EFEKTIVITAS BEBERAPA UJI PEMALSUAN MADU KAPUK
SKRIPSI MAYA RACHMAWATY
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN Maya Rachmawaty D14070069. 2011. Efektivitas Beberapa Uji Pemalsuan Madu Kapuk. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. B. N. Polii, S.U. Pembimbing Anggota : Ir. Hotnida C.H Siregar, M.Si. Pola hidup sehat menyarankan konsumsi madu setiap hari sehingga permintaan madu semakin meningkat. Bersamaan dengan meningkatnya konsumsi madu, banyak pihak tertentu yang melakukan pemalsuan madu untuk keuntungan berlimpah. Secara fisik madu palsu cenderung sama dengan madu asli akan tetapi komposisi madu asli dan madu palsu berbeda sehingga manfaat nya pun tidak sama. Pemalsuan madu merugikan konsumen sehingga diperlukan cara-cara sederhana untuk membedakan madu asli dan madu palsu. Beberapa cara uji pemalsuan madu telah diketahui masyarakat akan tetapi efektivitasnya belum diketahui. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui nilai efektivitas beberapa uji pemalsuan madu yang biasa digunakan oleh distributor dan konsumen madu. Penelitian ini menggunakan tujuh sampel yang terdiri dari madu asli dan enam sampel madu palsu. Madu palsu yang digunakan terdiri dari tiga modus pemalsuan madu yakni madu yang dipalsukan dengan penambahan gula (madu sukrosa, madu glukosa dan madu fruktosa), dipalsukan dengan penambahan pengental (madu CMC (Carboxy Methyl Celulose) dan madu gelatin) serta dipalsukan dengan pengental dan gula (madu sagu dan sukrosa). Uji pemalsuan madu yang digunakan adalah uji semut, uji larut, uji keruh, uji buih, uji pemanasan, uji tarik, uji lengket, uji segi enam, uji iod, dan uji ikan mentah. Uji kimia juga dilakukan diantaranya pengukuran kadar air, nilai pH, kadar HMF (Hidroksimetilfurfural) dan kadar gula dilakukan untuk mendukung hasil uji pemalsuan madu. Pengolahan data dilakukan dengan model Rancangan Acak Kelompok (RAK). Peubah yang diamati adalah nilai efektifitas uji pemalsuan madu. Perlakuan yang diberikan adalah sepuluh uji pemalsuan madu kapuk, dan kelompok terdiri dari tiga yakni modus pemalsuan madu. Nilai efektifitas diuji ANOVA dengan model Rancangan Acak Kelompok (RAK) dan diuji lanjut dengan uji Duncan. Uji kimia menunjukkan madu yang dipalsukan dengan penambahan gula meningkat kadar gulanya, sedangkan nilai HMF, pH, dan kadar air hampir sama dengan madu asli. Madu yang dipalsukan dengan penambahan pengental memiliki kadar air yang lebih dari 40%, dan kadar gula nya rendah, sedangkan nilai pH dan HMF cenderung sama dengan madu asli. Madu yang dipalsukan dengan pengental dan gula memiliki kadar sukrosa yang tinggi 50,13%, kadar air cukup tinggi 32,72%, nilai pH yang basa yakni 8,23 sedangkan nilai HMF nya sama seperti madu asli. Nilai efektivitas rata-rata dari setiap uji pemalsuan secara urut dari yang terbesar sampai terkecil adalah uji larut 83,3%, uji ikan mentah 60%, uji keruh 52,5%, uji pemanasan 49,2%, uji segi enam 41,7%, uji iod 33,3%, uji tarik 25,8%, uji buih 17,5%, uji semut 0,8%, dan uji lengket 0%. Uji larut merupakan uji yang paling efektif diantara uji pemalsuan lainnya. Uji pemalsuan lain yang efektif digunakan adalah uji ikan mentah, uji keruh, dan uji pemanasan.
Berdasarkan uji pemalsuan madu yang telah dilakukan, terdapat jenis madu palsu yang lebih mudah dideteksi. Madu dengan pemalsuan menggunakan pengental dan gula seperti MSS (madu sagu dan sukrosa) merupakan jenis madu palsu yang lebih mudah diketahui karena dapat dideteksi dengan efektivitas tinggi oleh uji pemanasan, uji segi enam, uji ikan mentah, uji buih, dan uji keruh serta dapat dideteksi dengan mengukur nilai pH dan kadar air. Madu dengan penambahan pengental (MC (Madu CMC) dan MGel (Madu Gelatin)) lebih sulit dideteksi dari pada MSS. Madu dengan penambahan pengental dapat dideteksi dengan uji larut, uji pemanasan, uji segi enam, uji ikan mentah dan pengukuran kadar air. Madu palsu dengan penambahan gula (MS (Madu Sukrosa), MF (Madu Fruktosa), dan MG (Madu Glukosa)) adalah jenis madu palsu yang paling sulit dideteksi dari pada madu palsu lainnya dalam penelitan ini. Madu palsu dengan penambahan gula hanya bisa dideteksi dengan uji larut dan uji keruh. Kata-kata kunci : madu palsu, efektivitas uji, uji pemalsuan madu.
ii
ABSTRACT The Effectiveness of Several Adulteration Tests Cotton Tree Honey Rachmawaty, M., B. N. Polii and H. C. H. Siregar This study was conducted to determine the effectiveness of several adulteration tests for honey. There were many adulteration tests usually done by people to distinguish between pure and artificial honey. This experiment studied several adulteration tests such as ant test, soluble test, turbidity test, foam test, heated test, pull test, sticky test, hexagon test, raw fish test, and iodine test. The artificial honey were divided into three, namely artificial honey with thickener (CMC and gelatin), artificial honey with sugar (sucrose, fructose and glucose), and artificial honey with sugar and thickener (sugar and sago). Chemical analysis such as pH, moisture, HMF (Hidroxymethylfurfural) and sugar content (sucrose, fructose and glucose) were also conducted to support the result of adulteration tests. From all adulteration tests, the most effective test was soluble test with number of effectiveness 83,3%. The other effective tests that can be applied to distinguish between pure honey and artificial honey were raw fish test (60%), turbidity test (52,5%), and heated test (49,2%). Artificial honey with sugar dan thickener (sugar and sago) was the most easily to be detected, and artificial honey with sugar (sucrose, fructose, and glucose) was the most difficult to be detected. Keywords : artificial honey, adulteration test, effectiveness.
iii
EFEKTIVITAS BEBERAPA UJI PEMALSUAN MADU KAPUK LEMBAR PERNYATAAN
MAYA RACHMAWATY D14070069
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TERKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 iv
Judul Nama NIM
: Efektivitas Beberapa Uji Pemalsuan Madu Kapuk : Maya Rachmawaty : D14070069
Menyetujui,
Pembimbing Utama,
(Ir. B. N. Polii, SU) NIP. 19480402 198003 2 001
Pembimbing Anggota,
(Ir. Hotnida C. H. Siregar, M.Si) NIP. 19620617 199003 2 001
Mengetahui: Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc) NIP. 19591212 198603 1 004
Tanggal Ujian : 13 Mei 2011
Tanggal Lulus : v
RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak ke dua dari tiga bersaudara, pasangan Ibu Sita Dewi dan Bapak Muslihat Ibrahim. Penulis dilahirkan pada 30 April 1990 di Bogor. Penulis memulai pendidikan pada tahun 1994 di TK Al-Munawar Bogor. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Pengadilan 4 Bogor pada tahun 2001, kemudian menyelesaikan sekolah di SMPN 7 Bogor pada tahun 2004. Penulis menyelesaikan sekolah menengah atas di SMA PGRI 4 Bogor pada tahun 2007. Penulis menjabat sebagai Ketua OSIS dan aktif dalam dunia bela diri KATEDA saat duduk di bangku SMA. Pada tahun 2007, Penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Peternakan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (IPTP) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menjadi mahasiswa di IPB, Penulis sangat aktif mengikuti kegiatan kemahasiswaan. Pada Tingkat Persiapan Bersama, Penulis menjadi penyiar di Agri FM, bergabung dalam Dormitory English Club, Taekwondo IPB, dan Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM-KM). Pada Tingkat Dua, Penulis berhasil menjadi Juara I Lomba Newscaster Journalistic Fair SCTV dan juara 3 lomba siaran KISI FM Bogor. Selanjutnya Penulis bekerja sebagai penyiar training di radio KISI FM, dan menjadi bendahara biro Public Relation BEM-D Fapet, serta Duta Lingkungan BEM-KM IPB, dan asisten pelatih Tae Kwon Do IPB. Pada Tingkat Tiga, Penulis bekerja sebagai staf pengajar pada bimbingan belajar Brilliant Student, dan menjadi pengisi suara untuk CD pembelajaran multi media Bahasa Inggris. Penulis juga bekerja sebagai asisten dosen, mata kuliah Bahasa Indonesia untuk kelas mahasiswa asing Program S-2 di MKDU IPB. Penulis menjadi tiga besar Mahasiswa Berprestasi Fakultas Peternakan pada tahun 2010. Pada Tingkat Empat Penulis bekerja sebagai Pembaca Berita dan Presenter di Megaswara TV Bogor. Selama menjadi mahasiswa, Penulis sering menjadi Master of Ceremony (MC) di berbagai acara. Salah satu acara terbesar yang pernah dibawakan Penulis adalah acara Internasional The Fifth Indonesian Livestock Industry Award 2010 di Jakarta Covention Centre (JCC).
vi
KATA PENGANTAR Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan petunjuk-Nya Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang menjadi syarat untuk kelulusan studi di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Shalawat dan salam juga selalu tercurah kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW. Skripsi ini berjudul “Efektivitas Beberapa Uji Pemalsuan Madu” ditulis berdasarkan penelitian yang dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2010. Penelitian tersebut dilaksanakan di Laboratorium Terpadu, Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Laboratorium Non Ruminansia dan Satwa Harapan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Laboratorium Bersama, Departemen Kimia, Fakultas Matematikan dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor dan Balai Besar Industri Agro Kota Bogor. Skripsi ini berisikan persentase efektivitas dari berbagai uji pemalsuan madu kapuk yang biasa dilakukan oleh distributor dan konsumen madu. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini terdapat banyak kekurangan dan masih jauh dari sempurna. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat luas, khususnya bagi penulis dan bagi dunia peternakan serta pembaca pada umumnya.
Bogor, April 2011
Penulis
vii
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN .................................................................................................
i
ABSTRACT ..................................................................................................... iii LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................. iv LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................
v
RIWAYAT HIDUP.......................................................................................... vi KATA PENGANTAR ................................................................................... vii DAFTAR ISI .................................................................................................... viii 3 DAFTAR TABEL ............................................................................................
x 5
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi 5 DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xii PENDAHULUAN ..........................................................................................
15
Latar Belakang .................................................................................... 1 6 Tujuan …. ........................................................................................... .. 2 5 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 3 4 Madu ................................................................................................... Komposisi dan Mutu Madu ................................................................. Gelatin ................................................................................................. Tepung Sagu ........................................................................................ Carboxy Methyl Cellulose (CMC) ..................................................... Soda Kue .............................................................................................. Semut ................................................................................................. Madu Palsu .......................................................................................... Pengujian Madu Palsu…………………………………………….
33 34 11 12 12 13 8 13 1310 14
MATERI DAN METODE ............................................................................. 1611 Lokasi dan Waktu .............................................................................. Materi .................................................................................................. Prosedur .............................................................................................. Analisis Data……… .…………………………………………..........
1611 1612 1715 2515
HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 28 Perbedaan Madu Asli dan Madu Palsu ............................................... 28 Hasil Uji Pemalsuan pada Madu Asli ................................................. 32 Uji Kimia ............................................................................................ 36 Uji Pemalsuan Madu .......................................................................... 41 Efektivitas Uji Pemalsuan pada Setiap Jenis Madu Palsu .................. 56
viii
KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 59 Kesimpulan ......................................................................................... 59 Saran ................................................................................................... 59 UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................... 60 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 61 LAMPIRAN ................................................................................................... 65
ix
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Reaksi Penguraian Sukrosa oleh Enzim Invertase…………………..
5
2.
Reaksi Pembentukan HMF, Asam Levulinat, dan Asam Format dari Monosakarida (Heksosa) dalam Suasana Asam…………………….
5
3.
Uji Semut……………………………………………………………
19
4.
Uji Larut…………………………………………………………….
20
5.
Uji Keruh……………………………………………………………
20
6.
Uji Pemanasan………………………………………………………
21
7.
Uji Tarik……………………………………………………………..
21
8.
Uji Segi Enam……………………………………………………….
22
9.
Uji Ikan Mentah……………………………………………………..
22
10. Uji Iod……………………………………………………………….
23
11. Sampel Madu Asli dan Madu Palsu…………………………………
29
12. Hasil Uji Semut……………………………………………………...
42
13. Efektivitas Uji Semut pada Berbagai Madu Palsu…………………..
42
14. Hasil Uji Larut………………………………………………………
43
15. Efektivitas Uji Larut pada Berbagai Madu Palsu…………………...
44
16. Hasil Uji Keruh……………………………………………………...
45
17. Efektivitas Uji Keruh pada Berbagai Madu Palsu…………………..
46
18. Efektivitas Uji Buih pada Berbagai Madu Palsu……………………
47
19. Hasil Uji Pemanasan………………………………………………...
48
20. Efektivitas Uji Pemanasan pada Berbagai Madu Palsu……………..
49
21. Hasil Uji Tarik………………………………………………………
50
22. Efektivitas Uji Tarik pada Berbagai Madu Palsu…………………...
51
23. Hasil Uji Segi Enam…………………………………………………
52
24. Efektivitas Uji Segi Enam pada Berbagai Madu Palsu……………...
53
25. Hasil Uji Iod…………………………………………………………
54
26. Efektivitas Uji Iod pada Berbagai Madu Palsu……………………...
54
27. Hasil Uji Ikan Mentah……………………………………………….
55
28. Efektivitas Uji Ikan Mentah pada Berbagai Madu Palsu……………
56
x
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Komposisi Madu ……………………………………………………
3
2.
Standar Nasional Mutu Madu di Indonesia ………………………...
4
3.
Warna Madu ………………………………………………………..
29
4.
Aroma Madu ………………………………………………………..
30
5.
Rasa Madu ………………………………………………………….
31
6.
Hasil Uji Pemalsuan yang Diterapkan pada Madu Asli …………….
32
7.
Hasil Uji Kimia……………………………………………………...
37
8.
Efektivitas Uji Pemalsuan pada Sampel Madu Palsu……………….
41
xi
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.
Gambar Sampel Madu Asli dan Madu Palsu ………………….……
66
2.
Hasil Uji Larut………………………………………………………
67
3.
Hasil Uji Keruh……………………………………………………...
68
4.
Hasil Uji Pemanasan……………….………………………………..
69
5.
Hasil Uji Tarik………………………………………………………
70
6.
Hasil Uji Segi Enam…………………………………………………
71
7.
Komunikasi Pribadi dengan National Honey Board USA……..……
72
8.
Hasil Uji Iod ………………………………………………………...
73
9.
Hasil Uji Ikan Mentah……………………………………………….
74
10. Hasil Uji Pemalsuan dan Persentase Efektivitas Uji Pemalsuan……
75
11. Perhitungan Persentase Efektivitas Uji Pemalsuan Madu…………..
76
12. Analisis Statistik Persentase Efektivitas Uji Pemalsuan Madu……..
77
xii
PENDAHULUAN Latar Belakang Madu mengandung banyak nutrisi yang sangat bermanfaat untuk kesehatan manusia. Zat-zat atau senyawa yang terkandung dalam madu sangat kompleks dan kini telah diketahui tidak kurang dari 181 macam zat atau senyawa terdapat dalam madu (Sihombing, 2005). Keunggulan madu terdapat pada kandungan enzim-enzim dan karbohidratnya. Enzim yang dominan terdapat pada madu adalah enzim diastase dan invertase yang berfungsi mengubah karbohidrat kompleks menjadi karbohidrat yang lebih sederhana. Karbohidrat yang terdapat dalam madu merupakan karbohidrat sederhana dengan kandungan utamanya adalah monosakarida, sehingga lebih mudah diserap oleh tubuh. Berbagai kandungan nutrisi madu membuat madu sangat bermanfaat untuk kesehatan. Fungsi madu untuk kesehatan manusia diantaranya sebagai penambah stamina, kecantikan kulit, antibakteri dan penumbuh jaringan pada luka dan lain sebagainya. Pola hidup sehat membudayakan konsumsi madu setiap hari, sehingga banyak masyarakat semakin tertarik mengkonsumsi madu. Seiring dengan peningkatan konsumsi madu, berkembanglah cara-cara pemalsuan madu oleh pihak tertentu untuk mendapatkan keuntungan yang berlimpah. Berdasarkan Simamora (2010), pada saat ini madu yang terdapat di pasar Indonesia hampir 80% merupakan madu palsu. Pemalsuan madu biasanya dilakukan dengan penambahan gula dan pengental. Gula yang sering ditambahkan dalam pemalsuan madu adalah glukosa, fruktosa, dan sukrosa, sedangkan pengental yang biasa digunakan adalah Carboxy Methyl Cellulose (CMC) dan gelatin. Ada juga madu palsu yang dibuat dari campuran sagu, gula pasir, dan soda kue. Munculnya madu palsu membuat konsumen dirugikan, karena komposisi madu palsu berbeda dengan madu asli sehingga memiliki manfaat yang tidak sama. Berdasarkan penampilan fisik, madu asli dan madu palsu sangat sulit dibedakan, oleh karena itu dibutuhkan cara-cara praktis untuk mengujinya. Metode yang digunakan untuk pengujian pemalsuan madu didasarkan pada pengetahuan yang berlaku di masyarakat diantaranya uji bakar, uji rembes, uji koagulasi, uji kristalisasi, dan uji larut. Berdasarkan penelitian Ansori (2002), dari kelima uji tersebut, hanya uji larut yang paling akurat untuk menguji keaslian madu; Rahmani (2004) menambahkan 1
bahwa uji larut memiliki tingkat akurasi sebesar 83,3%. Menurut Lee (2008), selain uji tersebut masih banyak uji pemalsuan madu lainnya yang belum diketahui kebenarannya. Dengan demikian diperlukan penelitian untuk mengukur keefektifan berbagai uji pemalsuan madu. Nilai efektivitas dari uji pemalsuan madu dapat menunjukkan bahwa uji tersebut efektif digunakan atau tidak untuk membedakan madu asli dan madu palsu. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis efektivitas dari berbagai uji pemalsuan madu yang biasa dilakukan oleh masyarakat khususnya distributor dan konsumen madu.
2
TINJAUAN PUSTAKA Madu Madu adalah cairan alami yang umumnya mempunyai rasa manis yang dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nektar) atau bagian lain dari tanaman (ekstra floral nektar) atau ekskresi serangga (Badan Standarisasi Nasional, 2004). Berdasarkan Sumoprastowo dan Suprapto (1980), pada jaman dahulu madu dipakai untuk mengawetkan daging dan kulit. Orang mesir pada waktu itu mempergunakan madu sebagai bagian dari ramuan rahasianya untuk mengawetkan jenazah raja-raja. Madu juga digunakan untuk makanan kesehatan, obat-obatan serta kosmetika. Banyak bukti yang mendukung madu dapat digunakan untuk luka yakni sebagai antimikroba dan dapat mempercepat pertumbuhan jaringan pada luka (Molan, 2006). Komposisi dan Mutu Madu Komposisi madu ditentukan oleh dua faktor utama yakni, komposisi nektar asal madu bersangkutan dan faktor-faktor eksternal tertentu (Sihombing, 2005). Komposisi madu tercantum dalam Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Madu No
Kandungan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Air Fruktosa Glukosa Sukrosa Maltosa dan disakarida tereduksi lainnya Karbohidrat lainnya Asam organic Protein Abu Zat lain-lain
Jumlah (%) 17,2 38,19 31,28 1,31 7,31 1,5 0,57 0,26 0,17 2,21
Sumber : Gojmerac (1983).
Madu mengandung air, karbohidrat, protein, abu, dan zat lainnya. Karbohidrat madu merupakan gula sederhana yang mudah diserap tubuh. Kurang
3
lebih 85% dari gula yang terdapat dalam madu adalah fruktosa dan glukosa selebihnya adalah polisakarida dan oligosakarida (White, 1979). Masing-masing negara memiliki standar mutu madu tersendiri untuk dapat dijual dan dikonsumsi masyarakat. Standar mutu madu di Indonesia tercantum dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 2004 dan dapat dilihat dalam Tabel 2. Tabel 2. Standar Nasional Mutu Madu di Indonesia No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jenis Uji Aktivitas enzim diastase Hidroksimetilfurfural (HMF) Air Gula pereduksi Sukrosa Keasaman Padatan yang tak larut air Abu Cemaran arsen (As) Cemaran Logam Timbal (Pb) Tembaga (Cu)
Satuan Diastase Number mg/kg % %, b/b %, b/b ml NaOH 1 N/kg %, b/b %, b/b mg/kg
Persyaratan Minimal 3 Maksimal 50 Maksimal 22 Minimal 65 Maksimal 5 Maksimal 50 Maksimal 0.5 Maksimal 0.5 Maksimal 0.5
mg/kg mg/kg
Maksimal 1,0 Maksimal 5,0
Keterangan : b/b= berat/berat Sumber : SNI 01-3545-2004
Enzim Madu mengandung dua enzim yang paling mencolok yakni enzim diastase dan invertase. Madu kaya akan karbohidrat sederhana karena lebah pekerja meminum nektar dan memuntahkannya kembali sambil menambahkan enzim yang disebut enzim invertase. Pemanasan maupun penyimpanan lama terhadap madu mengakibatkan inaktivasi enzim madu. Aktifitas enzim juga dipengaruhi oleh pH lingkungan yang disebabkan oleh terjadinya perubahan ionisasi enzim, substrat, atau komplek enzim substrat. Nilai pH optimum enzim-enzim pada madu berkisar antara 5,0-5,3 dan suhu optimum berkisar antara 22-50 oC (Sihombing, 2005). Enzim invertase akan mengubah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Diastase berperan dalam mengubah polisakarida menjadi karbohidrat yang lebih sederhana (Achmadi, 1991). Sumber diastase pada madu adalah lebah madu sendiri, meski ada juga yang menduga nektar sebagai sebagian sumbernya. Reaksi perombakan sukrosa menjadi fruktosa dan glukosa oleh enzim invertase dapat dilihat pada Gambar 1.
4
Enzim Invertase
Glukosa
Fruktosa
Sukrosa Gambar 1. Reaksi Penguraian Sukrosa oleh Enzim Invertase (Achmadi, 1991)
Hidroximetilfurfural (HMF) Hidroximetilfurfural (HMF) yang terdapat dalam madu merupakan senyawa kimia yang dihasilkan dari perombakan monosakarida madu yang jumlah atom Cnya enam (glukosa dan fruktosa), dalam suasana asam dan dengan bantuan kalor (panas) (Achmadi, 1991). Kadar HMF dapat menjadi indikator kerusakan madu oleh pemanasan yang berlebihan atau karena pemalsuan dengan gula invert. Kedua perlakuan tersebut akan meningkatkan kadar HMF (Winarno, 1982). Semakin lama penyimpanan semakin tinggi kadar HMF madu, tetapi kenaikan kadar HMF tersebut tergantung pada suhu penyimpanan. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Almayanthy (1998) yang menunjukkan bahwa kadar HMF madu yang disimpan pada suhu 28 oC lebih tinggi dibandingkan pada suhu 3 dan 5
o
C. Reaksi
pembentukan HMF dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2.
Reaksi Pembentukan HMF, Asam Levulinat, dan Asam Format dari Monosakarida (Heksosa) dalam Suasana Asam (Achmadi, 1991)
5
Kadar Air Kadar air dalam madu menentukan keawetan madu. Madu yang kadar airnya tinggi, mudah berfermentasi. Fermentasi terjadi karena khamir dari genus Zygosaccharomyces yang tahan terhadap konsentrasi gula tinggi, sehingga dapat hidup dalam madu. Sel khamir akan mendegradasi gula dalam madu (khususnya glukosa dna fruktosa) menjadi alkohol (etanol). Jika alkohol bereaksi dengan oksigen, alkohol tersebut akan membentuk asam asetat yang mempengaruhi kadar keasaman, rasa dan aroma madu. Pada akhir proses fermentasi akan terbentuk karbon dioksida dan air (White, 1979; Achmadi, 1991). Madu tidak mudah larut dalam air. Berdasarkan Rahmani (2004) rendahnya kelarutan madu asli disebabkan rheologi asli madu yang berbentuk kental dengan viskositas tinggi serta adanya komponenkomponen lain dalam madu (meski dalam jumlah yang sangat sedikit) seperti protein, vitamin dan mineral yang tidak dimiliki oleh madu buatan atau madu palsu. Menurut Sumoprastowo dan Suprapto (1980), madu bersifat higroskopis (mudah menarik air), oleh karena itu penyimpanan madu harus memakai tempat yang tidak tembus udara. Kadar air madu tergantung dari keadaan cuaca, kadar air awal nektar dari mana nektar tersebut berasal serta kekuatan koloni lebah tersebut (White, 1992). Kelembaban udara juga berpengaruh terhadap kadar air madu, semakin rendah kelembaban udara maka semakin rendah pula kadar airnya. Kadar air madu di Indonesia tinggi disebabkan oleh kelembaban relatif (RH) udara di Indonesia yang tinggi (Gojmerac, 1983). Kelembaban relatif (RH) Indonesia berkisar 60% hingga 90%, menghasilkan kadar air madu sekitar 18,3% sampai 33,1% (Sihombing, 2005). Karbohidrat Madu mengandung karbohidrat sederhana yang mudah diserap oleh tubuh. Jenis karbohidrat yang dominan dalam hampir semua madu adalah monosakarida levulosa (fruktosa) dan hanya sebagian kecil madu yang kandungan dekstrosanya (glukosa) lebih tinggi dari levulosa. Fruktosa dan glukosa mencakup 85% - 90% dari karbohidrat yang terdapat dalam madu dan hanya sebagian kecil oligosakarida dan polisakarida. Kadar gula madu dipengaruhi oleh kadar air. Madu yang memiliki kadar air rendah memiliki kadar gula tinggi (Panjaitan, 2000). Berdasarkan 6
Sihombing (2005) gula-gula madu (candy honey) dapat dilelehkan dengan memanaskan pada suhu 50 oC. Kandungan karbohidrat madu juga berpengaruh terhadap sifat fisik madu. Sifat higroskopis madu disebabkan madu merupakan larutan jenuh gula. Fruktosa merupakan gula yang paling bertanggung jawab akan sifat higroskopis madu karena fruktosa lebih mudah larut dibandingkan glukosa (White, 1992). Glukosa akan membuat madu berkristal membentuk madu-permanen. Kandungan glukosa akan menentukan lama dan bentuk kristal (Sihombing, 2005). Kristalisasi adalah peristiwa pembentukan glukosa monohidrat dan kristal tersebut lalu memisahkan diri dari air dan fruktosa. Hal tersebut terjadi karena madu merupakan larutan yang lewat jenuh dan tidak stabil (Achmadi, 1991). Kandungan karbohidrat juga berpengaruh terhadap warna madu. Perubahan warna madu dapat disebabkan oleh reaksi mailard antara nitrogen amino dan gula pereduksi atau oleh kombinasi polifenol dengan zat besi, maupun oleh ketidakstabilan fruktosa dalam larutan asam ataupun terjadinya karamelisasi (Sihombing, 2005). Madu mengandung berbagai gula pereduksi sehingga bila disimpan lama akan mengalami perubahan. Bila madu disimpan dua tahun di tempat bersuhu kamar, maltosa akan meningkat mencapai 69%, dan glukosa serta fruktosa turun mencapai 86% dari aslinya. Perubahan fraksi karbohidrat pertama yang terjadi selama penyimpanan madu adalah peningkatan kadar disakarida pereduksi (maltosa) akibat penggabungan monosakarida
pereduksi
(glukosa
dan fruktosa). Perubahan
selanjutnya yang mungkin terjadi adalah peningkatan kadar karbohidrat berantai panjang (oligosakarida) (White, 1979). Penyebabnya antara lain adalah suhu penyimpanan dan kadar air madu (Sihombing, 2005). Gula atau karbohidrat terdiri atas unsur-unsur karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O), kadang-kang juga nitrogen (N). Heksosa merupakan contoh karbohidrat sederhana, misalnya fruktosa, galaktosa, glukosa dan sebagainya. Glukosa dan fruktosa masing-masing memiliki rumus molekul C6H12O6, tetapi masing-masing dibedakan oleh posisi gugusan hidroksil (-OH) disekeliling cincin. Perbedaan posisi gugus-gugus hidroksil tersebut di antaranya mempengaruhi sifat-sifat kelarutan, kemanisan dan mudah tidaknya difermentasi oleh mikroba tertentuSukrosa, glukosa,
7
fruktosa, dan madu semuanya dapat dipakai dalam berbagai teknik pengawetan bahan pangan (Winarno, 1997). Gula banyak digunakan dalam pengawetan buah-buahan dan sayuran serta sebagai bumbu untuk produk daging. Produk yang dilapisi gula dan sirup biasanya untuk produksi dalam kaleng. Daya larut yang tinggi dari gula, kemampuan mengurangi keseimbangan kelembaban relatif (RH) dan daya mengikat air adalah sifat-sifat yang menyebabkan gula sering dipakai dalam pengawetan bahan pangan (Buckle et al., 1987). Jackson (1995) menyatakan bahwa tingkat kelarutan gula ke dalam air yang bersuhu 22 – 27 oC (suhu ruang) yaitu 72%, tingkat kelarutan gula akan meningkat menjadi 83% pada suhu 100 oC. Menurut Vail et al. (1978), apabila gula dipanaskan maka akan melebur (berubah menjadi bentuk cair) pada suhu sekitar 160 oC, dan pada suhu sekitar 170 oC terjadi karamelisasi. Jika gula dipanaskan sederet reaksi akan terjadi yang pada akhirnya membentuk karamel. Tahap awal deretan reaksi ini adalah pembentukan gula anhidro. Karamelisasi sukrosa memerlukan suhu sekitar 200 oC. Pada suhu 160 oC, sukrosa meleleh dan membentuk anhidrida glukosan dan anhidrida fruktosa. pada 200 oC, urutan reaksi terdiri atas tiga tahap yang jelas terpisah waktunya. Tahap pertama memerlukan pemanasan 35 menit dan kehilangan bobot 4,5%, sesuai dengan kehilangan satu molekul air per molekul sukrosa. Setelah dipanaskan lebih lanjut selama 55 menit, kehilangan bobot menjadi 9% dan pigmen yang terbentuk disebut karamelan. Pemanasan lebih lanjut lagi selama 55 menit menyebabkan terbentuknya karamelen. Seyawa ini sesuai dengan kehilangan berat 14%, yang kira-kira 8 molekul air per 3 molekul sukrosa. Pemanasan lebih lanjut menyebabkan pembentukan pigmen sangat gelap yang hampir tidak larut, bahan ini disebut karamelin (deMan, 1997). Sukrosa. Sukrosa merupakan salah satu karbohidrat sederhana disakarida yang berlimpah ruah di alam. Sukrosa adalah gula yang kita kenal sehari-hari, baik yang berasal dari tebu maupun dari bit. Sukrosa (gula pasir yang umum) didapatkan secara komersil dari tebu atau bit. Sukrosa adalah gula yang bila terhidrolisis maka menghasilkan molekul-molekul monosakarida, yakni glukosa dan fruktosa. Hidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa dikatalis oleh enzim invertase (Tavipiono, 2010). Sukrosa mudah larut dalam air dan larutannya memiliki rasa 8
manis. Daya larut sukrosa sebesar 67,1% dalam suhu 20 oC, dan 72,4% dalam suhu 50 oC (Buckle et al., 1987). Glukosa. Glukosa merupakan monosakarida yakni karbohidrat sederhana yang terdiri dari satu gugus cincin. Glukosa dalam industri pangan lebih dikenal sebagai dekstrosa atau juga gula anggur. Glukosa dapat ditemukan pada sayur-sayuran, buah, madu dan bahan pangan lainnya. Gula (glukosa) mudah larut dalam air, penyebab kelarutan karbohidrat sederhana dalam air adalah adanya grup hidroksil yang mudah bereaksi dengan air disekelilingnya (Irawan, 2007). Daya larut glukosa adalah 50% dalam suhu 20 oC, dan naik menjadi 70% pada suhu 60 oC (Shallenberger dan Birch, 1975). Fruktosa. Fruktosa dikenal juga dengan nama gula buah, banyak terdapat pada buah-buahan. Fruktosa merupakan molekul yang mengandung gugus hidroksil dan gugus karbonil keton pada C-2 dari rantai enam karbon. Fruktosa adalah karbohidrat sederhana berupa monosakarida yang memiliki rasa manis yang tinggi bila dibandingkan dengan sukrosa dan glukosa. Menurut Irawan (2007), fruktosa adalah gula yang memiliki rasa paling manis. Kemanisan relatif berbagai gula secara berurutan dari yang paling manis adalah fruktosa, sukrosa, glukosa, maltosa, galaktosa dan laktosa (Gaman dan Sherrington, 1992). Fruktosa lebih mudah larut dibandingkan glukosa (White, 1992). Fruktosa memiliki daya larut sebesar 80% pada suhu 20 oC, dan naik menjadi 90% pada suhu 60 oC (Shallenberger dan Birch, 1975). Protein Protein menyebabkan kecenderungan membentuk gelembung udara kecil dan buih pada madu (Sukartiko, 1986). Mekanisme terbentuknya buih diawali dengan terbukanya ikatan-ikatan dalam molekul protein sehingga rantainya menjadi lebih panjang. Dilanjutkan dengan proses adsorpsi yaitu pembentukan mono layer atau film dari protein yang terdenaturasi. Udara ditangkap dan dikelilingi oleh film dan membentuk gelembung. Pembentukan lapisan mono layer kedua dilanjutkan di sekitar gelembung untuk mengganti bagian film yang terkoagulasi. Film protein dari gelembung yang berdekatan akan berhubungan dan mencegah keluarnya cairan. Peningkatan kekuatan interaksi antara polipeptida akan menyebabkan agregasi (pengumpulan) protein dan melemahnya permukaan film yang diikuti dengan 9
pecahnya gelembung buih (Cherry dan McWatters, 1981).
Krell (1996)
menambahkan bahwa bersama-sama dengan kekentalan, tegangan permukaan berperan dalam membentuk karakteristik buih pada madu. Pengocokan pada saat uji buih menurunkan tegangan permukaan madu dan dengan adanya kandungan protein dalam madu maka terbentuklah buih. Berdasarkan Wasitaatmadja (1997) buih yang tidak cepat hilang atau cenderung stabil disebabkan adanya zat pembuih atau surfaktan. Nilai pH Madu bersifat asam dengan pH 3,2-4-5. Nilai pH madu yang rendah ini mendekati pH cuka, tetapi kandungan gula yang tinggi membuat madu terasa manis, bukan kecut seperti cuka (Mathenson, 1984). Cita rasa (flavor) dan aroma madu sebagian disumbang oleh asam-asam yang dikandungnya. Aroma madu disebabkan adanya
senyawa
asam-asam
terbang (volatile
acids)
yakni
formaldehida,
asetaldehida, aseton, isobutiraldehida dan diasetil. Keasaman madu ditentukan oleh disosiasi ion hidrogen dalam larutan air, namun sebagian besar juga oleh kandungan pelbagai mineral (antara lain Ca, Na, K). Madu yang kaya akan mineral, pH-nya akan tinggi. Asam yang terdapat pada madu antara lain asam asetat, butirat, format, glukonat, laktat, malat, maleat, oksalat, piroglutamat, sitrat, suksinat, glikolat, αketoglutaral, piruvat, 3-fosfogliserat, β-gliserofaosfat dan glukose-6-fosfat. Rasa madu disebabkan oleh kandungan gula, dan asam organik seperti asam glukonat dan prolin, pada madu dengan rasa spesifik tak terhitung banyaknya variasi penyebab rasa tersebut seperti glukosida dan alkaloid yang khas bagi tumbuhan sumber nektar (Sihombing, 2005). Madu dapat menjadi agen antimikroba. Hal tersebut disebabkan kandungan gulanya yang tinggi, pH madu yang relatif asam, dan kandungan proteinnya yang rendah. Dengan demikian madu dapat membatasi jumlah air yang tersedia untuk pertumbuhan mikroba dan dapat menghalangi pertumbuhan bakteri (National Honey Board, 1997). Vitamin dan Mineral Madu pun mengandung berbagai macam vitamin dan mineral. Berbagai vitamin larut air terdapat dalam madu, antara lain tiamin (B1), riboflavin (B2), 10
piridoksin (B6), asam pantotenat, niasin dan asam askorbat, vitamin-vitamin lain seperti biotin, asam folat, kholin, dan asetil kholin terdapat juga dalam madu. Vitamin larut lemak seperti vitamin K juga ditemukan. Kandungan mineral pada madu juga mempengaruhi warna yang ditunjukkan madu, semakin banyak kandungan mineral seperti Fe, Mg, dan K maka warna madu akan semakin gelap (Sihombing, 2005). Mineral yang terkandung di dalam madu yang terpenting ialah Na, Ca, Mg, Cu, Al, Mn, Fe, K dan P (Sumoprastowo dan Suprapto, 1980). Zat penyebab warna madu sebagian besar belum diketahui, namun ada yang menduga terdiri dari fraksi yang larut air dan larut lemak. Pada madu berwarna cerah warna oleh zat larut air lebih sedikit dari yang larut lemak. Ada juga yang menduga oleh pelbagai senyawa polifenol, terutama pada madu berwarna pekat. Oksidasi yang berlangsung akan zat-zat ini akan semakin menimbulkan warna. Warna yang timbul pada madu yang tersimpan lama disebabkan oleh kombinasi beberapa faktor, misalnya gabungan tannat dan polifenol lain-lain dengan zat besi dari kemasan atau alat pengolah, reaksi dari gula tereduksi dengan senyawa mengandung nitrogen amino (asam amino, polipeptida, protein), ketidakstabilan fruktosa dalam larutan asam (karamelisasi). Madu cerah hampir tak mengandung tirosin dan triptofan, sedang pada madu berwarna pekat hal sebaliknya yang terdapat (Sihombing, 2005). Gelatin Gelatin adalah pangan protein yang didapat dari sumber ternak, tetapi proteinnya mempunyai nilai biologis yang rendah karena kurangnya empat asam amino essensial yaitu triptophan, threonin, methionin dan isoleusin (Huges dan Bennion, 1970). Pada industri pangan, gelatin merupakan hidrokoloid atau polimer larut air yang berfungsi sebagai pembentuk gel, bahan pengental, penjernih dan pemantap emulsi (Imeson, 1992).
Gelatin juga memiliki sifat perekat sehingga
sering digunakan sebagai lem pada industri farmasi (Ali, 2009). Fungsi gelatin sebagai pembentuk gel yaitu mengubah cairan menjadi padatan yang elastis, atau mengubah bentuk sol menjadi gel. Menurut Vail et al., (1978), gelatin akan kembali menjadi sol bila dipanaskan, karena pecahnya agregrat molekul yang kemudian membentuk disperse koloid makromolekuler. Salah satu sifat gelatin adalah mudah dilarutkan pada air hangat. Protein ini didapat dari kolagen tulang atau kulit sapi (gelatin tipe B) atau kolagen kulit babi (gelatin tipe A). Pada proses ekstrasinya 11
gelatin tipe B menggunakan basa dan tipe A menggunakan asam (Igoe dan Hui, 1996). Nilai pH dari gelatin bervariasi 3,8 sampai 6,0 untuk gelatin tipe B dan kisaran 5 sampai 7,1 untuk gelatin tipe A (Tourtellote, 1980). Tepung Sagu Sifat fisik dan komposisi kimia pati sagu memiliki sifat yang tergantung pada panjang rantai karbonnya dan bercabang atau lurusnya rantai molekulnya. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut dengan amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai stuktur lurus dengan ikatan α-1,4-D-glukosa, sedangkan amilopektin mempunyai rantai cabang dengan ikatan α-1,6-D-glukosa. Pati sagu mengandung 27% amilosa dan 73% amilopektin. Perbandingan amilosa dan amilopektin ini mempengaruhi sifat kelarutan dan derajat gelatinisasi pati. Semakin besar kandungan amilosa, maka pati makin bersifat kering dan kurang lengket cenderung menyerap air lebih banyak sedangkan semakin tinggi kandungan amilopektin maka pati akan bersifat tidak kering dan lengket (Wirakartakusumah et al, 1984). Amilosa dengan iodin akan membentuk kompleks biru, sedangkan amilopektin dengan iodin akan membentuk warna merah ungu (Mustahib, 2011). Pada proses gelatinisasi pati, energi panas akan melemahkan ikatan H sehingga air akan terserap, meyusup diantara molekul-molekulnya. Jika suspensi pati dalam air dipanaskan, air akan menembus lapisan luar granula dan granula ini mulai membesar. Ini terjadi saat temperatur meningkat dari 60 oC sampai 80 oC. Granulagranula dapat membesar hingga volumenya lima kali lipat dari volume semula. Ketika ukuran granula pati membesar, campurannya menjadi kental. Pada suhu kirakira 85 oC granula pati pecah dan isinya terdispersi merata ke seluruh air di sekelilingnya. Molekul berantai panjang mulai membuka atau terurai dan campuran pati atau air menjadi semakin kental (Gaman dan Sherrington, 1992). Carboxy Methyl Cellulose (CMC) Carboxy Methyl Cellulose (CMC) merupakan turunan selulosa yang memiliki fungsi dasar untuk mengikat air atau memberikan kekentalan sehingga dapat memantapkan komponen lainnya atau mencegah sineresis (Fardiaz, 1989). Biasanya CMC digunakan dalam industri pangan untuk memberikan bentuk, konsistensi, 12
tekstur, dan sering digunakan untuk melengkapi sifat hidrokoloid lainnya. Nilai pH CMC berkisar antara 6 sampai 8 (Hebei, 2011). CMC mudah larut dalam air hangat atau air dingin (Masfufatun, 2009). Hal tersebut disebabkan CMC memiliki daya mengikat air yang tinggi. CMC mampu mengikat air dan membentuk struktur gel dalam air yang kemudian meningkatkan viskositas (Arbuckle dan Marshall, 1996). Soda Kue Nama lain dari soda kue adalah natrium hidrogen karbonat, natrium bikarbonat, atau bikarbonat soda. Larutan soda kue dalam air bersifat basa lemah. Senyawa ini membantu menetralkan asam dalam tubuh manusia (menetralkan asam lambung) (Wahyudi, 2010). Soda kue bersifat basa. Soda Kue akan mengeluarkan gelembung udara jika bertemu dengan cairan dan bahan yang sifatnya asam (buahbuahan, yoghurt, madu, buttermilk, coklat, dan lain-lain). Soda kue biasa digunakan pada adonan kue atau bahan pangan yang bersifat asam (Riana, 2005). Semut Sleigh (2003), menyatakan bahwa semut merupakan serangga berkoloni, ketika daerahnya didatangi oleh koloni semut lain maka semut akan menunjukkan sifat agresif untuk mempertahankan daerahnya. Semut dapat melawan koloni lain untuk mendapatkan makanan. Menurut Newman dan Dalton (1967), sulit untuk mengkategorikan semut berdasarkan makanannya. Semut memakan protein dan karbohidrat yang bervariasi. Sebagian semut adalah vegetarian pemakan nektar, dan sebagian lainnya memakan makanan yang kecil dari hewan atau serangga lain yang telah mati. Semut membawa makanan ke sarang seperti lebah madu, serangga yang telah mati dipotong dalam ukuran kecil dan dibawa ke sarang, sedangkan gula atau makanan cair lainnya disimpan dalam swollen crops di dalam perutnya kemudian didistribusikan ke sarang dari mulut ke mulut. Madu Palsu Madu palsu atau madu tiruan adalah semua bahan makanan yang memakai nama madu namun tidak diolah atau tidak dihasilkan oleh lebah (Sumoprastowo dan Suprapto, 1980). Pemalsuan madu dapat digolongkan menjadi tiga modus yaitu pemalsuan volume, pemalsuan mutu, dan pemalsuan menyeluruh. Pemalsuan volume dilakukan dengan cara meningkatkan volume madu dengan ditambah bahan lain 13
seperti fruktosa, glukosa, sirup dan bahan pengental. Pemalsuan mutu biasanya dilakukan dengan memodifikasi kadar air. Pemalsuan menyeluruh yakni madu yang dibuat tanpa menggunakan madu asli sebagai bahan utama, biasanya menggunakan campuran sagu, gula pasir dan pewarna. Madu palsu tidak memiliki kandungan enzim, dan juga tidak memiliki kandungan vitamin mineral yang sama dengan kandungan madu asli (Harli, 2001). Pengujian Madu Palsu Perbedaan nyata antara madu palsu dan madu asli terletak pada komposisi kimia seperti kadar gula pereduksi, kadar HMF, nilai pH, sukrosa dan kadar air (Sutami, 2003). Analisis kimia yang dapat dilakukan adalah uji gula dengan cara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau High Peformance Liquid Cromatografi (HPLC) (Ratnayani et al., 2008). Pengujian dengan HPLC terutama dimaksudkan untuk mengetahui kadar fruktosa dan glukosa madu. Uji kimia lain yang dapat digunakan adalah uji dua parameter umum yang dipandang menjadi ciri utama keaslian madu yakni keaktifan enzim diastase dan kadar HMF (Moermanto, 1986). Hadisoesilo (1986) menyatakan bahwa dalam rangka mencegah pemalsuan madu dengan air dan gula maka madu harus diuji dulu kandungan sukrosanya. Pengujian kadar sukrosa dilakukan karena sebagian besar pemalsuan pada madu dilakukan dengan penambahan gula pasir, gula merah dan gula lain dari berbagai sumber, sehingga dapat meningkatkan kandungan sukrosa madu mencapai lebih dari 8% sedangkan berdasarkan Gojmerac (1983) rata-rata kandungan sukrosa pada madu hanya 1,31%. Uji kimia untuk membedakan antara madu palsu dan madu asli terlalu mahal dan tidak praktis untuk konsumen dan distributor madu, sehingga berkembanglah beberapa pengetahuan mengenai madu yang digunakan sebagai dasar pengujian madu palsu. Ansori (2002) menguji madu yang dipalsukan dengan sukrosa, fruktosa, glukosa dan gula aren. Metode yang digunakan untuk pengujian keaslian madu didasarkan pada pengetahuan yang berlaku di masyarakat diantaranya uji bakar, uji rembes, uji koagulasi, uji kristalisasi, dan uji larut. Dari kelima uji tersebut, hanya uji larut yang paling akurat untuk menguji keaslian madu, Rahmani (2004) menambahkan bahwa uji larut memiliki tingkat akurasi sebesar 83,3%. Selain kelima uji tersebut, masih banyak uji pemalsuan madu yang belum diketahui kebenarannya. 14
Berdasarkan Lee (2008), ada beberapa cara untuk membedakan madu asli dan madu palsu. Cara pertama adalah mencampur madu dengan air putih di dalam gelas bening, madu asli akan terlihat keruh sedangkan madu palsu bening. Cara kedua isikan madu ke dalam sendok makan, kemudian dipanaskan di atas nyala lilin, madu asli akan berbuih dan buih meluber dari sendok, sedangkan buih pada madu palsu tidak meluber. Jika madu dalam sendok tersebut sudah dingin , madu palsu akan terasa lengket dan madu asli terasa kalis, selanjutnya apabila diaduk dengan lidi maka madu asli akan mencair dan tidak membentuk benang tipis sedangkan madu palsu mengeras dan membentuk benang tipis. Cara ketiga, madu dimasukkan ke dalam toples dan diisi dengan potongan ikan mentah, kemudian disimpan selama 2 minggu. Ikan mentah pada madu asli akan berkerut dan tidak bau, sedangkan ikan pada madu palsu akan busuk dan bau. Menurut Lee (2011) cara lain untuk membedakan madu asli dan palsu adalah dengan cara menuangkan madu pada piring putih kemudian ditambahkan air perlahan sampai madu tenggelam, dan putar piring membentuk angka delapan. Madu asli akan membentuk segi enam seperti sarang madu sedangkan madu palsu tidak. Komunikasi pribadi dengan National Honey Board (NHB), menyatakan bahwa belum ada teori ilmiah untuk menjelaskan terbentuknya segi enam ini oleh madu. Cara lain yang biasa dipercaya masyarakat adalah memberikan madu pada semut. Semut tidak akan memakan madu asli, jika semut memakan madu, madu tersebut merupakan madu palsu (Okwy, 2011). Malik (2009) menyatakan bahwa madu asli akan berbuih bila dikocok dan buihnya tidak cepat hilang, sedangkan madu palsu buihnya cepat hilang. Berdasarkan Nesta (2008), iod dapat digunakan untuk menguji madu palsu. Cara uji iod dilakukan dengan melarutkan sedikit tepung jagung dalam air, kemudian ambil sekitar 5 ml dan dicampur dengan 20 g madu. Setelah beberapa saat teteskan larutan iod, madu palsu akan menunjukkan warna biru.
15
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di lima tempat yaitu Laboratorium Terpadu, Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Laboratorium Non Ruminansia dan Satwa Harapan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan dan Laboratorium Kimia Bersama, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB serta Balai Besar Industri Agro (BBIA) Bogor. Pelaksanaan penelitian ini dua bulan dimulai sejak tanggal 11 Oktober sampai dengan 11 Desember 2010. Materi Bahan utama yang digunakan adalah madu kapuk asli yang diperoleh dari Pasuruan, Jawa Timur. Madu tersebut diproduksi dan dipanen pada musim hujan. Bahan untuk madu palsu dan campurannya antara lain sukrosa, fruktosa, glukosa, Carboxy Methyl Cellulose (CMC), gelatin, air, pewarna makanan (warna coklat), sagu dan soda kue. Bahan yang digunakan untuk pengujian yaitu semut, ikan mentah (bibit ikan mas), larutan iod, akuades, larutan tepung jagung, feroksianida, seng asetat, natrium bisulfit (NaHSO3) 0,2% dan 0,1%, serta asetonitril dan air yang telah disaring dengan membran 0,45 mm. Alat yang digunakan dalam pembuatan madu adalah timbangan, gelas ukur, kompor, panci, mangkuk besar, botol dan corong. Alat yang digunakan untuk uji pemalsuan adalah plastik, nampan, gunting, gelas, sendok, lilin, korek api, lap, piring putih, botol kaca kecil, gelas ukur, pipet tetes, gelas plastik dan karet. Alat yang digunakan untuk analisis kimia adalah refraktometer, pH meter digital, spektrofotometer, labu ukur, timbangan digital, pipet volumetrik 5 dan 10 ml, Erlenmeyer, kertas saring abu, penyumbat, tabung reaksi, penutup tabung reaksi, pengaduk vortex dan gelas piala. Alat yang digunakan untuk pengukuran kadar gula adalah instrument HPLC (High Performance Liquid Cromatography), colom CLCNH2 (M) (4,6 x 250 mm), membrane 0,2 dan 0,45, detector RID-10A (Reaktif Index Bias), Syringe 100 mikro liter, dan loop injector 20 mikro liter.
16
Prosedur Penelitian ini dibagi tiga tahapan yakni : (1) Pembuatan madu palsu, (2) Uji pemalsuan madu, dan (3) Uji Kimia. Pembuatan Madu Palsu Sampel yang digunakan adalah madu asli dan madu palsu. Madu palsu yang dibuat terbagi atas tiga modus pemalsuan, yakni pemalsuan dengan penambahan gula (fruktosa, glukosa dan sukrosa), pemalsuan dengan penambahan pengental (CMC dan gelatin), dan pemalsuan dengan pengental serta gula (sagu dan sukrosa). Berdasarkan tiga modus pemalsuan tersebut didapatkan enam sampel madu palsu yang selanjutnya disebut, madu sukrosa (MS), madu glukosa (MG), madu fruktosa (MF), madu CMC (MC) dan madu gelatin (MGel) serta madu sagu dan sukrosa (MSS). Sampel yang digunakan ada tujuh, yang terdiri dari satu sampel madu asli (madu kapuk) dan enam sampel madu palsu. Madu asli. Madu asli yang digunakan adalah madu kapuk. Madu asli ini diproduksi pada musim hujan sehingga kadar air saat panen cukup tinggi yakni sebesar 23%. Madu asli untuk diuji disiapkan sebanyak 2 kg, dan madu asli juga digunakan untuk membuat madu palsu. Madu asli disimpan pada suhu ruang. Madu sukrosa (MS). Madu sukrosa merupakan madu palsu yang terdiri dari campuran madu asli dan sukrosa. Sukrosa yang digunakan berbentuk kristal. Sukrosa dilarutkan dengan cara dipanaskan dengan air. Kadar air sukrosa dikondisikan mencapai 23%, jika kadar air di atas 23% maka sukrosa dipanaskan kembali dan jika kurang dari 23% ditambahkan air. Sukrosa berkadar air 23% dibiarkan agar suhunya turun mencapai suhu ruang, kemudian dilakukan pencampuran dengan madu asli dengan komposisi 1 : 1, yakni madu asli 1 kg dicampur dengan sukrosa 1 kg. Madu fruktosa (MF). Madu fruktosa merupakan madu palsu yang terdiri dari campuran madu asli dan fruktosa. Fruktosa yang digunakan berbentuk cair dan berkadar air 24%. Fruktosa dikondisikan berkadar air 23% dengan cara dipanaskan. Fruktosa yang sudah berkadar air 23% didiamkan dingin sampai mencapai suhu ruang, kemudian dicampurkan dengan madu asli dengan komposisi 1 : 1, yakni madu asli 1 kg dicampur dengan fruktosa sebanyak 1 kg. 17
Madu glukosa (MG). Madu Glukosa adalah madu palsu yang terdiri dari campuran madu asli dengan glukosa. Glukosa yang digunakan berbentuk cair dengan kadar air 25%. Glukosa dikondisikan berkadar air 23% dengan dipanaskan. Glukosa yang sudah berkadar air 23% didiamkan dingin sampai mencapai suhu ruang, kemudian dicampurkan dengan madu asli dengan komposisi 1 : 1, yakni madu asli 1 kg dicampur dengan glukosa sebanyak 1 kg. Madu CMC (MC). Madu CMC adalah madu palsu yang terdiri dari campuran madu asli dengan larutan Carboxy Methyl Cellulose (CMC) sebagai pengental. CMC yang digunakan berbentuk serbuk, sehingga harus dilarutkan dalam air panas kemudian diaduk hingga mengental secara merata. Komposisi pembuatan larutan CMC adalah 50 g CMC dan 1600 g air (97% air dan 3% CMC), dengan komposisi ini CMC secara fisik sudah mirip dengan kekentalan madu asli. Madu asli dan larutan CMC dicampurkan pada suhu ruang, kemudian dilakukan pengocokan dengan mixer agar CMC dapat bercampur rata dengan madu. Komposisi pencampuran madu asli dan CMC adalah 3 : 2, yakni 1,2 kg madu asli dicampur dengan 0,8 kg larutan CMC. Kadar air madu CMC tidak dikondisikan 23% karena adanya bahan pengental yang mengikat air sehingga menyebabkan kadar air tinggi dan sulit untuk diturunkan, akan tetapi penampilan fisik madu CMC sudah serupa dengan madu asli. Madu gelatin (MGel). Madu gelatin merupakan madu palsu yang terdiri dari campuran madu asli dengan gelatin. Gelatin yang digunakan berbentuk kristal. Kristal gelatin dilarutkan dalam air panas. Komposisi pembuatan gelatin cair adalah 200 g gelatin dan 1600 g air (89% air dan 11% gelatin), dengan komposisi ini gelatin secara fisik sudah mirip dengan kekentalan madu asli. Kadar air tidak dikondisikan 23% karena sifat gelatin sebagai pengental yang tidak dapat dikondisikan berkadar air 23% dengan kekentalan yang sama dengan madu asli. Madu asli dan gelatin dicampurkan pada suhu ruang. Komposisi pencampuran madu asli dan gelatin adalah 3 : 2, yakni 1,2 kg madu asli dicampur dengan 0,8 kg larutan gelatin. Madu sagu dan sukrosa (MSS). Resep madu palsu ini didapatkan dari hasil penelusuran informasi tim Investigasi Trans TV (Tanggal 12 Desember 2009 pukul 17.00 – 18.00 WIB). Sagu sebanyak 50 g dicampur dengan 1200 g air (96% air dan 4% sagu) kemudian dipanaskan. Gula pasir sebanyak 1400 g dipanaskan dengan air 18
sebanyak 600 g (70% gula pasir dan 30% air). Kemudian gula yang sudah cair dicampur dengan sagu yang telah dikentalkan. Campuran gula dan sagu dipanaskan dan ditambahkan pewarna coklat sebanyak 5 ml, dan soda kue 50 g untuk memberikan buih, kemudian diaduk-aduk dan dibiarkan dingin serta ditambahkan 50 g madu asli untuk membantu memberikan aroma. Kadar air madu palsu tidak dikondisikan 23% karena adanya bahan pengental yakni sagu, akan tetapi secara fisik madu palsu ini sudah mirip dengan madu asli. Uji Pemalsuan Madu Uji pemalsuan madu secara konvensional dilakukan dengan sepuluh uji yang biasa dilakukan oleh masyarakat yakni uji semut, uji larut, uji keruh, uji buih, uji pemanasan, uji tarik, uji lengket, uji segi enam, uji ikan mentah, dan uji iod. Masingmasing pengujian dilakukan sebanyak 20 kali ulangan, kecuali uji ikan mentah dilakukan sebanyak 5 kali ulangan. Metode pengambilan data yang digunakan adalah one zero sampling. Semua uji pemalsuan madu dilakukan terlebih dahulu pada madu asli, setelah diketahui hasil yang ditunjukkan madu asli maka uji dilakukan pada semua sampel madu palsu, jika hasil uji (respon) berbeda dengan madu asli maka diberikan nilai 1, dan jika sama diberikan nilai 0. Uji semut. Plastik berukuran 5 x 3 cm dioleskan sampel dan disimpan di tempat yang terdapat semut merah kecil dan semut lain. Setelah 90 menit diamati semut yang datang. Cara uji semut dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Uji Semut
Uji larut (Rahmani, 2004). Sebanyak 15 g madu dituangkan perlahan-lahan ke dalam gelas yang berisi air hangat bersuhu 35 oC dengan jarak vertikal 10 cm dan kemiringan botol madu 30 derajat. Sampel madu diamati saat mencapai dasar gelas sekitar 0 sampai 3 detik, apakah madu langsung larut atau tidak. Madu yang mudah 19
larut ditandai dengan keruhnya air disekitar madu. Cara uji pemalsuan dengan uji larut dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Uji Larut
Uji keruh. Madu sebanyak 10 g dicampur dengan 200 ml air dalam gelas kaca bening, kemudian diaduk hingga tercampur secara merata. Sampel yang telah dicampur dengan air diamati berwarna keruh atau tidak. Kertas berwarna putih diletakkan dibelakang gelas agar lebih mudah diamati. Cara uji pemalsuan dengan uji keruh dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Uji Keruh
Uji buih. Sebanyak 15 g sampel dimasukkan ke dalam botol kecil dan dikocok secara vertikal sebanyak sepuluh kali kemudian didiamkan selama 5 menit. Setelah itu diamati, apakah masih terdapat buih atau buih sudah hilang. 20
Uji pemanasan. Sampel madu dituangkan pada sendok makan (sekitar ¾ bagian), kemudian dipanaskan selama ±40 detik di atas lilin yang menyala dengan jarak 1 cm. Sampel madu diamati ketika telah berbuih, apakah buih meluber keluar dari sendok atau tidak. Cara pengujian madu palsu dengan uji pemanasan dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Uji Pemanasan
Uji tarik. Sampel madu dari uji pemanasan didiamkan selama 60 detik. Lidi dicelupkan ke dalam madu dan ditarik secara vertikal sejauh 10 cm. Sampel diamati apakah ketika ditarik membentuk benang tipis atau tidak. Cara pengujian madu palsu dengan menggunakan uji tarik dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Uji Tarik
Uji lengket. Sampel madu dari uji pemanasan didiamkan selama 60 detik, selanjutnya sampel diambil sedikit dengan ibu jari dan jari telunjuk. Sampel diamati dengan seksama, dan dirasakan dengan indra peraba apakah terasa lengket atau kalis. Uji segi enam. Sebanyak 10 g madu dimasukkan ke dalam piring keramik putih, kemudian secara perlahan dimasukkan 100 ml air, sampai madu tenggelam. Selanjutnya piring diputar membentuk angka delapan sebanyak 5 kali. Sampel madu dalam piring diamati, apakah membentuk gambaran segi enam (seperti sarang lebah) 21
atau tidak. Cara pengujian dengan menggunakan uji segi enam dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Uji Segi Enam
Uji ikan mentah. Satu ekor anak ikan yang masih segar dengan berat sekitar 15 g dimasukkan ke dalam gelas kemudian dituangkan 50 g madu sampai ikan tenggelam. Gelas ditutup plastik dan diikat dengan karet, kemudian disimpan selama 2 minggu pada suhu kamar. Setelah 2 minggu ikan diamati keadaanya, apakah berkerut dan kaku atau lembek dan hancur. Cara pengujian madu palsu dengan menggunakan uji ikan mentah dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Uji Ikan Mentah
22
Uji iod (Nesta, 2008). Pengujian dengan iod dilakukan dengan cara mencampurkan 20 g madu dengan 5 ml larutan tepung maizena (sebanyak 5 g tepung maizena dilarutkan dalam 200 ml air) kemudian diaduk. Tahap selanjutnya campuran tersebut ditetesi larutan iod sebanyak 3 tetes kemudian diaduk dan diamati, apakah larutan tersebut menjadi berwarna ungu (biru kemerahan) atau tidak. Cara pengujian madu palsu dengan menggunakan uji iod dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Uji Iod
Uji Kimia Uji kimia yang dilakukan yakni pengukuran nilai pH, kadar air, kadar HMF (Hidroksimetilfurfural) dan kadar gula madu (sukrosa, fruktosa dan glukosa). Nilai pH. Nilai pH diukur dengan pH-meter digital SCHOTT dengan ketelitian empat angka di belakang koma. Ujung sensor pH meter dikalibrasi dengan akuades kemudian dilap dan dikeringkan dengan tisu. Ujung sensor pH meter dimasukkan ke dalam sampel madu, kemudian dibiarkan sampai nilai pH stabil. Ujung sensor pH meter dibersihkan dengan akuades dan dikeringkan lagi dengan tisu, kemudian dicelupkan kembali dalam akuades. Pengukuran nilai pH dilakukan sebanyak 5 kali ulangan. Kadar air. Kadar air diukur dengan alat refraktometer ATAGO (berskala 10% 40%). Sampel madu diteteskan ke dalam refraktometer dan kemudian kadar air dibaca dengan cara meneropong refraktometer. Refraktometer dibersihkan dengan akuades dan tisu setelah digunakan. Pengukuran kadar air dilakukan sebanyak 5 kali ulangan.
23
Kadar hidroksimetilfurfural (HMF) (Penyederhanaan SNI 01-3545-2004). Kadar HMF diukur dengan alat Spektrofotometer HP 8453. Spektrofotometer yang biasa
dipakai
harus mempunyai
panjang gelombang 284 nm dan 336 nm,
mempunyai sel 1 cm. Tahap pertama larutan Carez I (15 g ferosianida K4 Fe(CN)6.3H2O dilarutkan dengan air dan diencerkan sampai 100 ml) dan larutan Carez II (30 g seng asetat Zn(CH3COO)2.2H2O dilarutkan dengan air dan diencerkan sampai 100 ml) dipersiapkan. Sebanyak lima gram sampel madu ditimbang dalam labu ukur 50 ml, kemudian ditambahkan akuades sampai larutan dalam labu ukur mencapai kurang lebih 25 ml. Sebanyak 0,5 ml larutan Carez I ditambahkan ke dalam labu ukur kemudian diaduk. Tahap selanjutnya larutan Carez II ditambahkan ke dalam labu ukur kemudian diaduk kembali. Volume campuran ditepatkan hingga tanda tera dengan akuades, kemudian disaring dengan kertas saring abu. Filtrat hasil penyaringan dipipet 5 ml ke dalam dua tabung reaksi berukuran 18 x 100 mm. Tabung pertama ditambahkan 5 ml akuades, sedangkan tabung kedua (pembanding) ditambahkan 5 ml NaHSO3 0,2%. Campuran diaduk rata dengan menggunakan pengaduk vortex. Tahap berikutnya sampel diukur absorbannya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 284 nm dan 336 nm dengan sel satu cm. Apabila absorbansi di atas 0,6 larutan sampel diencerkan lagi dengan akuades, sedangkan larutan pembanding diencerkan dengan cara sama dengan menggunakan larutan NaHSO3 0,1%. Nilai absorbansi yang diperoleh dikalikan dengan faktor pengencer sebelum perhitungan. Perhitungan : Kadar HMF (mg/100 g madu) = ((A284 – A336) : BC (g)) x 14,97 x BC (g) Keterangan : A284 : Absorbansi pada 284 nm A336 : Absorbansi pada 336 nm 14,97 : Faktor koreksi BC
: Berat contoh (g)
Kadar gula (Ratnayani et al., 2008). Pengukuran kadar gula dalam madu meliputi sukrosa, glukosa dan fruktosa menggunakan instrumen HPLC (High Performance 24
Liquid Cromatografi) CTO-20A. Uji gula dilakukan dengan tiga tahapan yakni stabilisasi alat (HPLC), penyuntikan standar, dan penyuntikan sampel dengan syringe 100F-LC. Stabilisasi alat dilakukan dengan cara mengalirkan fase gerak (25% air dan 75% acetonitril) dalam instrumen HPLC selama satu jam. Tahap selanjutnya adalah penyuntikan standar. Standar yang digunakan adalah sukrosa, fruktosa, dan glukosa murni. Sebanyak 10 gram sampel dari masingmasing standar dilarutkan dalam 100 ml air (air bebas ion yang telah disaring dengan membran 0,45 mikrometer). Selanjutnya 10 ml hasil larutan diambil disaring dengan membran 0,2 mikrometer. Sampel yang telah disaring diambil dengan menggunakan syringe gelas sebanyak 100 mikroliter kemudian disuntikkan pada HPLC dan diamkan agar tekanan pada HPLC stabil (pada pengukuran ini tekanan berada pada 75 kgF). Pada saat tekanan telah stabil kembali, semua kandungan standar telah keluar dalam bentuk grafik (telihat dalam monitor). Pada penelitian ini, semua kandungan standar fruktosa, sukrosa dan glukosa sudah keluar sebelum 16 menit. Berdasarkan penyuntikan standar diketahui bahwa puncak fruktosa akan keluar kurang lebih pada menit ke 7 lebih 24 detik, kemudian puncak glukosa keluar pada menit ke 8 lebih 30 detik, dan puncak sukrosa keluar pada menit ke 11 lebih 30 detik. Setelah HPLC distandarisasi untuk pengujian sukrosa, glukosa dan fruktosa, dilakukan penyuntikan sampel madu. Semua sampel madu diencerkan dengan cara satu gram madu diencerkan dalam 10 ml air (yang telah disaring dengan membran 0,45 mikrometer). Sampel yang telah diencerkan diambil dengan syringe gelas sebanyak 100 mikroliter dan disuntikkan dalam HPLC. Sebelumnya sampel madu diukur terlebih dahulu berat jenisnya untuk data perhitungan kadar gula. Puncak atau grafik fruktosa, glukosa dan sukrosa akan keluar dan kemudian dihitung konsentrasinya dalam persen dengan rumus : Konsentrasi gula =
Luas grafik daerah sampel Luas grafik daerah standar
Berat jenis x
x 100% Bobot sampel
Analisis Data Data yang didapatkan adalah hasil uji pemalsuan madu dengan 10 uji (uji semut, uji larut, uji keruh, uji buih, uji pemanasan, uji tarik, uji lengket, uji segi enam, uji iod dan uji ikan mentah), serta data dari hasil uji kimia (nilai pH, kadar air, 25
kadar HMF dan kadar gula). Data hasil uji kimia digunakan untuk mendukung hasil uji pemalsuan madu. Hasil uji pemalsuan madu diolah dengan dibuat persentase untuk mengetahui efektivitas masing-masing uji. Semakin tinggi nilai persentase suatu uji maka semakin efektif uji tersebut. Persentase hasil uji pemalsuan madu dihitung dengan rumus : Persentase hasil uji =
a 20
x 100%
Keterangan : a
: Jumlah keberhasilan uji
20
: Banyaknya ulangan dalam satu perlakuan Data terdiri dari 10 perlakuan (uji pemalsuan madu yaitu uji semut, uji larut,
uji keruh, uji buih, uji pemanasan, uji tarik, uji lengket, uji segi enam, uji iod, dan uji ikan mentah) dan 3 kelompok sampel yakni, madu yang dipalsukan dengan penambahan gula (rataan dari MS, MF, dan MG), dipalsukan dengan penambahan pengental (rataan MC dan MGel) serta dipalsukan secara menyeluruh (MSS). Data yang didapatkan tidak memenuhi syarat kehomogenan sehingga ditransformasi dengan model ln(X+100), dimana X adalah data yang diamati. Data kemudian diuji ANOVA menggunakan RAK dan diuji dengan uji lanjut Duncan. Model rancangan acak kelompok (RAK) yang digunakan adalah sebagai berikut (Gasperz, 1991). Yij = µ + Kj + Pi + €ij Keterangan : Yij
= Hasil pengamatan persentase efektivitas pada sampel madu palsu yang berbeda.
µ
= Nilai tengah umum persentase efektivitas uji pemalsuan madu ke-i pada kelompok sampel madu palsu ke-j.
Kj
= Pengaruh kelompok sampel madu palsu ke-j.
Pi
= Pengaruh taraf perlakuan uji pemalsuan ke-i.
€ij
= Pengaruh galat percobaan dari uji pemalsuan madu. Pada uji lanjut Duncan, uji terbaik adalah uji pemalsuan madu yang memiliki
nilai rataan tertinggi. Uji pemalsuan madu yang memiliki subskrip A dinyatakan sangat efektif, subskrip AB dinyatakan efektif, subskrip ABC dinyatakan cukup efektif, subskrip BC dinyatakan tidak efektif, dan subskrip C dinyatakan sangat tidak 26
efektif. Kelompok sampel madu palsu yang memiliki nilai rataan tertinggi pada uji Duncan dinyatakan sebagai sampel yang paling mudah dideteksi kepalsuannya. Kelompok sampel yang memiliki subskrip A dinyatakan paling mudah dideteksi, subskrip AB dinyatakan cukup mudah dideteksi, dan subskrip B dinyatakan tidak mudah dideteksi.
27
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian disajikan dalam beberapa sub bab pembahasan. Penjelasan disajikan secara bertahap dimulai dari perbedaan madu asli dan madu palsu, hasil uji pemalsuan pada madu asli, hasil uji kimia, hasil uji pemalsuan madu, dan efektivitas uji pemalsuan pada setiap jenis madu palsu. Perbedaan Madu Asli dan Madu Palsu Pemalsuan madu dilakukan oleh pihak tertentu untuk meningkatkan keuntungan. Pemalsuan yang dilakukan dapat secara volume, fisik, dan keseluruhan. Pemalsuan volume biasanya dilakukan dengan cara menambahkan gula seperti sukrosa, fruktosa dan glukosa, akan tetapi kandungannya berbeda dengan madu asli. Madu mengandung bahan-bahan lain seperti protein, enzim, vitamin dan mineral yang tidak dimiliki oleh gula. Pemalsuan dengan gula mudah dilakukan, dan hasil campuran antara madu dan gula pun memiliki sifat fisik yang cenderung sama dengan madu asli. Pemalsuan madu secara fisik biasanya dengan cara menambahkan pengental agar madu yang memiliki kadar air tinggi terlihat lebih kental dan lebih berat. Pengental yang digunakan untuk pemalsuan madu biasanya merupakan bahan pangan yang bersifat mengentalkan seperti CMC dan gelatin. Pemalsuan menyeluruh yakni dengan membuat madu dari bahan-bahan lain. Bahan yang biasanya digunakan untuk membuat madu palsu ini adalah sagu dan gula pasir (sukrosa). Campuran antara sagu dan gula pasir dapat memberikan viskositas yang cenderung sama dengan madu asli. Campuran sagu dan gula pasir selanjutnya ditambahkan soda kue agar berbuih dan memiliki aroma, serta ditambahkan pewarna agar terlihat seperti madu asli. Penambahan essence madu juga kerap dilakukan agar madu palsu memiliki aroma seperti madu asli. Secara fisik semua jenis madu palsu sulit dibedakan sehingga hal ini merugikan konsumen madu. Madu palsu yang digunakan merupakan perwakilan dari madu palsu yang biasanya beredar di masyarakat. Madu yang dipalsukan secara jumlah yaitu dengan penambahan gula adalah madu sukrosa (MS), madu fruktosa (MF), dan madu glukosa (MG). Madu yang dipalsukan secara fisik yaitu dengan penambahan pengental adalah madu CMC (MC) dan madu gelatin (MGel). Madu dengan 28
pemalsuan menyeluruh yakni madu sagu dan sukrosa (MSS). Secara fisik semua jenis madu palsu yang digunakan dalam penelitian ini cenderung sama. Penampilan fisik madu asli dan madu palsu yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Sampel Madu Asli dan Madu Palsu (secara berurutan dari samping kiri : Madu Gelatin (MGel), Madu Sagu dan Sukrosa (MSS), Madu Fruktosa (MF), Madu Glukosa (MG), Madu CMC (MC), Madu Sukrosa (MS), dan Madu Asli). {{{{
Madu asli dan palsu memiliki kesamaan secara fisik dilihat dari warna, rasa, aroma dan kekentalan. Warna madu asli dan semua sampel madu palsu cenderung sama. Warna masing-masing madu palsu terdapat dalam Tabel 3. Tabel 3. Warna Madu Madu
Warna
Madu Asli
Coklat kekuningan
Madu Sukrosa (MS)
Coklat kekuningan lebih jernih
Madu Fruktosa (MF)
Coklat kekuningan lebih jernih
Madu Glukosa (MG)
Coklat kekuningan lebih jernih
Madu CMC (MC)
Kuning terang
Madu Gelatin (MGel)
Coklat kekuningan keruh
Madu Sagu dan Sukrosa (MSS)
Coklat kemerahan
29
Tidak adanya standar untuk warna madu asli menyebabkan sulitnya membedakan madu asli dan palsu berdasarkan warna. Standar untuk warna madu tidak ditentukan, karena madu memiliki warna yang berbeda-beda sesuai dengan jenis nektar yang menyusunnya. Sihombing (2005) menyatakan bahwa warna madu asli juga ditentukan oleh kandungan mineral madu, semakin tinggi mineralnya maka warna madu semakin gelap. Sukrosa, fruktosa, glukosa dan CMC tidak berwarna atau bening sehingga campuran madu asli dengan bahan-bahan tersebut terlihat lebih terang warnanya. Gelatin berwarna kuning sehingga MGel memiliki warna yang tidak jauh berbeda dengan madu asli. Madu palsu MSS berwarna coklat kemerahan karena ditambahkan pewarna coklat kemerahan. Berdasarkan aroma yang dihasilkan, semua sampel madu memiliki aroma tersendiri. Aroma semua sampel madu dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Aroma Madu Madu
Aroma
Madu Asli
Harum segar khas madu
Madu Sukrosa (MS)
Harum khas madu (tidak terlalu tajam)
Madu Fruktosa (MF)
Harum khas madu (tidak terlalu tajam)
Madu Glukosa (MG)
Harum khas madu (tidak terlalu tajam)
Madu CMC (MC)
Harum khas madu (tidak terlalu tajam)
Madu Gelatin (MGel)
Harum khas gelatin
Madu Sagu dan Sukrosa (MSS)
Harum soda kue
Madu asli memiliki aroma yang segar dan harum khas madu. Aroma madu disebabkan adanya senyawa asam lemak terbang (volatile acids) yakni formaldehida, asetaldehida, aseton, isobutiraldehida dan diasetil (Sihombing, 2005). MG, MF, MS, dan MC pun memiliki aroma yang hampir sama dengan madu asli, tetapi tidak terlalu tajam. Sukrosa, fruktosa, glukosa dan CMC cenderung tidak memiliki aroma sehingga aroma yang dihasilkan madu palsu tersebut tidak terlalu tajam. MGel memiliki aroma menyengat yang berbeda dari madu asli. Gelatin yang digunakan memiliki bau khas gelatin yang cukup menyengat. Gelatin terbuat dari kolagen kulit hewan (Tourtellote, 1980). Bahan yang menyusun gelatin yakni kolagen atau kulit hewan yang membuat gelatin memiliki aroma khas. Aroma gelatin terasa lebih 30
dominan daripada aroma madu asli sehingga aroma madu gelatin lebih menyengat dibandingkan madu palsu lainnya. MSS juga memiliki aroma yang tidak sama seperti madu asli, aroma yang tercium seperti aroma soda kue. Hal ini disebabkan MSS diberi tambahan soda kue agar memiliki aroma dan berbuih. Kekentalan semua sampel madu sama, akan tetapi MGel jika didiamkan lebih dari 12 jam pada suhu ruang akan membentuk gel, sehingga harus dipanaskan terlebih dahulu apabila ingin diuji. Viskositas yang cenderung sama menyulitkan konsumen untuk membedakan madu asli dan madu palsu. Berdasarkan Mey (2010), viskositas sendiri adalah sebuah ukuran penolakan cairan terhadap perubahan bentuk di bawah tekanan shear, dapat juga dikatakan kekentalan atau penolakan tehadap penuangan. Hal yang mempengaruhi viskositas yaitu suhu dan sifat fisik serta kimia suatu fluida. Berdasarkan rasa, madu asli dan semua sampel madu palsu memiliki rasa tersendiri. Rasa masing-masing sampel madu terdapat dalam Tabel 5. Tabel 5. Rasa Madu Madu
Rasa
Madu Asli
Manis dan asam
Madu Sukrosa (MS)
Manis dan asam
Madu Fruktosa (MF)
Sangat manis dan asam
Madu Glukosa (MG)
Manis dan asam
Madu CMC (MC)
Tidak terlalu manis
Madu Gelatin (MGel)
Tidak terlalu manis
Madu Sagu dan Sukrosa (MSS)
Manis gula pasir
Secara subjektif dapat dikatakan bahwa madu asli (madu kapuk) memiliki rasa manis dan asam. Rasa madu disebabkan oleh kandungan gula, dan asam organik seperti asam glukonat dan prolin. Pada madu dengan rasa spesifik tak terhitung banyaknya variasi penyebab rasa tersebut seperti glukosida dan alkaloid yang khas bagi tumbuhan sumber nektar (Sihombing, 2005). MF memiliki rasa manis yang sangat menyengat daripada MS dan MG. Hal ini disebabkan fruktosa memiliki kemanisan relatif yang lebih tinggi dibandingkan glukosa dan sukrosa. Kemanisan relatif berbagai gula secara berurutan dari yang paling manis adalah fruktosa, 31
sukrosa, glukosa, maltosa, galaktosa dan laktosa (Gaman dan Sherrington, 1992). MS dan MG memiliki rasa manis seperti gula dan terasa sedikit asam. MC dan MGel memiliki rasa yang tidak terlalu manis dan terasa lengket di mulut, sedangkan MSS memiliki rasa manis seperti gula pasir dan juga terasa agak lengket di mulut. Lengketnya MC, MGel, dan MSS karena gelatin, CMC, dan sagu merupakan bahan yang bersifat lengket yang sering digunakan sebagai perekat. Hasil Uji Pemalsuan pada Madu Asli Uji pemalsuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji semut, uji larut, uji keruh, uji buih, uji pemanasan, uji tarik, uji lengket, uji segi enam, uji ikan mentah, dan uji iod. Semua uji tersebut terlebih dahulu dilakukan pada madu asli. Hasil uji pemalsuan yang ditunjukkan oleh madu asli dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil Uji Pemalsuan yang Diterapkan pada Madu Asli Jenis Uji Pemalsuan
Hasil
Semut
Didatangi semut merah kecil
Larut
Tidak larut
Keruh
Keruh
Buih
Berbuih dan tidak cepat hilang
Pemanasan
Luber dari sendok
Legket
Terasa lengket
Tarik
Tidak membentuk benang tipis
Segi Enam
Membentuk segi enam
Iod
Tidak berubah warna
Ikan Mentah
Ikan berkerut dan tidak bau
Hasil yang ditunjukkan madu asli terhadap uji semut adalah madu didatangi oleh semut merah kecil atau semut rumah. Madu bersifat manis karena mengandung gula-gula sederhana seperti fruktosa, glukosa dan gula lainnya. Adanya kandungan gula tersebut yang diduga menarik semut merah kecil untuk menghampiri dan meminum madu. Semut hitam kecil pun sempat mendatangi madu. Semut hitam kecil datang tidak secara koloni, akan tetapi hanya sendiri kemudian berkeliling di tempat madu dan sempat meminum madu sebentar selanjutnya pergi. Menurut Sleigh (2003), semut merupakan serangga berkoloni, ketika daerahnya didatangi oleh koloni 32
semut lain maka semut akan menunjukkan sifat agresif untuk mempertahankan daerahnya. Semut dapat berselisih dengan koloni lain untuk mendapatkan makanan. Perginya semut hitam kecil diduga karena semut merah kecil telah lebih dahulu menguasai daerah madu dan mengusir semut hitam kecil. Semut lain tidak banyak datang diduga karena gula-gula yang terdapat dalam madu bukan merupakan gula yang menjadi makanan semut lain. Newman dan Dalton (1967) menyatakan sulit untuk mengkategorikan semut berdasarkan makanannya. Sebagian semut adalah vegetarian pemakan sirup nektar, dan sebagian lainnya memakan makanan yang berasal dari hewan atau serangga lain yang telah mati. Semut memakan protein dan karbohidrat yang bervariasi. Semut membawa makanan ke sarang seperti lebah madu. Respon madu asli pada uji larut adalah madu tidak langsung larut ketika dituangkan ke dalam gelas yang berisi air bersuhu 35 oC. Kelarutan tergantung pada suhu, tekanan, konsentrasi bahan-bahan lain dalam larutan dan komposisi kelarutannya. Kelarutan bergantung juga pada sifat dan konsentrasi zat-zat lain, terutama ion-ion dalam campuran tersebut (Winarno, 1997). Rahmani (2004) menyatakan bahwa kelarutan madu asli rendah disebabkan rheologi asli madu yang berbentuk kental dengan viskositas tinggi dan adanya komponen-komponen lain dalam madu (meski dalam jumlah yang sangat sedikit) seperti protein, vitamin dan mineral yang tidak dimiliki oleh madu palsu. Madu asli memberikan respon keruh ketika dilakukan uji keruh. Hal tersebut disebabkan madu mengandung beberapa zat warna. Zat penyebab warna madu sebagian besar belum diketahui, namun ada yang menduga terdiri dari fraksi yang larut air dan larut lemak. Pada madu berwarna cerah, zat warna larut air lebih sedikit dari yang larut lemak. Ada juga yang menduga penyebabnya adalah berbagai senyawa polifenol, terutama pada madu berwarna pekat (Sihombing, 2005). Respon yang ditunjukkan madu asli pada uji buih adalah madu berbuih kecilkecil dan buihnya tidak cepat hilang. Buih pada madu asli bertahan hingga penelitian selesai (2 bulan). Buih merupakan emulsi udara dalam cairan (Wasitaatmadja, 1997). Mekanisme pembentukan buih diawali dengan terbukanya ikatan-ikatan dalam molekul protein sehingga rantainya menjadi lebih panjang. Dilanjutkan dengan proses adsorpsi yaitu pembentukan monolayer atau film dari protein yang 33
terdenaturasi. Udara ditangkap dan dikelilingi oleh film dan membentuk gelembung. Pembentukan mono layer kedua dilanjutkan di sekitar gelembung untuk mengganti bagian film yang terkoagulasi. Film protein dari gelembung yang berdekatan akan berhubungan dan mencegah keluarnya cairan. Peningkatan kekuatan interaksi antara polipeptida akan menyebabkan agregasi (pengumpulan) protein dan melemahnya permukaan film yang diikuti dengan pecahnya gelembung buih (Cherry dan McWatters, 1981). Menurut Sukartiko (1986), protein menyebabkan kecenderungan membentuk gelembung udara kecil dan buih pada madu. Kandungan protein pada madu 0,26% (Gojmerac, 1983). Krell (1996) menambahkan bahwa bersama-sama dengan kekentalan, tegangan permukaan berperan dalam membentuk karakteristik buih pada madu. Pengocokan pada saat uji buih menurunkan tegangan permukaan madu dengan adanya kandungan protein dalam madu maka terbentuklah buih. Berdasarkan Wasitaatmadja (1997), buih yang tidak cepat hilang atau cenderung stabil disebabkan adanya zat pembuih atau surfaktan. Zat ini terabsorbsi ke daerah antar-fase dan mengikat gelembung-gelembung gas sehingga diperoleh suatu kestabilan. Surfaktan memiliki sifat mengubah energi permukaan dengan cara menurunkan tegangan permukaan cairan. Buih yang bertahan lama diduga karena adanya zat pembuih pada madu asli. Hasil yang ditunjukkan madu asli ketika dilakukan uji pemanasan terjadi letupan-letupan gelembung yang kemudian tumpah dari sendok (meluber). Buih atau gelembung yang timbul akibat pemanasan menunjukkan adanya protein dalam madu asli. Pada saat dipanaskan kadar air madu berkurang, protein terdenaturasi, dan terjadi penurunan tegangan permukaan sehingga terbentuk buih yang meletup dan meluber dari sendok. Terbentuknya buih sampai meluber dari sendok disebabkan juga oleh kandungan gula pada madu asli. Jika gula dipanaskan sederet reaksi akan terjadi yang pada akhirnya membentuk karamel (deMan, 1997). Pada proses tersebut terjadi pengurangan kadar air yang ditunjukkan dengan terbentuknya buih. Respon madu asli ketika dilakukan uji lengket adalah terasa lengket. Madu terasa lengket karena madu merupakan larutan jenuh gula, kandungan utama madu adalah gula-gula seperti fruktosa, glukosa, sukrosa, maltosa dan lain-lain. Berdasarkan Gojmerac (1983), madu mengandung fruktosa 38,19%, glukosa
34
31,28%, sukrosa 1,31%, dan gula lain 8,81%. Hasil analisis kimia menunjukkan bahwa madu asli mengandung sukrosa 0%, fruktosa 46,62%, dan glukosa 16,87%. Hasil lainya yang ditunjukkan madu asli terhadap uji tarik adalah madu tidak membentuk benang tipis. Tidak terbentuknya benang tipis disebabkan suhu pemanasan dalam uji ini sekitar 60 oC sehingga pada suhu ini gula-gula dalam madu leleh, maka bentuk madu cair dan tidak menempel pada lidi ketika ditarik. Menurut Sihombing (2005), permen madu dapat dilelehkan dengan memanaskan pada suhu 50 oC. Respon yang diberikan madu asli pada uji segi enam ini adalah madu membentuk segi enam seperti sarang lebah. Segi enam yang ditunjukkan oleh madu asli terlihat jelas dan tahan lama. Hal tersebut diduga karena madu terbentuk dalam sarang lebah yang berbentuk segi enam dan adanya pengaruh dari gelombang air ketika piring diputar membentuk angka delapan (gaya yang berpengaruh adalah gaya sentripetal) karena jika putaran dihentikan maka segi enam perlahan-lahan tidak terlihat kembali. Wulan (2009) menyatakan bahwa terbentuknya segi enam karena hal tersebut merupakan sifat madu asli. Komunikasi pribadi dengan National Honey Board United States of America (NHB-USA) menyatakan bahwa penyebab pasti terbentuknya segi enam oleh madu pada uji segi enam belum diketahui. Pada uji iod sampel madu ditambahkan pati yaitu larutan tepung maizena. Pati ditambahkan ke dalam madu kemudian diaduk, setelah tercampur selanjutnya ditambahkan larutan iod. Larutan iod merupakan indikator untuk mendeteksi keberadaan pati. Apabila muncul warna ungu (biru dan merah kehitam-hitaman) maka dapat dikatakan bahwa di dalam madu masih terdapat pati. Pati terdiri dari amilosa dan amilopektin, dimana amilosa dengan iodin membentuk berwarna kompleks biru sedangkan amilopektin dengan iodin membentuk warna merah ungu (Mustahib, 2011). Hal tersebut mengungkapkan bahwa di dalam madu tidak terdapat enzim invertase dan diastase yang merombak pati menjadi gula. Keberadaan enzim invertase dan diastase ditandai dengan tidak munculnya warna ungu, yang mengindikasikan pati telah dirombak oleh enzim mejadi gula-gula yang lebih sederhana. Sesuai dengan Sihombing (2005) yang menggungkapkan bahwa madu mengandung dua enzim yang paling mencolok yakni enzim invertase dan diastase. Enzim tersebut dengan cepat, (sekitar 30 detik) mengubah pati yang ditambahkan ke 35
dalam madu menjadi gula-gula sederhana sehingga ketika iod diteteskan tidak terjadi perubahan warna. Madu asli memberikan respon tidak berubah warna ketika dilakukan uji iod karena madu asli mengandung enzim invertase dan diastase yang berfungsi memecah pati menjadi gula yang sederhana. Diastase berperan dalam mengubah polisakarida menjadi karbohidrat yang lebih sederhana (Achmadi, 1991). Sihombing (2005) menambahkan bahwa enzim invertase akan mengubah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Hasil yang ditunjukkan oleh madu asli ketika dilakukan uji ikan mentah adalah ikan berkerut. Hal tersebut disebabkan sifat higroskopis madu. Madu bersifat higroskopis (mudah menarik air) karena secara alami mengandung konsentrasi gula yang tinggi (Sihombing, 2005). Kadar air daging ikan emas yang belum mendapat perlakuan penyimpanan adalah 75,18% (Murniyani et al., 2008), sedangkan kadar air madu asli 25,08%. Madu akan menarik air dari ikan karena ikan memiliki kadar air yang lebih tinggi dari madu, sehingga semakin lama kadar air ikan menurun dan ikan semakin berkerut atau kaku. Kadar air madu yang rendah menyebabkan mikroba pembusuk tidak dapat hidup di dalamnya, ditambah lagi madu juga mengandung zat antimikroba (Molan, 2006). Madu dapat menjadi agen anti mikroba, antara lain karena kandungan gulanya yang tinggi, sehingga dapat membatasi jumlah air yang tersedia untuk pertumbuhan mikroba. Nilai pH madu yang rendah berkisar antara 3,2-4-5 dan kandungan protein madu yang rendah sekitar 0,26%, yang dapat menghalangi pertumbuhan bakteri (National Honey Board, 1997). Menurut Buckle et al. (1987), bakteri dapat tumbuh pada bahan pangan yang memiliki aktivitas air (aw) 0,95-0,99 dan umumnya mikroorganisme dapat tumbuh pada pH sekitar 5-8. Madu asli pada penelitian ini memiliki aktivitas air (aw) 0,692, sesuai dengan Graham (2000) yang menyatakan nilai aw madu berkisar antara 0,5-0,6. Mathenson (1984) menyatakan bahwa, nilai pH madu berkisar antara 3,2-4-5 sehingga bakteri tidak dapat tumbuh pada madu asli. Uji Kimia Uji kimia pada madu asli dan semua sampel madu palsu juga dilakukan untuk mendukung hasil uji pemalsuan madu. Uji kimia yang dilakukan adalah pengukuran nilai pH, kadar air, kadar HMF, dan kadar gula madu. Uji kimia tersebut adalah uji yang biasa dilakukan untuk membedakan madu asli dan madu palsu. Badan 36
Standarisasi Indonesia (2004) menyebutkan bahwa kadar air madu yang baik maksimal 22%, dengan HMF maksimal 50 mg/kg, gula sukrosa maksimal 5% dan gula pereduksi (dihitung sebagai kadar fruktosa dan glukosa) minimal 65%. Nilai pH madu berdasarkan Mathenson (1984) berkisar antara 3,2-4-5. Hasil uji fisik dan kimia dari madu asli dan berbagai sampel madu palsu dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil Uji Kimia Uji Kimia Sampel
MA
Nilai pH
Kadar Air (%)
Kadar HMF
3,82
25,08
Kadar Gula (%)* Sukrosa
Fruktosa
Glukosa
0
0
46,62
16,87
Madu palsu dengan penambahan gula MS
3,95
24
0
27,08
33,13
13,90
MF
3,88
25
0
0
49,47
21,29
MG
3,86
24,92
0
0
49,02
24,34
Madu palsu dengan penambahan pengental MC
4,20
> 40
0
0
15,66
9,92
MGel
4,34
> 40
0
0
15,30
9,44
50,13
4,59
3,30
Madu palsu dengan penambahan gula dan pengental MSS
8,23
32,72
0
Keterangan : * = berdasarkan bobot segar, MA = Madu Asli, MS = Madu Sukrosa, MF = Madu Fruktosa, MG = Madu Glukosa, MC = Madu CMC, MGel = Madu Gelatin, MSS = Madu Sagu dan Sukrosa.
Bedasarkan Mathenson (1984), madu memiliki nilai pH yang rendah dengan kisaran 3,2-4-5. Hasil penelitian menunjukkan pH madu asli sebesar 3,82 sedangkan madu palsu MS, MF dan MG berturut-turut adalah 3,95, 3,88 dan 3,86. Nilai pH madu asli dan madu palsu MS, MF dan MG berkisar pada nilai yang hampir sama. Hal ini mengindikasikan pengujian kimia dengan mengukur nilai pH tidak dapat digunakan untuk membedakan antara madu asli dan madu palsu yang ditambahkan gula yakni MS, MF dan MG. Madu yang dipalsukan dengan pengental yakni MC dan MGel memiliki pH masing-masing sebesar 4,20 dan 4,34. Gelatin yang digunakan adalah gelatin tipe B yang terbuat dari kulit sapi, nilai pH untuk gelatin tipe B berkisar antara 3,8 sampai 6,0 (Tourtellote, 1980). Hal tersebut menyebabkan 37
penambahan gelatin menaikan nilai pH madu. Nilai pH CMC berkisar antara 6 sampai 8 (Hebei, 2011), sehingga penambahan CMC tidak banyak meningkatkan nilai pH. Nilai pH MC dan MGel berada pada kisaran madu asli sehingga pengukuran nilai pH juga tidak dapat untuk membedakan MC dan MGel dengan madu asli. Madu dengan pemalsuan menyeluruh yakni MSS memiliki pH basa yakni 8,23 karena tidak dilakukan penambahan asam pada MSS dan berdasarkan Riana (2005) soda kue bersifat basa. MSS menggunakan soda kue sehingga pH nya basa. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengukuran pH dapat digunakan untuk membedakan MSS dengan madu asli. Kadar air madu asli 25,08%. Kadar air madu asli cukup tinggi diakibatkan pemeliharaan dan pemanenan dilakukan pada musim hujan. White (1992) menyatakan bahwa kadar air madu tergantung dari keadaan cuaca, kadar air awal nektar dari mana nektar tersebut berasal dan kekuatan koloni lebah tersebut. Gojmerac (1983) juga menyatakan bahwa kelembaban udara berpengaruh terhadap kadar air madu. Semakin rendah kelembaban udara maka semakin rendah pula kadar airnya. Kadar air madu di Indonesia tinggi disebabkan oleh kelembaban relatif (RH) udara di Indonesia yang tinggi. Pada saat dipanen kadar air madu 23% akan tetapi setelah didistribusikan dari Pasuruan menuju Bogor dan setelah diberikan perlakuan, kadar air madu naik menjadi 25,08%. Hal tersebut menunjukkan bahwa madu telah menyerap air dari lingkungan sekitarnya, sesuai dengan teori bahwa madu bersifat hygroskopis (Sumoprastowo dan Suprapto, 1980). Kadar air madu palsu yang dipalsukan dengan penambahan fruktosa (MF), glukosa (MG) dan sukrosa (MS) berkisar antara 24% sampai 25%, hampir sama dengan kadar air madu asli. Hal tersebut sesuai dengan prosedur yang dilakukan yakni membuat kadar air madu palsu fruktosa, glukosa dan sukrosa sama dengan madu asli. Madu yang dipalsukan dengan pengental yakni CMC (MC) dan gelatin (MGel) memiliki kadar air yang sangat tinggi sehingga tidak terukur dengan refraktometer, karena refraktometer yang digunakan berskala 10% hingga 40%. Penggunaan padatan yang sedikit dan banyaknya air yang ditambahkan membuat kadar air madu palsu MC dan MGel sangat tinggi. Walaupun kadar airnya tinggi, kekentalan madu palsu CMC dan gelatin hampir sama dengan madu asli. Madu yang dipalsukan dengan sagu dan sukrosa (MSS) memiliki kadar air 32,72%. MSS yang 38
dibuat dengan kadar air yang sama dengan madu asli ternyata memiliki kekentalan yang jauh lebih tinggi dari madu asli. Agar mendapatkan kekentalan yang sama dengan madu asli, air yang ditambahkan cukup banyak sehingga kadar air MSS menjadi lebih tinggi dari madu asli. Pengukuran kadar air ini menunjukkan bahwa madu yang dipalsukan dengan gula MS, MF dan MG tidak dapat dideteksi berdasarkan pengukuran kadar air, karena kadar air madu palsu ini sama dengan kadar air madu asli. MC, MGel dan MSS dapat dibedakan dengan madu asli secara mudah dari pengukuran kadar air karena kadar air madu palsu ini lebih tinggi dibandingkan kadar air madu asli meskipun kekentalannya hampir sama. Pengujian HMF (hidroxymetilfurfural) menunjukkan bahwa semua sampel madu memiliki nilai HMF nol, dengan demikian pengukuran kadar HMF tidak dapat digunakan untuk membedakan madu palsu dan madu asli (madu kapuk). Hidroximetilfurfural (HMF) yang terdapat dalam madu merupakan senyawa kimia yang dihasilkan dari dekomposisi monosakarida madu yang jumlah atom C-nya enam (glukosa dan fruktosa), dalam suasana asam dan dengan bantuan kalor (panas) (Achmadi, 1991). Hal ini menunjukkan bahwa madu asli (kapuk) yang digunakan tidak mengandung HMF karena pada saat pemanenan dan penanganan tidak terjadi pemanasan. Madu asli yang digunakan merupakan madu yang baru dipanen dengan lama simpan belum sampai satu bulan sehingga HMF belum sempat terbentuk. Semua sampel madu palsu pun tidak memiliki HMF karena madu asli yang digunakan dalam pembuatan MS, MG, MF, MC, dan MGel belum mengandung HMF. Madu asli dalam pembuatan sampel madu palsu pun tidak melalui proses pemanasan karena pencampuran bahan pemalsuan dilakukan pada suhu ruang. MSS juga tidak mengandung HMF karena memiliki kandungan monosakarida hanya sedikit dan memiliki pH basa. Madu kaya akan gula-gula sederhana seperti fruktosa dan glukosa yang mudah diserap oleh tubuh. Kandungan gula-gula sederhana atau monosakarida tersebut menjadi kelebihan dari madu sebagai bahan pangan. Berdasarkan Gojmerac (1983) kandungan gula madu diantaranya sukrosa 1,31%, fruktosa 38,19%, glukosa 31,28%, maltosa 7,31% dan gula lainnya 1,5%. Hal tersebut menunjukkan bahwa kadar glukosa dan fruktosa sangat besar pada madu yakni mencapai 85%-90% dari 39
karbohidrat yang terdapat dalam madu. Berdasarkan hasil uji gula, madu asli mengandung 46,62% fruktosa dan 16,87% glukosa serta tidak mengandung sukrosa. Jumlah maksimal sukrosa dalam madu pada standar mutu madu Indonesia adalah 5%. Dengan demikian kadar sukrosa madu asli tidak melebihi standar mutu madu. Kandungan gula masing-masing madu palsu sesuai dengan bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan madu palsu. MS mengandung nilai sukrosa 27,08% sedangkan pada madu asli sama sekali tidak mengandung sukrosa. Hasil ini menunjukkan adanya penambahan sukrosa pada MS. Nilai glukosa MG sebesar 24,34%, lebih besar dari pada kadar glukosa madu asli disebabkan penambahan glukosa cair dalam pembuatan madu MG. Nilai glukosa pada MF lebih tinggi dibandingkan madu asli, karena fruktosa cair yang digunakan tidak murni sehingga memungkinkan terdapat gula lain selain fruktosa. Kadar fruktosa dan glukosa pada MF dan MG, masih dalam kisaran kadar gula madu asli yakni fruktosa sekitar 38,19% dan glukosa 31,28% (Gojmerac, 1983). MC dan MGel memiliki kandungan fruktosa maupun glukosa yang rendah (9,44%-15,30%) karena kadar air madu CMC dan gelatin sangat tinggi. Kadar gula MC dan MGel jauh dibawah SNI, dimana kadar gula pereduksi (dihitung sebagai glukosa dan fruktosa) minimal 65% (Badan Standarisasi Nasional, 2004). MSS mengandung nilai glukosa dan fruktosa yang rendah sedangkan nilai sukrosa sangat tinggi sebesar 50,13%, melebihi standar sukrosa pada SNI yakni maksimal 5% (Badan Standarisasi Nasional, 2004). Hal tersebut disebabkan penggunaan gula pasir (sukrosa) yang banyak dalam pembuatan madu palsu. Pengukuran nilai pH dapat digunakan untuk mendeteksi pemalsuan pada MSS karena pH nya basa (8,23) sedangkan madu asli asam (3,82). Kadar air dapat digunakan dalam membedakan madu asli dan madu palsu MC, MGel dan MSS, karena kadar air madu palsu tersebut jauh lebih tinggi dari madu asli. Pengukuran kadar HMF tidak dapat membedakan madu asli dan madu palsu, kerena madu yang baru dipanen dan belum mendapatkan perlakuan pemanasan cenderung memiliki sedikit HMF bahkan tidak ada sama sekali. Pengukuran kadar gula dapat digunakan untuk membedakan madu asli dan madu palsu MS, MC, MGel dan MSS karena kadar gulanya tidak sesuai dengan SNI.
40
Uji Pemalsuan Madu Uji pemalsuan madu yang digunakan adalah uji semut, uji larut, uji keruh, uji buih, uji pemanasan, uji lengket, uji tarik, uji segi enam, uji iod, dan uji ikan mentah. Efektivitas uji pemalsuan madu yang dilakukan pada setiap madu palsu dapat dilihat pada Tabel 8. Semakin tinggi nilai persentase efektivitas maka uji tersebut semakin efektif untuk membedakan madu asli dan palsu. Tabel 8. Efektivitas Uji Pemalsuan pada Sampel Madu Palsu Uji Semut Larut Keruh Buih Pemanasan Lengket Tarik Segi Enam Iod Ikan Mentah Rata-rata (%)
MS 0 100 65 20 0 0 0 0 15 60 26
Persentase Efektivitas (%) MF MG MC MGel 0 0 0 5 100 100 100 100 90 95 5 0 10 10 0 0 0 0 100 95 0 0 0 0 0 0 10 45 0 0 100 70 0 40 45 0 20 0 100 100 22 24,5 46 41,5
MSS 0 0 60 65 100 0 100 80 100 80 58,5
Rata-rata (%) 0,8 83,3 52,5 17,5 49,2 0 25,8 41,7 33,3 60
Keterangan : MS = Madu Sukrosa, MF = Madu Fruktosa, MG = Madu Glukosa, MC = Madu CMC, MGel = Madu Gelatin, MSS = Madu Sagu dan Sukrosa.
Uji Semut Terdapat dua respon yang ditunjukkan pada uji semut. Madu palsu didatangi semut merah kecil, kecuali MGel juga didatangi semut hitam kecil. Semut hitam kecil pun sempat mendatangi MGel tetapi tidak lama, semut hitam kecil hanya berkeliling kemudian mencium MGel sebentar dan pergi. Semut hitam kecil pergi diduga karena adanya dominasi dari semut merah kecil. Berdasarkan Sleigh (2003) semut merupakan serangga berkoloni, ketika daerahnya didatangi oleh koloni semut lain maka semut akan menunjukkan sifat agresif untuk mempertahankan daerahnya. Hasil uji semut dapat dilihat pada Gambar 12.
41
(A)
(B)
Gambar 12. Hasil Uji Semut : (A) Madu Didatangi Semut Merah Kecil dan (B) Madu Didatangi Semut Hitam Kecil
Presentase madu palsu yang didatangi semut merah kecil yaitu MS 75%, MF 100%, MG 20%, MC 35%, MGel 15% dan MSS 75%. Madu palsu didatangi banyak semut merah kecil diduga karena gula-gula yang terdapat pada madu palsu merupakan makanan dari semut merah kecil. Tidak datangnya semut hitam kecil secara berkoloni diduga karena bahan yang terdapat dalam madu palsu bukan merupakan makannya. Seperti yang terlihat dari pengamatan sehari-hari bahwa semut hitam kecil lebih banyak memakan gula dalam bentuk kristal. Persentase efektivitas uji semut terhadap semua sampel madu palsu dapat dilihat pada Gambar 13. 6
(5%)
5 Persentase Efektivitas (%)
4 3 2 1
(0%)
(0%)
(0%)
(0%)
MS
MF
MG
MC
(0%)
0 MGel
MSS
Jenis Madu Palsu Keterangan : MS = Madu Sukrosa, MF = Madu Fruktosa, MG = Madu Glukosa, MC = Madu CMC, MGel = Madu Gelatin, dan MSS = Madu Sagu dan Sukrosa.
Gambar 13. Efektivitas Uji Semut pada Berbagai Madu Palsu
42
Nilai persentase efektivitas uji semut rendah (0%-5%) karena respon yang ditunjukkan madu asli dan madu palsu sama yakni didatangi semut merah kecil. Hal tersebut menunjukkan bahwa uji semut tidak efektif digunakan untuk membedakan madu asli dan madu palsu. Uji Larut Respon yang ditunjukkan oleh madu palsu pada uji larut ada dua, yakni madu langsung larut dan madu tidak larut ketika dituangkan ke dalam gelas. Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 14.
(A)
(B)
Gambar 14. Hasil Uji Larut : (A) Madu Larut dan (B) Madu Tidak Larut
Semua MS, MF, MG, MC, dan MGel langsung larut pada saat dituangkan ke dalam gelas berisi air bersuhu 35 oC, ditandai dengan keruhnya air ketika madu sampai di dalam gelas, kecuali MSS tidak larut pada saat dituangkan ke dalam gelas. Madu yang dipalsukan dengan penambahan gula yakni MS, MF dan MG mudah larut dalam air karena gula memiliki kelarutan yang tinggi. Kelarutan sukrosa sebesar 67,1% dalam suhu 20 oC, dan 72,4% dalam suhu 50 oC (Buckle et al., 1987). Demikian halnya dengan fruktosa dan glukosa yang mudah larut dalam air, Jackson (1995) menyatakan bahwa tingkat kelarutan gula ke dalam air yang bersuhu 22-27oC (suhu ruang) yaitu 72%, tingkat kelarutan gula ini akan meningkat menjadi 83% pada suhu 100 oC. MC dan MGel mudah larut disebabkan kadar airnya yang tinggi, lebih dari 40%. Gelatin dan CMC memiliki fungsi yang sama yakni sebagai pengental yang membuat sol (yang mengandung banyak air) menjadi gel. Berdasarkan Vail et al., (1978) gelatin akan kebali menjadi sol bila dipanaskan, dan salah satu sifat 43
gelatin adalah mudah dilarutkan pada air hangat, sehingga pada saat menyentuh air bersuhu 35 oC MGel langsung larut. Demikian pula CMC mudah larut dalam air hangat atau air dingin (Masfufatun, 2009). Hasil yang ditunjukkan MSS berbeda dari madu palsu lainnya yakni tidak larut. Hal tersebut disebabkan madu palsu ini mengandung sagu (pati) yang berfungsi sebagai pengental. Pada proses gelatinisasi pati, energi panas akan melemahkan ikatan H sehingga air akan terserap, menyusup diantara molekul-molekulnya (Gaman dan Sherrington, 1992). Jumlah air bebas yang terdapat pada madu palsu ini menjadi lebih sedikit sehingga tidak mudah larut dalam air. Uji larut memiliki efektivitas 100% untuk membedakan madu asli dengan MS, MF, MG, MC dan MGel tetapi 0% untuk madu MSS. Efektitas uji larut terhadap masing-masing madu palsu dapat dilihat pada Gambar 15. (100%)
(100%)
(100%)
(100%)
(100%)
100 Persentase Efektivitas (%)
80 60 40 20
(0%)
0 MS
MF
MG
MC
MGel
MSS
Jenis Madu Palsu Keterangan : MS = Madu Sukrosa, MF = Madu Sukrosa, MG = Madu Glukosa, MC = Madu CMC, MGel = Madu Gelatin, dan MSS = Madu Sagu dan Sukrosa.
Gambar 15. Efektivitas Uji Larut pada Berbagai Madu Palsu
Ansori (2002) menyatakan bahwa uji larut merupakan uji yang akurat untuk mendeteksi madu yang dipalsukan dengan sukrosa, glukosa, fruktosa, dan gula aren. Sebaliknya uji kristalisasi, uji bakar, uji rembes dan uji koagulasi tidak akurat. Selanjutnya Rahmani (2004) menambahkan bahwa uji larut memiliki tingkat akurasi sebesar 83,3%. Nilai ini sama dengan nilai rata-rata efektivitas uji larut dalam penelitian ini (83,3%). Hasil uji larut menunjukan bahwa uji ini sangat efektif untuk membedakan madu asli dengan MS, MF, MG, MC dan MGel, kecuali MSS.
44
Uji Keruh Terdapat dua respon yang ditunjukkan madu palsu terhadap uji keruh, yakni tidak keruh (bening) dan keruh. Hasil yang ditunjukkan madu asli dan sampel madu palsu dapat dilihat pada Gambar 16.
(A)
(B)
Gambar 16. Hasil Uji Keruh : (A) Keruh dan (B) Tidak keruh (bening)
Hasil uji keruh pada madu asli menjadi pembanding keruh atau tidaknya untuk semua sampel madu palsu. Hasil yang ditunjukkan oleh sampel madu yang dipalsukan dengan gula MS, MF, dan MG umumnya air tidak keruh, demikian juga dengan MSS. Hal tersebut diduga karena gula tidak memiliki zat warna yang dapat membuat air keruh. Sagu yang ditambahkan pada madu palsu merupakan hasil gelatinisasi pati yang tidak berwarna (bening) sehingga tidak dapat memberikan kontribusi untuk membuat air keruh. Hasil MC dan MGel umumnya berwarna keruh. Pengamatan terhadap hasil MGel setelah 3 jam sampel tetap keruh. Pada industri pangan, gelatin merupakan hidrokoloid atau polimer larut air yang berfungsi sebagai pembentuk gel, bahan pengental, penjernih dan pemantap emulsi (Imeson, 1992). Gelatin umumnya digunakan sebagai penjernih, akan tetapi hasil uji keruh pada MGel air menjadi keruh. Keruhnya air yang ditambahkan MGel diduga karena gelatin yang ditambahkan dalam madu palsu ini tidak murni dan terdapat kotoran yang membuat keruh. Demikian pula dengan keruhnya air yang ditambahkan MC, CMC yang ditambahkan dalam madu ini tidak murni dan mengandung kotoran yang membuat air keruh. Keruh atau tidaknya air yang telah ditambah madu dipengaruhi oleh banyaknya madu yang ditambahkan, jumlah air yang digunakan, dan adanya zat-zat warna atau pembuat keruh pada sampel madu. 45
Persentase efektivitas uji keruh yang didapatkan dari masing-masing madu palsu cukup beragam, seperti yang tercantum dalam Gambar 17. 100
(90%)
(95%)
80 (65%)
(60%)
60 Persentase Efektivitas (%)
40 20 (5%)
(0%)
0 MS
MF
MG
MC
MGel
MSS
Jenis Madu Palsu Keterangan : MS = Madu Sukrosa, MF = Madu Fruktosa, MG = Madu Glukosa, MC = Madu CMC, MGel = Madu Gelatin, dan MSS = Madu Sagu dan Sukrosa.
Gambar 17. Efektivitas Uji Keruh pada Berbagai Madu Palsu
Persentase efektivitas uji keruh pada MS (65%), MF (90%), MG (95%) dan MSS (60%) lebih tinggi dari MGel (0%) dan MC (5%), sehingga uji keruh hanya efektif untuk MS, MF, MG dan MSS. Tanpa membedakan jenis madu palsu secara rata-rata uji keruh memiliki efektivitas sebesar 52,5%. Uji Buih Terdapat dua respon yang ditunjukkan madu palsu ketika dilakukan uji buih, yakni buih cepat hilang dan tidak cepat hilang. Mekanisme terbentuknya buih diawali dengan terbukanya ikatan-ikatan dalam molekul protein sehingga rantainya menjadi lebih panjang. Selanjutnya diikuti dengan proses adsorpsi yaitu pembentukan monolayer atau film dari protein yang terdenaturasi. Udara ditangkap dan dikelilingi oleh film dan membentuk gelembung (Cherry dan McWatters, 1981). Buih pada madu MS, MF, MG, dan MSS cenderung menghilang setelah lima menit didiamkan, sedangkan buih pada MC dan MGel bertahan hingga satu minggu. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, protein menyebabkan pembentukan gelembung udara kecil dan buih pada madu asli. MS, MF, dan MG berbuih karena kandungan protein dari madu asli yang dicampurkan. 46
Buih pada MC disebabkan cara pengocokan pada pembuatan madu palsu CMC. CMC dan madu asli dicampur dengan menggunakan mixer, agar tercampur sempurna namun terbentuk gelembung udara yang tersebar pada campuran. Gelembung udara ini bertahan sampai akhir penelitian. Berdasarkan Cherry dan McWatters (1981) pengocokan akan menyebabkan ikatan-ikatan dalam molekul protein terbuka sehingga rantai protein menjadi lebih panjang selanjutnya udara masuk diantara molekul protein. Buih pada MGel disebabkan tingginya kandungan protein, karena gelatin sendiri merupakan protein. Buih lama hilang pada madu MC dan MGel disebabkan adanya kandungan CMC dan gelatin yang biasa digunakan sebagai stabilizer, buih distabilkan sehingga bertahan lama. Sampel MSS tidak berbuih karena tidak adanya protein dalam komposisi MSS. Hal ini karena dalam pembuatan MSS tidak ditambahkan bahan yang mengadung protein, misalnya madu asli. Uji buih terhadap madu palsu menunjukkan persentase efektivitas yang beragam, dapat dilihat pada Gambar 18. (65%) 60 Persentase Efektivitas (%)
40 20
(20%) (10%)
(10%)
0 MS
MF
MG
(0%)
(0%)
MC
MGel
MSS
Jenis Madu Palsu Keterangan : MS = Madu Sukrosa, MF = Madu Fruktosa, MG = Madu Glukosa, MC = Madu CMC, MGel = Madu Gelatin, dan MSS = Madu Sagu dan Sukrosa.
Gambar 18. Efektivitas Uji Buih pada Berbagai Madu Palsu
Uji buih hanya efektif untuk membedakan madu asli dengan MSS (65%), tetapi tidak efektif untuk jenis madu palsu lainnya (0% - 20%). Tanpa membedakan jenis pemalsuan madu, nilai rata-rata persentase efektivitas uji buih hanya 17,5% sehingga tidak disarankan untuk diterapkan dalam membedakan madu asli dan madu palsu.
47
Uji Pemanasan Respon madu palsu dengan penambahan gula MS, MF dan MG sama seperti madu asli, yaitu ketika dipanaskan berbuih dan meluber dari sendok. Hasil uji pemanasan pada MC, MGel dan MSS berbuih, tetapi buihnya tidak meluber. Respon yang diberikan madu palsu pada uji pemanasan dapat dilihat pada Gambar 19.
(A)
(B)
Gambar 19. Hasil Uji Pemanasan: (A) Buih meluber dan (B) Buih tidak meluber
Uji pemanasan dilakukan sampai madu mencapai suhu 60 oC. Waktu yang dibutuhkan masing-masing madu palsu untuk mencapai suhu 60 oC berbeda-beda. Madu asli, MC, dan MSS mencapai suhu 60 oC pada detik ke 33, sedangkan MS, MF, dan MG membutuhkan waktu lebih lama yakni 49 detik. MGel dapat mencapai suhu tersebut dalam waktu 25 detik. Hal tersebut dikarenakan titik didih yang berbeda dari masing-masing sampel. Melubernya madu dari sendok yang ditunjukkan oleh MS, MF dan MG disebabkan tingginya kandungan gula pada madu palsu tersebut. Pada saat pemanasan dengan suhu sekitar 60 oC, kadar air madu semakin berkurang sehingga kadar gula semakin tinggi dan membentuk buih sampai meluber dari sendok. Jika gula dipanaskan sederet reaksi akan terjadi yang pada akhirnya membentuk karamel (deMan, 1997). Pada proses tersebut terjadi pengurangan kadar air yang ditunjukkan dengan terbentuknya buih. MC dan MSS, tidak meluber dari sendok disebabkan karena sifat CMC dan sagu yang merupakan pati sehingga seiring penurunan kadar air akibat pemanasan, kedua madu ini semakin mengental dan tidak menimbulkan buih sampai meluber. Berdasarkan Gaman dan Sherrington (1992), granula pati pecah pada suhu panas dan isinya terdispersi merata ke seluruh air di sekelilingnya. 48
Molekul berantai panjang mulai membuka atau terurai dan campuran pati atau air menjadi semakin kental. MC memiliki kadar air yang tinggi lebih dari 40% sehingga kandungan gula dalam madu palsu ini menjadi sangat sedikit sehingga ketika dipanaskan buih tidak meluber. MGel menghasilkan banyak buih kecil ketika dipanaskan, karena gelatin sendiri merupakan protein yang dapat menyebabkan terbentuknya buih. Akan tetapi buih pada MGel tidak meluber karena sifat gelatin yang mencair bila dipanaskan. Menurut Vail et al. (1978), gelatin akan kembali menjadi sol bila dipanaskan, karena pecahnya agregrat molekul yang kemudian membentuk disperse koloid makromolekuler. Persentase efektivitas uji pemanasan sampel MC, MGel dan MSS (95%100%) lebih tinggi dari MS, MF, dan MG (0%). Persentase efektivitas uji pemanasan dapat dilihat pada Gambar 20.
(100%) 100
(95%)
(100%)
80 Persentase Efektivitas (%)
60 40 20 (0%)
(0%)
(0%)
MS
MF
MG
0 MC
MGel
MSS
Jenis Madu Palsu Keterangan : MS = Madu Sukrosa, MF = Madu Fruktosa, MG = Madu Glukosa, MC = Madu CMC, MGel = Madu Gelatin, dan MSS = Madu Sagu dan Sukrosa.
Gambar 20. Efektivitas Uji Pemanasan pada Berbagai Madu Palsu
Uji pemanasan dapat diterapkan untuk membedakan madu asli dengan MC, MG, dan MSS, tetapi tidak dapat diterapkan pada MS, MF, dan MG karena nilai efektivitasnya 0%. Tanpa memperhatikan jenis pemalsuan madu, uji pemanasan memiliki nilai efektivitas rata-rata sebesar 49,2%. Uji Lengket Respon yang sama dengan madu asli ditunjukkan oleh seluruh madu palsu yakni terasa lengket. Hal tersebut disebabkan madu yang digunakan merupakan 49
larutan jenuh gula yang bersifat lengket. MSS terasa lengket karena adanya sagu (pati) dalam komposisi madu tersebut, dimana kandungan amilopektin pada pati menyebabkan sifat lengket (Wirakartakusumah et al., 1984). Gelatin dan CMC merupakan bahan yang bersifat lengket yang sering digunakan sebagai perekat. Berdasarkan Ali (2009), gelatin memiliki sifat perekat dan digunakan secara umum sebagai lem. Persentase keefektifan uji lengket yang ditunjukkan oleh semua sampel adalah 0%. Berdasarkan hasil ini, uji lengket tidak efektif diterapkan untuk membedakan madu asli dan madu palsu. Uji Tarik Terdapat dua hasil yang ditunjukkan oleh sampel-sampel madu palsu yakni madu membentuk benang tipis dan tidak membentuk benang tipis. Seperti yang terlihat pada Gambar 21.
(A)
(B)
Gambar 21. Hasil Uji Tarik : (A) Membentuk Benang Tipis dan (B) Tidak Membentuk Benang Tipis
Sama seperti madu asli, madu yang dipalsukan dengan gula MS, MF, dan MG tidak membentuk benang tipis. Menurut Vail et al. (1978), apabila gula dipanaskan maka akan melebur (berubah menjadi bentuk cair). Selanjutnya pada suhu sekitar 160 oC terjadi karamelisasi. Benang tipis dapat terjadi karena gula yang membentuk karamel sehingga pada saat ditarik dengan lidi, gula akan lengket dan sulit terpisah maka membentuk benang tipis. Suhu yang diterapkan pada uji tarik sekitar 60 oC, sehingga madu dan gula yang ditambahkan masih berada dalam bentuk cair, belum terjadi proses karamelisasi sehingga tidak membentuk benang tipis. 50
MC dan MGel umumnya tidak membentuk benang tipis ketika dilakukan uji tarik. CMC merupakan pati yang semakin mengental ketika dipanaskan, akan tetapi kadar air yang tinggi (>40%) membuat madu ini kurang lengket untuk menempel di lidi. Sebaliknya, gelatin akan berubah menjadi sol atau mencair bila dipanaskan sehingga tidak menempel di lidi dan tidak membentuk benang tipis. Sampel MSS membentuk benang tipis. Pada saat dipanaskan pati (sagu) akan semakin mengental dan lengket pada lidi sehingga pada saat ditarik, madu menempel pada lidi dan sulit dipisahkan maka terbentuk benang. Kadar air MSS (32,72%) meskipun lebih tinggi dari madu asli, namun lebih rendah dari MC dan MGel (>40%) sehingga MSS menjadi lebih kental daripada MC dan MGel ketika dipanaskan. Persentase efektivitas hasil uji tarik pada masing-masing sampel madu palsu dapat dilihat pada Gambar 22.
(100%)
100 80 Persentase Efektivitas (%)
60
(45%)
40 20
(10%) (0%)
(0%)
(0%)
MS
MF
MG
0 MC
MGel
MSS
Jenis Madu Palsu Keterangan : MS = Madu Sukrosa, MF = Madu Fruktosa, MG = Madu Glukosa, MC = Madu CMC, MGel = Madu Gelatin, dan MSS = Madu Sagu dan Sukrosa.
Gambar 22. Efektivitas Uji Tarik pada Berbagai Madu Palsu
Persentase efektivitas uji tarik pada madu yang dipalsukan dengan penambahan gula MS, MF, dan MG adalah 0% yang berarti respon yang diberikan madu palsu ini sama dengan madu asli, sehingga uji tarik tidak dapat diterapkan untuk membedakan madu asli dan madu yang dipalsukan dengan gula. Efektivitas uji 51
tarik pada madu yang dipalsukan dengan penambahan pengental MC dan MGel juga rendah yakni 5% dan 45%. Efektivitas uji tarik tinggi pada sampel MSS yakni 100%. Tanpa membedakan jenis pemalsuan madu rata-rata uji tarik memiliki efektivitas sebesar 25,8%. Uji Segi Enam Terdapat dua respon yang ditunjukkan oleh semua madu palsu terhadap uji segi enam, yakni madu membentuk segi enam dan tidak membentuk segi enam. Seperti halnya pada madu asli, ternyata MS, MF, dan MG juga menunjukkan respon yang sama yakni membentuk gambaran segi enam yang tersusun seperti sarang lebah. Akan tetapi terdapat sedikit perbedaan pada segi enam yang dihasilkan, segi enam pada madu asli lebih tegas dan jelas sedangkan segi enam pada madu yang dipalsukan dengan gula (MS, MF, dan MG) kurang tegas dan cepat hilang. Hasil uji segi enam pada madu palsu dapat dilihat pada Gambar 23.
(A)
(B)
Gambar 23. Hasil Uji Segi Enam : (A) Membentuk Segi Enam dan (B) Tidak Membentuk Segi Enam
Terbentuknya segi enam diduga karena madu dibuat dan terbentuk dalam sarang madu, dan karena hal tersebut adalah sifat madu asli (Wulan, 2009). Komunikasi pribadi dengan National Honey Board (NHB), menyatakan bahwa belum ada teori ilmiah untuk menjelaskan terbentuknya segi enam ini oleh madu. MC, MGel dan MSS sempat terbentuk segi enam. Sampel MC dan MGel memiliki kadar air yang tinggi (>40%). Kandungan air yang tinggi diduga menyebabkan segi enam sulit terbentuk pada sampel MC dan MGel. MSS mengandung kadar air yang lebih rendah (32,72%) sehingga segi enam sempat terbentuk walaupun buram dan tidak terlalu jelas. 52
Persentase efektivitas uji segi enam pada madu palsu sangat beragam seperti yang dapat dilihat pada Gambar 24.
(100%) 100 (80%) 80 Persentase Efektivitas (%)
(70%)
60 40 20 0
(0%)
(0%)
(0%)
MS
MF
MG
MC
MGel
MSS
Jenis Madu Palsu Keterangan : MS = Madu Sukrosa, MF = Madu Fruktosa, MG = Madu Glukosa, MC = Madu CMC, MGel = Madu Gelatin, dan MSS = Madu Sagu dan Sukrosa.
Gambar 24. Efektivitas Uji Segi Enam pada Berbagai Madu Palsu
Persentase efektivitas uji segi enam terhadap madu yang dipalsukan dengan penambahan gula yakni MS, MF, dan MG adalah 0%, sedangkan persentase efektivitas MC, MGel dan MSS (100%, 70% dan 80%). Artinya uji segi enam efektif untuk membedakan madu asli dengan MC, MGel, dan MSS. Dengan mengabaikan jenis pemalsuan madu, secara rata-rata uji segi enam memiliki nilai efektivitas sebesar 41,7%. Uji Iod Respon yang ditunjukkan madu palsu ada dua, yakni tidak berubah warna dan berwarna ungu (biru dan merah kehitaman). Warna ungu (biru dan merah kehitamhitaman) merupakan indikasi adanya pati dalam sebuah pangan. Pati terdiri atas amilosa dan amilopektin. Amilosa dengan iodin membentuk kompleks biru sedangkan amilopektin dengan iodin membentuk warna merah ungu (Mustahib, 2011). Hasil uji iod dapat dilihat pada Gambar 25.
53
(A)
(B)
Gambar 25. Hasil Uji Iod : (A) Berwarna Ungu dan (B) Tidak Berubah Warna
MS, MF, MG, MC dan MGel menunjukkan respon tidak berubah warna sebaliknya, MSS berubah warna menjadi biru keunguan. Tidak adanya perubahan warna pada MS, MF, MG, MC dan MGel disebabkan pati yang ditambahkan telah dirombak oleh enzim diastase dan invertase menjadi gula-gula yang lebih sederhana (Achmadi, 1991; Sihombing, 2005). Enzim berasal dari madu yang merupakan sebagian bahan pembuatan madu palsu MS, MF, MG, MC, dan MGel. Perubahan warna pada MSS berarti madu palsu ini mengandung pati. Hal ini karena MSS memang dibuat dari sagu yang merupakan pati. Selain itu, bahan pembuat MSS bukan dari madu asli sehingga MSS tidak mengandung enzim yang khas dalam madu yang mampu merombak pati. Nilai persentase efektivitas uji segi enam dapat dilihat pada Gambar 26. (100%) 100 Persentase Efektivitas (%)
80 60 (40%)
(45%)
40 20
(15%) (0%)
(0%) 0 MS
MF
MG
MC
MGel
MSS
Jenis Madu Palsu Keterangan : MS = Madu Sukrosa, MF = Madu Fruktosa, MG = Madu Glukosa, MC = Madu CMC, MGel = Madu Gelatin, dan MSS = Madu Sagu dan Sukrosa.
Gambar 26. Efektivitas Uji Iod pada Berbagai Madu Palsu
54
Uji iod memiliki efektivitas 100% untuk mendeteksi madi palsu MSS sedangkan nilai efektivitas sampel MS, MF, MG, MC, dan MGel lebih rendah. Dengan demikian uji iod efektif untuk membedakan MSS dengan madu asli. Tanpa memandang jenis pemalsuan madu, nilai rata-rata persentase efektivitas uji iod sebesar 33,3%. Uji Ikan Mentah Terdapat dua respon yang ditunjukkan madu palsu yakni ikan berkerut dan ikan hancur. Hasil yang ditunjukkan madu palsu pada uji ikan mentah dapat dilihat pada Gambar 27.
(A)
(B)
Gambar 27. Hasil Uji Ikan Mentah : (A) Ikan Berkerut dan (B) Ikan Hancur
MS, MF, dan MG dapat membuat ikan berkerut karena kadar air madu ini tidak terlalu tidak setinggi madu palsu lainnya. Buckle et al. (1987), menyatakan bahwa sukrosa, glukosa dapat dipakai dalam berbagai teknik pengawetan bahan pangan karena daya larut yang tinggi dari gula, daya mengikat air dan kemampuan mengurangi keseimbangan kelembaban relatif. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, ikan yang berkerut disebabkan madu menarik air dari ikan, karena kadar ainya lebih rendah dari ikan. Kadar air MS, MF, dan MG berkisar antara 25% dan kadar air ikan emas mentah sekitar 75,18%. Bakteri pembusuk tidak tumbuh karena aw MS (0,667), MF (0,682), dan MG (0,649) rendah. Hasil yang ditunjukkan oleh sampel MC, MGel dan MSS lebih banyak ikan hancur dan busuk. Hal ini disebabkan kadar air yang tinggi pada sampel madu palsu tersebut dapat mendukung perkembangan mikroba pembusuk. Tumbuhnya bakteri pembusuk pun dipengaruhi oleh aktifitas air. Berdasarkan Buckle et al. (1987), bakteri dapat tumbuh pada bahan pangan yang memiliki aktivitas air (a w) 0,95-0,99. Aktifitas air (aw) untuk MC, MGel dan MSS secara berurutan adalah 0,86, 0,65, dan 55
0,91 cukup tinggi untuk mengundang bakteri pembusuk. Nilai pH MSS pun tinggi (8,23) sehingga memungkinkan sebagai tempat tumbuhnya mikroba pembusuk karena umumnya mikroba dapat tumbuh pada pH sekitar 5-8. Madu palsu memberikan nilai persentase efektivitas yang beragam. Persentase efektivitas uji ikan mentah dapat dilihat pada Gambar 28. (100%)
(100%)
100 (80%) 80 (60%) Persentase Efektivitas (%)
60 40 (20%) 20 (0%) 0 MS
MF
MG
MC
MGel
MSS
Jenis Madu Palsu Keterangan : MS = Madu Sukrosa, MF = Madu Sukrosa, MG = Madu Glukosa, MC = Madu CMC, MGel = Madu Gelatin, dan MSS = Madu Sagu dan Sukrosa.
Gambar 28. Efektivitas Uji Ikan Mentah pada Berbagai Madu Palsu
Seperti yang terlihat pada Gambar 28 persentase efektivitas MS (60%), MF (20%) dan MG (0%) lebih rendah dari MC (100%), MGel (100%), dan MSS (80%). Dengan demikian uji ikan mentah dapat digunakan untuk membedakan madu asli dengan MC, MGel, dan MSS. Tanpa membedakan jenis pemalsuan madu rata-rata persentase efektivitas uji ikan mentah adalah 60%. Efektivitas Uji Pemalsuan pada Setiap Jenis Madu Palsu Terdapat enam jenis madu palsu yang digunakan dalam penelitian ini dan terbagi dalam tiga modus pemalsuan madu yaitu madu yang dipalsukan dengan penambahan gula (MS, MF dan MG), madu yang dipalsukan dengan penambahan pengental (MC dan MGel), serta madu yang dipalsukan dengan pengental dan gula (MSS). Hasil uji statistik berdasarkan rata-rata persentase efektivitas menunjukkan bahwa, uji pemalsuan yang sangat efektif adalah uji larut. Uji ikan mentah, uji keruh dan uji pemanasan efektif untuk digunakan. Uji segi enam dan uji iod cukup efektif, sedangkan uji tarik dan uji buih merupakan uji yang tidak efektif, dan uji semut serta uji lengket adalah uji pemalsuan madu yang sangat tidak efektif. Berdasarkan hasil 56
uji pemalsuan madu yang telah dilakukan, belum ada suatu uji pemalsuan yang dapat mendeteksi semua jenis pemalsuan madu. Setiap jenis madu palsu memiliki beberapa uji pemalsuan yang efektif tersendiri untuk mendeteksi adanya pemalsuan tersebut. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa madu yang dipalsukan dengan penambahan gula adalah jenis madu palsu yang sulit dibedakan dengan madu asli. Madu yang dipalsukan dengan gula seperti MS, MF, dan MG dapat dideteksi dengan keefektifan 100% oleh uji larut. Uji keruh pun dapat mendeteksi madu dengan pemalsuan gula, dengan keefektifan (65% untuk MS, 90% untuk MF, dan 95% untuk MG). MS dapat pula dideteksi oleh uji ikan mentah dengan efektivitas sebesar 60%, akan tetapi uji ini kurang efektif untuk MF dan MG karena efektivitasnya hanya 20% dan 0%. Uji lain yang dilakukan seperti uji semut, uji pemanasan, uji lengket, uji tarik, uji segi enam, uji iod, dan uji buih tidak disarankan untuk dilakukan pada madu yang dipalsukan dengan gula. Madu yang dipalsukan dengan pengental yakni MC dan MGel dapat dideteksi dengan efektivitas 100% oleh uji larut dan ikan mentah. MC dapat dideteksi kepalsuannya oleh uji pemanasan dan segi enam dengan efektivitas 100%, sedangkan efektivitas uji pemanasan pada MGel sebesar 95% dan uji segi enam 70%. Uji lainnya seperti uji semut, uji keruh, uji lengket, uji tarik, uji iod, dan uji buih tidak disarankan untuk dilakukan pada madu yang dipalsukan dengan pengental. Madu palsu dengan pengental dapat dengan mudah dideteksi kepalsuannya dengan mengukur kadar air karena kadar air madu ini sangat tinggi di atas 40%. Hasil statistik menyatakan bahwa madu yang dipalsukan dengan penambahan pengental cukup sulit dibedakan dengan madu asli. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa madu yang dipalsukan dengan campuran pengental dan gula yakni MSS merupakan jenis madu yang paling mudah dibedakan dengan madu asli dibandingkan madu palsu lainnya. Madu yang dipalsukan dengan sagu dan gula (MSS) dapat dideteksi dengan efektivitas 100% oleh uji pemanasan, uji tarik, dan uji iod. Uji pemalsuan lain yang dapat mendeteksi kepalsuan madu ini dengan keefektifan sebesar 80% adalah uji segi enam, dan uji ikan mentah. Uji keruh dan uji buih dapat mendeteksi MSS dengan efektivitas 60% dan 65%. Uji lainya seperti uji semut, uji larut dan uji lengket tidak disarankan untuk menguji madu ini karena nilai efektivitasnya 0%. MSS juga dapat dideteksi 57
kepalsuannya dengan mengukur kadar air dan nilai pH, karena kadar airnya cukup tinggi 32,72% dan nilai pH nya tinggi yakni 8,23. Berdasarkan uji pemalsuan madu yang telah dilakukan, terdapat jenis madu palsu yang lebih mudah dideteksi. Madu dengan pemalsuan menggunakan pengental dan gula seperti MSS merupakan jenis madu palsu yang lebih mudah diketahui karena dapat dideteksi dengan efektivitas tinggi oleh uji pemanasan, uj segi enam, uji ikan mentah, uji buih, dan uji keruh serta dapat dideteksi dengan mengukur nilai pH dan kadar air. Madu dengan penambahan pengental (MC dan MGel) lebih sulit dideteksi dari pada MSS. Madu dengan penambahan pengental dapat dideteksi dengan uji larut, uji pemanasan, uji segi enam, uji ikan mentah dan pengukuran kadar air. Madu palsu dengan penambahan gula (MS, MF, dan MG) adalah jenis madu palsu yang paling sulit dideteksi daripada madu palsu lainnya dalam penelitan ini. Madu palsu dengan penambahan gula hanya bisa dideteksi dengan uji larut dan uji keruh.
58
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Uji pemalsuan madu yang sangat efektif digunakan untuk membedakan madu asli dan madu palsu adalah uji larut dengan persentase efektivitas rata-rata sebesar 83,3%. Uji pemalsuan yang sangat tidak efektif adalah uji semut dan uji lengket dengan persentase efektivitas rata-rata 0,5% dan 0%. Uji pemalsuan yang efektif dilakukan untuk membedakan madu asli dan madu palsu adalah uji larut, uji ikan mentah, uji keruh, dan uji pemanasan. Jenis madu palsu yang paling mudah dideteksi adalah madu yang dipalsukan dengan pengental dan gula (MSS), sedangkan madu palsu yang paling sulit dideteksi adalah madu yang dipalsukan dengan penambahan gula (MS, MF dan MG). Saran Pendeteksian pemalsuan dalam sebuah madu disarankan menggunakan lebih dari satu atau beragam uji pemalsuan madu. Apabila memungkinkan dapat dilakukan uji kimia seperti mengukur kadar air, nilai pH, dan kadar gula madu. Penelitian lebih lanjut mengenai uji pemalsuan madu sebaiknya dilakukan dengan pengamatan yang lebih kuantitatif. Uji keruh dapat diamati nilai kekeruhannya secara kuantitatif menggunakan spektrofotometer. Uji ikan mentah dilakukan dengan menggunakan materi lain seperti daging mentah dan lain-lain. Terbentuknya segi enam pada madu asli agar diteliti lebih lanjut dengan menggunakan peralatan yang lebih sensitif. Penelitian lanjutan yang perlu dilakukan adalah mengukur nilai efektivitas uji pemalsuan madu pada jenis madu asli lainya dan yang diproduksi pada musim yang berbeda-beda.
59
UCAPAN TERIMA KASIH Pertama-tama Penulis mengucapakan puji syukur pada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, petunjuk, kesabaran dan kekuatan untuk penyelesaian skripsi. Terima kasih banyak Penulis sampaikan dengan tulus kepada Ir. B.N Polii, SU dan Ir. Hotnida C.H Siregar, M.Si selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan inspirasi, serta banyak masukan untuk penelitian dan skripsi Penulis. Selanjutnya Penulis menyampaikan ucapan terima kasih untuk Dosen Pembimbing Akademik Prof. Dr. Ir. Muladno, MSA yang telah membimbing dan menghubungkan penulis dengan berbagai lembaga bergengsi selama Penulis menjadi mahasiswa. Terima kasih kepada Dosen Penguji Ujian Sidang Dr. Irma Isnafia A, S.Pt, M.Si dan Ir. Anita Sardiana, T, M.Rur.Sc serta Dosen Panitia Sidang Ir. Hj. Komariah, M.Si. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk keluarga tercinta Mamah, Papah, kakak Penulis Mita Mulia, dan adik Penulis Risda Yulia, yang senantiasa memotivasi, mendukung dan membantu penyelesaian penelitian dan skripsi. Terima kasih Penulis sampaikan kepada Bapak Gunawan, Resti, Bapak Eko, Ibu Siti Rahma, Kak Ratna, Ibu Devi, Ebi, Roceyana, Dicil, dan Desi yang telah sangat membantu dalam proses penelitian. Terima kasih disampaikan Penulis kepada seluruh teman-teman IPTP 44 khususnya sahabat-sahabat penulis dalam JJC (Jeng-Jeng Charming) Gilang Ayu, Anis Usfah, Annisa Oktavia, Dini Widya, dan Intan Yuliastry atas kebahagiaan, keceriaan, kasih sayang, perhatian, semangat dan kebersamaannya selama ini. Terima kasih kepada seluruh keluarga Fakultas Peternakan tercinta, adik-adik dan kakak-kakak kelas, setiap detik yang Penulis lewati selama menimba ilmu di Fakultas Peternakan IPB begitu berarti dan berharga bagi Penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih untuk rekan-rekan MGS TV Bapak Yuda selaku Produser News, Airin, Enji, Ibu Intan, seluruh rekan reporter dan editor yang selalu mendukung Penulis untuk cepat lulus dari IPB. Terima kasih kepada seluruh pihak yang telah mendukung dan tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi dunia peternakan dan masyarakat luas. Bogor, 30 April 2011
Penulis 60
DAFTAR PUSTAKA Achmadi, S. 1991. Analisis Kimia Produk Lebah Madu dan Pelatihan Staf Laboratorium Pusat Perlebahan Nasional Parung Panjang. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB. Bogor. Ali, M. 2009. Kimiawi dan manfaat gelatin. http://nakedfisher.blogspot.com. [16 April 2011]. Almayanthy, D. 1998. Kualitas madu randu pada suhu penyimpanan yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan, IPB. Bogor. Ansori, F. M. 2002. Studi keakuratan beberapa cara uji keaslian madu. Skripsi. Fakultas Peternakan, IPB. Bogor. Arbuckle, W. S. and R. T. Marshall. 1996. Ice Cream. 5th Ed. Chapman and Hall Publishing. New York. Badan Standarisasi Nasional Indonesia. 2004. SNI-01-3545-2004 : Madu. Badan Standarisasi Nasional Indonesia. Jakarta. Buckle, K.A., R.A. Edward, G.H. Fleet, dan M. Wotton. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan. Hari Purnomo dan Adiyono. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Cherry, J. P., and K. H. Mc. Watters. 1981. Whippability and Aeration. American Chemical Society. Washington D.C. deMan, J. M. 1997. Kimia Makanan. Terjemahan. Kosasih Padmawinata, Penerbit ITB. Bandung. Fardiaz, D. 1989. Hidrokoloid. Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Gaman, P.M, dan K. B., Sherrington. 1992. Ilmu Pangan : Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan Mikrobilogi. Terjemah Murdijati Gardjito, Sri Naruki, Agnes Murdiati dan Sardjono. Gajah Maja University Press. Yogyakarta. Gaspersz, V. 1991. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan. Tarsito, Bandung. Gojmerac, W. L. 1983. Bees, Beekeeping, Honey and Pollination. Saybrook Press. Westport USA. Graham, M. J. 2000. Water activity vs water content. www.Gftc.ac/gftc.htm. [7 Maret 2011]. Hadisoesilo, S. 1986. Processing madu lebah pada proyek penelitian dan pengembangan Lebah Madu Kuok, Riau. Prosiding. Lokakarya Pembudidayaan Lebah Madu untuk Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat. Sukabumi, 20-22 Mei 1986. Perum Perhutani. Jakarta. Harli, M. 2001. Madu : yang asli dan yang palsu. www.indomedia.com. [5 Juni 2010]. Hebei, R. 2011. Carboxy methyl cellulose. www.hebeirihao.made-in-china.com. [15 April 2011]. Hughes, O and M. Bennion. 1970. Introduction Foods. 5th Ed. MacMillan Publishing Co., Inc. New York. 61
Igoe, R. S and Y. H. Hui. 1996. Dictionary of Food Ingredients. 3rd Ed. Chapman and Hall. New York. Imeson, A. 1992. Thickening and Gelling Agents for Food. Academic and Professional. London. Irawan, M. A. 2007. Karbohidrat. www.pssplab.com. [7 Maret 2011]. Jackson, E. B. 1995. Sugar Conventinary Manufacture. Blackie Academic and Professional. Glasgow. Krell. 1996. Value-Added Products from Bee Keeping. Food and Agricultural Organization. Services Bulletin 124. USA. Lee, A. 2011. Testing for pure honey. www.benefit-of-honey.com. [29 Maret 2011]. Lee, J. 2008. Cara membedakan madu asli dan madu palsu. www.merpatipos.com. [5 Juni 2010]. Malik, I. 2009. Usul tentang madu. www.iwanmalik.wordpress.com. [5 Juni 2010]. Masfufatun. 2009. Hidrolisis CMC dengan enzim selulosa dari bekicot untuk produksi etanol menggunakan Zymomonas Mobilis. Tesis. Departemen Kimia, ITS. Surabaya. Mathenson, A. 1984. Practical Beekeeping in New Zealand. P. D. Hesselberg, Government Printer. Wellington. Mey.
2010. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi http://id.answers.yahoo.com. [24 Maret 2011].
viskositas.
Moermanto. 1986. Tinjauan tentang quality control pada industri madu. Prosiding Lokakarya Pembudidayaan Lebah Madu untuk Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat. Sukabumi, 20-22 Mei 1986. Perum Perhutani. Jakarta. Molan, P, C. 2006. The evidence supporting the use of honey as a wound dressing. J. Sci. Lower Extremity Wound 5 (1) : 40-54. Murniyati, Mei Dwi Erlina, dan E. Setiabudi. 2008. Pemberokan dan penggunaan kunyit untuk mengurangi citra rasa lumpur pada ikan mas presto. J. Sci III : 234 – 239. Mustahib. 2011. Karbohidrat dan uji karbohidrat. www.biologi.blogsome.com. [22 Maret 2011]. National Honey Board. 1997. pH and acid in honey. http://www.nhb.org. [22 Maret 2011]. Nesta. 2008. Artificial [5 Juni 2010].
honey.
www.oetker.ca/en/product/baking-ingredients.
Newman, L.H. and D. Stephen. 1967. Ants in Close Up. Thomas Y Crowell Company. New York. Okwy. 2011. Testing for pure honey. www.benefit-of-honey.com. [29 Maret 2011]. Panjaitan, S. 2000. Kadar hidrosimetilfurfural madu segar Apis cerana dari beberapa daerah di Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 62
Rahmani, M. F. 2004. Keakuratan metode uji larut untuk keaslian madu (studi kasus di Kota Bogor). Skripsi. Fakultas Peternakan, IPB. Bogor. Ratnayani, K., N. M. A. Dwi Adhi S., dan I. G. A. M. A. S. Gitadewi. 2008. Penentuan kadar glukosa dan fruktosa pada madu randu dan madu kelengkeng dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi. Jurnal Kimia 2 (2) : 77-86. Riana. 2005. Baking power vs soda kue. www.ncc.blogsome.com. [7 Maret 2011]. Shallenberger, R. S., and Birch, G. G. 1975. Sugar Chemistry. AVI Publishing CO. Westport. Sihombing, D. T. H. 2005. Ilmu Ternak Lebah Madu. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Simamora, J. 2010. Cara mengetahui madu asli dan palsu. www.koranbaru.com. [7 Februari 2011]. Sleigh, C. 2003. Ant. Reaktion Books. London. Sukartiko, A. B. 1986. Prosesing madu lebah. Prosiding Lokakarya Pembudidayaan Lebah Madu untuk Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat, 20-22 Mei 1986. Sukabumi. Sumoprastowo, R. dan R. A, Suprapto. 1980. Beternak Lebah Madu Modern. Bharata Karya Aksara. Jakarta. Sutami, A. 2003. Pengaruh waktu penyimpanan dalam refrigerator terhadap komposisi kimia madu asli dan madu palsu. Skripsi. Fakultas Peternakan, IPB. Bogor. Tavipiono, R. M. 2010. Pengertian dari sukrosa. http://kuhascexpress.blogspot.com. [7 Maret 2011]. Tortelotte, P. 1980. Gelatin. In: Mc. Graw Hill Ensyclopedia of Science and Technology. Mc. Graw Hill Book Co. New York. Vail, G. E, J. A. Philips, L. O. Rust, R. M. Griswold and M. M. Justin. 1978. Foods. 7th Ed. Houghton Mifflin Company. Boston. Wahyudi. 2010. Makanan dan soda kue. http://www.chem-is-try.org. [7 Maret 2011]. Wasitaatmadja, S.M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Universitas Indonesia Press. Jakarta. White, J. W. 1979. Physical characteristic of honey. In: Crane, E. (Ed). Honey : A Compreherensive Survey. Heinemann. London. White, J. W. 1992. Quality evaluation of honey : Role of HMF and diastase assays. Technical Seminar of Honey Standard, Testing Procedures, and Quality Control. May 25, 1992. Riyadh, Saudi Arabia. Winarno, F. G. 1982. Madu : Teknologi, Khasiat dan Analisa. Ghalia Indonesia. Jakarta. Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
63
Wirakartakusumah, M. A, Apriyantono M.S, Ma’arif, Suliantari, D. Muchtadi and K. Otaka. 1984. Isolasion and characterizion of sago for liguid sugar. Paper. FAOBPPT. Jakarta. Wulan, A. 2009. Membedakan madu asli www.infopengetahuan.blogspot.com. [27 Maret 2011].
dan
bukan.
64
LAMPIRAN
65
Lampiran 1. Gambar Sampel Madu Asli dan Madu Palsu
Madu Sagu dan Sukrosa
66
Lampiran 2. Hasil Uji Larut
Madu Asli
Madu Glukosa
Madu Sukrosa
Madu CMC
Madu Fruktosa
Madu Gelatin
Madu Sagu dan Sukrosa
67
Lampiran 3. Hasil Uji Keruh
Madu Asli
Madu Fruktosa
Madu Sagu dan Sukrosa
Madu Glukosa
Madu Sukrosa
Madu CMC
Madu Gelatin
68
Lampiran 4. Hasil Uji Pemanasan
Madu Asli
Madu Glukosa
Madu Sukrosa
Madu CMC
Madu Fruktosa
Madu Gelatin
Madu Sagu dan Sukrosa
69
Lampiran 5. Hasil Uji Tarik
Madu Asli
Madu Glukosa
Madu Sukrosa
Madu CMC
Madu Fruktosa
Madu Gelatin
Madu Sagu dan Sukrosa
70
Lampiran 6. Hasil Uji Segi Enam
Madu Asli
Madu Fruktosa
Madu CMC
Madu Sukrosa
Madu Glukosa
Madu Gelatin
71 Madu Sagu dan Sukrosa
Lampiran 7. Komunikasi Pribadi dengan National Honey Board USA
RE: Please answer this.. (Questions about honey) Tuesday, 5 April, 2011 12:59 AM From: "Honey"
View contact details To:"'maya rachmawaty'" Hello Maya, Thank you for your inquiry and for contacting the National Honey Board. After searching through many research and information documents, we have not been able to find anything that would be of use. We would love to be able to provide you with someone to contact, but unfortunately we do not have anyone that would be helpful. We are sorry that we were not much help in this matter. Best regards, National Honey Board
From: maya rachmawaty [mailto:[email protected]] Sent: Monday, April 04, 2011 1:44 AM To: Honey Subject: Please answer this.. (Questions about honey) My name is Maya Rachmawaty , I'm a student at IPB (Bogor Agricultural University) Bachelor programe in Major Production and Technology of animal science, animal science faculty.. I am currently researching about "the effectiveness of several artificial honey test" for my final report .. I have some questions about honey.. there are the quaestions... : 1. Hexagon test is one of artificial honey test that I was done.. the way to do that, we put 10 gram pure honey to the white plate and then we also pour the water to honey till honey drown.. and next step we turning the plate like 8 number... Why honey performed Hexagon in this test?? Please answer this question, as soon as possible, Thank you before.. 72
Lampiran 8. Hasil Uji Iod
Madu Asli
Madu Sukrosa
Madu Fruktosa
Madu Glukosa
Madu Gelatin
Madu CMC
Madu Sagu dan Sukrosa 73
Lampiran 9. Hasil Uji Ikan Mentah
Madu Sagu dan Sukrosa
Madu Glukosa
Madu Asli
Madu CMC
Madu Sukrosa
Madu Gelatin
Madu Fruktosa
74
Lampiran 10. Hasil Uji Pemalsuan dan Persentase Efektivitas Uji Pemalsuan 1. Hasil Uji Pemalsuan Uji Pemalsuan Semut Larut Keruh Pemanasan Tarik Lengket Segi Enam Buih Ikan Mentah Iod
MA 0 0 5 0 0 20 0 0 0 0
MSG 0 0 12 20 20 20 16 13 4 20
MS 0 20 13 0 0 20 0 4 3 3
Sampel MF 0 20 18 0 0 20 0 2 1 0
MG 0 20 19 0 0 20 0 2 0 8
MC 0 20 1 20 2 20 20 0 5 9
MGe 1 20 0 19 9 20 14 0 5 0
MC 0 100 5 100 100 100 100 0 25 45
MGe 5 100 0 95 95 100 70 0 25 0
2. Presentase Efektivitas Uji Pemalsuan Madu Uji Pemalsuan Semut Larut Keruh Pemanasan Tarik Lengket Segi Enam Buih Ikan Mentah Iod
MA 20 0 25 0 0 100 0 0 0 0
MSG 0 0 60 100 100 100 80 65 20 100
Persentase Efektivitas (%) MS MF MG 0 0 0 45 100 100 65 90 95 0 0 0 0 0 0 100 100 100 0 0 0 20 10 10 15 5 0 15 0 40
75
Lampiran 11. Perhitungan Persentase Efektivitas Uji Pemalsuan Madu Contoh Perhitungan : 1. Persentase efektivitas uji larut pada madu fruktosa Diketahui : Banyaknya ulangan = 20 kali Hasil uji = 20 kali ulangan madu langsung larut Cara Perhitungan : Persentase Efektivitas Uji Larut pada madu fruktosa = (20 : 20) x 100% = 100% 2. Persentase efektivitas rata-rata uji larut Diketahui : Persentase efektivitas uji larut pada madu sukrosa
= 100%
Persentase efektivitas uji larut pada madu fruktosa = 100% Persentase efektivitas uji larut pada madu glukosa
= 100%
Persentase efektivitas uji larut pada madu CMC
= 100%
Persentase efektivitas uji larut pada madu gelatin
= 100%
Persentase efektivitas uji larut pada madu sagu dan gula = 0% Cara perhitungan : Persentase rata-rata uji larut = (100% + 100% + 100% + 100% + 100% + 0%) 6 = 83,3%
76
Lampiran 12. Analisis Statistik Persentase Efektivitas Uji Pemalsuan Madu 12A. Data Asli Rata-rata Persentase Efektivitas Uji Pemalsuan Madu Uji Pemalsuan Madu
N
Buih Ikan Mentah Iod Keruh Larut Lengket Pemanasa Segi Enam Semut Tarik
6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
Respon Nilai Tengah
Standar Deviasi
17,5000000 60,0000000 33,3333333 52,5000000 83,3333333 0,0000000 49,1666667 41,6666667 0,8333333 25,8333333
24,4438131 41,9523539 37,9033860 41,0791918 40,8248290 0,0000000 53,8903207 46,6547604 2,0412415 40,3009512
12B. Data Persentase Efektivitas Uji Pemalsuan Madu Hasil Transformasi dengan model ln(X+100) Uji Pemalsuan Madu
N
Buih Ikan Mentah Iod Keruh Larut Lengket Pemanasa Segi Enam Semut Tarik
6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
Respon Nilai Tengah
Standar Deviasi
4,75078972 5,04290455 4,86199434 4,99337891 5,18279284 4,60517019 4,94752414 4,75078972 5,04290455 4,86199434
0,18705871 0,28666199 0,26664868 0,29250511 0,28297615 0,00000000 0,37514390 0,33482920 0,01991850 0,28401471
77
12C. ANOVA Hipotesis I. Pengaruh Uji Pemalsuan Madu Ho = Uji pemalsuan madu yang berbeda memiliki pengaruh yang tidak berbeda. H1 = Minimal ada satu uji pemalsuan, dimana uji pemalsuan madu memiliki pengaruh yang berbeda nyata. II. Pengaruh Kelompok Madu Palsu Ho = Kelompok madu palsu yang berbeda memiliki pengaruh yang tidak berbeda. Hi = Minimal ada satu kelompok madu palsu, dimana kelompok madu palsu memiliki pengaruh yang berbeda nyata.
Sidik Ragam Sumber Keragaman
db
JK
RJK
Fhitung
Pr > F
Uji Pemalsuan Madu
11
2,35041031
0,21367366
3,51
0,0012
Galat
48
2,92317175
0,06089941
Total
59
5,27358206
R-kuadrat = 0,445695 Koefisien keragaman = 5,066951 Sumber Keragaman
db
Tipe I SS
RJK
Fhitung
Pr > F
Uji Pemalsuan Madu
9
1,83454729
0,20383859
3,35
0,0030
Kelompok Madu Palsu
2
0,51586302
0,25793151
4,24
0,0202
Hasil uji Hipotesis : 1. Pada hipotesis uji pemalsuan madu, nilai-p(0,0030) < α 5%, maka tolak Ho artinya minimal ada satu uji yang berbeda nyata. 2. Pada hipotesis kelompok madu palsu, nilai-p(0,0202) < α 5%, maka tolak Ho artinya minimal ada satu kelompok yang berbeda nyata.
78
12D. Uji Lanjut Duncan pada Perlakuan Uji Pemalsuan Madu Nilai Tengah dengan Huruf yang Sama Tidak Berbeda Nyata Duncan Grouping Nilai Tengah N Uji Pemalsuan Madu A 5,1828 6 Larut B A 5,0429 6 Ikan Mentah B A 4,9934 6 Keruh B A 4,9475 6 Pemanasan B A C 4,9071 6 Segi Enam B A C 4,8620 6 Iod B C 4,7985 6 Tarik B C 4,7508 6 Buih C 4,6133 6 Semut C 4,6052 6 Lengket Kesimpulan : 1. Berdasarkan rata-rata tertinggi uji larut adalah uji pemalsuan madu yang paling efektif. 2. Uji pemalsuan madu yang efektif adalah uji ikan mentah, uji keruh, dan uji pemanasan. 3. Uji pemalsuan madu yang cukup efektif adalah uji segi enam dan uji iod. 4. Uji pemalsuan madu yang tidak efektif adalah uji tarik dan uji buih. 5. Uji pemalsuan madu yang sangat tidak efektif adalah uji semut dan uji lengket.
12E. Uji Lanjut Duncan pada Kelompok Madu Palsu Nilai Tengah dengan Huruf yang Sama Tidak Berbeda Nyata Duncan Grouping Nilai Tengah N Madu Palsu A 5.02775 10 Pemalsuan Sagu dan Sukrosa B A 4.91984 20 Pemalsuan Penambahan Pengental B 4.78488 30 Pemalsuan Penambahan Gula Kesimpulan : 1. Madu palsu yang dipalsukan dengan sagu dan sukrosa, merupakan madu palsu yang paling mudah dideteksi dengan uji pemalsuan madu. 2. Madu palsu yang dipalsukan dengan penambahan pengental, merupakan madu palsu yang cukup mudah dideteksi dengan uji pemalsuan madu. 3. Madu palsu yang dipalsukan dengan penambahan gula, merupakan madu palsu yang sulit dideteksi dengan uji pemalsuan madu.
79