Bab IV Hasil Penelitian dan Analisis
Bab ini berisi penjelasan mengenai profil industri alas kaki di Cibaduyut, uraian mengenai hasil data penelitian yang diperoleh, serta analisis dan interpretasi hasil penelitian tersebut dikaitkan dengan permasalahan yang diteliti.
IV.1. Profil Industri Alas Kaki Cibaduyut Cibaduyut merupakan sebuah ruas jalan panjang yang berada di dekat terminal Leuwi Panjang yang terkenal sebagai sentra pembuatan dan penjualan sepatu. Demikian melekatnya Cibaduyut dengan sepatu, hingga di ujung utara jalan itu dibangun monumen sepatu raksasa. Di sepanjang jalan Cibaduyut banyak sekali terdapat toko yang memajang, menjual dan melayani pemesanan sepatu. Selain itu, industri alas kaki menjadi salah satu cluster yang akan dikembangkan karena Indonesia pernah menjadi salah satu eksportir sepatu ketiga di dunia, salah satunya produk sepatu Cibaduyut.
Letak geografis Sentra Sepatu Cibaduyut terletak 5 Km dari Pusat Kota Bandung ke arah selatan, luas arealnya mencapai 14 Km² dengan wilayah meliputi Kota Bandung 5 (lima) Kelurahan dan Kabupaten Bandung 3 (tiga) Desa. Pertumbuhan dan perkembangan Industri Kecil Menengah (IKM) Sepatu Cibaduyut meningkat hingga membentuk sebuah sentra. Pada awalnya dimulai pada tahun 1920 yang dirintis oleh beberapa orang warga setempat yang kesehariannya bekerja pada sebuah pabrik sepatu di Kota Bandung, maka dengan bekal keterampilan yang dimiliki serta kemauan dan tekad yang kuat, mereka memulai dengan membuka usaha walau kecil-kecilan di rumah dengan tenaga kerja putra-putrinya. Dengan semakin banyaknya pesanan maka mereka kemudian merekrut pekerja dari warga sekitar sehingga keterampilan menyebar secara turun temurun ke warga setempat yang akhirnya diikuti oleh warga sekitar untuk ikut membuka usaha tersebut.
79 Ratih Purbasari_29006012
Pada tahun 1940 sebelum Jepang menjajah masuk ke Indonesia, jumlah perajin sepatu di Cibaduyut sekitar 89 orang. Semakin lama kemampuan dan keterampilan para pengrajin sepatu di Cibaduyut semakin meningkat yang diikuti pula dengan peningkatan jumlah order atau pesanan dari luar Cibaduyut.
Tahun 1950 jumlah perajin semakin bertambah dan meningkat menjadi pengusaha industri kecil sepatu di Sentra Cibaduyut, jumlah unit usaha saat itu mencapai 250 unit usaha. Di samping itu telah mulai tumbuh hubungan yang baik antar pengusaha/perajin yang kemudian membentuk sebuah organisasi Gabungan Pengusaha Sepatu Desa Bojongloa (GPSB). Gerakan organisasi dimulai adanya kebutuhan para pengusaha/perajin untuk kebutuhan pengadaan bahan baku kulit, dimana saat itu masih diimpor dari luar negeri. Atas hasil kesepakatan dari para anggotanya, maka GPSB berganti nama menjadi Koperasi Perkulitan dan Sepatu Indonesia (KOPSI) dengan jumlah anggota 120 Pengusaha/Perajin.
Sejalan dengan perkembangannya, pada tahun 1989 para pengusaha/perajin yang pada umumnya belum memiliki pesawat telepon, mulai merasakan kebutuhan komunikasi dagang, sehingga tercipta kerjasama antar departemen, instansi, dan koperasi terkait dengan berdirinya Warung Telekomunikasi (Wartel) bertempat di UPT Barang Kulit Cibaduyut dan konon sebagai Wartel Pertama yang didirikan di Indonesia yang diresmikan oleh Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Bapak Susilo Sudarman.
Sementara itu,
para industri alas kaki Cibaduyut semakin berkembang dan
meningkat, terutama dalam hal pemasaran untuk memenuhi pesanan dalam dan luar kota bahkan antar provinsi di Indonesia. Walaupun demikian, timbul kesulitan dalam hal pengiriman barang untuk memenuhi pesanan konsumen. Kesulitan tersebut antara lain mengenai tempat jasa pengiriman yang jauh dan belum adanya alat transportasi yang memadai untuk menuju tempat tersebut. Berdasarkan permasalahan itu, Kanwil Departemen Perindustrian Provinsi Jawa Barat pada tahun 1990 mengadakan kerjasama pembinaan dengan PT. POS INDONESIA.
80 Ratih Purbasari_29006012
Tujuannya adalah peningkatan mutu pelayanan dan mutu pengiriman (delivery) untuk memenuhi pendistribusian produk sepatu dari sentra Sepatu Cibaduyut ke seluruh wilayah di Indonesia. Pada dekade tahun 90 an wilayah kerja perajin semakin meluas sampai ke desa Sukamenak dan desa Cangkuang di Kabupaten Bandung. Pada tahun 1996 Dep. Perindustrian merger dengan Dep Perdagangan, sehingga berubah menjadi Dep.Perindustrian dan Perdagangan dan di Jawa Barat menjadi Kanwil Departemen Perindustrian dan Perdagangan
Provinsi
Jawa
Barat.
IV.1.1. Unit Pelayanan Teknis (UPT) Pada era reformasi terbentuk otonomi daerah pada tahun 2001, maka Kanwil Departemen Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat beserta asetnya diserahkan kepada kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat termasuk di dalamnya Unit Pelayanan Teknis (UPT) Barang-Barang Kulit Cibaduyut (Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2002 tentang perubahan atas Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat). Peraturan Daerah Tahun 2002 Nomor 9 Seri D, berubah menjadi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat dan berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 33 tahun 2003 tentang Pembentukan Instalasi Unit Pelaksana Teknis Dinas pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat, maka Unit Pelayanan Teknis (UPT) Barangbarang Kulit Cibaduyut berubah namanya menjadi Instalasi Pengembangan Industri Kecil Menengah Persepatuan. Kewenangan dan tanggung jawabnya diserahkan kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat, pelaksanaannya melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat.
Pelayanan yang disediakan instalasi ini untuk membantu para pelaku usaha alas kaki antara lain adalah: ¾
Pelayanan Teknis Mesin.
¾
Pelayanan Publik (Public Service).
¾
Pelayanan Informasi & Promosi.
¾
Kerjasama Warpostel.
81 Ratih Purbasari_29006012
¾
Kerjasama Klinik Kesehatan Kerja.
¾
Kerjasama Forum Komunikasi Pengusaha Persepatuan
¾
Kerjasama Paguyuban Alas Kaki Unggulan
¾
Kerjasama R & D
Dampak adanya perkembangan sentra industri kecil menengah persepatuan Cibaduyut telah menumbuhkan industri pendukung lainnya seperti tumbuhnya show room/outlet sepatu, pusat perdagangan sepatu, toko/penjual bahan baku/bahan pembantu dan counter atau penjual produk-produk lainnya. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di berikut ini: Tabel IV.1 Perkembangan Pertumbuhan Industri Pendukung No Uraian 1. Show Room/Outlet/Toko 2. Pusat Perdagangan 3. Toko Bahan Baku dan Penolong 4. Shoelast/Acuan kasar 5. Industri Alat/Spare part 6. Industri Kemasan/Packaging 7. Industri Sol Karet Sumber : UPT Cibaduyut, 2006
Jumlah 158 Unit 4 Unit 39 Unit 14 Unit 3 Unit 15 Unit 5 Unit
Potensi Sentra IKM Alas Kaki/Sepatu di Cibaduyut dalam 5 tahun terakhir memberi gambaran sebagai berikut: Tabel IV.2 Potensi Sentra IKM Alas Kaki/Sepatu di Cibaduyut No
POTENSI
2001 2002 Unit Usaha 859 859 Tenaga 2. 6.045 6.045 Kerja (Org) Investasi 3. 7.902.000 7.727.200 (Rp.1.000) Produksi 4. 8.827.150 8.530.000 (Psg/Thn) Sumber : UPT Cibaduyut, 2006 1.
TAHUN 2003 2004 861 848
2005 845
2006 828
2.850
3.556
3.498
7.162.657 18.170.475
23.720.67 5
14.567.16 8
2.984.460 3.049.344
4.046.700
3.310.800
3.468
82 Ratih Purbasari_29006012
Namun dalam perkembangannya hingga saat ini, industri alas kaki di Cibaduyut, sejak terjadinya krisis moneter tahun 1997 mengalami berbagai permasalahan yang menyebabkan industri ini sulit untuk berkembang. Berbagai permasalahan tersebut selanjutnya akan dijelaskan lebih dalam pada bagian hasil kuesioner.
IV.1.2. Aprisindo Aprisindo merupakan salah satu asosiasi industri alas kaki atau sepatu di Indonesia. Aprisindo berdiri pada tanggal 7 Juli 1988, dalam rapat yang dilaksanakan oleh 23 perusahaan yang bergerak di bidang industri sepatu dari Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Medan menyepakati untuk membentuk suatu wadah organisasi bersama atau Asosiasi yang diberi nama : Asosiasi Persepatuan Indonesia atau disingkat Aprisindo dan pada tanggal 16 April 1997, sesuai keputusan tentang penyempurnaan AD/ART, organisasi ini diberi nama Asosiasi Persepatuan Indonesia atau disingkat Aprisindo, dengan terjemahannya dalam bahasa Inggris: Indonesian Footwear Assosiation. Maksud didirikannya Aprisindo adalah untuk meningkatan industri sepatu dan kerja sama antara Asosiasi dan anggota-anggotanya dalam peningkatan target atau sasaran ekspor sepatu Indonesia dengan membentuk 3 (tiga) kerangka operasional yaitu bidang teknologi dan sumber daya manusia, hukum dan legal serta marketing dan pengembangan usaha (Aprisindo, -).
Menurut Loekito (2008) selaku ketua Aprisindo Jabar dalam wawancara langsung, Asosiasi Persepatuan Indonesia atau Aprisindo ini telah lama berdiri, namun untuk wilayah Jawa Barat Aprisindo baru terlaksana pada bulan Maret tahun 2007. Sebelumnya, para pelaku IKM alas kaki telah membentuk sebuah asosiasi namun hanya sebatas formatur tanpa adanya kepengurusan dan kegiatan hingga akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk Aprisindo Jawa Barat. Salah satu tujuan dibentuknya Aprisindo Jawa Barat
adalah untuk menjadi
pendorong semangat bangkitnya industri alas kaki terutama di Cibaduyut. Selain itu, Aprisindo Jawa Barat juga bertujuan menyatukan para pelaku IKM alas kaki untuk secara bersama-sama memperbaiki industri alas kaki Cibaduyut karena pada kenyataannya industri ini memiliki potensi yang sangat besar.
83 Ratih Purbasari_29006012
Saat ini industri alas kaki di Cibaduyut sedang dalam kondisi terpuruk yang disebabkan oleh berbagai macam permasalahan. Beberapa diantara permasalahan tersebut adalah masalah pihak pengelola dan pengrajin alas kaki dengan latar belakang pendidikan yang kurang memadai sehingga memiliki pola pikir dan wawasan yang sempit, tidak memiliki strategi berwirausaha, serta merasa paling hebat dengan keahlian yang dimilikinya sehingga muncul istilah SMS (Senang kalau melihat orang susah). Karakter pengelola dan pengrajin tersebut sering terjadi tidak hanya untuk industri alas kaki di Cibaduyut tetapi juga pada pabrikpabrik sepatu kelas menengah di kota Bandung. Selain masalah pengelola dan pengrajin, persaingan usaha juga turut menjadi kendala pada industri alas kaki di Cibaduyut, baik persaingan dari segi harga yang tidak diikuti dengan peningkatan kualitas maupun desain yang ditandai dengan terjadinya penjiplakan desain atau plagiat sebagaimana yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya.
Masalah lain yang turut diungkapkan Loekito (2008) adalah sulitnya mendapatkan informasi yang dibutuhkan oleh para pelaku industri alas kaki dalam rangka memajukan industrinya sehingga banyak diantara pabrik-pabrik kelas menengah yang memiliki kapasitas di bawah 500 pasang alas kaki perhari gagal mempertahankan usahanya. Berbagai permasalahan tersebut yang akhirnya memotivasi para pelaku industri alas kaki untuk membentuk Aprisindo dengan harapan dapat membenahi kondisi industri alas kaki karena pada kenyataannya persaingan usaha yang terjadi pada industri tersebut tidak hanya terjadi diantara sesama pelaku industri alas kaki tetapi telah terjadi secara global dengan sangat luar biasa, sehingga para pelaku industri alas kaki secara bersama-bersama harus memperbaiki konsep-konsep dasar mengenai kewirausahaan agar mampu bertahan dalam persaingan global tersebut.
84 Ratih Purbasari_29006012
IV.2. Hasil Kuesioner Survey dengan menggunakan kuesioner diajukan kepada 30 pelaku usaha industri alas kaki di Cibaduyut dan dilakukan untuk mengetahui lebih jelas mengenai permasalahan yang terjadi di lapangan, pelayanan yang dibutuhkan serta untuk mengukur jiwa kewirausahaan dan proses pengembangan produk yang diterapkan oleh para pelaku usaha alas kaki di Cibaduyut tersebut. Data yang diperoleh dari hasil
pengolahan
kuesioner
selanjutnya
akan
dijadikan
dasar
untuk
mengembangkan model awal Pusat Inovasi didukung oleh hasil literatur yang telah dilakukan sebelumnya.
Dari pengolahan kuesioner, diperoleh hasil sebagai berikut: IV.2.1. Identifikasi Masalah Variabel identifikasi masalah terdiri atas 10 item pernyataan, yaitu: Tabel IV.3 Pernyataan Variabel Identifikasi Masalah
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pernyataan A. Identifikasi masalah Pelaku usaha mengalami permasalahan dalam memperoleh bahan baku kulit untuk memproduksi alas kaki Pelaku usaha mengalami permasalahan dalam memperoleh bahan baku imitasi untuk memproduksi alas kaki Pelaku usaha mengalami permasalahan dalam memperoleh bahan baku asesoris untuk memproduksi alas kaki Sulit mendapatkan tenaga kerja (SDM) terampil memproduksi alas kaki Persaingan usaha alas kaki di Cibaduyut sangat ketat Sering terjadi peniruan desain alas kaki antara pelaku usaha di Cibaduyut Sering terjadi peniruan merk alas kaki luar negeri antara pelaku usaha di Cibaduyut Perhatian Pemerintah terhadap kemajuan pengusaha alas kaki di Cibaduyut masih kurang Daerah Cibaduyut merupakan daerah yang tidak nyaman sebagai tempat wisata belanja Sarana lalu lintas menuju daerah Cibaduyut kurang lancar atau sering macet
Selain kesepuluh pernyataan tersebut, para responden turut ditanyakan mengenai permasalahan lain yang dialami responden yang tidak tercantum pada daftar pernyataan di atas, sehingga permasalahan yang sebenarnya terjadi di lapangan dapat diketahui dengan lebih jelas.
85 Ratih Purbasari_29006012
Berdasarkan hasil pengolahan kuesioner (lihat Lampiran A halaman 187) diperoleh data yang dapat dilihat pada tabel sebagai berikut: Tabel IV.4 Identifikasi Masalah A. Identifikasi masalah Pernyataan
No. Ite m 1
2
3 4 5 6 7 8 9 10
Pelaku usaha mengalami permasalahan dalam memperoleh bahan baku kulit untuk memproduksi alas kaki Pelaku usaha mengalami permasalahan dalam memperoleh bahan baku imitasi untuk memproduksi alas kaki Pelaku usaha mengalami permasalahan dalam memperoleh bahan baku asesoris untuk memproduksi alas kaki Sulit mendapatkan tenaga kerja (SDM) terampil Persaingan usaha alas kaki di Cibaduyut sangat ketat Sering terjadi peniruan desain alas kaki antara pelaku usaha di Cibaduyut Sering terjadi peniruan merk alas kaki luar negeri antara pelaku usaha di Cibaduyut Perhatian Pemerintah terhadap kemajuan pengusaha alas kaki di Cibaduyut masih kurang Daerah Cibaduyut merupakan daerah yang tidak nyaman sebagai tempat wisata belanja Sarana lalu lintas menuju daerah Cibaduyut kurang lancar atau sering macet
Ya
Tidak
0,83
0,17
0,5
0,5
0,47
0,53
0,63 0,9
0,37 0,1
0,87
0,13
0,37
0,63
0,93
0,07
0,33
0,67
0,93
0,07
Untuk permasalahan lain yang diungkapkan para responden adalah sebagai berikut: 1.
Belum ada tempat penyimpanan sampah sementara
2.
Permasalahan dalam mengatur sistem pembayaran dengan pihak pemesan
3.
Kurangnya rasa kebersamaan antara sesama pelaku usaha
4.
Mesin-mesin yang tersedia tidak modern
5.
Banjir dan kurangnya keamanan
Dari data tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa permasalahan utama yang dihadapi oleh para pelaku usaha industri alas kaki di Cibaduyut berdasarkan skala prioritas antara lain adalah:
86 Ratih Purbasari_29006012
1.
Sarana lalu lintas menuju daerah Cibaduyut kurang lancar atau sering macet
2.
Perhatian Pemerintah terhadap kemajuan pengusaha alas kaki di Cibaduyut masih kurang
3.
Persaingan usaha alas kaki di Cibaduyut sangat ketat
4.
Sering terjadi peniruan desain alas kaki antara pelaku usaha di Cibaduyut
5.
Permasalahan dalam memperoleh bahan baku kulit dan imitasi untuk memproduksi alas kaki
6.
Sulit mendapatkan tenaga kerja (SDM) terampil
Ke enam permasalahan utama di atas akan menjadi fokus utama dari penelitian ini, sedangkan permasalahan lainnya dapat menjadi bahan penelitian lebih lanjut.
IV.2.2. Pelayanan yang Dibutuhkan Variabel pelayanan yang dibutuhkan terdiri atas11 item pernyataan, yaitu: Table IV.5 Penyataan Pelayanan yang Dibutuhkan No 1
2
3
Pernyataan B.Pelayanan yang dibutuhkan pelaku usaha alas kaki dari Pusat Inovasi Pelaku usaha membutuhkan Pelatihan/Training/Mentoring mengenai kewirausahaan Pelaku usaha membutuhkan konsultasi usaha berupa: a. Perencanaan bisnis (Business planning ) b. Pembinaan manajemen perusahaan (Management development) c. Perencanaan Keuangan (Finance) d. Manajemen proyek (Project management) e. Akuntansi (Accounting) / Pembukuan f. Pemasaran dan inovasi (Marketing and innovation) g. Pengembangan Produk (New product development) h. Pembinaan keahlian dan kemampuan bisnis i. Konsultasi Pajak Pelaku usaha membutuhkan Penyediaan jaringan usaha/ Network Access (terutama ke Pemerintah)
87 Ratih Purbasari_29006012
Selain beberapa pernyataan tersebut, para responden turut ditanyakan mengenai kebutuhan lain yang tidak tercantum pada daftar pernyataan di atas, sehingga kebutuhan yang sebenarnya dibutuhkan oleh para pelaku usaha dapat diketahui dengan lebih jelas.
Berdasarkan hasil pengolahan kuesioner (lihat Lampiran A halaman 188) diperoleh data sebagai berikut: Tabel IV.6 Pelayanan yang Dibutuhkan B. Pelayanan yan dibutuhkan Pernyataan
No. Item 1 2
3
Pelaku usaha membutuhkan Pelatihan/Training/Mentoring mengenai kewirausahaan Pelaku usaha membutuhkan konsultasi usaha berupa: a. Perencanaan bisnis ( Business Planning ) b. Pembinaan manajemen perusahaan (Management Development) c. Perencanaan Keuangan (Finance) d. Manajemen proyek (Project management) e. Akuntansi (Accounting) / Pembukuan f. Pemasaran dan Inovasi (Marketing and Innovation) g. Pengembangan Produk (New Product Development) h. Pembinaan keahlian dan kemampuan bisnis i. Konsultasi Pajak Pelaku usaha membutuhkan Penyediaan jaringan usaha/ Network Access (terutama ke Pemerintah)
Ya
Tidak
0,87
0,13
0,87
0,13
0,83
0,17
0,93 0,87 0,9
0,07 0,13 0,1
0,9
0,1
0.97
0,03
0,9 0,93
0,1 0,07
1
0
Untuk kebutuhan lain yang dibutuhkan oleh para pelaku usaha di luar pernyataan kuesioner adalah sebagai berikut: 1.
Promosi
2.
Bantuan pinjaman modal dari pemerintah
3.
Pelatihan untuk operator
88 Ratih Purbasari_29006012
Berdasarkan data tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa semua pernyataan yang terdapat pada kuesioner dibutuhkan oleh para pelaku industri alas kaki di Cibaduyut, namun ditemukan beberapa kebutuhan lain sebagai mana yang telah disebutkan sebelumnya.
Dengan demikian, kebutuhan utama industri alas kaki di Cibaduyut yang harus dipenuhi berdasarkan skala prioritas antara lain adalah: 1.
Pelaku usaha membutuhkan Penyediaan jaringan usaha/ Network Access (terutama ke Pemerintah)
2.
Pelatihan/Training/Mentoring mengenai kewirausahaan
3.
Membutuhkan konsultasi usaha berupa:
a.
Pengembangan Produk (New product development)
b.
Perencanaan Keuangan (Finance)
c.
Konsultasi Pajak
d.
Pembinaan Keahlian dan Kemampuan Bisnis
e.
Akuntansi (Accounting) / Pembukuan
f.
Pemasaran dan Inovasi (Marketing and innovation)
g.
Perencanaan Bisnis (Business planning )
h.
Manajemen Proyek (Project management)
i.
Pembinaan Manajemen Perusahaan (Management development)
Kebutuhan-kebutuhan utama tersebut akan menjadi fokus utama dari penelitian ini, sedangkan kebutuhan lainnya dapat menjadi bahan penelitian lebih lanjut.
IV.2.3. Karakteristik Kewirausahaan Untuk mengukur jiwa kewirausahaan para pelaku usaha industri alas kaki di Cibaduyut, penelitian ini menggunakan pendapat dari Zimmerer dan Scarborough (2005) yang digabung dengan pendapat dari Frey dan Korman (2004).
89 Ratih Purbasari_29006012
Sebagai mana yang telah dijelaskan pada Bab II, menurut Zimmerer dan Scarborough (2005) karakteristik kewirausahaan terdiri atas beberapa karakter yaitu bertanggung jawab, berani mengambil resiko, percaya diri, segera mengevaluasi diri, semangat, orientasi masa depan, keterampilan pada pengaturan, nilai prestasi atas uang, komitmen tinggi, toleransi pada ketidakpastian dan fleksibilitas. Sedangkan menurut Frey dan Korman (2004), karakteristik seorang wirausaha adalah ketabahan dan kemauan untuk terus maju, kemampuan melihat kesempatan, bersedia menghadapi penderitaan, hubungan dan penuh pertimbangan.
Variabel karakteristik kewirausahaan terdiri atas 40 item pernyataan dihitung secara total (Hasil pengolahan data dapat dilihat pada Lampiran A halaman 189). Dari
hasil pengolahan kuesioner diperoleh data secara keseluruhan sebagai
berikut: Tabel IV. 7 Kategori Variabel Karakteristik Kewirausahaan Skor maksimal Skor minimal Selisih Panjang interval Interval Skor Total 3910
6000 1200 4800 960 Skor 1200 - 2160 Skor 2161- 3120 Skor 3121 - 4080 Skor 4081- 5040 Skor 5041 - 6000
(Sangat tidak baik) ( Tidak baik) ( Cukup) ( Baik) (Sangat baik)
Berdasarkan data tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa karakteristik kewirausahaan pelaku usaha industri alas kaki di Cibaduyut tergolong dalam dalam kategori cukup.
90 Ratih Purbasari_29006012
Hal ini dapat ditunjukkan dari perhitungan skor total 3910 yang berdasarkan interval tergolong ke dalam kategori cukup. Para pelaku usaha industri alas kaki di Cibaduyut dinilai telah cukup memiliki beberapa karakteristik kewirausahaan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya yaitu bertanggung jawab, berani mengambil resiko, percaya diri, segera mengevaluasi diri, semangat, orientasi masa depan, keterampilan pada pengaturan, nilai prestasi atas uang, komitmen tinggi, toleransi pada ketidakpastian dan fleksibilitas (Zimmerer dan Scarborough, 2005) dan ketabahan dan kemauan untuk terus maju, kemampuan melihat kesempatan,
bersedia
menghadapi
penderitaan,
hubungan
dan
penuh
pertimbangan (Frey dan Korman, 2004). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa para pelaku usaha industri alas kaki di Cibaduyut telah memiliki jiwa kewirausahaan dalam kategori cukup baik dalam mengelola usahanya.
Berdasarkan pendapat Loekito (2008) selaku ketua Aprisindo Jabar dalam wawancara langsung, saat ini industri alas kaki di Cibaduyut sedang menghadapi berbagai macam permasalahan. Beberapa diantara permasalahan tersebut adalah masalah pihak pengelola dan pengrajin alas kaki dengan latar belakang pendidikan yang kurang memadai sehingga memiliki pola pikir dan wawasan yang sempit, tidak memiliki strategi berwirausaha, serta merasa paling hebat dengan keahlian yang dimilikinya sehingga muncul istilah SMS (Senang kalau melihat orang susah).
Hal ini tentunya bertentangan dengan hasil kuesioner yang menyatakan bahwa para pelaku usaha industri alas kaki di Cibaduyut telah cukup memiliki karakteristik kewirausahaan, sehingga peneliti menganggap bahwa kategori cukup untuk variabel karakteristik kewirausahaan tersebut berlaku dalam level cukup ke bawah. Dengan demikian, masih diperlukan usaha untuk meningkatkan jiwa kewirausahaan para pelaku usaha industri di Cibaduyut ke level yang lebih tinggi.
91 Ratih Purbasari_29006012
IV.2.4. Proses Pengembangan Produk Berdasarkan hasil literatur, menurut Wikipedia (2006) ada beberapa tahap umum dalam proses pengembangan produk yaitu Idea Generation,
Idea Screening,
Concept Development and Testing , Business Analysis, Beta Testing and Market Testing, dan Technical Implementation. Penelitian ini menggunakan dasar teori tersebut untuk mengukur proses pengembagan produk yang telah dilakukan oleh para pelaku usaha industri alas kaki di Cibaduyut.
Variabel proses pengembangan produk terdiri atas 25 item pernyataan yang menyangkut variabel proses pengembangan produk yang dihitung secara total (Hasil pengolahan data dapat dilihat pada Lampiran A halaman 191). Hasil pengolahan kuesioner diperoleh data sebagai berikut : Tabel IV.8 Kategori Variabel Proses Pengembangan Produk Skor maksimal Skor minimal Selisih Panjang interval Interval Skor Total 2816
3750 750 3000 600 Skor 720 - 11710 Skor 1711- 2670 Skor 2671 - 3630 Skor 3631- 4590 Skor 4590 - 5550
(Sangat tidak baik) ( Tidak baik) ( Cukup) ( Baik) (Sangat baik)
Berdasarkan data tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa proses pengembangan produk yang dilakukan oleh para pelaku usaha industri alas kaki di Cibaduyut termasuk ke dalam kategori cukup baik.
Hal ini dapat ditunjukkan dari perhitungan skor total 2816 yang berdasarkan interval tergolong cukup baik. Para pelaku usaha industri alas kaki di Cibaduyut dinilai telah cukup baik dalam melakukan tahapan kegiatan pengembangan produknya yang terdiri atas Idea Generation, Idea Screening, Concept Development and Testing, Business Analysis, Beta Testing and Market Testing, dan Technical Implementation (Wikipedia, 2006).
92 Ratih Purbasari_29006012
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa para pelaku usaha industri alas kaki di Cibaduyut telah cukup baik dalam melakukan proses pengembangan produknya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Wawan (2006), pola perkembangan gaya desain industri alas kaki di Cibaduyut antara tahun 1990 sampai dengan tahun 2004, selalu mengikuti ("meniru") perkembangan gaya desain yang sedang tren baik lokal maupun internasional. Namun dalam proses tersebut tidak diikuti oleh kualitas produk yang memadai sehingga produk Cibaduyut dianggap produk murahan dengan kualitas rendah. Dengan image market seperti itu, bagi konsumen yang memiliki gengsi dan menganggap benda sebagai gaya hidup, Cibaduyut tidak menjadi pilihan untuk belanja alas kaki. Pendapat tersebut bertentang dengan hasil kuesioner, sehingga seperti halnya variabel karakteristik kewirausahaan, peneliti menganggap bahwa kategori cukup untuk variabel proses pengembangan produk tersebut berlaku dalam level cukup ke bawah. Dengan demikian, proses pengembangan produk yang dilakukan pelaku usaha industri alas kaki di Cibaduyut masih harus diperbaiki dan ditingkatkan ke level yang lebih tinggi.
IV.3. Model dan Kerangka Kerja Pusat Inovasi Model pusat inovasi dikembangkan berdasarkan adaptasi dan dimodifikasi dari praktek pusat inovasi di dunia yaitu The Canadian Innovation Centre dan The Barnsley Business and Innovation Centre. Berikut merupakan model awal pusat inovasi beserta elemen-elemennya:
Gambar IV.1 Model Awal Pusat Inovasi Modificated from : CIC (2006) and BBIC (2003). 93 Ratih Purbasari_29006012
Berdasarkan gambar di atas, pusat inovasi terdiri dari beberapa elemen yaitu visi dan misi, program kegiatan, tim manajemen, bentuk usaha, fasilitas, pelayanan dan sponsorship. Elemen-elemen tersebut selanjutnya akan dijadikan acuan pertanyaan untuk membentuk model pusat inovasi yang sesuai dengan kondisi industri alas kaki di Cibaduyut berdasarkan pendapat informan sekaligus memverifikasi model tersebut.
Kerangka kerja pusat inovasi dikembangkan berdasarkan Caputo, A.C., et all, (2002) yang disesuaikan dengan hasil kuesioner. Kerangka kerja tersebut terdiri dari elemen-elemen penting dari sebuah pusat inovasi yang selanjutnya akan dijadikan acuan penyusunan pertanyaan sekaligus diverifikasi melalui in-depth interview dengan para informan expert. Informasi yang diperoleh dari para informan tersebut akan digunakan untuk memferivikasi kerangka kerangka kerja dan model pusat inovasi yang telah dikembangkan sebelumnya sehingga pada akhirnya akan diperoleh model akhir pusat inovasi yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan kondisi industri alas kaki di Cibaduyut.
Berdasarkan pembahasan tersebut di atas, kerangka kerja pusat inovasi yang dapat dikembangkan adalah sebagai berikut:
Gambar IV.2 Kerangka Kerja Pusat Inovasi Adopted from : Caputo, A.C., et al. (2002).
94 Ratih Purbasari_29006012
Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa pusat inovasi dalam usahanya memajukan IKM akan dihubungkan oleh innovation promotor yang terdiri dari pemerintah, pihak akademis dan organisasi independent. Innovation promotor merupakan pihak-pihak yang akan menggerakkan pusat inovasi dalam mencapai tujuannya.
Untuk skema industri alas kaki di Cibaduyut berdasarkan hasil kuesioner dapat dilihat sebagai berikut :
Gambar IV.3 Skema Industri Alas Kaki di Cibaduyut
Permasalahan utama industri alas kaki di Cibaduyut, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, berdasarkan hasil kuesioner terdiri atas sarana lalu lintas menuju daerah Cibaduyut kurang lancar atau sering macet, perhatian pemerintah terhadap kemajuan pengusaha alas kaki di Cibaduyut masih kurang, persaingan usaha alas kaki sangat ketat, sering terjadi peniruan desain alas kaki antara pelaku usaha di Cibaduyut, permasalahan dalam memperoleh bahan baku kulit dan imitasi untuk memproduksi alas kaki serta SDM yang terbatas dan kurang terampil.
95 Ratih Purbasari_29006012
Untuk kebutuhan utama para pelaku usaha industri alas kaki di Cibaduyut berdasarkan hasil kuesioner terdiri atas penyediaan jaringan usaha/network access (terutama ke Pemerintah), pelatihan/training/mentoring mengenai kewirausahaan, dan konsultasi usaha (meliputi pengembangan produk (new product development), perencanaan keuangan (finance), konsultasi pajak, pembinaan keahlian dan kemampuan bisnis, akuntansi (accounting)/pembukuan, pemasaran dan inovasi (marketing and innovation), perencanaan bisnis (business planning), manajemen proyek (project management), pembinaan manajemen perusahaan (management development)).
IV.4. Model Pusat Inovasi Cibaduyut Hasil Verifikasi Berdasarkan coding result dari hasil wawancara, diperoleh model kategorial yang telah disebutkan pada Bab III.
Dari model kategorial tersebut dapat dilihat bahwa pengembangan model pusat inovasi untuk industri alas kaki di Cibaduyut terdiri atas beberapa kategori yaitu pengembangan Pusat Inovasi Cibaduyut, perkembangan industri alas kaki di Cibaduyut, pengembangan model pusat inovasi, model pusat inovasi untuk industri alas kaki di Cibaduyut, peran innovation promotor, kaitan pusat inovasi dengan UPT dan cluster, permasalahan industri alas kaki di Cibaduyut dan solusinya, visi dan misi Pusat Inovasi Cibaduyut, bentuk usaha Pusat Inovasi Cibaduyut, tujuan Pusat Inovasi Cibaduyut, klien Pusat Inovasi Cibaduyut, program kerja Pusat Inovasi Cibaduyut, tim manajemen Pusat Inovasi Cibaduyut, fasilitas dan layanan Pusat Inovasi Cibaduyut, sponsor Pusat Inovasi Cibaduyut, dan rencana strategi Pusat Inovasi Cibaduyut.
Kategori-kategori tersebut dipilih karena memiliki informasi dan data penting yang berkaitan dengan topik penelitian, sehingga kategori-kategori tersebut dapat membangun konsep mengenai topik penelitian ini. Penentuan kategori-kategori di atas didasarkan pada kesamaan tema/pola dari informasi yang diperoleh dari para informan. Penjabaran kategori-kategori tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
96 Ratih Purbasari_29006012
IV.4.1. Pengembangan Pusat Inovasi Cibaduyut Berdasarkan pendapat informan C2, pengembangan pusat inovasi untuk memajukan industri alas kaki di Cibaduyut sangat bagus dan perlu untuk dilakukan. Hal ini disebabkan karena pada keadaan sekarang, para pelaku industri alas kaki di Cibaduyut sering melakukan penjiplakan desain, sehingga pusat inovasi dibutuhkan oleh para pelaku tersebut agar dapat berkreasi sendiri.
Menurut pendapat informan B1, untuk membangun sebuah pusat inovasi terutama di Cibaduyut diperlukan sebuah proses karena pada kenyataannya industri alas kaki merupakan industri yang sangat kompleks, begitu pula dengan permasalahan yang dihadapinya. Selain itu, dalam membangun sebuah pusat inovasi, faktor budaya yang mengarah pada suatu sikap tidak memiliki semangat perubahan turut menjadi kendala.
Pengembangan pusat inovasi, dari sisi kepemilikan atau ownership harus turut diperhitungkan, karena apabila dari sisi ownership sudah lemah, menurut pendapat B1, pusat inovasi tersebut akan sulit untuk dikembangkan yang selanjutnya akan menjadi masalah pada tahap substainsbility dan menjadi terbatas, sehingga masalah kepemilikan harus ditentukan terlebih dahulu. Hal ini penting dilakukan agar pihak yang mengelola pusat inovasi tersebut akan memiliki rasa tanggung jawab atas masalah kelangsungan dari pusat inovasi tersebut. Apabila pihak pengelola pusat inovasi tidak memiliki rasa tanggung jawab tersebut, pusat inovasi akan sulit dikembangkan.
Menurut pendapat B1, jika pusat inovasi menjadi lembaga yang dimiliki pemerintah, akan terbentur pada masalah program-program kegiatan, dimana dalam hal ini program-program kegiatan pemerintah dinilai tidak fokus dan kurang compatibel dengan demand dari para pelaku industri alas kaki di Cibaduyut itu sendiri.
97 Ratih Purbasari_29006012
Jika pusat inovasi menjadi lembaga swasta seperti asosiasi atau lembaga independent, akan memberatkan IKM karena apabila pusat inovasi dikelola oleh pihak swasta, cenderung akan berfungsi sebagai business center yang berorientasi pada keuntungan, sehingga tujuan untuk memajukan industri ini tidak akan tercapai. Dengan demikian, dibutuhkan kerjasama antara pihak pemerintah atau UPT dan pihak swasta dalam hal kepemilikan dan pengelolaan pusat inovasi tersebut. Informan D1 mengungkapkan bahwa status kepemilikan pusat inovasi dapat ditentukan melalui MOU (Memorandum Of Understanding) antara pihak pemerintah atau UPT dan pihak swasta sekaligus menentukan peran dan status masing-masing pihak tersebut. Pusat inovasi dapat berbentuk sebagai salah satu lembaga pemerintah yang dikelola oleh pihak swasta (organisasi independent), yang lebih mengetahui dan berpengalaman dalam mengelola sebuah institusi seperti pusat inovasi, sehingga pihak swasta memiliki status sebagai mitra pemerintah dimana dalam pengelolaan pusat inovasi ini melibatkan beberapa pihak lain yang memiliki kepentingan dan latar belakang kemampuan yang diperlukan antara lain seperti para pelaku IKM alas kaki Cibaduyut dan pihak akademik. Peran masing-masing pihak akan dijelaskan lebih lanjut pada sub bab berikutnya.
Penjelasan di atas didukung oleh pernyataan informan sebagai berikut: // ... Kalau saya sih..memang segalanya perlu proses yah, permasalahan di Cibaduyut juga itu sangat kompleks...fakta industrinya juga kompleks..gitu yah...dan kadang-kadang kita kebentur juga sama apa yah, culture mereka gitu...karena mereka memang tidak punya suatu spirit perubahan... references B1//
Untuk kategori Pengembangan Pusat Inovasi Cibaduyut, ada beberapa informan yang tidak memberikan jawaban diantaranya informan A1, A2, C1, dan D2.
Hal ini cenderung disebabkan karena kategori ini bukan merupakan pertanyaan tetapi merupakan informasi lain yang memiliki keterkaitan yang penting dengan topik penelitian ini, sehingga peneliti merasa perlu untuk dijabarkan sebagai latar belakang pengembangan model Pusat Inovasi Cibaduyut. (Keterangan transkrip para informan dapat dilihat pada Lampiran B halaman 192).
98 Ratih Purbasari_29006012
IV. 4.2. Perkembangan Industri Alas Kaki di Cibaduyut Cibaduyut sebagai sentra industri alas kaki di kota Bandung memiliki sebuah unit pelayanan teknik atau UPT yang memiliki beberapa fungsi yang telah dijelaskan pada bagian profil industri alas kaki di Cibaduyut. Berdasarkan pendapat informan A1, sebelum otonomi daerah, UPT dikelola oleh orang-orang yang memiliki keahlian di atas rata-rata pelaku IKM alas kaki Cibaduyut. Hal ini dikarenakan, pengelola tersebut disekolahkan oleh pemerintah ke Itali sehingga memiliki kreativitas tinggi dan turut dilengkapi dengan peralatan yang maju.
Namun, seiring dengan perkembangan setelah otonomi daerah, UPT kemudian tidak dikelola dengan baik. Beberapa diantaranya disebabkan karena para pegawai yang sebelumnya mengelola UPT dipindahkan baik ke kota Bandung atau kabupaten Bandung maupun ke propinsi. Selain itu, para pengelola yang memiliki keahlian turut menghilang. Dengan keadaan tersebut, UPT menjadi tidak berfungsi selama beberapa tahun. Pada tahun 2006, pemerintah kota Bandung menggalakkan rencana program revitalisasi untuk kawasan industri alas kaki di Cibaduyut yang kegiatannya antara lain melengkapi kembali permesinan di UPT Cibaduyut, memperbaiki bangunan UPT Cibaduyut, memilih kembali para pengelolanya, dan saat ini pemerintah sedang mengkaji kawasan Cibaduyut dari segi tatanannya.
Penjelasan dari infoman A1 tersebut didukung oleh pernyataan Wali Kota Bandung, Dada Rosada dalam Gurnita (2006) yang menjelaskan bahwa Pemerintah Kota Bandung telah membentuk tim untuk menyusun program revitalisasi kawasan Cihampelas, Cigondewah, Cibaduyut, Binongjati, dan Suci. Penataan lima kawasan yang diharapkan dapat menghasilkan produk lokal berkualitas internasional itu dimulai Januari 2007. Tim tersebut terdiri atas unsur pemerintah pusat, provinsi, kota, perguruan tinggi, perwakilan usaha, Kadin, lembaga keuangan perbankan dan nonperbankan, serta BUMN/BUMD.
99 Ratih Purbasari_29006012
Hal senada diungkapkan pula oleh Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat, Agus Gustiar dalam Surjana (2006) yang menjelaskan bahwa revitalisasi kawasan industri sepatu Cibaduyut diharapkan tidak hanya dapat menjadi kawasan belanja, tetapi juga mengarah pada konsep wisata industri. Salah satunya adalah dengan mewujudkan konsep rumah dan bisnis (RnB) di kawasan ini yang berarti bahwa rumah perajin tidak hanya berfungsi sebagai tempat untuk pameran hasil kerajinan sepatu, tetapi juga display cara pembuatan (bengkel) sepatu kulit. Program revitalisasi ini turut didukung oleh pernyataan salah satu anggota DPR dari fraksi PAN, Didik J.Rachbini (DPR-RI, 2007), yang menjelaskan bahwa diperlukan adanya revitalisasi Cibaduyut sebagai sentra produksi sepatu dengan membangun kelembagaan yang sifatnya forum solusi untuk
mengatasi
permasalahan
yang
ada,
yang meliputi permasalahan baik dari masalah kredit, marketing, bunga bank, masalah desain dan masalah lainnya.
Dengan demikian, konsep mengenai
revitalisasi Cibaduyut harus mendapat
dukungan penuh dari berbagai pihak dan infrastruktur, salah satunya melalui lembaga pusat inovasi sebagai forum solusi dengan segala fasilitas dan layanannya untuk memajukan industri alas kaki di Cibaduyut sehingga kawasan Cibaduyut mampu menjadi tujuan wisata utama kota Bandung dan masyarakat Bandung akan bangga dengan produk Cibaduyut. Penjelasan di atas berdasarkan pernyataan informan sebagai berikut: //...tahun 2006 baru kita galakkan kembali...revitalisasi sendiri permesinannya dilengkapi lagi…bangunannya direhab…orang-orangnya juga dipilih…dan sekarang lagi dikaji dari segi tatanannya...references A1// Pada kategori Perkembangan Industri Alas Kaki di Cibaduyut, hanya diperoleh dari informan A1 yang memiliki latar belakang sebagaimana yang tercantum pada transkrip A1 (dapat dilihat pada Lampiran B halaman 192). Hal ini disebabkan karena kategori ini ditentukan dari informasi tambahan dari informan A1 yang memiliki kaitan penting bagi pembentukan konsep pengembangan model pusat inovasi di Cibaduyut.
100 Ratih Purbasari_29006012
IV. 4.3. Pengembangan Model Pusat Inovasi Proses pengembangan model pusat inovasi erat kaitannya dengan keadaan serta permasalahan yang sedang dihadapi industri alas kaki di Cibaduyut saat ini. Hal ini selanjutnya akan menentukan layanan, fasilitas serta program yang akan disusun sehingga dapat memenuhi kebutuhan serta mengatasi permasalahan yang dihadapi para pelaku IKM alas kaki sebagaimana yang diungkapkan oleh informan B2.
Berdasarkan hasil kuesioner yang telah dijelaskan pada sub bab Hasil Kuesioner, terdapat enam permasalahan yang dihadapi para pelaku IKM
alas kaki di
Cibaduyut yaitu permasalahan dalam memperoleh bahan baku kulit dan imitasi untuk memproduksi alas kaki, sulit mendapatkan tenaga kerja (SDM) terampil, persaingan usaha alas kaki di Cibaduyut sangat ketat, sering terjadi peniruan desain alas kaki antara pelaku usaha di Cibaduyut, perhatian Pemerintah terhadap kemajuan pengusaha alas kaki di Cibaduyut masih kurang, dan sarana lalu lintas menuju daerah Cibaduyut kurang lancar atau sering macet.
Informan B2 mengungkapkan bahwa perlu menggambarkan suatu hubungan antara keadaan IKM alas kaki Cibaduyut saat ini beserta permasalahannya saat ini dengan keadaan IKM alas kaki Cibaduyut setelah memanfaatkan pusat inovasi melalui program kegiatan, fasilitas dan layanannya, sehingga akan diperoleh penggambaran yang jelas tentang manfaat pusat inovasi serta indikator keberhasilan yang diinginkan bagi para pelaku IKM alas kaki di Cibaduyut.
Berdasarkan pendapat informan A2, C1 dan C2 indikator keberhasilan pusat inovasi ditunjukkan dengan sarana lalu lintas yang lancar sehingga dalam hal ini keterlibatan pemerintah mutlak diperlukan antara lain dalam hal perbaikan infrastruktur yang dapat berupa pembukaan akses tol ke Cibaduyut, regulasi, promo serta perijinan. Dengan keterlibatan pemerintah tersebut, perhatian pemerintah pun turut dapat ditingkatkan.
101 Ratih Purbasari_29006012
Indikator keberhasilan lainnya yaitu para pelaku IKM alas kaki memiliki produk dengan branding yang lebih baik dan kualitas yang berdaya saing tinggi untuk menghadapi persaingan usaha yang ketat, para pelaku IKM alas kaki juga menjadi lebih kreatif dan mampu menciptakan model desain produk yang semakin beragam, akses pasar dari segi segmentation, targeting dan positioning yang tepat, pembentukan customer base yang kuat dan advertising yang gencar. Selain itu, indikator keberhasilan pusat inovasi ditunjukkan dengan adanya ketersediaan jaringan supplier bahan baku yang lebih luas bagi para pelaku IKM, sedangkan dari sisi sumber daya manusia (SDM), melalui pusat inovasi diharapkan tidak hanya meningkatkan jiwa kewirausahaan para pelaku IKM alas kaki menjadi lebih profesional, tetapi juga kemampuan dan keahlian dalam membuat produk alas kaki. Dari segi pendapatan pelaku usaha alas kaki, setelah memanfaatkan program kegiatan, fasilitas dan layanan pusat inovasi diharapkan terjadi peningkatan pendapatan yang tinggi sehingga kesejahteraannya pun meningkat.
Industri Alas Kaki (Footwear) Di Cibaduyut Tidak Berkembang / Menurun
Mengalami Beberapa Permasalahan utama, yaitu : 1. Sarana lalu lintas kurang lancar 2. Perhatian Pemerintah masih kurang 3. Persaingan ketat 4. Tingkat peniruan desain produk/merk tinggi 5. Bahan baku 6. SDM yang terbatas dan kurang terampil
Pusat Inovasi
Program Kegiatan
Fasilitas dan Pelayanan
Industri Alas Kaki (Footwear) Di Cibaduyut Berkembang / Meningkat
Mengalami kemajuan : 1. Keterlibatan pemerintah meningkat dengan perbaikan infrastruktur melalui perijinan, regulas, promo dan pembukaan akses jalan tol ke Cibaduyut. 2. Menghasilkan produk yang memiliki branding yang lebih baik, berkualitas dan daya saing tinggi 3. Kreativitas pengusaha dalam mendesain produk meningkatkan sehingga terus menghasilkan beragam desain baru 4. Memiliki link ke berbagai supplier bahan baku 5. IKM memiliki jiwa kewirausahaan yang lebih profesional dan terampil 6. Peningkatan pendapatan pelaku usaha alas
Gambar IV.4. Indikator Keberhasilan Pusat Inovasi Cibaduyut Penjelasan mengenai pendapat informan di atas berdasarkan pernyataan sebagai berikut: //...bikin model juga..keadaan industri ini sekarang lengkap dengan permasalahanya trus dikaitkan dengan pusat inovasi dengan segala apa ya..ya apa yang ada di pusat inovasi ini lah..programnya..fasilitasnya..layanannya.. trus diikuti gambar keadaan setelah industri ini nantinya..setelah memanfaatkan pusat inovasi ini... references B2//
102 Ratih Purbasari_29006012
Pada kategori Pengembangan Model Pusat Inovasi, informasi yang memiliki kesamaan tema diperoleh dari informan A2, B1, C1 dan C2. Hal ini dikarenakan penentuan kategori tersebut berdasarkan informasi tambahan diluar pertanyaan wawancara, namun memiliki keterkaitan yang sangat penting bagi pembentukan konsep pengembangan model pusat inovasi di Cibaduyut sehingga peneliti merasa perlu untuk menentukan kategori tersebut. . (Keterangan transkrip para informan A2, B1, C1 dan C2 dapat dilihat pada Lampiran B halaman 203, 208, 221 dan 231).
IV.4.4. Model Pusat Inovasi Untuk Industri Alas Kaki di Cibaduyut Pusat inovasi yang dikembangkan untuk industri alas kaki di Cibaduyut harus mencakup inovasi secara menyeluruh meliputi inovasi produk, marketing, promosi, desain dan teknologi sebagaimana yang diungkapkan oleh informan D1. Dengan demikian segala kebutuhan inovasi dapat terlayani oleh pusat inovasi tersebut.
Melalui pusat inovasi diharapkan industri alas kaki Cibaduyut dapat memperluas jaringan usahanya serta memperoleh pelatihan yang diantaranya untuk mendidik pegawai agar memiliki kemampuan yang sesuai standar sehingga dapat mencapai hasil yang juga sesuai standar. Hal ini disebabkan karena pada industri alas kaki khususnya di Cibaduyut, para pegawai cenderung terjebak dalam kebisaan lama dimana karena memiliki keahlian menjadi merasa lebih tahu sehingga bersikap sulit untuk di atur.
Dengan adanya pusat inovasi, melalui pelatihan diharapkan para pegawai menjadi lebih profesional dengan memenuhi syarat Skill, Knowledge and Attitude (SKA) karena dalam hal ini Skill, Knowledge and Attitude para pegawai IKM alas kaki di Cibaduyut masih bersifat warisan orang tua atau turun temurun sehingga perlu dikelola dengan lebih baik.
103 Ratih Purbasari_29006012
Menurut pendapat informan A1, model pusat inovasi untuk industri kreatif alas kaki di Cibaduyut harus sesuai dengan keadaan industri ini yang salah satunya yaitu pusat inovasi sebaiknya berlokasi di Cibaduyut dengan merevitalisasi dari fungsi-fungsi unit pelayanan teknis yang telah ada saat ini. Model pusat inovasi harus mengikuti kebutuhan para pelaku IKM alas kaki dengan cara yang berbeda sesuai dengan perkembangan permasalahan di lapangan.
Pada perkembangannya saat ini, Cibaduyut mengalami pergeseran fungsi dimana sebelumnya Cibaduyut berfungsi sebagai sentra industri, saat ini Cibaduyut lebih berfungsi sebagai sentra perdagangan. Sebagai sentra industri, Cibaduyut berfungsi menjual produk-produk produksi IKM Cibaduyut sendiri sehingga akan lebih memajukan industri ini, sedangkan sebagai sentra perdagangan, Cibaduyut tidak hanya menjual produk-produknya tetapi juga produk alas kaki dari daerah lain seperti Sumantra dan China.. Dengan fungsinya sebagai sentra perdagangan, terjadi persaingan antara produk Cibaduyut dengan produk luar dimana dalam hal ini produk Cibaduyut cenderung tidak mampu bersaing dari segi harga sehingga menghancurkan industri alas kaki asli Cibaduyut.
Menanggapi keadaan ini, Dinas perindustrian dan Perdagangan bersama pemerintah kota Bandung memiliki rencana membangkitkan kembali industri alas kaki Cibaduyut dengan mengembalikan fungsinya sebagai sentra industri, sehingga sebuah lembaga seperti pusat inovasi menjadi sangat dibutuhkan untuk dapat mendukung suksesnya proses tersebut. Dukungan pusat inovasi dalam hal ini dapat berupa bantuan dari sisi teknologi yang disesuaikan dengan kebutuhan para pelaku IKM alas kaki, dari sisi permesinan yang dalam hal ini mendapat bantuan dari pemerintah setempat, dari sisi research and development dalam hal ini pusat inovasi dapat melakukan kerjasama dengan pihak akademik atau perguruan tinggi mengingat kemampuan IKM alas kaki dalam melakukan research and development sangat terbatas.
104 Ratih Purbasari_29006012
Selain itu, kerjasama tersebut dapat pula berupa pengembangan desain produk dengan melibatkan
perguruan tinggi yang memiliki jurusan desain seperti
ITENAS dan senirupa ITB karena salah satu kekurangan produk Cibaduyut adalah sering terjadi peniruan desain sehingga produk Cibaduyut menjadi kurang mampu mengikuti trend atau mode desain alas kaki yang belakangan terus berkembang. Melalui kegiatan pengembangan desain, pusat inovasi dapat berfungsi sebagai bank desain, dimana para mahasiswa-mahasiswa lulusan jurusan desain produk dapat menginvestasikan desain-desainnya dalam bentuk prototype-prototype di pusat inovasi untuk kemudian diperjualbelikan. Para pelaku IKM alas kaki yang membutuhkan desain dapat membeli baik dengan cara tunai ataupun dengan memasukkan fee untuk desain mahasiswa tersebut pada harga produk alas kaki sehingga pelaku IKM alas kaki berkewajiban menyerahkan sekian persen dari total omset produk yang terjual kepada mahasiswa tersebut. Sistem pembayaran fee ini dapat dilakukan jika pelaku IKM tidak mampu membeli secara tunai, namun untuk perhitungannya dibutuhkan sebuah sistem pembukuan yang sesuai, salah satunya dengan membuat kartu persediaan, sehingga dapat diketahui dengan pasti jumlah persediaan, jumlah produk yang terjual, besarnya fee yang harus dibayar, dan lain-lain. Dengan adanya sistem pembayaan fee ini dapat meringankan beban pelaku IKM alas kaki Cibaduyut mengingat besarnya biaya HaKI yang harus ditanggung jika mereka harus membeli secara tunai.
Dukungan pusat inovasi lainnya dapat berupa bantuan inovasi dari sisi promosi melalui pembuatan majalah sebagai mana yang dilakukan salah satu distro di Bandung dengan majalah SWAFTnya. Promosi melalui majalah dinilai efektif karena dapat menyentuh kalangan remaja yang merupakan pangsa pasar sekaligus populasi terbanyak di Jawa Barat. Selain itu, majalah sebagai media promosi dapat digunakan pula untuk meningkatkan kesadaran masyarakat pengguna atau konsumen agar lebih mencintai produk-produk dalam negeri. Sistem promosi lainnya juga dapat melalui media atau fasilitas internet dan pengembangan sistem katalog.
105 Ratih Purbasari_29006012
Pusat inovasi dalam mendukung proses revitalisasi fungsi Cibaduyut sebagai sentra industri sekaligus memajukan industri ini dapat memberikan pelayanan berupa pendampingan bisnis yang disesuaikan dengan permasalahan dan kebutuhan IKM alas kaki itu sendiri, salah satunya dapat berupa bantuan jaringan ke perbankan, pendampingan dalam pembuatan proposal, pembukuan sederhana, dan sebagainya. Selain itu, pusat inovasi juga dapat melakukan kerjasama dengan instansi pemerintah berupa unit pelayanan teknik (UPT) dengan memberikan pelayanan baik secara teknik maupun kontrol kualitas, memberikan pendidikan kepada masyarakat pelaku IKM alas kaki di Cibaduyut untuk mengurangi persaingan dengan sesama pelaku IKM alas kaki Cibaduyut, mendidik para pelaku tersebut untuk dapat menghargai arti desain sehingga menghindari terjadinya peniruan desain, menghimbau para para pelaku IKM alas kaki Cibaduyut untuk menghindari persaingan dengan saling menjatuhkan harga, mendorong para para pelaku IKM alas kaki Cibaduyut untuk melakukan inovasi secara terus menerus sebagaimana yang dilakukan oleh distro-distro baik inovasi bahan baku maupaun desain produk sehingga dapat bersaing dengan produk luar terutama produk China, serta menanamkan rasa kebersamaan dan pentingnya bekerjasama dengan sesama pelaku IKM alas kaki Cibaduyut dalam rangka meningkatkan kualitas dan daya saing produk mereka.
Selain itu, unit pelayanan teknik (UPT) juga turut menyediakan informasi yang berkaitan dengan perkembangan industri alas kaki di Cibaduyut dan memfasilitasi perluasan pasar bagi industri ini.
Penjelasan pendapat para informan berkaitan dengan masalah perubahan fungsi Cibaduyut tersebut didukung oleh pernyataan pelaku usaha Uce Hidayat dalam Ernanto (2003) yang menjelaskan bahwa bersamaan dengan krisis ekonomi yag melanda Indonesia pada tahun 1997, perajin terpaksa menjual toko-toko sepatu yang ada di tepi jalan Cibaduyut ke orang lain untuk bertahan hidup. Perajin terpaksa pindah di rumah-rumah yang ada di belakang kawasan Cibaduyut. Sementara itu, para pengusaha yang memiliki modal dan berasal dari luar kota Bandung mulai memiliki toko-toko alas kaki dan berdagang di Cibaduyut.
106 Ratih Purbasari_29006012
Uce mengatakan bahwa pada awalnya pemasok toko-toko milik pengusaha tersebut
tetap
berasal
dari
pengrajin
di
sekitar
Cibaduyut.
Namun, sejak toko-toko tersebut dimiliki oleh orang dari luar Kota Bandung, lambat laun kawasan Cibaduyut mulai berubah fungsi. Tidak hanya menjual sepatu sebagaimana ciri khas Cibaduyut, tetapi toko-toko tersebut juga menjual baju, menjadikannya supermarket, bahkan menjajakan jajanan serta makanan. Hal ini mengakibatkan fungsi Cibaduyut sebagai kawasan industri yang menjual dan memproduksi produk alas kaki beralih menjadi kawasan perdagangan yang menjual berbagai produk yang pada akhirnya membuat Cibaduyut tak lagi identik dengan sepatu (Ernanto, 2003).
Selain itu, terjadi persaingan antara produk Cibaduyut dan produk China yang disebabkan oleh banyak faktor. Hal ini didukung oleh pernyataan pelaku usaha alas kaki di Cibaduyut Amun Ma’mun (Dio, 2005) yang menjelaskan bahwa salah satu diantara faktor tersebut adalah produk sepatu asal Cina tidak hanya dijual di mal atau pertokoan semata tetapi juga dijual dengan bebas hingga ke tingkat pedagang kaki lima (PKL) di pinggiran jalan.
Hal ini berdampak pada produksi sepatu dari industri kecil menengah yang memiliki pangsa pasar kalangan masyarakat menengah ke bawah, sehingga Pemerintah diminta membatasi peredaran sepatu impor dari Cina.
Menurut Ma’mun yang merupakan Ketua Asosiasi Pengusaha Sepatu Cibaduyut Bandung (Dio, 2005), semakin lama industri sepatu Cibaduyut harus mengurangi produksinya. Jika dalam kondisi normal setiap pengusaha sepatu Cibaduyut mampu memproduksi sedikitnya 30 lusin sepatu, maka kini turun hingga tinggal 30 persen saja. Dio (2004) menjelaskan bahwa lebih murahnya produk impor dari Cina menjadi pertimbangan utama.
107 Ratih Purbasari_29006012
Produk sepatu Cibaduyut memang kalah bersaing dengan produk sepatu Cina, terutama soal harga sementara produk sepatu Cibaduyut sulit dijual dengan harga yang murah seperti produk sepatu Cina karena harga bahan baku mengalami kenaikkan padahal dari segi kualitas produk sepatu Cina lebih baik. Dengan harga yang lebih mahal, tetapi dengan kualitas yang kurang baik, maka sepatu Cibaduyut tak lagi dilirik konsumen.
Loekito dalam Muttaqien (2007) selaku ketua Aprisindo Jabar mengungkapkan bahwa pihaknya telah berulang kali meminta perhatian pemerintah melalui Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan serta Dirjen Bea Cukai untuk mengawasi peredaran sepatu impor tersebut karena banyak juga produk sepatu China tersebut masuk secara ilegal. Namun, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jabar Agus Gustiar (Muttaqien, 2007) mengatakan bahwa dalam era perdagangan bebas, satu negara tidak bisa menahan produk negara lain untuk masuk dan beredar, sehingga yang harus dilakukan adalah para pelaku IKM harus meningkatkan daya saing produknya.
Salah satu yang menjadi tujuan Pusat Inovasi Cibaduyut adalah membantu para pelaku IKM alas kaki di Cibaduyut untuk dapat meningkatkan daya saing produknya secara berkelanjutan yang akan dibahas lebih lanjut pada bab berikutnya. Dengan demikian, pengembangan pusat inovasi sebagai salah satu solusi untuk membantu para pelaku IKM alas kaki dalam menghadapi persaingan dengan produk China semakin diperlukan.
Penjelasan di atas didasarkan pernyataan informan sebagai berikut: //...tempatnya ya di Cibaduyut lagi aja..jadi istilahnya revitalisasi dari fungsifungsi unit pelayanan teknis yang ada sekarang ini ..jadi ikuti apa yang perlu oleh para pelaku itu ..apa...caranya itu berbeda... Berubah-ubah sesuai dengan Perkembangan permasalahan dilapangan…references A1// (Keterangan transkrip informan A1 dan A2 dapat dilihat pada Lampiran B halaman 193 dan 203).
108 Ratih Purbasari_29006012
IV. 4.5. Peran Innovation Promotor Innovation promotor merupakan para pihak yang bertugas mengelola pusat inovasi dalam usaha mencapai tujuannya. Berdasarkan pendapat para informan innovation promotor terdiri atas pihak pemerintah, asosiasi/LSM/organisasi independent, pihak akademik serta komunitas pelaku IKM Alas Kaki di Cibaduyut yang memiliki kemampuan di bidangnya. Setiap pihak memiliki perannya masing-masing, diantaranya yaitu:
1.
Pemerintah (mencakup DISPERINDAG, Dinas Koperasi, Dinas Pariwisata, Dinas Tenaga Kerja, Pemerintah Kota Bandung), berperan:
•
Memberikan
bantuan
regulasi
dalam
pengadaan
undang-undang
perlindungan usaha bagi para pelaku IKM Alas Kaki Cibaduyut serta Memberikan dukungan kebijakan dan bantuan regulasi yang mendukung iklim usaha yang baik bagi industri alas kaki di Cibaduyut. •
Menyediakan instalasi UPT Cibaduyut sebagai sarana pusat inovasi yang berfungsi sebagai rumah pengusaha dan rumah pengrajin
•
Menyediakan fasilitas pelatihan teknis dan manajemen
•
Menyediakan fasilitas perluasan pasar melalui promosi
•
Menyederhanakan prosedur birokratis.
•
Pengadaan mesin/peralatan di instalasi UPT
•
Mengawasi dan mengevaluasi kegiatan pusat inovasi
•
Bekerjasama dengan pihak konsultan dan akademik dalam pengadaan kegiatan pelatihan /training
2.
Asosiasi / LSM / Organisasi Independent, berperan:
•
Mengidentifikasi kebutuhan inovasi dari industri alas kaki di Cibaduyut
•
Menerapkan program pendidikan dan pelatihan serta penyuluhan untuk IKM Cibaduyut.
•
Menghadirkan seorang manager inovasi, yang berpengalaman dan profesional dalam pemecahan masalah dalam berinovasi
•
Menyediakan tenaga konsultan yang ahli di bidangnya
109 Ratih Purbasari_29006012
3.
Komunitas Pelaku Usaha, berperan:
•
Memberikan masukan dan informasi keadaan di lapangan
•
Berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan diskusi, sharing dan brainstorming
4.
Perguruan Tinggi / Akademik, berperan:
•
Meningkatkan usaha dalam riset dan pengembangan berdasarkan masalah yang dihadapi IKM alas kaki yang secara langsung dapat diterapkan dan ditransfer ke perusahaan IKM
•
Mensosialisasikan hasil riset kepada IKM dan Pemda
•
Merencanakan dan menerapkan jasa pelatihan dalam hal teknik dan manajemen tenaga kerja IKM untuk menciptakan lingkungan kerja yang mendukung tranfer inovasi.
Pernyataan informan tersebut di atas mengenai pengelola atau innovation promotor turut didukung oleh hasil literatur yang menyebutkan bahwa model organisasi seringkali berganti-ganti sehingga pusat inovasi yang didirikan di setiap negara cenderung berbeda-beda. Terkadang usaha ini dibuat dalam sebuah pusat teknologi atau dihubungkan dengan universitas. Mungkin juga menjadi bagian dari beberapa departemen atau organisasi pemerintah. Bahkan banyak juga organisasi swasta yang dihubungkan dengan pusat inovasi (Sipilä, 1999).
Dengan demikian pada umumnya para pengelola pusat inovasi terdiri dari pihak pemerintah, akademik maupun pihak swasta, sehingga dalam hal ini ada kesesuian antara literatur dengan pernyataan informan. Namun, untuk Pusat Inovasi Cibaduyut, dalam pengelolaan pusat inovasi tersebut juga melibatkan komunitas pelaku IKM alas kaki karena memiliki peran penting sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Penjelasan di atas didukung oleh pernyataan informan sebagai berikut: //... Ada DISPERINDAG, akademik dan organisasi kewirausahaan atau organisasi independent ya? Kalo menurut saya memang pasti ini ya..tapi pelakunya juga harus dilibatin...references B1//
110 Ratih Purbasari_29006012
(Keterangan transkrip informan A1, A2, B1, B2, C1, C2, D1, dan D2 dapat dilihat pada Lampiran B halaman 192).
IV. 4.6. Kaitan Pusat Inovasi Dengan UPT dan Cluster Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa pusat inovasi dalam melaksanakan aktivitasnya dapat menjalin kerjasama dengan instansi pemerintah yang secara khusus memberikan pelayanan kepada para pelaku IKM alas kaki di Cibaduyut yaitu unit pelayanan teknik (UPT).
Menurut beberapa informan yang terdiri dari informan A1, A2, B1, B2, D1, dan D2 menjelaskan bahwa pusat inovasi dapat menjadi bagian dari UPT dan saling mendukung dalam pelaksanaan beberapa kegiatan secara bersama tetapi masingmasing tetap memiliki fungsi atau peran dan manajemen yang berbeda.
Pada penjelasan sebelumnya telah diungkapkan bahwa UPT sebagai instansi pemerintah memiliki beberapa tugas antara lain yaitu memberikan pelayanan teknis, pengadaan permesinan, memfasilitasi perluasan pasar, penyediaan informasi dan lain-lain. Pusat inovasi memiliki fungsi yang lebih ke arah pengembangan manajemen dan jiwa kewirausahaan IKM Alas Kaki Cibaduyut serta pengembangan desain dan inovasi produk. Pusat inovasi dalam hal ini merupakan bagian unit khusus dari UPT sekaligus sebagai perkuatan UPT yang dioperasionalkan secara independent oleh lembaga independent yang profesional. Jika pusat inovasi bukan bagian dari UPT, dalam hal ini pemerintah akan sulit untuk dilibatkan sehingga pusat inovasi tidak akan mendapat dukungan dan bantuan baik dari segi regulasi maupun pendanaan.
Adapun bentuk kerjasama pusat inovasi dan UPT dapat berupa merumuskan bersama visi dan misi baik untuk UPT maupun pusat inovasi. Visi dan misi tersebut kemudian diusulkan dan disesuaikan dengan visi dan misi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat. Hal ini harus dilakukan karena UPT merupakan lembaga pemerintah di bawah pengawasan departemen tersebut.
111 Ratih Purbasari_29006012
Selain berada di lokasi yang sama sekaligus memanfaatkan fasilitas pemerintah serta mempermudah pengelolaan dan memperoleh dukungan dari pemerintah dari segi regulasi dan pendanaan, pusat inovasi dan UPT dapat pula bekerjasama dalam menentukan program kerja dimana pemerintah menerima laporan perkembangan dan pertanggungjawaban dari masing-masing lembaga tersebut.
Dalam hubungannya dengan cluster industri alas kaki yang sedang dikembangkan pemerintah, informan C2 dan D1 menjelaskan bahwa jika cluster ini mampu berjalan dengan baik, pusat inovasi dapat dijadikan salah satu infrastruktur yang dapat membantu mengembangkan dan mensosialisasikan cluster kepada para pelaku industri alas kaki di Cibaduyut karena pada kenyataannya cluster membantu para pelaku IKM alas kaki tersebut untuk dapat memperluas jaringan usahanya.
Penjelasan para informan tersebut juga turut didukung oleh pernyataan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jabar, Agus Gustiar dalam Anonim (2006) yang menjelaskan bahwa untuk membangkitkan daya saing industri serta meningkatkan daya beli masyarakat, Pemprov Jabar melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan akan mengembangkan empat cluster industri yang terdiri dari cluster tekstil produk tekstil (TPT), furnitur, suku cadang serta cluster alas kaki yang akan dikembangkan untuk lima tahun mendatang. Untuk cluster TPT berada di wilayah Bandung Selatan, cluster alas kaki berada di Cibaduyut Bandung, cluster furnitur yang dikembangkan akan lebih difokuskan pada produk rotan di Cirebon dan cluster suku cadang berada di Sukabumi dan Kota Bandung.
Pengertian cluster sendiri adalah konsentrasi sejumlah perusahaan dan lembaga dalam suatu wilayah serta saling berhubungan dalam bidang khusus yang mendukung persaingan. Wilayah cluster tersebut dibatasi oleh keterkaitan dan komplementer, tetapi tidak dibatasi oleh wilayah administrasi. Dengan membentuk cluster industri, akan terjadi suatu kolaborasi serta keterkaitan antara industri inti, pendukung penyedia serta penunjang.
112 Ratih Purbasari_29006012
Contohnya, industri sepatu Cibaduyut, pengadaan kulit, lem serta bahan lainnya melibatkan pihak lain yang disebut pendukung. Pengembangan cluster ini pada akhirnya juga akan membuka peluang usaha baru. Pengembangan cluster Industri alas kaki dilakukan karena Indonesia merupakan salah satu eksportir sepatu ketiga di dunia yang salah satunya adalah produk alas kaki Cibaduyut
Hidayat (2005) menjelaskan bahwa Pemprov Jabar akan memperkuat sistem cluster dalam pengembangan industri alas kaki dan sepatu yang belakangan ekspornya menunjukkan penurunan karena biaya ekonomi tinggi serta ketatnya persaingan. Penurunan nilai ekspor alas kaki dan sepatu asal Jawa Barat dari US$50,6 juta tahun 2003 menjadi US$37,4 juta pada 2004 telah menjadi bahan pertimbangan pemerintah untuk memperkuat industri alas kaki melalui sistem cluster. Selain itu, pertimbangan lain dibentuknya cluster alas kaki karena jumlah industri alas kaki di Jabar tergolong banyak yaitu 6.125 perusahaan yang menyerap tenaga kerja 389 ribu orang meski bila dibandingkan dengan negara pesaing, pangsa pasar ekspor alas kaki asal Jawa Barat masih relatif kecil namun produk alas kaki masuk kategori produk ekspor unggulan Jawa Barat.
Disperindag Jabar melalui sistem cluster ini akan memperkuat jaringan pemasaran ekspor produk alas kaki yang didasarkan pada kemampuan daerah masing-masing melalui simpul-simpul jaringan eksportir yang sudah kuat sehingga dalam hal ini pemerintah menghimbau para kalangan eksportir yang telah mapan dengan aktivitas ekspornya untuk segera membangun jaringan dengan UKM produsen alas kaki dengan prinsip bisnis.
Dengan demikian, dalam menyukseskan pengembangan cluster alas kaki, pembangunan pusat inovasi sebagai salah satu sarana pengembangan industri alas kaki semakin penting karena dapat dijadikan infrastruktur yang membantu mendukung dan mensosialisasikan kegiatan cluster alas kaki kepada para pelaku IKM alas kaki di Cibaduyut.
113 Ratih Purbasari_29006012
Penjelasan di atas didukung oleh pernyataan informan sebagai berikut: //... Pusat inovasinya mungkin merupakan bagian dari UPT, mungkin di situ nanti…Perkuatan UPT...yang dioperasionalkan secara independent oleh para profesional ..references A1// Pada kategori ini, ada beberapa informan yang tidak memberikan jawaban mengenai hubungan pusat inovasi dengan UPT yaitu C1 dan C2. Hal ini cenderung disebabkan karena latar belakang kedua informan tersebut yang tidak mengetahui secara pasti keberadaan dan fungsi dari lembaga UPT karena kedua informan mendalami masalah konsep pusat inovasi dan industri kreatif. Sedangkan informasi mengenai cluster hanya diperoleh dari informan C2 dan D1. Hal ini disebabkan karena informasi mengenai cluster merupakan informasi tambahan yang muncul di luar pertanyaan wawancara namun turut mendukung pembentukan konsep pengembangan model Pusat Inovasi Cibaduyut sehingga peneliti merasa perlu untuk menjelaskan informasi ini. (Keterangan transkrip informan A1, A2, B1, B2, C1, C2, D1, dan D2 dapat dilihat pada Lampiran B halaman 192).
IV. 4.7. Permasalahan Industri Alas Kaki Di Cibaduyut dan Solusinya Pengembangan model pusat inovasi harus didasarkan pada beberapa hal diantaranya yaitu permasalahan yang sedang dihadapi pelaku industri alas kaki di Cibaduyut. Dengan mengetahui permasalahan yang dihadapi pelaku IKM alas kaki di Cibaduyut, pusat inovasi selanjutnya dapat menentukan akar permasalahan dan mencari solusi yang tepat untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut baik melalui penerapan program maupun penyediaan fasilitas dan layanan.
Berdasarkan hasil kuesioner yang telah dijelaskan sebelumnya, permasalahan yang dihadapi para pelaku IKM alas kaki di Cibaduyut terdiri dari: 1.
Sarana lalu lintas menuju daerah Cibaduyut kurang lancar atau sering macet
2.
Perhatian Pemerintah terhadap kemajuan pengusaha alas kaki di Cibaduyut masih kurang
3.
Persaingan usaha alas kaki di Cibaduyut sangat ketat
4.
Sering terjadi peniruan desain alas kaki antara pelaku usaha di Cibaduyut
114 Ratih Purbasari_29006012
5.
Permasalahan dalam memperoleh bahan baku kulit dan imitasi untuk memproduksi alas kaki
6.
Sulit mendapatkan tenaga kerja (SDM) terampil
Hal tersebut didukung oleh pendapat para informan yang menjelaskan bahwa penentuan akar masalah harus dilakukan terlebih dahulu dengan memperhatikan siklus produksi dari industri alas kaki ini. Masalah bahan baku dan SDM merupakanan
permasalahan
pada
bagian
penelitian
dan
pengembangan
(LITBANG), masalah persaingan usaha merupakan permasalahan pada bagian penjualan, sedangkan masalah perhatian pemerintah yang kurang serta sarana lalu lintas yang macet terletak di luar siklus produksi industri alas kaki di Cibaduyut dan merupakan bagian dari infrastruktur. Dari pendapat tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar IV.5 Siklus Produksi Industri Alas kaki (Footwear) Di Cibaduyut dan Permasalahannya Berikut ini peneliti akan menjelaskan masing-masing akar masalah dan solusi yang tepat dari berbagai permasalahan tersebut. 1.
Bagian Produksi
•
Permasalahan bahan baku
Bahan baku merupakan faktor yang utama dalam memproduksi alas kaki. Dengan demikian, ketersediaannya menjadi sangat penting bagi pelaku industri ini. Kurangnya informasi atau jaringan mengenai supplier bahan baku, terutama
115 Ratih Purbasari_29006012
kulit menjadi salah satu akar masalah dari permasalahan ini. Isu penyakit kuku dan mulut hewan penghasil kulit yang pernah merebak di kalangan IKM alas kaki di Cibaduyut membuat bahan baku kulit menjadi sulit. Hal ini disebabkan karena bahan baku kulit yang diduga terjangkit penyakit kulit dan kuku oleh pemerintah kemudian dikarantina dan impor bahan baku tersebut diperketat.
Dengan terbatasnya bahan baku impor tersebut, harga bahan baku lokal menjadi meningkat sehingga tidak terjangkau oleh pelaku industri ini. Sebagian besar pelaku IKM alas kaki di Cibaduyut dalam menjalankan usahanya melakukan sistem order, sehingga ketika harga bahan baku mahal, banyak para pelaku tersebut yang memutuskan untuk tidak menerima order dan menghentikan produksi sementara sampai harga bahan baku turun kembali. Selain itu, sistem pembelian bahan baku dengan langsung melakukan pembelian ke pabrik terbentur adanya batas minimum pembeliannya turut memberatkan IKM Alas Kaki Cibaduyut karena dibutuhkan modal yang sangat besar untuk melakukan pembelian dalam jumlah besar, sementara kadang-kadang bahan baku yang dibutuhkan tidak terlalu banyak. Hal ini merupakan salah satu penyebab IKM alas kaki sulit untuk berkembang.
Permasalahan bahan baku sebagaimana yang dijelaskan berdasarkan pendapat informan tersebut turut pula didukung oleh literatur yang menyebutkan bahwa krisis ekonomi yang ditandai dengan terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap dollar memberikan imbas yang sangat buruk kepada para perajin sepatu. Turunnya kurs rupiah membuat harga bahan baku seperti kulit kambing, kulit sapi, serta kulit imitasi meningkat tajam, sehingga menyebabkan para pelaku IKM alas kaki di Cibaduyut tidak mampu untuk membelinya. Akhirnya, perajin tidak bisa melakukan kegiatan produksi lagi. Lambat laun satu per satu pelaku IKM alas kaki tersebut menghentikan dan menutup usahanya (Ernanto, 2003).
Pernyataan lain menjelaskan bahwa ada berbagai kendala yang menyebabkan turunnya produksi sepatu di Cibaduyut. Kendala tersebut diantaranya masalah bahan baku, sol yang tidak standar dari produksi pabrikan. Pemasalahan bahan
116 Ratih Purbasari_29006012
baku adalah kulit lokal yang terus mengalami kenaikan harga dan kulit impor yang harga kurang terjangkau, sehingga para pelaku IKM alas kaki menseleksi bahan baku tersebut sebatas kemampuan daya belinya. Kendala lainnya mengenai bahan baku tersebut adalah bahan baku kulit impor yang masuk ke pelabuhan oleh banyak yang dikarantina oleh pihak bea cukai karena dikhawatirkan ada bibit penyakit mulut dan kuku (koswara dalam DPR-RI, 2007).
Hal senada turut diungkapkan pelaku usaha alas kaki di Cibaduyut, bahan baku sepatu yang biasa dijual eceran di beberapa toko menjadi langka dan perajin menjadi kesulitan mendapatkan bahan baku tersebut. Sebenarnya para pelaku tersebut dapat melakukan pemesanan langsung ke pabrik tapi harus dalam jumlah yang banyak, sedangkan kebutuhan masing-masing pelaku IKM alas kaki sedikit. Selain bahan baku yang sulit, harga bahan baku alas kaki juga mengalami kenaikan, seperti kulit kualitas menengah dari harga
Rp 11.000,00 per feet
menjadi Rp 12.500,00 per feet. Kemudian untuk kulit berkualitas bagus dari harga Rp 14.000,00 per feet menjadi Rp 16.500,00 per feet. Diperkirakan bahan baku tersebut akan naik jika TDL mengalami kenaikan (Gun Gun dalam Akhirudin, 2006).
Berdasarkan pendapat para informan, ada beberapa solusi yang dapat diterapkan untuk mengatasi masalah bahan baku antara lain yaitu memfasilitasi perluasan jaringan supplier bahan baku kulit maupun imitasi khususnya yang berlokasi di Jawa Barat terutama Bandung. Hal ini dilakukan agar bahan baku yang dibutuhkan dapat diperoleh dengan mudah dan murah oleh para pelaku IKM alas kaki di Cibaduyut.
Pusat inovasi dalam hal ini dapat bekerjasama dengan cluster alas kaki yag sedang dikembangkan pemerintah saat ini sehingga membantu mempermudah proses tersebut. Selain solusi tersebut, pembelian bahan baku secara kolektif juga dapat dilakukan oleh para pelaku industri tersebut dalam melakukan pembelian ke pabrik sehingga pengeluaran modal besar dapat dihindari.
117 Ratih Purbasari_29006012
Dalam hal ini, pusat inovasi dapat membantu mengakomodir para pelaku tersebut dalam mengumpulkan atau mengkolektifkan kebutuhan bahan baku beserta biayanya dari masing-masing pelaku. Solusi lain yang dapat dilakukan adalah membantu mempertemukan komunitas para pelaku IKM alas kaki di Cibaduyut dalam rangka berbagi informasi terutama yang berkaitan dengan supplier bahan baku sehingga para pelaku tersebut dapat memperluas informasinya mengenai keberadaan supplier bahan baku sehingga dapat menjadi alternatif lain jika pelaku tersebut mengalami kesulitan dalam memperoleh bahan baku. •
Sumber Daya Manusia (SDM)
Masalah sumber daya manusia ditandai dengan jumlah pengrajin alas kaki yang terbatas dan kurang profesional dimana masalah akan muncul jika tidak ada order yang diproduksi dan begitu pula sebaliknya sehingga dalam hal ini pengelolaan SDM yang baik sangat diperlukan. Masalah SDM juga berkaitan dengan pola pikir para pelaku IKM alas kaki yang cenderung masih sempit dan mengalami kesulitan dalam hal pencatatan harga produksi dimana tidak semua pelaku alas kaki di Cibaduyut telah menguasai ilmu pencatatan atau akuntansi sehingga pelatihan mengenai hal ini sangat dibutuhkan
Permasalahan Sumber Daya Manusia (SDM), menurut para informan dapat diatasi antara lain dengan meningkatkan kompetensi baik pelaku IKM maupun pengrajin alas kaki, sehingga para pelaku dan pengrajin tersebut menjadi lebih profesional dalam mengembangkan usahanya.
Solusi dalam mengatasi masalah pola pikir para pelaku yang cenderung masih sempit mengenai bidang kewirausahaan dapat diatasi dengan memberikan pendidikan dan pelatihan umum mengenai ilmu dan pengembangan jiwa kewirausahaan.
118 Ratih Purbasari_29006012
Untuk permasalahan mengenai para pelaku IKM alas kaki yang kurang mampu melakukan pencatatan dapat diatasi dengan memberikan konsultasi dan pelatihan ilmu akuntasi sehingga para pelaku tersebut memahami dasar-dasar pencatatan umum yang mereka butuhkan. Pada kenyataannya dibutuhkan waktu yang relatif lama untuk melakukan proses tersebut, sehingga diperlukan saat yang tepat, yang tidak mengganggu aktivitas bisnis para pelaku tersebut. •
Persaingan yang ketat dan tidak sehat
Pada industri alas kaki di Cibaduyut, persaingan usaha terjadi secara ketat dan cenderung menuju ke arah yang tidak sehat. Hal ini ditandai dengan adanya kompetisi dalam menghasilkan desain yang disebabkan karena sering terjadinya peniruan desain sehingga tidak adanya variasi produk (produk yang dijual hampir sama) yang diikuti dengan penurunan kualitas produk sehingga para pelaku IKM alas kaki cenderung bersikap saling menjatuhkan harga. Sikap tersebut terkadang dimanfaatkan oleh pihak toko yang mengambil keuntungan dari kesulitan para pelaku alas kaki di Cibaduyut sehingga akan semakin mempersulit keadaan pelaku IKM tersebut dalam menghadapi persaingan usahanya.
Pendapat para informan mengenai masalah persaingan tidak sehat tersebut didukung oleh literatur yang menjelaskan bahwa pengrajin yang saat ini masih bertahan dalam melakukan produksi pada akhirnya harus menjual produk alas kakinya ke kota lain. Sementara yang benar-benar telah menutup usahanya harus beralih menekuni profesi lain, seperti menjadi pelayan toko maupun bekerja sebagai
buruh
pembuat
alas
kaki
di
industri
yang
lebih
besar.
Salah satu pelaku usaha bernama Suhendar dalam Ernanto (2003) menyebutkan jika di era kejayaan industri alas kaki jumlah perajin bisa mencapai ratusan, sekarang tidak lebih dari puluhan orang saja. Itupun tidak semuanya yang berproduksi setiap hari. Selain itu, saat ini terjadi persaingan yang tidak sehat antar toko. Ini ditandai dengan terjadinya saling banting harga produk alas kaki antara toko untuk menarik minat pembeli.
119 Ratih Purbasari_29006012
Secara umum penyelesaian masalah bagian produksi akan berkaitan dengan pelaku IKM alas kaki sehingga diperlukan perlakuan khusus kepada para pelaku IKM alas kaki untuk dapat mengatasi masalah bahan baku dan sumber daya manusia serta persaingan tidak sehat tersebut
Permasalahan persaingan usaha yang ketat dan tidak sehat dapat diatasi dengan memfasilitasi para pelaku IKM alas kaki di Cibaduyut dalam mengembangkan usahanya, salah satunya dengan mengembangkan teknologi baru yang dapat meningkatkan kualitas produk mereka terutama dalam hal desain. Jika para pelaku telah mampu menghasilkan produk dengan desain orisinil milik mereka sendiri, mereka tidak akan saling menjatuhkan harga sehingga persaingan usaha menjadi lebih fair. Dengan meningkatnya kemampuan para pelaku tersebut dalam menghasilkan
produk
yang
berkualitas
akan
sekaligus
meningkatkan
kemampuannya dalam berkompetisi.
2.
Bagian LITBANG
Kurangnya kreativitas para pelaku IKM alas kaki di Cibaduyut mendorong terjadinya peniruan atau penjiplakan desain produk alas kaki. Hal ini disebabkan oleh pendidikan yang kurang mengenai ilmu desain dan cara mendesain pada umumnya dilakukan berdasarkan pada pengalaman, tidak berdasarkan ilmu antropedi dan tidak memperhatikan aspek media maupun kenyamanan sehingga terjadinya peniruan desain sulit untuk dihindarkan. Selain itu, peniruan desain juga disebabkan karena kurangnya kesadaran, komitmen dam konsistensi serta pemahaman terhadap pengertian peniruan/penjiplakan itu sendiri.
Dengan demikian, peniruan desain lambat laun telah menjadi budaya dimana para pelaku tidak lagi merasa bersalah ataupun protes terhadap hal ini, bahkan cenderung muncul rasa saling berbagi desain, yang selanjutnya akan mematikan daya kreasi para pelaku alas kaki dalam menciptakan desain produk orisinil.
120 Ratih Purbasari_29006012
Permasalahan mengenai peniruan desain turut pula diungkapkan Surjana (2006) yang menurutnya lembaga penelitian dan pengembangan (litbang) dengan melibatkan para desainer mutlak diperlukan, karena dalam memproduksi sepatu kulit diperlukan inovasi yang dapat menyikapi perubahan pasar.
Untuk mengatasi hal ini, menurut pendapat para informan, solusi yang dapat dilakukan antara lain meningkatkan peran serta para desainer karena keterlibatan desainer dalam membantu para pelaku untuk meningkatkan kemampuan kreativitasnya sangat dibutuhkan. Selain itu, menumbuhkan rasa kesadaran para pelaku IKM alas kaki di Cibaduyut mengenai pentingnya penghargaan terhadap desain dan hasil kreativitas orang lain sehingga peniruan desain akan sangat merugikan hak orang lain. Proses ini dapat dilakukan melalui kegiatan pendidikan yang dilakukan secara simultan sehingga para pelaku menjadi sadar bahwa meniru merupakan hal yang tidak baik. Dengan demikian, pusat inovasi yang salah satunya berperan sebagai pusat edukasi masyarakat sangat dibutuhkan untuk mendukung dan memfasilitasi terlaksananya proses tersebut.
3.
Penjualan
Permasalahan yang muncul pada bagian penjualan antara lain adalah mengenai segmentation, targeting and posistioning (STP) produk Cibaduyut di mata masyarakat baik masyarakat kota Bandung maupun dari luar kota Bandung, dimana hal ini akan sangat penting untuk dilakukan akan berkaitan dengan penanaman image sekaligus menentukan pemasaran produk Cibaduyut yang pada akhirnya akan mempengaruhi penjualan. Proses ini salah satunya akan didukung oleh kegiatan periklanan (Advertising) serta kelancaran akses ke konsumen atau pelanggan (Customer Base). Dengan demikian, pada bagian penjualan, tindakan yang diambil akan lebih ke arah membentuk dan mengelola pasar sehingga akan mempermudah pemasaran produk-produk Cibaduyut yang selanjutnya akan berpengaruh pada penjualan produk-produk tersebut.
121 Ratih Purbasari_29006012
Sebagaiman mana yang diungkapkan oleh para informan mengenai konsep segementation, targeting and posistioning (STP), menurut Kotler dalam Jatra (2007) menjelaskan bahwa dalam proses pemasaran, segmentasi tidak berdiri sendiri. Kotler menandaskan bahwa segmentasi merupakan kesatuan dengan targeting dan positioning. Kotler menyingkat hubungan ini sebagai STP (Segmenting, Targeting, Positioning). Menurut para ahli segmentasi memiliki bermacam-macam definisi yang serupa.
Berdasarkan pendapat Weinstein, M, et al. dalam Jatra (2007) definisi segmentasi adalah proses pembagian pasar ke dalam kelompok-kelompok berdasarkan kesamaan kebutuhan atau karakteristik yang serupa dalam perilaku pembelian konsumen. Menurut Schiffman & Kanuk dalam Jatra (2007) segmentasi adalah proses pembagian pasar ke dalam kelompok yang mempunyai kebutuhan atau karakteristik yang umum dan menyeleksi satu segmen atau lebih untuk menetapkan target market yang disesuaikan dengan marketing mix. Tujuan utama proses segmentasi adalah untuk menyediakan landasan pengenalan konsumen yang sangat dibutuhkan konsumen agar produk diterima konsumen serta untuk formulasi keseluruhan strategi pemasaran yang efektif sehingga pada akhirnya pelaku usaha mendapatkan posisi kompetitif yang superior. Targeting dalam konteks STP (Segmentasi, Targeting dan Positioning) berhubungan erat dengan adanya media yang dapat digunakan untuk menjangkau kelompok atau segmen baru. Menurut Kasali dalam Jatra (2007) targeting mempunyai dua fungsi sekaligus yaitu menyeleksi pasar sasaran sesuai dengan kriteria-kriteria tertentu (selecting)
dan
menjangkau
pasar
sasaran
tersebut
(reaching)
untuk
mengkomunikasikan nilai.
Dengan menerapkan konsep Segmenting, Targeting, Positioning (STP) dalam usaha pemasaran produknya, para pelaku IKM alas kaki akan dapat mengetahui strategi yang tepat agar produknya dapat diterima dengan baik di pasaran.
122 Ratih Purbasari_29006012
Dengan demikian, solusi yang harus dilakukan oleh para pelaku IKM alas kaki di Cibaduyut untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan memformulasikan segmentation, targeting and positioning (STP) yang tepat dengan cara menyesuaikan antara kebutuhan konsumen dengan desain dan kualitas produk. Pusat inovasi dalam hal ini berperan penting dalam membantu para pelaku IKM alas kaki dalam melakukan proses tersebut.
4.
Infrastruktur
Permasalahan lain yang dihadapi oleh para pelaku IKM alas kaki di Cibaduyut adalah sarana lalu lintas yang sering macet, sehingga dalam hal ini akan sangat berkaitan dengan masalah infrastruktur.
Ketidaklancaran akses lalu lintas menuju Cibaduyut akan berdampak pada kurangnya jumlah pengunjung yang datang ke Cibaduyut sehingga para pelaku IKM alas kaki kehilangan konsumennya.
Pendapat para informan mengenai permasalahan tersebut turut pula didukung oleh pernyataan yang menjelaskan bahwa usaha Depperin dalam mendukung Pemerintah Kota Bandung menjadikan Cibaduyut sebagai salah satu dari lima daerah yang akan dijadikan tujuan wisata industri kecil dan menengah terbentur pada masalah kemacetan dan sampah di Cibaduyut sudah lama terjadi namun belum terselesaikan. Salah satu penyebabnya adalah lahan parkir yang hampir tidak tersedia sehingga mempersempit dan mengganggu arus lalu lintas di Cibaduyut (Radius, 2007).
Berdasarkan pendapat para informan, solusi yang harus dilakukan dalam mengatasi permasalahan infrastruktur terutama adalah dengan memperlancar sarana lalu lintas. Salah satu upaya yang dapat dilakukan pusat inovasi dalam membantu hal tersebut adalah bekerjasama dengan pihak Pemerintah Kota, Pemerintah Kabupaten, dan jasa marga dalam rangka membuka akses tol menuju Cibaduyut.
123 Ratih Purbasari_29006012
Dengan adanya akses tol tersebut, diharapkan lalu lintas menuju Cibaduyut menjadi lebih lancar, sehingga akan mempermudah para pengunjung untuk datang ke Cibaduyut.
Pendapat para informan tersebut turut didukung oleh pernyataan yang menjelaskan bahwa jalan tol identik dengan kecepatan, kelancaran, dan kemulusan sarana dan prasarana bagi kendaraan yang lewat diatasnya. Berbeda dengan jalan biasa, jalan tol memiliki keistimewaan karena yang bisa melalui hanya kendaraan yang mau memperoleh kemudahan dengan membayar tarif tertentu. Perpres 35 tahun 2005 dan/atau Perpres 65 tahun 2006 menyebutkan bahwa fasilitas jalan tol dikategorikan sebagai kepentingan umum sehingga dapat digunakan untuk kepentingan masyarakat umum (Taufik, 2008).
Dengan demikian, pembukaan akses jalan tol yang langsung menuju ke Cibaduyut dapat dijadikan salah satu solusi dalam mengatasi masalah kemacetan di Cibaduyut, sehingga diperlukan penelitian dan pemikiran lebih lanjut mengenai prosedur pembukaan akses tol serta dipelukan usaha dalam melibatkan pihakpihak terkait untuk mewujudkan hal tersebut.
5.
Perhatian pemerintah
Kurangnya perhatian pemerintah terhadap kemajuan industri alas kaki di Cibaduyut ditandai dengan pemberian atau pengadaan program atau kegiatankegiatan yang sering tidak tepat sasaran dan tidak sesuai dengan kebutuhan pelaku IKM alas kaki di Cibaduyut. Sikap pemerintah tersebut pada akhirnya membuat para pelaku IKM alas kaki merasa bahwa pemerintah sebenarnya tidak mengetahui dan memperhatikan permasalahan dan kebutuhan para pelaku IKM alas kaki di Cibaduyut.
124 Ratih Purbasari_29006012
Permasalahan mengenai kurangnya perhatian pemerintah sebagaimana yang diperoleh dari hasil kuesioner dan pendapat para informan turut didukung oleh pernyataan yang menjelaskan bahwa upaya untuk mengembalikan pamor Cibaduyut sebagai sentra industri sepatu terbesar di Indonesia merupakan hal yang diinginkan oleh masyarakat terutama pelaku IKM alas kaki di Cibaduyut seperti perajin, pemilik toko, hingga warga Kota Bandung.
Hanya saja upaya ini menjadi tidak mudah karena pemerintah dinilai tidak memiliki kepedulian. Salah satu pelaku usaha menjelaskan bahwa pemerintah selama ini hanya sebatas memungut retribusi dan pajak semata dan tidak memberikan solusi dalam usaha mengembalikan Cibaduyut seperti era 90-an. Namun, Ketua UPT Barang Kulit Cibaduyut Disperindag Kota Bandung, Rustandi menyangkal pernyataan tersebut dengan menjelaskan bahwa pemerintah dalam hal ini tetap memberikan bantuan teknis, pelatihan, dan pembinaan bagi perajin. Bantuan teknis yang diberikan adalah dengan menyewakan pembuat cetakan sepatu dan penghalus kulit yang harganya mencapai Rp.100 juta kepada perajin dimana kedua komponen tersebut merupakan komponen yang tidak akan mampu dibeli oleh pelaku IKM alas kaki di Cibaduyut (Ernanto, 2003).
Untuk meningkatkan perhatian pemerintah terhadap para pelaku industri alas kaki di Cibaduyut sekaligus pada perkembangan industri ini adalah dengan melibatkan pemerintah sebagai innovation promotor pada lembaga pusat inovasi dimana dalam hal ini salah satu peran pemerintah dalah mendukung terciptanya iklim bisnis yang baik dan penetapan peraturan mengenai kebijakan harga bahan baku. Selain itu, pemerintah juga dapat dilibatkan sebagai fasilitator bagi pusat inovasi melalui lembaga unit pelayanan teknik (UPT) di Cibaduyut yang merupakan salah satu lembaga milik pemerintah.
125 Ratih Purbasari_29006012
6.
Industri alas kaki Cibaduyut mengalami kemunduran
Secara umum industri alas kaki di Cibaduyut terus mengalami kemunduran terutama dari segi kualitas produk sehingga dibutuhkan sebuah lembaga yang dapat membantu IKM alas kaki untuk memperbaiki dan mengembangkan industrinya.
Berdasarkan pendapat informan C2, solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan memberikan pelatihan-pelatihan yang melibatkan pihak-pihak yang ahli dan mengerti tentang industri alas kaki serta pihak-pihak yang mengetahui tentang aktivitas cara membangun kreativitas. Berbagai pihak tersebut salah satunya dapat merupakan organisasi independent yang ahli di bidang manajemen dan kewirausahaan. Selain itu, pihak-pihak yang terlibatnya dalam proses tersebut merupakan pihak-pihak yang berpengalaman dalam
mengadakan
pelatihan,
penyusunan
modul-modul
dan
memiliki
kemampuan dalam membantu mempermudah berbagai infomasi penting untuk di akses oleh para pelaku IKM alas kaki di Cibaduyut.
Solusi lainnya yaitu dapat memberikan insentif dalam bentuk pinjaman modal yang dalam hal ini pusat inovasi dapat memfasilitasi para pelaku tersebut untuk berhubungan dengan pihak perbankan serta memanfaatkan cluster untuk perluasan jaringan pasar maupun supplier sebagamana yang telah disebutkan sebelumnya.
Solusi dalam menyelesaikan permasalahan kemunduran industri alas kaki di Cibaduyut dengan melibatkan pihak perbankan sebagai mana yang diungkapkan oleh informan di atas didukung oleh pernyataan yang menjelaskan bahwa salah satu pusat industri alas kaki di Mojokerto, sejak dibuka awal 2007 sampai saat ini kondisinya terus membaik. Ada peningkatan volume penjualan dan hal ini tidak lepas dari peran Bank Indonesia sebagai pembina perajin alas kaki dan sepatu di pusat industri alas kaki di Mojokerto. Dengan bantuan Bank Indonesia, sangat membantu para perajin alas kaki dalam melakukan produksi, manajemen hingga pemasaran.
126 Ratih Purbasari_29006012
Kebijakan pemerintah dalam perbankan sangat menunjang sektor usaha kecil dan menengah (UKM). Pola pikir perajin yang dulu hanya mengutamakan aset, saat ini berubah fokus ke omset dan mutu (Budi dalam Soetantini, 2008).
Keberhasilan program perbankan pada industri alas kaki di Mojokerto tersebut dapat menjadi dasar diterapkannya hal yang serupa untuk industri alas kaki di Cibaduyut.
Dengan demikian, pusat inovasi dalam hal ini dapat melakukan perannya sebagai perantara untuk menjembatani para pelaku dengan pihak perbankan melalui kebijakan-kebijakan pemerintah agar kebijakan-kebijakan pemerintah yang mendukung permodalan para pelaku IKM alas kaki di Cibaduyut tersebut dapat segera direalisasikan.
Penjelasan di atas didukung oleh pernyataan informan sebagai berikut : //... bagian akar masalahnya ..untuk bahan baku ini neng..sebenarnya..karena bapak udah lama menangani masalah para pelaku usaha di sini ya jadi kurang lebih tahu ya..sebenarnya selain karena memang kurang jaringan..ee..ini juga karena memang bahan baku itu..kenyataannya bahan baku mahal... referencesA2// ((Keterangan transkrip informan A1, A2, B1, B2, C1, C2, D1, dan D2 dapat dilihat pada Lampiran B halaman 192).
IV. 4.8. Visi dan Misi Pusat Inovasi Cibaduyut Berdasarkan pendapat informan A2, B2, C1, D1 dan D2 menyebutkan beberapa visi dan misi pusat inovasi Cibaduyut, yaitu: •
Menjadi sebuah organisasi atau lembaga yang mampu mendorong kreativitas, keahlian dan kemampuan berwirausaha para pengusaha IKM alas kaki di Cibaduyut dan membantu mengembalikan identitas Cibaduyut sebagai tempat wisata belanja yang berkualitas dan nyaman
•
Menjadi sebuah wadah
yang membantu para pelaku industri alas kaki
menjadi lebih maju sehingga mampu meningkatkan taraf hidupnya, menciptakan
lapangan
pekerjaan
dan
membantu
meningkatkan
pertumbuhan ekonomi 127 Ratih Purbasari_29006012
•
Memberikan
rangsangan
berinovasi
berdasarkan
pengetahuan
dan
pemanfaatan teknologi dalam rangka menciptakan produk-produk Cibaduyut yang memiliki daya saing berkelanjutan dari segi desain dan kualitas •
Membuat program-program kegiatan yang mendukung tercapainya visi tersebut
Dengan demikian, peneliti dalam hal ini menetap konsep visi dan misi pusat inovasi sesuai dengan penjelasan informan di atas karena visi dan misi tersebut dapat menggambarkan langkah ke depan Pusat Inovasi Cibaduyut dalam memajukan industri alas kaki di Cibaduyut sebagaimana yang menjadi kegunaan dari penelitian ini.
Penjelasan di atas didukung oleh pernyataan informan sebagai berikut: //...kalau bapak pribadi ..pengennya ya pusat inovasi ini bisa jadi sebuah organisasi..lembaga gitu..yang bisa...untuk mengembalikan identitas Cibaduyut sebagai tempat wisata belanja yang berkualitas dan nyaman...references A2// Pada kategori visi dan misi, ada beberapa jawaban informan (A1, B1, dan C2) yang diacuhkan peneliti dikarenakan peneliti menilai jawaban informan tidak jelas dan meragukan peneliti bahwa jawaban yang diutarakan adalah benar-benar hasil pemikiran informan. (Keterangan transkrip informan A1, A2, B1, B2, C1, C2, D1, dan D2 dapat dilihat pada Lampiran B halaman 191)
IV. 4.9. Bentuk Usaha Pusat Inovasi Cibaduyut Bentuk usaha yang diterapkan di Pusat Inovasi Cibaduyut merupakan cara dan upaya yang digunakan untuk menunjang pembiayaan kegiatan operasional pusat inovasi sekaligus mendukung keberlangsungan hidup dari pusat inovasi itu sendiri. Berdasarkan pendapat para informan ada beberapa bentuk usaha yang dapat diterapkan pada Pusat Inovasi Cibaduyut, yaitu:
128 Ratih Purbasari_29006012
1.
Probusiness policy dengan sistem BDS (Business Development Services)
Sistem BDS (Business Development Services) merupakan suatu sistem bisnis yang bertujuan mendapatkan pendapatan namun tidak berorientasi pada keuntungan semata, tetapi juga memperhatikan nilai-nilai sosial.
Sistem bisnis digunakan agar pihak pengelola pusat inovasi memiliki karakter dan perilaku yang dapat mendukung pusat inovasi untuk beroperasi dengan cara menghasilkan uang.
Dengan adanya perputaran uang tersebut, pihak pengelola akan termotivasi untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi para pelaku industri alas kaki selaku konsumen serta berusaha sebaik mungkin untuk mempertahankan kelangsungan hidup pusat inovasi.
Proses bisnis dapat dilakukan dengan menjual jasa (pelayanan konsultasi, pembinaan, pendampingan, pelatihan dan lain-lain) dan produk (desain produk) dimana penentuan biaya atau tarif yang dikenakan untuk jasa dan produk tersebut memperhatikan dan disesuaikan dengan tingkat kemampuan para pelaku industri alas kaki di Cibaduyut sehingga terjangkau dan tidak memberatkan para pelaku tersebut, karena jika biaya atau tarif yang dikenakan terlalu tinggi akan membuat para pelaku menjadi tidak tertarik untuk memanfaatkan fasilitas dan layanan pusat inovasi yang selanjutnya dapat mengakibatkan tujuan untuk memajukan industri alas kaki Cibaduyut menjadi tidak tercapai.
Dengan sistem BDS (Business Development Services), tidak hanya menjadi sumber penghasilan dan memberikan keuntungan bagi pusat inovasi tetapi juga memiliki nilai sosial melalui penentuan biaya dan tarif yang terjangkau dan sesuai dengan kemampuan para pelaku dalam memanfaatkan fasilitas dan layanan pusat inovasi. Selain itu, penerapan sistem BDS (Business Development Services) dapat memberikan kesadaran dan mendidik para pelaku bahwa untuk memajukan usahanya diperlukan pengorbanan dan komitmen yang dalam hal ini para pelaku dididik untuk menghargai dan bersedia membayar biaya atau tarif atas fasilitas
129 Ratih Purbasari_29006012
dan layanan yang telah diperolehnya dari pusat inovasi karena pengorbanan tersebut dilakukan untuk kepentingannya sendiri. Teknik penjualan jasa dan produk (Desain) diatur sedemikian rupa sehingga tidak merugikan kedua belah pihak, misalnya desain yang ditawarkan tidak diperjualbelikan dua kali tetapi hanya tersedia satu desain saja untuk setiap kali pemesanan atau penjualan.
Pendapatan yang diperoleh digunakan untuk membiayai prasarana dan kegiatan operasional, mendukung kinerja dan kelangsungan hidup pusat inovasi. Dengan menerapkan sistem bisnis, pusat inovasi menjadi lebih mandiri dan tidak bergantung pada pendanan dari sponsor seperti pemerintah serta pihak lainnya Pengelolaan pusat inovasi yang efektif dan efesien diharapkan tidak hanya dapat memberikan manfaat bagi para pelaku IKM alas kaki di Cibaduyut, tetapi juga memberikan kesejahteraan para pengelola pusat inovasi itu sendiri.
Berkaitan dengan konsep Business Development Services atau BDS, berdasarkan literatur “Kerangka Kerja BDS” tumbuh dari keyakinan komunitas donor bahwa sasaran ekonomi dan sosial hanya akan tercapai apabila dapat mengandalkan pelaku sektor swasta yang menyediakan beragam layanan jasa. Pemberdayaan sektor swasta untuk mencapai jangkauan yang lebih luas memerlukan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana penyedia BDS dapat mencapai kemandirian finansial atau bahkan mendapatkan keuntungan.
BDS meliputi pelatihan, jasa konsultasi dan saran, bantuan pemasaran, informasi, pengembangan usaha, alih teknologi serta promosi jaringan usaha. Kadangkala dibuat perbedaan antara jasa usaha “operasional” dan “strategis”. Jasa operasional adalah jasa dalam kegiatan harian, seperti informasi dan komunikasi, manajemen pembukuan dan laporan pajak, kepatuhan terhadap peraturan ketenagakerjaan serta peraturan lainnya. Di sisi lain, jasa strategis dipergunakan perusahaan untuk mengatasi hal-hal jangka menengah dan panjang untuk meningkatkan kinerja perusahaan, akses pasar dan kemampuan bersaing. Misalnya, jasa strategis dapat membantu perusahaan untuk identifikasi dan melayani pasar, mendesain produk, menyiapkan
fasilitas
dan
mencari
pendanaan.
Oleh
karena
itu
“Jasa
130 Ratih Purbasari_29006012
Pengembangan Usaha/BDS” dirumuskan dengan pengertian yang luas, meliputi berbagai jenis jasa usaha, baik jasa operasional maupun jasa strategis.
Hal ini berarti bahwa terdapat berbagai pasar yang dapat menyediakan beragam jenis jasa usaha dengan struktur yang berbeda (kompetitif atau konsentrasi), dengan pola perubahan dan berbagai implikasi bagaimana melakukan intervensi. Beberapa jenis BDS disediakan dalam bentuk “terpisah” (stand alone) oleh penyedia jasa usaha khusus. Adakalanya penyedia jasa menyediakan paket BDS bersamaan dengan jasa atau produk lain–misalnya, saat membantu alih-teknologi baru yang digabung dengan jasa desain dan pelatihan. Penyediaan BDS sebagai bagian dari hubungan usaha termasuk hubungan pemasok/pembeli, sub-kontrak, waralaba dan lisensi merupakan kebiasaan umum dikalangan usaha kecil. Dalam hal ini, BDS disediakan sebagai bagian dari transaksi lain, misalnya bantuan desain bagi UKM yang menjual produk kepada perusahaan yang lebih besar, atau pelatihan bagi UKM sebagai bagian dari pembelian peralatan. Asosiasi-asosiasi usaha dan jaringan usaha informal merupakan sarana lain yang dapat menyediakan jasa usaha bagi UKM.
Di samping berbagai jenis jasa dan mekanisme penyediaan BDS, terdapat berbagai jenis mekanisme pembayaran BDS. Harga jasa dapat berupa pembayaran langsung, sebagai komponen dari harga paket jasa (mis. sewaktu UKM menjual produk dengan harga lebih murah dengan imbalan memperoleh bantuan teknologi dari pembeli), atau berdasarkan komisi (misalnya penyedia jasa pemasaran dibayar sesudah berhasil menjual produk UKM). Terdapat cukup bukti bahwa UKM cenderung memanfaatkan jasa yang ditawarkan berdasarkan komisi daripada membayar jasa langsung, karena bentuk pembayaran dengan mekanisme komisi mengurangi risiko dan pengeluaran uang tunai sehingga tidak mengganggu kelancaran alur kas. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa BDS sudah disediakan berkesinambungan secara komersial bagi usaha-usaha yang sangat kecil (CDASED, 2001).
131 Ratih Purbasari_29006012
2.
Nirlaba
Bentuk usaha nirlaba menjadi salah alternatif bentuk usaha yang dapat diterapkan di pusat inovasi mengingat industri yang dilayani merupakan industri dengan skala kecil menengah sehingga pusat inovasi dengan konsep ini tidak akan memberatkan pelaku IKM alas kaki di Cibaduyut.
Bentuk usaha dengan konsep nirlaba harus melibatkan orang-orang yang berjiwa sosial dan motivasi yang tinggi karena pusat inovasi dalam kondisi ini tidak menghasilkan pendapatan sehingga tidak ada jaminan kesejateraan bagi para pengelola pusat inovasi. Keseluruhan biaya kegiatan operasional pusat inovasi sepenuhnya bergantung pada sumber pendanaan dari pihak sponsor.
Hasil literatur menyebutkan bahwa pelaku usaha dalam melakukan perubahan pematenan dan pengembangan penemuan menjadi produk yang dapat dipasarkan memerlukan biaya yang tidak sedikit. Oleh karena itu, pusat inovasi dalam hal ini diharapkan dapat memberikan dukungan keuangan untuk membiayai hal tersebut. Dukungan
keuangan
biasanya
digunakan
untuk
membayar
biaya-biaya
pematenan, pengembangan produk dan komersialisasi yang berkenaan dengan pengembangan suatu penemuan. Pembiayaan tersebut dapat berupa suatu format dana, meminjamkan atau menjamin. Pengembalian dana keuangan tersebut dapat dilakukan melalui pembayaran kembali secara bersyarat kepada pusat inovasi yang tergantung pada kesuksesan proyek dan pada pendapatan yang diterima oleh pihak yang melakukan pinjaman tersebut. Jika penemuan gagal dimanfaatkan secara ekonomis, penerima dari dukungan keuangan tidak berkewajiban untuk mengembalikan uang pinjaman kepada Pusat Inovasi (Sipilä, 1999).
Selain format dana di atas, Canadian Innovation Centre pada prakteknya merupakan pusat inovasi yang tidak berorientasi pada keuntungan walaupun memiliki peluang keuangan. Pembiayaan diperoleh dari pembayaran yang dibebankan kepada sponsor atas jasa pengembangan yang dilakukan pusat inovasi. Pusat inovasi ini membuat persetujuan dengan pemerintah pusat Kanada. Melalui persetujuan ini, pembiayaan kegiatan pusat inovasi menjadi tanggung
132 Ratih Purbasari_29006012
jawab pemerintah, sedangkan Canadian Innovation Centre sendiri berperan dalam melakukan pembaharuan untuk kemajuan Kanada (Anonim, 2006).
Berdasarkan hasil literatur tersebut apabila dibandingkan dengan pernyataan para informan akan ditemukan perbedaan maupun persamaan mengenai pembiayaan kegiatan operasional pusat inovasi.
Menurut Sipilä (1999), pusat inovasi dapat memberikan bantuan dana bagi para pelaku usaha dalam melakukan pengembangan produknya, sedangkan pusat inovasi cibaduyut tidak memberikan dana secara langsung tetapi lebih kepada pelayanan pengembangan produk sehingga dalam hal ini pusat inovasi melakukan pengembangan produk yang selanjutnya akan disosialisasikan kepada para pelaku usaha tersebut.
Untuk pembiayaan pusat inovasi sendiri, menurut Anonim (2006) menjadi tanggungan pemerintah karena pusat inovasi dalam hal ini berperan memajukan kepada negara, sedangkan Pusat Inovasi Cibaduyut selain melibatkan pemerintah sebagai sponsor juga turut melakukan aktivitas bisnis untuk mendukung pembiayaan operasional pusat inovasi tersebut, karena pemerintah tidak sepenuhnya memberikan bantuan dalam bentuk dana tetapi lebih kepada fasilitas dan dukungan kebijakan.
Dengan demikian, peneliti dalam hal ini menetapkan konsep bentuk usaha Pusat Inovasi Cibaduyut dengan sistem BDS dan bukan nirlaba, mengingat terbatasnya bantuan pemerintah tersebut, sehingga Pusat Inovasi Cibaduyut dalam hal ini harus melakukan aktivitas bisnis dan tidak bergantung sepenuhnya pada pemerintah dan sponsor sebagaimana yang berlaku pada sistem nirlaba. Namun, dalam pelaksanaan sistem binis ini harus tetap memperhatikan kemampuan para pelaku IKM alas kaki di Cibaduyut agar tidak memberatkan para pelaku tersebut, sehingga tujuan untuk memajukan industri alas kaki di Cibaduyut dapat tercapai.
133 Ratih Purbasari_29006012
Penjelasan di atas didukung oleh pernyataan informan sebagai berikut: //...bagaimana sebuah organisasi bisa menghidupi prasarananya...jadi bentuk usahanya harus Probusiness policy ya dengan BDS itu...ya..ini kan bisnis...Probusiness policy itu tetap bisnis tapi ada nilai sosialnya juga... references D1// (Keterangan transkrip informan A1, A2, B1, B2, C1, C2, D1, dan D2 dapat dilihat pada Lampiran B halaman 192).
IV. 4.10. Tujuan Pusat Inovasi Cibaduyut Tujuan pusat inovasi berdasarkan pendapat para informan antara lain yaitu: •
Memajukan dan mengembangkan industri alas kaki di Cibaduyut
•
Mengembangkan wawasan pelaku usaha alas kaki Cibaduyut
•
Mendorong kreativitas dan membantu menciptakan budaya inovasi yang bisa mendukung pengembangan kemampuan para pelaku IKM alas kaki di Cibaduyut untuk berinovasi
•
Melestarikan dan mengembalikan identitas/citra Cibaduyut sebagai tempat wisata
•
Mengembangkan dan mensosialisasikan cluster industri alas kaki kepada para pelaku IKM alas kaki di Cibaduyut
•
Membantu para pelaku IKM alas kaki di Cibaduyut menghasilkan produkproduk yang memiliki daya saing berkelanjutan dan menciptakan image yang baik untuk produk alas kaki Cibaduyut.
•
Membantu para pelaku IKM alas kaki di Cibaduyut untuk memiliki sistem manajemen mutu dalam menjalankan usahanya.
Secara umum, tujuan Pusat Inovasi Cibaduyut berdasarkan pernyataan para informan memiliki beberapa persamaan dengan tujuan beberapa pusat inovasi yang ada di negara lain. Berdasarkan hasil literatur menyebutkan bahwa tujuan pusat inovasi memfokuskan pada pengembangan dan memanfaatkan kemampuan dan keahlian yang dimiliki oleh para pengusaha. Selain itu juga berusaha untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pemeliharaan inovasi dan kreativitas (BEDB, 2006). 134 Ratih Purbasari_29006012
Hal ini sejalan dengan tujuan Pusat Inovasi Cibaduyut sebagaimana yang dijelaskan di atas yang salah satunya adalah mendorong kreativitas dan membantu menciptakan budaya inovasi yang bisa mendukung pengembangan kemampuan para pelaku IKM alas kaki di Cibaduyut untuk berinovasi.
Selain itu, salah satu tujuan Canadian Innovation Centre di Kanada yang turut mendukung pernyataan informan mengenai tujuan Pusat Inovasi Cibaduyut adalah membantu perusahaan-perusahaan Kanada untuk dapat memanfaatkan teknologi baru untuk menghasilkan kekayaan dan mendukung daya saing mereka (Anonim, 2006).
Malaysia Design Innovation Centre sebagai salah satu pusat inovasi di Malaysia juga memiliki beberapa tujuan penting yang salah satu memiki persamaan dengan Pusat Inovasi Cibaduyut yaitu membangun dan mengatur kualitas dan merek produk serta pematenan merek produk dalam untuk mencapai keberhasilan dalam usaha mempertajam kehadiran merek produk tersebut di pasaran (MDIC, 2007). Literatur tersebut mendukung salah satu tujuan Pusat Inovasi Cibaduyut yang diungkapkan informan yaitu membantu para pelaku IKM alas kaki di Cibaduyut menghasilkan produk-produk yang memiliki daya saing berkelanjutan dan menciptakan image yang baik untuk produk alas kaki Cibaduyut. Berbagai persamaan tujuan tersebut tentunya ditentukan berdasarkan permasalahan yang menjadi fokus berdirinya masing-masing pusat inovasi tersebut.
Berdasarkan penjelasan di atas, pada konsep tujuan pusat inovasi peneliti menetapkan tujuan pusat inovasi sebagaimana yang dijelaskan oleh para informan karena semua tujuan tersebut telah mencakup keseluruhan dari topik penelitian ini.
135 Ratih Purbasari_29006012
Penjelasan di atas didukung oleh pernyataan informan sebagai berikut: //.......tujuannya ya yang jelas mendorong pengembangan kreativitas tentunya ya..kemudian mendukung pengembangan kemampuan untuk berinovasi... references D2// (Keterangan transkrip informan A1, A2, B1, B2, C1, C2, D1, dan D2 dapat dilihat pada Lampiran B halaman 192).
IV. 4.11. Klien Pusat Inovasi Cibaduyut Salah satu tujuan pembangunan Pusat Inovasi Cibaduyut adalah untuk memajukan industri alas kaki di Cibaduyut. Dengan demikian, berdasarkan pendapat para informan, yang menjadi sasaran utama dari pusat inovasi ini adalah para pelaku IKM alas kaki yang berada di daerah Cibaduyut. Setelah mampu melayani dan memenuhi kebutuhan pelaku alas kaki cibaduyut, pusat inovasi selanjutnya akan dikembangkan untuk dapat melayani para pelaku IKM alas kaki di luar daerah Cibaduyut.
Pada tahap awal, sistem yang diterapkan dalam melayani pelaku IKM alas kaki adalah sistem klien karena sistem ini lebih mudah dalam hal pengurusan serta mempermudah para pelaku IKM alas kaki dalam memperoleh pelayanan. Dengan sistem klien, transaksi yang terjadi akan selesai seiring dengan terjadinya pembayaran, sehingga untuk tahap awal sistem ini akan lebih efektif. Setelah para pelaku merasakan manfaat dari pusat inovasi, sistem klien selanjutnya akan dikembangkan menjadi sistem keanggotaan atau membership.
Pada sistem membership, pelaku IKM alas kaki yang ingin mendapatkan pelayanan diharuskan menjadi anggota pusat inovasi. Hal ini dimaksudkan agar dalam diri para pelaku IKM alas kaki muncul rasa memiliki, rasa terlibat, dan tanggung jawab dalam mengembangkan dan menjaga kelangsungan hidup pusat inovasi yang pada akhirnya akan menumbuhkan ikatan secara psikologis antara pelaku IKM alas kaki dengan pusat inovasi maupun sebaliknya. Pada sistem membership, pusat inovasi pun memiliki tanggungjawab sosial kepada para anggotanya, diantaranya adalah memberikan laporan kegiatan setiap tahun untuk
136 Ratih Purbasari_29006012
menginformasikan segala kegiatan yang dilakukan oleh pusat inovasi pada tahun tersebut. Dengan demikian, para pelaku IKM alas kaki sebagai anggota mengetahui dan menilai perkembangan pusat inovasi sehingga dapat memutuskan untuk tetap meneruskan keanggotaannya atau tidak.
Berdasarkan penjelasan tersebut, peneliti dalam hal ini menetapkan konsep sistem klien pada Pusat Inovasi Cibaduyut karena sistem tersebut dalam pelaksanaannya akan lebih efektif dan efesien. Pada perkembangan selanjutnya,
sistem ini
dikembangkan menjadi sistem membership jika pusat inovasi maupun pelaku IKM alas kaki merasa telah siap melakukan perubahan tersebut.
Penjelasan di atas didukung oleh pernyataan informan sebagai berikut: //... Kalo saya lebih ke klien gitu ya..jadi ngga ribet ngurus-ngurus sistemnya..lebih mudah lah kalo pake sistem klien kaya gitu... references A2// ((Keterangan transkrip informan A1, A2, B1, B2, C1, C2, D1, dan D2 dapat dilihat pada Lampiran B halaman 192).
IV. 4.12. Program Kerja Pusat Inovasi Cibaduyut Program kerja yang diterapkan di Pusat Inovasi Cibaduyut disesuaikan dengan permasalahan dan kebutuhan para pelaku IKM alas kaki di Cibaduyut, sehingga program kerja tersebut benar-benar dapat memberikan manfaat yang nyata bagi kemajuan industri ini. Dengan demikian pembahasan pada bab ini akan berkaitan erat dengan pembahasan sub bab permasalahan dan solusi sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Berdasarkan pendapat para informan ada beberapa program kerja yang dapat diterapkan di Pusat Inovasi Cibaduyut, antara lain yaitu:
1.
Perbaikan Infrastruktur
Program Perbaikan Infrastruktur diterapkan untuk mengatasi permasalahan mengenai infrastruktur dan kurangnya perhatian pemerintah yang bertujuan antara lain yaitu: •
Melibatkan pemerintah pada kegiatan penyuluhan, seminar, pelatihan, dan pengadaan mesin/peralatan yang dilaksanakan pusat inovasi.
137 Ratih Purbasari_29006012
•
Melibatkan pemerintah dalam hal pemberian masukan mengenai pembukaan akses jalan tol.
•
Bekerjasama dengan pemerintah dalam pelaksanaan program revitalisasi Cibaduyut.
•
Menjalin kerjasama dengan UPT dalam hal pelaksanaan program kegiatan dan memfasilitasi para pelaku untuk mengikuti kegiatan-kegiatan pameran produk alas kaki.
Kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut terdiri dari: •
Mengundang dan bekerjasama dengan pihak pemerintah dalam kegiatan seminar, pelatihan dan penyuluhan serta melibatkan pemerintah dalam hal pengadaan mesin dan peralatan untuk memajukan industri alas kaki Cibaduyut.
•
Memberikan masukan dan bekerjasama dengan pemerintah kota, pemerintah kabupaten, dan jasa marga dalam pembukaan akses jalan tol Cibaduyut. .
•
Menjalin hubungan kerja sama dengan unit pelayanan teknik (UPT) sebagai lembaga pemerintah dengan saling mendukung pelaksanaan program kegiatan satu sama lain.
•
Bekerjasama dengan pemerintah khususnya pemerintah kota dalam pelaksanaan program revitalisasi Cibaduyut yang sedang digalakkan pemerintah.
2.
Program Peningkatan Kreativitas Desain
Program
Peningkatan
Kreativitas
Desain
diterapkan
untuk
mengatasi
permasalahan peniruan desain yang bertujuan antara lain yaitu: •
Membantu para pengusaha untuk dapat menghasilkan gagasan atau ide-ide kreatif untuk kemajuan bisnisnya.
•
Menjalin hubungan kerjasama dengan komunitas desainer dengan membuka kesempatan magang bagi para mahasiswa desainer sekaligus kesempatan berbagi ilmu dan pengetahuan dengan para IKM alas kaki di Cibaduyut.
•
Membantu para IKM alas kaki di Cibaduyut untuk mendesain produk melalui pengembangan software tentang desain produk alas kaki.
138 Ratih Purbasari_29006012
•
Meningkatkan kesadaran, konsistensi dan komitmen para IKM alas kaki untuk tidak melakukan plagiat atau meniru produk orang lain melalui proses edukasi dan pelatihan.
Kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut terdiri atas: •
Membuat software desain yang dapat membantu para IKM alas kaki mendesain produknya dengan lebih mudah.
•
Mengadakan kerjasama dengan komunitas desainer dalam rangka untuk membantu para pelaku IKM alas kaki di Cibaduyut mendapatkan ide-ide mengenai model desain, penyediaan prototype desain untuk diperjual belikan serta dengan membuka kesempatan mahasiswa desainer untuk magang di pusat inovasi sehingga dapat berbagi ilmu dan pengalaman dengan IKM alas kaki di Cibaduyut.
•
Memberikan pelayanan pelatihan dan konsultasi desain alas kaki dan packaging dengan melibatkan pengusaha yang sukses, berpengalaman dan ahli di bidang alas kaki untuk mengadakan pelatihan dan pengajaran tentang cara mendesain produk alas kaki dalam rangka meningkatkan kreativitas pelaku usaha agar lebih lebih kreatif membuat desain produknya.
3.
Program Forum Informasi dan Komunikasi.
Program Forum Informasi dan Komunikasi diterapkan untuk mengatasi permasalahan bahan baku yang bertujuan antara lain yaitu : •
Membantu perluasan jaringan informasi ke supplier-supplier/daftar supplier bahan baku.
•
Mempertemukan pelaku usaha dengan komunitas akademik, pemerintah dan organisasi atau lembaga independent untuk untuk berdiskusi dan
berbagi
informasi. •
Membuat data base supplier kulit, imitasi dan bahan-bahan lainnya.
Kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut terdiri dari: •
Membuat data base/daftar pemasok kulit, lem, asesoris dan bahan penolong lainnya di Jawa Barat.
139 Ratih Purbasari_29006012
•
Bekerjasama dan menyusun jadwal pertemuan antar komunitas pelaku usaha, akademik, pemerintah dan organisasi independent untuk membahas perkembangan informasi terbaru minimal satu kali dalam sebulan.
4.
Program Peningkatan Kualitas Produk dan SDM
Program Peningkatan Kualitas Produk dan SDM diterapkan untuk mengatasi permasalahan persaingan usaha dan SDM yang bertujuan antara lain yaitu: •
Meningkatkan kemampuan SDM melalui kegiatan pelatihan teknis pembuatan alas kaki yang tepat, pelatihan mengenai
wawasan bidang
kewirausahaan serta memfasilitasi pemanfaatan teknologi. •
Memberikan jasa konsultasi dalam rangka pemberian masukan, ide-ide, pengetahuan atau informasi yang dibutuhkan oleh para pengusaha maupun pengrajin dalam usaha memajukan industrinya.
•
Mengubah pola pikir para IKM alas kaki menjadi lebih maju melalui kegiatan seminar.
•
Meningkatkan perhatian terhadap kesehatan dan keamanan kerja pengrajin.
•
Meningkatkan kemampuan manajemen perusahaan melalui program pendampingan.
•
Meningkatkan kualitas produk melalui pengembangan teknologi berbasis komputer dan perluasan pasar.
Kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut terdiri dari: •
Mengadakan seminar dan pendidikan dengan menyediakan tenaga pengajar atau konsultan untuk membimbing dan mengajarkan ilmu kewirausahaan dalam rangka mengubah mind set serta membuka wawasan para pelaku maupun pengrajin alas kaki di Cibaduyut agar menjadi pengusaha yang berjiwa profesional.
140 Ratih Purbasari_29006012
•
Mengadakan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan atau skill para pengrajin alas kaki dalam memproduksi produknya sehingga dapat menghasilkan produk yang berkualitas dan berdaya saing tinggi sekaligus menstandardisasi kemampuannya berdasarkan skill, knowledge and attitude (SKA) serta menumbuhkan perhatian terhadap kesehatan dan keamanan kerja.
•
Menyediakan layanan konsultasi untuk memberikan masukan, ide, pengetahuan baru yang dibutuhkan para pelaku dan pengrajin industri alas kaki dalam usaha mengembangkan usahanya.
•
Menyediakan
layanan
pendampingan
dalam
bidang
manajemen,
pembukuan, pemasaran, produksi serta kontrol kualitas dengan cara mengundang pelaku IKM alas kaki di Cibaduyut dengan kriteria tertentu untuk menjadi klien dan jika terbukti memberikan dampak positif bagi kemajuan usahanya, klien akan dikenakan uang jasa dengan tarif yang disesuaikan dengan kemampuan klien tersebut. •
Bekerjasama dengan komunitas komputer untuk mengembangkan teknologi berbasis komputer yang dapat mendukung produksi alas kaki dalam menciptakan produk yang sesuai dengan anatomi kaki sehingga lebih nyaman dan customize.
•
Mengembangkan sistem katalog, majalah dan e-base untuk memasarkan dan mempromosikan produk alas kaki Cibaduyut.
Pendapat para informan mengenai program kerja pusat inovasi didukung oleh hasil literatur, Sipilä (1999) yang menyebutkan bahwa pusat inovasi memiliki beberapa tugas penting yang terdiri dari: 1.
Promosi dan komunikasi dari aktivitas inovasi.
2.
Memberikan saran dan evaluasi dari penemuan.
3.
Memberikan saran dan membantu dalam pengamanan hak kekayaan intelektual, yang sebagian besar berupa hak paten.
4.
Membantu dalam manajemen proyek dan pengembangan produk, contohnya dalam pembangunan prototype.
141 Ratih Purbasari_29006012
5.
Memberikan saran dalam pemasaran dan komersialisasi dari inovasi produk baru.
6.
Pembiayaan sebagian atau secara penuh yang menyangkut hal pematenan, pengembangan produk dan komersialisasi biaya dari suatu penemuan.
Selain itu, menurut Sipilä (1999), pusat inovasi juga mempunyai beberapa kegiatan kerja yang terdiri dari: 1.
Pemberian saran pada pendirian perusahaan baru.
2.
Kegiatan pengembangan untuk memulai perusahaan atau kerjasama dengan penerapan teknologi.
3.
Berpartisipasi atau bekerjasama dalam hal kegiatan penanaman modal, terutama pada tahap awal pembiayaan.
4.
Pendidikan dan kegiatan pelatihan untuk para investor dan wirausaha.
5.
Kerjasama internasional dan kontak bisnis.
Dari pendapat tersebut, ada program kerja yang memiliki persamaan dengan program kerja Pusat Inovasi Cibaduyut terutama mengenai pengembangan usaha melalui pelatihan, pengembangan produk dengan inovasi, konsultasi, promosi dan komunikasi baik mengenai produk pelaku usaha maupun aktivitas Pusat Inovasi Cibaduyut itu sendiri. Konsep program kerja pusat inovasi sebagaimana yang diungkapkan oleh para informan sangat sesuai dengan kondisi industri alas kaki di Cibaduyut, karena semua program tersebut dibentuk berdasarkan permasalahan industri tersebut beserta solusinya sehingga pelaksanaan program tersebut dinilai mampu untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi para pelaku IKM Alas Kaki Cibaduyut. Penjelasan di atas didukung oleh pernyataan informan sebagai berikut: //.....jadi program nya kalau bisa yang terpadu aja...kaya untuk bahan baku ini..kalau memang kurang informasi ya udah kita bikin program informasi gitu..kita bikin daftar supplier bahan baku itu siapa aja dan di mana..jadi kalau mereka butuh tinggal search aja maunya yang di mana..kan mudah...references B2// (Keterangan transkrip informan A1, A2, B1, B2, C1, C2, D1, dan D2 dapat dilihat pada Lampiran B halaman 192). 142 Ratih Purbasari_29006012
IV. 4.13. Tim Manajemen Pusat Inovasi Cibaduyut Tim manajemen merupakan berbagai pihak yang telibat dalam pengelolaam dan pengembangan Pusat Inovasi Cibaduyut. Dari pendapat para informan, peneliti merumuskan sub bab tim manajemen sebagai berikut: 1.
Pihak pengelola/ Innovation promotor
Para pengelola pusat inovasi, berdasarkan pendapat para informan terdiri dari: •
Pemerintah (DISPERINDAG JABAR)
•
Pelaku IKM alas kaki di Cibaduyut
•
Asosiasi/Organisasi-Organisasi Konsultasi
•
Akademik
•
Desainer
Peran masing-masing pihak telah dijelaskan sebelumnya pada sub bab peran innovation promotor.
2.
Karakter Pengelola
Untuk mengelola Pusat Inovasi Cibaduyut, diperlukan karakteristik pengelola sebagai berikut: •
Bersedia mengabdi pada masyarakat.
•
Berkompeten di bidangnya.
•
Memiliki komitmen yang tinggi terhadap kemajuan industri alas kaki di Cibaduyut.
•
Memiliki kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan dalam pelaksanaan program-program pusat inovasi.
•
Memiliki kemampuan koordinasi yang baik.
•
Memiliki motivasi yang tinggi.
•
Berjiwa sosial.
•
Tidak berorientasi mencari keuntungan.
•
Bersedia untuk berusaha keras mencari sponsor dana.
3.
Struktur Organisasi
Struktur organisasi Pusat Inovasi Cibaduyut terdiri dari: 143 Ratih Purbasari_29006012
•
Divisi Pelayanan pelatihan
•
Divisi konsultasi
¾
SDM / HRD
¾
Teknik
¾
Analisis dan perencanaan kebijakan
¾
Akuntansi dan keuangan
¾
Administrasi
•
Divisi Public relation/ Humas
¾
Berperan sebagai perantara komunikasi dan informasi pusat inovasi
¾
Bekerjasama dengan pihak pemerintah dalam melakukan promosi wisata
•
Divisi Riset dan Pengembangan (R&D)
¾
Melibatkan pihak akademik dan komunitas desainer dalam usaha melakukan pengembangan produk alas kaki
•
Administrasi
¾
Berperan dalam hal yang berkaitan dengan korespodensi
Berdasarkan hasil literatur menjelaskan bahwa pihak yang bertanggung jawab atas kegiatan manajemen dan administrasi di pusat inovasi dilakukan oleh orang-orang yang yang memiliki pengalaman dan kemampuan untuk mengelola dan mengembangkan pusat inovasi berdasarkan misi dan visi yang telah ditetapkan sebelumnya. Penentuan pihak manajemen pusat inovasi merupakan hal yang sangat penting bagi pengembangan pusat inovasi. Sebagian besar dari berbagai fungsi dari manajemen pusat inovasi adalah untuk mendesain dan mengimplementasikan program pengembangan, untuk membangun hubungan dan jaringan kerja sama yang relevan dengan institusi lokal dan regional serta mengelola kegiatan operasional pusat inovasi (BEDB,2006).
Selain peran dan fungsi tersebut, pada prakteknya pihak manajemen dari The Barnsley Business and Innovation Centre di UK juga berperan sebagai pengatur dalam penyediaan jasa penasihat dan pendukung bisnis di pusat inovasi bagi para klien.
144 Ratih Purbasari_29006012
Jasa tersebut antara lain adalah perencanaan bisnis, pembinaan manajemen, keuangan, akuntansi, manajemen proyek, inovasi dan pemasaran serta bantuan spesialis melalui akses jaringan yang luas (BBIC, 2003).
Dengan demikian, konsep mengenai tim manajemen berdasarkan pendapat para informan dapat diterapkan di Pusat Inovasi Cibaduyut. Hal ini dikarenakan, pada dasarnya pendapat para informan memiliki persamaan dengan hasil literatur sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Para pengelola harus memiliki kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan pusat inovasi dalam memberikan pelayanannya, sehingga pihak manajemen yang terpilih diharapkan dapat menjalankan dan menyukseskan program pusat inovasi untuk memberikan kesuksesan dan mewujudkan tujuan dari pusat inovasi ini.
Penjelasan di atas didukung oleh pernyataan informan sebagai berikut: //... divisi pelayanan pelatihannya...konsultasinya...ini juga ada beberapa ya...sesuai sama service yang diberikan itu ada apa aja..ada ..ya secara umum aja ya..keuangan...akuntansi...SDM atau HRDnya..trus juga mungkin ada juga ini ya..analisis kebijakan....teknik juga..kemudian....mungkin administrasinya...nah itu perlu dibuat seperti itu ya... references B2// (Keterangan transkrip informan A1, A2, B1, B2, C1, C2, D1, dan D2 dapat dilihat pada Lampiran B halaman 192).
IV. 4.14. Fasilitas dan Layanan Pusat Inovasi Cibaduyut Fasilitas dan layanan yang tersedia di pusat inovasi harus dapat mendukung pelaksanaan program kerja dari pusat inovasi itu sendiri. Selain itu, fasilitas yang disediakan juga harus dapat memenuhi dan mendukung terlaksananya layanan yang ada di pusat inovasi tersebut. Menurut pendapat para informan fasilitas yang harus tersedia di pusat inovasi antara lain: •
Ruangan pelatihan; untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan pelatihan, seminar, penyuluhan dan lain-lain.
•
Ruangan konsultasi; untuk melaksanakan kegiatan konsultasi.
•
Ruang rapat; untuk melaksanakan kegiatan rapat baik rapat antar para pengelola maupun rapat yang melibatkan pihak lain. 145 Ratih Purbasari_29006012
•
Ruangan kerja karyawan; untuk melaksanakan kegiatan kerja para pengelola.
•
Ruang makan; untuk melaksanakan kegiatan makan para pengelola.
•
Tempat ibadah; untuk melaksanakan kegiatan ibadah para pengelola.
•
Workshop; untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat pameran kerja dan upaya untuk menarik perhatian investor yang ingin menanamkan modal.
•
Showroom/Ruang pameran; untuk menunjukkan dan menampilkan produk alas kaki hasil karya pelaku IKM alas kaki di Cibaduyut.
•
Museum; untuk memberikan nilai pendidikan kepada konsumen tentang produk alas kaki berkualitas, untuk menyampaikan nilai historis mengenai Cibaduyut sebagai daerah wisata belanja, wisata pendidikan, dan wisata industri.
Selain itu,museum juga berfungsi sebagai salah satu objek wisata di Cibaduyut yang berfungsi memperbaiki image dan branded produk alas kaki Cibaduyut.
Hal ini turut didukung oleh pernyataan yang mengungkapkan bahwa ketika pada masa kejayaan Cibaduyut, perajin merupakan pemilik toko di sepanjang Cibaduyut. Produk alas kaki buatannya langsung dijual di tokonya, sehingga dalam hal ini pembeli tidak sekadar membeli tetapi juga dapat melihat langsung bagaimana proses membuat alas kaki tersebut. Hal inilah yang kemudian menjadi daya tarik tersendiri dimana Cibaduyut bukan hanya toko alas kaki, melainkan juga sebagai tempat berwisata (Suhendar dalam Ernanto, 2003). Dengan mengetahui secara langsung pembuatan produk alas kaki tersebut diharapkan dapat membantu mengubah image dan branded produk alas kaki Cibaduyut. •
Toilet
•
Komputer dan jaringan internet; sebagai prasarana yang mendukung kinerja para pengelola Pusat Inovasi dan mempermudah dalam mengakses informasi perkembangan mode atau trend alas kaki.
•
Telepon; sebagai alat pendukung komunikasi.
146 Ratih Purbasari_29006012
Berdasarkan hasil literatur, ada beberapa pendapat yang mendukung pendapat dari para informan tersebut.
Menurut BEDB (2006), pusat inovasi menyediakan ruang kantor yang dilengkapai dengan fasilitas siap pakai untuk para pengelola, begitu juga dengan berbagai fasilitas bersama lainnya yang dilengkapi dengan ruang konferensi dan pertemuan, area pameran, kafetaria, ruang beribadah, ruang bersantai serta ruang kuliah yang berkapasitas sampai 100 orang.
Pendapat lain yang turut mendukung pendapat para informan adalah Chesapeake Innovation Center di Amerika yang memiliki fasilitas yang dirancang untuk dapat menumbuhkan berbagai perusahaan terutama perusahaan teknologi. Sebagai nilai tambah terhadap bantuan bisnis tersebut, pusat inovasi ini menyediakan ruang kantor dengan ukuran yang fleksibel, ruang konferensi, dapur, lobi, mesin fax, peralatan proyeksi, jaringan telepon lokal dan layanan internet serta meja penerima tamu untuk menyambut pengunjung (CIC, 2006).
Sementara itu, Finlandia-China Innovation Center, sebuah pusat inovasi di China menyediakan beberapa fasilitas lain yaitu (FINCHI, 2005): 1.
Ruangan kantor yang disesuaikan dengan keinginan para pekerjanya yang dirancang sedemikian rupa sehingga dapat memberikan lingkungan kerja menyenangkan dengan kombinasi suasana Finlandia dan Cina.
2.
Perlengkapan kantor seperti meja tulis, kursi, lemari dan bookshelf.
3.
Akses komputer yang terkendali serta jaringan internet tanpa kabel.
4.
Air-conditioning selama jam kerja.
5.
Area dapur yang dilengkapi dengan peralatan minum kopi, teh, dan lemari es.
6.
Mesin fotocopy dan mesin fax.
7.
Lingkungan kantor dengan tingkat keamanan tinggi yang disertai dengan fasilitas CCTV.
147 Ratih Purbasari_29006012
Untuk mengembangkan gagasan atau ide bisnis, Malaysia Design Innovation Centre juga menyediakan fasilitas-fasilitas sebagai berikut (MDIC, 2007): 1.
Komputer
2.
Perangkat lunak
3.
Kantor dan jasa kesekretariatan
4.
Jasa pendaftaran perusahaan
5.
Dukungan perlindungan hak kekayaan intelektual
6.
Jasa akuntansi
7.
Transfer teknologi
Dari beberapa literatur tersebut, ada beberapa persamaan antara fasilitas pusat inovasi tersebut dengan Pusat Inovasi Cibaduyut, diantaranya yaitu ruang kantor, ruang konferensi, area pameran, kafetaria/ruang makan, ruang beribadah, akses komputer, jaringan internet serta jaringan telepon.
Sedangkan perbedaan fasilitas masing-masing pusat inovasi terutama disebabkan kebutuhan dalam memenuhi pelayanan masing-masing pusat inovasi pun berbeda mengingat fasilitas yang tersedia digunakan untuk memenuhi pelayanan dari pusat inovasi tersebut.
Berdasarkan para pendapat informan, layanan yang tersedia di pusat inovasi terdiri atas: 1.
Pelatihan
Sebagai bagian dari program kerja, kegiatan pelatihan secara konsisten harus dilakukan dengan seefektif mungkin. Kegiatan pelatihan ini dilaksanakan oleh innovation promotor pusat inovasi. 2.
Konsultasi
Layanan konsultasi terdiri atas: •
Manajemen perusahaan
•
Pengembangan kemampuan bisnis
•
Akuntasi atau pembukuan
•
Keuangan
148 Ratih Purbasari_29006012
•
Analisis kebijakan
•
Manajemen proyek/Sistem Manajemen Mutu (SMM) untuk mengatur kualitas produk dan efektifitas kerja
•
Pemasaran dan Inovasi
•
Konsultasi Sumber Daya Manusia (SDM)
•
Konsultasi Teknik Produksi
•
Konsultasi Pajak.
3.
Pendampingan
Layanan pendampingan diberikan berdasarkan permasalahan yang sedang dihadapi pelaku IKM alas kaki, misalnya pelaku yang mengalami permasalahan dalam pembukuan akan didampingi oleh seorang konsultan yang ahli di bidang pembukuan, sedangkan pelaku yang mengalami permasalahan dalam teknik pembuatan sepatu akan didampingi oleh seorang teknisi atau pengrajin dari asosiasi sepatu atau tenaga teknisi yang tersedia di unit pelayanan teknik (UPT). Program pendampingan dilakukan oleh beberapa pihak yang berkompeten di bidangnya masing-masing, antara lain yaitu: •
Unit pelayanan Teknik (UPT)
•
Lembaga atau Organisasi konsultan
•
Asosiasi Sepatu
4.
Penyuluhan /Mentoring
5.
Penyediaan jaringan usaha / network access
(terutama ke supplier-
supplier bahan baku serta jaringan ke lembaga pemerintah). 6.
Pusat informasi
Memberikan pelayanan mengenai perkembangan informasi terbaru melalui modul-modul majalah, leaflet, buku dan lain-lain.
149 Ratih Purbasari_29006012
Pelayanan Pusat Inovasi Cibaduyut berdasarkan pendapat para informan tersebut didukung oleh beberapa hasil literatur, diantaranya adalah BEDB (2006) yang menjelaskan bahwa pelayanan yang tersedia pusat inovasi adalah pelayanan melalui suatu program pengembangan yang menyeluruh dan tersusun yang mencakup usaha perwujudan gagasan inovatif serta pembekalan untuk seminar dan pelatihan dalam usaha pengembangan dan peningkatan keterampilan bagi para peserta.
Selain itu, literatur lain yang turut mendukung pendapat para informan adalah pada prakteknya, The Thai-French Innovation Center menyediakan pelayanan riset, pelatihan, konsultasi dan jasa pengujian untuk industri dan para guru serta siswa universitas dan perguruan tinggi teknik di Thailand dan Asia Tenggara (TFIC,-). Pusat Inovasi Cibaduyut memiliki persamaan dengan pusat inovasi tersebut yang dalam hal ini juga menyediakan pelayanan berupa pelatihan dan konsultasi serta penelitian yang beorientasi pada pengembangan keterampilan dan kemampuan usaha para pelaku IKM alas kaki di Cibaduyut.
Pusat inovasi lainnya seperti Chesapeake Innovation Center menyediakan berbagai program pelayanan yang antara lain adalah sebagai berikut (CIC, 2006): 1.
Pelatihan dan pemberian saran-saran Tim manajemen Chesapeake Innovation Center memberikan bantuan dan nasihat atau saran kepada para kliennya seperti layaknya usahawan berpengalaman, para profesional dan ahli bisnis.
2.
Persiapan menghadapi investor dan perluasan jaringan Tim manajemen Chesapeake Innovation Center memberikan pelatihan bagaimana mempersiapkan cara untuk
pelayanan
menghadapi investor
secara efektif dan memperkenalkan usaha bagaimana mengembangkan jaringan sebagai langkah untuk mendapatkan investor. 3.
Sumber jaringan Chesapeake Innovation Center memberikan bantuan untuk memperluas jaringan keseluruh wilayah termasuk jaringan ke institusi-institusi dan perusahaan, ahli teknik, dan sumber bantuan bisnis lainnya.
150 Ratih Purbasari_29006012
4.
Pendidikan kewirausahaan Chesapeake Innovation Center memberikan pendidikan kewirausahaan melalui tenaga ahli dengan mengadakan seminar dan pertemuan-pertemuan untuk mendiskusikan topik yang berkaitan dengan teknologi dan bisnis untuk para usahawan.
5.
Program saling berbagi Dengan menjadi klien Chesapeake Innovation Center, klien sekaligus dapat mengambil keuntungan dengan berpartisipasi dalam masyarakat sebagai tahap awal perusahaan untuk saling berbagi sumber daya dan komunikasi dengan para usahawan lainnya.
Selain itu, Malaysia Design Innovation Center menyediakan pelayanan di bidang desain antara lain sebagai berikut (MDIC, 2007): 1.
Desain produk dan pengemasan desain
2.
Desain komunikasi
3.
Desain elektronik
4.
Desain interaktif
5.
Desain fashion
6.
Desain retail
7.
Pameran diesain
8.
Desain bangunan
9.
Desain lingkungan
10.
Multimedia
11.
Televisi dan Film
12.
Penyiaran
13.
Iklan
14.
Hubungan masyarakat
15.
Produksi audio visual
16.
Produksi musik
17.
Pengembangan merek
18.
Pengembangan perusahaan
151 Ratih Purbasari_29006012
Dari berbagai pelayanan tersebut, ada beberapa persamaan pelayanan yang juga dimiliki Pusat Inovasi Cibaduyut yaitu pelatihan dan pemberian saran-saran, perluasan jaringan, pendidikan kewirausahaan, program saling berbagi, desain produk serta pengembangan merek dan perusahaan.
Persamaan maupun perbedaan pelayanan masing-masing pusat inovasi disebabkan oleh perbedaan permasalahan yang menjadi maksud dan tujuan berdirinya pusat inovasi karena pelayanan yang tersedia di pusat inovasi ditentukan untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Dengan demikian, konsep fasilitas dan layanan berdasarkan pendapat para informan di atas dinilai telah memenuhi semua kebutuhan dan mendukung pelaksanaan kegiatan operasional maupun program kerja pusat inovasi sehingga peneliti menilai konsep tersebut dapat diterapkan di Pusat Inovasi Cibaduyut. Penjelasan di atas didukung oleh pernyataan informan sebagai berikut: //... Idealnya kita punya museum, tapi museum dalam arti ada nilai historis, ada nilai pendidikannya...supaya si konsumen dididik untuk tau...sepatu berkualitas itu yang bagaimana...references D1// (Keterangan transkrip informan A1, A2, B1, B2, C1, C2, D1, dan D2 dapat dilihat pada Lampiran B halaman 192).
IV. 4.15. Sponsorship Pusat Inovasi Cibaduyut Salah satu sumber dana untuk membiayai segala kegiatan operasional Pusat Inovasi Cibaduyut adalah pihak sponsor. Berdasarkan pendapat para informan, ada beberapa pihak yang dapat menjadi sponsor dari Pusat Inovasi Cibaduyut, antara lain yaitu:
1.
Pemerintah
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, pemerintah sebagai bagian dari innovation promotor juga dapat bertindak sebagai sponsor. Pemerintah sebagai sponsor dalam hal ini tidak harus mensponsori dalam bentuk bantuan dana, walaupun pemerintah memiliki dana untuk program sosial yang dapat diperoleh
152 Ratih Purbasari_29006012
dengan mengajukan proposal, tetapi pada umumnya memerlukan waktu yang cukup lama hingga dana tersebut dapat digunakan. Mengingat hal tersebut, pemerintah sebagai sponsor tidak harus memberikan bantuan dalam bentuk dana tetapi dalam bentuk yang lain seperti bantuan fasilitas, tempat, dukungan regulasi, memberikan kemudahan birokrasi, serta membantu mengakomodir para pengelola pusat inovasi.
Berkaitan dengan peran pemerintah tersebut, beberapa dukungan pernyataan menjelaskan bahwa salah satu usaha pemerintah dalam melaksanakan program sosial adalah menjembatani bantuan perbankan atau sumber lain, seperti dana bergulir untuk perajin alas kaki yang dilakukan oleh Departemen Perindustrian (Depperin) dengan menyewa tenaga konsultan yang berperan mendapatkan permodalan dari bank dan nonbank. Depperin juga tengah merintis untuk mendapatkan anggaran dari Bank Pembangunan Jerman dimana pembahasan perolehan dana tersebut masih dilakukan antara Departemen Keuangan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Bank Pembangunan Jerman. Dana tersebut akan digunakan untuk membiayai industri kecil menengah seperti Cibaduyut (Radius, 2007).
Selain usaha tersebut, untuk mengembangkan industri kecil menengah Pemerintah pusat melalui disperindag menganggarkan dana Rp.400 juta untuk membantu kawasan Cibaduyut dimana dana tersebut dalam jangka waktu setahun, diantaranya digunakan untuk menyewa konsultan untuk membimbing perajin sepatu.
Berdasarkan penjelasan Kepala subdinas IKM Disperindag, Soenarya dalam Anonim (2007) bahwa berbagai program kegiatan yang akan berkaitan dengan penggunaan dana tersebut terdiri dari peningkatan kualitas SDM, teknologi dalam menambah produktivitas, dan perlindungan hak kekayaan intelektual (HaKI) dalam bentuk desain serta merek. Kegiatan dilakukan melalui bimbingan teknis, diperkuat dengan promosi produk cibaduyut dalam pameran-pameran.
153 Ratih Purbasari_29006012
Hal ini turut pula didukung oleh pernyataan lain yang menjelaskan bahwa salah satu kelemahan industri di Indonesia sebenarnya bukan hanya pada modal, melainkan manajerial, informasi dan teknologi produksi, hingga pembentukan jejaring pemasaran. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penguatan di beberapa sektor, seperti sumber daya manusia, kelembagaan, jejaring, pembiayaan, serta operasional pendampingan yang melibatkan pemerintah, lembaga keuangan, dan swasta (DPR-RI, 2007).
Dengan adanya penjelasan literatur tersebut dapat membuktikan bahwa pemerintah menyediakan program untuk membantu memajukan Industri Kecil Menengah sehingga dalam hal ini sudah pemerintah selayaknya dilibatkan sebagai salah satu innovation promotor pada Pusat Inovasi Cibaduyut. Selain itu, terkaitan dengan program pemerintah tersebut, dalam hal ini Pusat inovasi dengan segala fungsinya dapat digunakan sebagai infrastruktur untuk mensukseskan program penguatan sektor-sektor tersebut karena kesemua sektor tersebut merupakan bagian dari layanan serta program kerja pusat inovasi.
2.
Bank dan BUMN
Bank sebagai salah satu lembaga keuangan pada umumnya memiliki program mitra bisnis yang bertujuan untuk membantu memajukan ekonomi rakyat. Perekonomian rakyat yang maju dapat menciptakan kestabilan ekonomi nasional sehingga akan memberikan keuntungan bagi Bank itu sendiri.
Begitu pula dengan BUMN. BUMN sebagai lembaga pemerintah juga memberikan bantuan dana untuk program-program sosial sehingga pusat inovasi sebagai lembaga yang berorientasi memajukan industri masyarakat dapat memanfaatkan bantuan tersebut. Bantuan dana dari bank dan BUMN dapat diperoleh salah satunya dengan cara mengajukan proposal yang memiliki konsep dan prospek yang jelas.
154 Ratih Purbasari_29006012
Dukungan data mengenai keberadaan program sosial bank dan BUMN dijelaskan berdasarkan pernyataan dimana salah satu pelaksanaan bantuan yang diberikan lembaga keuangan seperti bank dan BUMN adalah dengan memberikan modal kerja bagi pengusaha kecil di wilayah Jabodetabek yang terkena banjir. Modal tersebut, menurut Menteri Badan Usaha Miliki Negara, Sugiharto dalam Ima (2007) dana pemberian modal kerja tersebut merupakan dana dari program kemitraan dan bantuan lingkungan (PKBL) yang dimiliki setiap BUMN sebagai salah satu bentuk tanggung jawab sosial perusahaan yang setiap tahunnya dana tersebut disisihkan dari laba bersih perusahaan sebesar tiga persen dan diperuntukkan untuk membantu masyarakat.
Program bantuan modal kerja ini nantinya juga akan ditandemkan dengan kredit perbankan yang sifatnya untuk usaha kecil yang dapat melalui bank-bank BUMN atau Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Dengan adanya program sosial BUMN dan bank tersebut, dapat dimanfaatkan oleh pusat inovasi sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya, dimana dana tersebut selanjutanya akan digunakan untuk memajukan ekonomi masyarakat khususnya industri alas kaki di Cibaduyut.
3.
Akademik
Pihak akademik dalam hal ini dapat pula bertindak sebagai sponsor dengan memberikan bantuan secara cuma-cuma pada kegiatan-kegiatan tertentu yang berkaitan dengan profesinya sebagai akademisi.
4.
Lembaga / Organisasi Independent / LSM
5.
Masyarakat Umum
6.
Perusahaan Swasta
Konsep mengenai sponsorhip berdasarkan pendapat para informan tersebut dapat diterapkan di Pusat Inovasi Cibaduyut karena menurut peneliti keterpaduan dari berbagai pihak sebagaimana yang telah dijelaskan di atas dinilai dapat menunjang aktivitas pusat inovasi secara keseluruhan dalam usahanya untuk memajukan industri alas kaki di Cibaduyut.
155 Ratih Purbasari_29006012
Penjelasan tersebut didukung oleh pernyataan informan sebagai berikut: //...Kalo di sini pemerintah sebagai sponsor juga ya..kalau menurut saya..mungkin perannya mengenai hal ini bukan sebagai pendukung dana ya..tapi lebih ke fasilitator..ya mengakomodir para pengelola pusat inovasi ini ya..jadi mungkin memberi kemudahan lah ya..dalam birokrasi semacam itu... references B1//
(Keterangan transkrip informan A1, A2, B1, B2, C1, C2, D1, dan D2 dapat dilihat pada Lampiran B halaman 192).
IV. 4.16. Rencana Strategi Pusat Inovasi Cibaduyut Untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, Pusat Inovasi Cibaduyut harus memiliki beberapa rencana strategi yang diterapkan untuk mengembangkan sekaligus mengantisipasi perubahan situasi di masa depan. Berdasarkan pendapat para informan, ada beberapa rencana strategi yang harus diterapkan pusat inovasi dimana dalam hal ini Peneliti mengelompokkannya ke dalam beberapa tahap yang disesuaikan dengan skala prioritas dalam mengembangkan pusat inovasi untuk industri alas kaki di Cibaduyut, yaitu:
1.
Tahap Pertama
Pada tahap pertama ini, rencana strategi diperuntukkan untuk pengembangan awal atau pemantapan Pusat Inovasi Cibaduyut secara internal terlebih dahulu, yaitu:
a.
Bentuk usaha yang diterapkan pusat inovasi harus jelas
Bentuk usaha erat kaitannya dengan masalah pendanaan pusat inovasi, sehingga pusat inovasi harus merumuskan bentuk usahanya dengan tepat.
b.
Pendanaan
Salah satu hal yang paling penting dalam mempertahankan kelangsungan pusat inovasi adalah pendanaan atau sponsorship karena akan sangat sulit menjalankan kegiatan operasional pusat inovasi tanpa adanya dana, sehingga para pengelola pusat inovasi harus berusaha keras dalam mencari sponsor untuk membiayai kegiatan operasional pusat inovasi tersebut.
156 Ratih Purbasari_29006012
c.
Layanan dan program kegiatan
Untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, pusat inovasi harus menawarkan pelayanan dan program-program kegiatan yang berkualitas, menarik, bagus, dan sesuai dengan kebutuhan para pelaku IKM Alas Kaki di Cibaduyut sehingga akan bermanfaat bagi para pelaku tersebut serta dapat diterapkan secara nyata dilapangan.
d.
Tim manajemen
Pemilihan tim manajemen yang baik sangat menentukan kesuksesan usaha pusat inovasi karena tim manajemen merupakan penggerak atau pengelola dari pusat inovasi, sehingga kelancaran setiap kegiatan pusat inovasi ditentukan oleh kemampuan dan kualitas para pengelolanya. Dengan demikian, pusat inovasi perlu untuk melakukan pertimbangan dan pemilihan yang selektif dalam menentukan tim manajemennya.
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, beberapa karakter yang harus dimiliki para individu sebagai anggota tim manajemen Pusat Inovasi Cibaduyut antara lain adalah memiliki loyalitas dan dedikasi serta motivasi yang tinggi, etos kerja yang baik, giat, ulet, bertanggung jawab, ahli di bidangnya, struggle, berjiwa sosial dan lain-lain. Dalam melaksanakan tugasnya, sebaiknya para pengelola atau tim manajemen diberi pendapatan yang dananya dapat bersumber dari dana yang diperoleh dari bantuan sponsor, pendapatan pusat inovasi serta iuran anggota pusat inovasi jika sistem membership telah diterapkan. Dengan adanya sistem pendapatan ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi para pengelola pusat inovasi tersebut. Selain itu, pusat inovasi harus melakukan pengawasan atau monitoring terhadap kinerja para anggota tim manajemen sehingga dapat diperoleh hasil yang maksimal.
e.
Sistem keanggotaan jelas
Dalam melakukan aktivitas usahanya, pusat inovasi harus memiliki komunitas atau target yang akan dilayaninya.
157 Ratih Purbasari_29006012
Dengan demikian, segala hal mengenai sistem keanggotaan harus dikelola dan diatur dengan jelas, sehingga para pelaku IKM Alas Kaki di Cibaduyut yang telah menjadi anggota benar-benar mendapatkan hak dan melaksanakan kewajibannya dengan baik dan benar.
Dengan adanya sistem keanggotaan diharapkan para pelaku IKM Alas Kaki di Cibaduyut mempunyai rasa keterlibatan terhadap kegiatan pusat inovasi terutama apabila pusat inovasi mengadakan kegitaan rapat anggota para pelaku IKM Alas Kaki di Cibaduyut bersedia untuk hadir. Selain itu, pelaku IKM Alas Kaki di Cibaduyut juga diharapkan mempunyai rasa memiliki atas keberadaan pusat inovasi
sehingga
akan
lebih
bertanggungjawab
dalam
melaksanakan
kewajibannya sebagai anggota yang salah satunya adalah bersedia membayar iuran anggota. Dengan terlibatnya para pelaku IKM Alas Kaki di Cibaduyut dalam kegiatan pusat inovasi, maka tujuan pusat inovasi untuk memajukan industri ini akan dapat tercapai.
2.
Tahap kedua Pada tahap kedua, pusat inovasi mulai mengembangkan kegiatannya ke
arah ekternal yang dapat mendukung kelangsungan hidup pusat inovasi tersebut. Tahap ini terdiri atas beberapa kegiatan, yaitu:
a.
Kolaborasi berbagai pihak
Usaha mempertahankan kelangsungan hidup sekaligus mengembangkan usaha pusat inovasi juga dapat dilakukan membentuk kolaborasi berbagai pihak terutama antara lembaga independent dengan pihak pemerintah. Lembaga independent
yang
mengoperasionalkan
profesional pusat
inovasi
berperan
sebagai
pengelola
dan
secara bisnis, sedangkan pemerintah
memberikan bantuan yang salah satunya dalam bentuk penyediaan peralatan yang mendukung kegiatan operasonal pusat inovasi sebagaimana yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya.
158 Ratih Purbasari_29006012
Dengan bantuan pemerintah tersebut, biaya operasional yang menjadi tanggungan pusat inovasi akan lebih rendah. Dengan demikian, tarif yang dikenakan untuk biaya pelayanan yang ditawarkan pusat inovasi akan lebih terjangkau dan tidak memberatkan para pelaku IKM Alas Kaki di Cibaduyut yang ingin memanfaatkan jasa pusat inovasi. Dengan adanya pusat inovasi, diharapkan benar-benar dapat memajukan industri alas kaki di Cibaduyut sekaligus membantu industri kecil menengah ini menjadi industri dengan skala yang lebih besar.
b.
Promosi
Promosi dilakukan untuk memperkenalkan pusat inovasi pada pelaku IKM Alas Kaki di Cibaduyut. Tujuannya adalah agar para pelaku tersebut mengetahui dan mengerti maksud dan tujuan dari keberadaan pusat inovasi. Dengan demikian, kegiatan promosi harus dilakukan dengan maksimal dan seefektif mungkin.
c.
Mendidik Pasar
Strategi lain yang harus dilakukan pusat inovasi adalah bagaimana cara untuk dapat mendidik pasar. Salah satu cara untuk mendidik pasar adalah dengan menciptakan persaingan yang sehat diantara pelaku IKM Alas Kaki di Cibaduyut melalui perbaikan sistem produksi agar mampu menghasilkan produk yang berkualitas sehingga dapat mengembalikan dan menanamkan kepercayaan pasar pada kualitas produk Cibaduyut. Pusat inovasi sebagai pusat pengembangan kemampuan para pelaku IKM Alas Kaki di Cibaduyut memegang peranan penting dalam mewujudkan hal tersebut.
3.
Tahap Ketiga
Pada tahap ketiga, pusat inovasi dalam mengembangkan usahanya harus melakukan evaluasi secara terus menerus baik dari program kerja, sistem manajemen, maupun tim pengelola atau tim manajemen agar dapat memperbaiki setiap kekurangan dan meningkatkan keberhasilan yang telah diperoleh, sehingga pusat inovasi selalu dapat memberikan yang lebih baik dari sebelumnya.
159 Ratih Purbasari_29006012
Konsep mengenai rencana strategi seperti yang telah dijelaskan di atas harus diperhatikan, dikembangkan dan diterapkan karena rencana strategi tersebut merupakan indikator penting dalam mendukung keberhasilan dan kebelangsungan Pusat Inovasi Cibaduyut tersebut.
Penjelasan tersebut didukung oleh pernyataan informan sebagai berikut: //...harus ada evaluasi secara kontinyu...apa yang kurang..apa yang harus diperbaiki..itu..itu harus itu...baik programnya..sistemnya..tim manajemennya...jadi ke depannya selalu bisa memberi yang lebih baik... references D1// ((Keterangan transkrip informan A1, A2, B1, B2, C1, C2, D1, dan D2 dapat dilihat pada Lampiran B halaman 192).
160 Ratih Purbasari_29006012