Vol : XXII, No : 1, MEI 2015
EVALUASI STANDAR SARANA PRASARANA DI SMP NEGERI I BANGUNTAPAN BANTUL YOGYAKARTA Eka Nur’aini, M.Pd 1), Risky Setiawan, M.Pd 2) Dosen Akademika Manajemen Belitung Email :
[email protected] Dosen IKIP Veteran Semarang Email :
[email protected] Abstrak SMP Negeri 1 Banguntapan Bantul merupakan salah satu SMP di Yogyakarta yang berstandar nasional dan sedang mempersiapkan diri menjadi SMP rintisan bertaraf internasional. Berdasarkan hasil ujian nasional pada tahun 20014/2015, SMP ini termasuk salah satu SMP yang tingkat kelulusannya belum mencapai 100%. Masih rendahnya tingkat kelulusan SMP tersebut menu njukkan bahwa masih belum tercapainya standar minimum yang telah ditetapkan dalam PPRI Nomor 19 Tahun 2005, salah satunya standar sarana prasarana. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kelengkapan, pemanfaatan, dan pemeliharaan atau perawatan sarana prasarana di SMP Negeri I Banguntapan Bantul. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian evaluasi dengan model evaluasi Tyler (Goal Oriented Evaluation Model). Berdasarkan hasil observasi, secara keseluruhan kelengkapan sarana prasarana SMP Negeri I Banguntapan Bantul Yogyakarta dikatagorikan sangat baik dengan pencapaian skor 3,633. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa secara keseluruhan pemanfaatan prasarana dikatagorikan baik dengan pencapaian skor 2,72. Artinya, prasarana SMP Negeri I Banguntapan Bantul telah dimanfaatkankan sebagai penunjang proses belajar mengajar dan kegiatan kesiswaan, namun ada beberapa prasarana dan saran yang pemanfaatannya kuang optimal serta kondisinya kurang terawat. Hasil observasi menunjukkan bahwa ada beberapa prasarana dan sarana yang kondisi dan keterawatannya kurang baik. Kesimpulan dari penelitian ini adalah: (1) Kelengkapan sarana prasarana SMP Negeri I Banguntapan Bantul Yogyakarta dikatagorikan sangat baik dengan pencapaian skor 3,633. (2) Pemanfaatan prasarana dikatagorikan baik dengan pencapaian skor 2,72, namun ada beberapa prasarana yang pemanfaatannya kurang baik, yaitu ruang laboratorium IPA dan ruang laboratorium bahasa. Sedangkan pemanfaaatan sarana dikatagorikan cukup baik dengan pencapain skor 2. (3) Sarana prasarana yang memiliki kondisi dan perawatan yang baik adalah ruang kelas, ruang kepala sekolah, ruang konseling, tempat ibadah, ruang organisasi kesiswaan, UKS, jamban, gudang, Ruang Tata Boga, Ruang seni musik (band), dan kantin, sedangkan sarana prasarana yang memiliki kondisi dan perawatan yang kurang baik adalah perpustakaan, ruang laboratorium IPA, ruang guru, ruang tata usaha, ruang sirkulasi, dan ruang karawitan. Kata kunci : evaluasi, saran prasarana
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah SMP Negeri 1 Banguntapan Bantul merupakan salah satu SMP di Yogyakarta yang berstandar nasional dan sedang mempersiapkan diri menjadi SMP rintisan bertaraf internasional. Berdasarkan hasil ujian nasional pada tahun 2013/2014, SMP Negeri 1 Banguntapan Bantul termasuk salah satu SMP yang tingkat kelulusannya belum mencapai 100%. Persentase ketidaklulusan siswa adalah 1,84% dari 217 siswa atau
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
15
Vol : XXII, No : 1, MEI 2015
berjumlah 4 siswa. Perolehan rata-rata pelajaran bahasa Indonesia yaitu 8,74, bahasa Inggris 7,57, matematika 8,32, dan IPA 8,10. Hasil UN bisa menggambarkan kondisi sekolah. Melalui hasil UN, bisa dilakukan evaluasi mutu sekolah tersebut kemudian diperbaiki atau standar mana yanng masih kurang baik sehingga mutu pendidikan bisa ditingkatkan. Ada delapan standar mutu pendidikan menurut PPRI Nomor 19 Tahun 2005 yakni standar isi, proses, sarana dan prasarana, pendidik dan tenaga pendidikan, standar kompetensi kelulusan, pengelolaan, penilaian dan standar pembiayaan. Standar nasional pendidikan tersebut merupakan standar minimum yang harus dipenuhi oleh setiap satuan pendidikan. Jika salah satu standar tidak terpenuhi maka akan mengakibatkan komponen-komponen sekolah lainnya tidak akan berjalan dengan efektif. Kondisi standar mutu pendidikan setiap daerah maupun setiap sekolah berbedabeda sehingga menyebabkan variasi persentase kelulusan setiap satuan pendidikan maupun daerah. Masih rendahnya tingkat kelulusan SMP di DIY menunjukkan bahwa masih belum tercapainya standar minimum yang telah ditetapkan dalam PPRI Nomor 19 Tahun 2005. Kepala Bidang pendidikan Dasar dan Pendidikan Luar Biasa Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga (Disdikpora) DIY Suroyo mengungkapkan, dari jumlah total SMP yang ada di DIY adalah 422 sekolah yang terdiri dari 214 SMP negeri dan 208 SMP
swasta,
hanya
sekitar
33
SMP
saja
yang
memenuhi
standar
(http://www.krjogja.com). Rasio sekolah yang belum memenuhi standar tersebut tergolong sangat tinggi. Akibatnya, meskipun layanan belajar siswa dapat terpenuhi, namun belum bisa diberikan secara ideal. Permasalahan yang menjadi kendala bagi sekolah-sekolah di DIY untuk mampu memenuhi standar nasional tersebut terjadi karena belum terpenuhinya sarana prasarana serta tenaga kependidikan yang belum meraih syarat minimal jenjang pendidikan. Minimnya standar sarana prasarana SMP di Yogyakarta dikarenakan kebanyakan tidak memiliki laboratorium yang standar. Selain itu, perpustakaan SMP di DIY juga belum memenuhi standar. Berdasarkan data Departemen Pendidikan Nasional tahun 2008, secara nasional SMP yang memiliki perpustakaan baru 63,3 persen (http://www.pendidikan-diy.go.id).
Di Yogyakarta, jumlah perpustakaan yang belum
memenuhi standar di tingkat SMP mencapai 19 persen atau sekitar 12 dari total 61 SMP. Kepala Seksi Sarana dan Prasarana Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta Sumitro mengatakan, peningkatan sarana perpustakaan terkendala skala prioritas dan dana (http://nasional.kompas.com). MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
16
Vol : XXII, No : 1, MEI 2015
Berdasarkan uraian di atas, standar-standar minimum pendidikan perlu dipenuhi oleh satuan pendidikan atau sekolah supaya proses pendidikan dapat berjalan dengan baik dan mampu meluluskan siswa dalam ujian nasional secara berkualitas. Namun pada kenyataanya, tidak semua sekolah mampu memenuhi standar minimum satuan pendidikan. Hal itulah yang diduga menjadi penyebab rendahnya tingkat kelulusan siswa khususnya siswa SMP di Yogyakarta. Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi standar minimum
satuan
pendidikan,
dengan
demikian
bisa
dilakukan
perbaikan
atau
penyempurnaan standar sekolah dalam upaya peningkatan persentase kelulusan SMP di Yogyakarta. Dari latar belakang, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1) Bagaimanakah kelengkapan sarana prasarana di SMP Negeri I Banguntapan Bantul?; 2) Bagaimanakah pemanfaatan sarana prasarana di SMP Negeri I Banguntapan Bantul?; 3) Bagaimanakah kondisi dan pemeliharaan atau perawatan sarana prasarana di SMP Negeri I Banguntapan Bantul? II. KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teoritis 1. Model Evaluasi yang Digunakan Ada banyak model evaluasi namun dalam kegiatan evaluasi standar sarana prasarana di SMP Negeri I Banguntapan Bantul digunakan model Model Tyler (Goal Oriented Evaluation Model). Model ini merupakan model pertama dalam evaluasi program yang dikembangkan oleh Tyler. Objek pengamatan dari model ini adalah tujuan dari program yang sudah ditetapkan jauh sebelum program dimulai. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan, terus menerus, mencek seberapa jauh tujuan tersebut sudah terlaksana di dalam proses pelaksanaan program (Suharsimi Arikunto, 2008:41). Dalam implementasinya, model Tyler juga menggunakan unsur pengukuran dengan usaha secara konstan, paralel, dengan inquiri ilmiah dan melengkapi legitimasi untuk mengangkat pemahaman tentang evaluasi. Pada model Tyler sangat membedakan antara konsep pengukuran dan evaluasi menurut Tyler, pengetahuan pengukuran dan pengetahuan evaluasi terpisah dan merupakan proses di mana pengukuran hanya satu dari beberapa kemungkinan salah satu cara dalam mendukung tercapainya evaluasi. Kelebihan dari model Tyler terletak pada kesederhanaannya yang merupakan kekuatan konstruk yang elegan serta mencakup evaluasi evaluasi MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
17
Vol : XXII, No : 1, MEI 2015
kontingensi. Model Tyler menggunakan pendekatan yang sistematis, elegan, akurat, dan secara internal memiliki rasional yang logis. Pendekatan Tyler pada prinsipnya menekankan pada perlunya tujuan dalam suatu program 2. Standar Sarana Prasarana Pada pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan disebutkan bahwa standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berkreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan tekhnologi informasi dan komunikasi. Pada pasal 42 disebutkan bahwa setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yng meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarna yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tampat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Pemeliharaan sarana prasaran di atur dalam pasal 47 bahwa sarana prasarana menjadi tanggung jawab satuan pendidikan yang bersangkutan. Pemeliharaan dilakukan secara berkala dan berkesinambungan dengan memperhatikan masa pakai.
III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini dilihat dari metode yang digunakan adalah penelitian evaluasi. Model evaluasi yang digunakan adalah model Tyler (Goal Oriented Evaluation Model). B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri I Banguntapan Bantul Yogyakarta. Dasar pemilihan tempat tersebut adalah pertimbangan bahwa SMP Negeri I Banguntapan Bantul merupakan Sekolah Berstandar Nasional (SBN) yang sedang mengembangkan diri menjadi sekolah bertaraf internasional. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
18
Vol : XXII, No : 1, MEI 2015
2014, yang dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama merupakan kegiatan pra survey yang dipergunakan untuk pengenalan objek, dan tahap kedua merupakan kegiatan pengumpulan data akhir serta penilaian. C. Sumber Informasi Sumber informasi penelitian ini adalah kepala sekolah SMP Negeri I Banguntapan Bantul yaitu Ibu Sarjiyem, S.Pd, MA. Pada saat pelaksanaan kegiatan evaluasi, informasi juga diperoleh dari kepala laboratorium. D. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data Teknik mengumpulkan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dan wawancara. Teknik analisis data kualitatif yang digunakan adalah dengan teknik deskriptif yaitu mendeskripsikan tiap-tiap indikator evaluasi. Data kuantitatif yang diperoleh akan dibandingkan dengan kriteria penilaian yang telah ditentukan. Ada dua bentuk kriteria penilaian yang digunakan yaitu kriteria penilaian berdasarkan perolehan skor, misalnya untuk data dari hasil wawancara, dan kriteria penilaian berdasarkan persentase, misalnya untuk data dari kegiatan observasi. Kriteria penilaian berdasarkan perolehan skor yang digunakan untuk data hasil wawancara adalah sebagai berikut: Tabel 1. Kriteria Evaluasi Berdasar Berdasarkan Perolehan Skor untuk Data Hasil Wawancara Skor
Kriteria
0.00 - 1.00
Kurang Baik
1.01 - 2.00
Cukup Baik
2.01 - 3.00
Baik
3.01 - 4.00
Sangat Baik
Adapun kriteria penilaian berdasarkan persentase yang digunakan untuk data hasil obeservasi adalah sebagai berikut: Tabel 2. Kriteria Evaluasi Berdasar Berdasarkan Persentase untuk Data Hasil Observasi Skor
Kriteria
0 - 25%
Kurang Lengkap
25 - 49.5%
Cukup Lengkap
50 - 74.5%
Lengkap
75 - 100%
Sangat Lengkap
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
19
Vol : XXII, No : 1, MEI 2015
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Kelengkapan Sarana Prasarana Data mengenai kelengkapan sarana prasarana diperoleh melalui teknik observasi terstruktur. Berdasarkan hasil observasi, secara keseluruhan kelengkapan sarana prasarana SMP Negeri I Banguntapan Bantul Yogyakarta dikatagorikan sangat baik dengan pencapaian skor 3,633. Adapun persentase capaian kelengkapan sarana prasarana pada setiap variabel dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 3. Persentase Kelengkapan Sarana Prasarana Pada Setiap Variabel No.
Variabel Sarpras
Persentase
Kategori
1
Kelengkapan sarpras
77%
Sangat lengkap
2
Ruang Kelas
84%
Sangat lengkap
3
Ruang perpustakaan
81%
Sangat lengkap
4
Lab. MIPA
78%
Sangat lengkap
5
Ruang pimpinan
81%
Sangat lengkap
6
Ruang guru
75%
Sangat lengkap
7
Ruang Tata Usaha
69%
Lengkap
8
Tempat Ibadah
81%
Sangat lengkap
9
Ruang Konseling
87,50%
Sangat lengkap
10
Ruang UKS
68,75%
Lengkap
11
Ruang OSIS
78%
Sangat lengkap
12
Jamban
78%
Sangat lengkap
13
Gudang
81%
Sangat lengkap
14
R. Sirkulasi
15
Tempat Olahraga
68,70% 90%
Lengkap Sangat lengkap
2. Pemanfaatan Sarana Prasarana Data mengenai pemanfaatan sarana prasarana diperoleh melalui teknik wawancara. Wawancara dilakukan dengan kepala sekolah dan kepala laboratorium. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa secara keseluruhan pemanfaatan prasarana dikatagorikan baik dengan pencapaian skor 2,72. Artinya, prasarana SMP Negeri I Banguntapan Bantul telah dimanfaatkankan sebagai penunjang proses belajar
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
20
Vol : XXII, No : 1, MEI 2015
mengajar dan kegiatan kesiswaan. Data pemanfaatan prasarana pada setiap indikator dapat dilihat pada diagram berikut. Diagram 1. Pemanfaatan Prasarana SMP Negeri I Banguntapan Bantul 4 3.5 3 Skala
2.5 2 1.5 1 0.5 0 A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
Variabel
Keterangan Skala: 1 = kurang baik; 2 = cukup baik; 3 = baik; 4= sangat baik
Keterangan Variabel: A= Ruang Kelas
E= Ruang Laboratorium
I= Ruang karawitan
Komputer B= Ruang Perpustakaan,
F= Ruang konseling
J= Ruang tata boga
C= Ruang laboratorium IPA
G= Ruang UKS
K= Ruang seni musik (band)
D= Ruang Laboratorium
H= Ruang organisasi
Bahasa
kesiswaan
Berdasarkan diagram di atas, pemanfaatan prasarana yang sangat baik adalah pada ruang kelas, ruang konseling dan ruang organisasi kesiswaan (OSIS). Prasarana yang pemanfaatannya dikatagorikan baik adalah ruang kompeter, UKS, tata boga, dan ruang seni musik. Prasarana yang pemanfaatannya kurang baik adalah ruang laboratorium IPA dan laboratorium Bahasa. Menurut kepala laboratorium, ada disfungsi laboratorium IPA yang seharusnya dimanfaatkan untuk pembelajaran berbasis inquiri. MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
21
Vol : XXII, No : 1, MEI 2015
Namun
kenyataannya,
laboratorium
sering
digunakan
guru
sebagai
tempat
berlangsungnya proses belajar mengajar yang bukan pembelajaran berbasis inquiri karena ruang ini dilengkapi dengan proyektor LCD. Sedangkan laboratorium bahasa kurang dimanfaatkan karena ada kerusakan sistem, namun baru terjadi pada semester ini. Prasarana yang dikatagorikan cukup baik adalah ruang perpustakaan dan ruang karawitan. Kepala sekolah menjelaskan bahwa perpustakaan hanya digunakan sebagai tempat mencari informasi. Guru, khususnya guru bahasa Indonesia tidak pernah menggunakan perpustakaan sebagai tempat berlangsungnya proses belajar mengajar karena ruangan perpus yang tidak terlalu luas. Sedangkan ruang karawitan hanya dimanfaatkan ketika hendak persiapan acara atau perlombaan seni tradisional. Pemanfaaatan sarana SMP Negeri I Banguntapan Bantul dikatagorikan cukup baik dengan pencapain skor 2. Adapun data pemanfaatan sarana dapat dilihat pada diagram berikut: Diagram 2. Pemanfaatan Sarana SMP Negeri I Banguntapan Bantul
4 skala
3 2 1
0
alat & media Lab IPA
Buku
TIK
variabel
Keterangan Skala: 1 = kurang baik; 2 = cukup baik; 3 = baik; 4= sangat baik Berdasarkan diagram di atas, semua variabel yaitu alat dan media laboratorium IPA, buku, dan TIK pemanfaatannya dikatagorikan cukup baik. Menurut kepala laboratorium, guru jarang menggunakan peralatan dan media pembelajaran untuk kegiatan inquri karena ada beberapa media yang rusak, misalnya media pembelajaran fisika. Hal ini juga terjadi karena ruang laboratorium digunakan sebatas untuk kegiatan pembelajaran non inquri karena dilengkapi LCD. Mengenai pemanfaatan buku dan TIK,
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
22
Vol : XXII, No : 1, MEI 2015
kepala sekolah menjelaskan bahwa buku dimanfaatkan hanya pada pelajaran yang memerlukan buku paket. Sehingga pemanfaatan buku diperpustakaan kurang optimal. Siswa lebih senang memanfaatkan layanan internet dari pada buku. Namun siswa memanfaatkan internet (TIK) untuk kegiatan yang bukan menunjang proses belajar atau pencarian informasi untuk pembelajaran namun banyak digunakan untuk jejaring sosial yaitu facebook.
B. Pembahasan Kelengkapan prasarana dan sarana harus diikuti dengan pemanfaatan yang optimal dalam menunjang proses pembelajaran serta terjaga kondisinya dengan perawatan yang baik. Sarana prasarana tersebut digunakan sebagai penunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pemanfaatan sarana prasarana harus optimal supaya dapat mendukung proses pembelajaran dan mempertinggi capaian prestasi belajar siswa maupun sekolah. Berdasarkan hasil penelitian, SMP Negeri I Banguntapan Bantul telah memiliki sarana prasarana yang sangat lengkap, namun ada beberapa prasarana dan saran yang pemanfaatannya kuang optimal serta kondisinya kurang terawat. Pemanfaatan prasarana SMP Negeri I Banguntapan Bantul secara keseluruhan sudah dikatagorikan baik. Artinya, prasarana SMP Negeri I Banguntapan Bantul telah dimanfaatkankan sebagai penunjang proses belajar mengajar dan kegiatan kesiswaan. Namun ada beberapa prasarana yang pemanfaatannya belum optimal yaitu ruang laboratorium IPA dan laboratorium Bahasa. Menurut kepala laboratorium, ada disfungsi laboratorium IPA yang seharusnya dimanfaatkan untuk pembelajaran berbasis inquiri. Namun kenyataannya, laboratorium sering digunakan guru sebagai tempat berlangsungnya proses belajar mengajar yang bukan pembelajaran berbasis inquiri karena ruang ini dilengkapi dengan proyektor LCD. Sedangkan laboratorium bahasa kurang dimanfaatkan karena ada kerusakan sistem, namun baru terjadi pada semester ini. Disfungsi pemanfaatan prasarana tidak terlalu berpengaruh pada capaian prestasi belajar karena prasarana tersebut tetap dimanfaatkan dalam menunjang proses pembelajaran. Seperti pada disfungsi pemanfaatan ruang laboratorium, ruang tersebut seharusnya dimanfaatkan untuk proses pembelajaran inquiri berupa praktek, namun sering dimanfaatkan untuk proses pembelajaran yang bukan berbasis inquiri karena ada MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
23
Vol : XXII, No : 1, MEI 2015
LCD. Pemanfaatan ini walaupun tidak sesuai dengan fungsinya namun tetap dimanfaatkan dalam menunjang proses pembelajaran sehingga berjalan dengan baik. Disfungsi pemanfaatan ruang laboratorium IPA berdampak pada kurangnya pemanfaatan sarana laboratorium IPA. Berdasarkan hasil penelitian, salah satu faktor kurangnya pemanfaatan sarana laboratorium IPA dikarenakan ruang laboratorium digunakan sebatas untuk kegiatan pembelajaran non inquri karena dilengkapi LCD. Jika hal ini terus dibiarkan maka akan berdampak pada prestasi belajar siswa. Karena pembelajaran IPA semestinya dijalankan dengan metode inquiri yang menuntut keterampilan proses. Cakupan keterampilan
proses
meliputi:
keterampilan
mengamati,
mengajukan
hipotesis,
menggunakan alat dan bahan secara baik dan benar dengan selalu mempertimbangkan keamanan dan keselamatan kerja, mengajukan pertanyaan, menggolongkan dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil temuan secara lisan atau tertulis, menggali dan memilah informasi faktual yang relevan untuk menguji gagasan-gagasan atau memecahkan masalah sehari-hari (BSNP, 2006). Kegiatan ini akan terlaksana dengan optimal jika dilakukan di laboratorium dengan memanfaatkan sarana atau media pembelajaran. Prasarana yang pemanfaatannya dikatagorikan cukup baik adalah ruang perpustakaan dan ruang karawitan. Kepala sekolah menjelaskan bahwa perpustakaan hanya digunakan sebagai tempat mencari informasi. Guru, khususnya guru bahasa Indonesia tidak pernah menggunakan perpustakaan sebagai tempat berlangsungnya proses belajar mengajar karena ruangan perpus yang tidak terlalu luas. Sedangkan ruang karawitan hanya dimanfaatkan ketika hendak persiapan acara atau perlombaan seni tradisional. Meskipun pemanfaatan prasarana ruang karawitan dikatagorikan cukup baik, prestasi siswa SMP Negeri I Banguntapan Bantul dalam seni tradisional sangat baik. Hal ini berarti bahwa pemanfaatan ruang karawitan dan saranannya akan optimal jika ada acara atau perlombaan seni tradisional. Pemanfaatannya akan lebih baik bila sekolah konsisten dalam menjalankan kegiatan ekstrakurikuler sesuai jadwal sehingga kondisi ruang karawitan dan sarananya akan terjaga.
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
24
Vol : XXII, No : 1, MEI 2015
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan beberapa hal berikut. 1. Secara keseluruhan kelengkapan sarana prasarana SMP Negeri I Banguntapan Bantul Yogyakarta dikatagorikan sangat baik dengan pencapaian skor 3,633. 2. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa secara keseluruhan pemanfaatan prasarana dikatagorikan baik dengan pencapaian skor 2,72. Namun ada beberapa prasarana yang pemanfaatannya kurang baik, yaitu ruang laboratorium IPA dan ruang laboratorium bahasa. Sedangkan pemanfaaatan sarana dikatagorikan cukup baik dengan pencapain skor 2. 3. Sarana prasarana yang memiliki kondisi dan perawatan yang baik adalah ruang kelas, ruang kepala sekolah, ruang konseling, tempat ibadah, ruang organisasi kesiswaan, UKS, jamban, gudang, Ruang Tata Boga, Ruang seni musik (band), dan kantin. Sedangkan sarana prasarana yang memiliki kondisi dan perawatan yang kurang baik adalah perpustakaan, ruang laboratorium IPA, ruang guru, ruang tata usaha, ruang sirkulasi, dan ruang karawitan. B. Saran Kelengkapan sarana prasarana akan lebih bermakna jika diikuti dengan pemanfaatan dan juga perawatan yang baik. Oleh karena itu, berikut ini akan diuraikan beberapa saran mengenai kelengkapan, pemanfaatan, kondisi dan perawatan sarana prasarana SMP Negeri 1 Banguntapan Bantul Yogyakarta. 1. Sarana prasarana laboratorium IPA sebaiknya dimanfaatkan untuk pembelajaran inquiri sehingga siswa bisa lebih memahami konsep dalam pembelajaran IPA. 2. Perpustakaan perlu di setting dengan baik dan sesuai dengan kebutuhan siswa sehingga memberikan suasana kondusif bagi siswa untuk menggunakan layanan perpustakaan. Guru juga perlu memanfaatkan perpustakaan sebagai sarana pembelajaran sehingga siswa termotivasi untuk memanfaatkan perpustakaan. 3. Untuk mengoptimalkan pemanfaatan sarana prasarana, sekolah sebaiknya memiliki manajemen yang baik dalam mengelola sarana prasarana. 4. Sekolah sebaiknya memiliki tenaga khusus yang bekerja untuk merawat sarana prasarana seperti laboratorium IPA, komputer, dan bahasa.
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
25
Vol : XXII, No : 1, MEI 2015
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan Nasional. (2009). Ujian nasional saat ini dan masa mendatang. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Penilaian Pendidikan, hal: 40. Dinas Petakan Kualitas Sekolah. Diambil pada tanggal 19 Desember 2010, dari http://harianjoglosemar.com/berita/dinas-petakan-kualitas-sekolah-6052.html Djemari, M. 2008. Teknik Penyusunan Instrumen Tes dan Nontes. Yogyakarta: Mitra Cendikia Jogjakarta. Hal: 125. Fitzpatrick, J.L., Sanders,J.R., dan Worthen,B.R. (2004). Program evaluation; Alternative approaches and practical guidelines (third edition). United States of America: Pearson Education,Inc. Hal: 5, 89. Isaac, S. & Michael, W.B. (1984). Handbook in research and evaluation for education and behavioral sciences (2nd ed.). San Diego: Edits Publisher. Hal:2 Kosecoff, J. & Fink, A. (1985). Evaluation basics, a practitioner’s manual. California: Sage Publications, Inc. hal: 20. Pengumuman Kelulusan UN SLTP 2010. Diambil pada tanggal 19 Desember 2010, dari http://www.sahabatsejati.com/berita/pengumuman-kelulusan-un-sltp-2010.html Perpustakaan Tak Penuhi Standar. Diambil pada tanggal 19 Desember 2010 dari: http://nasional.kompas.com/read/2008/08/22/11133735/perpustakaan.tak.penuhi.stan dar. Purwanto & Atwi Suparman. (1999). Evaluasi program diklat. Jakarta: STIA-LAN Press.Hal:9 Ribuan Sekolah di DIY Belum Penuhi Standar Diambil pada tanggal 19 Desember 2010 dari: http://www.krjogja.com/krjogja/news/detail/47641/Ribuan.Sekolah.di.DIY.Belum.Penu hi.Standar.htm Rossi, P.,, Lipsey, M.W., & Freeman, H.E. Evaluation, a systematic approach, seventh editon. California: Sage Publications, Inc.Hal:16 Standar
sarana
sekolah
belum
terpenuhi,
kualitaspun
sulit
terpenuhi!
(2009).
http://www.pendidikan-diy.go.id/?view=baca_berita&id_sub=812 Stufflebeam, D.L.& Shinkfield, A.J. (1985). Systematic evaluation: A self- instructional guide to theory & practice. Boston: Kluwer-Nijhoff Publishing. Hal: 165 Suharsimi Arikunto. (2008). Dasar-dasar evaluasi pendidikan (Rev.ed). Jakarta: Bumi Aksara. Hal: 301 MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
26
Vol : XXII, No : 1, MEI 2015
Suharsimi Arikunto & Cepi.S.A.J. (2009). Evaluasi program pendidikan, pedoman teoretis praktis bagi praktisi pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. hal: 2, 3-4, 24, 46, 47, Weiss, C.H. (1972). Evaluation research: methods for assessing program effectiveness. New Jersey: Prentice Hall Inc. hal:4 Zaenal Arifin. (2010). Evaluasi pembelajaran: prinsip, teknik, prosedur. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hal: 13, 154,167
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
27