Artikel Publikasi: KESULITAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA PADA SISWA SMP
Usulan Penelitian Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika
Diajukan Oleh: UMMI KHASANAH A 410 110 209
Kepada: PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA FEBRUARI, 2015
i
ii
iii
iv
KESULITAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA PADA SISWA SMP Ummi Khasanah1), Sutama2) Mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika, FKIP 2) Dosen Prodi Pendidikan Matematika, FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta Email:
[email protected]
1)
Abstrak Tujuan penelitian yaitu mendiskripsikan kesulitan siswa pada aspek bahasa, prasyarat, terapan dalam menyelesaikan soal cerita matematika. Jenis penelitian berdasarkan pendekatan kualitatif dengan design etnografi. Waktu penelitian pada semester genap tahun pelajaran 2014/2015. Subjek penelitian guru dan siswa SMP Negeri 1 Colomadu. Teknik pengumpulan data observasi, wawancara, dan dokumentasi. Keabsahan data menggunakan triangulasi sumber dan metode. Teknik analisis data dengan metode tiga alur. Hasil penelitian menyatakan (1) kesulitan aspek bahasa yaitu beberapa siswa membaca soal kurang tepat sehingga terjadi kesalahan penafsiran, sulit memahami bahasa yang kurang familiar, kesulitan mengidentifikasi maksud soal, dan kesulitan dalam menceritakan kembali dengan bahasa sendiri; (2) kesulitan aspek prasyarat yaitu siswa tidak dapat menuliskan/mengidentifikasi apa yang diketahui dan dicari, ketidakmampuan siswa dalam mentransformasikan kalimat ke dalam model matematika, dan kurangnya penguasaan konsep yang diterapkan, sehingga siswa sulit menentukan rumus/strategi yang digunakan; (3)kesulitan aspek terapan yaitu siswa tidak dapat menggunakan rumus dengan tepat atau terjadi kesalahan mensubtitusikan apa yang diketahui pada rumus; kurangnya pemahaman materi prasyarat yang berakibat pada rendahnya ketelitian siswa. Kata kunci: bahasa, prasyarat, soal cerita, terapan Abstract The aims of this research is to describes the difficulties of students on aspects of language, prerequisites, and applied in problem solving of word math. This research is a descriptive qualitative ethnography design. The subjects of this research are students of SMP Negeri 1 Colomadu. The technique of collecting the data through observation, interview, and documentation. Research time in the second semester in 2014/2015 academic years. The validity of the data using triangulation of sources and methods. The techniques of analyzing the data consist of three-line activities. The results (1)the difficulties of the language aspect are some students can not read about word math correctly, some of students can not identify the goal of word math, the students can not retell with their own word;(2)difficulty aspect prerequisites are students can not write/identify in problem, the inability of students in transforming word math into mathematical models, and the lack of 1
2
students understanding of the concept is applied, so that the student is difficult to determine the formula/strategies is used;(3)difficulties applied aspects students can not use the exact formula or occurs of missing in substitution in the formula;lack of understanding of the material prerequisites which can lead to low accuracy of students. Keyword: applied, language, prerequisites, problem solving Pendahuluan Soal cerita matematika sangat berperan dalam kehidupan sehari-hari siswa, karena soal tersebut mengedepankan permasalahan-permasalahan real yang sesuai dengan kehidupan sehari-hari. Soal cerita sebagai bentuk evaluasi kemampuan siswa terhadap konsep dasar matematika yang telah dipelajari yang berupa soal penerapan rumus. Seseorang dapat dikatakan memiliki kemampuan matematika apabila terampil dengan benar menyelesaikan soal matematika (Retna, dkk. 2013: 75). Dilanjutkan oleh Dewi, dkk (2014) soal cerita matematika bertujuan agar siswa berlatih dan berpikir secara deduktif, dapat melihat hubungan dan kegunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat menguasai keterampilan matematika serta memperkuat penguasaan konsep matematika Namun dalam kondisi real masih sering terjadi kesalahan-kesalahan menyelesaikan soal cerita matematika. Hal tersebut berdampak pada prestasi belajar matematika siswa, didukung oleh hasil persentase penguasaan materi Ujian Nasional SMP Negeri 1 Colomadu berdasarkan SKL dinyatakan Badan Standar Nasional Pendidikan (2013) yaitu (1) Memahami operasi bentuk aljabar, konsep persamaan & pertidaksamaan linier, persamaan garis, himpunan, relasi, fungsi, sistem persamaan linier, serta penggunaannya dalam pemecahan masalah 39,75%; (2) Siswa memahami sifat & masalah
40,88%;
unsur bangun ruang, menggunakannya dalam pemecahan (3)
Memahami
konsep
peluang
suatu
kejadian
serta
menerapkannya dalam pemecahan masalah 44,69%; (4) Menggunakan konsep operasi hitung & sifat-sifat bilangan, perbandingan, bilangan berpangkat, aritmetika sosial, barisan bilangan, serta penggunaannya dalam pemecahan masalah 45,15%; (5) Memahami konsep kesebangunan, sifat & unsur bangun datar, serta konsep hubungan antarsudut dan/atau garis, serta menggunakannya dalam pemecahan
3
masalah 45,90%
(6) Memahami konsep dalam statistika, serta menerapkannya
dalam pemecahan masalah 63,27%. Data tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat kemampuan siswa dalam memahami konsep serta menerapkannya dalam pemecahan masalah masih sangat kurang. Sehingga perlu berbagai alternatif untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal berbasis penerapan. Soal cerita matematika merupakan salah satu bentuk soal matematika yang memuat aspek kemampuan untuk membaca, menalar, menganalisis serta mencari solusi, untuk itu siswa dituntut dapat menguasai kemampuan-kemampuan dalam menyelesaikan soal cerita matematika tersebut. Terdapat tiga aspek dalam menyelesaikan soal cerita matematika, yaitu aspek bahasa, prasyarat dan terapan. Aspek bahasa, kemampuan membaca digunakan untuk menerjemahkan
masalah,
sedangkan
menalar
untuk
mengetahui
maksud
permasalahan yang diberikan. Hal tersebut didukung oleh Auzar (2013: 34) menyatakan bahwa membaca pada hakikatnya adalah proses yang rumit yang melibatkan banyak hal, tidak hanya sekedar melafalkan tulisan, namun melibatkan aktivitas visual, berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif. Membaca sebagai proses visual merupakan proses menerjemahkan simbol tulisan (huruf) ke dalam kata-kata lisan. Sedangkan membaca sebagai proses berpikir, membaca mencakup aktivitas mengenal kata, pemahaman literal, interpretasi, membaca kritis, dan pemahaman kreatif. Aspek prasyarat, kemampuan mentransformasi pada model matematika serta menentukan strategi yang digunakan dalam penyelesaian, untuk itu siswa sangat perlu menguasai aspek tersebut. Erliani, dkk (2011: 5) berpandangan bahwa soal cerita yang disajikan dengan bahasa yang sudah dikuasai siswa dengan baik, ternyata akan mempermudah siswa dalam mengubah ke model matematika. Kemudian Polya menjelaskan bahwa pemecahan masalah merupakan suatu aktivitas intelektual yang sangat tinggi sebab dalam pemecahan masalah siswa harus dapat menyelesaikan dan menggunakan aturan-aturan yang telah dipelajari untuk membuat rumusan (Alawiyah, 2014: 181). Aspek terapan, siswa melakukan perhitungan yang tepat dalam menerapkan rumus. Ningrum dan Sri Sutarni (2013: 115) menambahkan kesalahan pada aspek
4
ini yaitu kesalahan yang dilakukan siswa dalam rumus atau perhitungan soal cerita matematika. Kesalahan menyelesaikan soal cerita matematika terdiri dari kesalahan konsep, kesalahan pada langkah penyelesaian, dan/atau kesalahan pada
hitung
aljabar (Lestari dkk, 2010: 33). Senada dengan White (2005: 17) menyatakan prosedur analisis Newman bahwa “Process skills errors, the child identified an appropriate operation, or sequence of operations, but did not know the procedures necessary to carry out these operations accurately” , maksudnya kesalahan terjadi ketika siswa dapat menentukan operasi yang harus dilakukan, tetapi tidak dapat menuliskan prosedur operasi tersebut. Berdasarkan
hal-hal
yang
telah
dijelaskan
peneliti
bermaksud
mendiskripsikan kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal cerita matematika yang dibagi dalam beberapa aspek yaitu kesulitan pada aspek bahasa, prasyarat dan terapan.
Metode Penelitian Jenis penelitin berdasarkan pendekatan kualitatif dengan design etnografi (Sutama 2012: 62). Waktu penelitian semester genap tahun pelajaran 2014/2015. Subjek penelitian guru dan siswa SMP Negeri 1 Colomadu. Teknik pengumpulan data yaitu (1) observasi, mengamati proses pembelajaran dikelas antara guru dan siswa, (2) wawancara tidak terstandar artinya wawancara yang digunakan tidak harus sesuai dengan daftar pertanyaan, namun tetap dalam fokus tujuan penelitian, (3) dokumentasi untuk menganalisis dokumen-dokumen yang berkaitan dengan fokus penelitian, seperti hasil kerja siswa dalam menyelesaikan test prestasi belajar matematika dengan jenis soal cerita matematika. Keabsahan data menggunakan triangulasi sumber dan metode yaitu membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara, membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan (Tohirin, 2011: 73). Penelitian ini menggunakan teknik analisis data dengan metode alur menggunakan analisis non-statistik melalui tiga alur kegiatan teknik analisis data yaitu reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan (Zuldafrial, 2011: 162).
5
Hasil dan Pembahasan Kecenderungaan kesalahan pada aspek bahasa dibagi menjadi beberapa indikator yaitu (1) siswa tidak mampu membaca soal dengan tepat, (2) siswa tidak memahami maksud atau makna cerita pada soal, dan (3) ketidakmampuan siswa untuk menceritakan kembali dengan bahasanya sendiri. Kemampuan membaca soal dengan tepat perlu dimiliki siswa agar tidak membuat penafsiran yang berbeda bagi orang yang mendengarkannya. Terbukti dari beberapa siswa yang diminta untuk membacakan soal baik dikelas maupun saat diwawancarai sebagian besar siswa mampu membaca soal yang diberikan. Kemampuan membaca tepat sangat diperlukan oleh seseorang sebagai modal utama untuk menyelesaikan soal cerita. Hal tersebut sebanding dengan Auzar (2013: 34) membaca pada hakikatnya adalah proses yang rumit yang melibatkan banyak hal, tidak hanya sekedar melafalkan tulisan, namun melibatkan aktivitas visual, berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif. Oleh karena itu tidak cukup dengan kemampuan membaca yang tepat, namun perlu memperhatikan definisi membaca yang sebenarnya yaitu proses yang melibatkan banyak hal, tidak hanya sekedar melafalkan tulisan, membutuhkan penafsiran dan pemahaman sehingga siswa memiliki kemampuan berbahasa yang baik. Siswa dapat memahami makna atau maksud soal. Mayoritas siswa tidak memahami cerita pada soal, ketidakmampuan siswa dalam mengkaitkan pemahaman bahasa dengan situasi yang sudah dikenal kemudian kurang mampu menganalisis atau menafsirkan maksud soal. Hal tersebut terbukti pada tabel 1. Tabel 1. Bukti Kesalahan Aspek Bahasa: Siswa Tidak Mampu Memahami Soal Soal Cerita Matematika: Deret Aritmetika Indah menyisihkan sebagaian uang yang dimilikinya untuk ditabung. Pada bulan ke-1, ia menabung Rp 20.000,00. Bulan berikutnya ia selalu menaikkan tabungannya Rp 500,00 lebih besar dari bulan sebelumnya. Berapa jumlah uang tabungan Indah dalam 1 tahun? (1 tahun:12 bulan) Jawaban Siswa Wawancara P : ”disitu indah ngapain?” S : ”nabung” P : ”terus?” S : ”bulan ke-1 20.000” P : ”bulan ke-2?” S : ”500 mbak” P : ”loh, itu kan dinaikkan 500,00 berarti jadi berapa?” S : hhmm.....
6
Analisis Kesalahan yaitu siswa tidak dapat mengartikan bahwa tabungan setiap bulan berikutnya dinaikkan Rp. 500,00, tidak paham apa yang diceritakan pada soal, tidak paham konsep materi tersebut. Faktor penyebab kesalahan ini adalah siswa tidak mampu
mengkaitkan pemahaman bahasa dengan situasi yang sudah dikenal, tidak memiliki pengetahuan yang luas, tidak memiliki kemampuan berbahasa yang baik. Sepeng P dan Suthembile Sigola (2013: 331) menggambarkan bahwa siswa mengalami kesulitan dalam membaca dan memahami masalah dengan bahasa matematis. Dilanjutkan Prakitipong (2006: 113-114) yang menyatakan The Newman Procedure metode yang menganalisis kesalahan dalam masalah kalimat, menyatakan kendala yang dialami oleh siswa dalam menyelesaikan soal cerita matematika yaitu permasalahan pada kefasihan bahasa dan pemahaman konseptual dalam membaca serta memahami makna suatu permasalahan. Hal tersebut didukung oleh Haghverdi (2011: 139-140) yang menyatakan siswa harus memiliki pengetahuan sematik yaitu pengetahuan yang membantu siswa untuk memahami tujuan masalah dan menafsirkan masalah dengan benar. Oleh karena itu, untuk meminimalisir tingkat kesulitan siswa dalam memahami maksud soal, siswa harus memiliki pengetahuan sematik sehingga dapat menafsirkan maksud soal serta menganalisis segala permasalahan. Ketidakmampuan siswa menceritakan kembali cerita yang dipaparkan dalam soal cerita, dapat dibuktikan dengan kemampuan siswa dalam berbahasa dan mentransformasikan cerita pada soal dengan bahasanya sendiri secara lisan. Banyak dari siswa mengalami kesulitan dalam menceritakan maksud soal secara lisan. Bukti lain pada indikator ini dapat dilihat pada aspek prasyarat (siswa tidak dapat mengidentifikasi apa yang diketahui dan ditanyakan pada soal). Faktor penyebab ketidakmampuan siswa dalam bercerita yaitu siswa tidak mengerti maksud soal, siswa tidak dapat mengkaitkan pemahaman bahasa dengan situasi yang sudah dikenal, siswa tidak terlatih dalam mengkomunikasikan idea/gagasan secara lisan. Kemampuan siswa dalam menceritakan kembali didukung oleh Aningsih (2012: 121) menyatakan matematika dikategorikan sebagai bahasa, karena mampu
7
mengkomunikasikan gagasan abstrak ke dalam konsep-konsep logika simbolik yang diintegrasikan dalam membutuhkan
model matematika. Dilanjutkan Kadir (2009: 256) bahwa
kemampuan
komunikasi
matematika
untuk
meningkatkan
kemampuan siswa dalam pemecahan masalah matematika. Berdasarkan hal tersebut perlunya siswa aktif mengkomunikasikan atau menceritakan kembali cerita pada soal dengan bahasa sendiri adalah upaya untuk memelihara dan mengembangkan potensi matematika siswa.. Kecenderungaan kesalahan pada aspek prasyarat dibagi menjadi beberapa indikator yaitu (1) siswa tidak menuliskan detail apa yang diketahui ataupun ditanyakan dalam soal, (2)siswa tidak mampu mentransformasikan soal ke dalam model matematika, dan (3) siswa tidak dapat menentukan rumus atau strategi yang digunakan untuk menyelesaikan masalah. Jika siswa tidak menuliskan dengan detail apa yang diketahui dan ditanyakan, maka dapat berakibat pada kesalahan ditahap selanjutnya, seperti kesalahan pada saat mensubtitusikan apa yang diketahui terhadap rumus yang digunakan. Hal ini dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Bukti Kesalahan pada Aspek Prasyarat: Siswa Tidak Menuliskan Apa yang Diketahui dan Ditanyakan Soal Cerita Matematika: Segiempat Keliling sebuah buku gambar berbentuk persegi panjang adalah 44 cm, sedangkan panjangnya 12 cm. Tentukan luas buku gambar tersebut adalah....? Jawaban Siswa
Analisis Siswa tidak menuliskan apa yang diketahui pada soal sehingga berakibat siswa salah dalam mensubtitusikan nilai panjang
Faktor penyebab kesalahan pada indikator ini adalah siswa tidak dituntut oleh guru menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan secara detail sebagai langkah yang harus dipenuhi dalam menyelesaikan soal cerita matematika. Menulis informasi (apa yang diketahui maupun ditanyakan) sangatkah penting untuk meminimalisir kesalahan siswa. Pada aspek ini sangat berkaitan
8
dengan aspek bahasa, jika siswa tidak paham maksud soal maka sudah dapat dipastikan tidak dapat menulis apa yang diketahui maupun ditanyakan dalam soal. Indikator pada aspek prasyarat ini dijelaskan lebih lanjut oleh Widodo (2013: 108) bahwa indikator kesalahan saat membuat rencana pemecahan masalah adalah siswa tidak mengetahui kecukupan dan keperluan syarat dari suatu masalah dan tidak menggunakan semua informasi yang telah dikumpulkan dari permasalahan. Berdasarkan
pernyataan
di
atas
alternatif
solusinya
adalah
siswa
harus
menuliskan/mengidentifikasi secara detail kata-kata kunci apa yang diketahui atau ditanyakan
pada
soal,
sehingga
dapat
meminimalsir
kesalahan
dalam
mensubtitusikan apa yang diketahui pada rumus dan meningkatkan ketelitian siswa. Kemampuan siswa dapat mengubah atau mentransformasikan permasalahan pada soal cerita kedalam bentuk model matematika. Hal ini sangat berkaitan dengan indikator pertama. Berdasarkan data yang didapat siswa mengalami kesulitan dalam membuat model matematika. Tabel 3. Bukti
Kesalahan
pada
Aspek
Prasyarat:
Siswa
Tidak
Mampu
mentransformasikan dalam model matematika Soal Cerita Matematika: Persamaan Linier Satu Variable (PLSV) Sebuah persegi panjang mempunyai panjang 𝑝 cm dan lebarnya 5 cm kurang dari panjangnya. Jika kelilingnya 75 cm, tentukan 𝑝! Jawaban Siswa
Analisis Siswa terkadang tidak memahami kalimat yang digunakan misalnya “lebarnya adalah 5 cm kurangnya dari panjang” kata tersebut sulit Kesalahan: Siswa mentransformasikan kedalam model matematika “lebar adalah panjang kurangi 5”
Faktor penyebab kesalahan pada indikator ini yaitu kurangnya pengetahuan pada konsep yang akan diterapkan, membuat siswa tidak mampu mentransformasi kalimat kedalam model matematika. Padahal guru pada umumnya menekankan bahwa saat membaca soal wajib dari mereka menggaris bawahi hal-hal yang penting. Dibandingkan dengan Erliani, dkk (2011: 5) yang berpandangan bahwa soal cerita yang disajikan dengan bahasa yang sudah dikuasai siswa dengan baik, ternyata
9
akan mempermudah siswa dalam mengubah kemodel matematika. Oleh karena itu siswa dalam menjawab soal cerita matematika harus terstruktur yaitu tepat dalam membaca sekaligus menggarisbawahi kata kunci yang berada dalam soal, hal tersebut akan sangat membantu dalam menerjemahkan ke dalam model matematika. Siswa perlu memperluas pengetahuan (khususnya berbahasa) agar tidak mengalami kesulitan dengan bahasa yang digunakan dalam soal cerita yang biasanya dikategorikan sebagai bahasa berbelit-belit yang membutuhkan penalaran dan penafsiran. Kesalahan siswa dikategorikan indikator ketiga pada aspek prasyarat yaitu kesalahan dalam menentukan rumus yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan. Namun pada kenyataannya siswa masih banyak yang lupa rumus yang digunakan. Bahkan ada pula yang pemahaman rumusnya salah ataupun hanya mengingat sedikit-sedikit saja. Banyak kesulitan pada indikator ini, contoh lain yaitu siswa mengetahui rumus namun tidak tahu mengapa pakai rumus tersebut, dikarenakan sudah terbiasa jika ada soal seperti itu menggunakan rumus yang demikian. Tabel 4. Bukti Kesalahan pada Aspek Prasyarat: Siswa Tidak Mampu Menentukan Rumus dengan Tepat Soal Cerita Matematika: Deret Aritmetika Indah menyisihkan sebagaian uang yang dimilikinya untuk ditabung. Pada bulan ke-1, ia menabung Rp 20.000,00. Bulan berikutnya ia selalu menaikkan tabungannya Rp 500,00 lebih besar dari bulan sebelumnya. Berapa jumlah uang tabungan Indah dalam 1 tahun? (1 tahun = 12 bulan) Jawaban Siswa
Analisis: Siswa salah dalam mengidentifikasi rumus yang digunakan
10
Terlihat jelas siswa salah dalam menuliskan rumus Sn yang digunakan, kesalahan tersebut terjadi karena faktor berikut siswa tidak menguasai konsep matematika yang ia pelajari dan siswa lupa rumus yang digunakan saat mengerjakan soal. Dibandingkan dengan pendapat Polya bahwa pemecahan masalah merupakan suatu aktivitas intelektual yang sangat tinggi sebab dalam pemecahan masalah siswa harus dapat menyelesaikan dan menggunakan aturan-aturan yang telah dipelajari untuk membuat rumusan (Alawiyah, 2014: 181). Oleh karena itu siswa dituntut dapat menentukan rumus yang digunakan sesuai dengan aturan-aturan yang telah dipelajari, dengan cara meningkatkan pemahaman konsep-konsep dasar. Soal cerita merupakan penerapan dari konsep dasar, jadi jika konsep dasarnya tidak dikuasai maka sudah dapat dipastikan tidak siswa belum mampu menerapkannya dalam menyelesaikan permasalahan. Kecenderungan kesalahan siswa pada aspek terapan dapat dibagi dalam dua indikator yang saling berhubungan yaitu (1) siswa tidak dapat menerapkan atau menggunakan rumus dan (2) siswa tidak menguasai materi prasyarat sehingga siswa dalam melakukan perhitungan tidak tepat atau kurang teliti. Indikator ini merupakan pengembangan dari indikator pada aspek prasyarat, setelah menentukan rumus siswa dituntut untuk tepat dalam mensubtitusikan apa yang diketahui pada rumus yang digunakan
dan
memperhatikan
aturan-aturan
penggunaan
rumus
tersebut
mendapatkan jawaban dari model tersebut. Tabel 5. Bukti Kesalahan pada Aspek Terapan: Siswa Tidak Mampu Menerapkan Rumus yang Dipelajari Soal Cerita Matematika: Persamaan Linier Satu Variable (PLSV) 𝑎, 𝑎 + 1 , dan 𝑎 + 2 menunjukkan tiga bilangan bulat berurutan. Jika jumlah ketiga bilangan itu 69, tentukan ketiga bilangan tersebut. Jawaban Siswa Analisis
Siswa tidak dapat melakukan operasi penjumlahan pada persamaan linier satu variable, artinya siswa tidak menguasai materi yang sedang dipelajari
11
Faktor penyebab kesalahan ini adalah siswa tidak menguasai konsep matematika yang ia pelajari dan kurangnya latihan soal matematika. Selain itu siswa tidak dapat mengubah kalimat soal dalam model matematika, sehingga siswa bingung atau salah saat mensubtitusikan pada rumus. Lestari, dkk (2010: 33) menjelaskan kesalahan menyelesaikan soal cerita matematika salah satunya terdiri dari kesalahan konsep. White (2005: 17) menyatakan prosedur analisis Newman pada“Process skills errors, kesalahan terjadi ketika siswa dapat menentukan operasi yang harus dilakukan, tetapi tidak dapat melakukan prosedur operasi tersebut. Alternatif solusi pada kesalahan ini adalah meningkatkan pemahaman siswa dalam menggunakan rumus, bahkan perlu adanya pengetahuan secara mendetail dari mana rumus tersebut berasal dan bagaimana penerapan pada masalah sehari-hari, jadi untuk meminimalisir kesalahan tersebut siswa harus benar-benar menguasai materi yang sedang dipelajari Kesalahan perhitungan terjadi karena siswa tidak menguasai materi prasyarat. Siswa tidak mampu melakukan operasi-operasi bilangan bulat, pecah maupun desimal baik pembagian, perkalian, penjumlahan ataupun pengurangan. Banyak siswa yang mengalami kesulitan pada materi prasyarat misalnya pada bab barisan dan deret yang mewajibkan siswa dapat menguasai materi eliminasi subtisusi serta perpangkatan, namun banyak dari siswa yang masih mengalami kesulitan di konsep yang paling dasar matematika tersebut, sehingga berdampak seorang siswa tidak dapat menghitung dengan tepat. Tabel 6. Bukti Kesalahan pada Aspek Terapan: Siswa Menguasai Materi Prasyarat Soal Cerita Matematika: Segiempat Sebuah lapangan berbentuk persegi panjang berukuran 75m x 50m. Jika Andi ingin berlari mengelilingi lapangan sejauh 8.000m. Banyak putaran yang dilalui adalah....? Analisis: Siswa tidak dapat melakukan operasi bilangan bulat dan pecahan dengan tepat
(Lampiran 11)
12
Berdasarkan tabel 6 dapat dilihat siswa tidak menguasai materi prasyarat yaitu operasi pembagian pada bilangan bulat, hal tersebut dapat terjadi karena siswa tidak memilki konsep dasar matematika yang baik ditambah kurangnya latihan soal. Hal tersebut senada dengan Ningrum (2013: 115) kesalahan pada aspek terapan yaitu kesalahan yang dilakukan siswa dalam rumus atau perhitungan soal cerita matematika. Ditambahkan siswa mengabaikan langkah keempat Polya dalam menyelesaikan masalah yaitu melihat kembali pada solusi yang lengkap dengan benar (Nurhayati, 2013: 117). Berdasarkan hal tersebut siswa perlu meningkatkan intensitas latihan soal, sehingga meningkatkan pengetahuan siswa terhadap konsep dasar matematika seperti operasi bilangan bulat, pecah, desimal, serta perpangkatan, karena operasi tersebut tidak hanya digunakan dalam soal cerita matematika melainkan dalam seluruh soal matematika dari berbagai bab. Kemudian siswa perlu melakukan pengecekan kembali terhadap penyelesaian (solusi) yang telah didapat. Upaya-upaya tersebut juga dapat meminimalisir siswa yang kurang tepat dan teliti dalam berhitung.
Simpulan Kecenderungan kesalahan pada aspek bahasa, yaitu (1) beberapa siswa membaca soal kurang tepat, sehingga terjadi kesalahan penafiran; (2)siswa sulit memahami bahasa yang kurang familiar, karena kemampuan berbahasa dan bernalar yang kurang; (3) siswa sering tidak memahami cerita yang sedikit berbelit-belit; (4) siswa tidak mampu mengidentifikasi dengan baik maksud soal (apa yang ditanyakan pada soal); dan (5) siswa tidak mampu menceritakan kembali maksud soal dengan bahasa sendiri. Kecenderungan kesalahan pada aspek prasyarat, yaitu (1) siswa tidak dapat mengidentifikasi/menuliskan apa yang ditanyakan dan dicari; (2) kurangnya kemampuan siswa dalam mentransformasikan kalimat kedalam model matematika; dan (3) kurangnya pemahaman konsep yang diterapkan, sehingga siswa sulit menentukan rumus yang digunakan. Kecenderungan kesalahan pada aspek terapan, yaitu (1) siswa tidak dapat menggunakan rumus dengan tepat atau terjadi kesalahan mensubtitusikan apa yang
13
diketahui pada rumus, dan (2) kurangnya pemahaman materi prasyarat dalam menyelesaikan soal cerita matematika seperti operasi bilangan bulat, pecahan, desimal maupun perpangkatan mengakibatkan siswa tidak dapat menyelesaikan dengan tepat permasalahan tersebut.
Daftar Pustaka Alawiyah, Tuti. 2014. “Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematik”. Makalah Disajikan dalam Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika Program Pasca Sarjana STKIP Siliwangi Bandung 1: 180-187. Aningsih. 2012. “Proses Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Alam (Studi Deskriptif Kualitatif di Kelas I SD Alam Cikeas Bogor)”. Jurnal Pendidikan Dasar 3(5): 118-146. Auzar. 2013. “Hubungan Kemampuan Membaca Pemahaman dengan Kemampuan Memahami Bahasa Soal Hitungan Cerita Matematika Murid-murid Kelas 5 SD 006 Pekanbaru”. Jurnal Bahas 8(1): 33-38. Dewi, Sari K., Md Suarjana, dan Md Sumantri. 2014. “Penerapan Polya untuk Meningkatkan Hasil Belajar dalam Memecahkan Soal Cerita Matematika Siswa Kelas V”. Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesa 1(2). Erliani, Eneng., Eli Rohmatullaeli, dan Nanang. 2011. “Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Membuat Model Matematika dari Soal Cerita”. Jurnal PTK Khusus(1): 1-6. Haghverdi, Majid., Ahmad Shahvarani Semnani, dan Mohamad Seifi. 2011. “The Examining Two Approaches for Facilitating The Process of Arithmetic Word Problems Solving”. International Journal for Studies in Mathematics Education 4(1): 135-147. Kadir. 2009. “Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMP di Daerah Pesisir Kabupaten Buton Setelah Mendapat Pembelajaran Kontekstual Pesisir”. Makalah disajikan dalam Prosiding Seminar Nasional Pembelajaran Matematika Sekolah, pada 6 Desember 2009, FMIPA UNY: 255-266. Lestari, Nur I., Anton Noornia, dan Wardani Rahayu. 2010. “Analisis Kemampuan Siswa SD dalam Menerjemahkan Soal Cerita ke dalam Model Matematika dan Penyelesaiannya”. Jurnal Matematika , Aplikasi dan Pembelajarannya 9(1): 22-34.
14
Ningrum, Lilis S., dan Sri Sutarni. 2013. “Analisis Kemampuan Siswa Menyelesaikan Soal Matematika dalam Bentuk Cerita Pokok Bahasan Barisan dan Deret pada Siswa Kelas XII SMA Al-Islam 3 Surakarta”. Makalah disajikan di Seminar Nasional Pendidikan Matematika, pada 15 Mei 2013, Universitas Muhammadiyah Surakarta: 110-117. Nurhayati. 2013. “ Penerapan Langkah-Langkah Polya untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dalam Menyelesaikan Soal Cerita Himpunan di Kelas VII SMP Nasional Wani”. Jurnal Elektronik Pendidikan Matematika Tadulako 1(1):115-128. Prakitipong, Natcha dan Satoshi Nakamura. 2006. “Analysis of Mathematics Performance of Grade Five Students in Thailand Using Newman Procedure”. Journal of International Cooperation in Education 9(1): 111, 111-122. Retna, Milda., Lailatul Mubarokah, dan Suhartatik. 2013. “Proses Berpikir Siswa dalam Menyelesaikan Soal Cerita Ditinjau Berdasarkan Kemampuan Matematika (The Student Thinking Process in Solving Math Story Problem)”. Jurnal Pendidikan Matematika STKIP PGRI Sidoarjo 1(2): 7182. Sepeng, Percy, dan Sithembile Sigola. 2013. “Making Sense of Errors Made by Learners in Mathematical Word Problem Solving”. Mediterranean Journal of Social Sciences 4(13): 325-333. Sutama. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Surakarta: Fairuz Media. Tohirin. 2011. Metode Penelitian Kualitatif dalam Bidang Pendidikan dan Bimbingan Konseling. Jakarta: Raja Grafindo Persada: 36, 73. White, Allan L. 2005. “Active Mathematics in Classrooms: Finding Out Why Children Make Mistakes – and Then Doing Something to Help Them”. Square One 15(4): 15-19. White, Allan L. 2010. “Numeracy, Literacy and Newman’s Error Analysis”. Journal of Science and Mathematics Education in Southeast Asia 33(2): 129-148. Widodo, Sri A. 2013. “Analisis Kesalahan dalam Pemecahan Masalah Divergen Tipe Membuktikan pada Mahasiswa Matematika”. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran 2: 106-113. Zuldafrial, dan Muhammad Lahir. 2012. Penelitian Kualitatif. Surakarta: Yuma Pustaka: 162.