45
BAB III TAFSIR SURAH AL-FURQAN AYAT 57
A. Pengertian Kata, Lafaz/Kalimat Surah Al-furqan Ayat 57 ini didahului dengan kata () ﻗﻞ qul/katakanlah ini merupakan fiil amar yang menunjukkan makna perintah. Pernyataan seperti ini adalah pernyataan para Nabi kepada kaumnya sejak Nabi Nuh as. Pernyataan seperti ini banyak sekali terdapat dalam Al-Quran, hal tersebut dimaksudkan untuk menggaris bawahi bahwa ayat tersebut memiliki kandungan yang sangat penting. Pernyataan tersebut tercantum di dalam (QS. Hud [11]:29).
…… Artinya: “Hai kaumku, Aku tiada meminta harta benda kepada kamu (sebagai upah) bagi seruanku. Upahku hanyalah dari Allah…” Quraish Shihab dalam tafsirnya menjelaskan bahwa ayat ini merupakan sebuah jawaban Nabi Nuh as. yang menafikan permintaan harta dan bahwa beliau hanya mengharapkan imbalan dari Allah SWT. hal tersebut mengisyaratkan bahwa para Nabi tidak mengharapkan imbalan apapun dari umatnya yang didakwahinya. Mereka semua mengharapkan imbalan hanya kepada Allah SWT. 59
59
M. Quraish Shihab. Tafsir Al-Misbah (Pesan, Kesan, dan Keserasia alQur’an),…h. 610.
46
ﻣﺎاﺳﺄﻟﻜﻢ ﻋﻠﻴﻪaku tidak meminta kepada kamu atasnya maksudnya adalah penyampaian risalah dakwah tidak mengharapkan apa-apa dari manusia. Hal tersebut sebagai sanggahan terhadap sangkaan orang-orang kafir yang menuduh bahwa tujuan dakwah tersebut adalah bertujuan mencari upah. Semua yang keluar dari para pendakwah baik berupa ucapan maupun perbuatan harus diniatkan untuk mengharap ridha dari Allah sebagai sebaikbaik balasan, tanpa mengharapkan imbalan dari manusia. 60 Kata
(ا ِﻻ
illa) yang ada pada ayat di atas, para ulama berbeda
pendapat mengenai maknanya tersebut, yang kemudian melahirkan perbedaan yang mendasar tentang penggalan terakhir ayat tersebut. Ada yang berpendapat bahwa ia adalah istisna’ munqathi’ atau pengecualian yang terputus, maksudnya adalah apa yang dikecualikan tidak termasuk bagian dari apa yang disebut sebelumnya, dengan demikian ia diterjemahkan menjadi tetapi.61 Jadi terjemah ayat tersebut menjadi: ”Aku tidak meminta sedikit pun upah, tetapi siapa yang hendak mau mengambil jalan menuju Tuhannya, dengan jalan berinfak dan bersedekah di jalan Allah, hendaklah dia melakukannya.”
60
Sayyid Muhammad Nuh, Fiqh Ad-Da’wah Al- Fardiyah Fi Al-Manhaj AlIslami,(Dakwah Fardiyah : Pendekatan Personal Dalam Dakwah), terj. Ashfa Afkarina, Surakarta: Era Intermedia, 2000, h. 72. 61
M. Quraish Shihab. Tafsir Al-Misbah…h. 119.
47
Al-Biqa’i menjadikan istitsna’ itu muttashii bersambung sehingga, ketika menafsirkan ayat ini, ulama tersebut menuliskan terjemahnya sebagai berikut: “Kecuali upah siapa yang mau bersungguh-sungguh menentang hawa nafsunya dan mengambil jalan menuju Tuhannya, sebab, bila dia memperoleh petunjuk dari Tuhannya, aku pun memperoleh upah sebagai ganjarannya. 62 Thabathaba’i memahami penggalan ayat ini sebagai munqathi’, dengan demikian akan bermakna: “Kecuali siapa yang melakukan kegiatan yang mengantarkannya kepada Allah sebagai tanda syukur kepada-Nya.” Jadi maksudnya adalah Nabi menyatakan bahwa penerimaan ajaran Islam telah merupakan imbalan beliau dan dengan demikian, nabi tidak sama sekali mengharapkan imbalan dari orang yang didakwahinya, beliau tidak mengharapkan materi, popularitas ataupun kedudukan, oleh sebab itu hendaklah masyarakat yang menerima seruan dari para da’i menerima dengan hati yang lapang.63 Kata ajr (upah) maksudnya adalah imbalan bagi suatu pekerjaan, walau dalam pekerjaan lain. Sayyid Quthub berkomentar tentang ayat ini bahwa Rasul saw. tidak mengharapkan imbalan atau materi dan kenikmatan dunia dari mereka yang didakwahi. 64 ( )اﻻﻣﻦ ﺷﺎء ان ﯾﺘﺨﺬ اﻟﻰ رﺑﮫ ﺳﺒﯿﻼkecuali (tetapi) siapa yang mau kepada Tuhannya mengambil jalan, diterakhir ayat inilah yang dapat memuaskan hati Rasul saw. Yaitu ketika melihat seorang hamba dari hamba-hamba Allah 62
Ibid.
63
Ibid.
64
Ibid,. h. 120.
48
telah mendapat petunjuk dari Allah sebab beliau memang hanya mencari ridha-Nya,
menelusuri
jalan-Nya,
serta
mengarah
kepada
Tuhan
pemeliharanya. Berdasarkan penggalan ayat di atas mengindikasikan bahwa pelaku dakwah yang mau bersungguh-sungguh dalam berdakwah adalah manusia itu sendiri, bukan Allah. Demikian ayat ini meletakkan tanggung jawab di atas pundak manusia agar bisa bersungguh-sungguh dalam mencari jalan dan, jika mereka dapat melakukan hal tersebut, maka Allah akan mengantarnya kepada petunjuk-Nya. Didahulukannya kata ila Rabbihi/kepada Tuhannya sebelum kata sabilan/jalan bertujuan menekankan pentingnya keikhlasan dan ketulusan kepada Allah, dan tidak mencari jalan-jalan selainnya.65 B. Kandungan Ayat
Artinya: Katakanlah: ‘Aku tidak meminta kepada kamu atasnya sediki pun upah, kecuali siapa yang mau (kepada Tuhannya)mengambil jalan.” Ayat ini sangat tepat dipahami oleh sekalian orang yang merasa dirinya memikul tugas dakwah, sebagai pewaris para Nabi. Ajakan dengan gembira hendaklah terlebih dahulu daripada mengancam. Jangan sampai tertukar dan salah letaknya, sehingga mengancam terlebih dahulu daripada mengajak. Jika hal tersebut dilakukan tidak akan menarik orang kepada
65
Ibid. h. 121.
49
agama, bahkan bertambah jauhlah dia dari tempat belajarnya. Dia takut datang kembali kepengajian, sebab hanya neraka saja yang didengarnya terlebih dahulu, sebelum mendapatkan ajakan gembira.66 Allah SWT dalam ayat ini memerintahkan kepada Nabi saw. supaya menerangkan kepada kaumnya, bahwa walaupun beliau diutus untuk kemanfaatan mereka, namun beliau sama sekali tidak mengambil keuntungan untuk diri pribadinya, seraya berkata: “Aku tidak meminta upah sedikitpun kepada kalian dalam menyampaikan risalah ini, hanya saja ada orang yang dengan kemauannya sendiri ingin berbuat amal saleh untuk mendekatkan dirinya kepada Allah, dengan mengeluarkan derma atau bantuan sukarela dengan tanpa adanya paksaan dari pihak manapun, maka hal tersebut dipersilahkan saja bahkan itulah yang terbaik baginya. 67 Sayyid Quthub berpendapat tentang ayat ini bahwa Rasul saw. tidak mengharapkan imbalan atau materi dan kenikmatan dunia dari mereka yang menyambut ajakan beliau. Tidak ada upah, tidak ada pemberian dalam bentuk apa pun yang harus dipersembahkan seorang muslim kepada beliau.68 Dalam ayat tersebut menegaskan bahwa status Nabi saw. sebagai utusan Allah SWT bertugas menyampaikan risalah-Nya kepada umat manusia. Dalam hal ini beliau disebut sebagai Nabi yang memberi kabar gembira (mubasyira) kepada orang-orang yang mau memenuhi ajakan dakwahnya dengan memperoleh kebahagian yang kekal di surga dan Nabi 66
Hamka, Tafsir Al-Azhar Juzu’ XIX, Jakarta:Pustaka Panjimas, 1984, h. 35.
67
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Tafsirnya, ………….h. 36.
68
M. Quraish Shihab. Tafsir Al-Misbah….h. 121.
50
memberi peringatan (nadzira) kepada orang-orang yang mengingkari seruan beliau dengan ancaman kesengsaraan di neraka yang akan menimpanya. Inilah tugas Rasul sebagai seorang ”Mubasysyir”. Dia menunjukkan “hayatan thayyibah”, hidup yang baik. Kesalahan menyebabkan pewarisan bumi kepada manusia. 69 Setelah menjalani kehidupan di dunia ini akan ada kembali kehidupan yang kekal yaitu akhirat. Disanalah tempat kembali yang sesungguhnya, namun manusia terkadang melupakan hal tersebut. Di dalam diri manusia akal dan nafsu angkara selalu bertentangan. Akal murni akan menunjukkan jalan yang lurus yaitu jalan kebahagiaan. Rasul memberi kabar gembira kepada siapa saja yang menuruti kehendak akalnya. Akan tetapi Rasul dan Nabi memberi peringatan keras kepada siapa saja yang diperbudak oleh hawa nafsunya. 70 Di dalam ayat ini Nabi Muhammad saw. menegaskan bahwa beliau tidak mengharapkan upah daripada kamu, melainkan jika ada diantara kamu yang ingin mengikuti jejakku, berdakwah dengan mengharap ridha dari Allah SWT. maka hal tersebut sudahlah cukup sebagai upah yang besar bagi ku, dan hal yang demikian sebagai tanda keberhasilan usahaku.71 Menurut Hamka, di dalam ayat ini Allah menyuruh kepada Rasul-Nya untuk menjelaskan bahwa perjuangan dalam rangka menegakkan amar ma’ruf
69
Hamka, Tafsir Al-Azhar Juzu’ XIX,….h. 34.
70
Ibid.
71
Ibid. h. 36.
51
nahi mungkar tidaklah mengharapkan upah dan juga tidak meminta gaji72 dari manusia. Sebab orang-orang yang memperkembangkan dirinya kepada benda menyangka perjuangan orang menegakkan kebenaran, dapat dinilai dengan upah.73 Jika suatu jasa telah diberi harga dengan uang atau benda, maka jatuhlah harganya. Apabila seorang rasul mengajak orang kepada jalan yang benar, tidaklah itu untuk kepentingan dirinya, melaikan untuk kebahagian orang lain. Orang yang telah hidup dalam cita-cita untuk kebahagiaan sesamanya manusia, sudahlah merasa bahagia jika ajakan tersebut atau seruannya didengar dan dituruti, yang demikian itu merupakan upah baginya.74 Dengan demikian hal tersebut jugalah yang menjadi acuan bagi para da’i dalam melaksanakan risalah nubuwah untuk dapat mengikuti jejak para rasulnya dengan tidak mengkomersilkan seruan dakwah. Walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa pendakwah juga manusia yang tidak lepas dari kehidupan dunia dan membutuhkan kesejahteraan. Ayat ini senada dengan ayat yang turun kepada nabi Nuh as. Ketika menyampaikan ajaran kebaikan kepada kaumnya, dan diterima dengan salah oleh kaumnya. Mereka kerap kali mengukur orang yang jujur dengan hidup mereka sendiri. Nuh ini selalu member ajaran kepada kita, barangkali Nuh 72 Gaji merupakan upah yang harus dibayarkan kepada seseorang dari hasil kerjanya secara tetap, atau balas jasa atau penghargaan atas hasil kerja seseorang. 73
Hamka, Tafsir Al-Azhar Juzu’ XIX,….h. 35.
74
Ibid.
52
akan mengharapkan upah.75 Hal ini juga sering terjadi dikalangan muballigh yang jujur di zaman sekarang ini disangka oleh orang-orang yang kaya mereka mengharapkan “sedekah”. Sejak nabi Nuh as. Juga sudah ada hal yang demikian, mereka mengukur maksud baik dan rasa cinta orang lain dengan benda pula. Semua para Rasul menyampaikan hal yang sama tentang apa yang mereka serukan kepada umatnya tentang risalah kenabian, mereka hanyalah mengharapkan balasan dari Allah tidak mengharapkan balasan dari manusia, yang mereka harapkan hanyalah mereka mau menerima apa yang mereka sampaikan. Seorang Rasul tidaklah mengharapkan keuntungan apa-apa dari kaum yang mereka datangi. Hamka juga mengungkapkan tentang ayat ini dengan pendapatnya yaitu: Soal perbaikan budi dan memberikan tuntunan yang dikehendaki Tuhan, janganlah kamu sangka dapat dihargai dengan harta benda. Aku tampil ke muka kamu menyampaikan seruan ini, tidaklah meminta ganti kerugian jerih payah. Betul badan merasa payah, tetapi hatiku puas, sebab yang kulancarkan ialah perintah Allah. Upah jerihku daripada Allah yang mengutus aku dan mempercayaiku, tidaklah dapat dinilai dengan harta benda duniawi. Kamu ikuti seruanku dan kamu taat kepadaku, di waktu itulah kelak akan kamu rasai betapa bahagianya mengharapkan upah dari Allah swt. 76
Dengan demikian sudah jelaslah bahwasanya upah yang diharapkan oleh penyampai risalah kenabian adalah kepuasan hati karena telah melaksanakan kewajiban dan tugas yang dipikulkan Allah dengan hati yang 75
Ibid,…h. 116.
76
Ibid…,h. 130-131.
53
ikhlas. Seorang pembawa seruan kebenaran adalah kaya hatinya, sebab dia dekat dengan Allah. Ketentraman jiwa itu saja sudah cukuplah untuk menjadi upah yang tidak ternilai harganya bagi seorang pejuang penegak ajakan Tuhan. C. Munasabah Surah Al-Furqan adalah salah satu surah Makkiyyah. Ayat-ayatnya berjumlah 77 ayat. Sementara para ulama mengecualikan tiga ayat, yaitu 6870, mereka menilainya turun di Madinah. 77 Sayyid Quthub menilai surah ini secara keseluruhan sebagai penghibur bagi Rasulullah saw. menenangkan hati beliau, serta meneguhkan hatinya menghadapi kekerasan kaum musyrikin di Mekkah. Surah ini juga bagaikan menghapus dengan lemah lembut kepedihan dan kesedihan yang menyelubungi hati beliau sambil memenuhinya dengan penuh rasa percaya diri dan memberikan pemeliharaan, kasih sayang dan penuh dengan rasa cinta.78 Hubungannya dengan surah sebelumnya terlihat dari beberapa segi yaitu: pertama, Allah menutup surat terdahulu dengan menjelaskan bahwa Dia adalah Pemilik langit dan bumi serta pengaturnya, sesuai dengan tuntutan hikmah dan kemaslahatan, dengan tatanan dan susunan yang indah, dan bahwa Dia akan menghisab para hamba-Nya pada hari kiamat terhadap amalyang buruk. Kemudian membuka surat ini dengan dalil yang membuktikan perhatian-Nya yang besar terhadap kebaikan para hamba-Nya 77
M. Quraish Shihab. Tafsir Al-Misbah….h. 3.
78
Ibid,. h. 4.
54
dengan menurunkan Al-Quran sebagai petunjuk dan pelita yang terang benderang. Kedua : Allah menutup surat terdahulu dengan menyajikan kewajiban kaum mu’minin mengikuti Rasulullah saw., sambil memuji mereka jika melaksanakan kewajiban itu dan menakuti mereka dengan cobaan dan azab yang pedih, jika menyalahinya. Kemudian mengawali surah ini dengan memuji Rasulullah saw. dan menurunkan kitab, agar beliau menunjuki mereka kejalan yang lurus, serta mencela orang-orang yang mengingkari kenabiannya dengan mengucapkan, “sesungguhnya dia hanya seorang yang terkena sihir, dia memakan makanan, berjalan di pasar” dan seterusnya. Ketiga : baik dalam surat terdahulu maupun didalam surat ini, Allah melukiskan awan, menurunkan hujan dan penghidupan tanah yang mati. Dia berfirman dalam surat terdahulu :
Artinya: “Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan,…(QS. AnNur, [24]:43) Sedangkan dalam surat Al-Furqan Allah berfirman :
Artinya: “Dia lah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira…” (QS. Al-Furqan [25]: 48). Keempat :
pada masing-masing surat, Allah melukiskan amal
perbuatan orang-orang kafir, bahwa ia tidak berguna sama sekali bagi mereka pada hari kiamat. Dalam surat terdahulu Allah berfirman :
55
Artinya: “Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar,…” (QS. An-Nur, [24]: 39). Orang-orang kafir, Karena amal-amal mereka tidak didasarkan atas iman, tidaklah mendapatkan balasan dari Tuhan di akhirat walaupun di dunia mereka mengira akan mendapatkan balasan atas amalan mereka itu. Sedangkan dalam surah Al-Furqan Allah berfirman:
Artinya: “Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan[1062], lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” (AlFurqan, [25] : 23). yang dimaksud dengan amal mereka disini ialah amal-amal mereka yang baik-baik yang mereka kerjakan di dunia amal-amal itu tak dibalasi oleh Allah Karena mereka tidak beriman. Kelima : Allah menggambarkan kejadian pertama manusia di tengah masing-masing surat. Dalam surat pertama Dia berfirman :
Artinya : “Dan Allah Telah menciptakan semua jenis hewan dari air,…(QS. An-Nur, [24] : 45).
Dan dalam surat Al-Furqan Allah berfirman:
56
Artinya : “Dan dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah.” (QS. AlFurqan, [25] : 54). Mushaharah artinya hubungan kekeluargaan yang berasal dari perkawinan, seperti menantu, ipar, mertua dan sebagainya. 79 Sedangkan hubungannya dengan surat sesudahnya yaitu surat AsySyu’ara adalah terdapat dibeberapa segi yaitu: pertama : dalam surat AsySyuara terdapat penjabaran dan uraian tentang beberapa topik yang juga terdapat didalam surat Al-Furqan. Kedua : kedua surat ini yaitu Asy-Syu’ara dan Al-Furqan sama-sama dimulai dengan memuji Al-kitab (Al-Quran). Ketiga : kedua surat ini sama-sama ditutup dengan ancaman bagi para pendusta.80 D. Munasabah Ayat Ayat sebelum ayat 57 ini berbicara masalah orang kafir yang semakin membangkang dan membantah padahal mereka telah dilihatkan bukti-bukti kekuasaan Allah dan keesaan-Nya. Orang-orang kafir tersebut memerangi agama Allah, kemudian Allah memberi peringatan kepada Nabi untuk jangan risau akan hal tersebut karena yang Allah yang akan menghadapi mereka
79
Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, terj. Bahrun Abubakar, dkk. Semarang: Toha Putra, cet. Kedua, 1993, h. 260-261. 80
Ibid,.h. 82.
57
orang-orang kafir. Para Nabi hanya diutus untuk menyampaikan berita gembira dan peringatan kepada kaumnya.81 Korelasi antar ayat tersebut terlihat bahwa para Nabi hanya diutus untuk memberikan kabar gembira kepada kaumnya agar mereka terlepas dari kekufuran, tidak ada tujuan komersil dalam mereka menyampaikan risalah ilahiyyah, apalagi mengharapkan imbalan dari apa yang mereka sampaikan tersebut. Tujuan mereka mulia dan hanya mengharapkan semata-mata pertolongan dari Allah, sebab hanya Allah yang mampu memberikan hidayah kepada mereka, tujuan mereka supaya kaumnya tidak tersesat dalam kehidupannya. Pada ayat 57 tersebut para Nabi diperintahkan untuk tidak meminta upah dari apa yang telah disampaikannya, upah yang dimaksud adalah berupa uang maupun barang yang mana hal tersebut dapat memberatkan bagi kaumnya dan juga akan menjadi bahan olokan bahwa tujuan dakwah hanya komersil saja, padahal tujuan dakwah tersebut sangatlah mulia. Pada ayat ini juga Nabi diperintahkan untuk menyampaikan prinsipprinsip dakwah, mengharapkan ridha dari Allah SWT. dan memohonkan petunjuk kepada-Nya. Kemudian ayat setelah ayat 57 ini lebih menegaskan lagi bahwa dalam menyampaikan risalah agama Allah haruslah berserah diri hanya kepada Allah, Nabi diperintahkan untuk sekuat tenaga dan pikiran bahkan tumpahan
81
M. Quraish Shihab. Tafsir Al-Misbah….h.117-118.
58
darah untuk menyampaikan kebenaran. Nabi diperintahkan untuk berserah diri dan bertawakal kepada Allah. 82 Korelasinya dalam ayat ini adalah ketika melaksanakan tugas mulia yakni menyampaikan dakwah juga harus dibarengi dengan tawakal kepada Allah swt. Dalam hal tawakal kepada Allah manusia juga masih tetap dituntut untuk melakukan sesuatu yang berada dalam batas kemampuannya. Perintah Al-quran untuk bertawakal kepada Allah bukannya untuk tidak berusaha atau mengabaikan hukum-hukum sebab akibat. Tawakal harus dibarengi dengan realita kehidupan manusia itu sendiri, realita yang menunjukkan bahwa tanpa usaha dari orang yang bersangkutan.83 Jika telah berserah diri kepada Allah tidak perlu lagi khawatir maupun ragu lagi dalam kelangsungan hidupnya di dunia ini terlebih lagi kehidupannya di akhirat kelak. Setelah pada ayat-ayat yang lalu Allah menjelaskan tanda-tanda keEsaan-Nya dan memperlihatkan bahwa dalam alam ini banyak terdapat tandatanda kekuasaan-Nya dan keindahan ciptaan-Nya, yang penuh berisi hikmah dan kebijaksanaan, maka pada ayat-ayat yang akan datang ini Allah menerangkan ucapan dan perbuatan kaum musyrikin yang sangat keji dan buruk, sebab walaupun mereka dapat menyaksikan kekuasaan itu, akan tetapi mereka tetap saja berpaling dari petunjuk dan kebenaran. Jika mengamati perilaku kaum musyrikin ini, maka akan merasa aneh sebab mereka begitu jauh menempuh jalan kesesatan, sampai mereka 82
Ibid…,h. 122.
83
Ibid…, h. 125.
59
membenci Rasullullah saw. yang telah diutus oleh Allah SWT. kepada mereka untuk kebahagiaan. Rasul diutus untuk memberi kabar gembira kepada mereka yang taat dengan segala kebaikan di dunia dan di akhirat dan memperingatkan mereka yang ingkar denga azab yang pedih di akhirat. Dan dalam rangka menunaikan risalahnya yang suci itu, beliau sama sekali tidak meminta upah apa-apa dari mereka. Kemudian Allah SWT. memerintahkan kepada Nabi-Nya supaya tetap sabar dan tabah dan jangan takut menghadapi mereka yang ingkar tersebut, bahkan tetap bertawakal kepada Allah bertasbih dan memuji kepadaNya dan mensucikan Allah dari setiap ucapan yang tidak pantas bagi-Nya.84
84
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Tafsirnya, …h. 35.