amanat. Unsur-unsur tersebut ada dalam cerita yang dapat membangun keutuhan cerita. Bagaimana cara memahami amanat dalam cerita dapat dilihat dari percakapan para tokoh yang ada dalam cerita. Hal itu membantu pembaca dalam memberikan makna isi cerita. Apabila dicermati isi dari teks cerita di atas banyak mengandung nilai-nilai moral maupun etika yang dapat diajarkan kepada siswa. Untuk memudahkan siswa mudah memahami isi cerita dan unsur pembangun cerita, maka perlu ada kemenarikan dalam menyajikan teks moral/ fabel. Hal itu dapat dicontohkan sebagai berikut. Teks Cerita Moral/Fabel Semut yang Hemat 630
Keterangan Tema : hemat pangkal kaya
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Peristiwa/alur Tahap Perkenalan
Di zaman Mesir kuno, hiduplah seorang raja yang sangat terkenal keadilannya. Raja tersebut sangat mencintai rakyatnya. Bahkan raja tersebut dalam mencinta keluarganya tidak melebihi cintanya pada rakyatnya. Sehingga kalau ada anggota keluarganya yang bersalah tetaplah di hukum sebagaimana orang lain. Yang lebih istimewa lagi, raja ini juga penyayang binatang. Karena cintanya pada binatang, suatu hari raja yang adil itu pergi berjalan-jalan menemui seekor semut. Si semut merasa senang dan bangga mendapat kunjungan dari raja. "Bagaimana kabarmu, semut?" tanya sang Raja. "Hamba baik-baik 1. saja Baginda," jawab semut gembira. "Dari mana saja kau pergi?" "Hamba sejak pagi pergi ke beberapa tempat tetapi belum juga mendapatkan makanan, Baginda." "Jadi sejak pagi kau belum 2. makan?" "Benar, baginda." Raja yang adil itu pun termenung sejenak. Kemudian berkata, "Hai, semut. Beberapa banyak makanan yang kau perlukan dalam setahun?" "Hanya sepotong roti saja baginda," jawab semut. "Kalau begitu maukah kau kuberi sepotong roti untuk hidupmu setahun?" "Hamba sangat senang, Baginda." "Kalau begitu, ayo engkau kubawa pulang ke istana," ujar Raja, lalu membawa semut itu ke istananya. Semut sangat gembira karena mendapatkan anugerah makanan dari sang raja. Ia tidak susah-susah lagi mencari makanan dalam setahun. Dan tentu saja roti pemberian sang raja akan lebih manis dan enak. "Sekarang engkau masuklah ke dalam tabung yang telah kuisi 1. sepotong roti ini!" perintah sang raja. "Terimakasih, Baginda. Hamba akan masuk." "Setahun yang akan datang tabung ini baru 2. akan kubuka," ujar sang raja lagi. "Hamba sangat senang, Baginda." Tabung berisi roti dan semut itu pun segera ditutup rapat oleh sang3. raja. Tutup tabung itu terbuat dari bahan khusus, sehingga udara tetap masuk ke dalamnya. Tabung tersebut kemudian disimpan di ruang khusus di dalam istana. Hari-hari berikutnya sang raja tetap memimpin rakyatnya. Berbagai urusan ia selesaikan secara bijaksana. Akhirnya setelah genap setahun, teringatlah sang raja akan janjinya pada semut. Perlahanlahan raja membuka tutup tabung berisi semut itu. Ketika tutup terbuka, si semut baru saja menikmati roti permberian raja setahun lalu. "Bagaimana kabarmu, semut?" tanya sang raja ketika matanya melihat semut di dalam tabung. "Keadaan hamba 631
Tahap Pertentangan Penokohan Raja: adil, baik, mencintai rakyatnya, bijaksana. Semut: pekerja keras,patuh pada raja, memikirkan masa depan.
Deskripsi Latar Latar tempat: jalan, istana Latar waktu: siang hari Latar suasana: sedih, senang, penasaran. Ejaan : penggunaan huruf kapital masih ada yang kurang tepat dan tanda baca sudah tepat. Tahap penyelesaian Pesan moral
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
baik-baik saja, Baginda." "Tidak pernah sakit selama setahun di 1. dalam tabung?" "Tidak baginda. Keadaan hamba tetap sehat selama setahun." 2. Kemudian sang raja termenung sejenak sambil melihat sisa roti milik semut di dalam tabung. "Mengapa roti pemberianku yang hanya sepotong masih kau sisakan separuh?" tanya sang raja. "Betul, Baginda." "Katanya dalam setahun kau hanya memerlukan sepotong roti. Mengapa tak kau habiskan?" "Begini, Baginda. Roti itu memang hamba sisakan separuh. Sebab hamba khawatir jangan-jangan Baginda lupa membuka tutup tabung ini. Kalau Baginda lupa membukanya, tentu saja hamba masih dapat makan roti setahun lagi. Tapi untunglah Baginda tidak lupa. Hamba senang sekali." Sang raja sangat terkejut mendengar penjelasaan si semut yang tahu hidup hemat. Sang raja tersenyum kecil di dekat semut. "Kau semut yang hebat. Kau dapat menghemat kebutuhanmu. Hal ini akan kusiarkan ke seluruh negeri agar rakyatku dapat mencontohmu. Kalau semut saja dapat menghemat kebutuhannya, mengapa manusia justru gemar hidup boros?" "Sebaiknya Baginda jangan terlalu memuji hamba," jawab si semut. Semut itu akhirnya mendapat hadiah lagi dari raja. Sebagai tanda terimakasih karena telah mengajarinya hidup hemat.
Himbauan untuk hidup hemat Kasih sayang antar sesama
Adanya penggunaaan kolom penyajian yang dilengkapi dengan bentuk seperti di atas diharapkan dapat memudahkan siswa memahami isi cerita dan menemukan unsur intrinsik dalam cerita. Penyajian yang menarik juga mendukung motivasi belajar siswa. Apabila siswa sudah termotivasi, maka diharapkan siswa lebih aktif dalam mengikuti pelajaran, termasuk aktif berpikir. Siswa mudah menemukan tema dalam cerita, karena dari judul sudah menyiratkan isi cerita. Judul Semut yang Hemat, mengarah pada perilaku hidup hemat, tidak boros, dan tidak suka foya-foya. Adanya judul yang sudah menyiratkan isi cerita, maka setelah isi cerita dibaca secara keseluruhan, maka dapat ditemukan tema dalam teks cerita di atas adalah hemat pangkal kaya. Siswa dapat menemukan peristiwa/alur cerita mulai tahap perkenalan, tahap pertentangan, dan tahap penyelesaian. Adapun tokoh dalam cerita tersebut Raja dan Semut. Penokohan dalam cerita dapat dilihat dari sikap dan perilaku tokoh, Raja ditampilkan sebagai tokoh yang adil, baik, mencintai rakyatnya, dan bijaksana. Sedangkan Semut ditampilkan sebagai tokoh pekerja keras,patuh pada raja, dan memikirkan masa depan. Latar dalam cerita Semut yang Hemat, meliputi latar tempat, latar waktu, dan latar suasana. Latar tempat dalam cerita berupa jalan dan istana. Latar waktu menunjukkan siang hari. Latar suasana menggambarkan suasana sedih, senang, penasaran. Adapun amanat atau pesan yang disampaikan oleh pengarang berupa pesan moral. Pesan moral yang tersirat dalam cerita adalaha adanya himbauan untuk hidup hemat dan kasih sayang antar sesama. Rangkaian dalam pembelajaran tidak terlepas adanya evaluasi pembelajaran. Menurut Oller (dalam Hajar, 2007:45), evaluasi pembelajaran merupakan bagian yang integral dalam kegiatan pembelajaran. Alat evaluasi disusun untuk mengetahui tujuan pembelajaran telah tercapai. Oleh karena itu, hendaknya alat evaluasi yang disusun mampu mengukur keterampilan siswa dalam berbahasa bukan hanya mengukur kemampuan siswa memahami bahasa. Dalam hal ini, evaluasi pembelajaran memahami teks cerita moral/fabel, baik melalui lisan maupun tulisan dan lebih ditekankan kepada aspek kognitif. Hal tersebut didasarkan pada tujuan pembelajaran bahwa siswa dapat menemukan karakteristik struktur teks cerita moral/fabel, menjelaskan is iteks cerita moral/fabel, dan menemukan pesan moral yang terkandungdalamteks moral/fabel. Jadi, sistem evaluasi pada kegiatan pembelajaran ini berpedoman pada tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Dalam penilaian proses pembelajaran juga perlu dinilai. Penutup 632
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Teks moral/fabel dalam pelajaran Bahasa Indonesia mengandung unsur intrinsik sebagai pembangun cerita. Teks fabel yang dipilih tokohnya binatang dan isi cerita bermuatan nilai moral atau etika. Adanya karakteristik siswa setiap sekolah berbeda, maka guru sebaiknya cermat dalam memilih materi sebagai pengembangan bahan ajar. Pemilihan materi tersebut perlu memperhatikan kesesuaian materi dengan tujuan pembelajaran, memberikan motivasi kepada siswa agar siswa lebih aktif, dan mengandung unsur didaktik. Dengan memerhatikan acuan pemilihan materi tersebut, teks moral/fabel yang digunakan dalam pembelajaran memahami teks cerita moral/fabel baik melalui lisan maupun tulisan dan menangkap makna teks cerita moral/fabel baik secara lisan maupun tulisan sebaiknya memenuhi kriteria. Kriteria tersebut, antara lain mengandung nilai-nilai edukatif, tokoh cerita memiliki etika atau moral dalam bersikap dan bertingkah laku, dan sesuai dengan minat, tingkat perkembangan, dan kemampuan siswa. Tampilan penyajian materi juga dibuat semenarik mungkin untuk memotivasi siswa dan memudahkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari. Demikian pula guru perlu menyiapkan perangkat penilaian proses maupun hasil. Daftar Pustaka Bertens, K. 2004. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Danandjaja, James. 2000. Folklor Indonesia Ilmu Gosip dan Dongeng. Jakarta: Graffiti Press. Hajar. 2007. Peningkatan Hasil Pembelajaran Apresiasi Prosa Melalui Strategi Storytelling pada Siswa Kelas V SD Negeri Sumbersari II Malang. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Malang. Luxemburg, Yan Van, Bal, Miche, Meststeijn, William G. 1984. Pengantar Ilmu Sastra. Terjemahan oleh Dick Hartoko. Jakarta: PT Gramedia. Nurgiyantoro, Burhan. 2000. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Presss. Poerwadarminta, W.J.S. 1986. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Pratiwi, Y. 1990. Memahami Tujuan dan Materi Pengajaran Apresiasi Sastra. Malang: OPF IKIP Malang. Pribadi, B.A. 2011. Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian Rakyat. Salam, Burhanuddin. 1997. Etika Sosial: Asas Moral Dalam Kehidupan Manusia. Jakarta: Rineka Cipta. ________. 2013. Kumpulan Cerita Anak, (Online), (http//ceritaanakblog.wordpress.com. fullpaper11-11-2013), diakses tanggal 10 November 2014.
PERMAINAN KREATIF PENUNJANG KEMAMPUAN BENALAR KRITIS ANAK USIA SEKOLAH DASAR Kusubakti Andajani
[email protected] Abstrak: Kemampuan bernalar kritis perlu diajarkan kepada anak sedini mungkin. Pengondisian anak untuk selalu berada dalam situasi bernalar secara tepat dan benar menjadi dasar bagi mereka untuk menjadi kritis dalam menghadapi setiap persoalan di masa mendatang. Anak perlu dikondisikan agar selalu berada dalam situasi berpikir kritis meskipun saat bermain. Karenanya, permainan anak hendaknya berpotensi meningkatkan kemampuan bernalar kritis anak. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan mendeskripsikan karakteristik berbagai permainan anak yang berpotensi meningkatkan kemampuan bernalar kritis anak usia SD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik permainan tersebut meliputi (1) bersifat eksploratif, (2) bersifat strategis, (3) bersifat imajinatif, (4) bersifat analitis, (5) dapat merangsang tumbuhnya sifat sosial, (6) mampu melatih skill anak, dan (7) berupa puzzle. Kata Kunci: permainan kreatif, kemampuan bernalar kritis, anak usia SD
Usia SD merupakan akhir dari masa kanak-kanak. Para ahli psikologi melabeli akhir masa kanak-kanak sebagai usia kritis dan kreatif. Pada usia ini anak cenderung mengarahkan 633
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
tenaganya untuk melakukan berbagai kegiatan kreatif yang disukainya berdasarkan daya kekritisan dalam proses bernalarnya. Hal ini terus berlangsung dan cenderung semakin meningkat sampai batas mereka memasuki masa remaja. Terkait dengan kondisi tersebut di atas, perlu kiranya dilakukan pengembangan daya kekritisan anak agar kreativitas mereka dapat diarahkan secara tepat. Selain itu, dengan kemampuan bernalar secara kritis yang memadai, anak akan mampu mengarahkan pemikiran sesuai dengan keinginannya, bertanggung jawab terhadap kehidupannya sendiri, serta dapat memperbaiki kehidupannya tanpa terpengaruh oleh hal-hal negatif dari luar yang dapat berdampak buruk pada dirinya. Dewasa ini, anak-anak Indonesia dihadapkan pada permasalahan yang kompleks terkait globalisasi dunia. Di era kemajuan teknologi informasi yang sangat pesat, internet menyerbu berbagai lapisan masyarakat di hampir seluruh wilayah Indonesia, tidak terkecuali anak-anak usia SD. Situasi dan kondisi di masyarakat menunjang mereka untuk dapat dengan mudah menguasai berbagai hal terkait operasionalisasi internet tersebut, yang secara otomatis juga mengondisikan mereka untuk menerima pajanan situs-situs yang substansi isinya jauh dari kelayakan untuk dikonsumsi oleh anak-anak seusia mereka. Banyak acara di televisi cenderung menampilkan tayangan yang jauh dari idealisme dunia anak. Kondisi ini sangat membahayakan bagi kelangsungan kehidupan dan eksistensi bangsa Indonesia di masa mendatang. Sementara itu, maraknya dunia teknologi dan informasi tidak diimbangi dengan kesiapan mental psikologis anak dalam menghadapinya. Kemampuan anak usia SD di Indonesia dalam menyeleksi layak-tidaknya suatu pajanan informasi yang diperolehnya disimpan dalam memori tergolong masih rendah. Kemampuan mereka dalam memahami arti setiap informasi, kemudian memaknainya secara tepat, juga masih belum memadai. Hal ini antara lain dikarenakan kemampuan bernalar secara kritis anak-anak Indonesia masih rendah, sehingga mereka tidak memiliki bekal yang cukup untuk memilah-milah apakah informasi tersebut layak untuk dikonsumsi ataukah tidak. Kiranya kemampuan bernalar secara kritis perlu diajarkan kepada anak sedini mungkin. Pengondisian anak untuk selalu berada dalam situasi bernalar secara tepat dan benar akan menjadi dasar bagi mereka untuk menjadi kritis dalam menghadapi setiap persoalan di masa mendatang. Dengan bernalar secara kritis, anak mampu mengarahkan pemikiran sesuai dengan keinginannya, bertanggung jawab terhadap kehidupannya sendiri, serta dapat memperbaiki kehidupannya tanpa terpengaruh oleh hal-hal negatif dari luar yang dapat berdampak buruk pada dirinya. Pengondisian seperti tersebut di atas akan berdampak pada terjadinya peningkatan kualitas kemampuan bernalar mereka. Ketajaman daya kritisnya pun dapat ditingkatkan seiring dengan bertambahnya wawasan mereka. Menurut Parelman dan Olberchts-Tyteca (dalam Warnick dan Inch, 1994), pengetahuan manusia bermula saat pikiran menyadari adanya aspek-aspek sesuatu yang dapat dipahami, yakni makna. Tindak penalaran ini disebut tindak pemahaman sederhana, yakni tindak penalaran dalam menangkap makna sesuatu tanpa menyetujui atau menolaknya. Hasil akhir dari tindak pemahaman sederhana disebut konsep. Konsep tentang sesuatu berada pada pikiran manusia. Agar konsep yang dimiliki orang diketahui dan dipahami, konsep perlu diungkapkan. Pengungkapan konsep melalui wahana kata atau istilah. Dengan demikian, istilah dapat diartikan sebagai kata atau kombinasi kata yang secara konvensional menandai konsep. Tindak penalaran yang kedua berupa pertimbangan (judgment), yakni tindak penalaran menyatukan beberapa konsep dengan cara menyetujui (affirming) atau menolak (denying). Pertimbangan atau pemutusan bersifat afirmatif (menyetujui) jika konsep-konsep itu sesuai dengan kenyataan yang ditandai. Pertimbangan atau pemutusan itu bersifat negatif jika konsep itu tidak sesuai dengan kenyataan yang ditandai oleh konsep-konsep itu. Pertimbangan atau pemutusan masih berada pada pikiran. Agar pertimbangan atau pemutusannya diketahui atau dipahami pihak lain, pertimbangan atau pemutusan diekspresikan dengan bahasa yang disebut dengan proposisi. Proposisi diartikan sebagai suatu pernyataan atau kalimat yang digunakan untuk menyatukan beberapa konsep dan menandai sesuatu kebenaran atau kesalahan. Tindak penalaran ketiga disebut penyusunan simpulan, yakni tindak penalaran didasarkan pada kebenaran yang diketahui sebelumnya (lama) untuk memperoleh pengetahuan baru. Hasil penalaran yang ditampilkan berupa argumen, yakni ekspresi (verbal/mental) penalaran berupa pernyataan tentang pengetahuan, bertitik tolak dari kebenaran pengetahuan yang diketahui sebelumnya. Argumen dibedakan atas argumen deduktif dan argumen induktif. 634
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Penalaran kritis (critical thinking) ialah pemahaman atau refleksi terhadap permasalahan secara mendalam, mempertahankan pikiran agar tetap terbuka bagi pendekatan dan perspektif berbeda, tidak mempercayai begitu saja informasi yang datang dari berbagai sumber, dan berpikir secara reflektif-evaluatif (lihat Santrock, 1998 dan Desmita, 2007). Perkins, Jay, & Tishman (dalam Santrock, 1998) mengemukakan bahwa penalaran yang kritis meliputi disposisi-disposisi untuk (1) berpikir terbuka, fleksibel, dan berani mengambil resiko, (2) mendorong keingintahuan intelektual, (3) mencari dan memperjelas pemahaman, (4) merencanakan dan menyusun strategi, (5) berhati-hati secara intelektual, (6) mencari dan mengevaluasi pertimbangan-pertimbangan rasional, serta (7) mengembangkan metakognitif. Untuk mampu bernalar kritis, anak perlu mengembangkan berbagai proses berpikir aktif, yaitu (1) mendengarkan dengan seksama, (2) mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan-pertanyaan, (3) mengorganisasi pemikiran-pemikiran yang ada, (4) memperhatikan persamaan/ perbedaan objek-objek yang ada di sekitarnya, (5) melakukan tindakan berpikir deduktif, serta (6) membedakan antara kesimpulan yang valid dan tidak valid secara logis. Selain itu, anak juga harus belajar bagaimana mengajukan pertanyaan klarifikasi, mengombinasikan proses-proses berpikir untuk menguasai suatu pengetahuan baru, serta belajar melihat suatu persoalan dari berbagai sudut pandang (Santrock, 1998). Robert J. Sternber (dalam Desmita, 2007) mengusulkan sejumlah cara mengembangkan penalaran kritis anak, yaitu (1) mengajarkan anak cara menggunakan proses berpikir yang benar, (2) mengembangkan strategi-strategi pemecahan masalah, (3) meningkatkan gambaran mental anak, (4) memperluas landasan pengetahuan anak, serta (5) memotivasi anak untuk selalu menggunakan keterampilan berpikir yang telah dipelajarinya. Dari paparan di atas, dapat dikatakan bahwa perlu dilakukan berbagai upaya untuk mengondisikan anak agar selalu dalam situasi berpikir kritis meskipun saat bermain. Salah satu pekerjaan anak-anak adalah bermain, dan memang anak-anak sangat gemar bermain. Dengan bermain anak-anak menjadi senang (Sugianto, 1995). Bermain merupakan proses pembelajaran yang melibatkan pikiran, persepsi, konsep, kemahiran sosial dan fisik. Dalam bermain anak mengembangkan keterampilan memecahkan masalah dengan mencoba berbagai cara untuk mengerjakan sesuatu, serta memilih dan menentukan cara yang paling tepat menurutnya. Saat bermain anak-anak menggunakan bahasa untuk membawakan aktivitasnya, memperluas dan menyaring bahasa mereka dengan berbicara dan mendengar anak lain. Ketika bermain mereka belajar memahami orang lain dengan cara mensepakati komitmen yang mereka buat dari berbagai aturan dan menilai pekerjaan secara bersama-sama. Bermain merupakan salah satu sarana untuk menyalurkan kelebihan tenaga. Bahkan, bermain merupakan satu sarana untuk melepas segala keinginan yang tidak mungkin tercapai melalui kegiatan berimajinasi. Pendek kata, bermain dapat mematangkan perkembangan anak-anak dalam semua area: intelektual, emosional, sosial, dan fisik (Moyles, 1999; Hurlock, 2001; dan Satya, 2005). Bermain merupakan proses pembelajaran yang melibatkan pikiran, persepsi, konsep, kemahiran sosial dan fisik. Selain itu bermain juga dikaitkan dengan ganjaran instrinsik dan kegembiraan. Dengan demikian bermain merupakan aktivitas yang natural bagi anak-anak yang memberi peluang untuk mencipta, menjelajah dan mengenal dunia mereka sendiri. Hampir seluruh anak, di manapun ia berada, gemar bermain. Dalam bermain anak mengembangkan keterampilan memecahkan masalah dengan mencoba berbagai cara untuk mengerjakan sesuatu, serta memilih dan menentukan cara yang paling tepat menurutnya. Dalam bermain anak-anak menggunakan bahasa untuk membawakan aktivitasnya, memperluas dan menyaring bahasa mereka dengan berbicara dan mendengar anak lain. Ketika bermain mereka belajar memahami orang lain dengan cara mensepakati komitmen yang mereka buat dari berbagai aturan dan menilai pekerjaan secara bersama-sama. Anak menggunakan bermain sebagai alternatif upaya untuk mencari kesenangan dan kepuasan. Di sisi lain, bermain merupakan salah satu sarana untuk menyalurkan kelebihan tenaga. Bermain juga sebagai media untuk meningkatkan kemampuan atau keterampilan tertentu pada diri seseorang. Bahkan, bermain merupakan satu sarana untuk melepas segala keinginan yang tidak mungkin tercapai melalui imajinasi. Bahkan, secara ektrim Hurlock (2001) menganggap bermain adalah setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan. Berdasarkan hasil penelitiannya, Andajani & Dawud (2008) menjelaskan bahwa permainan anak dapat meningkatkan kemampuan bernalar kritis anak usia SD. Namun, tidak semua permainan dapat meningkatkan kekritisan anak. Sebagian permainan anak justru 635
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
„mematikan‟ kekritisan dan kreativitas anak, terutama permainan yang sifatnya betul-betul hanya menyenangkan saja tanpa menuntut anak untuk berpikir ataupun bergerak. Permainan yang dimaksud biasanya mengandalkan aspek keberuntungan semata. Misalnya roller atau dadu yang ketika diputar/dikocok memberikan angka tertentu. Tanpa harus melakukan aktivitas fisik atau pikir apapun sebelumnya, perolehan angka tersebut tersebut menjadi penentu nilai keberuntungan yang akan diperoleh pelakunya. Dalam bahasa awam permainan semacam ini diistilahkan dengan judi. Artikel ini merupakan hasil penelitian yang bertujuan mensintesis karakteristik berbagai permainan yang berpotensi meningkatkan kemampuan bernalar kritis anak usia SD. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, ditemukan karakteristik permainan tersebut meliputi (1) bersifat eksploratif, (2) bersifat strategis, (3) bersifat imajinatif, (4) bersifat analitis, (5) dapat merangsang tumbuhnya sifat sosial, (6) mampu melatih skill anak, dan (7) dapat berupa puzzle. METODE PENELITIAN Karakteristik permainan yang berpotensi meningkatkan kemampuan bernalar kritis anak usia SD diperoleh melalui penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini adalah permainan anak dan anak usia SD. Data dalam penelitian ini berupa informasi perilaku anak usia SD saat bermain dan informasi tentang kekritisan yang terdapat pada permainan tersebut. Pengumpulan data dilakukan melalui teknik observasi partisipan dan wawancara mendalam. Analisis data dilakukan dengan cara mentranskripsikan data-data yang diperoleh, memberi pengkodean, menabulasikan, menafsirkan, dan mendeskripsikan. HASIL DAN PEMBAHASAN Sebagaimana disampaikan di muka, Andajani & Dawud (2008) menemukan bahwa permainan anak dapat meningkatkan kemampuan bernalar kritis anak usia SD. Lebih lanjut Andajani & Dawud (2010) mengidentifikasi karakteristik permainan yang berpotensi meningkatkan kemampuan bernalar kritis anak usia SD. Karakteristik tersebut adalah (1) bersifat eksploratif, (2) bersifat strategis, (3) bersifat imajinatif, (4) bersifat analitis, (5) dapat merangsang tumbuhnya sifat sosial, (6) mampu melatih skill anak, dan (7) berupa puzzle. Berikut dipaparkan berbagai contoh permainan yang berpotensi meningkatkan kemampuan bernalar kritis anak usia SD. Sebagaimana disampaikan di muka, penalaran yang kritis meliputi disposisi-disposisi untuk (1) berpikir terbuka, fleksibel, dan berani mengambil resiko, (2) mendorong keingintahuan intelektual, (3) mencari dan memperjelas pemahaman, (4) merencanakan dan menyusun strategi, (5) berhati-hati secara intelektual, (6) mencari dan mengevaluasi pertimbangan-pertimbangan rasional, serta (7) mengembangkan metakognitif (Perkins, Jay, & Tishman dalam Santrock, 1998). Permainan bersifat eksploratif. Kata lain dari eksplorasi adalah “penjelajahan”. Permainan yang bersifat eksploratif merupakan jenis permainan yang memberi kesempatan kepada pemain untuk menjelajah „dunia‟ dan memperluas pengetahuannya sehingga diperoleh pengetahuan baru yang lebih mutakhir. Setiap satuan keberhasilan pada permainan jenis ini menjanjikan pemain untuk memperoleh pengetahuan baru. Apabila jenis permainan tersebut berjenjang (level) maka pada tiap jenjang, selain mendapatkan point, pemain juga akan memperoleh pengetahuan baru. Jenis permainan semacam ini banyak ditemukan pada jenis permainan animasi (games animation). Games How to be Millionare for Children edition merupakan satu contoh permainan dengan karakteristik ekspoloratif. Games tersebut meliputi beberapa level, yang mana untuk mencapai level tertentu terlebih dulu harus menyelesaikan level prasyaratnya. Untuk dapat menjawab pertanyaan pada tiap level, anak harus mengeksplorasi pengetahuan terlebih dulu. Dalam proses eksplorasi tersebutlah kemampuan bernalar kritis anak diasah. Sebelum memutuskan jawaban mana yang harus dipilih, anak harus bisa berpikir secara terbuka dan fleksibel untuk menerima berbagai masukan dari orang lain (termasuk teman sebaya) yang mendampingi saat melakukan games tersebut. Anak, secara kritis, juga belajar berani menanggung resiko untuk gagal dan kehilangan point yang diperoleh pada level sebelumnya apabila ia salah dalam menjawab. Permainan ini juga mendorong keingintahuan intelektual anak. Rasa penasaran untuk mengetahui apa yang ada di dalam level berikutnya juga merangsang kemampuan berpikir kritis anak. Menyusun strategi juga menjadi satu kondisi yang dapat terbentuk pada diri anak saat bermain games How to be Millionare for Children Edition. 636
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Permainan anak-anak merupakan wadah dasar dan indikator pengembangan mental. Bermain memungkinkan anak-anak untuk memajukan perkembangannya seperti sensori motor, mengeksplorasi pengetahuannya untuk mendaptkan pengetahuan yang baru intelegensi pada bayi, mulai dari operasional sampai operasional konkrit pada anak pra sekolah juga mengembangkan kognitif, fisik, dan perkembangan sosial ekonomi (Jeffree, 1985 dan VanCleave, 2000). Permainan bersifat analitis. Permainan analitis dimaksudkan untuk menganalisis sebab/akibat terjadinya sesuatu yang telah ada. Untuk ini, kemampuan bernalar kritis menjadi sarat mutlak untuk bisa melakukan permainan jenis ini. Menganalisis penyebab dan kondisi yang ada pada saat itu merupakan kekhasan dari permainan jenis ini. Permainan bersifat strategis. Biasanya, jenis permainan dengan karakteristik analitis sekaligus merupakan permainan jenis strategis. Permainan bersifat strategis memerlukan kemampuan bernalar lebih dari permainan yang lain. Dalam hal ini pemain harus memikirkan strategi untuk menang secara jujur. Nalar dan argumentasi menjadi andalan utama dalam memainkan permainan yang bersifat strategis ini. Contoh permainan dengan karakteristik bersifat analitis dan strategis adalah permainan catur. Kecermatan pemain sebelum melangkah menjadi modal awal apabila pemain ingin menang. Dalam hal ini hasil analisis dijadikan dasar untuk menentukan strategi dalam memenangkan permainan. Permainan catur merupakan salah satu contoh permainan yang menggabungkan sifat analitis dengan sifat strategis. Untuk dapat memenangkan permainan, terlebih dulu seorang pemain catur harus mampu menganalisis bagaimana posisi buah catur lawan mainnya. Berdasarkan hasil analisisnya, selanjutnya pemain tersebut harus mengatur strategi bagaimana ia mengarahkan buah caturnya sehingga ia bisa memenangkan permainan. Pemain catur harus senantiasa waspada dan ekstra hati-hati setiap kali akan memindahkan buah caturnya. Menurut Rebecca Isbell dalam bukunya The Complete Learning Center Book, “Play is Children‟s Work and Children Want to Play” (dalam Satya, 2006), dalam bermain, anak-anak mengembangkan keahlian memecahkan masalah dengan menggunakan berbagai cara untuk melakukan sesuatu dan menentukan strategi terbaik untuk memperoleh kepuasan. Strategi itu, antara lain diekspresikan melalui bahasa. Dalam bermain anak-anak menggunakan bahasa untuk melakukan kegiatan mereka, memperluas dan memperbaiki bahasa mereka sambil berbicara dengan anak lainnya. Permainan bersifat imajinatif. Permainan imajinatif bagus diterapkan untuk memberikan wawasan kepada pemain untuk sesuatu yang tidak mungkin di alaminya. Dengan demikian ia bisa belajar memperoleh sesuatu dari permainan imajinatif yang dimainkannya. Contoh permainan imajinatif adalah bermain peran menjadi satu tokoh tertentu, seperti pewayangan atau drama. Dalam hal ini pemain diwajibkan berimajinasi menjadi tokoh yang diperankan. Kalau anak berperan sebagai tokoh nenek renta, maka seharusnya ia berimajinasi tentang sosok perempuan tua berkacamata dengan tubuh terbungkuk dan menggunakan tongkat sebagai alat bantu jalan. Atau, kalau anak berperan sebagai seekor kelinci maka ia akan berimajinasi tentang sosok hewan bertelinga panjang yang lincah melompat kesana-kemari. Proses berimajinasi memaksimalkan kemampuan bernalar kritis anak sehingga ia dapat memainkan perannya dengan baik. Contoh permainan imajinasi lainnya adalah membayangkan bentuk. Misalnya, bayangkan angka “3” dan huruf kapital “D”, putar angka “3” berlawanan arah jarum jam hingga 90o, putar huruf kapital “D” searah jarum jam hingga 90o, lalu letakkan huruf “D” di bawah angka “3” tersebut. Bentuk apa yang kalian dapatkan? Melalui permainan membayangkan bentuk ini kemampuan bernalar kritis anak dimaksimalkan untuk berimajinasi sehingga ia menemukan bentuk apa yang akan diperoleh dari perpaduan kedua angka dan huruf tersebut. Permainan imajinasi yang demikian akan mengaktifkan otak kanan anak usia SD. Menurut tokoh-tokoh pendidikan anak-anak, seperti Plato, Aristoteles, Frobel, Hurlock, dan Spencer (dalam Jane & Dorothy, 1995 dan Munandar, 1999), bermain adalah suatu upaya anak untuk mencari kepuasan, melarikan diri ke alam fantasi dengan melepaskan segala keinginannya yang tidak dapat tersalurkan melalui imajinasi, seperti keinginan untuk menjadi presiden, raja, permaisuri dan lain-lain. Bermain sebagai kegiatan mempunyai nilai praktis. Artinya, dalam hal ini bermain digunakan sebagai media untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan kemampuan berpikir kritis pada anak. 637
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Permainan bersifat sosial. Permainan yang dapat merangsang tumbuhnya sifat sosial anak juga menjadi satu karakteristik permainan yang berpotensi meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Dalam permainan ini si pemain harus memikirkan langkah-langkah terbaik untuk bisa bersosialisasi sebaik mungkin dengan orang lain. Contoh permainan ini adalah aktivitas bertanya kesana-kemari untuk menemukan sesuatu yang disembunyikan, atau bekerja sama untuk menyelesaikan satu persoalan yang ada. Upaya menemukan telur paskah yang disembunyikan di taman secara bersama-sama dengan teman-temannya akan mengondisikan anak untuk bekerja sama. Diperlukan kemampuan bernalar krtitis untuk dapat bekerja sama dengan baik dan tidak menimbulkan persaingan satu dengan yang lain. Anak harus berpikir terbuka untuk bisa bekerja sama dengan baik. Anak juga harus mengembangkan kemampaun metakognisinya untuk memprediksi kemungkingan-kemungkinan di mana telur itu berada. Perpaduan keduanya akan meningkatkan kemampuan bernalar kritis anak usia SD. Moyles (1999) dan Satya (2005) menyampaikan bermain membentuk perkembangan anak pada semua bagian: intelektual, sosial, emosional dan fisik. Ketika bermain, anak akan belajar tentang orang lain selain dirinya dan mereka mencoba berbagai peran dan menyesuaikan diri saat bekerjasama dengan orang lain. Permainan juga merupakan sarana anak untuk mengembangkan keterampilan memecahkan masalah dengan mencoba berbagai cara dengan mengerjakan sesuatu dan memilih dan menentukan cara yang paling tepat. Dalam bermain anak-anak menggunakan bahasa untuk membawakan aktivitasnya, memperluas dan menyaring bahasa mereka dengan berbicara dan mendengar anak lain. Ketika bermain mereka belajar memahami orang lain dengan cara menyepakati komitmen yang mereka buat dari berbagai aturan dan menilai pekerjaan secara bersama-sama. Permainan bersifat keterampilan. Permainan yang mampu melatih skill juga menjadi satu karakteristik permainan yang berpotensi meningkatkan kemampuan bernalar kritis pemainnya. Untuk memenangkan pertandingan si pemain harus berusaha maksimal memperkuat keterampilannya. Yang termasuk ini adalah basket ball, volley, dan permainan olah raga lainnya. Kemampuan berpikir analitis dan strategis turut menunjang keterampilan anak. Tanpa kemampuan bernalar kritis, anak tidak akan mampu bermain basket ball atau volley dengan baik. Ia tidak akan mampu bekerja sama dalam tim. Melalui penalaran kritis anak akan dapat dengan cepat dan tepat menentuan kepada siapa bola yang diterimanya akan dilempar. Tahapantahapan untuk mencapai keputusan ini tanpa sadar akan mengasah kemampuan bernalar kritis anak. Menurut Hurlock (2001), bermain dengan skill merupakan kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan. Di samping itu, bermain bagi anak merupakan upaya menyalurkan energi yang berlebihan dan dapat menghindari hal-hal negatif yang diakibatkan dari tenaga yang berlebihan. Anak juga akan menggunakan strateginya untuk memaksimalkan kesenangannya. Puzzle dimaksudkan untuk melatih kecermatan pemainnya dalam mengenali bentuk, warna, dan motif pada potongan gambar, melatih daya nalar anak dalam merangkai seluruh potongan gambar menjadi gambar utuh. Dalam hal ini anak harus berhati-hati secara intelektual, serta harus mengembangkan kompetensi metakonisinya untuk dapat dengan lebih mudah mengenal setiap lekuk potongan puzzle dan merangkainya menjadi gambar utuh. KESIMPULAN Berdasarkan paparan di muka dapat disimpulkan bahwa bermain bermanfaat bagi anak, termasuk di antaranya anak usia SD. Sejumlah permainan dengan karakteristik tertentu berpotensi meningkatkan kemampuan bernalar kritis anak. Karakteristik tersebut adalah (1) bersifat eksploratif, (2) bersifat strategis, (3) bersifat imajinatif, (4) bersifat analitis, (5) dapat merangsang tumbuhnya sifat sosial, (6) mampu melatih skill anak, dan (7) berupa puzzle. DAFTAR PUSTAKA Andajani, Kusubakti & Dawud. 2008. Kajian Kekritisan Penalaran pada Anak Usia SD. Laporan Penelitian Hibah Strategis Nasional dari Dikti. Malang: tidak diterbitkan. Andajani, Kusubakti & Dawud. 2010. Analisis Faktor yang Berpotensi Meningkatkan Kekritisan Penalaran Anak Usia SD. Laporan Penelitian Hibah Strategis Nasional dari Dikti. Malang: tidak diterbitkan. Asher, Jane and Einon, Dorothy. 1995. Time to Play. London: Viking Pinguin Inc. Desmita. 2007. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 638
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Hurlock, Elizabeth B. 1981. Developmental Psycology: A Life-Span Approach. New York: McGraw-Hill. Jeffree, Dorothy M. 1985. Let Me Play. Great Britain: A Condor Book Souvenir Press. Moyles, Janet R. 1999. Just Playing: The Role and Status of Play in Early Chillhood Education. Philadhelpia: Open University Press. Munandar, Utami. 1999. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, Jakarta: Rineka Cipta. Satya, Wira Indra. 2005. Mengenang Permainan Rakyat. (online) (http ://dgk, or,id/ archives/ 2005/12/24/mengenang permainan rakyat, diunduh pada 25 September 2010). Satya, Wira Indra. 2006. Membangun Kebugaran Jasmani dan Kecerdasan melalui Bermain, Depdiknas, Dirjen Dikti, Direktorat Ketenagaan. Sugianto, Mayke T. 1995. Bermain, Mainan dan Permainan. Jakarta: Depdiknas. VanCleave, Janice. 2000. Play and Find Out about Science. Easy Experiments for Young Children. New York: John Wiley&Sons, Inc. Warnick, B. dan Inch, E.S. 1994. Critical Thinking and Comunication. New York: Macmillan Publishing Company.
639
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
PENINGKATAN KEMAPUAN MENULIS SURAT PRIBADI DENGAN METODE KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS V SDK TAGA KECAMATAN LANGKE REMBONG KABUPATEN MANGGARAI Paulina Langa SDK Taga Kecamatan Langke Rembong Kabupaten Manggarai Abstrak: Penelitian ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan menulis surat pribadi siswa kelas V SDK Taga , Kecamatan , Langke Rembong , Kabupaten Manggarai. Upaya peningkatan dilakukan dengan menggunakan metode kontekstual. Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas ( PTK ). Penelitian ini dilakukan dalam dua siklus. Hasil analisis pelaksanaan tindakan menunjukan bahwa penggunaan metode kontekstual terbukti dapat meningkatkan kemapuan menulis surat pribadi siswa. Kata Kunci: kemapuan menulis, menulis surat pribadi, metode kontekstual.
Keterampilan menulis surat merupakan kebutuhan dasar bagi siswa. kemampuan ini sangat diperlukan siswa untuk menunjang seseorang agar lebih berkembang. Bila siswa memiliki kemampuan menulis rendah, maka materi- materi menulis yang disajikan terasa berat dan tidak dapat dipahami dengan baik. Namun kenyataan menunjukan sebaliknya. Kemampuan menulis surat pribadi siswa kelas V SDK Taga, kecamatan langke Rembong , kabupaten Manggarai masih rendah.Hal ini menyebabkan siswa mengalami kesulitan memahami materi menulis surat yang mereka ikuti di sekolah. Untuk itu dipandang perlu dilakukan upaya untuk memperbaiki pembelajaran menulis. Sala satu upaya perbaikan pembelajaran menulis surat dapat dilakukan dengan menggunakan metode kontekstual. Metode konseptual merupakan metode pembelajaran yang menekankan penciptaan lingkungan alamiah dalam proses belajar agar kelas lebih hidup dan bermakna, karena siswa mengalami sendiri apa yang dipelajarinya. Konsep belajar inilah yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa. mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan sehari – hari dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektifitas yaitu konstrukktivisme, bertanya ,menemukan , masyarakat belajar, pemodelan ,dan penilaian sebenarnya ( Depdikbud 2002: 5 ) Penggunaan pembelajaran dengan metode kontekstual dapat memberikan banyak manfaat , misalnya dapat meningkatkan kemampuan menulis, dapat menjembatanni pengajaran Bahasa Indonesia dengan kehidupan nyata siswa,peningkatan kematangan emosional , serta kematangan sosialnya.Hal tersebut membuat peneliti merasa tertarik menerapkan metode kontekstual dalam rangka meningkatkan kemampuan menulis surat pribadi siswa kelas V SDK Taga, kecamatan langke Rembong , kabupaten Manggarai. Masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut ; “ Bagaimana peningkatan kemampuan menulis surat pribadi dengan menggunakan metode kontekstual pada pembelajaran Bahasa Indonesia untuk siswa kelas V SDK Taga, kecamatan Langke rembong, kabupaten Manggarai tahun ajaran 2014-2015? “ METODE Pembelajaran kontekstual ( Contekstual Teaching and learning ) adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari – hari, sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas sedikit demi sedikit dan dari proses mengkonstruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat ( Nurhadi dan Senduk, 2003:13 ). Pembelajaran kontekstual dapat dikatakan sebagai sebuah pendekatan pembelajaran yang menunjukan kondisi alamiah dari pengetahuan. Melalui hubungan di dalam dan di luar ruang kelas, suatu pendekatan pembelajaran kontekstual menjadikan pengalaman lebih relevan dan berarti bagi 640
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
siswa dalam membangun pengetahuan yang akan mereka terapkan dalam pembelajaran seumur hidup. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas ( PTK ). Penelitian tindakan kelas merupakan suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif yang dilakukan untuk memperbaiki pembelajaran di kelas ( Muslick, 2010 dan Suyitno, 2010 ). Penelitian tindakan kelas yang merupakan suatu rangkaian langkah, yang setiap langkah terdiri atas empat tahap, yaitu: perencanaan , pelaksanaan tindakan, observasi dan r efleksi. Data penelitian ini adalah tindakan guru dan siswa dalam proses pembelajaran, rencana pembelajaran , jawaban angket, serta hasil belajar siswa.Data tersebut dikumpulkan melalui pengamatan, angket ,studi dokumen , dantes.Pengamatan digunakan untuk mengumpulkan data prilaku guru dan siswa dalam pembelajaran. Studi dokume digunakan untuk mengumpulkan data perencanaan pembelajaran.Angket digunakan untuk mengumpulkan dta tentang motivasi belajar siswa. Tes digunakan untuk mengumpulkan data hasil belajar siswa. Data dianalisis secara kuantitatf ( analisis statistic deskriptif ) dan secara kualitatif. Dalam pengumpulan data peneliti dibantu oleh seorang observer agr pengamatan dapat dilakukan secara cermat dan sistematis. Observer ini juga membantu peneliti dalam menganalisis dan menafsirkan data. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SDK Taga , kecamatan Langke Rembong, kabupaten Manggarai tahun ajaran 2014 / 2015 yang berjumlah 40 orang, yang terdiri dari18 orang siswa laki – laki dan 22 orang siswa perempuan. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Tindakan Siklus I Pertemuan I dilaksanakan pada tanggal 1 Pebruari 2014 yang disediakan waktu adalah 2 x 45 menit.Materi pokok dalam pembelajaran ini adalah keterampiln menulis surat pribadi.Indikator yang hendak dicapai adalah mengetahui sistematika dan karakteristik surat pribadi serta menyampaikan informasi untuk orang lain dalam bentuk surat pribadi, menggunakan bahasa yang komunikatif dan menarik.Untuk mencapai indikator ini diterapkan metode kontekstual. Berikut ini adalah perincian penyampaian materi dari awal sampai akhir. Guru memberi salam, membuka kegiatan pembelajaran dengan doa, dilanjutkan dengan mengecek kehadiran siswa, apersepsi,memberitahukan topik pembelajaran,tujuan pembelajaran, memotivasi siswa dan memberitahukan kegiatan yang akan dilakukan siswa selama pembelajaran. Guru menyampaikan materi menulis surat pribadi dan membaca contoh surat pribadi berdasarkan pengalaman pribadinya.Guru memberi siswa kesempatan untuk bertanya tentang materi yang belum dipahaminya, lalu meminta siswa untuk menulis surat pribadi berdasarkan pengalaman pribadinya, guru membimbing siswa yang mengalami kesulitan. Guru dan siswa secara bersama membaca dan mengoreksi pekerjaan siswa, lalu siswa memperbaiki pekerjaannya. Secara lebih rinci seluruh kinerja guru pada siklus satu ditunjukan dalam tabel 01 berikut. Tabel 1 . Aktivitas Pembelajaran pada Siklus I
Tahap
Kegiatan Awal Kegiatan Inti
Indikator/ Aspek pengamatan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Skor/ Hasil Pengamatan 1 2 3 4 Guru melakukan apersepsi V Guru memotivasi siswa V Guru menyampaikan topik dan tujuan pembelajaran. V Guru menyampaikan materi menulis surat pribadi. V Guru membacakan contoh surat pribadi berdasarkan V pengalaman pribadinya. Guru memberi siswa kesempatan untuk bertanya V tentang materi dan contoh yang belum di pahaminya. Guru meminta siswa untuk menulis surat pribadi V berdasarkan pengalaman pribadinya. Guru membimbing siswa yang mengalami kesulita. V Guru dan siswa secara bersama membaca dan mengoreksi pekerjaan siswa. V Guru meminta siswa memperbaiki pekerjaan V Guru menugaskan siswa untuk berlatih menulis surat 641
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
dengan topik berbeda. V Kegiatan 12. Guru mengumpulkan pekerjaan siswa dan menutup V Penutup pelajaran dengan merangkum kembali materi pembelajaran Keterangan: 1 = Sangat Rendah, 2 = Rendah, 3 = Tinggi, 4 = Sangat Tinggi Berdasarkan hasil observasi, pada kegiatan awal siswa sangat sulit diajak untuk fokus dalam pembelajaran.Guru membutuhkan waktu lebih dari sepuluh menit untuk menarik perhatian siswa pada indikator yang akan dipelajari. Pada kegiatan inti hanya sebagian kecil yang fokus mendengar penjelasan guru, dan tidak semua siswa berusaha mencatat hal hal yang dianggap penting.dari empat pulu siswa hanya seorang siswa saja yang bertanya. Kelas tampak ribut dan tidak kon-dusif untuk belajar. Secara rinci keaktifan dan perhatian siswa dapat dilihat pada tabel 02 berikut. Tabel 2 . Keaktifan dan Perhatian Siswa dalam Pembelajaran Siklus I
No
Nama Siswa
Aspek Penilaian
1
Perhatian 2 3 V V V V V V V V V
4
1 V V V V V
Total Skor Individu
Kategori
Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Rendah Rendah Tinggi Tinggi Rendah Rendah Tinggi Rendah Rendah Tinggi Tinggi Rendah Rendah Sangat Rendah Sangat Rendah Rendah Rendah Sangat Rendah Rendah Sangat Rendah Rendah Tinggi Rendah Rendah
Keterlibatan 2 3 4
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.
BM BD DET EP EPI FRRR ISC LJ LYJ MB MPJ MP MR MM MJ MN NI OJ OB PSM PVGD PR RPN RM
V V V
V
3 4 3 4 4 4 3 5 6 6 4 4 6 6 4 4 5 4 4 5 5 3 3 2
25.
RT
V
V
2
27. 28. 29.
RYM SD SJ
V V
30. 31.
SS ST
V
32. 33. 34. 35.
SDB SYPD SP TAK
V V V V
V V
V
V
V V V V
V V V
V V
V V V V
V V V V
V V
V
V V V
V
V
4 3 2
V V V
V
4 2
V V
V V
V
V
V
V
V 642
4 6 4 3
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
36.
VP
V
V
37. 38. 39
VN VA VMPH
V V
V
2 3 4 2
V
V
V
Sangat rendah Rendah Rendah Sangat Rendah Tinggi
40. YW V V 5 Keterangan: 1 = Kurang Baik, 2 = Cukup Baik, 3 = Baik, 4 = Sangat Baik Berdasarkan tabel 02 di atas diketahui bahwa 49,6% siswa menunjukan keaktivan dan perhatian yang tinggi dalam pembelajaran menulis surat pribadi, sementara itu 50,4% siswa masi menunjukan perhatian dan siswa masih menunjukan perhatian dan keaktifan yang rendah dalam pembelajaran menulis surat pribadi.Masih rendahnya keaktifan dan perhatian siswa tersebut mengakibatkan hasil belajar menulis surat pribadi masih rendah sebagaimana ditunjukan dalam tabel 03 berikut. Tabel 3. Nilai Kemampuan Menulis Surat Pribadi Siswa Kelas V SDK Taga pada Siklus I
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38.
Nama Bm BD DET EP EPI FRRR ISC LJ LYJ MB MPJ MP MR MM MJ MN NI Oj OB PSM PVG PR RPN RM RT RK RYM SD SJ SS ST SHB SYPD SP TAK VP VN VA
Jml 4 6 8 5 8 7 4 4 7 9 8 8 7 3 5 4 6 7 9 8 8 7 4 5 6 8 8 7 7 9 6 8 6 8 6 5 8 7
643
Target 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70
Skor 40 60 80 50 80 70 40 40 70 90 80 80 70 30 50 40 60 70 90 80 80 70 40 50 60 80 80 70 70 90 60 80 60 80 60 50 80 70
Keterangan TT TT T TT T T TT TT T T T T T TT TT TT TT T T T T T TT TT TT T TT T T T TT T TT T TT TT T TT
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
39. VMPH 5 70 50 TT 40. YW 4 70 40 TT Keterangan : TT = Tidak Tuntas , T= Tuntas Berdasarkan tabel 03 diatas diketahui bahwa 50,4% siswa belum mencapai ketuntasan dalam menguasai kompetensi dasar menulis surat pribadi, sementara itu siswa yang sudah mencapai ketuntasan baru 49,6%.rendahnya kemampuan menulis surat pribadi tersebut menyebabkan siswa masih mengalami banyak kesulitan dalam mempelajari mata pelajaran lain.Hal itu brkaitan dengan masih rendahnya tingkat keaktifan dan perhatian siswa dalam mengikuti pembelajaran Bahasa Indonesia. Berkaitan dengan hasil pelaksanaan tindakan siklus I di atas,penelitian ini perlu dilanjutkan ke tindakan siklus 2.Guna pelaksanaan siklus 2 perlu perbaikan RPP siklus I.Perbaikan lebih ditekankan pada upaya peningkatan keaktifan dan perhatian yang tinggi diharapkan siswa lebih muda menguasai kemampuan menulis surat pribadi yang dilaih dan dibimbing guru. Tindakan Siklus II Pertemuan II dilakasanakan tanggat 10 Maret 2014, alokasi waktu yang disediakan adalah 2x 45 menit. Berikut adalah perincian penyampaian materi awal sampai akhir. Guru memberi salam dan apersepsi, membuka kegiatan dengan doa, dilanjutkan dengan menecek kehadiran siswa ,memberitahukan topik pembelajaran ,tujuan pembelajaran , dan memberitahukan kegiatan yang akan dilakukan siswa selama pembelajaran. Guru membuat pretes secara lisan dan menjelaskan serta mengingatkan kembali materi dipertemuan sebelumnya. Agar lebih memahami materi tersebut guru membagikan kepada siswa masing- masing sebuah surat milik seorang teman yang ditulis sebelumnya dan meminta siswa untuk menulis surat balasan dengan memperhatikan aspek sistematika ,bahsa yang komunikatif tanda baca dan huruf kapital, keseuaian isi dan menarik. Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk bertanya dan membimbing siswa yang mengalami kesulita., kemudian guru dan siswa secara bersama membaca dan mengoreksi pekerjaan siswa dan siswa memperbaiki pekerjaannya.Kegiatan penutup, guru mengumpulkan pekerjaan siswa dan menutup pelajaran dengan merangkum kembali materi pembelajaran serta meminta siswa untuk terus berlatih menulis di rumah.Secara rinci seluruh kinerja guru pada siklus dua ditunjukan dalam tabel 04 berikut. Tabel 4. Aktivitas Pembelajaran Siklus II
Tahap Kegiatan Awal
Kegiatan Inti
Indikator / Aspek Pengamatan 1. Melakukan apersepsi 2. Memotivasi siswa untuk belajar 3. Menjelaskan KD dan tujuan pembelajaran. 4. Menyampaikan materi menulis surat pribadi 5. Mengingatkan kembali, tentang materi sebelumnya , yaitu materi menulis surat pribadi. 6. Membagikan kepada siswa masingmasing sebuah surat milik seorang teman yang ditulis sebelumnya. 7. Meminta siswa untuk menulis sutar balasan dengan memperhatikan aspek sistematika , bahasa yang komunikatif, tanda baca, kesesuaian isi, dan menari 8. Mengerjakan latihan menulis surat pribadi dengan menggunakan huruf kapital dan tanda baca yang tepat. 9. Membimbing siswa yang mengalami kesulitan 10. Guru dan siswa mengoreksi secara bersama dan meminta siswa untuk 644
Hasil Pengamatan 1 2 3 4 V V V V V
V
V
V
V V
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
memperbaiki pekerjaannya dan beberapa siswa membacakan suratnya di depan kelas. 11. Menugaskan siswa untuk berlatih V menulis surat dengan topik berbeda. Kegiatan 12. Mengumpulkan pekerjaan siswa dan V Penutup menyimpulkan hasil belajar dan menutup pelajaran. Keterangan: 1 = Sangat Rendah, 2 = Rendah, 3 = Tinggi, 4 = Sangat Tinggi Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa100% proses pembelajaran berlangsung sangat baik.hal menyebabkan keaktifan siswadalam mengikuti pembelajaran menulis surat pribadi sangat tinggi sebagaimana disajikan pada tabel 05 berikut. Tabel 5. Keaktifan dan Perhatian Siswa dalam Pembelajaran SikluS II
No
Nama Siswa 1
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38.
BM BD DET EP Epi FRRR ISC LJ LYJ MB MPS MP MR MM MJ MN NI OJ OB PSM PVGD PR RPN RM RT RK RYM SD SJ SS ST SHB SYPD SP TAK VP VN VA
Aspek penilaian Perhatian Keterlibatan 2 3 4 1 2 3 V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V
645
4
V
V V V V V
V V
V V
V V V
Total Skor Individu 6 7 8 6 6 6 6 8 8 7 6 8 8 8 6 7 6 6 8 7 8 7 7 6 6 6 7 8 8 6 6 7 7 6 6 8 7 7
Kategori
ST ST ST ST ST ST ST ST ST ST ST ST ST ST ST ST ST ST ST ST ST ST ST ST ST ST ST ST ST ST ST ST ST ST ST ST ST ST
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
39. VMPH V V 7 ST 40. YW V V 6 ST Keterangan: 1 = Kurang Baik, 2 = Cukup Baik, 3 = Baik, 4 = Sangat Baik Berdasarkan Tabel 02 di atas diketahui bahwa 100% siswa menunjukan keaktifan dan perhatian yang sangat tinggi dalam mengikuti pembelajaran menulis surat pribadi.Tingginya tingkat keaktifan dan perhatian siswa menyebabkan hasil belajar menulis surat pribadi siswa juga sangt tinggi sebagaimana ditunjukan dalam Tabel 06 berikut. Tabel 6 Nilai Kemampuan Menulis Surat Pribadi Siswa Kelas V pada Siklus 2
No Nama Siswa Jml 1. BM 6 2. BD 6 3. DET 6 4. EP 6 5. Epi 6 6. FRRR 5 7. ISC 7 8. LJ 9 9. LJY 9 10. MB 7 11. MPJ 7 12. MP 6 13. MR 6 14. MM 5 15. MJ 6 16. Mn 5 17. NJ 5 18. OJ 4 19. OB 7 20. PSM 7 21. PVGD 7 22. PR 4 24. RPN 6 25 RM 5 26. RT 6 27. RK 5 28. RYM 6 29. SD 7 30. SJ 5 31. SS 5 32 SHB 7 33. SYPD 6 34. SP 5 35. TAK 8 36. VP 7 37. VN 5 38. VA 4 39. VMPH 4 40. YW 7 Keterangan: TT = Tidak Tuntas , T = Tuntas
Target 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70
Skor 80 85 85 75 80 65 85 95 90 80 85 75 80 75 80 75 75 70 85 80 85 65 80 70 80 70 80 85 70 75 85 80 75 90 80 70 65 65 95
Keterangan Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tyntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas
PENUTUP Berdasarkan Tabel 06 di atas diketahui bahwa 100% siswa mencapai ketuntasan dalam menguasai kompetensi dasar menulis surat pribadi. Tingginya kemampuan menulis surat pribadi siswa tersebut dapat mempelajari mata pelajaran lain dengan baik.Hal itu berkaitan dengan
646
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
tingginya tingkat keaktifan dan perhatian siswa dalam dalam mengikuti pembelajaran Bahasa Indonesia. Berkaitan dengan hasil pelaksanan tindakan siklus 2 di atas, penelitian ini tidak perlu dilanjutkan ke tindakan siklus berikutnya. Dengan kata lain semua target tindakan telah tercapai pada pelaksanaan tindakan siklus 2, maka penelitian ini dihentikan. Secara keseluruhan berdasarkan pelaksanaan penelitian tindakan kelas di kelas V SDK Taga, kecamatan langke Rembong, kabupaten Manggarai dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode kontektual pada proses pembelajaran menulis surat pribadi siswa kelas V SDK Taga, terbukti dapat dapat meningkatkan kemampuan menulis surat pribadi siswa.Siswa dapat menulis dan memahami isi suratdengan baik serta memperhatikan huruf kapital dan penggunaan tanda tanda baca.Untuk itu disarankan agar berlatih terus untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis surat pribadi,juga metode kontekstual dapat dipertimbangkan untuk diperluas pengguaannya dalam pembelajaran kompetensi- kompetensi dasar bahasa Indonesia yang lain , khususnya keterampilan menulis. DAFTAR RUJUKAN Akhadiah, Sabarti,dkk. 1996/1997. Menulis. Jakarta: Depdikbud Akhadiah, dkk. 1998. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga Darmadi, Kaswan. 1996. Meningkatkan Kemampuan Menulis. Yogyakarta: Andi Jaya. Depdikbud. 1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Depdiknas. 2002. Pendekatan Kontekstual Contextual Teaching and learning ( CTL ). Jakarta: Depdiknas Depdiknas. 2004. Silabus Kurikulum SD Kelas V. Semarang: Depdiknas. Herusantoso. Suparman. 1984. Keterampilan Menulis Ii. FKIP Universitas Udayana. Kusubakti. A, dan Yuni, Pratiwi. 2011. Model-model Pembelajaran Kreatif dan Inovasi. Malang: Kerjasama PT Pertamina dengan UM. Paulina, L. 2014. Peningkatan Kemampuan Menulis Surat Pribadi dengan Metode Kontestual pada Siswa Kelas V SDK Taga, Kecamatan Langke Rembong, Kabupaten Manggarai. Laporan penelitian Tindakan Kelas Suwignyo, H. dan Santoso, A. 2011. Pendalaman Materi Bahasa Indonesia. Malang: Kerjasama PT. Pertamina dengan UM
MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS LAPORAN PENGAMATAN DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA GAMBAR SERI PADA SISWA SD NEGERI 2 SINGKAWANG BARAT Sri Maryanti SD Negeri 2 Singkawang Barat Abstrak: Salah satu aspek dalam keterampilan berbahasa adalah aspek menulis. Menulis merupakan salah satu keterampilan yang paling tinggi dan kompleks tingkatannya dari keterampilan berbahasa lainnya. Dilihat dari hasil belajar siswa, bahwa kegiatan menulis ini sangat sulit dikuasai bagi siswa kelas V SD terutama dalam kompetensi dasar menulis laporan pengamatan, sehingga hasil belajar yang diperoleh siswa rendah dan sebagian siswa tidak mencapai nilai kriteria ketuntasan minimal yang telah ditentukan. Faktor penyebabnya antara lain ; media pembelajaran yang kurang menarik, kurangnya penguasaan bahasa Indonesia yang baik dan benar pada siswa, kemampuan berpikir siswa masih rendah, penggunaan metode yang kurang tepat dan kurang bervariasi oleh guru sehingga menimbulkan kebosanan bagi siswa dan rendahnya minat belajar siswa yang mengakibatkan prestasi belajar siswa yang dicapai kurang maksimal serta pembelajaran yang kurang bermakna. Berdasarkan hasil pengalaman yang ditemui oleh penulis, khususnya kelas V SD, siswa kurang mampu menulis laporan walaupun dalam tingkat yang sangat mudah. Melalui penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh penulis dengan menerapkan pendekatan saintifik yang merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan kemampuan menulis pada kompetensi dasar menulis laporan telah mampu meningkatkan kemampuan siswa kelas V SD dalam menulis laporan
647
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Kata kunci: menulis, laporan pengamatan, keterampilan berbahasa, media gambar seri
Keterampilan berbahasa merupakan suatu tantangan tersendiri bagi seorang guru, karena mengingat bahasa ini sebagai alat komunikasi dalam kehidupan sehari-hari bahkan penggunaan bahasa daerah yang berbeda-beda di beberapa daerah menjadi ciri khas masing-masing daerah. Penggunaan Bahasa Indonesia pada setiap sekolah menjadi bahasa pengantar yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran yang lain. Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik. Bahasa juga merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi (BNSP, 2006). Pembelajaran bahasa Indonesia berfungsi membantu peserta didik untuk mengemukakan gagasan, perasaan, dan berpartisipasi dalam masyarakat dengan menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imajinatif (Depdiknas, 2006). Untuk berbahasa dengan baik dan benar maka diperlukan pendidikan dan pembelajaran Bahasa Indonesia. Pendidikan dan pembelajaran Bahasa Indonesia merupakan salah satu aspek penting yang perlu diajarkan kepada seluruh peserta didik. Berdasarkan kenyataan yang terjadi saat ini, mata pelajaran bahasa Indonesia terkadang sangat diremehkan oleh sebagian besar peserta didik maupun guru yang tidak mengajar mata pelajaran bahasa Indonesia, apalagi dalam keterampilan menulis yang menjadi masalah dalam pembelajaran bahasa Indonesia, seperti ; rendahnya kemampuan peserta didik untuk mengungkapkan ide/gagasan dan pendapat secara tertulis, rendahnya kemampuan peserta didik untuk berpikir dan berimajinatif. Jadi, mata pelajaran Bahasa Indonesia dianggap sebagai mata pelajaran yang membosankan, khususnya pada aspek keterampilan menulis. Pada hakikatnya menulis merupakan suatu kegiatan untuk menyampaikan ide atau gagasan maupun pendapat dengan menggunakan bahasa tulis. Kegiatan menulis ini merupakan salah satu kegiatan yang sering dan banyak dilakukan oleh setiap orang, baik itu menulis dari tingkat rendah maupun pada tingkat yang lebih tinggi. Keterampilan menulis ini merupakan suatu keterampilan yang paling tinggi dan sangat kompleks tingkatannya dari keterampilan berbahasa lainnya. Salah satu cara untuk meningkatkan keterampilan menulis yakni dengan melalui latihan-latihan yang lama, konsisten, dan intensif. Selain itu, harus juga didukung dengan penggunaan media yang dapat memudahkan siswa dalam mencapai kompetensi dasar dan indikator yang diharapakan. Berdasarkan pengalaman penulis ketika mengajar di SD Negeri 2 Singkawang Barat, bahwa siswa pada umumnya kurang menyukai kegiatan menulis. Ketika siswa di beri tugas untuk menulis laporan pengamatan, siswa terlihat kurang berminat, termotivasi bahkan kesulitan untuk menulisnya. Setelah melihat kondisi dan hasil pengamatan tersebut, penulis beranggapan bahwa ada beberapa hal yang menjadi penyebabnya. Hal ini disebabkan siswa kesulitan untuk mengungkapkan pendapat dan gagasan-gagasannya, sulit untuk menemukan ide-ide, kesulitan untuk memilih kosa kata dan menyusun ke dalam kalimat, struktur kalimat yang belum teratur, sulit untuk menceritakan secara tertulis menjadi sebuah paragraf, dan bagaimana cara penulisan yang baik dan benar berdasarkan penggunaan EYD. Hal inilah yang menjadi penyebab banyaknya faktor, baik faktor dari siswa maupun guru. Smith (dalam Sriatun & Asniah, 2010 ), menjelaskan bahwa pengalaman belajar menulis yang dialami siswa di sekolah tidak terlepas dari kondisi guru yang membelajarkan menulis. Dalam melakasanakan pembelajaran di kelas, guru sering menghadapi permasalahan hasil belajar siswa yang belum maksimal. Hal ini dapat terlihat dari hasil tes pada mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas V di SD Negeri 2 Singkawang Barat semester 2 tahun pelajaran 2013/2014 pada kompetensi dasar menulis laporan pengamatan ditemukan sebagian besar siswa belum memahaminya. Dari tes tersebut diperoleh hasil tulisan siswa belum sempurna, karena penggunaan kata-katanya belum tepat dan kalimatnya cenderung berulang-ulang sehingga sulit dipahami. Perolehan nilai siswa masih rendah dengan rata-rata 55. Dari 25 siswa hanya 8 orang yang hanya memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM) yakni dengan memperoleh nilai di atas 60. Sedangkan kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan adalah 60. Selama ini guru tidak optimal dalam membimbing siswa untuk berpikir dan mengarahkan siswa dalam memperhatikan langkah-langkah yang perlu ditulis dalam menyusun laporan pengamatan dan bagaimana cara menuangkan ide maupun gagasan dalam bentuk tulisan. Siswapun tidak optimal dalam mengaplikasikan kemampuan menulis. Kesulitan siswa dalam menulis biasanya ketika siswa diminta menulis sebuah kalimat dari sebuah kata, menulis laporan ataupun menulis 648
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
puisi. Mereka sering mengeluh dan terlihat bingung dengan apa yang ingin mereka tulis dan menuangkan ide maupun gagasanya kadang-kadang masih tidak terstruktur dan terinci dengan baik sehingga pengungkapannya pun kurang runtut. Berdasarkan fenomena yang terjadi pada pembelajaran menulis yaitu menulis laporan pengamatan. Siswa kelas V SD Negeri 2 Singkawang Barat mengalami kesulitan belajar dan kurang termotivasi untuk mengikuti pembelajaran. Guru hanya ceramah dan tanya jawab saja, kadang hanya siswa-siswa yang cerdas saja yang mau menjawab pertanyaan dari guru. Siswa secara mandiri mengerjakan tugas dari guru, tidak berkelompok sehingga siswa tidak bisa bertukar pikiran dan informasi dengan siswa yang lain. Guru tidak menggunakan media yang relevan dengan materi pembelaran pada saat itu, sehingga panca indra siswa tidak digunakan secara maksimal, pada saat proses pembelajaran masih bersifat abstrak. Dari masalah-masalah yang teridentifikasi, langkah selanjutnya yakni menganalisis masalah yang akan diteliti. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan penulis, maka dapat dianalisis dari masalah yang telah ditemukan. Dalam kegiatan pembelajaran, metode pembelajaran yang digunakan guru kurang menarik dan masih konvensional sehingga membuat siswa jenuh, siswa tidak termotivasi dalam belajar karena secanggih apapun metode pembelajaran yang digunakan tidak akan ada artinya jika anak didik tidak memiliki motivasi, minat belajar siswa yang masih rendah, siswa cenderung pasif, pemanfaatan media pembelajaran kurang bervariasi dan pembelajaran kurang bermakna bagi siswa serta tidak ada umpan balik atau pemberian reward bagi siswa yang sudah bekerja dengan baik dalam kelompoknya. Untuk mengatasi masalah dalam pembelajaran tersebut ,maka guru perlu menggunakan metode, media, serta pembelajaran yang kreatif, inovatif, dan menyenangkan agar siswa termotivasi untuk mengikuti pembelajaran. Salah satu cara untuk meningkatkan menulis laporan, maka guru menggunakan media gambar seri untuk merangsang siswa menulis laporan. Dengan menggunakan media gambar seri, dapat merangsang anak untuk mengungkapkan suatu bentuk atau benda yang dipahami anak ke dalam tulisan. Anak didik dapat di minta untuk menulis kalimat deskripsi dari gambar-gambar yang dipasang di kelas. Anak-anak dapat menyusun laporan berdasarkan gambar seri yang telah diamati kemudian disusun ke dalam bentuk laporan berupa karangan eksposisi. Mereka dapat bekerja secara berkelompok agar bisa saling berbagi informasi dengan temantemannya dalam satu kelompok. Disitu guru juga bisa melakukan penilaian autentik dalam kelompok. Media gambar seri adalah alat yang berupa gambar yang tersusun secara kronologis yang menggambarkan suatu peristiwa atau kejadian (KBBI). Adanya media gambar diharapkan dapat memotivasi siswa dalam menulis laporan ke dalam bentuk karangan eksposisi. Tindakan yang dilakukan dalam penelitian ini, antara lain memanfaatkan media gambar seri dapat digunakan sebagai media dalam menulis laporan. karena gambar seri memuat banyak ide atau gagasan yang dapat merangsang siswa untuk menemukan pilihan kata dan merangkainya ke dalam bentuk tulisan yang sederhana. Gambar seri ini dapat digunakan sebagai sumber bahan ajar yang dapat mendukung pemilihan gagasan pokok dalam menulis laporan. Media gambar seri ini menjadi salah satu alternatif dalam pembelajaran menulis laporan karena dapat memudahkan siswa dalam menulis laporan ke dalam bentuk karangan yang sederhana. Adapun tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk meningkatkan kemampuan menulis laporan pada pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menggunakan media gambar seri, meningkatkan minat dan kreativitas siswa dalam menulis serta meningkatkan kompetensi guru untuk terwujudnya pembelajaran yang kreatif, iniovatif, efektif, menyenangkan serta ramah terhadap anak.
METODE Jenis penelitian ini merupakan Penellitian Tindakan Kelas (PTK) yakni suatu bentuk penelaahan penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas secara lebih profesional (Sukidin, dkk, 2002). Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap di kelas V SD Negeri 2 Singkawang Barat, Kelurahan Pasiran, Kecamatan Singkawang Barat, tahun pelajaran 2013/2014. Pada pelajaran
649
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Bahasa Indonesia kelas V dengan pokok bahasan menulis laporan. Jumlah siswa 25 orang yang terdiri dari 11 orang siswa perempuan dan 14 siswa orang laki-laki. Penelitian ini dilaksanakan sesuai dengan tahapan PTK, yakni plan (perencanaan), do (pelaksanaan), observation (pengamatan atau observasi) dan reflection (refleksi). Intrumen yang digunakan adalah RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), media pembelajaran, lembar kerja siswa dan lembar observasi pembelajaran. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan identifikasi serta perumusan masalah tersebut, penulis akan menguraikan secara singkat dan sederhana tentang langkah-langkah perbaikan yang telah dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus ada empat tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. SIKLUS I Perencanaan Identifikasi dan rumusan masalah, merancang pembelajaran dengan menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dengan menggunakan media gambar seri yang dimanfaatkan sebagai alat bantu mengajar, merancang alat observasi, serta merancang tes formatif. Pelaksanaan Pengelolaan kelas dan mengecek kehadiran siswa, guru mengucapkan “selamat pagi” dan siswa menjawab : “selalu semangat pagi, harmoni yes”. Sebelum guru menyampaikan apersepsi dan tujuan pembelajaran khusus atau indikator yang ingin dicapai, guru menanyakan “apa kabar hari”? Anak-anak menjawab : “Baik luar biasa, yes yes yes”. Guru memberi motivasi dengan mengajak siswa bernyanyi dengan judul “Ruri adalah Abangku” agar lebih semangat dalam mengikuti pembelajaran, guru menjelaskan materi pembelajaran yang didahului dengan materi prasyarat 1. Guru memberi beberapa contoh dan memberi tugas secara individu 2. Guru dan siswa menyimpulkan materi pembelajaran 3. Guru memberikan tes formatif Pengamatan 1. Observasi dilakukan secara bersamaan dengan pelaksanaan tindakan, dengan tujuan untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam dan menyelimuti tentang pembelajaran pada siklus 1. 2. Observasi dilakukan dengan menggunakan lembar observasi berupa check list. 3. Observasi dilakukan oleh supervisor 2 sebagai observer, fokus observer adalah bagaimana proses penerapan tindakan yang dilakukan siswa dan guru yang bertindak sebagai pelaksanaan tindakan, untuk mengetahui minat siswa dalam mengikuti pembelajaran dengan motivasimotivasi yang diberikan guru, untuk mengetahui aktivitas siswa dalam pembelajaran yang meliputi kuantitas dan kualitas bertanya dan menjawab pertanyaan, serta mengetahui tingkat keterampilan dan daya imajinasi siswa dalam berpikir, mengetahui kemahiran siswa dalam mengolah kata-kata. 4. Adapun temuan-temuan tersebut adalah a. Sebelum kegiatan inti, guru sudah mengungkapkan materi prasyarat b. Guru sudah cukup memberikan contoh dan latihan soal c. Guru menggunakan media gambar seri d. Siswa mengerjakan tugas yang diberikan guru secara individu e. Banyak siswa yang ragu dan takut untuk mengemukakan gagasan atau ide. f. Sebagian siswa terlihat pasif dalam belajar g. Dari beberapa siswa hanya sebagian siswa yang dapat menyelesaikan tugasnya. Tabel 1.1 Kegiatan Guru Saat Proses Belajar MengajarPelajaran Bahasa Indonesia Siklus I
No 1
Aspek Deskripsi Yang dinilai Kegiatan Awal Guru melakukan pengelolaan kelas dan mengecek kehadiran siswa Guru menyampaikan apersepsi dan tujuan pembelajaran khusus atau indikator yang ingin dicapai Guru memberi motivasi kepada siswa agar 650
Keterangan Ya Tidak
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
2
Kegiatan Inti
3
Kegiatan Akhir
lebih tertarik mengikuti pembelajaran Guru menjelaskan materi pembelajaran yang didahului dengan materi prasyarat Guru memberi beberapa contoh Guru memberi tugas secara individu Guru bertanya jawab kepada siswa Guru dan siswa menyimpulkan materi pembelajaran Guru memberikan tes formatif
Refleksi Dalam kegiatan refleksi, penulis bekerjasama dengan supervisor 1 dan supervisor 2 untuk mencatat semua kejadian dan temuan perbaikan pembelajaran yang meliputi kelebihan dan kekurangan pada siklus 1 yang selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk menyusun langkahlangkah perbaikan pembelajaran siklus 2. Keberhasilan dan kegagalan Perbaikan pembelajaran siklus 1 dilaksanakan pada hari Senin, 5 Nopember 2013. Proses pembelajaran dapat diamati dengan melihat indikator keberhasilan proses berupa format penilaian unjuk petik kerja dan format penilaian afektif siswa. Berdasarkan analisis data hasil belajar pada siklus 1 diketahui bahwa siswa yang mendapat nilai Bahasa Indonesia di bawah 60 sebanyak 17 siswa atau mencapai 68 %, dan 8 siswa mendapat nilai di atas 60 atau mencapai 32 %. Dari keseluruhan nilai tersebut didapat nilai rata-rata siswa 57,16. Sedangkan KKM mata pelajaran Bahasa Indonesia adalah 60. Dari hasil tersebut, bahwa perbaikan pembelajaran pada siklus 1 belum dapat mencapai hasil belajar yang diharapkan. Oleh karena itu, perlu dilaksanakan perbaikan pembelajaran siklus 2. Walaupun masih di bawah rata-rata kriteria ketuntasan minimal, akan tetapi sudah berhasil meningkatkan motivasi dan semangat belajar siswa. Kegagalan-kegagalan dalam proses pembelajaran tersebut disebabkan oleh siswa tidak ada keberanian untuk mengungkapkan ide atau gagasannya, siswa cenderung pasif, kemampuan berpikir siswa masih rendah, keterlibatan siswa dalam mencari pengetahuan sendiri sangat rendah, dan siswa merasa cepat jenuh dalam belajar. Tabel 1.2 Daftar Nilai Bahasa Indonesia Siswa Kelas V Prasiklus dan Perbaikan Pembelajaran Siklus 1
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Nama Siswa Arias sandi Bayu Cindy Eddy Erica Gabriella Hendriadi Hermina Jeheski Ji Liong Joni Julian Jungket Jandi Kevin Kevin Cristianto Liyen Yunghi Putri Tasya Stella Tesaa Brigitta Vivi Oktaviani
Prasiklus
Siklus 1
55 60 58 45 50 60 55 56 45 40 60 55 58 50 60 55 50 55 50 40 50
55 62 60 50 55 60 58 60 50 50 60 57 58 55 62 58 55 58 55 50 55 651
Keterangan Tidak Tuntas Tuntas Tidak tuntas Tuntas Tuntas Tidak tuntas Tidak tuntas Tuntas Tidak tuntas Tuntas Tidak tuntas Tidak tuntas Tuntas Tidak tuntas Tidak tuntas Tidak tuntas Tuntas Tidak tuntas Tidak tuntas Tidak tuntas Tidak tuntas Tidak tuntas Tidak tuntas
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
22 23 24 25
Vivi Yurike Yuvendi Qwenshen Juliandi JUMLAH RATA-RATA
55 50 63 60 1335 53,4
58 55 70 63 1429 57,16
Tidak tuntas Tidak tuntas Tuntas Tuntas Ketuntasan klasikal 32 %
SIKLUS II Perencanaan Identifikasi dan rumusan masalah yang terjadi pada siklus 1, merancang pembelajaran dengan menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dengan menggunakan media gambar seri dan memanfaatkan media sebagai alat bantu mengajar. Merancang pembelajaran dengan menambah kegiatan dengan memaksimalkan kerja siswa seperti, kerja kelompok, merancang alat observasi, merancang lembar kerja siswa. mengevaluasi lembar kerja siswa serta membuat tes formatif. Pelaksanaan pembelajaran 1. Pengelolaan kelas dan mengecek kehadiran siswa 2. Guru menyampaikan apersepsi dan tujuan pembelajaran khusus atau indikator yang ingin dicapai 3. Guru memberi motivasi kepada siswa agar lebih tertarik mengikuti pembelajaran 4. Guru menjelaskan materi pembelajaran yang didahului dengan materi prasyarat 5. Guru memberi beberapa contoh, kemudian membagi siswa menjadi beberapa kelompok 6. Guru mengamati siswa dalam kerja kelompok dan memberi bimbingan pada siswa yang mengalami kesulitan 7. Guru dan siswa menyimpulkan hasil kerja kelompok siswa 8. Guru memberikan tes formatif Pengamatan (observasi) 1. Observasi ini dilakukan oleh supervisor 2 untuk melakukan pengamatan terhadap proses perbaikan pembelajaran yang difokuskan pada kegiatan guru dan siswa dalam proses belajar mengajar yang dapat dilihat pada tabel 3. 2. Supervisor 2 sebagai observer mencatat semua temuan pada saat pembelajaran. Tabel 1.3 Kegiatan Guru Saat Proses Belajar Mengajar Pelajaran Bahasa Indonesia Siklus II
No 1
2
3
Aspek Deskripsi Yang dinilai Kegiatan Awal Guru melakukan pengelolaan kelas dan mengecek kehadiran siswa Guru menyampaikan apersepsi dan tujuan pembelajaran khusus atau indikator yang ingin dicapai Guru memberi motivasi kepada siswa agar lebih tertarik mengikuti pembelajaran Kegiatan Inti Guru menjelaskan materi pembelajaran yang didahului dengan materi prasyarat Guru memberi beberapa contoh, kemudian membagi siswa menjadi 5 kelompok Guru mengamati siswa dalam kerja kelompok dan memberi bimbingan pada siswa yang mengalami kesulitan Guru membimbing siswa untuk diskusi tanya jawab Kegiatan Akhir Guru dan siswa menyimpulkan hasil kerja kelompok siswa Guru memberikan tes formatif
Refleksi
652
Keterangan Ya Tidak
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Penulis dalam refleksi bekerja sama dengan supervisor 1 dan supervisor 2 untuk mencatat semua kejadian dan temuan dalam perbaikan pembelajaran yang meliputi kelebihan dan kekurangan pada siklus 2. Keberhasilan dan Kegagalan Perbaikan pembelajaran siklus 2 dilaksanakan pada hari Senin, 12 Nopember 2013 dengan materi menulis laporan pengamatan. Proses pembelajaran diakhiri dengan tes formatif untuk dianalisis hasilnya dan menentukan upaya perbaikan pembelajaran tersebut. Dari hasil data pengamatan yang dilakukan observer bahwa diketahui guru telah memotivasi belajar siswa dan memberdayakan siswa untuk berpikir serta menemukan sendiri pengetahuan baru. Guru telah memanfaatkan media gambar seri dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan menulis siswa. Hasil belajar siswa setelah melakukan perbaikan pembelajaran terlihat pada tabel berikut ini : Tabel 1.4 Daftar Nilai Bahasa Indonesia Siswa Kelas V Perbaikan Pembelajaran Siklus I dan Siklus II
Keterangan No Nama Siswa Siklus 1 Siklus II Tidak Tuntas Tuntas 1 Arias Sandi 55 60 Tuntas 2 Bayu 62 65 Tuntas 3 Cindy 60 65 Tuntas 4 Eddy 50 60 Tuntas 5 Erica 55 60 Tuntas 6 Gabriella 60 63 Tuntas 7 Hendriadi 58 60 Tuntas 8 Hermina 60 62 Tuntas 9 Jeheski 50 60 Tuntas 10 Ji Liong 50 55 Tidak tuntas 11 Joni 60 65 Tuntas 12 Julian 57 63 Tuntas 13 Jungket 58 64 Tuntas 14 Jandi 55 60 Tuntas 15 Kevin 62 70 Tuntas 16 Kevin Cristianto 58 65 Tuntas 17 Liyen Yunghi 55 65 Tuntas 18 Putri Tasya 58 63 Tuntas 19 Stella 55 67 Tuntas 20 Tesaa Brigitta 50 60 Tuntas 21 Vivi Oktaviani 55 65 Tuntas 22 Vivi Yurike 58 63 Tuntas 23 Yuvendi 55 60 Tuntas 24 Qwenshen 70 75 Tuntas 25 Juliandi 63 70 Tuntas JUMLAH 1429 1585 Ketuntasan Klasikal 96 % RATA-RATA 57,16 63,4 Dari analisa dan prestasi belajar belajar yang dicapai oleh siswa pada perbaikan siklus 2 diketahui bahwa nilai terendah Bahasa Indonesia 55 dan nilai tertinggi 75, sedangkan rata-rata nilai siswa 63,4. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perbaikan pembelajaran siklus 2 yang menitik beratkan pada model pembelajaran konstruktivisme dengan upaya meningkatkan kemampuan berpikir siswa berhasil dengan baik dalam menuntaskan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Dengan kompetensi menulis laporan pengamatan atau kunjungan berdasarkan tahapan (catatan, konsep awal, perbaikan, final) dengan memperhatikan ejaan yang disempurnakan pada siswa kelas V di SD Negeri 2 Singkawang Barat Tahun Pelajaran 2013/2014. Pembahasan Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran SIKLUS I
653
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Dalam pembelajaran siklus 1, penulis menitik beratkan pada pemberian motivasi siswa, pemberian materi format, pemberian contoh soal dan tugas secara berkelompok. Dari hasil analisis diketahui bahwa nilai terendah Bahasa Indonesia 50 dan tertinggi 70 dengan nilai rata-rata siswa 57,16. Tabel 1.5 Hasil Penelitian Prasiklus dan Perbaikan Pembelajaran Bahasa Indonesia Siklus 1
Prasiklus 53,4
Siklus 1 57,16 58 57 56 55 54 53 52 51 Prasiklus
Siklus 1
Grafik1.1 Prasiklus dan Siklus I
Pada grafik di atas terlihat nilai rata-rata siswa sedikit sekali mengalami kenaikan sehingga perlu dilaksanakan perbaikan pembelajaran siklus II. Mengingat pentingnya kualitas pendidikan. Pendidikan dapat diartikan sebagai bantuan perkembangan melalui kegiatan belajar secara psikologis belajar dapat diartikan sebagai suatu proses memperoleh pola-pola respon yang abru diperlukan dalam interaksi dengan lingkungan secara efisien. Dalam belajar dapat timbul berbagai masalah, misalnya bagaimana menciptakan kondisi yang baik agar belajar berhasil menyesuaikan proses belajar, dengan keunikan siswa, diagnosa kesulitan belajar dan sebagainya. Faktor yang mempengaruhi situasi belajar adalah tujuan yang ingin dicapai, minat, bakat, kemampuan, motivasi siswa, kemampuan profesional guru, ketersediaan sarana, dan lain-lain. SIKLUS II Dalam pembelajaran perbaikan siklus 2 ini, penulis lebih menitik beratkan pada kegiatan yang menekankan upaya bimbingan yang lebih aktif dalam kerja kelompok siswa. Dari analisis diketahui bahwa nilai terendah Bahasa indonesia adalah 55 dan tertinggi 75 dengan nilai rata-rata kelas seluruh siswa 63,4. Tabel 1.6 Hasil Penelitian Siklus I dan II
Siklus I 57,16
Siklus II 63,4 64 62 60 58 56 54 Siklus I Siklus II Grafik 1.2 Silkus I dan Siklus II
Dari Tabel 1.7 prasiklus, siklus I dan siklus II maka dapat dilihat grafik yang mengalami peningkatan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Tabel 1.7 Hasil Penelitian Prasiklus, Siklus I dan II
Prasiklus 53,4
Siklus I 57,16
Siklus II 63,4
654
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
65 60 55 50 45 Prasiklus
Siklus I
Siklus II
Grafik 1.3 Prasiklus , Siklus I, dan Siklus II
Berdasarkan perbandingan nilai rata-rata yang terlihat pada grafik prasiklus, siklus I, dan siklus II guru telah berhasil memotivasi hasil belajar siswa. Hal ini terlihat dari kekompakkan siswa dalam kelompok mengerjakan tugas yang diberikan guru. Interaksi dan kerja sama dengan sesamanya terjalin dengan baik. Kemampuan siswa menulis dan mendeskripsi sudah baik. Perbandingan nilai yang diukur, baik itu prasiklus, siklus I, dan siklus II yang mempunyai rentang kemajuan cukup tinggi. Dari rata-rata 53,4 pada prasiklus meningkat menjadi 57,16 pada siklus I dan semakin meningkat lagi menjadi 63,4 pada siklus II. Padahal standar kenaikan kelas atau KKM yang ditetapkan SD Negeri 2 Singkawang Barat pada mata pelajaran Bahasa Indonesia adalah 60. Oleh karena itu, guru tidak perlu lagi mengadakan perbaikan pembelajaran siklus III. Peningkatan persentase keberhasilan pembelajaran menjadi 96 %. Hal ini karena, proses kegiatan pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dan kemampuan menulis siswa sudah meningkat ketika melakukan tanya jawab dan mengunkapkan pendapat/gagasan siswa melalui kerja kelompok yang disertai dengan diskusi. Dari itu terlihat penggunaan metode pembelajaran yang bervariasi. Keaktifan siswa terlihat dari kesungguhan mengerjakan tugas, kerja sama, dan kecermatan dalam kelompok, serta antusiasme dan keceriaan siswa saat pemberian reward dalam kegiatan pembelajaran yang telah tercapai dengan baik oleh siswa. Pemilihan media pembelajaran yang konkrit yang sesuai dan tepat merupakan salah satu unsur yang sangat mendukung keberhasilan dalam meningkatkan pembelajaran. Sistem pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran yang konkrit mampu membuat proses pembelajaran lebih bermakna, aktif, kreatif, dan menyenangkan sehingga siswa lebih kreatif lagi dalam menulis berbagai tulisan yang penuh dengan imajinatif. Hal ini sejalan dengan Nana Sujana dan Ahmad Rivai dalam buku Media Pengajaran bahwa media pengajaran dapat mempertinggi hasil belajar yang dicapainya KESIMPULAN Berdasarkan hasil proses pembelajaran yang dilaksanakan, maka peningkatan keberhasilan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan kompetensi dasar menulis laporan pengamatan atau kunjungan di kelas V SD Negeri 2 Singkawang Barat, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Nilai yang diperoleh siswa dalam menulis laporan ke dalam bentuk karangan eksposisi menunjukkan hasil yang baik pada lembar penilaian. Dengan demikian, setiap siswa dapat mencapai nilai 60 sebagai kriteria ketuntasan minimal (KKM). 2. Terdapat peningkatan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dibuktikan dengan hasil evaluasi sebelum proses sebesar 53,4 dan pada siklus I sebesar 57,16, maka terjadi peningkatan sebesar 3,76 %. 3. Terdapat peningkatan hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II dibuktikan dengan hasil evaluasi sebesar 57,16 dan 63,4 telah terjadi peningkatan sebesar 6,24 %. 4. Pembelajaran melalui media gambar seri dengan kerja kelompok disertai diskusi dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam dalam mendeskripsikan secara tertulis. Hal ini dapat terlihat persentase sebelum pelaksanaan, siklus I, dan siklus II. 5. Penggunanan media gambar seri ini dapat meningkatkan keterampilan guru dalam pembelajaran, yakni guru menjadi lebih inovatif dan kreatif dalam memotivasi siswa belajar sehingga siswa lebih mudah dalam menerima pembelajaran. 655
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
6.
Pengguanaan media gambar seri ini juga dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran yang terlihat dari kesungguhan mengerjakan tugas, kerja sama dalam kelompok, serta antusiasme dan keceriaan siswa saat mendapat reward dari guru dalam proses pembelajaran yang telah dicapai siswa dengan baik.
SARAN Agar hasil belajar siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia meningkat, sebaiknya menggunakan cara sebagai berikut ini : 2. Berilah motivasi belajar siswa sebelum, ketika, dan sesudah pembelajaran agar siswa selalu bersemangat dan antusias dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Menanyakan kabar kepada siswa agar selalu ada interaksi dan keramahan di dalam kelas. 3. Sebelum kegiatan pembelajaran dimulai, guru hendaknya menyampaikan apersepsi agar dapat melatih siswa untuk berpikir dan mencari sendiri pengetahuannya. 4. Gunakanlah strategi, metode, media/alat peraga, dan perencanaan pembelajaran yang efektif agar siswa memahami materi dengan mudah, 5. Manfaatkan media pembelajaran sebaik mungkin agar siswa mampu membangun pengetahuannya sendiri dan meningkatkan kemampuannya dalam berpikir, menggunakan inderanya dengan baik melalui mengamati, menanya, menalar, mengasosiasi, dan mengkomikasikan di depan kelas. DAFTAR PUSTAKA BSNP. 2006. Pengembangan KTSP. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Depdiknas. 2006. Permendiknas 2006: Standar Isi. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Sukidin , Basrowi dan Susanto. 2002. Manajemen Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Insan Cita. Sujana, Nana dan Rivai, Ahmad. 2002. Media Pengajaran. Jakarta: Sinar Baru. Algensindo
PENINGKATAN PENGUASAAN BAHASA INDONESIA MATERI MEMBACA PUISI KELAS III SDN. 010 BATU SOPANG MELALUI METODE PEMBACAAN & PERAGAAN Sri Kayati Abtrak: Aktivitas membaca terdiri dari dua bagian, yaitu membaca sebagai proses dan membaca sebagai produk. Membaca sebagai proses mengacu pada aktifitas fisik dan mental. Sedangkan membaca sebagai produk mengacu pada konsekuensi dari aktifitas yang dilakukan pada saat membaca. Proses membaca sangat kompleks dan rumit karena melibatkan beberapa aktivitas, baik berupa kegiatan fisik maupun kegiatan mental. Proses membaca terdiri dari beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut meliputi aspek sensori, aspek perseptual, aspek skemata, aspek berpikir, dan aspek afektif. Aspek sensori yaitu kemampuan untuk memahami simbolsimbol tertulis, aspek perseptual yaitu kemampuan untuk menginterprestasikan apa yang dilihat sebagai simbol, aspek skemata yaitu kemampuan menghubungkan informasi tertulis dengan struktur pengetahuan yang telah ada, aspek berpikir yaitu kemampuan membuat inferensi dan evaluasi dari materi yang dipelajari, dan aspek afektif yaitu aspek yang berkenaan dengan minat pembaca yang berpengaruh terhadap kegiatan membaca. Puisi merupakan seni tertulis dimana bahasa digunakan untuk kualitas estetiknya untuk tambahan, atau selain arti semantiknya. Puisi menekankan pada segi estetik suatu bahasa dan penggunaan sengaja pengulangan, meter, dan rima. Dalam kegiatan belajar membaca puisi, siswa masih banyak mengalami kesulitan. Karena hal tersebutlah maka dilakukan penelitian mengenai membaca puisi pada siswa menggunakan metode pembacaan dan peragaan. Kata kunci: membaca puisi, metode pembacaan dan peragaan
Bahasa Indonesia merupakan sarana untuk saling berkomunikasi, saling berbagi pengalaman saling belajar dari yang lain, serta untuk meningkatkan kemampuan intelektual dan 656
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
kesusastraan merupakan salah satu sarana untuk menuju pemahaman tersebut. Standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia adalah program untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap Bahasa Indonesia , serta menghargai manusia dan nilai-nilai kemanusiaan. Karena begitu pentingnya pelajaran Bahasa Indonesia, penulis melihat tingkat penguasaan siswa sangat rendah. Hal ini dilihat dari nilai yang diperoleh siswa, pada pembelajaran Bahasa Indonesia khususny pd materi “Membaca puisi”. Dari hasil ulangan sebelum perbaikan ke siklus I (satu) masih banyak siswa yang kesulitan dalam menjawab soal yang diberikan guru. Maka dilihat dari data tersebut penulis mengadakan perbaikan melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Kemampuan membaca merupakan kemampuan yang perlu dikuasai oleh siswa, baik ketika mereka mengikuti pendidikan diberbagai jenjang dan jenis sekolah, maupun setelah mereka selesai sekolah dan bekerja di masyarakat. Kemampuan membaca merupakan kemampuan dasar bagi siswa. Kemampuan tersebut harus dikuasai agar dapat mengikuti seluruh kegiatan dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah, maupun dalam kehidupan. Keberhasilan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar maupun meningkatkan pengetahuannya dipengaruhi oleh kemampuan membacanya. Oleh karena itu, pengajaran membaca mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam proses belajar mengajar di sekolah (Syafi‟ie, 1993:42). Senada dengan pendapat di atas, Effendi (dalam Widyamartaya 1992) mengemukakan kemampuan membaca merupakan kemampuan yang harus dimiliki siswa karena sifatnya fungsional, baik untuk melanjutkan studi maupun untuk terjun ke masyarakat. Dalam rangka melanjutkan studi, kemampuan membaca bagi siswa tak ubahnya sebagai kunci pembuka gudang ilmu pengetahuan. Dengan kunci itu mereka akan menghayati dunia perkembangan ilmu, dan akan mampu mengambil manfaat dari berbagai ilmu itu, sehingga studinya berjalan lancar dan sukses. Untuk kebutuhan terjun ke masyarakat, kemampuan membaca bagi siswa tak ubahnya sebagai mikroskop yang membantu mereka mengkaji berbagai peristiwa kehidupan secara akurat, teliti dan seksama. Dengan demikian, jelas bahwa membaca mempunyai peranan yang penting dalam segala aspek kehidupan. Membaca merupakan salah satu keterampilan dari pembelajaran Bahasa Indonesia. Pembelajaran bahasa Indonesia terdiri atas empat aspek keterampilan, yaitu menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Keempat aspek keterampilan berbahasa itu merupakan fokus tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia. Ini berarti bahwa pembelajaran bahasa Indonesia bertujuan membina kemampuan menggunakan bahasa Indonesia dalam menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Adapun keempat aspek keterampilan ini dalam pembelajarannya disajikan secara terpadu (Depdikbud, 1994). Pembelajaran membaca di sekolah mempunyai peran penting dalam membantu siswa memiliki kemampuan membaca yang memadai (terampil membaca). Pembelajaran membaca di SD tidak hanya bertujuan untuk membuat siswa dapat membaca kata-kata, tetapi lebih dari itu adalah membuat siswa mahir wacana. Dalam hal ini, kemampuan membaca dikaitkan dengan dunia luar sekolah. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Tompkins (1991:18) bahwa kemahirwacanaan adalah kompetensi untuk mengatasi tugas-tugas rumit yang digunakan dalam membaca dan menulis berkaitan dengan dunia kerja dan kehidupan di luar sekolah. Melihat pentingnya peran membaca sebagaimana telah diuraikan, selayaknya pembelajaran membaca khususnya membaca pemahaman juga mendapatkan perhatian yang besar dari para pelaksanan pendidikan, terutama guru. Namun demikian, kenyataannya pembelajaran membaca di SD belum dilaksanakan secara optimal. Hal itu diduga akibat dari pelaksanaan pembelajaran yang masih terikat dengan penggunaan strategi konvensional dalam pembelajaran membaca pemahaman. Adapun data yang diperoleh penulis yaitu (1) di kelas III untuk pelajaran Bahasa Indonesia materi penyusun kalimat dari 20 siswa yang mencapai ketuntasan belajar hanya 2%, (2) Bahasa yang dipergunakan guru kurang dipahami siswa, (3) siswa tidak diberi kesempatan bertanya, (4) kurangnya guru dalam hal memberi contoh atau latihan. Berdasarkan masalah tersebut, maka guru mengidentifikasi kekurangan dari pembelajaran tersebut. Dari hasil diskusi terhadap beberapa masalah yang terjadi dalam pembelajaran diantaranya yang pertama yaitu kurangnya tingkat pemahaman siswa terhadap mata pelajaran Bahasa Indonesia dan yang kedua yaitu siswa kesulitan dalam menjawab soal-soal yang diberikan guru. Melalui proses belajar yagg telah berlangsung dan hasil nilai yang di peroleh siswa, maka diketahui faktor penyebab rendahnya prestasi siswa terhadap materi yang disampaikan, yaitu :”apakah terdapat peningkatan keterampilan membaca puisi siswa melalui metode pembacaan dan peragaan?” 657
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Adapun metode pembelajaran yang digunakan guru dalam mata pelajaran ini yaitu metode bervariasi. Metode bervariasi ini terdiri dari ceramah/ penjelasan, metode proyek, metode latihan dan metode penugasan. Meetode ceramah yaitu guru memberi penjelasan tentang materi yang disampaikan, tentunya dengan bahasa yang sederhana agar mudah dipahami siswa. Metode proyek yaitu mengaktifkan peran serta siswa, membantu dan membimbing hingga berhasil untuk merangsang minat dan kesenangan sehingga mendorong rasa ingin tahu dan siswa dapat berpikir bebas. Metode latihan yaitu agar siswa memiliki keterampilan menulis dengan baik dan dapat mengembangkan langkah kecakapan dalam berfikir. Metode penugasan yaitu guru mengevaluasi atau memeriksa tugas yang diberikan kepada siswa. Dengan dipergunakan metode bervariasi dalam pelajaran Bahasa Indonesia materi “Membaca puisi melalui metode pembacaan & peragaan”, diharapkan siswa dapat menjawab soal yang diberikan guru dengan benar sehingga, proses pelajaran berjalan dengan lancar. Langkahlangkah yang harus ditempuh dalam menjawab soal Bahasa Indonesia materi “Membaca puisi dengan metode pembacaan & peragaan” adalah yang pertama yaitu bacalah soal-soal tersebut berulang-ulang, setelah itu pahami kata demi kata dan yang terakhir susun kata tersebut sehingga menjadi kalimat yang padu atau runtut. METODE Penelitian dilaksanakan di SDN 010 Batu Sopang. Penelitian tindakan dilakukan pada siswa kelas V dengan jumlah siswa sebanyak 30 orang siswa. Adapun rincian jumlah siswa yang dimaksud adalah siswa putra sebanyak 14 orang dan siswa putri sebanyak 16 orang. Siswa kelas III dipilih sebagai subjek penelitian dilatarbelakangi oleh dua faktor. Pertama, hasil identifikasi/refleksi awal yang dilakukan oleh peneliti dan guru mitra menunjukkan bahwa sebagian besar siswa kelas III di SDN 010 Batu Sopang mengalami kesulitan dalam membaca puisi. Kedua, peneliti merupakan guru kelas yang mengajar di kelas III sehingga mengetahui secara detil permasalahan di kelas terteliti. Penelitian dilaksanakan berdasarkan model penelitian tindakan yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart (1992:11), yang meliputi (1) perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi. Adapun Kompetensi Dasar yang dipakai acuan adalah ”membaca puisi” Sementara itu, solusi tindakan yang digunakan untuk mengatasi masalah adalah diterapkannya metode pembacaan dan peragaan. Data hasil penelitian ini dianalisis dengan teknik analisis data kualitatif model‟Alir‟ yang dikemukakan oleh Milles dan Huberman (1992:110), yaitu proses analisis data dimulai dengan menelaah data sejak pengumpulan data sampai dengan seluruh data terkumpul. Data yang sudah terkumpul kemudian direduksi berdasarkan masalah yang diteliti dan selanjutnya disusun dalam satuan-satuan dan kategorisasi. Proses analisis data dilakukan sejak awal penelitian untuk menghindari penumpukan data dan dapat dengan segera melakukan refleksi sehingga proses pemaknaan dan simpulan yang diambil lebih tepat. HASIL DAN PEMBAHASAN Metode pembacaan perlu diberikan kepada siswa untuk vokal. Pembacaan puisi dengan suara nyaring akan lebih menarik. Dalam melaksanakan metode pembacaan ini perlu diperhatikan irama, intonasi, lagu kalimat, jeda dan nada dengan tinggi rendahnya suara atau panjang pendeknya suara. Pembacaan yang menarik yang dicontohkan oleh guru dapat mengundang perhatian siswa untuk ikut terlibat dan berempati dalam suasana karya satra yang dibacanya. Siswa kelas III sekolah dasar dapat dengan cepat menangkap irama puisi atau cerita pendek yang dibaca oleh gurunya tanpa menghiraukan maknanya. Pada awalnya metode peragaan lebih cenderung diberikan oleh guru untuk memperagakan gerakan-gerakan yang tersirat dalam teks sastra anak. Metode peragaan ini hampir sama dengan metode demonstrasi yang mengombinasikan teknik lisan dengan suatu perbuatan. Gerak raut wajah dan ucapan seseorang ketika sedang marah tentu berbeda dengan raut wajah dan ucapan seorang yang sedang dirundung kesedihan. Tutur kata, perubahan raut muka, dan gerakan badan seorang tokoh dapat diperagakan oleh guru didepan murid-muridnya. Hasil data penelitian diuraikan berdasarkan siklus-siklus tindakan pembelajaran. Hasil data tersebut disesuaikan dengan masalah penelitian mencakup data perencanaan dan proses pembelajaran. Data tentang perencanaan adalah persiapan pengajaran tertulis yang berupa satuan pelajaran. Data proses pembelajaran meliputi tahap dari siswa dalam menyusun kalimat dari kata 658
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
yang diacak tersebut. Hasil data ini didasarkan pada data yang telah dikumpulkan melalui pengamatan dan catatan lapangan ketika pembelajaran berlangsung. Proses peningkatan keterampilan membaca puisi siswa berisi penjabaran kegiatan siswa. Tindakan pada siklus 1 berisi tindakan yang dilakukan guru untuk mengatasi masalah-masalah yang selama ini dialami ketika pembelajaran membaca puisi. Hal yang dilakukan adalah sebagai upaya agar permasalahan selam ini dihadapi guru dan siswa dapat teratasi. Hasil dari pelakasanaan siklus I direfleksikan dan menjadi dasar untuk memperbaiki rancangan tindakan pada siklus II. Perbaikan rancangan tindakan siklus II merupakan rencana untuk mengatasi masalah-masalah yang terjadi atau solusi dari masalah pada tindakan siklus I dan memperbaiki tindakan pada siklus II. Pada siklus I berlangsung 2 kali pertemuan. Masing-masing pertemuan berlangsung selama 2 x 35 menit (70 menit). Tindakan yang diberikan untuk meningkatkan keterampilan membaca puisi ada bebarapa tahapan, yang pertama adalah sebelum membaca puisi siswa diaajak untuk menyaksikan video contoh membaca puisi agar siswa lebih semangat dalam kegiatan pembelajaran. Kemudian siswa diberi kesempatan untuk bertanya kepada guru mengenai hal-hal yang belum dipahami. Tahapan yang kedua yaitu siswa membaca puisi. Pada tahap ini, siswa membacakan puisi yang telah disediakan secara individu. Dari kegiatan ini dapat diketahui bahwa pemahaman siswa dalam membaca puisi masih kurang dikuasai oleh siswa. Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan keterampilan membaca puisi masih kurang dikuasai siswa. Hal ini terlihat dari 30 siswa hanya 15 siswa atau 50% siswa yang mampu mencapai nilai 75. Siklus II berlangsung selama dua kali pertemuan dengan jumlah tindakan yang sama seperti pada siklus I. Yaitu tahap sebelum membaca puisi dilakukan pembelajaran dan memberi penjelasan tentang membaca puisi dengan lafal dan intonasi yang benar serta penghayatan yang tepat. Pada siklus ini guru menggunakan metode pembacaan dan peragaan secara langsung, siswa diminta untuk memperhatikan dengan sungguh-sungguh. Setelah guru member beberapa contoh membaca dan peragaan puisi kemudian siswa diminta untuk bertanya mengenai hal-hal yang belum dipahami. Setelah itu siswa diminta maju satu-persatu untuk membacakan puisi yang telah disediakan secara individu dengan benar. Dari hasil tindakan siklus II ini menunjukan adanya peningkatan keterampilan siswa dalam membaca puisi. Hal ini dapat dilihat bahwa dari 30 siswa yang mendapat nilai 75 berjumlah 16 siswa, yg mendapat nilai 80 berjumlah 8 siswa dan yang mendapat nilai 85 berjumlah 6 siswa. Jadi pada siklus II terdapat peningkatan hasil belajar siswa, dimana 100% siswa memngalami ketuntasan belajar. KESIMPULAN Berdasarkan pemaparan hasil penelitian diatas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran keterampilan membaca puisi siswa dengan menggunakan metode pembacaan dan peragaan yang dilaksanakan dalam penelitian ini telah berhasil sesuai dengan tujuan yang sudah ditetapkan. Kemampuan keterampilan membaca puisi siswa menjadi meningkat. Peningkatan keterampialn siswa tersebut meliputi peningkatan keterampilan membaca puisi dengan benar serta keterampilan siswa mengintonasikan pembacaan puisi tersebut. Berdasarkan hasil kesimpulan penelitian tersebut, disarankan agar guru dalam kegiatan pembelajaran dapat menciptakan konsentrasi siswa dalam belajar, guru harus dapat menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami, menggunakan metode yang bervariasi, serta memberikan latihan-latihan lebi banyak kepada siswa dan pekerjaan rumah agar siswa dapat mengulang dan lebih memahami pelajaran tersebut dirumah. DAFTAR PUSTAKA Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Sekolah Dasar. Jakarta: Balitbang Puskur . Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Kurikulum 2004 dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Jabrohim, dkk. 2001. Cara Menulis Kreatif. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Oemar Hamalik Prof. Dr. 2002. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta: Bumi Aksara. Nicholis Hanif. 2004. Saya Senang Berbahasa Indonesia Kelas IV SD. Jakarta: Universitas Terbuka Jakarta. Wardani, I, G, K; Wirhadit, K; Nasoetion, N. 2003. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas Terbuka Jakarta. 659
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Wardani, I, G, K; Wirhadit, K; Nasoetion, N. 2005. Pemantapan Kemampuan Profesional. Jakarta: Universitas Terbuka Jakarta.
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI MENCERITAKAN PENGALAMAN PRIBADI TENTANG BERBUAT DAN BERKATA JUJUR DAN TIDAK JUJUR KELAS IV/A SDN DUFA-DUFA PANTAI I Sofyan Muhammad Nur SDN Dufa-Dufa Pantai I Kota Ternate, Maluku Utara Abstrak: prestasi belajar siswa SDN Dufa-Dufa Pantai 1 kelas IV/a untuk muatan Bahasa Indonesia masih kurang memuaskan. Hal ini diduga karena pembelajaran yang diterapkan oleh guru masih menggunakan metode ceramah saja. Dalam pembelajaran kali ini dilakukan dengan model PEMBELAJARAN NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) tujuan nya untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Hasil penerapan pembelajaran ini berhasil meningkatkan prestasi siswa , dimana pada siklus 1 perolehan nilai siswa diatas KKM baru mencapai 65%, namun setelah dilakukan siklus 2 perolehan nilai siswa terjadi peningkatan menjadi 89 %, selain itu siswa menjadi lebih aktif karena proses pembelajarannya lebih menyenangkan dan siswa lebih berani tampil di depan untuk menceritakan pengalaman pribadinya tentang kejujuran dan ketidakjujuran. Kata Kunci: Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT), peningkatan hasil belajar, Bahasa Indonesia
Berbicara merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa, aspek keterampilan berbahasa yang lain yaitu membaca, mendengar, dan menulis. Menurut Tarigan (2008:16) berbicara berarti kemampuan mengucapkan bunyi- bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan atau menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Greene & Petty dalam Tarigan (2008:3-4) mengartikan berbicara sebagai suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak, yang hanya didahului oleh keterampilan menyimak, dan pada masa tersebutlah kemampuan berbicara atau berujar dipelajari. Berbicara sudah barang tentu berhubungan erat dengan perkembangan kosa kata yang diperoleh oleh sang anak, melalui kegiatan menyimak dan membaca. Kebelum-matangan dalam perkembangan bahasa juga merupakan suatu keterlambatan dalam kegiatan-kegiatan berbahasa. Berbicara merupakan aktivitas yang sangat penting dalam kehidupan, sebab melalui sebuah aktivitas berbicara seseorang mampu berkomunikasi dengan manusia yang lainnya. Melalui aktivitas berbicara seseorang menyampaikan keinginan, informasi, pikiran, gagasan, membujuk, meyakinkan, mengajak, dan menghibur. Hal ini selaras dengan tujuan berbicara menurut Tarigan (2008: 15), yaitu: (1) memberitahukan dan melaporkan (to inform), (2) menjamu dan menghibur (to entertain), (3) membujuk, mengajak, mendesak, dan meyakinkan (to persuade).2 Keterampilan berbicara terbagi menjadi beberapa aspek. Nurgiyantoro (2001: 287) membagi keterampilan berbicara menjadi lima bentuk, antara lain: (1) berbicara berdasarkan gambar, (2) wawancara, (3) bercerita, (4) pidato, (5) diskusi. Keterampilan berbicara tersebut dipelajari di lingkungan formal dan nonformal. Mulgrave (dalam Tarigan, 2008: 22), membagi keterampilan berbicara menjadi dua yaitu berbicara sebagai seni dan berbicara sebagai ilmu. Berbicara sebagai seni penekanan penerapannya diletakkan sebagai alat komunikasi dalam masyarakat, sedangkan berbicara sebagai ilmu menekankan mekanisme bicara dan mendengar, latihan dasar bagi ajaran dan suara, bunyibunyi bahasa, bunyi-bunyi dalam rangkaian ujaran, vowel-vowel, diftong- diftong, konsonankonsonan dan patologi ujaran. Berbicara merupakan aktivitas yang sulit, karena berbicara tidak sekedar mengeluarkan kata dan bunyi-bunyi, melainkan penyusunan gagasan yang dikembangkan sesuai dengan pendengar atau penyimak (Mulgrave dalam Tarigan, 2008: 16). Kesulitan berbicara di depan umum dipengaruhi 660
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
oleh beberapa hal yang dapat menghambat kelancaran saat berbicara di depan umum. Hambatanhambatan tersebut dapat berupa rasa takut, cemas, dan tertekan. Ketiga perasaan itu dapat membuat orang kurang percaya diri, bahkan dapat membuat seseorang merasa tidak mampu berbicara di depan umum. Pada pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya pembelajaran berbicara selama ini l kurang memberi pengalaman pada siswa untuk berlatih berbicara. Pembelajaran masih terfokus pada guru.selain itu siswa juga mengalami kesulitan dalam penerapannya lewat bahasa lisan. Hal ini berdampak pada hasil pembelajaran bercerita. Dalam pembelajaran berbicara guru perlu menerapkan strategi yang tepat agar siswa mampu melakukan dengan baik. Salah satu strategi pembelajaran yang bisa digunakan yaitu model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together (NHT). Model Numbered Head Together (NHT) ini dikembangkan oleh Spencer Kagan (1993) dengan melibatkan para siswa dalam me-review bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek atau memeriksa pemahaman mereka mengenai isi pelajaran tersebut (Nurhadi, dkk, 2004). Sebagai pengganti pertanyaan langsung kepada seluruh kelas, guru menggunakan struktur 4 langkah sebagai berikut: Langkah 1 - Penomoran (Numbering) Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3 hingga 5 orang dan memberi mereka nomor sehingga tiap siswa dalam tim tersebut memiliki nomor berbeda. Langkah 2 - Pengajuan Pertanyaan (Questioning) Guru mengajukan suatu pertanyaan kepada para siswa. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik hingga yang bersifat umum. Langkah 3 - Berpikir Bersama (Head Together) Para siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban tersebut. Langkah 4 - Pemberian Jawaban (Answering) Guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas. NHT mempunyai kelebihan dan kekurangan sebagaimana dikemukakan oleh Suwarno (2010) bahwa pembelajaran model Numbered Head Together (NHT) memiliki kelebihan dan kelemahan sebagai berikut: Kelebihan Terjadinya interaksi antara siswa melalui diskusi/siswa secara bersama dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Siswa pandai maupun siswa lemah sama-sama memperoleh manfaat melalui aktifitas belajar kooperatif. Dengan bekerja secara kooperatif ini, kemungkinan konstruksi pengetahuan akan manjadi lebih besar/kemungkinan untuk siswa dapat sampai pada kesimpulan yang diharapkan. Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan keterampilan bertanya, berdiskusi, dan mengembangkan bakat kepemimpinan. Kelemahan Siswa yang pandai akan cenderung mendominasi sehingga dapat menimbulkan sikap minder dan pasif dari siswa yang lemah. Proses diskusi dapat berjalan lancar jika ada siswa yang sekedar menyalin pekerjaan siswa yang pandai tanpa memiliki pemahaman yang memadai. Pengelompokkan siswa memerlukan pengaturan tempat duduk yang berbeda-beda serta membutuhkan waktu khusus. Model pembelajaran pendidikan anti korupsi ini sangat cocok diterapkan untuk meteri Menceritakan pengalaman tentang berbuat dan berkata jujur dan tidak jujur. pada kelas IV/a. siswa sangat antusias untuk berpikir bersama membahas masalah yang diberikan oleh guru. Karena setiap siswa diberikan kesempatan yang sama untuk menjawab pertanyaan dan mengemukakan pengalaman pribadinya. Disamping melatih keberanian dan rasa tanggungjawab. METODE Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan penelitia Tindakan Kelas (PTK). Penelitian dilakukan selama 2 siklus dengan tahapan perencanan tindakan, pelaksanaan tindakan dan refleksi. Kegiatan pada siklus I adalah sebagai berikut: 1. Perencanaan 661
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Pada tahap ini, peneliti melakukan beberapa kegiatan, yaitu: a. Membuat scenario pembelajaran sesuai dengan model pembelajaran kooperatif Numbered Head Together (NHT) b. Menyusun RPP dan lembar pengamat yang akan digunakan selama pelaksanaan pembelajaran. c. Mempersiapakan materi yang akan diberikan selama proses pembelajaran dan membuat lembar kegiatan siswa. d. Mempersiapkan lembar observasi untuk membantu kegiatan guru dan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. e. Membuat alat evaluasi tes akhir setiap siklus. f. Peneliti bersama teman sejawat melakukan teknikal meeting prosedur pelaksanaan PTK. 2. Pelaksanaan pengamatan dan tindakan pengamatan.
Gambar 1 Guru Menjelaskan Materi Pembelajaran
Pada tahap ini, merupakan implementasi dari pelaksanaan RPP yang telah di desain oleh guru. Guru mengajar sebagai peneliti dalam melaksanakan pembelajaran, sedangkan observer melakukan pengamatan yang dilakukan oleh seorang teman sejawat. Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan antara lain : a. Menjelaskan kepada siswa mengenai cara belajar pada pembelajaran yang akan digunakan. b. Menyampaikan materi. c. Mengorientasikan siswa pada masalah d. Mengorganisasikan siswa untuk belajar dengan model Numbered Head Together (NHT) sebagai berikut : - Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan 3 hingga 5 orang dan memberi mereka nomor sehingga tiap siswa dalam tim tersebut memiliki nomor berbeda. - Guru mengajukan suatu pertanyaan kepada para siswa. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik hingga yang bersifat umum. - Para siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban tersebut. - Guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas.
Gambar 2 : Siswa Terbagi dalam Beberapa Kelompok
e. Menganalisis dan mengevaluasi hasil belajar.
662
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
2. Observasi Pada tahap ini, observer mengobservasi pelaksanaan pembelajaran dengan model Numbered Head Together (NHT) yang sedang berlangsung pada setiap siklus. Dengan menggunakan catatan lapangan dan analisis dokumen. Catatan lapangan berupa lembar observasi yang digunakan untuk mengobservasi aktifitas guru dan siswa serta mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan dalam proses pembelajaran.
Gambar 3 : Presentasi oleh Siswa
3. Refleksi Setelah semua langkah dilaksanakan, dilakukan antara guru sebagai peneliti dan teman sejawat sebagai observer dalam rangka mencari kelemahan-kelemahan maupun kelebihan kelebihan yang ditemukan selama berlangsungnya proses pembelajaran pada siklus I. melalui refleksi ini diharapkan siklus selanjutnya akan mengalami perbaikan dan pengembangan yang semakin baik. Pada siklus II, pelaksanaan pembelajaran didasarkan pada hasil refleksi siklus I. siklus ini menjadi penting karena penilaian yang dilakukan pada akhir siklus I akan dibandingkan dengan pembelaran pada akhir siklus II. Dalam rangka untuk melihat perubahan-perubahan hasil tindakan. HASIL DAN PEMBAHASAN Siklus I Pelaksanaan tindakan siklus I, peneliti melakukan pembelajaran menceritakan pengalaman pribadi terkait dengan kejujuran dan ketidak jujuran dengan model pembelajaran Numbered Head Together (NHT), pembelajaran dilaksanakan dalam 1 kali pertemuan ( 2x35 menit) yang diawali dengan menjelaskan bagaimana tekhnik menceritakan pengalaman pribadi masing-masing, serta cara menceritakannya didepan kelas dengan menggunakan intonasi serta lafal dengan tepat. Setelah berdiskusi dikelompok masing-masing, siswa dipanggil kedepan untuk menceritakan pengalaman pribadinya. Siswa lain dengan nomor yang sama memperhatikan sekaligus menanggapi apa yang diceritakan. Begitu seterusnya sampai semuanya selesai. Peneliti bertindak sebagai pengamat dan sebagai pengarah yang siap memberikan petunjuk serta arahan jika ada ha-hal yang masih terkendala.presentasi siswa terbebut sekaligus dinilai. Selengkapnya hasil siklus 1 adalah sebagai berikut: Tabel 1. Data Hasil Siklus 1
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Nama Siswa
S-1 S-2 S-3 S-4 S-5 S-6 S-7 S-8 S-9 S-10 S-11 S-12
Isi Cerita 2 3 2 2 1 2 3 2 2 3 2 1
Aspek yang Dinilai Skor Penyampaian Keruntutan Perolehan Maksimum (Intonasi, Cerita Lafal) 1 2 5 9 3 2 8 9 2 3 7 9 3 2 8 9 2 2 5 9 2 1 5 9 3 2 8 9 2 3 7 9 2 3 7 9 3 2 8 9 2 3 7 9 2 2 5 9 663
Nilai
56 89 78 89 56 56 89 78 78 89 78 56
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
13 14 15 16 17 18 19 20
S-13 2 2 3 7 9 78 S-14 2 2 2 6 9 67 S-15 1 1 2 4 9 45 S-16 2 2 2 6 9 67 S-17 2 2 3 7 9 78 S-18 1 2 2 5 9 56 S-19 2 2 3 7 9 78 S-20 3 2 2 7 9 78 Keaktifan dan keinginan siswa untuk mengungkapkan cerita pengalaman pribadinya sudah mulai terlihat selama proses belajar mengajar , hal ini terlihat pada tabel 1 diamana perolehan nilai diatas KKM mencapai 13 siswa atau 65 %. Dan perolehan nilai dibawah KKM 7 siswa atau 35 %. Dengan KKM 66. Namun menurut Kurikulum SD Negeri Dufa-Dufa Pantai 1, ketuntasan belajar secara klasikal dikatakan tuntas apabila siswa yang meperoleh nilai diatas KKM harus mencapai 80%. Dengan demikian oleh peneliti harus melaksanakan penelitian lanjutan pada siklus 2. Siklus 2 Berdasarkan hasil penilaian pada siklus 1 diatas, maka peneliti menyadari perlu adanya perbaikan pada siklus 2. Dengan rekomendasi sebagai berikut : 1. Guru harus lebih membimbing siswa pada saat diskusi kelompok. 2. Guru harus tetap memberikan penguatan terhadap jawaban atau pertanyaan siswa sehingga siswa termotifasi untuk bertanya atau menjawab pertanyaan, hal ini berhubungan dengan aspek cerita yang dijarkan. 3. Guru harus memberitahu hal-hal yang akan dinilai dalam presentasi siswa. Peneliti selanjutnya melakukan proses pembelajaran ulang, dengan langka-langkah yang sama pada siklus 1 namun disertai dengan penguatan-penguatan berdasarkan rekomendasi pada siklus 1. Hasil pembelajaran pada siklus 2 dapat dilihat pada table berikut : Tabel 2. Data Hasil Siklus 2
No
Nama Siswa
Aspek yang dinilai Skor Nilai Isi Penyampaian Keruntutan Perolehan Maksimum Cerita (Intonasi, Cerita Lafal) 1 S-1 2 2 2 6 9 67 2 S-2 3 3 3 9 9 100 3 S-3 3 2 3 8 9 89 4 S-4 2 3 2 8 9 89 5 S-5 2 2 2 6 9 67 6 S-6 2 2 2 6 9 67 7 S-7 3 3 3 9 9 100 8 S-8 2 2 3 7 9 78 9 S-9 2 2 3 7 9 78 10 S-10 3 3 2 8 9 89 11 S-11 2 2 3 7 9 78 12 S-12 2 2 2 6 9 67 13 S-13 3 3 3 9 9 100 14 S-14 2 2 2 6 9 67 15 S-15 2 1 2 5 9 56 16 S-16 2 2 2 6 9 67 17 S-17 2 2 3 7 9 78 18 S-18 2 2 2 6 9 67 19 S-19 2 2 3 7 9 78 20 S-20 3 3 2 8 9 89 Dari tebel diatas, dapat diketahui bahwa perolehan hasil siswa yaitu : 1 siswa mendapat nilai 56 atau 11 %, 7 orang mendapat nilai 67 atau 35 %, 5 siswa mendapat nilai 78 atau 25 % , 4 siswa mendapat nilai 89 atau 20% dan 3 orang mendapat nilai 100 atau 15 %. Hasil penilaian pada
664
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
siklus 2 menunjukan bahwa adanya peningkatan hasil belajar siswa yaitu dari perolehan nilai diatas KKM 65% menjadi 89% hasil perolehan pada siklus 2. PENUTUP Berdasarkan hasil Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan dengan model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT) pada siklus 1 dan 2 tedapat peningkatan. yang semula nilai perolehan siswa di atas KKM baru mencapai 13 siswa atau 65 % terjadi peningkatan pada siklus 2 menjadi 19 siwa atau 89 %. Sehingga bisa dikatakan berhasil meningkatkan hasil belajar siswa untuk materi menceritakan pengalaman pribadi tentang kejujuran dan ketidak jujuran dengan model pembelajaran Number Head Together (NHT). DAFTAR RUJUKAN Arikunto,S. 2010 Penelitian Tindakan Kelas ( PTK). Yogyakarta: Aditya Media. Hatnalik,O. 2002. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: PT Bumi Aksara. Universitas Negeri Malang. 2013.Prosiding Seminar Nasional Exchange Experience. Malang: TEQIPUM. http://www.google.com/#q=aspek+berbicara. Diunduh tanggal 8 November 2014.
PENINGKATAN KETRAMPILAN MENULIS NARASI MELALUI MEDIA DENAH PADA SISWA KELAS VI SDN 004 TANAH GROGOT KABUPATEN PASER TAHUN 2014 Sriatun SDN 004 Tanah Grogot Abstrak: Menulis Narasi melalui Media denah perjalanan merupakan satu materi yang sulit dikuasai siswa kelas VI SDN 004 Tanah Grogot. Dengan tidak adanya media berdampak tidak berkembang dan kreatifitasnya siswa dalam menulis kalimat-kalimat Narasi. Permasalahan tersebut dapat di selesaikan dengan media denah Dengan kegiatan pembelajaran menulis karangan narasi di tumbuhkan motivasi dan pola kebiasaan mengarang; dengan mengekspresikan daya imajinasi dan khayalannya dalam bentuk ragam bahasa tulisan yang diolah dengan dukungan informasi dan pengetahuan yang memadai. Dari hasil nilai yang di capai siswa telah mencapai nilai rata-rata seperti (1)aspek kohesi siklus I rata-rata 6,56, siklus II 7,64; (2) aspek diksi siklus I 6,08, siklus II 7,88: (3) aspek tehnik menulis karangan rata-rata siklus I 6,24, siklus II 7,14 (4) menyusun kerangka karangan rata-rata siklus I 6,32 dan siklus II 7,92. Kata kunci: Peningkatan, keterampilan menulis Narasi, Media denah
Dalam pembelajaran bidang studi bahasa Indonesia di lingkungan pendidikan di tingkat dasar, ketrampilan menulis acap kali hanya di tekankan pada ketrampilan menulis dalam bentuk deskripsi. Pemahaman dan penguasaan bidang studi bahasa Indonesia terutama menulis narasi sebagai modal utama dalam komunikasi dan kegiatan pembelajaran, maka dirasa sangat penting untuk segera menuntaskan kendala dan hambatan yang muncul dalam proses pembelajaran bahasa terutama menulis guna memenuhi target kurikulum dan harapan semua pihak yang berkompeten dengan dunia pendidikan. Materi menulis di kelas VI salah satunya adalah menulis karangan narasi. Karangan narasi adalah karangan yang menyajikan serangkaian peristiwa yang biasanya menurut urutan waktu. Yang termasuk karangan narasi adalah cerpen, novel, roman, kisah perjalanan, otobiografi dan biografi (http://semuapelajaransekolah.blogspot.com/2013/02/jenis-jenis-karanganmenurut-pengertian.html). Rendahnya tingkat ketrampilan dan penguasaan menulis narasi ini pada umumnya di latar belakangi oleh rendahnya motivasi siswa dalam menyerap informasi dari berbagai sumber, termasuk di dalamnya guru dan media.Rendahnya perhatian guru dalam proses pembelajaran menulis yang
665
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
mengkondisikan penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Model pendekatan pembelajaran yang kurang di minati dan belum lengkapnya fasilitas yang mendukung kegiatan pembelajaran menulis, kalaupun sudah ada maka pada umumnya penggunaannya belum atau kurang optimal, contohnya perpustakaan dan sebaginya. Peningkatan kemampuan menulis karangan narasi merupakan suatu bentuk kegiatan yang terorganisir dengan baik dalam sistematika yang runtut yang mengarah pada upaya meningkatkan kemampuan dan ketrampilan mengembangkan imajinasi dan daya khayal serta ekspresi dan kreativitas siswa dalam bentuk prosa yang berdasar pada pola pengembangan alur atau plot kronologis dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar; berpedoman pada kaidahkaidah penulisan karangan berbahasa Indonesia (Harjaprawira, 2000: 12) Dalam proses pembelajaran bidang studi bahasa Indonesia, kegiatan pembelajaran menulis karangan narasi pada siswa di sekolah dasar berhadapan dengan situasi dan kondisi siswa yang belum terbiasa dengan aktivitas menulis. Siswa di sekolah dasar cenderung mahir dengan aktivitas ketrampilan berbahasa Indonesia dalam bentuk lisan. Aktivitas berbahas berbicara relatif mudah di lakukan oleh siswa karena pemahaman dan penguasaannya relatif lebih mudah (Pasaribu, 1996: 26). Lebih lanjut, kegiatan pembelajaran menulis karangan narasi dalam bidang studi bahasa Indonesia sering kali menemui kendala dan hambatan yang kompleks. Kendala dan hambatan yang muncul ke permukaan memicu permasalahan tersendiri dalam proses pembelajaran menumbuhkan kemampuan dan ketrampilan mengarang pada bidang studi bahasa Indonesia, terutama di sekolah dasar yang secara nyata kondisi siswanya relatif mempunyai latar belakang yang kontra produktif dengan proses pembelajaran. Mengingat akan pentingnya untuk mengembangkan menulis pada siswa, khusunya menulis karangan narasi pembelajaran bidang studi bahasa Indonesia maka perlu kiranya guru yang bertanggung jawab penuh pada proses dan hasil pembelajaran. Salah satu upaya guna meningkatkan ketrampilan siswa pada keterampilan menulis narasi maka penulis menggunakan media denah siswa itu sendiri. Melalui kegiatan pembelajaran menulis karangan narasi dalam bidang Studi Bahasa Indonesia siswa ditumbuhkan motivasi dan pola kebiasaan mengarang; dengan mengekspresikan daya imajinasi dan khayalannya dalam bentuk ragam bahasa tulisan yang diolah dengan dukungan informasi dan pengetahuan yang memadai. Media pendukung yang digunakan dalam pengembangan kemampuan menulis karangan narasi adalah menggunakan pengalaman pribadi berupa catatan perjalanan sebagai materi dalam kegiatan penulisan karangan narasi tersebut. Pengalaman pribadi yang berupa denah perjalanan merupakan suatu media yang mudah untuk di aplikasikan, dan tepat sasaran jika di gunakan dalam pengembangan kemampuan menulis karangan narasi pada siswa di sekolah dasar. Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh kegiatan peningkatan kemampuan menulis karangan narasi dalam bidang studi Bahasa Indonesia siswa di kelas VI SDN 004 Tanah Grogot Kabupaten Paser dengan berdasarkan media denah pada tahun pelajaran 2014/2015. Adapun tujuan khusus penelitian tindakan kelas (PTK) meningkatkan kemampuan menulis karangan narasi ini adalah untuk mendapatkan deskripsi tentang : (1) Penigkatan pemahaman dan penguasaan siswa pada materi pembelajaran bidang studi Bahasa Indonesia, khususnya dalam materi pembelajaran menulis karangan narasi, dengan baik. (2) Peningkatan ketrampilan siswa dalam menulis narasi dengan menggunakan media denah. METODE PENELITIAN Kegiatan penelitian ini secara prosedural mempergunakan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK). Penggunaan prosedur penelitian tindakan kelas (PTK) dalam penelitian meningkatkan kemampuan dan ketrampilan menulis karngan narasi dalam bidang studi Bahasa Indonesia pada siswa di kelas VI SDN 004 Tanah Grogot dengan berdasarkan media denah siswa ini di dasari oleh realitas bahwa guru sebagai lembaga profesi yang di tuntut untuk selalu mempunyai kemampuan untuk mengikuti perkembangan zaman, ilmu pengetahuan, teknologi, dan pergeseran budaya; karena perubahan struktur sosial-masyarakat berdampak langsung pada perilaku siswa di sekolah dan keaktifannya dalam mengikuti kegiatan balajar mengajar (KBM) bidang studi Bahasa Indonesia. 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian tindakan kelas (PTK) meningkatkan kemampuan menulis karangan narasi dengan berdasarkan denah dalam bidang studi Bahasa Indonesia di siswa kelas VI SDN 004 Tanah Grogot 666
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
dengan berdasar pada ini tercakup dalam dua siklus dan terdiri dari empat kali pertemuan. Siklus pertama dilaksanakan dua pertemuan , sedangkan siklus kedua dua kali pertemuan . Secara rinci, rahapan-tahapan kegiatan belajar mengajar (KBM) masing-masing siklus dapat di cermati di bawah ini, yang meliputi : Kegiatan penganalisisan dan penyimpulan hasil penelitian tindakan kelas (PTK) meningkatkan ketrampilan siswa dalam menulis karangan narasi dengan berdasarkan media dalam bidamg studi bahasa Indonesia pada siswa kelas VI SDN 004 Tanah Grogot ini di tentukan dengan standar prosentase keberhasilan penelitian sebagai berikut: 1. Prestasi belajar siswa secara individual yang di nilai dari produk kegiatan menulis karangan narasi pada siklus kedua dan pengamatan selama kegaitan pembelajaran sepanjang siklus berlangsung adalah sekurang-kurangnya mendapatkan nilai 65. 2. Persentase keterlibatan aktif siswa dalam prosedur pembelajaran secara individual yang berlangsung sepanjang siklus, baik siklus pertama, kedua adalah sekurang-kurangnya 65% atau persentase keberhasilan pencapaian dari masing-masing siswa rata-rata sekurangkurangnya 85 %. 3. Persentase kemampuan siswa dalam mengarang yang di berikan secara individual sekurangkurangnya 65 % atau persentase keberhasilan pencapaian dari masing-masing siswa rata-rata sekurang-kurangnya 85 %. Hasil Penelitian Dan Pembahasan Setelah melaui serangkaian tahapan proses penelitian, di dapatkan seperangkat data yang dapat di analisis untuk mengetahui tingkat keberhasilan peelitian tindakan kelas (PTK) meningkatkan ketrampilan siswa dalam menulis karangan narasi dengan berdasarkan pada denah siswa pada materi pembelajaran bidang studi Bahasa Indonesia pada siswa kelas VI SDN 004 Tanah Grogot Paser. Mengenai rincian kegiatan siswa dan guru dalam setiap siklus penelitian tindakan kelas (PTK) ini dapat di cermati dalam uraian di bawah ini: Siklus Pertama Pada siklus pertama, pertemuan pertama, pada tahapan awal; guru menyampaikan apersepsi tentang bentuk kegiatan belajar mengajar (KBM) yang akan dikerjakan pada bidang studi Bahasa Indonesia selanjutnya. Uraian materi pembelajaran yang di sampaikan guru pengajar bidang studi bahasa Indonesia hendaknya dapat memotivasi dan menstimulan siswa untuk aktif dan kreatif dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) dengan sasaran target meningkatkan ketrampilan menulis karangan narasi dengan berdasarkan pada denah masing-masing siswa. Pada tahapan kedua, guru menyampaikan materi pembelajaran teknik menulis karangan narasi dengna materi tulisan yakni menulis karangan berdasarkan denah masing-masing siswa. Penyampaian materi pembelajaran hendaknya dapat memotivasi siswa untuk mempelajari, memahami, dan melakukan aktifitas menulis karangan narasi, sehingga dengan sendirinya, kemampuan menulis karangan narasi tersebut akan tumbuh dan berkembang dengan sendirinya pada siswa. Untuk itu, penyempaian uraian materi pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) ini hendaknya jelas, terperinci, dan menarik. Pada tahapan ketiga, siswa diberikan tugas untuk menyusun tema dan kerangka karangan yang tepat berdasarkan denah masing-masing. Tema dan kerangka karangan yang telah disusunnya tersebut pada siklus kedua akan di kembangkan menjadi sebuah bentuk karangan narasi yang utuh dan lengkap. Pada tahapan keempat, guru melakukan evaluasi dari tema dan kerangka karangan yang telah di susun siswa. Kegiatan evaluasi di lakukan untuk mengetahui tingkat pemahaman dan penerapan materi pembelajaran yang di resepsi oleh siswa. Hasil penelitian akan menjadi materi dasar dalam kegiatan pembelajaran remedial pada siklus kedua. Penilaian di dasarkan pada; aspek tema, dan aspek sistematika kerangka karangan. Siklus Kedua Pada siklus kedua, pertemuan kedua, tahapan pertama, guru memberikan pembelajarn remedial target sasaran siswa yang menunjukkan kemampuan, dan pemahaman yang kurang atau tertinggal dalam proses pembelajaran pada siklus sebelumnya. Pembelajaran remedial ini di prioritaskan untuk membantu siswa yang tertinggal atau kurang memahami dan menguasai materi pembelajaran teknik atau cara menulis karangan narasi. Pembelajaran remedial relatif di perlukan
667
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
sebagai bekal menuju ke tahapan pembelajaran berikutnya yang akan membutuhkan kemampuan pemahaman dan penguasaan pada materi pembelajaran secara lebih mendalam. Pada tahapan kedua, guru memberikan penugasan kepada siswa berupa kegiatan mengembangkan kerangka karangan narasi berdasarkan catatan perjalanan pada pengalaman masing-masing siswa, yang telah di susunnya pada siklus pertama menjadi sebuah karangan narasi yang lengkap dan utuh. Pada tahapan ketiga, guru melakukan penilaian atau evaluasi secara langsung dengan menggunakan metode observasi dan penilaian berdasarkan kriteria tertentu. Kegiatan penilaian atau evaluasi mutlak untuk mengukur tingkat keberhasilan kegiatan belajar mengajar (KBM) bidang studi bahasa Indonesia dan mengetahui tingkat kemampuan siswa dalam menulis karangan narasi dengan baik dan benar. Kriteria penilaian yang di gunakan untuk mengevaluasi kemampuan siswa dan tingkat keberhasilan kegiatan belajar mengajar mencakup aspek-aspek yang meliputi: (i) aspek kohesi dan koherensi karangan; (ii) aspek bahasa (diksi); dan (iii) aspek penguasaan teknik menulis karangan narasi secara aplikatif. Pada tahapan keempat, guru membimbing siswa untuk melakukan kegiatan membuat simpulan berdasarkan kegiatan pembelajaran yang baru saja di lakukan bersama. Kegiatan ini secara reflektif akan membantu siswa kelas satu di sekolah dasar untuk lebih emahami dan mengenali potendi dir masing-masing guna peningkatan kemampuan memahami materi pembelajaran siswa dalam bidang studi bahasa Indonesia, khususnya mengakomodasikan pengalaman pribadi catatan perkalanan sebagai materi karangan. Berikut ini data yang menunjukkan peningkatan ketrampilan menulis narasi siswa. Peningkatan tersebut terlihat pada data analisis proses belajar siswa yang dapat di cermati dalam rata-rata hasil belajar sebagai berikut : Tabel Nilai Rata-rata Berdasarkan Pengamatan
No
Kriteria Penilaian Siklus I Siklus II Berdasarkan Pengamatan 1. Aspek kohesi 6,56 7,64 2. Aspek diksi 6,08 7,88 3. Aspek tehnik menulis 6,24 7,14 karangan 4. Menyusun Kerangka 6,32 7,92 Karangan Keberhasilan proses penelitian pembelajaran peningkatan ketrampilan siswa pada kemampuan menulis karang narasi pada bidang studi Bahasa Indonesia dengan berdasar pada catatan perjalanan pada siswa kelas VI SDN 004 Tanah Grogot menurut hemat peneliti telah tepat mengenai sasaran. Pada siklus pertama, kegiatan pembelajaran yang di lakukan guru sedikit banyak telah mampu meningkatkan dan menggairahkan pengelolahan kegiatan pembelajaran dengan baik. Siswa dengan penuh perhatian mendengarkan uraian penjelasan materi pembelajaran bidang studi Bahasa Indonesia. Ada motivasi yang tinggi dari dalam diri siswa untuk lebih memperhatiakan uraian penjelasan dari guru pengajar bidang studi Bahasa Indonesia karena rasa keingintahuan yang lebih untuk memahami lebih jauh tentang materi yang di uraikan oleh guru pengajar bidang studi Bahasa Indonesia. Keaktifan dan kesungguhan siswa ini memiliki implementasi secara langsung pada kegiatan belajar mengajar (KBM) siswa dalam penugasan kedua. Siswa di kelas VI SDN 004 Tanah Grogot Paser secara garis besar telah mampu dan terampil dalam menulis karangan narasi dengan berdasarkan media denah. Dari hasil nilai yang di capai siswa telah mencapai nilai rata-rata seperti (1)aspek kohesi siklus I rata-rata 6,56, siklus II 7,64; (2) aspek diksi siklus I 6,08, siklus II 7,88: (3) aspek tehnik menulis karangan rata-rata siklus I 6,24, siklus II 7,14 (4) menyusun kerangka karangan rata-rata siklus I 6,32 dan siklus II 7,92. Pemahaman, kemampuan dan ketrampilan siswa tersebut terdeskripsikan dengan jelas khususnya pada kemampuan dan ketrampilan menulis karangan narasi tersebut diatas dengan baik dan benar. Kemampuan dan ketrampilan siswa kelas VI SDN 004 Tanah Grogot Paser untuk memahami dan menguasai dengan benar materi pembelajaran yang disampaikan dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) bidang studi bahasa indonesia mengisyaratkan bahwa secara umum siswa 668
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
di kelas dan sekolah tersebut telah menunjukkan peningkatan ketrampilan menulis karangan narasi dengan hasil yang cukup baik. Bertolak pada realitas selama kegiatan belajar mengajar (KBM) bidang studi Bahasa Indonesia dikelas VI SDN 004 Tanah Grogot Paser maka dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilakukan oleh peneliti telah mencapai tujuan seperti yang diharapkan. KESIMPULAN Sesuai dan sejalan dengan materi dalam rumusan masalah dan tujuan penelitian, secara umum setelah melakukan kegiatan penelitian tindakan kelas (PTK) dengan objek siswa kelas VI SDN 004 Tanah Grogot peneliti sampai pada suatu simpulan bahwa upaya meningkatkan ketrampilan menulis karangan narasi berimplementasi langsung pada hasil prestasi belajar siswa kelas VI SDN dan telah menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Secara khusus hasil penelitian tindakan kelas (PTK) meningkatkan kemampuan menulis karangan narasi dalam bidang studi Bahasa Indonesia pada siswa kelas VI SDN 004 Tanah Grogot Paser dengan berdasarkan media denah, dapat di simpulkan, bahwa : 1. Peningkatan prestasi belajar siswa tampak pada peran serta aktif siswa pada tahapan-tahapan siklus pembelajaran. Aktivitas-aktivitas siswa seperti (1)aspek kohesi siklus I rata-rata 6,56, siklus II 7,64; (2) aspek diksi siklus I 6,08, siklus II 7,88: (3) aspek tehnik menulis karangan rata-rata siklus I 6,24, siklus II 7,14 (4) menyusun kerangka karangan rata-rata siklus I 6,32 dan siklus II 7,92. 2. Peningkatan prestasi belajar siswa pada bidang studi Bahasa Indonesia juga terimplementasikan secara lengkap pada hasil yang nyata seperti kemampuan dan ketrampilan menulis karangan narasi dengan menggunakan media denah. SARAN Dari pengalaman singkat peneliti mengaplikasikan kemampuan dan metode pembelajaran kreatif pada bidnag studi Bahasa Indonesia di siswa kelas VI SDN 004 Tanah Grogot Paser, peneliti memiliki sedikit sumbangan saran kepada beberapa pihak, meliputi: 1. Kepada rekan-rekan sejawat yang ingin meningkatkan prestasi belajar siswanya, apabila situasi dan kondisi yang berkembang di sekolah atau lingkungan pendidikannya relatif mempunyai kesamaan dengan apa yang ada di sekolah peneliti, maka di sarankan untuk menggunakan metode ini sebagai strategi pembelajaran. 2. Kepada kepala sekolah dan jajaran pengelola kebijakan sekolah, di sarankan agar dapat memberikan fasilitas dalam sosialisasi implementasi metode pembelajaran ini, sejalan dengan signifikansi hasil penelitian yang telah peneliti lakukan. 3. Kepada orang tua dan wali murid di harapkan mempunyai kepedulian yang tinggi dan pro aktif dengan proses pembelajaran yang sedang di lakukan di sekolah. 4. Kepada siswa itu sendiri agar senantiasa tidak berhenti sampai pada tahapan pembelajaran ini apabila menginginkan kemampuan dan ketrampilannya senantiasa terasah dengan baik. DAFTAR PUSTAKA Akbar, Reni dan Hawadi. 2001. Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta: Grasindo. Bahari, Abdulah dkk. 2000. Metode Belajar Anak Kreatif. Bandung: Dwi Pasha Press. Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004: Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Sekolah Dasar. Jakarta : Puskur, Balitbang, Depdiknas. Harjaprawira, Syamsudin. 2000. Ayo Mengarang. Jakarata: Gramedia Pustaka Utama. Pasaribu, Edward. 1996. Bahasa Indonesia, Tinjauan Struktural dan Penerapan Komunikasi. Yogyakarta : Yayasan Indonesia Baru. Suriah, N. 2003. Penelitian Tindakan. Malang: Bayu Media Publishing. http://semuapelajaransekolah.blogspot.com/2013/02/jenis-jenis-karangan-menurutpengertian.html.
669
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
UPAYA MENINGKATKAN MINAT MEMBACA PERMULAAN MELALUI METODE MEMBACA TANPA MENGEJA SAMBIL BERNYANYI KELAS IA SDN 012 BATU SOPANG KABUPATEN PASER TAHUN AJARAN 2014/2015 Yusna Ainah Guru SDN 012 Batu Sopang Paser Kalimantan Timur Gunadi Guru SDN 011 Batu Sopang Paser Kalimantan Timur Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas I SD Negeri 012 Batu Sopang dengan menggunakan metode membaca tanpa mengeja sambil bernyanyi yang dilakukan oleh penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) yang dilaksanakan sebanyak dua siklus. Merupakan tahapan proses belajar membaca bagi siswa sekolah dasar kelas awal belajar untuk memperoleh kemampuan dan menguasai teknik-teknik membaca dan menangkap isi bacaan dengan baik metode tanpa mengeja adalah cara membaca tidak mengeja abjad melainkan membaca secara langsung menggunakan suku kata sambil bernyanyi. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan rekleksi penelitian dilaksanakan dikelas I A SDN 012 Batu Sopang yang berjumlah 32 siswa. Keterampilan membaca pemula meningkat setelah menggunakan metode membaca tanpa mengeja, aktifitas siswa pada siklus I pada awal memasuki 2 bulan pertama memperoleh nilai 53,3, sedangkan pada siklus II pada bulan ke 3 memasuki semester pertama kegiatan UTS memperoleh nilai 83,3 hal itu menunjukan adanya peningkatan 30% dan diperoleh peningkatan nilai rata-rata 60 pada siklus pertama dan 83,75% pada siklus II sehingga ketuntasan belajar siswa sebesar 25% pada semester pertama.
Pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas merupakan salah satu tugas utama guru. Belajar merupakan perubahan tingkah laku yang relative diawali dari keterampilan berbahasa dan menulis. Hal pertama di ajarkan kepada siswa pada awal sekolah adalah kempuan membaca dan menulis serta mengenalkan huruf dengan nyayian yang menyenangkan. Kedua kemampuan ini menjadi landasan dasar bagi pemerolehan bidang-bidang ilmu lainnya disekolah. Siswa kelas I diberi materi membaca permulaan sebagai dasar untuk menguasai teknik membaca. Menurut Muslich dan Suyono (2010:41-42) peserta didik belajar untuk memperoleh kemampuan dan menguasai teknik-teknik membaca dan menangkap isi bacaan dengan baik. Membaca permulaan ini hanya untuk mengenalkan bahasa tulis kepada siswa. Adapun tujuan pembelajaran permulaan diberikan di kelas I dan II agar peserta didik memiliki kemapuan memahami dan menyuarakan tulisan dikelas I agar peserta didik memiliki kemampuan memahami dan menyuarakan tulisan dengan intonasi yang wajar, sebagai dasar untuk dapat membaca lanjut (Akhmadiah, dalam Muslich dan Suyono, 2014:42). Dengan demikian pelajaran membaca permulaan hanya sebagai dasar persiapan untuk belajar membaca lebih lanjut. Proses belajar mengajar harus mencermikan komunikasi dua arah tidak semata-mata merupakan pemberian informasi searah tanpa mengembangkan kemampuan mental, fisik dan penampilan diri. Selain membaca permulaan yang menjadi acuan adalah membaca merupakan proses recording dan decoding. Pembelajaran membaca merupakan suatu proses yang bersifat fisik & psikologis proses yang bersifat fisik, berupa kegiatan mengamati tulisan secara visual. Dengan indera visual, pembaca mengenali dan membedakan gambar-gambar bunyi serta kombinasinya. Melalui proses recoding pembaca mengasosiasikan gambar-gambar bunyi serta kombinasinya itu dengan bunyi-bunyinya dengan proses tersebut, rangkaian tulisan yang dibacanya menjelma menjadi rangkaian bunyi bahasa dalam kombinasi kata, kelompok kata, dan kalimat yang bermakna. Proses pembelajaran diawali dengan berdo‟a apersepsi dengan yel-yel serta menyayikan lagu, balonku ada lima, atau bangun tidur ku terus mandi, guru bercerita merespon minat belajar dan kegiatan siswa di rumah mengamati benda yang ada di kelas di sekeliling serta menyebutkan nama benda yang ada dan penciptanya setelah siswa memahami hal-hal yang telah dijelaskan guru sesuai pembelajaran yang akan diajarkan siswa diminta mengamati ke papan tulis dan memulai menyebutkan permainan yang diberikan guru dengan pengenalan nama hewan, tumbuhan, buah-
670
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
buahan satu persatu sehingga siswa mengerti nama buah mangga dimulai huruf M, pengenalan warna biru dimulai huruf B. Pembelajaran awal pengenalan dan pemahaman tulisan dalam bentuk urutan huruf lambing grafis dan perubahannya menjadi inti cara bermakna ini sulit bagi siswa kelas I SD. Penerapan membaca permulaan dianggap sulit bagi guru yang kurang berpengalaman dalam mengajar siswa kelas I. Masih banyak yang mengalami kesulitan untuk membaca permulaan memahami lambanglambang bunyi. Oleh sebab itu diperlukan metode yang tepat agar sasaran pengajaran dapat tercapai, metode yang dipilih adalah metode membaca tanpa mengeja sambil bernyanyi. Kegiatan ini dilaksanakan bertujuan meningkatkan kemampuan guru dalam kegiatan pembelajaran dan dapat meningkatkan keterampilan membaca siswa dengan cepat serta melibatkan teman guru sejawat yang nantinya akan menjadi obsever. Ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam proses mengajarkan membaca pada anak kelas I agar lancar membaca dengan metode belajar membaca tanpa mengeja, prinsip tersebut yaitu: 1. Tidak menggunakan istilah belajar, belajar kita ganti dengan istilah permainan, bermain peran diselingi bernyanyi. 2. Tidak mengenalkan huruf dan tidak menggunakan suku kata istilah suku kata diganti dengan istilah nama beberapa contoh tumbuhan, contoh buah dan nama benda-benda disekitarnya. METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah menggunakan penelitian tindakan kelas (Action Research) yang terdiri dari dua siklus, setiap siklus terdiri atas tahap perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Model Kemmis dan Taggart (dalam Dasna, 2013:18) menjelaskan Penelitian Tindakan Kelas terdiri atas 4 tahapan, yaitu: Planning (perencanaan), Acting (tindakan), Observing (pengamatan), dan Reflecting (refleksi). Penelitian akan dilanjutkan pada siklus berikutnya jika tindakan yang diberikan belum mencapai indikator yang diharapkan, penelitian ini dilaksanakan di SDN 012 Batu Sopang dengan waktu kurang dua bulan pada bulan Agustus-September minggu ke 2 dan minggu ke 4 2014. Setiap tahapan tersebut dijelaskan sebagai berikut : 1. Perencanaan Tindakan Adapun kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan ini sebagai berikut: Mempersiapkan RPP (Rencanaan Pelaksanaan Pembelajaran) memiliki metode yang digunakan, memilih bahan ajar yang diperlukan menyusun alat evaluasi dan yang akan diobservasi. 2. Pelaksanaan Tindakan Kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap ini adalah melaksanakan skenario pembelajaran yang telah direncanakan dengan menerapkan sesuai RPP yang telah dibuat. Guru memulai pembelajaran dengan membuka pelajaran dan kegiatan penutup sesuai waktu yang disediakan. Pada tahap inilah partisipasi guru dalam penelitian diterapkan. Guru sebagai pengajar juga melakukan pengumpulan data dengan mencatat kejadian-kejadian penting yang terjadi selama proses pembelajaran dan penelitian juga berperan sebagai guru model teman sejawat bertindak sebagai observer. 3. Observasi Pada tahap ini, peneliti sebagai guru model melakukan tindakan pengamatan terhadap guru dan aktivitas siswa di dalam kelas. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran dan observasi yang akan dilakukan terintegrasi apabila dilaksanakan dengan baik. 4. Refleksi Kegiatan pada tahap ini adalah peneliti bersama-sama Observer menyimpulkan apakah menggunakan metode membaca tanpa mengeja sambil bernyanyi dapat meningkatkan pemahaman siswa dalam menulis permulaan. Siklus I 1. Perencanaan Berdasarkan hasil Observasi dulu pembelajaran menulis permulaan maka peneliti melakukan memilih metode membaca tanpa mengeja, memilih bahan ajar kartu suku kata, menyusun alat evaluasi berupa membaca kata dari alat observasi keaktifan siswa. 2. Pelaksanaan Pada tahap tindakan (pelaksanaan) pada pertemuan pertama, guru melakukan kegiatan pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah dibuat, guru melalui pembelajaran dengan 671
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
kegiatan membuka pelajaran, kegiatan inti pembelajaran dengan menerapkan metode membaca tanpa mengeja a ba ca da pada pertemuan kedua tahap tindakan (pelaksanaan), guru melakukan kegiatan pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah dibuat, guru memulai pembelajaran dengan kegiatan membuka pelajaran, kegiatan inti pembelajaran dengan menerapkan metode membaca tanpa mengeja materi ta wa ga ha setelah itu guru mengadakan tes evaluasi pembelajaran. 3. Observasi Pada tahap ini, peneliti sebagai guru model melakukan tindakan pengamatan terhadap guru dan aktivitas siswa di dalam kelas. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran dan observasi yang akan dilakukan terintegrasi apabila dilaksanakan dengan baik. 4. Refleksi Kegiatan pada tahap ini adalah peneliti bersama-sama Observer menyimpulkan apakah menggunakan metode membaca tanpa mengeja sambil bernyanyi dapat meningkatkan pemahaman siswa dalam menulis permulaan. Siklus II 1. Perencanaan Pada tahap ini guru menyiapkan RPP, memilih metode membaca tanpa mengeja sambil bernyanyi, memilih bahan ajar membuat kartu suku kata berupa membaca kata sebagai guru lebih memperhatikan dan membantu siswa yang belum tuntas dan lebih ditekankan pada cara menulis. 2. Pelaksanaan Pada tahap tindakan (pelaksanaan) pertemuan I, guru melakukan kegiatan pembelajaran sesuai dengan RPP, guru memulai pembelajaran dengan menerapkan metode membaca tanpa mengeja materi da-n me-m ka-n pada tahap tindakan (pelaksanaan) pertemuan II, guru melakukan kegiatan pembelajarann sesuai RPP. Guru memulai pembelajaran dengan membuka pelajaran menerapkan metode membaca tanpa mengeja materi contoh: ngi nyi nya. Setelah itu, guru mengadakan tes evaluasi pembelajaran hal itu dilakukan agar ada ketuntasan belajar dan peningkatan nilai pada kemampuan menulis permulaan. 3. Observasi Pada tahap ini peneliti sebagai guru model melakukan tindakan pengamatan kepada guru dan aktifitas siswa di dalam kelas. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran dan observasi ini terintegrasi apabila dilaksanakan dengan baik. 4. Rekleksi Refleksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas I 012 Batu Sopang. Guru melakukan refleksi mengenai proses pembelajaran dan aktifitas siswa, Observer dengan guru berdiskusi bentuk siswa dan mencermati hasil tes yang diperoleh siswa selama proses pembelajaran berlangsung, peneliti ini dilaksanakan II siklus dan setiap siklus dua pertemuan. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Siklus I Pada tahap pertemuan pertama I guru menyiapkan RPP memilih metode yang digunakan, memilih bahan ajar yang diperlukan guru memulai pembelajaran dengan kegiatan membuka pelajaran kegiatan inti pelajaran guru menyuruh 4 siswa ke depan kelas untuk menjadi terminal bus dengan menjelaskan sebutan terminal bus a terminal bus ba, terminal bus ca dan terminal bus da kemudian guru mengarahkan siswa yang lain untuk memilih terminal yang akan mereka singgahi dengan kegiatan tersebut diharapkan siswa dapat membaca melalui kegiatan permainan sedangkan pada tahap tindakan (pelaksanaan) pertemuan kedua, yakni guru melakukan kegiatan pembelajaran sesuai RPP yang telah dibuat. Guru memulai pembelajaran dengan membuka pelajaran, sedangkan kegiatan inti pembelajaran guru memperkenalkan suku kata dan mengajari membaca dengan menggambar seekor ayam. Kepala ayam dibentuk tulisan da badan ayam la dan sa ekor ayam na. Kemudian guru bertanya kepada siswa dikepala ayam ada tulisan apa?, dibadan dan diekor ayam ada tulisan apa?, pertanyaan itu sering ditanyakan agar siswa lebih mengingat pelajaran tersebut. Dan siswa disuruh untuk menggambar ayam dan menulis suku katanya setelah itu, siswa ditugasi untuk membaca tulisannya. Pelaksanaan kegiatanObservasi merupakan kegiatan yang terintegrasi apabila dilaksanakan guru. Guru melaksanakan refleksi tentang proses pembelajaran dan aktifitas siswa. 672
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Tabel Hasil Aktivitas Siswa Siklus I
No 1 2 3
Aspek
Nilai
Keaktifan Siswa Antusias Siswa Pemahaman Jumlah Nilai
4 3 4 11
Nilai Rata-rata
53,3
Tabel Nilai Membaca pada Siklus I
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
Nama
Skor Perolehan Hasil Bacaan 6 6 6 6 5 5 6 7 7 6 6 5 5 5 6 7 6 6 5 8 5 5 6 6 6 5 7 6 6 6 6 8 Jumlah
Nilai 60 60 60 60 50 50 60 70 70 60 60 50 50 50 60 70 60 60 50 80 50 50 60 60 60 50 70 60 60 60 60 80 1920
Rata-Rata
60.00
Abdul Majid Ahmad Haikal Angie Alifah Chanasya Amelia Amellia Putri Sullis Ahmad Safarudin Abdillah Desi Mullia Sari Diva Emelda Faizhal Ali Hisyam Henny Rosiana Nur Leny Nor Mina Nabila Nursava Naela Norazizah Nur Sofia Alina M. Dony Rahman M. Akbar M. Rifki Abi Ma M. Wahyu Muharam Maulana Akram Mufidah Mufina Miska Ariani Mohammad Ivan Saputra Riska Rayhan Saputra Rahmad Aulia Suciali Nabila Sari Suci Julia Muliani Tiah Zuyyina Hafi‟a
Hasil nilai pada siklus I sudah terlihat kenaikannya dibandingkan pada nilai prasiklus. Berdasarkan tabel diatas diketahui dari 32 siswa diperoleh ketuntasan belajar sebesar 68,75% jumlah nilai yang diperoleh 1920 dengan nilai rata-rata 60.00. Berdasarkan hasil refleksi peneliti bersama observer meskipun telah terjadi peningkatan tetapi ketuntasan belajar masih rendah oleh karena itu diputuskan untuk melanjutkan penelitian pada siklus II. Hasil Siklus II
673
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Pada tahap perencanaan, guru menyiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran memilih metode yang digunakan, memilih bahan ajar yang diperluas, menyusun alat evaluasi dan alat observasi. Pada tahap tindakan(pelaksanaan) pertemuan pertama , guru melakukan kegiatan pembelajaran sesuai dengan RPP yang dibuat, guru memulai pembelajaran dengan kegiatan pembelajaran. Kegiatan inti pembelajaran guru menyuruh dua siswa yang berjenis kelamin berbeda ke depan kelas dan menunjukan suku kata ngi, nya, nga, dipapan tulis dan siswa perempuan dengan menjelaskan menunjukkan kata ngi, dan nyi. Kegiatan tersebut diharapkan siswa dapat membaca melalui kegiatan permainan. Dan guru sering menanyakan nama teman yang memakai kartu suku kata agar siswa lebih mengingat dan pembelajaran menjadi bermakna. Pada tahap tindakan(pelaksanaan) pertemuan kedua, yakni guru melakukan kegiatan pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah dibuat. Untuk memulai pembelajaran dengan kegiatan membuka pembelajaran, kegiatan inti pembelajaran guru memperkenalkan suku kata dan mengajar membaca dengan menggambar penerapan suku kata dan huruf konsonan baru menjelaskan kepada siswa bahwa pot bunga diberi tulisan me-m dan kelopak bunga diberi tulisan da-n guru harus sering bertanya kepada siswa agar siswa lebih mengingat pelajaran tersebut. Pada kegiatan observasi, pelaksanaan pembelajaran merupakan kegiatan yang terintegrasi bila dilaksanakan oleh seorang guru. Kegiatan refleksi guru melakukan refleksi tentang proses pembelajaran dan aktivitas siswa. Tabel Hasil Aktivitas Siswa Siklus II
No 1 2 3
Aspek
Nilai
Keaktifan Siswa Antusias Siswa Pemahaman
5 4 5 11 83,3
Jumlah Nilai Nilai Rata-rata
Aktivitas siswa pada siklus II terjadi peningkatan. Keaktifan siswa masuk dalam kategori sangat baik antusias siswa sangat baik dan pemahaman siswa baik. Pada siklus II diperoleh nilai rata-rata keaktifan sebesar 83,3. Tabel Nilai Membaca Pada Siklus II
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Nama Abdul Majid Ahmad Haikal Angie Alifah Chanasya Amelia Amellia Putri Sullis Ahmad Safarudin Abdillah Desi Mullia Sari Diva Emelda Faizhal Ali Hisyam Henny Rosiana Nur Leny Nor Mina Nabila Nursava Naela Norazizah Nur Sofia Alina M. Dony Rahman M. Akbar M. Rifki Abi Ma M. Wahyu Muharam Maulana Akram
Skor perolehan hasil bacaan 7 8 10 90 8 10 7 8 8 6 9 7 8 10 10 10 10 7 8 10 7 6 674
Nilai 70 80 100 90 80 100 70 80 80 60 90 70 80 100 100 100 100 70 80 100 70 60
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
Mufidah Mufina Miska Ariani Mohammad Ivan Saputra Riska Rayhan Saputra Rahmad Aulia Suciali Nabila Sari Suci Julia Muliani Tiah Zuyyina Hafi‟a
7 8 9 10 7 9 9 7 7 10 Jumlah
70 80 90 100 70 90 90 70 70 100 2670
Rata-Rata
83,3
Berdasarkan data yang diporeleh hasil nilai pada siklus II sudah dinyatakan berhasil. Data yang diperoleh dari 32 siswa terdapat 30 siswa yang tuntas dalam pembelajaran (93.75) jumlah nilai yang diperoleh 2670 dengan nilai rata-rata 83,3. Hal itu menunjukkan adanya peningkatan dari siklus I ke siklus II, baik aktivitas siswa maupun hasil nilai membaca permulaan pada siswa. Adapun refleksi yang dilakukan olrh peneliti bersama Observer, maka diputuskan tidak perlu dilakukan siklus II karena pembelajaran membaca permulaan dengan metode membaca tanpa mengeja sudah ada peningkatan yang signikfikan. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian Tindakan Kelas yang telah dilakukan pembelajaran keterampilan membaca permulaan meningkat setelah menggunakan metode membaca tanpa mengeja sambil bermain dan bernyanyi. Aktivitas siswa pada siklus I memperoleh nilai 73,3 pada siklus II memperoleh nilai 83,3. Ketuntasan belajar siswa juga meningkat dari siklus I 58,75% pada siklus II 83,75%. Hal itu menunjukan peningkatan ketuntasan siswa sebesar 25%. SARAN Melihat dari kemajuan tersebut disarankan kepada guru kelas I agar dapat menggunakan metode pembelajaran membaca tanpa mengeja pada materi pembelajaran membaca permulaan siswa kelas I pada sekolah dasar sambil bermain peran dan bernyanyi. DAFTAR PUSTAKA Dasna, I Wayan. 2013. Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Malang: Kerjasama PT. Pertamina Persero dengan Universitas Negeri Malang. Ismail. 2002. Model-model pembelajaran, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Muslich, Masnur. 2009. Melaksanakan PTK itu mudah. Cetakan Ketiga. Jakarta: Bumi Aksara. Muslich, Masnur dan Suyono. 2010.Aneka Model Pembelajaran Membaca dan Menulis. Malang.
MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA SISWA DALAM MENANGGAPI SESUATU DISERTAI ALASAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE DISKUSI PADA SISWA KELAS VI SDI KAKOR TAHUN 2014 Yasintus Tinja SDI Kakor, Lembor Selatan, Manggarai Barat, NTT Abstrak: Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) terdiri dari empat komponen yaitu: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. PTK ini dilaksanakan di Kelas VI SDI Kakor Kecamatan Lembor Selatan Kabupaten Manggarai Barat. Waktu pelaksanaannya pada Bulan Oktober 2014. Subyek penelitian ini adalah siswa Kelas VI SDI Kakor yang berjumlah 24 orangdengan rincian 14 orang laki-laki dan 10 orang perempuan.
675
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Observasi dan tes. Observasi dilakukan oleh pengamat yang merupakan guru kelas VI b. Observasi dilakukan untuk mengetahui aktivitas siswa dan guru dalam mengikuti pembelajaran. Setiap akhir siklus dilakukan tes. Tes dilakukan untuk mengetahui tingkat ketercapaian atau ketuntasan belajar. Untuk mengetahui hasil tes belajar siswa dianalisis menggunakan statistik deskriptif. Hal ini dilakukan untuk mengetahui Ketuntasan Belajar minimal 65 Penelitian ini dilakukan dalam 2 siklus. Setiap siklus selalu diakhiri dengan tes untuk mengetahui tingkat ketercapaian target yang telah ditentukan. Dari hasil tes yang dilakukan menunjukkan bahwa peningkatan hasil belajar siswa Kelas VI a SDI Kakor dalam menanggapi sesuatu yang disertai alasan dengan menggunakan metode diskusi mengalami peningkatan. Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada siklus I, persentasi aktivitas siswa sebesar 42 %, persentasi aktivitas guru mencapai 58 %, dan hasil belajar akhir rata-rata perolehan nilai siswa adalah 58. Pada pelaksanaan pembelajaran siklus I hanya 5 orang siswa yang dinyatakan tuntas sedangkan 19 orang siswa belum tuntas. Sedangkan pada siklus II, prosentasi aktivitas siswa sebesar 83 %, prosentasi aktivitas guru mencapai 88 %, dan hasil belajar akhir rata-rata peolehan nilai siswa adalah 77. Pada pelaksanaan pembelajaran siklus II 27 orang siswa yang dinyatakan tuntas sedangkan 2 orang siswa belum tuntas. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode diskusi dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menanggapi sesuatu yang disertai alasan pada siswa Kelas VI a SDI Kakor Kecamatan Lembor Selatan Kabupaten Manggarai Barat tahun 2014. Kata Kunci: Berbicara, menanggapi sesuatu disertai alasan, metode diskusi
Manusia sebagai mahluk sosial memiliki sifat ketergantungan yang tinggi. Setiap orang saling membutuhkan satu sama lain. Sebagai mahluk sosial manusia hidup dan berada bersama orang lain dalam lingkungan tempat tinggal. Untuk dapat berinteraksi dalam menjalin relasi antar sesama, manusia membutuhkan bahasa sebagi media dalam berinteraksi dengan sesama. Bahasa adalah suatu sistem tanda atau bunyi yang dipergunakan oleh manusia untuk berkomunikasi, mengungkapkan perasaan, dan pikiran. Bahasa mempunyai aturan-aturan atau pola yang sistematis (Depdiknas, 2004:108). Dengan bahasa kita dapat menyampaikan keinginan , pendapat , dan perasaan kita. Agar dapat berinteraksi dengan baik, dibutuhkan kemampuan berbahasa yang baik pula. Bahasa memungkinkan manusia untuk saling berkomunikasi, saling berbagi pengalaman, saling belajar dari yang lain, dan meningkatkan kemampuan intelektual. Bahasa Indonesia memiliki kedudukan dan fungsi yang sangat penting yakni sebagai bahasa negara dan bahasa nasional. Mengingat fungsi yang diemban oleh bahasa Indonesia sangat banyak, maka kita perlu mengadakan pembinaan dan pengembangan terhadap bahasa Indonesia. Tanpa adanya pembinaan dan pengembanagan tersebut bahasa Indonesia tidak akan dapat berkembang, sehingga dikhawatirkan bahasa Indonesia tidak dapat mengemban fungsi-fungsinya. Salah satu cara dalam melaksanakan pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia itu adalah melalui mata pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah. Pembinaan dan pengembangan kemampuan dan keterampilan berbahasa yang diupayakan di sekolah berorientasi pada empat jenis keterampilan berbahasa, yaitu keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis. Keempat keterampilan berbahasa tersebut berhubungan erat satu dengan yang lain. Berbicara merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa dan juga merupakan sasaran pembelajaran berbahasa Indonesia. Keterampilan berbicara dapat meningkat jika ditunjang oleh keterampilan berbahasa yang lain, seperti menyimak, membaca, dan menulis. Keterampilan berbicara ini sangat penting posisinya dalam kegiatan belajar-mengajar. Pentingnya keterampilan berbicara bukan saja bagi guru, tetapi juga bagi siswa sebagai subjek dan objek pendidikan. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia dituntut terampil berbicara. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang dilontarkan oleh Arsjad (1991) bahwa seseorang yang terampil berbicara cenderung berani tampil di masyarakat. Dia juga cenderung memiliki keberanian untuk tampil menjadi pemimpin pada kelompoknya. Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan ( Tarigan, 1981 : 15 ). Lebih lanjut Tarigan mengatakan berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan kepada orang lain. Berbicara merupakan suatu keterampilan, dan keterampilan tidak akan berkembang kalau tidak dilatih secara terus menerus. Oleh karena itu, kepandaian 676
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
berbicara tidak akan dikuasai dengan baik tanpa dilatih. Apabila selalu dilatih, keterampilan berbicara tentu akan semakin baik. Sebaliknya, kalau malu, ragu, atau takut salah dalam berlatih berbicara, niscaya kepandaian atau keterampilan berbicara itu semakin jauh dari penguasaan. Keterampilan berbicara lebih mudah dikembangkan apabila murid-murid memperoleh kesempatan untuk mengkomunikasikan sesuatu secara alami kepada orang lain, dalam kesempatan-kesempatan yang bersifat informal. Selama kegiatan belajar disekolah, guru menciptakan berbagai lapangan pengalaman yang memungkinkan murid-murid mengembangkan kemampuan berbicara. Berbicara merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang bersifat produktif, artinya suatu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menyampaikan gagasan, pikiran atau perasaan sehingga gagasan-gagasan yang ada dalam pikiran pembicara dapat dipahami orang lain. Berbicara berarti mengemukakan ide atau pesan lisan secara aktif melalui lambang-lambang bunyi agar terjadi kegiatan komunikasi antara penutur dan mitra tutur. Namun pada kenyataannya pembelajaran berbicara di sekolah-sekolah belum bisa dikatakan maksimal, sehingga keterampilan siswa dalam berbicara pun masih rendah. Permasalahan dalam kemampuan berbicara juga terjadi pada siswa kelas VI SDI Kakor Kecamatan Lembor Selatan Kabupaten Manggarai Barat Tahun 2014. Berdasarkan hasil observasi awal, dapat diidentifikasi penyebab rendahnya kemampuan berbicara siswa, yakni sebagai berikut: (1) Sikap dan minat siswa dalam mengikuti pembelajaran berbicara rendah. Pada umumnya siswa merasa takut dan malu saat ditugasi untuk tampil berbicara di depan teman-temannya. (2) Siswa kurang terampil sebagai akibat dari kurangnya latihan berbicara. Salah satu media yang dapat dipilih untuk meningkatkan kemampuan berbicara adalah dengan cara mengadakan diskusi kelompok. Diskusi berasal dari bahasa latin yaitu discuties atau discution yang artinya bertukar pikiran. Diskusi pada dasarnya suatu bentuk tukar pikiran yang teratur dan terarah , baik dalam kelompok kecil maupun dalam kelompok besar, dengan tujuan untuk mendapatkan suatu pengertian, kesepakatan, dan keputusan bersama mengenai suatu masalah (Arsjad, 1980). Metode diskusi merupakan interaksi antara siswa dan siswa atau siswa dengan guru untuk menganalisis, memecahkan masalah, menggaji atau memperdebatkan topik atau permasalahan tertenru.(Martinis Yamin,2006). Media diskusi pada dasarnya suatu bentuk tukar pikiran yang teratur dan terarah, baik dalam kelompok kecil maupun dalam kelompok besar, dengan tujuan untuk mendapatkan suatu pengertian, kesepakatan, dan keputusan bersama mengenai suatu masalah. Dalam uraian tersebut dapat kita ketahui bahwa diskusi mempunyai tujuan untuk memecahkan masalah yang melibatkan orang banyak yang pada akhirnya pendengar diharapkan mempunyai pandangan dan hasil pemikiran bersama tentang sebuah masalah yang menjadi pokok diskusi tersebut. Adapun alasan pemilihan metode tersebut adalah dengan pertimbangan bahwa metode ini dirasa lebih efektif dan lebih efisien untuk diterapkan dalam pembelajaran keterampilan berbicara. Dari permasalahan diatas maka penulis memberi judul pada Karya tulis ini “Meningkatkan Kemampuan Siswa Dalam Menanggapi Sesuatu Disertai Alasan Dengan menggunakan Metode Diskusi Pada Siswa Kelas VI SDI Kakor Tahun 2014”. METODE Karya tulis ini merupakan gambaran singkat sebuah penelitian sederhana yang dikemas dalam sebuah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Seperti pada PTK pada umumnya, penelitian ini dikemas ke dalam empat tahapan pelaksanaan penelitian yaitu : 1) perencanaann (planing), 2) tindakan (acting), 3) pengamatan (observing), dan 4) refleksi (reflecting). Keempat tahapan di atas dibuat dan dilaksanakan untuk mendapatkan hasil yang optimal dari permasalahan yang dihadapai. Setiap tahapan dalam penelitian ini dikemas dalam dua buah siklus atau tahapan pelaksanaan. Ke dua siklus itu dibuat untuk membandingkan hasil penelitian yang dilakukan. Pada tahap perencanan, peneliti merancang perangkat pembelajaran yang akan dijadikan acuan dalam pelaksanaan pembelajaran. Perangkat-perangkat itu berupa RPP, lembaran pengamatan, penilaian, lembar observasi, dan lembar kerja siswa. Selain itu pada tahap ini, peneliti meinta bantuan salah satu teman sejawat untuk dijadikan pengamat. Tahap pelaksanaan merupakan tahap dimana peneliti melaksanakan pembelajaran yang dikemas ke dalam dua siklus. Pada hakekatnya pada tahap ini peneliti melaksanakan pembelajaran
677
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
berdasarkan rancangan yang telah di buat. Pada tahap ini selain peneliti, pengamat juga mulai bekerja melakukan pengamatan sambil mengisi instrument pengamatan. Kegiatan pembelajaran ditutup dengan kegiatan refleksi. Pada kegiatan ini peneliti bersama pengamat melakukan evaluasi terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan. Pengamat menyampaikan hasil pengamatannya dan meyerahkan instrument pengamatan yang telah diisi. Pada kegiatan ini peneliti bersama pengamat menganalisis hasil penilaian yang telah dilakukan. Subjek penelitian tindakan kelas (PTK) ini adalah siswa kelas VIa SDI Kakor Kecamatan Lembor Selatan. Jumlah siswa pada kelas ini berjumlah 24 orang dengan rincian laki-laki 14 orang dan perempuan 10 orang. Dari jumlah siswa yang ada di kelas ini, sebagian besar siswa berasal dari keluarga yang latar belakang pekerjaan sebagai petani yang memiliki keterbatasan dalam menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penilitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Untuk mendapatkan data kualitatif dari penelitian ini, Pengumpulan data dilakukan dengan teknik pengamatan secara langsung selama kegiatan pembelajaran di dalam kelas berupa observasi kemampuan unjuk kerja siswa. Sedangkan data kualitatif diperoleh dari hasil tes atau hasil penilaian dari penelitian yang dilakukan. Pada akhir penelitian dilakukan penilaian untuk mengukur tingkat keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan. Penilaian dilakukan dalam bentuk tes akhir. Dalam melakukan tes akhir setiap siswa mengerjakan soal yang diberikan guru. Soal-soal tersebut diberikan dalam bentuk lembar kerja siswa (LKS). HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum peneliti melakukan kegiatan peneliatian, diadakan kegiatan observasi awal untuk mengetahui kondisi awal siswa terhadap pembelajaran aspek berbicara dalam menanggapi sesuatu yang disertai alasan. Observasi dilakukan untuk melihat proses pembelajaran berbicara di kelas. Saat jam pembelajaran berbicara dimulai, peneliti masuk kelas dan bertindak sebagai partisipan pasif dengan mengambil tempat duduk paling belakang agar lebih leluasa mengamati proses pembelajaran. Adapun hasil observasi yang telah dilakukan peneliti menunjukkan keadaan sebagai berikut 1) Siswa terlihat kurang berminat mengikuti pelajaran berbicara. 2) Siswa terlihat kurang aktif selama mengikuti pelajaran. 3) Sebagian besar siswa mengalami kesulitan dan tampak takut. 4) Pembelajaran berbicara dengan metode bersifat konvensional. 5) Posisi guru saat mengajar kurang berinteraksi dengan siswa. Penerapan tindakan ini difokuskan pada peningkatan proses dan hasil pembelajaran berbicara. Melihat penyebab rendahnya kemampuan berbicara yang bersumber dari siswa yaitu pada rendahnya sikap (meliputi minat dan keaktifan), maka peningkatan proses pada penelitian ini lebih memfokuskan pada aspek minat dan keaktifan siswa saja. Sedangkan hasil pembelajaran difokuskan pada peningkatan keterampilan berbicara dan jumlah ketuntasan belajar siswa. Pada tahap pelaksanaan penelitian, kegiatan peneltian dilaksanakan rancanagan yang telah dibuat bersama peneliti. Adapun urutan pelaksanaan tindakan I pertemuan pertama ini meliputi langkah-langkah sebagai berikut: 1) Guru membuka pelajaran dan memberikan apersepsi dengan menggali pengalaman siswa dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan materi berbicara. 2) Guru dan siswa melakukan tanya jawab tetang jenis kegiatan berbicara. 3) Guru memberikan penjelasan tentang materi diskusi. 4) Guru membagi siswa menjadi 5 kelompok (masing-masing beranggotakan 4-5 orang). 5) Guru membagikan berbagai persoalan yang terjadi disekitar siswa untuk didiskusikan. 6) Guru menugasi masing-masing kelompok untuk melakukan diskusi beragai persoalan yang dibagikan dalam kelompok masing-masing. 7) Guru meminta salah satu siswa perwakilan kelompok untuk menyampaikan hasil diskusi. 8) Guru meminta siswa lain untuk mengomentari hasil diskusi kelompok yang sedang dibahas. Dalam tahap pelaksanaan penelitian, peneliti dibantu teman sejawat untuk melakukan pengamatan sambil mengisi lembar pengamatan. Hasil pengamatan dijadikan bahan pertimbangan untuk mengukur tingkat keberhasilan pembelajaran. Selain dilakukan pengamatan, selesai pembelajaran dilakukan evaluasi terhadap kemampuan siswa dengan menggunakan tes tertulis. Dari hasil pengamatan yang dilakukan telah diperoleh data-data hasil penelitian berdasarkan intrumen penelitian yang selanjutnya akan dianalisa, sehingga akan dapat diketahui sejauhmana ketercapaian hasil dari penelitian yang dilakukan. Data-data hasil penelitian dipaparkan sebagaimana yang tertera dalam tabel-tabel di bawah ini. Tabel 1 Instrumen Keaktifan Siswa
678
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Siklus
Aspek Yang di Nilai
I 1 1 2 2 2 2 2 2 1 15 42%
Kemampuan menyampaikan pendapat. Kemampuan memberikan argumentasi. Kemampuan memberikan kritik. Kemampuan mengajukan pertanyaan. Kemampuan menggunakan bahasa yang baik. Kelancaran berbicara Tanggung jawab individu Keberanian tampil Aktivitas dalam kelompok JUMLAH Persentase Keterangan : 1 = Tidak Baik 2 = Cukup Baik 3 = Baik 4 = Baik Sekali
II 3 3 3 4 3 4 3 4 3 30 83%
Tabel 2 Instrumen Aktifitas Guru
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Siklus I II 3 4 3 4 3 4 2 3 3 4 2 3 2 3 2 4 2 3 2 4 3 3 2 3 2 3 2 4 2 4 35 53 58% 88%
Aspek Yang di Nilai Membuka Pelajaran Melakukan Apersepsi Penyampaian Tujuan Pembelajaran Memotivasi Siswa dalam pembelajaran Penguasaan Materi Penggunaan Metode dan teknik pembelajaran Penguasaan Kelas pembelajaran Memberi Kesempatan bertanya dan tanggapan pada siswa Kemampuan bertanya dan menanggapi Kemampuan dalam membimbing diskusi kelompok Membimbing siswa membuat rangkuman Memberikan evaluasi Interaksi guru dengan siswa Pembelajaran sesuai dengan alokasi waktu KBM sesuai dengan skenario dan silabus Jumlah Persentase Keterangan : 1 = Tidak Baik 2 = Cukup Baik 3 = Baik 4 = Baik Sekali Tabel 3 Instrumen Hasil Belajar Siswa
No 1 2 3 4 5 6 7
Siklus
Nama Siswa
I 58 65 56 64 68 68 57
AD AJS BATC BD BS EE EAS
679
II 73 83 76 78 75 73 78
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
FSJ FWL KMJ MVN MJ PSS RAJ RM RDA RAJ TAKF TAG TB YFN YJM YRD AKE
62 76 63 80 67 78 58 75 61 78 70 80 58 75 50 72 58 78 70 82 45 76 54 74 62 75 63 78 57 78 48 75 57 76 Jumlah Nilai 1401 1842 Nilai Rata-rata 58 77 Siswa yang mencapai ketuntasan 5 27 Dari uarian tabel hasil penelitian di atas proses perbaikan pembelajaran aspek berbicara dalam menanggapai sesuatu disertai alasan mengalami peningkatan. Dari penelitian pada siklus I, keaktifan siswa sangat kurang. Dari lembaran pengamatan terhadap keaktifan siswa menunjukan bahwa keterlibatan siswa hanya menapai 42 %. Sedangkan pada siklus II, menunjukan adanya peningkatan yang signifikan terhadap pembelajaran menanggapi sesuatu disertai alasan dengan bahasa yang baik dengan menggunakan metode diskusi. Pada siklus II, prosentasi keaktifan siswa mengalami peningkatan mencapai 83 %. Dari hasil pengamatan terhadap aktifitas guru, pada siklus I menunjukan guru masih kurang dalam mengelola pembelajaran. Hal ini ditunjukan dari hasil pengamatan yang dilakukan pengamat hanya mendapat presentasi 58 %. Setelah dilakukan kegiatan refelksi bersama pengamat pada siklus I, peneliti melakukan perbaikan terhadap skenario pembelajaran. Dari hasil pengamatan terhadap siklus II terhadap aktifitas guru menunjukan peningkatan yang signifikan. Dari hasil pengamatan yang dilakukan, prosentasi aktifitas guru pada siklus II mencapai 88 %. Nilai rata-rata kelas yang diperoleh pada evaluasi pada akhir pembelajaran siklus I adalah 58, sedangkan pada siklus II meningkat menjadi 77. Dari hasil ini menunjukkan adanya pengaruh penggunaan metode diskusi dalam proses pembelajaran menanggapi sesuatu disertai alasan mengalami peningkatan. Dari hasil tersebut terlihat adanya peningkatan yang signifikan terhadap hasil belajar terhadap pembelajaran menanggapi sesuatu disertai alasan dengan menggunakan metode diskusi pada siswa Kelas VI di SDI Kakor tahun 2014.Dari penelitian yang dilakukan menunjukan hasil yang diperoleh pada siklus I menunjukan 5 orang siswa yang dinyatakan belum tuntas hanya 19 orang siswa yang dinyatakan tuntas. Sementara pada siklus siswa yang tuntas naik menjadi 27 orang dan 2 orang siswa dinyatakan belum tuntas. Untuk 2 orang siswa yang dinyatakan belum tuntas akan diadakan perbaikan dengan kegiatan remedial. SIMPULAN Dari hasil Penelitian yang telah diuraikan di atas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1) Pembelajaran aspek berbicara dalam menanggapi sesuatu disertai alasan dapat dilakukan dengan menggunkan metode diskusi. 2) Metode diskusi merupakan salah satu metode yang dapat dikembangkan dlam pembelajaran bahas indonesia. 3) Penerapan metode diskusi dalam pembelajaran bahasa indonesia dapat meningkatkan kemampaun siswa dalam menanggapi sesuatu disertai alasan dengan bahasa yang baik. 4) Dengan menggunakan metode diskusi siswa akan semakin aktif dalam pembelajaran. 5) Dengan menggunkan metode siswa terlatih untuk menyampaikan pendapatnya dalam pembelajaran. SARAN
680
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut; 1) Untuk menyelesaikan masalah pembelajaran di kelas dengan baik, guru diharapkan mengadakan Penelitian Tindakan Kelas, agar permasalahan tersebut dapat cepat teratasi dengan baik. 2) Sebaiknya para guru mencoba menggunakan metode-metode yang bervariasi dan juga di-sesuaikan dengan materi atau pokok bahasan yang akan dibahas. 3) Agar hasil belajar siswa mencapai hasil yang optimal, guru dituntut untuk selalu inovatif dan kreatif dengan menggunakan alat dan bahan yang ada disekitarnya. 4) Metode diskusi bisa dijadikan solusi untuk mengatasi kesulitan siswa dalam menanggapi sesuatu disertai alasan. DAFTAR RUJUKAN Arsjad, Maidar, Dra. 1980.Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia Diskusi Kelompok. IKIP Jakarta: Proyek Peningkatan/Pengembangan Perguruan Tinggi Depdiknas, 2006. Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BNSP Maidar G. Arsjad 1991. Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga. Tarigan, 1988. BERBICARA sebagai suatu ketrampilan bebahasa. Bandung: ANGKASA. Yamin Martinis, 2006. Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi.Jakarta: Anggota IKAPI. .
MENINGKATKAN KELANCARAN MEMBACA MELALUI METODE PERLOMBAAN BACA CEPAT DAN TEPAT ANTAR TEMAN SEJAWAT DALAM MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SEKOLAH DASAR Waluyo Guru SDN 182/V Teluk Kulbi, Jambi Abstrak: Dalam mata pelajaran bahasa Indonesia di SD kelas III, guru sering menemukan kesulitan siswa dalam membaca lancar dan tepat. Penelitian ini mencoba memecahkan masalah tersebut melalui tindakan kelas di kelas III SDN 182/V Teluk Kulbi dengan metode baca cepat antar teman sejawat. Setelah melakukan lima kali putaran kegiatan dengan penyempurnaan pada setiap putaran, penelitian ini membuktikan bahwa metode perlombaan baca cepat antar teman sejawat dapat meningkatkan kelancaran dan keterampilan siswa dalam membaca secara cepat dan tepat. Disarankan agar guru menerapkan metode perlombaan baca cepat dan tepat antar teman sejawat. Dengan demikian setiap siswa kelas III dituntut sudah lancar membaca. Bila setiap siswa sudah lancar membaca, maka pemahaman siswa terhadap isi bacaan juga akan lebih mudah. Kelancaran yang dimaksud di sini adalah suatu proses membaca secara lancar dan tepat,serta mampu memahami isi bacaan secara menyeluruh. Kata kunci: Bahasa, kelancaran, komunikasi, baca cepat dan tepat
Membaca merupakan salah satu kunci untuk mendapatkan sebuah impormasi,pengetahuan serta pengalaman.tanpa membaca maka hidup ini akan terasa buta.Tuhan yang maha esa menyampaikan kepada manusia melalui wahyu pertama kepada utusannya agar membaca (QS AlAlaq, Ayat 1). Untuk meningkatkan mutu pendidikan diperlukan pemahaman strategi dalam pembelajaran.Pembaharuan tersebut hendaklah di lakukan oleh seorang Guru,agar proses belajar mengajar dapat berjalan efektif,terutama dalam aspek membaca dengan lancar dan tepat,karena membaca dengan lancar dan tepat dapat membuahkan pemahaman yang utuh dari isi bacaan.Untuk melatih kemampuan membaca lancar dan tepat siswa secara aktif diperlukan metode pembelajaran yang cocok.Metode perlombaan baca cepat dan tepat dinilai merupakan metode yang tepat untuk meningkatkan kelancaran membaca secara cepat dan tepat.Alasannya dengan metode ini siswa akan lebih banyak membaca guna meningkatkan kemampuan kelancaran membacanya. Penulis sebagai wali kelas dan pengampu mata pelajaran Bahasa Indonesia merasa bertanggungjawab dan tertantang untuk memperbaiki suasana kelas agar lebih aktif dan bersemangat. Keadaan inilah yang
681
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
mendorong penulis untuk melakukan penelitian tindakan kelas di kelas III SDN 182/ Teluk Kulbi,jambi untuk mengatasi kekurang lancaran siswa dalam membaca. Bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang di ajarkan di sekolah dinilai cukup memegang peranan penting dalam membentuk siswa yang berkualitas hal ini dikarnakan bahasa Indonesia merupakan sarana berfikir untuk mngaji sesuatu secara logis dan sistimatis serta berperan penting dalam berbagai disiplin ilmu.oleh karena itu,perlu ditngkatkan mutu pendidikan baik guru sebagai tenaga pendidik maupun siswa sebagai peserta didik dalam mempelajari bahasa Indonesia.tujuan utama penelitian ini adalah peningkatan pemahaman siswa terhadap pembelajaran bahasa Indonesia sekolah dasar pada konsep ketrampilan kelancaran membaca dengan cepat dan tepat. Dalam membelajarkan bahasa Indonesia di SDN 182/V Teluk kulbi,Jambi masih banyak kendala baik guru maupun siswa.penguasaan siswa terhadap materi pelajaran bahasa Indonesia masih tergolong redah jika di baningkan dengan mata pelajaraan yang lain.Pembelajaran bahasa Indonesia selama ini,Guru di sekolah tersebut kuran g banyak mengikuti berbagai perkmbangan pengetahuan dan perubahan atau bahkan berinovasi dalam bidang pendidikan sehingga dalam mengajar masih menggunakan gaya mengajar yang cenderung ceramah.Siswa kurang dilibatkan secara aktif dalam pembelajaran.Dari kebiasaan tersebut, maka peneliti mengajar hanya terpaku pada buku ajar paket atau buku-buku pelajaran yang sumbernya tidak bervariasi.Hal itu berdampak pada kemampuan setiap siswa tidak ter organisir secara baik sehingga perkembangan kemampuan mereka kurang diikuti oleh guru.Akibatnya jumlah siswa yang berprestasi pada pelajaran bahasa Indonesia cendrung tetap dan sama.Bimbingan terhadap siswa yang lamban serta pengayaan bagi siswa yang pintar kurang di perhatikan,karena alokasi waktu dalam kurikulum terbatas dan guru selalu mengejar target bukan pencapaian kompetensi siswa. Dalam kaitannya dengan motivasi belajar, guru seharusnya mampu membangkitkan motivasi belajar siswa dengan memperhatikan prinsip bahwa siswa akan bekerja keras apabila ia mempunyai minat dan perhatian terhadap materi pembelajaran yang di sampaikan oleh guru.Dengan demikian,maka kualitas siswa akan lebih mengarah pada tujuan yang direncanakan dalam pendidikan.pembaharuan pendidikan tersebut tidak dapat dilakukan oleh satu komponen saja,melainkan harus ada kerjasama dengan komponen lain. Tujuan utama penyelenggaraan kegiatan pembelajaran di sekolah haruslah membelajar- kan siswa tentang bagaimana belajar. Teori Belajar Banyak para ahli yang mengemukakan teori belajar setelah mengadakan penelitian- penelitian. Beberapa teori belajar akan dikemukakan dalam penelitian tindakan ini. Di antara teori belajar yang dimaksud adalah sebagai berikut. Suparno, dalam bukunya Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, menuliskan beberapa teori belajar, di antaranya: 1. Teori Belajar Perubahan Konsep Teori perubahan konsep membedakan dua macam perubahan konsep, perubahan yang kuat dan yang lemah. 2. Teori Belajar Bermakna Ausubel Teori asimilasi Ausubel menjelaskan bagaimana belajar bermakna terjadi, yaitu bila siswa mengasimilasikan pengetahuan yang dipelajarinya dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya 3. Teori Skema Teori skema lebih menunjukkan bahwa pengetahuan kita itu tersusun dalam suatu skema yang terletak dalam ingatan seseorang. Teori belajar perubahan konsep menunjukkan bahwa sebelum terjadi proses belajar seseorang telah memiliki konsep dalam pikirannya. Teori belajar Ausubel menyatakan bahwa seseorang dalam belajar tinggal mengasimilasikan pengetahuan dengan yang sudah ada sebelumnya. Teori skema menyatakan bahwa dalam ingatan seseorang telah tersusun pengetahuan dalam suatu skema yang terus bertambah atau berubah. Berdasarkan teori belajar yang dikemukakan di atas baik teori perubahan konsep, asimilasi Ausubel, maupun teori skema, belajar akan sangat bermakna jika siswa memiliki keterampilan membaca dengan baik. Keterampilan membaca dengan lancar dan tepat menjadikan siswa dapat saling belajar dari yang lain, yaitu: guru, teman, buku, dan media cetak atau pun media elektronik. METODE Metode dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yang menggunakan rancangan penelitian tindakan.menurut waseno (1994 ) Penelitian tindakan merupakan proses daur ulang mulai tahap perencanaan ,pelaksanaan tindakan dan pemantauan,refleksi ynag mungkin diikuti dengan perencanaan ulang.Penelitian tindakan bertujuan mengembangkan ketrampilan-ketrampilan baru atau cara pendekatan baru untuk memecahkan masalah dengan penerapan langsung didunia factual (Zuariah,2003 ).Oleh karena itu dalam penelitian ini peneliti mempersiapkan proses daur ulanganan 682
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
mulai tahap perencanaan,pelaksanaan tindakan dan refleksi dari untuk memperbaiki rasionalitasi dan kebenaran serta keabsahan dari penelitian. Dalam penelitian tindakan kelas ini dilakukan di kelas III SDN 182/V Teluk Kulbi,Kecamatan Betara,Kabupaten tanjung jabung Barat,Jambi.Subyek penelitian ini adalah siswa kelas III sebanyak 30 siswa dengan rincian 13 laki-laki,17 perempuan.adapun mata pelajaran yang diteliti adalah bahasa Indonesia pada ketrampilan membaca dengan lancar dan tepat.Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus yang terdiri dari empat kegiatan. Kegiatan tersebut melalui beberapa perencanaan,diantaranya refleksi awal,merumuskan permasalahan secara opersional,merumuskan hipotesis tindakan,dan menetapkan rumusan tindakan. perlombaan baca cepat dan tepat antar teman sejawat adalah proses belajar yang dapat meningkatkan aktivitas dalam keterampilan dengan bahasa seperti yang tertuang dalam Kurikulum KTSP. Metode ini merupakan salah satu modifikasi dari teknik forum yang menitik beratkan pada kelancaran membaca cepat dan tepat antara dua siswa atau lebih dengan disertai partisipasi para peserta atau peserta didik lainnya. HASIL Hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan peneliti dengan menggunakan desain pendekatan kooperatif model perlombaan baca cepat dan tepat menunjukkan dapat meningkatkan kemampuan belajar membaca cepat dan tepat sehingga siswa mampu dengan cepat menyimpulkan isi bacaan.hal ini Dapat dirasakan bagi siswa-siswi SDN No 182/V teluk Kulbi,Jambi pada tahun pelajaran 2013/2014. Adapun hasil penelitian setiap siklus akan diuraikan sebagai berikut. Kegiatan siklus I Pelaksanaan siklus I didasarkan pada sekenario pembelajaran yang dibuat berdasarkan setandar isi kurikulum yang sesuai dengan masalah yang di bahas.Kompetesi Dasar materi adalah membaca lancar dengan intonasi yang tepat. Pada kegiatan awal pembelajaran guru menyampaikan apersepsi dengan menggali pengalaman siswa tentang pengalaman sehari-hari yang berkaitan dengan mampaat membaca dengan lancar dan tepat.misalnya membaca buku-buku cerira ,membaca buku-buku pelajaran dan membaca Koran. Pada kegiatan inti guru menjelskan secara umum tentang cara membaca tepat dan lancar,disertai dengan memberikan contoh bagaimana cara membaca secara lancar dan tepat untuk memperoleh kesimpulan isi bacaan secara utuh. Selanjutnya guru membagi siswa agar berpasangpasangan untuk di lombakan mana yang tercepat dalam membaca sebuah bacaan,sekaligus menyampaikan kembali isi bacaan yang barusan mereka baca.Guru selanjutnya memberikan apresiasi dan penguatan terhadap siswa yang membaca dengan lancar dan tepat ,dan member motivasi pada siswa yang belum lancar. Pada kegiatan penutup, guru bersama siswa membuat kesimpulan terhadap materi yang di pelajari bahwa untuk memperoleh suatu kesimpulan sebuah bacaan tidak terlepas dari membaca dengan baik,lancar dan benar. Berdasar kan hasil pengamatan observer setelah dianalisis terhadap penampilan siswa di lihat dari aspek aktifitas dan hasil dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan di peroleh data bahwa pada kegiatan awal pembelajaran siswa kelihatan belum lancar dalam membaca. Dari hasil evaluasi pada ahir siklus I terhadap 10 siswa atau 33,3 % dari 30 siwa yang belum mampu membaca secara lancar dan tepat sesuai intonasi.Oleh karena itu perlu diadakan perubahan setrategi pada siklus II untuk lebih lancarnya siswa dalam membaca sebuah bacaan. Kegiatan siklus II Pada pelaksanaan siklus II ini persiapan pembelajaran masih berdasarkan pada pelaksanaan tindakan siklus I.Namun ada sedikit perubahan pada langkah-langkah pembelajaran.pada kegiatan awal guru menjelaskan secara detail bagaimana cara membaca lancar sesuai dengan intonasi untuk mendapatkan kesimpulan dari sebuah bacaan secara utuh. Pada kegiatan siklus II ini,siswa kembali berpasang-pasangan kemudian disuruh berlomba untuk membaca sebuah bacaan untuk mengetahui siapa yang tercepat dan memahami isi bacaan dengan benar.ternyata pada kegiatan siklus II ini siswa telah semangkin meningkat kecepatan 683
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
membacanya,yang tadinya lambat sekarang berubah menjadi cepat karena siswa tertantang untuk menjadi yang terbaik .Dengan demikian terdapat 25 siswa atau 83,3% siswa mampu membaca lancar dan tepat sesuai intonasi,dengan nilai sesuai KKM yang di tentukan. KESIMPULAN DAN SARAN Upaya meningkatkan keterampilan membana secara lancar dan tepat melalui metode perlombaan baca lancar dan tepat dengan teman sejawat dalam pembelajaran Bahasa Indonesia ternyata sungguh dapat meningkatkan keterampilan membaca bagi para siswanya. Berdasarkan hasil pengamatan dan catatan kejadian selama tindakan kelas dilaksanakan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. 1. Kurangnya keterampilan membaca pada diri siswa menyebabkan sulitnya siswa untuk memahami isi bacaan secara utuh. 2. Penerapan metode perlombaan membaca secara lancar dan tepat dengan teman sejawat dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan keaktifan dan keterampilan siswa untuk membaca untuk memperoleh hasil yang terbaik bagi diri siswa masing –masing. 3. Keterampilan membaca dapat meningkatkan kemampuan berpikir, bernalar, dan kemampuan memperluas wawasan kemampuan untuk menanggapi persoalan di sekitarnya serta menjalin relasi bagi sesama yang pada akhirnya dapat menambah kepercayaan diri. Hal ini dapat dilihat dalam diri siswa saat menyampaikan informasi faktual, menyatakan sikap intelektual,dari hasil yang diperoleh ketika membaca. Berdasarkan pengalaman peneliti selama proses pelaksanaan tindakan kelas, ada beberapa hal yang baik untuk diperhatikan oleh teman-teman guru, yaitu: Perlu kemampuan guru untuk menerapkan metode pembelajaran yang tepat jika dalam pelaksanaan proses pembelajaran ditemui adanya kendala-kendala yang pada akhirnya akan menjadi masalah di kelas. Hal ini mengingat jika masalah dibiarkan berlarut-larut bukan tidak mungkin akan menyebabkan pencapaian proses pembelajaran menjadi tidak maksimal. Mengingat pentingnya keterampilan membaca yang diperlukan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia maka masalah membaca perlu mendapat perhatian dari para guru agar terus dikembangkan sesuai dengan materi pembelajaran yang berlangsung dan juga dapat dimulai dari kelas awal. Metode perlombaan membaca lancar dan tepat antar teman sejawat termasuk salah satu metode pembelajaran yang jarang digunakan dan diharapkan para guru berani untuk menerapkannya dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. DAFTAR PUSTAKA QS ,AL-Alaq Ayat 1. Alwi,H. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Waseno. 1994. Penelitian Tindakan Kelas .PT Bumi Aksara. Suparno,P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Penerbit kanusius. Zuariyah,N. 2003. Penelitian Tindakan dalam bidang pendidikan dan sosial. Edisi pertama. Malang: Bayu media publishing.
PENINGKATAN KEMAMPUAN SISWA MEMERANKAN TOKOH DRAMA MELALUI METODE BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING) DENGAN MEDIA KOSTUM BAJU KORAN PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS V SDN 2 SINGKAWANG BARAT Uray Yuniarti SDN 2 Singkawang Barat Kota Singkawang, Kalimantan Barat Abstrak: Memerankan tokoh drama dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang sesuai merupakan salah satu keterampilan berbicara yang dikembangkan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas V SD. Kesulitan siswa ketika memerankan tokoh drama yang ditunjukkan dengan dialog yang kurang lancar, intonasi dan ekpresi yang kurang sesuai, kurang keberanian siswa ketika
684
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
diminta memerankan tokoh drama memerlukan alternatif perbaikan pembelajaran. Metode bermain peran (role playing) dengan media kostum baju koran yang dilaksanakan dalam pembelajaran perbaikan melalui penelitian tindakan kelas selama dua siklus terbukti mampu meningkatkan hasil belajar siswa Kelas V SDN 2 Singkawang Barat pada kompetensi memerankan tokoh drama dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang sesuai serta mampu meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia pada aspek berbicara. Kata kunci: dialog tokoh drama, bermain peran (role playing), kostum baju koran
Berbicara merupakan salah satu aspek kebahasaan yang dikembangkan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar. Kemampuan berbicara diawali dengan keterampilan menyimak, menirukan kemudian mengungkapkan kembali. Karena itu berbicara memerlukan latihan secara terus menerus, demikian pula dalam pembelajaran Bahasa Indonesia yang diselenggarakan di sekolah. Pengembangan keterampilan berbicara siswa dikembangkan melalui kompetensikompetensi dasar berbicara diantaranya: menirukan bunyi bahasa yang didengar, mendeskripsikan objek yang dilihat, melakukan percakapan, memerankan dialog dalam drama, menceritakan pengalaman pribadi. Berbicara sudah barang tentu berhubungan erat dengan perkembangan kata-kata yang diperoleh oleh anak melalui kegiatan menyimak dan membaca. Kata-kata yang diperoleh dari menyimak kemudian ditirukan ulang oleh anak untuk digunakan kembali pada situasi yang berbeda. Semakin sering anak melakukan latihan berbicara akan semakin banyak perbendaharaan kata yang dapat digunkan dalam berkimunikasi. Sebagaimana dikemukakan Tarigan bahwa: berbicara diartikan sebagai kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, dan menyampaikan pikiran gagasan,serta perasaan (1983:14). Kemampuan berbicara merupakan kegiatan yang sifatnya berkelanjutan sehingga pembelajaran berbicara perlu dilakukan sejak awal di SD secara berkesinambungan. Hal tersebut dilakukan karena kemampuan berbicara di SD merupakan dasar sebagai bekal belajar berbicara di tingkat selanjutnya. Oleh karena itu, kegiatan berbicara di SD perlu mendapat perhatian yang serius agar mendapatkan hasil yang optimal. Hal itu dikarenakan berbicara merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang sangat penting dan bersifat produktif artinya menunjukkan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menyampaikan gagasan, pikiran, atau perasaan sehingga gagasan-gagasan yang ada dalam pikiran pembicaraan dapat dipahami oleh orang lain. Sejalan dengan pendapat Tarigan (1983:15) bahwa tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD pada aspek berbicara dapat menjadi pembelajaran yang menyenangkan jika dikelola dengan tepat diantaranya melalui pemanfaatan metode dan media pembelajaran yang menarik. Pembelajaran berbicara dapat berlangsung dalam suasana yang menyenangkan karena dilaksanakan dalam situasi belajar sambil bermain. Sebagai contoh misalnya ketika pembelajaran melapalkan dialog drama anak dengan menggunakan metode bermain peran dengan menggunakan atribut tertentu seperti topi peran, kostum peran. Dalam bermain peran, siswa berlatih mengucapkan dialog-dialog yang diperankan dengan tetap memperhatikan kesesuaian lafal, intonasi, penghayatan dan ekspresi. Berbeda jika pembelajaran dilaksanakan dalam suasana yang tegang dengan memberikan tugas kepada siswa untuk menghafal dialog dari tokoh yang akan diperankan kemudian memainkan peran bersama siswa lain yang ditunjuk untuk memainkan peran tokoh lain. Pembelajaran berbicara tidak dapat berlangsung dengan baik karena situasi pembelajaran yang tidak kondusif bagi siswa untuk memperlihatkan kemampuannya berbicara, mengungkapkan dialog yang telah dihafal terlebih dahulu. Pembelajaran Bahasa Indonesia yang dilakukan selama ini di SDN 2 Singkawang Barat terkesan bahwa pembelajaran khususnya pada aspek berbicara, kegiatan pembelajaran masih dilakukan dengan berpegang pada satu tradisi bahwa guru merupakan satu-satunya sumber, baik sebagai sumber belajar maupun sebagai sarana belajar, meskipun di sisi lain bahwa tidak semua yang dilakukan guru benar untuk digunakan sebagai fasilitas yang tepat dalam mengarahkan siswa mencapai suatu keberhasilan yang diraih siswa dalam belajar sangat rendah. Pembelajaran berbicara menjadi sulit bagi siswa karena harus sesuai dengan keinginan tujuan pembelajaran yang ditetapkan guru, harus mampu melakukan keterampilan berbicara sesuai kehendak guru. Akibatnya kemampuan berbicara siswa tidak berkembang sesuai dengan kompetensi dasar yang diharapkan.
685
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Kesulitan yang dialami siswa dalam pembelajaran keterampilan berbicara disebabkan beberapa faktor seperti : (1) kebanyakan siswa memiliki rasa malu yang tinggi jika diminta berbicara di depan kelas atau di depan teman-temannya, (2) metode pembelajaran yang digunakan kadang kurang sesuai atau kurang menarik bagi siswa sehingga siswa merasa jenuh, malas, dan tidak dapat mengembangkan kreatifitasnya. Kondisi demikian menyebabkan pembelajaran berbicara menjadi pembelajaran yang kurang disenangi siswa. Siswa kurang bersemangat ketika mengikuti kegiatan pembelajaran berbicara dan berakibat aktivitas belajar siswa menjadi rendah. Kenyataan pembelajaran berbicara diatas diperlukan langkah-langkah konkret untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi siswa. Langkah yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi penyebab timbulnya masalah yang dialami oleh guru dan siswa dalam pembelajaran berbicara. Pembelajaran berbicara yang menjadi fokus pembahasan dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa untuk memerankan dialog drama anak. Pembelajaran memerankan dialog drama yang dilakukan di kelas V SDN 02 Singkawang Barat dilakukan dengan memberikan tugas kepada siswa untuk membaca dialog drama, kemudian memilih siswa dalam kelompok sesuai peran tokoh yang diperlukan dan menetapkan peran yang harus dimainkan oleh siswa. Langkah selanjutnya siswa memainkan dialog masing-masing peran yang ada dalam skenario drama yang diperankan. Kemampuan siswa untuk memainkan peran tokoh drama yang dilakukan siswa kelas V SD Negeri 02 Singkawang Barat menunjukkan keterampilan berbicara siswa masih sangat rendah. Dari hasil memerankan tokoh drama dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat sebagian besar siswa masih di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 70. Siswa belum mampu menguccapkan dialog peran dengan lafal, intonasi dan ekspresi yang sesuai dan pengucapan yang dilakukan siswa kadang terputus-putus bahkan ada yang tidak dapat mengucapkan dengan utuh karena tidak hafal dialognya. Keadaan yang demikian perlu dilakukan perbaikan pembelajaran untuk meningkatakan dari hasil belajar siswa, terutama kemampuan berbicara pada kompetensi memerankan dialog drama dengan lafal, intonasi dan ekspresi yang sesuai. Perbaikan pembelajaran yang dilakukan adalah menggunakan metode bermain peran (role playing) dengan media kostum baju koran yang dilaksanakan dalam bentuk penelitian tindakan kelas. Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah untuk meningkatkan keterampilan berbicara dalam pembelajaran Bahasa Indonesia bagi siswa kelas V SD Negeri 02 Singkawang Barat tahun pelajaran 2013/2014 melalui penggunaan metode bermain peran ( role playing ) dengan media kostum baju koran. Pembelajaran yang dilakukan dengan bermain membuktikan mampu meningkatkan minat dan aktivitas belajar siswa. Strategi bermain dapat meningkatkan minat siswa terhadap suatu mata pelajaran dan materi pelajaran, sehingga dengan demikian juga dapat meningkatkan pemahaman terhadap konsep-konsep yang sedang dibelajarkan kepada mereka. Apalagi untuk mempersiapkan pembelajaran dengan strategi ini mereka harus terlebih dahulu melakukan studi tentang karakter atau tokoh yang akan diperankan atau dibuat skenarionya (Poorman,2002). Pendapat lain juga mengatakan, pembelajaran yang menggunakan strategi bermain dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam kegiatan belajar (Foog,2001). Bermain peran (role playing) yang diharapkan menggambarkan kehidupan dan watak (karakter) melalui tingkah laku (akting) atau dialog yang dipentaskan. Dalam role playing biasanya menggandung beberapa unsur pokok, seperti pelaku(tokoh), dialog(percakapan), dan keterangan (latar, kostum, dan aksesoris), serta keterangan lakuan (akting). Seorang pemain drama harus bisa mengucapkan dialog dengan lafal yang jelas. Tahap ini guru menentukan apa tujuan pembelajaran yang hendak dicapainya melalui strategi bermain peran (role playing). Kemudian menentukan detil apa yang harus dilakukan saat pembelajaran nanti. Hal ini sebenarnya tergantung sepenuhnya pada alasan mengapa guru ingin memasukkan strategi bermain peran (role playing) latihan dalam kegiatan pembelajarannya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada tahap ini dapat dideskripsikan oleh pertanyaan-pertanyaan berikut: (1)Topik apa yang guru ingin ajarkan?, (2)Berapa alokasi waktu yang tersedia/disedikan?, (3)Apa yang guru harapkan dari siswa setelah kegiatan strategi bermain peran selesai, apakah dalam bentuk penelitian, laporan, atau presentase?, (4)Apakah guru ingin siswa bermain peran secara terpisah atau bersama-sama?, (5)Apakah guru ingin memasukkan sebuah elemen konflik dalam skenario?. Berdasarkan uraian di atas untuk meningkatkan keterampilan berbicara dalam pembelajaran Bahasa Indonesia bagi siswa kelas V SD N 02 Singkawang Barat, peneliti melakukan penelitian tindakan dengan judul “Peningkatan Kemampuan Siswa Memerankan Tokoh Drama Melalui
686
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Metode Bermain Peran (Role Playing) dengan Kostum Baju Koran pada Siswa Kelas V SD Negeri 02 Singkawang Barat” METODE Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK) . PTK merupakan jenis penelitian pembelajaran yang konteks kelas yang dilaksanakan oleh guru untuk memecahkan masalah-masalah pembelajaran yang dihadapi oleh guru, memperbaiki mutu dan hasil pembelajaran (Maryaeni,2011:8). Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan model penelitian yang dikembangkan oleh Kemmis dan Taggart. Model ini banyak dikenal dan digunakan dalam berbagai PTK di Indonesia. Model ini terdiri atas beberapa siklus yang saling berhubungan. Siklus terdiri atas beberapa tahap yang harus dilalui. Tahap-tahap itu meliputi: (1) perencanaan (planing), (2) tindakan (acting), (3) pengamatan (observing), dan (4) refleksi. (reflecting). Setiap penelitian bisa terdiri atas satu, dua, atau lebih siklus. Hal ini tergantung pada tercapai tidaknya tujuan penelitian. Bila siklus I belum mencapai indikator yang ditargetkan maka dilanjutkan dengan siklus kedua, begitu pula jika siklus II belum mencapai indikator keberhasilan, maka dilanjutkan siklus berikutnya. Perbaikan yang dilakukan pada siklus dua atau siklus berikutnya tergantung pada tingkat kemampuan siswa memerankan tokoh drama dengan lafal, intonasi yang tepat atau kelemahan yang terjadi pada siklus sebelumnya. Subjek penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas Vc SDN 02 Singkawang Barat Tahun Pembelajaran 2013/2014 semester II. Jumlah siswa pada kelas ini berjumlah 24 orang dengan rincian laki-laki 14 orang dan perempuan 12 orang. Adapun kompetensi pembelajaran Bahasa Indonesia yang diteliti adalah keterampilan berbicara pada materi memerankan dialog peran drama. Penelitian dibantu oleh satu orang teman sejawat sebagai pengamat (observer). Penelitian dilaksanakan selama dua siklus sejak bulan April sampai dengan Mei 2014. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan dua instrumen, yakni (1) rubrik penilaian kinerja dan (2) lembar observasi. Rubrik penilaian unjuk kerja siswa untuk menilai kemampuan siswa memerankan tokoh drama dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang sesuai. Aspek yang diamati adalah penampilan kelompok, dialog pementasan, kerja sama, dan kelancaran. Lembar observasi digunakan untuk menilai keaktifan siswa selama proses pembelajaran. Selanjutnya, indikator keberhasilan yang digunakan adalah standar ketuntasan minimal 65 secara individu dan 85% siswa yang mencapai KKM untuk keberhasilan secara klasikal. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Hasil Siklus I Tahap perencanaan dilakukan dengan menyiapkan RPP, LKS, Rubrik penilaian dan lembar observasi yang disusun dan disepakati bersama teman sejawat. Kompetensi dasar yang diajarkan adalah “Memerankan tokoh drama dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat”. Tahap pelaksanaan dan pengamatan tindakan dilaksanakan bersamaan pada hari Selasa tanggal 29 April 2014. Siklus I dilaksanakan pada tanggal 28-29 April 2014 dalam dua kali pertemuan tatap muka. Kegiatan yang dilakukan dalam siklus I adalah sebagai berikut: Melaksanakan kegiatan awal pembelajaran yang bertujuan untuk mengecek kesiapan siswa dalam pembelajaran, dengan cara guru mengucapkan salam, berdoa, dan menanyakan kesiapan belajar Bahasa Indonesia. Kemudian guru menanyakan siapa yang pernah main drama?, Dimana kamu pernah bermain drama? Kegiatan berikutnya, guru menyampaikan kepada siswa manfaat mempelajari drama dalam kehidupan sebarihari dan menginformasikan tujuan pembelajaran. Kegiatan inti pembelajaran, guru menyiapkan skenario drama, lalu meminta salah satu siswa kedepan untuk mengambil satu skenario drama yang telah disediakan. Siswa diminta untuk membacakan judul skenario drama yang telah dipilih. Selanjutnya guru memperagakan contoh skenario drama dan siswa secara bergiliran membaca skenario drama. Untuk memerankan tokoh drama, guru membagi siswa dalam 6 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4 orang, setiap siswa dalam kelompok ditugaskan untuk berlatih memerankan tokoh dalam skenario tersebut dengan memperhatikan ketepatan lafal, intonasi, dan ekspresi. Penampilan tatap muka pertama, siswa masih tampak ragu-ragu, masih belum mampu memerankan dialog dengan intonasi yang sesuai, masih ada siswa yang mengucapkan dialog seperti membaca. Pada pertemuan tatap muka kedua, siswa mengucapkan dialog tanpa melihat dialog yang ada pada kostum baju koran yang digunakan siswa. Hasilnya sudah lebih baik dari penampilan kelompok siswa pada pertemuan tatap muka pertama.
687
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Secara bergantian setiap kelompok memerankan skenario dramanya di hadapan temantemannya dengan media Kostum Baju Koran, seperti tampak pada gambar dibawah ini.
Gambar 1 Memerankan Tokoh Drama Dengan Bantuan Teks Siklus 1
Pada saat yang bersamaan, siswa yang tidak berperan mengisi lembar kerja yang diberikan guru untuk mengamati penampilan masing-masing kelompok. Setelah selesai peampilan semua kelompok baru dilakukan kesempatan setiap kelompok menyampaikann komentar penampilan kelompok lain berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan. Sebelumnya diberikab kesempatan kepada masing-masing kelompok mendiskusikan dan kemudian menyampaikan komentarnya terhadap hasil pementasan kelompok. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal yang belum jelas. Guru memberikan semangat dalam bentuk lisan , tulisan , maupun hadiah terhadap keberhasilan siswa dalam kelompok. Sebalum mengakhiri pembelajaran, guru menanyakan kepada siswa mengenai pembelajaran yang dilaksanakan pada hari ini. Sebagian besar siswa mengatakan senang, suka belajar dengan cara ini. Berdasarkan pengamatan aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran yaitu memerankan dialog drama dengan metode bermain peran (role playing) dengan Kostum Baju Koran. Penilaian kemampuan berbicara pada siswa menggunakan rubrik penilaian yang telah disiapkan dengan aspek-aspek sebagai berikut: penampilan kelompok, dialog pementasan, kerjasama, dan kelancaran, diperoleh hasil bahwa siswa yang tuntas terdapat 16 orang atau 66,67%, sedangkan siswa yang belum tuntas terdapat 8 orang atau 33,33% dari jumlah siswa. Secara rinci dadpat digambarkan pada tabel berikut Tabel 1 Hasil Belajar Siswa pada Siklus I
No Rentang Skor Jumlah Siswa Persentase Ketuntasan 1 91 - 100 0 0 2 81 - 90 10 41,67 Tuntas 3 71 - 80 2 08,33 Tuntas 4 65 - 70 4 16,67 Tuntas 5 51 - 64 8 33,33 Belum Tuntas 6 41 -50 0 0 7 < 41 0 0 Berdasarkan tabel di atas menunjukkann bahwa masih terdapat 8 (delapan) siswa atau 33,33.% siswa yang belum tuntas sesuai dengan KKM sebesar 70. Hal ini berarti penelitian tindakan pada siklus I belum mencapai indikator keberhasilan yaitu 85% siswa tuntas, karena itu, penelitian tindakan dilanjutkan pada siklus II dengan fokus kegiatan perbaikan. Deskripsi Hasil Siklus II Kegiatan pembelajaran pada Siklus II dilaksanakan dari tanggal 6 dan 7 Mei 2014 dengan jumlah pertemuan tatap muka selama 2 (dua) kali. Seperti pada siklus I kegiatan pembelajaran diawali dengan kegiatan mengecek kesiapan siswa dalam pembelajaran, dengan cara guru mengucapkan salam, berdoa, dan menanyakan kesiapan belajar Bahasa Indonesia. Kemudian guru menanyakan apakah anak-anak masih ingat dengan drama yang kita lakukan minggu lalu?, Hal-hal apa saja yang masih harus diperbaiki? Apakah anak-anak masih ingat dialog masing-masing peran? Kegiatan berikutnya, guru menyampaikan kepada siswa kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan pada hari ini. 688
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Kegiatan inti pembelajaran, guru meminta siswa untuk berkumpul dalam kelompok masingmasing sesuai kelompok pada siklus I. Guru mengingatkan setiap siswa untuk memerankan tokoh dalam skenario tersebut dengan memperhatikan ketepatan lafal, intonasi, dan ekspresi. Dalam memerankan dialog drama sesuai peran yang menjadi tugas setiap anggota kelompok, siswa diberi waktu untuk membaca kembali dialog peran yang akan dimainkan, kemudian memulai penampilan setiap kelompok secara bergantian. Penampilan tatap muka pertama, siswa mulai tampak dapat memainkan peran dengan baik, siswa dapat memerankan dialog dengan intonasi yang sesuai, masih ada siswa yang sesuai. Demikian pula pada pertemuan tatap muka kedua pada siklus II, hampir semua siswa mampu mengucapkan dialog tanpa melihat dialog yang ada pada kostum baju koran yang digunakan siswa. Siswa dapat memerankan dialog dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang sesuai, meskipun masih ada beberap siswa yang belum mampu melafalkan dengan baik atau melafalkan dengan intonasi yang sesuai dan masih ada siswa yang belum mampu menunjukkan ekspresi yang sesuai dengan peran yang dimainkan. Pada siklus II ini siswa memerankan tokoh drama tanpa menggunakan teks dialog seperti pada siklus I.
Gambar 2 Memerankan Tokoh Drama Tanpa Teks
Seperti pada siklus I, secara bergantian setiap kelompok mengamati kelompok lain ketika memerankan skenario drama di hadapan teman-temannya dengan media Kostum Baju Koran. Selanjutnya, masing-masing kelompok menyampaikan komentarnya terhadap hasil pementasan kelompok dan mendiskusikan dengan bimbingan guru. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal yang belum jelas. Guru memberikan semangat dalam bentuk lisan , tulisan , maupun hadiah terhadap keberhasilan siswa dalam kelompok. Sebelum mengakhiri pembelajaran, guru menanyakan kepada siswa mengenai pembelajaran yang dilaksanakan pada hari ini, tanggapan terhadap media kostum baju koran yang digunakan dalam memerankan dialog drama. Ternyata semua siswa menginginkan belajar dengan bermain dan media kostum baju koran terutama dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Berdasarkan hasil pengamatan penampilan siswa dalam kelompoknya ketika memerankan dialog drama selama proses pembelajaran diperoleh hasil bahwa siswa yang mencapai ketuntasan belajar pada kompetensi memerankan dialog drama terdapat 23 siswa atau 95,83.%. Sedangkan siswa yang belum mencapai ketuntasan belajara terdapat 1 siswa atau 04,17.% dari jumlah siswa. Secara rinci dapat digambarkan pada tabel 2 berikut: Tabel 2 Hasil Belajar Siswa pada Siklus II
No Rentang Skor Jumlah Siswa Persentase Ketuntasan 1 91 - 100 4 16,67 Tuntas 2 81 - 90 8 33,33 Tuntas 3 71 - 80 4 16,67 Tuntas 4 65 - 70 7 29,17 Tuntas 5 51 - 64 1 04,17 Belum Tuntas 6 41 -50 0 0 7 < 41 0 0 Berdasarkan tabel di atas menunjukkann bahwa masih terdapat 1 siswa atau 04,17.% siswa yang belum tuntas. Jika dibandingkan dengan hasil siklus I ternyata secara kualitas hasil belajar yang dicapai siswa semakin baik, terbukti jumlah siswa yang melampaui ketuntasan minimal berjumlah 16 siswa atau 66,67% dari seluruh siswa kelas V SDN 02 Singkawang Barat. Jika dibandingkan dengan indikator keberhasilan secara klasikal yaitu 85%, berarti pelaksanaan tindakan
689
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
pada siklus II sudah mencapai di atas indikator keberhasilan yaitu 95,83%. Berarti pula, penelitian tindakan hanya dilaksanakan sampai siklus II. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pelaksanaan siklus I dan II seperti yang telah digambarkan sebelumnya menunjukkan bahwa motivasi belajar siswa mengalami perubahan yang cukup menggembirakan yang ditunjukkan adanya peningkatan dari siklus I hanya 16 siswa atau 66,67% siswa yang menunjukkan kemampuan memerankan dialog drama melalui metode bermain peran (role playing) dengan media kostum baju koram, ternyata pada siklus II mengalami peningkatan menjadi 23 siswa atau 95,83% siswa. Hal ini menunjukan bahwa model bermain peran (role playing) dengan media kostum baju koran dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa terutama pada kompetensi dasar memerankan dialog tokoh drama dengan lafal, intonasi dan ekspresi yang sesuai. Hasil belajar yang dicapai siswa dalam kompetensi memerankan dialog tokoh drama dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang sesuai pada siklus I ternyata mengalami peningkatakan ketika dilaksanakan tindakan pada siklus II seperti digambarkan pada tabel berikut: Tabel 3 Hasil Belajar Siswa pada Siklus I dan II
Siklus I Siklus II Jumla No Jumlah h % Ketuntasan % Ketuntasan Siswa Siswa 1 91 - 100 0 0 4 16,67 Tuntas 2 81 - 90 10 41,67 Tuntas 8 33,33 Tuntas 3 71 - 80 2 08,33 Tuntas 4 16,67 Tuntas 4 65 - 70 4 16,67 Tuntas 7 29.17 Tuntas 5 51 - 64 8 33,33 Tidak Tuntas 1 04,17 Tidak Tuntas 6 41 -50 0 0 0 0 7 < 41 0 0 0 0 Berdasarkan tabel 3 di atas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan siswa memerankan dialog tokoh drama dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat melalui pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas V dengan model bermain peran (role playing) dengan media kostum baju koran. Selain itu, metode bermain peran (role playing) dengan media kostum baju koran mampu meningkatkan motivasi belajar siswa yang diwujudkan dalam aktivitas memerankan dialog tokoh drama yang dilakukan siswa dengan senang. Dengan demikian metode bermain peran (role playing) dengan media kostum baju koran dapat meningkatkan hasil belajar dan motivasi belajar siswa dalam pembelajaran berbicara pada kompetensi memerankan tokoh drama dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang sesuai pada mata pelajaran Bahasa Indonesia di Kelas V SDN 02 Singkawang Barat Rentang Skor
PENUTUP Berdasarkan hasil tindakan dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode bermain peran (role playing) dengan media kostum baju koran dapat meningkatkan keterampilan berbicara dalam pembelajaran Bahasa Indonesia pada siswa kelas V SD Negeri 02 Singkawang Barat Kecamatan pada kompetensi memerankan dialog tokoh drama dengan lafal, intonasi dan ekspresi yang sesuai. Penggunaan metode bermain peran (role playing) dapat meningkatkan kualitas pembelajaran berbicara apalagi dipadukan dengan media kostum baju koran dapat membuat pembelajaran lebih menarik dan bermakna, dan meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas V SD Negeri 02 Singkawang Barat. Berdasarkan simpulan hasil penelitian, disarankan agar guru dapat menggunakan metode dan media yang menarik untuk membimbing dan mengarahkan pembelajarfan siswa terutama pada keterampilan berbicara melalui perciptaan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. DAFTAR RUJUKAN Departemen Pendidikan Nasional, 2006. Kurikulum 2006, standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta:Departemen Pendidikan Nasional. 690
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
I Wayan Dasna, 2012, Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Pemberdayaan Guru Sekolah Dasar. Malang: PT Pertamina (Persero) dan Universitas Negeri Malang (UM). Kusubakti Andajani, Yuni Pratiwi, 2012. Model-model Pembelajaran Kreatif dan Inovatif Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Sekolah Dasar. Malang : PT. Pertamina(Persero) dengan Universitas Negeri Malang(UM). Suyatno,dkk, 2010. Indahnya Bahasa dan sastra Indonesia. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional
UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA KELAS VI SDN 012 TANA PASER DALAM MENGARANG DENGAN STRATEGI WRITERS WORKSHOP Sumarmiati dan Siti Wardaningsih Abstrak: Penelitian ini dilakukan didasarkan pada permasalahan bahwa kemampuan siswa kelas VI SDN 012 Tana Paser Masih rendah. Siswa kesulitan menuangkan ide-ide/gagasannya dalam bentuk tulisan yang baik. Penelitin dilakukan dengan menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK) dengan tujuan agar permasalahan yang dihadapi siswa dalam mengarang dapat diatasi dengan diterapkannya strategi writers workshop. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah, observasi, wawancara, dan tes perbuatan. Dari dua siklus penelitian yang dilakukan diperoleh informasi bahwa kemampuan siswa dalam mengarang dengan diterapkannya strategi writers workshop di kelas VI SD 012 Tana Paser mengalami peningkatan. Berdasarkan temuan dan hasil pembahasan penelitian, maka disarankan beberapa hal kepada berbagai pihak sebagai berikut.Pertama, kepada guru agar mencoba menerapkan strategi ini untuk meningkatkan kemampuan mengarang siswa. Kedua, kepada guru-guru agar lebih kreatif dan inovatif dalam menciptakan pengelolaan pembelajaran yang baik. Ketiga, kepada kepala sekolah agar memberikan peluang yang seluas-luasnya kepada guru untuk berkreasi terutama dalam menerapkan strategi ini dalam pembelajaran. Kata Kunci: Upaya meningkatkan, kemmpuan mengarang, strategi writers workshop
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dinyatakan bahwa standar kompetensi menulis, yaitu siswa mampu mengekspresikan berbagai pikiran, gagasan, pendapat, dan perasaan dalam berbagai ragam tulisan (Depdiknas, 2003:4). Untuk mencapai standar kopetensi menulis yang telah digariskan dalam kurikulum tersebut, perlu diadakan pembinaan dan peningkatan keterampilan menulis bagi siswa melalui pembelajaran yang komprehensip. Pembelajaran menulis merupakan suatu kegiatan yang dilatihkan secara terus-menerus kepada siswa. Tanpa latihan terus-menerus, kegiatan menulis tidak dapat berjalan dengan baik. Kegiatan menulis bukan merupakan kegiatan yang linier, tetapi bersifat rekursif. Artinya, kegiatan menulis dilaksanakan berulang-ulang, memerlukan perbaikan, dan tidak langsung sekali jadi. Oleh karena itu, siswa dalam melaksanakan kegiatan menulis tidak menyelesaikan tulisannya pada waktu itu juga, melainkan terus-menerus memperbaiki tulisannya sehingga menjadi sempurna. Dengan demikian, anggapan bahwa siswa menulis untuk guru dan tidak merasa memiliki atas tulisan sendiri tidak akan terjadi. Siswa akan merasa bahwa tulisan yang ia hasilkan merupakan miliknya sendiri. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan tanggal 4 Maret 2013 di kelas VI SD 012 Tana Paser, kemampuan siswa dalam menulis atau mengarang masih rendah, sebagian besar siswa masih mengalami kesulitan dalam menuangkan ide atau gagasannya ke dalam bahasa tulis yang padu. Siswa juga kesulitan mengembangkan ide-ide yang ada pada pikirannnya menjadi ideide penjelas. Dari hasil studi pendahuluan atau identifikasi itu juga didapat informasi bahwa penyebab rendahnya kemampuan siswa itu dikarenakan kurang mendapat perhatian dari guru. Pembelajaran menulis sebagai salah satu aspek dalam pembelajaran bahasa Indonesia kurang ditangani dengan sungguh-sungguh. Akibatnya, kemampuan menulis siswa belum optimal.
691
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Kondisi tersebut menggambarkan bahwa pembelajaran menulis yang dilakukan guru tidak menumbuhkan suasana yang memungkinkan siswa berlatih menulis sebagai suatu proses sampai mencapai hasil yang optimal. Akibatnya, keterampilan menulis siswa tidak mengalami peningkatan. Motivasi dan minat siswa dalam menulis kurang berkembang secara positif karena siswa selalu merasa gagal dan tidak pernah merasa puas terhadap hasil tulisan sendiri. Menurut Syafi‟ie (1994:1), keberhasilan pembelajaran menulis di sekolah ditentukan oleh beberapa faktor, yakni kurikulum, guru, siswa, administrasi, fasilitas penunjang, dan lingkungan belajar. Sedangkan Baraja (dalam Budiono, 2001:3) mengemukakan enam hal yang menjadi faktor penentu keberhasilan pengajaran, yakni tujuan, pebelajar, pengajar, bahan, metode, dan faktor lingkungan. Guru merupakan pembimbing utama dalam pembelajaran di kelas. Oleh karena itu, guru diharapkan mampu memilih strategi pembelajaran yang sesuai. Guru dapat memilih strategi yang dianggap tepat, sesuai dengan tujuan, bahan, dan minat siswa. Guru hendaknya menggunakan strategi pembelajaran yang bervariasi. Hal tersebut bertujuan untuk menghindari kejenuhan sehingga pembelajaran bisa berlangsung dengan baik dan menyenangkan. Dalam pembelajaran menulis diperlukan kreativitas seorang guru. Guru diharapkan mampu menentukan strategi yang tepat dalam upaya meningkatkan kemampuan menulis siswa. Tompkins dan Hoskisson (1991: 225) menyatakan bahwa rendahnya keterampilan menulis siswa bukan disebabkan oleh keterbatasan siswa melainkan strategi yang digunakan guru. Guru tidak mengarahkan siswa untuk belajar dengan baik. Oleh karena itu, pembelajaran menulis di SD perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh terutama bagi guru yang mengajarkan keterampilan menulis. Guru diharapkan berupaya untuk mencari alternatif pembelajaran menulis yang dapat membangkitkan motivasi, menumbuhkan minat, kreativitas, dan imajinasi dalam mengekspresikan gagasan siswa. Hal tersebut dapat dilakukan dengan merancang model pembelajaran menulis khususnya menulis wacana ekspositori yang lebih efektif dan efisien. Pembelajaran menulis di SD perlu ditekankan pada proses belajar siswa. Melalui proses belajar secara aktif dan kreatif, diharapkan siswa dapat memperoleh prestasi hasil belajar yang lebih memadai. Oleh karena itu melalui refleksi bersama yang dilakukan antara penulis dan guru mitra diambil solusi bahwa guru perlu menerapkan strategi yang memberikan kesempatan dan peluang yang lebih leluasa kepada siswa dalam berkreativitas. Hal ini dilakukan agar daya nalar dan daya kreatif siswa dalam mengembangkan ide yang ada dalam pikirannya tidak mengalami hambatan. Untuk itu, diputuskan bahwa penulis akan menerapkan strategi Writers‟ Workshop dalam mengatasi kesulitan siswa kelas VI SD 012 Tana Paser di dalam menulis atau mengarang. Menurut Calkins (dalam Tompkins, 1994:60), strategi Writers‟ Workshop adalah suatu cara baru untuk menerapkan pendekatan menulis proses. Dalam pendekatan menulis proses, siswa ditempatkan sebagai subjek yang aktif dan kreatif, lebih menekankan pada menulis sebagai proses tanpa mengabaikan aspek hasil. Melalui pendekatan menulis proses pembelajaran menulis siswa dapat terarah dan terbimbing. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada latar belakang di atas, rumusan masalah pada penelitian ini adalah ”Apakah kemampuan siswa kelas VI SDN 012 Tana Paser dalam mengarang akan meningkat setelah diterapkannya strategi Writers‟ Workshop?” METODE Penelitian dilakukan dengan metode Penelitian Tindakan Kelas. Tujuannya adalah untuk memperbaiki permasalahan pembelajaran mengarang dikelas VI SDN 014 Tana Paser dengan strategi Writers Workshop. Lokasi penelitian terletak Kecamatan Tana Paser, Kabupaten Paser. Objek penelitiannya adalah pada mata pelajaran Bahasa Indonesia khususnya materi menulis atau mengarang. Penelitian tindakan dilakukan pada siswa kelas VI dengan jumlah siswa sebanyak 30 orang siswa. Adapun rincian jumlah siswa yang dimaksud adalah siswa putra sebanyak 16 orang dan siswa putri sebanyak 14 orang. Siswa kelas VI dipilih sebagai subjek penelitian dilatarbelakangi bahwa peneliti merupakan guru kelas VI, sebagian besar siswa kelas VI di SD 012 Tana Paser mengalami kesulitan dalam mengarang. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus berdasarkan model penelitian tindakan yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart (1992:11), yang meliputi (1) perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi. Adapun langkahlangkah tindakan pembelajaran yang dilakukan guru adalah sebagai berikut. 692
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Pendahuluan: 1) Guru melakukan apersepsi dengan menanyakan materi pelajaran sebelumnya 2) Memotivasi siswa menyampaikan tujuan pembelajaran 3) Memperlihatkan model-model tulisan/karangan 4) Memberikan penjelasan tentang model belajar yang akan dilakjukan Kegiatan Inti 1) Guru memperlihatkan gambar-gambar tentang masa lalu dan masa sekarang suatu objek. 2) Guru meminta siswa untuk menuangkan ide-ide tentang gambar dalam bentuk tulis (curah pendapat) 3) Guru meminta siswa untuk memetakan ide menjadi kerangka pikir seperti model yang diperlihatkan sebelumnya 4) Guru meminta siswa mengembangkan ide yang ditulisnya menjadi sebuah tulisan bebas 5) Guru meminta siswa untuk saling menukarkan dan mengoreksi hasil tulisannya kepada siswa lain. 6) Guru meminta siswa mengembalikan hasil koreksi antar teman kepada penulisnya dan ditulis ulang sesuai perbaikan teman. 7) Guru meminta siswa untuk membacakan hasil draf akhir karangan yang dibuat di depan kelas 8) Guru meminta siswalain untuk memberikan komentar. 9) Guru meminta siswa menempelkan hasil karangannya di dinding kelas sehingga dapat dibaca siswa lain. Bagian akhir 1) Guru dan siswa melakukan evaluasi terhadap hasil kerja setiap kelompok dan memberikan umpan balik 2) Guru membuat penyimpulan terhadap pelaksanaan pembelajaran Data-data penelitian dikumpulkan melalui teknik observasi dan wawancara. Sementara itu, data-data dianalisis dengan menggunakan teknik analisis data kualitatif „model alir‟ yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman (1992:18). Analisis dilakukan dalam empat langkah, yaitu (1) menelaah data, (2) mereduksi data, (3) menyajikan data, dan (4) menyimpulkan data. Peyimpulan keberhasilan penelitian dilakukan dengan melihat hasil tindakan yang telah dilakukan, baik proses mupun hasil. Untuk proses pembelajaran guru dipandu oleh rencana pembelajaran yang telah dibut, sementara untuk hasil dengan menggunakan profil kemampuan mengarang siswa, yang di dalamnya termuat indikator-indikator yang menjadi acuan keberhasilan siswa dalam mengarang. Profil kemampuan mengarang siswa tersebut disajikan pada tabel 1 berikut ini. Tabel 1 Profil Kemampuan Mengarang Siswa Kelas VI SDN 012 Tana Paser
Komponen/Skor I SP TB KK E&TP 1 Sangat baik 30-27 20-18 20-18 20-18 10-8 2 Baik 26-22 17-14 17-14 17-14 7-6 3 Cukup 21-17 13-10 13-10 13-10 5-4 4 kurang 16-13 9-7 9-7 9-7 3-2 Keterangan: I (Isi), SP (Struktur Paparan), TB (Tata Bahasa), KK (Kosa Kata), E&TP (Ejaan dan Teknik Penulisan) No
Kualifikasi
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil observasi dan evaluasi yang dilakukan terhadap tindakan penelitian yang dilakukan dapat iimpormasikan bahwa pelaksanaan penelitian tindakan utuk memperbaiki kualitas mengarang siswa dengan strategi writers workshop berjalan sesuai dengan perencanaan pembelajaran yang dibuat. Dari dua siklus tindakan yang dilakukan guru sebagai peneliti sudah menerapkan langkah-lagkah pembelajaran yang memberikan fasiltas kemudahan bagi siswa dalam membuat karangan, baik pada saat pencarian ide, pengedrafan, dampai pada proses penulisan karangan akhir atau final. Dalam pembelajaran guru memberikan bimbingan yang intensif kepada siswa sejak siswa menentukan ide tulisannya. Guru membantu siswa yang masih sulit mencari ide tulisan dengan menggunakan gambar-gambar peragsang skemata. Selanjutnya guru membantu siswa membuat kerangka dan draf tulisan sampai pada akhirnya mejadi draf final. Langkah-langkah kegiatan pembelajaran ini diikuti siswa dengan sangat antusias, siswa tidak merasa terbeban dengan 693
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
persaan bahwa mengarang itu sulit karena mereka melakukan dengan selalu dalam bimbingan guru sebagai fasilitator. Proses pembelajaran yang demikian berdampak positif pada hasil belajar yang dilakukan. Dari penilaian yang dilakukan terhadap karya siswa setelah diterapkannya strategi writers workshop pada siklus I diperoleh informasi bahwa dari 30 siswa kelas VI yang diberi tindakan, pada komponen isi (I) rata-rata siswa mendapat nilai 22,06 atau berkualifikasi cukup (B), pada komponen Struktur Paparan (SP) rata-rata mendapat nilai 12,83 atau berkualifikasi (C), pada komponen Tata Bahasa (TB) 12,33 atau berkualifikasi (C), komponen Kosa kata (KK) 12,47 atau berkualifikasi (C) dan komponen ejaan dan teknik penulisan (E&TP) rata-rata siswa mendapat nilai 4,97 atau berkualifikasi (C). Sementara itu, rata-rata kemampuan untuk semua komponen 10 siswa (32%) berkualifikasi baik, 16 siswa (54%) berkulifikasi cukup dan masih tersisa 4 siswa (14%) berkualiikasi kurang. Hal itu menunjukkan bahwa ketuntasan belajar siswa pada siklus I sudah menunjukkan kemajuan berarti karena di atas 70%. Namun demikian hasil ini tidak menjadi dasar untuk perbaikan siklus II dihentikan. Hasil ini menjadi dasar bagi peneliti dan teman sejawat untuk melakukan refleksi dan perbaikan lagi untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Melalui diskusi bersama, peneliti dan teman sejawat mengidentifikasi faktor-faktor yang masih Bisa dimaksimalkan agar hasil belajar pada siklus II lebih baik. Dari hasil diskusi teridentifikasi bahwa ada beberapa faktor yang ditemukan, yakni (1) Belum maksimalnya pemanfaatan media yang dilakukan oleh guru, (2) guru tidak memberikan penjelasan secara detil tentang cara belajar yang harus dilakukan siswa, (3) guru belum menjelaskan tujuan belajar yang harus dicapai siswa. Berdasarkan hasil refleksi yang dilakukan tersebut, guru dan teman sejawat melakukan perbaikan dan pengembangan untuk perencanaan dan pelaksanaan perbaikan pembelajaran siklus II. Peneliti lebih optimal dalam melaksanakan perbaikan pembelajaran siklus II mengacu pada perencanaan yang disusun bersama. Sementara itu, pada siklus II, guru berupaya lebih baik lagi dalam menerapkan strategi ini dalam pembelajaran, hasil refleksi siklus I menjadi acuan pelaksanaan tidakan siklus II. Guru lebih aktif dan kreatif dalam memberikan bimbingan terutama terhadap siswa yang masih mengalami kesulitan. Dari hasil tindakan siklus II yang dilakukan dapat diimpormasikan bahwa dari 30 siswa yang diberi tindakan, pada komponen isi (I) rata-rata siswa mendapat nilai 24,83 atau berkualifikasi baik (B), pada komponen Struktur Paparan (SP) rata-rata mendapat nilai 15,1 atau berkualifikasi B, pada komponen Tata Bahasa (TB) 14,83 atau berkualifikasi baik (B), komponen Kosa kata (KK) 14,7 atau berkualifikasi baik dan komponen ejaan dan teknik penulisan (E&TP) rata-rata siswa mendapat nilai 5,93 atau berkualifikasi baik (B). Sementara itu, rata-rata kemampuan untuk semua komponen 3 siswa (10%) berkulifikasi sangat baik (SB) 19 siswa (63%) berkualifikasi baik, 8 siswa (27%) dan sudah tidak ada lagi siswa yang berkualiikasi kurang. Hasil perbaikan pembelajaran siklus I dan II disajikan pada tabel 2 berikut. Tabel 2 Rekapitulasi Rata-rata Nilai Mengarang Siswa dalam Setiap Komponen pada Setiap Siklus
No 1. 2. 3. 4. 5.
Komponen Isi Struktur Paparan Tata Bahasa Kosa Kata Ejaan dan Teknik Penulisan Jumlah Rata-Rata Ketuntasan
SI 22,06 12,83 12,93 12,47 4,97
Perkembangan Per-Siklus Kualifikasi SII Kualifikasi Baik 24,63 Baik Cukup 15,1 Baik Cukup 14,53 Baik Cukup 14,7 Baik Cukup 5,93 Baik
62,8 50%
Keterangan Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat
Cukup 74,9 Baik Meningkat Tidak 76% Tuntas Meningkat Tuntas Hal ini menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan hasil tindakan perbaikan pembelajaran untuk siklus I dengan siklus II. Peningkatan itu dilihat dari meningkatnya kualifikasi nilai siswa yang masuk pada kualitas Sangat baik dan baik. Begitu pula halnya yang masuk pada ketegori tuntas dan tidak tuntas, ada peningkatan antara siklus I dengan siklus II. Peningkatan dan perkembangan ketuntasan siswa dalam mengarang setelah diterapkannya strategi writers workshop disajikan pada diagram 1 berikut. 694
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
120 100 80
60
Tidak Tuntas
40
Tuntas
20 0 Siklus I Siklus II Diagram 1 Perkembangan Ketuntasan Belajar Siswa dalam Mengarang dengan Strategi Writers Workshop di Kelas VI SD 012 Tana Paser Setiap Siklus
Berdasarkan paparan yang disajikan pada data di atas telita bahwa kemampuan siswa dalam mata pelajaran bahasa Indonesia, khususnya kemampuan siswa dalam mengarang mengalami peningkatan. Peningkatan kemampuan siswa tersebut dapat dilihat dari perkembangan kualifikasi nilai yang diperoleh siswa dari siklus I dan siklus II. Perkembangan juga dapat dilihat dari semakin meningkatnya prosentase siswa yang mengalami ketuntasan relajar, baik secara individual, maupun secara klasikal. Hasil-hasil tersebut merupakan buah dari penerapan strategi writers workshop. Penerapan strategi ini dalam pembelajaran lebih memudahkan siswa karena siswa tidak diminta untuk menulis sekali jadi. Akan tetapi, siswa menulis melalui proses, yakni sejak dari proses pramenulis, pengedrafan, perbaikan dan perevisian sampai pada pemublikasian. Hal ini sesuai dengan pendapat Tompkins. Tompkins (1994:63) menyatakan bahwa langkah-langkah penulisan dengan strategi writers workshop sama dengan langkah-langkah dalam menulis proses, yaitu meliputi tahap prapenulisan, penyusunan draf, revisi, penyuntingan, dan publikasi. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan uraian yang dipaparkan pada penyajian data dan pembahasan di atas, dapat simpulkan bahwa kemampuan siswa dalam mengarang dengan menerapkan strategi writers workshop di kelas VI SD 012 Tana Paser mengalami peningkatan. Peningkatan kemampuan itu dapat dilihat dari meningkatnya kemampuan siswa, baik secara individual maupun secara klasikal dalam mengarang pada siswa yang diberi tindakan. Peningkatan kemampuan siswa itu merupakan kontribusi dari penerapan strategi writers workshop. Berdasarkan temuan dan hasil pembahasan penelitian, maka disarankan beberapa hal kepada berbagai pihak sebagai berikut. Pertama, kepada guru agar mencoba menerapkan strategi ini untuk meningkatkan kemampuan mengarang siswa. Kedua, kepada guru-guru agar lebih kreatif dan inovatif dalam menciptakan pengelolaan pembelajaran yang baik. Ketiga, kepada kepala sekolah agar memberikan peluang yang seluas-luasnya kepada guru untuk berkreasi terutama dalam menerapkan strategi ini dalam pembelajaran. DAFTAR PUSTAKA Dahar, Ratna Willis. 1988. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Depdikbud. Eanes, Robin.1997. Content Area Literacy Teaching for Today and Tomorrow. Austin Texas: Delmal Publishers. Nurhadi & Senduk, Agus Gerrad. 2003. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: UM. Suparno dan M. Yunus. 2002. Keterampilan Dasar Menulis. Jakarta: Universitas Terbuka. Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kannisius. Syafi‟ie, Imam.1994. Metodologi Pengajaran Bahasa Indonesia. Jurnal Pendidikan Humaniora dan Sains. 1(1):13-28. Tompkins, S. Gail dan Kenneth Hoskisson. 1991. Language Arts Content and Teaching Strategies. New York: Macmillan Publishing Company. Tompkins, G.E. 1994. Teaching Writing: Balancing Process and Product. New York: Mcmillan College Publisher Company 695
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
PENINGKATAN KETRAMPILAN MEMBACA PERMULAAN DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA KARTU DI KELAS I SD NEGERI 2 KUNYET KABUPTEN PIDIE Zuraidah SDN 2 Kunyet Kabupaten Pidie Aceh
[email protected] Abstrak: Peningkatan ketrampilan membaca permulaan dengan menggunakan media kartu di kelas I SD Negeri 2 Kunyet. Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan ketrampilan membaca permulaan dan untuk meningkatkan hasil belajar pelajaran bahasa Indonesia. Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 2 Kunyet dengan subjek penelitian adalah siswa kelas I yang berjumlah 17 siswa, menggunakan pendekatan kualitatif dengan rancangan penelitian tindakan kelas yang terdiri dari perencanaan ,pelaksanan, observasi dan refleksi. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif. Adapun datanya diambil dari hasil observasi langsung. Hasil penelitian diketahui bahwa menggunakan media kartu dapat memudahkan siswa dalam membaca permulaan dan terbukti efektif meningkatkan aktivitas dan hasil belajar di kelas I Sekolah Dasar negeri 2 Kunyet. Kata Kunci: Ketrampilan membaca permulaan, Media Kartu
Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar meliputi ketrampilan menyimak, berbicara membaca dan menulis. Melalui pembelajaran bahasa Indonesia diharapkan siswa terampil dalam menggunakan bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi. Sedangkan pembelajaran keempat aspek itu dilaksanakan secara terpadu. Membaca juga tidak mungkin terlepas dari persoalan bahasa, sebab membaca merupakan salah satu aspek dari kemampuan berbahasa lainnya. Standar isi Satuan Pendidikan Dasar dan menengah untuk kelas I SD (2006: 6) Menjelaskan bahwa berbahasa dan bersastra meliputi empat aspek, yaitu: aspek mendengarkan, aspek berbicara, aspek membaca , aspek menulis. Keempat aspek kemampuan berbahasa dan bersastra tersebut memang berkaitan erat sehingga merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang studi. Jika anak pada usia sekolah tidak memiliki kemampuan membaca, maka anak akan banyak mengalami kesulitan dalam mempelajari berbagai bidang studi pada kelas- kelas berikutnya. Oleh karena ituanak harus belajar membaca agar ia dapat membaca untuk belajar.(Lemer dalam Mulyono Abdurrahman, 2003:200).”Berdasarkan hasil pembelajaran membaca permulaan kompetensi dasar (KD): Membaca lancar beberapa kalimat sederhana yang terdiri atas 3-5 kata dengan intonasi yang tepat dikelas I SD Negeri 2 Kunyet masih tergolong rendah. Hal ini ditunjukkan masih banyak siswa yang belum dapat membaca kata-kata dengan lafal yang tepat, bahkan masih banyak siswa yang belum mengenal huruf sama sekali. Membaca permulaan adalah tahapan proses belajar bagi siswa sekolah dasar kelas awal (sabarti Alhadiah, dkk, 1992/1993:31). Selanjutnya Solchan .T.W, dkk (2008:6.6) mengungkapkan kemampuan membaca permulaan lebih beriontasi pada kemampuan membaca tingkat dasar,yakni kemamapuan mengubah dan melafalkan lambing-lambang tertulis menjadi bunyi-bunyi bermakna. Persoalan terpenting adalah merekonstruksi cara untuk mempelajarinya sehingga siswa menganggap kegiatan belajar mereka seperti bermain dan bahkan memang berbentuk sebuah permainan. Dan benar jika membaca diajarkan seperti halnya orang dewasa belajar,besar kemungkinan akan berakibat fatal. Siswa bisa kehilangan gairah belajarnya Karena menganggap pelajaran itu sangat sulit dan tidak menyenangkan. Dalam pembelajaran guru hanya memberi contoh membaca dan siswa disuruh menirukan. Sehingga bagi siswa yang belum dapat membaca hanya sekedar mengingat ucapan guru tanpa memperhatikan rangkaian huruf yang ada. Ketika siswa disuruh membaca secara bergantian maka sering terjadi apa yang diucapkan oleh siswa tidak sesuai dengan rangkaian huruf yang di baca. Apa yang diucapkan kadang kadang keliru dengan bacaan datasnya atau dibawahnya.
696
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Menurut Darmiyati Zuchdi dan Budiasih (2001:58),Membaca permulaan diberikan secara bertahap, yakni pra membaca dan membaca. Pada tahap pra membaca, kepada siswa diajarkan: (1) sikap duduk yang baik pda waktu membaca; (2) cara meletakkan buku dimeja; (3) cara memegang buku ; (4) cara membuka dan membalik halaman buku; (5) melihat dan memperhatikan tulisan. Pembelajaran membaca permulaan dititik beratkan pada aspek-aspek yang bersifat teknis seperti ketepatan menyuarakan tulisan, lafal dan intonasi yang wajar, kelancaran dan kejelasan suara. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan membaca permulaan adalah membaca yang dilaksanakan dikelas I dan II, dimulai dengan mengenalkan huruf-huruf dan lambing-lambang tulisan yang menitikberatkan kepada aspek ketetapan menyuarakan tulisan, Lafal dan intonasi yang wajar, kelancaran dan kejelasan suara. Menurut Darmiyati Zuchdi dan Budiasih (2001:57),kemampuan membaca yang diperoleh pada membaca permulaan akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan membaca lanjut. Sebagai kemampuan yang mendasari kemampuan berikutnya maka kemampuan membaca permulan benar-benar memerlukan perhatian guru, membaca permulaan dikelas I merupakan pondasi bagi pengajaran selanjutnya. Sebagia pondasi haruslah kuat dan kokoh oleh karena itu harus dilayanai dan dilaksanakan secara berdaya guna dan sungguhsungguh. Kesabaran dan ketelitian sangat diprlukan dalam melatih dan membimbing serta mengarahkan siswa demi tercapai tujuan yang diharapkan. Guru dalam mengajarkan cenderung menggunakan pembelajaran konvensional sehingga hasil pembelajaran yang di peroleh kurang maksimal. Selain itu guru tidak memberi kesempatan kepada siswa untuk berlatih membaca. Hal itu sesuai pendapat Wina Sanjaya (2007:231).”menyatakan bahwa dalam pembelajaran konvensional siswa ditempatkan sebagai objek belajar yang berperan sebagai penerima informasi secara pasif serta pembelajaran bersifat teoritis dan abstrak. Berdasarkan fenomena tersebut diatas kiranya dapat di pahami bahwa guru yang mengajar bahasa Indonesia mendapat kesulitan dalam mencapai target pembelajaran. Salah satu penyebab kesulitan belajar yang dialami siswa dalam pelajaran bahasa Indnesia adalah karena guru sering mengajar tanpa menggunakan media pembelajaran atau alat peraga apapun. Sebenarnya, dengan penggunaan media akan memberikan pengalaman yang mengesankan bagi siswa dan dengan penggunaan media siswa lebih bersemangat serta tidak mengalami kebosanan pada saat pelajaran berlangsung. Menurut Slameto (2010:2)” belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Kenyataan ini sangat menarik perhatiaan penulis untuk mengadakan penelitian dengan menggunakan media kartu agar dapat meningkatkan keterampilan membaca permulaan di SD Negeri 2 Kunyet. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan membaca permulaan dengan menggunakan media kartu serta untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu dalam memperbaiki praktek pembelajaran di kelas. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini akan digunakan metode penelitian tindakan kelas (action research classroom). Menurut Syamsuddin dan Damaianti (2009:221)” penelitian tindakan kelas merupakan upaya mengujicobakan ide-ide kedalam praktik pembelajaran untuk memperbaiki atau mengubah sesuatu agar memperoleh dampak nyata dari situasi. Metode penelitian ini dilaksanakan secara kolaboratif,dimana penulis selaku peneliti melakukan tindakan dan teman sejawat bertindak sebagai observer. Penelitian ini terdiri atas empat komponen utama, yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Pelaksanaan tindakan terdiri 2 siklus dengan instrumen-instrumen yang digunakan adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, Media Pembelajaran, Lembaran Kerja Siswa dan Lembaran Observasi. SIKLUS I Kegiatan penelitian pada siklus I dilaksanakan 1 kali pertemuan, tiap pertemuan selama 70 menit. Adapun tahapan pada siklus I adalah: a. Perencanaan Pada tahap ini dilakukan penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran bahasa Indonesia dengan Kompetensi Dasar: Membaca nyaring suku kata dan kata dengan lafal yang tepat. Instrumen pembelajaran terdiri dari lembar observasi siswa, lembar observasi guru, lembar penilaian dan soal tes. Perangkat lain yang perlu dipersiapkan adalah media pembelajaran yang 697
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
dapat menunjang kelancaran pembelajaran yaitu media kartu selain itu hal utama yang perlu dipersiapkan dalam penyusunan RPP adalah model dan strategi pembelajaran yang dipilih yaitu model kooperatif. Pada siklus I dilaksanakan pembelajaran membaca permulaan dengan materi merangkai dan membaca huruf menjadi suku kata dan kata. b. Pelaksanaan Tindakan Berdasarkan rencana pembelajaran yang telah disusun, pelaksanaan tindakan pada siklus I diawali dengan materi merangkai dan membaca huruf menjadi suku kata dan kata. Guru pertamakali masuk kelas kemudian mengucapkan salam dan mencatat kehadiran siswa. Setelah itu guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan media pembelajaran yang akan digunakan. Langkah selanjutnya untuk memotifasi siswa, siswa di ajak untuk menyanyikan lagu” Dua Mata Saya” secara bersama-sama dan dilanjutkan dengan tanya jawab tentang alat-alat indra manusia dan cara merawatnya. Alokasi waktu untuk kegiatan awal selama 5 menit. Kegiatan selanjutnya adalah kegiatan inti. Pada kegiatan inti langkah pertama siswa dibagi menjadi 4 kelompok, tiap kelompok terdiri atas 5 siswa dan secara hiterogen baik jenis laki-laki maupun tingkat kecerdasannya. Kemudian tiap kelompok diberi kartu huruf dan lembaran kerja siswa yang telah diberi gambar kaki, jari, mata, sepatu, gigi, baju. Setelah semua kelompok menerima lembaran kerja, kartu huruf dan perangkap lain yang berupa lem dan papan huruf maka siswa mendiskusikan lembaran kerja dengan anggota kelompoknya sesuai petunjuk yang diberikan guru. Siswa merangkai huruf-huruf menjadi suku kata dan kata sesuai gambar. Setelah kegiatan diskusi selesai tiap kelompok melaporkan hasil kerja kelompok kedepan kelas dengan cara menunjukkan hasil dan membaca huruf yang telah dirangkai menjadi suku kata dan kata. Dalam melaporkan hasil kerja siswa membaca secara bergantian dan guru memberi bimbingan kepada siswa yang mengalami kesulitan. Setelah semua kelompok melaporkan hasil kerja kelompok untuk memajangkan hasil kerja kelompok. dan siswa bersama guru melanjutkan melakukan pembahasan dan membuat kesimpulan. Pada kegiatan inti alokasi waktu yang digunakan 45 menit. Langkah terakhir pada siklus I guru memberikan penghargaan kepada tiap kelompok sesuai dengan hasil kerjanya dan dilanjutkan melakukan evaluasi serta memberikan tindak lanjut. kegiatan ini waktu yang digunakan 20 menit. c. Observasi Kegiatan observasi dilakukan oleh guru dan teman sejawat selama proses pembelajaran berlangsung. Hasil observasi terhadap pelaksanaan tindakan dapat dideskripsikan bahwa masih ada siswa yang kurang memperhatikan dalam pembelajaran karena terpengaruh adanya beberapa orang guru sebagai observer dianggap hal baru dalam pembelajaran. Pada saat pengamatan atau observasi masih terlihat adanya siswa yang kurang aktif dalam kegiatan pembelajaran seperti menyampaikan pendapat dan ragu-ragu dalam menggunakan media atau kartu huruf. Hal ini karena tidak terbiasa menggunakan alat peraga. Pada kegiatan diskusi kelompok, kegiatan masih didominasi oleh siswa yang pandai sedang siswa yang lain hanya mengikuti saja dan kurang berani mengeluarkan pendapat. Dalam kegiatan melakukan hasil presentasi masih ada siswa yang kurang berani maju untuk membaca hasil kerja kelompok didepan kelas. Tingkat keaktifan siswa selama mengikuti pembelajaran berdasarkan hasil observasi pada siklus I yang berkata gori baik dapat disajikan sebagai berikut: (1) keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran sebesar 68,7% keaktifan siswa dalam mengajukan dan menjawap pertanyaan 56,25%. (3) rasa ingin tau siswa meningkat 62,5%. (4) kreatif dan imisiatif siswa meningkat siswa 56,5%. (5) aktif mengerjakan tugas pembelajaran individu maupun kelompok 50%. Rata-rata aktifitas siswa yang berkatagori baik dalam pembelajaran adalah 59,41%. Hasil distribusi keaktifan siswa pada siklus I dapat disajikan dalam pembelajaran membaca permulaan selanjutnya diadakan tes kemampuan membaca huruf menjadi suku kata dan kata dengan lafal yang tepat. Adapun hasil tes kemampuan membaca permulaan pada siklus I tertera pada tabel dibawah ini: Tabel Nilai Tes Kemampuan Membaca Permulaan Siswa pada Siklus I
No 1 2 3 4
Uraian Pencapaian Hasil Siswa yang mendapat nilai di atas Siswa yang mendapat nilai di bawah Rerata Ketuntasan Klasikal 698
Nilai 65 65 59,41 42%
Jumlah 7 10
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Hasil tes yang disajikan pada tabel di atas menunjukkan sejumlah 10 siswa mendapat nilai kurang dari 65, sebanyak 7 siswa mendapat nilai 65 atau lebih. Nilai rata-rata kemampuan membaca permulaan pada pembelajaran siklus I ini adalah 59,41. ketuntasan secara klasikal sebesar 42%. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa proses pembelajaran membaca permulaan pada siklus I belum berjalan dengan baik. SIKLUS II a. Perencanaan Kegiatan ini meliputi: 1) Membuat perencanaan pengajaran 2) Mempersiapkan alat peraga 3) Membuat lembar observasi 4) Mendesain alat evaluasi b. Pelaksanaan Tindakan Kegiatan yang dilaksanakan dalam tahapan ini adalah melaksanakan kegiatan pembelajaran sebagaimana yang telah direncanakan. c. Observasi Pada tahap ini dilaksanakan observasi langsung terhadap proses pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi yang telah dipersiapkan.
1.
2.
3.
4.
Adapun tahapan pada Siklus II adalah sebagai berikut: Tahap Perencanaan Tindakan (planning) Pada tahap ini guru : a. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) mata pelajaran bahasa Indonesia dengan KD:Membaca nyaring suku kata dan kata dengan lafal yang tepat. b. Menyiapkan media pembelajaran yang dibutuhkan c. Membuat lembar observasi d. Menyiapkan soal tes dan lembar penilaian Tahap Pelaksanaan Tindakan (Acting) Pada tahap ini guru : a. Guru menerapkan pembelajaran bahasa Indonesia menggunakan model pembelajaran kooperatif dengan metode struktural dan teknik mencari pasangan di kelas I SD. b. Siswa secara kelompok/berpasangan belajar membaca dengan merangkai suku kata/kata menjadi kata dengan bantuan gambar. Tahap Observasi (Observing) Pada tahap ini guru : a. Memonitor dan membantu siswa jika menemui kesulitan b. Membantu siswa jika menemui kesulitan c. Memberikan penilaian proses terhadap kegiatan siswa. Tahap Refleksi (Reflecting) Pada tahap ini guru : a. Membahas dan mengevaluasi hasil pembelajaran dari kegiatan 1dan 2 b. Membuat kesimpulan perlu atau tidak melaksanakan siklus ketiga. Jika pada siklus II sudah menunjukkan adanya peningkatan kemampuan membaca pada siswa kelas I maka sesuai rencana tindakan hanya 2 siklus.
HASIL Dari pelaksanaan kedua siklus diatas pembelajaran membaca permulaan yang dilakukan maka dilanjutkan pada pengolahan data dengan mencari rata rata nilai yang diperoleh siswa kelas I. Rumus sederhana yang digunakan untuk melihat nilai rata-rata siswa adalah: “Indikator keberhasilan yang penulis tetapkan adalah keberhasilan pencapaian kelas pada nilai Kriteria Ketuntasan Minimal yang telah disepakati yaitu penguasaan minimal dengan nilai siklus I dan II dengan skor KKM 65. Tabel Rekapitulasi Skor Perolehan Siswa
NO
1 2 3
Nama Siswa
Muhammad Heri M.Shalihin Rajul Lukfi
Nilai pra Siklus 60 60 55
Ketun tasan Belum Belum Belum 699
Nilai Siklus I 70 65 60
Ketunta san Tuntas Tuntas Belum
Nilai Siklus II 80 75 70
Ketun tasan
KKM KD
Tuntas Tuntas Tuntas
65
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Rajul Irfanda Chifa Ulmalia Aura Azilla Aura Salsabilla Syinta Syafira Mauliza Maaulidar Diva Muzaiya Lora Amelia Amalia Ramazani Nailul Mona Muhammad Aulia Hariski Maulana Vera Varadia
65 50 65 50 50 65 60 65 50 60 60 65 65 65
Tuntas Belum Tuntas Belum Belum Tuntas Belum Tuntas Belum Belum Belum Tuntas Tuntas Tuntas
70 60 70 60 60 70 75 70 60 65 70 60 70 70
Tuntas Belum Tuntas Belum Belum Tuntas Tuntas Tuntas Belum Tuntas Tuntas Belum Tuntas Tuntas
75 70 80 75 70 75 80 75 70 70 75 70 75 70
Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas
Jumlah Rata - Rata Persentase Ketuntasan
1.010 59,41
7
1.125 66,17
11
1.225 72,05
17
42%
64%
100%
Dari hasil kegiatan pada siklus I, beberapa siswa tampak kesulitan dalam menyusun huruf melalui kartu huruf dari hasil mengamati gambar.Hal ini disebabkan karena pada kegiatan siklus I Pada kegiatan diskusi kelompok, kegiatan masih didominasi oleh siswa yang pandai.sehingga perlu dilakukan perbaikan pada siklus selanjutnya. Pada siklus II tampak peningkatan yang cukup signifikan setelah disetiap kegiatan siswa kelihatan antusias ketika merangkai huruf-huruf menjadi sebuah kata berdasarkan gambar yang tersedia.jadi mendapat peningkatan 36%. Melalui hasil penelitian ini menunjukkan bahwa media kartu huruf membawa dampak positif dalam pembelajaran membaca permulaan di kelas I. PEMBAHASAN Setelah melakukan penelitian dari siklus I dan Siklus II, terlihat bahwa ada kemajuan belajar siswa. Hal ini terlihat dari hasil observasi dan evaluasi setiap siklus, untuk lebih mudahnya melihat perubahan dan kemajuan dari pelaksanaan kedua siklus pada penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel Refleksi Kondisi Awal ke Kondisi Akhir pada Akhir Proses Pembelajaran
No
Kondisi Awal
Siklus I
Refleksi Kondisi Awal ke Kondisi Akhir 1 Masih banyak Siswa yang pasif mulai Siswa semuanya Dari kondisi awal siswa yang kurang berkurang,ada 4 siswa aktif, tidak ada dan kondisi akhir bersemangat dan yang kurang serius dan lagi yang asyik terjadi peningkatan tidak aktif dalam masih kelihatan bermain-main keaktifan siswa mengikuti bermaian-main dalam dalam dalam proses pelajaran pembelajaran, sebagian pembelajaran pembelajaran siswa sudah mulai ketrampilan Nampak kreatifitasnya membaca permulaan Berdasarkan pembahasan proses pembelajaran diatas, bahwa penggunaan media kartu dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam ketrampilan membaca permulaan. dan uraian peningktan hasil belajar dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
700
Siklus/ Kondisi Akhir
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Gambar Suasana Siswa Sedang Mengerjakan Tugas Kelompok
Gambar Siswa Sangat Aktif Ketika Menjawab Pertanyaan Guru
Gambar Siswa Sedang Membaca Hasil Kerja Kelompoknya di Depan Kelas Gambar Siswa Sedang Memajangkan Hasil Kerja Kelompoknya
Tabel Refleksi Kondisi Awal ke Kondisi Akhir pada Hasil Belajar
No
Kondisi Awal
Siklus I
Refleksi Kondisi Awak ke Kondisi Akhir 1 Tugas membaca Tugas membaca Tugas membaca Dari kondisi awal permulaan pada permulaan pada siklus I permulaan pada ke kondisi akhir kondisi awal Nilai terendah 60 siklus II terdapat Nilai terendah 50 Nilai tertinggi 75 Nilai terendah 70 peningkatan hasil Nilai tertinggi 60 Nilai rata-rata 66,17 Nilai tertinggi 80 belajar siswa dari Nilai rata- rata 59,41 Nilai rata-rata 72,5 rata-rata 59,41 menjadi 72,5 Dari hasil rekapitulasi data pada awal siklus I hingga akhir siklus II, menunjukkan bahwa pada umumnya siswa dapat meningkatkan ketrampilan membaca dengan menggunakan media kartu dan membawa dampak positif dalam pembelajaran bahasa Indonesia dikelas I
701
Siklus II/Kondisi Akhir
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh peneliti dapat disimpulkan bahwa mengajar yang baik adalah sebagai berikut: a. Memotivasi siswa untuk pelajaran bahasa Indonesia dapat dilakukan dengan menggunakan media pembelajaran yang menarik. b. Keberanian siswa dalam menjawab pertanyaan dapat ditingkatkan melalui diskusi kelompok. c. Penguasan materi pelajaran dapat lebih ditingkatkan melalui alat peraga yang mudah di fahami siswa. d. Pemberian tugas individu sangat mempermudah guru dalam mengidentifikasi kesulitan belajar siswa terhadap materi pelajaran. e. Perhatian siswa terhadap pembelajaran yang sedang berlangsung dapat ditingkatkan dengan menciptakan komunikasi yang baik antara guru dan siswa dengan mempersiapkan media dan metedo bervariasi, pembeljaran yang mudah di pahami siswa. SARAN Seiring dengan berkhirnya penelitian yang telah dilakukan peneliti, saran yang disampaikan adalah sebagai berikut: a. Seorang guru yang profesional harus trampil dalam membuat dan menggunakan alat peraga untuk mengajarkan pelajaran bahasa Indonesia khususnya membaca permulaan karena materi ini tingkat kesulitannya sangat rumit. b. Diharapkan kepada rekan-rekan guru untuk mencoba menggunakan media kartu huruf pada ketrampilan membaca permulaan dikelas I. c. Pembelajaran yang kreatif, inovatif dan menyenangkan akan menjadikan siswa bersemangat dan tidak mudah bosan sehingga hasil belajar seperti yang kita harapkan dapat terwujud. DAFTAR PUSTAKA Darmiyati Zuchdi dan Budiasih. 2001. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Rendah. Yogyakarta: PAS. Sabarti Alkhadiah, M.K. dkk. 1992/1993. Bahasa Indonesia 1. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Pendidikan Tinggi Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan. Slameto. 2010.Belajar dan factor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: PT.Rineka Cipta. Solchan, T.W. 2008. Pendidikan Bahasa Indonesia di SD. Jakarta: Universitas Terbuka. Wina Sanjaya. 2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.
UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI AKROSTIK MELALUI NEIGHBORHOOD WALK STRATEGY SISWA KELAS V SDN 07 CURUP TENGAH KABUPATEN REJANG LEBONG Khairul Suwarni Abstrak: Hasil pengamatan di dalam kelas ditemukan bahwa pada umumnya siswa kesulitan dalam menulis puisi. Untuk itu perlu digunakan teknik dan strategi pembelajaran tertentu sehingga kemampuan menulis puisi siswa dapat ditingakatkan. Salah satu teknik yang terbukti dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami puisi akrostik dalam Neighbourhood Walk Strategy. Karenanya, tujuan penelitian ini untuk meningkatkan kemampuan menulis puisi akrostik melalui Neighbourhood Walk Strategy bagi siswa kelas V SDN 07 Curup Tengah Kabupaten Rejang Lebong. Penelitian ini merupakan suatu Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan subjek penelitian siswa kelas V SDN 07 Curup Tengah Kabupaten Rejang Lebong
702
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
sejumlah 26 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan Neighbourhood Walk Strategy dapat meningkatkan kemampuan menulis puisi akrostik siswa kelas V SDN 07 Curup Tengah Kabupaten Rejang Lebong . Kata Kunci: Puisi Akrostik, Neighborhood Walk Strategy (NWS)
Sejak diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), sekolah diberi kewenangan untuk menyusun serta mengembangkan kurikulum pendidikan berdasarkan kebutuhan, keunggulan, serta kompetensi sumber daya satuan pendidikan masing-masing. Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan terdapat mata pelajaran Bahasa Indonesia yang merupakan mata pelajaran yang utama dan penting dikuasai oleh siswa, sebab mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan pengantar untuk memahami mata pelajaran yang lain. Pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, empat aspek yang dikembangkan yakni aspek mendengar, berbicara, membaca, dan menulis. Salah satu aspek keterampilan berbahasa yang harus mendapat perhatian adalah aspek menulis. Menulis merupakan suatu proses kreatif yang secara sadar dilakukan, sebagai bentuk peristiwa komunikasi. Menulis pada hakikatnya adalah menuangkan gagasan, pendapat, perasaan, keinginan dan kemauan, serta informasi ke dalam tulisan dan kemudian ”mengirimkannya” kepada orang lain (Syafi‟ie, 1988:45). Salah satu karya sastra yang diajarkan kepada siswa adalah puisi. Menulis puisi merupakan suatu bentuk pengembangan kreativitas. Hakikat menulis puisi adalah menciptakan susunan kata yang kaya akan imaji, dengan menyingkap pendirian atau keyakinan penulis, berbagi pengalaman atau impian dengan orang lain sehingga pemahaman pembaca akan makna dan nuansa hidup dipertajam, diperkaya. Pada kenyataannya untuk melahirkan sebuah puisi yang bagus tidaklah mudah, siswa banyak mengalami kesulitan dan menemui hambatan. Tidak jarang di antara mereka membuka buku dan menyalin puisi yang terdapat pada buku. Selain itu, kegiatan menulis puisi bersifat monoton hanya dilakukan di dalam kelas. Kegiatan itu dilakukan dari tahun ke tahun, nyaris tanpa perubahan. Di sinilah dituntut peran guru untuk menguasai berbagai teknik dan strategi mengajar terutama dalam melatih siswa menulis puisi. Menurut hemat peneliti, salah satu teknik yang dapat digunakan untuk melatih siswa menulis siswa adalah teknik menulis puisi akrostik melalui Neighborhood Walk Strategy selanjutnya disebut NWS. Puisi akrostik merupakan cara menulis puisi yang mudah diterapkan bagi mereka yang baru akan memulai menulis puisi (pemula), selain itu pembelajaran tentang puisi akrostik akan menyenangkan bagi siswa sebab pada tahap-tahap menulis puisi akrostik siswa akan bermain kata yang dapat menambah perbendaharaan kosa kata siswa. Sedangkan Neighborhood Walk Strategy (NWS) adalah strategi yang digunakan dalam menerapkan puisi akrostik. NWS adalah sebuah strategi yang dilandasi dengan teori Construktivisme. Teori konstruktivisme memandang bahwa anak belajar melalui interaksi dengan orang, benda atau objek yang ada di sekitarnya. Konstruktivisme digunakan agar pembelajar dapat membangun sendiri pengetahuannya melalui keterlibatan aktif dalam proses pembelajaran. Penelitian ini bertujuan meningkatkan kemampuan menulis puisi akrostik siswa SDN 07 Curup Tengah Kabupaten Rejang Lebong melalui Neighborhood Walk Strategy (NWS). Menulis merupakan suatu aktivitas komunikasi yang menggunakan bahasa sebagai medianya, Menulis dilaksanakan melalui suatu proses. Proses menulis dilaksanakan melalui beberapa tahapan. Tahapan tersebut adalah (1) persiapan menulis, (2) menulis, (3) revisi, dan (4) membaca ulang nasakah tulisan. Dari proses menulis hal ini dikaitkan dengan menulis puisi yang didefinisikan Puisi sebagai hasil karya sastra tertua selalu mengalami perubahan dan perkembangan, sehingga batasan tentang puisi juga berbeda. Pengertian tentang puisi banyak dikemukakan oleh para ahli. Aminuddin (1995: 134) Caranya, yaitu dengan menderetkan nama seseorang secara vertikal. Misalnya, nama „Rizal‟ dapat mengurai namanya seperti berikut
R I Z A L 703
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Pada tahap permulaan, siswa dituntun untuk menulis atau mengidentifikasi beberapa kata yang di mulai dengan huruf awal. Misalnya:
R I Z A L
= = = = =
rindu, rasa, raih, rembulan, Rahmat, Riski, riang, rambut, dll ingin, ibarat, ingat, iba, Indah, ilalang, itu, ini, ia, dll. zikir, zigzag, zaitun, zona, zebra, zam-zam. dll. aku, akhir, angin, andai, akan, amboi, asyik, adalah, dll. lembut, lalai, lupa, lalu, letih, lihat, lambat, lambaian, dll.
METODE PENELITIAN Desain penelitian ini mengacu kepada model penelitian tindakan kelas yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart (1998) yang terdiri atas 4 (empat) langkah, yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan (observasi), dan refleksi. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SDN 07 Curup Tengah Kabupaten Rejang Lebong. Jumlah siswa yang menjadi subjek penelitian 26 orang. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bagian ini dipaparkan hasil penelitian pembelajaran dengan penerapan teknik akrostik dalam meningkatkan kemampuan menulis puisi siswa, beserta pembahasannya. Hasil Penelitian Tahap Prasiklus Hasil pratindakan ini merupakan gambaran kemampuan awal siswa dalam menulis puisi. Tujuannya adalah mengetahui keterampilan siswa menulis puisi pada aspek kerapian tulisan dan diksi. Berdasarkan tabel lampiran diketahui perolehan nilai siswa dalam menulis puisi pada aspek kerapian tulisan. Untuk lebih jelasnya, hasil pratindakan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil Penilaian Kerapian Tulisan
Jumlah siswa 2 9 10 3 24
Persentase 8,33 37,50 41,66 12,56 0 0 100 %
Kategori Baik sekali Baik Sedang Cukup Kurang Sangat Kurang
Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa hasil penilaian kerapian tulisan pada prasiklus yang diperoleh oleh 26 siswa, yang dinyatakan dalam kategori baik sekali dinyatakan 2 atau 8,33 persen, kategori baik diperoleh 9 siswa atau 8,33 persen, kategori sedang diperoleh 10 siswa atau 41,66 persen, kategori cukup diperoleh 3 orang siswa atau 12,56 persen kategori kurang diperoleh 2 orang siswa atau 12,56 persen, dan kategori sangat kurang - siswa atau 0 persen. Pada aspek pemilihan kata perolehan nilai siswa dapat dilihat pada Tabel 2. di bawah ini Tabel 2. Hasil Penilaian Diksi
Jumlah siswa 2 7 2 10 3 24
Persentase 8,33 29,16 8,33 41,66 12,56 0 100 % 704
Kategori Baik sekali Baik Sedang Cukup Kurang Sangat Kurang
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa hasil penilaian diksi pada prasiklus yang diperoleh oleh 26 siswa, yang dinyatakan dalam kategori baik sekali diperoleh 2 orang siswa atau 8.33 persen, kategori baik diperoleh 8 siswa atau 29,16 persen, kategori sedang diperoleh 3 siswa atau 8,33 persen, kategori cukup diperoleh 2 orang siswa atau 8,33 10 orang kategori cukup atau 41.66 persen kategori kurang diperoleh 3 siswa atau 12, 56 persen, dan tidak ada siswa yang berada dalam kategori sangat kurang atau 0 persen. Siklus I Dalam proses pembelajaran peneliti mendeskipsikan penerapan teknik akrostik. Penerapan teknik akrostik dapat diamati kegiatan siswa dan guru di kelas, teknik yang dilakukan, yaitu peneliti dan guru menyamakan persepsi tentang rencana pembelajaran. Guru memberikan masukan mengenai hal-hal yang dianggap perlu dalam kegiatan nanti. Agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara maksimal, guru dan peneliti berkolaborasi untuk menentukan bahan yang diajarkan, waktu, sumber belajar, media pembelajaran, dan penilaian akhir hasil belajar siswa. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran tersebut diuraikan berikut. Pada tahap perencanaan peneliti berperan sebagai pengamat yang terlibat langsung dalam proses pembelajaran yang diterapkan oleh guru, mengamati proses pembelajaran oleh guru secara totalitas, meliputi bagaimana guru menerapkan teknik akrostik di kelas yang diajarnya sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah disusun secara kolaboratif. Sebelum tindakan pembelajaran siklus I dilaksanakan, terlebih dahulu disusun rencana tindakan. Rencana tindakan pada siklus I direncanakan terdiri atas dua kali pertemuan/tatap muka. Setiap pertemuan diarahkan untuk melaksanakan dua tahap, yakni kegiatan kelompok dan presentasi kelas. Secara rinci, perencanaan dalam pembelajaran dengan penerapan puisi akrostik siswa kelas V SDN 07 Curup Tengah yang merupakan hasil kolaborasi peneliti dengan guru pada siklus I dapat diamati pada Tabel 3 berikut ini. Tabel 3. Hasil Observasi Perencanaan Pembelajaran Guru
NO 1. 2. 3. 4. 5.
ASPEK / SUB. KEGIATAN Pemilihan Materi Pelajaran Perumusan Tujuan Memilih Media Pembelajaran Penyusunan Skenario Pembelajaran Pemilihan Jenis Penilaian
KUALIFIKASI SB B K SK
DESKRIPTOR
√ √ √ √ √
Pertemuan pada siklus I dilaksanakan pada hari Senin, 4 Oktober 2014 pukul 7.30- 9.30. Standar Kompetensi 8. Mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan fakta secara tertulis dalam bentuk ringkasan, laporan, dan puisi bebas dan Komptensi Dasar 8. 3 Menulis puisi bebas dengan diksi yang tepat. Tujuan pembelajaran yang hendak dicapai dalam pembelajaran ini adalah dengan melalui diskusi kelompok diharapkan siswa dapat mempraktikkan cara menuis puisi dengan teknik akrostik. Hasil observasi terhadap aktivitas siswa pada pertemuan pertama disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Aktivitas siswa dalam KBM pada Siklus I
NO 1.
2.
ASPEK / SUB. KEGIATAN Kegiatan Kelompok a. Keseriusan mendengar materi pelajaran yang disajikan guru b. Pembentukan kelompok Prensentasi kelas a. Kerjasama dan tanggung jawab dalam kelompok
KUALIFIKASI SB B K SK √ √ √
705
DESKRIPTOR
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
3.
√
b. Aktifitas menulis c. Memberikan respon jawaban Refleksi
√ √
Hasil pengamatan terhadap aktivitas siswa pada pertemuan pertama menunjukkan bahwa pada kegiatan awal pembelajaran, mulai pada kegiatan menyimak tujuan pembelajaran sampai dengan menyimak materi pelajaran, siswa masih belum menampakkan keaktifan yang diinginkan. Walaupun siswa sudah ada keseriusan mendengarkan penjelasan guru, namun sering bercakap dengan teman sehingga masih kualifikasi (cukup). Siklus II Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 6 Oktober 2014, pukul 7. 30-9.30. Materi pembelajaran diajarkan sesuai dengan petunjuk rencana pembelajaran dengan menggunakan teknik akostik Pada akhir proses pembelajaran guru memberi tugas siswa untuk berlatih menulis puisi. Hasil observasi aktivitas siswa pada pertemuan kedua disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Aktivitas Siswa dalam KBM pada Siklus II
NO 1.
2.
3.
ASPEK / SUB. KEGIATAN Kegiatan Kelompok a. Keseriusan mendengar materi pelajaran yang disajikan guru b. Pembentukan kelompok Prensentasi kelas a. Kerjasama dan tanggung jawab dalam kelompok b. Aktifitas menulis c. Memberikan respon jawaban Refleksi
KUALIFIKASI SB B K SK
DESKRIPTOR
√ √ √ √ √ √
Hasil pengamatan terhadap aktivitas siswa pada pertemuan kedua menunjukkan bahwa pada kegiatan awal pembelajaran, mulai pada kegiatan menyimak tujuan pembelajaran sampai kegiatan inti, siswa sudah serius mendengarkan penjelasan guru, Akan tetapi, kegiatan selanjutnya tampak bahwa siswa sudah dapat membentuk kelompok secara tertib dan teratur. Tahap presentasi kelas, pada aspek kerjasama dan tanggung jawab dalam kelompok, siswa sudah sebahagian besar aktif melakukan kerjasama dalam kelompok dan bertanggung jawab. Dan tahap ketiga yaitu refleksi sudah kualifikasi (baik) karena siswa sebagian besar aktif menyelesaikan tugas yang diberikan. Walaupun telah ada perubahan dari pertemuan pertama, namun belum maksimal. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan-kegiatan tersebut masih perlu diterapkan kembali pada siklus berikutnya. Pembahasan Keberhasilan tindakan diamati selama dan sesudah tindakan dilaksanakan. Peneliti mengamati perilaku guru dan perilaku siswa selama proses pembelajaran berlangsung dengan menggunakan lembar observasi. Aspek yang dinilai ialah siswa dan guru pada kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Pada kegiatan awal, guru mengawali pembelajaran dengan menyampaikan tujuan pembelajaran dan memberi motivasi belajar kepada siswa. Kegiatan ini memberi kesempatan kepada siswa untuk mengetahui tujuan pembelajaran yang mereka ikuti. Dalam menyampaikan materi pembelajaran dan tugas-tugas yang akan diselesaikan oleh siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung, guru berpedoman pada pelaksanaan pembelajaran menulis puisi dengan teknik akrostik. Pada kegiatan inti, guru bersama siswa menentukan tema puisi yang akan ditulis, misalnya tentang kegiatan, peristiwa, binatang, dll. Selanjutnya guru menugaskan siswa untuk menulis/mengidentifikasi sejumlah kata yang untuk menambah perbendaharaan kata siswa dalam kelompok. Dalam menulis kata-kata tersebut didiskusikan secara berkelompok pada tahap berpikir 706
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
bersama, guru menerapkan langkah-langkah pembelajaran menulis puisi dengan teknik akrostik. Dalam kegiatan akhir, guru memberi kesempatan kepada siswa untuk membacakan puisi yang telah ditulisnya, di revisi atau diperbaiki. Guru menyamakan persepsi dan memberi penekanan pada hal yang dianggap kurang dimiliki siswa. Pada kegiatan akhir pembelajaran, guru dan siswa melakukan kegiatan refleksi dan menyimpulkan kegiatan yang baru dilakukan. Pada kegiatan akhir pertemuan I, guru memberikan tugas di rumah sebagai bahan pelajaran yang dibahas pada pertemuan II. Keterlibatan siswa juga diamati oleh peneliti pada kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Pada kegiatan ini dilaksanakan pada pertemuan I dan II. Perbedaan keduanya hanyalah materi pembelajaran, dimana pada pertemuan I siswa hanya menulis beberapa kata dari setiap huruf. Pada kegiatan awal, siswa menyimak penjelasan guru mengenai tujuan dari pembelajaran yang akan dicapai, siswa mengapresiasi motivasi yang disampaikan guru. Pada pertemuan I siswa belum mengerti tentang model yang ditawarkan oleh guru, setelah mendengarkan penjelasan proses pembelajaran dengan teknik akrostik yang digunakan akhirnya siswa menjadi tertarik. Siswa membagi diri dalam kelompok kecil berdasarkan instruksi guru. Kemampuan Menulis pada Aspek Kerapian Tulisan Hasil penilaian kerapian tulisan siswa dalam menulis pada siklus pertama menunjukkan bahwa kerapian tulisan siswa masih tergolong sedang. Hasil penilaian siklus pertama ini, khususnya pada aspek kerapian tulisan dapat dijadikan sebagai gambaran dan tolok ukur untuk dilakukan tindakan pembelajaran pada siklus berikutnya. Tujuannya adalah mengetahui peningkatan keterampilan siswa menulis melalui teknik akrostik pada aspek kerapian tulisan. Berdasarkan tabel lampiran diketahui perolehan nilai siswa dalam menulis puisi melalui teknik akrostik pada aspek pemilihan kata. Untuk lebih jelasnya, hasil penilaian kerapian tulisan dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil Penilaian Kerapian Tulisan
Jumlah siswa 4 10 9 1 24
Persentase 16,66 41.66 37,50 4,16 0 0 100 %
Kategori Baik sekali Baik Sedang Cukup Kurang Sangat Kurang
Pada Tabel 9. menunjukkan bahwa hasil penilaian kerapian tulisan pada siklus I yang diperoleh oleh 26 siswa, yang dinyatakan dalam kategori baik sekali dinyatakan 5 atau 16, 66 persen, kategori baik diperoleh 10 siswa atau 41,66 persen, kategori sedang diperoleh 9 siswa atau 37,50 persen, kategori cukup diperoleh 2 orang siswa atau 4,16 persen, tidak ada siswa yang tergolong kategori kurang atau 0 persen, dan kategori sangat kurang juga tidak ada seorang siswa atau 0 persen. Kemampuan Menulis pada Aspek Diksi Hasil penilaian diksi siswa dalam menulis pada siklus pertama menunjukkan bahwa diksi siswa masih tergolong kurang. Pengaruh bahasa ibu masih mendominasi tulisan yang dibuat. Hasil penilaian siklus pertama ini, khususnya pada aspek diksi dapat dijadikan sebagai gambaran dan tolok ukur untuk dilakukan tindakan pembelajaran pada siklus berikutnya. Pada saat kegiatan inti siswa dengan semangat yang tinggi membacakan hasil karyanya di depan kelas. Dan tahap ketiga yaitu refleksi sudah kualifikasi (baik) karena siswa sebahagian besar aktif menjawab pertanyaan dari guru. Tahap presentasi kelas, siswa secara umum sudah kualifikasi (sangat baik). Dan tahap ketiga yaitu refleksi masih seperti pertemuan kedua pada kualifikasi (baik) karena siswa sebahagian besar aktif menulis puisi dan aktif menjawab pertanyaan dari guru. Pada tahap evaluasi di akhir siklus II berdasarkan aspek kemampuan pada kerapian tulisan 75,00%, diksi 79,16%, keruntutan 74.99%, dan kerapian. 83,32%. Pada dasarnya terjadi 707
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
peningkatan kemampuan menulis puisi dan sudah banyak siswa yang mencapai kategori baik pada setiap indikator yang ditetapkan dan ketuntasan sudah tercapai, sehingga tidak perlu dilanjutkan ke siklus III SIMPULAN Pembelajaran menulis puisi akrostik melalui NWS ditemukan bahwa terjadi peningkatan kemampuan menulis puisi siswa yang meliputi aspek kerapian tulisan, diksi, keruntutan, kerapian tulisan siswa kelas V SDN 07 Curup Tengah Kabupaten Rejang lebong DAFTAR PUSTAKA Aminuddin. 1995. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindo Davis.2003.NeigborhoodWalk.(http:www//collaborative,uvadis.edu/ms0203/allardi/jawab/neighbor hoodwalk.htm). Elliot, T. S. 1960. The Sacred Wood; Essay on poetry and criticism. London: Methuen & Co Ltd. Janeczko, Paul, B. 2000. Teaching 10 Fabulous Forms of Poetri. New York: A Paramount Company Nurgiyantoro, Burhan. 1988. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra Edisi Ketiga. Yogyakarta: BPFE. Pradopo, Rachmad Djoko. 2000. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Rusyana, Yus. 1982. Metode Pengajaran Sastra. Bandung : Gunung Larang. S. Effendi. 2002. Bimbingan Apresiasi Puisi. Jakarta: Pustaka Jaya. Syafi‟i, Iman. 1988. Retorika dalam Menulis. Jakarta: Depdikbud. Salam. 2004. Struktur Penalaran dalam Karya Tulis Mahasiswa UNM. Disertasi tidak diterbitkan. Malang: PPs Universitas Negeri Malang. Sanjaya, Wina. 2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana. Tarigan, Djago dan Henry Guntur Tarigan. 1996. Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa. Waluyo, Herman J. 2005. Apresiasi Puisi untuk Pelajar dan Mahasiswa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Wardani. 1981. Pengajaran Sastra. Jakarta: Proyek Pengembangan Pendidikan Guru
PENINGKATAN KETRAMPILAN MENULIS KARANGAN SEDERHANA MELALUI LATIHAN TERBIMBING PADA SISWA KELAS III SD NEGERI 1 CALEUE KABUPATEN PIDIE Nurzaitun SDN 1 Caleue Kabupaten Pidie Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia melalui latihan terbimbing pada materi menulis karangan sederhana di kelas III SD Negeri 1 Caleue. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan sebanyak dua siklus, setiap siklus melalui tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi guna meningkatkan kualitas pembelajaran. Subjek penelitian adalah siswa kelas III SD Negeri 1 Caleue. Hasil penelitian diperoleh jumlah nilai sebelum perbaikan nilai rata-rata 58,9. Tetapi setelah adanya tindakan yang diterapkan pada penelitian ini meningkat menjadi 69,5. Hal ini menunjukkan peningkatan sebesar 10,6 poin,dengan ketuntasan belajar mencapai 90%. Dengan demikian, melalui latihan terbimbing dapat meningkatkan ketrampilan menulis karangan sederhana pada siswa. Kata Kunci: karangan sederhana, latihan terbimbing.
708
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Berhasil tidaknya tujuan pembelajaran ditentukan oleh banyak faktor diantaranya adalah faktor guru. Dinyatakan demikian karena guru secara langsung dapat mempengaruhi, membina dan meningkatkan kecerdasan serta ketrampilan siswa. Guna mencapai tujuan pendidikan secara maksimal karena peran guru sangat penting. Untuk itu guru diharapkan memiiki cara atau model belajar yang baik dan mampu memilih model pembelajaran yang tepat ( usman, 1992) Tugas utama guru adalah sebagai pendidik dan pengajar harus mampu menciptakan tujuan pembelajaran . Guru juga harus mampu mencapai tujuan pembelajaran yang memuaskan. Guru dituntut menguasai segala hal yang menyangkut proses pembelajaran termasuk melaksanakan proses belajar mengajar yang menarik dan menyenangkan serta memperbaikinya sehingga dipahami dengan baik oleh siswa. Guru memerlukan wawasan yang mantap tentang strategi dan metode belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah di rumuskan. Penggunaan metode yang tepat merupakan fasilitas mengantarkan bahan pelajaran untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu ,bahan pelajaran yang disampaikan harus memperhatikan pemakaian metode yang tepat agar tujuan pembelajaran tercapai.pengalaman membuktikan bahwa kegagalan pengajaran salah satunya di sebabkan oleh pemilihan metode yang kurang tepat. Hal Yang senada juga di ungkapkan oleh Roestiyah (1991,43) mengatakan bahwa, dalam kegiatan belajar mengajar,guru dapat mengkombinasikan beberapa teknik penyajian pembelajaran, yang disesuaikan dengan karakteristik materi yang di bahas sesuai tujuan yang di rumuskan. Berdasarkan hasil pengalaman yang dilakukan guru pada saat melakukan pembelajaran bahasa Indonesia ,terdapat kelemahan pada saat pembelajaran. Kelemahan tersebut berupa: (1) guru kurang memberikan gambaran positif tentang potensi diri yang di miliki oleh siswa, (2) guru tidak menggunakan metode yang tepat ,(3) guru tidak menggunakan alat peraga atau media dalam menjelaskan materi pembelajaran,(4) guru tidak mendemontrasikan materi pembelajaran, serta guru kurang memotivasi siswa dalam belajar. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa proses pembelajaran dikelas III SD Negeri 2 Kunyet perlu diperbaiki guna meningkatkan hasil belajar siswa dengan memilih metode pembelajaran yang tepat. Dalam hal ini tindakan guru dalam proses belajar mengajar adalah menerapkan metode latihan terbimbing untuk meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia pada materi menulis karangan sederhana. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan ketrampilan menulis karangan sederhana pada pembelajaran bahasa Indonesia melalui latihan terbimbing, dengan adanya penelitian ini diharapkan pada akhir kegiatan terjadi peningkatan kemampuan siswa menulis kembali karangan sederhana melalui latihan dan pemberian tugas. Menulis adalah kegiatan penyampaian pesan (gagasan, perasaan, atau informasi) secara tertulis kepada pihak lain. Dalam kegiatan berbahasa menulis melibatkan empat unsur, yaitu penulis sebagai penyampai pesan atau isi tulisan, pembaca sebagai penerima pesan. Kegiatan menulis sebagai sebuah perilaku berbahasa memiliki fungsi dan tujuan: personal, interaksional, informatif, instrumental, heuristik, dan estetis. Sebagai salah satu aspek dari keterampilan berbahasa, menulis atau mengarang merupakan kegiatan yang kompleks. Kompleksitas menulis terletak pada tuntutan kemampuan untuk menata dan mengorganisasikan ide secara runtut dan logis, serta menyajikannya dalam ragam bahasa tulis dan kaidah penulisan lainnya. Akan tetapi, di balik kerumitannya, menulis menjanjikan manfaat yang begitu besar dalam membantu pengembangan daya inisiatif dan kreativitas, kepercayaan diri dan keberanian, serta kebiasaan dan kemampuan dalam menemukan, mengumpulkan, mengolah, dan menata informasi. Tampaknya tidak ada jalan pintas bagi keterampilan menulis. Keterampilan menulis dirintis melalui dua cara yang umum. Cara pertama adalah banyaknya latihan atau praktek menulis. Cara kedua adalah perhatian yang serius yang ditujukan kepada logika kalimat di dalam tulisan. Di dalam penyuntingan, kalimat dapat saja diubah atau diperbaiki. Termasuk di dalam perbaikan itu adalah juga pemindahan letak kata di dalam kalimat sehingga tidak timbul interpretasi ganda. Materi menulis karangan sederhana di kelas III sekolah dasar adalah pengertian karangan, bagian karangan, cara menulis karangan, contoh karangan. Menurut pengertiannya mengarang adalah serangkaian seseorang mengumpulkan gagasan dan menyampaikan tulisannya melalui bahasa tulisan kepada pembaca untuk dipahami (The Liang Gie, 1992 : 17). Dalam proses karang mengarang setiap ide harus dilibatkan pada suatu kata, katakata dirangkai menjadi sebuah kalimat membentuk paragraf, dan paragraf- paragraph akhirnya 709
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
mewujudkan sebuah karangan.Sedangkan sebuah karangan merupakan hasil dari kegiatan,yaitu perwujudan gagasan seseorang dalam bahas tulisan yang dapat dibaca dan dipahami oleh orang lain. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa mengarang adalah kegiatan menulis yang tersusun secara teratur dari kata, kalimat, sampai paragraf yang saling berhubungan dan merupakan kesatuan yang utuh, dengan maksud menceritakan kejadian atau peristiwa, mempercakapkan sesuatu, dan tujuan lainnya LATIHAN TERBIMBING Menurut Roestiyah (2001), metode latihan adalah suatu cara mengajar dimana siswa melaksanakan kegiatan-kegiatan latihan agar siswa memiliki ketangkasan atau keterampilan yang lebih tinggi dari apa yang telah dipelajari. Menurut Sagala (2003) Metode latihan (drill) atau metode training merupakan suatu cara mengajar yang baik untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan tertentu, selain itu sebagai sarana untuk memperoleh suatu ketangkasan, ketepatan, kesempatan dan keterampilan. Metode latihan terbimbing memiliki fungsi yang sangat penting dalam pembelajaran menulis karangan. Melalui proses ini siswa diberikan bantuan yang terarah dari guru guna meningkatkan kemampuan menulis karangan siswa. Kegiatan bimbingan bukan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara kebetulan, insidental, sewaktu-waktu, tidak sengaja atau asal saja, melainkan suatu kegiatan yang dilakukan dengan sistematis, sengaja, berencana, terus-menerus dan terarah pada tujuan. Setiap kegiatan bimbingan merupakan kegiatan yang berkelanjutan, artinya senantiasa diikuti secara terus menerus dan aktif sampai sejauh mana individu telah berhasil mencapai tujuan dan penyesuaian diri. Dalam menggunakan metode tersebut guru harus berhati-hati, karena hasil dari suatu latihan terbimbing akan tertanam dan menjadi kebiasaan. Selain untuk menanamkan kebiasaan, model latihan terbimbing ini juga dapat menambah kecepatan, ketepatan, dan kesempurnaan dalam melakukan sesuatu, serta dapat pula dipakai sebagai sesuatu cara untuk mengulangi bahan yang telah dikaji. Latihan terbimbing bertujuan agar yang dibimbing dapat melatih diri secara aktif. Keaktifan latihan dan dilakukan secara berulang-ulang sangatlah diperlukan dalam mencapai tujuan yang maksimal. Hilgard & Bower, 1975 dalam Syah, (2004:213), bahwa; latihan dianggap sangat penting, karena menurut Low of exercise (hukum latihan), semakin sering sebuah perilaku dilatih atau digunakan maka akan semakin mantap eksistensi perilaku tersebut, beberapa prinsip pokok yang perlu diperhatikan dalam menyelenggarakan latihan, diantaranya; 1) Latihan itu harus selalu didahului atau diselingi dengan penjelasan, 2) Latihan tidak membosankan, 3) Latihan harus menarik perhatian dan minat serta menumbuhkan motivasi untuk berpikir. Latihan Terbimbing dilakukan dengan berkelompok, didalam pembinaan terhadap siswa satu kelompok tidak lebih dari 4 orang, jika terlalu banyak siswa dalam suatu kelompok maka pembinaan akan kurang efektif, karena pengamatan terhadap siswa yang banyak akan memerlukan waktu pengamatan yang lebih lama.Tiap individu dalam kelompok secara mandiri menyelesaikan tugas dengan diaktifkan dan dibimbing oleh guru. Perhatian guru khusus diarahkan pada proses latihan atau proses penyelesaian tugas. Kesalahan-kesalahan segera dikoreksi dan dicegah untuk selanjutnya tidak terulang lagi. Jika siswa tidak lagi membuat kesalahan, maka latihan tidak perlu dilanjutkan lagi. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas dengan dua siklus. Masingmasing siklus meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi mengikuti pola kemmis dan Mc Taggart(dalam Zubaidah dkk, 2008). Subjek penelitian adalah siswa kelas III SD Negeri 1Caleue . Kecamatan Indrajaya Kabupaten Pidie dengan jumlah siswa seluruhnya 20 orang yang terdiri dari 7 orang siswa laki-laki dan 13 orang siswa perempuan. Pengumpulan data dilakukan tes dan observasi pembelajaran, instrument penelitian yang digunakan butir soal tes,lembar observasi pembelajaran, dan lembar observasi keaktifan belajar siswa. Data penelitian berupa hasil pengamatan pelakasanaan pembelajaran dianalisis secara kualitatif dan data penelitian berupa hasil tes dianalisis dengan perhitungan persentase. Indikator keberhasilan penelitian ini adalah jika nilai diakhir kegiatan penelitian rata-rata kelasnya sudah mencapai 65,4 dan rata-rata anak yang mencapai nilai minimal sesuai KKM sebesar 69,5 adalah minimal 90% dari 20 siswa.
710
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
HASI PENELITIAN Siklus I Hasil penelitian secara umum dapat diketahui bahwa melalui metode latihan terbimbing dapat meningkatkan kemampuan menulis kembali berita oleh siswa kelas III SD Negeri 1 Caleue Kabupaten Pidie. Hal ini terlihat dari hasil tindakan yang ada pada siklus I dan II Tabel Analisis Nilai Rata-Rata Siswa
NO 1 2 3
Uraian Sebelum perbaikan Siklus I Siklus II
Nilai Rata-Rata Siswa 58,9 65,4 69,5
Keterangan
Rata-rata tes siswa sebelum perbaikan 58,9, sedangkan pada siklus I adalah 65,4 dan pada siklus II adalah 69,5.Hasil tersebut berdasarkan dari hasil tes akhir siklus. Tes tersebut dilakukan untuk mengatahui peningkatan hasil belajar per siklus.Pada tabel dibawah ini dapat dilihat adanya peningkatan setiap siklus. 70 65 60 55 50
69,5 65,5 58,9 Sebelum
Siklus I
Siklus II
Tabel di atas menunjukkan sajian hasil rata-rata siswa mengikuti tes pada setiap siklus. Hasil penelitian tindakn kelas yang menggunakan metode latihan terbimbing. Dalam pembelajaran menulis karangan sedehana dapat dilihat dari table di atas. PEMBAHASAN Sebelum pelaksanaan penelitian ini telah dilakukan pra penelitian yaitu melakukan observasi atau pengamatan langsung didalam kelas serta melihat nilai akhir dari siswa. Dari observasi awal di temukan masalah- masalah sebagai berikut: a. Keaktifan belajar siswa rendah sehingga suasan kelas sangat menoton. b. Guru kurang memberikan gambaran positif tentang potensi diri yang di miliki oleh siswa c. Guru tidak menggunakan metode yang tepat d. Guru tidak menggunakan alat peraga atau media dalam menjelaskan materi pembelajaran e. Motivasi belajar siswa rendah sehingga menyulitkan guru dalam memberikan materi f. Rata-rata nilai bahasa Indonesia adalah 58,9 Penelitian ini dilaksanakan oleh peneliti yang sekaligus berperan sebagai guru di kelas, dan melaksanakan penelitian dalam 2 siklus sebagai berikut. Siklus I Dari hasil pelaksanaan siklus I, ketuntasan belajar secara klasikal mencapai nilai rata-rata 65,4.dan siswa tuntas 16 siswa yang belum tuntas ada 4 siswa, hal ini berarti belum memenuhi standar ketuntasan belajar secara klasikal, dikatakan tuntas apabila siswa yang memperoleh nilai 60 sudah mencapai 80%, keaktifan dan minat belajar siswa selama proses pembelajaran juga sudah mulai meningkat, dimana siswa yang mau bertanya sudah 5 orang, dan yang mampu menjawab pertanyaan guru sudah 7 orang,dan siswa yang mampu menanggapi pertanyaan guru ada 5 orang. Dalam kegiatan diskusi kelompok, sebagian siswa sudah mulai menunjukkan minat belajar dalam melakukan kegiatan diskusi, dimana dari 5 kelompok diskusi yang dibentuk sudah 4 kelompok yang terlihat aktif melksanakan diskusi kelompok,tetapi yang kerja sama kelompok masih terlihat kurang, kebanyakan siswa sibuk mengerjakan tugas sendiri-sendiri. Rekomendasi hasil refleksi siklus I untuk dikembangkan pada siklus II.berdasarkan hasil tes dan hasil observasi kegiatan guru dan siswa,maka kelemahan masalah yang ditemui di siklus I,perlu adanya perbaikan yang akan dilaksanakan di siklus berikutnya, yaitu: a. Guru harus lebih membimbing siswa dalam diskusi kelompok agar siswa tidak terlibat kegiatan lain diluar kegiatan LKS 711
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
b. c.
Guru harus tetap memberikan penguatan terhadap pertanyaan ataupun jawaban siswa,sehingga siswa termotivasi untuk bertanya atau menjawab pertanyaan guru. Guru harus memberitahukan hal-hal yang akan dinilai dalam penilaian proses,serta wakil kelompok yang akan mempresentasikan hasil diskusi kelompok akan ditentukan secara undian agar semua siswa siap siapapun yang mendapat undian.
Siklus II Dari hasil pelaksanaan siklus II, ketuntasan belajar secara klasikal sudah mencapai 90%.Selama proses pembelajaran siswa terlihat semangat dan aktif, hal ini membuktikan bahwa minat belajar siswa sudah meningkat yang sekaligus meningkatkan hasi belajar siswa, hal ini dapat dilihat dari hasil evaluasi siswa nilai tertinggi adalah 10 dan nilai terendah adalah 6. Dalam kegiatan diskusi kelompok tidak lagi terlihat siswa yang pasif dengan kegiatan kelompoknya.siswa yang menjawab pertanyaan baik dari guru maupaun dari temannya bertambah menjadi 13 orang dan siswa yang menanggapi pertanyaan guru juga sudah meningkat menjadi 8 orang. Rekomendasi dari hasil refleks siklus II ini sudah menunjukkan bahwa pembelajaran dengan model latihan terbimbing sudah mengarah pada kesimpulan bahwa dengan menulis karangan sederhana dengan model latiahan terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar siswa Maka peneliti dan rekan kolaborasi memutuskan untuk melaksanakan penelitian tindakan kelas ini cukup dengan dua siklus saja.
Kegiatan Guru Sedang Membimbing Siswa dalam Menulis Karangan Sederhana
KESIMPULAN Berdasarkan dari hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa metode latihan terbimbing dalam proses pembelajaran sangat membantu dalam meningkatkan hasil belajar siswa dalam menulis karangan sederhana. SARAN Agar penelitian ini lebih bermanfaat, disarankan bagi guru untuk dapat menerapkan metode latihan terbimbing dalam materi yang lain supaya dapat memberikan pengalaman yang bermakna bagi siswa, dan guru diharapkan dapat meningkatkan minat belajar siswa dengan cara menyajikan model pembelajaran yang menarik dan menciptakan suasana belajar yang menyenangkan sehingga mendapatkan hasil belajar yang optimal seperti yang diharapkan. DAFTAR RUJUKAN Roestiyah, N.K 1991.Masalah pembelajaran sebagai suatu system. Jakarta: Rineka Cipta Roestiyah. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Sagala, S. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran. Surabaya: Alfabeta The Liang Gie. 1992. Pegantar dunia karang mengarang. Yogyakarta: Liberty.
712
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
PENINGKATAN HASIL BELAJAR BAHASA INDONESIA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION SISWA KELAS IV SD NEGERI INPRES 6/84 BAWUNIAN KECAMATAN BEO UTARA Juliana Sono Guru SD Negeri Inpres 6/84 Bawunian Abstrak: Hasil belajar bahasa Indonesia terkait tema Makananku Sehat dan Bergizi pada siswa kelas IV cenderung rendah. Dari 20 siswa kelas IV, hanya 6 orang atau 30% siswa tuntas dalam pembelajaran, sedangkan 14 orang atau 70% siswa belum tuntas. Tujuan penelitian ini meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia melalui model pembelajaran kooperatif tipe Student-Teams Achievement Division siswa kelas IV SD Negeri Inpres 6/84 Bawunian. Karenanya, penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dikembangkan dengan mengacu pada model Kemmis & Taggart. Rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I adalah 38,75%, yang artinya 75% siswa masih di bawah KKM. Pada siklus kedua, rata-rata hasil belajar siswa mengalami peningkatan hingga 80%, yang artinya 75% siswa berhasil mencapaiKKM. Dengan demikian, hasil belajar bahasa Indonesia pada siswa kelas IV SD Negeri Inpres 6/84 Buwunian di Kecamatan Beo Utara Kabupaten Kepulauan Talaud dapat meningkat melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student-Teams Achievement Division (STAD). Kata Kunci: Hasil Belajar, Student Teams Achievement Division, Bahasa Indonesia
Sehubungan dengan penerapan kurikulum 2013 pada tingkat SD, ditetapkan bahwa salah satu landasan pola pikir yang perlu dipahami guru ialah pergeseraan pemahaman proses pembelajaran dari berpusat pada guru menuju berpusat pada siswa (Kemendikbud, 2014:3). Pada dasar pentingnya penerapan pola pikir proses pembelajaran yang berpusat pada siswa ini berlaku untuk semua mata pelajaran di SD. Salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada siswa kelas IV SD adalah bahasa Indonesia. Untuk dipahami bahwa secara nasional sejak tahun ajaran 2013/2014, kelas IV SD merupakan sasaran pertama implementasi Kurikulum 2013. Karena itu, sejak tahun 2013 para guru kelas IV SD telah diberikan pelatihan agar mereka memiliki pengetahuan yang dapat digunakan untuk membelajarkan kurikulum 2013 tersebut. Beberapa model pembelajaran yang diharapkan diterapkan oleh para guru untuk mata pelajaran yang diajarkan di kelas IV ialah model pembelajaran tematik terpadu, model pembelajaran berbasis proyek, model pembelajaran berbasis masalah, model pembelajaran penemuan, dan model pembelajaran kooperatif. Hasil studi awal peneliti pada SD Negeri Inpres 6/84 Bawunian di Kecamatan Beo Utara Kabupaten Kepulauan Talaud menunjukkan bahwa sekolah ini merupakan sekolah yang dijadikan sasaran implementasi awal kurikulum 2013. Pada tahap awal implementasi kurikulum diberlakukan untuk kelas II dan IV. Dalam pengembangan pembelajaran, para guru kelas, terutama guru kelas IV, mengacu pada buku tematik terpadu kurikulum 2013 sebagai buku panduan bagi guru. Namun demikian, hasil belajar bahasa Indonesia terkait tema Makananku Sehat dan Bergizipada siswa kelas IV cenderung lebih banyak yang masih rendah. Hal itu dapat dilihat dari jumlah 20 siswa kelas IV yang tuntas dalam pembelajaran bahasa Indonesia tahun ajaran 2013/2014 hanya 6 orang siswa atau 30%, sedangkan 9 orang siswa belum tuntas atau 70%. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan guru kelas IV SDN Bawunian adalah 75% untuk mata pelajaran bahasa Indonesia pada tahun ajaran 2013/2014. Adanya permasalahan yang terkait dengan hasil belajar bahasa Indonesia pada siswa kelas IV tersebut tentu saja tidak terjadi tanpa sebab. Menurut Rosdiana, Y (2006:7) hasil belajar bahasa dipengaruhi faktor internal siswa dan faktor eksternal siswa. Salah satu faktor eksternal yang dimaksud ialah pembelajaran. Dikaitkan dengan hasil studi awal yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan adanya kecenderunagn pembelajaran bahasa Indonesia di kelas IV cenderung belum maksimal. Hal itu dapat dilihat dari kecenderungan guru masih mengembangkan pembelajaran yang berpusat pada guru, masih terlalu banyak memberi ceramah kepada siswa, jarang mengajukan pertanyaan atau permasalahan kepada siswa, dan siswa kurang aktif dalam belajar, tidak diciptakan suasan saling memotivasi antar siswa dalam belajar, dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran. Untuk memperbaiki pembelajaran bahasa Indonesia tersebut tentu 713
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
diperlukan upaya peningkatan mutu pembelajaran. Pernyataan ini sejalan dengan pandangan Trianto (2007:1) yang mengemukakan bahwa untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik perlu peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah, di antara pembelajaran kooperatif. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa untuk implementasi kurikulum 2013 di tingkat sekolah, diharapkan para guru menerapkan model pembelajaran kooperatif. Banyak tipe pembelajaran kooperatif yang telah dikembangan oleh para pakar. Salah satu tipe yang telah dikembangkan oleh Slavin (Isjoni, 2007:51) adalah tipe Student-Teams Achievement Division (STAD) yang menekankan pada adanya kegiatan dan interaksi di antara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Berdasarkan uraian yang telak dikemukakan dapat dipahami bahwa hasil belajar siswa di sekolah dapat ditingkat dengan menerapkan model pembelajaran tipe Student-Teams Achievement Division. Atas dasar itu, peneliti menetapkan judul penelitian: Peningkatan Hasil Belajar Bahasa Indonesia melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student-Teams Achievement Division Siswa Kelas IV SD Negeri Inpres 6/84 Bawunian di Kecamatan Beo Utara Kabupaten Kepulauan Talaud. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia melalui model pembelajaran kooperatif tipe Student-Teams Achievement Division siswa kelas IV SD Negeri Inpres 6/84 Bawunian di Kecamatan Beo Utara Kabupaten Kepulauan Talaud. KAJIAN TEORITIS Hasil belajar siswa tentang bahasa Indonesia tidak muncul tanpa sebab. Menurut Rosdiana, Y (2006:1) hasil belajar bahasa ditentukan faktor-faktor yang berasal dari dalam diri siswa (internal) dan faktor-faktor yang berasal dari luar diri siswa (eksternal). Faktor internal meliputi motivasi positif dan percaya diri dalam belajar, tersedia materi yang memadai untuk memancing aktivitas siswa, dan adanya strategi dan aspek-aspek jiwa siswa. Faktor eksternal meliputi lingkungan sekolah, guru, teman sekolah, keluarga, orang tua, dan masyarakat. Apabila guru dapat berperan sebagai pelaku tindakan perbaikan pembelajaran di sekolah, maka guru diharuskan memiliki kemampuan dalam hal strategi atau model pembelajaran. Modelmodel pembelajaran yang perlu dipahami dan perlu diterapkan dalam rangka perbaikan kualitas pembelajaran atau peningkatan hasil belajar siswa di sekolah tentu haruslah model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan paradigma pembelajaran yang berpusat kepada siswa. Banyak model pembelajaran yang telah dikembangkan berdasarkan paradigma pembelajaran yang berpusat kepada siswa di antaranya adalah model pembelajaran kooperatif. Salah satu pembelajaran kooperatif yang telah digunakan secara luas adalah tipe Student-Teams Achievement Division (STAD) Sanjaya, W (2006:240; Trianto, 2007:51; Isjoni, 2007:52). Perkataan pembelajaran kooperatif diterjemahkan dari bahasa Inggris cooperative learning. Menurut Slavin (dalam Isjoni, 2007:12) pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen. Teori Piaget diangkat dari nama Jean Piaget yang mengawali kariernya sebagai seorang ahli biologi, khususnya bidang makologi (Yamin dan Maisah, 2012:152). Menurut Piaget (Isjoni, 2007:36) setiap individu mengalami tingkat-tingkat perkembangan intelektual, yaitu: (1) sensori motor (0-2 tahun), (2) pra operasional (2-7 tahun), (3) operasional konkret (7-12 tahun), dan (4) operasional formal (11 tahun ke atas). Bila merujuk pada teori Piaget tersebut, maka siswa yang berada pada tingkat SD (usia berkisar antara 7-12 tahun) termasuk dalam kategori operasi konkret. Menurut Slavin (Isjoni, 2007:52; Quadriyah, 2003:57) pembelajaran kooperatif tipe Student-Teams Achievement Division terdiri atas lima tahapan, yaitu: (1) tahap penyajian materi, (2) tahap kegiatan kelompok, (3) tahap tes individual, (4) tahap penghitungan skor perkembangan individu, dan (5) tahap pemberian penghargaan kelompok. Kelima tahapan yang harus diikuti guru dalam pembelajaran kooperatif tipe Student-Teams Achievement Division. Pada hakikatnya hasil belajar siswa di sekolah merupakan sesuatu yang diperoleh melalui suatu proses belajar. Perolehan hasil belajar tersebut dapat berupa kemampuan. Hasil belajar yang dipahami sebagai kemampuan yang diperoleh siswa adalah sejalan dengan pandangan Susanto, Ahmad. (2013:5) yang mengemukakan bahwa hasil belajar siswa adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. METODE 714
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research). Desain penelitian yang akan digunakan mengacu kepada model yang dikembangkan oleh Stephen Kemmis dan Robbin Mc Taggart (Aqib, 2006:30) yang meliputi empat tahap, yaitu: (1) perencanaan, (2) tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi. Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Negeri Inpres 6/84 Bawunian yang berjumlah 20 orang, terdiri dari 12 orang perempuan dan 8 orang laki-laki. Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah data kualitatiuf dan data kuantitatif. Analisis statistik deskriptif dilakukan terhadap data yang bersifat kuantitatif. Data kualitatif penelitian ini menggunakan analisis persentase.Kriteria keberhasilan dalam kegiatan penelitian tindakan ini ialah sebesar 75%. Untuk penentuan ukuran keberhasil menggunakan rumus ketuntasan belajar yang dikemukakan oleh Trianto (2011:63) sebagai berikut.
KB =
𝑇 x 100% 𝑇𝑡
Keterangan: KB : Ketuntasan belajar T : Jumlah skor yang diperoleh siswa Tt : Jumlah skor total HASIL SIKLUS I Sebagai dampak dari belum optimalnya penerapan model pembelajaran kooperatif tipeStudent-Teams Achievement Division (STAD) belum terlaksanakan secara optimal dengan berbagai aspek ialah capaian hasil belajar siswa yang belum optimal. Berdasarkan hasil analisis terhadap hasil belajar siswa dapat dipahami dalam tabel 4.3. Tabel 4.3Hasil Belajar Siklus I
No. Nama Butir Soal Urut Siswa 1 2 3 Siswa 1 2,5 2,5 1 Siswa 2 2,5 2,5 2,5 2 Siswa 3 2,5 3 Siswa 4 2,5 4 Siswa 5 2,5 2,5 2,5 5 Siswa 6 2,5 6 Siswa 7 2,5 2,5 7 Siswa 8 2,5 8 Siswa 9 2,5 2,5 2,5 9 Siswa 10 2,5 2,5 2,5 10 Siswa 11 2,5 2,5 11 Siswa 12 2,5 2,5 12 Siswa 13 2,5 2,5 13 Siswa 14 2,5 2,5 2,5 14 15 Siswa 2,5 -
715
4
Jumlah
2,5 7,5 -
7,5
-
2,5
2,5 5 2,5 10 -
2,5
-
5
-
2,5
2,5 10 2,5 10 -
5
-
5
2,5 7,5 -
7,5
-
2,5
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
15 Siswa 16 Siswa 17 Siswa 18 Siswa 19 Siswa 20
16 17 18 19 20
2,5 -
-
2,5 5
2,5 2,5 2,5 2,5 10 2,5 -
-
-
2,5 -
2,5 -
5
2,5 -
-
2,5
-
Jumlah
2,5
77,5
Berdasarkan hasil yang disajikan dalam tabel 4.3 dapat dilihat tingkat perolehan hasil belajar siswa sebagai berikut. 1) Soal nomor satu, 20 siswa menjawab benar dan 0 siswa menjawab salah. 2) Soal nomor dua, 6 siswa menjawab benar dan 13 siswa menjawab salah. 3) Soal nomor tiga, 12 siswa menjawab benar dan 8 siswa menjawab salah. 4) Soal nomor empat,8 siswa menjawab benar dan 12 siswa menjawab salah
Ketuntasan Belajar =
77,5 200
x 100% = 38,75%
Jadi, pencapaian hasil belajar siswa pada siklus I adalah 38,75%. Hasil ini memberi indikasi bahwa penelitian ini belum dapat dikatakan berhasil, sehingga perlu dilakukan perbaikan untuk dilanjutkan pada siklus II. HASIL SIKLUS II Hasil observasi terhadap aspek-aspek kegiatan guru dan siswa yang belum maksimal telah terperbaiki pada siklus II, sehingga telah memberikan dampak positif dan berarti terhadap peningkatan hasil belajar siswa. Hasil analisis terhadap hasil belajar siswa dapat dipahami dalam tabel 4.6. Tabel 4.6 Hasil Belajar Siklus II
No. Nama Butir Soal Urut Siswa 1 2 3 Siswa 1 2,5 2,5 2,5 1 Siswa 2 2,5 2,5 2 Siswa 3 2,5 2,5 3 Siswa 4 2,5 2,5 4 Siswa 5 2,5 2,5 2,5 5 Siswa 6 2,5 2,5 6 Siswa 7 2,5 2,5 2,5 7 Siswa 8 2,5 8 Siswa 9 2,5 2,5 9 Siswa 10 2,5 2,5 2,5 10 Siswa 11 2,5 2,5 2,5 11 12 Siswa 2,5 2,5 2,5 716
4 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
Jumlah 10 7,5 7,5 7,5 10 7,5 10 5 7,5 10 10
2,5 10
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
13 14 15 16 17 18 19 20
12 Siswa 13 Siswa 14 Siswa 15 Siswa 16 Siswa 17 Siswa 18 Siswa 19 Siswa 20
-
-
2,5
2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 -
-
2,5 2,5
2,5 2,5 -
2,5 2,5
2,5 -
Jumlah
-
2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
5 10 10 5 7,5 7,5 7,5 5 160
Berdasarkan hasil yang disajikan dalam tabel 4.6 dapat dilihat tingkat perolehan hasil belajar siswa sebagai berikut. 1) Soal nomor satu, 13 siswa menjawab benar dan 7 siswa menjawab salah. 2) Soal nomor dua, 17 siswa menjawab benar dan 3 siswa menjawab salah. 3) Soal nomor tiga, 14 siswa menjawab benar dan 6 siswa menjawab salah. 4) Soal nomor empat,20 siswa menjawab benar dan 0 siswa menjawab salah 160
Ketuntasan Belajar = 200 x 100% = 80% Jadi, pencapaian hasil belajar siswa pada siklus II adalah 80%. Hasil ini memberi indikasi bahwa penelitian ini dapat dikatakan telah berhasil, sehingga tidak perlu lagi dilanjutkan pada siklus berikutnya. Artinya, penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student-Teams Achievement Division (STAD) dapat memberi konstribusi positif dan berarti terhadap peningkatan hasil belajar siswa kelas IV pada SD Negeri Inpres 6/84 Bawunian. PEMBAHASAN Mengacau pada hasil analisis data tersebut, tampak bahwa pada siklus I nilai rata-rata hasil belajar yang diperoleh masih di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang telah ditentukan yakni 75%. Hal ini muncul karena penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student-Teams Achievement Division (STAD) masih belum optimal. Rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I adalah 38,75% atau masih di bawah KKM yakni 75%. Berdasarkan pada upaya perbaikan tindakan pembelajaran yang dilakukan dalam siklus II tersebut rata-rata hasil belajar siswa mengalami peningkatan yakni 80% atau berada di atas KKM yakni 75%. Terjadinya peningkatan hasil belajar siswa melalui penerapanmodel pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD).
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa hasil belajar bahasa Indonesia pada siswa kelas IV SD Negeri Inpres 6/84 Buwunian di Kecamatan Beo Utara Kabupaten Kepulauan Talaud dapat meningkat melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student-Teams Achievement Division (STAD). SARAN
717
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Mengingat model pembelajaran kooperatif tipeStudent-Teams Achievement Division (STAD) dapat meningkatkan hasil belajar, dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut. 1. Bagi guru kelas di SD agar dapat menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) pada materi pelajaran atau tema dan subtema yang sesuai dengan kurikulum 2013 dalam rangka perbaikan pembelajaran bahasa Indonesia. 2. Bagi kepala sekolah dan pengawas sekolah dalam melaksanakan peran supervisor, model pembelajaran kooperatif tipeStudent Teams Achievement Division (STAD) dapat dijadikan sebagai salah satu program pembinaan bagi guru dalam kegiatan supervisi akademik di sekolah. DAFTAR PUSTAKA Aqib, Zainal. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Yrama Widya Isjoni. 2007. Cooperative Learning: Mengembangkan Kemampuan Belajar Berkelompok. Bandung: Alfabeta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2014. Tema 9 Makananku Sehat dan Bergizi: Buku Tematik Terpadu Kurikulun 2013 (Buku Guru SD/MI Kelas IV). Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan Balitbang Rosdiana, Y. 2006. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD. Jakarta: Universitas Terbuka Sanjaya, W. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group Sudjana, 1989. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Offset Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik: Konsep, Landasan Teoritis-Praktis dan Implementasinya. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher ------- 2014. Materi Pelatihan Guru: Implementasi Kurikulum 2013 untuk Kelas IV. Jakarta: Pusat Pengembangan Profesi Guru.
PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR SERI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN SEDERHANA SISWA KELAS III SD INPRES 139 WARIYAU DISTRIK KLAMONO KABUPATEN SORONG PROVINSI PAPUA BARAT Mei Dhaeru SD Inpres 139 Wariyau, Distrik Klamono, Kabupaten Sorong Abstrak: bagi sebagian orang ketika mendengar istilah menulis atau mengarang mungkin bayangannya terkait pada sesuatu yang tidak menarik, menjemukan dan bahkan membosankan. Keliruan pemahaman esensi konsep menulis, pengalamannya di sekolah dalam belajar menulis mungkin tidak menyenangkan. Pengalaman yang kurang pas tersebut dapat menjadikan kita tidak pernah tertarik dengan kegiatan menulis. Hal ini dialami oleh siswa kelas III SD Inpres 139 Wariyau, Distrik Klamono, Kabupaten Sorong Provinsi Papua Barat, dalam menulis karangan sederhana. Salah satu alternatif dalam mengatasi persoalan tersebut adalah dengan menggunakan media pembelajaran gambar seri. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media pembelajaran gambar seri dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis karangan sederhana. Kata Kunci: Penggunaan media pembelajaran gambar seri, peningkatan kemampuan, penulisan karangan sederhana
Menulis merupakan suatu kegiatan yang dilakukan melalui proses atau tahapan-tahapan. Proses yang dilakukan dalam pembelajaran menulis di SD, disesuaikan dengan tingkat kelas dan tingkat kesulitan, serta jenis atau bentuk tulisan yang diajarkannya. Dalam pembelajaran menulis bahwa 718
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
pengajara materi atau bahan pelajaran harus dimulai dari yang mudah ke yang sedang, dan dari yang sedang ke yang sukar, dari yang sudah diketahui ke yang belum diketahui, dari yang konkrit ke yang abstrak. Dari keterangan tersebut, maka proses pembelajaran menulis dimulai dari yang mudah dengan kata lain kelas yang tingkatannya lebih rendah dilakukannya lebih rendah dilakukan pembelajaran menulis dengan proses yang lebih ringan atau mudah. Jadi strategi pembelajaran menulis di SD dengan mengikuti urutan yang mudah ke yang sedang dilanjutkan ke yang sukar telah merupakan suatu proses menulis mulai dari belum dapat menulis sampai pada mahir menulis atau membuat karangan. Menurut Barrs (1983: 829-831) pendekatan proses menulis bagi penulis pemula, mudah diikuti. Dia akan dapat memahami dan melakukan dengan cepat hal-hal yang harus dipersiapkan. Menulis merupakan suatu proses yang kemampuan, pelaksanaan, dan hasil hasilnya diperoleh secara bertahap. Artinya untuk menghasilkan tulisan yang baik umumnya orang melakukannya berkali-kali. Pembelajaran menulis pada hakekatnya adalah kegiatan menyampaikan pesan (komunikasi) dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau medianya. Pesan adalah isi atau muatan yang terkandung dalam suatu tulisan. Tulisan merupakan sebuah simbol atau lambing bahasa yang dapat dilihat dan disepakati pemakainya. Ketrampilan menulis hanya dapat dicapai melalui latihan yang lama dan harus intensif dilakukan melalui latihan yang terus menerus. Hal ini juga haruus didukung oleh media yang dapat mempermudah siswa dalam mencapai kompetensi yang diharapkan. Menurut Graves (1978), seseorang enggan menulis karena tidak tahu yang harus ditulis, merasa tidak berbakat menulis dan merasa tidak tahu bagaimana harus menulis. Ketidaksukaan tak lepas dari pengaruh lingkungan keluarga dan masyarakatnya, serta pengalaman pembelajaran menulis atau mengarang di sekolah yang kurang memotivasi dan merangsang minat. Pengalaman penulis ketika mengajar di Sekolah Dasar Inpres 139 Wariyau Distrik Klamono Kabupaten Sorong, para siswa pada umumnya tidak menyukai pelajaran menulis, ketika siswa ditugasi untuk menulis karangan siswa terlihat kurang berminat. Penulis beranggapan bahwa adanya sikap seperti ini karena siswa kurang paham mendapatkan ide, memilih kaa, bingung apa yang harus diceritakan dan bagaimana cara penulisan yang benar di dalam menulis karangan. Hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor yang mempengaruhinya mungkin karena faktor lingkungan yang kurang mendukung, mungkin faktor keluarga, mungkin faktor dari masyarakat, mungkin dari faktor guru, bahkan mungkin dari diri siswa itu sendiri yang kurang bersifat aktif dan kreatif. Menurut Tarian (1995: 3), kekurangmampuan dalam menulis disebabkan oleh (1) sikap sebagian besar masyarakat terhadap bahasa Indonesia kurang menggembirakan, (2) kesibukan guru di luar jam kerjanya menyebabkan mereka tidak sempat memikirkan dan melaksanakan pembelajaran yang aktif, kreatif dan menyenangkan, (3) meted dan tehnik pembelajaran mengarang yang kurang bervariasi dan hasilnya tidak sempat dikoreksi, (4) siswa merasa bahwa kegiatan mengarang merupakan beban dan kurang menarik, (5) kegiatan mengarang sangat kurang dilakukan. Untuk mengatasi persoalan dan kendala yang semacam itu dalam pembelajaran, maka seorang guru perlu menggali adanya upaya-upaya dan tindakan dalam penanganan khusus. Salah satunya adalah harus mendorong dan memotivasi agar kegiatan menulis merupakan kegiatan yang menyenangkan sehingga siswa akan merasa senang dan giat berlatih menulis terutama dalam menulis karangan yaitu dengan cara penggunaan media pembelajaran yang berupa gambar seri. Karena dari melihat gambar seri tersebut siswa mampu meningkatkan imajinasinya melalui pengungkapan kata menjadi kalimat yang akhirnya bisa menjadi sebuah karangan. Menulis karangan sederhana dengan menggunakan media gambar seri adalah kegiatan menulis yang dilakukan oleh siswa dengan cara menggunakan gambar seri sebagai alat untuk merangsang siswa menemukan bahan atau ide karangan untuk dikembangkan menjadi karangan secara lengkap dalam beberapa kalimat.
719
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
METODE Penelitian dilaksanakan pada semester ganjil di kelas III SD Inpres 139 Wariyau Distrik Klamono Kabupaten Sorong Papua Barat, tahun pelajaran 2013/2014 mulai tanggal 10 September sampai tanggal 25 Nopember 2013. Jumlah siswa kelas III SD Onpres 139 Wariyau sebanyak 21 orang siswa yang terdiri jumlah laki-laki ada 8 orang siswa dan siswa perempuan sebanyak 13 orang siswa. Dalam penelitian ini dilaksanakan berdasarkan tiga tahapan dan urutan penelitian tindakan kelas. Tahap pertama perencanaan (plan) bertujuan untuk menghasilkan rancangan pembelajaran yang diyakini mampu membelajarkan siswa secara efektif serta membangkitkan partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran. Adapun kegiatan pada tahap perencanaan (plan) antara lain mengidentifikasi bahan ajar, menyiapkan rencana pembelajaran, menentukan strategi dan metode pembelajaran, memilih media yang akan digunakan dan menentukan cara penilaian yang akan digunakan serta menentukan teman sejawat yang berperan sebagai observer. Tahap kedua adalah tahap pelaksanaan (do), dalam tahap ini dimaksudkan untuk menerapkan rancangan pembelajaran yang telah dirumuskan pada tahap sebelumnya. Kegiatan pengamatan diarahkan pada aktifitas belajar siswa dengan berpedoman pada prosedur dan instrument pengamatan yang telah disepakati pada tahap perencanaan, kegiatan pengamatan dilakukan observer atau teman sejawat untuk mengetahui atau mencatat semua temuan dalam kegiatan pembelajaran, baik mengenai hal-hal yang bersifat kelebihan maupun yang merupakan hal-hal yang kurang ataupun kejadian-kejadian yang dilaksanakan oleh guru model dalam pembelajaran. Tahap yang ketiga adalah refleksi (see) dimaksudkan untuk menemukan kelebihan dan kekurangan pelaksanaan pembelajaran, dalam kegiatan ini kelebihan dan kekurangan siswa dalam menulis karangan sederhana akan nampak. Kekurangan itulah yang menjadi bahan refleksi untuk melakukan tindakan selanjutnya sehingga peneliti bisa meneliti terus sampai benar-benar siswa memperoleh nilai yang baik. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan penilaian hasil belajar siswa pada mata pelajaran bahasa Indonesia aspek menulis karanga sederhana berdasarkan gambar seri menggunakan pilihan kata dan kalimat yang tepat dengan memperhatikan penggunaan ejaan, huruf kapital, dan tanda titik. Di kelas III Sekolah Dasar Inpres 139 Wariyau Distrik Klamono Kabupaten Sorong pada tanggal 10 September 2013. Dari hasil penelitian tersebut dinilai bahwa tulisan-tulisan siswa belum memenuhi tujuan yang diharapkan. Karena penggunaan kata belum tepat dan kalimat-kalimatnya sering diulang-ulang sehingga sangat sulit untuk dipahami. Perolehan nilai rata-rata kelas yang seharusnya di atas 70 pada kenyataannya hanya mencapai nilai tertinggi 50 sehingga hanya 24% atau 5 orang siswa yang hanya memenuhi (Kriteria Ketuntasan Minimal) bahasa Indonesia dalam aspek menulis untuk kompetensi dasar menulis karangan sederhana. Hasil pencapaian KKM dari pembelajarn yang dilakukan pertama dan kedua dapat dilihat dalam tabel 1 dan tabel 2 bawah ini. Tabel 1 Hasil Pengamatan Keaktifan Siswa
No
Jml siswa
Siswa Aktif
Siswa tdk Aktif
1
21
5
16
Tabel 2 Presentase Hasil Belajar
No 1
Jumlah Siswa
% siswa yang tuntas
% siswa yang belum tuntas
21
24%
76%
720
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Dari permasalahan yang ada, maka guru harus berupaya mengambil langkah dari tindakan salah satunya harus memperbaiki pembelajaran, memanfaatkan media dan sistim pembelajaran. Yaitu menggunakan media dan model pembelajaran. Perbaikan sistim dan model pembelajaran ini diharapkan bisa menciptakan dan membuat siswa aktif, kreatif, dan inovatif. Sehingga bisa merangsang minat, motivasi dan sikap siswa terhadap pembelajaran menulis dan berakibat pada meningkatnya prestasi belajar siswa. Dan seorang guru dapat merencanaka dan merancang bentuk pembelajaran yang sesuai dan membuat siswa tertarik dan senang akan pembelajaran menulis. Dengan demikian dengan adanya mesia gambar yang digunakan guru dalam menulis karangan sederhana dapat membantu siswa kelas III didalam mengungkapkan kata-kata, penyusunan kalimat, penggunaan ejaan dnegan benar dan akhirnya secara lengkap bisa mengungkapkan hasil pikirannya mejadi sebuah karangan, kecuali itu media pembelajaran harus sesuai dan didasarkan pada hal-hal yang bersifat konkrit. Dengan adanya berbagai temuan dan keunikan serta kekurangan yang ditemukan pada pembelajaran sebelumnya, maka guru harus memperbaiki dan menjadikan pengalaman yang sangat berharga didalam pembelajaran selanjutnya, dan selalu mengoptimalkan agar media pembelajaran selalu digunakan untuk membangkitkan minat dan daya rangsang dalam belajar. Sehingga hasil prestasi dari siswa tersebut bisa mencapai KKM yang ada. Dan dari test pembelajaran tahap kedua ini dapat diperoleh hasil bahwa siswa lebih merasa tertarik dengan adanya penggunaan media pembelajaran berdasarkan gambar seri yang disusun secara berurutan. Dari hasil yang diperoleh setelah melaksanakan pembelajaran yang kedua ini menunjukkan adanya peningkatan bahwa dari 21 siswa tersebut dinyatakan telah mencapai KKM yang ada. Hal ini dapat dilihat pada tabel 3 dan tabel 4. Tabel 3 Hasil Pengamatan Kreatifitas Siswa
No 1
Jml Siswa
Siswa Aktif
Siswa Tdk Aktif
21
20 orang
1 orang
Tabel 4 Presentase Hasil Belajar Siswa
No
Jml Siswa
% Siswa Yang Tuntas
% Siswa Tdk Tuntas
1
21 0rang
95 %
5%
PENUTUP Berdasarkan analisis terhadap data hasil dari pembelajaran melalui Penelitian Tindakan Kelas dapat disimpulkan bahwa penggunaan media pembelajaran gambar seri dalam pembelajaran menulis karangan sederhana dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar serta mengarahkan pada peningkatan prestasi belajar siswa kelas III Sekolah Dasar Inpres 139 Wariyau Distrik Klamono Kabupaten Sorong Papua Barat. Melihat prestasi belajar siswa tersebut diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa dalam pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya semua aspek kebahasaan, agar guru dapat memilih media pembelajaran yang tepat dan kontekstual agar dapat menarik dan merangsang keinginan belajar, sehingga akan tercipta suasana pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif dan menyenangkan.
721
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
DAFTAR RUJUKAN Barrs, M. 1983. The New Ortodoxy About Writing: Confusing Process and Pedagogy. Dalam Language Arts, 60,7 Hal. 839. Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004 Mata Pelajaran Bahasa Indonesia dan Sastra Indonesia untuk Sekolah Dasar. Jakarta: Pusat Kurikulum. Graves, D. H. 1978. Balance the Basic: Let Them Write. New York. NY: Ford Fundation. Santosa, A., dkk. 2011. Pendalaman Materi Bahasa Indonesia. (kerjasama PT Pertamina-Universitas Negeri Malang). Malang: TEQIP. Tarigan, H. G. 1986. Menulis Sebagai Suatu Ketrampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
PENINGKATAN KEMAMPUAN MENYIMPULKAN ISI CERITA ANAK PADA SISWA KELAS V SDK OEMANU KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) Petronela Bait SDK Oemanu Kabupaten Timor Tengah Utara Abstrak: Banyak siswa kelas V SDK Oemanu Kabupaten Timor Tengah Utara mengalami kesulitan pada pembelajaran menyimpulkan isi cerita anak. Faktor penyebabnya adalah kegiatan pembelajaran yang monoton sehingga siswa merasa bosan, kurang berminat, dan kurang bersemangat. Akibatnya, banyak siswa tidak mencapai KKM. Untuk mengatasi permasalahan ini digunakan model pembelajaran Think Pair Share. Penelitian ini bertujuan meningkatkan kemampuan menyimpulkan isi cerita anak pada siswa kelas V SDK Oemanu Kabupaten Timor Tengah Utara menggunakan model pembelajaran Think Pair Share (TPS). Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SDK Oemanu, sebanyak 25 siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran Think Pair Share dapat meningkatkan kemampuan siswa kelas V SDK Oemanu Kabupaten Timor Tengah Utara dalam menyimpulkan isi cerita anak. Kata kunci: menyimpulkan isi cerita anak, model Think Pair Share, sekolah dasar
Pembelajaran bahasa Indonesia mencakup empat ketrampilan berbahasa, yaitu: menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Sebelum membaca dan menulis, manusia dituntut untuk memiliki ketrampilan menyimak dan berbicara. Menyimak dan berbicara merupakan ketrampilan berbahasa reseptif yang kompleks. Membaca memiliki banyak manfaatnya bagi kehidupan sehari-hari. Manfaat membaca diantaranya.untuk memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan serta memahami isi teks bacaan. Untuk memahami teks bacaan, perlu memiliki berbagai teknik membaca. Menurut Puji Santoso dkk (2009: 3.19) menjelaskan jenis-jenis membaca yang diberikan di SD yaitu membaca teknik, membaca dalam hati, membaca pemahaman, membaca indah, membaca cepat, membaca pustaka dan membaca bahasa. Pada kenyataannya, tidak semua orang menguasai berbagai teknik membaca tersebut. Penguasaan teknik membaca sangat penting bagi siswa. Bagi siswa, kemampuan membaca merupakan kemampuan untuk dapat mempelajari teks bacaan mata pelajaran. Salah satu cara untuk mengetahui pemahaman siswa mengenai suatu teks cerita, dapat dilakukan dengan menugasi siswa untuk menceritakan kembali isi cerita, mengajukan pertanyaan tentang isi cerita serta dengan menyimpulkan isi cerita. Dalam pembelajaran menyimpulkan isi cerita di SDK Oemanu, ternyata siswa kurang aktif dalam mengikuti pelajaran. Hasil evaluasi mengenai menyimpulkan isi cerita yang dilakukan diketahui bahwa banyak siswa yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan. Hal ini diduga disebabkan oleh metode pembelajaran yang digunakan oleh guru 722
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
dalam mengajarkan materi menyimpulkan isi cerita. Guru menggunakan metode ceramah dalam pembelajaran menyimpulkan isi cerita tanpa memberikan contoh langsung. Dari 25 orang siswa dalam kelas, hanya ada 3 orang siswa yang nilainya mencapai KKM. Sedangkan 22 siswa lainnya tidak mencapai KKM. Dari hasil yang diperoleh dari ke 22 siswa tersebut, dapat disimpulkan bahwa siswa bosan mendengarkan ceramah dari guru. Siswa juga mengantuk ketika guru berceramah. Akibatnya banyak siswa yang pasif dan tidak aktif. Berdasarkan latar belakang tersebut maka masalah pokok dari penelitian ini adalah Bagaimana meningkatkan kemampuan menyimpulkan isi cerita anak pada siswa kelas V SDK Oemanu Kabupaten Timor Tengah Utara dengan model pembelajaran Think Pair Share (TPS). Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan kemampuan menyimpulkan isi cerita anak pada siswa kelas V SDK Oemanu Kabupaten Timor Tengah Utara dengan model pembelajaran Think Pair Share (TPS). Untuk mengatasi permasalahan di atas, peneliti memerlukan metode pembelajaran yang sesuai untuk dapat membangkitkan minat siswa. Siswa diharapkan dapat terlibat aktif dalam pembelajaran sehingga memudahkan siswa untuk memahami dan menguasai materi pelajaran yang diajarkan. Metode yang digunakan diharapkan mampu membuat siswa saling berbagi dan melengkapi. Siswa yang memiliki tingkat pemahaman yang tinggi diharapkan dapat membantu siswa yang lain yang memiliki tingkat pemahaman yang rendah. Kebanyakkan siswa takut untuk bertanya kepada guru apabila ada materi pelajaran yang tidak dipahaminya. Siswa akan cenderung bertanya kepada teman sejawatnya. Atas pertimbangan tersebut di atas, maka metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode Think Pair Share (TPS). Strategi metode Think Pair Share (TPS) atau berpikir berpasangan berbagi merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Strategi Think Pair Share merupakan suatu cara efektif untuk menciptakan variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan. Prosedur yang digunakan adalah Think Pair Share dapat merespon dan saling membantu. Guru hanya melengkapi pembelajaran dengan penyajian singkat. TPS termasuk jenis metode pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Menurut Joanes dan Subada dkk (2011:7), model Think Pair Share membantu siswa memfokuskan pikiran dan perilaku pada masalah yang dihadapi. Think Pair Share dapat meningkatkan partisipasi siswa dalam mengikuti pelajaran. Dalam model pembelajaran ini, siswa dapat bertukar pikiran dengan pasangannya dan teman lainnya untuk menjawab pertanyaan guru. Menurut Sil Breman (2009:161), TPS mencakup tiga tahap kegiatan utama yaitu: tahap Thinking (Berpikir), tahap Pair (Berpasangan) dan Share (Berbagi). Adapun langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan TPS adalah sebagai berikut. (1) Thinking (berpikir) yaitu guru menggali pikiran siswa atas sebuah pertanyaan atau sebaliknya diberikan waktu agak lama untuk berpikir (think) mengenai pertanyaan yang diajarkan guru. (2) Pair (berpasangan) yaitu bersama teman sebangku, setiap pasangan siswa bebas mengemukakan pendapat. Selanjutnya, guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang mereka peroleh dari guru untuk menyatukan pendapat dengan menjawab pertanyaan/mengatasi masalah. (3) Sharing (Berbagi) yaitu pada tahap akhir ini guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi informasi dengan seluruh kelompok pasangan di kelas. Tahap Share (berbagi) ini dilanjutkan sampai sebagian besar pasangan mendapat hasil dari masalah yang didiskusikan untuk dilaporkan atau dipresentasikan. Manfaat hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai berikut. Bagi guru, dapat mengetahui penerapan pembelajaran Bahasa Indonesia melalui TPS. Dengan demikian guru diharapkan menggunakan model pembelajaran secara tepat, sehingga menjadi metode pilihan dalam menyampaikan materi pembelajaran. Bagi siswa, dapat menumbuhkan motivasi siswa untuk lebih aktif dalam proses belajar, melatih berpikir kritis, cepat dan tepat, serta melatih kemampuan dan ketrampilan siswa. Bagi sekolah, hasil penelitian akan diberikan kepada pihak sekolah sebagai bahan referensi dan diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam rangka perbaikan pembelajaran serta peningkatan mutu pendidikan khususnya di SDK Oemanu Kabupaten Timor Tengah Utara. Berdasarkan permasalahan di atas dan penelitian terdahulu, perlu dilakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) untuk dapat dijadikan landasan untuk membangkitkan keaktifan siswa dalam 723
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
pembelajaran dan meningkatkan hasil belajar siswa secara maksimal. Peneliti termotivasi untuk melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan tujuan untuk mengkaji lebih dalam upaya meningkatkan ketrampilan membaca melalui pembelajaran Bahasa Indonesia di SD. METODE Prosedur penelitian ini menggunakan rancangan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini dilakukan untuk memecahkan masalah dalam pembelajaran. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan jenis penelitian pembelajaran yang berkonteks kelas dilaksanakan oleh guru untuk memecahkan masalah-masalah pembelajaran yang dihadapi dan memperbaiki mutu serta hasil pembelajaran serta mencobakan hal-hal baru di bidang pembelajaran demi peningkatan mutu dan hasil pembelajaran (Maryaeni, 2011: 8). Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dilakukan dalam dua siklus yang terdiri atas empat tahap pokok yaitu: perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan dan refleksi. (Kemmis dan Mc Taggart, 1992). Pada tahap perencanaan, langkah-langkah yang ditempuh peneliti adalah menyususn perangkat dan instrumen penelitian berupa (1) rencana perbaikan pembelajaran (RPP) siklus I dan II, ringkasan materi pelajaran yang akan diberikan, (3) lembaran kerja siswa (LKS) dan (4) lembar pengamatan. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan dua siklus, maka perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian dibuat untuk dua siklus. Adapun instrumen penelitian ini adalah tes menyimpulkan isi cerita dan pedoman pengamatan aktivitas siswa dalam pembelajaran. Sedangkan pengamat dalam penelitian adalah teman sejawat yang bersedia membantu dalam pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Adapun pelaksanaan dilakukan secara rinci dalam dua siklus pada perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian dibuat dalam dua siklus. Siklus II disusun berdasarkan pengalaman pada siklus I dan memperhatikan saran-saran dari pengamat atau teman sejawat. Pada setiap tahap pengamatan dilakukan oleh pengamat (teman sejawat) berdasarkan pedoman pengamatan. Pedoman pengamatan yang telah disusun yang akan diisi berdasarkan peristiwa yang terjadi di kelas agar menjadi pertimbangan dan saran-saran pada penelitian dalam rangka perbaikan perangkat pembelajaran, instrumen penelitian dan proses pembelajaran. Setelah pelaksanaan pembelajaran, dilakukan refleksi. Pada refleksi, pengamat (teman sejawat) melakukan diskusi peneliti mengenai hal-hal yang terjadi dalam pelaksanaan pembelajaran. Hal-hal penting tersebut, mencakup keaktifan siswa dan keaktifan guru, baik yang bersifat positif dan negatif Hal positif merupakan hal penting yang perlu ditingkatkan. Sedangkan hal negatif dalam pembelajaran perlu diperbaiki pada siklus berikutnya. Data hasil pembelajaran maupun data proses pembelajaran dianalisis atau direfleksi. Hasil analisis tersebut dibandingkan dengan target tindakan yang telah ditetapkan. Hasil pelaksanaan siklus I menunjukkan bahwa siswa belum mampu mencapai KKM yang ditetapkan. Proses pembelajaran juga belum mencapai target yang ditetapkan. Oleh sebab itu, hasil penelitian ini digunakan sebagai dasar untuk memperbaiki RPP siklus II. Hasil analisis siklus II menunjukkan bahwa siswa mampu mencapai KKM. Sebagian besar siswa juga terlibat aktif dalam pembelajaran. Untuk itu, penelitian tidak dilanjutkan dengan siklus berikutnya. Perbaikan pembelajaran dilaksanakan di SDK Oemanu Kecamatan Kota Kefamenanu Kabupaten Timor Tengah Utara. Subyek dari peneltian ini adalah siswa kelas V semester 2. Siklus I dilaksanakan pada 5 Agustus 2014, siklus II dilaksanakan pada 26 Agustus 2014. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada pelaksanaan penelitian ini, guru dan pengamat merancang kegiatan yang akan dilakukan dalam proses pembelajaran. Kegiatan-kegiatan yang dirancang peneliti dalam pembelajaran meliputi: (1) guru menjelaskan secara singkat tujuan pembelajaran bagaiman menyimpulkan isi cerita anak dalam beberapa kalimat, (2) guru menjelaskan materi secara singkat dengan berceramah (3) guru meminta siswa bekerjasama dengan teman sebangku, (4) guru memberi pertanyaan untuk didiskusikan dengan teman sebangku, (5) guru meminta setiap pasangan siswa menyampaikan hasil diskusinya secara bergantian, (6) guru membantu siswa membuat kesimpulan dan (7) evaluasi sebagai alat ukur kemampuan siswa dalam proses pembelajaran. Dalam pembelajaran, peneliti diamati oleh pengamat dalam proses pembelajaran, baik 724
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
keaktifan siswa maupun keaktifan guru. Hasil pengamatan diisi oleh pengamat, berdasarkan pedoman pengamat yang disiapkan oleh peneliti dan pengamat. Hasil pengamatan yang diperoleh selanjutnya dianalisis sehingga dapat disampaikan pada tabel berikut ini. Tabel. Instrumen Keaktifan Siswa No. Aspek yang dinilai
Siklus I
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Siswa termotivasi untuk menggunakan kemampuan 2 berpikir. Siswa termotivasi menggunakan kemampuan berpikir 1 kritis dan menggunakan kreativitasnya. Terjadi interaksi siswa dengan siswa. 1 Terjadi interaksi siswa dengan guru. 2 Siswa belajar dengan senang. 1 Kerjasama antar siswa 2 9 Jumlah 37,5 % Prosentase Keterangan : - 1 = kurang baik - 3 = baik - 2 = cukup baik - 4 = sangat baik
II 3 3 4 4 3 4 21 87,5 %
Pada tabel di atas menunjukkan bagaimana keaktifan siswa, sebelum dan sesudah menggunakan metode Think Pair Share dalam pembelajaran menyimpulkan isi cerita anak. Pada siklus I, peneliti belum menggunakan metode Think Pair Share dalam pembelajaran. Siklus I menunjukkan bahwa prosentase keaktifan siswa adalah 37,5 %. Sedangkan siklus II, prosentase keaktifan siswa meningkat menjadi 87,5%. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan sebesar 50%. Keaktifan siswa tersebut dapat dilihat dari siswa termotivasi untuk menggunakan kemampuan berpikir dengan baik, Siswa termotivasi menggunakan kemampuan berpikir kritis dan menggunakan kreativitasnya dengan baik, terjadi interaksi siswa dengan siswa dengan sangat baik, terjadi interaksi siswa dengan guru dengan sangat baik, siswa mulai belajar dengan senang serta adanya kerjasama antar siswa. Dari instrumen di atas, diperoleh data hasil penelitian berupa nilai yang diperoleh setelah melakukan pembelajaran tentang “Menyimpulkan Isi Cerita Anak” pada Siklus I dan II. Tabel. Perbandingan Nilai yang Diperoleh siswa pada Siklus I dan Siklus II No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Nama Siswa
A.L A.K A.T A.B A.N A.S A.M B.B
L/P
Nilai yang diperoleh pada Siklus I II 60 80 40 70 60 80 70 80 40 70 70 90 60 80 50 80
L L P L L L P L
725
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.
D.N E.S E.S E.B F.K F.N H.S I.T J.M K.T M.M M.C N.N R.T S.U S.O S.U
L L P P L L L P P P L L L L P P P Jumlah Rata-rata
40 40 70 60 50 40 50 40 40 50 60 40 50 50 60 50 40 1250 50
70 70 80 80 70 80 80 70 80 90 80 60 80 80 70 80 80 1940 78
Pada siklus I, peneliti melakukan kegiatan pembelajaran menyimpulkan isi cerita anak dengan menggunakan metode ceramah tanpa adanya contoh mengenai materi yang diajarkan. Data pada siklus I menunjukkan bahwa nilai dari sebagian besar siswa tidak mencapai KKM. Rata-rata nilai yang diperoleh pada siklus ini adalah 50, sedangkan KKM yang telah ditetapkan adalah 70. Dari 25 orang siswa dalam kelas, hanya ada 3 orang siswa yang nilainya mencapai KKM. Sedangkan 22 siswa lainnya tidak mencapai KKM. Ketiga siswa tersebut memiliki tingkat kemampuan memahami materi yang lebih dari siswa lainnya. Ketiga siswa ini dengan cepat dapat memahami apa yang diajarkan oleh peneliti. Peneliti tidak memberikan contoh pada saat menjelaskan materi yang diajarkan. Peneliti juga tidak menggunakan metode Think Pair Share pada kegiatan pembelajaran menyimpulkan isi cerita anak pada siswa kelas V SDK Oemanu Kabupaten TTU. Pada siklus II, peneliti melakukan kegiatan pembelajaran menyimpulkan isi cerita anak dengan menggunakan metode Think Pair Share. Data berupa nilai itu diperoleh siswa setelah melalui tahap berpikir, mengemukakan pendapat dan berdiskusi dengan teman sebangku (pasangan) kemudian berbagi dengan teman sekelas untuk mendapatkan jawaban yang tepat atas pertanyaan yang diajukan guru. Siswa yang memiliki tingkat pemahaman yang tinggi akan membantu temannya (pasangan) yang memiliki tingkat pemahaman rendah. Data pada siklus II menunjukkan sebagian besar siswa mampu menyimpulkan isi cerita anak dengan tepat sehingga hasil yang diperoleh 24 orang siswa yang nilainya mencapai KKM. Bahkan nilai yang diperoleh melampaui KKM. Dari 25 orang siswa yang mengikuti kegiatan pembelajaran, hanya ada 1 orang siswa yang belum bisa menyimpulkan isi cerita anak. Nilai rata-rata yang diperoleh adalah 78. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan hasil yang diperoleh yaitu: dari rata-rata 50 pada siklus I meningkat menjadi 78 pada siklus II. PENUTUP Kesimpulan Dari hasil Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Model pembelajaran Think Pair Share merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat dikembangkan dan digunakan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia 2. Penerapan model pembelajaran Think Pair Share dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menyimpulkan isi cerita anak pada siswa kelas V SDK Oemanu Kabupaten Timor Tengah Utara 3. Penerapan Think Pair Share dapat meningkatkan kreatifitas siswa dalam pembelajaran. 726
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Saran Guru disarankan menggunakan model Think Pair Share khususnya dalam pembelajaran menyimpulkan isi cerita anak dan pembelajaran Bahasa Indonesia pada umumnya. DAFTAR RUJUKAN Santosa, Puji, dkk, 2009. Materi dan pembelajaran Bahasa Indonesia SD. Jakarta: Universitas Terbuka. Anwar, Kay. 2013. Model Pembelajaran Think Pair Share. (Online) (http://www. google.com/search=utf-8&oe=utf-8&aq=t&ris=org.mozila;en-us;official&elient, diakses 23 Juli 2013). Wardhani, Igak, dkk, 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas Terbuka. Dasna, I Wayan. 2013. Teacher Quality Improvement Program (TQIP) Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang.
727
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
PEMBELAJARAN MENULIS TEKS OBSERVASI DENGAN STRATEGI PETA KONSEP PADA SISWA KELAS VII D SMP NEGERI 1 PENAJAM PASER UTARA SEMESTER GASAL TAHUN PELAJARAN 2013/2014 Titik Sulastri Guru SMP Negeri 1 Penajam Paser Utara Abstrak: Berdasarkan Kurikulum 2013 pembelajaran Bahasa Indonesia meliputi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Kurikulum 2013 menekankan pendekatan ilmiah. Penelitian ini bertujuan memerikan pelaksanaan pembelajaran menulis teks observasi dengan strategi peta konsep. Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui strategi peta konsep pembelajaran menulis teks laporan hasil observasi ini dapat memudahkan siswa menulis laporan observasi. Rata-rata nilai siswa mencapai KKM pada aspek Pengetahuan sebanyak 93% (27 siswa) dan yang belum tuntas sebanyak 7% (2 siswa). Rata-rata nilai keterampilan siswa 100% sudah mencapai KKM. Nilai KKM siswa > 75. Hasil penilaian sikap siswa rata-rata berperilaku jujur, tanggung jawab, dan santun. Kata Kunci: menulis teks observasi, strategi peta konsep
Bahasa merupakan alat komunikasi dan sebagai alat pengantar untuk mempelajari ilmu pengetahuan serta teknologi. Belajar bahasa adalah belajar komunikasi, baik secara lisan maupun tulisan. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, siswa dituntut untuk dapat berkomunikasi dengan baik dan benar dengan melibatkan empat aspek keterampilan berbahasa. Keempat keterampilan berbahasa harus diajarkan secara terpadu. Berdasarkan Kurikulum 2013 proses pembelajaran Bahasa Indonesia meliputi tiga ranah, yaitu (1) sikap, (2) pengetahuan, dan (3) keterampilan. Kurikulum ini dalam proses pembelajarannya menekankan pada pendekatan ilmiah (Scientific appoach) yang meliputi kegiatan: mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan membentuk jejaring (Kurikulum 2013). Melaksanakan proses pembelajaran Bahasa Indonesia guru senantiasa dihadapkan pada berbagai permasalahan. Timbulnya permasalahan itu antara lain karena siswa belum memahami model pembelajaran yang diterapkan. Selain itu, pengajaran bahasa Indonesia dianggap sebagai aktivitas yang tidak menyenangkan. Kegiatan itu hampir selalu dirasakan sebagai baban dari pada upaya aktif untuk memperdalam ilmu. Strategi Peta Konsep (Mind Mapping) dalam pengajaran dan pembelajaran merupakan suatu konsep yang membantu siswa mengaitkan konten mata pelajaran dengan memetakan kosep pada materi dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan keterampilan dalam kehidupan mereka. Penerapan strategi ini diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran Menulis Teks Laporan Hasil Observasi dengan memadukan berbagai keterampilan berbahasa. Menurut Aqib dalam buku Model-model Media dan Strategi Pembelajaran Kontektual (Inovatif) menerangkan bahwa Model Pembelajaran Peta Konsep (Mind Mapping} diperkenalkan oleh Toni Buzlan. Model ini baik digunakan untuk pengetahuan awal siswa atau untuk menemukan alternatif jawaban. Langkah-langkah strategi Peta Konsep (Mind Mapping) adalah sebagai berikut: (a) guru menyampaikan kompetensi yang akan dicapai. (b) guru mengemukakan konsep/permasalahan yang akan ditanggapi oleh siswa/sebaiknya permasalahan yang mempunyai alternatif jawaban. (c) membentuk kelompok yang anggotanya 2-3 orang. (d) tiap kelompok menginventarisasi/mencatat alternatif jawaban hasil diskusi. (e) tiap kelompok (atau diacak kelompok tertentu) membaca hasil diskusinya, guru mencatat di papan dan mengelompokkan sesuai kebutuhan guru. (f) dari data-data di papan, siswa diminta membuat kesimpulan atau guru memberi bandingan sesuai konsep yang disediakan guru (2013: 23). Berdasarkan latar belakang yang terjadi, maka perumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) bagaimanakah merencanakan pembelajaran menulis teks observasi dengan strategi peta konsep, (2) bagaimanakah melaksanakan pembelajaran menulis teks observasi dengan strategi peta konsep, dan (3) bagaimanakah menilai pembelajaran menulis teks observasi dengan strategi peta konsep. 728
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan atau memerikan penggunaan Strategi Peta Konsep (Mind Mapping) dalam pembelajaran Menulis Teks Laporan Hasil Observasi pada Siswa Kelas VII D SMP Negeri 1 Penajam Paser Utara Tahun Pelajaran 2013/2014 semester gasal. Materi yang digunakan dalam penelitian ini menulis teks laporan observasi pada indikator menjelaskan strukrur dan ciri-ciri bahasa teks observasi (Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (2013:5-6). Penggunaan model pembelajaran ini diharapkan dapat memberikan hal yang positif untuk meningkatkan prestasi dan memotivasi siswa untuk menulis teks laporan hasi observasi. METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yakni penlitian yang bertujuan memerikan apa adanya terhadap pembelajaran yang dilaksanakan. Objek penelitian adalah siswa kelas VII D SMP Negeri 1 Penajam Paser Utara yang berjumlah 29 orang, terdiri dari 17 perempuan dan 12 laki-laki. Kegiatan pembelajaran ini dilaksanakan hari Senin tanggal 23 September 2013 dan hari Rabu tanggal 25 September 2013 jam ke-5 dan ke-6. Materi ini disajikan dalam dua kali pertemuan. Masing-masing pertemuan dilaksanakan 2 jam pelajaran (2 X 40 menit). Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik observasi, dan angket untuk data kualitatif dan penilaian hasil ulangan harian siswa sebagai data kuantitatif. Pengumpulan data dalam penelitian ini juga menggunakan teknik dokumentasi yaitu berupa foto kegiatan siswa dan vidio sebagai bukti pelaksanaan kegiatan proses pembelajaran dengan Strategi Peta Konsep (Mind Mapping) dalam pembelajaran Menulis Teks Laporan Hasil Observasi. Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa lembar observasi terfokus, lembar angket siswa, tes uraian dan rubrik penilaian. Instrumen ini digunakan sebagai data kualitatif dan data kuantitatif. Lembar angket ini menggunakan Skala Likert. Dalam buku Leo Idra Ardiana, Skala ini disusun dalam bentuk suatu pertanyaan dan diikuti oleh lima respons (2002: 20). Lembar Angket Siswa, dan tes uraian. Lembar angket ini menggunakan Skala Likert. Menurut Ardiana, Skala Likert disusun dalam bentuk suatu pertanyaan dan diikuti oleh lima respons yang menunjukkan tingkatan berikut: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Tahu/Tidak Berpendapat (TT/TB), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS) (2002: 2). Pengumpulan data kualitatif untuk penilaian sikap dan kuantitatif untuk penilaian pengetahuan dan keterampilan. Pengumpulan data dalam penelitian ini berupa: Penilaian Sikap, Penilaian Pengetahuan dan Penilaian Keterampilan. Pengumpulan data kuantitatif melalui nilai hasil proses pembelajaran atau hasil nilai ulangan harian untuk pengumpulan data penilaian pengetahuan sedangkan pengumpulan data untuk Penilaian Keterampilan melalui nilai praktik, penugasan atau nilai proyek dan nilai portofolio. Penilaian Sikap, Penilaian Pengetahuan, dan Penilaian Keterampilan dianalisis sesuai dengan Peraturan Pemerintah(Permen 8A) dalam Kurikulum 2013. Analisis data kualitatif dengan menggunakan Skala Likert dan Penilaian Sikap yang disesuaikan dengan indikator pada KI dan KD yang akan diajarkan. Penilaian Sikap dengan menggunakan penetapan pembobotan oleh satuan pendidikan yang meliputi: Nilai Observasi, Nilai diri sendiri, Nilai antarteman, Nilai Jurnal dan Nilai Rapor. Jumlah perbandingan pembobotann adalah 5 dengan ketentuan Nilai Observasi disarankan diberi bobot lebih besar, yaitu: 2:1:1:1. Kriteria Penilaian Sikap menggunakan nilai kualitatif dengan rentang nilai sebagai berikut: Sangat Baik (SB) nilai 80— 100, Baik (B) 70—79, Cukup (C) 60—69, Kurang (K) <60. Teknik analisis data kuantitatif meliputi Penilaian Pengetahuan dan Penilaian Keterampilan dengan menggunakan penskoran nilai bobot soal pada setiap indikator yang dicapai. Penskoran bobot menggunakan skala nilai 0—100 untuk Penilaian Pengetahuan. Pengolahan Nilai untuk Keterampilan menggunakan skala 1—4 dengan ketentuan sebagai berikut: Sangat Baik = 4, Baik = 3, Cukup = 2, Kurang =1. Penskoran menggukan kelipatan 0,33 dengan 2 (dua) desimal di belakang koma. Hasil belajar siswa dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif yaitu dengan menggunakan Kriteria Ketuntasan Minimal. KKM kegiatan pembelajaran yang ditetapkan adalah siswa dinyatakan tuntas apabila memperoleh nilai 75 pada Nilai Pengetahuan dan Nilai Keterampilan sedangkan Nilai Sikap jika memperoleh nilai Baik (B). Secara klasikal jika 729
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
mencapai 85 % siswa dinyatakan tuntas belajar. Sedangkan analisis data kualitatif diperoleh dari hasil kegiatan pengamatan (observasi terfokus) dan angket siswa sebagai data non-tes. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Perencanaan Pembelajaran Pada dasarnya penelitian ini mengikuti urutan pelaksanaan kegiatan Penelitian yang disesuaikan dengan Perencanaan, Pelaksanaan dan Hasil. Perencanaan meliputi skenaio pembelajaran yang sudah dirancang dalam RPP. Materi yang akan diajarkan mencakup ranah sesuai dengan Kurikulum 2013, yaitu: Pengetahuan yang teritegrasi dalam Kompetensi Dasar 3.1 Memahami teks hasil observasi, tanggapan deskriptif, eksposisi, eksplanasi, dan cerita pendek baik melalui lisan maupun tulisan .Keterampilan 4.1 Menangkap makna teks hasil observasi, tanggapan deskriptif, eksposisi, eksplanasi, dan cerita pendek baik secara lisan maupun tulisan. Sikap meliputi dua KD, yaitu: 1.2 Menghargai dan mensyukuri keberadaan bahasa Indonesia sebagai anugerah Tuhan yang Maha Esa sebagai sarana memahami informasi lisan dan tulis; 2.1 Memiliki perilaku jujur, tanggung jawab, dan santun dalam menanggapi secara pribadi hal-hal atau kejadian berdasarkan hasil observasi. Materi yang diajarkan meliputi: Pengenalan struktur teks hasil observasi dan Ciri Bahasa (Silabus Kurikulum 2013). Kegiatan Pelaksanaan Pembelajaran Kegiatan pelaksanaan pembelajaran dirancang sesuai dengan langkah-langkah yang terdapat dalam RPP atau Skenario Pembelajaran. PERTEMUAN KE-1: Kegiatan awal dimulai dari peserta didik berdoa sesuai dengan agama dan keyakinan masing-masing. Peserta didik merespon salam dan pertanyaan dari guru berkaitan dengan tema Cinta Lingkungan Hidup. Peserta didik menerima informasi kompetensi, tujuan, manfaat, materi, dan langkah-langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan. Kemudian untuk menggugah kesadaran dan menarik perhatian peserta didik agar mencintai lingkungan hidup, peserta didik mendengarkan pembacaan puisi bertema lingkungan hidup yang berjudul ―Tanah Kelahiran‖ karya Ramadhan. Rincian kegiatan inti yang dilakukan adalah Setiap siswa membaca contoh teks hasil observasi pada buku siswa Bahasa Indonesia Wahana Pengetahuan kelas VII yang sudah ditentukan oleh guru. Siswa membentuk kelompok yang terdiri dari 4-5 orang, kemudian secara kolaboratif memetakan isi teks berdasarkan struktur teks hasil observasi. Berdasarkan hasil pemetaan tersebut, selanjutnya siswa menulis teks hasil obsrvasi sesuai strukurnya dengan memperhatikan ciri-ciri kebahasaannya. Setelah selesai, setiap kelompok saling bertukar hasil tulisan teks obsrvasi dengan kelompok lain, kemudian mengoreksi dengan fokus pada ketepatan strukturnya dan ciri-ciri bahasanya. Berdasarkan hasil koreksi silang tersebut, selanjutnya guru menjelaskan materi tentang menulis teks hasil observasi sesuai dengan struktur dan ciri-ciri bahasa yang digunakan dalam teks tersebut. Siswa dengan bimbingan guru membuat kesimpulan.hasil pembelajaran. Kegiatan mengamati dilakukan untuk membangun konteks pembelajaran. Langkah selanjutnya peserta didik mengamati sebuah gambar lingkungan hidup (buku siswa hal. 3) dengan sikap peduli dan santun. Kegiatan menanya; pada kegiatan ini peserta didik bertanya hal-hal yang berhubungan dengan konteks pembelajaran secara santun dan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Kegiatan mengeksplorasi; Peserta didik bertanya jawab tentang hal-hal yang berhubungan dengan gambar yang diamati pada teks Cinta Lingkungan Hidup dan menjawab pertanyaan tugas 1 dan 2 ( buku siswa hal. 4 – 6). Peserta didik membentuk kelompok sesuai urutan angka yang diinstruksikan guru dan peserta didik memberikan nama kelompok sesuai dengan tema cinta lingkungan. Kegiatan Mengamati; Peserta didik menyimak teks laporan hasil observasi (buku siswa hal. 5-6), dengan sikap santun dan tanggung jawab. Kegiatan Mengeksplorasi; Peserta didik secara berkelompok mendiskusikan pemetaan struktur teks yang telah disimaknya dengan memperhatikan ciri-ciri bahasa dalam struktur tersebut. Peserta didik melabeli teks hasil observasi sesuai dengan struktur laporan hasil observasi pada teks yang berjudul Cinta Lingkungan Hidup.
730
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Kegiatan Mengasosiasi; Setiap kelompok saling bertukar hasil pekerjaannya dengan kelompok lain, kemudian mengoreksi dengan fokus pada pemetaan struktur teks observasi sesuai dengan ciri-ciri kebahasaannya. Kegiatan Mengomunikasikan; Peserta didik menjelaskan struktur teks hasil laporan observas berdasarkan ciri-ciri kebahasaannya. Kegiatan Mengamati; Peserta didik menyimak penjelasan guru mengenai struktur teks laporan hasil observasi. Kegiatan Menanya; Peserta didik bertanya hal-hal yang berhubungan dengan struktur teks hasil observasi dengan bahasa yang santun. Kegiatan Mengomunikasikan; Salah satu perwakilan kelompok melaporkan hasil diskusinya secara lisan, dengan sikap tanggung jawab, santun, dan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Guru menjelaskan materi tentang ciri-ciri struktur lapran hasil observasi dan ciri-ciri kebahasaannya. Kegiatan Penutup, meliputi; Peserta didik bersama guru menyimpulkan pembelajaran, dengan sikap jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, dan percaya diri. Peserta dengan sikap santun dan jujur, peserta didik mengidentifikasi hambatan yang dialami saat memahami struktur teks hasil observasi. Peserta didik menjawab pertanyaan guru dengan sikap jujur dan santun. Peserta didik mendengarkan umpan balik dan penguatan dari guru mengenai struktur teks hasil observasi. Peserta didik menyimak informasi mengenai rencana pembelajaran selanjutnya dengan santun dan tanggung jawab. PERTEMUAN KE-2: Kegiatan Pendahuluan yang dilakukan peserta didik yaitu merespon salam dan pertanyaan dari guru berhubungan dengan kondisi dan pembelajaran sebelumnya.Peserta didik menerima informasi keterkaitan pembelajaran sebelumnya dengan pembelajaran yang akan dilaksanakan. Peserta didik menerima informasi kompetensi, tujuan, manfaat, materi, dan langkah-langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan. Kegiatan Inti meliputi kegiatan mengamati, yaitu Peserta didik dapat menjawab ciri-ciri bahasa teks hasil observasi, dipancing oleh guru dengan memperlihatkan contoh atau model teks hasil observasi. Peserta didik membaca dan mengamati teks hasil observasi (buku siswa hal. 5-6) dengan sikap tanggung jawab, peduli, dan santun. Kegiatan menanya; Peserta didik bertanya hal-hal yang berhubungan dengan ciri-ciri bahasa teks hasil observasi dengan santun dan berbahasa yang baik dan benar. Kegiatan mengeksplorasi yang dilakukan peserta didik menulis teks laporan hasil observasi dengan memperhatikan ciri-ciri bahasa teks hasil observasi. Langkah-langkah yang dilakukan dalam kegiatan mengomunikasikan adalah salah satu perwakilan kelompok melaporkan hasil diskusinya secara lisan, dengan sikap tanggung jawab, santun, dan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Kelompok lain menanggapi dengan peduli dan santun. Kegiatan penutup dalam pembelajaran ini, peserta didik bersama guru menyimpulkan pembelajaran, dengan sikap jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, dan percaya diri. Kemudian peserta didik mengidentifikasi hambatan yang dialami saat memahami struktur teks hasil observasi. Peserta didik menjawab pertanyaan guru dengan sikap jujur dan santun dengan. Peserta didik mendengarkan umpan balik dan penguatan dari guru mengenai struktur teks hasil observasi. Peserta didik menyimak informasi mengenai rencana pembelajaran selanjutnya dengan santun dan tanggung jawab. Kegiatan pengamatan dilaksanakan selama pelaksanaan tindakan Observasi dilakukan oleh peneliti dan rekan sejawat sebagai pengamat untuk memperoleh gambaran secara objektif kondisi selama proses pembelajaran berlangsung serta mengamati sikap siswa selama tindakan penelitian dilakukan.Sedangkan kegiatan wawancara dan angket berguna untuk mengungkap tanggapan balik siswa dan dampak dari aktivitas tindakan selama proses pembelajaran berlangsung. Kegiatan refleksi untuk mengukur keberhasilan pemanfaatan Strategi Peta Konsep (Mind Mapping) dalam pembelajaran Menulis Teks Laporan Hasil Observasi. Refleksi dilakukan guru sebagai peneliti untuk mengevaluasi keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran. Refleksi dilakukan setelah pelaksanaan tindakan dan hasil observasi. Refleksi merupakan upaya mengkaji apa yang terjadi. Kegiatan refleksi meliputi kegiatan: 1. Analisis, 2. Sintesis, 3. Interprestasi dan 4. Eksplorasi yang merupakan tindakan dalam kegiatan pembelajaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui Strategi Peta Konsep (Mind Mapping) dalam pembelajaran Menulis Teks Laporan Hasil Observasi ini, terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Rata-rata siswa memperoleh Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), yaitu nilai 75 ke atas pada siswa kelas VII D SMP Negeri 1 PPU. Rata-rata nilai siswa yang mencapai 731
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
KKM pada aspek Pengetahuan sebanyak 93 % dan yang belum tuntas sebanyak 7%. Ini berarti dari 29 siswa, Nilai Pengetahuan yang mencapai KKM ada 27 siswa dan 2 siswa belum mencapai KKM. Rata-rata Nilai Keterampilan siswa 100% sudah mencapai KKM. Ini beratri pada KD 4.1 rata-rata siswa berhasil mendapat nilai > 75. Rata-rata Penilaian sikap siswa Memiliki perilaku jujur, tanggung jawab, dan santun dalam menanggapi secara pribadi hal-hal atau kejadian ketika menulis teks hasil laporan observasi rata-rata skor perolehan siswa Baik dan Sangat Baik. Model pembelajaran ini juga terbukti dapat menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan serta menarik minat siswa. Penggunaan model pembelajaran ini juga mendapat respon yang sangat positif dari siswa. Model pembelajaran ini dianggap sangat menarik, lebih mudah, lebih baik dan sangat setuju dilanjutkan penggunaannya dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia pada materi yang lain. KESIMPULAN Dari paparan sebelumnya dapat disimpulkan. Pertama, pembelajaran menulis teks laporan observasi dengan metode peta konsep sudah direncanakan secara optimal. Langkahlangkahnya meliputi (a) menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), (b) menyusun media pembelajaran, (c) menyusun instrumen penilaian. Kedua, pembelajaran menulis teks laporan observasi dengan metode peta konsep sudah dilaksanakan dengan baik, sesuai dengan langkah-langkah yang terdapat dalam kegiatan pembelajaran. Pada tahap ini siswa sudah dapat menentukan struktur dan ciri-ciri teks laporan hasil observasi. Ketiga, pembelajaran menulis teks laporan sudah dikuasai oleh siswa. Hasil observasi menunjukkan bahwa melalui Strategi Peta Konsep (Mind Mapping) dalam pembelajaran Menulis teks laporan hasil observasi ini, terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Ratarata siswa memperoleh Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), yaitu nilai 75 ke atas. DAFTAR RUJUKAN Aqib, Zainal. 2013. Model-model, Media, dan Strategi Pembelajaran Kontektual (Inovatif). Bandung: Yrama Midya. Ardiana, Leo Idra, Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. 2002. Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Direktorat SLTP & Depdiknas. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. 2013. Bahasa Indonesia Kelas VII Wahana Pengetahuan. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. Depdiknas. 2013. Kurikulum 2013. Jakarta: Depdiknas.
MEMBANGUN KARAKTER PESERTA DIDIK MELALUI KOMPETENSI PENILAIAN SIKAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA Tauhidah Guru SMP Negeri 2 Sanggau
[email protected] Abstrak: Upaya pembentukan karakter pribadi yang kuat hanya dapat dilakukan melalui pembangunan kegiatan. Salah satu kegiatan yang dilakukan yaitu pembekalan Success Skill pada peserta didik. Karakter akan terbentuk pada peserta didik bila aktivitas dilakukan berulang-ulang secara rutin hingga menjadi suatu kebiasaan. Perubahan pada proses pembelajaran berorientasi pada karakteristik kompetensi yang mencakup sikap menerima, menghargai, menghayati, dan mengamalkan. Kompetensi sikap mencakup kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial. Melalui pembelajaran bahasa Indonesia, perilaku jujur, tanggung jawab, santun, disiplin, percaya diri, kreatif, semangat kebangsaan, dan cinta tanah air pada peserta didikakan terbangun, sehingga mampu menciptakan manusia Indonesia yang dapat berkembang sesuai dengan tuntutan zaman. Kata kunci: pendidikan, karakter, peserta didik, pembelajaran bahasa
732
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Pendidikan secara umum bertujuan untuk mengembangkan sumberdaya manusia yang utuh dan handal, tetapi seringkali idealistis dan tanpa arah, sehingga kurang relevan dengan kebutuhan di masa sekarang. Hanya manusia berdaya yang mampu mengatasi problema dalam hidup ini. Oleh karena itu diperlukan manusia-manusia yang tangguh, handal, cerdas, berwatak, dan kompetitif. Hal ini sangat dipengaruhi oleh tiga faktor, yakni sifat bawaan, lingkungan, dan latihan. Sesuai dengan fungsi pendidikan nasional yang tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidik Nasional menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Salah satu dari 8 (delapan) standar nasional pendidikan sebagaimana yang ditetapkan dalam pasal 35 Ayat (1) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan, yang akan menjadi acuan bagi pengembangan kurikulum dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kemampuan lulusan dalam kurikulum 2013 diharapkan manusia memiliki pribadi yang beriman, berakhlak mulia, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi, secara efektif dengan lingkungan sosial, alam sekitar, serta dunia dan peradabannya. Pencapaian pribadi tersebut dilakukan melalui proses menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan. Munculnya banyak kasus seperti kebiasaan mencontek di kalangan pelajar, berbagai indikasi kecurangan ujian menunjukkan perilaku yang tidak jujur, perilaku kurang santun baik terhadap orang yang lebih muda, seusia, maupun yang lebih tua. Kurang disiplin dan kurang bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan oleh guru maupun terhadap tata tertib sekolah. Kurang rasa percaya diri untuk mengemukakan pendapat, tampil di depan teman maupun orang banyak. Rasa cinta tanah air dan semangat kebangsaan yang mulai pudar di kalangan pelajar. Tidak terlalu keliru bila permasalahan-permasalahan tersebut muncul karena lemahnya pendidikan dalam membentuk karakter bangsa. Pendidikan merupakan pilar dalam membangun karakter bangsa. Pendidikan harus mengandung tiga unsur: (a) belajar untuk tahu (learn to know), (b) belajar untuk berbuat (learn to do) dan (c) berlajar untuk hidup (learn to live together). Unsur pertama dan kedua lebih terarah membentuk having, agar sumber daya manusia mempunyai kualitas dalam pengetahuan dan keterampilan atau skill. Unsur ketiga lebih terarah being menuju pembentukan karakter bangsa. Kurikulum 2013 menganut pandangan dasar bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari guru ke peserta didik. Peserta didik adalah subjek yang memiliki kemampuan untuk secara aktif mencari, mengolah, mengkonstruksi, dan menggunakan pengetahuan. Untuk itu pembelajaran harus berkenaan dengan kesempatan yang diberikan kepada peserta didik untuk mengkonstruksi pengetahuan dalam proses kognitifnya. Agar benarbenar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, peserta didik perlu didorong untuk bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, dan berupaya keras mewujudkan ide-idenya. Untuk mencapai kualitas yang telah dirancang dalam dokumen kurikulum, kegiatan pembelajaran perlu menggunakan prinsip yang: (1) berpusat pada peserta didik, (2) mengembangkan kreativitas peserta didik, (3) menciptakan kondisi menyenangkan dan menantang, (4) bermuatan nilai, etika, estetika, logika, dan kinestetika, dan (5) menyediakan pengalaman belajar yang beragam melalui penerapan berbagai strategi dan metode pembelajaran yang menyenangkan, kontekstual, efektif, efisien, dan bermakna. Kurikulum 2013 menempatkan Bahasa Indonesia sebagai penghela mata pelajaran lain dankarenanya harus berada di depan semua mata pelajaran lain. Apabila peserta didik tidakmenguasai mata pelajaran tertentu harus dipastikan bahwa yang tidak dikuasainyaadalah substansi mata pelajaran tersebut, bukan karena kelemahan penguasaan bahasapengantar yang dipergunakan. 733
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Sebagai bagian dari Kurikulum 2013 yang menekankan pentingnyakeseimbangan kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan, kemampuanberbahasa yang dituntut tersebut dibentuk melalui pembelajaran berkelanjutan:dimulai dengan meningkatkan kompetensi pengetahuan tentang jenis, kaidah dankonteks suatu teks, dilanjutkan dengan kompetensi keterampilan menyajikan suatuteks tulis dan lisan baik terencana maupun spontan, dan bermuara pada pembentukansikap kesantunan berbahasa dan penghargaan terhadap bahasa Indonesia sebagaiwarisan budaya bangsa peserta didik dapat mengimplementasikan penilaian sikap dalam kegiatan pembelajaran sehingga membawa perubahan sikap dan membiasakan berperilaku baik sesuai dengan standar kompetensi lulusan dan standar isi yang tertuang dalam kompetensi isi dan kompetensi dasar pada mata pelajaran tersebut. TEORI Karakter adalah cara berpikir dan berprilaku yang menjadi cirikhas tiap individu untuk hidup bekerja sama, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat. (Suyanto, 2010) Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia karakter didefinisikan sebagai tabiat; sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Menurut Yaumi (2010) karakter menggambarkan kualitas moral seseorang tercermin dari segala tingkah lakunya yang mengandung unsur kebaikan, ketabahan, kejujuran, dan kesetiaan, atau perilaku dan kebiasaan yang baik. Karakter itu terjadi karena perkembangan dasar yang telah terkena pengaruh ajar (Dewantara:2009). Yang dinamakan ‗dasar‘ yaitu bekal hidup atau bakat anak yang berasal dari alam sebelum mereka lahir, serta sudah menjadi satu dengan kodrat kehidupan anak (biologis). Sementara kata ‗ajar‘ diartikan segala sifat pendidikan dan pengajaran mulai anak dalam kandungan ibu hingga akil baliqh, yang dapat mewujudkan intelligible, yakni tabiat yang dipengaruhi oleh kematangan berpikir. Pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya. Sasaran pada pendidikan formal adalah peserta didik, pendidikan, dan tenaga kependidikan. Pendidikan karakter mengajarkan kebiasaan cara berpikir dan berperilaku yang membantu individu untuk hidup dan bekerja bersamasebagai keluarga, masyarakat, dan bernegara dan membantu mereka untuk membuat keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan. Dengan kata lain pendidikan karakter mengajarkan peserta didik berpikir cerdas, mengaktivasi otak tengah secara alami (Khan:2010) Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleransi, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan Pancasila. Hal ini selaras dengan pendapat (Daryanto, 2013:44). Pendidikan karakter berfungsi (1) mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik; (2) memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur; (3) meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia. Pembangunan karakter yang merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan yang berkembang saat ini, seperti: disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila; bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa; ancaman disintegrasi bangsa; dan melemahnya kemandirian bangsa. (Daryanto, dkk, 2013:41). Faktor-faktor pembentuk perilaku antara lain, faktor internal, misalnya insting biologis, kebutuhan psikologis (rasa aman, penghargaan, penerimaan, dan aktualisasi diri), dan kebutuhan pemikiran; serta faktor eksternal, misalnya lingkungan keluarga, sosial, dan pendidikan. Karakter tidak sekali terbentuk, lalu tertutup, tetapi terbuka bagi semua bentuk perbaikan, pengembangan, dan penyempurnaan. Adapun tahapan perkembangannya adalah sebagai berikut:
734
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
1. Tahap I (0 – 10 tahun): perilaku lahiriah, metode pengembangannya adalah pengarahan, pembiasaan, keteladanan, penguatan (imbalan), pelemahan (hukuman), dan indoktrinasi. 2. Tahap II (11 – 15 tahun): perilaku kesadaran, metode pengembangannya adalah penanaman nilai melalui dialog, pembimbing, dan pelibatan. 3. Tahap III (15 tahun ke atas): kontrolinternal atas perilaku, metode pengembangannya adalah perumusan visi dan misi hidup, dan penguatan tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tiga langkah penguatan karakter: 1) Terapi kognitif, misalnya memperbaiki cara berpikir, dengan cara pengosongan (mengosongkan benak dari berbagai bentuk pemikiran yang salah, penyimpang tidak berdasar, baik dari segi agama maupun akal yang lurus), pengisian (mengisi kembali benak dengan nilai-nilai baru dari sumber keagamaan, yang membentuk kesadaran baru, logika baru, arah baru, dan lensa-lensa baru dalam cara memandang berbagai masalah), kontrol (mengontrol pikiran-pikiran baru yang melintasi dalam benak sebelum berkembang menjadi gagasan utuh), dan doa (pencerahan ilahi dalam cara berpikir). 2) Terapi mental, dengan cara pengarahan (arah perasaan yang jelas), penguatan (menguatkan perasaan dalam jiwa, adanya keyakinan, kemauan, dan tekad sebelum melakukan suatu tindakan), kontrol (memunculkan kekuatan tertentu yang berfungsi mengendalikan semua warna perasaan), dan doa (mengharapkan adanya dorongan ilahi yang berfungsi membantu semua proses pengarahan, penguatan, dan pengendalian mental). 3) Perbaikan fisik, dengan cara memadukan tiga unsur (gizi makanan, olah raga, dan istirahat) dengan baik. Pembelajaran adalah serangkai proses yang secara kreatif menuntut siswa melakukan sejumlah kegiatan sehingga siswa benar-benar membangun pengetahuannya secara mandiri dan berkembang pula kreativitasnya. Pembelajaran yang didominasi kerja guru adalah sebuah proses pemasungan terhadap segala potensi yang dimiliki siswa. Pembelajaran sebagai kegiatan yang tidak hanya mewariskan pengetahuan tetapi kegiatan membangun pengetahuan pada diri siswa(Abidin, 2012).Oleh sebab itu, dalam rancangan pembelajaran selalu ditulis kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir yang secara implisit menyiratkan bahwa pembelajaran berlangsung secara optimal pada kegiatan inti. Kegiatan inti dalam sebuah rancangan pembelajaran tentu saja harus memerinci tahapan-tahapan kegiatan yang dilakukan siswa. Pembelajaran bermutu merupakan kondisi pembelajaran yang berorientasi pada tujuan pembelajaran. Artinya, pembelajaran yang dilaksanakan benar-benar diarahkan guna mencapai pembentukan kompetensi pada siswanya. Pembelajaran ini dicerminkan oleh adanya aktivitas guru dan siswa yang dinaungi oleh prinsip pembelajaran yang tepat, dijiwai oleh pendekatan pembelajaran yang relevan, dan difasilitasi oleh metode dan teknik pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran, karakteristik siswa, dan konteks sosial kemasyarakatan. Pembelajaran yang demikian akan menghasilkan lulusan yang cerdas, kreatif, dan berdaya saing tinggi. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tentang Standar Nasional Pendidikansebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 tentang Standar Nasional Pendidikan ditetapkan bahwa Standar Isi adalah kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Ruang lingkup materi dirumuskan berdasarkan kriteria muatan wajib yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, konsep keilmuan, dan karakteristik satuan pendidikan dan program pendidikan. Selanjutnya tingkat kompetensi dirumuskan berdasarkan kriteria tingkat perkembangan peserta didik, kualifikasi kompetensi Indonesia, dan penguasaan kompetensi yang berjenjang. Kurikulum 2013 mengembangkan dua modus proses pembelajaran yaitu proses pembelajaran langsung dan proses pembelajaran tidak langsung yang terjadi secara terintegrasi dan tidak terpisah. Proses pembelajaran langsung adalah proses pendidikan di mana peserta didik mengembangkan pengetahuan, kemampuan berpikir dan keterampilan psikomotorik melalui interaksi langsung dengan sumber belajar yang dirancang dalam silabus dan RPP berupa kegiatan-kegiatan pembelajaran. Dalam pembelajaran langsung tersebut peserta didik melakukan kegiatan belajar mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi atau menganalisis, dan mengkomunikasikan apa yang sudah ditemukannya dalam kegiatan analisis. 735
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Proses pembelajaran langsung menghasilkan pengetahuan dan keterampilan langsung atau yang disebut dengan instructional effect. Pembelajaran tidak langsung adalah proses pendidikan yang terjadi selama proses pembelajaran langsung tetapi tidak dirancang dalam kegiatan khusus. Pembelajaran tidak langsung berkenaan dengan pengembangan nilai dan sikap. Berbeda dengan pengetahuan tentang nilai dan sikap yang dilakukan dalam proses pembelajaran langsung oleh mata pelajaran tertentu, pengembangan sikap sebagai proses pengembangan moral dan perilaku dilakukan oleh seluruh mata pelajaran dan dalam setiap kegiatan yang terjadi di kelas, sekolah, dan masyarakat. Pentingnya keberadaan bahasaIndonesia sebagai pembawa pengetahuan (carrier of knowledge) membawa perubahanpembelajaran yang dirancang berbasiskan teks.Peserta didik diharapkan mampu memproduksi dan menggunakanteks sesuai dengan tujuan dan fungsi sosialnya. Dalam pembelajaran bahasayang berbasiskan teks, bahasa Indonesia diajarkan bukan sekadar sebagaipengetahuan bahasa, melainkan sebagai teks yang berfungsi untuk menjadisumber aktualisasi diri penggunanya pada konteks sosial-budaya akademis. Teks dipandang sebagai satuan bahasa yang bermakna secara kontekstual.Pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks dilaksanakan dengan menerapkanprinsip bahwa (1) bahasa hendaknya dipandang sebagai teks, bukan semata-matakumpulan kata-kata atau kaidah-kaidah kebahasaan, (2) penggunaan bahasa merupakanproses pemilihan bentuk-bentuk kebahasaan untuk mengungkapkan makna, (3) bahasabersifat fungsional, yaitu penggunaan bahasa yang tidak pernah dapat dilepaskandari konteks karena dalam bentuk bahasa yang digunakan itu tercermin ide, sikap,nilai, dan ideologi penggunanya, dan (4) bahasa merupakan sarana pembentukankemampuan berpikir manusia. Sehubungan dengan prinsip-prinsip itu, perlu disadaribahwa di dalam setiap teks terdapat struktur tersendiri yang satu sama lain berbeda. Sementara itu, dalam struktur teks tercermin struktur berpikir. Dengan demikian,makin banyak jenis teks yang dikuasai siswa, makin banyak pula struktur berpikiryang dapat digunakannya dalam kehidupan sosial dan akademiknya nanti. Hanyadengan cara itu, siswa kemudian dapat mengonstruksi ilmu pengetahuannya melaluikemampuan mengobservasi, mempertanyakan, mengasosiasikan, menganalisis, danmenyajikan hasil analisis secara memadai. Jenis-jenis teks itu dapat dibedakan atas dasar tujuan (yang tidak lain adalah fungsisosial teks), struktur teks (tata organisasi), dan ciri-ciri kebahasaan teks-teks tersebut.Sesuai dengan prinsip tersebut, teks yang berbeda tentu memiliki fungsi berbeda,struktur teks berbeda, dan ciri-ciri kebahasaan yang berbeda. Dengan demikian,pembelajaran bahasa yang berbasis teks merupakan pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk menguasai dan menggunakan jenis-jenis teks tersebut di masyarakat. METODE Penelitian yang digunakan peneliti dalam mengkaji pengaruh kompetensi penilaian sikap terhadap karakter peserta didik menggunakan penelitian deskriptif (descriptive research) ditujukan untuk mendeskripsikan suatu keadaan atau fenomena-fenomena apa adanya, penggambaran keadaan secara naratif kualitatif. Peneliti melakukan pengamatan, interviu, mencatat hasil pengamatan dan interaksi bersama partisipan. Penelitian menekankan pentingnya pengumpulan data menggunakan orang yang terampil dan telah disiapkan secara sempurna, daripada menggunakan instrumen tunggal. Tujuan penelitian kualitatif yang dilakukan peneliti untuk menggambarkan dan mengungkapkan serta menggambarkan dan menjelaskan sesuai dengan tujuan penelitian kualitatif (McMillan & Schumacher, 2001). Peneliti bertindak sebagai instrumen sekaligus pengumpul data. Tujuan lain dari penelitian ini mengarah pada kegiatan, pembimbingan, dan pemberdayaan. Sumber data penelitian ini adalah peserta didik, pendidik, data penilaian sikap dalam kurikulum 2013. Data penelitian ini terkait dengan empat hal mencakup penilaian sikap melalui observasi, penilaian diri (self assessment), penilaian ―teman sejawat‖ (peer assessment) oleh peserta didik, dan jurnal. Instrumen yang digunakan untuk observasi, penilaian diri, dan penilaian antarpeserta didik adalah daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang diserta dengan rubtik, sedangkan pada jurnal berupa catatan pendek. Teknik pengumpulan data dilakukan oleh peneliti sebagai pengumpul data. Langkah yang digunakan peneliti dalam pengumpulan data meliputi membaca, yakni peneliti membaca 736
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
beberapa buku yang berhubungan dengan karakter, pembelajaran bahasa berbasis pendidikan karakter, perkembangan peserta didik, dan penilaian dalam kurikulum tahun 2013 untuk mengetahui dan memahami masalah yang berhubungan dengan karakter peserta didik. Peneliti juga melakukan penilaian dalam kegiatan pembelajaran terhadap peserta didik, mengamati sikap (perilaku) peserta didik dan mengumpulkan data dari rekan-rekan pendidik baik dalam bentuk penilaian sikap pada kegiatan pembelajaran maupun di luar kegiatan pembelajaran di sekolah, data penilaian dari peserta didik terhadap diri sendiri maupun antar teman, data dari guru bimbingan dan penyuluhan, serta tenaga kependidikan dan seluruh warga sekolah.Mengidentifikasi masalah-masalah dan data-data, kemudian mengolah data-data yang ada. Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu catatan yang sudah ditulis dalam klasifikasi data, referensi, serta dokumen lain yang mendukung adanya perubahan karakter peserta didik. Setelah memberikan penilaian sikap pada peserta didik, mengumpulkan data dan analisis data yang dilakukan secara stimultan dan merupakan langkah yang bersifat interaktif bukan terpisah-pisah. Membandingkandata penilaian penilaian sikap yang diterima dari rekan pendidik yang mengampu mata pelajaran lain. Langkah-langkah pengumpulan data dan analisis data dimulai dengan perencanaan yang meliputi perumusan dan pembatasan masalah serta perumusan pertanyaan-pertanyaanpenelitian yang diarahkan pada kegiatan pengumpulan data. Langkah berikutnya sebelum pengumpulan data dimulai, peneliti berusaha menciptakan hubungan yang baik (rapport), menumbuhkan kepercayaan serta hubungan yang akrab dengan individu-individu dan kelompok yang menjadi sumber data. Pengumpulan data melalui interviu dilengkapi dengan data pengamatandan data dokumen (triangulasi). Data pada pertemuan pertama belum dicatat, tetapi pada pertemuan selanjutnya dicatat, disusun, dikelompokkan secara intensif kemudian diberi kode agar memudahkan dalam analisis data. Langkah ketiga dilakukan dengan cara lebih mengintensifkan pengumpulan data dengan wawancara, observasi, dan pengumpulan dokumen. Sementara pengumpulan data terus berjalan, analisis data mulai dilakukan. Langkah terakhir dilakukan dengan pengumpulan data penutup. Peneliti mengakhiri pengumpulan data setelah mendapat semua informasi yang dibutuhkan atau tidak ditemukan lagi data baru. Menganalisis data dengan menyusun fakta-fakta hasil temuan lapangan. HASIL DAN PEMBAHASAN Data menunjukkan bahwa upaya pembentukan karakter pribadi yang kuat hanya dapat dilakukan melalui pengembangan kegiatan. Salah satu kegiatan yang dilakukan yaitu pembekalan Success Skills pada peserta didik. Success Skills adalah keterampilan ynag dibutuhkan seseorang untuk dapat terus mengembangkan dirinya. Success Skills akan mencakup tiga pilar keterampilan utama, yaitu learning skills (keterampilan belajar), thingking skills (keterampilan berpikir) dan living skills (keterampilan hidup). Kegiatan yang tepat bagi peserta didik adalah kegiatan pembelajaran yang dilakukan secara terus-menerus dan berkesinambungan. Kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan bertujuan untuk membawa dampak perubahan pada sikap, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik. Kegiatan penilaian terhadap hasil belajar peserta didik dilakukan secara berimbang sehingga dapat digunakan untuk menentukan posisi relatif setiap peserta didik terhadap standar yang telah ditetapkan. Cakupan penilaian merujuk pada ruang lingkup materi, kompetensi mata pelajaran/kompetensi muatan/kompetensi program, dan lulusan. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Bahasa Indonesia SMP mengacu pada Permendikbud nomor 68 tahun 2013 tentang Kerangka dasar dan Sturktur Kurikulum Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah adalah sebagai berikut: Kompetensi Inti dirancang seiring dengan meningkatnya usia peserta didik pada kelas tertentu. Melalui kompetensi inti, integrasi vertikal berbagai kompetensi dasar pada kelas yang berbeda dapat dijaga. Rumusan kompetensi inti menggunakan notasi sebagai berikut: 1. Kompetensi Inti-1 (KI-1) untuk kompetensi inti sikap spiritual; 2. Kompetensi Inti-2 (KI-2) untuk kompetensi inti sikap sosial; 3. Kompetensi Inti-3 (KI-3) untuk kompetensi inti pengetahuan; 4. Kompetensi Inti-4 (KI-4) untuk kompetensi inti keterampilan.
737
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Kompetensi dasar dirumuskan untuk mencapai kompetensi inti. Rumusan kompetensi dasar dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik peserta, kemampuan awal, serta ciri dari suatu mata pelajaran. Kompetensi penilaian sikap dalam kurikulum 2013 meliputi kompetensi sikap spiritual dan kompetensi sikap sosial. Kompetensi inti pada kompetensi sikap spiritual kelas VII, VIII, dan IX adalah menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya. Pada kompetensi dasar terbagi menjadi tiga yaitu menghargai dan mensyukuri keberadaan bahasa Indonesia sebagai anugrah Tuhan Yang Maha Esa untuk mempersatukan bangsa Indonesia di tengah keberagaman bahasa dan budaya, sebagai sarana memahami informasi lisan dan tulisan, dan sebagai sarana menyajikan informasi lisan dan tulisan. Kompetensi penilaian sikap sosial yang diharapkan pada kurikulum 2013 mata pelajaran bahasa Indonesia yaitu memiliki perilaku jujur, tanggung jawab, santun, percaya diri, disiplin, kreatif, semangat kebangsaan, cinta tanah air, dan demokratis. Setiap jenjang terdapat beberapa perbedaan pada jenis karakter yang diharapkan pada peserta didik. Teknik yang digunakan pendidik dalam melakukan penilaian kompetensi sikap dengan observasi, penilaian diri, penilaian ―teman sejawat‖ (peer evaluation) oleh peserta didik dan jurnal. Insrtumen yang digunakan untuk observasi, penilaian diri, penilaian antar peserta didik adalah daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik, sedangkan pada jurnal berupa catatan pendidik. Teknik dan instrumen yang digunakan untuk penilaian sikap sebagai berikut: a. Observasi Teknik penilaian dengan observasi dilakukan secara berkesinambungan dengan menggunakan indera, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan pedoman observasi yang berisi sejumlah indikator perilaku yang diamati.Perilaku yang diamati dan dinilai oleh pendidik melalui kegiatan observasi berupa perilaku jujur, tanggung jawab, santun, percaya diri, disiplin, kreatif, cinta tanah air, semangat kebangsaan, demokratis. b. Penilaian diri Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dalam konteks pencapaian kompetensi. Selama melakukan tugas kelompok peserta didik dapat bekerja sama dengan teman satu kelompok, melakukan tugas sesuai dengan yang telah ditentukan. Penilaian diri juga digunakan untuk menilai sikap jujur, tanggung jawab, santun,percaya diri, disiplin, kreatif, cinta tanah air, semangat kebangsaan, demokratis. c. Penilaian antarpeserta didik Penilaian antarpeserta didik merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk saling menilai terkait dengan pencapaian kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian antarpeserta didik. Setiap peserta didik masing-masing menilai semua temannya di kelas. Peserta didik dapat menilai sikap temannya saat berdiskusi atau kerja kelompok, saat proses pembelajaran, dan setelah kegiatan pembelajaran berlangsung. d. Jurnal Jurnal merupakan catatan pendidik di dalam dan di luar kelas yang berisi informasi hasil pengamatan tentang kekuatan dan kelemahan peserta didik yang berkaitan dengan sikap dan perilaku. Jurnal dapat memuat penilaian peserta didik terhadap aspek tertentu secara kronologis. Kriteria jurnal: Mengukur capaian kompetensi sikap yang penting Sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator Menggunakan format yang sederhana dan mudah diisi/digunakan Dapat dibuat rekapitulasi tampilan sikap peserta didik secara kronologis Memungkinkan untuk dilakukannya pencatatan yang sistematis, jelas dan komunikatif Format pencatatan memudahkan dalam pemaknaan terhadap tampilan sikap peserta didik Menuntut guru mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan peserta didik Kelebihan yang ada jurnal adalah peristiwa/kejadian dicatat dengan segera. Dengan demikian, jurnal bersifat asli dan objektif dan dapat digunakan untuk memahami peserta didik dengan lebih tepat. Sementara itu, kelemahan yang ada pada jurnal adalah reliabilitas yang 738
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
dimiliki begitu rendah, menuntut waktuyang banyak, perlu kesabaraan dalam menanti munculnya peristiwa sehingga dapat mengganggu perhatian dan tugas guru, apabila pencatatan tidak dilakukan dengan segera, maka objektivitasnya berkurang. Penerapan penilaian kompetensi sikap pada mata pelajaran bahasa Indonesia disesuai dengan kompetensi yang akan dibelajarkan pada peserta didik, misalnya kompetensi dasar 3.1 Memahami teks hasil observasi, tanggapan deskriptif, eksposisi, ekplanasi, dan cerita pendek baik lisan maupun tulisan. Penilaian sikap spiritual dan sikap sosial yang dihasilkan sebagai berikut: 1. Penilaian sikap spiritual Penilaian sikap spiritual menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianut sesuai dengan kompetensi dasar 1.2Menghargai dan mensyukuri keberadaan bahasa Indonesia sebagai anugerah Tuhan yang Maha Esa sebagai sarana memahami informasi lisan dan tulis. Penilaian sikap spiritual dilakukan saat memulai pembelajaran. Sebelum dan sesudah kegiatan pembelajaran peserta didik memulai atau mengakhiri kegiatan dengan berdoa. Memberi salam pada saat awal dan akhir presentasi sesuai agama yang dianut.Mengucapkan syukur ketika berhasil mengerjakan sesuatu.Menjaga lingkungan hidup di sekitar rumah tempat tinggal, sekolah dan masyarakat.Memelihara hubungan baik dengan sesama umat ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.Keseriusansaat berdoa dapat dinilai oleh pendidik dengan menggunakan lembar observasi. Peserta didik dapat melakukan penilaian diri sendiri, dan penilaian antar peserta didik. Penilaian sikap peserta didik saat menjaga hubungan baik antarsesama dengan senantiasa menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sebagai wujud menghargai dan mensyukuri keberadaan bahasa Indonesia sebagai anugerah Tuhan yang Maha Esa. Untuk penilaian antarpeserta didik dengan penilaian diri sendiri dilakukan minimal satu kali dalam satu semester. 2. Sikap Jujur Jujur adalah perilaku dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. Penilaian kompetensi sikap jujur untuk menilai seberapa jujurnya peserta didik saat mengerjakan tugas yang diberikan. Sikap jujur tercermin saat peserta didik mengerjakan sendiri pekerjaannya tanpa menyontek pekerjaan teman saat latihan, ulangan atau ulangan. Tidak menjadi plagiat (mengambil/menyalin karya orang lain tanpa menyebutkan sumber). Mengungkapkan perasaan apa adanya. Menyerahkan kepada yang berwenang barang yang ditemukan. Membuat laporan berdasarkan data atau informasi apa adanya. Mengakui kesalahan atau kekurangan yang dimiliki. 3. SikapTanggung jawab Tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa. Penilaian kompetensi sikap tanggung jawab bertujuan untuk menilai seberapa besar tanggung jawab peserta didik terhadap tugas yang diberikan padanya.Sikap tanggung jawab tercermin saat peserta didik melaksanakan tugas individu dengan baik, menerima resiko dari tindakan yang dilakukan. Tidak menyalahkan/menuduh orang lain tanpa bukti yang akurat atau untuk kesalahan tindakannya sendiri. Mengembalikan barang yang dipinjam. Mengakui dan meminta maaf atas kesalahan yang dilakukan, menepati janji. Melaksanakan apa yang pernah dikatakan tanpa disuruh/diminta. 4. SikapSantun Santun atau sopanadalahsikap baik dalam pergaulan baik dalam berbahasa maupun bertingkah laku. Norma kesantunan bersifat relatif, artinya yang dianggap baik/santun pada tempat dan waktu tertentu bisa berbeda pada tempat dan waktu yang lain. Sikap santun tercermin saat peserta didik bersikap dan berbicara. Penilaian sikap santun pada peserta didik saat berhadapan dan berbicara dengan teman, guru maupun anggota sekolah lainnya.Perilaku santun atau sopan ditunjukan oleh peserta didik dalam menghormati orang yang lebih tua. Tidak berkata-kata kotor, kasar, dan takabur. Tidak meludah di sembarang tempat. Tidak menyela pembicaraan pada waktu yang tidak tepat. Mengucapakan terima kasih setelah menerima bantuan orang lain. Bersikap 3S (salam, senyum, sapa). Meminta ijin ketika akanmemasuki ruang kelas, kantor, atau ruangan orang lain atau menggunakan barang milik orang lain. Memperlakukan orang lain sebagaimana diri sendiri ingin diperlakukan. 739
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
5. Sikap Disiplin Disiplinadalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.Sikap disiplin tercermin saat peserta didik datang tepat waktu. Patuh pada tata tertib atau aturan bersama/sekolah. Mengerjakan/mengumpulkan tugas sesuai dengan waktu yang ditentukan. Mengikuti kaidah berbahasa tulis yang baik dan benar. 6. Sikap Percaya Diri Percaya diri adalah kondisi mental atau psikologis seseorang yang memberi keyakinan kuat untuk berbuat atau bertindak.Sikap percaya diri tercermin saat peserta didik berani berpendapat atau melakukan kegiatan tanpa ragu-ragu.Mampu membuat keputusan dengan cepat. Tidak mudah putus asa. Tidak canggung dalam bertindak. Berani presentasi di depan kelas. Berani berpendapat, bertanya, atau menjawab pertanyaan. 7. Sikap Kreatif Kreatif adalah memilik daya cipta; memiliki kemampuan untuk menciptakan.Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang dimiliki. Salah satu contoh sikap kreatif tercermin saat perserta didik mengamati kehidupan hewan untuk menyusun cerita fabel sesuai dengan imajinasinya. 8. Sikap Semangat kebangsaan Semangat kebangsaan merupakan cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. Semangat ini dapat tercermin dari sikap peserta didik berdiskusi dan mengambil keputusan dalam kelompok yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi. Mau menerima pendapat kelompok lain yang berbeda pendapat. 9. Sikap Cinta tanah air Cinta tanah air merupakan cara bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosila budaya, ekonomi, dan politik bangsa. Cinta tanah air dalam pembelajaran bahasa Indonesia dapat dilakukan oleh peserta didik dengan menghargai bahasa Indonesia sebagai pemersatu bangsa, mencintai kebudayaan-kebudayaan Indonesia, kekayaan alam, dan keaneka ragaman flora dan fauna melalui membaca teks yang tersaji dalam materi pembelajaran. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa penilaian sikap yang terdapat pada mata pelajaran bahasa Indonesia dalam kurikulum 2013 sudah menerapkan pendidikan karakter yang dapat membantu pendidik menanam kebiasaan-kebiasan yang baik sehingga peserta didik mampu bersikap dan bertindak berdasarkan nilai-nilai yang telah menjadi kepribadiannya. Penilaian sikap yang terdapat dalam penilaian mata pelajaran bahasa Indonesia membawa dampak yang positif terhadap sikap peserta didik. Meskipun perubahan yang ada masih pada sikap spiritual dan sikap sosial yang terdapat pada kompetensi dasar yang telah dibelajarkan. Sikap-sikap tersebut adalah sikap jujur, tanggung jawab, santun, disiplin, percaya diri, kreatif, semangat kebangsaan, dan cinta tanah air. Melalui kegiatan penilaian terhadap kompetensi sikap dapat membangun peserta didik untuk dapat menilai kelemahan dan kelebihan yang ada pada dirinya, sehingga peserta didik dapat mengevaluasi diri dan memperbaiki diri untuk membuat perubahan pada dirinya. DAFTAR PUSTAKA Abidin, Y.,Darmiatun, S. 2013. Pembelajaran Bahasa Berbasis Pendidikan Karakter. Bandung: Refika Aditama. Daryanto, dkk. 2013. Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah.Yogyakarta: Gava Media. Khan, Yahya. 2010. Pendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri:Mendongkrak Kualitas Pendidikan. Yogyakarta: Pelangi Puslishing. Pusat Pengembangan Profesi Pendidik. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Tahun Ajaran 2014/2015: Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. 2014. Jakarta. Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan.
740
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI SISWA KELAS VIII SMP 4 NEGERI TANAH GROGOT DENGAN STRATEGI DIAMOND POEM SRI RAHMAWATI Abstrak: Penelitian ini dilatarbelakangi oleh temuan bahwa sebagian besar siswa kelas VIII SMP 4 Negeri Tanah Grogot belum dapat dengan baik menulis puisi. Oleh karena itu, melalui diskusi bersama dengan teman sejawat diputuskan untuk menerapkan strategi Diamond Poem untuk mengatasi permasalahan. Upaya peningkatan kemampuan siswa dalam menulis puisi dilakukan melalui tiga tahap pembelajaran, yakni tahap penggalian ide puisi, tahap penulisan dan perbaikan, dan tahap pemublikasian puisi. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan adanya peningkatan kempuan siswa dalam menulis puisi. Peningkatan itu dapat dilihat dari proses dan hasil pembelajaran.Hal itu dapat dilihat dari semakin mudahnya siswa memunculkan ide penulisan puisi. Peningkatan juga dilihat dari intensitas dan aktivitas belajar siswa dari tahap memilih objek sampai memublikasikannya. Berdasarkan hasil penelitian, dikemukakan saran-saran. Pertama, kepada guru-guru SMP, untuk menerapkan strategi diamod poem sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan siswa menulis puisi. Kedua, melakukan penilaian pembelajaran tidak hanya pada hasil, tetapi juga pada proses pembelajaran. Ketiga, kepada Kepala Sekolah agar memberikan kesempatan kepada guru untuk menerapkan strategi diamond poem dalam meningkatkan kualitas pembelajaran menulis puisi. Kata kunci: Peningkatan, kemampuan menulis puisi, Diamond Poem.
Menulis kreatif puisi merupakan salah satu keterampilan bidang apresiasi sastra yang diharapkan dapat dikuasai oleh siswa SMP. Di dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi yang sekarang disebut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, materi menulis kreatif puisi di kelas VIII terdapat pada kompetensi dasar Menulis puisi bebas dengan menggunakan pilihan kata yang sesuai. Pembelajaran menulis puisi di SMP dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengapresiasi karya sastra. Hal itu berkaitan erat dengan latihan mempertajam perasaan, penalaran dan daya khayal, serta kepekaan terhadap masyarakat, budaya dan lingkungan hidup. Seperti yang diungkapkan Pradopo (1987:12) yang menyatakan bahwa puisi adalah ekspresi kreatif, yakni ekspresi dari aktivitas jiwa yang memadatkan atau memusatkan kesan-kesan (kondensasi). Kesan-kesan itu dapat diperoleh melalui pengalaman dan lingkungannya. Oleh karena itu, anggapan bahwa menulis puisi sebagai aktivitas yang sulit sudah seharusnya dihilangkan dan dibuang jauh-jauh, khususnya pada siswa SMP. Hal itu mengingat siswa SMP merupakan anak didik yang rata-rata berusia 13—14 tahun. Anak pada usia tersebut sudah dapat berpikir refleksif dan dapat menyatakan operasi mentalnya dengan simbol-simbol (Piaget dalam Dahar, 1988:188). Artinya, pada usia ini mereka sudah dapat mengungkapkan pikiran dan perasaan yang ada pada dirinya dalam bentuk puisi. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang belum mampu melaksanakan kegiatan tersebut secara optimal. Dari hasil refleksi awal yang dilakukan oleh guru di kelas VIII SMP 4 Negeri Tanah Grogot diperoleh informasi bahwa sebagian besar siswa belum dapat dengan baik menulis puisi. Siswa merasa berat untuk menuangkan ide-ide imajinasinya dalam bentuk puisi. Padahal, wadah penuangan ide imajinasi inilah yang menjadi jalan bagi siswa untuk dapat menulis puisi. Kondisi di atas diduga disebabkan oleh kurang efektifnya pengelolaan pembelajaran yang diciptakan guru. Salah satu penyebabnya adalah karena ketidaktepatan strategi yang diterapkan guru dalam pembelajaran. Strategi yang dipakai guru tidak dapat mengembangkan potensi siswa untuk dapat secara leluasa mengekspresikan perasaannya. Pembelajaran menulis kreatif puisi cenderung bersifat teoretis informatif, bukan apresiatif produktif. Belajar yang diciptakan guru di dalam kelas hanya sebatas memberikan informasi pengetahuan tentang sastra sehingga kemampuan mengeapresiasi dan kemampuan mencipta kurang mendapat perhatian. 741
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Dengan demikian, yang terjadi adalah proses transfer pengetahuan tentang sastra dari guru kepada siswa. Siswa kurang mendapat kesempatan untuk melakukan konstruksi pengetahuan dan melakukan pengembangan pengetahuan itu menjadi sebuah produk pengetahuan baru. Pemilihan strategi pembelajaran harus berlandaskan pada pertimbangan menempatkan siswa sebagai subjek belajar sehingga tidak hanya sekedar menerima secara pasif apa yang disampaikan oleh guru. Guru sebaiknya menempatkan siswa sebagai insan yang secara alami memiliki pengalaman, pengetahuan, keinginan, dan pikiran yang dapat dimanfaatkan untuk belajar, baik secara individual maupun kelompok. Strategi yang dimaksud adalah strategi yang dapat membuat siswa mempunyai keyakinan bahwa dirinya mampu belajar, dan dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya sendiri seluas-luasnya. Untuk itu, kegiatan pembelajaran menulis puisi yang dikembangkan perlu dilaksanakan dengan berbagai kegiatan pembelajaran yang menarik, bermakna, dan kontekstual. Kegiatan pembelajaran puisi yang diciptakan diharapkan memberikan peluang yang lebih besar kepada siswa untuk lebih aktif dalam pembelajaran melalui proses kreatif menulis puisi. Proses kreatif tersebut meliputi empat tahap, yakni (1) tahap penggalian ide (preparasi), (2) tahap pematangan ide (inkubasi), (3) tahap pengungkapan ide (iluminasi), dan (4) tahap penyempurnaan (verifikasi) (Rhodes dalam Endraswara, 2002:218). Dalam pembelajaran menulis puisi, guru harus bisa memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara leluasa mengekspresikan imajinasinya. Diamond poem merupakan salah satu dari sekian banyak strategi yang dapat digunakan untuk mengefektifkan pembelajaran dan kemampuan menulis puisi. Diamon Poem adalah strategi yang dapat membantu siswa menuangkan imjinasinya melalui puisi dengan meggunakan bantuan media tulis berbetuk diamond (berlian). Proses peulisan dilakukan di dalam media tulis berbentuk diamond tersebut dilakukan dalam 7 deretan/baris dalam bentuk kata/kelompok kata atau kalimat. Dalam starategi diamond poem, siswa menulis puisi dengan langkah-langkah sebagai berikut. 1) menentukan satu kata atau kelompok kata hasil imajinasinya dan menuliskan pada media tulis berbentuk diamond pada urutan pertama. 2) mencari dan menuliskan persamaan kata atas makna kata atau kelompok kata (sinoim) yang telah dipilih sebelumya dan menuliskannya pada media tulis pada urutan kedua. 3) medeskripsikan objek yang dipilih dengan menggunakan kata sifat. 4) memberikan penjelasan tentang objek dengan menggunakan kata kerja. 5) medeskripsikan kembali objek degan kalimat yang berbeda. 6) mencari persamaan makna yang lain jika siswa masih dapat menemukan. Dan 7) sisw menuliskan kembali objek seperti pada langkah pertama, dapat berupa kata yang sama atau kelompok kata. Gambaran proses penulisan puisi dengan strategi diamond poem disajikan dalam gambar 1 berikut.
Gambar 1. Model peanulisan Puisi dengan diamond poem
METODE Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus dilakukan dalam dua kali tatap muka. Satu kali tatap muka berlangsung selama 80 menit (2x40 menit). Siklus pertama dilaksanakan pada tanggal 3 dan 4 Maret 2014. Sementara itu, siklus kedua dilaksanakan pada tanggal 17 April dan 18 April 2014. Pelaksanaan penelitian dilaksanakan berdasarkan model penelitian tindakan yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart (1992:11), yang meliputi (1) perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan 742
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi. Adapun uraian kegiatan yang dilaksanakan untuk masing-masing tahap adalah sebagai berikut Perencanaan Tindakan Pada tahap ini tindakan yang dilakukan adalah 1) membuat panduan rencana pembelajaran menulis puisi dengan stratagi Diamond Poem, 2) menyusun rencana pembelajaran (RP) berdasarkan panduan, 3) membuat media yang dibutuhkan, 4) menyiapkan instrument penelitian, 5) menyiapkan instrument penilaian, 7) menyiapkan lembar kerja siswa (LKS). Pelaksanaan Tindakan dan Observsi Pelaksanaan tindakan dilakukan dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang dilakukan mengacu pada rencana pembelajaran yang telah dibuat, yakni pembelajaran menulis puisi dengan menerapkan strategi Diamond Poem. Untuk memantau semua aktivitas pembelajaran, baik yang dilakukan oleh guru maupun siswa, guru sekaligus peneliti dibantu oleh guru mitra. Uraian secara lengkap alur tindakan yang dilakukan dalam pelaksanaan pembelajaran disajikan dalam tabel 1 berikut. Tabel 1 Alur tindakan pembelajaran menulis puisi dengan strategi Diamond Poem
Tahap Fokus Pembelajaran Tindakan Pembelajaran Penggalian 1. Memulai kegiatan Menyampaikan tujuan pembelajaran. ide puisi pembelajaran Menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan. Memotivasi dan membangkitkan skemata siswa melalui kegiatan curah pendapat tentang lingkungan yang akan dijadikan objek pengamatan.
2. Menentukan objek
Membimbing siswa utuk menentukan objek puisi
3. Mengimajinasikan
Membimbing siswa mengerangka
objek
ideimajinasinya pada media tulis berbentuk diamond. Tahap 1. Mengkreasikan hasil Mengarahkan siswa untuk mulai penulisan dan kerangka/draf menjadi mengembangkan kerangka imajinasi pada media perbaikan larik dan puisi secara tulis berbetuk diamond menjadi draf puisi. puisi utuh Meminta siswa memperbaiki draf puisi siswa 2. Memperbaiki draf awal lain. puisi dan menulis Meminta siswa menulis kembali puisi yang telah kembali puisi yang diperbaiki menjadi draf final telah diperbaiki Tahap 1. membacakan puisi Meminta kepada siswa untuk membacakan hasil Pemublikasitulisannya di depan kelas an 2. Menempelkan puisi Memberikan model pembacaan puisi di dinding kelas
Meminta siswa memajang di dinding/majalah dinding kelas/sekolah.
Meminta siswa menanggapi puisi siswa lain Refleksi dan Penilaian Penilaian terhadap pelaksanaan pembelajaran dilakukan terhadap proses dan hasil. Penilaian hasil dilakukan terhadap karya puisi yang dihasilkan siswa. Teknik yang digunakan adalah teknik skor analitik. Teknik ini dipergunakan karena dapat memberikan balikan langsung yang bersifat diagnostik kepada siswa. Selain itu, menurut Diederich (dalam Tompkins, 1994:391), sistem penilaian skor analitik dilakukan untuk mengetahui perfomansi siswa. Untuk penilaian dengan teknik ini digunakan rubrik sebagai panduan guru dalam memberikan penilaian dan menentukan kualifikasi keberhasilan siswa dalam menulis kreatif puisi.
743
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Penentuan kualifikasi dilakukan berdasarkan skor maksimal dengan melihat rata-rata skor setiap komponen. Kualifikasi sangat baik (SB), jika siswa memperoleh rata-rata skor 80100, baik (B) jika memperoleh 60-79, cukup (C) jika memperoleh skor 40-59, dan kurang (K) jika siswa memdapat skor 10-39. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil observasi dan penilaian terhadap hasil penelitian yang dilakukan tergambar bahwa penerapan strategi Diamond Poem dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis puisi. Melalui media tulis berbentuk diamond (berlian) siswa lebih mudah memuculkan ide-ide dan imajinasinya tentang puisi yang akan ditulisnya. Contoh hasil penuangan imajinasi siswa menjadi draf puisi pada media tulis berbentuk diamond disajikan pada gambar 2 berikut.
1) IBU 2) PELITA HIDUP 3) CANTIK, ANGGUN, LEMBUT DAN BERSAHAJA 4) BEKERJA TANPA KENAL LELAH UNTUK ANAKANAKMU 3) SELALU MELINDUNGI DENGAN KASIH DAN SAYANGMU 2) MUTIARA KEHIDUPAN 1) IBU SANG KEKASIH HATI
Ibu
Gambar 2. Contoh hasil pengerangkaan hasil imajinasi siswa
Dari hasil pengerangkaan puisi yang dibuat dalam media tulis berbentuk diamond di atas, siswa melanjutkan dengan menuliskannya kembali menjadi baris dan bit puisi secara bebas. Tujuannya adalah untuk mengembangkan kembali imajinasinya tentang objek dengan kalimat-kalimat yang tidak dibatasi. Hasil pegembangan draf puisi siswa disjikan pada contoh 1 berikut. IBU Ibu Kaulah pelita hidup bagi diriku dan adik-adik ku Engkau wanita yang cantik, anggun, lembut, dan selalu bersahaja Engkau bekerja tanpa mengenal waktu dan lelah untuk anak-anaknnya Ibu Selalu melindungi kami dengan kasih dan sayang mu Engkaulah mutiara kehidupan kami Yang tak pernah pudar Ibu Sang kekasih hati Contoh 1 Puisi siswa karya Veranita Hasil penilaian yang dilakukan terhadap puisi yang dihasilkan siswa pada siklus I menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam menulis puisi pada komponen I, T, dan P masih pada taraf cukup (C). Rata-rata kualifikasi baik (B) hanya dicapai siswa pada komponen O.Sementara itu pada siklus II, kemampuan siswa dalam menulis puisi mengalami peningkatan. Peningkatan itu dilihat dari empat komponen penilaian puisi siswa. Dari empat komponen tersebut, komponen I, P, dan O rata-rata dicapai siswa dengan kualifikasi baik (B). Kualifikasi cukup (C) hanya terjadi pada komponen T. Gambaran perbandingan peningkatan kemampuan menulis puisi siswa setipa siklus untuk setiap komponen disajikan pada tabel 2 berikut. 744
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Tabel 2 Rekapitulasi kemampuan menulis puisi siswa dalam setiap komponen pada siklus I dan II
SIKLUS
Komponen Rata Kualifikasi Isi Tipografi Pengimajinasian Orisinilitas -rata I 57 50 55 61 54 C II 66 58 61 67 63 B Secara keseluruhan pada siklus I rata-rata berkualifikasi cukup (C). Dari 30 siswa 0 siswa (0%) yang memperoleh nilai sangat baik (SB). 11 siswa (36.7%) memperoleh nilai baik (B). 15 siswa (50%) memperoleh nilai cukup (C), dan 4 siswa (13.3%) memperoleh nilai kurang (K). Adapun pada siklus II mengalami peningkatan. Dari hasil penilaian yang dilakukan terhadap draf akhir puisi yang dihasilkan siswa menggambarkan keberhasilan yang cukup baik. Dari tiga puluh siswa, 4 siswa (13,3%) berkualifikasi sangat baik (SB), 18 siswa (60%) berkualifikasi baik (B), 6 siswa (20%) berkualifikasi cukup (C), dan 2 orang siswa (6,7%) berkualifikasi kurang (K). Gambaran prosentase peningkatan kemampuan menulis puisi pada setiap siklus disajikan pada diagram 1 berikut.
60 50 40 30 20 10 0
S B B C SB Siklus I
Siklus II
Diagram 1 Prosentase peningkatan kemampuan menulis puisi siswa pada setiap siklus
Selain memberikan penilaian hasil akhir dalam bentuk angka, guru juga memberikan penilaian-penilaian yang bersifat memberikan penguatan. Hal itu dilakukan dengan memberikan komentar pada semua puisi yang dihasilkan siswa pada bagian belakang. Komentar yang diberikan guru lebih bersifat mendidik dan memacu semangat belajar siswa. Gambaran kemampuan siswa dalam menulis puisi tersebut secara tidak langsung menunjukkan keberhasilan guru dalam melakukan penilaian. Sebab, penilaian yang dilakukan guru pada dasarnya bukan saja sebagai alat untuk mendapatkan gambaran keberhasilan belajar siswa. Akan tetapi, penilaian juga merupakan cara untuk membantu siswa dalam mengatasi kesulitan dalam belajarnya. Hal itu sejalan dengan pendapat Puhl (1997:3) yang menyatakan bahwa penilaian atau assessment merupakan proses mengumpulkan informasi tentang belajar siswa dari berbagai sumber untuk membantu siswa tersebut dalam belajar KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil tindakan, dapat dikemukakan simpulan bahwa pembelajaran menulis puisi di kelas VIII SMP Negeri 4 Negeri Tanah Grogot mengalami peningkatan. Hal itu dilihat dari meningkatnya kemampuan siswa dalam menulis puisi. Peningkatan kemampuan siswa dalam menulis puisi itu merupakan kontribusi penerapan strategi Diamond Poem pada pembelajaran, yang dilakukan pada tahap penggalian ide puisi, penulisan dan perbaikan puisi, serta pemublikasian puisi. Pada tahap penggalian ide puisi difokuskan pada aktivitas guru dan siswa dalam mengumpulkan data sebanyak-banyaknya sebagai bahan penulisan puisi. Untuk mempermudah itu guru meggunakan media tulis berbetuk diamond . Pada tahap penulisan dan perbaikan. Penerapan strategi Diamond Poem dalam pembelajaran membuat aktivitas dan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran semakin baik. Guru dapat menciptakan kondisi belajar yang memberi peluang lebih besar kepada siswa untuk terlibat aktif, dari tahap penggalian ide puisi sampai tahap pemublikasian. Sementara itu,
745
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
peningkatan aktivitas belajar siswa dapat dilihat dari intensitas keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Pada tahap pemublikasian difokuskan pada aktivitas siswa dalam memublikasikan draf akhir puisi yang telah dibuat. Proses pemublikasian dilakukan secara lisan dengan cara membacakan puisi di depan siswa lain. Setelah itu, puisi dipublikasikan dengan cara dipajang di dinding kelas. Proses kegiatan belajar seperti ini meningkatkan minat dan motivasi siswa dalam belajar. siswa juga memiliki kesempatan untuk melakukan penilaian terhadap puisi siswa/kelompok lain Berdasarkan proses dan hasil tindakan penelitian, dikemukakan beberapa saran yang yang ditujukan kepada guru-guru, terutama guru bahasa Indonesia dan kepala sekolah. Saran yang dimaksud adalah sebagai berikut. (1) Kepada Guru agar menerapkan strategi Diamond Poem sebagai salah upaya untuk meningkatkan pembelajaran menulis puisi. (2) Melakukan penilaian pembelajaran tidak hanya pada hasil, tetapi juga pada proses pembelajaran. (3) Kepada Kepala Sekolah agar memberikan peluang kepada guru bahasa Indonesia untuk menerapkan strategi Diamond Poem dalam meningkatkan kualitas pembelajaran menulis puisi. DAFTAR PUSTAKA Depdikbud. 1993. Kurikulum SMP 1994 Mata Pelajaran bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud. Dick, Walter & Lou Carey. 1990. The Sistematic Design of Onstructional (Third Edition). Florida: Harper Collins Publisher. Endraswara, S. 2003. Membaca, Menulis, dan Mengajarkan Sastra: Berbasis Kompetensi. Yokyakarta: Kota Kembang. Gani, R. 1980. Pengajaran Apresiasi Puisi. Ende: Nusa Indah. Goodman, K. 1986. What’s Whole in Language. Portsmouth, N.H: Heineman. Kemmis, S. & R. Mc. Taggart. 1992. The Action Research Planer. Victoria: Deakin University. Nurhadi. 2002. Pendekatan Kontekstual. Malang: Universitas Negeri Malang. Nurhadi & Gerard Senduk. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang. Pradopo, Rahmat Djoko. 1987. Pengkajian Puisi. Yokyakarta: Gajah Mada University Press. Puhl, Carol B. 1997. Develop Not Judge, Continous Assessment in The ESL Classroom. English Teaching Forum, April 1997, pp 2-9. Rustana, C.E. 2002. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Buku 5 Pembelajaran dan Pengajaran Kontekstual. Jakarta: Depdiknas. Tarigan, Henry Guntur. 2000. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa. Temple, C., Nathan, R., Burris, N., & Temple, F.. 1988. The Beginnings of Writing. Boston, Massachusetts: Allyn and Bacon, Inc.
MENINGKATAN KEMAMPUAN MENGEMBANGKAN GAGASAN UTAMA DALAM MENULIS WACANA NARASI DENGAN MENGUNAKAN STRATEGI MENULIS TERBIMBING, SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 4 TABUKAN UTARA Ryvomoon T. Mumba Guru SMP N 4 Tabukan Utara Abstrak: Kemampuan menulis wacana narasi pada siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Tabukan Utara masih sangat rendah. Untuk mengatasi permasalahan tersebut peneliti melakukan tindakan dalam rangka meningkatkan ketrampilan menulis siswa. Tindakan yang dilakukan adalah menerapakan strategi menulis terbimbing. Adapun tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui seberapa besar penerapan startegi menulis terbimbing dapat menigkatkan kemampuan menulis siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Tabukan Utara dalam
746
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
menulis wacana narasi. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Tindakan kelas yang dilakukan tersebut dilaksanakan dalam dua siklus. Pada setiap siklusnya terdiri dari empat tahapan yakni perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Tabukan Utara yang berjumlah 24 orang menjadi subjek dari penelitian ini. Nilai rata-rata pada siklus 1 menunjukan peningkatan yaitu 70, sedangkan pada siklus 2, nilai rata-rata siswa meningkat menjadi 80. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa penerapan strategi menulis terbimbing dapat meningkatkan kemampuan mengembengakan gagasan utama dalam menulis narasi. Kata Kunci : Strategi menulis terbimbing, Gagasan utama, Wacana narasi.
Bahasa adalah alat komunikasi yang memungkinkan kita berinteraksi. Melalui bahasa manusia dapat menyampaikan isi pikirannya. Selain itu, ide, gagasan, dan kehendakya dapat disampaikan secara lisan dan tulisan. Secara lisan, disampaikan melalui ujaran langsung maupun melalui media telepon, HP, internet, dan lain-lain. Sedangkan secara tulisan, disampaikan melalui media tulis dan cetak, seperti surat, buku, surat khabar, majalah, internet, dan lain-lain. Di Indonesia, pengembangan bahasa Indonesia bersentuhan langsung dengan bahasa asing, bahasa daerah, dan bahasa Indonesia itu sendiri. Bahasa Indonesia memiliki kedudukan sebagai bahasa negara dan bahasa nasional. Sebagai bahasa negara, digunakan di berbagai kegiatan- kegiatan dan aktivitas resmi kenegaraan, termasuk menjadi pengantar di lembagalembaga pendidikan dari Taman Kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia menjadi bahasa pemersatu seluruh warga negara yang berbeda adat, suku, dan bahasa yang membentang dari Sabang sampai Merauke. Oleh karena itu, bahasa Indonesia dibelajarkan dari tingkatan Taman Kanak-kanak hingga Perguruan Tinggi. Sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah-sekolah, mata pelajaran bahasa Indonesia memiliki kurikulum dan silabus yang menjadi panduan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas. Dalam silabus tercantum kompetensi dasar (KD) dan indikator pencapaian kompetensi dasar. Berbicara tentang pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah, ada empat aspek keterampilan berbahasa yang secara terintegrasi dalam kompetensi dasar turut dibelajarkan, yakni menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Menulis adalah keterampilan berbahasa yang diperoleh dan/atau dilatihkan kepada peserta didik setelah memperoleh, mengalami, dan memiliki tiga keterampilan lainnya, yakni mendengar, berbicara, dan membaca. Sama seperti berbicara, menulis merupakan keterampilan produktif. Artinya, berbicara dan menulis adalah kegiatan berbahasa yang mengharuskan peserta didik memproduksi bahasa, baik melalui tuturan maupun tulisan. Dalam kegiatan menulis, penulis harus berusaha keras berpikir apa yang akan ditulis dan bagaimana cara menuliskannya. Apa dan bagaimana yang dipikirkan setiap penulis itulah gagasan penulis. Proses menulis yang berkaitan dengan apa adalah upaya penulis mengeksplorasi (menggali, menemukan) bahan-bahan yang akan ditulis seuai dengan topik yang dipilih. Proses menulis yang berkaitan dengan bagaimana merupakan upaya penulis menuangkan bahan tulisan (apa) sesuai dengan jenis wacana yang akan ditulis. Proses menulis yang dilakukan, terjadi dalam tiga tahapan, yakni pramenulis, menulis, dan pasca-menulis. Proses pembelajaran menulis di kelas menjadi sebuah kegiatan yang kurang diminati peserta didik. Alasan yang dikemukakan paling banyak pada tidak adanya bahan yang akan ditulis serta kemampuan menuangkan bahan-bahan (apabila ada) menjadi sebuah tulisann utuh. Hal ini ditemui pada peserta didik kelas VIII SMP Negeri 4 Tabukan Utara. Dari 24 siswa, 19 siswa (80%) yang bingung menulis apa. Memang ketidakmampuan ini sudah terlihat saat menentukan topik tulisan. Setelah diberikan tema, sebagian besar siswa tidak mampu mengembangkan tema ke dalam topik-topik. Apabila guru pun berinisiatif menyiapkan topik, memilih dan menemukan bahan tulisan yang sesuai topik, tetap merupakan persoalan. Sebagai guru bahasa Indonesia, peneliti merasa terpanggil untuk memecahkan masalah kekurangmampuan siswa tersebut. Menurut peneliti, upaya yang harus dilakukan adalah perbaikan strategi pembelajaran. Sebab, menurut pengamatan peneliti, guru banyak melakukan metode pemberian tugas yang konvensional, yakni hanya menyuruh siswa menulis berdasarkan topik tanpa memberi bimbingan langkah demi langkah dalam proses menulis. Oleh karena itu, 747
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
dalam penelitian ini peneliti memilih strategi pembelajaran yang dapat memotivasi siswa untuk menulis. Strategi yang dimaksud adalah strategi menulis terbimbing (SMT) dikolaborasikan dengan menulis proses yang mengorganisasi kegiatan menulis dalam tahap pramenulis, menulis, dan pasca-menulis. Oleh karena itu, pembelajaran menulis di kelas harus diupayakan sebagai sebuah proses. Menurut Eanes (1997: 488), pembelajaran menulis yang baik harus memberi model proses bagi peserta didik dan praktik terbimbing. Artinya, guru harus memberikan model tentang tahapan-tahapan menulis dan membimbing peserta didik untuk mengalaminya sendiri. Untuk mewujudkan proses tersebut, pembelajaran hendaknya dirancang dan dilaksanakan secara sistematis agar dapat mengoptimalkan kemampuan peserta didik, baik dalam penguasaan materi yang dibelajarkan maupun mengembangkan kemampuan menulis berdasarkan potensi diri yang dimiliki (Slavin, 1994). Untuk itu, SMT dipandang tepat digunakan dalam pembelajaran menulis narasi khususnya meningkatkan kemampuan peserta didik dalam mengembangkan gagasan. Hal ini sejalan dengan Kompetensi Dasar 12.2, yakni mengisyaratkan peserta didik mampu membuat berbagai teks tertulis dalam konteks bermasyarakat dengan memilih kata, bentuk kata, dan ungkapan yang tepat. Membuat berbagai teks tertulis, meliputi wacana narasi, deskripsi, eksposisi, dan argumentasi. Sedangkan, dalam konteks bermasyarakat, dapat meliputi peristiwa dan kegiatan apa saja yang terjadi di masyarakat, yang menyenangkan dan/atau peristiwa-peristiwa yang menarik dan berkesan. Blake dan Spenato (dalam Eanes, 1997:479) mendeskripsikan SMT dalam enam langkah, yakni (1) menyiapkan peserta didik untuk menulis dengan cara membantu mereka memilih topik yang tepat; (2) membantu peserta didik mengurutkan rangkaian peristiwa secara kronologis; (3) peserta didik menulis draf; (4) guru memberikan balikan atas draf yang dibuat peserta didik; (5) mengedit kesalahan aspek mekanik; dan (6) peserta didik menulis draf final. Langkah-langkah ini dapat diterapkan pada semua jenis wacana yang ditulis peserta didik. Strategi menulis terbimbing memiliki keunggulan dari strategi yang lain. Keunggulan SMT antara lain, (1) meningkatkan motivasi siswa dalam kegiatan menulis sebab mendapat bimbingan langsung dari guru; (2) meningkatkan kepercayaan diri siswa menulis sebab telah memiliki bahan untuk ditulis; (3) meningkatkan kemampuan siswa memahami proses menulis; dan (4) mengoptimalkan kemampuan siswa menulis wacana narasi. Berdasarkan urain tersebut, pembelajaran dengan strategi menulis terbimbing untuk meningkatkan kemampuan siswa mengembangkan gagasan dalam menulis wacana narasi perlu dilaksanakan. Oleh karena itu, penelitian diberi judul : ”Penerapan Strategi Menulis Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Mengembangkan Gagasan Utama dalam Menulis Wacana Narasi Siswa Kelas VIII SMP N 4 Tabukan Utara”. METODE PENELITIAN Langkah-langkah Penelitian tindakan kelas yang digunakan pada penelitian ini, mengacu pada desain / model yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggat. Model tersebut berupa perangkat atau untaian-untaian dengan satu perangkat yang terdiri dari empat komponen, yaitu: 1) perencanaan , 2) tindakan, 3) pengamatan, dan 4) refleksi. Untaian komponen itu dipandang sebagai satu siklus, (Depdikbud, 1999:20-22), seperti yang dapat digambarkan dalam bagan alur kegiatan penelitian tindakan kelas berikut ini.
748
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
STUDI PENDAHULUAN
RENCANA TINDAKAN:
IDENTIFIKASI MASALAH ANALISIS MASALAH MERUMUSKAN MASALAH
MERENCANAKAN SKENARIO PEMBELAAJARAN MENYUSUN RENCANA TINDAKAN DALAM SIKLUS PERTAMA MEMPERSIAPKAN ALAT PEREKAM DATA PROSES DAN HASIL TINDAKAN
SIKLUS 1 REFLEKSI: MENGKAJI, MELIHAT, &MEMPERTIMBANGK AN HASIL ATAU DAMPAK DARI TINDAKAN YANG DILAKUKAN MENENTUKAN TINDAKAN PERBAIKAN TERHADAP RENCANA AWAL
OBSERVASI /PENGAMATAN: MEREKAM SEGALA PERISTIWA DAN KEGIATAN YG TERJADI SELAMA TINDAKAN DENGAN ALAT PENGUMPUL DATA MEMISAHKAN FAKTA DAN INTERPRETASI DARI HASIL PENGAMATAN
PELAKSANAAN TINDAKAN SIKLUS 1 PRAMENULIS : MEMILIH TOPIK YANG TEPAT BERDASARKAN TEMA MENGURUTKAN RANGKAIAN PERISTIWA MENULIS MENULIS DRAF AWAL BALIKAN GURU DRAF PERTAMA MENGEDIT KESALAHAN ASPEK PASCAMENULIS MENULIS
BELUM BERHASIL
ANALISIS HASIL REFLEKSI: MENYELEKSI, MENYEDERHANAKA N, MEMFOKUSKAN, MENGABSTRAKSIKA N, MENGORGANISASIK AN DATA SECARA SISTEMATIK DAN RASIONAL HASIL ANALISIS MENJADI BAHAN UNTUK MENYIMPULKAN HASIL TINDAKAN UNTUK MENJAWAB TUJUAN PENELITIAN
BERHASIL
SIMPULAN RENCANA TINDAKAN SIKLUS KE-n
LAPORAN Bagan Alur Kegiatan PTK (Model Kemmis dan Mc Taggart; Depdikbud, 1999:20—22)
749
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Instrumen utama penelitian ini adalah peneliti dan observer (human instrument) (Moleong, 2001:121), sebab dalam keseluruhan proses penelitian,peneliti dan observer berperan penting. Peneliti yang merencanakan, mengumpulkan, menyeleksi, dan menafsirkan data. Peneliti harus memiliki ketekunan dan kemampuan untuk memahami hubungan dan kenyataan yang ditemui di lapangan. Alat atau instrument yang bukan manusia tidak mungkin mengadakan penyesuaian terhadap kenyataan-kenyataan yang ditemui di lapangan (Moleong, 2011:4-5). Alat-alat tersebut hanya sebagai alat pendukung bagi peneliti untuk memperoleh data yang diinginkan. Instrumen pendukung yang digunakan peneliti dalam penelitian ini berupa 1) pedoman observasi, 2) format catatan observer, 3) pedoman wawancara, dan 4) analisis dokumen. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, catatan lapangan, wawancara, dan studi dokumentasi. Observasi dilakukan sejak studi pendahuluan, rencana tindakan, dan pelaksanaan tindakan. Catatan observer adalah kegiatan yang dilakukan untuk menulis mengenai apa yang didengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan oleh observer selama pelaksanaan tindakan SMT dalam pembelajaran menulis wacana narasi. Wawancara dilakukan untuk memunculkan gejala yang dapat menghasilkan data tuturan subjek untuk melengkapi dan mengklarifikasi data-data yang belum lengkap dan belum jelas bagi observer dan peneliti. Studi dokumentasi kegiatan menganalisis dokumen tentang hasil peekerjaan siswa, RPP yang dirancang, dan dokumen skor hasil pekerjaan siswa. Skor pekerjaan siswa akan di persentasikan guna mengetahui capaian siswa. Instrumen pendukung: format observasi, format catatan observer, pedoman wawancara. Pengecekan keabsahan data dilakukan dengan ketekunan pengamatan observer dan peneliti, triangulasi, dan pemeriksaan teman sejawat. Pengamatan yang tekun dan teliti akan memberikan perolehan data yang sesungguhnya bagi observer dan peneliti. Inti ketekunan pengamatan adalah usaha peneliti untuk melihat lebih dalam semua peristiwa tindakan dan konteks agar ditemukan data yang benar-benar objektif dan terpahami. Triangulasi yang dilakukan ialah triagulasi strategi/metode. Artinya, pengecekkan derajat kepercaayaan penemuan dari hasil penelitian dengan beberapa metode atau teknik pengumpulan data. Pemeriksaan teman sejawat dilakukan dengan mendiskusikan temuan yang diperoleh observer dengan peneliti dan atau ahli pendidikan. Dalam penelitian ini, hal tersebut dilakukan saat refleksi setiap tindakan dan ketika menganalisis hasil refleksi. Data yang diperoleh dianalisis sesuai prosedur refleksi dalam PTK yang meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis, memaknai, menjelaskan, dan menarik kesimpulan (Rofi‘udin, 1998:20), selanjutnya hasil refleksi dianalisis kembali untuk memastikan keberhasilan pelaksanaan tindakan. Analisis tersebut adalah proses menyeleksi, menyederhanakan, memfokuskan, mengabstraksikan, mengorganisasikan data serta sistematis dan rasional untuk menampilkan bahan-bahan yang dapat digunakan dalam menyusun jawaban terhadap tujuan pelaksanaan penelitian ini (Depdikbud, 1999a: 43-45). Analisis dilakukan dengan tiga tahap: reduksi data, paparan data, dan penyimpulan. Reduksi adalah proses penyederhanaan data melalui seleksi, pemfokusan, dan pengabstrasian data mentah menjadi informasi yang bermakna. Paparan data adalah proses penampilan data secara lebih sederhana dalam bentuk paparan naratif, representasi tabular termasuk dalam format matriks, representasi grafis, dan sebagainya. Penyimpulan adalah tahap pengambilan intisari dari sajian data yang telah diorganisir tersebut dalam bentuk pernyataan kalimat atau formula yang singkat dan padat tetapi mengandung pengertian luas. Pada tahap ini, peneliti dapat menyimpulkan apakah pengembangan gagasan dalam menulis wacana narasi dengan SMT telah mencapai tujuan dan menjawab masalah penelitian. Kriteria keberhasilan dilihat dari: 1) Ketepatan memilih topik 2) Ketepatan mengurutkan rangkaian peristiwa berdasarkan urutan kronologis dengan memperhatikan tokoh, waktu, dan suasana dalam setiap rangkaian peristiwa yang terjadi. 3) Kemampuan merangkaikan peristiwa dalam kalimat dan paragraf, yang koheren dan kohesif 4) Kemampuan menggunakan aspek mekanik (ejaan) dalam wacana. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SMP Negeri 4 Tabukan utara Kabupaten Kepulauan Sangihe. Pemilihan lokasi ini karena sekolah tersebut merupakan tempat peneliti bertugas sebagai guru mata pelajaran Bahasa Indonesia, juga mutu sekolah yang tergolong baik, 750
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
fasilitas pendukung pembelajaran yang memadai, dan sekolah tersebut mempunyai potensi untuk berkembang. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII. Adapun materi pelajaran yang akan mendapatkan tindakan adalah menulis, lebih khusus lagi menulis teks narasi. Strategi menulis terbimbing yang dipadukan dengan menulis proses memberi kesempatan setiap siswa berinteraksi dengan suasana hati yang senang. Suasana hati ini tercipta karena siswa telah mampu menemukan bahan tulisannya serta memperoleh bimbingan guru dalam melalui setiap tahap proses menulis. Pada tahap pramenulis, siswa dipandu oleh guru untuk menemukan topik dari tema yang ada. Caranya, guru meminta siswa memikirkan pengalaman yang pernah dialami atau dilihat atau diketahui. Dari pengalaman tersebut guru meminta siswa memilih topik-topik yang terkait dengan pengalaman tersebut. Semua topik ditulis siswa. Setelah itu guru meminta siswa mengurutkan topik berdasarkan kronologis peristiwa yang terjadi. Pada tahap menulis, siswa mulai berani merangkai kata demi kata menjadi kalimat yang memaparkan rangkaian peristiwa secara kronologis. Setiap siswa menulis berdasarkan topik dan rangkaian peristiwa yang disusunnya. Setelah draf awal selesai ditulis, siswa memnyerahkan kepada guru untuk mendapat balikan. Guru merevisi dengan memperhatikan koherensi dan kohesi yang dibuat siswa dalam draf awalnya. Setelah itu, siswa bersama temannya mengedit kesalahan aspek mekanik. Pada pascamenulis, siswa menulis draf akhir berdasarkan koreksi guru dan editan kesaalahan aspek mekaniknya. Penelitian ini dilaksanakan dengan melakukan 2 siklus, masing-masing siklus melalui tahapan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Pada tahap perencanaan, peneliti menyusun beberapa instrumen penelitian yang akan digunakan dalam tindakan dengan SMT. Instrumen penelitian tersebut terdiri dari silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran, soal untuk evaluasi pada siklus 1. Penguatan konsep menulis dilakukan pada tahap pelaksanaan tindakan pada siklus 1 s/d siklus 2. Langkah-langkah pelaksanaan tindakan yaitu peneliti membagi siswa menjadi beberapa kelompok kecil, masing-masing kelompok beranggotakan 4 -5 siswa. Masing-masing kelompok ditugaskan melakukan kegiatan menulis sesuai dengang arahan guru, peneliti memotivasi dan membimbing siswa untuk menemukan ide atau gagasan tulisannya, pada akhir kegiatan dilakukan diskusi untuk mendapatkan kesimpulan dari hasil kegiatan yang telah dilakukan. Pada tahap pengamatan, peneliti mengamati pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Fokus pengamatan ditekankan pada penerapan SMT terhadap kualitas pembelajaran secara menyeluruh yang meliputi pemahaman konsep siswa dan peran siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Sedangkan pengamatan yang dilakukan oleh teman sejawat ditunjukan kepada guru ketika melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas maupun kinerja siswa selama proses belajar mengajar berlangsung. Pengamatan terhadap guru juga diarahkan pada kegiatan guru dalam menjelaskan pelajaran, memotvasi/membimbing siswa, mengajukan pertanyaan dan menanggapi jawaban siswa. Selain itu, ketika mengelola kelas memberikan latihan, umpan balik dan melakukan penilaian terhadap hasil belajar siswa. Sementara itu, pengamatan terhadap siswa difokuskan pada kemampuan siswa dalam mengembangkan gagasan utama, keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran seperti terlihat pada keaktifan siswa dalam mengerjakan tugas, keaktifan bertanya dan menanggapi pertanyaan, baik dari guru maupun teman. Tahap refleksi difokuskan pada pelaksanaan proses belajar mengajar, hasil penguasaan konsep yang beupa penguatan konsep siswa (hasil tes ) dan tanggapan siswa (prepsepsi siswa) terhadap pembelajaran yang dilakukan guru. Selanjutnya bahan refleksi untuk perbaikan pembelajaran berikutnya (pada siklus 2), diperoleh dari pelaksanaan observasi dan evaluasi sebelumnya. Perbaikan yang dilakukan pada siklus 2 berdasarkan hasil dari refleksi siklus 1. Perlakuan tindakan pada siklus 2, juga melalui tahapan perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Kegiatan belajar mengajar di kelas pada siklus 2 dilakukan dengan menggunakan RPP yang sudah berisi tindakan hasil perbaikan dari siklus 1. Pada pelaksanaan pembelajaran tersebut, juga dilakukan dengan kolaborasi teman sejawat, untuk mengetahui adanya peningkatan kemampuan siswa dalam mengembangkan gagasan utama dalam menulis wacana narasi harus dilakukan refleksi setelah pengamatan. HASIL DAN PEMBAHASAN 751
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Rendahnya kemampuan siswa kelas VIII di SMP 4 Tabukan utara dalam mengembangkan gagasan utama dalam menulis wacana narasi terlihat pada kegiatan pembelajaran sebelum diterapkannya SMT. Hal ini disebabkan karena guru masih dominan dalam pembelajaran, metode yang digunakan ceramah saja. Hal tersebut dibuktikan dengan data siswa yang belum tuntas sebanyak 19 siswa dari 24 siswa. Keberhasilan siswa dalam belajar tentunya didukung adanya penerapan metode atau strategi yang tepat, sehingga dapat membangkitkan semangat serta aktivitas siswa. Proses pembelajaran tidak terlepas dari aktivitas guru dan siswa, proses pembelajaran yang baik tentunya dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami materi pelajaran. Peningkatan kemampuan mengembangkan gagasan utama dalam pembelajar menulis wacana narasi siswa kelas VIII SMP ini dilakukan dengan tindakan penerapan SMT. Pelaksanaan penelitian Tindakan kelas ini dilakukan 2 siklus. Pada proses pembelajaran siklus I peneliti menerapkan RPP yang berisi tindakan dengan menerapkan SMT. Aktivitas guru dan siswa menjadi fokus perencanaan tindakan yang dilakukan dalam pembelajaran. Berdasarkan hasil observasi dan evaluasi yang dilakukan peneliti dan teman sejawat secara kolaboratif diperoleh bahwa pada awal pembelajaran, siswa masih terlihat asing, bingung menulis apa. Disamping itu, motivasi siswa belum tampak, bahkan siswa masih banyak bergantung pada instruksi guru atau pengajar dan belum menampakkan interaksi kelompok siswa. Jadi belum tercipta pembelajaran yang efektif dan belum tampak keaktifan siswa. Namun setelah dilakukan perbaikan tindakan pada siklus 1, siswa mulai terlihat antusias dan termotivasi untuk mengikuti pembelajaran. Interaksi dalam kerja kelompok pun mulai terlihat. Hasil evaluasi siklus 1 diperoleh siswa yang masih belum tuntas sebanyak 5 orang dengan nilai di bawah 70, penyebabnya karena siswa belum dapat menyesuaikan diri dengan penerapan SMT. Tabel berikut menggambarkan hasil belajar siswa pada siklus 1
KONDISI SISWA
JUMLAH
PROSENTASE
TUNTAS 19 80 % TIDAKTUNTAS 5 20 % 24 100 % Total jumlah Dari hasil proses pembelajaran pada siklus I didapatkan adanya antusias dan motiasi siswa, disaat guru menerapkan proses pembelajaran dengan menerapkan SMT. Motivasi adalah usaha untuk meningkatkan kegiatan dalam mencapai sesuatu tujuan, Fudyarto (2003:25), Para siswa lebih terpacu partisipasinya selama proses pembelajaran berlangsung karena siswa juga merasa senang dengan penerapan SMT, sehingga siswa merasa tidak ditekan dan terlihat lebih santai. Pembentukan kelompok kecil dapat memacu semangat kerjasama siswa dalam kelompok itu untuk menyelesaikan tugas kelompok secara benar tepat dan cepat. Apabila melihat tabel di atas, masih ada siswa yang belum tuntas belajarnya, hal itu menunjukkan masih ada siswa yang belum lancar menulis wacana narasi. Hal tersebut disebabkan karena ketidakmampuan siswa mengembangkan gagasan utama dengan baik terutama dalam mengunakan kata tugas penanda waktu atau urutan seperti lalu, selanjutnya, keesokan harinya, atau setahun kemudiaan, serta masih ada siswa yang belum mampu merangkai peristiwa secara kronologis. berdasarkan hal tersebut peneliti melakukan perbaikan dalam proses pembelajaran yang akan dilaksanakan pada siklus 2. Pada siklus 2 tersebut penyajian konsep-konsep esensial ditekankan pada bagian yang belum dipahami oleh siswa. Tahap perencanaan tindakan siklus 2 dilakukan agar dalam pelaksanaannya lebih terarah sebagai perbaikan dari siklus 1 dengan pembuatan instrumen LKS dan tes evaluasi yang menenkankan pada ketuntasan pada semua siswa. Selain itu, perlu ada lembar observasi sebagai data pendukung yang terdiri dari afektif dan psikomotor, serta lembar aspek kerja sama. Pelaksanaan siklus 2 merupakan penerapan SMT sebagi tindak lanjut dari pembelajaran siklus 1. Tahap observasi dan evaluasi siklus 2 ditemukan siswa sudah mempunyai antusias dan motivasi yang tinggi. Hal ini tampak dari keberanian siswa dalam menungkan ide-ide serta gagasan kedalam tulisannya secara kronologis dan terurut. Berdasarkan hasil analisis setelah pembelajaran pada siklus 2 menunjukkan adanya peningkatan kemampuan mengembangkan gagasan utama dalam menulis wacana narasi. Hal itu dibuktikan seluruh nilai siswa berada di atas batas ketuntasan serta meningkatnya kemampuan 752
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
siswa menggunakan kata tugas penanda waktu atau urutan seperti; lalu, selanjutnya, keesokan harinya, atau setahun kemudiaan. Peningkatan juga terlihat dari kemampuan siswa dalam merangkai peristiwa secara kronologis dengan memperhatikan peristiwa yang dialami tokoh dalam waktu, tempat, dan suasana tertentu, yang merupakan esensi sebuah paragarf naratif. Adanya peningkatan kemampuan mengembangkan gagasan utama dalam menulis wacana narasi disebabkan karena pengulangan dan penguatan materi yang dilakukan oleh guru pada siklus 2, sehingga pemahaman konsep siswa menjadi meningkat. Peningkatan kemampuan tersebut melalui proses pengulangan pada siklus 1 dan adanya penguatan materi pada siklus 2. Pada evaluasi siklus 2, persentase ketuntasa sebesar 100% dengan jumlah nilai rata-rata 80. Tabel berikut menggambarkan hasil belajar siswa pada siklus 2.
KONDISI SISWA JUMLAH PROSENTASE TUNTAS 24 100 % TIDAK TUNTAS 24 100 % Total jumlah Tolak ukur kemampuan mengembangkan gagasan utama dalam nenulis wacana narasi ditekankan pada tes atau evaluasi pada pembelajaran yang dilakukan pada siklus 1 maupun siklus 2. Tes yang digunakan adalah tes uraian yang menekankan pada aspek pengembangan gagasan utama dalam menulis wacana narasi yang merupakan instrumen penilaian rana kognitif siswa. Pembelajaran kreatif dan interaktif mengandung unsur-unsur sikap, menuntut beberapa pengetahuan dasar untuk diterapkan, dan adanya tindakan-tindakan fisik. Hasil analisis pada siklus 2, selain aspek kognitif juga menunjukkan adanya nilai siswa pada aspek afektif, kerjasama dalam kelompok dan psikomotorik yang menunjukan adanya sikap pekah terhadap kondisi sosial disekitar siswa dimana kondisi atau fakta sosial tersebut menjadi bahan atau ide dalam menulis. SIMPULAN Penggunaan strategi memulis terbimbing dalam kegiatan pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan mengembangkan gagasan utama dalam menulis wacana narasi siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Tabukan Utara. Peningkatan kemampuan mengembangkan gagasan utama dalam menulis wacana narasi pada siklus 1 sebanyak 80 %. Pada siklus 1 masih ada siswa yang belum tuntas, sebanyak 5 orang dengan nilai di bawah 70. Sedangkan pada siklus 2 peningkatan kemampuan mengembangkan gagasan utama dalam menulis wacana narasi tersebut melalui proses pengulangan pada siklus 1 dan adanya penguatan materi pada siklus 2. Hasil evaluasi siklus 2, presentase ketuntasan sebesar 100% dengan jumlah nilai rata-rata 80. Dengan demikian penerapan strategi menulis terbimbing dalam mengembangkan gagasan utama menulis wacana narasi dikatakan berhasil. SARAN Mengacu dari hasil penelitian ini, diharapkan guru mata pelajara Bahasa Indonesia SMP harus menggunakan strategi menulis terbimbing dalam rangka meningkatkan kemampuan siswa dalam mengembangkan gagasan utama menulis wacan narasi. Strategi menulis terbimbing ini juga dapat diterapkan pada kegiatan pembelajaran menulis pada umumnya. DAFTAR RUJUKAN Akhadiah, Sabarti, dkk. 2001. Menulis I. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka. Aqib, Z. 2006. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru. Bandung: Yrama Widya. Depdikbud.1999. Penelitian Tindakan (action research). Jakarta: Depdikbud. Eanes, Robin. 1997. Content Area Literacy: Teaching for Today and Tomorrow. Albany: Delmar Publishers Inc. Kasbolah, K. 2001. Penelitian Tindakan Kelas. Malang: Universitas Negeri malang. Slavin, Robert E. 1994. Educational Psychology: Theory and Practice. Massachusetts: Allyn and Bacon.
753
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGAPRESIASI SYAIR PADA SISWA SMP NEGERI 4 TANJUNG JABUNG TIMUR MELALUI MUSIKALISASI SYAIR Rismawati SMP Negeri 4 Tanjung Jabung Timur, Jalan Sultan Taha SK 9, Kabupaten Tanjung Jabung Timur
[email protected]. Abstrak: Berdasarkan pengamatan dan data hasil pembelajaran mengekspresi syair 74 % siswa belum tuntas untuk itu di lakukan penelitian dalam mengapresiasi syair dengan menggunakan strategi musikalisasi syair. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas dan efisiensi penggunaan musikalisasi syair dalam meningkatkan kemampuan mengapresiasi syair pada siswa kelas IX A SMP 4 Tanjung Jabung Timur, proses pelaksanaan dilakukan dalam 4 tahapan yaitu (1) perencanaan, (2)pelaksanaan, (3) Pengamatan, (4) refleksi dan tiga siklus persentasi ketuntasan siswa pada siklus 1 yaitu 61,53% meningkat pada siklus II menjadi 76 %, lalu meningkat pada siklus III menjadi 88,46 % Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa strategi musikalisasi syair dapat mengefektifkan proses pembelajaran yaitu, hasil belajar lebih kondusif dan tingkat ketuntasan sangat baik . Kata kunci: Apresiasi syair, Musikalisasi syair.
Penekanan tujuan pembelajaran bahasa Indonesia adalah agar siswa memiliki kemampuan atau keterampilan atau keterampilan berbahasa, bukan memiliki teori tentang bahasa, jika dihubungkan dengan keempat aspek berbahasa tujuan pembelajaran bahasa Indonesia adalah agar semua memiliki kompetensi mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis. Keempat aspek dilaksanakan secara terintegrasi . Penjabaran pembelajaran tersebut tertuang dalam bentuk dasar yang dimaksud adalah (5) memahami 5 jenis syair melalui kegiatan mendengarkan syair yang diperdengar dan (5.2) menganalisis unsur – unsur syair yang di perdengarkan. Pembelajaran syair merupakan pembelajaran sastra di kelas IX pada jenjang Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Musik adalah ilmu atau seni menyusun suara dalam urutan kombinasi, dan hubungan temporal untuk menghasilkan komposisi (suara) yang mempunyai kesatuan dan kesinambungan (Donita Alya,2008: 476). Mengepresi syair adalah bagian dari mengapresiasi sastra yang sebenarnya bukan merupakan konsep abstrak yang tidak pernah terwujud dalam tingkah laku, melainkan pengertian yang di dalamnya ada suatu kegiatan yang harus terwujud secara konkret (Alimuddin, 1991 : 36) Tujuan pembelajaran dapat dikatakan optimal apabila ketuntasan suatu kompetensi dasar adalah sama atau lebih dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang diterapkan pada jenjang satuan pendidikan tertentu. Pembelajaran syair merupakan pembelajaran mendengarkan sastra di kelas IX A pada jenjang pendidikan menengah atau SMP. Di SMP Negeri 4 Kabupaten Tanjung Jabung Timur kelas IXD, tingkat ketuntasan pem,belajaran syair masih lemah. Hal ini terbukti dari hasil pembelajaran tentang syair yang telah dilakukan, ternyata hanya 25% siswa yang tuntas, sedangkan 75% siswa tidak tuntas belajar syair. Hal ini dikarenakan kemampuan mengapresiasi syair siswa yang kurang. Kekurangan ini disebabkan oleh faktor pembelajaran syair yang tidak menarik dan membosankan. Siswa mengalami kejenuhan ketika guru memperdengarkan syair melalui suara yang dilisankan. Terlihat kurangnya perhatian siswa kepada guru yang menyampaikan atau mengajarkan syair. Berdasarkan latar belakang sebagimana diuraikan di atas, maka penulis merumuskan tujuan penelitian tindakan ini sebagai berikut ‖ Meningkatkan Kemampuan Mengapresiasi Syair pada Siswa Kelas IXA SMP negeri 4 Tanjung Jabung Timur melalui Musikalisasi Syair‖. MASALAH DAN PEMECAHAN MASALAH Masalah dalam penelitian ini adalah apakah musikalisasi syair dapat meningkatkan kemampuan siswa kelas IX A SMP Negeri 21 Tanjung Jabung Timur dalam mengekspresiasi
754
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
syair, pemecahan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan mengapresiasi syair pada siswa kelas IX A SMP Negeri 4 Tanjung Jabung Timur melalui musikalisasi syair. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan dan pedoman bagi Guru Bahasa Indonesia, Kepala Sekolah, Peserta Didik tentang bagaimana cara meningkatkan kemampuan mengapresiasikan syair. KERANGKA TEORETIS Musik adalah ilmu atau seni menyusun nada atau suara, sehingga tercipta suatu kompossisi suara yang saling berkesinambungan satu dengan laianya (Peter, Salim,1995:1013). Musik dipilih sebagai alternatif dalam strategi pembelajaran karena menyenangkan siswa. Pembelajaran yang menyenangkan dapat berupa kontekstual atau dekat dengan kebutuhan siswa. Musik adalah hal yang paling dekat dengan para siswa. Hal ini dapat dibuktikan dengan bsanyasknys siswa mengetahui dan hafal dengan lagu-lagu dan jenis musik. Pada dasarnya pemebelajaran mengapresiasi sastra(syair) melibatkan kesadaran tentang sikap menghargai keindahan. Sedangkan tuuan pembelajaran sastra(syair) di sekolah yang utama adalah memberikan dan memperoleh pengalaman bersastra yang ditunjang oleh pengetahuan sastra yang relevan (Rusyana, 1988:62). Tujuan pengajaran mengapresiasi syair tidak lain adalah meningkatkan kemampuan siswa untuk mengembangkan pemahaman bacaan yang utuh dan memperlebar dimensi kontak emosi dan gagasan pribadi yang menmungkinkan terjadinya respon yang akrab antara karya sastra(syair) dengan pembaca(siswa). Memasyarakatkan syair menjadi suatu pembelajaran yang menarik dan tidak membosankan sehingga syair mampu bertahan dihati siswa sepanjang hidupnya. Salah satu strategi pembelajaran mengapresiasi adalah musikalisasi syair cara membuat musikalisasi syair adalah 1) syair dibaca secara utuhdengan diiringi musik, 2) Sebagian syair di baca, sebagian dinyanyikan dengan diiringi musik, 3) syair dinyanyikan secara utuh . sementara itu langkah dalam pembelajaran dalam mengapresiasi syair melalui musikalisasi syair adalah 1) siswa mendengarkan musikalisasi (melalui CD/Laptop), 2) Setelah siswa memahami, siswa menentukan unsur – unsur intrinsik syair, 3) Siswa secara berkelompok membuat ,musikalisasi syair dengan Alat musik yang ada. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan campuran (mixing methods), yakni memadukan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Desain penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan tahapan penelitian model Kemmis dan McTaggar yang terdiri atas beberapa pertemuan melalui tahap perencanaan tindakan (Planning), pelaksanaan tindakan (Action), observasi (obsevation), dan refleksi (Reflection) (Dasna, 2013: 19). Sebagai subjek penelitian ini adalah siswa kelas IX A SMPN 4 Tanjung Jabung Timur, dengan lokasi sekolah berada di Jln.Sultan Taha, Kecamatan Dendang Kab Tanjung Jabung Timur. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes hasil belajar, instrumen penelitian untuk mengumpulkan data berupa skor nilai siswa, teknik analisis data terdiri dari tiga tahap, yaitu reduksi data, paparan data, dan penyimpulan. Pelaksanaan tindakan dilakukan dalam tiga siklus, siklus pertama menyampaikan tujuan pembelajaran, siswa 3-4 orang secara heterogen, sambil mendengarkan musikalisasi syair melalui tayangan (laptop), kemudian siswa menginterpretasi syair dengan menentukan tema syair, pesan dan relevansi syair dalam kehidupan sehari – hari, kemudian secara berkelompok melaporkan hasil kegiatannya, kelompok lain menaggapi. Guru memutar kembali CD Syair dan di cocokkan dengan hasil pekerjaan siswa. Siklus kedua guru menyampaikan tujuan pembelajaran , apresiasi tentang unsur – unsur syair seperti gaya bahasa, rima, irama, persajakan dan pilihan kata untuk pertemuan berikutnyasiswa di tugaskan membawa alat musik sederhana. Pada siklus ketiga, Guru menyampikan tujuan pembelajaran dan langkah – langkah pembelajaran siswa berkelompok 5 – 6 orang, Guru memutar syair Bidasari yang berjudul ― Lahir ― kemudian secara berkelompok menampilkan musikalisasi syair. Penulis menggunakan tindakan musikalisasi syair untuk 755
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
mengapresiasi syair agar siswa dapat menikmati suatu nilai seni sehingga timbul rasa senang dan gembira pada diri siswa .yang akhirnya dapat merangsang saraf – saraf berfikir yang lemah menjadi lebih kuat, sehingga siswa lebih bersemangat. Pada akhirnya semua siswa dapat menghubungkan isi syair dengan relevansi kehidupannya sehari – hari. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran umum penelitian Penelitian tindakan kelas ini menunjukkan hasil yang positif dan menunjukkan suatu peningkatan pada hasil pembelajaran, sebelum memasuki langkah – langkah penelitian, guru melakukan refleksi terlebih dahulu terhadap tingkat kemampuan siswa dalam mengapresiasi syair, sikap pembelajaran, dan pola pembelajaran. Dari data tes awal hanya 7 siswa atau hanya 26 % yang tuntas dalam pembelajaran mendengar syair. Sebelum melaksanakan penelitian, terlebih dahulu dilakukan berbagai persiapan dengan beberapa tahap – tahap, Adapun tahap – tahap siklus I yaitu : (a) tahap perencanaan tindakan, pada tahap ini melakukan persiapan yakni menyiapkan perangkat mengajar, alat – alat yang digunakan untuk mendengarkan musik, peneliti menggunakan Note Book dan didukung dengan speaker, menyiapkan alat evaluasi dan memonitoring, memberikan informasi tentang mendengarkan syair, menyiapkan lembar observasi; (b)pelaksanaan tindakan,siswa diminta membentuk kelompok 3 – 4 orang secra acak, siswa mendengarkan CD, yang berisi syair, siswa bekerja sama menetukan tema, pesan, dan relevansi pesan dalam kehidupan saat ini. Siswa berdiskusi, salah satu kelompok melaporkan hasil kerja samanya di depan kelas kelompok lain menanggapi; (c) pengamatan berdasarkan pengamatan peneliti selama tindakan, ternyata 60 % lebih aktif mendengarkan musikal syair namun masih ada beberapa siswa mendapatkan nilai di bawah KKM yaitu sebanyak 16 orang; (d) refleksi, merupakan dasar peneliti untuk melangkah kesiklus II. Adapun langkah pada tahap siklus II yaitu: (a) tahap perencanaan tindakan, pada tahap ini melakukan persiapan yakni menyiapkan perangkat mengajar, alat – alat yang digunakan untuk mendengarkan musik, peneliti menggunakan Note Book dan didukung dengan speaker; (b) pelaksanaan tindakan pada siklus II, Guru memulai dengan cara menarik perhatian siswa terlebih dahulu dengan mendengarkan sebuah lagu dari melly Goeslow ― Bunda‖ setelah itu siswa menyimak tujuan pembelajaran yang disampaikan guru.siswa membentuk kelompok, setiap kelompok meneriama LKS dari Guru tentang unsur – unsur syair , siswa berkerja sama untuk menentukan unsur syair pada kegiatan penutup, siswa dengan mengadakan refleksi terhadap hasil yang diperoleh siswa pada pertemuan selanjutnya (siklus III) siswa siswa ditugaskan untuk membawa alat yang menghasilkan bunyi dalam membuat musikalisasi syair. (c) pengamatan, secara umum unsur – unsur syair dihasilkan siswa lebih baik pada siklus II di banding siklus I hasil tes yang di perolehsiswapun meningkat pada siklus II secara klasikal presentase ketuntasan hasil belajar siswa meningkat dari yang semula 61,53 % pada siklus 1 meningkat menjadi 76 % ;(d) refleksi , setelah dilakukan tindakan dengan memasukkan unsur musik saat mendengarkan syair – syair ada suatu peningkatan hasil belajar siswa, kriteria ketuntasan dalam mengapresiasi unsur –unsur intrinstik syairpun meningkat. Adapun langkah pada tahap siklus III yaitu: (a) tahap perencanaan tindakan, pada tahap ini melakukan persiapan yakni menyiapkan perangkat mengajar, alat evaluasi dan monitoring, menyiapkan buku panduan mengenai syair dan cara membuat musikalisasi syair, menyiapkan alat – alat yang dapat menghasilkan bunyi seperti gitar, rabana, gitar dan lain – lain; (b) pelaksanaan tindakan, jumlah siswa yang hadir pada siklus III 26 orang siswa menyimak langkah – langkah pembelajaran dari guru, siswa membentuk kelompok 5 – 6 orang siswa, siswa menyimak CD yang diputar guru, siswa mengamati cara musikalisasi syair, selanjutnya siswa menampilakan musikalisasi kedepan kelas kelompok lain menilai penampilan kelompok lain menilai penampilan kelompok yang sedang tampil dengan panduan nilai yang di berikan guru; (c) pengamatan, hampir 100 % keaktifan siswa meningkat mensikalisasi syair yang dilaksanakan siswa di perpustakaan lebih lancer atau semua siswa terlibat, lebih semangat dan lebih aktif; (d) refleksi. Terlihat pada kondisi awal pada siklus I cukup, siklus II menjadi baik dan siklus III menjadi sangat baik, hal ini membuktikan bahwa unsure musikal memudahkan siswa dan dapat meningkatkan kemampuan mengapresiasi syair.
756
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Hasil Penelitian Evaluasi Proses Selama proses tindakan pembelajaran, siswa aktif, bersemangat, merasa senang, dan menaruh perhatian dengan baik dalam pembelajaran mengapresiasi syair. Secara lebih terima dapat dilihat dari tabel berikut : Tabel 1.
N o
Kegiatan Siswa Perhatian siswa dengan baik Perhatian siswa cukup baik Perhatian siswa kurang baik Keaktifan siswa mengerjakan tugas Keaktifan siswa bertanya Keaktifan siswa menanggapi Ketepatan siswa mengerjakan tugas Ketidaktepatan siswa mengerjakan tugas
1 2 3 4 5 6 7 8
Kondisi awal Jumlah % 26, 7 9 19, 5 2 23, 6 0 26, 7 9 -
100
-
100
8
30, 7
19
73, 0
Siklus 1 Jumlah % 61, 16 5 38, 10 4 11, 3 5 76, 20 9 15, 4 3 11, 3 5 76, 20 9 6
23, 0
Siklus II Jumlah %
Siklus III Jumlah %
21
84,0
24
92,3
7
28,0
-
-
-
-
-
-
24
96,0
26
100
5
20
20
7
5
20
26
100
23
92
26
100
6
24,0
3
11,5
Evaluasi Hasil Dalam melakukan penilaian terhadap apresiasio syair, siswa berpedoman pada format penilaian yang berisi rambu – rambu yang menjadi komponen dalam mengapresiasi syair, yaitu (1) menganalisis unsur – unsur syair - syair (tema syair, pesan syair, rima syair, irama syair, persajakan syair, dan menentukan relevansi isi syair terhadap kehidupan ). (2) mengubah syair menjadi musikalisasisyair (penafsiran syair, komposisi musikal syair, keselarasan syair, vokal dan penampilan) Penilaian bagian pertama, penilaian langsung yang diperoleh oleh masing – masing siswa, setelah proses pembelajaran kegiatan inti selesai, sedangkan penilaian setiap kelompok digabungkan dan di bagi menjadi empat , karena yang menilai ada empat kelompok dari segi penilaian siswa diberi kepercayaan untuk mengoreksi hasil tes bersama – sama. Secara rinci, tingkat keberhasilan pembelajaran mengapresiasi syair yang telah dilakukan pada siklus I, siklus II, siklus III, dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel. 2 Tingkat Keberhasilan Pembelajaran Mengapresiasi Syair pada Siswa Kelas IX A SMP Negeri 21 Tanjung Jabung Timur
Ketuntasan mengapresiasi syair Tuntas Persentase(%) Tidak tuntas Persentase(%) 1 Refleksi Awal 7 orang 26,92 % 19 orang 73,1 % 2 Siklus I 16 orang 61,53 % 10 orang 38,46 % 3 Siklus II 19 orang 76 % 6 orang 24 % 4 Siklus III 23 orang 88,46 % 3 orang 11,53 % Dari tabel diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada pra hanya 7 orang siswa tuntas atau 26,9%, lalu meningkat pada siklus I menjadi 16 orang siswa atau 61,55 %, pada siklus II meningkat menjadi 19 orang siswa atau 76% siswa, dan pada siklus III meningkat menjadi 23 orang atau 88,46% siswa. Sementara itu pada pra siklus siswa yang tidak tuntas adalah 19 orrang siswa atau 73,1 % siswa, lalu pada siklus I menurun menjadi 10 orang siswa atau 38,46% siswa, pada siklus II menurun lagi menjadi 6 orang siswa atau 24%, kemudian di siklus III menurun kembali menjadi 3 oarang siswa yang tidak tuntas atau 11,53%. Berdasarkan hasil penelitian dari masiing-masing siklus dimulai dari siklus pertama sampai siklus kedua No
Uraian
757
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
menunjukkan kenaikan hasil belajar. Hal ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rubiati,S.Pd (2009) menyatakan bahwa melalui musikalisasi syair, dapat meningkatakan kemampuan mengapresiasi syair SMP Negeri 15 Kota Jambi, Provinsi Jambi. KESIMPULAN Dari penelitian ini di peroleh temuan yang menunjukkan bahwa penggunaan musikalisasi syair pada pembelajaran mengapresiasi syair mempunyai efektifitas yang tinggi hal ini di tunjukkan dengan perolehan hasil belajar yang mencapai bahkan lebih baik dibandingkan criteria belajar tuntas, pada siklus I tingkat ketuntasan mencapai 61.53 % dengan kemampuan cukup, pada siklus II mencapai 76 % dengan kemampuan siswa baik dan siklus III meningkat menjadi sangat baik dengan tingkat ketuntasan 88, 46 %. Model ini tidak hanya mengasah pada aspek kognitif, tetapi juga menajamkan aspek afektif / emosional siswa. SARAN a. Proses pembelajaran mengapresiasi syair dengan menggunakan musikal syair dapat dicoba dan diterapkan di kelas dengan skenario yang baik agar hasilnya pun baik. b. Perlunya peningkatan kompetensi guru dalam menerjemahkan dan mengimplementasikan pembelajaran syair; penyediaan sarana-prasarana, peningkatan motivasi dan kreativitas siswa dan evaluasi yang meningkatkan kompetensi siswa dalam bersastra musikalisasi syair/puisi). c. Membuat karya inovatif untuk keperluan proses pembelajaran yang kreatif, produktif, dan kondusif mutlak harus dilakukan oleh guru. DAFTAR RUJUKAN Aminuddin. 1987. Pengantar Apresiasi Sastra. Bandung: PN Sinar Baru. Dasna, I.W. 2013. Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Malang: UM Press. Rusyana, Yus. 1982. Metode Pengajaran Sastra. Bandung : CV Gunung Larang. Salim, Peter, dan Yenny Salim. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta: Modern English Press. _________ .1991. Sekitar Masalah Sastra: Bebarapa Prinsip dan Model Pengembangannya. Malang:YA3.
PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMBACA INTENSIF BIOGRAFI TOKOH DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF METODE JIGSAW PADA SISWA KELAS VII A SMP NEGERI 27 TANJUNG JABUNG TIMUR TAHUN PELAJARAN 2013/2014 Liza Rezeki SMP Negeri 27 Tanjung Jabung Timur
[email protected] Abstrak : Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan peningkatan keterampilan siswa dalam membaca intensif biografi tokoh dan mendeskripsikan perubahan prilaku siswa kelas VII A SMP Negeri 27 Tanjung Jabung Timur Tahun Ajaran 2013/2014 setelah mengikuti pembelajaran kooperatif metode jigsaw. Penelitian yang dilakukan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan dua siklus. Tiap-tiap siklus terdiri dari tahap perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Hasil penelitian menunjukan bahwa pembelajaran kooperatif metode jigsaw dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam membaca intensif biografi tokoh dan meningkatkan perubahan perilaku yang lebih baik pada siswa. Kata Kunci : Keterampilan Membaca Intensif, Biografi Tokoh, Pembelajaran Kooperatif, Metode Jigsaw.
758
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Keterampilan membaca sangat esensial dalam dunia pendidikan. Keberhasilan siswa dalam mengikuti pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kemampuan membacanya. Menurut Samsu Somadayo (2011:4) membaca adalah suatu kegiatan interaktif untuk memetik serta memahami arti yang terkandung di dalam bahan tulis. Sedangkan Menurut Tarigan (2008:7) membaca adalah suatu proses yang dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis. Melalui kegiatan membaca siswa memperoleh banyak pengetahuan, informasi, wawasan dari apa yang dibaca. Tanpa melalui proses membaca sangat sulit siswa mendapatkan informasi yang akan menambah wawasannya. Dengan demikian keterampilan membaca merupakan keterampilan dasar bagi siswa yang harus mereka kuasai agar dapat mengikuti seluruh kegiatan dalam proses pendidikan dan pembelajaran. Tetapi fakta di lapangan menunjukan masih minimnya kemampuan dan minat baca siswa. Ini terlihat dari hasil pembelajaran membaca siswa. Salah satunya pada materi membaca intensif biografi tokoh yang merupakan salah satu bagian dari Kompetensi Dasar (KD) membaca dalam pembelajaran bahasa Indonesia Sekolah Menengah Pertama (SMP) kelas VII. Hasil pembelajaran membaca intensif biografi tokoh yang telah dilakukan pada siswa SMP Negeri 27 Tanjung Jabung Timur menunjukan hanya 25% siswa yang tuntas, sedangkan 75% siswa tidak tuntas sesuai dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah yaitu 72. Sehingga guru perlu memiliki perhatian khusus dalam kompetensi membaca dengan cara mengembangkan berbagai metode, model dan media dalam rangka menumbuhkan minat siswa dalam mengikuti pembelajaran dan bermuara pada upaya peningkatan keterampilan membaca siswa. Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti akan mengadakan penelitian dengan menerapkan pembelajaran kooperatif metode jigsaw dalam pembelajaran membaca intensif biografi tokoh pada siswa kelas VII A SMP Negeri 27 Tanjung Jabung Timur Tahun Ajaran 2013/2014. Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian tindakan kelas ini adalah untuk mendeskripsikan peningkatan keterampilan siswa dalam membaca intensif biografi tokoh dan perubahan perilaku siswa kelas VII A SMP Negeri 27 Tanjung Jabung Timur setelah mengikuti pembelajaran pembelajaran kooperatif metode jigsaw. Diharapkan penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan teori pembelajaran sehingga dapat meninggkatkan mutu pendidikan dan mempertinggi interaksi belajar mengajar melalui penerapan pembelajaran kooperatif metode jigsaw. Sehingga keterampilan bahasa aspek membaca siswa dapat meningkat khususnya pada pembelajaran bahasa membaca intensif biografi tokoh. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan prosedur Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yang dilaksanakan dalam dua siklus. Langkah-langkah yang dilewati dalam setiap siklus terdiri dari perencanaan, tindakan, observasi, refleksi, dan revisi perencanaan. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 27 Tanjung Jabung Timur, yang beralamat di Jalan Gatot Subroto Desa Pandan Lagan, Kecamatan Geragai, Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Kelas yang digunakan untuk pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini adalah kelas VII A yang disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia Tahun Ajaran 2013/2014. Tindakan yang dilakukan peneliti disesuaikan dengan rencana pembelajaran membaca intensif biografi tokoh menggunakan pembelajaraan kooperatif metode jigsaw. Trianto (2009:56) mengemukakan langkah-langkah dalam pembelajaran Jigsaw yaitu : (1) Siswa dibagi atas beberapa kelompok (tiap kelompok anggotanya 5-6 orang). (2) Materi pelajaran yang diberikan kepada siswa dalam bentuk teks yang dibagi-bagi menjadi beberapa subbab. (3) Setiap anggota kelompok membawa subbab yang ditugaskan dan bertanggung jawab untuk mempelajarinya. (4) Anggota dari kelompok lain yang telah mempelajari subbab yang sama bertemu dalam kelompok-kelompok ahli yang mendiskusikannya. (5) Setiap anggota kelompok ahli setelah kembali ke kelompoknya bertugas mengajar teman-temannya. (6) Pada pertemuan dan diskusi kelompok asal, siswa-siswa dikenai tagihan berupa tugas individu. Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data adalah instrumen tes dan nontes Instrumen tes pada saat pratindakan adalah biografi B. J. Habibie. Biografi tokoh tersebut diambil dari buku paket pemerintah yang digunakan sebagai bahan ajar sehari-hari di kelas. Pada siklus I biografi tokoh yang digunakan adalah biografi pengusaha sukses Houtman Zainal Arifin dan pada siklus II biografi tokoh yang digunakan adalah biografi tokoh Dahlan 759
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Iskan. Biografi tokoh tersebut diperoleh peneliti dari berbagai sumber yang telah disesuaikan dengan tingkat keterbacaannya untuk siswa SMP kelas VII. Dengan aspek penilaian yaitu mencari riwayat hidup tokoh, menyimpulkan keistimewaan tokoh, dan mencatat hal-hal yang bermanfaat bagi siswa dari biografi tokoh. Bentuk instrumen nontes berupa observasi, jurnal, dan wawancara. Teknik analisis data dalam penelitian tindakan kelas ini meliputi teknik kuantitatif dan teknik kualitatif. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Tes Pratindakan Pratindakan adalah suatu kegiatan yang dilakukan peneliti sebelum menerapkan pembelajaran kooperatif metode jigsaw. Kegiatan tersebut dilaksanakan untuk mengetahui kemampuan awal siswa dalam membaca intensif biografi tokoh sebelum menggunakan pembelajaran kooperatif metode jigsaw. Kegiatan pratindakan ini dilaksanakan pada tanggal 6 Februari 2014 diikuti oleh seluruh siswa kelas VII A yang berjumlah 20 siswa. Berikut adalah hasil tes pratindakan siswa kelas VII A SMP Negeri 27 Tanjung Jabung Timur. Tabel Hasil Tes Pratindakan Membaca Intensif Biografi Tokoh Kelas VII A SMP Negeri 27 Tanjung Jabung Timur
NAMA NO 1
ASPEK RIWAYAT KEISTIMEWAAN HAL TOKOH TOKOH MANFAAT 8 8 9
JUMLAH NILAI
Adi 25 83 Indrawan 2 Ariska I 5 5 7 17 57 3 Candra S 4 6 6 16 53 4 Fatimah M 8 9 8 26 87 5 Horas 4 4 5 13 43 Silalahi 6 Joya Sunjaya 5 2 8 15 50 7 Leila 8 5 9 22 73 Ardianti 8 Maulana 5 3 5 13 43 Fatlul 9 Novita 6 5 6 17 57 Rahma 10 Nurul Isnaini 9 10 10 29 97 11 Permadi Rika 6 3 7 16 53 12 Ramadhan 9 5 7 21 70 Ki 13 Reza Puspita 7 9 9 25 83 14 Rizki Eko S 1 1 4 6 20 15 Seifita I 8 7 5 20 67 16 Setia Irawan 1 1 1 3 10 17 Shalsadila R. 7 1 1 9 30 D 18 Susanto 4 2 1 7 23 19 Tommy 4 1 1 6 20 Joshua 20 Tri Hermanto 7 4 4 15 50 Jumlah 116 91 113 1069 Rata-rata 5,80 4,55 5,65 53,45 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai rata-rata klasikal hasil tes siswa kelas VII A adalah 53,45 berada pada kategori kurang, dan jauh dari Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah yaitu 72. Artinya separuh lebih dari keseluruhan siswa kelas VII A belum benar-benar memahami terhadap pembelajaran membaca intensif biografi 760
KET
T TD TD T TD TD TD T TD TD T TD TD T TD TD TD TD TD TD
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
tokoh tersebut. Oleh sebab itu, peneliti merasa perlu meningkatkan kemampuan siswa dalam membaca intensif biografi tokoh dengan cara menerapkan pembelajaran kooperatif metode jigsaw. Siklus I Siklus I merupakan pembelajaran pertama dengan menggunakan pembelajaran kooperatif metode jigsaw. Tindakan pada siklus I dilaksanakan pada tanggal 13 Februari 2014, sebagai upaya memperbaiki hasil yang diperoleh pada saat pratindakan. Pembelajaran siklus I diikuti oleh seluruh siswa kelas VII A sejumlah 20 siswa. Berikut hasil tes membaca intensif biografi tokoh siklus I. Tabel Hasil Tes Membaca Intensif Biografi Tokoh Siklus I Kelas VIIA SMP Negeri 27 Tanjung Jabung Timur
NO
1
NAMA
ASPEK RIWAYAT KEISTIMEWAAN HAL TOKOH TOKOH MANFAAT 8 8 9
JUMLAH NILAI
Adi 25 83 Indrawan 2 Ariska I 9 10 9 28 93 3 Candra S 8 7 7 22 73 4 Fatimah M 9 9 10 28 93 5 Horas 8 7 4 19 63 Silalahi 6 Joya Sunjaya 9 9 9 27 90 7 Laila 9 9 8 26 87 Ardianti 8 Maulana 4 3 3 10 33 Fatlul 9 Novita 6 8 7 21 70 Rahma 10 Nurul Isnaini 10 10 9 29 97 11 Permadi Rika 9 9 10 28 93 12 Ramadhan 8 4 8 16 53 Ki 13 Reza Puspita 9 10 9 28 93 14 Rizki Eko S 9 7 8 24 80 15 Seifita I 10 9 10 29 97 16 Setia Irawan 4 7 4 15 50 17 Shalsadila R. 10 10 8 28 93 D 18 Susanto 5 6 4 15 50 19 Tommy 9 9 10 28 93 Joshua 20 Tri Hermanto 8 7 6 21 70 Jumlah 161 158 143 1554 Rata-rata 8,05 7,90 7,15 77,70 Berdasarkan tabel siklus I dapat diketahui bahwa nilai rata-rata hasil tes membaca intensif biografi tokoh siswa kelas VII A secara klasikal adalah 77,70. Meskipun nilai rata-rata siklus I yang diperoleh tergolong tinggi, namun peneliti menganggap masih perlu melakukan tindakan siklus II karena masih ada 7 siswa yang nilainya berada di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah yaitu 72. Itu artinya secara klasikal ketuntasan siswa belum mencapai indikator keberhasilan yaitu mencapai 85% dari jumlah siswa. Sehingga perlu dilakukan siklus II.
761
KET
T T T T TD T T TD TD T T TD T T T TD T TD T TD
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Siklus II Hasil penelitian siklus II adalah hasil pembelajaran membaca intensif bigrafi tokoh yang kedua menggunakan pembelajaran kooperatif metode jigsaw. Pembelajaran siklus II merupakan perbaikan dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan pada siklus I. Pembelajaran siklus II dilaksanakan pada tanggal 20 Februari 2014, diikuti oleh seluruh siswa kelas VII A berjumlah 20 siswa. Berikut hasil tes membaca intensif biografi tokoh siklus II. Tabel Hasil Tes Membaca Intensif Biografi Tokoh Siklus II Kelas VII A SMP Negeri 27 Tanjung Jabung Timur
NO
1
NAMA
ASPEK
JUMLAH NILAI
RIWAYAT KEISTIMEWAAN HAL TOKOH TOKOH MANFAAT 10 8 9
Adi 27 90 Indrawan 2 Ariska I 10 10 9 29 97 3 Candra S 10 9 8 27 90 4 Fatimah M 10 10 9 29 97 5 Horas 10 10 9 29 97 Silalahi 6 Joya Sunjaya 10 10 7 27 90 7 Leila 10 10 7 27 90 Ardianti 8 Maulana 7 4 8 19 67 Fatlul 9 Novita R 7 10 7 24 80 10 Nurul Isnaini 10 10 10 30 100 11 Permadi Rika 10 10 9 29 97 12 Ramadhan 10 10 7 27 90 Ki 13 Reza Puspita 7 10 10 27 90 14 Rizki Eko S 10 10 9 29 97 15 Seifita I 10 10 5 25 83 16 Setia Irawan 10 6 8 24 80 17 Shalsadila R. 7 10 10 27 90 D 18 Susanto 4 10 4 19 63 19 Tommy 10 10 6 26 87 Joshua 20 Tri Hermanto 3 7 8 18 60 Jumlah 182 184 159 1735 Rata-rata 9,10 9,20 7,95 86,75 Tabel di atas menunjukkan bahwa nilai rata-rata klasikal untuk tes siklus II adalah 86,75 dan berada dalam kategori sangat baik. Hasil tersebut sangat memuaskan, terlebih lagi karena tidak ada satu siswapun yang mendapat nilai dibawah 60 atau siswa yang berada pada kategori kurang. Berdasarkan tabel siklus II maka peneliti tidak perlu melakukan tindakan berikutnya.
KET
T T T T T T T TD T T T T T T T T T TD T TD
Tabel Perbandingan Hasil Tes Membaca Biografi Tokoh
Hasil NP Awal NP 1 Rata-rata 53,45 77,70 Kategori Kurang Baik Keterangan : NP Awal : Nilai rata-rata kelas pada tes awal NP I : Nilai rata-rata kelas pada siklus I
PK 1 24,25 Baik
762
NP 1 77,70 Baik
NP 2 86,75 Sangat Baik
PK 2 9,05 Cukup
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
NP 2 PK 1 PK 2
: Nilai rata-rata kelas pada siklus II : Peningkatan keterampilan membaca intensif biografi tokoh siklus I : Peningkatan keterampila n membaca intensif biografi tokoh siklus II
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai rata-rata siswa pada saat pratindakan adalah 53,45 dengan kategori kurang. Setelah dilakukan pembelajaran membaca intensif biografi tokoh menggunakan pembelajaran kooperatif metode jigsaw siklus I, nilai ratarata siswa meningkat menjadi 77,70 dengan kategori baik. Bila diselisihkan, nilai rata-rata tersebut mengalami peningkatan sebesar 24,25% dan pada kategori baik. Pada siklus II, nilai rata-rata siswa adalah 86,75 dengan kategori sangat baik. Dibandingkan dengan siklus I, nilai rata-rata siswa meningkat sebesar 9.05% dan pada kategori cukup. Meskipun begitu, peningkatan nilai tersebut sudah cukup memuaskan karena diiringi dengan peningkatan nilai individu siswa, tidak adalagi siswa yang mendapat nilai dibawah 60. Hasil Non Tes Analisis hasil nontes diperoleh melalui observasi, jurnal, dan wawancara selama pembelajaran siklus I dan siklus II. Hasil nontes tersebut dapat digunakan untuk mengetahui seberapa jauh perubahan tingkah laku yang dialami oleh siswa setelah mengikuti pembelajaran membaca intensif biografi tokoh menggunakan pembelajaran kooperatif metode jigsaw. Berikut adalah analisis hasil nontes yang diperoleh selama pembelajaran siklus I dan siklus II. Tabel Hasil Observasi
No
Kategori Sangat Baik
1
S1 45
S2 55
Persentase (%) Baik Cukup S1 45
S2 45
S1 10
S2 -
Kurang S1 -
S2 -
Keantusiasan siswa dalam mengikuti pembelajaran 2 Keaktifan siswa dalam 20 30 50 15 10 40 35 bertanya, berkomentar, dan menanggapi 3 Ketertarikan siswa 60 35 5 65 35 terhadap metode pembelajaran 4 Sikap siswa ketika 35 80 5 35 65 membaca 5 Keaktifan siswa dalam 50 40 10 55 45 kerja kelompok 6 Sikap siswa dalam 85 15 90 10 mengerjakan soal tes Setelah peneliti melakukan analisis dari hasil observasi selama pembelajaran siklus I dan siklus II berlangsung, banyak aktivitas-aktivitas siswa baik itu positif maupun negatif yang ditangkap oleh peneliti. Setelah peneliti melakukan analisis, antara siklus I dan siklus II, siswa mengalami berbagai perubahan sikap ke arah yang lebih baik. Pengalaman yang diperoleh siswa pada pembelajaran siklus I memberi banyak perubahan, terutama perubahan tingkah laku siswa ketika bekerja dalam kelompok. Hal tersebut sesuai dengan salah satu tujuan penting dari pembelajaran kooperatif yaitu untuk mengajarkan keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Dari hasil jurnal dan wawancara siswa merasa tertarik dengan metode yang digunakan karena sebelumnya siswa belum pernah mendapat pembelajaran dengan menggunakan metode tersebut. Setelah menggunakan pembelajaran kooperatif metode jigsaw siswa lebih memperhatikan, lebih aktif bertanya, dan lebih antusias dalam belajar. Siswa merasa pembelajaran membaca intensif biografi tokoh menjadi lebih mudah karena dapat saling bertukar pikiran dan berkerjasama dalam kelompok. Pendapat siswa mengenai biografi tokoh yang digunakan dalam pembelajaran juga hampir senada, yaitu menarik dan bagus isinya. Biografi tokoh yang diberikan berisi cerita tentang kehidupan tokoh yang menarik. Hanya saja beberapa siswa menyatakan biografi yang 763
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
digunakan terlalu panjang dan meminta agar diberi kesimpulannya. Selain itu, ada juga siswa yang menyatakan ada beberapa bagian dari teks biografi tokoh yang digunakan kurang dapat dimengerti. Meskipun begitu, siswa merasa pembelajaran membaca intensif biografi tokoh dengan menggunakan pembelajaran kooperatif metode jigsaw sangat bermanfaat bagi siswa. Siswa dapat mengetahui tentang tokoh-tokoh terkenal dan perjalanan hidupnya, juga dapat meneladani hal-hal yang bermanfaat dari tokoh, seperti motivasi atau petuah-petuah yang mengantarkan tokoh tersebut ke gerbang kesuksesan. Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, dapat disimpulkan bahwa tiga tujuan dari model pembelajaran kooperatif dapat tercapai. Tujuan yang pertama yaitu hasil pembelajaran akademik. Kinerja siswa dalam tugas akademik yang diberikan meningkat dan siswa juga menyatakan bahwa siswa merasa terbantu untuk memahami biografi tokoh yang diberikan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan hasil tes yang telah diperoleh siswa, dari awal pembelajaran hingga berakhirnya siklus II, secara klasikal siswa kelas VII A mengalami peningkatan. Tujuan yang kedua yaitu penerimaan terhadap keragaman. Ketika bekerja dalam kelompok, siswa dapat menerima anggota kelompoknya masing-masing dan dapat bekerjasama untuk menyelesaikan tugas bersama. Tujuan yang terakhir adalah pengembangan keterampilan sosial. Tujuan penting ketiga dari pembelajaran kooperatif adalah untuk mengajarkan keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat penting dimiliki dalam masyarakat di mana banyak kerja orang dewasa sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung satu sama lain dan di mana masyarakat hidup semakin beragam secara budaya. SIMPULAN Berdasarkan analisis data dan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif metode jigsaw dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam membaca intensif biografi tokoh. Tes awal diperoleh hasil nilai rata-rata siswa adalah 53,45 pada siklus I menjadi 77,70,mengalami peningkatan sebesar 24,25% dari hasil tes awal. Tes siklus II diperoleh nilai rata-rata siswa 86,75 dengan peningkatan sebesar 9,05% dari hasil tes siklus I. Dengan pembelajaran kooperatif metode jigsaw, siswa mengalami perubahan perilaku yang lebih baik. Siswa menjadi lebih aktif bertanya, siswa tidak malu-malu lagi untuk bertanya maupun mengemukakan pendapat. Ketika belajar kelompok siswa lebih muda bersosialisasi, selain itu siswa juga lebih aktif dalam bekerjasama dengan siswa lain. Siswa-siswa yang awalnya memiliki sifat egois, mementingkan diri sendiri, atau merasa lebih pandai dari yang lain, dapat memperbaiki diri dan lebih menghargai sesama. SARAN Berdasarkan simpulan di atas, disarankan kepada guru mata pelajaran bahasa Indonesia sebaiknya dapat terus mengembangkan dan menerapkan pembelajaran kooperatif metode jigsaw terutama untuk pembelajaran membaca intensif biografi tokoh. Karena berdasarkan hasil penelitian, siswa merasa lebih mudah dalam memahami biografi tokoh, sekaligus siswa dapat belajar melakukan penyesuaian diri dalam kelompok. Bagi para praktisi atau peneliti lain di bidang pendidikan dapat melakukan penelitian serupa dengan model pembelajaran dan metode yang berbeda sehingga diperoleh berbagai alternatif model pembelajaran membaca intensif biografi tokoh. DAFTAR PUSTAKA Arikunto Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Cipta Rineka. Depdiknas. 2003. Standar Kompetensi Bahasa dan Sastra Indonesia SMP. Jakarta: Depdikbud. Depdiknas. 2004. Materi Pelatihan Terintegrasi Bahasa Indonesia SMP. Jakarta: Depdiknas. Ibrahim, Muslimin dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya. Isjoni. 2011. Cooperative Learning Efektivitas Pembelajaran Kelompok. Bandung: ALFABETA Mardalis. 2010. Metode Penelitian : Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Aksara Bumi. Nurhadi. 2010. Membaca Cepat dan Efektif. Bandung : Sinar Baru Algensindo Offset. Rahim, Farida. 2005. Pengajaran Membaca di Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara. Soedarso. 2010. Speed Reading (Sistem Membaca Cepat dan Efektif). Jakarta: Gramedia 764
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Pustaka Utama. Somadayo, Samsu. 2011. Strategi dan Teknik Pembelajaran Membaca. Yogtakarta: Graha Ilmu. Suprijono, Agus. 2010. Cooperative Learning Teori & Aplikasi Paikem. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Tarigan, Henry Guntur. 2008. Membaca sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa. Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana.
PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI SISWA KELAS VIII SMPN DENGAN PEMANFAATAN VIDEO REKAMAN Laila Masrura SMP Negeri 21 Tanjung Jabung Timur, Jalan Jenderal Sudirman KM 1, Kabupaten Tanjung Jabung Timur
[email protected]. Abstrak: Secara umum penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis puisi kelas VIII SMP. Untuk mencapai tujuan tersebut, digunakan metode penelitan dengan pendekatan mixing methods (metode yang memadukan pendekatan kualitatif dan kuantitatif). Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilakukan dalam dua siklus. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran dan kemampuan siswa dalam menulis puisi meningkat setelah guru menerapkan pemanfaatan video rekaman. Kata Kunci: Menulis Puisi, Video Rekaman.
Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang mutlak harus dikuasai oleh siswa sekolah menengah pertama (SMP). Keterampilan menulis mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan siswa. Dengan menulis, siswa dapat menuangkan ide dan perasaannya untuk dibaca oleh orang lain. Salah satunya terdapat dalam kompetensi dasar (16.1) yaitu menulis puisi bebas dengan menggunakan pilihan kata yang sesuai. Menurut Aminuddin (2006),unsur pembentuk puisi antara lain: (1) bunyi meliputi : (1) bunyi melipuiti rima dan irama, (2) kata meliputi lambang, utterance, symbol, pengimajian, pengiasan, diksi, dan gaya bahasa, (3) larik atau baris, (4) bait, dan ,(5) tipografi yang berperan untuk menampilkan aspek artistik visual juga untuk menciptakan nuansa makna dan suasana tertentu. Pada umumnya pembelajaran menulis puisi dirasa sulit bagi siswa. Dikatakan sulit, karena sulitnya siswa memunculkan ide, mengembangkan imajenasi, memulai kata pertama, dan menggunakan pilihan kata. Penyebab lain adalah pembelajaran yang konvensional, guru mendominasi pembelajaran, kurang memicu kreativitas siswa, dan tidak adanya pemanfaatan media pembelajaran. Hal tersebut berimbas pada tidak tercapainya KKM (kriteria ketuntasan minimal). Hal ini terbukti dari hasil pembelajaran, hanya 26% siswa yang tuntas, sedangkan 74% siswa tidak tuntas. Pada hal, pembelajaran sastra dapat memberikan kontribusi positif dalam pendidikan moral, sikap, watak, budi pekerti, pengetahuan, budaya, dan keterampilan berbahasa.( Jabrohim dalam Sudaryono: 2009). Oleh sebab itu, diperlukan suatu metode pengajaran untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa sebagai upaya tindaklanjut pengajaran keterampilan menulis yang dilaksanakan selama ini. Mengingat pentingnya keterampilan menulis puisi bagi siswa, maka kesulitan-kesulitan siswa dalam kegiatan ini harus diatasi. Menurut hemat penulis, pemilihan media sangat menentukan keberhasilan siswa. Salah satunya adalah pemanfaatan media. J.E. Kemp & D.K. Dauton (dalam arsyad, 2008:37) mengelompokkan media ke dalam delapan jenis, yaitu (1) media cetak, (2) medeia panjang, (3) overhead transparacies, (4) rekaman audiotape, (5) seri slide dan film srips, (6) penyajian multi-image, (7) rekaman video dan film hidup, dan (8) komputer.
765
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Berdasarkan pendapat tersebut, penulis memperkenalkan suatu media dalam menulis puisi yaitu pemanfaatn media rekaman. Media video rekaman adalah klasifikasi dari media audiovisual. Media ini menampilkan unsur gambar dan suara secara bersamaan pada saat mengomunikasikan pesan atau informasi. Adapun tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan proses pembelajaran dan kemampuan siswa kelas VIII A SMP Negeri 21 Tanjung Jabung Timur dalam menulis puisi dengan menggunakan video rekaman. METODE Penelitian ini menggunakan pendekatan campuran (mixing methods), yakni memadukan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Desain penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan tahapan penelitian model Kemmis dan McTaggar yang terdiri atas beberapa pertemuan melalui tahap perencanaan tindakan (Planning), pelaksanaan tindakan (Action), observasi (obsevation), dan refleksi (Reflection) (Dasna, 2013: 19). Tindakan yang dilaksanakan dalam penelitian ini untuk meningkatkan kualitas proses dan kemampuan siswa dalam menulis puisi dengan pemanfaatan video rekaman . Melalui video rekaman pembelajar diajak mencermati aktivitas kehidupan manusia yang berada dekat dengan dirinya dalam memenuhi kebutuhan hidup tidaklah mudah, guru menanamkan sikap pada siswa bahwa mereka masih beruntung dibanding orang-orang sekitarnya. Media yang berbentuk video rekaman yang memanfaatkan kamera sebagai alat rekam dalam pembelajaran ini adalah mengambil rekaman penjual koran, pemulung, pengamen, pengemis, penjual sayur,penyapu jalan, dan petugas kebersihan yang mengangkat sampah di tong sampah yang ada di pasar kabupaten Tanjung Jabung Timur dan pasar Angso Duo Kota Jambi. Objek tersebut dipilih karena sangat dekat dengan kehidupan kita, melihat objek secara langsung bagaimana sulitnya menjalani hidup, mencukupi kebutuhan keluarga yang dapat menggugah hati. Objek-objek tersebut akan diamati oleh siswa. Siswa diminta menggambarkan objek tersebut. Siswa mengungkapkan semua yang dilihat, didengar, dan dirasakannya dalam kata-kata berdasarkan objek yang diamatinya. Peneliti berupaya menggunakan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran dengan mendekatkan siswa pada lingkungan nyata . Seiring dengan pembelajaran yang menekankan pada pendidikan berkarakter bangsa. Pada pembelajaran ini guru mengawali kegiatan pembelajaran dengan menampilkan tayangan tsunami di Aceh. Dari tayangan video tersebut , guru membacakan puisi yang mengisahkan bait-bait puisi tentang urutan peristiwa tsunami. Siswa diminta mencermati dengan saksama sambil mendengarkan puisi yang dibacakan guru. Raharjo (1991) mengemukakan bahwa visualisasi mempermudah orang untuk memahami suatu pengertian. Sebuah pameo mengatakan bahwa sebuah gambar ‖berbicara‖ seribu kali dari yang dibicarakan melalui kata-kata ( a picture is worth a thousand word). Kesulitan dalam menulis puisi dapat diminimalisir dengan bantuan media yang berbasis TIK melalui video rekaman. Menurut Aminuddin (2002:146) unsur pembentuk puisi antara lain: (1) bunyi meliputi rima dan irama, (2) kata meliputi lambang, utterance, symbol, pengimajian, pengiasan, diksi, dan gaya bahasa, (3) larik atau baris, (4) bait, dan (5) tipografi yang berperan untuk menampilakan aspek artistik visual juga untuk menciptakan nuansa makna dan suasana tertentu. Dalam aspek penilaian puisi dikarenakan pada kompetensi yang diharapkan pada siswa SMP hanyalah pada kemampuan untuk menuangkan ide-ide ke dalam kata-kata sehingga menjadi sebuah puisi. Sumber data dalam penelitian ini adalah guru dan siswa kelas VIII A SMPN 21 Tanjung Jabung Timur Tahun 2013/2014 yang terdiri 25 orang siswa yaitu 12 orang laki-laki dan 13 orang perempuan. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data selama proses pembelajran dengan pemenfaatan rekaman video berlangsung dan hasil pembelajaran berupa teks puisi yang dihasilkan oleh siswa. Prosedur pelaksanaan penelitian tindakan kelas adalah (1) menyusun perencanaan (SK, KD, silabus, RPP, materi, perancangan penilaian ,(2) pelaksanaan (PBM dan pelaksanaan RPP), (3) observasi dengan bantuan seorang pengawas dan guru observer mendata hasil pengamatan, (4) refleksi, mencatat apa yang telah dihasilkan, permasalahan yang ditemui, dll. Obsevasi dilakukan secara bersamaan dengan pelaksanaan tindakan dengan tujuan untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam dan menyeluruh tentang pelajaran pada 766
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
masing-masing siklus. Fokus observasi adalah bagaimana proses penerapan tindakan yang dilakukan oleh guru dan siswa. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini untuk mengumpulkan data proses dan hasil. Teknik pengumpulan data proses menggunakan wawancara dan catatan selama proses pembelajaran berlangsung, sementara itu, untuk teknik pengumpulan hasil belajar yang berupa skor digunakan teknik tes performansi menulis puisi, setelah menggunakan rekaman video. Analisis data dilakukan setiap kali pemberian tindakan berakhir. Analisis data proses dalam penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif model flow. Model ini terdiri atas 3 (tiga) komponen yang dilakukan secara berurutan yaitu berupa skor data, sajian data, dan penarikan kesimpulan. Analisis data hasil belajar yang berupa skor dilakukan dengan statistik sederhana meliputi rata-rata kelas dan persentase keberhasilan yang diperoleh siswa yang menggambarkan penigkatan hasil pembelajaran dengan belajar memperhatikan rubrik penilaian yang meliputi lima aspek, yaitu (1) kesesuaian tema, (2) isi, (3) diksi, (4) citraan. Indikator keberhasilan tindakan terhadap kemampuan menulis puisi siswa kelas VIII SMP Negeri 21 Tanjung Jabung Timur adalah apabila nilai ketuntasan minimal 70% siswa tuntas. Pedoman penskoran dikonversikan dengan kriteria (a) sangat baik, rentang nilai 81-100 (b) baik, rentang nilai 61-80,99, (c) cukup, rentang nilai 41-60,99 (d) kurang, rentang nilai 2140,99, dan (e) sangat kurang, rentang nilai 0-20,99. Selain pedoman penskoran di atas, untuk melihat keberhasilan siswa, peneliti berpedoman pada Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada kurikulum yang berlaku di SMP Negeri 21 Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Siswa dinyatakan tuntas dalam belajar apabila mencapai KKM. KKM kompetensi dasar menulis puisi adalah 70. HASIL Peningkatan Proses Pembelajaran dalam menulis Puisi melalui Pemanfaatan Video Rekaman Siklus I. Secara umum hasil penelitian tindakan kelas baik proses maupun hasil pembelajaran menunjukkan hasil yang posotif . Hal ini dapat dilihat dari hasil tindakan yang telah dilakukan, baik pada siklus I, maupun siklus II. Peningkatan proses pembelajaran setelah dilaksanakan tindakan ini adalah pertama, pada aspek minat siswa menjadi meningkat dalam menulis puisi. Terbukti dengan teks puisi yang dibuat oleh 13 orang siswa menjadi lebih baik dibanding pada saat pra penelitian yang hanya 9 orang ( dari 36% menjadi 52%). Kedua, aspek perhatian siswa juga meningkat setelah tindakan dilaksanakan yaitu dari 9 orang menjadi 14 orang atau dari 36% menjadi 56%. Ketiga, keaktifan siswa dari segi bertanya juga meningkat menjadi 16 orang siswa atau 64% yang rajin bertanya demi kesempurnaan puisi. Hal ini meningkat dibandingkan pada saat pra penelitian yang hanya 10 orang (40%). Siklus II. Pada siklus II, setelah diadakan perbaikan tindakan yang dilaksanakan, tampak adanya peningkatan pada proses pembelajaran dan nilai yang diperoleh siswa. Agar siswa lebih berminat, memperhatikan, dan lebih aktif, guru menampilkan rekaman video rekaman diiringi musik instrumen kitaro yang sering digunakan untuk training ESQ. Peningkatan proses terjadi pada minat yang semula 13 orang menjadi 19 orang atau 76%. Pada aspek perhatian siswa, terjadi peningkatan yang sebelumnya Pada aspek perhatian juga terjadi peningkatan yang sebelumnya 14 orang menjadi 23 orang atau 92%. Aspek keaktifan juga terjadi peningkatan dibanding dari siklus I, yakni keaktifan bertanya meningkat dari 16 orang menjadi 20 orang atau 80%. Peningkatan Kemampuan Siswa dalam Menulis Puisi melalui Pemanfaatan Video Rekaman Siklus I. Secara umum hasil penelitian menunjukkan suatu peningkatan. Baik pada siklus I maupun siklus II. Hasil penelitian siklus I menunjukkan kemampuan dalam menulis puisi sudah sesuai, tetapi belum maksimal. Dari 25 orang siswa yang hadir, (100%), siswa yang mendapatkan nilai sangat baik hanya 5 atau 20% , yang mendapat nilai baik 8 siswa atau 32% , sisanya mendapat nilai cukup sebanyak 7 orang atau 28% dan 5 orang mendapat nilai kurang atau 20%. Siklus 1I. Pada siklus II, setelah diadakan perbaikan pada tindaksn yang dilaksanakan, tampak adanya peningkatan pada proses pembelajaran dan nilai yang diperoleh siswa. Hasil penelitian 767
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
pada siklus II menunukkan eksplorasi kata dan kemampuan siswa menulis kata sudah maksimal. Pada saat anak menonton video rekaman yang di iringi musik instrumen kitaro yang dapat memunculkan perasaan sehingga dapat memunculkan kata-kata dari benaknya. Dari 25 siswa yang hadir (100%), siswa sangat baik 9 siswa atau 36%, dan yang mendapat nilai baik 12 siswa atau 48% , sisanya 4 siswa atau 16% mendapat nilai cukup. Tidak ada lagi siswa yang mendapat nilai kurang. PEMBAHASAN Puisi yang dihasilkan siswa dinilai dari aspek : (1) kesesuaian tema dengan video rekaman, (2) isi, (3) diksi, (4) citraan. Kesesuaian tema dengan video rekaman pada siklus I yaitu tentang tsunami Aceh, sedang pada tema siklus II adalah tentang aktivitas orang mencari nafkah dengan susah payah. Siswa tampaknya lebih antusias dengan tema pada siklus II dikarenakan dirasa lebih dekat dengan siswa, karena sebagian besar orang tua siswa berprofesi yang sama dengan tema siklus II. Kecenderungan nilai tertinggi adalah pada aspek isi pada siklus II, saat musik mengiringi video rekaman siswa dengan lancarnya menulis. Hal ini dikarenakan siswa merasa tersentuh, lebih bersyukur, dan ada juga rasa iba terhadap orang tuanya yang bersusah payah mencari nafkah, sedangkan mereka hanya mendapat tugas belajar di sekolah. Siswa juga telah memahami bagaimana penggunaan diksi dalam menulis puisi. Contoh puisi karya siswa yang sesuai dengan peristiwa pada video rekaman. Fajar yang Tegar Karya : Riati Ketika cahaya belum sempurna Bising kendaraan mulai ada Manusia berpacu mengejar mentari Tuk menghela nafas kehidupan Nafas perjuangan seorang renta Yang tetap gigih melawan dinginnya hembusan angin subuh Tak peduli dengan kondisi ragamu Tuk mengharap sesuap nasi demi putra-putrimu yang menanti Harapan dan doa terpancar diwajahmu Datanglah wahai pembeliku Belilah daganganku ini Untuk kuganti dengan sesuap nasi Ditengah lalu lalang kendaraan Ditengah hiruk pikuk suasana Harapan pun terwujud Rintihan pun berganti senyuman Yang dinanti telah datang Ada harapan menyambut mentari pagi ini Nafas pun boleh tetap bersambung esok Ibu renta....ibu yang mengejar arti hidup Kepadamu kami belajar memaknai hidup ini Puisi yang dibuat oleh siswa tersebut telah mengandung diksi yang tepat , terlihat pada kata sempurna, berpacu, mentari, menghela nafas, renta, sesuap nasi, dan lain-lain. Diksi yang membuat puisi tersebut lebih indah dan bermakna. Citraan yang tergambar dalam puisi tersebut adalah citraan penglihatan yaitu pada kata terpancar, ditengah, ,dan senyuman. Citraan perasa juga tergambar disana yaitu pada kata dingin pagi. Sementara itu, kecenderungan perolehan skor terendah terdapat pada citraan, karena siswa cenderung pada imajenasi mereka masing-masing. Imajenasi secara umum adalah kekuatan atau proses menghasilkan citra mental dan ide. Dalam kenyataanya, imajenasi adalah sebuah kegiatan akal dalam mengembangkan suatu pikiran yang lebih luas dari apa yang pernah dilihat, didengar, dan dirasakan. Imajenasi dalam menulis puisi dipengaruhi oleh pemikiran 768
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
seorang penyair tentang puisi tersebut. Imajenasi tersebutlah yang dapat dikembangkan dalam menulis puisi. Keberhasilan proses dan hasil pembelajaran dalam penelitian ini tentunya dipengaruhi oleh tindakan yang diberikan. Tindakan yang pertama, tidak adanya kegiatan di mana anak menyusun baris-baris puisi secara bersama. Sedangkan pada tindaklan kedua siswa terlebih dahulu menyusun kata-[kata kunci yang dibuat secara bersama-sama. Ternyata, pada tindakan siklus kedua, setelah diberikan perbaikan dengan pendekatan natural dan tindakan rekayasa, siswa lebih paham mengenai cara-cara menyusun baris-baris puisi dengan menggunakan video rekaman. Hasil secara rinci dapat dilihat melalui rekapitulasi hasil pelaksanaan tindakan siklus I dan siklus II pada tabel berikut ini: Tabel : Rekapitulasi Hasil belajar Siswa pada Siklus I dan Siklus II
No
Deskripsi
Siklus I Siklus II (25 siswa yang hadir) (25 siswa yang hadir) 1. Siswa yang tuntas belajar 13 21 2. Siswa yang belum tuntas belajar 12 4 3. Ketuntasan belajar secara klasikal 52 % 86,11 % 4. Nilai rata-rata 65,2 75,4 Tabel diatas menu njukkan bahwa: (1) siswa yang tuntas belajar dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan dari 13 orang siswa menjadi 21 orang siswa, (2) siswa yang belum tuntas dalam belajar pada siklus I ke siklus II mengalami penurunan yaitu semula 12 orng menjadi 4 orang, (3) persentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal juga mengalami peningkatan yasitu dari 52% menjadi 845. Selain itu juga, peningkatan terjadi pada nilai rat-rata yang diperoleh siswa yaitu dari 62,5 menjadi 75,4. Berdasarkan hasil penelitian dari masiing-masing siklus dimulai dari siklus pertama sampai siklus kedua menunjukkan kenaikan hasil belajar. Hal ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rita Suryetni (2011) menyatakan bahwa dengan pemanfaatan media video rekaman dapat meningkatakan kemampuan menulis puisi siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Sarolangun, Provinsi Jambi. Berdasarkan uraian diatas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa peningkatan pembelajaran menulis puisi bebas di ke3las VIII A SMP 21 kabupaten Tanjung Jabung Timur dipengaruhi oleh pemberian tindakan yang efektif dan efisien yaitu dengan menggunakan media video rekaman saat menulis puisi. KESIMPULAN Berdasarkan paparan yang telah dikemukakan diatas, simpulan penelitian ini adalah, pertama, pemanfaatan video rekaman dapat menigkatkan proses pembelajaran siswa dalam menulis puisi. Peningkatan proses tersebut meliputi minat, perhatian, dan keaktifan siswa dalam pembelajaran. Kedua, media video rekaman terbukti dapat meningkatkan hasil pembelajaran siswa dalam menulis puisi. SARAN Berdasarkan kesimpulan di atas, maka peneliti menyarankan : (1) agar dalam pembelajaran bahasa Indonesia khususnya pada semua aspek kebahasaan, sebiknya guru lebih kreatif dalam memilih media yang tepat dan menarik, sehingga tercipta suasana pembelajaran yang aktif, kreatif, dan menyenangkan (PAIKEM), (2) pemebelajaran menulis puisi dengan media video rekaman dapat dijadikan alternativ model pembelajaran menulis puisi, (3) guru harus lebih kreatif dalam mengembangkan media pembelajaran agar dapat meningkatkan proses dan hasil pembelajaran, (4) pihak sekolah hendaknya lebih memperhatikan dan menyediakan media-media pembelajaran yang dibutuhkan oleh guru. DAFTAR RUJUKAN Aminuddin. 2002. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru. Arsyad,Azhar. 1997. Media Pembelajaran .Jakarta: Grafindo Persada. Dasna, I.W. 2013. Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Malang: UM Press. Permendikbud Nomor 68 Tahun 2013 tentang Kompetensi Dasar dan Struktur Kurikulum SMP/MTs. (online). HTTP://ikapidkijakarta.com. Diakses pada tanggal 5 November 2014 769
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Sudaryono. 2009. Orientasi Baru Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia,Makalah diseminarkan tgl 9 Mei 2009.Jambi: ________ Suryetni, Rita. 2011. Meningkatan Keterampilan Menulis PuisiMelalui Pemanfaatan Media Video Rekaman Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Sarolangun, KI.
PEMBELAJARAN MENULIS IKLAN BARIS DENGAN MEDIA AUTENTIK SISWA KELAS IX SMP NEGERI 42 MUARO JAMBI Ilman Zeid
[email protected] Abstrak:. Kemampuan menulis teks iklan baris siswa kelas IX SMP/MTs kurang inovatif. Untuk memberdayakan kemampuan siswa, perlu didesain pembelajaran yang kreatif berupa pemanfaatan media autentik. Pemilihan media autentik didasarkan kepada ketersediaannya yang relatif banyak di sekitar sekolah. Skenario pembelajaran yang dilakukan guru dalam pemberdayaan media menjadi penting untuk memotivasi siswa menulis iklan baris. Hasil yang diharapkan berupa variasi produk kreatif siswa dalam bentuk teks iklan baris. Pembelajaran menulis iklan baris dengan media ini memiliki keunggulan dibandingkan tanpa media Kata Kunci: iklan baris, media autentik, pemanfaatan
Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia mencakup empat pembentukan kompetensi komunikasi yaitu kemahiran menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Pembelajaran bahasa Indonesia tidak semata-mata mempelajari teoritis, tetapi membelajarkan siswa mencapai keempat keterampilan berbahasa itu dalam kehidupan sosial yakni; lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Berdasarkan pengamatan dalam pembelajaran menulis iklan baris di SMP Negeri 42 Muaro Jambi sebelum pemanfaatan media, pada umumnya siswa hanya mampu menuliskan 3 s.d. 8 kata yang tidak masuk kategori teks iklan dan ambiguitas dalam penyingkatan kata. Siswa mendaftar kata yang tidak sesuai dengan ilustrasi iklan yang akan ditulis. Siswa cenderung meniru teks iklan tanpa mengetahui makna tulisan. Iklan baris yang ditulis siswa berupa kata utuh, frasa dan klausa serta kosa kata yang tidak baku. Bahkan, ada siswa menulis teks iklan berupa kalimat lengkap. Dari 24 siswa kelas IX yang menjadi subjek observasi, hanya 5 siswa yang mampu menulis iklan baris sesuai ketentuan atau syarat-syarat iklan. Oleh sebab itu, pembelajaran menulis iklan baris perlu didesain sebaik-baiknya agar siswa terampil untuk menulis. Keterampilan dan pengalaman siswa dalam menulis iklan baris sangat penting. Berdasarkan literature yang ada, alasan mengapa orang beriklan yaitu untuk memperkenalkan atau menjual sesuatu produk ataupun jasa. Iklan bisa dimuat di media massa yakni surat kabar ataupun majalah, bisa juga dimuat di media elektronika yaitu radio dan televisi serta internet. Mencermati kondisi yang dialami siswa serta pentingnya keterampilan tersebut bagi siswa maka perlu segera diatasi dengan pemanfaatan media dan metode yang tepat. Roekhan (2013:9) menjelaskan bahwa pembahasan tentang media pembelajaran perlu dipahami terlebih dahulu hubungan antara materi pembelajaran dan media pembelajaran. Hal itu dilakukan karena konsep dasar di antara keduanya tidak mudah dipisahkan secara tegas. Materi pelajaran yang akan disampaikan kepada siswa seyogianya sesuai dengan media pelajaran yang digunakan sehingga tujuan pembelajaran pun tercapai. Pembelajaran menulis iklan baris dengan tidak memanfaatkan media dan pengajaran bersifat konvensional terbukti mematikan kreativitas siswa untuk menghasilkan teks iklan baris. Konsep pengetahuan siswa dapat diberdayakan melalui pemanfaatan media autentik atau kontekstual yang tersedia dan dekat dengan kehidupan siswa. Pemanfaatan media autentik lebih
770
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
memudahkan siswa memahami konsep dan menuliskan kata-kata untuk selanjutnya diubah sesuai dengan kriteria teks iklan baris. Pembelajaran menulis iklan baris dengan memanfaatkan media autentik memiliki keunggulan antara lain, memungkinkan siswa menggali, mendiskusikan, dan membangun secara bermakna konsep-konsep dan hubungan-hubungan, yang melibatkan masalah nyata serta proyek yang relevan dengan siswa.Dengan memanfaatkan media autentik, siswa termotivasi untuk menghasilkan tulisan yang tepat sesuai tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Pembelajaran dengan media autentik dapat digunakan untuk siswa pada semua tingkatan kelas, maupun siswa dengan berbagai macam tingkat kemampuan. Siswa tidak hanya mempelajari fakta-fakta hafalan dalam situasi abstrak atau semu. Tetapi, dari pengalaman mereka dan informasi yang ada dihubungkan dengan realitassehingga pembelajaran menjadi bermakna. Sejalan dengan uraian tersebut, ketersedian media autentik di lingkungan siswa sangat mendukung pembelajaran menulis teks iklan dengan tepat. Dengan memanfaatkan media autentik secara tepat oleh seorang dalam pembelajaran di kelas sangat membantu guru dan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran menulis iklan baris siswa kelas IX SMP/MTs sehingga kegiatan menulis tidak lagi menjadi kegiatan menyimak. Tulisan ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan perencanaan, pelaksanaan dan penilaian menulis iklan baris siswa kelas IX SMP Negeri 42 Muaro Jambi sebelum dan setelah pemanfaatan media autentik dalam pembelajaran di kelas. PEMBAHASAN Proses Pembelajaran Sebelum Pemanfaatan Media Autentik Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Indriwardani S. P.(2012: 236) menjelaskan bahwa rancangan penelitian deskriptif dirancang untuk memperoleh informasi apa adanya mengenai status gejala pada saat penelitian dilakukan. Data diperoleh berdasarkan pengamatan (lembar observasi) hasil belajar siswa kelas IX SMP Negeri 42 Muaro Jambi sebelum dan sesudah pemanfaatan media autentik. Data yang dikumpulkan berupa lembar teks hasil kerja siswa (produk) menulis iklan baris. Cara memperoleh data dengan mengumpulkan hasil tulisan siswa sebelum dan sesudah pemanfaatan media. Data dianalisis dengan memberi skor setiap tulisan siswa sesuai instrumen yang telah disiapkan sebelumnya. Perencanaan penelitian diawali dengan kajian dokumen terhadap RPP yang telah disusun oleh guru serta skenario yang dirancang. Selama pembelajaran, interaksi siswa dengan siswa dan siswa dengan guru serta siswa dengan materi yang sedang diajarkan oleh guru dikumpulkan melalui lembar pengamatan. Pengumpulan data dibedakan atas pemantauan tindakan dan data penelitian. Pengumpulan data pemantau tindakan berupa lembar observasi meliputi: (1) aktivitas guru, (2) aktivitas siswa, dan (3) efektifitas penggunaan media autentik. Perencanaan pembelajaran diawali dengan menganalisis dokumen RPP. Apakah muatan RPP yang telah disusun guru selaras dengan standar isi pendidikan. Indikator pencapaian kompetensi yang disusun sebagai berikut: (1) Siswa dapat menyebutkan pengertian iklan, (2) Siswa dapat menyebutkan pengertian iklan baris, (3) Siswa dapat menyebutkan lima syarat iklan baris, (4) Siswa dapat menentukan istilah yang digunakan dalam iklan baris, (5) Siswa dapat mendeskripsikan objek menjadi iklan baris, (5) Siswa dapat menulis iklan baris berdasarkan deskripsi objek yang telah dideskripsikan , (6) Siswa dapat memperbaiki penulisan iklan baris. Sedangkan materi pelajaran dilampirkan pada bagian akhir RPP yang disusun guru. Tujuan pembelajaran yang dicantumkan dalam dokumen RPP tersebut selaras dengan indikator yang diinginkan. Implementasi kegiatan pembelajaran yang dilakukan yaitu, proses pembelajaran diawali dengan siswa memasuki ruangan kelas IX secara tertib, guru memasuki kelas. Ketua kelas memimpin teman-temannya untuk memberi salam dan berdoa. Guru mengawali interaksi kelas dengan sapaan ringan dan mengkonfirmasi kepada ketua kelas tentang siswa yang tidak hadir dalam KBM pada hari itu. Guru memotivasi siswa agar mempersiapkan diri masing-masing untuk mengikuti pelajaran yang akan dibahas. Guru memberikan informasi KD yang akan dipelajari pada pertemuan tersebut sambil bertanya jawab tentang seputar iklan yang pernah dibaca ataupun dilihat siswa. Tiga orang siswa menjawab dengan mengatakan bahwa iklan mereka ketahui dari tayangan televisi dan koran. 771
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Kemudian guru bercerita tentang iklan baris yang mencakup pengertian iklan, jenis iklan dan kegunaan iklan serta cara menulis iklan sesuai pengalaman guru. Siswa menjadi pendengar pasif dan pembelajaran pun didominasi oleh guru. Ketika siswa ditanyakan apakah siswa sudah mengerti, secara bersamaan siswa menjawab mengerti. Namun, pemahaman siswa tersebut sebenarnya semu dikarenakan mereka tidak mengetahui tentang hal ikhwal iklan baris yang dimaksudkan oleh guru. Kegiatan selanjutnya, guru menuliskan contoh teks iklan baris tentang penjualan 1 unit sepeda motor di papan tulis seperti berikut.
Siswa menulis teks iklan tersebut di buku tulis siswa. Guru bertanya jawab dengan siswa tentang isi iklan tersebut. Enam orang siswa yang ditanyakan guru dapat memberikan jawaban dengan benar. Siswa yang tidak mendapat pertanyaan guru tampak asyik dengan urusan masing-masing dan kelihatan lega disebabkan tidak terbebani dengan pertanyaan guru. Selanjunya, guru memberikan tugas dengan mendiktekan perintah tugas. Siswa menulis perintah tugas tersebut pada buku latihan masing-masing. Perintah tugas tersebut sebagai berikut. Pak Amir ingin menjual sepeda motor merek Honda SupraX dirakit tahun 2005 dengan harga 7 juta rupiah, sepeda motor tersebut dalam keadaan bagus 90 persen. Adapun rumah Pak Amir di Jalan Majapahit Nomot 77 Kota Jambi dengan nomor telepon 557767. Tulislah iklan baris sesuai ilustrasi tersebut! Pada tahap pengerjaan tugas, siswa diberikan arahan oleh guru. Siswa yang kemampuannya baik, mengerjakan tugas secara serius. Berbeda dengan siswa yang kemampuannya sedang atau kurang, mereka mulai resah sehingga berusaha untuk bertanya dengan teman-teman yang diharapkan dapat membantunya. Akibat dari proses pembelajaran semacam ini (konvensional) adalah siswa tidak memahami esensi pembelajaran yang akan dicapainya. Hal ini terbukti dengan banyaknya siswa (18 siswa dari 24 jumlah siswa) belum benar dalam menyelesaikan tugas yang diberikan guru. Kesalahan penulisan iklan yang ditulis siswa antara lain tidak terpenuhinya 4 komponen penulisan iklan baris yaitu, kegiatannya, barangnya, spesifikasinya, dan identitas penjualnya. Selain itu, pemilihan kata kurang tepat dan penyingkatan kata masih keliru atau tidak lazim. Contoh: Dijual disingkatdjl., merek disingkat menjadi mk., rumah disingkat rah, dst. Kesalahan siswa dalam penulisan teks iklan baris tidak semuanya dikoreksi dan dijelaskan oleh guru, sehingga siswa yang belum memahami pelajaran akhirnya terabaikan sampai pelajaran selesai. Kegiatan akhir pembelajaran, guru merefleksi pembelajaran. Namun, siswa tidak dilibatkan dalam membuat kesimpulan. Dominasi guru dalam pembelajaran menjadikan pembelajaran menulis tidak menjadi kegiatan menulis. Rangkaian pembelajaran diakhiri dengan pemberian tugas menulis teks iklan dengan ilustrasi yang berbeda. Dengan demikian, terdapat ketidaktercapaian beberapa indikator yang telah disusun dalam RPP. Hasil belajar pada pembelajaran sebelum pemanfaatan media menunjukkan bahwa kemampuan siswa kelas IX SMP Negeri 42 Muaro Jambi sangat rendah. Hanya 6 siswa yang mampu menulis teks iklan baris sesuai dengan syarat-syarat penulisan iklan baris. Indikator pembelajaran perlu disempurnakan kembali sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, iklan merupakan pemberitahuan kepada khalayak ramai mengenai barang atau jasa yang dijual dan dipasang di media massa. Iklan memiliki berbagai macam jenis, berdasarkan sifatnya iklan dibedakan atas iklan niaga dan nonniaga. Iklan niaga dibuat untuk mempengaruhi khalayak/masyarakat supaya tertarik untuk memiliki, membeli, dan mengunakan produk yang diiklankan. Iklan nonniaga/layanan
772
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
masyarakat dibuat untuk menarik perhatian masyarakat sehingga masyarakat mempunyai rasa simpati atau memberikan dukungan terhadap hal yang diiklankan. Berdasarkan tujuan, iklan dibedakan atas iklan penawaran/permintaan dan iklan pengumuman. Sedangkan berdasarkan ruang (space), iklan dibedakan menjadi iklan baris dan displai. Iklan baris adalah iklan yang menggunakan bahasa singkat dan padat. Iklan baris biasanya disusun berdasarkan golongan yang sama. Misalnya: iklan penjualan rumah masuk dalam kolom properti atau rumah dijual. Iklan lowongan pekerjaan dan mencari pekerjaan masuk golongan karier, misalnya: Pada setiap surat kabar penggolongan iklan diberi nama yang berbeda-beda. Iklan baris memiliki beberapa komponen, yaitu: komponen aktivitas, produk yang diiklankan, spesifikasi produk, dan identitas pengiklan. Proses Pembelajaran Setelah Pemanfaatan Media Autentik Menurut definisi, "belajar autentik" berarti pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata dan proyek-proyek dan yang memungkinkan siswa untuk mengeksplorasi dan membahas masalah-masalah dengan cara yang relevan untuk siswa. Istilah ‗autentik‘ berarti asli, sejati, dan nyata (Webster’s Revised Unabridged Dictionary, 1998). Pembelajaran ini dapat digunakan untuk siswa pada semua tingkatan kelas, maupun siswa dengan berbagai macam tingkat kemampuan. Pembelajaran dengan hanya mengandalkan verbal (instruksi bahasa) ditengarai tidak optimal memberikan inspirasi kepada peserta didik. Oleh sebab itu, guru perlu membuat desain pembelajaran dengan cara-cara yang mudah diserap siswa. Guru dituntut kreatif menciptakan seni pembelajaran yang menarik dan menyenangkan. Hal tersebut sejalan dengan Santoso, A. (2013) yang mengatakan bahwa selama manusia hidup, jika ingin dapat bertahan ia harus selalu berinovasi dan menciptakan sesuatu. Hidup identik dengan tantangan. Tidak ada waktu tanpa tantangan. Seorang guru, misalnya, akan selalu menghadapi tantangan terkait dengan dunia pendidikan. Misalnya, tantangan memberikan pelayanan yang lebih baik kepada siswa, tantangan menemukan model-model pembelajaran yang cocok, tantangan untuk meningkatkan kualitas pribadi, tantangan untuk menggerakkan orang tua agar lebih terlibat dengan sekolah, dan sebagainya. Instruksi autentik mengambil bentuk yang jauh berbeda daripada metode tradisional pengajaran. Literatur menunjukkan bahwa pembelajaran autentik memiliki beberapa karakteristik kunci, yaitu: (1)Belajar adalah berpusat pada tugastugas autentik yang menarik bagi peserta didik.(2) Siswa terlibat dalam eksplorasi dan penyelidikan. (3)Belajar, paling sering, adalah interdisipliner. (4)Belajar sangat erat hubungannya dengan dunia di luar dinding kelas. (5) Siswa menjadi terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan ‗order‘ kemampuan berpikir lebih tinggi, seperti menganalisis, sintesis, merancang, memanipulasi dan mengevaluasi informasi. (6) Siswa menghasilkan produk yang bisa dibagi dengan orang lain di luar kelas. (7) Belajar adalah siswa didorong dengan guru, orang tua, dan para ahli di luar semua membantu / pembinaan dalam proses pembelajaran. (8) Siswa memiliki peluang untuk wacana sosial. Sumber: http://Donovan et al;., 1999 Newman & Associates, 1996; Newmann et al;., 1995 Nolan & Francis, 1992). Diakses pada Tanggal 11 November 2013. Berikut beberapa hal berkaitan dengan pemilihan dan pengembangan serta penggunaan media pembelajaran bahasa Indonesia. Media pembelajaran bahasa Indonesia hendaknya dipilih dengan pertimbangan berikut. (1) Relevan dengan kebutuhan siswa, (2) Kontesktual, (3) Sesuai dengan Tingkat Perkembangan Psikologis Siswa, (4) Menarik dan menantang, (5) Praktis dan Fungsional, (6) Tersedia dan Mudah Dijangkau, (6) Murah Pembuatan dan mudah Pemakainnya. Adapun syarat-syarat iklan sebagai berikut: (1) Dibuat dalam format kolom dan baris, hal ini untuk menghemat biaya pemasangan karena penghitungan biaya berdasarkan jumlah baris, (2) Menggunakan singkatan atau akronim yang lazim digunakan, seperti: dijual= djl, cepat=cpt, murah=mrh, rumah=rmh, (3) Ditulis dengan ukuran yang sama, jumlah baris masimal 6 baris dan minimal 3 baris, (4) Bahasa singkat, padat, hemat, bahasa yang digunakan sesingkat mungkin. Namun, mengandung informasi yang padat sesuai dengan keinginan pemasang iklan, (5) Disusun berdasarkan jenis yang sama, penggolongan ditentukan oleh staf redaksi surat kabar/majalah.
773
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Berdasarkan pemikiran tersebut, pembelajaran menulis iklan baris dengan memanfaatkan media autentik perlu dilakukan agar pemahaman dan keterampilan siswa menulis iklan baris semakin baik dan tepat sesuai tujuan pembelajaran. Perencanaan pembelajaran diawali dengan menganalisis kembali dokumen RPP yang akan digunakan di dalam pembelajaran menulis iklan baris dengan memanfaatkan media autentik seperti; handphone, pas bunga, aneka mainan yang terbuat dari plastik, tas siswa, sepatu siswa, dan sebagainya. Pembelajaran diawali dengan menginformasikan KD dan indikator pencapaian kompetensi menulis iklan baris. Interaksi pembelajaran dimulai dengan bertanya jawab tentang pembelajaran menulis iklan baris pada pertemuan sebelumnya. Pertanyaan difokuskan kepada kesulitan-kesulitan yang dialami siswa dalam menulis iklan baris. Selanjutnya, guru menggunakan handphone sebagai media pembelajaran. (Media lainnya: Helm, motor, tas siswa, mobil, laptop, dan barang inventaris sekolah lainnya) Siswa diajak memerhatikan kondisi fisik handphone yang dimiliki guru. Guru mendeskripsikan jenis dan tipe handphone tersebut. Penugasan menulis iklan baris pun dilakukan dengan ilustrasi berikut: Anak-anak sekalian, mohon bantu Bapak mengiklankan HP ini dalam bentuk iklan baris . Tulislah iklan baris yang menarik sehingga HP ini dapat terjual dengan cepat. Waktu yang disediakan hanya 10 menit. Penugasan yang diberikan dapat memotivasi siswa untuk segera menulis iklan berdasarkan ilustrasi. Dalam tempo 7 menit, 12 siswa telah memberikan isyarat bahwa mereka telah merampungkan tugas. Siswa yang belum merampungkan tugas dikelompokkan untuk selanjutnya dibimbing oleh siswa yang telah mengerjakan tugas. Dengan berkelompok, siswa yang kemampuannya kurang menjadi termampukan dengan bantuan siswa lainnya. Berikut dipaparkan deskripsi yang dicapai siswa dalam pembelajaran menulis iklan baris sebelum dan sesudah pemanfaatan media autentik sebagaimana tertera pada tabel 1 berikut. Tabel 1 Deskripsi Kemajuan Siswa
Deskripsi Pembelajaran Konvensional
Motivasi Siswa
Hasil Pembelajaran
Kurang semangat, pasif, Monoton/ Tidakada enggan menulis, plagiat, yang signifikan ragu-ragu dan takut salah
Pembelajaran Semangat, penasaran, dengan Media antusias, tertarik dengan Autentik ilustrasi soal, berani menulis, bekerja sama
perubahan
Kemampuan siswa lebih dari 50% meningkat. Waktu yang dibutuhkan menulis lebih cepat dan hasilnya lebih baik.
KESIMPULAN Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa penggunaan media autentik dalam pembelajaran terbukti dapat memotivasi kualitas pembelajaran menulis iklan baris. Suasana kelas menjadi menyenangkan, siswa aktif dalam kegiatan menulis baik secara individu maupun kelompok, serta interaksi antarsiswa juga lebih baik. Jika ingin pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia berhasil, misalnya menulis, guru disarankan agar membelajarkan siswa untuk menulis sebanyak mungkin, sesering mungkin dengan pembelajaran yang unik dan bahan yang menantang. Dengan bahan yang menantang, pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia menjadi lebih bermakna. Pembelajaran konvensional dalam pembelajaran menulis iklan baris cenderung menciptakan pembelajaran yang pasif. Guru disibukkan dengan kegiatan yang tidak seharusnya dilakukan. Hasil yang diperoleh dalam pembelajaran konvensional menjadi tidak bermakna. Esensi pembelajaran yang seharusnya kegiatan menulis menjadi kegiatan yang lain dan tidak sesuai dengan hierarki pembelajaran yang telah disusun.
774
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
DAFTAR RUJUKAN Indriwardani S. P. 2012. (Jurnal Bahasa, Sastra, Seni, dan Pengajarannya) Strategi Komunikasi Mahasiswa Bahasa Jerman Fakultas Sastra UM Pada Mata kuliah Konversation. Universitas Negeri Malang: Tahun 40 Nomor 2, Agustus 2012. Roekhan. 2013. Media Pembelajaran Bahasa Indonesia. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang. Santoso, Anang. 2012. Napas Kreatif-Inovatif-Aktif dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. J-TEQIP, edisi Tahun III, Nomor 1, Mei 2012. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang. http://Donovan et al;., 1999 Newman & Associates, 1996; Newmann et al;., 1995 Nolan & Francis, 1992). Diakses pada Tanggal 11 November 2013.
PERANAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN MINAT SISWA UNTUK MEMBACA INTENSIF Zuliati Guru SMP Negeri 3 Sanggau, Kalimantan Barat
[email protected] . Abstrak: Perpustakaan merupakan pendidikan nonformal.Syarat mutlak bagi kemajuan perpustakaan adalah animo pembaca yang sangat besar.Di Indonesia animo membaca masih kurang, berdasarkan penelitian, anak-anak dan orang dewasa kadang-kadang enggan meluangkan waktunya untuk membaca. Di perpustakaan telah tersimpan bacaan yang dapat dijadikan sumber belajar. Guru dapat memanfaatkan perpustakaan sekolah dengan baik,. Isi perpustakaan yang pokok adalah buku-buku yang bermutu, Ilmu Pengetahuan, Agama, Keindahan Alam, Olah Raga, Teknik, Bahasa, Kesehatan dan lain-lain. Perpustakaan diperkaya materi lainnya, seperti: Majalah , Surat Kabar, Alat-alat bengkel,TV, dan lain sebagainya. Perpustakaan sekolah yang memadai, meningkatkan gairah siswa untuk berkunjung. Kata kunci: perpustakaan Sekolah,minat siswa,membaca intensif
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang disertai dengan perubahan proses berbagai aspek kehidupan sosial menuntut terciptanya masyarakat yang gemar belajar. Proses belajar yang efektif antara lain dilakukan melalui membaca. Oleh karena itu, masya-rakat yang gemar membaca adalah masyarakat yang gemar belajar.Melalui membaca, ma-syarakat memperoleh pengetahuan dan wawasan baru yang semakin mencerdaskan kehidupannya sehingga mereka lebih mampu menjawab tantangan zaman. Sesuai dengan satu diantara tujuan utama program wajib belajar 9 tahun, yaitu menumbuhkembangkan kemampuan membaca dan melek huruf peserta didik, Pemerintah menyediakan cukup banyak buku bacaan dan buku pelajaran yang dibagikan secara cuma-cuma kepada sekolah-sekolah. Buku bacaan dan buku sumber mempunyai peranan yang penting dalam usaha mengembangkan kebiasaan dan keterampilan membaca. Kedua unsur tersebut dapat menambah perbendaharaan kata memperkaya informasi dan dapat meningkatkan motivasi serta mengembangkan wawasan. Di Indonesia kebiasaan membaca boleh dikatatakan masih kurang, sebab berdasar-kan penelitian jangankan anak-anak, orang dewasa pun kadang-kadang enggan meluang-kan waktunya untuk membaca.
775
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Untuk meningatkan minat baca bagi masyarakat ,khususnya anak-anak sekolah menyangkut berbagai faktor. Satu diantaranya faktor yang harus disiapkan adalah seperangkat buku sebagai acuan dalam melaksanakan kegiatan peningkatan minat baca.Selain itu keberadaan perpustakaan sekolah sangatlah penting, karena dengan adanya perpustakaan sekolah sebagai sarana bagi siswa untuk meningkatkan minat membacanya. Membaca merupakan satu diantara keterampilan berbahasa yang memiliki pengaruh langsung dalam proses belajar mengajar (PBM). Kemampuan membaca yang tinggi sangat mendukung peningkatan kemampuan pengusaan materi pelajaran. Kesadaran akan pentingnya membentuk kebiasaan membaca, diperlukan adanya dukungan dari berbagai pihak yang terkait. Oleh karena itu Kepala Sekolah, Guru, Pengawas, dan Pustakaan bersama-sama sungguh sungguh ikut mendukung agar memanfaatkan ― PerananPerpustakaan Sekolah Dalam Meningkatkan Minat Membaca Siswa untuk Membaca Intensif.‖ PERPUSTAKAAN Dalam buku Library Science, kata perpustakaan berasal dari kata pustaka yang berarti kumpulan buku-buku. Sedangkan arti perpustakaan sendiri adalah tempat penyimpanan bukubuku ( koleksi buku ).Pustakawan adalah orang ahli dalam bidang perpustakaan. Tetapi, tidak dapat dikatakan samadengan Pujangga atau Pengarang sebab Pujanggaadalah orang ahli dalam bidang Kesusastraan.Keahlian seorang Pustakawanterbatas hanya dalam memelihara, memanfaatkan, mengelola, dan mengembangkan perpustakaan itu. Kebersihan perpustakaan pada dasarnya terletak di tangan Pustakaan itu sendiri.Oleh karena itu, agar perpustakaan yang dikelolanya itu bersih baik, maka seorang Pustakaan harus membekali diri secara matang dengan berbagai ilmu perpustakaan. Apakah dengan cara mempelajari dari buku-buku pedoman ataukah mengikuti penataran dan lain-lain. Disamping membekali diri itu, ia juga harus mempunyai sikap dan pelayanan yang baik bagi para langganannya.Apabila kesiapan itu telah dikuasai maka perpustakaan yang fungsinya sebagai badan yang kecil, yang merupakan bagian dari sekolah itu secara nyata akan dapat menunjang keberhasilan pendidikan itu sendiri. Sebagai sarana penunjang sudah jelas perpustakaan tidak dapat mendekati anak didik atau siswa.Tatapi sebaliknya anak didik atau siswalah yang mendekati perpustakaan itu. Untuk itu sesuai dengan sasaran Perpustakaan yang terdiri dari tempat, anak, buku, tenaga dan administrasi, serta maka peranan Satgas dan Pustakawan Sekolah secara aktif sangat diperlukan. Perpustakaan sekolah sasarannya tidak saja anak didik atau siswa, namun masyarakat sekitarnya merupakan sasarannya pula, terutama anak-anak yang putus sekolah. Melihat dari sasaran itu, maka fungsi dari Perpustakaan, disamping menunjang keberhasilan pendidikan secara sekunder turut pula menunjang keberhasilan Program Pemerintah dalam bidang Kewajiban Belajar.Membaca adalah suatu proses yang dilakukan , serta dipergunakan oleh pembaca Indonesia kebiasaan membaca boleh dikatatakan masih kurang, sebab berdasarkan penelitian jangankan anak-anak, orang dewasa pun kadang-kadang enggan meluangkan waktunya untuk membaca.untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata /bahasa tulis. Suatu proses yang menuntut agar kelompok kata yang merupakan suatu kesatuan akan terlihat dalam suatu pandangan sekilas, dan agar makna kata-kata secara individual akan dapat diketahui. Kalau hal ini tidak terpenuhi, maka pesan yang tersurat dan tersirat tidak akan tertangkap atau dipahami dan proses membaca tidak akan terlaksana dengan baik ( Hodgson 1960: 43-44).Untuk meningatkan minat baca secara intensif bagi masyarakat ,khususnya anak-anak sekolah menyangkut berbagai faktor. Satu diantaranya faktor yang harus disiapkan adalah seperangkat buku sebagai acuan dalam melaksanakan kegiatan peningkatan minat baca.Selain itu keberadaan perpustakaan sekolah sangatlah penting, karena peranan perpustakaan sekolah dapat meningkatkan minat membacasecara intensif. MEMBACA Membaca merupakan satu diantara keterampilan berbahasa yang memiliki pegaruh dalam proses belajar mengajar (PBM). Kemampuan membaca yang tinggi sangat langsung mendukung peningkatan kemampuan pengusaan materi pelajaran. Kesadaran akan pentingnya membentuk kebiasaan membaca, diperlukan adanya dukungan dari berbagai pihak yang terkait. 776
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Oleh karena itu Kepala Sekolah, Guru, Pengawas, dan Pustakaan bersama-sama agarbersungguh- sungguh ikut mendukung ― Peranan Perpustakaan Sekolah Dalam Meningkatkan Minat Siswa Untuk Membaca Intensif‖ Membaca adalah suatu proses yang dilakukan , serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata /bahasa tulis. Suatu proses yang menuntut agar kelompok kata yang merupakan suatu kesatuan akan terlihat dalam suatu pandangan sekilas, dan agar makna kata-kata secara individual akan dapat diketahui. Kalau hal ini tidak terpenuhi, maka pesan yang tersurat dan tersirat tidak akan tertangkap atau dipahami dan proses membaca tidak akan terlaksana dengan baik ( Hodgson 1960: 43-44).Dari segi linguistik, membaca adalah proses penyandaian kembali dan pembacaan sandi ( a recording and decoding prosess ),berlainan dengan berbicara dan menulis yang justru melibatkan penyandian (encoding). Sebuah aspek pembacaan sandi (decoding) adalah menghubungkan kata-kata tulis (written word) dengan makna bahasa lisan (oral language meaning) yang mencakup pengubahan tulisan/cetakan menjadi bunyi yang bermakna (Anderson 1972 : 209-210). Disamping pengertian atau batasan yang telah diutarakan di atas makna membaca pun dapat pula diartikan sebagai suatu metode yang kita pergunakan untuk berkomunikasi dengan diri kita sendiri dan kadang-kadang dengan orang lain, yaitu mengkomunikasikan makna yang terkandung atau tersirat pada lambang-lambang tertulis. Membaca dapat pula dianggap sebagai suatu proses untuk memahami yang tersirat dalam yang tersurat, melihat pikiran yang terkandung di dalam kata-kata yang tertulis. Tujuan utama dalam membaca adalah untuk mencari serta memperoleh informasi mencakup isi, memahami makna bacaan. Makna, arti (meaning) erat sekali berhubungan dengan maksud tujuan, atau intensif kita dalam membaca. Berikut ini kita kemukakan beberapa yang penting, yaitu: Membaca untuk menemukan atau mengetahui penemuan-penemuan yang telah dilakukan oleh sang tokoh; apa-apa yang telah dilakukan oleh sang tokoh; apa yang telah terjadi pada tokoh khusus, atau untuk memecahkan masalah-masalah yang dibuat oleh sang tokoh. Membaca seperti disebut membaca untuk mempero-leh perincian-perincian atau fakta (reading for details or facts). Membaca untuk mengetahui mengapa hal itu merupakan topik yang baik dan menarik, masalah yang terdapat dalam cerita, apa yang dipelajari atau yang dialami oleh sang tokoh dan merangkumkan hal-hal yang dilakukan oleh sang tokoh untuk mencapai tujuannya. Membaca seperti ini disebut membaca untuk memperoleh ide-ide utama (reading for main ideas). Membaca unutk menemukan atau mengetahui apa yang terjadi pada setiap bagian).cerita, apa yang terjadi mula-mula, kedua, dan ketiga/ seterusnya – setiap tahap dibuat untuk memecahkan suatu masalah, adegan-adegan dan kejadian-kejadian buat dramatisasi. Ini disebutmembaca untuk mengetahui urutan atau susunan, organisasi cerita (reading for sequence for organization) Membaca untuk menemukan serta mengetahui mengapa para tokoh merasakan seperti cara mereka itu, apa yang hendak diperlihatkan oleh sang pengarang kepada para penbaca mengapa para tokoh berubah, kualitas-kualitas yang dimiliki para tokoh yang membuat mereka berhasil atau gagal. Ini disebut membaca untuk menyimpulkan, membaca infe-rensi ( reading for inference) . Membaca untuk menemukan serta mengetahui apa-apa yang tidak biasa, tidak wajar mengenai seseorang tokoh, apa yang lucu dalam cerita, atau apakah cerita itu benar atau tidak benar. Ini disebut membaca untuk mengelompokkan, membaca untuk mengklasifikasikan ( reading to classify ). Membaca untuk menemukan apakah sang tokoh berhasil atau hidup dengan ukurantoevaluate ukuran tertentu, apakah kita ingan berbuat seperti yang diperbuat oleh Sang tokoh bekerja dalam cerita itu. Ini disebut membaca menilai, membaca menevaluasi (reading). Membaca untuk menemukan bagaimana cara sang tokoh berubah, bagaimana hidupannya berbeda dari kehidupan yang kita kenal, bagai-mana dua cerita mempunyai persamaan, bagaimana dua cerita mempunyai persamaan, bagaimana sang tokoh menyerupai pembaca. Ini disebut membaca untuk memperbandingkan atau memper--tentangkan (reading to compare ar contras).(Anderson 1972 : 214). 777
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
MEMBACA INTENSIF Yang dimaksud dengan membaca intensif atau intensif reading adalah studi seksama , telaah teliti dan penanganan terperinci yang dilaksanakan di dalam kelas terhadap suatu tugas yang pendek kira-kira dua sampai empat halaman setiap hari. Kuesioner, latihan pola-pola kalimat, latihan kosa kata, telaah kata-kata, dikte dan diskusi umum merupakan bagian dan teknis membaca intensif. Teks-teks bacaan yang bebarbenar sesuai dengan maksud ini haruslah dipilih oleh sang guru, baik dari segi bentuk maupun dari segi isinya. Para pelajar atau siswa yang berhasil dalam tahap ini secara langsung akan berhubungan dengan kualitas serta keserasian pilihan bahan bacaan tersebut ( Brooks 1964: 172-173) Membaca intensif yaitu membaca dengan penuh pemahaman untuk menemukan ide-ide pokok pada tiap-tiap paragraf, pemahaman ide-ide naskah dari ide pokok sampai pada ide-ide penjelas, dari hal-hal yang rinci sampai ke relung-relungnya. Adapun manfaat membaca intensif antara lain: pembaca menguasai isi teks secara mantap, pembaca mengetahui latar belakang ditulisnya teks tersebut, pembaca dapat mempunyai daya ingat yang lebih lama yang berhubungan dengan isi teks. Teknik Membaca Intensif Menyiapkan naskah yang akan dibaca Sambil membaca: memberi garis bawah hal-hal yang dianggap penting, memberi tanda pada bagian-bagian yang perlu,memberikan nomor pada bagian kanan atas yang penting, memberi tanda bintang pada bagian-bagian yang perlu. Ajukan pertanyaan sehubungan dengan naskah yang dibaca. Pertanyaan yang diajukan berhubungan dengan kognitif yang meliputi ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan penilaian (C1 – C6). Siswa diberikan tugas membuat rangkuman dengan menggunakan bahasanya sendiri. Cara menyimpulkan teks: Membaca teks secara keseluruhan satu atau dua kali, mencatat ide pokok pada setiap paragraf, menghubungkan ide pokok paragraf satu dengan paragraf lain.Untuk menemukan kesimpulan sementara, membaca ulang teks untuk menguji kesimpulan sementara yang sudah dibuat,menyempurnakan rumusan simpulan Siswa membuat kesimpulan hasil membaca Metode Membaca Intensif (PQ4R) Metode belajar PQ4R merupakan metode membaca intensif yang digunakan untuk membantu siswa dalam mengingat-ingat apa yang dibaca. P singkatan dari preview maksudnya membaca selintas dengan cepat, Q singkatan dari question artinya bertanya, serta 4R singkatan dari read artinya membaca, reflecty artinya refleksi, recite artinya tanya jawab sendiri, review artinya mengulang secara menyeluruh (Trianto, 2007: 93). Strategi belajar PQ4R merupakan salah satu bagian dari strategi elaborasi. Strategi elaborasi adalah proses penambahan rincian sehingga informasi baru akan menjadi lebih bermakna. Kaitannya dengan PQ4R strategi ini digunakan untuk membantu siswa dalam mengingat apa yang mereka baca. Selain itu, strategi ini digunakan untuk membantu proses belajar mengajar di kelas yang dilaksanakan dengan membaca buku. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan dalam strategi belajar PQ4R adalah seperti berikut ini. Preview(membaca selintas dan cepat) Siswa membaca selintas dengan cepat sebelum memulai membaca bahan bacaan. Siswa dapat memulai dengan membaca topik-topik subtopik utama judul dan subjudul, kalimatkalimat permulaan atau akhir suatu pargraf atau ringkasan pada akhir suatu bab. Apabila hal itu tidak ada, siswa dapat memeriksa setiap halaman dengan cepat, membaca satu atau dua kalimat disana-sini sehingga memperoleh sedikit gambaran mengenai apa yang akan dipelajari. Perhatikan ide pokok yang akan menjadi pembahasan dalam bahan bacaan siswa. 778
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Question (Tanya) Langkah kedua adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada diri sendiri untuk setiap pasal yang ada pada bahan bacaan.Pergunakan ―judul dan sub judul atau topik dan sub topik utama‖.Awali pertanyaan dengan menggunakan kata ―apa, siapa, mengapa, dan bagaimana‖. Misalnya: Masalah apa yang dibahas dalam bab tersebut dan dalam sub-sub judulnya? Masalah apa yang sedang dipikirkan dan dijawab oleh bab ini? Dengan demikian, anda sudah terlibat dan memasuki esensi dari bab tersebut. Kalau pada akhir bab telah ada daftar pertanyaan yang dibuat oleh pengarang, bacalah terlebih dahulu. Pengalaman telah menunjukkan bahwa apabila seseorang membaca untuk menjawab sejumlah pertanyaan, akan membuatnya membaca lebih hati-hati, seksama, serta dapat membantu mengingat apa yang dibacanya. Read (membaca) Sekarang bacalah karangan itu secara teliti dan seksama paragraf demi paragraf.Lakukan kegiatan itu dengan cepat dan nyaman. Kalau pikiran pokok secara keseluruhan digabungkan menjadi satu kesatuan akan mencerminkan ide-ide utama dari serangkaian paragraf-paragraf di dalam suatu bab. Anda harus dapat mengenal pikiran-pikiran pokok itu agar dapat mengikuti deretan pikiran sang pengarang. Reflect (bertanya pada diri sendiri) Reflect merupakan suatu komponen esensial dari langkah ketiga tersebut. Selama membaca siswa tidak hanya cukup mengingat atau menghafal, tetapi mencoba untuk memahami informasi yang dibaca. Caranya dengan (1) menghubungkan informasi itu dengan hal-hal yang telah anda ketahui, (2) mengaitkan subtopik-subtopik di dalam teks dengan konsep-konsep atau prinsip-prinsip utama, (3) cobalah untuk memecahkan kontradiksi didalam informasi yang disajikan dan, (4) cobalah untuk menggunakan materi itu untuk memecahkan masalah-masalah yang disimulasikan dan dianjurkan dari materi pelajaran tersebut. Recite (ceritakanlah kembali dengan kata- kata sendiri) Siswa diminta untuk merenungkan kembali informasi yang telah dipelajari.Tuliskan ringkasan semua bagian yang dibaca dengan kalimat Anda sendiri.Hal ini penting karena Anda telah menangkap esensi bacaan dengan menyatakan butir-butir penting secara nyaring dan menanyakan serta menjawab pertanyaan-pertanyaan.Anda dapat melihat kembali catatan yang telah dibuat dan menggunakan kata-kata yang ditonjolkan dalam bacaan. Lihat kembali pada catatan-catatan yang telah dibuat dan diingat ide-ide utama yang telah disarankannya. Periksa kembali bab itu dan yakinkanlah bahwa Anda dapat menyatakan dengan tepat isi setiap bagian-bagiannya. Dari catatan-catatan yang telah dibuat pada langkah terdahulu dan berlandaskan ide-ide yang ada, Anda diminta membuat intisari materi dari bacaan. Review(mengulang secara menyeluruh) Siswa diminta untuk membaca catatan singkat yang telah dibuatnya mengulang kembali seluruh isi bacaan bila perlu dan sekali lagi jawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Melakukan preview dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan sebelum pembaca mengaktifkan pengetahuan awal dan mengawali proses pembuatan hubungan antara informasi baru dan apa yang telah di ketahui. Mempelajari judul-judul dan topik-topik utama membantu pembaca sadar akan organisasi bahan-bahan baru tersebut sehingga memudahkan perpindahannya dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang. Dari langkah-langkah strategi belajar PQ4R yang telah diuraikan di atas dapat dilihat bahwa strategi belajar ini dapat membantu siswa memahami materi pembelajaran terutama materi-materi yang lebih sukar dan menolong siswa untuk berkonsentrasi lebih lama. Langkah-langkah dalam teknik PORPE adalah sebagai berikut: predict, organize, rehearse,practice,evaluate.
779
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Teknik PreP (Rencana Prabaca) Teknik PreReading Plan dikembangkan oleh Langer (lewat Tierney, Readence, dan Disher, 1990: 39-40).Tujuan dari teknik ini adalah memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan gagasan yang dalam bacaan dan memperluas gagasan tersebut serta mengevaluasinya.Selain itu, tujuan dari teknik ini adalah menyediakan suatu prosedur bagi pendidik untuk mengukur pengetahuan peserta didik sebelum membaca mengenai suatu topik khusus dan untuk menentukan tingkat penguasaan bahasa peserta didik. Teknik ECOLA(Extending Concept Thought Language Activities) Teknik ECOLA (Extending Concept Thought Language Activities) yang dikembangkan oleh Smith-Burke (1982) mengungkapkan bahwa teknik ini adalah usaha untuk mengitegrasi membaca, menulis, berbicara, dan mendengarkan untuk tujuan pengembangan kemampuan membaca.Teknik ini difokuskan pada kegiatan para peserta didik membangun kemampuan membaca. Teknik ECOLA dibangun dari lima tahap, yaitu: Menentukan tujuan yang komunikatif,membaca dalam hati,mewujudkan pemahaman melalui aktivitas menulis,mewujudkan pemahaman melalui aktivitas menulis,diskusi, dan menulis dan membandingkan. Teknik PORPE (Predict, Organize, Rehearse, Practice, Evaluate) Teknik PORPE (Predict, Organize, Rehearse, Practice, Evaluate) merupakan cara membaca untuk membantu peserta didik dalam hal aktif merancang dan mengevaluasi materi bacaan yang dipelajari, mempelajari proses yang terlibat dalam menyiapkan ujian esai, dan proses menulis untuk sarana mempelajari teknik bidang studi. Teknik K-W-L Teknik ini merupakan teknik membaca yang menekankan pada pentingnya latar belakang pengetahuan pembaca.(D. Ogle, 1986, Via Tierney 1990: 283).Teknik ini dibuat untuk lebih memahami teks ekspositori. Teknik K-W-L terdiri dari tiga tahap antara lain: 1.) K (know-Apa yang sudah diketahui), 2.) W (what- Apa yang hendak diketahui), 3.) L (learned- Apa yang telah saya pelajari) Penggunaan teknik Prep mengandung dua kegiatan, yaitu : 1.) Melibatkan peserta didik dalam diskusi kelompok. Inti dari teknik PreP adalah diskusi kelompok yang diarahkan pada konsep utama suatu kelompok yang harus digali oleh peserta didik. 2.) Menganalisis tanggapan peserta didik. Kegiatan ini memberikan kesempatan kepada pendidik untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk menentukan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan belajar peserta didik. PERANAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN MINAT SISWAUNTUK MEMBACA INTENSIF Perpustakaan merupakan pendidikan non formal.Namun demikian interaksinya terhadap ilmu pengetahuan jelas sekali.Untuk itulah Perpustakaan benar-benar sangat menunjang terhadap keberhasilan pendidikan. Syarat mutlak bagi kemajuan perpustakaan adalah animo dari pembaca yang sangat besar. Di Indonesia animo membaca boleh dikatakan masih kurang, sebab berdasarkan penelitian jangankan anak-anak atau siswa, orang dewasa pun kadang-kadang enggan untuk meluangkan waktunya untuk membaca. Padahal dari membaca kita akan memperoleh keuntungan yang sangat berfaedah. Satu bukti di negara-negara maju hampir 80% dari penduduknya mempunyai minat membaca. Di negara yang sedang membangun ini, kita pun tengah mengarahkan setiap warganya untuk mencintai buku dan meningkat minat membaca.Berbagai program yang tengah digalakkan pemerintah saat ini seperti Pemberantasan Buta Huruf dan Kewajiban Belajar semata-mata berhubungan erat dengan peningkatan membaca tersebut. Untuk itu, agar minat membaca siswa meningkat satu di antara faktor pendukungnya adalah perpustakaan sekolah.Pasal 35 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1989 780
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan‖ Setiap satuan pendidikan, jalur pendidikan sekolah, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat harus menyediakan sumber belajar‖, artinya keberadaan perputakaan sebagai sarana atau media pembelajaran sangat dibutuhkan di tengah- tengah semakin bergulirnya era reformasi. Pentingnya keberadaan perpustakaan sekolah dapat dilihat dari alur pemikiran berikut ini.Pembangun adalah masalah teknologi. Teknologi adalah masalah informasi .sedangkan informasi adalah masalah perpustakaan. Jadi, tidak mungkin kita memiliki teknologi canggih kalau kita tidak memiliki informasinya. Semakin maju teknologi, maka semakin banyak informasi yang diperlukan. Informasi dari berbagai teknologi yang kita butuhkan dalam pembangunan harus menyertainya. Kalau tidak, teknologi akan cacat. Jika sudah demikian, maka pembangunan akan gagal (Depdikbud Dirjen Dikdasmen,1997:3) Agar kegiatan membaca siswa dapat berjalan dengan baik dan peranan perpustakaan sekolah dalam meningkatkan minat miswa untuk membaca intensif buku biografi semakin meningkat maka perpustakaan harus dikelola dengan baik. Misalnya menciptakan ruang perpustakaan yang kaya, yaitu dengan cara mengusahakan agar ruangan diatur rapi, ventilasi yang cukup, adanya hiasan dinding,bangku, meja, dan kursi dalam keadaan baik, tidak reyot, dan menyediakan alat-alat peraga yang dapat menunjang kegiatan belajar siswa di kelas. Dengan demikan perpustakaan dapat dipastikan akan merangsang anak untuk betah berada di dalamnya dan akan menimbulkan minat membaca siswa. Mengapa perpustakaan sekolah memiliki kedudukan sangat penting dalam meningkatkan membaca siswa?Karena, di perpustakaan itu telah tersimpan berbagai bacaan yang dapat dijadikan sumber belajar.Apabila guru dapat memanfaatkan perpustakaan sekolah dengan baik, secara tidak langsung perpustakaan mendorong minat membaca. Sebagaimana kita ketahui, bahwa isi perpustakaan yang pokok adalah buku-buku bacaan yang bermutu, yang mengandung nasihat, Ilmu Pengetahuan, Agama, Keindahan Alam, Olah Raga, Teknik, Bahasa, Kesehatan dan lain-lain. Namun untuk kelengkapanny, isi perpustakaan itu dapat diperkaya dengan materi-materi lainnya, seperti: Majalah , Surat Kabar, Hiasan Dinding, Alat-alat bengkel,TV, Album Foto, Kliping, dan lain sebagainya. Apabila aparat yang ada di sekolah menciptakan perpustakaan sekolah tersebut sebagai sumber belajar yang memadai, maka gairah siswa untuk berkunjung ke perpustakaan akan meningkat dan dengan sendirinya minat untuk membaca buku di perpustakaan juga akan meningkat. Perpustakaan sekolah akan dapat meningkatkan minat membaca siswa apabila perpustakaa sekolah benar-benar dikelola dengan baik dan dimanfaatkan seseuai fungsinya. Di lembaga pendidikan SMP, peranan perpustakaan sekolah sangat penting.Untuk itu peranan guru juga sangat penting mendorong siswa memanfaatkan perpustakaan sekolah untuk meningkatkankemampuan membaca intensif buku biografi. Mengingat begitu pentingnya peranan guru dalam memberdayakan perpustakaan sekolah sebagai sarana untuk meningkatkan kemampuan membaca intensif buku geografi maka guru harus melakukan langkah konkrit, yaitu: 1. Guru mengadakan kerja sama dengan pustakaan sekolah dalam rangka mengadakan bukubuku perpustakaan. 2. Guru bekerja sama dengan pustakaan sekolah memajang buku-buku terru di tempat yang mudah dilihat oleh siswa.Dengan melihat buku-buku baru tersebut siswa diha-rapkan termotivasi untuk membacanya. 3. Guru menugasi siswa untuk mencari buku di perpustakaan yang sesuai dengan ma-teri pelajaran Bahasa Indonesia. 4. Guru mengadakan sayembara penulisan sinopsis buku yang terdapat di perpustakaan sekolah. Dengan ada lomba seperti ini maka siswa akan teransang untuk membaca buku di perpustakaan. Kegiatan seperti ini bisa di lakukan setiap akhir semester. Hadiahnya berupa buku-buku atau alat-alat tulis yang dapat merangsang siswa untuk meningkatkan belajarnya. Selain itu guru juga dapat mengadakan perlombaan menulis puisi, cerita pendek atau cerpen,drama dan sebagainya. Contohnya dapat dibaca di perpustakaan. Hal ini akan mendorong siswa untuk semakin mencintai perpustakaan.
781
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
5. Guru bekerja sama dengan pustakaan untuk memberi hadiah kepada siswa yang paling banyak membaca buku. Hal ini mengandung harapan untuk merangsang siswa supaya gemar membaca buku-buku di perpustakaan. 6. Guru perlu menentukan hari wajib baca di perpustakaan. Sebagai konsekuensi dari hari wajib berkunjung ke perpustakaan sekolah perlu diatur jadwal berkunjung bagi tiap-tiap kelas. Agar suasana di perpustkaan tidak terlalu gaduh karena terlalu ba-nyaknya siswa yang berkunjung ke perpusatakaan. Karena begitu pentingnya peranan perpustakaan sekolah untuk meningkatkan minat membaca siswa, maka peran optimal semua pihak harus terlibat di dalamnya. Dalam hal ini peran guru maupun pustakaan sekolah sangat penting karena merekalah yang dapat memotivasi secara khusus untuk me-ningkatkan minat membaca melalui perpustakaan sekolah. Untuk mendukung kegiatan meningkatkan minat siswa untuk membaca intensif perlu dilakukan kegiatan dari berbagai pihak,yaitu: 1. Kegiatan Kepala Sekolah Kegiatan Keterangan 1. Menyusun program pengembangan minat dan Satu bulan satu kali. kegemaran membaca di sekolah ( jadwal kegiatan ) 2. Menetapkan jam wajib membaca buku paket, buku Dalam program tahunan/ semester. penunjang bagi siswa selama kurang lebih 15 menit setiap hari belajar di sekolah di bawah pengawasan guru. 3. Merencanakan dan melaksanakan berbagai lomba Dimasukkan dalam APBS yang berkaitan dengan peningkatan minat membaca. 4. Merencanakan dan melaksanakan wajib kunjungi perpustakaan di sekolah ( secara terjadwal ). Dimasukkan dalam Satu kali dalam 5. Menetapkan kerjasama antar perpustakaan. setahun (awaltahun pelajaran baru) Dilaksanakan sebelum jam pelajaran 6. Menyediakan sarana dan prasarana perpustakaan pertama berlangsung. sekolah. Dalam program tahunan / semester. 7. Meyediakan hadiah/penghargaan untuk berbagai lomba yang berkaitan dengan peningkatan minat APBS membaca. 8. Mengusahakan dan mengadakan koleksi buku (bahan pustaka) perpustakaan. Melalui Komite atau sponsor swasta atau pemerintah. 9. Memantau pelaksanaan program pengembangan Secara periodik. minat membaca siswa di sekolah. Secara periodik. 10. Memantau pelaksanaan jam wajib membaca di kelas. 11. Memantau pelaksanaan berbagai kegiatan lomba. Setiap ada kegiatan 12. Memantau pelaksanaan wajib kunjung perpustakaan 13. Membentuk klub buku di antara para guru Setiap ada kunjungan.
Dalam program tahunan atau semester. 2.
Kegiatan Guru Kegiatan
Keterangan
1. Mengadakan kegiatan yang menarik minat siswa Untuk setiap guru mata pelajaran untuk membaca. Contoh menunjukkan dan membacakan sebagian cerita dari suatu buku, koran, atau majalah. 2. Melaksanakan kunjungan ke perpustakaan sekolah Seminggu sekali. bersama siswa. 3. Guru membantu siswa membuat pojok/ sudut bacaan Minimal sekali dalam satu tahun. sederhana. 782
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
4. Menugaskan siswa untuk membaca 15 menit dengan pengawasan guru. 5. Menugaskan siswa untuk membaca dan mering-kas minimal satu judul secara terjadwal. 6. Mengadakan lomba membaca karya sastra(puisi, drama, dan sebagainya). 7. Menugaskan siswa membuat kliping dari majalah dan surat kabar. 8. Mengadakan lomba meringkas bacaan. 9. Menugaskan siswa membaca pengumuman yang ada di perpustakaan kemudian melaporkan ke-pada guru. 10. Membentuk kelompok membaca siswa/ klub buku. 11. Menugaskan siswa untuk membaca buku pelajaran yang ditentukan di luar jam pelajaran. 12. Menugaskan siswa untuk menjawab soal-soal yang bersumber dari buku perpustakaan. 13. Menugaskan seorang siswa untuk membaca di depan kelas sesuai dengan materi yang dibahas. 14. Menugaskan siswa untuk mencari informasi tambahan yang berkaitan dengan materi pelajaran di perpustakaan.
Setiap sebulan sekali. Setiap hari besar nasional, misalnya 17 Agustus, 2 Mei dan sebagainya. Setiap satu semester siswa kelas IX. Setiap satu semester siswa kelas IX. Minimal satu kali dalam sebulan. Setiap siswa menjadi anggota. Satu minggu sekali. Satu minggu sekali. Setiap hari. Satu minggu sekali.
3.
1.
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
13.
14.
15.
Kegiatan Pustakawan Kegiatan Membeli atau mengadakan buku dan bahan pustaka lain yang sesuai dengan kebutuhan (sis-wa, gru, dan kepala sekolah). Mengusahakan sumbangan buku dari siswa dan instansi pemerintah atau swasta. Tukar- menukar buku atau bahan pustakaanantarperpustakaan. Mengusakan peminjam buku antarperpusta-kaan. Mengadakan pengenalan perpustakaan bagi para siswa. Menyelenggarakan pameran buku secara re-guler di sekolah. Memperpanjang jam buka perpustakaan. Mengadakan bimbingan membaca. Mengadakan peminjaman bahan pustaka lain untuk siswa. Membuat daftar buku baru dengan anotasi se-cara berkala. Menampung dan melayani siswa yang gurunya tidak hadir mengajar dengan kegiatan membaca. Mengusulkan untuk mengadakan pelatihan pengelolaan perpustakaan sekolah oleh Perpustakaan Daerah. Mengusulkan untuk menyalurkan bantuan bahanperpustakaan di sekolah dari Perpusta-kaan Daerah. Mengusulkan untuk mengadakan penyuluhanpenyuluhan kepada perpustakaan sekolah oleh Perpustakaan Daerah. Mengusulkan berbagai lomba peningkatan minat membaca melalui kepala sekolah kepada Perpustakaan Daerah.
Setiap hari.
783
Keterangan Setiap awal tahun pelajaran.
Setiap awal tahun pelajaran. Setiap setahun sekali. Setiap setahun sekali. Setiap awal tahun pelajaran. Peringatan hari besar nasional. Setiap menjelang UN dan UAS. Setiap ada guru yang tidak hadir. Satu bulan sekali. Setiap awal tahun pelajaran. Setiap ada guru yang tidak hadir. Satu tahun sekali
Satu tahun sekali.
Setiap semester secara periodik.
Setiap hari besar HARDIKNAS
nasional
misal
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
4.
1. 2.
3. 4. 5. 6.
Kegiatan Pengawas Kegiatan Memantau pelaksanaan program minat dan kegemaran membaca Memantau kebijaksanaan kepala sekolah/pustakawan dalam mengelola perpustakaan( jadwal kunjung, tata tertib, data pengunjung dan sebagainya. Mengusulkan sumbangan buku dari siswa yang akan menamatkansekolah. Mengusulkan sumbangan dari guru/pemerintah. Mengusulkan tukar-menukar buku/bahan pustaka lainnya antarperpustakaan. Mengusahakan peminjaman buku antarperpustakaan. 5.
Kegiatan Siswa Kegiatan
Keterangan Secara periodik. Secara periodik.
Setiap akhir tahun pelajaran. Setiap tahun pelajaran. Minimal satu tahun sekali. Setiap semester.
Keterangan
1. Membentuk kelompk baca siswa. 2. Tukar menukar bahan bacaan milik pribadi antar siswa. 3. Melakukan kegiatan membaca pada kegiatan eksrakurikuler dengan bimbingan Pembina. 4. Membuat kliping dari media cetak tentang iman dan taqwa dan ilmu pengetahuan dan teknologi. 5. Membantu pelayanan perpustakaan sekolah. 6. Ikut menjaga ketertiban dan keamanan, kebersihan dan kerapian perpustakaan. (Depdikbub1997:18-22)
Setiap awal tahun pelajaran Sesuai kebutuhan. Setiap ada kegiatan ekstraku-rikuler. Satu bulan sekali berkelompok. Satu bulan sekali secara bergiliran. Setiap hari.
Pentingnya peranan perpustakaan sekolah untuk meningkatkan minat membaca di kalangam siswa, maka kita harus memperlakukan perpustakaan sekolah secara arif. Artinya, kita harus dapat menambah jumlah maupun jenis koleksi perpustakaan sekolah. Tidak hanya berupa buku, melainkan juga surat kabar, majalah, maupun jenis koleksi lainnya. Perlakuan yang arif terhadap keberadaan perpustakaan sekolah dapat meningkatkan minat membaca siswa. Terlebih lagi apabila guru,kepala sekolah, dan pustakawan sekolah memberi dukungan sepenuhnya terhadap pengembangan perpustakaan sekolah. Seperti yang telah dijelaskan dalam kegiatan peningkatan minat membaca siswa di atas. Untuk melengkapi koleksi buku di perpustakaan, perlu dilakukan suatu terobosan yang dapat meningkatkan jumlah maupun jenis buku. Misalnya saja dengan mewajibkan setiap siswa kelas IX yang lulus ujian menyumbangkan minimal sebuah buku. Di samping adanya rasa memiliki di kalangan siswa terhadap perpustakaan sekolah, juga semakin menambah koleksi buku diperpustakaan. Semua upaya yang dilakukan oleh guru maupun pustakawan sekolah untuk meningkatkan jumlah maupun jenis koleksi perpustakaan sekolah, akan meningkatkan minat membaca siswa. Sebab, disamping menambah jumlah koleksi juga memberi motivasi kepada siswa untuk rajin membaca. KESIMPULAN Peranan perpustakaan sekolah dalam meningkatkan minat siswa untuk membaca intensif semakin jelas, jika keberadaan perpustakaan sekolah benar-benar diperhatikan, baik meyangkut peningkatan jumlah dan jenis koleksi buku maupun teknis pengolahannya. Tanpa upaya yang terus menerus untuk memperbaiki keberadaan perpustakaan sekolah, maka tidak mungkin terjadinya peningkatan minat membaca siswa. Di sinilah sebenarnya perlu melibatkan
784
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
kepala sekolah, guru, pustakawan, dan orang tua siswa dalam rangka memantapkan‖Peranan Perpustakaan Sekolah dalam Meningkatkan Minat Siswa untuk Membaca Intensif‖. Semoga apa yang menjadi tujuan utama program wajib belajar 9 tahun, yaitu menumbuhkembangkan kemampuan membaca dan melek huruf peserta didik dapat tercapai. Dengan kemampuan membaca yang tinggi akan mendukung peningkatan ke-mampuan penguasaan materi pelajaran. Akhirnya akan menunjang keberhasilan dalam pendidikan. SARAN Pentingnya peranan perpustakaan sekolah dalam meningkatkan minat siswa untuk membaca intensif, maka penulis mengharapkan dukungan dari semua pihak, baik kepala sekolah, guru, pustakawan, orang tua, pengawas, siswa, komite sekolah dan masyarakat untuk berperan aktif dalam meningkatkan minat siswa untuk membaca intensifsesuai dengan kemampuannya masing-masing. DAFTAR PUSTAKA Asmara, U. Husna. (2007/2008).Penelitian Karya Ilmiah. Pontianak: Fahruna Bahagia. Buletin Peningkatan Mutu SLTP. ( 2001). Pelangia Pendidikan. Jakart: Proyek Perluasan dan Peningkatan Mutu SLTP. Direktorat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, Depdikbud. Depdikbud.(1993). Kurikulum 1994 GBPP Bahasa Indonesia SLTP.Jakarta: Dep-dikbud. Depdikbud.(1997). Model-Model Pengembangan Minat dan Kegemaran MembacaSiswa. Jakarta: Depdikbud. Depdikbud Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menegah Direktorat pendidikan Guru dan Tenaga Teknis. (1998/1999).Pedoman Penyususunan Karya TulisIlmiah di Bidang Pendidikan dan Angka Kridit Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Depdikbud. Samiruddin, Samir.(2008). Diktat Perpustakaan Sekolah Dasar.Jakarta: CV.Andhika Karya. Sutopo,Sri Suwarni .2010.Membaca Intensif. (Online). Blog.com/2010/12 diakses tanggal 5 Juli 2014. Tarigan, Hendry Guntur. (1980). Membaca Sebagai suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
785