BAB VI PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil dan analisis hasil penelitian tentang Pengaruh Dua Ukuran Lukisan Berbeda Dalam Sebuah Ruang Pameran Terhadap Kelelahan secara umum dan Kenyamanan memandang dari Pengunjung Pameran, dapat dibahas hal-hal sebagai berikut:
6.1 Kondisi Subjek Subjek pada penelitian ini berjenis kelamin laki-laki dan perempuan dengan karakteristik yang dibahas adalah umur, berat badan, tinggi badan. Umur subjek yang terlibat dalam penelitian ini antara 20 - 40 tahun dengan rerata 34,35 tahun. Rentang umur ini adalah rentang umur yang produktif, dimana subjek melakukan aktivitas dengan baik termasuk dalam hal hobi yang berhubungan dengan lukisan. Irawan & Suparmoko ( 2002 ) mengatakan
bahwa
umur
produktif berkisar antara 15 tahun – 64 tahun. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan secara bermakna umur subjek antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan ( p>0,05 ). Bertambahnya umur akan diikuti kecepatan membedakan sesuatu, membuat keputusan dan kemampuan mengingat jangka pendek, sehingga. pengaruh umur harus selalu dijadikan pertimbangan dalam memberikan suatu pekerjaan pada seseorang ( Gradjean, 1989 ).
49
50
Variasi Berat badan berkisar antara 55,5 kg – 65,0 kg dengan rerata 60, 19 Kg. tidak ada perbedaan yang bermakna antara umur kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Variasi tinggi badan diperoleh 160 cm – 170 cm dengan rerata 164,65 cm. Dari berat badan dan tinggi badan ini diperoleh Indeks Masa Tubuh ( IMT ) yaitu 22,19 Kg/m2. Indeks massa tubuh untuk orang Indonesia dikatakan normal bila berada pada rentangan nilai 18,5-25 kg/m2 ( Almatzier, 2001 ).
6.2 Kondisi Lingkungan Kondisi lingkungan yang diukur adalah suhu udara kering, suhu udara basah, kelembaban relatif, intensitas cahaya dan intensitas suara. Karena kelima variabel kondisi lingkungan tersebut dapat mempengaruhi kenyamanan dalam memandang lukisan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada Kelompok I rerata suhu udara basah adalah 27,23o C, suhu udara kering 31,41o C, kelembaban relatif 72,15%, intensitas cahaya 398,53 lux, intensitas suara 60,62 dB. Sedangkan Kelompok II rerata suhu udara basah adalah 27,56o C, suhu udara kering 31,49o C, kelembaban relatif 71,98 %, intensitas cahaya 399 lux, intensitas suara 60,37 dB. Berdasarkan hasil analisis dengan uji t-independen didapatkan bahwa kondisi lingkungan tempat penelitian antara kedua kelompok tidak berbeda ( p>0,05 ), sehingga dapat dinyatakan bahwa kondisi lingkungan pada kedua kelompok adalah sama dan tidak mempengaruhi pemberian perlakuan pada subjek penelitian.
51
Manuaba ( 1998 ) menyatakan bahwa nilai ambang batas dari suhu udara untuk bekerja atau melakukan aktivitas adalah 33 C dan kelembaban relatif pekerja orang Indonesia yang masih tergolong nyaman adalah antara 70% - 80%. Sedangkan intensitas penerangan tergantung dari jenis pekerjaan, pekerjaan presisi memerlukan intensitas yang lebih tinggi dari pada pekerjaan yang tidak memerlukan ketelitian dengan penerangan dari 300 lux – 700 lux. Nilai ambang batas intensitas suara tertinggi yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan gangguan daya dengar yang tetap untuk waktu kerja tidak lebih dari 8 jam sehari adalah 85 dBA ( WHS, 1993; dan Permennaker, 1999 ).
6.3 Kelelahan Secara Umum Kelelahan ( fatigue ) merupakan tanda alami tubuh untuk segera beristirahat, biasanya berkaitan dengan bekerja dalam waktu yang lama. Kelelahan muncul karena keadaan sementara yang ditimbulkan oleh aktivitas yang berlebihan atau berkepanjangan yang dimanifestasikan sebagai penurunan fungsi kapasitas organ, baik pada organ itu sendiri atau seluruh tubuh, dan dirasakan secara spesifik sebagai kelalahan umum. Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan bahwa rerata skor kelelahan sebelum memandang lukisan pada P1 = 34,31 dan pada P2 = 33,41. Analisis kemaknaan dengan uji Mann-Whitney menunjukkan bahwa kedua kelompok perlakuan sebelum memandang lukisan, rerata kelelahannya tidak berbeda secara bermakna ( p > 0,05 ). Ketika sesudah melakukan pekerjaan memandang lukisan
52
didapatkan bahwa rerata skor kelelahan pada P1 = 60,72 dan pada P2 = 54,83. Analisis kemaknaan dengan uji Mann-Whitney menunjukkan bahwa kedua kelompok perlakuan sesudah memandang lukisan rerata kelelahannya berbeda secara bermakna ( p < 0,05 ). Dilihat dari rerata skor kelelahan P1 dan P2 terjadi penurunan kelelahan dari 60,72 menjadi 54,83 atau mengalami penurunan sebesar 9,7% ( Gambar 5.1 )
70
60,72
54,83
P1
P2
60 50 34,31
33,41
P1
P2
40 30 20 10 0 Pre
Post
Gambar 5.1 Rerata kelelahan secara umum
Terjadinya penurunan skor kelelahan ini karena adanya perubahan pada ukuran lukisan dari 150 cm x 200 cm menjadi 50 cm x 60 cm dan dipandang dari jarak 3 meter. Akibatnya untuk dapat memandang seluruh bidang lukisan maka subjek terpaksa harus lebih sering melakukan gerakan memandang ke kiri, ke kanan, ke atas, ataupun ke bawah, sehingga menyebabkan mata akan berakomodasi lebih banyak .
53
Sedangkan ketika melihat lukisan yang lebih kecil di dalam ruangan yang sama dan dengan jarak memandang 3 meter, mereka dapat melihat lebih leluasa. Tidak perlu melakukan banyak gerakan sehingga mata tidak perlu berakomodasi lebih banyak dibanding ketika melihat lukisan yang lebih besar. Aktivitas yang lebih banyak akan memerlukan energi tubuh yang lebih besar, sehingga menyebabkan munculnya kelelahan yang lebih besar pula. Hal ini sesuai dengan prinsip ergonomi bahwa desain ruangan harus memperhatikan pengguna ruangan tersebut. Di samping itu ukuran lukisan juga mempengaruhi aktivitas pengguna ( pengunjung pameran ), sehingga perlu diperhatikan aktivitas pengguna agar lebih efektif dan nyaman saat berada di dalam ruangan. Hal ini sejalan dengan penelitian Titin ( 2010 ) bahwa desain yang sesuai dengan kondisi pengguna/pekerja akan menurunkan skor kelelahan pada penggunaan alat tombol-tekan pada proses stamping part body component di Divisi Stamping Plant PT. ADM Jakarta. Demikian juga pada penelitian Adiatmika ( 2007 ) juga disebutkan bahwa perbaikan kondisi kerja dengan pendekatan ergonomi total dapat menurunkan kelelahan secara signifikan dari skor 37,77 menjadi 35,37 pada perajin pengecatan logam di Kediri Tabanan. Kelelahan yang muncul pada tubuh seseorang merupakan salah satu dari dua cara utama dari tubuh untuk mengingatkan bahwa ada persoalan yang perlu mendapat perhatian. Cara lain adalah rasa nyeri, yaitu ketika badan terasa lelah atau nyeri barulah disadari bahwa ada penyebab yang harus dihilangkan, namun kelelahan sering mendapatkan perhatian yang tidak semestinya ( Spiritia, 2011 ). Untuk itu kelelahan harus ditangani dengan baik,
54
karena kelelahan yang berkepanjangan akan dapat menurunkan kinerja dari seseorang. Sutajaya dan Citrawathi ( 2000 ) juga menyatakan bahwa keluhan subjektif berupa gangguan otot skeletal dan kelelahan dapat diturunkan secara signifikan (p 0,05) pada subjek dengan melakukan perbaikan pada stasiun kerja dan sikap kerja yang lebih ergonomis.
6.4 Kenyamanan Memandang Lukisan Kenyamanan merupakan kebutuhan dasar manusia yang merupakan bagian dari suatu aktivitasnya. Kenyamanan juga merupakan suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia. Kenyamanan juga berkaitan dengan aktivitas yang dilakukan oleh manusia. Manusia merasa nyaman jika berada pada zona personal yang nyaman yaitu didasarkan atas zona perlindungan tubuh ( Panero dan Zelnik, 2003 ). Dalam sebuah galeri lukisan, kenyamanan pengunjung berkaitan dengan luas ruangan, ukuran lukisan, jenis lukisan, mikroklimat ruangan, cahaya, sirkulasi udara dan semacamnya. Dalam penelitian ini telah diperoleh bahwa kondisi lingkungan ruang pameran lukisan dalam kondisi normal. Mikroklimat antara ruangan yang digunakan P1 dan P2 tidak berbeda signifikan, Sehingga kondisi lingkungan bisa dinyatakan tidak mempengaruhi intervensi yang dilakukan terhadap subjek penelitian. Ukuran lukisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua ukuran berbeda yaitu 150 cm x 200 cm dan 50 cm x 60 cm. Ukuran pertama untuk perlakuan P1 adalah memandang lukisan ukuran 150 cm x 200 cm dan ukuran
55
kedua untuk perlakuan P2 adalah memandang lukisan ukuran 50 cm x 60 cm. Skor kenyamanan yang diperoleh dari hasil analisis setelah memandang lukisan, rata-rata skor kenyamanan P1 = 54,89 sedangkan rata-rata skor kenyamanan P2 = 73,88. Dari hasil analisis statistik menggunakan Mann-Whitney test diperoleh perbedaan yang signifikan (p<005) antara P1 melihat lukisan dengan ukuran 150 cm x 200 cm dan P2 melihat lukisan dengan ukuran 50 cm x 60 cm . Dilihat dari besar rata-rata skor, terdapat peningkatan skor kenyamanan dari 54,89 ( P1 ) menjadi 73,88 ( P2 ) atau meningkat sebesar 34,6%. ( Gambar 5.2 )
73,88
80 70
54,89
60 50
35,97
36,12
40 30 20 10 0 P1
Pre
P2
P1
Post
P2
Gambar 5.2 Rerata kenyamanan memandang lukisan
Foto perbedaan P1 dan P2 ini ditunjukkan seperti pada Gambar 6.1 dan 6.2 berikut.
56
Gambar 6.1 Memandang Lukisan Berukuran 50 cm x 60 cm ( P2 )
Gambar 6.2 Memandang Lukisan Berukuran 150 cm x 200 cm ( P1 )
Peningkatan kenyamanan yang terjadi pada P2 ini akibat dari ukuran lukisan yang dipandang dari jarak 3 meter pada ruangan berukuran 6 m x 4 m x 3 m, ukurannya lebih kecil yaitu 50 cm x 60 cm. Saat memandang lukisan berukuran 50 cm x 60 cm ternyata akomodasi mata lebih sedikit, gerak tubuh lebih sedikit dan tentu saja hal ini memberikan kesempatan menilai lukisan lebih mendalam karena tidak perlu banyak bergerak
57
baik tubuh maupun mata. Kenyamanan memandang juga akan berhubungan dengan kepuasan subjek, sehingga skor kenyamanan pada lukisan ukuran 50 cm x 60 cm lebih besar dibanding lukisan ukuran 150 cm x 200 cm. Hasil penelitian ini sejalan dengan apa yang ditemukan oleh Kurniawan ( 2012 ) dalam penelitiannya yang menyatakan bahwa pengaturan pencahayaan pada monitor komputer akan memberikan pengaruh terhadap kenyamanan mata pengguna, sehingga perlu ada pengaturan yang sesuai dengan keperluan mata memandang. Cahyadi dan Kurniawan ( 2011 ) menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa perlu ada pengaturan suhu dalam ruangan kantor pos pusat Samarinda agar para pekerja lebih optimal dan lebih nyaman dalam melakukan tugasnya. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Pramono ( 2008 ) tentang home dan arsitektur hunian menyebutkan bahwa satisfaksi hunian ( dalam hal ini menyangkut harapan, pilihan, pengalaman, kepuasan dan kenyamanan dalam proses bermukim ) adalah faktor pilihan yang harus diperhatikan dalam arsitektur bangunan rumah, sehingga penghuni
merasakan
keamanan,
kenyamanan,
dan
kepuasan
dalam
menggunakannya. Talarosha ( 2005 ) dalam penelitiannya tentang kepuasan termal juga menyebutkan bahwa bukanlah hal yang mustahil untuk menciptakan kenyamanan termal di dalam bangunan walaupun Indonesia memiliki iklim yang berada di atas garis kenyamanan suhu tubuh. Arsitek hanya perlu memberikan perhatian yang ‘lebih’ terhadap penyelesaian masalah iklim ini. Dari penelitian ini bisa diketahui bahwa memandang lukisan dari jarak 3 m pada ruang berukuran 6 m x 4 m x 3 m, lukisan berukuran 50 cm x 60 cm memiliki skor kenyamanan lebih tinggi dibanding dengan lukisan berukuran
58
150 cm x 200 cm. Hal ini nantinya bisa dijadikan sebagai pedoman dalam merancang sebuah aktivitas pameran dimasa yang akan datang, dimana masalah ukuran lukisan dan luas ruangan ternyata berpengaruh terhadap kelelahan secara umum dan kenyamanan memandang dari pengunjung pameran. Hal ini tentunya sesuai dengan kaidah ergonomi bahwa ruang kerja dan alat yang digunakan harus sesuai dengan kapasitas dan kenyamanan para pemakainya.
6.5 Pengaruh Ukuran Dua Buah Lukisan Dalam Sebuah Ruang Pameran Terhadap Kelelahan Secara Umum dan Kenyamanan Memandang Dari Pengunjung Pameran
Dari hasil penelitian dan pembahasan tersebut dapat dinyatakan bahwa ukuran dua buah lukisan yaitu 150 cm x 200 cm dan 50 cm x 60 cm dalam sebuah ruang pameran berpengaruh terhadap kelelahan secara umum dan kenyamanan memandang dari pengunjung pameran. Lukisan berukuran 150 cm x 200 cm dilihat dari jarak 3 m pada ruang berukuran 6 m x 4 m x 3 m ternyata memberikan peningkatan skor kelelahan terhadap pengunjung pameran sebesar 9,7% dan memberikan penurunan kenyamanan memandang terhadap pengunjung pameran sebesar 34,6%.