BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PASER TAHUN 2015-2035 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASER, Menimbang : a. bahwa ruang merupakan komponen lingkungan hidup yang bersifat terbatas dan tidak terbaharui sehingga perlu dikelola secara bijaksana dan dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk kepentingan generasi sekarang dan generasi yang akan datang; b. bahwa perkembangan pembangunan khususnya pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Paser diselenggarakan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan potensi sumberdaya alam, sumberdaya buatan, dan sumberdaya manusia dengan tetap memperhatikan daya dukung, daya tampung, dan kelestarian lingkungan hidup; c. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), serta terjadinya perubahan faktor-faktor eksternal dan internal membutuhkan penyesuaian penataan ruang wilayah Kabupaten Paser secara dinamis dalam satu kesatuan tata lingkungan berlandaskan kondisi fisik, kondisi sosial budaya, dan kondisi sosial ekonomi melalui penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Paser hingga Tahun 2035; d. bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Paser Nomor 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Paser sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan yang terjadi dan perlu disesuaikan dengan visi dan misi Kabupaten Paser hingga Tahun 2025 sehingga perlu dilakukan penyesuaian; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Peraturan Daerah Kabupaten Paser tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Paser Tahun 2015-2035. Mengingat
: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penetapan UndangUndang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1953 Nomor 9) sebagai Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1820);
3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 224, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5589); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2007 tentang Perubahan Nama Kabupaten Pasir Menjadi Kabupaten Paser Provinsi Kalimantan Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 110, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4760); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160); 10.Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2013 Tentang Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 8). Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PASER, dan BUPATI PASER, MEMUTUSKAN : Menetapkan :
PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PASER TAHUN 2015-2035.
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksudkan dengan: 1.
2. 3. 4. 5. 6. 7.
8.
9. 10.
11. 12. 13.
14. 15.
16. 17.
18.
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemerintah Provinsi adalah Gubernur dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah Provinsi Kalimantan Timur. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pemerintah Kabupaten adalah Pemerintah Kabupaten Paser. Bupati adalah Bupati Paser. Kabupaten adalah Kabupaten Paser. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah di Kabupaten Paser sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarki memiliki hubungan fungsional. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Paser yang selanjutnya disebut RTRW Kabupaten Paser adalah rencana tata ruang yang bersifat umum dari wilayah Kabupaten, yang berisi tujuan, kebijakan, strategi penataan ruang wilayah Kabupaten, rencana struktur ruang wilayah Kabupaten, rencana pola ruang wilayah Kabupaten, penetapan kawasan strategis Kabupaten, arahan pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten, dan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten. Tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten adalah tujuan yang ditetapkan pemerintah daerah Kabupaten yang merupakan arahan perwujudan visi dan misi pembangunan jangka panjang Kabupaten pada aspek keruangan, yang pada dasarnya mendukung terwujudnya ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional.
19. Kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten adalah arahan pengembangan wilayah
20.
21.
22.
23.
24.
25. 26. 27. 28.
29.
30.
31.
32.
yang ditetapkan oleh pemerintah daerah Kabupaten guna mencapai tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten dalam kurun waktu 20 (dua puluh) Tahun. Strategi penataan ruang wilayah Kabupaten adalah penjabaran kebijakan penataan ruang ke dalam langkah-langkah pencapaian tindakan yang lebih nyata yang menjadi dasar dalam penyusunan rencana struktur dan pola ruang wilayah Kabupaten. Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten adalah rencana yang mencakup sistem perkotaan wilayah Kabupaten yang berkaitan dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan jaringan prasarana wilayah Kabupaten yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah Kabupaten selain untuk melayani kegiatan skala Kabupaten yang meliputi sistem jaringan transportasi, sistem jaringan energi dan kelistrikan, sistem jaringan telekomunikasi, sistem jaringan sumber daya air, termasuk seluruh daerah hulu bendungan atau waduk dari daerah aliran sungai, dan sistem jaringan prasarana lainnya. Rencana pola ruang wilayah Kabupaten adalah rencana distribusi peruntukan ruang wilayah Kabupaten yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan budidaya yang dituju sampai dengan akhir masa berlakunya RTRW Kabupaten yang memberikan gambaran pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten hingga 20 (dua puluh) tahun mendatang. Rencana sistem perkotaan di wilayah Kabupaten adalah rencana susunan kawasan perkotaan sebagai pusat kegiatan di dalam wilayah Kabupaten yang menunjukkan keterkaitan saat ini maupun rencana yang membentuk hirarki pelayanan dengan cakupan dan dominasi fungsi tertentu dalam wilayah Kabupaten. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa Kabupaten/kota. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala Kabupaten atau beberapa kecamatan. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa. Rencana sistem jaringan prasarana wilayah Kabupaten adalah rencana jaringan prasarana wilayah yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah Kabupaten dan untuk melayani kegiatan yang memiliki cakupan wilayah layanan prasarana skala Kabupaten. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hirarki. Sistem jaringan jalan primer adalah sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan. Sistem jaringan jalan sekunder adalah sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan.
33. Jalan arteri adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri
34.
35.
36.
37.
38.
39. 40.
41. 42.
43.
44.
45. 46.
47.
48.
perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. Jalan kolektor adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. Jalan lokal adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. Jalan nasional adalah jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antaribukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol. Jalan provinsi adalah jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota Kabupaten/kota, atau antar ibukota Kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi. Jalan kabupaten adalah jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak termasuk pada jalan nasional dan jalan provinsi, yang menghubungkan ibukota Kabupaten dengan ibukota kecamatan, antaribukota kecamatan, ibukota Kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah Kabupaten, dan jalan strategis Kabupaten. Sumber daya air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di dalamnya. Jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkapnya yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembuangan air irigasi. Daerah Irigasi yang selanjutnya disebut DI adalah kesatuan lahan yang mendapat air dari satu jaringan irigasi. Wilayah Sungai yang selanjutnya disebut WS adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumberdaya air dalam 1 (satu) atau lebih Daerah Aliran Sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 (dua ribu) kilometer persegi. Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disebut DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau dan ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktifitas daratan. Cekungan Air Tanah yang selanjutnya disebut CAT adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan, dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
49. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian,
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57. 58.
59.
60.
61.
62.
63.
termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintah, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosiaì, dan kegiatan ekonomi. Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah pedesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditujukan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hirarkis keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis. Kawasan andalan adalah bagian dari kawasan budi daya, baik di ruang darat maupun ruang laut yang pengembangannya diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan tersebut dan kawasan di sekitarnya. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia. Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan. Kawasan strategis kabupaten adalah kawasan yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup Kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya, lingkungan, serta pendayagunaan sumber daya alam dan teknologi. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam pesekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Kawasan hutan lindung adalah kawasan hutan yang dipertahankan sebagai kawasan hutan yang fungsi pokoknya sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahnya adalah kawasan yang diperuntukkan untuk menjamin terselenggaranya fungsi lindung hidrologis bagi kegiatan pemanfaatan lahan. Kawasan resapan air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akifer) yang berguna sebagai sumber air. Kawasan perlindungan setempat adalah kawasan diperuntukkan bagi kegiatan pemanfaatan lahan yang dapat menjaga kelestarian jumlah, kualitas dan penyediaan tata air dan kelancaran serta ketertiban pengaturan dan pemanfaatan air dari sumber-sumber air. Kawasan sempadan pantai adalah kawasan prioritas sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai dengan tujuan untuk melindungi wilayah pantai dari kegiatan yang mengganggu kelestarian fungsi pantai. Kawasan sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kiri-kanan sungai, termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai.
64. Kawasan sekitar danau/waduk/rawa adalah kawasan di sekeliling danau/waduk/
65. 66.
67.
68.
69.
70.
71. 72.
73.
74.
75. 76.
77.
78.
rawa yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi danau/waduk/rawa. Kawasan sekitar mata air adalah kawasan di sekeliling mata air yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi mata air. Kawasan cagar alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai penyangga sistem kehidupan. Kawasan pantai berhutan bakau adalah kawasan pesisir laut yang merupakan habitat alami hutan bakau yang berfungsi memberikan perlindungan terhadap pantai dan lautan dengan tujuan untuk melestarikan hutan bakau sebagai pembentuk ekosistem hutan bakau dan tempat berkembangbiaknya berbagai biota laut, pelindung pantai dari pengikisan air laut serta pelindung usaha budidaya lainnya. Kawasan taman nasional laut adalah kawasan yang memiliki satu atau beberapa ekosistem yang keadaan alamnya secara fisik tidak mengalami perubahan, biota perairan serta habitatnya dari segi geomorfologi mempunyai arti untuk kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan, rekreasi, dan pariwisata, serta mempunyai keindahan khusus yang dapat dimanfaatkan sesuai zonasinya. Kawasan taman hutan raya adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk tujuan koleksi tumbuhan dan/atau satwa, jenis asli dan/atau bukan asli, pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan latihan, budaya, pariwisata dan rekreasi. Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan adalah tempat serta ruang di sekitar bangunan bernilai budaya tinggi dan sebagai tempat serta ruang di sekitar situs purbakala dan kawasan yang memiliki bentukan geologi alami yang khas. Kawasan rawan bencana alam adalah kawasan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana alam. Kawasan rawan bencana banjir adalah tempat-tempat yang secara rutin setiap musim hujan mengalami genangan lebih dari enam jam pada saat hujan turun dalam keadaan musim hujan normal. Kawasan rawan bencana longsor adalah wilayah yang kondisi permukaan tanahnya mudah longsor karena terdapat zona yang bergerak akibat adanya patahan atau pergeseran batuan induk pembentuk tanah. Kawasan lindung geologi adalah suatu daerah yang memiliki ciri/fenomena kegeologian yang unik, langka dan khas sebagai akibat dari hasil proses geologi masa lalu dan atau yang sedang berjalan yang tidak boleh dirusak dan atau diganggu, sehingga perlu dilestarikan, terutama untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan pariwisata. Kawasan lindung lainnya adalah kawasan lindung yang diperlukan untuk perlindungan fungsi tertentu dan memerlukan perlakuan secara khusus. Kawasan perlindungan plasma nutfah adalah kawasan dengan luas tertentu yang diperuntukan bagi perlindungan dan kelangsungan proses pertumbuhan plasma nutfah. Kawasan perlindungan plasma nutfah darat adalah kawasan yang memiliki jenis plasma nuftah tertentu yang belum terdapat dikawasan konservasi yang telah ditetapkan. Kawasan perlindungan plasma nutfah perairan adalah kawasan di perairan laut maupun perairan daratan berupa gugusan karang/atol, kawasan pesisir, muara sungai (estuari), danau, dan jenis perairan lainnya yang merupakan daerah perlindungan plasma nuftah perairan dan keseimbangan pemanfaatannya.
79. Kawasan pengungsian satwa adalah suatu areal yang ditunjuk yang merupakan 80.
81.
82.
83.
84. 85.
86.
87.
88.
89.
90.
91.
92.
93.
94.
wilayah kehidupan satwa yang sejak semula menghuni areal tersebut. Kawasan peruntukkan hutan produksi adalah areal hutan yang dipertahankan sebagai kawasan hutan dan berfungsi untuk menghasilkan hasil hutan bagi kepentingan konsumsi masyarakat, industri, dan ekspor. Hutan produksi tetap adalah kawasan hutan yang karena pertimbangan kebutuhan sosial ekonomi dipertahankan sebagai kawasan hutan produksi yang berfungsi untuk menghasilkan hasil-hasil hutan bagi kepentingan negara, masyarakat, industri, dan ekspor. Hutan produksi terbatas adalah kawasan hutan yang digunakan untuk kegiatan budidaya hasil-hasil hutan secara terbatas dengan tetap memperhatikan fungsinya sebagai hutan untuk melindungi kawasan di bawahnya. Hutan produksi yang dapat dikonversi adalah areal hutan produksi tetap yang dapat dirubah peruntukkannya guna memenuhi kebutuhan pengembangan transmigrasi, pertanian, perkebunan, industri, permukiman, lingkungan, dan lain-lain. Kawasan peruntukkan pertanian adalah kawasan yang dialokasikan dan memenuhi kriteria untuk budidaya tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan; Kawasan budidaya tanaman pangan adalah kawasan lahan basah beririgasi, rawa pasang surut, lebak, dan lahan basah tidak beririgasi serta lahan kering potensial untuk pemanfaatan dan pengembangan tanaman pangan. Kawasan budidaya hortikultura adalah kawasan lahan kering potensial untuk pemanfaatan dan pengembangan tanaman hortikultura secara monokultur maupun tumpang sari. Kawasan budidaya perkebunan adalah kawasan yang memiliki potensi untuk dimanfaatkan dan dikembangkan baik pada lahan basah dan atau lahan kering untuk komoditas perkebunan. Kawasan budidaya peternakan adalah kawasan yang secara khusus diperuntukkan untuk kegiatan peternakan atau terpadu dengan komponen usaha tani (berbasis tanaman pangan, perkebunan, hortikultura atau perikanan) berorientasi ekonomi dan berakses dari hulu sampai hilir. Kawasan peruntukkan perikanan adalah kawasan yang difungsikan untuk kegiatan perikanan dan segala kegiatan penunjangnya dengan tujuan pengelolaan untuk memanfaatkan potensi lahan untuk perikanan dalam meningkatkan produksi perikanan, dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Kawasan peruntukan pertambangan adalah wilayah yang memiliki potensi sumber daya bahan tambang yang berwujud padat, cair, atau gas berdasarkan peta/data geologi dan merupakan tempat dilakukannya seluruh tahapan kegiatan pertambangan yang meliputi penelitian, penyelidikan umum, eksplorasi, operasi produksi/eksploitasi, dan pasca tambang, baik di wilayah daratan maupun perairan, serta tidak dibatasi oleh penggunaan lahan, baik kawasan budidaya maupun kawasan lindung. Kawasan peruntukan industri adalah bentangan lahan yang diperuntukkan bagi kegiatan industri berdasarkan rencana tata ruang wilayah yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kawasan peruntukkan pariwisata adalah kawasan yang diperuntukan bagi kegiatan pariwisata atau segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut. Kawasan peruntukkan permukiman adalah kawasan yang diperuntukan untuk tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung bagi peri kehidupan dan penghidupan. Kawasan pertahanan negara adalah wilayah yang ditetapkan secara nasional yang digunakan untuk kepentingan pertahanan.
95. Arahan pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten adalah arahan pengembangan
wilayah untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang wilayah Kabupaten sesuai dengan RTRW Kabupaten melalui penyusunan dan pelaksanaan program penataan/pengembangan Kabupaten beserta pembiayaannya, dalam suatu indikasi program utama jangka menengah lima tahunan Kabupaten yang berisi rencana program utama, sumber pendanaan, instansi pelaksana, dan waktu pelaksanaan. 96. Indikasi program utama jangka menengah lima tahunan adalah petunjuk yang memuat usulan program utama, lokasi, besaran, waktu pelaksanaan, sumber dana, dan instansi pelaksana dalam rangka mewujudkan ruang Kabupaten yang sesuai dengan RTRW Kabupaten. 97. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten adalah ketentuanketentuan yang dibuat atau disusun dalam upaya mengendalikan pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten agar sesuai dengan RTRW Kabupaten yang berbentuk ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi untuk wilayah Kabupaten. 98. Ketentuan umum peraturan zonasi sistem Kabupaten adalah ketentuan umum yang mengatur pemanfaatan ruang/penataan Kabupaten dan unsur-unsur pengendalian pemanfaatan ruang yang disusun untuk setiap klasifikasi peruntukan/fungsi ruang sesuai dengan RTRW Kabupaten. 99. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 100. Ketentuan perizinan adalah ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah Kabupaten sesuai kewenangannya yang harus dipenuhi oleh setiap pihak sebelum pemanfaatan ruang, yang digunakan sebagai alat dalam melaksanakan pembangunan keruangan yang tertib sesuai dengan rencana tata ruang yang telah disusun dan ditetapkan. 101. Ketentuan insentif dan disinsentif adalah perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang dan juga perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang. 102. Arahan sanksi adalah arahan untuk memberikan sanksi bagi siapa saja yang melakukan pelanggaran pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku. 103. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan nonpemerintah lain dalam penataan ruang. 104. Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. 105. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah Kabupaten Paser yang selanjutnya disebut BKPRD adalah lembaga ad-hoc yang dibentuk oleh Bupati untuk melaksanakan koordinasi kegiatan perencanaan tata ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB II LINGKUP WILAYAH PERENCANAAN, MUATAN DAN FUNGSI RTRW KABUPATEN Bagian Kesatu Lingkup Wilayah Perencanaan Kabupaten Pasal 2 (1) Lingkup wilayah perencanaan Kabupaten terdiri atas 10 (sepuluh) kecamatan dengan luas wilayah kurang lebih 2.350.436 (dua juta tiga ratus lima puluh ribu empat ratus tiga puluh enam) hektar. (2) Batas wilayah Kabupaten, meliputi: a. sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Kutai Barat dan Kutai Kartanegara; b. sebelah timur laut berbatasan dengan Kabupaten Penajam Paser Utara; c. sebelah timur berbatasan dengan Selat Makassar dan Kabupaten Mamuju (Provinsi Sulawesi Barat); d. sebelah tenggara berbatasan dengan Selat Makassar dan Kabupaten Kotabaru (Provinsi Kalimantan Selatan); e. sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Kotabaru (Provinsi Kalimantan Selatan); f. sebelah barat daya berbatasan dengan Kabupaten Balangan (Provinsi Kalimantan Selatan); g. sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tabalong (Provinsi Kalimantan Selatan); dan h. sebelah barat laut berbatasan dengan Kabupaten Barito Utara (Provinsi Kalimantan Tengah). (3) Lingkup wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Kecamatan Tanah Grogot; b. Kecamatan Pasir Belengkong; c. Kecamatan Batu Engau; d. Kecamatan Tanjung Harapan; e. Kecamatan Muara Samu; f. Kecamatan Kuaro; g. Kecamatan Batu Sopang; h. Kecamatan Muara Komam; i. Kecamatan Long Ikis; dan j. Kecamatan Long Kali. Bagian Kedua Muatan RTRW Kabupaten Pasal 3 Muatan RTRW Kabupaten meliputi: a. tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah; b. rencana struktur ruang wilayah; c. rencana pola ruang wilayah; d. penetapan kawasan strategis; e. arahan pemanfaatan ruang wilayah; f. ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah; dan g. hak, kewajiban, dan peran masyarakat.
Bagian Ketiga Fungsi RTRW Kabupaten Pasal 4 Rencana tata ruang wilayah Kabupaten menjadi pedoman untuk: a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah; b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah; c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten; d. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antar sektor; e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; dan f. penataan ruang kawasan strategis Kabupaten. BAB III TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH KABUPATEN Bagian Kesatu Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Pasal 5 Tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten adalah terwujudnya ruang wilayah Kabupaten yang menjamin keseimbangan daya dukung dan daya tampung lingkungan bagi berbagai aktifitas masyarakat dan pembangunan berkelanjutan dalam rangka mewujudkan Kabupaten Paser yang maju, mandiri, agamais, dan sejahtera. Pasal 6 (1) Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 disusun kebijakan penataan ruang wilayah. (2) Kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pengembangan pusat-pusat kegiatan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi secara berhirarki; b. pengembangan prasarana dan sarana transportasi Kabupaten yang terkoneksi dengan sistem transportasi nasional, regional, dan lokal dalam mendukung potensi wilayah; c. peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana energi, telekomunikasi, sumber daya air, dan pengelolaan lingkungan; d. pemantapan kelestarian kawasan lindung dalam bentuk pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup; e. pengembangan kawasan budidaya dalam bentuk perwujudan dan peningkatan keterpaduan antar kegiatan budidaya; f. penetapan kawasan strategis untuk mendukung pengembangan Kabupaten sesuai dengan potensi dan prioritas pengembangan; g. penetapan dan penegasan batas wilayah darat dan laut Kabupaten Paser; dan h. perlindungan dan pengelolaan wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil di sekitar kawasan perbatasan laut serta pemanfaatan sumberdaya yang ada di dalamnya.
Bagian Ketiga Strategi Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Pasal 7 (1) Untuk mewujudkan kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, disusun strategi penataan ruang wilayah Kabupaten. (2) Pengembangan pusat-pusat kegiatan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi secara berhirarki sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a disusun dengan strategi: a. mengembangkan sistem pusat kegiatan PKW, PKL, PPK dan PPL; b. memantapkan fungsi pusat kegiatan dan melalui pengembangan sarana prasarana penunjang kegiatan; c. mengembangkan aksesibilitas wilayah; d. meningkatkan keterkaitan kegiatan ekonomi di kawasan perkotaan dengan perdesaan; dan (3) Pengembangan prasarana dan sarana transportasi Kabupaten yang terkoneksi dengan sistem transportasi nasional, regional, dan lokal dalam mendukung potensi wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b disusun dengan strategi: a. menata sistem transportasi yang membentuk sistem jaringan pergerakan antar pusat kegiatan dan wilayah pelayanannya; b. menetapkan jalan sesuai dengan fungsi, kapasitas dan tingkat pelayanannya; c. mengintegrasikan sistem transportasi Kabupaten dengan simpul-simpul transportasi regional dan nasional; d. mengembangkan sistem transportasi kawasan perdesaan - perkotaan; e. mengembangkan angkutan umum massal baik angkutan barang maupun angkutan penumpang; dan f. mengembangkan prasarana dan sarana transportasi wisata. (4) Peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana energi, telekomunikasi, sumber daya air, dan pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf c disusun dengan strategi: a. meningkatkan ketersediaan energi listrik dan mengembangkan energi baru terbarukan; b. mengembangkan jaringan telekomunikasi di wilayah kegiatan ekonomi baru dan wilayah terpencil; c. menjaga keseimbangan ketersediaan air; d. mempertahankan jumlah dan jumlah luasan daerah irigasi; e. meningkatkan cakupan wilayah pelayanan sistem penyediaan air minum perpipaan dan non perpipaan; f. mengembangkan dan mengoptimalkan sistem pengelolaan sampah; g. mengembangkan, meningkatkan, dan menangani sistem pengolahan limbah industri kecil dan rumah tangga; h. melakukan pembangunan sistem drainase yang terpadu; dan i. mengembangkan pelayanan sanitasi di wilayah perkotaan dan perdesaan. (5) Pemantapan kelestarian kawasan lindung dalam bentuk pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf d disusun dengan strategi:
a. b. c. d. e.
menetapkan dan memetakan kawasan lindung serta fungsinya; mengembalikan fungsi hutan lindung pada kawasan yang mengalami kerusakan; membatasi kegiatan budidaya yang dapat mengganggu fungsi kawasan lindung; mempertahankan dan melestarikan kawasan resapan air; melestarikan habitat dan ekosistem khusus pada kawasan suaka alam dan cagar budaya; f. meningkatkan fungsi kawasan suaka alam dan cagar budaya sebagai tempat wisata dan obyek penelitian; g. menetapkan kawasan rawan multi-bencana melalui kegiatan pemetaan; dan h. mengembangkan sistem peringatan dini, jalur, dan ruang evakuasi bencana. (6) Pengembangan kawasan budidaya dalam bentuk perwujudan dan peningkatan keterpaduan antar kegiatan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf e, disusun dengan strategi: a. menetapkan kawasan budidaya sesuai fungsinya berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup; b. mengendalikan dampak negatif kegiatan budidaya agar tidak menurunkan kualitas lingkungan hidup; c. mengembangkan kawasan budidaya melalui peningkatan nilai ekonomis kawasan dan fungsi sosial; d. mengembangkan sektor kehutanan dan pengolahan hasil hutan; e. mengembangkan sentra produksi dan usaha berbasis perikanan; f. mengendalikan secara ketat pengelolaan lingkungan kawasan pertambangan; g. mengembangkan kawasan peruntukan industri pada jalur transportasi regional dan nasional; h. mengembangkan dan memberdayakan industri berbasis bahan baku lokal dari hasil pertanian, peternakan, perkebunan, perikanan darat, dan hasil tambang; dan i. mengembangkan kawasan peruntukan permukiman terpadu. (7) Penetapan kawasan strategis untuk mendukung pengembangan Kabupaten sesuai dengan potensi dan prioritas pengembangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf f, disusun dengan strategi: a. mengembangkan kawasan strategis berdasarkan sudut kepentingan ekonomi; b. mengembangkan kawasan strategis berdasarkan sudut kepentingan sosial budaya; dan c. memantapkan dan mengembangkan kawasan strategis berdasarkan sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup. (8) Penetapan dan penegasan batas wilayah darat dan laut Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf g dilaksanakan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan melalui kesepakatan dengan daerah yang berbatasan. (9) Perlindungan dan pengelolaan wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil di sekitar kawasan perbatasan laut serta pemanfaatan sumberdaya yang ada di dalamnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf h dilaksanakan dengan strategi: a. menyusun rencana strategis wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil; b. menyusun rencana zonasi wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil; c. menyusun rencana pengelolaan wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil; dan d. menyusun rencana aksi pengelolaan wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil.
BAB IV RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN Bagian Kesatu Umum Pasal 8 (1) Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten terdiri atas: a. sistem pusat permukiman; dan b. sistem jaringan prasarana wilayah. (2) Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian skala minimal 1 : 50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Bagian Kedua Sistem usat Permukiman Pasal 9 Rencana sistem pusat permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a, terdiri atas: a. sistem perkotaan; dan b. sistem perdesaan. Paragraf 1 Sistem Perkotaan Pasal 10 (1) Sistem perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a meliputi: a. sistem pusat kegiatan; dan b. fungsi pusat kegiatan. (2) Sistem pusat kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. PKW berada di perkotaan Tana Paser di Kecamatan Tanah Grogot. b. PKL meliputi: 1. perkotaan Long Kali di Kecamatan Long Kali. 2. perkotaan Long Ikis di Kecamatan Long Ikis; 3. perkotaan Kuaro di Kecamatan Kuaro; 4. perkotaan Muara Komam di Kecamatan Muara Komam; dan 5. perkotaan Batu Kajang di Kecamatan Batu Sopang. c. PPK meliputi: 1. perkotaan Pasir Belengkong di Kecamatan Pasir Belengkong; 2. perkotaan Kerang di Kecamatan Batu Engau; 3. perkotaan Muser di Kecamatan Muara Samu; dan 4. perkotaan Tanjung Aru di Kecamatan Tanjung Harapan.
(3) Fungsi pusat kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: a. PKW sebagai pusat pemerintahan, pelayanan sosial dan ekonomi, perdagangan dan jasa, permukiman, simpul transportasi nasional dan antar wilayah, dan pelayanan lainnya dengan skala regional antar Kabupaten; b. PKL sebagai pusat pemerintahan, pelayanan sosial dan ekonomi, perdagangan dan jasa, kota persinggahan, produksi dan pemasaran hasil sumber daya alam, permukiman dan pelayanan lainnya dengan skala Kabupaten; dan c. PPK sebagai pusat pemerintahan, pelayanan sosial dan ekonomi, perdagangan dan jasa, produksi dan pemasaran hasil SDA dan hasil laut, permukiman, budaya, dan pelayanan lainnya dengan skala lokal. (4) Pengembangan sistem perkotaan perlu dibarengi dengan upaya pengembangan secara terintegrasi dan sinergis antara fungsi PKW dengan PKL, dan PPK melalui realisasi hubungan produksi, distribusi, dan fungsional serta perlu adanya upaya pengembangan dan pemerataan fungsi di semua bagian wilayah yang terintegrasi dengan sistem kegiatan yang akan dikembangkan. (5) Pada setiap pusat kegiatan perlu direncanakan pengembangan infrastruktur pendukung terutama untuk mendorong perkembangan kegiatan ekonomi lokal. (6) Untuk operasionalisasi RTRW Kabupaten, disusun Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Perkotaan meliputi: a. RDTR Kawasan perkotaan Tanah Grogot; b. RDTR Kawasan perkotaan Long Kali; c. RDTR Kawasan perkotaan Long Ikis; d. RDTR Kawasan perkotaan Kuaro; e. RDTR Kawasan perkotaan Batu Sopang; f. RDTR Kawasan perkotaan Muara Komam; g. RDTR Kawasan perkotaan Muara Samu; h. RDTR Kawasan perkotaan Pasir Belengkong; i. RDTR Kawasan perkotaan Batu Engau; j. RDTR Kawasan perkotaan Tanjung Harapan; dan k. RDTR Kawasan cepat tumbuh Kuaro - Tanah Grogot. Paragraf 2 Sistem Perdesaan Pasal 11 (1) Sistem perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b terdiri atas: a. PPL; b. kawasan agropolitan; dan c. kawasan minapolitan. (2) PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dengan fungsi utama sebagai pusat pelayanan permukiman perdesaan meliputi: a. Desa Sebakung Taka di Kecamatan Long Kali; b. Desa Mendik di Kecamatan Long Kali; c. Desa Bukit Seloka di Kecamatan Long Ikis; d. Desa Belimbing di Kecamatan Long Ikis; e. Desa Tiwei di Kecamatan Long Ikis; f. Desa Rantau Atas di Kecamatan Muara Samu; g. Desa Muara Payang di Kecamatan Muara Komam;
h. i. j. k. l. m.
Desa Desa Desa Desa Desa Desa
Muara Kuaro di Kecamatan Muara Komam; Suliliran Baru di Kecamatan Pasir Belengkong; Kersik Bura di Kecamatan Pasir Belengkong; Olong Pinang di Kecamatan Pasir Belengkong; Mengkudu di Kecamatan Batu Engau; dan Lori di Kecamatan Tanjung Harapan.
(3) Kawasan agropolitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan fungsi utama sebagai pusat pengembangan kawasan berbasis sektor pertanian berada di Desa Padang Pengrapat di Kecamatan Tanah Grogot. (4) Kawasan minapolitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dengan fungsi utama sebagai pusat pengembangan kawasan berbasis sektor kelautan dan perikanan meliputi: a. Desa Pondong Baru di Kecamatan Kuaro; b. Desa Lori di Kecamatan Tanjung Harapan; dan c. Desa Tanjung Aru di Kecamatan Tanjung Harapan. (5) Perwujudan pengembangan kawasan agropolitan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus sudah berada di luar kawasan lindung. (6) Perwujudan pengembangan kawasan minapolitan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus sudah berada di luar kawasan lindung. (7) Untuk operasionalisasi kawasan agropolitan perlu disusun Masterplan Pengembangan Kawasan Agropolitan. (8) Untuk operasionalisasi kawasan Pengembangan Kawasan Minapolitan.
minapolitan
perlu
disusun
Masterplan
Bagian Ketiga Sistem Jaringan Prasarana Wilayah Pasal 12 Sistem jaringan prasarana wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b, terdiri atas: a. sistem prasarana utama; dan b. sistem prasarana lainnya. Paragraf 1 Sistem Prasarana Utama Pasal 13 Sistem prasarana utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a terdiri atas: a. sistem jaringan transportasi darat; b. sistem jaringan perkeretaapian; c. sistem jaringan transportasi laut; dan d. sistem jaringan transportasi udara.
Pasal 14 (1) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a, terdiri atas: a. jaringan lalu lintas dan angkutan jalan; dan b. jaringan sungai, danau, dan penyeberangan. (2) Jaringan lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. jaringan jalan; b. jaringan prasarana lalu lintas; dan c. jaringan pelayanan lalu lintas. (3) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, terdiri atas: a. rencana jalan bebas hambatan yang menghubungkan Kota Batulicin - Kota Tana Paser - Kuaro - Kota Penajam. b. Jalan Nasional berupa jaringan jalan Arteri Primer yang ada di Kabupaten meliputi: 1. ruas jalan Batuaji - Kuaro; dan 2. ruas jalan Kuaro - Kademan. c. Jalan Nasional berupa jaringan jalan Kolektor Primer 1 (KP 1) yang ada di Kabupaten meliputi: 1. ruas jalan Kerang (batas Provinsi Kalimantan Selatan) - batas Kota Tana Paser; 2. ruas jalan Noto Sunardi (Tana Paser); 3. ruas jalan batas Kota Tana Paser - Lolo; 4. ruas jalan Sudirman (Tana Paser); 5. ruas jalan Kusuma Bangsa (Tana Paser); dan 6. ruas jalan Lolo - Kuaro. d. Jalan Provinsi berupa jalan Kolektor Primer 2 (KP 2) yang ada di Kabupaten meliputi: 1. ruas jalan Tana Paser - Pondongbaru; 2. ruas jalan Ulin - Terminal - Damit; 3. ruas jalan Keluang Lolo - Bekoso - Sangkuriman - Tanah Periuk; 4. ruas jalan Bekoso Lempesu; 5. ruas jalan Janju - Jone/Pondong Baru; 6. ruas jalan Janju - Tanah Merah; 7. ruas jalan Lolo - Biu - Legai; 8. ruas jalan Simpang Pait - Tiwei - Belimbing - Perkuin - Batas Muara Teweh Kabupaten Barito Utara; 9. ruas jalan Biu - Muser - Rantau Atas - Tanjung Pinang; dan 10. ruas jalan Kerang - Tanjung Harapan. e. Jalan Kabupaten berupa jalan Lokal Primer tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. (4) Jaringan prasarana lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, terdiri atas: a. pengembangan terminal penumpang tipe A meliputi: 1. Terminal Kuaro di Kecamatan Kuaro; dan 2. Terminal Tepian Batang di Kecamatan Tanah Grogot. b. pengembangan terminal penumpang tipe C meliputi: 1. Terminal Tana Paser di Kecamatan Tanah Grogot; 2. Terminal Long Kali di Kecamatan Long Kali; 3. Terminal Simpang Pait di Kecamatan Long Ikis; 4. Terminal Muara Komam di Kecamatan Muara Komam; dan 5. Terminal Kerang di Kecamatan Batu Engau;
(5) Jaringan pelayanan lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, berupa trayek angkutan penumpang terdiri atas: a. trayek Antar Kota Antar Propinsi (AKAP) meliputi: 1. rute Tana Paser - Banjarmasin PP; 2. rute Tana Paser - Batu Licin PP; 3. rute Tana Paser - Tanjung/Barabai/Amuntai PP; dan 4. rute Kuaro - Tanjung PP. b. trayek Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP) meliputi: 1. rute Tana Paser - Kerang PP; 2. rute Tana Paser - Pondong PP; 3. rute Tana Paser - Payo Klato PP; 4. rute Tana Paser - Lori PP; 5. rute Tana Paser - Muara Komam PP; 6. rute Tana Paser - Tanjung Aru PP; 7. rute Tana Paser - Muser PP; 8. rute Tana Paser - Penajam PP; 9. rute Kuaro - Tana Paser PP; 10. rute Kuaro - Muara Komam PP; 11. rute Kuaro - Long Ikis - Long Kali PP; 12. rute Kuaro - Penajam PP; 13. rute Long Kali - Mendik - Muara Pias - Muara Toyu PP; 14. rute Long Kali - Muara Telake PP; 15. rute Simpang Pait - Tiwei - Belimbing - Muara Lambakan - Kepala Telake PP; 16. rute Kerang - Segendang - Tanjung Aru PP; 17. rute Kerang - Muser PP; dan 18. rute Muara Komam - Muara Kuaro - Muara Payang - Lusan PP. c. trayek angkutan kota yaitu rute dalam Kota Tana Paser. (6) Jaringan sungai, danau, dan penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi: a. alur pelayaran sungai dan danau; dan b. pelabuhan sungai dan danau. (7) Alur pelayaran sungai, danau, dan penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a, meliputi: a. alur pelayaran Tana Paser - arah hulu Sungai Kendilo; b. alur pelayaran Tana Paser - Muara Pasir; c. alur pelayaran Tanjung Aru - Lori; dan d. alur pelayaran Muara Telake - Long Kali - Bentetualan - Muara Toyu. (8) Pelabuhan sungai dan danau sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b, yaitu Pelabuhan Tana Paser di Kecamatan Tanah Grogot. (9) Pengembangan sistem jaringan transportasi darat harus meminimalkan lintasan pada yang berada di kawasan lindung. Pasal 15 (1) Sistem jaringan perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b, terdiri atas: a. jalur kereta api; dan b. stasiun kereta api.
(2) Jalur kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, berupa jaringan jalur kereta api umum yaitu jaringan jalur kereta api nasional yang melewati Kecamatan Batu Engau - Kecamatan Pasir Belengkong - Kecamatan Tanah Grogot - Kecamatan Kuaro - Kecamatan Long Ikis - Kecamatan Long Kali. (3) Stasiun kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, berupa pembangunan stasiun skala besar di Kecamatan Tanah Grogot. Pasal 16 (1) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf c, terdiri atas: a. tatanan kepelabuhanan; dan b. alur pelayaran. (2) Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas: a. pelabuhan pengumpul; dan b. pelabuhan pengumpan. (3) Pelabuhan pengumpul sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, yaitu Pelabuhan Pondong di Kecamatan Kuaro. (4) Pelabuhan pengumpan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, terdiri atas: a. pelabuhan pengumpan regional meliputi: 1. pelabuhan Tanah Merah; 2. pelabuhan Muara Adang; 3. pelabuhan Bentala; 4. pelabuhan Lori; dan 5. pelabuhan Teluk Adang b. pelabuhan pengumpan lokal meliputi: 1. pelabuhan Sungai Lerong; 2. pelabuhan Sungai Lombok; 3. pelabuhan Sungai Apar Kecil; dan 4. pelabuhan Tanjung Aru. (5) Alur pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, berupa alur pelayaran nasional yaitu alur pelayaran Pelabuhan Pondong, Tanah Merah, Muara Adang, Bentala, dan Lori. Pasal 17 (1) Sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf d, terdiri atas: a. tatanan kebandarudaraan; dan b. ruang udara untuk penerbangan. (2) Tatanan kebandarudaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, berupa Bandar Udara Paser sebagai bandar udara pengumpan di Desa Rantau Panjang Padang Pengrapat Kecamatan Tanah Grogot. (3) Ruang udara untuk penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, diatur lebih lanjut dalam rencana induk bandar udara.
Paragraf 2 Sistem Prasarana Lainnya Pasal 18 Sistem prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b, terdiri atas: a. sistem jaringan energi; b. sistem jaringan terestrial; c. sistem jaringan sumber daya air; dan d. sistem prasarana pengelolaan lingkungan. Pasal 19 (1) Sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf a, terdiri atas: a. pembangkit tenaga listrik; dan b. jaringan prasarana energi. (2) Pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi: a. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD); b. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU); c. Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH); dan d. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). (3) Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, meliputi: a. PLTD Long Ikis di Kecamatan Long Ikis; b. PLTD Kuaro di Kecamatan Kuaro; c. PLTD Tanah Grogot di Kecamatan Tanah Grogot; d. PLTD Batu Engau di Kecamatan Batu Engau; e. PLTD Batu Sopang di Kecamatan Batu Sopang; f. PLTD Muara Komam di Kecamatan Muara Komam; g. PLTD Muser di Kecamatan Muara Samu; dan h. PLTD Tanjung Harapan di Kecamatan Tanjung Harapan. (4) Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, di Kecamatan Tanah Grogot. (5) Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, meliputi: a. Kecamatan Long Kali meliputi Desa Muara Lambakan, Pinang Jatus, Muara Toyu, Kepala Telake; b. Kecamatan Long Ikis meliputi Desa Tiwei; c. Kecamatan Muara Samu meliputi Desa Muser, Suweto, Rantau Atas, Tanjung Pinang; dan d. Kecamatan Muara Komam meliputi Desa Long Sayo, Lusan, Swanslutung, Sekuan Makmur/Trans Kate. (6) Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d, tersebar di seluruh wilayah Kabupaten. (7) Jaringan prasarana energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas: a. jaringan pipa minyak dan gas bumi; dan b. jaringan transmisi tenaga listrik.
(8) Jaringan pipa minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a, melalui Kecamatan Muara Komam - Batu Sopang - Kuaro - Long Ikis - Long Kali. (9) Jaringan transmisi tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b, terdiri atas: a. pembangunan jaringan transmisi yang menghubungkan sistem Samarinda ke sistem Balikpapan untuk mendorong adanya inducing power bagi pertumbuhan kegiatan industri di bagian selatan Provinsi Kalimantan Timur, yaitu Balikpapan, Penajam, Tanah Grogot - Kalimantan Selatan; dan b. pembangunan jaringan transmisi tegangan tinggi berkapasitas 150 KV meliputi: 1. transmisi Petung - Incomer 1 phi (Karjo - Kuaro); 2. Karang Joang - Kuaro; 3. Kuaro - Perbatasan; dan (10) Teluk Balikpapan/Kariangau - Incomer 2 phi (Karjo - Kuaro). Pasal 20 (1) Sistem jaringan terestrial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf b, terdiri atas: a. sistem jaringan kabel; dan b. sistem jaringan nirkabel. (2) Sistem jaringan kabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas: a. pengembangan jaringan mikro digital meliputi: 1. Jalur Penajam - Tanah Grogot; dan 2. Tanah Grogot - Batas Provinsi Kalimantan Selatan. b. pengembangan kapasitas pelayanan Stasiun Telepon Otomat (STO) di Kecamatan Tanah Grogot; c. pengembangan jaringan prasarana telekomunikasi untuk melayani dan menjangkau seluruh wilayah Kabupaten; dan d. pengembangan jaringan serat optik dan jaringan kabel telepon di kawasan perkotaan di seluruh wilayah Kabupaten. (3) Sistem jaringan nirkabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas: a. pengembangan jaringan telekomunikasi nirkabel diarahkan pada wilayah yang tidak terlayani dengan sistem kabel; dan b. pengembangan prasarana telekomunikasi nirkabel melalui penataan dan pengendalian pembangunan menara telekomunikasi bersama. (4) Penataan dan pengendalian pembangunan menara telekomunikasi bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, diatur lebih lanjut sesuai peraturan perundang-undangan.
Pasal 21 (1) Sistem jaringan sumberdaya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf c,
terdiri atas: a. Wilayah Sungai (WS); b. Cekungan Air Tanah (CAT); c. jaringan Irigasi; d. jaringan air baku untuk air minum; e. jaringan air minum ke kelompok pengguna; f. sistem pengendali banjir; dan g. sistem pengamanan pantai. (2) Wilayah sungai (WS) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu WS Kendilo
sebagai a. DAS b. DAS c. DAS d. DAS
WS Lintas Kabupaten meliputi: Kendilo; Telake; Adang-Kuaro; dan Kerang-Segendang.
(3) Cekungan Air Tanah (CAT) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
a. CAT Apar berada di dalam wilayah Kabupaten Paser; b. CAT Tabanio berada di dalam wilayah Kabupaten Paser; c. CAT Sebakung yang merupakan CAT lintas Kabupaten/Kota, yaitu melewati Kabupaten Paser dan Kabupaten Penajam Paser Utara; dan d. CAT Muara Payang yang merupakan CAT lintas Provinsi, yaitu melewati Provinsi Kalimantan Tengah dan Provinsi Kalimantan Timur. (4) Jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi:
a. Daerah Irigasi (DI) yang menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten sebanyak 30 (tiga puluh) DI sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini; b. rehabilitasi, pemeliharaan, dan peningkatan jaringan irigasi yang ada; c. pengembangan Daerah Irigasi (DI) pada seluruh daerah potensial yang memiliki lahan pertanian yang ditujukan untuk mendukung ketahanan pangan dan pengelolaan lahan pertanian pangan berkelanjutan; dan d. tidak diperbolehkan konversi alih fungsi sawah irigasi teknis dan setengah teknis menjadi kegiatan budidaya lokal lainnya. (5) Jaringan air baku untuk air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,
terdiri atas: a. pengembangan sumber air baku meliputi Sungai Kendilo, Sungai Telake, Sungai Lombok, Sungai Muru, Sungai Komam, Sungai Setiu, dan Sungai Kerang; b. rencana pengembangan jaringan sumber air baku mengutamakan air permukaan dengan prinsip keterpaduan air tanah; c. SPAM di Kabupaten dipadukan dengan sistem jaringan sumber daya air untuk menjamin ketersediaan air baku; d. prasarana jaringan air minum meliputi intake air baku, jaringan perpipaan air baku, dan instalasi pengolahan air minum yang dikembangkan pada lokasi air baku potensial serta pusat-pusat permukiman di seluruh kecamatan; dan e. pembangunan rehabilitasi serta operasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana pengelolaan air baku untuk air minum.
(6) Jaringan air minum ke kelompok pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf e, meliputi: a. pengembangan sistem jaringan air minum perpipaan di kawasan perkotaan; dan b. pengembangan jaringan air minum dengan memanfaatkan sumber air baku di kawasan permukiman perdesaan. c. perluasan jaringan pelayanan yang dapat menjangkau daerah-daerah yang membutuhkan air minum; d. pembangunan jaringan perpipaan mandiri perdesaan dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber air permukaan dan sumber air tanah; dan e. pemanfaatan secara optimal keberadaan sumur sebagai fasilitas penyediaan air minum di desa-desa rawan kekurangan air minum. (7) Sistem pengendalian banjir di wilayah perkotaan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) huruf f, meliputi: a. penetapan kawasan rawan bencana banjir melalui pemetaan skala 1: 50.000; b. normalisasi dan rehabilitasi sungai, kali, dan saluran drainase; c. pembangunan tanggul, rehabilitasi, operasi, dan pemeliharaan bangunanbangunan pengendali banjir di seluruh sungai rawan banjir; d. pembangunan embung; e. rehabilitasi dan pemantapan fungsi kawasan resapan air dan kawasan sempadan sungai; dan f. pengendalian dan pembatasan kegiatan budidaya pada kawasan resapan air dan kawasan sempadan sungai.
(8) Sistem pengamanan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, dilakukan
dengan: a. pembangunan, rehabilitasi serta operasi dan pemeliharaan bangunan-bangunan pengendali banjir dan pengamanan pantai seperti pemecah gelombang di pesisir pantai wilayah Kabupaten; dan b. sistem vegetatif/konservasi dan rehabilitasi mangrove di pesisir pantai wilayah Kabupaten. (9) Pengelolaan sumberdaya air didasarkan pada konsep pengelolaan DAS dengan
memperhatikan prinsip-prinsip, satu DAS, satu perencanaan, dan satu pengelolaan. Pasal 22
(1) Sistem prasarana pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf d, terdiri atas: a. sistem pengelolaan persampahan; b. sistem pengelolaan air limbah; c. sistem pengelolaan air minum; d. sistem jaringan drainase; dan e. jalur dan ruang evakuasi bencana. (2) Sistem pengelolaan persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi: a. pengelolaan persampahan harus dilakukan dengan sistem terpusat; b. pengembangan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah dengan menggunakan sistem sanitary landfill meliputi: 1. TPA Janju di Kecamatan Tanah Grogot; 2. TPA Batu Sopang di Kecamatan Batu Sopang; dan 3. TPA Long Ikis di Kecamatan Long Ikis.
c. pengembangan Tempat Penampungan Sementara (TPS) sesuai standar pelayanan tersebar di seluruh wilayah Kabupaten; d. penentuan lokasi sistem pengelolaan persampahan harus berada di luar kawasan lindung; e. pengelolaan persampahan skala lingkungan berbasis masyarakat dengan menggunakan konsep pengurangan (reduce), penggunaan kembali (reuse) dan pendaurulangan (recycle) secara terpadu dan mandiri; f. pengembangan kerjasama pengelolaan sampah antar daerah, pihak swasta dan masyarakat; dan g. penetapan peraturan daerah tentang sistem pengelolaan sampah yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. (3) Sistem pengelolaan air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi: a. pengembangan sistem pengelolaan limbah domestik dan non domestik dengan sistem pengelolaan setempat (on-site sanitation) dan sistem pengelolaan terpusat (off-site sanitation); b. pengelolaan air imbah secara setempat dilengkapi bidang resapan dengan sistem tangki septik individu dan sistem tangki septik komunal; c. sistem pembuangan limbah domestik kawasan perkotaan dengan pengembangan instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT); d. sistem pembuangan air limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3) untuk kegiatan industri dengan menggunakan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL); e. penentuan lokasi sistem pengelolaan air limbah harus berada di luar kawasan lindung; dan f. setiap pembangunan permukiman harus dilengkapi dengan saluran pembuangan air limbah. (4) Sistem pengelolaan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi: a. pengembangan sumber air terutama dari sungai-sungai yang ada dan beberapa sumber air baku lainnya; b. Untuk penduduk yang berada jauh dari aliran sungai utama diarahkan memenuhi kebutuhan air bersih dari air tanah dangkal yang berupa sumur gali dan sumur pompa dengan kedalaman bervariasi antara 5-15 m; c. peningkatan pelayanan untuk domestik melalui sambungan ke rumah (sambungan langsung); d. peningkatan pelayanan sambungan keran umum; dan e. peningkatan pelayanan kebutuhan non domestik. (5) Sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi: a. pengembangan drainase wilayah Kabupaten dilakukan secara terpadu dengan pendekatan ramah lingkungan; b. pengembangan drainase wilayah Kabupaten dengan mengintegrasikan sistem drainase dengan sistem DAS dan Sub DAS; c. pembangunan prasarana penangkapan air hujan berupa sumur resapan atau kolam retensi pada kepemilikan lahan yang luas sehingga air hujan dapat meresap ke tanah; d. pengembangan saluran tersier (rumah tangga/daerah tangkapan) menuju saluran sekunder dan primer dengan memperhitungkan retensi air hujan; dan e. pengembangan kolam retensi berdasarkan debit banjir pada skala kawasan.
(6) Jalur dan ruang evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, terdiri atas: a. penetapan jalur evakuasi bencana alam dengan mengoptimalkan jaringan jalan yang ada; dan b. pengembangan ruang evakuasi bencana meliputi: 1. lapangan olah raga setempat; 2. bangunan pemerintah setempat; 3. bangunan sekolah setempat; dan 4. bangunan lainnya yang memenuhi persyaratan sesuai ketentuan peraturan perundangan. BAB V RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN Bagian Kesatu Umum Pasal 23 (1) Rencana pola ruang wilayah Kabupaten terdiri atas: a. kawasan lindung; dan b. kawasan budidaya. (2) Penentuan kawasan lindung dan budidaya harus memperhatikan daya dukung lingkungan dan kebutuhan pengembangan wilayah dengan menitikberatkan pada keberlanjutan pembangunan. (3) Rencana pola ruang wilayah Kabupaten digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian minimal skala 1 : 50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Bagian Kedua Kawasan Lindung Pasal 24 Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a, terdiri atas: a. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya; b. kawasan perlindungan setempat; c. kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya; d. kawasan rawan bencana alam; e. kawasan lindung geologi; dan f. kawasan lindung lainnya. Paragraf 1 Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya Pasal 25 (1) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a, terdiri atas : a. kawasan hutan lindung; dan b. kawasan resapan air.
bawahannya
(2) Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a, seluas kurang lebih 118.957 hektar, meliputi: a. Hutan lindung Gunung Beratus berada di Kecamatan Long Kali; b. Hutan lindung Gunung Lumut meliputi: 1. Kecamatan Long Kali; 2. Kecamatan Long Ikis; 3. Kecamatan Batu Sopang; dan 4. Kecamatan Muara Komam. c. Hutan lindung Sungai Samu meliputi: 1. Kecamatan Muara Samu; 2. Kecamatan Batu Sopang; dan 3. Kecamatan Muara Komam. d. Hutan lindung Hilir Sungai Sawang berada di Kecamatan Muara Samu; dan e. Hutan lindung Hulu Sungai Kendilo - Gunung Ketam meliputi: 1. Kecamatan Long Kali; dan 2. Kecamatan Muara Komam. (3) Kawasan resapan air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b seluas kurang lebih 12.903 hektar, meliputi: a. Kecamatan Long Ikis; b. Kecamatan Kuaro; c. Kecamatan Batu Sopang; dan d. Kecamatan Muara Komam. Paragraf 2 Kawasan Perlindungan Setempat Pasal 26 (1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b, terdiri atas: a. sempadan pantai; b. sempadan sungai; dan c. kawasan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan. (2) Sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a seluas kurang lebih 895 hektar tersebar di sepanjang pantai timur wilayah Kabupaten meliputi: a. Kecamatan Long Kali; b. Kecamatan Long Ikis; c. Kecamatan Kuaro; d. Kecamatan Tanah Grogot; e. Kecamatan Pasir Belengkong; dan f. Kecamatan Tanjung Harapan. (3) Sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b seluas kurang lebih 25.222 hektar merupakan kawasan sepanjang kiri-kanan sungai, termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer yang tersebar di seluruh kecamatan yang dilewati oleh sungai. (4) Kawasan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.
Paragraf 3 Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam, dan Cagar Budaya Pasal 27 (1) Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf c, terdiri atas: a. kawasan cagar alam; b. kawasan pantai berhutan bakau; c. kawasan taman hutan raya; dan d. kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan. (2) Kawasan cagar alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a seluas kurang lebih 102.361 hektar, meliputi: a. Cagar Alam Teluk Adang meliputi: 1. Kecamatan Long Kali; 2. Kecamatan Long Ikis; 3. Kecamatan Kuaro; dan 4. Kecamatan Tanah Grogot. b. Cagar Alam Teluk Apar meliputi: 1. Kecamatan Pasir Belengkong; dan 2. Kecamatan Tanjung Harapan. (3) Kawasan pantai berhutan bakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf bseluas kurang lebih 26.175 hektar berada di sepanjang pesisir wilayah Kabupaten meliputi: a. Kecamatan Long Kali; b. Kecamatan Long Ikis; c. Kecamatan Kuaro; d. Kecamatan Tanah Grogot; e. Kecamatan Pasir Belengkong; f. Kecamatan Batu Engau; dan g. Kecamatan Tanjung Harapan. (4) Kawasan taman hutan raya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c seluas kurang lebih 3.995 hektar yaitu Taman Hutan Raya Lati Petangis berada di Desa Petangis Kecamatan Batu Engau. (5) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi: a. kawasan Situs Kesultanan Sadurangas di Kecamatan Pasir Belengkong; b. kawasan makam-makam Raja/Sultan di Kecamatan Pasir Belengkong; c. kawasan Situs Batu Megalit di Desa Muara Toyu, Kecamatan Long Kali; dan d. kawasan Situs Goa Tengkorak di Desa Kasungai di Kecamatan Batu Sopang.
Paragraf 4 Kawasan Rawan Bencana Alam Pasal 28 (1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf d, terdiri atas: a. kawasan rawan bencana banjir; b. kawasan rawan bencana longsor; c. kawasan rawan gelombang pasang; dan d. kawasan rawan kebakaran. (2) Kawasan rawan bencana alam digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian minimal skala 1 : 50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. (3) Kawasan rawan bencana banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi: a. Kecamatan Long Kali; b. Kecamatan Long Ikis; c. Kecamatan Kuaro; d. Kecamatan Tanah Grogot; e. Kecamatan Pasir Belengkong; f. Kecamatan Batu Engau; dan g. Kecamatan Tanjung Harapan. (4) Kawasan kawasan rawan bencana longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, merupakan kawasan rawan gerakan tanah dengan kerentanan tinggi meliputi: a. Kecamatan Batu Sopang; b. Kecamatan Long Ikis; c. Kecamatan Long Kali; d. Kecamatan Muara Komam; e. Kecamatan Pasir Belengkong; dan f. Kecamatan Tanjung Harapan. (5) Kawasan rawan bencana lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas: a. Kawasan rawan bencana gelombang pasang berada di semua wilayah kecamatan yang memiliki pantai meliputi: 1. Kecamatan Long Kali; 2. Kecamatan Long Ikis; 3. Kecamatan Kuaro; 4. Kecamatan Tanah Grogot; 5. Kecamatan Pasir Belengkong; dan 6. Kecamatan Tanjung Harapan. b. Kawasan rawan bencana kebakaran meliputi: 1. Kecamatan Long Kali; 2. Kecamatan Long Ikis; 3. Kecamatan Kuaro; 4. Kecamatan Tanah Grogot; 5. Kecamatan Batu Sopang; 6. Kecamatan Pasir Belengkong; dan 7. Kecamatan Batu Engau.
Paragraf 5 Kawasan Lindung Geologi Pasal 29 (1) Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf e, terdiri atas: a. kawasan cagar alam geologi; b. kawasan rawan bencana alam geologi; dan c. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah. (2) Kawasan cagar alam geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, berupa kawasan dengan keunikan bentang alam karst meliputi: a. Kecamatan Batu Sopang; dan b. Kecamatan Muara Komam. (3) Kawasan rawan bencana alam geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, berupa kawasan yang memiliki kerawanan terhadap gempa bumi berada di Kecamatan Long Ikis. (4) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah berupa sempadan mata air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dengan jarak 200 meter sekeliling mata air di luar kawasan permukiman dan 100 meter sekeliling mata air di dalam kawasan permukiman seluas kurang lebih 16 hektar meliputi: a. Desa Petiku di Kecamatan Long Kali; b. Desa Muara Telake di Kecamatan Longkali. c. Desa Teluk Waru di Kecamatan Long Ikis; d. Desa Pasir Mayang di Kecamatan Kuaro; e. Desa Kendarom di Kecamatan Kuaro; f. Desa Muara Pasir di Kecamatan Tanah Grogot; g. Desa Laburan di Kecamatan Pasir Belengkong; h. Desa Keladen di Kecamatan Tanjung Harapan; i. Desa Selengot di Kecamatan Tanjung Harapan; j. Desa Labuangkallo di Kecamatan Tanjung Harapan; dan k. Desa Tanjung Aru di Kecamatan Tanjung Harapan. Paragraf 6 Kawasan Lindung Lainnya Pasal 30 (1) Kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf f, terdiri atas: a. kawasan perlindungan plasma nutfah; dan b. kawasan pengungsian satwa. (2) Kawasan perlindungan plasma nutfah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas: a. kawasan perlindungan plasma nutfah darat; dan b. kawasan perlindungan plasma nutfah perairan.
(3) Kawasan perlindungan plasma nutfah darat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a seluas kurang lebih 911 hektar, meliputi: a. Kecamatan Long Kali; b. Kecamatan Long Ikis; c. Kecamatan Kuaro; d. Kecamatan Batu Sopang; e. Kecamatan Muara Komam; dan f. Kecamatan Tanjung Harapan. (4) Kawasan perlindungan plasma nutfah perairan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, meliputi: a. Kecamatan Long Kali; b. Kecamatan Long Ikis; c. Kecamatan Kuaro; d. Kecamatan Tanah Grogot; dan e. Kecamatan Tanjung Harapan. (5) Kawasan pengungsian satwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas: a. pengungsian satwa Biuku meliputi: 1. kawasan Hutan Lindung Gunung Lumut di Kecamatan Long Kali, Long Ikis, Batu Sopang, dan Muara Komam; dan 2. kawasan Air Terjun Modang di Kecamatan Kuaro. b. pengungsian jenis burung-burung dari Australia berada di Desa Riwang dan Desa Tanjung Aru di Kecamatan Tanjung Harapan. Bagian Ketiga Kawasan Budidaya Pasal 31 Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf b, terdiri atas: a. kawasan peruntukkan hutan produksi; b. kawasan peruntukkan pertanian; c. kawasan peruntukkan perikanan; d. kawasan peruntukkan pertambangan; e. kawasan peruntukkan industri; f. kawasan peruntukkan pariwisata; g. kawasan peruntukkan permukiman; dan h. kawasan peruntukan lainnya. Paragraf 1 Kawasan Peruntukkan Hutan Produksi Pasal 32 (1) Kawasan peruntukkan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf a, terdiri atas: a. Hutan Produksi Terbatas (HPT); b. Hutan Produksi Tetap (HP); dan c. Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi (HPK).
(2) Hutan Produksi Terbatas (HPT) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a seluas kurang lebih 180.036 hektar, meliputi: a. HPT Sungai Sawang meliputi: 1. Kecamatan Muara Komam; 2. Kecamatan Batu Sopang; 3. Kecamatan Muara Samu; dan 4. Kecamatan Batu Engau. b. HPT Hulu Sungai Kendilo - Sungai Payang meliputi: 1. Kecamatan Long Kali; 2. Kecamatan Muara Komam; dan 3. Kecamatan Batu Sopang. c. HPT Hulu Sungai Kendilo - Gunung Ketam berada di Kecamatan Muara Komam; dan d. HPT Sungai Toyu - Gunung Ketam meliputi: 1. Kecamatan Long Kali; dan 2. Kecamatan Muara Komam. (3) Hutan Produksi Tetap (HP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b seluas kurang lebih 240.256 hektar, meliputi: a. HP Sungai Kendilo - Sungai Biu meliputi: 1. Kecamatan Muara Samu; dan 2. Kecamatan Batu Engau. b. HP Sungai Segendang - Sungai Samu meliputi: 1. Kecamatan Batu Sopang; 2. Kecamatan Muara Samu; dan 3. Kecamatan Batu Engau. c. HP Sungai Toyu - Sungai Kuaro meliputi: 1. Kecamatan Long Kali; 2. Kecamatan Long Ikis; 3. Kecamatan Kuaro; 4. Kecamatan Batu Sopang; dan 5. Kecamatan Muara Komam. d. HP Sungai Samu berada di Kecamatan Muara Samu; dan e. HP Sungai Lambakan berada di Kecamatan Long Kali. (4) Hutan Produksi Yang Dapat Dikonversi (HPK) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c seluas kurang lebih 9.698 hektar, meliputi: a. HPK Sungai Telake berada di Kecamatan Long Kali; b. HPK Sungai Tiwei berada di Kecamatan Long Ikis; c. HPK Swanslutung berada di Kecamatan Muara Komam; d. HPK Sungai Samu berada di Kecamatan Muara Samu; e. HPK Sungai Dili - Sungai Lomu berada di Kecamatan Batu Engau; dan f. HPK Sungai Kerang berada di Kecamatan Batu Engau.
Paragraf 2 Kawasan Peruntukkan Pertanian Pasal 33 (1) Kawasan peruntukan terdiri atas: a. kawasan budidaya b. kawasan budidaya c. kawasan budidaya d. kawasan budidaya
pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf b, tanaman pangan; hortikultura; perkebunan; dan peternakan.
(2) Kawasan budidaya tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a seluas kurang lebih 34.787 hektar, tersebar di seluruh wilayah Kabupaten. (3) Kawasan budidaya hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b seluas kurang lebih 14.109 hektar, tersebar di seluruh wilayah Kabupaten. (4) Kawasan budidaya perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c seluas kurang lebih 344.485 hektar, tersebar di seluruh wilayah Kabupaten. (5) Kawasan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, tersebar di seluruh wilayah Kabupaten. (6) Dalam hal penetapan perlindungan kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) diatur lebih lanjut sesuai peraturan perundang-undangan. Paragraf 3 Kawasan Peruntukkan Perikanan Pasal 34 (1) Kawasan peruntukkan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf c, terdiri atas: a. kawasan peruntukan perikanan tangkap; b. kawasan peruntukan perikanan budidaya; dan c. kawasan pengolahan ikan. (2) Kawasan peruntukan perikanan tangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a seluas kurang lebih 123.067 hektar, berada di seluruh kecamatan yang berbatasan langsung dengan wilayah perairan laut meliputi: a. Kecamatan Long Kali; b. Kecamatan Long Ikis; c. Kecamatan Kuaro; d. Kecamatan Tanah Grogot; e. Kecamatan Pasir Belengkong; dan f. Kecamatan Tanjung Harapan. (3) Kawasan peruntukan perikanan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b seluas kurang lebih 5.346 hektar, meliputi:
a. pengembangan budidaya perikanan termasuk budidaya rumput laut dan keramba jaring apung meliputi: 1. Kecamatan Long Kali; 2. Kecamatan Long Ikis; 3. Kecamatan Kuaro; dan 4. Kecamatan Tanjung Harapan. b. pengembangan minapolitan air tawar meliputi: 1. Kecamatan Kuaro; dan 2. Kecamatan Tanah Grogot. c. pengembangan budidaya tambak meliputi: 1. Kecamatan Long Kali; 2. Kecamatan Long Ikis; 3. Kecamatan Kuaro; dan 4. Kecamatan Tanjung Harapan. d. pengembangan budidaya air payau diarahkan untuk dikembangkan di kecamatan yang secara fisik mempunyai potensi air payau. (4) Kawasan pengolahan ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi: a. Kecamatan Long Kali; b. Kecamatan Long Ikis; c. Kecamatan Kuaro; dan d. Kecamatan Tanjung Harapan. Paragraf 4 Kawasan Peruntukkan Pertambangan Pasal 35 (1) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf d, terdiri atas: a. kawasan peruntukan pertambangan mineral dan batubara; dan b. kawasan peruntukan pertambangan minyak dan gas bumi. (2) Kawasan peruntukan pertambangan mineral dan batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas: a. kawasan pertambangan batubara; b. kawasan pertambangan mineral logam; dan c. kawasan pertambangan batuan. (3) Kawasan pertambangan batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, tersebar di seluruh wilayah Kabupaten kecuali Kecamatan Tanah Grogot. (4) Kawasan pertambangan mineral logam sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, terdiri atas: a. emas letakan meliputi: 1. Kecamatan Long Kali; 2. Kecamatan Long Ikis; 3. Kecamatan Batu Sopang; dan 4. Kecamatan Muara Komam. b. potensi emas letakan meliputi: 1. Kecamatan Batu Sopang; dan 2. Kecamatan Pasir Belengkong; c. bijih besi dan nikel tersebar di seluruh wilayah Kabupaten kecuali Kecamatan Tanjung Harapan.
(5) Kawasan pertambangan batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, terdiri atas: a. Kecamatan Tanjung Harapan dengan jenis tambang lempung; b. Kecamatan Batu Engau dengan jenis tambang lempung, sirtu, basal, dan bentonit; c. Kecamatan Muara Samu dengan jenis tambang batu gamping dan lava; d. Kecamatan Muara Komam dengan jenis tambang lempung, batu gamping, dan pasir kuarsa; e. Kecamatan Batu Sopang dengan jenis tambang batu gamping, sirtu, pasir kuarsa, bond clay, dan lempung; f. Kecamatan Pasir Belengkong dengan jenis tambang bond clay dan lempung; g. Kecamatan Tanah Grogot dengan jenis tambang lempung dan pasir kuarsa; h. Kecamatan Kuaro dengan jenis tambang serpentin, pasir kuarsa, dan lempung; i. Kecamatan Long Ikis dengan jenis tambang lempung, pasir kuarsa, batu gamping, dan sirtu; dan j. Kecamatan Long Kali dengan jenis tambang batu gamping dan lempung. (6) Kawasan peruntukan pertambangan minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi: a. Kecamatan Long Kali; b. Kecamatan Long Ikis; dan c. Kecamatan Pasir Belengkong. (7) Pengembangan kawasan peruntukkan pertambangan harus mempertimbangkan kemanfaatan jangka panjang dan kesejahteraan masyarakat lokal dengan mengutamakan perlindungan terhadap kelestarian lingkungan. Paragraf 5 Kawasan Peruntukkan Industri Pasal 36 (1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf e, terdiri atas: a. kawasan peruntukan industri besar; dan b. kawasan peruntukan industri rumah tangga. (2) Kawasan peruntukan industri besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a seluas kurang lebih 1.093 hektar, meliputi: a. Kecamatan Long Kali; b. Kecamatan Kuaro; c. Kecamatan Tanah Grogot; dan d. Kecamatan Batu Engau. (3) Kawasan peruntukan industri rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, tersebar di seluruh kecamatan. (4) Perwujudan pengembangan kawasan industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus sudah berada di luar kawasan lindung.
Paragraf 6 Kawasan Peruntukkan Pariwisata Pasal 37 (1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf f, terdiri atas: a. kawasan peruntukan pariwisata budaya; b. kawasan peruntukan pariwisata alam;dan c. kawasan peruntukan pariwisata buatan. (2) Kawasan peruntukkan pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Paragraf 7 Kawasan Peruntukkan Permukiman Pasal 38 (1) Kawasan peruntukkan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf g, terdiri atas: a. kawasan permukiman perkotaan; dan b. kawasan permukiman perdesaan. (2) Kawasan permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, tersebar di seluruh ibukota kecamatan. (3) Kawasan permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, berada di kawasan perdesaan yang tersebar di seluruh wilayah Kabupaten. (4) Perwujudan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), akan diatur dalam rencana rinci tata ruang. Paragraf 8 Kawasan Peruntukkan Lainnya Pasal 39 Kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf h, berupa kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan meliputi: a. Kantor Kodim 0904 Tanah Grogot di Kecamatan Tanah Grogot; b. Kantor Koramil di setiap ibukota Kecamatan; c. Kantor Polres Paser di Kecamatan Tanah Grogot; d. Markas Komando Brigade Mobil POLRI di Kecamatan Tanah Grogot; e. Kantor Polsek di setiap ibukota Kecamatan; dan f. Pos TNI AL Tanah Grogot di Kecamatan Kuaro.
BAB VI PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN Bagian Kesatu Umum Pasal 40 (1) Kawasan Strategis yang ada di wilayah Kabupaten terdiri atas: a. Kawasan Strategis Provinsi di wilayah Kabupaten; dan b. Kawasan Strategis Kabupaten. (2) Kawasan Strategis Provinsi di wilayah Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi yaitu Kawasan Industri Pertanian di Wilayah Kabupaten Paser. (3) Kawasan strategis Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, ditetapkan berdasarkan: a. sudut kepentingan ekonomi; b. sudut kepentingan sosial budaya; dan c. sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup. (4) Kawasan strategis Kabupaten digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian skala minimal 1 : 50.000 tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. (5) Untuk operasionalisasi RTRW Kabupaten, disusun Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Strategis Kabupaten meliputi: a. RTR Kawasan Kesultanan Sadurengas; b. RTR Kawasan Konservasi Hutan Lindung Gunung Lumut; c. RTR Kawasan Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS) Kendilo; d. RTR Kawasan Konservasi Taman Hutan Raya (Tahura) Lati Petangis; e. RTR Kawasan Teluk Adang; dan f. RTR Kawasan Pesisir dan Laut Kepulauan Balabalagan. Bagian Kedua Kawasan Strategis Berdasarkan Sudut Kepentingan Ekonomi Pasal 41 (1) Kawasan strategis berdasarkan sudut kepentingan ekonomi merupakan kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan ekonomi yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten yaitu merupakan aglomerasi berbagai kegiatan ekonomi dengan kriteria-kriteria tertentu. (2) Kawasan strategis berdasarkan sudut kepentingan ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Kawasan perkotaan Tanah Grogot; b. Kawasan perkotaan Long Kali; c. Kawasan perkotaan Long Ikis; d. Kawasan perkotaan Kuaro; e. Kawasan perkotaan Batu Sopang;
f. g. h. i. j. k.
Kawasan Kawasan Kawasan Kawasan Kawasan Kawasan
perkotaan Muara Komam; perkotaan Muara Samu; perkotaan Pasir Belengkong; perkotaan Batu Engau; perkotaan Tanjung Harapan; dan cepat tumbuh Kuaro - Tanah Grogot;
Bagian Ketiga Kawasan Strategis Berdasarkan Sudut Kepentingan Sosial Budaya Pasal 42 (1) Kawasan strategis berdasarkan sudut kepentingan sosial budaya merupakan kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan sosial budaya dengan kriteria-kriteria tertentu. (2) Kawasan strategis berdasarkan sudut kepentingan sosial budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Kawasan Kesultanan Sadurengas yang berada di Kecamatan Pasir Belengkong. Bagian Keempat Kawasan Strategis Berdasarkan Sudut Kepentingan Fungsi dan Daya Dukung Lingkungan Hidup Pasal 43 (1) Kawasan strategis berdasarkan sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup merupakan kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup dengan kriteria-kriteria tertentu. (2) Kawasan strategis berdasarkan sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Kawasan Konservasi Hutan Lindung Gunung Lumut; b. Kawasan Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS) Kendilo; c. Kawasan Konservasi Taman Hutan Raya (Tahura) Lati Petangis; d. Kawasan Teluk Adang; dan e. Kawasan Pesisir dan Laut Kepulauan Balabalagan. BAB VII ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KABUPATEN Pasal 44 (1) Pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten berpedoman pada rencana struktur ruang dan pola ruang. (2) Pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten dilaksanakan melalui penyusunan dan pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta perkiraan pendanaannya.
(3) Tahapan pelaksanaan program pemanfaatan ruang terbagi dalam 4 (empat) tahapan terdiri atas: a. tahap I (tahun 2015 - 2019); b. tahap II (tahun 2020 - 2024); c. tahap III (tahun 2025 - 2029); dan d. tahap IV (tahun 2030 - 2035). (4) Perkiraan pendanaan program pemanfaatan ruang disusun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 45 (1) Program pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) disusun berdasarkan indikasi program utama lima tahunan yang ditetapkan dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. (2) Pendanaan program pemanfaatan ruang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, investasi swasta dan kerja sama pendanaan. (3) Kerja sama pendanaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. BAB VIII KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KABUPATEN Bagian Kesatu Umum Pasal 46 (1) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten. (2) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas: a. ketentuan umum peraturan zonasi; b. ketentuan perizinan; c. ketentuan insentif dan disinsentif; dan d. arahan sanksi. Bagian Kedua Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Pasal 47 (1) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (2) huruf a, digunakan sebagai pedoman bagi pemerintah daerah dalam menyusun peraturan zonasi. (2) Ketentuan umum peraturan zonasi terdiri atas: a. ketentuan umum peraturan zonasi struktur ruang; dan b. ketentuan umum peraturan zonasi pola ruang.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi struktur ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, terdiri atas: a. ketentuan umum peraturan zonasi sistem pusat permukiman; dan b. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan prasarana wilayah. (4) Ketentuan umum peraturan zonasi pola ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, terdiri atas: a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung; dan b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan budidaya. (5) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), memuat ketentuan mengenai: a. jenis kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan tidak diperbolehkan; b. intensitas pemanfaatan ruang; c. prasarana dan sarana minimum; dan d. ketentuan lain yang dibutuhkan. Paragraf 1 Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Sistem Pusat Permukiman Pasal 48 (1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem pusat permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (3) huruf a, terdiri atas: a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk PKL; b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk PPK; dan c. ketentuan umum peraturan zonasi untuk PPL. (2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi: a. diperbolehkan kegiatan pemerintahan, permukiman, pendidikan, pelayanan fasilitas umum dan sosial, perdagangan dan jasa skala Kabupaten; dan b. intensitas pemanfaatan ruang untuk pengembangan kawasan permukiman diatur dengan intensitas kepadatan tinggi hingga menengah. (3) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi: a. diperbolehkan kegiatan pemerintahan, permukiman, pendidikan, pelayanan fasilitas umum dan sosial, perdagangan dan jasa skala kecamatan; dan b. intensitas pemanfaatan ruang untuk pengembangan kawasan permukiman diatur dengan intensitas kepadatan menengah hingga rendah. (4) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi: a. diperbolehkan kegiatan pemerintahan, permukiman, pendidikan, pelayanan fasilitas umum dan sosial, perdagangan dan jasa skala desa dan atau/ kelurahan; dan b. intensitas pemanfaatan ruang untuk pengembangan kawasan permukiman diatur dengan intensitas kepadatan rendah.
Paragraf 2 Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Sistem Jaringan Prasarana Wilayah Pasal 49 Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan prasarana wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (3) huruf b, terdiri atas: a. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan transportasi; b. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan energi; c. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan telekomunikasi; d. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan sumber daya air; dan e. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan prasarana lainnya. Pasal 50 (1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan transportasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf a, terdiri atas: a. ketentuan umum peraturan zonasi jaringan jalan; b. ketentuan umum peraturan zonasi prasarana lalu lintas dan angkutan jalan; c. ketentuan umum peraturan zonasi jaringan perkeretaapian d. ketentuan umum peraturan zonasi jaringan transportasi laut; dan e. ketentuan umum peraturan zonasi jaringan transportasi udara. (2) Ketentuan umum peraturan zonasi jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas: a. ketentuan umum peraturan zonasi jaringan jalan arteri; b. ketentuan umum peraturan zonasi jaringan jalan kolektor; dan c. ketentuan umum peraturan zonasi jaringan jalan lokal. (3) Ketentuan umum peraturan zonasi jaringan jalan arteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, meliputi: a. pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jalan dengan tingkat intensitas menengah hingga tinggi dengan kecenderungan pembatasan pengembangan ruang; b. diperbolehkan pemasangan rambu-rambu, marka, pengarah dan pengaman jalan, rest area, serta penerangan jalan; c. penetapan garis sempadan bangunan di sisi jalan yang memenuhi ketentuan ruang pengawasan jalan; d. jalan arteri didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 (enam puluh) kilometer per jam dengan ruang milik jalan paling sedikit 25 (dua puluh lima) meter; e. jalan arteri lalu lintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalu lintas ulang alik, lalu lintas lokal, dan kegiatan lokal; f. jumlah jalan masuk ke jalan arteri dibatasi sedemikian rupa sehingga ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf d dan e harus tetap terpenuhi; g. lebar ruang pengawasan jalan arteri minimal 15 (lima belas) meter dari tepi badan jalan; h. diarahkan penyediaan jalan pendamping (frontage road) untuk memisahkan lalu lintas pergerakan lokal dan regional; i. tidak diperbolehkan alih fungsi lahan yang berfungsi lindung di sepanjang sisi jalan; dan j. tidak diperbolehkan kegiatan yang memanfaatkan ruang manfaat jalan sebagai sarana fasilitas umum.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi jaringan jalan kolektor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, meliputi: a. pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jalan dengan tingkat intensitas menengah hingga tinggi yang kecenderungan pengembangan ruangnya dibatasi; b. diperbolehkan pemasangan rambu-rambu, marka, pengarah dan pengaman jalan, serta penerangan jalan; c. penetapan garis sempadan bangunan di sisi jalan yang memenuhi ketentuan ruang pengawasan jalan; d. jalan kolektor didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 40 (empat puluh) kilometer per jam dengan lebar ruang milik jalan paling sedikit 15 (lima belas) meter; e. jalan kolektor mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas ratarata; f. jumlah jalan masuk dibatasi dan direncanakan sehingga ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf d dan e masih tetap terpenuhi; g. persimpangan sebidang pada jalan kolektor dengan pengaturan tertentu harus tetap memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf d, e, dan f; h. jalan kolektor yang memasuki kawasan perkotaan dan/atau kawasan pengembangan perkotaan tidak boleh terputus; i. lebar ruang pengawasan jalan kolektor minimal 5 - 10 meter dari tepi badan jalan; j. tidak diperbolehkan alih fungsi lahan yang berfungsi lindung di sepanjang sisi jalan; dan k. tidak diperbolehkan kegiatan yang memanfaatkan ruang manfaat jalan sebagai sarana fasilitas umum. (5) Ketentuan umum peraturan zonasi jaringan jalan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, meliputi: a. pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jalan dengan tingkat intensitas menengah hingga tinggi yang kecenderungan pengembangan ruangnya dibatasi; b. diperbolehkan pemasangan rambu-rambu, marka, pengarah dan pengaman jalan, serta penerangan jalan; c. penetapan garis sempadan bangunan di sisi jalan yang memenuhi ketentuan ruang pengawasan jalan; d. jalan lokal didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 (dua puluh) kilometer per jam dengan ruang milik jalan paling sedikit 7,5 (tujuh koma lima) meter; e. lebar ruang pengawasan jalan lokal minimal 3 (tiga) meter - 7 (tujuh) meter dari tepi badan jalan; f. lalan lokal yang memasuki kawasan perdesaan tidak boleh terputus; g. tidak diperbolehkan alih fungsi lahan yang berfungsi lindung di sepanjang sisi jalan; dan h. tidak diperbolehkan kegiatan yang memanfaatkan ruang manfaat jalan sebagai sarana fasilitas umum. (6) Ketentuan umum peraturan zonasi jaringan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi: a. pemanfaatan ruang untuk terminal berada pada kawasan yang dilalui jaringan jalan primer; b. pemanfaatan ruang untuk terminal diarahkan untuk dapat mendukung pergerakan orang dan barang; c. pembatasan pemanfaatan ruang yang berpotensi mengganggu fungsi kegiatan terminal; dan d. penyediaan ruang terbuka hijau secara proporsional.
(7) Ketentuan umum peraturan zonasi jaringan perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi: a. pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jaringan jalur kereta api dilakukan dengan tingkat intensitas menengah hingga tinggi yang kecenderungan pengembangan ruangnya dibatasi; b. pembatasan pemanfaatan ruang yang peka terhadap dampak lingkungan akibat lalu lintas kereta api di sepanjang jalur kereta api; c. pembatasan jumlah perlintasan sebidang antara jaringan jalur kereta api dan jalan; d. penetapan garis sempadan bangunan di sisi jaringan jalur kereta api dengan ketentuan kawasan sempadan jalan kereta api untuk single track (jalur tunggal) sebesar 21 (dua puluh satu) meter dan untuk double track (jalur ganda) sebesar 23 (dua puluh tiga) meter; dan e. tidak diperbolehkan dilakukan pemanfaatan lahan yang dapat mengganggu kepentingan operasi dan keselamatan di sekitar jalur kereta api. (8) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi: a. penetapan daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan; b. diperbolehkan kegiatan budidaya yang tidak mengganggu kegiatan pelabuhan; dan c. tidak diperbolehkan dilakukan pemanfaatan lahan yang dapat mengganggu kegiatan pelabuhan. (9) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, dengan ketentuan: a. penetapan kawasan keselamatan operasi penerbangan; b. diperbolehkan kegiatan pertanian. c. tidak diperbolehkan pembangunan yang mengganggu aktivitas penerbangan; dan d. tidak diperbolehkan dilakukan pemanfaatan lahan yang dapat mengganggu operasi penerbangan. Pasal 51 Ketentuan umum peraturan zonasi jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf b, meliputi: a. pemanfaatan ruang di sekitar gardu induk listrik harus memperhatikan jarak aman dari kegiatan lain; b. pemanfaatan ruang di sepanjang jaringan saluran udara tegangan tinggi (SUTT) dan saluran udara tegangan ekstra tinggi (SUTET) diarahkan sebagai ruang terbuka hijau; c. tidak diperbolehkan mendirikan bangunan di bawah saluran udara tegangan tinggi (SUTT), dengan sempadan berjarak minimal 25 (dua puluh lima) meter pada kanan dan kiri tiang listrik transformasi; dan d. tidak diperbolehkan mendirikan bangunan di sekitar pembangkit listrik. Pasal 52 Ketentuan umum peraturan zonasi jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf c, meliputi:
a. b. c. d. e.
pembangunan jaringan telekomunikasi harus mengacu pada rencana pola ruang dan arah perkembangan pembangunan; diperbolehkan jaringan melintasi tanah milik atau dikuasai pemerintah; pemanfaatan menara telekomunikasi secara bersama dan terpadu pada lokasi-lokasi yang telah ditentukan; diperbolehkan secara terbatas pembangunan menara untuk jaringan telekomunikasi dalam kawasan perkotaan; dan tidak diperbolehkan mendirikan bangunan di sekitar pemancar dan/atau menara telekomunikasi dalam radius bahaya keamanan dan keselamatan. Pasal 53
Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf d, meliputi: a. pemanfaatan ruang di sekitar sungai dan jaringan irigasi diperbolehkan berupa ruang terbuka hijau; b. tidak diperbolehkan memanfaatkan ruang yang dapat merusak ekosistem dan fungsi lindung sungai, dan jaringan irigasi; c. diperbolehkan mendirikan bangunan untuk mendukung sarana tersebut pemanfaatan ruang pada kawasan di sekitar wilayah sungai dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan dan fungsi lindung kawasan; d. tidak diperbolehkan mendirikan bangunan di atas jaringan pipa induk; dan e. tidak diperbolehkan mendirikan bangunan di dalam sempadan sumber/mata air, sempadan sungai, waduk, embung, dan/atau jaringan irigasi. Pasal 54 (1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf e, terdiri atas: a. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan persampahan; b. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan pengelolaan air limbah; c. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan drainase; dan d. ketentuan umum peraturan zonasi jalur dan ruang evakuasi bencana alam. (2) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi: a. pemanfaatan ruang yang diperbolehkan di kawasan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) meliputi kegiatan bongkar muat sampah, pemilahan dan pengolahan sampah, dan kegiatan budidaya pertanian dan kegiatan lain yang mendukung; b. pemanfaatan ruang di sekitar di kawasan TPA sebagai ruang terbuka hijau; c. pemanfaatan ruang yang tidak diperbolehkan di sekitar kawasan TPA adalah kegiatan permukiman; dan d. tidak diperbolehkan kegiatan yang menimbulkan pencemaran lingkungan di kawasan TPA. (3) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan pengelolaan air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi: a. diperbolehkan pemanfaatan ruang terbuka hijau; b. diperbolehkan kegiatan pembangunan dan pemeliharaan jaringan; dan c. tidak diperbolehkan kegiatan yang merusak jaringan air limbah.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi: a. diperbolehkan kegiatan pembangunan dan pemeliharaan jaringan; b. tidak diperbolehkan kegiatan yang menimbulkan pencemaran saluran; dan c. tidak diperbolehkan kegiatan yang menutup dan merusak jaringan drainase. (5) Ketentuan umum peraturan zonasi jalur dan ruang evakuasi bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi: a. pemanfaatan ruang yang diperbolehkan adalah ruang terbuka hijau; b. diperbolehkan kegiatan perhubungan dan komunikasi; dan c. tidak diperbolehkan kegiatan yang menghambat kelancaran akses jalur evakuasi. Paragraf 3 Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Kawasan Lindung Pasal 55 Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (4) huruf a, terdiri atas: a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya; b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perlindungan setempat; c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya; d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan bencana alam; e. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung geologi; dan f. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung lainnya. Pasal 56 (1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf a, terdiri atas: a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan hutan lindung; dan b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan resapan air. (2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi: a. diperbolehkan melakukan pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan lindung sepanjang tidak mengganggu fungsi lindung; b. tata cara pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan lindung mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan; dan c. kegiatan permukiman dan budidaya yang telah ada di kawasan hutan lindung dan dilakukan masyarakat secara turun-temurun sebelum ditetapkannya rencana tata ruang ini tetap diakui keberadaannya, namun pengembangannya lebih lanjut secara ekspansif dibatasi dan perijinan perluasan kegiatan tersebut tidak diijinkan sejak diberlakukannya rencana tata ruang ini. (3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan resapan air sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, meliputi: a. pemanfaatan ruang secara terbatas untuk kegiatan budidaya tidak terbangun yang memiliki kemampuan tinggi dalam menahan limpasan air hujan;
b. penyediaan sumur resapan dan/atau waduk pada lahan terbangun yang sudah ada; dan c. penerapan prinsip tanpa limpahan buangan air hujan dari setiap bangunan ke saluran drainase dan sungai terhadap setiap kegiatan budidaya terbangun yang diajukan izinnya. Pasal 57 (1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf b, terdiri atas: a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sempadan pantai; b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sempadan sungai; dan c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan. (2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi: a. diperbolehkan melakukan kegiatan pariwisata alam, penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, dan pendidikan dengan syarat tidak mengganggu fungsi kawasan sempadan pantai; b. diperbolehkan pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau; c. pendirian bangunan dibatasi hanya menunjang kegiatan pariwisata alam; d. penetapan lebar sempadan pantai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; e. tidak diperbolehkan pendirian bangunan kecuali bangunan yang dimaksudkan untuk pengelolaan badan air atau pemanfaatan air; f. tidak diperbolehkan kegiatan dan bangunan pada kawasan sempadan pantai; dan g. tidak diperbolehkan kegiatan dan bangunan yang mengancam kerusakan dan menurunkan kualitas pesisir pantai. (3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi: a. diperbolehkan melakukan kegiatan pariwisata alam, penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, dan pendidikan dengan syarat tidak mengganggu kualitas air sungai; b. diperbolehkan pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau; c. diperbolehkan pembangunan jaringan prasarana wilayah untuk kepentingan umum yang bersifat strategis; d. penetapan lebar sempadan sungai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan e. tidak diperbolehkan pendirian bangunan kecuali bangunan yang dimaksudkan untuk pengelolaan badan air atau pemanfaatan air. (4) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi: a. diharuskan seluruh kegiatan untuk menambah RTH agar mencapai minimal 30% (tiga puluh persen); b. diperbolehkan pemanfaatan ruangnya untuk kegiatan pendidikan, penelitian dan rekreasi; c. diperbolehkan pendirian bangunan dengan syarat hanya untuk bangunan penunjang kegiatan rekreasi dan fasilitas umum lainnya; d. tidak diperbolehkan seluruh kegiatan yang bersifat alih fungsi RTH;
e. tidak diperbolehkan pendirian bangunan permanen selain untuk menunjang
kegiatan rekreasi dan fasilitas umum lainnya; dan f. dilakukan pengawasan ketat dari pemerintah terkait kegiatan budi daya yang mempengaruhi fungsi RTH atau menyebabkan alih fungsi RTH. Pasal 58 (1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf c, terdiri atas: a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan cagar alam; b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pantai berhutan bakau; c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan taman hutan raya; dan d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan. (2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan cagar alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi: a. pemanfaatan ruang untuk keperluan penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan dan kegiatan penunjang budidaya; b. kegiatan penelitian dan pengembangan meliputi penelitian dasar dan penelitian untuk menunjang pemanfaatan dan budidaya; c. kegiatan ilmu pengetahuan dan pendidikan dilakukan dalam bentuk pengenalan dan peragaan ekosistem cagar alam; d. kegiatan penunjang budidaya dilakukan dalam bentuk pengambilan, pengangkutan, dan atau penggunaan plasma nutfah tumbuhan dan satwa yang terdapat dalam kawasan cagar alam; e. setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan cagar alam; dan f. kegiatan permukiman dan budidaya yang telah ada di kawasan cagar alam dan dilakukan masyarakat secara turun-temurun sebelum ditetapkannya rencana tata ruang ini tetap diakui keberadaannya, namun pengembangannya lebih lanjut secara ekspansif dibatasi dan perijinan perluasan kegiatan tersebut tidak diijinkan sejak diberlakukannya rencana tata ruang ini. (3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pantai berhutan bakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi: a. pemanfaatan ruang untuk keperluan penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan pariwisata alam; b. pelarangan penebangan dan pengambilan pohon bakau; c. pelarangan kegiatan yang dapat mengurangi luas dan/atau mencemari ekosistem bakau; dan d. pelarangan kegiatan mendirikan bangunan. (4) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan taman hutan raya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi: a. kawasan taman hutan raya dapat dimanfaatkan untuk keperluan penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan, kegiatan penunjang budidaya, pariwisata alam dan rekreasi, dan pelestarian budaya; b. kegiatan penelitian dan pengembangan meliputi penelitian dasar dan penelitian untuk menunjang pengelolaan dan budidaya; dan c. setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan taman hutan raya.
(5) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi: a. pemanfaatan ruang untuk keperluan pariwisata alam, penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, dan pendidikan; b. diperbolehkan bersyarat pendirian bangunan yang menunjang kegiatan penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan pariwisata alam; c. tidak diperbolehkan kegiatan yang mengganggu atau merusak kekayaan budaya; d. tidak diperbolehkan kegiatan yang mengubah bentukan geologi tertentu yang mempunyai manfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan; e. tidak diperbolehkan kegiatan yang mengganggu kelestarian lingkungan di sekitar peninggalan sejarah, bangunan arkeologi, monumen, serta wilayah dengan bentukan geologi tertentu; dan f. tidak diperbolehkan kegiatan yang mengganggu upaya pelestarian budaya masyarakat setempat. Pasal 59 (1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan dimaksud dalam Pasal 55 huruf d, terdiri atas: a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan
rawan bencana alam sebagaimana rawan bencana banjir; rawan bencana longsor; dan rawan bencana gelombang pasang.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi: a. penetapan batas dataran banjir; b. pemanfaatan dataran banjir untuk ruang terbuka hijau dan pembangunan fasilitas umum; dan c. diperbolehkan kegiatan permukiman baru dan fasilitas umum secara terbatas. (3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan bencana longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi: a. diperbolehkan bagi kegiatan hutan produksi; b. diperbolehkan bagi kegiatan pertanian lahan kering; dan c. tidak diperbolehkan pendirian bangunan kecuali untuk kepentingan pemantauan ancaman bencana dan kepentingan umum. (4) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan bencana gelombang pasang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi: a. pemanfaatan kawasan dengan mempertimbangkan karakteristik, jenis, dan ancaman bencana; b. penentuan lokasi dan jalur evakuasi penduduk yang terkena dampak bencana; dan c. pembatasan pendirian bangunan kecuali untuk bangunan umum dan kepentingan pemantauan ancaman bencana.
Pasal 60 (1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf e, terdiri atas: a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan cagar alam geologi; b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan bencana alam geologi; dan c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah. (2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan cagar alam geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi: a. penetapan kawasan cagar alam geologi; b. mengendalikan kegiatan penambangan kawasan batu gamping dan bentang alam karst; c. pembatasan penggalian hanya untuk penelitian geologi maupun arkeologi; dan d. tidak diperbolehkan kegiatan penambangan pada kawasan yang memiliki potensi bentang alam goa bawah tanah untuk dapat melestarikan jejak atau sisa kehidupan dimasa lalu atau fosil, pelarangan kegiatan penambangan pada kawasan yang memiliki formasi geologi sungai bawah tanah. (3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan bencana alam geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, berupa kawasan gempa bumi meliputi: a. penerapan sistem peringatan dini bencana gempa bumi; b. penerapan standar konstruksi bangunan tahan gempa; dan c. rehabilitasi dan konservasi lahan dengan melakukan mitigasi atas bencana gempa bumi. (4) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, berupa kawasan sempadan mata air meliputi: a. kegiatan yang diutamakan adalah kegiatan penanaman jenis tanaman tahunan yang produksinya tidak dilakukan dengan cara penebangan pohon; b. diperbolehkan melakukan kegiatan persawahan, perikanan, atau kegiatan pertanian dengan jenis tanaman tertentu dan kegiatan lain yang secara langsung tidak terkait dengan pemanfaatan sumber mata air; c. tidak diperbolehkan melakukan kegiatan budidaya terbangun pada radius 200 (dua ratus) meter; d. tidak diperbolehkan melakukan pengeboran air bawah tanah pada radius 200 (dua ratus) meter; dan e. kegiatan lain yang sudah ada di kawasan ini dan dapat mengganggu fungsi kawasan dipindahkan dengan penggantian yang layak, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 61 (1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf f, terdiri atas: a. ketentuan umum peraturan zonasi perlindungan plasma nutfah; dan b. ketentuan umum peraturan zonasi pengungsian satwa.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi perlindungan plasma nutfah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi: a. diperbolehkan pemanfaatan untuk wisata alam tanpa mengubah bentang alam; b. diperbolehkan pelestarian flora, fauna, dan ekosistem unik kawasan; dan c. pembatasan pemanfaatan sumberdaya alam. (3) Ketentuan umum peraturan zonasi pengungsian satwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi: a. pelarangan penangkapan satwa yang dilindungi; b. perlindungan pada koridor jalur pergerakan satwa; dan c. diperbolehkan pengembangan wisata. Paragraf 4 Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Kawasan Budidaya Pasal 62 Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (4) huruf b, terdiri atas: a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan hutan produksi; b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan pertanian; c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan perikanan; d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan pertambangan; e. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan industri; f. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan pariwisata; g. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan permukiman; dan h. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan lainnya. Pasal 63 Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf a, meliputi: a. pemanfaatan kawasan peruntukkan hutan produksi berdasarkan prinsip-prinsip untuk mengelola hutan lestari dan meningkatkan fungsi utamanya; b. diperbolehkan melakukan pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan produksi; c. dilarang melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan dengan radius atau jarak sampai dengan 500 (lima ratus) meter dari tepi waduk atau danau, cagar alam, hutan raya, hutan lindung, 200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di daerah rawa, 100 (seratus) meter dari kiri kanan tepi sungai, 50 (lima puluh) meter dari kiri kanan tepi anak sungai, 2 (dua) kali kedalaman jurang dari tepi jurang, 130 (seratus tiga puluh) kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai; d. tata cara mengenai pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan produksi mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan; dan e. kegiatan permukiman dan budidaya yang telah ada di kawasan peruntukkan hutan produksi dan dilakukan masyarakat secara turun-temurun sebelum ditetapkannya rencana tata ruang ini tetap diakui keberadaannya, namun pengembangannya lebih lanjut secara ekspansif dibatasi dan perijinan perluasan kegiatan tersebut tidak diijinkan sejak diberlakukannya rencana tata ruang ini.
Pasal 64 (1) Ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf b terdiri atas: a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan budidaya tanaman pangan; b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan budidaya hortikultura; c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan budidaya perkebunan; dan d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan budidaya peternakan. (2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan budidaya tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. diperbolehkan mendirikan rumah tinggal dengan syarat tidak mengganggu fungsi budidaya tanaman pangan dengan intensitas bangunan berkepadatan rendah, kecuali pada kawasan yang ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B); b. diperbolehkan pemanfaatan ruang untuk permukiman petani dengan kepadatan rendah; c. diperbolehkan melakukan kegiatan yang mendukung budidaya tanaman pangan; d. tidak diperbolehkan melakukan kegiatan budidaya yang mengurangi luas kawasan sawah beririgasi; e. tidak diperbolehkan kegiatan budidaya yang mengurangi atau merusak fungsi lahan dan kualitas tanah untuk budidaya tanaman pangan; f. tidak diperbolehkan mendirikan bangunan pada kawasan sawah beririgasi; g. pengembangan jaringan prasarana disesuaikan dengan kebutuhan budidaya tanaman pangan; h. peternakan, perikanan, dan wisata paling luas 2% dari luas kawasan budidaya tanaman pangan dan tidak mengganggu fungsi budidaya tanaman pangan maupun fungsi lindung; i. atas pembangunan tertentu dan untuk menjamin agar kawasan budidaya tanaman pangan tidak berubah fungsi, maka kawasan budidaya tanaman pada lokasi-lokasi tertentu dapat ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan; j. lahan yang sudah ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan dilindungi dan dilarang dialihfungsikan; dan k. dalam hal untuk kepentingan umum, lahan pertanian pangan berkelanjutan dapat dialihfungsikan, dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan budidaya hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi: a. diperbolehkan kegiatan pertanian lahan basah dan kering; dan b. tidak diperbolehkan kegiatan budidaya yang mengurangi atau merusak fungsi lahan dan kualitas tanah untuk hortikultura. (4) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan budidaya perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi: a. diperbolehkan mendirikan perumahan dengan syarat tidak mengganggu fungsi perkebunan; b. diperbolehkan melaksanakan kegiatan yang mendukung perkebunan, seperti pembibitan dan pengolahan hasil perkebunan; c. pada tempat-tempat terbuka, supaya ditanami tanaman yang mampu melindungi tanah dari limpasan air hujan;
d. untuk pengembangan kawasan perkebunan, tetap diarahkan pada pemanfaatan lahan-lahan kosong di dalam kawasan budidaya, yaitu pada kawasan budidaya non kehutanan/areal penggunaan lain yang potensial untuk pengembangan perkebunan dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan; e. kegiatan perkebunan di wilayah hulu DAS perlu dibatasi dan dilakukan pemilihan jenis komoditas perkebunan yang tidak menurunkan kemampuan lingkungan dan ketersediaan sumberdaya air; f. usaha perkebunan di sekitar cagar alam, hutan lindung, maupun taman hutan raya harus menyediakan area penyangga (buffer zone); dan g. tidak diperbolehkan kegiatan budidaya yang mengurangi atau merusak fungsi lahan dan kualitas tanah untuk perkebunan. (5) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan budidaya peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi: a. pengembangan kawasan peruntukan peternakan batas-batas zonasinya tidak ditetapkan secara tegas, dapat bercampur dengan kawasan pertanian dan kawasan permukiman secara terbatas; b. diperbolehkan pemanfaatan lahan pertanian yang dapat mensuplai bahan pakan ternak secara terpadu dan terintegrasi; c. diperbolehkan pemanfaatan lahan pekarangan permukiman perdesaan, untuk kegiatan peternakan skala rumah tangga; dan d. tidak diperbolehkan pengembangan usaha peternakan skala besar di dalam kawasan permukiman. Pasal 65 Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf c, meliputi: a. diperbolehkan melakukan kegiatan pendukung perikanan, budidaya perikanan, perikanan organik, perikanan tangkap, pengolahan dan pemasaran hasil perikanan, termasuk penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan dan pendidikan, dan pariwisata; b. diperbolehkan permukiman petani dan/atau nelayan dengan kepadatan rendah; c. diperbolehkan bangunan pengolahan hasil ikan, balai pelatihan teknis, pengembangan sarana dan prasarana pengembangan produk perikanan, pusat pembenihan; d. tidak diperbolehkan kegiatan budidaya perikanan yang mengganggu kualitas air dan ekosistem lingkungan; dan e. tidak diperbolehkan kegiatan yang mengganggu kelangsungan kegiatan perikanan dan pendukungnya. Pasal 66 Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf d, meliputi: a. kegiatan pertambangan hanya dapat dilakukan di dalam wilayah pertambangan yang ditetapkan oleh Pemerintah; b. kegiatan pertambangan dilakukan dengan mempertimbangkan potensi bahan tambang, kondisi geologi, dan geohidrologi dalam kaitannya dengan kelestarian dan keselamatan lingkungan; c. tidak diperbolehkan melakukan kegiatan pertambangan di dalam kawasan cagar alam dan taman hutan raya;
tidak diperbolehkan melakukan kegiatan pertambangan di dalam kawasan peruntukkan pertanian yang terdapat sawah beririgasi teknis; e. tidak diperbolehkan menambang batuan di perbukitan yang di bawahnya terdapat mata air penting atau pemukiman; f. tidak diperbolehkan menambang bongkah-bongkah batu dari dalam sungai yang terletak di bagian hulu dan di dekat jembatan; g. diperbolehkan melakukan kegiatan pertambangan di dalam kawasan hutan lindung dan peruntukkan hutan produksi sepanjang mengacu pada ketentuan perundangundangan; h. kelayakan usaha pertambangan di hutan lindung dinyatakan di dalam studi kelayakan dan hasil penilaian AMDAL; i. usaha pertambangan di sekitar hutan lindung, cagar alam, maupun hutan raya, harus menyediakan area penyangga (buffer zone); j. kegiatan penambangan di hutan produksi harus dibarengi dengan upaya-upaya pemulihan kemampuan lahan. k. diperbolehkan melakukan kegiatan budidaya pada kawasan peruntukan pertambangan yang di dalamnya baru terdapat izin usaha pertambangan eksplorasi; l. wilayah dalam kawasan peruntukan pertambangan yang sudah diberikan izin usaha pertambangan operasi produksi/eksploitasi, masih dimungkinkan adanya kegiatan budidaya lain dengan ketentuan menyesuaikan dengan rencana penambangan dan reklamasi, tidak mendirikan bangunan permanen, tidak menjadi kendala bagi aktivitas penambangan, serta memperhatikan ketentuan yang berlaku dalam lingkungan kegiatan eksploitasi; m. diperbolehkan melakukan pengembangan industri terkait dengan pengolahan bahan tambang di luar zona inti penambangan; n. diperbolehkan melakukan pengembangan pelabuhan yang terkait dengan kegiatan penambangan; o. sebelum pelaksanaan penambangan harus dilakukan pemetaan potensi bahan galian tentang kualitas dan kuantitas (luas, tebal, dan volume) bahan galian, serta peta detail kelayakan penambangan (tidak layak tambang, layak tambang dengan bersyarat, dan layak tambang tanpa syarat); p. percampuran kegiatan penambangan dengan fungsi kawasan lain diperbolehkan sejauh tidak merubah dominasi fungsi utama kawasan. q. diwajibkan melakukan rehabilitasi dan atau/reklamasi dalam rangka pemulihan kualitas lingkungan pasca kegiatan pertambangan sesuai dengan zona peruntukan yang ditetapkan; dan r. tata cara pelaksanaan kegiatan pertambangan mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan. d.
Pasal 67 Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf e, meliputi: a. diperbolehkan mengembangkan aktivitas pendukung kegiatan industri; b. diperbolehkan mengembangkan aktivitas perumahan skala kecil di luar zona penyangga peruntukan industri dengan intensitas bangunan kepadatan sedang; c. diperbolehkan penyediaan ruang untuk zona penyangga berupa sabuk hijau (green belt) dan RTH; d. diperbolehkan mengembangkan aktivitas budidaya produktif lain di luar zona penyangga peruntukan industri;
e. f. g.
diperbolehkan penyelenggaraan perumahan karyawan dan fasilitas umum skala lokal sebagai pendukung kegiatan industri; diperbolehkan penyelenggaraan IPAL; dan diperbolehkan secara terbatas pembangunan perumahan baru sekitar kawasan peruntukan industri. Pasal 68
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf f, meliputi: a. pemanfaatan potensi alam dan budaya setempat sesuai daya dukung dan daya tampung lingkungan; b. perlindungan situs warisan budaya setempat; c. pembatasan pendirian bangunan non-pariwisata pada kawasan efektif pariwisata; d. pembatasan koefisien dasar bangunan bagi setiap usaha akomodasi dan fasilitas penunjangnya, setinggi-tingginya 40% (empat puluh persen) dari persil yang dikuasai; e. pengharusan penerapan ciri khas arsitektur khas paser pada setiap bangunan akomodasi dan fasilitas penunjang pariwisata; f. pengharusan penyediaan fasilitas parkir yang cukup bagi setiap bangunan akomodasi dan fasilitas penunjang pariwisata; dan g. pengharusan penyediaan sarana dan prasarana lingkungan sesuai ketentuan perundang-undangan. Pasal 69 (1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf g, meliputi: a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan permukiman eksisting; dan b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan permukiman pengembangan baru. (2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan permukiman eksisting sebagaimana yang dimaksud ayat (1) huruf a, meliputi: a. permukiman yang sudah menetap atau berpindah yang masih terdapat di dalam kawasan hutan lindung dan cagar alam dihentikan pertumbuhannya; b. permukiman nelayan di daerah pesisir dan sepanjang aliran sungai yang tumbuh cenderung tidak teratur dibatasi pertumbuhannya; c. permukiman tengah kota yang tidak teratur dan tidak mengikuti perencanaan kota cenderung menimbulkan kekumuhan dalam kota diatur atau dibatasi pertumbuhannya; d. permukiman di kawasan perdagangan, di tepi jalan yang peruntukannya tidak saling menunjang dan tidak sesuai dengan fungsi kawasan diatur atau dibatasi pertumbuhannya; e. permukiman kawasan industri perlu dikembangkan dengan meningkatkan infrastruktur di sekitar kawasan yang terkait dengan jaringan infrastruktur kota. f. permukiman instansional dan permukiman developer memperhatikan kondisi alam dan tidak merusak lingkungan; dan g. permukiman swadaya di dalam kota dikembangkan dengan memperhatikan koefisien penggunaan ruang;
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan permukiman pengembangan baru sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi: a. permukiman kepadatan rendah mempunyai tingkat kepadatan 5-10 jiwa/ha. b. permukiman kepadatan rendah diarahkan di bagian utara dan tengah kabupaten dengan memperhatikan potensi bentang alam. c. permukiman kepadatan sedang diarahkan pada kawasan dengan faktor kendala fisik lahan yang rendah. d. pembangunan hunian dan kegiatan lainnya harus memperhatikan tingkat pemanfaatan ruang yang diukur dari daerah perencanaan, kepadatan bangunan, koefisien dasar bangunan (KDB) blok peruntukan, koefisien lantai bangunan (KLB) blok peruntukan, dan koefisien dasar hijau (KDH); e. diperbolehkan melakukan pengembangaan perdagangan dan jasa dengan syarat sesuai skalanya; f. diperbolehkan pembangunan fasilitas umum dan fasilitas sosial sesuai skalanya; g. diperbolehkan pembangunan prasarana dan sarana yang mendukung aktifitas permukiman; h. diperbolehkan adanya kegiatan industri skala rumah tangga; dan i. tidak diperbolehkan mengembangkan kegiatan yang mengganggu fungsi permukiman dan kelangsungan kehidupan sosial masyarakat. Pasal 70 Ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf h, berupa ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pertahanan dan keamanan negara disusun dengan ketentuan: a. peningkatan dominasi hunian dengan fungsi utama sebagai kawasan pertahanan dan keamanan negara; b. pengutamaan pada kondisi aman dari bahaya bencana atau bahaya bencana buatan manusia; c. peningkatan akses menuju pusat kegiatan pertahanan dan keamanan negara baik yang terdapat di dalam maupun di luar kawasan; d. pengendalian yang disesuaikan dengan kriteria teknik kawasan pertahanan dan keamanan negara yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan di bidang pertahanan dan keamanan negara; e. diperbolehkan mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budi daya tidak terbangun sebagai zona penyangga yang memisahkan kawasan pertahanan dan keamanan dengan kawasan budi daya terbangun; dan f. diperbolehkan dengan syarat mengembangkan kegiatan budi daya secara selektif di dalam dan di sekitar kawasan pertahanan dan keamanan negara untuk menjaga fungsi pertahanan dan keamanan negara. Bagian Ketiga Ketentuan Perizinan Pasal 71 (1) Ketentuan perizinan adalah ketentuan yang diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang. (2) Ketentuan perizinan berfungsi sebagai alat pengendali dalam penggunaan lahan untuk mencapai kesesuaian pemanfaatan ruang dan rujukan dalam membangun.
(3) Ketentuan perizinan disusun berdasarkan ketentuan umum peraturan zonasi yang sudah ditetapkan dan ketentuan teknis berdasarkan peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya. (4) Jenis-jenis perizinan yang terkait dengan pemanfaatan ruang meliputi: a. izin prinsip; b. izin lokasi; c. izin penggunaan pemanfaatan tanah (IPPT); d. izin mendirikan bangunan; dan e. izin lain berdasarkan peraturan perundang-undangan. (5) Izin prinsip dan izin lokasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) huruf a dan huruf b, diberikan berdasarkan rencana tata ruang wilayah kabupaten. (6) Izin penggunaan pemanfaatan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c, diberikan berdasarkan izin lokasi. (7) Izin mendirikan bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) huruf d, diberikan berdasarkan rencana detail tata ruang dan peraturan zonasi. (8) Mekanisme perizinan terkait pemanfaatan ruang yang menjadi wewenang pemerintah Kabupaten meliputi: a. pengaturan keterlibatan masing-masing instansi perangkat daerah terkait dalam setiap perizinan yang diterbitkan; b. ketentuan teknis prosedural dalam pengajuan izin pemanfaatan ruang maupun forum pengambilan keputusan atas izin yang akan dikeluarkan, yang akan menjadi dasar pengembangan Standar Operasional Prosedur (SOP) perizinan; dan c. ketentuan pengambilan keputusan apabila dalam dokumen RTRW Kabupaten belum memberikan ketentuan yang cukup tentang perizinan yang dimohonkan oleh masyarakat, individual, maupun organisasi. (9) Apabila ternyata pemberian izin menyebabkan konflik pemanfaatan ruang, maka harus diselesaikan dengan mengutamakan aspek kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. (10)Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme perizinan diatur dengan Peraturan Bupati. Bagian Keempat Ketentuan Insentif dan Disinsentif Pasal 72 Pemberian insentif dan disinsentif dalam penataan ruang diselenggarakan untuk: a. meningkatkan upaya pengendalian pemanfaatan ruang dalam rangka mewujudkan tata ruang sesuai dengan rencana tata ruang; b. memfasilitasi kegiatan pemanfaatan ruang agar sejalan dengan rencana tata ruang; dan c. meningkatkan kemitraan semua pemangku kepentingan dalam rangka pemanfaatan ruang yang sejalan dengan rencana tata ruang.
Paragraf 1 Ketentuan Pemberian Insentif Pasal 73 (1) Ketentuan pemberian insentif adalah ketentuan yang mengatur tentang pemberian imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sesuai dengan kegiatan yang didorong perwujudannya dalam rencana tata ruang. (2) Ketentuan pemberian insentif berfungsi sebagai: a. perangkat untuk mendorong kegiatan dalam pemanfaatan ruang yang sejalan dengan rencana tata ruang; dan b. katalisator perwujudan pemanfaatan ruang. (3) Ketentuan pemberian insentif disusun berdasarkan: a. rencana struktur ruang dan rencana pola ruang wilayah Kabupaten; b. ketentuan umum peraturan zonasi Kabupaten; dan c. peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya. (4) Ketentuan insentif dari pemerintah Kabupaten kepada pemerintah desa dalam wilayah Kabupaten dan kepada pemerintah daerah lainnya dapat diberikan dalam bentuk: a. pemberian kompensasi; b. subsidi silang; c. penyediaan sarana dan prasarana; dan/atau d. publisitas atau promosi daerah. (5) Ketentuan insentif dari pemerintah Kabupaten kepada masyarakat umum (investor, lembaga komersial, perorangan, dan lain sebagainya) dapat diberikan dalam bentuk: a. pemberian kompensasi; b. pengurangan retribusi; c. imbalan; d. sewa ruang dan urun saham; e. penyediaan prasarana dan sarana; f. penghargaan; dan/atau g. kemudahan perizinan. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian insentif diatur dengan Peraturan Bupati. Paragraf 2 Ketentuan Pemberian Disinsentif Pasal 74 (1) Ketentuan pemberian disinsentif adalah ketentuan yang mengatur pengenaan bentuk-bentuk kompensasi dalam pemanfaatan ruang.
tentang
(2) Ketentuan pemberian disinsentif berfungsi sebagai perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang.
(3) Ketentuan pemberian disinsentif disusun berdasarkan: a. rencana struktur ruang dan rencana pola ruang wilayah Kabupaten; b. ketentuan umum peraturan zonasi Kabupaten; dan c. peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya. (4) Ketentuan disinsentif dari pemerintah Kabupaten kepada pemerintah desa dalam wilayah Kabupaten dan kepada pemerintah daerah lainnya dapat diberikan dalam bentuk: a. pengenaan retribusi yang tinggi; dan/atau b. pembatasan penyediaan sarana dan prasarana. (5) Ketentuan disinsentif dari pemerintah Kabupaten kepada masyarakat umum (investor, lembaga komersial, perorangan, dan lain sebagainya) dapat diberikan dalam bentuk: a. pengenaan pajak dan/atau retribusi yang tinggi; b. pemberian persyaratan khusus dalam proses perizinan; c. pembatasan penyediaan sarana dan prasarana infrastruktur; d. pengenaan sanksi terhadap penyalahgunaan perizinan; dan e. pembatasan administrasi pertanahan. (6) Penerapan disinsentif di Kabupaten digunakan sebagai pengekang terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan RTRW, terdiri dari: a. pengenaan retribusi daerah untuk penyesuaian pemanfaatan ruang; b. pembatasan sarana dan prasarana sesuai dengan kebutuhan arahan fungsi utama; c. kewajiban pengembang untuk menanggung biaya dampak pembangunan (development impact fee); dan d. pengenaan denda (development charge) pada pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan disinsentif diatur dengan Peraturan Bupati. Bagian Kelima Arahan Sanksi Pasal 75 (1) Arahan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (2) huruf d, merupakan acuan bagi pemerintah daerah dalam pengenaan sanksi administratif kepada pelanggar pemanfaatan ruang. (2) Pengenaan sanksi dilakukan terhadap: a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur ruang dan pola ruang wilayah; b. pelanggaran ketentuan umum peraturan zonasi; c. pemanfaatan ruang tanpa izin yang diterbitkan berdasarkan RTRW Kabupaten; d. pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin yang diterbitkan berdasarkan RTRW Kabupaten; e. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin yang diterbitkan berdasarkan RTRW Kabupaten; f. pemanfataan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum; dan/atau g. Pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak benar.
Pasal 76 (1) Terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat 2 huruf a, huruf b, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g, dikenakan sanksi administratif berupa: a. peringatan tertulis b. penghentian sementara kegiatan; c. penghentian sementara pelayanan umum; d. penutupan lokasi; e. pencabutan izin; f. pembatalan izin; g. pembongkaran bangunan; h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau i. denda administratif. (2) Terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat 2 huruf c dikenakan sanksi administratif berupa: a. peringatan tertulis b. penghentian sementara kegiatan; c. penghentian sementara pelayanan umum; d. penutupan lokasi; e. pembongkaran bangunan; f. pemulihan fungsi ruang; dan/atau g. denda administratif. BAB IX HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN MASYARAKAT Bagian Kesatu Hak Masyarakat Pasal 77 Dalam penataan ruang, masyarakat berhak untuk: a. mengetahui secara terbuka rencana tata ruang wilayah, b. menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang; c. memperoleh pergantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang; d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya; e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang. f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian; g. mendapat perlindungan dari kegiatan-kegiatan yang merugikan akibat penataan ruang; dan h. mengawasi pihak-pihak yang melakukan penyelenggaraan tata ruang.
Pasal 78 (1) Untuk mengetahui informasi mengenai rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf a, masyarakat dapat mengetahuinya dari Lembaran Daerah Kabupaten, pengumuman atau penyebarluasan oleh Pemerintah Kabupaten di tempat-tempat yang memungkinkan masyarakat mengetahuinya dengan mudah. (2) Pengumuman atau penyebarluasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diketahui masyarakat melalui media cetak, elektronik, dan media informasi lainnya, dalam bentuk siaran, maklumat, papan informasi, dan penerbitan buku serta peta rencana tata ruang. Pasal 79 (1) Dalam menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf b, pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Untuk menikmati dan memanfaatkan ruang beserta sumber daya alam yang terkandung didalamnya, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan dilaksanakan atas dasar pemilikan, penguasaan, atau pemberian hak tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan ataupun atas hukum adat dan kebiasaan yang berlaku atas ruang pada masyarakat setempat. Pasal 80 (1) Untuk memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialami sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan RTRWK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf c, diselenggarakan secara musyawarah dengan pihak yang berkepentingan. (2) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan mengenai penggantian yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelesaiannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Kewajiban Masyarakat Pasal 81 Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib : a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan; b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang; c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang; dan d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundangundangan dinyatakan sebagai milik umum.
Pasal 82 (1) Pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud pada Pasal 81 dilaksanakan dengan mematuhi dan menerapkan kriteria, kaidah, baku mutu, dan aturan-aturan penataan ruang yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Kaidah dan aturan pemanfaatan ruang yang dilakukan masyarakat secara turun temurun dapat diterapkan sepanjang memperhatikan faktor-faktor daya dukung lingkungan, estetika lingkungan, lokasi, dan struktur pemanfaatan ruang serta dapat menjamin pemanfaatan ruang yang serasi, selaras, dan seimbang. Bagian Ketiga Peran Masyarakat Pasal 83 Peran masyarakat dalam penataan ruang dilakukan pada tahap: a. perencanaan tata ruang; b. pemanfaatan ruang; dan c. pengendalian pemanfaatan ruang. Pasal 84 (1) Peran serta masyarakat dalam perencanaan tata ruang sebagaimana dimaksud dalam pasal 83 huruf a, dapat dilakukan melalui pemberian informasi berupa data, bantuan pemikiran dan keberatan, yang disampaikan dalam bentuk dialog, angket, internet dan melalui media lainnya baik langsung maupun tidak langsung. (2) Peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dimaksud dalam pasal 83 huruf b, dapat dilakukan melalui pelaksanaan program dan kegiatan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan rencana tata ruang meliputi: a. pemanfaatan ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara berdasarkan rencana tata ruang yang telah ditetapkan; b. bantuan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan pelaksanaan pemanfaatan ruang; dan c. bantuan teknik dan pengelolaan dalam pemanfaatan ruang. (3) Peran serta masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dimaksud dalam pasal 83 huruf c, dapat dilakukan melalui : a. pengawasan dalam bentuk pemantauan terhadap pemanfaatan ruang dan pemberian informasi atau laporan pelaksanaan pemanfaatan ruang; dan b. bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenaan dengan penertiban pemanfaatan ruang.
Pasal 85 Bentuk peran masyarakat dalam perencanaan tata ruang berupa: a. masukan mengenai: 1. persiapan penyusunan rencana tata ruang; 2. penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan; 3. pengidentifikasian potensi dan masalah pembangunan wilayah atau kawasan; 4. perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan/atau 5. penetapan rencana tata ruang. b. kerjasama dengan pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sesama unsur masyarakat dalam perencanaan tata ruang. Pasal 86 Bentuk peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang dapat berupa: a. masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang; b. kerjasama dengan pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau sesama unsur masyarakat dalam pemanfaatan ruang; c. kegiatan dalam memanfaatkan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal dan rencana tata ruang yang telah ditetapkan; d. peningkatan efisiensi, efektifitas, dan keserasian dalam pemanfaatan ruang darat, ruang udara, dan ruang di dalam bumi dengan mempertimbangkan kearifan lokal serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; e. kegiatan menjaga kepentingan pertahanan dan keamanan serta memelihara dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan sumber alam; dan f. kegiatan investasi dalam pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 87 Bentuk peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang dapat berupa: a. masukan terkait arahan dan/atau peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi; b. keikutsertaan dalam memantau dan mengawasi pelaksanaan rencana tata ruang yang telah ditetapkan; c. pelaporan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang dalam hal menemukan dugaan penyimpangan atau pelanggaran kegiatan pemanfaatan ruang yang melanggar rencana tata ruang yang telah ditetapkan; dan d. pengajuan keberatan terhadap keputusan pejabat yang berwenang terhadap pembangunan yang dianggap tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Pasal 88 (1) Peran masyarakat di bidang penataan ruang dapat disampaikan secara langsung dan/atau tertulis. (2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat disampaikan kepada Bupati. (3) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dapat disampaikan melalui unit kerja terkait yang ditunjuk oleh Bupati.
Pasal 89 Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, pemerintah daerah membangun sistem informasi dan dokumentasi penataan ruang yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat. Pasal 90 Pelaksanaan tata cara peran masyarakat dalam penataan ruang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. BAB X KELEMBAGAAN Pasal 91 (1) Dalam rangka koordinasi penataan ruang dan kerjasama antar wilayah, dibentuk Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah. (2) Keanggotaan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat terbuka dan multipihak. (3) Keanggotaan, tugas, fungsi, susunan organisasi, dan tata kerja badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bupati. BAB XI PENYELESAIAN SENGKETA Pasal 92 (1) Penyelesaian sengketa penataan ruang pada tahap pertama diupayakan berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat. (2) Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperoleh kesepakatan, para pihak dapat menempuh upaya penyelesaian sengketa melalui pengadilan atau di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB XII PENYIDIKAN Pasal 93 (1) Selain pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia, pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang penataan ruang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk membantu pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
(2) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang: a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan yang berkenaan dengan tindak pidana dalam bidang penataan ruang; b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana dalam bidang penataan ruang; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang sehubungan dengan peristiwa tindak pidana dalam bidang penataan ruang; d. melakukan pemeriksaan atas dokumen-dokumen yang berkenaan dengan tindak pidana dalam bidang penataan ruang; e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti dan dokumen lain serta melakukan penyitaan dan penyegelan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana dalam bidang penataan ruang; dan f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dalam bidang penataan ruang. (3) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan kepada pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia. (4) Apabila pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memerlukan tindakan penangkapan dan penahanan, penyidik pegawai negeri sipil melakukan koordinasi dengan pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia. (6) Pengangkatan pejabat penyidik pegawai negeri sipil dan tata cara serta proses penyidikan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB XIII KETENTUAN PIDANA Pasal 94 Setiap orang melakukan pelanggaran terhadap Rencana Tata Ruang yang telah ditetapkan dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bidang penataan ruang. Pasal 95 (1) Setiap orang yang memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 huruf b, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). (2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan perubahan fungsi ruang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah). (4) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Pasal 96 Setiap orang yang tidak mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 huruf c, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Pasal 97 Setiap orang yang tidak memberikan akses terhadap kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 huruf d, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Pasal 98 (1) Setiap pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin tidak sesuai dengan rencana tata ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). (2) Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak dengan hormat dari jabatannya. Pasal 99 (1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94, Pasal 95, Pasal 96, dan Pasal 97 dilakukan oleh suatu korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94, Pasal 95, Pasal 96, dan Pasal 97. (2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa: a. pencabutan izin usaha; dan/atau b. pencabutan status badan hukum.
Pasal 100 (1) Setiap orang yang menderita kerugian akibat tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94, Pasal 95, Pasal 96, dan Pasal 97, dapat menuntut ganti kerugian secara perdata kepada pelaku tindak pidana. (2) Tuntutan ganti kerugian secara perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan hukum acara pidana. BAB XIV KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 101 (1) Jangka waktu RTRW Kabupaten Paser adalah 20 (dua puluh) tahun sejak tanggal ditetapkan dan ditinjau kembali sedikitnya 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. (2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar dan/atau perubahan batas teritorial wilayah yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan, RTRW Kabupaten Paser dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. (3) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga dilakukan apabila terjadi perubahan kebijakan nasional dan strategis yang mempengaruhi pemanfaatan ruang Kabupaten dan/atau dinamika internal wilayah. (4) Peninjauan kembali RTRW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menghasilkan rekomendasi berupa: a. RTRW tetap berlaku sesuai dengan masa berlakunya; dan b. RTRW perlu direvisi. (5) Dalam hal terdapat perubahan peruntukkan dan fungsi kawasan hutan oleh Menteri Kehutanan terhadap bagian wilayah Kabupaten pada saat Peraturan Daerah ini ditetapkan, rencana dan album peta disesuaikan dengan peruntukan dan fungsi kawasan hutan yang ditetapkan oleh Menteri Kehutanan. (6) Pengintegrasian peruntukkan dan fungsi kawasan hutan berdasarkan penetapan Menteri Kehutanan ke dalam RTRW Kabupaten Paser diatur dengan peraturan Bupati. (7) Terhadap kegiatan lain pada kawasan hutan yang bersifat strategis namun belum mendapatkan persetujuan perubahan peruntukkan dan fungsi kawasan hutan oleh Menteri Kehutanan, digambarkan di dalam peta rencana pola ruang wilayah Kabupaten dengan deliniasi batas rencana penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan diluar kegiatan kehutanan. (8) RTRW Kabupaten dilengkapi dengan lampiran berupa Naskah Akademik Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Paser Tahun 2015 - 2035 dan album peta skala 1 : 50.000 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan daerah ini dan sifatnya mengikat secara hukum.
BAB XV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 102 (1) Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka semua peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan penataan ruang daerah yang telah ada dinyatakan berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan Peraturan Daerah ini. (2) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka: a. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan telah sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini ini tetap berlaku sesuai dengan masa berlakunya; b. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini berlaku ketentuan: 1. untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin tersebut disesuaikan dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini; 2. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, pemanfaatan ruang dilakukan sampai izin terkait habis masa berlakunya dan dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini; dan 3. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini, izin yang telah diterbitkan dapat dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat diberikan penggantian yang layak. c. pemanfaatan ruang yang izinnya sudah habis dan tidak sesuai dengan Peraturan Daerah ini dilakukan penyesuaian berdasarkan Peraturan Daerah ini; d. pemanfaatan ruang di Daerah yang diselenggarakan tanpa izin ditentukan sebagai berikut: 1. yang bertentangan dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, pemanfaatan ruang yang bersangkutan ditertibkan dan disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini; dan 2. yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, dipercepat untuk mendapatkan izin yang diperlukan. BAB XVI KETENTUAN PENUTUP Pasal 103 Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Kabupaten Pasir Nomor 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Pasir (Lembaran Daerah Tahun 1999 Nomor 2) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 104 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Paser. Ditetapkan di Tana Paser pada tanggal 29 Oktober 2015 Pj. BUPATI PASER,
IBRAHIM Diundangkan di Tana Paser pada tanggal 29 Oktober 2015 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN PASER,
HELMY LATHYF LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PASER TAHUN 2015 NOMOR 9.
NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER PROV. KALIMANTAN TIMUR : 9/2015
Pasal 104 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Paser. Ditetapkan di Tana Paser pada tanggal 29 Oktober 2015 Pj. BUPATI PASER,
IBRAHIM Diundangkan di Tana Paser pada tanggal 29 Oktober 2015 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN PASER,
HELMY LATHYF LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PASER TAHUN 2015 NOMOR 9. No
Nama
Jabatan
1.
Kusnedi
Kasubbag Produk Hukum Daerah
2.
Andi Azis
Kepala Bagian Hukum
3.
Heriansyah Idris
Asisten Tata Pemerintahan
4.
Helmy Lathyf
Sekretaris Daerah
Paraf
NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER PROV. KALIMANTAN TIMUR : 9/2015
Pasal 104 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Paser. Ditetapkan di Tana Paser pada tanggal 29 Oktober 2015 Pj. BUPATI PASER, ttd IBRAHIM Diundangkan di Tana Paser pada tanggal 29 Oktober 2015 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN PASER, ttd HELMY LATHYF LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PASER TAHUN 2015 NOMOR 9. Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA KAB. PASER,
H. ANDI AZIS, SH PEMBINA NIP. 19680816 199803 1 007
NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER PROV. KALIMANTAN TIMUR : 9/2015
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER
NOMOR 9 TAHUN 2015
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PASER TAHUN 2015-2035
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PASER TAHUN 2015-2035 I. UMUM Untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, serta sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang nyata, luas, dan bertanggung jawab, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menuntut kejelasan pendekatan dalam proses perencanaannya demi menjaga keselarasan, keserasian, keseimbangan, dan keterpaduan antar daerah, antara pusat dan daerah, antar sektor, dan antar pemangku kepentingan. Penataan ruang tersebut didasarkan pada pendekatan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) memiliki kedudukan untuk mewujudkan keterpaduan perencanaan tata ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. RTRWN menjadi pedoman penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota dalam upaya mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antar wilayah provinsi dan Kabupaten serta keserasian antar sektor. Sedangkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK) menjadi pedoman penataan ruang wilayah dalam upaya mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antar wilayah pengembangan serta keserasian antar sektor. Adapun fungsi RTRWK adalah sebagai acuan dalam penyusunan RPJPD dan RPJMD, acuan dalam pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten, acuan untuk mewujudkan keseimbangan pembangunan dalam wilayah Kabupaten, acuan lokasi investasi dalam wilayah Kabupaten yang dilakukan pemerintah, masyarakat, dan swasta; pedoman untuk penyusunan rencana tata ruang kawasan strategis Kabupaten; dasar pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten yang meliputi indikasi arahan peraturan zonasi, arahan perizinan, arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi; dan acuan dalam administrasi pertanahan. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota mencakup ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi, sebagai tempat masyarakat melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya, serta merupakan suatu sumber daya yang harus ditingkatkan upaya pengelolaannya secara bijaksana. Dengan demikian RTRW Kabupaten Paser sangatlah strategis untuk menjadi pedoman dalam penyelenggaraan penataan ruang, serta untuk menjaga kegiatan pembangunan agar tetap sesuai dengan kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan, sekaligus mampu mewujudkan ruang wilayah Kabupaten Paser yang menjamin keseimbangan daya dukung lingkungan bagi berbagai aktifitas masyarakat dan pembangunan berkelanjutan dalam rangka mewujudkan Kabupaten Paser yang maju, mandiri, agamais, dan sejahtera.
II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1
Cukup jelas. Pasal 2
Cukup jelas. Pasal 3
Cukup jelas. Pasal 4
Cukup jelas. Pasal 5
Tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten merupakan arahan perwujudan ruang wilayah Kabupaten yang diinginkan pada masa yang akan datang, disesuaikan dengan visi, misi, dan rencana pembangunan jangka panjang daerah, karakteristik tata ruang wilayah Kabupaten, isu strategis tata ruang wilayah Kabupaten, dan kondisi obyektif yang diinginkan. Pasal 6
Kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten berfungsi sebagai: a. dasar untuk memformulasikan strategi penataan ruang wilayah; b. dasar untuk merumuskan struktur dan pola ruang wilayah; c. memberikan arah bagi penyusunan indikasi program utama; dan d. dasar dalam penetapan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Pasal 7
Strategi penataan ruang wilayah Kabupaten merupakan penjabaran kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten ke dalam langkah-langkah operasional untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Strategi penataan ruang wilayah Kabupaten berfungsi: a. sebagai dasar untuk penyusunan rencana struktur ruang, rencana pola ruang, dan penetapan kawasan strategis; b. memberikan arah bagi penyusunan indikasi program utama; dan c. sebagai dasar dalam penetapan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah. Pasal 8
Cukup jelas. Pasal 9
Cukup jelas. Pasal 10
Cukup jelas. Pasal 11
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Yang dimaksud dengan minapolitan adalah konsepsi pembangunan ekonomi perikanan berbasis kawasan berdasarkan prinsip-prinsip terintegrasi, efisiensi, berkualitas dan percepatan. Pengembangan minapolitan mencakup pengembangan empat subsistem dari sistem dan usaha agribisnis berbasis perikanan, terdiri atas: a. subsistem agribisnis hulu (up-stream agribusiness) perikanan, yakni kegiatan yang menghasilkan sarana produksi bagi usaha penangkapan dan budidaya ikan seperti usaha mesin dan peralatan tangkap dan budidaya; b. subsistem usaha penangkapan dan budidaya (on-farm agribusiness), seperti usaha penangkapan ikan, budidaya udang, rumput laut, dan ikan laut, serta budidaya ikan air tawar; c. subsistem agribisnis hilir (down-stream agribusiness) perikanan, yakni industri yang mengolah hasil perikanan beserta perdagangannya; dan d. subsistem jasa penunjang (supporting agribusiness) yakni kegiatankegiatan yang menyediakan jasa, seperti perkreditan, asuransi, transportasi, pendidikan dan penyuluhan perikanan, penelitian dan pengembangan serta kebijakan pemerintah daerah. Keempat subsistem tersebut harus dikembangkan secara simultan dan harmonis. Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup Jelas Ayat (7) Cukup jelas Ayat (8) Cukup jelas Pasal 12
Cukup jelas. Pasal 13
Cukup jelas. Pasal 14
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Sistem jaringan jalan nasional berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 630/KPTS/M/2009 tentang penetapan ruasruas jalan dalam jaringan jalan primer menurut fungsinya sebagai jalan arteri dan jalan kolektor 1 serta Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 631/KPTS/M/2009 tentang penetapan ruas-ruas jalan menurut statusnya sebagai jalan nasional. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas. Ayat (9) Cukup jelas. Pasal 15
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Pengembangan jaringan jalur kereta api umum merupakan bagian dari pengembangan Kementrian Perhubungan dalam pengembangan sistem perkeretaapian nasional. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 16
Cukup jelas. Pasal 17
Cukup jelas. Pasal 18
Cukup jelas. Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Untuk mendukung fasilitas telepon jaringan kabel diprioritaskan menjangkau ibukota Kecamatan sebagai sarana komunikasi kepemerintahan dan penggunaan Sambungan Saluran Telepon (SST) perumahan. Ayat (3) Pengembangan sistem jaringan nirkabel untuk telepon seluler berupa pembangunan menara telekomunikasi bersama salah satunya dengan menempatkan tower/menara secara sinergis dan dengan lokasi yang ditetapkan melalui koordinasi instansi terkait. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 21
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Penetapan wilayah sungai berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 11 A/PRT/M/2006 tentang kriteria dan penetapan wilayah sungai. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Kriteria pemanfaatan air baku untuk air bersih secara umum adalah: a. Pemanfaatan sumber air untuk kebutuhan air minum wajib memperhatikan kelestarian lingkungan; b. Pembangunan instalasi pengolahan air minum tidak diizinkan dibangun langsung pada sumber air baku; c. Pembangunan dan pemasangan jaringan primer, sekunder dan sambungan rumah (SR) yang memanfaatkan bahu jalan wajib dilengkapi izin galian yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang; d. Pembangunan dan pemasangan jaringan primer, sekunder dan sambungan rumah (SR) yang melintasi tanah milik perorangan wajib dilengkapi pernyataan tidak keberatan dari pemilik tanah; e. Pembangunan fasilitas pendukung pengolahan air minum yang diizinkan meliputi kantor pengelolaan, bak penampungan atau reservoar, tower air, bak pengolahan air dan bangunan untuk sumber energi listrik dengan: 1. Koefesien Dasar Bangunan (KDB) Setinggi-Tingginya 30%; 2. Koefesien Lantai Bangunan (KLB) Setinggi-Tingginya 60%;
f.
Sempadan Bangunan Sekurang-Kurangnya Sama Dengan Lebar Jalan Atau Sesuai Dengan Surat Keputusan Gubernur dan atau Surat Keputusan Bupati Pada Jalur-Jalur Jalan Tertentu.
Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas. Ayat (9) Cukup jelas. Pasal 22
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Sistem sanitary landfill adalah suatu proses menebarkan sampah pada lahan TPA secara merata kemudian memadatkan sampah tersebut, dan menutupnya dengan tanah atau diurug yang dilakukan setiap hari. Huruf e Konsep pengelolaan sampah pengurangan (reduce), penggunaan kembali (reuse) dan pendaurulangan (recycle) atau 3R dikembangkan atas dasar hirarki sebagai berikut: 1. pengurangan (reduce) adalah konsep yang bertujuan untuk mengurangi volume sampah sebelum dan sesudah diproduksi dengan cara pencegahan produksi kemasan yang berlebihan atau dengan meningkatkan teknik pengisian ulang (refill). 2. penggunaan kembali (reuse), prinsipnya adalah mendaur ulang sampah melalui proses fisik, kimiawi, dan biologi. Misalnya, pecahan gelas atau sampah yang berasal dari bahan kaca diproses kembali menjadi, gelas atau piring dll; atau pecahan plastik diproses menjadi ember, gayung dll. 3. pendaurulangan (recycle), prinsipnya memakai kembali sampah secara langsung tanpa proses mengolahnya terlebih dahulu, misalnya tong sampah menjadi pot kembang, dan botol plastik menjadi tempat bumbu, dll. Ayat (3) Huruf b Sistem tangki septik individu dapat dibuat tangki septik pada tiap-tiap rumah. Penerapan bentuk ini terutama ditujukan bagi kawasan perumahan yang kepadatan penduduknya rendah.
Sistem tangki septik komunal merupakan satu tangki septik digunakan bersama oleh beberapa keluarga atau rumah (15-20 rumah) secara kolektif yang disalurkan melalui saluran tertutup dari setiap rumah ke tangki septik. Penggunaan sistem ini digunakan pada kawasan-kawasan perkotaan dan kawasan permukiman lain yang cukup padat. Huruf c Proses pembuangan limbah Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) diarahkan dengan menggunakan sistem tangki septik dengan resapan atau filter dan sebagian dengan tangki septik tanpa resapan dilanjutkan dengan proses pengolahan langsung ke dalam Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT). Huruf d Penggunaan IPAL mengacu pada ketentuan yang berlaku. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 23
Cukup jelas. Pasal 24
Cukup jelas. Pasal 25
Ayat (1) Yang dimaksud dengan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya ditetapkan berdasarkan faktor pembatas: a. memiliki jenis fisik batuan dan struktur tanah dengan kemampuan meluluskan air dengan jumlah yang berarti; b. memiliki lapisan penutup tanah berupa pasir sampai lanau; c. memiliki hubungan hidrogeologis yang menerus dengan kawasan lepasan; d. memiliki muka air tanah tidak tertekan yang letaknya lebih tinggi daripada muka air tanah yang tertekan; dan e. memiliki bentuk geomorfologi yang mampu meresapkan air hujan. Ayat (2) Luas kawasan hutan lindung mengacu kepada penunjukkan kawasan hutan, atau penataan batas kawasan hutan, dan/atau penetapan kawasan hutan. Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas. Pasal 27
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Luas kawasan cagar alam mengacu kepada penunjukkan kawasan hutan, atau penataan batas kawasan hutan, dan/atau penetapan kawasan hutan. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Luas kawasan taman hutan raya mengacu kepada penunjukkan kawasan hutan, atau penataan batas kawasan hutan, dan/atau penetapan kawasan hutan. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 28
Cukup jelas. Pasal 29
Cukup jelas. Pasal 30
Cukup jelas. Pasal 31
Cukup jelas. Pasal 32
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Luas kawasan hutan produksi terbatas mengacu kepada penunjukkan kawasan hutan, atau penataan batas kawasan hutan, dan/atau penetapan kawasan hutan. Ayat (3) Luas kawasan hutan produksi mengacu kepada penunjukkan kawasan hutan, atau penataan batas kawasan hutan, dan/atau penetapan kawasan hutan. Ayat (4) Luas kawasan hutan produksi konversi mengacu kepada penunjukkan kawasan hutan, atau penataan batas kawasan hutan, dan/atau penetapan kawasan hutan.
Pasal 33
Cukup jelas. Pasal 34
Cukup jelas. Pasal 35
Cukup jelas. Pasal 36
Cukup jelas. Pasal 37
Cukup jelas. Pasal 38
Cukup jelas. Pasal 39
Cukup jelas. Pasal 40
Cukup jelas. Pasal 41
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Penetapan Kawasan Perkotaan Tanah Grogot bertujuan mewujudkan kebijakan dan strategi penataan ruang, yaitu mendukung penetapan Kota Tanah Grogot sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) sekaligus sebagai pusat pertumbuhan ekonomi wilayah kabupaten. Huruf b Penetapan Kawasan Perkotaan Long Kali bertujuan mewujudkan kebijakan dan strategi penataan ruang, yaitu mendukung penetapan perkotaan Long Kali sebagai Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKL). Huruf c Penetapan Kawasan Perkotaan Long Ikis bertujuan mewujudkan kebijakan dan strategi penataan ruang, yaitu mendukung penetapan perkotaan Long Ikis sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL). Huruf d Penetapan Kawasan Perkotaan Kuaro bertujuan mewujudkan kebijakan dan strategi penataan ruang, yaitu mendukung penetapan perkotaan Kuaro sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL).
Huruf e Penetapan Kawasan Perkotaan Batu Sopang bertujuan mewujudkan kebijakan dan strategi penataan ruang, yaitu mendukung penetapan perkotaan Batu Sopang sebagai Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKL). Huruf f Penetapan Kawasan Perkotaan Muara Komam bertujuan mewujudkan kebijakan dan strategi penataan ruang, yaitu mendukung penetapan perkotaan Muara Komam sebagai Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKL). Huruf g Penetapan Kawasan Perkotaan Muara Samu bertujuan mewujudkan kebijakan dan strategi penataan ruang, yaitu mendukung kebijakan penetapan beberapa perkotaan kecil sebagai pusat pelayanan kawasan (PPK). Huruf h Penetapan Kawasan Perkotaan Pasir Belengkong bertujuan mewujudkan kebijakan dan strategi penataan ruang, yaitu mendukung kebijakan penetapan beberapa perkotaan kecil sebagai pusat pelayanan kawasan (PPK). Huruf i Penetapan Kawasan Perkotaan Batu Engau bertujuan mewujudkan kebijakan dan strategi penataan ruang, yaitu mendukung kebijakan penetapan beberapa perkotaan kecil sebagai pusat pelayanan kawasan (PPK). Huruf j Penetapan Kawasan Perkotaan Tanjung Harapan bertujuan mewujudkan kebijakan dan strategi penataan ruang, yaitu mendukung kebijakan penetapan beberapa perkotaan kecil sebagai pusat pelayanan kawasan (PPK). Huruf k Penetapan Kawasan Cepat Tumbuh Kuaro - Tanah Grogot bertujuan mewujudkan kebijakan dan strategi penataan ruang, yaitu dengan mengembangkan keterkaitan dan interaksi sistem-sistem pusat kegiatan agar dapat mempercepat koridor ini menjadi kawasan cepat tumbuh. Pasal 42
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Penetapan Kawasan Kesultanan Sadurengas bertujuan melestarikan nilai-nilai sejarah dan kebudayaan daerah. Pasal 43
Ayat (1) Cukup jelas.
untuk
Ayat (2) Huruf a Penetapan Kawasan Konservasi Hutan Lindung Gunung Lumut bertujuan mewujudkan kebijakan dan strategi penataan ruang terutama mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan ekosistem, melestarikan keanekaragaman hayati, mempertahankan dan meningkatkan fungsi perlindungan kawasan, dan melestarikan keunikan bentang alam. Huruf b Penetapan Kawasan Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS) Kandilo bertujuan mewujudkan kebijakan dan strategi penataan ruang, terutama kebijakan pemantapan kelestarian kawasan lindung dalam bentuk pemeliharaan dan perwujudan kelestarian DAS Kandilo. Huruf c Penetapan Kawasan Konservasi Tahura Lati Petangis bertujuan mewujudkan kebijakan dan strategi penataan ruang, terutama kebijakan pemantapan kelestarian kawasan lindung dalam bentuk pemeliharaan dan perwujudan kelestarian Tahura Lati Petangis. Huruf d Penetapan Kawasan Teluk Adang bertujuan mewujudkan kebijakan dan strategi penataan ruang, terutama mengatur pemanfaatan ruang kawasan Teluk Adang yang memiliki memiliki fungsi lindung dan budidaya agar kedua fungsi tersebut dapat berjalan selaras dan tidak saling mengganggu. Huruf e Penetapan Kawasan Pesisir dan Laut Kepulauan Balabagan bertujuan mewujudkan kebijakan dan strategi penataan ruang, terutama mengatur pemanfaatan potensi laut bagi kepentingan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Pasal 44
Cukup jelas. Pasal 45
Cukup jelas. Pasal 46
Cukup jelas. Pasal 47
Cukup jelas. Pasal 48
Cukup jelas. Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas. Pasal 51
Cukup jelas. Pasal 52
Cukup jelas. Pasal 53
Cukup jelas. Pasal 54
Cukup jelas. Pasal 55
Cukup jelas. Pasal 56
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf c Yang dimaksud secara ekspansif dibatasi adalah tidak diperbolehkan melakukan pengembangan kegiatan permukiman dan budidaya melebihi deliniasi batas kegiatan lain pada kawasan hutan lindung yang tercantum dalam Lampiran IV Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten Paser. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 57
Cukup jelas. Pasal 58
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf f Yang dimaksud secara ekspansif dibatasi adalah tidak diperbolehkan melakukan pengembangan kegiatan permukiman dan budidaya melebihi deliniasi batas kegiatan lain pada kawasan cagar alam yang tercantum dalam Lampiran IV Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten Paser. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas.
Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 59
Cukup jelas. Pasal 60
Cukup jelas. Pasal 61
Cukup jelas. Pasal 62
Cukup jelas. Pasal 63
Yang dimaksud secara ekspansif dibatasi adalah tidak diperbolehkan melakukan pengembangan kegiatan permukiman dan budidaya melebihi deliniasi batas kegiatan lain pada kawasan peruntukkan hutan produksi yang tercantum dalam Lampiran IV Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten Paser. Pasal 64
Cukup jelas. Pasal 65
Cukup jelas. Pasal 66
Cukup jelas. Pasal 67
Cukup jelas. Pasal 68
Cukup jelas. Pasal 69
Cukup jelas. Pasal 70
Cukup jelas. Pasal 71
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Huruf a Izin prinsip merupakan persetujuan pendahuluan yang diberikan kepada orang atau badan hukum untuk menanamkan modal atau mengembangkan kegiatan atau pembangunan di wilayah Kabupaten yang sesuai dengan arahan kebijakan dan alokasi penataan ruang wilayah. Izin prinsip digunakan sebagai kelengkapan persyaratan teknis permohonan izin lainnya, yaitu izin lokasi, izin penggunaan pemanfaatan tanah, izin mendirikan bangunan, dan izin lainnya. Huruf b Izin lokasi merupakan izin yang diberikan kepada orang atau badan hukum untuk memperoleh tanah/pemindahan hak atas tanah/menggunakan tanah yang diperlukan dalam rangka penanaman modal. Huruf c Izin penggunaan pemanfaatan tanah merupakan izin yang diberikan kepada pengusaha untuk kegiatan pemanfaatan ruang dengan kriteria batasan luasan tanah lebih dari 5.000 (lima ribu) meter per segi. Huruf d Izin mendirikan bangunan merupakan izin yang diberikan kepada pemilik bangunan untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis. Huruf e Izin lain berdasarkan peraturan perundang-undangan merupakan izin yang diberikan pemerintah kepada pemohon izin berdasarkan undangundang atau peraturan pemerintah yang disyaratkan untuk perbuatan yang pada umumnya memerlukan pengawasan khusus. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas. Ayat (9) Cukup jelas. Ayat (10) Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas. Pasal 73
Cukup jelas. Pasal 74
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Pengenaan retribusi daerah untuk penyesuaian pemanfaatan ruang dilakukan sebesar luas tanah dikalikan harga tanah sesuai NJOP dikalikan indeks (N). Indeks (N) ditentukan berdasarkan peruntukan lama dan peruntukan baru serta kesesuaian/ketidaksesuaian dengan rencana dan tingkat gangguan yang ditimbulkan. Semakin tinggi tingkat perubahan pemanfaatan lahan, semakin tinggi nilai indeks yang dikenakan. Retribusi ini dapat dikenakan secara progresif, dengan tujuan mengembalikan pemanfatan ruang sesuai dengan arahan fungsi utama yang telah ditetapkan; Ayat (7) Cukup jelas. Pasal 75
Cukup jelas. Pasal 76
Cukup jelas. Pasal 77
Cukup jelas. Pasal 78
Cukup jelas. Pasal 79
Cukup jelas. Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 81
Cukup jelas. Pasal 82
Cukup jelas. Pasal 83
Cukup jelas. Pasal 84
Cukup jelas. Pasal 85
Cukup jelas. Pasal 86
Cukup jelas. Pasal 87
Cukup jelas. Pasal 88
Cukup jelas. Pasal 89
Cukup jelas. Pasal 90
Cukup jelas. Pasal 91
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud bersifat terbuka dan multipihak adalah keanggotaan BKPRD dapat terdiri dari beragam unsur, baik dari unsur pemerintah maupun non pemerintah. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 92
Cukup jelas. Pasal 93
Cukup jelas. Pasal 94
Cukup jelas. Pasal 95
Cukup jelas.
Pasal 96
Cukup jelas. Pasal 97
Cukup jelas. Pasal 98
Cukup jelas. Pasal 99
Cukup jelas. Pasal 100
Cukup jelas. Pasal 101
Cukup jelas. Pasal 102
Cukup jelas. Pasal 103
Cukup jelas. Pasal 104
Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PASER TAHUN 2015 NOMOR 43.
DAFTAR LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PASER TAHUN 2015 - 2035 Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran
I II III IV V VI VII VIII
Peta Rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten Paser Daftar Jalan Kewenangan Kabupaten Paser Daerah Irigasi (D.I.) Kewenangan Pemerintah Kabupaten Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten Paser Peta Kawasan Rawan Bencana Alam Kabupaten Paser Kawasan Peruntukkan Pariwisata di Kabupaten Paser Peta Kawasan Strategis Kabupaten Paser Matriks Indikasi Program Utama Kabupaten Paser
LAMPIRAN I
: PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 9 TAHUN 2015 TANGGAL 29 OKTOBER 2015
PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN PASER
NASKAH AKADEMIK RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PASER TAHUN 2014-2033
No
Nama
Jabatan
1.
Kusnedi
Kasubbag Prokumda
2.
H. Andi Azis
Kabag Hukum
3.
Heriansyah Idris
Asisten Tata Pemerintahan
4.
Helmy Lathyf
Sekretaris Daerah
Paraf
Pj. BUPATI PASER,
IBRAHIM
LAMPIRAN II
: PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 9 TAHUN 2015 TANGGAL 29 OKTOBER 2015
DAFTAR JALAN KEWENANGAN KABUPATEN No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48.
No Ruas K-01-01 K-01-02 K-01-03 K-01-04 K-01-05 K-01-06 K-01-07 K-01-08 K-01-09 K-01-10 K-01-11 K-01-12 K-01-13 K-01-14 K-01-15 K-01-16 K-01-17 K-01-18 K-01-19 K-01-20 K-01-21 K-01-22 K-01-23 K-01-24 K-01-25 K-01-26 K-01-27 K-01-28 K-01-29 K-01-30 K-01-31 K-01-32 K-01-33 K-01-34 K-01-35 K-01-36 K-01-37 K-01-38 K-01-39 K-01-40 K-01-41 K-01-42 K-01-43 K-01-44 K-01-45 K-01-46 K-01-47 K-01-48
Nama Ruas Jl. Jend. Sudirman - Tanah Grogot Jl. Basuki Rahmat - Tanah Grogot Jl. Sanusi - Tanah Grogot Jl. Mulawarman - Tanah Grogot Jl. R. Suprapto - Tanah Grogot Jl. M. Yamin (Pasar Pagi) - Tanah Grogot Jl. KS. Tubun - Tanah Grogot Jl. A. Yani - Tanah Grogot Jl. P. Hidayat - Tanah Grogot Jl. Wahab Sahrani - Tanah Grogot Jl. Kehutanan - Tanah Grogot Jl. Panglima Menteri - Tanah Grogot Jl. RA. Kartini - Tanah Grogot Jl. Dr. Cipto M - Tanah Grogot Jl. ST. IBH Khaliludin - Tanah Grogot Jl. KHA. Dahlan - Tanah Grogot Jl.P. Antasari - Tanah Grogot Jl. Cut Nyadien - Tanah Grogot Jl. Imam Bonjol - Tanah Grogot Jl. Yos Sudarso -Tanah Grogot Jl. Perwira - Tanah Grogot Jl. St. Abdurahman (Jl. Dolog) - Tanah Grogot Jl. Piere Tandean - Tanah Grogot Jl. Batuah - Tanah Grogot Jl. DI. Panjaitan - Tanah Grogot Jl. Abden Oko - Tanah Grogot Jl. Kesatria - Tanah Grogot Jl. Sltn. Agung/AH.Nasution - Tanah Grogot Jl. Yos Sudarso - R. Panjang - Lomonuntu Jl. Senaken - R. Panjang Jl. Wanasebaya - Tanah Grogot Jl. Diponogoro - Tanah Grogot Jl. Modang - Tanah Grogot Jl. Bayangkara - Tanah Grogot Jl. Panglima Sentik - Tanah Grogot Jl. P. Panji - Tanah Grogot Jl. P. Samudera - Tanah Grogot Jl. Anden Gendang - Tanah Grogot Jl. RE. Martadinata - Tanah Grogot Jl. Kandilo Bahari - Tanah Grogot Jl. Cokroaminoto - Tanah Grogot Jl. St. Hasanudin - Tanah Grogot Jl. Iskandar Muda (Jl. Padat Karya) - Tanah Grogot Jl. KH. Dewantara - Tanah Grogot Jl. Agus Salim - Tanah Grogot Jl. Lambungmangkurat - Tanah Grogot Jl. P. Singamaulana - Tanah Grogot Jl. Gajah Mada - Tanah Grogot
Panjang (Km) 0.608 0.152 0.300 0.200 0.203 0.140 0.150 1.166 0.100 0.350 0.140 0.913 1.419 0.709 0.963 0.406 0.254 0.101 0.101 0.963 0.200 0.440 0.862 1.000 5.700 0.430 0.203 0.406 8.799 3.165 0.100 0.150 0.900 0.260 0.253 0.152 0.101 0.152 0.254 0.659 1.220 0.862 0.709 0.410 0.350 0.350 0.490 0.500
No. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72. 73. 74.
No Ruas K-01-49 K-01-50 K-01-51 K-01-52 K-01-53 K-01-54 K-01-55 K-01-56 K-01-57 K-01-58 K-01-59 K-01-60 K-02.01 K-02.02 K-02.03 K-02.04 K-02.05 K-02.06 K-02.07 K-02.08 K-02.09 K-03.01 K-03.02 K-03.03 K-03.04 K-03.05
75. 76. 77. 78. 79. 80. 81. 82. 83. 84. 85. 86. 87. 88. 89. 90. 91. 92. 93. 94. 95. 96. 97. 98. 99. 100. 101. 102. 103.
K-03.06 K-03.07 K-03.08 K-03.09 K-03.10 K-03.11 K-04.01 K-04.02 K-04.03 K-04.04 K-04.05 K-04.06 K-04.07 K-04.08 K-04.09 K-04.10 K-04.11 K-05-01 K-05-02 K-05-03 K-05-04 K-05-05 K-05-06 K-05-07 K-05-08 K-05-09 K-06.01 K-06.02 K-06.03
Nama Ruas Jl. Jone - Tapis Jl. Tembusan Terminal Tepian Batang Jl. Masuk TPA Jl. Tepian Batang - Sempulang/K. Lolo Jl. Sempulang I - Sempulang II Jl. Simpang Sempulang - Sempulang I Jl. Padang Pangrapat - Muara Pasir Jl. Muara Paser - Air Mati Jl. Pebancengan - Pepara - Sei. Tuak Jl. Pepara - Rantau Panjang Seberang Jl. Simp. Salo Batu - Parepat Jl. Simp. Perepat - Sei. Langir Jl. Pasir Belengkong IKK - P. Belengkong Jl. Pasir Belengkong - Pabencengan Jl. Pasir Belengkong - Blebek/Suliliran - Suliliran Baru Jl. Simpang Baru - laburan - Lori Jl. Simp. Laburan - salo Batu Jl. Simp. Batu - Seniung Jaya Jl. Suatang Bulu - Bekoso Jl. Long Pinag - Bekoso Jl. Simp Sangkuriman - PDAM Jl. Lolo - PIR Kuaro Jl. Keluang Lolo - Persawahan Jl. Kuaro IKK - Kuaro Jl. Jangkar - Kuaro Jl. Kuaro - Rangan Barat I/Padang Jaya - Kertabumi - Rangan Barat II Jl. Rangan Barat I/Padang Jaya - Air Terjun Jl. Rangan - Rangan Timur Jl. Pekesau - PIR Pakesau Jl. Modang - Pasir Mayang Jl. Pakesau - Kartabumi Jl. Sandeley - Pabrik Sawit Jl. Simpang Pait - Tajur Jl. Atang Pait - Tajur Jl. Tilung - Pasar Pait Jl. Pasar Pait - Pangeran Singa Jl. Poros Pait - PIR Pait III/Sekurau Jaya Jl. Long Ikis - PIR Krayan Jl. Krayan IIIA (Bukit Sekola) - Teluk Waru Jl. Teluk Waru - Muara Adang Jl. Long Ikis - Kayungo Sari Jl. Long Ikis IKK - Long Ikis Jl. Kayungo IA - Kertabakti Jl.Putang - Mendik Jl. Long Kali - R. Belimbing - Dekoi Sebakung Jl. Long Kali - IKK - Long Kali Jl. Long Kali - Seburung - Sebakung IV Jl. Petiku Jl. Sarang Alang -- Muara Telake Jl. Gn. Putar - Bente Tualan - Mendik I Jl. Belimbing - Mendik-Munggu-Ma.Pias-Ma. Toyu Jl. Long Kali Mendik-Munggu-Ma.Pias-Ma. Toyu Jl. Simp. Sei Terik - Batu Kajang Jl. Batu Kajang IKK - Batu Sopang Jl. Batu Kajang - Legai
Panjang (Km) 1.019 3.112 1.073 4.000 1.234 2.575 28.971 6.000 8.772 6.120 4.600 5.510 4.274 3.927 7.395 30.481 15.417 3.842 4.100 6.120 0.612 10.028 4.033 2.000 1.809 17.894 1.516 3.030 1.718 14.000 8.290 2.283 7.886 4.651 0.708 1.365 3.286 22.444 7.380 4.347 7.785 4.000 17.035 16.883 20.300 3.296 18.353 5.019 6.997 12.269 17.000 32.195 3.300 6.278 7.047
No. 104. 105. 106. 107. 108. 109. 110. 111. 112. 113. 114.
No
No Ruas K-06.04 K-07.01 K-07.02 K-07.03 K-07.04 K-07.05 K-07.06 K-07.07 K-08.01 K-09.01 K-09.02
Nama
Jl. Jl. Jl. Jl. Jl. Jl. Jl. Jl. Jl. Jl. Jl.
Nama Ruas Batu Kajang - Kasungai Batu Butok - Uko Muara Komam IKK - Muara Komam Muara Komam - Ma. Kuaro - Ma. Payang Muara Payang - Long Sayo Muara Payang - Lusan Muara Komam - Binangon Muara Kate - Lusan IKK Muara Samu Kerang IKK - Kerang Petangis - Langgai Bai Jumlah Total Jabatan
1.
Kusnedi
Kasubbag Prokumda
2.
Andi Azis
Kabag Hukum
3.
Heriansyah Idris
Asisten Tata Pemerintahan
4.
Helmy Lathyf
Sekretaris Daerah
Paraf
Panjang (Km) 3.042 7.047 2.535 24.843 4.310 13.100 9.126 18.100 2.142 3.825 24.800 595.348
Pj. BUPATI PASER,
IBRAHIM
LAMPIRAN III : PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 9 TAHUN 2015 TANGGAL 29 OKTOBER 2015 DAERAH IRIGASI (D.I.) KEWENANGAN PEMERINTAH KABUPATEN PASER No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. No
Daerah Irigasi D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I.
Luas (Hektar) 410 600 850 100 350 120 500 375 167 650 300 250 800 250 450 150 450 900 150 250 500 625 80 525 250
Bekoso Bente Tualan Damit Janju Mendik Muara Pias Munggu Panemban Sangkuriman Sempulang Suliliran Baru Tanah Periuk Suatang Keteban Pabencengan Pepara Tepian Batang Pulau Mengkudu Tajur Olong Pinang Mendik Karya Belengkor Selibah-Pulau Angkang Padang Jaya Suliliran Seburung
Nama
Jabatan
1.
Kusnedi
Kasubbag Prokumda
2.
Andi Azis
Kabag Hukum
3.
Heriansyah Idris
Asisten Tata Pemerintahan
4.
Helmy Lathyf
Sekretaris Daerah
Paraf
Pj. BUPATI PASER,
IBRAHIM
LAMPIRAN IV
: PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR ... TAHUN 2015 TANGGAL ... TAHUN 2015
PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN PASER
NASKAH AKADEMIK RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PASER TAHUN 2014-2033
No
Nama
Jabatan
1.
Kusnedi
Kasubbag Prokumda
2.
Andi Azis
Kabag Hukum
3.
Heriansyah Idris
Asisten Tata Pemerintahan
4.
Helmy Lathyf
Sekretaris Daerah
Paraf
Pj. BUPATI PASER,
IBRAHIM
LAMPIRAN V
: PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 9 TAHUN 2015 TANGGAL 29 OKTOBER 2015
PETA RENCANA KAWASAN RAWAN BENCANA ALAM DI KABUPATEN PASER
NASKAH AKADEMIK RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PASER TAHUN 2014-2033
No
Nama
Jabatan
1.
Kusnedi
Kasubbag Prokumda
2.
Andi Azis
Kabag Hukum
3.
Heriansyah Idris
Asisten Tata Pemerintahan
4.
Helmy Lathyf
Sekretaris Daerah
Paraf
Pj. BUPATI PASER,
IBRAHIM
LAMPIRAN VI
: PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 9 TAHUN 2015 TANGGAL 29 OKTOBER 2015
KAWASAN PERUNTUKAN PARIWISATA DI WILAYAH KABUPATEN PASER No. Kecamatan 1. Long Kali
2.
Long Ikis
3.
Kuaro
4.
Pasir Belengkong
5.
Muara Komam
6.
Batu Sopang
7.
Tanah Grogot
8.
Batu Engau
Obyek Wisata Telaga Air Panas Goa Jurong Perkampungan Nelayan (Desa Teluk Waru, Muara Adang, Muara Telake) Goa Tengkorak (Desa Jemparing) Air Terjun Tiwei (Desa Tiwei) Gunung Nuwe (Desa Long Gelang) Sumber Air Mineral (Desa Long Gelang) Pengolahan Minyak Kelapa Sawit (Desa Semuntai) Perkebunan Kelapa Sawit Air Terjun Batu Badinding (Ds Rangan Barat I) Perkampungan Nelayan (Desa Pasir Mayang) Air Terjun Doyam Seriam (Desa Modang) Pelabuhan Laut Pondong (Desa Pondong) Museum Sadurengas Makam Keluarga Raja-raja Paser Pabrik Minyak Sawit (Desa Long Pinang) Air Terjun Doyam Turu (Desa Lempesu) Liang Batulis (Desa Lempesu) Perkebunan Kelapa Sawit Goa Lusan Batu Butok Air Terjun Batu Keramat (Desa Uko) Goa Sudan (Desa Uko) Liang Riut (Desa Binagon) Riam Ingko (Desa Prayon) Goa / Liang Mangkulangit (Desa Muara Kuaro) Gunung Halat Air Terjun Tangki (Desa Muara Komam) Goa Tangki (Desa Muara Komam) Goa Funtur (Desa Swanslutung) Dinding Batu Tulis (Desa Prayon) Pegunungan Karts Air Terjun Gunung Rambutan Desa Sungai Terik Goa Tengkorak (Desa Kasungai) Goa Loyang (Desa Kasungai) Gunung Lumut Pendopo Kabupaten Agro Wisata Trubus Sari (Desa Padang Pengrapat) Perkampungan Nelayan (Desa Janju) Taman Hutan Raya Lati Petangis Arkeologi Geologi
Jenis Wisata Alam Alam Budaya Budaya Alam Alam Alam Buatan Buatan Alam Budaya Alam Buatan Budaya Budaya Buatan Alam Alam Buatan Alam Alam Alam Alam Alam Alam Alam Alam Alam Alam Budaya Alam Alam Budaya Budaya Alam Alam Buatan Buatan Budaya Alam Alam
No. Kecamatan 9. Tanjung Harapan
No
Nama
Obyek Wisata
Jenis Wisata Alam Alam Alam Alam Alam Alam
Pulau Kapal Pulau Burung Pulau Salingsingan HTI Pantai Tanjung Harapan Sungai dan Mangrove
Jabatan
1.
Kusnedi
Kasubbag Prokumda
2.
Andi Azis
Kabag Hukum
3.
Heriansyah Idris
Asisten Tata Pemerintahan
4.
Helmy Lathyf
Sekretaris Daerah
Paraf
Pj. BUPATI PASER,
IBRAHIM
LAMPIRAN VII
: PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 9 TAHUN 2015 TANGGAL 29 OKTOBER 2015
PETA KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN PASER
NASKAH AKADEMIK RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PASER TAHUN 2014-2033
No
Nama
Jabatan
1.
Kusnedi
Kasubbag Prokumda
2.
Andi Azis
Kabag Hukum
3.
Heriansyah Idris
Asisten Tata Pemerintahan
4.
Helmy Lathyf
Sekretaris Daerah
Paraf
Pj. BUPATI PASER,
IBRAHIM
LAMPIRAN VIII : PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 9 TAHUN 2015 TANGGAL 29 OKTOBER 2015 MATRIKS INDIKASI PROGRAM UTAMA KABUPATEN PASER WAKTU PELAKSANAAN NO. A.
PROGRAM UTAMA
LOKASI
SUMBER DANA
INSTANSI PELAKSANA
Program Utama
1. Sosialisasi peraturan tata ruang
Kabupaten Paser
APBD Kabupaten
Bappeda, DBMPTR
2. Sosialisasi dan diseminasi tata ruang
Kabupaten Paser
APBD Kabupaten
Bappeda, DBMPTR
3. Penyusunan Peraturan Bupati Insentif dan Disinsentif Kabupaten Paser
APBD Kabupaten
Bappeda, DBMPTR
4. Pengawasan dan pengendalian tata ruang
Kabupaten Paser
APBD Kabupaten
Bappeda, DBMPTR
5. Evaluasi dan Review RTRW Kabupaten
Kabupaten Paser
APBD Kabupaten
Bappeda, DBMPTR
Perkotaan Tana Paser
APBN, APBD Prov, APBD Kab, Swasta
Kemen PU, Din PU Prov, Setda Kab, Bappeda Kab, DBMPTR Kab, DCKKP Kab, BLH Kab, Swasta
APBD Prov, APBD Kab, Swasta
Kemen PU, Din PU Prov, Bappeda Prov, Setda Kab, Bappeda Kab, DBMPTR Kab, DCKKP Kab, BLH Kab, Swasta
B. 1.
Perwujudan Struktur Ruang Perwujudan Sistem Pusat Pelayanan Sistem Perkotaan: 1.1 Perwujudan PKW
a. Penyusunan rencana rinci tata ruang b. Penyusunan peraturan zonasi c. Peningkatan dan pengembangan sarana prasarana penunjang fungsi PKW 1.2 Perwujudan PKL
Perkotaan Perkotaan Perkotaan Perkotaan Perkotaan
Long Kali Long Ikis Kuaro Muara Komam Batu Kajang
a. Penyusunan rencana rinci tata ruang b. Penyusunan peraturan zonasi c. Peningkatan dan pengembangan sarana prasarana penunjang fungsi PKL 1.3 Perwujudan PPK
Perkotaan Pasir Belengkong APBD Kab, Swasta Perkotaan Kerang Perkotaan Muser
Setda, Bappeda, DBMPTR, DCKKP, BLH, Swasta
PJM-1
PJM-2 PJM-3 PJM-4
2015 2016 2017 2018 2019
2020- 2025- 20302024 2029 2035
WAKTU PELAKSANAAN NO.
PROGRAM UTAMA
LOKASI
SUMBER DANA
INSTANSI PELAKSANA
Perkotaan Tanjung Aru a. Penyusunan rencana rinci tata ruang b. Penyusunan peraturan zonasi c. Peningkatan dan pengembangan sarana prasarana penunjang fungsi PPK Sistem Perdesaan: 2.1 Perwujudan PPL
Ds. Sebakung Taka (Kec. APBD Kab, Swasta Long Kali) Ds. Mendik (Kec. Long Kali) Ds. Bukit Seloka (Kec. Long Ikis) Ds. Belimbing (Kec. Long Ikis) Ds. Tiwei (Kec. Long Ikis) Ds. Rantau Atas (Kec. MuaraSamu) Ds. Muara Payang (Kec. Muara Komam) Ds. Muara Kuaro (Kec. Muara Komam) Ds. Suliliran Baru (Kec. Pasir Belengkong) Ds. Kersik Bura (Kec. Pasir Belengkong) Ds. Olong Pinang (Kec. Pasir Belengkong) Ds. Mengkudu (Kec. Batu Engau) Ds. Lori (Kec. Tanjung Harapan)
Setda, Bappeda, DBMPTR, DCKKP, BLH, Swasta
Ds. Padang Pengrapat (Kec. Tanah Grogot)
Din PU Prov, Din Pertanian Prov, Setda Kab, Bappeda Kab, DBMPTR Kab, DCKKP Kab, Distanbun Kab, Din Kelautan & Perikanan, Din Peternakan & Keswan Kab, Din Perindustrian &
a. Penyusunan rencana rinci tata ruang b. Penyusunan peraturan zonasi c. Peningkatan dan pengembangan sarana prasarana penunjang fungsi PPL 2.2 Perwujudan kawasan agropolitan
APBD Prov, APBD Kab, Swasta
PJM-1
PJM-2 PJM-3 PJM-4
2015 2016 2017 2018 2019
2020- 2025- 20302024 2029 2035
WAKTU PELAKSANAAN NO.
PROGRAM UTAMA
LOKASI
SUMBER DANA
INSTANSI PELAKSANA Energi Kab, Disdagkop & UKM Kab, Swasta
a. Penyusunan rencana rinci tata ruang b. Pengembangan sentra agropolitan c. Peningkatan sarana prasarana agropolitan d. Pengembangan produk unggulan & pengolahan hasil pertanian di kawasan agropolitan Ds. Pondong Baru (Kec. Kuaro) Ds. Lori (Kec. Tanjung Harapan) Ds. Tanjung Aru (Kec. Tanjung Harapan)
APBD Prov, APBD Kab, Swasta
Din PU Prov, Dinas Kelautan & Perikanan Prov, Setda Kab, Bappeda Kab, DBMPTR Kab, DCKKP Kab, Din Kelautan & Perikanan, Din Peternakan & Keswan Kab, Din Perindustrian & Energi Kab, Disdagkop & UKM Kab, Swasta
a. Penyusunan database/pendataan jalan kewenangan kabupaten
Kabupaten Paser
APBD Prov, APBD Kab, Swasta
Din PU Prov, Bappeda Prov, Bappeda Kab, Dishubkominfo Kab, DBMPTR Kab, Swasta
b. Penyusunan rencana induk sistem transportasi
Kabupaten Paser
APBD Prov, APBD Kab, Swasta
Din PU Prov, Bappeda Prov, Bappeda Kab, Dishubkominfo Kab, DBMPTR Kab, Swasta
c. Penyusunan RPJM jalan dan jembatan
Kabupaten Paser
APBD Prov, APBD Kab, Swasta
Din PU Prov, Bappeda Prov, Bappeda Kab, Dishubkominfo Kab, DBMPTR Kab, Swasta
d. Pembangunan jalan bebas hambatan
Batulicin - Tanah Grogot (Kuaro) - Penajam.
APBN, Swasta
Kemen PU, Swasta
e. Pemeliharaan dan peningkatan jalan nasional Arteri primer (Nasional): APBN, Swasta (arteri primer/AP dan kolektor primer 1/KP-1) Ruas jalan Batuaji - Kuaro Ruas jalan Kuaro - Kademan
Kemen PU, Swasta
2.3 Perwujudan kawasan minapolitan
a. Penyusunan rencana rinci tata ruang b. Pengembangan sentra minapolitan c. Peningkatan sarana prasarana minapolitan d. Pengembangan produk unggulan dan pengolahan hasil perikanan 2.
Perwujudan Sistem Prasarana Wilayah 2.1 Perwujudan sistem jaringan transportasi darat
PJM-1
PJM-2 PJM-3 PJM-4
2015 2016 2017 2018 2019
2020- 2025- 20302024 2029 2035
WAKTU PELAKSANAAN NO.
PROGRAM UTAMA
LOKASI
SUMBER DANA
Kolektor primer 1 (Nasional): APBN, Swasta Ruas jalan Kerang (batas Provinsi Kalimantan Selatan) - batas Kota Tanah Grogot Ruas jalan Noto Sunardi (Tanah Grogot) Ruas jalan batas Kota Tanah Grogot - Lolo Ruas jalan Sudirman (Tanah Grogot) Ruas jalan Kusuma Bangsa (Tanah Grogot) Ruas jalan Lolo – Kuaro
INSTANSI PELAKSANA Kemen PU, Swasta
f. Pemeliharaan dan peningkatan jalan provinsi Kolektor Primer 2 (Provinsi): APBD Prov, APBD Kab, (kolektor primer 2/KP-2) Ruas jalan Tanah Grogot - Swasta Pondongbaru Ruas jalan Ulin - Terminal Damit Ruas jalan Keluang Lolo Bekoso - Sangkuriman Tanah Periuk Ruas jalan Bekoso Lempesu Ruas jalan Janju Jone/Pondong Baru Ruas jalan Janju - Tanah Merah Ruas jalan Lolo - Muara Biu - Legai Ruas jalan Simpang Pait Tiwei Belimbing Perkuin Batas Muara Teweh Kabupaten Barito Utara Ruas jalan Biu Muser Rantau atas - Tanjung Pinang Ruas jalan Kerang Tanjung Harapan
Din PU Prov, DBMPTR Kab, Swasta
g. Peningkatan dan pemeliharaan jalan kabupaten (jalan lokal primer)
DBMPTR Kab, Swasta
Semua ruas jalan lokal primer APBD Kab, Swasta di wilayah Kabupaten Paser
PJM-1
PJM-2 PJM-3 PJM-4
2015 2016 2017 2018 2019
2020- 2025- 20302024 2029 2035
WAKTU PELAKSANAAN NO.
PROGRAM UTAMA h. Pengembangan angkutan umum meliputi: 1) Penyusunan studi kelayakan sistem angkutan umum 2) Penyediaan pemberhentian untuk angkutan umum
LOKASI
SUMBER DANA
INSTANSI PELAKSANA
Kabupaten Paser
APBD Prov, APBD Kab, Swasta
Dishub Prov, Bappeda Kab, Dishubkominfo Kab, Swasta
Terminal Tepian Batang (Kec. Tanah Grogot) Terminal Kuaro (Kec. Kuaro)
APBN, APBD Prov, APBD Kab, Swasta
Kemenhub, Dishub Prov, Dishubkominfo Kab, Swasta
APBD Prov, APBD Kab, Swasta
Dishub Prov, Dishubkominfo Kab, Swasta
APBD Prov, APBD Kab, Swasta
Dishub Prov, Dishubkominfo Kab, Swasta
APBD Prov, APBD Kab, Swasta
Dishub Prov, Dishubkominfo Kab, Swasta
APBN, APBD Prov, APBD Kab, Swasta
Kemenhub, Dishub Prov, Dishubkominfo Kab, Swasta
APBN, APBD Prov, APBD Kab, Swasta
Kemenhub, Dishub Prov, Dishubkominfo Kab, Swasta
i. Pengembangan dan peningkatan terminal penumpang 1) Terminal penumpang tipe A
Terminal Long Ikis ( Kec. Long Ikis) Terminal Tana Paser (Kec. 3) Terminal penumpang Tipe C Tanah Grogot) Terminal Long Kali (Kec. Long Kali) Terminal Simpang Pait (Kec. Long Ikis) Terminal Muara Komam (Kec. Muara Komam) Terminal Kerang (Kec. Batu Engau) j. Pengembangan pelabuhan sungai dan danau Pelabuhan Tanah Grogot (Kec.Tanah Grogot) 2) Terminal penumpang Tipe B
2.2 Perwujudan sistem jaringan transportasi perkeretaapian a. Pengembangan jalur rel kereta api nasional b. Pengamanan sempadan dan perlintasan kereta api
Prov Kalsel - Kuaro - Long Kali - Penajam - Balikpapan - Sanga-sanga - Samarinda - Bontang - Sangatta Muara Wahau - Muara Lesan - Tanjung Redeb Tanjung Batu - Tanah Kuning - Tanjung Selor Kerang Agung - Sesayap Tidung Pale - Malinau Mensalong - Pembeliangan Salang - Simanggaris - Bts Negara
PJM-1
PJM-2 PJM-3 PJM-4
2015 2016 2017 2018 2019
2020- 2025- 20302024 2029 2035
WAKTU PELAKSANAAN NO.
PROGRAM UTAMA
LOKASI
SUMBER DANA
INSTANSI PELAKSANA
Jalur Balikpapan - Tanah Grogot - Tanjung c. Pembangunan stasiun kereta api skala besar Kec. Tanah Grogot
APBN, APBD Prov, APBD Kab, Swasta
Kemenhub, Dishub Prov, Dishubkominfo Kab, Swasta
d. Peningkatan prasarana dan sarana perkeretaapian.
Kabupaten Paser
APBN, APBD Prov, APBD Kab, Swasta
Kemenhub, Dishub Prov, Dishubkominfo Kab, Swasta
Pelabuhan Pondong (Kec. Kuaro)
APBN, APBD Prov, APBD Kab, Swasta
Kemenhub, Dishub Prov, Dishubkominfo Kab, Swasta
b. Peningkatan sarana prasarana angkutan laut Pelabuhan Pondong (Kec. Kuaro)
APBN, APBD Prov, APBD Kab, Swasta
Kemenhub, Dishub Prov, Dishubkominfo Kab, Swasta
Bandar Udara Paser sebagai bandar udara pengumpan di Desa Rantau Panjang Padang Pengrapat (Kec. Tanah Grogot)
APBN, APBD Prov, APBD Kab, Swasta
Kemenhub, Dishub Prov, Dishubkominfo Kab, Swasta
APBN, APBD Prov, APBD Kab, Swasta
Kemenhub, Dishub Prov, Dishubkominfo Kab, Swasta
APBN, APBD Prov, APBD Kab, Swasta
Kemenhub, Dishub Prov, Dishubkominfo Kab, Swasta
Kabupaten Paser
APBN, APBD Prov, APBD Kab, Swasta
Kem ESDM, Distamben Prov, Disperintamb Kab, PLN, Swasta
PLTD Long Ikis (Kec. Long Ikis) PLTD Kuaro (Kec. Kuaro) PLTD Tanah Grogot (Kec. Tanah Grogot) PLTD Batu Engau (Kec. Batu Engau) PLTD Batu Sopang (Kec. Batu Sopang) PLTD Muara Komam (Kec. Muara Komam) PLTD Muser (Kec. Muara Samu) PLTD Tanjung Harapan (Kec. Tanjung Harapan) Kec Long Kali (Ds Muara Lambakan, Pinang Jatus, Muara Toyu, Kepala Telake)
APBN, APBD Prov, APBD Kab, Swasta
Kem ESDM, Distamben Prov, Disperintamb Kab, PLN, Swasta
APBN, APBD Prov, APBD Kab, Swasta
Kem ESDM, Distamben Prov, Disperintamb Kab, PLN, Swasta
2.3 Perwujudan sistem jaringan transportasi laut a. Penyusunan rencana induk pelabuhan
2.4 Perwujudan sistem jaringan transportasi udara a. Pengembangan/peningkatan bandar udara b. Penyediaan fasilitas pokok dan fasilitas penunjang bandar udara c. Penataan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) 2.5 Perwujudan sistem jaringan prasarana energi a. Peningkatan kualitas pelayanan jaringan distribusi listrik b. Peningkatan dan pengembangan PLTD
c. Peningkatan dan pengembangan PLTMH
PJM-1
PJM-2 PJM-3 PJM-4
2015 2016 2017 2018 2019
2020- 2025- 20302024 2029 2035
WAKTU PELAKSANAAN NO.
PROGRAM UTAMA
LOKASI
SUMBER DANA
INSTANSI PELAKSANA
d. Peningkatan dan pengembangan PLTU
Kec. Long Ikis (Ds Tiwei) Kec. Muara Samu (Ds. Muser, Suweto, Rantau Atas, Tanjung Pinang) Kec Muara Komam (Ds. Long Sayo, Lusan, Swanslutung, Sekuan Makmur/Trans Kate) PLTU Tanah Grogot
APBN, APBD Prov, APBD Kab, Swasta
Kem ESDM, Distamben Prov, Disperintamb Kab, PLN, Swasta
e. Pembangunan jaringan transmisi tenaga listrik
Transmisi sistem Samarinda - APBN, APBD Prov, APBD sistem Balikpapan (inducing Kab, Swasta
Kem ESDM, Distamben Prov, Disperintamb Kab, PLN, Swasta
f. Pembangunan transmisi tegangan tinggi berkapasitas 150 KV (SUTET)
Tansmisi Petung - Incomer APBN, APBD Prov, APBD 1 phi (Karjo - Kuaro) Kab, Swasta Karang Joang - Kuaro Kuaro - Perbatasan Teluk Balikpapan/Kariangau - Incomer 2 phi (Karjo Kuaro).
Kem ESDM, Distamben Prov, Disperintamb Kab, PLN, Swasta
power)
2.6 Perwujudan sistem jaringan prasarana telekomunikasi APBN, APBD Prov, APBD Kab, Swasta
a. Peningkatan kualitas pelayanan telepon
Kabupaten Paser
b. Pengembangan jaringan mikro digital
Jalur Penajam - Tanah APBD Prov, APBD Kab, Grogot Swasta Tanah Grogot - Batas Provinsi Kalimantan Selatan APBD Prov, APBD Kab, Tanah Grogot Swasta
c. Peningkatan kapasitas pelayanan STO
d. Penataan penggunaan menara telekomunikasi bersama
Diskominfo Prov dan Dishubkominfo Kab, Telkom, Swasta Diskominfo Prov dan Dishubkominfo Kab, Telkom, Swasta Diskominfo Prov dan Dishubkominfo Kab, Telkom, Swasta
Kabupaten Paser
APBN, APBD Prov, APBD Kab, Swasta
Diskominfo Prov dan Dishubkominfo Kab, Telkom, Swasta
Kawasan perkotaan di Kabupaten Paser
APBN, APBD Prov, APBD Kab, Swasta
Kem PU, Din PU Prov, DCKKP Kab, PDAM, Swasta
2.7 Perwujudan sistem jaringan prasarana sumberdaya air a. Penyediaan sistem air bersih perpipaan
PJM-1
PJM-2 PJM-3 PJM-4
2015 2016 2017 2018 2019
2020- 2025- 20302024 2029 2035
WAKTU PELAKSANAAN NO.
PROGRAM UTAMA
LOKASI
SUMBER DANA
INSTANSI PELAKSANA
b. Pemanfaatan air permukaan intake di sungai/mata air yang terdekat
Kawasan perdesaan dan APBN, APBD Prov, APBD perkotaan di Kabupaten Paser Kab, Swasta
Kem PU, Din PU Prov, DCKKP Kab, PDAM, Swasta
c. Peningkatan pengelolaan WS dan DAS
WS Kendilo sebagai WS Lintas APBN, APBD Prov, APBD Kabupaten meliputi : Kab, Swasta DAS Telake DAS Adang - Kuaro DAS Kendilo DAS Kerang - Segendang
Kem PU, Kemenhut, Din PU Prov, BPDAS, Bappeda Kab, Dishut Kab, BLH Kab, DBMPTR Kab, DCKKP Kab, Swasta
d. Penyusunan database/pendataan Daerah Irigasi (DI)
Kabupaten Paser
APBD Kab, Swasta
DBMPTR Kab, Swasta
e. Pembangunan dan perbaikan operasional prasarana jaringan irigasi
Daerah Irigasi (DI) di Kab. Paser
APBD Prov, APBD Kab, Swasta
Din PU Prov, DBMPTR Kab, Swasta
f. Pelestarian sumber mata air dan konservasi daerah resapan air
Kabupaten Paser
APBN, APBD Prov, APBD Kab, Swasta
Kem PU, Kemenhut, Din PU Prov, BPDAS, Bappeda Kab, Dishut Kab, BLH Kab, DBMPTR Kab, Swasta
2.8 Perwujudan sistem jaringan persampahan a. Peningkatan dan pengembangan TPA dengan TPA Janju (Kec. Tanah APBN, APBD Prov, APBD Grogot) sistem sanitary landfill Kab, Swasta TPA Batu Sopang (Kec. Batu Sopang) TPA Long Ikis (Kec. Long Ikis)
Kem PU, Din PU Prov, DCKKP Kab, BLH Kab, Swasta
b. Peningkatan dan pengembangan TPS dan/atau TPST
Kabupaten Paser
APBD Kab, Swasta
DCKKP, BLH, Swasta
c. Program pengelolaan sampah 3R berbasis masyarakat
Kabupaten Paser
APBD Kab, Swasta
DCKKP, BLH, Swasta
APBD Kab, Swasta
DCKKP, BLH, Swasta
APBD Kab, Swasta
DCKKP, BLH, Swasta
APBD Kab, Swasta
DCKKP, BLH, Swasta
2.9 Perwujudan sistem pengelolaan limbah a. Pengembangan pengelolaan limbah kawasan Kawasan perkotaan di perkotaan Kabupaten Paser b. Pembangunan instalasi pengolahan limbah B3 Kabupaten Paser pada kawasan peruntukan industri c. Pembangunan Instalasi Pengolahan Limbah Kawasan perkotaan di Limpur Tinja (IPLT) Kabupaten Paser 2.10 Perwujudan sistem jaringan drainase a. Pembangunan dan peningkatan saluran drainase perkotaan
Kawasan perkotaan di Kabupaten Paser
APBD Kab, Swasta
DCKKP, DBMPTR,Swasta
b. Normalisasi peningkatan saluran primer dan
Kabupaten Paser
APBD Kab, Swasta
DCKKP, DBMPTR,Swasta
PJM-1
PJM-2 PJM-3 PJM-4
2015 2016 2017 2018 2019
2020- 2025- 20302024 2029 2035
WAKTU PELAKSANAAN NO.
PROGRAM UTAMA
LOKASI
SUMBER DANA
INSTANSI PELAKSANA
sekunder c. Normalisasi saluran sungai
Kabupaten Paser
APBD Kab, Swasta
DCKKP, DBMPTR, Swasta
a. Identifikasi potensi alur kejadian bencana
Kabupaten Paser
APBD Kab, Swasta
BPBD, DBMPTR, Bappeda, Swasta
b. Penyusunan jalur evaluasi bencana
Kabupaten Paser
APBD Kab, Swasta
BPBD, DBMPTR, Bappeda, Swasta
c. Sosialisasi jalur dan ruang evakuasi bencana
Kabupaten Paser
APBD Kab, Swasta
BPBD, Satpol PP, Swasta
APBN, APBD Provinsi, APBD Kemenhut, Dishut Prov, Dishut Kabupaten Kab, Bappeda Kab, BLH Kab
2.11 Perwujudan jalur dan ruang evakuasi bencana
C. 1.
Perwujudan Pola Ruang Perwujudan kawasan lindung 1.1 1.1 Perwujudan kawasan hutan lindung a. Penetapan batas kawasan hutan lindung b. Pengawasan dan pemantauan untuk pelestarian kawasan hutan lindung c. Pemberian insentif pengelolaan kawasan
HL Gunung Beratus HL Gunung Lumut HL Sungai Samu HL Hilir Sungai Sawang HL Hulu Sungai KendiloGunung Ketam
d. Program pembinaan, penyuluhan pelestarian kawasan 1.2 Perwujudan kawasan resapan air a. Penetapan batas kawasan resapan air
APBN, APBD Provinsi, APBD Kemenhut, Dishut Prov, Dishut Kabupaten Kab, Bappeda Kab, BLH Kab APBN, APBD Provinsi, APBD Kemenhut, Dishut Prov, Dishut Kabupaten Kab, Bappeda Kab, BLH Kab APBN, APBD Provinsi, APBD Kemenhut, Dishut Prov, Dishut Kabupaten Kab, Bappeda Kab, BLH Kab
Kec. Kec. Kec. Kec.
Long Ikis Kuaro Batu Sopang Muara Komam
APBN, APBD Provinsi, APBD Kemenhut, Dishut Prov, Dishut Kabupaten Kab, Bappeda Kab, BLH Kab
b. Pengendalian kegiatan budi daya pada kawasan resapan air
Kabupaten Paser
APBN, APBD Provinsi, APBD Kemenhut, Dishut Prov, Dishut Kabupaten Kab, Bappeda Kab, BLH Kab
c. Pemberian insentif pengelolaan kawasan
Kabupaten Paser
APBN, APBD Provinsi, APBD Kemenhut, Dishut Prov, Dishut Kabupaten Kab, Bappeda Kab, BLH Kab
d. Program pembinaan, penyuluhan pelestarian Kabupaten Paser kawasan
APBN, APBD Provinsi, APBD Kemenhut, Dishut Prov, Dishut Kabupaten Kab, Bappeda Kab, BLH Kab
1.3 Perwujudan kawasan perlindungan setempat Sempadan pantai: a. Penetapan sempadan pantai
Sepanjang pesisir pantai timur APBN, APBD Provinsi, APBD Kemenhut, Dishut Prov, Din Kabupaten Paser: Kabupaten Kelautan & Perikanan Prov, Dishut Kab, Bappeda Kab, BLH Kec. Long Kali Kab, Din Kelautan & Perikanan Kec. Long Ikis Kab Kec. Kuaro
PJM-1
PJM-2 PJM-3 PJM-4
2015 2016 2017 2018 2019
2020- 2025- 20302024 2029 2035
WAKTU PELAKSANAAN NO.
PROGRAM UTAMA
b. Pemanfaatan ruang sempadan pantai
LOKASI
SUMBER DANA
INSTANSI PELAKSANA
Kec. Tanah Grogot Kec. Pasir Belengkong Kec. Tanjung Harapan Sepanjang pesisir pantai timur APBN, APBD Provinsi, APBD Kemenhut, Dishut Prov, Din Kabupaten Paser Kabupaten Kelautan & Perikanan Prov, Dishut Kab, Bappeda Kab, BLH Kab, Din Kelautan & Perikanan Kab
c. Penetapan batas kawasan pasang surut
Sepanjang pesisir pantai timur APBN, APBD Provinsi, APBD Kemenhut, Dishut Prov, Din Kabupaten Paser Kabupaten Kelautan & Perikanan Prov, Dishut Kab, Bappeda Kab, BLH Kab, Din Kelautan & Perikanan Kab
d. Penghijauan
Sepanjang pesisir pantai timur APBN, APBD Provinsi, APBD Kemenhut, Dishut Prov, Din Kabupaten Paser Kabupaten, Swasta Kelautan & Perikanan Prov, Dishut Kab, Bappeda Kab, BLH Kab, Din Kelautan & Perikanan Kab, Swasta
e. Sosialisasi dan workshop pengelolaan kawasan sempadan pantai.
Kabupaten Paser
APBN, APBD Provinsi, APBD Kemenhut, Dishut Prov, Din Kabupaten Kelautan & Perikanan Prov, Dishut Kab, Bappeda Kab, BLH Kab, Din Kelautan & Perikanan Kab
a. Penetapan sempadan sungai dan irigasi
Kabupaten Paser (seluruh wilayah kecamatan yang dilewati sungai)
APBD Kabupaten
DBMPTR, Bappeda, BLH
b. Pemanfaatan ruang sempadan sungai & irigasi
Kabupaten Paser
APBD Kabupaten
DBMPTR, Bappeda, BLH
c. Penertiban bangunan di atas saluran irigasi
Kabupaten Paser
APBD Kabupaten
DBMPTR, Bappeda, BLH, Satpol PP
d. Penghijauan
Kabupaten Paser
APBD Kabupaten, Swasta
DBMPTR, Bappeda, BLH, Dishut, Swasta
e. Program pembinaan, penyuluhan pelestarian kawasan
Kabupaten Paser
APBD Kabupaten
DBMPTR, Bappeda, BLH, Satpol PP
Desa Petiku (Kec. Long Kali); Desa Muara Telake (Kec.
APBD Kabupaten
DBMPTR, Bappeda, BLH, Dishut
Sempadan sungai:
Kawasan sekitar mata air : a. Penetapan batas sempadan mata air
PJM-1
PJM-2 PJM-3 PJM-4
2015 2016 2017 2018 2019
2020- 2025- 20302024 2029 2035
WAKTU PELAKSANAAN NO.
PROGRAM UTAMA
LOKASI
SUMBER DANA
INSTANSI PELAKSANA
Longkali); Desa Teluk Waru (Kec. Long Ikis); Desa Pasir Mayang (Kec. Kuaro); Desa Kendarom (Kec. Kuaro); Desa Muara Pasir (Kec. Tanah Grogot); Desa Laburan (Kec. Pasir Belengkong); Desa Keladen (Kec. Tanjung Harapan); Desa Selengot (Kec. Tanjung Harapan); Desa Labuangkallo (Kec. Tanjung Harapan); dan Desa Tanjung Aru (Kec. Tanjung Harapan) b. Penghijauan
Kabupaten Paser
APBD Kabupaten, Swasta
DBMPTR, Bappeda, BLH, Dishut, Swasta
c. Program pembinaan, penyuluhan pelestarian kawasan.
Kabupaten Paser
APBD Kabupaten
DBMPTR, Bappeda, BLH, Dishut, Satpol PP
a. Penetapan batas RTH kawasan perkotaan
Kabupaten Paser
APBD Kabupaten, Swasta
DCKKP, Bappeda, BLH, Dishut, Swasta
b. Penghijauan
Kabupaten Paser
APBD Kabupaten, Swasta
DCKKP, Bappeda, BLH, Dishut, Swasta
c. Program pembinaan, penyuluhan pelestarian kawasan
Kabupaten Paser
APBD Kabupaten, Swasta
DCKKP, Bappeda, BLH, Dishut, Satpol PP, Swasta
RTH kawasan perkotaan:
1.4 Perwujudan kawasan lindung suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya Cagar Alam Teluk Adang Cagar Alam Teluk Apar Pantai hutan bakau di pesisir timur Kabupaten b. Pengawasan dan pemantauan pelestarian Paser kawasan Taman Hutan Raya Lati Petangis c. Program pembinaan, penyuluhan pelestarian Cagar budaya dan ilmu a. Penetapan batas kawasan
APBN, APBD Provinsi, APBD Kemenhut, Dishut Kab, Bappeda Kabupaten, Swasta Kab, DBMPTR Kab, BLH Kab, Disparpora Kab, Swasta APBN, APBD Provinsi, APBD Kemenhut, Dishut Kab, Bappeda Kabupaten, Swasta Kab, DBMPTR Kab, BLH Kab, Disparpora Kab, Swasta APBN, APBD Provinsi, APBD Kemenhut, Dishut Kab, Bappeda
PJM-1
PJM-2 PJM-3 PJM-4
2015 2016 2017 2018 2019
2020- 2025- 20302024 2029 2035
WAKTU PELAKSANAAN NO.
PROGRAM UTAMA kawasan
LOKASI
SUMBER DANA
pengetahuan: Kabupaten, Swasta - Situs Kesultanan Sadurangas (Kec. Pasir Belengkong) - Makam-makam Raja/Sultan (Kec. Pasir Belengkong) - Situs Batu Megalit di Desa Muara Toyu (Kec. Long Kali) - Situs Goa Tengkorak di Desa Kasungai (Kec. Batu Sopang)
INSTANSI PELAKSANA Kab, DBMPTR Kab, BLH Kab, Disparpora Kab, Swasta
1.5 iPerwujudan kawasan rawan bencana alam a. Penetapan batas kawasan rawan bencana b. Pengendalian pembangunan di kawasan rawan bencana
Kabupaten Paser
APBD Kabupaten, Swasta
Kabupaten Paser
APBD Kabupaten, Swasta
c. Pengembangan jalur & ruang evakuasi
Kabupaten Paser
APBD Kabupaten, Swasta
DBMPTR, BPBD, Bappeda, Swasta
d. Program pembinaan, penyuluhan di kawasan Kabupaten Paser rawan bencana
APBD Kabupaten, Swasta
BPBD, DBMPTR, Bappeda, Satpol PP, Swasta
1.6 Perwujudan kawasan lindung geologi a. Penetapan batas kawasan lindung geologi
Kawasan karst: APBD Kabupaten, Swasta - Kec. Batu Sopang - Kec. Muara Komam Kawasan rawan gempa bumi : Kec. Long Ikis Kawasan perlindungan air tanah: - Ds. Petiku (Kec. Long Kali) - Ds. Muara Telake (Kec. Longkali) - Ds. Teluk Waru (Kec. Long Ikis) - Ds. Pasir Mayang (Kec. Kuaro) - Ds. Kendarom (Kec. Kuaro) - Ds. Muara Pasir (Kec.
BPBD, Bappeda, Swasta DBMPTR, Bappeda, BPBD, Satpol PP, Swasta
Bappeda, DBMPTR, Dishut, Distamb, Swasta
PJM-1
PJM-2 PJM-3 PJM-4
2015 2016 2017 2018 2019
2020- 2025- 20302024 2029 2035
WAKTU PELAKSANAAN NO.
PROGRAM UTAMA
b. Pengembangan jalur dan ruang evakuasi di kawasan rawan bencana alam geologi (gempa bumi)
LOKASI Tanah Grogot) - Ds. Laburan (Kec. Belengkong) - Ds. Keladen Tanjung Harapan) - Ds. Selengot Tanjung Harapan) - Ds. Labuangkallo Tanjung Harapan) - Ds. Tanjung Aru Tanjung Harapan) Kec. Long Ikis
SUMBER DANA
INSTANSI PELAKSANA
Pasir (Kec. (Kec. (Kec. (Kec. APBD Kabupaten, Swasta
Bappeda, DBMPTR, Dishut, Distamb, BPBD, Swasta
Kabupaten Paser
APBD Kabupaten, Swasta
Bappeda, DBMPTR, Dishut, Distamb, BPBD, Satpol PP, Swasta
d. Program pembinaan, penyuluhan di kawasan Kabupaten Paser lindung geologi
APBD Kabupaten, Swasta
Bappeda, DBMPTR, Dishut, Distamb, BPBD, Satpol PP, Swasta
c. Pengendalian kegiatan budi daya
1.7 Perwujudan kawasan lindung lainnya Plasma nutfah daratan: - Kec. Long Kali - Kec. Long Ikis - Kec. Kuaro - Kec. Batu Sopang b. Pengawasan dan pemantauan pelestarian - Kec. Muara Komam kawasan - Kec. Tanjung Harapan Plasma nutfah perairan: - Kec. Long Kali c. Program pembinaan, penyuluhan pelestarian - Kec. Long Ikis kawasan - Kec. Kuaro - Kec. Tanah Grogot - Kec. Tanjung Harapan Kawasan pengungsian satwa: - HL Gunung Lumut - Air Terjun Modang (Kec.Kuaro) a. Penetapan batas kawasan lindung lainnya: Kawasan perlindungan plasma nutfah Kawasan pengungsian satwa
2.
Perwujudan kawasan budi daya
APBN, APBD Provinsi, APBD Kemenhut, Dishut Prov, Dishut Kabupaten, Swasta Kab, Bappeda Kab, BLH Kab, Din Kelautan & Perikanan Kab, Satpol PP, Swasta APBN, APBD Provinsi, APBD Kemenhut, Dishut Prov, Dishut Kabupaten, Swasta Kab, Bappeda Kab, BLH Kab, Din Kelautan & Perikanan Kab, Satpol PP, Swasta APBN, APBD Provinsi, APBD Kemenhut, Dishut Prov, Dishut Kabupaten, Swasta Kab, Bappeda Kab, BLH Kab, Din Kelautan & Perikanan Kab, Satpol PP, Swasta
PJM-1
PJM-2 PJM-3 PJM-4
2015 2016 2017 2018 2019
2020- 2025- 20302024 2029 2035
WAKTU PELAKSANAAN NO.
PROGRAM UTAMA
LOKASI
SUMBER DANA
INSTANSI PELAKSANA
2.1 Perwujudan kawasan peruntukan hutan produksi a. Penetapan kawasan dan strategi penanganan Hutan Produksi Terbatas APBN, APBD Provinsi, APBD Kemenhut, Dishut Prov, Dishut (HPT): kawasan hutan produksi Kabupaten, Swasta Kab, Bappeda Kab, BLH Kab, - HPT Sungai Sawang Swasta - HPT Hulu Sungai KendiloSungai Payang - HPT Hulu Sungai KendiloGunung Ketam - HPT Sungai Toyu-Gunung Ketam Hutan Produksi (HP): - HP Sungai Kendilo-Sungai Biu - HP Sungai SegendangSungai Samu - HP Sungai Toyu-Sungai Kuaro - HP Sungai Samu - HP Sungai Lambakan Hutan Produksi Konversi (HPK): - HPK Sungai Telake - HPK Sungai Tiwei - HPK Swanslutung - HPK Sungai Samu - HPK Sungai Dili-Sungai Lomu - HPK Sungai Kerang b. Mensinergikan pengelolaan hutan produksi dengan kegiatan pertanian dan peternakan bagi masyarakat sekitarnya
Kabupaten Paser
APBN, APBD Provinsi, APBD Kemenhut, Dishut Prov, Dishut Kabupaten, Swasta Kab , Bappeda Kab, BLH Kab, Swasta
c. Sosialisasi dan workshop pengelolaan kawasan hutan produksi.
Kabupaten Paser
APBN, APBD Provinsi, APBD Kemenhut, Dishut Prov, Dishut Kabupaten, Swasta Kab , Bappeda Kab, BLH Kab, Swasta
Kabupaten Paser
APBN, APBD Provinsi, APBD Kementan, Distan Prov, Bappeda Kabupaten, Swasta Kab, Distanbun Kab, Din Peternakan & Keswan Kab, Swasta
2.2 Perwujudan kawasan peruntukan pertanian a. Pengembangan agribisnis tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan
b. Pengembangan sentra-sentra pertanian
Desa Padang Pengrapat (Kec. APBN, APBD Provinsi, APBD Kementan, Distan Prov, Bappeda
PJM-1
PJM-2 PJM-3 PJM-4
2015 2016 2017 2018 2019
2020- 2025- 20302024 2029 2035
WAKTU PELAKSANAAN NO.
PROGRAM UTAMA berbasis agropolitan
LOKASI
SUMBER DANA
INSTANSI PELAKSANA
Tanah Grogot)
Kabupaten, Swasta
Kab, Distanbun Kab, Din Peternakan & Keswan Kab, Swasta
c. Peningkatan produksi tanaman perkebunan
Kabupaten Paser
APBD Provinsi, APBD Kabupaten, Swasta
Distan Prov, Bappeda Kab, Distanbun Kab, Swasta
d. Penetapan batas kawasan pertanian pangan berkelanjutan
Kabupaten Paser
APBD Provinsi, APBD Kabupaten, Swasta
Distan Prov, Bappeda Kab, Distanbun Kab, Din Peternakan & Keswan Kab, Swasta
e. Pengembangan dan peningkatan saprotan dan pemasaran hasil pertanian
Kabupaten Paser
APBD Provinsi, APBD Kabupaten, Swasta
Distan Prov, Bappeda Kab, Distanbun Kab, Din Peternakan & Keswan Kab, Swasta
f. Sosialisasi dan workshop pengelolaan pertanian pangan berkelanjutan
Kabupaten Paser
APBD Provinsi, APBD Kabupaten, Swasta
Distan Prov, Bappeda Kab, Distanbun Kab, Din Peternakan & Keswan Kab, Swasta
a. Pengembangan agribisnis perikanan
Kabupaten Paser
APBN, APBD Provinsi, APBD KKP, Din Kelautan & Perikanan Kabupaten, Swasta Prov, Bappeda Kab, Din Kelautan & Perikanan Kab, Swasta
b. Pengembangan kawasan minapolitan
Ds. Pondong Baru (Kec.Kuaro) Ds. Lori (Kec.Tanjung Harapan) Ds. Tanjung Aru (Kec.Tanjung Harapan)
APBN, APBD Provinsi, APBD KKP, Din Kelautan & Perikanan Kabupaten, Swasta Prov, Bappeda Kab, Din Kelautan & Perikanan Kab, Swasta
c. Pengembangan sarana dan prasarana produksi dan pemasaran hasil perikanan.
Kabupaten Paser
APBN, APBD Provinsi, APBD KKP, Din Kelautan & Perikanan Kabupaten, Swasta Prov, Bappeda Kab, Din Kelautan & Perikanan Kab, Swasta
Kabupaten Paser
APBN, APBD Provinsi, APBD Kem ESDM, Distamben Prov, Kabupaten, Swasta Distamb Kab, Swasta
b. Pengembangan dan peningkatan sarana dan Kabupaten Paser prasarana pengelolaan tambang
APBN, APBD Provinsi, APBD Kem ESDM, Distamben Prov, Kabupaten, Swasta Distamb Kab, Swasta
c. Rehabilitasi lahan pasca tambang
Kabupaten Paser
APBN, APBD Provinsi, APBD Kem ESDM, Distamben Prov, Kabupaten, Swasta Distamb Kab, Swasta
d. Pengelolaan kawasan pertambangan secara berkelanjutan
Kabupaten Paser
APBN, APBD Provinsi, APBD Kem ESDM, Distamben Prov, Kabupaten, Swasta Distamb Kab, Swasta
e. Sosialisasi dan workshop pengelolaan tambang
Kabupaten Paser
APBN, APBD Provinsi, APBD Kem ESDM, Distamben Prov, Kabupaten, Swasta Distamb Kab, Swasta
2.3 Perwujudan kawasan peruntukan perikanan
2.4 Perwujudan kawasan peruntukan pertambangan a. Identifikasi potensi tambang
PJM-1
PJM-2 PJM-3 PJM-4
2015 2016 2017 2018 2019
2020- 2025- 20302024 2029 2035
WAKTU PELAKSANAAN NO.
PROGRAM UTAMA 2.5 Perwujudan kawasan peruntukan industri
LOKASI
SUMBER DANA
INSTANSI PELAKSANA
Kabupaten Paser
a. Pengembangan dan peningkatan jaringan infrastruktur penunjang kawasan
Kabupaten Paser
APBD Provinsi, APBD Kabupaten, Swasta
Bappeda Prov, Din PU Prov, Din Perindustrian Prov, Bappeda Kab, Din Perindustrian & Energi Kab, BLH Kab, Swasta
b. Pengembangan dan pengelolaan kawasan peruntukan industri secara berkelanjutan
Kabupaten Paser
APBD Provinsi, APBD Kabupaten, Swasta
Bappeda Prov, Din PU Prov, Din Perindustrian Prov, Bappeda Kab, Din Perindustrian & Energi Kab, BLH Kab, Swasta
c. Pemberian insentif industri non polutif
Kabupaten Paser
APBD Provinsi, APBD Kabupaten, Swasta
Bappeda Prov, Din PU Prov, Din Perindustrian Prov, Bappeda Kab, Din Perindustrian & Energi Kab, BLH Kab, Swasta
APBD Kabupaten, Swasta
Disparpora, Bappeda, Swasta
2.6 Perwujudan kawasan peruntukan pariwisata a. Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Kabupaten Paser Pariwisata Daerah (RIPPDA) b. Peningkatan sarana dan prasarana penunjang Kabupaten Paser kepariwisataan c. Penataan dan pengendalian pembangunan Kabupaten Paser kawasan obyek wisata
APBN, APBD Provinsi, APBD Kemenparektif, Disparbud Prov, Kabupaten, Swasta Disparpora Kab, Bappeda Kab APBN, APBD Provinsi, APBD Kemenparektif, Disparbud Prov, Kabupaten, Swasta Disparpora Kab, Bappeda Kab
2.7 Perwujudan kawasan peruntukan permukiman a. Penyusunan masterplan kawasan permukiman
Kabupaten Paser
APBD Kabupaten, Swasta
Bappeda, DCKKP, Swasta
b. Pengembangan dan peningkatan jaringan infrastruktur penunjang permukiman
Kabupaten Paser
APBD Kabupaten, Swasta
Bappeda, DCKKP, Swasta
Kabupaten Paser
APBN, instansi TNI/Polri, APBD Kabupaten
Kemhan, TNI/Polri, Bappeda Kab, DBMPTR Kab
b. Pengembangan dan peningkatan sarana dan Kabupaten Paser prasarana sekitar kawasan
APBN, instansi TNI/Polri, APBD Kabupaten
Kemhan, TNI/Polri, Bappeda Kab, DBMPTR Kab
c. Pengendalian perkembangan kegiatan di sekitar kawasan
Kabupaten Paser
APBN, instansi TNI/Polri, APBD Kabupaten
Kemhan, TNI/Polri, Bappeda Kab, DBMPTR Kab
d. Sosialisasi dan workshop pengelolaan kawasan pertahanan dan keamanan
Kabupaten Paser
APBN, instansi TNI/Polri, APBD Kabupaten
Kemhan, TNI/Polri, Bappeda Kab, DBMPTR Kab
2.8 Perwujudan kawasan peruntukan pertahanan & keamanan a. Penetapan batas kawasan
D. 1.
Perwujudan Kawasan Strategis Kabupaten Perwujudan kawasan strategis kepentingan ekonomi
PJM-1
PJM-2 PJM-3 PJM-4
2015 2016 2017 2018 2019
2020- 2025- 20302024 2029 2035
WAKTU PELAKSANAAN NO.
PROGRAM UTAMA a.
b.
c.
d.
e.
2.
3.
Delineasi dan penyusunan kawasan strategis
LOKASI rencana
rinci Kawasan Strategis Prov (KSP): Kawasan Industri Pertanian Kawasan Strategis Kab (KSK): Penyediaan sarana dan prasarana penunjang Kawasan perkotaan Tanah Grogot Kawasan perkotaan Long Pengembangan kegiatan ekonomi pada sektor Kali Kawasan perkotaan Long unggulan Ikis Kawasan perkotaan Kuaro Pengaturan pengembangan pengendalian Kawasan perkotaan Batu pemanfaatan ruang Sopang Kawasan perkotaan Muara Penyediaan fasilitas dan prasarana penunjang Komam kegiatan ekonomi pada kawasan strategis Kawasan perkotaan Muara Samu Kawasan perkotaan Pasir Belengkong Kawasan perkotaan Batu Engau Kawasan perkotaan Tanjung Harapan Kawasan cepat tumbuh Kuaro - Tanah Grogot
SUMBER DANA
INSTANSI PELAKSANA
APBD Provinsi, APBD Kabupaten, Swasta
Din PU Prov, Bappeda Prov, Bappeda Kab, DBMPTR Kab, Swasta
APBD Provinsi, APBD Kabupaten, Swasta
Din PU Prov, Bappeda Prov, Bappeda Kab, DBMPTR Kab, Swasta
APBD Provinsi, APBD Kabupaten, Swasta
Din PU Prov, Bappeda Prov, Bappeda Kab, DBMPTR Kab, Swasta
APBD Provinsi, APBD Kabupaten, Swasta
Din PU Prov, Bappeda Prov, Bappeda Kab, DBMPTR Kab, Swasta
APBD Provinsi, APBD Kabupaten, Swasta
Din PU Prov, Bappeda Prov, Bappeda Kab, DBMPTR Kab, Swasta
APBD Provinsi, APBD Kabupaten, Swasta
Din PU Prov, Bappeda Prov, Bappeda Kab, DBMPTR Kab, Disparpora Kab, Swasta
Perwujudan kawasan strategis kepentingan sosial budaya rencana
rinci Kawasan Kesultanan Sadurengas (Kec. Pasir Belengkong)
a.
Delineasi dan penyusunan kawasan strategis
b.
Pengendalian perkembangan kegiatan yang dapat menganggu kawasan strategis
APBD Provinsi, APBD Kabupaten, Swasta
Din PU Prov, Bappeda Prov, Bappeda Kab, DBMPTR Kab, Disparpora Kab, Swasta
c.
Program pembinaan, penyuluhan masyarakat pada kawasan strategis
APBD Provinsi, APBD Kabupaten, Swasta
Din PU Prov, Bappeda Prov, Bappeda Kab, DBMPTR Kab, Disparpora Kab, Swasta
kepada
Perwujudan kawasan strategis kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup a.
Delineasi dan penyusunan kawasan strategis
rencana
rinci Kawasan Konservasi Hutan APBD Provinsi, APBD Lindung Gunung Lumut Kabupaten, Swasta Kawasan Rehabilitasi Daerah
Din PU Prov, Bappeda Prov, Bappeda Kab, DBMPTR Kab, BLH Kab, Dishut Kab, Din Kelautan &
PJM-1
PJM-2 PJM-3 PJM-4
2015 2016 2017 2018 2019
2020- 2025- 20302024 2029 2035
WAKTU PELAKSANAAN NO.
PROGRAM UTAMA
b.
c.
d.
LOKASI
Aliran Sungai (DAS) Kendilo Pemanfaatan untuk pendidikan dan penelitian Kawasan Konservasi Taman Hutan Raya (Tahura) Lati berbasis ramah lingkungan hidup. Petangis Kawasan Teluk Adang Kawasan Pesisir dan Laut Pengendalian perkembangan kegiatan yang Kepulauan Balabagan dapat menganggu kawasan strategis
Program pembinaan, penyuluhan masyarakat pada kawasan strategis.
No
Nama
kepada
SUMBER DANA
INSTANSI PELAKSANA
PJM-1
PJM-2 PJM-3 PJM-4
2015 2016 2017 2018 2019
2020- 2025- 20302024 2029 2035
Perikanan Kab, Swasta APBD Provinsi, APBD Kabupaten, Swasta
Din PU Prov, Bappeda Prov, Bappeda Kab, DBMPTR Kab, BLH Kab, Dishut Kab, Din Kelautan & Perikanan Kab, Swasta
APBD Provinsi, APBD Kabupaten, Swasta
Din PU Prov, Bappeda Prov, Bappeda Kab, DBMPTR Kab, BLH Kab, Dishut Kab, Din Kelautan & Perikanan Kab, Swasta
APBD Provinsi, APBD Kabupaten, Swasta
Din PU Prov, Bappeda Prov, Bappeda Kab, DBMPTR Kab, BLH Kab, Dishut Kab, Din Kelautan & Perikanan Kab, Swasta
Jabatan
1.
Kusnedi
Kasubbag Prokumda
2.
Andi Azis
Kabag Hukum
3.
Heriansyah Idris
Asisten Tata Pemerintahan
4.
Helmy Lathyf
Sekretaris Daerah
Paraf
Pj. BUPATI PASER,
IBRAHIM