Cyberdemocracy: “…the idea of „the nation‟, once extracted, like the mollusc, from the apparently hard shell of the „ nation-state‟, emerges in distinctly woobly shape…” (Hobsbawm) PERKEMBANGAN teknologi melaju sedemikian pesatnya. Kini, kemajuannya tidak lagi mengenal angka tahun, tapi detik-demetik. Segalanya berkembang dan berubah tanpa kita sadari. Dunia semakin baru, melesat, dan meninggalkan budaya-budaya konvensional. Segenap kehidupan manusia, kini, berikut pelbagai aspeknya, dapat dilakukan dengan sangat mudah. Tak adalagi yang tidak mungkin. Semuanya dapat diatasi oleh teknologi. Salah satu kemajuan teknologi tersebut adalah teknologi internet. Kendala waktu dan geografis dalam berkomunikasi dan menjalin hubungan antarmanusia bukan lagi sebuah persoalan. Seiring berkembangnya teknologi tersebut, kini, komunikasi tidak semata dilakukan dengan cara-cara konvensional. Tapi lebih dari itu, komunikasi telah menuju komunikasi interaktif. Inilah yang kemudian disebut sebagai second media age-era di mana media tidak hanya sebagai alat komunikasi satu arah. Dari sini, jelas memungkinkan semua orang untuk ikut ambil bagian dalam proses interaksi. Pelbagai pendapat datang silih berganti. Masukan, saran, maupun kritik kerap mewarnai di setiap fenomena yang (baru) muncul, apalagi permasalahan yang menyangkut kepentingan publik dan pemerintah. Lalu, di manakah peran negara sebagai „adikuasa‟ dalam mengakomodir jutaan pendapat dalam konteks demokratisasi dan nasionalisme di dunia maya tersebut? Cyberspace dan Demokrasi: Semacam Pendahuluan MENURUT Yasrif Amir Piliang, cyberspace merupakan sebuah ruang imajiner, yang di dalamnya setiap orang dapat melakukan apa saja yang bisa dilakukan di dalam kehidupan sosial sehari-hari dengan cara yang baru, yaitu cara artifisial. Cara ini memungkinkan teknologi memegang peran besar di setiap lajunya, khususnya teknologi komputer dan teknologi informasi, dalam mendefinisikan realitas sehingga berbagai kegiatan yang dilakukan di dalamnya dapat dilakukan di dalam cyberspace. Sementara Barlow mendefinisikan cyberspace: “Cyberspace adalah setiap ruang informasi, tetapi ia adalah ruang informasi interaktif yang diciptakan oleh media yang begitu padat sehingga di sana ada kesadaran tentang kehadiran orang lain. Anda dapat juga mengatakan bahwa cyberspace juga merupakan ruang yang muncul ketika Anda membaca buku. Perbedaannya adalah bahwa kemampuan untuk berinteraksi secara real time dengan pengarang…tidak mungkin.” Kedua definisi di atas secara ringkas mengandaikan bahwa ruang imajiner yang terbentuk dalam proses tersebut telah menggantikan ruang-ruang realitas secara empirik. Di sana (baca:cyberspace) orang mampu berinteraksi laiknya di dunia nyata. Berbicara, bergembira, sedih, bernyanyi, membaca, bersenda gurau, adalah segala hal yang dapat dilakukan. Jika definisi cyberspace tersebut disandingkan dengan kata democracy (kata space diganti democracy), maka yang kemudian terlintas di benak adalah proses demokratisasi yang dilakukan di dunia maya. Segenap ruang publik seolah-olah dipindahkan ke ruang-ruang maya, di mana setiap orang dapat melakukan dan melontarkan ide apa saja secara bebas dan interaktif.
Cyberdemocracy: Benturan Ide di Jagat Maya CYBERDEMOCRACY seperti yang sedikit disinggung di atas mengandaikan proses komunikasi yang terjadi antarmanusia dengan medium mesin di dunia maya. Proses substansi dari komunikasi itu secara artifisial dilakukan di dunia maya. Walaupun demikian, tetap saja esensi dari komunikasi itu dapat berlangsung dengan baik, bahkan sangat baik mengingat kebebasan berpendapat menjadi sesuatu yang diimani para pegiatnya. Opini yang menggurita di internet tentang proses pembangunan, misalnya, adalah salah satu bentuk pro-aktif masyarakat sebagai bagian dari unsur negara menuju demokratisasi peradaban. Melalui internet setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk menggagas ide dan pikiran. Memberikan kontribusi kecil bagi proses pembangunan melalui media interaktif adalah benih yang mungkin tidak disangka-sangka menjadi pemicu perkembangan pembangunan yang ditengah digarap pemerintah. Contohnya di Amerika, ketika proses pemilihan presiden berlangsung. Persaingan antara George W. Bush dan Jhon Kerry begitu sengit di dunia maya. Mereka berdua (seolah-olah) di bantu oleh pegiat politik melaui media interaktif mengumpulkan dukungan dari rakyatnya untuk memperebutkan kursi kepemimpinan. Belum lagi persoalan Tragedi 11 September lima tahun lalu. Segenap netter seolah berkonspirasi menuding Timur Tengah dan Islam sebagai dalangnya. Namun, tentu saja para tertuduh pun melakukan pembelaan melalui medium yang sama (dalam hal ini yang berperan besar adalah televisi Al-Jazirah via internet). Nah, di sinilah terjadinya proses-proses lintas opini dan ide yang saling berbenturan dan menggurita. Ruang-Ruang Maya: Lahan Basah Menggagas Ide ADALAH milis, situs komunitas, dan forum terbuka yang biasa digunakan oleh para netter untuk mengungkap pendapat dan opini. E-government, forum lepas, penulis lepas, dan pelbagai milis lainnya adalah terobosan yang dimanfaatkan untuk menampung berbagai apirasi pendapat, opisini, ide, saran, maupun kritik. Baik yang ditujukan secara personal, kelembagaan, institusi, bahkan lintas budaya dan negara. Dalam konteks bernegara dan berbangsa, tentunya cyberspace menjadi lahan basah dalam menyemai benih-benih demokrasi. Setiap orang dapat belajar mengeluarkan ide dan pendapat. Tentunya dengan saluran-saluran komunikasi yang telah disedikan, baik oleh pemerintah maupun swasta. Di sini orang tanpa hambatan dan tekanan untuk mengeluarkan uneg-uneg, membantu pemerintah, misalnya, dalam menjalankan fungsi-fungsi kenegaraan. Bahkan bisa dikatakan, internet sebagai media interaktif –new media -dapat menjadi watchdog atau pilar ke empat suatu negara (setelah eksekutif, legislatif dan yudikatif). Ia menjadi semacam survaillance kedua belah pihak, yaitu antara negara dan rakyatnya. Di dunia maya, kita bisa menyeimbangkan kerja dan fungsi kedua unsur itu (pemerintah dan rakyat) sehingga keharmonisan berbangsa dan bernegara dalam proses pembelajaran demokratisasi dapat terwujud dengan baik. Nasionalisme yang Kian Tergerus: Menggugat Negara dalam Proses Demokratisasi Negara merupakan tirani tertinggi dalam tatanan sosial masyarakat modern. Di sini, negara merupakan pengambil keputusan tertinggi dalam memaknai kebutuhan dan kepentingan masyarakat sebagai „rakyatnya‟. Namun, kini, akankah absolutisme negara runtuh dan digerogoti laju perubahan dan kecepatan informasi di dunia maya? Nilai-nilai nasionalisme yang sedari mula didoktrinkan kepada rakyat melalui orde lama, semisal Pancasila (walaupun masih hingga kini), mitos pembangunan, dan lain-lain
berpengaruh besar atas kemajuan dan perkembangan kebangsaan dan nasionalisme itu sendiri. Ya, bisa dikatakan, selama ini, nasionalisme yang tumbuh adalah nasionalisme semu. Di mana setiap orang yang tunduk dengan doktrin itu secara sadar maupun tidak sadar sekadar disuapi laiknya seonggok bayi yang baru tumbuh. Dari sini, kita bisa menggugat negara. Negara bahkan telah menghegemoni sistem akal kita. Merasuk menelusup ke alam bawah sadar. Kita seakan-akan diberi kebebasan berpikir, padahal sebenarnya sistem telah mengondisikan kita sebagai bagian inferior dari sistem itu. Namun, dengan perkembangan teknologi dan arus informasi yang semakin menggurita itu, keberadaan negara tak lain hanya sekedar seonggok raksasa yang secara legal formal adalah penguasa. Cobalah tanyakan tentang nasionalisme di jalan-jalan, di trotoar-trotoar, tentang nasionalisme atau mitos cinta tanah air kepada mereka, dapat pastikan semuanya berkoalisi untuk mengatakan „tidak‟. Dalam artian, mengingat realitas sebagai bentukan negara dengan kenyataan empiris berupa data-dan angka-angka begitu berkebalikan, maka kini, masyarakat sama sekali tidak lagi peduli. Berpijak pada pemahaman bahwa masyarakat terdiri dari individu-individu bebas yang merdeka, maka cyberspace merupakan lahan segar bagi eksistensi mereka dalam mempertahankan diri. Demikian pula jika mengaitkan cyberspace dengan globalisasi, maka banyak kalangan yang bersepakat akan terjadinya penggerusan kedaulatan negara dan melepuhnya nasionalisme. Misalnya proses imitasi kebudayaan yang dapat dilakukan melalui internet, memungkinkan terjadinya asimilasi kebudayaan sehingga keberadaan nasionalisme terancam. Sementara untuk menyikapi fenomena tersebut, negara dengan e-government-nya serta-merta melakukan „tebar propaganda‟ untuk „ menyelamatkan „ bangsa dengan dalih menjaga nasionalisme yang diguratnya. Hal demikian akan sangat tampak ketika negara hendak melakukan sebuah hajat. Seperti yang ditulis Slamet Thohari, hajat pemilu misalnya. Negara mendengungkan betapa pentingnya untuk berpartisipasi aktif dalam membangun demokrasi dalam sebuah negara. Ketakutan-ketakutan negara atas tergerusnya nasionalisme ini merupakan impak akhir dari proses tereduksinya nasionalisme pada level individu sebagai bagian dari „rakyatnya‟. Dari sini, proses penghancuran masal nasionalisme atau „the death of nationalism‟ tinggal menghitung mundur saja. Wallahua‟lam bishawab! Referensi: Piliang, Yasrif Amir. (2005). Cyberspace dan Perubahan Sosial: Eksistensi, Identitas, dan Makna dalam Jurnal Balairung Edisi 39. Yogyakarta: BPPM UGM Balairung Rogers, Everett M. (1986). Communication Technology (The New Media in Society). London: The Free Press Thohari, Slamet. (2005). Cyberspace dan Cangkang Nasionalisme yang Rapuh dalam Jurnal Balairung Edisi 39. Yogyakarta: BPPM UGM Balairung
Cyberdemocracy Oleh : Hendri Rahman Pengertian Cyberdemocracy menurut John Hartley adalah sebuah komunitas virtual yang memiliki aturan tersendiri, yang saling berinteraksi dan berpartisipasi terhadap isu demokrasi dalam ruang lingkup sendiri maupun dalam masyarakat luas (John Hartley : 2004 ).Cyberdemocracy sangat menekankan terhadap prinsip kebebasan mengakses dan bertukar informasi. Hal ini menandakan bahwa partisipasi aktif didalam ruang demokrasi dapat dilaksanakan secara bebas dan tanpa ada dominasi yang mengekang. Menganalogikan dengan konsep Marshall Mc Luhan bahwa teknologi itu sendiri merupakan alat perpanjangan inderawi manusia (The Exstension of Man), maka dapat dikatakan bahwa cyberdemocracy adalah perpanjangan dari demokrasi itu sendiri. Hal ini diyakini oleh Mark Poster bahwa bentuk baru demokrasi ini merupakan sesuatu hal yang lebih potensial dari bentuk demokrasi apapun juga yang kita bayangkan di masa sekarang ini. Karena bagi poster bahwa internet itu tidak dapat diragukan lagi eksistensi fungsi sosialnya dalam menciptakan bentuk baru, ketika cyberdemokrasi ini dijadikan sebagai ruang public yang bebas tanpa dominasi dan pada saat yang bersamaan keberadaan bentuk demokrasi sekarang ini tidak mampu lagi memenuhi janjinya dalam hal kebebasan dan persamaan. (Mark Poster dalam David Porter : 1997). Bahkan Patrice Flichy mengutip perkataan Thomas Jefferson bahwa dalam ruang public maya ini, kita sudah menemukan sebuah bentuk baru yang mempunyai keunggulan kebebasan individu yang sejati, komitmen terhadap perbedaan dan persamaan (Patrice Flichy : 2007). Budaya internet memberikan dampak yang beragam terhadap bentukan media itu sendiri. Selain media konvergensi (menyatukan cetak dan online), serta media konvensional (cetak dan elektronik) terdapat juga media independent yang kini lebih berjasa mewarnai demokrasi. Ketika media konvergensi dan konvensional dapat dikuasai untuk memberikan informasi dengan selubung ideology. Media independent yang dikelola LSM, NGO, komunitas, dan perseorangan di dunia maya banyak menyuarakan keaslian realitas karena
independensi. Investigasi mereka atas ketidakadilan (penindasan, pelanggaran kemanusiaan, dan pembunuhan) dipublikasikan lewat media online untuk dikonsumsi publik. Media independen ini yang berwujud cyberdemokrasi mampu mempertahankan eksistensinya sebagai ruang publik yang lebih murni dalam hal menyuarakan demokrasi. Karena tidak adanya ikatan structural yang mendominasi terhadapnya, beda halnya dengan media massa sekarang ini yang tidak mampu lagi menjalankan ruang publiknya secara optimal karena terdapatnya intervensi kepentingan ideology baik secara politik maupun ekonomi. Konsep-konsep yang terhubung dengan Cyberdemocracy Ruang Publik, Internet, Demokrasi dan komunitas Virtual. Pertama, ruang publik adalah sebuah ruang pembentukan ide, pengetahuan bersama, dan konstruksi opini yang berlangsung ketika orang berkumpul dan berdiskusi.(John Hartley : 2004 ). Bagi Habermas ruang publik ini sebuah wilayah yang potensial sekali dalam pembentukan opini ketika terhindar dari kepentingan komersial ataupun kontrol negara, yang merupakan sebuah upaya dan aktifitas bagi pembentukan demokrasi yang lebih efekif. Bahkan menurut Mark Poster ruang publik itu sendiri diyakini sebagai jantung dari segala rekonseptualisasi demokrasi (Mark Poster dalam David Porter : 1997) dengan berdasarkan terhadap prinsip-prinsip demokrasi yang lebih mementingkan kebebasan, HAM, keadilan, dan persamaan derajat. Namun, ketika demokrasi itu sendiri telah di cederai oleh kelompok kepentingan tertentu yang lebih orientasi kepada ekonomi maupun unsur-unsur politik yang tidak bertanggung jawab, cyberdemokrasi muncul sebagai bentuk optimisme dan harapan baru ditengah kondisi seperti itu yang merupakan ruang publik substantif dalam menjaga iklim demokrasi yang terbebas dari dominasi. Dengan bercirikan keunggulan teknologi internet yang dipakai dalam mengakomodir partisipasi khalayak yang lebih luas serta tidak terikat oleh ruang dan waktu. Kedua, internet merupakan jaringan global komputer dunia, besar dan sangat luas sekali dimana setiap komputer saling terhubung satu sama lainnya dari negara ke negara lainnya di seluruh dunia dan berisi berbagai macam informasi, mulai dari text, gambar, audio, video, dan lainnya. Menurut Erik P. Bucy dalam Living in The Information Age : A New Media Reader (2005) mengatakan, bahwa internet sekurang-kurangnya mempunyai tiga fungsi politik. Pertama, internet menyediakan akses terhadap berita dan informasi politik lebih cepat dan lebih dalam dari pada media tradisional. Kedua, internet menghubungkan kandidat dengat
masyarakat melalui situs Web politik. Ketiga, internet menyediakan ruang untuk diskusi politik khususnya melalui group usenet yang terorganisir dengan berbagai macam topik. Ketiga, demokrasi berdasarkan naskah Presiden Abraham Lincoln, dalam pidatonya di Gettysburg pada tahun 1863 menyatakan bahwa ” pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat tak akan pernah menghilang dari muka bumi..” (Melvin I. Urofsky, jurnal Demokrasi, U.S.Departement of State). Oleh karena itu, demokrasi adalah suatu pemerintahan dimana rakyatlah yang memegang atas kedaulatannya. Namun dalam kenyataannya sangatlah ironis, selalu rakyat miskin dan tidak berpendidikan menjadi korban praktek-praktek budaya demokrasi. Mengutip penyair Walt Whitman, demokrasi adalah sesuatu yang besar, yang sering bertentangan dengan dirinya sendiri. Namun, jika kita tetap berpegang pada hal yang mendasar, prinsip-prinsip yang tak bisa diubah bahwa kewenangan tertinggi berada di tangan rakyat, bahwa kekuasaan pemerintah harus dibatasi, dan hak-hak individu harus dilindungi, maka banyak cara untuk mencapai tujuan-tujuan ini (Melvin I. Urofsky, jurnal Demokrasi, U.S.Departement of State). Cyberdemocracy sebagai perpanjangan dari demokrasi dan juga sebagai bentuk baru dari pemahaman dan aplikasi demokrasi dengan penggunaan teknologi internet, diharapkan mampu tampil sebagai solusi dari degradasi demokrasi itu sendiri. Keempat, komunitas virtual adalah sebuah jaringan sosial luas yang terhubung dengan internet dalam hal peningkatan konektivitas antar manusia. Dan sebagai bentuk interaksi dalam lingkungan virtual yang dimediasi oleh teknologi dari pada pertemuan tatap muka .(John Hartley : 2004 ). Individu dalam komunitas ini dapat mempunyai berbagai macam alternative identitas, kebebasan berubahnya dari satu indentitas ke identitas lain melintasi gender, usia, pakaian dan entitas. Komunitas virtual mengendalikan potensi emansipatorisnya, memungkinkan orang untuk menghindari perasangka, rasa takut dan reperesi yang dialami melalui IRL (in real life / dalam kehidupan sehari-hari) (John Hartley : 2004 ). Oleh karena itu, komunitas ini mencoba membangun sebauh persamaan persepsi yang sama tentang problematika demokrasi, yang dalam kehidupan nyata sehari-hari jauh dari makna normative demokrasi itu sendiri. Referensi : Bucy, Erik.P, Living in The Information Age : A New Media Reader, Canada : Wadsworth, 2005.
Bungin, Burhan, Sosiologi Komunikasi, Jakarta : Kencana, 2008 Hartley, John alih bahasa Kartika, Communication, Cultural and Media Studies-Konsep Kunci, Yogyakarta: Jalasutra, 2010.
CyberDemocracy: Internet and the Public Sphere CyberDemocracy: Internet dan Ruang Publik Mark Poster Mark Poster University of California, Irvine University of California, Irvine Copyright(c) Mark Poster 1995 Copyright (c) Mark Poster 1995 I am an advertisement for a version of myself. Saya adalah iklan untuk versi diriku sendiri. David Byrne David Byrne
The Stakes of the Question The Wilayah-wilayah Pertanyaan The discussion of the political impact of the Internet has focussed on a number of issues: access, technological determinism, encryption, commodification, intellectual property, the public sphere, decentralization, anarchy, gender and ethnicity. Pembahasan dampak politik internet telah berfokus pada sejumlah isu: akses, determinisme teknologi, enkripsi, komodifikasi, properti intelektual, lingkungan, publik desentralisasi, anarki, gender dan etnis. While these issues may be addressed from a number of standpoints, only some them are able to assess the full extent of what is at stake in the new communications technology at the cultural level of identity formation. Sementara isu-isu ini dapat disampaikan dari berbagai sudut pandang, hanya beberapa mereka yang mampu menilai sepenuhnya tentang apa yang dipertaruhkan dalam teknologi komunikasi baru di tingkat budaya pembentukan identitas. If questions are framed in relation to prevailing political structures, forces and ideologies, for example, blinders are being imposed which exclude the question of the subject or identity construction from the domain of discussion. Jika pertanyaan-pertanyaan dibingkai dalam kaitannya dengan struktur politik yang berlaku, pasukan dan ideologi, misalnya, penutup mata sedang dikenakan yang mengecualikan pertanyaan tentang konstruksi subjek atau identitas dari domain diskusi. Instances of such apparently urgent but actually limiting questions are those of encryption and commodification. Contoh pertanyaan yang tampaknya mendesak namun sebenarnya membatasi tersebut adalah yang enkripsi dan komodifikasi. In the case of encryption, the United States government seeks to secure its borders from "terrorists" who might use the Internet and thereby threaten it. Dalam kasus enkripsi, pemerintah Amerika Serikat berusaha untuk mengamankan perbatasan dari "teroris" yang mungkin menggunakan internet dan dengan demikian mengancam itu. But the dangers to the population are and have always been far greater from this state apparatus itself than from socalled terrorists. Tapi bahaya bagi penduduk dan selalu jauh lebih besar dari aparat negara itu sendiri daripada dari teroris socalled. More citizens have been improperly abused, had their civil rights violated, and much worse by the government than by terrorists. Lebih banyak warga telah benar disalahgunakan, memiliki hak sipil mereka dilanggar, dan jauh lebih buruk oleh pemerintah daripada oleh teroris. In fact terrorism is in good part an effect of government propaganda; it serves to deflect attention from governmental abuse toward a mostly imagined, highly dangerous outside enemy. Bahkan terorisme adalah bagian yang baik akibat dari propaganda pemerintah, yang berfungsi untuk mengalihkan perhatian dari pelecehan pemerintah terhadap musuh, terutama membayangkan luar sangat berbahaya. If the prospects of democracy on the Internet are viewed interms of encryption, then the security of
the existing national government becomes the limit of the matter: what is secure for the nation-state is taken to mean true security for everyone, a highly dubious proposition. Jika prospek demokrasi di Internet dipandang interms enkripsi, maka keamanan dari pemerintah nasional yang ada menjadi batas dari masalah: apa yang aman bagi negara-bangsa diambil berarti keamanan benar untuk semua orang, sebuah proposisi sangat meragukan . [. [. For an intelligent review of the battle over encryption see Steven Levy, "The Battle of the Clipper Chip," New York Times Magazine (June 12, 1994) pp. 4451, 60, 70.] The question of potentials for new forms of social space that might empower individuals in new ways are foreclosed in favor of preserving existing relations of force as they are viewed by the most powerful institution in the history of the world, the government of the United States. Untuk meninjau cerdas dari pertempuran atas enkripsi lihat Steven Levy, "Pertempuran Chip Clipper," York Times Magazine (12 Juni, 1994) hlm 4451, 60, 70.] Baru Pertanyaan potensi untuk bentuk baru dari sosial ruang yang dapat memberdayakan individu-individu dalam cara-cara baru yang diambil alih mendukung mempertahankan hubungan yang ada berlaku pada mereka dilihat oleh instansi yang paling kuat dalam sejarah dunia, pemerintah Amerika Serikat. The issue of commodification also affords a narrow focus, often restricting the discussion of the politics of the Internet to the question of which corporation or which type of corporation will be able to obtain what amount of income from which configuration of the Internet. Masalah komodifikasi juga mampu fokus sempit, sering membatasi diskusi politik Internet untuk pertanyaan yang korporasi atau jenis perusahaan akan dapat memperoleh apa yang jumlah penghasilan dari mana konfigurasi Internet. Will the telephone companies, the cable companies or some almagam of both be able to secure adequate markets and profits from providing the general public with railroad timetables, five hundred channels of television, the movie of one's choice on demand, and so forth? Apakah perusahaan telepon, perusahaan kabel atau beberapa almagam keduanya dapat mengamankan pasar yang memadai dan keuntungan dari penyediaan masyarakat umum dengan jadwal kereta api, lima ratus saluran televisi, film pilihan seseorang pada permintaan, dan sebagainya? From this vantage point the questions raised are as follows: Shall the Internet be used to deliver entertainment products, like some gigantic, virtual theme park? Dari sudut pandang ini pertanyaan yang diajukan adalah sebagai berikut: Apakah Internet akan digunakan untuk menyampaikan produk hiburan, seperti beberapa taman, tema besar virtual? Or shall it be used to sell commodities, functioning as an electronic retail store or mall? Atau harus itu digunakan untuk menjual komoditas, yang berfungsi sebagai toko ritel elektronik atau mal? These questions consume corporate managers around the country and their Marxist critics alike, though here again, as with the encryption issue, the Internet is being understood as an extension of or substitution for existing institutions. Pertanyaan-pertanyaan ini mengkonsumsi manajer perusahaan di seluruh negeri dan kritik Marxis mereka sama, meskipun di sini lagi, seperti masalah enkripsi, Internet sedang dipahami sebagai perluasan dari atau substitusi untuk lembaga yang ada. While there is no doubt that the Internet folds into existing social functions and extends them in new ways, translating the act of shopping, for example, into an electronic form, what are far more cogent as possible long term political effects of the Internet are the ways in which it institutes new social functions, ones that do not fit easily within those of characteristicallymodern organizations. Meskipun tidak ada keraguan bahwa Internet lipatan ke dalam yang ada fungsi sosial dan meluas mereka dengan cara baru, menerjemahkan tindakan belanja, misalnya, ke dalam bentuk elektronik, apa yang jauh lebih meyakinkan mungkin efek jangka panjang politik Internet adalah cara-cara di mana lembaga fungsi sosial yang baru, yang yang tidak sesuai dengan mudah dalam suatu organisasi characteristicallymodern. The problem is that these new functions can only become
intelligible if a framework is adopted that does not limit the discussion from the outset to modern patterns of interpretation. Masalahnya adalah bahwa fungsi-fungsi baru hanya bisa menjadi dipahami jika kerangka kerja diadopsi yang tidak membatasi diskusi dari awal dengan pola modern penafsiran. For example, if one understands politics as the restriction or expansion of the existing executive, legislative and judicial branches of government, one will not be able even to broach the question of new types of participation in government. Sebagai contoh, jika seseorang memahami politik sebagai pembatasan atau perluasan dari eksekutif yang ada, legislatif dan yudikatif, seseorang tidak akan dapat memulai pembicaraan bahkan untuk pertanyaan jenis baru partisipasi dalam pemerintahan. To ask then about the relation of the Internet to democracy is to challenge or to risk challenging our existing theoretical approaches and concepts as they concern these questions. Untuk bertanya kemudian tentang hubungan Internet untuk demokrasi adalah menantang atau mengambil risiko menantang pendekatan yang ada teoritis dan konsep kepedulian mereka pertanyaan ini. If one places in brackets political theories that address modern governmental institutions in order to open the path to an assessment of the "postmodern" possibilities suggested by the Internet, two difficulties immediately emerge: (1) there is no adequate "postmodern" theory of politics and (2) the issue of democracy, the dominant political norm and ideal, is itself a "modern" category associated with the project of the Enlightenment. Jika satu tempat di kurung politik teori bahwa alamat lembaga-lembaga pemerintahan modern dalam rangka membuka jalan untuk penilaian dari "postmodern" kemungkinan disarankan oleh Internet, dua kesulitan langsung muncul: (1) tidak ada cukup "postmodern" teori politik dan (2) isu demokrasi, norma politik yang dominan dan ideal, itu sendiri adalah suatu "modern" kategori yang berhubungan dengan proyek Pencerahan. Let me address these issues in turn. Mari saya mengatasi masalah ini pada gilirannya. Recently theorists such as Philippe LacoueLabarthe and Jean-Luc Nancy [. Baru-baru ini teoretisi seperti Philippe LacoueLabarthe dan Jean-Luc Nancy [. Philippe Lacoue-Labarthe, Heidegger, Art and Politics , trans. Philippe Lacoue-Labarthe, Heidegger, Seni dan Politik, trans. Chris Turner (New York: Blackwell, 1990) and Jean-Luc Nancy, The Inoperative Community , trans. Chris Turner (New York: Blackwell, 1990) dan Jean-Luc Nancy, Komunitas yg tdk berlaku, trans. Peter Conor et al (Minneapolis: University of Minnesota Press, 1991).] have pointed to the limitations of a "left/right" spectrum of ideologies for addressing contemporary political issues. Peter Conor et al (Minneapolis: University of Minnesota Press, 1991).] Telah menunjuk keterbatasan dari "kiri / kanan" spektrum ideologi untuk menangani isu-isu politik kontemporer. Deriving from seating arrangements of legislators during the French Revolution of 1789, the modern ideological spectrum inscribes a grand narrative of liberation which contains several problematic aspects. Yang berasal dari pengaturan tempat duduk legislator selama Revolusi Perancis tahun 1789, spektrum ideologis modern inscribes narasi besar pembebasan yang berisi beberapa aspek bermasalah. First it installs a linear, evolutionary and progressive history that occludes the differential temporalities of nonWestern groups and women, and imposes a totalizing, strong interpretation of the past that erases from view gaps, discontinuities, improbabilities, contingencies, in short apanoply of phenomena that might better be approached from a nonlinear perspective. Pertama menginstal sejarah linier, evolusioner dan progresif yang occludes temporalities diferensial dari kelompok nonWestern dan perempuan, dan menerapkan interpretasi, total kuat dari masa lalu yang akan menghapus dari kesenjangan pandangan, diskontinuitas, improbabilities, kontinjensi apanoply pendek fenomena yang mungkin sebaiknya didekati dari perspektif nonlinier. Second the Enlightenment narrative establishes a process of liberation at the heart of history which requires at its base a presocial,
foundational, individual identity. Kedua narasi Pencerahan menetapkan proses pembebasan di jantung sejarah yang mensyaratkan pada dasarnya sebuah, presocial mendasar, identitas individu. The individual is posited as outside of and prior to history, only later becoming ensnared in externally imposed chains. individu ini posited sebagai luar dan sebelum sejarah, hanya kemudian menjadi terjerat dalam rantai eksternal dipaksakan. Politics for this modern perspective is then the arduous extraction of an autonomous agent from the contingent obstacles imposed by the past. Politik untuk perspektif modern maka ekstraksi sulit dari agen otonom dari kontingen hambatan yang diberlakukan oleh masa lalu. In its rush to ontologize freedom, the modern view of the subject hides the process of its historical construction. Terburu-buru untuk ontologize kebebasan, pandangan modern dari subjek menyembunyikan proses konstruksi sejarah. A postmodern orientation would have to allow for the constitution of identity within the social and within language, displacing the question of freedom from a presupposition of and a conclusion to theory to become instead a pretheoretical or nonfoundational discursive preference. Orientasi postmodern harus memungkinkan konstitusi identitas dalam sosial dan dalam bahasa, menggusur pertanyaan kebebasan dari pengandaian dan kesimpulan teori untuk menjadi bukan pilihan tdk pretheoretical atau nonfoundational. Postmodern theorists have discovered that modern theory's insistence on the freedom of the subject, its compulsive, repetitive inscription into discourse of the sign of the resisting agent, functions to restrict the shape of identity to its modern form, an ideological and legitimizing gesture of its own position rather than a step towards emancipation. teoretisi postmodern telah menemukan bahwa desakan teori modern tentang kebebasan subjek, kompulsif-nya, prasasti berulang ke wacana tanda dari agen menolak, berfungsi untuk membatasi bentuk identitas untuk membentuk modern, sebuah gerakan ideologis dan melegitimasi sendiri posisi bukan langkah menuju emansipasi. If a postmodern perspective is to avoid the limits of modern theory, it is proscribed from ontologizing any form of the subject. Jika perspektif postmodern adalah untuk menghindari batas teori modern, adalah dilarang dari ontologizing segala bentuk subjek. The postmodern position is limited to an insistence on the constructedness of identity. Posisi postmodern adalah terbatas pada suatu desakan terhadap constructedness identitas. In the effort to avoid the pitfalls of modern political theory, then, postmodern theory sharply restricts the scope of its ability to define a new political direction. Dalam upaya untuk menghindari perangkap teori politik modern, maka, teori postmodern tajam membatasi ruang lingkup kemampuannya untuk menentukan arah politik baru. This theoretical asceticism is a contemporary condition of discourse imposing an unusual discipline and requiring a considerable suspension of disbelief on the part of the audience. Ini asketisme teoritis adalah suatu kondisi kontemporer wacana menerapkan disiplin yang tidak biasa dan membutuhkan cukup suspensi tidak percaya pada bagian dari penonton. To skeptics it can only be said that the alternatives, those of "modern" positions, are even lessdesirable. Untuk skeptis hanya dapat dikatakan bahwa alternatif, mereka yang "modern" posisi, bahkan lessdesirable. But there are further difficulties in establishing a position from which to recognize and analyze the cultural aspect of the Internet. Tapi ada kesulitan lebih lanjut dalam membangun posisi dari yang untuk mengenali dan menganalisis aspek budaya dari Internet. For postmodern theory still invokes the modern term democracy, even when this is modified by the adjective "radical" as in the work of Ernesto Laclau. Untuk teori postmodern masih mengacu pada istilah demokrasi modern, bahkan saat ini dimodifikasi oleh kata sifat "radikal" seperti dalam karya Ernesto Laclau. [. [. Ernesto Laclau, New Reflections on the Revolution of Our Time (New York: Verso, 1990).] One may characterize postmodern or postMarxist democracy in Laclau's terms as one that opens new positions of speech, empowering previously excluded groups and enabling new aspects of social life to become
part of the political process. Ernesto Laclau, New Refleksi atas Revolusi kami Sisa New York: Verso, 1990). (] Orang mungkin ciri atau postMarxist demokrasi postmodern dalam Temanhal Laclau sebagai salah satu yang membuka posisi baru berbicara, pemberdayaan termasuk kelompok sebelumnya dan memungkinkan aspek-aspek baru dari sosial hidup untuk menjadi bagian dari proses politik. While the Internet is often accused of elitism (a mere thirty million users), there does exist a growing and vibrant grass-roots participation in it organized in part by local public libraries. Walaupun Internet sering dituduh elitisme (tiga puluh juta hanya satu pengguna), ada tidak ada partisipasi akar rumput tumbuh dan hidup di dalamnya diselenggarakan sebagian oleh perpustakaan umum setempat. [. [. See Jean Armour Polly and Steve Cisler, "Community Networks on the Internet," Library Journal (June 15, 1994) pp. 22-23.] But are not these initiatives, the modern skeptic may persist, simply extensions of existing political institutions rather than being "post," rather than being a break of some kind? Lihat Jean Armour Polly dan Steve Cisler, "Community Networks pada Internet," Library Journal (Jun 15, 1994) hlm 22-23.] Tapi tidak inisiatif ini, skeptis modern dapat bertahan, hanya ekstensi dari institusi-institusi politik yang agak daripada "pos," bukannya istirahat dari beberapa jenis? In response I can assert only that the "postmodern" position need not be taken as a metaphysical assertion of a new age; that theorists are trapped within existing frameworks as much as they may be critical of them and wish not to be; that in the absence of a coherent alternative political program the best one can do is to examine phenomena such as the Internet in relation to new forms of the old democracy, while holding open the possibility that what might emerge might be something other than democracy in any shape that we may conceive it given our embeddedness in the present. Sebagai tanggapan saya hanya dapat menyatakan bahwa "postmodern" posisi tidak perlu dianggap sebagai pernyataan metafisik dari usia yang baru, yang teori terjebak dalam kerangka kerja yang ada sebanyak yang mereka bisa bersikap kritis terhadap mereka dan tidak ingin menjadi; bahwa dalam ketiadaan program politik yang koheren alternatif yang terbaik yang dapat dilakukan adalah untuk menguji fenomena seperti Internet dalam hubungannya dengan bentuk-bentuk baru demokrasi lama, sambil membuka kemungkinan bahwa apa yang mungkin muncul mungkin sesuatu selain demokrasi dalam bentuk apapun yang kita mungkin hamil itu diberikan pengakaran kita di masa sekarang. Democracy, the rule by all, is surely preferable to its historic alternatives. Demokrasi, aturan oleh semua, pasti lebih baik untuk alternatif historisnya. And the term may yet contain critical potentials since existing forms of democracy surely do not fulfill the promise of freedom and equality. Dan istilah ini belum dapat mengandung potensi kritis karena ada bentuk demokrasi pasti tidak memenuhi janji kebebasan dan kesetaraan. The colonization of the term by existing institutions encourages one to look elsewhere for the means to name the new patterns offorce relations emerging in certain parts of the Internet. Kolonisasi istilah dengan lembaga-lembaga yang ada mendorong orang untuk mencari tempat lain untuk sarana untuk nama offorce pola-pola baru hubungan muncul di bagian-bagian tertentu dari Internet. Decentralized Technology Desentralisasi Teknologi My plea for indulgence with the limitations of the postmodern position on politics quickly gains credibility when the old question of technological determinism is posed in relation to the Internet. permohonan saya untuk memanjakan diri dengan keterbatasan posisi postmodern pada politik cepat kredibilitas keuntungan ketika pertanyaan lama determinisme teknologi yang diajukan dalam kaitannya dengan Internet. For when the question of technology is posed we may see immediately how the Internet disrupts the basic assumptions of the older positions. Karena ketika pertanyaan tentang teknologi berpose kita dapat melihat langsung bagaimana Internet mengganggu asumsi dasar dari posisi yang lebih tua. The Internet is
above all a decentralized communication system. Internet adalah di atas semua sistem komunikasi yang terdesentralisasi. Like the telephone network, anyone hooked up to the Internet may initiate a call, send a message that he or she has composed, and may do so in the manner of the broadcast system, that is to say, may send a message to many receivers, and do this either in "real time" or as stored data or both. Seperti jaringan telepon, orang tersambung ke Internet bisa memulai panggilan, mengirim pesan bahwa ia telah menyusun, dan mungkin melakukannya dengan cara sistem siaran, artinya, dapat mengirim pesan ke banyak penerima , dan melakukan hal ini baik dalam "real time" atau sebagai data yang disimpan atau keduanya. The Internet is also decentralized at a basic level of organization since, as a network of networks, new networks may be added so long as they conform to certain communications protocols. Internet adalah juga desentralisasi pada tingkat dasar organisasi sejak, sebagai jaringan dari jaringan, jaringan baru dapat ditambahkan sehingga selama mereka sesuai dengan protokol komunikasi tertentu. As an historian I find it fascinating that this unique structure should emerge from a confluence of cultural communities which appear to have so little in common: the Cold War Defense Department which sought to insure survival against nuclear attack by promoting decentralization, the countercultural ethos of computer programming engineers which had a deep distaste for any form of censorship or active restraint of communications and the world university research which I am at a loss to characterize. Sebagai seorang sejarawan Saya merasa menarik bahwa struktur yang unik ini harus muncul dari pertemuan komunitas budaya yang tampaknya punya begitu banyak kesamaan: Perang Dingin Departemen Pertahanan yang berusaha untuk menjamin kelangsungan hidup terhadap serangan nuklir dengan mempromosikan desentralisasi, etos countercultural komputer pemrograman insinyur yang memiliki kebencian yang mendalam untuk setiap bentuk sensor atau pembatasan aktif komunikasi dan penelitian universitas dunia yang saya bingung untuk karakterisasi. Added to this is a technological substratum of digital electronics which unifies all symbolic forms in a single system of codes, rendering transmissioninstantaneous and duplication effortless. Ditambahkan ke ini adalah dasar teknologi elektronika digital yang menyatukan semua bentuk simbolik dalam satu sistem kode, rendering mudah transmissioninstantaneous dan duplikasi. If the technological structure of the Internet institutes costless reproduction, instantaneous dissemination and radical decentralization, what might be its effects upon the society, the culture and the political institutions? Jika struktur teknologi internet lembaga reproduksi tanpa biaya, diseminasi seketika dan desentralisasi radikal, apa mungkin dampaknya pada masyarakat, budaya dan lembaga-lembaga politik? There can be only one answer to this question and that is that it is the wrong question. Hanya ada satu jawaban untuk pertanyaan ini dan itu adalah bahwa itu adalah pertanyaan yang salah. Technologically determined effects derive from a broad set of assumptions in which what is technological is a configuration of materials that effect other materials and the relation between the technology and human beings is external, that is, where human beings are understood to manipulate the materials for ends that they impose upon the technology from a preconstituted position of subjectivity. Teknologi ditentukan efek berasal dari serangkaian luas asumsi di mana apa yang teknologi adalah konfigurasi bahan yang efek bahan lain dan hubungan antara teknologi dan manusia adalah eksternal, yaitu, di mana manusia dipahami untuk memanipulasi bahan untuk tujuan bahwa mereka menerapkan pada teknologi dari posisi prakonstitusi subjektivitas. But what the Internet technology imposes is a dematerialization of communication and in many of its aspects a transformation of the subject position of the individual who engages within it. Tapi apa teknologi internet memaksakan adalah dematerialisasi komunikasi dan dalam banyak aspek transformasi posisi subjek individu yang terlibat di dalamnya. The Internet resists the basic conditions for asking the
question of the effects of technology. Internet menolak kondisi dasar untuk mengajukan pertanyaan efek teknologi. It installs a new regime of relations between humans and matter and between matter and nonmatter, reconfiguring the relation of technology to culture and thereby undermining the standpoint from within which, in the past, a discourse developed -one which appeared to be natural -- about the effects of technology. Menginstal sebuah rezim baru hubungan antara manusia dan materi dan antara materi dan nonmatter, penyusunan kembali hubungan teknologi terhadap budaya dan dengan demikian mengurangi sudut pandang dari dalam yang, di masa lalu, sebuah wacana yang dikembangkan - salah satu yang tampak alami - tentang dampak teknologi. The only way to define the technological effects of the Internet is to build the Internet, to set in place a series of relations which constitute an electronic geography. Satu-satunya cara untuk mendefinisikan efek teknologi internet adalah untuk membangun Internet, untuk mengatur di tempat serangkaian hubungan yang merupakan suatu geografi elektronik. Put differently the Internet is more like a social space than a thing so that its effects are more like those of Germany than those of hammers. Dengan kata lain Internet lebih seperti ruang sosial daripada hal sehingga efek yang lebih seperti yang di Jerman daripada palu. The effects of Germany upon the people within it is to make them Germans (at least for the most part); the effects of hammers is not to make people hammers,though Heideggerians and some others might disagree, but to force metal spikes into wood. Efek dari Jerman pada orang-orang di dalamnya adalah untuk membuat mereka Jerman (setidaknya untuk sebagian besar), pengaruh palu bukan untuk membuat palu orang, meskipun Heideggerians dan beberapa orang lain mungkin tidak setuju, tapi untuk memaksa paku logam ke kayu. As long as we understand the Internet as a hammer we will fail to discern the way it is like Germany. Selama kita memahami Internet sebagai palu kita akan gagal untuk membedakan cara seperti Jerman. The problem is that modern perspectives tend to reduce the Internet to a hammer. Masalahnya adalah bahwa perspektif modern cenderung mengurangi Internet untuk palu. In the grand narrative of modernity, the Internet is an efficient tool of communication, advancing the goals of its users who are understood as preconstituted instrumental identities. Dalam narasi besar modernitas, Internet adalah sebuah alat komunikasi yang efisien, memajukan tujuan para penggunanya yang dipahami sebagai identitas prakonstitusi instrumental. The Internet, I suppose like Germany, is complex enough so that it may with some profit be viewed in part as a hammer. Internet, kurasa seperti Jerman, adalah cukup kompleks sehingga mungkin dengan beberapa keuntungan dapat dilihat dalam bagian sebagai palu. If I search the database functions of the Internet or if I send email purely as a substitute for paper mail, then its effects may reasonably be seen to be those on the order of the hammer. Jika saya mencari fungsi database dari internet atau jika saya mengirim email murni sebagai pengganti surat kertas, maka dampaknya cukup bisa dilihat untuk menjadi orang pada urutan palu. The database on the Internet may be more easily or cheaply accessed than its alternatives and the same may be said of email in relation to the Post Office or the FAX machine. Database di Internet mungkin akan lebih mudah atau murah diakses dari alternatif dan yang sama dapat dikatakan email dalam kaitannya dengan Kantor Pos atau mesin FAX. But the aspects of the Internet that I would like to underscore are those which instantiate new forms of interaction and which pose the question of new kinds of relations of power between participants. Namun aspek dari internet yang saya ingin menggarisbawahi adalah mereka yang instantiate bentukbentuk baru interaksi dan yang mengajukan pertanyaan jenis baru hubungan kekuasaan antara peserta. The question that needs to be asked about the relation of the Internet to democracy is this: are there new kinds of relations occuring within it which suggest new forms of power configurations between communicating individuals? Pertanyaan yang perlu ditanya tentang hubungan Internet untuk demokrasi adalah: apakah ada jenis baru hubungan yang terjadi di
dalamnya yang menyatakan bentuk-bentuk baru konfigurasi kekuasaan antara individu berkomunikasi? In other words, is there a new politics on the Internet? Dengan kata lain, apakah ada politik baru di Internet? One way to approach this question is to make a detour from the issue of technology and raise again the question of a public sphere, gauging the extent to which Internet democracy may become intelligible in relation to it. Salah satu cara untuk pendekatan pertanyaan ini adalah untuk membuat jalan memutar dari masalah teknologi dan mengangkat kembali pertanyaan tentang lingkup publik, mengukur sejauh mana demokrasi Internet mungkin menjadi dimengerti dalam kaitannya dengan hal itu. To frame the issue of the political nature of the Internet in relation to the concept of the public sphere is particularly appropriate because of the spatial metaphor associated with the term. Untuk bingkai isu sifat politik Internet dalam kaitannya dengan konsep ruang publik sangat cocok karena metafora spasial yang terkait dengan istilah. Instead of animmediate reference to the structure of an institution, which is often a formalist argument over procedures, or to the claims of a given social group, which assumes a certain figure of agency that I would like to keep in suspense, the notion of a public sphere suggests an arena of exchange, like the ancient Greek agora or the colonial New England town hall. Alih-alih referensi animmediate dengan struktur lembaga, yang seringkali merupakan argumen formalis atas prosedur, atau klaim dari kelompok sosial tertentu, yang menganggap tokoh tertentu dari badan yang saya ingin tetap ketegangan, gagasan tentang ranah publik menunjukkan sebuah arena tukar, seperti agora Yunani kuno atau balai kota New kolonial Inggris. If there is a public sphere on the Internet, who populates it and how? Jika ada ruang publik di Internet, yang populasikan itu dan bagaimana? In particular one must ask what kinds of beings exchange information on this public sphere? Dalam satu khusus harus bertanya apa jenis pertukaran informasi makhluk di ruang publik ini? Since there occurs no face-to-face interaction, only electronic flickers [. Karena tidak ada terjadi interaksi face-to-face, hanya [berkedip elektronik. See N. Katherine Hayles, "Virtual Bodies and Flickering Signifiers," October 66 (Fall 1993) pp. 69-91.] on a screen, what kind of community can there be in this space? Lihat N. Katherine Hayles, "Virtual Bodies dan Flickering penanda," Oktober 66 (Fall 1993) hlm 69-91.] Pada layar, seperti apa masyarakat di sana dapat di ruang ini? What kind of disembodied politics are inscribed so evanescently in cyberspace? Apa jenis politik berwujud yang tertulis begitu evanescently di dunia maya? Modernist curmudgeons may object vehemently against attributing to information flows on the Internet the dignified term "community." curmudgeons Modernisme mungkin objek keras terhadap menghubungkan ke arus informasi di internet yang bermartabat istilah "komunitas." Are they correct and if so what sort of phenomenon is this cyberdemocracy? Apakah mereka benar dan jika demikian fenomena macam apa ini cyberdemocracy ini? The Internet as a Public Sphere ? Internet sebagai Ruang Publik? The issue of the public sphere is at the heart of any reconceptualization of democracy. Isu ruang publik merupakan jantung dari setiap reconceptualization demokrasi. Contemporary social relations seem to be devoid of a basic level of interactive practice which, in the past, was the matrix of democratizing politics: loci such as the agora, the New England town hall, the village Church, the coffee house, the tavern, the public square, a convenient barn, a union hall, a park, a factory lunchroom, and even a street corner. hubungan Kontemporer sosial tampaknya menjadi bebas dari tingkat dasar latihan yang interaktif, di masa lalu, adalah matriks politik demokratisasi: lokus seperti agora, New England balai kota, desa Gereja, rumah kopi, kedai, lapangan umum, sebuah gudang yang nyaman, ruang serikat, sebuah taman, sebuah ruang makan pabrik, dan bahkan sudut jalan. Many of these places remain but no longer serve as organizingcenters for political discussion and action. Banyak tempat-
tempat ini tetap tetapi tidak lagi berfungsi sebagai organizingcenters untuk diskusi politik dan tindakan. It appears that the media, especially television but also other forms of electronic communication isolate citizens from one another and sustitute themselves for older spaces of politics. Tampak bahwa media, khususnya televisi tetapi juga bentuk lain dari komunikasi elektronik mengisolasi warga dari satu sama lain dan sustitute diri untuk ruang yang lebih tua dari politik. An example from the Clinton heath-care reform campaign will suffice: the Clinton forces at one point (mid-July 1994) felt that Congress was less favorable to their proposal than the general population. Sebuah contoh dari kampanye Clinton reformasi perawatan kesehatan akan cukup: kekuatan Clinton pada satu titik (pertengahan Juli 1994) merasa bahwa Kongres kurang menguntungkan untuk proposal mereka daripada populasi umum. To convince the Congress of the wisdom of health-care reform, the adminstration purchased television advertising which depicted ordinary citizens speaking in favor of the legislation. Untuk meyakinkan Kongres kebijaksanaan reformasi perawatan kesehatan, administrasi membeli iklan televisi yang digambarkan warga biasa berbicara dalam mendukung undang-undang. The ads were shown only in Washington DC because they were directed not at the general population of viewers but at congressmen and congresswomen alone. Iklan tersebut ditampilkan hanya di Washington DC karena mereka tidak diarahkan pada populasi umum pemirsa tetapi pada anggota Kongres dan congresswomen sendirian. The executive branch deployed the media directly on the legislative branch. Cabang eksekutif media langsung ditempatkan pada cabang legislatif. Such are politics in the era of the mode of information. Tersebut politik di era mode informasi. In a context like this one may ask where is the public sphere, where is the place citizens interact to form opinions in relation to which public policy must be attuned? Dalam konteks seperti ini dapat meminta mana adalah ruang publik, di mana warga negara tempat berinteraksi untuk membentuk pendapat dalam kaitannya dengan mana kebijakan publik harus disesuaikan? John Hartley makes the bold and convincing argument that the media are the public sphere: "Television, popular newspapers, magazines and photography, the popular media of the modern period, are the public domain, the place where and the means by which the public is created and has its being." John Hartley membuat argumen berani dan meyakinkan bahwa media adalah ruang publik: "televisi, surat kabar populer, majalah dan fotografi, media populer dari periode modern, adalah domain publik, tempat di mana dan cara dengan mana masyarakat adalah dibuat dan memiliki keberadaannya. " [. [. For a study of the role of the media in the formation of a public sphere see John Hartley, The Politics of Pictures: The Creation of the Public in the Age of Popular Media (New York: Routledge, 1992) p.1. Untuk studi tentang peran media dalam pembentukan sebuah ruang publik lihat Yohanes Hartley, Politik Pictures: Penciptaan Publik di Era Popular Media (New York: Routledge, 1992) hal.1. Hartley examines in particular the role of graphic images in newspapers.] The same claim is offered by Paul Virilio: "Avenues and public venues from now on are eclipsed by the screen, by electronic displays, in a preview of the `vision machines' just around the corner." Hartley memeriksa khususnya peran gambar grafis di koran] Klaim yang sama ditawarkan oleh Paulus Virilio:. "Jalur dan tempattempat umum mulai sekarang yang terhalang oleh layar, dengan menampilkan elektronik, di preview 'pada` mesin visi hanya di sudut. " [. [. Paul Virilio, The Vision Machine , trans. Paul Virilio, The Machine Vision, trans. Julie Rose (Bloomington: Indiana University Press, 1994) p. Julie Rose (Bloomington: Indiana University Press, 1994) p. 64.] "Public" tends more and more to slide into "publicity" as "character" is replaced by "image." 64]. "Publik" cenderung lebih dan lebih untuk meluncur ke "publisitas" sebagai "karakter" diganti dengan "citra." These changes must be examined without nostalgia and the retrospective glance of modernist politics and theory. Perubahan-perubahan ini harus diperiksa tanpa nostalgia dan sekilas retrospektif politik dan teori modernis.
Sensing a collapse of the public sphere and therefore a crisis of democraticpolitics, J¸rgen Habermas published The Structural Transformation of the Public Sphere in 1962. Merasakan runtuhnya ruang publik dan karena itu krisis democraticpolitics, J ¸ Habermas rgen menerbitkan The Transformasi Struktural Ruang Publik pada tahun 1962. [. [. J¸rgen Habermas, The Structural Transformation of the Public Sphere , trans. J ¸ rgen Habermas, Transformasi Struktural Ruang Publik, trans. Thomas Burger (Cambridge: MIT Press, 1989).] In this highly influential work he traced the development of a democratic public sphere in the seventeenth and eighteenth centuries and charted its course to its decline in the twentieth century. Thomas Burger (Cambridge: MIT Press, 1989)] Dalam karya ini sangat berpengaruh ia menelusuri pengembangan ruang publik demokratis pada abad ketujuh belas dan kedelapan belas dan tentu saja untuk memetakan penurunan pada abad kedua puluh.. In that work and arguably since then as well, Habermas' political intent was to further "the project of Enlightenment" by the reconstruction of a public sphere in which reason might prevail, not the instrumental reason of much modern practice but the critical reason that represents the best of the democratic tradition. Dalam pekerjaan itu dan diperdebatkan sejak itu juga, niat politik Habermas adalah untuk lebih lanjut "proyek Pencerahan" oleh rekonstruksi sebuah ruang publik di mana alasan mungkin berlaku, bukan alasan instrumental praktik modern banyak, tetapi alasan kritis yang mewakili yang terbaik dari tradisi demokrasi. Habermas defined the public sphere as a domain of uncoerced conversation oriented toward a pragmatic accord. Habermas mendefinisikan ruang publik sebagai sebuah domain percakapan uncoerced berorientasi kesepakatan pragmatis. His position came under attack by poststructuralists like Lyotard who questioned the emancipatory potentials of its model of consensus through rational debate. Posisinya diserang oleh poststructuralists seperti Lyotard yang mempertanyakan potensi emansipatoris modelnya konsensus melalui debat rasional. [. [. Jean-FranÁois Lyotard, The Postmodern Condition , trans. Jean-FranÁois Lyotard, The Postmodern Condition, trans. Brian Massumi et al (Minneapolis: University of Minnesota Press, 1984).] At issue was the poststructuralist critique of Habermas' Enlightenment ideal of the autonomous rational subject as a universal foundation for democracy. Massumi Brian et al. (Minneapolis: University of Minnesota Press, 1984)] Pada masalah adalah kritik pascastrukturalis yang ideal Pencerahan Habermas 'subyek rasional otonom sebagai landasan universal untuk demokrasi. Before deploying the category of the public sphere to evaluate democracy on the Internet, I shall turn to recent developments in the debate over Habermas' position. Sebelum deploying kategori lingkup publik untuk mengevaluasi demokrasi di Internet, saya akan berubah menjadi perkembangan terbaru dalam perdebatan tentang posisi Habermas '. In the 1980s Lyotard's critique was expanded by feminists like Nancy Fraser who demonstrate the gender blindness in Habermas' position. Pada 1980-an kritik Lyotard itu diperluas oleh kaum feminis seperti Nancy Fraser yang menunjukkan kebutaan gender dalam posisi Habermas '. [. [. Nancy Fraser, "Rethinking the Public Sphere," Social Text 25/26 (1990) pp. 56-80 and Unruly Practices (Minneapolis: University of Minnesota Press, 1989) especially Ch. Nancy Fraser, "Rethinking Ruang Publik," Social Text 25/26 (1990) hlm 56-80 dan dikendalikan Praktek (Minneapolis: University of Minnesota Press, 1989) khususnya Ch. 6 "What's Critical about Critical Theory? The Case of Habermas and Gender." 6 "Apa Kritis tentang Teori Kritis Kasus Habermas dan Gender.?" For a critique of Habermas' historical analysis see Joan Landes, Women and the Public Sphere in the Age of the French Revolution (Ithaca: Cornell University Press, 1988). Untuk kritik terhadap analisis historis 'Habermas melihat Joan Landes, Perempuan dan Ruang Publik di Era Revolusi Perancis (Ithaca: Cornell University Press, 1988). ] Even before the poststructuralists and feminists, Oskar Negt and Alexander Kluge began the critique of Habermas by articulating the notion of an
oppositional public sphere, specifically that of the proletariat. ] Bahkan sebelum poststructuralists dan feminis, Oskar Negt dan Alexander Kluge mulai kritik terhadap Habermas oleh mengartikulasikan gagasan tentang ruang publik oposisi, khususnya bahwa kaum proletar. What is important about their argument, as demonstrated so clearly by Miriam Hansen, is that Negt and Kluge shifted the terrain of the notion of the public sphere from an historico-transcendental idealization of the Enlightenment to a plurality and heterotopia of discourses. Apa yang penting tentang argumen mereka, seperti yang ditunjukkan dengan jelas oleh Miriam Hansen, adalah bahwa Negt dan Kluge menggeser medan dari gagasan ruang publik dari idealisasi historis-transendental Pencerahan ke heterotopia pluralitas dan wacana. This crucial change in the notion of the public sphereassumes its full significance when it is seen in relation to liberal democracy. Perubahan penting dalam pengertian masyarakat sphereassumes arti penuh bila dilihat dalam kaitannya dengan demokrasi liberal. The great ideological fiction of liberalism is to reduce the public sphere to existing democratic institutions. Fiksi ideologis besar liberalisme adalah untuk mengurangi ruang publik kepada lembaga-lembaga demokrasi yang ada. Habermas' critique of liberalism counterposes a radical alternative to it but one that still universalizes and monopolizes the political. kritik Habermas 'liberalisme counterposes alternatif yang radikal untuk itu tapi satu yang masih universalizes dan memonopoli politik. Negt and Kluge, in contrast, decentralize and mutliply the public sphere, opening a path of critique and possibly a new politics. Negt dan Kluge, sebaliknya, desentralisasi dan mutliply ruang publik, membuka jalan kritik dan mungkin politik baru. [. [. Oskar Negt and Alexander Kluge, Public Sphere and Experience: Toward an Analysis of the Bourgeois and Proletarian Public Sphere , trans. Oskar Negt dan Alexander Kluge, Public Sphere dan Pengalaman: Menuju Analisis Bourgeois dan Proletar Public Sphere, trans. Peter Labanyi et al (Minneapolis: University of Minnesota Press, 1993). Peter Labanyi et al (Minneapolis: University of Minnesota Press, 1993). The foreword by Miriam Hansen (pp.ix-xli) is essential and important in its own right.] The final step in the development of the concept of the public sphere came with Rita Felski's synthesis of Negt/Kluge with both feminist gender analysis and the poststructuralist critique of the autonomous subject. Kata pengantar oleh Miriam Hansen (pp.ix-XLI) adalah penting dan penting dalam dirinya sendiri] Langkah terakhir dalam pengembangan konsep ruang publik datang dengan sintesis Rita Felski tentang Negt / Kluge dengan kedua analisis gender dan feminis. kritik pascastrukturalis dari subjek otonom. For Felski the concept of the public sphere must build on the "experience" of political protest (in the sense of Negt and Kluge), must acknowledge and amplify the mutliplicity of the subject (in the sense of poststructuralism) and must account for gender differences (in the sense of feminism). Untuk Felski konsep ruang publik harus membangun pada "pengalaman" protes politik (dalam arti Negt dan Kluge), harus mengakui dan memperkuat mutliplicity subjek (dalam arti pascastrukturalisme) dan harus mempertimbangkan perbedaan gender (dalam arti feminisme). She writes: Dia menulis: Unlike the bourgeois public sphere, then, the feminist public sphere does not claim a representative universality but rather offers a critique of cultural values from the standpoint of women as a marginalized group within society. Berbeda dengan ranah publik borjuis, kemudian, lingkup publik feminis tidak mengklaim universalitas perwakilan melainkan menawarkan sebuah kritik terhadap nilai-nilai budaya dari sudut pandang perempuan sebagai kelompok marginal dalam masyarakat. In this sense it constitues a partial or counterpublic sphere.... Dalam hal ini constitues atau kontrapublik bola parsial .... Yet insofar as it is a public sphere, its arguments are also directed outward, toward a dissemination of feminist ideas and values throughout society as a whole. Namun sejauh ini adalah ruang publik, argumennya juga diarahkan ke luar, menuju penyebaran ide-ide feminis dan nilai-nilai
seluruh masyarakat secara keseluruhan. [. [. Rita Felski, Beyond Feminist Aesthetics: Feminist Literature and Social Change (Cambridge: Harvard University Press, 1989) p. Rita Felski, Beyond Estetika feminis: Sastra feminis dan Perubahan Sosial (Cambridge: Harvard University Press, 1989) p. 167.] 167.] Felski seriously revises the Habermasian notion of the public sphere, separating it from its patriarchal, bourgeois and logocentric attachments perhaps, but nonetheless stillinvoking the notion of a public sphere and more or less reducing politics to it. Felski serius merevisi gagasan Habermasian lingkup publik, memisahkan dari lampirannya patriarki, borjuis dan logocentric mungkin, tapi tetap stillinvoking gagasan tentang ruang publik dan politik mengurangi lebih atau kurang untuk itu. This becomes clear in the conclusion of her argument: "Some form of appeal to collective identity and solidarity is a necessary precondition for the emergence and effectiveness of an oppositional movement; feminist theorists who reject any notion of a unifying identity as a repressive fiction in favor of a stress on absolute difference fail to show how such diversity and fragmentation can be reconciled with goaloriented political struggles based upon common interests. An appeal to a shared experience of oppression provides the starting point from which women as a group can open upon the problematic of gender, at the same time as this notion of gendered community contains a strongly utopian dimension...." Hal ini menjadi jelas dalam kesimpulan dari argumen-nya: "Beberapa bentuk menarik bagi identitas kolektif dan solidaritas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk munculnya dan efektivitas gerakan oposisi; feminis teori yang menolak gagasan identitas pemersatu sebagai fiksi represif dalam mendukung dari penekanan pada perbedaan mutlak gagal untuk menunjukkan bagaimana keanekaragaman tersebut dan fragmentasi dapat didamaikan dengan perjuangan politik goaloriented berdasarkan kepentingan bersama Banding untuk berbagi pengalaman penindasan. menyediakan titik awal dari mana perempuan sebagai kelompok dapat membuka pada bermasalah gender, pada saat yang sama sebagai gagasan komunitas gender mengandung dimensi yang sangat utopis ...." (pp.168-9) In the end Felski sees the public sphere as central to feminist politics. (Pp.168-9) Pada akhirnya Felski melihat lingkup publik sebagai pusat politik feminis. But then we must ask how this public sphere is to be distinguished from any political discussion? Tapi kemudian kita harus bertanya bagaimana ini ranah publik harus dibedakan dari diskusi politik? From the heights of Habermas' impossible (counter-factual) ideal of rational communication, the public sphere here multiplies, opens and extends to political discussion by all oppressed individuals. Dari ketinggian tidak mungkin ideal Habermas '(kontra-faktual) komunikasi rasional, lingkup publik di sini mengalikan, terbuka dan meluas ke diskusi politik oleh semua individu tertindas. The problem we face is that of defining the term "public." Masalah yang kita hadapi adalah bahwa pendefinisian istilah "publik." Liberal theory generally resorted to the ancient Greek distinction between the family or household and the polis, the former being "private" and the latter "public." Teori Liberal umumnya terpaksa perbedaan Yunani kuno antara keluarga atau rumah tangga dan polis, mantan menjadi "swasta" dan yang terakhir "publik." When the term crossed boundaries from political to economic theory, with Ricardo and Marx, a complication set in: the term "political economy" combined the Greek sense of public and the Greek sense of private since economy refered for them to the governance of the (private) household. Ketika istilah melintasi batas-batas dari politik untuk teori ekonomi, dengan Ricardo dan Marx, komplikasi yang diatur dalam: "ekonomi politik" istilah gabungan rasa Yunani masyarakat dan rasa Yunani swasta karena ekonomi dirujuk untuk mereka ke pemerintahan yang ( swasta) rumah tangga. The older usage preserved a space for the public in the agora to
be sure but referred to discussions about the general good, not market transactions. Penggunaan yang lebih tua diawetkan ruang bagi masyarakat dalam agora untuk memastikan tetapi disebut diskusi tentang baik umum, bukan transaksi pasar. In the newer usage theeconomic realm is termed "political economy" but is considered "private." Dalam penggunaan yang lebih baru alam theeconomic disebut "ekonomi politik" namun dianggap "pribadi." To make matters worse, common parlance nowadays has the term "private" designating speeches and actions that are isolated, unobserved by anyone and not recorded or monitored by any machine. Untuk membuat keadaan menjadi lebih buruk, istilah umum saat ini memiliki istilah "pribadi" menunjuk pidato-pidato dan tindakan yang terisolasi, tidak teramati oleh siapapun dan tidak dicatat atau dipantau oleh mesin apapun. [. [. See the discussion of privacy in relation to electronic surveillance in David Lyon, The Electronic Eye: The Rise of Surveillance Society (Minneapolis: University of Minnesota Press, 1994) pp. 14-17.] Privacy now becomes restricted to the space of the home, in a sense returning to the ancient Greek usage even though family structure has altered dramatically in the interum. Lihat pembahasan privasi dalam kaitannya dengan pengawasan elektronik di David Lyon, The Eye Elektronik: The Rise of Surveillance Masyarakat (Minneapolis: University of Minnesota Press, 1994) 14-17. Hlm] Privasi kini menjadi terbatas ruang rumah , dalam arti kembali ke penggunaan Yunani kuno meskipun struktur keluarga telah berubah secara dramatis dalam interum tersebut. In Fraser's argument, for example, the "public" sphere is the opposite of the "private" sphere in the sense that it is a locus of "talk," "...a space in which citizens deliberate about their common affairs..." Dalam argumen Fraser, misalnya, "publik" bola adalah kebalikan dari lingkup "pribadi" dalam arti bahwa itu adalah lokus "bicara," "... ruang di mana warga yang disengaja tentang urusan bersama mereka .. . " and is essential to democracy. dan sangat penting untuk demokrasi. [. [. Nancy Fraser, "Rethinking the Public Sphere," p. Nancy Fraser, "Rethinking Ruang Publik," hal 57.] There are serious problems then in using the term "public" in relation to a politics of emancipation. 57.] Ada masalah serius maka dalam menggunakan istilah "publik" dalam kaitannya dengan politik emansipasi. This difficulty is amplified considerably once newer electronically mediated communications are taken into account, in particular the Internet. Kesulitan ini diperkuat komunikasi elektronik dimediasi jauh sekali baru diperhitungkan, khususnya di Internet. Now the question of "talk," of meeting face-to-face, of "public" discourse is confused and complicated by the electronic form of exchange of symbols. Sekarang pertanyaan dari "bicara," pertemuan-muka-muka, wacana "publik" adalah bingung dan rumit dengan bentuk elektronik dari pertukaran simbol. If "public" discourse exists as pixels on screens generated at remote locations by individuals one has never and probably will never meet, as it is in the case of the Internet with its "virtual communities," "electronic cafÈs," bulletin boards, e-mail, computer conferencing and even video conferencing, then how is it to be distinguished from "private" letters, printface and so forth. Jika "publik" wacana ada sebagai piksel pada layar yang dihasilkan di lokasi terpencil oleh individu satu belum pernah dan mungkin tidak akan pernah bertemu, seperti di kasus Internet dengan "komunitas virtual," "kafe elektronik," papan buletin, e -mail, konferensi komputer dan bahkan video conferencing, maka bagaimana itu harus dibedakan dari "pribadi" huruf, printface dan sebagainya. The age of the public sphere as face-to-face talk is clearly over: the question of democracy must henceforth take into account new forms of electronically mediated discourse. Usia lingkup publik sebagai wajahwajah bicara-jelas atas: pertanyaan tentang demokrasi untuk selanjutnya harus memperhitungkan bentuk-bentuk baru wacana elektronik dimediasi. What are the conditions of democratic speech in the mode of information? Apa kondisi pidato demokratis dalam modus informasi? What kind of "subject" speaks or writes or communicates in these conditions? Macam apa "subjek" berbicara atau menulis atau berkomunikasi dalam kondisi?
What is its relation to machines? Apa hubungannya dengan mesin? What complexesof subjects, bodies and machines are required for democratic exchange and emancipatory action? Apa complexesof subyek, badan dan mesin yang diperlukan untuk pertukaran demokratis dan tindakan emansipatoris? For Habermas, the public sphere is a homogeneous space of embodied subjects in symmetrical relations, pursuing consensus through the critique of arguments and the presentation of validity claims. Bagi Habermas, ruang publik adalah ruang homogen dari subjek yang diwujudkan dalam hubungan simetris, mengejar konsensus melalui kritik argumen dan penyajian klaim validitas. This model, I contend, is systematically denied in the arenas of electronic politics. Model ini, saya berpendapat, secara sistematis ditolak dalam arena politik elektronik. We are advised then to abandon Habermas' concept of the public sphere in assessing the Internet as a political domain. Kami disarankan kemudian meninggalkan konsep Habermas tentang ruang publik dalam menilai Internet sebagai sebuah domain politik. Against my contention, Judith Perrolle turns to a Habermasian perspective to look at conversations on bulletin boards and finds that the conditions of the ideal speech situation do not apply. Melawan pendapat saya, Judith Perrolle berubah menjadi perspektif Habermasian untuk melihat percakapan di papan buletin dan menemukan bahwa kondisi situasi pidato yang ideal tidak berlaku. She contends that these conversations are "distorted" by a level of machine control: here validity "...claims of meaningfulness, truth, sincerity and appropriateness... appear to be physical or logical characteristics of the machine rather than an outcome of human negotiation." Dia berpendapat bahwa percakapan yang "terdistorsi" dengan tingkat kontrol mesin: sini validitas "... klaim dari kebermaknaan, kebenaran, ketulusan dan kesesuaian ... tampaknya karakteristik fisik atau logis dari mesin, bukan hasil dari manusia negosiasi. " [. [. Judith Perrolle, "Conversations and Trust in Computer Interfaces," in Charles Dunlop and Rob Kling, eds., Computerization and Controversy (New York: Academic Press, 1991) p. Judith Perrolle, "Percakapan dan Trust di Antarmuka Komputer," di Dunlop Charles dan kling Rob, eds Kontroversi., Komputerisasi dan (New York: Academic Press, 1991) p. 351.] The basic conditions for speech are configured in the program of the virtual community and remain outside the arena of discussion. 351.] Kondisi dasar untuk pidato yang dikonfigurasi dalam program komunitas virtual dan tetap berada di luar arena diskusi. She continues: "Most computer interfaces are either not designed to allow the user to question data validity, or else designed so that data may be changed by anyone with a moderate level of technical skill." Dia melanjutkan: "Sebagian besar interface komputer baik tidak dirancang untuk memungkinkan pengguna untuk pertanyaan validitas data, atau pun dirancang sedemikian rupa sehingga data dapat diubah oleh siapa saja dengan tingkat keterampilan teknis yang moderat." (p. 354) While this argument cannot be refuted from within the framework of Habermas' theory of communicative action, the question remains if these criteria are able to capture the specific qualities of the electronic forms of interaction. (Hal. 354) Sementara argumen ini tidak dapat disangkal dari dalam kerangka teori Habermas tentang tindakan komunikatif, pertanyaan tetap jika kriteria ini mampu menangkap sifat-sifat khusus dari bentuk-bentuk interaksi elektronik. Now that the thick culture of information machines provides the interface for much if not most discourse on political issues, the fiction of the democratic community of fullhuman presence serves only to obscure critical reflection and divert the development of a political theory of this decidedly postmodern condition. Sekarang budaya tebal mesin informasi menyediakan antarmuka untuk banyak jika tidak kebanyakan wacana tentang isu-isu politik, fiksi masyarakat demokratis kehadiran fullhuman hanya berfungsi untuk mengaburkan refleksi kritis dan mengalihkan pengembangan teori politik kondisi ini jelas postmodern. For
too long critical theory has insisted on a public sphere, bemoaning the fact of media "interference," the static of first radio's then of television's role in politics. Untuk teori kritis terlalu lama telah bersikeras pada ruang publik, mengeluhkan fakta media "gangguan," yang statis radio pertama maka peran televisi dalam politik. But the fact is that political discourse has long been mediated by electronic machines: the issue now is that the machines enable new forms of decentralized dialogue and create new combinations of human-machine assemblages, new individual and collective "voices," "specters," "interactivities" which are the new buidling blocks of political formations and groupings. Tetapi kenyataannya adalah bahwa wacana politik telah lama dimediasi oleh mesin elektronik: masalah sekarang adalah bahwa mesin memungkinkan bentuk baru dari dialog desentralisasi dan menciptakan kombinasi baru kumpulan manusia-mesin, baru individu dan kolektif "suara", "hantu," "interactivities" yang merupakan blok HGB No baru formasi politik dan kelompok. As Paul Virilio writes, "What remains of the notion of things `public' when public images (in real time) are more important than public space ?" Seperti Paulus Virilio menulis, "Apa yang tersisa dari pengertian tentang hal-hal` masyarakat ketika gambar umum (secara real time) lebih penting daripada ruang publik? " [. [. Paul Virilio, "The Third Interval: A Critical Transition," in Verena Conley, ed. Paul Virilio, "The Interval Ketiga: Sebuah Transisi Kritis," dalam Conley Verena, ed. , Rethinking Technologies (Minneapolis: University of Minnesota Press, 1993) p. , Technologies Rethinking (Minneapolis: University of Minnesota Press, 1993) p. 9.] If the technological basis of the media has habitually been viewed as a threat to democracy, how can theory account for the turn toward a construction of technology (the Internet) which appears to promote a decentralization of discourse if not democracy itself and appears to threaten the state (unmonitorable conversations), mock at private property (the infinite reproducibility of information) and flaunt moral propriety (the dissemination of images of unclothed people often in awkward positions)? 9.] Jika dasar teknologi media telah terbiasa dipandang sebagai ancaman terhadap demokrasi, bagaimana teori menjelaskan gilirannya menuju pembangunan teknologi (Internet) yang muncul untuk mempromosikan desentralisasi wacana jika tidak demokrasi itu sendiri dan muncul untuk mengancam negara (percakapan unmonitorable), pura-pura di properti pribadi (reproduksibilitas tak terbatas informasi) dan memamerkan kepatutan moral (penyebaran gambar orang telanjang sering pada posisi yang aneh)? A Postmodern Technology ? Sebuah Teknologi postmodern? Many areas of the Internet extend pre-existing identities and institutions. Banyak daerah Internet memperpanjang identitas yang sudah ada sebelumnya dan institusi. Usenet newsgroups elicit obnoxious pranks from teenage boys; databases enable researchers and corporations to retrieve information at lower costs; electronic mail affords speedy,reliable communication of messages; the digitization of images allows a wider distribution of erotic materials, and so it goes. newsgroup Usenet pranks menjengkelkan mendatangkan dari remaja laki-laki; database memungkinkan para peneliti dan perusahaan untuk mengambil informasi dengan biaya yang lebih rendah; affords surat elektronik cepat, komunikasi dapat diandalkan pesan, sedangkan digitalisasi gambar memungkinkan distribusi yang lebih luas bahan erotis, dan begitu seterusnya. The Internet then is modern in the sense of continuing the tradition of tools as efficient means and in the sense that prevailing modern cultures transfer their characteristics to the new domain. Internet kemudian modern dalam arti melanjutkan tradisi alat sebagai cara yang efisien dan dalam arti yang berlaku budaya modern transfer karakteristik mereka ke domain baru. These issues remain to be studied in detail and from a variety of standpoints, but for the time being the above conclusion may be sustained. Masalah-masalah tetap dipelajari secara detail dan dari berbagai sudut pandang, tetapi untuk
saat ini kesimpulan di atas dapat dipertahankan. Other areas of the Internet are less easy to contain within modern points of view. Daerah lain Internet kurang mudah untuk mengandung dalam poin modern pandang. The examination of these cyberspaces raises the issue of a new understanding of technology and finally leads to a reassessment of the political aspects of the Internet. Pemeriksaan ini cyberspaces menimbulkan masalah pemahaman baru teknologi dan akhirnya mengarah ke penilaian ulang aspek politik dari Internet. I refer to the bulletin board services that have come to be known as "virtual communities," to the MOO phenomenon and to the synthesis of virtual reality technology with the Internet. Saya merujuk pada layanan buletin board yang kemudian dikenal sebagai "komunitas virtual," untuk fenomena MOO dan sintesis teknologi virtual reality dengan internet. In these cases what is at stake is the direct solicitation to construct identities in the course of communication practices. Dalam kasus-kasus apa yang dipertaruhkan adalah permohonan langsung untuk membangun identitas dalam perjalanan praktek-praktek komunikasi. Individual's invent themselves and do so repeatedly and differentially in the course of conversing or messaging electronically. Individu menciptakan diri mereka sendiri dan melakukannya berulang-ulang dan diferensial dalam rangka berbicara atau pesan elektronik. Now there is surely nothing new in discursive practices that are so characterized: reading a novel, [. Sekarang ada pasti hal baru dalam praktek-praktek diskursif yang begitu dicirikan: membaca novel, [. MarieLaure Ryan, "Immersion vs. Interactivity: Virtual Reality and Literary Theory," Postmodern Culture , 5:1 (September, 1994) presents a subtle, complex comparison of reading a novel and virtual reality. MarieLaure Ryan, "perendaman vs Interactivity: Virtual Reality dan Teori Sastra," Postmodern Budaya, 5:1 (September, 1994) menyajikan sebuah kompleks, perbandingan halus membaca novel dan virtual reality. She does not deal directly with MOOs and Internet virtual communities.] speaking on CB radio, indeed watching a television advertisement, I contend, all in varying degrees and in different ways encourage the individual to shape an identity in the course of engaging in communication. Dia tidak berhubungan langsung dengan masyarakat Moos dan Internet virtual] berbicara di radio CB,. Memang menonton iklan televisi, Saya berpendapat, semua dalam berbagai tingkat dan dengan cara yang berbeda mendorong individu untuk membentuk identitas dalam perjalanan terlibat dalam komunikasi. The case of the limited areas of the Internet I listed above, however, goes considerably beyond, or at least is quite distinct from, the latter examples. Kasus area terbatas Internet saya tercantum di atas, bagaimanapun, pergi jauh melampaui, atau setidaknya sangat berbeda dari, contoh terakhir. The individual's performance of the communication requires linguistic acts of self-positioning that are less explicit in the cases of reading a novel or watching a television advertisement. kinerja individu komunikasi memerlukan tindakan linguistik diri-posisi yang kurang eksplisit dalam kasus membaca novel atau menonton iklan televisi. On the Internet, individuals read and interpret communicationsto themselves and to others and also respond by shaping sentences and transmitting them. Di internet, individu membaca dan menginterpretasikan communicationsto diri mereka sendiri dan untuk orang lain dan juga merespon dengan membentuk kalimat dan mengirimkan mereka. Novels and TV ads are interpreted by individuals who are interpellated by them but these readers and viewers are not addressed directly, only as a generalized audience and, of course, they respond in fully articulated linguistic acts. Novel dan TV iklan diinterpretasikan oleh individu yang interpellated oleh mereka tetapi pembaca dan pemirsa tidak ditujukan secara langsung, hanya sebagai penonton umum dan, tentu saja, mereka merespon dalam tindakan linguistik sepenuhnya diartikulasikan. (I avoid framing the distinction I am making here in the binary active/passive because that couplet is so associated with the modern autonomous agent that it would appear that I am depicting the Internet as the realization of the modern dream universal, "active"
speech. I refuse this resort because it rests upon the notion of identity as a fixed essence, presocial and prelinguistic, whereas I want to argue that Internet discourse constitutes the subject as the subject fashions him or herself. I want to locate subject constitution at a level which is outside the oppositions of freedom/determinism, activity/passivity.) On the Internet individuals construct their identities, doing so in relation to ongoing dialogues not as acts of pure consciousness. (Saya menghindari membingkai perbedaan saya buat di sini dalam biner aktif / pasif karena bait yang sangat berhubungan dengan agen otonom modern yang akan muncul bahwa saya menggambarkan Internet sebagai realisasi dari mimpi modern universal, "aktif" pidato . Saya menolak resor ini karena bersandar pada gagasan tentang identitas sebagai esensi tetap, presocial dan pralinguistik, sedangkan saya ingin berpendapat bahwa wacana internet merupakan subjek sebagai subjek mode dirinya aku inginkan. untuk mencari subjek konstitusi pada tingkat yang berada di luar oposisi kebebasan / determinisme, aktivitas / pasif.) Pada individu internet membangun identitas mereka, melakukan hal itu dalam kaitannya dengan dialog yang sedang berlangsung bukan sebagai tindakan kesadaran murni. But such activity does not count as freedom in the liberal-Marxist sense because it does not refer back to a foundational subject. Namun hal tersebut tidak dihitung sebagai kebebasan dalam arti liberal-Marxis karena tidak merujuk kembali ke subjek dasar. Yet it does connote a "democratization" of subject constitution because the acts of discourse are not limited to oneway address and not constrained by the gender and ethnic traces inscribed in face-to-face communications. Namun itu tidak berkonotasi dengan "demokratisasi" konstitusi subjek karena tindakan wacana tidak terbatas untuk menangani satu arah dan tidak dibatasi oleh gender dan etnis jejak tertulis dalam komunikasi tatap muka. The "magic" of the Internet is that it is a technology that puts cultural acts, symbolizations in all forms, in the hands of all participants; it radically decentralizes the positions of speech, publishing, filmmaking, radio and television broadcasting, in short the apparatuses of cultural production. The "ajaib" dari Internet adalah bahwa itu adalah teknologi yang menempatkan tindakan budaya, symbolizations dalam segala bentuk, di tangan semua peserta, secara radikal mendesentralisasi posisi pidato, penerbitan, pembuatan film, radio dan penyiaran televisi, di singkat aparatur produksi budaya. Gender and Virtual Communities Gender dan Masyarakat Virtual Let us examine the case of gender in Internet communication as a way to clarify what is at stake and to remove some likely confusions about what I am arguing. Mari kita periksa kasus gender dalam komunikasi internet sebagai cara untuk memperjelas apa yang dipertaruhkan dan untuk menghapus beberapa kemungkinan kebingungan tentang apa yang saya berdebat. Studies have pointed out that the absence of gender cues in bulletin board discussion groups does not eliminate sexism or even the hierarchies of gender that pervade society generally. Penelitian telah menunjukkan bahwa tidak adanya isyarat gender dalam kelompok diskusi papan buletin tidak menghilangkan seksisme atau bahkan hirarki gender yang meliputi masyarakat pada umumnya. [. [. Lynn Cherny, "Gender Differences in Text-Based Virtual Reality," Proceedings of the Berkeley Conference on Women and Language, April 1994 (forthcoming) concludes that men and women have gender specific communications on MOOs. Lynn Cherny, "Jender Perbedaan dalam Virtual Reality Teks-Berbasis," menyimpulkan Proceedings Konferensi Berkeley tentang Perempuan dan Bahasa, April 1994 (segera terbit) bahwa laki-laki dan wanita memiliki komunikasi gender spesifik pada Moos. For an analysis of bulletin board conversations that reaches the same pessimistic conclusions see Susan C. Herring, "Gender and Democracy in ComputerMediated Communication," Electronic Journal of Communications 3: 2 (1993). Untuk analisis percakapan bulletin board yang mencapai kesimpulan yang pesimis sama melihat Susan C. Herring, "Gender dan
Demokrasi di ComputerMediated Komunikasi," Jurnal Elektronik Komunikasi 3: 2 (1993). Herring wants to argue that the Internet does not foster democracy since sexism continues there, but she fails to measure the degree of sexism on bulletin boards against that in face-toface situations, nor even to indicate how this would be done. Herring ingin berpendapat bahwa Internet tidak membantu perkembangan demokrasi sejak seksisme terus berlangsung di sana, tapi ia gagal untuk mengukur tingkat seksisme di papan buletin melawan bahwa dalam situasi tatap muka, atau bahkan untuk menunjukkan bagaimana hal ini akan dilakukan. The essay may be found at info.curtin.edu.au in the directory Journals/curtin/arteduc/ejcrec/Volume_03/Number_02/herring.txt.] The disadvantages suffered by women in society carries over into "the virtual communities" on the Internet: women are underrepresented in these electronic places and they are subject to various forms of harassment and sexual abuse. Esai dapat ditemukan di info.curtin.edu.au di Journals/curtin/arteduc/ejcrec/Volume_03/Number_02/herring.txt direktori] Kelemahan diderita oleh perempuan dalam masyarakat membawa lebih ke dalam "komunitas virtual" di Internet. Internet: perempuan kurang terwakili di tempat-tempat elektronik dan mereka tunduk pada berbagai bentuk pelecehan dan kekerasan seksual. The fact that sexual identities are self-designated does not in itself eliminate the annoyances and the hurts of patriarchy. Kenyataan bahwa identitas seksual adalah diri yang ditunjuk tidak dengan sendirinya menghilangkan gangguan dan sakit patriarki. The case of "Joan" is instructive in this regard. Kasus "Joan" adalah mendidik dalam hal ini. A man named Alex presented himself on a bulletin board as a disabled woman, "Joan," in order to experience the "intimacy" he admired in women's conversations. Seorang pria bernama Alex memperkenalkan dirinya pada papan buletin sebagai wanita cacat, "Joan," untuk mengalami "keintiman" dia dikagumi dalam percakapan perempuan. Van Gelder reports that when his "ruse" was unveiled, many of the women "Joan" interacted with were deeply hurt. Van Gelder melaporkan bahwa ketika "tipu muslihat" nya diresmikan, banyak wanita "Joan" berinteraksi dengan yang sangat terluka. But Van Gelder also reports that their greatest disappointment was that "Joan" did not exist. Tapi Van Gelder juga melaporkan bahwa kekecewaan mereka yang terbesar adalah bahwa "Joan" tidak ada. [. [. Lindsy Van Gelder, "The Strange Case of the Electronic Lover," in Charles Dunlop and Rob Kling, eds., Computerization and Controversy (New York: Academic Press, 1991) p. Lindsy Van Gelder, "Kasus Aneh dari Lover Elektronik," di Dunlop Charles dan kling Rob, eds Kontroversi., Komputerisasi dan (New York: Academic Press, 1991) p. 373.] The construction of gender in this example indicates a level of complexity not accounted for by the supposition that cultural and social forms are or are not transferrable to the Internet. 373.] Pembangunan gender dalam contoh ini menunjukkan tingkat kompleksitas tidak dicatat dengan anggapan bahwa bentuk-bentuk budaya dan sosial atau tidak ditransfer ke Internet. Alex turned to the Internet virtual community to make up for a perceived lack of feminine traits in his masculine sexual identity. Alex berpaling ke komunitas Internet virtual untuk menebus dirasakan kurangnya sifat feminin dalam identitas maskulin seksualnya. The women who suffered his ploy regretted the "death" of the virtual friend "Joan." Para wanita yang menderita siasat nya menyesalkan "kematian" dari teman virtual "Joan." These are unique uses of virtual communities not easily found in "reality." Ini adalah menggunakan unik komunitas virtual tidak mudah ditemukan di "realitas." Still in the "worst" cases, one must admit that the mere fact of communicating under the conditions of the new technology does not cancel the marks of power relations constituted under the conditions of face-to-face, print and electronic broadcasting modes of intercourse. Masih dalam "terburuk" kasus, orang harus mengakui bahwa fakta hanya dari berkomunikasi di bawah kondisi teknologi baru tidak membatalkan tanda-tanda hubungan kekuasaan yang dibentuk sesuai dengan kondisi tatap muka-, cetak dan elektronik penyiaran mode hubungan .
Nonetheless the structural conditions of communicating in Internet communities do introduce resistances to and breaks with these gender determinations. Namun demikian kondisi struktural berkomunikasi di komunitas internet melakukan memperkenalkan resistensi dan istirahat dengan penentuan ini gender. The fact of having to decide on one's gender itself raises the issue of individual identity in a novel and compelling manner. Fakta harus memutuskan seseorang gender itu sendiri menimbulkan masalah identitas individu dalam sebuah novel dan cara yang menarik. If one is to be masculine, one must choose to be so. Jika seseorang menjadi maskulin, seseorang harus memilih untuk begitu. Further, one must enact one's gender choice in language and in language alone, without any marks and gestures of the body, without clothing or intonations of voice. Selanjutnya, kita harus menetapkan pilihan gender seseorang dalam bahasa dan dalam bahasa saja, tanpa tanda dan gerak tubuh, tanpa pakaian atau intonasi suara. Presenting one's gender is accomplished solely through textual means, although this does include various iconic markings invented in electronic communities such as, for example, emoticons or smilies [ :-) ]. gender satu Menyajikan adalah semata-mata dilakukan melalui sarana tekstual, meskipun hal ini tidak termasuk tandatanda berbagai ikon yang ditemukan di masyarakat elektronik seperti, misalnya, emoticon atau smilies [:-)]. Also one may experience directly the opposite gender by assuming it and enacting it in conversations. Juga salah satu mungkin mengalami secara langsung lawan jenis dengan asumsi dan memberlakukan itu dalam percakapan. [. [. One example of education through gender switching is given by KK Campbell in an e-mail message entitled, "Attack of the Cyber-Weenies." Salah satu contoh pendidikan melalui switching gender diberikan oleh KK Campbell dalam pesan e-mail yang berjudul, "Serangan Cyber-Weenies." Campbell explains how he was harassed when he assumed a feminine persona on a bulletin board. Campbell menjelaskan bagaimana ia dilecehkan ketika ia mengasumsikan persona feminin di papan buletin. I wish to thank Debora Halbert for making me aware of this message.] Finally the particular configuration of conversation through computers and modems produces a new relation to one's body as it communicates, a cyborg in cyberspace who is different from all the embodied genders of earlier modes of information. Saya ingin berterima kasih kepada Debora tombak kerajaan untuk membuat saya menyadari pesan ini.] Akhirnya konfigurasi tertentu dari percakapan melalui komputer dan modem menghasilkan hubungan yang baru untuk tubuh seseorang seperti berkomunikasi, sebuah cyborg di dunia maya yang berbeda dari semua jenis kelamin perwujudan sebelumnya mode informasi. These cyborg genders test and transgress the boundaries of the modern gender system without any necessary inclination in that direction on the part of the participant. Jenis kelamin ini cyborg test dan melanggar batas-batas sistem gender modern tanpa ada kecenderungan yang diperlukan ke arah itu pada bagian dari peserta. [. [. For an excellent study of the cultural implications of virtual communities see Elizabeth Reid, "Cultural Formations in TextBased Virtual Realities" an Electronic essay at ftp.parc.xerox.com in /pub/Moo/Papers also appearing as "Virtual Worlds: Culture andImagination," in Steve Jones, ed., Cybersociety (New York: Sage, 1994) pp. 164183.] Untuk belajar yang sangat baik implikasi budaya komunitas virtual lihat Elizabeth Reid, "Budaya Formasi di TextBased Realitas Virtual" esai Elektronik di ftp.parc.xerox.com di / pub / Moo / Makalah juga muncul sebagai "Virtual Worlds: andImagination Budaya , "dalam Jones Steve, ed Cybersociety., New York: Sage, 1994) hlm 164-183. (] If Internet communication does not completely filter out preexisting technologies of power as it enacts new ones, it reproduces them variably depending on the specific feature of the Internet in question. Jika komunikasi internet tidak sepenuhnya menyaring teknologi yang sudah ada sebelumnya kekuasaan seperti enacts yang baru, mereproduksi mereka bervariasi tergantung pada fitur tertentu dari Internet yang bersangkutan. Some aspects of the Internet, such as electronic mail between individuals who know each other, may introduce no strong
disruption of the gender system. Beberapa aspek dari Internet, seperti surat elektronik antara individu yang mengenal satu sama lain, mungkin tidak ada gangguan yang kuat memperkenalkan sistem gender. In this case, the cyborg individual does not overtake or displace the embodied individual, though even here studies have shown some differences in self-presentation (more spontaneity and less guardedness). Dalam hal ini, individu yang tidak menyalip cyborg atau menggantikan individu terwujud, meskipun bahkan di sini penelitian telah menunjukkan beberapa perbedaan dalam diri presentasi (spontanitas lebih dan guardedness kurang). [. [. In "Conversational Structure and Personality Correlates of Electronic Communication" Jill Serpentelli studies the differences in communication pattern on different types of Internet structures. Dalam "Percakapan Struktur dan Kepribadian berkorelasi Elektronik Komunikasi" studi Jill Serpentelli perbedaan pola komunikasi pada berbagai jenis struktur Internet. (Electronic essay at ftp.parc.xerox.com in /pub/Moo/Papers) Sara Kiesler, Jane Siegel, Timothy McGuire, "Social Psychological Aspects of ComputerMediated Communication," in Charles Dunlop and Rob Kling, eds., Computerization and Controversy (New York: Academic Press, 1991) pp. 330-349 report that spontaneity and egalitarianism are trends of these conversations.] From e-mail at one end of thespectrum of modern versus postmodern identity construction, one moves to bulletin board conversations where identities may be fixed and genders unaltered but where strangers are encountered. (Elektronik esai di ftp.parc.xerox.com di / pub / Moo / Makalah) Sara Kiesler, Jane Siegel, Timothy McGuire, "Aspek Psikologis Sosial Computer-Mediated Communication," dalam Charles Dunlop dan Rob kling, eds., Komputerisasi dan Kontroversi (New York: Academic Press, 1991). hal. 330-349 melaporkan bahwa spontanitas dan egalitarianisme merupakan tren dari percakapan] Dari e-mail di salah satu ujung thespectrum konstruksi identitas modern versus postmodern, satu bergerak ke percakapan papan buletin mana identitas mungkin sudah ditetapkan dan jenis kelamin tidak berubah tetapi di mana orang asing yang ditemukan. The next, still more postmodern example would be that where identities are invented but the discourse consists in simple dialogues, the case of "virtual communities" like the Well. Contoh, berikutnya masih lebih postmodern akan bahwa di mana identitas yang diciptakan tetapi wacana terdiri di dialog sederhana, kasus "komunitas virtual" seperti Yah. Further removed still from ordinary speech is the Internet Relay Chat [. Lebih lanjut dihapus masih dari pidato biasa adalah Internet Relay Chat [. For a fascinating study of the IRC see Elizabeth Reid, "Electropolis: Communication and Community on Internet Relay Chat." Untuk sebuah studi menarik dari IRC lihat Elizabeth Reid, "Electropolis: Komunikasi dan Komunitas di Internet Relay Chat." an Electronic essay at ftp.parc.xerox.com in /pub/Moo/Papers also published in Intertek 3:3 (Winter 1992) pp.7-15.] in which dialogue occurs in real time with very little hierarchy or structure. esai Elektronik di ftp.parc.xerox.com di / pub / Moo / Makalah juga dimuat di Intertek 03:03 (Winter 1992) pp.7-15] di mana dialog terjadi secara real time dengan hirarki sangat sedikit atau struktur.. Perhaps the full novelty enabled by the Internet are the Multi-User Dimensions, Object Oriented or MOOs, which divide into adventure games and social types. Mungkin kebaruan penuh diaktifkan oleh Internet adalah Dimensi Multi-User, Berorientasi Objek atau Moos, yang dibagi menjadi game petualangan dan jenis sosial. More study needs to be done on the differences between these technologies of subject constitution. Lebih studi perlu dilakukan tentang perbedaan antara teknologi ini konstitusi subjek. On the MOOs of the social variety, advanced possibilites of postmodern identities are enacted. Pada Moos dari berbagai sosial, maju possibilites identitas postmodern yang berlaku. Here identities are invented and changeable; elaborate self-descriptions are invented; domiciles are depicted in textual form and individuals interact purely for the sake of doing so. Berikut identitas yang ditemukan dan dapat berubah; rumit deskripsi diri yang diciptakan;
berdomisili digambarkan dalam bentuk tekstual dan individu berinteraksi murni demi melakukannya. MOO inhabitants, however, do not enjoy a democratic utopia. penduduk MOO, bagaimanapun, tidak menikmati utopia demokratis. There exist hierarchies specific to this form of cyberspace: the programmers who construct and maintain the MOO have abilities to change rules and procedures that are not available to the players. Terdapat hirarki khusus untuk bentuk dunia maya: programer yang membangun dan mempertahankan MOO memiliki kemampuan untuk mengubah aturan-aturan dan prosedur yang tidak tersedia untuk para pemain. After these "Gods" come the wizzards, those who have acccumulated certain privileges through past participation. Setelah "Dewa" datang wizzards, mereka yang telah acccumulated hak tertentu melalui partisipasi masa lalu. Also regular members are distinguished from ìguestsî who have fewer privileges and fewer skills in negotiating the MOO. Juga anggota biasa dibedakan dari ìguestsî yang memiliki hak lebih sedikit dan lebih sedikit keterampilan dalam proses negosiasi MOO tersebut. [. [. I wish to thank Charles Stivale for pointing this distinction out to me and for providing other helpful comments and suggestions.] Another but far more trivial criterion of political differentiation is typing skill since this determines in part who speaks most often, especially as conversations move along with considerable speed. Saya ingin berterima kasih Charles Stivale untuk menunjukkan perbedaan ini kepada saya dan untuk memberikan komentar dan saran bermanfaat lainnya.] Lain tapi jauh lebih sepele kriteria diferensiasi politik adalah keterampilan mengetik karena ini menentukan di bagian yang berbicara paling sering, terutama karena percakapan bergerak sepanjang dengan kecepatan yang cukup. Even in cyberspace, assymetries emerge which could be termed "political inequalities." Bahkan di dunia maya, assymetries muncul yang dapat disebut "ketidaksetaraan politik." Yet the salient characteristic of Internet community is the diminution ofprevailing hierarchies of race, [. Namun karakteristik penting dari komunitas internet adalah penurunan ofprevailing hierarki ras, [. See Lisa Nakamura, ìRace In/For Cyberspace: Identity Tourism and Racial Passing on the Internet î in Charles Stivale, ed. Works and Days , 25-26 (Spring/Fall 1995) pp. 181-193.] class, age, status and especially gender. Lihat Lisa Nakamura, ìRace Dalam / Untuk Cyberspace: Pariwisata dan Ras di Passing Internet î di Charles Stivale, ed. Identity Works dan Days, 25-26 (Spring / Fall 1995) hlm 181-193 status.] Kelas, umur, dan terutama gender. What appears in the embodied world as irreducible hierarchy, plays a lesser role in the cyberspace of MOOs. Yang muncul di dunia yang terkandung sebagai hirarki tereduksi, memainkan peran lebih rendah di dunia maya dari Moos. And as a result the relation of cyberspace to material human geography is decidedly one of rupture and challenge. Dan sebagai akibat hubungan dunia maya untuk geografi materi manusia adalah jelas salah satu pecah dan tantangan. Internet communities function as places of difference from and resistance to modern society. komunitas Internet berfungsi sebagai tempat perbedaan dari dan ketahanan terhadap masyarakat modern. In a sense, they serve the function of a Habermasian public sphere without intentionally being one. Dalam arti, mereka melayani fungsi dari ruang publik Habermasian tanpa sengaja menjadi satu. They are places not of the presence of validity claims or the actuality of critical reason, but of the inscription of new assemblages of self-constitution. Mereka adalah tempat bukan adanya klaim keabsahan atau aktualitas alasan kritis, tetapi dari kumpulan baru prasasti diri-konstitusi. When audio and video enhance the current textual mode of conversation the claims of these virtual realities may even become more exigent. Ketika audio dan video meningkatkan modus tekstual saat percakapan klaim dari realitas virtual bahkan mungkin menjadi lebih darurat. [. [. For a discussion of these new developments see "MUDs Grow Up: Social Virtual Reality in the Real World," by Pavel Curtis and David A. Nichols (Electronic essay at ftp.parc.xerox.com in /pub/Moo/Papers)] The complaint that these electronic villages are no more than the escapism of white, male undergraduates may then become less convincing. Untuk diskusi tentang perkembangan baru ini lihat "MUDs
Grow Up: Virtual Realitas Sosial di Dunia Nyata," oleh Pavel Curtis dan David A. Nichols (Electronic esai di ftp.parc.xerox.com di / pub / Moo / Makalah)] keluhan bahwa desa-desa elektronik tidak lebih dari pelarian putih, mahasiswa laki-laki kemudian dapat menjadi kurang meyakinkan. Cyborg Politics Cyborg Politik The example of the deconstruction of gender in Internet MOO communities illustrates the depth of the stakes in theorizing politics in the mode of information. Contoh dari dekonstruksi gender dalam komunitas Internet MOO menggambarkan kedalaman pertaruhan dalam teori politik dalam modus informasi. Because the Internet inscribes the new social figure of the cyborg and institutes a communicative practice of self-constitution, the political as we have known it is reconfigured. Karena Internet inscribes sosok cyborg sosial baru dan institut praktik komunikatif diri konstitusi, politik seperti yang kita tahu itu adalah ulang. The wrapping of language on the Internet, its digitized, machine-mediated signifiers in a space without bodies, [.On this issue see the important essay by Hans Ulrich Gumbrecht, "A Farewell to Interpretation" in Hans Ulrich Gumbrecht and K. Ludwig Pfeiffer, eds., Materialities of Communication , trans. Pembungkus bahasa di Internet, digital nya, penanda mesin-dimediasi dalam ruang tanpa tubuh, [Dalam hal ini lihat. Esai penting oleh Hans Ulrich Gumbrecht, "Perpisahan Sebuah Interpretasi" dalam Hans Ulrich Gumbrecht dan K. Ludwig Pfeiffer , eds., Materialities Komunikasi, trans. William Whobrey (Stanford: Stanford University Press, 1994) pp. 389-402.] introduces an unprecedented novelty for political theory. William Whobrey (Stanford: Stanford University Press, 1994). Hal. 389-402] memperkenalkan kebaruan belum pernah terjadi sebelumnya untuk teori politik. How will electronic beings be governed? Bagaimana makhluk elektronik diatur? How will their experience of self-constitution rebound in the existing politcal arena? Bagaimana mereka akan mengalami rebound diri konstitusi di arena politcal ada? How will the power relations on theInternet combine with or influence power relations that emerge from face-to-face relations, print relations and broadcast relations? Bagaimana hubungan kekuasaan di theInternet menggabungkan dengan atau mempengaruhi hubungan kekuasaan yang muncul dari hubungan tatap muka, hubungan cetak dan hubungan siaran? Assuming the US government and the corporations do not shape the Internet entirely in their own image and that places of cyberdemocracy remain and spread to larger and larger segments of the population, what will emerge as a postmodern politics? Dengan asumsi pemerintah AS dan perusahaan tidak membentuk Internet seluruhnya dalam citra mereka sendiri dan bahwa tempat-tempat cyberdemocracy tetap dan menyebar ke segmen yang lebih besar dan lebih besar dari populasi, apa yang akan muncul sebagai politik postmodern? If these conditions are met, one possibility is that authority as we have known it will change drastically. Jika kondisi ini dipenuhi, salah satu kemungkinan adalah otoritas yang seperti yang kita tahu itu akan berubah drastis. The nature of political authority has shifted from embodiment in lineages in the Middle Ages to instrumentally rational mandates from voters in the modern era. Sifat otoritas politik telah bergeser dari perwujudan dalam garis keturunan pada Abad Pertengahan untuk instrumental mandat rasional dari pemilih di era modern. In each case a certain aura becomes fetishistically attached to authority holders. Dalam setiap kasus aura tertentu menjadi fetishistically melekat pada pemegang otoritas. In Internet communities such aura is more difficult to sustain. Di komunitas internet aura seperti ini lebih sulit untuk mempertahankan. The Internet seems to discourage the endowment of individuals with inflated status. Internet tampaknya menghambat endowmen individu dengan status meningkat. The example of scholarly research illustrates the point. Contoh penelitian
ilmiah menggambarkan titik. The formation of canons and authorities is seriously undermined by the electronic nature of texts. Pembentukan kanon dan wewenang secara serius dirusak oleh sifat elektronik teks. Texts become "hypertexts" which are reconstructed in the act of reading, rendering the reader an author and disrupting the stability of experts or "authorities." Teks menjadi "hypertexts" yang direkonstruksi dalam tindakan membaca, rendering pembaca penulis dan mengganggu stabilitas ahli atau "penguasa." [. [. "The Scholar's Rhizome: Networked Communication Issues" by Kathleen Burnett (
[email protected]) explores this issue with convincing logic.] If scholarly authority is challenged and reformed by the location and dissemination of texts on the Internet, it is possible that political authorities will be subject to a similar fate. "The Scholar's Rimpang: Jaringan Komunikasi Isu". Oleh Kathleen Burnett (
[email protected]) mengeksplorasi masalah ini dengan logika meyakinkan] Jika otoritas ilmiah ditantang dan direformasi oleh lokasi dan penyebaran teks di Internet, ada kemungkinan bahwa otoritas politik akan dikenakan nasib yang sama. If the term democracy refers to the sovereignty of embodied individuals and the system of determining office-holders by them, a new term will be required to indicate a relation of leaders and followers that is mediated by cyberspace and constituted in relation to the mobile identities found therein. Notes : Catatan: This document was produced using HTML Transit
JULIAN Assange dengan WikiLeaks layak menjadi man of the year 2010 sebagai news maker paling kontroversial. Hingga sekarang, gelombang deras infromasi berkenaan berbagai rilis dokumen-dokumen sangat rahasia versi Wikileaks, masih menjadi perbincangan masyarakat internasional. Bak bola api, informasi dari para pendukung Wikileaks terus membesar. Kian panas dan liar. Fenomena ini, menghadirkan perang tak sekadar di dunia cyber juga terkoneksi langsung ke berbagai basis strategis pertahanan dan praktik demokrasi pemerintahan di berbagai negara.
Multitafsir Sosok Julian Assange yang lahir di Townsville-Queensland, Australia memang multitafsir. Tafsir pertama, Assange sosok pejuang demokrasi radikal yang memanfaatkan kekuatan teknologi cyber sebagai basis memerangi praktik superioritas rezim pemerintahan di berbagai negara. Terutama Amerika dan korporasi multinasional. Sejak tahun 2006, Assange memulai WikiLeaks bersama sekumpulan aktivis yang memiliki pemikiran sama yakni membocorkan dokumen-dokumen rahasia untuk memerangi korupsi dan rezim ketertutupan informasi. Dalam konteks inilah, Assange kerap dilabeli sebagai pejuang transparansi radikal. Melalui cara-cara radikal, dia menohok langsung otoritas formal berbagai negara yang dianggap tak sejalan dengan asas-asas demokrasi yang selama ini kerap diklaim telah dipraktikkan negara-negara bersangkutan. Tentu, AS yang rajin melakukan propaganda sebagai negara demokrasi paling sukses harus menerima tamparan keras Assange dan Wikileaks. Sejumlah infromasi sangat rahasia seperti Iraq War Logs, Prosedur Operasi Standar untuk Camp Delta di Penjara Guantonamo, rilis 90 ribu lebih dokumen peristiwa dan laporan intelijen tentang konflik di Afganistan. Pada November 2010, Wikileaks merilis 250 kawat diplomatik rahasia dari Kedutaan Besar Amerika Serikat di sejumlah negara. Sontak membuat tensi berbagai pihak memanas. Perang belum berakhir, meski Assange telah ditahan di London atas tuduhan pelecahan seksual, namun rilis berbagai informasi sensitif terus gencar dilakukan, bak air bah yang tak bisa dicegah. Tafsir kedua, Assange dan WikiLeaks dianggap sebagai propaganda yang machiavelist. Bagi pemberi tafsir ini, atas nama transparansi Assange membuat ketidakmenentuan batas jelas antara informasi yang akuntabel, verifikatif dan murni dengan informasi berbasis politik kekuasaan. Mereka yang skeptis atas kerja-kerja Assange lantas mempertanyakan kekuatan siapa yang berada di belakang WikiLeaks? Saat CNN dan YouTube memublikasikan markas Wikileaks yang terkesan serbacanggih di dalam bungker di pegunungan dekat Stockholm, Swedia. Lantas masyarakat dunia disodorkan argumen yang mustahil Wikileaks bisa bekerja tanpa sokongan kekuatan finansial memadai.
Payback Operation! Yang menarik kita amati dari situasi terkini seputar Wikileaks adalah muncul perang terbuka yang dikobarkan para pendukung Assange dan WikiLeaks. Kelompok ini menamai diri mereka anonymous terdiri dari para peretas atau hack-activist yang tak rela perjuangan WikiLeaks berakhir begitu saja. Penangkapan Assange seolah menjadi katalisator kohesivitas para peretas kian mengobarkan perang data yang mereka sebut sebagai payback operation
(operasi balas dendam). Sejumlah situs yang ditengarai memiliki andil pada pemberangusan WikiLeaks satu per satu diserang. Di antara situs-situs yang diserang adalah www.visaeurope.com, situs resmi pemerintah Swedia (www.regeringen.se), blog layanan keuangan ThePayPalBlog.com, situs politisi AS penentang WikiLeaks seperti Sarah Palin dan Senator Joe Liberman pun menjadi sasaran. Sejumlah situs kartu kredit seperti Mastercard dan Visa pun menjadi sasaran. Para penyerang juga mencoba menggempur situs Amazon.com yang dianggap mendepak WikiLeaks dari server mereka. Setelah situs bentukan Assange ini diusir dari server asli EveryDNS. Bagi kelompok hack-activist pendukung Wikileaks, apa yang mereka lakukan pelajaran bahwa pemutusan hubungan dengan Wikileaks tak lantas bisa “mengubur” apa yang sedang diperjuangkan. Protes dari para aktivis, jurnalis di berbagai negara bahkan ilmuwan kritis sekaliber Noam Comsky pun turut menyuarakan dukungan mereka atas kerja-kerja progresif dan radikal yang dilakukan Assange dan WikiLeaks.
Cyberdemocracy? Satu catatan menarik bagi penulis dalam konteks kasus WikiLeaks adalah dinamika cyberdemocracy dalam perspektif komunikasi politik. Satu dekade lalu, Blumler dan Kavanagh sebagaimana dikutip oleh Ward & Cahill dalam tulisan mereka Old and New Media: Blogs in The Third Age of Political Communication menyadari suatu era kemunculan komunikasi politik generasi ketiga. Saat media cetak dan penyiaran akan kehilangan tempat sebagai saluran utama komunikasi politik pada era baru melimpah informasi. Ide, informasi dan berita politik dapat disebarkan melalui internet. Media online ini telah menjadi ruang publik virtual saat orang-orang dapat menggunakan untuk membaca dan mengekspresikan berbagai opini dan sikap politik mereka. Sebagaimana diketahui, ada tiga bentuk pengembangan dari internet yakni World Wide Web yang dikembangkan tahun 1990, oleh para ahli di Switzerland. Mereka menciptakan rangkaian komputer saling terhubung internet dengan menggunakan program komunikasi yang sama. Pengembangan kedua, memudahkan pengguna menemukan apa yang mereka cari di web. Hal ini terjadi tahun 1993 dengan diciptakan browser. Lima tahun setelah itu, Microsoft memperkenalkan browser mereka yang dinamakan internet eksplorer. Perkembangan ketiga, yakni search engine yang paling dikenal pengguna adalah Google dan Yahoo! Inovasi dalam dunia web makin hari makin mengalami perkembangan berarti. Ini dibuktikan dengan adanya transformasi dari teknologi web 1.0 yang hanya menempatkan user sebagai konsumen konten internet ke web 2.0 hingga dan web 3.0. Internet generasi kedua dan ketiga ini, telah memungkinkan pengguna berinteraksi dengan yang lain dan memungkinkan terbentuk suatu hubungan, sharing. Bahkan tak jarang membentuk konvergensi simbolis dan komunitas virtual aktif. Saat internet berjalan dinamis dan menjadi tempat diskusi, dengan sendirinya telah membentuk virtual public sphere, yang sama penting dengan public sphere di kehidupan fisik. Bahkan, bisa jadi melahirkan fenomena modern lebih dahsyat. Mengingat internet memiliki karakteristik multimedia dan interaktivitas serta mampu melampaui batasbatas geografis, teritorial dan hambatan-hamabatan fisik lain.
Ruang publik virtual ini menjadi sebuah keniscayaan dari produk modernitas yang tak bisa lagi diberangus baik oleh pemerintahan sebuah negara maupun korporasi raksasa di dunia. Kembali ke kasus Wikileaks, terlepas dari apakah Assange itu pejuang demokrasi radikal berbasis perjuangan transparansi atau sebaliknya, mungkin propaganda dari sebuah kekuatan politik tertentu. Hal yang harus diwaspadai jangan sampai kasus WikiLeaks ini menuntun berbagai negara kembali ke rezim ketertutupan. Perang informasi akan menjadi fenomena lumrah dalam rangkaian proses cyberdemocracy yang sedang mencari bentuk. Terutama dalam menafsirkan makna kebebasan informasi dalam tradisi liberalisme barat. Tentu paradoks atas kebebasan dalam demokrasi akan muncul bahkan kerap mengangkut residu politik yang tak selamanya menyehatkan. Namun, ancaman dan peringatan seperti saat ini dilakukan badan-badan pemerintahan federal AS bukanlah contoh baik dalam penyelesaian masalah. Membaca, menyebarkan atau sekadar mengomentari dokumen-dokumen Wikileaks, kini dianggap sebagai pelanggaran atas Executive Order 13526 tentang Informasi Keamanan Nasional Rahasia. Demokrasi di dunia cyber tentu tak bisa diberangus, melainkan harus dimanfaatkan dengan hati-hati dan penuh kearifan.[Gun Gun Heryanto* -- JURNAL NASIONAL, 17 Desember 2010] *Gun Gun Heryanto, Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute dan Dosen Komunikasi Politik UIN Jakarta
Cyberdemocracy