BAB IV ANALISIS
A. Persamaan Dan Perbedaan Konsep Kehidupan Setelah Mati (Eskatologi) Dalam Agama Islam Dan Agama Budha Allah SWT memberikan motivasi kepada manusia agar selalu berusaha dan membuat program kerja untuk mencapai kebahagiaan hidup yang sesungguhnya di akhirat. Diperingatkan bahwa keseluruhan program dan aktivitas mencapai kenikmatan dan kesejahteraan duniawi untuk mewujudkan perbuatan baik. Perbuatan baik akan terwujud apabila seseorang bisa mengontrol dan mengendalikan nafsu tercelanya. untuk itu, manusia harus bisa menempatkan posisi nafsu di bawah kendali akal. Akal diciptakan Allah SWT kepada manusia untuk mengarahkan seluruh tindakannya agar menjadi lebih baik. Sebagaimana diketahui eskatologi dalam agama Islam lebih dikenal sebagai hari akhirat yang harus diyakini oleh setiap umat Islam dan merupakan rukun iman. Hari akhirat dalam agama Islam merupakan hari kebangkitan manusia setelah mati, kebangkitan disini adalah kebangkitan jiwa yang bersifat jasmani akan hancur bersama dengan hancurnya badan (membusuk). Sedangkan jiwa yang bersifat rohani akan abadi dan mengalami kebangkitan untuk dipertanggung jawabkan dan diadili amal, perbuatannya ketika hidup di dunia oleh Allah, apakah kekal di surga atau di neraka. Dalam agama Budha Eskatologinya menitik beratkan pada kematian, kematian akan menghantarkan manusia menuju kehidupan yang abadi, segala sesuatu yang dilakukan manusia dalam kehidupan dunia akan dipertanggung jawabkan di akhirat. Kematian merupakan terpisahnya jiwa dan tubuh, jiwa yang bersifat jasmani akan hancur dengan hancurnya badan tetapi jiwa yang bersifat rohani akan abadi dan kekal. Dan sesuai dengan tujuan penelitian ini maka bab ini akan dianalisis letak persamaan dan perbedaan konsep kehidupan setelah mati dalam agama
63
64
Islam dan agama Budha, serta implikasinya keimanan terhadap kedua agama tersebut Persamaan 1. Kematian dalam agama Islam dan Budha. Pandangan Agama tentang makna kematian khususnya agamaagama samawi mempunyai peranan yasng sangat besar dalam memantapkan
akidah
serta
menumbuhkembangkan
semangat
pengabdian. Tanpa kematian manusia tidak akan berfikir tentang apa sesudah
mati
dan
tidak
akan
mempersiapkan
diri
untuk
menghadapinya. Karena itu Agama menganjurkan manusia untuk berfikir tentang kematian. Agama Islam maupun agama Budha sama-sama memberikan pengertian bahwa mati adalah penghentian seluruh fungsi jasmani atau terputusnya roh dari jasad. Persamaan yang lain bahwa kematian dianggap sebagai peristiwa yang menakutkan dalam pikiran manusia yang masih hidup. Dalam agama Islam untuk menghindari mati yang mengerikan itu manusia agar jangan melupakan mati dan agar manusia mempelajari hakekat mati, hakekat mati adalah orang yang mempunyai kepercayaan dan keyakinan tentang mati.1 Dalam agama Budha untuk menghindari mati mengerikan dan menakutkan manusia harus meditasi secara khusus untuk mempersiapkan diri dalam menyongsong kematian, untuk menyadari kematian sebagai suatu kenyataan hidup yang tak terelakan dan untuk menebus kebenaran atas kefanaan dan pembebasan sejati. Persamaan yang lain tentang kematian adalah bahwa kematian dalam agama Islam dan agama Budha sebagai salah satu jalan untuk menempuh kehidupan yang kedua atau akhirat, sebagai balasan setiap manusia pada waktu manusia hidup di dunia. Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pandangan agama Islam, kematian adalah terputus jiwa dari jasadnya (roh), 1
Ali Unal, Makna hidup Sesudah Mati, (Jakrta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 227.
65
kematian dalam Islam dianggap hal yang mengerikan dan menakutkan karena manusia semasa masih hidup mati dianggap sebagai hal yang abstrak (gaib) sulit diterima dengan panca indera, tetapi bagi orang mukmin kematian adalah bukan suatu hal yang menakutkan karena kematian membebaskan kita dan kehidupan duniawi yang sempit, dan pasti dihadapi setiap manusia untuk memasuki lingkaran kasih sayang Tuhan Abadi. Sedangkan dalam agama Budha kematian adalah penghentian seluruh fungsi jasmani, mati atau kematian dalam agama Budha juga dianggap hal yang sama dalam agama Islam bahwa kematian adalah suatu kejadian yang menakutkan, tetapi bagi orangorang suci dalam agama Budha kematian adalah kenyataan hidup yang pelu dihadapi secara arif. 2. Tentang alam Antara dalam agama Islam dan Budha Alam barzakh merupakan alam dimana roh merasakan "hembusan" rahmat dari surga atau hukuman dari neraka. Apabila mereka menjalankan kehidupan yang mulia, perbuatan-perbuatan baik mereka akan tampak didepan mereka sebagai teman-teman yang menyenangkan. Namun demikian, orang-orang dengan dosa yang tak terampuni akan menjalani sejumlah penderitaan di alam barzakh sampai dosa-dosa mereka terhapus dan mereka layak masuk surga. Orang-orang kafir dan keji akan memenuhi perbuatan-perbuatan buruk mereka sebagai teman-teman hewan liar yang tidak menyenangkan. Mereka juga akan menyaksikan pemandangan neraka, dan alam kubur terasa bagaikan lorong neraka.2 Dalam agama Budha setelah manusia meninggal dunia maka akan bertumimbal lahir, tumimbal lahir adalah suatu proses yang tidak dapat diamati dengan indera. Tumimbal lahir tidak dapat ditemukan dengan pengukuran dan perhitungan matematis atau menggunakan peralatan ilmiah. Namun demikian, bukan berarti tumimbal lahir tidak ada. Bagi yang ingin mengetahui moral dan tumimbal lahir seutuhnya, 2
Ali Unal, op cit, hlm. 193
66
terlebih dahulu harus membuang kekotoran batin dan emosi jauh-jauh dari pikiran, bilamana pikiran telah murni sepenuhnya, barulah pikiran dapat dipusatkan melalui kekuatan batin untuk melacak balik kelahiran-kelahiran sebelumnya. Umat Budha yang telah memahami tumimbal lahir tidak dapat menerimanya sebagai teori atau dogma agama belaka. Mereka menerimanya sebagai fakta yang harus diselidiki dan dibuktikan. Ajaran Budhisme tentang tumimbal lahir harus dibedakan dari teori reinkornasi dari ajaran lain yang memfosukkan adanya jiwa/roh yang kekal. Ajaran Budha bagaimanapun juga menolak adanya suatu jiwa yang kekal yang berpindah-pindah. Untuk membenarkan konsep kebahagian kekal di surga abadi dan siksaan tanpa akhir di neraka abadi, mutlak diperlukan untuk merumuskan adanya suatu jiwa yang kekal. Jika tidak bagaimana mungkin perbuatan dosa di dunia di ganjar di neraka yang tak ada kesesudahannya.3 3. Hari Kiamat Agama Islam dan agama Budha sama-sama mempercayai adanya Hari Kiamat, kiamat dalam agama Islam dan Budha mempunyai arti yang sama yaitu hancur leburnya kehidupan di alam semesta yang ada di dunia. Persamaan yang lain tentang tanda-tanda Hari Kiamat dalam agama Islam dan agama Budha banyak kemiripan diantaranya tentang munculnya matahari dari sebelah barat dan turunnya dewa penolong kalau dalam Islam disebut Imam Mahdi, tetapi dalam agama Budha mempercayai bahwa Hari Kiamat Sang Budha akan turun dan menyelamatkan orang yang suci yang selalu melakukan perbuatan yang baik di muka bumi. 4. Makna surga dan neraka dalam agama Islam dan Budha Surga dalam pandangan agama Islam adalah tempat kehidupan orang-orang yang saleh. Mereka adalah orang-orang yang yakin bahwa kehidupan di dunia adalah sementara, dunia bukan tidak mereka 3
Sri Dhammananda, Tumimbal Lahir, (Jakarta : PT Karaniya, 2002) hlm. 6
67
masukkan kedalam hati, mereka mengambil dunia hanya sekedarnya saja guna memperkuat ibadah mereka kepada Allah. Surga adalah negeri Allah, tempat orang-orang yang dekat dengan-Nya. Negeri seperti itu hanya bisa dimasuki setelah mengalami peristiwa-peristiwa dasyat, yang dimulai sejak hamba dilahirkan di dunia setelah melalui berbagai tingkat kehidupan dan mengalami berbagai kesulitan surag Allah itu mahal. Usaha mencapainya manusia harus bersusah payah dengan tidak mengikuti hawa nafsunya.4 Begitu, semua gambaran tentang surga yang diberikan Allah kepada kita hanyalah sekedar upaya mendekatkan pemahaman akal manusia terhadap kehidupan yang bakal dialami nanti. Di surga Allah SWT akan memberikan kepada manusia apa saja yang mereka inginkan, bahkan lebih dari yang mereka inginkan dan puncak kenikmatan tertinggi bagi manusia, pada saat itu, adalah bila ia memandang dzat Allah. Surga dalam agama Budha adalah alam kehidupan yang menyenangkan namun tidak kekal. Surga terbuka untuk siapa saja yang tidak melakukan perbuatan jahat dan banyak melakukan perbuatan baik, kehidupan di alam surga adalah kehidupan yang menyenangkan penghuninya adalah para dewa dan dewi yang menikmati kebahagian sebagai hasil dari perbuatan baik yang dilakukan sebelumnya. Dalam agama Budha memiliki beberapa tingkatan nama-nama surga dan yang paling atas sampai yang paling bawah begitu juga dalam agama Islam. Tentang Neraka, neraka dalam pandangan agama Islam adalah tempat hukuman musuh-musuh Allah dan penjara orang-orang yang berbuat jahat. Neraka juga tempat siksaan paling hina dan tidak ada lagi tempat yang lebih buruk dari ini. Sedang dalam pandangan agama Budha neraka adalah suatu alam kehidupan yang penuh derita dan siksaan. Neraka dalam agama Islam dan agama Budha juga
4
Abu Khalid MA., Hidup Sesudah Mati, (Surabaya: Gali Ilmu, 2003), hlm. 215
68
mempunyai tingkatan-tingkatan tersendiri seperti yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya. Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa surga dan neraka dalam agama Islam dan agama Budha mempunyai persamaan dalam artian penting bahwa kedua agama tersebut mengartikan surga alam kehidupan yang penuh kebahagiaan dan kenikmatan tiada taranya, kedua agama tersebut juga menyebutkan bahwa di surga itu mempunyai tingkatan-tingkatan tersendiri, mulai dari surga yang paling atas sampai yang paling bawah. Sedangkan neraka adalah alam kehidupan yang penuh siksaan dan penuh derita, kedua agama tersebut juga menyebutkan bahwa penghuni neraka adalah orang-orang yang selalu berbuat kebathilan sewaktu ia di dunia. Di dalam neraka juga ada tingkatan-tingkatan tersendiri dari yang paling bawah sampai yang paling atas. Perbedaan 1. Kematian dalam Agama Islam dan Budha Kematian dalam pandangan agama Islam diartikan suatu kepastian yang akan dialami oleh setiap manusia yang hidup di dunia, sedangkan kematian menurutr agama Budha dianggap sebagai penderitaan, sebab panjang sejarah agama Budha, penderitaan telah ditekankan sebagai ajaran Budha. Sedangkan perbedaan yang lain adalah dalam agama Islam setelah manusia mengalami kematian maka akan mengalami perjalanan-perjalanan untuk menuju ke alam akhirat seperti; alam barzah, masyar, shirat, mizan, tetapi dalam agama Budha setelah manusia mengalami mati maka akan bertumimbal lahhir secara langsung dengan karma yang dibawanya sewaktu hidup di dunia dan tidak ada interval untuk menuju surga karena dalam agama untuk menuju ke nirwana manusia mengalami kelahiran berulang-ulang sampai seseorang itu menjadi suci.
69
2. Hari kiamat agama Islam dan Budha Hari kiamat dalam Islam merupakan suatu akhir di muka bumi yang hancur seluruh isinya. Sedangkan dalam agama Budha kiamat bukanlah merupakan akhir kehidupan di bumi tetapi ada bumi-bumi yang lain yang belum hancur dan ada kehidupannya. 3. Surga dan Neraka dalam agama Islam dan Budha Dalam Islam tujuan hidup manusia adalah untuk mencari ridha Allah dengan amal yang baik maka Allah memberikan ganjaran yang besar, ganjaran yang besar itulah surga. Sebab, seperti telah diuraikan di atas yaitu kenikmatan surga, di dalam surga itulah segala-galanya akan diperoleh manusia. Dengan demikian jelas, bahwa ridha Allah bukan tujuan, tetapi sarana untuk mencapai tujuan atau surga. Karena di akhirat itu hanya ada dua tempat saja, yaitu surga dan neraka. Oleh sebab itu kita harus berusaha dengan segala kemampuan yang dimiliki untuk masuk surga dengan beramal saleh.5 Sebagaimana Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah: 82 yang artinya: "Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh mereka itulah penduduk surga, mereka kekal di dalamnya. Dalam agama Budha surga bukan suatu tempat dimana roh kekal berada, tetapi dalam agama Budha, Nibbana adalah tempat yang kekal. Nibbana adalah suatu keadaan yang bergantung pada diri kita sendiri. Nibbana merupakan suatu pencapaian (Dhamma) yang berada dalam jangkauan semua orang. Nibbana merupakan suatu keadaan di atas keduniawian (lakuttara) yang dapat dicapai dalam kehidupan sekarang ini. Agama Budha tidak mengajarkan bahwa tujuan akhir ini hanya dapat dicapai dalam kehidupan di alam ini. Disinilah terletak perbedaan pokok antara konsep Budha tentang Nibbana dan konsep surga dalam agama Islam, tentang surga yang kekal yang hanya dapat dicapai setelah kematian atau bersatu dengan zat yang agung pada 5
46.
Syah Minan Zaini, Keharusan Masuk Surga, (Surabaya: Kalam Mulia, 1990), hlm. 45-
70
kehidupan setelah mati. Apabila Nibbana dicapai dalam kehidupan sekarang
ini,
sewaktu
masih
hidup
disebut
Sa-upadisesa
Nibbanadhatu. Bila seorang Arahat wafat, setelah kehancuran tubuhnya, tanpa adanya sisa kehidupan fisik itu disebut Anupadisesa Nibbanadhatu.6 Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan manusia dalam pandangan agama Islam dan Budha sangat berbeda, agama Islam surga dianggap tujuan hidup manusia yang bersiat kekal kelak di akhirat. Sedangkan dalam agama Budha tujuan manusia yaitu Nirwana karena surga dalam agama Budha bersifat tidak kekal dan nirwana juga bisa dicapai manusia sewaktu ia masih hidup di dunia.
B. Implikasi Konsep Kehidupan Setelah Mati Dalam Keimanan Umat Islam Dan Umat Budha Manusia seiring dengan berlajunya waktu, semakin berkembangnya peradaban, dan majunya tekhnologi, maka pola perilaku dan pemikiran pun beriringan menyesuaikan. Walaupun demikian hal-hal spiritual haruslah diutamakan, kepentingan akan hal-hal rohani dan pengetahuan keagamaan justru semakin pula diperlukan, justru hal-hal spiritual semacam inilah yang dapat mengantarkan manusia pada suatu keadaan yang stabil, sebagai pegangan hidup. Keadaan seseorang sesudah mati adalah misteri di atas misteri karena mati adalah fakta yang tidak seorang pun mampu menolaknya. Disamping itu belum pernah ada orang yang kembali dari alam kubur untuk menceritakan keadaan disana. Kepercayaan tentang keabadian hidup tidak saja didominasi oleh agama-agama besar, tetapi terdapat juga dalam kepercayaan masyarakat kuno. Agama-agama besar tidak luput membicarakan tentang kematian dan keadaan setelah mati baik agama berdasarkan wahyu maupun agama yang
6
hlm. 54.
Naradhana Mahatera, Intisari Agama Budha, (Semarang: Yayasan Dhama Pala, 2002),
71
tidak berdasarkan wahyu sama-sama memiliki perhatian besar pada kematian dan keadaan sesudah mati. Dunia merupakan tempat dimana manusia berpijak. Manusia hidup untuk beribadah, tempat manusia bersenang-senang juga merupakan materi yang manusia butuhkan dalam kehidupan sehari-hari seperti makan, pakaian perumahaan, apalagi dunia materi yaitu harta benda. Aspek ini selalu melingkupi hidup dan kehidupan manusia, karena manusia sebagai makhluk hidup di dunia oleh karena itu tentu memerlukaan banyak kebutuhan. Akan tetapi setelah merasa betapa manisnya dunia, kemudian melupakan tujuan pertama mencari dunia pada hakekatnya adalah mencari keridhoan Allah dalam melaksanakan tugas kewajiban sebagai hamba Allah. Sehingga dengan demikian maka harus berhati jangan mendekat kepada dunia selagi manusia lemah masih mudah dipengaruhi oleh hawa nafsu dunia. Melihat kenyataan hidup manusia sekarang sesungguhnya tidak dapat diragukan lagi, bahwa manusia tidak dapat memasuki pintu Allah SWT atau berjalan menuju kepadanya kecuali hanya dengan mengikhlaskan ubudiyah atau pengabdiaan semata-semata untuk Allah yang tiada sekutunya.7 Bagi orang beriman menganggap bahwa terciptanya dunia ini tidak hanya sekedar ciptaan, tetapi mempunyai nilai yang khas harus disyukuri dan merupakan ladang persiapan untuk menanamkan bekal di kehidupan akhirat. Kehidupan akhirat sangat penting walaupun bukan tujuan tetapi yang lebih penting adalah menyadari sepenuhnya sifat kefanaan kehidupan dunia. Dengan memandang bahwa dunia ini fana, maka manusia tidaklah akan sombong dalam hidupnya karena dirinya akan hancur dan musnah kecuali Tuhan yang maha kekal. Seseorang sering mendapatkan perlakuan yang tidak adil di dunia, seperti koruptor tidak dihukum setimpal dengan kejahatan yang dilakukannya, yang jujur dan bekerja keras, miskin sering disingkirkan, sedangkan yang malas dan tidak jujur hidup mewah dengan harta yang melimpah serta 7
Abdul Fatah, Kehidupan Manusia di tengah-Tengah Alam Materi, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1995) hlm. 59.
72
menduduki usaha yang tinggi. Keadaan demikian mendorong manusia mencari keadilan yang seadil-adilnya. Keadilan yang semacam itu, hanya dapat ditegakkan oleh yang maha adil, yaitu Tuhan. Jadi, kehidupan akhirat memberikanntuntunan manusia untuk mencari keadilan yang sempurna, sebab salah satu tujuan agama adalah mencari kerelaan Tuhan dan berusaha mendekatkan diri sedekat-dekatnya kepada-Nya. Tuhan maha suci, yang hanya didekati dengan orang yang suci pula. Jadi apabila manusia bisa memakai kehidupan di dunia sebagai lahan untuk melatih diri dalam mencapai kehidupan akhirat. Maka manusia secara langsung memfungsikan diri sebagai khalifah Allah di muka bumi yang berkewajiban memelihara dan memakmurkannya, setiap perilakunya dapat dimulai dengan ibadah asalkan dilakukan dengan ikhlas. Dengan demikian dunia merupakan realitas yang harus dihadapi sebagai tempat manusia berpijak dan mengemban amanah. Penjelasan
di
atas
dapat
diambil
kesimpulan
bagaimanakah
pengaruhnya konsep kehidupan setelah mati dalam keimanan umat Islam. Umat Islam percaya bahwa kehidupan setelah mati merupakan pokok keimanan setelah percaya kepada Tuhan. Sebab kehidupan akhirat lebih mulia daripada kehidupan dunia, meskipun banyak manusia meragukan adanya kehidupan akhirat tetapi sebagai umat Islam harus percaya untuk mendorong manusia berakhlak mulia, beribadat dan menjalankan semua perintah Tuhan. Dalam Agama Budha hakeket hidup manusia di dunia ditanggapi secara mendasar dengan pandangan negatif atas situasi yang dihadapi manusia yang diibaratkan suatu lingkaran setan yang berputar tanpa henti perputaran ini tidak berawal dan berakhir, orang tidak dapat bebas darinya dan karenanya orang akan mengalami kelahiran kembali, hidup yang satu mengikuti hidup yang lain, sesuai dengan lingkaran karmanya yang tidak berakhir. Hanya dengan mengikuti ajaran Budha semua karma jahat ini bisa dibersihkan sehingga hidup kembali di dunia bisa diakhiri untuk mencapai pencerahan. Ajaran ini merupakan suatu proses panjang dari praktek meditasi
73
yang dilakukan oleh Sidharta Gautama yang dianggap telah mendapat pencerahan sebagai guru besar Budha.8 Ajaran Budha memang menganjurkan orang agar membebaskan diri dari segala ikatan dan pengaruh duniawi serta kehidupan, karena dunia dan segala macam kehidupan bagi jasmani maupun rohani adalah dukha atau penderitaan yang penuh nafsu-nafsu duniawi. Dari nafsu duniawi itu lahir perbuatan, dari perbuatan lahir penderitaan nafsu, perbuatan dan penderitaan adalah sebuah lingkaran. Perputaran ini tidak berawal dan berakhir, orang tidak dapat bebas dari nafsu duniawi karena dengan nafsu duniawi orang akan mengalami perputaran roda kelahiran kembali, hidup yang satu mengikuti hidup yang lain sesuai dengan lingkaran karmanya yang tidak berakhir. Sementara orang dengan pandangan yang salah akan tertipu oleh dunia. Sedangkan orang yang berpandangan yang benar akan menyadari kehampaan nilai duniawi, seseorang tidak tahu jalan yang menuntut pada punahnya penderitaan cenderung untuk bertindak bodoh dan didorong oleh nafsu keinginannya
sendiri.
Selama
pikiran
masih
dikuasai
oleh
nafsu,
kebijaksanaan harus terus menerus digunakan untuk meyakinkan pikiran bahwa dukha, kelahiran, usia tua, kematian semua itu berasal dari nafsu duniawi. Oleh karena itu orang harus membebaskan diri dari semua nafsu duniawi itu kapan saja dan dimana saja dengan cara keputusan yang benar kembali kepada ajaran Budha dengan melaksanakan empat ajaran pokok dan delapan jalan kebenaran sehingga seseorang akan mencapai nirvana. Dengan cara ini seseorang bisa sepenuhnya mememutuskan yang mengikat seseorang di dunia. Dari uraian di atas diambil kesimpulan bahwa umat Islam percaya bahwa kehidupan setelah mati menekankan pada dunia tempat manusia berpijak,untuk itu memberikan motivasi manusia agar taat beribadat, berakhlak mulia dan menjalankan semua perintah Tuhan dan juga sebagai 8
Muji Sutrisno, Budhisme Pengaruhnya dalam Abad Modern, (Yogyakarta: Kanisius, 1993), hlm. 113.
74
keyakinan umat Islam setelah iman kepada Tuhannya. Sedangkan dalam agama Budha bahwa perbuatan-perbuatan yang baik selama di dunia akan menghantarkan seseorang mencapai tujuan akhir nirvana, jadi kehidupan setelah mati dalam agama Budha lebih menekankan berperilaku baik selama di dunia dan menghilangkan nafsu menjadi kepribadian yang baik atau disebut juga manusia sempurna (Arahat).