Bab III – Teori Dasar
BAB III TEORI DASAR
3.1
Genesa Endapan serta Hubungannya dengan Pelapukan
Banyak dari mineral bijih, terutama mineral sulfida dan sulfosalt terbentuk pada lingkungan yang tereduksi serta pada temperatur dan tekanan yang tinggi dibandingkan atmosfer. Saat mineral – mineral ini muncul pada kondisi permukaan dimana terjadi pelapukan dan erosi, maka terjadi perubahan unsur kimia, membentuk mineral baru. Mengacu pada material, lingkungan, pergerakan, serta produk yang terlibat, pelapukan dapat menghancurkan endapan secara mekanis, melindikan satu atau lebih unsur yang bernilai, mendistribusikan ulang satu atau lebih komponen dari endapan menuju ke pengkayaan dan peningkatan nilai, serta mengalterasi mineralogi untuk membentuk produk baru dari unsur – unsur yang hilang tersebut. Secara umum, proses pelapukan dapat melepas unsur – unsur, mentransport, dan mengkonsentrasikan dengan mengendapkan ulang satu atau lebih elemen. Dan juga, pelapukan dapat mengkonversi material tidak berguna menjadi material yang bernilai, secara normal dengan merubah komposisi mineraloginya. Selain itu, pelapukan juga dengan mudah dapat membebaskan mineral aksesori yang resisten dengan mendisintegrasikan mineral pembentuk batuan di sekitarnya. Secara geologi, pelapukan didefinisikan sebagai perubahan material secara fisik dan kimiawi, terutama yang berada dalam lingkungan atmosfer. Hasil dari proses pelapukan ini berupa pecahan batuan – batuan lepas yang menutupi permukaan bumi secara tidak teratur yang dinamakan regolith. Untuk itu, derajat pelapukan terukur dari profil tubuh tanah yang berkembang secara bertahap dari bawah ke atas yang berupa lapisan – lapisan subhorizontal dan mempunyai sifat fisik dan kimia yang berbeda. Sifat yang berbeda ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti iklim, komposisi batuan dasar, topografi, vegetasi dan organisme serta waktu.
38
Bab III – Teori Dasar
Proses pelapukannya sendiri terbagi atas dua, yaitu : ¾ Pelapukan mekanis ( mechanical weathering ) Faktor –faktor yang mempengaruhi proses antara lain perkembangan rekahan ( sheeting joints ) yang berpengaruh pada tekanan batuan. Pertumbuhan kristal garam yang mengisi celah/rongga, tekanan es ( frost wedging ), pengaruh perbedaan suhu, serta pengaruh tumbuhan. ¾ Pelapukan kimia ( chemical weathering ) Dalam proses ini terjadi perubahan komposisi kimia mineral yang terlapukkan, yang dipengaruhi oleh faktor –faktor seperti proses Hidrolisa, proses Leaching ( pencucian ) oleh air, proses Karbon, serta proses Oksidasi. Untuk pelapukan batuan pada singkapan atau bongkah, terlihat adanya lapisan tipis seperti kulit atau cangkang di permukaannya yang terlepas dari tubuh batuan tersebut. Proses ini dinamakan eksfoliasi. Eksfoliasi disebabkan oleh adanya differensial stress dalam batuan, terutama pelapukan kimia, misalnya feldspar yang lapuk menjadi mineral lempung. Di bawah permukaan tanah pelapukan kimia seringkali membuat hasil lapukannya melingkari batuan yang segar ( belum lapuk ). Air yang bergerak pada seluruh sisi permukaan batuan segar menjadikan batuan segarnya makin kecil dan membulat, dilingkari pelapukannya. Gejala ini dinamakan pelapukan mengulit bawang ( Spheroidal Weathering ). Untuk jenis dan struktur batuan tertentu, maka derajat pelapukannya dipengaruhi oleh mineral pembentuknya sesuai dengan Deret Reaksi Bowen. Untuk nikel laterit sendiri, endapannya merupakan hasil pelapukan fisik dan kimia yang dalam dari batuan induk jenis ultrabasa yang umumnya terbentuk pada iklim tropis sampai subtropis. Endapan bijih tersebut merupakan konsentrasi dari material yang berasal dari batuan induk. Sedangkan untuk istilah “laterit” itu sendiri merupakan hasil dari proses lateritisasi. Proses ini adalah perubahan komposisi kimia akibat dari iklim tropis dalam jangka waktu yang cukup lama dalam kondisi tektonik yang relatif stabil sehingga memungkinkan terbentuknya 39
Bab III – Teori Dasar
regolith tebal dengan karakteristik tertentu (Trescases, in Butt and Zeegers, 1992). Proses ini melibatkan pecahnya mineral utama dan pelepasan sebagian komponen kimia ke air tanah, pelarutan komponen bergerak, konsentrasi komponen sisa yang tak bergerak atau yang tidak dapat terlarutkan, serta pembentukan mineral baru yang stabil dalam lingkungan. Efek dari perubahan mineral dan pergerakan khusus dari elemen yang terkait menghasilkan sebuah mantel berlapis material yang terkena pelapukan, melapisi batuan induk asalnya, yang biasa disebut dengan profil laterit. Tabel 3.1 mengurutkan efek utama dari perubahan kimia akibat iklim pada batuan secara umum dan bagaimana proses ini diterapkan pada batuan ultramafik. Prosesnya dinamis, teratur, dan hasil pelapisan keseluruhan yang dilihat pada profil laterit adalah sebuah gambaran singkat dari proses lateritisasi yang sedang berjalan. Lapisan terbawah mencerminkan tahap awal pelapukan batuan induk, dan tiap lapisan ke atas menggambarkan sebuah perubahan dari lapisan bawahnya, menunjukkan tahap proses yang tengah berlangsung. Tabel 3.1 proses pelapukan kimia dan efeknya pada batuan ultramafik (Butt and Zeegers, 1992 ) Proses umum Larutnya unsur pokok bergerak
Efek pada batuan ultramafic (alkali Pecahnya Olivine, Pyroxene, Serpentine
dan alkali tanah)
dan larutnya Mg, Ni, Mn, Co
Pembentukan mineral sekunder stabil (Fe,
Pembentukan Goethite, Smectite,
Al-Oksida, Lempung)
penyerapan Ni dari larutan
Pelarutan sebagian komponen yang lebih Pelarutan silika akibat iklim hutan hujan stabil (Silika, Alumina, Ti)
dan savana yang lembab
Pergerakan dan pengendapan ulang
Pengendapan oksida Mn dan penyerapan
sebagian unsur pokok yang dikendalikan
Ni dan Co dari larutan
Penahanan dan pemusatan residu tahan
Pengentalan chromite sisa
mineral (zircon, chromite, quartz)
40
Bab III – Teori Dasar
Untuk kondisi tropis, dimana mineral – mineral pada batuan ultramafik ( Olivin, Piroksen ) sangat tidak stabil, sehingga terbentuk lapisan penutup hasil pelapukan di atas batuan ultramafik. Secara umum, ciri khas pelapukan di daerah tropis adalah proses hidrolisa silikat melalui pelarutan alkali, alkali tanah dan silicon. Ion – ion yang dapat dilarutkan akan berpindah pada pelarutan. Reaksi pertukaran yang penting dalam pada suatu formasi nikel laterit adalah adanya pertukaran ion Nikel dan Magnesium pada batuan Serpentin akibat aktivitas air tanah, seperti pada persamaan reaksi berikut ini :
Mg3Si2O5 ( OH )4 + 3 Ni ++ (aq) ↔ Ni3Si2O5 ( OH )4 + 3 Mg ++ (aq) (serpentin)
(Ni-serpentin)
Melalui penggantian Mg oleh Ni, kadar nikel dalam Ni-serpentin secara teoritis dapat mencapai maksimum 46.2 % berat, dan dalam Ni-talk mencapai maksimum 36.4 % berat. Dari beberapa data endapan nikel laterit diketahui kadar nikel dalam Ni-serpentin berkisar antara 7 s/d 25 % berat (Satsuma, 1975). %.-berat
zone limonit atas kedalaman (m)
zone limonit bawah zone pelindian zone saprolit atas zone saprolit tengah zone saprolit bawah
Gambar 3.1 Zonasi pelapukan di atas batuan ultramafik, Lubang borCIII-TB1511 endapan Ni-lateritik Gebe (Totok Darijanto, 1986) 41
Bab III – Teori Dasar
Gambar di atas adalah penampang laterit pada endapan nikel laterit dari bawah ke atas berturut-turut adalah zona saprolit, zona pelindian, dan zona limonit (Gambar 3.1). Pada setiap zona juga dilengkapi dengan nama senyawa yang mungkin terdapat dan kandungan beratnya. Terlihat pada setiap zonasi bahwa Silika (SiO2), Hematit (Fe2O3), dan Mg-Oksida merupakan senyawa dominan, mencapai lebih dari 80%. Unsur Ni terkonsentrasi di zona saprolit dengan kandungan 4% berat. Selain itu, terkonsentrasi juga oksida Fe, Mn, Al dalam jumlah yang cukup besar di zona limonit. Hal ini merupakan kondisi yang paling umum dijumpai pada endapan laterit karena proses pelapukan batuan ultramafik akan menghasilkan senyawa oksida di bagian atas. Berlangsungnya pelapukan yang cukup intensif di satu lokasi akan mengoksidasi unsur-unsur dengan mobilitas lebih rendah seperti Fe, Mn, Al, Cr, dan Co. Oksidasi unsur-unsur ini akan lebih terkonsentrasi di dekat permukaan karena banyak berhubungan dengan faktor-faktor penyebab pelapukan. Selain itu, berlangsungnya pelapukan yang intensif juga akan memperangkap unsur-unsur yang lain pada zona-zona tertentu tergantung pada sifat kimia dan mobilitas unsurnya. Proses pelapukan dan lateritisasi di atas menghasilkan endapan nikel laterit yang terbagi atas 3 tipe endapan berdasarkan mineraloginya, adapun tipe endapannya adalah sebagai berikut : 1. Hydrous Mg Silikat Deposits Profil dari tipe ini secara vertikal dari bawah ke atas : Ore horizon pada zona saprolit ( Mg – Ni Silikat ). Grade nikel berada antara 1.8% - 2.5%. Pada zona ini berkembang silika boxworks, vein, struktur relik, fracture dan grain boundaries dan dapat terbentuk mineral yang kaya akan kandungan nikel yaitu Garnierit ( max 40% Ni ). Ni terlarut ( leached ) dari fase limonit ( Fe Oksihidroksida ) terendapkan bersama mineral silikat hydrous atau mensubtitusi unsur Mg pada Serpentinit yang teralterasi ( Pelletier, 1996 ). Jadi, meskipun nikel laterit adalah produk pelapukan,
42
Bab III – Teori Dasar
dapat dikatakan juga bahwa proses pengkayaan supergen sangat penting dalam pembentukan formasi dan nilai dari endapan hydrous silikat ini. 2. Clay Silikat Deposits Pada endapan ini, Si hanya sebagian terlarut melalui groundwater. Si yang tersisa akan bergabung dengan Fe, Ni, Al untuk membentuk mineral lempung seperti Ni-rich notronite pada bagian tengah profil saprolit. Nirich serpentin juga dapat digantikan oleh Smectite atau Kuarsa jika profil endapan ini tetap kontak dalam waktu yang lama dengan groundwater. Ni grade pada endapan ini lebih rendah dari hidrosilikat deposit ( 1.2%, Brand et all, 1998 ). 3. Oxide Deposits Tipe terakhir adalah oksida. Profil bawah menunjukkan protolith dari jenis Harzburgit Peridotit yang sangat rentan terhadap pelapukan terutama di daerah tropis. Di atasnya terbentuk saprolit dan mendekati permukaan terbentuk limonit dan ferricrete. Pada tipe endapan ini, nikel berasosiasi dengan Goethit ( FeOOH ) dan Mn oksida.
3.2
Grizzly
Grizzly pada operasi penambangan nikel laterit ini merupakan alat untuk memisahkan material. Material yang diumpankan merupakan material yang berasal dari stockyard ETO ( Exportable Tansit Ore ). Dalam hal ini, bijih akan terpisah menjadi 2, yaitu bijih ( ore ) dengan ukuran -20cm, dan boulder ( waste ) dengan ukuran +20cm. Dalam hal ini, yang didefinisikan sebagai ”boulder” adalah material ”hard” yang berada di antara material yang ”soft” pada zona laterit nikel, dan bukanlah skala butir Wentworth dan untuk selanjutnya istilah tersebut akan tetap digunakan sebagai ”boulder”. Perubahan gradasional dari batuan dasar ( parent rock ), zona saprolit, menuju weathering zone disertai dengan berubahnya ukuran boulder secara gradasional 43
Bab III – Teori Dasar
pula. Selain itu, spheroidal weathering ( pelapukan mengulit bawang ) yang terbentuk sepanjang joint dan fracture ( boulder saprolit ) juga memiliki ukuran yang berbeda bergantung pada tipe endapan dan kondisi faktor pembentukannya. Hal ini juga akan terimbas pada sebaran kadar Ni secara vertikal pada ukuran boulder tertentu. Dengan ukuran boulder yang semakin besar, hipotesa menyatakan bahwa kadar Ni akan semakin rendah. Hal ini dikarenakan ukuran batuan segar yang diselimuti oleh bagian yang lapuk semakin besar, sementara bagian lapuknya berukuran relatif tetap. Padahal, kadar Ni yang tinggi justru dimiliki oleh bagian lapuk tersebut. Tebal pelapukan tersebut dapat dikatakan sama mengingat kondisi pembentukan serta derajat pelapukan pada satu zona laterit secara lateral relatif sama. Batuan segar pada bagian boulder justru menjadi bagian pengotor yang mengurangi kadar Ni secara keseluruhan. Pada saat penambangan di front, boulder – boulder yang terlepas dari zona saprolitnya ini akan diumpankan secara langsung ke grizzly. Mengingat ukuran dari grizzly tersebut yang terus – menerus sama, bukan tidak mungkin bahwa pada boulder dengan kadar yang sebenarnya masih berada dalam kadar batas, justru terpisahkan dari keseluruhan material bijih sehingga mengurangi tonase bijih yang seharusnya didapat. Selain itu, pada kadar Ni yang rendah, ukuran tersebut juga akan menyebabkan masuknya boulder waste ke dalam fine ore. Batuan segar yang didefinisikan pada penelitian ini bukanlah batuan segar yang berupa bedrock, melainkan batuan setengah lapuk yang sudah terubah mineralnya namun belum mengalami pelapukan secara keseluruhan. Biasanya boulder seperti ini diketemukan pada zona lower saprolit dimana ukuran boulder sangat bervariasi.
44
Bab III – Teori Dasar
Gambar 3.2 Penggunaan Grizzly sebagai alat pemisah boulder Untuk itu, ukuran alat grizzly sebagai screening haruslah mencermati hal – hal di atas. Dengan ukuran screen yang tidak dinamis, maka kadar Ni yang di dapat dari boulder tidak dapat dikatakan efektif. Untuk selanjutnya, maka penelitian ini didasarkan pada hipotesa pelapukan di atas dan hubungannya dengan kadar Ni, mengacu pada ukuran boulder yang dinyatakan dalam fraksi – fraksi yang meningkat secara gradasional dengan basis metrik ( cm ).
3.3
Cut-off Grade
Cut-off Grade memiliki pengertian sebagai kadar rata – rata minimum dari endapan bahan galian yang masih bernilai ekonomis untuk ditambang. Pada saat bijih yang terjual mencapai nilai ini, hal ini mengartikan bahwa profit yang diraih adalah minimum dengan cost recovery yang telah tercapai. Variabel dalam menentukan nilai Cut-off Grade ini antara lain adalah Harga Jual ( Price ), 45
Bab III – Teori Dasar
revenue yang diinginkan, serta ongkos produksi yang dimiliki. Selain dari faktor teknis sebagai faktor utama, maka faktor non-teknis lainnya seperti legal, analisis lingkungan, dan stabilitas menjadi faktor yang perlu diperhitungkan. Seluruh faktor penentu di atas harus disesuaikan dengan kondisi paling aktual saat ini, yang menyebabkan nilai Cut-off Grade ini bersifat dinamis. Nilai Cut-off grade ini akan berpengaruh pada : 1. Penentuan jumlah cadangan dengan mendeliniasi antara ore dan waste 2. Perlu tidaknya pencampuran antara bijih berkadar rendah dengan yang tinggi. Sesuai dengan teori besar boulder, maka nilai kadar Ni sendiri akan berbanding terbalik dengan besar diameter boulder. Oleh karena itu, nilai Cut-off Grade ini tentu saja akan dicapai pada ukuran diameter boulder tertentu. Pada saat nilai ini dicapai, pada saat itulah jumlah tonase bijih akan mencapai nilai maksimum.
3.4
Metoda Statistik
Dalam penentuan diameter boulder ini, diperlukan data tebal pelapukan pada bagian boulder. Data yang merupakan hasil pengamatan memiliki variasi yang tinggi pada jumlah yang cukup banyak. Oleh karena itu, pada tiap fraksi nilai tebal pelapukan ini akan dirata-ratakan untuk mendapat nilai yang mewakili tebal lapuk pada masing –masing rentang fraksi. Untuk menghitung rata – rata tebal lapuk pada tiap fraksi digunakan :
n
t =
∑
ti
i
n 46
Bab III – Teori Dasar
Dengan : : Tebal rata – rata lapuk tiap rentang fraksi ( cm ) t
: Tebal lapuk pada setiap bagia pengamatan boulder ( cm )
n
: jumlah data pengamatan.
Metoda ini akan digunakan untuk menghitung kapasitas dari masing – masing rentang fraksi yang akan mewakili ukuran dari bagian lapuk, bagian segar, serta keseluruhan dari boulder.
47
Bab III – Teori Dasar
48