Tahun 2009 Yes...Yes…Yes… Akhirnya aku lulus juga dari SMP. Inilah tahun pertamaku di Art School. Bagi yang tidak tahu apa Art School itu. Aku jelasin kalau Art School itu sebuah sekolah yang memberi pengajaran hanya di bidang seni saja. Seni yang ada ialah seni rupa (mencakup seni lukis, seni keramik, seni kriya, dll), seni musik (lebih banyak disukai kaum adam), seni tari (mulai dari tradisional hingga modern dan tapdance), dan yang terakhir biasanya banyak diminati oleh siswa-siswa yang ingin menggeluti dunia hiburan yaitu seni peran ( meliputi acting, presenter, hingga jadi pelawak). Untuk jam belajarnya mulai dari pukul 08.00-16.00. Yah… memang hanya siswa-siswa terpilih saja yang bisa masuk sekolah ini. Aku saja harus berjuang menempuh beberapa tes supaya masuk kelas seni rupa (khususnya seni lukis). Banyak dari mereka yang terpilih memiliki bakat serta minat yang memang mengagumkan terhadap seni. Perlu sedikit informasi setiap tahunnya Art School hanya menerima 40 siswa (terbagi dalam 4 seni yang ada) Di sekolah kami biasa memanggil guru dengan sebutan mentor. Oh.. ya bukan itu saja kelebihan Art School dibanding SMA lainnya. Yang paling menonjol adalah fasilitas yang diberikan sekolah terhadap para siswanya. Contohnya fasilitas aula yang serbaguna bin luas, lapangan sepak bola, lapangan basket, lapangan voly, kolam renang, taman yang indah bin menakjubkan, kelas-kelas yang super nyaman, kantin yang lengkap, serta asrama yang bak rumah sendiri. Memang di sekolah ini disediakan asrama. Kami pulang ke rumah masing-masing jika ada libur hari raya besar (misal Idul fitri, idul adha, natal, nyepi, waisak, tahun baru masehi, dll) atau libur setelah semester. Kembali ke fasilitas sekolah, jangan heran dulu kenapa sekolah sangat memfasilitasi sarana olahraga itu karena para seniman juga butuh yang namanya olahraga biar selalu sehat and fresh. Untuk masalah seragam sekolah memang cukup memperhatikan penampilan. Untuk setiap kelas seni memiliki warna seragam dan jaket sendiri-sendiri. Yaitu untuk seni rupa warna hijau lumut, seni musik warna biru perak, seni tari warna merah marun, dan seni peran warna violet. Pukul 08.00 Hari pertamaku di Art School (sekaligus hari pengenalan sekolah) Kami melakukan upacara pembukaan hari pengenalan sekolah. Upacara tersebut dilakukan di aula besar. Serta di pimpin oleh Pak Mage. Setelah upacara selesai, ketua panitia dari acara hari pengenalan sekolah Kak Guntur menyuruh kami mencari kelompok sesuai dengan warna slayer yang telah diberikan kakak senior. Di hari pertama, kami masih disatukan dalam beberapa kelompok dan tidak dibedakan berdasarkan seni yang dipilih. Aku satu kelompok dengan Joony Amiersyah (seni peran), Nada
Bermelody (seni musik), Gagah Adyguna (seni rupa), Syeena Wijaya (seni tari), Jun Arioka (seni musik), Tsukusi Inoe (seni peran), dan aku sendiri seni rupa. Kami bertujuh memiliki karakter yang berbeda-beda. Joony Amiersyah termasuk siswa yang humoris, kalau bicara nggak disaring dulu, dia punya style memakai topi rajutan (yang katanya begitu berharga, gimana kalo hilang tuh topi???). Nada Bermelody, pertama kali aku mendengar namanya terasa aneh, tapi orangnya juga agak aneh and dia sangat supel, selalu bergaya bak orang korea (liat aja bajunya yang mirip style korea, baju panjang masih ditumpuk jaket apalagi celana yang ditumpuk rok OMG…), satu lagi keanehannya dia sering banget nyanyi lagu korea (kadang pakai earphone) dengan fasih tapi setelah aku tanya apa artinya Dia bilang “ Sorry, Aku nggak tau” Ya ampun aneh banget. Selanjutnya Gagah Adyguna, namanya sich Gagah tapi dari penampilannya nggak ada gagahgagahnya dech. Apalagi dengan kacamata kotaknya, rambut klimis, dan kerah yang dipasang sampai leher bagian atas. Tapi untuk masalah baca-membaca buku dia jagonya. Salut dech buat Gagah. Syeena Wijaya, gadis manis yang berhasil bikin kakak senior berkelahi (lebay banget dech tuh kakak senior). Tapi menurutku dia cantik banget. Dia jago banget kalau masalah taritarian (Secara dia masuk kelas seni tari). Jun Arioka (namanya lucu ya, kayak yang di film-film jepang) dia termasuk cowok yang berhasil bikin semua cewek tingkat pertama SEMMRIWING (apa sich maksudnya?). Dia tuch cool banget, sampai-sampai Joony ngomong “ Kamu tuch benar-benar cool ya, I mind you like kulkas “ (dasar Joony kalau ngomong nggak pake’ saringan). Terakhir, Tsukusi Mao Inoe atau biasa dipanggil Mao ( nama dari marga nenek moyang ke moyangnya katanya ). Menurutku dia merupakan orang yang nggak berprilaku aneh di sekolah ini. Dia tampil biasa-biasa saja. Seperti layaknya siswa-siswa SMA lainnya. Pukul 08.45 Waktunya masuk kelas dan menerima materi dari mentor yang telah dijadwalkan. Untuk yang pertama mentor dating dari kelas seni musik. Namanya mentor Yulia. Beliau sangat baik dalam memberi materi awal tentang bagaimana kita mengembangkan bakat dan menumbuhkan minat yang ada dalam diri kita. Wah… Aku sangat termotivasi dengan apa yang di sampaikan oleh mentor Yulia, begitu juga dengan teman-temanku. Tak terasa 2 jam telah berlalu dan waktunya Aku dan teman-teman keluar dari kelas untuk menerima materi tentang pengenalan sekolah. Di sana kita dibantu oleh kakak senior yang tiap satu kelompok satu kakak senior yang mendampingi. Kelompokku didampingi oleh Kak Nickun (Dia anak seni peran tahun ke-4). Kakak yang satu ini merupakan kakak favorit karena selain lumayan cakep, dia juga baik dengan adek juniornya. Setelah tidak lama berkeliling sekolah. Kami diberi tugas untuk membuat denah sekolah yang telah kami lihat sebelumnya. Dan harus dikumpulkan 30 menit kemudian. Ah..… ini mah gampang. Tapi tidak bagi Joony, sepertinya dia kebingungan. “ Hai… Joon, kamu kenapa? Bisa aku Bantu?” “ Gigi kan baik, rajin menabung, dan tidak sombong.” “ Nggak usah bertele-tele dech. Mau kamu apa?” “ Emmm… Buatin denah donk? Mau ya? Iya dech..? Please?”
“ Nggak ah. Buat aja sendiri. Kapan kamu mau bisa kalau minta dibuatin terus.” “ Gigi, aku kan baru sekarang minta bantuan kamu.” “ Iya ngerti. Tapi kalau dibantu sekali nanti mintanya berkali-kali.” “ Oke. Aku buat sendiri.” “ He..he.. Itu baru anak mama.” “ Anak mama kepala lu peyang?” Ya, begitulah Joony. Setelah 30 menit aku dan teman-teman selesai membuat denah. Dan kemudian kami kumpulkan kepada Kak Nickun. Tak berapa lama Kak Nickun menghampiriku. Dia hanya berkata bahwa dia kurang suka dengan sifat Joony yang terlalu ceplas-ceplos (bilang aja kalo ngomong nggak pake’ saringan), tapi dia bilang dia juga suka dengan orang jujur (duh… mana yang bener sich???). Waktunya istirahat, kami bertujuh pergi ke kantin untuk makan siang. Oh, kantin yang memang benar-benar mewah mirip dengan restoran hotel bintang lima. Di sini semuanya tersedia mulai dari junk food sampai traditional food. Di sini harga-harganya juga relative murah mulai dari 5 ribu sampai 10 ribu. Kami bertujuh duduk di kursi paling pojok sehingga kami bisa menyisir pandangan ke seluruh penjuru kantin. Setelah kami selesai makan kami kembali masuk kelas. Kami diberi materi tentang ESQ. Dari materi tersebut aku jadi tahu kalau orang pintar tapi dia sombong dengan kepintarannya dia akan rugi dunia akhirat. Kemudian Joony berbisik kepadaku. “ Tuch kan kamu nggak boleh pelit ma aku.” “ Bukannya aku pelit. Tapi kalau kamu dibantu terus kapan bisanya?” “ Tahun monyet kali. He…He..” Tiba-tiba….. Bruk… Sebuah penghapus mendarat di tengah-tengah muka Joony. Seisi kelas terdiam, tapi ada juga yang senyum-senyum. Dengan ekspresi muka kaget Joony masih tetap tertegun di bangkunya ( Sepertinya Joony lupa ingatan gara-gara di timpuk penghapus). “ Kamu? Maju ke depan !” “ Saya.” Kata Joony dengan muka linglung plus heran “ Iya kamu. Siapa lagi yang kena penghapus.” “ Maaf, Bu.” “ Makanya kalau Ibu sedang menjelaskan jangan bicara sendiri.” “ Iya, Bu. Maaf sekali lagi.” “ Ya, sudah duduk !” “ Baik, Bu.” Kembali duduk di bangkunya. “ Kasian dech lu. Dimarahin ya, “ Kataku “ Biasa aja kali. “
Kami memperhatikan materi yang sedang dijelaskan. Mataku memang tertuju pada materi yang di jelaskan tapi tidak dengan pikiranku. Pikiranku melayang ke tempat lain. Aku hanya dengar bahwa penjelasannya bla…bla…bla… Pukul 13.00 Waktunya kami yang beragama muslim menunaikan ibadah sholat Zhuhur. Aku , Jun, Joony, dan Nada menunaikan ibadah wajib kami itu. Ya, kami berasal dari agama yang berbeda Syeena beragama budha, Mao Beragam Kristen katholik, dan Gagah beragama Kristen protestan. Dari perbedaan itulah kami langsung menjadi akrab. Mereka bertiga menunggu di air mancur taman sekolah selama kami berempat masih sholat. Setelah 20 menit berlalu kami ikut bergabung di air mancur taman. Pada waktu itu kami bisa sedikit mengendorkan saraf yang kaku karena hari pengenalan sekolah telah usai. Ya, Sekolah ini memamg hanya satu hari untuk memperkenalkan lingkungan sekolah. Setelah puas di taman . Kami pergi ke asrama masingmasing. Keesokan harinya…. Bruk…. “ Aduh..” Buku yang kupegang semua jatuh ke lantai. Tanpa terasa aku ngomel sendiri. Aku tergesa-gesa karena jam pelajaran pertama telah dimulai 5 menit yang lalu. “ Sorry…. Bisa aku Bantu.” “ Ya harus Bantu. Kamu kan yang nabrak aku.” Dengan masih ngomel-ngomel nggak jelas. Aku mendongakkan kepalaku. OMG…….. Kak Nickun. Malu setengah mati aku. Sampai-sampai mukaku seperti kepiting rebus. “ Sorry Kak” “ Harusnya aku yang minta maaf.” “ Nggak aku yang nggak ngeliat jalan.” “ Kakak nggak masuk kelas.” “ Nggak ada jam pagi. Nanti jam 9 baru masuk.” “ Oh… Gitu.” “ Kamu?” “ Sebenarnya aku sekarang dah telat. Aku pergi dulu ya.” Dengan terbirit-birit aku pergi ke lantai 3 ruang 31. Di sana telah berdiri mentor Siria. Namanya lucu ya. Dia adalah mentor yang kurang bisa serius. Maklum pengantin baru. Lalu aku mengetuk pintu. “ Permisi…” “ Masuk nggak di kunci.” ( masih bisa bercanda) “ Maaf , Pak. Saya telat.” “ Jam berapa ini? Siapa nama kamu?” “ Legian .”
“ Kayak nama pantai di Bali ya. Kamu sudah telat 10 menit.” “ Maap, Pak.” “ Untung bukan 20 menit ya. Ya sudah duduk!” “ Makasih Pak.” Untuk pertemuan pertama . Mentor Siria menjelaskan tentang teknik dasar seni rupa and bla…bla…bla…Setelah 2 jam pelajaran mentor Siria selesai juga. Aku tak sabar untuk ke pelajaran yang berikutnya. Kelas berikut adalah kelas mentor Yulia (pelajaran pengendalian diri). Kelas mentor Yulia da di lantai 2 ruang 12. Untung aku nggak telat lagi. Pada pelajaran ini aku baru tahu kalau kita sedang berimajinasi untuk menghasilkan seni, kita tak boleh terlalu keras memforsir pikiran kita. Misalnya pikiran kita tidak kuat kita bisa gila. Akhirnya setelah bermeditasi untuk menenangkan diri usai. Kami boleh keluar untuk makan siang. Di kantin kami berenam memesan makanan yang kami suka. Kantin kami ada di lantai 1.Kemudian Jun bergabung bersama kami. Kami ngobrol begitu asyik. Lalu obrolan kami terpotong karena Kak Nickun datang. Kak Nickun mengajakku pergi ke taman. Sesampainya di taman. Kak Nickun mulai berbicara. “ Gi, sebenarnya aku suka dan sayang sama kamu. Mungkin kamu nggak tahu itu. Tapi hati ini nggak bisa di bohongin. Aku benar-benar suka sama kamu.” “ Tapi, aku baru kenal sama Kakak.” “ Aku suka sama kamu dari SMP dulu. Kamu nggak tahu kan?” “ Nggak.” “Oleh karena itu aku ungkapin sekarang. Kamu jangan mengira ini acting karena aku pilih seni peran ya?” “ Maaf, Kak. Aku nggak siap untuk menjalin hubungan dengan kakak. Aku belum tahu seutuhnya tentang kakak. Jadi sekali lagi. Maaf, Kak.” “ Tapi kalau kamu bisa mengenalkau lebih dalam. Kamu mau jadi pacar aku?” “ Bisa aku pertimbangin.” “ Beneran ya.” “ Nggak janji lho.” “ Okelah kalau begitu.” Maaf, Kak. Sebenarnya aku tidak tega nolak kakak, tapi hatiku belum bisa nerima kakak. Aku menganggap kakak sebagai seniorku di sekolah. Makasih kakak sudah mau ngungkapin isi hati kakak sama aku. Sekali lagi makasih. Tapi aku lebih suka berteman aja. Tapi untuk selanjutnya aku tidak tahu……. Setelah itu aku kembali ke kantin untuk berkumpul bersama teman-temanku. Aku lebih suka kebersamaan seperti ini. Thank’s God……..
Tahun 2010…. Oh… Aroma khas dari taman Art School mulai menyapa hidungku. Aku dan penghuni Art School lainnya baru menghabiskan waktu libur natal ( Bagi orang kristiani seperti Gagah dan Mao ) dan tahun baru. Kakiku baru saja menapakkan diri di pintu masuk Art School. Aku langsung menuju asrama putri yang terletak di sebelah kanan gedung utama, sedangkan yang putra berada di sebelah kiri dari gedung utama. Di tahun pertama kemarin tidak banyak hal yang tejadi. Itu disebabkan karena aku dan teman-temanku masih penghuni baru di tempat itu. Apalagi kami masih belum hapal benar nama-nama tempat yang ada di Art School. Yang paling parah lagi Joony masih sering nyasar ke kelas lain walaupun dia udah setahun di sini. Aku hapal benar apa alasan dia jika telat pada pelajaran “ Maaf mentor saya kesasar. “ ( Itu sich bukan alasan emang beneran seperti itu aslinya ) Sesampainya di kamar asramaku, di sana telah tertata rapi pakaian Mao. Ya, dia anak tahun kedua yang bersamaku saat hari pengenalan sekolah. Dia mengambil jurusan seni musik. Dia orangnya sangat rapi dan bisa dibilang dia orangnya perfeksionis. Joony aja sering dikomentari, kalau Joony lagi nggak bisa jaga kebersihan dirinya sendiri. Mao bisa ceramah seharian sama Joony, atau kalau waktunya ngga cukup bisa keesokan harinya diterusin oleh Mao. Kemudian aku menyapanya…. “ Hai, Mao? “ “ Hai, Gi. Gimana liburannya?” “ Ya gitu dech. Nggak ada yang seru. Kamu sendiri gimana natalnya? Asyik atau nggak? Biasanya kamu juga berkunjung ke keluarga kamu juga ya? Atau kumpul-kumpul sama keluarga? “ “ Iya semuanya. Sebenarnya sama sich apa yang kamu lakukan waktu lebaran, ya kami lakukan juga di natal. Mungkin yang berbeda hanya keyakinan kita aja. Aduh Gigi jangan di taruh di kasur dong kaos kakinya.” “ Eh… Iya lupa. Sorry boss. Peace…Peace…Peace….” “ Kamu kan udah aku ajarin cara hidup bersih.” “ Iya. Aku minta maaf dech.” Ya begitulah Mao. Seorang yang cinta kebersihan dan benci kejorokan. Dia punya motto “ Hidup kebersihan, Matilah kejorokan “. Setelah selesai beres-beres kamar, kami berdua pergi ke kantin untuk membeli makanan. Tanpa sengaja kami bertemu dengan Joony dan Jun. “ Joony….”
“ Jangan teriak-teriak dong.”, kata Joony sambil menutup kupingnya. “ Kamu nggak rapi banget sich. Liat topimu? Seperti sesuatu nongkrong di atas kepalamu nggak jelas. “ “ Ini topi, Mao.Udahlah Mao aku lagi males mau rapi-rapi.” “ Iya dech. Aku yang akan merapikan kamu. Lihat tuh, Jun, dia kan rapi ?” “ Sorry ya Mao tapi aku bukan dia. Jangan samain aku dengan Jun.” “ Iya. Tapi…”, Mao belum selesai mengucapkan kata-katanya. Tapi Joony keburu pergi. Ngambek ceritanya. “ Udahlah… Jun balik yuk!!!!!” Mereka berdua pun membelokkan tujuan mereka. Di sini Mao masih ngomel-ngomel nggak keruan. Aku terpaksa menarik lengannya untuk mengalikan perhatiannya dari Joony. Tapi masih saja Mao ngomel-ngomel nggak jelas. Setelah kami mendapatkan semua yang kami butuhkan. Kami kembali ke asrama. Sesampainya di kamar. Mao mulai diam. Dia diam untuk beberapa saat. Dia makan makanan yang baru dia beli di kantin. Setelah itu dia pergi ke kamar mandi menjalani rutinitasnya ( Biasalah bersih-bersih) Setelah selesai. Kemudian dia berkata… “ Gi… Aku suka sama Joony. “ “ Hukk…Huk…Huk… Kamu bercanda ya?”, aku tersedak tiba-tiba “ Nggak.” “ Aduh Mao aku sampai keselek nich.” “ Gigi, aku suka sama Joony sejak pertengahan semester kemarin. Dia itu adalah orang yang aku cari. Dia humoris dan bisa mencairkan suasana. Aku suka karena sifat dia. “ “ Ehmm…. Giamana ya? Kamu tembak aja dia ?” “ Nggak ah. Malu tau.”, Mao tersipu malu. “ Kalau kamu malu nanti keburu disamber orang Joonynya.Gimana? Jadi? ” “ Aku pikir-pikir lagi dech.. Tapi, Oh Thank’s Gigi.” , Sambil memeluk Gigi. “ O ya sama-sama. Aku tidur duluan ya?” “ Aku juga mau tidur kali…”, Masih senyum-senyum sendiri. Keesokan harinya, aku pergi pagi sekali. Mao masih ada di kamar mandi….. Dengan cepat aku mebereskan semua barang-barang dan bukuku yang untuk hari ini. Dengan lantang aku berkata pada Mao…. “ Mao, aku berangkat.” “ Ya….” ( Masih berada di dalam kamar mandi ) Aku terburu-buru pergi perpustakaan untuk mengerjakan tugas dari mentor Sefa untuk mencari referensi tentang pameran seni rupa yang pernah ada di dunia. Tak sengaja Kak Nickun ada di seberang mejaku. Dia hanya senyum-senyum sendiri kepadaku. “ Kak kok senyum-senyum sendiri sich?” “ Kamu lucu.”
“ Emangnya aku badut.” “ Sorry dech…. Boleh duduk di samping kamu?” “ Silahkan dech.” “ Boleh ya…” “ Iya…” “ Ngapain di sini?” “ Lagi makan nich,” “ Lho kok makan.” “ Ya kakak liat aku lagi ngapain? “ “ Baca.” “ Ya udah dech, kak. Aku pergi dulu. Aku mau nemuin Joony. Da…” Aku pun meningggalkan Kak Nickun di perpustakaan. Aku segera beranjak ke taman sekolah untuk menemui Joony. Semalam kami telah membuat janji. Joony akan mengatakan sesuatu kapadaku. Tak berapa lama aku telah melihat Joony dari kejauhan yang sedang mondarmandir di depan air mancur. “ Hai Joon….” “ Hai. Lama amat?” “ Sorry ya..” “ Aku cuma mau bilang kalau……..” Kata-kata Joony terputus karena ada sms yang masuk di handphoneku. Kemudian aku membuka sms itu… Gi, km d mn? Bs ketemu g? Bisa. D taman air mancur. Balasku kilat. “ Joon tadi kamu ngomong apa?” “ Iya, aku suka sama dia….” “ Gigi…” teriak Mao. “ Mao.” “ Hai… Joony.” “ Aku tinggal ya. Semoga berhasil.” “ Gigi…” Aku meninggalkan mereka berdua. Aku tak tau apa yang terjadi setelah mereka kutinggal berdua. Semoga saja hati mereka berdua sama-sama suka. Jadi aku tidak rugi jadi tempat mereka curhat selama ini. Mungkin hanya itu sepengal cerita dari tahun keduaku di Art school. Sampai ketemu di Art School tahun ketiga. Bye… See You the next story…….
Tahun 2011 Pagi yang cerah, aku telah ada di depan kantor administrasi sekolah. Aku harus mendaftar ulang diriku jika masih ingin sekolah di sini. Setelah menungggu selama 15 menit akhirnya kwitansi yang aku tunggu selesai juga. Setelah itu aku pergi ke aula untuk mengobservasi aula. Aku mendapat tugas untuk mendesain ulang aula dalam bentuk 2 dimensi. Saat akan menuju ke aula aku mendengar alunan sebuah lagu….. Andai kuulang waktu… Ku kan kembali ke masa itu… Dan ku kan hindari kesalahanku… Kisah kasih syahdu… Sayang semua berlalu… Akankah kembali kisah itu… Lagu itu menghentikan langkahku, Aku segera mencari sumber suara itu. Ternyata suara itu berasal dari aula. Jun, dia yang menyanyikan lagu itu. Dengan segera aku menghampiri Jun. “ Hai… Bagus juga ya suara kamu?” “ Thank’s.” “ Kok sendirian aja. Nggak bareng Joony?” “ Joony lagi sibuk sama Mao.” “ Mereka jadian?” “ Ya.” “ Oh gitu. Pantesan aja sms ma telponku nggak pernah dijawab ma Mao. Karena ini.” “ ……..” “ Jun, kamu kok nyanyi lagu sendu sich? Mangnya hati kamu lagi sendu ya?” “ Ya.” “ Ya, udah dech. Aku mau observasi aula dulu nich. Dah….” “ Dah…” Ya, ampun Jun, Jun. Ngomong irit banget sich. Emangnya kalo ngomong perlu bayar tagihan apa? Bener kata Joony, dia sedingin kulkas. Setelah selesai observasi, aku pergi ke asrama untuk mengambil buku-bukuku. Saat di koridor menuju kamarku. Memel ( Nada Bermelody ) datang menghampiriku. Dia tidak seceria biasanya. Apa yang sebenarnya terjadi? Kemudian aku bertanya. “ Pagi, Mel. Kamu kenapa?”
“ Itu Gagah. Masa nggak merespon aku sedikit pun. Padahal aku sudah berusaha agresif. Tapi tetep aja dia adem-adem aja. Aku harus bagaimana nich?” Boleh dibilang Memel adalah penggemar Gagah. Sejak pertama masuk Memel udah menaruh perhatian yang lebih pada Gagah. Padahal Gagah orang nya cupu and kutu buku. Tapi tetap saja Memel naksir dia. Aku nggak tahu Memel naksir Gagah dari segi mana. Dasar Memel…. “ Terus berusaha dong! Masa nyerah gitu aja?”, kataku. “ Tapi.... Dia adem banget. Kayaknya aku nggak pernah dianggep ma dia. Walaupun aku selalu ngikutin dia. Aku udah berusaha untuk ikutin hobinya. Padahal aku nggak bisa gambar. Kurang apalagi coba usaha yang udah aku lakuin?” “ Mungkin dia punya waktu tersendiri buat ngungkapin hal itu ma kamu.” “ Tapi dari mana aku tahu kalau dia juga menyimpan perasaan yang sama seperti apa ynag aku rasain? Dari mana, Gi?” Bibir Memel mulai gemetar, butiran bening di sudut-sudut matanya mulai menggelincir membasahi pipi merah jambunya. “ Waduh.... Mel, jangan nangis dong! Entar dikiranya aku nyakitin kamu. Cup..Cup...Cup..!” kataku sambil mengusap butiran-butiran mutiara yang membasahi pipi Memel. “ Tapi aku nggak bakal nyerah gitu aja. Sekarang udah zamannya emansipasi wanita, aku harus bisa dapetin Gagah tapi dia juga harus sayang ma cinta aku.” Kata Memel lagi. “ Nah.. Itu baru temenku.” “ Tapi aku nggak yakin.” Memel kembali sedih. “ Kamu pasti bisa! Kamu liat aja Joony ma Mao. Awalnya mereka kan nggak ada pendekatan. Tapi tiba-tiba mereka jadian. Kamu percaya kan kalo jodoh nggak akan lari kemana?” “ Ya...” Kata Memel sambil menganggukkan kepala sebagai persetujuan. Dan senyum manis itu kembali menghiasi wajahnya. “ Mau ke gedung utama? 5 menit lagi kita masuk. Aku nggak mau telat di pelajaran mentor Fath.” Kataku sambil menarik lengan baju Memel. “ Ya ampun. Aku bentar lagi mentor Ary. Mampus.” Dengan sesegera mungkin kami berdua menuju gedung utama. Kami harus berusaha supaya tidak telat. Kami tidak mau tahun ini mendapat predikat siswa telat seperti yang diterima Joony saat tahun pertama. Kami berpisah di tangga aku ke lantai 3 ruang 23 dan Memel ke lantai 2 ruang 11. Untung,untung,untung aku nggak telat. Biasanya mentor Fath dateng 10 menit sebelum bel masuk tiba. Rajin amat sich tuh guru, padahal amat aja nggak rajin. Garing ya??? Emang aku pelawak apa bisa lucu? Untuk hari ini mentor Fath tidak terlalu sensi karena dia hanya memberikan tugas 1 materi dan dikerjakan dalam seminggu. Asyik bisa santai nich. Hari ini aku nggak ada kelas sore. So, aku harus cari kegiatan yang laen. Padahal temen-temenku
yang lain mempunyai kelas sore semuanya, kecuali Gagah. Ya iyalah dia kan satu jurusan ma aku. Pukul 15.00 Sore itu kakiku mengantarkan diriku ke sebuah pojok taman di belakang asrama. Aku tak tahu kenapa kakiku mengajakku ke sana. Tapi lumayan lah buat menghibur diri. Aku duduk di sebatang kayu lapuk yang sepertinya sudah lama berada di sana. Kuedarkan setiap pandangan keseluruh isi taman belakang asrama. Kemudian mataku tertuju pada tumpukan kotak-kotak kayu penuh buah Apel kesukaanku. Dengan sedikit berlari aku menuju ke sana. Sepertinya kotak-kotak ini baru dikirim dari kebun di kota sebelah. Ya, sekolah ini memang memiliki kerjasama dengan perusahaan besar demi memenuhi kebutuhan kami warga Art school. Kugengam apel di tangan kananku dan sambil bersenandung apel itu mendarat di bibirku, masuk ke mulutku, sampai di tenggorokanku, dan sampai di lambungku. Tiba-tiba... Kresek... Krek...Kresek...Krek... “ Woi... Sapa thu?” Dengan muka sedikit tegang. “ Jangan takut, Gi! Nie aku, Gagah.” Kata Gagah Sambil muncul diantara tumpukan kotak apel. Dengan rambut penuh jerami, Kacamata bledebledeh. Aku tak tahu apa yang Gagah lakukan di tempat ini. Mungkin dia lagi bersemedi? “ Ngapain di sini, Ga?” “ Nggak ngapa-ngapain sich. Aku lagi pengen sendiri. Kamu sendiri?” “ Oh... Ini lagi cari angin.” “ Oh... Gi. Aku mau tanya? Boleh?” “ Boleh. Apa?” “ Kamu tahu nggak apa yang menyebabkan Memel bertingkah laku aneh akhir-akhir ini?” “ Uhm... Gimana Ya?” “ Ayo, Gi! Cerita!” “ Sebenernya Memel thu suka sama kamu. Tapi kamunya ja yang kurang tanggep. Dia suka ma kamu udah lama. Kamu ngerasain itu nggak? Perasaan yang sama dengan perasaan yang dirasakan sama Memel?” “ I don’t think so. But, aku nggak tahu perasaan apa yang ada di hatiku sekarang? Aku selalu ingin dekat sama Memel. Tapi aku belum yakin dengan perasaanku ini. Mungkin aku perlu waktu.” “ Inget, Ga. Kamu ma Memel udah hampir 3 taon bareng. Apa kamu nggak ngerasain hal itu? Ini udah hampir akhir semester lho.” “ Kalo kamu tanya aku ngerasain pa nggak? Aku jawab aku ngerasaain perasaan itu. Tapi aku belum yakin aja kalo perasaan ini pa bener-bener perasaan cinta atau hanya sekedar suka dan obsesi?”
“ Memel nunggu kamu sampai akhir semester ini. Kalo nggak dia nggak akan pernah ngejar-ngejar kamu lagi. Dia udah cape’.” “ Mungkin aku...” “ Ga, aku ke masjid dulu, ya. Aku belum shalat azhar nich.” “ Oh.. ya” “ Pikirkan semua kata-kataku tadi!!” Aku nggak tahu kenapa hatiku merasa lega setelah mengucapkan semua itu pada Gagah. Aku harap Gagah mau memikirkannya kembali. Dan jangan sampai ucapanku tadi hanya dianggap angin belaka. Pukul 05.00 Ada surat kaleng di depan pintu kamar Memel. Aku memang tak sekamar dengannya. Mungkinkah itu dari Gagah? I don’t know. Semenjak saat itu aku sudah tidak pernah melihat Memel murung lagi. Keceriaan yang sempat minggat dari wajahnya akhirnya nempel lagi di wajahnya. Aku juga tak tahu bagaimana hubungannya dengan Gagah. Jadian atau tidak? Dalam hal ini aku bukan pengarang yang tahu segalanya. Selamat menikmati sekuel dari cerpen nie.... SEE YOU NEXT STORY....
Tahun 2012 “ Art school. I am coming. Hahahay...” Kataku dengan semangat. Segera saja kulangkahkan kaki menuju kantor administrasi sekolah. Aku masih ingin bersekolah di sekolah ini. Perlu sedikit informasi, sekolah ini mengawali tahun pelajarn dari bulan Januari. Tidak seperti sekolah-sekolah lain yang memulai tahun pelajaran dari bulan Juli. Tak berapa lama namaku dipanggil oleh Bu Tini, administrator pendaftaran ulang, beliau memberikan secarik kwitansi sebagai tanda aku masih diterima di Art School. Setelah itu aku pergi ke asrama untuk meluruskan otot-ototku. Karena perjalanan dari rumahku ke Art School sekitar 6 jam perjalanan dengan menggunakan kereta. Dengan susah payah aku menyeret tasku yang isinya seperti bom yang akan meledak. Maklum, aku membawa banyak camilan yang dibawakan oleh ibuku tersayang. “ Hadeh..... Nie tas berat amat sich.” “ Mau aku bantu?” “ Hee.....” aku mengangkat kepalaku dan memandang pemilik suara itu. “ Boleh aku bawain?” “ Kakak...” kataku masih tak percaya. Kak Nickun menawarkan bantuannya. “ Tapi, cowok nggak boleh masuk ke asrama cewek.” “ Sampai depan pintu asrama aja. Boleh ya? Sekalian ngobrol. Gimana?” “ Uhmmm....” aku pura-pura berfikir. Padahal dalam hati aku mau banget dibantuin ma kak Nickun. Nie tas kan berat banget. “ Nggak usah mikir dah.” Kata Kak Nickun sambil menarik tasku dan meletakkan di punngungnya. “ Ayo... Nggak usah bengong. Ntar ayam tetangga pada mati.” Sambil menarik tanganku. Dan aku masih bingung. “ Beneran nggak papa ni?” “ Beneran. Apa sich yang nggak buat Gigi.” Sambil tersenyum. “ Hemzz..... Jadi GR aku.” “ Hahay....” “ Kak...” “ Ya? Apa? ” “ Kakak ke mana aja? Kok taun kemaren jarang banget aku ketemu kakak.” “ Wahhh.... Sekarang aku yang GR nich. Ternyata, Gigi kangen ma aku. Cikiciew....” “ Hadeh.... Cape’ dech....” “ Aku ada kok. Di hatimu.”
“ Ih... Aku serius tau..” “ Iya. Aku juga serius Gigi.” “ Males ah....” “ Oke.... Sorry dech. Taun kemaren aku pengen mastiin perasaan aku ke kamu. Apakah dengan intensitas pertemuan yang sedikit bahkan nggak ada. Bakal ngerubah perasaan aku ke kamu. Ternyata mggak. Aku kangen ma kamu. Banget.” “ GOOOOOOOOMBEEEEEELLLLL..... Eh Maap. Maksudku GOMBAL.” “ Beneran, kalo nggak percaya belah aja dadaku ini! Pasti ada nama kamu di hatiku.” “ Ah... Kakak nggak asyik nih...” “ Criiiiing.... Dah nyampek tuan putri.” “ Kakak pikir aku putri?” “ Putri dalam hatiku.” “ Udah ah... Aku mau masuk dulu. Capek naik kereta....” “ Met istirahat tuan putri.” Sambil membungkukkan badan layaknya seorang pangeran yang mempersilahkan seorang putri masuk kembali ke istananya. Prikitiew.... Itu adalah momen yang aku tunggu-tunggu selama emapat tahun ini. Memang pada tahun pertama aku menolaknya mentah-mentah. Tapi, aku kan bilang akan mempertimbangkannya. Jadi nggak salah dong kalo aku mengharapkannya. Aku menguji kak Nickun untuk, apakah dia benar-benar menyayangiku ato hanya semtara saja? Ternyata perasaan kak Nickun tidak berubah sama sekali. Malahan tambah sayang kayaknya dia. Ah... Kak Nickun. Bisa saja kau membuat hatiku SEMRIWING. Rutinitasku mulai seperti biasa. Padat. Ato lumayan padat. Hari ini aku kembali berkumpul bersama sahabat-sahabatku. Kami berkumpul di tempat favorit kami. Kantin sekolah. Kami memesan pisang ijo, makanan terfavorit di kantin ini. Tiba-tiba datang anak dari ASO (Art School Organization ) sebuah organisasi milik sekolah. Organisasi yang bertugas mencari panitia acara bagi kegiatan yang diselenggarakan di sekolah. Misal, awal tahun ajaran baru ini dicari panitia untuk pengenalan sekolah bagi siswa-siswa baru. Nie acara yang ditunggu-tunggu Joony. Dia terobsesi sekali untuk menjadi ketua panitia acara tersebut. “ Nie dia acara yang aku tunggu.” Kata Joony. “ Lho say.... Kamu kokk nggak pernah cerita sech?” kata Mao. “ Ya iyalah..... Wong aku juga nggak tau.” Kata Memel nyeletuk. “ Memel sayang aku nggak tanya ma kamu.” Kata Joony. “ Heh.... Pacar kamu yang mana sech?” kata Mao cemberut. “ Ye.... Cuma gitu udah cemburu. Aku nggak bakal ngambil Joony kok. Dia kan jorok.” Kata Memel. “ Yupzzz... Eh, tunggu dulu. Apa kamu bilang? Jorok?” kata Joony “ Iya, tuh topi nangkring aja di palamu.” Kata Memel sembari tertawa. “ Eh... kalian ini. Rame aja....” kata Jun. Baru terdengar suaranya.
“ Mel, jangan gitu lah!” kata Gagah mulai membuka mulut. “ How.....” tanggapan Memel. “ Joon, kamu nggak mau daftar sekang? Mao, anterin Joony dunk? Syeena aku pengen belajar tari nich. Ajarin aku dunk! Jun pergi sana ma Joony!” kataku sambil mengedipkan mata pada sahabat-sahabatku yang lain. “ Ha... Serius Gi. Kamu mau belajar tari?” kata Syeena. “ Iya.” Kataku cengengesan. “ Aneh nie anak. Kesambet di mana sech?” kata Joony sambil ngeloyor bersama Mao dan Jun. “ Eh.... Jangan deket-deket ma Gigi. Dia lagi kesambet.” Kata Jun tertawa sambil berjalan meninggalkan aku, Syeena, Gagah, dan Memel. “ Ayoooo....” kataku sambil menarik lengan jaket Syeena. “ Oke... Sabar, Gi!” kata Syeena. Ini kesempatan yang aku tunggu-tunggu. Aku meninggalkan mereka berdua di satu meja. Aku tak tau apa yang akan terjadi. Yang pasti aku sekarang pergi bersama Syeena dengan alasan mau belajar tari. Boro-boro mau belajar tari. Denger musiknya aja dah pengen tidur. Hoaaammmm..... “ Eh, kamu beneran mau belajar tari? Tak percaya saye.” Kata Syeena sambil gelenggeleng kepala. “ sebenernya nggak. Hehe....” kataku sembari tertawa.