BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 06/01/21/Th X, 2 Januari 2015
PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, SEPTEMBER 2014 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Provinsi Kepulauan
Riau pada September 2014 sebanyak 124.171 orang (6,40 persen). Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada Maret 2014 yang sebanyak 127.799 orang (6,70 persen), secara absolut mengalami penurunan sebanyak 3.628 orang atau persentasenya turun sebesar 0,30 poin. Selama periode Maret 2014 - September 2014, penduduk miskin di daerah perkotaan menurun 6.108 orang, sebaliknya di daerah perdesaan mengalami peningkatan sebanyak 2.480 orang. Secara relatif persentase penduduk miskin daerah perkotaan mengalami penurunan 0,48 poin selama periode Maret 2014 – September 2014, yaitu dari 6,09 persen menjadi 5,61 persen. Sementara di perdesaan persentase penduduk miskin naik sebesar 0,68 poin, yaitu dari 9,86 persen menjadi 10,54 persen. Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada September 2014, sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan sebesar 66,57 persen, sedangkan sumbangan Garis Kemiskinan Non Makanan terhadap Garis Kemiskinan pada September 2014 adalah sebesar 33,43 persen. Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan di daerah perkotaan
adalah beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, dan daging ayam ras, sedangkan di daerah perdesaan adalah komoditas beras, rokok kretek filter, gula pasir dan ikan tongkol/tuna/cakalang. Untuk komoditi bukan makanan, kontribusi terbesar terhadap Garis Kemiskinan adalah biaya perumahan, listrik, dan bensin baik di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan.
Pada periode Maret 2014 – September 2014, baik Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan penurunan. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin dekat dengan
garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran
penduduk miskin makin rendah. Berita Resmi Statistik No. 06/01/21/Th X, 2 Januari 2015
1
1. Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau, Maret 2014 – September 2014 Jumlah penduduk miskin di Provinsi Kepulauan Riau pada periode Maret 2014 – September 2014 mengalami penurunan sebanyak 3.628 orang, yaitu dari 127.799 orang pada Maret 2014
menjadi 124.171 orang orang pada September 2014. Persentase
penduduk miskin mengalami penurunan sebesar 0,30 poin, yaitu dari 6,70 persen menjadi 6,40 persen pada periode tersebut. Jumlah penduduk miskin daerah perkotaan berkurang sebanyak 6,108 orang, dari 97.378 orang pada Maret 2014 menjadi 91.270 orang pada September 2014. Sebaliknya di daerah perdesaan, penduduk miskin naik sebanyak 2.480 orang, dari 30.421 orang pada Maret 2014 menjadi 32.901 orang pada September 2014. Tabel 1. Garis Kemiskinan, Jumlah, dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Kepulauan Riau Menurut Daerah, Maret 2014 – September 2014 Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Daerah/Tahun
(1)
Perkotaan Maret 2014 September 2014 Perubahan Perdesaan Maret 2014 September 2014 Perubahan Kota+Desa Maret 2014 September 2014 Perubahan
Jumlah penduduk miskin (Orang)
Persentase penduduk miskin
Makanan
Bukan Makanan
Total
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
276.268 279.898 3.630
145.465 151.228 5.763
421.733 431.127 9.394
97.378 91.270 -6.108
6,09 5,61 -0,48
290.776 302.805 12.029
94.295 96.258 1.963
385.071 399.063 13,992
30.421 32.901 2.480
9,86 10,54 0,68
278.616 283.584
137.184 142.383
415.800 425.967
127.799 124.171
6,70 6,40
4.968
5.199
10.167
-3.628
-0,30
Sumber: Diolah dari data Susenas Modul Konsumsi Maret 2014 dan September 2014.
Berita Resmi Statistik No. 06/01/21/Th X, 2 Januari 2015
2
2. Perubahan Garis Kemiskinan Maret 2014 – September 2014 Banyak sedikitnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Selama Maret 2014 – September 2014, Garis Kemiskinan naik sebesar 2,45 persen, yaitu dari Rp.415.800,- per kapita per bulan pada Maret 2014 menjadi Rp. 425.967,- pada September 2014. Pada periode yang sama, perkembangan garis kemiskinan daerah perkotaan meningkat 2,23 persen dan di wilayah perdesaan meningkat sebesar 3,63 persen. Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan. Pada Maret 2014, peranan GKM terhadap GK sebesar 67,01 persen, sedangkan pada September 2014, peranan GKM terhadap GK sebesar 66,57 persen. Di daerah perkotaan, peranan GKM terhadap GK terlihat menurun, yaitu dari 65,51 persen menjadi 64,92 persen, sebaliknya di perdesaan, peranan GKM terhadap GK terlihat meningkat dari 75,51 persen menjadi 75,88 persen. Komoditas makanan yang paling penting bagi penduduk miskin adalah beras. Pada September 2014, sumbangan pengeluaran beras terhadap Garis Kemiskinan Makanan sebesar 22,37 persen di perkotaan dan 30,35 persen di perdesaan. Selain beras, komoditas makanan lain yang berpengaruh cukup besar terhadap Garis Kemiskinan Makanan di daerah perkotaan adalah rokok kretek filter 13,88 persen, telur ayam ras 5,85 persen, dan daging ayam ras 5,53 persen. Sedangkan daerah perdesaan adalah rokok kretek filter 10,72 persen, gula pasir 7,04 persen dan tongkol/tuna/cakalang 5,55 persen. Untuk komoditas bukan makanan, biaya perumahan mempunyai peranan yang cukup besar terhadap Garis Kemiskinan Bukan Makanan, yaitu 28,68 persen di perkotaan dan 33,99 persen di perdesaan. Komoditas bukan makanan lainnya yang berpengaruh cukup besar pada Garis Kemiskinan Bukan Makanan antara lain: biaya yang dikeluarkan untuk listrik (11,53 persen di perkotaan, 11,57 persen di perdesaan), bensin (10,44 persen di perkotaan, 6,97 persen di perdesaan), perlengkapan mandi (5,90 persen di perkotaan, 4,41 persen di perdesaan).
Berita Resmi Statistik No. 06/01/21/Th X, 2 Januari 2015
3
Tabel 2. Peranan Komoditi Makanan Terhadap Garis Kemiskinan Makanan di Provinsi Kepulauan Riau, September 2014 Komoditi
Perkotaan (%)
Perdesaan (%)
(1)
(2)
(3)
1. Beras
22.37
30.35
2. Rokok kretek filter
13.88
10.72
3. Telur ayam ras
5.85
4.37
4. Daging ayam ras
5.53
3.71
5. Mie instan
5.27
5.17
6. Tongkol/tuna/cakalang
4.50
5.55
7. Gula pasir
4.13
7.04
8. Kembung
3.96
1.49
9. Bawang merah
2.29
3.46
10. Cabe rawit
1.70
2.70
11. Cabe merah
3.67
1.36
Sumber: Diolah dari data Susenas Modul Konsumsi September 2014 . Tabel 3. Peranan Komoditi Non Makanan Terhadap Garis Kemiskinan Bukan Makanan Di Provinsi Kepulauan Riau, September 2014
Komoditi
Perkotaan (%)
Perdesaan (%)
(1)
(2)
(3)
1. Perumahan
28.68
33.99
2. Listrik
11.53
11.57
3. Bensin
10.44
6.97
4. Perlengkapan Mandi
5.90
4.41
Sumber: Diolah dari data Susenas Modul Konsumsi September 2014
Berita Resmi Statistik No. 06/01/21/Th X, 2 Januari 2015
4
3. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Pada periode Maret 2014 – September 2014, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan adanya koreksi. Indeks Kedalaman Kemiskinan turun dari 0,94 pada Maret 2014 turun menjadi 0,74 pada September 2014. Hal sama terjadi pada Indeks Keparahan Kemiskinan yang turun dari 0,27 menjadi 0,18 pada periode yang sama (Tabel 4). Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan menunjukkan angka yang sangat rendah, hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin dekat dengan garis kemiskinan, dan ketimpangan rata-rata pengeluaran penduduk miskin rendah. Di daerah perkotaan pada periode Maret 2014 – September 2014, Indeks Kedalaman Kemiskinan turun dari 1,00 menjadi 0,67, demikian pula halnya dengan Indeks Keparahan Kemiskinan juga mengalami penurunan, yaitu dari 0,31 menjadi 0,17 (Tabel 4). Tabel 4. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Provinsi Kepulauan Riau menurut Daerah, Maret 2014 – September 2014 Tahun
Kota
Desa
Kota + Desa
(1)
(2)
(3)
(4)
1,00
0,61
0,94
0,67
1,09
0,74
0,31
0,09
0,27
0,17
0,24
0,18
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
Maret 2014 September 2014 Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
Maret 2014 September 2014
Sumber: Diolah dari data Susenas Modul Konsumsi Maret 2014 dan September 2014 .
Di daerah perdesaan pada periode Maret 2014 – September 2014, Indeks Kedalaman Kemiskinan meningkat dari 0,61 menjadi 1,09, begitu pula dengan Indeks Berita Resmi Statistik No. 06/01/21/Th X, 2 Januari 2015
5
Keparahan Kemiskinan naik dari 0,09 menjadi 0,24 (Tabel 4). Kedua angka indeks di perdesaan lebih tinggi daripada di perkotaan, hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin daerah perkotaan relatif makin mendekati garis kemiskinan. Pada September 2014, Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan daerah perdesaan lebih tinggi dari perkotaan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin daerah perdesaan lebih jauh dari garis kemiskinan dibanding daerah perkotaan, dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin perdesaan lebih besar dibanding daerah perkotaan.
Berita Resmi Statistik No. 06/01/21/Th X, 2 Januari 2015
6
4. Penjelasan Teknis dan Sumber Data a.
Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran, Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Head Count Index, yaitu persentase penduduk
miskin terhadap total
penduduk. b.
Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan.
c.
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padipadian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buahbuahan, minyak dan lemak, dll).
d.
Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non-makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan.
e.
Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan tahun 2014 ini adalah data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) Modul Konsumsi bulan Maret 2014 dan September 2014.
Berita Resmi Statistik No. 06/01/21/Th X, 2 Januari 2015
7