Secara alami, perubahan petani terjadi karena mereka menyesuaikan dengan lahan (sumberdaya alam) dan lingkungan lai nnya. Mereka hidup dalam lingkungan tertutup dan berusahatani untuk kebut uhan sendiri (petani subsisten). Keadaan yang lain pada petani komersial, dimana mereka terbuka pada luar atau inf-tif, tanggap pada ide baru, usahatani dilakukan sxara berencana dan berorientasi @a kebutuhan pasar. U ntuk menjadi pebni komersial , diperlu kan perubahan petani yang dapat t ej a d i karena paksaan, perintah, propaganda, bujukan, peninran dan b
pendidi kan (formal, non formal, informal). Penyuluhan pembangunan pertanian sendiri adalah sistem pendidikan non formal bagi petani dan keluarganya, agar tumbuh dan berkembang perubahan dari dalam diri petani untuk menj;sdi m u , tahu
dan marnpu rnenggunakan ide baru perbaikan usahatani sehingga produktivitas meningkat guna memenuhi kebutuhan hidup dan sekaligus pula memberikan kontribusi pada pembangunan, dalam kehidupan yang sejajar dengan kemajuan profesi lain. Untuk dapat menggunakan ide baru, petani membutuhkan perbaikan F r a n i i , kecukupan sarana, modal dan iklim usaha untuk meningkatkan produksi. Sefanjutnya membutuhkan informasi usahatani dan pasar dalam meningkatkan diversifikasi usahatani berdasarkan keunggulan komparatip yang berwientasi agribisnis dan agroinciustri dalam memperoleh pendapatan riil yang lebih tinggi. Berbagai informasi tentang perubahan petani, antma lain menurut Hackett (1950) dan Mead (1963) yang menyatakan bahwa pada awalnya petani tergantung pada lahan (alam), kemudian mengekploitasi lahan, akhirnya karena menyadari ke-
terbatasan lahan maka berusaha melestarikannya. Alvin Toffler (1980) mengemuka-
kan tiga gelombang perubahan pada scktor pertanian. Gelombang pertarna dicirikan oleh usahatani keluarga, menggunakan lenaga manusia dan ternak untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
12
Gelombang ke dua, dicirikan oleh terjadinya revolusi hijau yang untuk mengusahakannya membutuhkan sarana (pupuk. obat dan alat) dan prasarana yang cukup. Usahatani bmrientasi pada kebutuhan pasar yang diusahakan secara bersama dalam asosiasi koperasi. Gelombang ke tiga, dicirikan oleh rekayasa genetika untuk meng-
hemat sumberdaya alam dan dengan tujuan rncmperoleh pendapatan yang tinggi. Berbagai informasi yang telah dikemukakan mcnunjukkan bahwa orientas; usahatani berubah dari pemenuhan kebutuhan keluarga menjadi kebutuhan pasar, namun belum diinformasikan upaya untuk mengubahnya. Peruhahan petani t e h t
sejalan dengan pendapat Popkin (1978) yang menyatakan petmi itu msionuf dalam berusahatani. Alasann y a adalah petani meman faatkan kemudahan berusahatani
dengan usaha yang dilakukan secara berencana dalam menggunakan ide baru guna memaksimumkan produksi. Usaha tersebut karena petani berani menghadapi risiko d d a m menggunakan ide barn perbai kan usahatani. Prinsip lain dikemukakan oleh
James C. Scott (1%7) yang menyatakan prinsip hidup petmi crdlrwl me-n selamat. Alasannya adalah karena petani itu menghindari risiko sehingga sulit
untuk meneri ma ide baru. Mereka berusahatani untuk memenuhi kebutuhan keluarga
dan surplus Qlam berusahatani hanya untuk memenuhi kegiatan g u m kdangsungan budaya bennasyarakat yang harmonis. Prinsip hidup petani yang dikcmukakan Scott bertolak iiari petani sebagai bagian dari masyarakat dan mengutamakan kehidupan yang harrnoni, sedangkan Popkin memandang petani sebagai individu yang terus be&
maju. Hayami dan
Kawagoe (1993) menyatakan pendapatnya yang sejalan dengan Popkin d a n menyatakan bahwa prinsip hidup petani yang dikemukakan Scott adalah aiiran pesimistik sedangkan yang di kemukakan Popki n adalah alirun optimistik. Hasil
penelitian mereka di Jawa Barat dart di Lampung tahun 1986 - 1990 menunjukkan bahwa petani berusahatani secara rasional dan berorientasi pada kebutuhan pasar.
13
Perubahan petani menurut Allen (1 958). Hagen ( I %2) dan Lerner (1 983) karcna berbagai pengalaman usahatani yang mcnyadarkan.
Kesadaran petani tersebut rnc-
nurut Chamber (1983) menjadikan pvuni iru reulistis yaitu menerima ide baru xtelah mengalami sejumlah pengalaman kegagalan dan kebcrhasilan berusahatani, selanjutnya mereka memilih yang lebill untung.
Kasus di Baguio Filipina sepcrti
yang dikemukakan oleh Korzan dan .l'iongson (1979) bahwa karena keterbatasan lahan usahatani sedangkan kebutuhan terus meningkat. maka untuk mernenuhinya petani rnelakukan pilihan usahatani yang memberikan hasil yang lebih untung. Informasi diatas menunjukkan bahwa petani berubah setelah mengalami, namun belum dikemukakan apakah kemampuan petani itu merupakan kesatuan usahatani secara berencana. Dalam ha1 pengaruh luar. Migdal (1974) dan L e m r (1983) mengemukakan bahwa faktor luar berupa mudahnya transportasi, sentuhan media massa, disamping bimbingan khusus menjadikan petani lebih terbuka pada hubungan luar. Keterbukaan tersebut mcnjadikan petani membanding dan kemudian
menggunakannya dalam keputusan perbaikan usahatani. Sedangkan Mosher (196) mengemukakan bahwa kemajuan yang mengubah petani subsisten menjadi petani komersial karena dukungan sarana dan prasarana disamping pengendalian h a r p pasar yang mendorong kemajuan usahatani. lnformasi yang dikemukakan &lam bentuk indikasi kemampuan fisi k, lain halnya dengan John Mellor (1989) yang menyatakan bahwa perubahan perani subsisten menjadi petani komersial karena berkembangnya kemampuan memperhitungkan usaRatani keluarga m enjadi asosiasi petani koperatip.
Menurut Dahrendorf (1968) maupun Hartwick dan Olewiler (1986) bahwa perubahan petani secara bertahap, sejalan dengan kemampuan mengkelola lahan usaha secara berlanjut. Tahap pertama memang dibutuhkan pembangunan prasarana dan sarana atau merubah kondisi untu k meningkatkan produksi.
14
'Map berikutnya &ngan berbagaI subsidi impor dan ekspor dalam rnelindungi pasar usahatani atau merubah kondisi non fisik agar pendapatan petani lebih tinggi. Perubahan petani secara bertahap di Jepang (Mizawa dulwn Ohkawa, 1983) Belanda dan Perancis (Furtado &lorn Meier, 1987) 13irma dan Ghana (Myint dulam Meier, 1987) pada awalnya fungsi pengaturan yang menata wilayah komoditas usahatani, kcmudian dilanjutkan dengan mengembangkan komoditas kedua (secondary crops) yai tu komoditas yang cepat menghasi l kan uang (cash crops), disamping komoditas tradisional. Upaya tersebut mampu merubah petani subsisten, yaitu petani yang berorientasi untuk kebutuhan sendiri menjadi petani semi komersial yaitu petani yang beroreintasi pGada kebutuhan sendiri dan kebutuhan pasar. Informasi diatas belum mengemukakan bagaimana tahap berikutnya, dalam ha1 ini Rogers dan Kinchaid (1981) secara tersirat mengemukakan tahap tersebut adaiah periindungan pasar dalam mendukung petani berorientasi pasar dan pendapatan nil yang lebih tinggi. Lebih jauh dikemukakan oleh Hayarni dan Kawagoe (1993) bahwa dengan upaya perlindungan pasar menjadikan petani Jepang, Korea maupun
Taiwan beralih dari era agraris menjadi cra industri, yaitu pertanian yang maju mendukung kemajuan industri secara timbal balik.
Dalarn ha1 siapa saja yang berubah, Witz (1 971) mengemukakan bahwa perubahan tidak cukup hanya ditujukan pada petani, tetapi setidaknya perubahan petani dan warga desa lainnya. Hal ini karena perubaban itu tidak berdiri scndiri, tetapi satu kesatuan dengan masyarakat tainnya dan dalam kesatuan dengan kedudukan petani sebagai warga masyantkat dan bangsa. Perubahan petani subsisten (peasant) yang usahataninya oleh keluarga, padat karya dan menghasi t kan bahan mentah, berubah menjadi petani komersial (farmer) yang berusahatani secara koperatip, padat modal clan menghasilkan bahan setengah jadi h g i industri.
Secara keseluruhan, informasi yang menyatakan perubahan petani subsisten menjadi petani komersial, yang mengacu pada agribisnis dan agro-industri dengan ciri seperti pada Tabel 1. Tabel 1.
Ciri Petani Subsisten dan Petani Komersial dalam Pengusahaan Usahatani 5
No
Ciri
Petani Subsisten
Petani Komersial
t 1.
Prinsip hidup petani dalam berusahatani
Mendahulukan selamat (pesimistis)
Komersial dalam berusahatani (optimistis)
2.
Ketergantungan berusahatani pada alam
Tergantung pada alam
Memanf9atkan & mengendalikan alam
3.
Penggunaan lahan (sumberdaya alam)
Usahatani untuk sekarang
Usahatani yang berkelanjutan
4.
Bentuk usahatani
Usahatani keluarga
Usahatani koperatip
5.
Sikap menerima ide ban
Cenderung temp yang lama
mn!5l3a~ ide baru
6.
Keterbukaan pada hubungan luar
Terbuka pada batas tertentu
Terbuka (informatip)
7.
Perencanaan &lam berusahatani
Menggunakan pengalaman atau tradisi
secara berencana
Orientasi usahatani
Kebutuhan keluarga
Pasar
Kegunaan hasil usahatani
Kehidupan yang yang harmoni
Pemupukan modal
8. 9.
Usahatani
Permintaan
Bervariasinya perkembangan pembangunan pertanian Indonesia terrnasuk penyuluhan pembangunan pertanian yang ada didalamnya, tergantung pada faktor dalam dan faktor luar petani. Faktor daiam adalah fungsi pengusahgan usahatani (petani) dan usahatani, sedangkan faktor luar dalam kaitan penyutuhan adalah fungsi penyuluhan dan fungsi - fungsi yang mendukungnya. Bagi Indonesia, sepertti yang dikemukakan pada GBHN 1993 bahwa perkembangan pembangunan pertanian yang diharapkan adalah keseimbilngan antara pembangunan sektor pertanian dengan sektor non pertanian. Dalam hubungan ini,
maka yang menjadi tujuan penyuluhan pembangunan pertanian adalah terpenuhinya kebutuhan petani yang sekaligus memberikan kontribusi pada pembangunan. Karena tujuan ganda itu pulalah yang memungkinkan bervariasinya perkembangan pcnyuluhan, yaitu bisa bersifat lebih pada petani, lebih pada pembangunan keseiuruhan atau keduanya seimbang. Wriasi perkembangan peny uluhan pembangunan pertanian yang ada sekarang merupakan rangkaian perubahan dan perbaikan yang telah diusahakan sejak lama. Dalam ha1 ini, Reksohadiprodjo (1974) mengemukakan bahwa selama *ode
- 1905 belum ada penyuluhan bagi petani Indonesia.
1815
Pembinaan petani saat itu di-
lakukan dengan perinrah oleh pangreh praja yaitu petugas pemerintah penjajahan
w.Karena ter-
Belanda yang dikhususkan untuk memperhatikan k e h i i p a ~
batasnya kemampuan pangreh praja, diadakan Jawatan Pengairan untuk mengurus irigasi dan Dinas Kehewanan untuk melayani kesehatan ternak, sedang pertanian lainnya masih oleh pangreh praja.
Untuk memperkuat kesiapan membina petani
(Anonim, 1978) dibangun Kebun Raya di Bogor yang pada tahun 1817 menyebarkan 50 jenis tanaman. Disini bertugas beberapa lnspektur Pengawas tanam paksa yang antara lain sejak tahun 1831 mengembangkan tanaman kopi , tebu dan tembakau.
17
'Itthun 1876 dari kebun tanaman perdagangan Cikeumeuh Bogor, dikembangkan tanaman karet, rosela, padi, kacang tanah, ubi jalar, ubi kayu dan jagung. W u n 1880 didirikan Lembaga Penelitian Pertanian dan tanaman perdagangm di Bogor.
'Itthun 1903 (Reksohadiprodjo, 1974: Anonim, 1978) menrpakan awal penyiapan adanya penyuluh bagi petani Indonesia, yaitu dengan mendirikan Sekolah, Pertanian di Kebun Raya Bogor dan dua tahun kemudian didirikan pula Departemen Pertanian, Kerajinan dan Perdagangan. Upaya tersebut merupakan bagian dari politik balas budi @olitikethis) yang mulai tahun 1901 me1aksanak;ur kegiatan pen-
didikan, irigasi dan kolonisasi atau transmigrasi. Penyuluhan bagi petani baru di mulai tahun 1908 (Anonim, 1978) yaitu sejak adanya lulusan Sekolah Pertanian. Berhubung jumlah penyuluh masih sangat sedikit, maka sampai tahun 1921 penyuluhan dilakukan oleh Pangreh Praja, sedang penyuluh hanya sebagai penasihat. Untuk mempercepat diterimanya ide bani, maka pada tahun 1923 Sekolah Desa (SD) lima tahun ditingkatkan menjadi enam tahun dengan penambahan ma& pertanian. Lulusan Sekolah Desa diharapkan menjadi petani pemimpin dan penghubung dengan pen y uluh . Kemudian sejak tahun 1927 (sampai sekarang) diselenggarakan berb;tgai KTD. Berikut dibentuk kelompoktani, yang di Jawa Barat dinamakan Rukun Tani
dan di Jawa Timur dinamakan Kring Tani. Rangkaian pembinaan itu menjadikan petani di Jawa (wiiayah pembangunan pertanian 111) lehih dahulu maju dari lainnya. Didorong oleh pergerakan nasional kemerdekaan Indonesia, rnaka sun 1931 penjajah Belanda meningkatkan kegiatan politik bafas budi di Jawa dan mengembangkan pula di luar Jawa , yaitu peningkatan dari politik ethis di Jawa dan luar Jawa (Reksohadiprodjo, 1974). U ntuk itu diselenggarakan Sekolah Desa, KTD dan membangun irigasi untuk usaha tanaman pangan dan di non irigasi untuk usaha perkebunan rakyat.
Wilayah luar Jawa tersebut kemudian sebagai sentra produksi
di luar Jawa (wilayah pembangunan pertanian 11).
19 M u n 1945-1948 dalam situasi revolusi fisik, penyuluhan bagi petani kurang sempat ditangani. Selanjutnya tahun 1948 - 1950 merupakan awal pembangunan pertanian dengan dicanangkannya Rencuna Produksi Tiga Tahun (Anonim, 1978). Program ini mendahulukan pemhangunan pertanian khususnya komoditgs padi pGbda sentra produksi, sedangkan komoditas perkebunan, perikanan, peternakan dan kehutanan sebagai pendukung. Diperioritaskan usahatani padi, karena merupakan usaha sebagian besar rakyat Indonesia dan produktivitasnya rendah, akibatnya pemenuhan kebutuhan masih dengan impor. Penyuluhan bagi petani terus dipexkuat dengan melengkapi Mantri " h i Kecamatan. Pada periode tahun 1950 - 1959 penanganan Rencana Produksi Tiga lhhun diteruskan dan ditingkatkan menjadi Rencanu Kerja Istimewa (RKI) dengan tetap memperioritaskan masih pada komoditas padi di wilayah sentra produksi (Anonim, 1978). Pada RKI, penyuluhan dimantapkan dengan membangun Balai Pendidikan Masyarakat Desa (BPMD) sebagai tempat pertemuan petani, kursus pernuka tani dan percontohan usahatani. Diharapkan dari pemuka tani tejadi difusi ide baru, yaitu diterima dan berkembang pada petani pengikut
.
Harapan tersebut sejalan
dengan yang dikemukakan oleh Tjondronegoro dalam Koentjaraningrat (1984) bahwa sodality suatu masyarakat yang terkecil dan berdaya hidup karena ciri khasnya hubungan kepentingan. Dengan mengikut sertakan pemimpin yang be!rpengamh dilingkungan masyarakatnya maka partisipasi masyarakat dalam pembangunan lancar.
Penyutuhan pada RKI belum menetapkan berapa banyak clan bagaimana
memilih petani pemimpin agar ide baru dengan cepat dan merata perkembangannya. Kegiatan RKI selain membangun BPMD, diselenggarakan pula unit usahatani di wilayah potensi produksi dengan program Pudi Sentra. Pada Padi Sentra berperan fungsi penyuluhan dalam membina petani didukung oleh fungsi pelayanan sarana dan fungsi pemasaran yang saat itu masih dikendalikan oleh pemerintah.
20 Pengalaman pembangunan pertanian di Amerika Serikat pada awal abad XX (Allen, 1958) dengan ciri seperti halnya pada RKI telah berhasif mempercepat penyebaran ide baru guna meningkatkan produksi usahatani. Belum berhasilnya RKI menurut Booth dan Mc Cawley (1982) karena tingkat buta huruf petani yang tinggi, akibatrtya
penerimaan ide baru berlangsung lambat disamping teknologi baru belum banyak ditemukan. Pada tahun 1960 dicanangkan Pembangunan Semesta Berencana (Anonim, 1978), yang pada pembangunan pertanian diselenggarakan Gerakan Swasembada Bahan Makanan (SSBM) yang diperioritaskan untuk mengatasi kekurangan beras (padi). Pembangunan pertanian diselenggarakan dengan sistem Komando Operasi Gerakan Makmur (KOGM) pada sentra produksi. m a i komandan adalah Camat, Bupati ataupun Gubernur sesuai tinglcat pemerintahan, sedangkan penyuluh hanya sebagai penasihat teknis. Dalam suasana kekurangan beras, pada tahun 1963 Institut Pertanian Bogor memprakarsai Sistem Pbnca Usaha Lengkap atau Sistem PUL. Di dalam sistem PUL (Booth dan Mc Cawley, 1982) berperan fungsi pengaturan dan fungsi penyuluhan didukung oleh fungsi penelitian dan fungsi pelayananan. Sistem PUL berhasil dalam menjadikan petani tanggap pada ide barn dalam meningkatkan produksi usahatani. Keberhasilan sistem PUL kemudian dikembangkan menjadi Demas (Demontrasi Massd), Bimas (Bimbingan Massal), Bimas Gotong Royong, Bimas Baru, Bimas disempurnakan dan menjadi sistem Bimas sampai sekarang. Hadisapoetro (1975) mengembangkan Sistem PUL menjadi Sistem Wiiud (Wilayah Unit Desa), yaitu dengan mengadakan wilayah pembinaan usahatani, mengembang-
kan petani koperatif dalam wadah Badan Usaha Unit DesdKoperasi Unit Desa &am meningkatkan produksi, pengolahan dan pemasaran hasil. Untuk penyuluhan dalam satu Wilud, ditetapkan WKPP (Wilayah Kerja Penyuluhan Pertanian) meliputi 600 1 000 hektar equivalen sawah. bisa meliputi satu atau lebih desa.
21 Dilengkapbya prasaranrt, sarana dan modal yang menrpakan kemrdahan berusahatani semakin menuntut k&apan penyuluh (jumtah dan mutu) dahm membina petani. Untuk memperkuat penyuluhan dalam program Bimas, maka pada tahun 1977 diselenggarakan penyuluhan sistem kerja Laku. Dalam sistem kerja Laku (Benor, 1977) penyuluhan dipeflruar dengan diadakannya BPP (Balai Penyuluhan Pertanian) sebagai basis penyuluh dan diadakan Penyuluh Pertanian. Tiap dua minggu sekali penyuluh dilatih di BPP dengan materi baru hasil fungsi penelitian, selanjutnya menyuluhkan materi itu pada kelompoktani yang secara teratur dan berkelanjutan tiap dua minggu d i pada kelompok yang sama. Penyuluhan sistem
kerja Laku dikmbangkan sejah dengan program Bimas, yaitu semufa di Jawa dan sentxa produksi pertanian diluar Jawa , kemudian ke semua wilayah Indonesia. JWbagai upaya meningkatkan kebedaan penyuluhan dalam pembang~~an
per?anian, yaitu dengan Keputuan Presiden nomot 45 tahun 1975 di-
adanya
BPLPP (Badan Pendidikan dan Latihan Penyuluhan Pertanian) aktivitasnya antara lain mengkaji metoda dan teknik penyuluhan. U ntuk mendukung penyuluhan diada-
kan FKPP (Forum Koordinasi Penyuluhan Pertanian) ditingkat Nasiod dan Daerah.
Pada perkembangannya, BPLPP berubah menjadi Badan Diklat (Badan R d i i dan Latihan M a n ) dirnana pelaksanaan penyuluhan deh Direktorat Jenderal lingkup Departemen Pertanian dan penanganan petugas penyuluh oleh Badan Pengendali Bimas. Terakhir dengan Keputusan Presiden nomor 83 tahun 1993 penyuluhan lingkup pertanian ditangani oleh Pusat Penyuluhan Pcrtardan yang berada pada Sekmtarht Jenderal Departemen Pertanian. Di tingkat provinsi administrasi
fungsi penyuluhan berada pada Kantor W i layah Departemen Pertanian, ditingkat Iapangan penyuluh dan juga BPP berada di bawah administrasi Pemerintah Daerah.
B e n m h i n y a perkembangan pembangunan pertanian Indonesia menghendaki adanya variasi penyuluhan. Mriasi tersebut secara kronologis, seperti pada ltdbel 2
We1 2. Wasi Perkembangan I'embangunan Pertanian Indonesia b
No M u n
Kelembagaan/Program
1
A ktivitas
4
3
t
2
1.
1817
Kebun Raya di Bogor.
Menyebafkan 50 jerk tanaman.
2.
1830-1878
SistemBmmPaksa.
Mengemban kan: antara lain Kop~,Tebu, 5 4ila dan Tembakau.
3.
1876
Kebun ' h a m a n Dagang Cikeumeuh Bogor.
Pengembangan Karet, Rosella, Padr ,Kacang Xmah, K-I. Jagung, Ubi Jalar dan Ubr Kayu.
4.
1880
Lembaga Penelitian Pertan~andi Bogor.
Penelitian tanaman pangan dan tanaman perdagangan.
5.
1901
Politik Balas Budi
Pendiiikan,Irigasi ,Tmmmigrasi
6.
1903
Sekoiah Pertanian di Kebun Raya Bogor.
Mendidik calon pdugd Penyuluh Pertantan.
7.
1905
Departemem Pertanian clan Penhgangan.
Menan& keg'kitan pertmian dan ekspor has11perranian.
Penasihat pertanian
Lima orang penyuluh pdama.
Dinas Pertanian dlm
Penyuluh men luhkan t a n a ~ pangan, perke r unandan kred~t.
8. 1908 9.
1910
-
Pangreh %-* di Praja.
01 10.
1923
Penyuluhan Pertanian
s*
Sekolah Desa 5 men' i 6 tahun Penyuluhan Panca saha bagi mmnan pangan P-fangan.
11. 1927
Pembinaan petani pemimpin.
12. 1931
Politik Balas M i . (poli ti k ethis)
13. 1942- 1945
Mantri l h i di Kecamatan, Peningkatan produksi pangan dan Koperasi m i Kecamatan. p e n g u m p u b produks~pangan.
14. 1945-1950 Jawatan Pertanian. 15. 1950-1959 BPMD.
Reorganisasi Lembaga Pertanian RKI pada Sentra Produksi.
16. 1958- 1963 Padi Sentra, BM PT,
Intemifikasi tanaman c p g a n di semua sentra p d u r dilanjutkan
-
IPB mempmkarsai Sistem Panca Usaha hnglrap W L ) .
Kebersamaan fun si pekyanan penyuluhan dan petmi.
Sistem Bimas.
Sistem PUL disentra prod* kemudian semua wilayah.
Sistem Wilud.
Penahan penyuluh pada sunua sentra produksi kenudian I;rinnya
BPLPP, WKPP.
Penataiin fungsi penyuluhan.
BIP, BLPR
Pembinaan kesiapan penyuluh.
4 l!Eag-"='
Penyuluhan Sistem Kerp L.~!Ku mendukung Slstem BIFKPP
Penyuluhan terpadu.
Penyuluhan Sistem Ker~a "Penyuluhan Menurut Kebutuhan Daerahw.
Semua wilayah
r\
Indonesia
Semua wilayah lndoaesia Penyuluh Lapang pada Pemda
Sumber : Reksohadiprod' 1974), Hadisapoetro (1975), Anonirn (1978 Booth dan Mc Cawley (1 82 dan Keputusaan Presiden nomur 83 tahun
b3.
Pengusahaan usahatani banyak dibatasi oleh kemampuan lahan usahatani, dalam kaitan ini Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Anonim, 1990') sedang me@
komoditas memrmt lahan irigasi. tadah hujan, lahan kering pada
DAS hulu dan pasang swut dan rawa pada DAS hilir. Dari i n f 4 tetsebut maka
lahan usahatmi dapat dirinci nmjadi irigasi, tadah hujan, kering dan
lebgk pada
DAS hul u, berikut lahan irigasi, trrdah hujan, kering, pasang sumt dan panhi pa& DAS hilir, semuanya sembilan Man. Bertolak dari variasi perkembangan pembangunan pertanian di Indonesia memungkinkan a&. tiga variasi peny uiuhan pembangunan pertanian. S e h j u t n y a bervariasi nya lahan usahatani, apkah juga menjadikan bervariasi nya perilaku petani di dalam menerirna ide baru perbailcan usahatani, masih memerlukan pengamatan.
ran dan Tuiuan P e n y k t m Pembangunan dan Pembangunan Pertanian Pembangunan adalah dikembangkannya penggunaan ide baru (rekayasa sosial dan rekayasa teknologi) secara berencana, mencakup berbagai aspek kehidupan sesuai dengan pmfesi secara berlanjut dalam meningkatkan kualitas hidup yang berimbang di masyarakat. Sedang pembanguna~lpertanian adalah upaya meningkatkan pendapatan petani yang berimbang dengan pengguna hasil usahatani melalui penggunaan ide baru sesuai dengan potensi dan pendukung usaha. sehingga pemenuhan kebutuhan petani dan kontribusinya meningkat sejajar dengan kemajuan profesi lain. Berbagai pendapat tentang pembangunan, yang dalam mempertegas batasan sering di kaitkan pula dengan modernisasi. Pembangunan, menurut La Palombara dalam Miner (1966) adalah pengembangan dari modernisasi yang menggunakan atat
dan teknologi baru untuk meningkatkan efisiensi kerja kedalam tata hubungan kehidupan manusia secara menyeluruh dan komplek.
Miner (1966) mengemukakan
modernisasi adalah perubahan yang bertolak dari dukungan alat dan teknologi baru dengan tujuan efisiensi, sedangkan pembangunan bertolak dari perubahan perilaku dalam menggunakan alat dan teknologi baru dengan tujuan kesejahteraan. Sedang Rogers (1969) maupun Schoorl(1980) mengemukakan bahwa modernisasi itu perubahan karena adanya teknologi baru dalam meningkatkan pertumbuhan produksi dan pembangunan adalah perubahan sosial, ekonomi dan budaya dalam meningkatkan kualitas hidup. Dilihat dari cakupannya, Tjondronegoro (1978) mengemukakan bahwa modernisasi mengandung arti merubah tradisi dan cenderung pada perubahan materiil dahulu, perubahan susunan dan pola masyarakat jarang dikaitkan dengan modernisasi.
Walaupun demikian itu perubahan sikap dan sistem nilai tidak di-
keluarkan dari jangkauan pengertian dan i sti lah modernisasi , karena i tu aspek pendidikan. komunikasi dan bahkan ideologi dipentingkan.
Perbedaan modernisasi dan pembangunan i t u adalah terletak pada pemberian
kesempufandan rangsangan yang lebih pada pembangunan dan kurang diperhatikan dalam modernisasi . Pembangunan menurut Todaro (1978) adatah proses multidimensional, melibatkan reorganisasi dan reorientasi aspek sosial , ekonomi maupun poli t i k, sedangkan modernisasi lebih menitik beratkan pada terselenggaranya teknologi bam dalam memperoleh efisiensi kerja. Aspek pembangunan menurut Todaro ( 198 1) yaitu: meningkatnya taraf hidup manusia dengan terpenuhinya kebutuhan, meningkatnya harga diri dan meningkatnya kebebasan memilih barang maupun jasa. Alfian (1986) mengemukakan cakupan perubahan dalam pembangunan adalah dimensi kebudayaan, dimensi sistem dan dimensi proses, yang menjadikan serasinya kemajuan. Informasi - informasi diatas seperti yarig telah dikemukakan penulis sebelumnya bahwa pembangunan bertolak dari perubahan perilaku dalam menggunakan ide baru (rekayasa sosial dan rekayasa teknologi ) dalam meningkatkan kuatitas hidup. Sedangkan modernisasi bertotak dari perubahan karena digunakannya alat dan bahan (rekayasa teknologi) dalam mencapai efisiensi. Dalam pembangunan pertanian. menurut Mosher d u b L.eagans dan Loomis ( 1971 ) yang
sangat esensial adalah perubahan peritaku. Selanjutnya dengan pembah-
an perilaku itu petani meningkatkan produktivitas usahanya seperti pengembangan agronomi, ternak clan ikan. Untuk mencapainya, Mosher (1966) mengemukakan lima syarat pokok, yai tu: pasar hasil usahatani , teknologi yang selalu berubah, tersedianya sarana produksi, perangsang berproduksi dan transportasi. Dikemukakan pula lima
.
faktor pelancar, yai tu: pendidi kan pem bangunan. kredit produksi kebersamaan petani, perbai kan dan perluasan lahan pertanian dan perencanaan nasional.
26 Di Amerika Serikat, menurut Rogers ( 1960) kegiatan pembangunan pertanian ditujukan untuk meningkatkan pendapatan petani, untuk itu diusahakan pengendalian harga, konservasi sumberdaya lahan agar usahatani terselenggara secara berlanjut, kredi t pengembangan usahatani, penel i tian dan pendidikan, pengendalian hama penyakit tanaman dan hewan serta peramalan usahatani. Di Jepang menurut Ogura ( 1970) pembangunan
pertanian dengan kegiatan penataan penggunaan lahan untuk
pertanian dan industri, dari laha11 tersebut dikembangkan komoditas usahatani yang sesuai dengan sumberdaya alam dan pasar. Mosher, Rogers maupun Ogura mengelnukakan pembangunan pertanian yang bertolak dari kebutuhan fisik. Padahal pemenuhan kebutuhan fisik saja belum cukup untuk meningkatkan kualitas hidup petani. Petani sebagaimana juga pada non petani mereka membutuhkan non fisik antara lain harga diri, seperti kekbasan memilih. Pembangunan pertanian terus membutuhkan digunakannya rekayasa sosial dan rekayasa ternologi secara berencana dalam pertanian yang berkelanjutan. Pembangunan pertanian menurut Hadisapoetro (1975) meliputi: penelitian untuk menemukan teknologi, pengadaan sarana produksi. peralatan, perbaikan kesuburan tanah, drainase dan rehabilitasi untuk perbaikan usahatani. Disamping itu dibutuhkan subsidi pupuk. bunga kredit . harga pasar. transportasi, perundangan pertanian, perbaikan clan peningkatan kerja petugas untuk mendorong perbaikan usahatani. Secara umum Indonesia terus berupaya agar pertanian semakin tangguh (Anonim, 1988) yaitu
pertanian yang mensejahterakan petani, pertanian yang men-
dukung industri yang maju secara beri m bang. keseimbangan antara kehidupan petani dan non petani. Dikemukakan oleh Baharsyah ( 1989) bahwa arah pembangunan pertanian Indonesia untuk dapat sekaligus melnecahkan masalah ekonomi nasional, yaitu: penyediaan pangan. penyediaan bahan baku industri, peningkatan devisa negara, penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat tani.
27
Berbagai infomasi yang telah dikemukakan menunjukkan bahwa pembangunan pertanian merupakan bagian dan saling mendukung dengan keberhasilan pembangunan lainnya. Kedudukan tersebut tidak saja diusahakan di Indonesia. tetapi juga di Amerika Serikat, Jepang dan Australia. Yang membedakan adalah antar kebijakan tahapan orientasi usahatani, yaitu apakah masih pada orientasi produksi yang tinggi ataukah orientasi pasar datam me~nperolehpendapatan yang lebih tinggi. Disamping itu apakah lebih pada orientasi kebutuhan nasional ataukah kebutuhan petani, mungkin pula maju secara bersama.
Sasaran Penyuluhan Pembangunan Pertanian
Sasaran penyuluhan pembangunan pertanian adalah perubahan dan peningkatan perilaku petani yang sekaligus meningkatkan produktivitas usahatani. Keragaan perilaku terlihat dari hierarki kawasan kognitip, afektip dan psikomotorik petani dalam menerima dan menggunakan ide baru diversifikasi usahatani horisontal &n diversifi kasi usahatani verti kal. Bagaimana perkembangan sasaran penyuluhan ..
pembangunan pertanian Indonesia dapat dilihat dari aspek perkembangan penyuluhan dan dari aspek perubahan petani. Dilihat dari perkembangannya, penyuluhan bagi petani bertolak dari gerukan kababasan pertmi (Anonim, 195 1 ). Sasaran gerakan adalah memecahkan masalah petani yang saat itu (tahun 1785) di Philadelphia dan South Carolina, Amerika Serikat, petani sulit menerima ide baru. bila mau menerima hasilnya jauh dari yang diharapkan. Sejak itu berkembang usaha menumbuhkan kemauan dan kemampuan petani sebagai sasaran penyuluhan. usahanya dilakukan dengan penvululuhan purtaniun (agricultural extension). Usaha tersebut berkembang pula di lnggris dan
Belanda (Anonim, 1951 : Hagen. 1962)oleh penjajah Belanda dibawa ke Indonesia.
28
Dalam perkembangannya, keghtan penyuluhan pertanian didominasi oleh pendiiikan non formal yaitu berbagai bentuk KTII, disamping itu yang disuluhpun tidak hanya petani tetapi juga warga desa tainnya. Karena kebutuhan itulah menurut Leagans dalam Kamath (1%1) maka sejak tahun 1958 penyuluhan pertanian namanya men-
jadi pnyuWron pndidikan (extension education).
Dalam kaitan ini Wirbatmadja
(1973) memberikan batasan penyuluhan pertanian adalah sistem pendidikan diluar sekolah untuk keluarga petani di pedesaan, dimana mereka belajar sgmbil berbuat untuk menjadi mau, tahu dan bisa menyelesaikan sendiri masalah
- masalah yang
dihadapi secara baik, menguotungkan dan memuaskan. Sedangkan Padrnanagara
clalmn Margono Slamet (1975) mengemukakan penyuluhan pertanian adalah sistem pendidikan diluar sekolah (Informal, m n formal) untuk petani clan kel-ya
(ibu
tani, pemuda tani) dengan tujuan agar mereka mampu, sanggup, dan berswadaya memperbaiki maupun meningkatkan kesejahteraan sendiri dan masyarakatnya. Informasi yang d i i u k a k a n mempertegas bahwa penyuluhan itu berlangsung dalam
proses p e n d i d i i , bukan paksaan atau usaha perubahan berencana lainnya. Kenyataan materi yang disuluhkan harus dicontohkan keberhasilannya dan dapat diketahui oleh pengguna b i h dikmmnikasikan. Selanjutnya pengguna bisa me-
lakukan melalui belajar sambil b e h t atau ed&si,
pengembangannya memerlukan
informavi. Berto&k dari tip JNXWI yaitu KEI (komonikasi, e d u W dan infonnasi),
maka p e n a n p a n penyuluhan d i k e d dengan kcmu~ikariprmbwngwwn. lnformasi ini menunjukkan pentingnya ICE3 dalam penyuluhan tetmasuk bagi petani. Perkembangan kebubhan penyuluhan bagi petani lebih lanjut sejalan &ngan kemajuan petani dan kedudukan petani sebagai bagian dari anggota masyarakat dan
bangsa dalam arti kedudukan yang sama. Untuk itu dengan penyuluhan diharapkan petani terus tanggap pada ide barn dan mampu memcahkan masalah usahatani sehingga kuaiitas hidup petuni meningkut sejajar dengan kemajuan pmfesi lain.
Kebutuhan penyuluhan yang diharapkan akan tercapai bila didukung b e m i fungsi yang berperan langsung dalam kebersamaan dan ketergantungan yang sepadan pada lingkup kesatuan pembangunan nasional. Bertolak dari sasaran dan harapan tersebut maka penyuluhannya dikenal dengall punvuluh(~npmbangunun pertanion. Dilihat dari aspek perubahan petani, perubahan itu terjadi karena berubahnya perilaku atau perubahan produktivitas petani dalam pembangunan. Keberhasilan pembangunan menurut Tjondronegoro (1978) letaknya pada kemampuan untuk melakukan perubahan yang tidak merugikan dan mengurangi kapasitas produksi. Sedangkan kemampuan berubah itu menurut Carpenter dalam Vines dan Anderson (1976) terlihat dari perubahan perilaku dan meningkatnya produktivitas usaha. Perilaku sendiri menurut Rogers (1969) adalah refleksi hasil sejumlah pengalaman belajar seseorang terhadap lingkungan. Sedang Morse (1 970) menyatakan perilaku adalah cerminan interaksi sifat dalam (genetis) dengan lingkungan, yang terlihat dari ucapan, gerakan dan gaya seseorang. lnformasi yang dikemukakan menunjukkan bahwa perubahan periiaku ditunjukkan oleh kemampuan untuk bertindak dan kapasitas yang dihasilkannya. Aspek perilaku menurut Gronlund (1970) ialah kawasan kognitif, afektif dan psikomotorik. Dikemukakan pula oleh Grondlund bahwa Bloom telah membuat hierarki kawasan kognitif, yaitu dari terendah mengetahui, kemudian mengerti menggunakan, menganalisis, mensintesis dan tertinggi menilai. Sedang Krathwohl membuat hierarkhi afektif, yaitu dari terendah menyadari, kemudian menanggapi, melibatkan din. mengatur, dan tertinggi menghayati. Suparto (1976) menginformasikan bahwa Simson telah membuat hierarkhi psikomotorik, yaitu dari terendah berupa tertarik. kemudian menerima. mencoba. mempermahir, mahir. adaptasi. dan tertinggi mampu memodifikasi.
30 Perubahan perilaku petani dapat terjadi oleh satu atau lebih aktivitas, yang menurut Bidle dan Bidle ( 1 965) dapat berupa: paksaan, perintah, propaganda, bujukan, peniruan dan pendidikan (formal, no11 fonnal dan informal). Dikemukakan pula bahwa penyuluhan adalah pendidikan non formal, sasarannya untuk mengubah periiaku karena terdorong oleh kernauan dan diketahuinya bahwa mereka bisa dan mampu melakukan. Leagans cklkunt Leagans dan Loomis ( 1971) maupun Dahama dan Bhatnagar (1980) mengemukakan sasaran penyuluhan ialah perubahan peril& yang mengubah produktivitas petani dalam berusahatani dan menggunakan hasil usahatani dari konsumtip menjadi produktip. Untuk meningkatkan keragaan (produktivitas) perilaku, menurut Margono Slamet (Anonim, 1987) petani itu harus dibina untuk bisa lebih berperan sebagai subyek pembangunan, sebagai pelaku pembangunan yang ikut menentukan apa yang perlu dilakukannya sesuai ti ngkat perkembangannya. Untuk meningkatkan k e q itu diperlukan riset, teknologi, penyuluhan, prasarana, dan sarana produksi perranian. Sejalan dengan yang dikemukakan Margono Slamet, Rogers dan Kincaid (1981) mengemukakan keberhasilan program Sae Maul Undong di Korea yang rnenjadikan masyarakat tanggap pada ide baru karena tersedia sarana pendukung perlaksanaan dan manfaat usaha yang langsung mempengaruhi pemenuhan kebutuhan hidup. Keberhasilan penyuluhan bagi petani di Amerika Serikat, menurut Sanders et a1 (1966) karena ikut sertanya petani (berpartisipasi) pada proses penemuan dan
pengembangan ide baru yang akan mereka gunakan. Mosher (1976) menginformasikan bahwa produktivi tas usahatani pada petani yang maju, terlihat dari kecepatan petani menerima dan rnenggunakan ide baru. dalam mengusahakan komoditas yang berorientasi pada kebutuhan pasar. Kemajuan itu menjadikan petani menggunakan adanya kemudahan [nodal usaha. jasa serta bekerjasama dengan penyuluh dalam meningkatkan harkat dan martabatnya.
Semua informasi yang telah dikemukakan mempertegas bahwa sasaran penyuluhan pembangunan pertanian adalah perubahan perilaku petani yang sekaligus pula meningkatkan produktivitas usahatani dalam keputusan menerima ide baru, produktivitas usaha persatuan waktu dan luas serta penggunaan hasil. Pernyataan yang lain yang dikemukakan oleh Benor (1977) bahwa yang menjadi sasaran penyuluhan adatah produktivitas usahatani. Dikemukakannya bahwa setelah tiga tahun penyeknggaraan penyuluhan sistem kerja Laku, produksi kapas di Turki naik hampir 100 persen, di India naik rata - rata 20 persen pertahun. Di Indonesia menurut Sukaryo dalam Cernea et a1 ( 1981) produksi padi naik rata - rata 20 persen pertahun. Bertolak dari berbagai informasi yang berkaitan dengan sasaran penyuluhan pembangunan pertanian (Indonesia), dirumuskan sebagai berikut: 1. Sasaran penyuluhan pembangunan pertanian adalah perubahan perilaku
dan ada pula yang menyatakan produktivitas usahatani. Untuk mempertegas apa yang menjadi sasaran penyuluhan perlu diketahui hubungan antara perubahan perilaku dengan perubahan produktivitas usahatani.
2. Perilaku terdiri atas tiga kawasan, yaitu kawasan kognitif, kawasan afektip dan kawasan psi komotori k. Kawasan kognitif terdiri atas enam hierarkhi, kawasan afektip dengan lima hierarki dan kawasm psikomotor dengan tujuh hierarki. 4. Produktivitas petani dalam berusahatani terdiri atas keputusan menerima
ide baru, produktivitas usahatani per satuan luas dan penggunaan hasil usahatani dihubungkan dengan kebutuhan hidup petani.
5. Untu k mempercepat perubahan dan peningkatan perilaku petani dibutuhkan keikutsertaan (partisipasi petani pada peran fungsi - fungsi khususnya dalam penyuluhan pembangunan pertanian.
Tujuan Penyuluhan Pembangunan Pertanian
Tujuan adalah sesuatu yang ingin dicapai dan tujuan penyuluhan pembangunan pertanian adalah meningkatnya kualitas hidup petani yang setidaknya sejajar dengan meningkatnya kualitas hidup profesi lion petani. Kuafitas hidup petani Indonesia terdiri atas pemenuhan kebutuhan keluarga. kebutuhan sebagai pengusaha usahatani dan kontribusi petani seb-agai warga negara terhadap pembangunan. Pengertian kebutuhan menurut Klausmeier dan Goodwin t966) adalah segala sesuatu yang dirasakan perlu ada untuk keseimbangan jiwa, Dalam ha1 ini Maslow (1970) mengemukan hierarki kebutuhan yang merupakan indikasi dari kualitas hidup. Pertama, kebutuhan fisiologis dan biologis, seperti kecukupan pangan, pakaian, tempat tinggal dan berkeluarga. Ke dua, kebutuhan rasa aman dan jaminan masa depan. Ke tiga, kebutuhan sosial seperti rasa memiliki, keharmonian pergaulan di masyarakat, kasih sayang dalam keluarga. Ke empat, kebutuhan harga diri, seperti dihargai sesuai kedudukan dan keteladanannya. Ke lirna, kebutuhan pada aktualisasi, seperti berprestasi rnelebihi orang lain. Tercapai nya tujuan peny uluhan pembaligunan pertanian karena terpenuhinya sejumlah kebutuhan petani melalui pencapaian sasaran penyuluhan. Hal ini menurut Beal, George, Bohlen Raudabaugh ( 1974) bahwa sasaran (target) penyuluhan adalah perubahan karena menggunakan ide baru. sedangkan tujuan penyuluhan adalah manfaat apa yang diperoleh petani bila perubahan itu terjadi. Sedangkan Maunder (1978) mengemukakan bahwa tujuan penyuluhan adalah meningkatnya pemenuhan
kebutuhan sehingga kualitas hidup meningkat. Sejalan dengan Maunder, Carpenter dalam Vines dan Anderson (1976). Axinn (1988) maupun van Den Ban dan Hawkins (1988) mengemukakan bahwa keberhasilan pctnyuluhan meningkatkan produktivitas
petani ditunjukkan oleh makin terpenuhinya kebutuhan pangan. rumah tangga. kesehatan dan pendidikan.
33 Indikasi kualitas hidup yang telah dikemukakan sejalan dengan yang dikemu kakan Maslow, beri kut dari sisi kebu tuhan fisi k kualitas hidup menurut Morris dan Mc Alpin (Sajogyo d&m Sajogyo. 1985) ditunjukkan oleh lndeks Mutu Hidup
(Physical Quality of Life Index). lndikatornya ialah tingkat kematian bayi per 1 000 kelahiran, harapan hidup bayi sampai umur satu tahun per 1 000 bayi dan tingkat melek huruf umur lebih 14 tahun.
Disarankan oleh Tinbergen untuk sasaran tahun
2 000 bagi negara berkembang termasuk Indonesia masing - masing indikator 50,65 dan 75 ditambah tingkat kelahiran kurang dari 2.5 persen. Dengan indikator yang mencakup semua yang telah dikemukakan, Biro Pusat Statistik (1993) mengemu kakan tingkat, perkembangan dan kemerataan kesejahteraan rakyat Indonesia dalam 7 kelompok indikatkator, yaitu kependudukan, pendidikan, kesehatan, gizi, konsumsi dan pengeluaran rumah tangga, angkatan kerja, perumahan dan lingkungan Informasi diatas belum menyatakan indikator yang dianggap terbaik, yang selanjutnya dapat dijadikan sebagai materi penyuluhan. Disamping itu indikator kualitas hidup tentunya tidak terlepas dari falsafah suatu bangsa. Di negara yang berfaham kapitalis akan rnendahulukan kebutuhan individu, sebaliknya pada negara berfaham komonis akan mendahulukan kebutuhan negara. Di Amerika Serikat (Sanders et d,1%6; Maunder, 1978) tujuan penyuluhan adalah berkembangnya kemampuan petani dalam meningkatkan produksi sampai pmas;tran, pemerintah hanya berperan untuk melindungi petani antara lain dengan berbagai kebijakan subsidi . Demikian pula halnya di Eropah Barat (Hagen, 1968) Jepang (Ogura, 1970) dan Korea Selatan (Reed dafum Ong, 1979) dimana pemerintah hanya berperan dalam mengendalikan pajak dan melindungi pemasaran. Di Indonesia yang menghargai kedudukan individu seimbang dengan kedudukan bermasyarakat dan bernegara (Anoni m , 1993)- maka indikator kualitas hidup mencakup pemenuhan kebutuhan individu dan kontribusinya bagi pembangunan.
34 Dalam rangkaian meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia, maka sejak Pelita 111 diupayakan delapan jalur pemcrataan pembangunan (Anonim, 1993). Pernerataan meliputi pemerataan pemenu han kebutuhan p k o k rak yat banyak, khususnya pangan, sandang dan perumahan; kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan; pembagim pendapalan; kesempatan kerja; kesempatan berusaha; kesempatan berpartisipasi d a m pembangunan khususnya gencrasi muda dan wanita; penyebaran pembangunan; dan kesempatan memperoleh keadilan. Dalam hat ini Sajogyo (1984) menyatakan bahwa pemerataan itu dibuka oleh kesempatan kerja dan berusaha yang menghasilkan pendapatan, dari pendapatan itu memenuhi kebutuhan pokok, pendidi kan dan pelayanan kesehatan. Margono Siamet ( 1990) mengemukakan bahwa kesempatan - kesempatan itu hams dimanfaatkan oleh rakyat, sehingga kualitas hidupnya yang merupakan tujuan dari pembangunan dapat tercapi. Untuk memanhatkan kesempatan itu perlu proses belajur untuk menjadi tahu,
lllau
dan marnpu melakukan serta memperoleh manfaatnya. Bertolak dari be-
informasi kualitas hidup, maka sebagai indikasi tujuan
penyuluhan pembangunan pertanian dalam studi ini terdiri atas empat faktor. Yang pertama IMH petani dan warga desanya terinci ke dalam empat indikasi IMH, Ke dua pemenuhan kebutuhan keluarga yang terdi ri atas kecu kupan pangan, pakaian, perumahan, pendidikan dan kesehatan. Disamping itu kebutuhan petani sebagai pengusaha usahatani antara fain keanggotaan dalam KUD, asosiasi pemasaran dan kemasyarakatan yang mendukung peni ngkatan diversifikasi usahatani . Yang ke empat adalah konstribusi petani dalam pembangunan, yaitu sumbangan pada swasembada pangan, penyediaan bahan baku industri sesuai potensi, pemenuhan kewajiban berbagai bntuk perpajakan, dalarn ketenaga kerjaan dimana petani menggunakan waktu lowong dalam siklus usahatani disamping meningkatkan mutu keja.
S i e m Penvuluhan Pembangunan Pertanian Indonesia Pengertian dan Peluang S i e m
Untuk mempertegas apakah penyuluhan pembangunan pertanian Indonesia itu berlangsung dalam sistem, perlu ditelusuri seberapa jauh memenuhi ciri adanya sistem. Ciri sistem dapat dilihat dari proses, unsur, arah, stntktur dan manfaat yang dalam ha1 ini pada penyuluhan pembangunan pertanian. Sistem berasal dari bahasa Yunani sy.srurnu ialah suatu kesatuan dari bagian atau komponen yang berhubungan secara teratur. Dari kata sistem terdapat empat indikator, yaitu: kesatuan, bagian, berhubungan dan teratur. Sedangkan menurut Churchman (1 968) maupun Awad (1 969) sistem adalah sekumpulan unsur yang mempunyai fungsi dan bergerak dalam ketergantungan untuk mencapai tujuan bersama sekaligus pula tujuan masing - masing. Sedangkan Tjitropranoto (1990) menyatakan sistem adalah satuan unit yang saling tergantung, saling berhubungan baik formal maupun informal saling melengkapi kegiatan dan hasil kegiatan, saling membantu dalam batas kemampuan masing - masing dan saling menuju pada kegiatan yang terkoordinasi, teri ntegrasi dan sinkronisasi. Informasi diatas menunjukkan bahwa sistem adalah sejumlah unsur yang mempunyai fungsi, dimana satu dengan lainnya dalam kebersamaan dan ketergantungan untuk mencapai tujuan bersama. Fungsi itu sendiri menurut Opner (1968) bisa dalam kebersamaan dan ketergantungan dengan fungsi lain pada variasi sistem lain untuk tujuan yang lain. Sejalan dengan Opner, Shaner et ul(1981) mengemukakan bahwa fungsi dengan perannya bersifat tetap, yang berubah kedudukan dan aktivitasnya. Dikemukakan bahwa di dalam fungsi pelayanan terdapat peran menyediakan dan peran menyalurkan sarana, dalam penyuluhan kedudukannya sebagai pendukung digunakannya ide baru perbaikan usahatani. Dalam sistem pasar, peran penyediaan sarana adalah sebagai produsen.
36 Dilihat dari sisrem sebagai proses menurut Opner (1968) cirinya ialah sasaran menjadi mau menerima dan menggunakan ide baru karena aktivitas kebersamaan sejumlah fungsi yang membina. Ditambahkan oleh Rogers (1%9), Witz (1971) dan Morgan er ul(1976) bahwa adanya proses isr rum dalam penyuluhan tidak hanya sampai pada diterimanya ide baru, tetapi berlanjut sampai digunakannya ide baru untuk meningkatkan kualitas hidup. Adanya sistem menurut Shaner ut uI(1981) terlihat dari tentmknrnya kebersamaan dan ketergantungan antara fungsi terkait dalam mencapai tujuan bersama. Berapa banyak fungsi yang membentuk struktur sisrem belum dikemukakan dan masih dipertanyakan. Dalam kaitan tersebut Jedlicka (1977) manyatakan bahwa sistem dalam alih teknologi terdiri atas unsur yang mengelola kebijakan, modal usaha, penelitian pengembangan dan penyuluhan. Sedangkan Havelock (1969), Maunder (1978) maupun Tjitropranoto (1990) mengemukakan bahwa di dalam penyebaran ide baru terdapat tiga fungsi, yaitu fungsi pene1itian. fungsi penyuluhan, dan fungsi pengusahaan usahatani (petani) sebagai pengguna ide baru. Lebih jauh Lionberger dan Gwin (1982) menambahkan dibutuhkannya fungsi yang berperan dalam pelayanan sarana produksi. Dilihat dari lingkup materi usahatani, Harman
dalam Korten dan Klaus (1 984) dan van de Ban (1 988) mengemukakan bahwa fungsi yang berperan mencakup fungsi - fungsi dalam proses produksi sampai pada pemasaran. Dalam kaitan pengaturan pembangunan. Mubyarto (1983) mengeatukakan pentingnya fungsi pengaturan dalam peran mengkoordinasikan pembangunan di suatu wilayah sekaligus sebagai stabilisator pembangunan. Banyaknya fungsi yang membentuk struktur sistem tergantung pada berapa banyak fungsi yang diperlukan dalam kebersamaan dan ketergantungan untuk mencapai tujuan bersama, dimana masing - masing fungsi melakukan aktivitasnya sesuai dengan peran masing - masing.
Sebagai sistem menurut Leagans dufum Leagans dan Loomis (1971) ketergantungan antar fungsi terlihat dari kemana aruh sistem. Dikemukakan bahwa arah dalam penyuluhan adalah usahatani yang dinamis sejalan dengan kebutuhan pasar. Dalam kaitan ini Mosher (1976) mengemukakan arah sistem penyuluhan adalah pertanian modern, yaitu petani sebagai pengusaha usahatani yang didukung oleh faktor yang bersifat komersial dan non komersial serta lingkungan pertanian.
Pendukung yang
komersial seperti sarana produksi dan kredit modal, sedangkan yang non komersial seperti penelitian dan penyuluhan. Lingkungan pertanian ada yang bersifat politik seperti hak atas tanah dan kebijakan harga dan yang bersifat ekonomi seperti transportasi dan perdagangan lokal , sedangkan yang bersifat lingkungan budaya seperti pendidikan formal dan struktur sosial. Dari berbagai informasi menunjukkan bahwa arah sistem penyuluhan pembangunan pertanian adalah digunakannya ide baru diversifikasi usahatani yang berorientasi pada agribisnis dan agro-industri dalam mengubah petani subsisten menjadi petani komersial. Adanya sistem menurut Leagans dalam Leagans dan Loomis (197 1), Shaner et ul ( 1981) maupun van den Ban dan Hawkins (1988) terlihat dari seberapa jauh munfaur udun-yusistum. Di tam bah kan bahwa manfaat kebersamaan antar fungsi dalam penyuluhan pemhngunan pertanian adalah menumbuh kembangkan peranserta yang dibina (petani) sehingga kedudukannya sama dengan fungsi lain daiam mencapai tujuan bersama. Dikemukakan bahwa dengan pembinagn bersistem menjadikan majunya petani secara bertahap yaitu dari petani subsisten menjadi petani komersial. Sedangkan Korten dulam Korten dan Klauss (1984) mengemukakan bahwa adanya kegiatan bersistem mendorong tumbuh dan berkembangnya kreasi sebagai dinamika memenuhi kebutuhan, membangun struktur serta terorganisirnya pembangunan.
Adanya kebersamaan dalam penyuluhan menurut Jedlicka (1977) mempercepat diterimanya ide baru, karena antar unsurnya saling mendukung dalam proses perubahan guna mencapai tujuan bersama. Soumelis (1977) mengemukakan adanya kebersamaan memungkinkan terjalinnya hubungan kerja antar fungsi secara teratur, peran yang dilakukan fungsi saling mengisi sehingga mempermudah pencapaian tujuan bersama maupun tujuan masing - masing. Berbagai informasi yang telah dikemukakan menunjukkan bahwa penyuiuhn pembangunan pertanian mempunyai peluang berlangsung dalam sistem. Indikasi adanya sistem adalah kebersamaan dan ketergantungan antar fungsi untuk mencapai tujuan bersama. Kebersamaan dan ketergantungan fungsi terlihat dalam proses menerima ide baru, terstruktur dalam fungsi - fungsi yang mempunyai peran masing
- masing dalam
mencapai tujuan, arahnya pada petani komersiaf sehingga mem-
beri kan man faat yang saling menguntungkan antar fungsi yang berperan dalam meningkatkan kualitas hidup petani sebagai tujuan bersama.
Fungsi Penelitian
Aktivitas penyuluhan pembangunan pertanian berlangsung dalam perubahan berencana karem adanya ide b m hasil fungsi penelitian yang disuluhkan.
Fungsi
penelitian adatah menemukan ide baru dan membantu penyebarannya, Untuk itu fungsi penelitian berpmtn &lam menemukan ide baru, berperan pula untuk mendorong fungsi lain di ddam mengadaptasikan temuan dan membantu penyebaran. Adanya ide baru hail fungsi penelitian bertolak dari konsepsi perubahan secara berencana. Perubahan sendiri menurut Lippit, W o n dan Westly (1958) terjadi karena tidak puas dengan yang ada, tekanan luar untuk berubah atau terdapat perbedaan pendapat unt u k mencapai keberhasilan.
39 Yang mendorong perubahan menurut Soekanto ( 1982) karena bertambah atau berkurangnya penduduk, adanya penemuan dan perubahan lingkungan.
Penyebab per-
ubahan menurut Ravetz d a l m Rosing dan Price (1977), Dahama dan B h a t q a r
(1980) karena ceyolusi, d i m struktur dan proses kehidupan secara cepat dan drastis berubah. Berikut karena evolusi arau karena pendewasaan dan penuaan, yang ke tiga perubahan yang didasarkan pada perencanaan yang pelaksanaannya secara bertahap dan bedanjut. Berbagai keberhasilan pembang unan menurut Rogers dan Kinchaid ( 1981)
karena digunakannya ide baru hasil penelitian. Dikemukakan bahwa progresifnya petani peserta Disfnct Programs di India, kelompoktani Qryu ti dan pembmgunan
desa melalui Sac Maul Undong d i Korea, koperasi usahatani Puebfo Project d i Mexico semuanya diawali oleh aktivitas penelitian yang membuahkan suatu ide barn yang dikembangkan secara berencana antara lain melalui penyufuhan. Dalam
rangkaian mendorong usaha penemuan ide baru, pemerintah l ndonesirr (Anonim, 1987 ') memberikan penghargaan bagi penemu (peneliti), perintis maupun bagi penyelamat dan pengabdi lingkungan hidup.
Upaya ini untuk mend-
tumbuh
dan berkembangnya mata rantai antara penemu, pemelihara dan pengguna saara berlanjut. Departemen Pertanian maupun Departemen Perguruan Tinggi (Anonim, 1990 ") terus menyelenggarakan berbagai penelitian yang rnenemukan ide banr untuk rnertingkatkan kualitas hidup masyamkat termasuk petani. Siapa saja pelaku fungsi penelitian itu, menurut Klausmeier dan Goodwin ( I 966), Mosher ( I %9), Rogers dan Shoemaker ( 197 1 ) dan Hadisapoetro ( 1975)
idah orang yang tidak puas dengan keadaan yang ada dan selalu berupaya mencari dan menemukan yang baru. Menurut Alfian (1986) penemu itu ialah cendekiawan clan kreativi tas, berpendidikan yang cukup untuk mampu mengetahui dan menganalisis kehendak masyarakat, cepat dan tepat bertindak.
Mereka kreatip dalam melahirkan pelnikirali baru sesuai dengan penggunanya, mengkomunikasikan dan bahkan mencari pendukung keberhasilan. Havelock ( 1969) maupun Lionberger dan Gwin (1982)mengemukakan peran pada fungsi penelitian. yaitu: menemukan ide baru dan membantu menyebarkan. Dikemukakan pula oleh Havelock (1969)bahwa fungsi penelitiali menghasilkaliide baru, kemudian ide baru itu disuluhkan oleh fungsi penyuluhari pada fungsi pengguna dalam proses alih
teknologi . Sejalan dengan Havelock, Cambell ( 1956) mengemukakan bahwa dalam perubahan diperlukan suatu mata rantai antara fungsi penemu ide baa. fungsi yang mengadaptasikan yaitu penyutuh dan pengguna. Informasi di atas belum mengemukakan bagaimana peran pada fungsi penyuluhan sebagai penyebar ide baru terhadap fungsi penelitian, demikian pula halnya fungsi pengguna terhadap fungsi penyuluhan. Secara umum dikemukakan oleh Tjitropranoto (1990) bahwa hasil penelitian tidak mempunyai arti bila tidak dimanfaatkan oleh penggunanya. Sebaliknya kegiatan penelitian memerlukan informasi baru, bai k berupa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maupun informasi dari lapangan. Dalam kaitan ini Manwan uf crl(1990) mengemukakan perfunya pendekatan sistem usahatani dan keterkaitali dengan penyuluhan dan petani. Bertolak dari berbagai informasi tentang fungsi penelitian, maka dalam penyuluhan pembangunan pertania~iIndonesia. dibutuhkan berbagai informasi yang berkaitan dengan fungsi penelitian. lnformasi yang dibututrkan adalah:
I. Fungsi - fungsi yang dalam kebersamaan dan ketergantungan dengan fungsi penelitian dalam mellemukan. mengadaptasi dan menyebarkan ide baru yang disuluhkan. 2. Partisipasi petani dalam berbagai peran dari fungsi penelitian guna ~nempercepatdi terimanya ide baru.
Fungsi Pengaturan
Kegiatan penyuluhan sebagaimana halnya pada kegiatan lain, membutuhkan pengaturan agar semua fungsi yang terkait dapat berperan dan saling mendukung dalam mencapai tujuan bersama.
Fungsi pengaturaan &lam penyuluhan pem-
bangunan pertanian dibutuhkan sebagai fasilitator seperti membangun prasarana
.
untu k perbai kan usahatani peran koordi nator antar fungsi yang mendukung perbaikan diversivikasi usahatani. Selanjutnya agar fungsi yang terkait lebih terckmng untuk berperan, dibutuhkan pula peran stabilisator dalam berbagai bentuk iklim usaha yang memungkinkan petani memperoleh peluang kepastian hasil twhnya. Pentingnya keberadaan hngsi pengaturan dikemukakan oleh Leagans d a h Leagans dan Loomis ( 1 97 1), Randall ( 1 978) dan Mubyarto (1983) idah sebagai koordinator dalam mengatur tata hubungan antar fungsi yang berperan agar d i n g
mendukung mencapai keberhasilan. Hartwick dan Olewiler (1986) dan Cuym dafum Rahim dan Middleton ( I 977) mengemukakan fungsi pengaturan adalah sebagai stabi4i.rutor dengan berbagai iklim usaha sekaligus sebagai koordinator pembangunan
Dalam hubungaan ini John W. Mellor (1989) mengemukakan fungsi pengaturan sebagai stubilisator dalam menumbuh kembangkan usaha masyarakat. yaitu dalam kebijakan harga dasar, subsidi harga dan memperoleh kredit modal usahatani. Peran lain menurut Randall (1 978) sebagai fusilitutor dalam M a g a i pembangunan pra-
sarana usahatani dan memudahkan penyaluran sarana ti-i. Berbagai wntoh dibutuhkannya fungsi pengaturan dikemukakan oleh Mosher dalam Leagans dan Loomis (1971) bahwa perm stubilisator diperlukan untuk meng-
atur hak tata guna lahan, bagi hasil, pajak, subsidi harga dan perioritas usahatani, semuanya dikenal sebagai iklim usaha. Shaner ut ul(1981) dan Chambers (1987) mengemukakan sering terjadi kasus bahwa digunakannya teknologi padat modal dengan tujuan efisiensi, ternyata menimbulkan kehancuran golongan ekonomi lemah.
42
Keadaan tersebut membutuhkan peran stabilisator, karena teknologi yang dipermasalahkan mungkin menghendaki &mi kian i tu, tinggal kebijakan alokasi. Seperti yang dikemukakan oleh Ghatak dan Ingersen (1984) bahwa dalam pembangunan pertanian terdapat dua bentuk modal usaha. Pertama uni modal, ialah teknologi yang bisa dibagi seperti pupuk dan racun hania yang bisa adopsi secara bertahap. Ke dua, bi modal ialah teknologi yang harus diterima dalam satu unit dan sekaligus, seperti traktor dan perontok (power thresher). Untuk dapat digunakannya ke dua modal tersebut dibutuhkaan peran koordinutnr dalam pengwifayahan usahatani, didukung pula oleh peran stabifisatordengan berbagai iklim usaha seperti kebijakan subsidi harga dan perlindungan pasar yang sekaligus pula merakit kebersamaan antar fungsi yang terkait. Semakin maju petani dalam berusahatani seperti yang dikemukakan oleh Cambeil (1 956), Witz (1971) dan Migdal (1974) akan membawa konsekuensi pengaturan yang lebih luas. Untuk itu dibutuhkan keikutsertaan petani didalam berbagai peran pada fungsi pengaturan. Berbagai peran dilakukan oleh fungsi pengaturan sejalan dengan makin majunya petani dalam berusahatani. Untuk ini diperlukan informasi bagaimana kebersamaan dan ketergantungan antar fungsi pengaturan dengan fungsi lain dalam penyuluhan pembangunan pertanian. Berikut bagaimana pula partisipasi petani yang semakin maju terhadap berbagai peran yang dilakukan oleh fungsi pengaturan
Fungsi Pelayanan
Fungsi pelayanan adalah mengadakan dan menyalurkan sarana dan modal untuk dapat digunakannya ide baru perbaikan diversifikasi usahatani. Kedudukannya sangat penting, karena menyediakarl bahan yang mendukung digunakannya ide baru dan penting pula sebagai alat peraga penyuluhan pembangunan pertanian.
Fungsi pelayanan terdiri atas peran pelayanan samna prodtilei, alat dan mesin pertanian, berikut peran pelayanan kredit modal usahatani. Keberadaan fungsi pelayanan menurut Lionberger dan GwiR (1982) penting dalam proses penerimaan ide baru. Sedangkan Blake dan Bates dalum Kamath (1961). Weitz (1971) dan Maunder (1978) mengemukakan bahwa adanya samna produksi seperti pupuk, racun hama dan peralatan akan mempercepat proses penerimaan ide baru. Dikemukakan pula bahwa peran sarana sebagai bahan b e d a tani, juga sebagai alat bantu dan peraga bagi fungsi penyuluhan serta perakit kebersamaan dan ketergantungan antar fungsi dalam penyuluhan pembangunan
pertanian. Peran surulru prdidsi clan nrculal u ~ u ) ~bagi u petani di dalam berumharani menurut Mosher (1966) Cuyno dalum Rahim dan Middleton (1977) dm Popkin (1978) maupun Onchan dan Ong dafanr Thian dan Ong (1979) bervariasi sesuai kemajuan petani. Pada petani subsisten kedudukan sarana dm modal untuk nwningkat-
kan produksi, pada petani kontersial digunakan pula untuk pengembangan usaha. Adanya petayanan k r d i r rnclclal di bu tuhkan untuk membayar upah kerja membeli sarana yang tidak tersedia secara massal. Kebutuhan pelayahan sarana dan modal kredit pada petani subsisten yang karena beroreintasi pada pmenuhan ke-
butuhan sendiri maka kebutuhannya masih kecil (sedikit) dibanding denpan petani komersial yang berorienmi pada pasar yang membutuhb pdayanan besar. Petani komersial seperti di Amerika Serikat (Rogers, 1960) pelayanim lrrcdit usahatani dilakukan dalam satu unit program dan menyatu dengan program penyuluhan. Kebijakan tersebut untuk mempercepat kemandirian asosiasi petani dalarn berproduksi sampai pada pemasaran. Di Jepang menurut Kubo dalm Wong (1978). di Taiwan menurut Feng dulurr~Wong (1978) dan di Thailand menurut Onchan dan Ong dulrrrr~ Thian dan Ong (1979) bahwa kredit bagi petani bisa massal dan parsial. Makin rnaju petani makin dibutuhkan bedit parsial dalam nxngembangkan usahatani.
44
Bagi Indonesia, ada lirna aspek yang ingin dicapai pada pembangunan pertanian selama Pelita V (Anonim, 1990
")
dimana tiap aspek membutuhkan berperan-
nya berbagai fungsi, fungsi pelayanan wndiri dibutuhkan dalam semua aspek pembangunan pertanian termasuk dalam penyuluhan pembangunan pertanian. Aspek yang menjadi masalah bagi pembangunan pertanian Indonesia yaitu: meningkatkan kualitas dan mantapnya swasembada pangan, meningkatnya produksi dan kualitas produksi hasil pertanian untuk bahan baku industri dalam negeri dan ekspor, menganeka rag-
komoditas pertanian untuk memperluas pasar dan kesern-n
kerja,
mening katkan produktivitas usahatani dan ni lai tambah komoditas pertanian untuk meningkatkan pendapatan petani, meni ngkatkan kemampuan dan peranserta masyarakat tani dalam kelernbagaan ekonomi dan sosial pedesaan khususnya KUD
dan kelompoktani. Saat ini yang berperan dalam fungsi pelayanan sarana produksi pertanian di Indonesia adalah BUMN (Badan Usaha Mi li k Negara) dibantu oleh Pengusaha Swasta dan KUD (Anonim, 1987 "). Kedudukan pengusaha swasta khususnya dengan adanya LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) semakin dominan dafam memajukan petani. Dikemukakan oleh
Azis (1985) bahwa di Indonesia L'M (Non-
Govermental Organization) berkembang sejak tahun 1981, melayani sarana dan pemasaran hasil. 'hhun 1985 telah tcrdapat 172 ISM,umumnya mereka dengan kegiatan yang sangat e a t dengan dan pembangunan rakyat k i t tennasuk petani. Informasi yang telah dikemukakan menunjukkan bahwa fungsi pelayanan adalah mengadakan dan menyialurkan sarana maupun modal perbaikan usahatani. Keberadaannya mendorong perubahan petani subsisten menjadi petani komersial. Untuk itu diperlukan peranserta pctani dalam aktivitas fungsi pelayanan yang sekaligus pula dalarn kebersaman dan ketergantungan dengan fungsi - fungsi &lam penyuluhan pembangunan pertanian.
Secara umum fungsi pasar adalah me~npertemukankebutuhan penjual dan pembeli melalui transaksi. Bagi penyuluhan pembangunan pertanian kedudukan pasar sebagai wadah proses belajar yang menjadikan petani komersial dalarn berusahatani
.
Pada fungsi pasar berlangsung peran penawaran, peran kelangsungan pasar dan peran perm i ntaan. Pada kelangsungan pasar. bertem u berbagai fungsi yang melakukan penawaran dan permintaan barang dan jasa yang saling memberikan pengaruh dan diharapkan dengan pola hubungan dan kedudukan yang sejajar. Berbagai informasi perubahan petani dalam kaitannya dengan fungsi pasar, antara lain dikemukakan oleh Cambell (1 965) bahwa orientasi usahatani pa& petani
.
subsisten untuk memenuhi kebutuhan sendiri sehingga peran penawaran dan permintaan belum jelas. Sedangkan pada petani komersial, dimana orientasi usahatani pada kebutuhan pasar, kedudukan peran penawaran dan permintaan terlihat nyata. Pembeli dalam peran permintaan menurut Cuyno dafam Rahim dan Middleton (1977) aktivitasnya selalu melakukan pemilihan sehingga umumnya lebih rnaju dari
penjual. terkadang penjual sebagai obyeknya pembeli. Dari dua informasi diatas menunjukkan perlunya pembinaan petani selaku produsen agar dalam peran penawaran sejajar dengan peran permintaan. Berbagai upaya un tu k mensejajarkan kedudukan peran penawaran dengan peran permintaan telah dilakukan terhadap petani. Di kpang, menurut Ogura (1970) di awali dengan penataan wilayah komoditas usahatani, kemudian mengembangkan kelompoktani menjadi asosiasi petani dalam pemasaran dengan berbagai kebijakan perdagangan. Sedangkan di Birma dan di Ghana (Myint dulum Meier, 1987) kebijakan pernasaran usahatani dengan perbaikan sarana dan informasi pasar pada komodi tas yang sangat mempengaruhi kehidupan petani.
46
Upaya memajukan petani di Korea mcnurut Rogers dan Kinchaid (1981) diawati dengan diversifikasi usahatani yang cepat menghasilkan uang (cash crops). tahap berikutnya adalah mengembangkan pcmasaran oleh asoskisi petani. Di Jepang, Birma, Ghana dan Korea berubah-nya petani menjadi komersial diawali dengan menata materi dan wilayah usahatani kemudian membina asosiasi petani dalam pemasaran dengan berbagai iklim usaha. Jauh sebelum itu, ha1 yang sama telah dilakukan pula oleh Amerika Serikat (Rogers, 1960) dan Australia (Girdlestone, 1984). Di Indonesia (Anoni m , 1985") telah banyak usaha membina petani kearah pemasaran usahatani. Pererlcanaan usahatani (Anonirn, 1989) dibina melalui adanya Rencana Defini tif Kegiatan Kelompok (RDKK), beri kut mendorong peningkatan produksi dengan berbagai kebijakan harga sarana, kemudahan kredit modal serta kebijakan harga dalam pemasaran. Petani dibina dalam wadah kelompoktani sebagai unit kegiatan K U D sekaligus memudahkan petani untuk mempemleh peluang keepastian hasil bcrusaha.
Kebijakan ini scjalan dengan yang
dikemukakan Indrawijaya (1973) bahwa pengorganisasian petani diperlukan untuk mempercepat tercapainya petani komcrsial, yaitu petani yang bcrusahatani secara berertcana dalam memperoleh penclapatan ri i l terti nggi, sekaligus menemjaatkmnya sejajar dengan profesi lain. Kenyataan menurut Kasryno dan Saryana
( 1988)
bahwa beberapa kasus menunjukkan pctani telah berafih komoditas usahataninya
karena ada yang memberikan pendapatan riil Icbih tinggi. lnformasi - infonnasi yang telah dikemukakan rnenunjukkan bahwa petani sedang berubah menjadi petani komersial dan usahanya telah didukung olch berbagai
perbai kan pemasaran usahatani. Lebi h lanjut masih perlu diketahui: 1. Hubungan antar fungsi pasar dengan fungsi lainnya datam penyuluhan
pembangunan pertanian. 2. Peranserta fungsi pengusahaan usahatani (petani) dalam fungsi pasar.
Fungsi lnfonnasi
Fungsi informasi dalam pembangunan pertanian adalah mengolah dan menyampaikan pesan pembangunan ddam mempercepat pnerimaan ide ban perbaikan diversi fi kasi usahatani g u m meningkat kan kualitas hidup petani . Fungsi infbtrrrasi terdiri atas peran menetapkan kebutuhan pesan, mengolah dan menyebarkan sehingga petani tanggap pada informasi dan terbuka pada pengaruh luar. Kdmbukaan mengubah petani subsisten m e n t petani komersial, yaitu petani yang rnengguna-
kan informasi sebagai nilai t a n h h untuk meningkatkan harkat dan m n y a . Adanya informasi menurut Lerner (1983) yang diiakukan melalui berbagai media massa dan kemudahan transportasi telah mampu mengubah masyarakat
tradisonal menjadi masyarakat informatif di Mesir, Turki, I,ibamn, Siria, Yordania dan Iran pada pertengahan abad XX.
Di India seperti dikernukakan Dahama dan
Bhatnagar (1980) bahwa informasi melalui radio, televisi, karan &n terbitan ~~IUSUS pedesaan, memberi kan manfaat difahaminya pesan pembangunan d e q p n cepat, Disamping itu, disadarinya hak dan kewajiban sebagai warga negara, hiburan dan berkembangnya kdxrsamaan petani dalam berusahatani. Adanya in forrnasi dalam pembangunan pertanian menurut Cionberger dan Gwin (1 982) maupun van den Ban dan Hawkins ( 1988) dapat mengubah kawasan kagnitif dan
kawasan afektip penerima. Perubahan karena info-
menurut Alvin Toffkr (1980) mmbawa era baru
dalam kecepatan penyebaran dan diterimanya ide barn. Dinyatakan pula oleh Alvin Toffler (1970) bahwa adanya peralatan baru media massa sqerti radio dan televisi yang mempemudah diterimanya informasi pembangunan, belum tentu dapat mendorong dan mempercepat perbaikan kchidupan pemiliknya. IJntuk ini diperlukan pengelolaan informasi sebagai ide baru yang sesuai dengan perubahan penerima.
48 Sejalan dengan Toffler, Rogers dan K incaid ( 1981 ) mengemukakan bahwa adanya informasi m e n t i k a n peneri rnanya lerbu ka tertradap pengaruh luar, yang m e n t i kannya tanggap pada ide baru perbaikan hidupnya. Untuk itu rnateri yang diinformasi kan yang bertolak dari h a d peneli tian perlu diolah oleh fungsi infonsasi untuk menjadi ide barn yang mempcngaruhi pendapat (opini) pengguna. Inforrnasi yang di kemukakan nionunjukkan manfaat informasi dan pertunya pengelolaan i n f d . Dalam ha1 ini adanya fungsi informasi menurut Blake dan Bates (1961) dan Mc Anany dalam Mc Anany (1980) a&lah mengolah dan menyampaikan pesan sampai diterima dengan bcnar sebagai ide baru. Agar i n f d itu marnpu merubah petani (penerima pesan), Rogers dan Kincaid (1981) maupun Lionberger dan Gwin (1982) menyarankan agar informasi itu menjadi kebutuhan
maka pengolahan dan penyebarannya mengikutsertakan petani pengguna Rogers dan Shoemaker (1 966) rnengemu kakan perfunya forum media, yai tu suatu wadah bagi penerima pesan pembangunan untu k berdiskusi memahaminya. Di k e m u h b a puia bahwa adanya forum media rnemudahkan untuk mendaptkan sasaran ymg pasti dan diketahuinya kebutuhan pesan dari umpan balik hasil diskusi. Rerikutnya dengan forum media diperoteh kesamaan pengcrtian dan selanjutnya meranrang p e m g g m pesan berdasarkan bimbingan penyuluh.
Studi kasus di Mexico dan di 'I'urki yang di kemukakan oleh Migdal(1974) menunjukkan bahwa pada masyarakat yang mulai terbuka pGlda luar, pefan media massa mempercepat perubahan orientasi pada kebutuhan pasar, semenhra yang lainnya masih pada interpersonal. i)i Indonesia (Anonim, 1987 ';Anonim, 1993) upaya memasyarakatkan inforrnasi pembangunan melalui radio dengan rnengadakan kelompok pendengar siaran pedesaan. Selanjutnya dengan rneratanya televisi di pedesaan dan adanya KMD (Koran Masuk Iksa) maka kelompok pendengar ditingkatkan menjadi Kelompencapir (kclompok pendengar, pembaca dan pemirsa).
Media lain yang juga cukup berperan dalam peningkatan perilaku petani adalah adanya terbitan panduan usahatani disamping kemudahan transportasi. Berbagai informasi menunjukkan aktivitas fungsi infonnasi &daknya membutuhkan fungsi penelitian,fungsi penyuluhan dan pengusaha usahatani sebagai pengguna. Lebih lanjut perlu diketahui bagai mana kebersamaan dan ketergantungan fungsi informasi dengan fungsi - fungsi dalam penyuiuhan pembangunan pertanian dalam kaitan diterimanya informasi sebagai ide baru perbaikan diversifiliasi usahatani. Dinyatakan bahwa forum media merupakan pilihan dalam mengefektifkan informasi pembangunan. Untuk itu bagaimana partisipasi petani sebagai fuugsi pengusahsin usahatani pada peran menetapkan kebutuhan, mengolah dan menyebarkan inhrmasi pembangunan pertanian.
Fungsi Penyuluhan Pertanian
Fungsi pen yuluhan tidak hanya sebagai penghubung antam ficngsi pneUtian
dengan fungsi pengusahaan mahatani (petuni) seperti yang dikemutrakan oiek Sanders, Arbour, Bourg, Clarck dan Jones (1 966), Mosher (1%6), Rogers dan Shoemaker (1971), Bertrand (1972) dan Maunder (1978). Fungsi penyuluhan juga
sebagai agen pembaharaan (ciwnge agent) seperti yang dikmukakan Ljpgit et a1 (1958) maupun Dhahama dan Bhatnagar (1980). Fungsi pyuluhan jugs sebugui
penghubung fungsi pengusahaan wahatani dengan fungsi playavan, injbrmari dun pemasaran dalam peningkatan diversifikasi usahatani. Aktivitasnya sediri dengan pendidikan non formal agar turnbuh dan berkembang kemampuan petani untuk tahu, mau dan mampu memperbaiki usahatani secara berianjut.
Untuk dapat melakukan fungsi penyuluhan, diperlukan sejumlah peran dalam memajukan petani. Sanders et a1 (1966) dan Bertrand (1972) mengemukakan peran
penyuluh sebagai peruiidik bagi petani dalam meningkatkan pengetahuan dan bersikap positip terhadap ide baru. Petani yang terdidik menurut Apps (1973) akan makin mampu memecahkan masalah pengembangan usahatani. Perubahan pengetahuan melalui pendidikan itu pula menurut Freire (1974) menjadikan petani tanggap pada ide baru dan mendorongnya berusaha secara berencana. Untuk itu menurut Berlo (1960). Leagans (1961), Neihoff (1966) dan Bergevin at a1 (1966) penyuluh mantpu berkonlonikasi dan membuat alat peraga sesgai kemampuan penerimaan petani.
Haiman (195 l ) dan Havelock (1969) mengemukakan peran
penyulult sebagai pelutih dun penasihut dalam melatih keterampilan dan memberikan nasihat bila dalarn pengembangan ide baru oleh petani menemukan masalah. Dari berbagai pengamatan lapang, Herman Suwardi (1979) mengemukakan peran penyuluh seljugui n~orivator,yaitu mendorong petani dalam proses perubahan karena menggunakan ide baru untuk perbaikan hidup. Sedangkan Lippit at ol(1958) mengemukakan peran penyuluh sebagai nrotivuror dalam menumbuhkan kebutuhan
un tu k berubah, melahirkan hubungan sasaran dengan perubahm, mnganalisis persoalan dengan berbagai pilihan, menciptakan tujuan perubahan menjadi tujuan sasaran, melaksanakan rencana perubahan kedalam tindakan, menstabilkan perubahan dan mengakhiri hubungan karena sasaran mampu mn&t:m&mgkan. Peran penyuluh menurut Rogers dan Shoemaker (1971) maupun Dahama dan Bhatnagar (1980) adala h sebagai pendidik, komunikator, dinamisator don organisator. Sedangkan Margono Slamet (Anonirn, 1989) mengemukakan penyuluh bukan birokrat, tetapi
pendidik: guru, pclurih, penthimbing, organisutor dun motivutor. Sebagai organisator, penyuluh berusaha agar petani dalam kehidupan koperatip bersama petani lain yang secara dinamis menggunakan keniudahan dalam berusahatani.
Makin matnpu pstani memperbailri usahami makin nisningkat produktivitas dalam petnenuhan kebutuhan namun sunikrdaya lahan relatif tetap. Untuk ini diper-
1 u h prasarana, sarana dan wasana yang mndukung terxlenggaranya divenifiliasi usahatani. Hal ini menumt teagans (1961), Neihoff (1966) maupun Dube d(oiunt Schramm dan Immer (1975) membutuhkan p r u n pnyulrrh sehgui Jinumisatt~r dalam niembina petani menggunakan sumberdaya d a m disamping memanfaatkan kemudahan sarana usaha dan iklim usaha. Pttani yang berubah maju itu menurut \Veiu (1971). Schoorl (1974) dan hlorgan er ul(1976) membutuhkan pzrubahan
pula pada funpsi yang membina, yaitu dalant @a hubungan, kedudukan dan k*rmniaan daluli menetapkan keputusan perbaikan usahatani.
Dalam nlenibina kesiapan penjwluh hlc Davis dan Harari (1 971) mctngen~uka kan semngkaian peran unmk menjadikan psnyuiuh yang Gap pakai. Peran y m g diniaksudkan hlc Davis dan Harari yaitu: peran terbawa x k l u n l mnzrim fungsinya, peran pada posisi kedudulian, peran diharapkan orang terhadap posisi. peran
yang diniengerti oleh pslalrunya dan peran yang diragakan. Dalam kaitan ini, untuk nicniandu psran penjuluh dalam psnjwluhan penrbangunan pertanian Indon&a
di-
keniukakan sejumlah aktivitas penyuluh (Anonim, 1985 b, yaitu: mengajarkan p g e tahuan, keteranipilan dan sikap pada petani ddam menggunalran ide barn; rnelalrukan percohaan: nrengsmbangkan swadaya J a n swakarsa petani; nienyusun p r u g r i u ~ ~ ;
nirnibantu. dan nienpajar Kursus Tani: membantu. dan melaksanalran pengujian: s u n a i dan eualuasi: melatih dan membimbing penyuluh permian: ~nernbantu&an nlenyiaykan petunjuk infoniiasi pertanian: b y a ilmiah; dan nlrrunluskan arah kzbijdsanaan pengembangan pznyuluhan. Int'ort~mid i m mempsrtsgas bahwa fungsi psnyuluhan xbagai agen ~wnlbaharuan (psrekayasa) dalam membina peuni subsisten nienjadi petani ko~~czrsial dengal aktivitas diversitikasi usahatani.
52 Sebagai penghubung dengan fungsi petieliti dengan fungsi lainnya, aktivitas penyuluh menginformasikan kemudahkan petani memperoleh sarana, pemasaran dan iklim usaha. Penyuluh berperan sebagai edukator. komonikator, motivator, dinamisator, organisator dan penasihat. Kapasitas peran bervariasi sejalan dengan perubahan petani subsisten menjadi petani kornersial. Hervariasinya perubahan petani. memungkinkan bervariasi pula kebersalnaan dan ketergantungan fungsi penyuluhan dengan fungsi lain dalam penyuluhan pembangunan pertanian. Disamping itu, panisipasi petanipun bervariasi sejalari dengan perubahan dan kemajuan petani &ri petani subsisten menjadi petani komersial dalam berusahatani.
Fungsi Penyuluhan Non Pertanian
Fungsi dan peran penyuluh nor1 pertanian sama dengan fungsi dan peran pe nyuluh pertanian yang membedakan hanyalah bidang tugasnya. Pefani sebagaimana
masyarakat lainnya, mereka membutuhkan penyuluhan sektor pertanian, penyuluhan hukum, penyuluhan bermasyarakat. penyuluhan keluarga berencana dan penyuluhan kesehatan. Selanjutnya semakin rneningkat diversi fi kasi usahatani, maka kemajuan tersebut membutuhkan pula penyuluhan koperasi dah penyuluhan industri. Kebutuhan petani terhadap berbagai penyuluhan sejalan dengan usahatani dan perkembangnnya. Menurut Hassan (1986) bahwa aktivitas penyuluhan tidak cukup hanya sampai diterimanya ide baru oleh petani yang ditunjukkan oleh meni ngkatnya produksi, tetapi juga mengkonsurnsi dan dampak berikutnya terhadap
kualitas hidup petani. Carpenter ckrlum Vines dan Anderson (1976) mengemukakan penyuluhan tidak hanya menjadikan produktivitas usahatani meningkat tetapi juga memanfaatkannya terhadap pemenuhari kebutuhan pangan. perumahan. pendidikan dan kesehatan. sehingga merupakan indikasi kehidupan yang lebih baik.
53 Sedangkan Mosher ( 1969) maupun Padmanagara ckrlam Margono Stamet ( 1975)
.
yang mengemukakan lingkup penyuluhan bagi petani yaitu: bertani yang lebih baik (produksi tanaman, pepohonan. ternali. ikan. kesuburan tanah dan sebagainya), berusahatani yang lebih menguntungkan (pengolalian hasil. penyimpamn hasii, penilaian pasar. kerjasama ekonomi. pengawetan hasil dan sebagainya) dan kehidupan ymg lebih sejahtera bersama dengan masyarakat lainnya (makanan dan gizi, kesehatan. kebersihan, kei ndahan, hubungan masyarakat). Berbagai informasi yang telah dikemukakan mernpertegas bahwa petani di dalam meningkatkan diversifikasi usahatani sekaligus pula sebagai warga masyarakat mereka membutuhkan berbagai petiy ul uhan guna meningkatkan kualitas hidupnya. Dikemukakan oleh Axinn (1988) bahwa tujuan akhir penyuluhan bagi petani sama dengan tujuan pada pen yuluhan pem bangunan pedesaan, walupun yang berperan adalah penyuluhan koperasi, penyuluhan desa dat~penyuluhan pembangunan pertanian. Bagi Indonesia, kebijakan pembangunan pertanian seperti yang dikemukakan pada
GBHN 1993 (Anonim, 1993) bahwa bahwa lingkup penyuluhan bagi petani Indonesia meliputi penyuluhan pertanian. kel uarga berencana. kesehatan dan koperasi. Sebagaimana pada aktivitas peny uluhan dalam pembangunan pertanian, maka penyuluhan sektor pembangunan lainnyapun berlandaskan pada filosofi rnedwntu mervka untuk daput mumbungun clirinyu sundiri. Adanya aktivitas fungsi penyuluhan
non pertanian akan mendorong mempercepat perubahan peningkatan perbailcan usahatani sekaligus petani sebagai warga masyarakat dan bangsa. Hat ini lcarena penyuluhan itu menurut Ensminger ( 1957) berlaku dalam proses pendidikan &wasa dalam mengubah sikap, pengetahuan dan keterampilan. Aktivitasnya belajar sambil berbuat dalatn membangun kehidupan perorangan. kelompok dan bermasyarakat dalam menggunakan sumherdaya alam. sarana dan modal serta iklim usaha pada pertanian yang berkelanjutan.
r54 Berbagai penyuluh non pertanidn yang membina petani, yaitu penyuluh kesehatan. keluarga berencana, kader pembangunan desa, sosial, hukum, petugas konsultasi koperasi lapangan dan industri. Yang masih perlu dipertegas adalah seberapa jauh keberadaan penyuluhan non pertanian itu mendorong peningkatan perilaku petani di dalam menggunakan ide b&u perbaikan diversifikasi usahatani. Berikut bagaimana pula partisipasi petani dalam peran penyuluh non pertanian. khususnya pada peran komonikator dan motivator.
Fungsi Pengr~sahaarrUsahatani
Petani adalah pengusaha usahatani yang sebagian besar curahan waktu kerjanya melakukan usahatani. Pengusahaati usahatani bervariasi antara petani subsisten dengan petani komersial. dari usahatani tradisional sampai diversifikasi usahatani horisontal dan vertikal yang berorie~itasiagribisnis dan agro-industri. Bertolak dari keterbatasan pemilikan lahan dan kemampuan mengkelola, Mosher (1966) membedakan juru tani. yaitu petani yang mengusahakan agar produktivitas usahatani tinggi dengan petani pengelola. yaitu petani yang merenmnakan dan memilih usahatani. Sedangkan menurut Weitz ( 1971) bahwa pada petani subsisten (peasant) maupun pada petani komersial (farmer) belum jetas antara petani pengusaha dan lainnya, yang memwakan mereka hanyalah pada kornoditas yang diusahakan. Kemungkinan bervariasinya petaiii hanya pada petani transisi (menuju petani komersia). sedang yang diharapkan adalah semuanya petani komersial. Dalam sistem difusi. berperan petani penerima awal yang selanjutnya menyebarkan ide baru ke petani pengikutnya. Petani tersebut menurut Hagen (1962). Dahrendorf ( 1968). Geertz ( 1970). Rogers dan Shoemaker ( I97 1 ) dan Migdal t 1 974) adalali puruni ptr,qhrrhung dengan piliak luar.
A?funi penghubung memi mpin usahan ya, berorientasi jauh kedepan, organisatoris
dan selalu mencari perbaikan serta menyebarkan pengalaman keberhasilan. Ciri petani penghubung menurut Beal er N [ ( 1974) adalah: pemerakarsa. informatip, penyebar, pencari, pemberi pendapat. pengkoordinir dan pengusaha. Pa& kehmpok primer, hampir semua ciri petani penghubung ada pada satu atau dua pimpinan saja. sedang pada kelompok sekonder terdapat pada pengurus. Dikemukakan oleh Morse (1955) dan Cartwright (1968) bahwa penampilan petani pemimpin kelompok ter-
gantung pada sifat kelompok apakah primer atau sekonder. Kelompok primer. ten kat oleh kekerabatan. tempat tinggal , maupun ketergantungan yang membudaya. sedangkan pada kelompok sekonder didasari oleh adanya kepentingan yang sama. Herman Suwardi (1976) mengemukakan bahwa dalam penyebaran ide barn. terdapat lapisan dalam penenmaan. Petani yang tergolong pada lapisan atas bersifat inovatip, merupakan 1/3 dari warga masyarakat desa. Mereb merupakan pintu getbang terjadinya proses modernisasi masyarakat desa, yang meskipun secara tidak langsung telah turut melibatkan lapisan bawah kedalam uluran tangan pemerintah seperti Bimas dan Inmas. Padmanagara dulum Margono Slarnet (1975) meqpnubkan bahwa diantara petani selalu ada yang lebili maju,berhasil usahanya, mempunyai pengaruh terhadap li ngkungan, suka membantu dan rnemberi petunjuk, dicontoh oleh petani lain dan diterima sebagai petani pemimpin dan dinamakan kontaktani, dengan mereka i tu penyuluh bekerjasama. Informasi diatas menunjukkan bahwa petani penghubung kedudukannya sebagai fungsi pengusahaan usahatani. mereka adalah pengusaha diversifikasi usahatani dan pengurus kelompoktani. Mereka seyogianya berpartisipasi pada setiap peran yang dilakukan oleh fungsi yang terkait dalam perbaikan usahatani. Disamping itu mereka dalam kebersamaan dan ketergantungan dengan fungsi - fungsi dalam penyuluhan pembangunan pertanian Indonesia.
Perkembangan Penyuluhan Pembangunan Pertanian Bemistem di I n d d a Penyuluhan pembangunan pertanian berawal dari masalah sulitnya petani menerima ide baru, kalaupun mau menerima ternyata hasil yang dicapai jauh dari potensi. Untuk memecahkan masalah tersebut dibutuhkan kebersamaan dan ketergantungan beberapa fungsi yang secara langsung berkaitan dengan petani. Fungsi tersebut setidaknya oleh fungsi penel itian, fungsi penyuluhan dan fungsi pengusahaan usahatani (petani) sebagai pengguna. Di terimanya sejumlah ide baru oleh petani. akan mengubah petani subsisten menjadi petani komersial, yaitu petani yang melaksanakan intensifikasi pada diversifikasi usahatani karena tanggap pa& ide baru, merencanakan usahatani, informatif dan usahatani berorientasi pasar.
Perubahan
petani tersebut membutuhkan pula fungsi pelayanan, informasi, pasar dan pengaturan dalam berusahatani. Agar fungsi yang berperan dalam penyuluhan beriangsung secara teratur dan dalam kedudukan yang sejajar, diperlukan suatu sistem (kebersamaan dan ketergantungan) penyuluhan pembangunan pertanian. Berbagai informasi tentang sistem penyuluhan, dimana yang tertua adalah penyrrluhan sistem adopsi inovasi. Pada sistem ini berperan fungsi penelitian,
penyuluhan dan pengusahaan usahatani. Dibutuhkannya sistem tersebut lebih diperkuat dengan hasil penelitian oleh Ryan dan Gross tahun f 943 dan menjadi popufer oleh dukungan berbagai penelitian psikologi yang diinformasikan oleh Rogers dan Shoemaker (1971). Penyuluhan sistem adopsi inovasi dikembanglcan oleh Arnerika Serikat tahun 1817, sejalan dengan gerakan kebebasm pctmi (Allen, 1958). Berikutnya berkembang di Eropah Barat (Hagen, 1%2) dan Australia (Yadav, 1980). yang oleh Belanda pada awal abad ke XX dikembangkan di Indonesia. Untuk itu d ibangun Lembaga Penelitian. dibangun Sekolah Pertanian untuk menyiapkan pe-
nyuluh. berikutnya dibangun Sekolah Desa, KTD (Kursus Tani Desa) dan kelompok-
tani dalam meningkatkan produktivitas petani (Anonim, 1978).
57 Untuk mempercepat proses penerimaan ide baru dengan penyuluhan sistem adopsi
inovasi, Havelock ( 1 %9) mengembangkan fungsi penel itian menjadi fungsi penelitian dasar dan fungsi penelitian praktisi, yaitu seperti pada Garnbar l.
(1)
Pewliti dasar
&lau <------usaha penenluan
(3)
(2)
Perleliti > praktisi
dalani <--usalla pengenihatrgau
(4)
Penggma awal
Penyuluh
> praktisi
nxtiyululi-< h i lie Pwm"
--
> danusalw Penlasyarakatan ide baru bemsakmJ
L
Gambar 1.
Penyebaran dan Penggunaan Ide Baru dalam Penyuluhan Sistem Adopsi Inovasi (Havelock, 1969)
Informasi pada Gambar I menunjukkan adanya duplikasi peran antar fungsifungsi dalam penyuluhan sistem adopsi inovasi. Keadaan tersebut sejaian dengan Tjitropranoto ( 1990) yang mengemukakan bahwa duplikasi peran antara peneliti dengan penyuluh kemudian penyuluh dengan petani merupakan upaya rnempercepat proses pen yebaran ide baru .
Penyuluhan sistem adopsi inovasi pada masa penjajahan Belanda, penjajahan Jepang sampai tahun 1963 di Indonesia dengan nama penyuluhan sistem tetesan
tliinyak (Anonim 1978). Penamaan sistem tersebut didorong oleh berkembangnya suatu ide proses difusi inovasi seeam rnenetes (trickle down) dari penerima awal ke pengikut dalam sistem sosial. Selama penjajahan Jepang, penyuluhan diperkuat dengan mengadakan Mantri Tani Kecamatan.
Pada awat kemerdekaan, yaitu tahun
1950 diselenggarakan RKI antara lain memperkuat penyuluhan dengan rnembangun BPMD dan melengkapi Mantri Tani. BPMD berperan sebagai tempat percontohan. KTD dan tempat pertemuan fungsi pengusahaan usahatani dengan fungsi penyuluhan dan fungsi pengaturan dalam merencanakan perbaikan usahatani.
58
Terus diadakannya KTD sejak penjajahan Belanda, merupakan upaya memperbanyak petani pemimpin sebagai penerima awal sehingga yang meneteskan ide baru ke sistem sosialnya bertambah banyak. Dalam suasana berkembangnya ide proses adopsi inovasi secara menetes, berkembang pula ide perlunya kekuotan menyebarkan
ide baru dari materi itu sendiri (snow bowling) disamping upaya penyuluhan. Kasus cepatnya penyebaran pad i varietas Cisadane dan berikut padi varietas unggul tahan wereng, merupakan indikasi adanya kekuatan pada ide baru. Bertolak dari pelaku dalam penyuluhan sistem adopsi inovasi, Licmherger dan Gwin (1982) mengemukakan perlunya menambah fungsi pelayanan sarana. Dikemukakan bahwa peran sarana produksi disamping untuk rneningkatkan produktivitas usahatani, berperan pula sebagai alat peraga penyuluhan. Informaasi tersebut seperti pada Gambar 2.
1
(2) (1) Penel itian Pengujian dan > lapang penemuan < ----- hasil < ---penemuan
Gatnbar 2.
(3) Penyebatan > ide baru ke petani <-----
(4)
Pengembangan > diddcung ketersediaan sarana
Kebersamaan Fungsi Penelitian, Penyuluhan, Pengusahaan Usahatani dan Pelayanan Sarana &lam Penyuiuhan Sistem Adopsi Inovasi (Lionberger dan Gwin, 1982)
Sebagai sistem, menurut Kaufman (1972) maupun Shore dalam Mc Anany (1980) bahwa fungsi yang berperan merupakan satu mata rantai masukan (input),
proses datt keluaran (output). Sebagai masukan dalam perbailcan usahatani berperan fungsi penelitian, pelayanan dan penyuluhan. Dalam proses s i s m berperan fungsi penyuluhan dan pelayanan dalam merubah perilaku petani. Pada keluaran (hasil) berperan fungsi penyuluhan, informasi dan pasar dalam menggunakan hasit.
59 Banyak dan bervariasinya fungsi yang berperan dalam perkembangan penyuluhan menuru t Ensminger (1957) dan Lerner (1983) sejalan dengan berubahnya pemi sebagai sasaran dan membawa konsekuensi berubahnya fungsi yang membina. Perubahan dari petani subsisten menjadi petani komersial dipercept bila penyuluhan didukung oleh ketersediaan sarana, modal dan iklim usaha. Daiam perkernbangan tersebut, Yadav (1980) mengemukakan perlunya Penycrluhan Sistem Terpadu, yaitu dengan memerankan fungsi pelayanan sarana dan fungsi pengaturan disamping fungsi yang telah a&. Kearl dalam Schramm dan Lerner (1976) menamkannya Penyuluhan Sistem Paket. Sistem ini secara lokal telah berhasil pada Puebla Models di Mexico tahun 1956, Comilla Programs di Bangladesh, Sae Maul Undong di Korea, District Programs di India tahun 1962, Masagana 99 tahun 1973 dan Maesena 99 tahun 1974 ke duanya di Filipina (Rogers dan Kincaid , 1981). Tahun 1963 Indonesia menyelenggarakan pembangunan pertanian tanaman pangan sisrem PUL (Sistem P a m Usaha Lengkap), dimana berperan fungsi - fungsi sepetti halnya pada sistem paket dan sistem terpadu (Booth dan Mc Cawley, 1982) Sistem ini, telah berhasil menjadikan petani tanggap pada ide baru dan terbuka terhadap luar serta berhasil memerankan semua fungsi terkait dalam membina petani ( Nataprawira,
1979; Anonim, 19906). Bert01ak dari keberhasilan tersebut maka di-
kembangkan tnenjadi Sistem Bimas (Bimbingan Massal) pada sentra - sentra produksi dan kemudian pada berbagai komoditas usahatani dengan wilayah seluruh Indonesia. Dalam upaya mengendatikan OPT (organisme pengganggu tanaman), dikembangkan konsep PHT (pengendalian hama terpadu), pada usahatani pra panen, pasca panen sampai pada pengendalian mutu untuk pemasaran hasil. Pada PHT berperan selain PHP ( pengamat hama penyakit) dan penyuluh pertanian, berperan juga fungsi pelayanan sarana dan modal usaha, fungsi pengusahaan usahatani dan fungsi pengaturan dipimpin oleh Kepala Daerah sesuai tingkat pemerintahan.
60 Unsur pelaku Warn PHT sama dengan pada sistem Bimas afau sistem PUL, bedanya pada PHT lebih ditekankan pada peranserta petani dalam kelompoktani. Untuk lebih memperkuat pelaksanaan konsep PHT, terns d itingkatkan kebersamn antar fungsi yang terkait pada perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi sesuiri peran dan perkernbangan petani sebagai fungsi pengusahaan usahatani. Disamping itu, diadakan latihan bagi Pengamat Hama Penyakit, SLPHT (Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Penyakit) bagi petani pengurus kelompok kegiatan pengendalian hama penyakit dan pengorganisasian PHT dalam bentuk usahatani secara berencana dalam pertanian yang berkelanjutan (Anonim, 1992). Dikembangkan konsep PHTdalam
sistenz PUL merupakan salah satu upaya menumbuh kembangkan kebmpok kegiatan menjadi asosiasi petani datam pengendalian terhadap organisme pengganggu sejak usaha meningkatkan produksi sampai pemasaran hasil usahatani. Asosiasi petani tersebut ditumbuh kembangkan sebagai unit kegiatan KUD (Anonim, 1990 b). Untuk memperkuat penyuluhan dalam sistem PUL. dikembangkan penyuluhan dengan sistem kerja Laku (latihan dun kunjungan). Pada sistem ini penyuluh secara teratur dan berkelanjutan membina petani dalam berbagai teknik penyuluhan di usahatani guna meningkatkan produktivitas petani sehingga kualitas hidup petani 111eningkatsetidaknya sejajar dengan kemajuan pengguna hasil usahatani. Sebagai hasil dari berbagai upaya penyuluhan dan upaya lainnya, terjadi perubahan orientasi usahatani seperti yang dikemukakan Kasryno dan Suryana (1988) bahwa banyak petan i mengal ihkan komuditas pertaniannya karena pengaruh pasar. Perubakan ka~ena petani mampu memperhitungkan usahatani yang lebih untung baginya. Perubahan orientasi usahatani menurut Kearl daiam Schramm dan Lerner ( 1967) terjadi
di beberapa negara yang menyelenggarakan penyrtluhan sistem paket.
Uiituk itu disarankan adanya sistem baru yang bertolak dari konsep petani me-
ningkatkan usahatani karena ada yang mendorong.
61
Sejalan dengan informasi Kearl dalam Schramm dan Lerner, dikemukakan oleh Margono Slamet (1987) bahwa yang tidak dapat diabaikan ialah faktor dinamika kehidupan masyarakat Indonesia, termasuk petani yang dari waktu ke waktu meningkat kualitas dan kuantitas kebutuhan dan tuntutan hidup. Dalam rangkaian pembangunan di Indonesia, akhir - akhir ini petani menjadi makin d inam is dengan adanya perbaikan transportasi dan diterimanya berbagai media massa. Hal seperti itu menurut Lerner (1983) telah merubah masyarakat di Mesir, Turki, Libanon, Syria, Yordania dan Iran menjadi masyarakat terbuka dan informatip, akibatnya ide baru lebih cepat diterima. Bagi Indonesia yang era transportasi mulai pada tahun 1972, memungkinkan hubungan fisik antar petani lebih mudah dan petani akan belajar dari petani dalam perbaikan usahatani. Berikut era komonikasi pada tahun 1975 (Anonim, 1987) antara lain meratanya pemilikan radio dan dibina dalam kelompok pendengar, kemudian adanya KMD dan televisi, pembinaan kelompok ditingkatkan menjadi kelompencapir. Upaya - upaya pembinaan tersebut mempercepat petani dan masyarakat lainnya menjadi masyarakat informatip. Pembangunan, khususnya pembangunan pertanian Indonesia, lebih cepat perkembangannya khususnya dengan adanya perubahan petani pa& orientasi pasar dan menggunakan media maw. Dengan perkembangan tersebut apakah penyuluhan sistem adopsi inovasi kemudian menjadi sistem PUL perlu dikembangkan menjadi sistem baru yaitu sistem penyuluhan pembangwtan pertanion Indonesia
. Untuk
itu
diperlukan informasi bagaimana kebersamaan dan ketergamungan antar fungsi yang me tnbina fungsi pengusahaan usahatani sebagai ind ikasi adanya sistem pada berbagai variasi perkembangan pembangunan pertanian.