BENARKAH NABI MUHAMMAD SAW NABI TERAKHIR ? Oleh : Abu Zahra Bismillaahirrahmaanirrahiim Umat Islam pada umumnya berpendapat bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabi terakhir, yang berarti bahwa tidak akan ada lagi nabi setelah beliau. Paham seperti itu sama halnya dengan paham-paham yang dianut oleh kaum Yahudi dan Nasrani. Kaum Yahudi beranggapan bahwa tidak akan ada lagi nabi setelah nabi Musa a.s. Kaum Nasrani berkeyakinan bahwa tidak akan ada lagi nabi setelah nabi Isa a.s., Demikian pula anggapan kaum-kaum sebelumnya terhadap nabi-nabi mereka, padahal pada saat kedatangan nabinya justru ditolak oleh mereka. Umat Islam tidak mau menerima lagi nabi setelah nabi Muhammad SAW karena khawatir kalau ada lagi nabi sebelah beliau, akan menyaingi kemuliaan dan kewibawaan beliau. Menurut hemat kami paham seperti itu tidak beralasan sama sekali, karena : Pertama : Yang berhak menentukan apakah kenabian itu sudah tertutup atau tidak, bukanlah hak dan kuasa manusia, melainkan hak prerogatif Allah Ta‟ala. Sedangkan apabila kita menela‟ah kitab suci Al Qur‟an dengan seksama kita tidak akan mendapati satu ayat pun yang menyatakan bahwa kenabian sudah tertutup sampai dengan Hazrat Muhammad Rasulullah SAW. Kedua : Mengenai kekhawatiran umat Islam kalau ada lagi nabi setelah nabi Muhammad SAW akan menyaingi kemuliaan dan kewibawaan beliau, itupun suatu kekeliruan, karena justru dengan adanya lagi nabi setelah beliau SAW, berarti akan semakin menambah kewibawaan dan kemuliaan beliau, karena pasti nabi yang akan datang itu akan mengagungkan beliau sebagaimana layaknya seorang murid terhadap gurunya, karena tentu nabi yang akan datang setelah beliau SAW adalah dari kalangan umat beliau sendiri (sebagaimana tercantum dalam surat Al Araf : 35 ). Bukankah seorang guru yang baik akan menghasilkan murid yang baik pula. Sebagai contoh, banyak berdatangan nabi-nabi setelah nabi Ibrahim a.s.,
justru bukan
mengecilkan wibawa beliau, malah sebaliknya semakin membesarkan nama dan keagungan beliau sebagai bapaknya para nabi. Apalagi nabi-nabi yang datang itu dari keturunan beliau a.s. Berikut ini ada beberapa ayat dalam Al Qur‟an yang mengabarkan tentang akan adanya lagi nabi yang diutus setelah Hazrat Muhammad SAW. Masalah Kenabian
1
1. AL IMRAN (3) : 179 : Artinya : Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang beriman dalam keadaan seperti ketika kamu berada di dalamnya, sehingga Dia menyisihkan yang buruk dari yang baik. Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan hal-hal yang gaib, akan tetapi Allah (akan) memilih rasul-rasul siapa yang dikehendakiNya. Karena itu berimanlah kepada Allah dan Rasul ini, dan jika kamu beriman dan bertakwa maka bagimu ada pahala yang besar.
Keterangan : Ayat ini menerangkan bahwa Allah tidak akan memberikan suasana aman dan tentram kepada umat Islam masa sekarang, seperti ketika Rasulullah SAW berada diantara umat Islam pada masanya, sebelum Allah menyisihkan mukmin yang buruk dari mukmin yang baik. Dan untuk menyaring mana mukmin yang baik dan mana mukmin yang buruk, Allah akan mengutus seorang rasul yang kepadanya diberikan kabar-kabar gaib. Apabila beriman kepada rasul itu, maka itulah mukmin yang baik, yang kepadanya Allah akan memberikan ketentraman dan kedamaian seperti yang telah dialami kaum mukmin pada masa Rasulullah SAW. 2. AL A’RAF (7) : 35-36 Artinya : (35). Hai anak-anak Adam, jika datang kepadamu rasul-rasul daripada kamu yang menceritakan kepadamu ayat-ayatKu, maka barangsiapa bertakwa dan mengadakan perbaikan, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. (36). Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, mereka itu penghuni-penghuni neraka, mereka kekal didalamnya.
Keterangan : Ayat ini ditujukan kepada umat Islam pada masa Rasulullah SAW dan menyampaikan bahwa apa yang akan dilakukan jika akan diutus lagi nabi yang akan membacakan ayat-ayat Al Qur‟an untuk meluruskan ajaran yang telah diselewengkan. Nabi yang akan turun dimaksud ayat tersebut tentunya bukan nabi Muhammad SAW, karena ketika ayat ini turun, beliau sudah ada bahkan yang menyampaikan ayat ini kepada kaum muslim ketika itu. Kata “JIKA” menunjukkan peristiwa yang akan datang (future), bukan peristiwa yang sedang berlangsung. Jadi jelas Masalah Kenabian
2
kedatangan nabi pada ayat ini bukan ditujukan kepada kangjeng nabi Muhammad SAW, melainkan kepada nabi yang akan datang setelah beliau SAW. Dalam ayat selanjutnya ditegaskan bahwa apabila menolak nabi yang akan datang tersebut berarti mereka itu adalah orang-orang yang sombong. Dan orang-orang yang sombong itu adalah penghuni neraka.
3. AN NISA (4) : 69 Artinya : Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan RasulNya, mereka itu akan termasuk orang-orang yang kepadanya Allah memberikan nikmat-nikmat, yakni para nabi, para shidik, para syahid, dan para shalihin. Dan seperti mereka itu adalah sebaik-baiknya teman.
Keterangan : Kata “ma‟a” dalam ayat diatas tidak dapat diartikan “beserta”, karena bagaimana mungkin orang yang taat kepada Allah dan RasulNya hanya mendapat kehormatan “beserta” orang-orang shaleh, suhada, shidik dan para nabi. Kata “ma‟a” dalam ayat ini memiliki pengertian “menjadi bagian”, yakni apabila taat kepada Allah dan RasulNya, maka mereka akan dianugerahi kehormatan berupa pangkat kerohanian yang tinggi yaitu “shaleh, syahid, shidik atau Nabi”.. Artinya bahwa semua umat manusia (khususnya pengikut Rasulullah Muhammad SAW) memiliki potensi untuk menjadi seorang shaleh, syahid, shdik atau nabi, hanya masalahnya sejauh mana tingkat keithaatan dan ketakwaan kepada Allah, sejauh itu pula derajat kerohanian yang akan diperolehnya. Keempat pangkat kerohanian ini dapat diberikan oleh Allah kepada siapa saja yang dikehendakiNya 4. AL AHZAB (33) : 40 Artinya : Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang lelaki diantaramu, melainkan beliau itu adalah Rasulullah dan Khotamannabiyyin. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. Keterangan : Pada umumnya kata “khatam” dalam ayat ini diartikan sebagai “terakhir”. Jadi kata “khatamannabiyyin” berarti nabi terakhir. Kalau artinya demikian apa hubungannya dengan kalimat sebelumnya bahwa Muhammad itu bukanlah bapak dari laki-laki diantaramu?..... Masalah Kenabian
3
Ayat ini terdiri dari tiga bagian kalimat, yaitu : - Induk kalimat
: Maakana muhammadun aba ahadimmirrijalikum.
- Anak kalimat: Walakirrosulallohi - Cucu kalimat : Wakhotamannabiyyiina. Kata “khatamannabiyyiin” ini adalah merupakan cucu kalimat, yang tentunya melengkapi atau memperkuat anak kalimat. Kalau diartikan sebagai “nabi terakhir” berarti bukan memperkuat kalimat sebelumnya malah menjadi bagian terpisah dari kalimat sebelumnya. Asbabunnuzul (Asal mula) diturunkannya ayat ini adalah berkenaan dengan anggpatan orang-orang Arab Quraisy pada masa itu, yang menganggap derajat anak angkat sama dengan anak kandung. Dan bahwa beliau SAW telah menyalahi adat yang berlaku pada masa itu, karena beliau telah menikahi Hz. Siti Zainab mantan istri anak angkat beliau yaitu Zaid bin Kharitsyah. Menurut adat bangsa Arab Quraisy ketika itu bahwa derajat / hak anak angkat sama dengan derajat / hak anak kandung, jadi kalau menikahi mantan istri anak angkat berarti menikahi istri anak kandung sendiri, dan Rasulullah SAW dianggap telah melanggar adat tersebut. Diturunkannya ayat ini adalah merupakan pembelaan Allah Ta‟ala kepada beliau, yang menegaskan bahwa anak angkat itu tidak sama derajatnya dengan anak kandung. “Muhammad itu bukanlah bapak kandung dari Zaid” jadi menikahi mantan istri Zaid tidak sama dengan menikahi mantan istri anak kandung, karena Zaid itu anak angkat. Dan mana mungkin beliau melanggar hukum karena beliau itu adalah utusan Allah (Rasulullah) bahkan beliau itu adalah seorang nabi yang mulia / paripurna (kahatamannabiyyin). Kalau kata “khatamannabiyyin” ini diartikan sebagai “nabi yang terakhir”, apa kaitannya dengan pembelaan Allah terhadap peristiwa yang dialami oleh Rasulullah SAW itu. Pengertian “nabi yang terakhir” dalam ayat ini tidak memiliki keistimewaan apa-apa dan tidak ada plus point dalam mengatasi masalah tersebut, tetapi apabila artinya sebagai yang termulia / yang paripurna, tentu saja akan sangat memberikan plus point terhadap peristiwa itu, yakni bagaimana mungkin seorang nabi yang istimewa bisa melakukan kesalahan yang fatal seperti itu. Kata “khatam” bila digandengkan dengan “Al” artinya “jamak” yang berarti yang termulia / istimewa / paripurna. Arti lain dari kata “khatam” selain “terakhir” adalah “ Materai, Cincin, Stempel, Afdhol dan yang termulia / paripurna.
Masalah Kenabian
4
5. AL BAQARAH (2) : 4 Artinya : Dan mereka yang beriman kepada yang telah diturunkan kepadamu, dan yang telah diturunkan sebelum kamu, dan kepada yang akan datang pun (yang akhir) mereka yakin.
Keterangan : Kebanyakan para ulama mengartikan kata “akhiroti” dalam ayat ini sebagai “hari akhirat”. Kalau artinya demikian, lalu apa konteksnya dengan kalimat sebelumnya yang menceritakan tentang apa-apa yang diturunkan Allah berupa wahyu-wahyu dan nabi-nabi. Jadi kata “akhiroti” disini lebih tepat diartikan sebagai “yang akan datang” (yakni wahyu-wahyu atau para nabi yang akan datang).
6. AL JUM’AH (62) : 2-3 Artinya : (2). Dialah yang telah mengutus ditengah-tengah bangsa yang buta huruf seorang Rasul diantara mereka sendiri yang membacakan kepada mereka tanda-tandaNya, dan mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah, walaupun sebelumnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata. (3). Dan (juga) kepada kaum lain dari mereka yang belum pernah berhubungan dengan mereka. Dan Dialah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.
Keterangan : Ayat pertama menerangkan tentang kedatangan Rasulullah SAW yang turun diantar bangsa Arab. Sedangkan ayat selanjutnya menerangkan tentang kedatangan seorang utusan lain yang turun dari kaum lain yang sebelumnya belum pernah berhubungan dengan bangsa Arab dimana Rasulullah SAW diutus.
Berkenaan dengan ayat ini Rasulullah SAW bersabda
bahwa utusan Tuhan itu akan turun dari kalangan bangsa Parsi. Dalam Kitab Hadits Imam Bukhari, Abu Hurairah ra menerangkan : “Kami sedang duduk dekat nabi SAW ketika ayat ini diturunkan kepada beliau SAW. Sahabat-sahabat bertanya kepada beliau, siapakah yang dimaksud dengan „Wa akhorina minhum‟ dalam ayat itu. Beliau sejenak tidak menjawab, sehingga para sahabat bertanya sampai tiga kali. Diantara kami terdapat Masalah Kenabian
5
seorang yang bernama Salman Al Farsi (berasal dari Persia). Maka Rasulullah SAW meletakkan tangan beliau diatas pundak Salman Al Farsi seraya bersabda : “Laokaanal iimaanu indassurayyaa lanaalahu rijaalun aorojulumminha ula‟i”. Artinya : “ Jika iman telah terbang ke bintang Tsuraya, maka beberapa orang laki-laki atau seorang lelaki dari antara orang ini (asal Parsi) akan mengambilnya kembali”.
Berikut ini beberapa Hadits yang mendukung tentang akan adanya lagi nabi setelah nabi Muhammad SAW.
1. HADITS IBNU MAJAH Darul Fikr jilid II, hal 484, hadits no. 1511 “Lamma mata ibroohiimu ibnu rosuulillahi SAW shallaa. Rasulullah SAW faqoola : Innahu murdi‟an bil jannati walao „asya lakaana shiddiiqon nabiyaa”. Artinya : Ketika Ibrahim ibnu Rasulullah SAW wafat, beliau menyembahyangkan jenazahnya, kemudian berkata : “Sesungguhnya disurga ada yang menyusukannya. Dan seandainya usianya panjang (maka) ia akan menjadi nabi yang benar.
Keterangan : Kewafatan putra Rasulullah SAW itu (Ibrahim) terjadi pada tahun ke 9 hijrah, sedangkan ayat khatamannabiyyin (Al Ahzab 40) sudah turun pada tahun ke 5 hijrah. Seandainya Rasulullah SAW berkeyakinan bahwa beliau adalah nabi terakhir, mengapa beliau mengatakan bahwa “seandainya usia putra beliau (Ibrahim) panjang, maka ia akan menjadi seorang nabi yang benar ? bukankah beliau adalah nabi yang terakhir ?.
2. KITAB KANZUL UMMAL Jilid XIII hal 519 hadits no. 37339. “Itma‟inna yaa amni fa‟innaka khotamul muhaajiriina filhijroti kamaa ana khotamunnabiyyiina finnubuwwati”. Masalah Kenabian
6
Artinya : Tentramlah wahai pamanku, sesungguhnya engkau adalah khatamul muhajiriin dalam hijrah sebagaimana aku adalah khotamannaiyyin dalam kenabian.
Keterangan : Seandainya arti “khotamul muhajiriin” dalam ungkapan diatas sebagai yang terakhir, bukankah setelah paman beliau masih banyak lagi kaum muslim yang berhijrah ?...
3. TAFSIR SAFI “Anaa khotamul „biyaa‟i wa anta yaa „aliiyu khootamul „auliyaa‟i”.
Artinya : Aku adalah khatamul anbia dan engkau wahai Ali adalah khotamul Aulia (wali).
Keterangan : Seandainya arti “khotamul „aulia” diatas sebagai yang terakhir, bukankah masih banyak para wali sesudah hazrat Ali ra ?. Seperti di Indonesia saja kita kenal dengan wali songo.
Masalah Kenabian
7