Di Balik Rahasia “Bungkus” Daun Tiga Jari
Setia Pranata Nila Krisnawati Ernawati Tanggarofa Tri Juni Angkasawati
i
Di Balik Rahasia “Bungkus” Daun Tiga Jari ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Penulis Setia Pranata Nila Krisnawati Ernawati Tanggarofa Tri Juni Angkasawati Editor Tri Juni Angkasawati Desain Cover Agung Dwi Laksono
Cetakan 1, November 2014 Buku ini diterbitkan atas kerjasama PUSAT HUMANIORA, KEBIJAKAN KESEHATAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Badan Penelitan dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Jl. Indrapura 17 Surabaya Telp. 031-3528748, Fax. 031-3528749 dan LEMBAGA PENERBITAN BALITBANGKES (Anggota IKAPI) Jl. Percetakan Negara 20 Jakarta Telepon: 021-4261088; Fax: 021-4243933 e mail:
[email protected]
ISBN 978-602-1099-04-9 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apa pun, termasuk fotokopi, tanpa izin tertulis dari penerbit.
ii
Buku seri ini merupakan satu dari dua puluh buku hasil kegiatan Riset Etnografi Kesehatan Tahun 2014 di 20 etnik. Pelaksanaan riset dilakukan oleh tim sesuai Surat Keputusan Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Nomor HK.02.04/1/45/2014, tanggal 3 Januari 2014, dengan susunan tim sebagai berikut: Pembina
: Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
Penanggung Jawab
: Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
Wakil Penanggung Jawab : Dr. dr. Lestari H., MMed (PH) Ketua Pelaksana
: dr. Tri Juni Angkasawati, MSc
Ketua Tim Teknis
: dra. Suharmiati, M.Si
Anggota Tim Teknis
: drs. Setia Pranata, M.Si Agung Dwi Laksono, SKM., M.Kes drg. Made Asri Budisuari, M.Kes Sugeng Rahanto, MPH., MPHM dra.Rachmalina S.,MSc. PH drs. Kasno Dihardjo Aan Kurniawan, S.Ant Yunita Fitrianti, S.Ant Syarifah Nuraini, S.Sos Sri Handayani, S.Sos
iii
Koordinator wilayah
:
1. dra. Rachmalina Soerachman, MSc. PH : Kab. Boven Digoel dan Kab. Asmat 2. dr. Tri Juni Angkasawati, MSc : Kab. Kaimana dan Kab. Teluk Wondama 3. Sugeng Rahanto, MPH., MPHM : Kab. Aceh Barat, Kab. Kep. Mentawai 4. drs. Kasno Dihardjo : Kab. Lebak, Kab. Musi Banyuasin 5. Gurendro Putro : Kab. Kapuas, Kab. Landak 6. Dr. dr. Lestari Handayani, MMed (PH) : Kab. Kolaka Utara, Kab. Boalemo 7. Dr. drg. Niniek Lely Pratiwi, M.Kes : Kab. Jeneponto, Kab. Mamuju Utara 8. drg. Made Asri Budisuari, M.Kes : Kab. Sarolangun, Kab. Indragiri Hilir 9. dr. Betty Roosihermiatie, MSPH., Ph.D : Kab. Sumba Timur. Kab. Rote Ndao 10. dra. Suharmiati, M.Si : Kab. Buru, Kab. Cirebon
iv
KATA PENGANTAR
Mengapa Riset Etnografi Kesehatan 2014 perlu dilakukan ? Penyelesaian masalah dan situasi status kesehatan masyarakat di Indonesia saat ini masih dilandasi dengan pendekatan logika dan rasional, sehingga masalah kesehatan menjadi semakin komplek. Disaat pendekatan rasional yang sudah mentok dalam menangani masalah kesehatan, maka dirasa perlu dan penting untuk mengangkat kearifan lokal menjadi salah satu cara untuk menyelesaikan masalah kesehatan masyarakat. Untuk itulah maka dilakukan Riset Etnografi sebagai salah satu alternatif mengungkap berbagai fakta kehidupan sosial masyarakat terkait kesehatan. Dengan mempertemukan pandangan rasional dan indigenous knowledge (kaum humanis) diharapkan akan menimbulkan kreatifitas dan inovasi untuk mengembangkan cara-cara pemecahan masalah kesehatan masyarakat. Simbiose ini juga dapat menimbulkan rasa memiliki (sense of belonging) dan rasa kebersamaan (sense of togetherness) dalam menyelesaikan masalah untuk meningkatkan status kesehatan di Indonesia. Tulisan dalam buku seri ini merupakan bagian dari 20 buku seri hasil Riset Etnografi Kesehatan 2014 yang dilaksanakan di berbagai provinsi di Indonesia. Buku seri ini sangat penting guna menyingkap kembali dan menggali nilai-nilai yang sudah tertimbun agar dapat diuji dan dimanfaatkan bagi peningkatan upaya pelayanan kesehatan dengan memperhatikan kearifan lokal. Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh informan, partisipan dan penulis yang berkontribusi dalam
v
penyelesaian buku seri ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan KesehatanKementerian Kesehatan RI yang telah memberikan kesempatan pada Pusat Humaniora untuk melaksanakan Riset Etnografi Kesehatan 2014, sehingga dapat tersusun beberapa buku seri dari hasil riset ini.
Surabaya, Nopember 2014 Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Badan Litbang Kementerian Kesehatan RI.
drg. Agus Suprapto, M.Kes
vi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK DAFTAR GAMBAR
v vii xi xii xiv
BAB 1 PENDAHULUAN
1
BAB 2 WILAYAH DAN PENDUDUK TELUK ARGUNI BAWAH 2.1. Sekilas Kabupaten Kaimana 2.2. Distrik Arguni Bawah BAB 3 KEBUDAYAAN MASYARAKAT IRARUTU 3.1. Hikayat Orang Irarutu 3.2. Asal Usul Kampung 3.3. Pola Menetap Orang Irarutu di Teluk Argini 3.4. Prinsip Keturunan dan Sistem Kekerabatan 3.5. Sistem Politik Lokal 3.6. Mata Pencaharian 3.7. Pandangan tentang Alam 3.8. Bahasa 3.9. Religi dan Kepercayaan BAB 4 PROGRAM PEMBANGUNAN DAN PERUBAHAN KEBUDAYAAN BAB 5 SELAYANG PANDANG KESEHATAN MASYARAKAT 5.1. Kesehatan Ibu dan Anak 5.2. Kesehatan Masyarakat 5.3. Sarana dan Tenaga Kesehatan 5.4. Pelayanan Kesehatan di Distrik Arguni Bawah 5.5. Potret Kesehatan Masyarakat Kampung Jawera vii
13 16 25 35 35 45 48 58 69 75 90 97 103 109 127 128 133 135 138 142
5.6. Konsep Sehat dan Sakit Orang Irarutu 5.7. Pengetahuan Pengobatan Tradisional BAB 6 PERILAKU DAN KESEHATAN REPRODUKSI 6.1. Balita dan Anak 6.2. Remaja 6.3. Kelompok Ibu BAB 7 MENGUNGKAP TABIR “BUNGKUS” DAUN TIGA JARI 7.1. Melihat Stereotip Perilaku Seksuan di Papua 7.2. Perilaku Seksual Orang Irarutu 7.3. Bungkus Daun Tiga Jari 7.4. Fenomena di Balik Bungkus
166 168 179 180 186 197 211 212 215 230 239
BAB 8 SKENARIO PEMBERDAYAAN MASYARAKAT IRARUTU DI BIDANG KESEHATAN REPRODUKSI
245
8.1. Pemanfaatan Peran Budaya dan Tradisi yang Berorientasi pada Laki-laki 8.2. Rekayasa Sosial dengan Aksi Sosial
249
BAB 9 PENUTUP
259
INDEKS GLOSARIUM DAFTAR PUSTAKA UCAPAN TERIMA KASIH
263 271 277 283
viii
252
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Distrik di Kaimana Berdasarkan Luas Daerah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Tabel 2.2. Jumlah Penduduk Menurut Distrik di Kabupaten Kaimana pada Tahun 2008 – 2012. Tabel 2.3. Sebaran dan Jumlah Populasi Suku Bangsa di Kaimana Tabel 2.4. Luas Wilayah dan Bentuk Permukaan Tanah Berdasarkan Kampung di Distrik Arguni Bawah Tabel 2.5. Jarak Tempuh dan Alat Transportasi Ke Pusat Distrik Tabel 3.1. Istilah untuk Sebutan dan Penggilan dalam Hubungan Kekerabatan Orang Irarutu Tabel 5.1. Angka Kelahiran, Angkatan Kematian Bayi, dan Angka Kematian Ibu menurut Distrik di Kabupaten Kaimana Tahun 2008-2012. Tabel 5.2. Jumlah Balita Gizi Buruk, Tahun 2008-2012 Tabel 5.3. Jumlah Penderita Sepuluh Besar Penyakit, Tahun 2010-2012 Tabel 5.4. Penduduk, Fasilitas Kesehatan, Tenaga Kesehatan, dan Perbandingannya menurut Distrik Tahun 2010-2012
ix
17 18 25 31 32 64 129
132 134 137
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Peta Provinsi Papua Barat Gambar 2.2. Peta Kabupaten Kaimana Gambar 2.3. Peta Wilayah Teluk Arguni Gambar 2.4. Pelabuhan Tanggaromi Gambar 2.5. Long Boat, Angkutan Masyarakat di Wilayah Teluk Arguni Gambar 3.1. Teluk Arguni Gambar 3.2. Suasana Kampung Jawera di Wilayah Teluk Arguni. Gambar 3.3. Bagan Kekerabatan Orang Irarutu Gambar 3.4. Struktur Masyarakat Adat Orang Irarutu Gambar 3.5. Menokok Sagu Gambar 3.6. Nelayan sedang Melepas jaring Gambar 3.7. Pemburu dan Kelengkapan Berburu Gambar 4.1. Komposisi Anggaran Pembangunan Kabupaten Kaimana Gambar 4.2. Angka Melek Huruf Masyarakat di Kaimana 2008 – 2011 Gambar 4.3. APK dan APM Pendidikan Dasar dan Menengah di Kaimana 2008 – 2011 Gambar 4.4. Kapal Putih di Pelabuhan Kaimana Gambar 4.5. Jumlah Penumpang yang Tiba dan Berangkat dari Pelabuhan Kaimana Gambar 5.1. Prosentase Penolong Persalinan di Kabupaten Kaimana Gambar 5.2. Persentase Akseptor KB Pasangan Usia Subur 2009-2012
x
14 18 26 24 29 31 52 63 72 77 81 88 111 112 113 116 118 130 133
Gambar 5.3. Persebaran Posyandu Menurut Distrik, Tahun 2012. Gambar 5.4. Puskesmas Tanusan dengan Perumahan Dinas Gambar 5.5. Kunyit dan Jeruk Nipis Gambar 5.6. Daun Sirsak Gambar 5.7. Pelaksanaan Posyandu di Kampung Jawera Gambar 5.8. Jamban Hasil PNPM Gambar 5.9. Sumur yang Digunakan Masyarakat Gambar 5.10. Sumur yang Digunakan Masyarakat Gambar 5.11. Jenis-jenis Tungku untuk Memasak Gambar 5.12. Penyimpanan Air minum Gambar 5.13. Pisang sedang Dibakar untuk Dikonsumsi Gambar 5.14. Tanaman Bahan Obat Tradisonal “Wams Efut” Gambar 5.15. Tanaman Bahan Obat Tradisonal “Tun Ro” Gambar 5.16. Tanaman Bahan Obat Tradisonal “Daun Gatal” Gambar 5.17. Tanaman Bahan Obat Tradisonal “Pohon Tali Kuning” Gambar 5.18. Tanaman Bahan Obat Tradisonal “Daun Tiga Jari” Gambar 6.1. Ibu sedang Memberikan ASI Gambar 6.2. Nona-nona Irarutu Gambar 6.3. Memotong Daun Ketela untuk Konsumsi Gambar 6.4. Wabesan, Tempat Ibu Melahirkan Gambar 6.5. Ibu dan Bayinya di Wabesan Gambar 7.1. Ibu-ibu Irarutu Gambar 7.2. Daun Tiga Jari dari Tampak Depan dan Belakang Gambar 7.3. Baliho HIV/AIDS di Pintu RSUD Kaimana
xi
138 140 145 148 153 157 160 162 162 512 166 170 172 173 174 175 182 187 200 204 206 225 233 243
Menikmati ayunan sang “body” Mengarungi kepala air “wer-rgwin” di tanah Kaimana Di tengah perawan belantara “mangi-mangi” Di antar selaksa “gulama” Diiringi nyanyian “kasuarina” Dan disambut ciuman mesra para “agas” Indah terasa Jauh melebihi taman “Jurasic Park” khayalan Spielberg Berbekal semangat.. Berhias sepi.. gundah.. dan rindu.. Berada bersama “dorang” Mangku, Ruwe, Watora, Ranggafu, Wajeri dan Waraswara Kutulis apa yang kulihat.. apa yang kudengar.. apa yang kurasa.. Perkenankan saya mempersembahkan tulisan ini Untuk Dikau.. dan Untuk kenang keindahan di Teluk Arguni..
xii
BAB 1 PENDAHULUAN
Secara umum, pembangunan kesehatan yang dilakukan di Indonesia secara berkesinambungan telah menunjukkan hasil yang menggembirakan. Klaim meningkatnya status kesehatan masyarakat ditunjukkan dengan beberapa indikator. Dari upaya kesehatan, peningkatan jumlah Puskesmas dan Puskesmas Pembantutelah mempermudah akses rumah tangga menuju ke fasilitas pelayanan kesehatan dasar dan meningkatkan pemanfaatannya. Meningkatnya pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dan ditunjang cakupan imunisasi telah menurunnya angka kematian bayi dan kematian ibu. Masalahnya, tidak semua problematika kesehatan bisa diatasi sesuai yang diharapkan. Penyakit infeksi menular seperti TB, Malaria, HIV/AIDS dan Diare, termasuk Kusta dan Filariasis yang merupakan neglected diseases masih menjadi persoalan kesehatan. Adanya peningkatan kasus penyakit tidak menular menjadikan Indonesia mempunyai beban ganda. Dari ketersediaan sumber daya manusia di bidang kesehatan, upaya pemenuhannya belum memadai, baik jumlah, jenis dan kualitas. Pemerintah sudah melakukan upaya perlindungan kepada masyarakat terkait penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan, tetapi masih juga ada kendala. Penggunaan obat rasional belum dilaksanakan di fasilitas 1
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
pelayanan kesehatan secara merata. Masih banyak pengobatan dilakukan tidak sesuai dengan formularium. Dalam melakukan pembangunan kesehatan, pemerintah sadar sepenuhnya bahwa hal tersebut tidak mungkin dilakukan oleh pemerintah sendiri. Harus ada peran serta dari masyarakat. Untuk itupun, pemerintah sudah memfasilitasi pengembangan UKBM yang diharapkan menjadi wadah peran serta dan kemandirian masyarakat di bidang kesehatan. Data Rifaskes 2011 (Suwandono, 2012) menunjukkan bahwa input kemandirian masyarakat kondisinya amat kurang. Dilihat di proses seperti kegiatan Survei Mawas Diri dan Musyawarah Masyarakat Desa, serta output yang berupa jumlah Posyandu dan sejumlah UKBM lain, hasilnya lebih baik dari inputnya. Kondisi ini mengindikasikan bahwa kegiatan proses dan output itu dipaksakan walau dengan input yang minimal. Olah sebab itu, harus disadari sepenuhnya bahwa masalah kesehatan masyarakat tidak bisa lepas dari faktor sosial, budaya dan lingkungan dimana mereka berada. Disadari atau tidak, faktor tradisi, kepercayaan, konsepsi dan pengetahuan masyarakat mengenai berbagai hal seringkali membawa dampak positif dan negatif terhadap kesehatan. Pemahaman tentang nilai budaya yang berkaitan dengan kesehatan menjadi penting untuk diperhatikan. Nilai budaya ini bisa menjadi faktor penentu keberhasilan pembangunan kesehatan yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Riset etnografi kesehatan yang dilakukan di 12 etnis dan difokuskan pada kesehatan ibu dan anak, menunjukkan keterkaitan tradisi, kepercayaan dan pengetahuan masyarakat dengan kondisi kesehatan ibu dan anak. Pada Etnik Alifuru Seram (Permana, 2012) ada kecenderungan ibu dari untuk menutupi kehamilan sampai usia tiga bulanan. Di Etnik Nias (Manalu, 2012) mengidentifikasi adanya keharusan bagi seorang ibu hamil untuk tetap bekerja 2
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
keras sampai mendekati masa persalinannya. Kedua hal tersebut merupakan contoh kebiasaan yang membahayakan kesehatan ibu dan janinnya. Selain menemukan tradisi yang berisiko terhadap kesehatan, studi etnografi juga memberikan informasi tentang nilai-nilai budaya, pengetahuan dan praktek perilaku yang menjadi potensi kesehatan. Tradisi gebrakan pada masyarakat Jawa merupakan deteksi awal terhadap kondisi pendengaran bayi. Bila si bayi tampak kaget saat dilakukan gebrakan, ini menandakan si bayi mempunyai pendengaran yang normal. Demikian pula dengan tradisi pijat bayi. Bila dilakukan dengan tepat, pemijatan dapat memperlancar peredaran darah bayi dan membuat bayi lebih rileks. Indonesia yang menurut Ensiklopedi Etnik Bangsa di Indonesia (Melalatoa, 1995) memiliki lebih dari 500 lema1 dengan berbagai ragam budaya, tentunya akan memberikan kekhasan tersendiri. Manusia sebagai mahluk sosial bagian dari lema telah lama mengembangkan pola adaptasi sosial budaya untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapinya, termasuk masalah kesehatan. Menurut Foster (1986) adaptasi sosial budaya tersebut yang melahirkan sistem medisuntuk menghadapi penyakit. Sistem medis yang mencakup keseluruhan dari pengetahuan kesehatan, kepercayaan, keterampilan dan praktek-praktek dari para anggota kolektifa sebuah kebudayaanini timbul sebagai respon terhadap ancaman yang disebabkan oleh penyakit. Lebih lanjut dikemukakan oleh Foster bahwa sistem medis sebagai bagian integral dari kebudayaan telah membuat tiap 1
Para ahli telah merumuskan konsep Etnik bangsa sebagai kesatuan sosial atau kolektifa yang mempunyai kesadaran sebagai satu kebudayaan, yang antara lain ditandai oleh kesamaan bahasa. Pemilihan konsep lemadalam Ensiklopedia tersebut tidak mengikatkan diri pada pengertian konsep Etnik bangsa sehingga pengertian lema bisa menjadi lebih sempit dan bisa pula menjadi lebih luas.
3
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
kebudayaan mengembangkan sistem kesehatan yang berbeda antara satu daerah kebudayaan dengan yang lain. Sebagai bentuk adaptasi dan respon terhadap ancaman kesehatan, kondisi ini bisa dijadikan sebagai modal dasar pembangunan kesehatan yang harus berangkat dari masalah dan potensi spesifik daerah. Hal inilah yang kemudian melandasi munculnya pemikiran untuk melakukan studi tentang etnografi kesehatan dari berbagai Etnik bangsa di Indonesia. Studi etnografikesehatan ini merupakan rangkaian kegiatan riset etnografi kesehatan dari Pusat Humaniora, kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan yang tahun sebelumnya sudah dilakukan di 12 Etnik. Kalau kegiatan tahun lalu difokuskan pada penggambaran kesehatan ibu dan anak, maka studi etnografi kali ini topik bahasannya diperluas. Topik tidak hanya kesehatan ibu dan anak tetapi bisa juga yang terkait dengan penyakit menular, penyakit tidak menular dan perilaku hidup besih dan sehat. Semua itu tergantung kondisi dan temuan di tiap-tiap wilayah etnis. Salah satu etnis yang menjadi sasaran studi adalah Irarutu yang berada di daerah Kaimana, Papua Barat. Tidak banyak informasi yang diperoleh terkait dengan keberadaan etnis Irarutu ini. Pencarian informasi melalui internet sebagai data awal diperoleh keterangan bahwa Irarutu adalah salah satu etnis dari delapan etnis besar yang berada di wilayah Kabupaten Kaimana dan 271 Etnik di tanah Papua. Di kaimana, kelompok etnis ini banyak mendiami teluk Arguni sampai ke Utara ke teluk Bintuni. Pemukiman mereka tersebar di 40 buah desa dengan jumlah populasi sekitar 4.000 jiwa dan menggunakanbahasa Irarutu yang termasuk dalam rumpun bahasa Austronesia. Saat kegiatan persiapan daerah dengan mendatangi Kabupaten Kaimana, diharapkan bisa diperoleh informasi lebih 4
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
lengkap tentang aspek sosial, budaya dan kesehatan masyarakat etnis Irarutu. Tetapi tidak demikian adanya. Perpustakaan daerah yang menjadi sasaran pertama hanya menampakkan dirinya sebagai bangunan kosong, tidak ada penghuni, apalagi koleksi kepustakaan. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan yang diharapkan punya informasi tentang kebudayaan berbagai etnis di Kaimana, tidak punya data yang dibutuhkan. Harapan terakhir untuk mendapat catatan dan dokumen tentang etnis Irarutu adalah Lembaga Dewan Adat Kaimana. Ternyata keadaannya sama, tidak ada data berupa dokumen tentang etnis Irarutu. Tentang aspek kesehatan, satu-satunya data yang bisa diperoleh adalah data excel lampiran dari profil kesehatan yang sedang diupayakan penyelesaiannya oleh Dinas kesehatan. Paling tidak inilah data yang bisa digunakan untuk menggambarkan kondisi kesehatan per Distrik, termasuk Distrik Arguni Bawah dimana banyak menetap masyarakat etnis Irarutu. Dari data lampiran profil teridentifikasi beberapa masalah kesehatan seperti ISPA, malaria, penyakit kulit dan diare sebagai penyakit yang dilaporkan banyak diderita penduduk. Berangkat dari keterbatasan informasi, sulit bagi peneliti untuk menentukan masalah dan tema sebelum berangkat ke lokasi penelitian. Apalagi ada harapan bahwa masalah dan tema terpilih, nantinya mempunyai dampak yang lebih luas terhadap kesehatan. Karena itu pertanyaan penelitian yang akan dijawab sengaja dirumuskan secara umum yakni bagaimana gambaran unsur kebudayaan terkait dengan masalah kesehatan yang ada di etnis Irarutu? Pertanyaan spesifik yang sifatnya tematik belum bisa dirumuskan karena akan dirumuskan nanti setelah peneliti berada di lapangan dan tahu masalah apa yang ada di lingkungan masyarakat Irarutu tersebut. Lagi-lagi karena keterbatasan informasi, maka ketika menentu-kan tempat sebagai lokasi penelitian kami banyak 5
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
berdiskusi, menerima masukan dan saran dari teman-teman di Dinas Kesehatan. Kebetulan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kaimana adalah orang Irarutu. Dengan pertimbangan aksesibilitas lokasi, keterbukaan masyarakat, kemungkinan penerimaan oleh masyarakat, ketersediaan tempat tinggal peneliti selama di lokasi dan ketersediaan air maka disepakati untuk menjadikan kampung Jawera di Distrik Teluk Arguni Bawah sebagai lokasi penelitian etnografi kesehatan ini. Sesuai dengan terminologinya, etnos yang berarti bangsa dan grafein yang berarti tulisan, studi etnografi ini akan mendeskripsikan dan menganalisis kebudayaan masyarakat dalam rangka memahami pandangan, pengetahuan tentang sesuatu hal yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Atkinson dan Hammersley (1994) etnografi ini merupakan penelitian kualitatif tentang suatu fenomena sosial budaya. Bisa dilakukan secara fokus pada satu kasus, bisa dilakukan pada beberapa kasus dan dengan mengkomparasikan. Pada studi etnografi kesehatan ini sejak awal memang di desain sebagai penelitian kualitatif, dimana peneliti terjun langsung untuk memperoleh data di lapangan.Riset ini dilakukan pada latar alamiah, naturalistik, dalam konteks keutuhan yang secara ontologi menghendaki kenyataan sedemikian rupa yang tidak dapat dipahami jika dipisahkan dari konteksnya. Dalam melakukan studi ini, data diperoleh dari beberapa jenis sumber. Secara langsung melakukan wawancara dengan sasaran penelitian, melakukan pencatatan atau copy dokumen, melakukan pengambilan foto dan pengambilan film. Sebagai catatan yang harus selalu dipahami dengan penuh kesadaran adalah bahwa instrumen utama pengumpulan data kualitatif adalah peneliti itu sendiri. Sebagai instrumen, kami peneliti sudah mencoba dengan sekuat tenaga untuk mendapatkan data yang sahih. Data dokumen 6
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
statistik Kabupaten Kaimana dalam angka diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten. Data excel lampiran profil kesehatan Kabupaten Kaimana diperoleh dari Dinas Kesehatan. Data statistik Teluk Arguni Bawah dalam angka diperoleh dari Kantor Distrik Teluk Arguni Bawah. Disaat peneliti mau melakukan pengumpulan data di komunitas, benar apa yang kemukakan oleh Bryman (2004) bahwa merupakan tahapan yang sulit dalam penelitian etnografi ketika masuk pada seting sosial. Ada yang mau terbuka menerima dan ada yang tidak. Butuh waktu lebih dari satu minggu bagi peneliti untuk bisa bicara tidak dalam suasana formal dengan masyarakat setempat.Informasi awal yang diterima penduduk kampung bahwa kami adalah orang kesehatan, dipersepsikan bahwa kami adalah tenaga medis yang mereka butuhkan yang akan ditempatkan di kampung tersebut. Beberapa kali kami didatangi warga untuk minta obat. Begitu kami menjelaskan tentang siapa dan apa maksud kedatangan kami, mereka menjadi agak kecewa. Untuk bisa mendekatkan diri kepada masyarakat, tim peneliti selama tinggal di lokasi penelitian senantiasa berusaha menjadi bagian dari kehidupan masyarakat setempat. Aktif dalam kegiatan sehari-hari warga seperti berolahraga bersama, memancing ikan bersama, kerja bakti bersama, melihat TV bersama dan melakukan kunjungan atau menerika kunjungan dari warga sekitar. Informasi berkenaan dengan substansi penelitian digali dari informan yang sudah ditetapkan sesuai kriteria. Pengumpulan informasi ini diawali dengan mencari informasi kepada aparat Kampung. Ketika peneliti dihadapkan pada keterbatasan informasi, maka untuk mendapatkan kekurangan informasi tersebut kami meminta informan untuk merekomendasikan siapa yang bisa melengkapi dan tahu tentang substansi tersebut.
7
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
Karena substansi dari penelitian ini adalah etnografi kesehatan, maka pada pedoman pengumpulan data memuat halhal yang akan ditanyakan kepada informan terpilih. Substansi yang terdapat pada buku pedoman tersebut adalah yang berkaitan dengan gambaran etnografi dan budaya kesehatanmasyarakat yang terdapat pada daerah riset khususnya tentang kesehatan ibu dan anak, penyakit menular, penyakit tidak menular dan perilaku hidup bersih dan sehat. Sebagai kelengkapan di lapangan, peneliti dibekali pedoman pengumpulan data. Fungsi pedoman tersebut sebagai panduan peneliti dalam menggali dan memperoleh informasi sesuai substansi yang diteliti. Dalam pelaksanaan di lapangan, ketika akan melakukan wawancara kami menghafal terlebih dahulu apa yang akan ditanyakan. Dengan demikian kami bisa berdiskusi dengan bebas tanpa harus membawa buku pedoman yang membuat hubungan kami tampak formal. Pada waktu melakukan wawancara secara bebas, peneliti kemudian langsung mencatat dan mendeskripsikan temuan datanya pada Field Note catatan penelitian. Field Note, ini berfungsi memuat catatan hasil wawancara, detail hasil pengamatan, catatan intrepretasi dan catatan analitik untuk kemudian dirangkai sebagai karya tulis etnografi budaya kesehatan Indonesia. Dengan berjalannya waktu di lapangan, peneliti menemukan fenomena menarik -menurut versi peneliti- tentang perilaku seks kaum laki-laki. Dari cerita yang diperoleh, dari apa yang peneliti seringkali lihat, bahwamereka para laki-laki memiliki risiko tinggi terhadap kesehatan seksualnya. Kaum laki-laki mengenal perilaku bungkus teknologi lokal untuk memperbesar alat kemaluan laki-laki. Teknologi ini tiak hanya digunakan oleh laki-laki dewasa yang sudah menikah, para remaja yang belum menikahpun sudah ada yang memanfaatkan. Fenomena dibalik 8
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
perilaku bungkus inilah yang bisa mengakibatkan terganggunya organ reproduksi laki-laki pengguna bungkus. Bila dikaitkan dengan perilaku seks mereka yang permisif terhadap seks bebas, sangat memungkinkan mereka berisiko terkena penyakit menular seksual dan HIV/AIDS. Temuan dan pemikiran inilah yang kemudian membuat peneliti menjadikan fenomena bungkus sebagai kajian tematik dari studi etnografi kesehatan dengan latar belakang etnis Irarutu di Kampung Jawera, Distrik Teluk Arguni Bawah, Kabupaten Kaimana. Berangkat dari asumsi bahwa fenomena bungkus sebagai bentuk kebudayaan yang ditemukan di komunitas orang Irarutu dan ternyata beberapa etnis di Papua juga melakukan hal yang sama, tentunya mempunyai penjelasan mengapa mereka melakukan hal tersebut. Disisi lain, fenomena ini juga akan dilihat dari sudut pandang peneliti. Jika disumsikan dengan mata uang, ada dua sisi yang harus ditunjukkan sehingga setiap orang yang melihat akan tahu bahwa itu adalah mata uang. Bagi kami, membuat tulisan etnografi sama dengan menyusun pussle. Butuh keterampilan dan ketelitian untuk menyusun setiap potongan gambar menjadi satu gambar yang utuh. Jujur, ini merupakan kesulitan terbesar peneliti untuk menyusun pemaparan data temuan lapangan iBarat potongan gambar menjadi pussle etnografi. Pertanyaannya adalah, kami harus memulai dari mana? Butuh waktu lebih untuk menata potongan gambar sehingga dapat menghubungkan dan menggambarkan dengan tepat. Untuk kebutuhan itu, kami memilih melakukan pemaparan tulisan ini menjadi tujuh bagian. Bab pertama merupakan pendahuluan. Pada bab ini diuraikan tentang hal yang melatarbelakangi studi etnografi kesehatan pada masyarakat Irarutu di Kaimana. Kami juga menilai penting untuk memberikan gambaran bagaimana studi ini
9
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
dilakukan di lapangan, penemuan tema yang menjadi bahasan khusus dan diakhiri dengan uraian setiap bagian. Bab kedua, wilayah dan penduduk. Bagian ini bertujuan memperkenalkan Kaimana dan wilayah teluk Arguni Bawah, dimana penelitian ini dilakukan. Pada bagian ini dipaparkan juga sejumlah data pengamatan, informasi yang diberikan nara sumber yang menulis tentang orangnya dan lingkungan ekologisnya. Ketiga, kebudayaan orang Irarutu. Pada bagian ketiga bertujuan untuk memaparkan kebudayaan orang Irarutu. Khususnya penggambaran tentang kerangka etnografi yang meliputi folklore dan cerita rakyat sebagai sistem ide, pola menetap dan pemukimannya, sistem kekerabatan dan struktur masayarakat-nya, mata pencaharian danberbagai tingkah laku anggota masyarakat dalam kehidupan sehari-hari sebagai orang Irarutu. Keempat, program pembangunan dan perubahan kebudayaan. Bagian keempat ini ditujukan untuk menggambarkan bagaimana pembangunan masyarakat berbasis kampung yang sudah direncanakan dan dianggarkan oleh Pemerintah Kaimana dapat menyentuh dan mempengaruhi kehidupan masyarakat. Kelima, selayang pandang kesehatan masyarakat. Tema ini berusaha memberikan gambaran tentang program pelayanan kesehatan dan kondisi kesehatan secara umum di tingkat Kabupaten dan di Distrik Arguni Bawah pada khususnya. Beberapa hal yang diharapkan bisa mengungkap potret kesehatan masyarakat adalah dengan menggambarkan kondisi kesehatan seperti kematian, kesakitan dan status gizi. Selain itu akan digambarkan pula program pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan beserta segenap jajarannya. Keenam, perilaku dan kesehatan reproduksi. Bahasan keenam ini merupakan hal yang melatarbelakangi dipilihnya fenomena bungkus sebagai tema sentral pada tulisan ini. Disini 10
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
akan dipaparkan perilaku seksual yang terjadi di lingkungan masyarakat dan cara perawatan organ reproduksi yang dilakukan orang Irarutu dengan segala konsekwensinya. Ketujuh, menyingkap tabir bungkus daun tiga jari. Pada bagian ketujuh ini, kita tiba pada tema utama penelitian. Akan diungkap bagaimana nilai-nilai “keperkasaan” dalam perilaku seks diberi makna dan diterjemahkan oleh kaum laki-laki dengan melakukan bungkus. Diuraikan pula apa yang dimaksud dengan bungkus, daun tiga jari yang digunakan untuk membungkus, cara pembungkusan dan risiko kesehatan yang bisa mengancam. Kedelapan, skenario pemberdayaan orang Irarutu di bidang kesehatan reproduksi. Mengingat risiko kesehatan yang bisa menimpa orang Irarutu sebagai konsekwensi perilaku seksnya dan tradisi bungkusnya, bagian ini merupakan pemikiran peneliti tentang apa yang bisa dilakukan pemerintah, masyarakat, keluarga dan individu agar terhindar dari risiko kesehatan. Sembilan, penutup. Pada bagian ini akan berisi kesimpulan dari keseluruhan studi etnografi kesehatan yang dilakukan di lingkungan orang Irarutu di wilayah Teluk Arguni Bawah, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat.
11
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
12
BAB 2 WILAYAH DAN PENDUDUK TELUK ARGUNI
Teluk Arguni merupakan wilayah yang terletak secara geografis dan aministratif di Kabupaten Kaimana. Sebelum ditetapkan sebagai bagian dari Kabupaten Kaimana, teluk Arguni adalah salah satu distrik dari Kabupaten Fakfak. Sama dengan Kaimana yang juga berstatus distrik dari Kabupaten Fakfak. Semangat otonomi daerah membuahkan pemekaran beberapa kabupaten di Indonesia, termasuk beberapa Kabupaten di tanah papua yang secara geografis jauh lebih luas dibandingkan luas kabupaten pada umumnya di Indonesia. Salah satu hasil semangat tersebut adalah berdirinya Kabupaten Kaimana yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Fakfak. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2002, resmilah Kaimana sebagai salah satu kabupaten dari tiga belas Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat. Peresmian Kabupaten Kaimana dilakukan secara bersamaan dengan pelantikan Pejabat Bupati pada tanggal 11 April 2003. Pada saat dibentuk, Kabupaten Kaimana masih terdiri dari empat Distrik, yakni Distrik Kaimana, Distrik Teluk Arguni, Distrik Buruway dan Distrik Etna. Pada perkembangan selanjutnya, ditahun 2006, dibentuk Distrik baru. Ketiga Distrik baru tersebut adalah Distrik Kambrauw, Arguni Bawah dan Yamor.
13
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
Gambar 2.1. Peta Provinsi Papua Barat Sumber: http://3.bp.blogspot.com
Secara ekologis, Kaimana merupakan bagian Pulau Papua. Menurut Malcoln dan Mansoben (Djoht, 2002) Papua secara ekologis itu terdiri atas empat zona yang masing-masing menunjukkan diversifikasi terhadap system mata pencaharian mereka berdasarkan kebudayaan dan sebaran Etnik bangsa-Etnik bangsanya. Kelompok etnik yang beraneka ragam di Papua tersebar pada tiga zona ekologi yaitu: 1) Zona Ekologi Rawa atau Swampy Areas, Daerah Pantai dan Muara Sungai atau Coastal and Riverine, 2) Zona Ekologi Kaki-Kaki Gunung serta Lembah-Lembah Kecil atau Foothills and Small Valleys, dan 3) Zona Ekologi Pegunungan Tinggi atau Highlands. Orang-orang Papua yang hidup pada mitakat atau zona ekologi yang berbeda-beda ini mewujudkan pola-pola kehidupan yang bervariasi sampai kepada berbeda satu sama lainnya. Penduduk yang hidup di wilayah zona ekologi rawa, daerah pantai
14
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
dan muara sungai mempunyai sebaran wilayah yang meliputi Jayapura, Yapen Waropen, Biak Numfor, Paniai, Nabire, Manokwari, Sorong, Fakfak, Kaimana, mimika dan Merauke. Dalam kategori zona ini, termasuk juga wilayah teluk Arguni yang menjadi tempat bermukim Etnik Kamberau, Irarutu, Mairasi. Karena kondisi alamnya, setiap wilayah biasanya mempunyai lebih dari satu zona ekologi. Suatu zona ekologi yang senantiasa berdampingan dengan zona ekologi rawa, pantai dan sungai adalah zona kaki gunung dan lembah-lembah kecil. Karena kondisi ekologi sebagai daerah rawa, daerah pantai dan muara sungai, kelompok Etnik bangsa ini kebanyakan bermata pencaharian utama menangkap ikan di laut dan sungai. Berkebun dan meramu sagumerupakan mata pencaharian pendamping. Sedangkan di wilayah yang masuk dalam zona kaki gunung dan lembah-lembah kecil, banyak diantara mereka yang bermata pencaharian utama sebagai peladang berpindah-pindah, beternak dan berburu. Kontjaraningrat (1994) berdasar kepadatan penduduknya membagi papua menjadi tiga daerah. Perbedaan ini dinilai juga menyebabkan perbedaan sistem ekonomi dan struktur sosial mereka. Tipe pertama, penduduknya bermatapencaharian sebagai peramu sagu, nelayan sungai dan nelayan pantai. Kegiatan berkebun hanya dilakukan secara terbatas. Orang-orang pada tipe pertama biasanya tinggal di daerah hilir sungai besar dan kecil yang biasanya merupakan daerah rawa yang luas. Tipe kedua, adalah tipe penduduk yang menetap di daerah hulu sungai. Mata pencaharian utama mereka adalah meramu sagu dan berburu babi hutan. Mereka terkadang menangkap ikan di sungai. Berbeda dengan penduduk tipe pertama yang tinggal secara menetap, tipe dua hidup secara berpindah bersama kelompoknya dan tidak mengenal kegiatan berkebun. Adapun penduduk tipe ketiga adalah mereka yang menghuni daerah lembah-lembah besar di 15
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
pegunungan di tengah Papua. Mereka bercocok tanam di ladang menanam berbagai jenis ubi, tebu dan tanaman lain. Tempat tinggalnya adalah desa-desa kecil yang hanya terdiri dari satu keluarga luas. Lebih lanjut dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1994) bahwa ada klasifikasi lain yang dikembangkan berdasarkan beberapa unsur kebudayaan yang nampak menyolok. Para ahli antropologi membagi Papua menjadi 23 “daerah kebudayaan”. Klasifikasi ini kemudian dipakai Belanda untuk membagi wilayah Papua menjadi 23 wilayah administratif atau onderafdeling. Pada awal pemerintahan Indonesia, pembagian berdasar “daerah kebudayaan” tersebut digunakan untuk menentukan wilayah Kepala Pemerintahan Setempat (KPS), suatu pembagian wilayah dengan kewenangan yang lebih kecil dari Kabupaten dan lebih besar dari kecamaatan. Namun kemudian, pembagian tersebut ditinggalkan dan digantikan oleh pembagian administratif Kabupaten dan Distrik yang setara dengan Kecamatan. 2.1. Sekilas Kabupaten Kaimana Kabupaten Kaimana terletak di bagian Selatan wilayah kepala burung dan merupakan pesisir Selatan dari Provinsi Papua Barat. Di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Mimika, Kabupaten Fakfak di sebelah Barat, Kabupaten Teluk Bintuni, Kabupaten Teluk Wondama dan Kabupaten Nabire di sebelah Utara dan dengan Kabupaten Maluku Tenggara di sebelah Selatan. Secara administratif Kabupaten Kaimana pada Tahun 2013 terdiri dari 7 (tujuh) Distrik/Kecamatan dengan jumlah kampung 84 Kampung dan 2 Kelurahan (BPS, 2013).
16
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Tabel 2.1. Distrik di Kaimana Berdasarkan Luas Daerah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Luas Daerah/ Km²
Jumlah Penduduk
Kepadatan Penduduk/ Km²
Kaimana
2.096
31.668
15,12
Teluk Arguni Atas
2.990
3.312
0,79
Buruway
2.650
4.598
1,54
Etna
4.195
3.916
1,48
Arguni Bawah
1.990
2.560
3,30
775
3.224
1,62
3.805
2.182
0,57
Distrik
Kambraw Yamor
Sumber : BPS, Kaimana Dalam Angka 2013
Tercatat pada data Badan Pusat Statistik Kabupaten Kaimana, hingga tahhun 2012 jumlah penduduk Kaimana mencapai 49.953 jiwa. Jumlah penduduk tersebut merupakan hasil proyeksi penduduk dengan besar pertumbuhan penduduk rata-rata 3,5% per tahun dalam kurun waktu 2008 – 2012. Dilihat dari jumlahnya, sebagaimana tertera pada tabel 2.2. dibawah, keberadaan penduduk di kabupaten Kaimana terkonsentrasi pada wilayah Distrik Kaimana. Kondisi ini merupakan fenomena yang wajar mengingat Distrik Kaimana adalah pusat layanan pemerintahan dan pertumbuhan ekonomi. Tabel tersebut juga menunjukkan bahwa Distrik Kaimana mengalami pertumbuhan penduduk paling cepat. Dalam kurun waktu 2008 sampai 2012 pertumbuhan penduduknya adalah 11,13% per tahun. Selain faktor alamiah, tingginya migrasi penduduk dari Distrik dan dari luar Kabupaten juga berkontribusi terhadap laju pertumbuhan penduduk Distrik Kaimana. Adanya migrasi dari Distrik lain ditunjukkan dengan berkurangnya jumlah penduduk di Distrik yang lain.
17
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
Tabel 2.2. Jumlah Penduduk Menurut Distrik di Kabupaten Kaimana pada Tahun 2008 – 2012. Distrik
2008
2009
2010
2011
2012
Kaimana
20.817
27.622
29.593
31.537
32.404
Teluk Arguni Atas
4.712
3.279
3.530
3.539
3.752
Buruway
5.481
3.279
3.500
3.503
3.720
Etna
5.009
2.920
3.107
3.145
3.251
Arguni Bawah
2.462
2.226
2.384
2.403
2.534
Kambraw
2.122
2.081
2.216
2.192
2.283
Yamor
1.825
1.803
1.919
1.932
2.009
Sumber : BPS, Kaimana Dalam Angka 2013
Gambar 2.2. Peta Kabupaten Kaimana Sumber: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/8/85/
18
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Kabupaten Kaimana memiliki luas wilayah 36.000 Km2. Wilayah berupa daratan, kurang lebih seluas 18.500 Km2 dan wilayah perairan seluas 17.500 Km2. Dari ketujuh Distrik di Kaimana, Distrik Etna merupakan daerah dengan wilayah terluas. Luas wilayahnya adalah 22,68% dari total luas daratan kaimana. Distrik yang terluas berikutnya adalah Yamor, dengan luas 20,57% dari luas daratan. Adapun Distrik dengan ;luas wilayah terkecil adalah Kambrauw. Luasnya hanya 4,08% dari luas daratan. Dilihat dari jarak antara Kaimana sebagai pusat kota dengan Distrik yang lain, bila diukur, Distrik Etna adalah Distrik terjauh. Jaraknya 84 mil laut. Sedangkan Distrik terdekat adalah Distrik Buruway. Distrik ini dapat ditempuh dalam jarak 26 mil laut. Berada pada ketinggian rata-rata 600 m diatas permukaan laut, sebagian besar wilayah Kaimana adalah pegunungan dengan kemiringan antara <20–600. Struktur tanah umumnya terdiri dari batu-batuan, pasir, lumpur dan liat, dengan kandungan pH tanah antara 4,0%–7,8%. Dalam Peta Wilayah Negara Republik Indonesia, Kabupaten Kaimana terletak pada 1320,75’BT–1350,15’BT dan 020,90’LS–040,20’LS. Iklim Kaimana hampir sama dengan wilayah lain di Tanah Papua pada umumnya, yaitu tropis. Suhu udara berkisar antara 150C–340C, tekanan udara 1006,2mbs hingga 1009,3mbs, dengan kelembaban rata-rata 83,92%. Kecepatan dan arah angin berkisar antara 03 knot dan 1800 hingga 05 knot dan 3400. Curah hujan pertahun tidak menentu dan bervariasi antara 1500 mm – 4000 mm. Kondisi alam Kaimana dipengaruhi oleh dua musim, yaitu musim kemarau pada bulan Oktober hingga April yang ditandai dengan angin Barat, dan musim hujan pada bulan April hingga Oktober yang ditandai dengan angin Timur. Mata pencaharian penduduk di Kabupaten Kaimana umumnya adalah nelayan, petani subsistem dan perkebunan 19
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
tradisional, ini sesuai dengan lingkungan tempat tinggalnya. Usaha perdagangan umumnya dilakukan oleh penduduk pendatang yang berasal dari daerah Bugis, Buton, Jawa dan China Di Kabupaten Kaimana, terdapat beberapa Etnik bangsa yang merupakan penduduk asli. Etnik bangsa ini merupakan bagian dari beratus-ratus Etnik-bangsa yang sebagai penduduk asli pulau Papua. Diperkirakan saat ini jumlah Etnik-Etnik di pulau Papua adalah sebanyak 319 Etnik (http://proto-malayans.blogspot.com /2012). Menurut wikipedia, terdapat 115 Etnik bangsa. Koentjaraningrat (2009) memperkirakan Etnik bangsa di tanah Papua berjumlah sekitar 37 buah. Sedangkan menurut Tim Peneliti Uncen (1991) telah diidentifikasi adanya 44 Etnik bangsa yang masing-masing merupakan sebuah satuan masyarakat, kebudayaan dan bahasa yang berdiri sendiri. Sebagian besar dari 44 Etnik bangsa itu terpecah lagi menjadi 177 Etnik. Sedangkan kalau kategori Etnik bangsa berdasarkan bahasa maka ada 271 lebih Etnik bangsa berarti, ada 271 lebih kebudayaan (Indek of Linguage, SIL, 1988) Dalam kepustakaan Antropologi, Papua dikenal sebagai masyarakat yang terdiri atas Etnik-Etnik bangsa dan Etnik-Etnik yang beraneka ragam kebudayaannya. Menurut Held dan Van Baal (Djoht, 2002), ciri-ciri yang menonjol dari Papua adalah kesamaan ciri-ciri kebudayaan mereka diantara keanekaragaman kebudayaannya. Perbedaan-perbedaan kebudayaan yang terdapat dalam masyarakat Papua dapat dilihat perwujudannya dalam bahasa, sistem-sistem komunikasi, kehidupan ekonomi, keagamaan, ungkapan-ungkapan kesenian, struktur pollitik dan struktur sosial, serta sistem kekerabatan yang dipunyai oleh masing-masing masyarkat tersebut sebagaimana terwujud dalam kehidupan mereka sehari-hari. Keunikan Etnik-Etnik di Papua ini adalah karena memiliki ras yang berbeda dengan Etnik-Etnik yang ada di Indonesia bagian lain. 20
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Mereka bukanlah bagian dari ras Proto Malayan maupun Deutro Malayan. Etnik-Etnik di Papua memiliki ras yang berbeda dengan Etnik-Etnik lain di Asia Tenggara, karena mereka memiliki ras Melanesia atau Negroid, sama dengan Etnik-Etnik di Afrika. Mereka memiliki struktur fisik yang kekar, berkulit gelap dan rambut keriting. Pada masa dahulu bangsa-bangsa di Afrika menyebar ke seluruh Asia hingga ke wilayah Asia Pasifik. Diperkirakan Etnik Papua ini adalah manusia pertama yang hadir di wilayah Asia Tenggara ini, puluhan ribu tahun sebelum masuknya bangsabangsa Melayu. Mereka berasal dari daratan Afrika, ketika daratan Asia masih menyatu dengan kepulauan-kepulauan di Asia Tenggara ini.(http://proto-malayans.blogspot. com/ 2012). Selain penggunaan bahasa, yang membedakan sub Etnik satu dengan lainnya adalah ukuran dan bentuk ragawinya. Para ahli antropologi ragawi yang mempelajari keberagaman manusia, mencoba untuk membedakan berdasarkan ciri-ciri fisik yang nampak secara kasat mata dan yang tidak nampak. Pada ciri-ciri lahiriah, menurut Glinka (1989) dapat diketahui berdasarkan warna kulit, warna dan bentuk rambut, warna mata, ukuran tinggi badan, tengkorak dan bagian muka seperti ukuran dahi, pelipis, pipi, hidung dan rahang. Sedangkan untuk ciri yang secara lahiriah tidak nampak adalah dengan melihat struktur gen yang terkandung dalam tubuh atau dikenal dengan sebutan ciri genotipik. Di masyarakat Papua, penelitian khusus tentang ciri-ciri manusia secara fenotipik dan genotipik belum pernah dilakukan. Ada beberapa orang yang melakukan pengukuran tinggi badan dan indeks ukuran tengkorak individu penduduk asli Papua di beberapa tempat terpisah. Terbatasnya jumlah individu yang diukur, membuat belum cukup untuk memberikan gambaran tentang ciriciri fisik biologik orang Papua. Bahkan antropolog Belanda sempat mengatakan bahwa ras papua tidak ada. (Sutaarga dan Koentjaraningrat, 1994). 21
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
Berdasar ciri fisiknya, harus diakui bahwa orang Papua disetiap wilayah mempunyai perbedaan ciri khusus. Uraian Bijlmer yang rinci dan teknis menemukan kecenderungan bahwa makin jauh dari pantai tubuh orang Papua makin pendek. Demikiaan halnya dengan bentuk tengkoraknya, orang Papua yang tinggal di daerah pantai umumnya lonjong. Keanekaragaman ciri-ciri manusia pada berbagai penduduk asli papua lebih jelas terlihat melalui ciri-ciri fenotipiknya. Warna dan bentuk rambut mereka tidak ada keseragaman. Warna rambut orang papua asli hampir semuanya hitam, tetapi tidak semua keriting. Orang yang menetap di sepanjang sungai Mamberamo, rambutnya banyak yang berombak dan bahkan ada yang lurus (Sutaarga dan Koentjaraningrat, 1994). Beragamnya dan terpencarnya Etnik bangsa di Papua, memunculkan kesadaran masyarakat untuk menghimpun diri dalam wadah Dewan Adat. Werfete (2011) mengemukakan bahwa keberadaan Dewan Adat ini merepresentasikan budaya masyarakat di Papua. Keputusan kultural Majelis Rakyat Papua menegaskan bahwa di Papua terdapat wilayah adat yang meliputi wilayah adat Doreri, Bomberai, Saireri, Mee Pago, Lani Pago, Tabi dan Animha. Berdasarkan persebaran wilayah adat, Etnik bangsa di Kaimana masuk dalam wilayaah persebaraan kebudayaan Bomberai. Kabupaten Kaimana sebagai sebuah kabupaten baru mempunyai banyak sekali sub Etnik yang mempunyai ciri khas yang berbeda satu sama lainnyaBerikut ini beberapa sub Etnik yang ada di Kabupaten Kaimana (http://dppkad.kaimanakab.go.id; Werfete, 2011). Orang Buruwai atau Karufa. Nama lainnya Asienara, Madidwana. Mereka berada di bagian Selatan semenanjung Bomberai, bagian Barat Teluk Kamrau. Daerah mereka antara
22
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
lain Guriasa, Tairi, Hia, Gaka, Yarona, Kuna, Esania dan Marobia. Populasi mereka sekitar 700 jiwa. Etnik bangsa Iresim, banyak mendiami daerah pesisir Selatan teluk Cendrawasih. Tepatnya di sebelah Barat kota Nabire, dan di dekat danau Yamur. Daerah tersebut berada dalam wilayah distrik teluk Etna, Kabupaten Kaimana. Populasi orang Iresimtidak banyak, sekitar 100 jiwa. Bahasa mereka termasuk kelompok bahasa Wurm-Hatori (sub-kelompok bahasa teluk Cendrawasih) dari rumpun bahasa Papua. Orang Kambrau atau Kamberau atau Lambrau berdiam di semenanjung Bomberai sebelah tenggara, di sekitar teluk Kamberau. Desa-desa mereka adalah Ubia Seramuku, Bahomia, Inari, Tanggaromi, Koi, Wamesa dan Coa di wilayah distrik Kaimana dan Distrik Teluk Arguni, Kabupaten Kaimana. Jumlah Populasinya 9000 jiwa. Bahasa mereka masih satu kelompok dengan bahasa Kamoro dan Asmat. Orang Komoro, ada banyak pendapat berkenaan dengan Etnik bangsa Kamoro ini. Anggapan pertama adalah Kamoro sama dengan Mimika. Kedua, orang Kamoro adalah sub-kelompok Etnik Mimika. Ketiga, Kamoro adalah kesatuan bahasa daerah. Mereka mendiami daerah pantai Selatan Irian Jaya yang berawa, kira-kira disebelah Barat laut wilayah orang Asmat, tepatnya di wilayah Mimika Timur dan Mimika Barat. Nama lain mereka adalah Lakahia, Nagramadu, Kaokonau, Umari, Neferipi, Maswena. Sebagai bagian dari kelompok Etnik bangsa Mimika, orang Kamoro mendiami wilayah bagian Barat dekat Teluk Etna, jumlah populasi mereka sekitar 8.000 jiwa. Desa mereka antara lain Tarja, Kamora, Wania, Mukumuga Orang Koiwai atau Namatote mendiami daerah pesisir Selatan Irian Jaya, yaitu di bagian Selatan Leher Burung Irian, tepatnya di sebelah Barat laut di Kaimana terus ke tenggara ke Maimai. Sebagian lagi mendiami pulau Namatote dan pulau-pulau kecil 23
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
24
lain di teluk Kamrau. Desa-desa mereka adalah, Keroi, Namatota, Waikala, Namatote, Kayumerah dan Maimai. Daerah ini termasuk dalam distrik Kaimana dan Teluk Etna. Jumlah populasi mereka sekitar 700 jiwa. Nama lain mereka adalah Kaiwai, Kuiwai Koiwai, Namatota Aiduma, Kayumerah. Etnik bangsa Mairasi dengan nama lain Kaniran dan Faranyao mendiami daerah sekitar teluk Arguni, teluk Triton dan teluk Wandamen Timur Laut, di daerah Leher Burung Irian. Daerah mereka masuk ke dalam kabupaten Kaimana terutama di distrik Kaimana dan Teluk Etna serta sebagian masuk di daerah Kabupaten Manokwari. Jumlah populasi mereka 3.000 jiwa. Desa mereka adalah Morano, Faranyao, Sisir, Lobo, Susunu, Warika, Kokoroba, Barari, Urisa, dan Maimai. Orang Mer atau Muri atau Miere, tinggal di daerah bagian tengah Kepala Burung. Daerah di sekitar mata air Wosimi dan hulu sungai Urema. Daerah tersebut termasuk dalam wilayah Distrik Teluk Etna dan Kabupaten Manokwari. Jumlah populasi mereka sekitar 200 jiwa. Desa-desa mereka antara lain Ure atau Muri dan Javor. Mor, Etnik bangsa ini bermukim disekitar Timur laut semenanjung Bomberai, yaitu di pantai Selatan Teluk Bintuni. Daerah in termasuk ke dalam wilayah Distrik Kaimana. Populasinya sekitar 100 jiwa. Orang Semimi mendiami daerah bagian Selatan Leher Burung, yaitu sekitar Teluk Etna, sampai ke Teluk Triton. Daerah mereka termasuk wilayah Distrik Teluk Etna. Jumlah populasi mereka sekitar 300 jiwa. Kuri, orang Kuri mendiami bagian Selatan dan bagian Barat Distrik teluk Arguni. Mereka tersebar di beberapa kampung seperti Tugarni dan Tiwara. Populasinya berjumlah sekitar 2000 jiwa. Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Kuri, termasuk rumpun bahasa Austronesia. Namun mereka juga
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
berbahasa Irarutu. Orang Kuri berasal dari daerah dataran tinggi yang kemudian hidup di pesisir. Salah satu Etnik bangsa yang populasinya cukup besar adalah mereka yang disebut dengan Orang Irahutu atau Irarutu. Di kaimana, mereka banyak mendiami teluk Arguni sampai ke Utara ke teluk Bintuni. Pemukiman mereka tersebar di 40 buah desa dengan jumlah populasi sekitar 4.000 jiwa. Bahasa mereka termasuk dalam rumpun bahasa Austronesia. Laporan penyusunan RPJPD Kabupaten Kaimana, kerjasama Pemerintah Kabupaten Kaimana dengan Universitas Gajah Mada (Werfete, 2011) membuat perkiraan sebaran dan jumlah populasi Etnik bangsa di Kaimana, sebagaimana tabel dibawah. Tabel 2.3. Sebaran dan Jumlah Populasi Etnik Bangsa di Kaimana No
Etnik bangsa
Populasi
Distrik daerah sebaran
1.
Mairasi
3000
Kaimana, teluk Arguni
2.
Irarutu
4000
Teluk Arguni
3.
Kuri
2000
Teluk Arguni
4.
Madewana
700
Buruwai
5.
Oborouw
9000
Kaimana, Kambrau, Teluk Arguni
6.
Koiwai
700
Kaimana, Buruwai
7.
Semimi
300
Teluk Etna
8.
Mer
200
Yamor
Sumber: Werfete, 2011
2.2. Distrik Arguni Bawah Arguni adalah daerah berupa teluk dengan wilayah terluar di kota Kaimana dan wilayah terdalam hampir berbatasan dengan kabupaten Teluk Wondama yang menjadi batas Utara Kabupaten
25
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
Kaimana. Setelah pemekaran Kabupaten, teluk Arguni yang sebelumnya merupakan satu wilayah Distrik, kemudian dimekarkan menjadi dua Distrik, Arguni Atas dengan ibukota Bofuer dan Arguni Bawah dengan ibukota Tanusan.
Gambar 2.3. Wilayah Teluk Arguni Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Kaimana 2014
Kata arguni berasal dari bahasa Irarutu, wer dan rgwin. Kata wer artinya air dan rgwin artinya kepala, jadi wer-rgwin berarti kepala air. Disebut sebagai kepala air karena Arguni merupakan ujung terdalam dari teluk yang terletak di kota Kaimana. Penyebutan kata arguni menurut beberapa cerita, digunakan pada saat pemerintahan Belanda yang kesulitan dalam menyebutkan wer-rgwin. Menuju teluk Arguni dari kota Kaimana hanya dapat ditempuh dengan jalan air. “long boat” sebagai alat transportasi dapat langsung meluncur dari pantai Kaimana dan dapat melalui Tanggaromi, daerah pelabuhan di ujung Barat laut kota Kaimana. Karena risiko hantaman ombak di pantai Kaimana, orang-orang 26
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
lebih memilih lewat Tanggaromi untuk menuju desa-desa di wilayah Teluk Arguni. Demikian juga orang-orang dari desa, hampir semua dari mereka akan berhenti di Tanggaromi dan melanjutkan dengan perjalanan darat menuju Kota Kaimana.
Gambar 2.4. Pelabuhan Tanggaromi Sumber: Dokumentasi Peneliti
Tanggaromi adalah pelabuhan utama dan tempat menambatkan perahu long boat yang digunakan oleh orang-orang dari desa-desa di sepanjang teluk Arguni. Setiap hari akan ada puluhan long boat yang turun2 berlabuh di wilayah Tanggaromi. Mereka yang turun biasanya membawa hasil kebun dan hutan serta hasil buruan untuk dijual. Setiap hari pula, ada puluhan long boat yang naik3 ke daerah pedalaman meninggalkan Tanggaromi 2
Istilah yang digunakan orang Kaimana pada umumnya untuk menyatakan bila seseorang pergi dari daerah pedalaman menuju daerah pantai 3
Istilah yang digunakan untuk menyatakan bila seseorang pergi dari daerah pantai menuju daerah pedalaman.
27
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
dengan membawa bahan-bahan kebutuhan untuk hidup di desa. Biasanya yang mereka bawa adalah bahan-bahan pokok seperti beras, minyak goreng, BBM, mie instan dan air kemasan. Sebagai pintu masuk menuju kota Kaimana dan keluar menuju daerah pedalaman, fasilitas penunjang yang ada di Tanggaromi cukup memadai. Ada toko-toko yang menyediakan berbagai kebutuhan, pasar tempat berjualan sayur dan buah sebagai hasil kebun dan ada terminal yang menyediakan angkutan menuju kota Kaimana. Walau tersedia fasilitas tersebut tetapi orang kampung banyak langsung berbelanja di kota Kaimana. Meluncur dengan long boat naik dari Tanggaromi, mengarungi teluk, kita akan melewati desa-desa yang berlokasi di tepian teluk. Pertama yang akan dilalui adalah desa Koi, Wasama dan Inari. Ketiga desa tersebut masih berada di wilayah Distrik Kambrau dan kebanyakan dihuni oleh orang-orang Kambrau. Setelah melewati ketiga desa tersebut, kita akan memasuki wilayah Distrik Arguni Bawah. Desa-desa yang dilalui antara lain Nagura, Serara, Samun, Ukiara dan Tanusan yang merupakan pusat Distrik Arguni Bawah. Keatas lagi, ada desa Wandewa, Jawera, Waromi dan selanjutnya wilayah Distrik Teluk Arguni Atas dengan sentralnya di Bofuer. Long-boat yang digunakan oleh masyarakat di desa-desa atas kebanyakan terbuat dari kayu masif dan ada juga yang terbuat dari fiber. Ukuran lebarnya tidak lebih dari 1 m dan panjang 5 – 10 m. Setiap long boat akan dilengkapi dengan mesin tempel yang berkekuatan 15 PK atau 40 PK. Menggunakan mesin 40 PK dengan kecepatan penuh, waktu tempuh dari Tanggaromi menuju Tanusan berkisar antara 2 – 2,5 jam, tergantung cuaca dan banyaknya muatan long boat.
28
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Gambar 2.4. Long boat, Angkutan Masyarakat di Wilayah Teluk Arguni Sumber: Dokumentasi Peneliti
Arguni Bawah adalah Distrik baru, satu di antara tujuh Distrik di Kabupaten Kaimana. Distrik ini terbentuk sebagai hasil pemekaran dari Distrik Teluk Arguni. Pembentukan Arguni Bawah sebagai Distrik dilakukan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Kaimana No. 12, Tahun 2007. Wilayahnya mencakup kawasan di bagian tengah teluk Arguni. Secara geografis, posisi distrik Arguni Bawah sangat strategis. Distrik ini berada dan menjadi pintu masuk kapal dan “long boat” yang akan menuju ke Teluk Arguni Atas. Posisi Distrik ini menjadi strategis karena dekat dengan kota kabupaten Kaimana. Batas daerah Distrik Arguni Bawah dengan distrik lain meliputi batas Utara dengan Teluk Arguni, disebelah Timur berbatasan dengan Distrik Kaimana, sebelah Selatan dengan Kaimana dan Kambraw. Adapun di sebelah Barat, Distrik Arguni Bawah berbatasan dengan wilayah Kabupaten lain, yakni Distrik Kokas Kabupaten Fakfak dan Distrik Irorutu Kabupaten Bintuni.
29
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
Distrik Arguni Bawah mayoritas dihuni oleh penduduk asli yang dikenal sebagai orang Irarutu. Penduduk asli yang menghuni Arguni Bawah selain orang Irarutu, adalah orang Kambraw dan Mairasi. Selain penduduk asli Kaimana, terdapat juga orang yang berasal dari Jawa, Bugis dan Buton. Mereka adalah pendatang yang mencari penghidupan di wilayah Arguni. Para penghuni distrik, baik orang Kambraw, Mairasi dan Irarutu kebanyakan tinggal menetap di perkampungan yang terletak di daerah tepi teluk. Secara administratif, terdapat sebanyak 15 kampung yang menjadi wilayah dibawah koordinasi pemerintah Distrik Arguni Bawah. Jumlah penduduk yang berada di Distrik Arguni Bawah berdasarkan proyeksi sensus penduduk 2010 adalah 2.458 jiwa (BPS, 2012). Dari jumlah penduduk tersebut, proporsi terbesar adalah penduduk dengan kelompok umur 5 – 10 tahun dan mayoritas penduduk Arguni Bawah adalah kelompok berumur muda. Ke 15 kampung yang ada mempunyai mempunyai luas bervariasi. Luas wilayah yang terkecil 11,8 km² dan terluas 138 km², setara dengan luas satu kabupaten di Jawa. Gambaran luas wilayah setiap kampung dan topografinya dapat dilihat pada Tabel 2.4. Salah satu kampung, yakni Tanusan adalah kampung yang ditetapkan sebagai pusat pemerintahan Distrik. Sebagai pusat Distrik, keberadaan kantor-kantor pemerintah tingkat Distrik, seperti kantor Distrik, Kepolisian, satu-satunya Sekolah Menengah Pertama yang ada di Distrik dan Puskesmas semua berlokasi di Tamusan. Bahkan di situ, setiap kampung mempunyai rumah singgah untuk penduduk kampung yang punya kepentingan di Distrik. Setiap penduduk kampung tidak hanya boleh singgah tetapi juga boleh menginap sampai urusan di pusat Distrik selesai.
30
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Tabel 2.4. Luas Wilayah dan Bentuk Permukaan Tanah Berdasarkan Kampung di Distrik Arguni Bawah Kampung
Luas Wilayah (km²)
Permukaan Tanah Daratan
Perbukitan
Pegunungan
Jawera
78
100
0
0
Ruara
11,8
50
50
0
Warmenu
100
0
0
100
Agerwara
83
0
0
100
Kufuryai
68
0
0
100
Manggera
63
0
0
100
Tanusan
104
100
0
0
Urisa
138
100
0
0
Waromi
92
0
100
0
Ukiara
93
100
0
0
Sumun
74
100
0
0
Seraran
98
20
80
0
Nagura
76
100
0
0
Inari
72
90
10
0
Wanoma
124
10
90
0
Sumber : BPS, Distrik Arguni Bawah Dalam Angka 2012
Mengenai jarak yang membentang antara kampung Tanusan, pusat Distrik, dan ke 14 kampung lain serta alat transportasi yang digunakan untuk mencapainya adalah seperti yang tampak pada Tabel 2.5.
31
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
Tabel 2.5. Jarak Tempuh dan Alat Transportasi Ke Pusat Distrik Kampung
Jarak (km)
Alat Transportasi
Jawera
6
Longboat
Ruara
2
Jalan kaki
Warmenu
9,5
Jalan kaki
Agerwara
9,5
Jalan kaki
Kufuryai
9
Jalan kaki
Manggera
8
Jalan kaki
Tanusan
0
Kota Distrik
Urisa
14
Longboat
Waromi
4
Longboat
Ukiara
6
Longboat
Sumun
12
Longboat
Seraran
12
Longboat
Nagura
17
Longboat
Inari
23
Longboat
Wanoma
25
Longboat
Sumber : BPS, Distrik Arguni Bawah Dalam Angka 2012
Dalam upaya melakukan pembangunan wilayah, ketersediaan sumberdaya manusia yang berkualitas sangat penting adanya. Ketersediaan manusia berkualitas akan dapat dipenuhi bila semua pihak berpartisipasi mewujudkannya. Keberadaan lembaga pendiidikan formal dan kemauan masyarakat menjalani pendidikan, akan membantu mempercepat pencapaian manusia berkualitas sebagai sumberdaya pembangunan. Masalahnya, di Distrik Arguni Bawah hanya terdapat satu Sekolah Menengah Pertama, bahkan tidak ada Sekolah Menengah Atas. Selain pendidikan, aspek kesehatan masyarakat juga berperan penting untuk membantu tersedianya manusia 32
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
berkualitas. Terciptanya kondisi masyarakat yang sehat akan mengurangi kekurangan gizi, angka kesakitan dan kematian. Sesuai tugas pokok dan fungsinya, Puskesmas tidak hanya untuk memberikan kemudahan kepada masyarakat memperoleh pelayanan kesehataan berkualitas. Puskesmas dengan kegiatan promotif dan preventifnya harus mampu membuat masyarakat berperilaku hidup bersih dan sehat. Puskesmas juga bertugas menciptakan keluarga agar mampu merencanakan kehidupan yang bahagia dan sejahtera. Dalam upaya menciptakan masyarakat yang sehat, di Distrik Arguni Bawah sudah ada Puskesmas induk dan Puskesmas pembantu di beberapa kampung. Satu dari lima belas desa yang ada di wilayah Distrik Teluk Arguni Bawah adalah Kampung Jawera lokasi studi ini dilakukan. Jawera terletak di ujung Utara wilayah Distrik Arguni Bawah, sekaligus sebagai batas Selatan dari Distrik teluk Arguni. Menuju Jawera dari Tanusan sebagai sentral Distrik, dibutuhkan waktu sekitar 20 menit menggunakan long boat dengan mesin 15 PK. Kebutuhan BBM untuk waktu tempuh 20 menit adalah 5 liter. Namun karena tidak ada long boat yang difungsikan sebagai transportasi umum, maka penduduk yang akan pergi harus menyiapkan BBM untuk pergi dan kembali. Jadi kalau dari kampung Tanusan mau pergi ke kampung Jawera, maka BBM yang harus disediakan adalah 10 liter. Kalau dikonfersikan dalam rupiah, transport pergi dan pulang Tanusan – Jawera adalah 150 ribu rupiah karena harga minyak di kampung adalah 15 ribu rupiah per liter. Cukup mahal untuk menempuh perjalanan hanya selama 20 menit. Jawera adalah kampung yang terdiri dari 48 keluarga dengan keseluruhan penduduk sebanyak 240 jiwa. Jumlah penduduk laki-laki yang ada, 10 lebih banyak dibandingkan perempuan. Penduduk yang bermukim di kampung ini mayoritas memang orang dengan Etnik bangsa Irarutu. Yang lainnya adalah 33
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
pendatang dari Buton, Jawa, Bugis, Seram dan ada juga Cina. Keberagaman Etnik bangsa yang ada, juga menggambarkan keberagaman agama yang dianut oleh masyarakat kampung Jawera. Agama mayoritas adalah Protestan, disusul Islam, Katolik dan Budha. Berdasarkan jenis pekerjaan, penduduk Jawera tercatat sebagai petani. Tepatnya adalah peladang. Walau lokasi kampung ini terletak di tepi pantai, tidak banyak penduduk asli yang bekerja sebagai nelayan. Bekerja sebagai nelayan adalah mata pencaharian yang dilakukan oleh semua pendatang. Orang Buton, Jawa, Bugis, Seram dan Cina adalah nelayan yang tinggal di kampung Jawera ini. Paling tidak itulah data yang tercatat pada papan di balai kampung, karena kampung tidak punya dokumen data monografi yang bisa dijadikan acuan.
34
BAB 3 KEBUDAYAAN MASYARAKAT IRARUTU
3.1. Hikayat Orang Irarutu Mencari berbagai catatan dan benda-benda yang bisa dijadikan sebagai sumber sejarah orang Irarutu sangat sulit. Perpustakaan daerah kabupaten Kaimana yang diharapkan mampu menyediakan dan memberikan informasi tersebut, sementara ini masih berupa bangunan kosong yang berdiri megah di jalan utama kota Kaimana. Jangan bertanya tentang bagaimana koleksi yang ada di dalamnya, papan nama yang bertuliskan perpustakaan daerah hanyalah berupa tempelan huruf yang sudah berjatuhan dan tidak bisa dibaca lengkap. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata sebagai alternatif sumber data, juga tidak bisa memberi informasi yang dibutuhkan. Harapan terakhir untuk mendapatkan data adalah Dewan Adat Kaimana. Tetapi harapan itupun tinggal harapan. Pada Dewan Adat Kaimana tidak ada selembarpun catatan sebagai sumber sejarah orang Irarutu. Tidak ditemukannya dokumen tertulis tentang sejarah orang Irarutu, membuat kami mengacu pada sumber informasi lain. Dalam studi etnografi dan antropologi, untuk membantu mengungkap sejarah suatu Etnik bangsa, salah satunya bisa digunakan informasi tidak tertulis yang dikenal dengan sebutan folklore. Sumber informasi ini bisa berupa cerita rakyat seperti
35
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
mite4 dan legenda5. Perlu disadari bahwa sumber informasi seperti folklore tersebut tidak bisa dipergunakan begitu saja tanpa diperkuat dengan data pendukung lainnya. Hal ini karena folklore sebagaimana dikemukakan oleh Danandjaja (1980) mempunyai beberapa sifat yang kurang dapat dipertanggung-jawabkan jika akan dijadikan sebagai satu-satunya sumber informasi. Sifat-sifat folklore tersebut antara lain: bersifat lisan, tradisional, mempunyai versi lebih dari satu, berkecenderungan mempunyai bentuk berumus, mempunyai fungsi dalam kehidupan masyarakat yang mempunyai cerita tersebut dan bersifat pralogis. Walau demikian, tanpa melupakan kelemahan folklore sebagai sumber sejarah, untuk mengetahui gambaran umum orang Irarutu, dari mana asal mereka, bagaimana persebaranya ini terpaksa ditelusur dari folklore. Dibawah ini kami sajikan beberapa cerita rakyat dapat digunakan sebagai bahan penyusunan sejarah orang Irarutu. Folklore tentang Matu Tu. Mitologi orang Irarutu sebagaimana tertuang dalam bait-bait asal usul Matu Tu Irarutu. Matu Tu merupakan penggalan kata-kata dalam bahasa Irarutu yang kesemuaannya memiliki makna yang dalam kaitannya dengan sejarah Etnik bangsa Irarutu. Matu Tu berasal dari kata matu artinya manusia, orang dan tu yang berarti kanan, benar, asli atau yang paling sempurna. Menurut pandangan mereka, awal mula terciptanya Matu Tu yang diartikan sebagai manusia asli berasal 4
Mite adalah cerita rakyat yang dianggap benar-benar terjadi dan mempunyai sifat suci oleh masyarakat yang mempunyai cerita tersebut. Mite biasanya ditokohi oleh dewa-dewa atau mahluk setengah dewa, terjadi di dunia lain atau dunia yang bukan kita kenaldan mempunyai masa kejadian yang sangat lalu. 5
Legenda adalah cerita rakyat yang mirip dengan Mite yakni dianggap benar telah terjadi tetapi tidak dianggap suci. Berdasarkan tokohnya, legenda ditokohi oleh manusia biasa dan seringkali melibatkan adanya mahluk ajaib. Adapun tempat kejadiannya adalah di dunia seperti yang dikenal sekarang.
36
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
dari teluk Arguni, tepatnya di kepala air Vi Quri. Matu Tu inilah yang dianggap sebagai pelaku penyebaran kebudayaan dipelosok dunia ini. Cerita-cerita mereka dilukiskan lewat lagu atau syair yang mengharukan hati setiap orang yang paham tentang bahasa syair tersebut. Lagu dan syair tersebut menceritakan perjalanan manusia pertama Etnik bangsa Irarutu, menceritakan manusia pertama yang asli Matu Tu dan bahasa yang asli Irarutu. Mereka ini Berasal dari Teluk Arguni yang kemudian menjelajahi daerah pedalaman, perairan teluk arguni, dan pantai disetiap pelosok daerah ini. Tokoh yang digambarkan ini pergi membawah semua tehknologi, ilmu pengetahuan, kekayaan dan semua kelebihan yang ada didaerah Teluk Arguni. Dia meninggalkan saudaranya bernama Tugal yang pergi bercocok tanam dengan ditemani seekor Anjing hitam. Pengembaraan yang dilakukan Matu Tu, mengakibatkan dia mempunyai kepandaian dan keterampilan yang jauh melebihi apa yang dipunyai saudaranya yang ditinggal di tanah Papua. Matu Tu dianggap yang menurunkan Etnik bangsa lain didunia ini. Sementara itu, Tugal beserta keturunannya, karena tertinggal dalam hal kepandaian, penguasaan teknologi dan kehidupan sosialnya, kemudian memiliki ciri fisik yang berbeda dengan saudaranya. Keturunan Tugal dipandang Etnik bangsa lain diseluruh penjuru dunia dengan sebelah mata. Orang Papua sebagai keturunan Tugal dinilai bodoh, tidak mampu berbuat sesuatu padahal mereka tinggal dan tidur diatas kekayaan yang sangat melimpah. Mereka berkeyakinan ditakdirkan hanya sebagai penjaga harta kekayaan milik semua bangsa didunia ini, tanpa mampu berbuat sesuatu. Suatu ketika kelak, saudara mereka yang pergi membawa kekayaan dan kepintaran Etnik asli Irarutu akan kembali. Kedatangan saudara-saudara yang datang akan 37
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
membantu mereka untuk mengolah dan memanfaatkan kekayaan alamnya. Kehidupan mereka kemudian akan berubah menjadi pandai, terampil dan mampu mengolah alam sehingga bisa hidup dengan makmur bersama semua keturunannya. Folklore Tentang Naru. Diceritakan tentang seorang yang bernama Naru, dia punya kakak yang bernama Mangkubumi, seorang panglima perang. Naru dan Mangkubumi tinggal bersama Mama, adik perempuan dan istri Mangkubumi. Suatu hari, Mangkubumi yang memang seorang panglima perang, mendapat tugas untuk melakukan Honge suatu perang antar Etnik. Maka berangkatlah Sang panglima Mangkubumi melakukan perang Honge meninggalkan adik laki-lakinya Naru, adik perempuan, mama dan istrinya. Setelah tiga hari keberangkatan Mangkubumi melakukan Honge, sang istri mulai merasa kesepian. Untuk menghilangkan rasa kesepiannya, istri Sang Panglima mulai mendekati Naru, adik Sang Panglima yang merupakan iparnya. Hingga suatu saat Dia dengan sengaja mengundang Naru dan meminta untuk menggambar sebuah tebebagn tato di bagian kewanitaannya. Beberapa kali permintaan tersebut ditolak oleh Naru. Karena dipaksa terus, akhirnya Naru tidak kuasa menolak permintaan Sang ipar. Digambarlah tebebagn di tempat yang diminta kakak ipar tersebut. Setelah Sang Panglima Mangkubumi pulang dari perang Honge, dia ingin melepas kerinduan setelah sekian lama berperang. Sang istri yang sadar telah melakukan perbuatan tidak baik, mencoba menghindar dari Sang suami. Tetapi keinginan yang kuat dari Sang Panglima, istrinya tidak kuasa untuk menolak. Akibatnya, terlihatlah sebuah tebebagn di bagian terlarang istrinya. Dengan marah, Sang Panglima bertanya “siapa yang pasang tebebagn tersebut?” dijawab oleh istrinya bahwa itu adalah hasil karya Naru, sang adik. 38
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Mendengar penuturang sang istri, Mangkubumi marah besar dan ingin membunuh Naru, adiknya. Dia ragu untuk langsung membunuh karena Naru adalah saudara satu darah. Dia juga tidak ingin mama yang telah melahirkan dan membesarkannya menjadi sedih. Tetapi kalau dibiarkan saja, dia tidak kuat menahan sakit hatinya. Kemudian timbul gagasan Mangkubumi untuk mencelakai adiknya. Diajaklah sang adik berburu burung taun-taun. Berangkatlah mereka mencari burung taun-taun yang biasanya bersarang di atas pohon kayu besi yang besar dan tinggi. Untuk bisa naik ke pohon kayu besi, digunakan panah yang sudah diikatkan pada tali rotan kecil. Tali rotan kecil berfungsi sebagai pengikat tali rotan yang merupakan alat bantu untuk bisa naik dan turun dari kayu besi tumbuh menjulang tinggi. Setelah tali rotan besar terpasang, dimintalah sang adik Naru, untuk memanjat pohon kayu besi mencari sarang dari burung “taun-taun’. Burung buruannya berhasil ditangkap oleh Naro dan diberikan kepada kakak yang menunggu di bawah pohon. Begitu Naru mau turun, sang kakak kemudian menarik tali rotan besar sehingga terlepas dari ikatannya di pohon. Naru ditinggal diatas pohon sebagai hukuman dari sang kakak Mangkubumi. Dengan rasa puas, Mangkubumi pulang ke rumah. Karena pulang seorang diri tanpa ditemani adik, sang mama bertanya “mana adikmu si Naru?” mangkubumi menjawab pertanyaan ibunya dengan mengatakan bahwa adiknya ada di belakang. Lama si mama menunggu kedatangan Naru yang memang ditinggal diatas pohon kayu besi, sang mama bertanya lagi “mana Naru kok belum datang juga?” tetapi Mangkubumi tetap menjawab bahwa adiknya ada di belakang. Naluri sang mama mengatakan bahwa pasti telah terjadi sesuatu pada anak laki-lakinya Naru. Sang mama bersama anak perempuannya kemudian mencari Naru di hutan. Sambil berurai 39
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
air mata kesedihan, sang mama memanggil nama anaknya si Naru sambil dinyanyikan. “Naruo... dimana kamu berada nak..?” Mendengar nyanyian sang mama, Naru menjawab “Naru ada diatas pohon kayu besi mama… saya sudah melihat mama, tetapi tidak bisa turun”. Mendengar Naru menjawab, sang mama senang dan juga sedih karena tidak bisa menolong Naru turun. Setelah berpikir, sang mama meminta Naru melihat sekeliling, siapa tahu ada seseorang yang bisa dimintai pertolongan. Naru melihat dari atas pohon kayu besi pada lingkungan disekelilingnya. Setelah melihat asap mengepul, Naru berkata pada mama bahwa dia melihat asap mengepul. Sang mamapun kemudian mengikuti petunjuk yang diberikan Naru untuk mencari pertolongan. Sang mama berjalan dari Burada menuju ke Arguni. Sesampai di Sawatwer, mama bertemu dengan lima anak perempuan. Mama bertanya “apakah ada yang bisa menolong anakku yang terjebak diatas pohon kayu besi?” Anak tersebut menjawab “coba minta bantuan pada bapak dan mama saya, siapa tahu dia bisa bantu.. tapi jangan sampai membuat kegaduhan karena bapak dan mama bisa berubah menjelma sebagai ular.” Dengan berjalan perlahan-lahan agar tidak menimbulkan kegaduhan, sang mama dan anak perempuannya berusaha menemui orang tua dari kelima anak tadi. Tanpa disengaja, mama menginjak potongan dahan yang ada di bawah sehingga menimbulkan kegaduhan. Karena gaduh, jadilah orang tua kelima anak perempuan sebagai ular. Karena kuatnya keinginan untuk menolong Naru, sang mama memberanikan diri untuk bertemu dengan ular jelmaan orang tua kelima anak perempuan tersebut. Setelah mengutarakan maksudnya, ular bersedia membantu mama menurunkan Naru dari pohon kayu besi. Dengan menyambungkan badan kedua ular, Naru berhasil turun melalui badan ular tersebut. Dengan senang hati
40
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
dan rasa haru karena anaknya bia ditolong, mama berterimakasih kepada pasangan ular dan pulang. Demikian juga dengan sepasang ular, karena sudah merasa terlalu lama meninggalkan kelima anaknya, mereka juga bergegas pulang. Dalam perjalanan pulang, terdengar suara keramaian. Mendengar suara tersebut, ular yang laki-laki ingin melihat ada apa dengan keramaian tersebut. Namun karena teringat anaknya, dia meminta istrinya untuk pulang menemui anak-anaknya. Sementara dia tetap menuju pada keramaian yang didengarnya. Ternyata keramaian tersebut adalah suara pesta. Pesta meriah yang disertai dengan minuman keras yang membuat orangorang yang ikut dalam pesta menjadi mabuk. Melihat adanya ular, orang yang mabuk mulai angkat parang dan menyerang si ular. Di darat, ular tersebut tidak bisa dilukai oleh parang orang-orang yang menyerangnya. Agar terhindar dari amukan, ular berusaha meninggalkan tempat tersebut dengan menyeberang sungai. Orang-orang yang mabuk tetap mengejar walau si ular telah menghindar dan ternyata ketika berada di air, ular tersebut bisa dilukai dan terpotong menjadi tujuh bagian. Daerah dimana terdapat 7 potongan ular ini kemudian dikenal masyarakat sebagai pulau tujuh karena pulau tersebut membentuk rangkaian seperti tubuh ular. Ketujuh pulau tersebut antara lain skoriwar, migimnu, kagamawa, waru kosi, waru nabad, mahuwa dan fimroreguin. Folklore Marga Sabuku. Dahulu ada seorang wanita dari kampung Jafir sedang mendayung perahunya di pantai. Ketika melempar pandangannya di tepi laut, dia melihat jambu air “Ufr” yang terbawa arus air pasang. Si wanita ini kemudian mengambil jambu air tersebut dan memakannya. Rasa jambu air yang sangat manis menimbulkan keinginan wanita mencari asal jambu tersebut. Wanita ini menulusuri pantai mengikuti arus air yang sedang surut untuk mencari jambu air tersebut.
41
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
Sepanjang perjalanan, dia banyak menemukan jambu air. Tetapi begitu dimakan, rasanya pahit, tidak ada yang manis seperti pertama dia peroleh. Tetapi si wanita ini tidak putus asa mencari buah jambu air manis yang pernah dimakan, sampai akhirnya sampai disalah satu kampung bernama Inari. Ditempat inilah si wanita menemukan buah jambu air yang terasa manis, sama dengan jambu yang terbawa arus teluk ketempat tinggalnya di kampung Jafir tersebut. Ketika wanita ini berada dibawah pohon jambu air, tiba-tiba ada yang melemparnya dengan alat penikam ikan burma dan tertancap tepat didepan perahu wanita tersebut. Wanita pun tersentak kaget, karena alat penikam ini mengenai depan perahu wanita ini. Dia kemudian mencari si pemilik alat penikam ikan dan menemukan orang yang ternyata laki-laki berada diatas pohon jambu air. Laki-laki mengajak si wanita memetik jambu air bersama dan untuk tinggal bersama. Mereka akhirnya tinggal bersama-sama dikampung Inari. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, mereka berdua bercocok tanam secara alamiah. Kebunnya ditanami ubi, keladi, dan lain sebagainya. Tempat tinggal mereka (sadwen) terbuat dari atap pohon sagu. Disinilah kehidupan mereka berlangsung. Ketika lahir anak mereka, sang suami meminta izin kepada istrinya untuk pergi ke suatu tempat. Sang istri pun mengizinkan kepergian suaminya. Sesaat akan pergi, sang suami berpesan “kamu tinggal, saya pergi tetapi saya akan kembali 3 tahun lamanya”. Sang istri diam saja, entah tidak mendengar atau sengaja tidak mengingat waktu janji hari kembalinya sang suami yang cukup lama tersebut. Tiga tahun kemudian, tepat waktu yang dijanjikan, sang suami kembali ke rumah. Saat tiba, dia menjumpai anaknya yang sudah berusia 3 tahun. Anak ini berada di rumah kebun (sadwen dedan), sedangkan sang istri tidak ada. Melihat situasi ini sang ayah pun bertanya kepada anaknya “dimana ibu mu?” Anaknya spontan 42
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
menjawab, “ibu bersama ayahku ada dikebun”. Mendengar jawaban itu sang ayah tersentak kaget. Rasa kecewa yang mendalam, sedih dan terluka berkecamuk dalam hatinya. Dia merasa istrinya telah berhianat. Dia kemudian menjelaskan bahwa dialah ayah yang sebenarnya. Untuk membuktikan kata-kata sang anak, sang ayahnya pergi ke kebun. Ketika sampai dikebun, ia melihat sang istri sedang bercocok tanam bersama suaminya yang baru. Istri bersama suami barunya lagi menanam keladi wagt. Suami yang membuat kolam keladi memakai sebuah tugal, alat penanam keladi yang dibuat dari pohon kayu kecil. Melihat kenyataan ini, sang suami marah. Tanpa terlihat oleh pasangan yang sedang bercocok tanam ini, dia mencabut pohon keladi yang baru ditanam pasangan sebagai luapan amarahnya. “...de pu suami tikam kolam keladi, terus maitua tanam keladi, laki-laki bekas suaminya ini datang cukil kasih keluar keladi-keladi. Begitu terus menerus, jadi dorang dua yang batanam ini su heran-heran, kenapa keladi yang dong tanam ini tacabut terus?” “...terus de pu paitua tanya...ko su tanam setiap kolam yang sa tikam itu ka? Baru sudah tanam baik itu?” “...de pu istri jawab sudah semua? Baru kenapa kolam yang ko tanam itu......keladi bisa tacabut keluar?”
Karena sudah mengetahui secara jelas, Ayah dari anak ini kemudian pergi. Begitu berlalu, sang anaknya mulai merasakan bahwa pria yang baru ia temui adalah ayah kandungnya yang akan pergi meninggalkan dirinya dan ibunhya untuk selamanya. Sebelum pergi, sang ayah sempat berpesan kepada anak lakilakinya bahwa : “...ja ge bu fa... oroge bu mi, mi adni se, msi mo roge....mo fumta roge bun fur nene i, mote omar fi mettut of. Fur
43
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
wengga nfna : Jamu, wasioe, utn, tuf je taf of, mese mo ad bu bidi...bun ifur en senate bu mar wengga ened mar mwge i.” (...saya mau pergi, kamu akan tinggal disini dan punya anak.. anak pertama nanti perlu dilakukan upacara pantangan.. dia tidak boleh makan kasuari, kangguru pohon, ikan gurapu... kalau sudah besar dan sudah melakukan upacara maka makanan tadi boleh dimakan..)
Sang anak melihat kepergian ayahnya dengan perasaan sedih.ia tidak bisa mencegah ayahnya pergi. Ia juga merasa tidak mungkin lagi bisa bertemu ayahnya. Isak tangis pilu di hatinya dilukiskan lewat suara tangisan, namun sang ayah tetap berbulat hati pergi jauh meninggalkan anak tersebut. Mendengar tangisan si anak, sang ibu beserta suami barunya pulang ke rumah. Sang anak bercerita tentang apa yang dialaminya. Setelah mendengar cerita, barulah ibu dan ayah tirinya menyadari, bahwa tanaman keladi yang tercabut saat ditanami tadi, merupakan perbuatan ayah si anak. Mereka baru mengetahui ternyata mantan suaminya sudah pulang dan akan pergi lagi, karena perbuatan istri menikah dengan orang lain. Tanpa putus asa, sang anak mengejar ayahnya sambil menangis dengan suara yang memilukan hati sang ayah. Namun sang ayah tetap pergi. Anak ini mengejar sambil memegang cawat ayahnya. Ayahnya menepis tangan anak ini dengan sentakan kuat, tetapi sang anak tetap berlarih dan meraih cawat ayah tercinta, begitu terus menerus. Kemudian sang ayah memanjat tempat yang tinggi untuk menghindar, namun si anak tetap memegang ujung cawatnya (ffur rba). Sang ayah yang kehabisan akal memutuskan ujung cawat dengan parang agar anaknya bisa terlepas darinya. Kemudian ayah ini mengambil tali-tali semak lalu melempar ke arah depan anaknya. Tali semak dilempar seperti jala ke arah anaknya. Sang 44
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
ayah kemudian memanjat tangga naik ketempat yang tinggi sekali. Sang anak kehilangan jejak sang ayah. Dia kemudian kembali ke ibunya dan tinggal sampai dewasa ditempat tersebut. 3.2. Asal Usul Kampung Orang yang mendiami kampung Jawera sekarang, awalnya adalah orang Mgai, marga Ruwe dan Watora yang berasal dari kampung Finyar. Karena ada konflik, marga Watora dan Ruwe ini keluar dari kampung Finyar, mencari suasana lain ditempat yang berbeda. Dua marga dari kampung Finyar ini turun dan menetap dikampung dekat kali Mgai. Selain itu, Orang kampung Jafir ini ada yang asalnya dari pedalaman atau daratan Distrik Arguni Bawah. Mereka menyusuri pantai sebelah Utara kampung Rafa atau kampung Sawat Wer dan bermukim dipesisir pantai Jafir Twen. Karena dikampung Jafir Twen ketika itu mencari ikan sangat susah diperoleh, penduduknya kemudian pindah bermukim di dekat perkampungan Mgai. Penghuni kampung Jafir Twen antara lain marga Mangku, Wermeta, Waraswara, Rientuada. Marga Wersin, merupakan orang Babo (Bintuni) yang berpindah tempat kekampung Jawera. Juga ada marga Ranggafu yang melakukan perkawinan dari kampung Wermenu, kemudian tinggal menetap dikampung Jafir. Perkembangan desa ini dimulai dari marga mangku dorang (klen mangku) dari Urum turun dan tinggal menetap dipesisir ini. Marga mangku ini kemudian mengajak marga asli dikampung Jawera ini untuk tinggal sama-sama. Kampung yang dikenal dengan nama Jafir atau Jawera saat ini, awalnya adalah kampung yang bernama Mgai. Nama Mgai berasal dari kata anggau yang berarti jaka/ular pendek. Mgai ini dalam pandangan penduduk kampung merupakan tuan tanah atau pemilik tempat dimana warga
45
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
kampung tinggal. Bentuknya berupa ular berkepala kucing. Paling tidak, itulah yang diyakini oleh warga kampung Jawera. Pada saat kampung ini bernama Mgai, banyak warga kampung yang meninggal. Banyaknya kematian yang terjadi menimbulkan kekhawatiran warga kampung terhadap akan semakin banyaknya kematian yang bisa memusnahkan keberadaan kampung. Penyebab kematiannya tidak diketahui dengan pasti. Meninggal secara gaib adalah penjelasan rasional yang diberikan penduduk kampung sehubungan dengan kematian tersebut. Cerita yang beredar dari mulut ke mulut mengemukakan bahwa bila seseorang bisa melihat penampakan ular berkepala kucing, maka umur orang yang melihat tadi akan segera berakhir. Masih menurut penuturan warga, apabila ular tersebut terdengar meraung seperti suara kucing, bisa dipastikan bahwa akan ada seseorang yang dibunuh atau dimangsa dan akan meninggal beberapa hari kemudian. Tanda-tanda dari orang itu adalah terjadinya kondisi badan yang kurus secara tiba-tiba. Kurusnya badan orang itu menandakan ular sudah merasuki tubuh seseorang tersebut. Kejadian ini banyak terjadi pada kaum perempuan. Hal ini yang membuat Kampung Mgai diganti namanya menjadi Jafir atau Jawera. Kematian warga kampung menyisakan 6 orang saja disebabkan adanya penyakit dari ulah dukun mgrig. Dukun ini berusaha menunjukan kekuatan supranatural mahluk lain yang tidak nyata oleh penglihatan mata orang biasa. Untuk memunculkan penampakan mahluk gaib seperti penghuni dalam tanah, penghuni tanjung-tanjung, laut sang dukun melanggar pantangan dilarang mengetahui semua itu dengan sengaja. Akibatnya semua warga Mgainmtmat atau banyak yang meninggal. Warga asli Mgai yang tersisa tinggal 6 orang (marga Ruwe 3 dan marga Watora 3) dan mereka ini sekarang dimintai warga Jafir (Jawera) untuk pindah di bagian daratan kampung Mgai lama yang 46
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
awalnya sangat dekat tepi laut ke sedikit daratan bersama warga Jawera. Cerita perjalanan orang Irarutu sampai bermukin di wilayah teluk Arguni sebagaimana tergambar dari kasus kampung Jawera, tidak banyak berbeda dengan temuan penelitian Matsumura (1993) tentang masyarakat Irarutu. Dikemukakan bahwa orangorang Irarutu adalah orang-orang pedalaman yang yang tidak tahu membuat perahu. Sekarang, mereka hampir semua bermukin di daerah teluk dan anak sungai. Selain karena terjadinya konflik berupa perang antar Etnik, perpindahan orang Irarutu dari daerah pedalaman ke wilayah wilayah teluk, salah satunya tidak lepas dari upaya Pemerintah Belanda. Catatan Sejarah Van Loogchem (Matsumura, 1993) mengemukakan bahwa pada pertengahan tahun 1800-an orangorang Maluku banyak melakukan ekspedisi ke wilayah Teluk Arguni untuk memperoleh budak, damar, rempah dan minyak. Pemerintah Belanda yang berkepentingan dengan potensi alam di wilayah tersebut berusaha mencegah keluarnya budak dan hasil alam sebagai bentuk kegiatan orang Maluku dengan mendirikan Pos pengawal di Fakfak dan Manokwari. Kontak dengan orang pedalaman, makin banyak dilakukan dengan kedatangan misi Katolik dengan mendirikan sekolahsekolah di daerah seperti Mandiwa dan Sawatawera dan di beberapa daerah Arguni Atas. Masuknya saudagar Arab di awal tahun 1900-an sebagai pedagang sekaligus penyebar ajaran Islam membuat sebagian orang Irarutu menganut ajaran Islam. Gerakan yang dilakukan Gereja Protestan Maluku dibawah bendera the Indische Kerk dengan mendatangkan guru-guru dari Ambon untuk mengajar ajaran Kristen, menulis dan berkomunikasi menggunakan bahasa “Indonesia” sebagai bahasa penghubung. Semua itu merupakan faktor penarik orang Irarutu untuk keluar dari daerah pedalaman. 47
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
Gerakan perpindahan orang Irarutu dari pedalaman menuju daerah pantai diperkuat dengan ajakan pemerintah Belanda dan Indonesia agar orang yang tinggal di pedalaman pindah ke daerah teluk dan membentuk kampung. Di wilayah Arguni bawah dari 15 kampung, masih ada 3 kampung yang berlokasi di daerah pedalaman. 3.3. Pola Menetap Orang Irarutu di Teluk Arguni Penduduk Kaimanapada umumnya tersebar pada daerah kampung-kampung. Penduduk yang bertempat tinggal Distrik Kaimana Kota sebagian besar juga tersebar di daerah kampungkampung. Sementara ini, merekayang berasal dari Etnik-Etnik lokal masih merupakan penduduk terbesar, walau pendatang dari Maluku, Sulawesi Selatan dan Jawa, mulai menghiasi kota Kaimana. Mereka merupakan penduduk yang bermigrasi secara spontan. Di kota mereka yang hidup membentuk pemukiman bergerombol dalam kantung-kantung pemukiman yang saling terpisah. Gambaran pola menetap di Distrik Kota Kaimana, tampaknya merupakan cerminan pola pemukiman di wilayah dan Distrik lainnya di Kabupaten Kaimana. Hal yang membedakan dari pola menetap masyarakat di kota dan di Distrik lain adalah homogenitas manusianya. Ada perkampungan yang banyak dihuni oleh orang Seram sehingga dikenal dengan sebutan kampung Seram. Ada perkampungan yang banyak dihuni oleh orang Jawa, Buton, Bugis dan tentunya perkampungan orang-orang asli.
48
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Gambar 3.1. Lokasi Perkampungan di Wilayah Teluk Arguni Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Kaimana, 2014
Di Distrik Teluk Arguni, yang merupakan pusat persebaran orang Irarutu, juga membentuk pemukiman menggerombol dalam kampung-kampung di sepanjang garis pantai teluk Arguni. Sebagaimana tampak pada gambar diatas, kampung-kampung yang terdapat di teluk Arguni hampir semua berlokasi di sepanjang pantai atau anak sungai yang bermuara di pantai tersebut. Ini merupakan fenomena umum dalam masyarakat pedalaman, mengingat fungsi sungai tidak hanya sebagai penyedia bahan makanan tetapi juga sebagai penghubung antar kampung. Ketika menuju ke pedalaman di teluk Arguni, kampung yang dapat
49
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
dijumpai setelah sampai di Kampung Tanggaromi sebagai pintu masuk antara lain desa Waho, Koy, Wanama, Inari. Keempat desa ini kebanyakan dihuni oleh orang-orang Kambrau yang juga menempati teluk Arguni di bagian sebelah Selatan. Dibagian sebelah Utara teluk, orang Irarutulah yang banyak bermukim disana. Beberapa kampung yang menjadi pemukiman orang Irarutu antara lain Nagura, Serara, Samun, Ukiara, Tanusan, Mandewa, Jawera dan Waromi. Disebelah Utara lagi masih terdapat kampung Bofuer dan Tiwara sebagai kampung terujung dari teluk Arguni. Pola pemukiman dari setiap kampung orang Irarutu di pesisir pantai teluk Arguni tidak banyak berbeda. Beberapa kampung yang sempat disinggahi pola pemukimannya tidak banyak berbeda. Pintu masuk dan keluar kampung adalah dermaga. Dari dermaga di tepi pantai, dibangun jalan memanjang ke ujung kampung. Jalan yang ada, terbuat dari bahan semen dengan lebar jalan sekitar 2,5 meter. Rumah penduduk terletak berjejer disebelah kiri dan kanan jalan utama kampung. Kesamaan pola ini memungkinkan terjadi karena memang lingkungan geografi yang sama, etnis yang sama dan ditunjang oleh program pembangunan dari pemerintah Kabupaten yang cenderung menyamaratakan semua bentuk pembangunan kampung. Demikian juga halnya dengan pola pemukiman di kampung Jawera. Dermaga, jalan kampung dan saluran irigasi yang ada merupakan salah satu hasil program pembangunan kampung, yang anggarannya berasal dari pemerintah daerah. Program pembangunan kampung semula adalah proyek yang ditenderkan pemerintah daerah kepada pihak ketiga. Pembangunan dermaga, contohnya. Beruntung pihak yang melakukan pembangunan dermaga ini berhasil membangun dengan “baik” sehingga keberadaan dan fungsi dermaga masih bisa dinikmati penduduk kampung. Kalau tidak, maka nasip dermaga ini akan sama dengan yang dibangun di kampung tetangga, yang beberapa tiang 50
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
penyangganya sudah roboh. Untuk menciptakan kemandirian masyarakat, program pembangunan kampung kemudian diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat setempat untuk melaksanakannya. Sedangkan untuk bangunan rumah yang ada saat ini, terdapat tiga bentuk bangunan. Pertama adalah rumah panggung panggung terbuat dari kayu. Rumah ini merupakan pemberian dari perusahaan kayu yang dulu pernah beroperasi di wilayah tanah adat kampung Jawera. Sebagai imbalannya, perusahaan kayu tersebut mempunyai tanggung jawab merekruit penduduk kampung sebagai tenaga kerja di perusahaan dan memberikan fasilitas rumah buat penduduk. Bentuk kedua adalah bangunan rumah semi permanen. Bangunan di bagian bawah terbuat dari tembok dan di bagian atasnya terbuat dari kayu. Lantainya dibuat dari semen. Ruangnya, terdiri dari ruang tamu, dua kamar tidur dan dilengkapi dengan fasilitas kamar mandi dan WC. Inilah rumah bantuan pemerintah daerah yang dibangun dengan tujuan memberikan “rumah sehat” kepada warganya. Ketiga adalah rumah tembok. Model bangunan rumah tembok kebanyakan meniru bangunan yang ada di perkotaan dan dibangun dengan pembiayaan sendiri. Karena bahan baku untuk membangun rumah seperti batu dan pasir tidak tersedia di lingkungan kampung maka banyak di antara rumah tembok ini belum selesai dengan sempurna. Untuk atap rumahnya, kondisi saat ini, semua rumah di kampung menggunakan seng sebagai atapnya. Penduduk kampung Jawera sudah tidak memanfaatkan atap yang dibuat dari anyaman daun sagu atau daun nipa yang banyak tumbuh di lingkungan kampung.
51
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
Gambar 3.2. Suasana Kampung Jaweradi Wilayah Teluk Arguni. Sumber: Dokumentasi Peneliti
Menurut salah satu informan, bentuk rumah yang mereka bangun ditentukan secara turun temurun. Sesuai tradisi, ketika mereka melakukan pembangunan rumah tinggal, setiap orang diwajibkan membangun rumah yang pantas. Tidak ada motif khusus dari bentuk rumah yang mereka bangun untuk dihuni. Ada bahasa orang tua dahulu berupa pesan moral yang disampaikan untuk generasi yang masih ada sebelum meninggal dunia. Pesan moral yang terkait dengan pola pembangunan rumah sebagaimana dikemukakan berikut: “...Bun san”, “Bun san kosi of, bun san kosi roge matu nafi nmit (ftakabya)”, “Bun san nabad fote o gata endi nma nir o nmi.” (orang tua berpesan membuat rumah, membuat rumah jangan yang kecil, membangun rumah kecil itu orang yang ingin makan sendiri (pelit/kikir), bikin rumah besar agar
52
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
kamu punya siapa-siapa (kerabat-kerabat) datang bisa tinggal bersama kamu).
Pesan moral ini memiliki arti yang dalam bahwa ketika orang yang rumahnya kecil maka sesuai hatinya, selalu tertutup, tidak bisa berbagi dengan kerabat-kerabatnya atau siapapun, sehingga rizki atau kebaikannya itu sulit didapatkan, maka orang pun tidak akan datang (berkunjung) atau menempati rumahnya. Sedangkan orang yang baik terbuka rumahnya, dan rumahnya siap menampung kerabat-kerabat yang akan datang dari kampung manapun, sebab tamu (kerabat) yang datang akan selalu membawa rizkinya dan akan berbagi dengan si pemilik rumah. Kehidupan sehari hari. Kehidupan masyarakat di kampung Jawera tampak berjalan dengan lambat. Saat fajar menyingsing, suasana kampung masih juga sepi. Yang terdengar hanyalah kokok ayam dan kicauan burung yang bertengger di pohon kayu besi, mangi-mangi dan sagu yang mengelilingi perkampungan. Tetapi nampaknya, kicauan burung yang bersautan dan kokok sang jago tidak segera membangunkan penduduk kampung dari lelap tidurnya. Kehidupan mulai nampak, ketika satu dua penduduk kampung berjalan menuju pantai. Pembicaraan yang mereka lakukan sambil berjalan memberikan tanda bahwa pagi sudah menjelang. Biasanya sejak sekitar jam 06.00. para warga sudah berlalu lalang di jalan kampung menuju ke dermaga. Bapak-bapak, Ibu-ibu dan anak-anak menunggu kedatangan nelayan di dermaga. Menjelang kedatangan perahu nelayan pulang dari menangkap ikan, pantai dimana dermaga tempat long boat sang nelayan bersandar menjadi ramai. Sambil menunggu kedatangan nelayan, dermaga berfungsi sebagai “sumber” informasi tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan warga kampung. Waktu kedatangan perahu nelayan ini tidak menentu. Kadang sebelum fajar menyingsing para nelayan sudah tiba di 53
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
dermaga. Kadang sampai tengah hari, mereka baru sampai. Semua itu bergantung pada kapan mereka berangkat melaut dan utamanya pada pasang surut air laut. Pada saat nelayan sudah merapat di dermaga, hasil tangkapan yang dibawa pulang nelayan akan diletakkan di geladak papan dermaga. Kalau ikan hasil tangkapan tidak terjual karena tidak ada kapal pengepul yang biasa membeli ikan nelayan, semua ikan akan diletakkan begitu saja di dermaga. Warga kampung akan memilih ikan yang masih segar untuk dibawa pulang. Ikan yang dianggap tidak segar akan ditinggal di dermaga dan menjadi makanan anjing. Bahkan bila terlalu banyak ikan yang tidak tidak segar dan ditinggal di dermaga, ikanikan tersebut akan membusuk dan menimbulkan bau busuk. Semua orang boleh mengambil secara cuma-cuma, tanpa harus menggati dengan sejumlah uang. Warga bisa mengambil seperlunya untuk kebutuhan makan. Kadang beberapa warga mengambil gerobak sebagai tempat ikan untuk kemudian dibagi kepada warga yang mau. Tetapi bila para nelayan tidak memperoleh banyak ikan dan tidak bisa memberikan sisa tangkapannya, penduduk seakan bisa memaklumi kondisi tersebut dan pulang dengan tangan hampa. Sesaat keramaian dermaga berlalu, para ibu dan anak sudah kembali ke rumah masing-masing, kehidupan di desa kembali sepi. Ketika pagi, tampak satu dua ibu menyapu halaman rumahnya. Kaum ibu lebih banyak berada di dalam rumah mempersiapkan anak-anaknya untuk berangkat ke sekolah dan menyiapkan sedikit makanan untuk dikonsumsi pagi hari buat keluarga. Mereka tidak biasa makan saat pagi. Makanan yang dikonsumsi hanya berupa makanan ringan seperti pisang goreng atau kue-kue kering yang ada dijual di beberapa rumah. Keberangkatan anak ke sekolah ini yang membuat kampung sedikit hidup. Pembicaraan yang dilakukan, tawa dan canda anak-anak berangkat ke sekolah terdengar ramai di jalan kampung. Setelah 54
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
anak berangkat ke sekolah, tugas ibu selanjutnya adalah mencuci pakaian anggota keluarga dan menyiapkan makan siang dan malam. Sedangkan para Bapak mulai menyiapkan perlengkapan untuk kegiatan harian mereka. Menjelang siang, mereka yang berkebun, dengan berbekal peralatan mulai berangkat menuju lahan berkebunnya. Tempat mereka berkebun jauh di daerah atas. Demikian juga dengan yang menokok sagu. Dengan menenteng alat tokok dan bekal makanan, minuman dan rokok mereka berangkat ke rawa tempat pohon sagu tumbuh yang lokasinya di belakang kampung. Tetapi kegiatan berkebun dan menokok sagu ini adalah kegiatan yang tidak lagi dilakukan dengan rutin setiap hari. Kebun bagi masyarakat setempat tidak lebih dari lahan untuk mengambil bahan makanan yang tumbuh secara alami. Mereka tidak pernah mengolah dan merawat kebunnya agar nantinya dapat menghasilkan bahan makanan lebih banyak. Kalau ada orang atau keluarga pergi ke kebun ini mengindikasikan bahwa mereka sudah tidak punya perbekalan makan. Keberadaan matahari diatas kepala membuat setiap orang enggan untuk keluar rumah. Sinar matahari di tanah Papua, termasuk di wilayah Arguni Kaimana, panasnya cukup menyengat. Tidak banyaknya pohon yang ditanam di halaman rumah, atap rumah yang terbuat dari seng kurang mampu memberikan kesejukan buat penghuni yang tinggal didalamnya. Walau hangatnya udara masih dapat dirasakan didalam rumah, tetapi berada didalamnya adalah pilihan yang banyak dilakukan oleh penduduk desa. Keramaian penduduk desa mulai terasa kembali ketika matahari sudah condong di sebelah Barat. Ibu-ibu mulai menyapu halaman rumahnya. Anak-anak mulai bermain dan berlarian di jalan utama desa. Para remajanya mulai hilir mudik bersama teman sebayanya sambil menenteng handphone sebagai alat untuk 55
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
mendengarkan musik. Fungsi handphone di kampung tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya karena memang tidak terdapat sinyal. Bapak-bapak nelayan mulai menyiapkan semua perlengkapan melautnya di di dermaga. Keramaian ini berlangsung sampai matahari tidak tampak lagi. Mengawali malam, sekitar jam 18.00. diesel pembangkit listrik desa, hasil PNPM Mandiri mulai digerakkan. Kebutuhan minyak untuk menghidupkan diesel diperoleh dengan jalan gotong royong. Setiap rumah tangga setiap bulannya, diharuskan berkontribusi sebanyak Rp. 20.000,-. Bagi mereka yang mempunyai perahu dan usaha lainnya diminta memberi lebih. Dana iuran warga inilah yang kemudian dikumpulkan untuk membeli bahan bakar guna menghidupi diesel. Lampu jalan desa, rumah-rumah penduduk dan beberapa fasilitas desa pun menyala. Aktivitas warga di malam hari, lebih banyak dilakukan didalam rumah. Kegiatan utama pada malam hari adalah melihat tv yang bisa ditangkap dengan bantuan parabola. Mereka yang tidak punya TV, biasanya melihat di rumah tetangga yang punya TV. Selain itu, kegiatan malan seringkali dihabiskan dengan mendengarkan musik dan lagu. Suara audio tape terdengar kencang dari beberapa rumah. Lagu-lagu dari daerah maluku sepertinya merupakan lagu favorit penduduk desa, paling tidak itulah pilihan mereka yang punya audio tape tersebut. Gotong royong. Gotong royong yang dapat diartikan sebagai aktivitas bekerja sama dikalangan masyarakat untuk menyelesaikan suatu kegiatan tertentu merupakan identitas masyarakat di wilayah teluk Arguni. Misalnya, ketika kampung Tanusan di wilayah distrik Arguni Bawah mengadakan kegiatan kerja bakti membangun tempat ibadah. Kepala pemerintahan kampung yang biasanya disebut dengan bapak desa akan menginformasikan tentang kegiatannya kepada pemerintahan Distrik dan kampung lainnya. Berdasarkan informasi tersebut, 56
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
penduduk kampung lain yang mendengar akan datang membantu kegiatan gotong royong yang sudah diagendakan. Di Tanusan, pusat pemerintahan Distrik Teluk Arguni Bawah, yang mayoritas penduduknya muslim, sedang membangun Masjid Raya. Pembangunan Masjid tersebut, sepenuhnya merupakan swadaya masyarakat. Mereka yang punya uang sumbang uang, yang punya kayu sumbang kayu, yang punya pasir sumbang pasir, yang hanya punya tenaga sumbang tenaga. Semua anggota masyarakat berkontribusi. Dalam upaya pembangunannya, sepenuhnya dikerjakan secara gotong royong. Mereka yang bergotong royong bukan hanya penduduk kampung tanusan saja. penduduk di kampung lain ternyata juga hadir untuk bekerja bersama-sama masyarakat Tanusan. Penduduk kampung Jawera yang harus menempuh perjalanan selama 30 menit dengan long boat juga datang untuk bergotong royang membangun Masjid. Berbekal informasi dari radio komunikasi antar kampung bahwa akan ada kegiatan kerja bakti membangun Masjid, kepala kampung Jawera memobilisasi masyarakatnya yang mayoritas beragama Nasrani untuk hadir dan berpartisipasi pada kegiatan tersebut. Kuatnya nilai-nilai kebersamaan diantara masyarakat Irarutu mampu mengatasi perbedaan yang ada. Sejarah telah membuktikan kuatnya nilai kebersamaan ini. Ketika agama Islam masuk ke masyarakat Irarutu yang menurut hikayatnya dibawa oleh orang-orang Ternate, mereka bisa menerima dengan baik. Demikian juga ketika agama Nasrani dibawa dan masuk bersama orang eropa, orang Irarutupun bisa menerima dengan baik. Karena itu, masyarakat Irarutu saat ini sebagian memeluk agama Islam dan sebagian lagi memeluk agama Nasrani. Perbedaan ini tidak menjadikan orang Irarutu sebagai etnis yang terbelah. Kembali pada kegiatan gotong royong. Ada tanggung jawab yang melekat di dalamnya ketika suatu kampung 57
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
menginformasikan kepada kampung lain tentang kegiatan gotong royong. Tanggug jawab kampung dan warga di dalamnya adalah menyediakan konsumsi selama kegiatan berlangsung dan akomodasi penginapan bila kegiatan berlangsung lebih dari sehari. Sebagai tuan rumah, masyarakat Tanusan menyiapkan banyak hal untuk terselenggaranya kerja bakti. Karena banyak penduduk dari luar kampung Tanusan yang hadir, warga kampung Tanusan sebagai tuan rumah menyediakan rumahnya sebagai base camp. Untuk setiap kampung disediakan masing-masing sebuah rumah sebagai base camp. Setiap orang bisa memanfaatkan keberadaan base camp sebagai tempat istirahat dikala rehat atau untuk kebutuhan lainnya. Masyarakat Tanusan juga menyediakan semua kebutuhan makan dan minum selama kegiatan kerja bakti berlangsung. Ibuibu warga Tanusan telah mengolah dan menyediakan berbagai makanan. Ada nasi, papeda, olahan daging rusa, ikan, sayur dari mentimun dan daun singkong serta kue-kue buatan ibu-ibu. 3.4. Prinsip Keturunan dan Sistem kekerabatan Dalam menjalani kehidupan, setiap individu di hampir semua lingkungan kebudayaan, mengenal adanya stages along the life-cycle6. Peralihan kehidupan dari satu tahap ke tahapan selanjutnya seringkali dianggap sebagai kondisi yang memerlukan perhatian khusus karena dianggap berbahaya dan penuh risiko. Tidak heran bila beberapa kelompok masyarakat mengadakan kegiatan dan ritual tertentu untuk menetralisir keadaan krisis yang dinilai akan mengancam kehidupan individu tersebut.
6
Adalah tingkatan kehidupan sepanjang hidup manusia mulai dari bayi, anak, remaja, menikah, hamil, melahirkan, tua dan mati.
58
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Salah satu masa peralihan yang penting pada life-cycle seseorang adalah perkawinan. Suatu peralihan dari tingkat kehidupan sebagai remaja ke tingkat kehidupan berumah tangga. Sebagai salah satu tahapan kehidupan, ada banyak fungsi yang melekat didalamnya. Selain mengatur manusia tentang kehidupan seksualnya, perkawinan memunculkan tanggung jawab untuk memberikan penghidupan yang layak kepada anggota keluarganya. Kalau memungkinkan, tanggung jawab tersebut tidak sebatas memehuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan, tetapi juga hak dan kewajiban secara sosial. Kesepakatan pasangan laki-perempuan untuk mengikatkan diri dalam satu ikatan perkawinan, menjadikan mereka sebagai satu kesatuan sosial yang disebut keluarga. Dalam pandangan demografi, konsep keluarga tidak banyak digunakan. Konsep keluarga diartikan secara lebih spesifik sebagai rumah tangga yang senantiasa diidentikkan dengan dapur. Artinya, selama pasangan itu belum mempunyai kemampuan mengelola kehidupan ekonomi rumah tangga sendiri dan masih berada dalam tanggungan “dapur” orang tuanya, maka pasangan tersebut belum layak disebut sebagai satu rumah tangga. Tetapi kalau pasangan tersebut sudah mengelola dapurnya sendiri, ini bisa disebut sebagai satu rumah tangga. Di lingkungan orang Irarutu yang tinggal di kampung Jawera, kata rumah tangga hanya digunakan dalam bahasa administrasi pemerintahan, khususnya terkait demografi. Dalam kehidupan sehari-hari, mereka hanya mengenal kata keluarga yang sekaligus menunjukkan ikatan dan hubungan kekerabatan diantara warga kampung. Pengamatan yang dilakukan di lingkungan kampung menunjukkan bahwa terdapat tiga jenis kelompok kekerabatan, yakni kelompok yang berbentuk keluarga inti, keluarga luas dan marga.
59
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
Keluarga inti adalah kelompok kekerabatan terkecil. Disebut sebagai keluarga inti karena anggota keluarganya hanya terdiri dari bapak-ibu sebagai orang tua dan anak-anaknya. Berdasarkan keberadaannya, tidak banyak keluarga yang benar-benar merupakan keluarga inti. Dari 48 keluarga yang menetap di kampung Jawera, kami hanya menemukan 4 keluarga yang bisa dikategorikan sebagai keluarga inti. Selain keempat keluarga tersebut, kelompok kekerabatan lain adalah keluarga luas7. Dalam keluarga tersebut tinggal beberapa kerabat dari tiga sampai empat generasi. Ada orang tua, menantu, cucu atau saudara lain. Seorang kepala keluarga harusnya tercatat dalam buku administrasi pemerintahan kampung, tetapi ternyata pemerintah kampung tidak punya sistem pencatatan yang baik. Mungkin karena kedekatan hubungan yang terjalin antar penduduk kampung sehingga aparat kampung merasa tidak perlu melakukan pencatatan. Berbicara dengan pa Desa, sebutan untuk Kepala Kampung dan pa Seker, sebutan untuk sekretaris desa, mereka bisa menyebutkan dengan tepat setiap keluarga yang ada lengkap beserta anggota keluarganya. Untuk kegiatan pencatatan keluarga, yang biasa melakukan adalah pihak gereja. Setiap kepala keluarga tercatat pada buku gereja dengan nama Kristen beserta fam seperti nama Matias Ruwe dan Paulus Wejeri. Nama depan adalah nama Kristen, sedangkan nama belakang adalah nama fam dari yang bersangkutan. Selain kelompok kekerabatan yang sekilas bisa dilihat dari penggunaan rumah tempat tinggal oleh keluarga, di kampungkampung pemukiman orang Irarutu di wilayah teluk Arguni, umum ditemukan golongan-golongan orang yang mempunyai nama keluarga yang sama. Kelompok kekerabatan berdasarkan 7
Merupakan keluarga yang tinggal dalam satu kesatuan sosial rumah tangga yang terdiri atas lebih dari satu keluarga inti.
60
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
keturunan tersebut dikenal dengan istilah clan8. Di beberapa daerah kebudayaan di Indonesia, seperti di Batak dikenal istilah marga, di maluku dikenal istilah fam yang secara konseptual maknanya tidak jauh berbeda. Fam atau Marga ini merupakan suatu kelompok kekerabatan yang terdiri dari gabungan keluarga luas yang berasal dari kesamaan nenek moyang, dimana antara satu dengan lainnya terikat oleh garis keturunan laki-laki atau perempuan. Pada kehidupan sehari-hari, tidak banyak fungsi yang dimainkan oleh kelompok kekerabatan fam. Fungsi fam dalam masyarakat Irarutu lebih berkenaan dengan upaya pemeliharaan harta pusaka kelompok kerabat tersebut. Selain berbentuk bendabenda pusaka untuk keperluan ritual tertentu, harta pusaka juga meliputi harta produktif berupa tanah dengan segala apa yang terkandung didalamnya dan yang terdapat diatasnya, yang merupakan hak milik komunal. Ketika tanah milik komunal tersebut dibutuhkan oleh suatu lembaga atau badan usaha, maka akan dilakukan sinara9. Fungsi lain dari fam adalah mengatur perkawinan yang senantiasa menjaga agar terjadi secara eksogami. Pada saat itulah fungsi dan peran fam tampak nyata.
8
Kelompok kekerabatan berdasarkan asas keturunan unilineal. Dalam masyarakat, kelompok kekerabatan ini ditentukan dengan menarik garis keturunan secara unilineal, bisa melalui garis pihak ibu (matrilineal) atau garis keturunan ayah (patrilineal) 9
Suatu upacara pelepasan hak pengelolaan aset tanah dari komunitas adat kepada lembaga atau badan usaha tertentu. Ritual ini dipimpin oleh ketua adat untuk menentukan bentuk dan besar pemberian oleh mereka yang akan mengelola aset komunitas adat tersebut. Pada saat dilakukan upacara “sinara”, penduduk kampung dan kampung sekitarnya dilarang melakukan aktivitas ekonomi selama 3 hari. Kalau ada yang melanggar, ada keyakinan bahwa orang tersebut akan mengalami sesuatu yang berisiko terhadap jiwa dan kesehatannya.
61
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
Ada banyak kelompok kekerabatan yang disebut fam pada masyarakat Irarutu. Menurut Koentjaraningrat (1984) istilah fam digunakan oleh masyarakat di Papua karena dibawa oleh guru-guru yang berasal dari Maluku yang dulu ditempatkan di Papua. Di Maluku, fam merupakan suatu clan patrilineal. Penggunaan secara bersama nama fam dan nama kristen merupakan kebiasaan yang dikenalkan dan dibudayakan oleh pihak gereja. Hal ini dilakukan untuk memudahkan gereja dalam melakukan registrasi dalam buku gereja. Beberapa nama fam yang dapat dijumpai pada kelompok masyarakat Irarutu, diantaranya adalah Sirfefa, Mangku, Tanggarofa, Sabuku, Wenia, Werfete, Furu, Puarada, Syakema, Fenitiruma, Furima, Kambesu, Fandi, Ruwe, Rute, Tefroam, Ranggafu, Reasa, dan lain-lain. Nama Fam ini erat kaitannya dengan kepercayaan masyarakat bahwa nama-nama tersebut mencerminkan tugas dan tanggungjawab yang harus diemban penyandang Fam dalam menjalankan kehidupan di dunia. Sebagai akibat perkawinan, setiap pasangan diharapkan menghasilkan keturunan yang akan menjadi penerus kehidupan. Menghasilkan keturunan merupakan hal yang penting karena nantinya akan terkait dengan kedudukan dan peran dalam masyarakat. Dilingkungan masyarakat tradisonal, masih banyak dijumpai bahwa kedudukan seseorang secara ascribed. Kedudukan seseorang ini hanya dapat digantikan oleh keturunan orang tersebut, bukan orang lain. Prinsip keturunan orang Irarutu adalah patrilineal10. Hal ini mengakibatkan setiap individu dalam masyarakat akan menggunakan nama marga ayahnya. Misalnya, anak-anak dari pasangan suami istri yang bernama Jhonatan Mangku dan Sabrina Waraswara, akan mempunyai nama seperti Timotius Mangku atau 10
Cara menarik garis keturunan keatas melalui orang tua laki-laki
62
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Wilhelmina Mangku. Anak-anak ini akan menyandang nama fam ayahnya Mangku di nama belakangnya, bukan nama fam ibunya Waraswara.
Adat Mran Nabad Tafad
Adat Sot Aje
Aden
Tauf
Mim
Aden Kosi
EGO Wab fin
Nfut
Amo Nitat Gambar 3.3. Bagan Kekerabatan Orang Irarutu Sumber: Visualisasi Peneliti
Berbicara tetang istilah dalam kekerabatan, kita akan menemukan istilah yang disebut dengan term of adress11 dan term of reference12. Ini berguna untuk mengetahui bagaimana seseorang memanggil dan bagaimana seseorang menyebut kerabatnya.
11
Dalam studi antropologi istilah memanggil atau menyapa yang digunakan oleh EGO untuk memanggil seseorang kerabat ketika berhadapan dan berhubungan secara langsung 12
Istilah “term of reference” adalah istilah menyebut yang digunakan EGO ketika ia berhadapan dengan seorang kerabat sebagai orang ketiga.
63
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
Tabel 3.1. Istilah untuk Sebutan dan Penggilan dalam Hubungan Kekerabatan Orang Irarutu No.
Sebutan
Panggilan
1 2 3 4 5
Adat Mran Adat Sot Aje Aden Aje Nabad
Adat Mran Adat Sot Aje Aden Aje Nabad
6
Aje Kosi/Tetir
Aje Kosi/Tetir
7
Fuf Nabad
Fuf Mabad
8
Fuf Kosi
Fuf Kosi
9
Mim Nabad
Mim Nabad
10
Mim Kosi
Mim Kosi
11
Aden Nabad
Aden Nabad
12
Aden Kosi
Aden Kosi
13 Wabfin 14 Tafad 16 Nfut 18 Tauf 20 fufenirmim 22 Amo Mran 23 Amo Sot 24 Amo Mran 25 Amo Sot 26 Adat Mran 27 Adat Sot Sumber: Data Primer
64
Awag
Awag Amo Mran Amo Sot Amo Mran Amo Sot Nitat Nitat
Keterangan Hubungan Keluarga Kakek Nenek Ayah Ibu Saudara Ayah Laki yang lebih tua Saudara Ayah Laki yang lebih muda Saudara Ayah Peremp yang lebih tua Saudara Ayah Peremp yang lebih muda Saudara Ibu Laki yang lebih tua Saudara Ibu Laki yang lebih muda Saudara Ibu Peremp yang lebih tua Saudara Ibu Peremp yang lebih muda Istri Saudara Laki-laki Saudara Perempuan Ipar Laki-laki/Perempuan Sepupu Laki-laki/ Perempuan Anak laki-laki Anak Perempuan Anak Saudara Laki-laki Anak Saudara Peremp Cucu Laki-laki Cucu Permpuan
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Perkawinan. Perkawinan adalah hubungan antara laki-laki dan perempuan yang dikukuhkan secara sah oleh adat atau agama. Dalam hubungan perkawinan tersebut terdapat beberapa fungsi yang menyertainya. Sebagaimana dikemukakan oleh Kkoentjaraningrat (1985) perkawinan merupakan pengatur perilaku manusia yang berhubungan dengan perilaku seksualnya. Dilakukannya perkawinan, menyebabkan seseorang tidak boleh bersetubuh dengan orang kecuali pasangan kawinnya. Perkawinan mengandung pengertian memberikan jaminan perlindungan, hak dan kewajiban kepada anak-anak hasil perkawinannya. Selain itu, perkawinan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan akan harta dan hubungan baik antar kelompok kerabat. Fungsi dilakukannya perkawinan sebagaimana dikemukakan tersebut memang menjadi dasar dalam pelaksanaan perkawinan di komunitas orang Irarutu. Fungsi yang mulai mengalami pergeseran adalah fungsi memelihara hubungan baik antar kelompok. Saat ini setiap orang bebas memilih calon pasangannya tanpa harus mengikuti kehendak keluarga luasnya apalagi dalam rangka membina hubungan baik dengan kelompok kekerabatan yang lain. Pada masyarakat Etnik bangsa Irarutu, perkawinan merupakan kejadian sakral. Perkawinan tidak bisa dilangsungkan dengan cara sesuka hati. Ada aturan-aturan tertentu yang harus ditaati oleh masyarakat pendukungnya. Sangat dihindarkan oleh masyarakat Irarutu untuk melakukan hubungan perkawinan dengan sesama Fam. Prinsip perkawinan secara exogami13 merupakan bentuk hubungan perkawinan yang biasa dianut. Perkawinan yang bersifat endogami14 tidak dianjurkan karena 13
Adalah hubungan perkawinan yang dilakukan seseorang dengan orang dari luar keluarga luas/ fam 14
Endogami adalah hubungan atau anjuran perkawinan yang dilakukan seseorang dengan orang dari berasal dari keluarga luas/ fam sendiri
65
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
mereka menganggap sebagai incest15. Kalau sampai dilanggar maka diyakini akan menimbulkan akibat tidak baik tertentu bagi pasangan dan bahkan bagi keluarga luasnya. Akibat tersebut bisa berupa gangguan kesehatan sampai dengan kematian. Jika seorang laki-laki dan perempuan telah saling mengenal dan siap untuk berumatangga, maka orang tua dari pihak lelaki akan mendatangi rumah pihak perempuan. Kedatangan ini merupakan pinangan, bentuk kesungguhan laki-laki bahwa akan menjadikan perempuan sebagai istrinya. Kegiatan meminang dikenal dengan bahasa Etnik Irarutu sebagai Wafen. Setelah kegiatan Wafenini dilakukan, maka perempuan tersebut akan menyandang status sebagai calon istri seseorang. Hal ini juga berfungsi menhindarkan perempuan calon istri dari godaan lakilaki lain. Pada saat minang, pihak lelaki berwenang menentukan waktu nikah. Karena Etnik ini menganut paham patrilineal, maka pada saat kegiatan peminangan, pihak perempuan ditempatkan sebagai tuan rumah dan pihak lelaki sebagai tamu. Penempatan posisi ini, didalamnya melekat tugas dan tanggungjawab dari masing-masing pihak. Tugas pihak perempuan adalah menyediakan tempat, menyedikan makan dan minum selama acara berlangsung. Sementara tugas dari pihak lelaki adalah memobilisasi tamu yang akan menghadiri acara tersebut, menyediakan sejumlah harta yang nantinya akan diserahkan kepada pihak perempuan pada saat upacara perkawinan berlangsung. Hadiah Perkawinan. Setelah semua kebutuhan disiapkan maka tiba saatnya untuk upacara perkawinan dilaksanakan. Pihak lelaki diantar dengan tarian adat dari rumahnya menuju rumah 15
Incest adalah perkawinan yang terlarangmenurut adat istiadat atau hukum yang berlaku di masyarakat. Contoh dari perkawinan ini antara lain perkawinan ayah dengan anak kandung, ibu dengan anak kandung, antar saudara sekandung atau perkawinan antara kerabat dengan kerabat tertentu lainnya.
66
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
pihak perempuan. Ketika tiba di rumah pihak perempuan maka pihak lelaki wajib menyerahakan sejumlah harta. Bentuk harta tersebut antara lain emas, piring besar, gelang bugis, kain, parang, pakaian, uang. Setelah menyerahkan harta tersebut kepada pihak perempuan, kemudian sang lelaki berhak masuk kedalam rumah si perempuan lalu membawa keluar si perempuan. Selanjutnya perwakilan dari orang tua pihak lelaki akan membakar sebatang rokok (rokok negeri), lalu memberikan kepada salah satu perwakilan orang tua dari pihak perempuan. Cara pemberianya dilakukan melalui bahu kanan si perempuan. Jika diterima dan diisap maka upacara perkawinan tersebut dinyatakan sah secara adat. Bagi orang Irarutu yang beragama Islam, maka aturan secara Islamlah yang digunakan oleh orang dan keluarga tersebut dalam melaksanakan prosesi perkawinannya. Selain perkawinan antara seorang laki-laki dan perempuan yang sama-sama belum pernah kawin, sebagaimana tergambar pada paparan diatas, di masyarakat Irarutu terdapat juga bentuk perkawinan karena kondisi tertentu. Tanggarofa (2008) masih menemukan jenis perkawinan yang dalam istilah Antropologi dikenal dengan istilah Levirat16 dan Sororat17. Seorang istri yang ditinggal mati suaminya, bisa dikawinkan lagi dengan saudara lakilaki dari suami yang meninggal tersebut. Perkawinan ini dilakukan dalam upaya memberikan jaminan masa depan kepada anak-anak yang ditinggal mati sang bapak. Kalau sampai sang janda dikawin orang lain, maka dikhawatirkan anak-anaknya tidak diperlakukan dengan baik. Demikian juga perkawinan seorang duda dengan saudara perempuan istrinya yang meninggal. 16
Levirat adalah perkawinan seorang janda dengan saudara sekandung suaminya yang sudah meninggal dunia. 17
Sororat adalah perkawinan seorang duda dengan saudara sekandung atau anak saudara sekandung istrinya yang sudah meninggal dunia.
67
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
Perkawinan levirat dan sororat yang dilakukan oleh masyarakat Irarutuini mempunyai tujuan yang tidak berbeda dengan masyarakat di wilayah kebudayaan lainnya. Tujuan yang pertama adalah untuk melindungi sang anak. Selain itu, kedua jenis perkawinan tersebut juga mengandung maksud melindungi harta keluarga agar tidak jatuh ketangan orang luar. Poligini. Perkawinan yang dilakukan oleh orang Irarutu pada umumnya adalah perkawinan monogami18. Namun demikian tidak tertutup kemungkinan bagi seorang laki-laki untuk berpoligami19. Kondisi ini tidak berlaku pada wanita. Ini menunjukkan bahwa masyrakat Irarutu tidak mengenal konsep poliandri20. Ada syarat tertentu bagi seorang laki-laki untuk mempunyai istri lebih dari satu. Sebagai penerus nama Fam, mempunyai anak adalah kondisi ideal, apalagi mempunyai anak laki-laki. Ketidakadaan anak dalam keluarga, bisa menjadi kondisi yang membolehkan laki-laki Irarutu untuk mempunyai istri lagi. Kondisi lainnya adalah bila seorang laki-laki mempunyai kecukupan secara finansial dan mendapatkan ijin dari istrinya. Perceraian. Kejadian perceraian merupakan kejadian yang bisa saja terjadi. Kejadian perceraian ini pernah terjadi sekali di kampung Jawera. Dilingkungan yang memegang kuat tradisi lokal, perceraian merupakan kejadian langka. Menjadi langka karena terjadinya perceraian mengandung konsekwensi hilangnya hak atas kepemilikan harta. 18
Monogami adalah perkawinan dimana seseorang hanya mempunyai satu orang suami atau istri. 19
Poligami adalah perkawinan dimana seseorang laki-laki boleh mempunyai lebih dari satu orang istri. 20
Poliandri adalah perkawinan dimana seseorang perempuan boleh mempunyai lebih dari satu orang suami.
68
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Biasanya penyebab perceraian itu adalah kesalahan lakilaki. Kalau memang demikian adanya dan dikuatkan oleh keputusan adat, maka konsekwensi konsekwensinya adalah seperti yang dikemukakan oleh Bapak Yonas, 66 tahun yang merupakan tokoh adat. “....Kalo yang bikin salah itu laki-laki, maka laki-laki pu rumah dan samua isi menjadi hak dari perempuan”
Harta Waris. Umumnya orang Irarutu yang menetap di kampung Jawera tidak banyak memiliki harta kekayaan yang berupa uang, perhiasan mahal, perabotan rumah yang mewah, atau barang berharga lainnya. Harta yang mereka miliki adalah harta yang dihasilkan dari kebun seperti Pala. Pala inilah yang menjadi harta warisan utama yang diturunkan orang tua kepada generasi berikutnya sampai sekarang. Selain pala, harta warisan lain adalah benda peninggalan seperti rumah, tanaman pohon durian, rambutan, dan kebun jangka pendek, yang ditinggalkan oleh ayah mereka. Dalam pembagian harta warisan, tidak ada aturan baku tentang banyaknya harta yang diterima oleh setiap orang. Prinsip dalam pembagian harta waris adalah rasa keadilan, dimana tidak ada perbedaan antara anak laki-laki dan perempuan. Misalkan seseorang hanya mempunyai anak 2 saja, laki-laki dan perempuan. Kalau seseorang tersebut mempunyai jumlah pohon pala sebanyak 100 pohon, maka itu akan dibagi 2 dengan sama banyak. Mengenai harta berupa rumah dan tanah disekitarnya akan tetap menjadi milik keluarga besar. Setiap anggota keluarga dapat memanfaatkan keberadaannya. 3.5. Sistem Politik Lokal Dengan mengacu pada model tipologi yang dikembangkan Sahlins dalam bukunya Poor Man, Rich Man, Big Man, Chief, dan 69
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
dari karya etnografi tentang kebudayaan Etnik bangsa di Papua, Mansoben (1994) menyusun tipologi sistem kepemimpinan tradisional dalam 4 tipe; pria berwibawa, raja, kepala klan dan campuran. Berdasarkan ciridari jenis kepemimpinan, pria berwibawa memperoleh kedudukan sebagai pemimpin melalui usaha untuk mencapainya. Sumber kekuasaan dalam tipe ini adalah kemampuan pribadi seseorang yang bisa terwujud dalam bentuk kekayaan, kepandaian, keberanian, kejujuran dan sifat menonjol lainnya. Etnik bangsa di Papua yang mempunyai jenis kepemimpinan seperti ini antara lain masyarakat Muyu, Ngalum, Dani dan Asmat Tipe kepemimpinan raja, bercirikan pewarisan kedudukan dari orang tua kepada anak laki-laki tertua. Hak ini selalu dipertahankan dan diwariskan dalam rangka kelompok kekerabatan besar, seperti klan. Ciri lain yang penting dalam sistem kepemimpinan raja adalah birokrasi. Birokrasi menurut Blau dan Meyer (1987) merupakan lembaga yang sangat berkuasa, yang mempunyai kemampuan besar untuk membuat kabaikan atau keburukan. Birokrasi dapat menunjang ekspansi yang bersifat imperialistik terhadap masyarakat. Dalam hal ini, birokrasi berperan sebagai mesin politik yang menjalankan roda pemerintahan. Didalamnya terdapat pembagian tugas yang jelas yang harus dijalankan oleh mereka yang menjabat. Ada yang mengurusi masalah ritual, ekonomi, keamanan dan lainnya. Jabataan itu biasanya diwariskan dalam klan. Di Papua, masyaarakat yang menganut sistem kepemimpinan raja adalah masyarakat di kepulauan Raja Ampat, Fakfak dan Kaimana. Tipe masyarakat yang menganut sistem kepemimpinan Klan, banyak terdapat di wilayah teluk Jayapura, yakni orang Tobati, Enggos, Kayabatu dan Nafri. Sistem kepemimpinannya mirip dengan sistem raja dalam pewarisan kekuasaan. Yang 70
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
membedakan dua sistem kepemimpinan ini adalah ruang lingkup kekuasaannya. Sistem raja mempunyai wilayah kekuasaan yang lebih luas serta jumlah klan yang lebih besar. Adapun seorang kepala Klan, hanya memiliki kekuasaan yang terbatas pada satu atau beberapa klan saja. Wilayahnya pun juga demikian. Tipe kepemimpinan campuran, pada tipe ini terdapat individu-individu yang tampil sebagai pemimpin atas dasar kemampuannya atau atas dasar keturunannya. Masyarakat yang memiliki tipe kepemimpinan campuran banyak terdapat di pantai teluk Cendrawasih dan pantai Utara kepala burung. Orang Waropen dan Biak adalah contoh dari tipe campuran ini. Masyarakat lokal di Kaimana terdiri dari 8 Etnik asli. Menurut Werfete (2011) mereka senantiasa berpedoman kepada aturan-aturan adat sebagai pedoman hidup. Masyarakat lokal sejak dulu sudah menggunakan nilai adat sebagai norma dalam mengatur aktivitas sosial masyarakatnya. Aktivitas adat dalam masyarakat sangat terstruktur berdasarkan silsilah dalam kepemimpinan tradisional yang mengedepankan clan-clan tertentu dalam struktur adat. Konsep masyarakat adat di Kaimana adalah “satu tungku tiga batu” yang diadopsi dari masyarakat Patipi Fakfak. Dalam kehidupan bermasyarakat di Kaimana terdapat tiga unsur, dari pihak pemerintahan, tokoh adat dan tokoh agama yang diharapkan menjadi satu kesatuan. Tatanan nilai yang dilandasi oleh sistem kekerabatan sebagaimana terkandung didalam konsep ini diharapkan bisa menciptakan kepatuhan masyarakat dalam bekerjasama dibidang ekonomi, sosial dan agama. Termasuk juga bisa menciptakan kepatuhan masyarakat terhadap urusan adat dan pemerintahan. Di wilayah Kabupaten Kaimana, kepemimpinan tradisional didasarkan pada marga yang memiliki hubungan langsung dengan pimpinan adat. Pimpinan adat merupakan bagian dari adat yang 71
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
masih sangat kuat pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat. Norma dan aturan adat telah terbangun di masyarakat secara alamiah dan terstruktur. Penggolongan di masyarakat masih berpedoman kepada status atau kedudukan di dalam masyarakat adat. Marga-marga terhimpun dalam satu rumpun yang disebut clan. Secara historis, struktur adat di masyarakat lokal telah mengenal adanya pembagian peran dan tanggung jawab dalam komunitas adat berdasarkan marga. Seorang laki-laki tertua akan dijadikan pimpinan dalam marga karena menganut sistem patrilineal. Ketua Etnik Petuanan
Ketua Clan
Ketua Clan Clan
Ketua Adat
Clan
Clan
Clan
Masyarakat Gambar 3.4. Struktur Masyarakat Adat Orang Irarutu Sumber: Viasualisasi Peneliti
Setiap marga dalam satu komunitas (clan) membentuk pimpinan clan. Pimpinan clan didasarkan pada marga yang tertua lebih awal mendiami suatu tempat berdasarkan sejarah asal usul marga atau dipandang mempunyai kharisma dalam memimpin masyarakat. Masing-masing clan mempunyai petuanan dan ketua adat. Petuanan adalah orang yang bertugas dan bertanggungjawab melindungi hak-hak masyarakat yang berupa hasil kekayaan alam di wilayah setiap Clan. Sedangkan ketua adat adalaah orang yang menguasai wilayah adat tertentu. Semua ini tetap berada dibawah kepala Etnik. Kepala Etnik adalah orang yang memimpin suatu komunitas Etnik dan yang menaungi semua masyarakat adat. 72
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Dalam memperoleh perannya, kepala Etnik tidak dipilih tetapi diangkat langsung oleh para petuanan sebagai perwakilan dari kelompok marga. Struktur masyarakat adat secara mormatif terbentuk dan telah ada pembagian tugas dan kewenangan yang dihargai masyarakat adat. Tugas dan kewenangan ini adalah suatu jabatan adat yang harus dipertanggungjawabkan secara adat. Jabatan ini seringkali terjadi didasari peristiwa tertentu seperti pernah menyelesaikan masalah antar Etnik, antar wilayah adat atau pernah memimpin perang Etnik (hongi). Jabatan juga bisa diperoleh karena bakat tertentu yang dimiliki oleh marga atau clan. Jabatan tidak diberikan kepada perorangan tetapi berdasarkan marga atau clan. Karena itu jabatan ini selalu diperoleh secara turun temurun berdasarkan garis keturunan patrilineal. Selain struktur tersebut diatas, sejarah telah menunjukkan bahwa diwilayah Kaimana pernah mengenal pemerintahan tradisional dengan sistem pemerintahan raja. Werfete (2011) mengemukakan bahwa ada raja Namatota dengan pusat kekuasaan pemerintahan tradisional raja di pulau Namatota. Raja ini sudah berkuasa sebelum masuknya belanda ke Nusantara. Dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan, raja mengangkat beberapa pembantu. Mereka diberikan jabatan dan tugas masingmasing. Jabatan tersebt disahkan oleh sultan Tidore yang bertujuan agar perdagangandan penyebaran Islam diterima dengan baik oleh masyarakat setempat. Pelantikan juga bermaksud agar Sultan dengan segala aktivitasnya mendapat dukungan dari mereka yang dilantik. Beberapa jabatan tersebut antara lain Komisi Raja, tugasnya menyebarkan dan menyampaikan informasi kepada daerah kekuasaan raja. Menarik pajak dan menyalurkan hasil pajak kepada pejabat sebagai upah kerja.
73
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
Marga yang ditugaskan untuk memangku jabatan ini adalah marga Aituarauw. Hukum, diberikan kepada orang yang ditugaskan untuk memutuskan dan menyelesaikan masalah dalam masyarakat. Walau masalah terjadi di daerah lain, dia adalah orang yang berhak memutuskan masalah tersebut. Ada dua orang yang mempunyai jabatan dengan wilayah kerja yang berbeda sesuai kedekatannya. Jabatan ini diberikan kepada marga Fenetiruma. Sangaji, adalah jabatan yang berhubungan dengan urusan pemerintahan kampung dan sosial di masyarakat. Hampir setiap kampung mempunyai pejabat ini. Kapitan, jabatan yang sama dengan kepala kampung Miyur, pejabat ini diberikan kewenangan untuk mengurus halhal yang berhubungan dengan keamanan dan ketenteraman. Sufui, jabatan yang diberikan kepada orang yang mengurusi adat Kai, orang yang bertugas mengurusi ekonomi. Warnemen, adalah pembantu atau wakil Sangaji. Mereka ini terdapat pada semua kampung. Selain terdapat orang-orang dengan jabatan pemimpin tradisional, Etnik Irarutu juga mengenal beberapa jabatan adat yang berkaitan dengan religi yang memiliki tugas dan fungsi melindungi masyarakat adat dari keadaan yang merugikan dan membahayakan. Jabatan tersebut antara lain Jarir, Tfur dan Mgrig. Jarir adalah jabatan kepada mereka yang mempunyai kemampuan mengobati orang sakit secara fisik dan gangguan kekuatan supranatural. Dalam menjalankan perannya di masyarakat, jarir dibantu oleh seseorang yang disebut dengan Mgrig. Sedangkan Tfur bertugas menjaga kestabilan warga masyarakat dalam menjalani kehidupan sesuai aturan adat.
74
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
3.6. Mata Pencaharian Berbicara tentang mata pencaharian penduduk di Papua, tampaknya tidak lepas dari kondisi ekologis setiap Etnik bangsa yang ada di Papua. Ada beberapa tinjauan tentang lingkungan ekologis Papua. Sebagaimana dikemukakan oleh Petocz, Walker dan Mansoben, Parsudi Suparlan dan Koentjaraningrat (Djoht, 2002) yang secara umum menyatakan bahwa lingkungan hidup orang Papua meliputi merekaa yang tinggal di daerah pantai, di daerah dataran rendah pedalaman atau lembah kaki bukit dan mereka yang tinggal di dataran tinggi. Koentjaraningrat (1994) secara lebih spesifik telah membuat pengelompokan masyarakat Papua berdasarkan kondisi ekologinya dan mata pencahariannya menjadi tiga kelompok. Penduduk pantai yang karena posisinya kelompok ini sudah banyak berhubungan dengan dunia luar, membuat cepat menerima nilainilai baru. Masuknya ajaran agama, pendidikan dan gaya hidup pendatang membuat mereka mempunyai kebutuhan hidup bergantung kepada pasar. Kelompok kedua adalah penduduk yang tinggal di wilayah pedalaman. Mereka kebanyakan berupa kelompok-kelompok kecil yang menetap di sepanjang sungai dan hutan dataran rendah. Pekerjaan sehar-hari mereka adalah sebagai peladang yang sering berpindah-pindah tempat. Kelompok ketiga adalah masyarakat pegunungan tengah. Kelompok masyarakat ini terdiri dari beberapa suku bangsa yang tinggal di lembah-lembah di pegunungan tengah sekitar wilayah Paniai dan Jayawijaya. Beternak babi dan membudidayakan ubi merupakan sumber ekonomi utama mereka. Bagaimana dengan masyarakat Irarutu yang tinggal di wilayah teluk Arguni? Bila dikaitkan dengan pengelompokan masyarakat yang dilakukan Koentjaraningrat, mereka berada diantara kelompok masyarakat pantai dan masyarakat pedalaman yang tinggal ditepi sungai. Menurut catatan sejarah, di tahun 190075
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
an (Matsumura, 1993) orang Irarutu sudah kontak dengan bangsa Belanda dan dikenalkan dengan sekolah misi Katolik. Berikutnya masuk saudagar Arab yang membawa ajaran Islam dan kemudian guru-guru dari Gereja Protestan Maluku. Kontak dengan pendatang tersebut membuat orang Irarutu mulai mempunyai orientasi pada pasar dan pendidikan. Saat ini beberapa jabatan penting di Pemerintahan Kabupaten Kaimana dijabat oleh orang Irarutu. Namun demikian orang Irarutu lebih banyak bekerja sebagai peladang yang merupakan cerminan dari kelompok masyarakat pedalaman sebagaimana masyarakat yang tinggal di kampung Jawera. Berladang. Kegiatan berladang bagi masyarakat Irarutu merupakan kegiatan untuk memperoleh bahan makanan.Dalam literatur tentang Irarutu (Matsumura, 1993; Tanggarofa, 2008) dikatakan bahwa makanan pokok mereka adalah sagu, ubi kayu dan pisang. Semua bahan makanan tersebut diperoleh masyarakat dengan cara berladang. Kalau dilihat dari lingkungan kampung, memang disekeliling kampung merupakan rawa-rawa yang penuh dengan pohon sagu. Setiap keluarga diperkenankan untuk memotong pohon sagu yang tumbuh di wilayah perkampungan, untuk kemudian menokok21nya dan memproses sebagai bahan makanan. Karena lokasi tumbuhnya pohon sagu hanya berjarak beberapa ratus meter dari perkampungan, orang yang mengolah tidak perlu bermalam. Mereka berangkat pagi hari dengan membawa bekal makan siang, sore harinya mereka sudah berada di rumah. Dari kegiatan memotong pohon sampai membawa pulang hasil olahannya, dibutuhkan waktu sekitar 5 – 7 hari bila 21
Kegiatan mencincang pohon sagu yang sudah dipotong dan dibelah menjadi remah-remah halus menggunakan alat khusus agar nantinya bisa diproses lebih lanjut agar menjadi bahan makanan dari sagu.
76
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
dilakukan oleh 3 orang. Waktu ini relatif cepat karena untuk memotong pohon dan membelahnya menggunakan mesin potong. Satu pohon sagu dapat menghasilkan 5 – 6 wadah pengisi sagu dengan berat masing-masing sekitar 30 – 40 kg. Satu wadah sagu biasanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan makan keluarga dengan anggota 7 orang selama 1 minggu.
Gambar 3.5. Bapak dan Anak Sedang Menokok Sagu Sumber: Dokumentasi Peneliti
Demikian juga dengan tanaman pisang. Disetiap halaman rumah penduduk tumbuh pohon pisang. Tanaman pisang ini juga banyak dijumpai di kebun milik keluarga. Setiap hari ada saja orang yang memetik pisang. Mereka tidak suka mengkonsumsi pisang yang sudah masak. Karena itu pisang yang dipetik adalah pisang yang kulitnya masih hijau sebelum kekuning-kuningan. Dilingkungan penduduk kampung Jawera, pisang goreng dan segelas teh manis adalah menu wajib saat makan pagi.
77
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
Selain sagu dan pisang, saat ini nasi sudah menjadi makanan yang lebih dibutuhkan penduduk. Mereka memang tidak menanam padi karena tidak menyediakan lahan untuk menanam padi. Kalau mau seperti penduduk kampung tetangganya, Nagura, yang mampu mengolah lahan untuk menanam padi, penduduk kampung Jawera tentu akan bisa menanam padi. Berdasarkan data monografi desa, mayoritas rumah tangga mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Ada 104 rumah tangga yang tercatat sebagai petani. Mungkin lebih tepat kalau disebut sebagai peladang. Karena di sekitar pemukiman mereka adalah daerah rawa, lokasi ladang dan kebun yang dipunyai masyarakat terletak jauh di daerah atas. Mereka berjalan kaki untuk menuju lokasi ladang. Mencapai ladang, dibutuhkan waktu antara 2 – 4 jam, tergantung jauh dekatnya lokasi. Selain tanaman sagu dan pisang yang merupakan hasil kebun, terdapat tanaman pala yang merupakan sumber utama kebun. Tanaman pala merupakan tanaman primadona penduduk kampung karena harga buah pala yang cukup tinggi. Lapisan pembungkus pala yang berwarna merah yang disebut sebagai bunga punya nilai yang lebih mahal dari biji palanya. Selain itu, di kebun juga banyakterdapat pohon dunrian. Kalau musim durian, masyarakat akan menjual buah durian ke kota Kaimana. Harusnya ada beberapa tanaman pangan yang dapat dibudidayakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi seperti ubi, keladi dan tanaman produktif lainnya. Tetapi karena alasan gangguan binatang seperti babi, mereka tidak melakukan pembudidayaan tanaman sebagaimana dikemukakan oleh bapak Yanus Wermeta, 53 tahun. “...untuk bisa tanam ubi, talas… dorang harus bikin pagar sampai habis.. kalau tidak, itu babi akan bikin rusak habis tanaman..”
78
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Berangkat ke kebun, kalau jaraknya tidak terlalu jauh, biasanya semua anggota keluarga akan dibawa serta. Sang Bapak dan Ibu akan menggendong anak-anak mereka yang masih kecil. Anak yang berusia 6 tahun keatas akan berjalan sendiri. Bersama mereka diajak serta anjing, binatang peliharaannya. Keberadaan anjing tersebut cukup penting ketika sebuah keluarga berangkat berkebun di tepian hutan. Fungsi anjing tersebut adalah untuk memberitahu kepada pemiliknya kalau ada orang atau binatang dari hutan yang mendekati areal perkebunannya. Sebagai bekal di kebun, mereka membawa noken22. Saat berangkat ke kebun, noken digunakan sebagai tempat membawa bekal seperti bahan makanan dan air minum. Selain itu juga untuk membawa perlengkapan dikebun seperti terpal plastik, minyak tanah dan korek api. Tetapi saat pulang dari berkebun, “noken” digunakan untuk membawa hasil berkebunnya. Perlengkapan lain yang wajib dibawa adalah parang, sebagai alat utama saat berkebun. Walau sebetulnya parang lebih merupakan pakaian yang harus dikenakan, perlengkapan yang harus selalu dibawa dan menjadi bagian tidak terpisahkan ketika seseorang bepergian, termasuk saat penduduk kampung pergi ke kota. Sesampai dilokasi perladangan, setiap anggota keluarga sudah punya tugas masing-masing. Pertama yang dilakukan keluarga tersebut adalah menyiapkan tempat duduk dan beristirahat selama di kebun. Terpal plastik yang dibawa akan segera dihamparkan sebagai alas tempat duduk dan tempat meletakkan semua perbekalan. Sementara sang bapak menyiapkan
22
Semacam tas yang digunakan sebagai tempat membawa benda-benda perbekalan atau hasil berkebunnya. Dulu benda ini terbuat dari anyaman kulit kayu, sekarang sudah terbuat dari plastik bekas tempat beras atau lainnya. Cara membawanya adalah dengan digendong seperti tas ransel atau dikaitkan di kepala.
79
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
kelengkapan berkebunnya, anak-anak mengumpulkan rantingranting dan kayu kering untuk kayu bakar. Saat tiba di kebun, nyamuk akan segera menyambut kedatangan keluarga peladang. Kecepatan mengumpulkan kayu bakar dan membakarnya sebagai perapian akan membantu mereka untuk mengusir dan segera lepas dari gigitan nyamuk. Mencari ikan. Teluk arguni adalah rumah dari bermacammacam ikan. Beraneka ragam ikan dapat ditemukan di wilayah perairannya. Sebagai teluk yang masuk jauh ke daratan, air di teluk Arguni tidak terlalu asin sebagaimana air laut dalam. Tingkat keasinan dari air teluk, akan berpengaruh terhadap jenis ikan di dalamnya. Dilihat dari jenis ikannya, yang banyak adalah ikan air payau. Ada yang namanya Gulama, Gurapa, Kakap, Bulana, Samandar, Bandeng laut, Sembilang, Tengiri dan banyak yang lainnya. Dari beberapa ikan yang ditangkap nelayan, ikan Gulama merupakan ikan yang paling berharga. Selain dagingnya yang dijual seharga 9 ribu per kilo, didalam tubuh ikan Gulama terdapat gelembung yang harganya mencapai juta per kilo, tergantung ukuran berat gelembung. Sebagai gambaran, Gelembung dengan ukuran 5 gram mempunyai harga sekitar 4 juta per kilo. Sedangkan gelembung dengan ukuran berat 20 gram setiap gelembungnya, maka akan dihargai sekitar 13 juta per kilo. Kalau nelayan dapat menangkap ikan Gulama, maka dada ikan tersebut akan disobek dengan pisau untuk dikeluarkan dan diambil gelembungnya. Gelembung ikan Gulama kemudian dikeringkan dengan cara dijemur. Pak Rubini, 56 tahun, nelayan dari Jawa yang sudah 20 tahunan melanglang buana menelusuri pedalaman tanah Papua, tidak bisa memberikan informasi tentang kegunaan gelembung ikan Gulamayang harganya mencapai jutaan per kilogram. Bagi pak Rubini dan juga nelayan lainnya, yang penting adalah bagaimana 80
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
mengumpulkan gelembung sebanyak-banyaknya dan kemudian menjualnya kepada para penampung yang banyak terdapat di kota Kaimana. Kabar burung yang didengarnya, gelembung ikan tersebut dieksport ke Singapura dan China oleh para penampung. Ada yang untuk dikonsumsi dan ada yang dibuat sebagai bahan kosmetik. Selebihnya, tidak ada yang bisa memberikan informasi lebih terinci.
Gambar 3.6. Nelayan Sedang Melepas Jaring di Teluk Arguni Sumber: Dokumentasi Peneliti
Selain ikan, yang banyak terdapat di wilayah teluk Arguni adalah kepiting, udang, siput dan kerang. Jenis binatang ini banyak terdapat di sekitar tanaman “mangi-mangi” yang tumbuh dengan subur di pinggir pantai. Berbekal perangkap kepiting atau jaring yang sudah tidak terpakai lagi, dengan memberi umpan ikan yang sudah busuk, akan mudah sekali bagi seseorang untuk mendapatkan kepiting. Yang lebih mudah lagi adalah memperoleh siput dan kerang. Tinggal menunggu air surut, orang bisa
81
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
mendapatkan siput dan kerang dengan mudah di sepanjang pantai khususnya yang berlumpur. Untuk udang, penduduk kampung Jawera sudah jarang mencarinya karena dia harus pergi ke ujung teluk yang lumayan jauh dengan menggunakan long boat dan membutuhkan biaya BBM yang cukup banyak. Ketersediaan sumberdaya alam berupa hasil laut yang melimpah, membuat banyak orang dari luar teluk Arguni datang berburu hasil laut. Orang jawa, buton, bugis dan seram merupakan orang yang terlibat dalam kegiatan menangkap ikan di wilayah teluk Arguni. Untuk kelancaran dan keberhasilan usaha penangkapan ikan, para pendatang ini mendatangkan sanak keluarga dari daerah asalnya. Untuk menjual hasil tangkapannya, nelayan tidak perlu jauh pergi ke pasar di Tanggaromi atau di kota Kaimana. Di perairan teluk Arguni sudah ada kapal penampung ikan hasil tangkapan nelayan. Pengusaha yang membawa kapal inilah yang menjadi tujuan nelayan dalam menjual ikannya. Semua jenis ikan yang ditangkap nelayan akan dibeli oleh pengusaha tersebut untuk kemudian dikirim ke perusahaan yang bergerak di bidang perikanan “Avona” dan “Maratota”. Kalau kebetulan kedua “kapal timbang”23 tidak berada di perairan teluk arguni, maka para nelayan akan membawa pulang semua hasil tangkapannya. Sesampainya kampung, ikan-ikan hasil tangkapan tersebut akan letakkan di dermaga kampung. Kalau ikan-ikan tersebut sudah berada di dermaga, maka siapapun boleh mengambil ikan tersebut, tanpa harus membayar. Keberadaan ikan-ikan yang bisa diperoleh secara cumacuma, merupakan keadaan yang dinantikan oleh warga Jawera. Setiap pagi, beberapa warga senantiasa pergi ke dermaga untuk 23
Demikian orang menyebut kapal perusahaan yang membeli ikan hasil tangkapan nelayan.
82
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
melihat apakah di dermaga ada ikan atau tidak. Bila ada, maka dia akan mengambil ikan-ikan tersebut untuk dibawa pulang. Bila ikan yang ada di dermaga tersebut banyak, warga tidak segan-segan membawa gerobak sebagai tempat ikan untuk dibawa pulang. Ikan yang dibawa pulang warga bukan sembarang ikan. Warga akan memilih ikan yang masih segar untuk dibawa pulang. Cara memilih ikan segar dilakukan dengan melihat warna insangnya. Bila warna insang kemerahan, berarti ikan masih segar. Insang berwarma kehitaman atau warnanya sudah pudar, menunjukkan ikan tidak segar. Bila demikian, ikan akan dibuang kelaut atau ditinggal di dermaga menjadi makanan anjing. Mengenai kakayaan hasil laut di Teluk Arguni dikatakan oleh bapak Sholeh yang berasal dari tanah Seram bagian Timur. “Teluk Arguni ini adalah surga bagi nelayan... ikan yang ada, bagitu banyak.. berapapun orang akan ambil, trada akan habis.. coba perhatikan, satiap hari.. ada puluhan parahu yang ambil itu ikan.. sekali pasang jaring bisa mendapat lima puluh ekor”
Apa yang dikemukakan oleh orang Seram tersebut tidaklah berlebihan. Kekayaan ikan dari Teluk Arguni juga diakui oleh nelayan yang berasal dari Buton dan Jawa yang jauh merantau dari tanah asalnya. Bisik-bisik para nelayan mengungkapkan bahwa Pakde sebutan untuk pak Rubini dan pace Buton, dalam satu bulannya, paling tidak akan mengantongi uang sebanyak 25 juta. Itu sudah di luar biaya operasional. Suatu hasil yang lumayan besar. Alat utama yang digunakan nelayan untuk menangkap ikan di wilayah teluk Arguni adalah jaring. Jarang sekali dan tidak pernah dijumpai ada nelayan yang menggunakan pancing untuk menangkap ikan. Dengan menggunakan perahu, jaring akan dipasang di tengah laut yang diketahui sebagai tempat yang banyak terdapat ikan. Sekali pasang jaring, dapat menangkap 83
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
puluhan ikan.Jaring yang terbuat dari bahan senar atau nilon ini dibeli di kota Kaimana atau di kota-kota lain yang merupakan pusat perdagangan dan sentra perikanan. Kalau kebetulan ada kegiatan di tanah Jawa, mereka juga beli di Jawa karena selisih harganya terpaut jauh. Harga per “piece” jaring, dengan panjang sekitar 25 meter dan dengan tinggi 3 meter adalah 1 sampai 1,5 juta rupiah, tergantung kualitas. Untuk kebutuhan penangkapan ikan dan memperoleh hasil yang maksimal, paling tidak dibutuhkan sekitar 10 ‘piece” jaring yang dirangkai menjadi satu dengan panjang bila dibentangkan mencapai kira-kira 250 meter. Panjang jala yang digunakan untuk menangkap ikan, bergantung kepada besar perahu yang dimiliki nelayan tersebut. Untuk ukuran panjang jala 10 “piece” biasanya digunakan oleh nelayan dengan perahu sedang. Nelayan yang mempunyai perahu yang lebih besar, bisa menebar jala di laut sampai dengan panjang 30 “piece”. Terbuat dari senar atau nilon yang berbahan dasar plastik, jaring sangat rentan untuk rusak. Kerusakan tersebut biasanya karena gigitan ikan atau kepiting. Kalau tidak hati-hati saat melempar jaring di laut, karang-karang yang terdapat di perairan siap merobek jala nelayan ini. Untuk perawatan, setiap saat perlu dikontrol apakah jaring tersebut masih baik atau sudah banyak yang lobang. Dari data yang tercatat di monografi desa, dari 49 keluarga yang ada di kampung Jawera, hanya 10 mempunyai pekerjaan sebagai nelayan. Keluarga yang bekerja sebagai nelayan ini lebih banyak berasal dari luar daerah. Ada enam keluarga yang bukan orang lokal. Tiga keluarga dari Buton, dua dari Jawa, satu dari Bugis dan satu dari Seram. Adapun nelayan yang merupakan orang asli dari jawera hanya tiga keluarga.
84
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Memperhatikan jumlah bodi24 yang sandar di dermaga, memang terdapat 20 buah bodi. Kelebihan jumlah long boatdibandingkan jumlah keluarga yang bekerja sebagai nelayan, tidak lain karena ada tiga keluarga yang mempunyai perahu lebih dari satu. Kondisi yang mengherankan, mengapa penduduk asli Jawera tidak banyak yang bekerja sebagai nelayan? Padahal potensi teluk Arguni di bidang perikanan sangat baik. Tidak ada penjelasan yang memuaskan tentang sedikitnya penduduk asli yang bekerja sebagai nelayan. Mereka berkata bahwa mereka juga melaut menangkap ikan, mencari kerang dan karaka. Tetapi mengapa kami tidak banyak menjumpai mereka melaut. Mereka yang kami temui melaut setiap hari adalah keluarga nelayan dari Jawa, Buton, Bugis dan Seram. Sampai akhirnya Zakaria 23 tahun, remaja campuran penduduk asli dengan pendatang dari Bugis bercerita. “…dahulu orang sini tidak ada yang menjaring ikan di laut.. semua berkebun.. kebun pala adalah sumber kehidupan orang sini yang utama..” “ …karena orang sini tinggal di tepi laut.. mereka kadang menangkap ikan.. kalau menangkap ikan mereka hanya menggunakan pancing atau ‘sero’.. mereka terkadang mencari karaka di daerah mangi-mangi.. kalau mau kerang.. mereka cari di tepi pantai..” “…ayah saya adalah nelayan satu-satunya.. ayah sayalah yang mengajak orang Jawera untuk menangkap ikan di laut.. mengajari membuat jaring.. mengajari cara menjaring di laut…
Terkait dengan keengganan orang lokal untuk menangkap ikan, orang Jawa dan Buton yang hidup menjadi nelayan di Jawera memberikan penilaian kurang giat kepada mereka dalam bekerja. 24
Seburan masyarakat setempat untuk badan “long boat” saja tanpa mesin.
85
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
Orang lokal dinilai tidak bisa melaut secara rutin sebagaimana orang Jawa, Bugis dan Buton. Penilaian yang lebih keras mengatakan bahwa orang lokal bukan tidak giat, tapi mereka adalah orang-orang pemalas. Nada yang lebih lembut dikatakan bapak Budi, 40 tahun, nelayan yang berasal dari daerah Kendal Jawa Tengah tentang orang lokal. “... tiang mriki kirang semangat olehe pados ulam.. remenane lungguh-lungguh... trus.. menawi angsal yotro, deweke mboten saget mbagi sesuai kepentinganipun.. umpomo angsal yotro sewu, deweke mboten purun nyimpen ingkang tigangatus.. damel kebutuhan lintune.. kados ndandani jaring sing rusak” “... sak estune, artone deweke katah..tapi boten ngertos playune teng pundi? dados griyo sing sae..boten, barang sing sae..nggih boten..”
Mungkin karena orang asli Jawera bukan pelaut, wajar kalau mereka tidak bisa tahan sebagai pelaut. Pelaut yang harus berangkat di sore atau malam hari saat air sedang pasang dan akan kembali keesokan harinya. Pelaut yang harus membuka mata semalaman menjaga jaring agar ikan tidak lepas, agar jaring tidak tersangkut karang. Dari 20 perahu tidak semuanya digunakan untuk menangkap ikan. Ada 8 perahu yang rutin digunakan untuk menangkap ikan dan semua itu bukan perahu orang asli Jawera. Perahu-perahu itu adalah milik orang Jawa dan Buton yang ada di desa Jawera. Perahu orang asli, lebih banyak diparkir di dermaga kampung. Kalau digunakan, kebanyakan untuk alat transportasi dari desa Jawera ke daerah-daerah lain, termasuk ke Tanggaromi. Bagi nelayan yang tidak punya bodi atau karena cuaca yang buruk sehingga tidak bisa melaut, maka dapat menggunakan
86
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
beberapa alat penangkap ikan seperti sero25 dan pancing. Selain itu, satu tehnik menangkap ikan yang dulu pernah digunakan masyarakat nelayan adalah kalawai26. Dengan bantuan lobe sejenis lampu petromak untuk memancing ikan mendekat, kalawai kemudian ditusukkannya kepada ikan yang mendekat pada “lobe”. Namun, saat ini sudah tidak ditemukan lagi orang yang menggunakan kalawai untuk menangkap ikan. Berburu. Berburu binatang pada masyarakat Desa Jawera merupakan kegiatan yang masih dilakukan walau sudah jarang. Tetapi untuk desa tetangga yang terletak agak keatas seperti di Desa Kufriai, Warmenu dan Egarwera, kegiatan berburu masih banyak dilakukan oleh penduduk desa tersebut. Mereka berburu karena sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan selain hasil kebun adalah binatang buruan. Jarak ketiga desa yang jauh dari garis pantai membuat mereka yang tinggal diatas tidak memungkinkan menangkap ikan di laut teluk Arguni. Tempat berburu adalah hutan yang terbentang luas disekitar desa. Kegiatan berburu bisa dilakukan di waktu siang atau malam hari, tergantung waktu yang dialokasikan. Ada bermacam-macam binatang yang biasa dijadikan sasaran perburuan penduduk. Rusa, kasuari, kangguru, babi dan berbagai jenis burung. Alat dan tehnik yang digunakan berburu bermacam-macam sesuai dengan sasaran buruannya. Alat yang selalu mereka bawa saat berburu adalah parang, tumbak dan panah. Sedangkan tehnik untuk menangkap buruan, bisa menggunakan perangkap, jerat danlangsung dipanah atau ditumbak. Setiap melakukan kegiatan berburu, mereka senantiasa 25
merupakan alat perangkap ikan yang dibuat dari anyaman bambu yang dipasang ditepi laut yang dianggap sebagai tempat lalu-lalangnya ikan. 26
Alat berbentuk tombak yang digunakan untuk menangkap ikan dengan cara ditusukkan pada tubuh ikan yang akan ditangkap
87
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
membawa serta beberapa anjing yang berguna untuk mendeteksi adanya binatang buruan. Selain itu, anjing juga berguna untuk mengejar dan menyergap binatang buruan tersebut.
Gambar 3.7. Sang Pemburu dan Kelengkapan Berburunya Sumber: Dokumentasi Peneliti
Pekerjaan berburu adalah pekerjaan laki-laki dewasa. Tidak ada anak-anak dan perempuan yang terlibat dalam kegiatan berburu. Berburu juga merupakan kegiatan berkelompok. Paling tidak ada dua orang yang bersama-sama melakukan kegiatan berburu. Pada lokasi perburuan yang dekat pantai, seperti pemburu yang berasal dari kampung Jawera, cara yang sering dilakukan adalah dengan menghalau binatang buruannya untuk
88
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
masuk ke laut. Disini keberadaan sekelompok anjing berperan penting dalam menghalau binatang buruan agar mengarah pada daerah perairan. Kalau binatang sudah terjebak di air maka akan mudah bagi pemburu untuk menangkapnya. Hasil buruan ada yang dijual dan ada yang untuk dikonsumsi. Mereka biasa menjual dalam bentuk satuan anggota badan seperti kepala, badan atau kaki. Kalau untuk kebutuhan konsumsi, daging binatang buruan akan dikeringkan dan diasinkan sehingga bisa disimpan sebagai cadangan makanan dan dikonsumsi bila diperlukan. Berdagang. Dalam artian sederhana, semua penduduk dapat dikatakan sebagai pedagang. Setiap pergi turun ke kota, jarang sekali mereka pergi dengan tangan kosong. Selalu ada hasil bumi yang dibawa untuk dijual di pasar. Pisang, rempah-rempah seperti jahe, kunir, lengkuas, serre dan kayu bakar adalah komoditas yang sering dibawa kekota untuk dijual. Setahun dua kali penduduk kampung biasa menjual pala yang merupakan komoditas utama yang diperdagangkan. Dari hasil berdagang, mereka tidak bawa uang pulang kerumah. Uang hasil berjualan biasanya dibelikan kebutuhan rumah tangga lain untuk dibawa pulang kedesa. Kalau yang membawa barang dagangan adalah laki-laki, tidak jarang uangnya akan habis di kota untuk kesenangan diri sendiri. Komentar dari orang-orang pendatang tentang pemanfaatan hasil berjualannya, dikemukakan bahwa merupakan hal yang masih bagus kalau mereka pulang ke kampung dengan membawa 25 kg beras dan sebungkus mie instan. Berdagang bagi penduduk asli adalah kegiatan menukar hasil kebunnya untuk memenuhi kebutuhan harian, terutama kebutuhan makan. Mereka tidak melakukan pekerjaan sebagai pedagang, karena tidak ada upaya untuk menjadikan kegiatan jual beli secara kontinyu sebagai sumber pendapatan. Pedagang yang menyediakan berbagai kebutuhan seperti mie instan, gula, air 89
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
kemasan dan makanan kecil adalah pendatang yang berasal dari luar Papua. Para pedagang ini kebanyakan berasal dari tanah sulawesi. Mereka dikenal sebagai pedagang andal di tanah Kaimana karena menguasai dunia perdagangan di daerah perkotaan sampai di pelosok-pelosok kampung. Berternak. Berternak sebagai upaya untuk memelihara, mengembangbiakkan dan memanfaatkan hasilnya, bukan merupakan bagian dari mata pencaharian penduduk Desa Jawera. Tidak ada satupun keluarga yang melakukan usaha beternak ini. Binatang yang ada dan bisa diternakkan adalah ayam. Mereka memang memelihara ayam tetapi mereka tidak menernakkan ayam. Ayam yang ada dibiarkan hidup liar tanpa dikurung. Penduduk tidak pelihara babi, kambing atau binatang lain yang bisa diternakkan. Dari uraian aktivitas mata pencaharian penduduk kampung, secara umum dapat dikatakan bahwa mereka mempunyai mata pencaharian utama berkebun, berburudan menangkap ikan. Pola konsumsi pangan yang masih membudaya dikalangan penduduk asli adalah makanan sehari-hari berupa nasi, sagu dan ubiubian.Keberadaan beras dilain sisi telah menggeser jenis makanan sagu dan ubi-ubian. Hal ini ditunjang oleh adanya fasilitas perdagangan berupa kios di berbagai perkampungan yang menjual kebutuhan pokok penduduk. Selain itu karena semakin terbukanya daerah ini dari daerah luar. 3.7. Pandangan tentang Alam Bagi Etnik Irarutu, sebagaimana dikemukakan oleh Rumbarar (http://intsia.wordpress.com/2009) berdasarkan ucapan para tokoh adatnya yang secara sentimentil menyatakan bahwa tanah tidak hanya tempat mencari makan, tapak pijak perjalanan, wadah pengembaraan diri, dan harta. Tanah bagi Etnik Irarutu
90
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
menunjuk pada mana seseorang berasal dan kemana akan kembali. Tanah mencerminkan kekuasaan, kewenangan, identitas diri, status sosial, termasuk harapan. Tanah juga berarti kasih sayang, kemulian, kehormatan, penghargaan, dan pengakuan. Mungkin benar adanya pemahaman masyarakat tentang tanah tersebut. Tetapi itu sudah lalu. Tetapi itu hanya dipunyai oleh tetua adat dan orang-orang segenerasi dengannya. Pemahaman tentang arti tanah sebagaimana dikemukakan diatas tercermin dari pernyataan bapak Yonas 66 tahun yang merupakan ketua adat di satu kampung di wilayah teluh Arguni. “Tuhan su kasih dong tanah yang subur..terimakasih Tuhan..” “…di kebun ada tanam kaladi, kasbi, pisang.. kalo tara di kebun.. sa tokok.. sa pangkur sagu.. itu samua untuk bikin hidup torang pu anak.. dan samua kaluarga..” “… dulu.. pagi-pagi torang su berangkat ka kebun.. kadang su makan.. kadang belum.. kalo belum, sabantar siang, torang pu maitua akan antar makan..”
Ungkapan hati dari seorang Yonas menggambarkan tentang kasih sayang Tuhan kepada mahluk ciptaaannya dan kasih sayang dalam keluarga. Ungkapan tersebut juga menggambarkan tanggung jawab kepala keluarga kepada anggota keluarganya. Di dalamnya juga terdapat kemuliaan karena telah mensyukuri karunia ilahi dan merupakan kehormatan karena semua dilakukan dengan tanggungjawab dan kasih sayang untuk keluarga. Namun sekali lagi, itu nilai-nilai dulu, bukan sekarang. Apa yang menjadi ungkapan hati dari bapak Yonas tidak sama dengan kondisi saat ini. Apa yang kami lihat dilingkungan sekitar tempat orang-orang Irarutu lahir dan dibesarkan, tempat yang diwariskan oleh para leluhur dan tempat untuk mengais penghidupan ternyata jauh dari nilai-nilai yang dimiliki tetua adat dan bapak Yonas. Kebun
91
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
yang kaya dengan pohon-pohon bernilai ekonomi seperti kelapa, sagu, coklat, durian, cengkeh dan pala dibiarkan tumbuh liar. Terkait dengan penggunaan tanah, bapak Yakob, 60 tahun, tetua masyarakat dikampung Jawera juga memberikan kata-kata bijak yang menurutnya harus diperhatikan oleh anak-anak muda yang akan menggantikannya dikemudian hari. Dia mengemukakan bahwa : “...tanah ini adalah tanah adat, pohon-pohon ini pu hasil dari tanah adat... torang harus hati-hati ambil dong hasil tanah… torang harus hati-hati dong rawat tanah itu adat...”
Bagi kami yang melihat kondisi alam di wilayah ini, kalimat yang diucapkan bapak Yakob tersebut hanya merupakan kata-kata yang sekedar indah didengar. Tidak lebih dari itu. Kebun dan hutan yang ada di wilayah adat kampung Jawera adalah hamparan tanah dengan berbagai jenis tanaman. Tanaman yang tumbuh tanpa sentuhan tangan orang-orang yang hidup mengandalkan hasil tanah tersebut. Pemuda yang menjadi generasi penerus orang-orang seperti bapak Yonas dan Yakob tidak lagi suka berada di kebun. Mereka tidak punya keinginan untuk mengolah kebun sebagai warisan dan harta yang harus dirawat dan dipelihara dengan hatihati sebagaimana harapan bapak Yakob. Pemandangan yang kami lihat pada kehidupan masyarakat di kampung Jawera, kebun adalah orang tua dan orang-orang kampung adalah anak yang hanya bisa meminta saja. Kalau perlu uang untuk makan dan untuk kebutuhan hidup lainnya, mereka akan mengambil semua hasil kebun yang bisa diambil. Tentang keengganan pemuda untuk pergi berkebun, Ruben, 23 tahun, bapak muda yang baru dikaruniai anak berusia 4 tahun, beralasan bahwa saat ini para pemuda sedang mengerjakan proyek perbaikan kampung yang didanai pemerintah daerah. 92
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
“...dorang sekarang sedang sibuk kerja”
Memang benar adanya bahwa saat ini masyarakat kampung sedang mengerjakan pembangunan irigasi yang merupakan program pemberdayaan kampung dan kelurahan (P2K). Suatu bentuk pembangunan berbasis kampung sebagai strategi pembangunan kabupaten Kaimana. Jarak yang menurut kami “jauh” antara kampung dengan lokasi kebun, nampaknya bukan alasan bagi masyarakat khususnya generasi muda untuk tidak merawat dan melindungi kebun. Ketika kami bersama-sama pergi melihat kebun, mereka berkata dengan entengnya bahwa jaraknya dekat saja. Padahal kami sudah bercucur keringat saat menempuh perjalanan menuju ke lokasi kebun. Hal ini perlu dilakukan agar kebun bisa memberikan hasil yang baik dan tidak terbengkalai menjadi sekedar tumpukan tanaman. Salah satu alasan mengapa remaja kampung enggan merawat kebun adalah seperti apa yang dikemukakan oleh bapak Paulus. “..para generasi muda di kami pu kampung ini kurang pu semangat kelola kebun..padahal kalo mau kelola.. hasil kebun disini bagus..” “.. jangankan kelola kebun.. untuk sekolah saja, kami pu anak-anak tidak ada semangat.. padahal itu untuk masa depan dia..”
Kondisi tersebut ditunjang dengan masuknya bahan makanan berupa beras dari tanah seberang Papua. Beras yang dapat diperoleh dengan relatif “mudah” membuat masyarakat tidak perlu bersusah payah lagi menokok sagu, menanam ubi, talas dan keladi untuk dikonsumsi. Terkait dengan masuknya beras ke wilayah teluk Arguni, bapak Lapinus, 37 tahun berkomentar sebagai berikut. 93
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
“..orang-orang disini sudah diracuni program beras murah.. itu membuat su jarang dorang pi pangkur sagu buat makan.. program raskin su bikin dorang malas.. tara mau susah-susah.. maunya enak saja..”
Untuk memenuhi kebutuhan bahan makanan masyarakat Kabupaten, Pemerintah daerah Kaimana mempunyai program beras miskin yang dikenal masyarakat dengan nama program raskin. Setiap tiga bulan program raskin ini didistribusikan kepada masyarakat. Satu tumah tangga hanya dapat membeli sebanyak 50 kg dengan harga 70 ribu rupiah. Bagi mereka yang punya uang, kalau beras program sudah habis dikonsumsi, akan membeli beras yang dijual oleh kios yang ada di kampung. Harga beras yang dijual di kios mencapai 150 ribu rupiah untuk 10 kg. Masyarakat kampung ini lebih suka mengeluarkan biaya yang besaruntuk menikmati sekepal nasi. Kondisi yang cukup ironis, ada tanah yang sangat luas dengan segala jenis tanaman pangan diatasnya namun tidak diolah baik untuk memenuhi kebutuhan pangan. Selain kebun dan hutan yang terbentang luas, teluk Arguni juga menyediakan hamparan pantai dan laut untuk masyarakat yang tinggal disekitarnya. Pantai yang terbentang sepanjang teluk Arguni menyediakan berbagai flora dan fauna. Pohon “mangimangi” tumbuh berjajar menjadi pagar alam bagi kampung Jawera dari terpaan angin laut. Sejenis pohon bakau ini tampak menjadi benteng yang akan melindungi batas garis pantai dari kikisan ombak. Namun apakah masyarakat di kampung ini sadar tentang fungsi alaminya? Sebab kami melihat hasil penebangan liar pohon mangi-mangi berupa tumpukan potongan kayu. Kayu yang akan dimanfaatkan penduduk kampung sebagai kayu bakar. “..torang banyak potong itu kayu mangi-mangi... kayu mangi-mangi dong pake sabage kayu bakar.. kayu mangi-
94
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
mangi pu api boleh.. itu kayu mengandung minyak sehingga boleh kalo dibakar..” “.. coba dong lihat (sambil menunjuk tumpukan potongan kayu mangi-mangi di dermaga kampung) itu kayu akan dibawa turun untuk dijual..”
Demikian komentar Philipus, 24 tahun, bercerita tentang pemanfaatan pohon magi-mangi, sambil duduk menikmati terbitnya matahari di dermaga kampung. Penduduk kampung banyak menggunakan kayu mangi-mangi sebagai kayu bakar di rumah. Pembakaran yang bagus dari kayu ini, mengakibatkan kayu mempunyai nilai ekonomi. Penduduk kampung seringkali memotong pohon dan menjual kayunya ke kota sebagai upaya memenuhi permintaan kebutuhan kayu bakar yang berkualitas. Apakah kayu mangi-mangi tidak akan punah kalau selalu diambil kayunya? Demikian logika sederhana yang muncul dibenak tentang penebangan kayu yang dilakukan penduduk. Dengan tenangnya Olif, 32 tahun berkomentar: “...tara bisa.. kayu mangi-mangi tara bisa habis.. walau kayu mangi-mangi dong potong.. dong ambil satiap hari.. kayu tara mungkin habis..” “…pohon mangi-mangi di sini tumbuh cepat.. itu yang duriduri di bawah pohon akan menjadi pohon baru..”
Untuk saat ini pohon mangi-mangi memang masih tumbuh lebat disepanjang pantai kampung yang dihuni oleh sekitar 50 keluarga. Tidak mengherankan kalau Philipus dan Olif yang berpendidikan SMP tidak keberatan dengan kegiatan penebangan kayu oleh penduduk. Dalam pikiran mereka, pohon itu nanti akan tumbuh dengan sendirinya sebagai proses alamiah. Sedih juga mengetahui mereka dan sepertinya kebanyakan penduduk di kampung, tidak berpikir tentang keberlangsungan pohon mangimangi 5 dan 10 tahun kedepan. 95
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
Selain untuk diambil kayunya, keberadaan hutang mangimangi ini merupakan tempat bagi penduduk untuk menangkap karaka, istilah masyarakat terhadap kepiting. Untuk beberapa daerah, karaka adalah bahan makanan yang berharga mahal. Nelayan di kampung Tugarni masih di wilayah teluk Arguni menjadikan karaka sebagai komoditi. Mereka menangkap karaka dalam jumlah banyak untuk dikirim ke berbagai kota besar di Indonesia seperti Makasar, Surabaya dan Jakarta. “.....Kalau mau cari karaka.. dong bisa cari di sekitar mangimangi.. dong su pasti dapat banyak karaka”
Demikian komentar Yulianus, 28 tahun tentang mudahnya mendapatkan karaka di wilayah mereka. Semua penduduk kampung tahu benar dengan kondisi tersebut. Hanya saja, walau penduduk di kampung Jawera sama-sama tahu tentang potensi tersebut, tapi mereka tidak tertarik untuk menangkap karaka dan menjadikan sebagai komoditi ekonomi. Memperhatikan segenap potensi alam yang ada dimana setiap orang bisa dengan mudah mendapatkannya, tidak salah kalau penduduk asli merasa tidak perlu khawatir tidak bisa makan yang menjadi kebutuhan utamanya. Tidak terbersit dalam benak mereka bagaimana kondisi ketersediaan bahan makanan seperti ikan, udang, karaka dan hasil tanah mereka lainnya bila terus di eksploitasi. Para pemuda nampak lebih suka berkumpul dengan sesama. Bersenda gurau bersama, merokok bersama, minum teh dan kopi bersama, bekerja bersama dan makan bersama. Semua hal yang dikerjakan itu tidak lepas dari alunan musik dan lagu. Genre musik dan lagu dari tanah ambon manise merupakan musik dan lagu favorit untuk menemani setiap aktivitasnya. Terlihat nyaman bagi pemuda untuk berada secara bersama-sama dengan teman sebaya dan sepermainan daripada mengolah kebun, hutan,
96
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
pantai dan laut yang menyediakan sumber kehidupan buat mereka dan anak cucunya kelak dikemudian hari. 3.8. Bahasa Dikemukakan oleh Barr and Barr (Ajamiseba, 1994) bahwa di tanah Papua terdapat 234 bahasa. Oleh para linguistik bahasa yang ada di Papua diklasifikasikan kedalam dua golongan, fila bahasa melanesia dan fila bahasa non melanesia. Masuk dalam kelompok fila bahasa melanesia karena penutur bahasa meliputi derah persebaran yang disebelah Barat dibatasi oleh bahasa Madagaskar, Utara oleh bahasa Taiwan, sebelah Timur oleh pulau Paskah Polinesia dan di sebelah Selatan dibatasi oleh bahasa kepulauan Melanesia. Sedangkan kelompok bahasa non melanesia adalah bahasa khas Papua dan tidak mempunyai hubungan linguistik dengan bahasa diluar Papua dan Papua Niugini. Dari 234 bahasa yang terdapat di papua, 43 bahasa diiantaranya termasuk dalam kelompok bahasa melanesia. Semua bahasa ini terdapat di dekat pantai dan tidak ditemukan di daerah pedalaman. Sedangkan kelompok bahasa non melanesia yang sering disebut “bahasa papua” akan dapat dijumpai di daerah pantai dan juga didaerah pegunungan. Gambaran mengenai keanekaragaman bahasa di papua dapat diperoleh dengan mempelajari beberapa sumber. Dalam Ajemiseba (1994) dikemukakan bahwa sumber informasi tentang bahasa di Papua antara lain, peta bahasa pada tulisan yang dibuat oleh Galis, atlas bahasa susunan Salzner, daftar bahasa-bahasa Irian Jaya susunan Voorhoeve , index Summer Institute of Linguistics dan dalam atlas bahasa-bahasa pasifik susunan Wurm dan Shiro Hattori. Bahasa Irarutu menurut index of Irian Jaya Languages (Ajamiseba, 1994) adalah bahasa yang termasuk phylum
97
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
Austronesia-Melanesia. Jumlah penutur bahasa Irarutu menurut Voorhoeve (Ajamiseba, 1994) terdiri dari kira-kira 6000 penutur. Lebih jauh tentang penggunaan bahasa Irarutu, sebagaimana terdapat pada http://manweer.wordpress.com/2009 mengemukakan bahwa secara mayoritas dalam penggunaan Bahasa Irarutu ada terdapat tiga dialek Utama meskipun ada dialek yang sedikit berbeda juga di daerah Babo yang tersebar di kampung-kampung di Teluk Arguni. Bahasa Irarutu merupakan kelompok bahasa yang terdapat di Arguni dan Babo sebelah Barat daya di leher burung Papua. Bahasa Irarutu digunakan oleh masyarakat yang bermukim di daerah Pesisir pantai Teluk Arguni hingga ke Pantai pesisir Selatan Teluk Bintuni. Kata Iraru memiliki arti suara atau bahasa dan tu adalah derivasi dari fitu yang berarti benar. Dalam pandangan masyarakat lokal bahwa dunia ini berawal dari wilayah bahasa Kuri/Nabi. Sehingga Irarutu berarti bahasa asli yang benar atau suara asli yang benar. Para ahli linguistik sudah banyak mengetahui struktur bahasa Austronesia pada umumnya dan Melanesia pada khususnya. Ciri-ciri umum bahasa Melanesia antara lain struktur klausa yang tata urutnya adalah predikat – subjek – objek (PSO) atau subjek – predikat – objek (SPO) dengan kata kerja yang strukturnya sederhana. Bahasa Irarutu sebagai salah satu bahasa Austronesia-Melanesia memperlihatkan struktur kalimat yang sama dengan struktur bahasa Indonesia. Susunan Kata menurut SPO (Subjek, Predikat, Objek) pada bahasa Irarutu adalah sebagai contoh berikut.
98
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Orang 1
Jumlah tunggal jamak
2
tunggal jamak
Subjek ja saya amo kami o kamu ir mereka
Predikat ga makan ga makan ge fa hendak ke ge fa hendak ke
Objek fas nasi fas nasi ddan kebun ddan kebun
Selain Bahasa Irarutu yang digunakan bila berkomunikasi dengan sesama orang Irarutu, digunakan juga Bahasa Indonesia bila berkomunikasi dengan orang luar Irarutu. Bahasa Indonesia yang gunakan adalah bahasa Indonesia baku dan Bahasa Indonesia pasaran (tidak baku). Bahasa Indonesia baku digunakan pada saat acara resmi misalnya saat rapat di kantor, saat kegiatan belajar mengajar di Sekolah, atau kegiatan resmi lainnya. Tetapi Bahasa Indonesia pasaran umumnya digunakan sehari-hari untuk bergaul dengan Etnik bangsa lain yang ikut mendiami wilayah itu, juga dengan sesama mereka. Bahasa pasaran ini mendapat pengaruh dialek, juga kata-katanya pun merupakan pengaruh langsung dari bahasa lokal (Irarutu) setempat. Misalnya orang Jawa, orang Makasar, orang Buton dan lainnya yang mendiami wilayah mereka. Contoh penggunaan bahasa Indonesia pasaran oleh penduduk Kampung: “...kamu orang mau pergi kemana?” menjadi “..komorang mo pigi dimana?” “...saya mau pergi di lapangan,” menjadi “sa mo pi di lapangan”. ”...dia orang itu hendak kemana?” menjadi “ dorang itu mo pi mana?” “...saya makan nasi,” menjadi “sa makan nasi”. 99
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
“...saya sudah makan,” menjadi “sa su makan”. “...saya sudah minum,” menjadi “sa su minum”.
Cara Menghitung. Dalam melakukan kegiatan menghitung dengan menggunakan bahasa Irarutu, terdapat ciri khusus yang hampir memiliki kesamaan dengan cara berhitung pada Etnik bangsa lain di wilayah Papua lainnya. Cara berhitung dalam kebudayaan Etnik bangsa Irarutu,dikenal adanya tiga macam cara berhitung, yaitu: 1) Menghitung dengan menggunakan Bahasa Indonesia 2) Sistem menggunakan kaki dan tangan 3) Sistem menghitung dengan bagian tubuh. Namun yang lazim digunakan orang ketika melakukan penghitungan dengan menggunakan bahasa daerah Irarutu dalam kehidupan sehari-hari adalah penghitungan dengan menggunakan kaki dan tangan, digabungkan lagi dengan anggota tubuh beberapa orang. Apabila yang dihitung adalah angka puluhan sampai ratusan, maka dasar penghitungan yang digunakan adalah kembali dari angka 1-10. Belajar berhitung semua angka dalam bahasa Irarutu, selalu didasarkan pada angka 1 – 10. Jika seseorang bisa berhitung angka 1 – 10, maka akan lebih mudah bagi orang tersebut dalam menghitung angka-angkaselanjutnya. Untuk bisa berhitung, hanya digunakan hitungan jari-jari tangan, jari kaki dan bagian tubuh. Bagaimana orang Irarutu melakukan penghitungan, dapat kita lihat pada contoh berikut : Angka 1 2 3 4 5 100
Hitungan dalam Bahasa Iraru Tu Eswem Ru Tur Ru e Ru Refid
Penjelasan / Arti Dua dan dua Sebelah tangan (lima jari sebelah
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
6 7 8 9 10 11
12
13 14 15
16
17 18
19 20
tangan) Nine refid Ru nir refid 2 jari, dan (+) 5 jari tangan sebelah Tur nir refid 3 jari, dan 5 jari tangan sebelah Ru e ru nir refid 4 jari, dan 5 jari tangan sebelah Fradru Sepasang tapak habis atau ke 2 tangan (kedua jari –jari tangan) Fradru risi eswem Kedua tangan (jari-jari), atau Sepasang tapak tangan dan 1 (satu) jari Fradru risi ru Kedua` tangan (jari-jari), atau Sepasang tapak tangan dan 2 jari Fradru risi tur Kedua tangan (jari-jari), atau sepasang tapak tangan dan 3 jari Fradru risi rue ru Kedua tangan (jari-jari), atau Sepasang tapak tangan dan 4 jari Fradru risi refid Kedua tangan (jari) atau sepasang tapak tangan dan 5 jari tangan sebelah Fradru risi nine Kedua tangan (jari-jari), atau refid Sepasang tapak tangan dan satu jari, dan 5 jari tangan sebelah Fradru risi ru nir Kedua tapak tangan, 2 dan 5 jari refid tangan sebelah Fradru risi tur nir Kedua tangan (jari-jari), atau refid satu Sepasang tapak tangan dan satu jari Fradru risi rue ru nir Sepasang tapak tangan, dan 2 refid dan 5 jari tangan sebelah Matu tni Anggota tubuh manusia (kedua 101
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
21 30
40
tapak kaki dan kedua tapak tangan) : kedua jari-jari kaki tambah kedua jari-jari tangan Matu tni risi eswem Anggota tubuh 1 dan seterusnya Matu tni risi fradru Terdiri dari anggota tubuh (jari kaki dan jari tangan) 1 orang dan sepasang tapak tangan Matu tni ru Manusia tubuh 2, maksudnya terdiri dari jari-jari kaki dan jarijari tangan 2 orang.
Hitungan angka berikut ini hanya tinggal menambah kelebihannya (risi), kemudian dilanjutkan dengan angka atau hitungannya. Demikian seterusnya, hanya ditambah hitungan angka dasar. Sebagaimana diketahui, di Papua terdapat ratusan etnis yang tersebar di berbagai pelosok daerah. Penggunaan bahasa merupakan satu indikator untuk membedakan satu etnis dengan lainnya. Sebelum penggunaan bahasa Indonesia oleh masyarakat Papua, keaneka ragaman bahasa yang menjadi identitas suatu etnis di Papua menjadi penghalang komunikasi antar etnis. Dikemukakan oleh Ajamiseba (1994) bahwa banyaknya bahasa di papua merupakan penghalang bagi Pemerintah untuk melakukan komunikasi dengan orang asli papua. Beragam bahasa yang digunakan oleh beragam Etnik bangsa tidak mempunyai bahasa tulis. Harusnya bahasa-bahasa tersebut diaksarakan sehingga dapat dipelajari demi kelancaran komunikasi. Kesulitan komunikasi antara Pemerintah dan rakyat papua mengakibatkan tidak sampainya program pembangunan yang dicanangkan Pemerinta. Demikian juga dengan kesulittan komunikasi antar etnis, hal ini memungkinkan terbatasnya mobilitas anggota etnis untuk keluar dari wilayah dimana etnis tersebut berada. Bisa jadi 102
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
seringnya perang antar etnis dulu, berawal dari kesulitan komunikasi. Sejak digunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa “lingua franka” oleh masyarakat Papua, bahkan sampai ke wilayah pedalaman, mengakibatkan kesulitan komunikasi antar etnis bisa teratasi. Penggunaan bahasa Indonesia di Papua, dilihat dari satu sisi memang baik karena berfungsi sebagai bahasa penghubung. Tetapi dilihat dari sisi lain, penggunaan bahasa Indonesia akan membuat bahasa etnis menjadi terancam punah. Ancaman terhadap kepunahan bahasa daerah dari setiap etnis yang ada di papua bukan isapan jempol belaka. Hal ini terjadi karena setiap etnis hanya mengenal bahasa lisan, tidak bahasa tulis. 3.9. Religi dan Kepercayaan Kabupaten Kaimana adalah daerah yang multi Etnik, budaya dan agama. Agama Kristen, Islam, Katolik dan Hindu merupakan agama yang dianut oleh penduduk Kaimana. Dari keempat agama yang ada, agama Kristen dan Islam yang dianut oleh kebanyakan masyarakat. Data statistik menunjukkan ada 47,58% penduduk beragama Protestan dan 42,24% menganut agama Islam. Dilihat dari sejarahnya, agama Kristen penyebarannya sudah dilakukan sejak tahun 1855 oleh bangsa Belanda. Penyebaran agama Kristen di Papua, mulai berjalan dengan baik pada awal abad 20. Awalnya penyebaran dilakukan di daerah pantai Utara Papua tepatnya di daerah pulau Yapen oleh Utrechtsche Zendingsvereniging dan kemudian dilanjutkan oleh Zending der Nederlands Hervormde Kerk. Kegiatan ini terus merambah pada daerah lain seperti di daerah kepala burung, raja ampat dan pulau Wakde. Sesudah perang dunia kedua jumlah pendeta pribumi mulai bertambah dan pada tahun 1956 Gereja Kristen Irian menjadi organisasi yaang mandiri.
103
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
Berbeda dengan wilayah Utara Papua yang didominasi oleh Kristen, penyebaran agama di bagian Selatan Papua lebih banyak dilakukan oleh pendeta Katolik. Pada tahun 1905, organisasi penyebaran Katolik Missionarissen van het Heilige Hart membuka pusat penyebaran agama di Merauke. Baru pada tahun 1930an para pendeta Katolik meningkatkan kegiatannya, karena mereka disaingi oleh Gereja Kristen Maluku yang juga membuka pusat penyebaran agama Kristen di Merauke. Setelah pperang dunia berakhir, berbagaai organisasi penyiaran agama Kristen dari Australia dan Amerika mulai aktif menyebarkan agama di papua. diantaranya terdapat Christian and Missionary Alliance (CAMA) dan Summer Insitute of Linguistics (SIL) yang menyebarkan agama dengan keahlian bahasa. Para penyiar agama dalam SIL ditugaskan meneliti dan mempelajari bahasa daerah dengan tujuan tidak hanya mengumpulkan data lingistik saja tetapi juga menterjemahkan kitab Injil ke dalam bahasa daerah. Di wilayah teluk Arguni, agama Kristen mulai menyentuh masyarakat sekitar tahun 1947-an. Ajaran Kristen ini dibawa masuk oleh Pendeta dari Belanda yang dikenal masyarakat bernama Lokolo dan Pendeta berdarah Ambon, Nurselan. Kedatangan para penyebar agama untuk menunjukkan hadirnya agama dan kehidupan “beradab” pada masyarakat Papua yang banyak melakukan Honge perang Etnik dan pelenyapan satu manusia dengan manusia yang lain. Tidak banyak informasi tentang masuknya agama Islam di tanah Papua. Informasi dari imam masjid di kampung Nagura mengatakan bahwa agama Islam yang pertama kali masuk di Papua. Kepulawan Raja Ampat dan Fakfak merupakan tempat agama Islam pertama kali dibawa oleh pedagang yang berasal dari Maluku sebelum belanda masuk ke Papua. Masuknya agama Kristen, Katolik, dan juga Islampada masyarakat Papuayang telah menganut “agama lokal” yang 104
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
dipercayai masyarakat dalam bentuk penyembahan terhadap para leluhur, terhadap roh-roh dan benda-benda keramat. Namun demikian, masuknya agama tersebut tidak serta merta menghilangkan “agama lokal”. Kepercayaan terhadap leluhur, roh dan benda keramat sebagai bentuk penyembahan dan faham animisme masih melekat kuat di masyarakat. Kepercayaan terhadap mahluk halus. Seperti juga masyarakat tradisional pada umumnya, orang Irarutu di kampung Jawera ini juga percaya terhadap keberadaan mahluk halus yang mempunyai kekuatan supranatural. Mahluk yang dikeramatkan oleh mereka yang tinggal di wilayah kampung Jawera adalah mahluk yang menghuni beberapa tempat keramat di laut, tanjung dan tanah berair lainnya. Sosok ini biasanya disimbulkan dengan ular, ikan besar yang memiliki nilai keramat, batu besar yang memiliki kekuatan gaib dan sebagainya. Jenis-jenis mahluk gaib ini dipercaya bisa membunuh warga. Membunuhnya dilakukan dengan cara merasuki tubuh manusia tanpa disadari dan diketahui penyebabnya. Satu-satunya ora ng yang bisa mengetahui bahwa kematian tersebut akibat perbuatan mahluk halus adalah seorang dukun Mgrig. Mahluk halus penghuni tempat keramat ini akan bersahabat dengan masyarakat setempat, apabila tempat tersebut tidak didekati atau diganggu. Kalau ada orang meninggal karena mahluk halus ini, keberadaan rohwo akan kembali ke keluarga bila dilakukan ritual yang dipimpin oleh Mgrig. Dalam waktu 3 hari roh orang yang meninggal tersebut akan kembali ke rumah melalui perantara “merasuki” si dukun. Roh tersebut kemudian akan memberitahu penyebab kematiannya. Selain tempat diatas, tempat lain yang dianggap memiliki kekuatan gaib adalah gunung yang berlokasi dibelakang kampung. Didaerah sekitar gunung ini terdapat tempat pengolahan minyak lawang dengan segenap peralatannya. Ketika seseorang berusaha 105
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
memindahkan tempat pengolahan minyak ini, wenitat jin pemilik tempat ini marah. Akibatnya, orang tersebut menderita jamt sakit luka terputus-putus kulit tubuhnya, tidak dapat disembuhkan dan kemudian meninggal dunia. Karena itu, ketika berada ditempat keramat, setiap orang dilarang membuat keributan, memasak atau makan babi digunung tersebut. Sebab Jin atau penghuni tempat tersebut dipercaya beragama Islam. Jika ada yang melanggar pantangan tersebut maka mahluk ini akan menunjukan wujudnya secara nyata dan akan mengakibatkan orang tersebut sakit. Cara mahluk halus saat mencelakai manusia, bermacammacam. Penanganannya adalah dengan bantuan dukun secepatnya. Kalau sang Mgrig ilmunya tinggi, maka si korban bisa diselamatkan, tetapi jika tidak, korban akan meninggal dunia. Menurut mereka kejadian ini sering terjadi dalam kehidupan nyata sehari-harinya. Mengenai penyebab kematian, menurut kebudayaan orang Irarutu ada beberapa proses. Pertama, ada meninggal secara alamiah. Kedua, meninggal karena ilmu hitam nfi gamrum atau nftut. Meninggal cara ini dianggap tidak wajar. Ciri-ciri meninggal tidak wajar seperti sakit mendadak, perut membesar Fta nabad, sakit dada ritr nfit, kaki bengkak fa mbrbar dan darah keluar dari mulut nfittu wams srut nanfi gan. Orang yang sakit seperti ini sulit ditolong. Ketiga, kematian yang disebabkan oleh mahluk yang mendiami tempat tertentu. Kematian ini terjadi karena orang tersebut dinilai mengganggu keberadaannya. Sebetulnya ini bisa dihindari jika keluarga si sakit segera minta bantuan Mgrig untuk mengobati si penderita.
106
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Disamping penyebab kematian di atas, ada juga kematian yang dibuat swanggi27. Jenis swanggi yang dikenal masyarakat adalah Egman, sosok manusia yang menggunakan ranting kayu tertentu bisa berubah menjadi mahluk halus pembunuh. Dengan terbang seperti burung, egman memburu mangsanya dan memakan jantungnya. Jenis kedua, Ujeg atau setan bermata merah, adalah manusia yang menggunakan “ujeg ro” daun setan, dan “ujeg ran fut” kayu setan untuk membunuh orang. Orang yang dapat menjelma sebagai “swanggi” biasanya tidak dapat tenang ketika berpapasan dengan orang baik-baik, matanya merah, melotot dan tidak menentu arah pandangnya. Dunia Roh. Menurut pandangan orang Irarutu dikampung Jawera, roh orang yang sudah meninggal “mtmat” tidak pergi jauh dari kehidupan manusia yang masih hidup. Keberadaan “mtmat” ini hanya dipisahkan oleh kaca besar sebagai pembatas. Orang percaya roh tersebut bisa melihat manusia yang masih hidup, tetapi manusia yang hidup tidak bisa melihat roh. Jika waktunya tiba yang ditandai dengan adanya bunyi nafiri terompet, orang mati akan dikumpulkan bersama orang yang hidup di suatu tempat. Tiupan terompet pertama maka akan “timembe mgrigwen” semua orang pingsan. Tiupan kedua, “su nuf nafiri ad fiembe roge matu fo mgrigwen ensu nmrir” semua yang pingsan tadi berdiri. Ketika berdiri, maka yang tinggal hanya orang baik, yang tidak baik akan musnah. Pada saat ada orang meninggal dan akan dikubur, jenasah akan dikenakan pakaian terbaik dan diletakkan di peti jenasah yang dibuat oleh warga kampung. Pendeta akan memimpin upacara pemakanan dengan melakukan nyanyian pujian dan membaca 27
Sebutan untuk manusia yang mempunyai kemampuan untuk menjelma sebagai mahluk halus yang penggunaannya untuk membunuh seseorang yang diinginkan.
107
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
alkitab. Setelah acara kebaktian pemakaman, peti jenasah dimasukkan ke liang kuburnya. Bunga-bunga ditaburkan di atas kuburan dan kemudian dibangunkan rumah kecil diatas kuburan tersebut dengan maksud memberi perlindungan dan sebagai tempat tinggalnya yang baru. Sebagai bentuk kedukaan, segera setelah pemakaman, sehelai kain diikatkan pada lengan janda atau duda. Selama masa kedukaan, biasanya selama 100 hari, ikatan tersebut tidak boleh dilepas. Pada masa itu pula seorang suami bila yang meninggal istrinya, tidak boleh mencukur rambutnya. Demikian juga bagi istri bila suaminya meninggal, dia dilarang memotong rambutnya. Selain itu, ada prosesi tertentu yang harus dilakukan oleh keluarga. Contoh, pada suami yang ditinggal mati istrinya. Setelah pulang dari pemakaman, si suami langsung duduk berdiam diri disisi atau sudut ruang tamu, sambil menjaga tempat tidur sang istri yang dikenal dengan Nmtur Sfri28. Dia tidak boleh melakukan aktifitas apa-apa, kecuali hanya untuk membuang hajat besar atau kecil. Untuk kebutuhan makan harus diantar anak, kerabat dekat suami atau kerabat istrinya. Prosesi ini akan dijalani selama 3 hari, karena roh yang meninggal diyakini masih berada di rumah duka selama 3 hari. Ritual ini dimaksudkan sebagai penghormatan dan rasa kasih sayang kepada isrti. Jika ritual tidak dijalankan, ini menandakan suami tidak sayang kepada istrinya. Dengan demikian roh istri akan marah kepada sang suami yang bisa mengakibatkan suami sakit. Setelah ritual ini dilakukan maka roh istri tadi akan merasa tenang dan tidak akan datang kerumah lagi. Setelah prosesi 3 hari selesai, maka suami akan dibolehkan keluar rumah dan beraktivitas seperti biasa.
28
Prosesi bagi Janda atau Duda duduk disudut dinding selama 3 hari sebagai bentuk penghormatan dan rasa cinta kepada yang meninggal.
108
BAB 4 PROGRAM PEMBANGUNAN DAN PERUBAHAN KEBUDAYAAN
Rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) Kabupaten Kaimana sebagaimana tertuang dalam Peraturan Daerah No.8/2011 bertujuan mencapai kesejahteraan sosial ekonomi. Guna mencapai tujuan tersebut, pemerintah Kabupaten akan melakukan segala daya upaya dengan mengedepankan kearifan lokal. Pemerintah juga berjanji memberikan jaminan kepada generasi penerus bahwa mereka berhak atas kelestarian sumberdaya alam. Janji memberikan kesejahteraan kepada masyarakat Kaimana secara merata dan berkeadilan membuat Pemerintah Kaimana bersama dengan wakil masyarakatnya menetapkan enam misi yang akan dicapai sebagai hasil pembangunan. Keenam misi tersebut, antara lain: Yang pertama adalah meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Kegiatan ini diharapkan bisa menjadi langkah awal bagi perbaikan kesejahteraan sosial ekonomi. Cara yang dilakukan pemerintah adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikan, kesehatan masyarakat dan memberikan pelatihanpelatihan kepada masyarakat agar mempunyai keterampilan dan kompetensi dalam dunia kerja. Berikutnya adalah melakukan pembangunan infrastruktur yang merata dan memadai. Pembangunan infrastruktur ini dilakukan dalam upaya menunjang pelayanan pemerintahan,
109
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
pertumbuhan ekonomi dan penataan kawasan pemukiman. Dalam membangun infrastruktur itu, pemerintah kabupaten Kaimana memfokuskan pada pembangunan sarana transportasi darat, laut dan udara secara terpadu. Hasil pembangunan sarana transportasi diharapkan dapat membuka isolasi daerah akibat kondisi geografi. Meningkatkan kehidupan sosial dilakukan untuk menciptakan kondisi lingkungan yang kondusif terhadap pembangunan. Upaya yang dilakukan pemerintah adalah menciptakan kehidupan sosial, budaya dan agama yang cukup berbinneka berdasarkan nilai-nilai keharmionisan dan ketoleransian. Meningkatkan perekonomian rakyat, dilakukan dengan berbasis pada sumberdaya alam lokal. Pembangunan ekonomi kerakyatan ini bertujuan memacu produktivitas masyarakat di berbagai sektor kehidupan. Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa. Hal ini merupakan syarat mutlak bagi aparatur pemerintah sebagai pengelola jalannya pemerintahan. Pengelolaan yang baik, jujur dan berwibawa akan memunculkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Kepecayaan masyarakat akan sangat mendukung tercapainya tujuan pembangunan. Karena sumberdaya alam merupakan potensi utama Kaimana, maka sudah seharusnya bila pemerintah bertekat mewujudkan pengelolaan sumberdaya alam secara arif, terpadu dan berkelanjutan. Dalam hal ini penetaan ruang dan wilayah yang memperhatikan kelestarian lingkungan menjadi bentuk pengelolaan sumberdaya alam. Dalam rangka melaksanakan pembangunan sebagaimana tertuang dalam RPJM, Pemerintah Kabupaten Kaimana mengalokasikan anggaran pembangunan yang berasal dari berbagai sumber seperti pendapatan asli daerah, dana 110
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
perimbangan dan dari sumber lain. Pada profil daerah Kabupaten Kaimana (2013) dikemukakan bahwa pendapatan daerah berkisar Rp. 617,44 milyard. Pada kurun waktu 3 tahun terakhir, kontribusi pendapatan asli daerah masih rendah yakni sekitar 2,6% dari pendapatan daerah. Sumberdana yang besar kontribusinya terhadap pendapatan daerah berasal dari Dana Perimbangan (79,3%) yang berupa Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan berbagai Dana Bagi Hasil. Pendapatan daerah lainnya diperoleh dari Pendapatan Daerah Lain-lain (17,7%).
10%
2% 1%
belanja modal 36%
21%
belanja barang dan jasa belanja pegawai belanja subsidi, bansos belanja hibah
30%
bantuan keuangan kepada kampung
Gambar 4.1. Komposisi Anggaran Pembangunan Kabupaten Kaimana Sumber: Profil Daerah Kabupaten Kaimana, 2013
Alokasi anggaran pembangunan digunakan untuk penyelenggaraan program pembangunan secara langsung dan pengadaan berbagai fasilitas pendukung penyelenggaraan pelayanan publik dan pemerintahan. Komposisinya dapat dilihat pada Gambar 4.1. Dari total anggaran pembangunan, 66% diantaranya merupakan belanja barang, jasa dan belanja modal yang 111
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
mendukung pelaksanaan program pembangunan. Namun demikian, pemerintah Kaimana juga berupaya mendorong kemandirian masyarakat dengan mengalokasikan dana bantuan sosial dan penyelenggaraan pemerintahan kampung. Untuk mencapai Kaimana yang sejahtera, adil, aman dan bermartabat, pemerintah Kabupaten sadar sepenuhnya bahwa hal tersebut akan sulit dicapai bila pendidikan masyarakatnya masih rendah. Tidak salah bila kemudian upaya meningkatkan kualitas SDM melalui pendidikan dan kesehatan menjadi visi pertamanya. 96.4
96.21
96.2 96 95.8 95.6
95.48
95.49
95.5
2008
2009
2010
95.4 95.2 95 2011
Gambar 4.2. Angka Melek Huruf Masyarakat di Kaimana 2008 – 2011 Sumber: Profil Daerah Kabupaten Kaimana, 2013
Mengenai pendidikan, persoalan utamanya masih berhubungan dengan ketersediaan fasilitas pendidikan yang belum menjangkau daerah pedalaman. Fasilitas pendidikan untuk tingkat dasar memang sudah ada di setiap kampung. Untuk tingkat menengah pertama, sudah tersedia disetiap Distrik. Hanya saja karena kondisi geografinya, masih ada kendala akses menuju pusat Distrik dimana sekolah tersebut berlokasi. Lebih parah lagi adalah akses menuju fasilitas pendidikan tingkat menengah atas. Sekolah tingkat menengah atas sementara ini hanya ada dan berlokasi di ibu kota Kabupaten Kaimana. Akibatnya, masyarakat diluar ibu kota kabupaten sulit menjangkau pendidikan setingkat menengah 112
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
atas. Selain itu, orang tua yang berkeinginan menyekolahkan anaknya di kota Kaimana, perlu menyediakan biaya tambahan seperti untuk biaya hidup sang anak di kota. Wajar bila kualitas pendidikan masyarakat yang diindikasikan oleh angka melek huruf belum mencapai seratus persen. Mengetahui kualitas pendidikan dapat juga dilihat dari angka partisipasi sekolah yang dibaca melalui angka partisipasi kasar (APK) dan angka partisipasi murni (APM). APK adalah perbandingan jumlah murid pada jenjang pendidikan tertentu dengan penduduk kelompok usia sekolah yang sesuai. Semakin tinggi APK berarti semakin banyak anak yang bersekolah pada tingkat pendidikan tersebut. APM adalah jumlah anak usia sekolah dengan penduduk kelompok usia sekolah yang sesuai. Semakin tinggi APM, semakin banyak anak usia sekolah di suatu daerah pada jenjang pendidikan yang sesuai. 140 120 100 80 60 40 20 0 APK
SD 2008
SMP 2009
SMA
APM 2010
SD
SMP
SMA
2011
Gambar 4.3. APK dan APM Pendidikan Dasar dan Menengah di Kaimana 2008 – 2011 Sumber: Profil Daerah Kabupaten Kaimana, 2013
Pada Gambar 4.3 terlihat APK pada tingkat pendidikan SMA masih rendah, bahkan APK pendidikan SMA di tahun 2011 lebih rendah dibandingkan APK tahun 2008 dan 2009. Untuk APM, 113
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
perhatian khusus perlu diberikan kepada mereka di jenjang pendidikan SMP dan SMA. Lagi-lagi, masalah akses terhadap fasilitas pendidikan merupakan alasan dari rendahnya APM anak usia sekolah SMP dan SMA. Di Distrik Arguni Bawah fasilitas pendidikan untuk tingkat dasar memang sudah ada disetiap kampung. Namun fasilitas pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi, hanya terdapat satu Sekolah Menengah Pertama, bahkan tidak ada Sekolah Menengah Atas. Untuk meperoleh pendidikan tingkat SMP, seorang anak harus tinggal di kampung Tanusan. Dia akan hidup terpisah dengan orangtuanya dan membutuhkan biaya hidup sendiri. Kalau orangtuanya mampu secara ekonomi atau ada keluarga yang tinggal di pusat Distrik, maka sangat memungkinkan bagi anak untuk menempuh pendidikan SMP. Kalau tidak, maka sulit bagi anak untuk mendapatkan pendidikan SMP. Membandingkan data jumlah penduduk pada kelompok umur 10 – 14 dan 15 - 19 tahun dengan jumlah siswa SMP, bisa dijadikan indikator tentang animo anak usia sekolah terhadap pendidikan. Penduduk pada kelompok umur 10 – 14 tahun tercatat berjumlah 273 jiwa dan mereka dengan kelompok umur 15 – 19 tahun berjumlah 166 jiwa. Dengan asumsi usia siswa SMP dimulai sejak 13 sampai usia 15 tahun, maka pada kelompok umur 10 – 14 tahun, dengan dihitung secara rata-rata, harusnya ada 109 yang bersekolah SMP. Pada kelompok umur 15 – 19 tahun, harusnya ada sekitar 33 anak bersekolah SMP. Dari 2 kelompok usia tersebut mestinya 142 diantaranya berstatus siswa SMP, padahal jumlah siswa SMP yang tercatat adalah 98 siswa. Itulah kondisi tingkat pendidikan masyarakat di wilayah Distrik Arguni Bawah. Tanah Papua pada umumnya, termasuk juga wilayah Kaimana adalah daerah yang penuh dengan potensi sumberdaya alam. Masalahnya, potensi ini kurang didukung oleh kualitas sumberdaya manusia yang memadai, yang mampu mengolahnya. 114
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Tingkat pendidikan masyarakat yang relatif rendah bisa sebagai gambaran kualitas SDMnya. Sementara itu, diluar tanah Papua banyak orang yang bisa mengisi kekurangan tersebut. Kondisi inilah yang membuat pemerintah pusat menjadikan tanah papua sebagai salah satu tujuan program transmigrasi. Banyak tantangan yang dihadapi pemerintah saat pencanangan program transmigrasi, termasuk sindiran dari negara asing bahwa tranmigrasi merupakan upaya untuk menyebarluaskan budaya jawa ke berbagai pelosok. Harus diakui bahwa ada aspek negatif karena mengalokasikan tanah yang merupakan hak ulayat klan kepada transmigran. Namun juga ada aspek positifnya. Transmigrasi memberi kesempatan kepada penduduk asli untuk belajar bercocok tanam dan belajar keterampilan yang menjadi modal pembangunan masyarakat. Di Papua, daerah yang menjadi tujuan transmigrasi tahap awal terdapat di daerah sekitar Manokwari, Jayapura dan Merauke.(Koentjaraningrat, 1994) Selain memang sebagai program Pemerintah, banyak pula orang yang bermigrasi ke Papua termasuk Kaimana secara spontan. Potensi Kaimana yang kaya akan sumberdaya alam membuat orang lokal memberikan sebutan sebagai “Bidadari Cantik”. Suatu sebutan untuk menggambarkan betapa menariknya potensi tanah Kaimana sehingga banyak orang mendatanginya. Potensi alam juga telah menjadikan Kaimana sebagai daerah yang berkembang pesat. Semula Kaimana adalah satu Distrik dari Kabupaten Fakfak, kini Kaimana telah menjadi sebagai satu wilayah Kabupaten. Bagusnya potensi dan pesatnya perkembangan Kaimana diindikasikan dengan dijadikannya sebagai tempat persinggahan kapal putih sebutan untuk kapal yang dikelola oleh PELNI dan dibangunnya Bandar Udara “Utarum” sebagai sarana transportasi udara menuju dan pergi dari Kaimana. Pelayaran “kapal putih” telah menghubungkan Kaimana dengan kota dan pelabuhan besar 115
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
di Indonesia. KM Ciremai berlayar dengan rute Tanjung Priuk Jakarta, Tanjung Perak Surabaya, Sukarno Hatta Makassar, BauBau, Ambon, Banda, Dobo, Kaimana dan Fakfak sebanyak dua kali dalam sebulan. KM Tatamailau yang lebih kecil melayaani rute Sorong, Fakfak, Kaimana, Timika, Merauke, Dobo, Taul, Banda, Ambon dan Bitung.
Gambar 4.4. Kapal Putih di Pelabuhan Kaimana Sumber: Dokumentasi Peneliti
Karena biaya yang relatif terjangkau oleh banyak kalangan, transportasi laut ini banyak menjadi pilihan masyarakat untuk bepergian dibandingkan transportasi udara yang juga tersedia di Kaimana. Mengenai transportasi udara, saat ini penerbangan dari dan ke Kaimana dilayani oleh bandara Utarum yang terletak sekitar 15 km dari kota Kaimana. Bandara ini memang masih tergolong sebagai bandara perintis. Pesawat yang singgah adalah pesawat jenis perintis dengan kapasitas penumpang sampai dengan 70an orang. Untuk memberikan pelayanan yang lebih baik, bandara
116
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Utarum telah memperpanjang landasan pacu pesawat agar bisa didarati oleh pesawat berbadan lebar seperti Boeng. Maskapai yang melayani penerbangan saat ini adalah Wings Air dan Trigana. Dulu sempat beroperasi juga maskapai Merpati dan Ekspress Air, tapi karena kendala operasional, kedua maskapai tersebut sejak tahun 2013 tidak lagi melayani penerbangan di Kaimana. Banyak orang dari luar tanah papua datang untuk mencari keberuntungan, khususnya orang dari Jawa, dan Makasar (Bappeda Kaimana, 2013). Studi yang dilakukan Koentjaraningrat (1994) tentang migrasi ke Papua mengemukakan bahwa mereka sebagian besar berasal dari wilayah Sulawesi Selatan dan Tenggara. Indikator yang bisa digunakan untuk melihat banyaknya populasi ketiga Etnik bangsa pendatang tersebut dapat diketahui melalui bahasa komunikasi yang digunakan di Kaimana. Bila berada di pasar, terminal dan tempat-tempat umum lainnya, telinga kita akan senantiasa mendengar pembicaraan yang menggunakan bahasa Jawa, Bugis dan Buton. Kedatangan mereka menggunakan kapal PELNI dan perahu tradisional yang dikenal dengan perahu bugis. Tetapi saat ini, kedatangan orang-orang ke Kaimana hampir semua menggunakan “kapal putih”. Banyaknya kedatangan orang ke Kaimana bisa dilihat dari jumlah penumpang kapal yang datang dan pergi. Jumlah penumpang yang masuk ke Kaimana lebih besar dari yang penumpang yang pergi. Data Bappeda Kaimana tentang jumlah penumpang kapal yang datang dan berangkat meninggalkan pelabuhan Kaimana adalah sebagai berikut. Terkait dengan fenomena migrasi, pelu diperhatikan adanya keseimbangan antara jumlah tenaga kerja penduduk asli, migran dan transmigran. Seringkali penduduk asli terdesak dalam pasaran tenaga kerja. Bukan karena ketrampilan tetapi karena orientasi nilai budaya atau mentalitasnya. Dalam teori ilmu sosial, diketahui bahwa golongan penduduk migran cenderung memiliki mentalitas 117
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
wiraswata yang gigih untuk bertahan hidup. Ini menyebabkan mereka lebih gigih untuk maju. Berbeda sekali dengan mentalitas penduduk asli. Kekayaan alam papua dalam menyediakan semua kebutuhan hidup membuat mereka tidak perlu berjuang lebih keras lagi untuk hidup. Kesulitan mengakses berbagai fasilitas karena kendala geografi dan besarnya bantuan sosial membuat penduduk asli semakin apatis. 25000 20000 15000
tiba
10000
berangkat
5000 0 2008
2009
2010
2011
2012
Gambar 4.5. Jumlah Penumpang Tiba dan Berangkat dari Pelabuhan Kaimana Sumber: Profil Daerah Kabupaten Kaimana, 2013
Keengganan penduduk asli untuk bekerja mencari nafkah secara giat nampak jelas pada penduduk asli kampung Jawera di teluk Arguni bawah yang notabene adalah komunitas masyarakat Irarutu. Mereka tidak lagi berkenan mengolah kebun agar menghasilkan ketela, keladi, jagung atau tanaman kebun lainnya. Alasannya adalah babi hutan akan merusak kebunnya. Daripada bersusah-payah berkebun namun tidak ada hasilnya, lebih baik diam di rumah saja. Demikian juga dengan aktivitas menangkap ikan di wilayah teluk, mereka lebih suka menunggu derma pemberian ikan tanggapan nelayan yang berasal dari Jawa dan Buton.
118
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Memang sudah sewajarnya bila setiap orang berhak bersaing secara bebas memanfaatkan sumberdaya yang ada untuk memenuhi kehidupannya. Namun untuk wilayah papua termasuk Kaimana, kurang bijaksana juga bila membiarkan penduduk asli Papua terdesak oleh para migran yang secara mentalitas lebih mempunyai daya juang. Kondisi tersebut akan dapat menyebabkan perasaan tidak puas sehingga dapat dimanipulasi untuk menimbulkan kekacauan29. Suatu keadaan yang tidak bisa dipungkiri bahwa sentimen kedaerahan masih dapat dilihat dengan jelas dalam kehidupan sehari-hari. Terkait dengan upaya membangun mentalitas manusia Indonesia, salah satu program yang digalakkan pemerintah adalah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Program ini juga dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Kaimana. Secara khusus, hal yang melatar belakangi PNPM di Kaimana adalah untuk memberikan wewenang dan kepercayaan kepada masyarakat secara langsung untuk menentukan kebutuhannya sendiri, merencanakan dan mengambil keputusan secara terbuka dan melaksanakan kegiatan sendiri. Semua merupakan keberpihakan dan kepercayaan pemerintah kepada masyarakat untuk bertindak sebagai subjek pembangunan Dengan sumber dana hibah yang berasal dari dana Otonomi Khusus (OTSUS), setiap kampung di kabupaten Kaimana mendapat anggaran sebesar Rp.100 juta yang dialokasikan melalui kebijakan pemerintah provinsi. PNPM Mandiri di setiap kampung di Kaimana merupakan upaya penanggulangan kemiskinan. Upaya 29
Sampai era tahun 2000-an, konflik perebutan sumberdaya masih sering ditemukan, termasuk di Kaimana. Amnesti Internasional 2002 (Werfete, 2011) mengemukakan bahwa konflik masa kini di tanah Papua lebih banyak terjadi karena mempertikaikan sumberdaya alam, ekonomi, kekuasaan politik dan friksi antar etnis dan agama.
119
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
memandirikan masyarakat dilakukan secara berkesinambungan dengan cara meningkatkan potensi dan kapasitas masyarakat untuk mewujudkan program pembangunan yang berpusat pada manusia. Bentuk kegiatannya bermacam-macam sesuai kondisi dan keadaan masyarakat kampung, misalnya untuk pemenuhan kebutuhan makanan bergizi, kesehatan, pendidikan dan kegiatan untuk peningkatan ekonomi masyarakat. Melalui proses perencanaan bersama masyarakat, diidentifikasi penduduk kurang mampu yang kemudian ditetapkan sebagai sasaran kegiatan PNPM. Pelaku utama program adalah masyarakat. Di tingkat kampung, pelaku pembangunan terdiri dari kepala kampung sebagai pembina, pengendali dan penasehat serta tim tiga tungku yang terdiri dari unsur pemerintah kampung yang ditunjuk, tokoh adat dan tokoh agama yang bertugas memotivasi dan menumbuhkan kesadaran masyarakat dan pelaksana. Selain PNPM Mandiri, pemerintah Kabupaten Kaimana mempunyai program pemberdayaan yang disebut dengan Program Pemberdayaan Kampung dan Kelurahan (P2K). Program ini harusnya mempunyai posisi strategis dalam menunjang keberhasilan pembangunan Kaimana, mengingat Pemerintah telah membuat suatu ketetapan bahwa pelaksanaan pembangunan kabupaten Kaimana adalah pembangunan berbasis kampung. Sudah selayaknya bila pemerintah memberikan perhatian lebih terhadap 84 kampung yang ada di Kaimana mengingat kampung merupakan komunitas dari 8 Etnik bangsa yang menjadi identitas Kaimana. Dalam struktur dan penyelenggaraan urusan pemerintahan kabupaten Kaimana, dikenal struktur pemerintahan kampung. Keberadaan pemerintahan kampung ini diakui dan dihormati sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat. 120
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Kampung sebagai struktur pemerintahan dibuat dengan mengacu pada pemberlakuan otonomi khusus bagi propinsi papua dan papua Barat sebagaimana diatur dalam UU no. 21 th. 2001. Dalam UU tersebut tercantum pemberian wewenang yang lebih luas kepada daerah dalam melakukan perubahan mendasar dari sistem pemerintahan agar sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan masyarakat lokal papua. P2K sebagai program pemberdayaan kampung dilakukan sejak 2012. Program ini dikelola dibawah koordinasi Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Keluarga Berencana dengan alokasi anggaran sebesar Rp.160 juta. Pelaksanaan P2K dilakukan dengan berdasarkan kepada sistem pelaksanaan secara swadaya. Artinya, masyarakat harus mempunyai kemauan dan kemampuan yang bisa disumbangkan secara sukarela sebagai bagian dari rasa tanggung jawab terhadap keberhasilan program. Swadaya juga mengandung pengertian sebagai wujud partisipasi masyarakat untuk ikut memiliki program kegiatan. Bentuknya bermacam-macam, bisa berupa bahan dan alat, lahan, tenaga kerja dan mungkin juga berupa uang. Tetapi yang jelas, semua harus nyata adanya dan tertulis pada keputusan musyawarah kampung. Prinsip berikutnya adalah swakelola. Hal ini mengandung pengertian bahwa pelaksanaan kegiatan dilakukan dengan cara dikelola sendiri oleh masyarakat setempat dan tidak dilimpahkan kepada pihak lain. Swakelola ini dilakukan sejak kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pengawasan dan pelestarian kegiatan. Hasil kegiatan yang telah dikerjakan oleh masyarakat semestinya bisa menjadi hasil yang tetap berfungsi dan bermanfaat bagi masyarakat secara berkesinambungan. Melestarikan hasil kegiatan merupakan hal yang harusnya mudah dilakukan, tetapi nyatanya tidak demikian. Ada beberapa jenis kegiatan yang dilakukan dalam P2K. Dapat berupa pembangunan infrastruktur kampung, sosial 121
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
kemasyarakatan termasuk kesehatan, peningkatan ekonomi produktif, pengembangan kegiatan bidang pertanian dan perikanan. Selain itu kegiatan dapat bersifat khusus seperti untuk pemberdayaan perempuan. Kampung Jawera sebagai satu dari 84 kampung juga mendapat P2K sebagai upaya pemerintah kabupaten dalam memberdayakan kampung. Walau banyak jenis kegiatan yang bisa dilakukan masyarakat dalam memberdayakan kampung, tetapi yang bisa dilihat secara nyata adalah pembangunan infrastruktur berupa parit saluran pembuangan air. Untuk kegiatan sosial kemasyarakatan, P2K mengalokasikan anggarannya dalam bentuk menyediakan tenaga pengajar Sekolah Dasar membantu 3 guru yang berstatus PNS. Sedangkan untuk kegiatan lain seperti pemberdayaan kesehatan, ekonomi produktif dan pemberdayaan perenpuan, tidak jelas bentuknya. Berkenaan dengan prinsip pelaksanaannya, idealnya P2K memang dilakukan secara swadaya dan swakelola. Untuk prinsip swakelola, nilai-nilai ini tampak masih mendasari kerja P2K di Jawera. Kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan kegiatan semua dilakukan warga sesuai tugas masingmasing. Namun untuk pelestarian kegiatan, tidak jelas siapa yang harus melaksanakan. Untuk prinsip swadaya yang harusnya berwujud kontribusi masyarakat, tidak terlihat dalam program pembuatan saluran pembuangan air ini. Proyek P2K ini malah merupakan sumber penghidupan masyarakat setempat karena mereka tidak punya aktivitas lain yang mempunyai nilai ekonomi. Issue yang sedang menjadi pembicaraan hangat penduduk Jawera adalah hal terkait kandungan bahan tambang yang terdapat di tanah Jawera. Setiap orang tampak begitu yakin bahwa di bawah tanah yang dia pijak terkandung batubara dan minyak bumi. Ini terjadi karena sudah ada beberapa pihak yang datang melakukan survey. Beberapa warga sudah mempunyai bukti berupa 122
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
bongkahan batubara. Warga juga sudah tahu bahwa di wilayah tanah adatnya terdapat sumur dan aliran sungai yang mengandung minyak. Beberapa orang tua menceritakan bahwa pendahulu mereka dahulu sudah meramalkan kalau tempat dimana mereka tinggal ini akan menjadi tempat yang terang benderang. Keadaan terang benderang ini yang kemudian diartikan sebagai keramaian tempat industri minyak. Bisa jadi keberadaan bahan tambang ini benar adanya. Kajian yang dilakukan oleh Jasa Bumi Indonesia (2009) atas permintaan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kaimana menunjukkan bahwa di wilayah Arguni dan beberapa wilayah lain di Kaimana ditemukan mengandung bahan tambang. Beberapa bahan tambang berhasil di inventaris di wilayah Arguni Bawah. Pertama, batu gamping yang memenuhi syarat untuk diolah sebagai bahan semen dan bahan peleburan serta pemurnian baja. Lokasinya ditemukan di sepanjang pantai teluk Arguni. Kedua, batu lempung yang dapat digunakan sebagai bahan pellebur pada pembuatan keramik, bahan baku industri bata dan genteng. Ketiga, batu pasir yang didominasi oleh komponen kwarsa dengan semen lempung. Material ini dapat digunakan sebagai campuran semen beton, paving blok dan pembuatan batako. Keempat adalah batubara. Analisa laboratorium yang dilakukan menunjukkan bahwa batubara di daerah Arguni Bawah ini merupakan “brown coal”. Batubara ini memungkinkan sebagai bahan baku energi. Keberadaan batubara di Distrik Arguni Bawah ini tersingkap di sungai Udap kampung Warmenu, 15 km di sebelah Barat laut kampung Jawera. Mengenai jumlah kandungannya, diperkirakan kurang dari 100.000 ton. Dalam 5 tahun terakhir, datang beberapa investor untuk menjajaki kemungkinan melakukan penambangan. Nama cevron dan Hari Tanu disebut-sebut sebagai investor yang juga tertarik dengan potensi yang ada di wilayah teluk Arguni ini. Beberapa 123
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
orang dari kampung Jawera, pernah datang ke Jakarta dalam rangka mempromosikan potensi bahan tambang dan mencari investor. Memperhatikan semua program pemerintah untuk membangun masyarakat asli Papua sebagaimana juga dikenakan pada penduduk kampung Jawera di teluk Arguni Bawah, Kaimana, harusnya ada perkembangan atau perubahan sebagai hasilnya. Bentuknya bisa berupa pertumbuhan pengetahuan atau perkembangan kemampuan untuk mengelola dan mengendalikan lingkungan alamnya. Masalahnya, orang-orang yang tinggal di kampung nampaknya sulit untuk mau berubah. PNPM Mandiri dan OTSUS yang diskenario untuk membangun mentalitas belum menampakkan hasil yang memadai. Dana dari program tersebut lebih banyak habis untuk kebutuhan konsumsi dibandingkan untuk kebutuhan produksi yang diharapkan dapat menunjang kehidupan dikemudian hari. Program yang berbentuk bantuan sosial tidak membuat penduduk lokal berkreasi memacu produktivitas kehidupan sehingga mampu meningkatkan taraf perekonomiannya. Yang terjadi adalah, mereka semakin bergantung kepada keberlangsungan program bantuan sosial yang difasilitasi oleh pemerintah Kabupaten. Keberadaan bahan tambang seperti minyak bumi dan batubara semakin menguatkan “mimpi” bahwa semua masyarakat di wilayah teluk Arguni akan hidup sejahtera dari hasil tambang yang ada di tanah mereka. Mereka yakin bahwa kehidupannya kelak tidak akan kalah dengan saudara-saudara di Timika yang hidup dari Freeport. Memperhatikan mentalitas penduduk asli yang menyandarkan hidup dari kekayaan alam dan bantuan sosial, dan dilihat dari sudut pandang untuk perubahan kehidupan sosial budaya menuju era globalisasi, keberadaan para migran dari tanah Jawa dan Sulawesi dengan mentalitas gigih untuk bertahan hidup 124
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
bisa menjadi agen-agen pemaksa terjadinya perubahan. Dengan skenario rekayasa sosial, para migran bisa dijadikan sebagai pemicu tumbuhnya mentalitas pejuang yang berdaya saing.
125
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
126
BAB 5 SELAYANG PANDANG KESEHATAN MASYARAKAT
Tema selayang pandang kesehatan ini berusaha memberikan gambaran tentang program pelayanan kesehatan dan kondisi kesehatan secara umum di tingkat Kabupaten dan di Distrik Arguni Bawah pada khususnya. Beberapa hal yang diharapkan bisa mengungkap potret kesehatan masyarakat adalah dengan menggambarkan kondisi kesehatan seperti kematian, kesakitan dan status gizi. Selain itu akan digambarkan pula program pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan beserta segenap jajarannya. Memperhatikan keadaan alam dan masyarakat di kabupaten Kaimana dan Distrik Arguni Bawah khususnya, kondisi kesehatan di wilayah ini merupakan fenomena yang cukup kompleks. Keberadaan Pemerintah Kabupaten yang dibentuk 11 tahun lalu sebagai pengembangan Kabupaten Fakfak, masih pada tahap awal pembangunan. Pelaksanaan pembangunan di Kaimana masih dalam proses. Sudah sepantasnya bila keadaan alam yang menyelimuti tanah Kaimana sementara ini berupa belantara, belum banyak terjamah. Kondisi ini berdampak pada minimnya sarana yang memadai yang menghubungkan distrik dengan pusat pemerintahan kabupaten. Demikian pula halnya dengan sarana yang menghubungkan distrik dengan distrik, distrik dengan kampung dan kampung dengan kampung, kondisinya juga belum memadai.
127
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
Sebagaimana dikemukakan di bab sebelumnya tentang program pembangunan, selain pendidikan dan kesejahteraan ekonomi, kesehatan adalah aspek pokok untuk membangun peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Sesuai dengan misi pembangunan daerah, dalam rangka membangun kualitas SDM, Pemerintah kabupaten Kaimana terus berupaya menyediakan berbagai pelayanan kesehatan baik dalam bentuk sarana dan prasarana kesehatan, penyediaan tenaga medis dan paramedis, serta mengembangkan partisipasi masyarakat dalam menjaga kualitas kesehatan masyarakat. Berbagai program dengan orientasi penguatan akses masyarakat atas kesehatan dilakukan juga pada segmen masyarakat tertentu yang tergolong rentan seperti kesehatan ibu dan anak, orang lanjut usia, serta masyarakat miskin. 5.1. Kesehatan Ibu dan Anak Tidak bisa dipungkiri bahwa kesehatan ibu dan anak merupakan kondisi yang perlu mendapat perhatian. Karenanya, program pembangunan kesehatan masih banyak ditujukan untuk menanggulangi masalah kesehatan ibu dan anak, seperti kematian ibu, bayi, BBLR dan persalinan oleh tenaga tidak terampiul. Untuk mengetahui seberapa besar keberhasilan program kesehatan, kondisi kesehatan ibu dan anak dijadikan sebagai salah satu indikatornya. Secara lebih lengkap, indikator tersebut antara lain melalui angka kematian bayi (AKB), gizi balita, angka kematian ibu melahirkan (AKI), cakupan program imunisasi dan persalinan ibu hamil oleh tenaga kesehatan terlatih.
128
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Tabel 5.1.
Distrik Buruway
Angka Kelahiran, Angka Kematian Bayi, dan Angka Kematian Ibu menurut Distrik di Kabupaten Kaimana Tahun 2008-2012.
Indikator Kelahiran AKB AKI Teluk Arguni Kelahiran Atas AKB AKI Teluk Arguni Kelahiran Bawah AKB AKI Kaimana Kelahiran AKB AKI Kembrau Kelahiran AKB AKI Teluk Etna Kelahiran AKB AKI Yamor Kelahiran AKB AKI Total Angka Kelahiran Total AKB dan AKI % AKB dan AKI terhadap Angka Kelahiran
2008 16 80 4 1 509 22 10 38 1 653 28 4.29
2010 45 53 51 1 573 19 1 43 1 31 1 9 805 23 2.86
2011 1 28 4 2 2 37
2012 56 59 42 0 2 558 24 1 26 0 53 2 19 1 813 30 3.69
Sumber: Profil Daerah Kabupaten Kaimana, 2013
Gambaran kondisi kesehatan di Kabupaten Kaimana,data statistik angka kelahiran bayi pada tahun 2008, 2010 dan 2012berturut-terut adalah 653, 805, dan 813 jiwa. Dari jumlah kelahiran ini, jumlah total kematian bayi dan kematian 129
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
ibupertahunnya adalah 28 pada tahun 2008, 23 pada tahun 2010, dan 30 pada tahun 2012. Jika diambil rata-rata untuk tahun 2008, 2010, dan 2012, maka prosentase rata-rata kematian bayi dan ibu terhadap jumlah kelahiran berada pada kisaran 3,61%. Angka ini masih lebih baik dari rata-rata tahun 2008 yang mencapai 4,29%. Meskipun sebenarnya pada tahun 2010sudah berhasil di tekan sampai rata-rata 2,86% saja. Secara lebih detail dapat dilihat pada tabel 5.1. dibawah. Fluktuasi angka ini masih tetap menjadi perhatian serius dari pemerintah Kabupaten Kaimana dalam peningkatan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan bayi di masa mendatang. Suatu keadaan yang tidak bisa diingkari yang berkontribusi terhadap terjadinya kematian ibu dan bayi adalah masih banyaknya persalinan yang ditolong oleh Dukun atau keluarga. Laporan Dinas Kesehatan menyatakan bahwa pertolongan persalinan oleh Dukun dan keluarga sudah banyak berkurang. 58.99%
56.76% 60.00% 31.81%
40.00% 20.00%
8.38%
1.14%
1.91% 6.88%
26.71% 5.95%
1.47%
0.00% 2010 Dokter
Bidan
2011 Paramedis
Dukun
Famili
Gambar 5.1. Prosentase Penolong Persalinan di Kabupaten Kaimana Sumber : Kabupaten Kaimana Dalam Angka 2013
Untuk memperbaiki kondisi kesehatan masyarakatnya, Pemerintah Kabupaten Kaimanasudah berupaya menekan terjadinya kematian bayi dan ibu melahirkan. Salah satu upaya 130
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
yang dilakukan adalah dengan meningkatkan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, khususnya tenaga kesehatan terlatih.Program utama yang dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten Kaimana adalah menempatkan tenaga bidan disetiap kampung. Masalahnya adalah, tidak semua tenaga bidan mau menempati posisinya di kampung. Alasan ketersediaan fasilitas tempat tinggal dan air merupakan kondisi yang membuat bidan tidak tinggal dan bertugas di kampung yang sudah ditentukan. Kendala yang ada tidak menghalangi Pemerintah, melalui Dinas Kesehatan, untuk menindaklanjuti program yang sudah dicanangkan. Pada tahun 2010 dan 2011, persentase bantuan persalinan melalui dokter dan bidan telah mancapai kisaran 65% dari total persalinan.Meningkatkan persalinan yang dilakukan tenaga kesehatan, masih harus di perkuat kembali. Penantaan kembali distribusi tenaga kesehatan dan peningkatan kualitas tenaga kesehatan agar lebih terampil dan terlatih dalam menangani persalinan merupakan langkah strategis yang akan difasilitasi oleh Dinas Kesehatan. Upaya menjaga kualitas kesehatan bayi dan balita juga dilakukan Pemerintah Kabupaten Kaimana melalui program imunisasi lengkap. Imunisasi ini meliputi BCG,DPT-1, DPT-2, DPT-3, Pulio-1, Polio-2, Polio-3, Polio-4, Campak, TT Wus-1, TT Wus-2, TT Wus-3, Hepatitis B-1, Hepatitis B-2, dan Hepatitis B-3. Pada tahun 2012 untuk semua jenis imunisasi, total realisasi mencapai 77,6% dari target sebanyak 1, 159 balita. Balita dengan gizi buruk di Kabupaten Kaimana mulai berhasil diturunkan pada tahun 2009.Namun kondisi masih perlu diperhatikan terus karena pada tahun-tahun selanjutnya, kasus balita buruk sempat naik-turun meski relatif kecil. Balita dengan gizi buruk dapat menandai sejauh mana kualitas pelayanan kesehatan bagi proses tumbuh kembang balita. Pada tahun 2012, terlihat bahwa Distrik Kaimana secara signifikan mampu 131
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
menurunkan jumlah kasus balita gizi buruk yang ada di wilayahnya. Sementara di Distrik Buruwaytampak mengalami lonjakan kasus yang besar dibandingkan Distrik lainnya. Tabel 5.2. Jumlah Balita Gizi Buruk, Tahun 2008-2012 Distrik
2008
2009
2010
2011
2012
Buruway
113
16
48
11
45
Teluk Atas
420
41
44
0
22
35
33
9
10
Arguni
Teluk Arguni Bawah Kaiamana
548
106
55
90
35
Kembrau
89
15
56
10
16
Teluk Etna
154
15
0
8
13
0
1
1
12
15
Yamor
Sumber : Kabupaten Kaimana Dalam Angka 2013
Upaya untuk menjaga kesehatan Ibu dan Anak juga dilakukan Pemerintah Kabupaten Kaimana dengan mempromosikan perencanaan kelahiran.Mereka yang merupakan Pasangan Usia Subur (PUS) merupakan sasaran pelayanan dan program Keluarga Berencana (KB). Dalam rangka ini pemerintah Kabupaten Kaimana telah menyediakan fasilitas klinik KB disetiap Puskesmasyang telah ada di setiap distrik. Bahkan para bidan desa yang bertugas di Pustu juga menyediakan alat kontrasepsi yang dapat diperoleh secara gratis oleh masyarakat kampung. Kalau dilihat dari segi jumlah dan jangkauan, diakui oleh Dinas Kesehatan sebagai pemberi pelayanan KB bahwa pelayanan yang di berikan masih sangat terbatas. Namun demikian upaya untuk meningkatkan jumlah pengguna terus dilakukan. Tenaga kesehatan yang berada di Puskesmas, yang berada di Pustu juga mempunyai tugas mempromosikan program Keluarga Berencana.
132
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Hasil upaya tersebut tampak sebagaimana gambar 5.2. dimana ada kenderungan penigkatan jumlah akseptor KB PUS di tahun 2009 yang hanya 13,84% menjadi 32,81% di tahun 2012. 32.81 25.44 13.84
2009
16.77
2010
2011
2012
Gambar 5.2. Persentase Akseptor KB Pasangan Usia Subur2009-2012 Sumber : Kabupaten Kaimana Dalam Angka 2013
5.2. Kesehatan Masyarakat Upaya meningkatkan kesehatan masyarakat di Kabupaten Kaimana, Dinas Kesehatan sebagai leading sektor di bidang kesehatan, memfokuskan untuk mengatasi 10 besar penyakit yang di derita masyarakat.Selama kurun waktu 2008-2012, penyakit utama yang di derita masih seputar infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) selanjutnya diikuti oleh penyakit malaria klinis, infeksi kulit, dan diare/kolera. Dari daftar 10 penyakit terbanyak, kalau dilihat dari urgensi pelayanannya, malaria boleh dinyatakan perlu perhatian lebih khusus. Perhatian ini diperlukan karena tidak semua pemukiman bisa mengakses pelayanan kesehatan dengan mudah. Bila seseorang yang tinggal di pemukiman yang sulit menjangkau pelayanan kesehatan terkena malaria, karakteristik penyakit
133
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
malaria yang harus ditangani dengan cepat tentunya akan dapat membahayakan penderita bila terlambat mendapat pelayanan. Tabel 5.3. Jumlah Penderita Sepuluh Besar Penyakit, Tahun 20102012 Jenis Penyakit ISPA Malaria Klinis Penyakit Kulit Penyakit Kulit Infeksi Diare termasuk tersangka Kolera Bronchitis Penyakit Kulit karena Jamur Infeksi Penyakit Lain Penyakit Lainnya Asma
2010 7.318 4.191 NA 3.578 1.299
2011 4.860 3.184 365 1.075 876
2012 10.638 4.209 708 1.796 1.502
NA 1.353 NA NA NA
174 904 298 241 96
406 925 1.842 2.520 860
Sumber : Kabupaten Kaimana Dalam Angka 2013 Ket : NA (Not Available/Tidak ada data)
Dari Tabel 5.3 bisa dilihat dari tahun ke tahun ada beberapa penyakit yang jumlah penderitanya tidak mengalami penurunan. Seperti penyakit ISPA, di tahun 2010 jumlah penderita 7.318 di tahun 2011 menurun menjadi 4.860 dan meningkat lagi di tahun 2012 sebanyak 10.638 penderita. Malaria klinis di tahun 2010 sebanyak 4.191 penderita tahun 2011 jumlah penderitanya menurun menjadi 3.184 sedangkan tahun 2012 meningkat lagi menjadi 4.209. Penyakit kulit pada tahun 2011 jumlah kasusnya 365 dan pada tahun 2012 meningkat menjadi 708 kasus. Sedangkan penyakit kulit yang disertai kejadian infeksi tahun 2010 ditemukan sebanyak 3.578 kasus, tahun 2011 menurun menjadi 1.075 kasus dan meningkat lagi tahun 2012 menjadi 1.796 kasus. Diare termasuk tersangka kolera adalah penyakit yang banyak diderita penduduk setelah penyakit kulit. Pada tahun 2010,
134
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
penyakit diareterjadi sebanyak 1.299 kasus dan menurun menjadi 876 kasusdi tahun 2011. Pada tahun 2012 kejadian diare meningkat kembali dengan jumlah 1.502 kasus. Peningkatan kejadian kasus juga terjadi pada penyakit Bronchitis, penyakit kulit karena jamur dan asma. 5.3. Sarana dan Tenaga Kesehatan Sarana berupa fasilitas pelayanan kesehatan di Kabupaten Kaimana telah tersebar secara merata di tujuh distrik. Sementara ini fasilitas kesehatan yang ada masih dalam bentuk Puskesmas, Puskesmas Pembantu (Pustu), dan Balai Pengobatan. Memang tidak semua kampung mempunyai fasilitas Pustu dan balai pengobatan. Pembangunan fasilitas tersebut diutamakan pada daerah perkampungan yang sulit untuk mengakses pelayanan Puskesmas. Sebagai tempat rujukan penderita penyakit dari Puskesmas dan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang lebih komprehensif, Pemerintah Kabupaten menyediakan fasilitas kesehatan berupa Rumah Sakit. Rumah Sakit Umum Daerah ini merupakan satu-satunya yang ada di Kabupaten dan berlokasi di distrik Kaimana. Selain itu terdapat 13 dokter praktek yang memberikan pelayanan berbayar kepada masyarakat. Sebagai penunjang fasilitas pelayanan kesehatan yang ada, disediakan juga apotek. Selain satu apotek yang dikelola oleh Pemerintah, pihak swasta juga berkontribusi dengan usaha apotek yang menyediakan berbagai kebutuhan obat-obatan. Usaha bidang farmasi untuk penyediaan obat-obatan sudah diminati oleh pelaku usaha.Sampai dengan tahun 2012, di kota Kaimana terdapat empat apotekdan satu pedagang besar dibidang farmasi. Dihadapkan pada kondisi geografis yang seringkali menjadi hambatan untuk mengakses pelayanan kesehatan dan renggangnya tingkat persebaran penduduk, dalam memberikan
135
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
pelayanan kesehatan, Pemerintah Kabupaten Kaimana menggunakan strategi mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Pemerintah melalui Dinas Kesehatan sudah mengupayakan membangun Pustu dan menempatkan tenaga kesehatan di setiap kampung. Untuk menunjang kegiatan Pustu, Puskesmas induk memberikan pelayanan Puskesmas keliling. Tujuannya adalah memberikan pelayanan yang lebih baik kepada penduduk, khususnya mereka yang sulit mengakses pelayanan Puskesmas. Keberadaan dokter pada saat kegiatan Pusling diharapkan dapat memberikan pelayanan yang paripurna kepada masyarakat kampung. Jika dilihat dari rasio fasilitas kesehatan terhadap penduduk di tiap distrik di tahun 2012, kemampuan fasilitas pelayanan kesehatan sampai masih mencukupi. Karakteristik pelayanan kesehatan yang menerapkan strategi mobile ini cukup efektif dan mampu mengatasi keterbatasan wilayah dan ketersediaan tenaga medis. Tenaga kesehatan melekat keberdaannya dengan fasilitas kesehatan. Kebijakan pemerintah kabupaten sehubungan dengan tenaga kesehatan, pada tahun 2012 lebih difokuskan pada upaya penataan pendistribusian tenaga kesehatan sesuai dengan kompetensinya, khususnya mereka dengan profesi bidan dan perawat. Harapannya, setiap profesi kesehatan tersebar secara merata tidak hanya pada semua distrik yang ada, tetapi juga pada semua kampung. Konsekuensinya, jumlah tenaga dan profesi kesehatan yang sebelumnya banyak berada di distrik Kaimana mulai didistribusikan dan dipindah tugaskan ke distrik lain yang membutuhkan.
136
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Tabel 5.4.
Penduduk, Fasilitas Kesehatan, Tenaga Kesehatan, dan Perbandingannya Menurut Distrik, Tahun 20102012
Distrik
Jenis Data
2010
2011
2012
Buruway
Banyak Fas Kes Banyak Na Kes Rasio Faskes per 1000 Penduduk Rasio Penduduk dengan Tenaga Kesehatan
12 25 3,43
12 22 3.33
11 35 2.96
140.00
164.00
106.29
11 36 3.12
9 34 2.47
7 41 1.87
98.06
107.03
91.51
11 23 4.61
12 21 4.88
11 28 4.34
103.65
117.05
90.50
30 167 1.01
31 146 1.00
22 65 0.68
177.20
213.08
498.52
9 17 4.06
8 16 3.57
7 25 3.07
130.35
140.13
91.32
7 22
7 20
7 26
Teluk Arguni Ata/s
Teluk Arguni Bawah
Kaimana
Kembrau
Teluk Etna
Banyak Fas Kes Banyak Na Kes Rasio Faskes per 1000 Penduduk Rasio Penduduk dengan Tenaga Kesehatan Banyak Fas Kes Banyak Na Kes Rasio Faskes per 1000 Penduduk Rasio Penduduk dengan Tenaga Kesehatan Banyak Fas Kes Banyak Na Kes Rasio Faskes per 1000 Penduduk Rasio Penduduk dengan Tenaga Kesehatan Banyak Fas Kes Banyak Na Kes Rasio Faskes per 1000 Penduduk Rasio Penduduk dengan Tenaga Kesehatan Banyak Fas Kes Banyak Na Kes
137
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat Rasio Faskes per 1000 2.25 Penduduk Rasio Penduduk dengan 141.23 Tenaga Kesehatan Yamor Banyak Fas Kes 6 Banyak Na Kes 8 Rasio Faskes per 1000 3.13 Penduduk Rasio Penduduk dengan 239.88 Tenaga Kesehatan Sumber : Profil Daerah Kabupaten Kaimana 2013
2.19
2.15
160.00
125.04
6 6 3.01
6 12 2.99
332.33
167.42
Guna mendukung efektivitas pelayanan kesehatan, upaya menggerakkan partisipasi masyarakat juga terus dilakukan oleh pemerintah kabupaten Kaimana.Salah satu bentuk partisipasi yang dikembangkan, sebagaimana juga dikembangkan secara nasional adalah Posyandu. Dilihat dari sebarannya, keberadaan 90 Posyandudiseluruh kabupaten, sudah tersebar di semua distrik. Bahkan disetiap kampung sudah terdapat sebuah Posyandu yang menurut Dinas Kesehatan sudah dikategorikan sebagai Posyandu mandiri.
7% 7% 12%
Teluk Etna 8%
Kambrau Kaimana Teluk Arguni Bawah
20%
31% 15%
Teluk Arguni Atas Buruway Yamor
Gambar 5.3. Persebaran Posyandu menurut Distrik, Tahun 2012. Sumber : Profil Daerah Kabupaten Kaimana 2013
138
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
5.4. Pelayanan Kesehatan di Distrik Arguni Bawah Distrik Arguni Bawah mayoritas dihuni oleh penduduk asli yang dikenal sebagai orang Irarutu. Selain orang Irarutu, penduduk asli yang menghuni Arguni Bawah adalah orang Kambraw dan Mairasi. Terdapat juga pendatang dari luar Papua yang berasal dari Jawa, Bugis dan Buton. Para penghuni wilayah teluk arguni ini, banyak tinggal dan menetap di perkampungan berupa kantongkantong pemukiman yang tersebar di daerah tepi teluk. Salah satu kampung, yakni Tanusan adalah kampung yang ditetapkan sebagai pusat pemerintahan Distrik. Kantor-kantor tingkat Distrik, seperti kantor Distrik, Kepolisian, satu-satunya Sekolah Menengah Pertama yang ada di Distrik dan Puskesmas semua berlokasi di Tamusan. Bahkan di kampung Tanusan ini terdapat semacam asrama dan rumah singgah yang bisa dimanfaatkan penduduk dari berbagai kampung yang punya kepentingan di Distrik, terutama untuk menampung anak-anak dari luar Tanusan yang sedang menjalani pendidikan sekolah menengah pertama. Puskesmas Distrik Arguni Bawah, karena terletak di kampung Tanusan, kemudian lebih dikenal dengan sebutan sebagai Puskesmas Tanusan. Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, Puskesmas Tanusan adalah Puskesmas Rawat Inap.Ada dua ruangan di Puskesmas yang digunakan sebagai tempat rawat inap bagi penderita yang perlu perawatan intensif. Untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat di wilayah teluk arguni bawah, Puskesmas Tanusan memiliki tenaga 27 orang staff. Para pegawai Puskesmas terdiri dari seorang dokter umum, perawat 13 orang, bidan 9 orang, sanitarian 1 orang dan 3 orang tenaga lainnya. Dengan harapan petugas bisa memberikan pelayanan terbaik dan senantiasa ada saat dibutuhkan, Puskesmas dilengkapi dengan fasilitas rumah dinas. Beberapa pegawai Puskesmas tinggal di
139
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
perumahan dinas yang dibangun disamping kanan dan kiri Puskesmas Tanusan.
Gambar 5.4. Puskesmas Tanusan dengan Perumahan Dinas Sumber: Dokumentasi Peneliti
Guna membantu kelancaran tugas pokok dan fungsi Puskesmas, pemerintah juga membangun fasilitas Puskesmas pembantu. Puskesmas pembantu dibangun untuk memberikan kemudahan bagi penduduk kampung untuk akses pada pelayanan kesehatan. Untuk memberikan pelayanan pada penduduk yang tersebar di 15 kampung,telah dibangun Puskesmas Pembantu di 9 kampung yaitu Wanoma, Inari, Sumun, Ukiara, Urisa, Jawera, Mandiwa, Manggera, Nagura. Pembangunan Puskesmas Pembantu di berbagai kampung dilakukan pada tahun 2007, kecuali kampung Waromi, Serara dan Warmenu. Seperti juga Puskesmas, bangunan Pustu didesain sebagai tempat pelayanan kesehatan sekaligus sebagai rumah tinggal petugas. Petugas seperti bidan atau perawat yang ditempatkan di Pustu, mereka tinggal di Pustu masing-masing 140
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
kampong dan diharapkan bisa memberikan pelayanan kesehatan sewaktu-waktu sesuai kebutuhan masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut.. Pemerintah Kabupaten melalui Dinas Kesehatan juga sudah melengkapi Puskesmas Pembantu dengan berbagai fasilitas untuk pelayanan. Walau demikian, fasilitas pelayanan kesehatan ini tidak serta merta berfungsi sebagaimana diharapkan. Dari sembilan kampung tempat didirikan Puskesmas Pembantu, enam diantaranya sudah ada petugasnya dan tiga lainnya tidak ada petugas kesehatannya. Akibat tidak ada petugasnya, bangunan Puskesmas Pembatu menjadi terbengkalai, tidak terawat dan rusak. Suatu pemborosan uang Pemerintah Daerah berbentuk rusaknya fasilitas kesehatan yang dibangun dengan harga sekitar 250 juta. Mengenai pelayanan kesehatan yang diberikan, Puskesmas mengutamakan pada program pelayanan dasar seperti KIA KB, gizi, penyakit menular, penyakit tidak menular dan promosi kesehatan. Untuk pelayanan KIA, mencakup pelayanan kehamilan, persalinan, nifas dan perawatan bayi. Selain itu pelayanan yang diberikan oleh Puskesmas adalah pengobatan dan rawat inap. Sayangnya, keberadaan Puskesmas sebagai tempat rawat inap tidak ditunjang oleh fasilitas laboratorium. Ketiadaan alat dan tenaga analis merupakan kendala utama dari tidak adanya pelayanan laboratorium ini. Sebagaimana Puskesmas di distrik lain, untuk menjangkau daerah sulit dengan pelayanan kesehatan, Puskesmas Tanusan melakukan program pusling. Pelaksanaan kegiatan pusling oleh Puskesmas Tanusan di lakukan 10 kali dalam 1 tahun. Ketika melaksanakan sekali Pusling, biasanya disasar 3-4 kampung. Kegiatan yang dilakukan saat pusling adalah Pengobatan, Imunisasi, Penimbangan, Pemeriksaan ibu hamil dan KB. Menurut kepala Puskesmas Tanusan, adanya program pusling telah 141
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
menggugah kesadaran masyarakat kampung untuk senantiasa memeriksakan kesehatannnya. Pusling juga dinilai telah meningkatkan kesadaran ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya. 5.5. Potret Kesehatan Masyarakat Kampung Jawera Kampung Jawera adalah salah satu kampung tempat Pemerintah membangun Pustu di tahun 2007 sebagai sarana pelayanan kesehatan masyarakat. Pada tahun awal pasca pembangunan, Pustu dengan segala kegiatannya dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan. Ada petugas kesehatan dan ada pelayanan kesehatan. Namun pelayanan Pustu hanya berlangsung sekitar dua tahun karena petugas yang menempati Pustu harus kembali ke kota untuk keperluan pendidikan. Tenaga pengganti yang sudah ditetapkan oleh Dinas Kesehatan tidak kunjung menempati posisinya. Sejak itulah, Pustu di kampung Jawera menjadi fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak berfungsi. Pelayanan kesehatan kepada penduduk kampung dilayani oleh pusling pada waktu-waktu tertentu. Kalau ada kondisi emergensi maka penduduk bisa langsung meluncur menggunakan long boat menuju Puskesmas. Ketika peneliti datang di kampung Jawera sebagai lokasi penelitian, Pustu masih berupa bangunan tak berpenghuni. Selang beberapa saat setelah kedatangan peneliti, datang pula petugas kesehatan untuk menjalankan tugasnya di Pustu Kampung Jawera. Seharusnya petugas kesehatan ini sudah lama tinggal di Pustu sesuai surat keputusan Kepala Dinas Kesehatan. Alasan ketidaklayakan Pustu untuk ditempati, petugas kesehatan memilih untuk tinggal di Puskesmas induk. Pada pertengahan bulam Mei 2014, tenaga kesehatan yang kebetulan berprofesi bidan datang ke kampung Jawera dan
142
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
menetap di Pustu. Tugas yang diemban adalah melakukan pelayanan pengobatan, KB, pemantauan Posyandu dan gizi, pelayanan ibu hamil, pertolongan persalinan, perawatan pasca persalinan dan penjaringan penyakit menular atau tidak menular. Pada umumnya penduduk Etnik Irarutu kampung Jawera sudah menyadari kegunaan berbagai fasilitas kesehatan, seperti Rumah Sakit, Puskesmas dan Puskesmas Pembantu (Pustu). Hal ini terlihat dari banyaknya warga masyarakat yang datang ke Pustu, terutama orang tua dan anak-anak. Jika mereka merasa tidak enak badan maka mereka datang ke Pustu untuk memeriksakan kesehatannnya seperti pemeriksaan tekanan darah atau sekedar meminta obat. Penyakit, keterbatasan data yang kami peroleh di Puskesmas membuat kami sedikit mengalami kesulitan menggambarkan kondisi kesehatan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Tanusan dan Kampung Jawera khususnya. Profil kesehatan yang diharapkan bisa memberikan informasi kondisi kesehatan ternyata tidak bisa ditemukan. Berdasarkan catatan di buku register, diskusi dengan petugasdan pengamatan, kami mencoba menggali informasi yang dibutuhkan tentang penyakit, KIA dan hal lainnya. Malaria Ketika berada di kampung Jawera, kami mewawancarai warga yang datang berobat ke Pustu. Salah satu informan ‘JM’ datang ke Pustu kampung Jawera dengan keluhan panas tinggi disertai sakit kepala dan sakit tulang-tulang. Berdasarkan keluhan tersebut, petugas kesehatan kemudian melakukan pemeriksaan darah dengan Rapid test malaria. Dari hasil pemeriksaan, dia didiagnosa menderita penyakit malaria.Dikemukakan lebih lanjut oleh ‘JM’ kalau dia sudah mengalami panas tinggi sejak kira-kira 4 hari sebelum dia datang ke Pustu. Kadang badannya terasa dingin sampai dia menggigil. Untuk mengatasi rasa dinginnya, dia 143
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
menutupi badannya dengan selimut. Sakit kepala juga dia rasakan tapi tidak terlalu mengganggunya. Begitu juga dengan rasa sakit tulang-tulang, memang terasa tapi masih bisa ditahan. Untuk mengatasi rasa sakitnya, dikemukakan bahwa dia mengkonsumsi ramuan tradisional daun Wams Efut.Daun tersebut dipercaya mempunyai fungsi untuk mengobati penyakit dalam. Itulah pengetahuan yang dipunyai berdasarkan cerita orang tuanya dan orang-orang tua lainnya. Cara pengolahan daun Wams Efut tersebut dilakukan dengan mengambil 3 – 4 lembar daun yang kemudian direbus dengan segelas air. Setelah daun direbus, sebagian air akan menguap dan akan tersisa kira-kira setengah gelas ramuan. Kemudian informan meminumnya dalam keadaan masih hangat. Dalam satu hari, informan hanya meminum ramuan tradisional sebanyak sekali saja. Tetapi nampaknya, tindakan mengobati sendiri gejala sakit yang diderita tidak membuahkan hasil yang berarti. Keadaan itulah yang mendorong untuk datang berobat ke Pustu.Didiagnosa menderita malaria, informan mendapatkan obat malaria seperti Darplex (Dihydroartemisinin) dan primakuin dari Pustu. Beberepa hari kemudian setelah mengkonsumsi obat secara rutin, yang bersangkutan mengaku kalau badannya sudah merasa enak kembali. Ketika ditanya tentang penggunaan kelambu, sebagai cara untuk menghindar dari gigitan nyamuk, informan mengungkapkan kalau memang selama ini dia dan keluarganya tidak pernah menggunakan kelambu. Bagi dia dan keluarganya, menggunakan kelambu merupakan hal yang penggunaannya susah dan merepotkan. Baginya hanya cukup menggunakan obat nyamuk bakar untuk menghindarkan diri dari nyamuk. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Ada juga salah satu informan ”Y” yang datang ke Pustu karena mengeluhkan batuk beringus yang sudah dialaminya 144
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
selama 3 hari. Sebelum berobat ke Pustu, informan mengobati rasa sakit yang di deritanya dengan cara meminum ramuan tradisional perasan jeruk nipis dan kunyit . Pengetahuan tentang resep tradisional tersebut informan dapat dari turun-temurun. Informan bisa mendapatkan jeruk nipis dan kunyit dari kebun yang tidak jauh dari tempat tinggalnya. Mengobati penyakit batuk dan pilek dengan cara tradisional dilakukan dengan memeras jeruk nipis dicampur perasan kunyit yang sebelumnya dihaluskan agar mudah mengeluarkan air. Campuran perasan jeruk nipis dan kunyit, langsung diminum tanpa diberi tambahkan apapun, termasuk air. Takaran untuk meminum ramuan perasan jeruk nipis dan kunyit yaitu dua sendok makan atau bisa juga seperempat gelas.
Gambar5.5. Kunyit dan Jeruk Nipis Sumber: Dokumentasi Peneliti
Mengobati penyakit batuk dan pilek dengan cara tradisional dilakukan dengan memeras jeruk nipis dicampur perasan kunyit yang sebelumnya dihaluskan agar mudah mengeluarkan air. Campuran perasan jeruk nipis dan kunyit, langsung diminum tanpa diberi tambahkan apapun, termasuk air. Takaran untuk meminum 145
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
ramuan perasan jeruk nipis dan kunyit yaitu dua sendok makan atau bisa juga seperempat gelas. Ramuan tersebut di percaya oleh orang-orang tua untuk menarik lendir.Namun setelah informan meminum ramuan tersebut beberepa kali, ternyata tidak dapat menghilangkan rasa sakit yang dideritanya. Setelah memeriksakan kondisi kesehatannya ke pusti dan meminum obat, dia merasa ada perubahan dan merasa kalau batuk beringusnya hilang. Diare Informan “R” mengaku kalau dia sudah buang air besar cair kurang lebih 4 kali per hari, selama 2 hari. Tinjanya cair, tidak ada lendir dan darah, tinjanya tidak berbau busuk. Dia tidak tahu mengapa sampai menderita diare. Menurutnya, apa yang dia makan sama dengan anggota keluarga lainnya. Tapi mengapa hanya dia yang terkena diare, sedangkan yang lainnya tidak. Hal yang dirasakan adalah perutnya sakit dan badannya terasa lemas. Informan mengaku tahu bahwa ada resep tradisional untuk mengatasi diare, yakni berupa makan daun jambu biji tanpa di rebus dahulu. Daun jambu biji oleh orang tuanya dipercaya akan menyembuhkan penyakit diare. Terkait dengan penderitaannya, dikatakan bahwa dia tidak tertarik dengan ramuan tradisional. Karenanya, informan tidak pernah pernah mengatasi masalah kesehatannya dengan menggunakan ramuan tradisional, sebagaimana yang diyakini dan dilakukan orang tuanya tersebut. Dahulu ketika petugas kesehatan menempati Pustu, setiap menderita diare, dia membeli obat diare di warung. Setelah ada petugas Kesehatan di Pustu, informan dan anak-anaknya jika mengalami gangguan kesehatan dia mengaku akan pergi ke Pustu untuk meminta obat kepada tenaga kesehatan. Pada kasus ini, yang bersangkutan mendapatkan oralit dan beberapa obat minum yang lain dari tenaga kesehatan di Pustu. Dari pengakuannya setelah minum oralit dan obat minum yang di berikan oleh tenaga 146
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
kesehatan, dia sudah tidak merasa lemas dan diarenya sudah berhenti. Tuberkulosis Ketika kami berada di kampung Jawera, kami menemui salah satu warga yang berinisial ‘YW’, mempunyai gejala batuk berdahak yang sudah lama dengan postur tubuh kurus. Dahaknya berwarna putih dan kadang-kadang warna putih dengan strip darah. Menurut pengakuan informan bahwa dia pernah tinggal serumah dengan sepupunya yang menderita penyakit paru-paru selama kurang lebih satu tahun. Setelah itu dia pindah ke rumahnya yang sekarang karena ikut suaminya. Untuk mengatasi penyakitnya, Informan melakukan pengobatan dengan ramuan tradisional yang merupakan warisan leluhur. Pengobatan tradisional yang informan lakukan adalah dengan meminum ramuan daun sirsak ero tubr syeno. Cara mengolah ramuan ini yaitu dengan cara merebus ujung daun sirsak sebanyak 4-5 daun dengan segelas air, setelah direbus ramuan itu akan menjadi setengah gelas air. Kemudian informan biasanya meminum ramuan tersebut ketika masih hangat. Ramuan ini harusnya diminum satu kali sehari tetapi informan tidak meminum ramuan ini setiap hari. Informan meminumnya jika mengalami batuk-batuk saja. Menurutnya ramuan itu cuma mengurangi batuknya tapi tidak menghilangkan batuk yang dialaminya. Selain itu informan juga mengaku kalau pernah menjalani pengobatan obat program. Dia mengatakan pengobatannya itu dijalaninya setelah dia diperiksa di Puskesmas, waktu itu dia disuruh untuk mengumpulkan dahak pada wadah yang telah disiapkan di Puskesmas. Tapi sayangnya dia tidak meminum obat paket secara teratur dan tidak sampai selesai. Menurut pengakuannya tidak selesainya dia minum obat program itu karena petugas pengawasan minum obat program semua pindah tempat
147
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
kerja. Informan melakukan pengobatan dengan “obat program” sampai 4 kali dan itupun tidak selesai.
Gambar5.6. Daun Sirsak Sumber: Dokumentasi Peneliti
Observasidilingkungan rumah,terlihat bangunan rumah terbuat dari beton, beratapkan seng dan berlantaikan plester. Beberapa bagian rumah, khususnya di bagian dapur, beralaskan kayu. Di rumah tersebut terdapat banyak ventilasi, berupa jendela. Jendela dibangunan rumah tersebut tidak mempunyai daun jendela. Jendela terdapat di ruang tamu dan ruang tengah. Jendela di tutup hanya menggunakan gordin. sehingga pada malam hari angin dapat berhembus masuk ke dalam rumah. Setiap hari yaitu pada siang hari gordin rumah selalu di buka. Terdapat 4 kamar di rumah tersebut. Namun, tidak dilengkapi dengan ventilasi. Tempat memasak berdekatan dengan kamar yang digunakan untuk ibu beserta bayi yang masih berumur 1 bulan. Untuk memasak di rumah tersebut menggunakan kompor dan tungku.
148
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Hipertensi Selama kami di kampung Jawera, ada lima pasien yang datang ke Pustu untuk memeriksakan tekanan darah. Salah satu informan “MM” datang dengan keluhan sakit kepala, sukar tidur dan leher terasa tegang. Dan gejala itu sering informan rasakan, bahkan hampir setiap hari dirasakannya. Setelah tenaga kesehatan di kampung jawera memeriksa tekanan darahnya ternyata informan memiliki tekanan darah sistole 140 mmHg dan diastole 100 mmHg. Informan mengaku memiliki riwayat hipertensi sudah dia derita sejak 5 tahun yang lalu. Pertama kali tahu kalau mempunyai hipertensiketika memeriksakan sakitnya di Puskesmas kota. Dikatakan oleh petugas Puskesmas kota bahwa dia menderita hipertensi. Menurut pengakuan informan bahwa dia mempunyai kebiasaan mengkonsumsi ikan asin, karena informan tidak bisa makan tanpa ikan asin. Dia juga biasa minum kopi setiap harinya 57 kali. Informan juga seorang perokok, rokok yang dikonsumsinya jenis filter. Dia menghabiskan rokok setiap harinya lebih dari 10 batang. Pekerjaannnya sebagai nelayan, membuat dia tidak bisa berhenti dari kebiasaan minum kopi dan merokok. Hal itu dilakukan untuk mengatasi dinginnya angin di malam hari. Penyakit kulit Kebanyakan penyakit kulit di kampung Jawera berupa penyakit kulit karena jamur. ”IM” salah seorang yang menderita penyakit kulit. Kulitnya tampak bersisik, warnanya agak putih keabu-abuan dan terasa sering gatal pada permukaan kulitnya. Setiap merasakan gatal, IM mempunyai kebiasaan mengolesi yang gatal dengan minyak. Minyak yang dia beli di warung, yang sebenarnya mempunyai fungsi sebagai minyak urut. Menurut pengakuannya, setelah di olesi minyak tersebut, rasa gatal yang dideritanya akan terasa berkurang. Namun beberapa saat kemudian rasa gatal tersebut kembali lagi. 149
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
Rasa gatal yang diderita sangat mengganggu kegiatan dan aktifitas sehari-hari. Pemberian minyak oles yang diharapkan mampu mengatasi rasa gatalnya tidak mampu benar-benar menyelesaikan masalahnya. dan di kasih minyak tidak kunjung sembuh, informan datang ke Pustu untuk meminta obat kepada petugas kesehatan. Informan mengatakan setelah minum obat yang dikasih petugas kesehatan di Pustu dan salep jamur, gejalagejala yang tadi, menghilang dan kulit kembali normal. Walaupun dia harus minum obat sampai kurang lebih 1 bulan lamanya. Menurut pengakuan informan, dia mandi satu kali dalam sehari. Informan mandi dengan menggunakan air saja tanpa menggunakan sabun mandi. Air yang di gunakan untuk mandi adalah air sumur yang informan ambil tidak jauh dari rumahnya. Sedangkan kalau musim kemarau susah untuk mendapatkan air sumur informan mandi tiga hari satu kali. Karena air sumur dia manfaatkan untuk kebutuhan minum dan memasak. Lain halnya dengan informan “DM”, dia mengalami penyakit kulit yang diakibatkan oleh kutu. Gejalanya berupa, timbul luka-luka kecil pada sela-sela jari-jari tangan dan kaki. Lukaluka ini gatal terutama pada sore dan malam hari. Kadang-kadang tampak kutu-kutu kecil warna putih. Informan sangat terganggu dengan penyakit ini, dan meminta obat ke Pustu. Obat yang di berikan oleh tenaga kesehatan berupa salep dan obat minum. Menurutnya setelah menggunakan obat yang di berikan oleh tenaga kesehatan rasa gatal-gatal sudah mulai berkurang dan lukaluka kecil di sela jari-jari kaki juga sudah mulai sembuh. Menurut informan pertama dia terkena penyakit kulit, setelah dia menokok sagu di hutan dan kakinya terkena kotoran anjing. Pada malam harinya dia merasa gatal-gatal di sela-sela jari. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak, Sebelum ada tenaga kesehatan, untuk penimbangan bayi yang baru lahir atau balita, di kampung jawera dilakukan oleh para masyarakat. Mereka yang 150
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
melakukan penimbangan adalah warga yang sudah di tunjuk oleh masyarakat jawera.Penimbangan dilakukan tanpa ada pencatatan penimbangan.Bahkan mereka juga menolong persalinan.Namun, mereka juga tidak dapat pelatihan tentang pertolongan dan pelatihan tentang kesehatan. Seperti yang di ungkapkan oleh salah satu informan ‘AM’ “Orang kalo bersalin di di tolong warga, karena trada suster di kampung sini. Nanti kalo su besar baru di bawa periksa ke Puskesmas Tanusan. Di kampung sini ada timbang sama ibu-ibu kader, biasanya di rumah salah satu kader…”
Setelah ada tenaga Kesehatan di kampung Jawera, masyarakat tidak perlu lagi ke Puskesmas Tanusan untuk berobat.Kesadaran masyarakat Jawera untuk mendatangi fasilitas kesehatan yang ada di kampung Jawera bisa di bilang tinggi.Pasien yang datang ke Pustu untuk berobat setiap harinya 9-11 orang. Selain pergi ke fasilitas kesehatan, mereka juga masih berobat secara tradisional dari turun-temurun. Meraka biasanya berobat memakai daun-daun yang tumbuh di hutan dekat dengan permukiman mereka. Selama berada di Kampung Jawera, kami menjumpai dua kasus ibu melahirkan dengan dibantu oleh keluarganya. Dalam dua kasus tersebut, pemeriksaan kehamilan pertama semuanya dengan tenaga kesehatan.Hal ini juga mereka lakukan untuk memastikan kehamilannya.Kami mendapat informasi dari bidan desa bahwa mereka yang hamil juga mempunyai buku catatan kehamilan sesuai dengan pemeriksaan, semua tercatat bahwa K1 dan K4-nya tercapai.Ke duanya aktif memeriksakan kehamilan di Puskesmas Tanusan walau perjalanan menuju Puskesmas Tanusan yang berjarak sekitar 6 km dari kampung jawera dan hanya bisa ditempuh menggunakan transportasi laut.
151
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
Meskipun pemeriksaan sudah dilakukan sedemikian rupa ke bidan di Puskesmas Tanusan, tetapi pada akhirnya mereka melahirkan dengan bantuan keluarganya sendiri. Menolong persalinan oleh keluarga nampaknya merupakan hal yang biasa dilakukan penduduk kampung. Kaluarga yang melahirkan tidak mau memanggil bidan di Pustu yang hanya berjarak 500 meter dari rumahnya. Alasan yang dikemukakan terkait keengganan memanggil bidan adalah rasa sungkan dan takut mengganggu karena persalinan terjadi menjelang tengah malam. Baru keesokan harinya, setelah kabar kelahiran itu tersiar, bidan yang ada di Pustu segera datang untuk memeriksa kondisi ibu yang baru bersalin beserta bayinya. Kedepan, masyarakat perlu lebih tahu dan sadar tentang peran bidan sebagai penolong persalinan. Setidaknya bidan sudah mendapat pendidikan khusus untuk menolong persalinan dan ditunjang ketersediaan peralatan medis yang lebih canggih dibandingkan keluarga yang sudah menolongnya. Sebagai contoh, Kasus yang kami jumpai adalah seorang ibu yang setelah bersalin tampak sangat pucat dan lemas. Ibu itu mengalami perdarahan pasca melahirkan. Setelah bidan datang dan memeriksanya, ternyata plasenta (ari-ari) ibu tersebut belum seluruhnya dikeluarkan dari rahim.Setelah bidan membersihkan sisa plasenta yang masih tertinggal dalam rahimnya, barulah ibu tersebut merasa tidak begitu lemas.Jika semua warga Etnik Irarutu Kampung Jawera sadar akan pentingnya keselamatan ibu dan anak, semestinya mereka akan memanggil bidan dari Pustu tempat tinggal mereka. Pelaksanaan Posyandu. Kegiatan Posyandu di kampung Jawera di laksanakan pada tanggal 8 (delapan) setiap bulan. Namun, seringkali kegiatan Posyandu ini tidak terlaksana. Baik untuk pemeriksaan ibu hamil maupun balita. Posyandu yang ada di kampung Jawera ini di kelola oleh para kader yang terdiri dari 152
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
ketua, wakil, sekertaris dan bendahara.Sementara bidan sebagai tenaga pelaksana di lapangan dibantu oleh para kader. Kegiatan yang dilakukan dalam Posyandu adalah pelayanan pemantauan pertumbuhan (penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan) balita, pelayanan imunisasi, dan pelayanan kesehatan ibu dan anak. Pelayanan ibu berupa pelayanan ANC (Ante Natal Care), kunjungan pascapersalinan (nifas) dan pelayanan anak berupa deteksi dan intervensi dini tumbuh kembang balita.Namun, dalam Posyandu di kampung jawera ini hanya melakukan penimbangan berat badan balita.Setelah melakukan penimbangan dan pencatatan kader melaporkan hasil penimbangan ke Puskesmas Tanusan.
Gambar 5.7. Pelaksanaan Posyandu di Kampung Jawera Sumber: Dokumentasi Peneliti
Pada saat kegiatan Posyandu hendak di laksanakan, kentongan di Kampung Jawera dibunyikan untuk memanggil ibuibu agar mengajak balita mereka ke Posyandu untuk penimbangan 153
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
berat badan.Sambutan masyarakat kampung Jawera untuk membawa balitanya ke Posyandu sangat bagus.Mereka sudah sadar dengan pentingnya Posyandu, agar bisa memantau pertumbuhan balitanya. Pada Gambar 5.7 tampak bahwa pelayanan Posyandu tidak didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai. Di tempat pelaksanaan Posyandu hanya terdapat peralatan seadanya, seperti alat timbang dan buku laporan kegiatan.Posyandu di kampung Jawera tidak mempunyai tempat yang layak untuk kegiatan Posyandu, karena ketersediaan sarana dan prasarana. Jadi, kader memutuskan Posyandu di lakukan di rumah salah satu kader dan alakadarnya. Karena menurut ketua kader terlaksananya Posyandu lebih penting dari pada tempatnya walaupun hanya untuk penimbangan.Paling tidak bisa mengetahui perkembangan balita yang ada di kampung jawera. Padahal masyarakat kampung Jawera sangat membutuhkan kegiatan penyuluhan tentang kesehatan karena pengetahuan tentang kesehatan masyarakat kampung Jawera sangatlah kurang. Hal positif yang dapat dilihat yaitu ibuibu sudah mulai menyadari akan pentingnya Posyandu. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Kegiatan untuk berperilaku hidup secara bersih dan sehat merupakan hal penting yang harus dilakukan masyarakat sehari-hari. Terkait dengan perilaku hidup bersih dan sehat dari masyarakat Irarutu di kampung Jawera, gambarannya adalah sebagai berikut. Mencuci tangan Sebagian besar para ibu Etnik Irarutu di kampung Jawera tidak mengerti akan kebersihan dalam mencuci tangan. Hal ini terjadi karena mereka masih kurang dalam pengetahuan tentang kebersihan serta rendahnya tingkat pendidikan warga kampung jawera secara keseluruhan dan ibu - ibu pada khususnya. Para ibu Etnik Irarutu kurang menjaga kebersihan dirinya bisa dilihat dari kebiasaan mereka yang tidak mencuci tangan dengan 154
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
menggunakan sabun terlebih dahulu sebelum mengerjakan suatu pekerjaan. Contohnya saja, mereka tidak terbiasa mencuci tangan dahulu sebelum memasak. Terkadang para ibu yang baru pulang dari kebun, tangan mereka masih kotor atau masih ada tanah yang menempel di tangannya, mereka langsung saja memasak makanan untuk anak-anaknya dan keluarganya yang lain, tanpa mencuci tangan terlebih dahulu. Mereka beranggapan bahwa kebiasaan tidak mencuci tangan memakai sabun sebelum mengerjakan sesuatu itu sudah biasa dan lebih praktis. Untuk mencuci tangan dengan air saja tidak mereka lakukan, apalagi mereka mencuci tangan dengan menggunakan sabun. Hampir di setiap rumah, kami tidak pernah menemukan sabun yang disediakan khusus untuk dipakai sebagai sabun cuci tangan. Kurangnya pengetahuan tentang mencuci tangan dengan memakai sabun bisa dilihat juga dari kebiasaan mereka memberikan air susu ibu terhadap bayinya. Hampir semua ibu Etnik Irarutu di Kampung Jawera tidak mencuci tangan dahulu sebelum memberikan air susu ibu pada anaknya, apalagi mencuci tangan dengan menggunakan sabun. Selama kami di kampung Jawera, kami mengamati orangorang yang menggunakan fasilitas jamban umum yang disediakan pemerintah. Di situ kami lihat, warga kampung jawera yang masuk jamban tersebut tanpa membawa sabun. Kami beranggapan mungkin terdapat sabun yang disediakan dalam jamban itu. Namun ternyata, setelah kami melihat masuk ke dalam jamban, tidak terdapat sabun di dalam jamban umum tersebut. Dari hasil observasi di kamar mandi warga kampung jawera yang lain, kami juga tidak menjumpai ketersediaan sabun yang digunakan untuk buang air maupun sabun yang dipakai untuk mandi. Sama halnya mencuci tangan memakai sabun setelah menceboki bayi, hampir semua Etnik Irarutu di kampung Jawera tidak pernah melakukannya. 155
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
Untuk memandikan bayi saja kami tidak pernah menjumpai seorang ibu memandikan bayinya menggunakan sabun apalagi mereka mencuci tangan setelah menceboki bayi mereka. Mereka memandikan bayi mereka dengan air tanpa menggunakan sabun. Ada sebagian ibu memandikan bayinya dengan air sumur yang dihangatkan terlebih dahulu dan ada pula sebagian ibu memandikan bayinya menggunakan air langsung dari sumur tanpa dihangatkan terlebih dahulu. Kebiasaan tidak mencuci tangan memakai sabun sebelum mengerjakan suatu pekerjaan dan setelah melakukan suatu pekerjaan tidak pernah dilakukan oleh masyarakat kampung jawera, termasuk setelah menceboki ataupun memandikan bayi mereka. Hal seperti itu seakan menjadi sesuatu yang wajar dan sudah dianggap biasa. Jamban sehat Mengenai jamban sehat, sebagian besar warga Etnik Irarutu di kampung Jawera memiliki sarana mandi-kakus di dalam atau di belakang bangunan rumah mereka. Beberapa warga memiliki jamban permanen yang dilengkapi saluran pembuangannya. Namun, ada sebagian warga tidak mempunyai jamban sendiri. Bagi warga yang tidak memiliki jamban sendiri mereka buang air besar di jamban umum yang dibangun pemerintah daerah. Ketika kami mewawancarai salah satu penduduk yang belum memiliki jamban, mengenai kenapa sampai saat ini dia belum membuat jamban sendiri, alasan yang diungkapkannya adalah karena dia tidak mempunyai uang yang cukup. Program pembangunan jamban yang dilakukan pemerintah daerah sudah optimal. Terlihat dengan banyaknya warga yang memanfaatkan fasilitas umum tersebut. Selama berada di kampung Jawera kami tidak pernah menjumpai masyarakat kampung Jawera buang air besar di pantai, padahal permukiman
156
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
mereka berada di pesisir pantai. Kami juga tidak menjumpai masyarakat kampung jawera buang air besar di kebun. Jamban umum yang dibangun oleh pemerintah daerah di kampung Jawera sebanyak 4 bangunan. Jenis jamban yang digunakan untuk buang air besar baik jamban umum yang dibangun oleh pemerintah daerah maupun jamban milik pribadi warga kampung Jawera yaitu leher angsa. Dari hasil pengamatan terhadap jamban milik salah satu warga, kami mendapati kondisi jamban yang bersih, namun ada sedikit genangan air pada lantainya. Saluran pembuangan air yang terlalu kecil menyebabkan aliran air menjadi tidak lancar dan mengakibatkan genangan air di dalam jamban.
Gambar 5.8. Jamban Hasil PNPM Sumber: Dokumentasi Peneliti
Di salah satu jamban yang teramati, kondisi didalamnya tidak ada kotoran terlihat, namun ada serangga yang berkeliaran di 157
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
ruang jamban. Di dalam jamban juga tersedia sikat pembersih jamban tapi tidak kami temukan detergen pembersih untuk membersihkan jamban. Umumnya mereka membersihkan jamban hanya dengan menyikat jamban saja tanpa memakai detergen atau pembersih lantai. Lantai jamban terbuat dari beton, pintu terbuat dari aluminium agar tidak mudah rusak untuk waktu yang lama. Dinding bagian bawah terbuat dari beton dan atas terbuat dari papan. Lubang angin didalam ruang jamban tidak ada sehingga pergantian udara di dalam jamban hanya terjadi ketika pintu dibuka. Letak resapan dan tangki septik dengan sumur mempunyai jarak ± 10 meter. Bak penampungan air yang ada di dalam jamban pada beberapa rumah warga yang kami kunjungi, selalu kosong, tidak ada air di dalamnya. Menurut pengakuan para pemilik rumah, mereka baru mengambil air dari sumur jika akan buang air besar atau membersihkan jamban.Untuk membersihkan jamban mereka menggunakan air sumur, biasanya mereka mengambil air dari sumur milik mereka sendiri maupun tetangga terdekat. Tidak merokok dalam rumah Merokok di dalam rumah sudah merupakan hal yang wajar dan sudah menjadi kebiasaan masyarakat kampung Jawera. Dari hasil observasi, kami menemukan di salah satu rumah informan bahwa informan mempunyai kebiasaan merokok di dalam rumah. Hal itu dilakukannya setiap hari, walaupun dia tinggal serumah dengan istri, anak balitanya dan bayi yang masih berumur 1 bulan. Selain 2 anak dan istrinya informan juga tinggal bersama ayah mertuanya yang menderita penyakit TB. Pada saat observasi, kami melihat pada saat merokok informan menggendong anak balitanya yang masih berumur 3 tahun. Menurut pengakuan informan kebiasaan merokok dia lakukan di dalam rumah maupun di luar rumah. Karena 158
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
menurutnya kalau dia tidak sedang melakukan aktifitas kerja, dimanapun dia berada dia akan merokok. Informan menghabiskan rokok setiap harinya sebanyak 8-10 batang. Jenis rokok yang sering dia konsumsi adalah filter. Namun, kadang informan juga mengkonsumsi rokok jenis kretek. Kebiasaan merokok dia lakukan sejak umur belasan tahun. Dalam pengakuan informan alasan dia merokok untuk menghilangkan stress dan menghisap rokok dilakukannya karena awalnya ikut teman sebayanya. Setiap hari sehabis bekerja di kebun dia hampir selalu mengkonsumsi rokok. Bahkan dalam pengakuannya dalam kondisi batuk dan hosa (sesak nafas) informan masih mengkonsumsi rokok dan jumlahnya juga sama dengan hari-hari biasanya. Kebiasaan merokok tidak bisa informan tinggalkan. Dimanapun timbul keinginan untuk menghisap rokok, di situ pulalah informan melakukannya. Seperti di dalam rumah kalau informan sudah ingin merokok walaupun informan sedang menggendong anak bayinya tetap saja informan lakukan. Pendapat informan mengenai bahaya rokok adalah ”rokok atau tidak rokok kalau waktunya mati juga akan mati”. Sebenarnya informan sudah mengerti akan bahaya rokok. Namun, informan tidak bisa meninggalkan kebiasaannya merokok. Dia tidak peduli akan dampak asap rokok bagi kesehatan istri dan kedua anaknya. Menurutnya, dia yang merokok, jadi cuma dia yang akan sakit karena merokok. Penggunaan air bersih Sumber air utama yang digunakan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari adalah air hujan danair sumur. Air tadah hujan merupakan sumber utama untuk kebutuhan air minum dan air untuk memasak makanan. Masyarakat tidak menggunakan air sumur sebagai air yang dikonsumsi karena kondisi air sumur yang ada kurang baik . Semua air sumur yang ditemui, berwarna keruh dan berbau. 159
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
Masyarakat kampung jawera sangat bergantung pada ketersediaan air hujan sebagai sumber air bersih. Sehubungan dengan itu, turunnya hujan adalah karunia dan keadaan yang dinantikan. Guna memenuhi kebutuhan air bersih, setiap rumah mempunyai tempat yang digunakan sebagai penampungan air hujan.Begitu pentingnya air tadah hujan untuk kebutuhan minum sehingga setiap keluarga akan selalu menghemat penggunaannya. Mereka tidak menggunakan air tadah hujan untuk mandi atau mencuci. Di kampung Jawera sendiri, bisa dikatakan sangat jarang hujan. Selama sekitar dua bulan berada di kampung Jawera, kami sempat menikmati turunnya hujan sebanyak 5 kali. Dua hujan diantaranya mampu mengisi tempat penampungan dengan kapasitas sekitar 1500 liter. Hujan lainnya hanya berlangsung sebentar saja. Pada saat hujan turun, masyarakat kampung Jawera menampung air di profil tank atau drum-drum bekas bahan bakar.
Gambar 5.9. Jenis-jenis Penampungan Air Hujan Sumber: Dokumentasi Peneliti
Air hujan yang turun ke atap rumah masing-masing warga, mengalir ke ujung seng yang sudah diberi talang. Talang diatur 160
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
sedemikian rupa supaya air hujan bisa ditampung dan tidak terbuang percuma. Selanjutnyaair dari talang akan dialirkan ke profil tankyang posisinya diatur untuk bisa menampung dengan baik. Bagian atas profil tank terdapat lubang tempat masuknya air. Biasanya masyarakat meletakkan penyaring pada lubang tersebut, agar kotoran yang berukuran besar tidak ikut masuk ke profil tank. Hampir setiap rumah di kampung Jawera mempunyai profil tank.Tempat penampungan air dengan kapasitas 1100 liter yang mereka punyai, merupakan pemberian cuma-cuma dari pemerintah daerah. Guna memenuhi kebutuhan air, hampir disetiap rumah terdapat sumur. Selama persediaan air hujan di tempat penampungan masih ada, biasanya air sumur hanya dimanfaatkan untuk kebutuhan mandi, mencuci pakaian dan mencuci alat-alat masak mereka. Namun, pada musim dimana tidak banyak hujandan persediaan air hujan telah habis, masyarakat terpaksa harus memanfaatkan air sumur sebagai sumber air bersihuntuk kebutuhan minum dan masak mereka.Menurut penuturan salah satu informan ’R’ kondisi tersebut harus dilakukan karena tidak ada pilihan lagi.Meskipun air sumur keruh dan berbau, mereka tetap memanfaatkan untuk minum dan memasak. Air sumur yang akan digunakan sebagai air minum, akan ditampung pada suatu wadah sebagai upaya mengendapkan air yang keruh. Air yang akan dikonsumsi,baik itu berasal dari hujan maupun air sumur,biasa dimasak terlebih dahulu sebelum di minum. Mereka memasak air menggunakan panci dan tungku. Tidak semua orang memasak air sampai mendidih. Untuk alasan penghematan bahan bakar dan agar air dapat segera dikonsumsi, ada juga yang merebus air tidak sampai mendidih. Asalkan air diatas tungku dirasa panas, mereka anggap air tersebut sudah masak.
161
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
Gambar5.10. Sumur yang Digunakan Masyarakat Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar 5.11. Jeni-jenis Tungku untuk Memasak Sumber: Dokumentasi Peneliti
Setelah dimasak, air disimpan pada tempat tertentu. Penyimpanan air minum setelah dimasak sudah modern. Untuk
162
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
persediaan air panas, karena mereka punya tradisi menghidangkan kopi atau teh kepada seiap tamu, sebagian disimpan dibeberapa termos. Sisa air masak, dibiarkan tetap berada di panci sampai dingin untuk kemudian dipindahkan ketempat penyimpanan air. Mereka umumnya menyimpan air siap minum di dispenser yang terbuat dari plastik. Ada juga yang menyimpan air minum di teko yang terbuat dari plastik.
Gambar 5.12. Penyimpanan Air Minum Sumber: Dokumentasi Peneliti
Pemberantasan jentik nyamuk Pemberantasan jentik nyamukadalah tindakan yang wajib dilakukan masyarakat agar terhindar dari penyakit yang disebabkan oleh nyamuk, seperti malaria yang sering melanda. Kegiatan yang seharusnya dilakukan secara rutin dan berkala, nampaknya tidak pernah dilakukan oleh warga kampung. Pembersihan tempat-tempat perkembang-biakan nyamuk seperti profil tank, bak mandi dalam jamban, atau drum tempat menyimpan air tidak dilakukan secara teratur setiap minggunya. Melakukan pemberantasan sarang nyamuk seperti menguras bak mandi, menguras profil thangki tempat mereka menyimpan
163
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
tampungan air hujan, mengubur barang-barang bekas tidak pernah mereka lakukan. Dari hasil pengamatan kami selama di kampung JaweraProfil tankyang mereka gunakan sebagai penampung air hujan tidak pernah mereka bersihkan.Pada profil tank tersebut banyak sekali jentik-jentik nyamuk di dalamnya. Menguras bak mandi juga tidak pernah mereka lakukan. Hasil pengamatan dari rumah ke rumah terhadap kondisi bak mandi, menunjukkan bahwa umumnya bak mandi tersebut hanya terisi air yang jumlahnya sedikit, kira-kira 2 cm dari dasar bak. Mereka akan mengisi bak mandi tersebut dengan air sumur jika mereka mau mandi. Pada bak mandi tersebut, terlihat banyak jentik-jentik nyamuk. Tempat pembuangan sampah Masyarakat kampung Jawera tidak menyediakan tempat pembuangan sampah khusus.Sangat jarang kami menemui rumah yang memiliki tempat sampah. Mereka tidak membedakan sampah kering atau basah, semuanya dibuang di satu tempat biasanya di belakang rumah.Mereka menaruh sampah-sampah tersebut di tempat yang ada genangan (lubang) supaya tanah mereka rata. Karena permukiman mereka dulunya adalah rawa-rawa. Mereka juga tidak mempunyai pembuangan sampah masal di lingkungan tempat tinggal. Setelah sampah tersebut kelihatan banyak, baru mereka membakarnya. Orang-orang juga sering membuang sampah di samping jalan dengan sembarangan. Namun, selama kami tinggal di kampung Jawera kami tidak pernah menjumpai masyarakat kampung jawera membuang sampah di pantai. Padahal tempat tinggal mereka dekat dengan pantai.
Keberadaan Ventilasi Keberadaan ventilasi merupakan salah satu indikator rumah sehat. Keberadaan ventilasi di rumah warga masyarakat Jawerasudah bagus. Setiap rumah sudah memiliki ventilasi udara,
164
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
sehingga udara luar bisa bersirkulasi dengan udara dalam ruangan. Disetiap kamar dan ruang tamu sudah dilengkapi dengan cendela sebagai ventilasi. Untuk menambah sirkulasi udara, di atas pintu maupun jendela juga terdapat ventilasi. Konsumsi buah dan sayur setiap hari Jarang sekali kami melihat masyarakat mengkonsumsi sayur dalam menu makanan mereka. Padahal disekitarnya terdapat beberapa sayur seperti daun papaya, singkong, dan petatas. Mengkonsumsi sayur bisa dilakukan satu minggu sekali. Kebiasan makan mereka hanya nasi dengan ikan laut. Kalau tidak ada ikan laut yang di dapat dari nelayan mereka baru mengkonsumsi sayur dan nasi. Sayur yang biasa dikonsumsi adalah daun ubi jalar yang dimasak dengan cara ditumis atau dikuah. Kami tidak pernah melihat mereka mengkonsumsi sayur jenis yang lain. Jadi kalaupun ada sayur di menu makanan mereka, sudah pasti itu daun ubi jalar yang dimasak. Buah yang dikonsumsi warga Jawera adalah pisang. Baik dimakan masih dalam bentuk buah ataupun sudah diolah menjadi pisang goreng, maupun pisang bakar. Alasan masyarakat Kampung Jawera mengkonsumsi buah pisang karena mudah di dapat. Buah pisang bisa di dapat di kebun maupun pekarangan rumah mereka. Sangat jarang kami jumpai masyarakat mengkonsumi buah lain. Padahal ada beberapa masyarakat mempunyai pohon buah jeruk. Namun, dari pengakuan dari beberapa informan mengatakan bahwa buah yang dikonsumsinya hanya pisang.
165
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
Gambar 5.13. Pisang sedang Dibakar untuk Dikonsumsi Sumber: Dokumentasi Peneliti
5.6. Konsep Sehat dan Sakit Orang Irarutu Keadaan sehat sakit dalam kehidupan kita sehar-hari tidak akan terlepas dari kedua hal tersebut. Pengertian konsep sehat menurut WHO adalah merupakan suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. Sehingga makna kesehatan secara umum adalah merupakan keadaan sehat baik dalam hal fisik mental serta sosial. Konsep sehat sakit menurut Etnik Irarutu adalah selama mereka masih mampu mengerjakan pekerjaannya setiap hari, dan selamamereka masih mampu untuk pergi ke kebun mereka menganggap bahwa dirinya dalam keadaan sehat. Sedangkan kalau mereka sudah tidak sanggup lagi untuk melakukan suatu pekerjaan mereka menggap dalm kondisi sakit. Sangat jarang atau hampir semua masyarakat Etnik Irarutu, mereka sudah di diagnosa oleh dokter bahwa dia menderita suatu penyakit. Namun mereka beranggapan kalau yang dirasa hanya biasa. Mereka tidak mau
166
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
dianggap sakit selama masih mampu mengerjakan pekerjaannya sehari-hari. Pengertian lain suatu penyakit bagi Etnik bangsa Irarutu bahwa sebagian besar penyakit dan kecelakaan di nyatakan sebagai doa atau kesalahan yang di lakukan oleh orang itu atau keluarganya. Seseorang yang terkena penyakit kelamin, menurut kepercayaannya di sebabkan oleh kesalahannya di masa lampau dan penyakitnya tidak akan terobati. Pada tahun 1987, seorang pria memukul istrinya sampai berdarah dan darahnya menetes ke atas tanah, Pada malam yang sama mereka akan jatuh sakit dan mati ke esokan harinya. Mereka percaya bahwa perbuatan ayahnya yang memukul istrinya sehingga darahnya menetes ke tanah, yang menyebabkan kematian anak mereka. Pada tahun 1991 istri seorang penatua kemasukan roh jahat dan ini di akui terjadi karena istrinya serong dengan laki-laki lain. Mereka juga percaya akan tanda-tanda. Apabila seorang Irarutu kembali ke kampungnya dan menemukan bahwa ada orang yang sudah mati ketika dia tidak berada di sana, biasanya orang itu akan ingat tanda-tanda tentang kematian itu, seperti dalam mimpi-mimpinya yang aneh tentang orang tersebut. Berdasarkan buku registrasi rawat jalan Puskesmas Pembantu (Pustu) Kampung Jawera, bahwa masyarakat kampung Jawera yang datang untuk berobat, mayoritas mereka terdiangnosa tekanan darah tingggi (Hypertensi), Infeksi saluran Pernafasan Akut (ISPA), diare, maag, infeksi kulit, malaria, gatalgatal, dan sesak nafas. Namun, mereka menganggap hal seperti itu sudah bisa.Dari hasil pengamatan selama kami di kampung Jawera, Masyarakat yang datang ke Puskesmas Pembantu (Pustu) kebanyakan hanya meminta obat. Mereka tidak menanyakan tentang sakit yang mereka derita. Untuk mengkonsumsi obatpun, mereka tidak meminum sesuai anjuran tenaga kesehatan. Mereka hanya minum obat hari itu saja. Hari selanjutnya mereka sudah 167
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
tidak meminumnya lagi bahkan mereka akan membuang obat tersebut. Namun, ketika mereka menderita sakit yang sama lagi dalam selang waktu satu minggu mereka akan pergi ke Puskesmas Pembantu lagi untk meminta obat dengan keluhan yang sama. Berikut penuturan bidan “EG” “…masyarakat itu kalau sakit minta obat di Pustu.. minum obatnya tidak sesuai anjuran.. biasanya diminum satu hari saja. Besuknya sudah tidak di minum lagi. “...kemaren pasien yang datang mengeluh sakit lalu kita kasih obat dengan keluhannya tersebut... kita suruh minum obat satu hari tiga kali.. harus diminum sampai tiga hari..dua hari kemudian pasien itu datang lagi ke Pustu dan mengeluh sakit yang sama.. lalu kita tanya obat yang kemaren masih ada? pasien menjawab ada.. kita suruh pasien membawa obat yang kita berikan tiga hari yang lalu...ternyata setelah kita lihat obat yang kemaren kita kasih masih utuh, hanya berkurang satu kali minum saja…”
5.7. Pengetahuan Pengobatan Tradisional Pengobatan tradisional sebagai upaya penyembuhan telah lama dikenal dan dipraktekan oleh berbagai masyarakat. Demikian pula dengan masyarakat di wilayah teluk Arguni. Alam yang diberkahi dengan kekayaan dan keanekaragaman hayati, telah dimanfaatkan masyarakat setempat sebagai sumber kehidupan. Selain untuk dikonsumsi, dengan pengetahuan dan teknologi yang diturunkan nenek moyangnya, sumberdaya alam yang ada juga dimanfaatkan sebagai media pengobatan. Kekayaan alam Papua yang mengandung keaneka-ragaman tanaman bahan obat bukanmerupakan isapan jempol belaka. LIPI telah melakukan penelitian di daerah Wamena tentang kekayaan hayati bahan obat-obatan di alam Papua(http://intsia.wordpress. 168
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
com/2009). Dengan melihat pada satu wilayah adat saja, LIPI berhasil menemukan tanaman obat lebih dari 70 jenis yang termasuk dalam 62 genus dan 37 famili. Bberapa jenis tumbuhan tumbuhan bahan obat yang ditemukan di hutan tersebut antara lainRhododendron macgregoriae sebagai anti bakterial, Myrmecodia aureospinosa yang diduga bisa menyembuhkan kanker, Buah Merah atau Pandanus conoideus dan Tukeatau Pandanus julianettii sebagai obat “panacea”, Witara atau Solanum nigrum, Mege atau Mucuna pruriens untuk penyakit parkinson, Itanamuke - Rhododendron macgregoriae sebagai anti bakterial. Di wilayah lain tanah Papua, di wilayah adat kampung Etnik Irarutu di kabupaten Teluk Bintuni, PERDU (http://intsia. wordpress.com/2009) berhasil mengidentifikasi 41 jenis tanaman obat. Hanya saja yang dilakukan tersebut belum sampai pada kajian farmakologis. Jenis-jenis bagian tumbuhan hutan yang dimanfaatkan masyarakat kampung adalah daun, akar, kulit kayu dan tumbuhan menjalar yang disebut masyarakat setempat sebagai tali.Pemanfaatan tanaman bahan obat tersebut bermacam-macam. Masyarakat setempat menggunakan tanaman bahan obat untuk menurunkan panas, batuk – flu, sakit kepala, diarhe, patah tulang, anti septik, penghilang nyeri, penyubur wanita, pemacu produksi air susu ibu, obat cacing, anti malaria, anemia, dan anti jamur. Studi etnografi kesehatan yang juga dilakukan di Etnik bangsa Irarutu di wilayah teluk Arguni, tidak dalam upaya meneliti pengobatan tradisonal. Studi ini sekedar untuk menunjukkan bahwa orang Irarutu di wilayah teluk Arguni tidak jauh berbeda dengan saudara-saudara lainnya di tanah Papua. Bahwa mereka juga mempunyai kerifan lokal untuk beradaptasi dengan alam lingkungan dimana dia menetap. Bahwa mereka juga punya pengetahuan dan teknologi untuk mengolah berbagai bahan yang disediakan alam guna mempertahankan kelangsungan hidupnya. 169
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
Namun demikian, studi ini sekilas membahas pemanfaatan pengobatan tradisonal sebagai bagian dari pengetahuan masyarakat. Di wilayah Arguni juga memiliki beberapa tumbuhan lokal. Beberapa diantaranya adalah : Wams Efut Tanaman ini sangat mudah didapatkan oleh masyarakat Etnik Irarutu.Tanaman ini bisa tumbuh di pekarangan rumah dan di dalam hutan yang tidak jauh dari permukiman mereka. Yang bisa di buat obat pada tanaman ini adalah daun dan akarnya.Cara mengolahnyapun cukup mudah, untuk daunnya bisa di rebus dengan air lalu di minum sedangkan akarnya di bakar dan abunya bisa di campur dengan makanan.
Gambar 5.14. Tanaman Bahan Obat Tradisonal “Wams Efut” Sumber: Dokumentasi Peneliti
Tanaman ini di percaya Etnik Irarutu mempunyai manfaat untuk penyakit dalam atau luka dalam, seperti penyakit Tuberkulosis atau Etnik Irarutu mnyebutnya sakit batuk yang bertahun-tahun.Tanaman ini juga sebagai obat malaria dan pegalpegal. 170
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
“…jadi bapak biasanya ke hutan itu ambil daun-daun itu, bapak pu malaria itu langsung hilang dan pegal-pegal hilang…..”
Tanaman ini tidak hanya bisa di buat obat untuk orang dewasa tapi untuk anak-anak dan bayi juga. Kalau anak bayi yang sakit panas bisa di kasih tanaman tersebut dengan cara abu akar pohon di campur dengan bubur Wams Ro Daun yang disebut Wams ro, oleh masyarakat Etnik Irarutu disebut juga sebagai daun darah. Dikenal dengan sebutan daun darah karena kalau direbus, air akan berwarna kemerahan. Tanaman ini mempunyai rasanya pahit, tanaman ini bisa di temukan di hutan dekat permukiman kampung jawera.Yang bisa di manfaatkan pada tanaman ini adalah daunya.Cara mengolahnya cukup di rebus dengan air lalu diminum air rebusannya. Menurut masyarakat setempat, tanaman ini mempunyai fungsi sama dengan Wams Efut yaitu untuk penyakit dalam, malaria. Tanaman ini juga bisa dikatakan sebagai pertolongan pertama bagi orang yang sakit. Apabila seseorang baru melakukan perjalanan jauh dan merasa pegal-pegal pada kakinya atau anggota badan lainnya, mereka mengambil daun ini lalu di rebus dan di minum.
“...kemaren bapak kerja sakit tulang belakang, bapak rebus daun dengan air baru diminum da pu air, langsung sembuh…..”
Daun Tun Ro Merupakan jenis tanaman perdu. Batangnya berkayu. Tinggi tanaman mencapai 1,5 m. Daunnya memanjang sekitar 20 cm dan lebar 6 cm dengan tepi daun halus dan rata. Di tengahnya terdapat tulang daun menyerupai sirip ikan. Kegunaan, masyarakat setempat menggunakan daun ini untuk mengobati kaki yang
171
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
bengkak. Tidak ada informasi yang spesifik tentang jenis bengkak yang bisa diobati dengan daun ini. Tidak diketahui dengan jelas, apakah yang dapat diobati adalah bengkak karena gigitan dan sengatan binatang atau bengkak karena mengalami rudapaksa atau bengkak karena penyebab lain.
Gambar 5.15. Tanaman Bahan Obat Tradisonal “Tun Ro” Sumber: Dokumentasi Peneliti
Cara penggunaan, petik beberapa lembar daun, tergantung kebutuhan. Lumatkan beberapa lembar daun dengan cara ditumbuk halus kemudian tempelkan pada bagian kaki yang bengkak. Daun Gatal Merupakan jenis tanaman perdu. Batangnya tidak berkayu dan penuh dengan bulu-bulu halus. Ketinggian bisa mencapai sekitar 1 m. Daunnya tidak terlalu panjang sekitar 8 – 12 cm dan lebar 6 cm. Tepi daunnya bergerigi. Pada bagian atas dan bawah daun terdapat bulu-bulu halus yang bisa mengakibatkan gatal kalau terkena bagian tubuh. Tulang daun tampak jelas kalau dilihat dari bagian bawah daun. Dilihat dari bagian atas, tulang daun berwarna hijau sama dengan permukaan daun, tetapi dari sebelah
172
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
bawah, tulang daunnya berwarna ungu kemerahan dengan bentuk tulang tidak teratur. Mengenai manfaatnya, daun gatal tersebut digunakan masyarakat setempat untuk menghilangkan keluhan pegal dan linu pada tubuh. Pemanfaatan daun ini tidak hanya dikenal masyarakat di teluk Arguni. Masyarakat di Pegunungan Bintang Papua (Kurniawan, 2012) juga menggunakan daun gataal ini untuk menghilangkan pegal-pegal sehabis berjalan jauh.
Gambar 5.16. Tanaman Bahan Obat Tradisonal “Daun Gatal” Sumber: Dokumentasi Peneliti
Cara penggunaan, petik satu atau dua lembar daun, kemudian gosok-gosokkan pada bagian tubuh yang pegal atau linu. Setelah digosokkan maka bagian tubuh tersebut akan terasa gatal dan kemudian terasa seperti kesemutan. Biarkan beberapa saat, kalau rasa gatal dan kesemutan sudah hilang dari bagian tubuh yang digosok, maka keluhan pegal dan linu juga akan sembuh dengan sendirinya. Pada blogspot Paninggih (Kurniawan, 2012) daun gatal dikenal dengan nama latin “laportea indica” adalah adalah tanaman famili “urticaceae”. Kandungan kimiawi yang terdapat pada tanaman ini antara lain monoridin, tryptophan, histidine,
173
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
alkaloid, flavonoid, asam formiat dan authraguinones. Asam semut pada tanaman ini terdapat pada kelenjar “duri” pada permukaan daun. Pada saat bulu-bulu halus yang merupakan duri terkena permukaan tubuh, maka asam semut akan terlepas dan mempengaruhi terjadinya pelebaran pori-pori yang merangsang peredaran darah. Kondisi tersebut dapat mengakibatkan mereka yang menggunakan daun gatal merasa lebih baik dan tidak pegal. Pohon Tali Kuning Disebut pohon tali kuning karena batang pohon ini kalau dikuliti akan tampak seperti serat tali berwarna kuning. Tumbuhan ini merupakan jenis tanaman merambat. Bentuk daunnya mirip dengan daun sirih. Tangkai daun 1,5 kali lebih panjang dibandingkan panjang daunnya. Ditengahnya terdapat tulang daun menyerupai sirip ikan.
Gambar 5.17. Tanaman Bahan Obat Tradisonal “Pohon Tali Kuning” Sumber: Dokumentasi Peneliti
Mengenai pemanfaatannya, masyarakat setempat menggunakan daun ini untuk mengobati “malaria” atau penyakit
174
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
dengan gejala seperti terkena malaria. Tumbuhan ini juga digunakan sebagai ramuan untuk “penyakit daalam”. Katanya, semua penyakit dalam bisa diobati dengan tanaman ini. Untuk penggunaannya, petik beberapa lembar daun lengkap dengan batangnya yang menjalar, rebus dengan air sampai air tinggal setengahnya. Dinginkan kemudian minum. Daun Tiga Jari Daun dari tanaman ini menurut masyarakat setempat bentuknya bercabang tiga sehingga disebut sebagai daun tiga jari. Daun ini sangat spesial dan hanya dikenal di kalangan laki-laki saja. Daun ini menjadi rahasia kaum laki-laki, karena kegunaannya memang hanya untuk laki-laki dewasa. Menurut bisik-bisik yang beredar, ramuan dari daun tiga jari bagi orang yang mau, bisa membesarkan alat kemaluan laki-laki. Kalau di tanah pasundan dikenal nama “mak erot” dengan teknologinya dan nama-nama lain yang sejenis, maka di tanah papua dikenal daun tiga jaridengan khasiatnya.
Gambar 5.18. Tanaman Bahan Obat Tradisonal “Daun Tiga Jari” Sumber: Dokumentasi Peneliti
Masih menurut bisik-bisik, ramuan daun tiga jari sudah terbukti khasiatnya. Beberapa orang yang menggunakan ramuan 175
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
ini berhasil memperbesar alat vitalnya sebesar yang dikendaki. Cornelis Watora, 48 tahun, mengaku punya saudara yang bisa melakukan pembungkusan dan punya teman yang telah mencoba bertutur pelan. “…sa pu saudara.. dong pu nama Nico.. dong biasa tangani orang bungkus dia punya.. dong tinggal di Kaimana.. dong su banyak bantu orang.. ada dari Fakfak.. dari Bintuni.. dari Manokwari..” “…untuk bantu bungkus, nico tara minta uang.. paling uang untuk dong kasih gereja.. kalau yang panggil jauh, dia harus tanggung ongkos jalan.. tapi kalo di Kaimana saja, dikasih sopi satu gen saja itu sudah..” “…mau sebesar lengan bawah bisa, mau sebesar lengan atas juga bisa.. sa su lihat.. sa pu teman.. mantab..”
Cara penggunaannya adalah dengan cara dibungkuskan pada alat vital. Dengan tehnik tertentu, daun untuk laki-laki dibuat seperti berminyak. Daun tersebut tidak ditumbuk sehingga lumat tetapi tetap berbentuk lembaran daun. Setelah lembaran daun tiga jari diolah, kemudian lembaran daun dibungkuskan pada alat yang akan diberi perlakuan. Pembungkusan ini tidak boleh dikerjakan dengan sembarangan. Pembungkusan harus dikerjakan oleh orang yang ahli. Kalau sampai terjadi kesalahan dalam melakukan tehnik pembungkusan, risiko yang dihadapi cukup berat. Pengetahuan masyarakat tentang pengobatan tradisional secara umum merupakan sistem medis dari kebudayaan masyarakat teluk Arguni. Merupakan sistem medis karena didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan terhadap sang supranatural, teknologi, kelembagaan dan cara pandang komunal terhadap kehidupannya. Semua unsur ini kemudian membentuk pola adaptasi untuk hidup menyatu bersama alam yang ada disekelilingnya. 176
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Pembelajaran yang diperoleh dari orang tua dan nenek moyangnya, membuat banyak orang mempunyai kemampuan mengenal dengan baik manfaat berbagai tumbuhan yang tersedia di lingkungan sekitarnya. Semua itu merupakan bentuk kearifan lokal budaya setempat. Pengetahuan bagaimana menggunakan dan memanfaatkan tumbuhan yang mempunyai khasiat pengobataan ini terbukti membuat orang mampu bertahan hidup. Dalam pandangan orang-orang yang tinggal di wilayah teluk Arguni, pengetahuan dan ketrampilan tentang bagaimana memilih dan mengolah tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan obat dan pengobatan telah menjadi bagian dari tradisi mereka.Dapat dikatakan bahwa pengetahuan dan praktek ini tidak hanya berfungsi sebagai bentuk respon masyarakat terhadap lingkungannya,tetapi telah menjadi bagian dari sistem kebudayaan mereka. Tentang pengobatan tradisional di tanah Papua, mungkin benar apa yang dikemukakan PERDU bahwa pengetahuan masyarakat tentang pengobatan tradisional telah membentuk identitas budaya Papua. Dari cara pengobatan yang dilakukan dan dari jenis tumbuhan yang dipakai, bisa ditebak dari mana asal Etnik bangsa yang menggunakan pengobatan tradisional tersebut. Semua aktifitas pengelolaan potensi alam oleh Etnikdi Papua, harus sesuai dengan tuntunan aturan adat, termasuk juga pemanfaatan tumbuhan berkhasiat obat. Karena itu, tata cara pengobatan dan penggunaan bahan-bahan obat idealnya mengacu pada ketentuan adat masing-masing Etnik.
177
BAB 6 PERILAKU DAN KESEHATAN REPRODUKSI
Berdasarkan definisinya, kesehatan reproduksi sebagaimana disepakati di tingkat Internasional diartikan sebagai keadaan sejahtera fisik, sosial dan mental secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi serta fungsi dan prosesnya. Sebagaimana diungkapkan dalam kebijakan dan strategi nasional (Indonesia, 2005) kesehatan reproduksi ini telah mendapat perhatian khusus dunia sejak menjadi issue dalam konfrensi internasional tentang kependudukan dan pembangunan yang dilakukan di Kairo, Mesir tahun 1994. Disepakati bahwa pendekatan yang dilakukan dalam pengelolaan kependudukan dan pembangunan adalah dengan memfokuskan diri pada kesehatan reproduksi dan upaya memenuhi hak-hak reproduksi Sebagai salah satu negara yang berpartisipasi dalam kesepakatan global tersebut, Indonesia telah menindaklanjuti dengan membuat acuan pelaksanaan dalam bentuk kebijakan dan strategi nasional kesehatan reproduksi(Indonesia, 2005). Melalui peningkatan upaya kesehatan dan pemenuhan hak-hak reproduksi seperti KB, pencegahan infeksi saluran reproduksi dan aborsi, maka sasaran kegiatan terkait kesehatan reproduksi ini difokuskan pada ibu, anak dan remaja. Sebagai upaya antisipasi terhadap perkembangan global dan nasional, dilakukan penyesuaian kerangka pemikiran untuk pelaksanaan program kesehatan reproduksi. Pertama, gagasan 178
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
kesehatan reproduksi yang merupakan kristalisasi dari program KIA dan KB, perlu didukung oleh komitmen untuk meningkatkan peran laki-laki dalam meningkatkan KIA dan mengarahkan program kesehatan reproduksi pada remaja. Kedua, pandangan tradisonal dalam kehidupan berkeluarga bahwa kapasitas laki-laki adalah sesuatu yang membanggakan perlu dirubah menjadi nilai bahwa laki-laki adalah penanggungjawab perilaku seksual/reproduksi dan segala akibatnya terhadap kehidupan keluarga. Kedua landasan pemikiran tersebut tentunya perlu didukung oleh pelayanan kesehatan reproduksi yang berorientasi pada perspektif dan kebutuhan sasaran. Sebagai pengantar tema dari bab selanjutnya tentang perilaku seksual/ reproduksi laki-laki, yang secara spesifik akan menguraikan aktivitas seksual mereka, tulisan di bagian ini berusaha memberikan gambaran tentang kondisi kesehatan reproduksi orang Irarutu di wilayah Teluk Arguni Bawah, Kaimana. Sehubungan dengan apa yang menjadi kebijakan, strategi dan kerangka berpikir pelaksanaaan kesehatan reproduksi, maka yang akan digambarkan adalah kondisi yang ditemukan pada anak, remaja dan ibu. 6.1. Balita dan Anak Salah satu faktor yang akan mempengaruhi kondisi kesehatan anak adalah asupan makanan yang diterima. Sesuai dengan kodratnya, merupakan kondisi umum bahwa semua ibu senantiasa akan menyusui bayinya. Hanya saja, pola pemberian ASI yang dilakukan seringkali tidak sejalan dengan pandangan dan konsep medis. Pemberian ASI menurut pandangan medis diharapkan dapat dilakukan selama dua tahun. Pada enam bulan pertama ASI harus diberikan secara ekslusif. Setelah itu, baru diperbolehkan memberikan makanan pendamping ASI seperti susu
179
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
formula atau bubur. Makanan padat sebaiknya dimulai sesudah bayi berumur 4 tahun. Namun, pada beberapa daerah kebudayaan masih dijumpai ibu yang memberikan makanan selain ASI seperti pisang yang dikerok dan nasi yang dikunyah ibunya lebih dahulu. Semua dilakukan berlandaskan kepercayaan agar bayi bisa tumbuh menjadi sehat dan kuat. Dalam hal pemberian colostrum, di beberapa masyarakat tradisional masih ada anggapan bahwa colostrum adalah susu yang sudah rusak, dapat menyebabkan diare dan tidak baik diberikan pada bayi. padahal dalam pandangan medis, colostrum sangat berperan dalam menambah daya kekebalan tubuh bayi. Menyusui adalah proses alami yang di lakukan oleh para ibu masyarakat Irarutu. Para ibu memang memberikan ASI kepada anaknya, bahkan ada memberikan kepada anak yang berusia lebih dari dua tahun. Para ibu tidak mengenal pemberian ASI eksklusif sebagaimana konsep kesehatan. Mereka tidak tahu manfaat yang ada dalam kandungan Kolostrum. Pada bayi berusia satu atau dua bulan, jika menangis terus walau sudah disusui, maka bayi dianggap masih lapar dan perlu diberi makanan selain ASI. Makanan tambahan yang biasa diberikan adalah pisang dan papeda. Mereka tidak memberikan makanan tambahan berupa susu formula atau bubur bayi.Mereka tidak mampu untuk membelinya, karena harus pergi jauh ke kota. Mereka biasanya memberi makanan tambahan berupa sagu yang sebelumnya sudah di masak dengan air hangat. Berikut ini adalah penuturan Informan ’TF’ tentang pemberian ASI untuk anaknya. “...anak rewel-rewel itu dong lapar, kitong kasih minum ASI biar tra rewel-rewel, biasanya kalo setelah kitong kasih ASI anak langsung tidur, dong rasa kuat, dong punya badan makin hari makin besar. Dan karena dong juga su bisa makan papeda… “
180
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Gambar 6.1. Ibu sedang Memberikan ASI Sumber: Dokumentasi Peneliti
Walau cukup tersedia bahan makanan seperti ikan, udang, telor dan sayur, tidak biasa bagi ibu untuk mencampur papeda yang merupakan makanan tambahan, dengan bahan makanan yang ada. Kondisi ini bisa menjadi masalah yang berhubungan dengan asupan gizi anak. Merupakan pemandangan umum bila melihat anak-anak dengan ingus di hidung. Hal lain yang masyarakat tidak menyadari masalah terkait gizi adalah tidak adanya informasi yang memadai. Penyuluhan kesehatan termasuk tentang gizi merupakan kegiatan langka. Sekalipun kurangnya daya beli menurut Berg (1986)merupakan halangan yang utama, dalam kehidupan masyarakat Irarutu sehari-hari sering terlihat keluarga yang sungguh pun berpenghasilan cukup akan tetapi makanan yang dihidangkan seadanya saja. Dengan demikian, kejadian anak dengan ingus di hidung tidak hanya ditemukan pada keluarga yang berpenghasilan kurang akan tetapi juga berpenghasilan relatif baik. Keadaan ini sejalan dengan yang dikemukakan Moehji (1992) bahwa ketidaktahuan dan kurangnya pengetahuan akan faedah makanan bagi kesehatan tubuh merupakan sebab buruknya mutu gizi makanan keluarga. 181
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
Pola makan anak balita usia satu tahun sampai dengan di bawah lima tahun tidak berbeda dengan dewasa. Kebiasaan makan yang di lakukan anak-anak Etnik Irarutu juga mengikuti kebiasaan makan keluarganya, yaitu 2 kali sehari (siang dan sore). Tapi, tidak ada variasi dalam mengolah makanan. Meraka mengkonsumsi sumber karbohidrat yaitu beras 2 kali dalam sehari, untuk sumber karbohidrat lainnya seperti Mie instan mereka mengkonsumsi 2 kali dalam seminggu. sumber protein yang mereka makan adalah ikan laut, untuk daging biasanya mereka makan 3 kali dalam setahun pada saat hari besar seperti natal dan tahun baru. Dalam hal konsumsi sayuran, keluarga orang Irarutu jarang mengkonsumsi walau disekitar rumah mereka terdapat sayuransayuran. Ada tanaman kangkung, singkong dan pepaya yang daunnya bisa diolah. Untuk urusan konsumsi makanan harian keluarga sangat bergantung kepada ibu, mau atau tidak memasak sayur. Kondisi yang teramati, selama keluarga memperoleh suplay ikan dari nelayan, keluarga akan mengolah ikan sebagai lauk dan melupakan sayur. Konsumsi sayur adalah pilihan terakhir setelah ikan dan mie instan. Membiasakan anak-anak untuk makan sendiri biasanya sudah dikenalkan ketika anak berusia 3 tahun, tetapi ada juga yang memulai ketika anak berusia 5 tahun. Mereka sudah mandiri untuk melakukan aktivitas pribadi karena kebanyakan dengan umur 3-5 tahun mereka sudah mempunyai adik lagi. Anak-anak yang sudah mempunyai adik, akan dibiasakan mengambil makanan sendiri, mandi dan pakai baju sendiri. Tugas untuk melayani kebutuhan anak usia 3 – 5 tahun diserahkan kepada anak yang lebih tua. Orang tua akan membantu anak bila diminta oleh sang anak. Dalam mengkonsumsi makanan, di lingkungan orang Irarutu mengenal adanya pantangan terhadap makanan tertentu. Pantangan terhadap makanan merupakan pelengkap bagi sistem kekerabatan. Anak-anak yang lahir pertama dalam sebuah 182
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
keluargaharus mentaati pantangan makanan tertentu sejak lahir sampai menikah. Menurut kepercayaanmereka, tujuan dari pelaksanaan pantangan makan makanan tertentu bagi anak-anak yang lahir pertama adalah untuk melindungi mereka dari penyakit. Mereka percaya bahwa anak akan menjadi kurus dan akhirnya sakit apabila pantangan tersebut tidak di taati. Kondisi anak yang sehatmerupakan hasil dari ketaatan sang anak untuk tidak mengkonsumsi makanan yang menjadi pantangan bagi dirinya. Apabila makanan yang ditabukantersebut dimakan oleh sang anak, baik secara sengaja atau tidak sengaja, maka anak harus mengaku salah karena telah melanggar pantangan kepada saudara laki-laki ibu. Sayangnya kami tidak memperoleh informasi mengapa harus mengaku kepada paman dari ibu, mengapa bukan kepada yang lainnya. Orang-orang tua di kampung hanya tahu bahwa dari dulu memang sudah begitu. Nampaknya ini sama dengan folklore yang tidak diperkenankan untuk diceritakan kepada khalayak. Hal yang orang-orang tua tahu adalah, kalau anak tersebut mengaku bersalah, maka dia akan terhindar dari akibat tersebut. Adapun beberapa jenis makanan yang tidak boleh di makan oleh anak yang dilahirkan pertama kalidalam sebuah keluarga Etnik bangsa Irarutu antara lain : Telur kasuari Buaya Buah merah Hati kasuari Belut Buah kuning Babi Ikan muria merah Mangga Hati babi Ikan tengiri Sejenis tebu Kura-kura darat Ikan cakalang Kura-kura laut Ikan bubara Namun, pada zaman sekarang anak Etnik bangsa Irarutu termasuk di kampung Jawera sudah tidak mempercayai makanan tabu. Anak-anak tidak mempunyai pantangan untuk mengkonsumsi makanan tertentu. Sudah banyak perubahan pada
183
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
Etnik Irarutu di kampung Jawera kemungkinan di karenakan mereka sudah mengenal yang namanya media elektronik. Dapat dinikmatinya media seperti televisidengan berbagai program siarannya telah menggantikan kegiatan mendongeng orang tua kepada anak-anaknya. Para remaja dan anak-anak tidak bisa bercerita tentang folklore yang ada di daerah kebudayaannya. Tidak banyaknya transfer pengetahuan inilah yang memungkinkan anak-anak Etnik bangsa Iru Tu di kampung Jawera sekarang tidak lagi mengenal yang namanya makanan-makanan pantangan. Kebiasaan hidup bersih dan sehat pada anak-anak Etnik Irarutu di kampung Jaweracenderung kurang baik. Dilihat dari kebiasaan mandi, anak-anak sudah mandi setiap pagi dan sore hari. Anak yang berusia dibawah lima tanun masih dimandikan oleh orang tuanya. Sedangkan anak yang lebih besar, mereka mandi sendiri. Masalahnya, anak-anak yang mandi sendiri tersebut jarang menggunakan sabun. Dihari kerja, ditemukan juga beberapa anaktidak sempat mandi pagi ketika berangkat ke sekolah. Mereka hanya mencuci muka. Tetapi disaat anak-anak libur sekolah, orang tua tidak banyak memperhatikan kegiatan mandi anak. Kegiatan menggosok gigi pada anak, nampaknya juga merupakan kegiatan yang jarrang dilakukan. Ketika berbicara dengan mereka, tampak gigi yang tidak bersih. Kebiasaan anak-anak mencuci tangan memakai sabun sebelum makan tidak pernah dilakukan. Setelah selesai main, anak-anak langsung saja makan tanpa mencuci tangannya terlebih dahulu. Mungkin karena anak-anak ketika makan, sudah menggunakan sendok sehingga menganggap tidak perlu lagi mencuci tangan. Kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan tidak tidak hanya dilakukan oleh anak-anak, orang dewasa juga melakukan hal yang sama. Tampak seorang ibu langsung menyusui anaknya tanpa mencuci tangan terlebih dahulu. Berikut
184
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
komentarnya ketika ditanya mengapa tidak mencuci tangan terlebih dahulu. “Aahhh tra cuci tangan dulu mama, anak su rewel-rewel langsung saja kasih ASI... nanti anak nangis-nangis kalo cuci tangan dulu… tangan mama su bersih... kalo habis bersih-bersih tangan kotor boleh kasih cuci tangan... trada yang jaga anak, kalo ada papanya bisa cuci tangan dulu pakai air…”
Dari pernyataan di tersebut dapat dikatakan bahwa kebiasaan mencuci tangan untuk keperluan seperti memberikan ASI pada bayinya,merupakan hal yang sangat jarang dilakukan ibu Etnik bangsa Irarutu di kampung Jawera. Pengalaman waktu di lapangan,ditemukan beberapa ibu yang tidak perlu mencuci tangan ketika menyusui anaknya. Bahkan sempat dijumpai seorang ibu yang sedang membersihkan ikan langsung saja memberikan ASI kepada anaknyayang menangis meminta ASI,tanpa mencuci tangan terlebih dahulu. Hal seperti ini menurut informan sudah biasa dia lakukan.Bahkan kegiatan mencuci tangan sebelum melakukan suatu pekerjaan,dianggap tidak penting dilakukannya. 6.2. Remaja Masa remaja merupakan masa periode transisi dari masa anak- anak menuju masa dewasa. Kalau dilihat dari rentang umurnya, yang dikategorikan remaja adalah mereka dengan rentang umur sekitar 10 tahun sampai dengan 24 tahun. Cukup lebarnya rentang usia remaja, memunculkan pemikiran menggolongkan remaja dalam 3 fase sesuai perkembangan psikologinya, yakni remaja awal, pertengahan dan akhir. Mulai fase awal, remaja akan mengalami perubahan fisik yang cepat. Pada remaja perempuan, masa pubertas akan ditandai dengan dialaminya menstruasi, tumbuhnya payudara dan bertambah
185
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
lebarnya pinggul. Sedangkan pada remaja laki-laki akan mengalami mimpi basah, mulai tumbuh kumis dan berubahnya suara menjadi lebih dalam. Selain mengalami perubahan fisik, remaja juga mengalami perubahan psikologis. Perubahan kejiwaan yang dialami remaja, tidak berbeda antara laki-laki dan perempuan. Mereka menjadi sosok yang reaksi emosinya meningkat, lebih mengamati diri sendiri dan mulai tertarik pada lawan jenisnya. Remaja yang terlihat pada Etnik Irarutudi Kampung Jawera adalah anak-anak yang masih bersekolah kelas 6 SD dan SMP. Biasanya remaja yang sudah tamat SD harus keluar desa untuk melanjutkan sekolah. Mereka bisa melanjutkan SMP di Tanusan, ibukota Distrik Arguni Bawah, maupun di kota Kabupaten Kaimana. Jika orang tuanya tidak mampu menyekolahkan maka pendidikan remaja Etnik Irarutu berhenti sampai lulus SD saja. Bagi masyarakat Etnik Irarutu anak lulus SD sudah dianggap sebagai remaja, dan sudah berani untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis.
Gambar 6.2. Nona-nona Irarutu Sumber: Dokumentasi Peneliti
186
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Dalam menjalin hubungan dengan lawan jenis, para remaja melakukan dengan bermacam cara. Cara yang dilakukan, tidak banyak berbeda dengan remaja diberbagai daerah lain. Mereka melakukan pendekatan melalui salam, berkirim surat dan mengadakan pertemuan secara langsung. Jika salam di terima dan ada salam balik, jika ada balasan surat dengan isi yang sama, hal ini pertanda akan terjadi suatu hubungan pacaran. Walau pada umumnya yang berinisiatif melakukan terlebih dahulu adalah remaja laki-laki tetapi perempuan sudah berani memulai mengungkapkan perasaannya. Selain itu, rasa suka terhadap seseorang bisa di lakukan dengan cara bertemu dan mengungkapkan secara langsung.Lakilaki biasanya lebih mempunyai keberanian untuk melakukan cara ini. Bila laki-laki sudah merasa suka terhadap perempuan, maka dia akan mencari kesempatan bertemu secara langsung dan mengungkapkan rasa sukanya. Jika ada perasaan yang sama maka perempuan akan bersedia untuk menjadi pacarnya. Apabila telah sepakat, maka kegiatan pacaran ini akan berlanjut sesuai keinginan pasangan. Seringkali kegiatan pacaran ini dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Permintaan bertemu bisa dikemukakan secara langsung, bisa juga dilakukan melalui teman sebagai perantara. Tempat pertemuan pasangan ini seperti di rumah, kebun, tanjung, dusun, semak atau tempat sepi lain. Yang penting bagi pasangan ini adalah tempat tersebut aman bagi berlangsungnya kegiatan berpacarannya. Hubungan pacaran ini menurut para remaja merupakan hal yang biasa. Mereka bisabertemu, saling berbagi cerita, saling mengutarakan rasa di hati, mengungkapkan perasaan rindu dan sayang. Diakui juga bahwa ketikaberpacaran, mereka melakukan kegiatan bermesraan, berpelukan dan berciuman. Tidak ada yang mengaku sampai pada kegiatan melakukan hubungan seksual. Walau kenyataannya ada 3 remaja perempuan melahirkan tanpa 187
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
ada suami.Penduduk kampung seakan tutup mata dan telinga terhadap kasus ini karena ketiga perempuan tersebut tidak mengungkap dengan siapa dia hamil. Tindakan yang dilakukan keluarga adalah melimpahkan tanggung jawab dari perempuan sebagai orang tua, kepada salah satu keluarganya yang mau menjadi orang tua dari bayi yang dilahirkan tersebut. Ketika remaja ketahuan melakukan kegiatan berpacaran yang berlebihan, seperti berada berduaan sampai larut malam, maka orang tua baik dari pihak laki-laki maupun pihak perempuan akan melarang. Bila sampai diketahui terjadi hubungan seksual diantara pasangan remaja,maka akan diproses secara adat. Terjadinya hubungan seksual sebelum menikah bisa dianggap sebagai pelanggaran tiounu norma adat dan agama. Jika diketahui sudah terjadi hubungan seks dan orang tua pasangan merestui hubungan tersebut maka pasangan ini akan langsung dinikahkan orang tua mereka. Namun, tetap ada pembayaran denda baik pihak laki-laki maupun pihak perempuan. Karena pasangan tersebut dianggap sudah melakukan kesalahan. Kegiatan berpacaran yang dilakukan remaja Etnik bangsa Irarutu saat ini berbeda jauh dengan remaja dahulu. Menurutinforman, ketika masih muda, diatidak berani bertatap muka secara langsung dengan orang yang disukai. Mereka berpacaran tanpa saling bertemu. Apabila seorang laki-laki dan perempuan memiliki perasaan saling menyukai, maka seorang lakilaki akan memberi perhatian lebih kepada perempuan dengan cara membantu secara langsung atau membatu keluarganya.Tetapi bagi perempuan, mengungkapkan perasaannya kepada seorang laki-laki yang di taksirnya, biasa dilakukan lewat sebuah syair. Laki-lakipun terkadang juga menggunakan syair untuk menunjukkan rasa sayangnya kepada seorang perempuan. Syair tersebut dikenal
188
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
masyarakat setempat dengan istilah Gowaru30.Syair ini tidak langsung mengungkapkan isi hati seseorang terhadap orang yang diincar dengan cara menyebut namanya. Syair tersebut dilantunkan dengan menyebut nama tanjung, gunung atau tempat tinggal seseorang yang di taksirnya. Dianggap wajar bila Gowarudilakukan oleh kaum perempuan terhadap laki-laki atau sebaliknya. Pencarian pasangan muda-mudi biasa dilakukan pada saat berlangsungnya pesta adat perkawinan. Pesta ini biasanya diadakan di rumah adat panggung di iringi musik dan tarian tradisional. Jika tarian sudah berlangsung maka penari terutama bagi laki-laki mulai menari nfun jenan sambil menghampiri perempuan yang di sukainya. Sesuai ketentuan aturan tarian, lakilaki diperkenankan memukuli tubuh perempuan secara sungguhan dengan rotan yang sudah di siapkan. Biasanya rotan yang digunakan adalah rotan ekor pari dan tali rotan hutan. Akibatnya, pukulan tersebut akan membekas atau bahkan bisa menimbulkan luka di tubuh perempuan. Pada tarian itu, remaja perempuan dibolehkan untuk membalas pukulan terhadap remaja laki-laki. Apabila perempuan tersebut membalas pukulan laki-laki tadi, menunjukkan bahwa perempuan itu memiliki perasaan yang sama terhadap laki-laki. Hal lain yang dilakukan seorang laki-laki Irarutu untuk menunjukkan rasa sukanya terhadap seorang perempuan dengan cara membantu mengolah lahan.Jika kebetulan kedua orang tua perempuan sedang membuka lahan kebun baru nret ddan, maka laki-laki akan datang menawarkan jasa seperti membantu orang tua perempuan tersebut untuk menebang pohon-pohon di lahan
30
suatu ungkapan perasaan seseorang kepada lawan jenisnya yang di tuangkan lewat lantunan lagu.
189
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
kebun, dengan menyimpan tujuan khusus Nret-Ddan Nanttui31. Di sampingitu laki-laki juga akan memberikan bantuan lain kepada orang tua perempuan yang di sukainya. Saat melakukan kegiatan membantu, orang tua perempuan akan menilai kerajinan dan ketangguhan laki-laki tersebut. Diharapkan bantuan yang diberikan laki-laki tersebut akan dinilai baik oleh orang tua pihak perempuan. Untuk meyakinkan diri tentang rasa sukanya terhadap seorang perempuan, remaja laki-laki akan pergi bersama teman baiknya mencari ikan atau berburudi tempat yang sangat jauh dari lingkungan tempat tinggalnya. Tujuan pergi jauh dari lingkungan tempat tinggal adalah untuk menunjukkan kemampuan berburu atau menangkap ikan kepada keluarga perempuan yang diincarnya. Tujuan lain adalah meminta pendapat kepada teman kepercayaannya tentang perempuan yang di sukai di kampungnya. Sekembalinya dari berburu, remaja bersama teman-temannya tersebut harus berhasil membawa pulang hasil buruan. Yang tidak boleh dibawa pulang adalah hasil pembicaraan tentang perempuan yang di sukainya tersebut. Apapun hasilnya, pembicaraan tersebut tidak boleh didengar atau di ketahui orang lain, karena bisa membuat malu dan mencemarkan pihak perempuan. Kalau sampai pembicaraan didengar orang kampung, maka laki-laki bersama teman-temannya akan di adili secara adat. Konsekwensinya adalah membayar denda kepada perempuan yang di bicarakan. Pembayaran denda tersebut adalah untuk pembayaran harga diri dan rasa malu yang di rasakan perempuan 31
Nret-Ddan Nanttui: Laki-laki yang memiliki hasrat atau suka kepada anak gadis orang, mengambil kesempatan merayu atau menarik perhatian dengan cara menawarkan jasanya untuk menebang pohon di lahan kebun baru orang tua perempuan tersebut, agar orang tua perempuan menilai kebaikan, kerajinannya dan ketangguhannya, denagn menaruh harapan untuk di jodohkan dengan anak perempuan tersebut.
190
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
yang dibicarakan tersebut. Dimana di anggap pelanggaran tiounu norma karena mencoreng nama baik perempuan. Disamping adanya perkembangan psikologis, seperti rasa ketertarikan kepada lawan jenis yang menandai masa pubertas, ciri lainnya adalah terjadinya menstruasi pada remaja perempuan. Secara biologis, dialaminya menstruasi oleh remaja perempuan ini menunjukkan bahwa organ reproduksi remaja tersebut sudah matang dan sudah siap untuk dibuahi. Terkait dengan perkembangan psikologis dan konsekwensi biologis dari perkembangan organ reproduksi remaja, perlu diungkap bagaimana pengetahuan remaja perempuan tentang seluk beluk menstruasi. Mengenai menstruasi, hampir semua remaja putri Etnik Irarutu di kampung Jawera mengerti tentang menstruasi. Menurut salah satu informan, menstruasi itu di tandai dengan keluarnya darah menstruasi dari kemaluan sampai berakhirnya darah menstruasi yang keluar. Mereka mendapatkan pengetahuan tentang menstrusi dari sekolah maupun dari antar teman yang sudah mendapatkan menstruasi. Dari beberapa remaja putri di kampung Jawera diketahui waktu mereka pertama kali menstruasi pada umur 13-14 tahun. Dengan kondisi kesehatan sekarang, perempuan dituntut untuk senantiasa menjaga kebersihan organ reproduksinya. Perempuan Irarutu zaman sekarang sudah modern. Informasi yang diperoleh dari bangku sekolah dan media seperti TV, membuat mereka menganggap peristiwa menstruasi sebagai kondisi yang alamiah. Tidak takut beraktifitas ketika mengalami menstruasi, mereka bebas bergaul dan beraktivitas seperti biasa tanpa ada batasan-batasan tertentu. Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa lama waktu menstruasi setiap bulannya berkisar antara 5 sampai 7 hari. Selama itu pula para remaja putri menggunakan pembalut untuk 191
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
menampung darah kotor yang keluar. Pembalut yang di pakai ada yang berupa produk yang dibeli di toko dan ada juga berupa sobekan baju bekas.Bukannya mereka tidak tahu informasi dari teman sebayanya atau dari media TV yang banyak mengiklankan pembalut. Penggunaan kain ini disebabkan mereka mengikuti kebiasaan orang tuanya. Alasan yang lebih realistis adalah untuk menghemat agar tiap bulan tidak harus mengeluar-kan uang membeli pembalut. Mengapa cenderung memakai sobekan kain sebagai pembalut saat menstruasi dapat diketahui berdasarkan penuturan Informan ’GW’... “.... kalau sa pu uang dari sa jual pala sa pakai pembalut, sa beli dengan harga 10 ribu... kalau sa trada uang seperti kemaren karena sa ada ujian akhir, sa tra ke hutan cari pala sa trada uang sa pakai baju bekas yang sudah tra pakai lagi... kalau su selesai sa cuci di sumur.. biar bisa sa pakai lagi bulan depan kalau tarada uang... mama tra pernah kasih uang untuk beli pembalut...sa cari pala di hutan, sa jual di budhe...uangnya sa pakai untuk beli pembalut...”
Perempuan yang pernah memperoleh pendidikan lebih cepat menangkap dan meniru informasi yang di peroleh lewat media seperti televisi. Maka pembalut yang di pakai dapat di beli di toko sesuai jenis kebutuhannya, misalnya : Laurier, softek, koteks dan lain sebagainya. Hal ini agar mereka tidak harus repot mencuci atau menyikat sobekan kain yang dijadikan pembalut tersebut. Cukup mereka membersihkan menstruasi dengan pembalut toko kemudian di buang. Cerita di jaman para perempuan Irarutuyang sekarang sudah punya cucu, bila mereka mengalami menstruasi atau yang mereka sebut dengan istilahsi siba, maka akan diasingkan dari lingkungan keluarga maupun masyarakat. Perempuan yang sedang menstruasi akan menempati pondok yang dibangun jauh dari 192
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
rumah yang mereka tempati. Di rumah darurat tersebut, semua kebutuhan makanan, minuman, pakaian dan kebutuhan lain selama diasingkan, disiapkan oleh keluarganya. Pengasingan diri pada perempuan yang mengalami menstruasi sudah menjadi suatu kesadaran tersendiri. Menstruasi pada jaman itu dinilai sebagai keadaan kotor bagi perempuan. Darah menstruasisi sibadianggap menjijikkan, bau, membawa sial soi dan dapat menyebabkan penyakit asma atau sesak nafas hosa. Selama menstruasi, perempuan memiliki pantangan terhadap laki-laki, masyarakat dan keluarganya. Bagi anak gadis pantang menyentuh peralatan masak keluarga, pantang menyentuh ayah dan saudara laki-lakinya serta peralatan untuk berburu. Menurut kepercayaanmereka, laki-laki yang menyentuh atau mendekati perempuan yang sedang menstruasi akan menyebabkan kaki terasa berat dalam melangkah, tidak bisa lincah bergerak dalam mencari ikan atau berburu. Akibatnya, lakilaki tersebut tidak bisa mujur mendapat hasil buruan. Karena dianggap menjijikan dan bau, perempuan yang sedang menstruasidiharuskan mengasingkan diri jangan sampai darah menstruasinya terlihat oleh laki-laki. Apabila darah menstruasi-nya terlihat oleh laki-laki maka timbul rasa malu yang mendalam bagi perempuan. Dia dianggap tidak bisa mengurus dirinya dan tidak bisa menjaga kehormatannya. Sebab itu perempuan yang sedang menstruasi si siba menjaga kebersihan dirinya dengan cara mengasingkan diri. Jika mereka menganggap bahwa tubuhnya sudah bersih, dalam artian sudah tidak keluar darah lagi, maka mereka bisa mandi membersihkan diri dan membersihkan pakaian dalam tfaf untuk dipakai sehari-hari. Untuk kembali menyatu dengan keluarga dan masyarakat seorang perempuan setelah menstruasi perlu merapikan diri sehingga terlihat cantik kembali.
193
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
Saat menstruasi mereka hanya memakai sot tfafsebentuk pakaian untuk menutupi kemaluan berupa seperti celana dalam yang terbuat dari kulit pohon. Setiap perempuan biasanya hanya bisa dimiliki dua sampai tiga buah sot tfaf. Bahan pakaian untuk sot tfaf tidak boleh diperoleh dalam jumlah banyak, karena jenis kulit pohon ini memiliki kaitan erat dengan kepercayaan mereka. Pohon penghasil bahan pakaian ini di anggap memiliki rohtni tu terkait sistem upacara di vi qury gunung nabi. Untuk membersihkan kotoran menstruasi, digunakan air sungai atau air laut sebagai alternatif utama karena mudah didapat. Mereka bisa mandi, mencuci dan menjemur tfaf bila terkena darah menstruasi. Umumnya tempat pengasingan ini tidak di lalui orang karena itu perempuan yang sedang menstruasi bisa dengan leluasa menjemur pakain tfaf. Kontak dengan pendatang dari luar Papua membawa perubahan terhadap cara berpakaian dan juga penggunaan pembalut. Orang mulai mengenal dan menggunakan pakaian dari bahan kain. Demikian pula halnya dengan penggunaan pembalut, berdasarkan pengalaman mereka, bahan pakaian yang sudah tidak dipakai akan digunakan sebagai pembalut. Kain ini disobek, dilipat menjadi lapisan membentuk pembalutyang diikat di pinggul dengan tali belinjo atau tali noken. Sekarang, tradisi pengasingan terhadap perempuan menstruasi sudah tidak ada seperti yang dikemukakan Berlinda, seorang ibu rumah tangga berusia 34 tahun, berikut. “...perempuan disini su modern.. torang anggap mens itu su biasa-biasa saja... sekarang su trada yang harus pi hutan kalau mens.. torang bebas kumpul.. bicara-bicara dengan dong pu sodara.. dong pu tetangga..”
Mereka bebas beraktivitas walau ada diantaranya masih membatasi aktivitas diluar rumah. Pandangan bahwa darah menstruasi perempuan bisa membawa kesialan dan menyebabkan 194
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
penyakit sudah tidak berlaku. Masyarakat sudah melihat kotoran menstruasi sebagai sesuatu yang mudah dibersihkan dengan sabun.Tersedianya pembalut dan pembersih tubuh di toko-toko membuat perempuan lebih percaya diri dan tidak takut jika menstruasinya terlihat orang lain, khususnya laki-laki. Perempuan yang sedang menstruasi bebas bergaul, mereka tidak lagi dilarang berbicara dan bersentuhan dengan suami, anak dan keluarga lainnya. Masa remaja adalah masa yang penuh dinamika. Ketika remaja dihadapkan pada permasalahan pertumbuhan fisiknya, ada banyak hal yang harus disiapkan remaja untuk menghadapi perubahan tersebut. Salah satu diantaranya yang harus disiapkan remaja adalah pemenuhan asupan gizi. Ini penting, mengingat asupan gizi dan pola makan di masa remaja akan menentukan kondisi kesehatan dirinya ketika menjadi seorang ibu dan kesehatan anaknya ketika melahirkan kelak. Pada remaja Etnik Irarutu di kampung Jawera, pola makan mereka umumnya 2 kali sehari. Para remaja hanya makan siang dan makan malam. Pada pagi hari mereka minum teh saja. Menu yang di makan para remaja sama dengan menu keluarga lainnya, yaitu nasi atau papeda. Lauk yang mereka makan adalah ikan laut. Sumber protein seperti daging mereka makan 3 kali dalam satu tahun. Mereka makan daging pada hari-hari besar seperti natal, tahun baru dan paskah. Daging yang mereka makan adalah dari hasil berburu, biasanya mereka berburu di hutan seperti babi atau rusa. Menu para remaja yang mereka makan kurang adanya jenis pengolahan makanan. Seperti mereka masak ikan hanya dengan di goreng dan di kuah. Ikan di masak kuah, ikan di rebusdengan air dengan di tambah garam dan Vitsin. Mereka juga tidak memanfaatkan tanaman alam yang ada di sekeliling sebagai sayur. Tanaman yang ada di sekeliling mereka seperti sayur petatas (daun 195
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
ubi jalar, daun singkong, daun pepaya). Mereka mayoritas tidak makan sayur kalau sudah makan ikan. Porsi makan remaja Etnik Irarutu hampir sama dengan porsi makan orang-orang dewasa. Porsi makan mereka bisa di bilang banyak, hampir satu piring terpenuhi nasi dengan ikan. 6.3. Kelompok Ibu Kesehatan Ibu di Indonesia kondisinya masih relatif kurang baik dibandingkan kondisi kesehatan ibu di negara tetangga. Angka kematian ibu masih menjadi bayang-bayang hitam keberhasilan program KIA. Program BKIA yang diinisiasi di tahun 1950-an, safemotherhood di tahun 1987-an dan ditindak lanjuti dengan program penempataan bidan di desa tahun 1990-an, Gerakan Sayang Ibu, kebijakan making pregnancy safer di tahun 2000-an serta program Jaminan Persalinan belum mampu mencapai target MDGs 2015 yang menurut Stalker (2008) mentolerir AKI sebesar 110 per 100.000 kelahiran hidup. Banyak hal yang menjadi determinan terjadinya kematian ibu. Secara umum teridentifikasi tiga aspek yang berkontribusi terhadap kematian ibu, yakni aspek medis, manajemen pelayanan kesehatan dan sosial budaya. Upaya penanganan secara medis dan manajemen sudah banyak dilakukan. Hasilnyapun sudah bisa dilihat. Yang belum banyak dilakukan adalah bagaimana mengatasi masalah kematian ibu yang disebabkan oleh aspek sosial budaya. Selain kematian, masih banyak hal yang perlu diperhatikan ketika berbicara tentang kesehatan ibu. Hegemoni laki-laki terhadap perempuan telah menjadikan anak, remaja dan perempuan dewasa berada dalam ketidaksetaraan gender dan hak reproduksinya. Keadaan tersebut menjadikan kaum perempuan sebagai muara berbagai masalah kesehatan seperti kehamilan tidak diinginkan, aborsi, infeksi saluran reproduksi dan HIV/AIDS.
196
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Keberadaan program-program pemberdayaan perempuan merupakan manifestasi dari kondisi perempuan yang terjajah. Memahami bahwa setiap masyarakat dengan wilayah kebudayaan sebagai sesuatu yang memiliki keunikan tersendiri adalah hal yang penting. Pemahaman ini bisa membantu menjelaskan permasalahan kesehatan perempuan yang terkait dengan keremajaannya, kehamilannya, persalinannya, pemenuhan kebutuhan makan dan gizinya serta hal-hal lain yang disebabkan oleh aspek sosial budaya. Berbicara tentang kesehatan perempuan, banyak hal yang saling terkait didalamnya. Ketika membahas kehamilan yangsehat akan senantiasa berkaitan dengan asupan makanan dan gizi. Dikemukakan oleh Moehji (1992)bahwamasa hamil adalah masa dimana seorang wanita memerlukan berbagai unsur gizi yang jauh lebih banyak dari pada yang di perlukan dalam keadaan biasa. Disamping untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya sendiri, berbagaia zat gizi itu juga diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin yang ada dalam kandungannya. Menurut Bard (2004), Asupan zat gizi untuk ibu hamil yang seimbang selama kehamilan merupakan hal penting bagi ibu maupun bayi yang sedang berkambang. Makanan yang ibu hamil makan harus mendukung kebutuhan tambahan dari janin. Pengertian pangan dalam praktek sehari-hari sering tidak atau kurang tepat, yaitu hanya pada beras sema-mata. Sehingga pengertian swasembada pangan banyak diartikan sebagai swasembada beras, artinya negara tidak perlu mendatangkan beras dari luar negeri atau import. Pangan hendaknya diartikan sebagai bahan hasil pertanian atau olahannya yang dapat dikonsumsi sehar-hari untuk kebutuhan hidup disertai dengan gizi yang cukup dan berimbang, artinya protein, karbohidrat, lemak. Garam mineral dan vitamin dalam jumlah yang memadai. Tiga bahan kimia pertama biasanya disebut gizi makro sedangkan yang 197
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
lain gizi mikro.Sejalan dengan pengertian di atas pangan dapat terdiri atas bahan serialia, seperti jagung, padi, gandum. Bahan pangan dari polong-polong ialah kedele, kacang tanah, kacang hijau, serta dari umbi-umbian seperti ubi kayu, ubi jalar, ganyol. Protein yang dikandung dalam bahan pangan tidak cukup kalau dilihat hanya dari sumbernya saja, tetapi juga mutu protein tersebut. Protein haruslah mengandung asam amino essensial dalam makanan. Kekurangan asam amino tersebut dapat menyebabkan penyakit kekurangan gizi. Demikian pula halnya dengan lemak, haruslah cukup mengandung asam lemak yang essensial. Garam mineral dan vitamin juga dalam jumlah yang cukup karena bahan ini perlu pada perumbuhan dan pembentukan jaringan dalam tubuh. Bahan pangan yang dikonsumsi juga harus mengandung serat untuk melancarkan pencernaan. Kesadaran ibu hamil Etnik Irarutu akan pentingnya makanan sehat dan bergizi bagi bayi yang dikandung kurang, itu di karenakan karena tingkat pengetahuan dan kondisi ekonomi mereka. Ibu hamil makan sehari-hari pun hanya seadanya. Mereka mengesampingkan makanan yang seharusnya bergizi. Menurut salah satu informan pola makan untuk ibu hamil pada Etnik Irarutu di kampung Jawera pada umumnya sama dengan ibu yang tidak sedang hamil. Mereka makan 2 kali sehari, yaitu siang dan malam. Namun, kurang ada variasi dalam memilih bahan makanan. Kurangnya variasi juga terlihat nagaimana mereka mengolah makanan yang di konsumsi ibu hamil. Mengkonsumsi nasi adalah pilihan utama sebagai sumber karbohidrat, baru kemudian papeda. Penduduk kampung biasa mengkonsumsi nasi atau papeda dengan lauk tanpa memakai sayur. Demikian pula dengan ibu yang sedang hamil. Kalau mereka tidak mendapatkan ikan laut dari nelayansebagai lauknya, mereka baru makan dengan sayur kangkung. Mereka tidak banyak memanfaatkan sayur lainnya yang ada di sekitar tempat tinggal 198
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
mereka,seperti terong, petatas daun ubi jalar dan daun singkong. Mereka biasanya memasak sayur dengan cara kangkung di rebus dengan air di tambah garam dan vetsin. Pada pagi hari mereka hanya mengkonsumsi pisang goreng atau pisang bakar, dan minum teh. tapi Kalau mereka tidak ada pisang mereka hanya minum teh saja. Konsumsi protein lainnya seperti daging mereka hanya mengkonsumsi pada hari-hari besar seperti natal, tahun baru dan paskah. Daging yang mereka konsumsi yaitu daging babi dan rusa. Mereka akan makan daging apabila ada warga yang pergi berburu ke hutan.
Gambar 6.3. Memotong Daun Ketela untuk Konsumsi Sumber: Dokumentasi Peneliti
Seringkali kita temukan seorang wanita yang sedang hamil diharuskan pantang terhadap barbagai jenis makanan, seperti ikan, dan sebagainya. Ada juga wanita hamil yang hanya diborlehkan makan nasi dengan sedikit garam saja, sedangkan makanan lain tidak diperkenankan.Pantangan sedemikian itu tidak akan 199
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
membantu wanita hamil ketika akan melahirkan, ataupun sudah melahirkan, bahkan mungkin bayinya kelak keadaan kesehatannya jauh dari memuaskan (Moehji, 1992). Pada saat hamil masyarakat Etnik Irarutu di kampung Jawera, terdapat pantangan seperti makan nangka dan pisang. Karena nangka dan pisang mempunyai getah yang banyak. Menurut kepercayaan mereka, bahwa ibu hamil yang makan buah yang mempunyai getah yang banyak nanti akan mempersulit dalam kelahiran, nanti bayi yang akan di lahirkan lengket dengan getah nangka atau pisang. Penuturan dari informan ’TF’ adalah sebagai berikut. “...macam ibu hamil.. itu tra boleh makan nangka atau pisang.. macam nangka atau pisang dong punya getah banyak..nanti ibu susah melahirkan.. bayi lengket dengan getah...”
Upaya mencapai status gizi masyarakat yang baik dimulai dari penyediaan pangan yang cukup. Penyediaan pangan yang cukup diperoleh melalui produksi pangan dalam negeri melalui upaya pertanian dalam menghasilkan bahan makanan pokok, laukpauk, sayur-mayur, dan buah-buahan (Almatsir, 2004). Ketersediaan bahan makanan pada masyarakat Etnik Irarutu di kampung jawera di sediakan oleh pemerintah. Mereka mendapatkan bahan makanan pokok berupa beras. Beras yang mereka terima dari pemerintah dalam 4 bulan sekali 50 kg . Beras 50 kg itu di bayar dengan harga Rp. 70.000,00. Kalau mereka kehabisan beras dalam jangka waktu 4 bulan, baru mereka mengkonsumsi papeda. Mereka menokok sagu di kebun atau di pekarangan rumah mereka, atau ada juga yang mengkonsumsi pisang. Pisang yang mereka konsumsi biasanya di konsumsi dengan cara dibakar atau direbus.
200
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
“...kalau mama su kehabisan beras.. mama makan papeda.. potong sagu di kebun..jadi kitong masih bisa makan..” “...beras biasanya dikasih pemerintah.. kalau su habis belum dapat dari pemerintah.. kalau tong turun kota beli beras..kalau tra ke kota tong makan papeda…”
Sedangkan lauk-pauk seperti ikan laut karena permukiman masyarakat Etnik Irarutu di kampung jawera di pesisir pantai, jadi mereka mendapatkan ikan laut dengan cara menjaring atau memperoleh dari nelayan. Hampir semua nelayan di kampung jawera adalah orang pendatang. Mereka adalah nelayan pendatang dari jawa dan buton. Ikan yang di dadapat nelayan selain dijual kepada penadah,mereka juga menyisihkan ikan untuk masyarakat kampung jawera. Ikan yang di sisihkan oleh nelayan ditaruh di dermaga, tidak lama kemudian masyarakat kampung jawera datang untuk mengambil ikan. Hasil tangkapan nelayan biasanya ikan Gulama, ikan bulana, kepiting, dan tengiri. Masyarakat yang datang ke dermaga biasanya berebut ikan, siapa yang datang dahulu akan dapat ikan banyak. Mereka mengambil ikan lebih dari satu ikan, dan sebaliknya yang datang belakang mereka tidak mendapatkan ikan. Pengetahuan masyarakat Etnik Irarutu tentang gizi,mereka tidak mengenal makanan bergizi, menu seimbang dan konsep empat sehat lima sempurna. Jenis makanan yang diolah kurang bervariasi dan tidak banyak memanfatkan tanaman dan bahan makanan yang ada di sekelilingnya. Bagi mereka, kalau sudah mengkonsumsi nasi dan ikan mereka merasa tidak perlu mengkonsumsi sayur. Padahal di sekitar pekarangan tempat tinggal mereka terdapat tanaman yang bisa dijadikan sayur, seperti kangkung dan daun petatas ubi rambat. Terbatasnya variasi cara mengolah makanan bisa dilihat dari cara memasak ikan. Mereka hanya memasak ikan dengan cara 201
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
digoreng atau dikuah. Cara mengolah ikan kuah juga dilakukan dengan sederhana. Memasak ikan kuah dilakukan hanya dengan merebus ikan yang diberi bumbu garam dan penyedap rasa. Rempah-rempah yang tersedia di tanah mereka, tidak digunakan sebagai bahan mengolah makanan hingga lebih bervariasi. Terbatasnya pengetahuan mereka tentang pengolahan makanan bisa jadi karena kemampuan untuk memperoleh dan menyerap informasi yang terbatas. Dikampung tidak ditemukan majalah, koran dan buku tentang pengetahuan umum. Buku yang ada hanyalah buku pelajaran anak sekolah dasar dan beberapa buku sekolah menengah pertama. Tingkat pendidikan dari masyarakat Etnik Irarutu, kebanyakan masih setingkat SD. Bahkan ada yang tidak pernah mendapatkan pendidikan sama sekali. Hal lain yang senantiasa menjadi perbincangan ketika berbicara tentang perempuan adalah kodratnya sebagai ibu yang melahirkan. Setiap daerah kebudayaan dan etnis mempunyai pola tersendiri terkait persalinan, demikian juga dengan persalinan yang terjadi pada perempuan Irarutu. Suatu pola persalinan khas yang ditemukan di komunitas orang Irarutu adalah dilakukannya pengasingan terhadap perempuan Irarutu yang melahirkan. Ketika akan melahirkan, seorang ibu akan ditempatkan diwabesan, bangunan terbuat dari kayu tempat untuk melahirkan. Untuk kondisi sekarang, keberadaan rumah kecil dengan ukuran 2x2 meter, dibangun tidak jauh dari rumah rumah induk. Wabesan dibangun oleh suami yang kerabatnya hanya 2 meter dari rumah induk. Pembuatan bangunan dilakukanpada saat ibu hamil sudah mendekati kelahiran. Bangunan dinding dan atapnya terbuat dari daun pohon sagu. Berbeda dengan jaman dahulu dimana bangunan wabesan memang dibuat sebagai tempat pengasingan buat perempuan melahirkan. Dahulu, perempuan melahirkan harus dijauhkan dari
202
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
rumah keluargadan masyarakat sekitarnya, bisa ditempatkan di kebun atau di hutan.
Gambar 6.4. Wabesan, Tempat Ibu Melahirkan. Sumber: Dokumentasi Peneliti
Mengapa perempuan melahirkan diasingkan dari keluarga dan masyarakat berkaitan erat dengan kepercayaan yang berlaku di masyarakat. Darah perempuan ketika melahirkan dianggap kotor, menjijikkan dan dapat menyebabkan batukhosa, sakit tulang bagi kaum anak-anak dan orang tua. Selain itu juga dianggap mengakibatkan ketidakmujuran soi khususnya laki-laki memiliki pantangan terhadap darah perempuan yang sedang melahirkan. Alat-alat yang digunakan untuk berburu seperti panah,cendawa, tombak dan barang lainnya pantang untuk di sentuh. Masayarakat Irarutu mempunyai keyakinan bahwa barang yang disentuh
203
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
perempuan yang masih mengeluarkan darah karena melahirkan akan mengakibatkan seorang pemburu sulit mendapatkan binatang buruan. Wabesan sebagai tempat bagi setiap perempuan ketika melahirkan, merupakan bangunan yang dibuat dari dinding daun sagusribun. Didalamnya terdapat tempat tidur terbuat dari alas kulit pohonfamrit atausbanritdan beralas daun tikar farsyafn atau wenyefr.Ketika mendekati hari untuk melahirkan, suami harus menyiapkan perlengkapan istri seperti kayubakar emaa, loyang kayu dartu, loyang pelapah sagu darrig, persediaan bahan makanan, obat-obatan tradisional dan kebutuhan lainnya. Dalam wabesan, di atas tempat tidur, dibuat susunan dua buah kayu bulat menjadi sedikit meninggi. Kayu tersebut diikat memanjang di atas kepala ibu yang melahirkan.Hal tersebut dibuat agar pada saat melahirkan, ibu bisa berpegangan pada kayu diatas kepala sambil menarik nafas. Di bagian bawahnya ibu yang melahirkan terdapat susunan kayu bulat sebagai tempat duduk untuk ibu bisa melahirkan. Selain itu, di bawah tempat duduk dialasi daun, agar ketika bayi lahir langsung beralaskan daun. Ibu yang akan melahirkan biasanya di bantu oleh perempuan kerabat dekat suami atau ibu yang melahirkan. Bantuan yang diberikan kerabat kepada Ibu melahirkan sangat membantu jalannya proses persalinan. Seorang ibu merasa nyamana dan tidak malukalau meminta bantuan kepada kerabatnya. Ketika melahirkan, pertolongan persalinan kepada ibu biasanya dilakukan oleh kerabat dekat terutama yang punya pengalaman menolong persalinan. Tidak jarang pertolongan persalinan ini dilakukan secara bersama-sama. Ada kebahagiaan tersendiri bagi ibu yang melahirkan. Dengan melahirkan, ibu merasa sudah berhasil memberikan keturunan buat suami dan keluarga besarnya. Karena keberhasilan tersebut, ibu juga merasa
204
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
lebih dicintai dan diperhatikan oleh kerabatnya. Paling tidak itu yang dikemukakan oleh Salomina yang baru melahirkan anaknya. Pada waktu setelah persalinan, perawatan yang di berikan pada ibu dan bayinya biasanya dilakukan oleh ibu yang memiliki keterampilan atau kerabat dekat perempuan. Segera setelah bayi dilahirkan, tali pusat bayi di potong memakai bambu tipis furigt. Setelah itu,bayi di mandikan dengan air hangat, kemudian di bungkus dengan kain aslierit tu saja tanpa baju.Untuk memberikan rasa hangat pada bayinya, digunakan perapian dari bawah tempat tidur. Bayi setiap pagi, siang dan sore dihangatkan dengan cara meletakkan telapak tangan ibu di perapian, lalu di tempelkan pada seluruh tubuh bayi.Pada saat menempelkan tangan, ibu bayi biasanya mendoakan bayinya agar sehat dan cepat besar.
Gambar 6.5. Ibu dan Bayinya di Wabesan Sumber: Dokumentasi Peneliti
205
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
Untuk membersihkan segala kotoran dan sisa-sisa darah akibat persalinan, seorang ibu akan mandikan dengan obat ramuan tradisional yang dididihkan ero win. Daun ramuan yang di panaskan dipercaya mempunyai khasiat menyembuhkan dan mengembalikan kondisi ibu setelah melahirkan. Memandikannya dilakukan dengan cara di tepuk-tepuk pada bagian tubuh yang terasa pegal dan sakit seperti pada bagian perut, lutut dan punggung. Apabila telah di pastikan ibu sudah benar-benar bersih dari darah kotor, kulit bayi sudah bersih, maka di buat upacara adat untuk mengeluarkan bayi dan ibunya dari wabesan. Upacara adat tersebut merupakan doa agar bayinya berumur panjang, sehat, dan jauh dari marabahaya. Upacara adat juga menandai pindahnyaibu dan bayinya ke rumah induk dan mempersatukan kembali dengan keluarga. Keterbukaan orang Irarutu untuk menerima pengetahuan baru khususnya pendidikan formal dan kesehatan menjadikan perempuan Etnik bangsa Irarutu sekarang tidak diasingkan saat melahirkan.Wabesan tidak lagi menjadi tempat pengasingan karena untuk menjaga ibu dan bayinya dari risiko yang mungkin ada ketika ibu dan bayinya berada jauh dari rumah induk dan keluarganya. Keadaan ini ditunjang oleh tidakmutlak dianutnya pantangan yang harus dilakukan suami terhadap istri yang melahirkan. Alasan yang sifatnya praktis seperti untuk kebersihan lebih mengedekan ketika seorang ibu masih harus melahirkan di wabesan,seperti yang di paparkan oleh Informan SR berikut ini. “...mama tinggal di wabesan, karena mama pu kotoran.. nanti paitua dan anak sakit-sakit.. macam sakit hosa..” “...mama tinggal sampai mama pu kotoran hilang… biasanya satu minggu su selesai... baru mama tinggal sama si nona di rumah besar.. tapi nunggu paitua dulu bersihkan kamar untuk mama sama nona tinggal....”
206
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Masih terkait dengan organ reproduksi, pembicaraan dengan beberapa ibu, terungkap bahwa mereka seringkali mengalami keluhan tentang organ reproduksinya. Hal yang dikeluhkan adalah sering keluarnya cairan dari organ tersebut. Ketika ditanya mengapa tidak memeriksakan kondisi yang dialami tersebut ke petugas kesehatan, mereka merasa bahwa keadaan tersebut adalah hal biasa dan tidak perlu diperiksakan ke petugas kesehatan. Dilihat dari keluhan yang disampaikan bahwa keluar cairan, kadang berwarna agak kekuningan dan kadang menimbulkan rasa gatal, ada kemungkinan mereka menderita keputihan. Karena mungkin tidak ada akibat lain yang langsung dirasa, masalah keputihan ini kurang mendapat perhatian para ibu Etnik Irarutu di kampung Jawera. Ketidaktahuan para ibu terhadap penyebab dan akibat dari gangguan keputihan, mengakibatkan ibu melakukan pembiaran tanpa pengobatan. Selain aspek perilaku, beberapa hal yang terkait dengan kebersihan diri bisa menyebabkan terjadinya keputihan. Diantaranya disebabkan oleh kondisi air di kampung Jawera yang kotor dan kurang higienis. Sering kita jumpai di bak kamar mandi mereka tidak terdapat air. Keputihan normal biasanya terjadi sebelum menstruasi atau setelah menstruasi. Bisa juga terjadi pada masa subur. Keputihan normal terjadi karena perubahan hormon-hormon seksual wanita. Berbeda kondisinya dengan keputihan yang bersifat patologis. Biasanya Keputihan patologis ini mempunyai gejala antara lain keluar banyak cairan banyak dan terus-menerus dari vagina. Ciriciri patologis nampak pada warna cairan yang tidak jernih, berwarna putih, kuning, sampai kehijauan, terasa gatal dan berbau tidak enak.Masalah keputihan yang dialami oleh para ibu-ibu Etnik Irarutu di kampung Jawera termasuk dalam kategori keputihan yang tidak normal karena dialami setiap hari, warnanya ke kuningan dan terasa gatal-gatal. 207
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
Untuk senantiasa menjaga kebersihan organ reproduksinya para ibu di kampung Jawera mereka membersihkan daerah Kewanitaannya dengan mencuci menggunakan air tanpa memakai sabun. Mereka mencuci daerah kewanitaannya di saat mandi saja. Biasanya para ibu mandi 1 kali sehari tanpa menggunakan sabun mandi. Namun, Jika ada keluhan gatal-gatal di daerah kewanitaan mereka biasanya minum rebusan daun-daunan. Biasanya yang mereka rebus yaitu tiga daun. Berikut penuturan Informan ’SR’.... ”…mama bersihkan sama air kalau mama mandi, mama biasanya mandi sore saja. Ada sabun mama pake sabun, kalau trada air saja. Sekarang mama habis melahirkan nona su sering minum rebusan daun-daun. Biar bersih tra gatal-gatal. Kadang 1 minggu dua kali kah, kadang 3 kali kah….”
208
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
209
BAB 7 MENYINGKAP TABIR “BUNGKUS” DAUN TIGA JARI
Malam itu, di dermaga kampung kami duduk bersila menikmati malam. Kebetulan malam itu, berdasarkan perhitungan tanggal qomariah, adalah tanggal 14. Cahaya sang purnama malam itu mampu menggantikan peran diesel pembangkit listrik kampung menjadi menjadi penerang dermaga dimana kami menikmati malam. Dengan hidangan beberapa bungkus rokok dengan berbagai merk sesuai selera, kami “bicara-bicara” tentang berbagai hal, mulai dari kondisi kampung sampai kondisi negara yang sedang dihiasi semarak kampanye pemilihan Presiden dan wakilnya. Menyelam sambil minum air, hal itu yang peneliti lakukan saat “bicara-bicara” bersama mereka. Dengan mengikuti alur pembicaraan, secara perlahan pembicaraan kami arahkan pada kehidupan diseputar laki-laki. Ketika berbicara tentang perilaku seks, tentang bagaimana menjadi laki-laki perkasa, keluarlah informasi dari salah seorang teman bicara tentang kebiasaan bungkus dari orang setempat. Tampaknya, informasi itupun dikemukakan secara tidak sengaja. Karena kemudian orang tersebut tidak berusaha memberikan penjelasan lebih lanjut tentang apa yang diungkapkannya. Pertanyaan spontan yang diajukan peneliti “...apa bungkus itu?” hanya dijawab dengan senyuman oleh semua yang hadir.
210
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Namun kemudian dengan berbisik pelan dikatakan oleh mas Didik, 28 tahun, orang Jawa tengah yang sudah 10 tahun tinggal dan menjadi nelayan di daerah Teluk Arguni. “...bungkus itu.. itu yang biasa dilakukan orang untuk memperbesar itu.. senjatanya orang laki..” “...di sini ada tanaman.. namanya daun tiga jari.. daun itu yang digunakan untuk membungkus itu.. sehingga bisa menjadi besar..”
Sebagai orang awam, peneliti merasa tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang bungkus. Tantangan terberat bagi peneliti adalah bagaimana memperoleh informasi tentang fenomena bungkusyang oleh masyarakat setempat dianggap tabu untuk dibicarakan secara terbuka. Sementara itu, batasan waktu peneliti untuk menetap di lokasi penelitian sudah hampir berakhir. Dengan segenap tenaga kami mencoba merangkai data yang sangat terbatas untuk menggambarkan fenomena bungkus. Karena itu pada upaya menyingkap tabir bungkusakan diintroduksi dengan menggambarkan bagaimana pola perilaku seksual orang Papua pada umumnya dan orang Irarutu khususnya. Dengan memahami latar belakang budaya perilaku seksual mereka diharapkan bisa mengetahui mengapa mereka perlu menggunakan bungkus untuk melakukan aktivitas seksualnya. 7.1. Melihat Stereotip Perilaku Seksual di Papua Secara umum perilaku seksual diartikan sebagai segala perilaku yang timbul akibat dorongan hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan yang sejenis. Bentuk perilaku seksual ini bermacam-macam, mulai dari bagaimana seseorang mengungkapkan perasaan tertariknya kepada orang lain, bercumbu sampai dengan kegiatan persetubuhan. Dalam hal ini, yang
211
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
dimaksud perilaku seksual lebih diarahkan pada kegiatan dan hubungan persetubuhan antara laki-laki dan perempuan. Studi Antropologi yang dipaparkan oleh Holmes (Bruce Knauft, 1993) mengemukakan bahwa pada hampir semua wilayah kebudayaan Papua, termasuk New Guinea mempunyai perilaku permisif terhadap aktivitas seksual. Orang Purari, Kiwai dan Marind di wilayah New Guinea, orang Kimam, Asmat, Dani dan Arfak di Papua adalah komunitas yang permisif pada perilaku “hubungan tidak sah dalam bentuk persetubuhan secara heteroseksual”. Diantara orang Purari, terjadinya persetubuhan sebelum menikah merupakan kegiatan yang dibolehkan dan dilegalkan melalui upacara. Bagi orang Kiwai, persetubuhan ditegaskan untuk menghasilkan cairan seksual guna meningkatkan kesuburan. Persetubuhan dilakukan dengan siapa saja. Pada orang Marind, terjadinya hubungan seks sebelum menikah juga merupakan bagian dari upacara. Tujuannya, hampir sama dengan orang Kiwai yakni untuk meningkatkan kesuburan. Upacara seksual ini dilakukan oleh lekaki yang sudah menikah dan ibu-ibu. Untuk lakilaki yang dinilai berhasil dapat berhubungan seksual dengan perempuan muda. Pada orang Marind, setelah laki-laki dan perempuan mulai saling kenal, hubungan akan berlanjut pada upacara seksual. Upacara ini selalu dikaitkan dengan konsep kesuburan. Untuk bisa hidup, tumbuh dan berkembang seperti dalam perkawinan dan membuka kebun, maka sebuah pesta yang berkaitan dengan hubungan seksual selalu dilakukan. Upacara hubungan seksual (otiv bombari) dilakukan secara religius. Dalam perkawinan, calon penganten perempuan harus berhubungan seks terlebih dahulu dengan sepuluh laki-laki dari kerabat suaminya sebelum diserahkan kepada suaminya. Hal ini dikaitkan dengan konsep kesuburan, yaitu harus diberikan “cairan sperma” agar wanita tersebut subur. 212
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Pada orang Asmat, hubungan seksual bebas terjadi dalam bentuk pertukaran istri, antara laki-laki dengan perempuan pilihannya dan bisa terjadi pada saat diadakan pengukiran patung nenek moyang (bis). Dalam struktur sosial orang Asmat, hubungan seksual secara heteroseksual berkaitan dengan status seseorang dalam kepemimpinan. Kehebatan merupakan simbol keperkasaannya, sehingga dapat berhubungan seksual secara bebas atau dengan menukarkan istri dengan istri orang yang disenangi. Demikian juga studi yang dilakukan oleh Wambrauw (2001) pada Etnik bangsa Arfak. Dikemukakan bahwa pemahaman mereka tentang perilaku seksual lebih berkaitan dengan pemahaman adat-istiadat. Kehidupan seksual dilihat secara holistik dari sistem nilai, adat istiadat, ritual, totem dan perilaku lain yang berhubungan dengan kebudayaan. Merupakan hal yang sering kita dengar selama ini, banyak informasi tentang perilaku seksual orang Papua masih dibasiskan pada stereotip gaya kehidupan seksual yang unik. Praktek seperti upacara pertukaran air mani, dan pertukaran istri menunjukan bahwa kepercayaan adat mengenai hawa nafsu, perkawinan, dan reproduksi merupakan satu sumber stereotip yang melukiskan praktek seksual unik Etnik-Etnik Papua yang sangat berperan dalam membentuk perilaku seksualnya. Karena keunikan tradisi perilaku seksualnya, salah satu perilaku yang tampak adalah lebih terbukanya mereka dalam mengekspresikan hasrat seksualnya. Keunikan perilaku seksual orang Papua telah menjadikan mereka berisiko terinfeksi penyakit menular seksual serta HIV/AIDS. Studi yang dilakukan oleh Ingkokusuma (2000), La Pona (2000), Djekky Djoht (2000) dan John Rahail (2001) telah melihat bagaimana konteks kebudayaan dapat mendukung perilaku seksual di kalangan masyarakat yang pada akhirnya dapat merupakan
213
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
faktor pendukung untuk timbulnya penyakit menular seksual, HIV/AIDS dengan mudah. 7.2. Perilaku Seksual Orang Irarutu Tidak seperti apa yang ditemukan oleh para Antropolog ketika melakukan penelitian dikomunitas Orang Purari, Kiwai, Marind, Kimam, Asmat, Dani dan Arfak, di komunitas orang Irarutu peneliti tidak menemukan atau mungkin lebih tepat kalau dikatakan belum menemukan adanya pola perilaku seks sebagai bagian dari suatu sistem nilai dan budaya. Sebagai hal yang bersifat sangat privasi, perilaku seks bagi orang Irarutu bukan bahan pembicaraan yang bisa dilakukan secara terbuka dan disembarang tempat. Hal ini mengingatkan pada penggalian informasi tentang folklor. Legenda nenek moyang “naru” yang menceritakan tentang perselingkuhan, perselisihan dan dendam tidak akan diceritakan kepada semua orang, walaupun orang tersebut adalah orang Irarutu. Ketua adat akan benar-benar memilih siapa yang boleh mendengar legenda tersebut, karena didalamnya mengandung aib perselingkuhan yang harus disembunyikan. Keterbatasan informasi perilaku seks dikalangan orang Irarutu yang didapatkan, membuat peneliti kesulitan merangkai informasi tersebut. Walau demikian, berdasarkan informasi yang terbatas kami mencoba merangkainya dalam bingkai budaya. Secara normatif, kegiatan persetubuhan antara laki-laki dan perempuan di komunitas orang Irarutu hanya boleh dilakukan oleh pasangan yang sudah menikah, baik secara negara, agama dan adat. Dalam kehidupan orang Irarutu, merupakan suatu kesalahan bila terjadi hubungan seksual diluar nikah. Bila sampai ketahuan telah terjadi hubungan seksual diluar nikah maka pelakunya dinilai melakukan pelanggaran tiounu.
214
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Berangkat dari temuan adanya 3 perempuan melahirkan diluar ikatan perkawinan, ini menunjukkan bahwa di kampung sudah terjadi hubungan seksual diluar nikah. Kasus ini menunjukkan bahwa hubungan seksual pranikah mudah terjadi pada kelompok remaja. Perilaku seksual ini kerap terjadi pada remaja usia sekolah, terutama SMP dan SMA. Kejadian itu berawal dari hubungan pacaran. Dengan sanjungan dan kata-kata manis, laki-laki dapat membuat perempuan jatuh cinta. Bila remaja perempuan Irarutu sudah jatuh cinta, maka dia akan memasrahkan diri kepada laki-laki yang disayanginya. Bahkan sang remaja perempuan akan pasrah menerima nasib buruk dan risiko yang akan diterima dikemudian hari. Selain bisa dilakukan secara langsung disetiap saat, momen yang biasa digunakan kaum muda untuk mengawali hubungan pacaran adalah saat pesta pernikahan. Ketika pelaksanaan pesta pernikahan, tuan rumah akan menghelat acara pesta dansa sepanjang malam dengan iringan musik dari tape recorder. Untuk menghangatkan suasana pesta, secara sembunyi atau terus terang, tuan rumah biasanya menyediakan hidangan minuman keras. Semua orang terlibat dalam acara dan menjadi bagian dari resepsi pernikahan. Bagi para remaja, acara pesta dansa merupakan acara yang paling dinantikan. Pesta dansa merupakan waktu bagi kaum muda untuk bertemu dan memilih pasangan yang dikehendaki. Pengaruh alkohol dari minuman keras yang disediakan membuat remaja lebih atraktif. Uniknya para remaja perempuan tidak merasa canggung bergaul dengan remaja tersebut, sebagaimana dikemukakan oleh Marice, remaja setempat. “...tara apa-apa pu teman cowok mabuk saat badansa.. dia pu gaya bagus.. cara pakaian bagus.. dengan wajah manis dan anting sebelah di telinga.. keren..” 215
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
Pihak yang berburu pasangan saat pesta ini bukan hanya remaja lak-laki, remaja perempuan juga berusaha mendekati lakilaki yang diinginkan. Jika mereka punya perasaan yang sama, maka berlanjutlah hubungan kedekatan ini. Tidak tertutup kemungkinan hubungan di tempat dansa akan berlanjut diluar arena yang sampai mengarah pada terjadinya hubungan seksual. Hubungan seksual terlarang ini tidak hanya terjadi pada kelompok remaja yang belum menikah. Fenomena ini juga ditemukan terjadi pada kelompok orang dewasa yang sama-sama sudah menikah dan antara mereka yang sudah menikah dan remaja. Berikut penuturan seorang informan. “...dorang yang suka begitu.. tidak hanya yang mudamuda, yang belum menikah, orang yang su kawin ada juga yang begitu..” “...tapi.. hubungan begitu seperti hal biasa generasi muda sekarang...”
Pada mereka yang sudah menikah, terjadinya hubungan seksual dengan bukan pasangan yang ditetapkan oleh negara, agama dan adat sifatnya personal. Yang pasti, adat orang Irarutu melarang terjadinya hubungan seksual diluar nikah. Apalagi aturan agama Kristen dan Islam yang dianut oleh mayoritas orang Irarutu di wilayah teluk Arguni. Kalau sampai hubungan terlarang itu terjadi, akan ada sanksi adat yang dikenakan kepada mereka yang melakukan pelanggaran tiounu. Melakukan hubungan seksual diluar pernikahan adalah perbuatan yang dilarang oleh adat. Kasus persetubuhan ini, oleh masyarakat diiBaratkan “Bun srsar nene matu Sot, matu sot adji ro sawat bfut fade, O bama bun matu sangan adji of, O benate mabun matu sot (matu mran) of….”
216
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
(Bikin salah -melakukan hubungan seks- dengan istri orang itu iBarat bermain dengan ular putih, ular putih ini binatang yang sangat ganas, bisanya mematikan orang, salah melempar ular maka kita yang mati kena ular putih…).
Siapapun yang ketahuan melakukan hubungan seksual di luar nikah akan mendapat hukuman dari adat. Bentuk hukumannya adalah dengan cara dipermalukan didepan masyarakat. Tujuannya agar pelaku pelanggaran tiounumerasa terhina dan malu sehingga tidak mengulangi perbuatannya. Hal ini juga menjadi pembelajaran buat masyarakat agar tidak melakukan perbuatan yang melanggar tiounu.Berikut penuturan informan ’AM’. “...sanksi yang di berikan sangat berat, bagi anak perempuan dan laki-laki, selain sanksi ada juga macam pembayaran denda yang besar, kemudian di kawinkan kalau ada kesepakatan dari dua pihak..”. “...dulu hampir tra ditemukan hubungan seks di luar nikah, selain takut pada hukuman, perempuan dulu selalu di awasi kegiatannya sama orang tua di luar rumah.. perempuan dulu tidak ada kesempatan macam bergaul dengan yang lain karena masih terikat aturan adat... perempuan tugasnya berdiam di rumah dan menerima nasehat macam pesan moral (fitnnu), belajar menganyam kah, memasak kah..”
Ditemukannya perbuatan terlarang, akan memicu terjadinya konflik antara pihak keluarga laki-laki dan keluarga perempuan. Pihak perempuan sebagai pihak yang merasa dirugikan akan melakukan penuntutan atas rusaknya harga diri perempuan. Pihak laki-laki dianggap bersalah dan harus bertanggung jawab dalam kasus tersebut, karena telah sengaja mengambil hak milik orang lain secara diam-diam, tanpa sepengetahuan pemiliknya. 217
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
Menjadi tugas ketua dan tokoh adat untuk menyelesaikan kasus tersebut. Dengan memanggil kedua belah pihak, mereka semua akan duduk bersama nmtur mddurmusyawarah adat untuk menyelesaikan kasus ini.Setelah hakim mendengar semua uraian kasusi antara kedua belah pihak. Kemudian hakim yang mengurus perkara ini akan memutuskan secara benar menurut aturan Adat mereka yang berlaku dan di kenakan denda adat. Jika dalam musyawarah ini pihak laki-laki menolak menikah dengan perempuan, pihak laki-laki dibebani tanggung jawab untuk membayar ganti rugi kepada pihak perempuan. Ganti rugi yang harus dan segera dibayarkan dapat berupa harta benda seperti gelang negri kar sabaar dankar bibi, anting negri nofta, gelang bugis kar buksiyang dinilai sebagai barang istimewa dan mempunyai nilai jual cukup mahal. Bila pihak laki-laki bersedia menikahi, maka harta untuk pembayaran harga diri perempuan akan ditambah-kan pada harta maskawin. Karena mahal dan tidak mudah memperolehnya, pihak laki-laki diberikelongggaran waktu untuk mencari harta untuk pembayarannya. Kalau anak perempuannya masih berstatus bersekolahdan harus keluar dari sekolah, maka penyelesaian kasusnya tidak membayar denda Adat berupa piring atau benda-benda lain lagi. Orang tua perempuan merasa dirugikan pihak laki-laki dan menuntut sejumlah uang untuk membayar kerugiannya. Berikut penuturan Informan…. ”…orang itu sudah merusak anak saya, berarti dia akan membayar uang yang saya pakai bayar sekolah anak saya... karena orang tersebut sudah membuat rugi-rugi kami yang orang tua... jadi, saya tidak mau bayar denda piring (harta), karena saya tidak pakai piring bayar sekolah anak saya…”
Apabila kasus terjadi antara suami orang dan anak remajamaka laki-laki akan membayar denda lebih banyak dari
218
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
perempuan. Perempuan juga wajib membayar denda agar tidak mengulangi perbuatannya. Berikut penuturan Informan. “…kamu (laki-laki) sudah tahu, kamu sudah miliki istri lalu mengapa kamu masih ganggu wanita lain (anak orang)”. kamu melakukan hal itu berarti pegang (jabat) tangan istrinya, kamu sudah membongkar (merusak) kamar (rumah tangga) orang. Bayar denda untuk tutup telinga istrinya agar suami istri bisa rukun kembali…”
Bila pelanggaran adat ini dilakukan oleh mereka yang sudah sama-sama menikah, maka sanksi yang diberikan akan lebih berat. Pada kasus antara pasangan yang sudah menikah, biasanya pasangan pelaku hubungan seksual terlarang dianggap sama-sama bersalah. Berikut penuturan salah satu informan “…karena sudah tahu bahwa ko su nikah, ko pu laki ada, dan ko yang laki-laki ini su punya maitua, kenapa ko mo ganggu orang pu dapur lain lagi. Jadi dua-dua wajib bayar denda untuk tebus dong pu salah itu….”
Secara adat nmtur mddur, tokoh adat akan meminta pelaku membayar denda kepada keluarga pasangan yang dikhianati. Pihak perempuan dibebankan membayar denda berupa 50 barang seperti piring, uang, kain, baju, celana, dan perhiasan. Sedangkan laki-laki membayar 60 barang, karena dianggap paling bertanggung jawab atas terjadinya kasus ini. Pasangan pelaku bisa langsung di ceraikan bila dikehendakinya. Namun, bila keluarga masih mengharap pelaku pelanggaran seksual kembali seperti semula maka pelaku cukup membayar sedikit denda kepada suami atau istri sebagai syarat permintaan maaf dan untuk menutupi aib serta rasa malu pasangannya. Hukuman terberat adalah dilakukannya pembunuhan. Jika istrinya melakukan hubungan seksual dengan laki-laki lain, maka suaminya akan mengutus kerabat jauh untuk membunuh laki-laki
219
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
pasangan seksual istrinya. Sang suami akan mengunjungi kerabat tersebut dan kemudian memberikan bambu kering Ssun berbentuk tabung. Didalamnya terdapat tembakau dan pisau atau potongan besi kecil. Maksud pemberian tabung dengan segala isinya adalah permintaan untuk membunuh. Setelah kerabat ini mengisap rokok dalam bambu dan menemukan pisau,ini mengandung makna bahwa sang kerabat diminta suami untuk membunuh istrinya yang berselingkuh. Walau tidak diungkap dengan kata-kata, kerabat ini sudah mengerti akan maksud kedatangan dengan pemberian bambu yang berbentuk tabung tersebut. Demikian juga bila suami yang melakukan pelanggaran, maka sang istriakan melakukan tindakan yang sama, yakni menyuruh kerabatnya untuk membunuh suaminya. Beruntung sanksi seperti tersebut belum pernah terjadi di wilayah Teluk Arguni. Seandainya hal ini terjadi, menurut beberapa tokoh adat, mereka tidak akan memperpedulikanterjadinya pembunuhanitu, karena dianggap hukuman yang pantas bagi pelaku hubungan seksual di luar nikah. Banyak hal bisa menjadi penyebab terjadinya hubungan seksual terlarang ini. Bisa berawal dari candaan, godaan, saling memberi perhatian, dan kemudian mencoba mengkomunikasi-kan maksud masing-masing. Keberanian perempuan dan sifat genit majag sgwan dalam merespon sinyal laki-laki dianggap sebagai suatu penerimaan. Sebagai kelanjutan hubungan, mereka secara sembunyi-sembunyi pergi ke kebun atau ketempat sepi lainnya dan melakukan hubungan seksual. Kegiatan ini akan berulang sesuai keinginan pasangan. Berikut penuturan seorang informan. “….cara lain itu dong (pasangan seks) kumpul-kumpul disalah satu rumah perempuan yang orang tuanya tidak ada, atau salah satu rumah warga yang mengerti dan mendukung prilakuprilaku ini.
220
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
“...sosok ini mendukung prilaku tersebut karena orang itu juga pu (punya) kartu (rahasia) itu salah satu dari dong (dia/kelompok orang) ini tau jadi. Harus baku mengerti begitu. Baru dorang mulai kumpul-kumpul bikin kopi minum rame-rame (beramai-ramai). Kalo (kalau) perempuan minta rokok di laki-laki untuk isap, trus laki-laki balik tanya perempuannya.... ko (kamu) tau (tahu) isap rokok?, maka laki-laki akan berikan rokoknya kepada perempuan tadi. Kalo (kalau) tara (tidak) begitu ada lain (biasa) itu bulan terang malam-malam, tu (itu) rombongan laki-laki bikin kelompok sendiri, yang perempuan bikin dong punya..” “...baru malam bulan terang ini dong mulai jalan kesanakemari, tertawa-tertawa, berteriak kuat-kuat. Kelompok ini mulai baku ketemu, selanjutnya baku ganggu rame.”. “...perempuan tertawa sampai pukul laki-laki pu bahulah, pahalah.. kalo su begitu dong su baku tahu.. maksud masingmasing.. jadi.. sesudah rame-rame tertawa, baku ganggu.., selesai itu.. baku antar pasangan... perempuan antar temannya bawa datang, laki-laki juga antar dong pu teman ini untuk ketemu dengan si perempuan tersebut yang sudah ada janji kencan tersebut...” “...begitu dong antar sampai dekat tempat janjian tadi, de pu teman-teman ini su terpencar pulang. Ada juga yang memiliki pasangan dalam kelompok-kelompok ini”. “...pasangan yang hanya ingin bermain saja langsung pulang...” “.....diwaktu bulan terang... oooooh itu yang paling rame sudah, kelompok ini tara bisa tidur tempo, karna dong su baku bikin, baku ganggu laki-laki deng perempuan dong, kalo su tdak ada suara tu pasangan ini su pi tempat janjian. Kemudiaan hubungan seks ini dengan mudah dilakukan tanpa ada pertimbangan lain.” “…oh anak dunia sekarang ini, anak-anak melakukan prilaku buruk, sangat mudah, marak, lincah sekali. perempuan dorang bersikap jakadidih (genit, menarik perhatian) dengan lakilaki.. jadi sangat agresif sekali..” “...perempuan bisa memanggil laki-laki dengan rokok, pinang, menawarkan minuman kopi... jika laki-laki ini mengambil 221
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
apa yang diberikan si perempuan, bertanda perempuan sudah bisa memastikan bahwa laki-laki ini pasti menyukainya... sudah begitu.. berarti saling bersenda gurau ini jika sudah bagus, cocok dan mantap... perempuan dan laki-laki akan memutuskan atau menyepakati tempat pertemuan antara kedua pasangan ini.., tempat pertemuannya bisa dihutan, ditanjung begitu atau ditempat mana saja yang menjadi kesepakatannya…” ”...ada perempuan kampung ini jago rayu laki-laki... cara perempuan merayu laki-laki.. pertama perempuan ini alasan minta bantu ke laki-laki yang dia suka.. awalnya de cuma minta bantu lakilaki pi bantu panjat pala di dusun palanya wanita ini... tapi kitong heran tu.. setiap malam tu perempuan ini rajin bikin kopi kasih minum laki-laki itu.. su begitu.. de kasih minum laki-laki kopi tu malam-malam baru kasih bangun minum.. baru de pu cara perhatian ke laki-laki ini macam sam de pu suami begitu jadi. “...setelah laki-laki tersebut menjadi targetnya, mulai termakan bujuk rayu perempuan tadi, trus de minum kopi tadi dari perempuan tu...su taru tiup2 (ilmu pelet).. demikian akan menjadi mudah untuk laki-laki jatuh hati ke perempuan tadi..” “...demikian wanita akan memancing dan de akan rayu lakilaki sampai bisa terjadi hubungan seks.. dengan begitu maka hubungan seks ini akan diinginkan si wanita berulang kali, sampe (sampai) dimana titik jenuhnya ada, baru berhenti….”
Sinyal untuk memancing terjadinya hubungan seksual bisa diberikan oleh siapa saja, baik laki-laki ataupun perempuan. Namun, pada kejadian yang teramati, laki-laki seringkali merupakan pemicu terjadinya hubungan terlarang ini, walau pasangan pelaku memang sudah mempunyai rasa saling tertarik. Kalau tidak dengan perempuan sesama orang asli, para laki-laki bisa mencari pasangan orang dari luar Papua. Hal ini merupakan fenomena yang mulai menggejala di kalangan laki-laki. Mengenai keinginan untuk berhubungan dengan perempuan lain, berikut
222
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
penuturan MR, 32 tahun, seorang suami yang sudah punya lima anak. “....saya memang ingin punya perempuan lagi... perempuan sini tara bisa atur diri.. tara bisa jaga dia pu badan... tara bisa atur rumah tangga.. saya suka lihat orang Jawa.. dia pu badan bersih.. dan pintar atur rumah tangga” “...perempuan sini tara bisa berubah... sa su coba kasih nasehat.. sa su kasih contoh-contoh.. hasilnya tetap saja dong tara mau berubah.. sa su capek kasih tahu..” “...saya su coba adakan hubungan dengan perempuan dari Jawa.. tapi belum berhasil karena dong minta saya masuk agamanya.. mungkin Tuhan belum ijinkan saya..”
Terjadinya hubungan seksual terlarang, khususnya yang dilakukan para laki-laki Irarutu, punya beragam alasan. Ketertarikan secara fisik memang merupakan alasan utama. Ungkapan bahwa perempuan asli tidak bisa menjaga badan, merupakan salah satu petunjuk untuk membenarkan laki-laki bila harus berpaling kepada perempuan lain. Bagaimana perempuan Papua tidak bisa menjaga badan sebagaimana komentar diatas, dapat dilihat dari tampilan mereka. Secara umum, perempuan Irarutu di daerah studi kurang memperhatikan kebersihan. Keterbatasan ketersediaan air, membuat para perempuan terbatas juga dalam membersihkan tubuhnya. Aroma badan yang tercium kurang mengenakkan dan penyakit kulit seperti panu, masih menjadi hiasan tubuh para perempuan. Dibagian sebelumnya yang membahas tentang kesehatan reproduksi, banyak ditemukan keluhan ibu yang menderita keputihan. Selain itu, terungkap pula bahwa tidak ada perlakuan khusus untuk merawat organ reproduksi ibu yang baru melahirkan.
223
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
Gambar 7.1. Ibu-ibu Irarutu Sumber: Dokumentasi Peneliti
Ketertarikan kepada perempuan lain, bukan didasari oleh alasan fisik saja. Ada hal lain yang membuat seorang laki-laki menaruh hasrat pada perempuan. Kemampuan perempuan untuk mengatur rumah tangga menurut RW, 32 tahun, seorang kepala rumah tangga, merupakan daya tarik tersendiri bagi laki-laki Papua. “...sa pu teman menikah dengan perempuan Jawa.. dia pu rumah kecil.. tapi ketika saya masuk ke dia pu rumah, saya merasa senang.. dia pu rumah rapi, bersih.. beda dengan orang Papua pu rumah... besar tapi tara bersih dan berantakan... itu karena istri sa pu teman pintar atur rumah tangga...” “...selain itu, istri sa pu teman bisa mengatur ekonomi rumah tangga.. uang tidak habis untuk makan saja.. dia 224
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
bisa simpan uang untuk masa depan keluarganya... sekolah anak-anaknya…”
Kondisi lain yang membuat laki-laki Irarutu tertarik untuk berhubungan dengan perempuan lain karena orang ini memiliki alasan tersendiri. CW, 40 tahun senantiasa melihat perempuan yang suka berdandan, rapi dan wangi sebagai perempuan seksi yang bisa membangkitkan hasrat seksualnya. JM, 36 tahun, yang yang karena aktivitasnya, membuat dia lebih banyak bermukim di wilayah kota, jauh dari keluarga. Merupakan tugas laki-laki di kampung untuk menjual hasil panen pala di kota setiap musim panen. Masalahnya, para laki-laki tersebut tidak membawa pulang uang penjualan hasil panen palanya. Mereka hanya akan membawa sekarung beras dan sekotak mie instan32,itu bentuk gurauan yang beredar dikalangan orang-orang pendatang Jawa, Buton, Bugis dan Seram ketika para laki-laki penjual pala pulang dari kota. Rahasia umum bila uang hasil penjualan panen pala akan dihabiskan untuk mengkonsumsi minuman beralkohol dan pergi ke tempat-tempat prostitusi, seperti yang dikatakan oleh DK, 28 tahun, nelayan dari Jawa yang sudah 5 tahun tinggal bersama orang Irarutu. “... kalau sudah panen dan menjual pala di kota.. orang sini biasanya lupa pulang.. menikmati uang hasil jual pala dengan membeli sopi.. dan biasa laki-laki pergi ke situ..”
Untuk sekedar mengetahui sejauh mana “rahasia umum” tersebut mendekati kebenaran, peneliti mencoba mendatangi dua tempat penyedia layanan prostitusi. Tempat pertama didesain 32
Bila di “kurs” dalam rupiah, kedua barang tersebut tidak lebih dari Rp. 300.000,-. Kalau hanya membawa 10 kg biji pala dan 1 kg bunga pala mereka akan membawa uang 10 x Rp. 50.000,- ditambah 1 x 100.000,- atau uang sebanyak Rp. 600.000,-. Padahal ketika musim panen tiba, mereka paling tidak akan menjual 100 kg biji pala, bahkan ada yang sampai 1000 kg. Itu belum termasuk penjualan bunga pala yang harganya lebih mahal.
225
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
sebagai tempat karaoke yang dipandu perempuan-perempuan dari Manado dan Jawa, menjual minuman beralkohol dan menyediakan kamar-kamar untuk sarana prostitusi dengan pangsa pasar golongan menengah atas. Tempat kedua, murni sebagai tempat prostitusi dengan pekerja dari Jawa, Makasar, Tanimbar, Maluku dan orang Papua. Tempat ini terbuka untuk semua golongan yang mau. Dari mbak End, 44 tahun, manajer tempat karaoke yang mengaku berasal dari daerah Jawa Timur dan sudah lama menetap di papua diperoleh informasi tentang karakter dan kebiasaan orang Papua. “... saya sudah lama bergerak di bidang beginian.. lebih dari 20 tahun saya ada di Papua... kalau di Kaimana.. sudah 10 tahunan... hampir semua tempat pernah saya datangi.. jadi saya tahu benar bagaimana karakter orang Papua..” “... mungkin karena hasil alamnya melimpah... orang sini tidak mau mikir susah-susah.. mereka maunya enakenakan saja.. tidak capek bekerja tapi makan enak.. dan ‘mabuk’ mereka jagonya.. mereka kuat kalau disuruh minum” “... kalau kesini mereka biasanya minum dulu.. terus ngamar.. dulu orang sini sering datang.. apalagi kalau sudah musim panen... mereka gak mikir mau habis berapa uang... tapi sekarang agak sepi...”
Dari tempat kedua, ketika berbicara dengan seorang perempuan pekerja seks diperoleh informasi yang tidak jauh berbeda. Mbak Ty, 42 tahun, pekerja seks yang berencana pulang ke daerah asalnya di Jawa Timur bercerita bahwa tempat dimana dia bekerja tidak seramai dulu lagi. Para pekerja pendatang yang bekerja di perusahaan perikanan dan orang-orang lokal dari kampung-kampung di pedalaman sudah tidak banyak yang datang memanfaatkan jasanya. 226
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
“...perekonomian di sini lagi seret.. makanya kami di sini juga ikut seret.. setiap hari, nggak mesti ada tamu yang datang.. syukur-syukur ada yang bisa dibuat makan.. .dulu tempat ini ramai.. dalam sehari, saya dan juga temanteman pernah melayani 5 sampai 10 orang..” “... tamunya macem-macem.. ada orang sini.. ada pendatang.. yang orang sininya yang datang, ada pegawai.. ada orang kampung.. ada anak sekolah..”
Mengenai perilaku seksualnya ketika orang Papua memanfaatkan jasa pekerja seks dikemukakan oleh mbak Nr, 36 tahun, teman seprofesi mbak Ty yang juga berasal dari Jawa Timur, yang turut menemani kami berbincang-bincang tentang kebiasaan orang asli papua ketika ke lokalisasi. “...orang sini kalau datang kesini, sukanya ganti-ganti pasangan.. kalu sekarang dengan saya.. besok dengan teman saya.. besoknya lagi dengan teman lainnya..” “...mereka kasar saat berhubungan.. bahkan beberapa tamu saya ada yang alatnya besar.. nggak ukuran.. katanya.. ada yang disuntik.. ada yang dibungkus.. orang sini kan suka begitu..”
Melalui perbincangan dengan para pekerja seks yang ada di kota Kaimana, kita dapat melihat fenomena bahwa ada diantara orang Papua yang mempunyai kebiasaan minum minuman mengandung alkohol dan memanfaatkan jasa pekerja seks sebagai tempat menyalurkan hasrat seksualnya. Yang lebih spesifik lagi, dalam berhubungan seksual, mereka suka berganti pasangan dan melakukan tindakan untuk memperbesar alat kemaluannya. Dari stereotip perilaku seksual yang digambarkan oleh para Antropolog di awal abad 20 tentang permisifitas terhadap perilaku seksual bebas orang Papua mempunyai kaitan erat dengan konsep kekuasaan dan keperkasaan. Dan nampaknya nilai yang melandasi
227
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
perilaku seksual orang Papua ini tidak banyak berubah di akhir abad 20, walau bentuknya berubah. Budaya yang memberikan kekuasaan kepada laki-laki, telah menjadikan laki-laki Papua terbuka dalam mengekspresikan hasrat seksualnya. Dikaitkan dengan kegiatan Pembangunan dan segala konsekwensinya, termasuk datangnya budaya prostitusi, keterbukaan mengekspresikan hasrat seksual ini yang kemudian menjadikan orang Papua berisiko. Di komunitas orang Irarutu, kondisinya tidak jauh berbeda. Budaya yang diciptakan kaum laki-laki dan pengasumsian laki-laki sebagai subjek, menjadikan laki-laki sebagai pemicu terjadinya perilaku seksual bebas yang dikemas sebagai hubungan terlarang. Budaya tersebut juga menjadikan laki-laki tidak harus terikat kepada keluarga saat melakukan mobilitas dan melakukan aktivitas seksual di kota. Sebagai subjek yang melihat dunia sebagai milik laki-laki, membuat laki-laki dituntut menampilkan unsur kelaki-lakiannya saat melakukan berbagai hal. Pengakuan umum bahwa seseorang tersebut “laki-laki” adalah dengan melihat jumlah anaknya. Makin banyak anak, makin layak seseorang disebut sebagai laki-laki hebat. Sebutan ini akan sempurna bila laki-laki tersebut mampu memenuhi kebutuhan hidup anak-anaknya. Selain itu, merokok dan minum minuman yang mengandung alkohol adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sebagai laki-laki, seperti yang dikatakan oleh Thomas, 37 tahun. “...laki-laki harus merokok.. dengan merokok kita bisa banyak pu teman.. banyak pu saudara.. kita bisa bergaul dengan banyak orang..” “...laki-laki juga harus bisa minum.. malulah kalau kita pu teman pada minum, tapi kita tidak ikut..”
228
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Menjadi laki-laki tidak harus ditampakkan dalam kehidupan sehari-hari yang teramati. Dalam menjalani kehidupan yang khusus seperti saat beraktivitas seksual, laki-laki juga harus mampu menunjukkan keperkasaannya, seperti yang dikemukakan oleh MR dan diiyakan oleh JM. “...dalam melakukan hubungan seks.. jang sampe laki-laki tunduk pada perempuan..” “...kalau kita pu alat kecil.. kita akan ditertawai.. jang sampe alat kita dianggap sebagai korek-korek telinga..” “...biar tidak malu.. banyak orang melakukan bungkus, urut dengan minyak lintah dan pake bambu toki seperti orang Biak..”
7.3. Bungkus Daun Tiga Jari Ada beberapa alasan mengapa mereka berperilaku seksual secara bebas. Diantaranya terjadi karena berlatar belakang kegiatan ritual yang bersifat magis. Ada yang merupakan bagian dari inisiasi ketika anak memasuki kehidupan sebagai laki-laki dewasa. Ada juga yang berkaitan dengan kekuasaan, dimana pada laki-laki perkasa akan melekat status dan nilai sebagai orang hebat. Sebagai konsekwensinya, mereka dapat berhubungan seks secara bebas dengan wanita lain yang disenangi atau istri orang lain yang disenangi. Keadaan tersebut membuat upaya tertentu untuk membuat mereka “hebat” dalam melakukan aktivitas seksual. Mitos yang beredar di masyarakat, ada beberapa tindakan yang biasa dilakukan orang Papua. Ada melakukan dengan cara menggigit “kayu mulia” saat melakukan senggama. Kayu mulia ini dipercaya masyarakat berkhasiat membuat alat kelamin laki-laki selalu dalam keadaan ereksi sampai orang tersebut melepaskan gigitannya terhadap potongan kecil kayu mulia. Ada yang 229
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
melakukan dengan cara mengurut alat kelamin dengan cairan minyak lintah. Pengurutan secara berkala diyakini akan mengakibatkan alat kemaluan menjadi panjang. Cara lainnya adalah dengan cara melakukan bungkus. Cara terakhir ini adalah cara yang umum dan biasa dilakukan oleh orang di wilayah Teluk Arguni. Bungkus adalah teknologi yang dilakukan orang Papua yang berfungsi untuk membesarkan alat kelamin laki-laki. Tidak ada yang bisa memberikan informasi kapan teknologi ini mulai digunakan oleh masyarakat. Seorang dokter yang bertugas di Kaimana mengemukakan bahwa sejak kedatangannya di tanah Papua sekitar tahun 90-an beliau sudah mendengar tentang penggunaan daun bungkus. “...Bungkus itu sudah saya dengar waktu saya datang ke Fakfak tahun 90-an.. saya tahu bungkus itu dr rumah sakit.. dengar-dengar ada pasien juga yang datang dengan keluhan kelaminnya membesar. Terus ternyata dibungkus dengan daun tiga jari...” “...dari situ saya baru tahu daun tiga jari bisa membesarkan alat kelamin pria... malah pada waktu itu ada teman dokter juga dengan staff rmh sakit ikut bungkus juga..” “...ketika saya datang ke Kaimana, lebih banyak lagi...malah anak-anak SMA ikut bungkus... kalau orang dewasa itu su biasa dan banyak..”
Ternyata bungkus tidak hanya menarik perhatian dan dilakukan oleh masyarakat awam, orang yang berprofesi sebagai dokterpun ada yang melakukan tindakan pembungkusan. Berdasarkan usia pengguna, bungkus ini dilakukan tidak hanya oleh mereka yang sudah dewasa tetapi juga dilakukan oleh kelompok remaja.
230
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Kalau yang melakukan pembungkusan adalah mereka yang sudah dewasa, kita bisa membayangkan penggunaannya. Tapi kalau yang dibungkus adalah mereka yang masih usia sekolah, apakah mereka hanya akan membungkus saja? apakah mereka nantinya tidak akan menggunakan hasil karya pembungkusan? Kami tidak bisa menjawab dengan pasti karena tidak ada informan remaja yang berkenan untuk berbagi informasi tentang hal tersebut. Berdasarkan logika sederhana bisa diduga bahwa mereka tidak hanya membungkus saja tapi tentunya akan membuktikan kemanjuran hasil pembungkusannya. Penelusuran di media maya tentang penggunaan bungkus pada http://www.pondokobatpapua.com/2013/07/ diperoleh tulisan sebagaimana tertera pada box dibawah. “...mari kita simak dan artikan sebuah tulisan yang saya dapat dari internet "Kepala Kepolisian Daerah Papua Irjen Pol Bekto Soeprapto mengatakan, kegagalan putera Papua untuk lulus sebagai anggota Polri dikarenakan peserta tes memiliki alat kelamin yang sengaja diperbesar dengan menggunakan ramuan tradisional.”
Walau informasi dari internet tersebut perlu dipertanyakan kebenarannya, tetapi ini bisa digunakan sebagai indikator dan petunjuk awal tentang fenomena penggunaan ramuan tradisional untuk memperbesar alat kelamin di kalangan remaja. Kalau sampai demikian adanya, agak sulit kiranya untuk menerima bahwa itu adalah mitos belaka. Mengapa orang mengenal teknologi ini dengan sebutan bungkus? Hal ini berkaitan dengan cara yang dilakukan pada teknologi ini yakni dengan membungkus alat kelamin. Karena itu teknologi ini dikenal dengan nama bungkus. Adapun bahan yang digunakan untuk membungkus adalah ramuan daun dari tanaman yang dikenal dengan nama daun tiga jari. 231
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
Daun tiga jari adalah sebutan masyarakat lokal terhadap tanaman merambat yang mempunyai 3 helai daun pada satu tangkainya, seperti tampak pada gambar 7.1. Panjang dan lebar daun bervariasi. Pada daun yang sudah tidak berkembang lagi, panjangnya ada yang mencapai 15 cm dengan lebar 8 cm. Ada pula yang ukuran panjangnya hanya 7 cm dengan lebar 4 cm. Untuk ukuran daun, daun ini cukup tebal dan kaku. Sekilas mirip dengan bentuk dan ketebalan daun sirsat.
Gambar 7.2. Daun Tiga Jari dari Tampak Depan dan Belakang Sumber: Dokumentasi Peneliti
232
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Kami juga sudah mencoba melakukan penelusuran kepustakaan untuk mengetahui lebih banyak tentang tanaman daun tiga jari seperti, nama latinnya, kandungan kimianya dan daerah tempat tumbuhnya. Mungkin kami belum beruntung mendapatkan informasi tanaman ini. Dari mereka yang berkecimpung dalam usaha pembungkusan dan pemburuan daun, diceritakan bahwa daun tiga jari ini hanya tumbuh dan ada di tanah Papua, tidak di tempat lain di Indonesia. Karena kegunaan dari daun ini, banyak orang berburu mencarinya. Saat ini, keberadaan daun ini di Papua sudah terbatas. Orang-orang tertentu yang tahu akan merahasiakan keberadaan dan lokasi tumbuhnya karena itu merupakan aset dan komoditas ekonomi. Pengamatan terhadap tanaman menjalar yang banyak diburu lakilaki di Papua, memang banyak tanaman dengan bentuk tersebut. Tetapi tanaman dengan bentuk yang serupa itu, belum tentu adalah tanaman daun tiga jari yang dimaksud. Untuk membedakan daun tiga jari dengan yang lain adalah dengan cara menggigit dan mengecap rasanya, seperti kata Pace Uf, orang yang memberi jasa layanan bungkus. “...banyak tanaman dengan bentuk sama dengan daun ini.. kalau orang tidak biasa petik.. dia tidak akan tahu..” “...untuk tahu daun yang asli.. harus dirasa..ambil daun yang sudah tua.. yang warnanya hijau tua.. sobek daun itu dan remat-remat.. setelah itu tempel di kulit.. kalau terasa panas.. itu sudah.. atau cara lain.. dengan menggigit daun dan merasakan dengan lidah.. kalau terasa pedas maka itulah daun tiga jari.
Metode pembungkusan yang dilakukan bermacam-macam. Ada dilakukan dengan cara mengerok daun sampai lapisan kulit daun terkelupas dan kemudian dibungkuskan pada alat kelamin.
233
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
Berikutnya adalah dengan cara menumbuk daun sampai lembut, di”bobok”kan pada alat kelamin dan dibungkus dengan kain atau kasa. Cara lain adalah dengan menumbuk lembut daun dan ditempel di bagian alat kelamin, tanpa melakukan pembungkusan. Perlu diketahui bahwa daun tiga jari yang bisa digunakan adalah daun yang sudah tua, yang berwarna hijau pekat dan masih baru dipetik dari pohonnya. Dalam melakukan semua itu, ada bahan lain yang harus disertakan sebagai campuran. Bahan tersebut adalah minyak kelapa asli. Keberadaan minyak kelapa dianggap penting dalam proses pembungkusan karena mengurangi efek panas dari ramuan. Menurut Pace Uf, minyak kelapa yang bagus untuk campuran ramuan adalah minyak yang dibuat sendiri karena terjamin keaslian dan kualitasnya. Ketika dilakukan tindakan pembungkusan kepada alat kelamin, reaksi yang terjadi setelah beberapa saat, antara 10 – 20 menit, adalah timbulnya rasa panas pada alat kelamin. Ketika alat kelamin yang dibungkus terasa lebih panas lagi, maka bungkus harus segera dilepas. Itu merupakan tindakan yang tidak boleh dilupakan saat melakukan pembungkusan. Keterlambatan seseorang dalam melepas bungkus saat merasakan panas berlebih akan berisiko alat kelamin melepuh. Setelah dilakukan pembungkusan, orang tersebut dilarang menggunakan pakaian ketat. Orang tersebut juga dilarang mandi. Waktu larangan mengenakan pakaian ketat dan mandi adalah selama tiga hari. Hal tersebut dilakukan untuk menghidari risiko yang timbul akibat reaksi ramuan terhadap permukaan kulit alat kelamin. “...kalau sudah dibungkus.. tidak boleh pake celana dalam dan celana yang ketat.. boleh pake celana yang longgar.. yang bagus tidak pake celana.. orang itu juga tidak boleh mandi selama 3 hari.. biar barangnya tidak kena air..” 234
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
“...kalau barangnya kena celana.. bisa lecet.. bisa melepuh.. juga kalau barangnya ke air.. bisa melepuh.. kalau sudah lewat 3 hari boleh.” “... kulit kemaluan kan tipis.. itu daun bungkus kan panas... jadi kalau dibungkus, reaksinya.. kulit kemaluan yang tipis mudah lecet..”
Apa yang dikemukakan Pace Uf, si tukang bungkus, bukan isapan jempol belaka. JM, seorang dokter yang pernah bertugas di Rumah Sakit mengemukakan adanya kasus tersebut. Demikian juga dengan Bapak AK, Kepala Puskesmas yang sebelumnya bertugas di Rumah Sakit sebagai perawat. “...kalau orang dewasa banyak, kadang mereka minum obat sendiri sembuh sendiri. Tapi yang anak-anak.. orang tua bawa antar anak ke Puskesmas dengan keluhan membesar. Memang ternyata membesar dan meradang. Jadi.. datang karena sudah meradang..” “... risikonya.. karena mungkin panas.. cuman ada komplikasinya infeksi.. kebanyakan yang datang berobat infeksi.. melepuh”
Kalau tindakan pembungkusan tidak sesuai ketentuan seperti tidak segera melepas bungkus ketika sudah panas atau alat kelamin terkena air, maka risiko melepuh akan mengancam organ yang dibungkus. Karena “bungkus” dilakukan secara diam-diam, seringkali seseorang kalau mengalami risiko tidak mau segera berobat kepada tenaga kesehatan, seperti kata dokter JM. “...Iya, dia biasanya malu . karena modelnya sdh tdk betul.. yang datang berobat justru ketika itu sudah bernanah.. bukan bernanah dari itunya.. tapi karena infeksi... ada yang mungkin sdh tahu pas bungkus minum obat, jadi tidak seberapa parah.
235
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
Alasan yang akan diungkapkan ketika tidak segera berobat ke petugas kesehatan saat bermasalah, malu. Kalau sampai demikian maka akan ada risiko infeksi sampai bernanah. Keterlambatan ditangani tenaga kesehatan, nantinya bahkan dapat merusak alat kelamin dan mengganggu fungsinya. Mengenai hasil pembungkusan, Peneliti sempat mengamati pelaksanaan pembungkusan dan melihat reaksi pembungkusan. Kalau berhasil, alat kelamin akan menjadi lebih besar dibanding sebelum pembungkusan. Pada waktu itu, ada tiga orang yang akan dibungkus, dua orang Papua dan seorang dari tanah Sulawesi. Kegiatan pembungkusan dimulai dengan penyiapan dan pengolahan ramuan. Sang tukang bungkus mengambil satu helai daun tiga jari yang sudah dibawa dari rumahnya. Daun itu ditumbuk perlahan, tidak sampai halus. Hasil tumbukan daun dicampur dengan tumbukan batang tanaman beras tumpah atau dieffenbachia dalam bahasa latinnya dan minyak kelapa asli. Campuran ketiga bahan tersebut diaduk sampai merata dan kemudian di “bungkus”kan di alat kelamin. Setelah 15 menit berlalu, reaksi yang terjadi pada ketiga orang yang dibungkus tidak sama. Pada orang Papua pertama, dia merasakan panas dan alat kelamin bergerak-gerak mengikuti irama detak nadi. Pada orang Papua kedua, dia hanya merasakan panas saja pada alat kelaminnya. Sedangkan pada orang ketiga dari Sulawesi, tidak terjadi reaksi apapun. Sudah diupayakan untuk menambah ramuan, tetapi tetap tidak ada reaksi. Pada sekitar menit ke 25, semua ramuan pembungkus dilepas dari masingmasing alat kelamin orang tersebut. Selesai sudah acara pembungkusan dengan janji ketemu tiga hari kemudian untuk melihat hasilnya. Setelah hari ketiga, hasilnya, pada orang Papua pertama memang terlihat lebih besar dari sebelumnya. Dalam kondisi 236
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
normal, tidak ereksi, sebelum perlakuan bungkusalat kemaluannya sebesar ibu jari ketika bertemu dengan telunjuk, kelilingnya sekitar 14 cm. Setelah perlakuan, ibu jari sudah tidak bisa lagi menempel pada telunjuk atau sekitar 18 cm. Pada orang Papua kedua dan orang ketiga tidak ada perubahan. Bagi kami sebagai orang awam, perubahan yang teramati tersebut menunjukkan bahwa khasiat ramuan daun tiga jariuntuk memperbesar alat kelamin laki-laki bukan suatu mitos. Tetapi apakah yang menjadi besar termasuk otot dan jaringan di dalamnya atau hanya terjadi pada permukaan kulit alat kelamin saja? Pendapat dokter JM terkait pembesaran alat kelamin tersebut adalah.. “...bagian yang membesar itu hanya luarnya saja.. odema.. membengkak.. jadi yang membengkak cuma ototnya yang paling luar.. bagian kulitnya yang bengkak.. bagian otot dalamnya tidak..”
Untuk mereka yang tertarik mengetahui hal tersebut, mungkin para Androlog, menarik untuk dilakukan studi lebih lanjut. Menurut kami, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan melalui Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional, Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional atau lembaga lain terkait, bisa mengkaji lebih dalam dan menjadikan sebagai komoditas yang potensial. Berdasarkan informasi dari Pace Uf, sang pembungkus, setiap bulannya dia biasa melakukan pembungkusan terhadap 6 – 10 orang. Dia memang tidak mengaku berapa besar biaya yang diberikan oleh kliennya atas jasa yang diberikan. Menurutnya, uang yang diperoleh dari usaha “bungkus” bisa untuk memenuhi kebutuhan makan setiap bulannya. Belum lagi kalau dipanggil klien diluar kota, ada tambahan uang transportasi dan akomodasi yang akan dia terima. Orang-orang di kota Manokwari, Sorong, Fakfak
237
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
dan Jayapura sering memanggil Pace Uf untuk memberikan pelayanan bungkus. 7.4. Fenomena di Balik Bungkus Sementara itu disisi yang lain, Kaimana sebagai Kabupaten yang relatif baru, sedang berusaha melakukan pembangunan daerah. Dengan harapan untuk mensejahterakan kehidupan sosial ekonomi masyarakatnya, pemerintah kabupaten Kaimana sejak awal terbentuknya mulai mengembangkan kawasan ekonomi, menciptakan dunia usaha dan merintis terbukanya konektivitas antara daerah di pedalaman dan kota, serta konektivitas dengan kabupaten dan kota-kota lain di Indonesia. Suatu kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa kabupaten Kaimana telah berkembang menjadi daerah yang potensial. Adanya fasilitas pelabuhan PELNI dan bandara serta banyaknya penduduk migran dari luar Papua adalah bukti potensi kabupaten Kaimana. Kegiatan pembangunan telah menimbulkan fenomena urbanisasi dengan semua konsekwensinya. Nilai dan perilaku seperti masuknya ekonomi berbasis uang, nilai-nilai baru yang dibawa oleh pendatang dan migrasi antar daerah telah berubah orang Papua sekarang tidak lagi berpikir dan bertindak hanya sejalan dengan norma-norma budaya tradisionalnya. Perubahan sosial dan ekonomi telah membentuk masyarakat Papua secara ekstensif. Perkembangan kabupaten Kaimana sebagai “Bidadari Cantik” untuk menggambarkan menariknya potensi Kaimana menjadi daya tarik bagi berkembangnya fasilitas penunjang. Konsekwensi logis perkembangan daerah adalah banyak munculnya fasilitas penunjang seperti hotel, tempat hiburan dan rekreasi, termasuk fasilitas penyedia layanan seksual.
238
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Saat ini di kota Kaimana terdapat 22 lokasi tempat hiburan. Ada yang berupa bar, cafe, tempat karaoke, rumah makan atau tempat prostitusi. Pastinya, di semua tempat itu menyediakan jasa layanan seksual. Pekerjanya adalah perempuan-perempuan yang berasal dari tanah Jawa, Sulawesi, Maluku seperti kata JM, ibu dari Dinas Kesehatan. “...yang menjadi PSK disini.. Manado, Jawa, Ujung Pandang... kalau dari Jawa 80%.. Manado kebetulan sedikit.. dulu waktu baru.. 90% orang Manado.. sekarang orang Manado 10% kira-kira.. sekarang yang banyak orang Jawa.. Bugis...paling banyak orang Jawa 80%...”.
Tersedianya tempat-tempat prostitusi telah menjadikan orang Papua di Kaimana yang ekspresif perilaku seksualnya sebagai vulnerable people seperti yang digambarkan oleh ibu dari Dinas Kesehatan ini. “...kalau disini istilahnya begini orang papua mau yang kulit papua.. tapi.. ohh.. mau rasa paha putih dulu… iya ratarata begitu.. biasanya yang dari kampung..” “...pernah kita dapat di rumah makan.. itu memang tempat ada transaksi seks di situ.. terus saya dapat anak-anak SMP... orang kampung masih SMP sudah buat transaksi di situ..”
Suatu penelitian tentang The Papuan Sexuality Program (Leslie Butt, 2002) mengahasilkan suatu gambaran bahwa modernisasi berdampak besar pada terjadinya erosi praktek budaya. Perubahan sosial dan ekonomi telah berdampak negatif pada kesehatan seksual karena selain menurukan umur dimana seseorang mendapat pengalaman seksual pertama kali, juga menambah keseringan hubungan seks di luar nikah. Beberapa temuan dari studi tersebut menunjukkan bahwa sejumlah responden sudah berhubungan seks sebelum nikah; rata-rata 239
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
responden mempunyai empat patner seksual seumur hidupnya walau ada lebih dari 30% pernah berhubungan seksual dengan lebih dari 10 patner; 29% pernah berhubungan seksual pada umur 15 tahun; 17% pernah malakukan seks dengan lebih dari satu patner dan 16% pernah menderita penyakit menular seksual. Merupakan suatu kekhawatiran bagi kami ketika mencoba mengaitkan keberadaan fasilitas penyedia layanan seksual dengan semua risikonya dan perilaku seks masyarakat Papua. Kekhawatiran pertama tentang upaya pembesaran alat kelamin akan berdampak pada Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Ada cerita tentang perempuan yang kemudian membiarkan suaminya untuk mencari kepuasan seksual pada perempuan lain. Ada juga perempuan yang melarikan diri dari rumah karena tidak mampu melayani suami. Studi yang menggambarkan situasi perilaku berisiko di papua (BPS dan Departemen Kesehatan, 2006) mengemukakan bahwa dari penduduk yang melakukan hubungan seksual dalam satu tahun terakhir, 9,2% diantaranya melakukan hubungan dengan unseur pemaksaan. Sebanyak 6,2% laki-laki mengaku melakukan pemaksaan. Jumlah ini lebih sedikit dibandingkan dengan pengakuan perempuan. Sebanyak 12,4% perempuan yang menyatakan mengalami tindakan pemaksaan saat melakukan hubungan seksual. Kedua, Sebagai perwujudan nilai keperkasaan laki-laki, bisa jadi pembesaran alat kelamin yang dilakukan sejak usia remaja pemanfaatannya akan meluas pada perempuan-perempuan penjual jasa seks, sebagaimana kekhawatiran ibu dari Dinas Kesehatan. “...sebenarnya tidak usahlah ada bungkus-bungkus... karena ini nanti menyangkut pada seks bebas.. karena merasa.. mungkin kalaminnya sudah besar.. yah sudah sembarang-sembarang.. ketempat-tempat prostitusi. 240
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Kekhawatiran ibu dari Dinas Kesehatan, bukannya tidak beralasan. Beberapa waktu yang lalu diakui bahwa dia bertemu dengan seorang wanita pekerja seksual merangkap mucikari yang mengeluhkan akibat penggunaan “bungkus”. “...kemaren ketemu di KPA, ibu mucikari bisikin saya…” PS : Ibu… kelamin saya sakit. Ibu : Kenapa? PS : Habis ini… pelanggan yang kemaren bungkus. Ibu : Baru saya tanya kau tra pakai kondom?? PS : Tidak pakai.. bagai mana.. terlalu besar. Ibu : Haduuh bahaya itu… PS : Ya... Itulah ibu... mau bikin bagaimana. Ibu : Jadi kau layani? PS : Iya..
Pembesaran alat kelamin boleh saja dilakukan, asal dengan perlakuan dan penggunaan yang benar. Masalahnya, kalau penggunaannya tidak benar, seperti untuk berhubungan dengan wanita pekerja seksual, ini akan berisiko. Risiko tersebut dapat berupa tertular penyakit menular seksual (PMS) dan terinfeksi HIV/AIDS. Data profil kesehatan tahun 2013 yang ada menyebutkan bahwa di Kabupaten Kaimana terdapat 124 kasus PMS, 17 kasus HIV dan 7 kasus AIDS. Padahal informasi lisan yang diperoleh dari KPAD sudah terdapat 30 kasus HIV/AIDS di kabupaten Kaimana. Yang menjadi kekhawatiran adalah orang kampung ditemukan lebih mempunyai perilaku berisiko dibandingkan orang yang tinggal di kota seperti kata dokter JM berikut. “...saya kan suka keliling-keliling untuk program HIV/AIDS.. saya tahu.. yang berisiko justru malah masyarakat dari kampung..”
241
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
“...kalau yang di kota-kota sini tidak seberapa.. yang kita ketemu justru dari kampung.. sekarang kan banyak HIV dari kampung..”
Pemerintah daerah sudah menyadari sepenuhnya risiko HIV/AIDS pada masyarakatnya. Karena itu, Pemerintah daerah sudah berupaya untuk mencegah PMS dan HIV/AIDS dengan menyebarkan poster dan baliho tentang bahaya HIV/AIDS. Di jalanjalan protokol dan pintu Rumah Sakit dapat kita lihat baliho tentang HIV/AIDS. Untuk posternya, di setiap instansi pemerintah di kota, Puskesmas dan Puskesmas Pembantu dapat kita lihat poster-poster yang ditempel di kaca atau papan informasi. Upaya untuk mencegah HIV/AIDS juga dilakukan dengan memberikan kondom secara gratis kepada para PSK yang tersebar di 22 tempat. Dibentuk kelompok dukungan sesama untuk membantu KPAD dalam melakukan kegiatan penyuluhan dan pendampingan kepada kelompok berisiko HIV/AIDS.
Gambar 7.3. Baliho HIV/AIDS di Pintu RSUD Kaimana. Sumber: Dokumentasi Peneliti
242
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Sudah banyak studi tentang perilaku seksual yang dilakukan. Banyak pula studi yang menghubungkan pembangunan daerah dan segala konsekwensinya dengan dengan risiko penyakit menular karena perilaku seksualnya. Perubahan sosial ekonomi yang terjadi di tanah Kaimana telah merubah nilai dan perilaku seksual orang-orang asli tampak lebih terbuka dalam mengekspresikan hasrat seksualnya. Keunikan perilaku seksual orang Papua telah menjadikan mereka berisiko terinfeksi penyakit menular seksual serta HIV/AIDS. Sehubungan dengan risiko tersebut tidak sedikit rekomendasi yang diberikan untuk mengatasi masalah yang timbul dan mengancam kehidupan masyarakat Kaimana dan Papua pada umumnya. Selain memang merupakan tugas lembaga Pemerintah, para praktisi, akademisi dan organisasi sosial kemasyarakatan, dengan dukungan Pemerintah, Lembaga Donor Asing atau secara mandiri sudah banyak melakukan hal tersebut. Sekarang adalah tinggal bagaimana melakukan aksi nyata sebagai tindak lanjut dari rekomendasi yang diberikan. Semoga kegiatan ini berhasil sehingga bisa menghindarkan orang-orang papua dari risiko akibat perilaku seksualnya.
243
BAB 8 SKENARIO PEMBERDAYAAN DI BIDANG KESEHATAN REPRODUKSI
Sebelum menggambarkan atau menawarkan sebuah skenario pemberdayaan di bidang kesehatan reproduksi yang sesuai untuk orang Irarutu, maka terlebih dahulu perlu kiranya mencermati dan data-data yang berhasil dihimpun dari lapangan terkait persoalan kesehatan reproduksi, perilaku seksual dan fenomena bungkus. Pemahaman terhadap kondisi tersebut sangat diperlukan karena akan dijadikan sebagai dasar atau pijakan untuk membentuk skenario pemberdayaan yang dimaksudkan. Studi Antropologi klasik tahun 1930-an tentang perilaku seksual orang Papua oleh Holmes (1924) digambarkan sebagai perilaku yang permisif untuk dilakukan secara bebas. Dibolehkannya hubungan persetubuhan “tidak sah” lebih dilihat sebagai bagian dari budaya. Yang pertama, perilaku seksual banyak digambarkan sebagai kegiatan yang lebih menjurus pada praktekpraktek ritual yang berhubungan dengan kesuburan. Kecercayaan bahwa cairan seksual berguna untuk meningkatkan kesuburan, membuat aktivitas-aktivitas masyarakat seperti pembukaan lahan dan kebun, inisiasi remaja menjadi perempuan dewasa dan perkawinan senantiasa disertai dilakukannya hubungan seksual sebagai suatu pelengkap. Kedua, perilaku seksual dikaitkan dengan status kepemimpinan dalam masyarakat. Pemimpin yang dinilai hebat oleh masyarakatnya akan memperoleh “reward” dalam
244
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
bentuk dapat berhubungan seks secara bebas atau menukarkan istri dengan istri orang yang disenangi. Ini merepresentasikan bahwa kehidupan adalah milik laki-laki. Dibuat dari sudut pandang laki-laki dan dibenarkan melalui perantara tradisi, cerita dan legenda. Sampai sekarang hasil studi tersebut telah menjelma sebagai stereotip dari praktek perilaku seksual orang Papua yang unik. Gambaran bahwa perilaku seksual dari orang Papua benarbenar unik, nampaknya tidak banyak berubah. Studi yang dilakukan 70 tahun kemudian oleh para akademisi Universitas Cenderawasih pada beberapa Etnik bangsa di Papua, telah melihat bagaimana sistem nilai, adat istiadat, ritual, totem dan perilaku lain sebagai konteks kebudayaan dapat mendukung perilaku seksual di kalangan masyarakat Di komunitas orang Irarutu, peneliti tidak menemukan perilaku seksual, dalam artian persetubuhan, yang bisa dilakukan secara bebas dan menjadi bagian dari budaya sebagaimana stereotip orang Papua dalam hal seksualitas. Bagi orang Irarutu perilaku seksual haruslah sesuai dengan adat dan agama. Karena itu, seseorang yang melakukan hubungan seksual terlarang akan dikenai denda adat. Segala sesuatu tentang seksualitas bersifat sangat privasi dan tidak pantas untuk dibicarakan secara terbuka. Secara normatif, masyarakat adat terlibat dalam upaya untuk memantau dan menjaga anggota masyarakatnya agar terhindar dari perilaku seksual terlarang. Namun demikian, ini tidak berarti masyarakat tidak boleh melakukan segala tingkah laku yang timbul karena dorongan dan hasrat seksualnya. Di kampung yang jauh dipedalaman Kaimana, remaja mengenal pacaran sebagai hal biasa. Acara pesta dansa merupakan saat dan momen bagi remaja berburu pasangan. Ketika perburuan berhasil, remaja bisa meniru adegan pacaran yang dilihat di TV. Kegiatan yang diakui dilakukan remaja saat berpacaran adalah 245
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
bermesraan, berpelukan dan berciuman. Memang tidak ada yang mengaku melakukan hubungan seksual, tapi kasus kehamilan diluar nikah sudah terjadi di kampung. Remaja juga tahu benar tentang menstruasi. Menstruasi yang ditandai dengan keluarnya darah dari kemaluan sampai berakhirnya darah menstruasi yang keluar dianggap sebagai peristiwa yang alamiah.Tidak ada perlakuan khusus untuk perawatan organ reproduksinya. Ketika mengalami menstruasi, remaja perempuan tidak takut beraktifitas. Mereka bebas bergaul dan beraktivitas seperti biasa tanpa ada batasan-batasan tertentu. Keterbatasan ketersediaan air, membuat perempuan terbatas dalam menjaga kebersihan tubuhnya. Bau badan dan penyakit kulit menjadi perhiasan tubuh perempuan, demikian pula dengan keluhan keputihan. Selain itu, terungkap pula bahwa tidak ada perlakuan khusus untuk merawat organ reproduksi ibu yang baru melahirkan. Penilaian bahwa perempuan tidak bisa menjaga badan, merupakan alasan untuk membenarkan laki-laki bila harus berpaling kepada perempuan lain. Kegiatan pembangunan telah menimbulkan fenomena urbanisasi dengan semua konsekwensinya. Masuknya ekonomi berbasis uang, nilai-nilai baru yang dibawa oleh pendatang dan migrasi antar daerah telah merubah orang tidak lagi berpikir dan bertindak sejalan dengan norma-norma budaya tradisionalnya. Pengembangan kawasan ekonomi, penciptaan dunia usaha dan terbukanya konektivitas antara daerah di pedalaman dan kota, serta konektivitas dengan kabupaten dan kota-kota lain di Indonesia, memunculkan fasilitas penunjang seperti hotel, tempat hiburan dan rekreasi, termasuk fasilitas penyedia layanan seksual. Kekuasaan laki-laki terhadap komoditas ekonomi dan pengelolaannya sangat memungkinkan bagi laki-laki untuk membeli jasa pekerja seksual komersial yang penampilannya berbeda dibanding perempuan di kampung ketika laki-laki menjual 246
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
komoditas ekonominya di kota. Tersedianya tempat-tempat prostitusi telah menjadikan orang Papua di Kaimana yang ekspresif perilaku seksualnya sebagai “vulnerable people” Para penganut feminisme (Thornham, 2010) sering mengungkap bahwa keberadaan dan posisi perempuan sudah dikonstruksi secara kultural. Kondisi ini pula yang membuat perempuan tercerabut kekuasaan ekonomi, sosial dan politiknya. Kaum perempuan hanya diberi ilusi kekuasaan dunia perempuan lewat seksualitas. Masalahnya, kekuasaan perempuan di bidang seksualitas ini juga terampas oleh keserakahan dan hegemoni lakilaki. Studi etnografi kesehatan yang dilakukan di Kaimana ini juga menemukan kebiasaan unik dari perilaku seksual masyarakat, yakni kebiasaan bungkus. Kebiasaan ini bukan sesuatu yang baru bagi masyarakat Irarutu, Kaimana dan Papua pada umumnya. Tidak diperoleh informasi waktu kebiasaan ini mulai digunakan oleh masyarakat. Terlepas dari kapan adanya, kebiasaan bungkus saat ini sudah menjadi fenomena yang menarik perhatian khalayak. Ini bisa dilihat dari animo masyarakat khususnya kaum laki-laki untuk memanfaatkan jasa si ahli bungkus, daerah sebaran permintaan dan profesinya. Sebagaimana perilaku seksual unik orang Papua pada umumnya, kebiasaan bungkus juga tidak lepas dari hegemoni dan kepentingan kaum laki-laki, walau sedikit berbeda. Dibalik perilaku tersebut, didalamnya melekat status kepemimpinan, kekuasaan dan keperkasaan. Pada perilaku seksual sebagaimana menjadi stereotip orang Papua, status inilah yang memberikan legitimasi bagi laki-laki untuk melepaskan hasrat seksual kepada perempuan yang dikehendaki melalui persetubuhan secara tidak sah. Tetapi pada kebiasaan bungkus, status ini diterjemahkan sebagai kehebatan dan kemenangan dalam melakukan persetubuhan.
247
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
Beberapa kekhawatiran terkait dengan upaya pembesaran alat kelamin, antara lain: Pertama, kalau tindakan pem“bungkus”an tidak sesuai ketentuan maka akan berisiko infeksi, merusak alat kelamin dan mengganggu fungsinya. Kedua, akan berdampak pada Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Paling tidak terdapat 12,4% perempuan mengaku mengalami tindakan pemaksaan saat melakukan hubungan seksual. Ketiga, sebagai perwujudan nilai keperkasaan laki-laki, pembesaran alat kelamin yang dilakukan sejak usia remaja akan dimanfaatkan untuk berhubungan dengan perempuan-perempuan penjual jasa layanan seksual. Ujung-ujungnya HIV/AIDS yang sudah menginfeksi 30 orang di Kaimana. 8.1. Pemanfaatan Peran Budaya dan Tradisi yang Berorientasi pada Laki-laki Dengan dasar pemikiran melakukan pembangunan dari bawah dengan menempatkan masyarakat sebagai “people centered development”, Pemerintah Kaimana telah membuat suatu strategi pembangunan berbasis kampung. Strategi ini merupakan respon terhadap banyak hasil studi yang menyatakan kegagalan pembangunan yang ditentukan secara “top-down” dari pusat yang dinilai tidak mampu menyelesaikan permasalahan dan mengakomodir kebutuhan masyarakat di tingkat “grassroot”. Program Pemberdayaan Kampung dan Kelurahan (P2K) merupakan bentuk pembangunan berbasis kampung. Selain kegiatan untuk meningkatkan kehidupan sosial kemasyarakatan dan peningkatan ekonomi produktif, terdapat kegiatan bersifat khusus untuk pemberdayaan perempuan. Harapannya, para perempuan yang tinggal di kampung mempunyai peran yang berbeda dengan gambaran populer yang hanya menempatkan sebagai pelayan suami dan pengasuh anak.
248
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Pemberdayaan perempuan juga diharapkan mampu merubah nilai-nilai adat yang mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan. Kondisi yang terjadi, kaum perempuan tetap belum mendapat kesempatan untuk terlibat dalam pengambilan keputusan tentang persoalan yang berkaitan dengan masyarakat adat, keluarga dan juga individu. Perempuan masih menanggung beban lebih banyak dalam hal pekerjaan dan pengasuhan anak dalam rumah tangga. Program yang pelaksanaannya di kampung didominasi oleh laki-laki, belum mampu merubah kedudukan dan peran perempuan dalam masyarakat, masih tetap timpang. Hal ini karena laki-laki tidak mendapat manfaat dari kegiatan pemberdayaan perempuan. Bisa jadi ada ketakutan dari laki-laki bahwa nantinya tidak akan mampu mengsubordinasi perempuan bila kedudukan dan peran sosialnya meningkat. Tidak bisa dipungkiri, sulit untuk merubah hubungan lakilaki dan perempuan dalam kehidupan bermasyarakat menjadi lebih seimbang. Apalagi menyangkut kehidupan bereproduksi, terutama hak untuk menentukan sendiri segala sesuatu yang berkaitan dengan reproduksi, yang bebas dari segala diskriminasi, paksaan dan kekerasan. Berbicara tentang reproduksi, tidak lepas dari pembicaraan tentang perilaku seksual dan hak reproduksi perempuan. Adalah hak bagi setiap perempuan untuk menetapkan secara bebas dan bertanggungjawab mengenai berapa jumlah anak dan pengaturan jarak kelahiran. Harusnya, setiap perempuan yang melahirkan, itu terjadi karena memang menginginkan, sudah merencanakan dan akan mempertanggungjawabkan sehingga anak bisa hidup dengan sehat secara fisik, sosial dan mentalnya. Selain itu, perempuan juga berhak memperoleh kehidupan seksual yang sehat. Suatu hubungan seksual yang dinikmati bersama, bebas dari pemaksaan, bebas dari rasa takut dan bebas dari kemungkinan terkena penyakit. 249
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
Kondisi yang teramati pada kehidupan masyarakat Irarutu di wilayah teluk Arguni, masih ditemukan persoalan reproduksi yang mengganggu. Perempuan dan juga para laki-laki, masih terbatas untuk memperoleh informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi yang memadai. Informasi tentang kesehatan reproduksi sebagai bagian dari proses pemahaman harus diberikan dengan benar. Kejelasan dan kebenaran informasi akan memungkinkan setiap orang mengambil sikap dan keputusan yang benar dan baik bagi dirinya. Penting bagi setiap orang untuk mempunyai pengetahuan tentang apa yang terjadi pada dirinya dalam hal reproduksi, bagaimana perkembangan organ dan fungsi reproduksinya, bagaimana seseorang dapat membuat keputusan sesuai keinginannya dan kapan, dimana serta bagaimana seseorang dapat memperoleh pelayanan kesehatan reproduksi yang memadai. Persoalan lainnya berkaitan dengan perilaku seksual bebas laki-laki yang dilakukan dengan pekerja seksual komersial dan fenomena bungkus. Perilaku tersebut jelas-jelas merupakan pengabaian hak perempuan untuk mendapatkan kebahagiaan seksual dan hak untuk bebas dari kekerasan serta bebas dari kemungkinan terjangkit penyakit menular seksual. Bertolak dari pengalaman tidak berjalannya program pemberdayaan perempuan sesuai yang diharapkan karena dinilai tidak ada manfaat yang dirasakan secara langsung oleh para lakilaki, maka dalam mengatasi masalah kesehatan reproduksi perlu ditekankan bahwa semua itu untuk kepentingan laki-laki. Ini penting, mengingat dalam kultur orang Irarutu, laki-laki adalah penguasa di ranah publik. Karena itu, dalam menyelesaikan masalah kesehatan reproduksi, perlu didukung oleh komitmen laki-laki untuk peran secara aktif dalam meningkatkan kesehatan reproduksi dirinya, istrinya dan anak-anaknya. Pandangan tradisonal dalam kehidupan 250
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
berkeluarga bahwa kapasitas laki-laki adalah sesuatu yang membanggakan perlu dirubah. Laik-laki yang membanggakan adalah laki-laki yang bertanggungjawab terhadap perilaku seksual dan reproduksi sehat serta terhadap segala akibatnya bagi kehidupan keluarga. Sebagai syarat keberhasilannya, penanaman nilai-nilai bahwa laki-laki adalah penanggungjawab perlu dikonstruksi secara sosial dengan memanfaatkan struktur “satu tungku tiga batu”. Pemikiran tersebut tentunya perlu didukung dan difasilitasi oleh Pemerintah, khususnya untuk menjamin ketersediaan pelayanan kesehatan reproduksi yang mudah dijangkau dan berorientasi pada perspektif dan kebutuhan sasaran. 8.2. Rekayasa Sosial dengan Aksi Sosial Berangkat dari permasalahan kesehatan reproduksi yang dihadapi oleh masyarakat Irarutu khsusnya yang berada di wilayah teluk Arguni, Kaimana, perlu ada tindak lanjut agar mereka memperoleh informasi yang memadai dan memungkin-kan setiap orang mengambil sikap dan keputusan yang benar dan baik bagi dirinya. Usaha untuk memperbaiki kondisi masyarakat dan pemenuhan kebutuhan masyarakat dapat dilakukan dengan penggerakan masyarakat yang lazim dikenal dengan nama pemberdayaan masyarakat. Dari berbagai batasan tentang pemberdayaan, semuanya berada dalam konteks meningkatkan kapasitas dari kelompok masyarakat marjinal adan rentan secara sosial, ekonomi dan politik. Awalnya, pemberdayaan masyarakat merupakan suatu progam yang bertujuan untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan dengan mengembangkan kemandirian masyarakat. Perkembangan selanjutnya, konsep pemberdayaan banyak juga dikaitkan dengan kontek kesetaraan gender. Holecombe (1995) melihat pemberdayaan sebagai upaya partisipasi, berbagi kontrol,
251
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
hak dan pengambilan keputusan oleh perempuan. Sedangkan Karl (1995) menilai pemberdayaan sebagai kegiatan membangun kesadaran kolektif, peningkatan kapasitas dan pengembangan keterampilan, partisipasi dan kontrol yang lebih besar dan kuasa mengambil keputusan dan bertindak untuk mewujudkan kesetaraan gender. Terkait dengan konteks kesetaraan gender, pemberdayaan berawal dari kesadaran dan kebutuhan untuk membuat perempuan mampu melepaskan diri dari posisi subordinasi dan mempunyai kekuatan melakukan perubahan. Dengan kata lain, penggunaan istilah pemberdayaan, banyak digunakan untuk berbicara tentang usaha perempuan mendapatkan kontrol atas sumber daya dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka. Karena itu, pemberdayaan perlu didefinisikan secara kontekstual, karena apa yang kegiatan pemberdayaan belum tentu sama dalam situasi dan individu yang berbeda . Agar suatu program pembangunan berjalan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, harus dilihat bagaimana respon masyarakat terhadap rencana intervensi dalam bentuk pemberdayaan tersebut. Apakah mereka terbuka dengan perubahan? Apakah mereka mau menerima tetapi belum mampu melakukan? Atau apakah mereka tidak mau berubah? Sebelum masyarakat tidak diposisi pada respon ketiga, maka program bisa dilanjutkan. Community development program dalam upaya melakukan perubahan kearah perbaikan merupakan hal yang sangat penting ketika diletakkan atas dasar keyakinan bahwa masyarakatlah yang paling tahu apa yang mereka butuhkan dan permasalahan yang mereka hadapi. Walau pada kenyataannya, masyarakat seringkali tidak sadar dengan masalah yang mereka hadapi. Disamping itu kemampuan masyarakat juga masih rendah untuk 252
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
mengembangkan partisipasi akibat tidak terbiasa melibatkan diri dalam pembangunan. Membangun masyarakat, perlu ada jaminan bahwa partisipasi masyarakat terlibat didalamnya. Bentuknya adalah sebuah rekayasa sosial yang merupakan suatu proses "aksi sosial". Dalam kegiatan yang dilakukan dengan prinsip kerja "doing with the community" akan merangsang masyarakat menjadi aktif, dinamis dan mampu mengidentifikasi serta menentukan prioritas kebutuhannya. Pada pelaksanaannnya, masyarakat mengorganisir diri dalam merumuskan masalah dan kebutuhan-kebutuhan baik yang sifatnya untuk kepentingan individu maupun yang sifatnya untuk kepentingan bersama, merencanakan yang akan dikerjakan, dan nantinya melaksanakan kegiatan yang direncanakan dengan melibatkan dari semua potensi yang dimiliki masyarakat. Bila perlu dapat melengkapi dengan bantuan teknis dan material dari pemerintah dan badan-badan nonpemerintah di luar masyarakat. Adapun proses pemberdayaan masyarakat Irarutu di bidang kesehatan reproduksi sebagai suatu aksi sosial dengan melibatkan semua unsur masyarakat dapat dilakukan sebagaimana tahapan berikut : Tahap Persiapan. Review tentang kondisi saat ini. Diawali dengan pemetaan kondisi masyarakat, hasilnya merupakan informasi faktual tentang kesehatan, sosial, ekonomi, demografi dan termasuk pengetahuan tentang nilai, sikap, ritual dan custom. Kegiatan review ini dilakukan dengan cara memaparkan di forum terbuka semua temuan tentang kondisi masyarakat saat ini khususnya tentang kesehatan reproduksi yang menjadi tema sentral yang akan diperbaiki kondisinya. Desainnya adalah merangsang masyarakat untuk mampu mendikusikan masalahnya secara 253
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
terbuka serta merumuskan pemecahannya dalam suasana kebersamaan.Di dalam masyarakat yang terikat terhadap adat kebiasaan, sadar atau tidak, mereka seringkali tidak merasakan bahwa mereka punya masalah yang perlu dipecahkan. Karena itu, perlu pendekatan persuasif agar masyarakat sadar bahwa mereka punya masalah yang perlu dipecahkan dan kebutuhan yang perlu dipenuhi. Identifikasi perubahan yang dapat dilakukan. Setelah tahu benar tentang masalah yang dihadapi, setiap anggota masyarakat yang terlibat dapat memberikan pandangan ttg rencana masa depan yang lebih baik bagi individu, keluarga dan masyarakat secara umum. Dari situ kita akan tahu tentang perubahan apa yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kondisi yang ada saat ini. Dengan memberikan penilaian terhadap hal yang dianggap penting, sedang dan kurang penting, kemudian forum secara bersama-sama menyusun suatu prioritas perubahan. Dalam hal ini masyarakat perlu diberdayakan agar mampu mengidentifikasi permasalahan yang paling menekan. Dan masalah yang paling menekan inilah yang harus diutamakan pemecahannya. Tahap Perencanaan Menyusun kemungkinan/ kelayakan pelaksanaan. Dengan membangun rasa percaya diri, masyarakat diharapkan percaya diri melakukan semacam SWOT analisis. Apa yang menjadi potensi, risiko bagi individu, keluarga dan masyarakat dan merencanakan kelayakan pelaksanaan kegiatan. Menyusun kalender kegiatan. Pemberdayaan masyarakat adalah suatu kegiatan yang berkesinambungan. Karena itu, masyarakat perlu diberi target pencapaian tujuan setiap
254
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
kegiatan berdasarkan waktu yang ditetapkan bersama agar mampu bekerja memecahkan masalahnya secara kontinyu. Menentukan siapa yang dilibatkan dalam melakukan perubahan. Mengumpulkan pengetahuan yang menyangkut informasi mengenai sumberdaya masyarakat setempat. Dengan demikian masyarakat akan tahu dan mengerti bahwa mereka memiliki kekuatan-kekuatan dan sumber-sumber yang dapat dimobilisasi untuk memecahkan masalah yang dihadapi dan memenuhi kebutuhannya. Dukungan tokoh masyarakat penting, untuk itu, faktor "the local leaders" harus selalu diperhitungkan karena mempunyai pengaruh yang kuat di masyarakat. Kegiatan ini juga mengidentifikasi siapa melakukan apa, termasuk peran pemerintah dengan dinas terkaitnya dan lembaga non pemerintah. Harus ada komitmen, ada pembagian tugas, peran dan tanggung jawab dari semua pihak. Tahap Pelaksanaan Langkah awal pelaksanaan adalah kampanye kegiatan. Bisa berupa proses advokasi sosialisasi, pembudayaan atau internalisasi. Sudah ditetapkan medianya, metodenya dan sasarannya. Jangan lupa untuk mengidentifikasi hasil capaiannya. Apakah sasaran memahami persoalan, ketertarikan ikut berperan, terlibat dalam memberikan alternative, memilih 1 peran atau menyampaikan langkah tindak lanjut. Melakukan pelatihan atau workshop kepada masyarakat agar memiliki pemahaman yang baik tentang kesehatan reproduksi. Melakukan pelatihan keterampilan dengan materi seperti perencanaan keluarga, perawatan ibu baru melahirkan dan bayinya, perawatan organ reproduksi, termasuk pemanfaatan ramuan tradisional, cara menghindar dari masalah terkait hubungan seksual sebelum menikah dan bagaimana melakukan hubungan seksual yang aman.
255
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
Dalam melakukan kegiatan sering dihadapkan pada keterbatasan sumberdaya. Agar tercipta pemberdayaan yang berkesinambungan perlu adanya pendampingan dan kemitraan yang dilakukan dengan prinsip kesetaraan, keterbukaan dan untuk kemanfaatan bersama. Monitoring dan evaluasi Aspek penting dalam memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan suatu kegiatan adalah adanya indikator dan tolok ukur keberhasilan. Hal ini berguna untuk mengukur pencapaian tujuan kegiatan yang sudah dilakukan. Indikator keberhasilan ini bisa dikembangkan sendiri oleh masyarakat dengan tolok ukur yang sudah ditentukan dan disepakati bersama sebelumnya. Pilihan cara yang bisa digunakan antara lain dengan mengacu pada pendekatan sistem, dimana terdapat indikator input, proses dan outputnya. Bisa juga digunakan peer review yang menekankan pada penilaian oleh tokoh masyarakat sebagaimana terdapat dalam konsep “satu tungku tiga batu”. Pilihan lainnya adalah dengan menilai keberhasilan setiap komponen kegiatan, seperti kelembagaannya, perencanaannya, pengelolaannya, monitoring dan evaluasinya serta bagaimana pengakuan masyarakat terhadap kegiatan ini. Hasil monitoring dan evaluasi bisa dijadikan umpan balik untuk perbaikan kegiatan. Akhirnya, perlu dipahami bersama bahwa kegiatan aksi sosial ini adalah kegiatan yang menempatkan masyarakat sebagai lembaga yang merencanakan, mengorganisasi, melaksanakan dan mengontrol kegiatan aksi berdasarkan pada kekuatan dan keswadayaan masyarakat itu sendiri. Rekayasa sosial ini tidak lebih dari sebuah skenario. Masyarakat sepenuhnya berkuasa untuk
256
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
mengembangkan konsep dan pemikiran guna mengatasi masalah yang dihadapi.
257
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
258
BAB 9 PENUTUP
Secara umum, buku ini merupakan kumpulan catatan yang memuat hasil wawancara, hasil pengamatan, intrepretasi dan analisis tentang masyarakat Irarutudi kampung Jawera, Teluk Arguni Bawah di Kaimana. Selama hampir dua bulan tinggal bersama mereka, kami berusaha menggambarkan data temuan sebagai rangkaian karya tulis etnografi kesehatan. Sebagai tulisan etnografi kesehatan, dalam buku ini tidak hanya digambarkan tentang unsur budaya sebagai kerangka etnografi, tetapi diuraikan pula tentang kondisi kesehatan secara umum dan kesehatan reproduksi khususnya serta keterkaitan diantaranya. Pada bagian penutup ini, perkenankan kami menyimpulkan semua temuan data sebagaimana terdapat pada bab 2 – 7. Tentang penduduk dan wilayah, Orang Irarutu atau disebut juga dengan nama Irahutu adalah salah satu Etnik bangsa asli Papua yang banyak mendiami wilayah teluk Arguni,Kaimana sampai ke teluk Bintuni. Mereka memiliki ciri fisik berkulit gelap dan rambut keriting. Jumlah populasi sekitar 4.000 jiwa dan menggunakan bahasa Irarutu. Pada paparan tentang kebudayaan orang Irarutu khususnya penggambaran kerangka etnografi dapat disampaikan bahwa: Pola pemukiman orang Irarutu di Teluk Arguni, tersebarpada kampung-kampung di pesisir teluk yang terdapat di pedalaman Kaimana. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, mereka menggantungkan hidupnya pada hasil kebun dan hutan yang 259
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
tumbuh lebat disekitar pemukimannya dan bantuan pemerintah daerah. Kekayaan alam papua dalam menyediakan semua kebutuhan hidup membuat mereka tidak perlu berjuang lebih keras lagi untuk hidup. Berdasarkan sistem patrilineal, di lingkungan kampung terdapat tiga kelompok kekerabatan, yang berbentuk keluarga inti, keluarga luas dan fam. Kelompok kerabat inilah yang menghendaki perkawinan untuk dilakukan secara exogami. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, orang Irarutu senantiasa berpedoman kepada aturan-aturan adat sebagai pedoman hidup. Mereka menggunakan nilai adat sebagai norma dalam mengatur aktivitas sosial masyarakatnya. Nilai budaya gotong royong adalah hal yang mendasari setiap kegiatan untuk kepentingan bersama. Efisiensi dan efektifitas pelaksanaan tidak penting dibandingkan kebersamaan dalam berkumpul, bekerja dan makan. Program pembangunan dilakukan Pemerintah Daerah untuk meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi diutamakan pada kegiatan peningkatan sumber daya manusia dan infrastruktur guna menghubungkan antar wilayah. Program yang berbentuk bantuan sosial tidak membuat penduduk produktif malah semakin bergantung kepada keberlangsungan program yang difasilitasi oleh pemerintah Kabupaten. Kontak dengan migran membuat orang Irarutu mengalami perubahan dalam gaya hidup. Namun untuk hal-hal yang berhubungan dengan nilai dan pandangan hidupnya, mereka sulit untuk merubah. Dibidang kesehatan, Pemerintah sudah menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan dalam bentuk Puskesmas, Pustu dan balai pengobatan secara merata disetiap distrik. Sementara ini fasilitas kesehatan berupa Rumah Sakit hanya ada satu yang berlokasi di ibu kota kabupaten. Untuk mengatasi hambatan geografis, Pemerintah sudah berupaya membangun Pustu dan 260
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
menempat-kan tenaga kesehatan di setiap kampung dan memberikan pelayanan Puskesmas Keliling. Orang Irarutu yang tinggal di kampung memanfaatkan fasilitas kesehatan sebagai tempat berobat dan minta obat kalau sakit. Penyakit yang banyak diderita adalah ISPA, malaria, infeksi kulit dan diare. Untuk mengobati sakitnya, selain menggunakan obat modern, masyarakat juga menggunakan ramuan tradisional. Tentang kesehatan reproduksi, remaja mengenal pacaran sebagai hal biasa. Mereka bisa bermesraan, berpelukan, berciuman dan bahkan berhubungan seksual. Remaja juga tahu benar tentang menstruasi, walau tidak ada perawatan khusus. Pada perempuan dewasa kondisinya tidak berbeda dengan remaja, tidak merawat khusus organ reproduksinya ketika menstruasi dan bahkan ketika melahirkan. Hal ini yang kemudian dijadikan alasan pembenaran laki-laki untuk melakukan hubungan seksual diluar nikah. Tidak sama dengan stereotip orang Papua tentang perilaku seksual, di komunitas orang Irarutu tidak ditemukan perilaku seks sebagai bagian dari suatu sistem nilai dan budaya. Bagi orang Irarutu perilaku seksual bersifat sangat privasi dan harus sesuai dengan adat dan agama. Seseorang yang melakukan hubungan seksual terlarang akan dikenai denda adat. Hubungan yang terjadi dalam perilaku seksual antara lakilaki dan perempuan lebih diwarnai oleh nilai-nilai patriarkat. Untuk menunjukkan hegemoninya, laki-laki mengekspresikan dalam bentuk perilaku bungkus. Pengekspresian perilaku ini sudah dilakukan sejak usia remaja. Tindakan pembungkusan yang tidak benar dan perilaku seksual yang tidak safe akan berisiko terhadap kesehatan. Sementara itu, Pemerintah Kaimana tidak banyak melakukan tindakan terkait fenomena bungkusyang banyak dilakukan penduduknya. Untuk rekomendasi, kami sudah menguraikan secara panjang lebar pada bab ke 8. Ringkasnya rekomendasi yang dapat 261
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
kami berikan terkait dengan perilaku seksual dan fenomena bungkus adalah : 1. Pemerintah Kabupaten sampai Pemerintah Kampung bersama tokoh adat dan agama sebagai “satu tungku tiga batu” perlu melakukan intervensi kepada masyarakat agar berperilaku reproduksi yang sehat, termasuk agar terhindar dari risiko kebiasaan bungkus. Kaum laki-laki sebagai pihak yang berkepentingan harus terlibat mulai dari perencanaan intervensi sampai kegiatan pelaksanaan. 2. Cara intervensi adalah dengan melakukan rekayasa sosial, masyarakat mengorganisir diri dalam merumuskan masalah dan kebutuhannya, merencanakan yang akan dikerjakan dan melaksanakan kegiatan dengan melibatkan semua potensi masyarakat.
262
INDEKS
A agama lokal · 104 air bersih · 159, 160, 161 aksi sosial · 254 alat kontrasepsi · 132 anggaran pembangunan · 110, 111 angka kematian ibu · 128 angka partisipasi sekolah · 113 antropologi · 16, 21, 35, 63 antropologi ragawi · 21 Arguni Bawah · 5, 6, 7, 9, 10, 11, 13, 17, 18, 25, 26, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 45, 56, 57, 114, 123, 124, 127, 129, 132, 137, 139, 180, 187, 259, 275, 278 ASI · 180, 181, 186 Austronesia · 4, 24, 25, 98
B
berburu · 15, 39, 82, 87, 88, 90, 191, 194, 196, 200, 204, 217, 234, 246 Berburu · 87, 88 berdagang · 89 berladang · 76 Berternak · 90 Birokrasi · 70, 275, 279 bodi · 85, 86, 269 budaya · 2, 3, 5, 6, 8, 22, 103, 110, 115, 117, 124, 177, 197, 198, 212, 215, 229, 239, 240, 245, 246, 247, 259, 260, 261 Bugis · 20, 30, 34, 48, 84, 85, 86, 117, 139, 226 bungkus · 8, 9, 10, 11, 176, 206, 211, 212, 230, 231, 232, 234, 235, 236, 237, 238, 241, 242, 245, 248, 249, 251, 261, 262, 269, 280 Buruway · 13, 17, 18, 19, 129, 132, 137 Buton · 20, 30, 34, 48, 83, 84, 85, 86, 99, 117, 118, 139, 226
Badan Pusat Statistik · 7, 17, 275 bahan tambang · 122, 123, 124
263
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
C
E
cerita rakyat · 10, 35, 36, 270, 271 China · 20, 81 Christian and Missionary Alliance · 104 clan · 61, 62, 71, 72, 73, 269 Community development program · 253
ekologi · 14, 15 eksogami · 61 endogami · 65, 269 Etna · 13, 17, 18, 19, 23, 24, 25, 129, 132, 137, 278 etnis · 2, 4, 5, 9, 50, 57, 102, 103, 119, 203 etnis Alifuru · 2 etnis Nias · 2 etnografi · 2, 3, 4, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 35, 70, 169, 248, 259 exogami · 65, 260, 269
D Dana Alokasi Khusus · 111 Dana Alokasi Umum · 111 Dana Perimbangan · 111 Daun Gatal · 172, 173 daun tiga jari · 11, 175, 176, 212, 231, 232, 234, 235, 237, 238 Daun Tun Ro · 171 demografi · 59, 254 denda adat · 219, 246, 261 Deutro Malayan · 21 Diare · 1, 134, 135, 146 Distrik · 5, 6, 7, 9, 10, 13, 16, 17, 18, 19, 23, 24, 25, 26, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 45, 48, 49, 56, 57, 112, 114, 115, 123, 127, 129, 131, 132, 137, 138, 139, 187, 278, 279
264
F fam · 60, 61, 62, 63, 65, 260, 269 fauna · 94 Field Note · 8 Filariasis · 1 flora · 94 folklore · 10, 35, 36, 184, 185, 269
G gelembung · 80 Gerakan Sayang Ibu · 197 Gereja Protestan Maluku · 47, 76
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
gizi · 10, 33, 127, 128, 131, 141, 143, 182, 196, 198, 199, 201, 202 gizi buruk · 131 globalisasi · 124 gotong royong · 56, 57, 260 Gowaru · 190, 270
H HIV/AIDS · 1, 9, 197, 214, 242, 243, 244, 249, 276, 278 Honge · 38, 104 hosa · 159, 194, 204, 207, 270 hubungan seks sebelum menikah · 213 hubungan seksual · 188, 189, 213, 215, 216, 217, 218, 220, 221, 223, 224, 241, 245, 246, 247, 249, 250, 256, 261
I ikan Gulama · 80, 202 imunisasi · 1, 128, 131, 153 incest · 66, 270 index of Irian Jaya Languages · 97 Irarutu · 4, 5, 9, 10, 11, 15, 25, 26, 30, 33, 35, 36, 37, 47, 48, 49, 50, 57, 59, 60, 61, 62, 63, 65, 66, 67, 68, 69, 72, 74, 75, 76, 90, 91, 97, 98, 99, 100,
105, 106, 107, 118, 139, 143, 152, 154, 155, 156, 166, 167, 169, 180, 181, 182, 183, 184, 185, 186, 187, 189, 190, 192, 193, 196, 197, 199, 201, 202, 203, 204, 207, 208, 212, 215, 216, 217, 224, 226, 229, 245, 246, 248, 251, 252, 254, 259, 260, 261, 279 Islam · 34, 47, 57, 67, 73, 76, 103, 104, 106, 217
J Jafir · 41, 42, 45, 46 jamban · 155, 156, 157, 158, 163 Jawa · 3, 20, 30, 34, 48, 80, 83, 84, 85, 86, 99, 117, 118, 124, 139, 212, 225, 226, 227, 228, 240 Jawera · 6, 9, 28, 31, 32, 33, 45, 46, 47, 50, 51, 52, 53, 57, 59, 60, 68, 69, 76, 77, 78, 82, 84, 85, 86, 87, 88, 90, 92, 94, 96, 105, 107, 118, 122, 123, 124, 140, 142, 143, 147, 149, 151, 152, 153, 154, 155, 156, 157, 158, 160, 161, 164, 165, 167, 184, 185, 186, 187, 192, 196, 199, 201, 208, 209, 259
265
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
K Kaimana · 4, 6, 7, 9, 10, 11, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 35, 48, 55, 70, 71, 73, 76, 78, 81, 82, 84, 90, 93, 94, 103, 109, 110, 111, 112, 113, 114, 115, 116, 117, 118, 119, 120, 123, 124, 127, 128, 129, 130, 131, 132, 133,댈134, 135, 136, 137, 138, 180, 187, 227, 228, 231, 239, 240, 242, 243, 244, 246, 248, 249, 252, 259, 261, 273, 275, 278, 279 Kambraw · 17, 18, 29, 30, 139 kapal putih · 115, 117, 270 Katolik · 34, 47, 76, 103, 104 kayu mulia · 230 kebudayaan · 3, 5, 6, 9, 10, 14, 16, 20, 22, 37, 58, 61, 68, 70, 100, 106, 176, 177, 181, 198, 203, 213, 214, 246, 259, 270 kehamilan · 1, 2, 141, 151, 197, 198, 247 kekerabatan · 10, 20, 58, 59, 60, 61, 62, 63, 65, 70, 71, 183, 260, 269 kekuatan supranatural · 46, 74, 105, 270 Kelompok kekerabatan · 60 keluarga · 11, 16, 33, 54, 55, 59, 60, 65, 66, 67, 68, 69, 76,
266
77, 79, 80, 82, 84, 85, 90, 91, 95, 105, 106, 108, 114, 130, 146, 152, 160, 180, 182, 183, 184, 189, 191, 193, 194, 196, 204, 205, 207, 218, 220, 226, 229, 250, 252, 255, 256, 260, 269, 270 Keluarga Berencana · 121, 132 Keluarga inti · 60 keluarga luas · 59, 60, 61, 260 kematian bayi · 1, 128, 129, 130 kematian ibu · 1, 128, 130, 197 kepercayaan · 2, 3, 62, 110, 119, 176, 181, 184, 194, 195, 201, 204, 214 keputihan · 208, 224, 247 kesehatan reproduksi · 10, 11, 179, 180, 224, 245, 251, 252, 254, 256, 259, 261 konflik · 45, 47, 119, 218 konsep sehat · 166 Kristen · 47, 60, 103, 104, 217 Kusta · 1
L lema · 3, 270 Lembaga Dewan Adat · 5 Levirat · 67, 271 life-cycle · 58, 59, 271 lokalisasi · 228
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
M
noken · 79, 195, 271
mahluk gaib · 46, 105 making pregnancy safer · 197 Malaria · 1, 134, 143 masa pubertas · 186, 192 Mata pencaharian · 15, 19 Melanesia · 21, 97, 98 mencuci tangan · 154, 155, 156, 185, 186 menokok sagu · 55 menstruasi · 186, 192, 193, 194, 195, 208, 247, 261 mentalitas · 117, 119, 124 meramu · 15 Merokok · 158 Mgai · 45, 46 minuman keras · 41, 216 minyak lintah · 230, 231 mitos · 232, 238 monogami · 68, 271 Musyawarah Masyarakat Desa ·2
O
N Naru · 38, 39, 40 neglected diseases · 1 Negroid · 21 nelayan · 15, 19, 34, 53, 54, 56, 80, 82, 83, 84, 85, 86, 118, 149, 165, 183, 199, 202, 212, 226
obat program · 147 Observasi · 148 onderafdeling · 16, 272 organ reproduksi · 9, 11, 192, 208, 224, 247, 256 Otonomi Khusus · 119
P pacaran · 188, 216, 246, 261 pantangan terhadap makanan · 183 Papua · 4, 9, 11, 13, 14, 16, 19, 20, 21, 22, 23, 37, 55, 62, 70, 75, 80, 89, 93, 97, 98, 100, 102, 103, 104, 114, 115, 117, 119, 124, 139, 168, 169, 173, 177, 195, 212, 213, 214, 223, 224, 225, 227, 228, 230, 231, 232, 234, 237, 239, 240, 241, 244, 245, 246, 248, 259, 261, 269, 275, 276, 277, 278, 279 Papua Niugini · 97 partisipasi masyarakat · 121, 128, 138, 254 Pasangan Usia Subur · 132 patrilineal · 61, 62, 66, 72, 73, 260, 269, 272
267
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
pedoman pengumpulan data · 8 pekerja seks · 227, 228 pembangunan kesehatan · 1, 2, 4, 128 Pemberantasan jentik nyamuk · 163 pendidikan · 32, 75, 76, 109, 112, 113, 114, 120, 128, 139, 142, 152, 154, 187, 193, 203, 207 pengasingan terhadap perempuan · 195, 203 pengetahuan · 2, 3, 6, 37, 124, 144, 154, 155, 168, 170, 176, 177, 182, 185, 192, 199, 203, 207, 251, 254, 256 Pengobatan tradisional · 147, 168 penyakit menular seksual · 9, 214, 241, 242, 244, 251 Penyimpanan air minum · 163 people centered development · 249 perceraian · 68, 69 perilaku seksual · 11, 180, 212, 214, 228, 244, 245, 246, 248, 250, 251, 252, 261, 262 Perkawinan · 65, 66, 67, 68 persalinan oleh Dukun · 130 perubahan psikologis · 187 Petuanan · 72
268
PNPM Mandiri · 56, 119, 120, 124 Pohon Tali Kuning · 174 Pola konsumsi · 90 pola menetap · 10, 48 poliandri · 68, 272 poligami · 272 Posyandu · 2, 138, 152, 153, 154 potensi kesehatan · 3 profil tank · 160, 161, 163, 164 Program Pemberdayaan Kampung dan Kelurahan · 120, 249 program penempataan bidan di desa · 197 program raskin · 94 prostitusi · 226, 229, 240, 241, 248 Proto Malayan · 21 Puskesmas · 1, 30, 33, 132, 135, 139, 140, 141, 143, 147, 151, 152, 153, 167, 236, 243, 260, 279 Puskesmas Pembantu · 1, 135, 140, 141, 143, 167, 243
R ramuan tradisional · 144, 145, 146, 147, 207, 232, 256, 261 Rapid test malaria · 143 rekayasa sosial · 125
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
remaja · 8, 58, 59, 85, 93, 179, 180, 185, 186, 187, 188, 189, 190, 191, 192, 196, 197, 216, 217, 219, 231, 232, 241, 245, 246, 247, 249, 261, 271 roh · 105, 107, 108, 167, 195 rumah adat · 190
S Sabuku · 41, 62 safe-motherhood · 197 sagu · 15, 42, 51, 53, 55, 76, 78, 90, 91, 93, 94, 150, 181, 201, 202, 203, 205, 269, 272, 273 sinara · 61, 272 sistem ide · 10 sistem kepemimpinan · 70 sistem medis · 3, 176 Sororat · 67, 273 sosial · 2, 3, 5, 6, 7, 15, 20, 59, 60, 71, 74, 91, 109, 110, 112, 117, 121, 122, 124, 166, 179, 197, 198, 214, 239, 240, 244, 248, 249, 250, 252, 254, 257, 260, 262, 270 sumberdaya manusia · 32, 109, 114 Summer Insitute of Linguistics · 104 Survey Mawas Diri · 2 swanggi · 107, 273
T tanaman bahan obat · 168, 169 Tanggaromi · 23, 26, 27, 28, 29, 50, 52, 62, 77, 81, 82, 86, 88, 116, 140, 145, 148, 153, 157 Tanusan · 26, 28, 30, 31, 32, 33, 50, 56, 57, 58, 114, 139, 140, 141, 143, 151, 152, 153, 187 tari nfun jenan · 190 TB · 1, 158 Teluk Arguni Atas · 17, 18, 28, 29, 129, 132 tempat pembuangan sampah · 164 term of adress · 63, 273 term of reference · 63, 273 the Indische Kerk · 47 tiounu · 189, 192, 215, 217, 218, 273 tradisi · 2, 3, 11, 52, 68, 163, 177, 195, 214, 246 Tradisi gebrakan · 3 transmigrasi · 115
U UKBM · 2
V ventilasi udara · 165
269
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
vulnerable people · 240, 248
Y
W
Yamor · 13, 17, 18, 19, 25, 129, 132, 138, 278
wabesan · 203, 205, 207, 274 Wams Efut · 144, 170, 171 Wams Ro · 171 warisan · 69, 92, 147 wawancara · 6, 8, 259
270
Z zona ekologi · 14, 15
GLOSARIUM
bapak desa bodi bungkus burma clan
darrig dartu distrik egman emaa endogami
ero win exogami
fa mbrbar farsyafn folklore
Sebutan untuk Kepala Kampung Seburan masyarakat setempat untuk badan “long boat” saja tanpa mesin teknologi yang dilakukan untuk membesarkan alat kelamin laki-laki Alat penikam ikan Kelompok kekerabatan berdasarkan asas keturunan unilineal. Dalam masyarakat, kelompok kekerabatan ini ditentukan dengan menarik garis keturunan secara unilineal, bisa melalui garis pihak ibu (matrilineal) atau garis keturunan ayah (patrilineal) Loyang dari pelepah sagu Loyang kayu Sebutan untuk kecamatan di daerah Papua mahluk halus pembunuh yang terbang seperti burung Kayu bakar hubungan atau anjuran perkawinan yang dilakukan seseorang dengan orang dari berasal dari keluarga luas/ fam sendiri Dididihkan, dimasak sampai mendidih hubungan perkawinan yang dilakukan seseorang dengan orang dari luar keluarga luas/ fam kaki bengkak daun tikar Cerita rakyat 271
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
Fta nabad furigt gebrakan Gowaru
honge hosa incest
jamt Jarir
kalawai
kapal putih keluarga luas
kios legenda lema
272
Perut membesar Sembilu, alat memotong tali pusat bayi Tradisi memukul suatu benda untuk mendeteksi pendengaran bayi suatu ungkapan perasaanseseorang kepada lawan jenisnya yang di tuangkan lewat lantunan lagu Perang antar Etnik Sesak nafas perkawinan yang terlarangmenurut adat istiadat atau hukum yang berlaku di masyarakat luka pada kulit tubuh dengan kondisi pecahpecah Orang yang mempunyai kemampuan mengobati orang sakit secara fisik dan gangguan kekuatan supranatural Alat berbentuk tombak yang digunakan untuk menangkap ikan dengan cara ditusukkan pada tubuh ikan yang akan ditangkap sebutan untuk kapal yang dikelola oleh PELNI Merupakan keluarga yang tinggal dalam satu kesatuan sosial rumah tangga yang terdiri atas lebih dari satu keluarga inti Toko atau tempat menjual kebutuhan penduduk cerita rakyat yang dianggap benar telah terjadi tetapi tidak dianggap suci kesatuan sosial atau kolektifa yang mempunyai kesadaran sebagai satu kebudayaan, yang antara lain ditandai oleh kesamaan bahasa
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Levirat
life-cycle
lobe majag sgwan mangi-mangi
matu tu mgrig mite
monogami nafiri naik
nmtmat Nmtur Sfri
noken
perkawinan seorang janda dengan saudara sekandung suaminya yang sudah meninggal dunia Tingkatan kehidupan sepanjang hidup manusia mulai dari bayi, anak, remaja, menikah, hamil, melahirkan, tua dan mati sejenis lampu petromak untuk memancing ikan mendekat Perempuan yang bersikap genit Pohon sejenis bakau yang kayunya mengandung minyak dan banyak digunakan sebagai kayu bakar oleh masyarakat setempat Manusia asli Dukun adalah cerita rakyat yang dianggap benarbenar terjadi dan mempunyai sifat suci oleh masyarakat yang mempunyai cerita tersebut perkawinan dimana seseorang hanya mempunyai satu orang suami atau istri Terompet Istilah yang digunakan untuk menyatakan bila seseorang pergi dari daerah pantai menuju daerah pedalaman. Meninggal Prosesi bagi Janda atau Duda duduk disudut dinding selama 3 hari sebagai bentuk penghormatan dan rasa cinta kepada yang meninggal Semacam tas yang digunakan sebagai tempat membawa benda-benda perbekalan atau
273
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
Nret-Ddan Nanttui
menokok
onderafdeling patrilineal petuanan
poliandri poligami rgwin ritr nfit sero
sinara
274
hasil berkebunnya. Dulu benda ini terbuat dari anyaman kulit kayu, sekarang sudah terbuat dari plastik bekas tempat beras atau lainnya. Cara membawanya adalah dengan digendong seperti tas ransel atau dikaitkan di kepala Menarik perhatian lawan jenis dan orang tuanyadengan cara membantu bekerja. Harapannya agar dia dijodohkan dengan lawan jenis tersebut Kegiatan mencincang pohon sagu yang sudah dipotong dan dibelah menjadi remah-remah halus menggunakan alat khusus agar nantinya bisa diproses lebih lanjut agar menjadi bahan makanan dari sagu. wilayah administratif Cara menarik garis keturunan keatas melalui orang tua laki-laki orang yang bertugas dan bertanggung-jawab melindungi hak-hak masyarakat yang berupa hasil kekayaan alam di wilayah setiap Clan perkawinan dimana seseorang perempuan boleh mempunyai lebih dari satu orang suami perkawinan dimana seseorang laki-laki boleh mempunyai lebih dari satu orang istri Kepala sakit dada alat perangkap ikan yang dibuat dari anyaman bambu yang dipasang ditepi laut yang dianggap sebagai tempat lalu-lalangnya ikan Upacara pelepasan hak pengelolaan aset
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
tanah dari komunitas adat kepada lembaga atau badan usaha tertentu. Ritual ini dipimpin oleh ketua adat untuk menentukan bentuk dan besar pemberian oleh mereka yang akan mengelola aset komunitas adat tersebut si siba Menstruasi Sororat perkawinan seorang duda dengan saudara sekandung atau anak saudara sekandung istrinya yang sudah meninggal dunia sot tfaf pakaian untuk menutupi kemaluan berupa seperti celana dalam yang terbuat dari kulit pohon sribun daun sagu swanggi Sebutan untuk manusia yang mempunyai kemampuan untuk menjelma sebagai mahluk halus yang penggunaannya untuk membunuh seseorang yang diinginkan tebebagn Tato term of adress Istilah memanggil atau menyapa yang digunakan oleh EGO untuk memanggil seseorang kerabat ketika berhadapan dan berhubungan secara langsung term of reference Istilah menyebut yang digunakan EGO ketika ia berhadapan dengan seorang kerabat sebagai orang ketiga Tfur Orang yang menjaga kestabilan warga masyarakat dalam menjalani kehidupan sesuai aturan adat tiounu pelanggaran norma adat dan agama turun Istilah yang digunakan orang Kaimana pada umumnya untuk menyatakan bila seseorang
275
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
Ujeg wabesan wagt wenitat wer wo
276
pergi dari daerah pedalaman menuju daerah pantai setan bermata merah bangunan terbuat dari kayu sebagai tempat untuk melahirkan Keladi Nama sebangsa jin/ mahluk halus Air Roh
DAFTAR PUSTAKA
Ajamiseba D.C., 1994, Kebinekaan Bahasa di Irian Jaya, Irian Jaya; membangun masyarakat majemuk, Djambatan, Jakarta. Almatsier, Sunita, 2004, Prinsip Dasar Ilmu Gizi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Atkinson P. and Hammersley M., 1994, Ethnography and Partisipant Observations, in Handbook of Qualitative Research, Sage Publication, London. Bachtiar H.W., 1994, Sejarah Irian Jaya, Irian Jaya; membangun masyaraakat majemuk, Djambatan, Jakarta. Badan Pusat Statistik, 2012, Kecamatan Teluk Arguni Bawah Dalam Angka 2012, Badan Pusat Statistik dan Bappeda Kabupaten Kaimana, Kaimana. Badan Pusat Statistik, 2013, Kabupaten Kaimana Dalam Angka 2013, Badan Pusat Statistik dan Bappeda Kabupaten Kaimana, Kaimana. Badan Pusat Statistik dan Departemen Kesehatan, 2007, Situasi Perilaku Berisiko dan Prevalensi HIV di Tanah Papua 2006, Hasil STHP di Tanah Papua 2006. Badan Pusat Statistik dan Departemen Kesehatan, Jakarta. Bard, Maureen, 2004,Mempersiapkan kelahiran bayi. Arcan, Jakarta. Blau P.M. dan Meyer M.W., 1987, Birokrasi dalam Masyarakat Modern, Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta.
277
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
Bryman, Alan, 2004, Social Research Methods, second edition, Oxford University Press, New York. David Wambrauw, 2001, Perilaku Seksual Etnik Arfak, Jayapura. Pusat Studi Kependudukan Universitas Cenderawasih, Djoht Djekky R., 2000, “Perilaku Seksual, PMS dan HIV/AIDS di Kecamatan Sarmi dan Pantai Timur Tanah Papua” dalam Buletin Populasi Papua. Edisi 2/Desember 2000. Jayapura, Pusat Studi Kependudukan Universitas Cenderawasih. Djoht, Djekky R, 2002, Penerapan Ilmu Antropologi Kesehatan Dalam Pembangunan Kesehatan Masyarakat Papua, Antropologi Papua, Vol.1, No.1, Agustus. Dumatubun A.E., 2003, Pengetahuan, Perilaku Seksual Etnik Bangsa Marind-Anim, Antropologi Papua Volume 1. No. 3 Agustus 2003 Foster dan Anderson, 1986, Antropologi Kesehatan, Penerbit universitas Indonesia (UI Press), Jakarta. Glinka, Josef, 1989, Antropometri dan Antroposkopi, hand-out untuk mahasiswa, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga, Surabaya. Holecombe, S (1995) Managing to Empower: The Grameen Bank’s Experience of poverty Alleviation. Landon, Zed Books Ltd.. Holmes, John H. (1924:172-175). “In Primitive New Guinea: An Account of a Quarter of a Century Spent Among the Primitive Ipi and Namau Groups of Tribes of the Gulf of Papua, with an Interesting Description of their Manner of Living, their Customs and Habits, Feasts and Festivals, Totems and Cults” dalam Bruce M. Knauft. South Coast
278
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
New Guinea Cultures: History, comparison, dialectic. Cambridge. Cambridge University Press. Indonesia, 2005, Kebijakan dan Strategi Nasional Kesehatan Reproduksi di Indonesia, Komisi Kesehatan Reproduksi, Jakarta. Ingkokusuma Gunawan, 2000, “Peranan Lembaga Masyarakat Adat (LMA) dalam Penanggulangan Epidemi HIV” dalam Buletin Populasi Papua. Edisi 2/Desember 2000. Jayapura, Pusat Studi Kependudukan Universitas Cenderawasih. Karl, Marilee, 1995, Women and Empowerment: Participation and Decision Making . Zed Books, London. Koentjaraningrat, 1985, Beberapa Pokok Antropologi Sosial, P.T. Dian Rakyat, Jakarta. Koentjaraaningrat, 1994, Dinamika dan Kebinekaan Penduduk, Irian Jaya; membangun masyaraakat maajemuk, Djambatan, Jakarta. Koentjaraningrat, 1994, Kebijaksanaan Pembangunan Dari Atas, Irian Jaya; membangun masyarakat majemuk, Djambatan, Jakarta. Koentjaraaningrat, 2009, Pengantar Ilmu Antropologi, Rineka Cipta, Jakarta. Manalu, Helper dkk, 2012, Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012, Etnik Nias, Desa Hilifadolo, Kecamatan Lolowa’u, Kabupaten Nias Selatan, Provinsi Sumatera Utara, Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan R.I.
279
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
Mansoben, 1994, Kebinnekaan Sistem Kepemimpinan Tradisional di Irian Jaya, Irian Jaya; membangun masyarakat majemuk, Djambatan, Jakarta. Melalatoa M.J., 1995, Ensiklopedi Etnik Bangsa di Indonesia, Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Moehji, Sjahmien, 1992,IlmuGizi . PT. Bhratara Niaga Media, Jakarta Pemerintah Kabupaten Kaimana, 2013, Profil Daerah Kabupaten Kaimana, Badan perencanaaan Pembangunan Daerah dan Lingkungan Hidup. Pemerintah Kabupaten Kaimana, 2009, Inventarisasi Sumberdaya Mineral, Energi dan Bahan Galian di Distrik Kaimana, Buruwai, Teluk Arguni, Teluk Etna, Teluk Arguni Bawah, Kambrau dan Yamor Kabupaten Kaimana, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Lingkungan Hidup, Kaimana. Permana, Meda dkk, 2012, Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012, Etnik Alifuru Seram, Desa Waru, Kecamatan Bula, Kabupaten Seram Bagian Timur, Provinsi Maluku, Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan R.I. Pona
280
La, 2000, “Determinan Penanggulangan Penularan HIV/AIDS dalam Masyarakat Majemuk di Papua” dalam Buletin Populasi Papua. Edisi 2/Desember 2000. Jayapura, Pusat Studi Kependudukan Universitas Cenderawasih.
Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014
Sutaarga Moh Amir dan Koentjaraaningrat, 1994, Kebinekaan Ras dan Penduduk Irian Jaya, Irian Jaya; membangun masyarakat majemuk, Djambatan, Jakarta. Stalker, Peter, 2008, Kita Suarakan MDGs Demi Pencapaiannya di Indonesia, Proyek TARGET MDGs, Jakarta. Suwandono, Agus, Disparitas Sumber Daya Puskesmas Dan RS Pemerintah? Studi Kasus Hasil Rifaskes 2011, Diskusi Hasil Penelitian Jampersal Budaya Setempat dan Motivasi Bidan, Hotel Garden Palace, Surabaya, 11-12 Desembar 2012. Rahail John, 2001, “Desentralisasi dan Penanggulangan AIDS di Papua” dalam Buletin Populasi Papua. Vol. 1, No. 3 April 2001. Tanggarofa, Ernawati, 2008, Unsur-unsur Kebudayaan yang Berubah dan Tidak Berubah Dalam Kehidupan Sosial Wanita Etnik Bangsa Irarutu di Distrik Teluk Arguni Kabupaten Kaimana, Program Studi Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Cendrawasih, Jayapura. Tim Peneliti Univesrsitas Cenderawasih. 1991. Laporan Penelitian Penyusunan Peta Sosial Budaya Papua, Pusat Penelitian Universitas Cenderawasih, Jayapura. Werfete, Mohammad Dain, 2011, Politisasi Birokrasi; studi tentang politik dewan adat dalam melakukan bentukbentuk intervensi politik guna posting birokrat pada jabatan struktural di pemerintah kabupaten Kaimana, tesis S2, Program Studi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
281
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
http://manweer.wordpress.com/2009/10/27/mengenal-bahasaIrarutu/ http://www.pondokobatpapua.com/2013/07/herbal-daunbungkus-tiga-jari.html
282
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur kami haturkan kepada tuhan yang maha kuasa, atas selesainya pelaksanaan riset etnografi kesehatan masyarakat irarutu di kaimana, papua Barat yang kami tuangkan dalam buku “menyingkap tabir ‘bungkus’ daun tiga jari”. Selesainya kegiatan ini tidak tak lepas dari bantuan berbagai pihak. Tanpa bantuan teman-teman di lingkungan Badan Litbangkes dan di daerah penelitian, kecil kemungkinan bagi kami sebagai tim peneliti dapat menyelesaikan kegiatan ini. Karena itu, pada kesempatan ini, perkenankan kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan dan segenap jajarannya. 2. Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat dan segenap jajarannya. 3. Pemerintah Daerah Propinsi Papua Barat 4. Pemerintan Daerah Kabupaten Kaimana, Papua Barat. 5. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kaimana beserta segenap jajarannya. 6. Kepala Distrik Teluk Argini Bawah, Kepala Kampung Jawera dan masyarakat Irarutu di Teluk Arguni. 7. Para informan dan teman-teman yang telah membantu terselenggaranya dan terselesaikannya penelitian ini Akhirnya kami berharap agar kegiatan yang telah kita lakukan bersama, akan memberikan manfaat buat kita semua. Amien.
Tim Peneliti
283
Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat
284