EVALUASI MEDAN UNTUK ANALISIS KERUSAKAN JALUR JALAN SURAKARTA – PURWODADI DI KECAMATAN GEYER KABUPATEN GROBOGAN TAHUN 2007
Skripsi
Oleh: Riyadi NIM K 5402035
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2007
i
EVALUASI MEDAN UNTUK ANALISIS KERUSAKAN JALUR JALAN SURAKARTA-PURWODADI DI KECAMATAN GEYER KABUPATENGROBOGAN TAHUN 2007
Oleh: Riyadi NIM K 5402035
Skripsi Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapat gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2007
ii
HALAMAN PERSETUJUAN Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Persetujuan Pembimbing Pembimbing I
Pembimbing II
Drs. Partoso Hadi, M.si NIP: 130 529 721
Setya Nugraha, S.Si. M.Si NIP. 132 206 721
iii
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Hari Tanggal
: Sabtu : 17 Maret 2007
Tim Penguji Skripsi: Nama Terang Ketua
: Dra. Inna Prihartini, M.S
Sekretaris
: Rahning Utomowati, S.Si
Anggota I
: Drs. Partoso Hadi, M.Si
Tanda Tangan 1........................ 2. ....................... 3. ........................
Anggota II : Setya Nugraha, S.Si.M.Si 4............................
Disahkan Oleh: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Dekan,
DR. Trisno Martono NIP. 130 529 720
iv
ABSTRAK Riyadi. EVALUASI MEDAN UNTUK ANALISIS KERUSAKAN JALUR JALAN SURAKARTA–PURWODADI DI KECAMATAN GEYER KABUPATEN GROBOGAN TAHUN 2007. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2007. Tujuan penelitian ini adalah untuk (1). Mengetahui satuan medan di daerah penelitian (2). Mengetahui kelas kesesuaian medan untuk jalur jalan di daerah penelitian. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif survei. Penelitian ini bersifat kualitatif, dengan medan sebagai kajian utama. Sampel berupa satuan medan yang ditentukan berdasarkan hasil tumpang susun Peta Bentuklahan, Peta Tanah, Peta Lereng dan Peta Penggunaan lahan. Data primer dikumpulkan dengan cara survei lapangan yang disertai dengan analisis laboratorium dan data sekunder dikumpulkan dengan cara dokumentasi. Teknik sampling dengan menggunakan purposive sampling, yaitu satuan medan sebagai satuan analisis yang ditentukan berdasarkan tujuan. Teknik analisis data dengan cara pengharkatan (scoring) terhadap sifat dan karakteristik medan yang berupa: (1) Topografi yang mencakup: kemiringan lereng dan Penjang lereng, (2) Batuan yang mencakup: indeks keausan batuan, indeks beban titik dan struktur lapisan batuan,(3) Tanah yang mencakup: tekstur tanah, kelompok tanah, kadar air, angka pori, permeabilitas tanah, dan kembang kerut tanah, (4) Proses geomorfologi yang mencakup: erosi dan gerak massa batuan, (5) Hidrologi yang mencakup: jarak antar sungai dan intensitas hujan, (6) Penggunaan Lahan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah: dari hasil tumpang susun Peta Bentuklahan, Peta Tanah dan Peta Penggunaan Lahan diketahui satuan medan yang ada di daerah penelitian adalah 68 satuan medan. Ada dua kelas kesesuaian medan untuk jalur jalan di daerah penelitian yaitu: Kelas kesesuaian III (cukup sesuai) dan kelas kesesuaian IV (tidak sesuai). Kelas kesesuaian medan III (cukup sesuai) untuk jalan dengan faktor penghambat relief tanah (r), proses geomorfologi (p), dan hidrologi (h) dengan luas 570,123 ha, atau 11,03% dari luas seluruh daerah penelitian. Kelas kesesuaian medan IV (tidak sesuai) untuk jalan dengan faktor penghambat relief (r), geologi (g), tanah (t), proses (p), hidrologi (h), dan penggunaan lahan (pl) dengan luas 1.006,773 ha, atau 19,46% dari seluruh daerah penelitian.
v
MOTTO Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (Qs. Ar Ruum: 41)
Hidup akan semakin bermakna jika bermanfaat bagi sesama. (Penulis)
vi
PERSEMBAHAN
Teruntuk jiwa-jiwa besar yang senantiasa menyertai langkahku, Beliau yang telah mengandungku, mengadzankanku, mendidik, menyayangi, menyertai perkembanganku dan senantiasa mendo’akanku di sepanjang waktu ialah Ibu dan Bapakku semoga Allah memuliakanmu Mereka yang selalu berbagi kasihsayang, do’a dan airmata, ketiga kakakku tersayang Bang Dodo sekeluarga, Bang Panut sekeluarga dan Mbak Jum sekeluarga sukses selalu untukmu Adikku tersayang Imah gapailah cita-citamu Dia yang selalu memberiku semangat dan dorongan serta tempat berbagi suka dan cita ialah Dian Kafi Lestari mas selalu menunggumu. Mereka yang telah memberiku pengalaman dan arti dari sebuah kehidupan ialah Keluarga Besar BE SAR UNS, Keluarga Besar BRAHMAHARDHIKA, Keluarga Besar DP KPMKB Ska. Sohib – sohibah Geografi ‘02 Almamater
vii
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuhu. Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga skripsi yang berjudul Evaluasi Medan Untuk Tingkat Kerusakan Jalur Jalan Surakarta – Purwodadi Di Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan Tahun 2007 dapat diselesaikan, untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Geografi Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Banyak hambatan dan rintangan dalam penyusunan skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan yang timbul dapat teratasi. Untuk itu atas segala bantuannya, disampaikan terimakasih kepada: 1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah berkenan memberi ijin untuk menyusun skripsi. 2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah berkenan memberi ijin untuk menyusun skripsi. 3. Ketua Program Studi Pendidikan Geografi yang telah berkenan memberi ijin untuk menyusun skripsi. 4. Bapak Drs. Partoso Hadi, M.Si selaku Pembimbing I atas kesediaan waktu dan kesabarannya memberikan arahan, bimbingan dan masukan dalam penyusunan skripsi ini 5. Bapak Setya Nugraha, S.Si, M.Si selaku Pembimbing II yang telah berkenan memberikan arahan, petunjuk serta saran-saran dalam penyusunan skripsi ini. 6. Ibu Dra. Inna Prihartini, M.S selaku Pembimbing Akademik atas bimbingan dan kesabaran selama penulis belajar di UNS. 7. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Geografi FKIP yang telah memberi ilmu selama penulis belajar di UNS. 8. KaDispermas Kesbang dan Linmas Kabupaten Grobogan beserta stafnya yang telah memberikan izin penelitian. 9. Camat Geyer beserta stafnya yang telah memberikan bantuan dalam penelitian. 10. Afiq, Agung, Azka, Rita dan Dian atas bantuannya dalam pelaksanaan ujian. 11. Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
viii
Semoga amal kebaikan semua pihak tersebut mendapatkan imbalan dari Allah SWT. Menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.. Wassalamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuhu. Surakarta, Februari 2007 Penulis
ix
DAFTAR ISI Hal. HALAMAN JUDUL PENGAJUAN …………………………….………………………………...
i ii
HALAMAN PERSETUJUAN ………………………………......................
iii
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………..…….............
iv
ABSTRAK………………………………………………………………......
v
MOTTO ………………………………………..…………………………...
vii viii
PERSEMBAHAN…………………………………………………..……….
ix
KATA PENGANTAR ………………………………………………….......
xiii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………..
xv xvii
DAFTAR TABEL ………………………………………………………….. DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………. DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………….. BAB I
PENDAHULUAN ……………………………………………….
1
A. Latar Belakang ……………………………………………….
1
B. Perumusan Masalah……………..............................................
4
C. Tujuan Penelitian……………..……………………................
5
D. Manfaat Penelitian …………………………….......................
5
BAB II LANDASAN TEORI…………………….. ...................................
6
A. Evaluasi Medan……………….…...........................................
6
B. Satuan Medan………………………………………………...
7
C. Keterlintasan Medan…………………………………………
10
1. Kemiringan Lereng……………………………………….
11
2. Panjang Lereng…………………………………………...
12 12
x
3. Indeks Keausan Batuan………………………………….. 4. Indeks Beban Titik……………………………………….. 5. Struktur Perlapisan Batuan……………………………….. 6. Tekstur Tanah……………………………………………. 7. Kelompok tanah/Ukuran Butir…………………………… 8. Kadar Air…………………………………………………. 9. Angka Pori……………………………………………….. 10. Permeabilitas Tanah……………………………………… 11. Kembang Kerut Tanah…………………………………… 12. Erosi……………………………………………………… 13. Gerak Massa Batuan……………………………………... 14. Jarak Antar Alur...……………………………………… 15. Intensitas Hujan………………………………………….. 16. Penggunaan Lahan……………………………………….. D. Kerusakan Jalan……………………………………………… E. Hasil Penelitian yang Relevan……………………………….. F. Kerangka Pemikiran………………………………………….. BAB III
METODOLOGI PENELITIAN ……………………………….. A. Tempat dan Waktu Penelitian….…….…………….................. 1. Tempat Penelitian……………….………………………….. 2. Waktu Penelitian…………….….………………………….. B. Metode Penelitian……………………………………….…..... C. Sumber Data…………………………………………………... 1. Data Primer………………………………………….……... 2. Data Sekunder……………………………………………… D. Populasi dan Sampel…………….……………………………. 1. Populasi…………………………………………………… 2. Sampel……………………………………………………..
xi
13 14 15 16 16 17 18 19 19 20 21 21 22 23 25 28 30 30 30 30 30 32 32 32 33 33 33 33 34 34 35 35 38 38 38 38 38 39 39 41 41 41 41
E. Teknik Pengumpulan Data……………………..…………..…. 1. Dokumentasi……….……………………………………… 2. Observasi……… ….......………………..…..……………… F. Validitas Data………………………………………..……….. G. Analisis Data………………………………………………….. H. Prosedur Penelitian…………………………………..……...... 1. Tahap Persiapan…………………………………………... 2. Tahap Interpretasi Awal………………………………….. 3. Tahap Observasi Lapangan……………………………….. 4. Tahap Analisis Data………………………………………. 5. Tahap Interpretasi Akhir………………………………….. 6. Tahap Akhir………………………………………………. BAB IV
HASIL PENELITIAN………………………………………….. A. Latar Belakang Daerah Penelitian…………............................ 1. Letak dan Batas…………………………….………….…... a. Letak Astronomis………………………….…………….. b. Letak Administrasi………….……………….…………... 2.Iklim….……………………………………………….……. a. Temperatur……………………………………………… b. Curah Hujan…………………………………………….. 3. Geologi……………………………………………..……… 4. Geomorfologi……………………………………….……... 5. Tanah…..……………………………………….………….. a. Grumusol………………………………………………... b. Regosol…………………………………………………. 6. Hidrologi……………..……………………….………........ a. Kondisi Fisik Sungai…………………………………..... b. Kondisi Air Tanah………………………………………..
xii
41 41 42 43 48 52 56 56 57 59 59 60 61 61 63 64 65 66 67 67 87 98 110 110 111 111
7. Penggunaan Lahan……………..………………………...... a. Hutan………….…………………………………………. b. Sawah……………..………............................................... c. Permukiman…………………..…………………………. d. Tegalan atau Perkebunan………………………………... 8. Jaringan Jalan………………….………………………….. B. Hasil Penelitian dan Pembahasan............................................. 1.
Satuan Medan daerah penelitian………………...............
2.
Analisis Satuan Medan......................................................
3. Kesesuain Medan untuk Jalur Jalan................................... BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN…………………. A.
Kesimpulan ………………………………………………...
B.
Implikasi……………………………………………………
C.
Saran………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Klasifikasi Kemiringan Lereng…………………………………… Kriteria Kemiringan Lereng………………………………………. Kriteria Panjang Lereng…………………………………………... Kriteria Indeks Keausan Batuan…………………………………... Kriteria Indeks Beban Titik……………………………………….. Kriteria Penilaian Struktur Perlapisan Batuan……………………. Kriteria Penilaian Tekstur Tanah…………………………………. Kriteria Penilaian Kelompok Tanah……………………………… Kriteria Penilaian Kadar Air……………………………………… Kriteria Penilaian Angka Pori…………………………………….. Kriteria Penilaian Permeabilitas Tanah…………………………… Kriteria Penilaian Kembang Kerut Tanah………………………… Kriteria Penilaian Erosi…………………………………………… Kriteria Penilaian Gerak Massa Batuan…………………………... Kriteria Penilaian Kerapatan Aliran………………………………. Kriteria Penilaian Intensitas Hujan……………………………….. Kriteria Penilaian Jenis Penggunaan Lahan……………………… Kriteria Kesesuaian Medan Untuk Jalur Jalan……………………. Data Curah Hujan Selama Tahun 2003 – 2006................................ Tipe Curah Hujan Menurut Schmidt-Ferguson…………………… Agihan Formasi Geologi Daerah Penelitian……………………… Agihan dan Luas Bentuk lahan Daerah Penelitian………………... Luas Jenis Tanah di Daerah Penelitian............................................ Luas Satuan Bentuklahan Daerah Penelitian……………………... Luas Setiap Kemiringan Lereng………………………………….. Luas Jenis Tanah………………………………………………….. Luas Jenis Penggunaan Lahan…………………………………….. Luas Satuan Medan……………………………………………….. Luas Satuan Medan Yang Terlintasi Jalur Jalan………………….. Klasifikasi Kemiringan Lereng…………………………………… Klasifikasi Panjang Lereng……………………………………….. Klasifikasi Indeks Keausan Batuan………………………………. Klasifikasi Indeks Beban Titik……………………………………. Klasifikasi Struktur Perlapisan Batuan…………………………… Klasifikasi Tekstur Tanah………………………………………… Klasifikasi Kadar Air……………………………………………... Klasifikasi Ukuran Butir Tanah…………………………………... Klasifikasi Angka Pori……………………………………………. Klasifikasi Permeabilitas Tanah…………………………………... Klasifikasi Kembang Kerut Tanah………………………………...
xiv
Hal 11 12 12 13 14 15 15 16 17 17 18 19 20 21 21 22 22 37 43 45 50 54 57 67 68 70 70 72 74 87 88 89 89 90 91 92 93 93 94 95
41 42 43 44 45 46 47 48 49
Klasifikasi Intensitas Hujan………………………………………. Klasifikasi Jarak Antar Alur……………………………………..... Klasifikasi Kenampakan Erosi……………………………………. Klasifikasi Gerak Massa Batuan………………………………….. Klasifikai Penggunaan Lahan……………………………………... Harkat dan Parameter Penyusun Satuan Medan………………...... Kelas Kesesuaian Medan dan Faktor Penghambat untuk Jalur Jalan….............................................................................................. Luas Sub-Kelas Kesesuaian Medan III r, t , p, h ………………..... Luas Sub-Kelas Kesesuaian Medan IV r, g, t , p, h, pl ……….......
xv
95 96 97 97 98 100 101 105 108
DAFTAR GAMBAR No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Skema Orde Relief Permukaan Bumi………………………….... Bagan Alir Kerangka Berpikir…………………………………... Bagan Alur Penelitian …............................................................... Tipe Curah Hujan Menurut Koppen............................................... Tipe Curah Hujan Menurut Schmidt dan Ferguson…………….. Peta Administrasi........................................................................... Penampang Melintang Perlapisan Batuan Napal Bersisipan Lanau pada Formasi Kerek……………………………………… Peta Geologi................................................................................... Bentuklahan Asal Struktural Berbatuan Napal………………….. Gerak Massa pada Perbukitan Denudasional……………………. Peta Bentuklahan......................................................................... Peta Tanah...................................................................................... Kondisi Air Sungai pada Musim Kemarau di Desa Geyer Kecamatan Geyer……………………………………………....... Sumur Sebagai Alternatif Mendapatkan Air Tanah pada ............. Hutan Kayu Putih Merupakan Hutan Reboisasi………………… Peta Penggunaan Lahan................................................................. Penggunaan Lahan Sawah yang Ditanami Padi di Desa Juworo... Penggunaan Lahan Permukiman di Daerah Dataran dan Aktifitas Jual Beli Hasil Pertanian………………………………. Penggunaan Lahan Tegalan pada Topografi Agak Miring ……... Kerusakan Badan Jalan Miring dan Jalan Bergelombang Akibat Dari Kurangnya Daya Dukung Tanah…………………………… Peta Lereng..................................................................................... Peta Satuan Medan......................................................................... Satuan Medan D1-G-V-Kb di Desa Ledokdawan.......................... Satuan Medan D1-G-I-Kb di Desa Ledokdawan........................... Satuan Medan D1-G-I-Pmk di Desa Geyer.................................... Satuan Medan D1-G-III-Ht di Desa Geyer.................................... Satuan Medan D1-G-IV-Ht di Desa Geyer.................................... Satuan Medan S1-G-I-Pmk di Desa Monggot............................... Satuan Medan S5-G-IV-Ht di Desa Monggot................................ Satuan Medan S5-G-II-Ht di Desa Juworo dan Monggot............ Satuan Medan S5-G-III-Kb di Desa Juworo.................................. Satuan Medan S5-G-I-Ht di Desa Juworo dan Monggot............... Satuan Medan S1-G-I-Ht di Desa Juworo...................................... Satuan Medan S1-G-I-Sw di Desa Juworo.................................... Peta Kesesuain Medan................................................................... Kondisi Jalan pada Kesesuaian Medan Cukup Sesuai di Desa
xvi
Hal 9 29 40 44 46 47 49 51 53 53 55 58 59 60 61 62 63 64 65 66 69 71 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 102
37
Ledokdawan................................................................................... Kondisi Jalan pada Kelas Kesesuaian Medan Tidak Sesuai di Desa Monggot…………………....................................................
xvii
104 108
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3
Hasil Analisis Tanah Hasil Uji Batuan Perijinan
xviii
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pertambahan penduduk di Indonesia yang cepat sampai dengan saat ini membawa dampak pada peningkatan kegiatan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup. Peningkatan berbagai kegiatan itu dapat dilihat dengan semakin banyaknya kegiatan dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan keamanan. Semua kegiatan tersebut sangat tergantung oleh sistem sarana dan prasarana yang ada guna memperlancar proses-proses tersebut. Sarana dan prasarana yang memadai di samping memperlancar kegiatan perekonomian, sosial, budaya dan keamanan juga mempercepat perkembangan suatu wilayah, karena antara wilayah satu dengan yang lain mudah dijangkau. Transportasi merupakan salah satu sektor kegiatan yang sangat penting, karena berkaitan dengan kebutuhan semua orang yang ada dalam lapisan masyarakat. Di kota, transportasi berkaitan dengan kebutuhan pekerja untuk mencapai lokasi pekerjaan dan sebaliknya, kebutuhan para pelajar untuk mencapai sekolah, mengunjungi tempat perbelanjaan dan pelayanan lainnya, bahkan untuk bepergian ke luar kota. Di samping kegiatan untuk mengangkut orang, maka transportasi juga melayani kebutuhan untuk memindahkan barang dari satu tempat ke tempat yang lain. Suatu transportasi dikatakan baik apabila: pertama, waktu perjalanan cepat dan tidak mengalami kemacetan. Kedua, frekuensi pelayanan memuaskan. Ketiga, aman (bebas dari kemungkinan kecelakaan) dan kondisi pelayanan yang nyaman. Untuk mencapai kondisi yang ideal seperti ini, sangat ditentukan oleh berbagai faktor yang menjadi
komponen transportasi, yaitu: kondisi sarana
(kendaraan) dan kondisi prasarana (jalan dan sistem jaringannya). Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di
2
bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.
Jalan diklasifikasikan berdasarkan
peruntukan, fungsi, dan statusnya. Jalan sesuai dengan peruntukannya terdiri atas jalan umum dan jalan khusus. Jalan menurut fungsinya dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan. Jalan menurut statusnya dikelompokkan ke dalam jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa. Untuk memenuhi kebutuhan akan jalan maka sudah semestinya pembangunan jalan harus berdasarkan pada hasil survei yang seksama. Kemudian dalam merencanakan pembangunan jalan sebaiknya dikaji terlebih dahulu mengenai kemungkinan-kemungkinan letak lintas jalan yang akan dibangun. Hal ini penting karena dengan membangun jalan yang berdasarkan pada kajian fisik dan sosial ekonomi akan diperoleh suatu pembangunan jalan yang murah, mudah dipelihara, mudah dibangun dan efektif dipakai. Dari segi fisik perencanaan jalan harus di perhatikan beberapa aspek fisik yang meliputi beberapa karakteristik medan yaitu topografi, proses geomorfologi, batuan, tanah, kerapatan aliran dan penggunaan lahan. Dalam kaitannya dengan pekerjaan perencanaan jalan data mengenai karakteristik medan perlu diklasifikasi, dianalisis dan dievaluasi sesuai dengan kelas jalan yang direncanakan akan dibangun. Perencanaan transportasi jalan dalam tata guna lahan mempunyai dua tujuan pokok yaitu: meningkatkan daya guna sistem yang ada dan merencanakan untuk perkembangan dan pertumbuhan di masa yang akan datang. Perencanaan tersebut harus didasarkan pada nilai ekonomi, keawetan, pemeliharaan serta dampak yang timbul terhadap lingkungan. Oleh karena itu, perencanaan dan informasi yang tepat tentang kondisi fisik suatu daerah sangat diperlukan, sehingga kerusakan jalan yang menyebabkan terhambatnya kegiatan dapat diminimalisir sejak awal. Kerusakan jalan secara umum adalah merupakan keadaan bangunan jalan yang tidak berfungsi, baik sacara keseluruhan maupun sebagian dari segi teknis, manfaat, keselamatan dan kesehatan kerja dan atau keselamatan umum. Kerusakan jalan dapat disebabkan oleh adanya faktor dari dalam dan faktor dari
3
luar. Faktor dari dalam adalah penyebab kerusakan jalan itu bersifat alami, yaitu kondisi fisik lingkungan yang tidak mendukung untuk bangunan jalan. Sedangkan faktor dari luar dapat disebabkan oleh kesalahan konstruksinya, berat beban yang melebihi kemampuan jalan (tonase) dan kualitas jalan yang tidak mampu mendukung beban. Kerusakan jalan yang disebabkan oleh faktor alami dapat dikaji dengan pendekatan geomorfologi. Ditinjau dari
teknis pelaksanaan dan pembangunan jalan, informasi
kondisi geomorfologi suatu daerah sangat membantu dalam menangani masalahmasalah yang ada kaitannya dengan kondisi fisik geomorfologis. Berdasarkan informasi kondisi fisik daerah dapat direncanakan jalur jalan yang sesuai, sehingga kemungkinan kerusakan jalan bisa diantisipasi lebih awal guna menekan biaya yang lebih banyak baik dalam pembangunan maupun perawatan. Sedangkan pada jalur jalan yang sudah dibangun, informasi kondisi geomorfologi tetap diperlukan guna untuk mengetahui kerusakan dan sebab-sebab terjadinya kerusakan jalan. Evaluasi medan terhadap tingkat kerusakan jalur jalan dilakukan dengan menyekor (scoring) parameter-parameter medan yang meliputi relief, batuan, tanah, kondisi hidrologi dan penggunaan lahan. Jalur jalan di daerah penelitian termasuk dalam satu jalur yang menghubungkan ke berbagai daerah sekitarnya sebagai kegiatan penduduk. Jalur jalan Surakarta-Purwodadi di Kecamatan Geyer merupakan jalan yang menghubungkan kota Purwodadi dengan kota Surakarta. Berdasarkan fungsinya jalan di Kecamatan Geyer termasuk dalam jalan kabupaten yaitu, jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antar ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten. Kecamatan Geyer merupakan dataran kaki Pegunungan Kendeng yang mempunyai morfologi berombak dengan penggunaan lahan diantaranya: permukiman, tegalan dan hutan. Jalan Surakarta-Purwodadi yang melintas di Kabupaten Grobogan sepanjang 22,22 Km dimulai dari Dusun Getas Desa Juworo sampai kota Purwodadi, sedangkan yang melintas di Kecamatan Geyer sepanjang
4
12 Km atau 54% dari panjang jalan Surakarta-Purwodadi di Kabupaten Grobogan. Jalan tersebut dibangun pada bentuklahan struktural dan bentuklahan asal proses denudasional. Untuk
memenuhi persyaratan panjang lereng, maka jalan
dibelokkan sedemikian rupa sehingga memenuhi standart. Berdasarkan peraturan perencanaan Geometrik Jalan Raya tahun 1970, pembangunan jalan di Kecamatan Geyer sudah sesuai peraturan, namun jalan yang dihasilkan kurang memuaskan, belum mencapai waktu yang diperkirakan dan kondisi jalan tersebut sudah mengalami kerusakan yang dapat mengancam keselamatan penggunanya. Untuk itu perlu dievaluasi apakah karakteristik
medan daerah tersebut mendukung
terhadap jalur jalan. Masalah yang timbul pada jalur jalan Surakarta-Purwodadi yaitu badan jalan sering bergelombang, aspal retak-retak, badan jalan bergeser, bahu jalan mengalami penurunan dan jalan longsor. Kerusakan jalan tersebut disebabkan karena kondisi fisik medan yang tidak mendukung terhadap jalur jalan. Untuk mengetahui kerusakan jalan yang disebabkan oleh kondisi fisik medan perlu dilakukan evaluasi medan sebagai terapan dari geomorfologi teknik. Informasi tentang kesesuaian medan untuk bangunan jalan diperoleh dengan mengevaluasi medan
untuk bangunan jalan, yaitu proses pendugaan
kemampuan medan untuk penggunaan jalan.
Proses evaluasi tersebut
menghasilkan tingkat kesesuaian medan. Kelas kesesuaian medan akan semakin rendah jika dijumpai faktor pembatas. Faktor pembatas adalah penyusun satuan medan yang buruk untuk penggunaannya. Dari uraian di atas perlu diadakan penelitian tentang kesesuaian medan untuk bangunan jalan terkait dengan kerusakan jalan. Tertarik dengan masalah kerusakan jalan, penulis bermaksud mengadakan penelitian dengan judul: “EVALUASI MEDAN UNTUK ANALISIS KERUSAKAN JALUR JALAN SURAKARTA–PURWODADI DI KECAMATAN GEYER KABUPATEN GROBOGAN TAHUN 2007” B. Rumusan Masalah Berbagai keragaman faktor penyusun satuan medan yang meliputi: relief,
bentuklahan, tanah, proses geomorfologi dan penggunaan lahan akan
memberikan kemampuan yang berbeda tergantung dari kesesuaiannya untuk
5
penggunaan tertentu. Suatu satuan medan tidak mungkin sesuai dengan semua penggunaan. Penggunaan medan yang tidak sesuai akan mengakibatkan tidak terjaganya kelestarian medan. Satuan medan tersusun atas kondisi relief, geologi, bentuklahan, tanah,
dan penggunaan lahan tertentu. Jika digunakan untuk
bangunan jalan maka akan memberikan sifat tertentu yang berbeda pada setiap satuan medan yang berbeda. Berdasarkan pada uraian di atas, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah satuan medan di daerah penelitian? 2. Bagaimanakah kelas kesesuaian medan untuk jalur jalan di daerah penelitian?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan pada rumusan masalah yang penulis rumuskan, tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui satuan medan di daerah penelitian. 2. Mengetahui kelas kesesuaian medan untuk jalur jalan di daerah penelitian.
D. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Tingkat kesesuaian medan untuk jalur jalan, faktor pembatas, dan kerusakan jalan pada satuan medan tertentu berguna sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam perencanaan jalur jalan yang baru dan pemeliharaan jalan yang sudah ada. Ini merupakan penerapan geomorfologi keteknikan khususnya evaluasi medan untuk menganalisis kerusakan jalan yang disebabkan oleh kurang mantapnya kondisi fisik. 2. Manfaat Praktis Hasil kajian topografi, geologi, hidrologi, tanah, proses geomorfologi dan penggunaan lahan yang berupa keterlintasan medan setiap satuan medan di daerah penelitian diharapkan dapat dipergunakan sebagai dasar perencanaan perbaikan kerusakan jalan di daerah penelitian.
6
BAB II LANDASAN TEORI A. Evaluasi Medan
Evaluasi medan adalah proses pelaksanaan penilaian medan untuk keperluan tertentu, meliputi pelaksanaan dan interprestasi hasil survei dan studi mengenai relief, tanah, batuan/geologi, proses geomorfologi, hidrologi dan penggunaan
lahan
dari
medan,
dalam
rangka
mengidentifikasi
dan
membandingkan macam–macam kemungkinan penggunaan lahan yang sesuai dengan tujuan evaluasi (van Zuidam, 1979: 3). Evaluasi medan untuk jalan merupakan salah satu terapan ilmu geomorfologi yang proses evaluasinya dilakukan terhadap aspek fisik saja. Masukan data yang diperlukan tergantung pada tujuan serta kondisi medan untuk jalan (Sunarto 1990: 20). Dengan demikian perlu ditentukan relevansi karakteristik medan dan jenis data yang diperlukan dalam proses evaluasi. Studi satuan medan yang mendasarkan pada kerangka klasifikasi satuan bentuklahan menurut genesanya, kelas relief, dan litologi merupakan suatu model pendekatan evaluasi medan untuk jalan. Dengan melakukan survei berdasarkan pada pendekatan tersebut diperoleh keterkaitan karakteristik medan yang berpengaruh pada jalan yang akan atau sudah dibangun. Tujuan dari evaluasi medan adalah menentukan nilai suatu medan untuk tujuan tertentu. Kerangka dasar dari evaluasi medan adalah dengan pemberian harkat (scoring) terhadap karakteristik medan yang ada. Manfaat yang paling mendasar dari evaluasi medan adalah untuk menilai kesesuaian medan bagi suatu penggunaan
tertentu
serta
memprediksi
konsekuensi-konsekuensi
dari
penggunaan lahan tersebut. Dalam penelitian ini evaluasi medan bertujuan untuk mengklasifikasikan kesesuaian medan di daerah penelitian bagi keperluan non pertanian khususnya untuk jalur jalan.
7
B. Satuan Medan Medan merupakan sumberdaya yang sangat penting bagi manusia. Sebagai sumberdaya, medan sangat menentukan pembangunan yang berlangsung, karena semua pembangunan pasti dilakukan di atas medan. Satuan medan diperoleh dari hasil tumpang susun peta bentuklahan, peta tanah dan peta penggunaan lahan. Bentuklahan adalah “bentukan pada permukaan bumi sebagai hasil dari perubahan bentuk permukaan bumi oleh proses-proses geomorfologis yang beroperasi
di
permukaan
bumi’’
(Joyosoeharto,
1985:9).
Proses-proses
geomorfologi yang berlangsung di permukaan bumi, yaitu menyangkut semua perubahan fisis maupun khemis yang terjadi di permukaan bumi oleh tenagatenaga geomorfologis yaitu tenaga yang ditimbulkan oleh medium alam yang berada di atmosfer bumi. Obyek studi geomorfologi adalah bentuklahan permukaan bumi secara sistimatik, tidak hanya mengenai konfigurasi permukaannya saja tetapi juga asal mula terjadinya dan evolusi perkembangannya. Bentanglahan yang digambarkan oleh kondisi relief permukaan terdiri atas tiga tingkatan yaitu: relief orde satu, relief orde dua dan relief orde tiga (Lobeck dalam Joyosoeharto, 1985: 9). Relief orde satu meliputi daratan dan ledok lautan. Relief orde dua meliputi pegunungan dan dataran, bentang relief orde dua merupakan hasil kerja tenaga-tenaga dari dalam bumi dan erupsi gunungapi. Relief orde tiga yaitu bentuk-bentuk erosional, deposisional dan residual, bentuk-bentuk ini terjadi karena perombakan oleh aktifitas proses-proses yang tenaganya berasal dari luar kulit bumi (eksogen). Untuk lebih jelasnya lihat skema orde relief permukaan bumi pada gambar 1. Bentuklahan di samping menggambarkan
konfigurasi permukaannya
juga memberikan keterangan tentang asal mula terjadinya. Demikian banyak kenampakan-kenampakan bentanglahan di permukaan bumi ini, hingga perlu dikelompokkan kedalam kelompok-kelompok yang mempunyai kesamaan atau hampir sama mengenai bentuk luar dan asal mula terjadinya (Joyosoeharto, 1985: 4)
8
Identifikasi bentuklahan dilakukan melalui identifikasi relief, struktur, litologi dan proses geomorfologi. Klasifikasi bentuklahan dilakukan untuk menyederhanakan bentuk permukaan bumi yang kompleks kedalam satuan yang mempunyai sifat dan perwatakan yang sama (Joyosueharto, 1985: 10). Kesamaan sifat dan perwatakan dilihat dari relief yang menggambarkan konfigurasi permukaan bumi, struktur geologi sebagai asal pembentuknya dan proses yang menjelaskan bagaimana bentuklahan itu terjadi. Klasifikasi bentuklahan didasarkan pada relief, batuan dan proses geomorfologi. Untuk menurunkan satuan bentuklahan menjadi satuan medan perlu ditambahkan dengan informasi kemiringan lereng yang mencerminkan relief, tanah, dan penggunaan lahan. Dalam pembagian bentuklahan atas dasar genetiknya, terdapat 9 bentukan asal proses, yaitu: bentukan asal struktural, bentukan asal volkanis, bentukan asal proses denudasional, bentukan asal proses fluvial, bentukan asal proses marin, bentukan asal proses angin, bentukan asal proses pelarutan, bentukan asal proses glasial dan bentukan asal aktivitas organisme. Bentukan asal proses tersebut masih dapat dibedakan menjadi bagian yang lebih rinci lagi, yaitu sub satuan bentuklahan (Sunarto, 1990: 23). Ketidak samaan sifat dan watak dari setiap bentuklahan dan sub bentuklahan memberikan karakteristik tersendiri dari satuan bentuklahan dan sub bentuklahan tersebut. Medan adalah bidang lahan yang berhubungan dengan sifat-sifat fisik permukaan bumi dan dekat dengan permukaan yang kompleks dan penting bagi manusia (Mitchel dalam Zuidam 1979: 3). Satuan medan diperoleh dari tumpangsusun Peta Bentuklahan, Peta Lereng, Peta Tanah dan, Peta Penggunaan Lahan Suatu medan mempunyai kriteria tertentu sebagai penciri yang digunakan untuk membedakan satu medan dengan yang lainnya, kriteria yang digunakan untuk memberi ciri khas medan yakni: bentuklahan, tanah, dan penggunaan lahan. Karakteristik medan tersebut merupakan rincian lebih lanjut dari suatu bentuklahan yang kemudian dirinci menjadi satuan medan, dengan karakteristik terdiri dari relief, proses geomorfologi, tipe batuan, tanah, dan penggunaan lahan.
9
Permukaan Bumi
Benua (Daratan)
Ledok Lautan
Pegunungan
Bentuk Erosional
Dataran
Bentuk Deposisional
Gambar 1. Skema Orde Relief Permukaan Bumi.
Bentuk Residual (Sisa)
10
C. Keterlintasan Medan Keterlintasan medan untuk jalan adalah kemampuan suatu unit medan untuk menopang gerak lintas kendaraan darat yang lewat di atasnya (Sunarto, 1990: 1). Ada berbagai jenis dan tonase kendaraan darat yang lewat pada suatu jalan. Tidak semua jalan dapat dilalui berbagai kendaraan tersebut. Ketidak mampuan jalan dalam menopang gerak lintas kendaraan tersebut karena keterlintasan medan yang rendah. Untuk mengetahui keterlintasan medan perlu dilakukan evaluasi. Ada empat faktor yang mempengaruhi keterlintasan medan untuk jalur jalan. Keempat faktor yang mempengaruhi keterlintasan medan tersebut adalah: gemorfologi, geologi, tanah, dan hidrologi (Sunarto, 1990: 7). Dalam kaitannya dengan tujuan penelitian ini, keterlintasan medan yang relevan dari setiap tipe penggunaan ditentukan berdasarkan tinggi rendahnya
skor nilai keterlintasan medan.
Karakteristik medan yang dipakai dalam menentukan keterlintasan medan untuk jalur jalan sebagai berikut: a . Topografi yang mencakup: -
Kemiringan lereng
-
Panjang lereng
b . Batuan yang mencakup: -
Indeks keausan batuan
-
Indeks beban titik
-
Kemiringan lapisan batuan
c . Tanah yang mencakup: -
Tekstur tanah
-
Ukuran butir tanah
-
Kadar air
-
Angka pori
-
Permeabilitas tanah
-
Kembang kerut tanah
d . Proses geomorfologi yang mencakup: -
Erosi
-
Gerak massa batuan
11
e . Hidrologi yang mencakup: -
Jarak antar sungai
-
Intensitas hujan
f. Penggunaan lahan Deskripsi dan pengukuran dari kriteria penilaian keterlintasan medan tersebut dijelaskan secara berurutan sebagai berikut: 1. Kemiringan Lereng Bentuk topografi permukaan bumi yang bervariasi memiliki daya dukung yang bervariasi pula dalam menahan beban yang disangganya. Dalam medan sebenarnya topografi dapat diketahui berdasarkan perbedaan kemiringan lereng. Terkait dengan perencanaan lokasi jalur jalan raya, kemiringan lereng sangat penting untuk diperhatikan. Karena suatu jalan yang akan dibangun memerlukan bidang tanah yang datar. Jalur jalan yang dibangun di daerah rawa sudah barang tentu memerlukan perencanaan yang berbeda dengan jalan yang dibangun di daerah yang datar, begitu pula dengan jalan yang akan dibangun di daerah pegunungan. Di daerah rawa akan lebih banyak menghadapi masalah penimbunan dan penyingkiran material endapan rawa. Di daerah dataran akan lebih banyak menghadapi masalah drainase, sedangkan di daerah pegunungan akan lebih banyak menghadapi masalah pemotongan dan penimbunan. Sunarto (1990: 9) mengklasifikasikan kemiringan lereng menjadi 7 kelas kemiringan lereng seperti pada tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Klasifikasi Kemiringan Lereng. Kemiringan Lereng % Pemerian 0–2 Rata atau hampir rata 3–7 Agak miring 8 – 13 Miring 14 – 20 Agak curam 21 – 55 Curam 56 – 140 Sangat curam > 140 Sangat curam sekali Sumber: Sunarto, 1990 : 9. Peraturan perencanaan geometrik jalan raya, landai maksimum yang diperbolehkan dalam medan datar (0-3%) adalah 3%, untuk medan berbukit
12
adalah (8%) dan untuk medan bergelombang adalah (12%). Berdasarkan dengan ketentuan tersebut dan klasifikasi lereng yang dibuat Sunarto di atas, dibuat kriteria penilaian kemiringan lereng untuk bangunan jalan. Kriteria penilaian kemiringan lereng yang digunakan seperti pada tabel 2 sebagai berikut:
Tabel 2. Kriteria Kemiringan Lereng. No Kemiringan Lereng (%)
Harkat 5 4 3 2 1
0-<3 3-<8 8 - < 14 14 - < 20 - > 20
1 2 3 4 5
Kelas Kesesuaian I II III IV V
Sumber: Dirjen Bina Marga, dalam Oktavianto, 1991: 17. 2. Panjang Lereng Panjang lereng suatu medan sangat berpengaruh terhadap intensitas proses yang terjadi pada medan tersebut. Semakin panjang lereng akan semakin lama proses yang dikerjakan dan berimbas pada banyaknya dana yang harus dikeluarkan, juga akan semakin besar akibat yang ditimbulkan seperti potensi longsor. Panjang lereng dalam penelitian ini diukur dari igir sampai lembah pada bentuklahan. Kriteria yang digunakan untuk penilaian panjang lereng seperti pada tabel 3 sebagai berikut:
Tabel 3. Kriteria Panjang Lereng. No Panjang Lereng Harkat (dalam meter) 1 15 5 2 15 – 49 4 3 50 – 249 3 4 250 – 500 2 5 > 500 1 Sumber: Sunarto, 1990 : 10.
Kelas Kesesuaian I II III IV V
13
3. Indeks Keausan Batuan Dalam merencanakan jalur jalan, kondisi batuan/geologi daerah perencanaan harus diperhatikan, karena tidak semua batuan memiliki kekuatan yang sama untuk menahan beban yang akan melewati jalan yang direncanakan. Dalam hal ini penilaian kondisi geologi berdasarkan nilai indeks keausan batuan. Uji keausan batuan pada hakekatnya adalah uji ketahanan batuan terhadap pengaruh pemuaian dan penyusutan karena pengaruh pelapukan mekanis (Wisnusudibyo, 1978: 75). Hasil akhir dari uji keausan batuan adalah persentase perbandingan antara berat kering material yang sudah diuji dengan berat material sebelum diuji. Nilai keausan batuan bervariasi dari 0 % sampai 100%. Semakin tinggi nilai keausan menandakan bahwa material batuan yang diuji memiliki ketahanan terhadap proses pelapukan mekanis, dan demikian juga sebaliknya. Dalam penelitian ini, uji
keausan batuan dilakukan di laboratorium. Kriteria
penilaian indeks keausan batuan yang digunakan adalah kriteria yang dibuat oleh Pangluar dan Nugraha yang dapat dilihat pada tabel 4 sebagai berikut:
Tabel 4. Kriteria Penilaian Indeks Keausan Batuan. No Indeks Keausan Batuan (%) Harkat Kelas Kesesuaian 1 80 – 100 5 I 2 60 - < 80 4 II 3 40 - < 60 3 III 4 20 - < 40 2 IV 5 < 20 1 V Sumber: Pangluar dalam Hidayatulloh, 1995: 27. 4. Indeks Beban Titik Indeks beban titik adalah penilaian dari uji ketahanan batuan terhadap suatu tekanan. Uji ini dilakukan untuk mengetahui kemantapan suatu lereng, semakin tinggi angka indeks beban titik maka semakin mantap kondisi suatu lereng. Indeks beban titik sangat berpengaruh terhadap berapa banyak beban yang diperbolehkan melintasi lokasi tersebut. Semakin mantap suatu lereng maka semakin tinggi kemampuannya untuk menahan beban. Kriteria yang digunakan untuk penilaian indeks beban titik dapat dilihat pada tabel 5.
14
Tabel 5. Kriteria Indeks Beban Titik. No Indeks Beban Titik (kg/cm2) Harkat Kelas Kesesuaian I 5 > 75,0 1 II 4 30,1 – 75,0 2 III 3 10,1 – 30,1 3 IV 2 3,1 – 10,1 4 V 1 0,6 – 3,0 5 Sumber: Dirjen Bina Marga dalam Octavianto, 1991: 13. 5. Struktur Perlapisan Batuan Dalam penelitian ini penulis merasa perlu untuk memperhatikan struktur perlapisan batuan, karena perlapisan batuan dapat mendorong timbulnya longsoran. Arah kemiringan batuan yang searah dengan kemiringan lereng akan memberikan
kemungkinan
ketidakmantapan
lereng dibandingkan
apabila
kemiringan batuan tersebut berlawanan arah dengan arah kemiringan lereng. Kondisi yang seperti ini akan semakin parah jika perlapisan batuan tersebut berselang seling antara keras dan lunak dan terletak pada lereng yang curam, hal ini akan membentuk bidang gelincir pada kondisi jenuh air dan akan mengakibatkan terjadinya tanah longsor. Kemiringan lapisan batuan sangat berpengaruh terhadap kemampuan batuan dalam menahan beban yang melewatinya. Pada penelitian ini, pengharkatan struktur perlapisan batuan didasarkan pada kenyataan di atas. Oleh karena itu perlapisan batuan yang horisontal dan tegak pada berbagai kelas lereng serta struktur perlapisan batuan yang miring pada medan datar (0–3%) diberi harkat tinggi; tidak berstruktur, perlapisan batuan miring pada medan bergelombang (8–14%) dan tidak berstruktur pada medan curam (> 20%) diberi harkat sedang; struktur perlapisan batuan miring dengan bersilang siur perlapisan keras dan lunak pada medan berombak atau bergelombang (8–14 %) diberi harkat jelek; sedangkan struktur perlapisan batuan miring dengan bersilang siur antara perlapisan keras lunak pada medan agak curam (> 14 %) diberi harkat sangat jelek. Pengukuran struktur perlapisan batuan dilakukan di lapangan dengan cara mengukur kedudukan perlapisan terhadap kemiringan lerengnya. Kriteria penilaian struktur perlapisan batuan dapat dilihat pada tabel 6.
15
Tabel 6. Kriteria Penilaian Struktur Perlapisan Batuan. No Struktur Perlapisan Batuan
Harkat
Struktur perlapisan batuan horisontal pada lahan yang datar 2 Struktur perlapisan batuan miring pada lahan berombak 3 Struktur perlapisan batuan miring pada lahan bergelombang 4 Struktur perlapisan batuan miring dengan selang seling antara lunak dan keras pada lahan berombak 5 Struktur perlapisan batuan miring dengan selang seling keras dan lunak pada lahan berbukit Sumber: Sunarto, 1990: 10. 1
5
Kelas Kesesuaian I
4
II
3
III
2
IV
1
V
6. Tekstur Tanah Tekstur tanah adalah perbandingan butir-butir pasir, debu, dan liat di dalam tanah (Hardjowigeno, 1993: 18). Dalam perencanaan pembangunan jalan tekstur tanah sangat menjadi pertimbangan, karena tekstur tanah dapat digunakan sebagai pendekatan terhadap kelompok tanah. Sistem klasifikasi tanah American Association of Stage Highway and Transportatian Officials (AASHTO) mengklasifikasikan tanah menjadi 7 kelompok besar yaitu dari A.1 sampai A.7. Tanah yang termasuk dalam kelompok A.1 adalah fragmen batu dan krikil, A.2 adalah kerikil berlanau, kerikil berlempung dan kerikil berpasir, A.3 adalah pasir halus, A.4, A.5 dan 6 adalah tanah lanau dan A.7 adalah tanah lempung. A.1, A.2 dan A3 disebut material granular, sedangkan kelompok A.4, A.5, A.6 dan A.7 disebut material lempung. Berdasarkan klasifikasi tanah AASHTO di atas maka dalam penelitian ini kriteria penilaian tekstur dibuat seperti pada tabel 7 di bawah ini:
Tabel 7. Kriteria Penilaian Tekstur Tanah. No Tekstur Tanah 1 Fragmen batu dan krikil 2 Pasir Halus 3 Krikil berlanau dan krikil berlempung 4 Tanah lanau 5 Tanah lempung Sumber: Anderson, 1980: 36.
Harkat 5 4 3 2 1
Kelas Kesesuaian I II III IV V
16
7. Kelompok Tanah / Ukuran Butir Klasifikasi tanah adalah ilmu yang mempelajari cara–cara membedakan sifat–sifat tanah satu sama lain, dan mengelompokkan tanah dalam kelas–kelas tertentu berdasarkan atas sifat–sifat yang dimiliki (Hardjowigeno, 1993:1). Pada saat ini ada dua sistem klasifikasi tanah yang digunakan dalam keteknikan, yaitu sistem klasifikasi AASHTO dan sistem klasifikasi Unified. Dari kedua sistem klasifikasi tanah untuk keteknikan tersebut, sistem klasifikasi tanah AASHTO merupakan sistem klasifikasi yang digunakan oleh Dirjen Bina Marga dalam pembuatan jalan raya. Penilaian kelompok tanah didasarkan pada banyaknya butiran tanah yang lolos pada ayakan 0,075 mm.
dalam penelitian ini
menggunakan pendekatan tekstur tanah. Kriteria penilaian kelompok tanah yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 8 sebagai berikut: Tabel 8. Kriteria Penilaian Kelompok Tanah. No Golongan Tanah Harkat Kelas AASHTO Kesesuaian 1 A.1 5 I 2 A.2 4 II 3 A.3 3 III 4 A.4 dan A.5 2 IV 5 A.6 dan A.7 1 V Sumber: Anderson, 1980: 36. 8. Kadar Air Kadar air adalah perbandingan antara volume air dengan volume butir tanah (Wesley, 1977: 2). Kekuatan tanah dalam menahan beban (daya dukung tanah) banyak dipengaruhi oleh banyaknya kadar air dalam tanah itu sendiri, semakin tinggi kadar air yang dikandung tanah maka daya dukung tanah akan semakin rendah. Oleh karena itu, untuk perencanaan bangunan jalan tanah harus dipadatkan sedemikian rupa sampai kadar air tertentu. Tanah yang bertekstur halus mempunyai sifat sulit untuk dipadatkan pada kadar air tinggi, sedangkan pada tanah berdebu (lanau) jika dipadatkan berulang-ulang akan menjadi lunak.
17
Tujuan pemadatan adalah untuk menambah kekuatan tanah dan mengurangi daya serap terhadap air yang menyebabkan penurunan. Kadar air dalam tanah dinyatakan dalam persen (%). Kriteria penilaian terhadap kadar air yang digunakan seperti pada tabel 9 di bawah ini: Tabel 9. Kriteria Penilaian Kadar Air. No Kadar Air (%) Harkat < 15 1 15-36 2 36-57 3 57-78 4 > 78 5 Sumber: Wesley 1977: 4.
5 4 3 2 1
Kelas Kesesuaian I II III IV V
9. Angka Pori Angka pori adalah rasio antara volume pori dan volume bahan padat. Angka pori banyak sekali digunakan dalam mekanika tanah untuk menyatakan berbagai parameter fisis sebagai fungsi dari kepadatan tanah (Anderson, 1980: 17). Tanah yang sebagian besar mengandung pasir mempunyai sifat mudah kering jika terjadi genang air, sehingga mempunyai sifat lebih stabil dibandingkan dengan tanah yang sebagian besar diisi oleh lempung. Untuk pembangunan jalan angka pori sangat diperhitungkan karena besarnya penurunan sangat tergantung pada suatu jenis tanah. Besarnya pasir alam berkisar dari 0,5mm hingga 0,8mm dan tanah–tanah kohesi berkisar 0,7mm hingga 1,1mm maka kriteria pamberian harkat angka pori disajikan seperti pada tabel 10 sebagai berikut:
Tabel 10. Kriteria Penilaian Angka Pori. No Angka Pori Tanah (%) Harkat 1 2 3 4 5
< 0,51 0, 51 – 0,25 0,25 – 1,2 1,2 – 3,0 > 3,0
Sumber: Anderson, 1980: 19.
5 4 3 2 1
Kelas Kesesuaian I II III IV V
18
10. Permeabilitas Tanah Permeabilitas tanah secara kuantitatif diartikan sebagai kecepatan bergeraknya suatu cairan (air ) pada suatu media berpori dalam hal ini tanah. Permeabilitas tanah cukup penting dalam bidang teknik sipil, misal dalam pembuatan tanggul atau bendungan untuk menahan air, juga pengalian untuk fundasi di bawah muka air tanah (Wesley, 1977: 49). Semakin cepat permeabilitas tanah pada suatu medan semakin baik, karena air hujan yang turun akan segera diresapkan ke bawah dan kemungkinan terjadi genangan sangat sedikit. Perhitungan permeabilitas tanah dilakukan di laboratorium dengan menggunakan hukum Darcy dengan ketentuan rumus sebagai berikut: K=
Q L 1 x x t h a
Dimana K = Permeabilitas tanah ( cm2 / jam ) Q = Volume air yang mengalir pada setiap pengukuran ( ml ) L = Tebal contoh tanah ( cm ) t = waktu pengukuran ( jam ) h = Tinggi permukaan air dari permukaan contoh tanah ( cm ) a = Luas penampang contoh tanah. ( cm2 ) Kriteria yang digunakan untuk penilaian permeabilitas tanah untuk bangunan jalan seperti pada tabel 11 sebagai berikut.
Tabel 11. Kriteria Penilaian Permeabilitas Tanah. No Permeabilitas Tanah ( cm / jam ) Harkat 1 >12,5 2 6,25 - < 12,5 3 2,0 - < 6,5 4 0,5 - < 2,0 5 < 0,5 Sumber: Sunarto, 1990: 14.
5 4 3 2 1
Kelas Kesesuaian I II III IV V
19
11. Kembang Kerut Tanah Sifat kembang kerut tanah pada umumnya dinyatakan dengan indeks Coefficient of Linear Extensibility (COLE) atau Potential Volume Change (PVC). Tanah yang memiliki sifat kembang kerut tinggi tidak baik untuk suatu bangunan. Karena pada tanah ini pada musim kemarau akan terjadi rekahan–rekahan yang dapat membahayakan bangunan yang ada di atasnya dalam hal ini jalan. Rekahanrekahan tersebut disebabkan oleh berkurangnya volume tanah. Kriteria yang digunakan untuk penilaian kembang kerut tanah dalam penelitian ini seperti pada tabel 12 sebagai berikut:
Tabel 12. Kriteria Penilaian Kebang Kerut Tanah. No Coefficient of Linear Harkat Kelas Extensibility Kesesuaian (COLE) 1 < 0,01 5 I 2 0,01 – 0,03 4 II 3 0,03 – 0,06 3 III 4 0,06 – 0,09 2 IV 5 > 0,09 1 V Sumber: Sunarto, 1990: 25. 12. Erosi Secara umum dapat dikatakan bahwa erosi dan sedimentasi merupakan proses terlepasnya butiran tanah dari induknya di suatu tempat dan terangkatnya materi tersebut oleh gerakan air atau angin kemudian diikuti dengan pengendapan material yang diangkut di tempat yang lain (Suripin, 2001: 9). Dalam penelitian ini erosi penting untuk diperhitungkan, karena material hasil erosi yang terbawa oleh aliran permukaan (over land flow) seringkali mendangkalkan bahkan dapat menyumbat saluran pembuangan di kanan kiri jalan. Akibatnya saluran tersebut menjadi terhambat dan airnya akan meluap kebadan jalan. Apabila hal ini terus berlangsung, akibatnya badan jalan mudah rusak dan akan membahayakan pengguna jalan. Kriteria penilaian tingkat
20
erosi permukaan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 13 sebagai berikut:
Tabel 13. Kriteria Penilaian Erosi. No Erosi
Harkat
Seluruh horison tanah relatif masih utuh Kurang dari 25% tanah atas hilang 25% - 75% tanah atas hilang Lebih dari 75% tanah atas hilang dan kurang dari 25% tanah bawah hilang 5 Lebih dari 25 % tanah bawah hilang Sumber: Jamulya, 1993: 40. 1 2 3 4
5 4 3 2
Kelas Kesesuai I II III IV
4
V
13. Gerak Massa Batuan. Pada setiap macam lereng memungkinkan terjadinya gerakan massa batuan. Proses gerakan massa batuan yang dipertimbangkan dalam pengharkatan keterlintasan medan untuk jalan adalah luasan gerak massa batuan yang mempengaruhi satuan medan. Gerakan massa batuan
merupakan gerakan massa hancuran batuan
menuruni lereng karena pengaruh langsung dari gravitasi bumi. Hadirnya air dapat mempercepat proses, karena hadirnya air menyebabkan naiknya tegangan maupun turunnya kekuatan batuan dalam menahan beban dari atasnya. Gerakan massa batuan sebagai akibat dari lereng yang tidak stabil dapat diamati atau dikenali langsung di lapangan. Gerakan massa batuan sangat penting dalam keteknikan jalan raya karena dapat mengakibatkan putusnya badan jalan atau menutup jalan karena longsor. Kriteria luasan gerak massa batuan (dalam % terhadap luas satuan medan) yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 14. Tabel 14. Kriteria Gerak Massa Batuan. No Gerakan Massa Batuan 1 Tidak ada gerakan massa batuan 2 Gerak massa batuan berpengaruh sempit 3 Gerak massa batuan berpengaruh sedang 4 Gerak massa batuan berpengaruh luas 5 Gerak massa batuan berpengaruh sangat luas Sumber : Sunarto, 1990:11.
Harkat 5 4 3 2 1
Kelas Kesesuaian I II III IV V
21
14. Jarak Antar Alur Kerapatan aliran dalam penelitian ini diperhitungkan karena berpengaruh terhadap banyaknya jembatan yang harus ada. Semakin tinggi kerapatan aliran maka akan semakin banyak alur sungai yang akan dilalui. Dalam penelitian ini jarak antar sungai diukur dari pera Rupa Bumi dan Survei langsung. Penilaian jarak antar sungai berdasarkan pada semakin tinggi kerapatan aliran akan mempercepat proses kerusakan jalan, hal ini disebabkan oleh proses erosi fluvial yang tinggi. Berdasarkan alasan di atas maka kriteria digunakan untuk penilaian kerapatan aliran pada skala 1: 50.000 seperti pada tabel 15 di bawah ini:
Tabel 15. Kriteria Penilaian Kerapatan Aliran. No Jarak Antar Sungai Harkat Kelas (cm) Kesesuaian 1 >2,50 5 I 2 2,50 – 1,94 4 II 3 1,94 – 1,40 3 III 4 1,40 – 0,25 2 IV 5 < 0,25 1 V Sumber: van Zuidam dalam Hidayatulloh, 1995: 42. 15. Intensitas Hujan Intensitas hujan dinyatakan oleh jumlah hujan dalam satuan waktu tertentu. Suatu daerah dengan intensitas hujan yang tinggi sangat tidak menguntungkan bagi jalur jalan, karena dapat mempercepat terjadinya erosi dan tanah longsor, selain itu intensitas hujan dapat digunakan untuk memperkirakan saluran pengatusan agar badan jalan tidak selalu tergenang air jika terjadi hujan lebat. Kriteria penilaian intensitas hujan yang digunakan seperti pada tabel 16.
Tabel 16. Kriteria Penilaian Intensitas Hujan. No Intensitas Hujan (mm / hari ) Harkat 1 <5 2 5 - < 20 3 20 - < 50 4 50 - < 100 5 > 100 Sumber: Hidayatulloh, 1995:41.
5 4 3 2 1
Kelas Kesesuaian I II III IV V
22
16. Penggunaan Lahan Penggunaan lahan dalam penelitian ini juga dilakukan penilaian, karena jika penerapan tataguna lahan untuk jalan salah, maka dapat menimbulkan kerusakan. Jalan yang terletak pada medan yang berbukit dengan permukiman yang padat terancam pelongsoran, jika curah hujan di daerah itu tinggi dan struktur perlapisan batuannya miring searah dengan kemiringan lerengnya. Dalam pemberian kriteria penilaian untuk penggunaan lahan, selain didasarkan pertimbangan ekonomis juga didasarkan pada kemungkinan bertambahnya kadar air pada badan jalan, sebagai contoh jalan yang dilewatkan pada areal sawah irigasi akan mengalami kesulitan dalam pembebasan tanah juga memungkinkan bertambahnya kadar air pada tanah dasar dibandingkan jika melewati areal sawah tadah hujan atau tegalan.
Berdasarkan alasan di atas dibuat kriteria penilaian
seperti tertera pada tebel 17 sebagai berikut:
Tabel 17. Kriteria Penilaian Jenis Penggunaan Lahan. No Jenis Penggunaan lahan Harkat Kelas kesesuaian 1 Permukiman 5 I 2 Tegalan 4 II 3 Sawah tadah hujan 3 III 4 Hutan 2 IV 5 Sawah irigasi 1 V Sumber: Sudarmadi, 1987: 27. D. Kerusakan Jalan Berdasarkan UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan, Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel (www.dephub.go.id/modules/Upload_File/images/km1tahun2000.pdf. 10, Februari 2007). Jalan diklasifikasikan berdasarkan peruntukan, fungsi, statusnya.
dan
23
Jalan sesuai dengan peruntukannya terdiri atas jalan umum dan jalan khusus. Jalan menurut fungsinya dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalan kolektor,
jalan
lokal,
dan
jalan
lingkungan.
Jalan
menurut
statusnya
dikelompokkan ke dalam jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa. Klasifikasi tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1. Klasifikasi berdasarkan peruntukan jalan. Berdasrkan UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan pasal 6, klasifikasi jalan berdasarkan peruntukannya adalah: a. Jalan umum Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum b. Jalan khusus Jalan khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha, perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri. 2. Klasifikasi berdasarkan fungsi jalan. Berdasrkan UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan pasal 8, klasifikasi jalan berdasarkan fungsinya adalah: a. Jalan arteri Jalan arteri adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna. b. Jalan kolektor Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. c. Jalan lokal Jalan lokal adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. d. Jalan lingkungan
24
Jalan lingkungan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah. 3. Klasifikasi berdasarkan status jalan. Berdasrkan UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan pasal 9, klasifikasi jalan berdasarkan fungsinya adalah: a. Jalan nasional Jalan nasional adalah jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol. b. Jalan provinsi Jalan provinsi adalah jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antar ibukota kabupaten/kota,dan jalan strategis provinsi. c. Jalan kabupaten Jalan kabupaten adalah jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antar ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten. d. Jalan kota Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan
dengan
persil,
menghubungkan
antarpersil,
serta
menghubungkan antarpusat permukiman yang berada di dalam kota. e. Jalan desa Jalan desa adalah jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antarpermukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan. Kenyatan dilapangan tidak semua kelas jalan tersebut dalam kondisi yang baik. Menurut Undang-Undang no.18 tahun 1999 dan PP 29 tahun 2000, kerusakan jalan secara umum adalah merupakan keadaan bangunan jalan yang
25
tidak berfungsi, baik sacara keseluruhan maupun sebagian dari segi teknis, manfaat, keselamatan dan kesehatan kerja dan atau keselamatan umum (www. pu. go. id/bapekin/buletin%20 jurnal/ buletin %208/buletin86.html. 10 februari 2007). Identifikasi kerusakan jalan didasarkan pada kenampakan badan jalan dilapangan yang dibedakan menjadi tiga yaitu: bergelombang, retak, dan longsor. Kerusakan badan jalan bergelombang apabila penutup jalan (aspal) terlihat tidak rata (bergelombang), kendaraan yang lewat terlihat berjalan tidak stabil. Kerusakan badan jalan retak apabila penutup badan jalan terlihat pecah–pecah, rekah dan aspal penutup badan jalan terkelupas. Kerusakan badan jalan longsor apabila badan jalan hilang sebagian atau sampai putus dan badan jalan mengalami penurunan, (Hidayatulloh, 1995: 16)
E. Hasil Penelitian yang Relevan
1. Penelitan
: Joko Marwanto (2001)
Judul
: Evaluasi Medan Terhadap Kerusakan Jalan Antara Temuwangi Kaligawe Kecamatan Pedan Penelitian tersebut bermaksud untuk mengklasifikasikan dan menilai
tingkat kesesuaian medan sepanjang jalur jalan, dan mengetahui jenis kerusakan pada tingkat kesesuaian medan untuk bangunan jalan. Data yang dikumpulkan dalam penelitian tersebut meliputi: kemiringan lereng, panjang lereng, indeks keausan batuan, indeks beban titik, struktur perlapisan batuan, tekstur tanah, indeks golongan, permeabilitas, angka Porositas, kadar air, potensi perubahan volume, erosi, gerak massa batuan, intensitas hujan, kerapatan aliran. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah metode observasi yaitu: suatu metode untuk memperoleh data secara langsung dengan cara pengamatan, dan pencatatan terhadap data-data yang diperlukan sesuai dengan tujuan survei. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah pada tingkat kesesuaian medan yang sama belum tentu mempunyai faktor pembatas yang sama. Usaha untuk
26
memperbaiki kondisi faktor pembatas tanah dilakukan dengan memberi lapisan tanah dasar berupa campuran pasir dan batu dengan komposisi pasir lebih banyak.
2.
Peneliti
: Sayid Sudarmadi (1987)
Judul
: Evaluasi Medan untuk Memperkirakan Daerah yang Rentan Terhadap Bahaya Alami Kerusakan Jalan (Studi Kasus pada Wilayah Jalan Lingkar Kotamadya Semarang).
Penelitian tersebut dimaksudkan untuk mengetahui sifat dan kemampuan medan untuk bangunan jalan beserta tingkat kerentanannya terhadap bahaya alami kerusakan jalan. Sasaran yang menjadi tujuan khusus penelitian tersebut adalah peta geomorfologi terpakai sebagai hasil akhir survei geomorfologi, dengan skala 1: 30.000 dan memperkirakan daerah yang rentan terhadap bahaya alami kerusakan jalan pada daerah penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah metode deskriptif observasional yaitu menggandakan pengamatan gejala dan fakta guna memperoleh data sebagai landasan dalam pemerian sesuai dengan tujuan. Data yang digunakan adalah relief (kemiringan lereng), tanah (jenis tanah dan penyebarannya, angka pori, kadar air lapangan, permeabilitas tanah, dan pengatusan permukaan), proses geomorfologi
(aktifitas gerakan massa, erosi
permukaan, erosi lembah, dan genangan air/banjir), batuan/geologi (indeks keausan batuan, indeks beban titik, dan struktur perlapisan batuan), hidrologi (intensitas hujan dan kerapatan aliran) serta penggunaan lahan (jenis penggunaan lahan). Kesimpulan dari hasil penelitiannya adalah tingkat kerentanan medan terhadap bahaya alami kerusakan jalan lebih ditentukan oleh banyaknya parameter pembatas dari faktor bahaya alami kerusakan jalan raya, sehingga dalam satu kelas lintasan medan yang sama belum tentu didapatkan tingkat kerentanan yang sama pula. Hal ini berkaitan dengan sifat dan karakteristik satuan medan yang berlainan, sehingga parameter pembatasnya juga berbeda. Gejala umum berupa penggelombangan pada badan jalan pada satuan medan di daerah penelitian
27
adalah sebagai akibat kondisi tanah pondasi jalan yang mempunyai kualifikasi yang buruk untuk bangunan jalan.
3. Peneliti Judul
: Emi Dwi Suryandi (2003) : Aplikasi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi untuk Evaluasi Kerentanan Kerusakan Jalan di Kabupaten Kulon Progo
Tujuan penelitian tersebut adalah memanfaatkan data penginderaan jauh untuk menyadap informasi fisik medan sebagai parameter yang digunakan dalam mengevaluasi medan terhadap kerentanan kerusakan jalan dan menentukan kelas kerentanan kerusakan jalan di Kabupaten Kulon Progo dengan menggunakan sistem informasi geografi berbasis vektor. Data yang digunakan dalam penelitian tersebut diperoleh dari interpretasi foto udara pankromatik hitam putih skala 1: 20.000 dan data sekunder untuk memperoleh parameter yang digunakan. Parameter yang dapat diperoleh secara langsung dari foto udara adalah penggunaan lahan, relief, kerapatan alur, tingkat erosi dan bentuklahan. Parameter kemiringan lereng diperoleh dari peta topografi skala 1: 50.000. parameter tekstur tanah, kembang kerut tanah, gerak massa batuan, dan daya dukung tanah diperoleh dari deduksi bentuklahan yang didukung Peta Tanah skala 1: 300.000 daerah DIY, Peta Tanah skala 1: 50.000 sebagian Kabupaten Kulon Progo dan Peta Geologi skala1: 100.000 Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah penggabungan teknik penginderaan jauh dan sistem informasi geografi (SIG) dalam penentuan kelas kerentanan kerusakan jalan, sangat berperan dalam kemudahan untuk memperoleh informasi tematik, memproses data, meyimpan, mengolah serta memanajemen data. Dari tinjauan pustaka dan penelitian sebelumnya, dapat diambil kesimpulan bahwa informasi mengenai sifat dan karakteristik medan seperti relief, batuan/geologi, tanah, proses geomorfologi dan vegetasi/penggunaan lahan merupakan hal yang sangat penting dalam perencanaan proyek-proyek keteknikan, dalam hal ini adalah jalur jalan.
28
Penelitian Joko
Marwanto memberikan informasi bahwa studi
keterlintasan medan penilaian mengenai kondisi relief, geologi, tanah, proses geomorfologi hidrologi dan penggunaan lahan merupakan parameter yang diukur untuk penentuan kelas keterlintasan medan untuk bangunan jalan. Penelitian Sayid Sudarmadi memberikan petunjuk adanya hubungan antara karakteristik medan dengan kerusakan jalan. Dari semua penelitian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa dengan variabel relief, batuan/geologi, tanah, proses geomorfologi, hidrologi dan vegetasi/penggunaan lahan dapat digunakan untuk mengetahui penyebab kerusakan jalan di daerah penelitian.
F. Kerangka Pemikiran Prasarana transportasi terutama transportasi darat yang salah satunya jalan raya, mempunyai peranan yang penting dalam mendukung perkembangan wilayah secara menyeluruh. Jalan mempunyai fungsi utama sebagai prasarana penghubung.
Kondisi jalan yang rusak sangat menghambat perkembangan
wilayah, karena membahayakan bagi penggunanya. Untuk dapat mengetahui faktor penyebab kerusakan jalan diperlukan informasi tentang keterlintasan medan yang meliputi sifat dan kemampuan setiap satuan medan untuk bangunan jalan. Dengan adanya informasi tersebut, maka perawatan dan pemeliharaan jalan dapat dilakukan secara efektif dan jalan dapat digunakan secara optimal. Informasi tentang keterlintasan medan untuk jalan diperoleh dengan cara mengevaluasi faktor keterlintasan
medan pada masing-masing medan yang
berupa: kemiringan lereng, panjang lereng, indeks keausan batuan, indeks beban titik, kmiringan lapisan batuan, tekstur tanah, kelompok tanah/ukuran butir tanah, kadar air, angka pori, permeabilitas tanah, kembang kerut tanah, erosi, gerak massa batuan, jarak antar sungai, intensitas hujan, dan penggunaan lahan. Satuan medan diperoleh dari tumpangsusun Peta Bentuklahan, Peta Tanah, Peta Lereng, dan Peta Penggunaan Lahan. Proses evaluasi terhadap karakteristik satuan medan menghasilkan kelas kesesuaian medan dan faktor penghambat untuk jalan. Selanjutnya kelas kesesuaian medan dan faktor penghambat tersebut dikaitkan dengan kerusakan jalan yang datanya diperoleh dari survei lapangn.
29
Secara sistematis kerangka pemikiran tersebut dapat diujudkan dalam bentuk diagram alir yang disajikan pada gambar 2 sebagai berikut:
Faktor Kerusakan Jalan
Beban Kendaraan yang Melebihi Kemampuan Jalan
Kondisi Fisik Medan Tidak Mendukung untuk Jalur Jalan
Kualitas Jalan Tidak Mampu Mendukung Beban
Evaluasi Medan untuk Jalur Jalan
Faktor Pendukung
Faktor Pembatas
Kelas Kesesuaian Medan untuk Jalur Jalan
Gambar 2: Bagan Alir Kerangka Berfikir
30
BAB III METODOLOGI A. Tempat dan Waktu Penelitiam 1. Tempat Penelitian Suatu penelitian memerlukan tempat sebagai obyek pengambilan data, informasi dan hal-hal yang diperlukan demi tercapainya tujuan penelitian. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan. Dipilihnya daerah ini sebagai daerah penelitian karena memiliki topografi yang kompleks dan jalur jalan Surakarta-Purwodadi yang terlintas mengalami kerusakan yang dapat membahayakan jiwa bagi pengguna jalan tersebut,
sehingga dengan
dilakukan penelitian mengenai keterlintasan medannya, dapat dijadikan sebagai dasar perencanaan perbaikan kerusakan jalan. 2. Waktu Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian ini dimulai sejak diajukannya proposal sampai penulisan hasil penelitian selesai, yaitu dimulai sejak bulan Agustus 2005 sampai dengan bulan Februari 2007.
B. Metode Penelitian Untuk mencapai suatu tujuan dalam suatu penelitian selalu digunakan cara–cara yang sering diistilahkan dengan metode penelitian. Menurut Surachmad (1978: 131), metode adalah suatu cara utama yang dipergunakan untuk mencapai suatu
tujuan,
misalnya
untuk
menguji
serangkaian
hipotesis,
dengan
menggunakan teknik dan alat–alat tertentu. Sesuai dengan judul dan tujuan, maka penelitian ini bersifat deskriptif, dan model penelitian yang dilakukan adalah deskriptif survei. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Arikunto (1985: 139) yang menyatakan bahwa “Pada umumnya penelitian deskriptif merupakan penelitian non hipotesa sehingga dalam langkah penelitiannya tidak perlu merumuskan hipotesa. Riset deskriptif survei bermaksud untuk mencari bukti-bukti ilmiah tentang sebab terjadinya kerusakan jalurjalan Surakarta Purwodadi.
31
Satuan
medan
dalam
penelitian
ini
ditentukan
berdasarkan
tumpangsusun Peta Bentuklahan skala 1: 50.000, Peta Tanah skala 1: 50.000, Peta Lereng skala 1: 50.000 dan Peta Penggunaan Lahan skala 1: 50.000. Peta Bentuklahan diturunkan dari Peta Geologi skala 1: 100.000 tahun 1992 dan survei lapangan. Peta Tanah diturunkan dari Peta Tanah Tinjau skala 1: 250.000 tahun 2001 dan survei lapangan. Peta Lereng dan Peta Penggunaan Lahan diturunkan dari Peta Rupa Bumi skala 1: 25.000 tahun 2000. Batas pemetaan masing-masing peta penyusun satuan medan adalah bentang alam yang diukur dari batas terluar jalur jalan sejauh 2 Km, dengan asumsi sejauh 2 Km sudah tidak terpengaruh oleh bangunan jalan. Simbol satuan medan disusun berdasarkan pada parameter penyusun yang terdiri dari: 1.
Satuan bentuklahan disimbolkan dengan huruf pertama dari asal proses dan angka yang menunjukkan bentuk. Masing-masing simbol tersebut sebagai berikut: a. Perbukitan blok sesar berbatuan napal terkikis kuat diberi simbol S1 b. Perbukitan antiklinal berbatuan napal terkikis kuat diberi simbol S5 c. Perbukitan denudasional berbatuan napal terkikis kuat diberi simbol D1 d. Dataran aluvial diberi simbol F1
2.
Jenis tanah disimbolkan dengan huruf pertama dari kata pertama nama jenis tanah sebagai berikut: a. Tanah Regosol diberi simbol huruf R b. Tanah Grumusol diberi simbol huruf G
3.
Relief dalam hal ini berupa kelas kemiringan lereng disimbolkan dengan angka Romawi sebagai berikut: a. Kemiringan 0 – 3% diberi simbol I b. Kemiringan 3 – 8% diberi simbol II c. Kemiringan 8 – 14% diberi simbol III d. Kemiringan 14 – 20% diberi simbol IV e. Kemiringan – > 20% diberi simbol V
4.
Penggunaan lahan dilambangkan dengan huruf sebagai berikut:
32
a. Permukiman diberi simbol huruf Pmk b. Sawah diberi simbol huruf Swh c. Hutan diberi simbol huruf Ht d. Kebun / perkebunan diberi simbol huruf Kb Contoh penggunaan simbol: S1-R-II-Ht Cara baca: S1
: Satuan bentuklahan perbukitan blok sesar berbatuan napal terkikis kuat,
R
: Jenis tanah regosol,
II
: Kelas kemiringan lereng 3 – 8%, dan
Ht
: Penggunaan lahan sebagai hutan.
C. Sumber Data Jenis data yang akan dianalisis dalam penelitian ini, terbagi menjadi dua golongan, yang saling melengkapi dan saling mendukung. 1. Data Primer Data primer yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain hasil pengukuran langsung di lapangan dan hasil analisis laboratorium dari kriteria penilaian kesesuaian medan yaitu: kemiringan lereng, panjang lereng, indeks keausan batuan, indeks beban titik, struktur perlapisan batuan, tekstur tanah, ukuran butir tanah, kadar air, angka pori, permeabilitas tanah, kembang kerut tanah, erosi, gerak massa batuan, jarak antar sungai, intensitas hujan dan penggunaan lahan. 2. Data Sekunder Data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini, antara lain data jenis tanah, data geologi dan data penggunaan lahan.
33
D. Populasi dan Sampel 1. Populasi Penetapan populasi dalam penelitian merupakan hal yang sangat penting agar diketahui dengan jelas individu–individu yang menjadi obyek penelitian tersebut. Menurut Arikunto (1996: 115) yang dimaksud populasi adalah keseluruhan obyek penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah semua satuan medan sepanjang jalur jalan Surakarta-Purwodadi di Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan yang berjumlah 68 satuan medan. 2. Sampel Menurut Arikunto (1996: 117), sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti. Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah dengan mengunakan metode Purposive Sampling, yaitu satuan medan sebagai satuan evaluasi yang ditentukan berdasarkan tujuan, yaitu evaluasi medan untuk tingkat kerusakan jalur jalan. Sesuai dengan metode pengambilan sampel yang digunakan, maka satuan medan yang menjadi sampel penelitian adalah satuan medan yang terlintasi oleh jalur jalan. Dari jumlah populasi yang ada ditetapkan 12 satuan medan yang menjadi sampel penelitian, keduabelas satuan medan tersebut adalah: D1-G-V-Kb, D1-G-I-Kb, D1-G-I-Pmk, D1-G-III-Ht, S1-G-IV-Ht, S1-G-I-Pmk, S5-G-IV-Ht, S5-G-II-Ht, S5-G-I-Ht, S5-G-III-Kb, S1-G-I-Ht, dan S1-G-I-Sw.
E. Teknik Pengumpulan Data Dalam suatu penelitian, data merupakan faktor yang penting. Pengumpulan data yang dimaksudkan untuk memperoleh data atau keterangan yang benar dan dapat dipercaya dalam penelitian. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan antara lain:
34
1. Dokumentasi Dokumentasi adalah
cara pengumpulan data dengan menelaah
dokumen–dokumen atau catatan–catatan yang ada termasuk di dalamnya adalah peta. Dokumentasi dilakukan guna mendapatkan data–data sekunder. Data yang dihasilkan dari cara dokumentasi antara lain: litologi, geologi, kerapatan aliran, iklim dan penggunaan medan.
2. Observasi Observasi lapangan adalah cara pengumpulan data dengan melakukan pengamatan terhadap obyek di lapangan. Observasi dilakukan untuk mendapatkan data primer. Dari observasi lapangan, data yang dihasilkan antara lain: kemiringan dan panjang lereng, perlapisan batuan, tekstur tanah, permeabilitas tanah, drainase, kenampakan erosi dan gerak massa batuan. Teknik observasi ini dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung, hal ini sesuai dengan pendapat Surachmad, (1978: 155) yang mengatakan bahwa “teknik observasi lapangan adalah pengumpulan data dimana penyelidik mengadakan pengamatan secara langsung (tanpa alat) terhadap gejala obyek yang diselidiki. Teknik observasi tak langsung yakni teknik pengumpulan data dimana penyelidik mengadakan pengamatan terhadap gejala–gejala subyek yang diselidiki dengan perantara sebuah alat, baik alat yang sudah ada (semula tidak khusus dibuat untuk keperluan tersebut), maupun yang sengaja dibuat untuk keperluan yang khusus itu. Cara pengambilan data dilakukan sebagai berikut: a.
Data kemiringan lereng dan panjang lereng didapat dari Peta Lereng dengan menggunakan program sistem informasi geografi (SIG),
b.
Faktor batuan Pengukuran
indeks
beban
titik dilakukan
di
lapangan
dengan
menggunakan alat penetrometer saku. Pengukuran indeks keausan batuan dilakukan di laboratorium dengan menimbang berat batuan sebelum dan sesudah diuji keausannya. Struktur perlapisan batuan diperoleh dengan mengacu pada Peta Geologi bersistem kemudian mengecek langsung di
35
lapangan dengan cara mengukur kedudukan perlapisan batuan terhadap kemiringan permukaan, litologi batuan, dan sifat batuan (keras-lunak), c.
Faktor proses geomorfologi meliputi data tingkat erosi yang datanya diperoleh dengan cara mengukur kedalaman dan jarak antar sungai yang dapat dihitung dari peta dan cek lapangan, kemudian mencocokkan dengan tabel kriteria erosi, data gerak massa diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan dan mencocokkan dengan tabel kriteria gerak massa,
d.
Data faktor tanah yang meliputi: tekstur, kadar air, ukuran butir tanah, angka pori, permeabilitas dan kembang kerut tanah (indeks COLE) dilakukan di laboratorium dan dicocokkan dengan masing-masing tabel kriteria,
e.
Data intensitas hujan diperoleh dari stasiun pencatat curah hujan dan membagi jumlah rata-rata curah hujan dengan jumlah hari hujan,
f.
Faktor penggunaan lahan berupa jenis penggunaan lahan yang diacu dari Peta Penggunaan Lahan dan cek lapangan.
F. Validitas Data Kesahihan data dalam penelitian ini diperoleh dari data primer yaitu kemiringan lereng, panjang lereng, pelapukan batuan, erosi, gerak massa batuan, kekuatan batuan, kemiringan lapisan batuan, kelompok tanah, daya dukung tanah, permeabilitas tanah, kembang kerut tanah, dan drainase tanah. Data sekunder berupa jenis tanah, kemiringan lereng dan penggunaan lahan. Data–data primer dan sekunder tersebut saling melengkapi yang hasil akhirnya menunjukkan karakteristik fisik pada setiap satuan medan di daerah penelitian.
G. Analisis Data Analisis dilakukan untuk mengetahui satuan medan dan mengetahui kelas kesesuaian medan untuk jalur jalan di daearah penelitian. Satuan medan ditentukan berdasarkan tumpangsusun Peta Bentuklahan skala 1: 50.000, Peta Lereng skala 1: 50.000, Peta Tanah skala 1: 50.000 dan Peta Penggunaan Lahan
36
skala 1: 50.000. Hasil dari tumpangsusun keempat peta tersebut berupa satuan medan, yang kemudian dijadikan satuan evaluasi untuk menetapkan sampel dalam penelitian ini. Evaluasi medan yang dilakukan untuk mengetahui kelas kesesuaian medan dengan cara menganalisis dan memberi harkat (scoring) pada sifat dan karakteristik
medan yang dijadikan dasar penelitian. Sifat dan karakteristik
medan yang dijadikan dasar penelitian antara yaitu: panjang lereng, kemiringan lereng, indeks beban titik, indeks keausan batuan, struktur perlapisan batuan, tekstur tanah, kadar air, kelompok tanah, angka pori, permeabilitas, kembang kerut tanah, jarak antar sungai, erosi, gerak massa batuan, intensitas hujan dan penggunaan lahan. Keseluruhan parameter tersebut selanjutnya diberi harkat dari parameter yang paling baik sampai parameter yang sangat jelek dan dimasukkan dalam masing-masing tabel kriteria. Nilai dan kelas kesesuaian yang digunakan dalam pengharkatan berkisar dari 1 sampai dengan 5 sebagai berikut: 1. Harkat 5 menunjukkan kesesuaian I (sangat Sesuai) 2. Harkat 4 menunjukkan kesesuaian II (sesuai) 3. Harkat 3 menunjukkan kesesuaian III (cukup sesuai) 4. Harkat 2 menunjukkan kesesuaian IV (tidak sesuai) 5. Harkat 1 menunjukkan kesesuaian V (sangat tidak sesuai) Dari hasil penilaian sifat dan karakteristik medan tersebut dijumlah dan diklasifikasikan untuk menentukan kelas kesesuaian medan untuk jalur jalan. Berdasarkan 16 parameter yang diharkat mempunyai nilai tertinggi 80 dan nilai terendah 16, untuk menentukan kelas kesesuaian medan digunakan persamaan: i=
R N
Dimana :
i = interval kelas R = perbedaan nilai tertinggi dan terendah N = kelas kesesuaian medan
Didapat julat i =
80 − 16 = 12,8 dibulatkan menjadi 13. 5
Berdasarkan persamaan di atas dibuat kelas kesesuaian medan untuk jalan seperti pada tabel 18.
37
Tabel 18: Kelas Kesesuaian Medan untuk Jalur Jalan. Nilai Kelas Kesesuaian Kategori Sangat sesuai I 67 – 80 Sesuai II 54 – 67 Cukup sesuai III 41 – 54 Tidak sesuai IV 28 – 41 Sangat tidak sesuai V 16 – 28 Berdasarkan hasil pengharkatan, maka akan didapat kelas kesesuaian medan untuk bangunan jalan pada setiap satuan medan di daerah penelitian dengan kriteria sebagai berikut : 1. Kelas kesesuaian I (sangat sesuai) Jumlah harkat antara 67 dan 80. Kondisi fisik medan mendukung sekali terhadap bangunan jalan, resiko terhadap kerusakan jalan hampir tidak ada dan perawatan jalan relatif murah. 2. Kelas kesesuaian II (sesuai) Jumlah harkat antara 54 dan 67. Kondisi fisik medan mendukung terhadap bangunan jalan, resiko kerusakan relatif kecil dan mudah diatasi. 3. Kelas kesesuaian III (cukup sedang) Jumlah harkat antara 41 dan 54. Kondisi fisik medan mendukung terhadap bangunan jalan tetapi dengan persyaratan disertai perawatan yang teratur, dan terus menerus dilakukan pengamatan, biaya perawatan agak mahal. 4. Kelas kesesuaian IV (tidak Sesuai) Jumlah harkat antara 28 dan 41. Kondisi fisik medan tidak mendukung terhadap bangunan jalan karena adanya resiko kerusakan jalan yang besar, biaya perawatan relatif mahal. 5. Kelas kesesuaian V (sangat tidak sesuai) Jumlah harkat antara 16 dan 28. Kondisi fisik medan sudah tidak mendukung lagi terhadap bangunan jalan, banyak kerusakan jalan yang mungkin terjadi, perawatan dan perbaikan jalan sangat mahal. Sub-kelas
kesesuaian
ditentukan
dengan
memperhatikan
tinggi
rendahnya nilai penjumlahan dan faktor pembatas, yaitu sifat dan karakteristik
38
medan yang mempunyai nilai terendah. Faktor pembatas yang berasal dari relief diberi simbol (r). Faktor pembatas yang berasal dari tanah diberi simbol (t), faktor pembatas yang berasal dari geologi diberi simbol (g), faktor pembatas yang berasal dari hidrologi dengan simbol (h), faktor proses dengan simbol (p) dan faktor yang berasal dari penggunaan lahan diberi simbol (pl).
H. Prosedur Penelitian 1. Tahap Persiapan Dalam tahap ini yang dilakukan antara lain: penyediaan alat dan bahan, biaya, perencanaan waktu yang tepat, perijinan dan lembar kerja untuk observasi lapangan.
2. Tahap Interpretasi Awal Dalam tahap kedua ini yang dilakukan antara lain : a. Studi pustaka yang berkaitan dengan obyek penelitian, b. Analisa Peta Tanah, Peta Topografi dan Peta Penggunaan Medan, c. Pembuatan Peta Satuan Medan.
3. Tahap Observasi Lapangan Dalam tahap ini yang dilakukan pengamatan lapangan untuk : a. Mencocokkan hasil interpretasi awal dengan keadaan sebenarnya di lapangan dan melakukan pengukuran lapangan sesuai kriteria kualitas medan yang dinilai, b. Pengambilan sampel yang akan dianalisis di laboratorium.
4. Tahap Analisis Data Dalam tahap ini data yang didapat dari observasi lapangan dan data pendukung lainnya, akan dianalisis secara cermat. Sedangkan untuk analisis contoh tanah dan batuan dilakukan di laboratorium Fakultas Teknik UNS.
39
5. Tahap Interpretasi Akhir Dalam tahap ini semua data dan informasi yang telah dianalisis diskor, yang hasil akhirnya adalah kelas kesesuaian medan yang diwujudkan dengan Peta Satuan Medan untuk bangunan jalur jalan.
6. Tahap Akhir Dalam tahap ini dilakukan penulisan laporan penelitian dalam bentuk skripsi. Secara sistematis bagan alur penelitian disajikan pada gambar 3.
40
Peta Tanah Skala 1: 250.000
Peta Lereng Skala 1: 50.000
Peta Geologi Skala 1: 100.000
Survei Lapangan
Survei Lapangan
Peta Tanah Skala 1: 50.000
Peta Bentuklahan Skala 1: 50.000
Faktor Keterlintasan Medan
Peta Satuan Medan Skala 1:50 000
Peta Penggunaan Lahan Skala 1: 50. 000
Survei Lapangan
Informasi Kondisi Jalan
Proses Pengolahan Data
Kelas Kesesuaian Medan untuk Jalan
Gambar 3. Bagan Alur Penelitian
41
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Latar Belakang Daerah Penelitian 1. Letak dan Batas a. Letak Astronomi Berdasarkan Peta Rupa Bumi skala 1: 25.000, lembar Toroh (1408-642) dan Sukodono (1408-624), maka secara astronomi dapat diketahui letak daerah penelitian antara 07◦ 11’47,07" LS - 07◦17’00" LS dan 110◦52’52,04" BT 110◦55’42,00" BT. Ditinjau secara administratif, daerah penelitian termasuk wilayah Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan, Propinsi Jawa Tengah, yang meliputi tujuh desa yaitu : Desa Ngrandu, Desa Juworo, Desa Monggot, Desa Kalangbancar, Desa Geyer, Desa Bangsri dan Desa Ledokdawan. Letak administratif daerah penelitian disajikan pada Peta Administratif.
b. Batas Berdasarkan Peta Rupa Bumi skala 1: 25.000, lembar Toroh (1408-642) dan Sukodono (1408-624), maka dapat diketahui batas Kecamatan Geyer sebagai berikut: 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sumberlawang Kabupaten Sragen 3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan, dan 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Juwangi Kabupaten Grobogan.
2. Iklim Berdasarkan letak lintangnya daerah penelitian termasuk iklim tropis, karena terletak pada lintang rendah (07◦ 11’47,07" LS - 07◦17’00" LS). Dalam menentukan iklim ada tiga unsur yang sangat mempengaruhi, yaitu temperatur,
42
angin dan curah hujan. Untuk memperjelas iklim di daerah penelitian hanya akan diuraikan unsur temperatur dan curah hujan. a. Temperatur Berdasarkan Peta Rupa Bumi Skala 1: 25.000, lembar Toroh (1408-642) dan
Sukodono (1408-624) dan survei lapangan, diketahui daerah penelitian
terletak pada ketinggian antara 50 – 175 meter dari permukaan air laut. Ketinggian tempat ini dapat digunakan untuk menentukan rata-rata temperatur suatu daerah, untuk mengetahui rata-rata temperatur suatu daerah menggunakan rumus Braak sebagai berikut : T = (26,3 – 0,61 x h)◦C Dimana T
= Rata-rata temperatur daerah
26,3 = Rata-rata temperatur daerah di pantai tropis 0,61 = Konstan temperatur (penurunan temperatur setiap kenaikan tempat setinggi 100 meter) h
= Tinggi tempat dalam hm (hektometer)
Untuk menentukan temperatur rata-rata dipakai kisaran temperatur di daerah tertinggi dan terendah. Daerah tertinggi adalah 175 m dan daerah terendah 50 m di atas permukaan air laut. Temperatur rata-rata daerah tertinggi adalah: T = 26,3 – 0,6 x h = 26,3 – 0,61 x 1,75 T = 25,2 oC Temperatur rata-rata daerah terendah adalah: T = 26,3 – 0,6 x h = 26,3 – 0,6 x 0,50 T = 25,9 oC Dari perhitungan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa temperatur daerah tertinggi adalah 25,9 ◦C dan daerah terendah adalah 25,2◦C.
43
b. Curah Hujan Data mengenai curah hujan daerah penelitian diperoleh dari statistik kecamatan. Data curah hujan yang diperoleh hanya selama empat tahun terakhir, yaitu dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2006. Hal ini dikarenakan pada tahun sebelumnya alat pencatat curah hujan rusak sehingga curah hujan yang jatuh tidak tercatat. Keadaan rata-rata curah hujan tahunan di Kecamatan Geyer tahun 2003 sampai dengan tahun 2006 disajikan pada tabel 19 berikut:
Tabel 19. Data Curah Hujan Selama Tahun 2003 Sampai 2006 2003 2004 2005 2006 Rata-rata No Bulan mm mm mm mm 1 313 346 350 295.25 Januari 172 2 194 290 182 428 273.5 Februari 170 213 169 304 214 3 Maret 46 176 277 268 191.75 4 April 112 137 95 126 117.5 5 Mei 20 5 233 24 70.5 6 Juni 0 28 75 5 27 7 Juli 10 0 45 1 14 8 Agustus 60 72 123 0 114.75 9 September 184 103 74 98 114.75 10 Okrober 198 215 129 138 170 11 Nopember 409 298 179 320 301.5 12 Desember Jumlah 1575 1850 1927 2062 1853.5 Bulan Kering 4 3 1 4 3 8 9 11 8 9 Bulan Basah Sumber: Statistik Kecamatan Dengan melihat data curah hujan seperti pada tabel 19 dapat diketahui bahwa curah hujan tahunan untuk empat tahun terakhir (2003-2006) sebesar 1853,5 mm. Bulan terkering terjadi pada bulan Agustus, yang ternyata curah hujan rata-rata yang turun hanya 14 mm. Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Koppen, Kecamatan Geyer termasuk iklim Aw, yaitu : A
: Berarti iklim panas, dengan suhu rata-rata tahunan tidak lebih rendah dari 180C.
Aw
: Iklim panas yang mempunyai periode kering pada musim
44
dingin selama setengah tahun, atau dikatakan iklim sabana. Keadaan iklim Kecamatan Geyer berdasarkan klasifikasi iklim Koppen dapat dilihat pada gambar 4 sebagai berikut:
Af
Jumlah curah hujan minimum rata-rata bulana (mm)
60
40 Am
20 17,6 Aw
0 1000
1500
1853,5 2000
2500
Curah hujan rata-rata tahunan (mm)
Gambar 4: Tipe Curah Hujan Daerah Kecamatan Geyer Menurut Koppen, Priode Tahun 2003-2006
45
Menurut penggolongan tipe curah hujan dari Schmidt-Ferguson daerah penelitian termasuk tipe curah hujan C. Tipe curah hujan ini didasarkan pada nisbah rata-rata jumlah bulan kering yaitu apabila curah hujan kurang dari 60 mm dan rata-rata jumlah bulan basah apabila curah hujan lebih dari 100 mm yang disimbolkan dengan “Q” (Quotient). Q
=
JumlahBulanKering x100% JumlahBulanBasah
Penggolongan tipe curah hujan menurut Schmidt-Ferguson seperti pada tabel 20 di bawah ini.
Tabel 20. Tipe Curah Hujan Menurut Schmidt dan Ferguson. Tipe Curah Hujan Nilai Q (%) Sifat A 0 ≤ Q < 0,143 Sangat basah B 0,143 ≤ Q < 0,333 Basah C 0,333 ≤ Q < 0,600 Agak basah D 0,600 ≤ Q < 1,000 Sedang E 1,000 ≤ Q < 1,670 Agak kering F 1,670 ≤ Q < 3,000 Kering G 3,000 ≤ Q < 7,000 Sangat kering H Luar biasa kering 7,000 ≤ Q Sumber : Handoko, 1995: 169. Atas dasar rumus di atas, serta data curah hujan selama empat tahun, maka dapat diketahui nilai Q untuk klasifikasi tipe curah hujan berdasarkan Schmidt-Ferguson di Kecamatan Geyer adalah: 3,25 100% 7,75
Q
=
Q
= 41,9%
Berdasarkan nilai Q tersebut, maka dapat diketahui bahwa daerah penelitian termasuk dalam tipe curah hujan C, yang mempunyai sifat agak basah. Pada gambar 5 menunjukkan tipe curah hujan berdasarkan Schmidt-Ferguson di Kecamatan Geyer.
46
12 11
700 %
10 300%
Jumlah rata-rata bulan kering
9 8
Nilai Q (%)
157 %
H 7 G
100 %
6 F 5 E
(7, 75: 3,25
60 %
4 D
33, 3 %
3 C 2
14, 3 %
B 1 A 0
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Jumlah rata-rata bulan basah
Gambar 5.
Tipe Curah Hujan Menurut Schmidt dan Ferguson di Daerah Penelitian Berdasarkan Data Curah Hujan Tahun 2003-2006
11
12
47
Gambar 6. Peta Administratif
48
3. Geologi Daerah penelitian merupakan bagian dari geoantiklin Kendeng. Antiklinorium Kendeng merupakan lanjutan dari Rangkaian Pegunungan Serayu Utara di Jawa Tengah (Bemmelen, 1968: 79). Di sebelah selatan Semarang, antiklinorium Kendeng panjangnya mencapai 250 km dan lebarnya mencapai 40 km serta menyempit ke arah timur sampai 20 km. Antiklinarium Kendeng berupa perbukitan dengan elevasi rata-rata 450 meter dari permukaan air laut, dan elevasi maksimum 600 meter dari permukaan air laut. Dekat Ngawi terjadi sebuah sumbu depresi, dimana punggungan ini secara melintang terpotong oleh sungai Bengawan Solo, sehingga terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian barat dan bagian timur. Dalam pembagian zona fisiografi pulau Jawa, daerah penelitian termasuk zona tengah. Zona ini mempunyai lapisan Neogen muda yang lebih tebal dibandingkan dengan zona lain. Lapisan Neogen muda ini merupakan inti dari geoantiklin muda. Proses pelipatan terjadi sejak periode Miosen atas dan di beberapa tempat sampai miosen tengah. Selama periode Plistosen tengah dihasilkan orogenesa dari lipatan yang kuat sehingga menimbulkan lipatan terbalik. Hampir seluruh daerah penelitian tersusun oleh sedimen klastis terutama napal. Berdasarkan Peta Geologi lembar Salatiga, Jawa skala 1: 100.000 terbitan Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi tahun 1992, di daerah penelitian terdapat tiga formasi batuan yaitu : Formasi Kerek, Formasi Kalibeng dan Dataran Aluvial. Formasi paling tua adalah Formasi Kerek (Tmk) yaitu pada periode miosen tengah. Bagian bawah berupa sedimen tipe flysch yang berlapisan sangat baik, terdiri dari perselingan batu lanau, batulempung dan batupasir gampingan. Bagian atas terdiri dari napal bersisipan batupasir tufaan gampingan, batulanau dan batupasir kerikilan, kandungan bahan gunungapi sangat tinggi, umumnya berwarna lebih cerah dan perlapisannya tidak serapat bagian bawah. Secara keseluruhan kandungan bahan gunungapi berkurang ke arah timur. Luas formasi ini di daerah penelitian adalah 2.383,132 ha atau 46% dari luas seluruh daerah
49
penelitian. Formasi ini menyebar di bagian selatan dan tengah daerah penelitian yaitu di Desa Monggot, Desa Kalangbancar, Desa Juworo dan Desa Ngrandu. Penampang melintang formasi ini dapat dilihat pada gambar 7 di bawah.
Gambar 7. Penampang Melintang Perlapisan Batuan Napal Bersisipan Lanau pada Formasi Kerek. Gambar Diambil pada Bulan Oktober tahun 2006. Selama periode Miosen akhir hingga pliosen awal dijumpai Formasi Kalibeng (Tmpk). Formasi ini terdiri dari napal pejal di bagian atas dan di bawahnya dijumpai napal bersisipan dengan batupasir tufaan dan batu gamping. Luas formasi ini di daerah penelitian adalah 2.669,938 ha atau 51,73% dari luas seluruh daerah penelitian. Formasi ini tersebar luas di bagian utara dan sebagian sempit di selatan daerah penelitian yaitu Desa Bangsri, Desa Geyer, sebagian Desa Ledokdawan, Desa Juworo dan Desa Ngrandu. Pada bagian tertentu dari Formasi Kalibeng dijumpai anggota klitik Formasi Kalibeng yang terdiri dari selang-seling kalkarenit, batugamping tufaan, batupasir tufan dan napal di bagian atas ; dan biokalkarenit di bagian bawah. Anggota klitik Formasi Kalibeng berkembang pada periode pliosen akhir. Luas formasi ini adalah 27,524 ha atau 0,53% dari luas seluruh daerah penelitian.
50
Dataran Aluvial (Qa), berkembang pada periode Holosen. Batuan penyusunnya terdiri dari lempung, krikil dan krakal. Dataran aluvial tersebar sempit di hilir Sungai Geyer yaitu sebagian Desa Ledokdawan. Luas Dataran Aluvial didaerah penelitian adalah 80,650 ha atau 1,56% dari luas seluruh daerah penelitian. Agihan formasi geologi di daerah penelitian dapat dilihat pada peta Geologi dan tabel 21 di bawah.
Tabel 21. Agihan Formasi Geologi Daerah Penelitian. Luas Area No Formasi Geologi Ha % 1 Qa 80,650 1,56 2 Tmk 2.383,132 46,17 3 Tmpk 2.669,938 51,73 4 Tpkk 27,524 0,53 Jumlah 5161,244 100,00 Sumber: Analisis Peta Geologi Daerah Penelitian. Dari tabel di atas dapat diambil kesimpulan bahwa daerah penelitian didominasi oleh Formasi Kalibeng dengan penyusun batuan napal bersisipan lanau.
51
Gambar 8. Peta geologi
52
4. Geomorfologi Berdasarkan Peta Geologi dan Peta Topografi daerah penelitian serta survei lapangan, daerah penelitian mempunyai beberapa bentuklahan. Secara garis besar ada tiga (3) bentuklahan berdasarkan asalnya, yaitu: bentuklahan asal struktural, bentuklahan asal proses denudasional dan bentuklahan asal proses fluvial. 1. Bentuklahan Asal Struktural Bentuklahan asal struktural dicirikan dengan adanya sesar dan lipatan. Adanya tenaga dari dalam yang mendesak kulit permukaan bumi akan mengalami pelipatan jika letaknya jauh di dalam bumi dan menemui lapisan batuan yang plastis. Jika tenaga tersebut menemui lapisan batuan yang keras, maka akan terjadi patahan. Kenampakan yang mudah untuk diidentifikasi adalah adanya gawir sesar, yaitu berupa dinding-dinding yang curam. Proses yang berlangsung pada bentuklahan ini berupa erosi dan gerak massa batuan. Akibat dari proses tersebut, pada bentuklahan ini sering dijumpai longsor lahan terutama pada dinding lereng yang curam. Secara fisiografi bentuklahan ini berupa perbukitan. Bentuklahan ini meliputi wilayah seluas 3348,949 ha atau 64,88% dari luas seluruh daerah penelitian. Penyebaran bentuklahan ini di bagian selatan daerah penelitian. Sub bentuklahan yang terbentuk adalah Perbukitan Blok Sesar Berbatuan Napal Bersisipan Lanau Terkikis Kuat dan Perbukitan Antiklinal Berbatuan Napal Terkikis Kuat. Kondisi bentuklahan ini dapat dilihat pada gambar 9. 2. Bentuklahan Asal Proses Denudasional Bentukan asal proses denudasional muncul karena pada bentukan asal struktural mengalami proses pengikisan dalam waktu dan intensitas yang tinggi sehingga kenampakan yang dijumpai sekarang sudah sulit dikenali relief dan strukturnya. Bentukan yang dijumpai sekarang berupa perbukitan yang puncaknya hampir rata dengan ketinggian berkisar antara 75 dan 150 meter di atas permukaan air laut. Proses geomorfologi yang bekerja dan berlangsung berupa erosi permukaan, pelapukan dan gerak massa, yang mengakibatkan perkembangan bentuklahan ini. Batuan bagian atas berupa batuan napal yang mengalami proses pelapukan, sehingga membentuk kenampakan yang menyerupai perisai. Luas
53
bentuklahan ini adalah 1662,871 ha atau 32,21% dari luas seluruh daerah penelitian. Bentuklahan asal proses denudasional pada daerah penelitian berupa perbukitan. Penyebaran bentuklahan ini adalah sebelah utara daerah penelitian. Akibat proses geomorfilogi yang berlangsung pada bentuklahan ini dapat dilihat pada gambar 10 di bawah.
Gambar 9. Bentuklahan Asal Struktural Berbatuan Napal. Foto Diambil pada Bulan Oktober tahun 2006.
Gambar 10. Gerak Massa pada Bentuklahan Perbukitan Denudasional. Foto Diambil pada Bulan Oktober tahun 2006.
54
3. Bentuklahan Asal Proses Fluvial Bentuklahan ini terbentuk karena proses erosi, pengendapan dan aktifitas sungai yang pada daerah penelitian banyak dipengaruhi oleh sungai Geyer dan sungai Sogo. Bentuklahan yang terbentuk adalah Dataran Aluvial yang mempunyai lapisan batuan yang horizontal berasal dari proses pengendapan dari material yang berasal dari pebukitan denudasi yang berada di atasnya. Luas bentuklahan ini di daerah penelitian adalah 149,423 ha atau 2,89% dari luas seluruh daerah penelitian. Agihan bentuklahan dan luas masing-masing di sajikan pada Peta Bentuklahan dan tabel 22 di bawah ini.
Tabel 22. Luas Bentuklahan di Daerah Penelitian. No Bentuklahan Asal Proses 1 2 3
Bentuklahan asal Struktural Bentuklahan asal proses Denudasional Bentuklahan asal proses Fluvial Jumlah Sumber: Peta Bentuklahan dan Analisis.
Luas Ha % 3.348,949 64,88 1.662,871 32,21 149,424 2,89 5161,244 100,00
Dari tabel di atas dapat diambil kesimpulan bahwa bentuklahan terluas yang ada di daerah penelitian adalah bentuklahan asal struktural yaitu: 3.348,949 ha atau 64,88 % dari luas seluruh daerah penelitian, sedangkan bentuklahan tersempit adalah bentuklahan asal proses fluvial yaitu: 149,424 ha atau 2,89 % dari luas seluruh daerah penelitian.
55
Gambar 11.Peta bentuklahan
56
5. Tanah Tanah berfungsi sebagai medium pertumbuhan vegetasi, infiltrasi, penyimpanan, penahanan, pelolosan dan penguapan air. Dalam kaitannya dengan penelitian ini maka tanah sebagai tempat yang dikenai langsung oleh bangunan jalan. Berdasarkan pada Peta Tanah Tinjau Propinsi Jawa Tengah skala 1: 250.000 (Lembaga Penelitian Tanah, 1966), macam tanah yang ada di Kabupaten Grobogan meliputi: (1) Grumusol Kelabu Tua, (2) Asosiasi Grumusol Coklat Kekelabuan dan Grumusol Kelabu Kekuningan, (3) Grumusol Kelabu, (4) Asosiasi Aluvial Kelabu dan Aluvial Coklat Kekelabuan, (5) Grumusol Kelabu, (6) Asosiasi Mediteran Merah Kekuningan dan Mediteran Coklat Kekuningan, (7) Kompleks Regosol Kelabu dan Grumusol, (8). Kompleks Litosol, Mediteran dan Rendsina. (Berdasarkan pada Peta Tanah Tinjau Kabupaten Grobogan Skala 1: 250.000 tahun 1991) dan survei lapangan, daerah penelitian terdiri dari dua jenis tanah yaitu: Grumusol dan Regosol. Penyebaran masing-masing jenis tanah tersebut dapat dilihat pada peta Tanah. Ciri morfologi dan fisik masing-masing jenis tanah dijelaskan sebagai berikut: a. Grumusol Tanah grumusol berasal dari endapan lempung. Penyebarannya memanjang kearah utara – selatan daerah penelitian dan di lalui oleh jalur jalan Surakarta Purwodadi. Luas jenis tanah ini adalah 2.939,937 ha atau 56,96% dari luas seluruh daerah penelitian. Jenis tanah ini di lapangan dicirikan dengan tekstur lempung berat, struktur lempeng, konsistensi dalam keadaan kering luar biasa teguh. Pada keadaan basah konsistensinya menjadi plastis dan sangat lekat, mudah terjadi retak-retak, jeluk tanah dalam, warna kelabu, permeabilitas sangat lambat sehingga kemampuan meloloskan air sangat kecil dan kapasitas menahan air sangat besar.
57
b. Regosol Tanah ini berasal dari bahan induk batuan kapur dan napal. Tanah Regosol di lapangan dicirikan dengan tekstur pasir berlempung, struktur remah, konsistensi gembur dalam keadaan basah, warna kelabu, permeabilitas tinggi hingga sedang, kemampuan meloloskan air besar hingga sedang dan kapasitas pengikatan air sedang hingga kecil. Di lapangan tanah ini terdapat di sebelah timur dan barat daerah penelitian. Luas tanah regosol adalah 2.221,305 ha atau 43,03% dari luas seluruh daerah penelitian. Agihan dan luas masing-masing jenis tanah di daerah penelitian dapat dilihat pada Peta Tanah dan tabel 23 sebagai berikut: Tabel.23. Luas Jenis Tanah di Daerah Penelitian Luas No Jenis Tanah Ha % 1 Regosol 2.939,937 56,96 2 Grumusol 2.221,307 53,05 Jumlah 5.161,244 100,00 Sumber: Analisis Peta Tanah
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa jenis tanah yang terluas didaerah penelitian adalah Regosol yaitu seluas 2.939,937 ha atau 56,96 % dari luas seluruh daerah penelitian, sedangkan jenis tanah tersempit adalah Grumusol yaitu 2.221,307 ha atau 53,05 % dari luas seluruh daerah penelitian.
58
Gambar 12. Peta tanah
59
6. Hidrologi Kondisi hidrologi daerah penelitian meliputi kondisi air permukaan dan air dalam. Air permukaan dijelaskan pada kondisi fisik sungai, sedangkan air dalam di jelaskan pada kondisi air tanah. Adapun kondisi fisik sungai dan kondisi air tanah daerah penelitian adalah sebagai berikut:
a. Kondisi Fisik Sungai Di daerah penelitian terdapat dua buah sungai induk yaitu Sungai Sogo dan Sungai Geyer. Sungai Geyer mengalir ke arah utara lalu membelok ke arah barat dan bermuara pada Sungai Lusi, sedangkan Sungai Sogo mengalir ke arah utara dan bermuara di Sungai Geyer. Beberapa anak sungai yang lebih kecil yang bermuara di Sungai Geyer antara lain : Sungai Monggot dan Sungai Tirip. Berdasarkan kestabilan alirannya Sungai Geyer merupakan sungai perenial yaitu sungai yang mengalir sepanjang tahun, sedangkan Sungai Sogo termasuk sungai intermitten yaitu sungai yang mengalir pada musim hujan saja. Kondisi air Sungai Sogo pada musim kemarau dapat dilihat pada gambar 13 di bawah ini.
Gambar 13. Kondisi Air Sungai pada Musim Kemarau di Desa Geyer Kecamatan Geyer. Gambar Diambil pada Bulan Oktober tahun 2006.
60
b. Kondisi Air Tanah Kondisi air tanah ditentukan oleh keadaan topografi, struktur batuan, sifat kelulusan material, keterdapatan air dalam pori-pori, dan kemampuan dalam pengikatan air. Berdasarkan hasil observasi lapangan dapat diketahui kondisi air tanah di daerah penelitian yaitu: pada bentuklahan perbukitan blok sesar berbatuan napal bersisipan lanau dan bentuklahan perbukitan antiklinal berbatuan napal terkikis kuat, pada musim penghujan air tanah dijumpai pada kedalaman 8 hingga 15 meter, pada musim kemarau kedalaman air bisa mencapai lebih dari 15 meter. Pada musim kemarau air tanah dapat dijumpai pada lembah-lembah perbukitan
meskipun
debitnya
terbatas.
Pada
bentuklahan
perbukitan
Denudasional berbatuan napal terkikis kuat, air tanah pada musim penghujan dijumpai pada kedalaman 3 hingga 8 meter, pada musim kemarau kedalaman air mencapai
8 hingga 10 meter. Sumur sebagai alternatif pertama oleh para
penduduk untuk mendapatkan air tanah. Sumur pada Bentuklahan Perbukitan Denudasional Berbatuan Napal Terkikis Kuat dapat dilihat pada gambar 14 di bawah ini.
Gambar 14. Sumur Sebagai Alternatif Mendapatkan Air Tanah pada Bentuklahan Perbukitan Denudasional Berbatuan Napal Terkikis Kuat. Gamber Diambil pada Bulan Oktober tahun 2006.
61
7. Penggunaan Lahan Berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia Kecamatan Geyer dan uji lapangan penggunaan lahan di daerah penelitian sebagian besar berupa hutan, permukiman dan sebagian kecil tegalan. Penggunaan lahan di daerah penelitian dapat dilihat pada Peta Penggunaan Lahan. Adapun persebaran masing-masing penggunaan tersebut akan diuraikan di bawah ini. a. Hutan Penggunaan lahan hutan dibedakan menjadi dua, yaitu: hutan alami dan hutan buatan (reboisasi). Hutan alami menyebar di bagian selatan Kecamatan Geyer atau bagian selatan dari perbukitan, sedangkan hutan reboisasi terletak di bagian utara Kecamatan Geyer atau utara perbukitan dan sebagian kecil terletak di bagian selatan perbukitan berdampingan dengan hutan alami. Hutan alami ditumbuhi oleh tanaman tropis yang berasosiasi dengan semak belukar. Umumnya tanaman ini berupa mahoni dan jati. Tanaman ini menempati hampir seluruh bagian selatan perbukitan. Hutan reboisasi diusahakan dengan tanaman yang mempunyai nilai ekonomis yaitu berupa Kayu Putih dan di bagian tertentu ditumpangsarikan dengan tanaman jagung. Luas penggunaan lahan sebagai hutan adalah 1.635,411 ha atau 31,68% dari luas seluruh daerah penelitian. Penggunaan lahan hutan dapat dilihat pada gambar 15 di bawah ini.
Gambar 15. Hutan Kayu Putih, Merupakan Hutan Reboisasi. Gambar Diambil pada Bulan Oktober tahun 2006.
62
Gambar 16. Peta penggunaan lahan
63
b. Sawah Bentuk penggunaan lahan sawah menyebar pada sebagian besar dataran hingga lereng perbukitan yang berelief relatif datar dan berselang-seling dengan permukiman. Sebagaimana penggunaan lahan hutan, penggunaan lahan sawah juga dibedakan menjadi dua, yaitu: sawah irigasi dan sawah tadah hujan. Sawah irigasi memiliki sistem pengairan yang sudah memadai, sedangkan sawah tadah hujan hanya mengandalkan air ketika musim penghujan. Pergiliran tanaman umumnya dua kali padi dan sekali palawija dalam setahun. Tanaman palawija pada umumnya diusahakan pada musim kemarau karena tidak membutuhkan banyak air. Luas penggunaan lahan sebagai sawah adalah 437,848 ha atau 8,47% dari seluruh luas daerah penelitian. Penggunaan lahan sawah yang ditanami padi seperti pada gambar 17 di bawah.
Gambar 17. Penggunaan Lahan Sawah yang Ditanami Padi di Desa Juworo. Gambar Diambil pada Bulan Januari 2007.
64
c. Permukiman Bentuk penggunaan lahan permukiman mencakup pekarangan dan perumahan. Penggunaan lahan ini menyebar memanjang di dataran terutama di kanan kiri sungai dan pada tempat-tempat di sekitar sumber air. Hal ini dikarenakan pada musim kemarau di tempat ini masih relatif mudah untuk mendapatkan air. Penggunaan lahan sebagai permukiman seluas 618,224 ha atau 11,97% dari luas seluruh daerah penelitian. Antar permukiman di daerah penelitian dihubungkan dengan jalan setapak. Pada umumnya masyarakat setempat berpenghasilan sebagai petani dengan bercocok tanam di sawah dan tegalan. Pekarangan pada umumnya ditanami pohon kelapa, pisang, mangga dan mahoni. Hasil tanaman ini sebagian dikonsumsi sendiri dan sebagian dijual. Untuk menjual hasil pertanian sudah tersedia pasar yang letaknya di tepi jalan Surakarta - Purwodadi. Penggunaan lahan permukiman dan aktifitas jual beli hasil pertanian seperti pada gambar 18 di bawah.
Gambar 18. Penggunaan Lahan Permukiman di Daerah Dataran dan Aktifitas Jual Beli Hasil Pertanian. Foto Diambil pada Bulan Oktober tahun 2006.
65
d. Tegalan/Perkebunan Penggunaan lahan tegalan menyebar setempat-setempat pada perbukitan dan lereng-lereng perbukitan terutama pada topografi agak miring (3%-8%). Penggunaan lahan ini berasosiasi dengan hutan dan sawah tadah hujan. Lahan ini tidak mempunyai sistem pengairan yang memadai, sehingga masih tergantung pada musim penghujan. Jenis tanaman yang umum ditanam adalah jagung, ubi kayu (singkong), pisang dan pepaya. Luas penggunaan lahan sebagai tegalan di daerah penelitian adalah 2.420,975 ha atau 46,90% dari luas seluruh daerah penelitian. Penggunaan lahan tegalan pada topografi agak miring dapat dilihat pada gambar 19 di bawah ini.
Gambar 19. Penggunaan Lahan Tegalan pada Topografi Agak Miring (3%-8%). Gambar Diambil pada Bulan Oktober tahun 2006.
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa penggunaan lahan yang dominan di daerah penelitian adalah penggunaan sebagai kebun/perkebunan yaitu 46,90% dari seluruh daerah penelitian.
66
8. Jaringan Jalan Antara Surakarta dan Purwodadi di Kabupaten Grobogan dihubungkan dengan jalan aspal kelas II. Komposisi lalu lintas yang melewati jalan tersebut terdapat kendaraan lambat, tetapi tanpa kendaraan tidak bermotor. Kelas jalan ini dibangun mulai dari Dusun Getas hingga Purwodadi berjarak 22,24 km (hasil survei lapangan). Dari Laporan Kondisi Jalan Link 103 Getas hingga Purwodadi, jalan ini memerlukan perawatan yang memadai karena seringnya terjadi kerusakan. Kerusakan jalan selain disebabkan karena kondisi medan juga disebabkan oleh beban kendaraan yang melintas melebihi kemampuan tonase. Kerusakan jalan yang terjadi berupa: jalan bergelombang, badan jalan retak-retak, badan jalan miring, bahu jalan turun dan jalan longsor. Pengelolaan jalan antara Surakarta dan Purwodadi di Kabupaten Grobogan sejak tahun 1985 dikelola oleh Proyek Peningkatan Jalan Demak Semarang dan Purwodadi. Usaha yang dilakukan untuk merawat jalan antara lain dengan mengadakan survei tonase kendaraan yang lewat, mengukur CBR (Californian Bearing Rate) yaitu daya dukung tanah yang sering mengalami kerusakan, dan membuat kontruksi yang kuat yaitu kontruksi beton. Kerusakan badan jalan miring dan jalan bergelombang dapat dilihat pada gambar 20 di bawah ini.
Gambar 20. Kerusakan Badan Jalan Miring dan Jalan Bergelombang Akibat dari Kurangnya Daya Dukung Tanah. Gambar Diambil pada Bulan Oktober tahun 2006.
67
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Satuan Medan Daerah Penelitian Parameter penyusun satuan medan sebagai satuan analisis untuk kerusakan jalan Surakarta-Purwodadi terdiri atas satuan bentuklahan, kemiringan lereng, tanah dan jenis penggunaan lahan. Satuan bentuklahan yang terdapat di daerah penelitian berasal dari 3 proses pembentukan, yaitu asal struktural, asal proses denudasional dan asal proses fluvial, yang selanjutnya berdasarkan topografi, proses dan litologi diperinci lagi menjadi 4 satuan bentuklahan. Ketujuh satuan bentuklahan tersebut adalah: Perbukitan Denudasional Berbatuan Napal Terkikis Kuat (D1), Perbukitan Blok Sesar Berbatuan Napal Bersisipan Lanau Terkikis Kuat (S1), Perbukitan Antiklin Berbatuan Napal Terkikis Kuat (S5) dan Dataran Aluvial (F1). Uraian secara rinci dari masing-masing satuan bentuklahan dapat dilihat pada sub-bab 4.4 di muka. Luas setiap satuan bentuklahan seperti pada tabel 24 berikut.
Tabel 24. Luas Satuan Bentuklahan di Daerah Penelitian. No Jenis Satuan Bentuklahan Simbol 1
Luas Ha % 1662,871 32,21
Perbukitan Dedudasional berbatuan Napal D1 Terkikis Luat 2 Perbukitan Blok Sesar Berbatuan Napal Bersisipan S1 1465,621 28,39 Lanau Terkikis Kuat 3 1883,329 36,48 Perbukitan Antiklinal Berbatuan Napal Terkikis S5 Kuat 149,423 2,89 4 Dataran Fluvial F1 Jumlah 5161,244 100,00 Sumber: Hasil analisis Peta Bentuklahan Skala 1: 50.000 Tahun 2007.
Berdasarkan pada tabel 24 di atas dinyatakan bahwa di daerah penelitian sebagian besar terdiri dari satuan bentuklahan S5, yaitu seluas 1883,329 ha atau (36,489%) dan satuan bentuklahan tersempit terjadi pada F1, yaitu seluas 149,423 ha atau (2,895%) dari seluruh luas daerah penelitian.
68
Parameter kedua penyusun satuan medan adalah kemiringan lereng pada setiap satuan bentuklahan tersebut di atas. Kelas kemiringan lereng dalam penelitian ini diperoleh dari Peta Topografi (Peta Rupa Bumi). Langkah untuk mendapatkan kelas kemiringan lereng adalah mengunakan extention dalam program artviu. Kontur diubah dalam grid dan dalam format tin, kemudian dibuat kelas lereng dengan menggunakan sistem dari Torn dan Zigen dalam bentuk piksel dan dibuat generalisasi dari hasil tersebut sesuai kelas lereng. Dari asil proses tersebut diperoleh 5 kelas kemiringan lereng di daerah penelitian. Setelah diadakan uji lapangan luas dari masing-masing kelas kemiringan lereng dapat dilihat pada tabel 25. Sebaran secara keruangan disajikan pada Peta Lereng.
Tabel 25. Luas Setiap Kemiringan Lereng di Daerah Penelitian. Luas Kelas Besar Kemiringan Lereng (%) (ha) (%) I 27,89 0-< 3 1439,528 II 703,725 13,63 3-<8 III 1223,567 23,70 8-<14 IV 1108,671 21,48 14-<20 V 685,753 13,28 >- 20 Jumlah 5161,244 100,00 Sumber: Hasil analisis Peta Keniringan Lereng Skala 1: 50.000 tahun 2007.
Berdasarkan pada tabel 23 terlihat bahwa sebagian besar daerah penelitian mempunyai kemiringan lereng kelas I (0-<3) yaitu seluas 1439,508 ha atau 27,890% dan hanya 683,753 ha (13,280%) yang mempunyai kemiringan lereng kelas V (>-20%). Besar kemiringan lereng ini sangat berpengaruh pada proses erosi, longsorlahan dan kesesuaian lahan.
69
Gambar 21. Peta lereng
70
Parameter ketiga penyusun satuan medan adalah jenis tanah. Uraian secara rinci tentang jenis tanah yang terdapat di daerah penelitian dapat dilihat penjelasannya pada sub-bab 4.5. Berdasarkan pada sub-bab tersebut bahwa jenis tanah di daerah penelitian terdiri dari 2 jenis tanah, yaitu Regosol (R) dan Grumusol (G). Masing-masing luasannya disajikan pada tabel 26 sebagai berikut: Tabel 26. Luas Jenis Tanah di Daerah Penelitian. Luas No Jenis Tanah (LPT) Simbol (ha) (%) 1 Regosol R 2221,306 41,03 2 Grumusol G 2939,938 56,96 Jumlah 5161,244 100,00 Sumber: Analisis Peta Tanah skala 1: 50.000 tahun 2007. Berdasarkan pada tabel di atas, terlihat bahwa daerah penelitian sebagian besar terdiri dari jenis tanah Grumusol, yaitu seluas 2939,937 ha atau 56,961% dari luas seluruh daerah penelitian. Parameter keempat penyusun satuan medan adalah jenis penggunaan lahan. Secara rinci dari jenis penggunaan lahan telah dijelaskan pada sub-bab 4.7. berdasarkan pada penjelasan sub-bab 4.7 di daerah penelitian seperti yang disajikan pada tabel 27 sebagai berikut: Tabel 27. Luas Jenis Penggunaan Lahan di Daerag penelitian. Luas No Jenis Penggunaan Lahan Simbol Ha % 1 Hutan Ht 1635,511 31,68 2 Kebun/Perkebunan Kb 2420,951 46,88 3 Permukiman Pmk 618,224 11,97 4 Sawah Sw 486,558 9,42 Jumlah 5161,244 100,00 Sumber: Analisis Peta Penggunaan Lahan Skala 1: 50.000 Tahun 2007.
Berdasarkan keempat parameter tersebut di atas, maka satuan medan dapat disusun dengan cara menumpangsusunkan (overlay) dari Peta Bentuklahan, Peta Tanah, Peta Kemiringan Lereng dan Peta Penggunaan Lahan yang masingmasing pada skala 1: 50.000. Berdasarkan tumpangsusun tersebut dihasilkan 68 jenis satuan medan yang tersebar di daerah penelitian seperti pada tabel 28 di bawah. Sebaran secara keruangan disajikan pada Peta Satuan Medan.
71
Gambar 22. Peta Satuan Medan
72
Tabel 28. Luas Satuan Medan di Daerah Penelitian. No Simbol Satuan Lokasi/Desa Medan D1-G-I Ht D1-G-I-Kb D1-G-I-Pmk D1-G-I-Sw D1-G-III-Ht D1-G-IIID1-G-III- Pmk D1-G-IV-Ht D1-G-IV-Kb D1-G-IV-Pmk D1-G-V-Kb D1-R-I-Kb D1-R-I-Pmk D1-R-II-Ht D1-R-II-Kb D1-R-III-Kb D1-R-IV-Ht D1-R-IV-Kb D1-R-V-Ht 20 D1-R-V-Kb 21 F1-G-I-Kb 22 F1-G-I-Pmk 23 F1-G-II-Kb 24 F1-G-II-Pmk 25 F1-R-I-Kb
Geyer Ledokdawan Geyer dan Ledokdawan Geyer Geyer Ledokdawan Geyer dan Ledokdawan Geyer dan Ledokdawan Geyer dan Ledokdawan Geyer Ledokdawan Ledokdawan Ledokdawan Geyer dan Bangsri Geyer dan Bangsri Geyer dan Ledokdawan Geyer Geyer dan Bangsri Ledokdawan Geyer dan Bangsri
26 S1-G-I-Ht 27 S1-G-I-Kb 28 S1-G-I-Pmk 29 S1-G-I-Sw
Ledokdawan Monggot
30 S1-G-II-Ht 31 S1-G-II-Kb 32 S1-G-II-Sw 33 S1-G-III-Kb
Ledokdawan dan Kalangbancar
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
34
S1-G-III-Pmk
Luas Ha
%
95,424 91,88 269,964 15,508 54,369 76,229 17,208 126,647 93,406 12,284 115,367 16,032 12,55 25,197 115,523 73,67 121,386 135,361 76,929
1,84 1,78 5,23 0,30 1,05 1,47 0,33 2,45 1,80 0,23 2,23 0,31 0,24 0,48 2,23 1,42 2,35 2,62 1,49
257,376 20,518 71,094 14,622 12,477
4,98 0,39 1,37 0,28 0,24
22,325 17,51
0,43 0,33
74,652 208,979
1,44 4,04
178,354
3,45
Monggot Monggot Kalangbancar
56,063 17,212 11,281
1,08 0,33 0,21
127,571
2,47
Kalangbancar
16,268
0,31
Ledokdawan Ledokdawan Ledokdawan Ledokdawan Ledokdawan
Monggot Monggot dan Geyer
73
35 S1-G-IV-Ht S1-G-IV-Kb 36 37 S1-R-I-Ht
Geyer Geyer dan Monggot
67,604
1,30
32,676
0,63
Bangsri
38 S1-R-I-Kb S1-R-I-Sw 39 40 S1-R-II-Ht
Monggot Geyer dan Monggot
31,144 43,918
0,60 0,85
37,544
0,72
Monggot
37,207
0,72
41 S1-R-II-Kb 42 S1-R-III-Ht
Monggot
50,213
0,97
Monggot
55,157
1,06
67,101
1,30
84,462
1,63
73,052
1,41
41,194
0,79
31,138
0,60
187,864
3,63
Juworo
22,967
0,44
Monggot
24,562
0,47
Monggot
127,048
2,46
52 S5-G-II-Kb 53 S5-G-II-Sw
Monggot
169,138
3,27
Juworo
20,616
0,39
54 S5-G-III-Ht 55 S5-G-III-Kb
Juworo
112,775
2,18
Juworo, Monggot dan Ngrandu
221,102
4,28
56 S5-G-III-Sw 57 S5-G-IV-Ht
Juworo
30,571
0,59
Monggot
37,254
0,72
58 S5-G-IV-Kb 59 S5-G-IV-Sw
Monggot
59,536
1,15
Juworo
38,134
0,73
60 S5-R-I-Ht 61 S5-R-I-Kb
Ngrandu dan Monggot
20,2
0,39
Ngrandu
35,991
0,69
Monggot
37,458
0,72
Juworo
15,073
0,29
43 44 45 46 47
S1-R-III-Kb
Monggot dan Ngrandu
S1-R-IV-Ht
Geyer dan Monggot
S1-R-IV-Kb
Bangsri dan Kalangbancar
S1-R-V-Ht
Kalangbancar
S1-R-V-Kb
Geyer
48 S5-G-I-Ht 49 S5-G-I-Kb 50 S5-G-I-Pmk 51 S5-G-II-Ht
62 S5-R-I-Sw 63 S5-R-II-Kb
Ngrandu, Monggot dan Juworo
64 S5-R-III-Ht 65 S5-R-III-Kb
Juworo
123,497
2,39
Juworo
55,265
1,07
66 S5-R-IV-Ht
Ngrandu dan Monggot
146,302
2,83
74
67 S5-R-IV-Kb 68 S5-R-IV-Sw
Ngrandu
343,338
6,65
Ngrandu
28,907
0,56
Jumlah Sumber: Peta Satuan Medan
5161,244 100.00
Dari keenampuluh delapan satuan medan tersebut, yang akan dianalisis dalam penelitian ini hanya satuan medan yang terlintasi oleh jalur jalan saja. Adapun satuan medan yang terlintasi oleh jalur jalan seperti pada tabel 29 di bawah.
Tabel 29. Satuan Medan yang Terlintasi Jalur Jalan di Daerah Penelitian Luas No Indeks Simbol Lokasi / Desa Pengamatan Satuan Ha % Medan 1 11 D1-G-V-Kb Ledokdawan 115,367 2,23 2 91,880 1,78 2 D1-G-I-Kb Ledokdawan 3 269,264 5,21 3 D1-G-I-Pmk Geyer dan Ledokdawan 4 54,369 1,05 5 D1-G-III-Ht Geyer 5 67,905 1,31 35 S1-G-IV-Ht Geyer 208,979 4,04 6 28 S1-G-I-Pmk Monggot 37,254 0,72 7 57 S5-G-IV-Ht Monggot 127,048 2,45 8 51 S5-G-II-Ht Monggot 221,102 4,28 9 55 S5-G-III-Kb Juworo dan Monggot 187,864 3,63 10 48 S5-G-I-Ht Juworo dan Ngrandu 17,510 0,33 11 26 S1-G-I-Ht Juworo 178,354 3,45 12 29 S1-G-I-Sw Juroro Jumlah 1576,896 30,49 Sumber : Peta Satuan Medan Keadaan masing-masing satuan medan yang terlintasi jalur jalan tersebut diuraikan secara berurutan sebagai berikut:
75
1. Satuan Medan D1-G-V-Kb
Gambar 23. Satuan Medan D1-G-V-Kb di Desa Ledokdawan. Gambar Diambil pada Bulan Januari 2007.
Keadaan satuan medan D1-G-V-Kb di lapangan dicirikan oleh bentuklahannya yaitu Perbukitan Denudasional Berbatuan Napal Terkikis Kuat, jenis tanahnya Grumusol, kelas kemiringan lerengnya V (->20%) dan penggunaan lahannya sebagai areal perkebunan yang ditanami jagung seperti terlihat pada gambar 23 di atas.
76
2. Satuan Medan D1-G-I-Kb
Gambar 24. Satuan Medan D1-G-I-Kb di Desa Ledokdawan. Gambar Diambil pada Bulan Januari 2007.
Keadaan satuan medan D1-G-I-Kb di lapangan dicirikan oleh bentuklahannya yaitu Perbukitan Denudasional Berbatuan Napal Terkikis Kuat, jenis tanahnya Grumusol, kelas kemiringan lerengnya I (0%-<3%) dan penggunaan lahannya berupa areal perkebunan yang ditanami jati, jagung dan pisang seperti pada gambar 24 di atas.
77
3. Satuan Medan D1-G-I-Pmk
Gambar 25. Satuan Medan D1-G-I-Pmk di Desa Geyer. Gambar Diambil pada Bulan Januari 2007.
Keadaan satuan medan D1-G-I-Pmk di lapangan dicirikan oleh bentuklahannya yaitu Perbukitan Denudasional Berbatuan Napal Terkikis Kuat, jenis tanahnya Grumusol, kelas kemiringan lerengnya I (0%-<3%) dan penggunaan lahannya berupa permukiman seperti terlihat pada gambar 25 di atas.
78
4. Satuan Medan D1-G-III-Ht
Gambar 26. Satuan Medan D1-G-III-Ht di Desa Geyer. Gambar Diambil pada Bulan Januari 2007.
Keadaan satuan medan D1-G-III-Ht di lapangan dicirikan oleh bentuklahannya yaitu Perbukitan Denudasional Berbatuan Napal Terkikis Kuat, jenis tanahnya Grumusol, kelas kemiringan lerengnya III (8%-<14%) dan penggunaan lahannya berupa hutan negara yang ditanami mahoni seperti yang terlihat pada gambar 26 di atas.
79
5. Satuan Medan D1-G-IV-Ht
Gambar 27. Satuan Medan D1-G-IV-Ht di Desa Geyer. Gambar Diambil pada Bulan Januari 2007.
Keadaan satuan medan D1-G-IV-Ht di lapangan dicirikan oleh bentuklahannya yaitu Perbukitan Denudasional Berbatuan Napal Terkikis Kuat, jenis tanahnya Grumusol, kelas kemiringan lerengnya IV (14%-<20%) dan penggunaan lahannya berupa hutan yang ditanami mahoni seperti pada gambar 27 di atas.
80
6. Satuan Medan S1-G-I-Pmk
Gambar 28. Satuan Medan S1-G-I-Pmk di Desa Monggot. Gambar Diambil pada Bulan Januari 2007.
Keadaan satuan medan S1-G-I-Pmk di lapangan dicirikan oleh bentuklahannya yaitu Perbukitan Blok Sesar Berbatuan Napal Bersisipan Lanau Terkikis Kuat, jenis tanahnya Grumusol, kelas kemiringan lerengnya I (0%-<3%) dan penggunaan lahannya sebagai permukiman seperti terlihat pada gambar 28 di atas.
81
7. Satuan Medan S5-G-IV-Ht
Gambar 29. Satuan Medan S5-G-IV-Ht di Desa Monggot. Gambar Diambil pada Bulan Januari 2007.
Keadaan satuan medan S5-G-IV-Ht di lapangan dicirikan oleh bentuklahannya yaitu Perbukitan Antiklinal Berbatuan Napal Terkikis Kuat, jenis tanahnya Grumusol, kelas kemiringan lerengnya IV (15%-<20%) dan penggunaan lahannya berupa hutan yang ditanami mahoni seperti yang terlihat pada gambar 29 di atas.
82
8. Satuan Medan S5-G-II-Ht
Gambar 30 Satuan Medan S5-G-II-Ht di Desa Monggot. Gambar Diambil pada Bulan Januari 2007.
Keadaan satuan medan S5-G-II-Ht di lapangan dicirikan oleh bentuklahannya yaitu Perbukitan Antiklinal Berbatuan Napal Terkikis Kuat, jenis tanahnya Grumusol, kelas kemiringan lerengnya II (3% - <8%) dan penggunaan lahannya sebagai hutan yang berdampingan dengan perkebunan seperti terlihat pada gambar 30 di atas.
83
9. Satuan Medan S5-G-III-Kb
Gambar 31. Satuan Medan S5-G-III-Kb di Desa Juworo dan Monggot. Gambar Diambil pada Bulan Januari 2007.
Keadaan satuan medan S5-G-III-Kb di lapangan dicirikan oleh bentuklahannya yaitu Perbukitan Antiklinal Berbatuan Napal Terkikis Kuat, jenis tanahnya Grumusol, kelas kemiringan lerengnya III (8%-<14%) dan penggunaan lahannya sebagai perkebunan yang ditanami pisang, pepaya dan jati seperti pada gambar 31 di atas.
84
10. Satuan Medan S5-G-I-Ht
Gambar 32. Satuan Medan S5-G-I-Ht di Desa Juworo dan Monggot. Gambar Diambil pada Bulan Januari 2007.
Keadaan satuan medan S5-G-I-Ht di lapangan dicirikan oleh bentuklahannya yaitu Perbukitan Antiklinal Berbatuan Napal Terkikis Kuat, jenis tanahnya Grumusol, kelas kemiringan lerengnya I (0%-<3%) dan penggunaan lahannya berupa hutan dengan vegetasi yang dominan mahoni seperti pada gambar 32 di atas.
85
11. Satuan Medan S1-G-I-Ht
Gambar 33. Satuan Medan S1-G-I-Ht di Desa Juworo. Gambar Diambil pada Bulan Januari 2007.
Keadaan satuan medan S1-G-I-Ht di lapangan dicirikan oleh bentuklahannya yaitu Perbukitan Blok Sesar Berbatuan Napal Bersisipan Lanau Terkikis Kuat, jenis tanahnya Grumusol, kelas kemiringan lerengnya I (0%-<3%) dan penggunaan lahannya sebagai hutan yang ditanami mahoni seperti terlihat pada gambar 33 di atas.
86
12. Satuan Medan S1-G-I-Sw
Gambar 34. Satuan Medan S1-G-I-Sw di Desa Juworo. Gambar Diambil pada Bulan Januari 2007.
Keadaan satuan medan S1-G-I-Sw di lapangan dicirikan oleh bentuklahannya yaitu Perbukitan Blok Sesar Berbatuan Napal Bersisipan Lanau Terkikis Kuat, jenis tanahnya Grumusol, kelas kemiringan lerengnya I (0%-<3%) dan penggunaan lahannya sebagai sawah yang ditanami padi seperti pada gambar 34 di atas.
87
2. Analisis Satuan Medan Dalam analisis satuan medan ini, masing-masing parameter penyusun medan dikelompokkan menurut faktor relief, faktor geologi, faktor tanah, faktor proses geomorfologi, faktor hidrologi dan faktor vegetasi atau penggunan lahan pada masing-masing satuan medan terpilih yaitu satuan medan yang terlintasi oleh jalur jalan. Masing-masing faktor tersebut diukur dan dimasukkan pada tabel kriteria penilaian yang sudah diuraikan di bab II pada sub-bab Keterlintasan Medan. Berikut hasil pengukuran faktor-faktor tersebut diuraikan satu-persatu:
a. Kelas Kemiringan Lereng Dalam penelitian ini kelas kemiringan lereng diperoleh dari peta lereng dan survei langan. Langkah yang ditempuh adalah mengukur kemiringan lereng pada masing-masing satuan medan yang menjadi sample penelitian dengan menggunakan kompas geologi. Hasil pengukuran sudut kemiringan lereng beserta kelas kesesuaiannya disajikan pada tabel 30.
Tabel 30. Klasifikasi Kemiringan Lereng. No Indeks Simbol Satuan Kemiringan Pengamatan Medan Lereng (%) 1 11 D1-G-V-Kb > 20 2 2 D1-G-I-Kb 0–3 3 3 D1-G-I-Pmk 0–3 4 5 D1-G-III-Ht 8 – 14 5 35 S1-G-IV-Ht 14 – 20 6 28 S1-G-I-Pmk 0–3 7 57 S5-G-IV-Ht 14 – 20 8 51 S5-G-II-Ht 3–8 9 48 S5-G-I-Ht 0–3 10 55 S5-G-III-Kb 8 – 14 11 26 S1-G-I-Ht 0–3 12 29 S1-G-I-Sw 0–3 Sumber: Analisis Peta Lereng dan Cek Lapangan.
Kelas Kesesuaian V I I III IV I IV II I III I I
88
b. Panjang Lereng Pengukuran panjang lereng dilakukan pada Peta Lereng dan cek lapangan untuk mencocokkan dengan kondisi sebenarnya di lapangan. Pengukuran panjang lereng dilakukan dengan cara mengukur lereng dari batas igir sampai lembah. Hasil pengukuran dan pengharkatan panjang lereng seperti pada tabel 31 di bawah ini.
Tabel 31. Klasifikasi Panjang Lereng. No Indeks Simbol Satuan Panjang Pengamatan Medan Lereng (meter) 1 11 D1-G-V-Kb 677,33 2 2 D1-G-I-Kb 661,79 3 3 D1-G-I-Pmk 480,52 4 5 D1-G-III-Ht 382,01 5 35 S1-G-IV-Ht 158,38 6 28 S1-G-I-Pmk 839,86 7 57 S5-G-IV-Ht 333,77 8 51 S5-G-II-Ht 669,36 9 48 S5-G-I-Ht 366,39 10 55 S5-G-III-Kb 703,78 11 26 S1-G-I-Ht 237,52 12 29 S1-G-I-Sw 453,44 Sumber: Analisis Peta Lereng dan Cek Lapangan.
Harkat 1 1 2 2 3 1 2 1 2 1 3 2
Kelas Kesesuaian V V IV IV III V IV V IV V III IV
c. Indeks Keausan Batuan Indeks keausan batuan diperoleh dengan cara membandingkan berat batuan sebelum dan sesudah uji keausan batuan. Uji yang digunakan adalah abrasi, dengan berat batuan sebelum diuji seberat 5000 gram dengan 12 bola besi yang bekerja selama 500 kali putaran. Adapun nilai indeks keausan batuan pada satuan medan yang dilewati jalur jalan disajikan dalam tabel 32.
89
Tabel 32 Klasifikasi Indeks Keausan Batuan. No Indeks Simbol Satuan Indeks Pengamatan Medan Keausan Batuan (%) 51 D1-G-V-Kb 11 1 51 D1-G-I-Kb 2 2 51 D1-G-I-Pmk 3 3 51 D1-G-III-Ht 5 4 52,4 S1-G-IV-Ht 35 5 51 S1-G-I-Pmk 28 6 52,4 S5-G-IV-Ht 57 7 51 S5-G-II-Ht 51 8 51 S5-G-I-Ht 48 9 52,4 S5-G-III-Kb 55 10 52,4 S1-G-I-Ht 26 11 52,4 S1-G-I-Sw 29 12 Sumber: Analisis Laboratorium.
Harkat
Kelas Kesesuaian
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
III III III III III III III III III III III III
d. Indeks Beban Titik Indeks beban titik didapat dengan cara mengukur langsung di lapangan dengan menggunakan alat berupa penetrometer saku. Adapun hasil penilaian indeks beban titik pada satuan medan yang dilalui jalur jalan disajikan pada tabel 33 di bawah ini.
Tabel 33 Klasifikasi Indeks Beban Titik. No Indeks Simbol Satuan Indeks Beban Pengamatan Medan Titik (Kg) 1 11 D1-G-V-Kb 25 2 2 D1-G-I-Kb 25 3 3 D1-G-I-Pmk 25 4 5 D1-G-III-Ht 25 5 35 S1-G-IV-Ht 18 6 28 S1-G-I-Pmk 25 7 57 S5-G-IV-Ht 18 8 51 S5-G-II-Ht 25 9 48 S5-G-I-Ht 25 10 55 S5-G-III-Kb 18 11 26 S1-G-I-Ht 18 12 29 S1-G-I-Sw 18 Sumber : Data Lapangan.
Harkat 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Kelas Kesesuaian III III III III III III III III III III III III
90
e. Struktur Perlapisan Batuan Struktur perlapisan batuan didapat dari singkapan-singkapan yang ditemui di lapangan dengan penuntun Peta Geologi. Pengukuran struktur perlapisan batuan dilakukan dengan cara mengukur kedudukan batuan terhadap permukaan dengan menggunakan kompas geologi. Struktur perlapisan batuan yang dilewati oleh jalur jalan disajikan pada tabel 34.
f. Tekstur Pengukuran tekstur dimaksudkan untuk membandingkan kandungan pasir, debu dan liat. Tekstur sangat berpengaruh terhadap daya dukung tanah, semakin kasar tekstur tanah maka daya dukung semakin besar. Hasil analisis tekstur disajikan pada tabel 35 di bawah ini:
Tabel 35.Klasifikasi Tekstur Tanah. No Indeks Simbol Satuan Pengamatan Medan 1 11 D1-G-V-Kb 2 2 D1-G-I-Kb 3 3 D1-G-I-Pmk 4 5 D1-G-III-Ht 5 35 S1-G-IV-Ht 6 28 S1-G-I-Pmk 7 57 S5-G-IV-Ht 8 51 S5-G-II-Ht 9 48 S5-G-I-Ht 10 55 S5-G-III-Kb 11 26 S1-G-I-Ht 12 29 S1-G-I-Sw Sumber: Analisis Laboratorium.
Tekstur Tanah Lempung Lempung Lempung Lempung Lempung Lempung Lempung Lempung Lempung Lempung Lempung Lempung
Harkat 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Kelas Kesesuaian V V V V V V V V V V V V
91
Tabel 34
92
g. Kadar Air dalam Tanah Pengukuran kadar air tanah dimaksudkan untuk mengetahui lembek dan tidaknya tanah bila menyimpan air yang berpengaruh pada daya dukung tanah. Pengukuran kadar air dilakukan di laboratorium dengan cara membandingkan berat tanah lembab lapangan dengan berat tanah kering oven. Hasil pengukuran kadar air tanah pada satuan medan terpilih disajikan pada
Tabel 36.Klasifikasi Kadar Air Tanah. No Indeks Simbol Satuan Kadar Air Pengamatan Medan Tanah (%) 1 11 D1-G-V-Kb 11.25 2 2 D1-G-I-Kb 11.64 3 3 D1-G-I-Pmk 12.29 4 5 D1-G-III-Ht 10.84 5 35 S1-G-IV-Ht 12.08 6 28 S1-G-I-Pmk 11.68 7 57 S5-G-IV-Ht 10.24 8 51 S5-G-II-Ht 13.08 9 48 S5-G-I-Ht 11.64 10 55 S5-G-III-Kb 10.89 11 26 S1-G-I-Ht 12.21 12 29 S1-G-I-Sw 10.74 Sumber: Analisis Laboratorium.
tabel 36.
Harkat 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
Kelas Kesesuaian I I I I I I I I I I I I
h. Kelompok Tanah / Ukuran Butir Ukuran butir tanah dimaksudkan untuk mengelompokkan tanah menurut ukuran butirnya sehingga diketahui sifat teknisnya. Pengukuran ukuran butir tanah didasarkan pada jenis tanah pada satuan medan terpilih. Adapun hasil penentuan ukuran butir tanah pada satuan medan terpilih seperti pada tabel 37.
93
Tabel 37. Klasifikasi Ukuran Butir Tanah. No Indeks Simbol Satuan Kelompok Pengamatan Medan Tanah A-6 dan A-7 D1-G-V-Kb 11 1 A-6 dan A-7 D1-G-I-Kb 2 2 A-6 dan A-7 D1-G-I-Pmk 3 3 A-6 dan A-7 D1-G-III-Ht 5 4 A-6 dan A-7 S1-G-IV-Ht 35 5 A-6 dan A-7 S1-G-I-Pmk 28 6 A-6 dan A-7 S5-G-IV-Ht 57 7 A-6 dan A-7 S5-G-II-Ht 51 8 A-6 dan A-7 S5-G-I-Ht 48 9 A-6 dan A-7 S5-G-III-Kb 55 10 A-6 dan A-7 S1-G-I-Ht 26 11 A-6 dan A-7 S1-G-I-Sw 29 12 Sumber: Analisis Laboratorium.
Harkat 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Kelas Kesesuaian V V V V V V V V V V V V
Angka Pori
i.
Pengukuran angka pori tanah dimaksudkan untuk mengetahui potensi tanah untuk terjadi penurunan jika menahan beban yang berat. Penentuan angka pori didasarkan pada hasil analisis di laboratorium seperti pada tabel 38 di bawah ini.
Tabel 38.Klasifikasi Angka Pori. No Indeks Simbol Satuan Pengamatan Medan 1 11 D1-G-V-Kb 2 2 D1-G-I-Kb 3 3 D1-G-I-Pmk 4 5 D1-G-III-Ht 5 35 S1-G-IV-Ht 6 28 S1-G-I-Pmk 7 57 S5-G-IV-Ht 8 51 S5-G-II-Ht 9 48 S5-G-I-Ht 10 55 S5-G-III-Kb 11 26 S1-G-I-Ht 12 29 S1-G-I-Sw Sumber: Analisis Laboratorium.
Angka Pori (%) 46 44 41 44 45 15 47 43 41 44 44 47
Harkat 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Kelas Kesesuaian V V V V V V V V V V V V
94
j. Permeabilitas Tanah Pengukuran permeabilitas tanah dimaksudkan untuk mengetahui cepat atau lambatnya tanah dalam meloloskan air yang berpengaruh pada penurunan tanah. Pengukuran permeabilitas dilakukan pada tanah penyusun satuan medan yang dilalui jalur jalan dengan hasil seperti pada tabel 39 di bawah ini.
Tabel 39. Klasifikasi Permeabilitas Tanah. Permeabilitas No Indeks Simbol Tanah (Cm/jam) Pengamatan Satuan Medan 1 11 D1-G-V-Kb 0,35 2 2 D1-G-I-Kb 0,37 3 3 D1-G-I-Pmk 0,47 4 5 D1-G-III-Ht 0,56 5 35 S1-G-IV-Ht 0,37 6 28 S1-G-I-Pmk 0,36 7 57 S5-G-IV-Ht 0,12 8 51 S5-G-II-Ht 0,2 9 48 S5-G-I-Ht 0,42 10 55 S5-G-III-Kb 0,38 11 26 S1-G-I-Ht 0,29 12 29 S1-G-I-Sw 0,26 Sumber: Analisis Laboratorium.
Harkat
Kelas Kesesuaian
1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1
V V V V V V V V V V V V
k. Kembang Kerut Tanah Kembang kerut tanah dalam pertanian sering disebut indeks Coefficient of Linear Extensibility (COLE) sedangkan dalam bidang non pertanian sering disebut Potential Volume Change (PVC). Nilai ini berguna untuk mengetahui kemampuan kembang kerut tanah. Penentuan nilai COLE didasarkan pada hasil analisis laboratorium, dengan hasil seperti pada tabel 40 sebagai berikut.
95
Tabel 40. Klasifikasi Kembang Kerut Tanah. No Indeks Simbol Satuan Kembang Pengamatan Medan Kerut Tanah 0,29 D1-G-V-Kb 11 1 0,26 D1-G-I-Kb 2 2 0,2 D1-G-I-Pmk 3 3 0,24 D1-G-III-Ht 5 4 0,2 S1-G-IV-Ht 35 5 0,26 S1-G-I-Pmk 28 6 0,19 S5-G-IV-Ht 57 7 0,43 S5-G-II-Ht 51 8 0,22 S5-G-I-Ht 48 9 0,26 S5-G-III-Kb 55 10 0,24 S1-G-I-Ht 26 11 0,24 S1-G-I-Sw 29 12 Sumber: Analisis Laboratorium. l.
Harkat 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Kelas Kesesuaian V V V V V V V V V V V V
Intensitas Hujan Data intensitas hujan diperoleh dengan mengolah data curah hujan
harian dibagi dengan jumlah hari hujan. Hasil pengolahan data curah hujan disajikan pada tabel 41.
Tabel 41. Klasifikasi Intensitas Hujan. No Indeks Simbol Satuan Intensitas Hujan Pengamatan Medan (mm/hari) 1 11 D1-G-V-Kb 17,62 2 2 D1-G-I-Kb 17,62 3 3 D1-G-I-Pmk 17,62 4 5 D1-G-III-Ht 17,62 5 35 S1-G-IV-Ht 17,62 6 28 S1-G-I-Pmk 17,62 7 57 S5-G-IV-Ht 17,62 8 51 S5-G-II-Ht 17,62 9 48 S5-G-I-Ht 17,62 10 55 S5-G-III-Kb 17,62 11 26 S1-G-I-Ht 17,62 12 29 S1-G-I-Sw 17,62 Sumber: Data Curah Hujan Kecamatan.
Harkat 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Kelas Kesesuaian II II II II II II II II II II II II
96
m. Jarak Antar Alur Jarak antar alur berpengaruh
terhadap tingkat pengikisan yang
berpengaruh terhadap erosi, semakin besar jarak antar sungai maka semakin sedikit pengaruhnya terhadap keberadaan jalan dan sebaliknya. Jarak antar alur diperoleh dari peta bentuklahan dan survei lapangan dengan cara mengukur jarak alur pada setiap bentuklahan. Dari hasil interpretasi peta, daerah penelitian mempunyai jarak antar sungai seperti pada tabel 42.
Tabel 42. Klasifikasi Jarak Antar Sungai. No Indeks Simbol Satuan Jarak Pengamatan Medan Antar Sungai (cm) 1 11 D1-G-V-Kb 0,74 2 2 D1-G-I-Kb 0,74 3 3 D1-G-I-Pmk 0,74 4 5 D1-G-III-Ht 0,74 5 35 S1-G-IV-Ht 0,92 6 28 S1-G-I-Pmk 0,92 7 57 S5-G-IV-Ht 0,92 8 51 S5-G-II-Ht 0,92 9 48 S5-G-I-Ht 0,92 10 55 S5-G-III-Kb 1,50 11 26 S1-G-I-Ht 1,50 12 29 S1-G-I-Sw 1,50 Sumber : Data Lapangan.
Harkat
Kelas Kesesuaian
2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3
IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV
n. Erosi Dalam penelitian ini, tingkat erosi diukur langsung di lapangan dengan cara mengukur kedalaman alur erosi. Hasil pengukuran kenampakan erosi pada satuan medan terpilih seperti pada tabel 43.
97
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Tabel 43. Klasifikasi Kenampakan Erosi. Indeks Simbol Erosi Pengamatan Satuan Medan D1-G-V-Kb 11 Erosi ringan D1-G-I-Kb 2 Erosi sedang D1-G-I-Pmk Erosi berat 3 D1-G-III-Ht Erosi berat 5 S1-G-IV-Ht 35 Erosi sedang S1-G-I-Pmk Erosi ringan 28 S5-G-IV-Ht 57 Erosi berat S5-G-II-Ht 51 Erosi berat S5-G-I-Ht 48 Erosi berat S5-G-III-Kb Erosi sedang 55 S1-G-I-Ht 26 Erosi berat S1-G-I-Sw 29 Erosi berat Sumber: Data Lapangan.
Harkat 4 3 2 2 3 4 2 2 2 3 2 2
Kelas Kesesuaian II III IV IV III II IV IV IV III IV IV
o. Gerakan Massa Batuan
Proses gerakan massa batuan yang dipertimbangkan dalam pengharkatan keterlintasan medan untuk jalan adalah luasan gerak massa batuan yang mempengaruhi satuan medan. Pengamatan gerakan massa batuan dikakukan dilapangan dengan cara melihat pengaruh gerak massa jika ada. Hasil penentuan gerakan massa pada satuan medan terpilih seperti pada tabel 44 di bawah ini.
Tabel 44. Klasifikasi Gerak Massa Batuan. No Indeks Simbol Gerak Massa Batuan Pengamatan Satuan Medan 1 11 D1-G-V-Kb 2 2 D1-G-I-Kb 3 3 D1-G-I-Pmk 4 5 D1-G-III-Ht 5 35 S1-G-IV-Ht 6 28 S1-G-I-Pmk 7 57 S5-G-IV-Ht 8 51 S5-G-II-Ht 9 48 S5-G-I-Ht 10 55 S5-G-III-Kb 11 26 S1-G-I-Ht 12 29 S1-G-I-Sw Sumber: Data Lapangan.
Pengaruh sempit Pengaruh sempit Pengaruh sedang Pengaruh sangat luas Pengaruh luas Pengaruh sedang Pengaruh luas Pengaruh luas Pengaruh sangat luas Pengarug luas Pengaruh luas Pengaruh sangat luas
Harkat
4 4 3 1 2 3 2 2 1 2 2 1
Kelas Kesesuaia n II II III V IV III IV IV V IV IV V
98
p. Faktor Penggunaan Lahan Data penggunaan lahan diperoleh dari Peta Penggunaan Lahan dan cek lapangan. Hasil penentuan penggunaan lahan pada daerah satuan medan terpilih adalah seperti pada tabel 45 sebagai berikut.
Tabel 45. Klasifikasi Penggunaan Lahan. No Indeks Simbol Satuan Penggunaan Harkat Pengamatan Medan Lahan Kebun D1-G-V-Kb 11 1 4 Kebun D1-G-I-Kb 2 2 4 Permukiman D1-G-I-Pmk 3 3 5 D1-G-III-Ht 5 4 2 Hutan S1-G-IV-Ht 35 5 2 Hutan S1-G-I-Pmk 28 6 5 Permukiman S5-G-IV-Ht 57 7 2 Hutan S5-G-II-Ht 51 8 2 Hutan S5-G-I-Ht 48 9 2 Hutan S5-G-III-Kb 55 10 4 Kebun S1-G-I-Ht 26 11 2 Hutan S1-G-I-Sw 29 12 1 Sawah Sumber: Analisis Peta Penggunaan Lahan dan cek lapangan.
Kelas Kesesuaian II II I IV IV I IV IV IV II IV V
3. Kesesuaian Medan untuk Jalur Jalan Evaluasi medan untuk jalan pada dasarnya merupakan evaluasi kesesuaian medan untuk penggunaan tertentu terutama jalan. Medan dengan kesesuaian yang tinggi diharapkan mampu untuk menopang gerak lintas kendaraan yang melintas, sehingga kondisi jalan tetap stabil. Tujuan evaluasi medan ini adalah mengelompokkan medan menurut kesesuaian dan pembatasnya untuk dapat dibangun jalan. Pada penelitian ini klasifikasi kesesuaian medan ditentukan berdasarkan pada 16 sifat dan karakteristik medan yang dijadikan dasar penelitian. Keenambelas sifat dan karakteristik medan tersebut, yaitu: panjang lereng, kemiringan lereng, indeks beban titik, indeks keausan batuan, struktur perlapisan batuan, tekstur tanah, kadar air, kelompok tanah, angka pori, permeabilitas, kembang kerut tanah, jarak antar sungai, erosi, gerak massa batuan, intensitas
99
hujan dan penggunaan lahan. Langkah yang ditempuh dengan menggunakan metode pengharkatan (scoring) dengan faktor pembatas sebagai penentu kelas maupun sub-kelas, yaitu menjumlahkan nilai keenambelas sifat dan karakteristik medan dan memasukkan nilai tersebut ke dalam tabel kelas kesesuaian seperti yang terdapat pada tabel 18 di muka. Sub-kelas
kesesuaian
ditentukan
dengan
memperhatikan
tinggi
rendahnya nilai penjumlahan dan faktor pembatas, yaitu sifat dan karakteristik medan yang mempunyai nilai terendah. Faktor pembatas yang berasal dari relief diberi simbol (r). Faktor pembatas yang berasal dari tanah diberi simbol (t), faktor pembatas yang berasal dari geologi diberi simbol (g), faktor pembatas yang berasal dari hidrologi dengan simbol (h), faktor proses dengan simbol (p) dan faktor yang berasal dari penggunaan lahan diberi simbol (pl). Berdasarkan pada metode di atas, maka daerah penelitian dapat dibedakan menjadi 2 kelas kesesuaian medan, dan apabila memasukkan faktor penghambat terdapat 2 sub-kelas kesesuaian medan, yaitu sub-kelas III r,t,p,h dan IV r,g,t,p,h,pl. Penjelasan masing-masing sub-kelas tersebut diuraikan di bawah ini. Jumlah harkat dari parameter penyusun medan disajikan pada tabel 46. Persebaran secara keruangan dapat dilihat Pada Peta Kesesuaian Medan Subkelas kesesuaian medan disajikan pada tabel 47.
100
Tabel 46
101
Tabel 47
102
Gambar 35. Peta kesesuaian Medan
103
Berdasarkan tabel 47 maka dapat diketahui bahwa: 1.
Sub-kelas kesesuaian medan III r,t,p,h Sub-kelas kesesuaian medan IIIr,t,p,h terdapat pada satuan medan
D1-G-I-Kb, D1-G-I-Pmk dan S1-G-I-Pmk. Luas seluruh satuan medan tersebut adalah 570.123 ha atau 11,03% dari luas seluruh daerah penelitian. Satuan medan tersebut tersebar di Desa Ledokdawan, Desa Geyer dan Desa Monggot. Kelas kesesuaian medan III r,t,p,h berarti kondisi fisik medan mendukung terhadap bangunan jalan tetapi dengan persyaratan disertai perawatan yang teratur, dan terus menerus dilakukan pengamatan, biaya perawatan agak mahal, dengan faktor pembatas (r) berupa panjang lereng, faktor pembatas (t) meliputi: tekstur, permeabilitas, angka pori, indeks COLE dan kelompok tanah, faktor pembatas (p) berupa erosi dan faktor pembatas (h) berupa kerapatan aliran. Satuan medan yang mempunyai sub-kelas kesesuaian III r,t,p,h dicirikan oleh panjang 480,52 m – 893,86 m, kemiringan lerengnya 0% - 3%, indeks keausan batuan 51%, indeks bebab titik 25 Kg, struktur perlapisan batuan miring pada medan yang datar, tekstur tanah lempung, kadar air 11,64% - 12,29%, ukuran butir A.6 dan A.7, angka pori 15% - 44%, permeabilitas 0,36 Cm/jam - 0,37 Cm/jam, kembang kerut tanah 0,2 - 0,26, intensitas hujan rata-rata 17,62 mm/hari, jarak antar alur 0,74 cm - 0,92 cm (skala 1: 50.000), erosi ringan, pengaruh gerak massa batuan sempit hingga sedang, dan penggunaan lahan sebagai perkebunan dan permukiman. Jenis kerusakan jalan pada sub-kelas kesesuaian medan III (cukup sesuai) adalah jalan bergelombang, jalan retak-retak dan aspal penutup jalan terkelupas. Kerusakan jalan tersebut disebabkan pada sub-kelas kesesuaian ini terdapat faktor penghambat berupa faktor relief, faktor tanah, faktor proses dan faktor hidrologi. Faktor relief yang berupa panjang lereng dimungkinkan dapat menimbulkan kerusakan berhubungan dengan intensitas proses, terutama pada satuan medan S1-G-I-Pmk dengan gerakan massa berpengaruh sedang
yang
menjadi intensif karena bekerja pada lereng sepanjang 839,86 m. Faktor tanah yang berupa tekstur, permeabilitas, angka pori, indeks cole dan ukuran butir menjadi penyebab utama terjadinya kerusakan. Jalan
104
bergelombang terjadi karena tanah pada satuan medan ini bertekstur lempung, angka pori terlalu besar dan permeabilitas yang sangat lambat. Tanah seperti ini memiliki sifat teknis yang jelek, sehingga tanah akan mudah mecair jika ada air dan mendapat beban yang berat dari atas. Potensi kembang kerut tanah yang tinggi mengakibatkan retak-retak pada badan jalan, terutama pada musim kemarau karena tanah dasar mengalami pengerutan. Faktor hidrologi yang berupa kerapatan aliran berkaitan erat dengan faktor proses berupa erosi dimungkinkan menjadi penyebab terjadinya aspal terkelupas. Material tanah yang terbawa oleh air seringkali terendapkan pada badan jalan, mengakibatkan kurangnaya daya ikat aspal, sehinggga terjadi pengelupasan. Faktor penghambat tersebut sebagian masih dapat diperbaiki akan tetapi memerlukan biaya yang mahal. Faktor t (tanah) dapat diperbaiki dengan menggunakan material yang lebih kasar dan pemadatan pada tanah dasar. Faktor p (erosi) dapat diperbaiki dengan merubah penggunaan lahan yang dapat menghambat terjadinya erosi. Faktor r (relief) berupa panjang lereng dapat diperbaiki dengan membuat jalan berbelok-belok, sesuai dengan standard yang dibuat Dirjen Bina Marga. Faktor h (hirologi) berupa kerapatan aliran sulit untuk diperbaiki. Luas masing-masing satuan medan yang masuk pada sub-kelas kesesuaian ini disajikan pada tabel 48. Kondisi jalan pada kelas kesesuaian medan sedang dapat dilihat pada gambar 36 di bawah.
Gambar 36. Kondisi Jalan pada Kesesuaian Medan Sedang di Desa Ledokdawan. Gambar Diambil pada Bulan Januari 2007.
105
Tabel 48. Luas Sub-kelas Kesesuaian Medan III r,t,p,h. No
Satuan
Simbol Satuan Medan
Medan
Luas Ha
%
1
2
D1-G-I-Kb
91,880
1,78
2
3
D1-G-I-Pmk
269,264
5,21
3
28
S1-G-I-Pmk
208,979
4,04
570,123
11,03
Jumlah Sumber: Analisis Peta Satuan Medan.
2.
Sub-kelas Kesesuaian Medan IV r,g,t,p,h,pl Sub-kelas kesesuaian medan IV r,g,t,p,h,pl terdapat pada satuan medan
D1-G-V-Kb, D1-G-III-Ht, S1-G-IV-Ht, S5-G-IV-Ht, S5-G-II-Kb, S5-G-I-Ht, S5-G-III-Kb, S1-G-I-Ht dan S1-G-I-Sw. Luas seluruh satuan medan tersebut adalah 1.048.863 ha atau 20,32% dari luas seluruh daerah penelitian. Satuan medan tersebut tersebar di Desa Ledokdawan, Desa Geyer, Desa Monggot, Desa Juworo dan Desa Ngrandu. Sub-kelas kesesuaian medan IV r,g,t,p,h,pl berarti kondisi fisik medan tidak mendukung terhadap bangunan jalan karena adanya resiko kerusakan jalan yang besar, biaya perawatan relatif mahal, dengan faktor pembatas (r) berupa kemiringan lereng dan panjang lereng, faktor pembatas (g) berupa struktur perlapisan batuan, faktor pembatas (t) berupa tekstur, permeabilitas, angka pori, indeks COLE, dan ukuran butir tanah, faktor pembatas (p) berupa gerak massa batuan dan erosi, faktor pembatas (h) berupa kerapatan aliran dan faktor pembatas (pl) penggunaan lahan. Sub-kelas kesesuaian ini di lapangan dicirikan sebagai berikut: kemiringan lereng 0% - >20%, panjang lereng 158,38 m - 703,78 m , indeks keausan batuan 51% - 52,4%, indeks beban titik 18 - 25 Kg, struktur perlapisan batuan miring pada medan datar sampai miring berselingan keras lunak pada medan curam, tekstur lempung, kadar air 10,24% - 13,08%, ukuran butir A.6 dan A.7, angka pori 41% - 47%, permeabilitas jelek sampai sangat jelek, indeks COLE 0,2 - 0,29, intensitas hujan
106
17,62 mm/hari, jarak antar alur 0,74 cm - 1,50 cm (skala 1:50.000), erosi ringan hingga berat, gerak massa batuan berpengaruh sempit hingga sangat luas, dengan penggunaan lahan sebagai kebun, hutan dan sawah. Jenis kerusakan jalan pada sub-kelas kesesuaian medan IV (tidak sesuai) adalah jalan bergelombang, jalan retak-retak, aspal jalan terkelupas, jalan longsor dan jalan terputus. Kerusakan jalan tersebut disebabkan pada sub-kelas kesesuaian ini terdapat faktor penghambat berupa faktor relief, faktor geologi, faktor tanah, faktor proses, faktor hidrologi dan faktor penggunaan lahan. Faktor relief yang berupa panjang lereng dan kelas kemiringan lereng dimungkinkan dapat menimbulkan kerusakan berhubung dengan intensitas proses, terutama pada satuan medan dengan gerakan massa berpengaruh sedang hingga sangat luas yang menjadi intensif karena bekerja pada kelas dan panjang lereng yang tidak mendukung terhadap jalur jalan. Faktor geologi berupa struktur perlapisan batuan yang berselingan keras lunak berada pada medan miring hingga sangat miring menjadi penyebab terjadinya jalan longsor dan terputus. Struktur perlapisan batuan yang miring dan berselingan keras-lunak akan membentuk bidang gelincir berpotensi terjadi longsor apabila mendapat tekanan yang berat diatasnya. Faktor tanah yang berupa tekstur, permeabilitas, angka pori, indeks cole dan ukuran butir menjadi penyebab utama terjadinya kerusakan, karena tanah dengan ciri seperti tersebut di atas memiliki sifat teknis yang sangat jelek. Jalan bergelombang terjadi karena tanah pada satuan medan ini bertekstur lempung, angka pori terlalu besar dan permeabilitas yang sangat lambat, sehingga tanah akan mudah mecair jika ada air dan mendapat beban yang berat dari atas. Potensi kembang kerut tanah yang tinggi mengakibatkan retak-retak pada badan jalan, terutama pada musim kemarau karena tanah dasar mengalami pengerutan. Faktor proses berupa gerak massa dan erosi diketahui menjadi penyebab jalan terputus. Pengaruh gerak massa yang sangat luas dan tingkat erosi yang tinggi bertambah intensif karena bekarja pada kelas dan panjang lereng yang sangat miring dan panjang. Garak massa yang intensif ini mengakibatkan pergeseran badan jalan sehingga menimbulkan terputusnya jalan.
107
Faktor hidrologi yang berupa kerapatan aliran berkaitan erat dengan faktor proses berupa erosi dimungkinkan menjadi penyebab terjadinya aspal terkelupas. Material tanah yang terbawa oleh air seringkali terendapkan pada badan jalan, mengakibatkan kurangnaya daya ikat aspal, sehinggga terjadi pengelupasan. Jenis penggunaan lahan berupa sawah mendukung terjadinya kerusakan jalan. Sawah yang selalu tergenang air berpengaruh terhadap daya dukung tanah dasar jalur jalan. Sifat teknis tanah-tanah di daerah penelitian sangat jelek dan akan semakin parah jika kandungan airnya bertambah, hal tersebut menyebabkan penggelombangan pada permukaan jalan karena daya dukung tanah dasar berkurang. Beberapa faktor pembatas tersebut masih dapat diperbaiki untuk meningkatkan kondisi jalan agar tidak cepat rusak, tetapi dengan biaya yang mahal. Faktor pembatas (r) berupa kelas dan panjang lereng dapat diperbaiki dengan membuat jalan berbelok-belok, sesuai dengan standard yang dibuat Dirjen Bina Marga. Faktor pembatas (t) dapat diperbaiki dengan menggunakan material yang lebih kasar dan pemadatan pada tanah dasar. Faktor pembatas (pl) dapat diperbaiki dengan merubah penggunaan lahan yang lebih sesuai, tetapi hal ini sulit untuk dilakukan karena menyangkut penggunaan lahan masyarakat setempat. Sedangkan faktor pembatas (h) berupa kerapatan aliran, faktor pembatas (p) berupa gerak massa batuan dan faktor pembatas (g) berupa struktur perlapisan batuan, sulit untuk diperbaiki. Luas masing-masing satuan medan yang termasuk dalam sub-kelas kesesuaian medan IV r,g,t,p,h,pl disajikan pada tabel 49. Kondisi jalan pada sub-kelas kesesuaian medan IV r,g,t,p,h,pl dapat dilihat pada gambar 37.
108
Tabel 49.Luas Sub-kelas Kesesuaian Medan IV r,g,t,p,h,pl. No
Satuan
Simbol Satuan Medan
Medan
Luas Ha
%
1
11
D1-G-V-Kb
115,367
2,23
2
5
D1-G-III-Ht
54,369
1,05
3
35
S1-G-IV-Ht
67,905
1,31
4
57
S5-G-IV-Ht
37,254
0,72
5
51
S5-G-II-Ht
127,048
2,46
6
55
S5-G-III-Kb
221,102
4,28
7
48
S5-G-I-Ht
187,864
3,63
8
26
S1-G-I-Ht
17,510
0,33
9
29
S1-G-I-Sw
178,354
3,45
1.006,773
19,46
Jumlah Sumber: Analisis Peta Satuan Medan.
Gambar 37. Kondisi Jalan pada Kelas Kesesuaian Medan Tidak Sesuai di Desa Monggot. Gambar Diambil pada Bulan Januari 2007.
109
Dari hasil analisis satuan medan dapat diketahui bahwa jalur jalan Surakarta - Purwodadi di Kecamatan Geyer sebagian besar dibangun di atas satuan medan yang tidak sesuai untuk jalan. Sehingga pada jalur jalan ini sering mengalami kerusakan. Di samping medan yang tidak sesuai, kerusakan jalan dipercepat oleh kendaraan berat yang sering melintas.
110
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: 1. Di daerah penelitian terdapat tiga bentukan asal yaitu: bentukan asal Struktural, bentukan asal Proses Denudasional dan bentukan asal proses Fluvial. Dari ketiga bentukan asal tersebut diturunkan menjadi empat satuan bentuklahan yang kemudian diturunkan menjadi enam puluh delapan (68) satuan medan. Satuan medan yang terlintasi oleh jalur jalan sebanyak 12 satuan medan, kedua belas satuan medan tersebut adalah D1-Gr-V-Kb, D1-G-I-Kb, D1-G-I-Pmk, D1-G-III-Ht, S1-G-IV-Ht, S1-G-I-Pmk, S5-G-IVHt, S5-G-II-Ht, S5-G-I-Ht, S5-G-III-Kb, S1-G-I-Ht, dan S1-G-I-Sw.
2. Hasil dari analisis satuan medan diperoleh dua sub-kelas kesesuaian medan beserta faktor penghambat untuk jalur jalan daerah penelitian yaitu: a. Sub-kelas Kesesuaian Medan III r,t,p,h Sub-kelas kesesuaian medan III r,t,p,h terdapat pada satuan medan D1-G-I-Kb, D1-G-I-Pmk dan S1-G-I-Pmk. Luas seluruh satuan medan tersebut adalah 570.123 ha atau 11,03% dari luas seluruh daerah penelitian. Satuan medan tersebut tersebar di Desa Ledokdawan, Desa Geyer dan Desa Monggot. Sub-kelas kesesuaian medan III r,t,p,h berarti kondisi fisik medan mendukung terhadap bangunan jalan tetapi dengan persyaratan disertai perawatan yang teratur, dan terus menerus dilakukan pengamatan, biaya perawatan agak mahal, dengan faktor pembatas relief, tanah, proses dan hidrologi.
111
b. Sub-kelas Kesesuaian Medan IV r,g,t,p,h,pl Sub-kelas kesesuaian medan IV r,g,t,p,h,pl terdapat pada satuan medan D1-G-V-Kb, D1-G-III-Ht, S1-G-IV-Ht, S5-G-IV-Ht, S5-G-II-Ht, S5-G-IHt, S5-G-III-Kb, S1-G-I-Ht dan S1-G-I-Sw. Luas seluruh satuan medan tersebut adalah 1.006,773 ha atau 19,46% dari luas seluruh daerah penelitian. Satuan medan tersebut tersebar di Desa Ledokdawan, Desa Geyer, Desa Monggot, Desa Juworo dan Desa Ngrandu. Sub-kelas kesesuaian medan IV r,g,t.p,h,pl berarti kondisi fisik medan tidak mendukung terhadap bangunan jalan karena adanya resiko kerusakan jalan yang besar, biaya perawatan relatif mahal, dengan faktor pembatas relief, geologi, tanah, proses geomorfologi, hidrologi dan penggunaan lahan.
B. Implikasi Berdasarkan kesimpulan yang telah dirumuskan di atas, penelitian ini mempunyai implikasi sebagai berikut: hasil penelitian ini dapat digunakan untuk perencanaan pembangunan jalan yang disertai dengan data kelas kesesuaian medan dan faktor pembatas yang ada di daerah penelitian.
C. Saran Kepada Pemerintah dan Intansi terkait pada pembangunan jalan, bahwa evaluasi sangat penting terhadap perencanaan pembangunan jalan dan perawatan jalan yang sudah dibangun. Dengan evaluasi dapat diketahui faktor pembatas yang terdapat pada medan yang akan dibangun jalan, sehingga mendapatkan hasil pembangunan yang baik. Dari hasil yang baik akan mempermudah dalam perawatan dan biaya perawatan akan semakin murah. Masih banyak metode evaluasi medan yang dapat digunakan untuk menganalisis kerusakan jalur jalan, sehingga masih perlu diadakan penelitian dengan menggunakan metode selain scoring. Dalam penelitian ini banyak kendala dan keterbatasan, maka peneliti-peneliti yang akan datang perlu mengadakan penelitian yang sejenis agar informasi ini menjadi lengkap dan berguna di masa mendatang.
112
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. (1985). Prosedur Penelitian, Suatu pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Anderson, L.R. Dunn, I.S dan Kifer, F.W. (1980). Dasar-Dasar Analisis Geoteknik. Semarang: Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Press
Braja M Das. (1988). Mekanika Tanah. Prinsip – prinsip Rekayasa Geoteknik. Alih Bahasa Nur Indah Muchtar. Jakarta: Erlangga.
Darmawan, Kun Hidayatulloh.(1995). Evaluasi Medan Terhadap Kerusakan Jalan Antar Banjarnegara – Karang Kobar Kabupaten Banjarnegara. Skripsi. Jogjakarta: Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.
Dwi, Emi Suryandi. (2003). Aplikasi Pengindraan Jauh dan Sistem Informasi Geografi Untuk Evaluasi Kerentanan Kerusakan Jalan di Kabupaten Kulon Progo. Skripsi. Jogjakarta: Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada
Handoko. (1995). Klimatologi Dasar Landasan Pemahaman Fisika Atmosfer dan Unsur-unsur Iklim. Jakarta: Pustaka Jaya.
Hardjowigeno, Sarwono. (1993). Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Jakarta: Akademika Presindo.
Jamulya. (1993). Petunjuk Praktikum Survei Tanah. Jogjakarta: Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.
Joyosoeharto, Sunardi (1985). Dasar-Dasar Pemikiran Klasifikasi Bentuklahan. Jogjakarta: Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.
Mangunsukarjo, Karmono. (1984). Inventarisasi Sumberdaya Lahan di Daerah Aliran Sungai Serayu Dengan Tinjauan Secara Geomorfologi. Disertasi. Jogjakarta: Fakultas Geografi Uiversitas Gadjah Mada.
113
Marwanto, Joko. (1997). Evaluasi Medan Terhadap Kerusakan Jalan Antar Temuwangi Kaligawe Kecamatan Pedan. Skripsi. Surakarta: Fakultas Geografi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Setyawan, Octavianto. (1991). Evaluasi Medan Untuk Memperkirakan Daerah Rawan Longsor di Hulu DAS Serayu. Skripsi. Jogjakarta. Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.
Sunarto dan Suratman Woro. (1990). Evaluasi Medan.Makalah Dalam Kursus Evaluasi Sumberdaya Lahan. Jogjakarta: Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.
Suripin. (2001). Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta: Andi
Sudarmadi, Sayid. (1987). Evaluasi Medan Untuk Memperkirakan Daerah Yang Rentan Terhadap Bahaya Alami Kerusakan Jalan. Skripsi. Jogjakarta: Fakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada.
Sutarman, Tatat Abdullah. (1993). Survey Tanah dan Evaluasi Lahan. Jakarta: Penebar Swadaya.
Surachmad, Winarno. (1978). Dasar dan Teknik Research. Bandung: Tarsito. van R.A Zuidam, (1979). Terain Analysis and Clasification Using Aerial Photographs, A Geomorphological Approach. Enschede: ITC
van, R.W. Bemmelen. (1968). Geologi Indonesia. Jogjakarta. Tjepat. Wesley, L.D. (1977) Mekanika Tanah. Jakarta: Badan Penerbit Pekerja Umum.
Wisnusudibyo. (1978). Tinjauan Fisiografis Terhadap Rencana Jalan Tembus Semarang-Gunungpati. Skripsi. Jogjakarta: Fakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada.
(www. pu. go. id/bapekin/buletin%20 jurnal/ buletin %208/buletin86.html. 10 februari 2007).
114
(www.dephub.go.id/modules/Upload_File/images/km1tahun2000.pdf.10, Februari 2007). Yusuf, Yasin. (2005). Anatomi Banjir Kota Pantai Perspektif Geografi. Surakarta: Sustaka Cakra.