BAB 1 1.1 Latar Belakang Masalah Stroke
dewasa (Muhammad Irfan, 2010). Permasalahan yang dihadapi oleh pasien stroke dalam melakukan aktivitas disebabkan oleh rusaknya otak dalam
Pak Catur yang sedang bekerja
Pada pengamatan di perpustakaan Sanata Dharma, Pak Catur bekerja sebagai penjaga pintu masuk dan keluarnya mahasiswa, beliau menderita stroke iskemik yang
KD
mengirim informasi ke saraf anggota tubuh yang nantinya akan mengontrol otot kapan harus berkontraksi (mengencang untuk membantu anggota tubuh
W
Stroke merupakan gangguan sistem saraf pusat yang paling sering ditemukan dan penyebab utama gangguan aktivitas fungsional pada orang
bergerak) dan kapan harus mengendur (anggota tubuh tidak bergerak). Stroke dibedakan menjadi 2 yakni: Stroke Iskemik, yaitu suatu gangguan fungsional akibat aliran darah ke otak terhenti karena bekuan darah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak. Yang kedua adalah Stroke Hemmoragik, pembuluh
U
darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam darah di otak (Yastroki, 2007). Akibat rusaknya otak
pada stroke Iskemik adalah kelemahan pada satu sisi tubuh yang ”sakit” (hemiparesis), dimana otot yang bekerja tidak sesuai atau tidak sama dengan
mengalami hemiparesis/ kelemahan otot pada anggota gerak kaki dan tangan sebelah kiri. Pak Catur lebih banyak menggunakan saraf gerak atas (tangan) dalam beraktivitas atau latihan karena masih dapat dibantu oleh tangan kanan yang sehat. Untuk saraf anggota gerak bawah (kaki), kemungkinan kaki kanan yang sehat untuk membantu kaki kiri yang sakit sangat kecil sehingga beliau cenderung tidak banyak bergerak pada saraf gerak bawah. Hal ini memperbesar risiko pasien mengalami gangguan kasus kaki kulai (lunglai). Bagi penderita stroke, aktivitas berjalan merupakan hal yang sangat penting untuk
mendukung aktivitas sehari-hari. Untuk melakukan aktivitas berjalan dan menyangga
hemiparesis yang menjadi tergantung pada orang lain.
tubuh, kaki merupakan bagian penting tubuh, sehingga jika terjadi kelainan pada kaki maka
©
bagian anggota gerak yang sehat (Peter G. Levine, 2009). Keterbatasan ini mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari dan kualitas hidup pasien stroke
aktivitas sehari-hari akan terhambat (Bima, 2010). Adanya gangguan gaya gerak kaki bukan hanya menimbulkan kesulitan berjalan tetapi juga menyebabkan mudah lelah, mudah jatuh dan pola jalan yang abnormal. Pergelangan kaki serta gerakan pangkal paha memainkan bagian penting dalam membentuk gaya jalan yang dihasilkan oleh yang otototot kaki. Penderita stroke kerap mengalami kesulitan mengangkat pergelangan kaki (dorsofleksi). Masalah inilah yang disebut ”kaki kulai” yang dapat menimbulkan tekanan pada sendi, batang tubuh, dan punggung, yang seiring waktu menyebabkan radang sendi
Stroke Iskemik
dan gangguan lain. (Peter G. Levine, 2009).
1
BAB 1 Perlunya Terapi Otot Kaki
dimana selain otot dapat menggerakkan sendi, otot juga dapat melawan gravitasi tetapi tidak terhadap tahanan. Dalam penelitian Pak Catur terlihat masih mengalami kelemahan otot pada kaki yang tidak dapat mengangkat kaki ketika berjalan, hal ini mengakibatkan gaya jalan yang abnormal dan mudah lelah.
KD
Penderita stroke hemiparesis membutuhkan stimulasi pelatihan otot kaki secara repetitif untuk mencegah atau melambatkan atrofi otot, merawat atau
Adapun metode terapi yang digunakan untuk melatih bagian yang ”sakit” dan menstimulasi otak, yaitu terapi CIT (Constraint-Induced Therapy). Terapi CIT menggunakan latihan repetitif pada anggota tubuh yang terpengaruh stroke untuk menyokong pemulihan. Dengan kata lain terapi CIT berfokus pada sisi tubuh yang ”sakit”, sedangkan sisi tubuh yang ”sehat” dibatasi pergerakannya. Riset mengindikasikan bahwa latihan repetitif pada anggota tubuh yang ”sakit” akan menyusun ulang otak yang mengontrol gerakan itu (Peter G. Levine, 2009). CIT pada kaki berisi banyak latihan intens untuk kaki yang terdampak serta memiliki target ganda, yaitu: menguatkan otot yang ”sakit” agar bagian tubuh itu setidaknya sama kuat dengan kaki yang tak terdampak, dan strategi ini memberikan banyak repetisi pada komponen-komponen berjalan (misalnya dorsifleksi/ mengangkat kaki).
W
Kaki kulai tidak terlepas dari permasalah kelemahan otot kaki. Pak Catur yang menderita stroke (hemiparesis), berada pada kekuatan otot di tingkat 3, yang
meningkatkan kekuatan otot serta menstimulasi otak untuk mengontrol gerakan kaki. Untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot kaki, diperlukan latihan resistansi (beban) yang membuat otot harus melawan tekanan.
U
Menurut Peter G. Levine (2009), kecenderungan sebagian penderita stroke separuh badan hanya melatih apa yang mereka sanggup lakukan sehingga menghambat kemajuan mereka sendiri. Penderita stroke akan mendapat manfaat ketika memusatkan perhatian pada apa yang tak dapat mereka lakukan, bukan
©
pada apa yang dapat mereka lakukan. Semakin jarang daya otak dikerahkan untuk memerintahkan gerakan pada kaki dan tangan yang “sakit” akan memperburuk gerak anggota tubuh yang bersangkutan dan akan makin sulit digerakkan. Menurut para ahli, otak bisa disambung ulang dalam kondisi tertentu, tetapi proses untuk mengembalikan fungsi tersebut harus atau bahkan wajib untuk dilakukan dari diri pasien sendiri (Arif Muttaqin, 2008).
Pak Catur banyak menggerakkan saraf gerak atas (tangan)
Salah satu alternatif lain tentang metode pendekatan pada penderita stroke hemiparesis yang prinsip pedekatannya sejalan dengan CIT dalam melatih aktivitas gerak adalah Motor Relearning Program (MRP) yang dikembangkan oleh Janet H. Carr dan Roberta Shepherd pada sekitar tahun 1980an di Australia. Metode MRP merupakan program spesifik untuk melatih kontrol motorik spesifik dengan menghindarkan gerakan yang tidak perlu/ salah serta melibatkan proses kognitif dan penerapan ilmu gerak. Dalam metode MRP untuk melatih motorik, pasien harus melakukan gerakan sesuai dengan gerakan dasar terapi. Setiap gerakan-gerakan yang diterapkan tersebut memiliki maksud atau tujuan dan target yang berpengaruh pada pasien sehingga pasien itu sendiri tidak merasa sia-sia melakukan gerakan-gerakan tersebut. Tentu saja hal tersebut tidak terjadi secara instan, melainkan dibutuhkan latihan yang teratur dan berulang-ulang (repetitif). Segala aktivitas atau gerak manusia yang terorganisasi akan lebih baik dan lebih efektif karena latihan (Annet J,1971). Dalam metode MRP, latihan yang efektif adalah: latihan aktif, aktivitas spesifik, dan variasi latihan. Semua latihan ini akan membantu penderita stroke dalam mengembalikan kekuatan otot dan melatih saraf motorik berkoordinasi kembali dengan otak (Peter G. Levine, 2009). 2
BAB 1 1.2 Pernyataan Desain Perlunya Sarana Terapi Otot Kaki
1.3 Perumusan Masalah
1.
2.
©
U
3.
Akibat yang ditimbulkan karena mengalami lemah otot kaki sehingga terlihat seperti berikut:
KD
Pak Catur masih mengalami kaki kulai yang menyebabkan berjalan abnormal dan mudah lelah. Hal tersebut dikarenakan:
W
Dari semua data yang telah dipaparkan, dapat dilihat perlunya sebuah sarana bantu terapi otot kaki untuk penderita stroke hemiparesis di tempat kerja, dengan metode CIT melalui teknik pendekatan MRP yang memasukkan unsur hobi sepak bola sebagai unsur terapi dengan peluang waktu efektif penggunaan 5 menit secara repetitif, bertujuan melatih otot paha dan kaki bagian kiri ”sakit” sehingga dapat memperbaiki fungsi motorik dan meningkatkan kekuatan otot kaki serta memberikan stimulasi pada otak untuk membentuk memori yang baru. Produk digunakan secara mandiri.
A. Tampak Belakang: 1. 2.
3.
4.
B. Tampak Depan: 1. 2.
3.
4.
Tidur sesaat ketika tidak ada mahasiswa yang masuk atau keluar sehingga banyak
Pak Catur banyak memperlakukan saraf gerak atas, sedangkan pada saraf gerak bawah tidak banyak bergerak
waktu terbuang tanpa melatih anggota gerak yang terkena stroke
Pak Catur berjalan dengan kaki kiri ”sakit” terlihat seperti dilempar ke arah depan. Dari hasil wawancara, Pak Catur mengatakan kaki kiri memang masih terasa kaku atau tidak lincah dan terasa berat, terutama ketika memakai sepatu kerja. Jika berjalan lama, Pak Catur terasa mudah cepat lelah.
3
BAB 1 1.4 Tujuan dan Manfaat
W
1. Sarana yang diusulkan di atas bertujuan untuk: a. Memberikan stimulasi pada otak untuk membentuk memori yang baru dengan menggunakan kaki yang ”sakit” untuk gerak repetitif b. Menambah kekuatan pada otot paha dan otot pergelangan kaki dengan melatih otot ektensor pada kaki menggunakan terapi resistansi melalui tingkatan variasi beban c. Menfasilitasi gerakan ekstensor tungkai, dorsifleksi, dan adduksi d. Merangsang psikologis user agar mau melakukan terapi secara mandiri dan berkelanjutan dengan fun theraphy yang mengakomodir hobi sepak bola
3. Experimen Dinamika dan Kinematika Experimen ini digunakan untuk menentukan gaya gerak dan tingkatan beban yang digunakan pada produk demi memenuhi kebutuhan maupun standar keamanan yang ada.
©
1.5 Metode Desain
U
KD
2. Manfaat dari adanya sarana yang diusulkan di atas adalah: a. Adanya sinkronisasi antara saraf otak dengan saraf motorik anggota gerak bawah, mempercepat keberhasilan terapi b. Dengan terapi resistansi, kekuatan grup otot ekstensor pada paha dan kaki akan meningkat dan lebih cepat terasa perkembangan gerak kaki c. Terapi yang integrasi, merangsang kemampuan plastisitas otak akan gerakan tungkai kaki yang normal d. Kontinuitas yang terjaga akan mempercepat keberhasilan terapi pada gerakan kaki
2. Metode 5W+1H Mencari sebab dan menganalisa penyelesaian dari permasalahan yang ada dan mencari data literatur terkait.
1. Penelitian Kualitatif Pengamatan dilakukan di tempat tinggal penderita stroke separuh badan dan tempat kerja pasien, untuk melihat cara penderita dalam beraktivitas dan cara melatih gerak tungkai kaki secara gerak aktif ataupun pasif.
4. Experimen Kelayakan Fungsi Produk Experimen ini dilakukan dengan menguji model untuk digunakan langsung oleh target pengguna untuk melihat apakah model telah berfungsi dengan baik seperti yang direncanakan. 4
BAB 1
Gerak abnormal
1.6 Brainstorming
Berjalan lunglai
Lemah otot Lutut
Cepat lelah Gerak lambat Fleksor siku
Fleksor pergelangan tangan
Pergelangan kaki/ Ekstensor digitorum longus Lutut
Paha atas
Aduktor bahu
Paha bawah
Pergelangan kaki/ Plantar fascia
Fleksor jari
Otot Ekstensor
Rotator internal bahu
W
Otot Fleksor
Menguatkan koneksi sensory-motor (gerak inderawi)
Otot Lengan-Tangan
Meniru gerakan tangan/ kaki yang sehat dengan halangan cermin
Beban yang ditarik/ didorong
Mengembalikan fungsi-fungsi otot
Latihan Beban
Dumbbell
Meningkatkan kepadatan tulang Membalikkan efek atropi otot
Mesin beban
Terapi/ Latihan
Meningkatkan kekuatan otot Melawan gravitasi
Mengulang-ulang suatu gerakan
Mendorong 1 tangan ke tangan yang lain Resistance band
Melempar bola basket
Tripod Walker
Tongkat
Kebutuhan
Berpegangan pada suatu benda sekitar
Duduk
Lemah otot pada tungkai dan kaki
Dibantu pramurukti Tongkat, tripod
Jenis Stroke
Jenis Iskemik
Berdiri
Stroke Hemoragik
Berpegangan pada suatu benda sekitar Sonde
Makan Disuap pramurukti
Latihan Repetitif
©
Gerakan sepadan pada saat yang sama
Kursi roda
Obat
Membentuk memori baru di otak
Menepuk tangan
Berpegangan pada suatu benda sekitar Berjalan
Stroke
Latihan Resistansi
U
Mendorong/ menarik kekuatan yang berlawanan
Otak kiri
Dampak
Penyembuhan
Barbel
Lumpuh tubuh bagian kanan
Otak
KD
Mengurangi kontraktur Meningkatkan kembali tingkat kekuatan tubuh
Otot
Hydroterapy
Terapi Cermin
Otak kanan
Otot Tungkai-Kaki
Dalam kolam air
Lumpuh tubuh bagian kiri
Latihan Bilateral
Piring, sendok, garpu
Penyumbatan aliran darah
Penyumbatan pembuluh darah di otak
Sedotan
Minum
Sonde
Hemiparesis/ Lumpuh sebagian
Lumpuh total
Sikat punggung Mandi Shower Dimandikan pramurukti
Risih/ malu
Bermain drum Sepadan dan bergantian Tinju
Berdiri Menyanggah tubuh melawan gravitasi Stabilisasi bagian tubuh ketika bagian tubuh lain bergerak
Buang air besar
Latihan Resiprokal
Latihan Keseimbangan
Buang air kecil
Vispot Closet duduk
Vispot Kateter
Penderita stroke memiliki kelemahan otot pada kaki yang terkena stroke, mengakibatkan penderita berjalan lunglai dan membuat gerak abnormal, cepat
lelah serta gerak lambat. Untuk meningkatkan kekuatan otot, diperlukan terapi/ latihan resistansi dengan cara mendorong/ menarik kekuatan yang berlawanan.
Popok
5