BIOSORPSI ION LOGAM Cu(II) OLEH KULIT BUAH NAGA (Hylocereus polyrhizus) Sahriani Ali, Nursiah La Nafie, Paulina Taba Jurusan Kimia FMIPA Universitas Hasanuddin Kampus Tamalanrea Makassar 90425
Abstrak. Biosorpsi merupakan metode yang efektif untuk menghilangkan ion logam berat dari suatu larutan. Biosorpsi ion logam Cu(II) dengan menggunakan biosorben kulit buah naga pada variasi waktu kontak, pH dan konsentrasi telah diteliti. Konsentrasi ion Cu(II) sebelum dan setelah adsorpsi ditentukan dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Pengaruh pH dalam proses biosorpsi dipelajari pada pH 2-7. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu optimum biosorpsi ion Cu(II) biomassa kulit buah naga adalah 10 menit dan pH optimum biosorpsi adalah 4. Model Langmuir dan Freundlich digunakan untuk mempelajari isotermal adsorpsi. Dari hasil penelitian ini, diperoleh informasi bahwa biosorpsi ion logam Cu(II) dengan menggunakan kulit buah naga lebih sesuai dengan model isotermal Langmuir dibandingkan isotermal Freundlich dengan kapasitas adsorpsi (Qo) 20,401 mg/g biosorben. Hasil analisis FT-IR menunjukkan bahwa gugus hidroksil yang berperan dalam pengikatan ion Cu(II). Kata Kunci : Biosorpsi, SSA, Isotermal Langmuir, ion Cu(II), Kulit Buah Naga. Abstract. Biosorption is an effective method for the removal of heavy metal ions from their solution. Biosorption of Cu(II) by dragon fruit peel with variation of contact time, pH, and concentration has been investigated. Concentration of Cu(II) ion before and after adsorption was determined using Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). Effect of pH in the biosorption process was studied at pH of 2-7. The result showed that the optimum time for biosorption of Cu(II) ion by biomass dragon fruit peel was 10 minutes and pH 4 was the optimum pH of biosorption. Langmuir and Freundlich models were used to study the adsorption isotherm. Result showed that biosorption of Cu(II) ion by dragon fruit peel fit better the Langmuir model than Freundlich model with the adsorption capacity (Qo) of 20,401 mg/g biosorbent. The result of FT-IR analysis showed that hydroxyl group are responsible for the binding of the Cu(II) ion. Keyword : Biosorption, AAS, Langmuir Isotherm, Ion Cu(II), Dragon Fruit Peel.
PENDAHULUAN Pencemaran lingkungan merupakan masalah yang semakin penting untuk diselesaikan karena menyangkut keselamatan, kesehatan, dan kehidupan makhluk hidup. Di antara banyaknya masalah pencemaran lingkungan saat ini yang mendapat perhatian serius adalah masalah pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh logam berat. Pencemaran ini dapat menyebabkan kerugian besar, karena umumnya buangan/limbah pada lingkungan mengandung zat beracun salah satunya yaitu logam Cu (Darmono, 2001). Logam Cu dalam lingkungan perairan dapat dipisahkan dengan berbagai cara, seperti cara pelapisan, penyaringan, pengendapan, dan pengapungan partikel tersuspensi. Namun, metode tersebut dianggap kurang efektif karena membutuhkan biaya yang relatif tinggi, produksi lumpur limbah beracun yang tinggi dan dapat menyulitkan proses penanganan serta pembuangannya. Untuk itu metode penyerapan dipakai dengan menggunakan bahan yang relatif murah, bisa didapat dengan mudah dan mempunyai daya serap tinggi (Zein dkk., 2003 dalam Lelifajri, 2010). Salah satu alternative dalam pengolahan limbah yang mengandung logam berat adalah penggunaan bahan-bahan biologis sebagai adsorben. Proses ini kemudian disebut sebagai biosorpsi. Biosorpsi menunjukkan kemampuan biomassa untuk mengikat logam berat dari dalam larutan melalui langkah-langkah metabolisme atau kimia dan fisika. Keuntungan penggunaan proses biosorpsi diantaranya adalah biaya yang relatif murah, pembentukan lumpur yang minimal, serta proses regenerasinya yang mudah (Ashraf dkk., 2010). Proses biosorpsi dipengaruhi oleh waktu kontak, pH dan konsentrasi (Kuraisy, 2008). Selain itu, proses akhir
biosorpsi dilakukan dengan menentukan jumlah kapasitas biosorpsi yang diadsorpsi oleh ion logam dengan menggunakan pendekatan isotermal adsorpsi. Isotermal adsorpsi yang umum digunakan yaitu Isotermal Freundlich dan Isotermal Langmuir (Hawari dkk., 2006). Bahan biologis yang dapat digunakan sebagai bahan baku biosorben salah satunya adalah limbah produk-produk pertanian. Limbah produk pertanian merupakan limbah organik yang tentunya akan sangat mudah ditemukan dalam jumlah besar. Pemanfaatan dan penggunaan limbah pertanian sebagai bahan baku biosorben selain dapat membantu mengurangi volume limbah juga dapat memberdayakan limbah menjadi suatu produk yang mempunyai nilai jual. Oleh karena itu, potensi limbah pertanian cukup besar untuk digunakan sebagai bahan baku biosorben logam berat (Kurniasari, 2010). Berbagai biosorben dengan menggunakan limbah pertanian ataupun bahan biologis telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya seperti biosorpsi dengan menggunakan daun nanas (Budiyanto dkk., 2010), kulit jeruk Bali (Tasaso, 2014), dan serbuk kayu gergaji (Lelifajri, 2010) Komponen yang berperan dalam proses adsorpsi logam berat dengan adsorben bahan-bahan biologis adalah gugus aktif yang ada dalam bahan tersebut. Gugus-gugus tersebut yang akan menarik dan mengikat logam pada biomassa, gugus–gugus itu diantaranya gugus hidroksil dan karboksil (Ahalya dkk., 2003). Salah satu limbah yang mengandung banyak gugus aktif adalah kulit buah naga. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa kulit buah naga mengandung nitrogen, karbon, hidrogen, dan sulfur (Mallampati, 2013). Senyawa- senyawa yang terkandung dalam kulit buah naga mengandung gugus –OH dan –COOH. Gugus- gugus aktif tersebut
jika ditinjau dari HSAB (Hard Soft Acid Base) digolongkan sebagai basa keras sementara logam Cu(II) dikategorikan sebagai asam madya, sehingga Cu(II) dapat berinteraksi baik dengan gugus aktif yang terdapat dalam kulit buah naga (Lin dkk., 2002). Namal dkk., (2013) telah berhasil melakukan penelitian dengan menggunakan kulit buah naga untuk mengadsorpsi ion Mn(II). Hal ini menunjukkan bahwa kulit buah naga berpotensi untuk dijadikan sebagai biosorben ion logam berat (Mallampati, 2013). Berdasarkan uraian maka penelitian yang memanfaatkan kulit buah naga sebagai biosorben dilakukan untuk penghilangan logam berat Cu2+ . BAHAN DAN METODE Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit buah naga, kristal Cu(NO3)2.3H2O, HNO3 pekat, NaOH, akuades, akuabides, kertas saring Whatman 42, kertas label, dan tissue roll. Alat Penelitian Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas kimia yang umum digunakan, ayakan (lolos saringan 100 mesh dan tidak lolos saringan 230 mesh), oven model SPNISOSFD, magnetik stirrer, neraca digital Ohaus model NO AP210, crusher, pH meter, botol semprot, seperangkat alat sentrifuge, seperangkat alat SSA, seperangkat alat spektrofotometer FT-IR model SHIMADZU 8201 PC dan desikator.
Prosedur Persiapan Biosorben Kulit Buah Naga (Hylocereus polyrhizus) Kulit buah naga dipotong kecil, lalu dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran. Kemudian kulit buah naga dibilas dengan akuades, dan ditiriskan. Kulit buah naga dikeringkan di bawah sinar matahari selama 1 minggu. Selanjutnya kulit buah naga dikeringkan di oven pada suhu 80 °C selama 24 jam. Kemudian kulit buah naga disimpan dalam desikator. Setelah itu, kulit buah naga digerus/dihaluskan dengan menggunakan crusher, dan diayak dengan ukuran lolos saringan 100 mesh tetapi tidak lolos saringan 230 mesh. Penentuan Waktu Optimum Biosorpsi Ion Cu(II) Oleh Kulit Buah Naga (Hylocereus polyrhizus) Serbuk kulit buah naga ditimbang sebanyak 0,2 gram dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 mL. Selanjutnya ditambahkan 50 mL larutan Cu(II) dengan konsentrasi 100 ppm. Campuran dikocok dengan magnetik stirrer selama 5 menit dan disaring. Absorbansi filtrat diukur dengan Spektrofotometer Serapan Atom pada panjang gelombang 324,8 nm. Percobaan kemudian diulangi dengan variasi waktu 10; 15; 20; 30; 40; 50; 60; 70; 80; dan 90 menit. Setiap percobaan dilakukan 2 kali pengulangan. Percobaan blanko dilakukan seperti di atas tetapi tanpa pengocokan dengan magnetik stirrer. Penentuan Pengaruh pH Biosorpsi Ion Cu(II) Oleh Kulit Buah Naga (Hylocereus polyrhizus) Sebanyak 0,2 gram serbuk kulit buah naga dimasukkan ke dalam gelas erlenmeyer 100 mL yang berisi 50 mL larutan Cu(II) 100 ppm. Kemudian dikocok dengan magnetic stirrer dengan variasi pH 2, 3, 4,
5, 6 dan 7 selama waktu kontak optimum. Disaring dengan kertas saring Whatman 42. Absorbansi filtrat diukur dengan Spektrofotometer Serapan Atom. Penentuan Kapasitas Biosorpsi Ion Cu(II) Oleh Kulit Buah Naga (Hylocereus polyrhizus) Serbuk kulit buah naga ditimbang sebanyak 0,2 gram dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 mL yang berisi 50 mL larutan Cu(II) dengan variasi konsentrasi 50; 100; 150; 250, dan 400 ppm. Campuran dikocok dengan magnetic stirrer selama waktu dan pH optimum dan kemudian disaring. Residu dianalisis dengan FT-IR dan filtratnya dianalisis dengan SSA.
Analisis dengan FTIR Analisis spektrum FTIR (Fourier Transform Infra Red) dilakukan pada biomassa kulit buah naga sebelum dan sesudah adsorpsi. Spektra direkam pada daerah bilangan gelombang 4000-400 cm-1 dengan resolusi 4 cm-1 pada suhu ruangan menggunakan detektor DTGS (Deuterated Triglycine Sulphate). Spektra diproses dengan menggunakan Software Easy Plot. HASIL DAN PEMBAHASAN Waktu Optimum Biosorpsi Ion Cu(II) Oleh Kulit Buah Naga (Hylocereus polyrhizus) Jumlah ion Cu(II) yang diadsorpsi sebagai fungsi waktu ditunjukan pada Gambar 4.
6
qe (mg/g)
5 4 3 2 1 0 0
20
40
60
80
100
Waktu (t, menit)
Gambar 4. Jumlah ion Cu(II) yang diadsorpsi vs waktu kontak dengan biosorben kulit buah naga (Co= 100 ppm, pH= 5,1). menunjukkan bahwa sisi aktif permukaan Jumlah ion Cu(II) yang diadsorpsi kulit buah naga telah jenuh. pada waktu 5 menit adalah 5,001 mg/g. Hal ini sesuai dengan teori yang Jumlah ini meningkat pada waktu menyatakan bahwa makin lama waktu yang pengadukan 10 menit hingga mencapai batas digunakan semakin banyak zat terlarut yang optimum dengan jumlah ion teradsorpsi teradsorpsi. Namun, jumlah zat terlarut yang sebesar 5,27 mg/g. Setelah melampaui diadsorpsi akan mencapai batas maksimum, waktu optimum pada waktu 10 menit, karena permukaan biosorben telah tertutupi jumlah ion Cu(II) yang teradsorpsi oleh lapisan ion Cu(II) yang teradsorpsi cenderung mengalami penurunan dari waktu (Kuraisy, 2008). 30 menit sampai 90 menit. Data ini
Untuk penelitian lebih lanjut, waktu yang digunakan ion Cu(II) oleh kulit buah naga adalah pada waktu 10 menit yang merupakan waktu optimum.
pH 2 hingga pH 7 dengan waktu pengadukan selama waktu optimum 10 menit. Penentuan pengaruh pH dari biosorpsi ion Cu(II) oleh biosorben kulit buah naga ditentukan dengan menghitung jumlah ion yang diadsorpsi (Qe) pada berbagai pH. Hasil penelitian biosorpsi ion Cu(II) ditunjukkan pada Gambar 5.
Pengaruh pH terhadap Biosorpsi Ion Cu(II) Oleh Kulit Buah Naga (Hylocereus polyrhizus) Pengaruh pH pada biosorpsi ion Cu(II) oleh kulit buah naga dilakukan antara
8 7 qe (mg/g)
6 5 4 3 2 1 0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
pH
Gambar 5. Jumlah Ion Cu(II) yang diadsorpsi oleh Kulit Buah Naga vs pH (t= 10 menit, Co= 100 ppm). mendekati permukaan biosorben tersebut Jumlah ion Cu(II) yang diadsorpsi karena adanya gaya tolak. oleh kulit buah naga pada pH 2 adalah Dengan bertambahnya pH, 0,72 mg/g. Jumlah ini meningkat dan konsentrasi ion H+ berkurang dan mencapai maksimum pada pH 4 dengan permukaan adsorben menjadi lebih negatif jumlah teradsorpsi menjadi 7,27 mg/g. sehingga ion-ion Cu(II) akan lebih mudah Setelah melewati pH 4 jumlah yang teradsorpsi. Pada pH yang lebih tinggi yaitu diadsorpsi cenderung menurun. pH 5 dan 6 jumlah ion-ion Cu(II) yang Menurut Pravasant, dkk., (2005) diadsorpsi mengalami penurunan rendahnya jumlah ion Cu(II) yang selanjutnya cenderung konstan sampai pada diadsorpsi pada pH rendah karena larutan pH 7. Penurunan jumlah ion logam yang + mengandung ion-ion H dengan konsentrasi diserap pada proses adsorpsi pada pH tinggi tinggi sehingga ion Cu(II) bersaing dengan terjadi sebelum mencapai pH dimana ion proton dalam interaksi dengan sisi aktif pada logam tersebut mengendap disebabkan oleh permukaan biosorben. Pada pH rendah, terbentuknya kompleks hidroksil terlarut permukaan biosorben ditutupi oleh ion-ion dari ion logam sehingga ion logam tidak H+ yang mencegah ion-ion Cu(II) untuk bisa lagi berikatan dengan gugus aktif pada adsorben (Ahmad dkk., 2009). Dari data di
atas pH optimum untuk mengadsorpsi ion logam Cu(II) oleh kulit buah naga adalah pH 4. Hal ini sama dengan yang dilaporkan oleh Tasaso (2014) pada biosorpsi ion Cu(II) oleh kulit jeruk bali yang optimum pada pH 4, begitupun yang dilaporkan Gulnaz, dkk., (2005) pada biosorpsi ion Cu(II) oleh sludge aktif kering, Tikupadang (2009) juga melaporkan pH optimum biosorpsi ion Cu(II) oleh ampas sagu pada pH 4. Penelitian selanjutnya dilakukan pada pH 4.
Kapasitas Biosorpsi Ion Cu(II) Oleh Kulit Buah Naga (Hylocereus polyrhizus) Jumlah ion Cu(II) yang diadsorpsi oleh kulit buah naga sebagai fungsi dari konsentrasi awal ion Cu(II) diberikan pada Gambar 6. Jumlah ion Cu(II) yang diadsorpsi meningkat dengan meningkatnya konsentrasi awal. Pada rentang konsentrasi yang digunakan, jumlah ion Cu(II) yang diadsorpsi masih terus bertambah yang berarti adsorben belum jenuh. Oleh karena itu penentuan kapasitas adsorpsi dilakukan dengan menggunakan isotermal Langmuir dan Freundlich. Gambar 7 dan 8 menunjukkan isotermal Langmuir dan Freundlich.
Jumlah ion Cu(II) yang diadsorpsi (qe,mg/g)
20 15 10 5 0 0
100
200 300 Konsentrasi Ce (mg/L)
400
500
Ce/qe
Gambar 6. Jumlah ion Cu(II) yang diadsorpsi oleh kulit buah naga vs konsentrasi ion Cu (II) dalam larutan setelah adsorpsi (t= 10 menit, pH= 4). 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
y = 0.049x + 2.544 R² = 0.995
0
50
100
150 Ce
200
250
300
Gambar 7. Isotermal Langmuir dengan variasi Konsentrasi 50 mg/L, 100 mg/L, 150 mg/L, 250 mg/L, 400 mg/L pada pH 4.
1.4 1.2
log qe
1 0.8
y = 0.379x + 0.328 R² = 0.968
0.6 0.4 0.2 0 0
0.5
1
1.5 log Ce
2
2.5
3
Gambar 8. Isotermal Freundlich dengan variasi konsentrasi 50 mg/L, 100 mg/L, 150 mg/L, 250 mg/L, 400 mg/L pada pH 4. Dengan membandingkan nilai garis kuadrat terkecil, maka akan dipilih model isotermal adsorpsi yang sesuai. Gambar 7 dan 8 menunjukkan bahwa adsorpsi ion Cu(II) pada kulit buah naga lebih sesuai dengan isotermal adsorpsi Langmuir dimana titiknya cenderung menunjukkan suatu hubungan garis lurus sesuai dengan nilai kuadrat terkecil dimana R2 yang diperoleh (0,995), sedangkan pada isotermal adsorpsi Freundlich diperoleh R2 sebesar 0,968. Intercept dan slope isotermal dari adsorpsi Langmuir memberikan nilai kapasitas biosorpsi (Qo) sebesar 20,401 mg/g atau 0,321 mmol/g dan b (intensitas biosorpsi) sebesar 0,02 L/mg. Tikupadang (2009) menunjukkan bahwa biosorpsi ion Cu(II) oleh ampas sagu juga sesuai dengan isotermal Langmuir dengan nilai Qo= 10,92 mg/g. Hal yang
sama juga dilaporkan oleh Moo (2010) yang menggunakan ampas tahu sebagai biosorben ion Cu(II) dengan nilai Qo = 7,91 mg/g. Septiany (2008) menunjukkan bahwa biosorpsi ion Cu(II) oleh biomassa rhizoma T. hemprichii sesuai dengan isotermal Langmuir dengan nilai Qo sebesar 37,03 mg/g. Tetapi Lesage, dkk., (2006) menunjukkan bahwa biosorpsi ion Cu(II) oleh tumbuhan Myriophyllum spicatum L. sesuai dengan isotermal Freundlich dengan k = 29 mg/g. Menurut Kojima dan Lee (2001) dalam Pravasant, dkk., (2005), adsorben yang berbeda memberikan karakteristik adsorpsi yang berbeda pula. Oleh karena itu, kesesuaian dari isotermal adsorpsi bergantung pada biosorben yang digunakan. Hasil Analisis FT-IR Spektrum FT-IR kulit buah naga sebelum dan sesudah biosorpsi dapat dilihat pada Gambar 9
3000
2500
2000
1500
1000
665.44 625.29 534.28
1246.02
1155.36 1103.28 1058.92 1026.77
1330.88 1643.35
3442.94 3500
1419.61 1379.10
1737.86
2922.16 50
4000
524.64
893.04
b
b
0
667.37 624.94
1153.43 1103.28 1056.99 1035.77
1735.93
100
1643.35
2360.87 2335.80
3415.93
% Transmitan
150
1415.75 1377.17 1325.10
2922.16
aa
1247.94
2360.87 2335.80
894.97
200
500
-1
bilangan gelombang (cm )
Gambar 9. Spektrum Hasil Analisa FT-IR Biosorben Kulit Buah Naga (a) Sebelum Kontak dengan Ion Cu(II) dan (b) Setelah Kontak dengan Logam Cu(II) Beberapa puncak terdetekasi pada sampel sebelum biosorpsi seperti pada sampel 1056,99 cm-1 (ulur C-O), 1643,35 cm-1 (ulur C=O), 2922,16 cm-1 (ulur –CH alifatik) dan 3415,93 cm-1 (ulur –OH). Puncak-puncak tersebut juga diamati pada spektrum setelah biosorpsi kecuali puncak pada 3415,93 cm-1 (ulur –OH) mengalami pergeseran menjadi 3442,94 cm-1. Hal ini menunjukkan adanya interaksi ion Cu(II) dengan gugus hidroksil yang terkandung dalam kulit buah naga. Selain itu pada daerah bilang gelombang 524,64 cm-1 juga mengalami pergerseran menjadi 534,26 cm-1. Pergeseran puncak serapan ini disebabkan karena adanya ikatan antara ion Cu(II) dengan oksigen (regangan Cu-O) (Gatial dkk., 2014). Berdasarkan hasil analisis FT-IR, interaksi diperkirakan terjadi antara gugus fungsi hidroksil (-OH) yang berasal dari
lignin maupun selulosa dengan ion Cu(II) karena adanya gugus hidroksil (-OH) pada selulosa dan lignin yang tidak terhalangi oleh efek sterik sementara pada pektin, gugus hidroksilnya terhalangi oleh adanya efek sterik dan juga gugus (-OH) pada pektin yang berasal dari gugus (-COOH), oksigen pada gugus (-OH) dan gugus (-CO) memiliki kemampuan yang sama besar untuk menarik elektron karena adanya efek konjugasi sehingga kemungkinan yang bergeser adalah gugus (-CO). Gambar 10 dan 11 menunjukkan perbedaan energi ikatan pada gugus hidroksil (–OH)1 merupakan lignin yang terhalangi oleh efek sterik dan gugus (–OH)2 yang tidak terhalangi efek sterik. Perbedaan energi ikatan ini menunjukkan bahwa gugus yang cenderung untuk berikatan dengan ion Cu(II) adalah gugus (–OH)2 yang tidak terhalangi oleh efek sterik. Gugus (–OH)2
yang energi ikatannya lebih kecil cenderung lebih stabil dan dari strukturnya gugus (–OH)2 ini lebih bebas dibandingkan dengan
gugus (–OH)1 yang terhalangi oleh efek sterik. Reaksi yang diusulkan diberikan pada Gambar 12
Energi Total = 104,602 kcal/mol
Energi Total = 74,029 kcal/mol
1
1
2
Gambar 10. Gugus Hidroksil (–OH) yang terhalangi oleh efek sterik
2
Gambar 11. Gugus Hidroksil (–OH) yang tidak terhalangi oleh efek sterik
H O
OH
OH H H H O CH2
H H O
CH2OH O H H OH H
OH
OH H3CO
H
O
OH
HO
OCH3 OH
OH
Cu2+
OH
OH OCH3 O
OH
OCH3
OH H HO
OH
OH H H H O CH2OH
H H O
CH2
O H H OH H
O
OH H
Gambar 12. Reaksi antara ion Cu(II) dengan gugus lignin dan selulosa KESIMPULAN Waktu optimum biosorpsi ion Cu(II) oleh kulit buah naga adalah 10 menit, dengan pH optimum adalah 4. Biosorpsi ion Cu(II) oleh kulit buah naga memenuhi isotermal Langmuir dengan nilai Qo sebesar
20,401 mg/g atau 0,321 mmol/g. Gugus fungsi yang terlibat pada biosorpsi ion Cu(II) oleh kulit buah naga yaitu gugus hidroksil (-OH).
DAFTAR PUSTAKA Ahalya, N., Ramachandra, T.V., dan Kanamadi, RD., 2003, Biosorption of Heavy Metal, Research J. Chem. Environ., 7(4): 71-79. Ahmad, A., Rafatullal, M., Sulaiman, O., Ibrahim, M.H., Chii, Y.Y., and
Siddique, B.M., 2009, Removal of Cu(II) and Pb(II) ions from aqueous solutions by adsorption on sawdust of Meranti wood, Desalination, 250: 300310.
Ashraf, M.A., Maah, M.J., dan Yusoff, I., 2010, Study of Banana peel (Musa sapientum) as a Cationic Biosorben, American-Eurasia, J. Agric. Enviro. Sci., 8(1): 7-17. Budiyanto, E., Wardani, A.Y., dan Nirmala, W., 2010, Pemanfaatan Daun Nanas (Ananas comosus) Sebagai Adsorben Logam Ag Dan Cu Pada Limbah Industri Perak Kotagede, Skripsi tidak diterbitkan, Jurusan Kimia FMIPA UNY, Yogyakarta Darmono, 2001, Lingkungan Hidup dan Pencemaran Hubungannya Dengan Toksikologi Senyawa Logam, UI-Press. Jakarta. Gatial, A., Mudra, M., Moncol, J., Dankova, M., Peter, L., and Breza Martin., 2014, Structure and Vibrational Spectra of copper(II) 2 pyridylmethanolate tetrahydrate, Chemical Papers, 68(7): 940–949. Gulnaz, O., Saygideger, S., dan Kusvuran, E., 2005, Study of Cu(II) Biosorption by Dried Activated Sludge: Effect of Physico-Chemical Environment and Kinetics Study, J. Hazard. Mat., B120, 193-200 Hawari, A. H., and Catherine N.M., 2006, Biosorption of Lead(II), Cadmium(II), Copper(II) and Nickel(II) by Anaerobic Granular Biomass. Bioresource Technal, 97: 692–700. Kuraisy, A., 2008, Pemanfaatan Biomassa Rhizoma Lamun thallasia hemprichii yang Terdapat di Pulau Barrang Lompo Sebagai Biosorben Ion
Cu(II), Skripsi tidak diterbitkan, Jurusan Kimia FMIPA UNHAS, Makassar. Kurniasari, L., 2010, “Pemanfaatan Mikroorganisme dan Limbah pertanian Sebagai Bahan Baku Biosorben Logam Berat” Majalah Ilmiah Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang, Jurnal Moment, 6(2): 5-8 Lelifajri, 2010, Adsorpsi Ion Logam Cu(II) Menggunakan Lignin dari Limbah Serbuk Kayu Gergaji, Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan , 7(3): 126-129. Lesage, E., dkk, 2006, Sorption of Co, Cu, Ni and Zn from Industrial effluents by the submerged aquatic macrophyte Myriophyllum spicatum L., Ecol Eng, 30, 32-325. Lin, Y.E., Vidic, R.D., Stout, J.E and Yu, V.L., 2002, Negative Effect of High pH on Biocidal Efficacy of Copper and Siver Ions in Cotrolling Legionella pneumophila, AEM, 68(6): 2711-2715 Mallampati, R., 2013, Biomimetic Synthesis Of Hydrid Materials For Potential Applications, A Thesis Submitted For The Degree Of Doctor Of Philosophy, Department Of Chemistry National University Of Singapore, Singapore. Moo, B.W., 2010, Biosorpsi Logam Cu(II) dengan Menggunakan Ampas Tahu, Skripsi tidak diterbitkan, Jurusan Kimia FMIPA UNHAS, Makassar.
Namal, P., Linda B.I. Lim, Dahri, M.K., dan Tennakoon, D.T.B., 2013, Dragon Fruit Skin as a Potential Low-cost Biosorbent for The Removal of Manganese(II) Ions, 2013, 8(3): 178-188. Pravasant, P., Apiratikul, R., Sungkhum, V., Suthiparinyanont, P., Wattanachira, S., and Marhaba, T. F., 2005, Biosorption of Cu2+, Cd2+, Pb2+, and Zn 2+ using dried marine green macro alga Caulerpa lentillifera. Biores. Technol. Septiany, I., 2008, Pemanfaatan Biomassa Rhizoma Lamun thallasia hemprichii
yang Terdapat di Pulau Barrang Lompo Sebagai Biosorben Ion Cu(II), Skripsi tidak diterbitkan, Jurusan Kimia FMIPA UNHAS, Makassar. Tasaso, P., 2014, Adsorption of Copper Using Pomelo Peel and Depectinated Pomelo Peel, J. Clean. Energy. Technol., 2(2): 154-157. Tikupadang, L.J., 2009, Biosorpsi Ion Logam Cu(II) Oleh Ampas Sagu, Skripsi tidak diterbitkan, Jurusan Kimia FMIPA UNHAS, Makassar.