EKSPERIMENTAL BENDUNGAN BUKAAN BAWAH UNTUK RETENSI BANJIR
EXPERIMENTAL DAMS OPENING UNDER FLOOD RETIONSION
Muh. Husni Tamrin, Mary Selintung, Muh. Arsyad Thaha
Jurusan Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin, Makassar
Alamat Korespondensi Muh. Husni Tamrin Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Hasanuddin Makassar, 90245 Hp : 0853 96596 999 Email :
[email protected]
ABSTRAK Masalah banjir terjadi karena adanya interaksi peristiwa alam serta campur tangan manusia di daerah pengaliran sungai dan permasalahan timbul karena kurangnya kesadaran masyarakat yang tinggal di sepanjang sungai dimana mereka sering memanfaatkan sungai sebagai tempat sampah. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh efektivitas bendungan bukaan bawah dalam mereduksi debit banjir dan untuk menganalisa hubungan antara debit banjir (Q max), diameter lubang (d) dan waktu pengaliran (t) dalam mereduksi banjir. Penelitian ini bersifat eksperimental yang dilakukan di Laboratorium Teknik Sungai, Pusat Kegiatan Penelitian (PKP) Universitas Hasanuddin. Simulasi model fisik dilakukan pada 36 simulasi pengaliran. dibagi dalam 2 simulasi pengaliran, yang pertama tanpa bendungan bukaan bawah, yang kedua dengan bendungan bukaan bawah. Hasil penelitian menunjukkan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai debit banjir maksimum berbanding lurus dengan diameter lubang bendungan retensi, sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk pengeluaran debit banjir maksimum untuk kembali ke pengaliran debit normal berbanding terbalik dengan diameter lubang bendungan retensi. Pemasangan bendungan retensi dapat mereduksi banjir, yang mana semakin kecil diameter lubang, reduksi banjir semakin besar. Hal ini terlihat pada pemasangan bendung retensi dengan diameter 4.50 cm dapat mereduksi banjir mencapai 50 %, diameter 5.50 cm dapat mereduksi banjir sebesar 30 % - 35 % dan pemasangan bendungan retensi dengan diameter lubang 6.50 cm dapat mereduksi debit banjir sebesar 25% - 30%. Kata kunci : Reduksi Banjir, Debit banjir (Q max), diameter lubang (d), waktu pengaliran (t)
ABSTRACT Flooding problems occur due to the interaction of natural events and human intervention in the drainage area of the river and the problems arise because of lack of awareness of the people who live along the river where they often use the river as a trash can. This study aims to assess the effectiveness of the dam openings under the influence in reducing flood discharge and to analyze the relationship between flood discharge (Q max), the hole diameter (d) and the drainage time (t) in reducing flooding. This is an experimental study conducted in River Engineering Laboratory, Center for Research Activities (PKP) Hasanuddin University. Physical model simulations performed on 36 simulated drainage. divided into two drainage simulation, the first with no openings below the dam, the dam openings were both down. The results showed that the time required to reach the maximum flood discharge is directly proportional to the diameter of the hole dam retention, whereas the time required for the maximum flood discharge expenses to return to normal drainage of discharge is inversely proportional to the diameter of the hole retention dam. Installation can reduce flood retention dam, which is the smaller diameter of the hole, the greater the reduction of flooding. This can be seen in the installation of retention weir 4:50 cm in diameter can reduce the flooding reaches 50%, 5:50 cm diameter could reduce flooding by 30% - 35% with a retention dam and mounting hole diameter 6:50 cm flood discharge can be reduced by 25% - 30%. Keywords : Reduction of Flood, flood discharge (Q max), the hole diameter (d), the drainage time (t)
PENDAHULUAN Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia dilanda berbagai bencana alam akibat perubahan cuaca/iklim global, yang ditandai seringnya banjir, kekeringan, tanah longsor serta kebakaran hutan dan lahan. Salah satu fenomena alam yang menimbulkan kerugian besar adalah bencana banjir. Fenomena banjir tidak dapat terlepas dari siklus hidrologi yang terjadi di dunia. Perjalanan air di bumi terjadi dalam suatu wadah yang disebut daerah aliran sungai (DAS). Di dalam sistem DAS, fenomena banjir merupakan dampak negatif yang terjadi di bagian hilir DAS akibat buruknya pengelolaan di daerah hulu. Dalam suatu DAS, terdapat hubungan sebab akibat antara bagian hulu dan hilir DAS. Pengelolaan yang dilakukan di hulu akan memberikan dampak pada wilayah hilir. DAS sendiri dapat dianggap sebagai suatu prosesor, dengan input berupa air hujan serta output berupa hasil air (debit air limpasan) di wilayah hilir. Agar keluaran yang dihasilkan baik, maka di dalam DAS perlu dilakukan upaya pengelolaan. Montarcih, (2010) mengatakan bahwa dalam suatu DAS terdapat satu sifat khas yang menunjukkan sifat tanggapan DAS terhadap masukan hujan. Tanggapan ini diandaikan untuk masukan hujan dengan besaran dan penyebaran tertentu. Tanggapan demikian dalam konsep model hidrograf dikenal sebagai hidrograf satuan. Suyono, (2008) mengatakan mengatakan defenisi sungai adalah sebagian besar air hujan yang turun ke permukaan tanah, mengalir ke tempat-tempat yang lebih rendah dan setelah mengalami bermacam-macam perlawanan akibat gaya berat, akhirnya melimpah ke danau atau laut. Linsley, (1989) suatu alur yang panjang diatas permukaan bumi tempat mengalirnya air yang berasal dari hujan disebut alur sungai. Sungai atau saluran terbuka menurut Triatmodjo, (1996) adalah saluran dimana air mengalir dengan muka air bebas. Pada saluran terbuka, misalnya sungai (saluran alam), variabel aliran sangat tidak teratur terhadap ruang dan waktu. Salah satu cara untuk pengendalian debit banjir dengan membangun suatu Bendungan. Sugianto, (2002) bendungan digunakan untuk menampung dan
mengelola distribusi aliran sungai. Pengendalian diarahkan untuk mengatur debit air sungai disebelah hilir bendungan.. Bedungan retensi berfungsi untuk menyimpan sementara debit sungai sehingga puncak banjir dapat dikurangi dan untuk menggantikan peran lahan resapan yang dijadikan lahan tertutup, perumahan dan perkantoran. Pada umumnya, bendungan biasanya menggunakan spillway untuk mengalirkan kelebihan debit air di bendungan, pada penelitian ini bendungan menggunakan bukaan bawah / dasar untuk menahan kelebihan air dan mengalirkannya secara terkontrol yang keluar dari lubang konduit pada periode dengan curah hujan tinggi yang berpotensi menimbulkan banjir. Berbagai penelitian telah dilakukan sebelumnya Darsono, (2008) penelitian ini mengkaji tentang efisiensi pendistribusian banjir dengan menyusun konsep “Flood Distribution Management” di DAS perkotaan (Urban Rivers) sehingga dapat dijadikan acuan dalam memecahkan permasalahan sungai perkotaan. Daerah Aliran Sungai Ciliwung dijadikan lokasi uji coba atau studi kasus penyusunan konsep “Flood Distribution Management”. Software yang di gunakan sebagai alat bantu didalam penelitian ini adalah HECHMS dan HECRAS, yang merupakan publik software. HECHMS adalah model hidrologi, sedang HECRAS adalah model hidrolika satu dimensi. Hasil penelitian menunjukan pengendalian banjir terpadu adalah konsep yang paling cocok untuk pengendalian banjir sungai perkotaan seperti Ciliwung. Cara pengendalian banjir non-fisik sangat diperlukan untuk mengatasi banjir sungai perkotaan dan keseimbangan hulu-hilir, dimana sistem distribusi banjir (Flood Distribution) merupakan bagiannya. Anwar,
(2009)
mengkaji
penentuan
koefisien
aliran
permukaan
menggunakan tabel, dalam penentuan debit banjir terkadang menimbulkan keraguan, karena belum tentu cocok diterapkan pada setiap daerah aliran sungai (DAS). Kondisi ini menuntut usaha pengembangan model pendugaan debit banjir yang dapat memenuhi kondisi fisik DAS. Apalagi jika dikaitkan dengan usaha pengendalian banjir pada DAS tersebut. Oleh karena itu, perlu diteliti penentuan karakteristik fisik DAS yang berpengaruh terhadap koefisien aliran permukaan, menyusun bentuk hubungan karakteristik bentuk hubungan karakteristik fisik DAS dan koefisien aliran
permukaan. Penelitian ini menemukan karakteristik fisik DAS Bango (anak Sungai Brantas)
yang berpengaruh terhadap koefisien aliran permukaan adalah rasio
percabangan sungai, kemiringan rerata DAS, kerapatan drainase, indeks Gravelius, panjang sungai utama, dan faktor penggunaan lahan. Peramalan banjir rencana dan alokasi luas jenis penggunaan lahan setiap sub DAS pada DAS Bango yang didasarkan pada karakteristik fisik DAS memberikan pengaruh nyata terhadap keseimbangan tata air pada DAS Bango, yang ditunjukkan dengan penurunan debit banjir hasil optimasi terhadap debit banjir rencana kondisi existing sehingga dapat digunakan sebagai landasan pengendalian banjir. Zulkarnain, (2011) mengevaluasi kondisi umum masalah banjir di kota Tebing Tinggi akibat seringnya air meluap di Sungai Padang Kota Tebing Tinggi. Oleh karena itu dibuat salah satu solusi penanggulangan masalah banjir dengan mengevaluasi tinggi tanggul Sungai Padang Tebing Tinggi. Diharapkan dengan perencanaan tinggi tanggul yang sesuai dengan debit banjir maksimum Sungai Padang maka banjir yang selalu terjadi di kota Tebing Tinggi dapat diminimalisasi secara perlahan. Di dalam studi kasus tentang permasalahan banjir Sungai Padang Kota Tebing Tinggi ini diawali dengan pengumpulan data primer dan sekunder yang berkenaan dengan lokasi serta inventarisasi data curah hujan dan data kondisi eksisting sungai. Selanjutnya dilakukan analisa frekuensi curah hujan dan dilakukan perhitungan debit banjir rencana dengan metode Mean Annual Flood, Melchior dan Haspers. Dari hasil analisa debit banjir rancangan, untuk merencanakan tanggul banjir digunakan debit banjir kala ulang 25 tahun dengan metode Mean Annual Flood diperoleh Q25= 335,792 m3/detik, sedangkan kombinasi metode MelchiorLog Pearson III Q25= 450,197 m3/detik dan kombinasi metode Melchior-Haspers Q25= 519,971 m3/detik, kombinasi metode Haspers-Log Pearson III Q25= 1.280,405 m3/detik dan kombinasi Haspers-Haspers Q25= 1.478,847 m3/detik. Hasil perhitungan dengan menggunakan standard step method menunjukkan bahwa terjadi penambahan elevasi muka air banjir yang sudah tidak mampu lagi untuk ditampung oleh Sungai Padang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh efektivitas bendungan bukaan bawah dalam mereduksi debit banjir dan menganalisa hubungan antara debit banjir, diameter lubang dan waktu pengaliran dalam mereduksi banjir.
BAHAN DAN METODE Lokasi dan Rancangan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Teknik Sungai, Pusat Kegiatan Penelitian (PKP) Universitas Hasanuddin, dengan waktu penelitian mulai 1 Juni sampai 23 Juni 2012. Rancangan model penelitian bisa dilihat pada Gambar 1. Triatmodjo, (2003) model fisik digunakan apabila fenomena fisik dapat direproduksi dengan kesamaan yang cukup dengan memperkecil dimensi bangunan yang sesungguhnya. Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen laboratorium. Rancangan model observasi dibawah kondisi buatan (artificial condition), dimana kondisi tersebut dibuat dan diatur oleh peneliti, dengan demikian penelitian eksperimental adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap obyek penelitian serta adanya kontrol, dengan tujuan untuk menyelidiki ada tidaknya hubungan sebab akibat serta berapa besar hubungan sebab akibat tersebut dengan cara memberikan perlakuan-perlakuan tertentu pada beberapa kelompok eksperimen dan menyediakan kontrol untuk perbandingan. Metode Pengumpulan Data Penelitian ini dilaksanakan dengan 36 kali simulasi/pengaliran, yaitu 9 simulasi tanpa pemasangan bendungan retensi untuk 3 variasi debit banjir. Variasi debit banjir yang diberikan adalah Q1 = 5.612,50 cm3/det, Q2 = 8.385,75 cm3/det dan Q3 = 12210 cm3/det. Sedangkan simulasi dengan pemasangan bendungan retensi dilakukan sebanyak 27 simulasi dengan 3 variasi debit banjir, 3 variasi waktu 5 menit, 10 menit 15 menit dan 3 variasi diameter lubang. Variasi diameter lubang yang digunakan adalah D1 = 4,5 cm, D2 = 5,5 Cm dan D3 = 6,5 Cm. Pengukuran dilakukan terhadap kecepatan dan ketinggian aliran pada setiap simulasi pengaliran yang dilakukan. Untuk simulasi dengan pemasangan bendungan
retensi dilakukan pengukuran kecepatan dan ketinggian aliran di hulu dan dihilir bendungan dengan tujuan memprediksi besarnya debit yang dapat direduksi oleh bendungan bukaan bawah yang dipasang. HASIL Penelusuran banjir tanpa bendungan bukaan bawah hasil simulasinya sebagai berikut simulasi dengan pengaliran debit banjir Q1 = 5.617 cm3/det pada saluran penelitian mengakibatkan terjadinya debit puncak sebesar 6200 cm3/det dengan waktu untuk sampai pada debit puncak selama 240 detik, dan untuk kembali ke debit normal diperlukan waktu selama 1080 detik. Simulasi dengan pengaliran debit banjir Q2 = 8.583 cm3/det pada saluran penelitian mengakibatkan terjadinya debit puncak sebesar 8000 cm3/det dengan waktu untuk sampai pada debit puncak selama 360 detik, dan untuk kembali ke debit normal diperlukan waktu selama 1200 Detik. Simulasi dengan pengaliran debit banjir Q3 = 12.210 cm3/det pada saluran penelitian mengakibatkan terjadinya debit puncak sebesar 9800 cm3/det dengan waktu untuk sampai pada debit puncak selama 360 detik, dan untuk kembali ke debit normal diperlukan waktu selama 1320 detik. Penelusuran banjir dengan pemasangan bendungan bukaan bawah diameter 4,50 cm hasil simulasinya sebagai berikut, simulasi dengan pengaliran debit banjir Q1 = 5.617 cm3/det pada saluran penelitian mengakibatkan terjadinya debit puncak sebesar 3870 cm3/det dengan waktu untuk sampai pada debit puncak selama 750 detik, dan untuk kembali ke debit normal diperlukan waktu sebesar 3000 detik. Simulasi dengan pengaliran debit banjir Q2 = 8.583 cm3/det pada saluran penelitian mengakibatkan terjadinya debit puncak sebesar 4258 cm3/det dengan waktu untuk sampai pada debit puncak selama 720 detik, dan untuk kembali ke debit normal diperlukan waktu sebesar 3120 detik. Simulasi dengan pengaliran debit banjir Q3 = 12.210 cm3/det pada saluran penelitian mengakibatkan terjadinya debit puncak sebesar 4647 m3/det dengan waktu untuk sampai pada debit puncak selama 690 detik, dan untuk kembali ke debit normal diperlukan waktu sebesar 3360 detik. Penelusuran Banjir dengan pemasangan bendungan bukaan bawah diameter 5,50 cm hasil simulasinya sebagai berikut simulasi dengan pengaliran debit banjir Q1
= 5.617 cm3/det pada saluran penelitian mengakibatkan terjadinya debit puncak sebesar 3900 cm3/det dengan waktu untuk sampai pada debit puncak selama 720 detik, dan untuk kembali kedebit normal diperlukan waktu sebesar 3120 detik. Simulasi dengan pengaliran debit banjir Q2 = 8.583 cm3/det pada saluran penelitian mengakibatkan terjadinya debit puncak sebesar 5500 cm3/det dengan waktu untuk sampai pada debit puncak selama 700 detik, dan untuk kembali kedebit normal diperlukan waktu sebesar 1680 detik. Simulasi dengan pengaliran debit banjir Q3 = 12.210 cm3/det pada saluran penelitian mengakibatkan terjadinya debit puncak sebesar 6900 m3/det dengan waktu untuk sampai pada debit puncak selama 680 detik, dan untuk kembali kedebit normal diperlukan waktu sebesar 2040 detik. Penelusuran Banjir dengan pemasangan bendungan bukaan bawah diameter 6,50 cm hasil simulasinya sebagai berikut, simulasi dengan pengaliran debit banjir Q1 = 5.617 cm3/det pada saluran penelitian mengakibatkan terjadinya debit puncak sebesar 5000 cm3/det dengan waktu untuk sampai pada debit puncak selama 600 detik, dan untuk kembali ke debit normal diperlukan waktu sebesar 1200 detik. Simulasi dengan pengaliran debit banjir Q2 = 8.583 cm3/det pada saluran penelitian mengakibatkan terjadinya debit puncak sebesar 6600 cm3/det dengan waktu untuk sampai pada debit puncak selama 580 detik, dan untuk kembali kedebit normal diperlukan waktu sebesar 1320 detik. Simulasi dengan pengaliran debit banjir Q3 = 12.210 cm3/det pada saluran penelitian mengakibatkan terjadinya debit puncak sebesar 7400 cm3/det dengan waktu untuk sampai pada debit puncak selama 550 detik, dan untuk kembali ke debit normal diperlukan waktu sebesar 1440 detik. hasilnya dapat dilihat sebagaimana yang terangkum pada Tabel 1 (lampiran). PEMBAHASAN Hubungan antara diameter lubang dengan debit banjir maksimum yang terjadi dibagian hilir dari bendungan bukaan bawah dapat dinyatakan bahwa semakin besar diameter lubang bendungan bukaan bawah, debit banjir maksimum yang terjadi di bagian hilir dari bendungan bukaan semakin besar, atau dapat dinyatakan bahwa semakin kecil tampungan dari bendungan, hal ini terjadi untuk ketiga kondisi variasi debit banjir rencana yang diberikan.
Hubungan antara diameter lubang dengan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai debit maksimum dapat dinyatakan bahwa semakin besar diameter lubang bendungan retensi maka waktu yang dibutuhkan untuk mencapai debit puncak semakin lama, hal ini terjadi untuk ketiga kondisi variasi debit banjir rencana yang diberikan. Hubungan antara diameter lubang dengan waktu yang dibutuhkan untuk dari kondisi debit maksimum ke kondisi pengaliran debit normal, dapat dinyatakan bahwa semakin besar diameter lubang bendungan retensi maka waktu yang dibutuhkan untuk kembali ke pengaliran debit normal semakin cepat, hal ini terjadi untuk ketiga kondisi variasi debit banjir rencana yang diberikan. Hubungan antara diameter lubang dengan reduksi banjir yang oleh bendungan bukaan bawah dinyatakan bahwa semakin besar lubang bendungan bukaan bawah persentase reduksi banjir semakin kecil, dimana bendungan bukaan bawah dengan diameter 4,50 cm reduksi banjir mencapai 50%, untuk bendungan bukaan bawah dengan diameter 5,50 cm reduksi banjir berkisar antara 30% - 35%, dan untuk bendungan bukaan bawah dengan diameter 6,50 cm reduksi banjir berkisar antara 25% - 30%. Bilangan tak berdimensi digunakan untuk menyatakan hubungan antar parameter serta dipakai untuk menggambarkan hasil-hasil penelitian. Untuk menentukan bilangan tak berdimensi tersebut dapat dilakukan dengan analisis dimensi. Beberapa cara/metode yang umum digunakan untuk analisis dimensi yaitu Metode Basic Echelon, Metode Buckingham, Metode Rayleight, Metode Stepwise dan Metode Langhaar (Yuwono, 1996). Untuk penelitian ini digunakan metode Langhaar karena variabel yang berpengaruh relatif sedikit serta metode ini tersusun sistemik.
KESIMPULAN DAN SARAN Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pemasangan bendungan retensi dapat mereduksi banjir, yang mana semakin kecil diameter lubang, reduksi banjir semakin besar dan semakin besar diameter lubang bendungan retensi maka waktu yang dibutuhkan untuk kembali ke pengaliran debit normal semakin cepat, hal ini terjadi
untuk ketiga kondisi variasi debit banjir rencana yang diberikan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti menyarankan kemiringan dasar saluran di hulu bendungan retensi perlu divariasikan mengingat waktu untuk mencapai debit puncak juga dipengaruhi oleh kemiringan dasar saluran, namun dalam penelitian ini digunakan kemiringan dasar saluran yang sama.
DAFTAR PUSTAKA Anwar (2008), Model Koefisien Aliran Permukaan Menggunakan Pendekatan Karakteristik Fisik DAS pada DAS Bango, Universitas Brawijaya, Malang Darsono (2008). Konsep “Flood Distribution Management”. Universitas Diponegoro, Semarang Linsley (1989). Hidrologi Untuk Insinyur. Penerbit Erlangga, Jakarta Montarcih (2010). Hidrologi Praktis. Lubuk Agung, Bandung Sugianto (2002). Banjir & Beberapa Metode Pengendaliannya. Pustaka Pelajar, Yogyakarta Suyono (2008). Perbaikan dan Pengaturan Sungai. Pradnya Paramita, Jakarta Triatmodjo (1996). Hidrolika 1. Beta Offset, Yogyakarta Triatmodjo (2003). Hidrolika 2. Beta Offset, Yogyakarta Yuwono (1996), Perencanaan Model Hidraulik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Zulkarnain. (2011). Evaluasi Pengendalian Banjir Sungai Padang. Universitas Sumatera Utara, Medan
LAMPIRAN Tabel 1. Hasil penelitian di Laboratorium Debit Banjir Masukan (Qn) 3
cm /det
Q1 = 5617.50
Q2 = 8583.75
Q3 = 12210,00
Debit Banjir Waktu pengaliran Waktu yang dibutuhkan Diameter Lubang Maksimum Yang sampai Debit Banjir dari debit banjir Bendung Retensi maksimum ke debit (d) Terjadi (Q max) Maksimum (tmax) 3
(cm)
(cm /det)
Tanpa Dam
6156.15
4.5
Reduksi Banjir
(det)
(det)
(%)
3076.15
600
1800
50.03
5.5
3944.40
780
960
35.93
6.5
4160.00
840
780
32.43
Tanpa Dam
7967.40
4.5
3729.60
540
2130
53.19
5.5
5470.50
690
1260
31.34
6.5
6562.50
720
870
17.63
Tanpa Dam
9835.35
4.5
4593.60
480
2160
53.30
5.5
6890.40
540
1800
29.94
6.5
7392.00
600
1140
24.84
Sumber : Hasil olah data penelitian, Tahun 2013
19.70
A
B
10.00
1.75 4.00
3.00
- 0.10 0.50
- 0.30 - 0.10 0.43
± 0.00
A'
0.43
1.76 h1
0.90
B'
0.43
0.43
1.76 h2
0.20
0.50
0.43
0.90
0.20
0.50
POTONGAN A-A'
POTONGAN B-B'
Gambar 1. Rancangan model penelitian