Bab III III.1
Data dan Metodologi
Data
Data yang digunakan pada simulasi model kopel ini berasal dari data reanalisis ECMWF 15 tahun, yaitu selama perioda tahun 1979 hingga tahun 1993, yang disingkat dengan ERA15. Data tersebut memiliki resolusi temporal 6 jam (pukul 00, 06, 12, 18 GMT) dan resolusi spasial T106 atau bekerja pada resolusi 1,125° (sekitar 110 km). Data yang digunakan pada kedua model tersebut adalah: 1.
Data masukan model, yaitu berupa data statis dan data dinamis Data statis model laut meliputi: −
data sistim grid secara spasial (bujur dan lintang)
−
data batimetri kedalaman dasar laut
−
data kedalaman air grid MPI-OM
−
data land sea mask
−
data salinitas permukaan klimatologis
−
data Levitus salinitas dan temperatur potensial
−
data nilai runoff sungai
−
data posisi muara sungai
−
data inisialisasi MPI-OM
−
matriks untuk interpolasi mosaic
Sedangkan data dinamis model laut terdiri dari: −
tutupan awan total
−
presipitasi total
−
radiasi matahari total
−
tekanan permukaan
−
temperatur udara pada ketinggian 2 m
−
kecepatan angin pada ketinggian 10 m
−
stress angin zonal dan meridional
Sementara data statis model atmosfer terdiri dari: −
Orografi
−
Land sea mask 20
−
Tipe vegetasi
−
Rasio vegetasi
−
Albedo permukaan
−
Leaf area index
−
Panjang kekasaran permukaan
−
Field capacity of soil
−
FAO data set (soil data flags)
−
Variansi orografik (untuk runoff)
Dan data dinamis model atmosfer meliputi: −
tekanan permukaan
−
temperatur
−
kecepatan angin arah zonal dan meridional
−
kelembaban spesifik
−
kandungan air cair
Data dinamis akan menjadi parameter masukan untuk langkah waktu berikutnya, yang kemudian diinterpolasikan pada bagian batas model (sebagai forcing batas lateral di permukaan laut dan di setiap lapisan vertikal) sesuai langkah waktu yang digunakan. 2.
Data validasi, menggunakan data curah hujan bulanan dari BMG (Badan Meteorologi dan Geofisika) dan dari GHCN (Global Historical Climatology Network) selama perioda tahun yang sama, serta telah digrid dengan resolusi 0.5°.
Sementara untuk data yang dipertukarkan selama waktu simulasi model kopel berjalan jumlahnya 15, termasuk data yang merupakan komponen es. Tetapi karena domain kopel terdapat di daerah tropis, maka komponen es tersebut diabaikan. Data yang dipertukarkan tersebut meliputi (no. 1 merupakan data yang dikirim dari model laut ke model atmosfer, dan 2-6 merupakan data yang dikirim dari model atmosfer ke model laut): 1.
Temperatur permukaan laut
2.
Stress angin zonal dan meridional
3.
Fluks air 21
4.
Fluks panas total di atas air
5.
Fluks panas matahari di permukaan
6.
Kecepatan angin pada ketinggian 10 m
Jadi pada domain kopel, data dinamis model laut tidak digunakan untuk menghitung stress angin, fluks air dan fluks panas, melainkan diperoleh dari hasil perhitungan model atmosfer.
III.2
Model MPI-OM
Seperti yang sudah disebutkan pada bab II, MPI-OM menggunakan sistim koordinat sperikal ortogonal bipolar (Gambar III.1), yang membolehkan posisi kutub berubah-ubah. Pada penelitian ini, kutub utara (selatan) dipilih Cina (Australia). Pemilihan posisi kutub di Cina (112°ΒT 29°LU) dan Australia (132°ΒT 22°LS) ini didasarkan pada dua pendekatan, yaitu 1) untuk menghindari singularitas numerik, sehingga kedua kutub harus ditempatkan di daratan; 2) untuk mendapatkan detail BMI, sehingga resolusi grid di daerah penelitian paling tinggi. Tetapi pendekatan ini memiliki kerugian secara global yang memaksa langkah waktu model menjadi cukup kecil, sehingga tepat untuk wilayah dengan
Gambar III.1
Gambaran regional kopel grid kurvalinier ortogonal MPI-OM resolusi tinggi. Insert: Penempatan kutub utara di wilayah Cina dan kutub selatan di wilayah Australia (sumber: Aldrian, 2003). 22
resolusi tinggi. Model dijalankan dengan forcing batas ERA15 yang memiliki resolusi temporal 6 jam dan diinterpolasikan menjadi langkah waktu 1440 detik (24 menit).
III.3
Model REMO
REMO dijalankan pada modus iklim dengan resolusi 0,5° atau resolusi horisontal sekitar 55 km, dan 20 lapisan vertikal dari permukaan atau sekitar 1000 mb hingga ketinggian 10 mb. Domain model REMO untuk seluruh wilayah BMI terletak pada 15°LS-8°LU dan 91°ΒT-141°ΒT (Gambar III.2), dengan cakupan luas daratan sekitar 21%. Domain model tersebut dibagi menjadi 101 sel grid terhadap bujur dan 55 sel grid terhadap lintang. Model dijalankan dengan forcing batas dari ERA15 yang memiliki resolusi temporal 6 jam dan diinterpolasikan menjadi langkah waktu 300 detik (5 menit).
Gambar III.2 Domain model REMO
III.4
Masking
Metoda masking yang diterapkan pada penelitian ini merupakan metoda yang relatif baru dilakukan di Indonesia, dan merupakan pengembangan dari metoda yang pernah dilakukan pada penelitian terdahulu. Metoda masking yang diterapkan dalam penelitian ini yaitu memisahkan mana daerah yang dikopel dan mana daerah yang tidak dikopel. Daerah yang tidak dikopel tersebut adalah 23
wilayah Maluku Utara (5°LS-0°LU dan 124°ΒT-131°ΒT), sedangkan daerah yang dikopel adalah seluruh wilayah BMI yang termasuk dalam domain model REMO minus wilayah Maluku Utara.
Pemisahan mana daerah yang dikopel dan mana daerah yang tidak dikopel dilakukan dengan cara mengkondisikan SST yang digunakan dalam model atmosfer khusus untuk wilayah Maluku Utara berasal dari data ERA15, bukan dari hasil perhitungan model laut (di wilayah Maluku Utara tidak terjadi interaksi dari laut ke atmosfer). Sebaliknya, pada domain model REMO yang lain, tetap menerima SST yang berasal dari hasil perhitungan model laut, sehingga pada domain REMO tersebut tetap terjadi interaksi dari laut ke atmosfer. Tetapi pernerapan metoda masking ini dapat mengakibatkan terjadinya ketidakkontinyuitasan model laut pada batas antara wilayah yang menggunakan SST dari data ERA15 dan wilayah yang menggunakan SST dari hasil perhitungan model laut. Penerapan metoda masking ini, yang disebut juga dengan istilah coupled off, langsung dilakukan dalam model REMO (REMO masking).
III.5
Mekanisme Kopling
MPI-OM dan REMO dijalankan secara paralel dengan modus online, artinya, pada saat kedua model dijalankan, terjadi pertukaran data secara aktif di permukaan laut pada setiap langkah waktu kopling, yaitu setiap 6 jam. Pada setiap 6 jam tersebut, REMO memperoleh kondisi batas bawah (permukaan laut) dari MPI-OM melalui OASIS coupler, dan pada saat yang bersamaan, memberikan fluks momentum, fluks panas dan fluks air ke MPI-OM.
Simulasi dijalankan dengan dua skenario. Pada skenario pertama, yang juga digunakan sebagai model kontrol, seluruh domain model atmosfer memperoleh SST dari hasil perhitungan model laut, sehingga terjadi proses interaksi dari laut ke atmosfer. Skenario pertama ini disebut dengan istilah coupled on atau tanpa masking. Sementara skenario keduanya adalah skenario yang menerapkan metoda masking dalam model atmosfernya (REMO masking). Kedua skenario tersebut dapat digabung dalam satu skema seperti yang terlihat pada Gambar III.3.
24
Gambar III.3 Skenario model kopel Dengan menerapakan kedua skenario dalam simulasi model kopel ini, dapat dilihat apakah pola curah hujan di wilayah Maluku Utara lebih dipengaruhi oleh variabilitas SST lokal atau tidak. Jika penerapan skenario ini memberikan pengaruh terhadap perbedaan karakteristik tipe hujan, berarti variabilitas SST lokal yang lebih dominan. Tetapi jika penerapan skenario tidak memberikan pengaruh terhadap perbedaan karakteristik tipe hujan, berarti sirkulasi angin regional yang lebih dominan.
III.6
Aspek Teknis Komputasi Model Kopel
Pada penelitian yang relatif baru untuk Indonesia ini, harus dilakukan beberapa penyesuaian ataupun perubahan mendasar agar kedua model dapat dijalankan secara kopel pada platform komputer yang tersedia di Indonesia. Sebagai informasi, model kopel sejenis ini dijalankan pada platform komputer NEC SX-6. Penyesuaian ataupun perubahan tersebut meliputi: 1.
Porting; yaitu menyesuaikan antara personal computer (PC) yang akan digunakan untuk menjalankan model dengan operating system (OS) yang akan diaplikasikan pada PC tersebut, serta bahasa pemrograman yang akan digunakan. Spesifikasi komputer yang digunakan adalah PC yang didalamnya terdapat Intel Quadcore Extreme Processor Q6700, dengan
25
empat central processing unit (CPU) yang paralel dalam satu processor. Sedangkan OS yang digunakan adalah Linux Fedora Core 5 yang didalamnya terdapat Kernel 2.6.15 yang berfungsi mengatur CPU mana yang bekerja atau mana yang kosong. Bahasa pemrograman yang digunakan adalah Fortran 95 Linux Pro v6.2 dan bahasa C. 2.
Konversi data; semua data yang digunakan dalam pemodelan ini harus memiliki jenis data little endian, agar dapat digunakan dalam pemrograman komputer berbasis Linux. Sebelumnya, hal ini cukup menjadi kendala, terutama dalam hal pengolahan data. Oleh karena hampir seluruh model iklim membutuhkan komputasi dengan kinerja tinggi, maka model-model tersebut harus dijalankan pada komputer berbasis Unix (komputer besar atau super komputer atau mainframe) dengan bahasa pemrograman Fortran, dan dengan jenis data big endian. Tetapi pada saat ini, kendala tersebut sudah bukan merupakan hambatan lagi. Dengan menggunakan program konversi, maka data berjenis big endian tersebut dapat diubah menjadi data berjenis little endian, sehingga seluruh model iklim dapat dijalankan pada semua platform komputer.
3.
Direktori; sebelum memulai simulasi model kopel, terlebih dahulu harus disiapkan direktori-direktori yang dibutuhkan selama simulasi, agar simulasi dapat berjalan dengan lancar. Direktori yang dibutuhkan tersebut diantaranya direktori data masukan untuk model atmsofer dan model laut, direktori kerja dan direktori keluaran. Keterangan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B.
4.
Interprocess communication; penyesuaian dilakukan pada file svipc.c, yang
merupakan
communication library sehingga memungkinkan
terjadinya pertukaran data antar program atau antar proses yang sedang berjalan, dengan memanfaatkan fasilitas yang tersedia pada sistim operasi standar Unix yaitu System V Inter Process Communication (SVIPC). Proses pertukaran data dilakukan dengan mengaktifkan dan me-nonaktifkan semaphore. Semaphore berfungsi untuk mengijinkan data ditulis atau dibaca dari suatu lokasi. Dengan pengaturan semaphore tersebut,
26
maka terjadi pertukaran data secara teratur satu per satu antara kedua model. 5.
Pembersihan share memory; SVIPC memakai share memory yang disediakan oleh OS dan share memory tersebut akan digunakan selama simulasi berjalan sebagai tempat pertukaran data. Setelah simulasi selesai ataupun pada saat simulasi harus berhenti ditengah jalan, maka share memory tersebut harus dikosongkan.
6.
Penerapan metoda masking dilakukan dalam subroutine ec4org.f dengan deklarasi sebagai berikut: C ***** masking laut maluku OPEN(IO_MASK, FILE='masking',FORM='FORMATTED') DO J=JE-1,0,-1 READ(IO_MASK,'(101I1)')(IMASK(IJ),IJ=J*IE+1,J*IE+IE) ENDDO C ***** sampai sini
Setelah melakukan berbagai penyesuaian diatas, simulasi model kopel antara MPI-OM dan REMO berhasil dijalankan. Memory yang terpakai selama simulasi model kopel berjalan besar, yaitu sekitar 1,5 GB. Pada permulaan simulasi, kedua model melakukan perhitungan sesuai dengan langkah waktu masing-masing. Karena langkah waktu model laut lebih besar daripada model atmosfer, maka running model laut selesai lebih dahulu. Running model laut berhenti sesaat (diam) sambil menunggu model atmosfer selesai running. Pada saat model atmosfer selesai dijalankan, barulah pertukaran data dari model laut ke model atmosfer dan sebaliknya dilakukan. Jika simulasi lancar, maka pada layar komputer dapat dilihat aktivitas atau kesibukan CPU komputer saat proses simulasi sedang berlangsung, seperti yang diperlihatkan pada Gambar III.4.
Running simulasi model kopel ini membutuhkan waktu yang cukup lama. Sebagai gambaran, untuk memperoleh data hasil simulasi selama satu bulan, dibutuhkan waktu sekitar 5,5 jam. Data yang dihasilkan dari simulasi model kopel juga cukup besar. Untuk data permukaan keluaran REMO selama satu bulan, setelah dipadatkan, ukuran datanya sekitar 35 MB, sedangkan untuk seluruh data keluaran REMO (yaitu data permukaan dan data per lapisan) selama satu bulan, setelah dipadatkan, ukuran datanya bervariasi antara 425 hingga 475 MB. Sementara untuk 27
data keluaran MPI-OM, yang seluruh datanya digabung menjadi per tahun, setelah dipadatkan, ukuran datanya menjadi sekitar 293 MB.
Gambar III. 4
III.7
Aktivitas CPU pada saat simulasi model kopel berjalan.
Pengolahan Data Hasil Simulasi
Data hasil simulasi model kopel yang akan diolah hanyalah data permukaan keluaran REMO, sementara data per lapisan keluaran REMO dan data keluaran MPI-OM tidak diolah. Pengolahan data dilakukan untuk kedua hasil simulasi, yaitu parameter curah hujan dan temperatur permukaan untuk wilayah Maluku Utara, Maluku bagian selatan dan Laut Jawa. Tetapi khusus untuk wilayah Maluku Utara, diolah juga tipe hujan konvektif/lokal dan tipe hujan stratiform.
Pengolahan data yang dilakukan terhadap parameter curah hujan dan temperatur permukaan tersebut adalah merata-ratakan data keluaran setiap 6 jam menjadi rata-rata bulanan dan rata-rata antartahunan selama 15 tahun. Kemudian menentukan besarnya koefisien korelasi antara kedua hasil skenario dengan data
28
pengamatan, dan hasil penelitian terdahulu (dalam hal ini hasil REMO tanpa kopel menggunakan data ERA15), sehingga dapat diketahui skenario mana yang lebih baik atau mendekati data pengamatan.
Pengolahan data selanjutnya dilakukan untuk melihat perbedaan karakteristik tipe hujan yang dihasilkan dari skenario tanpa masking (coupled on) dan dari skenario masking (coupled off), yang berarti bahwa terjadi variabilitas SST lokal di wilayah Maluku Utara. Perbedaan karakteristik tipe hujan tersebut adalah tipe hujan stratiform (large scale precipitation) dan tipe hujan konvektif/lokal (convective/ local precipitation). Data yang digunakan dalam pengolahan data ini adalah data rata-rata bulanan. Untuk itu, dibuat scatter diagram antartahunan berdasarkan nilai normalisasi dari perbedaan tipe hujan stratiform rata-rata bulanan dan tipe hujan konvektif rata-rata bulanan terhadap selisih antara SST rata-rata bulanan hasil skenario coupled on dan skenario coupled off. Nilai normalisasi tersebut dihitung dari:
normalisasi tipe hujan =
[tipe hujan coupled on]− [tipe hujan coupled off ] [tipe hujan coupled on]
(III.1)
Berdasarkan scatter diagram antartahunan tersebut kemudian dibuat persamaan regresi linier untuk menentukan nilai koefisien korelasi dan slop. Kedua nilai ini kemudian diplot dalam bentuk grafik.
Pengolahan data dilanjutkan dengan melakukan analisis mean difference
significance (meandiffsignif). Analisis meandiffsignif ini merupakan ide yang relatif baru dilakukan di Indonesia. Analisis meandiffsignif berfungsi untuk menghitung level signifikansi dengan uji satu sisi. Maksudnya adalah bahwa dari hasil kedua skenario yang digunakan, akan dilihat seberapa banyak distribusi hasil kedua skenario tersebut overlap. Jadi, hasil skenario coupled off di-overlay terhadap hasil skenario coupled on (coupled off Æ coupled on). Tingkat signifikansi yang digunakan adalah 95%, artinya bahwa hanya 5% dari kedua distribusi tersebut yang overlap, sementara yang 95% lainnya tidak overlap, atau berbeda nyata sebesar 0,95. Pengolahan data meandiffsignif ini dilakukan terhadap 29
parameter curah hujan antartahunan, tipe hujan stratiform antartahunan dan tipe hujan konvektif antartahunan.
Selanjutnya, berdasarkan skenario mana yang lebih baik atau yang mendekati data pengamatan, keluaran REMO diolah lagi, yaitu terhadap variabel-variabel curah hujan, SST, panas laten dan radiasi gelombang pendek di permukaan. Pengolahan data yang dilakukan adalah menghitung lead-lag correlation berdasarkan rata-rata lima harian (pentad) untuk masing-masing perioda Maret-April-Mei (MAM), Juni-Juli-Agustus (JJA), September-Oktober-Nopember (SON) dan DesemberJanuari-Februari (DJF). Dalam hal ini, SST dianggap sebagai variabel tak bebas sementara ketiga parameter lainnya sebagai variabel bebas. Dari perhitungan lead-
lag correlation antara dua variabel iklim dapat diketahui variabel mana yang mempengaruhi variabel yang lainnya. Metoda perhitungan lead-lag correlation ini merupakan metoda baru, dan digunakan untuk mendefinisikan proses interaksi yang terjadi di wilayah penelitian.
Perhitungan korelasi meliputi korelasi concurrent (yaitu kedua variabel berada pada perioda waktu yang sama), lead correlation (jika variabel tak bebas pada perioda waktu sekarang dan variabel bebas pada perioda waktu kedepan/yang akan datang) dan lag correlation (jika variabel tak bebas pada perioda waktu sekarang dan variabel bebas pada perioda waktu sebelumnya). Lead dan lag
correlation dilakukan terhadap rata-rata harian ke-5 (pentad 1 atau lead 1 atau lag 1) hingga rata-rata harian ke-30 (pentad 6 atau lead 6 atau lag 6). Dari korelasi pentad tersebut kemudian dibuat rata-rata korelasi pentad antartahunan selama 15 tahun untuk setiap perioda/musim. Dengan menggunakan uji student t-test satu sisi untuk n = 18 data, diperoleh tingkat signifikan sebesar 0,231.
Seluruh pengolahan data yang dilakukan pada simulasi model kopel ini diolah dengan bantuan piranti lunak GrADS (The Grid Analysis and Display System), PINGO (Procedural Interface for Grib Formatted Objects) dan Excel.
30