DETEKSI PERGERAKAN IKAN BERDASARKAN PERUBAHAN FASE PADA METODE HIDROAKUSTIK
AMYLIA YARSHINTA
SKRIPSI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul
DETEKSI PERGERAKAN IKAN BERDASARKAN PERUBAHAN FASE PADA METODE HIDROAKUSTIK
adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Skripsi ini.
Bogor, Desember 2009
AMYLIA YARSHINTA C54053354
RINGKASAN AMYLIA YARSHINTA. Deteksi Pergerakan Ikan Berdasarkan Perubahan Fase pada Metode Hidroakustik. Dibimbing oleh SRI PUJIYATI dan ARMAN DJOHAN DIPONEGORO. Tingkah laku ikan seperti halnya gerakan ikan penting diketahui dalam metode penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap tertentu. Metode yang efektif dan efisien untuk mendapatkan informasi mengenai sumberdaya ikan di suatu perairan adalah metode hidroakustik. Teknologi akustik dengan menggunakan perubahan fase adalah menentukan waktu tunda (delay) yang terjadi pada objek yang bergerak fluktuatif. Jika suatu gelombang merambat pada suatu media (air) dan dipantulkan oleh gerakan renang kawanan ikan (struktur gerombolan ikan tetap untuk satu jenis tertentu), maka gelombang yang dipantulkan tersebut akan mengalami perubahan fase pada setiap satuan waktu sesuai dengan bentuk atau struktur permukaan (morfologi ikan) dan kecepatan gerakan kawanan ikan yang dipantulkan tersebut Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pergerakan suatu kawanan ikan pelagis dari jenis Thunnus albacares dan Katsuwonus pelamis dengan mendeteksi fase gelombang pantul akustik. Pengolahan data data dilakukan dengan menggunakan program Wavelab 5.0; Microsoft Excel; Statistica 8; dan Surfer 8.0. Analisis data yang digunakan adalah analisis domain waktu dan analisis Fast Fourier Transform (FFT) Gerakan ikan dapat diketahui secara baik dengan menggunakan alat pendeteksi perubahan fase (shift phase detector) yaitu dengan menentukan jarak waktu yang diakibatkan oleh kecepatan atau laju renang ikan yang ditimbulkan oleh kecepatan sentakan ekor (tail beat rate), sehingga dapat membedakan kawanan ikan yang bergerak cepat dan kawanan ikan yang bergerak lambat Pergerakan ikan tidak terdeteksi secara baik atau alat pendeteksi perubahan fase sulit untuk membedakan pergerakan kawanan ikan yang tidak teratur atau pergerakan ikan yang berbeda arah pada masing-masing kelompoknya atau individu ikan itu sendiri, dan jika pergerakan kawanan ikan berada diluar beam yang dipancarkan transducer.
© Hak cipta milik Amylia Yarshinta, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopy, microfilm, dan sebagainya
DETEKSI PERGERAKAN IKAN BERDASARKAN PERUBAHAN FASE PADA METODE HIDROAKUSTIK
Oleh : AMYLIA YARSHINTA
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan Pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
SKRIPSI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Judul Skripsi
: DETEKSI PERGERAKAN IKAN BERDASARKAN PERUBAHAN FASE PADA METODE HIDROAKUSTIK
Nama
: Amylia Yarshinta
NIM
: C54053354
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Sri Pujiyati, M.Si NIP. 19671021 199203 2 002
Dr. Ir. Arman Djohan D, M.Eng. NIP. 19481113 198503 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen
Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc NIP. 19580909 198303 1 003
Tanggal lulus : 3 Desember 2009
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Deteksi Pergerakan Ikan Berdasarkan Perubahan Fase pada Metode Hidroakustik”. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Kedua orangtua tercinta, Uda deded, Uda Eldi, Arsa, Uni Mila, Nenek, Mamak Imas, serta seluruh Keluarga besar penulis yang selalu memberikan doa dan dorongan semangat kepada penulis, 2. Dr. Ir. Sri Pujiyati, M.Si dan Dr. Ir. Arman Djohan D., M.Eng selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan dan masukannya bagi penulis dalam proses penyelesaian skripsi, 3. Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc selaku dosen penguji yang sangat membantu penulis dengan masukan-masukan yang sangat berarti, 4. Dr. Ir. Henry M. Manik, M.T. selaku Ketua Program Studi ITK, 5. Syamsul Bahri Agus, M.Si selaku Pembimbing Akademik, 6. Seluruh Dosen dan staf penunjang Departemen ITK yang banyak membantu, 7. Yosep Riantoro, S.Ik yang selalu memberikan bantuan dan motivasi serta pelajaran hidup yang tidak ternilai harganya selama penulis menjalani hari-hari di ITK, 8. Sahabat terbaik Ovia Gumala yang selalu memberikan dukungan dan semangat serta solusinya pada saat penulis berada dalam kesulitan,
9. Fadilah Rahmawati, Roshyana Wahyu N.J., S.Ik, Rohanipah Irfania, S.Ik, Iqbal Suhaemi Gultom, Steven Syahrinaldi, Nur Ari Bayu Utama atas bantuan dan motivasi yang telah diberikan, 10. Teman-teman Mayor ITK 42 tanpa terkecuali atas kerjasama dan doa serta motivasi yang telah diberikan kepada penulis, 11. Seluruh warga ITK (Abang dan Mba, serta adek-adek warga ITK 43 dan 44) 12. Keluarga besar Wisma Kristal (Novita, Feny, Mega, Ika, Risma, Ai, Dian dan Nidha) yang selalu memberikan masukan bagi penulis 13. Keluarga besar Asrama Putri Aceh Pocut Baren (Hany, Vence, Utie, Lina, Nyit-nyit, Lisna, Sulis, Endah, Mair, Indah, Sinta), 14. Tujuh Bidadari B24 (Anisa/Mami, Ambar/nenek, Ica, Utie, Nyit-nyit, Iie) yang memberikan dorongan agar penulis tetap menjalankan kuliah di IPB, 15. Havizal Wendra, Zaky Fauzano, Azca Rince Chaimitrin, Syukra Alhamda, Diko Srihandratmo, Rani Kurnila, yang mengajarkan banyak hal dalam hidup penulis, 16. Semua pihak yang membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang mana penulis tidak dapat menyebutkannya satu persatu. Penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat tmemberikan informasi yang bermanfaat bagi penulis serta semua pihak.
Bogor, Desember 2009
AMYLIA YARSHINTA
DAFTAR ISTILAH
Akustik (Acoustic)
: Ilmu tentang suara, sifat dan karakteristiknya di dalam suatu medium.
Hidroakustik
: Ilmu yang mempelajari tentang, sifat, karakteristik dan perambatan gelombang suara dalam medium air.
FFT
: Fast Fourier Transform, teknik atau cara untuk mengubah suatu gelombang dari domain waktu ke domain frekuensi
Noise
: Gangguan (suara yang tidak diinginkan) yang muncul dari lingkungan atau berasal dari dalam alat itu sendiri
Wavelab
: Suatu perangkat lunak aplikasi yang digunakan untuk mengolah suatu bentuk gelombang.
Transduser
: Perangkat akustik yang digunakan sebagai transmitter (pemancar) dan receiver (penerima) gelombang suara.
Phase Shifted Detector
: Alat pendeteksi perubahan fase
Perubahan fase “φ (t )”
: Waktu tunda (delay) yang terjadi pada target yang bergerak secara fluktuatif
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Ikan merupakan sumberdaya hayati laut yang besar, namun jika pemanfaatan ikan tidak dilakukan dengan tepat maka persediaan atau populasi ikan lama-kelamaan juga dapat punah. Pemanfaatan sumberdaya ikan yang tidak sesuai dengan ketentuan (illegal fishing) seperti penggunaan bahan beracun, bom, pukat harimau, dan ketidak sesuaian antara penggunaan peralatan penangkapan dengan wilayah penangkapan (fishing ground) serta lain sebagainya akan merusak ekosistem, wilayah pemijahan dan sumber makanan ikan. Tingkah laku ikan seperti halnya gerakan ikan penting diketahui dalam metode penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap tertentu. Metode yang efektif dan efisien untuk mendapatkan informasi mengenai sumberdaya ikan di suatu perairan adalah metode hidroakustik. Metode ini memanfaatkan perambatan suara di dalam medium air untuk mendeteksi objek bawah air. Selama ini para pakar akustik menggunakan perangkat echosounder untuk menentukan jenis ikan tertentu dilihat dari besarnya Target Strength (TS) atau faktor hambur balik dari tubuh ikan yang diterima. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pemanfaatan instrumen akustik terlihat pada perkembangan metode akustik untuk pendugaan tingkah laku ikan seperti gerakan ikan, yaitu dengan menggunakan pendeteksian gelombang pantul sinyal perubahan fase akustik. Teknologi akustik dengan menggunakan perubahan fase akustik yaitu menentukan waktu tunda (delay) yang terjadi pada objek yang bergerak fluktuatif baik berada pada posisinya maupun instrumen pembangkit fase yang mengitari target tersebut.
Jika suatu gelombang merambat pada suatu media (air), dan dipantulkan oleh gerakan renang kawanan ikan (struktur gerombolan ikan yang tetap untuk satu jenis ikan tertentu), maka gelombang yang dipantulkan tersebut akan mengalami perubahan fase pada setiap satuan waktu sesuai dengan bentuk atau struktur permukaan (morfologi ikan) dan kecepatan gerakan kawanan ikan yang dipantulkan tersebut (Diponegoro, 2007).
1.2. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pergerakan suatu kawanan ikan pelagis dari jenis Thunnus albacares dan Katsuwonus pelamis dengan mendeteksi fase gelombang pantul akustik.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Metode hidroakustik Metode hidroakustik adalah suatu metode yang digunakan dalam pendeteksian bawah air yang menggunakan perangkat akustik (acoustic instrumen), antara lain: echosounder, fish finder, sonar dan ADCP (Acoustic Doppler Current Profiler) (Pujiyati, 2008). Metode hidroakustik ini menggunakan pantulan suara atau bunyi untuk melakukan pendeteksian. Teknologi akustik efektif digunakan untuk pendeteksian bawah air adalah karena kecepatan suara di air adalah 1,500 m/detik. Prinsip dari pengoperasian alat akustik yaitu unit pengendali mengirimkan pulsa listrik dengan frekuensi tertentu dan mengatur unit transmisi yang selanjutnya akan memodulasi pulsa tersebut dan meneruskan ke transducer. Selanjutnya, transducer mengubah pulsa listrik menjadi energi akustik yang berupa sinyal bunyi dan dipancarkan ke dalam kolom air (Pujiyati, 2008) . Gelombang akustik tersebut akan merambat di dalam kolom air, dan pada saat membentur sebuah sasaran target (ikan, plankton atau dasar perairan) maka gelombang akustik akan dipantulkan dalam bentuk gema (echo), kemudian diterima oleh transducer yang sama untuk kemudian mengubahnya kembali menjadi energi listrik dan diteruskan ke unit penerima. Unit penerima/penguat setelah menerima dan memperkuat maka pulsa listrik akan diteruskan ke unit peraga (Pujiyati, 2008) FAO (1985) menerangkan beberapa keunggulan komparatif metode akustik, yaitu: digunakan untuk mencari daerah fishing grounds, untuk melihat
kedalaman perairan, memungkinkan memperoleh dan memproses data secara real time, dapat digunakan untuk melihat tipe substrat dan rongsokan kapal, akurasi dan ketepatan (accuracy and precision), tidak berbahaya/merusak karena frekuensi suara yang digunakan tidak akan membahayakan baik si pemakai alat maupun target/objek survei dan dilakukan dengan jarak jauh (remote sensing), selain itumetode akustik juga dapat digunakan jika metode lain tidak mungkin dilakukan.
2.2. Tingkah laku ikan Ikan dapat mengeluarkan beragam amplitudo suara untuk melakukan komunikasi dalam pertukaran informasi (Winn dan Olla, 1972). Informasi yang dibawa dari sinyal-sinyal suara menjelaskan musuh atau ”peminangan”. Ikan dapat merespon secara sensitif suara-suara yang bersifat infrasonik, sonik, maupun ultrasonik (Nikolsky, 1963). Gelombang sonik adalah gelombang elastik yang dapat didengar oleh telinga manusia yaitu memiliki frekuensi 20 Hz sampai 20 kHz. Gelombang infrasonik adalah gelombang elastik yang mempunyai frekuensi rendah dan tidak dapat didengar oleh telinga manusia. Gelombang elastik yang mempunyai frekuensi yang lebih besar dari 20 kHz dan tidak dapat didengar oleh telinga manusia disebut ultrasonik (Haryanto et al 2000). Respon ikan terhadap sesuatu yang berada disekelilingnya merupakan refleksi dari informasi yang diterima melalui inderanya. Adanya indera pendengar maupun pembangkit sumber getaran, ikan dalam melakukan proses perkawinan akan membangkitkan getaran-getaran tertentu yang dimengerti oleh
ikan lawan jensinya. Getaran tersebut dapat terjadi pada saat ikan melakukan spawning mulai dari mengejar dan sampai terjadinya perkawinan. Pada saat ikan jantan mendekati ikan betina, ikan jantan akan membangkitkan getaran halus. Demikian seterusnya sampai pasangan ikan melakukan hubungan frekuensi yang dibangkitkan si jantan makin tinggi (Pitcher 1983). Getaran yang dihasilkan oleh ikan dibangkitkan oleh gerakan dan dari organ ikan itu sendiri seperti gelembung renang atau standulatory organ. Setiap sepesies ikan memiliki perbedaan dalam hal frekuensi suara, amplitude, durasi, banyak pulsa tiap sinyal, dan jumlah rataan ulangan pulsa (pulse repetition rate) yang dipancarkan (Evans, 1993). Spektrum frekuensi suara yang dibangkitkan oleh gerakan tergantung dari bentuk, ukuran dan pergerakan dari masing-masing ikan. Semakin pipih bentuk ikan maka semakin cepat penyimpangan gerakan badannya, artinya semakin tinggi frekuensi yang ditimbulkannya. Semakin panjang badan ikan maka semakin tinggi penyimpangan gerakan badannya yang berarti semakin besar amplitudo getaran yang ditimbulkannya. Amplitudo tersebut akan makin besar bila jumlah individu yang terdapat dalam sekawanan jumlahnya semakin banyak. Frekuensi getaran yang ditimbulkan dari gerakan sekelompok ikan tersebut berkisar dari 7 sampai dengan 10 Hertz. Saat berkomunikasi, ikan membangkitkan getaran suara dengan menggosok-gosokan bagian badan-tulang, gigi secara bersamaan. Ikan Kerapu (Grouper), contohnya, akan menghasilkan bunyi gebukan dengan memukulkan penutup insang ke tubuhnya. Kebanyakan ikan suara yang dibangkitkan akibat gelembung renang yaitu gas berisi gelembung yang menyerupai organ. Dinding elastik gelembung renang dihubungkan ke otot yang dapat memanjang dan
berkontraksi untuk meningkatkan dan menurunkan volume gelombang renang. Getaran ini menggantikan air di sekitar ikan, merambat keluar sebagai gelombang suara yang dapat didengar sebagai dengkuran, siulan atau suara drum, tergantung pada penggunaan otot (Spotte 1985 dalam Antabany et al 2002). Frekuensi Spektrum getaran yang dibangkitkan tergantung dari tingkah laku ikan dan struktur gelembung renang setiap ikan, sehingga getaran yang dihasilkan akan berbeda pula untuk setiap jenis ikan bahkan untuk perbedaan yang sangat kecilpun seperti perbedaan jenis kelamin. Ikan Madidihang atau yellowfin tuna (Thunnus albacares) memiliki tubuh yang lonjong memanjang, mempunyai warna biru tua metalik pada bagian belakang dan berubah menjadi kuning keperak-perakan pada perut. Balutan kuning bergulir pada bagian sisinya dan perutnya sering mempunyai sekitar 20 garis-garis putus vertikal sebagai karakteristik yang tidak ditemukan pada jenis tuna lainnya, meskipun tidak selalu ada. Pada ikan Madidihag yang besar sangatlah mudah untuk dikenal, yaitu dengan bentuk bulan sabit dari sirip dubur dan sirip punggung kedua yang memanjang ke belakang (Sumadhiharga, 2009). Ikan cakalang mempunyai bentuk tubuh yang panjang dan lonjong seperti terpedo, memiliki dua sirip punggung; yang pertama dengan duri-duri dan yang kedua tidak berduri. Sirip punggung yang kedua diikuti 7-9 sirip-sirip kecil (finlets), dengan sirip-sirip lunak yang terpisah yang berfungsi untuk mengurangi gerakan putaran dan mengontrol arah renang ketika berenang dengan kecepatan tinggi. Pangkal ekor mempunyai 3 set tulang lunas (keel): yang terbesar dipangkal ekor menyisip di antara sepasang yang kecil. Lunas ini sesuatu yang menolong ikan untuk mempertahankan posisinya di dalam air ketika ikan
bergerak cepat. Mulut terbentang sampai ke pusat mata, dan tidak memiliki gelembung renang. Cakalang selalu bergerombol dalam jumlah yang besar, mereka selalu berenang dipermukaan di siang hari, dan malam hari mereka turun ke kedalaman sekitar 260 m. Cakalang cenderung berenang di bawah bendabenda hanyut terapung dipermukaan air atau mengikuti ikan hiu atau mamalia laut, seperti lumba-lumba dan paus. Mereka membentuk lingkaran atau bergerak lurus ke satu arah, dan gerombolan mereka mungkin hanya terdiri dari ikan Cakalang saja, atau ikan tuna lainya bisa juga bersama mereka (Sumadhiharga, 2009).
2.3. Deteksi kawanan ikan berdasarkan perubahan fase Menurut Diponegoro (2007) penerapan teknik perubahan fase berdasarkan kejadian pada suatu sistem komunikasi radio bergerak yang menggunakan metode modulasi fase, dimana akibat adanya pengaruh pantulan oleh bangunan maupun pohon-pohonan disekitarnya, akan terjadi fluktuasi yaitu perubahan fase naik turunnya daya sinyal informasi yang tidak teratur sesuai dengan profil permukaan pantulan serta kecepatan gerakan seperti dalam hal ini kecepatan kendaraan, dimana semakin cepat gerakannya maka semakin cepat juga fluktuasi yang terjadi. Gelombang sonar yang dipantulkan oleh gerakan sekelompok target tertentu dapat diidentifikasi karakteristiknya dari bentuk, ukuran, struktur dan susunan individu dalam suatu kawanan, dan kecepatannya dengan menggunakan gelombang sonar kontinu yang dipancarkan kearah gerakan secara horisontal. Adanya pantulan gelombang akustik oleh sekelompok obyek yang bergerak akan
mengakibatkan terjadinya perubahan fase dari gelombang yang dipantulkan tersebut.
2.4. Gerakan ikan secara individu Berdasarkan Bone,1978 dalam Diponeggoro, 2007 gerakan ikan dilihat dari pandangan horisontal (lateral aspect) terdapat 2 (dua) gerakan yaitu : 1. Pectoral fin movement, adalah gerakan ikan yang diakibatkan adanya dorongan dari gerakan sirip pectoral, contohnya untuk ikan karang pada umumnya (typical coral fish) seperti pada Gambar 1a. Gerakan ikan tersebut disebut juga gerakan meluncur (gliding). 2. Amplitude horizontal wriggle, adalah gerakan ikan yang dibangkitkan oleh gerakan meliuk badan ikan secara horisontal, contohnya ikan pelagis besar dan ikan hiu. (Gambar 1b).
Arah gerakan
(a) Arah gerakan
(b) Gambar 1. Pola gerakan ikan (a) gerakan pectoral fin movement (b) gerakan amplitude horizontal wriggle (Bone,1978 dalam Diponeggoro, 2007)
3. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian Universitas Indonesia yang dilakukan di Pulau Bacan, Maluku Utara. Data sinyal pergerakan ikan diambil pada tanggal 12-13 Desember 2008, adapun lokasi dan objek penelitian terdapat pada keramba bersekat (cage compartment) (Lampiran 1). Terdapat dua jenis ikan yang diamati dalam keramba tersebut diantaranya adalah tuna sirip kuning (Thunnus albacares) dan cakalang atau Skipjack tuna (Katsuwonus pelamis). Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Akustik Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
3.2. Alat dan bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sinyal pulsa perubahan fase gerakan gerombolan ikan tuna dalam format data *wav (Lampiran 3). Perangkat keras yang digunakan dalam pengambilan data adalah video bawah air, transduser (pemancar dan penerima), aki, alat pendeteksi jenis kawanan ikan (phase shifted detector), dan laptop (Lampiran 4). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan beberapa software, yaitu : Wavelab 5.0, Microsoft Excel, Statistica 8, dan Surfer 8.
3.3. Analisis data Penelitian ini menggunakan dua tipe analisis, yaitu analisis domain waktu dan analisis Fast Fourier Transform (FFT). Flowchart langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis data ditampilkan dalam bentuk Gambar 2.
Data Sinyal *.wav
Tidak
Analisis Domain Waktu
Analisi Domain Frekuensi
Intensitas persatuan waktu fit by eyes (wavelab 5.0)
Analisis FFT (wavelab 5.0)
Rata-rata (∆t) (Microsoft excel)
Besaran ASCII (Microsoft excel)
Filter Data
Move Average
Ya Uji Nilai Tengah dan Uji Keragaman Data Statistica 8
Tidak
Ya Display Grafik FFT Surfer 8.0
Analisis Gerak Ikan Gambar 2. Proses analisis data sinyal pantul perubahan fase
3.3.1. Analisis domain waktu Sinyal gelombang pantul gerakan ikan yang digunakan berada dalam bentuk file dengan format .*wav, dimana sinyal tersebut diol ah secara bertahap dengan menggunakan Wavelab dan Microsoft excel. Data intensitas persatuan waktu (intensitas berdasarkan domain waktu) didapatkan pada software Wavelab 5.0 dengan menggunakan metode Fit by eyes yaitu melihat dan mengambil waktu kejadian dimana terdapatnya puncak sinyal perubahan fase dari gerakan ikan tersebut. Puncak sinyal yang diambil pada metode fit by eyes adalah puncak sinyal yang nilai itensitasnya berada di atas 5 dB (batas noise). Setelah mendapatkan waktu dari puncak sinyal tersebut maka ditentukanlah jarak waktu (∆t) antara puncak sinyal itu sendiri. Selanjutnya dilakukan penapisan data (filter data) untuk menghilangkan data yang tidak diinginkan (noise), yang mana data tersebut bukan berasal dari data antar puncak sinyal, melainkan data tersebut berasal dari jarak waktu antar kelompok sinyal. Tahapan berikutnya dilakukan uji rata-rata dan uji keragaman pada data jarak waktu yang didapat setelah pentapisan data dengan menggunakan menu ”T-test independent, by variables” pada program statistica 8.
3.3.2. Analisis intensitas dan waktu dengan metode Fast Fourier Transform (FFT) Analisis FFT digunakan untuk merubah data berbasis Intensitas persatuan waktu menjadi basis frekuensi persatuan waktu. Penentuan nilai intensitas yang dilakukan pada satu kelompok sinyal dimana nilai tersebut diambil pada puncak sinyal yang dominan. Sebaran intensitas, frekuensi persatuan waktu didapatkan
dengan menggunakan metode FFT pada program wavelab 5.0. Berikut ini langkah-langkah yang dilakukan. Data yang masih dalam bentuk ekstensi *.wav diproses dengan menggunakan program wavelab 5.0 melalui perintah analysis dan memasukan perintah spectrum analyser, selanjutnya data disimpan dalam bentuk *.txt dimana nilai yang diproleh adalah nilai intensitas dan nilai frekuensi. Pada program Microsoft Excel nilai frekuensi dan intensitas yang diperoleh diproses dengan menentukan nilai itensitas satu puncak gelombang pada selang frekuensi 344 – 2928 Hz, selanjutnya menentukan nilai tengah dari 3 (tiga) intensitas masingmasing perekaman itu sendiri (move average). Data intensitas, frekuensi dan waktu yang diperoleh dari tahapan-tahapan diatas ditampilkan ke dalam bentuk grafik 2D dengan menggunakan program surfer 8.0. Plot data pada program surfer 8.0, sumbu X menyatakan waktu, sumbu Y menyatakan frekuensi (Hz), dan gradasi warna menyatakan nilai intensitas (mV). Selanjutnya dari grafik tersebut dilakukan analisis gerakan ikan.
3.3.3. Perbandingan dua nilai tengah (Uji-t) Perbandingan dua nilai tengah merupakan suatu pengujian hipotesis mengenai satu atau dua nilai-tengah populasi (µ). Kriteria uji yang terutama digunakan adalah t-student, tetapi F juga diperkenankan sebagai antisipasibagi generalisasi untuk lebih dari dua nilai-tengah dan analisis ragam. Nilai-tengah populasi µ memiliki selang kepercayaan (uji nyata) yang ditetapkan, dimana selang kepercayaan tersebut digunakan untuk menguji sebuah hipotesis mengenai kebenaran suatu parameter.
Bila nilai yang dihipotesiskan terdapat dalam selang itu maka hipotesis itu harus diterima karenauntuk nilai-nilai µ di dalam selang kepercayaan, faktor kebetulan dan hipotesis itu sudah merupakan penjelasan yang cukup. Pengujian dua atau lebih nilai-tengah (µ) dilakukan apabila kita mempunyai dua populasi dengan nilai-tengah masing-masing µ 1 dan µ 2, dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
………………….. (1)
Di mana : = rerataan variabel 1 = rerata variabel 2 = standar deviasi,
(Steel dan Torrie, 1991)
Jika thit > dari ttabel (0.025) atau nilai P-value/taraf uji yang lebih besar dari selang kepercayaan (α = 0.05), maka dapat disimpulkan bahwa nilai parameter berbeda secara nyata. Sebaliknya jika thit < dari ttabel (0.025) atau P-value yang libih kecil dibanding selang kepercayaan/taraf uji (α = 0.05), maka dapat disimpulkan bahwa rerata kedua variabel yang dibandingkan tidak berbeda. Ragam suatu populasi nilai-tengah adalah σ2/n, yang dalam hal ini σ2 adalah ragam individu dalam populasi induknya dan semua contoh berukuran sama sebesar n. Ini berarti bahwa nilai-tengah-nilai-tengah itu dapat dipakai menduga σ2 .
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Keadaan umum keramba Data ikan yang diperoleh adalah hasil pengamatan oleh tim peneliti Universitas Indonesia bertempat di perairan Pulau Bacan, Maluku Utara, dimana rancangan percobaannya berada pada lingkungan terkontrol yang menggunakan keramba bersekat (cage compartment) berbentuk persegi panjang yang dipisahkan oleh bahan peredam noise berupa busa selebar batas pertemuan dua kolam (Lampiran 1). Jumlah ikan yang ada di dalam keramba apung adalah 35 ekor dengan rata-rata panjang baadan 46,5 cm. Jenis ikan yang berada pada keramba tersebut adalah jenis ikan yang bergerak secara schooling yaitu Madidihang (Yellowfin tuna/Thunnus albacares); 4 ekor Cakalang (Skipjack tuna/Katsuwonus pelamis) (Lampiran 2). Ikan tersebut berasal dari hasil penangkapan nelayan setempat dengan menggunakan alat tangkap pole and line (huhate). Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dengan video bawah air terlihat pergerakan ikan secara keseluruhan, dimana kawanan ikan tuna dan cakalang bergerak mengitari keramba. Sebagian dari kelompok tuna terlihat bergerak dengan kecepatan tinggi menuju arah transduser yang dipasang 90° terhadap pergerakan kawanan, selanjutnya kelompok ikan tersebut mengurangi kecepatan renangnya disaat hendak menabrak dinding keramba dan berbalik arah kemudian kelompok ikan tersebut bergerak dengan cepat lagi. Sebagian kelompok ikan yang lain juga bergerak mengitari keramba, namun pada saat bergerak menuju transducer pergerakan kelompok ikan tersebut bergerak dari atas ke bawah dan kelompok ikan yang lain bergerak dari bawah ke
atas. Pergerakan kelompok ikan yang lain juga terlihat, dimana kelompok ikan tersebut bergerak mengitari satu sisi keramba saja atau tidak bergerak ke arah transducer.
4.2. Sinyal hasil perekaman Sinyal perubahan fase didapatkan dengan menggunakan transducer dengan frekuensi 200 kHz yang dihubungkan dengan instrumen pendeteksi jenis kawanan ikan (phase shifted detector) melalui kabel penghubung yang dicelupkan ke dalam air. Melalui transducer tersebut gelombang akustik dipancarkan ke arah gerakan kawanan ikan yang kemudian dipantulkan dan diterima oleh rangkaian penguat penerima melalui transducer penerima, selanjutnya fasenya dideteksi oleh rangkaian pendeteksi perubahan fase . Bila ada gerakan maka pada keluaran rangkaian pendeteksi perubahan fase akan menghasilkan gelombang perubahan fase yang bentuknya sesuai dengan karakteristik gerakan kawanan ikan yang dideteksi. Gelombang perubahan fase tersebut selanjutnya direkam di komputer melalui input mikrofon dari komputer, dengan menggunakan program Adobe audition 5.0, dan selanjutnya sinyal gelombang perubahan fase tersebut disimpan dalam file dengan bentuk *.wav (Gambar 3). Perbedaan dari selang waktu masing-masing perekaman sinyal didapatkan dengan menggunakan metode fit by eyes. Perbedaan puncak sinyal yang terlihat pada gambar sinyal perubahan fase (Gambar 3) menunjukan jarak kelompok ikan dengan posis transduser dimana semakin tinggi puncak sinyal atau semakin terlihat jelas perubahan puncak sinyal maka semakin dekat kelompok ikan
tersebut dengan posisi transduser (pergerakan ikan terekam dengan baik). Jarak waktu atau selang waktu (∆t) antara puncak sinyal untuk menentukan periode dari sinyal perubahan fase gerakan ikan yang diteliti diperolehlah dari waktu pada saat terjadinya puncak sinyal dalam sekelompok sinyal dominan yang ditandai dengan wilayah berwarna biru (Gambar 3).
mV
ms
Gambar 3. Contoh pencuplikan spektrogram sinyal gelombang perubahan fase kawanan ikan (Perekaman 1)
4.3. Analisis domain waktu Perbedaan selang waktu per perekaman didapatkan berdasarkan uji nilai t dengan menggunakan metode statistik menggunakan program statistica 8 dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 1, dimana taraf nyata atau taraf uji yang digunakan adalah α = 5%. Nilai P value menjelaskan perbedaan nilai-tengah antara dua perekaman, sedangkan P varian menjelaskan perbedaan keragaman data antara dua perekaman pada ke empat perekaman yang dimiliki.
Tabel 1. Nilai P value 4 (empat) perekaman Perekaman
1
2
3
4
1
-
0,880
0,006
0,121
2
-
-
0,001
0,051
3
-
-
-
-
4
-
-
0,000
-
Hipotesis Ho : µ 1 = µ 2 Ho : µ 1 = µ 3 Ho : µ 1 = µ 4 Ho : µ 2 = µ 3
Ho : µ 2 = µ 4
Ho : µ 3 = µ 4
H1 : µ 1 ≠ µ 2 H1 : µ 1 ≠ µ 3 H1 : µ 1 ≠ µ 4 H1 : µ 2 ≠ µ 3 H1 : µ 2 ≠ µ 4 H1 : µ 3 ≠ µ 4
Berdasarkan Tabel 1 hasil uji t pada perekaman 1 dan perekaman 2 didapatkan p value sebesar 0,088, dimana nilai tersebut lebih besar dari taraf nyata atau taraf uji (α=5%) maka kesimpulan yang diperoleh adalah gagal tolak Ho, yang berarti nilai rata-rata perekaman 1 sama dengan nilai rata-rata pada perekaman 2. Hal yang sama juga terjadi pada perekaman 1 dan perekaman 4 dengan p value yang diperoleh adalah sebesar 0,121 selanjutnya pada perekaman 2 dan perekaman 4 nilai p value yang diperoleh adalah sebesar 0,051. Hal tersebut menunjukan p valuenya lebih besar dari taraf nyata atau taraf uji (α=5%), maka dapat disimpulkan perekaman 1, perekaman 2 dan perekaman 4 memiliki nilai rata – rata yang sama. Perekaman 1 dan perekaman 3 dimana nilai p value yang diperoleh lebih kecil dari taraf nyata atau taraf uji (α=5%) yaitu sebesar 0,006. Perekaman 2 dan perekaman 3 sebesar 0,001, begitu juga pada perekaman 3 dan perekaman 4 nilai
p value yang didapatkan adalah sebesar null. Berdasarkan nilai p value tersebut maka dapat disimpulkan bahwa antara perekaman 1, perekaman 2, dan perekaman 4 memiliki nilai rata – rata yang berbeda dengan perekaman 3. Keragaman data antara perekaman 1, perekaman 2, perekaman 3, dan perekaman 4 dapat dilihat dengan menggunakan p varian. Nilai yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai P varian 4 (empat) perekaman Perekaman
1
2
3
4
1
-
0,000
0,000
0,000
2
-
-
0,470
0,170
3
-
-
-
0,013
4
-
-
-
-
Hipotesis
1
1
1
1
1
1
Tabel 2 hasil uji t pada perekaman 1 dan perekaman 2 memperlihatkan p varian sebesar null dimana nilai tersebut lebih kecil dari taraf nyata atau taraf uji (α=5%) maka kesimpulan yang diperoleh adalah terima H1, yang berarti keragaman data pada perekaman 1 lebih besar dibandingkan keragaman data pada perekaman 2.
Antara perekaman 1 dan perekaman 3 didapatkan p varian yang sebesar null dan pada perekaman 1 dan perekaman 4 nilai p varian yang diperoleh adalah sebesar null, sedangkan pada perekaman 3 dan perekaman 4 nilai p varian yang diperoleh adalah sebesar 0,013. Hal tersebut menunjukan p varian lebih kecil dari taraf nyata atau taraf uji (α=5%), maka dapat disimpulkan perekaman 1 dan perekaman 3 memiliki keragaman data yang lebih besar dibandingkan perekaman 1 dan perekaman 2. Hal yang berbeda terjadi pada perekaman 2 dan perekaman 3 diman nilai p varian yang diperoleh lebih besar dari taraf nyata atau taraf uji (α=5%) yaitu sebesar 0,470, dan pada perekaman 2 dan perekaman 4 sebesar 0,170. Berdasarkan nilai p varian tersebut maka kesimpulan yang diperoleh adalah gagal tolah H0, artinya bahwa perekaman 2 dengan perekaman 3, dan perekaman 2 dengan perekaman 4 memiliki keragaman data yang sama. Perbedaan nilai-tengah dan nilai keragaman data yang dimilki masingmasing perekaman dapat dilihat jelas dengan menggunakan box plot (Gambar 4Gambar 9), dimana pada penyajian dalam bentuk box plot lebih meringkas informasi walaupun data asli tidak ditampilkan. Interpretasi box plot adalah sebagai berikut : kotak dari box plot merupakan nilai-nilai quartilnya yaitu Q1, Q2, dan Q3. Persegi kecil (□) atau “mean” merupakan quartil 2 (Q2) sama dengan median yang merupakan nilai pembatas 50% data sebelah atas Q2 dan 50% data sebelah bawah Q2. Persegi panjang () atau “mean±SE” merupakan quartil 1 (Q1) pada sisi bagian bawah adalah nilai data yang menyekat kumpulan data yang telah diurutkan sehingga banyaknya data yang lebih kecil dari Q1 adalah 25% dan data yang lebih besar dari Q1 adalah 75%. Bagian atas merupakan quartil 3 (Q3) adalah nilai data yang menyekat
kumpulan data yang telah diurutkan sehingga banyaknya data yang lebih kecil dari Q3 adalah 75% dan data yang lebih besar dari Q1 adalah 25%. Garis tegak lurus pada box plot atau “mean±1,96*SE” (
) merupakan garis hubung antara Q1
dengan data terkecil bukan pencilan (bagian bawah), sedangkan sisi bagian atas merupakan garis hubung antara Q3 dengan data terbesar bukan pencilan. Informasi yang diperoleh dari penyajian box plot adalah kesimetrisan data, dapat dilihat dari apakah kotak terbagi dua oleh garis median (Q2) sama besar atau tidak dan apakah ekor bawah dan ekor atas sama panjang atau tidak. Pada Gambar 4 yaitu antara perekaman 1 dengan perekaman 2 memiliki nilai rata-rata yang hampir sama dimana perekaman 1 memiliki nilai rata-rata sebesar 222,37 mdetik dan perekaman 2 memiliki nilai sebesar 215,67 mdetik. Jika dilihat dari keragaman datanya, perekaman 1 lebih beragam dari perekaman 2 (Gambar 4). Perekaman 1 memiliki nilai keragaman data sebesar 79252,40 dimana nilai tersebut lebih besar dibandingkan dengan keragaman data pada perekaman 2 yang memiliki nilai sebesar 25586,83.
Box & Whisker Plot Rekam1 vs. Rekam2 300
280
260
mdetik
240
220
200
180
160 Mean Mean±SE Mean±1.96*SE
140 Perekaman 1
Perekaman 2
Gambar 4. Grafik perekaman 1 dan perekaman 2
Perbedaan nyata antara perekaman 1 dan perekaman 3 dapat dilihat dengan jelas pada Gambar 5, dimana rata-rata nilai atau nilai-tengah perekaman 1 berbeda jauh dengan perekaman 3, dimana perekaman 1 memiliki nilai sebesar 222,37 mdetik dan perekaman 3 memiliki nilai sebesar 303,66 mdetik. Nilai keragaman dari perekaman 1 memiliki nilai sebesar 79252, 40 lebih besar dibandingkan dengan keragaman data pada perekaman 3 yang memiliki nilai sebesar 30642,52.
Box & Whisker Plot Perekaman 1 vs Perekaman 3 340 320 300 280
mdetik
260 240 220 200 180 160 Mean Mean±SE Mean±1.96*SE
140 Perekaman 1 Perekaman 3
Gambar 5. Grafik perekaman 1 dan perekaman 3
Grafik pada Gambar 6 menunjukan perekaman 1 dengan perekaman 4 memiliki nilai-tengah yang berbeda dimana perekaman 1 memiliki nilai-tengah sebesar 222,37 mdetik dan perekaman 4 memiliki nilai sebesar 161,92 mdetik. Jika dilihat dari keseragaman data perekaman 1 lebih beragam dari perekaman 2, dimana perekaman 1 memiliki nilai keragaman data sebesar 79252,40 dan perekaman 4 memiliki nilai keragaman datanya sebesar 17800,35.
Box & Whisker Plot Perekaman 1 vs Perekaman 4 300 280 260
mdetik
240 220 200 180 160 140
Mean Mean±SE Mean±1.96*SE
120 Perekaman 1
Perekaman 4
Gambar 6. Grafik perekaman 1 dan perekaman 4
Perbedaan nyata antara perekaman 2 dan perekaman 3 dapat dilihat dengan jelas pada Gambar 7, dimana nilai tengah atau nilai rata-rata perekaman 2 memiliki nilaisebesar 215,67 mdetik berbeda jauh dengan perekaman 3 yang memiliki nilai sebesar 303,66 mdetik. Berbeda dengan nilai keseragaman datanya, keragaman data pada perekaman 2 tidak berbeda jauh dengan keragaman data pada perekaman 3, dimana perekaman 2 memiliki nilai keragaman data sebesar 25586,83 dan perekaman 3 memiliki nilai keragaman data sebesar 30462,52
Box & Whisker Plot Perekaman 2 vs Perekaman 3 340 320 300
mdetik
280 260 240 220 200 180 Mean Mean±SE Mean±1.96*SE
160 Perekaman 2 Perekaman 3
Gambar 7. Grafik perekaman 2 dan perekaman 3
Jika dilihat dari grafik pada Gambar 8 perekaman 2 dengan perekaman 4 memiliki nilai rata-rata yang berbeda jauh, dimana perekaman 2 memiliki nilai sebesar 215,67 mdetik dan perekaman 4 memiliki nilai sebesar 161,92 mdetik. Jika dilihat dari keragaman data perekaman 2 lebih beragam dari perekaman 4, dimana perekaman 2 memiliki nilai sebesar 25586,83 dan perekaman 4 memiliki nilai sebesar 17800,35. Box & Whisker Plot Rekam2 vs. Rekam4 280
260
240
mdetik
220 200
180
160
140 Mean Mean±SE Mean±1.96*SE
120 Perekaman 2
Perekaman 4
Gambar 8. Grafik perekaman 2 dan perekaman 4
Perbedaan nyata antara perekaman 3 dan perekaman 4 dapat dilihat dengan jelas pada Gambar 9, dimana nilai tengah atau nilai rata-rata perekaman 3 memiliki nilai sebesar 303,66 mdetik berbeda jauh dengan perekaman 3 yang bernilai 161,92 mdetik. Keragaman data pada perekaman 3 dan 4 juga berbeda jauh dimana keragaman data pada perekaman 3 memiliki nilai sebesar 30462,52 dan perekaman 4 memiliki nilai keragaman data sebesar 17800,35.
Box & Whisker Plot Perekaman 3 vs Perekaman 4 340 320 300 280
mdetik
260 240 220 200 180 160 140 Mean Mean±SE Mean±1.96*SE
120 Perekaman 3 Perekaman 4
Gambar 9. Grafik perekaman 3 dan perekaman 4
Perbedaan rata-rata nilai dari jarak waktu (∆t) antar puncak sinyal pada masing-masing perekaman di atas diakibatkan oleh kibasan ekor ikan yang terjadi oleh daya kayuh kiri dan kanan ekor ikan itu sendiri, dimana gaya tersebutlah yang menjadi penentukan laju atau kecepatan renang ikan. Semakin kecil jarak waktu (∆t) maka semakin cepat pergerakan ikan tersebut.
4.4. Gerakaan ikan berdasarkan analisis FFT Perubahan fase akustik dapat menganalisis gerombolan ikan dari sinyal yang dipantulkan oleh instrumen pembangkit fase dari gerakan morfologi ekor atau kibasan ekor (tail beat rate). Satu kali (1x) kibasan ekor (tail beat) berdasarkan asumsi perubahan fase akustik didefinisikan sebagai hentakan atau gaya dorong ekor ke arah samping (kanan dan kiri) yang direpresentasikan oleh intensitas tinggi dan rendah (Cahyadi, 2009). Periode atau waktu (ms)/mdetik dan perbedaan (tinggi rendahnya) intensitas hentakan atau kibasan ekor ikan merupaka faktor penentu dalam menentukan laju renang ikan. Semakin pendek perioda dan tingginya intensitas kibasan ekor atau gaya dorong ekor maka laju ikan semakin cepat. Sebaliknya semakin panjang perioda dan rendahnya intensitas kibasan ekor maka laju renang ikan semakin lambat. Oleh karenanya kibasan ekor berbanding terbalik dengan perioda. Hubungan antara perioda, frekuensi dan nilai sebaran intensitas pada stiap perekaman dapat dijelaskan dalam tahapan berikut :
4.4.1. Perekaman 1 Hasil perekaman 1 (pertama) menunjukan bahwa sinyal pantul perubahan fase akustik dari pergerakan gerombolan ikan menunjukan bahwa sinyal pantul dari pergerakan ikan tersebut memiliki ambang frekuensi 2800 Hz dan selang waktu 30 mdtk sampai dengan 1200 mdetik (Gambar 10). Puncak sinyal dengan nilai intensitas yang tertinggi (warna kuning tuaorange) berada pada kisaran frekuensi 300-600 Hz dan selang waktu 0-50 mdetik (Gambar 10), pada saat ini kelompok ikan yang terdeteksi bergerak atau berenang
cepat. Terlihat pada saat tersebut nilai intensitas tertinggi berada pada waktu yang pendek yang mana dalam hal ini ikan melakukan kibasan ekor yang cepat pada saat hendak bergerak mengitari keramba.
Gambar 10. Gerakan gerombolan ikan pada perekaman 1.
Puncak sinyal kedua terdapat pada selang waktu 700-800 mdetik dan kisaran frekuensi 600-900 Hz. Hal tersebut menjelaskan bahwa gerombolan ikan yang terdeteksi tersebut bergerak atau berenang lebih lambat jika dibandingkan gerombolan ikan yang terdeteksi pada puncak sinyal pertama, hal ini dikarenakan nilai intensitas lebih kecil dan waktu yang dibutuhkan lebih besar. Jika dilihat secara keseluruhan pada masing masing puncak sinyal yang memiliki intensitas tinggi terdapat juga intensitas sinyal rendah, hal itu menunjukan bahwa gerombolan ikan berenang cepat dan lambat terdeteksi secara
bersamaan. Berdasarkan video yang diambil pada saat perekaman data terlihat bahwa gerombolan ikan atau target yang diamati bergerak aktif dan bebas mengitari keramba, namun pada saat gerombolan ikan hendak sampai pada dinding keramba kecepatan ikan berkurang dan berbelok arah agar tidak menabrak dinding keramba. Hal tersebut diduga menjadi faktor kenapa ikan yang bergerak cepat dan lambat terekam secara bersamaan.
4.4.2. Perekaman 2 Hasil pendeteksian gerakan gerombolan ikan pada perekaman kedua menunjukan bahwa sinyal pantul dari pergerakan ikan pada perekaman 2 memiliki ambang frekuensi 2800 Hz dan selang waktu 30 mdetik sampai dengan 360 mdetik. Nilai intensias sinyal peubahan fase gerakan ikan pada perekaman dua (Gambar 11) menyebar dengan kisaran nilai 0-0,0002 mV.
Gambar 11. Gerakan gerombolan ikan pada perekaman 2
Nilai intensitas tertinggi ditandai dengan warna hijau muda. Berdasarkan nilai intensitas yang diperoleh pada perekaman 2 (Gambar 11), pergerakan ikan tidak terdeteksi dengan baik. Hal tersebut diduga disebabkan oleh jarak gerombolan ikan berada jauh dari transducer, sehingga pergerakannya tidak terekam sempurna atau hal tersebut dapat juga disebabkan oleh bagian sisi dari ikan yang terdeteksi tidak tegak lurus terhadap transducer, serta dapat juga dikarenakan oleh pencampuran gerakan kawanan ikan dimana pergerakan kawanan ikan pada masing-masing kelompoknya berbeda arah pada saat mengelilingi keramba .
4.4.3. Perekaman 3 Pergerakan ikan yang terdeteksi pada perekaman ketiga memperlihatkan bahwa sinyal pantul dari pergerakan ikan pada perekaman 3 memiliki ambang frekuensi 2800 Hz dan selang waktu 20 mdetik sampai dengan 440 mdetik. Terdapat tiga puncak sinyal perubahan fase dari gerakan gerombolan ikan pada selang waktu 140-180 mdtk (Gambar 12). Puncak sinyal pertama dan kedua berada pada kisaran frekuensi 300-600 Hz, dan puncak ketiga berada pada kisaran frekuensi 600-900 Hz. Ketiga puncak tersebut terbentuk oleh masing-masing gerombolan ikan yang terdeteksi pada saat yang bersamaan. Puncak sinyal berikutnya terlihat jelas pada selang waktu 320-360 mdetik, dimana terdapat dua puncak sinyal dengan nilai intensitas tertinggi yaitu pada kisaran frekuensi 300-600 Hz di selang waktu 320-360 mdetik. Berbeda halnya dengan perekaman 1 dan perekaman 2, pada perekaman 3 (Gambar 12) pergerakan gerombolan ikan terdeteksi secara sempurna, dimana pergerakan ikan
yang terdeteksi memiliki gerakan yang merata antara pergerakan ikan cepat dengan ikan yang bergerak lambat, dengan kata lain pergerakan ikan lambat dan ikan yang bergerak cepat sama-sama mendominasi.
Gambar 12. Gerakan gerombolan ikan pada perekaman 3
Ikan bergerak lambat pada mdetik awal dan selanjutnya pergerakan ikan yang berenang cepat terlihat dengan sangat jelas pada mdetik akhir dan memilki dua nilai intensitas tertinggi. Hal ini disebabkan oleh pergerakan ikan yang terekam adalah gerakan ikan pada saat akan membentur dinding keramba dan berbelok seterusnya ikan bergerak cepat lagi mengitari keramba.
4.4.4. Perekaman 4 Sinyal pantul perubahan fase gerakan ikan pada perekaman keempat ditunjukkan oleh Gambar 13. Gambar tersebut menunjukan bahwa sinyal pantul dari pergerakan ikan yang terdeteksi pada perekaman 4 memiliki ambang frekuensi 2800 Hz dan selang waktu 20 mdetik sampai dengan 320 mdetik. Terdapat 3 puncak sinyal dengan intensitas tertinggi yang ditandai oleh warna orange, yang berada pada selang waktu 60-120 mdetik. Puncak sinyal berdada pada kisaran frekuensi 0-300 Hz dan puncak sinyal kedua dan ketiga berada pada kisaran frekuensi 300-600 Hz.
Gambar 13. Gerakan gerombolan ikan pada perekaman 4.
Pada perekaman keempat ini terlihat dengan sangat jelas, hal tersebut dikarenakan posisi pergerakan ikan berada dekat dengan transducer. Pergerakan
ikan pada saat perekaman ini didominasi oleh pergerakan ikan yang berenag cepat, hal ini diduga diakibatkan oleh pergerakan ikan yang tiba-tiba serta sentakan ekor ikan yang cepat, yang dapat dikarenakan ikan tersebut mengalami tekanan atau stres, diduga dipicu oleh ikan tidak bergerak secara bebas karena ruang yang sempit dan terbentur oleh dinding keramba. Berdasarkan Gambar 10-Gambar 13 dapat dilihat secaara umum bahwa pada dasarnya perekaman 1 sampai dengan perekaman 4 memiliki gerakan yang sama. Hal tersebut terlihat pada sinyal pergerakan ikan yang terdeteksi berada pada mdetik pertama frekuensi rendah yaitu pada kisaran 0-900 Hz. Nilai intensitas tertinggi berada pada mdetik pertama, namun ada juga nilai intensitas tinggi yang berada pada mdetik terakhir (perekaman ketiga). Pergerakan ikan dalam hal ini cepat pada mdetik pertama dikarenakan ikan untuk bergerak cepat membutuhkan pergerakan kibasan ekor yang cepat pada saat hendak bergerak. Pegerakan ikan melambat pada mdetik selanjutnya dan cepat lagi dapat disebabkan oleh lingkungan yang digunakan untuk mendeteksi pergerakan ikan merupakan lingkungan terkontrol yaitu pada keramba apung. Sehingga ikan tuna dan cakalang sebagai ikan perenang cepat jika ditempatkan pada suatu ruang yang sempit akan memiliki gerakan yang terbatas, dan pergerkan ikan yang tadinya cepat saat sampai pada dinding keramba maka akan melambat agar tidak menabrak dinding keramba selanjutnya akan berbelok arah dan ikan bergerak cepat lagi. Secara umum terlihat bahwa sinyal perubahan fase akustik yang didapatkan dari pergerakan ikan pada masing-masing perekaman memperlihatkan pola yang seragam, hal ini disebabkan oleh target atau jenis ikan yang dideteksi adalah sama.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Berdasarkan domain waktu, terlihat perbedaan nilai-tengah atau rata-rata selang waktu (∆t) pada keempat perekaman, dimana perekaman 3 berbeda dengan perekaman 1, perekaman 2 dan perekaman 4, sedangkan antara perekaman 1 dan perekaman 2 serta perekaman 1 dengan perekaman 4 memiliki nilai rata-rata yang sama, begitu juga pada perekaman 2 dan perekaman 4. Keragaman data perekaman 1 lebih beragam dibandingkan dengan keragaman data pada perekaman 2, perekaman 3 dan perekaman 4, begitu juga halnya dengan perekaman 3 memiliki keragaman data yang lebih besar dibandingakan dengan keragaman data perekaman 4. Gerakan ikan dapat diketahui secara baik dengan menggunakan alat pendeteksi perubahan fase (phase shifted detector) yaitu dengan menentukan jarak waktu yang diakibatkan oleh kecepatan atau laju renang ikan yang ditimbulkan oleh kecepatan sentakan ekor (tail beat rate), sehingga dapat membedakan kawanan ikan yang bergerak cepat dan kawanan ikan yang bergerak lambat Pergerakan ikan tidak terdeteksi secara baik atau alat pendeteksi perubahan fase sulit untuk membedakan pergerakan kawanan ikan jika kawanan tidak terekam sempurna dan berada diluar beam yang dipancarkan transducer. Pada penelitian ini pergerakan kawanan ikan yang tidak terdeteksi secara sempurna diakibatkan oleh pergerakan kawanan ikan yang tidak teratur, dimana hal tersebut terlihat pada video bawah air yang mana gerakan kawanan ikan berbeda arah pada masing-masing kelompoknya dan individu ikan itu sendiri.
5.2. Saran Diperlukan penelitian untuk mendeteksi pergerakan kawanan ikan dengan menggunakan perubahan fase gelombang pantul pada lautan lepas, agar dapat mengetahui pergerakan kawanan ikan tuna pada habitat aslinya.
DAFTAR PUSTAKA Antabany, A., A. Djohan, E. Kuswanto, M. Fatah, M. Sabri, R. Rawendra, R. Partasasmita, S. P. Y. Paryati, W. M. Yushardi. 2007. Dampak Getaran Pada Pertumbuhan Dan Tingkah Laku Makhluk Hidup. Makalah. Falsafah Sains. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. (6 Juli 2009 jam 16.30 wib). http://rudyct.com/PPS702-ipb/05123/group7_123.htm. Cahyadi, A. 2009. Laporan Penelitian Studi Akustik untuk Penentuan Kibasan Ekor Madidihang (Tidak dipublikasikan). Pusat Riset Teknologi Kelautan. Jakarta. Diponegoro, A.D. 2007. Analisis Penentuan Jenis Kawanan Ikan Berdasarkan Deteksi Fasa Pantulan Gelombang Akustik dan Penerapan Hidden Markov Model. Disertasi (Tidak dipublikasikan). Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Evans, D. H. (Ed.) 1993. The Physiology of Fishes.CRC Press, Inc. United States of America. FAO. 1985. Finding Fish with Echosounders. FAO Fisheries Departemen. Roma. Haryanto, B. I. W. Budiastra, dan A. Trisnobudi. 2000. Bulletin Teknologi dan Indusrtri Pangan Hubungan Antara Sifat Fisik dan Gelombang Ultrasonik Durian Utuh dengan Sifat Fisik Kimia Daging Durian. (8 Desember 2009 jam 18.00 wib). http://organisasi.org Nikolsky, G. V. 1963. The Ecology of Fishes. Translated from Russian by: L. Birkett. Academic Press Inc. London. Pitcher, T.J., 1983, Heuristic definition of shoaling behavior. Anim. Behav., 31, 611-13. Pujiyati, S. 2008. Pendekatan Metode Hidroakustik untuk Analisis Keterkaitan Antara Tipe Substrat Dasar Perairan Dengan Komunitas Ikan Demersal. Disertasi (Tidak dipublikasikan). Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Steel, R. G. D dan J. H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Edisi kedua. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Sumadhiharga, O. K. 2009. Ikan Tuna. Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI. Jakarta Winn, H.E. and B. L. Olla (Editing). 1972. Behavior of marine Animals: Current Perspective in Research. Volume 2: Vetebrates. Plenum Press New York and London.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Lokasi pengambilan data (Keramba di Pulau Bacan, Maluku Utara)
Lampiran 2. Jenis ikan yang dideteksi (Thunnus albacares dan Cakalang)
Yellowfin tuna (Thunnus albacares)
Skipjack tuna (Katsuwonus pelamis)
Lampiran 3. Sinyal gelombang perubahan fase ikan
a.
Perekaman 1
b.
Perekaman 2
Lampiran 3. Lanjutan
c.
Perekaman 3
d.
Perekaman 4
Lampiran 4. Perangkat pendeteksi jenis kawanan ikan (Phase shift detector)
a. Phase shifted detector (tampak atas)
c. Dual single transduser (pemancar/TX dan penerima/RX)
b. Phase shifted detector (depan)
d. Phase shifted detector dihubungkan dengan ACCU
Lampiran 5. Contoh data sebaran intensitas (Perekaman 1) Frekuensi 0 344.53 516.8 689.06 861.33 1033.59 1205.86 1378.13 1550.39 1722.66 1894.92 2067.19 2239.45 2411.72 2583.98 2756.25 2928.52 0 344.53 516.8 689.06 861.33 1033.59 1205.86 1378.13 1550.39 1722.66 1894.92 2067.19 2239.45 2411.72 2583.98 2756.25 2928.52 0 344.53 516.8 689.06
Intensitas Waktu 4.49E-04 0 3.65E-04 0 3.65E-04 0 1.04E-04 0 6.27E-05 0 7.71E-05 0 3.86E-05 0 7.04E-05 0 7.55E-05 0 8.79E-05 0 3.19E-05 0 3.14E-05 0 2.01E-05 0 2.01E-05 0 7.33E-06 0 8.56E-06 0 8.56E-06 0 0 43 0.00028661 43 0.00035613 43 0.00018793 43 0.00010664 43 3.7115E-05 43 2.698E-05 43 8.5312E-06 43 1.8453E-05 43 2.5176E-05 43 3.1431E-05 43 2.1509E-05 43 8.6478E-06 43 4.7503E-06 43 5.75E-06 43 4.1367E-06 43 1.7792E-06 43 2.8762E-06 315 1.448E-05 315 3.2968E-05 315 3.105E-05 315
Lampiran 5. Lanjutan 861.33 1033.59 1205.86 1378.13 1550.39 1722.66 1894.92 2067.19 2239.45 2411.72 2583.98 2756.25 2928.52 0 344.53 516.8 689.06 861.33 1033.59 1205.86 1378.13 1550.39 1722.66 1894.92 2067.19 2239.45 2411.72 2583.98 2756.25 2928.52 0 344.53 516.8 689.06 861.33 1033.59 1205.86 1378.13 1550.39
2.8287E-05 1.7015E-05 1.7559E-05 7.9822E-06 7.6642E-07 5.7108E-06 8.3025E-06 8.3025E-06 6.9979E-06 6.5244E-06 7.6787E-06 3.4949E-06 4.5697E-06 4.5663E-05 7.5253E-05 0.00010387 9.2565E-05 4.7754E-05 2.6551E-05 1.3069E-05 2.594E-05 2.15E-05 1.5846E-05 4.9068E-06 2.2335E-06 2.2335E-06 6.2341E-06 5.9323E-06 9.4659E-06 5.8814E-06 0.00016519 0.00012471 0.00013218 2.2054E-05 2.3081E-05 3.3696E-05 3.3696E-05 2.1968E-05 3.8812E-06
315 315 315 315 315 315 315 315 315 315 315 315 315 379 379 379 379 379 379 379 379 379 379 379 379 379 379 379 379 379 588 588 588 588 588 588 588 588 588
Lampiran 5. Lanjutan 1722.66 1894.92 2067.19 2239.45 2411.72 2583.98 2756.25 2928.52 0 344.53 516.8 689.06 861.33 1033.59 1205.86 1378.13 1550.39 1722.66 1894.92 2067.19 2239.45 2411.72 2583.98 2756.25 2928.52 0 344.53 516.8 689.06 861.33 1033.59 1205.86 1378.13 1550.39 1722.66 1894.92 2067.19 2239.45 2411.72
9.6202E-06 1.147E-05 1.8324E-05 1.2585E-05 1.7579E-05 1.1157E-05 1.3373E-05 2.6468E-06 6.4007E-05 8.567E-05 0.00013541 0.00011124 6.8432E-05 1.8694E-05 9.3097E-06 1.41E-05 2.0302E-05 1.6645E-05 1.4824E-05 1.0464E-05 6.7382E-06 3.5819E-06 4.6049E-06 2.8655E-06 8.7779E-06 0 0.00020999 0.00023679 0.0002617 5.6062E-05 2.9259E-05 2.0314E-05 2.3628E-05 2.3628E-05 1.1087E-05 9.8394E-06 1.3655E-05 1.024E-05 1.7209E-05
588 588 588 588 588 588 588 588 670 670 670 670 670 670 670 670 670 670 670 670 670 670 670 670 670 774 774 774 774 774 774 774 774 774 774 774 774 774 774
Lampiran 5. Lanjutan 2583.98 2756.25 2928.52 0 344.53 516.8 689.06 861.33 1033.59 1205.86 1378.13 1550.39 1722.66 1894.92 2067.19 2239.45 2411.72 2583.98 2756.25 2928.52 0 344.53 516.8 689.06 861.33 1033.59 1205.86 1378.13 1550.39 1722.66 1894.92 2067.19 2239.45 2411.72 2583.98 2756.25 2928.52 0 344.53
1.3393E-05 1.6446E-05 3.0534E-06 4.483E-07 8.8267E-06 3.2906E-05 3.2607E-05 2.7221E-05 3.1638E-05 4.2562E-05 3.942E-05 1.9188E-05 1.3481E-05 1.3481E-05 8.6865E-06 3.4694E-06 9.5206E-06 6.0512E-06 1.5259E-05 2.2837E-05 0 5.0163E-05 5.0163E-05 5.7839E-05 8.2335E-06 8.2335E-06 5.0965E-06 9.1145E-06 2.1335E-05 1.6795E-05 1.6038E-05 1.4466E-05 1.8093E-05 1.4275E-05 5.8658E-06 2.239E-06 1.0325E-05 0 7.6695E-06
774 774 774 879 879 879 879 879 879 879 879 879 879 879 879 879 879 879 879 879 913 913 913 913 913 913 913 913 913 913 913 913 913 913 913 913 913 1012 1012
Lampiran 5. Lanjutan 516.8 1.9442E-05 689.06 4.9256E-05 861.33 4.6672E-05 1033.59 3.4899E-05 1205.86 1.7057E-05 1378.13 1.1972E-05 1550.39 2.0116E-05 1722.66 8.1444E-06 1894.92 1.3055E-05 2067.19 1.9645E-05 2239.45 1.9645E-05 2411.72 2.6018E-05 2583.98 1.2047E-05 2756.25 2.6295E-05 2928.52 1.5012E-05 0 0.00021355 344.53 0.00018389 516.8 0.00018389 689.06 9.6755E-05 861.33 5.5235E-05 1033.59 5.5993E-05 1205.86 1.5086E-06 1378.13 1.5086E-06 1550.39 1.2761E-05 1722.66 1.7777E-05 1894.92 4.1662E-05 2067.19 3.7818E-05 2239.45 3.2052E-05 2411.72 1.9788E-05 2583.98 1.1622E-05 2756.25 2.6726E-05 2928.52 1.5104E-05
1012 1012 1012 1012 1012 1012 1012 1012 1012 1012 1012 1012 1012 1012 1012 1209 1209 1209 1209 1209 1209 1209 1209 1209 1209 1209 1209 1209 1209 1209 1209 1209
Lampiran 6. Tabel hasil uji nilai-tengah dan keragaman data (T-test) Perekaman 1 dengan perekaman 2, perekaman 3, dan perekaman 4
Group 1 vs. Group 2 Perekaman 1 vs Perekaman 2 Perekaman 1 vs Perekaman 3 Perekaman 1 vs Perekaman 4
T-test for Independent Samples (DataAmy) Note: Variables were treated as independent samples Mean Mean t-value df p Valid N Valid N Group 1 Group 2 Group 1 Group 2 222.3651 215.6667 0.15123 112 0.880068 63 51 222.3651 303.6571 -2.77377 271 0.005926 63 210 222.3651 161.9231 1.55979 126 0.121318 63 65
Std.Dev. Group 1 281.5180 281.5180 281.5180
Std.Dev. F-ratio p Group 2 Variances Variances 159.9588 3.097391 0.000064 174.5352 2.601636 0.000000 133.4180 4.452293 0.000000
Std.Dev. Group 1 159.9588 159.9588
Std.Dev. F-ratio p Group 2 Variances Variances 174.5352 1.190555 0.470364 133.4180 1.437434 0.170452
Perekaman 2 dengan perekaman 3, dan perekaman 4
Group 1 vs. Group 2 Perekaman 2 vs Perekaman 3 Perekaman 2 vs Perekaman 4
T-test for Independent Samples (DataAmy) Note: Variables were treated as independent samples Mean Mean t-value df p Valid N Valid N Group 1 Group 2 Group 1 Group 2 215.6667 303.6571 -3.28052 259 0.001178 51 210 215.6667 161.9231 1.97248 114 0.050976 51 65
Perekaman 3 dengan perekaman 4
Group 1 vs. Group 2 Perekaman 3 vs Perekaman 4
T-test for Independent Samples (DataAmy) Note: Variables were treated as independent samples Mean Mean t-value df p Valid N Valid N Std.Dev. Std.Dev. F-ratio p Group 1 Group 2 Group 1 Group 2 Group 1 Group 2 Variances Variances 303.6571 161.9231 6.022190 273 0.000000 210 65 174.5352 133.4180 1.711344 0.012847
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bukittinggi, 25 Desember 1986 dari ayah yang bernama Endri Bakhtar (Alm) dan ibu bernama Murtina, Spd. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Kakak kandung pertama bernama Nevridedi Endri, S.Hut, kakak kedua bernama Eldis Murenda, S.T dan adik laki-laki bernama Edrian Jurnasa. Tahun 2005 penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Payakumbuh, Sumatera Barat. Pada tahun 2005 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru), pada tahun 2006 penulis diterima di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan. Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA) sebagai anggota Departemen Kewirausahaan periode 2006/2007 dan sebagai anggota Departemen Penelitian dan Kebijakan (LITJAK) periode 2007/2008. Penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah Selam Ilmiah tahun 2007/2008, asisten mata kuliah Ekologi Laut Tropis 2007/2008. Dalam rangka penyelesian studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melaksanakan penelitian dengan judul “Deteksi Pergerakan Ikan Berdasarkan Perubahan Fase pada Metode Hidroakustik”.