BAB 2 PENDAHULUAN
2.1 Definisi Marketing Menurut Griffin dan Ebert (2001) pengertian pemasaran didefinisikan sebagai berikut : “The process of planning and executing the conception, pricing, promotion, and
distribution of ideas, goods, and services to create exchanges that satisfy individual and organizational objectives”. Artinya : “Pemasaran adalah suatu proses merencanakan dan melaksanakan konsep, harga, promosi dan distribusi gagasan-gagasan, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi tujuan individu dan organisasi. Mc Daniel dkk, (2001:6) dalam Purnaningsih (2006:12). Pemasaran merupakan suatu proses perencanaan dan menjalankan konsep harga, promosi dan distribusi sejumlah ide, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang mampu memuaskan tujuan individu dan organisasi. Menurut Kotler (2000:p10) pemasaran adalah suatu proses sosial dimana setiap individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka inginkan dan butuhkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pemasaran adalah aktivitas bisnis yang dijalankan oleh produsen mulai dari perencanaan, penentuan harga, promosi dan mendistribusikan barang dan jasa dengan tujuan untuk menciptakan permintaan efektif dari konsumen. Pemasaran juga tidak hanya merupakan kegiatan melakukan penjualan produk untuk mendapat laba yang besar dalam jangka waktu pendek, namun pemasaran merupakan kegiatan yang berorientasi pada apa yang dibutuhkan dan diinginkan konsumen serta berusaha menciptakan kepuasan konsumen, sehingga dapat
8
9 memberikan nilai lebih bagi perusahaan dimata konsumen. Dengan melakukan kegiatan pemasaran seperti ini, maka perusahaan memiliki keuntungan jangka panjang.
2.2 Experiential Marketing
Experiential marketing menurut Kertajaya (dalam Ibrahim M 2009:21) adalah suatu konsep pemasaran yang bertujuan untuk membentuk pelanggan-pelanggan yang loyal dengan menyentuh emosi mereka dan memberikan suatu feeling yang positif terhadap produk dan servis. Sedangkan experiential marketing menurut Schmitt (dalam Ibrahim M 2009:21) menyatakan bahwa pemasar menawarkan produk dan jasanya dengan merangsang unsur-unsur emosi konsumen yang menghasilkan berbagai pengalaman bagi konsumen. Pendekatan pemasaran Experiential marketing merupakan pendekatan yang mencoba menggeser pendekatan pemasaran tradisional, pendekatan tradisional ini menurut Schmitt (dalam Ibrahim M 2009:21) memiliki 4 (empat) karakteristik yaitu: 1. Fokus pada fitur dan benefit dari produk / jasa. 2. Kategori produk dan persaingan didefinisikan secara sempit yaitu hanya pada perusahaan sejenis. 3. Konsumen dianggap sebagai pembuat keputusan yang rasional. 4. Metode dan alat yang digunakan bersifat analitikal, kuantitatif, dan verbal. Pendekatan Experiential Marketing juga terdapat karakteristik yang menonjol yaitu: 1. Mengutamakan pengalaman konsumen, baik pengalaman panca indera, pengalaman perasaan, dan pengalaman pikiran. 2. Memperhatikan situasi pada saat mengkonsumsi seperti keunikan lay out, pelayanan yang diberikan, fasilitas-fasilitas yang disediakan.
10 3. Menyadari bahwa konsumen adalah mahkluk rasional dan sekaligus emosional, maksudnya bahwa konsumen tidak hanya menggunakan rasio tetapi juga mengikutsertakan emosi dalam melakukan keputusan pembelian.
Adapun pergeseran dari pendekatan pemasaran tradisional ke pendekatan pemasaran experiential terjadi menurut Schmitt (dalam Ibrahim M 2009:22) karena adanya perkembangan tiga faktor di dunia bisnis, yaitu: 1. Teknologi informasi yang dapat diperoleh di mana-mana sehingga kecanggihankecanggihan teknologi akibat revolusi teknologi informasi dapat menciptakan suatu pengalaman dalam diri seseorang dan membaginya dengan orang lain dimanapun berada. 2. Keunggulan dari merek, melalui kecanggihan teknologi informasi maka informasi mengenai brand dapat tersebar luas melalui berbagai media dengan cepat dan global. Dimana brand atau merek memegang kendali, suatu produk atau jasa tidak lagi sekelompok fungsional tetapi lebih berarti sebagai alat pencipta experience bagi konsumen. 3. Komunikasi dan banyaknya hiburan yang ada dimana-mana yang mengakibatkan semua produk dan jasa saat ini cenderung bermerek dan jumlahnya banyak. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dalam penelitian ini experiential
marketing adalah pendekatan atau strategi pemasaran dimana pemasar atau perusahaan memfokuskan pada penyentuhan emosi dan perasaan dari konsumen untuk memperoleh kesan atau pengalaman positif atas suatu produk atau servis sehingga konsumen menjadi pelanggan yang loyal terhadap produk atau servis yang diberikan.
11 2.2.1
Modul Strategi Experiential (Strategic Experiential Modules) Merupakan modul yang dapat digunakan untuk menciptakan berbagai jenis
pengalaman bagi konsumen. Hal ini juga diperkuat oleh pendapat Schmitt
(dalam
Ibrahim M 2009:23) bahwa Experiential Marketing dapat dihadirkan melalui 5 (lima) unsur yaitu yaitu panca indera (sense), perasaan (feel), cara berpikir (think), kebiasaan (act) dan pertalian atau relasi (relate).
2.2.1.1 Panca Indera (Sense)
Sense menurut Schmitt (dalam Ibrahim M 2009:23). merupakan tipe experience yang muncul untuk menciptakan pengalaman panca indera melalui mata, telinga, kulit, lidah dan hidung. Sense marketing menurut Kertajaya (dalam Ibrahim M 2009:24) merupakan salah satu cara untuk menyentuh emosi konsumen melalui pengalaman yang dapat diperoleh konsumen lewat panca indera (mata, telinga, lidah, kulit dan hidung) yang mereka miliki melalui produk dan servis. Lebih lanjut Kertajaya (dalam Ibrahim M 2009:24) menyebutkan bahwa sense artinya panca indera yang merupakan pintu masuk ke seorang manusia harus dirangsang secara benar dengan menggunakan teknik multy-sensory, yang penting harus dijaga konsistensi pesan yang ingin disampaikan. Pada dasarnya sense marketing yang diciptakan oleh pelaku usaha dapat berpengaruh positif maupun negatif terhadap loyalitas. Mungkin saja suatu produk dan jasa yang ditawarkan oleh produsen tidak sesuai dengan selera konsumen atau mungkin juga konsumen menjadi sangat loyal, dan akhirnya harga yang ditawarkan oleh produsen tidak menjadi masalah bagi konsumen. Kelima indera yang dirangsang ini diharapkan bisa membawa masuk suatu pesan yang solid dan terintegrasi. Pada saat konsumen datang ke cafe, mata melihat desain lay out yang
12 menarik, hidung mencium aroma makanan, telinga mendengar alunan musik yang menghibur dan kulit merasakan kesejukan AC. Dilihat dari pengertian di atas, dalam penelitian ini sense marketing yaitu emosi / pengalaman yang didapat oleh konsumen setelah mengkonsumsi produk atau servis yang dilihat dari aspek atau hal-hal yang dapat ditangkap dan dirasakan kemudian merangsang panca indera untuk menerima pesan yang disampaikan oleh produsen.
2.2.1.2 Perasaan (Feel) Marketing
Feel Marketing menurut Schmitt (dalam Ibrahim M 2009:25) ditujukan terhadap perasaan dan emosi konsumen dengan tujuan mempengaruhi pengalaman yang dimulai dari suasana hati yang lembut sampai dengan emosi yang kuat terhadap kesenangan dan kebanggaan. Feel menurut Kertajaya (dalam Ibrahim M 2009:25) adalah suatu perhatian-perhatian kecil yang ditunjukkan kepada konsumen dengan tujuan untuk menyentuh emosi pelanggan secara luar biasa. Kertajaya (dalam Ibrahim M 2009:25) menambahkan bahwa dalam mengelola perasaan ini, ada dua hal yang mesti diperhatikan, yaitu mood dan emotion. Seorang pemasar yang berhasil apabila dapat membuat mood dan emotion si pelanggan sama dengan apa yang diinginkannya.
Feel marketing merupakan bagian yang sangat penting dalam strategi experiential marketing. Feel dapat dilakukan dengan servis dan layanan yang bagus, serta keramahan pelayan atau karyawan. Agar konsumen mendapatkan feel yang kuat
terhadap
suatu
produk
atau
jasa,
maka
produsen
harus
mampu
memperhitungkan kondisi konsumen dalam arti memperhitungkan mood yang dirasakan konsumen. Kebanyakan konsumen akan menjadi pelanggan apabila mereka merasa cocok terhadap produk atau jasa yang ditawarkan, untuk itu
13 diperlukan waktu yang tepat yaitu pada waktu konsumen dalam keadaan good mood sehingga produk dan jasa tersebut benar-benar mampu memberikan memorable
experience sehingga berdampak positif terhadap loyalitas pelanggan. Feeling yang bagus akan membuat pelanggan mampu berpikir positif. Pelayanan yang memuaskan sangat diperlukan termasuk didalamnya keramahan dan sopan santun karyawan, pelayanan yang tepat waktu, dan sikap simpatik yang membuat pelanggan merasa puas sehingga mendorong pelanggan untuk melakukan pembelian ulang produk atau jasa yang ditawarkan di masa yang akan datang. Berdasarkan dari pengertian-pengertian di atas, dalam penelitian ini feel
marketing merupakan upaya dari pihak pemasar atau perusahaan untuk mengikat emosi dari konsumen melalui perhatian-perhatian kecil untuk membentuk suasana hati dan emosi yang menyenangkan bagi konsumen agar sama atau sesuai dengan yang diharapkan pemasar.
2.2.1.3 Think Marketing
Think menurut Schmitt (dalam Ibrahim M 2009:26) merupakan tipe experience yang bertujuan untuk menciptakan kognitif, pemecahan masalah yang mengajak konsumen untuk berfikir kreatif. Think marketing menurut Kertajaya (dalam Ibrahim M 2009:26) adalah salah satu cara yang dilakukan oleh perusahaan untuk membawa komoditi menjadi pengalaman (experience) dengan melakukan
cuztomization secara terus-menerus. Think menurut Kertajaya (dalam Ibrahim M 2009:27) dibagi menjadi dua, yang pertama divergent thinking atau pola pikir menyebar, dan yang kedua adalah
convergent thinking atau pola pikir menyatu. Ketika pelanggan sedang mencari beberapa alternatif, inilah yang disebut divergent thinking. Kemudian ketika
14 pelanggan sudah mulai mengevaluasi untuk kemudian menyempitkan alternatif dan menyatukan pilihan, itulah yang dimaksud convergent thinking. Kedua pilihan itu boleh diberikan sama-sama sekaligus kepada pelanggan. Ketika pelanggan masuk toko, pelanggan dihadapkan pada pilihan produk atau servis yang diberikan, kemudian pelanggan diharapkan mengkombinasikan pilihannya sendiri untuk menentukan dan menikmati kombinasi pikiran pelanggan tersebut. Berdasarkan dari definisi-definisi di atas, dalam penelitian ini think marketing berupa ajakan kepada konsumen untuk berperan aktif bersama produsen dalam memecahkan masalah yang bertujuan untuk mempengaruhi pelanggan agar terlibat dalam pemikiran yang kreatif. Hal ini dilakukan melalui penyediaan produk atau servis yang diberikan kepada pelanggan kemudian pelanggan diminta untuk berpikir kreatif dalam menentukan produk atau servis yang akan dibelinya.
2.2.1.4 Act Marketing
Act menurut Schmitt (dalam Ibrahim M 2009:28) merupakan tipe experience yang bertujuan untuk mempengaruhi perilaku, gaya hidup dan interaksi dengan konsumen. Act Marketing menurut Kertajaya (dalam Ibrahim M 2009:28) adalah salah satu cara untuk membentuk persepsi pelanggan terhadap produk dan jasa yang bersangkutan. Act menurut Kertajaya (dalam Ibrahim M 2009:28) adalah tindakan dari konsumen karena pengaruh luar dan opini dalam dari pelanggan.
Act marketing ini memberikan pengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan ketika act marketing mampu mempengaruhi perilaku dan gaya hidup pelanggan maka akan berdampak positif terhadap loyalitas pelanggan karena pelanggan merasa bahwa produk atau jasa tersebut sudah sesuai dengan gaya hidupnya. Akan tetapi sebaliknya juga dapat berpengaruh negatif apabila pelanggan merasa produk atau jasa tidak sesuai dengan gaya hidupnya.
15 Seoarang pemasar dalam hal membentuk act dari pelanggannya agar pelanggannya tersebut memperoleh pengalaman tak terlupakan (memorable
experience) adalah dengan melakukan pengaruh eksternal untuk digabungkan dengan kondisi feel dan think yang ada di dalam diri pelanggan untuk menjadi suatu aksi. Dilihat dari pengertian di atas dalam penelitian ini act marketing dapat berupa bentuk atau desain yang dibuat dengan menggabungkan pengaruh eksternal dengan kondisi feel dan think sedemikian rupa yang bertujan untuk menciptakan tindakan yang memberi pengalaman bagi konsumen dalam hubungannya pengaruh yang diberikan dari bentuk fisik produk atau servis yang dirasakan kemudian hal itu mempengaruhi kebiasaan, gaya hidup dan interaksi pelanggan dengan orang lain.
2.2.1.5 Relate Marketing
Relate menurut Schmitt (dalam Ibrahim M 2009:29) merupakan tipe experience yang digunakan untuk mempengaruhi pelanggan dan menggabungkan seluruh aspek, sense, feel, think dan act serta menitik beratkan pada penciptaan persepsi positif dimata pelanggan. Relate marketing menurut Kertajaya (dalam Ibrahim M 2009:29) adalah salah satu cara membentuk atau menciptakan komunitas pelanggan dengan komunikasi.
Relate marketing dapat memberikan pengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan ketika relate marketing mampu membuat pelanggan masuk dalam komunitas serta merasa bangga dan diterima. Sebaliknya relate marketing dapat memberikan pengaruh negatif terhadap loyalitas pelanggan ketika relate marketing tidak berhasil mengkaitkan individu dengan apa yang ada di luar dirinya maka konsumen tersebut tidak akan mungkin loyal.
16 Berdasarkan definisi-definisi di atas, dalam penelitian ini relate marketing adalah penggabungan aspek sense, feel, think dan act dengan maksud untuk mengkaitkan individu dengan apa yang diluar dirinya dan mengimplementasikan hubungan antara orang lain dan kelompok sosial lain sehingga mereka bisa merasa bangga dan diterima di komunitasnya. Hal ini bisa terwujud dimana produsen menciptakan relate antara pelanggannya dengan kontak langsung baik telepon maupun kontak fisik, diterima menjadi salah satu bagian dalam kelompok tersebut atau menjadi member sehingga membuat konsumen menjadi senang dan tidak segan untuk datang kembali. Sebaliknya bila hal tersebut tidak terjadi dalam arti konsumen merasa terabaikan, maka konsumen akan berfikir ulang untuk datang kembali.
2.2.2
Perlunya Experiential Marketing Zarem (dalam Andreani 2007:4)
yang menyatakan bahwa pengalaman
merupakan dasar perekonomian baru untuk semua industri. Sebagai contoh industri penerbangan berkompetisi menawarkan harga yang kompetitif dan keselamatan yang tinggi. Mereka berusaha menawarkan pengalaman terbang (flying experience) sebagai senjata bersaingnya. Lebih lanjut Sanders menyatakan bahwa saat ini adalah masanya
‘experience’ economy. Tanpa mempedulikan produk atau jasa yang dijual, seorang pemasar perlu memberikan pengalaman yang tak terlupakan bagi pelanggannya karena hal inilah yang sangat mereka hargai. Lippman, president of corporate sales and marketing Emap USA, tidak sependapat dengan Sanders. Menurut Lippman, pengalaman ini bukan merupakan hal yang baru karena konsep pemasaran seperti ini sudah dilakukan sejak jaman dahulu. Yang membedakan adalah cara-cara memasarkan produk dan jasa. Sekarang ini pemasar menggunakan internet dan TV kabel, yang belum tersedia bertahun-tahun lalu.
17 Lippman tidak menyangkan akan efektifitas konsep ini karena menurut beliau konsepnya tetap sama tetapi kemasan atau caranya saja yang berbeda. Menurut Wong (dalam Andreani 2007:4), pengalaman merupakan sebuah alat yang membedakan produk atau jasa. Tidak dapat disangkal bahwa dengan semakin berkembangnya teknologi produk dan jasa maka penciptaan product differentiation sangatlah sulit, bahkan kadang kala tidak mungkin dilakukan. Dengan kematangan sebuah produk maka kompetisi menjadi sangat ketat karena para kompetitor menawarkan core product dengan fungsi dan fitur yang sama. Oleh karena itu hanya ada sedikit perbedaan yang bisa diciptakan. Lalu yang bisa dilakukan untuk mengatasi hal ini?
Menurut Wong (dalam
Andreani 2007:5) ada 2 pilihan yang dapat disiasati : Differentiate on how well you do it
(i.e., compete on operational quality) or differentiate on how and where you do it. Kutipan itu artinya membedakan dengan cara sebaik mungkin yang bisa dilakukan pemasar (misalnya bersaing dalam memperbaiki kinerja dan kualitas operasional) atau membedakan dengan cara bagaimana dan dimana pemasar melakukannya. Sebagai contoh dengan teknologi yang canggih, pemasar dapat memberikan kemudahan
checkout bagi pelanggannya, memberikan pelanggan kesempatan untuk melakukan sendiri dengan caranya sendiri atau dengan proses-proses inovatif lainnya.
2.2.3
Experience Providers Kotler & Keller (2006, p.229) mengutip pernyataan Schmitt bahwa pengalaman
pelanggan
dapat
dilakukan
melalui
experience
providers
(sarana/alat
yang
memberikan/menyediakan pengalaman bagi pelanggan)) berikut ini:
1. Communications: iklan, public relations, laporan tahunan, brosur, newsletters dan magalogs. 2. Visual/ verbal identity: nama merek, logo, signage, kendaraan sebagai transportasi.
18 3. Product presense: desain produk, packaging, point-of-sale displays. 4. Co-branding: event marketing, sponsorships, alliances & partnership (kemitraan), licencing (hak paten), iklan di TV atau bioskop. 5. Environments: retail and public spaces, trade booths, corporate buildings, interior kantor dan pabrik.
6. Web sites and electronic media: situs perusahaan, situs produk dan jasa, CD-ROMs, automated emails, online advertising, intranets. 7. People: salespeople, customer service representtatives, technical support/repair providers (layanan perbaikan), company spokepersons, CEOs dan eksekutif terkait.
2.3 Kepuasan Konsumen (Customer Satisfaction)
2.3.1
Definisi Kepuasan Konsumen Menurut Kotler (2000), kepuasan konsumen adalah tingkat perasaan seseorang
setelah membandingkan antara kinerja yang ia rasakan/alami terhadap harapannya. Menurut Gerson (2002,p5), “definisi kepuasan pelanggan sangatlah sederhana, seorang pelanggan merasa puas jika kebutuhannya, secara nyata atau hanya anggapan, terpenuhi atau melebihi harapannya.” Menurut Irawan (2009), “kepuasan pelanggan adalah hasil akumulasi dari konsumen atau pelanggan dalam menggunakan produk atau jasa. Pelanggan akan merasa puas apabila memperoleh nilai atau manfaat dari suatu produk atau jasa.” Dari pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa secara umum pengertian kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan dilihat dari kesesuaian antara harapan (expectation) pelanggan dengan persepsi, pelayanan yang diterima (kenyataan yang alami).
19 Kepuasan pelanggan terjadi setelah mengkonsumsi produk atau jasa yang dibelinya. Konsumen umumnya mengevaluasi pengalaman penggunaan kembali suatu produk untuk memutuskan apakah mereka akan menggunakan kembali produk tersebut. Setelah mengkonsumsi barang atau jasa untuk pertama kalinya, konsumen menilai tindakan dan pengalaman yang diperolehnya untuk menentukan tingkat kepuasannya, hasilnya akan disimpan dalam memori jangka panjang dan dipergunakan kembali untuk mengevaluasi beberapa alternative dikemudian hari pada saat mereka akan melakukan pembelian ulang.
20
Tujuan Perusahaan
Kebutuhan dan keinginan pelanggan
Produk
Harapan pelanggan terhadap produk
Nilai produk bagi pelanggan
Tingkat Kepuasan Gambar 2.1 Diagram Konsep Kepuasan Pelanggan Sumber : Fandy Tjiptono, 2005:130 Kepuasan pelanggan terbentuk dari penilaian pelanggan terhadap kinerja suatu perusahaan dalam merumuskan tujuan dan manfaat produk atau pelayanan yang diberikan dalam memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan pelanggan. Dengan demikian, kepuasan terjadi karena adanya suatu pemenuhan terhadap apa yang dibutuhkan dan diharapkan oleh pelanggan.
21 2.3.2
Pengukuran Kepuasan Pelanggan Pemantauan dan pengukuran terhadap kepuasan pelanggan telah menjadi hal
yang sangat esensial bagi setiap perusahaan. Hal ini dikarenakan langkah tersebut dapat memberikan umpan balik dan masukan bagi keperluan pengembangan dan implementasi strategi peningkatan kepuasan pelanggan. Menurut Irawan (2009:p12), banyak survey menunjukkan bahwa pelanggan yang puas, umumnya akan menceritakan kepada sekitar 2-4 orang. Sebaliknya apabila mereka tidak puas, mereka akan menceritakan kepada sektar 8-12 orang. Menurut Kotler (dalam Purnaningsih, 2006:19), mengidentifikasi empat metode untuk mengukur kepuasan pelanggan, antara lain : 1. Sistem Keluhan dan Saran Organisasi atau perusahaan perlu memberikan kesempatan yang luas kepada para pelanggannya untuk menyampaikan saran, pendapat, dan keluhan mereka. Media yang bisa digunakan bisa berupa kotak saran yang diletakkan di tempat-tempat strategis (yang mudah dijangkau), kartu komentar, saluran telpon khusus bebas pulsa, dll.
2. Ghost Shopping Salah satu cara untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan adalah dengan mempekerjakan beberapa orang untuk berperan atau bersikap sebagai pelanggan atau pembeli potensial produk perusahaan atau pesaing, kemudian mereka melaporkan hasil temuan-temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian produk atau jasa tersebut.
3. Lost Customer Analysis Perusahaan sebaiknya menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli atau yang telah pindah pemasok agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi dan
22 supaya dapat mengambil kebijakan perbaikan selanjutnya. Bukan hanya exit
interview saja yang perlu, tetapi pemantauan customer loss rate
juga penting,
dimana peningkatan customer loss rate menunjukkan kegagalan perusahaan dalam memuaskan pelanggannya. 4. Survei Kepuasan Pelanggan Perusahaan melakukan penelitian survei baik dengan survei melalui pos, telepon, maupun wawancara pribadi (menurut mc Neal dan Lamb dalam Peterson dan Wilson, 1992 dalam Purnaningsih, 2006:20) sehingga perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan juga memberikan sinyal positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para pelanggan.
2.3.3
Strategi Kepuasan Pelanggan Kepuasan pelanggan merupakan strategi jangka panjang yang membutuhkan
komitmen, baik menyangkut dana maupun sumber daya manusia. Menurut Schnaars (dalam Purnaningsih, 2006:21)ada beberapa strategi yang dapat dipadukan untuk meraih dan meningkatkan kepuasan pelanggan, antara lain :
1. Relationship Marketing Dalam strategi ini, hubungan transaksi antara penyedia jasa dan pelanggan berkelanjutan, tidak berakhir setelah penjualan selesai. Dengan kata lain dijalin suatu kemitraan jangka panjang dengan pelanggan secara terus menerus sehingga diharapkan dapat terjadi bisnis ulangan.
2. Superior Customer Service Perusahaan berusaha menawarkan pelayanan yang lebih unggul dari pada pesaingnya. Hal ini membutuhkan dana yang besar, kemampuan sumber daya manusia dan usaha gigih agar tercipta suatu pelayanan yang superior yang dapat
23 memberi manfaat yaitu berupa tingkat pertumbuhan yang cepat dan besarnya laba yang diperoleh.
3. Unconditional Guarantees/Extraordinary Guarantees Garansi atau jaminan istimewa yang dirancang untuk meringankan risiko/kerugian pelanggan sebelum dan sesudah pembelian jasa, sekaligus membuat perusahaan yang bersangkutan untuk memberikan yang terbaik dan meraih loyalitas pelanggan. Garansi ini diberikan dalam dua bentuk, yaitu : •
Garansi Internal Merupakan jaminan yang diberikan suatu departemen atau divisi kepada pelanggan internalnya. Garansinya ini dilandaskan pada komitmen untuk memberikan pelayanan terbaik, tepat waktu, akurat, jujur dan sungguhsungguh.
•
Garansi Eksternal Merupakan jaminan yang dibuat oleh perusahaan pada para pelanggan eksternalnya. Hal ini menyangkut pelayanan yang unggul, sehingga perusahaan harus benar-benar menepatinya, karena jika tidak, akan menjadi bumerang.
2.3.4
Penanganan Keluhan yang Efektif Penanganan
keluhan
memberikan
peluang
untuk
mengubah
seseorang
pelanggan yang tidak puas menjadi pelanggan produk perusahaan yang puas (atau bahkan menjadi pelanggan abadi). Ada empat aspek penting dalam penanganan keluhan, yaitu : a. Empati terhadap pelanggan yang marah b. Kecepatan dalam penanganan keluhan c. Kewajaran atau keadilan dalam memecahkan permasalahan/keluhan d. Kemudahan konsumen menghubungi perusahaan
24 Disamping itu, keterlibatan manajemen puncak dalam menangani keluhan pelanggan juga dapat memberikan dampak positif. Hal ini dikarenakan pelanggan lebih suka berurusan dengan orang-orang yang memiliki wewenang untuk mengambil keputusan dan tindakan untuk memecahkan masalah mereka, sehingga pelanggan merasa bahwa perusahaan menaruh perhatian besar pada setiap masalah pelanggannya dan selalu berusaha memperbaiki kekurangannya.
2.3.5
Faktor-Faktor Pendorong Kepuasan Konsumen Menurut Irawan (2009,p37-40), faktor-faktor pendorong kepuasan konsumen
terbagi atas lima bagian : 1. Kualitas Produk Konsumen akan merasa puas setelah membeli atau menggunakan produk yang telah dibelinya ternyata kualitas itu sangat baik. Contoh, konsumen akan merasa puas terhadap makanan yang dibeli, apabila rasanya enak, dan tidak ada rasa yang tidak mengenakkan. 2. Harga Untuk konsumen yang sensitif, biasanya harga yang murah adalah sumber kepuasan yang penting karena mereka akan mendapatkan nilai uang yang tinggi, komponen harga ini relatif tidak penting bagi mereka yang tidak sensitive terhadap harga.
3. Service Quality Untuk memuaskan pelanggan, suatu perusahaan hendaknya terlebih dahulu harus dapat memuaskan karyawan agar produk yang dihasilkan tidak rusak kualitasnya dan pelayanan kepada pelanggan dapat diberikan lebih baik lagi, jika karyawan merasa puas akan lebih mudah bagi mereka untuk menerapkan kepada pelanggan bagaimana rasa puas itu.
25 4. Emotional Factor Faktor ini relative penting karena kepuasan pelanggan timbul pada saat ia sedang mengkonsumsi produk tertentu, hal ini disebabkan karena merek produk tersebut sudah tercipta dengan baik, baik dari segi kualitas, harga yang tidak murah karena harga yang mahal identik dengan kualitas produk yang tinggi dan sebaliknya serta pelayanan yang diberikan. 5. Kemudahan Konsumen akan semakin puas apabila tempat mudah dicapai dan juga nyaman.
Dengan mengetahui ke 5 (lima) faktor ini, tentu tidak cukup bagi perusahaan untuk merancang strategi dan program peningkatan kepuasan konsumen. Kontribusi factor ini juga dapat berubah dari waktu ke waktu untuk suatu industry. Besarnya bobot relative mudah diketahui dengan melakukan survey. Dalam survey, konsumen dapat dinyatakan secara langsung mengenai kepuasan mereka dan tingkat kepuasan mereka setelah menggunakan produk atau jasa.
2.4 Word Of Mouth 2.4.1
Word of Mouth Marketing Word of Mouth dalam bahasa Indonesia disebut juga berita dari mulut ke mulut.
Word of Mouth merujuk pada komunikasi lisan mengenai berbagai produk dengan teman, keluarga, dan rekan sejawat. Word of Mouth merupakan salah satu cara menyebarkan desas-desus (buzz) Rosen (dalam Sembiring 2009:27). Menurut Word of Mouth Marketing Association (WOMMA), word of mouth merupakan
usaha
pemasaran
yang
memicu
konsumen
untuk
membicarakan,
mempromosikan, merekomendasikan dan menjual atau merek kepada pelanggan serta calon konsumen lain.
26 Menurut Silverman (dalam Hakim, 2009:33), word of mouth
adalah : “… is
communication about products and services between people who are perceived to be independent of the company providing the product or services, in a medium perceived to be independent of the company.” Artinya , word of mouth adalah komunikasi mengenai produk dan jasa diantara orang-orang yang dipersepsikan independent, bukan merupakan bagian dari perusahaan dalam hal penyediaan produk dan jasa, dan bukan didalam jalur komunikasi/media yang disediakan perusahaan. Mowen dan Minor (dalam Hakim, 2009:33) menjelaskan bahwa : “word of mouth
communication refers to an exchange comments, thoughts, or ideas between two or more consumers, none of whom represent a marketing source.” Maksudnya : komunikasi word of mouth merujuk kepada sebuah pertukaran, dapat berupa komentar/kritik, buah pikiran/gagasan, atau ide diantara dua konsumen atau lebih, dan mereka tidak mewakili perusahaan dalam penyediaan sumber (informasi/berita) yang berhubungan dengan kegiatan/aktifitas pemasaran. Berdasarkan beberapa pendapat diatas, disimpulkan bahwa word of mouth merupakan bagian dari komunikasi personal yang informal, yang disampaikan oleh sesama konsumen atau orang lain selain organisasi, didasarkan pada pengalaman jasa yang diterimanya dalam hal penggunaan produk dan layanan tertentu dimana dapat berupa ide, komentar/opini, saran ataupun rekomendasi yang diharapkan dapat bersifat positif sehingga berguna bagi pihak organisasi.
2.4.2
Word Of Mouth dalam Perilaku Konsumen Word of mouth dapat dengan cepat diterima oleh pelanggan karena yang
menyampaikan adalah seseorang yang terpercaya seperti pakar, teman, keluarga, dan publikasi media massa. Word of mouth juga cepat diterima sebagai referensi karena
27 pelanggan jasa biasanya sulit mengevaluasi jasa yang belum dibelinya atau belum dirasakan sendiri (Tjiptono, dalam Hakim, 2009:35). Walaupun komunikasi word of mouth sangatlah efektif dalam mengenalkan sebuah produk atau layanan jasa, namun faktanya komunikasi informal ini sulit untuk dikontrol terkait pendapat negative berupa rumor yang tidak benar yang dapat dengan cepat menyebar luas (Schiffman dan Kanuk, dalam Hakim, 2009:35) Zheithaml dan Bitner (dalam Hakim, 2009:35) juga menyebutkan bahwa word of
mouth merupakan salah satu komponen dari desired-service, yang dikatakan sebagai factor yang kurang dapat dikendalikan.
2.4.3
Filosofi Word of Mouth Marketing Hasan (2010:29) Word Of mouth marketing adalah sebuah percakapan yang
didesain secara online maupun offline memiliki multiple effect, horizontal dan mutasional. Struktur dialog dan percakapan yang baik bersumber dari advokasi merek aktual dan orang-orang (rekomender) bersedia pergi dari satu tempat ke tempat yang lain (offline) untuk berbagi pendapat, pengalaman, atau antusiasme mereka tentang suatu produk. Alasan yang begitu kuat dalam WOM adalah percakapan timbal balik, yang tidak dapat ditemukan dengan ratusan pesan lain dalam folder konvensional perusahaan. Filosofi dasar word of mouth marketing ini adalah : •
Keberlanjutan suara pelanggan, bukan suara perusahaan/owner/marketer
•
Alami, asli, proses jujur bukan buatan dan juga manipulasi
•
Konsumen mencari sumber informasi bukan perusahaan/owner/marketer
•
Konsumen berbicara tentang produk, layanan, atau merek dan mereka telah memiliki pengalaman.
28 2.4.4
Strategi Merangsang Word of Mouth Hasan (2010:254) Word of mouth Marketing merupakan jenis pemasaran yang
paling disukai oleh perusahaan. Pelanggan membicarakan brand kepada keluarga dan kerabatnya. Sementara itu, perusahaan tidak perlu mengeluarkan anggaran iklan sampai triliunan rupiah. Padahal yang benar adalah fokus meningkatkan kualitas produk, dan layanan yang mampu memberikan pelanggan pengalaman yang luar biasa, justru akan merangsang terjadinya buzzing WoM, itulah yang dapat menjadikan brand produk atau perusahaan makin hari makin tambah booming. Strategi untuk merangsang terjadinya WoM, sebagai berikut : 1. Mendalami Prilaku Konsumen Tanyakan pada pelanggan mengenai hubungan antara produk/layanan dengan mereka : apa yang mereka beli, motivasinya, lalu apa yang mereka rekomendasikan kepada temannya. Selain itu, tanyakan juga sosial medianya, misalnya apakah chat
room, twitter, facebook, blog atau lainnya. Dengan demikian, maka marketer akan memahami value utama dimata pelanggan mengenai produk/layanan yang ditawarkan. 2. Bantu Membuat Tulisan Pelanggan juga perlu distimulasi untuk menulis, dan mungkin butuh bantuan lebih untuk merangkai kata-kata. Sehingga, marketer mungkin dapat mengajarkan kepada pelanggan bagaimana menuliskan sebuah review, dan menjelaskan keunikan dari perusahaan. 3. Memupuk Rasa Memiliki Orang biasanya sering melibatkan diri dengan produk/layanan yang mereka sukai.
Marketer dapat meminta arahan atau masukkan kepada sekelompok pelanggan terkait dengan sejumlah inisiatif maupun langkah pemasaran. Ini akan memberikan
29 sense of belonging kepada pelanggan terhadap perusahaan, sehingga otomatis mereka menjadi advocad bagi produk atau perusahaan. 4. Membuat Bahan Publikasi Pelanggan biasanya punya pengalaman unik ataupun testimonial mengenai produk. Marketer dapat memanfaatkannya dengan cara merekamnya lewat video, melakukan wawancara dengan pelanggan terkait pengalamannya. Ini merupakan pengalaman original yang berharga atau selenggarakan customer gathering dimana pelanggan bisa saling sharing mengenai pengalamannya dengan brand yang sedang atau akan ditawarkan. 5. Memberi Kejutan Memberikan kejutan kepada pelanggan, kejutan ini bisa apa saja, berupa pelayanan yang tidak mereka perkirakan, hingga recovery yang jauh melampaui ekspektasi mereka. Intinya adalah memberikan suatu pengalaman pelanggan yang tidak terlupakan, dan mendorong mereka untuk berbicara. Contohnya adalah pelanggan yang dikirimi sepatu baru, belum sampai 24 jam setelah ia menelpon ke gerai sepatu karena sepatu yang dipesannya terlalu kecil. 6. Memberi Reward Ketika pelanggan melakukan word of mouth yang hasilnya memuaskan, maka berikan apresiasi kepada mereka. Misalnya salah seorang teman yang pernah memperoleh hadiah dari sebuah perusahaan karena memuat sebuah artikel mengenai produknya di blog. Selain itu, reward juga bisa disediakan sebagai pemicu, misalnya menyelenggarakan kontes. Kontes yang sedang marak sekarang adalah meminta pelanggan untuk menuliskan pengalamannya dengan suatu produk, dan perusahaan menyediakan sejumlah hadiah untuk pengalaman terbaik. Atau dalam bentuk “feed” bisnis bagi pelanggan setia dengan lebih banyak informasi tentang produk-produk yang ditawarkan melalui email, newsletter electronic, brosur, dan
30 undangan khusus untuk makan siang yang sekarang ini sering dilakukan industri jasa. 7. Menciptakan Produk Yang Unik Untuk menarik perhatian pelanggan dan berpotensi membuat mereka berbicara tentang hal itu dengan teman-teman, kerabat, dan kolega. Orang biasanya berbicara tentang hal yang menarik dan produk baru. 8. Mencari Pemimpin Opini Untuk Berbicara Tentang Produk Ketika orang-orang berulang kali menelpon perusahaan untuk meminta informasi atau mereka yang mengunjungi perusahaan secara teratur untuk mendapatkan informasi terbaru tentang produk. Orang-orang ini biasanya didorong oleh rasa ingin tahu, seorang inovator, aktivitis dan idulgensi. Ini merupakan sebuah peluang bagi
marketer untuk melacak dan merekrut mereka. Karakteristik ini membuat mereka menjadi trendsetter mengenai produk. Riset menemukan 60% pendapat leaders berpengaruh terhadap keputusan membeli, dalam beberapa kelompok sangat penting perannya dalam penyebaran WoM dan lebih terarah pada sasaran produk. 9. Identifikasi Pelanggan Yang Melakukan Pembicaraan Jika seseorang pelanggan mengirim pujian ke perusahaan, tindakan yang harus diambil adalah tunjukkan perhatian perusahaan kepada mereka, beri penghargaan karena pujian itu, bisa dalam tawaran diskon produk atau hosting peristiwa khusus yang terkait untuk memiliki produk, kembangkan tema-tema khusus untuk merangsang minat pelanggan lebih jauh, serta sampaikan surat ucapan terima kasih, karena mereka telah meningkatkan kesan positif tentang bisnis yang kita jalankan. 10. Gunakan Strategi Ofensif Mengidentifikasi aktifitas-aktifitas yang merangsang rekomendasi positif, sangat penting dalam penggunaan strategi ofensif . buatlah pengunjung merasa betah (dihotel misalnya) dengan memproviding wilayah yang nyaman dan memungkinkan
31 para tamu untuk merasa seolah-olah ada dirumah sendiri. Lebih khusus lagi, buat ruang film dimana para tamu dapat menikmati film preferensi mereka dan pada saat yang sama sediakan swalayan dengan minuman, popcorn
dan makanan ringan
lainnya. Differensiasi elemen-elemen ini (baru atau menyenangkan bagi pengunjung) akan membuat mereka berbicara kepada teman-temannya tentang pengalaman yang sangat menyenangkan itu. 11. Merangsang Pengetahuan Produk dan Layanan Marketer dapat secara teratur melakukan ujian kedekatan atau keakraban para pelanggan dengan perusahaan. Pertanyaan berkisar pada hal-hal yang ringan, misalnya bagaimana sebaiknya atau apakah perlu dilakukan pelatihan atau pendidikan ulang pada karyawan, kinerja bisnis, pelayanan, bagaimana perusahaan menangani masalah-masalah layanan produk dimasa lalu. Jangan lupa beri hadiah (walaupun hanya kecil) bagi mereka yang menjawab sebuah pertanyaan dengan benar. 12. Selesaikan Keluhan dengan Baik Menangani keluhan dengan cepat, tuntas dan memuaskan dapat mengubah mereka menjadi pendukung, advokasi
dan memberitahu orang lain, lebih dari dapat
mempertahankan pelanggan dalam jangka panjang. Mengabaikan keluhan, tidak berarti hanya kehilangan satu orang pelanggan, tetapi juga menyebarkan pesan negatif kepada orang lain (contoh Rp. 50.000). 13. Puaskan Semua Pertanyaan
Email yang tidak terjawab tak peduli betapa tidak signifikan isinya akan menciptakan ketidak puasan pelanggan, mereka akan menyebarkan WoM negatif. Sebagai contoh, sebuah biro perjalanan menerima email dari calon pelanggan yang bertanya tentang jam kerja atau sejenisnya. Email
yang belum dijawab menjadi sumber potensial
penyebaran informasi negatif.
32 Dalam Sembiring (2009,p28) Word of Mouth dapat menjadi sesuatu yang menguntungkan atau malah mendatangkan masalah. Oleh karena itu menurut sifatnya word of mouth dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Word of Mouth positif (Positive Word of Mouth / PWOM) Yaitu bentuk word of mouth yang dapat timbul manakala produk yang sudah dikonsumsi
berhasil
memuaskan
konsumennya.
Konsumen
yang
sudah
terpuaskan belum tentu akan menceritakannya kepada orang lain. Word of
Mouth positif baru akan muncul dari suatu pengalaman yang dianggap luar biasa oleh konsumen, yang pada saat itu tingkat kepuasan emosionalnya tinggi. Artinya apa yang diperoleh konsumen setelah transaksi lebih tinggi dari harapannya. Sehingga tanpa diminta konsumen akan menceritakan pengalaman yang dirasakan kepada orang terdekatnya. Dalam Hospitality Management hal ini disebut juga emotional satisfaction yaitu kepuasan yang muncul karena emosi terhadap kualitas.
b. Word of Mouth negative (Negative Word of Mouth / NWOM) Yaitu bentuk word of mouth yang dapat timbul manakala produk yang dikonsumsi ternyata mengecewakan. Merupakan suatu fenomena yang paling ditakutkan perusahaan karena seorang konsumen yang kecewa akan berbicara, tidak hanya ke orang-orang terdekatnya saja. Konsumen akan berusaha menyampaikan kekecewaannya ke sebanyak mungkin orang.
Sedangkan menurut Word of Mouth Marketing Association (WOMMA) dalam MIX terdapat dua kategori word of mouth dalam Sembiring (2009,p29) yaitu : 1. Organic Word of Mouth Terjadi ketika seorang konsumen merasa sangat puas dengan kinerja dari produk ataupun layanan sehingga berkeinginan untuk berbagi pengalaman dan
33 informasi kepada teman-temannya. Ini menandakan pentingnya kepuasan pelanggan (customer satisfaction).
2. Amplified word of mouth Terjadi ketika pemasar merencanakan dan merancang suatu kampanye pemasaran yang ditujukan untuk mempercepat word of mouth baik pada komunitas yang telah ada maupun yang baru.
Word of Mouth berawal dari suatu bentuk yang timbul secara alamiah dan tidak dideain oleh perusahaan juga pemasar. Word of Mouth tersebut timbul karena keunggulan produk. Belakangan word of mouth ditujukan untuk menggantikan program komunikasi pemasaran konvensional seperti iklan yang kian kehilangan kredibilitasnya.
2.4.5
Rahasia sukses Word of Mouth
a) Percakapan langsung Riset membuktikan bahwa manusia akan lebih tergerak dengan adanya rangsangan audio jika dibandingkan dengan rangsangan visual. Seseorang akan lebih mampu mengingat dengan jelas apa yang didengar disbanding apa yang dilihat. Karena alasan inilah sehingga percakapan langsung dengan konsumen akan memberikan rangsangan yang lebih baik jika dibandingkan dengan penyampaian secara visual. b) Kredibilitas dan Komunikasi Informal Konsumen akan lebih percaya mengenai kualitas suatu produk atau merek jika yang mengatakan adalah kerabat atau sahabatnya karena mereka tidak berbicara dalam kapasitas seorang professional perusahaan, tetapi cenderung sebagai teman. Ini berlangsung dalam bentuk komunikasi informal. Kerabat ataupun sahabat selalu
34 berupaya menjaga nama baik mereka, sehingga informasi yang mereka berikan cenderung jujur, relevan dan dapat dipercaya.
Menurut Rosen dalam Sembiring (2009,p30) tiga alasan yang membuat word of
mouth menjadi begitu penting : 1) Kebisingan (noise) Para calon konsumen hampir tidak dapat mendengar karena banyak kebisingan yang dilihatnya diberbagai media setiap hari. Mereka bingung sehingga untuk melindungi diri, mereka menyaring sebagian besar pesan yang berjejalan dari media massa. Sebenarnya mereka cenderung lebih mendengarkan apa yang dikatakan orang atau kelompok yang menjadi rujukan seperti teman-teman atau keluarga. 2) Keraguan (skepticism) Para calon konsumen umumnya bersikap skeptic ataupun meragukan kebenaran informasi yang diterimanya. Hal ini disebabkan oleh banyaknya kekecewaan yang dialami konsumen saat harapannya ternyata tidak sesuai dengan kenyataan disaat mengkonsumsi produk. Dalam kondisi ini, konsumen akan berpaling ke teman ataupun orang yang bisa dipercaya untuk mendapatkan produk yang mampu memuaskan kebutuhannya. 3) Keterhubungan (connectivity) Kenyataan bahwa para konsumen selalu berinteraksi dan berkomunikasi satu dengan yang lain, mereka saling berkomentar mengenai produk yang dibeli ataupun bahkan bergosip mengenai persoalan lain. Dalam interaksi ini sering terjadi dialog tentang produk seperti pengalaman mereka menggunakan produk.
35 2.5.6
Indikator Word of Mouth Mengutip dari jurnal Modeling Customer Satisfaction and Word of Mouth :
Restaurant Patronage in Korea, J. Babin, Ki lee, Ju kim dan Griffin (2005:133-139). Indikator word of mouth adalah sebagai berikut : 1) Customer akan mengatakan hal positif terhadap cafe 2) Customer akan merekomendasikan mengenai cafe kepada orang lain yang meminta saran 3) Customer akan mendorong teman atau kerabat dekat untuk mengunjungi cafe
2.5 Penelitian Terdahulu Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini akan dicantumkan beberapa hasil penelitian terdahulu oleh beberapa peneliti yang pernah penulis baca diantaranya : 2.5.1
Hubungan antara Experiential Marketing dengan Kepuasan Konsumen Dalam penelitian yang dilakukan oleh Chou You-Ming, 2010, dengan judul “
Study on The Impacts Of Experiential Marketing and Customers’ Satisfaction Based on Relationship Quality”, hubungan antara Experiential Marketing dan kepuasan konsumen pada tahun 2003, yuan yi-hua (2003) membahas bahwa riset tentang experiential marketing, experiential value dan customers’ satisfaction dibuat pada studi tiga perusahaan yaitu Eslite Bookstore, Sturbucks Coffee dan IKEA, di mana experiential marketing bekerja dengan baik. hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga perusahaan menggunakan nilai emosi dengan metode sensasi emosi untuk mempengaruhi kepuasan pelanggan, kualitas pelayanan dengan metode nilai emosi untuk mempengaruhi kepuasan pelanggan serta dengan fungsi emosi dan nilai fungsi untuk mempengaruhi kepuasan pelanggan. Dalam Fan Wen-jia (2003) " study on the relationship between
Customer participation, Emotion experience and Customer satisfaction - case study on starbucks coffee”. Studi tentang hubungan antara partisipasi Pelanggan, pengalaman
36 Emosi dan kepuasan pelanggan - studi kasus pada Starbucks Coffee" dibuat penelitian mengenai hubungan trilateral antara keterlibatan pelanggan, pengalaman emosi dan kepuasan pelanggan (Fan Wen- jia, 2003) salah satu hasil penelitian adalah bahwa ada hubungan positif antara Emotion Experience dan Customers Satisfaction. Dengan demikian, pengalaman pada Experiential Marketing meningkatkan kepuasan pelanggan dalam konsumsi. Dengan demikian, penelitian ini mendapatkan asumsi sebagai berikut : ¾
Hipotesis 1 (H1): Experiential Marketing secara signifikan berpengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan
Penelitian yang dilakukan oleh Christina Rahardja Honantha dan Dudi Anandya
(Doctor Candidate), 2010, dengan judul Experiential Marketing, Customer Satisfaction and Behavioral Intention at Timezone Game Center Surabaya. Menyatakan bahwa, Ekonomi Pengalaman sekarang mempengaruhi perkembangan ekonomi dan nilai pelanggan akan meningkat, apakah
perusahaan menawarkan pengalaman yang
mengesankan, kemudian Experiential Marketing memfokuskan pada pengalaman pelanggan dari sense, feel, think, act dan relate, kemudian menyimpulkan pelanggan sebagai pengambil keputusan afektif. Ada kurangnya penelitian pada respon emosional dari perusahaan jasa, dan penelitian ini diarahkan untuk mengisi kesenjangan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pemasaran pengalaman pada kepuasan pelanggan, pengaruh pengalaman pemasaran pada niat perilaku, dan pengaruh kepuasan pelanggan terhadap niat perilaku di Time Zona pusat permainan Surabaya. Data dianalisis dengan model persamaan struktural (SEM) dengan AMOS 4.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis satu diterima, pemasaran pengalaman mempengaruhi kepuasan pelanggan di Time Zone, hipotesis dua juga diterima, pemasaran pengalaman mempengaruhi niat perilaku pelanggan Zona waktu, tetapi tiga
37 hipotesis ditolak, kepuasan pelanggan tidak mempengaruhi intensi perilaku di game center Time Zone Surabaya
2.5.2 Hubungan antara Experiential Marketing dengan Word of Mouth Penelitian yang dilakukan oleh Mei-Yu Chiu, 2007, dengan judul “ The Effect of
Experiential Marketing from Nintendo Wii and Flow on Customer Perceived Value and Word of mouth Communication.” Pada tahun 2006, Nintendo mempromosikan permainan video baru, yaitu wii di jepang. Ketika Wii memasuki pasar, Wii bisa menciptakan semangat massa besar di Jepang dan pasar Amerika Utara sebagai game mekanik. Para pemain memberikan kesan mereka dan memuji semangat masyarakat dalam website game komputer dan blog. Di Taiwan, game online juga telah dipengaruhi oleh Wii dan banyak berkembang game sporty. Penelitian ini membedakan antara pengalaman pribadi dan pengalaman inter-aktif. Ini adalah pertama kalinya untuk fokus pada Nintendo Wii dengan pengalaman riset pemasaran. Adapun tujuan utama harus mengevaluasi perilaku konsumen yang telah dipengaruhi oleh experiential marketing, dan teori studi aliran untuk menjelaskan hubungan antara experiential marketing dan perilaku konsumen. Selain itu, asosiasi bisa memahami experiential marketing apapun jika kita memutar untuk mengevaluasi nilai yang dirasakan konsumen dan komunikasi word of mouth dengan teori aliran. Data primer dikumpulkan langsung dari responden yang adalah pemain Nintendo Wii dan pengguna internet. kuesioner ini telah diposting di Bahamut dan Wii Yahoo group sehingga mereka bisa menjawab kuesioner
langsung. Ada 300
non-probabilitas sampling. Untuk mengevaluasi hasil ini, dapat menemukan: 1. Personal experience marketing akan mempengaruhi nilai yang dirasakan konsumen secara langsung, tidak melalui aliran. 2. Interaksi experience marketing akan berpengaruh pada aliran dan komunikasi word of mouth secara langsung.
38 3. Interaksi pemasaran akan berefek tidak langsung dirasakan konsumen melalui nilai aliran. 4. Personal experience marketing akan mempengaruhi nilai yang dirasakan konsumen dan
akan
melangkah
lebih
lanjut
untuk
mempengaruhi
word
of
mouth
communication.
2.5.3 Hubungan antara Customer Satisfaction dengan Word of Mouth Penelitian yang dilakukan oleh Erida, 2009, dengan judul “Pengaruh Kepuasan
Konsumen dan Insentif terhadap Perilaku WOM (Word of Mouth) Konsumen Jasa Angkutan Penumpang Bis Antar Kota Antar Propinsi Kelas Eksekutif Di Bandung.” Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kepuasan konsumen, respon mereka terhadap program insentif, dan pengaruh kepuasan konsumen dan insentif pada perilaku word-of-mulut di layanan kelas eksekutif bus antar kota di Bandung. Penelitian dilakukan pada 152 bus antarkota konsumen layanan kelas eksekutif lima Bus Perusahaan melayani Bandung-Palembang sebagai sampel penelitian dengan menggunakan teknik Judgment Sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner juga digunakan wawancara dan observasi. Data yang dikumpulkan dinilai menggunakan skala tujuh point dan dianalisis dengan metode Hasil 'Faktor Analisis Varians. "penelitian menunjukkan bahwa, rata-rata, pelayanan yang diberikan oleh lima layanan bus antarkota kelas eksekutif
perusahaan,
terutama
dilayani
Bandung-Palembang
yang
memuaskan
konsumen. Sama seperti, program insentif memperoleh tanggapan positif dari konsumen. Ada pengaruh utama yang signifikan untuk kepuasan pada kemungkinan untuk menghasilkan WOM (L-WOM, Fh = 10.808), yang favorability WOM yang dihasilkan (F-WOM, Fh = 316.832), dan kemungkinan untuk membuat rekomendasi pembelian (Kenalkan, Fh = 214.205). Sementara, ada pengaruh utama yang signifikan dari insentif di L-WOM (Fh = 76.049), F-WOM (Fh = 126.509), dan Kenalkan (Fh =
39 101.329). efek utama Insentif pada WOM diuji berdasarkan respon konsumen terhadap program insentif, memperkuat kesimpulan bahwa insentif saja berpengaruh pada perilaku word of mouth. A menemukan lebih lanjut adalah efek interaksi yang signifikan antara kepuasan dan insentif pada L-WOM (Fh = 6887), F-WOM (Fh = 9.975), dan kemungkinan untuk membuat rekomendasi pembelian (Fh = 11.381). Insentif yang ditampilkan untuk menjadi katalis yang efektif untuk mengurangi perilaku negatif WOM tidak puas konsumen, serta meningkatkan perilaku positif WOM konsumen puas.
40 2.6 Kerangka Pemikiran
Untuk lebih jelasnya model hubungan yang akan diteliti dapat diperhatikan pada kerangka pemikiran berikut :
X
Y
Z
Experiential Marketing
Customer Satisfaction
Word of Mouth
SEM
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Sumber : Penyusun
41 2.7 Hipotesis Menurut Sugiyono (2009,p93), hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru pada teori relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan. Ho : Tidak ada pengaruh atau hubungan antar variabel Ha : Terdapat pengaruh atau hubungan antar variabel Berdasarkan teori permasalahan yang diajukan dan tujuan penelitian serta tinjauan pustaka, maka kesimpulan sementara yang diambil adalah sebagai berikut : ¾
Uji pengaruh variabel X (Experiential Marketing) dengan variabel Y (Customer Satisfaction) Ho
: variabel X (Experiential Marketing) tidak berpengaruh secara signifikan dengan variabel Y (Customer Satisfaction)
Ha
: variabel X (Experiential Marketing) berpengaruh secara signifikan dengan variabel Y (Customer Satisfaction)
¾
Uji pengaruh variabel X (Experiential Marketing) dengan variabel Z (Word
of Mouth) Ho
: variabel X (Experiential Marketing) tidak berpengaruh secara signifikan dengan variabel Z (Word of Mouth)
Ha
: variabel X (Experiential Marketing) berpengaruh secara signifikan dengan variabel Z (Word of Mouth)
¾
Uji pengaruh variabel Y (Customer Satisfaction) dengan variabel Z (Word
of Mouth) Ho
: variabel Y (Customer Satisfaction) tidak berpengaruh secara signifikan dengan variabel Z (Word of Mouth)
42 Ha
: variabel Y (Customer Satisfaction) berpengaruh secara signifikan dengan variabel Z (Word of Mouth)
¾
Uji pengaruh antara X (Experiential Marketing) dengan Z (Word of Mouth) dengan dimediasi Y (Customer Satisfaction) Ho
: Variabel Y (Customer Satisfaction) tidak memediasi pengaruh antara X (Experiential Marketing) dengan variable Z (Word of Mouth)
Ha
: Variabel Y (Customer Satisfaction) memediasi pengaruh antara X (Experiential Marketing) dengan variable Z (Word of Mouth)