BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan studi empiris dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh variabel GCG yaitu board independence ratio dalam memoderasi pengaruh family control terhadap earnings management yang dimediasi oleh family control. Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 3.2. Jenis Metode Yang Digunakan Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah hypothesis testing empirical study, yaitu menguji hipotesis dari studi empiris yang pernah dilakukan, sehingga dapat dijelaskan melalui temuan baik yang konsisten maupun yang tidak konsisten dari hasil temuan-temuan empirik, terutama yang berkaitan dengan pengaruh variabel bebas terhadap variabel tidak bebas, dan menggunakan Metode
Survei
Penjelasan
(Explanatory
Survey
Method).
Penelitian
survei
Explanatory atau Confirmatory yakni bertujuan untuk menjelaskan hubungan kausal dan pengujian hipotesa (Singarimbun dan Effendi, 2006). Dilihat dari aspek metode pengumpulan datanya, rancangan penelitian ini adalah merupakan penelitian dengan pengamatan (observasional), sebab sifat data
22
berupa bahan yang hanya dapat diobservasi dan tanpa berusaha mendapatkan tanggapan dari pihak lain, sebab data penelitian ini merupakan peristiwa yang sudah terjadi pada waktu yang lalu. Dilihat dari aspek kemungkinan manipulasi variabel, rancangan penelitian ini adalah penelitian ex post facto, sebab data penelitian berasal dari perusahaan apa adanya tanpa dimanipulasi. 3.3.Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2006). Arikunto (2006) mengatakan bahwa “populasi adalah keseluruhan subjek penelitian”. Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa populasi adalah keseluruah subjek yang dijadikan sasaran penelitian dan memiliki cirri-ciri yang sama. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2006). Roscoe (dalam Sekaran, 2006) mengusulkan aturan berikut untuk menentukan ukuran sampel. 1. Ukuran sampel antara 30 sampai 500 adalah tepat untuk kebanyakan penelitian.
23
2. Dalam penelitian multivariate, ukuran sampel sebaiknya diambil beberapa kali (lebih disukai 10 kali atau lebih) lebih besar dari jumlah variabel dalam studi. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling. Metode purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2006). Karena setiap elemen populasi tidak mempunyai kemungkinan yang sama untuk dijadikan sampel, selain daripada itu, peneliti telah memiliki criteria tertentu pada elemen-elemen yang sesuai untuk dijadikan sampel. Oleh karena itu, peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Adapun kiteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Perusahaan manufaktur yang sudah terdaftar selama 3 tahun berturut-turut di Bursa Efek Indonesia periode 2012, 2013, 2014. Pengambilan sampel selama 3 tahun secara berturut-turut dimaksudkan agar data-data yang diambil lebih mempunyai validitas. 2. Perusahaan manufaktur yang menerbitkan laporan keuangan tahunan dengan periode yang berakhir pada 31 Desember dan disajikan dalam bentuk rupiah 3. Perusahaan tersebut memiliki data mengenai manajerial, struktur direktur dan komisaris.
24
4. Perusahaan yang memiliki variabel keuangan yang cukup seperti total aset, arus kas, piutang, pendapatan, laba bersih untuk mengestimasi performance-matched abnormal accrual. 5. Menyajikan data yang berkaitan dengan variabel penelitian. 3.4. Definisi dan Pengukuran Variabel 3.4.1. Variabel Terikat (Dependen) Variabel dependen dari penelitian ini adalah manajemen laba. Pengertian manajemen laba oleh Scott (2000) adalah sebagai pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer. Terdapat dua cara memahami manajemen laba yaitu, Pertama, sebagai perilaku
oportunistik
menghadapi
kontrak
manajemen kompensasi,
untuk kontrak
memaksimumkan utang
dan
biaya
utilitasnya
dalam
politik.
Kedua,
memandang manajemen laba dari perspektif kontrak efisien, dimana manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihakpihak yang terlibat dalam kontrak. Studi ini menggunakan versi modifikasi Jones (1991) seperti yang digunakan oleh Chi, Hung, & Lieu (2014), dan Gulzar dan Wang (2011). Jones (1991) menyatakan bahwa secara umum, akrual yang merupakan produk akuntansi, dapat dianggap memiliki jumlah yang relatif tetap dari tahun ke tahun. Hal ini dikarenakan aturan akuntansi terkait juga tidak mengalami perubahan. Perubahan akrual yang terjadi, oleh karenanya dapat dianggap sebagai hal yang tidak
25
normal (abnormal). Perubahan ini merupakan hasil penggunaan kebijakan manajemen yang berlebihan dan bila pada saat yang sama manajemen juga memilkiki insentif/motif untuk memanipulasi laba maka perubahan akrual yang terjadi dianggap sebagai bentuk manipulasi laba yang dilakukan manajemen. Sebagian literature manajemen laba yang terbaru seperti Ujiyantho dan Pramuka (2007), Gulzar dan Wang (2011), Andayani (2010), Jao dan Pagalung (2011), Chi, Hung, & Lieu (2014) telah menggunakan accrual discretionary sebagai proxy untuk manajemen laba. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba menggunakan pendeketan yang sama dalam mengukur manajamen laba. Dalam menggunakan modifikasi Jones (M-J model) oleh Dechow, Sloan dan Sweeney (1995) working capital accruals berubah menjadi non-discretionary dan DAC. Non-DAC atau normal accrual merupakan perkiraan berdasarkan manajer yang mewakili perubahan dalam kinerja ekonomi yang mendasari perusahaan. Pada sisi lain, DAC terbuka untuk kebijaksanaan manajer dan karenanya dioperasionalisasikan sebagai proxy untuk manajemen laba dalam penelitian ini. Non-DAC
diperkirakan
selama
setahun
pengamatan
(tahun
dimana
manajemen laba diperkirakan) sebagai : TAC it
= Niit – CFOit
TAC it
= Total akrual
Niit
= Laba Bersih 26
CFOit
= Arus Kas Operasi Nilai total accrual (TAC) diestimasi dengan persamaan regresi OLS sebagai
berikut : TACit/Ait-1
= β1 (1/Ait-1) + β2 (ΔRevt/Ait-1) + β3 (PPEt/Ait-1) + e
Dengan menggunakan koefisien regresi diatas, nilai non-discretionary accrual (NDA) dapat di hitung dengan rumus: NDAit
= β1 (1/Ait-1) + β2 (ΔRevt/Ait-1-ΔRect/Ait-1) + β3 (PPEt/Ait-1) Selanjutnya discretionary accrual (DA) dapat dihitung sebagai berikut:
DAit
= TACit/Ait-1-NDAit
DAit
= Discretionary Accruals perusahaan i pada periode ke t
NDAit
= Non-Discretionary Accruals perusahaan i periode ke t
TACit
= Total akrual perusahaan i periode ke t
Niit
= Laba bersih perusahaan i pada periode ke t
CFOit
= Aliran kas dari aktivitas operasi perusahaan i pada periode ke t
Ait-1
= Total aktiva perusahaan i periode ke t-1
ΔRevt
= Perubahan pendapatan perusahaan i pada periode ke t
27
PPEt
= Aktiva tetap perusahaan pada periode ke t
ΔRect
= Perubahan piutang perusahaan i pada periode ke t
e
= error
3.4.2. Variabel Bebas (Independen) Variabel Independen merupakan variabel yang mempengaruhi variabel terikat baik secara positif maupun negatif (Sekaran, 2006). Variabel Independen dalam penelitian ini menggunakan Family Control sebagai variabel yang mengikat variabel dependen. Pada penelitian ini family control ditentukan dengan menggunakan
suatu
indikator pengukuran. Indikator yang digunakan adalah keberadaan anggota keluarga dalam dewan komisaris atau direktur. Variabel family control dalam penelitian ini diukur menggunakan kategori variabel dumi (dummy variable). Perusahaan dengan karakteristik sesuai indikator di atas akan mendapat skor 1 sedang yang tidak sesuai indikator akan mendapat skor 0. 3.4.3. Variabel Moderasi Variabel moderasi dalam penelitian ini adalah karakteristik good corporate governance yang mengacu pada penelitian Chi, Hung, & Lieu (2014) yang juga menggunakan Board independence (rasio dewan komisaris independen terhadap jumlah seluruh dewan komisaris).
28
3.4.3.1. Board independence (BI) Menurut pedoman good corporate governance (2006) Pengertian dari Komisaris Independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan direksi, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya
untuk
bertindak
independen
atau
bertindaksemata-mata
untuk
kepentingan perseroan. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 40/2007 pasal 1 ayat 6 Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi. Variabel ini diukur dengan cara membagi jumlah komisaris independen dengan jumlah total dewan komisaris, dan dirumuskan sebagai berikut: BI = Total Komisaris Independen/Total Dewan Komisaris 3.5. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh para peneliti, data yang diterbitkan dalam jurnal statistic dan lainnya, dan informasi yang tersedia dari sumber publikasi atau non-publikasi baik di dalam atau di luar organisasi, semua yang dapat berguna bagi peneliti (Sekaran, 2006). Sumber data yang digunakan adalah sebagai berikut:
29
1. Data publikasi laporan keuangan perusahaan sampel. Data diperoleh dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD) atau dari media yang mempublikasikan
laporan
keuangan,
oleh
karena
itu
penelitian
ini
menggunakan data dari situs www.idx.co.id yang merupakan situs resmi dari Bursa Efek Indonesia (BEI). 2. Data pengumuman laba. 3. Data struktur (komposisi dan jumlah) Dewan Komisaris perusahaan sampel. 4. Data
yang
berkaitan
dengan
unsur-unsur
dalam
rumus
formulasi
penghitungan manajamen laba (earnings management).
3.6. Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan metode dokumentasi terhadap laporan keuangan perusahaan yang dipublikasikan. Data tanggal publikasi laporan keuangan perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI pada periode 2012, 2013, dan 2014 yang diperoleh baik melalui laporan keuangan yang
tersedia
dalam Indonesian
Capital Market
Directory
(ICMD)
melalui
www.idx.co.id ataupun media lainnya yang memiliki keterkaitan dengan penelitian.
30
3.7. Metode Analisis Data Analisis data ini diperlukan karena untuk mereduksi data menjadi perwujudan yang lebih dapat dipahami dan diinterpretasikan dengan cara tertentu sehingga hubungan dari masalah penelitian dapat ditelaah serta diuji (Silalahi, 2006). Metode analisis
data
dalam
penelitian
ini
menggunakan
metode
kuantitatif.
Analisis
kuantitatif menggunakan statistik sebagai alat analisis datanya (Silalahi, 2006). Penelitian ini menggunakan berbagai uji statistik dalam menganalisis data sesuai dengan kebutuhan penelitian. 3.7.1. Uji Asumsi Klasik 3.7.1.1. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau resuidual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2006). Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Untuk menguji apakah distribusi data normal ataukah tidak terdapat beberapa metode, diantaranya: Kolmogorov Smirnov; Jarque-Berra; maupun Grafik P-P Plot. Adapun criteria dalam pengujian normalitas yaitu dengan menggunakan aturan kaedah sebagai berikut: 1. Apabila nilai probabilitas (P) > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi normal; 2. Apabila nilai probabilitas (P) < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi tidak normal.
31
3.7.1.2. Uji Multikolinieritas Gujarati dalam Kuncoro (2001) memaparkan bahwa bila korelasi antara dua variabel bebas melebihi 0,8 maka multikolinieritas menjadi masalah yang serius. Jadi maksud dari multikolinieritas adalah tentang hubungan antara variabel bebas yang tidak boleh terlalu kuat. Perhitungan multikolinieritas menggunakan regresi dengan bantuan program SPSS versi 22.0. Variabel yang menyebabkan multikolinieritas dapat dilihat dari nilai Toleran yang lebih kecil dari 0,1 atau nilai VIF yang lebih besar
10
(Ghozali,
2006).
Secara manual untuk
mendeteksi multikolinieritas
menggunakan nilai VIF dan Tolerance dapat dideteksi dengan menggunakan metode Auxiliary Regression yaitu dengan cara sebagai berikut: 1. Jika nilai R2 tinggi namun hanya sedikit nilai t statistic yang signifikan, maka mengindikasikan adanya gejala multikolinieritas. 2. Membandingkan nilai R2 regresi utama dengan nilai R2 regresi parsial. Jika nilai R2 pada regresi parsial lebih besar daripada nilai R2 pada regresi utama maka mengindikasikan adanya gejala multikolinieritas. 3.7.1.3. Uji Heteroskedastisitas Rumus regresi diperoleh dengan asumsi bahwa variabel pengganggu (error) atau e diasumsikan memiliki varian yang konstan (rentangan e kurang lebih sama). Jika ternyata varian e tidak konstan pada nilai
X yang lebih tinggi, maka kondisi
tersebut diindikasikan tidak homokedastik atau heterokedastik. Salah satu cara untuk
32
mendeteksi ada atau tidaknya heterokedastisitas adalah dengan menggunakan Uji Glejser (Ghozali, 2006). Seperti halnya pada Uji Park, Glejser mengusulkan untuk meregres nilai absolut residual terhadap variabel independen dengan persamaan regresi: |Ut| = a + bXt + vt Adapun prosedur pengujiannya adalah: 1. Melakukan regresi model 1 2. Mendapatkan residual (Ut) 3. Mengabsolutkan nilai residual (AbsUt) 4. Meregresikan variabel (AbsUt) sebagai variabel dependen dengan variabel independent. 5. Jika
variabel
independen
signifikan
secara
statistic
memperngaruhi
variabel dependen, maka ada indikasi terjadi heteroskedastisitas. 3.7.1.4. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan menguji suatu model regersi linier, untuk melihat keberadaan korelasi antara kesalahan pengganggu pada peride t dengan periode t-1 (Ghozali,
2006).
Jika
terjadi korelasi maka
terdapat
problem autokorelasi.
Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Untuk mengetahui apakah data yang digunakan dalam model regresi terdapat autokorelasi atau tidak, dapat diketahui melalui Uji Durbin-Watson (DW).
33
Apabila nilai DW lebih besar dari batas atas (du) dan kuran dari 4-du, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat autokorelasi.
3.7.2. Uji Hipotesis 3.7.2.1. Regresi Linier Berganda Uji interaksi atau Moderated Regression Analysis (MRA) merupakan aplikasi khusus regresi linier berganda dimana dalam persamaannya mengandung unsur interaksi (perkalian dua atau lebih variabel independen) (Ghozali, 2006). Variabel moderating adalah variabel independen yang akan memperkuat atau memperlemah
hubungan
antara
variabel bebas
(independen) lainnya terhadap
variabel terikat (dependen). Oleh Frucot & Shearon (1991) dalam Ghozali (2006: 167) dipaparkan model regresi yang berbeda untuk menguji pengaruh moderasi yaitu dengan menggunakan model selisih mutlak dari variabel independen, yang akan diuji dengan menggunakan bantuan program SPSS 22.0. Langkah yang dilakukan dalam pengujian interaksi pada penelitian ini adalah dengan
meregresi
variabel
perkalian
antara
family
control
dengan
board
independence terhadap earnings management. Kriteria yang digunakan yaitu apabila variabel perkalian tersebut (perkalian family control dengan board independence) signifikan pada level α = 0,05 maka variabel board independence dikatakan sebagai variabel moderasi (Ghozali, 2006).
34
Analisis MRA ini selain untuk melihat apakah ada pengaruh variabel bebas terhadap variabel tak bebas juga untuk melihat apakah dengan diperhatikannya variabel moderasi dalam model, dapat meningkatkan pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel tak bebas atau malah sebaliknya. Sebelum dilakukan analisis lebih lanjut, terlebih dahulu dilakukan pengujian terhadap variabel moderator dengan melakukan regresi terhadap persamaan berikut:
Analisis moderat digunakan untuk menaksir nilai variabel Y berdasarkan nilai variabel X dikalikan dengan variable Z, serta taksiran perubahan variabel Y untuk setiap satuan perubahan variabel X yang dikalikan dengan variable Z. Moderating Regression Analysis dinyatakan dalam bentuk regressi berganda dengan persamaan mirip regressi polynomial yang menggambarkan pengaruh nonlinier yang dinyatakan dalam bentuk model persamaan sebagai berikut. Y = + 1 X1 + 2 Z + 3 XZ + Dimana: Y
= earnings management.
= Konstanta, besar nilai Y jika X = 0
1 - 3 = Koefisien regresi yaitu menyatakan perubahan nilai Y apabila
terjadi
perubahan nilai X. X,Z
= Interaksi antara family control & board independence.
35
= Error term, yaitu tingkat kesalahan penduga dalam penelitian.
3.7.1.2. Uji t (Uji Parameter Penduga) Uji
t
digunakan
untuk
mengetahui
pengaruh
masing-masing
variabel
independen terhadap variabel dependen apakah mempunyai pengaruh signifikan atau tidak. Keterandalan OLS (Ordinary Least Square / merupakan pangkat kuadrat terkecil biasa) sebagai alat estimasi sangat ditentukan oleh signifikansi parameterparameter yang dalam hal ini adalah koefisien regresi (b1) dilakukan dengan uji statistic t (Ghozali, 2006). Uji t digunakan untuk menguji koefisien regresi secara parsial dari variabel bebasnya. H0 diterima apabila: - Ttabel ≤ Thitung ≤ Ttabel atau nilai probabilitas (p) > 0,05 H0 ditolak apabila: - Ttabel > - Thitung atau Thitung > ttabel atau probabilitas < 0,05 3.7.1.3 Uji F Uji statistic F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel terikat (Kuncoro, 2001). Salah satu cara melakukan uji F adalah dengan membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan nilai F menurut tabel: apabila nilai F hasil perhitungan > nilai F menurut tabel maka hipotesis alternatif, yang 36
menyatakan bahwa semua variabel independen secara serentak dan signifikan mempengaruhi variabel dependen (Kuncoro, 2001). H0 diterima apabila: Fhitung ≤ Ftabel atau probabilitas (p) 0,05. H0 ditolak apabila: Fhitung > Ftabel atau probabilitas < 0,05. 3.7.1.4. Koefisien Determinasi (R 2 ) Koefisien Determinasi R2 merupakan pengujian untuk mengetahui seberapa jauh hubungan variebel independen terhadap variebel dependen. Ukuran koefisien determinasi tersebut dinyatakan dalamn angka 0 – 1. Jika nilai R2 mendekati 0 maka dapat dikatakan bahwa keterkaitan antara variabel independen terhadap variabel dependen lemah, tetapi jika nilai R2 mendekati 1 maka keterkaitan antara variabel independen dengan variabel dependen kuat. Namun dalam penggunaanya koefisien determinasi R2 memiliki kelemahan yaitu bias terhadap jumlah variabel independen yang digunakan dalam model. Setiap terdapat penambahan satu variabel independen, maka secara otomatis nilai R2 ikut meningkat.
37