BETON RINGAN SELF-COMPACTING DENGAN AGREGAT DAN POWDER LIMBAH PECAHAN GENTING MERAH Bernardinus Herbudiman 1 , Lady Dinarti Dewi 2 1
Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Nasional (Itenas) Bandung, Jl. PHH. Mustofa 23 Bandung 40124 e-mail:
[email protected];
[email protected] 2 Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Nasional (Itenas) Bandung, Jl. PHH. Mustofa 23 Bandung 40124 e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Pemanfaatan limbah dan reduksi semen merupakan usaha konservasi lingkungan pada pengembangan teknologi beton hijau. Limbah genting merah merupakan limbah industri lokal dan residensial yang tersedia dalam ukuran bervariasi, sehingga menarik untuk dimanfaatkan sebagai agregat kasar, agregat halus, dan powder pada beton. Berat isi pecahan genting yang lebih rendah dari agregat batu pecah alam dapat membuat beton yang dihasilkan menjadi lebih ringan sehingga diharapkan dapat mereduksi dimensi elemen struktur secara keseluruhan. Campuran beton dirancang memiliki sifat self-compacting, sehingga beton yang dihasilkan dapat pula diterapkan untuk elemen struktur yang tipis dan bertulangan rapat. Perancangan campuran beton selfcompacting dilakukan dengan mengkaji variasi kadar serbuk genting yang digunakan sebesar 10%, 20%, dan 30% dari berat powder-nya, serta variasi kadar agregat kasar yang digunakan sebesar 45%, 50%, dan 55% dari volume solidnya. Rasio faktor air powder (w/p) ditetapkan sebesar 0,35. Ukuran agregat maksimum dibatasi sebesar 20 mm. Kadar superplasticizer Sika Viscocrete-10 ditetapkan sebesar 1,5% dari berat powder. Metoda SNI 03-2834-2000 yang dikombinasikan dengan metoda simple-mix-design Okamura digunakan untuk menghitung komposisi campuran beton self compacting. Pengujian beton segar yang dilakukan adalah pengujian slump flow yang dilakukan pada semua trial mix. Campuran yang memiliki diameter sebaran beton segar terbesar diuji dengan V-funnel dan L-shaped box. Untuk beton keras dilakukan pengujian kuat tekan dan kuat tarik belah pada benda uji silinder 10x20cm. Berat isi beton yang dihasilkan adalah 2150 kg/m3. Pertumbuhan kuat tekan beton ini hingga 28 hari menyerupai beton normal. Diameter sebaran beton segar maksimum mencapai 60 cm pada kadar agregat kasar 50%. Hal ini menunjukkan sifat dapat mengalir yang baik. Kuat tekan 28 hari terbesar mencapai 30,58 MPa dicapai pada campuran dengan jumlah semen 434 kg/m3, air 190 kg/m3, serbuk genting 109 kg/m3 (optimum pada kadar 20%), agregat kasar 520 kg/m3 (optimum pada kadar 50%) dan agregat halus 897 kg/m3. Kata kunci: beton ringan self-compacting, agregat, powder limbah pecahan genting
1.
PENDAHULUAN
Pemanfaatan limbah merupakan salah satu upaya dalam melestarikan lingkungan. Memanfaatkan limbah berarti menerapakan prinsip 4 R (reduce, reuse, recycle and replace). Limbah dapat dimanfaatkan kembali untuk berbagai keperluan lokal, termasuk mensubstitusi komponen beton, yaitu semen, agregat halus, dan agregat kasar. Dalam penelitian ini, limbah yang digunakan adalah limbah pecahan genting sebagai agregat dan powder yang dapat berasal dari industri pembuatan genting maupun bongkaran rumah. Limbah pecahan genting tersedia dalam berbagai ukuran seperti tampak pada Gambar 1. Limbah pecahan genting dipilih karena selain memiliki karakteristik dan daya dukung struktural yang memadai, juga karena pecahan genting ini lebih ringan dari kerikil dan pasir. Jika agregat yang digunakan adalah agregat yang ringan, maka beton yang dihasilkan pun adalah beton ringan. Beton ringan adalah beton yang menggunakan agregat ringan atau campuran agregat kasar ringan dan pasir sebagai pengganti agregat halus dengan ketentuan tidak boleh melampaui berat isi maksimum beton 1850 kg/cm3 dan memenuhi persyaratan kuat tekan dan tarik belah beton ringan untuk tujuan struktural.
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012
MB-33
Material dan Bahan
Beton ringan efektif untuk mengurangi beban gempa. Besarnya gaya gempa adalah perkalian antara massa bangunan dengan percepatan gempa. Untuk mengurangi besarnya gaya gempa, maka massa bangunan harus dikurangi. Massa bangunan bisa direduksi jika material pembentuk bangunannya terbuat dari bahan yang ringan. Dengan menggunakan beton ringan, berat konstruksi dapat berkurang 20-30%. Oleh karena itu, beton ringan cocok digunakan di wilayah Indonesia yang rawan gempa.
Gambar 1. Limbah pecahan genting Dalam proses produksinya, semen mengeluarkan gas CO2 yang sangat besar yaitu 1 ton CO2 dari 1 ton semen (Imran dan Simatupang, 2011). Untuk mengurangi ancaman terhadap lingkungan, pengunaan semen harus ditekan sebisa mungkin. Penggunaan supplementary cementing materials (SCM) dapat mengurangi penggunaan semen dalam campuran beton. Pemilihan material SCM mempertimbangkan komposisi yang mirip dengan komposisi yang terdapat pada semen. Serbuk genting dapat digunakan sebagai SCM karena diduga mengandung silika yang cukup tinggi sehingga berfungsi sebagai bahan pozolanik yang dapat mengikat kapur bebas hasil reaksi hidrasi beton. Permasalahan dalam pekerjaan pencampuran beton yang banyak dijumpai adalah workabilitas. Workabilitas merupakan salah satu sifat beton yang harus dipenuhi, terlebih pada kasus elemen tipis atau elemen bertulangan rapat. Pemadatan merupakan tahapan yang harus dilakukan dalam pekerjaan beton, untuk mengurangi udara yang terjebak dalam rongga-rongga beton yang dapat mengurangi kekuatan beton. Pemadatan dengan menggunakan vibrator pada bagian yang rapat oleh besi tulangan kurang direkomendasikan karena dapat menyebabkan bergesernya tulangan sehingga mengakibatkan menurunnya kekuatan struktur bangunan tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan beton yang dapat memadat sendiri (self compacting concrete, SCC). Pekerjaan beton akan mudah dikerjakan dan tidak diperlukan lagi alat untuk pemadatan oleh tenaga kerja yang banyak. Selain itu, waktu pengerjaan dapat lebih cepat dan dapat menekan biaya operasional. Self compacting concrete juga menjamin seluruh campuran beton akan mengisi seluruh bagian dari beton. Campuran self compacting concrete yang digunakan dalam penelitian ini, menggunakan serbuk genting sebagai pengganti fly ash dalam powder. Serbuk genting dapat dimanfaatkan sebagai powder pada self compacting concrete. Dengan penggunaan serbuk genting sebesar 20%, beton SCC yang dihasilkan mencapai kuat tekan 44,11 MPa (Herbudiman, B., Saptaji, A.M., 2012). Penelitian ini memanfaatkan limbah serbuk genting bukan hanya sebagai powder tapi juga sebagai agregat kasar dan agregat halus. Beton diharapkan memiliki sifat ramah lingkungan, ringan, dapat memadat sendiri, namun masih tetap bersifat struktural. 2.
BETON RAMAH LINGKUNGAN, RINGAN, DAN SELF-COMPACTING
Ramah Lingkungan Menurut Imran dan Simatupang (2011), sampai saat ini sudah banyak usaha-usaha yang telah dilakukan guna menghasilkan beton yang ramah lingkungan. Usaha konservasi lingkungan pada material beton dapat dilakukan melalui usaha konservasi pada masing-masing material penyusun beton. Usaha konservasi lingkungan pada komponen agregat untuk campuran beton yaitu, penggunaan agregat daur ulang dari debu
MB-34
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012
Material dan Bahan
reruntuhan elemen beton, penggunaan agregat dari sisa/buangan industri, penggunaan agregat yang terbuat dari material buangan. Usaha konservasi lingkungan pada komponen semen untuk campuran beton adalah usaha yang paling banyak dikembangkan mengingat semen menyumbangkan ancaman terbesar terhadap lingkungan. Setidaknya ada tiga buah usaha yang telah dilakukan selama ini, yaitu penghematan energi dengan meningkatkan modernisasi dan penggunaan bahan bakar alternatif di pabrik semen, pengurangan emisi CO2 dengan menggunakan Supplementary Cementing Materials (SCM) untuk mengurangi penggunaan semen dan yang paling ekstrim adalah konservasi sumber daya alam dengan menggunakan binder yang bukan berbahan dasar semen. Beton Ringan Besarnya gempa merupakan perkalian antara massa bangunan dan percepatan gempa Untuk mengurangi dampak akibat gempa, maka unsur yang harus dikurangi adalah massa dari bangunan tersebut. Untuk bangunan dengan elemen beton sebagai pembentuknya, massa bangunan dapat dikurangi dengan cara mengurangi massa dari beton karena pengurangan massa beton mempunyai pengaruh yang cukup tinggi terhadap massa seluruh bangunan. Pengurangan massa beton dapat dikurangi dengan cara mengurangi massa dari material pembentuk beton. Beton ringan merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk mengurangi massa bangunan karena terbentuk dari agregat yang ringan. Beton ringan adalah beton yang memiliki berat jenis kurang dari 1800 kg/m3 karena pada dasarnya beton biasa mempunyai berat jenis sekitar 2400 kg/m3. Penggolongan beton ringan menurut tujuan penggunaannya adalah: 1) beton ringan struktural, kuat tekan yang dimilikinya minimal sebesar 17 MPa untuk beton silinder umur 28 hari, dengan berat jenis 1400-1800 kg/m3; 2) beton batako (masonry concrete), kuat tekannya sekitar 7-14 MPa untuk beton silinder umur 28 hari, dengan berat jenis 800-1400 kg/m3; 3) beton untuk isolasi suhu, kuat tekan beton seilinder umur 28 hari sekitar 0,7-7 MPa dengan berat jenis dibawah 800 kg/m3. Sifat-sifat beton ringan menurut adalah: 1) beton sangat ringan biasanya baik dipakai untuk dinding isolasi panas, sedangkan beton yang tidak begitu ringan dapat digunakan untuk beton ringan structural; 2) beton ringan mudah dipaku, dibor dan dipotong; perbaikan setempat dilakukan dengan mudah tanpa merusak bagian lain yang tidak diperbaiki; 3) tidak kedap air sehingga menyebabkan karat pada baja tulangan sehingga untuk mencegah korosi baja tulangan perlu diberi lapisan khusus. Proses pembuatan beton ringan yaitu: 1) menggunakan agregat ringan berpori yang mempunyai apparent specific gravity rendah seperti tanah liat yang dibakar atau batu apung; jenis beton ini dikenal sebagai beton agregat ringan (lightweight aggregate concrete); 2) membentuk gelembung-gelembung udara didalam adukan beton; gelembung- gelembung ini harus dapat dibedakan dengan jelas dari gelembung- gelembung yang disebabkan oleh pergerakan udara akibat hidrasi; 3) tidak menggunakan agregat halus didalam campuran adukan beton sehingga diperoleh pori-pori yang seragam karena dalam adukan ini hanya menggunakan semen dan agregat kasar saja; agregat kasar yang digunakan misalnya kerikil alami, tanah liat yang dibakar dan terak tungku tinggi. Self Compacting Concrete (SCC) Sejak tahun 1983 di Jepang telah diketahui permasalahan tentang durabilitas beton. Untuk mendapatkan beton yang tahan lama diperlukan kontrol kualitas yang baik dengan pengecoran yang dikerjakan oleh tenaga ahli (Nugraha, 2007). Problema beton adalah diperlukan pemadatan yang cukup intensif untuk menghasilkan beton yang padat. Rongga-rongga udara sering terjebak dalam beton sehingga kekuatan dan daya tahannya rendah. Semakin berkurangnya tenaga ahli menyebabkan perlunya campuran beton yang dapat memadat sendiri namun menghasilkan beton dengan kualitas tinggi. Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu terobosan baru agar beton dapat dipadatkan ke sudut bangunan secara murni dengan menggunakan beratnya sendiri, tanpa kebutuhan pemadatan atau lebih dikenal dengan self compacting concrete (SCC). Self compacting concrete (SCC) dapat didefinisikan sebagai campuran beton yang memiliki karakteristik dapat memadat dengan sendirinya tanpa menggunakan bantuan alat pemadat (vibrator). Selain itu self compacting concrete memiliki tingkat flowabilitas dan workabilitas yang tinggi. Self compacting concrete merupakan campuran beton yang memiliki volume pori–pori yang kecil di dalam beton sehingga meminimalkan jumlah udara yang terjebak di dalam beton. Self compacting concrete memiliki banyak keunggulan, salah satunya dapat menjangkau ke sudut bangunan, dapat mencegah terjadinya bleeding dan segregasi, dapat meminimalisir jumlah air yang masuk ke dalam campuran beton yang dapat menyebabkan karat pada tulangan. Selain itu juga tidak ada cacat
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012
MB-35
Material dan Bahan
awal dan setelah mengeras dapat melawan kerusakan yang ditimbulkan oleh faktor eksternal. Adapun keunggulan lain yang dimiliki oleh self compacting concrete adalah menghilangkan masalah yang terkait dengan getaran, dapat meminimalisir nimalisir tenaga kerja yang terkait, pelaksanaan konstruksi menjadi lebih cepat, peningkatan mutu dan daya tahan serta kekuatan yang lebih tinggi (high ( performance). Untuk membuat campuran SCC yang baik, metode mix design beton normal tidak dapat digunakan. digunakan Okamura (1993), mengusulkan metode mix design yang sederhana dengan mengacu pada material yang sudah tersedia. Kadar agregat kasar dan halus ditentukan terlebih dahulu dan sifat self s compacting didapatkan dengan mengatur faktor air/powder dan dosis superplasticizer saja.. Spesifikasinya antara lain: 1) agregat kasar adalah 50% % volume solid; solid 2) volume agregat halus ditetapkan hanya 40% % dari total volume mortar; 3) rasio air-powder powder yang rendah; 4) dosis superplasticizer yang tinggi. Mix design SCC harus memenuhi tiga syarat utama: 1) kemampuan emampuan untuk mengalir (flowabilitas), (flowabilit 2) kemampuan emampuan untuk melewati (passingabilitas) halangan kerapatan tulangan, tulangan dan 3) kemampuan pencegahan segregasi. Serbuk genting dapat dimanfaatkan sebagai powder dalam self compacting concrete, dengan menggunakan kadar serbuk genting hingga mencapai 30% dari berat powder dengan w/p 0,35. Pemanfaatan optimal serbuk genting adalah dengan kadar 20% yang menghasilkan kuat tekan 44,11 MPa dan kuat tarik-belah 3,25 MPa (Herbudiman, B., Saptaji, aji, A.M., A. 2012). Hasil pengujian untuk berbagai variasai kadar serbuk genting dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kuat tekan beton berdasarkan erdasarkan kadar serbuk genting (Herbudiman, B., Saptaji, A.M., 2012)
Mix
Cement (kg/m3)
RoofTile Powder (%)
RoofTile Powder (kg/m3)
Silica Fume (kg/m3)
Fine aggregate (kg/m3)
Coarse aggregate (kg/m3)
Water (l/m3)
Superplasticizer (l)
w/p ratio
Slump Spread (mm)
Compressive strength (MPa)
Splittensile strength (MPa)
IV
488.571
0
0
25.714
890.834
710
180
5.143
0.35
510
39.06
2.71
V
437.143
10
51.429
25.714
891.945
710
180
5.143
0.35
520
42.78
2.87
II
385.714
20
102.857
25.714
885.055
710
180
5.143
0.35
540
44.11
3.25
VI
334.286
30
154.286
25.714
878.165
710
180
5.143
0.35
500
37.13
2.62
Pengujian pada beton segar SCC yang utama adalah slump flow test. Pengujian ini merupakan suatu cara untuk mengetahui kemampuan laju alir beton self compacting. Sesuai dengan namanya, namanya pengujian ini didasarkan pada uji slump. Indikasi yang hendak dicapai adalah sebaran diameter beton segarnya. Ilustrasi pengujian slump flow test dapat dilihat pada Gambar 2. V-funnel test merupakan pengujian yang memiliki fungsi untuk mengetahui nilai viskositas viskositas dari campuran beton self compacting. V-funnel funnel test pun bertujuan untuk mengetahui fillingability dan mengetahui kemampuan dari campuran beton self compacting untuk menahan segregasi. Desain dari alat ini sendiri mengindikasikan bahwa campuran beton beto mengalami block atau tidak. L-shaped shaped box test merupakan pengujian yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan beton segar dalam melewati celah-celah celah yang sempit atau melewati tulangan yang rapat, rapat yang dimodelkan dengan pemasangan rintangan baja tulangan. Alat pengujian L-Shaped Shaped Box dapat dilihat pada Gambar 2.4 berikut. berikut Sketsa alat lat pengujian V-funnel V test dan L-shaped box dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 2. Pengujian flow dengan mengukur diameter slump spread
MB-36
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1--2 November 2012
Material dan Bahan
Gambar 3. Pengujian V-funnel dan L-shaped box 3.
METODOLOGI
Batasan penelitian adalah sebagai berikut: berikut 1) semen yang digunakan adalah PCC Tiga Roda, 2) agregat kasar, agregat halus dan powder yang digunakan digunakan adalah limbah genting merah, dengan berat jenis 2 gr/cm3, dengan persentase penyerapan yang tinggi yaitu 16%, 16% 3) bahan ahan kimia tambahan yang digunakan adalah superplasticizer Sika Viscocrete-10, Viscocrete 4) benda enda uji yang digunakan adalah silinder dengan diameter 10 cm dan tinggi 20 cm, 5) kadar adar serbuk genting di dalam powder divariasikan sebesar 10%, 10% 20% dan 30% dari berat powder, 6) kadar adar agregat kasar dalam beton divariasikan sebesar 45%, 50% dan 55% dari berat absolut agregat, dan 7) pengujian beton segar meliputi slump flow, L-shaped box dan V-funnel, sementara pengujian beton keras meliputi puti kuat tekan dan kuat tarik belah beton. Hasil pengujian sifat-sifat fisik isik agregat kasar genting adalah sebagai berikut: berat jenis SSD 2,015; penyerapan 16,445%, kadar lumpur umpur 0,35 %, kadar air 0,97, berat isi padat 1,04 gram/cm3, berat isi lepas 3 0,97 gram/cm . Sifat-sifat fisik isik agregat halus genting adalah: berat jenis SSD 2,11; penyerapan 28,9%, kadar lumpur 14,89 %, kadar adar air 11,5, berat isi padat 1,2 gram/cm3, berat isi lepas epas 1,25 gram/cm3, dan modulus kehalusan (FM) 3,2. Sifat-sifat fisik agregat kasar asar normal berdasarkan hasil pengujian, berat jenis enis SSD 2,67; penyerapan 2,835%, kadar lumpur 2,94 %, kadar air 4,85, berat isi padat 1,56 gram/cm3, berat isi si lepas 1,41 gram/cm3. Sifat-sifat fisik agregat halus normal ormal: berat jenis SSD 2,6; penyerapan 17,37%, kadar adar lumpur 4,413%, kadar air 12,614, berat isi padat 1,730 gram/cm3, berat isi lepas 1,726 gram/cm3, dan modulus odulus kehalusan (FM) 4.6. Pemeriksaan sifat mekanis agregat dilakukan dengan denga cara memotong genting menjadi berbentuk berben kubus dengan ukuran 1x1x2 cm3, dan kemudian mengujinya dengan beban tekan pada Universal Testing Test Machine (UTM). Dari hasil pengujian diperoleh d kuat tekan rata-rata rata genting adalah 26,77 MPa sedangkan agregat normal pada umumnya memiliki kuat tekan 37 MPa. Dengan trial mix berdasarkan dasarkan simple design mix Okamura, maka komposisi dari beberapa variasi kadar serbuk genting dan variasi kadar agregat kasar dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Perbandingan komposisi antar variasi
Mix
Air (l/m3)
Powder (kg/m3)
Kadar Serbuk Genting (%)
Serbuk Genting (kg/m3)
Superplasticizer (l)
Semen (kg/m3)
Kadar Agregat Kasar (%)
Agregat Kasar (kg/m3)
Agregat Halus (kg/m3)
I*
170
485.71
20
97.14
7.29
388.57
50
704.35 704.35*
1139.9*
II
190
542
20
108.58
7.29
434.32
50
520
897.1
III
190
542
10
54.29
7.29
488.61
50
520
897.1
IV
190
542
30
162.87
8.14
380.03
50
520
897.1
V
190
542
20
108.58
8.14
434.32
45
468
949.1
190
542
20
108.58
8.14
434.32
55
572
845.1
VI
* Agregat alam
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-22 November 2012
MB-37
Material dan Bahan
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengujian Slump Flow Salah satu parameter untuk mengetahui karakteristik campuran beton segar SCC adalah flowabilitas melalui pengujian slump flow. Dalam penelitian ini pengujian slump flow hanya menitikberatkan pada panjang diameter sebaran adukan beton segar yang dihasilkan. Hasil pengujian slump flow dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Perbandingan diameter slump spread
I* II
Kadar Serbuk Genting (%) 20 20
Kadar Agregat Kasar (%) 50* 50
Diameter Slump Spread (cm) 60 35
III
10
50
60
IV V VI
30 20 20
50 45 55
40 50 45
Variasi
* Agregat alam
Dari Tabel 3 tampak bahwa diameter slump spread terbesar adalah 60cm pada variasi III dengan kadar serbuk genting sebesar 10% dan kadar agregat kasar sebesar 50%. Serbuk genting memiliki daya serap yang tinggi, sehingga semakin banyak kadar serbuk genting dalam campuran beton menyebabkan flow beton berkurang. Kadar agregat kasar dalam campuran beton juga mempengaruhi besaran slump flow yang dihasilkan. Jika kadar agregat kasar meningkat maka laju dari slump flow akan menurun karena agregat kasar memiliki massa yang besar yang membuat campuran beton sulit untuk mengalir. Hasil Pengujian V-Funnel dan L-Shaped Box Pengujian V-funnel berguna untuk mengukur flowabilitas dalam campuran beton, sedangkan pengujian Lshaped box menguji kemampuan melewati kerapatan tulangan (passingabilitas). Dalam penelitian ini campuran trial mix design yang memiliki diameter sebaran adukan beton segar terbesar diuji V-funnel dan L-shaped box. Berdasarkan hasil pengujian, waktu yang dibutuhkan pada pengujian V-funnel adalah 28 detik, sedangkan pada pengujian L-shaped box, nilai blocking/passing ratio (H2/H1) adalah 3/11. Berdasarkan Guidelines for Self Compacting Concrete (2005) batasan waktu yang dibutuhkan dalam pengujian V-funnel berkisar antara 8-15 detik dan nilai blocking/passing untuk L-shapped box > 0,8. Hasil pengujian V-funnel dan L-shapped box tidak memenuhi batasan yang ditetapkan. Hal ini disebabkan oleh campuran yang cepat kaku, sehingga disarankan untuk menambahkan retarder untuk memperlambat initial setting sehingga kondisi campuran tetap memiliki flowabilitas yang baik untuk jangka waktu yang lebih lama. Hasil ini juga menunjukkan bahwa campuran masih memiliki kesulitan untuk melewati halangan kerapatan tulangan. Hasil Pengujian Beton Keras Pengaruh variasi kadar serbuk genting sebesar 10%, 20% dan 30% dari berat powder, dapat dilihat pada Tabel 4. Ketiga variasi menggunakan rasio w/p sebesar 0.35 dan dosis superplasticizer sebesar 1.5%. Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa kadar serbuk genting sebesar 20% merupakan kadar optimum. Kadar serbuk genting sebesar 10% tidak menunjukkan reaksi hidrasi yang optimum dan kadar serbuk genting sebesar 30% membuat daya lekat berkurang sehingga kuat tekan beton menurun. Tabel 4. Pengaruh variasi kadar serbuk genting
Mix
Air (l/m3)
Powder (kg/m3)
Kadar Serbuk Genting (%)
Serbuk Genting (kg/m3)
Semen (kg/m3)
Agregat Kasar (kg/m3)
Agregat Halus (kg/m3)
Slump spread (mm)
Kuat Tekan Rata-rata (MPa)
Kuat TarikBelah (MPa)
III
190
542
10
54.29
488.61
520
897.1
600
24.19
-
II
190
542
20
108.58
434.32
520
897.1
350
30.58
-
IV
190
542
30
162.87
380.03
520
897.1
400
29.21
1.8
Pengaruh kadar agregat kasar terhadap nilai kuat tekan dapat dilihat pada Tabel 5. Kadar agregat kasar 50% merupakan kadar optimum. Penambahan kadar agregat hingga 55% justru akan memperbesar rongga dalam
MB-38
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012
Material dan Bahan
beton yang menyebabkan nilai kuat tekan turun. Pola keruntuhan beton dapat dilihat pada Gambar 4. Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa dominan keruntuhan beton diakibatkan pecahnya agregat. Perbandingan kuat tekan antara agregat normal dan agregat genting dilakukan pada campuran menggunakan komposisi masing-masing kadar serbuk genting 20% dan kadar agregat kasar 50%. Hasil pengujian perbandingan ini dapat dilihat pada Tabel 6. Dari Tabel 6 terlihat bahwa air yang digunakan pada beton dengan agregat pecahan genting lebih banyak jika dibandingkan dengan agregat normal, karena agregat pecahan genting memiliki daya serap yang tinggi. Pada faktor air powder yang sama, maka powder yang yang digunakan pada beton dengan agregat pecahan genting juga lebih banyak dari powder pada agregat normal. Hal ini menyebabkan kebutuhan serbuk genting, semen dan superplasticizer yang digunakan pada Variasi II pun lebih banyak. Tabel 5. Pengaruh kadar agregat kasar terhadap nilai kuat tekan
Mix
Air (l/m3)
Powder (kg/m3)
Serbuk Genting (kg/m3)
Semen (kg/m3)
Kadar Agregat Kasar (%)
Agregat Kasar (kg/m3)
Agregat Halus (kg/m3)
Slump spread (mm)
Kuat Tekan Rata-rata (MPa)
V
190
542
108.58
434.32
45
468
949.1
500
25.74
II
190
542
108.58
434.32
50
520
897.1
350
30.58
VI
190
542
108.58
434.32
55
572
845.1
450
24.46
Gambar 4. Bentuk keruntuhan beton Tabel 6. Perbandingan kuat tekan beton agregat normal dan agregat genting Semen (kg/m3)
Kadar Agregat Kasar (%)
Agregat Kasar (kg/m3)
Agregat Halus (kg/m3)
Slump spread (mm)
Kuat Tekan Ratarata (MPa)
Mix
Air (l/m3)
Powder (kg/m3)
Kadar Serbuk Genting (%)
I*
170
485.71
20
97.14
388.57
50
780*
1064.3*
600
42.06
190
542
20
108.58
434.32
50
520
897.1
350
30.58
II
Serbuk Genting (kg/m3)
* Agregat alam
Berat isi agregat kasar beton dengan pecahan genting yang lebih kecil dari beton dengan agregat normal membuat kebutuhan agregat kasar yang digunakan pada Variasi II lebih sedikit. Massa agregat kasar yang lebih sedikit pada Variasi II secara signifikan akan membuat massa beton yang dihasilkan lebih ringan. Hal ini merupakan suatu kelebihan untuk beton dengan agregat dari pecahan genting. Walaupun kuat tekan beton dengan agregat pecahan genting lebih kecil dari kuat tekan beton dengan agregat normal, namun agregat dari pecahan genting masih tetap menghasilkan beton struktural. Pertumbuhan kuat tekan beton SCC dengan agregat dan powder serbuk genting dapat dilihat pada Tabel 7. Pertumbuhan kuat tekan beton untuk berbagai kadar serbuk genting dapat dilhat pada Gambar 5. Pertumbuhan kuat tekan beton untuk berbagai kadar agregat kasar dapat dilihat pada Gambar 6. Dari perbandingan tersebut, secara umum dapat dikatakan bahwa pertumbuhan kuat tekan beton SCC dengan
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012
MB-39
Material dan Bahan
agregat dan powder serbuk genting memiliki pola yang relatif sama dengan pola pertumbuhan beton normal. Pada umur 7 hari, kuat tekan beton SCC dengan agregat dan powder serbuk genting memiliki persentase sebesar 62% dari kuat tekan 28 harinya, menunjukkan persentase yang sedikit lebih tinggi dari beton normal pada umumnya. Tabel 7. Pertumbuhan kuat tekan beton SCC dengan agregat dan powder serbuk genting
Mix
Air (l/m3)
Serbuk Genting (kg/m3)
Semen (kg/m3)
Agregat Kasar (kg/m3)
Agregat Halus (kg/m3)
Kuat Tekan 3 Hari (MPa)
Kuat Tekan 7 Hari (MPa)
Kuat Tekan 14 Hari (MPa)
Kuat Tekan 28 Hari (MPa)
Kuat Tekan 56 Hari (MPa)
I*
170
97.14
388.57
704.35*
1139.9*
-
23.46
29.43
42.06
-
II
190
108.58
434.32
520
897.1
-
21.16
28.80
30.58
-
III
190
54.29
488.61
520
897.1
-
16.21
18.76
24.19
-
IV
190
162.87
380.03
520
897.1
13.31
18.08
24.56
29.21
29.30
V
190
108.58
434.32
468
949.1
-
16.90
26.19
25.74
-
VI
190
108.58
434.32
572
845.1
-
15.81
21.26
24.46
-
* Agregat alam
35
kuat tekan (MPa)
kuat tekan (MPa)
35 30 25 20
30 25 20
15
15
10
10
5
5 0
0 0
Gambar 5.
MB-40
7
14
21
28
Pertumbuhan kuat tekan beton untuk berbagai kadar serbuk genting
hari
0
7
Gambar 6.
14
21
28 hari
Pertumbuhan kuat tekan beton untuk berbagai kadar agregat kasar
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012
Material dan Bahan
5.
KESIMPULAN
Dari hasil pengujian serta analisis yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Self compacting concrete menggunakan kadar serbuk genting 10% dari berat powder dan kadar agregat kasar 50% dari volume solidnya serta superplasticizer 1.5% dari berat powder dengan w/p sebesar 0.35 menghasilkan diameter sebaran beton segar terbesar mencapai 60 cm yang menunjukkan flowabilitas yang baik. Waktu yang dibutuhkan dalam pengujian V-funnel adalah 28 detik dan nilai blocking/passing ratio dari uji L-shaped box sebesar 3/11 menunjukkan bahwa campuran tersebut masih memiliki kesulitan untuk melewati kerapatan tulangan. Kuat tekan 28 hari terbesar mencapai 30,58 MPa dicapai pada campuran dengan jumlah semen 434 kg/m3, air 190 kg/m3, serbuk genting 109 kg/m3 (optimum pada kadar 20%), agregat kasar 520 kg/m3 (optimum pada kadar 50%) dan agregat halus 897 kg/m3. Dengan rasio w/p yang sama yaitu 0.35 antara beton agregat normal dengan beton agregat pecahan genting, powder pada beton agregat normal 10.5% lebih sedikit dari powder pada beton agregat pecahan genting. Sedangkan agregat kasar yang digunakan pada beton normal 26.2% lebih banyak dari agregat kasar yang digunakan pada beton agregat pecahan genting. Pertumbuhan kuat tekan beton ini hingga 28 hari menyerupai beton normal. DAFTAR PUSTAKA Imran, I dan Simatupang, P., (2011). Perkembangan Terkini Teknologi Material Beton Hijau, Prosiding The 1st Indonesian Structural Engineering and Materials Symposium, Universitas Parahyangan, Bandung, November 17-18, 2011. Nugraha, P., dan Antoni, (2007). Teknologi Beton dari Material, Pembuatan, ke Beton Kinerja Tinggi, Andi, Jakarta. Okamura, H., and Ozawa, K. (1993). Self-Compactable High Performance Concrete, American Concrete Institute, Detroit. Herbudiman, B., Saptaji, A.M., (2012). Self-Compacting Concrete with Recycled Traditional Roof Tile Powder, Proceeding of The 2nd International Conference on Rehabilitation and Maintenance in Civil Engineering, Solo, 8-10 March, 2012. SNI 03-2834 (2000). Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal, Badan Litbang PU. The European Guidelines for Self-Compacting Concrete (2005).
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012
MB-41
Material dan Bahan
MB-42
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012