Konseling Perkawinan
BAB3 Hukum Perkawinan Antar Agama __________________________________________________________ A. Pendahuluan Perkawinan antar agama sebenarnya tidak perlu dipermasalahkan, karena baik dalam UU perkawinan No. 1 tahun 1974 (perkawinan berdasarkan agama ) pandangan agama
baik Islam maupun non
Islam, pada dasarnya menolak terjadinya perkawinan antar agama. Semua agama menghendaki agar perkawinan dilakukan oleh satu agama (se-iman). B. Dasar Hukum Perkawinan Antar Agama Dalam Undang-undang perkawinan UUP secara tegas pada pasal 2 ayat (1) menjelaskan “bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan
menurut
hukum
masing-masing
agamanya
dan
kepercayaannya. Di samping itu, pasal 8 yang mengatur laranganlarangan kawin juga menjelaskan masalh ini. pasal 8 pada huruf (f) mengatakan
bahwa
perkawinan
itu
dilarang
apabila
yang
bersangkutan mempunayi hubungan yang oleh agamnya atau aturannya lain terlarang kawin. Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) masalah ini diatur hanya dalam dua pasal yang termasuk bab VI tentang larangan kawin, yaitu pada pasal 40 sub c dan pasal 44, selengkapnya sebagai berkut :
32
Konseling Perkawinan
Pasal 40 Dilarang melangsungkan perkawinan antara pria dengan seorang wanita karena keadaan tertentu ; a. Seorang wanita yang tidak beragama Islam Pasal 44 seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan pria yang tidak beragama Islam. Larangan perkawinan berbeda agama dan berbagai kemungkinan yang perlu diwaspadai menjadi bekal yang penting bagi siapa saja yang bersikeras untuk melakukan perkawinan ini. karena satu sisi perbedaan agama dalam perkawinan dapat merupakan stressor psikososial untuk terjadinya berbagai bentuk gangguan kejiwaan (konflik kejiwaan) yang pada gilirannya tidak terwujudnya keluarga yang sehat dan bahagia (sakinah mawwadah warrahmah) sebagaimana yang diidamkan pada waktu perkawinan itu dilangsungkan. Faktor afeksional (rasa kasih sayang, tentram, terlindungi, dan nyaman) yang merupakan pilar utama perkawinan sukar untuk dapat diwujudkan karena dasar
akidahnya berbeda,
bahkan
bisa
bertentangan.
Konsekuensi lebih lanjut adalah pada tumbuh kembang anak, anak akan ikut agama ayahnya atau agama ibunya, atau akan tidak beragama sama sekali (Hawari, 2006: 103). Hal lain yang mungkin terjadi adalah manakala konflik perbedaan agama itu tidak terselesaikan, maka pasangan suami istri itu akan tidak mengamalakan agama yang dianutnya, melainkan mereka memilih hidup sekuler.
33
Konseling Perkawinan
Pola hidup sekuler ini akan menimbulkan konflik-konflik baru yang lebih sulit di atasi yang dapat menjurus kepada kemelut keluarga sebagaimana dialami Barat, yaitu kebahagian semu.
C. Perkawinan Beda agama : Penyalahgunaan Ham Dewasa ini terdapat kesan bahwa sebagian
orang
“menyalahgunakan” pengertian hak-hak asasi manusia, toleransi dam kerukunan beragama. Persamaan agama dalam satu rumah tangga amat penting dalam menjaga stabilitas dan keharmonisan perkawinan, dan perbedaan agama dalam satu rumah tangga buka tidak membawa resiko bagi terancamnya kelestarian perkawinan. Sebahagian orang lain berpedaan bahwa kalau perkawinan antar agama tidak diperkenankan, maka akan banayk kasus-kasus hidup bersama tanpa nikah (kumpul kebo). Sepintas lalu pendapat logis, namun belum tentu benar. Bila perkawinan antar agama diperkenankan dengan maksud menghindari “ kumpul kebo”, hal ini bukan merupakan jaminan, kasus “kumpul kebo” akan tetap ada bahkan bisa bertambah, lihat saja apa yang terjadi pada masyarakat Barat (Hawari, 2000: 258). Seiring zaman yang makin modern dan global, budaya tersebut juga sudah mulai nampak muncul di masyarakat. Bukan hanya kelas atas seperti selebritis saja, tetapi pada masyarakat tingkat bawah perilaku seperti ini sering kali dapat ditemui karena pemahaman
34
Konseling Perkawinan
agama yang sempit dan ketidak mampuan manusia dalam menaj naluri seksual yang dimiliki. D. Perkawinan beda agama : Penyalahgunaan Toleransi Dalam pengalaman praktek konsultasi perkawinan pada kasuskasus beda agama, ternyata masing-masing pasangan bukannya bertambahn beriman terhadap agam mereka, bahkan sebaliknya semakin melemah. Demi “toleransi” dan “kerukunan” masing-masing melepaskan diri dari prinsip-prinsip akidah agamanya sendiri dan tanpa disadari telah terjadi “erosi iman”. Selain dari pada itu konflik keimanan yang terjadi dapat menimbulkan gangguan kejiwaan depresi, yang salah satu gejalanya adalah timbul perasaan bersalah dan berdosa (hawari, 2006: 105). Maka
untuk
mencegah
hal-hal
yang
tidak
diinginkan
seyogyannya dalam pergaulan dan memilih pasanganitu prioritas utama adalah agamnya. E. Akibat perkawinan antar agama Kehidupan perkawinan yang dilakukan beda agama (islam denan non Islam), biasanya muncul permasalahan yang merupakn stresor psiokososial, antara lain ; 1. Dalam masyarakat perkawinan bukan semata-mata perkawiinan antara dua individu, melainkan perkawinan antara dua keluarga, yaitu dengan melibatkan keluarga dua belah pihak. Bila pasanagn berbeda agama, hal ini akan menyulitkan sikap masing-masing pihak keluarga. Demikian, pula salah satu pindah agama dan
35
Konseling Perkawinan
memamkai tata cara salah satu agama, hal inipun akan menimbulkan reaksi pada salah satu pihak keluarga dan doa restu keluarga sulit untuk diperoleh secara ikhlas. 2. sebagai kelanjutan dari butir 1 di atas, maka kemungkinan salah satu pasangan akan terkucil dari kelompok masyarakat agamanya atau keluarganya. Bial terjadi krisis perkawinan, maka kan sulit bagi pihak wanita untuk bisa diterima kemabli di lingkungan keluarganya karena telah berpindah agama. 3. sering terjadi agar dapat menikah, dialkukan kompromi semu dengan jalan misalnya pada saat suami ikut/ masuk agama isterinya, dan saat yang lain isteri ikut agama suami dan kawin dengan tata cara agama suami. Dan serring juga dilanjutkan di catatan sipil . 4. perkawinan antar agama mempunyai konsekuensi pada tumbuh kembang anak. Anak akan bingung ikut akidah agama yang mana. Salah satu stresor pada anak dan remaja adalah cara pendidikan yang berbeda antara ayah dan ibu. 5. perkawinan anatar agama bisa menimbulkan kompliksi bidang hukum, soal perceraian, warisan, anak dan sebagainya. 6. sering tejadi isteri yang beragama Islam mengalami derita mental, manakala sang suami non Islam menghendaki campur, sedangkan ia sedang menjalankan puasa. 7. agama Islam tidak menghendaki orang Islam menikah dengan non muslim. Demikian pula halnya , dengan agama katolik maupun
36
Konseling Perkawinan
protestan. Menghendaki perkawinan seagama. Namun terdapat “dispensasi “ dari katolik maupun protestan untuk kawin campur antar agama ini dengan ketentuan yang dapat menimbulkan derita mental bagi pasangan yang beragama Islam (Daud Ali, 1996, yaitu dispensasi katolik, yang bergama katolik berjanji : a. akan tetap setia pad iman katolik b. berusaha mempermandikan dan mendidik semua anak-anak mereka secara katolik. Sedangkan bagi pasangan yang Katholik berjanji : a. menerima perkawinan secara katolik b. tidak akan menceraikan pihak yang beragama katolik c. tidak
akan
menghalang-halangi
pihak
katolik
untuk
melaksanakan imannya. d. Bersedia mendidik anak-anaknya seacar katolik. Dispensasi Protestan, yang beragama Kristen Protestan harus menandatangani suatu perjanjian yang berisi : a. Tetap akan mealksanakan iamn kristennya. b. Akan membaptis anak-anak yang lahir dari perkawinan itu secaar kristen Sedangkan yang bukan beragama Kristen Protestan harus menandatanagi surat pernyataan, bahwa ia : a. tidak keberatan perkawinan dilaksanakan di gereja protestan b. dan tidak keberatan anak-anak mereka dididik secara protestan
37
Konseling Perkawinan
8. sering kali suami Islam yang beristerikan non Islam mengalami kesulitan untuk kawin lagi atau bercerai, meskipun persayaratan hal tersebut secara Islam sudah terpenuhi. 9. bila salah satu pasanagn meningggal, hendaknya dimakamkan secara agama yang mana. Tidak jarang terjadi pasangan Islam pada saat terakhir dari hayatnya “terbujuk” kleuar gdari agama Islam dan masuk agama suami/isterinya dan dimakamkan secara non Islam (Hawari, 2000: 259-261).
Dalam kehidupan perkawiann akan banyak dijumpai stresor psikososial lainnya selain perbedaan agama, yaitu antara lain masalah pekerjaan,
keuangan,
sosial-ekonomi,
lingkungan,
hubungna
interpersonal, masalah perkembangan, problem oarng tua dan sebagainya. Di tinjau dari kesehatan jiwa (mental health) perkawinan antar agama menagndung resiko terjadinya konflik-konflik kejiwaan yang pada gilirannya dapat mernurunkan taraf kesehatan dari salah satu pasanagn atau keduanya, demkian juga dengan perkembangan jiwa anak (hawari, 2006: 112). Berdasarkan berbagai konsekuensi tersebut, tentunya sebelum melakukan
perkawinan
beda
agama,
penting
artinya
mempertimbangkan banyak hal, karena dapat berakibat antara lain : 1. adanya tekanan dari pihak keluarga, lembaga agama, dan adanya peyimpangan dari keadaan yang biasanya.
38
Konseling Perkawinan
2. dapat terjadi tidak bersatunya interpretasi mengeanai sesuatu, karena memang keangka acuannya berbeda, sehingga hal ini kadang-kadang membawa kesulitan. 3. setelah pasangan itu mempunyai anak, keadaan ini akan lebih terasa,
karena agama mana yang akan dididikan kepada anak
menjadi persoalan. Dalam menentukan hal ini mungkin sekali menjadi pertentangan antara suami dan isteri. Bial masing-masing pihak tetap bersitegang memegang pendapatnya sendiri-sendiri akan makin merumitkan keadaan. Keadaan itu akan bertambah rumit lagi kalau keluarga dari masing-masing pihak campur tangan dalam mennetukan agama yang akan diberikan kepada anaknya (Walgito, 2004: 55).
Perkawinan antar agama serinng kali menimbulakn masalah yang rumit bagi yang menjalani. Namun belakangan pola pernikahan antar agama menjadi sudah tidak asing lagi. hal ini terjadi karena banyak faktor pendorong model perkawinan semacam ini. faktor-faktor tersebut adalah : 1. kenyataan masyarakat
Indonesia
yang heterogen, baik suku,
bangsa, dan beraneka ragam agama. Hal berpengaruh pada pergaulan sehari-hari, dalam kehidupan bermasyarakat, bergaul begitu erat, dan tidak membedakan agama yang satu dengan yang lain.
39
Konseling Perkawinan
2. dengan makin majunya jamna, makin banyak anggota masyarakat yang dapat menikamti pendidikan, dan makin banyak sekolah campuran dalam hal, sekse maupun agama yang tidak adanya batasan agama tertentu. 3. makin dirasa usang pendapat bahwa keluarga mempunyai peranan dalam pemilihan calon pasanagn bagi anak-anaknya, bahwa mereka harus kawin dengan orang yang beragama sama. 4. makin meningaktnya pendapat bahwa adanay kebebasan memilih calon pasangan, dan pemilihan tersebut berdasarkan atas cinta. Jika cinta telah mendasarinya dalam hubungan seorang prioa dan wanita tidak jarang pertimbangan secara matang-juga termasuk menyangkut agama- kuarang dapat berperan. 5. dengan meningkatkan hubungan anak-anak muda indonesia dengan anak muda manca negara, sebagai akibat globalisasi dengan berbagai macam bangsa, kebudayaan, agama dan latar belakang yang berbeda, hal tersebut sedikit banyak ikut menjadi pendorong
atau
melatar
belakangi
perkawinan
antar
agama.sehingga bagi anak-nak muda sekarang perkawinan beda agama tidak masalah (Walgito, 2004: 55-56) F. Pandangan Agama-agama Tentang Perkawinan Beda Agama Perkawinan beda agama atau
perkawinan campur menjadi
sebuah fenomena yang tak bisa dihindari parkteknya dalam masyarakat. Mengingat pluraitas masyarakat indonesia secara khusus maupun pluralitas manusia dalam berbagai aspek yang telah
40
Konseling Perkawinan
mendunia. Bagaimana pandangan masing-masing agama tentang perkawinan beda agama, berikut uraian singkatnya : 1. Pandangan Agama Islam Pandangan Agama Islam terhadap perkawinan antar agama, pada prinsipnya tidak memperkenankannya. Dalam Alquran dengan tegas dilarang perkawinan antara orang Islam dengan orang musrik seperti yang tertulis dalam Al-Quran yang berbunyi :
“Janganlah kamu nikahi wanita-wanita musrik sebelum mereka beriman. Sesungguh nya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walupun dia menarik hati. Dan janganlah kamu menikahkah orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik daripada orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu”. (AlBaqarah [2]:221)
Larangan perkawinan dalam surat al-Baqarah ayat 221 itu berlaku bagi laki-laki maupun wanita yang beragama Islam untuk kawin dengan orang-orang yang tidak beragama Islam. (O.S. Eoh, 1996 : 117) 2. Pandangan Agama Katolik Salah satu halangan yang dapat mengakibatkan perkawinan tidak sah, yaitu perbedaan agama. Bagi Gereja Katholik menganggap bahwa perkawinan antar seseorang yang beragama katholik dengan
41
Konseling Perkawinan
orang yang bukan katholik, dan tidak dilakukan menurut hukum agama Katholik dianggap tidak sah. Di samping itu, perkawinan antara seseorang yang beragama Katholik dengan orang yang bukan Katholik bukanlah merupakan perkawinan yang ideal. Hal ini dapat dimengerti karena agama Katholik memandang perkawinan sebagai sakramen sedangkan agama lainnya (kecuali Hindu) tidak demikian karena itu Katholik menganjurkan agar pengahutnya kawin dengan orang yang beragama katholik. (Ibid. , h. 118-119). 3. Pandangan Agama Protestan Pada prinsipnya agama Protestan menghendaki agar penganutnya kawin dengan orang yang seagama, karena tujuan utama perkawinan untuk mencapai kebahagiaan sehingga akan sulit tercapai kalau suami istri tidak seiman.
Dalam hal terjadi perkawinan antara seseorang yang beragma Protestan dengan pihak yang menganut agama lain, menurut Pdt. Dr. Fridolin Ukur (1987:2), maka: Mereka dianjurkan untuk menikah secara sipil di mana kedua belah pihak tetap menganut agama masing-masing. Kepada mereka diadakan pengembalaan khusus. Pada umumnya gereja tidak memberkati perkawinan mereka.
42
Konseling Perkawinan
Ada gereja-gereja tertentu yang memberkati perkawinan campur ini beda agama ini, setelah pihak yang bukan protestan membuat pernyataan bahwa ia bersedia ikut agama Protestan. Keterbukaan ini dilatarbelakangi oleh keyakinan bahwa pasangan yang tidak seiman itu dikuduskan oleh suami atau isteri yang beriman. Ada pula gereja tertentu yang bukan hanya tidak memberkati, malah anggota gereja yang kawin dengan orang yang tidak seagama itu dikeluarkan dari gereja. (Ibid. , h. 122-123). 4. Pandangan Agama Hindu Perkawinan orang yang beragama Hindu yang tidak memenuhi syarat dapat dibatalkan. Menurut Dde Pudja, MA (1975:53), suatu perkawinan batal karena tidak memenuhi syarat bila perkawinan itu dilakukan menurut Hukum Hindu tetapi tidak memenuhi syarat untuk pengesahannya, misalnya mereka tidak menganut agama yang sama pada saat upacara perkawinan itu dilakukan, atau dalam hal perkawinan antar agama tidak dapat dilakukan menurut hukum agama Hindu. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa untuk mensahkan suatu perkawinan menurut agama Hindu, harus dilakukan oleh Pedande/Pendeta yang memenuhi syarat untuk itu. Di samping itu tampak bahwa dalam hukum perkawinan Hindu tidak dibenarkan adanya perkawinan antar penganut agama Hindu dan bukan Hindu yang disahkan oleh Pedande.
43
Konseling Perkawinan
Dalam agama Hindu tidak dikenal adanya perkawinan antar agama. Hal ini terjadi karena sebelum perkawinan harus dilakukan terlebih dahulu upacara keagamaan. Apabila salah seorang calon mempelai tidak beragama Hindu, maka dia diwajibkan sebagai penganut agama Hindu, karena kalau calon mempelai yang bukan Hindu tidak disucikan terlebih dahulu dan kemudian dilaksanakan perkawinan, hal ini melanggar ketentuan dalam Seloka V89 kitab Manawadharmasastra, yang berbunyi: Air pensucian tidak bisa diberikan kepada mereka yang tidak menghiraukan upacara-upacara yang telah ditentukan, sehingga dapat dianggap kelahiran mereka itu sia-sia belaka, tidak pula dapat diberikan kepada mereka yang lahir dari perkawinan campuran kasta secara tidak resmi, kepada mereka yang menjadi petapa dari golongan murtad dan pada mereka yang meninggaal bunuh diri. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perkawinan antar agama dimana salah satu calon mempelai beragama Hindu tidak boleh dan pendande/Pendeta akan menolak untuk mengesahkan perkawinan tersebut. (Ibid. , h. 124-125). 5. Pandangan Agama Budha Perkawinan antar agama di mana salah seorang calon mempelai tidak beragama Budha, menurut keputusan Sangha Agung Indonesia
diperbolehkan,
asal
pengesahan
perkawinannya
dilakukan menurut cara agama Budha. Dalam hal ini calon
44
Konseling Perkawinan
mempelai yang tidak bergama Budha, tidak diharuskan untuk masuk agama Budha terlebih dahulu. Akan tetapi dalam upacara ritual perkawinan, kedua mempelai diwajidkan mengucapkan “atas nama Sang Budha, Dharma dan Sangka” yang merupakan dewadewa umat Budha. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa agama Budha tidak melarang umatnya untuk melakukan perkawinan dengan penganut agama lain. Akan tetapi kalau penganut agama lainnya maka harus dilakukan menurut agama Budha. Di samping itu, dalam upacara perkawinan itu kedua mempelai diwajibkan untuk mengucapkan atas nama Sang Budha, Dharma dan Sangka, ini secara tidak langsug berarti bahwa calon mempelai yang tidak beragama Budha menjadi penganut agama Budha, walaupun sebenarnya ia hanya menundukkan diri pada kaidah agama Budha pada saat perkawinan itu dilangsungkan. Untuk menghadapi praktek perkawinan yang demikian mungkin bagi calon mempelai yang tidak beragama Budha akan merasa keberatan. (Ibid. , h. 125). G. Keputusan
Majlis
Ulama
Indonesia
(MUI)
Tentang
Perkawinan Antar Agama Di samping itu ada keputusan Musyawarah Nasional ke II Majlis Ulama Indonesia No. 05/Kep/Munas II/MUI/1980 tanggal 1 juni 1980 tentang Fatwa, yang menetapkan pada angka 2 perkawinan Antar Agama Umat Beragama, bahwa:
45
Konseling Perkawinan
1. Perkawinan wanita muslimah dengan laki-laki non muslimah adalah haram hukumya.
2. Seorang laki-laki muslimah diharamkan mengawini wanita bukan muslimah. Tentang perkawinan atara laki-laki muslimah dengan wanita Ahli Kitab terdapat perbedaan pendapat.
Setelah mempertimbangkan bahwa mafsadahnya lebih besar daripada maslahatnya, maka MUI memfatwakan perkawinan tersebut haram kukumnya. Dengan adanya farwa ini maka Majelis Ulama Indonesia mengharapkan agar seorang pria Islam tidak boleh kawin dengan wanita non Iskam kareka haram hukumnya. Selanjutnya Dr. Qurais Shihab, dengan lantang mengatakan, pernikahan ini tidak sah, baik menirut agama maupun menurut negara. Pendapat ini di kuatkan oleh Dr. Muardi Khatib, salah seorang tokoh majelis tarjih Muhammadiyah yang berpendapat bahwa persoalan ini jelas di dalam Alquran surat al-Baqarah ayat 221, disana dijelaskan sercara tegas bahwa seorang wanita Muslim Haram hukumnya menikah dengan laki-laki non Muslim -dan sebaliknya laki-laki Muslim haram menikahi wanita non Muslim, “ini
sudah
menjadi
konsensus
ulama,”
tambahnya,
“Kensekwensinya pernikahan ini harus dibatalkan”. Pendapat
46
Konseling Perkawinan
senada juga disampaikan K.H. Ibrahim Hosen yang mengatakan, menurut mazhad Syafi’I, setelah turunnya al-Quran orang Yahudi dan Nasrani tidak lagi disebut ahll kitab. (Media Dakwah, Desember 1996, h. 31).
Tambahan KONSEP PERKAWINAN PERSPEKTIF AGAMA-AGAMA
PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDHA Pendahuluan Dalam pandangan Agama Buddha, perkawinan adalah suatu pilihan dan bukan kewajiban. Artinya, seseorang dalam menjalani kehidupan ini boleh memilih hidup berumah tangga ataupun hidup sendiri. Hidup sendiri dapat menjadi pertapa di vihara - sebagai Bhikkhu, samanera, anagarini, silacarini - ataupun tinggal di rumah sebagai anggota masyarakat biasa. Sesungguhnya dalam Agama Buddha, hidup berumah tangga ataupun tidak adalah sama saja. Masalah terpenting di sini adalah kualitas kehidupannya. Apabila seseorang berniat berumah tangga, maka hendaknya ia konsekuen dan setia dengan pilihannya, melaksanakan segala tugas dan kewajibannya dengan sebaik-baiknya. Orang yang demikian ini sesungguhnya adalah seperti seorang pertapa tetapi hidup dalam rumah tangga. Sikap ini pula yang dipuji oleh Sang Buddha, seperti dalam syair di atas.
47
Konseling Perkawinan
Mencari dan Membina Pasangan Hidup Dalam menguraikan tujuan hidup manusia, disebutkan salah satunya adalah tentang adanya pencapaian kebahagiaan di dunia. Dengan demikian, pasti ada cara untuk mencapai kebahagiaan dalam hidup berumah tangga. Pasti ada pula petunjuk dan cara-cara mendapatkan pasangan
hidup
yang
sesuai
serta
membina
hubungan
baik,
mempertahankan komunikasi serasi setelah menjadi suami istri. Memang, hal tersebut dapat diperoleh dalam Kitab Suci Tipitaka, Digha Nikaya III, 152, 232 dan dalam Anguttara Nikaya II, 32. Diuraikan di sana bahwa ada minimal empat sikap hidup yang dapat dipergunakan untuk mencari pasangan hidup sekaligus membina hubungan sebagai suami
istri
yang
harmonis.
Keempat
hal
itu
adalah:
1. Kerelaan (Dana) Dalam Hukum Kamma (Samyutta Nikaya III, 415) telah disebutkan bahwa sesuai dengan benih yang ditabur, demikian pula buah yang akan kita petik. Pembuat kebajikan akan memperoleh kebahagiaan. Dengan demikian, apabila kita ingin diperhatikan orang, mulailah dengan memberikan perhatian kepada orang lain. Apabila kita ingin dicintai orang, mulailah dengan mencintainya. Cinta di sini bukanlah sekedar keinginan untuk menguasai, melainkan hasrat untuk membahagiakan orang yang dicintainya. Kualitas cinta ini seperti seorang ibu yang menyayangi anak tunggalnya. Ia akan mempertahankan anak tercintanya dengan seluruh kehidupannya, melindungi anak tersayangnya dari segala
48
Konseling Perkawinan
macam bahaya dan bencana, memberikan segalanya demi kebahagiaan anaknya, serta rela memaafkan segala kesalahan anaknya Dalam mencari dan membina pasangan hidup, kerelaan jelas amat diperlukan. Kerelaan materi di awal perkenalan dapat dikembangkan menuju kemampuan merelakan keakuan. Kerelaan keakuan ini berbentuk pengembangan sifat saling pengertian, saling memaafkan. Kesalahan pasangan hidup, seringkali bukanlah karena disengaja. Oleh karena itu, menyadari kenyataan ini menjadikan seseorang lebih sabar dan rela memberikan kesempatan berkali - kali kepada pasangan untuk dapat membangun kualitas dirinya. Berilah pasangan kesempatan untuk memperbaiki
diri.
Kemarahan bukanlah tanda cinta. Kemarahan adalah tanda keakuan. Ingin segala harapannya terpenuhi. Dengan kerelaan, orang akan lebih mudah mengerti serta menerima kekurangan dan kelemahan orang lain. Sikap ini akan menjadi salah satu tiang kokoh dalam menjalin hubungan dengan orang lain, khususnya dengan pasangan hidup. 2. Ucapan yang Baik/Halus (Piyavaca) Dalam dunia ini, siapapun pasti akan suka mendengar kata-kata yang halus, termasuk pula pasangan hidup. Tidak ada orang yang suka mendengar kata kasar, walaupun orang itu sendiri kasar kata-katanya. Menghindari caci maki dan gemar berdana ucapan yang menyenangkan pendengar, akan sangat membantu dalam membina hubungan dengan pasangan hidup. Dengan kata-kata halus yang tetap berisi kebenaran akan menjadi daya tarik yang kuat dalam menjaga keharmonisan hubungan.
49
Konseling Perkawinan
Sampaikanlah pujian kita pada pasangan dengan kalimat yang menyenangkan. Demikian pula, ucapkan kritikan pada pasangan dengan bahasa
yang
halus
dan
saat
yang
tepat,
untuk
menghindari
kesalahpahaman. Perlu direnungkan, menyakiti hati orang yang dicintai dengan kata-kata pedas sesungguhnya sama dengan menyakiti diri sendiri. Sebab, orang tentunya akan menjadi sedih apabila orang yang dicintainya juga sedang sedih. 3. Melakukan Hal yang Bermanfaat Baginya (Atthacariya) Sekali lagi berdana timbul dalam bentuk yang lain. Dalam pengembangan konsep berdana, sudah ditekankan akan adanya pembentukan sikap mental: “Semoga semua mahluk hidup berbahagia”. Demikian pula dengan pasangan hidup. Ia adalah mahluk pula, berarti ia harus diberi kesempatan berbahagia pula. Orang harus berusaha sekuat tenaga untuk membahagiakan pasangan hidupnya. Sesungguhnya, kebahagiaan orang yang dicinta adalah kebahagiaan orang yang mencintainya. Dengan demikian, tingkah laku hendaknya selalu dipikirkan untuk membahagiakan orang yang dicintai. Banyak pendapat umum yang menganggap bahwa cinta adalah menuntut. Orang yang dicintai haruslah mampu memenuhi harapan orang yang mencintai. Konsep ini sesungguhnya tidak tepat. Sebab, apabila orang yang dicintai sudah tidak mampu lagi memenuhi harapan, apakah ia kemudian diceraikan? Oleh karena
itu,
cinta
sesungguhnya
memberi,
merelakan.
Cinta
mengharapkan orang yang dicintai berbahagia dengan caranya sendiri,
50
Konseling Perkawinan
bukan dengan cara orang yang mencintai. Jika konsep ini telah dapat ditanamkan dengan baik dalam setiap insan, maka mencari pasangan hidup bukanlah masalah lagi. Siapakah di dunia ini yang tidak ingin dibahagiakan? Pola pikir ‘ingin membahagiakan orang yang dicintai’ hendaknya terus dipupuk dan dipertahankan termasuk dalam kehidupan perkawinan.
Apabila
bukan
pasangan
hidupnya
sendiri
yang
membahagiakannya, apakah seseorang akan meminta orang lain untuk membahagiakan dirinya? 4. Kesamaan Kebijaksanaan (pañña) Kesamaan dalam kebijaksanaan diperlukan agar bila menghadapi masalah hidup, pasangan mempunyai wawasan yang sama. Wawasan yang sama akan mempercepat penyelesaian masalah. Perbedaan kebijaksanaan akan menghambat dan memboroskan waktu. Pasangan membutuhkan waktu lebih lama untuk adu argumentasi menyamakan sikap dan pola pikir terlebih dahulu sebelum memikirkan jalan keluar atas masalah yang sedang dihadapi. Kebijaksanaan yang dimaksud tentu yang sesuai dengan Buddha Dhamma. Buddha Dhamma telah mengajarkan bahwa hidup ini berisikan ketidakpuasan. Penyebab adanya ketidakpuasan ini hanyalah karena keinginan sendiri yang tidak terkendali. Oleh karena itu, apabila seseorang dapat mengendalikan keinginannya, maka ketidakpuasannya pun akan dapat segera diatasi. Lalu, akhirnya Dhamma memberikan jalan keluar untuk mengatasi dan mengendalikan keinginan. Dengan memiliki konsep berpikir seperti ini, maka tidak akan ada masalah yang tidak
51
Konseling Perkawinan
dapat diselesaikan. Sesungguhnya, dengan melaksanakan hidup sesuai dengan Dhamma, kebahagiaan pasti akan dapat dirasakan. Persiapan Memasuki Hidup Perkawinan Sampai disini maka sudah jelas untuk memasuki hidup perkawinan tidaklah mudah dan sederhana. Sesuatu yang tampak indah dari kejauhan belum tentu tetap indah setelah didekati. Bagi seorang laki-laki yang ingin menjadi sesuai sebaiknya telah memenuhi kondisi sbb : 1. Mempunyai identitas sebagai laki-laki 2. Dapat memberikan kasih sayang kepada seorang wanita 3. Dapat mempercayai calon isterinya 4. Mempunyai integritas kepribadian yang matang 5. Mempunyai mental dan fisik yang sehat 6. Mempunyai mata pencaharian yang benar 7. Bersedia membagi kebahagiaan dengan calon isteri 8. Siap menjadi ayah yang bertanggung jawab Bagi seorang wanita kondisinya adalah sbb: 1. Mempunyai identitas sebagai wanita 2. Dapat memberikan kasih sayang kepada seorang pria 3. Dapat mempercayai calon suaminya 4. Mempunyai integritas kepribadian yang matang 5. Mempunyai mental dan fisik yang sehat 6. Bersedia mengabdikan diri kepada calon suami 7. Bersedia menyesuaikan diri dengan adat kebiasaan suami
52
Konseling Perkawinan
8. Siap menjadi ibu yang bijaksana (Tuntunan Perkawinan dan Hidup Berkeluarga dalam Agama Buddha, Penyusun: Pandita Sasanadhaja Dokter R. Surya Widya, psikiater, Pernerbit : Pengurus Pusat MAGABUDHI bekerjasama dengan Yayasan
Buddha
Sasana,
Cetakan
Pertama,
Mei
1996)
Upacara Perkawinan Buddhis di Indonesia Dalam mengajarkan Dhamma, Sang Buddha tidak pernah memberikan peraturan baku tentang upacara pernikahan. Hal ini disebabkan karena tata cara perkawinan adalah merupakan bagian dari kebudayaan suatu daerah, yang pasti akan berbeda antara satu tempat dan tempat yang lain. Biasanya di beberapa negara Buddhis, pasangan yang bertunangan mengundang para bhikkhu untuk memberikan pemberkahan di rumah mereka ataupun di vihara sebelum hari pernikahan. Jika dikehendaki, pemberkahan itu dapat pula dilakukan setelah pernikahan yang biasanya berlangsung di Kantor Catatan Pernikahan atau di rumah pihak yang bersangkutan. Diharapkan agar pasangan-pasangan yang beragama Buddha lebih rajin menunaikan kewajiban-kewajiban agama apabila mereka menikah. Kebaktian untuk pemberkahan perkawinan diawali dengan persembahan sederhana berupa bunga, dupa, dan lilin. Pemberkahan ini diikuti pula oleh orang tua kedua pihak dan sanak keluarga serta kawan-kawan yang diundang. Hal ini akan menjadi suatu sumbangan spiritual yang pasti
53
Konseling Perkawinan
untuk keberhasilan, langkah dan kebahagiaan pasangan yang baru menikah. Sedangkan tata cara perkawinan Buddhis menurut tradisi di Indonesia, biasanya yang paling penting adalah adanya proses penyelubungan kain kuning kepada kedua mempelai. Pada saat itulah, mempelai
mendapatkan
pemercikan
air
paritta.
Pengertian
penyelubungan kain kuning ini adalah bahwa sejak saat itu, kedua pribadi yang menikah telah dipersatukan. Oleh karena itu, badan mereka dapat berbeda, namun hendaknya batin bersatu dan bersepakat untuk mencapai kebahagiaan
rumah
tangga.
Sedangkan
pemercikan
air
paritta
melambangkan bahwa seperti air yang dapat membersihkan kekotoran badan maupun barang, maka demikian pula, dengan pengertian Buddha Dhamma yang dimiliki, hendaknya dapat membersihkan pikiran kedua mempelai dari pikiran-pikiran negatif terhadap pasangan hidupnya, yang sekaligus juga merupakan teman hidupnya. Itulah uraian singkat pada salah satu dari sekian banyak proses pernikahan Buddhis yang biasanya dilaksanakan di vihãra-vihãra di Indonesia. Proses tersebut dapat dikatakan sebagai puncak acara pernikahan Buddhis yang berlaku di masyarakat Indonesia. Jika ingin lebih jelas, dapat menyempatkan diri untuk menyaksikan pernikahan Buddhis di vihãra terdekat. Membina Keluarga Buddhis Bahagia
54
Konseling Perkawinan
Dalam pembahasan ini akan diuraikan beberapa persyaratan dasar yang mendukung untuk mewujudkan kehidupan keluarga bahagia menurut Ajaran Sang Buddha. Faktor-faktor pendukung itu adalah : a.
Hak dan Kewajiban Telah disebutkan di atas bahwa keluarga bahagia adalah komponen
terpenting
pembentuk
masyarakat
bahagia.
Untuk
mendapatkan
kebahagiaan tersebut, maka persyaratan utamanya adalah masing-masing anggota keluarga hendaknya saling menyadari bahwa dalam kehidupan ini seseorang tidak akan dapat hidup sendirian, orang pasti saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya. Masing-masing pihak terkait satu dengan yang lain. Oleh karena itu, agar mendapatkan kebahagiaan bersama dalam kehidupan berkeluarga, diperlukan adanya pengertian tentang hak dan kewajiban dari setiap anggota keluarga. Setiap anggota keluarga hendaknya selalu menanamkan
dalam
pikirannya dan melaksanakan dalam kehidupannya Sabda Sang Buddha yang berkenaan dengan pedoman dasar munculnya hak dan kewajiban. Pada Anguttara Nikaya I, 87 dinyatakan: ‘Sebaiknya orang selalu bersedia terlebih dahulu memberikan pertolongan sejati tanpa pamrih kepada pihak lain dan selalu berusaha agar dapat menyadari pertolongan yang telah diberikan pihak lain kepada diri sendiri agar muncul keinginan untuk menanam kebajikan kepadanya’. Pola pandangan hidup ajaran Sang Buddha ini apabila dilaksanakan akan dapat menjamin ketenangan, keharmonisan, dan kebahagiaan keluarga.
55
Konseling Perkawinan
b. Kemoralan Dalam pengembangan kepribadian yang lebih luhur, setiap anggota keluarga hendaknya juga dilengkapi dengan kemoralan (=sila) dalam kehidupannya untuk dapat menjaga ketertiban serta keharmonisan dalam keluarga maupun dalam masyarakat. Tingkah laku bermoral adalah salah satu tonggak penyangga kebahagiaan keluarga yang selalu dianjurkan oleh Sang Buddha. Bahkan secara khusus Sang Buddha menyebutkan lima dasar kelakuan bermoral yang terdapat pada Anguttara Nikaya III, 203, yaitu lima perbuatan atau tingkah laku yang perlu dihindari 1. melakukan pembunuhan / penganiayaan 2. pencurian 3. pelanggaran kesusilaan 4. kebohongan, bicara kasar, omong kosong, dan bergosip 5. mabuk-mabukan
dan
mengkonsumsi
segala
sesuatu
yang
menimbulkan ketagihan (misalnya narkoba) Pelaksanaan kelima hal ini selain dapat menjaga keutuhan serta kedamaian dalam keluarga juga dapat untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Manfaat ke dalam batin si pelaku dari pelaksanaan Pancasila Buddhis ini adalah membebaskan diri dari rasa bersalah dan ketegangan mental yang sesungguhnya dapat dihindari. c. Ekonomi Faktor pendukung kebahagiaan keluarga selain setiap anggota keluarga mempunyai perbuatan yang terbebas dari kesalahan
56
Konseling Perkawinan
secara hukum moral maupun negara seperti yang telah diuraikan di atas, tidak dapat disangkal lagi bahwa kondisi ekonomi keluarga juga memegang peranan penting. Telah cukup banyak diketahui, keluarga menjadi tidak bahagia dan harmonis lagi karena disebabkan oleh kondisi ekonomi yang kurang layak menurut penilaian mereka sendiri. Mengetahui pentingnya kondisi ekonomi untuk kebahagiaan keluarga, maka Sang Buddha juga telah menguraikan dengan jelas hal ini pada Anguttara Nikaya IV, 285. Dalam nasehat Beliau di sana disebutkan empat persyaratan dasar agar orang dapat memperbaiki kondisi ekonomi keluarganya, yaitu: 1. Orang hendaknya rajin dan bersemangat di dalam bekerja mencari nafkah. 2. Hendaknya ia menjaga dengan hati-hati kekayaan apapun yang telah
diperoleh
dengan
kerajinan
dan
semangat,
tidak
membiarkannya mudah hilang atau dicuri. Orang hendaknya juga terus menjaga cara bekerja yang telah dilakukannya sehingga tidak mengalami kemunduran atau kemerosotan. 3. Berusahalah untuk memiliki teman-teman yang baik, dan tidak bergaul dengan orang-orang jahat, serta 4. Berusaha menempuh cara hidup yang sesuai dengan penghasilan, tidak terlalu boros, dan juga tidak terlalu kikir. Melaksanakan tuntunan cara hidup yang diberikan oleh Sang Buddha seperti itulah yang akan mewujudkan kehidupan keluarga
57
Konseling Perkawinan
menjadi bahagia secara ekonomis. Bila kondisi ekonomi keluarga telah dapat dicapai sesuai dengan harapan para anggota keluarga tersebut, maka untuk mempertahankannya atau bahkan untuk meningkatkannya lagi dapat disimak Sabda Sang Buddha yang lain dalam Anguttara Nikaya II, 249 yang menyebutkan bahwa keluarga manapun yang bertahan lama di dunia ini, semua disebabkan oleh empat hal, atau sebagian dari keempat hal itu. Apakah keempat hal itu? Keempat hal itu adalah menumbuhkan kembali apa yang telah hilang, memperbaiki apa yang telah rusak, makan dan minum tidak berlebihan, dan selalu berbuat kebajikan. Harus disebutkan pula bahwa kesinambungan adanya semangat bekerja memegang peranan penting untuk keberhasilan berusaha. Sang Buddha membahas tentang hal ini dalam Khuddaka Nikaya 2444, yaitu bekerjalah terus pantang mundur; hasil yang diinginkan niscaya akan terwujud sesuai dengan cita-cita. Dan bila semangat dapat dipertahankan serta dikembangkan, maka tiada lagi kekuatan yang mampu menghalangi keberhasilannya. Sang Buddha pernah bersabda dalam Khuddaka Nikaya 881, bahwa ‘seseorang yang tak gentar pada hawa dingin atau panas, gigitan langau, tahan lapar dan haus, yang bekerja dengan jujuh tanpa putus, siang dan malam, tidak melewatkan manfaat yang datang pada waktunya; ia menjadi kecintaan bagi keberuntungan. Keberuntungan niscaya meminta bertinggal dengannya’. d. Perkawinan harmonis
58
Konseling Perkawinan
Istilah ‘keluarga’ tentulah mengacu pada unsur terpenting pembentuk keluarga, yaitu pria dan wanita yang terikat dalam satu kelembagaan yang dikenal dengan sebutan ‘perkawinan’. Kelembagaan ini akan terus berkembang dengan lahirnya anak sebagai keturunan. Garis keturunan ini juga akan dapat terus berlanjut menjadi beberapa generasi penerus keluarga tersebut.
Sang Buddha lebih lanjut
menguraikan tugas-tugas yang perlu dilaksanakan oleh suami terhadap istrinya dan juga sebaliknya. Oleh karena, keluarga bahagia akan dapat dicapai apabila suami dan istri dalam kehidupan perkawinan mereka telah mengetahui serta memenuhi hak dan kewajibannya masing-masing seperti yang disabdakan oleh Sang Buddha dalam Digha Nikaya III, 118, yaitu bahwa tugas suami terhadap istri adalah memuji, tidak merendahkan atau menghina, setia, membiarkan istri mengurus keluarga, memberi pakaian dan perhiasan. Lebih dari itu, hendaknya disadari pula oleh suami bahwa dalam Ajaran Sang Buddha, istri sesungguhnya merupakan sahabat tertinggi suami (Samyutta Nikaya 165). Sedangkan tugas istri terhadap suami adalah mengatur semua urusan dengan baik, membantu sanak keluarga suami, setia, menjaga kekayaan yang telah diperoleh, serta rajin dan tidak malas, pandai dan rajin dalam melaksanakan semua tugasnya serta segala tanggungjawabnya. Konsekuensi logis lembaga perkawinan adalah melahirkan keturunan. Dan, Sang Buddha juga memberikan petunjuk-Nya agar terjadi hubungan harmonis antara orang tua dan anak serta sebaliknya. Keharmonisan ini juga terwujud apabila masing-masing pihak menyadari
59
Konseling Perkawinan
dan melaksanakan tugas-tugasnya. Untuk itu, dalam kesempatan yang sama Sang Buddha menguraikan tugas anak terhadap orang tua, yaitu merawat, membantu, menjaga nama baik keluarga, bertingkah laku yang patut sehingga layak memperoleh warisan kekayaan, melakukan pelimpahan jasa bila orangtua telah meninggal. Lebih lanjut dalam Khuddaka Nikaya 286 disebutkan bahwa ayah dan ibu adalah Brahma (makhluk yang luhur), ayah dan ibu adalah guru pertama, ayah dan ibu juga adalah orang yang patut diyakini oleh putra-putrinya. Mengingat sedemikian besar jasa serta kasih sayang orang tua terhadap anaknya, maka kewajiban anak di atas sungguh-sungguh tidak dapat diabaikan begitu saja, seperti yang telah disebutkan dalam Khuddaka Nikaya 33, yaitu bahwa ‘Penghormatan, kecintaan, dan perawatan terhadap ayah serta ibu membawa kebahagiaan di dunia ini’. Sedangkan dalam Khuddaka Nikaya 393 disebutkan bahwa ‘Anak yang tidak merawat ayah dan ibunya ketika tua; tidaklah dihitung sebagai anak’. Oleh karena ‘Ibu adalah teman dalam rumah tangga’ (Samyutta Nikaya 163). Sedangkan tugas orang tua terhadap anak adalah menghindarkan anak melakukan kejahatan, menganjurkan anak berbuat baik, memberikan pendidikan, merestui pasangan hidup yang telah dipilih anak, memberikan warisan bila telah tiba saatnya. Ditambahkan dalam Khuddaka Nikaya 252 bahwa ‘Orang bijaksana mengharapkan anak yang meningkatkan martabat keluarga, serta mempertahankan martabat keluarga, dan tidak mengharapkan anak yang merendahkan martabat keluarga; yang menjadi penghancur keluarga’.
60
Konseling Perkawinan
Dengan adanya ‘rambu-rambu’ rumah tangga yang diberikan oleh Sang Buddha di atas akan menjamin tercapainya keselamatan bahtera rumah tangga yang sedang dijalani. Oleh karena itu, kesadaran melaksanakan ajaran Sang Buddha tersebut perlu semakin ditingkatkan sehingga akan meningkatkan pula baik secara kualitas maupun kuantitas keluarga bahagia yang ada dalam masyarakat kita maupun dalam bangsa dan negara kita. http://www.wihara.com/forum/showthread.php?t=736
PERNIKAHAN DALAM AGAMA HINDU Dikemukakannya perkawinan umat Hindu di Bali dalam tulisan ini, sebagai dimaklumi bahwa mayoritas (lebih dari 93,5 %) penduduk Bali menganut agama Hindu, dengan demikian pengamatan terhadap perkawinan di daerah ini merupakan hal perlu untuk dipertimbangkan. Umat Hindu di daerah lainnya di Indonesia menempati posisi minoritas, walaupun ada beberapa daerah lainnya di luar pulau Bali, namun posisi mereka tidak dalam satu etnis, sehingga perkawinanHindu di daerah tersebut tampak mendapat pengaruh dari budaya setempat. Berdasarkan pengamatan sejak beberapa tahun terakhir terjadi pergeseran utamanya dalam sistem atau jenis perkawinan, sedang acara ritual (upacara agama Hindu) tidak begitu menampakkan perubahan. Sebelum tahun 1960-an, ketika baru beberapa tahun Indonesia merdeka, masih ditemukan sistem perkawinan yang mendekati sistem perkawinan
61
Konseling Perkawinan
Raksasa dan Paiúaca seperti diuraiakan di atas. Pada masa itu, walaupun tidak banyak dapat ditemukan sistem perkawinan yang disebut ‘Mlagandang’, ‘Mrekunung’ dan ‘Mrekopong’, yakni perkawinan dengan memaksa mempelai perempuan, melarikan, memperkosa, membuat mabuk dan tidak berdaya dan bahkan dengan ancaman akan dibunuh oleh calon mempelai laki-laki bersama keluarganya. Setelah tahun 1960, didukung pula pendidikan masyarakat yang semakin maju dan diikuti dengan penegakkan hukum dan perundang-undangan, kasuskasus semacam itu tidak tampak lagi terjadi. Di Bali dikenali dengan tiga jenis atau sistem perkawinan, yaitu perkawinan meminang (Mapadik/Ngidih), kawin selarian (Ngelayat atau Ngerorod) dan perkawinan Nyentana atau Nyeburin. Berikut diuraikan masing-masing jenis perkawinan tersebut. 1)
Mapadik/Ngidih adalah perkawinan meminang yang dilakukan oleh
keluarga calon mempelai laki-laki yang datang meminang ke rumah calon mempelai perempuan. Meminang dapat dilakukan bila telah ada kesepakatan antara kedua calon mempelai dan keduanya saling mencintai serta pelaksanaannya keluarga mempelai laki-laki diminta secara formal pada hari yang dianggap baik untuk meminang selanjutnya dilakukan upacara perkawinan (Saýskaravivàha) sesuai dengan ketentuan dalam agama Hindu. Kini perkawinan meminang ini merupakan hal yang umum dan lumrah dilakukan oleh seluruh kalangan masyarakat.
62
Konseling Perkawinan
2)
Ngelayat/Ngerorod. Perkawinan selarian atau sering disingkat kawin
lari dimaksudkan bahwa kedua calon mempelai atas dasar saling mencintai sepakat untuk lari bersama-sama ke rumah pihak ketiga untuk melakukan perkawinan. Oleh keluarga pihak ketiga dipermaklumkan kepada orang tua gadis dan orang tua calon mempelai laki-laki bahwa akan dilangsungkan upacara perkawinan. Perkawinan ini semacam katup pengaman bagi perkawinan yang tidak mendapast restu oleh orang tua mempelai perempuan. Di masa lalu keluarga-keluarga tertentu merasa lebih bermartabat bila menempuh perkawinan ini, karena bila meminang, terasa kehormatan keluarga laki-laki direndahkan, di samping dari segi pembiayaan
perkawinan
ini
lebih
sedikit
menghabiskan
biaya
dibandingkan dengan perkawinan sistem meminang. Dewasa ini perkawinan Ngelayat atau Ngerorod ini sudah banyak ditinggalkan. Masyarakat kini merasa malu kalau keluarganya menempuh kawin lari, kacuali karena faktor-faktor tertentu terutama menyangkut harga diri seseorang yang masih ditutupi oleh kabut feodalisme. 3)
Nyentana/Nyeburin.
Nyentana
dipandang
lebih
terhormat
dibandingkan dengan Nyeburin. Kedua jenis perkawinan ini merupakan kebalikan dari sistem perkawinan yang umum, utamanya menyangkut status mempelai laki-laki. Dalam kedua jenis perkawinan ini, mempelai laki-laki tinggal di rumah asal mempelai perempuan dan statusnya sebaagai status mempelai perempuan utamanya menyangkut waris dan kewajiban memelihara pura keluarga mempelai perempuan. Dalam perkawinan Nyentana, keluarga mempelai perempuan meminang calin
63
Konseling Perkawinan
mempelai laki-laki, sedang dalam Nyeburin, mempelai laki-laki datang ke rumah mempelai perempuan untuk mengikuti upacara perkawinan. Kedua jenis perkawinan di atas umum dilakukan di Kabupaten Tabanan, Bali walaupun di keluarga mempelai wanita terdapat saudara-saudaranya yang laki-laki sebagai pelanjut keturunan keluarga itu. Simpulan Dari uraian tersebut di atas dapat ditarik simpulan sebagai berikut: 1)
Perempuan Hindu menurut Veda dan Susastra Hindu memiliki
kedudukan yang tinggi, terhormat, sebagai sarjana, dapat memimpin pasukan ke medan perang, sebagai guru, sebagai ibu atau calon ibu yang akan melahirkan putra suputra, perwira dan berbudhi pekerti yang luhur. 2)
Perkawinan dalam perspektif Hindu mengandung makna untuk
secara sempurna melaksanakan ajaran agama (dharma), melahirkan putra suputra dan berbudi pekerti yang luhur, serta memuskan dorongan nafsu seksual sesuai dengan ajaran agama dan hukum yang berlaku. 3)
Azas perkawinan Hindu adalah monogami, dengan sistem
perkawinan laki-laki sebagai kepala rumah tangga (patriarchat) dalam keadaan seseorang tidak memiliki anak laki-laki, anak perempuan dapat distatuskan sebagai purusa (laki-laki) untuk melanjutkan keturunan, pemeliharaan tempat suci keluarga dan pewarisan.
64
Konseling Perkawinan
Perkawinan Campuran dalam Perspektif Katholik Kawin campur memang telah menjadi persoalan yang tidak mudah. Artinya suatu perkawinan campur belum tentu bermasalah, tapi juga belum tentu tidak bermasalah. Kebanyakan orang melakukannya berdasarkan emosi sesaat, tanpa memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya dalam lembaga perkawinan. Alasan yang digunakan kebanyakan adalah kata “cinta” sampai-sampai bisa jadi iman Katolik dikorbankan begitu saja. Dalam artikel singkat ini saya mau menjelaskan sedikit dari Hukum Gereja, karena dari sanalah sumber tentang kawin campur diuraikan secara jelas dan tegas. Arti Kawin Campur Kawin campur menurut Hukum Gereja adalah perkawinan antara orang yang dibaptis Katolik dengan mereka yang tidak dibaptis Katolik. Tidak dibaptis Katolik bisa berarti: orang Kristiani dari gereja lain (Protestan, Presbiterian, Methodist, Baptist, Pentakosta, dll), orang yang beragama lain (Islam, Hindu, Buddha, Yahudi, dll), atau orang yang tidak beragama sama sekali (atheis, agnostics). Perkawinan dengan mereka yang berasal dari gereja bukan Katolik disebut mixta religio, sedangkan perkawinan dengan orang yang berbeda agama disebut disparitas cultus. Prinsip Gereja Katolik Gereja Katolik bersikap tegas pada perkawinan beda agama dengan menganggap itu sebagai halangan yang membuat perkawinan tidak sah. Dispensasi masih dianggap mungkin jika syarat-syarat yang
65
Konseling Perkawinan
nanti akan diterangkan di bawah dipenuhi, jika tidak perkawinan dianggap tidak sah. Gereja Katolik juga mengambil sikap tegas pada perkawinan campur beda gereja, yakni: melarang. Alasan melarang dari gereja adalah untuk menjaga iman pihak yang Katolik. Bisa jadi perkawinan campur itu bahagia dan berjalan baik, tapi sebagian besar perkawinan campur bisa mendatangkan masalah yang tidak mudah untuk dipecahkan. Dengan alasan menjaga iman umatnya, gereja melarang perkawinan campur: larangan untuk melangsungkan pernikahan pada calon dan larangan untuk meneguhkan / memberkati pernikahan pada pejabat gereja. Memang larangan ini tidak bersifat mutlak dan harga mati. Gereja dalam keadaan-keadaan tertentu yang mendesak bisa memberikan ijin maupun dispensasi. Alasan pemberian ijin atau dispensasi adalah jika masalahnya: masuk akal, artinya tidak dibuat dengan keputusan sembarangan yang membabi-buta, dan wajar, artinya ada proporsi yang seimbang antara beratnya kasus yang membutuhkan pelonggaran dan makna ajaran dan Hukum Gereja. Jadi meskipun dilarang, ijin atau dispensasi masih mungkin dipertimbangan dengan melihat kasus dan keadaan. Persyaratan Sahnya Perkawinan Campur Ada beberapa persyaratan penting yang harus ditempuh agar ijin atau dispensasi dapat diberikan pada suatu perkawinan campur beda gereja maupun beda agama. Syarat-syarat itu adalah:
66
Konseling Perkawinan
1.
Janji dari pihak Katolik untuk tidak meninggalkan iman Katoliknya, melainkan tetap berpegang teguh pada imannya. Janji ini juga menyangkut pribadi yang Katolik, dan tidak menuntut pihak nonKatolik untuk pindah ke iman Katolik. Pihak non-Katolik harus mengetahui dan menerima janji dari pasangan Katoliknya.
2.
Janji dari pihak Katolik yang diketahui juga oleh pihak non-Katolik untuk “mengusahakan sekuat tenaga” membaptis dan mendidik semua anaknya dalam iman Katolik. Ini yang seringkali menjadi berat bagi pihak yang non-Katolik, dan bisa menimbulkan masalah.
3.
Pemberitahuan tentang sikap Gereja ini pada pihak non Katolik tanpa adanya maksud untuk memojokkan pihak non-Katolik. Semata-mata yang dilakukan di sini adalah untuk bersikap jujur dan tegas, agar pihak non Katolik menyadari benar-benar janji serta kewajiban pihak Katolik dengan segala implikasinya.
4.
Pengajaran kedua-belah pihak tentang iman Katolik terutama terhadap sakramen pernikahan. Ini sebagai tindak lanjut dari point sebelumnya. Pengajaran menyangkut perkawinan yang monogami, kesetiaan seumur hidup yang menentang perceraian, sakramentalitas perkawinan, dan moral perkawinan seperti KB, aborsi, dan masalah yang lainnya. Memang tampaknya Hukum Gereja dalam hal perkawinan campur
ini terlihat rumit. Pada prakteknya tidaklah demikian. Biasanya pembicaraan bisa berjalan dengan baik dan lancar. Sekali lagi yang mau dipertahankan oleh Gereja Katolik adalah keyakinan iman Katolik dari
67
Konseling Perkawinan
umatnya, serta pengertian yang bijaksana dari pihak yang bukan Katolik. Hal ini sebenarnya adalah hal yang luhur dan mulia, dan tidak ada sikap unutk merendahkan atau memojokkan agama / keyakinan lain. Sikap tegas dan jujur dari Gereja ini mau mengajarkan sebenarnya pada pasangan yang tidak bisa tidak melainkan melakukan kawin campur untuk belajar jujur dan terbuka serta saling menghargai iman yang berbeda, tanpa harus mengorbankan begitu saja iman Katolik yang luhur itu.
Semoga dengan pembahasan singkat ini, banyak orang bisa
memikirkan masak-masak sebelum melangkah ke perkawianan yang sangat dihargai oleh Gereja Katolik. Agar jika orang sudah memutuskan untuk menikah, mereka melakukannya dengan sikap yang dewasa, dan bukannya karena desakan emosional belaka. Semoga hal ini membantu untuk mengambil sikap pribadi. Gereja selalu membuka diri untuk membantu mengambil keputusan tepat dalam hal perkwnan ini. http://theouiosoter.blogspot.com/2008/05/kawin-campur.html
UPACARA PERNIKAHAN KRISTEN UPACARA PERNIKAHAN (The Wedding Ceremony) Sebuah Kesempatan bagi Seorang Pendeta Ada beberapa peristiwa penting dalam kehidupan sebuah keluarga yang memiliki makna yang dalam dan potensi besar untuk kebaikan termasuk sebuah pernikahan. Pengaturan bagi kesempatan yang indah itu akan membuka pintu bagi pendeta untuk masuk ke dalam hati yang paling dalam terhadap orang yang dimaksud. Dia merupakan seorang
68
Konseling Perkawinan
pendeta yang bijaksana yang mengambil keuntungan dalam pemeliharaan untuk mengkonseling pasangan Kristen yang akan membentuk keluarga dan untuk mendorong sejumlah kumpulan orang agar menempatkan Kristus dan gerejaNya sebagai pusat dari hidup mereka.
Sesi Konseling Sebelum Pernikahan Setiap pasangan yang akan dinikahkan oleh pendeta harus memiliki waktu secara pribadi untuk bertemu dengannya dari hati-ke hati sebelum hari pernikahan. Dalam sesi ini pendeta harus melakukan tiga hal: 1.
Berbicaralah kepada pasangan tersebut tentang Tuhan. Jika
mereka bukan orang Kristen, usahakanlah untuk memenangkan mereka kepada Kristus. Jika mereka bukan anggota gereja, usakan untuk memenangkan mereka ke dalam gereja. Dengan maksud yang utama tekankan agar mereka harus mengunjungi dan menjadi anggota gereja yang sama. Hidup dalam gereja yang terpisah bukan merupakan sesuatu yang ideal. 2.
Pendeta harus memberitahukan pasangan tersebut bagaimana
membangun sebuah keluarga Kristen yang akan Allah berkati selamanya. Saya memberitahu mereka hal seperti ini:
“Lihat saya memiliki lima jari di tangan ini. Setiap jari memiliki arti bagi anda untuk membangun sebuah keluarga Kristen.
69
Konseling Perkawinan
Yang pertama, ucapakan syukur sebelum kalian makan. Babi dan anjing tidak melakukan hal itu, tetapi kalian harus melakukannya. Berterimakasihlah kepada Tuhan atas berkat yang telah diberikan olehNya. Kedua, kadang-kadang selama setiap hari, bacalah Alkitab secara bersama-sama (seperti saat makan pagi di meja makan) dan berdoa. Tiga, sebelum kalian pergi tidur, berlututlah bersama-sama dan berdoa dengan keras agar pasangan yang lain dapat mendengar anda berbicara dengan Allah. tidak ada yang sempurna; kita semua manusia. Itu berarti kita dapat membuat kesalahan, salah menilai dan kadangkadang jatuh ke dalam salah pengertian. Jika kita memiliki temperamen yang pendek, gegabah, tidak simpatik atau brutal, atau sesuatu yang lain yang tidak membuat bahagia selama hari itu, semua hal itu harus dihilangkan di dalam doa pembukaan. Firman Allah berkata sebelum matahari terbenam kita harus meredakan semua kemarahan kita (Ef. 4:26). Tidak ada pasangan yang seharusnya pergi ke tempat tidur saat malam dan menjadi asing satu sama lain, menyakiti satu sama lain. Buatlah hal itu baik di hadapan Allah dan satu sama lain sebelum beranjak tidur. Keempat, berpakaianlah dengan baik dan pergi ke gereja setiap hari minggu. Menghadap Allah di hadapan orang-orangNya harus dengan pakaian terbaik yang anda kenakan. Kelima, milikilah satu bagian di dalam kehidupan gereja. Lakukan sesuatu untuk Allah.
70
Konseling Perkawinan
3.
Pendeta harus memberitahukan pasangan untuk menemui
seorang dokter sebelum mereka menikah. Saya berpikir bahwa tidak pada tempatnya jika memanggil seorang pendeta dalam membicarakan keintiman mereka sebagai pasangan suami istri yang bertanggung-jawab. Dokter dapat melakukan hal itu dengan lebih baik. Seorang pasangan tidak seharusnya memiliki anak dengan segera setelah pernikahan mereka. Akan lebih baik bagi mereka jika mereka berusaha memiliki waktu untuk belajar mengetahuai tentang semua hal yang berkaitan dengan hal itu. Ambillah waktu, lalu jadilah ayah dan ibu dari semua anak-anak yang untuknya anda berdoa dan yang Allah berikan kepada anda. Penekanan Orang Kristen dalam Sebuah Pernikahan Dalam sebuah pernikahan akan banyak bantuan yang dapat diperoleh berkenaan dengan hal itu, sebuah pernikahan yang dapat dipilih dan diikuti berdasarkan selera dan pilihan dari keluarga, seperti undangan pernikahan, latihan-latihan dan latihan makan malam, program yang telah dicetak untuk diikuti pada saat pernikahan itu sendiri, dekorasi dari gereja atau kapel, musik yang akan dimainkan dan yang dinyanyikan. Semua hal-hal ini diatur dan dipilih sepenuhnya dalam keinginan keluarga. Akan tetapi yang paling utama adalah satu observasi yang harus dibuat tentang semua itu: semua yang berhubungan dengan pernikahan
71
Konseling Perkawinan
harus ditekankan dan mengekspresikan nuansa Kristen. Termasuk musik yang akan dimainkan dan lagu yang dinyanyikan. Format dari Ibadah Pernikahan Format dari pernikahan itu sendiri harus berlangsung seperti ini: 1. Setelah lilin dinyalakan, dan orangtua wanita telah duduk, dan musik telah dimainkan, biarkan pendeta berjalan pertama kali di awal mars pernikahan, mengambil tempat ditengah kapel atau ruangan gereja. 2. Mengikuti pendeta, pengantin pria dan oranng yang terbaik masuk ke dalam, berdiri di depan, di samping sang pendeta. 3. Selama mars pernikahan berlangsung, pengiring pengantin, pembawa cincin, dan semua orang yang mengambil bagian dalam pernikahan maju ke depan mengambil tempatnya masing-masing. 4. Yang terakhir dari semua, pengantin wanita masuk didampingi oleh seseorang yang akan menyerahkannya kepada pengantin pria. Kata-kata
yang
Disampaikan
oleh
Pendeta
sebelum
Janji
pembukaan
yang
Pernikahan Setelah
ibadah
berlangsung,
kata-kata
disampaikan oleh pendeta sebelum upacara pernikahan dimulai dapat mengambil bentuk yang diinginkan oleh pengkotbah itu sendiri dan doa yang dia panjatkan dapat diikuti oleh suatu permohonan agar Roh Kudus memimpinnya. Ini adalah contoh dari kata-kata pembukaan yang dapat disampaikan:
72
Konseling Perkawinan
Karena citra Allah berdiam di dalam kita, kita dapat mengenal dan mengalami kasih secara pribadi. Hal itu telah dikatakan,”Dia yang berdiam di dalam kasih, berdiam di dalam Allah.” ini merupakan sebuah perwujudan yang dirayakan dalam ibadah. Dimana ada kehadiran dari kasih, disana seharusnya ada penyembahan, sebagaimana Allah adalah penulis kasih dan Dia adalah Kekudusan satu-satunya yang kita sembah. Oleh karena itu, merupakan hasrat dari hati yang paling dalam dari ________ dan ______ untuk menyambut anda – untuk menyambut anda untuk berbagi dan untuk merayakan janji mereka dan komitmen dari kasih mereka selama waktu ibadah ini. Dalam waktu yang lalu (periode waktu), _________ dan _________ telah belajar untuk saling mengenal dan untuk saling mencintai satu sama lain. Sekarang mereka telah memutuskan untuk menghidupi hidup mereka secara bersama-sama sebagai suami dan istri. Kita telah diundang untuk mendengar ___________ dan __________ sebagai janji mereka untuk menghadapi masa depan, menerima apapun yang mungkin terbentang di depan. Keadaan ini tidak dipilih oleh suatu kebetulan, hanya sebagaimana _________ dan _________ percaya bahwa mereka tidak dipertemukan oleh suatu kebetulan. Mereka percaya bahwa Allah memimpin mereka dalam tempat yang sama dalam waktu yang sama untuk bertemu satu sama lain. Untuk keindahan yang mengelilingi kita, untuk menguatkan tawaran itu, dan untuk kedamaian yang dibawanya, kita sangat bersyukur.
73
Konseling Perkawinan
(___________) dan (___________), tidak ada yang lebih mudah dari sekedar menyampaikan kata-kata dan tidak ada yang lebih sulit untuk menghidupinya hari demi hari. Apa yang anda janjikan sekarang harus di perbaharui dan diputuskan secara ulang pada hari esok. Saat akhir dari perayaan ini, secara resmi anda akan menjadi suami dan istri, tetapi anda harus tetap memutuskan setiap hari apa yang terbentang di depan anda, yang anda inginkan untuk menikahinya. Cinta yang sejati adalah sesuatu yang ada dibalik sebuah kehangatan dan berpijar, kegembiraan dan romantisme yang semakin dalam di dalam kasih. Hal itu harus dijaga dengan baik tentang perjuangan
dan
kegembiraan
dari
pasangan
pernikahan
anda
sebagaimana terhadap milik anda sendiri. Tetapi cinta yang sejati bukan sebuah penerapan total dari satu sama lain; hal itu adalah melihat keluar di dalam arah yang sama—secara bersama-sama. Kasih membuat beban menjadi ringan, karena anda menanggungnya bersama-sama. Ia membuat sukacita makin dalam, karena anda membaginya bersama-sama. Ia membuat anda lebih kuat, sehingga anda saling mengulurkan dan menjadi saling terlibat dalam hidup pada jalan yang anda tidak takut untuk mengahadainya sendirian. Pendeta lalu berkata, “Keluarga dan sahabat terkasih, yang telah berkumpul dalam tempat yang indah ini untuk tujuan dari sebuah upacara yang suci dari ikatan pernikahan, apakah anda dengan tulus bersedia memberikan wanita ini kepada pria ini dalam kunci pernikahan?”
74
Konseling Perkawinan
Ayah dari pengantin wanita lalu menjawab,”ya kami bersedia, ibunya dan saya” (atau sesuatu jawaban lain yang tepat) Lalu sang ayah mengambil tangan kanan pengantin wanita dan menempatkannya ke dalam tangan kanan pengantin pria, lalu dia kembali duduk di samping istrinya. Pendeta lalu mengambil tempat di depan mimbar, memberi isyarat kepada pengantin untuk datang kehadapannya, memberi isyarat kepada pendamping pria dan wanita untuk mengambil tempat mereka di sisi yang lain, lalu upacara pernikahan dimulai. Perayaan pernikahan dapat diikuti oleh salah satu dari banyak pola lainnya: upacara ini ditulis diluar dari bentuk Episkopal, Presbiterian, Metodis, baptis, atau denominasi lainnya. Ini merupakan upacara yang telah saya gunakan selama bertahun-tahun, semua atau bagian yang ada didalamnya berdasarkan tipe dari pernikahan (sekalipun dilaksanakan dalam auditorium yang besar, di salah satu kapel, di kelas saya, atau di dalam rumah saya) Upacara itu Sendiri Upacara pernikahan itu sendiri berlangsung seperti ini: Kesucian dan kebahagian waktu yang kudus dalam pencurahan dua hati yang bergabung ke dalam ikatan tali perkawinan. Di sini di dalam dada yang bergemuruh kita telah diingatkan dari beribu-ribu pesona magis keluarga, dari tempat duduk di depan perapian yang tenang, dimana Kristus dan kedamaianNya yang memberikan seluruh pengertian kepada kita dan Ia merupakan kehormatan, penghargaan, dan
75
Konseling Perkawinan
tamu yang tetap. Disini kita diingatkan tentang panjangnya hari-hari ketika bayangan senja berjuntai dengan perak dari curahan rekan yang memiliki simpati yang murni. Dimulai dalam kebaikan dan kebaikan ilahi, dirancang untuk mengembangkan kebahagiaan dan kesucian manusia, upacara ini merupakan fondasi dari hidup rumah tangga dan pelayanan sosial, dan harus tetap hingga akhir waktu. Hal ini telah disetujui dan dihormati dengan kehadiran dalam kuasa Juruselamat kita dalam pesta perkawinan di Kana, Galilea, dan ditandai dengan pelayananNya yang menakjubkan. Pernikahan berasal dari Allah. Hal ini ditetapkan dari surga. Ini merupakan institusi yang pertama yang yang paling suci diantara manusia. Allah sendiri memberikan pengantin pertama. Allah sendiri menyelenggarakan upacara pernikahan pertama. Di Taman Eden Bapa Surgawi sendiri menyucikan dan menguduskan keluarga pertama. Di dalam kebijakan Yang Mahabesar, hal pertama yang didirikan bukan sebuah gereja, bukan sebuah negara, bukan sebuah sekolah, hal itu adalah keluarga dari Tuhan Allah yang pertama berbicara: Kejadian 2:15, 18-24, ‘Tuhan Allah mengambil manusia dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu….Tuhan Allah berfirman: Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia….Lalu Tuhan Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, Tuhan Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging. Dan dari rusuk yang
76
Konseling Perkawinan
diambil Tuhan Allah dari manusia itu dibangunNyalah seorang perempuan, lalu dibawaNya kepada manusia itu. Lalu berkatalah manusia itu: inilah dia tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan sebab ia diambil dari laki-laki. Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.’ Dari hal yang indah itu, hari-hari Eden penuh dengan kemurnian dan tanpa dosa hingga momen ini hadir, dalam kasih yang kuat dari manusia untuk istrinya, dan di dalam kasih dan penghormatan dari seorang istri kepada suaminya, kita telah menemukan pengharapan kita yang tertinggi dan janji kita yang manis untuk sebuah hari yang besar. Pernikahan dan keluarga dibangun di atas fondasi yang luhur, dedikasi pengenalan kepada hati manusia - cinta yang tidak egois dan kasih surgawi. Dengan banyak air mata dan pencarian yang dalam dari hati, meninggalkan rumah asalnya, Negara dan orang-orangnya, Rut telah berbicara tentang dedikasi ini dalam kata-kata kekal ini : “Janganlah desak aku meninggalkan engkau dan pulang dengan tidak mengikuti engkau; sebab kemana engkau pergi, kesitu jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam, di situ jugalah aku bermalam; bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku.” Rasul Paulus telah berbicara tentang kesetiaan itu seperti ini: “Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak memiliki kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang bergemerincing. Sekalipun
77
Konseling Perkawinan
aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna. Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku; bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku. Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidak-adilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap…. Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar diantaranya adalah kasih. Hal yang sama menginspirasikan rasul Paulus yang telah ditulis dalam bagian yang kudus: Efesus 5:22-32; “Hai istri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, , karena suami adalah kepala istri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh. Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah istri kepada suami dalam segala sesuatu. Hai suami kasihilah istrimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-
78
Konseling Perkawinan
Nya baginya…. Demikian juga suami harus mengasihi istrinya sama seperti tubuhnya sendiri…. Karena kita adalah anggota tubuhNya. Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. Rahasia ini besar….” Dan ini adalah sebuah “rahasia” besar—bagaimana Allah dapat mengambil dua hati dan dua kehidupan dan membuat mereka menjadi satu adalah sebuah “rahasia besar”—misteri dari surga, tetapi kesatuan itu akan menjadi sebuah kekuatan dan berkat kepada mereka berdua selama mereka hidup hingga akhir. Perwujudan dari kekudusan dan kesucian dari perjanjian kudus yang anda buat antara satu dengan yang lainnya, jika anda tahu bahwa tidak ada rintangan terhadap kesatuan diantara diri anda sendiri, anda akan ditandai dengan sukacita dari tangan kanan anda. Saudara,___________, bersediakah anda, dihadapan Allah dan disaksikan oleh sidang jemaat ini, berjanji untuk mencintai dan menghargai, baik dalam keadaan sakit maupun sehat, di dalam susah maupun senang, wanita di sebelah kanan anda yang sekarang sedang anda pegang? Apakah anda berjanji untuk menempatkan dia sebagai yang utama dari segala hal, menjadi suami yang baik dan beriman, menjadi tempat bergantung bagi dia, dan hanya bagi dia, selama-lamanya hingga akhir hidup
anda? Bersediakah
menjawab,”Saya bersedia”).
79
anda? (Pengantin pria
Konseling Perkawinan
Apakah anda bersedia untuk mengambil dia sebagai istri yang sah, selama masa hidup anda berdua? Bersediakah anda? (Pengantin pria menjawab, “Saya bersedia”). Saudari, _____________, bersediakah anda, dihadapan Allah dan disaksikan oleh sidang jemaat ini, berjanji untuk mencintai dan menghargai, baik dalam keadaan sakit maupun sehat, di dalam susah dan senang, pria di sebelah kanan anda yang sedang anda pegang sekarang? Apakah anda berjanji untuk menempatkan dia sebagai yang utama, menjadi istri yang baik dan beriman, menjadi tempat bergantung bagi dia, dan hanya bagi dia, selama-lamanya hingga akhir hidup anda? Bersediakah anda? (Pengantin wanita menjawab, “Saya bersedia.”) Apakah anda bersedia untuk menerima dia sebagai suami yang sah, selama masa hidup anda berdua? Bersediakah anda? (Pengantin wanita menjawab, “Saya bersedia.”) (Kepada Pengantin pria) __________ apakah anda memiliki sesuatu yang anda bawa sebagai bukti kasih dan sayang anda untuk diberikan kepada pasangan anda, sebuah tanda bagi perjanjian yang kudus ini? (Dia menjawab, “Ya, “saya membawanya.”) Apakah itu? (Dia menjawab, “Sebuah cincin.”) Di segala zaman dan diantara semua manusia, cincin telah menjadi sebuah symbol yang sangat berarti, lalu, pada waktu yang suci ini, sebuah symbol dari tindakan anda, kesetiaan yang tiada batas. Cincin ini berbentuk lingkaran, tidak memiliki awal dan tidak memiliki akhir; sehingga sampai masa tua anda, hingga kematian dan sampai selamanya
80
Konseling Perkawinan
anda harus mempertahankan janji yang tidak dapat digugat ini yang telah ditandai dan dimateraikan oleh sebuah cincin. Sebagai sebuah ingatan yang terus-menerus dari makna yang dalam ini, maka tempatkanlah cincin ini pada jari pasangan anda dan ulangilah apa yang akan saya ucapkan. Saya, ____________, mengambil engkau, ________________, sebagai istriku yang sah, untuk memiliki dan menjaga dari hari ini hingga seteruusnya, baik dalam keadaan kaya maupun miskin, dalam kondisi susah maupun senang, untuk bergantung kepada engkau dan hanya engkau, selama kita masih hidup. Dengan cincin ini aku menikahi engkau, dengan kasih yang setia saya memberkahi engkau, semua ucapan-ucapan baik saya akan saya bagi bersama denganmu, di dalam nama Bapa, dan Anak, dan Roh Kudus, memberkati sampai selamalamanya. Amin. (Kepada pengantin wanita) ___________ apakah anda memiliki sesuatu yang anda bawa sebagai bukti kasih dan sayang anda untuk diberikan kepada pasangan anda, sebuah tanda bagi perjanjian yang kudus ini? (Dia menjawab, “Ya, “saya membawanya.”) Apakah itu? (Dia menjawab, “Sebuah cincin.”) Mensahkan dengan signifikasi yang sama sebagaimana dengan cincin yang telah anda terima, sebuah lingkaran emas yang berharga yang mengindikasikan dari kedalaman kasih anda dan kesetiaan yang sungguh-sungguh, tempatkanlah cincin ini pada jari pasangan anda dan ulangilah apa yang akan saya ucapkan.
81
Konseling Perkawinan
Saya, ____________, menerima engkau, ________________, sebagai suamiku yang sah, untuk memiliki dan menjaga dari hari ini hingga seteruusnya, baik dalam keadaan kaya maupun miskin, dalam kondisi susah maupun senang, untuk bergantung kepada engkau dan hanya engkau, selama masa kita hidup berdua. Dengan cincin ini aku menikahi engkau, dengan kasih yang setia saya memberkahi engkau, semua ucapan-ucapan baik saya akan saya bagi bersama denganmu, di dalam nama Allah Tritunggal berkat dari Bapa, dan Anak, dan Roh Kudus, Amin. Dan sekarang, melalui kebajikan yang dikuasakan kepada saya sebagai seorang pelayan dari Injil Yesus Kristus Tuhan kita, dan sebagai pendeta dari jemaat yang terkasih ini, dihadapan Allah dan disaksikan oleh jemaat, Saya mengumumkan anda sebagai suami dan istri, bukan lagi dua melainkan satu, satu dalam perhatian, dalam takdir, dalam kasih, dan dalam hidup, sampai selamanya. Dan atas anda, _________ serta anda, __________ yang akan membantu dia dalam segala pekerjaannya, semoga berkat dari surga berdiam selamanya, yang membuat anda berdua menjadi sebuah berkat bagi setiap orang yang mengenal anda dan mengasihi anda. Untuk tujuan itu mari kita berdoa: (Disini pendeta berdoa, sebuah doa yang telah ditempatkan Allah di dalam hatinya) Dan akhir dari permohonan dapat dilakukan seperti ini:
82
Konseling Perkawinan
Semoga Allah yang Mahakuasa, dengan berkat dari FirmanNya, menyatukan hati anda berdua tanpa henti dalam ikatan kasih yang murni. Semoga anak-anak anda membawa kebahagiaan, dan semoga kasih dari pendahulu anda ada pada mereka hingga akhir waktu. Semoga damai dari Kristus berdiam dalam hati anda dan keluarga anda. Semoga anda memiliki sahabat sejati yang berdiri bersama anda, baik di dalam suka dan duka. Semoga anda bersiap dan bersedia untuk menolong dan memberi rasa nyaman, kepada setiap orang yang membutuhkan yang datang kepada anda. Semoga janji berkat yang menghiburkan
orang
lain
menjadi
milik
anda
dalam
segala
kelimpahannya. Semoga anda menemukan kebahagiaan dan kepuasan di dalam pekerjaan anda. Semoga masalah sehari-hari tidak akan pernah menyebabkan anda menjadi gelisah, juga semoga hasrat duniawi yang kuat tidak mendominasi hidup anda. Semoga hasrat hati anda mengutamakan hal-hal yang baik yang menunggu anda di kehidupan surgawi. Semoga Allah memberkati dengan kebahagian yang lebih dari tahun-tahun yang akan anda hidupi bersama sehingga anda dapat menikmati hadiah dari sebuah kehidupan yang baik. Dan setelah anda melayani Dia dalam kerajaanNya di dunia secara taat, maka Dia akan menyambut anda dalam KerajaanNya yang kekal di surga. Dan semoga Allah memberkati anda semua, di dalam nama Bapa, dan Putra, dan Roh Kudus. Amin.
83
Konseling Perkawinan
Alternatif Lain yang Dapat Diberikan dalam Upacara Pernikahan Ada begitu banyak variasi yang dapat ditambahkan dalam sebuah upacara pernikahan. Sebagai contoh, pada bagian awal upacara pernikahan, sebuah soneta yang sangat indah, yang ditulis oleh Elizabeth Barret Browning kepada suaminya Robert Browing dapat ditambahkan:
Betapa aku mencintaimu? Biarlah aku menghitung caranya. Betapa dalam, dan luas serta tingginya cintaku padamu Jiwaku dapat meraih, ketika perasaan bersinar keluar Hingga akhir dari keberadaan dan anugrah yang sempurna Aku mencintaimu hingga puncak yang tertinggi setiap hari Dibutuhkan keheningan yang dalam, oleh mentari dan cahaya lilin. Aku mencintaimu dengan bebas, seperti manusia bergantung pada kebenaran Aku mencintaimu dengan gairah yang siap untuk digunakan Dalam duka tuaku dan dengan iman kanan-kanakku Aku mencintaimu dengan sebuah pencarian cinta yang terhilang bagiku Dengan membawa keputus-asaanku,-- aku mencintaimu dengan nafasku Senyuman, air mata, dan seluruh hidupku!-dan, jika Allah mengambil Aku, akan tetapi cintaku akan tetap hingga akhir hayatku
84
Konseling Perkawinan
Janji pernikahan saat tukar cincin dapat dilakukan dengan banyak cara. Ini merupakan salah satu cara lain yang dapat digunakan:
“Dengan cincin ini kita memngingkrarkan cinta kita bersamasama—kepada Kristus dan kepada jemaatNya—sebagaimana dia mengasihi jemaatNya dan memberikan nyawaNya kepadanya.” “Kami memohon berkat dari Dia atas keluarga yang akan kami bangun diatas namaNya dan ditandai serta dimateraikan dari komitmen hidup orang Kristen, yang diikat oleh ikatan emas penikahan yang akan mengikat kami kepada seorang terhadap yang lain dan kepada Juruselamat kami sampai selama-lamanya.” “Di dalam nama Bapa, dan Putra, dan Roh Kudus, Amin.” Penyatuan Lilin Dengan semakin bertambahnya pengalaman yang telah saya lihat tentang pasangan yang saling berbagi dalam penyatuan sebuah lilin, hal itu merupakan sebuah tindakan simbolik yang memiliki makna yang indah. Salah satu cara yang dapat digunakan dalam melaksanakan penyatuan lilin adalah dengan menempatkan tiga buah lilin di samping pendeta dengan sebuah lilin di tengah yang belum dinyalakan. Setelah pendeta mengumumkan pasangan tersebut sebagai suami istri maka mereka mengambil lilin yang menyimbolkan diri mereka masing-masing kemudian secara bersama-sama menyalakan lilin yang di tengah serta meniup lilin yang masing-masing mereka pegang, dan membiarkan lilin
85
Konseling Perkawinan
yang ditengah tetap menyala. Pendeta kemudian meminta suami untuk mencium istrinya, lalu mereka beranjak pergi sementara resepsi akhirnya dilaksanakan. Cara lain yang dapat digunakan untuk melaksanakan penyatuan lilin adalah menempatkan tiga lilin yang berdiri didepan ruangan gereja. sebelum ibu dari pengantin pria duduk, dia bersama dengan suami yang menemaninya menyalakan salah satu dari lilin tersebut. Kemudian sebelum ibu dari pengantin wanita duduk, dia bersama dengan suami yang mendampinginya menyalakan lilin yang berada di sisi lainnya, meninggalkan lilin yang berada di tengah yang belum dinyalakan. Setelah upacara selesai, pengantin pria dan wanita beranjak dari mimbar dan mengambil lilin yang telah dinyalakan oleh orangtua mereka masingmasing dan menyalakan lilin yang berada di tengah-tengah, lalu meniup lilin yang telah mereka pegang masing-masing, dan mengembalikannya ke tempat yang semula dengan membiarkan lilin yang berada ditengah yang telah mereka nyalakan tetap menyala. Cara lain lagi yang dapat digunakan dalam melaksanakan penyatuan lilin adalah, pendeta memanggil kedua orang tua pengantin untuk berdiri dihadapannya dan dihadapan lilin yang akan dinyalakan dengan berkata: Hidup tanpa kasih adalah seperti pohon tanpa bunga dan buah. Jadi sebagaimana sekarang, kita kembali kepada sebuah momen bagi orang tua dari dua pasangan ini yang telah memberikan begitu banyak cinta selama bertahun-tahun. Hal itu merupakan sebuah kebahagiaan yang
86
Konseling Perkawinan
istimewa dan kepuasan yang besar untuk kedua orang tua dari pasangan ini
yaitu,
_________
dan_________sebagaimana
dan mereka
________, berdiri
___________ disini
bersama
_____________ dan ____________. Anda telah melihat mereka bertumbuh dewasa secara fisik dan membantu mereka bertumbuh dewasa secara rohani. Anda telah menjaga mereka dengan kasih sayang sebagaimana mereka telah masuk kedalam hubungan ini yaitu satu sama lain. Anda telah menangis, tertawa, menghibur dan telah dihibur, berharap untuk, dan mewujudkan banyak harapan yang telah terjadi dari hubungan anda sebagai orang tua. Anda telah berdoa dengan banyak doa dan membimbing mereka sehingga telah membantu mereka untuk memiliki sebuah tanggung-jawab sebagai orang Kristen dewasa pada hari ini. Anda telah mengekspresikan kasih anda begitu banyak selama bertahun-tahun dan sekali lagi anda melakukannya saat ini dengan berdiri di samping mereka sebagaimana mereka akan membangun sebuah keluarga yang akan menjadi lebih kuat karena mereka telah melihat secara pribadi sebuah keluarga Kristen yang telah anda bangun. Sehingga kemudian, tetap memiliki sebuah tanggung-jawab dalam membantu kedua orang ini intuk menjadi pribadi mereka sebagaimana mereka adanya. Sekarang maukah anda berjanji untuk berdoa dan memberkati mereka dalam membentuk sebuah keluarga yang baru? Orang tua merespon:”Kami bersedia.” Kedua orang tua mempelai lalu menyalakan lilin mereka. Untuk selanjutnya pendeta kembali ke tempatnya ke atas mimbar.
87
Konseling Perkawinan
Pentingnya Perjanjian Kristen dalam Pernikahan Bagaimanapun, perayaan dan upacara dari ibadah pernikahan memiliki makna rohani yang dalam serta keyakinan orang Kristen yang sungguh-sungguh. Jemaat harus merasakan bahwa mereka telah menjadi bagian gereja, terutama pengantin wanita, pengantin pria dan keluarga mereka. Ingatlah bahwa, membangun sebuah keluarga Kristen merupakan salah satu fondasi yang paling penting dalam mewujudkan Kerajaan Allah di dunia ini. Tidak ada hal lain sebagaimana sebuah jemaat tanpa sebuah keluarga Kristen, dan keluarga yang nyata dimulai dalam sebuah perjanjian ikatan pernikahan. W. A. Criswell, Alih bahasa Wisma Pandia, Th.M.; Dr. Eddy Peter Purwanto (Ed.) http://www.wacriswellindo.org/criswell%20gudie%20for%20pastors%2016.htm
88