Riset Mahasiswa Ekonomi (RITMIK) Vol. 2, No. 3 (2015) EFEKTIFITAS SURAT PAKSA GUNA MENGURANGI PENUNGGAKAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BLITAR Dwi Martiyas Yudhanta Sambharakreshna STIE Kesuma Negara Blitar Abstrak : Penelitian ini dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Blitar dengan tujuan untuk mengetahui efektifitas surat paksa guna mengurangi penunggakan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Blitar. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriftif kuantitatif. Dengan metode pengumpulan data observasi, interview dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada tahun 2012 pencapaian penerimaan pajak 67% yang berarti cukup efektif, tahun 2013 hanya mencapai 10% yang berarti kurang efektif, tahun 2014 mencapai 26% yang berarti kurang efektif dan ditahun 2015 penecapaian penerimaan pajak sama dengan tahun 2013 yaitu sebesar 10%. Dari hasil analisis terlihat bahwa tahun 2012 pencairan tunggakan pajak memberikontribusi yaitu 0,11%, untuk tahun selanjutnya tahun 2013 mencapai 0,19%, tahun 2014 mencapai 0,38% dan ditahun 2015 mencapai 9,8%. Hal ini juga menunjukkan kinerja seksi penagihan ditahun 2012 lebih baik, tindakan pengaihan yang dilakukan lebih efektif, dan mengalami penurunan di tahun berikutnya. Kata Kunci : Surat Paksa, Penunggakan Pajak PENDAHULUAN Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang sangat penting bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Kontribusi penerimaan pajak terhadap penerimaan Negara dari tahun ketahun semakin meningkat. Hal ini tidak lepas dari peranan pemerintah yang telah memperbaiki sistem perpajakan Nasional agar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang lebih mandiri dalam pembiayaan Negara dan pembiayaan pembangunan dalam arti tidak terlalu tergantung pada pinjaman luar negeri. Agar sistem self assessment ini berjalan secara efektif, keterbukaan dan pelaksanaan penegakan hukum (low enforcement) merupakan hal yang paling utama. Adanya kepercayaan yang sangat besar dari pemerintah kepada wajib pajak untuk menghitung sendiri pajak yang harus dibayar, maka sudah selayaknya kepercayaan tersebut diimbangi dengan upaya penegakan hukum dan pengawasan yang ketat atas kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan. Penegak hukum (low enforcement) ini dapat dilakukan dengan adanya pemeriksaan atau penyidikan pajak dan penagihan pajak. Wilayah kerja KPP Paratama Blitar meliputi Kota Blitar dan Kabupaten Blitar. Kota Blitar terletak 160 Km sebelah barat daya Kota Surabaya dan berada di tengah wilayah Kabupaten Blitar dengan Luas wilayah 32,58 Km2dan merupakan kota terkecil ketiga setelah Kota Batu dan Kota Mojokerto. Dalam pelaksanaan penagihan pajak diwilayah hukum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Blitar banyak sekali ditemui masalah, antara lain banyak wajib pajak yang
324
ISSN: 2407-2680
dikenai penagihan pajak dengan surat paksa karena adanya hutang pajak yang belum atau tidak dilunasi sampai batas waktu pembayaran berakhir. Kinerja seksi penagihan di KPP Pratama Blitar mencatat bahwa surat paksa yang terbit pada tahun 2012 sebanyak 240 dengan total tunggakan yaitu sebesar Rp.446.409.138,- dan terealisasi sebesar Rp.297.330.558,-. Pada tahun 2013 sebanyak 247 dengan total tunggakan sebesar Rp. 5.224.550.094,- dan terealisasi sebesar Rp. 548.439.125,-. Pada tahun 2014 sebanyak 906 dengan total tunggakan sebesar Rp. 4.159.853.684,- dan terealisasi sebesar Rp. 1.085.174.976,-. Pada tahun 2015 sebanyak 554 dengan total tunggakan sebesar Rp.35.798.853.366,- dan terealisasi sebesar Rp.3.686.311.721,-. Rumusan Masalah Berkaitan dengan permasalahan diatas,maka rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah ‘ Bagaimana meningkatkan Efektifitas surat paksa guna mengurangi penunggakan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Blitar? Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui bagaimana efektifitas surat paksa guna mengurangi penunggakan pajak yang ada pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Blitar. Kegunaan Penelitian 1. Berguna sebagai upaya perluasan wawasan keilmuan dan sebagai bahan referensi bagi peneliti maupun kajian dibidang hukum pajak terutama yang berkaitan dengan penagihan pajak dengan surat paksa guna mengurangi penunggakan pajak. 2. Diharapkan dapat bermanfaat bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Blitar dalam peningkatan penagihan pajak dengan surat paksa. LANDASAN TEORI Penelitian Terdahulu Dalam sebuah penelitian, tidak terlepas dari penelitian terdahulu sebagai bahan acuan bagi penelitian selanjutnya. Oleh karena itu, penelitian terdahulu yang menjadi acuan bagi penulis, yaitu: 1. Yani Chrisanti ( 2005 ), judul penelitian Penagihan pajak dengan surat paksa dalam rangka meningkatan penerimaan pajak dan kepatuhan wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Rungkut Surabaya. Variabel : Pencairan tunggakan pajak, Wajib pajak aktif, Surat paksa, Kesimpulan : Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengetahui bagaimana kepatuhan seorang wajib pajak yang dapat diketahui dari banyaknya jumlah surat paksa yang diterbit dan banyaknya jumlah wajib pajak aktif yang mempunyai pengaruh besar terhadap pencairan penunggakan pajak tersebut. Data yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah data kuantitatif dengan menggunakan data primer dari Kantor Pelayanan Pajak Rungkut Surabaya tahun 2002 sampai 2003. 2. Ricky Pratama ( 2008 ), judul penelitian Peranan penagihan pajak dengan surat paksa terhadap pencairan tunggakan pajak reklame di Dinas Pendapatan Daerah Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan. 325
Riset Mahasiswa Ekonomi (RITMIK) Vol. 2, No. 3 (2015) Variabel : surat paksa, penagihan pajak, pencairan tunggakan pajak reklame. Metode analisis yang digunakan penulis adalah analisis deskriptif dan kemudian dipresentasikan. Kesimpulan : dari hasil penelitian menunjukkan bahwa penagihan pajak dengan menggunakan surat paksa dan pajak reklame sangat besar pengaruhnya terhadap pencairan tunggakan pajak reklame. 3. Wayang Wijoyanto (2010), judul penelitian Pengaruh penagihan pajak dengan surat paksa terhadap kepatuhan wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Mampang Prapatan. Variabel : Penagihan pajak, Surat paksa, dan Kepatuhan Wajib Pajak. Kesimpulan : Dalam penelitian tersebut dapat ditunnjukkan bahwa penagihan pajak dengan menggunakan surat paksa mempunyai hubungan yang positif dan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak yang menunjukkan hasil 41% dari kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh penagihan pajak dengan menggunakan surat paksa. Teori Penelitian 1. Konsep Efektifitas Efektifitas merupakan kata dari efektif yang dalam bahasa inggris effective artinya ialah pengaruh yang dapat membawa hasil yang berguna untuk suatu usaha atau tindakan, dan efektifitas dapat diartikan dengan keadaan yang berpengaruh atau hal berkesan dalam keberhasilan suatu usaha atau tindakan. Efektifitas didalam pengertian sehari - hari bermakna sebagai pencapaian hasil secara berdaya guna. Menurut Steers dalam Makmur (2008:120), Efektifitas adalah suatu program dengan menggunakan sumber daya dan sarana tertentu supaya bisa memenuhi tujuannya tanpa harus melumpuhkan sumber daya itu sendiri serta tidak memberikan tekanan yang tidak wajar terhadap pelaksanaan program tersebut. Efektifitas pada dasarnya adalah mengacu pada sebuah keberhasilan dalam suatu pencapaian tujuan. 2. Pajak a. Pengertian Pajak Berbagai pengertian tentang pajak yang telah dikemukakan di atas diantaranya adalah menurut Purwono (2010:7) mengemukakan bahwa Pajak ialah iuran dari rakyat untuk Negara yang dapat dipaksakan dan yang terhutang oleh yang wajib dan membayarnya harus menurut peraturan yang telah berlaku dan langsung dapat ditunjuk dan berguna untuk menbiayai pengeluaran umum yang berhubungan dengan tugas Negara serta untuk menyelenggarakan tugas pemerintahah. b. Definisi Hukum Pajak Pudyatmoko (2009:187), menerangkang bahwa hukum pajak ialah suatu hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dalam definisi tersebut disebutkan bahwa harus ada subyek pajak, objek pajak, kewajiban wajib pajak, timbul dan hapusnya hutang pajak, cara- cara penagihan pajak, dan bagaimana cara pengajuan keberatan pada peradilan pajak. c. Dasar Hukum Pemungutan Pajak Sebagai dasar pemungutan hukum pajak Negara dicantumkan pasal 23 ayat 2, dalam pasal ini ditegaskan pemungutan dan pengenaan pajak untuk negara boleh terjadi harus berdasarkan undang – undang yang ada. 326
ISSN: 2407-2680
Pasal 23 ayat 2 UUD 1945 mempunyai arti yang sangat berharga yaitu menetapkan nasib rakyat. Bagaimana cara bangsa Negara akan hidup dan darimana didapatnya belanja hidup harus ditetapkan oleh rakyat itu sendiri, dengan perwakilan rakyat sebagai wakil mereka. d. Pengertian Wajib pajak Menurut Mardiasmo (2005:12) menerangkan bahwa pengertian wajib pajak ialah orang pribadi atau badan yang menurut undang – undang perpajakan telah ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakannya termasuk pemungutan pajak dan pemotong pajak tertentu. 3. Surat Paksa a. Pengertian Surat Paksa Dalam Undang – undang dasar Negara Republik Indonesia No. 9 tahun 1997 tentang penagihan pajak dengan menggunakan surat paksa sebagaimana telah diubah terakhir dengan undang – undang Republik Indonesia No. 19 tahun 2000 adalah sebagai berikut bahwa Surat Paksa ialah surat yang berisi tentang suatu perintah untuk melaksanakan pembayaran utang pajak dan biaya penagihan pajak. b. Cirri –ciri Surat Paksa Adapun ciri – ciri dari surat paksa adalah sebagai Surat Paksa yang berkepala demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. c. Sifat – sifat Paksa Berikut ini adalah disebutkan bagian dari sifat surat paksa: 1) Tidak dapat dimintai banding lagi pada hakim atasan karena mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan grosse atau keputusan hakim dalam semua perkara perdata. 2) Berkekuatan hukum yang sangat pasti 3) Mempunyai fungsi yang sama yaitu menagih pajak dan menagih bukan biaya penagihan. d. Penanggung Pajak 1) Untuk mlaksanakan hak dan kewajiban yang menurut ketentuan peraturan undang – undang tentang perpajakan maka wajib pajak diwakili dalam hal : a) Badan atau pengurus. b) Badan yang telah dibebani. c) Suatu warisan yang memang belum dibagi oleh seorang ahli waris sehingga pelaksaan wasiatnya harus mengurus harta peninggalannya. e. Saat penerbitan Surat Paksa Seperti yang telah dikemukakan menurut pasal 8 undang – undang No 19 tahun 1997 menjadi undang – undang no 19 Tahun 2000 menyatakan bahwa surat paksa tersebut akan dieluarkan apabila: Penanggung pajak telah diberi Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis kepada penaggung pajak dan penanggung pajak tersebut tidak dapat melunasi hutang pajaknya. f. Pemberitahuan Surat Paksa Oleh Jurusita Pajak Menurut peundang – undangan No 19 tahun 2000 menyatakan bahwa: Kepada penanggung pajak surat paksa akan diberitahukan oleh jurusita pajak dengan pernyataan dan penyerahan surat paksa.
327
Riset Mahasiswa Ekonomi (RITMIK) Vol. 2, No. 3 (2015) g. Pelaksanaan pemberitahuan Surat Paksa Adapun pelaksanaan dalam pemberitahuan Surat paksa adalah sebagai berikut: Jurusita pajak harus memdatangani ditempat tinggal keberadaan wajib pajak dengan memperlihatkan kartu identitas pribadi lalu jurusita pajak mengemukakan maksud dan tujuan kedatangannya yaitu untuk memberitahukan adanya Surat Paksa dengan menyerahkan salinan Surat paksa dan pernyataan tersebut lalu memberikannya kepada wajib pajak. h. Penolakan Terhadap Surat Paksa Apabila seorang jurusita setelah memberikan keterangan seperlunya kepada wajib pajak dan wakilnya tetapi tetap menolak maka salinan surat paksa tersebut dapat ditinggalakan begitu saja pada tempat tinggal wajib pajak atau wakilnya dengan demikian surat paksa tersebut telah dianggap disampaikan menurut Undang – undang No 19 Tahun 1997 Jo. Undangundang No. 19 Tahun 2000 Pasal 10 ayat 11. i. Biaya Penyampaian Surat Paksa Menurut KEP.DJP .No.01/PJ.75/1994 pada tanggal 14–1–1994 mengemukakan bahwa besarnya biaya penyampaian Surat paksa dapat dijelaskan adalah sebagai berikut, untuk biaya harian seorang jurusita adalah sebesar Rp. 20.000,- dan ditambah dengan biaya perjalannya sebesar Rp. 30.000,- jadi total keseluruhan biaya seorang jurusita tersebut adalah sebesar Rp. 50.000,-. j. Penentangan Terhadap Surat Paksa Segala jenis Surat paksa yang dapat ditentang oleh jurusita pajak adalah: 1) Petugas pajak yang telah disumpah dapat menyampaikan surat paksa. 2) Pengiriman surat paksa bisa melalui pos. 3) Tidak adanya tanda tangan yang berwenang pada surat maka dalam hal itu oleh kantor pelayanan pajak wajib pajak atau harus menemukan salah satu unsur formal untuk menentang atau menolak surat paksa tersebut. k. Penyitaan Menurut Pajak Penyitaan adalah merupakan bagian dari kelanjutan pelaksanaan penagihan pajak dengan menggunakan surat paksa dan tujuan dari penyitaan tersebut adalah untuk memperoleh jaminan dari pelunasan hutang pajak dari penanggung pajak. l. Pelelangan Menurut Pajak Pelelangan yaitu menjualan barang untuk umum dengan cara menawaran dengan harga secara lisan dan tertulis melalui usaha pengumpulan minat atau dari calon pembeli (Mardiasmo, 2005:50). 4. Pencairan penunggakan pajak a. Pencairan Tungakan Pajak Timbulnya pencairan tunggakan pajak akibat dari dibayarnya utang pajak setelah terjadinya penagihan pajak. Tindakan penagihan itu harus dilaksanakan apabila wajib pajak tidak mau membayar hutang-hutangnya meskipun telah lewat pembayaran waktu terakhir sebagaimana telah tercantum pada STP, SKPKB, SKPKBT. b. Pengertian Penagihan Pajak Didalam Undang – undang No. 19 Tahun 2000 tentang penagihan pajak dengan menggunakan surat paksa. Pengertian dari penagihan pajak yaitu suatu tindakan dimana penanggung pajak harus segera melunasi semua 328
ISSN: 2407-2680
utang dan biaya penagihan pajaknnya dengan mengatur atau memperingatkan melaksanakan penagihan pajak dengan memberikan surat paksa untuk mengusulkan penagihan pajak lalu melaksanakan penyitaannb menjual barang yang telah disita. c. Jadwal Waktu Pelaksanaan Tindakan Penagihan Sesuai dengan undang – undang No. 19 tahun 2000 susunan penjadwalan penagihan pajak adalah sebagai berikut : 1) 7 (tujuh) hari setelah tanggal jatuh tempo apabila utang pajak tidak segera dilunasi maka kepada wajib pajak akan diterbitkan surat teguran. 2) 21 (dua puluh satu) hari setelah diterbitkan surat teguran tersebut ternyata masih belum melunasi hutangnya juga kepada wajib pajak maka akan diterbitkan surat paksa. d. Daluwarsa penagihan Pajak Hak dan kewajiban untuk melakukan penagihan perpajakan maka kadaluarsa penagihan pajak ialah setelah melewati jangka waktu 10 tahun mulai dihitung dari saat terutangnya pajak dan tahun pajak yang bersangkutan. Dan kecuali adalah untuk wajib pajak yang melakukan tindakan pidana perpajakan daerah tersebut. Jika telah diterbitkan surat teguran dan surat paksa tersebut maka kadaluwarsa penagihan pajak dapat dihitung dari awal penyampaian surat paksa tersebut saat kadaluwarsa penagihan pajak perlu ditetapkan agar untuk memberikan suatu kepastian hukum untuk mengetahui kapan hutang pajak tersebut tidak dapat untuk ditagih lagi (Mardiasmo, 2005:33). e. Sarana penagihan Pajak Sasaran administrasi penagihan pajak oleh Direktoral Jenderal Pajak didalam melakuan penagihan pajaknya yang dilakukan ialah: Surat Tagihan Pajak (SPT) ialah suatu surat yang digunakan dalam penagihan pajak yang dengan sanksi berupa pengenaan bunga atau denda apabila: Hubungan antara surat paksa dengan penunggakan pajak Untuk itu pemerintah sangat perlu mengeluarkan undang – undang No.19 Tahun 2000 tentang perubahan undang – undang No.19 Tahun 1997 tentang penagihan pajak dengan surat paksa. Dalam undang – undang ini disebutkan bahwa wajib pajak telah diiformasikan semua perhitungan pajaknya yang mengalami kekurangan dalam pembayaran atau adanya tambahan jumlah pajak yang telah ditetapkan tetapi tidak juga dilunasi sampai jatuh tempo susuai dengan pembayaran yang sudah tercantum dalam STP, SKKP, SKPKBT selanjutnya tindakan yang dapat dilakukan kantor pelayanan pajak tersebut adalah menagih pajak dengan pemberian surat paksa kepada seorang wajib pajak. Dengan adanya penagihan dengan surat paksa diharapkan dapat mencegah terhambatnya pembayaran pajak yang tidak memetuhi kewajiban perpajakannya. Supaya jumlah penerimaan pajak ke kas Negara dapat terjamin maka harus diadakan pemaksaan yang bersifat secara langsung yaitu dengan penyitaan atau pelelangan barang orang yang berhutang pajak. Sehingga secara tidak langsung dengan adanya surat paksa dapat mencairkan sebagian hutang atau tunggakan pajak yang belum dilunasi sampai batas waktu pembayaran terakhir. Karena surat paksa itu sendiri mempunyai kekuatan hukum yang sangat kuat. Sehingga diharapkan dengan surat paksa dapat mencapai peningkatan penerimaan pajak yang seoptimal mungkin. 329
Riset Mahasiswa Ekonomi (RITMIK) Vol. 2, No. 3 (2015) METODE PENELITIAN Definisi Operasional Variabel Definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Surat paksa adalah surat perintah yang dikeluarkan oleh KPP untuk memaksa wajib pajak melunasi hutang pajak beserta biaya penagihannya, dalam jangka waktu tertentu di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Blitar. 2. Penunggakan pajak adalah segala bentuk pencairan berkaitan dengan tunggakan pajak yang disetorkan ke kas Negara atas penagihan dengan surat paksa. Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah data – data yang menyangkut tentang penerimaan pajak yang dihitung dan dilaporkan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Blitar. Agar pengumpulan data dalam penelitian ini lebih terarah dan jelas maka ditentukan sampel penelitian berupa: 1. Data rencana penerimaan pajak selama tahun 2012 – 2015 2. Data realisasi penerimaan pajak selama tahun 2012 – 2015 3. Jumlah surat teguran dan penanggung pajak menurut jenis pajak tahun 2012 – 2015 4. Data jumlah pencairan tunggakan selama tahun 2012 – 2015 5. Daftar surat paksa KPP blitar tahun 2012 – 2015. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan ini adalah penelitian deskriftif kuantitatif, yaitu data berupa angka – angka yang dinyatakan dalam berbagai satuan seperti data rencana penerimaaan pajak, data jumlah tunggakan pajak, jumlah surat paksa dan lain- lain. Kemudian menjelaskan dengan menggunakan kalimat. Metode Pengumpulan Data 1. Observasi, yaitu data diperoleh secara langsung dari tempat penelitian dengan melakukan kunjungan langsung ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama Blitar. 2. Interview, yaitu melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang memiliki wewenang untuk memberikan data mengenai objek yang diteliti. 3. Dokumentasi, yaitu mengumpulkan data yang dilakukan dengan cara mengambil data-data yang telah didokumentasikan. Teknik Analisa Data 1. Menganalisa jumlah penerimaan pajak dan wajib pajak yang menunggak setiap tahunnya. 2. Melakukan analisa berapa jumlah penunggakan pajak dan berapa jumlah surat paksa yang dikeluarkan oleh Kantor Pelayanan Pajak, kemudian mengevaluasi pembayaran pajak setiap tahunnya dan membandingkan dengan target pembayaran yang telah ditetapkan oleh Kantor Pelayanan Pajak. Untuk mengukur efektifitas penggunaan surat paksa dalam pencairan presentase dapat dilihat sebagai berikut : a. < 50% pencapaian pencairan tunggakan pajak atas surat paksa termasuk dalam katagori kurang efektif.
330
ISSN: 2407-2680
b. 51% - 70% pencapaian tunggakan pajak atas surat paksa termasuk dalam katagori cukup efektif. c. 71% - 85% pencapaian tunggakan pajak atas surat paksa termasuk dalam katagori efektif. d. 86% - 100% pencapaian pencairan tunggakan pajak atas surat paksa termasuk dalam katagori sangat efektif. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini direncanakan berlangsung kurang lebih selama 3 bulan yaitu bulan Oktober - Desember 2015. Adapun tempat penelitian ini dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Blitar Jl. Kenari No. 118 Blitar. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum KPP Pratama Blitar 1. Sejarah Singkat KPP Pratama Blitar Pada awalnya, daerah di wilayah Karisidenan Kediri yang mencakup Kabupaten Kediri, Kota Kediri, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Blitar, dan Kota Blitar, mempunyai tiga kantor perpajakan yang bertempat kedudukan di Kediri. Kantor tersebut adalah satu Kantor Pemeriksaan dan Penyelidikan dan dua kantor untuk pelayanan administrasi. Dua kantor administrasi tersebut adalah KPP Kediri dan Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPPBB) Kediri. Fungsi dari KPP Kediri adalah untuk melayani kewajiban perpajakan yang meliputi pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP), Pajak Penghasilan (PPh), dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Sedangkan KPPBB Kediri difungsikan untuk Pelayanan PBB dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB). 2. Visi dan Misi KPP Pratama Blitar Visi Direktorat Jendral Pajak : Menjadi Institusi Penghimpunan Penerimaan Negara yang terbaik demi menjamin kedaulatan dan kemandirian Negara Misi Direktorat Jendral Pajak Menjamin penyelenggaraan Negara yang berdaulat dan mandiri dengan: a. Mengumpulkan penerimaan berdasarkan kepatuhan pajak sukarela yang tinggi dan penegakan hukum yang adil. b. Pelayanan berbasis teknologi modern untuk kemudahan pemenuhan kewajiban perpajakan. c. Aparatur pajak yang berintegritas, kompeten dan professional. d. Kompensasi yang kompetitif berbasis sistem manajemen kinerja. Hasil Penelitian Rencana dan Penerimaan Pajak pada KPP Pratama Blitar Penerimaan pajak merupakan penerimaan Negara dari sector pajak baik yang bersumber dari dalam negeri maupun luar negeri. Pajak merupakan sumber pendapatan APBN yang paling utama, untuk itu setiap pencapaian penerimaanya selalu dikontrol dan ditargetkan meningkat secara terus menerus demi kelancaran pelaksanaan program pembangunan bangsa. Begitu juga di
331
Riset Mahasiswa Ekonomi (RITMIK) Vol. 2, No. 3 (2015) Kantor Pelayanan Pajak Pratama Blitar, rencana penerimaan pajak setiap tahunnya perlu direalisasi sesuai rencana agar memenuhi target. Rencana dan realisasi penerimaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Blitar tahun 2012 dan sampai dengan tahun 2015 yang didapat dari seksi pengolahan data dan informasi, setiap tahunnya mengalami fluktuasi. Hal ini penulis anggap normal karena naik turunnya penerimaan pajak tergantung dari kesadaran dan kemampuan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban pajaknya. Selain itu juga dipengaruhi oleh kinerja petugas pajak dalam mencapai target penerimaan. Berdasarkan dari penguraian diatas dapat dapat dilihat pada tahun 2012 target atau rencana penerimaan pajak sebesar Rp 255.226.515.771,- dari jumlah tersebut terealisasi Rp 251.860.700.552,- atau 98%. Begitu juga halnya pada pada tahun 2013 dilihat berdasarkan potensi pajak dan realisasi penerimaan pada tahun 2012, sehingga tahun 2013 ditetapkan rencana atau target penerimaan pajak sebesar Rp 329.006.096.598,- dan dapat realisasi sebesar Rp 278.396.666.301,- atau 85%. Demikian pula pada tahun 2014 dengan melihat potensi pajak dan realisasi penerimaan pajak pada tahun 2013, maka ditetapkan target atau rencana penerimaan pajak sebesar Rp 333.808.901.000,- dan dapat terealisasi sebesar Rp 283.822.811.575,- yaitu 85%. Pada tahun 2015 dengan melihat potensi pajak dan realisasi penerimaan pajak pada tahun 2014 jauh lebih baik dan mengalami peningkatan yang sangat pesat sebesar Rp 363.389.000.000,dan dapat terealisasi sebesar Rp 363.007.000.000,-. Namun tidak demikian halnya melihat pada tahun 2012 dimana target atau rencana penerimaan pajak tidak dapat tercapai dari target Rp 255.226.515.771,hanya terealisasi Rp 251.860.700.552,- atau sebesar 98%. Hal ini dikarenakan adanya wajib pajak yang tidak mematuhi kewajiban perpajaknnya, dan adanya wajib pajak yang usahanya sudah tidak berjalan lagi dan alamat yang tidak diketemukan. Akan tetapi, apabila kita melihat penerimaan pajak pada tahun 2015 sudah mengalami peningkatan dibanding tahun 2013 dan 2014. Peningkatan pendapatan pajak pada tahun 2015 dikarenakan adanya peningkatan pendapatan daerah wajib pajak dibawah kantor pelayanan pajak pratama blitar dan bertambahnya jumlah penduduk wajib pajak, serta perekonomian yang semakin berkembang. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan penerimaan pajak pada tahun – tahun berikutnya. Data tunggakan Pajak dan Surat Teguran pada KPP Pratama Blitar Tunggakan pajak mengakibatkan dilakukanya tindakan penagihan oleh Pejabat maupun jurusita yang dimulai dengan penerbitan Surat Teguran, kemudian Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan,Pengumuman Lelang dan Pelaksanaan Lelang atau dengan penerbitan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus tanpa menunggu jatuh tempo. Tindakan penagihan lain adalah pemblokiran, pencegahan dan penyanderaan. Surat teguran yang terbit dari pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Blitar tidak menentunya peningkatan atau penurunan setiap tahunnya. Hal ini dapat dilihat pada tahun 2012 surat teguran yang terbit sebanyak 373 dengan total tunggakan Rp 960.422.736,-. Pada tahun 2013 surat teguran yang terbit 111 dengan total tunggakan Rp 6.621.269.018,- pada tahun 2014 surat teguran yang terbit 766 dengan total tunggakan Rp. 7.163.737.427,-. Dan pada tahun 2015 surat teguran yang terbit 601 dengan total tunggakan Rp. 6.366.340.126,-. Untuk dapat 332
ISSN: 2407-2680
diketahui bahwa nilai tunggakan pajak tersebut berasal dari tunggakan tahun – tahun sebelumnya dan tahun bersangkutan. Apabila setelah 21 hari surat teguran dikeluarkan wajib pajak belum juga melunasi hutangnya, maka akan dikeluarkan surat paksa. Pencairan Tunggakan Pajak Hasil Penagihan dengan Surat Paksa Efektifitas surat paksa guna mengurangi penunggakan pajak, tercermin melalui besarnya realisasi pencairan tunggakan pajak atas surat paksa. Sehubungan dengan hal tersebut maka untuk mengukur efektifitas penagihan pajak dengan surat paksa digunakan perbandingan antara realisasi pencairan pajak dengan tunggakan pajak atas surat paksa. Dalam penyampaian surat paksa terdapat macam kendala sehingga tunggakan pajak tidak bisa mudah cair begitu saja. Surat paksa yang disampaikan kepada penanggung pajak tidak semuanya direspon baik, bahkan banyak penanggung pajak yang berlaku tidak kooperatif terhadap jurusita. Karena hal – hal itulah tidak 100% surat paksa yang diterbitkan mencaikan tunggakn pajak. Selama tahun 2012 penerbitan Surat Paksa paling banyak terjadi pada bulan Juni yaitu 43 surat paksa pada bulan berikutnya mengalami fluktuasi. Ini penulis anggap wajar karena sangat tergantung dari ketetap setelah 21 hari diterbitkan surat teguran utang pajak yang belum dilunasi. Selain itu kinerja pegawai mempengaruhi penerbitan surat paksa. Semakin rajin juru sita meneliti penanggungan pajak yang seharusnya diterbitkan surat paksa, maka semakin banyak pula surat paksa yang terbit pada masa tersebut dengan asumsi benar – benar terdapat surat teguran yang belum dilunasi. Dari pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa tersebut mampu mencairkan tunggakan pajak sebesar Rp 297.330.558. hal ini berarti bahwa pelaksanaan penagihan pajak termasuk cukup efektif. Untuk tahun 2013 total surat paksa yang terbit sebanyak 247 lembar dengan nilai tunggakan sebesar Rp 5.224.550.094,- yang dilunasi oleh wajib wajak dengan nilai Rp 548.439.125,- dalam hal ini yang belum dilunasi oleh wajib pajak sebesar Rp 4.676.110.969,- denagn alokasi usaha wajib pajak yang sulit dijangkau, wajib pajak yang belum mampu membayar namun memiliki itikad baik untuk melunasi hutang pajaknya, WP yang usahanya tidak berjalan lagi dan alamatnya yang tidak tidak ditemukan fiktif. Dari pelaksanaan penagihan pajak dngan surat paksa tersebut mampu mencairkan tunggakan pajak sebesar Rp 548.439.125,-. Hal ini berarti pelaksaan penagihan pajak dengan surat paksa dalam mencaikan tunggakan pajak termasuk sangat kurang efektif. Di tahun 2014 total surat paksa yang terbit sebanyak 906 lembar dengan nilai tunggakan sebesar Rp 4.159.853.684,- dari surat paksa tersebut yang dapat dilunasi oleh wajib pajak dengan nilai sebesar Rp 1.085.174.976,- dalam hal ini yang belum dilunasi oleh wajib pajak dengan nilai sebesar Rp 3.074.678.708,denagn alasan lokasi usaha wajib pajak yang sulit dijangkau, wajib pajak yang belum mampu membayar namun meliliki itikad baik untuk melunasi hutang pajaknya, WP yang usahanya sudah tidak berjalan lagi dan alamat yang tidak ditemukan atau fiktif. Dari pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa tersebut mampu mencairkan tunggakan pajak sebesar Rp 1.085.174.976,-. Ini berarti bahwa pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa dalam mencairkan tunggakan pajak termasuk kurang efektif.
333
Riset Mahasiswa Ekonomi (RITMIK) Vol. 2, No. 3 (2015) Sedangkan untuk tahun 2015 total surat paksa yang terbitsebanyak 554 lembar dengan nilai tunggakan sebesar Rp 35.798.853.366,- dari surat paksa tersebut yang dapat dilunasi oleh wajib pajak dengan nilai sebesar Rp 3.686.311.721,- dalam hal ini yang belum dilunasi oleh wajib pajak dengan nilai sebesar Rp 32.112.541.645,- dengan alasan sangat kurangnya kesadaran wajib untuk membayarkan pajak kepada Negara. Hal ini membuktikan bahwa penagihan pajak dengan surat paksa membuktikan sangat kurang efektif. Pembahasan 1. Efektifitas surat paksa guna mengurangi penunggakan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Blitar Besarnya rencana / target penrimaan pajak dilihat dari besarnya realisasi penerimaan dan potensi pajak tahun sebelumnya. Sehingga Kantor Pelayanan Pajak Pratama Blitar dapat menetapakan rencana atau target penerimaan pajak yang akan dicapai pada tahun berikutnya. Tunggakan pajak timbul apabila berdasarkan hasil pemeriksaan kepada wajib pajak ternyata jumlah pajak yang terutang tidak atau kurang bayar dan ditemukan lagi data baru yakni bertambahnya jumlah penduduk wajib pajak dan atau data yang semula belum terungkap, menyebabkan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. Sehingga berdasarkan ketentuan perpajakan, maka kepada wajib pajak akan diterbitkan Surat Tagiha Pajak ( SPT ) dan Surat Ketetapan Pajak ( SKP )baik SKPKB maupun SKPKBT dengan waktu yang tetap ditetapakan yaitu selama 30 hari dan diberi waktu tambahan 7 hari, apabila tidak juga dilunasi hutang pajaknya maka dikeluarkan surat teguran. Jangka waktu untuk wajib pajak membayar hutangnya adalah 21 hari setelah surat teguran itu dikeluarkan. Apabila setelah 21 hari setelah surat teguran dikeluarkan wajib pajak belum juga melunasi hutangnya, maka seksi penagihan akan melakukan pengecekan atau penelitian ulang apakah jumlah pajak terutang yang tercantum didalam setoran masa, SKPKB dan SKPKBT telah sesuai dengan yang sebenarnya, identitas wajib pajak berupa nama wajib pajak dan alamatnya sudah benar, apakah surat teguran yang diberikan tersebut telah diterima, apakah fiskus di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Blitar tempat wajib pajak itu berada telah melakukan tindakan persuasive agar wajib pajak membayar tunggakan pajaknya. Untuk mempermudah menganalisis tingkat keefektivan penagihan pajak dengan surat paksa dan pengaruhnya terhadap penerimaan pajak di Kantor Pelayan Pajak Pratama Blitar tahun 2012 dan sampai dengan tahun 2015, penulis akan menyajikan bentuk rasio – rasio sebagai berikut a. Rasio Realisasi Terhadapa Target Pencairan Tunggakan Pajak Dari nilai yang dapat dilihat diatas sehingga dapat diketahui dengan adanya pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa, maka sangat cukup efektif dalam mencaikan tunggakan pajak yaitu sebesar Rp 297,330,558 atau sebesar 67% dari total tunggakan sebesar Rp 446,409,138 pada tahun 2012. Untuk tahun 2013 penagihan pajak dengan surat paksa sangat kurang efektif dalam mencaikan tunggakan pajak yaitu sebesar Rp 548,439,125 sebesar 10% dari total tunggakan pajak senilai Rp 5,224,550,094. Pada tahun 2014 penagihan pajak dengan surat paksa sangat kurang efektif juga dalam mencairkan tunggakan pajak yaitu sebesar Rp 1,085,174,976 atau sebesar 26% dari total tunggakan pajak senilai Rp 4,159,853,684. Dan 334
ISSN: 2407-2680
pada tahun 2015 penagihan pajak dengan surat paksa sangat kurang efektif dalam mencairkan tunggakan pajak yaitu sebesar Rp 3.686.311.721 atau sebesar 10% dari total tunggakan pajak Rp35.798.853.366,-. b. Rasio pencairan tunggakan pajak terhadap penerimaan pajak Dari nilai yang didapat diatas , terlihat bahwa tahun 2014 memberikan kontribusi yang lebih banyak yaitu 0.38% dari pada tahun 2012, dan tahun 2013, 2014 dan 2015 hanya mencapai 0.11%, 0.19% dan 9.8% . Hal ini juga menunjukan kinerja seksi penagihan di tahun 2015 lebih baik. c. Efektifitas penerbitan surat paksa Dengan membandingkan jumlah surat paksa yang terbit dan yang dibayar terlihat bahwa pada tahun 2012 cukup efektif dan tahun 2013, 2014 dan 2015 sangat kurang efektif. Hal ini ditunjukan dengan prosentase surat paksa yang direspon oleh Penanggung Pajak kurang dari 50% asumsi penulis bahwa surat paksa yang tidak dibayar, tidak mendapat respon dari penanggung pajak. 2. Faktor – faktor yang menjadi Penghambat atau Kendala dalam Pelaksanaan Penagihan Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Blitar Faktor – faktor yang menjadi penghambat / kendala dalam pelaksanaan Penagihan Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Blitar yaitu: a. Faktor interen Faktor interen berasal dari dalam, yaitu permasalahan dari seksi penagihan sendri. Dalam melaksanakan tindakan penagihan pajak, petugas pajak sering menemukan hambatan dan masalah yang menyebabkan tindakan penagihan berjalan kurang efektif. Adapun hambatan dan permasalahan yang dihadapi antara lain: 1) Jurusita Pajak tidak menguasai jalan – jalan diwilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Blitar, sehingga sering kesulitan dalam mencari alamat Wajib Pajak. 2) Keterbatasan SDM di seksi penagihan. Jumlah jurusita Pajak di Seksi Penagihan hanya terdapat dua jurusita pajak sementara wajib pajak yang mempunyai tunggakan pajak yang seharusnya dilakukan tindakan penagihan cukup banyak. 3) Berkas – berkas penagihan wajib pajak tidak lengkap baik itu Surat Teguran, Surat Paksa, maupun Surat Perintah Melaksanakan Sita. Untuk data – data penagihan pajak tahun lalu tidak diadministrasikan dengan baik sementara petugas penagihan setelah pratama adalah orang baru semua sehingga sangat sulit dalam melaksanakan tindak lanjut tindakan penagihan pajak. 4) Kartu pengawasan tunggakan pajak tidak diadministrasikan dengan baik sehingga sulit dalam melaksanakan tindak lanjut tindakan penagihan. b. Faktor Ekstern Sedangkan untuk faktor ekstern dariluar seksi penagihan yaitu wajib pajak atau penanggung pajak yang mengakibatkan penyampaian surat paksa ataupun tindakan penagihan lainnya menjadi terhambat, diantaranya adalah: 1) Kurangnya kesadaran dan pengetahuan wajib pajak tingkat kesadaran wajib pajak dalam membayar utang pajak masih rendah, dalam hal ini
335
Riset Mahasiswa Ekonomi (RITMIK) Vol. 2, No. 3 (2015) wajib pajak belum sepenuhnya menyadari bahwa uang pajaknya adalah kewajiban yang harus ia tunaikan kepada Negara. 2) Kondisi wajib pajak terdapat banyak wajib pajak yang secara nyata sudah tidak memiliki usaha aktif baik karena bangkrut, pailit, maupun tidak punya asset lagi, sehingga tidak jarang dari wajib pajak tidak memiliki barang untuk dapat disita oleh jurusita. 3) Masyarakat tidak percaya dengan orang pajak termasuk tidak yakin dengan undang – undang pajak itu sendiri. 4) Biasanya masyarakat juga coba – coba dulu atau melihat kiri kanannya kalau ada yang membayar ikut membayar kalau tidak ada yang membayar juga ikut tidak membayar dan adanya faktor masyarakat itu sendiri yang tidak sadar untuk melakukan kewajibannya. 3. Upaya – Upaya yang harus dilakukan oleh KPP Pratama Blitar untuk mengatasi kendala yang dihadapi Upaya yang harus dilakukan oleh KPP Pratama Blitar untuk mengatasi kendala yang dihadapi yaitu: a. Faktor Interen 1) Membekali jurusita pajak dengan pendidikan menegenai wilayah kerjanya, mengetahui medan yang dihadapi, hafal seluk beluk jalan dan paham tentang masyrakat sehingga dalam menyampaikan surat paksa ataupun melaksanakan tindakan penagihan yang lain akan lebih cepat dan lancar. 2) Menambah jurusita Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Blitar, paling tidak ada tiga jurusita mengingat bahwa banyaknya wajib pajak yang mempunyai tunggakan pajak, sehingga diharapkan pelaksanaan tindakan penagihan pajak lebih efektif. 3) Data dan berkas – berkas wajib pajak yang terdapat di seksi penagihan kantor pelayanan pajak pratama blitar sudah terlanjut tidak lengkap, sehingga harus dimulai upaya ekstra keras mulai saat ini juga untuk melakukan perbaikan dalam pengadministrasian. 4) Pengaktifan kembali kartu pengawasan tunggakan pajak, karena dengan kartu tersebut segala macam ketetapan dan tindakan penagihan dapat terlihat dengan jelas. b. Faktor Eksteren 1) Memberikan penyuluhan perpajakan kepada wajib pajak memberikan penyuluhan tentang perpajakan kepada masyarakat khususnya terhadap wajib pajak. 2) Melakukan kerjasama dengan pihak – pihak lain yang terkait. 3) Melakukan pemutakhiran (update) data secara kontinyu adanya kerjasama antarseksi yaitu seksi pengolahan data dan informasi dan seksi penagihan atau fiskus lainnya agar merespon pada setiap perubahan data dan informasi tentang wajib pajak dan penanggung pajak, sehingga dapat dilakukan perubahan data dengan segera. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil kesimpulan dari pembahasan diatas yaitu bahwa: 1. Efektifitas surat paksa dalam pelaksanaan penagihan belum dapat memberikan hasil yang baik dalam upaya mencairkan tunggakan pajak, 336
ISSN: 2407-2680
terbukti dengan hasil penelitian yang menunjukan pada tahun 2012 mencapai 67% yang berarti cukup efektif, dan ditahun selanjutnya 2013 hanya mencapai 10% yang berarti kurang efektif dan tahun 2014 mencapai 26% yang berarti kurang efektif. Dan di tahun 2015 yang mencapai 10% termasuk dalam katagori kurang efektif. 2. Dalam melaksanakan tindakan penagihan pajak, petugas pajak sering menemukan hambatan dan masalah yang menyebabkan tindakan penagihan berjalan kurang efektif. Adapun hambatan dan permasalahan yang dihadapi antara lain: Jurusita Pajak tidak menguasai jalan – jalan diwilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Blitar, Keterbatasan SDM di seksi penagihan, Berkas – berkas penagihan wajib pajak tidak lengkap, Kartu pengawasan tunggakan pajak tidak diadministrasikan dengan baik sehingga sulit dalam melaksanakan tindak lanjut tindakan penagihan. Kurangnya kesadaran dan pengetahuan wajib pajak tingkat kesadaran wajib pajak dalam membayar utang pajak masih rendah, dalam hal ini wajib pajak belum sepenuhnya menyadari bahwa uang pajaknya adalah kewajiban yang harus ditunaikan kepada Negara. 3. Upaya yang harus dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Blitar untuk mengatasi kendala yang dihadapi yaitu, membekali jurusita pajak dengan pendidikan menegenai wilayah kerjanya, mengetahui medan yang dihadapi, hafal seluk beluk jalan dan paham tentang masyrakat sehingga dalam menyampaikan surat paksa ataupun melaksanakan tindakan penagihan yang lain akan lebih cepat dan lancar, menambah jurusita Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Blitar, paling tidak ada tiga jurusita mengingat bahwa banyaknya wajib pajak yang mempunyai tunggakan pajak, sehingga diharapkan pelaksanaan tindakan penagihan pajak lebih efektif. Saran Adapun saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Hasil pembahasan menyimpulkan penggunaan surat paksa belum memberikan hasil yang baik dalam mecairkan tunggakan pajak, namun diharapakan aparat pajak melakukan tindakan yang tegas terhadap wajib pajak yang tidak mematuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan perpajakan yang ada dan berlaku di Indonesia. 2. Melaksanakan dengan baik reformasi administrasi yang mencakup semua segi administrasi perpajakan, termasuk penyederhanaan prosedur perpajakan, peningkatan kesadaran dan kepedulian masyarakat melalui kampanye sadar dan peduli pajak, penegakan hukum melalui pemeriksaan dan penagihan aktif, pembenahan sumberdaya manusia melalui reformasi moral dan etika. 3. Diharapkan pada penelitian selanjutnya agar dalam melakukan penelitian yang berhubungan dengan penagihan pajak dengan surat paksa dapat menambah indikator yang digunakan dalam melakukan pengukuran terhadap efektifitas penggunaan surat paksa.
337
Riset Mahasiswa Ekonomi (RITMIK) Vol. 2, No. 3 (2015) DAFTAR PUSTAKA Chrisanti, Yani. 2005. Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dalam Rangka Meningkatkan Penerimaan Pajak dan Keputusan Wajib Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Rangkut Surakarta. Surabaya: Skripsi Universitas Kristen Petra. Handoko, T Hani .2014. Manajemen Personalia & Sumberdaya Manusia. Yogyakarta: BPFE – YOGYAKARTA. Makmur, Syarif. 2008 . Pemberdayaan Sumber Daya Manusia & Efektifitas Organisasi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Mardiasmo. 2005. Perpajakan. Yogyakarta: CV. Andi Ofset. Nurmatun, Safri. 2005. Pengantar Perpajakan. Jakarta : Granit. Pratama, Ricky. 2008. Peranan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa Terhadap Pencairan Tunggakan Pajak Reklame di Dinas Pendapatan Daerah Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan. Skripsi. Jakarta: Asian Banking Finance and Informatics Institute Perbanas. Pudyatmoko,Sri.2009. Pengantar Hukum Pajak. Yogyakarta: Andi Offset Purwono, Herry. 2010. Dasar – Dasar Perpajakan & Akuntansi Pajak. Jakarta: Erlangga. Supramono & Woro, Theresia. 2005. Perpajakan Indonesia. Yogyakarta: Andi. Ndraha, Talidizuhu. 2005. Teori Budaya Organisasi. Jakarta: Rineka Cipta. Undang – undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa. Undang – undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2007 Tentang Perubahan ketiga Atas Undang – undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Wijoyanto, Wayang. 2010. Pengaruh penagihan pajak dengan surat paksa terhadap kepatuhan wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Mampang Prapatan. Jakarta: Skripsi Universitas Sebelas Maret. Zain, Mohammad. 2005. Manajemen Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat.
338