53
BAB IV ANALISIS
A. Pelaksanaan Biaya Pencatatan Nikah Pasca berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 2014 di KUA Kecamatan Warungasem KUA Kecamatan Warungasem memahami tentang Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 48 tahun 2014, karena menyangkut tentang peraturan biaya nikah yang dilaksanakan oleh KUA itu sendiri. Hal itu semakin jelas setelah KUA menerima Surat Edaran Sekretaris Jenderal Kementerian Agama R.I Nomor: SJ/Wt.II/M.1.0113327/2014 Tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 48 tahun 2014 tanggal 14 Juli 2014 . Selain itu KUA Kecamatan Warungasem beberapa kali mengikuti serangkaian kegiatan sosialaisasi tentang Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 48 tahun 2014 baik yang diselenggarakan oleh Kantor Kementerian Agama Kabupaten Batang, maupun Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah, juga selalu mengikuti informasi dari Dirjend Bimas Islam melalui Webside yang ada33 Dalam Peraturan Pemerintah itu disebutkan bahwa biaya pelayanan nikah di KUA pada hari dan jam dinas diberlakukan tarif Rp 0,- sedangkan di luar KUA atau di luar hari dan jam dinas dikenakan biaya transportasi dan jasa profesi sebesar Rp 600.000,- sebagai PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak), dimana dalam pembayarannya dilakukan oleh Calon pengantin sendiri 33
Filosofi, Kepala KUA Kecamatan Warungasem, Wawancara Pribadi, Batang 20 Oktober 2015.
53
54
di BRI unit Kecamatan Warungasem, slip bukti pembayaran itu selanjutnya di bawa ke KUA bersama persyaratan yang lain34 Pelaksanaan regulasi baru itu membawa banyak fungsi dan manfaat bagi KUA Kecamatan Warungasem, diantaranya adalah : 1. Fungsi Perlindungan Hukum Para pelaksana teknis di KUA, baik kepala, penghulu maupun pelaksana KUA merasa aman dari tuduhan gratifikasi atau pungli yang selama ini menderanya. Lahirnya Peraturan Pemerintah itu benar-benar menjadi payung hukum terhadap penarikan biaya dari masyarakat untuk pelayanan nikah diluar kantor KUA. Sedangkan untuk pelayanan lain, karena tidak punya payung hukum, masih memungkinkan munculnya persoalan hukum, maka disikapi dengan menggratiskannya. 2. Fungsi Pembangun Citra Positif KUA Penerapan Peraturan Pemerintah nomor 48 tahun 2014 dengan disiplin dan benar, akan meningkatkan citra positif KUA dari berbagai image miring. Sebab, apapun yang ditentukan dalam Peraturan Pemerintah itu telah mempunyai kekuatan hukum yang maksimal. Sehingga biaya transportasi dan jasa profesi yang selama ini dinilai illegal, kini telah menjadi legal. Menjadi pungutan resmi dalam bentuk PNBP dan bukan lagi dianggap gratifikasi atau pungli seperti yang dituduhkan selama ini.35
34
Filosofi, Kepala KUA Kecamatan Warungasem, Wawancara Pribadi, Batang 20 Oktober 2015. 35 Filosofi, Kepala KUA Kecamatan Warungasem, Wawancara Pribadi, Batang 20 Oktober 2015.
54
55
3. Fungsi Keadilan Aspek keadilan menjadi salah satu hal yang dipertimbangkan dalam penyusunan Peraturan Pemerintah RI Nomor 48 tahun 2014. Pernikahan bedolan atau diluar jam dinas ditentukan tarifnya untuk menopang kebutuhan riil pelayanan berupa transportasi dan jasa profesi. Sedangkan akad nikah di kantor pada jam dinas, karena tidak menimbulkan biaya dalam pelayanannya, maka tidak dikenakan biaya alias gratis. Hal demikian
merupakan
wujud
keadilan
dalam
pelayanan
terhadap
masyarakat yang dilayani ataupun para pelaksana di KUA sebagai petugas pelayan. 4. Fungsi Singkronisasi Yang
dimaksud
adalah
singkronisasi
dengan
Undang
Undang
kependudukan yang menentukan bahwa semua pelayanan kependudukan, diantaranya pelayanan akta perkawinan, harus gratis tanpa biaya. Maka, dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 48 tahun 2014 menetapkan bahwa biaya pencatatan nikah ditiadakan atau gratis. Sedangkan komponen biaya dalam nikah bedolan bukan untuk biaya pencatatan, tapi biaya transportasi dan jasa profesi 36 Langkah KUA Kecamatan Warungasem setelah menerima perintah untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 2014 itu segera mengadakan metting untuk membahas rangkaian tindakan yang akan 36
Filosofi, Kepala KUA Kecamatan Warungasem, Wawancara Pribadi, Batang 20 Oktober 2015.
55
56
dilaksanakan dengan memahami apa yang dimaksudkan dengan aturan-aturan tersebut . Selain itu melakukan tindakan-tindakan yang terprogram hasil dari metting yang dilakukan, diantaranya adalah : 1. Sosialisasi Agar peraturan baru tentang biaya nikah ini segera diketahui oleh semua pihak, maka diupayakan melalui kegiatan sosialisasi secara maksimal. Kepala KUA Kecamatan Warungasem telah mengambil kebijakan sosialisasi ini melalui berbagai jalan, yang meliputi : a. Sosialisasi melalui surat resmi kepada kepala Desa b. Sosialisasi melalui Papan Informasi di KUA. c. Sosialisasi melalui Penyuluh Agama PNS maupun Non PNS d. Sosialisasi melalui Acara Suscatin e. Sosialisasi melalui rapat koordinasi Lebe/kaur Kesra f. Sosialisasi melalui rapat koordinasi di tingkat Kecamatan (Muspika) g. Sosialisasi melalui pengajian atau ceramah-ceramah keagamaan di desa-desa 37 2. Implementasi Peraturan dengan serius Implementasi Peraturan Pemerintah RI Nomor 48 tahun 2014 dilakukan dengan melalui berbagai cara, yang meliputi : a. Pendaftaran nikah langsung oleh catin atau walinya. Hal demikian untuk menghindari munculnya manipulasi informasi oleh P3N dan
37
Muh Romdloni, Penghulu KUA Kecamatan Warungasem,Wawancara Pribadi, Batang 21 Oktober 2015
56
57
secara
langsung
masyarakat
mengetahui
besaran
pembayaran
pelayanan di KUA. b. Pembayaran PNBP melalui BRI langsung disetor oleh catin atau walinya. Hal ini dilakukan untuk menghindari manipulasi baik oleh P3N maupun unsur pelaksana di KUA. c. Menggratiskan seluruh pelayanan KUA kecuali nikah di luar kantor KUA (bedolan). d. Meniadakan pungutan apapun dan menerapkan aturan sebagaimana adanya. Ini ditujukan untuk membangun citra bersih dan terhindar dari tuduhan pungli 38 3. Membangun integritas Integritas para petugas KUA sangat perlu diupayakan terus menerus. Sebab hal ini merupakan salah satu kunci agar imlementasi berjalan maksimal. Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam membangun integritas tersebut adalah meliputi : a. Himbauan dan ajakan kepada petugas KUA untuk penolakan atau tidak menerima gratifikasi. b. Himbauan kepada masyarakat untuk tidak memberikan gratifikasi dalam bentuk apapun kepada petugas KUA. c. Staf meeting secara berkala untuk membangun integritas petugas di KUA untuk secara sungguh-sungguh tidak melakukan pungli dengan alasan apapun39 38
Muh Romdloni, Penghulu KUA Kecamatan Warungasem,Wawancara Pribadi, Batang, 21 Oktober 2015
57
58
4. Supervisi Supervisi atau pengawasan merupakan aspek yang sangat integral dalam penegakan sebuah aturan. Oleh karenanya, Kepala KUA Kecamatan Warungasem tak henti-hentinya melakukan supervisi langsung kepada Eks P3N atau Lebe/Modin, petugas pendaftaran di KUA dan Penghulu untuk dipastikan tidak adanya penyimpangan di lapangan. Supervisi juga dilakukan dengan melibatkan masyarakat melalui forum pengaduan. Di KUA disediakan kotak saran untuk menampung pengaduan masyarakat. Hal demikian akan memudahkan bagi proses pengawasan dan sekaligus dapat tercipta akuntabilitas kinerja di lingkungan KUA Kecamatan Warungasem Salah satu bagian dari kegiatan kepenghuluan di KUA Kecamatan Warungasem dilaksanakan dalam bentuk pelayanan nikah. Kegiatan ini merupakan tupoksi yang menjadi leading sektor KUA. Pelayanan nikah di KUA Kecamatan Warungasem dilaksanakan sebagaimana ketentuan pada peraturan perundangan yang berlaku, dalam bentuk dan prosedur sebagai berikut : 1. Pendaftaran Kehendak Nikah Sebagaimana
lazimnya,
pendaftaran
dilakukan
dengan
menyerahkan berkas Model N7 (pemberitahuan kehendak Nikah) yang dilampiri dengan Model N1, N2, N3, N4, N5 (jika usia catin kurang 21
39
Muh Romdloni, Penghulu KUA Kecamatan Warungasem,Wawancara Pribadi, Batang 21 Oktober 2015
58
59
tahun), N6 (jika duda/janda tinggal mati). Berkas dilampiri foto copy KTP, KK, Akta Kelahiran atau Ijazah, Akta Cerai (jika duda/janda ceraitalak), Rekomendasi KUA asal (jika catin dari luar kecamatan), Ijin Atasan (jika catin anggota TNI/POLRI), Dispensasi Pengadilan Agama (jika catin berusia di bawah 16 untuk putri dan 19 untuk putra), ijin poligami dari PA (jika pernikahan poligami) dan Dispensasi Camat (jika pelaksanaan nikah kurang dari 10 hari kerja sejak pendaftaran)40 Berkas tersebut untuk kedua mempelai diserahkan kepada petugas pendaftaran.
Setelah
diverifikasi
dalam
lembar
lain,
kemudian
diberitahukan kekurangan yang harus segera dilengkapi. Selanjutnya, jika pernikahan diluar kantor KUA ( bedolan ), maka diberikan slip setoran PNBP dan catin menyetorkan dana nikah di luar kantor KUA ( bedoan ) melalui Bank BRI. Setelah setor, slip Bank diserahkan kembali ke KUA dan oleh petugas pendaftaran diberi undangan Kursus pra Nikah sesuai jadwal terdekat sebelum pelaksanaan akad nikah. 2. Penyelenggaraan Kursus Pra Nikah Sesuai undangan saat pendaftaran, catin hadir pada hari yang telah terjadwal. KUA telah menentukan jadwal pada setiap bulannya dua kali penyelenggaraan kursus, awal bulan dan pertengahan bulan. Kursus dibuka pada jam 08.00 dan selesai pada jam 12.00. pemateri atau narasumber terdiri dari Kepala KUA, penghulu, penyuluh Agama dan jika memungkinkan mengundang petugas dari puskesmas atau PLKB. 40
Kanwil Kementerian Agama Prov.Jawa Tengah, Himpunan Aturan Kepenghuluan, (
Semarang: 2013 ) hlm 77 59
60
Sceduling kursus telah berjalan sistematis, hingga semua steakhorder KUA sudah memahaminya hingga pelaksanaannya sudah sangat mudah dan lancar. 3. Pemeriksaan Nikah Ada beberapa cara dalam tahap pemeriksaan catin. Pertama, dilakukan saat pendaftaran, jika catin sudah siap hadir lengkap berdua ditambah dengan walinya. Interview dilakukan sesaat setelah pendaftaran dinyatakan lengkap.Kedua, catin dan wali hadir saat suscatin dan melakukan interview sesaat sebelum kursus dimulai. Ketiga, hari lain yang disepakati sesuai longgaran waktu catin dan walinya. Pelaksanaan interview dilakukan oleh Kepala KUA atau penghulu sesuai dengan ketentuan yang ada dan selanjutnya menandatangani berkas model NB. 4. Pengumuman Nikah Sebagaimana ketentuan yang berlaku, setelah pendaftaran nikah dinilai lengkap, maka diterbitkan lembar pengumuman (Model NC) yang dipasang di papan pengumuman KUA. Disamping itu, ditampilkan secara sistemik melalui facebook yang terintegrasi dengan SIMKAH online. 5. Pelaksanaan Akad nikah41 Sesuai permohonan shohibul hajat, akad nikah bisa dilaksanakan di KUA atau di tempat lainnya. Pada hari, jam dan tempat yang ditentukan, maka Kepala KUA atau penghulu akan menghadirinya. 41
Kanwil Kementerian Agama Prov.Jawa Tengah, Himpunan Aturan Kepenghuluan, ( Semarang: 2013 ),hlm 81-83
60
61
Kelaziman yang terjadi di Kecamatan Warungasem, wali menyerahkan pelaksanaan akad nikah kepada kyai atau tokoh agama. Hanya sebagian kecil desa yang menyerahkan secara penuh pelaksanaan akad nikah pada penghulu atau Kepala KUA . Sehingga secara umum, peran penghulu hanya sebagai petugas pencatatan saja tidak memimpin seluruh prosesi akad nikah Usai pelaksanaan akad, dilakukan penandatanganan akta nikah oleh mempelai berdua, wali nikah dan dua orang saksi. Selanjutnya, Buku nikah diserahkan langsung oleh penghulu kepada pengantin berdua pada saat akhir prosesi akad nikah. Protap demikian juga sudah berjalan secara sistematis dan lancar. 6. Pencatatan Nikah (Penerbitan Akta Nikah dan Kutipannya) Pencatatan dilakukan dengan penerbitan akta nikah (Model N) yang dibuat rangkap dua. Setelah ditandatangani pihak-pihak secara lengkap pada saat akad nikah, kemudian Kepala KUA selaku PPN membubuhkan tanda tangannya dan resmi Akta Nikah dinyatakan terbit dan disimpan di KUA sesuai ketentuan yang berlaku. Di samping itu, secara otomatis tersimpan pula pada aplikasi SIMKAH dan secara bertahap dikirim secara online ke server Kemenag. 7. Penyerahan Kutipan Akta Nikah (Model NA) Buku nikah atau Kutipan akta Nikah diserahkan oleh penghulu sesaat setelah usai prosesi akad nikah. Hal ini dapat dilakukan karena semua prosedur telah dilaksanakan dengan benar dan lengkap. Sehingga
61
62
menjelang pelaksanaan akad, proses pencetakan Akta Nikah dan Buku nikah dapat segera dilakukan. Begitu ditandatangani oleh kedua mempelai, wali dan dua saksi, maka Kutipannya dapat langsung diberikan. Cara demikian terlah dapat dipraktekkan di KUA Kecamatan Warungasem dengan lancar.
B. Implikasi Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 48 Tahun 2014 bagi Masyarakat Kecamatan Warungasem . Masyarakat Kecamatan
Warungasem yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah masyarakat yang telah
melakukan pencatatan
pernikahan pada sekitar bulan November sampai dengan Desember 2014, tokoh masyarakat serta beberapa Kepala Desa dimana kesemuanya itu penulis melakukan wawancara secara langsung . Dari hasil wawancara, pengamatan masyarakat Kecamatan Warungasem serta penelitian data yang ada di KUA Kecamatan Warungasem diperoleh beberapa hal yang dapat digambarkan sebagai berikut : 1.
Analisis Legalitas Lahirnya PP Nomor 48 tahun 2014 dan diperbaharui menjadi PP Nomor 19 tahun 2015 muncul by accident akibat kecelakaan yuridis yang dilakukan. Bukan dari hasil kajian dan analisis akademik yang komprehensif dan antisipatif terhadap berbagai aspeknya. Sehingga terkesan sangat tergesa-gesa karena telah ditunggu para pelaksana teknis di KUA dan belum dipertimbangkan terkait implementasi pengelolaan keuangannya secara sistematis. Sehingga, Kementerian Agama terkesan 62
63
“keponthal-ponthal” dalam mengatasi problem ikutannya yang hingga saat ini masih menyulitkan banyak pihak. Semestinya kasus seperti ini jangan sampai terulang lagi. Sikap “Ikhlas Beramal” sebagai paradigma berfikir Kementerian Agama tidak sampai menafikan pertimbangan legal yuridis, apalagi mengenai aspek keuangan.Antisipasi jangka panjang yang jeli dan strategis dalam penyusunan materi-materi hukum dan peraturan, mestinya harus dilakuan dengan seksama, dan tidak reaktif seperti dewasa ini terjadi 42 2. Analisis Efektivitas dan Kepuasan Publik Meskipun PP Nomor 48 tahun 2014 yang diperbaharui dengan PP Nomor 19 tahun 2015 telah resmi diberlakukan, masih muncul ketidak puasan publik. Tidak saja karena masih kurang disiplinnya penghulu atau pelaksana KUA yang rendah integritasnya. Namun itu semua terjadi karena kurang komprehensifnya peraturan perundangan yang ada. Belum disiplinnya petugas teknis di KUA dalam gerakan anti gratifikasi dan pungli, tidak sepenuhnya disebabkan karena lemahnya integritas mereka. Bisa jadi hal itu wujud keterpaksaan di saat kesulitan keuangan pribadi karena terhutangnya biaya traansportasi yang terlalu lama tidak segera cair. Jadi, aspek kelancaran proses pencairan PNBP juga menjadi faktor yang sangat penting dalam membangun integritas penghulu. Tidak diaturnya tarif pembiayaan selain pelayanan nikah,
42
Sodikin, “Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2014 di KUA Kecamatan Blado”, Karya Tulis Ilmiah Penghulu (KUA Kecamatan Blado Kabupaten Batang:2015), hlm.48
63
64
seperti akta ikrar wakaf, legalisir, duplikat dan lainnya, juga berpotensi memunculkan tuduhan baru terhadap KUA. Sebab, ketidakjelasan peraturan pasti akan melahirkan multitafsir di kalangan pelaksana di bawah. Apalagi ketika harus semuanya digratiskan, sementara adanya penopang dana yang resmi tidak semudah yang diharapkan. Maka, peraturan tentang biaya pelayanan di KUA yang lengkap komprehensif dan meng-cover seluruh kegiatan KUA, menjadi hal yang sangat urgen. Selanjutnya, keterlibatan pihak ketiga (lebe/Modin) eks P3N juga menjadi faktor yang melahirkan munculnya tuduhan negatif terhadap KUA. Masyarakat masih belum sepenuhnya bisa membedakan mana dana yang benar-benar masuk ke KUA dan mana dana yang hanya untuk kepentingan Lebe/modin atau pologoro desa.43 Dilema berikutnya, yang melahirkan ketidak puasan publik terkait perbedaan pelayanan nikah antara yang di KUA dan yang di luar KUA. Karena telah membayar mahal, maka nikah diluar kantor diprioritaskan, sementara yang gratis di KUA dinomor duakan. Hal demikian terjadi karena dalam persepsi penghulu, jika disamakan standar pelayanannya menjadi tidak adil. Sebab, sudah membayar mahal, lama ngantri di Bank, tapi pada saat akad mendapatkan pelayanan yang sama dengan yang gratisan dan tanpa ngantri. Dampaknya akan muncul gelombang nikah di
43
Sodikin, “Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2014 di KUA Kecamatan Blado”, Karya Tulis Ilmiah Penghulu (KUA Kecamatan Blado Kabupaten Batang:2015) hal.50
64
65
kantor besar-besaran.44 Semangat menomor duakan pelayanan nikah di kantor melahirkan ketidakpuasan sebagian masyarakat. Bila kepentingan P3N tidak dapat di cover dalam Peratutan itu, tentu perlu dicarikan jalan keluar yang jelas, misalnya honorarium P3N dibiayai oleh APBN atau DIPA Kementerian Agama seperti yang berlaku pada Penyuluh Agama honorer. Jika tidak mungkin, maka perlu ada upaya untuk mendiskusikan dengan instansi lain khususnya Kementerian Dalam Negeri atau Kementerian Desa dan Daerah tertinggal, bahwa P3N sepenuhnya menjadi aparatur desa/kelurahan yang honorariumnya masuk pada anggaran desa. 3. Analisis Terhadap Implikasi Atas Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2014 Bagi Masyarakat Masyarakat Warungasem yang memiliki ciri santri dan cenderung taat kepada statemen yang keluar dari figur Kyai maupun Habaib, secara umum tidak pernah menanggapi secara mendalam tentang peraturan dan tata perundang-undangan yang menyangkut biaya pencatatan pernikahan. Hanya sebagian kecil saja karena kepentingan saat akan melaksanakan pernikahan baru menanggapi peraturan yang ada Sosialisasi PP No. 48 Tahun 2014 yang dilakukan KUA Kecamatan Warungasem hanya direspon oleh masyarakat pada golongan mereka yang berhubungan dengan pemerintahan desa dan lembaga lembaga
44
Sofan, Kaur Kesra / Lebe Desa Pandansari, Wawancara Pribadi, Batang, 25 Oktober
2015
65
66
masyarakat saja. Sehingga tidak seluruhnya masyarakat menanggapi regulasi baru itu. Hasil wawancara yang penulis lakukan didapati beberapa respon sebagian masyarakat menyikapi tentang berlakunya PP No. 48 Tahun 2014, diantaranya adalah :
a. Biaya Nikah Sebagian masyarakat menyatakan kegembiraannya setelah biaya pernikahan diatur secara jelas dengan dua pilihan Rp. 0 bila dilaksanakan di KUA pada jam dinas, dan Rp. 600 000 bila akan melaksanakan di luar KUA. Masyarakat yang menyatakan kegembiraan atas biaya nikah Rp.0 itu adalah masyarakat pada kategori kurang mampu, sehingga mereka merasa dipermudah oleh regulasi itu. Sedangkan masyarakat yang menyatakan kegembiraan atas biaya nikah Rp.600 000 adalah masyarakat yang dalam kategori menengah dan atas, mereka tidak melihat besarnya nominal yang ada, namun lebih kepada tempat pelaksanaan akad nikah yang dapat dilaksanakan di rumah maupun tempat-tempat yang dianggap paling terhormat, seperti Masjid, Gedung dan lain-lainnya. Hal itu didasarkan pada kenyataan bahwa saat akan diberlakukan regulasi baru sekitar bulan Juli 2014 yang lalu, hampir tiga bulan sebelumya masyarakat cukup kebingungan dan kecewa, karena saat itu Kementerian Agama Kabupaten Batang
66
67
mengeluarkan instruksi agar Pencatatan pernikahan semuanya dilaksanakan di Kantor. Sementara kondisi masyarakat yang lebih mengedepankan sakralitas dan adat istiadat pernikahan selama ini selalu dilaksanakan di rumah ataupun Masjid di depan Ulama, Kyai maupun Habaib, namun setelah regulasi itu diundangkan maka masyarakat pada kategori ini pun menjadi lega.45 Ditemukan pendapat sebagian masyarakat yang telah melaksanakan
pernikahan di bulan November – Desember 2014
mereka berpendapat bahwa biaya pencatatan nikah di KUA Kecamatan Warungasem masih relatif mahal, karena mereka merasakan saat melangsungkan pernikahan yang dilaksanakan di rumah ternyata tidak cukup Rp. 600 000, sebagaimana tertulis di KUA, tapi ternyata masih ada tambahan untuk membayar Lebe yang ada di desa.46 Parnyataan lain dikatakan saat melangsungkan pernikahan yang dilaksanakan di KUA yang semestinya tertulis Rp 0, ternyata masih membayar Rp.200 000 pada Lebe didesa, sehingga cukup membingungkan.47
Belum
lagi
mereka
yang
melangsungkan
pernikahan dengan wali hakim, mereka berujar bahwa pernikahan
45
Filosofi, Kepala KUA Kecamatan Warungasem,Wawancara Pribadi, Batang, 20 Oktober 2015. 46 Dewi Aminah, Penyuluh Agama Islam KUA Kecamatan Warungasem,Wawancara Pribadi, Batang, 26 Oktober 204 47 Khusaini dan Nur Khikmah, Catin dari Desa Warungasem yang Nikah di KUA,Wawancara Priadi, Batang, 21 Oktober 2015
67
68
dengan menggunakan wali hakim harus menambah antara Rp 50 000 hingga Rp. 100 000. Beberapa Kaur Kesra / Lebe yang penulis wawancarai menyangkut biaya pencatatan pernikahan, semua menyatakan bahwa mereka menarik biaya dari catin sekitar Rp.100 000 sampai Rp.200 000 namun itu merupakan kesepakatan dan kesadaran dari catin itu sendiri.48 Saat penulis menanyakan untuk apa dana itu, mereka menjelaskan bahwa penarikan dana itu digunakan untuk transportasi Lebe, dan kas desa. Peraturan Pemerintah No 48 tahun 2014 yang substansinya adalah merubah biaya pencataatan nikah dari Rp.30 000 menjadi Rp.600 000 bila dilaksanakan di luar KUA dan Rp.0 bila dilaksanakan di KUA itu masih sangat jauh dari harapan pelaksana pernikahan didesa, karena di Peraturan
Pemerintah
itu tidak
mengatur tentang keterlibatan Desa dalam menyiapkan surat – surat yang disyaratkan oleh KUA. Kepala Desa sangat penting peranannya dalam menentukan validitasi data Catin, bila data tidak valid maka Kepala Desa lah yang pertama disalahkan. Mestinya pemerintah Desa dicover dalam Peraturan Pemerintah itu, paling tidak ada alokasi secara kusus dalam pembagian PNBP yang Rp.600 000 itu.49 Keluarnya Peratutan Pemerintah nomor 48 tahun 2014 itu hanya menyelamatkan Kepala KUA dan Penghulu saja karena dari 48
Mustofa, Kaur Kesra/Lebe Desa Sidorejo, Wawancara Pribadi, Batang 21 Oktober
49
Rudi, Kepala Desa Banjiran, Wawancara Pribadi, Batang, 24 Oktober 2015
2015
68
69
pengembalian PNBP itu yang mendapat hanya Kepala KUA dan Penghulu dalam wujud Transportasi dan jasa profesi, sementara proses pendaftaran hingga pelaksanaan akad nikah kenyataannya melibatkan Kaur Kesra / Lebe yang ada. Dengan demikian peranan Kaur Kesra / Lebe itu seolah – olah terlepas dari KUA . 50
b. Tempat Pelaksanaan Nikah Pernikahan merupakan peristiwa administrasi, hukum, ibadah maupun budaya. Empat hal itu merupakan kenyataan yang seharusnya kita pahami. Peristiwa administrasi bararti terpenuhinya persyaratan administrasi yang telah diatur dengan undang-undang yang berkaitan dengan persyaratan pernikahan itu sendiri. Peristiwa hukum maksudnya pernikahan itu dilihat dari sisi aturan yang ada baik
persyaratan, pendaftaran, pemeriksaan, pelaksanaan maupun
pencatatan pernikahan, hal ini sangat penting karena peristiwa nikah akan benar-benar dilihat dari sah dan tidak sahnya menurut hukum positif . Peristiwa ibadah berarti pernikahan itu dilihat dari unsur Agama. Apakah syarat dan rukun dari peristiwa nikah itu sudah tercapai apa belum, bila telah memenuhinya maka pernikahan itu dapat dilaksanakan . Sedangkan peristiwa budaya adalah melihat bahwa peristiwa pernikahan itu merupakan sebuah kegiatan yang bernilai budaya, sehingga dalam pernikahan sering kita lihat ritual, 50
Mundzakir, Kaur Kesra / Lebe Desa Pesaren,Wawancara Pribadi, Batang, 25 Oktober
2015
69
70
maupun adat istiadat yang ada didaerah itu sendiri. Bila hal itu tidak sesuai dengan adat dan kebiasaan yang ada maka peristiwa nikah itu akan menjadi sorotan negatif bagi masyarakat . Peraturan Pemerintah No 48 tahun 2014 menjelaskan bahwa pelaksanaan nikah dapat dilaksanakan di dua tempat yaitu di KUA dan diluar KUA. Di luar KUA maksudnya dapat dilaksanakan dirumah, di gedung, masjid ataupun tempat lain yang dianggap paling baik. Pemilihan tempat pernikahan lebih kepada budaya dan adat yang biasa dipakai disuatu daerah . Masyarakat Warungasem yang memiliki ciri relegius dan cenderung memandang bahwa pernikahan merupakan peristiwa sakral dan suci maka harus dilaksanakan dihadapan orang-orang yang yang sangat dihormati seperti kyai atupun Habaib sehingga tempatnya cenderung diluar KUA. Meskipun dalam regulasi yang baru itu ditentukan bahwa pernikahan diluar lebih mahal dari pada pelaksanaan di KUA, namun karena budaya yang ada maka pernikahan di kecamatan Warungasem banyak yang memilih diluar KUA.
70