ESTIMASI ENERGI KALOR BIOGAS DARI CAMPURAN ECENG GONDOK DAN KOTORAN SAPI Risman Ahmad1, Dr. Fitryane Lihawa M.Si2, Ahmad Zainuri S.Pd, MT3 Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan IPA, Universitas Negeri Gorontalo
ABSTRAK Risman Ahmad, 2014. “Estimasi Energi Kalor Biogas Dari Campuran Eceng Gondok Dan Kotoran Sapi”. SKRIPSI. Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Gorontalo. Dibawah Bimbingan Dr. Fitryane Lihawa, M.Si dan Ahmad Zainuri S.Pd, MT. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan besarnya energi kalor yang dihasilkan dari biogas dengan bahan dasar eceng gondok dengan campuran kotoran sapi. Penelitian ini dilaksanakan di peternakan sapi Desa Huluduotamo Kecamatan Suwawa Kabupaten Bone Bolango. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen yang dilakukan dengan tahapan pembuatan biogas dengan cara fermentasi hingga mendapatkan hasil penelitian dan didistribusi kedalam persamaan energi dalam gas kemudian diplot dengan menggunakan aplikasi Origin 8.5. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah besarnya tekanan gas hingga dapat ditentukan besarnya energi dalam gas dan energi kalor gas, dimana estimasi energi kalor biogas dari campuran eceng gondok dan kotoran sapi berdasarkan perubahan tekanan adalah (135,67 kal), (169,59 kal), (237,43 kal), (305,27 kal), (373,11 kal), (515,71 kal). Energi kalor biogas dengan volume 0.896 m3 adalah 225,792 kkal. Kata Kunci : Energi Kalor, Energi Dalam, Fermentasi, Biogas, Eceng Gondok.
1
Risman Ahmad. Mahasiswa Jurusan Fisika. Fakultas Matematika dan IPA. Universitas Negeri Gorontalo 2 Dr. Fitryane Lihawa, M.Si, Dosen Jurusan Fisika. Fakultas Matematika dan IPA. Universitas Negeri Gorontalo 3 Ahmad Zainuri S.Pd, MT. Dosen Jurusan Fisika. Fakultas Matematika dan IPA. Universitas Negeri Gorontalo.
Termodinamika merupakan ilmu yang menjelaskan tentang hubungan antara panas, kerja mekanik, dan aspek-aspek lain dari energi dan perpindahan energi maupun perubahan energi. Kemampuan energi untuk dapat berubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain tanpa ada pengurangan maupun penambahan, disebut sebagai hukum kekekalan energi. Salah satu bentuk energi yang dihasilkan dalam proses termodinamika adalah energi kalor. Energi kalor merupakan energi yang ditransfer dari suatu benda ke benda lainnya karena adanya perbedaan temperatur. Penggunaan energi yang tidak terbatas dan secara terus menerus akan mempercepat habisnya sumber energi. Salah satunya adalah bahan bakar minyak yang saat ini menjadi sumber energi yang langka. Kondisi ini memaksa manusia untuk mencari sumber energi alternatif pengganti bahan bakar minyak. Salah satu sumber energi alternatif pengganti yang kini sedang digalakan adalah biogas. Biogas sendiri merupakan energi alternatif berupa gas yang terbentuk dari proses fermentasi bahan-bahan organik seperti sisa sayuran, kotoran sapi, dan bahan-bahan organik yang dapat membusuk. Salah satu bahan organik yang sangat melimpah adalah eceng gondok. Berdasarkan catatan BALIHRISTI Provinsi Gorontalo eceng gondok banyak terdapat di Danau Limboto bahkan kini tumbuhan air tersebut sudah menutupi sebagian besar areal Danau Limboto yaitu dari luas danau sekitar 3000 hektar, 70 % atau 2100 hektar diantaranya telah tertutupi eceng gondok. Selain menggangu ekosistem perairan, hal ini juga berpengaruh pada penghasilan masyarakat sekitar danau. Melihat hal ini maka tidak salah jika eceng gondok digunakan sebagai bahan baku pembuatan biogas. Gas yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik pada biogas ini dapat terbakar sehingga dapat pula menghasilkan energi kalor. Berdasarkan latar belakang ini, peneliti berinisiatif melakukan penelitian tentang “Estimasi Energi Kalor Biogas Dari Campuran Eceng Gondok dan Kotoran Sapi”. KAJIAN TEORI 1. Hukum Boyle Robert Boyle (1627-1691) menyatakan hukum tentang gas setelah ia melakukan eksperimennya yang menyelidiki tentang hubungan tekanan dengan volume gas dalam suatu wadah tertutup, dimana temperatur dijaga konstan. Adapun persamaan hukum Boyle yaitu : PV konstan. 2. Hukum Charles Pada hukum Charles ini dinyatakan bahwa volume gas dalam jumlah tertentu berbanding lurus dengan temperatur mutlak ketika tekanan dijaga konstan atau dapat dirumuskan : V T 3. Hukum Gay-Lussac Joseph Gay-Lussac dalam hukum Gay-Lussac menyatakan bahwa pada volume konstan tekanan gas berbanding lurus dengan temperatur mutlak. Dapat dirumuskan P T
4. Hukum Gas Ideal Pada hukum gas ideal dapat kita ketahui sebelumnya dengan mengetahui jumlah mol dari suatu zat. persamaan gas ideal dapat dinyatakan secara matematis yaitu : PV nRT (2.1) dengan R = kontanta gas universal 8,315 J/mol. K. (Giancoli, 2001:460-463) Teori kinetik merupakan konsep bahwa zat terdiri dari atom yang bergerak acak terus menerus. Adapun asumsi-asumsi yang menyatakan dalil-dalil dasar teori kinetik gas yaitu : 1. Ada sejumlah besar molekul N, masing-masing dengan massa m, yang bergerak acak dengan berbagai laju. 2. Rata-rata molekul-molekul berada jauh satu dari yang lainnya 3. Molekul-molekul dianggap mengikuti hukum mekanika klasik, dan dianggap berinteraksi satu sama lain hanya ketika bertumbukan. Walaupun molekul-molekul saling memberikan gaya tarik yang lemah diantara tumbukan, energi potensial yang dihubungkan dengan gaya ini lebih kecil jika dibandingkan dengan energi kinetik, dan diabaikan. 4. Tumbukan dengan molekul yang lain atau dinding bejana dianggap lenting sempurna. Tekanan gas pada suatu wadah merupakan gerak molekul-molekul yang menabrak dinding wadah, dimana tekanan besarnya sama dengan gaya yang berbanding terbalik dengan luas penampang, yang dirumuskan:
p
F 1 Nmv A 3 Al
2
(2.4)
Atau
1 Nmv 2 p 3 V dapat dituliskan
(2.5)
2 1 PV N mv 2 3 2 21 2 mv kT 3 2
(2.6) (2.7)
maka energi kinetik rata-molekul dalam gas EK =
1 3 m v 2 = kT 2 2
(2.8)
Pada persamaan (2.8) dikatakan bahwa energi kinetik translasi rata-rata dari molekul dalam gas berbanding lurus dengan temperatur mutlak. Sehingga
semakin tinggi temperatur, maka semakin cepat molekul bergerak rata-rata. (Giancoli, 2001: 467-469). Tekanan didefinisikan sebagai gaya per satuan luas, dimana gaya F difahami bekerja tegak lurus terhadap permukaan A: F (2.9) P A Tekanan dalam satuan SI adalah N / m 2 . Satuan ini mempunyai nama resmi pascal (pa). Konsep tekanan terutama berguna untuk membahas fluida. Dari fakta eksperimental ternyata fluida memberikan tekanan ke semua arah. Disetiap fluida yang diam, besarnya tekanan dari seluruh arah tetap sama. Sifat penting lainnya dari fluida yang berada dalam keadaan diam adalah bahwa gaya yang yang disebabkan oleh tekanan fluida selalu bekerja tegak lurus terhadap permukaan yang bersentuhan dengannya. Secara kuantitatif tekanan zat cair dengan massa jenis yang serba sama berubah terhadap tekanan. Gaya yang bekerja pada sebuah luas daerah adalah F mg Ahg , dimana A adalah luas daerah, adalah massa jenis zat cair (dianggap konstan), h ketinggian, dan g adalah percepatan gravitasi, dengan demikian tekanan P adalah F Ahg A A P gh P
(zat cair)
(2.10)
Dengan demikian tekanan berbanding lurus dengan massa jenis dan ketinggian zat cair. Pada umumnya, tekanan pada ketinggian yang sama dalam zat cair yang serba sama adalah sama. (Giancoli, 2001: 326-327) Energi dalam (U) suatu sistem dapat didefinisikan sebagai jumlah energi kinetik seluruh partikel penyusunnya, ditambah jumlah seluruh energi potensial dari interaksi antara seluruh partikel itu (Freedman, 2000: 533). Energi dalam (U) merupakan jumlah energi kinetik translasi dari semua atom. Jumlah ini sama dengan energi kinetik rata-rata per molekul dikalikan jumlah total molekul (N) (Giancoli, 2002: 491)
1 U N mv 2 2
(2.11)
Dari persamaan 2.8, didapatkan U
3 NkT 2
(gas ideal monoatomik)
(2.12)
dimana N merupakan hasil perkalian dari jumlah mol n dan bilangan Avogadro N A 6.02 10 23 mol 1 . Dengan demikian energi dalam sebuah gas ideal hanya bergantung pada jumlah mol gas dan temperatur (Giancoli, 2001: 492) Hukum pertama termodinamika merupakan pernyataan hukum kekekalan energi dimana energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan, mengalami penambahan atau pengurangan akan tetapi energi hanya dapat berubah dari bentuk satu ke bentuk lainnya. Dari hukum kekekalan energi dapat dikemukakan sebuah hukum; perubahan energi dalam sebuah sistem tertutup (∆U), akan sama dengan kalor yang ditambahkan ke sistem dikurangi kerja yang dilakukan oleh sistem. U Q W
(2.16)
dimana Q adalah kalor yang ditambahkan ke sistem dan W adalah kerja total yang dilakukan oleh sistem. Persamaan 2.16 berlaku untuk sistem tertutup. Persamaan ini juga berlaku untuk sistem terbuka jika memperhitungkan perubahan energi dalam yang disebabkan oleh penurunan atau peningkatan jumlah zat. Untuk sistem terisolasi, tidak ada kerja yang dilakukan dan tidak ada kalor yang dilepaskan atau masuk ke sistem, sehingga W Q , dan berarti U 0 . Eceng Gondok merupakan tumbuhan air terbesar yang hidup mengapung bebas (Floating Plants). Tumbuhan ini merupakan salah satu tumbuhan yang berhasil menyebar ke seluruh dunia. Menurut (Toto, 2010), pertumbuhan eceng gondok yang sangat cepat dapat mengganggu ekosistem danau. Meski demikian, eceng gondok adalah salah satu bahan organik yang cukup potensial untuk bahan pupuk organik karena memiliki kandungan unsur N dan P yang cukup tinggi. Bahan organik, termasuk Eceng Gondok mempunyai kemampuan dalam memperbaiki sifat kimia, fisik dan biologi tanah (Kemeneg LH, 2009). Eceng gondok juga ternyata berperan penting dalam mengurangi kadar logam berat di perairan waduk dan perairan danau seperti Fe, Zn, Cu, dan Hg. Selain itu, eceng gondok dapat menyerap logam berat (Kemeneg LH, 2009). Menurut (Anjanabha, 2010) yang paling menarik dari tanaman ini adalah tanaman ini mengandung selulosa (25%), hemiselulosa (35%), lignin (10%), abu (20%), dan nitrogen (0.3%), dengan rasio C/N adalah 25:1 (Karki, 2005). Kandungankandungan inilah yang bisa digunakan sebagai bahan bakar alternatif. Salah satu bahan bakar bakar alternatif yang dapat dikembangkan dengan menggunakan bahan baku eceng gondok adalah biogas. Karena itu, biogas merupakan salah satu teknologi yang dapat digunakan untuk mengendalikan pencemaran air danau. Kotoran ternak berdasarkan sifatnya merupakan sampah organik yaitu sampah yang berasal dari mahluk hidup, hewan, dan tumbuhan. Sampah organik bisa mengalami pelapukan (Dekomposisi) dan terurai menjadi bahan yang lebih kecil dan tidak berbau yang sering disebut kompos. Berdasarkan kemampuan diurai oleh alam (Biodegrability), kotoran ternak termasuk dalam kelompok
Biodegradable yaitu bahan yang diuraikan secara sempurna oleh proses biologi baik aerob atau anaerob (Nugroho, 2008: 52). Berdasarkan hasil analisis, kotoran sapi mempunyai kandungan selulosa yang cukup tinggi yaitu (22,50%), hemiselulosa (18,32%), lignin (10,20%), karbon organik (24,72%), nitrogen (1,26%), dengan rasio C/N adalah 24:1 (Munawaroh, 2010). Rasio C/N dari kotoran sapi adalah 24:1 (Karki, 2005). Rasio ini masih termasuk dalam rasio optimum untuk pencernaan anaerobik yaitu antara 20-30:1. Dengan rasio C/N 24:1 ini kotoran sapi dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan energi alternatif terutama biogas. Biogas adalah gas yang berasal dari kotoran makhluk hidup, baik dari hewan dan tanaman. Apabila kotoran hewan atau bahan tanaman telah membusuk, maka akan menghasilkan gas. Biogas adalah gas yang mudah terbakar yang dihasilkan oleh fermentasi anaerobik dari bahan organik oleh aksi bakteri Metanogen (Karki, 2005). Fermentasi itu sendiri merupakan proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik atau tanpa oksigen (Nugroho, 2008: 102). Biogas merupakan salah satu jenis energi yang dapat dibuat dari banyak jenis bahan buangan dan bahan sisa, semacam sampah, kotoran ternak, jerami, eceng gondok serta bahan organik lainnya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses pembentukan biogas, yaitu 1. Temperatur, suhu udara maupun suhu didalam digester mempunyai andil besar dalam memproduksi biogas. Biogas diproduksi pada temperatur optimum yaitu 350C, diatas 350C produksi biogas akan berhenti karena bakteri akan mati, dibawah 200C produksi gas akan menurun, dan dibawah 100C produksi gas akan berhenti karena bakteri tidak akan bekerja pada suhu dingin (Karki, 2005). 2. Derajat keasaman (pH), nilai pH 7 termasuk netral, jika nilai pH dibawah 7 tarmsuk asam, dan jika nilai pH diatas 7 termasuk basa. produksi gas optimum dapat dicapai apabila pH bahan bahan baku 6-7 (Karki, 2005). 3. Rasio C/N, Secara umum, rasio sekitar 20-30:1 merupakan rasio optimum dianggap terbaik untuk pencernaan anaerobik. Rasio C / N tidak boleh lebih dari 35:1. Jika rasio C/N sangat tinggi, nitrogen akan dikonsumsi dengan cepat dan laju reaksi akan menurun. Di sisi lain, jika rasio C/N sangat rendah, nitrogen akan dibebaskan dan terakumulasi dalam bentuk amonia, yang beracun dalam kondisi tertentu (karki, 2005). 4. Retention Time (waktu tinggal), merupakan periode waktu saat bahan masih berada dalam digester dan proses pencernaan oleh bakteri Metanogen (Karki, 2005). Pembentukan biogas, terdiri dari 3 tahapan yaitu:
a. Hidrolisis, pada tahap ini terjadi penguraian bahan-bahan organik mudah larut seperti karbohidrat, lipid, dan protein, menjadi senyawa rantai pendek yang mencakup monosakarida, asam amino, asam lemak (E. Menya, 2013). b. Asidifikasi (pengasaman), pada tahap asidifikasi komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk dari tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk asam. Bekteri pembentuk asam mengubah senyawa rantai pendek pada proses hidrolisis menjadi gula asam asetat, asam propionate, laktat, asam butirat, dan etanol (E. Menya, 2013). c. Methanogesis, tahap ini merupakan tahap pembentukan gas metan oleh bakteri pembentuk gas metan (Metanogen) menjadi metan, karbondioksida, air, dan hasil lainnya. (Karki, 2005). Reaksi pembentukan gas metan oleh bakteri metanogen adalah sebagai berikut: CH 3COOH CH 4 + CO 2
asam asetat 2CH 3CH 2OH
metan karbondioksida + CO 2 CH 4 + 2CH 3COOH
etanol
karbondioksida
CO 2
+
karbondioksida
4H2 hidrogen
metan
asam asetat
CH 4 + 2H 2 O metan
air
Hasil dari pembentukan biogas adalah gas metana, karbondioksida, dan beberapa gas lain dalam jumlah kecil (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2008). Metana dihasilkan oleh bakteri pengurai bahan organik tanpa adanya oksigen Gas metana memiliki unsur kimia CH4, merupakan komponen utama dari biogas. Gas metana pada suhu ruangan dan tekanan standar, termasuk gas yang tidak berwarna dan tidak berbau (Stanley, 2013). Komposisi rata-rata biogas disajikan dalam tabel 1. Tabel 1. Komponen Penyusun Biogas Komponen Metana (CH4) Karbondioksida (CO2) Nitrogen (N2) Hydrogen (H2) Hydrogen sulfide (H2S) Oksigen (O2)
Jumlah (%) 55-75 25-45 0-0.3 1-5 0-3 0.1-0.5
Sumber : Al Seadi, et al. (2008)
HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini yang divariasikan adalah waktu fermentasi yakni dengan melakukan penambahan waktu fermentasi 2 hari, 4 hari, 6 hari, 8 hari, 10 hari, dan 12 hari setelah proses fermentasi 21 hari berakhir. Variasi waktu fermentasi ini berakhir pada hari ke 12 karena pada hari ke 12 produksi telah berhenti yang ditandai dengan air pada manometer yang tidak naik lagi. Hal ini
diakibatkan oleh bahan baku yang terdapat dalam digester telah mengendap, sehingga aliran gas terhambat (Karki, et al, 2005). Tabel 2. Hasil Pengamatan Temperatur dan Ketinggian Pada Manometer. Massa Campuran Eceng Gondok : kotoran sapi : Air (kg)
Hari
Temperatur (0C)
h (cm)
32 : 32 : 32 32 : 32 : 32 32 : 32 : 32 32 : 32 : 32 32 : 32 : 32 32 : 32 : 32
Ke 2 Ke 4 Ke 6 Ke 8 Ke 10 Ke 12
33 34 33 33 34 33
4 5 7 9 11 15
Tabel 3. Hasil Perhitungan Tekanan dan Energi Kinetik Translasi Rata-Rata No 1 2 3 4 5 6
Hari 2 4 6 8 10 12
h (cm) 4 5 7 9 11 15
Temperatur (0C) 33 34 33 33 34 33
Tekanan (pa) 392 490 686 882 1078 1470
Energi Kinetik (J) 633,42 x 10-23 635,49 x 10-23 633,42 x 10-23 633,42 x 10-23 635,49 x 10-23 633,42 x 10-23
Tabel diatas merupakan tabel hasil perhitungan tekanan dan energi kinetik translasi rata-rata biogas yang dihasilkan dari campuran 1:1:1 antara eceng gondok, kotoran sapi dan air. Pada variasi penambahan waktu fermentasi hari ke 2, Tekanan gas meningkat hingga variasi penambahan waktu fermentasi hari ke 12 dan berhenti pada hari ke 12 tersebut. 1600
1400
Grafik Perubahan Tekanan Per Hari
2
Tekanan (N/m )
1200
1000
800
600
400 2
4
6
8
10
12
Hari ke
Gambar 1. Grafik peningkatan Tekanan gas setiap selang waktu 2 hari
Dari grafik diatas merupakan grafik peningkatan tekanan gas setiap selang waktu 2 hari setelah proses fermentasi selama 21 hari. Terlihat pada grafik, tekanan gas meningkat secara perlahan di hari ke 2 hingga hari ke 12. Grafik
tersebut juga menyatakan hubungan antara tekanan dengan waktu fermentasi, dimana semakin lama waktu fermentasi, maka tekanan gas yang dihasilkan semakin meningkat. Tabel 4. Tabel Hasil Perhitungan Jumlah Mol, Energi Dalam dan Energi Kalor Gas No
P (pa)
1 2 3 4 5 6
392 490 686 882 1078 1470
n (mol) 0,138 0,171 0,241 0,31 0,378 0,517
U (Joule)
Q (kal)
877,03 1096,62 1535,27 1973,92 2412,5 3289,86
208,81 261,1 365,54 469,98 574,42 783,3
n CH4 (mol) 0,089 0,111 0,156 0,201 0,245 0,34
U CH4 (Joule) 569,85 712,3 997,24 1282,16 1567,09 2166,02
Q CH4 (kal) 135,67 169,59 237,43 305,27 373,11 515,71
Gambar 7 dan gambar 8 berikut merupakan grafik hubungan jumlah mol gas dengan nilai kalor gas total dan nilai kalor gas CH4. 800
Q Gas Total
Nilai Kalor (kal)
700
600
500
400
300
200 0.10
0.15
0.20
0.25
0.30
0.35
0.40
0.45
0.50
0.55
Nilai Mol (mol)
Grafik Hubungan Jumlah Mol dengan Nilai Kalor Gas Total
Dari gambar 7 diatas diketahui bahwa nilai kalor gas total meningkat seiring dengan jumlah mol gas yang juga meningkat. Salah satu penelitian tentang biogas yang pernah dilakukan sebelumnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Joko Sutrisno yaitu pembutan biogas dari bahan sampah sayuran (kubis, kangkung, dan bayam). Pada penelitiannya, Joko Sutrisno menggunakan sampah sayuran seperti kubis, kangkung, dan bayam, sebagai bahan baku pembuatan biogas untuk ditentukan bahan manakah dari ketiga bahan tersebut yang menghasilkan tekanan gas tertinggi dan juga berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh masing-masing bahan untuk memproduksi gas. Implementasi dari hasil penelitian ini adalah, seperti yang telah disebutkan pada latar belakang masalah, biogas merupakan sumber energi alternatif yang dapat menggantikan bahan bakar terutama untuk memasak seperti minyak tanah karena saat ini minyak tanah sudah menjadi bahan bakar yang langka. Hasil
survey yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia membuktikan bahwa satu keluarga petani dengan anggota keluarga 4 orang membutuhkan minyak tanah rata-rata 0.75 liter per hari, sedangkan 1 m3 biogas setara dengan 0.50-0.60 liter minyak tanah. Artinya dibutuhkan minimal 2 m3 biogas untuk memenuhi kebutuhan minyak tanah dalam sehari. Menurut (Karki, 2005) produksi biogas yang dihasilkan dari kotoran sapi adalah 0.023-0.040 m3/kg bahan baku, sedangkan produksi biogas dari kotoran sapi dengan campuran bahan organik lainnya adalah 0.028 m3/kg bahan baku. Pada penelitian ini bahan yang digunakan adalah sebanyak 32 kg bahan campuran kotoran sapi dengan eceng gondok, sehingga didapatkan volume biogas yang dihasilkan adalah 32 kg 0.028 m3 0.896 m3 . Karena setiap 1 m3 biogas setara dengan 0.50-0.60 liter minyak tanah, maka 0.896 m 3 0.50 0.448 liter. Artinya volume biogas yang didapatkan dari penelitian ini yaitu sebanyak 0.896 m3 setara dengan 0.448 liter minyak tanah. Hasil ini belum memenuhi kebutuhan rata-rata penggunaan minyak tanah dalam sehari, dimana rata-rata penggunaan minyak tanah adalah 0,75 liter. Untuk meningkatkan hasil ini, dapat digunakan bahan baku pembuatan biogas dalam jumlah yang lebih banyak. Energi kalor yang dihasilkan biogas adalah 252 kkal/0.028 m3 (Tuti, 2006). Karena volume biogas yang dihasilkan dari 32 kg bahan baku campuran kotoran sapi dengan eceng gondok adalah 0.896 m3, maka energi kalor yang dihasilkan adalah sebanyak 0,896 m 3 252 kkal 225, 792 kkal . Artinya dengan volume biogas yang didapatkan dari penelitian ini yaitu sebanyak 0,896 m3 setara dengan 225,792 kkal. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, pada pembuatan biogas dengan bahan dasar campuran antara eceng gondok dan kotoran sapi dengan proses fermentasi selama 21 hari dan pengambilan data selama 12 hari, diperoleh kesimpulan yaitu : 1. Besarnya energi kalor gas yang terbentuk dapat ditentukan secara analitik 5 melalui sebuah persamaan energi dalam gas yaitu U NkT dan 2 persamaan Hukum I Termodinamika yaitu U Q W . 2. Estimasi energi kalor biogas dari campuran eceng gondok dan kotoran sapi berdasarkan perubahan tekanan adalah (135,67 kal), (169,59 kal), (237,43 kal), (305,27 kal), (373,11 kal), (515,71 kal). 3. Energi kalor biogas dengan volume yang didapatkan yaitu 0,896 m3 adalah sebesar 225,792 kkal.
SARAN Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis menyarankan beberapa hal, yaitu : 1. Dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai sarana untuk meningkatkan pengetahuan mengenai energi terbarukan, terutama biogas yang bisa dimanfaatkan di masa kini yang telah mengalami krisis energi terutama bahan bakar. 2. Dapat menjadikan hasi penelitian ini sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya dengan menggunakan perbandingan campuran yang bervariasi atau penggunaan bahan baku yang bervariasi. 3. Untuk penelitian selanjutnya, dapat menggunakan bahan baku pembuatan biogas dalam jumlah yang lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan penggunaan minyak tanah rata-rata dalam sehari.
DAFTAR PUSTAKA Al Seadi, Teodorita and Dominik Rutz. 2008. Biogas Handbook. Denmark: University of Southern Denmark. A.M. Stanley, D.M. Stanley, Dadu D.W., A.M. Abah. Appraising the Combustion of Biogas for Sustainable Rural Energy Needs. African Journal of Enviromental Science and Technology. Vol. 07 No. 06 Hal. 351. Amrit B. Karki. Biogas as Renewable Energy From Organic Waste. Journal of Biotechnology. Vol X. Hal 7. Andreas Felix S, Paramitha S.B.U., Diyono Ikhsan. 2012. Pembuatan Biogas Dari Sampah Sayuran, Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Vol.1 No.1 Hal.103-108. Anjanabha Bhattacharya, Pawan Kumar. Water Hyacinth as a Potential Biofuels Crop. Electronic Journal of Environment, Agricultural and Food Chemistry. Vol. 09 No. 1 Hal. 114. ANTARA News. Kamis 06 April 2011. Eceng Gondok Ancam Danau Limboto. Darlim Darmawi, 2009, Peranan Biogas Limbah Ternak Sapi Bantuan PT. Petrochina Bagi Peternak Di Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi, Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan, Vol. XII No.2 Hal. 192. Djoko Padmono, Joko Prayitno Susanto. 2007. Biogas Sebagai Energi Alternatif Antara Mitos dan Fakta Ilmiah. Jurnal Teknologi Lingkungan. Vol.8 No.1 Hal. 34-42. E. Menya, Y. Alokore, B. O. Ebangu. 2013. Biogas as an Alternative to Fuelwood for a Household in Uleppi Sub-Country in Uganda. Agric Eng Int: CIGR Journal. Vol. 15 No. 1 Hal 51. Freedman & Young. 2000. Fisika Universitas Edisi Kesepuluh Jilid I. Jakarta: Erlangga. Giancoli, C Douglas. 2001. Fisika Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Harian KOMPAS. Selasa 14 Februari 2012. Kerusakan Lingkungan: Limboto Tercemar Eceng Gondok. I Made Astra. 2010. Energi dan Dampaknya Terhadap Lingkungan. Jurnal Meteorologi dan Geofisika. Vol.11 No. 2 Hal. 128. Joko Sutrisno. 2010. Pembuatan Biogas Dari Bahan Sampah Sampah Sayuran (Kubis, Kangkung dan Bayam), Jurnal Teknik Waktu, Vol 8 No 1, Hal 99.
Karki, B. Amrit, Jagan Nath Shrestha, Mr Sundar Bajgain. 2005. BIOGAS As Renewable Source of Energy in Nepal Theory and Development. Khatmandu: BSP-Nepal. Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2009. Konservasi Danau Limboto: Penuntun Praktis Pemanfaatan Eceng Gondok. (Online). http://menyelamatkandanaulimboto.wordpress.com. Diakses tanggal 22 Januari 2014. Ludfia Windyasmara, Ambar Pratiwi Ningrum, Lies Mira Yusiati. 2012. Pengaruh Jenis Kotoran Ternak Sebagai Substrat Dengan Penambahan Serasah Daun Jati (tectona grandis) Terhadap Karakteristik Biogas Pada Proses Fermentasi. Buletin Peternakan. Vol 36, No 1, Hal 41. Maulana Arifin, Aep Saifudin, Arifin Santosa. 2011. Kajian Biogas Sebagai Sumber Pembangkit Tenaga Listrik di Pesantren Saung Balong AlBarokah Majalengka Jawa Barat. Journal of Mechatronics, Electrical Power, and Vehicular Technology. Vol. 02 No. 2 Hal.73. Munawaroh, Jazilatul. 2010. Perancangan dan Pembuatan Miniatur Penghasil Biogas (Sebagai Media Pembelajaran). Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Malang. Nugroho, Panji. 2008. Panduan Membuat Pupuk Kompos Cair. Yogyakarta: Pustaka Baru. Nurtjahya, Eddy. 2003. Pemanfaatan Limbah Ternak Ruminansia Untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2008. Produksi Biogas Dari Limbah Ternak. Jember: Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Tb Benito A.K, Yuli Astuti Hidayati, Udju D Rusdi, Eulis Tantri Marlina. 2010. Deteksi Jumlah Bakteri Total dan Coliform Pada Sludge Dari Proses Pembentukan Biogas Campuran Feses Sapi Potong Dan Feses Kuda. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan. Vol. 13 No.5 Hal. 269-272. Teguh Wikan Widodo, Ana Nurhasanah. 2004. Kajian Teknis Teknologi Biogas dan Potensi Pengembangannya Di Indonesia. Makalah Teknis. Prosiding Seminar Nasional Mekanisasi Pertanian 2004. Toto Supartono. 2010. Pemanfaatan Eceng Gondok: Agar Eceng Gondok Tidak Bikin Gondok. (Online). http://menyelamatkandanaulimboto.wordpress.com. Diakses tanggal 04 Desember 2013. Tuti Haryati. 2006. Biogas: Limbah Peternakan Yang Menjadi Sumber Energi Alternatif. Wartazoa, Vol 16, No 3, Hal 163.